· web viewserbagai bantuan telah diberikan kepada pengusaha kecil dalam bentuk bimbingan dan...

148
RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA 1979/80 1983/84 II REPUBLIK INDONESIA

Upload: ngodiep

Post on 20-Jul-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RENCANA

PEMBANGUNAN LIMA TAHUN

KETIGA

1979/80 1983/84

II

REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 7 TAHUN 1979

TENTANGRENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA

(REPELITA III)1979/80 — 1983/84

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun Kedua telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup memadai sehingga dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya;

b. bahwa dengan memperhatikan hasil-hasil yang telah dicapai serta kemampuan-kemampuan yang telah dapat dikembangkan dalam REPELITAII dianggap perlu untuk menetapkan REPELITAIII yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari REPELITA II;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, serta dengan mendengar dan memperhatikan secara sungguh-sungguh saran-saran dari Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan

3

Rakyat, organisasi-organisasi serta masyarakat pada umumnya, maka sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat seperti yang tercantum dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, dipandang perlu untuk menge-luarkan Keputusan Presiden yang menetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga (1979/80 -- 1983/84);

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Nomor IV/MPR/1978;3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor

VIII/MPR/1978;4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59/M

Tahun 1978;

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONE- SIA TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA (1979/80 -- 1983/84).

Pasal 1

Rencana Pembangunan Lima Tahun III 1979/80 -- 1983/84 sebagaimana termuat dalam lampiran Keputusan Presiden ini merupakan bagian daripada Pola Dasar Pembangunan Nasional, Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, dan Pola Umum Pelita Ketiga sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh Majelis Permu-syawaratan Rakyat.

4

Pasal 2

Rencana Pembangunan Lima Tahun III tersebut dalam Pasal 1 Keputusan Presiden ini menjadi lan-dasan dan pedoman bagi Pemerintah dalam melak-sanakan Pembangunan Lima Tahun III.

Pasal 3

Kebijaksanaan-kebijaksanaan pelaksanaan daripada Rencana Pembangunan Lima Tahun III, dituangkan dalam Rencana Tahunan yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara serta kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah lainnya.

Pasal 4

Penuangan dalam Rencana Tahunan sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 Keputusan Presiden ini, dilaksanakan dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan perobahan dan perkembangan keadaan yang rnemerlukan langkah-langkah penyesuaian ter-hadap Rencana Pembangunan Lima Tahun III.

Pasal 5

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 11 Maret 1979.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

5

RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUNKETIGA

1979/80 1983/84

L A M P I R A NKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor 7 TAHUN 1979

tentangRENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA

(REPELITA III)

II

REPUBLIK INDONESIA

RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA

1979/80 — 1983/84

D A F T A R I S I

BUKU I

Bab 1. Tujuan dan Sasaran-sasaran Pokok Pembangunan Bab 2. Kerangka Rencana dan Pembiayaan Pembangunan Bab 3. Keuangan Negara dan Kebijaksanaan Moneter Bab 4. Neraca Pembayaran InternasionalBab 5. Perluasan Kesempatan KerjaBab 6. Pengembangan Dunia UsahaBab 7. Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup Bab 8. Pertanian dan PengairanBab 9. Pangan dan Perbaikan Gizi

BUKU II

Bab 10. I n d u s t r iBab 11. Pertambangan dan EnergiBab 12. Perhubungan dan Pariwisata Bab 13. Perdagangan dan

KoperasiBab 14. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bab 15. Perumahan RakyatBab 16. A g a m aBab 17. Pendidikan dan Generasi Muda

9

BUKU III

Bab 18. Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha EsaBab 19. Ilmu Pengotahuan, Teknologi dan PenelitianBab 20. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial dan Peranan WanitaBab 21. Kependudukan dan Keluarga BerencanaBab 22. Pembangunan Daerah, Desa dan KotaBab 23. H u k u mBab 24. Pertahanan dan Keamanan NasionalBab 25. Penerangan, Pers dan Komunikasi SosialBab 26. Aparatur Pemerintah

BUKU IV

PEMBANGUNAN DAERAH-DAERAH TINGKAT SATU1. D.I. A c e h2. Sumatera Utara3. Sumatera Barat4 . R i a u5 . J a m b i6. Sumatera Selatan7 . B e n g k u l u8 . L a m p u n g9. D.K.I. Jakarta

10. Jawa Barat11. Jawa Tengah12. D.I. Yogyakarta13. Jawa Timur14. Kalimantan Barat15. Kalimantan Tengah

10

16. Kalimantan Selatan17. Kalimantan Timur18. Sulawesi Utara19. Sulawesi Tengah20. Sulawesi Tenggara21. Sulawesi Selatan22. B a l i23. Nusa Tenggara Barat24. Nusa Tenggara Timur25. M a l u k u26. Irian Jaya27. Timor Timur

11

RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA1979/80 -- 1983/84

DAFTAR ISI BUKU II

Bab 10. I n d u s t r i ..............................................................................17

Bab 11. Pertambangan dan Energi .........................................................83

Bab 12. Perhubungan dan Pariwisata ...................................................155

Bab 13. Perdagangan dan Koperasi ......................................................221

Bab 14. Tenaga Kerja dan Transmigrasi ........................:.....................277

Bab 15. Perumahan Rakyat ...................................................................341

Bab 16. A g a m a ................................................................................361

Bab 17. Pendidikan dan Generasi Muda ..……………………………383

13

B A B 1 0I N D U S T R I

BAB 10

I N D U S T R I

I. PENDAHULUANPembangunan industri mempunyai peranan yang

sangat penting da-lam rangka usaha tercapainya sasaran pembangunan jangka panjang dan Repelita III. Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara sa- saran bidang ekonomi yang hendak dicapai dengan pelaksanaan pembangunan jangka panjang adalah terciptanya struktur ekonomi yang seimbang di mana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung aleh kekuatan ,dan kemampuan pertanian yang tangguh. Untuk mencapai tujuan ini bidang industri dan pertanian akan ditingkatkan.

Dalam Repelita II pembangunan industri dititik beratkan pada in- dustri yang mengolah bahan mentah. Berdasarkan hasil-hasil Repelita II dan sesuai dengan tahap-tahap pembangunan bidang ekonomi yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara maka dalam Repe- lita III prioritas akan diberikan pada industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Dengan demikian sebagian besar kebutuh- an dalam negeri dapat dipenuhi sendiri, sedangkan landasan ekspor bertambah kuat, karena bergeser dari ekspor bahan mentah ke arah ekspar hasil produksi industri dalam negeri.

Pembangunan industri selama Repelita III mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai terwujudnya Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Untuk mencapai sasaran pemerataan pembangunan dan hasilnya maka

17

kegiatan pembangunan industri akan dilakukan melalui perluasan kesempatan kerja, produksi barang-barang pokok dengan harga yang terjangkau masyarakat banyak, peningkatan prakarsa dan usaha masya- -rakat dalam industri berukuran menengah dan kecil, peningkatan par-

tisipasi masyarakat dalam industri berukuran besar dan menengah, dan perluasan kegiatan pendidikan dan latihan. Untuk mencapai sa- saran pertumbuhan ekonomi kegiatan pembangunan ekonomi akan dilaksanakan melalui peningkatan produksi di segala bidang industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Tercapainya kedua sasaran tersebut akan membantu kemantapan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

II. KEADAAN DAN PERMASALAHANRepelita ke II dimulai dengan berbagai rintangan dan

hambatan yang disebabkan oleh krisis energi dan resesi ekonomi yang melanda dunia terutama negara-negara maju. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Di dalam keadaan ekonomi dunia seperti disebutkan di atas, perkembangan ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh .dengan laju sebesar 7% per tahun. Dalam jangka waktu yang sama, industri merupakan sektor yang tertinggi laju pertumbuhannya, yaitu sekitar 12% tiap tahunnya, sedangkan sumbangannya ter- hadap Produk Domestik Bruto pada akhir Repelita II diperkirakan akan melampaui 11%.

Pertumbuhan industri ditandai oleh kemajuan-kemajuan di bidang produksi, baik. dalam peningkatan volume, mutu maupun jenis indus- tri. Perkembangan yang menarik ialah bahwa hasil industri tidak saja meliputi barang-barang konsumsi, melainkan mencakup pula bahan-bahan atau barang-barang yang dibutuhkan oleh sektor-sektor lain maupun dibutuhkan oleh pertumbuhan sektor industri sendiri.

Dari sudut bahan baku maka sesuai dengan kebijaksanaan pengembangan industri, terdapat peningkatan pemanfaatan kekayaan alam antara lain gas alam untuk industri pupuk, kapur dan tanah 18

liat untuk industri semen, pasir kwarsa untuk industri gelas dan lain-lainnya. Demikian pula terjadi perubahan jenis barang ekspor dari kayu gelondongan menjadi kayu lapis maupun kayu gergajian, dari bahan galian menjadi logam atau persenyawaan logam dan sebagainya.

Untuk memberikan gambaran kemajuan sektor industri, maka pada Tabel 10 -- 1 disampaikan perkembangan produksi beberapa bahan-

bahan penting, baik yang langsung merupakan kebutuhan rakyat ba- nyak maupun yang menunjang sektor-sektor lainnya seperti sektor per-tanian, perhubungan, pendidikan dan sebagainya.

TABEL 10 - 1

GAMBARAN KEMAJUAN SEKTOR INDUSTRI, 1974/75 – 1977/78

Hasil Produksi Unit

1. Benang ribu bales

2. Tekstil juts meter

3. Pupuk Urea ribu ton

4. Semen ribu ton

5. Ban Mobil ribu buah

6. Keitas ribu ton7. Kayu lapis ribu lembar

Dengan kemajuan yang telah dicapai dalam kurun waktu satu dekade akhir ini, masalah-masalah yang dihadapi di sektor industri pun meningkat dengan timbulnya persoalan-persoalan baru, di antara- nya masalah pengalihan dan penyesuaian teknologi, kelangkaan tenaga ahli dan modal, masalah penyerapan tenaga .kerja baru dan sebagainya.

Dengan dibangunnya banyak industri-industri Baru antara lain in-dustri-industri dasar, maka telah timbul pula persoalan-persoalan baru. Persoalan-persoalan ini sudah mulai ditanggulangi selama Repelita II. Penyelesaian lebih lanjut akan dilaksanakan selama Repelita III de- ngan akan diambilnya kebijaksanaan dan langkah yang terpadu dalam hal pemilihan teknologi dan modal yang akan memperhitungkan baik faktor ekonomi, maupun faktor-faktor budaya, sosial, politik dan per-tahanan dan keamanan nasional.

Penibangunan industri yang telah dilaksanakan selama ini, telah dapat memberikan arti dan peranan yang cukup besar di dalam sum-bangan sektor industri pada proses penibangunan yang sedang berjalan. Industri kecil telah menunjukkan perkembangan yang memberikan

1974/75 1975/76 1976/77 1977/78

364,0 445,4 622,9 678,3974,0 1.007,1 1.247,1 1.332,5209,1 387,4 406,0 990,0828,9 L.247,4 1.979,3 2.878,6

1.704,0 1.796,0 1.883,3 2.339,143,2 46,7 54,4 83,5

6.005,0 10.042,0 11.806,0 18.347,8

19

harapan. Hal ini terjadi berkat perhatian yang telah diberikan selama Repelita II kepada pengembangan pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah yang terutama terdiri dari golongan pribumi.

Serbagai bantuan telah diberikan kepada pengusaha kecil dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan industri, prasarana pelengkap bagi penyediaan bahan baku dan pemasaran produk dan penyediaan ber- bagai macam kredit berupa kredit investasi kecil, kredit modal kerja permanen dan sebagainya. Dalam pada itu peranan industri kecil di dalam pembangunan industri masih mengandung kemungkinan-kemungkinan besar. Karena itu selama Repelita III bantuan tersebut akan ditingkatkan dan diperluas.

Sementara itu ada sejumlah jenis industri yang tumbuh dengan lebih cepat dari permintaan akan hasil produksinya sehingga terpaksa beker- ja di bawah kapasitas. Hal ini mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi.

Masalah-masalah tersebut di atas timbul sebagai akibat dari dina- mika pembangunan. Dalam Repelita III masalah-masalah tersebut memperoleh perhatian sepenmhnya, sehingga sektor industri yang telah rencapai kemajuan yang cukup pesat selama Repelita III akan lebih besar lagi peranannya dalam keseluruhan gerak pembangunan.

III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara pembangunan industri yang telah dilaksanakan selama Repelita II, akan lebih diting- katkan dengan tujuan memperluas kesempatan kerja dam berusaha, memproduksi barang pokok yang dibutuhkan

20

masyarakat banyak, memproduksi barang jadi dan setengah jadi untuk memenuhi kebu-tuhan dalam negeri serta memperkuat landasan ekspor, memperluas produksi bahan baku guna memenuhi kebutuhan industri dalam ne- geri sendiri dan bila .mungkin untuk diekspor dan menunjang kegiatan pembangunan sektor lain khususnya sektor pertanian. Tercapainya tujuan-tujuan ini akan menciptakan suatu landasan pembangunan sek- tor industri yang lebih luas.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan diambil dalam rang- ka usaha mencapai tujuan, pembangunan industri akan dilandaskan pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasio- -nal yang sehat dan dinamis. Berhasilnya pembangunan. industri merupakan sumbangan yang besar bagi terwujudnya Trilogi Pembangun- an. Di samping itu hasil-hasil pembangunan industri akan memper- kuat ketahanan nasional. Untuk lebih memperbesar sumbangan terse- but akan diambil langkah-langkah yang khusus ditujukan kepada ter-capainya usaha pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.

Dalam rangka usaha mencapai tujuan-memperluas kesempatan ker- ja dan kesempatan berusaha maka pembangunan industri akan diarah- kan kepada pengembangan industri kecil dan sedang yang sifatnya padat karya. Dalam hubungan ini akan diusahakan agar kebijaksa- naan disain dan teknologi industri akan menekankan syarat padat kar- ya dalam batas-batas produktivitas dan efisiensi yang ekonomis masih dapat dipertanggung-jawabkan.

Tujuan-tujuan lain daripada pembangunan industri adalah untuk memproduksi barang-barang yang diperlukan oleh rakyat banyak se- suai dengan pola hidup sederhana. Barang-barang ini akan diproduksi dalam jumlah-jumlah yang cukup besar dengan biaya serendah mung- kin, sehingga berada dalam jangkauan rakyat banyak. Industri yang menghasilkan barang ini akan didorong perkembangannya. Sebalik- nya akan dihindarkan pembangunan industri yang hasil-

hasilnya me- rupakan rangsangan bagi timbulnya pola konsumsi mewah di dalam masyarakat.

Tujuan lebih lanjut daripada pembangunan industri adalah untuk memproduksi barang-barang sehingga sebagian besar dari kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi sendiri, dan barang-barang yang dapat diekspor sehingga landasan ekspor bertambah kuat. Tercapainya sa-saran ini akan menambah penghasilan devisa, karena adanya peng-hematan melalui pengurangan impor maupun karena peningkatan penghasilan devisa. Untuk mencapai sasaran ini maka akan diutama-

21

kan pengembangan industri yang mengolah bahan baku menjadi ba- rang setengah jadi atau jadi.

Tujuan berikut daripada pembangunan industri adalah untuk me-nunjang kegiatan pembangunan sektor pertanian. Dalam hubungan ini akan dikembangkan industri alat-alat pertanian, pupuk dan insektisida. Di samping itu akan dikembangkan industri pengolahan yang menggunakan bahan baku pertanian.

Di samping langkah-langkah tersebut di atas dan dalam rangka usa- ha mencapai tujuan pembangunan industri akan ditempuh beberapa kebijaksanaan dan langkah-langkah lainnya. Pertama sektor industri akan dikonsolidasikan sedangkan kemampuannya akan dikembangkan melalui peningkatan potensi produksi yang telah ada serta mening-katkan produktivitas tenaga kerjanya. Peningkatan kemampuan indus- tri ditujukan untuk mempertinggi daya saing barang-barang hasil in- dustri di pasaran dalam negeri maupun di pasaran luar negeri. Untuk ini akan ditingkatkan kegiatan penelitian, pengembangan dan ketek-nikan.

Di samping itu pembinaan sektor industri akan dilaksanakan se- suai dengan peranan dan fungsinya, agar secara keseluruhan dapat mewujudkan suatu pola industri yang terpadu dan serasi. Dapat di-tambahkan pula, bahwa akan diusahakan agar pertumbuhan industri berjalan serasi dan seimbang dengan sektor-sektor lain, sehingga dapat nienunjang perkembangan sektor-sektor lainnya, khususnya sektor pertanian, serta mengurangi ketimpangan antar sektor industri itu sendiri. Dalam hubungan ini langkah yang akan diambil, adalah perbaikan struktur industri agar selain meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan rakyat juga dapat menghasilkan devisa.

Dalam rangka pemerataan pemenuhan kebutuhan

22

pokok rakyat akan diutamakan pengembangan industri sandang dan industri yang menghasilkan bahan-bahan bangunan` murah secara massal dengan meng-gunakan bahan bahan yang terdapat di dalam negeri. Melalui pening-katan produksi bahan bangunan tersebut, pembangunan perumahan yang harganya terjangkau oleh rakyat banyak akan ditinggalkan.

Pembangunan industri memerlukan pasaran yang luas. Dalam hubungan ini kebutuhan Pemerintah sebanyak mungkin akan dipenuhi

oleh industri .dalam negeri. Sejauh dimungkinkan proyek-proyek da- lam rangka bantuan luar negeri akan menggunakan hasil-hasil pro- duksi di dalam negeri. Dalam keadaan bantuan diberikan dalam ben- tuk barang jadi akan diusahakan agar supaya bantuan tersebut dibe- rikan dalam bentuk bahan baku untuk diolah di dalam negeri, men- jadi barang jadi.

Dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan ditingkatkan partisipasi dan prakarsa masyarakat dalam pembangunan industri melalui pengembangan kewiraswastaan. Akan diusahakan agar makin banyak lapisan masya- rakat, terutama golongan ekonomi lemah, dapat memiliki dan mengembangkan usaha-usaha industri serta sejauh mungkin menghindarkan adanya pemusatan pemilikan usaha-usaha pada beberapa orang atau beberapa golongan pengusaha saja.

Dalam usaha-usaha ini generasi muda merupakan potensi yang penting. Dalam hubungan ini generasi muda akan dirangsang dan didorong untuk ikut serta aktif clalam kegiatan pendidikan dan latihan, bimbingan dan penyuluhan, bantuan teknik dan manajemen di bidang industri, khususnya industri kecil yang sangat memerlukan tenaga pembimbing terlatih. Di samping itu akan diusahakan agar generasi muda berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan industri.

Pemerintah akan lebih memberikan perhatian pada pembangunan prasarana dan penciptaan iklim yang menunjang pertumbuhan industri. Selain itu Pemerintah akan mengembangkan pendidikan ketrampilan guna peningkatan produktivitas tenaga kerja serta pengembangan keahlian manajemen para pengusaha nasional. Berlandaskan pada azas

23

pemerataan maka kegiatan-kegiatan tersebut akan lebih ditujukan kepada pengusaha-pengusaha kecil. Akan diusahakan pula pengerahan dan pemanfaatan tenaga kerja ahli nasional yang telah berpengalaman secara lebih luas dan teratur di .dalam pengisian kebutuhan perangkat lunak (software) bagi pembangunan lebih lanjut.

Untuk menjamin langkah-langkah kebijaksanaan di bidang industri maka akan dipertegas batasan pengertian terhadap masing-masing industri kuat (besar), industri menengah dan industri kecil. Batasan

pengertian industri kecil akan dapat memberikan arah yang tepat pada pcmbinaan industri golongan ekonomi lemah.

Dalam pada itu usaha swasta asing akan tetap diberi kesempatan untuk ikut serta dalam usaha-usaha pembangunan industri yang makin besar ini, dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk meng- garap bidang-bidang yang belum dapat diusahakan oleh pengusaha nasional. Untuk kepentingan nasional, dan untuk mempertegas kedaulatan negara dilapangan ekonomi, maka penanaman modal asing diwajibkan membentuk usaha patungan dengan pengusaha nasional.

Langkah lain untuk meningkatkan pembangunan industri adalah mendorong penyebaran industri ke daerah-daerah dengan tetap memperhatikan azas efisiensi ekonomi. Dalam hubungan ini akan di-tingkatkan pembangunan kawasan-kawasan industri di daerah-daerah .tertentu. Selain dari itu jenis dan lokasi industri yang akan ditangani disesuaikan dengan prioritas dan kebutuhan pembangunan dae- rah, sehingga benar-benar bermanfaat dan cukup strategies .untuk memecahkan masalah-masalah yang mendesak di daerah yang bersangkutan. Dengan demikian .dapat diharapkan bahwa pertumbuhan antar daerah akan makin serasi.

Dalam seluruh usaha peningkatan pembangunan industri ini akan diambil langkah-aangkah agar pertumbuhan industri tidak membawa akibat rusaknya lingkungan hidup dan pemborosan sumber daya alam. Sebelum pembangunan proyek industri dimulai akan diadakan peni-laian yang seksama terhadap pengaruhnya bagi lingkungan hidup, agar pengamanan terhadap pelaksanaan pembangunan dan Iingkungan ,hidupnya dapat

24

idilakukan .dengan sebaik-baiknya. Di samping itu penggunaan sumber daya energi dalam rangka pembangunan industri akan disesuaikan dengan kebijaksanaan energi nasional.

Untuk menunjang pembangunan industri akan ditingkatkan kemampuan nasional di bidang teknologi dengan melakukan pengalihan dan adaptasi teknologi, mengembangkan tingkat teknologi yang sudah ada di masyarakat, serta meningkatkan pendidikan dan ketrampilan di bidang teknologi. Selain itu pada dasarnya type teknologi akan di- pilih sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan, sedang tek-

nologi dalam negeri akan didorong sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya. Dalam hubungan ini kemampuan teknologi masyarakat yang meliputi keahlian konsultasi, perancangan dan keteknikan, pemborongan dan konstruksi akan dikembangkan terus melalui pendidikan dan penelitian. Khusus untuk bidang-bidang industri yang ber- sifat padat karya dan tradisional pengalihan teknologi akan dilaku- -kan secara bertahap dan dilakukan antara lain dalam bidang "ketrampilan" dan pengalaman industri, denah, memilih dan mema- sang mesin-mesin dan peralatan, pengendalian mutu dan sebagainya.

Dalam pembangunan industri akan .dilaksanakan kebijaksanaan standardisasi yang tidak hanya menyangkut ukuran, mutu dan sebagainya .saja, tetapi juga pembakuan yang,dilanjutkan ke bidang perda-gangan dan pemakaian dari barang-barang tersebut. Usaha ini akan merupakan penerapan daripada Undang-undang Barang dan penyempurnaan peraturan pelaksanaan dan prosedurnya.

Usaha-usaha pembangunan industri dilaksanakan dalam suatu lingkungan kestabilan politik, sosial dan ekonami, sehingga diperoleh tingkat pertumbuhan yang cukup untuk menciptakan landasan-lan- -dasan yang sehat untuk tahap-tahap selanjutnya. Dalam hubungan ini akan diusahakan sekecil mungkin hambatan birokratis serta tersedianya prasarana kelembagaan dan administrasi yang menunjang kegiatan produktif masyarakat. Peningkatan kemarnpuan aparatur Pemerintah yang merupakan usaha yang mendorong dan menunjang kegiatan industri dilakukan secara berlanjut.

Dalam rangka memperbaiki iklim berusaha maka langkah kebijaksanaan diarahkan untuk merangsang kegairahan berusaha dalam sektor industri sehingga mendorong perkembangan industri yang ada menjadi

25

lebih sehat, kuat dan tangguh. Dalam hubungan ini diperlukan usaha- usaha untuk menelaah dan mengkaji hal-hal yang penting seperti masalah permintaan dan penawaran serta gambaran pasaran dalam dan luar negeri, sehingga kegiatan industri akan selalu dikfaitkan dengan pasaran. Di samping itu dalam rangka membantu industri pada tahaptahap permulaan produksi perlu diambil langkah-langkah terpadu untuk memberikan perlindungan (proteksi) yang wajar sehingga indus- tri dapat tumbuh, meningkat daya saingnya dan mampu berkembang

dikemudian hari. Dalam hal dan keadaan di mans industri harus di-1indungi untuk kepentingan nasional akan diusahakan agar langkahlangkah kebijaksanaan tersebut dipilih yang benar-benar efektif dan terarah dengan memperhatikan kepentingan produsen, konsumen dan kepentingan nasional. Usaha proteksi tidak dimaksudkan .semata-mata untuk melindungi industri terhadap saingan dari luar, tetapi lebih banyak ditujukan untuk memperkuat industri dalam negeri itu sendiri.

Dalam rangka menggairahkan dunia usaha di sektor industri ini akan ditinjau kembali perizinan-perizinan, baik mengenai materi maupun prosedur untuk memperoleh perizinan. Materi yang sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan kebijaksanaan akan dicabut sedangkan prosedur perizinan disederhanakan untuk mempercepat pelayanan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha. Akan ditinjau pula pungutan-pungutan yang terkait dengan perizinan tersebut. Pungutan-pungutan yang meniberatkan dunia usaha akan dihapuskan. Dengan demikian basil peninjauan perizinan-perizinan tersebut harus dapat memperlan- car dan meningkatkan efisiensi pengembangan dunia usaha di sektor industri.

Selanjutnya akan dilaksanakan terus penertiban pembinaan industri untuk mencegah kesimpang siuran peraturan dan kebijaksanaan terutama dalam bidang-bidang yang dibina oleh beberapa instansi untuk mencapai keterpaduan dan keserasian pelaksanaannya.

Sementara itu akan ditingkatkan pembinaan perusahaan-perusahaan milik negara di sektor industri agar perusahaan ini dikelola secara mantap sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang sehat, efisien dan hemat sehingga dapat membantu 26

untuk menjamin baik kebutuhan masyarakat akan, keperluan bahan-bahan pokok dengan har-ga yang serendah mungkm maupun kebutuhan industri sendiri akan bahan baku dan bahan pembantu serta bagian-bagian pokok dengan jumlah yang mantap dan harga yang wajar. Perusahaannegara sebagai unsur aparatur negara, harus Pula secara aktif ikut mengamankan program kebijaksanaan Pemerintan di bidang pengembangan dunia usaha golongan ekonomi lemah, pengembangan ketrampilan dan keahlian serta di bidang-bidang kebijaksanaan ekonomi lainnya.

Supaya produksi dapat berjalan lancar dan baik, maka peranan Pemerintah dalam perkembangan industri, selain menyediakan fasili- tas-fasilitas juga menyediakan sarana penunjang. Salah satu kebijaksanaan yang akan dilakukan adalah dengan mengusahakan pendirian badan-badan niaga, yang selain menyediakan bahan baku dan mencarikan pasaran produknya, juga merupakan tempat penyelenggaraan komunikasi dan penyebaran informasi yang dibutuhkan bagi usaha- wan, terutama pada kelompok industri-industri yang memanfaatkan ketrampilan tradisional dan seni budaya.

Penyediaan prasarana (listrik, air, jalan, transport, komunikasi dan lain-lain) dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat diperlukan terutama pada pusat-pusat pertumbuhan regional. Kebijaksanaan pendirian pusat-pusat tersebut sangat menentukan tersedianya prasarana yang diperlukan. Dalam rangka ini kawasan industri, baik yang sudah ada maupun yang sedang dan akan dib.angun, sangat diperlukan un- tuk mendorong serta mempercepat pertumbuhan dan pengembangan industri. Karena itu akan dipertimbangkan agar kawasan industri ber-sifat "public utility" dan diusahakan atas dasar tidak mencari keuntungan.

Selanjutnya perlu dikembangkan prasarana-prasarana lainnya seperti trade information network, product development dan sales promotion, pengawasan terus menerus akan pembentukan harga dan lain sebagai- nya. Dalam menyelenggarakan pembinaan industri diperlukan landas- an yang sehat dari segi hukum dan ketertiban, keamanan dan ketenteraman berusaha. Dalam hubungan ini maka kegiatan-kegiatan diarah- kan pula kepada usaha-usaha untuk menyempurnakan peraturan

per-undangan dan ketentuan-ketentuan lain yang sudah ada secara menye-luruh, sehingga merupakan perundangan yang jelas, lengkap, terpadu dan terarah. Undang-undang yang khusus mengatur perindustrian di- rasakan. sebagai hal yang mendesak. Sementara Undang-undang seperti itu belum ada, maka Undang-undang tentang Pembatasan Perusahaan Tahun 1934 akan diperlakukan sebagai satu-satunya landasan bagi perizinan usaha industri.

Pelbagai kebijaksanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan industri berhubungan Brat dengan masalah peranan wanita dalam pem-

bangunan. Hal ini pertama-tama menyangkut masalah tenaga wanita yang bekerja di bidang industri. Sebagian besar tenaga kerja wanita yang bekerja di bidang industri adalah tenaga-tenaga tidak terdidik dan hanya sebagian kecil yang memegang jabatan pimpinan. Untuk meningkatkan sumbangan wanita terhadap pembangunan di bidang industri dan sekaligus meningkatkan mutu barang-barang industri, akan diusahakan untuk meningkatkan pelbagai bentuk latihan ketrampilan bagi tenaga-tenaga wanita yang bekerja di bidang industri ter-masuk latihan-latihan untuk memperoleh kemampuan kepemimpinan.

Selain itu akan dikembangkan pula penyuluhan dan pendidikan yang diperlukan agar kaum wanita dapat mengambil bagian dan men- jadi pembina pembangunan di biding industri. Langkah-langkah ter- sebut akan diserasikan dengan kegiatan pembangunan di bidang pendidikan, ketenaga-kerjaan, perdagangan dan lain sebagainya.

Di samping itu yang akan mendapatkan perhatian ialah batas umur yang terendah yang dapat diizinkan untuk bekerja di bidang industri. Dalam hubungan ini akan lebih ditingkatkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap ketentuan-ketentuan batas umur khususnya untuk kaum wanita, yang bekerja di bidang industri. Begitu pula akan ditingkatkan langkah-langkah dalam lapangan kesejahteraan pekerja wanita, seperti cuti hamil, penitipan bayi, pengawasan keselamatan kerja dan lain sebagainya.

Dengan memperluas kesempatan kerja dan berusaha serta mempro-duksi kebutuhan pokok rakyat seperti sandang dan ,bahan-bahan pa- ngan yang murah, maka pembangunan industri sudah menunjang usa- ha. pemerataan kesempatan kerja, 28

kesempatan berusaha dan peme- nuhan kebutuhan pokok. Disamping itu dengan kebijaksanaan penye-Baran industri ke daerah-daerah maka pembangunan industri `akan berperanan dalam pemerataan penyebaran: pembangunan Untuk mem-perbesar peranan pembangunan perindustrian dalam rangka tercapai-nya sasaran pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya maka ber- bagai langkah akan diambil secara khusus. Selain Repelita III akan dilaksanakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam industri berukuran besar dan menengah, peningkatan prakarsa dan usaha masya-rakat sendiri dalam industri-industri berukuran menengah dan kecil

dengan mernberikan perhatian khusus kepada golongan ekonomi lemah dan usaha-usaha tradisional, perluasan kegiatan pendidikan dan latih-an serta perluasan kesempatan kerja.

Dalam hubungan ini kelompok industri kecil termasuk kerajinan berperanan sangat panting dalam usaha-usaha mencapai pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Industri kecil dan kerajinan terdapat dalam masyarakat luas, tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa di seluruh daerah. Industri ini merupakan usaha rakyat yang pada umumnya termasuk golongan ekonomi lemah. Kegiatan ini melibatkan banyak tenaga kerja, baik yang memang tergantung dari pekerjaan ini maupun yang hanya merupakan pekerjaan sambilan.

Pada umumnya industri memanfaatkan sumber-sumber alam yang tidak dapat diolah secara ekonomis dalam industri-industri se- dang dan besar. Pada hakekatnya industri kecil dan kerajinan meru- pakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kegiatan masyarakat secara keseluruhan dalam pembangunan nasional dan yang dalam pelaksa-naannya akan serasi dan sejalan dengan kebutuhan dan perkembang- an masyarakat itu sendiri. Dengan demikian industri ini dapat meru- pakan unsur penting untuk meningkatkan ketahanan nasional.

Potensi industri kecil sebagai penyerap tenaga kerja, akan diting-katkan pengembangannya melalui beberapa kebijaksanaan dan lang- kah-langkah. Dalam rangka pemerataan perkembangan, industri besar dan menengah akan diarahkan -sehingga merangsang pertumbuhan industri kecil, dan kedua jenis industri akan saling mengisi. De- ngan demikian industri besar data, menengah akan

29

memberi landasanlandasan hidup pada industri kecil, baik yang telah ada maupun yang baru. Dalam pada itu pengembangan industri kecil antara lain akan diarahkan untuk menghasilkan berbagai macaw kebutuhan industri besar yang atas pertimbangan teknis dan ekonomis sukar untuk dipe-nuhi sendiri. Tambahan pula perkembangan industri besar .akan di-arahkan agar tidak menj.adi suatu industri yang menghasilkan keper-luan-keperluan sendiri, termasuk usaha penunjang dan pelengkap.

Selain itu kepada industri kecil yang pada dasarnya mempunyai kedudukan ekonomi yang lemah, akan diberikan fasilitas permodalan yang berupa kredit dan modal sendiri dengan persyaratan yang cukup

merangsang. Dalam hubungan ini akan dipertimbangkan kemungkin- an pemberian kredit atas dasar suatu penelitian kelayakan dan bukan atas dasar jaminan. Pelaksanaan pemberian kredit sistem baru tergantung terutama dari adanya ketrampilan di pihak perbankan untuk menilai permintaan kredit dengan cara baru tersebut. Di samping banyak peraturan-peraturan perbankan yang menentukan, cara pemberian kre-dit pun akan dirubah. Atas dasar itu maka pelaksanaan pemberian kredit. barn akan dilaksanakan secara bertahap dan selektif. Di sam- ping itu penyediaan fasilitas perkreditan yang ada seperti KIK/ KMKP dan Kredit Investasi akan ditingkatkan. Dalam hubungan ini bank-bank Pemerintah akan lebih aktif mencari dan mendorong nasabah industri kecil. Penyederhanaan prosedur kredit yang selama ini telah dilaksanakan secara bertahap akan diteruskan, sedangkan mutu jasa perbankan akan ditingkatkan dan diperbesar.

Fasilitas permodalan yang selama ini disediakan untuk industri ke- cil, belum banyak dimanfaatkan. Hingga kini yang mengambil man- faat dari ketentuan-ketentuan Penanaman Modal Dalam Negeri untuk sebagian besar adalah pengusaha besar dan menengah. Ketentuan-ke-tentuan PMDN sesungguhnya terbuka untuk seluruh dunia usaha, akan tetapi yang memanfaatkannya dalam arti meminta dan memperoleh fasilitas keringanan pajak, pembebasan bea masuk, dan sebagainya adalah perusahaan-perusahaan yang tidak tergolong perusaha- an kecil. Karenanya akan diambil langkah agar ketentuan-ketentuan PMDN ataupun yang semacam dengan apa yang diberikan kepada PMDN dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha kecil.

Di samping itu fasilitas permodalan yang disediakan PT Bahana dan PT Askrindo belum banyak

30

dimanfaatkan oleh industri kecil. Sesungguhnya kedua lembaga tersebut diciptakan khusus untuk pengusaha kecil. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagai lembaga baru ke- dua lembaga tersebut masih bertindak kurang luwes. Sebaliknya usahawan industri kecil kurang mengenal kedua lembaga tersebut. Karena itu selama Repelita III akan diambil langkah untuk lebih memanfaat-kan kedua lembaga ini guna pengembangan industri kecil.

Selain daripada itu perlu kiranya dimanfaatkan jasa konsultan da- lam melakukan penelitian kelayakan dan perencanaan teknik sebagai

sarana untuk memperlancar serta mengamankan investasi dalam rangka pembangunan pada industri kecil.

Oleh karena itu kemampuan dunia konsultasi Indonesia akan ditingkatkan melalui penataran dalam berbagai aspek dan memperba- nyak pengalaman dengan diikut-sertakan dalam pembangunan proyek-proyek pembangunan.

Salah satu masalah yang dihadapi industri kecil adalah masalah pengadaan bahan mentah dan peralatan yang diperlukan. Bahan mentah yang berasal dari sumber dalam negeri, pada umumnya tidak menimbulkan permasalahan. Tetapi jika bahan mentah dan peralatannya berasal dari luar negeri, maka banyak industri kecil mengalami kesukaran pengadaan. Hal ini tak lain disebabkan karena tingginya biaya yang diperlukan untuk mengangkut bahan mentah tersebut dari pelabuhan ke tempat lokasi industri kecil. Biaya-biaya ini menjadi tinggi karena jumlah-jumlah yang diperlukan industri kecil adalah kecil.

Karena hal tersebut pembentukan koperasi industri kecil akan didorong untuk mengatasi permasalahan tersebut. Melalui koperasi pengadaan bahan mentah atau peralatan dapat dilakukan dengan lebih efisien karena dapat dilakukan dalam jumlah-jumlah besar. Kepada koperasi-koperasi tersebut akan disediakan kredit dengan persyaratan yang memadai.

Di samping itu pembentukan koperasi industri kecil merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan pemasaran hasil-hasil industri kecil: Dengan memasarkan hasil-hasilnya secara bersama melalui koperasi maka dapat diperkirakan bahwa biaya-biaya pemasaran akan menurun. Dengan dernikian pasaran hasil-hasil industri kecil da-pat diperluas. Dalam pada itu akan ditinjau pula

31

kemungkinan untuk meneterapkan suatu kerangka daripada trading house sebagai pra-sarana pelengkap bagi industri kecil.

Untuk menunjang pasar hasil-hasil industri kecil akan dicegah pem-bangunan industri besar yang menghasilkan barang yang sama. Tambahan kebutuhan dialam negeri akan dipenuhi melalui pengembangan industri kecil. Dalam hubungan ini, apabila terjadi kejenuhan pasar untuk hasil-hasil industri kecil, akan diusahakan agar dapat di ekspor. Untuk ini akan disediakan fasilitas yang diperlukan.

Pemilihan teknologi yang tepat guna merupakan masalah yang tidak mudah dipecahkan. Pada dasarnya teknologi yang dipakai industri kecil adalah sederhana dan padat karya. Dalam melaksanakan kegiatan pe-ngembangan industri kecil, sifat teknologi yang padat karya akan tetap dipertahankan. Pengembangan teknologi tepat guna hanya akan ditu-jukan untuk mencari teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan sifat padat karya.

Dalam rangka meningkatkan peranan industri dalam usaha men- capai sasaran pertumbuhan ekonomi, maka dalam Repelita III akan diambil berbagai langkah. Produksi disegala bidang sektor industri akan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memperluas landasan ekspor. Jika produksi meningkat maka sumbangan sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi akan meningkat pula. Demikian juga halnya dengan pendapatan rata-rata penduduk dan tabungan nasional Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,5% maka diharapkan sektor industri akan tumbuh dengan sekitar 11,0% setahun. Laju pertumbuhan ini serasi dengan tujuan perobahan struktur ekonomi.

Pada dasarnya berhasilnya pembangunan industri akan meningkat- kan ketahanan nasional. Untuk memperbesar peranan pembangunan industri dalam peningkatan. ketahanan nasional maka secara khusus akan dikembangkan industri-industri yang menunjang ketahanan na-sional dalam segala aspeknya.

Jelas kiranya bahwa tiap bidang industri dalam rangka usaha pemerataan pembangunan dan hasilnya, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ketahanan nasional akan mempunyai peranan yang berbeda.

Banyak bidang industri hanya dapat memenuhi 32

sebagian daripada harapan, namun sektor industri sebagai keseluruhan akan dapat men- capai sasaran sebagaimana ditetapkan di dalam Garis-garis Besar Ha-luan Negara. Masalahnya adalah agar tiap-tiap bidang, atau lebih tepat tiap-tiap kelompok mendapat penanganan yang demikian rupa sehing-ga bersama-sama dapat menghasilkan suatu hasil yang optimal. Maka dengan pemikiran ini sektor industri akan dibagi di dalam lima kelom-

pok yang khas oleh karena ciri-ciri tertentunya. Susunan kelompok akan tercermin di dalam sistematik pembinaan industri. Di dalam ling-kup tiap-tiap kelompok ini, maka akan diadakan pembagian tugas me-lalui suatu perincian lebih lanjut dan sesuai dengan prioritas-prioritas Repelita III. Adapun kelompok-kelompok termaksud ialah sebagai berikut :

1. Industri bernilai politis-strategis;2. Industri sekunder (manufacturing);3. Industri yang berdasarkan ketrampilan tradisional;4. Industri yang menghasilkan benda-benda seni;5. Industri pedesaan.Tiap-tiap kelompok ini mencakup lingkungan

masyarakat berlainlainan sedangkan bidang-bidang usaha yang tergabung di dalamnya mempunyai ciri-ciri khas dipandang dari segi struktur usaha, peranan produk yang dibuat, besar modal dan tingkat teknologi, cara permodal-an, cara pemasaran dan cara pengelolaan.

Diperkirakan, bahwa apabila tiap-tiap kelompok ditangani menu-rut ciri-ciri khasnya namun di dalam lingkup tiap-tiap kelompok diada- kan pengarahan kepada prioritas-prioritas Repelita III, maka tiap-tiap kelompok dapat memberikan hasil yang maksimal bagi masing-masing kelompok itu, yang sebagai keseluruhan dapat membangkitkan suatu hasil optimal di dalam rangka prioritas-prioritas pembangunan pada umumnya dan pelaksanaan Repelita III pada khususnya.

Berikut ini perincian lebih lanjut dari ciri-ciri masing-masing kelom- pok dan kemungkinan-kemungkinan bagi masing-masing kelompok untuk mencapai :sasaran-sasaran prioritas.1. Kelompok Industri Bernilai Politis-strategis.

Kelompok industri ini mengemban tugas utama strategi dan politik daripada ekonomi, karena

33

memberikan sumbangan besar pada aspekaspek pembangunan seperti penyediaan bahan baku pokok, perangsang daya tumbuh, efek berganda dan sebagainya, namun demikian, sumbangannya pada gatra-sosial khususnya dan pada ketahanan nasional umumnya cukup besar. Laju pertumbuhan kelompok industri ini diperkirakan 14,5% setahun.

Dalam tingkat pembangunan dewasa ini tampaknya industri dasar besi/baja dan logam lainnya, industri alat pengangkutan dan perhubungan, industri bahan kimia pokok dan industri bahan bangunan po-kok dapat digolongkan dalam kelompok ini. Pada dasarnya sebagian besar daripada industri penunjang pertanian di dalam konsepsi ini dapat digolongkan pula pada usaha yang bernilai politis-strategis. Industri-industri di dalam kelompok ini pada umumnya akan menjalan- kan peranan pembangunan (development) guna mendorong usaha-usa- ha industri lainnya.2. Kelompok Industri yang menghasilkan barang konsumsi dan

Industri Pelengkap.Dalam kelompok ini tergolong industri-industri

pembuatan barangbarang jadi; pada umumnya cirinya adalah sebagai berikut: (a) pemasarannya dapat dilakukan semata-mata di dalam negeri, atau sebagian untuk ekspor ke luar negeri; (b) pemasaran di dalam negeri dapat ber-arah untuk melayani pasaran konsumen ataupun untuk pasaran indus- tri; (c) dari segi polanya, kelompok ini dapat merupakan penghasil barang untuk industri lain yang disalurkan secara pemasaran. bebas atau secara sub-contracting; (d).bentuk badan usaha umumnya berupa perseroan terbatas. Laju pertumbuhan kelompok industri ini diperkirakan 10,7% setahun.

Mengenai industri sub-contracting, ada yang merupakan pelengkap (supplementer atau komplementer) untuk industri besar di dalam ne-geri, namun ada pula yang melengkapi industri di luar negeri (off- shore contract manufacturing).

Industri sub-contracting yang merupakan pelengkap untuk industri besar di dalam negeri banyak diantaranya dapat berwujud usaha-usaha menengah atau kecil. Industri besar yang menampung hasil 34

produksi usaha-usaha menengah dan kecil itu dapat dianjurkan untuk memberi bantuan mengenai standarisasi, bimbingan teknik dan manajemen, jika perlu pun bantuan dalam segi pembiayaan. Industri sub-contracting yang melayani pasaran internasional akan berperanan semata-mata di dalam usaha penyediaan lapangan kerja serta pengalihan teknologi.3. Kelompok Industri Berdasarkan Ketrampilan Tradisional.

Industri dalam kelompok ini umumnya dilandaskan pada ketrampil-an yang telah membudaya setempat, sehingga dalam masyarakatnya ter-

dapat semacam persekutuan niaga (gilde) untuk jenis-jenis industri tertentu itu.

Kelompok industri ini belum berteknologi tinggi dan menghasilkan barang-barang konsumsi yang sederhana. Kelompok industri ini umum-nya akan memerlukan pusat-pusat perniagaan (trading houses) untuk pembinaan dan jasa-jasa permodalan, pengadaan dan pemasaran. Na- mun tugas ini untuk sementara waktu dapat dilakukan juga oleh badan-badan khusus yang dibentuk oleh Pemerintah.4. Kelompok Industri Penghasil Benda-benda Seni.

Industri ini dilandaskan atas ketrampilan dan citarasa seni yang telah membudaya setempat, dan di dalam masyarakatnya mewujudkan kelompok-kelompok artisan. Taraf teknologi umumnya masih tradi-sional, namun pemasarannya dapat dilakukan baik di dalam negeri maupun untuk ekspor.

Kelompok ini memerlukan pembinaan dan jasa-jasa pemasaran dari pusat-pusat perniagaan (trading houses) atau badan-badan khusus yang dibentuk oleh Pemerintah, serta dari lembaga-lembaga kepariwi-sataan.

5. Kelompok Industri Pedesaan.Industri ini sering merupakan kegiatan tambahan para petani dan

pemasaran hasil produksinya terbatas setempat. Industri ini umumnya berarah kepada penyediaan jasa-jasa service dan reparasi untuk ber- bagai peralatan dan mesin yang dipergunakan di wilayah-wilayah pe-desaan. Kelompok industri ini dapat dibina menjadi jaringan industri yang luas, untuk menunjang program-program pembangunan desa, transmigrasi dan lain sebagainya, serta sekaligus menunjang terwu- judnya ketahanan nasional di dalam lingkup masyarakat desa. Laju pertumbuhan kelompok-kelompok industri berdasarkan ketrampilan tradisionil, industri penghasil benda-benda seni dan industri pedesa- an diperkirakan 6% — 7% setahun.

Pembangunan industri jelas memerlukan dana baik untuk keperluan rutin maupun untuk investasi. Dana investasi yang tersedia untuk pembangunan industri berasal dari dana investasi Pemerintah dan dana investasi masyarakat, termasuk tabungan perusahaan negara, perusa-

35

haan swasta, perusahaan daerah dan pemerintah daerah baik yang dikerahkan melalui lembaga-lembaga keuangan maupun tabungan masyarakat yang langsung diinvestasikan sendiri. Dana investasi Peme-rintah akan diarahkan kepada proyek dengan prioritas tinggi, terutama untuk membangun prasarana sosial dan prasarana pisik, serta pengembangan golongan ekonomi lemah dalam rangka pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Berdasarkan prioritas tersebut maka jelas pembangunan industri, terutama jenis industri yang menunjang pertumbuhan ekonomi harus mengandalkan tabungan masyarakat. Karena itu penting sekali peningkatan peranan dunia usaha untuk pembangunan industri. Dalam hubungan ini kebijaksanaan perkreditan akan semakin diarahkan kepada kebutuhan pembangunan khususnya kepada kebutuhan dunia usaha dengan beban biaya yang sesuai dengan kemantapan stabilitas ekonomi. Dalam rangka usaha pemerataan pembangunan, kebijak- sanaan penyediaan dan perkreditan khusus bagi golongan ekonomi lemah akan diteruskan, ditingkatkan dan dilancarkan dengan beban yang seringan mungkin.

Di samping sumber dana tersebut masih ada sumber lain yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan industri yaitu melalui penanaman modal asing. Potensi modal asing dapat dimanfaatkan sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional. Agar kepentingan nasional tidak dirugi- kan dan untuk mempertegas kedaulatan negara di lapangan ekonomi, maka penanaman modal asing diwajibkan membentuk usaha patungan dengan pengusaha nasional. Dalam hubungan ini akan diizinkan pem-bentukan usaha patungan dengan perusahaan negara.36

Masalah utama adalah bagaimana memilih pola investasi agar ter- capai tujuan pembangunan industri, dengan memperhatikan pemba-tasan yang ada mengenai penggunaan sumber-sumber dana tersebut di atas. Kebijaksanaan yang ditempuh adalah bahwa harus dipilih pola investasi dan pola teknologi yang akan menghasilkan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan industri dengan biaya investasi sekecil mungkin.

Dalam hubungan ini akan ditetapkan skala prioritas yang tajam dan didasarkan pada industri dalam rangka keseluruhan dan ditun- jang dengan suatu penyelidikan yang mendalam. Pertimbangan-pertimbangan yang dapat menetapkan prioritas harus ditinjau dari ciri-ciri- nya, yang antara lain berupa kemampuan memajukan kesejahteraan sosial seluruh masyarakat Indonesia, kemampuan berkembang dan me-miliki daya tumbuh kuat, kemampuan mendayagunakan potensi masyarakat dalam segala bidang, kemampuan mendayagunakan potensi dan sumber-sumber alam yang tersedia, kemampuan mengembangkan serta menunjang sektor-sektor lainnya yang berkaitan dengan sektor industri, penggunaan teknologi yang tepat, memiliki daya tampung tenaga kerja yang optimal, kemampuan menunjang kebutuhan Pemerintah, baik yang bersifat rutin maupun dalam pelaksanaan program-program pokoknya, memperkuat ketahanan nasional dalam segala aspeknya, dan dapat menciptakan landasan yang kokoh untuk tahap pembangunan industri selanjutnya.

IV. PROGRAM PRODUKSIBerdasarkan pengelompokan industri menurut

peranan fungsi uta- ma serta sasarannya, disusunlah program pokok, program penunjang dan program pelengkap. Program pokok meliputi program-program pembinaan industri menurut ciri, karakteristik dan fungsi flap ke-lompok industri serta peranan dan tugasnya, di samping mencakup pula program-program pembangunan sektoral menurut skala prio- ritas industri. Program penunjang terdiri dari program-program pen-didikan dan latihan, program penelitian dan program pengembangan sarana penunjang antara lain kewiraswastaan, pembinaan teknologi, pembakuan

37

dan sebagainya. Program pelengkap mencakup bidang efisiensi aparatur Pemerintah, pengawasan dan penertiban, kerja sama dengan luar negeri dan sebagainya.

Atas dasar .pertimbangan ciri-ciri yang menetapkan prioritas serta berlandaskan atas sasaran pembangunan nasional disusunlah program. program pokok, yaitu :1. Program industri dengan menitik beratkan pada

pemerataan pembangunan baik dalam arti pemerataan kesempatan kerja, kesem-

patan berusaha maupun pemerataan basil produksi dengan mengutamakan kebutuhan rakyat banyak dan penyebaran pembangunan industri itu sendiri.

2. Program industri dengan titik berat pada

pertumbuhan ekonomi. PROGRAM POKOK

A. PROGRAM INDUSTRI DENGAN TITIK BERAT PEMERATAAN PEMBANGUNAN.

Program ini meliputi industri yang menyediakan kebutuhan masya-rakat banyak, industri penunjang pertanian, industri aneka kimia, industri aneka peralatan dan barang konsumsi lainnya.

1. Industri yang menyediakan kebutuhan masyarakat banyakProgram ini meliputi industri pengolahan makanan,

industri san-dang, industri penghasil bahan bangunan, industri sarana pendidikan dan kesehatan.

Golongan industri penghasil makanan yang mencakup juga industri penghasil minuman dan industri penghasil rokok dan cerutu, selama Repelita I dan II pada umumnya menunjukkan kemajuan-kemajuan. Namun dalam beberapa hal telah terjadi ketimpangan-ketimpangan terutama dalam bidang industri pengolahan makanan yang bahan bakunya berasal dari pertanian. Dalam hubungan ini industri minyak kelapa mengalami kesukaran memperoleh kopra. Masalah ini sekira- nya dapat diatasi jika sektor pertanian dalam Repelita III berhasil meningkatkan produksi kopra.

Dalam Repelita III program pembangunan industri penghasil ma-kanan terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh rak- yat dalam negeri dengan mengutamakan pembangunan industri

38

yang mempunyai kaitan ke belakang dan bersifat padat karya, baik di sektor pertanian maupun di sektor industri sendiri. Dalam hubung- an ini akan dimanfaatkan sebanyak-banyaknya bahan baku yang berasal dari sektor pertanian melalui ssarana-sarana KUD dan koperasi lainnya yang tersebar luas di daerah-daerah. Selanjutnya pengembangan industri penghasil makanan akan diarahkan untuk

menggunakan teknologi yang sesuai dengan tujuan produksi dan penyediaan lapangan kerja. Namun demikian bagi industri yang me- mang mempunyai keharusan untuk menggunakan teknologi padat modal dalam batas-batas tertentu tidak tertutup kesempatannya. Hal ini terutama berlaku bagi industri pengolah komoditi ekspor yang harus mampu bersaing dengan hasil negara-negara lain.

Selanjutnya sesuai dengan usaha pemerataan pembangunan, akan diusahakan penyebaran pembangunan jenis industri ini keberbagai daerah di seluruh Indonesia, terutama daerah yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan.

Tambahan pula pembangunan industri penghasil makanan diarah- kan agar menunjang usaha perbaikan gizi rakyat. Dalam hubungan ini akan diutamakan usaha peningkatan nilai gizi dari bahan-bahan makanan yang terdapat di Indonesia yaitu dengan cara-cara forti- fikasi, penambahan vitamin, mineral dan sebagainya.

Untuk industri rokok sasaran utama adalah peningkatan lapangan kerja baik dalam pabriknya sendiri maupun dalam kaitannya kebe- lakang dengan sektor pertanian. Sasaran lainnya adalah peningkatan pendapatan negara melalui cukai tembakau.

Melalui program peningkatan industri penghasil makanan diharap- kan tercapainya pertumbuhan golongan industri ini sebesar 8% - 9% setahun.

Beberapa masalah panting yang dihadapi oleh industri sandang di Indonesia sampai akhir Repelita II adalah ketergantungannya dari luar negeri atas mesin/barang modal, bahan baku kapas dan bahan-bahan penolong lainnya, unit yang belum ekonomis, belum dicapainya

39

keseimbangan yang diharapkan dalam kapasitas pemintalan dan per- tenunan serta adanya tingkat produktivitas yang masih rendah. Di samping itu sebagian besar kelompok industri tekstil berada di Jawa.

Masalah lainnya ialah belum adanya pertumbuhan yang serasi an- tara usaha-usaha industri tekstil kelompok besar dengan kelompok kecil dan hampir semua penanaman modal adalah untuk pembangun- an pabrik-pabrik baru atau menambah mesin-mesin yang sudah ada.

Penanaman modal untuk penggantian mesin-mesin yang sudah usang hampir tidak ada. Dewasa ini 34% mesin-mesin pemintalan sudah berusia lebih dari 10 tahun.

Pembangunan industri sandang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, khususnya tekstil kasar dan batik, serta sandang dan tekstil lainnya dalam jumlah yang cukup dan tersebar merata, dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak. Untuk itu akan diambil langkah berikut: Menyebar industri tekstil di seluruh Indonesia berdasarkan potensi dan sumber daya dengan mem-perhatikan konsepsi pembangunan wilayah masing-masing; mengembangkan kewiraswastaan pada masyarakat seluas-luasnya, terutama golongan ekonomi Iemah; mengutamakan pengembangan industri tekstil yang dapat menciptakan lapangan kerja; mengusahakan pertumbuhan industri tekstil yang seimbang dan saling menunjang de- ngan sektor lainnya; memperbanyak/meningkatkan sesuai dengan kebutuhan kader-kader dalam bidang industri tekstil yang trampil dan mahir; meningkatkan kegiatan penelitian, pengembangan dan keteknikan oleh masyarakat dan pemerintah; mempertinggi kemam- puan dan daya saing industri tekstil baik di dalam negeri maupun di luar negeri; mengusahakan agar dalam rangka usaha pembangunan industri tekstil tidak merusak kelestarian lingkungan; dan mengembangkan industri tekstil yang mampu menunjang ketahanan nasional.

Pada akhir Repelita III diperkirakan adanya produksi tekstil di dalam negeri sebesar 2.500 juta meter. Dari jumlah tersebut akan dipergunakan untuk kebutuhan dalam negeri sebanyak 2.200 juta meter dan selebihnya akan diekspor.

Guna mencapai sasaran-sasaran tersebut di atas, akan dilaksanakan antara lain usaha-usaha 40

peningkatan investasi dengan mengusahakan agar tercapai perimbangan pertumbuhan yang lebih serasi antara kelompok-kelompok industri tekstil besar dan kecil. Di samping itu akan diusahakan agar produksi tekstil akan diperluas jenisnya dengan tekstil untuk industri lain, permadani dan tekstil untuk keperluan rumah tangga.

Di samping itu akan digairahkan penanaman modal dalam industri pakaian jadi. Selain merupakan industri padat karya, hasil produksi

mempunyai potensi yang cukup besar untuk di ekspor. Untuk meningkatkan ekspor akan dibentuk pusat-pusat pemasaran di samping penyusunan prosedur/kebijaksanaan ekspor yang mengarah pada rangsangan dan peningkatan mutu serta penambahan jenis-jenis tekstil.

Diperkirakan jumlah. ekspor tekstil dalam Repelita III terus me- ningkat dan akan mencapai jumlah 250 — 300 juta meter pada tahun terakhir Repelita III.

Sebaliknya dapat diperkirakan akan tetap adanya impor untuk menutupi kebutuhanakan sandang. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka permintaan akan tekstil juga akan meningkat bukan saja dalam jumlah, tetapi juga dalam ragam untuk memenuhi selera konsumen. Diperkirakan jumlah impor adalah sebesar 10 % daripada seluruh kebutuhan pada akhir tahun Repelita III.

Pertumbuhan dan perkembangan industri tekstil banyak tergantung dari perkembangan dan penyediaan jasa sektor-sektor lain, misalnya k.apas dan serat alam lainnya dari sektor pertanian, serat sintetis dan rayon, cat dan zat kimia dari sektor pertambangan dan industri kimia, barang-barang modal dari industri mesin. Karenanya tercapainya tuju- an yang dipaparkan tadi juga akan tergantung pula pada perkem- bangan sektor-sektor yang berkaitan tersebut.

Golongan industri penghasil bahan bangunan meliputi industri-industri bahan bangunan dari tanah h at (batu tahan api, genteng, dan sebagainya), industri kapur, semen, ubin dinding/ubin lantai, bahan-bahan bangunan dari logam seperti paku, mur dan baut, macam- macam kunci dan sebagainya.

Di bidang industri ubin dinding/ubin lantai masalah yang dihadapi adalah penyediaan bahan baku dengan mutu yang baik dan tetap. Industri genteng dan bata pada umumnya diusahakan oleh rakyat dan dapat

41

menyerap banyak tenaga kerja. Namun mutu masih perlu ditingkatkan, untuk mana perlu diadakan penyempurnaan dan pening- katan proses pembuatan serta diadakannya standardisasi sebagai alat pengawasan. Industri asbes semen masih belum banyak berkembang dan masih perlu dikembangkan. Usaha-usaha di bidang bata tahan api belum memenuhi mutu internasional, sedang produksi yang ada baru mencukupi 50% kebutuhan.

TABEL 10 — 2

PERKIRAAN KWANTITATIF INDUSTRI TEKSTIL,1983/84

B i d a n g 1983/84

16 m/kapitaProduksi

Ekspor

Tekstil

1,8 m/kapita

-- produksi dalam negerikonsumsi

-- ekspor (tekstil dan pakaian jadi)Peralatan

2.500 juta meter2.200 juta meter

280 juta meter

— pemintalan (mata pintal)— pertenunan (ATM)--- perajutan (mesin)

2.200.00082.00015.000

-- penyempurnaan, pencelupan danpencapan 3.000 juta meter

600 juta rneter-- pakaian jadi

Bahan baku dan penolang

— serat sintetisdalam negeri)

(semua produksi157.500 ton

— serest kapas 192.500 ton

cat/"dyestuff" 9.000 ton-- zat kimia 26.000 ton

Sasaran utama pembangunan industri penghasil bahan bangunan adalah menyediakan bahan bangunan yang cukup dan murah untuk membangun segala jenis perumahan, sesuai dengan program pemba-ngunan rumah murah. Di samping itu akan ditingkatkan mutu hasil produksi bahan bangunan, hingga dapat memenuhi persyaratan teknis bangunan dan sesuai dengan selera konsumen. Tambahan pula bagi bahan bangunan yang masih dianggap mewah atau mahal, akan di- ambil langkah-langkah agar industri

42

menghasilkan bahan. bangunan yang dapat terjangkau oleh konsumen, sehingga produksi benar-benar bermanfaat bagi nasyarakat.

Untuk mencapai sasaran tersebut program pembangunan industri penghasil bahan bangunan akan diarahkan sebagai berikut : Untuk industri ubin dinding yang saat ini sudah jenuh, akan diusahakan peningkatan mutu, sedangkan untuk industri ubin lantai diarahkan un- tuk meningkatkan produksi jenis murah, untuk keperluan pembangunan rumah murah. Demikian juga industri pengolahan bahan galian non logam yang menghasilkan bata, genteng, kapur dan asbes semen akan diarahkan agar industri ini betul-betul menunjang program pem-bangunan perumahan rakyat yang murah. Untuk ini akan dimanfaat- kan sebanyak-banyaknya kekayaan alam Indonesia untuk keperluan industri, terutama untuk bahan baku yang tersedia di dalam negeri dalam jumlah yang cukup. Usaha-usaha peningkatan produksi akan diarahkan agar sejauh mungkin menggunakan teknologi padat karya dengan menghindarkan adanya peningkatan harga, sehingga tetap terjangkau oleh daya beli masyarakat banyak.

Kelompok industri sarana pendidikan dan kesehatan meliputi anta- ra lain industri percetakan, kebutuhan kantor seperti kertas karbon, alat penjepit, alat-alat tulis dan sebagainya, alat-alat olah raga dan musik, dan kebutuhan sehari-hari untuk menjaga kesehatan seperti sabun, tapal gigi dan sejenisnya.

Dengan meningkatnya keadaan ekonomi, kebutuhan hasil industri ini seperti buku-buku, majalah, koran dan sebagainya akan meningkat. Di samping itu peningkatan ini juga disebabkan adanya program Pe-merintah untuk mencetak buku-buku pendidikan maupun buku baca-an. Tambahan pula telah meningkat kebutuhan berbagai macam kertas pembungkus untuk berbagai jenis industri lainnya. Semua ini menunjukkan bahwa ruang usaha untuk

43

industri percetakan masih cukup luas. Untuk meningkatkan mutu produksi, keahlian serta pengetahuan teknis industri percetakan akan dimanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan dalam negeri, Pusat Grafika Indonesia dan asosiasi industri sejenis.

Dalam hal produksi alat-alat olah raga maupun musik diperkirakan bahwa kebutuhan akan bertambah dengan adanya peningkatan kegemaran berbagai macam olah raga maupun kegiatan. budaya bangsa. Pengembangan kelompok industri sabun, tapal gigi dan yang sejenis

yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari diarahkan agar dapat memenuhi syarat-syarat kesehatan. Di samping itu kiranya perlu ada- nya pengarahan mempergunakan bahan-bahan dalam negeri.

Untuk dapat tercapainya rencana pengadaan dan pelayanan kebutuhan buku-buku pendidikan/sekolah, bacaan di desa-desa dan kebutuhan barang-barang cetakan, industri percetakan akan ditingkatkan melalui penggantian mesin mesin atau pembangunan usaha baru. Di samping itu industri di daerah akan diberikan kesempatan untuk memperluas usahanya dan memodernisir permesinan yang sudah tua.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri yang selalu meningkat akan diusahakan peningkatan produksi industri alat olah raga dan musik. Di samping itu akan diusahakan agar hasil produksi de- ngan mutu yang mantap, dengan memenuhi standar yang ditetapkan. Untuk industri perakitan secara bertahap akan ditingkatkan penggu- naan bahan dalam negeri.

2. Industri penunjang pertanianPembangunan industri mesin peralatan pertanian

ditujukan untuk menunjang sektor pertanian dengan memanfaatkan potensi industri mesin dalam negeri. Di samping itu pembangunan industri ini merupakan rangkaian program yang bersifat terpadu dan berkaitan, khu-susnya dengan bidang pertanian dan perkebunan.

Selama Repelita III pembangunan industri diarahkan kepada ting- kat kebutuhan nasional, dengan teknologi yang ada dan skala eko- nomi nasianal. Dalam hal pemilikan sejauh mungkin diprioritaskan kepada modal nasional. Di samping itu lokasi industri akan diarah- kan terutama ke 44

daerah-daerah yang secara historis telah mengenal teknologi permesinan dan daerah-daerah yang mempunyai kemampu- an absorbsi pasaran dart produknya. Tambahan pula pembangunan dan pengembangan industri mesin pertanian diarahkan kepada pembuatan mesin peralatan pengolahan hasil) perkebunan seperti pabrik gula, pabrik kelapa sawit, pabrik karet, pabrik teh dan kopi.

Perkiraan produksi industri mesin peralatan pertanian selama Re-. pelita III adalah sebagai berikut :

N a m a Akhir REPELITA II Akhir REPELITA III

Mesin pengolah tanah/traktor kecil 13.000 Unit/tahun

Mesin peralatan pengolahan perkebunan :-- pabrik gula 3.000 ton/tahun 6.000 ton/tahun— pabrik kelapa sawit 1.000 ton/tahun 1.000 ton/tahun— pabrik karet 450 ton/tahun 450 ton/tahun

Mesin peralatan tanaman pangan :

— Mesin giling padi 600 buah/tahun 1.300

buah/tahunMesin peralatan perlindungan tanaman :- Alat penyemprot 30.000 buah/tahun 30.000 buah/tahun

Mesin peralatan budidaya tanaman:— Pompa air 1.000 buah/tahun 2.000

45

buah/tahun

Selama Repelita II telah terjadi kemajuan pada industri penga- donan pestisida, baik dalam jumlah jenis pengadonan maupun volume produksi hasil pengadonan. Ditinjau dari segi kapasitas terpasang maka kemampuan pengadonan dalam negeri telah dapat memenuhi kebu- tuhan dalam negeri. Oleh karena itu, maka perluasan dari pada in- dustri pengadonan tidak diizinkan lagi, dengan tujuan agar kapasitas yang telah terpasang dimanfaatkan sejauh mungkin. Industri penga-donan mempunyai keluwesan operasi yang tinggi, artinya bahwa suatu unit pengadonan pada umumnya dapat menghasilkan berbagai jenis hasil produksi. Ditinjau dari segi banyaknya jenis pestisida yang di-pergunakan dewasa ini, maka adanya keluwesan unit pengadonan

pestisida tersebut akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar kapasitas terpasang yang telah tersedia dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

Industri pembuatan (manufacturing) bahan pestisida hingga dewasa ini belum berkembang. Hal ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yang terpenting adalah diperlukannya skala produksi ekonomis yang tinggi yang berarti suatu investasi yang cukup besar, sedangkan kebutuhan dalam negeri masih rendah. Penelitian menge- nai kemungkinan pembangunan industri pembuatan pestisida sedang dilakukan. Sekalipun survai tersebut belum selesai, namun telah dapat diperkirakan. bahwa pembangunan industri pestisida masih memer- lukan peningkatan kebutuhan pestisida dalam negeri, kecuali untuk produksi DDT yang akan dilaksanakan dalam Repelita III. Ciri lain daripada industri pestisida ialah diperlukannya usaha-usaha pengembangan macam-macam pestisida baru untuk menghadapi timbulnya daya tahan pada hama setelah suatu jenis pestisida dipergunakan untuk suatu jangka waktu tertentu. Untuk mengembangkan industri pembuatan pestisida masalah lain ialah ketidak pastian mengenai arah perkembangan penggunaan pestisida pada waktu yang akan datang.

Dalam Repelita III pembangunan industri agrokimia/pestisida akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan agrokimia/pestisida nasional dalam rangka peningkatan produksi sektor pertanian, terutama pro- duksi pangan. Secara bertahap akan dibangun industri agrokimia/ pestisida dimulai dari tahap pengadonan, ke semi-manufacturing dan full manufacturing dengan memperhatikan pertimbangan tekno-ekonomis untuk tiap-tiap tahap. Di samping itu pelaksanaan pembangunan industri formulasi agrokimia/pestisida sejauh mungkin akan memanfaatkan penanaman modal dalam negeri. Namun demikian industri 46

full manufacturing tidak tertutup untuk penanaman modal asing, mengingat masih diperlukannya dukungan potensi penelitian dan pengembangan (R & D) dari luar negeri. Di samping itu pembangunan in- dustri agrokimia/pestisida diarahkan untuk memilih lokasi yang dekat dengan daerah konsumen dan dapat menghasilkan active ingredients bagi manufacturing di dalam negeri sendiri.

Golongan industri pengolahan hasil pertanian bukan pangan terdiri dari industri penghasil kulit dan barang-barang kulit, industri peng-

hasil minyak atsiri, oleoresin, essence dan industri penghasilan ba-rang-barang.

Pertumbuhan industri kulit yang cepat selama Repelita II, ternyata tidak dibarengi dengan kemampuan penyediaan bahan kulit yang berasal dari sektor pertanian. Pada dewasa ini sudah mulai diimpor kulit mentah, dimana hasilnya sebagian diekspor lagi dan sebagian untuk kebutuhan industri barang-barang kulit di dalam negeri.

Industri minyak atsiri yang sebagian besar produksinya merupakan komoditi ekspor, perkembangannya boleh dikatakan kecil, lebih-lebih dengan sudah banyaknya saingan dari beberapa negara tetangga se- perti Malaysia, Taiwan, RRC dan sebagainya yang ingin mengalahkan Indonesia dalam pasaran minyak atsiri dunia.

Dengan memberikan bimbingan kepada produsen minyak atsiri yang sebagian besar masih bersifat tradisional, maka ekspor minyak atsiri Indonesia masih cukup menggembirakan, bahkan kepercayaan ter- hadap minyak atsiri Indonesia masih cukup tinggi. Meskipun demikian peningkatan produksi minyak atsiri akan dilakukan secara hati-hati, karena pasaran utamanya adalah ekspor sehingga sering mengalami gejolak harga sedangkan untuk pasaran dalam negeri permintaannya belum cukup kuat.

Industri minyak atsiri yang lazimnya dibuat oleh rakyat, akan diusahakan sedapat mungkin ikut menghidupkan peranan BUUD/KUD serta koperasi lainnya. Di samping itu dalam rangka meningkatkan pemakaian minyak atsiri dalam negeri, diusahakan agar mulai diada- kan splitting process dari berbagai minyak atsiri, untuk menggantikan bahan-bahan impor asal minyak atsiri.

Selain industri minyak atsiri, kita dapati pula industri oleoresin dan essence yang banyalk menghasilkan sari

47

rasa berbagai buah-buakan. Oleoresin dengan sari rasa'berbagai rempah-rempah masih dalam taraf perkembangan. Industri ini dalam Repelita II belum tampak pertum- buhannya, karena terbemtur pada penyediaan bahan baku yang ber- asal dari sektor pertanian.

Industri barang kayu meliputi kayu bangunan, plywood (kayu lapis), meubiler kayu, dan barang-barang kayu. Perturnbuhannya cukup meng-

gembirakan, lebih-lebih plywood yang mempunyai pasaran dalam ne- geri maupun luar negeri yang cukup baik. Dengan demikian maka laju pertumbuhan industri barang-barang kayu ini dapat diperkirakan akan tinggi. Permasalahannya yang dihadapi adalah adanya dua ma- cam industri kayu. Pertama, industri kayu yang terpadu (integrated) mempunyai hak pengusahaan hutan, sehingga tidak menghadapi ma- salah penyediaan bahan baku kayu sebagai kayu bulat. Kedua, industri kayu yang tidak terpadu dan tidak memiliki hak pengusahaan hutan, sehingga harus selalu membeli kayu bulat dari pemegang HPH. Sedangkan untuk kayu jati pembelian harus melalui lelang. Industri kayu yang tidak terpadu inilah yang selalu mengalami kesulitan tentang pengadaan bahan baku secara kontinyu dengan mutu yang baik.

Berdasarkan hal-hal tersebut selama Repelita III pembangunan industri yang mengolah hasil-hasil pertanian non pangan diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, substitusi impor dan untuk ekspor dalam rangka peningkatan penerimaan devisa. Di samping itu pembangunan industrinya sendiri diarahkan untuk sejauh mungkin menggunakan teknologi padat karya, tanpa mengurangi mutu serta kecepatan produksi, sedangkan lokasi industri akan diarahkan agar sesuai dengan daerah penghasil bahan bakunya, terutama untuk in- dustri minyak atsiri dan industri pengolahan kayu, begitu pula industri pelengkap sarana industri lain seperti pabrik es, pabrik pengolahan ikan di daerah-daerah penangkapan yang juga akan dilakukan pe-ngembangannya.

3. Industri Aneka KimiaKelompok ini terdiri dari industri gas, industri

gelas/botol dan industri aneka kimia lainnya.

48

Sampai dengan Repelita II perkembangan industri gas menunjukkan kemajuan, dalam kapasitas, jenis dan bentuk produksi. Peranan indus- tri ini ialah menunjang industri konstruksi dan pengawetan makanan. Karena sifatnya sebagai penunjang, pengembangan industri gas diarah-kan sesuai dengan perkembangan jenis industri yang berkaitan.

Kebutuhan gas oksigen akan diperkirakan mencapai 40 juta m3/ tahun pada akhir Repelita III. Untuk memenuhi kebutuhan ini diper-

lukan tambahan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas ini akan dikaitkan dengan perluasan pabrik yang ada. Pembangunan pabrik baru, sesuai dengan tujuan penyebaran industri, akan diarahkan ke- pada pusat-pusat pemasaran baru.

Dalam hal gas CO2 perlu dilakukan promosi penggunaannya, khususnya untuk pengawetan pangan dengan memanfaatkan kapasitas Iebih dari unit-unit yang ada. Selama Repelita III akan diadakan pene-laahan kelayakan produksi gas nitrogen untuk kebutuhan peternakan, industri tekstil, logam, industri pendingin dan sebagainya.

Hasil industri gelas juga merupakan penunjang jenis industri lain- nya. Gelas /botol diperlukan untuk industri makanan-minuman, pharmasi dan sebagainya, sedangkan kebutuhan gelas kaca akan meningkat dengan meningkatnya pembangunan gedung-gedung, perumahan dan sebagainya.

Dalam Repelita III diperkirakan akan diperlukan tambahan pro- duksi botol sedikit-dikitnya 300 ton/hari. Untuk. memenuhi kebu- tuhan ini akan dilaksanakan perluasan pabrik-pabrik botol yang ada dan pendirian pabrik lainnya di luar Jawa. Selain itu perlu diadakan diversifikasi produk dengan mengembangkan produksi ampuls dan vials untuk mendukung sektor kesehatan.

Industri kimia lainnya yang hasil produksinya merupakan kebu- tuhan masyarakat banyak ialah industri garam. Industri ini masih menggunakan teknologi sederhana yang tergantung dari cuaca. Hal ini menyebabkan produktivitas dan mutunya kurang memadai. Permasalahan lain ialah pembinaan industri garam rakyat yang dituju- kan untuk meningkatkan mutu produk terutama dilihat dari segi kesehatan dan meningkatkan taraf hidup para produsen garam rakyat.

Dengan bertambahnya penduduk maupun 49

meningkatnya industri yang memerlukan garam sebagai bahan baku atau penunjang, seperti proyek aluminium, petrokimia dan sebagainya maka pada akhir Repe- lita III kebutuhan garam, diperkirakan akan menjadi sebesar 480.000 ton/tahun garam konsumsi dan 200.000 ton/tahun garam industri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas akan diadakan usaha- usaha intensifikasi dan ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan bimbingan pegaraman rakyat melalui proyek

BIPIK dengan tujuan meningkatkan produksi, mutu dan pendapatan pegaraman rakyat. Usaha-usaha ini akan dikaitkan dengan usaha- usaha penanggulangan gondok endemik dengan membubuhi yodium pada garam konsumsi dalam jumlah dan kadar yang cukup.

Dalam rangka ekstensifikasi akan diusahakan pengembangan areal pegaraman baru di daerah-daerah yang mempunyai potensi produksi seperti di Bima (NTB). Untuk lebih menjamin pengadaan pro- duksi dalam negeri akan dilakukan usaha-usaha untuk memperkecil ketergantungan daripada cuaca. Untuk ini akan dilakukan penelaahan kelayakan terhadap kemungkinan pengenalan teknologi baru pem-buatan garam yang tak tergantung pada cuaca.

Industri-industri aneka kimia lainnya mencakup berbagai industri yang menghasilkan bahan-bahan kimia baik untuk bahan baku atau bahan pembantu industri lainnya maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam periode Repelita III, untuk beberapa jenis industri yang mempunyai prospek baik akan dilakukan penjajakan kelayakan, antara lain industri karbit, industri carbon black dan bahan kimia lainnya.

4. Industri aneka peralatan dan barang konsumsi lainnyaIndustri ini .meliputi golongan-golongan industri

aneka logam, industri elektronika dan alat-alat rumah tangga listrik, industri kon- sumsi lainnya, industri sarana informasi dan industri alat angkutan bukan motor.

Dalam kurun waktu Repelita III proyek aluminium di Asahan akan dibangun. Sementara sedang dilakukan penelaahan .kelayakan pendirian proyek timah lempeng (tin plate). Demikian pula dengan besi baja di Cilegon maupun dengan nikel di Sulawesi 50

Tengah dan Tenggara. Sementara itu barang-barang aneka logam, baik yang berupa perlengkapan pertukangan maupun alat-alat rumah. tangga masih banyak yang diimpor.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang aneka logam tersebut yang diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun yang akan datang, maka dalam Repelita III akan dilakukan peneliti- an kelayakan pendirian industri aneka logam.

Dalam rangka substitusi impor, penghematan devisa dan perluasan kesempatan kerja telah didorong usaha pembangunan industri elektronika dan alat-alat rumah tangga listrik. Sebagian besar kom- ponen industri ini masih diimpor. Produksi industri-industri ini sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang tidak terlalu tinggi.

Dalam tahap selanjutnya, yang akan jatuh pada kurun waktu Repe- lita III, pengemibangan industri ini akan diarahkan untuk mengganti seluruhnya atau sebagian besar komponen-komponen yang seka- rang diimpor dengan komponen-komponen dalam negeri. Dalam usaha ini diikut sertakan industri kecil sebagai sub-kontraktor dari kompo- nen-komponen yang diperlukan.

TABEL 10 — 3PROYEKSI KEBUTUHAN BEBERAPA KOMODITI INDUSTRI ELEKTRO-

N1KA DAN ALAT-ALAT RUMAH TANGGA LISTRIK

jenis Produksi Akhir Repelita II Akhir Repelita III

Elektronika Komunikasi

T.V. 819.000 buah 1.306.000 buahRadio 1.160.000 buah 1.470.000 buahCassette Recorder/Radio Cassette 530.000 buah 1.060.000 buahSentral telepon 68.000 line unit 100.000 line

unitPesawat telepon 83.000 buah 120.000 buahRadio Komunikasi 20.000 buah 58.000 buahAlat-alat listrik untuk rumah tangga

Lampu pijar 61 juta buah 120 juta buahLampu T.L. 10,6 juta buah 21 juta buahBaterai kering 32,2 juta losin 52 juta losinRefregerator 90.000 buah 190.000 buahA.C. 55.000 buah 110.000 buahKipas angin listrik 240.000 buah 490.000 buahLain-FainMesin jahit 660.000 buah 840.000 buah

Keadaan dan persoalan yang sama diketemukan pada

51

industri mesin listrik dan pada industri aparat listrik. Dewasa ini sebagian besar dari bagian-bagian dan komponennya masih diimpor dari luar negeri.

Karena sifatnya yang dapat mendorong kegairahan pertumbuhan industri lainnya serta adanya potensi berkembang dengan meningkat-nya penyediaan tenaga listrik, maka industri mesin listrik dan aparat listrik akan digiatkan. Untuk ini perlu didorong prakarsa dan usaha swasta dengan mengikut-sertakan industri kecil sebagai sub-kontrak- tor, baik dalam pembuatan bagian-bagian kecil yang diperlukan oleh industri sedang dan besar, maupun dalam perakitan hasil produk-sinya.

Jenis industri lainnya yang potensinya belum penuh dimanfaatkan ialah industri konstruksi besi/baja. Hal ini disebabkan karena bahan baku yang diperlukan berupa baja profil berat dan baja plat masih harus diimpor. Disamping itu adanya konstruksi besi/baja yang di- impor melalui fasilitas penanaman modal dalam negeri, asing dan bantuan luar negeri mengakibatkan saingan yang cukup berat. Selain mempunyai potensi pengembangan yang cukup besar, jenis industri ini mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi serta mampu menye- rap tenaga kerja baik bagi mereka yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan teknologi khusus dalam pembuatan profil baja maupun tenaga kerja biasa dalam waktu pemasangannya.

Industri-industri penghasil barang konsumsi lainnya yang mempu- nyai potensi berkembang yang cukup besar dan akan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak ialah antara lain industri keramik, barang karet, alat-alat barang kimia bukan dasar seperti cat, baterai kering, industri alat bukan motor yaitu sepeda dan sejenisnya. Sebagai contoh dapat duajukan disini kenyataan bahwa kebutuhan atas cang- kir, piring dan sebagainya belum dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Baru dalam tahun-tahun menjelang akhir Repelita II produksi dalam negeri mulai meningkat baik dalam jumlah, mutu maupun ma- 52

cam produk. Perkembangan ini akan dipertahankan dan ditingkatkan.

Alat angkutan tidak bermotor telah banyak digunakan khususnya di daerah-daerah luar kota besar. Adalah satu tantangan bahwa sampai kini industri sepeda belum dapat sepenuhnya dibuat di dalam negeri. Karena itu pengembangan industri sepeda dalam Repelita III diarah- kan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menghasilkan secara bertahap komponen-komponen dalam negeri dengan perkiraan

bahwa pada akhir Repelita III seluruh kebutuhan bagian-bagian komponen dapat diproduksi dalam negeri. Sementara itu akan dikembang-kan disain alat angkutan tidak bermotor yang lebih sesuai dengan ke-butuhan para konsumen.

5. Program Industri Kecil dan Pedesaan.Tujuan pokok pembangunan industri kecil adalah

untuk meningkat-kan dan meratakan hasil pembangunan dengan penyebaran kegiatan usaha di semua daerah, peningkatan partisipasi golongan ekonomi lemah dalam pemilikan dan penyelenggaraan usaha industri, perluasan lapangan kerja dan pemanfaatan potensi yang tersedia. Tujuan selanjutnya adalah memperkuat ketahanan nasional serta meletakkan dasar yang kokoh untuk pembangunan ekonomi nasional umumnya.

Dalam Repelita III pembangunan industri kecil akan diselenggara- kan melalui jalur-jalur berikut :

1. Pemanfaatan potensi dan sumber alam.Sektor pertanian masih merupakan tulang punggung

dalam struktur perekonomian nasional. Pada waktu sekarang bahan baku yang dihasilkan belum semuanya dapat diolah dan masih banyak limbah. De-mikian pula sebagian produksi pangan terbuang sia-sia karena tidak adanya pengawetan. Pembangunan industri kecil yang mengolah hasil dan limbah pertanian sangat penting guna mencapai sasaran-sasaran pembangunan nasional maupun pembangunan daerah. Di samping itu di beberapa daerah terdapat sumber alam lain yang dapat dimanfaat- kan seperti aneka bahan galian dan hasil laut.2. Pemanfaatan ketrampilan dan bakat tradisional.

53

Industri kecil yang berdasarkan ketrampilan. dan bakat tradisional selama ini telah berkembang dibeberapa daerah. Lapangan usaha se- perti ini dapat berkembang di daerah perkotaan maupun pedesaan.3. Pemanfaatan teknologi tepat guna.

Dalam pembangunan industri kecil yang dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut serta, baik se-

bagai pemilik penyelenggara maupun tenaga kerja, perlu d:imanfaatkan teknologi tepat-guna. Pengalihan teknologi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (a) Memberikan informasi melalui pu- blikasi dan penyuluhan tentang teknologi disektor industri kecil kepada para pengusaha; (b) Mengadakan peragaan atau percontohan untuk penggunaan mesin/peralatan baru; (c) Memberikan bantuan berupa mesin/peralatan dan instalasi; (d) Memperbanyak tenaga kejuruan yang trampil dan mahir dalam bidang industri kecil.

Pada dasarnya pengalihan teknologi disektor industri kecil perlu diprakarsai, dikembangkan serta dikelola oleh Pemerintah, karena pengusaha industri kecil belum mampu untuk menyelenggarakannya sendiri, sedangkan kegiatan ini merupakan salah satu kunci keberhasilan in- dustri kecil.

4. Konsolidasi industri kecil.

Kesempatan untuk berkembang bagi industri kecil secara sendirisendiri tetap terbuka tetapi kemampuannya sangat terbatas. Guna mencapai kemampuan yang lebih besar diperlukan pengorganisasian. Organisasi harus dijiwai oleh azas kekeluargaan yang dinamis. Karena- nya organisasi yang tepat adalah bentuk Koperasi. Pembentukan Koperasi akan dilaksanakan melalui pembinaan kesadaran para pengusa- ha akan manfaat koperasi. Dengan terbentuknya Koperasi dapat diselenggarakan bersama-sama sebagian atau seluruh proses kegiatan usaha yang lebih menguntungkan. Konsolidasi industri kecil dapat juga dilakukan dalam bentuk kerja sama dengan industri sedang dan besar serta perusahaan niaga, baik dalam bentuk usaha patungan atau dalam sistem sub-contracting, maupun di dalam suatu sister pertukaran

54

bahan baku dan hasil produksi. Program pokok pembinaan industri kecil

dilaksanakan sesuai dengan ciri, karakteristik dan fungsi dari masing-masing kelompok yang dapat dibagi dalam 3 bagian, sebagai berikut:a. Pembinaan industri berdasar ketrampilan tradisional dititik berat-

kan pada peningkatan ketrampilan teknis dan manajemen, peng-gunaan mesin/peralatan yang lebih efisien dan dapat meningkatkanmutu, bantuan pemasaran dan pembinaan organisasi.

b. Pembinaan industri penghasil benda seni ditekankan pada pengem-bangan disain, penelitian bahan, peningkatan ketrampilan dalamproses-proses pelengkap yang dapat meningkatkan mutu dan ban-tuan pemasaran.

c. Pembinaan industri pedesaan diarahkan untuk menunjang program-program nasional dan pembangunan wilayah pedesaan sendiri. Pembinaan bidang teknis, ekonomi maupun sosial, akan dilaksana-kan melalui peningkatan ketrampilan, penggunaan mesin/peralat- an yang lebih efisien, peningkatan mutu dan pembinaan organisasi serta penyediaan jasa-jasa produksi, pelayanan dan perawatan.

Program pokok torsebut dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai model proyek pengembangan, yang meliputi usaha rehabilitasi (konsolidasi), perluasan dan pendirian usaha-usaha industri kecil baru.

Program pokok ini di samping harus dapat meningkatkan kemam-puan berusaha para pengusaha ekonomi lemah melalui pengembangan kewiraswastaan juga harus ditujukan untuk mencapai sasaran memperluas kesempatan kerja baru di bidang industri. Karena itu maka program peluasan industri kecil yang telah ada dan program pendirian industri kecil baru yang dapat menciptakan kemampuan kerja lebih banyak akan memperoleh prioritas dalam penggarapannya.

Program pokok ini akan dilaksanakan diberbagai daerah seluruh Indonesia dengan pemilihan lokasi dan jenis komoditi yang sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing wilayah dengan maksud agar sasaran penciptaan lapangan dan pemerataan pembangunan

55

dapat dicapai. Di samping itu penkembangan industri kecil akan mempunyai tumpuan yang lebih kokoh dengan mempertahankan identitas dan kebudayaan nasional, meskipun kemungkinan mengadakan pembaharuantetap terbuka.

Program penunjang pembinaan industri kecil meliputi pemanfaatan perluasan sarana unit-unit operasional yang telah dibangun dan pembangunan unit-unit operasional baru. Pembangunan sarana unit-unit operasional ini telah dilakukan sejak tahun 1976/77 oleh Proyek BIPIK. Di antara sarana tersebut ada yang bersifat lintas sektoral seperti dua buah pusat pengembangan industri kecil di Yogyakarta dan Surabaya. Ada pula yang bersifat sektoral, seperti Pusat-pusat Pela-

yanan Teknis Industri Minyak Atsiri di Aceh, Pusat-pusat Pelayanan Teknis Industri/Kerajinan Rotan di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Pusat-pusat Pelayanan Tek- -nis Industri/Kerajinan Kulit dan Sepatu di Jawa Barat dan Jawa Timur, Pusat Pelayanan Teknis Industri/Kerajinan Prabot Kayu Ukir di Jawa Tengah.

Di bidang industri tekstil telah dibangun Pusat-pusat Pelayanan Teknis/Promosi Industri Tekstil di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali. Di samping itu terdapat pula Pusat Pendidikan Industri Konpeksi di Ja-karta.

Untuk industri garam telah didirikan Unit-unit Percontohan Instalasi Pegaraman, masing-masing di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Dalam tahun 1978/79 tercatat pembangunan beberapa unit baru, yakni Pusat Percontohan/Pelayanan Industri Bahan Bangunan di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam Repelita III selain untuk Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur akan dibangun Pusat-pusat Pengembangan Industri Kecil (PPIK) di Ibukota Propinsi, secara bertahap. Sedang Pusat-pusat Pe-layanan, Pusat-pusat Pendidikan, Unit Percontohan dan lain-lain sarana pembinaan industri kecil akan rnenjadi unit pelaksana pembi-naan.

Di tingkat Kecamatan atau Sentra Industri akan ditempatkan 1 orang Tenaga Pembimbing Lapangan (TPL). Untuk pembinaan diperlukan ± 2.656 TPL yang tersebar di seluruh Indonesia dan dikoordi- 56

nir oleh 252 Koordinator di tingkat Kabupaten.Dari berbagai program yang selama ini dilakukan

oleh Proyek BIPIK, dapat disimpulkan adanya model-model utama yang dipergunakan dalam mengembangkan industri kecil. Model-model pengem-bangan tersebut dalam Repelita III akan dilanjutkan dan diperluas penyebaran lokasinya, sesuai dengan potensi masing-masing daerah.

Model-model yang akan dilaksanakan adalah :1. Model Unit Pusat Pelayanan Umum.

Dalam model ini, BIPIK menyediakan sarana pengolahan umum, yang dikelola oleh Koperasi Pengrajin dan merupakan salah satu tahap penting dalam rangkaian pengolahan produksi suatu barang.2. Model Unit Penerangan

Unit ini terutama berguna untuk pengembangan industri pakaian jadi seperti di Wedi, Klaten dan Ampat Angkat, Sumatera Barat. Da- lam unit ini diberikan contoh berbagai macam mesin untuk pakaian jadi, disertai dengan program peningkatan ketrampilan, disain dan penempatan tenaga pembimbing lapangan. Dengan cara ini para pengusaha industri pakaian jadi dengan mudah dapat dirangsang untuk berkembang. Demikian pula dengan industri gula tebu rakyat yang sudah dirangsang pertumbuhannya dengan memberikan contoh mesin giling tebu dan peralatan dapur yang dapat menaikkan rendemen dan mutu produksi.3. Model Trading House (Pusat Perniagaan) atau Sales

Emporium (Pusat Penjualan)Trading House ini selain merupakan Pusat Promosi,

juga Pusat Penjualan Industri Kecil, baik eceran maupun partai besar, yang seka-ligus dapat membeli hasil produksi industri kecil dan menyediakan bahan baku/penolong.

4. Model Unit Pusat Pengolahan dan PemasaranDalam model ini diusahakan adanya usaha patungan

antara berbagai unit usaha seperti koperasi (KUD), Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, Perusahaan Niaga dan lain-lain. Hal ini terdapat pada indus- tri jambu mete di Gunung Kidul, yang merupakan proyek kerja-sama antar instansi.

57

5. Pengembangan Kawasan Industri Mini (Kelompok-kelompok pabrik)

Model ini kini dalam taraf penjajagan dan didasarkan pada penga- laman di Yogya, di mana beberapa pengusaha kerajinan bergabung

dan mendirikan suatu kawasan industri mini. jika berhasil model ini akan dikembangkan di daerah-daerah lain.

Di samping program-program pokok dan penunjang tersebut di atas terdapat pula program bantuan yang meliputi bantuan non fisik berupa penelitian, bimbingan/penyuluhan, pengembangan disain serta promosi/informasi melalui pemasaran, publikasi dan siaran. Kemudian diikuti oleh bantuan beberapa jenis industri, berupa me-sin/peralatan dan bahan-bahan. Pendidikan/Latihan Ketrampilan di-selenggarakan setiap tahun dan sampai sekarang telah menjangkau 34 jenis industri dengan jumlah peserta seluruhnya 25.000 orang. Usaha ini akan diteruskan melalui model proyek pengembangan dan sarana pembinaan.

Bimbingan/penyuluhan ditekankan pada aspek-aspek sosial dan ekonomi, seperti pengelolaan usaha, prosedur permohonan kredit, pemasaran dan pengorganisasian.

Jumlah pengusaha yang sudah memperoleh bimbingan/penyuluhan sampai dengan tahun 1978/79 diperkirakan mencapai 30.000 orang. Usaha ini akan lebih banyak dilaksanakan oleh Tenaga Pembimbing Lapangan.:

B. PROGRAM INDUSTRI. DENGAN TITIK BERAT PADA PERTUMBUHAN EKONOMI

Program ini meliputi industri kimia dasar, industri logam dasar, mesin dan peralatan berat dan industri alat angkutan umum.

1. Industri Kimia DasarIndustri Kimia Dasar mencakup jenis-jenis industri pupuk, petro-

kimia, semen, kaca lembaran, refractory, pulp dan kertas, chlor, al- kali, ban, karet dan bahan peledak.

Perkembangan industri pupuk di Indonesia selama Repelita II di-tandai dengan dipenuhi kebutuhan pupuk urea dari produksi dalam negeri, dirintisnya ekspor pupuk urea ke luar negeri, dimulainya pembangunan pupuk fosfat dan compound dan dimulainya kerja- sama dengan negara-negara ASEAN dalam pembangunan industri pupuk.

58

Kemajuan-kemajuan tersebut dicapai dengan diselesaikannya pembangunan pabrik-pabrik pupuk urea PUSRI II, PUSRI III, PUSRI IV dan pupuk urea Kujang. Sedang persiapan-persiapan untuk me-lanjutkan pembangunan pabrik pupuk urea di Kalimantan Timur dan pembangunan pabrik baru pupuk urea dalam rangka kerjasama ASE- AN di Daerah Istimewa Aceh telah selesai dilaksanakan.

Sementara itu telah berhasil pula dimulai pembangunan pabrik pupuk jenis fosfat, yaitu TSP/DAP/NPK di kompleks Petrokimia Gresik. Namun kemajuan-kemajuan yang diperoleh ini telah menim-bulkan masalah-masalah baru.

Dengan diselesaikan pembangunan perluasan-perluasan Pusri, ma- ka tingkat kapasitas pupuk urea pada waktu ini mencapai jumlah ± 1.500.000 ton/tahun, sedang konsumsi lebih rendah daripada yang diperkirakan semula. Karenanya terdapat kelebihan urea yang perlu dicarikan pasaran di luar negeri.

Masalah lain ialah sehubungan dengan dibangunnya pabrik pupuk TSP/DAP/NPK. Pabrik yang telah dibangun dalam rangka pengembangan industri pupuk fosfat dan kalium ini menggunakan bahan baku fosfat dan kalium yang di impor. Karenanya timbul ketergantungan akan bahan-bahan tersebut dari luar negeri. Sementara pola konsumsi pupuk yang ada, kurang memberikan kemungkinan untuk adanya diversifikasi produksi pupuk, karena pola tersebut menekan- kan penggunaan pupuk tunggal. Dipergunakannya bahan baku mi- nyak untuk produksi pupuk ZA merupakan masalah pula.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka industri pupuk urea dalam Repelita III diarahkan pertama-tama untuk memanfaat- kan

.59

potensi yang ada dengan cara meningkatkan konsumsi pupuk di dalam negeri dalam usaha membantu peningkatan produksi pangan. Di samping itu secara intensif akan dicari pasaran di luar negeri. Sesuai dengan usaha-usaha peningkatan konsumsi pupuk di dalam negeri dan ekspor akan didirikan pabrik-pabrik pupuk. Urea di Kalimantan Timur dan di Aceh dengan kapasitas masing-masing 570.000 ton/tahun. Sementara itu telah selesai dibangun pabrik pupuk urea Kujang di Jawa Barat dengan kapasitas produksi 570.000

ton/tahun. Dengan demikian produksi pupuk urea diperkirakan akan mencapai 3,3 juta ton/tahun pada akhir Repelita III.

Industri pupuk fosfat pada tahap pertama akan menggunakan asam fosfat dan bantuan fosfat yang di impor. Pabrik DAP akan memanfaatkan produksi kelebihan ammonia dan CO2. Dalam hubungan ini perlu dipererat dan dipercepat kerjasama ASEAN dalam usaha mana Indonesia akan dapat manfaat daripada hasil asam sulfat dari proyek di Pilipina.

Masalah distribusi akan mendapatkan perhatian yang seksama agar tercapai sinkronisasi dengan kegiatan produksi, mengingat kelancar- an distribusi mempengaruhi kelancaran produksi. Karenanya perlu dibangun pula proyek-proyek sarana distribusi pupuk, antara lain pengantongan pupuk, pelabuhan/dermaga, gudang-gudang dan fasi- -litas distribusi lainnya.

Perkembangan industri petrokimia meliputi bidang-bidang kaitan ke muka (down stream) yang mencakup barang-barang jadi seperti barang-barang plastik, serat sintetis, perekat dan sebagainya dan ka- itan ke belakang (up stream) yang menghasilkan bahan baku berupa petrokimia dasar untuk barang-barang kaitan ke muka tersebut. Se- lama ini diusahakan adanya perpaduan dalam perkembangan kedua bidang tersebut.

Selama Repelita II telah berhasil dikembangkan bidang kaitan ke muka yang mencakup bahan baku industri plastik, bahan baku in- dustri cat, kimia tekstil, bahan perekat dan detergen. Barang-barang tersebut telah memenuhi sebagian kebutuhan dalam negeri.

Sebagai negara penghasil minyak dan gas bumi, sudah selayaknya dimanfaatkan bahan-bahan yang

60

merupakan bahan baku itu, untuk industri-industri dalam bidang kaitan ke belakang tersebut tadi, de- ngan membangun industri petrokimia dasar.

Dalam Repelita III pembangunan industri petrokimia diarahkan kepada tujuan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri khususnya yang menunjang industri-industri sandang, pangan, papan, barang-barang rumah tangga, bahan kimia dan sebagainya. Pembangunan diarahkan pitla untuk pemanfaatan bahan baku minyak bumi, gas

bumi dan turunannya (derivate) untuk menghasilkan olefine (ethy- lene, propylene) dan aromatik (toluene, xylene). Di samping bahan baku tersebut akan diusahakan pula pemanfaatan batubara untuk menghasilkan produk-produk tersebut di atas.

Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan industri petrokimia dasar ini adalah diperlukannya investasi yang sangat tinggi, ketergantungan akan teknologi dari luar negeri, perlu adanya penanganan yang terkoordinir dan terpadu.

Lokasi industri "up stream" berorientasi kepada daerah bahan baku gas bumi yang menghasilkan olefine, bahan baku napta, hasil pengilangan dan kondensat yang dihasilkan di dalam pembuatan LNG untuk menghasilkan aromatik. Lokasi daripada unit-unit "down stream" dapat tersebar sesuai. dengan kebutuhan. Sasaran pemenuhan kebutuhan daripada produk-produk down stream akan diusahakan agar dicapai dengan mengembangkan industri petrokimia yang telah ada secara selektif.

Selama Repelita II perkembangan industri semen menunjukkan kemajuan-kemajuan yang cukup pesat. Kemajuan-kemajuan tersebut ditandai dengan adanya pabrik-pabrik baru dan perluasan, bertam-bahnya produksi dan meningkatnya konsumsi per kapita. Jika kon- sumsi per kapita pada permulaan Repelita I hanya 6 kg, pada akhir Repelita I jumlah tersebut meningkat menjadi 16 kg dan pada akhir Repelita II 35 kg setahun.

Laju pertumbuhan konsumsi selama Repelita II berkisar antara 17,5 — 20% per tahun. Untuk Repelita III pertumbuhan ini diperkirakan 17,5% per tahun, sehingga pada akhir Repelita III konsumsi per kapita mencapai 78 kg setahun. Perkiraan tersebut belum memperhitungkan penggunaan semen untuk keperluan pembuatan jalan raya beton.

61

Pada awal Repelita III diharapkan jumlah produksi semen dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan malahan akan terdapat kemungkinan adanya surplus untuk ekspor.

Di samping itu dalam Repelita II telah ditentukan bahwa untuk pembangunan industri semen Portland, beberapa persyaratan harus dipenuhi antara lain penggunaan proses kering, kapasitas produksi

minimum 500.000 ton/tahun, dan harus diperlengkapi dengan per- alatan pencegah pencemaran.

Dalam rangka mendukung diversifikasi dan ekspor, standard se- men Portland Indonesia NI-8-72 telah diperbaharui menjadi SI-13-77.

Dalam periode ini telah dimulai pula produksi semen Portland Kapur (SPK), suatu jenis bahan pengikat hidrolik, yang cocok untuk menunjang program pembangunan perumahan sederhana, baik seba- gai semen maupun batako.

Di bidang distribusi telah dimulai angkutan Semen Curah dengan gerbong kareta api dan truk khusus.

Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan industri semen ialah bahwa bahan baku penolong, seperti gipsum, grinding media, refractories dan kertas pembungkus masih perlu diimpor. Di samping itu biaya angkutan dalam negeri adalah tinggi, karenanya pemilihan lokasi perlu didasarkan atas penelitian yang seksama, sehingga tidak menambah problema dalam distribusi hasil produksi- nya. Umumnya proyek perluasan dapat dilaksanakan lebih cepat dengan biaya yang relatif lebih rendah, tetapi hal ini akan mengaki- batkan terjadinya konsentrasi daripada kapasitas produksi pada daerah-daerah tertentu.

Untuk memenuhi kebutuhan akan semen-semen khusus akan diusahakan diversifikasi produksi yang akan menghasilkan semen Port- land tahan sulfat untuk pelabuhan, semen Portland putih/berwarna untuk keperluan-keperluan khusus, semen Portland pozolan, semen pozolan kapur dan lain-lain.

Proyeksi kebutuhan semen Portland pada akhir Repelita II adalah 4.395.000 ton/tahun, sedang kenyataan pemakaian semen pada akhir Repelita II adalah sekitar 4 juta. ton/tahun dan kapasitas terpasang pada akhir Repelita II mencapai 62

5.750.000 ton/tahun. Berdasarkan pemakaian semen pada akhir Repelita II serta laju pertumbuhan ± 17,5% per tahun, maka proyeksi kebutuhan semen pada akhir Repelita III diperkirakan sekitar 8,95 juta ton/tahun.

Untuk semen pozolan kapur, pembangunannya ditujukan untuk menunjang pembangunan rumah sederhana. Pada akhir Repelita III

dibutuhkan ± 5,3 juta ton/tahun. Sasaran ini antara lain didasarkan pada perkiraan jumlah perumahan murah yang akan dibangun.

Sesuai dengan meningkatnya industri selama Repelita II telah meningkat pula kebutuhan bahan-bahan penolong industri semen seperti refractories, bola besi penggilas, kertas kraft dan gypsum hingga mencapai skala minimum ekonomis. Pembuatan barang-barang penolong tersebut perlu dimulai dalam Repelita III. Demikian pula indus- tri jasa yang berkaitan seperti konsultansi, engineering, kontraktor dan sebagainya.

Tersebarnya bahan baku, lokasi pabrik dan pasaran, skala produksi minimum, keadaan geografis dan besarnya modal investasi yang diperlukan, mengharuskan terjaminnya distribusi semen yang se-efisien mungkin. Dalam hubungan ini akan dilaksanakan kegiatan pemasaran semen curah dengan penggunaan kapal curah, gerbong kereta api khusus serta perlunya dibangun silo/bulk terminal di kota-kota besar/ pelabuhan yang strategis.

Dalam jenis industri kaca lembaran telah dijumpai pula kemajuankemajuan yang ditandai dengan adanya pabrik-pabrik baru yang menghasilkan kaca lembaran dan kaca pegangan untuk kendaraan bermotor. Pabrik kaca lembaran bahkan sempat diperluas hingga lebih dua kali lipat kapasitas semula.

Sebagai industri dasar maka masalah yang dihadapi adalah masa- lah-masalah investasi yang cukup besar, pengetahuan teknologi yang khusus, tersedianya berbagai proses pembuatan dan adanya skala produksi minimum, serta pasaran hasilnya masih terbatas. Selain itu bahan baku soda alam masih harus diimpor, sedangkan bahan terse- but merupakan bagian dari biaya produksi yang tinggi. Bahan baku pasir silikat diperoleh dari berbagai sumber di Bangka

63

dan Belitung. Pengangkutannya dilakukan dengan kapal-kapal kecil hingga waktu pengiriman menjadi kurang tetap. Di samping itu mutunya bervariasi pula.

Berdasarkan situasi tersebut di atas pembangunan industri kaca lembaran diarahkan terutama untuk pemenuhan dalam negeri guna menunjang pengadaan gedung/rumah dan industri kendaraan ber-

motor. Untuk meningkatkan efisiensi pemasaran lokasi jenis industri ini akan didorong agar berdekatan dengan pasarnya.

Kebutuhan akan kaca lembaran pada akhir Repelita II diperkira- kan 90.000 ton/tahun, sedangkan penyediaan menurut kapasitas produksi adalah 78—120 ton/tahun yang diproduksi oleh satu pabrik di Jakarta. Kebutuhan pada akhir Repelita III diperkirakan rnencapai 150.000 ton/tahun dengan laju pertambahan 10 -- 15% per tahun. Dengan demikian pada akhir Repelita III masih dibutuhkan tambahan kapasitas produksi 70.000 ton/tahun.

Jenis industri refractory merupakan penunjang bagi jenis industri yang mempergunakan sumber energi panas. Untuk pengembangan industri ini sedang dilakukan penelitian kelayakan untuk pembagunan pabrik refractory jenis-jenis basic dari monolithic di daerah jawa Ba- rat. Refractory jenis basic banyak dipergunakan bagi industri-industri besi baja, semen dan tambang nikel.

Industri refractories yang ada terdiri dari beberapa pabrik yang menghasilkan jenis-jenis refractory "low grade aluminium silicate". Beberapa pabrik tersebut telah diperluas dengan jenis "high super duty".

Industri refractory jenis basic membutuhkan bahan baku khusus yang berkaitan dengan produksi pabrik kimia lain dan masih perlu diimpor karena kebutuhannya masih terbatas. Di samping itu diperlu- kan teknologi yang cukup rumit sehingga perlu diadakan standardi- sasi untuk basil produksinya dan harus memenuhi salah satu standar internasional.

Pengembangan industri refractory diarahkan untuk meningkatkan kemampuan industri yang telah ada untuk menghasilkan aluminium silica brick 64

kwalitas tinggi. Di samping itu akan dikembangkan in- dustri baru yang dapat menghasilkan basic bricks.

Sasaran utama ialah pemenuhan kebutuhan dalam negeri untuk menunjang industri kimia seperti semen, gelas, keramik dan industri lain seperti pengecoran logam yang menggunakan sumber energi panas. Kebutuhan pada akhir Repelita III diperkirakan 60.200 ton.

Pada akhir Repelita II produksi industri kertas dalam negeri berada jauh di bawah kebutuhan kertas yang diperkirakan sebesar 431.500 ton. Produksi kertas dalam negeri dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang berlokasi terutama dekat dengan pusat-pusat konsumsi kertas, yaitu di pulau Jawa. Bahan baku yang digunakan meliputi limbah pertanian bambu, limbah kertas dan impor pulp. Dengan terbatasnya sumber bahan baku di Pulau Jawa, maka pemakaian pulp impor dan limbah kertas impor akan semakin meningkat. Pabrik-pabrik tersebut berkapasitas mcnengah dan kecil, dan mempergunakan peralatan yang mo- -dern. Produksi telah dapat memenuhi 70%-80% kebutuhan dalam negeri untuk jenis kertas tulis dan cetak, sedangkan untuk jenis-jenis kertas koran dan kertas kraft seluruhnya masih harus diimpor.

Masalah-masalah yang dihadapi meliputi penyediaan bahan baku dan biaya produksi. Penyediaan bahan baku sangat tergantung dari luar negeri, karenanya ketahanan industri kertas tergantung dari gejo- lak harga pulp di luar negeri. Biaya produksi kertas cukup tinggi, hal mana mengakibatkan industri-industri konsumen seperti industri pe-ngepakan dan pengemasan, percetakan, dan sebagainya lebih banyak menggunakan kertas impor.

Pembangunan industri sellulosa diarahkan kepada pemanfaatan dari pada sumber alam sellulosa serta peningkatan pemanfaatan kertas bekas untuk pemenuhan nasional dan ekspor. Berdasarkan pada ter- sedianya sumber serat sellulosa yang berasal dari sektor pertanian se- perti merang, jerami, ampas tebu, kayu dan serat hasil pertanian lain- nya .serta kertas bekas, maka industri sellulosa yang akan dikembang- kan adalah industri pulp, kertas dan rayon.

Untuk pembangunan industri sellulosa perlu diperhatikan faktor- faktor penyebaran penduduk yang tidak merata sehingga mengakibat- kan adanya konsentrasi pemasaran di Pulau Jawa, terbatasnya sumber alam berupa serat sellulosa di Pulau Jawa yang terbatas pada jerami, ampas tebu dan bekas kertas, tersedianya sumber kayu di luar jawa, pengamanan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air buang- an industri pulp, kertas dan rayon serta pemanfaatan tanah-tanah ko- song dan kritis untuk pengembangan penanaman jenis kayu untuk pulp.

ngunan industri pulp dan kertas dalam Repelita III meliputi pening- katan ketahanan industri kertas di dalam negeri melalui usaha-usaha konsolidasi, optimasi dan modernisasi. Melalui usaha-usaha ini diha- rapkan biaya produksi secara bertahap dapat diturunkan sehingga dapat mendorong industri-industri konsumen, seperti industri penge-.pakan dan percetakan. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan pulp dari luar negeri akan didorong pendirian pabrik pulp berkapa- sitas besar. Di samping usaha-usaha akan dilakukan pula usaha- -usaha untuk meningkatkan produksi jenis kertas yang hingga seka- rang masih diimpor, terutama kertas koran dan kertas kraft.

Dalam Repelita III akan diusahakan pembangunan suatu industri hasil hutan yang integrated, yang akan menghasilkan bahan baku pulp sebesar 180.000 ton/tahun dan kertas sebesar 100.000 ton/tahun.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kertas koran dan kraft akan dilakukan pendirian pabrik kertas koran di Jawa Tengah dengan ka-.pasitas 60.000 ton/tahun dan pendirian pabrik kertas kraft di Jawa Barat

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka industri pulp kertas dan rayon yang berada di dekat daerah pusat pemasaran akan ditingkatkan sehingga tercapai batas-batas skala ekonomis dengan mempergunakan bahan baku yang mudah diperoleh, antara lain am- pas tebu, jerami, merang, kertas bekas clan pulp impor. Komposisi produksi kertas diarahkan agar memenuhi kebutuhan dalam negeri akan berbagai-bagai jenis kertas.

Di samping itu digariskan agar pendirian pabrik-pabrik pulp dan kertas diutamakan di luar Pulau Jawa yang berkapasitas besar dan sanggup bersaing di pasaran internasional. Diutamakan produksi pulp yang

66

dengan kapasitas produksi 30.000 ton/tahun sampai 60.000 ton/ tahun. Untuk meningkatkan daya saing terhadap kertas impor akan dilakukan usaha-usaha modernisasi, optimasi dan ekspansi pabrik- pabrik kertas yang telah ada; antara lain akan dilakukan perluasan pabrik kertas Leces di Jawa Timur dengan kapasitas 150 ton/tahun.

Keadaan jenis industri chlor dan .alkali menunjukkan tingkat kon-sumsi yang terbatas dari chlor dan komoditi-komoditi turunannya. Untuk soda kostikjumlah kebutuhan nasionalcukup tinggi dan belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Pada akhir Repelita II kebutuhan soda kostik diperkirakan 55.000 ton/tahun dan hanya dipenuhi sebesar 47%, sedangkan kebutuhan C12 diperkirakan ± 17.000 ton/tahun,sedangkapasitasproduksi dalam negeri adalah 23.000 ton/ tahun.

Keterbatasan pemakaian chlor dan turunannya (derivatnya) merupakan faktor pembatas bagi usaha untuk swasembada dibidang soda kos-tik. Soda kostik lebih merupakan hasil sampingan dari industri chlor dan alkali, sedangkan chlor dan turunannya merupakan hasil tambah- an. Keadaan ini tambah rumit, karena surplus chlor dan derivatnya belum ada penggunaannya. Chlor dan turunannya diperlukan dalam jumlah yang besar oleh proyek-proyek petrokimia up-stream seperti deretan olefine dan aromatic.

TABEL 10 — 4PROYEKSI PENGADAAN DALAM NEGERI DAN KEBUTUHAN

SODA KOSTIK DAN CHLORSAMPAI 1983/84

Nama Bahan Pengadaan dalam negeriton/th)

Kebutuhan(ton/th)

Soda kostik 144.200 143.670Chlor 126.910 118.721

Catatan : 1. Kebutuhan untuk proyek Aluminium Asahan 70.000 ton/

Berdasar keadaan itu semua serta menghadapi kemungkinan pembangunan industri petrokimia

tahun soda kostik.2. Kebutuhan untuk proyek Petrokimia Arun 62.000 chlor/ tahun dan untuk proyek kertas dan pulp 41.855 ton/th.

67

yang besar-besar, maka unit produksi yang ada akan ditingkatkan pengembangannya melalui optimasi, per- luasan, diversifikasi .dan sebagainya. Perkembangan industri soda kostik yang akan dikaitkan dengan usaha-usaha pembangunan pabrik aluminium di Asahan, proyek-proyek Petrokimia di Aceh dan Suma-

tera Selatan dan pabrik-pabrik pulp dan kertas. Jika proyek-proyek besar ini dibangun, maka diharapkan kapasitas terpasang di seluruh Indonesia akan meningkat dari ± 26.000 ton/tahun menjadi 145.000 ton soda kostik/tahun.

Dalam Repelita III akan dilakukan peningkatan kapasitas unit-unit produksi yang ada, pengembangan pemasaran produk, khususnya produk chlor dan turunannya. Akan dilakukan pula diversifikasi produksi kearah pemanfaatan chlor sebesar-besarnya.

Perkembangan industri ban dan karet selama Repelita II nenunjukkan pertumbuhan yang cukup mantap.

Masalah-masalah yang dihadapi jenis-jenis industri ini adalah belum tercapainya diversifikasi produksi pabrik-pabrik yang ada, terbatasnya kemampuan dan fasilitas penelitian dan pengembangan teknologi ban/ karet yang masih banyak tergantung dari luar regeri, dan masih ba-nyaknya bahan-bahan yang diimpor.

Pembangunan industri ban/karet diarahkan untuk memenuhi kebutuhan ban dan hasil karet dalam negeri, melalui pemanfaatan secara optimal potensi bahan mentah karet alam dan bahan-bahan baku dalam negeri dengan mutu yang sesuai dengan kebutuhan pasaran serta teknologi yang tepat.

Industri ban merupakan penunjang vital bagi pengembangan sektor perhubungan, karena itu akan ditempuh langkah-langkah optimasi, diversifikasi, modernisasi dan perluasan yang seimbang dan sesuai bagi pabrik-pabrik yang ada.

Industri karet merupakan industri penunjang bagi sektor-sektor industri lain di bidang pembuatan suku

Kebutuhan (ribuan bh)

Pengadaan(ribuan bh)

3.970 5.300"

3.330 4.400

Jenis ban

2. Ban sepeda motor &

68

cadang (spareparts). Karenanya industri ban/karet yang ada perlu dikembangkan dengan diversifikasi produksi, khususnya kearah produksi suku cadang karet, di samping produk-produk karet yang lain.

TABEL 10 -- 5KEBUTUHAN- DAN PENGADAAN BAN KENDARAAN BERMOTOR,

19.83/84

1. Ban mobil & truck

Dalam Repelita III akan dilakukan peningkatan efisiensi dan perlu- asan-perluasan dari unit-unit industri karet yang ada untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dalam usaha-usaha tersebut di atas dilakukan pula diversifikasi produksi dengan produk-produk ban/karet lainnya.

Dalam Repelita II produksi bahan peledak dan detonator dalam negeri baru mencapai ± 35% dari seluruh kebutuhan. Produksi dalam negeri masih bersifat pengadonan dan penyelesaian akhir (finishing). Mengingat sifatnya yang strategis dan menyangkut pula segi keamanan dan pertahanan, maka pengembangannya akan mengikuti kebijaksana- -an Hankam. Masalah yang dihadapi adalah belum tercapainya skala ekonomi, dominasi produk-produk multinational dan belum berkembangnya industri-industri kaitan kebelakang yang menunjang.

Dalam pengembangan industri bahan peledak akan diusahakan, agar industri bahan peledak sipil mempunyai dasar-dasar untuk berkembang kearah bahan peledak militer. Atas dasar swasembada bahan jadi dan bahan baku, pengolahannya akan dilakukan dengan pola yang menyeluruh.

Sasaran pengembangannya adalah pencukupan kebutuhan dalam negeri. Dalam jangka panjang diusahakan swasembada bahan jadi dan bahan baku serta kemungkinan ekspor terutama kenegara-negara ASE-AN.2. Program Industri Logam Dasar, Mesin dan Peralatan Berat

Program mencakup industri-industri dasar besi/baja, logam da- sar non ferro, motor diesel dan bensin, mesin perkakas, mesin kon- struksi dan pembangunan.

69

Perkembangan industri logam dasar besi dan baja ditujukan untuk meletakkan dasar-dasar industri yang akan merupakan tulang pung- gung ekonomi dan pertahanan serta ketahanan nasional dengan me-ningkatkan keahlian dan ketrampilan dalam pembangunan industri- industri dasar dan kunci. Industri besi/baja akan mendorong perkembangan industri logam lainnya serta rneningkatkan kemampuan indus- tri logam yang telah ada dan dengan demikian akan memperbesar penggunaan bahan baku dan sumber tenaga yang ada di dalam negeri.

Kebijaksanaan dalam industri logam-dasar selama kurun waktu 1976 --- 1979 diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dengan me-manfaatkan potensi yang ada, sedangkan baru pada periode 1979 ---- 1982 diperlukan kapasitas untuk menampung kebutuhan yang mening-kat. Dalam mengisi kebutuhan akan baja lantaian untuk industri-in- dustri kapal, kendaraan bermotor. G.I — sheet dan sebagainya, dikembangkan industri "Hot Rolled Mill" dan 'Cold Rolled Mill" yang terpadu dengan unit-unit yang telah ada pada P.T. Krakatau Steel.

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan timah lempeng (tinplate) akan dijajagi kelayakan pendirian (pabrik tinplate Pemenuhan kebu- tuhan pipa las sampai dengan tahun 1979 diusahakan melalui pening-katan pemanfaatan potensi yang telah ada, sesudah tahun 1980 akan diusahakan melalui perluasan pabrik-pabrik yang telah ada.

Industri pipa baja tanpa las diarahkan untuk mengisi terutama kebutuhan industri minyak dan instalasi air minum. Untuk itu akan digalakkan pendirian pabrik baru.

Dalam rangka menunjang industri mesin, besi/baja tuang (iron & steel cast product), baja tempa, baja campuran (steel alloys) merupa- kan bahan-bahan yang penting. Karenanya perlu diusahakan memba-ngun proyek-proyek yang menghasilkan bahan-bahan tersebut. Dalam hubungan ini akan dibangun industri pengecoran besi/baja di Suraba- ya dengan kapasitas 6.000 ton baja tuang/tahun, dan di Jakarta de- ngan kapasitas 4.120 ton besi/baja tuang/tahun.

Industri baja campuran (steel alloys) diarahkan untuk dapat meng- isi kebutuhan industri mesin dengan mendorong fasilitas yang ada untuk memperluas jenis produksi baja campuran. Industri campuran ferro diarahkan untuk mengisi 70

kebutuhan pabrik besi/baja yang ada dengan mendorong pendirian pabrik-pabrik yang dapat menggunakan bahan-bahan baku yang ada di dalam negeri.

Untuk mempertinggi nilai ekanomi pabrik baja terpadu PT Kra-katau Steel akan dibangun pabrik bijih besi “pellet”dengan kapa- sitas 3,5 juta ton/tahun. Pabrik akan dibangun di kompleks baja Cilegon sehingga memanfaatkan prasarana yang ada.

Hingga sekarang industri logam dasar non ferro belum berkembang. Usaha-usaha yang ada adalah usaha-usaha industri non ferro

down stream. Kapasitas terpasang dari industri-industri ini pada umum- nya telah melebihi kebutuhan. Bahan baku ingot logam non ferro umumnya masih diimpor, kecuali timah putih, ferronikkel, perak.

Pengembangan golongan industri ini didasarkan atas pemenuhan kebutuhan konsumsi khususnya akan kawat tembaga/kabel listrik, aluminium lembaran dan aluminium ekstrusi dengan memanfaatkan potensi produksi yang ada. Untuk bahan galian pertambangan dalam negeri, kebijaksanaan diarahkan untuk meleburnya menjadi logam untuk mempertinggi nilai ekspor maupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atas berbagai logam.

Pengembangan golongan industri ini dilakukan dengan usaha-usaha penciptaan iklim usaha yang mendorong perkembangan produksi, menggalakkan penanaman modal untuk perluasan/pabrik baru, men-dorong peningkatan daya guna dan mutu produksi melalui bimbingan dan penyuluhan, mengadakan penelitian kelayakan dan sebagainya. Perluasan dari proyek-proyek diserahkan kepada kemampuan swasta.

Industri motor diesel sampai sekarang masih berada dalam taraf perakitan dan dengan tenaga kuda yang relatif kecil, terkecuali pabrik yang dibangun oleh P.T. Bisma Boma Indra (BBI) yang merupakan pabrik full manufacturing.

Pembangunan industri diesel terutama didasarkan untuk mendu- kung program mekanisasi pertanian, pengolahan basil pertanian, pompa-pompa, perahu nelayan dan pelayaran sungai serta alat-alat besar dan berbagai mesin/peralatan lainnya. Pembangunan dilakukan secara bertahap mulai dari tahap perakitan dengan pertimbangan tekno-ekonomis untuk tiap tahap.

Perkembangan industri motor diesel diharapkan akan membawa kemajuan pula bagi industri lain,

71

dalam hal ini pembuatan komponen motor diesel sebagai sub-contractor, termasuk pengembangan industri pengecoran dan tempa.

Industri mesin perkakas, masih mengalami kesulitan terutama dari segi kwalitas dan pemasaran hasil produksinya. Dasar pengembangan industri mesin perkakas adalah untuk memenuhi kebutuhan dan me-ningkatkan kemampuan teknologi melalui pemanfaatan fasilitas pro- duksi yang ada. Strategi pembangunan ini didasarkan atas kebutuhan

mesin perkakas secara bertahap dari yang sederhana ke yang rumit dalam rangka memenuhi kebutuhan industri mesin yang semakin meningkat.

Sasaran pembangunan industri ini adalah untuk memenuhi kebu- tuhan akan mesin-mesin perkakas yang akan berkembang sejalan de- ngan perkembangan industri mesin pada umumnya dalam rangka penyelenggaraan alih teknologi.

Seperti industri mesin perkakas, industri mesin konstruksi dan pembangunan yang merupakan industri penghasil barang-barang modal mengalami pula kesulitan yang sama, yaitu dari segi kwalitas dan pemasaran hasil produksinya.

Pengembangan industri mesin dan perkakas diarahkan untuk memenuhi kebutuhan peralatan tersebut dan peningkatan kemampuan penggunaan teknologi melalui pemanfaatan teknologi yang dimiliki suppliernya.

Strategi pembangunannya didasarkan kepada kebutuhan akan me- sin-mesin konstruksi pembangunan, jalan-jalan, gedung-gedung, per-tambangan, irigasi, bangunan air dan lain-lain

Berintikan fasilitas praduksi yang telah ada, kemampuannya akan ditingkatkan kearah pembuatan penuh mesin penggilas jalan dan memperluasnya untuk menghasilkan mesin-mesin konstruksi dan pemba-ngunan lainnya.3. Industri alat pengangkutan umum

Industri kendaraan bermotor sampai sekarang masih menitik berat-kan kepada usaha perakitan. Namun demikian telah dirintis usaha pembuatan komponen kendaraan bermotor di dalam negeri. Usaha ini masih mengalami kesulitan, antara lain karena banyaknya merek kendaraan bermotor yang dirakit, 72

pula oleh karena belum cukup luas- nya prasarana industri yang diperlukan untuk menunjang suatu indus- tri kendaraan bermotor.

Pembangunan industri kendaraan bermotor diarahkan agar dapat dicapai keadaan yang dapat mempermudah usaha-usaha peningkatan kearah pembuatan penuh kendaraan bermotor (roda empat niaga, roda

empat niaga sederhana dan roda dua) di dalam negeri. Untuk itu ter- hadap unit-unit perakitan kendaraan bermotor yang sudah ada perlu diadakan pengaturan-pengaturan, agar unit industri perakitan kenda- raan bermotor tersebut dapat memakai komponen-komponen produksi industri dalam negeri, baik untuk perakitan kendaraan bermotor da- lam negeri maupun untuk ekspor. Di samping itu industri komponen kendaraan bermotor di dalam negeri akan ditingkatkan perkembangannya secara optimal, dengan melakukan diversifikasi hasil produksi- nya dan perluasan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan industri perakitan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor terutama dalam rangka ASEAN. Di samping itu akan diadakan pula pengaturanpengaturan di bidang teknis, manajemen maupun pemasaran, sehing- ga unsur-unsur penghambat dalam pertumbuhan sistem subcontracting dalam bidang komponen-komponen dan bagian kendaraan bermotor diperkecil sejauh mungkin.

Sebagai. program jangka pendek, maka industri perakitan kendara- an bermotor diwajibkan memakai komponen-komponen buatan dalam negeri, yang memenuhi persyaratan tertentu. Selanjutnya pembangun- an industri komponen akan didorong dan dikembangkan.

Sasaran pengembangan industri kendaraan bermotor adalah sebagai berikut Pertama pengembangan kendaraan bermotor niaga untuk rakyat di pedesaan, dirakit dengan komponen dari dalam negeri. Ke- dua pengembangan kendaraan bermotor niaga jarak jauh dengan menggunakan mesin diesel, dirakit dengan komponen dalam negeri dengan pemberian perangsang. Ketiga pengembangan kendaraan tak- si dengan suatu disain tertentu,

73

dirakit dengan penggunaan. mesin die- sel dan menggunakan komponen dalam negeri dengan pemberian perangsang. Keempat pengembangan kendaraan untuk Angkatan Ber-senjata. Kelima pengembangan kendaraan bermotor roda dua dengan menggunakan komponen dari dalam negeri dengan pemberian perang-sang.

Pembuatan kapal di dalam negeri umumnya relatif mahal karena industri penunjangnya masih belum ada (steel plate, motor diesel be- sar, barang-barang dari brons dan lain-lain). Juga suku cadang untuk

perbaikan kapal masih diimpor. Di samping itu sarana untuk docking kapal besar (10 ribu BRT keatas) belum ada.

Industri perkapalan meliputi kegiatan-kegiatan pembuatan baru, perbaikan dan perawatan kapal yang pada dasarnya terbagi dalam 2 kelompok besar yaitu industri perkapalan modern dan industri per- kapalan tradisional. Perkembangan industri perkapalan ditujukan un- tuk memenuhi kebutuhan akan kapal dan alat apung bagi kegiatan perdagangan, penangkapan ikan, pengangkutan bahan dan hasil indus- tri serta pertahanan.

Untuk pembangunan industri perkapalan perlu diperhatikan fak- tor-faktor sebagai berikut : (1) Hasil produksinya dibutuhkan oleh ba- nyak macam kegiatan, dalam jumlah dan jenis yang besar dan untuk produksinya diperlukan bahan baku dan perlengkapan yang banyak dan beraneka ragam. (2) Produksinya mengandung nilai tambah yang tinggi. (3) Pembangunan industrinya .memerlukan modal investasi yang besar. (4) Diperlukan tenaga kerja yang terampil dalam jumlah yang cukup banyak dan pimpinan yang ahli. (5) Syarat-syarat lokasi industri yang cukup berat, antara lain perairan yang dalam dan tenang, penya- luran bahan baku yang lancar, prasarana listrik dan air dalam jumlah yang besar. (6) Pemasaran hasil produksinya sulit karena jumlah pem- beli tidak besar dan kekuatan finansiilnya terbatas.

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka pengembangan industri perkapalan akan meliputi usaha-usaha mengembangkan pusatpusat industri perkapalan di sekitar kota-kota pelabuhan dengan ke- giatan ekonomi yang cukup tinggi terutama kegiatan perdagangan, industri penunjang bahan baku dan perlengkapan. Kota-kota tersebut adalah Jakarta, 74

Surabaya, Palembang, dan Ujung Pandang. Usaha- usaha penggalakan investasi swasta baik domestik maupun asing akan ditingkatkan dalam waktu singkat karena dapat. mengalihkan tekno- logi ke dalam negeri. Di samping itu industri perkapalan yang ada akan dittingkatkan kapasitas produksinya dengan meningkatkan ketrampilan dalam kejuruan dan manajemen.

Dalam jangka menengah .akan digalakkan investasi baru di pusat- pusat industri perkapalan untuk produksi kapal-kapal niaga Nusanta- ra dan Samudra berukuran 2.500 BRT ke atas, kapal angkutan industri

dan kayu sampai ukuran 6.000 --- 8.000 BRT, tangki-tangki sampai ukuran 12.000 — 15.000 BRT serta kapal-kapal khusus (tunda, ke- ruk) dan alat apung lainnya.

Dalam jangka panjang akan ditingkatkan produksi kapal Samudra di atas 15.000 BRT dan kapal-kapal untuk pertahanan, serta segala jenis kapal lainnya.

Sesuai dengan langkah-langkah tersebut, sasaran pembangunan industri perkapalan dalam Repelita III adalah pemanfaatan secara pe- nuh kapasitas terpasang di dalam negeri yang ada serta pemenuhan segala kebutuhan akan kapal dan perawatan oleh industri dalam ne- geri.

Pada akhir Repelita III diharapkan telah selesai dibangun 4 galang- an kapal di pusaf-pusat industri perkapalan dengan kapasitas masingmasing 40.000 -- 50.000 BRT kapal baru/tahun yang mempunyai fasilitas pengedokan dengan daya angkat 25.000 ton.

Dengan memperhitungkan, bahwa pembelian kapal untuk kebutuh- an pelayaran di dalam negeri pada tahun 1974 diperkirakan mencapai 65.000 BRT dan dengan perkiraan kenaikan rata-rata 10,7% per tahun, maka pada akhir Repelita III pembelian kapal di dalam negeri akan mencapai 180.000 BRT/tahun.

Sasaran produksi kapal di dalam negeri akan dapat dicapai dengan pengambilan langkah-langkah dan tindakan-tndakan sesuai dengan kesempatan yang terbuka, antara lain mengatur pemasaran kapal dan perawatannya hingga dapat menarik modal investasi yang memungkinkan peningkatan produksi kapal-kapal sedang sampai ukuran 15.000 BRT sebanyak 180.000 BRT tiap tahun pada akhir Repelita III.

Pembangunan industri pesawat terbang diarahkan 75

untuk menunjang operasi angkutan udara, baik di dalam perawatan pesawat mau- pun pengisian sebahagian kebutuhan pesawat terbang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan yang tinggi perlu dikembangkan fasilitas-fasi- litas serta perawatan pabrik pesawat yang ada.

Sementara dalam pengembangan industri pesawat terbang akan diperhatikan faktor-faktor rencana pengembangan angkutan udara ter-

masuk landasan dan fasilitas-fasilitas sektor-sektor yang menggunakan teknologi dirgantara seperti aero-survai, eksplorasi dan lain-lain, ren- cana kebutuhan pesawat-pesawat bagi ABRI dan sekolah-sekolah pendidikan penerbang, pembentukan tenaga-tenaga teknik dan penerbang, dan sebagainya.

Di samping itu akan diusahakan suatu kerjasama antara masing-masing bengkel pemeliharaan yang telah ada dalam penggunaannya atau pendirian bengkel baru agar dapat menampung semua kebu- tuhan yang ada.

Untuk memenuhi kebutuhan akan pesawat terbang diambil lang- kah-langkah menuju pembuatan pesawat terbang secara lengkap un- tuk pesawat-pesawat sampai 16 penumpang sedangkan untuk pe- sawat-pesawat diatas 17 penumpang dapat dibuat secara perakitan. Untuk memenuhi kebutuhan akan perawatan pesawat diarahkan pada perawatan "motor piston" dan "peralatan/elektronika" karena potensi pasar yang baik.

Pelaksanaan pengembangan industri pesawat terbang meliputi usaha-usaha peningkatan kemampuan daripada unit-unit produksi yang ada, sehingga tercapai. kapasitas 12 pesawat/tahun untuk "fixed wing” dan 18 pesawat “rotary wing”. Untuk perawatan pesawat kapasitas akan ditingkatkan sampai mencapai 30% dari kebutuhan.

C. PROGRAM-PROGRAM LAIN

1 Program Penunjang.Program ini meliputi program-program :

a. Pembinaan teknologi yang meliputi pengembangan dan pemanfa-

atan teknologi, mendukung peningkatan produksi 76

dan mutu pro-duksi, mengusahakan terciptanya pengalihan teknologi yang mam-pu menumbuhkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam negeri, usaha menggairahkan penggunaan bahan-bahandalam negeri dan lain-lain.

b. Penelitian, pengembangan dan standarisasi.Program ini meliputi antara lain penelitian dan pengembangan mengenai bahan baku, bahan penolong, bahan jadi, hasil sam-

pingan dan limbah industri, pembangunan dan pengembangan unit percontohan, usaha standardisasi industri dan pengendalian mutu hasil industri. Di dalam program ini teimasuk pula pengembangan pemasaran produk-produk industri untuk keperlu-an aparatur Pemerintah sendiri.

c. Program wilayah industri yang akan diusahakan atas dasar tidak mencari .keuntungan.

d. Program regionalisasi yang meliputi pembentukan pusat pertum-buhan regional berdasarkan pemanfaatan potensi sumber-sumber alam yang tersedia dan optimasi kemampuan, memadukan usaha pembentukan pusat pertumbuhan industri daerah dengan strategi pengembangan wilayah.

e. Pencegahan pencemaran lingkungan.Program ini antara lain meliputi pencegahan pemborosan-pemborosan penggunaan sumber-sumber alam, pencegahan pencemar- an oleh industri yang mungkin merusak lingkungan hidup, meningkatkan sadar lingkungan pada masyarakat.

f. Penggalakan ekspor hasil-hasil industri yang meliputi pemanfaat- an potensi industri dalam negeri dalam aspek-aspek kapasitas produksi, ketrampilan tenaga kerja, nilai budaya hasil produksi, identitas bangsa, dan lain-lainnya sehingga dapat mendorong serta memperbesar ekspor. Dalam program ini akan dilakukan juga usaha-usaha perkembangan macam-macam produk unit ekspor dan usaha-usaha penyempurnaan iklim ekspor.

g. Pendidikan dan latihan.Program ini meliputi pendidikan dan latihan untuk tenaga yang dibutuhkan industri sesuai dengan misi dan ciri-cirinya serta pendidikan dan latihan untuk personalia/aparat Departemen Perindustrian.

77

h. Program kewiraswastaan, dimaksudkan untuk lebih memeratakan

hasil-hasil pembangunan dengan meningkatkan kemampuanwiraswasta nasional. Program ini dimaksudkan pula untuk mening-katkan kesempatan berusaha dengan mempercepat proses untuk

memberikan peranan yang wajar terhadap pengusaha golongan ekonomi lemah dalam perekonomian nasional.

i. Pembinaan dana investasi dan peningkatan produktivitas investasi. Program ini bertujuan untuk meningkatkan investasi dan pendayagunaan investasi yang sudah dilakukan. Dalam program ini antara lain akan dilakukan usaha-usaha peningkatan potensi nasional dalam investasi untuk pembangunan industri, mengada- kan dana investasi dalam bidang-bidang yang diprioritaskan serta memperluas bentuk-bentuk pembiayaan industri.

j. Penyediaan prasarana nasional.Program ini meliputi antara lain penelitian mengenai biaya pra- sarana dan peranannya dalam struktur biaya produksi, penelitian mengenai aspek sosial, ekonomi dan politik mengenai prasarana untuk industri.

k. Penyusunan perangkat peraturan perundangan yang meliputi an- tara lain inventarisasi produk hukum yang sudah ada dalam sektor .industri serta melaksanakan penyempurnaan dan penertiban per-aturan perundangan dalam bidang perindustrian.

2. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan Pengawasan

Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah bertu- juan untuk (a) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi aparatur di bidang industri dalam melaksanakan tugas pokok Pemerintahan di bidang industri, baik tugas-tugas rutin maupun tugas pembangunan dan (b) Meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan agar pelaksana- an program kegiatan rutin maupun pembangunan di bidang industri dapat berhasil 78

dengan efisien dan efektif serta sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

Dalam rangka penyempurnaan efisiensi aparatur akan dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut (a) Meningkatkan kemampuan fungsi perencanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan industri, (b) Meningkatkan kemampuan dan pernbinaan aparatur kepegawai- an berdasarkan sistem karir dan prestasi kerja, meningkatkan disiplin

kerja dan sebagainya, (c) Meningkatkan dan melanjutkan usaha penertiban operasional pelaksanaan tugas dalam rangka memberan- tas penyimpangan/penyelewengan pelaksanaan tugas yang dapat mengakibatkan pemborosan-pemborosan, (d) Menyempurnakan administrasi yang mencakup administrasi keuangan, administrasi perlengkapan, administrasi perkantoran ketata-usahaan serta pengumpulan data dan penyusunan laporan pelaksanaan anggaran realisasi keuang- an, (e) Menyempurnakan organisasi dan tatalaksana sistem pelayanan secara terus menerus yang meliputi kelembagaan, mekanisme prosedur dan tatakerja termasuk. pembakuan dan sistem pelaporan, dan seba-gainya, (f) Menyempurnakan sistem informasi tentang kebijaksanaan di bidang industri.

Agar pelaksanaan kebijaksanaan serta kegiatan berjalan menurut rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka fungsi pengawasan ditingkatkan yang mencakup pengendalian, penilaian pelaksanaan pembangunan dan pengambilan tindakan penertiban yang sifatnya represif dan preventif. Peningkatan fungsi pengawasan ini dimaksudkan agar pelaksanaan semua kebijaksanaan dan program di bidang industri dapat diikuti, dan dapat diambil tindakan perbaik- an yang diperlukan bila terjadi hambatan, penyimpangan dan penyelewengan lainnya.

Fungsi pengawasan tidak semata-mata diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal dan lain-lain aparatur pengawasan, tetapi juga merupakan kegiatan dan tanggung jawab yang melekat pada fungsi Pimpinan setiap satuan organisasi Departemen/Instansi. Usaha pengawasan yang bertujuan meningkatkan ketertiban demi terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan

79

bertanggungjawab akan ditingkatkan berdasarkan program yang berencana, terarah dan terpadu.

Pengawasan tidak hanya terbatas pada program-program fisik, tetapi harus pula dikembangkan mencakup pengawasan terhadap mutu pelayanan dan mutu jasa yang diberikan aparatur negara kepada masyarakat. Untuk itu ditempuh langkah-langkah antara lain sebagai berikut : (a) Menyusun dan atau penyempurnaan pedoman pengawasan dan pemeriksaan untuk lebih memantapkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan; (b) Mengumpulkan dan mengolah

data yang dapat dipercayai kebenarannya sebagai bahan pengawasan dan pemeriksaan; (c) Meningkatkan mutu aparat pengawasan fungsi- onal baik mengenai ketrampilan dan pengetahuan teknis maupun ketrampilan dan pengetahuan administrasi; (d) Meningkatkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan terhadap program rutin mau- pun proyek pembangunan; (e) Meningkatkan kegiatan analisa dan evaluasi hasil pemeriksaan untuk menentukan apakah sesuatu kegiatan itu mencapai atau sekurang-kurangnya mengarah kepada sasaran yang telah ditentukan; (f) Meningkatkan kegiatan pengawas- an fungsional terhadap pelaksanaan program oleh unsur aparatur dalam lingkungan instansi/lembaga industri; (g) Meningkatkan pengawasan operasional dari unsur pimpinan dari setiap satuan organisasi terhadap pelaksanaan tugas oleh pejabat bawahannya.

TABEL 10 -- 6

PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA, 1979/80 — 1983/84

(dalam jutaan rupiah)I N D U S T R I

1979/80 1979/80-1983/84No. Kode SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM (Anggaran (Anggaran

Pembangunan

Pembangunan

02 SEKTOR INDUSTRI 401.894,5 1.174.007,0

02.1 Sub Sektor Industri 401.894,5 1.174.007,0

02.1.01 Program Bimbingan dan PenyuluhanIndustri 8.955,0 .69.974,0

02.1.02 Program Pengembangan dan Peng-

80

awasan Industri 392.939,5 1.104.033,0