koasdaily.files.wordpress.com file · web viewgejala-gejala nyeri terbakar dan dysethesthia di...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau
blockade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik
local setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan
dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.1
Obat-obat anestetik lokal mempengaruhi semua sel tubuh, tapi mempunyai
predileksi khusus pada jaringan saraf. Pengaruh utamanya adalah memblok
hantaran saraf bila mengadakan kontak dengan suatu neuron. Obat anastetika local
bergabung dengan protoplasma saraf dan menghasilkan analgesia (blok hantaran
impuls nyeri) dangan mencegah terjadinya depolarisasi dengan cara menghambat
masuknya ion sodium (Na+). Sifat blok ini disebut ‘nondepolarizing block’.
Reaksi ini bersifat reversible dan fungsi fisiologis saraf tersebut akan kembali
sempurna seperti sediakala setelah blok berakhir.1
Intensitas dan luasnya blok analgesia tergantung dari tempat, volume total
dan konsentrasi obat anestetika local dan kemampuan penetrasi obat anestetika
local tersebut. Meskipun anestesi lokal relatif aman ketika digunakan dalan
regimen dosis yang direkomendasikan, pada overdosis intra arterial atau injeksi
intravena, anestesi lokal bisa menyebabkan kematian dan sangat sulit untuk
diatasi.3
Toksisitas lokal anestesi bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu toksisitas
lokal, sistemik, dan alergi. Toksisitas lokal bermanifestasi pada neurotoksisitas,
symptom neurologis transient (rasa sakit atau kelainan sensorik di punggung
bawah, pantat, atau ekstremitas bawah. Gejala-gejala nyeri terbakar dan
dysethesthia di dermatom L5 dan S1 biasanya mulai setelah efek dari anestesi
spinal telah menyimpulkan dan dapat berlangsung hingga jam sampai empat hari),
atau miotoksisitas, serta toksisitas sistemik termasuk toksisitas system saraf pusat
dan kardiovaskular.2,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.1
2.2 Klasifikasi
Anestesi local dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:2,3
1. Neurological blockade perifer
Topical, Obat dioleskan atau disemprotkan di atas selaput
mukosa seperti hidung, mata, faring dsb.
Infiltration, Injeksi obat anestesi lokal langsung diarahkan
di sekitar tempat lesi, luka atau insisi.
Field block, Membentuk dinding analegesi di sekitar
lapangan operasi seperti untuk extirpasi tumor kecil, dsb.
Nerve block, Penyuntikan obat anelgesik local langsung
ke saraf utama atau pleksus saraf.
Intravena regional anestesia, Injeksi obat anestesi lokal
intravena ke ekstremitas atas/ bawah lalu dilakukan isolasi
bagian tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK). Paling
baik digunakan untuk ekstremitas atas.
2. Neurological blockade sentral
Anesthesia spinal
Anesthesia epidural
2.3 Mekanisme Anestesi Lokal
2
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga
terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan
dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)
menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh:
ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade saraf),
frekuensi stimulasi saraf.2
Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu: pKa mendekati pH
fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat
menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat,
alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika
local.2 Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena
reseptor anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi;
dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.2,4,5,6
Secara umum mekanisme anestesi local dapat disimpulkan dalam
algoritma berikut ini:
Local anesthetic
⇓Binds to receptor site
⇓Na+ channel is blocked
⇓↓ Sodium conductance
⇓↓ Rate of membrane depolarization
⇓No action potential
⇓Conduction blockade
2.4 Farmakokinetik dan Farmakodinamik
3
2.4.1. Farmakokinetik
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal :3,4,5,7
• Lipid/Water solubility ratio, menentukan “ONSET OF ACTION”.
Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi
anestesi local.
• Protein Binding, menentukan “DURATION OF ACTION”. Semakin
tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya
• pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin
rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal
dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat.
Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat
kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal
tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam
bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:4
• kadar obat dan potensinya
• jumlah pengikatan obat oleh protein
• pengikatan obat ke jaringan lokal
• kecepatan metabolisme
• perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.
Konsentrasi minimal anestetika local (analog dengan mac, minimum alveolar
concentration) diengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3. frekuensi stimulasi saraf
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak
terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf
sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
4
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
Lama kerja anestetika local dipengaruhi oleh:
1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah
protein.
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah
pemberian.
2.4.2. Farmakodinamik
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan
lokasi anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi
seperti jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi
anestetika lokal dalam terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain).
Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding
jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal,
dan menurunkan pH. 4,6
2.5 Keuntungan dan Kerugian Anestesi Lokal
2.5.1 Keuntungan Anestesia Lokal: 1,2
Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif
lebih murah.
Relatif aman untuk pasien yg tidak puasa (operasi emergency,
lambung penuh) karena penderita sadar sehingga resiko
aspirasi berkurang
Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
Perawatan post operasi lebih ringan/ murah
Kehilangan darah sedikit
2.5.2. Kerugian Anestesia Lokal:1,2
5
Membutuhkan kerjasama penderita
Sulit diterapkan pada anak-anak
Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
Pasien lebih suka dlm keadaan tidak sadar
Tdk praktis jika diperlukan bbrp suntikan
Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan
belum selesai.
2.6 Toksisitas Pada Anestesi Lokal
Secara umum, toksisitas pada anestesi local mempengaruhi dua system
terpenting pada tubuh pasien, yaitu sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular
Toksisitas tersebut dapat terbagi dalam beberapa fase disertai gejalanya, antara
lain:,7,8,9
CENTRAL NERVOUS SYSTEM CARDIOVASCULAR SYSTEM
Initial phase Initial phase
Circumoral paresthesia Hypertension
Tinnitus Tachycardia during CNS excitatory
phase
Confusion
Excitatory phase Intermediary phase
Convulsions Myocardial depression
Decreased cardiac outp
Hypotension
Depressive phase Terminal phase
Loss of consciousness Peripheral vasodilatation
Coma Severe hypotension
Respiratory depression Sinus bradycardia
Conduction defects
Dysrhythmias
a. Sistem kardiovaskular
6
Anestetik local menekan automatisasi miokard (depolarisasi fase IV
spontan) dan mengurangi durasi periode refrakter (ditunjukkan sebagai
pemanjangan interval PR dan pelebaran QRS).
Kontraktilitas miokardial dan kecepatan konduksi ditekan pada
konsentrasi lebih besar. Relaksasi otot polos penyebab beberapa derajat
vasodilatasi (dengan pengecualian kokain).
Disritmia jantung atau kolaps sirkulasi sering suatu tanda yang hadir pada
overdosis anestetik local selama anesthesia general.
Injeksi intravaskluar bupivakain telah menyeababkan reaksi kardiotoksik
berat, meliputi hipotensi, blok jantung atrioventrikular, dan disritmia seperti
fibrilasi ventrikel. Kehamilan, hipoksemia, dan asidosis respirasi adalah factor
risiko yang mempengaruhi. Ropivakain tak cukup signifikan toksisitas jantung
karena disosianya lebih cepat dari channel sodium. Levobupivakain kurang
berefek kardiotoksik daripada bupivakain.
b. Sistem pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus,
paralise interkostal,atau depresi langsung pusat penraf frenikus, paralise
interkostal,atau depresi langsung pusat pengaturan pernafasan.
Apnea dapat diakibatkan oleh paralisis saraf interkostal dan phrenic atau
penekanan pusat respirasi medulla yang menyertai eksposure langsung terhaap
agen local anestetik (postretrobulbar apnea syndrome).
c. System saraf pusat (SSP)
SSP rentan tehadap toksisitas anestetika local, dengan tanda-tanda awal
parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agas
anestetika local, dengan tanda-tanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa
ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak
sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf.
Kejang tonik-klonik mungkin diakibatkan blockade selektif jalur inhibisi.
Henti pernapasan sering mengikuti aktivitas kejang. Toksisitas SSP diperberat
oleh hiperkarbia, hipoksia dan asidosis.
7
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan
derivate para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen
Selain itu, terdapat juga toksisitas lokal antara lain
1. Transient radicular irritation (TRI) atau transient neurologic symptoms
(TNS)
a. Ditandai oleh dysesthesia, nyeri terbakar, low back pain dan sakit
pada ekstrimitas bawah dan bokong. Etiologi gejala ini melengkapi
iritasi radikular. Gejala biasanya nampak dalam 24 jam setelah
penyembuhan lengkap dari anestesi spinal dan hilang dalam 7 hari.
b. Dapat terjadi setelah injeksi subarachnoid tak sengaja dari volume
besar atau konsensentrasi tinggi anestetik local. Insidensi
bertambah ketika menggunakan posisi litotomi selama
pembedahan.
c. Peningkatan neurotoksisitas insidensi berhubungan dengan
pemberian subarachnoid dari lidokain 5% telah dilaporkan.
2. Cauda equine syndrome
a. Terjadi ketika luka yang tersebar ke pleksus lumbosakral
menyebabkan derajat yang bermacam-macam anestesi
sensori,disfungsi spinkter usus dan kandung kemih, dan paraplegi.
b. Permulaannya dilaporkan disebabkan lidokain 5% dan tetrakain
0.5% yang diberikan melalui sebuah mikrokateter. Ada
peningkatan risiko manakala ditempatkan pada ruang
subaraknoid ,yang demikian bisa terjadi selama dan sesudah
anestetik spinal, kecelakaan injeksi subaraknoid dari dosis epidural
yang diharapkan atau dosis spinal berulang-ulang.
c. Kloroproprokain telah dikaitkan dengan neurotoksistas. Penyebab
neurotoksistas ini kemungkinan adalah pH rendah kloroprokain.
8
.
2.7 Obat-obatan pada Anestesi Lokal
Anestetika regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang
dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara
dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan
ikatan ini, anestetika local digolongkan menjadi: 7
1. Ester compound (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab
pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Metabolisme oleh
enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat
cepat dan kemudian metabolit dieksresi melalui urin.
Contohnya:
oCocaine
oProcaine/novocaine
oTetracaine/pontocaine
2. Amide Compound (-NHCO-)
9
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan
metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik local.
Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi
lewat urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh. Contohnya:
oLidocaine / Xylocaine
oPrilocaine
oBupivacaine
oEtidocaine
oRopivacaine
oLevobupivacaine
Adapun perbedaan Ester dan Amide adalah sebagai berikut:7
1. Ester compound :
• Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan
• Dimetabolisme dalam plasma oleh enzym pseudocholinesterase.
• Masa kerja pendek.
• Relatif tidak toksik.
• Dapat bersifat alergen, karena strukturnya mirip PABA (para
amino benzoic acid).
2. Amide Compound :
• Lebih stabil dalam bentuk larutan
• Dimetabolisme dalam hati
• Masa kerja lebih panjang.
• Tidak bersifat alergen.
2.7.1. Obat Anestesi Golongan Ester
b. Prokain
Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan
derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak
begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini
bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat dan
sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan PABA
(asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamida, sehingga
10
toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi, resorpsi
Prokain di kulit buruk, karena itu, Prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan
sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya.
Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan
efek samping yang lebih ringan. 7,8
Farmakodinamik Prokain
Pada penyuntikan prokain SK dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia
umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal
berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin
merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol, yaitu hasil
hidrolisis prokain, yang bersifat analgesik, antiaritmia, berefek anestetik lokal, dan
antipasmodik yang lebih lemah dari prokain. Prokain dan beberapa anestetik
lokal lain dalam badan, dihidrolisis menjadi PABA (Para Amino Benzoic Acid),
yang dapat menghambat daya kerja sulfonamid. Oleh karena itu, sebaiknya
prokain dan anestetik lokal derivat PABA lain tidak diberikan bersamaan dengan
terapi sulfonamid. Anestetik lokal bukan derivat PABA tidak menghambat kerja
sulfonamid.
Farmakokinetik Prokain
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat
absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat
dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol.
Intoksikasi
Absorpsi prokain diperlambat dengan vasokonstriktor, sehingga
toksisitasnya menjadi jauh lebih ringan. Hasil hidrolisis prokain tidak toksik.
Indikasi
Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf,
epidural,kaudal, dan spinal.
Efek Samping
Efek samping yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada
dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian, serta reaksi alergi
terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini
11
tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena pemakaian
secara berulang preparat Prokain bagi tubuh.
Dosis
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%.
Blok saraf 1-2%.
Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
b. Tetrakain
Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan
sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian pada
hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau
lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian
pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya
keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.
Selain itu, Tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua
obat anestesi local golongan ester lainnya ini memiliki efek samping berupa rasa
seperti tersengat. Namun, efek ini tidak membuat Tetrakain jarang digunakan, hal
ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis. Tetrakain
biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung,
tenggorok, rectum, dan dan kulit.7,8 Berkhasiat 10 kali lebih kuat daripada prokain, tapi juga 10 kali lebih toksik daripada prokain.
Lebih disukai digunakan sebagai anestesi permukaan. Dosis tunggal maksimum
sebesar 20 mg. Sangat cepat diabsorpsi dari membran mukosa yang terluka,
sehingga terdapat bahaya keracunan absorpsi.
Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara topikal pada mata
adalah Tetrakain Hidroklorida.
Dosis
Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain
Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik dengan
durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.
12
2.7.2. Obat Anestesi Golongan Amide
a. Lidocaine
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus ) yang
digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi
lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan
oleh prokain. Pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan
aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal golongan amida.
Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-
2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa
vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang
hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain dapat
menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin
(1: 50.000 sampai 1 : 200.000). Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan
dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5. 7,9
Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi,
blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan
secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis
total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin
tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. 8,9
Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2% dengan
epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja
kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2
mL. 9
Efek Samping
Efek samping lildokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,
misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma,
dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan
glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis
13
berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti
jantung. 9
Dosis
o Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
o Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
o Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
o Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.
o 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.
o 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
o 1% untuk blok motorik dan sensorik.
o 2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).
o 4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).
o 5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.
o 5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.
o 5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).
14
b. Bupivacaine
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan
butyl piperidin. Bupivakain berikatan dengan bagian intracellular dari kanal
sodium dan menutup sodium influk kedalam sel saraf. Merupakan anestetik lokal
yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap
sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular
digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa
pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat
mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada
pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih
kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat
saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain
terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada
fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik
berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat
terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. 8,9
Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan
bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain
juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan
toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif
yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia
dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam
konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan
paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah
sekitar 2 mg/KgBB. 8,9
Indikasi
Indikasi bupivakain yaitu digunakan untuk anestesi local termasuk
infiltrasi, blok saraf, epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan
melalui injeksi epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga
sering di injeksikan ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam
setelah operasi. Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk
memperlama durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosa.
15
Kontraindikasi
Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko
dari kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat. Dibandingkan dengan obat
anestesi local lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan kardio toksik. Akan
tetapi, efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan benar.
Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau efek
farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi. 11
Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan
karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskular. Bupivakain dapat
mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan anestesi epidural
dengan mendadak.
Farmakokinetik Dan Farmakodinamik
Bupivacaine adalah agent anastesi local yang sering digunakan,sering
digunakan untuk injeksi spinal pada tulang belakang untuk anatesi total bagian
pinggul kebawah. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular
dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai
selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal .Bupivacaine mempunyai
lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan dengan obat anastesi local yang
lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat menyebabkan toxic pada
jantung dan system saraf pusat .pada jantung dapat menekan konduksi jantung dan
rangsangan, yang dapat menyebabkan blok atrioventrikular, aritmia ventrikel dan
henti jantung, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, kontraktilitas miokard
dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan penurunan curah jantung
dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk eksitasi SSP (gugup,
kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, kejang)
diikuti oleh dmengantuk, hilangnya kesadaran, depresi pernafasan dan apnea)
Digunakan secara injeksi epidural dan bersifat lipofilik dimana 95% terikat
protein plasma, bupivacaine dari ruang subarachnoid relatif lambat, yaitu 0,4
16
mg/ml pada setiap 100 mg yang diinjeksikan sehingga konsentrasi maksimal di
plasma sulit dicapai. Setelah disuntikkan di ruang subarachnoid dosis maksimal
(20 mg) akan menghasilkan konsentrasi plasma < 0,1 mg/ml. Bupivacaine
dimetabolisir oleh hepar menjadi 2,6 pipecolylxylidine serta derivetnya, hanya 6%
yang diekskresikan dalam bentuk yang tak berubah (Aninom, 1999).Bupivacaine
dapat menembus plasenta. Karena ikatan protein pada fetus kurang dibandingkan
ibu, maka konsentrasi total plasma akan lebih tinggi pada ibu, walaupun
konsentrasi obat bebas plasma. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja
lebih lambat dibanding lidokain,tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan
kudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit,
kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam.
Dosis
Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik.
Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
Max: 2 mg / kg atau 175 mg / dosis, 400 mg/24h; Info: onset 2-10min,
puncak 30-45min, durasi 3-6h, beberapa konsentrasi pengawet-bebas;
conc semua. tersedia w / epinefrin 1:200.000
2.8 Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak
digunakan
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh
dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk
pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan
pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi
pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan
hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya
daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
17
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun
untuk tujuan diagnostik dan terapi.
4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari
kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai
bawah.
5. Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal)
disuntikkan di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari
sumsum belakang.
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan
melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui
hiatus skralis.
2.9 Penanganan Reaksi Toksik pada Anestesi Lokal
Anestesi Lokal yang berujung pada komplikasi ataupun toksisitas harus
segera dihentikan, karena memberikan dampak yang sangat besar dalam
kerusakan system saraf pusat maupun system kardiovaskular, secara umum
tindakan yang dapat kita lakukan pada pasien yang intoksikasi anestesi local
adalah:9
Hal yang paling utama adalah menjamin oksigenasi adekuat
dengan pernafasan buatan menggunakan oksigen
Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil “ short acting
barbiturate “ seperti penthotal ( 50-150 mg ), atau dengan diazepam
( valium ) 5 -10 mg intravena
18
Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara
bolus dilanjutkan dengan drip dalam infuse ( efedrin, nor adrenalin,
dopamine dsb. ). Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.
Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest ) resusitasi
jantung paru harus segera dilakukan.
Protokol menyarankan penggunaan Intralipid® dimulai dengan
dosis 1ml/kg IV, injeksikan dua kali dengan interval tiga sampai
lima menit. Injeksi Intralipid® disertai dengan kostan IVFD
0,25mg/kg/min sampai pasien stabil. Berdasarkan penelitian,
memberikan dosis lebih dari 8mg/kg tidak memberikan keuntungan
sama sekali.14
Laju IVFD ditingkatkan sampai dua kali lipat sampai 0,5
mL/kg/min jika tekanan darah tetap rendah.
Lanjutkan IVFD ± 10 menit setelah sirkulasi stabil
Lanjutkan monitoring (>12 jam) setelah terjadi toksisitas sistemik
anestesi lokal karena depresi kardiovaskular bisa terulang setelah
pengobatan.
Intralipid® adalah lipid emulsi yang terdiri dari minyak kacang kedelai, glycerol,
dan phospholipi telur. Intralipid® biasanya digunakan sebagai bahan lemak untuk
nutrisi total parenteral (TPN) dan sebagai pelarut propofol. Intralipid® telah
dibuktikan keefektifannya sebagai antidot dari kolaps kardiovaskular yag
disebabkan oleh toksisitas anestesi lokal.15,16 Intralipid® bertindak sebagai lemak
yang larut dalam sirkulasi, mengusir anestesi lokal dari plasma dan berikatan
dengan anestesi lokal sehingga tidak ada lagi fraksi bebas anestesi lokal yang bisa
berikatan dengan reseptor. Konsentrasi tinggi lipid dapat mencegah influks lipud
kedalam myocyte jantung dengan cara lemak dengan mudah meliputi blokade
anestesi lokal dari LCAT enzim, meningkatkan pasokan FFA di mitokondria
sehingga meningkatkan produksi ATP, yang mana dapat meningkatkan kepekaan
myocardium terhadap resusitasi.
19
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.
Anestesi regional dapat diklasifikasikan menjadi Intravenous regional
anestesi, Anelgesi permukaan, Field Block ( blok lapangan ), Blok saraf (Nerve
Block ), Infiltrasi local dan anestesi intravena regional atau dapat dibagi menjadi
neurological blockade perifer dan sentral
Anestesi regional memiliki keuntungan maupun kerugian dibandingkan
anestesi general. Salah satu kerugian dari anestesi regional adalah dapat
menimbulkan toksisitas baik sistemik yang melibatkan CNS dan CVS maupun
toksisitas local. Toksisitas yang terjadi dapat mengganggu sistem kardiovaskuler,
sistem pernafasan, sistem saraf pusat dan imunologi tubuh. Toksisitas dari obat
anestesi lokal dapat ditangani dengan pemberian oksigen yang adekuat, pemberian
short acting barbiturat, vasopressor dan terapi cairan untuk mencegah syok.
Daftar Pustaka
20
1. Dardjat M T, editor. Obat Anestetik Lokal. Dalam: Kumpulan Kuliah
Anestesiologi. Jakarta: Aksara Medisina;1986.
2. Latief Said, Surjadi Kartini, Dachlan Ruswan, editor. Anestetik Lokal. Dalam:
Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.
3. S Kristanto. Anestetik Regional. Dalam: Basuki Gunawarman, Muhadi
Muhiman, Latief Said, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1989.
4. Vassiliadis, John Dr MBBS FACEM. Local Anaesthetic Toxicity and
Tumescent Anaesthesia.2008
5. Dobron, Michael B. Penuntun Praktis anestesi.Jakarta: EGC. 1994.
6. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC, 1997
7. Kapitanyan, Raffi. Local Anesthetic Toxicity Treatment & Management. at:
http://emedicine.medscape.com/
8. Bukbirwa, Henry. Toxicity from Local Anaesthtic Drugs. at
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u10/u1008_01.htm
9. Local anesthetic: Systemic toxicity. At:
http://www.openanesthesia.org/index.php?
title=Local_anesthetics:_systemic_toxicity
10. Quick Review: Toxicity of Local Anesthetics at:
http://www.entlectures.com/Resources/Quick%20Review%20Topics/Quick
%20Review%20Toxicity%20Local%20Anesthetics.pdf
11. Tasch, Mark D. Toxicity of Local Anesthetics. Philadephia: ASA Chapter 15
vol 34. 2006. At :
http://xa.yimg.com/kq/groups/26067046/1144152173/name/TOXICITY
%2BOF%2BLOCAL.pdf
12. Galindo M.A. Levobupivacain: A long Acting Local Anaesthetic with less
cardiac and neurotoxicity. At:
http://www.ndaa.ox.ac.uk/wfsa/html/u14/u1407-01.html
13. Hollmann, Markus W, Durieux E, Local anesthetics and the inflammatory
responsse: A new therapeutic indication ?. Anesthesiology, September 2000
21
14. Weinberg G. Reply to Drs Goor, Groban and Butterworth, Lipid rescue:
caveats and recommendations for the silver bullet (letter). Regional Anesthesia
and Pain Medicine.2004;29:74.
15. Weinberg GL, Ripper R, Feinstein DL, Hoffman W. Lipid emulsion infusion
rescues dogs from bupivacaine-induced cardiac toxicity. Regional Anesthesia
and Pain Medicine.2003:28:198 –202.
16. Weinberg GL, VadeBoncouer TR, Ramaraju GA, Garcia-Amro MF, Cwik MJ.
Pretreatment or resuscitation with a lipid infusion shifts the dose-response to
bupivacaine-induced asystole in rats. Anesthesiology 1998;88:1071 –5.
22