!! satu hal lagi mengenai bertutur santun dalam islam
TRANSCRIPT
![Page 1: !! Satu hal lagi mengenai bertutur santun dalam islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082811/558e034d1a28ab786c8b46b1/html5/thumbnails/1.jpg)
SATU HAL LAGI TENTANG BERTUTUR SANTUNOleh : Drs. H. WINARTO, M.M.
Kepala badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan DesaKabupaten Tulungagung
Seperti telah diuraikan dalam tulisan yang lalu, bertutur santun
merupakan budaya yang perlu dikembangkan dalam hidup dan
berkehidupan. Dalam kehidupan sehari - hari sudah banyak contoh tutur
santun yang ditunjukkan oleh para kyai, para ulama, para tokoh, kaum
cendikia, para pemikir, dll. Itu semua dapat kita jadikan referensi dalam
upaya pengembangan budaya bertutur santun dan bisa menjadi motivasi
bagi kita untuk menjadi pribadi yang terpuji.
Pada saat kita sudah mengembangkan budaya bertutur santun muncul
sebuah persoalan. Persoalan itu adalah adanya sebuah fakta / fenomena
sosial yang menggunakan tutur santun sebagai tipu daya, kedok dalam
melakukan tindak kejahatan. Banyak peristiwa yang terjadi di masyarakat
yang menunjukkan adanya fenomena / fakta seperti itu. Dengan kedok
yayasan yang menggunakan label – label tertentu dan janji – janji yang
menggiurkan (bonus keuntungan besar, uang cepat berkembang, layanan
berkelas, dll), tetapi di baliknya terdapat niat jahat (penipuan).
Sayangnya ketika banyak kejadian telah dialami oleh warga
masyarakat, orang lain masih sering terpengaruh oleh bujuk rayu dan
penampilan menawan dari pembawa program, sehingga percaya dan menjadi
korban berikutnya. Kejadian seperti ini terulang dan terulang lagi karena
lihainya orang yang membawa program tersebut. Akibat dari peristiwa itu
sampai muncul senda gurau di masyarakat seperti , “ Buah kedondong
kulitnya bagus tetapi isinya tidak baik, sedangkan buah durian kulitnya
berduri tetapi isinya nikmat.”
Terhadap contoh senda gurau di atas tentulah terdapat berbagai
pendapat karena setiap yang berpendapat bisa menyampaikan
argumentasinya. Itulah sebabnya perlu dicarikan solusi terbaik dalam
menyikapinya dan kita tetap bisa mengembangkan Kultur Khusnudhon.
Dalam konteks berpikir positif (khusnudhon), orang yang telah lulus
diklat dalam Bulan Suci Ramadhan, tentulah dia dapat mencapai derajat
Muttaqin dan menjadi Insan Kamil (Manusia Paripurna). Orang yang seperti
ini tentulah memiliki sifat ikhlas, ikhsan, dan dibarengi dengan satunya kata
![Page 2: !! Satu hal lagi mengenai bertutur santun dalam islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082811/558e034d1a28ab786c8b46b1/html5/thumbnails/2.jpg)
(tutur), pikiran, hati, dan perbuatan. Karena itu ketika dia berucap A, pikiran
yang ada adalah A, demikian pula hati dan perbuatannya juga A.
Berbicara tentang derajat muttaqin, sebenarnya kita telah memiliki
referensi yang sempurna yaitu sifat – sifat Rasulullah yaitu Sidiq, Amannah,
Tabligh, dan Fatanah. Tentulah tidak mungkin kita bisa menyamai bahkan
mendekati pun sulit karena Rasulullah adalah insan yang terjaga, sementara
kita adalah manusia biasa yang tidak lepas dari noda dan dosa. Walaupun
demikian kita harus berusaha agar dapat mengikuti jejak Rasulullah seberapa
pun kadarnya. Dengan demikian ketika seseorang telah mencapai predikat
Muttaqin, Insyaallah akan memperoleh hidayah dari-Nya dan tidak akan
melakukan hal – hal yang keluar dari koridor Islami. Lebih dari itu, orang yang
Muttaqin akan memperoleh kemuliaan di mata Allah. Bukankah Allah telah
berfirman, “ Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa.” (Al hujurat : 13).
Berbagai fenomena sosial yang ada sebenarnya dapat dikembalikan
kepada persoalan yang utama yaitu Niat. Segala sesuatu bergantung kapada
niatnya. Bahkan kalau kita benar – benar memiliki niat yang baik, Islam
membolehkan kita berbohong tetapi ada syaratnya. Syarat itu adalah :
1. Bertujuan untuk mendamaikan
orang / pihak yang berselisih. Sebut saja yang berselisih adalah A dan
B. Sebagai penengah di antara keduanya, C, bisa membohongi A maupun
B dengan maksud agar keduanya bisa berdamai.
2. Bertujuan untuk
menyenangkan / menjaga perasaan suami / istri atau mitra kita.
Ketika seorang istri sudah susah payah memasak dan menyediakan
makanan / minuman kepada suami, seharusnya suami berterima kasih dan
menyatakan betapa nikmatnya masakan istri seperti apa pun rasanya.
Demikian pula sebaliknya.
3. Bertujuan untuk
menyelamatkan jiwa / nyawa seseorang. Ketika ada orang yang
sedang marah besar dan akan membunuh tetangga kita, sedangkan kita
mengetahui niat orang itu, kita bisa berbohong kepada orang itu dengan
menyatakan bahwa tetangga kita telah pindah rumah yang tidak diketahui
alamatnya.
![Page 3: !! Satu hal lagi mengenai bertutur santun dalam islam](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082811/558e034d1a28ab786c8b46b1/html5/thumbnails/3.jpg)
Pada akhirnya mari kita baca dan dalami makna Surat Al Baqoroh ayat
256 :
Yang artinya, “ Tidak ada paksaan dalam (menganut) Agama Islam.
Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar daripada jalan
yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang
tidak akan lepas. Dan Allah Maha Mendengar, Mengetahui. ” Dari ayat
tersebut sebenarnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hidup itu
adalah pilihan. Hanya ada dua pilihan dalam hidup, yaitu “ The Best Choice ”
(Kebenaran) dan “ The Worse Choice ” (Keburukan) dan tentu masing –
masing ada konsekuensinya, yaitu pahala atau dosa, surga atau neraka.
Wallahu a’lam bishowab