jurnaljp3.files.wordpress.com file · web viewselanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya...

23
228. JP3 Vol 6 No 2, September 2016 INDIKASI KEGAGALAN METAKOGNITIF MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA TAHUN PERTAMA DALAM MEMBUKTIKAN PERNYATAAN SEDERHANA Eka Resti Wulan, Yulia Izza El Milla, Bendot Tri Utomo Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Lumajang [email protected], [email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan indikasi kegagalan metakognitif mahasiswa dalam membuktikan “pernyataan sederhana” dan merupakan studi kasus pada mahasiswa pendidikan matematika tahun pertama program bilingual di Universitas Negeri Malang. Kemampuan membuktikan kebenaran pernyataan merupakan salah satu hal penting bagi mahasiswa dan guru matematika. Munculnya kesalahan yang dilakukan dalam membuktikan pernyataan dapat dikaitkan dengan kegagalan metakognitif. Indikasi kegagalan matekognitif diperoleh dari hasil kaitan kuisoner self-monitoring danP jawaban bukti mahasiswa. Data diperoleh dari hasil ujian tengah semester mata kuliah Basic Mathematics 1, hasil kuisoner self- monitoring, dan indept interview berbasis tugas. Temuan yang diperoleh adalah terdapat lima strategi yang digunakan subjek dengan jawaban “salah” dan terindikasi mengalami kegagalan metakognitif, di antaranya metacognitive vandalism sebanyak tiga mahasiswa, metacognitive blindness sebanyak tujuh mahasiswa, dan metacognitive impasse sebanyak tujuh mahasiswa. Selanjutnya, indept interview berbasis tugas dilakukan pada dua subjek dengan proses metakognitif paling baik berdasarkan kuisoner. Dari hasil wawancara, salah satu subjek yang awalnya terindikasi kegagalan metakognitif blindness dikonfirmasi mengalami kegagalan metakognitif mirage, dan untuk subjek lainnya indikasi kegagalan metakognitif cocok dengan kegagalan metakognitifnya, yaitu vandalism. Kegagalan metakognitif yang terindikasi dari hasil jawaban dan kuisoner dapat diverifikasi melalui indept interview berbasis tugas dilengkapi dengan aktivitas metakognitif. Kata Kunci: Kegagalan Metakognitif, Mengonstruksi Bukti, Pernyataan Sederhana. PENDAHULUAN Bukti merupakan salah satu hal penting dalam matematika. Dengan adanya bukti, kevalidan teorema dalam matematika dapat dimunculkan (Buckle & Dunbar, 2007;

Upload: vukhuong

Post on 26-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

228. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

INDIKASI KEGAGALAN METAKOGNITIF MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA TAHUN PERTAMA DALAM MEMBUKTIKAN

PERNYATAAN SEDERHANA

Eka Resti Wulan, Yulia Izza El Milla, Bendot Tri UtomoProgram Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Lumajang

[email protected], [email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan indikasi kegagalan metakognitif mahasiswa dalam membuktikan “pernyataan sederhana” dan merupakan studi kasus pada mahasiswa pendidikan matematika tahun pertama program bilingual di Universitas Negeri Malang. Kemampuan membuktikan kebenaran pernyataan merupakan salah satu hal penting bagi mahasiswa dan guru matematika. Munculnya kesalahan yang dilakukan dalam membuktikan pernyataan dapat dikaitkan dengan kegagalan metakognitif. Indikasi kegagalan matekognitif diperoleh dari hasil kaitan kuisoner self-monitoring danP jawaban bukti mahasiswa. Data diperoleh dari hasil ujian tengah semester mata kuliah Basic Mathematics 1, hasil kuisoner self-monitoring, dan indept interview berbasis tugas. Temuan yang diperoleh adalah terdapat lima strategi yang digunakan subjek dengan jawaban “salah” dan terindikasi mengalami kegagalan metakognitif, di antaranya metacognitive vandalism sebanyak tiga mahasiswa, metacognitive blindness sebanyak tujuh mahasiswa, dan metacognitive impasse sebanyak tujuh mahasiswa. Selanjutnya, indept interview berbasis tugas dilakukan pada dua subjek dengan proses metakognitif paling baik berdasarkan kuisoner. Dari hasil wawancara, salah satu subjek yang awalnya terindikasi kegagalan metakognitif blindness dikonfirmasi mengalami kegagalan metakognitif mirage, dan untuk subjek lainnya indikasi kegagalan metakognitif cocok dengan kegagalan metakognitifnya, yaitu vandalism. Kegagalan metakognitif yang terindikasi dari hasil jawaban dan kuisoner dapat diverifikasi melalui indept interview berbasis tugas dilengkapi dengan aktivitas metakognitif.

Kata Kunci: Kegagalan Metakognitif, Mengonstruksi Bukti, Pernyataan Sederhana.

PENDAHULUANBukti merupakan salah satu hal

penting dalam matematika. Dengan adanya bukti, kevalidan teorema dalam matematika dapat dimunculkan (Buckle & Dunbar, 2007; CadwalladerOlsker, 2011; Resnik, 1992). Bagi mahasiswa matematika, kemampuan mengonstruksi bukti menjadi tujuan utama dari beberapa subjek matematika (McKee, 2010; Varghese, 2009; Weber, 2004). Akan tetapi, mahasiswa matematika di tahun pertama masih banyak mengalami kegagalan dalam pembuktian (Iannone & Inglis, 2011). Berdasarkan observasi peneliti saat pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) pada mahasiswa matematika tahun

pertama di kelas Basic Mathematics 1, ditemukan bahwa dalam ujian tengah semester banyak mahasiswa yang masih gagal membuktikan pernyataan sederhana yang diberikan, padahal mahasiswa telah belajar mengenai definisi yang diperlukan. Sebagian besar mahasiswa dapat memahami dan menerapkan fakta matematis, seperti definisi dan teorema, yang diperlukan untuk membuktikan suatu pernyataan, akan tetapi masih gagal untuk membuktikan pernyataan yang dimaksudkan (Morash, 1987; Selden & Selden, 2007; Weber, 2001).

Proses mengonstruksi bukti tidak dapat dilepaskan dari kegiatan problem-

Page 2: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

229. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

solving (Hanna dkk, 2010; Nunokawa, 2010; Selden & Selden, 2000; Selden & Selden, 2007). Dalam proses problem-solving yang berkaitan dengan pembuktian, strategi dan pengetahuan individu berperan penting dalam memperoleh solusi pembuktian. (Hanna dkk, 2010; Lee & Smith III, 2009; Weber, 2001). Selanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam mengontrol kognisinya (Garofalo & Lester, 1985; Wilson, 2001). Kemampuan ini penting dalam semua performa matematis, termasuk dalam problem-solving (Barbacena & Sy, 2013; Biryukov, 2004; Garofalo & Lester, 1985; Magiera & Zawojewski, 2011; Schoenfeld, 1987). Proses metakognitif bertujuan agar individu tetap berpikir pada jalur solusi yang benar (Goos, 2002; Yimmer & Ellerton, 2006). Kegagalan metakognitif dapat mengarah pada beberapa faktor yang mempengaruhi problem-solving seperti deteksi adanya kesalahan dalam proses problem-solving, tidak adanya kemajuan dalam proses menemukan solusi, dan keambiguan pada jawaban akhir. (Goos, Galbraith, & Renshaw, 2000). Ketiga faktor tersebut sering disebut dengan “red flag” (Goos, 2002; Stillman, 2012).

Kegagalan metakognitif dalam problem-solving mengarahkan seseorang memperoleh solusi yang tidak tepat (Goos, 2002; Stillman, 2012). Ketika mahasiswa gagal dalam membuktikan pernyataan yang diberikan, berarti terdapat lima kemungkinan tipe kegagalan metakognitif yang menyertainya seperti skenario kegagalan metakognitif pada Gambar 1. Terdapat lima tipe umum kegagalan

metakognitif yang dinyatakan oleh Goos (2002) dan dikembangkan oleh Stillman (2011, 2012) dikaitkan dengan red flag.

Pertama, metacognitive blindness, yaitu kegagalan metakognitif ketika seseorang melakukan kesalahan dalam proses problem solving dan tidak menyadari adanya “red flag”. Kegagalan ini tampak ketika dalam aktivitas metakognitifnya tidak memunculkan adanya “error detection” dan melewatkan kesalahan yang dilakukan (Goos, 2002; Stillman, 2012). Selanjutnya metacognitive mirage, yaitu kegagalan metakognitif ketika seseorang tidak melakukan kesalahan tetapi menyadarinya sebagai “red flag”, dengan kata lain menyadari adanya kesalahan yang sebenarnya tidak ada. Terjadinya metacognitive mirage juga ketika seseorang meyakini adanya kesalahan tersebut dan tidak mampu memberikan keputusan mengenai kebenaran dari hasil kerjanya (Goos, 2002; Stillman, 2012). Ketiga, metacognitive vandalism merupakan kegagalan metakognitif yang ditandai adanya ketidaksesuaian terhadap konsep dan konteks masalah ketika menanggapi “red flag”. Konteks masalah diubah agar sesuai dengan konsep pengetahuan yang dimiliki dan akhirnya tidak tercapai suatu solusi yang tepat (anomalous result). Metacognitive vandalism biasanya didahului dengan kegagalan yang lain. Kegagalan metakognitif ini dapat terjadi pada situasi dimana seseorang mengalami kebuntuan (lack of progress), kemudian mengubah masalah agar sesuai dengan konsep pengetahuan yang dimiliki dan tidak tercapai solusi yang diinginkan. (Goos, 2002; Stillman, 2012). Sedangkan apabila jawaban mengarah pada ketidaklengkapan daripada vandalism,

Page 3: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

230. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

merupakan kegagagalan metakognitif yang keempat yaitu metacognitive misdirection. Misdirection merupakan kegagalan metakognitif yang terjadi ketika seseorang menyadari adanya red flag kemudian memberikan respon yang relevan tetapi tidak sesuai (Stillman, 2012). Terakhir yaitu metacognitive impasse, merupakan kegagalan metakognitif ketika progres terhenti, tidak ada kegiatan refleksif atau usaha yang strategis dari seseorang untuk menyelesaikan masalah secara mandiri (Stillman, 2012).

Dengan demikian, karena ditemukan beberapa mahasiswa dengan jawaban salah pada saat UTS 1, penelitian ini fokus pada indikasi kegagalan metakognitif mahasiswa tahun pertama dalam mengonstruksi bukti pernyataan sederhana. Pernyataan sederhana yang dimaksudkan adalah jika untuk membuktikannya hanya memerlukan pengetahuan suatu definisi dalam matematika yang telah dipelajari mahasiswa. Penelitian ini menjadi bagian penting untuk menambah informasi mengenai kesulitan mahasiswa dalam mengonstruksi bukti.

Gambar 1. Skenario Kegagalan MetakognitifModifikasi: Goos (2002) dan Stillman (2011)

METODEPenelitian ini dilakukan untuk

mendeskripsikan indikasi kegagalan metakognitif yang dilakukan mahasiswa secara mendalam ketika mengonstruksi bukti pernyataan sederhana. Penelitian ini dulakukan pada mahasiswa tahun pertama yang sedang menempuh mata kuliah Basic Mathematics 1 Universitas Negeri Malang (UM). Subjek yang dipilih dalam penelitian

ini adalah mahasiswa dengan kemampuan komunikasi baik dan jawaban akhirnya dalam mengonstruksi bukti pernyataan sederhana pada UTS 1 memuat kesalahan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner self-monitoring yang dikembangkan oleh Goos, Galbraith, & Rensaw (2000) dan diadaptasi dari Fortunato, Hetch, Tittle dan Alvarez

Page 4: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

231. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

dan dimodifikasi dengan menghapus beberapa item, menyatakan kembali beberapa item ke dalam kalimat lain, dan menambahkan beberapa item dengan tujuan untuk melihat apakah red flag dapat dikenali atau tidak. Kuisoner ini secara implisit menginvestigasi kemampuan mahasiswa untuk mengenali red flag dan tindakan apa

yang dilakukan (Goos, Galbraith, & Rensaw, 2000). Setiap pernyataan pada kuisoner diidentifikasi sebagai tipe aktivitas metakognitif (Magiera & Zawojewski, 2011; Wilson, 2001). Tabel 2, berisi keterkaitan model teoritis aktivitas metakognitif pada Tabel 1.

Tabel 1. Aktivitas Metakognitif dalam Problem-Solving

Aktivitas Metakognitif IndikatorMetacognitive awareness (MA)

Ungkapan yang diungkapkan mahasiswa terkait dengan metakognisinya yang mengindikasikan kesadaran untuk memikirkan: 1. apa yang diketahui (pengetahuan yang dimiliki terkait dengan tugas,

pengetahuan yang relevan dengan masalah, strategi personal yang dapat digunakan dalam problem-solving)

2. posisi dirinya dalam proses pemecahan masalah3. hal apa yang perlu, telah, dan dapat dilakukan dalam problem-solving

Metacognitive evaluation (ME)

Pertimbangan yang dibuat terkait dengan metakognisinya yang mengindikasikan kesadaran untuk memikirkan:1. keefektifan dan keterbatasan proses berpikir2. keefektifan strategi 3. asesmen terhadap hasil 4. asesmen terhadap tingkat kesulitan masalah

Metacognitive regulation (MR)

Ungkapan yang diungkapkan mahasiswa terkait dengan proses metakognitifnya yang mengindikasikan kesadaran untuk memikirkan tentang:1. merencanakan strategi2. menyusun langkah kerja dan tujuannya3. memilih strategi problem-solving yang tepat

(Magiera &Zawojewsky, 2011)

Tabel 2. Item Kuisoner Self-MonitoringItem Kuisoner Self-Monitoring Aktivitas Metakognitif

Sebelum Anda memulai1. Saya membaca soal lebih dari sekali.2. Saya meyakinkan diri saya bahwa saya memahami apa yang diminta

oleh soal tersebut.3. Saya berusaha menguraikan soal tersebut dengan menggunakan

kalimat saya sendiri.4. Saya berusaha untuk mengingat-ingat apakah saya pernah bekerja

dengan soal seperti ini sebelumnya.5. Saya mengidentifikasi informasi yang diberikan oleh soal tersebut.

6. Saya berpikir tentang pendekatan yang berbeda yang dapat saya lakukan dalam menyelesaikan soal tersebut.

Mengases pengetahuan (MA)Mengases pemahaman (ME)

Mengases pemahaman (MA)

Mengases pengetahuan dan pemahaman (MA)Mengases pengetahuan dan pemahaman (MA)Mengases ketepatan strategi (MR)

Pada Saat Anda Bekerja7. Saya mengecek pekerjaan saya langkah demi langkah seiring dengan

proses saya menyelesaikan soal tersebut.8. Saya membuat kesalahan dan harus mengulangi beberapa langkah

Error DetectionMengases pelaksanaan strategi (ME)

Page 5: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

232. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

kerja saya.

9. Saya membaca kembali soal yang diberikan untuk mengecek bahwa saya tidak keluar dari jalur penyelesaian.

10. Saya bertanya pada diri saya sendiri apakah langkah yang saya lakukan membawa saya semakin mendekati solusi dari soal tersebut.

11. Saya harus memikirkan kembali metode yang saya gunakan dalam memperoleh solusi dan mencoba pendekatan lain yang berbeda.

Memperbaiki kesalahan (ME, MR)

Lack of ProgressMengases pemahaman (ME)

Mengases kemajuan solusi (ME)

Mengases ketepatan strategi (MR)

Setelah Anda Selesai12. Saya mengecek langkah penyelesaian saya untuk memastikan bahwa

sudah benar.13. Saya memeriksa kembali metode yang saya gunakan dalam

mendapatkan solusi untuk mengecek bahwa saya telah melakukan apa yang diminta oleh soal tersebut.

14. Saya bertanya pada diri saya sendiri apakah jawaban saya masuk akal.15. Saya memikirkan cara lain yang berbeda yang dapat saya lakukan

untuk menyelesaikan soal tersebut.

Anomalous ResultMengases hasil yang diperoleh untuk keakuratan (ME)Mengases ketepatan dan pelaksanaan strategi (ME)

Mengases hasil (ME)Mengases ketepatan stategi (MR)

(Goos, dkk, 2000)

Butir soal UTS 1 berisi pernyataan sederhana telah dikembangkan peneliti, rekan praktikan peneliti, dan dosen pembimbing PPL. Gambar 2 berisi instrumen pernyataan sederhana. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (i) lembar jawaban mahasiswa, (ii) hasil kuisoner Self-Monitoring, dan (iii) hasil rekaman ketika

proses in-dept interview. Data hasil penelitian yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis data yang diadaptasi dari Goos, Galbraith, dan Renshaw (2000), dimodifikasi dengan flow model (Miles & Hubberman, 1994), yang terdiri dari dua tahap kegiatan.

Show that the following statement is true.

The sum of two even function is an even function

Solution:The sum of two even function is even function.Let and are even function,

So and

Consider

Gambar 2. Instrumen Pernyataan Sederhana

Pada tahap pertama dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut: (1) mengkategorikan jawaban mahasiswa

menjadi 3 kategori jawaban salah, (2) merangkum respon item kuisoner yang bersesuaian dengan red flag, dan (3)

Page 6: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

233. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

mengaitkan skrip jawaban mahasiswa dengan item kuisoner untuk menyimpulkan indikasi kegagalan metakognitif.

Tahap kedua adalah flow model dengan melakukan reduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara subjek terpilih, direduksi berdasarkan satuan aktivitas metakognitif subjek yaitu awareness, evaluation, dan regulation, dalam mengonstruksi bukti pernyataan sederhana. Penentuan satuan data untuk pengkodean dilakukan peneliti untuk memperoleh informasi yang jelas sehingga kesimpulan akhir dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya pada tahap kedua data disajikan secara deskriptif yaitu kegagalan metakognitif yang dialami dan dilanjutkan tahap ketiga yaitu penarikan kesimpulan yang dilakukan untuk memverifikasi hasil penyajian data indikasi kegagalan metakognitif yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil dari analisis kuisoner dan

penulisan jawaban mahasiswa disajikan dalam tiga bagian. Pertama, kategori strategi yang digunakan mahasiswa dan mengarah pada kesalahan solusi (konsep bilangan genap, contoh penyangkal, kesimetrian, induksi dengan satu contoh, dan grafik). Bagian kedua merangkum respon kuisoner. Bagian berikutnya deskripsi dari kaitan jawaban mahasiswa dengan kegagalan metakognitifnya.Strategi yang Mengarah pada Kesalahan

Awalnya mahasiswa perlu untuk menentukan asumsi yang diberikan pada pernyataan, kemudian mengidentifikasi informasi penting yang berkaitan dengan

asumsi, dan mengaitkannya dengan apa yang akan dibuktikan. Tujuannya adalah untuk menggunakan strategi apa yang sesuai. Dari 21 jawaban mahasiswa yang mengikuti UTS 1, dipilih sembilan mahasiswa yang salah dalam menggunakan strategi dan jawaban, tiga orang menggunakan strategi sesuai tetapi jawaban memuat kesalahan, dan tujuh orang tidak menjawab. Dari jawaban 12 mahasiswa yang memuat kesalahan muncul lima deskripsi strategi.

Strategi#1: Konsep Bilangan Genap. Terdapat tiga mahasiswa yang beranggapan bahwa fungsi genap sama dengan bilangan genap. Strategi ini jelas tidak sesuai untuk menunjukkan jumlah fungsi genap adalah genap. Strategi ini juga tidak efektif digunakan karena jawaban tidak akan mengarah ke bukti yang benar. Hal ini dikarenakan konsep yang digunakan tidak sesuai untuk menunjukkan apa yang akan dibuktikan, yaitu fungsi genap.

Strategi#2: Contoh Penyangkal. Terdapat satu mahasiswa yang beranggapan bahwa pernyataan yang diberikan salah. Kemudian memberikan contoh penyangkal. Dalam memberikan contoh penyangkal juga tidak lengkap dikarenakan tidak adanya bukti lebih lanjut bahwa contoh yang diberikan benar merupakan fungsi genap. Contoh penyangkal yang diberikan adalah

dan yang jika

dijumlahkan bernilai 0, .

Mahasiswa beranggapan bahwa fungsi

bukan merupakan fungsi genap sekaligus ganjil. Strategi ini juga tidak sesuai karena mahasiswa salah menginterpretasikan

Page 7: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

234. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

definisi dan juga perintah dari masalah, yaitu membuktikan bahwa pernyataan benar.

Strategi#3: Kesimetrian Fungsi Genap. Terdapat satu mahasiswa yang menggunakan kesimetrian fungsi genap

terhadap sumbu- , dan berhasil

menunjukkan kebenaran pernyataan. Akan tetapi terdapat beberapa kekurangan. Sedangkan satu mahasiswa lain menggunakan strategi yang sama akan tetapi salah menafsirkan konsep fungsi genap. Asumsi yang diberikan adalah fungsi genap simetri terhadap titik origin. Strategi ini sebenarnya efektif dan dapat mengarah pada jawaban yang benar.

Strategi#4: Induksi dengan Contoh. Terdapat lima mahasiswa yang menggunakan contoh untuk menunjukkan bahwa pernyataan benar. Contoh yang diberikan juga tidak lengkap dengan pembuktiannya, sehingga hanya menyatakan bahwa kedua fungsi yang diberikan genap dan juga jumlahnya genap. Tidak ada pembuktian lebih lanjut. Strategi ini tidak sesuai untuk menunjukkan pernyataan benar

secara deduktif.Strategi#5: Grafik. Terdapat satu

mahasiswa yang menggunakan metode grafik untuk membuktikan pernyataan benar. Strategi ini sebenarnya sesuai untuk menunjukkan dengan berbagai kasus yang dapat dicakupnya. Akan tetapi, mahasiswa tidak dapat menerapkan secara efektif strategi yang dipilihnya dengan adanya kesalahan menggambar hasil sketsa grafik fungsi penjumlahan.Respon Kuisoner

Respon yang terekam dari kuisoner self-monitoring menunjukkan “Ya” dan “Tidak” hampir seimbang, dan sebagian besar pernyataan dalam kuisoner mengarah pada aktivitas metakognitif. Meskipun demikian, hasil ini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu keterangan perilaku problem-solving mahasiswa. Bukan menerima asesmen mandiri ini sebagai informasi yang berkaitan dengan metakognisi (Goos, dkk. 2000). Persentase respon terhadap lima penyataan yang telah dideskripsikan pada Tabel 1 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Respon Pernyataan Metakognitif “Red Flag”

“Red Flag” Pernyataan Kuisoner Butir ke- % “Ya” % “Tidak”

Lack of Progress 911

58,33%16,67%

25%83,33%

Error Detection 78

91,67%25%

8,33%75%

Anomalous Result 1214

75%66,67%

16,67%33,33%

Pemeriksaan strategi yang digunakan mahasiswa yang mengarah kepada kesalahan hasil solusi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (i) strategi yang tidak sesuai (#1 konsep bilangan genap, #2 contoh penyangkal), (ii) strategi yang tidak efektif

(#4 induksi dengan contoh), dan (iii) strategi yang sesuai (#3 kesimetrisan, #5 grafik).

Pada bagian selanjutnya, jawaban mahasiswa diperiksa dan dibandingkan dengan respon yang terdapat pada kuisoner

Page 8: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

235. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

untuk mendalami kegagalan metakognitifnya. Analisis hasil solusi jawaban mahasiswa dan respon kuisoner menunjukkan bahwa strategi dan hasilnya dikaitkan dengan indikasi kegagalan metakognitif, kemudian disesuaikan dengan dikenalinya atau ditanggapinya “red flag” metakognitif (Goos, dkk 2000).

Anomalous result (keambiguan jawaban) diterima dan diverifikasi benar oleh mahasiswa. Empat jawaban mahasiswa menggunakan konsep yang tidak sesuai dengan pernyataan. Misalnya, penggunaan konsep bilangan genap yang tidak sesuai dengan konsep fungsi genap. Tetapi mahasiswa tetap menggunakannya karena konsep yang dimiliki adalah bilangan bulat, dan melupakan konsep fungsi genap. Konsep kesimetrisan pada fungsi ganjil digunakan untuk menunjukkan fungsi genap –seharusnya menggunakan konsep

kesimetrisan fungsi genap– hal ini juga tidak sesuai dengan konsep yang tepat untuk digunakan mahasiswa dalam menunjukkan kebenaran pernyataan. Salah satu mahasiswa menggunakan konsep lain berkaitan dengan fungsi genap yang tidak tepat, yaitu adanya anggapan mahasiswa bahwa fungsi nol bukan fungsi genap.

Mayoritas dalam kuisoner mahasiswa melakukan verifikasi jawaban, akan tetapi ditemukan pada jawaban tidak adanya bentuk pemeriksaan yang dilakukan. Sedangkan untuk memeriksa tingkat masuk akal jawaban, sebagian mahasiswa melakukan dan yang lainnya tidak. Dalam hal ini mahasiswa tidak mengenali “red flag” keambiguan jawabannya (Goos, dkk. 2000). Hasil self-monitoring mahasiswa yang memperoleh jawaban yang ambigu tampak pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Kuisoner Mahasiswa Berkaitan dengan Jawaban Ambigu

Bukti Jawaban Tertulis

Mengecek Langkah yang Dilakukan Mendekati Solusi

Mengecek Tingkat Masuk Akal Jawaban Total

Ya Tidak Tidak Yakin Ya Tidak Tidak

YakinTidak ada bukti pemeriksaanAda bukti pemeriksaan (Gagal)

21 1 2

2 44

Total 3 1 0 2 2 0 8

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kuisoner dan pekerjaan mahasiswa, dapat diindikasikan keempat mahasiswa mengalami kegagalan metacognitive vandalism, yaitu kegagalan metakognitif yang disebabkan adanya respon yang tidak sesuai terhadap pernyataan yang diberikan dengan mengubah konsep terkait fungsi genap. Dan satu mahasiswa yang mengubah jawabannya mengalami kegagalan metakognitif mirage. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Goos

(2000) dan Stillman (2012).Lack of progress (lemahnya

kemajuan pengerjaan) dalam menentukan solusi tidak ada usaha mengubah strategi yang digunakan. Lima jawaban mahasiswa menggunakan strategi yang tidak efisien, misalnya induksi dengan memberikan contoh yang masing-masing tidak lengkap. Kelemahan ini seharusnya dapat diatasi mahasiswa dengan menanyakan kepada dirinya keefektifan strategi yang dipilihnya dan mencoba pendekatan lain (Goos, 2002).

Page 9: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

236. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

Faktanya, lima mahasiswa ini mengklaim bahwa jawabannya sudah mengarah pada solusi, dan tujuh mahasiswa tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban yang dianggap bukan jawaban. Mahasiswa ini dimungkinkan tidak memiliki

kemampuan pengambilan keputusan yang baik, atau tidak memiliki akses untuk alternatif strategi (Goos, dkk. 2000). Berikut hasil self-monitoring mahasiswa pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Kuisoner Mahasiswa Berkaitan dengan Lemahnya Kemajuan Pengerjaan

Bukti Jawaban Tertulis

Mengecek Langkah yang Dilakukan Mendekati Solusi

Mencoba Metode lain yang Berbeda

TotalYa Tidak Tidak

Yakin Ya Tidak Tidak Yakin

Tidak ada jawabanAda jawaban tidak lengkap

43

31 1

2 55

1410

Total 7 4 1 2 10 24

Berdasarkan hasil pada Tabel 5, lima mahasiswa yang jawabannya tidak lengkap tidak menyadari kesalahannya dalam memilih strategi, mahasiswa juga tidak mencoba metode lain yang mungkin dapat dilakukan. Sedangkan untuk tujuh mahasiswa yang tidak menjawab, tidak dapat menentukan strategi apa yang dapat dilakukannya atau bahkan tidak mengetahuinya. Hingga akhir waktu pengerjaan, mereka tidak mampu memberikan jawaban. Dalam hal kesalahan pemilihan strategi yang tidak disadari mahasiswa ketika mengonstruksi bukti, diperoleh tiga mahasiswa yang mengecek kembali kesesuaian jawaban tetapi jawaban tidak lengkap. Ketiga mahasiswa ini terindikasi mengalami blindness.

Indikasinya adalah ketika melakukan pengecekan jawaban tidak menyadari red flag, kemudian melakukan kesalahan. Selanjutnya, mahasiswa yang tidak memberikan jawaban, tidak melakukan pengecekan, dan tidak yakin dengan pengecekannya dapat diindikasikan mengalami kegagalan metakognitif impasse

seperti penemuan Stillman (2012), yaitu ketika proses problem-solving mahasiswa tidak melakukan kegiatan refleksif atau usaha strategis untuk menyelesaikan masalah secara mandiri.

Kesalahan dalam melaksanakan strategi tidak dideteksi oleh mahasiswa. Terdapat tiga mahasiswa yang tidak dapat mengenali kesalahannya dalam melaksanakan strateginya. Strategi yang dimaksudkan adalah #3 dan #5, yang jika dapat diaplikasikan dengan benar dapat mengarah pada solusi, yaitu bukti pernyataan. Hasil self-monitoring mahasiswa yang tidak dapat mengenali error detection pada Tabel 6.

Berdasarkan hasil pada Tabel 6, tampak bahwa mahasiswa melakukan kegiatan pengecekan langkah kerja, akan tetapi mahasiswa tidak menemukan kesalahannya dan juga tidak ada usaha untuk memperbaikinya. Berdasarkan ketidaksadaran tiga mahasiswa terhadap kesalahannya ini, diindikasikan mahasiswa mengalami kegagalan metakognitif blindness. Hal ini juga sesuai dengan Goos

Page 10: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

237. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

(2000) dan Stillman (2012) yang telah meneliti sebelumnya.

Tabel 6. Hasil Kuisoner Mahasiswa Berkaitan dengan Jawaban Salah

Bukti Jawaban Tertulis

Mengecek Langkah Pekerjaan Tidak Memuat

Kesalahan

Membuat Kesalahan dan Memperbaikinya Total

Ya Tidak Tidak Yakin Ya Tidak Tidak

YakinAda kesalahan tulisAda kesalahan konsep fungsi genap

12

12

24

Total 3 0 0 0 3 0 6

Deskripsi Kegagalan MetakognitifBerikutnya dilakukan wawancara

terhadap dua mahasiswa yang yakin dengan aktivitas metakognitifnya, hal ini ditentukan dengan minoritas jawaban “Tidak Yakin”. Hal ini dilakukan untuk mendalami apakah kegagalan metakognitif memang dialami kedua mahasiswa ini.

Subjek pertama (S1) terpilih adalah subjek yang salah menggunakan strategi#1 konsep bilangan genap. S1 dapat memahami masalah dan menjelaskan maksud dari pernyataan yang akan dibuktikan, akan tetapi ia menyadari bahwa tidak memiliki

pengetahuan mengenai apa itu fungsi genap. Selanjutnya, S1 juga menyadari adanya kesalahan dalam membuktikan dengan menggunakan strategi#1, hal ini ditunjukkan dengan adanya pernyataan dari S1 bahwa ia menyadari bilangan genap dan fungsi genap berbeda. Akan tetapi, karena yang ia ketahui adalah bilangan genap, maka S1 tetap menjawab dengan menggunakan konsep bilangan genap. Berikut cuplikan pekerjaan S1 dan data hasil wawancara yang telah direduksi.

Gambar 4. Jawaban S1

P : Ceritakan apa saja yang Anda pikirkan ketika mengerjakan soal ini. (menunjuk kartu soal A)

S1 : Ya kan soalnya ini (menunjuk soal), jumlah dua fungsi genap adalah juga fungsi genap. Saya… sebenarnya saya lupa arti dari fungsi genap itu (MA). Jadi tentang fungsi genap di pikiran saya waktu itu gak ada apa-apa (MA). Yang saya pikirkan waktu itu bilangan genap ditambah bilangan genap juga genap. Berarti bisa digunakan, maka fungsi genap kalo

dijumlahkan dengan fungsi genap hasilnya juga genap (MA)

P : Apakah Anda merasa ada kesalahan dalam proses mengerjakan ini?

S1 : Melihat (senyum-senyum), fungsi sama bilangan itu kan beda, jadi tidak bisa digunakan ya (ME). Fungsi genap artinya sendiri, bilangan genap artinya sendiri.-error detection-

Page 11: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

238. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

Setelah diperoleh data hasil wawancara, dan dicek dengan hasil pembahasan keterkaitan jawaban dan kuisoner, tampak bahwa S1 mengalami metacognitive vandalism. Hal ini sesuai dengan deskripsi yang diberikan dalam penelitian Goos (2002). Mahasiswa gagal mengatasi kesulitannya yang berkaitan dengan lemahnya menentukan keputusan, kemudian menyimpang jauh dari solusi yang diinginkan dari masalah.

Subjek kedua (S2) adalah subjek yang menggunakan strategi#2 contoh penyangkal. Pada awal membaca soal, S2 memahami maksud dari soal. S2 menjelaskan bahwa awalnya ia berpikir pernyataan tersebut benar dan akan membuktikannya dengan definisi fungsi genap. Akan tetapi, berikutnya ia memikirkan adanya suatu fungsi genap jika dicerminkan terhadap

sumbu , maka akan menghasilkan fungsi

baru yang juga fungsi genap. Selanjutnya ia berpikir bahwa jika dijumlahkan maka

hasilnya pasti fungsi , yaitu fungsi konstan

bernilai . Kemudian S2 memikirkan

kembali pengetahuannya bahwa fungsi

bukan fungsi genap sekaligus ganjil. S2

memikirkan bahwa hal tersebut menjadi contoh penyangkal untuk pernyataan yang seharusnya dibuktikan benar. Berikut cuplikan pekerjaan S2 dan data hasil wawancara yang telah direduksi.

P : Tolong ceritakan dari awal sampai akhir apa yang kamu pikirkan waktu kamu menyelesaikan masalah ini.

S2 : Waktu saya baca soal, ini kan suatu fungsi genap, yang sumbu simetrinya di (sumbu) .

Saya berniat seperti ini seumpama yang ini,

(menunjuk jawaban) kalo

dicerminkan terhadap sumbu jadi

(MR). Ya terus saya pikir lagi, iya

kan kalau dijumlahkan sama dengan 0 (ME), jadi jumlah fungsi yang sama dengan 0 menurut literatur yang saya baca, itu bukan fungsi genap –kesalahan konsep-

P : Bagaimana pemahaman Anda terhadap masalah ini?

S2 : Iya saya mikirnya (pernyataan) salah. (ME) Awalnya pernah berpikir pernyataan ini benar, karena eh, apa itu, fungsi genap kan

(MA), nah itu kan definisi

fungsi genap -konsep fungsi genap yang benar- lalu saya kembali mengingat lagi kalo sesuai yang itu (menunjuk jawaban contoh penyangkal) (ME) kalo fungsi 0 bukan merupakan fungsi genap. –kesalahan konsep-

Dari data yang disajikan di atas kemudian disesuaikan dengan hasil pembahasan keterkaitan jawaban dan kuisoner, tampak bahwa S2 awalnya mengalami kegagalan metakognitif blindness, menggunakan konsep yang salah

yaitu fungsi bukan fungsi genap. Hal ini

sesuai dengan deskripsi yang diberikan dalam penelitian Goos (2002), yaitu tidak menyadari kesalahan konsep yang digunakan. Akan tetapi, ternyata S2 awalnya memiliki pengetahuan tentang definisi fungsi genap, akan tetapi tidak dapat melihat keefektifan strategi ini. Karena ia menolak bahwa pernyataan benar, kemudian mengubah arah strateginya menjadi contoh penyangkal dan beranggapan pernyataan salah. Padahal apa yang diminta soal A adalah menunjukan kebenaran pernyataan. Dengan karakterisik adanya keraguan dalam menggunakan strategi definisi fungsi genap, maka dalam hal ini S2 mengalami metacognitive mirage, yaitu mengenali

Page 12: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

239. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

strategi yang benar menjadi suatu red flag.

PENUTUPBerdasarkan dari temuan penelitian

dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ada lima strategi yang digunakan mahasiswa untuk menyusun bukti dari pernyataan yang diberikan dan mengarah pada kesalahan, yaitu: #1 konsep bilangan genap (tiga responden), #2 contoh penyangkal (satu responden), #3 kesimetrisan (dua responden), #4 induksi dengan contoh (lima responden), dan #5 grafik (satu responden). Dalam penelitian ini, mahasiswa yang diindikasikan mengalami metacognitive vandalism menggunakan #1 dan tidak mengenali red flag “anomalous result”, yaitu mahasiswa yang tidak mengenali dan menunjukkan respon yang tidak sesuai dengan konsep masalah. Selanjutnya mahasiswa yang diindikasikan mengalami metacognitive blindness yaitu: (i) menggunakan #2 dan tidak mengenali red flag “anomalous result”, (ii) menggunakan #4 dan tidak mengenali red flag “lack of progress”, (iii) menggunakan #3 dan #5 serta tidak mengenali red flag “error detection”. Mahasiswa yang diindikasikan mengalami metacognitive impasse adalah mahasiswa yang tidak memberikan jawaban, yang mana usaha untuk menemukan metode lain tidak berhasil atau tidak dilakukan.

Dari hasil pendalaman dua subjek penelitian melalui indept interview berbasis tugas, diperoleh bahwa indikasi kegagalan metakognitif yang diperoleh pada pengolahan data sebelumnya diverifikasi. Hal ini ditunjukkan oleh subjek yang awalnya diindikasikan mengalami metacognitive vandalism terverifikasi melalui wawancara. Akan tetapi ditemukan

kegagalan metakognitif yang tidak sesuai dengan hasil kuisioner dan jawaban mahasiswa. Dari hasill kuisioner dan jawaban mahasiswa diindikasikan metacognitive blindness. Namun ternyata mengalami metacognitive mirage, karena dari hasil wawancara awalnya subjek menggunakan strategi yang tepat, berikutnya karena aktivitas metakognitifnya mengarahkan pada deteksi kesalahan pada strategi tersebut, sehingga ia mengubah strategi lain yang salah.

Rekomendasi yang diajukan dari hasil penelitian ini, salah satunya adalah dalam melihat proses metakognitif dan kegagalan metakognitif mahasiswa akan lebih jelas dan lengkap apabila menggunakan wawancara, terutama dengan metode think-aloud. Adanya kuisoner untuk proses metakognitif mahasiswa hanya sebagai informasi, serta indikasi kegagalan metakognitifnya. Selanjutnya, untuk mahasiswa yang masih belum bisa diidentifikasi kegagalan metakognitif karena banyaknya respon “tidak yakin” pada kuisoner dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mendalami proses metakognitif beserta kegagalan yang menyertainya. Selain itu juga perlunya adanya penelitian lanjutan mengenai bantuan atau scaffolding agar kegagalan metakognitif dapat teratasi bagi mahasiswa yang mengalaminya. Dari segi masalah pembuktian yang digunakan juga dapat diperluas dengan masalah yang lebih kompleks dan memerlukan strategi pembuktian yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

240. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

Barbacena, L. dan Sy, Norina R. 2013. Metacognitive Model in Mathematical Problem Solving. BU Faculty e-Journal Volume 1

Biryukov, Polina. 2014. Metacognitive Aspects of Solving Combinatorics Problems. Journal Mathematics Teaching and Learning, 1-19

Buckle, Nigel & Dunbar, Iain. 2007. International Baccalaureate: Mathematics – Higher Level (Core). Victoria: IBID Press.

CadwalladerOlsker, Todd. 2011. What Do We Mean by Mathematical Proof? Journal of Humanistic Mathematics Vol 1, No 1

Garofalo, Joe dan Lester, Frank K. Jr. 1985. Metacognition, Cognitive Monitoring and Mathematical Performance. Journal for Research in Mathematics Education, Vol 16 (3), 163-176

Goos, Merrilyn. 2002. Understanding Metacognitive Failure. Journal of Mathematical Behavior, 21(3), 283-30

Goos, M, Galbraith, P., dan Renshaw, P. 2000 A Money Problem A Source of Insight into Problem Solving in Action. International Journal for Mathematics Teaching and Learning, Vol April 13, 1-21

Hanna, Gila, dkk. 2010. Explanation and Proof in Mathematics: Philosophical and Educational Perspectives. New York: Springer

Iannone, P. & Inglis, M., Undergraduate Students’ Use of Deductive Arguments to Solve “Prove That…” Tasks.

Proceedings of the 7th Congress of the European Society for Research in Mathematics Education p 2012-2021

Mageira, M.T., dan Zawojewski, J.S. 2011. Characterization of Social-Based and Self-Based Contexts Associated With Students’ Awareness, Evaluation, and Regulation of Their Thinking During Small-Group Mathematical Modelling. Journal for Research in Mathematics Education, 42(5): 486-516

McKee, Kerry. 2010. Studying Undergraduate Student Proving Using A Theoretical Framework of Behavioral Schemas And Actions. New Mexico State University, U.S.A.

Miles, Matthew B. & Huberman, Michael. 1994. An Expanded Source Book: Qualitative Data Analysis. Sage Publication: California

Nunokawa, Kazuhiko. 2010. Proof, Mathematical Problem-Solving, and Explanation in Mathematics Teaching. Explanation and Proof in Mathematics, 223-236

Lee, Kosze & Smith III, John P. 2009. Cognitive and Linguistic Challenges in Understanding Proving. Proceedings of the ICMI Study 19 conference: Proof and Proving in Mathematics Education Volume 2, 21-26

Resnik, Michael. 1992. Proof as a Source of Truth. Dalam Detlefsen, Michael. 1992. Proof and Knowledge in Mathematics. London: Routledge

Page 14: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan

241. JP3 Vol 6 No 2, September 2016

Yimmer, Asmamaw dan Ellerton, Nerrida F. 2006. Cognitive and Metacognitive Aspects of Mathematical Problem Solving An Emerging Model. Conference Proceedings from MERGA 29 (575-582), Wahroonga, New South Wales, Australia: Mathematics Education Research Group of Australasia

Schoenfeld, A.H.: 1987. What's all the fuss about metacognition? Dalam Schoenfeld, A.H. (ed.), Cognitive Science and Mathematics Education, Bab 8, 189-215. Lawrence Erlbaum Associates.

Selden, Annie. & Selden, John. 2003. Validations of Proofs Considered as Texts: Can Undergraduates Tell Whether an Argument Proves a Theorem?.Journal Research in Mathematics Education, Vol 34. No 1, 4-36.

Selden, Annie. & Selden, John. 2007. Overcoming Students’ Difficulties in Learning to Understand and Construct Proofs. Technical Report Tennessee Technological University: Cookeville, TN 38505

Stillman, Gloria. 2012. Applications and Modelling Research In Secondary Classrooms: What Have We Learnt? 12th International Congress on Mathematical Education 8 July – 15 July, 2012, COEX, Seoul, Korea

Varghese, Thomas. 2009. IUMPST: Secondary-level Student Teachers’ Conceptions of Mathematical Proof. The Journal. Vol 1 (Content Knowledge)

Weber, Keith. 2001. Student Difficulty in the Constructing Proof: The Need for

Strategic Knowledge. Dalam Educational Studies in Mathematics Vol 48: 101-119

Weber, Keith. 2003. Research Sampler 8: Students' difficulties with proof. Online http://www.maa.org diakses 6 Maret 2014

Weber, Keith. 2004. A Framework for Describing The Processes that Undergraduates Use To Construct Proofs. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol 4, 425–432

Wilson, Jeni. 2001. Methodological Difficulties for Assessing Metacognition. Australian Association for Research in Education International Education Reseacrch Conference, Desember 20

Page 15: jurnaljp3.files.wordpress.com file · Web viewSelanjutnya, kegiatan problem-solving erat kaitannya dengan aktivitas kognitif yang disebut metakognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan