eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. pendidikan sejarah p_kn im.pdfeprints.ulm.ac.id

379
iii Sampul Dalam PENDIDIKAN SEJARAH, PATRIOTISME & KARAKTER BANGSA Malaysia-Indonesia

Upload: truongthuy

Post on 02-May-2019

434 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

iiiSampul Dalam

PENDIDIKAN SEJARAH,

PATRIOTISME & KARAKTER BANGSA

Malaysia-Indonesia

Page 2: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

iv Sampul Dalam

Setting/LayoutDesain Sampul

Pemeriksa AksaraCetakan Pertama

PENDIDIKAN SEJARAH, PATRIOTISME & KARAKTER BANGSA Malaysia-Indonesia

Copyright@2017, Ersis Warmansyah AbbasHak Cipta dilindungi undang-undang

: Ersis Warmansyah Abbas: Ersis Warmansyah Abbas: Risna Warnidah: Januari 2017

Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Lambung Mangkurat

BanjarmasinIndonesia

ISBN: 987-602-96546-3-9

Fakulti PendidikanUniversiti Kebangsaan MalaysiaBangiMalaysia

Diterbitkan Atas Kemitraan:

Inisiasi Penerbitan:Program Suti Pendidikan IPS dan Program Studi Pendidikan Sejarah

FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Page 3: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

vSampul Dalam

PenerbitWAHANA JAYA ABADI

PENDIDIKAN SEJARAH,

PATRIOTISME & KARAKTER BANGSA

Malaysia-Indonesia

Penyunting:Ersis Warmansyah Abbas

Abdul Razaq AhmadMohd Mahzan Awang

Heri Susanto

Sambutan:Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc.

Rektor Universitas Lambung MangkuratProf. Dr. Wahyu, M.S.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Lambung Mangkurat

Prof. Dato’ Dr. Norazah Mohd NordinDekan Fakulti Pendidikan

Universiti Kebangsaan Malaysia Prof. Madya Dato’ Dr. Abdul Razaq Ahmad

Ketua Pusat Kepelbagaian Pelajar dan Pembangunan KomunitiFakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia

Page 4: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

vi Sampul Dalam

Sanksi Pelanggaran Pasal 72:Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyaksuatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu bulan dan/atau dengan paling sedikit Rp1.000.000.00(satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau dendapaling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjualkepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimanadimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan/atau dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 5: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id
Page 6: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

viiSambutan Rektor Universitas Lambung Mangkurat

SAMBUTANREKTOR UNIVERSITAS

LAMBUNG MANGKURAT

Sebagai Rektor Universitas Lambung Mangkurat sayamenyambut dengan gembira penerbitan buku PendidikanSejarah, Patriotisme & Karakter Bangsa: Malaysia-In-donesia kelanjutan seminar kerjasama UniversitasLambung Mangkurat (ULM) dan Universiti KebangsaanMalaysia (UKM), 2 Desember 2015. Kerjasama seminardan penerbitan buku merupakan hal positif bagi keduaperguruan tinggi.

Saat ini ULM tengah gencar-gencarnya, bukan sajameningkatkan kualitas SDM, tetapi sekaligus membangun dukungan saranadan prasarana dalam mendayung kemajuan ULM. Apalagi, saat ini ULM tengahberupaya sekuatnya mendapatkan Akreditasi A yang mana kerjasama seminardan penerbitan buku merupakan bagian pendukungnya.

Sebagaimana dilaporkan kepada saya oleh Dr. Ersis WarmansyahAbbas, M.Pd. sebelum berangkat untuk merealisasikan kerjasama ke UKM dansekembali dari UKM, penandatanganan MoU antara ULM (FKIP) dan UKM(Fakulti Pendidikan) dilanjutkan dengan seminar dan penerbitan buku. Saat initengah dirancang riset, seminar, visiting profesor, pertukaran mahasiswa dandosen yang mudah-mudahan pada tahun-tahun mendatang menjadi kenyataan.

Tidak syak lagi, kerjasama antar universitas, baik di dalam negerimaupun mancanegara, merupakan keniscayaan dalam membangun kemajuanuniversitas. Bagi ULM hal tersebut dibangun dalam keserentakkan, bukan sajadari tingkat universitas, tetapi fakultas-fakultas memain peran signifikans.Kerjasama antar universitas janjian peningkatan kualitas ULM ke depan.

Page 7: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

viii Sambutan Rektor Universitas Lambung Mangkurat

Sebagai apresiasi atas terbitnya buku ini, terikut harapan, semoga kedepan hal-hal postif seperti ini menjadi jalan kebaikan akademik bagi kita semua.Apapun kegiatan akademik kita berujung karya.

Sekali lagi, selamat atas terbitnya buku Pendidikan Sejarah,Patriotisme & Karakter Bangsa: Malaysia-Indonesia.

Banjarmasin, 17 Januari 2017

Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc.Rektor Universitas Lambung Mangkurat

Page 8: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

x Sambutan Dekan FKIP ULM

Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd., Dr. Herry Porda Nugroho Putro,M.Pd., Dr. Bambang Subiyakto, M.Hum., Drs. Muhammad Zaenal Arifin Anis,M.Hum. dan Heri Susanto, M.Pd., merupakan pionir kerjasama akademik keduaFakultas tersebut. Tujuan seminar untuk mencari cara-cara terbaik bagipengembangan Ilmu Pengetahuan dalam lingkup regional, atau setidak-tidaknyacara pengembangan Pendidikan Sejarah di FKIP ULM dan Fakulti PendidikanUKM. Tema Seminar Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan Karakter Bangsa:Malaysia–Indonesia mencakup sub-tema makalah yang disusun FKIP ULMdan Fakulti Pendidikan UKM. Para penulis makalah yang dipresentasikan diUKM Bangi, menyoroti lebih luas, bukan hanya Pendidikan Sejarah, Patriotismedan Karakter Bangsa, tetapi juga membentangkan masalah Kurikulum, Metode,Media, Kemahiran Berpikir dalam Pendidikan Sejarah.

Bahan untuk buku ini berasal dari makalah-makalah yangdipresentasikan dalam seminar. Isi buku terdiri dari 17 tulisan, yang mencakupteori, metodologi dan penerapannya. Buku ini sangat bermanfaat tidak saja bagiyang baru mengenal dan belajar Pendidikan Sejarah, tetapi juga bagi merekayang telah lama berkecimpung di dunia pendidikan sebagai tambahan yangdapat memperkaya perbendaharaan di bidang ini.

Pada kesempatan ini, sebagai Dekan FKIP ULM, saya mengucapkanterima kasih dan selamat kepada dosen-dosen FKIP ULM dan Fakulti PendidikanUKM yang telah berusaha keras untuk menyelenggarakan seminar danmenerbitkan buku ini. Harapan kami, agar kerjasama ini terus ditingkatkan dalamusaha kita untuk tumbuh dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan. Akhirnya darilubuk hati yang paling dalam, kepada semuanya, saya mengucapkan terimakasih atas terbitnya buku ini.

Banjarmasin, 17 Januari 2017

Prof. Dr. H. Wahyu, MSDekan Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Page 9: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

xiSambutan Ketua Daripada Dekan Fakulti Pendidikan UKM

SAMBUTANKETUA DARIPADA DEKAN FAKULTI

PENDIDIKAN UKM

Buku Pendidikan Sejarah, Patriotisme & KarakterBangsa: Malaysia-Indonesia merupakan hasil daripadakerjasama MoU akademik antara Fakulti Pendidikan,UKM bersama Universitas Lambung Mangkurat.Penerbitan buku sebegini adalah bukti kerjasama sinergiyang amat baik. Saya mengucapkan tahniah kepada PusatKepelbagaian Pelajar dan Pembangunan Komuniti yangtelah bersama-sama dengan Jabatan Pendidikan dan

Kesejahteraan Komuniti dalam menjayakan kerjasama akademik sebegini.Sebagai institusi akademik tersohor, Fakulti Pendidikan amat menggalakkanusaha sebegini kerana ia menjadi bukti kepada kredibiliti para cendekiawan diinstitusi pendidikan sama ada di Malaysia dan juga Indonesia. Hakikatmengetahui bahawa buku adalah tiang kepada sebaran ilmu apatah lagi iaberkisar kepada pendidikan patriotisme yang merupakan kepentingan negara.Saya berharap agar buku ini menjadi rujukan dalam mendalami patriotismedan karakter bangsa. Penerbitan sinergi ini amat perlu digiatkan dalam usahamenyemarakkan dunia akademik. Sekalung tahniah kepada semua yangmenjayakan usaha penerbitan ini.

Bangi, 17 Januari 2017

Prof. Dato’ Dr. Norazah Mohd NordinDekan Fakulti PendidikanUniversiti Kebangsaan Malaysia

Page 10: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

xii Sambutan Daripada Ketua Kepelbagaian Pelajar & PembangunanKomuniti Fakulti Pendidikan UKM

SAMBUTANDARIPADA KETUA PUSAT KEPELBAGAIAN

PELAJAR & PEMBANGUNAN KOMUNITIFAKULTI PENDIDIKAN UKM

Patriotisme merupakan satu konsep yang amatpenting kepada kelestarian kemerdekaan dan kemajuannegara. Membicarakan patriotisme dalam satu buku yangmenggabungkan perspektif dua negera demokrasi adalahinisiatif yang diusahakan untuk membolehkan pembacamenghayati elemen patriotisme dalam kerangka yang lebihmeluas. Pastinya pembacaan buku sebegini memberimanfaat kepada pembaca dirantau Nusantara. Sayamengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah

memberi sumbangan idea dalam menerbitkan artikel dalam buku ini. Penerbitanbuku ini hakikatnya adalah satu pengisian Memorandum of Understanding (MoU)antara Universitas Lambung Mangkurat dan Universiti Kebangsaan Malaysiayang dimulai dengan Diskusi Akademik Pendidikan Sejarah danKewarganegaraan yang berlangsung di Fakulti Pendidikan UKM. Sayamengucapkan syukur ke hadrat Ilahi kerana telah memberi kemudahan dalammenjayakan usaha akademik sebegini. Semoga buku ini dapat menjadi rujukandan bahan pengajaran pembelajaran untuk meningkatkan lagi kefahamanpatriotisme demi kesejahteraan pembangunan serantau.

Bangi, 17 Januari 2017

Prof. Madya Dato’ Dr. Abdul Razaq AhmadKetua Pusat Kepelbagaian Pelajar & Pembangunan KomunitiFakulti PendidikanUniversiti Kebangsaan Malaysia

Page 11: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

xiv Pengantar Ketua Penyunting

Pada titik awal, ketika Prof. Dr. Wahyu, MS menjadi PD I FKIP ULM, kamimerancang tiga seminar internasional sebagai peletakkan tonggak-tonggak untukmembangun tradisi seminar bertaraf internasional. Seminar pertama bertajuk:Building Nation Character Through Education (2014), seminar keduabertema: International Seminar on Ethnopedagogy (2015), dan seminar ketigabertitel: Building Education Based on Nationalism Values (2016) yang dalamdayungannya dalam semi kerjasama dengan Fakulti Pendidikan UKM.

Tanpa malu-malu, sebagai penggagas saya akui, rangkaian seminarini pada awalnya bertujuan untuk menggairahkan menulis di kalangan dosen-dosen FKIP ULM sekaligus untuk mendapatkan cum untuk keperluan naikpangkat. Alhamdulillah, mereka yang menulis pada tiga tahap pertama,merasakan manfaat menulis makalah yang dipresentasikan, dan yang tidak kalahpenting, buku (prosiding) sangat bermanfaat untuk keperluan akreditasi, baiktingkat program studi, fakultas, dan universitas. Artinya, mendayung seminarinternasional mempunyai kemanfaatan berganda.

Sebagaimana direncanakan, pada seminar internasional berikutnya,semacam International Conference on Education , dalam dayungankerjasama beberapa universitas, diantaranya dengan UKM. Untuk itu, tengahdirancang besukan lanjutannya, yaitu: Jurnal Internasional.

Semoga pengalaman tiga kali melaksanakan seminar internasionaldan setelah seminar keempat, makalah-makalah yang dipresentasikan layakuntuk dimuat pada jurnal internasional. Terlepas harapan tersebut menjadi atautidak, setidaknya harapan dan usaha telah dilakukan. Memang, tidak semuarencana hebat mendapat dukungan semua pihak atau tidak steril dari konstrain,tetapi tidak ada yang salah dengan gagasan dan apa yang dilakukan.

Semoga bermanfaat adanya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Banjarbaru, 17 Januai 2017

Dr. Drs. Ersis Warmansyah Abbas, BA, M.Pd.

Page 12: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

Daftar Isi XV

DAFTAR ISI

SAMBUTAN REKTOR ULM .......................................................... viiSAMBUTAN DEKAN FKIP ULM ..................................................... ixSAMBUTAN DARIPADA DEKAN FAKULTI PENDIDIKAN UKM ............ xiSAMBUTAN DARIPADA KETUA PUSAT KEPELBAGAIANPELAJAR & PEMBANGUNAN ..................................................... xiiPENGANTAR KETUA PENYUNTING ..................................................... xiii

DAFTAR ISI ....................................................................... xvPenerapan Kemahiran Berfikir Aras Tinggi (KBAT)Dalam Pendidikan SejarahMohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Maizun Samad .... 1Nilai Religius Urang Banjar (Kajian Transformasi Nilai KejuanganPeriode Revolusi Fisik 1945-1949 sebagai Sumber Pembelajaran IPS)Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin ................................. 15Kemahiran Berfikir Sejarah Berdasarkan Latar BelakangAkademik GuruAbdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Krishnavenia/p Vasudevan, Noria Munirah .............................................. 45Belajar Hidup Bersama (Learning To Live Together) DalamPembelajaran SejarahHerry Porda Nugroho Putro .......................................................... 61

Page 13: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

Daftar Isixvi

Multimedia Dalam Pengajaran dan Pembelajaran SejarahNur Syazwani Abdul Talib, Mohd Mahzan Awang & AbdulRazaq Ahmad ................................................................................ 91Melatih Historical Empathy Melalui Pemahaman SejarahPerjuangan BangsaHeri Susanto .................................................................. 107Sejarah dan Perkembangan Hubungan Etnik Di MalaysiaMohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad,Norakma Mohd Daud ............................................................... 125Pendidikan Sejarah, Kewarganegaraan, Patriotisme,dan Literasi PolitikAzhar Ahmad, Mohd Johari Hassan, Kashfull Munirah Yusof,Nur Afiqkha Akma Mohd Hussein, Norhayati Ishak ................ 143Nasionalisme Indonesia (Analisis Teoritik Fenomena HistorisPergerakan Nasional Indonesia)Bambang Subiyakto ................................................................. 161Penyelidikan Dalam Pendidikan SejarahAbdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang.......................... 185Neo-Nasionalisme dan NasionalismeRully Putri Nirmala Puji ......................................................... 201Pendidikan Sejarah dan Patriotisme di MalaysiaAbdul Aziz Abdul Rahman, Nor Liza Syahila Abd Muin,Nursyazmimi Sazali, Amylia Abdul Rahman ............... 211Isu dan Cabaran Kurikulum Pendidikan Sejarah di MalaysiaAbdul Razaq Ahmad, Norashikin Nawi, Amni Syamimi Zaki,Noor Norazila Inai ........................................................................ 233

Page 14: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

Daftar Isi XVII

Obyek Bersejarah, Jati Diri Bangsa dan Ketahanan NasionalMuhammad Zainal Arifin Anis ..................................................... 247Penerapan Nilai Patriotisme Menerusi Pendidikan SejarahAhmad Ali Seman, Raidah Rasyidah Makhtar, Musni AwatifMustaffar, Anis Farhana Izani, Fathilah Akmal Ismail ............. 259Perkembangan Toleransi Kaum di MalaysiaAbdul Aziz Abdul Rahman .................................................... .. 275Pendidikan Karakter Bangsa Di SekolahHambali, Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang .......... 289Pendidikan Karakter Bangsa Di SekolahHambali, Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang .......... 289Pembelajaran Sejarah Berbasis Berpikir Historis DalamMembangun NasionalismeErsis Warmansyah Abbas ............................................................ 307

PENYUNTING .............................................................................. 317

Page 15: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

Daftar Isixviii

Page 16: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

1Mohd Mahzan Awang, dkk.

PENGENALANPendidikan Sejarah di Malaysia telah mengalami beberapa proses

perubahan dalam memantapkan kurikulum pendidikan Sejarah. Di antaraperubahan yang telah dilakukan oleh Kementerian pendidikan Malaysia adalahmemperkenalkan KBSM (Kurikulum Baru Sekolah Menengah) termasuklahmemberi nilai tambah dalam mata pelajaran Sejarah di mana dalam kurikulumKBSM kurikulum, kurikulum sejarah bukan saja tertumpu kepada sejarah lokaltetapi juga kepada sejarah dunia dalam kurikulum sejarah. Selain itu, pendekatanpengajaran pembelajaran sejarah juga telah diberi nafas baru denganmemperkenalkan kerja lapangan bagi subjek mata pelajaran Sejarah bagi tujuanmemberi pengetahuan secara langsung kepada pelajar tentang sejarah,khususnya sejarah lokal.

Seiring dengan perlembagaan terkini dalam pelan pembangunanpendidikan, kemahiran KBAT juga telah diperkenalkan dalam mata pelajaranSejarah bukan sahaja dalam proses pembelajaran tetapi ia turut dinilai dalampeperiksaan. Tujuan utama KBAT adalah untuk memberi kemahiran berfikiryang lebih luas kepada pelajar yang mengambil mata pelajaran Sejarah sepertidapat membuat penilaian berdasarkan bukti sejarah, mengaitkan peristiwasejarah dengan masa kini serta membuat implikasi apa yang dipelajari sejarah

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

PENERAPAN KEMAHIRAN BERFIKIR ARASTINGGI (KBAT) DALAM PENDIDIKAN SEJARAH

Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Maizun SamadCorresponding author: [email protected]

Page 17: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

2 Mohd Mahzan Awang, dkk.

dalam mata pelajaran lain serta kehidupan seharian mereka. Ini amat memberimakna kerana pelajar tidak hanya belajar berdasarkan kandungan buku tekssemata-mata yang menjurus kepada exam oriented. Yang mana dalam banyakkajian sebelum ini menunjukkan pelajar gagal mengembangkan ilmu sejarahdalam membuat perbandingan dunia luar serta mencernakan pengetahuandalam situasi dalam kehidupan mereka.

Sistem pendidikan negara menerapkan elemen KBAT (KemahiranBerfikir Aras Tinggi) merentas kurikulum agar dapat melahirkan modal insanyang cemerlang serta berpengetahuan luas dalam pelbagai bidang malahmampu menghadapi cabaran yang mendatang. Fenomena ini memerlukansokongan padu daripada sektor pendidikan yang merupakan elemen utamabagi menjayakan agenda negara (Muhyiddin 2011).

Oleh itu, Kementerian Pendidikan Malaysia telah berusaha mencapaihasrat murni tersebut dengan penekanan kepada pengajaran dan pembelajaran(P&P) berpusatkan pelajar dan memberi penekanan terhadap kemahiran berfikiraras tinggi (Kementerian Pendidikan Malaysia 2013). Justeru, kurikulum sekolahtelah disemak semula pada tahun 2002 yang memberi penekanan untukmenyedarkan murid akan peranan dan tanggungjawab mereka sebagaiwarganegara yang maju dan berilmu. Malah pada masa yang sama murid jugadididik untuk berfikir, berilmu pengetahuan luas, bertataetika tinggi, bijaksana sertadapat menggunakan teknologi maklumat dan komunikasi secara berkesan (PusatPerkembangan Kurikulum 2003). Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia(2013-2025) telah menggariskan enam ciri utama yang perlu ada pada setiapmurid iaitu kemahiran memimpin, identiti nasional, kemahiran berfikir, kemahirandwi bahasa, etika dan kerohanian serta pengetahuan (KPM 2013).

Peranan dan kompetensi guru sangat penting dalam menarik danmenanamkan minat pelajar terhadap mata pelajaran Sejarah seterusnyamenerapkan kemahiran berfikir aras tinggi melalui kemahiran pemikiranSejarah. Pengetahuan, kemahiran dan sikap guru yang berdedikasi merupakanaspek utama bagi mendorong pelajar untuk menerka dan menguasai matapelajaran Sejarah (Ahmad Rafaai 2012).KEMAHIRAN BERFIKIR ARAS TINGGI

Di Malaysia, kurikulum Sejarah yang disemak semula pada tahun 2003ternyata mempunyai objektif tertentu yang antaranya membolehkan pelajar

Page 18: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

3Mohd Mahzan Awang, dkk.

mengambil iktibar daripada pengalaman Sejarah untuk meningkatkan dayapemikiran dan kematangan serta pada masa yang sama membolehkan pelajarmenganalisis, merumus, dan menilai fakta-fakta Sejarah Malaysia dan dunialuar secara rasional. Oleh itu, timbul persoalan di sini sejauh manakahkompetensi guru-guru Sejarah menerapkan komponen Kemahiran Berfikir ArasTinggi (KBAT) dalam pengajaran dan pembelajaran Sejarah? Pengajaran yangbaik dan berkesan adalah bergantung kepada kompetensi guru dari aspekguru-guru mempunyai kefahaman yang mendalam tentang apa yang merekaajar. Oleh demikian guru tidak akan mempunyai masalah untuk membantupelajar dan memupuk minat mereka terhadap pelajaran. Guru jugabertanggungjawab untuk meningkatkan pengetahuan mereka dalam bidangpendidikan dari semasa ke semasa bagi memastikan peningkatan kualiti dalampendidikan.

Kajian yang dijalankan oleh Aini Hassan (2008) tentang strategipengajaran dan pembelajaran mata pelajaran Sejarah, kaedah khutbahmerupakan salah satu strategi yang paling popular dalam kalangan guruSejarah. Hal ini dilihat sebagai punca masalah kesediaan belajar dalamkalangan pelajar terhadap mata pelajaran Sejarah. Usaha untuk memupukminat pelajar terhadap mata pelajaran Sejarah telah menjadi satu cabaranyang besar kepada guru-guru Sejarah, malah ada kajian menunjukkan bahawapelajar mahupun masyarakat menganggap Sejarah adalah satu daripada matapelajaran yang tidak menarik, membosankan dan tidak berkepentingan (Anuar2000). Hakikatnya anggapan sedemikian adalah ekoran daripada kurangnyakompetensi guru Sejarah itu sendiri dalam melaksanakan pengajaran danpembelajaran. KBAT mengandungi ciri-ciri seperti berikut:

1. Memahami kronologi- bermakna melihat masa lalu, kini dan akandatang mengikut urutan sesuatu peristiwa sejarah itu berlaku

2. Membuat imaginasi – bukan bermaksud membuat tafsiranterhadap sesuatu peristiwa dengan memberi ulasan dan kupasan

3. Membuat interpretasi – adalah bukan suatu usaha melibatkanmurid-murid dengan sesuatu situasi dalam peristiwa sejarah yangdikaji. Kemahiran ini ialah secara visual dan empati.

4. Membuat rasionalisasi – melibatkan penggunaan akal fikiran danmembuat pertimbangan yang wajar dalam menyelesaikan sesuatumasalah.

Page 19: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

4 Mohd Mahzan Awang, dkk.

5. Di antara bukan unsur kemahiran berfikir kritis adalah menjana idea,meramal, membuat hipotesis dan mereka cipta

PENGETAHUAN GURU BERKAITAN KEMAHIRAN BERFIKIR ARAS TINGGI(KBAT)

Pengetahuan guru tentang KBAT adalah sangat penting kerana tanpapengetahuan yang cukup, guru akan gagal melaksanakan kemahiran tersebutdalam bilik darjah dalam mata pelajaran Sejarah. Oleh itu satu kajianmenggunakan ujian telah dilaksanakan terhadap 144 guru di salah sebuahDaerah Selangor Malaysia. Hasil kajian mendapati hampir keseluruhan gurudapat menguasai dengan baik pengetahuan KBAT. Secara terperincipenguasaan guru tentang pengetahuan KBAT adalah seperti di jadual 1.

Jadual 1Penguasaan Pengetahuan Guru Sejarah terhadap KBAT

N=144 PenyataanKri teria kemahiran pemikiran sejarah adalahberdasarkan arahan daripada pihak pentadbir sekolahProses pengajaran dan pembelajaran guru Sejarahhendaklah merangkumi aspek penerapan pemikiransejarahMemahami kronologi- bermakna melihat masa lalu, kinidan akan datang mengikut urutan sesuatu peristiwasejarah itu berlakuMembuat imaginasi – bukan bermaksud membuattafsiran terhadap sesuatu peristiwa dengan memberiulasan dan kupasanMembuat interpretasi – adalah bukan suatu usahamelibatkan murid-murid dengan sesuatu situasi dalamperistiwa sejarah yang dikaji. Kemahiran ini ialah secaravisual dan empati.Membuat rasionalisasi – melibatkan penggunaan akalfikiran dan membuat pertimbangan yang wajar dalammenyelesaikan sesuatu masalah.Di antara bukan unsur kemahiran berfikir kritis adalahmenjana idea, meramal, membuat hipotesis dan merekacipta

Salah37.5%

4.9%

3.5%

20.8%

19.4%

2.1%

9.7%

29.2%

Betul62.5%

95.1%

96.5%

79.2%

80.6%

97.9%

90.3%

70.8%

Bil1

2

3

4

5

6

7

Page 20: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

5Mohd Mahzan Awang, dkk.

Berdasarjan jadual di atas, kemahiran KBAT yang paling dikuasai guruadalah berkaitan dengan membuat rasionalisasi yang melibatkan penggunaanakal fikiran dan membuat pertimbangan yang wajar dalam menyelesaikansesuatu masalah, memahami kronologi- bermakna melihat masa lalu, kini danakan datang mengikut urutan sesuatu peristiwa sejarah itu berlaku, prosespengajaran dan pembelajaran guru Sejarah hendaklah merangkumi aspekpenerapan pemikiran sejarah, kemahiran berfikir kritis adalah menjana idea,meramal, membuat hipotesis dan mereka cipta, dan membuat justifikasi. Inimenunjukkan bahawa rata-rata guru telah bersedia untuk melaksanakan KBATdalam pembelajaran sejarah dan diharapkan ianya dapat menambah pelbagaikemahiran dalam pembelajaran sejarah dan tidak berdasarkan kandungansejarah semata-mata.

PENGUASAAN KEMAHIRAN PEDAGOGI GURU DALAM KBATSelain daripada juga, penguasaan kemahiran pedagogi guru sejarah

keseluruhannya amatlah memuaskan, di mana guru-guru dapat menguasaikemahiran tersebut dengan amat baik. Perkara ini boleh dilihat secara terperincidalam Jadual 2 di bawah.

Menyusun maklumat mengikut tertib berdasarkankepentingan adalah merupakan unsur pemikiran kritisKemahiran menganalisis adalah pelajar mengolahmaklumat dengan menghuraikannya kepada bahagianyang lebih kecil bagi memahami sesuatu konsepMenceritakan usaha pemimpin (Bab 1- Sejarah Tingkatan2) bukanlah dalam kategori kemahiran mensintesisMembuat justifikasi atas tindakan sultan Kedah dan Johor(Bab 1- Sejarah Tingkatan 2) adalah kemahiran tahappenilaianMenghubungkaitkan kesan Revolusi Perindustrian dandasar kerajaan British dengan perubahan politik, ekonomidan sosial di Negeri-Negeri Melayu adalah bukankemahiran pemikiran sejarah tahap aplikasi

29.2%

13.9%

38.2%

9.0%

16.0%

70.8%

86.1%

61.8%

91.0%

84.0%

8

9

10

11

12

Page 21: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

6 Mohd Mahzan Awang, dkk.

Jadual 2Kemahiran guru dalam penerapan pemikiran sejarah aras tinggi

KenyataanKemahiran penggunaan teknikpenyoalan yang memerlukan pelajarmenganalisis tentang sesuatu topicPenyediaan akt ivit i yang dapatmendorong pelajar meneroka ideabaruKemahiran menyediakan tugasanagar pelajar dapat membuat penilaianterhadap keputusan yang dibuat olehpara pemimpinKemahiran menyusun akt ivit isimulasi tentang petapakan SHTI diPulau Pinang agar pelajar menguasaikronologi peristiwaKemahiran menyediakan bahanbantu belajar yang dapatmembolehkan pelajar membuatpenjelasan, penilaian dan menjanaidea baruKemahiran membimbing pelajarmembuat rasionalisasi berkaitansesuatu topik berdasarkan pelbagaisumber SejarahKemahiran penggunaan ICT dalammembandingkan fakta-fakta berbezatentang satu peristiwaKemahiran memotivasikan pelajaruntuk membuat aplikasi ilmu sejarahKemahiran perancangan aktiviti agarpelajar dapat menjalankan kajian danmembuat pelaporan serta penilaiantentang topik kajianKemahiran melibatkan semua pelajaragar mengemukakan cadanganpenyelesaian masalah bagi sesuatutopikKemahiran mendorong pelajarmembuat interpretasi danmengemukakan idea baruKemahiran mengendalikanpengajaran dan pembelajaran untukmenggalakkan pelajar membuatjangkaan sesuatu perist iwapemerhatian dan data yang diperoleh

Keseluruhan

Bi l1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

ATM1

(0.7%)

-

-

-

-

-

1(0.7%)

-

-

-

-

-

InterpretasiTinggi

Tinggi

Tinggi

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

TM8

(5.6%)

11(7.6%)

10(6.9%)

24(16.7%)

13(9.0%)

6 (4.2%)

24(16.7%)

7(4.9%)

5(3.5%)

9(6.3%)

(5.6%)

11(7.6%)

TP21

(14.6%)

23(16.0%)

29(20.1%)

27(18.8%)

22(15.3%)

22(15.3%)

32(22.2%)

27(18.8%)

22(15.3%)

21(14.6%)

27(18.8%)

31(21.5%)

M104

(72.2%)

104(72.2%)

100(69.4%)

87(60.4%)

100(69.4%)

100(69.4%)

79(54.9%)

101(70.1%)

105(72.9%)

107(74.3%)

98(68.1%)

97(67.4%)

AAM10

(6.9%)

6(4.2%)

5(3.5%)

6(4.2%)

9(6.3%)

16(11.1%)

8(5.6%)

9(6.3%)

12(8.3%)

7(4.9%)

11(7.6%)

5(3.5%)

Min3.79

3.73

3.69

3.52

3.73

3.88

3.48

3.78

3.86

3.78

3.78

3.67

3.72

Page 22: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

7Mohd Mahzan Awang, dkk.

Jadual 2 menunjukkan bahawa keseluruhan guru dapat melaksanakandan menerapkan dengan baik kemahiran KBAT melalui teknik penyoalan, aktiviti,tugasan, bahan bantú mengajar serta kemahiran motivasi. Jadual di bawahmemperincikan lagi kemahiran KBAT guru.

Namun begitu, bagi aspek berkaitan aktiviti simulasi dan ICT masihlagi kurang diaplikasikan oleh guru dalam meningkatkan kemahiran KBAT dalamkalangan pelajar. Pelajaran ini selari dengan dapatan kajian Zarina (2012). Hasilkajian beliau mendapati sampel kajian menunjukkan tahap amalan P&P guru-guru Sejarah terhadap penerapan kemahiran pemikiran Sejarah (KPS) peringkatmenengah atas secara keseluruhannya adalah tinggi. Dapatan bagi kesemuakemahiran KPS iaitu kronologi, meneroka bukti, interpretasi, imaginasi danrasionalisasi menunjukkan hasil dapatan yang tinggi.

Selain daripada itu, Jaminah (2011) dalam kajiannya jugamenunjukkan secara keseluruhannya mendapati guru berpendapat merekamempunyai tahap kemahiran pengajaran yang tinggi setelah mendapat latihanikhtisas guru. Guru-guru berpendapat mereka boleh merancang pelbagaiaktiviti dalam pengajaran dan pembelajaran yang aktif dan melibatkan semuamurid. Guru juga mahir merancang pengajaran dan pembelajaran yang sesuaidengan kemampuan murid mempelajari Sejarah. Begitu juga dengan dapatankajian Mahmud Khusairi (2003) yang menunjukkan guru mahir memilih kaedahpengajaran yang bersesuaian dengan tajuk pengajaran serta sesuai denganminat dan kecenderungan murid. Keupayaan guru merancang danmenyesuaikan pengajaran dengan tahap kognitif murid juga membuktikanguru mempunyai kemahiran pengajaran dan pembelajaran yang bersesuaianbagi merangsang pemikiran murid. Berdasarkan hasil kajian dapatlahdisimpulkan bahawa guru Sejarah mampu merancang dan melaksanakanproses pengajaran dan pembelajaran yang berkesan seperti mana dapatanhasil kajian Shahril (2005) mengenai amalan pengajaran berkesan. Beliaumenegaskan bahawa guru yang berkesan ialah guru yang mampumempelbagaikan kaedah pengajaran yang aktif, menyediakan alat bantubelajar dan mendalami isi kandungan yang hendak diajar. Di samping itu,guru juga mesti mampu mengenal pasti tahap kemampuan murid, mampumendorong mereka menjana pemikiran, mampu memberi motivasi danmengawal tingkah laku murid.

Page 23: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

8 Mohd Mahzan Awang, dkk.

SIKAP GURU TERHADAP PERLAKSANAAN KBATWalaupun KBAT baru dilaksanakan dalam kurikulum sejarah di Malaysia,

majoriti guru menyambut dengan baik dan bersedia untuk melaksanakan KBATdalam mata pelajaran Sejarah. Ini jelas dapat dilihat daripada tinjauan yangmenunjukkan bahawa sikap guru sejarah terhadap KBAT adalah positif. Aspekyang sangat positif terutamanya dari aspek latihan dan kursus, mengambil inisiatiftersendiri, aplikasi dan perbincangan dengan guru pakar, membuat penilaian sendiridan secara terperinci dapat dilihat Jadual 3 yang menggambarkan sikapkeseluruhan guru sejarah tentang perlaksanaan KBAT dalam sejarah. Namunbegitu, dari spek mencari maklumat dan pengetahuan menerusi pembacaan,guru masih kurang bersedia ke arah itu. Ini adalah disebabkan kekurangan bahanrujukan yang disediakan oleh sekolah dan kementerian berkaitan rujukantambahan. Ia juga disebabkan oleh sikap guru yang kurang mengambil inisiatifdalam memperkayakan bahan-bahan pengajaran sejarah. Secara terperinci sikapguru dalam perlaksanaan KBAT boleh dilihat dalam Jadual 3 di bawah.

Jadual 3Sikap guru dalam penerapan pemikiran sejarah aras tinggi.

KenyataanSaya menghadiri kursus berkaitanpenerapan pemikiran Sejarah yangdianjurkan oleh pihak PPD dan JPNSaya menghadiri taklimat berkaitanpenerapan pemikiran Sejarah yangdianjurkan oleh pihak sekolahSaya sentiasa membaca buku ataujurnal berkaitan dengan kemahiranpemikiran SejarahSaya sentiasa berusahameningkatkan kemahiran penerapanpemikiran SejarahSaya mengaplikasi penerapanpemikiran Sejarah aras t inggiterhadap pelajarSaya sentiasa menjadikan HuraianSukatan Pelajaran sebagai rujukanbagi melaksanakan penerapanpemikiran SejarahSaya sentiasa berbincang denganguru-guru Sejarah yang lain tentangpenerapan pemikiran SejarahSaya sering menilai tahap pemikiranSejarah pelajar sebelum memulakantajuk baru

Bi l1

2

3

4

5

6

7

8

ATS4

(2.8%)

2(1.4%)

2(1.4%)

1(0.7%)

1(0.7%)

-

1(0.7%)

-

InterpretasiTinggi

Tinggi

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

TS14

(9.7%)

4(2.8%)

27(18.8%)

4(2.8%)

7(4.9%)

1(0.7%)

6(4.2%)

7(4.9%)

TP12

(8.3%)

1(7.6%)

19(13.2%)

11(7.6%)

24(16.7%)

8(5.6%)

8(5.6%)

20(13.9%)

S91

(63.2%)

110(76.4%)

88(61.1%)

102(70.8%)

92(63.9%)

106(73.6%)

106(73.6%)

100(69.4%)

AS23

(16.0%)

17(11.8%)

8(5.6%)

26(18.1%)

20(13.9%)

29(20.1%)

23(16.0%)

17(11.8%)

Min3.80

3.94

3.51

4.03

3.85

4.13

4.00

3.88

Page 24: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

9Mohd Mahzan Awang, dkk.

Berdasarkan sikap tersebut, jelas menunjukkan guru-guru adalah sangatpositif terhadap KBAT dan ia selari dengan dapatan yang diperoleh oleh Rosnani(2003b) di mana sikap guru adalah umumnya positif. Hal ini juga menunjukkanbahawa guru-guru di Malaysia secara keseluruhannya bersetuju pada tahapyang tinggi dan mempunyai sikap yang positif terhadap kepentingan pengajarankemahiran berfikir untuk pembangunan personel murid dan kejayaan mereka.Berdasarkan dapatan tersebut, Rosnani merumuskan bahawa guru-guru sedartentang pentingnya menerapkan kemahiran pemikiran kritis dalam pengajarandan pembelajaran. Di samping itu, hasil kajian Rosnani juga menunjukkanbahawa guru-guru hanya bersetuju pada tahap yang sederhana mengenaikecekapan mereka dalam mengajarkan kemahiran berfikir. Ini mungkindisebabkan oleh kekurangan pengetahuan, pengalaman dan kemahiranmengenai kemahiran berfikir. Rosnani (2003b) turut menegaskan bahawaketidakupayaan seseorang guru untuk mengendalikan pengajaran kemahiranberfikir kritis dan kreatif bukan sahaja berpunca daripada sikap negatif seseorangguru, malah turut disebabkan oleh faktor guru itu sendiri yang kurang bersediadan tidak mendapat pendedahan yang sempurna mengenainya.Keseluruhannya banyak dapatan kajian akademik menunjukkan bahawa guru-guru bersikap positif terhadap usaha daripada pihak yang berkaitan untukmenyediakan bimbingan dan panduan amalan penerapan kemahiran berfikirsecara kritis dan kreatif dalam pengajaran.

Saya sentiasa memberi peluangkepada pelajar untuk mengemukakanpendapat dan membuat penjelasanSaya menggalakkan pelajarmembuat interpretasi bagi menjanaidea yang bernasSaya membimbing pelajar membuatkajian bagi pelajar meneroka buktidan membuat pelaporan kajiandengan mengemukakan idea baruSaya mendedahkan pelajar denganpelbagai sumber Sejarah agar pelajardapat membuat interpretasi merekatentang sesuatu perkara

Keseluruhan

9

10

11

12

-

-

-

-

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

1(0.7%)

1(0.7%)

5(3.5%)

6(4.2%)

3(2.1%)

5(3.5%)

16(11.1%)

15(10.4%)

101(70.1%)

102(70.8%)

98(68.1%)

101(70.1%)

39(27.1%)

36(25.0%)

25(17.4%)

22(15.3%)

4.24

4.20

3.99

3.97

3.96

Page 25: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

10 Mohd Mahzan Awang, dkk.

CABARAN DALAM PENERAPAN KABATBerdasarkan tinjuan dilakukan dalam kumpulan guru yang sama

tentang isu dan cabaran dalam melaksanakan KBAT sejarah mendapati bahawakeseluruhannya menyatakan bahawa perlaksanaan ini yang baru dilaksanakanmempunyai pelbagai cabaran. Cabaran yang paling utama berkaitan dengankekurangan bahan untuk rujukan pengendalian KBAT. Kekurangan panduan,jumlah murid yang ramai menyukarkan guru melakukan aktiviti KBAT. Iatermasuklah masa pengajaran yang singkat serta aspek berkaitan dengankurusus dan seminar berkaitan dengan KBAT. Tinjauan yang dilakukan jugamendapati bahawa sokongan antara guru sekolah serta kerjasama adalahsangat positif. Ini menunjukkan mereka dapat memberi komitmen dalammelaksanakan KBAT Sejarah.

Jadual 4Cabaran-cabaran yang dihadapi oleh guru-guru Sejarah dalam penerapan

pemikiran sejarah aras tinggi terhadap pelajar.KenyataanKekurangan bahan bantu belajar yangsesuai untuk akt ivit i kemahiranpemikiran SejarahKekurangan bahan rujukan berkaitandengan penerapan kemahiranpemikiran SejarahKetiadaan master plan dalammerancang akt ivit i yang sesuaidengan pemupukan kemahiranpemikiran SejarahJumlah murid yang ramai untukdikendalikan menjejaskan prosespenerapan pemikiran Sejarah arastinggiMasa melaksanakan akt ivit ikemahiran pemikiran Sejarah arastinggi adalah terhadKekurangan kursus dan taklimattentang penerapan kemahiranpemikiran SejarahKurang kemahiran tentang penerapanpemikiran SejarahKurang yakin dengan keupayaanpenerapan pemikiran SejarahKurang jelas tentang kemahiranpemikiran SejarahKurang jelas tentang kemahiranberfikir aras tinggi

Bi l1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

ATS1

(0.7%)

1(0.7%)

2(1.4%)

3(2.1%)

3(2.1%)

-

3(2.1%)

9(6.3%)

7(4.9%)

8(5.6%)

InterpretasiTinggi

(SangatMencabar)Sederhana

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Sederhana

Sederhana

Sederhana

Sederhana

TS16

(11.1%)

40(27.8%)

33(22.9%)

19(13.2%)

14(9.7%)

20(13.9%)

52(36.1%)

69(47.9%)

66(45.8%)

66(45.8%)

TP12

(8.3%)

8(5.6%)

23(16.0%)

9(6.3%)

4(2.8%)

13(9.0%)

16(11.1%)

21(14.6%)

29(20.1%)

18(12.5%)

S96

(66.7%)

81(56.3%)

71(49.3%)

77(53.5%)

96(66.7%)

98(68.1%)

63(43.8%)

43(29.9%)

38(26.4%)

48(33.3%)

AAS19

(13.2%)

14(9.7%)

15(10.4%)

36(25.0%)

27(18.8%)

13(9.0%)

10(6.9%)

2(1.4%)

4(2.8%)

4(2.8%)

Min3.81

3.47

3.44

3.86

3.90

3.72

3.17

2.72

2.76

2.82

Page 26: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

11Mohd Mahzan Awang, dkk.

Kekurangan bahan bantu belajar yang sesuai untuk aktiviti kemahiranpemikiran Sejarah adalah cabaran utama kepada majoriti guru sejarah dandiikuti oleh jumlah murid yang ramai untuk dikendalikan menjejaskan prosespenerapan pemikiran Sejarah aras tinggi, masa melaksanakan aktiviti kemahiranpemikiran Sejarah aras tinggi adalah terhad, dan kekurangan kursus sertataklimat tentang penerapan kemahiran pemikiran Sejarah. Aspek cabaran jugaturut dibangkitkan oleh Mohammad Norsham (2014) yang mendapati bahawaguru-guru yang dikaji bersikap neutral terhadap pernyataan mengenai peruntukanmasa untuk menerapkan KBKK adalah mencukupi. Sebagaimana yangdinyatakan oleh Fendler (2003); Richardson dan Placier (2002); Spalding danWilson (2002), isu kekangan masa mempunyai kesan yang menyebabkan gurukurang prihatin untuk menerapkan kemahiran berfikir kritis dalam pengajaran.Begitu juga dengan rumusan yang dibuat oleh Broadbear (2003), empathalangan sering dihadapi dalam mengintegrasikan pemikiran kritikal dalampengajaran; (1) kekurangan latihan, (2) kekurangan maklumat, (3) persepsi,dan (4) kekangan masa.

Kajian-kajian lain yang berkaitan juga membuktikan bahawa masamerupakan antara cabaran dalam pelaksanaan pemikiran aras tinggi ialah kajianTorff dan Sessions (2006) terhadap isu-isu yang mempengaruhi kepercayaanguru tentang aplikasi penerapan pemikiran kritis terhadap murid yang rendahkeupayaan di New York, Connecticut dan Massachusetts. Hasil kajian merekamenunjukkan bahawa terdapat enam isu yang memberi kesan kepada pemilihanpedagogi di mana guru lebih gemar melaksanakan aktiviti kemahiran berfikiraras rendah untuk murid-murid yang rendah keupayaan. Antara isu-isu tersebutialah tahap pengetahuan sedia ada murid, kekangan masa, pengaruh ibu bapa,pengaruh rakan-rakan, tahap motivasi murid, dan tahap keupayaan murid.Berkaitan cabaran kekangan masa, Torff dan Sessions (2006) menjelaskanbahawa apabila guru-guru melihat masa pengajaran adalah suntuk, mereka

Kurang jelas tentang kemahiranberfikir aras tinggiKurang kerjasama antara rakansejawat / ahli panitiaKemudahan ICT terhadmenyebabkan guru sukarmenggunakan sumber digital dalampenerapan pemikiran Sejarah

Keseluruhan

10

11

12

8(5.6%)

-

4(2.8%)

Sederhana

Rendah

Sederhana

Sederhana

66(45.8%)

19(13.2%)

32(22.2%)

18(12.5%)

84(58.3%)

10(6.9%)

48(33.3%)

23(16.0%)

71(49.3%)

4(2.8%)

18(12.5%)

27(18.8%)

2.82

2.28

3.59

3.30

Page 27: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

12 Mohd Mahzan Awang, dkk.

memutuskan untuk kurang menyokong aktiviti-aktiviti kemahiran berfikir arastinggi. Ini kerana, guru-guru menganggap bahawa aktiviti kemahiran berfikiraras tinggi lebih memakan masa berbanding dengan melaksanakan aktivitirendah.

KESIMPULANHasil kajian ini memperlihatkan bahawa tahap kompetensi guru-guru

Sejarah dari dimensi pengetahuan terhadap penerapan pemikiran Sejarah arastinggi adalah sederhana dan terhadap kepada beberapa aspek sahaja.Manakala dari dimensi kemahiran dan sikap guru-guru Sejarah terhadappenerapan pemikiran Sejarah aras tinggi adalah pada tahap yang tinggi. Dapatankajian ini bagi meningkatkan tahap kompetensi guru bagi merealisasikanpenerapan kemahiran berfikir aras tinggi seperti yang dihasratkan oleh pihakKementerian Pelajaran Malaysia dan negara. Sekiranya langkah-langkah yangsewajarnya diambil oleh pihak yang terlibat, kita mampu melahirkan generasiyang berdaya saing, berkeyakinan, berinovasi dan mampu mencipta sesuatuyang baru dengan kreatif melalui penerapan kemahiran berfikir aras tinggi.

RUJUKANAhmad Rafaai Ayudin. 2011. Keberkesanan Pengajaran Sejarah Terhadap

Matlamat Pembelajaran, Kesediaan Belajar, Kefahaman Konsep danPemikiran Sejarah. Tesis Phd yang tidak diterbitkan. Fakulti Pendidikan:Universiti Kebangsaan Malaysia.

Aini Hassan. 2008. Pengajaran dan Pembelajaran Sejarah di Sekolah: GuruSebagai Broker Ilmu Sejarah. Masalah Pendidikan. Jilid 21.

Chua, Y.P. 2009. Kaedah dan Statistik Penyelidikan: Statistik Penyelidikan LanjutanBuku 4. Kuala Lumpur: McGraw-Hill (Malaysia) Sdn. Bhd.

Creswell, J.W. 2002. Educational Research: Planning, Conducting, AndEvaluating Quantitative And Qualitative Research. Upper Saddle River,NJ: Merrill/Prentice Hall.

Fendler, L. 2003. Teacher Reflection in a Hall of Mirrors: Historical Influancesand Political Reverberations. Educational Researcher 32: 16-25.

Page 28: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

13Mohd Mahzan Awang, dkk.

Indrasiene, V., Suboc, V. & Penkauskiene, D. 2012. Teachers’ Attitude TowardThe Development of Critical Thinking During Lessons. ElectronicInternational Interdisciplinary Conference 434-438.

Jahaya Ahmad, Norain Md. Nor, Abdullah Abdul Wahab, Paneer Selvan, Tan EngHuat. 2000. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Melayu di SekolahKebangsaan. Jurnal Penyelidikan, MPSAH September: 62-67.

Jamil Ahmad. 2002. Pemupukan Budaya Penyelidikan di Kalangan Guru diSekolah: Satu Penilaian. Tesis Doktor Falsafah. Fakulti PendidikanUniversiti Kebangsaan Malaysia.

Janimah Suhaimi. 2011. Persepsi Guru Sejarah Terhadap Kesan Latihan Ikhtisasdari Aspek Kemahiran Pengajaran, Penggunaan Bahan Bantu Mengajardan Pengetahuan. Tesis Sarjana. Universiti Kebangsaan Malaysia.

Kanik, F. 2010. An Assesment of Teachers’ Conseptions of Critical Thinking andPractices for Critical Thinking Development at Seventh Grade Level.Tesis Ph.D. Middle East Technical University.

Mahmud Khusairi Abdullah. 2000. Pengajaran Sejarah, Persediaan Guru,Matlamat Pengajaran dan Sikap Guru. Tesis Sarjana. FakultiPendidikan. Universiti Sains Malaysia.

Muhyiddin Yassin. 2011. Perutusan Hari Guru 2011. Kementerian PelajaranMalaysia.

Page 29: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

14 Mohd Mahzan Awang, dkk.

Page 30: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

15Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

ABSTRAKGlobalisasi yang kini tengah melanda dunia membawa dampak penyerta, yaitudampat positif dan negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Padasatu sisi, kita dapat menyerap informasi atau berbagai kemajuan untukdimanfaatkan, dan pada sisi lain, membawa dampak kurang baik denganterjadinya ketergerusan nilai-nilai kehidupan. Individualistis menggeser budayagotong royong, hedonisme dan sekularisme mengakibatkan intoleransi terhadapkeberagaman etnis, budaya, agama dan lainnya. Dalam konteks pendidikanIPS, jika peserta didik tidak mampu memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai masyarakat, guru belum mampu menginspirasi peserta didik melalui desainpembelajaran inovatif; materi dan evaluasi yang belum berbasis pemikiran tingkattinggi (HOTS), tentu akan berakibat tergerusnya kehidupan budaya. Untuk itu,Pendidikan IPS haruslah dikembangkan, satu diantaranya, berdasarkan nilai-nilai melalui penggalian nilai religius Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan (1945-1949). Sebagai sumber pembelajaran Pendidikan IPS, proses transformasi nilaimelalui strategi lesson study yang menggali respons guru model, observer danpeserta didik dalam kerangka nation and character building.Kata-kata Kunci: Nilai religius, revolusi fisik, masyarakat dan budaya Banjar, danPendidikan IPS

NILAI RELIGIUS URANG BANJAR(Kajian Transformasi Nilai Kejuangan Periode

Revolusi Fisik 1945-1949 Sebagai Sumber Pembelajaran IPS)Ersis Warmansyah Abbas

[email protected]

[email protected]

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Lambung Mangkurat.

Page 31: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

16 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

I. PENDAHULUANDerasnya arus budaya global yang didukung teknologi informasi, media

cetak dan elektronik, berdampak terhadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai masyarakat Indonesia yang menimbulkan berbagai masalah kehidupan.Pada aspek sosial ekonomi telah mengakibatkan tumbuhnya jumlah kemiskinandan pengangguran; pada bidang sosial budaya berpengaruh terhadap nilai-nilai solidaritas sosial, seperti: sikap individualistik, materialistik, hedonistik, dansebaliknya memudarnya rasa kebersamaan, gotong royong, melemahnyatoleransi antaragama, menipisnya solidaritas antarsesama, dan pada akhirnyaterkikisnya rasa nasionalisme (Kemendiknas, 2010: 18-29).

Permasalahan sosial tersebut diperparah dengan kondisi obyektifpembelajaran Pendidikan IPS di Indonesia, Kalimantan Selatan khususnya.Pembelajaran Pendidikan IPS belum mampu memberikan dampak yang cukupsignifikan terhadap nation and character building sebagai instrumen strategisterhadap pembentukan jati diri bangsa sehingga mampu menjadikan bangsaini menjadi lebih unggul, mandiri dan kompetitif dalam persaingan global.

Penggambaran dampak globalisasi dan kondisi pembelajaranPendidikan IPS sangat paradoks dengan tujuan pendidikan nasional, yakni padaintinya berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan IPS sangat berpeluang terhadap pembentukan warganegara sebagaimana tujuan pendidikan nasional. Pendidikan IPS memilikipotensi untuk membekali peserta didik agar ia cakap dalam hidup dalamlingkungan sosialnya, baik dalam lingkungan lokal, regional maupun global.Pembelajaran Pendidikan IPS yang dikembangkan melalui expandingcommunity approach adalah sebuah upaya menggali potensi lokal (local wisdom)memiliki fungsi strategis terhadap pembentukan karakter bangsa.

Tujuan Pendidikan IPS menurut NCSS, (1994: 3):

Page 32: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

17Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

The primary purpose of social studies is to help young people develop theability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizensof a culturally diverse, democratic society in an interdependent world“.Tujuan tersebut sejalan dengan pandangan Schuncke (1988: 4-5):Social studies are concerned with the study of humans as they relate toeach other and the word, and with the processes they use to facilitate therelationship. Selanjutnya ditegaskan, bahwa social studies educationmemiliki tujuan yang begitu luas, yakni: (1) To help the individual knowabout the world in which he or she lives and will live in the future; (2) Tohelp the individual become an active citizen of the world.Menurut Gross, R.E. et al (1978: 3), agar tujuan Pendidikan IPS dapat

diwujudkan haruslah berbasis:The social studies are basic in social education, in preparing functioningcitizens with requisite knowledge, skills, and attitude that enable each togrow personally in living well with others, and in contributing to theongoingculture.Jarolimek (1977: 30) menjelaskan, pendidikan IPS memil iki

kemampuan untuk mengembangkan generasi muda dalam menghadapimasalah-masalah sosialnya. Menurut Sunal dan Haas (2005: 5) PendidikanIPS untuk menyiapkan generasi muda agar menjadi manusia yang berpikirrasional dan agar menjadi warga negara yang berpartisipatif di dunia yang salingketergantungan. Menurut Banks (1990: 3):

… helping students to develop the knowledge, skills, attitude, and valueneeded to participate in the civic life of their local communities, thenation, and the world. Ia menegaskan kembali bahwa tujuan utamasocial studies adalah .. to prepare citizen who can make reflectivedecision and participate successfully in the civic life of their communities,nation, and the world. Goals in four categories contribute to this majorgoal: (1) knowledge, (2) skills, (3) attitude and values, and (4) citizenaction (Banks, 1990: 4).Kesuksesan peserta didik dalam kehidupan sosialnya harus dimulai

dari kehidupan yang terdekat, yakni lingkungannya. Konsep ini dikembangkandalam penelitian ini melalui expanding community approach atau dalam konsepSunal dan Haas (2005: 3) “expanding environment” approach.

Page 33: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

18 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Dalam kaitan dan kandungan sebagaimana terpapar terdahulu,memberi penegasan bahwa kajian nilai-nilai sejarah dan sosial budayamasyarakat perlu dilakukan agar peserta didik tidak teralienasi darilingkungannya. Sejarah lokal Kalimantan Selatan, khususnya pada periodeRevolusi Fisik (1945-1949) menyimpan peristiwa heroik yang mendukung dalamproses pembentukan karakter bangsa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memfokuskankajiannya pada nilai kejuangan masyarakat Banjar pada aspek religius padaperiode Revolusi Fisik (1945-1949) dan menemukan relevansi dalam nilai budayaBanjar. Untuk memperkuat analisis, dijelaskan kondisi dan permasalahanpembelajaran Pendidikan IPS di Kalimantan Selatan serta analisis implementasipembelajaran Pendidikan IPS di Sekolah melalui strategi lesson study.

II. METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode sejarah dengan sumber sekunder

yang digali dari hasil-hasil penelitian para sejarawan dan akademisi. Untukmenggali nilai religius Urang Banjar pada konteks kehidupan masa kini denganmenggunakan metode etnografi. Perolehan datanya berdasarkan pengamatandan wawancara dengan orang-orang yang memahami konteks penelitian, sepertipara akademisi, tokoh masyarakat dan masyarakat Banjar pada umumnya.Pengamatan berupa perilaku masyarakat Banjar yang mencerminkan nilai-nilaikejuangan, baik pada nilai religius pada periode Revolusi Fisik (1945-1949)maupun dalam kehidupan masyarakat Banjar dalam konteks masa kini. Studidokumen melalui studi hasil penelitian, jurnal dan buku. Praksis pembelajaranberbasis nilai kejuangan dilakukan dengan strategi lesson study.

Teknik analisa data dilakukan secara kualitatif dengan caramengkategori, mengklasifikasi berdasarkan kaitannya secara logis dan kemudianmenafsirkan sesuai dengan permasalahan penelitian. Selanjutnya dijelaskanlangkah-langkah dalam analisa data berdasarkan model Miles and Huberman(1992: 20).

Page 34: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

19Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN3.1 Kondisi dan Permasalahan Pendidikan IPS di Kalimantan Selatan dalam Konteks Pendidikan Nilai dan Nilai-Nilai Lokal Kontekstual Masyarakat BanjarPembelajaran IPS dalam perspektif pendidikan nilai dan nilai-nilai lokal

kontekstual dalam masyarakat Banjar oleh guru-guru IPS belum optimal baikpada aspek tujuan, materi, strategi, termasuk pengembangan media dan sumbermaupun penilaian. Agak berbeda dengan beberapa sekolah yang menerapkanKurikulum 2013 yang mulai menampakkan desain pembelajaran dan prosespembelajaran yang ‘mengarah’ pada pendidikan nilai. Untuk itu perlu pemahamanaspek tujuan, materi, proses dan penilaian dalam kerangka kurikulum.

Langkah-langkah pengembangan kurikulum menurut Tyler (Yulaelawati,2004: 34) sangat dipengaruhi oleh empat langkah, diantaranya adalahmerumuskan tujuan pendidikan. Pada umumnya, guru-guru IPS dalammerumuskan tujuan belum mengintegrasikan pendidikan nilai dan nilai-nilailokal kontekstual pada masyarakat Banjar pada desain pembelajarannya (silabusdan RPP), seperti penggambaran nilai religius Urang Banjar. Desainpembelajaran hanya mengarah pada penggalian fakta dan konsep yangbahannya diambil dari konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora sehingga kurangbermakna dan pembelajaran cenderung membosankan.

Dalam mengembangkan materi, guru-guru IPS terbatas pada buku teks,belum optimal melakukan inovasi terhadap materi pembelajaran denganmengembangkan sumber belajar dari lingkungan sosial budaya dalam konteksaxpanding community approach. Pengembangan materi berbasis nilai lokal;sejarah lokal, periode Kolonial (1900-1942), Jepang (1943-1945) hinggamempertahankan Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) terabaikan. Begitu pula,dalam menggali potensi keunggulan lokal (local capital) dan pengetahuan lokal(local genius) atau local wisdom seperti “Pasar Terapung”, tambang danpenggosokan (pengrajin) intan di Martapura; Kota Martapura sebagai “KotaSantri”, “Kota Ulama” dan “Serambi Mekah”; Kota Rantau sebagai “Kota SerambiMadinah” untuk menggali nilai-nilai religius dan sebagainya.

Page 35: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

20 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Menurut Al Muchtar (2013: 141-142): “Pengembangan nilai dalamPendidikan IPS perlu secara sengaja nilai-nilai sosial dikembangkan dalamperencanaan, dan pengembangan nilai tidak dipandang sebagai nurturanteffect”. Pembelajaran IPS harus didesain dengan memuat sejumlah nilai, baikmelalui konten (materi), proses pembelajaran, dan penilaian.

Guru-guru Pendidikan IPS memahami pelajaran IPS sebagai pelajaranhafalan sehingga terjebak dalam verbalisme. Guru lebih banyak memberikaninformasi dibanding mengembangkan materi sebagai bahan diskusi yangmemberikan peluang terhadap internalisasi nilai. Metode ceramah dan mencatattampaknya masih menjadi kebiasaan guru IPS (Depdiknas, 2007: 6).

Hasil analisa tim peneliti Depdiknas (2007) didukung penelitianSuwarma Al Muchtar (2004), penyebab ketidakmampuan guru mengembangkanpembelajaran Pendidikan IPS dan kecenderungan guru memilih metodeceramah untuk mencapai target kurikulum yang berkaitan dengan model evaluasisarat konsep dan fakta dengan menggunakan pencil and paper test. Akibatnya,pembelajaran kurang memberi tantangan dan kurang makna bagi peserta didik.

Guru-guru IPS di Kalimantan Selatan, pada aspek proses belum optimalmelakukan inovasi pembelajaran dengan berbagai variasi pendekatan, model,metode dan media serta sumber belajar sehingga peserta didik tidak tertantang,tidak tumbuh rasa ingin tahunya, dan tidak terinspirasi. Pengembangkan modelinquiry dan problem based learning strategis untuk mengembangkankemampuan peserta didik dalam berfikir kritis atau HOTS (Higher OrderThingking Skill), serta nurturant effect berupa pembentukan sikap kerjasama,empati, mandiri, dan sikap saling menghargai (toleran) sebagai dampak daripembelajaran berdasarkan filosofi social contructivism Vygotsy (Poedjiadi, 2007).

Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar olehpendidik pada pasal 2, ayat 1 memaparkan bahwa penilaian hasil belajar olehpendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian otentik dan non-otentik. Penilaiannon-otentik umumnya dilakukan dalam format pilihan ganda, isian singkat, benar-salah dan menjodohkan. Format penilaian mengukur kemampuan aspekpengetahuan, sedangkan penilaian autentik menghendaki peserta didikmenampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan dalammelakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Hal ini sangat relevan denganhakekat dan tujuan Pendidikan IPS.

Page 36: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

21Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Pada aspek penilaian, guru-guru IPS belum mendesain secara optimalbentuk-bentuk penilaian mengacu kepada penilaian otentik (outhenticassessment). Penilaian berbasis pencil and paper test (product) masih dominanyang berakibat pembelajaran Pendidikan IPS kurang mendapat respons positifdan kurang bermakna (not meaningful learning).

Berdasarkan gambaran kondisi pembelajaran IPS tersebut, maka perlupengembangan materi IPS yang digali dari lingkungan sosial budaya terdekatpeserta didik, yakni masyarakat Banjar pada periode Revolusi Fisik (1945-1959)dalam upaya mempertahankan kemerdekaan di Tanah Banjar dengan menyorotiaspek religiusitas yang diwakili peran ulama.

3.2 Peran Ulama Banjar dalam Perjuangan Mempertahankan Proklamasi RI di Kalimantan Selatan Periode Revolusi Fisik (1945-1949)

3.2.1 Pasukan Berani Mati (PBM): Motivasi Perang JihadPBM dibentuk ulama dan tokoh, diantaranya Zafri Zamzam dan H. Amran

Abdullah melalui musyawarah dengan mengambil sikap menghadapi NICA: (a)Mensyahkan atau membenarkan perjuangan kemerdekaan sebagai suatukewajiban menjalankan syariat agama; (b) menghukum orang munafik terhadapperjuangan, yakni mereka yang memusuhi gerakan untuk memperolehkemerdekaan bangsa, terlebih-lebih terhadap mereka yang menindas gerakantersebut (Kodam X/Lambung Mangkurat, 1982: 118). Hasil musyawarah tersebutdisebarkan kepada kaum Muslimin diberbagai daerah seperti Banjarmasin,Martapura, Rantau, Kandangan, Barabai dan Amuntai.

Puncak hasil musyawarah, pada tanggal 23 September 1945, paraulama dan tokoh masyarakat Banjar berhasil membentuk PBM yang dipimpinoleh H. Hasbullah Yasin dari Alabio, dengan tujuan untuk merebut kemerdekaanRI dengan dukungan dari para ulama. Untuk tujuan tersebut PBM berkomunikasidan berkoordinasi dengan gerakan lain, seperti PRI dan BPRIK dalam menyerumasyarakat Banjar saling bahu membahu memperjuangkan danmempertahankan kemerdekaan RI di Tanah Banjar melalui khutbah Jumat ataupengajian-pengajian. Ungkapan motivasionalnya: “Sebagai seorang Islam (Mus-lim) memperjuangkan tanah air adalah sebuah kewajiban atau mutlak harusdilaksanakan, karena Al-Qur’an membenarkan dan mewajibkan hukumnya”.

Page 37: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

22 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Kegiatan lainnya yaitu dilakukan pengibaran bendera Merah Putih di Alabio,penyebaran pamflet-pamflet yang isinya mengajak kaum Muslimin untuk ikutberjuang merebut kemerdekaan (Gafuri, dkk. 1990: 116).

Keberanian H. Hasbullah berakibat pada kematian. Ia gugur sebagaisyuhada di tangan seorang pamong praja berpangkat ajun, ketika selesaiberwudhu akan mengerjakan sholat pada tanggal 26 Oktober 1945 di mukarumah beliau di Alabio (Nawawi, dkk., 1991: 2).

3.2.2 BPRK: Haji Hasbullah Yasin Memicu Semangat JuangPascaproklamasi dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta, hampir setiap

daerah di wilayah bekas Hindia Belanda melakukan gerakan politik yangbertujuan untuk tetap mempertahankan proklamasi RI. Di Kalimantan Selatan,masyarakat Banjar mewujudkan nasionalism dan patriotisme, satu diantaranya,membentuk organisasi diawal kemerdekaan, yakni BPRK. BPRK dibentuk 19Oktober 1945 atas prakarsa Persatuan Rakyat Indonesia (PRI) yang berundingpad 16-19 Oktober 1945 dan diketuai A. Ruslan.

Program utama BPRK: (1) merealisasikan pemerintah RI di Banjarmasin,(2) mencari dan mengusahakan alat-alat perang terutama senjata peninggalanJepang, (3) menyebarkan pamflet-pamflet yang isinya menentang kehadiranNICA, (4) mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI, (5) membangkitkan rasapermusuhan di kalangan rakyat terhadap NICA dan pendukung-pendukungnya.

Anggota BPRK para pemuda dan bekas Heiho. Susunan organisasiterdiri dari Dewan Penasehat, Markas Besar, Badan Pertahanan dan TenagaPimpinan Kelasykaran, Badan Kontak dan Perlengkapan (Gafuri, dkk. 1990:106).

Aktivitas para pemuda BPRK menimbulkan kecurigaan NICA. Parapemuda pun mendapatkan perlakuan kejam, tindakan-tindakan keras bahkansampai menghilangkan nyawa. Penembakan tokoh PBM, H. Hasbullah Yasintelah memicu para pemuda BPRK untuk bertindak lebih tegas terhadap NICA.Beberapa tindakan yang dilakukan yakni melakukan penyerangan pos polisiNICA dan berhasil merampas beberapa senjata Karabijn. Peristiwa penembakanH. Hasbullah di Alabio juga menjadi pemicu pemberontakan di Banjarmasinpada tanggal 9 November 1945 dan terjadinya penghadangan dimana-dimana,seperti di Banua Padang Rantau, dimana sekelompok pejuang berhasilmenghancurkan mobil milik NICA (Gafuri, dkk. 1990: 106).

Page 38: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

23Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Pengorbanan H. Hasbullah Yasin memicu perlawanan masyarakatBanjar, khususnya para pejuang di Banjarmasin ditandai dengan peristiwa 9November 1945. Keberadaan para ulama, termasuk H. Hasbullah Yasin di tengah-tengah perjuangan masyarakat Banjar cukup signifikan dan strategis dalamperlawanan terhadap Belanda/NICA. Nilai-nilai religius yang diemban para ulamatelah mampu ‘menghipnotis’ masyarakat Banjar untuk tetap mempertahankanproklamasi kemerdekaan RI di Kalimantan Selatan. Semangat Jihad adalahdiantara ideologi yang menjadi pegangan para pejuang sehingga mati seakanmenjadi tujuan para pejuang ketika harus berhadapan dengan tentara NICA.

Perlakuan penjajah sebagaimana sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai keadilan sebagai hak-hak asasi manusia. Hak-hak individu yang paling asasi dirampas. Tidak ada kebebasan berserikat, tidakada kebebasan mengeluarkan pendapat dan memeluk agama secara utuh.Kondisi tersebut tentu tidak bisa dibiarkan terus berlangsung dan menghantuikehidupan masyarakat. Keputusan masyarakat Banjar melakukan perlawanansangat tepat yang berarti mempertahankan hak yang diberikan Allah SWT.

3.3 Nilai Religius Urang Banjar pada Periode Revolusi Fisik (1945-1949)Nilai religius dapat dimaknai sebagai segala pikiran, perkataan, dan

tindakan seseorang yang diupayakan selalu didasarkan nilai-nilai ketuhanandan/atau ajaran agama (Aqib dan Sujak, 2011: 7). Dalam konteks penelitian ini,nilai-nilai religius masyarakat Banjar periode Revolusi Fisik (1945-1949)diantaranya menunjukkan dasar perjuangan dan bagaimana peran ulamasebagai tokoh yang berpengaruh selama revolusi berlangsung.

Masyarakat Banjar pada periode Revolusi Fisik (1945-1949) melakukanberbagai upaya untuk tetap mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, baikperlawanan bersenjata, organisasi sosial, dan partai politik. Nilai-nilai religiusmenjadi karakteristik perjuangan dan ulama menggunakan simbol-simbolagama Islam sebagai pengelora semangat, dan fatwa syahid bagi korban perang.Perang melawan penjajahan wajib hukumnya.

Nilai-nilai religius masyarakat Banjar tertulis dalam buku: Pegustiandan Temenggung: Akar Sosial, Politik, Etnis dan Dinasti, Perlawanan di KalimantanSelatan dan Tengah (1959-1906), disertasi Helius Sjamsuddin (2001: 476): “Rasakeagamaan dengan semangat sabilillah terhadap orang kafir kulit putihditampilkan dan ini menjadi ideologi yang amat kuat selama perang”.

Page 39: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

24 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Semangat juang masyarakat Banjar tercermin dalam pekik Allahu Akbardikomandoi pimpinan perang menjelang penyerangan terhadap militer Belandadengan semangat berani mati, rela berkorban. Pernyataan Pangeran Antasari,sebagai pimpinan perang: haram manyarah, waja sampai kaputing. Semboyantersebut relevan dengan masyarakat Banjar hingga kini. Nilai-nilai Islam menjadibasis perjuangan karena tertanam sanubari Urang Banjar.

Nilai religius, misalnya ditanamkan para ulama terhadap para pejuangPBM dengan tujuan untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Para ulamamengajak masyarakat Banjar bahu membahu mempertahankan kemerdekaan diTanah Banjar melalui khutbah Jumat atau melalui pengajian-pengajian. Kalimatpenegas pada setiap khutbah “bahwa seorang Islam (Muslim) makamemperjuangkan tanah air adalah kewajiban atau mutlak harus dilaksanakan, karenaAlquran membenarkan dan mewajibkan hukumnya (Gafuri, dkk., 1990: 116).

Selain Haji Hasbulllah, maka Tuan Guru Gazali yang menjabat sebagaiQadi Rantau, membuat keputusan berpengaruh terhadap sikap perjuanganmasyarakat Banjar ketika memutuskan Saudara Tasan dan A. Panyi sebagaikorban peristiwa “9 November” sebagai syuhada. Keputusan itu sangatberpengaruh terhadap masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya para pejuangdalam merebut kemerdekaan dari NICA, hal ini juga sangat didukung olehmayoritas penduduk Banjar adalah Islam (Noor, 1989: 97-108). MasyarakatBanjar periode Revolusi Fisik (1945-1949), menyadari bahwa memperjuangkanTanah Banjar dari penjajah Belanda wajib hukumnya berdasarkan hukum Islam.

Sikap para ulama terhadap dukungannya terhadap perjuangan telahmemberikan ‘darah segar’ bagi para pejuang, hingga ia tidak pernah mundurdalam setiap pertempuran. Hal ini sebagaimana tercermin kisah heroik peristiwa“9 November” di Banjarmasin, yakni sekelompok orang bersenjata melakukanpenyerangan beberapa pos NICA di benteng Tatas.

Uraian tentang nilai religius dalam perjuangan masyarakat Banjar padaperiode Revolusi Fisik (1945-1949) sangat potensial dijadikan sumber kajianrevitalisasi pembelajaran Pendidikan IPS. Gambaran materi Pendidikan IPSberdasarkan beberapa hasil penelitian belum menunjukkan pengembanganmateri Pendidikan IPS berbasis nilai-nilai lokal secara optimal. Karena itu, uraiannilai religius masyarakat Banjar pada periode Revolusi Fisik menjadi strategisdalam pengembangan materi dan lebih bermakna bagi peserta didik.

Page 40: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

25Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Nilai-nilai religius dalam perjuangan masyarakat Banjar pada periodeRevolusi Fisik merupakan nilai-nilai utama sebagai sumber kajian revitalisasipembelajaran IPS. Untuk mencapai kebermaknaan dan efektivitas dalampengembangan pembelajaran IPS, maka penggalian nilai-nilai religiusmasyarakat Banjar pada periode Revolusi Fisik menjadi hal yang mutlak.

Skema nilai-nilai religius sebagaimana tampak pada berikut:Gambar1

Nilai-Nilai Religius Masayarakat Banjar

Page 41: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

26 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

3.4 Nilai Religius Urang Banjar dalam Konteks Kehidupan Masa Kini danRelevansinya dengan Nilai Budaya Banjar

Nilai-nilai kejuangan masyarakat Banjar pada aspek religius padaperiode Revolusi Fisik (1945-1949) dengan kajian yang bersifat historis dalamkonteks ke-IPS-an lebih bermakna dengan kajian etnografis untuk menggalinilai-nilai religiusnya dalam konteks kehidupan masa kini. Nilai-nilai religiustersebut terlihat di antaranya:

1. Penghormatan masyarakat Banjar terhadap ulama ditandai denganadanya foto ulama-ulama seperti foto Syekh Muhammad Arsyad alBanjary dan K.H. Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) dan ulama lainnyadipajang di rumah-rumah pribadi, kantor, warung dan hotel,semangat menghadiri pengajian, dan semangat mengunjungikuburan para ulama atau ziarah kubur dan peringatan haul;

2. Semangat membangun rumah ibadah (masjid dan musala)tercermin dari semangat menjadikan “Banjarmasin Kota SeribuMasjid”;

3. Rutinitas ‘bahandil yasin’ atau yasinan bahandil qurban; dan bahandilmaulud;

4. Semangat membangun pendidikan Islam sejak dari TamanPendidikan Alquran (TPA) sampai pada pondok pesantren danmadrasah (MI/MTs/MA); dan

5. Semangat menunaikan ibadah haji dan umroh.

Nilai-nilai religius pada revolusi fisik (1945-1949) tercermin darimenjadikan Islam landasan perjuangan untuk melawan penjajah (Sekutu danNICA) dalam konteks jihad fisabilillah dengan simbol-simbol Islam, seperti: pekikAllahuakbar, ritual, dan jimat bertuliskan Arab yang diyakini memiliki kekuatangaib sehingga tahan benda tajam dan peluru; kewajiban mempertahankan tanahair dari tangan penjajah (‘orang kafir’); sikap kepatuhan dan menghargai anjuranpara ulama, maka dalam konteks kehidupan masa kini, nilai religius tersebutmuncul dalam bentuk ketaatan pada agama, penghormatan terhadap paraulama, sikap masyarakat dalam bermuamalat, khususnya pada aspek politik,ekonomi dan budaya, terutama pada aspek pendidikan.

Nilai religius masyarakat Banjar, sebagai penganut agama yang taatdan menghormati ulama tampak dalam kehidupan sehari-hari Urang Banjar.Diantaranya semangat membangun tempat ibadah, mendirikan sekolah-sekolah

Page 42: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

27Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Islam, semangat menitipkan putra-putri mereka pada sekolah-sekolah Islam,semangat membina anak-anak yatim dan yatim piatu serta fakir miskin melaluilembaga sosial seperti panti asuhan dan lembaga sosial lainnya seperti “DhuafaTersenyum”, “Graha Yatim dan Tahfidzul Quran”, semangat bersedekah,semangat menghadiri setiap pengajian oleh seorang Tuan Guru, semangatziarah kubur para ulama dan penghormatan terhadap ulama.

Pernyataan Husaini (wawancara, 5 Juli 2015 di Banjarbaru) tentanglatar belakang pendirian “Graha Yatim dan Tahfidzul Quran” Kota Banjarbaru:

Suatu ketika, H. Husaini bisnis property mengalami kendala sehinggadi ambang kerugian. Sebagai seseorang yang berbisnis sejak remaja,Husaini siap menghadapi dan berkonsultasi dengan guru spiritualnya.Atas berkat dan ridho Allah SWT, usaha normal dan menguntungkan.Sebagai rasa syukurnya, Husaini membangun “Graha Yatim danTahfidzul Quran” yang diberi nama “Graha Rumah Yatim dan TahfidzulQuran Darul Aitam Habib Abu Bakar Hasan Attos Azzabidi”.Uraian di atas sebagai refleksi, bahwa nilai religius berupa kecintaan

terhadap ulama (Habib Abu Bakar Hasan Attos Azzabidi) dan semangatbersedekah sebagai nilai solidaritas dan gotong royong, dalam konteks nilaibudaya Banjar disebut gasan sangu bulik, dipraktikkan Husaini sebagai seorangBanjar. Nilai budaya Banjar tersebut terungkap dalam kalimat “gasan sangubulik”; nilai budaya yang menjadikan Urang Banjar dermawan dalam mendirikanrumah ibadah, pendidikan Islam dan menyantuni anak yatim.

Kecintaan masyarakat Banjar terhadap ulama tampak ketikamenghadiri pengajian. Guru terkenal, Guru Sekumpul, Guru Bakri, dan GuruBakhit pengajiannya ‘dibanjiri’ jamaah sebagaimana penuturan Mahat(wawancara, 17 Agustus 2014 di Banjarbaru):

Masyarakat Amuntai memiliki tradisi meramaikan majelis ta’lim,menghadiri pengajian di musala-musala dan masjid-masjid. Guru (Kiai)yang saat ini menjadi favorit masyarakat Amuntai dan Hulu Sungaiumumnya yaitu, Guru Bakhit. Kami menyukainya karena tegas dalammenyampaikan ‘perkara’ (masalah fiqih). Nama pengajian beliau NurulMuhibbin, jadwal pengajian di Paringin setiap hari Selasa setelah salatMagrib sampai setelah Isya yang dihadiri lebih 500 jamaah laki-lakidan perempuan. Guru Bakhit selalu mengingat agar hidup senantiasamengingat mati dengan istilah lokal sadang-sadang. Maksudnya sudah

Page 43: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

28 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Suasana Majelis Ta’lim (pengajian) Guru Bakhit yang dihadiri ribuan masyarakat darisemua elemen (Sumber: https://www.google.co.id/search?q=foto+guru+bakhiet&biw.

diakses tanggal 2 september 2014)

cukup kita hidup dengan kesibukan dunia, saatnya lebih berkonsentrasidalam ibadah mengingat umur sudah semakin tua

Majelis ta’lim di Kalimantan Selatan tahun 2009 berjumlah 2.199 danmenurut Nurmilawati (Wawancara, 27 Januari 2015 di Banjarmasin), jumlahnya3.000 dengan group maulid habsyi. Kegiatan ceramah Tuan Guru, khususnyaperingatan maulid dan isra’ mi’raj nabi Muhammad SAW diiringi group maulidhabsyi yang intinya pembacaan syair-syair yang menceritakan riwayat Rasulullahdiiringi alat musik terbang. Group maulid habsyi dan majelis ta’lim di KalimantanSelatan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Gambar 2.Majlis Ta’lim Guru Bakhit

Page 44: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

29Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Nilai-nilai religius masyarakat Banjar tidak hanya tampak dalamkaitannya dengan menghormati agama, tetapi juga dalam semangatmembangun pendidikan Islam seperti Taman Kanak-kanak/Pendidikan Alquran(TK/TPA). Tahun 2014 santri TK/TPA diwisuda 11.892 santri/santriwati sehinggatotal alumni sejak berdirinya TK/TPA Da’watul Khair 14 Agustus 1989 hingga2014 adalah 121.273 santri/santriwati yang dibimbing 16.273 ustaz/ustadzah.Tahun 2014 140.000 santri/santriwati dari 2.567 unit di Kalimantan Selatan(Wawancara, Ahmad Rizqon, 3 Februari 2015 di Banjarmasin). Disamping TK/TPA binaan LPPTKA BKPRMI, ada pembinaan pendidikan Alquran oleh KanwilKementerian Agama. Tahun 2009, jumlah TPQ (Taman Pendidikan Al Quran)sebanyak 1864, TKQ (Taman Kanak-kanak Al Quran) sebanyak 791 dan TPSQ(Taman Pendidikan Seni Al Quran) sebanyak 12, secara rinci data per kabupatendan kota sebagaimana tergambar pada tabel berikut:

N0 Kabupaten/Kota Majelis Ta’lim Group Habsyi

1 Banjarmasin 220 1142 Banjarbaru 58 1303 Banjar 245 2064 Barito Kuala 35 1285 Tanah Laut 210 1436 Tapin 189 1357 Hulu Sungai Selatan 364 268 Hulu Sungai Tengah 249 819 Hulu Sungai Utara 264 16710 Balangan 147 6811 Tabalong 166 1412 Tanah Bumbu 44 24213 Kotabaru 52 197

Jumlah 2.199 1.331

Tabel 1.Majelis Ta’lim dan Group Maulid Habsyi Kalimantan Selatan Tahun 2009

Page 45: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

30 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Tabel 2.Pendidikan Alquran di Kalimantan Selatan Binaan Departemen Agama

Gambaran religiusitas masyarakat Banjar tergambar dengan semangatmembangun pondok pesantren sebagaimana tampak pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3Keadaan Pesantren di Kalimantan Selatan Tahun 2014

N0 Kabupaten/Kota TPQ TKQ1 Banjarmasin 89 187 62 Banjarbaru 66 96 -3 Banjar 133 71 54 Barito Kuala - 212 -5 Tanah Laut 178 76 16 Tapin 99 69 -7 Hulu Sungai Selatan 364 223 -8 Hulu Sungai Tengah 242 156 -9 Hulu Sungai Utara 143 56 -10 Balangan 113 - -11 Tabalong 138 79 -12 Tanah Bumbu 77 104 -13 Kotabaru 101 7 - Jumlah 1.864 791 12

Jenis Pendidikan Al-Qu’an

TPSQ

N0 Kabupaten/KotaSalafiah Khalafiah

1 Banjarmasin 5 2 0 02 Banjarbaru 5 9 0 33 Banjar 34 10 2 34 Barito Kuala 11 7 0 05 Tanah Laut 11 10 1 06 Tapin 9 4 2 07 Hulu Sungai Selatan 14 8 0 18 Hulu Sungai Tengah 23 0 0 09 Hulu Sungai Utara 11 16 0 110 Balangan 9 0 0 011 Tabalong 10 0 1 012 Tanah Bumbu 9 0 3 013 Kotabaru 15 0 0 0 Jumlah 167 66 9 7

Jenis PesantrenKombinasi Tahfiz

Quran

Page 46: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

31Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Semangat urang Banjar dalam menunaikan ibadah haji dan umrahsebuah indikasi nilai religius. Untuk menggambarkan semangat (ghiroh)masyarakat Banjar dalam menunaikan ibadah haji dan umrah akan diuraikansecara kuantitatif. Menurut penuturan Nofirman dan Faizal (wawancara, 21 April2015 di Banjarmasin) tentang beberapa hal yang berkaitan dengan jamaah hajisebagaimana diuraikan sebagai berikut:

Saat ini daftar tunggu jamaah haji Kalimantan Selatan 24 tahun dariperhitungan, jumlah penduduk Muslim dibagi quota haji (1/1.000).Penduduk beragama Islam Kalimantan Selatan 3,5 juta dengan quota3.050 orang per tahun, 3.025 jamaah dan 25 petugas haji sejak tahun2005. Sebelum sistem quota provinsi diberlakukan, jamaah hajiKalimantan Selatan mencapai 7000 (1987), tidak pernah kurang dari4000 jamaah sejak sebelum tahun 2006.Karena sulitnya quota haji Urang Banjar banyak melakukan umroh.

Tahun 2012 peserta umroh 12.267 jamaah, tahun 2013 menjadi 15.536 jamaahdan tahun 2014 (13.176) karena kondisi ekonomi, khususnya bisnis batubarasedang lesu (Kemenag Provinsi Kalimantan Selatan, 2014). Travel umroh danhaji khusus hingga tahun 2015 berjumlah 60 travel, 32 terdaftar pada kantorKemenag. Gambaran masyarakat Banjar dalam menunaikan haji dan umrohmemiliki signifikansi terhadap sikap beragama sebagaimana penelitianMuhaimin (2011) bahwa berbagai usaha (bisnis) di antara motivasinya adalahuntuk menunaikan ibadah haji sebagai bentuk nilai religiusitasnya.

Kota Seribu Menara atau Seribu Masjid di Banjarmasin dijadikanmasyarakat Banjar sebagai citra. Indikasi utamanya jumlah masjid dan musalayang sangat banyak. Hingga tahun 2010, Kalimantan Selatan, memiliki sekitar7.000 musala dan 2.368 masjid (Banjarmasin Post, 6 Mei 2014 dan KemenagProvinsi Kalimantan Selatan, 2009).

Gambaran masyarakat Banjar sebagai masyarakat religius yang telahterbentuk sejak periode Revolusi Fisik, bahkan awal-awal kehadiran BangsaBelanda (1800-an), dikenal sebagai zuid-en Ooster afdeeliong van Borneo,termasuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah sekarang. Hal tersebutberubah dinamis menjadi pusat-pusat Islam sebagaimana dikenal sebagai“Banjarmasin Kota Seribu Menara”, “Martapura Kota Santri”, “Martapura KotaUlama”, dan “Tapin Serambi Madinah”. Hal tersebut didukung, kebiasaan

Page 47: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

32 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

pengurus musala dan masjid, sebelum dan sesudah adzan, khususnyamenjelang Magrib dan Subuh didahului lantunan kaset zikir atau ceramahdengan maksud mengingatkan waktu salat.

Kabupaten Banjar, tepatnya di Kota Martapura dikenal sebagai “KotaSerambi Mekah”. Martapura ”melahirkan” ulama yang tersebar ke seluruhKalimantan Selatan, bahkan mancanegara, diantaranya Syekh MuhammadArsyad al Banjary, cikal bakal ulama-ulama Banjar hingga KH. Zaini Gani (GuruSekumpul). Ulama lainnya, KH, Akhmad Bakri, KH. Ahmad Juhdi, KH. MasdarUmar, KH. Muaz, dan sebagainya (Mirhan, 2014: 114). Ulama berhasilmembangun Kota Martapura sebagai “Kota Santri” dan “Kota Ulama”.

Jika Kota Martapura dikenal sebagai “Kota Serambi Mekah” KotaRantau di Kabupaten Tapin terkenal sebagai “Kota Serambi Madinah”. Menuruttokoh masyarakat Tapin, Akhmad Gazali (80 tahun):

Istilah Tapin sebagai “Kota Serambi Medinah” popular pada masa BupatiIdis Nurdin Halidi. Beberapa indikasi Tapin sebagai “Kota SerambiMadinah” yaitu terdapat puluhan pengajian yang dipimpin oleh para‘Tuan Guru’ yang pada umumnya alumni Pondok Pesantren

Gambar 3.Monumen bertuliskan “Serambi Madinah” di Kota Rantau Kabupaten Tapin

(Sumber: dokumen pribadi, foto diambil tanggal 9 Agustus 2014)

Page 48: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

33Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Darussalam Martapura Kabupaten Banjar dan beberapa orangdiantaranya alumni beberapa universitas di luar negeri seperti dari Mekah,Madinah, Yaman dan Mesir. Tahun 2014, banyak tempat pengajian diKabupaten Tapin. Ulama terkenal dari Kabupaten Tapin dari DatuSanggul (1703-1772 M) hingga KH. Zakaria (1946-2006), sebagaimanatelah saya uraikan dalam buku “Tapin Bertabur Ulama” (2007).Tapin sebagai “Kota Serambi Madinah” dijelaskan Hermansyah (45

tahun) yang berprofesi sebagai PNS Kemenag Kabupaten Tapin:Saya tidak tahu pasti bagaimana latar belakang masyarakat Tapinkhususnya para elite politik Tapin menyematkan Tapin sebagai “KotaSerambi Madinah”. Tapin memiliki banyak ulama yang dikenal dengandatuk, beberapa diantara adalah Datuk Sanggul, Datuk Muning, DatukSuban dan Datuk Nuraya. Dulu, kuburan para datuk ini seakan-akantidak menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah, tapi saat ini telahdilakukan pemugaran dan dikunjungi masyarakat Tapin dan luar Tapinsehingga seakan menjadi daya tarik wisata bagi daerah ini. Sedangkanhal lainnya adalah hampir setiap desa memiliki majelis ta’lim, memilikikelompok Maulid Habsyi, tradisi safari Jumat oleh Bupati, Baayun Mulud,dan peringatan Hari Besar Islam, seperti: Hari Kelahiran Nabi (Maulid),Perjalanan nabi ke sidrathul muntaha (Isro’mi’roj), dan Tahun Baru Islam(Wawancara, 20 Januari 2015 di Banjarmasin).Penghormatan kepada ulama memiliki dasar hukum dalam Islam,

sebagaimana dikutip dari Abu Umamah Al-Bahili Ra., Rasululllah SAW bersabda:“Keutamaan seorang alim dari seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaankudari orang yang paling rendah di antara kalian”. Beliau melanjutkan sabdanya:“Sesungguhnya Allah SWT, Malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi, bahkansemut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakanuntuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (HR. At Tirmizi).

Hadist tersebut mengandung beberapa faedah: (a) Anjuran untukmelakukan sesuatu yang bermanfaat secara umum, baik bagi dirinya maupunbagi orang lain; (b) Menuntut ilmu yang wajib lebih utama daripada ibadahsunnah, karena manfaat ibadah terbatas hanya untuk dirinya sendiri, sementaramanfaat ilmu meliputi dirinya dan juga orang lain; (c) Anjuran untuk menghormatipara ulama dan penuntut ilmu serta mendoakan mereka (dr. Mustafa Sa’id Al-

Page 49: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

34 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyadis Salihina, Juz 2. 1407 H/1987 M: 954-955 dalam 286 Nursalim (eds.) 2012: 286).

Membaca surah yasin atau “yasinan bergilir” (bahandil) dilakukan dihampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan sebagai indikasi sikap religious.Berdasarkan wawancara dengan Karyono Ibnu Ahmad (5 Juni 2014 diBanjarmasin) dan pengamatan peneliti, selama berdomisili di KalimantanSelatan sejak tahun 1993, tradisi “yasinan bergilir” bertujuan untuk mempereratsilaturahmi antarmasyarakat; meningkatkan rutinitas ibadah untuk mendekatkandiri pada Allah dalam konteks hablumminallah dan hablumminannas. Dalamtradisi Yasinan, tidak selalu membaca surah yasin dan tahlil, namun adakalanyadigabung dengan acara doa haul atau “doa selamatan” lainnya. Beberapakelompok “Yasinan Bergilir” juga menjadwalkan kegiatan ceramah untukmenambah pengetahuan tentang berbagai permasalahan agama, mulai daripersoalan bahasa Arab, fiqih, tafsir dan tasawuf.

Tiga contoh penggambaran kelompok Yasinan (bahandil), yaitu (a)“Kelompok Yasinan Warga Kompleks Mustika Graha Asri” Kota Banjarbaru; (b)“Kelompok Yasinan Warga Kompleks Perumnas Blok 4 Jalan Cemara Raya”Kayu Tangi Banjarmasin; dan (c) Kelompok Yasinan di desa Pemangkih(Kabupaten Hulu Sungai Tengah). Kelompok Yasinan Warga Kompleks MustikaGraha Asri Banjarbaru menjadwalkan kegiatan Yasinan dua kali dalam sebulan.Minggu kedua dilaksanakan di rumah warga dengan inti kegiatan membacaSurah Yasin, salawat nabi, dan tahlil dan ditutup dengan doa. Setelah berdoadilanjutkan dengan menikmati hidangan yang disediakan oleh tuan rumah yangdananya sebagian dari iuran anggota yang ditetapkan sejumlah Rp.10.000/bulan.Minggu keempat dilaksanakan di musala dengan menghadirkan penceramahtetap, yaitu KH. Zarkasi Hasybi (pimpinan Ponpes Darul Hijrah Putera MartapuraKabupaten Banjar). Materi ceramah tentang ibadah, akhlak, muamalah danfiqih (wawancara Latif Untung Taryono, 2 Juli 2014 di Banjarbaru).

“Kelompok Yasinan Warga Kompleks Perumnas Blok IV RT 21Banjarmasin” melaksanakan Yasinan setiap Kamis malam. Membaca surahYasin, salawat dan tahlil, juga diisi dengan ceramah. Penceramah dari kalangansendiri yang dianggap memiliki pengetahuan tentang agama. Adapun biayakonsumsi pada kegiatan tersebut diperoleh dari iuran warga sebesar Rp. 5000,-/bulan sehingga setiap kegiatan terkumpul sekitar Rp. 125.000,00.

Page 50: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

35Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

‘Kehausan’ masyarakat Banjar akan ilmu agama maka dijadwalkanceramah agama di Masjid Darul Hikmah setelah salat Maghrib hingga salatIsya. Penceramah tuan guru terjadwal setiap Minggu pagi diisi oleh Guru Zulkifli.Kelompok pengajian untuk ibu-ibu setiap hari Senin malam setelah salat Magribhingga Isya di rumah-rumah warga. Pengajian (ceramah agama) setiap hariJumat sore membaca surah yasin dan ceramah agama (wawancara, Randu,tanggal 10 Desember 2014 di Banjarmasin).

Di desa Pemangkih, memiliki tradisi yang agak unik dalam hal bahandilyasinan. Kegiatan Bahandil yasinan dilaksanakan setiap Kamis malam secarabergantian dari rumah-ke rumah (bahandil). Setiap orang mengumpulkan uangRp 3.000,00 untuk membantu tuan rumah menyiapkan konsumsi. Kegiatantersebut dihadiri anak-anak dengan usia sekolah dasar (SD) sekitar 100 orang,sedangkan guru dan orang tua yang mendampingi tidak lebih dari sepuluh orang.Juga diselenggarakan pengajian setiap malam Sabtu yang dihadiri sekitar 500orang dan ada pula pengajian dengan 500 peserta (wawancara, Sahran, 28November 2014 di Pemangkih).

Kaitannya dengan karakter masyarakat Banjar sebagai etnis ‘ringantangan’ bersedekah sebagaimana yang telah dijelaskan Hasan (2007: 30-31):

Masyarakat Banjar sudah sejak lama mempraktikkan bentuk transaksijual beli, perjanjian dagang, sewa menyewa, gadai dan lain-lain denganberlandaskan syariat Islam, termasuk kebiasaan orang Banjarmelaksanakan kewajiban dan sunnah (muakkadah) nabi, yaitu: zakat,infaq, hibah, wasiat, dan warisan. Hal yang terakhir ini secara sosiologismemberi dampak yang cukup signifikan. Sebagian masyarakat, baikpenduduk pribumi maupun pendatang memanfaatkan ‘kebaikan hati’Urang Banjar meminta infak. Masyarakat Banjar tidak merasa haltersebut sebagai ‘keganjilan’, mungkin karena ulama mendakwakanpentingnya berinfaq, sehingga berinfaq menjadi bagian hidup.Penggambaran aspek religius pada aspek ekonomi juga tampak dalam

nilai budaya Banjar. Hal ini tercermin pada ungkapan bahasa Banjar “Kadapapadiacan rugi asal diasam untung”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebutadalah bahwa urang Banjar tidak semata mencari keuntungan ketika berdagang,ada nilai ibadah yang diyakini yang sekaligus sebagai motivasi agar lebih cangkalbausaha (wawancara, Rustam Effendi, Juli 2014 di Banjarmasin).

Page 51: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

36 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Ungkapan tersebut dapat dimaknai bahwa masyarakat Banjar dalammemenuhi kebutuhan hidupnya (khususnya berbisnis) tidak mengutamakankeuntungan. Hal ini bukan berarti tidak mau untung, tetapi keuntungan bukanlahsatu-satunya tujuan. Kesimpulan penelitian Muhaimin (2011: 292):

Alabio, yang merupakan salah satu sub etnis Banjar di KalimantanSelatan telah berhasil dalam berbisnis karena beberapa faktor, yakni:(1) faktor agama, yakni memiliki ilmu dagang sesuai aturan agama,melaksanakan akad dalam bertransaksi, mengusahakan bisnis yanghalal, melaksanakan ibadah salat lima waktu, menjauhi r iba,mengeluarkan zakat, infak dan sedekah serta dorongan berhaji; (2)faktor etika, berupa sikap jujur, ramah, bersaing secara sehat, danmemperlakukan karyawan secara baik; (3) faktor sosial budaya, yaitu:faktor kekerabatan, faktor kerja keras (cangkal), hemat dan menabung,hidup sederhana, dan budaya merantau; (4) faktor ekonomi, berupa:modal usaha yang cukup, pengalaman/keahlian, dan manajemenkeuangan yang baik (apik); (5) faktor psikologis, yakni: adanya komitmen,sabar dan pantang menyerah, inovatif, dan keberanian mengambil risiko.Penggambaran hasil penelitian Muhaimin (2011) tersebut memberi

penegasan bahwa banyak faktor yang membuat urang Alabio sukses berbisnis.Hasil penelitian menggambarkan, Urang Banjar (Alabio) tidak mengutamakankeuntungan (business oriented) semata, tidak abai mengeluarkan zakat, berinfakdan bersedekah. Logika matematisnya bahwa mengeluarkan uang (sebagiandari keuntungan) untuk keperluan sosial akan mengurangi laba. Hal ini bukanmerupakan faktor penentu keberhasilan urang Banjar.

Harapan tentang kehidupan yang diberkati (oleh Allah, Tuhan yangMaha Esa), sejahtera dan berkarisma telah menjadi harapan oleh para elitemasyarakat Kabupaten Banjar. Beberapa slogan, dan ungkapan itu tercermin didalam beberapa hal, seperti: Slogan “Barakat” sebagai simbol kabupaten,memasyarakatkan ungkapan “Baiman, Bauntung, Batuah”, mengeluarkan perda-perda yang untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam, terlepas berbagaikontroversialnya, seperti: (a) Perda tentang Jumat Khusuk; (b) Perda tentangRamadhan; (c) Perda tentang Zakat; (d) Perda tentang Khatam Quran; (e)Perda tentang “penulisan huruf Arab Melayu pada papan nama kantor-kantor

Page 52: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

37Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

pemerintahan, gedung-gedung umum dan nama jalan” (f) Surat Edaran Bupatitentang anjuran bagi PNS wanita Muslim untuk berjilbab (Abbas, 2013: 126).

Slogan “Barakat” oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar diartikansebagai “berkat” yaitu mengharapkan berkat Allah SWT. Kehidupan masyarakat,pada aspek politik, ekonomi dan budaya senantiasa mendapat berkat dari AllahSWT agar mendapat keselamatan dunia dan akhirat. Hal tersebut diperkuatslogan: “Baiman, bauntung dan batuah”. Menurut Abdul Djebar Hapip(Wawancara, 2 Agustus 2014 di Banjarmasin): “Dulu, ketika seorang ibu inginmenidurkan putra-putrinya, maka selalu dinyanyikan, “tidurlah anakku yangbaiman”, dan “tidurlah anakku yang bauntung”, menggambarkan harapanseorang ibu agar setelah anaknya dewasa beriman kepada Allah SWT danhidup sejahtera”.

Baiman, Bauntung dan Batuah merupakan filosofi hidup yangdiharapkan urang Banjar, demikian penegasan Sarbaini (wawancara, 6September 2014, di Banjarmasin).

Selaras dengan Jumadi, Ia menjelaskan bahwa masyarakat Banjarpada masa lampau dan masih ada juga sebagian pada masa sekarang, ketikamenidurkan anak, mereka melantunkan dindang. Dindang adalah nyanyiandaerah dengan nada tertentu yang isinya sarat nilai. Dindang yang dilantunkanberisi doa, harapan, atau nasihat bagi si anak. Dindang di atas diucapkan ibuketika menidurkan anak dalam ayunan. Secara tekstual dindang tersebut berisiharapan atau doa kepada si anak agar kelak menjadi orang yang dikuatkaniman dan diterangkan hati ketika membaca Alquran (Jumadi, 2014: 41).

Penggambaran sikap religiusitas masyarakat Banjar, baik Banjar Hulumaupun Banjar Kuala, menginspirasi pemerintahnya pada ulang tahunnya yangke-64 mengusung tema: “Syariat Dijunjung, Adat Diusung, Banua Bauntung”.Fenomena ini dapat dipahami bahwa masyarakat Banjar sangat mengharapkankehidupan dengan mengedepankan nilai-nilai Islam dalam segala aspekkehidupannya. Dengan menerapkan nilai-nilai Islam, seperti menghormati ulamadengan cara mengikuti petunjuknya, membangun tempat-tempat ibadah (musaladan masjid), membantu pembangunan sekolah Islam dan pondok pesantren,dan membantu kaum dhuafa dan yatim piatu, maka kehidupan yang damaidunia akherat akan dapat diraih.

Page 53: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

38 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

3.4 Implementasi Pembelajaran Pendidikan IPS Berbasis Nilai Kejuangan Masyarakat Banjar Periode Revolusi Fisik (1945-1949) pada Aspek Nilai Religius dalam Budaya Banjar melalui Strategi Lesson Study

Kebermaknaan pembelajaran Pendidikan IPS bagi peserta didik adalahketika nilai-nilai kejuangan masyarakat Banjar memiliki relevansi dengan nilai-nilai budaya Banjar yang kontekstual yang ditransformasikan melaluipembelajaran Pendidikan IPS di sekolah. Implementasi pembelajaranPendidikan IPS berbasis nilai kejuangan masyarakat Banjar pada periodeRevolusi Fisik (1945-1949) dan dalam konteks kehidupan masa kini pada aspeknilai religius telah diimplementasikan di SMP Negeri 8 Martapura melalui strategilesson study sebanyak dua siklus dan dua guru model (Lien Astuti Wulandaridan Nur Alfisyah).

Respons peserta didik terhadap pembelajaran berbasis nilai kejuangan:Pertama, menunjukkan sikap antusias, tertantang (challenging),

menumbuhkan rasa ingin tahu yang mendalam tentang peristiwa lokal padamasyarakat Banjar yang memiliki relevansi terhadap nilai budaya Banjar yangsangat kontekstual dan kental akan nilai-nilai budaya Banjar di dalamnya; (b)peserta didik merasakan adanya ruang yang cukup untuk mencari danmenemukan (sendiri) jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam LKSdari berbagai sumber yang disediakan, seperti modul, kliping, dan media gambarsecara berkelompok, sementara guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator.

Kedua, peserta didik merasakan kebermaknaan pembelajaranPendidikan IPS ketika nilai-nilai lokal kontekstual pada masyarakat Banjar, berupanilai religius urang Banjar menjadi bagian sumber belajar yang selama inicenderung terabaikan. Beberapa nilai lokal yang dimaksud adalahmemunculkan tokoh-tokoh pahlawan lokal dan ulama lokal terkemuka untukdigali karakternya masing-masing tokoh, seperti Brigjen. Hassan Basry, Ir. PM.Noor, dan K.H. Idham Chalid yang sudah dikenal melalui nama-nama jalan,nama waduk, nama stadion. Begitu pula dengan ulama terkemuka, seperti:Syekh Muhammad Arsyad al Banjari dan Guru Sekumpul (KH. Zaini Ghani AbdulGhani) yang akrab dengan peserta didik melalui poster-poster yang terpampangpada setiap rumah-rumah pribadi, kantor, restoran, warung, toko, dan hotel.

Ketiga, berdasarkan hasil wawancara terstruktur, dan pengamatanselama pembelajaran berlangsung, peserta didik sangat antusias dan tertantang

Page 54: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

39Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

dengan pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai lokal yang identik dengan nilaibudaya Banjar, dalam aspek religius seperti citra “Kota Martapura sebagai KotaSerambi Mekah”, “Kota Ulama” dan “Kota Santri”, Kota Tapin sebagai “KotaSerambi Madinah”, dan Kota Banjarmasin sebagai “Kota Seribu Menara”.

IV. SIMPULANPembelajaran Pendidikan IPS dalam perspektif nilai dan nilai-nilai lokal

kontekstual masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwapengembangan materi berbasis lokal belum dilakukan secara optimal. Hal inidiperparah ketika perumusan tujuan, strategi pembelajaran, media, sumberbelajar dan evaluasi pembelajaran Pendidikan IPS tidak dilakukan inovasi danrevitalisasi –dalam arti menggairahkan kembali— oleh guru IPS di KalimantanSelatan sehingga menjadikan pembelajaran IPS kurang bermakna (notmeaningful dan not purposeful learning) bagi peserta didik bahkan cenderungmembosankan.

Gambar 4. Spanduk Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangkasosialisasi slogan “Syariat Dijunjung, Adat Diusung, Banua Bauntung” tahun

2014 (Sumber: Dokumen pribadi, foto diambil 7 Agustus 2014).

Page 55: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

40 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Kondisi ini merupakan tantangan bagi para peneliti social studies padasetiap perguruan tinggi agar berupaya mengembangkan materi IPS yang digaliberdasarkan local wisdom suatu masyarakat lokal, sehingga akan semakinmemperkuat jati diri bangsa ketika dampak global dan ipteks, seperti terkikisnyanilai-nilai gotong royong dan solidaritas dan sebaliknya semakin menyuburkansikap individualism, materialism dan hedonism semakin tidak terbendung.Karena itu, pembelajaran Pendidikan IPS berbasis kearifan lokal sebagai intibudaya lokal memiliki daya kontekstual yang dapat memperkuat kompetensipeserta didik dalam internalisasi nilai-nilai melalui pengalaman belajar untukmemecahkan masalah-masalah sosial dalam lingkungan sosial budayanya.

Kalimantan Selatan pada periode Revolusi Fisik (1945-1949) telahmenggambarkan peran ulama dalam upaya mempertahankan kemerdekaan.Berbagai upaya dilakukan, mulai dari membentuk laskar yang mereka namakan“Laskar Berani Mati”, mendukung organisasi pergerakan seperti BPRK (BadanPemberontakan Rakyat Kalimantan), dan berdakwah melalui khutbah Jumat.Resistensi BPRK sangat tampak ketika Haji Hasbullah Yasin menjadi syuhada.Ia wafat atas keberaniannya terhadap Belanda dan keyakinannya terhadapsebuah kebenaran (Islam), yakni kebenaran membela atas apa yang menjadihaknya, yakni mempertahankan Tanah Air-nya dari penjajah Belanda.Pengorbanan Haji Hasbullah Yasin telah memicu semangat jihad para pejuang,sehingga sikap berani dan rela berkorban sangat tampak selama periode perang.Sikap Jihad ini menjadi ruh para pejuang Banjar kemudian sehingga hampirsemua kebijakan Belanda, seperti rencana pembentukan Dewan Banjar danpembentukan negara Borneo selalu gagal.

Nilai religius masyarakat Banjar pada konteks kehidupan masa kinitampak dalam bentuk penghargaan terhadap ulama. Penghargaan tersebutdapat dilihat ketika poster para ulama, khususnya Sjech Muhammad Arsyad AlBanjari (allahuyarham), K.H. Zaini Abdul Ghani (allahuyarham), Guru Bakri(allahuyarham), Guru Anang Djazouli (Allahuyarham) dan Guru Bakhit, yangmerupakan ulama terkemuka berkelas nasional dan internasional, terpampangpada rumah-rumah Urang Banjar, warung, hotel dan perkantoran. ‘Kerumunanmassa’ juga tampak pada makam-makam para ulama tersebut ketika perayaanhaul dan juga ziarah para wisatawan. Sebuah indikasi kecintaan masyarakatBanjar terhadap ulama. Kedua adalah semangat bersedekah untuk

Page 56: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

41Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

pembangunan tempat-tempat ibadah dan pendidikan Islam (musala, masjid,TPA (Taman Pendidikan Alquran), madrasah dan pondok pesantren). Filosofiurang Banjar dalam hal ini adalah Gasan sangu bulik. Ungkapan ini dapatdimaknai bahwa kehidupan akhirat adalah sesuatu yang pasti dan diperlukanbekal (sangu). Bekal adalah amal ibadah, yakni amal ibadah berupa amal jariah.

Implementasi pembelajaran Pendidikan IPS berbasis nilai-nilaikejuangan masyarakat Banjar periode Revolusi Fisik (1945-1949) pada aspeknilai religius melalui strategi lesson study di SMP Negeri 8 Martapura KabupatenBanjar, dapat disimpulkan jika pembelajaran IPS berbasis nilai kejuanganmasyarakat Banjar pada periode Revolusi Fisik (1945-1949) pada aspek nilaireligius dalam budaya Banjar sangat bermakna bagi peserta didik. Indikasinyaterlihat ketika peserta didik menyatakan jika pembelajaran model ini adalahpengalaman baru dan sangat menarik; peserta didik tampak tertantang denganbeberapa pertanyaan dalam bentuk LKS/LKK yang sangat dekat denganlingkungan sosial budayanya; serta dukungan pendekatan pembelajaran yangberbeda dengan sebelumnya, yakni dengan menggunakan saintific approachyang merupakan proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yang dibalutmelalui strategi lesson study.

DAFTAR RUJUKANBuku, Jurnal, Penelitian dan Koran:Abbas, E. W. 2013. “Masyarakat dan Kebudayaan Banjar sebagai Sumber

Pembelajaran IPS: Transformasi Nilai-Nilai Budaya Banjar Melalui Ajarandan Metode Guru Sekumpul”. Disertasi, Jurusan Pendidikan IPS SPsUPI Bandung, tidak diterbitkan.

Al Muchtar, S. 2004. Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung: GelarPustaka Mandiri.

Al Muchtar, S. 2013. Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Wahana Jaya Abadi.Aqib, Z. dan Sujak. 2011. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung:

Yrama Widya.Banjarmasin Post, 6 Mei 2014.Banks, J. A. 1990. Teaching Strategis for Social Studies: Inquiry, Valuing, and

Decision Making. Seattle, University of Washington. Addison WesleyPublishing Company.

Page 57: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

42 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Depdiknas. 2007. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata PelajaranIlmu Pengetahuan Sosial (IPS). Jakarta: Depdiknas dan Puskur.

Gafuri, A. dkk. 1990. Sejarah Perjuangan Rakyat Menegakkan KemerdekaanRepublik Indonesia di Kalimantan Selatan (Periode 1945-1949).Banjarmasin: Pemprov Kalsel.

Gross, R. E. dkk. 1978. Social Studies For Our Times. New York: Jjohnn Wileyand Sons. Inc.

Hasan, A. 2007. “Adat Dagang Orang Banjar dan Prospek Ekonomi Syariah”.Jurnal Kebudayaan Kandil, edisi 15 Tahun V, November-Desember 2007.

Jarolimek, J. 1993. Social Studies in Elementary Education. New York: MacmillanPublishing Company.

Jumadi. 2014. Mengembangkan Karakter Siswa dengan Menggunakan SastraDaerah, dalam Ersis Warmansyah Abbas, (eds.). (2014). Building NationCharacter Through Education: Proceeding International Seminar onCharacter Education. Banjarmasin: FKIP Unlam Press.

Kemendiknas. 2014. Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang PenilaianHasil Belajar oleh Pendidik. Kementerian Agama Provinsi KalimantanSelatan, 2009.

Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan, 2014.Kodam X/Lambung Mangkurat, (1982). Sejarah Perjuangan Rakyat Kalimantan

Selatan Menegakkan Kemerdekaan RI, 1945-1949. Kodam X/Lam.Banjarmasin.

Mirhan. 2014. K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani: Di Martapura KalimantanSelatan (1942-2005). Banjarmasin: Antasari Press.

Miles, M.B dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.Muhaimin. 2011. “Eksplorasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan

Bisnis Wirausahawan Muslim Alabio: Studi Kasus di Kota Banjarmasin”.Disertasi, SPs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

National Council for Social Studies (NCSS). 1994. Curriculum Standar for SocialStudies: Expectations of excellence. Washington DC: NCSS.

Nawawi, R. dkk. 1991. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) DaerahKalimantan Selatan. Banjarmasin: Depdikbud Kalsel. Daerah Tingkat IKalsel.

Page 58: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

43Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Noor, Y. 1989. “Peranan Sektor 0½ 17 MD Perjuangan ALRI Divisi IV (A)Pertahanan Kalimantan dalam Perjuangan Gerilya di Tapin KalimantanSelatan”. Skripsi Sarjana Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin.Tidak diterbitkan.

Nursalim, D. (eds.) 2012. Al Quran Cordoba: Amazing (33 Tuntutan Al-Quranuntuk Hidup Anda). Bandung: Cordoba.

Poedjiadi, A. 2007. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran KontekstualBermuatan Nilai. Bandung: Bekerjasama PPs UPI dan Rosdakarya.

Kemendiknas. 2010. Bahan Pelatihan: Penguatan Metodologi PembelajaranBerdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing danKarakter Bangsa. Jakarta: Kemendikbud Balai Penelitian danPengembangan Pusat Kurikulum.

Schuncke, G.M. 1988. Elementary Social Studies: Knowing, Doing, Caring. NewYork: Macmillan Publishing Company.

Sjamsuddin, H. 2015. Pegustian dan Temenggung: Akar Sosial, Politik, Etnis,dan Dinasti (Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah,1863-1906. Yogyakarta: Ombak.

Sunal, C.S dan Haas, M.E. 2005. Social Studies for The Elementary and MiddleGrades. Boston: Pearson.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi.Jakarta: Pakar Raya.

Wawancara:Abdul Djebar Hapip (79 tahun), Guru Besar Emeratus Bahasa Indonesia FKIP

Universitas Lambung Mangkurat. Alamat: Kompleks CendrawasihBanjarmasin.

Ahmad Gazali Usman, (80 tahun), Pengurus Panti Asuhan, mantan dosen SejarahFKIP Universitas Lambung Mangkurat, alamat: Jl. Gerilya no. 25 Tapin.

Ahmad Rizqon (46 tahun), PNS dan Ketua Umum BKPRMI Provinsi KalimantanSelatan, Alamat: Jl. Brigjen H. Hassan Basry No. 51A Banjarmasin.

Faizal, (51 tahun), PNS Kemenag Kalimantan Selatan, alamat: Jl. Yudistira 8 No.2 Banjarmasin.

Hermansyah, (45 tahun), PNS Kemenag Kab. Tapin. Alamat. Jl. Angsana Tapin.Husaini, Haji, (62 Tahun ), Pembina “Rumah Yatim dan Tahfidzul Quran Habib

Abu Bakar”, Alamat: Jl. Sekumpul No. 29 Martapura.

Page 59: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

44 Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin

Karyono Ibnu Ahmad, (62 tahun), Ulama, Dosen FKIP Universitas LambungMangkurat, Alamat: Kompleks Ar Rahim Banjarmasin.

Latief Untung Taryono, (57 tahun), Wiraswasta, alamat. Kompleks Mustika GrahaAsri Blok H No. 7 Banjarbaru.

Lien Astuti Wulandari, (39 tahun), Guru IPS SMPN 3 Martapura, ketua MGMPMata Pelajaran IPS Kab. Banjar, alamat: Jl. Rahayu Banjarbaru (GuruModel).

Mahat, (60 tahun), Mantan Pegawai PT. Pos, alamat: Jl. S.Parman No.21 Amuntai,HSU.

Nofirman, (49 tahun), PNS Kemenag Kalimantan Selatan, alamat: Jl. D.I.Pandjaitan No. 19 Banjarmasin.

Nurmilawati, (55 tahun), PNS, Pegawai Kemenag Provinsi Kalimantan Selatan.Alamat: Komp. Bumi Mas Asri, Blok E No. 11 Banjarmasin.

Nur Alfisyah (37 tahun), Guru IPS SMPN 2 Martapura (Guru Model).Randu, (62 tahun), Pensiunan PNS, alamat: Jl. Palm 2 RT. IV Kayu Tangi

Banjarmasin.Rustam Effendi (64 tahun), PNS (Doktor Bahasa dan mantan Dekan FKIP

Universitas Lambung Mangkurat), alamat: Komplek Sultan Adam PermaiBanjarmasin.

Sahran (42 tahun), Pekerjaan wiraswasta, alamat: Desa Pemangkih, Barabai,Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Sarbaini, (54 tahun), PNS (Doktor Pendidikan Nilai, Jurusan PKn FKIP UniversitasLambung Mangkurat, alamat: Kompleks Metro No 14 Kayu TangiBanjarmasin.

Internet:- Tanpa nama. Pengajian Guru Bakhit, [online], tersedia https://

www.google.co.id/search?q=foto+guru+bakhiet&biw. [2 september2014].

Page 60: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

45Abdul Razak Ahmad, dkk.

KEMAHIRAN BERFIKIR SEJARAHBERDASARKAN LATAR BELAKANG

AKADEMIK GURUAbdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Krishnaveni a/p

Vasudevan, Noria MunirahCorresponding author: [email protected]

PENGENALANTuntutan dan cabaran yang dilalui oleh negara pada abad ke-21 ini

ialah bagaimana menjadikan rakyat Malays ia yang berpendidikanmempunyai kuasa berfikir dalam menyelesaikan masalah dan menentukansesuatu keputusan. Keadaan ini akan berlaku jika kuasa fikir ini dibudayakandalam pengajaran dan pembelajaran melalui penstrukturan yang dibuat olehguru sewaktu mengembangkan aktviti dalam pengajaran bagi menyediakanpeluang dan ruang untuk pelajar berinisiatif dan terlibat dalam menerokamaklumat, mentafsir kurikulum dan mengembangkan idea. Semuanya iniselaras dengan dengan kehendak pembangunan pendidikan di negara kitayang berhasrat melahirkan generasi muda yang berfikiran tajam dan pekadengan perkembangan. Semuanya ini akan diperolehi melalui latihankemahiran berfikir yang dikembangkan melalui pelbagai aktiviti denganmenggunakan kaedah yang bersesuaian. Justeru itu, guru bukan hanyamemiliki pengetahuan kandungan tetapi juga kebolehan menggunakankaedah dan pendekatan yang dapat mengembangkan kemahiran berfikirdalam kalangan pelajar.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 61: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

46 Abdul Razak Ahmad, dkk.

Menurut Rajendran (2001), pelajar tidak akan mendapat manfaatdaripada pengajaran dan pembelajaran Sejarah seandainya ketika belajarmereka hanya mendengar penerangan guru yang membincangkan setiapsatu tajuk dalam buku teks tanpa ada sebarang aktiviti untuk mereka menerokasendiri maklumat, menyelesaikan masalah, membuat bandingan, mencaribukti dan menyenaraikan ciri-ciri sesuatu. Hal yang sama turut diakui olehPushpalatha Sivamugam (2006) yang menganggap aktiviti berfikir adalahbahagian penting dalam pengajaran dan pembelajaran Sejarah keranakandungan Sejarah sendiri menarik untuk diteroka dan dikembangkanberkaitan isu-isu sosial dan kemanusiaan, politik dan pentadbiran sertaekonomi dan kewangan.

Malah Kurikulum Sejarah yang digubal sejak 1988 ternyatamempunyai objektif tertentu yang antaranya membolehkan pelajar mengambiliktibar daripada pengalaman sejarah untuk meningkatkan daya pemikirandan kematangan serta pada masa yang sama membolehkan pelajarmenganalisis, merumus, dan menilai fakta-fakta Sejarah Malaysia dan dunialuar secara rasional (Kementerian Pendidikan Malaysia, 1988). Pendapat Booth(1987) yang menekankan penggunaan pemikiran dan latihan berfikir sebagaiasas mewujudkan pengalaman belajar sejarah yang bermakna perlu diberikanperhatian oleh guru sebagai pemimpin instruksional. Sehubungan denganitu, bahan pelajaran sejarah bukan sekadar memindahkan fakta tetapibagaimana mendidik dan melatih pelajar untuk membuat interpretasi,menganalisis bukti dan membuat analogi agar relevansinya dengan kejadiansemasa dapat disorot dan dihubungkaitkan dengan kejadian masa silam.

Pembelajaran sejarah menjadi amat bermakna jika guru dan pelajarmemahami konteks peristiwa dan pemikiran yang muncul daripada satu-satu peristiwa sejarah agar dapat dikembangkan secara lebih mendalamsebagai asas perbincangan dan analisis berstruktur sehingga iktibar danpengajaran boleh diambil sebagai satu panduan. Hal ini nampaknya masihkurang diberikan penekanan malah guru-guru sejarah di sekolah tidak pekadengan keadaan ini, sehingga menjadikan pelajaran sejarah sebagai satusesi pembacaan buku teks dan membuat nota semata-mata. Situasi sepertiini menjadikan proses instruksional berjalan pasif dan tidak bermaya.

Page 62: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

47Abdul Razak Ahmad, dkk.

Kedatangan kuasa imperialism umpamanya boleh menjadi tajukhangat yang mengundang seribu macam persoalan dan pemikiran jika dapatdikelola dengan baik oleh guru, malangnya guru-guru mengambil pendekatanyang selamat dengan meluahkan semula apa yang tersurat dalam buku tekstanpa melihat sisi-sisi tersirat daripada peristiwa yang berkembang melaluipelbagai sumber lain yang boleh memberi percambahan pemikiran barukepada pelajar dan dalam masa yang sama membimbing pelajar untukmengenali unsur-unsur tersirat yang boleh dikemukakan sebagai asasperbincangan.

Pendapat VanSledright (2004) tentang tahap keyakinan guru yangrendah terhadap kemampuan pelajar memahami sejarah melalui prosesberfikir tinggi sebenarnya boleh dikaji semula memandangkan pendedahanpelajar dengan maklumat melalui media internet telah membuka dimensipemikiran yang luas dengan cara berfikir yang terkehadapan. Justeru itu,adalah tidak wajar bagi guru-guru menutup ruang dan peluang untuk pelajarberfikir kristis dan kreatif menggunakan bahan pelajaran Sejarah. Apa yangmencemaskan ialah keupayaan guru-guru untuk merangsang danmenggalakkan proses berfikir sebenarnya masih lemah malah langsung tidakdipraktikkan.

Banyak manfaat dan kelebihan yang boleh diperolehi apabila pelajarmenggunakan pemikiran ketika belajar bukan hanya menghafal dan mengingatkembali, kerana pelajar dapat dilatih menemukan permasalahan dan mencarijawapan terhadap satu-satu fenomena sejarah. Melalui cara ini, pembelajaransejarah akan lebih bersifat saintifik, hidup dan membangkitkan minat.

PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN SEJARAHKelemahan yang seringkali diperkatakan dalam aspek pengajaran

dan pembelajaran sejarah ialah guru tidak menyediakan peluang dan aktivitikepada pelajar untuk membangkitkan emosi dan merangsang pemikiranmereka tentang isu-isu sejarah, malahan guru juga tidak kerap menggunakanbahan bantuan yang sesuai sehingga pengajaran menjadi hambar dan tidakmemberikan pengalaman yang menarik kepada pelajar. Menurut Aini Hassan(1999) matlamat untuk menjadikan pengajaran sejarah menarik minat dan

Page 63: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

48 Abdul Razak Ahmad, dkk.

tidak membosankan tidak akan tercapai jika guru secara berterusan hanyamengupas apa yang ada dalam buku teks tanpa adanya rujukan tambahandan latihan berfikir dalam kalangan pelajar.

Barton dan Levstik (2004) juga pernah mengakui terdapat guru-guruyang tidak realistik ketika mengajar sejarah sehingga mengutamakan rutindaripada proses belajar, padahal guru boleh mengajak pelajar untuk berimaginasitentang sesuatu peristiwa, membuat perkaitan dengan kesan yang terjadi padamasa kini, membahas secara kronologi serta menonjolkan nilai-nilai positif yangwujud daripada peristiwa yang berlaku.

Meningkatkan minat pelajar belajar sejarah bererti meningkatkan usahabagi menggalakkan pelajar berfikir dan menggunakan bahan pemikiran untukmencapai tahap keseronokan belajar, bukan sekadar menjadi pendengar danpencatat setia yang kosong tanpa usaha belajar yang produktif. Pendapat Booth(1987) yang menekankan penggunaan pemikiran dan latihan berfikir sebagaiasas mewujudkan pengalaman belajar sejarah yang bermakna perlu diberikanperhatian oleh guru sebagai pemimpin instruksional. Sehubungan dengan itu,bahan pelajaran sejarah bukan sekadar memindahkan fakta tetapi bagaimanamendidik dan melatih pelajar untuk membuat interpretasi, menganalisis buktidan membuat analogi agar relevansinya dengan kejadian semasa dapat disorotdan dihubungkaitkan dengan kejadian masa silam.

Pembelajaran sejarah menjadi amat bermakna jika guru dan pelajarmemahami konteks peristiwa dan pemikiran yang muncul daripada satu-satuperistiwa sejarah agar dapat dikembangkan secara lebih mendalam sebagaiasas perbincangan dan analisis berstruktur sehingga iktibar dan pengajaranboleh diambil sebagai satu panduan. Hal ini nampaknya masih kurangdiberikan penekanan malah guru-guru sejarah di sekolah tidak peka dengankeadaan ini, sehingga menjadikan pelajaran sejarah sebagai satu sesipembacaan buku teks dan membuat nota semata-mata (Abdul Razaq et al.2013). Situasi seperti ini menjadikan proses instruksional berjalan pasif dantidak bermaya.

Kedatangan kuasa imperialism umpamanya boleh menjadi tajuk hangatyang mengundang seribu macam persoalan dan pemikiran jika dapat dikeloladengan baik oleh guru, malangnya guru-guru mengambil pendekatan yangselamat dengan meluahkan semula apa yang tersurat dalam buku teks tanpa

Page 64: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

49Abdul Razak Ahmad, dkk.

melihat sisi-sisi tersirat daripada peristiwa yang berkembang melalui pelbagaisumber lain yang boleh memberi percambahan pemikiran baru kepada pelajardan dalam masa yang sama membimbing pelajar untuk mengenali unsur-unsurtersirat yang boleh dikemukakan sebagai asas perbincangan.

Pendapat VanSledright (2004) tentang tahap keyakinan guru yangrendah terhadap kemampuan pelajar memahami sejarah melalui prosesberfikir tinggi sebenarnya boleh dikaji semula memandangkan pendedahanpelajar dengan maklumat melalui media internet telah membuka dimensipemikiran yang luas dengan cara berfikir yang terkehadapan. Justeru itu,adalah tidak wajar bagi guru-guru menutup ruang dan peluang untuk pelajarberfikir kristis dan kreatif menggunakan bahan pelajaran Sejarah. Apa yangmencemaskan ialah keupayaan guru-guru untuk merangsang danmenggalakkan proses berfikir sebenarnya masih lemah malah langsung tidakdipraktikkan.

Banyak manfaat dan kelebihan yang boleh diperolehi apabila pelajarmenggunakan pemikiran ketika belajar bukan hanya menghafal danmengingat kembali, kerana pelajar dapat dilatih menemukan permasalahandan mencari jawapan terhadap satu-satu fenomena sejarah. Melalui cara ini,pembelajaran sejarah akan lebih bersifat saintifik, hidup dan membangkitkanminat. Barton dan Levstik (2004) pernah mengakui terdapat guru-guru yangtidak realistik ketika mengajar sejarah sehingga mengutamakan rutin daripadaproses belajar, padahal guru boleh mengajak pelajar untuk berimaginasitentang sesuatu peristiwa, membuat perkaitan dengan kesan yang terjadi padamasa kini, membahas secara kronologi serta menonjolkan nilai-nilai positifyang wujud daripada peristiwa yang berlaku.

Oleh sebab itu, sudah tiba masanya pendekatan pengajaran sejarahberubah agar tidak lagi dilabel pasif, membosankan dan tidak hidup. MenurutAini Hassan (1999) matlamat untuk menjadikan pengajaran Sejarah menarikminat dan tidak membosankan tidak akan tercapai jika guru secara berterusanhanya mengupas apa yang ada dalam buku teks tanpa adanya rujukantambahan dan latihan berfikir dalam kalangan pelajar.

Page 65: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

50 Abdul Razak Ahmad, dkk.

KEMAHIRAN BERFIKIR SEJARAHKemahiran berfikir sejarah merujuk kepada proses dan aktiviti yang

mendorong pelajar untuk berfikir sebelum, ketika dan selepas proses pengajarandan pembelajaran. Para pelajar dilatih untuk menilai segala peristiwa denganpandangan seorang pengkaji menggunakan analisis kronologi, analogi waktu,interpretasi terhadap tindakan tokoh sejarah dan imaginasi tentang masa silamdalam gambaran masa kini bagi membolehkan nilai-nilai pengajaran danperkaitan dengan masa kini dilakukan. Dengan cara itu, pembelajaran lebihbermakna dan pelajar akan berasa yakin dan seronok belajar sejarah. Manakalapemikiran sejarah merujuk kepada aspek kepada memahami kronologi,meneroka bukti, membuat interpretasi, imaginasi, membuat rasionalisasi, danempati.

Menurut Wineburg (2006) , kemahiran berfikir dalam prosesinstruksional Sejarah yang melibatkan dua pendekatan iaitu sumber heuristikiaitu penyiasatan sumber dan sokongan heuristik iaitu perbandingan maklumatyang melibatkan lima asas berfikir dalam proses instruksional sejarahsebagaimana dikemukakan oleh California State Depatment Of Education(1988) iaitu pemikiran kronologi, pemahaman sejarah, analisis dan interpretasisejarah, keupayaan membuat penyelidikan sejarah, dan menganalisis isi danmembuat keputusan. Kementerian Pendidikan Malaysia (2003) juga telahmenyenaraikan lima kemahiran yang perlu dijadikan pendekatan oleh gurudalam proses instruksional Sejarah iaitu kemahiran kronologi, kemahiranmeneroka bukti, kemahiran interpretasi, kemahiran imaginasi dan kemahiranrasionalisasi.

Pandangan Seixas (1996) bahawa kemahiran berfikir membawapelajar kepada satu dimensi baru dalam penghujahan sejarah dan kajiannyamemang dapat dijadikan asas. Sebagai pemimpin proses instruksional, guruperlu peka untuk menilai pelbagai sisi bahan dan kandungan sejarah kepadapelajar agar pelajar tidak hanya memahami apa yang tersurat tetapi bagaimanapula perkara yang tersirat dalam sesuatu zaman sejarah dari segi latarmasyarakat dan budaya yang berkembang. Melalui cara ini, pelajar dapatmelihat sejarah dengan gambaran yang lebih luas, analitikal dan progresif.Inilah juga yang dinyatakan oleh Garvey &Krugg (1977) sebagai kemahiranberfikir melalui ilmu sejarah.

Page 66: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

51Abdul Razak Ahmad, dkk.

Menurut Seixas (1996) pelajar perlu diajar menilai kepentingan sejarahmelalui pembuktian yang dapat dilihat dalam perjalanan peristiwa sertaperkembangan yang berlaku samada berterusan atau memberi impak jangkapanjang kepada masyarakat. Disinilah penterjemahan dapat dibuat berdasarkankesannya kepada masyarakat dan zaman selepasnya. Sebagai contoh, ketikamembicarakan konflik perang, perkara-perkara berkaitan bahaya perang bolehdijadikan asas perbincangan dengan mengemukakan bukti-bukti berasaskanperkembangan yang terjadi semasa Perang Dunia Kedua dan kesannya kepadamasyarakat yang terus berlanjutan hingga ke hari ini. Walau bagaimanapunkebijaksanaan guru sejarah amat diperlukan dalam merungkai sesuatufenomena dalam peristiwa sejarah.

Evans (1996) pula telah mengembangkan satu bentuk pemikiranmenggunakan pendekatan kritikal. Dalam pendekatan ini pemikiran sejarahdapat diimplementasikan kepada tiga kategori, iaitu (1) mengemukakan isu-isuberkaitan masyarakat masa kini untuk dinilai mengikut perspektif sejarah; (2)menggunakan pendekatan kronologi sambil memberi fokus kepada peristiwa-peristiwa penting dalam senarai kronologi itu untuk diteliti dan diperincikan lebihlanjut; dan (3) pendekatan sinkronik boleh digunakan dalam menghuraikanaspek-aspek sejarah melalui konsep interdisiplin iaitu fenomena sesuatuperistiwa masa lalu yang berlaku dalam tempoh tertentu tanpa merujuk sebabmusabab tindakan atau kesannya.

Bagi pengkaji lain, penggunaan konsep garis masa dan perubahanmasa sangat digalakkan untuk dikembangkan kepada para pelajar (Wood1995). Menurut beliau konsep ini boleh diperkembangkan melalui aktiviti-aktivitimembuat urutan masa atau peristiwa daripada fakta-fakta sejarah berdasarkanpernyataan, gambar-gambar dan artifak serta melalui aktiviti tersebut pelajardapat memahami konsep sebab dan akibat.

Husband (1996) pula mendapati bahawa kaedah yang paling berkesanuntuk memupuk kemahiran berfikir dalam kalangan pelajar adalah denganmenggunakan material sedia ada dalam proses pengajaran dan pembelajaran.Kemunculan material tersebut tentunya ada asas dan sejarah yang tersendiri.Ini bererti kreativiti dan inisiatif guru dalam memanfaatkan sumber dan materialsedia ada amat penting.

Page 67: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

52 Abdul Razak Ahmad, dkk.

Dalam kajian terhadap penggunaan peralatan visual digital dalammembimbing, Tally &Goldenberg (2005) mendapati bahawa para pelajar dapatmeneroka bukti-bukti sejarah melalui bahan visual digital dalam talian di bawahbimbingan guru yang diberi latihan menganalisis sumber primer. Pelajar jugadapat melibatkan diri secara aktif, membuat pentafsiran dan menganalisisdokumen dengan berkesan.

Fines (2002) telah membahagikan proses imaginasi kepada duaperingkat iaitu statik dan dinamik. Menurut beliau imaginasi statik adalahperingkat permulaan yang melibatkan lukisan dan melihat sejarah seperti yangsedia ada. Ekspresi pada peringkat ini adalah terhad terhadap imej yang dilihatoleh pelajar. Manakala pada peringkat dinamik pula adalah berkaitan denganekspresi, interpretasi, penilaian, pemahaman, dan merekonstruksi tindakanpada masa lalu.

Berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman sejarah dalamkalangan guru-guru, Wineburg (2006) mengakui tinggi berbanding ahli sejarah,tetapi pencapaian mereka rendah bagi aspek kemahiran pemikiran sejarahseperti kebolehan membuat pentafsiran. Beliau telah membuat perbandinganantara guru sejarah dengan professor sejarah mengenai kemahiran pemikiransejarah dalam memahami dan menganalisis meletakkan buku teks di tempatyang teratas jika dibandingkan sumber primer seperti dokumen. Manakalaprofessor pula meletakkan buku teks di tangga yang terakhir. Kajian ini jelassekali menunjukkan kebergantungan guru terhadap buku teks yang sama dimilikipelajar menyebabkan pemikiran mereka juga sama dengan pelajar tanpa adanyakecenderungan untuk merujuk sumber primer.

Trombino (2010) dalam kajiannya mendapati ada guru yang menyatakanbahawa ketika di universiti atau latihan perguruan mereka tidak dibimbing untukmengintepretasi sumber sejarah dan beranggapan mereka mengetahui caramengintepretasi sumber tersebut. Keadaan ini menyebabkan guru sejarah tidakdapat memberi arahan yang jelas untuk membolehkan pelajar menggunakankemahiran pemikiran sejarah di dalam bilik darjah.

Yilmaz (2008) turut mengakui bahawa guru sejarah mengabaikankomponen interpretatif dalam mengajar. Kajian ini hampir sama dengan dapatanTrombino (2010) terhadap 64 orang guru yang jarang menyebut mengenai prosessejarah sebaliknya banyak menyuruh pelajar menyalin nota, melengkapkan rajah

Page 68: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

53Abdul Razak Ahmad, dkk.

dan menghafal fakta. Kesilapan sebegini sebenarnya menjadikan kelas sejarahstatik dan tidak membangkitkan minat pelajar. Apa yang lebih mengecewakan,guru-guru Sejarah banyak berceramah, bercerita dan memberi kuliah berbandingmenjalankan kajian, perbincangan dan membuat interpretasi.

Kajian Hassan (1993) mengenai masalah pengajaran guru dalampelaksanaan kurikulum Sejarah KBSM di empat buah daerah di negeri Perakmendapati bahawa guru-guru sejarah menghadapi masalah dalam pengajaranberhubung penggunaan teknik pengajaran seperti inkuiri sejarah, kajian kes,lawatan, lakonan atau drama sejarah. Permasalahan yang wujud ini dikatakansebagai antaranya disebabkan oleh kekurangan pengetahuan dan kefahamantentang teknik-teknik pengajaran tersebut.

Ahli sejarah kerap menggunakan soalan seperti mengapa danbagaimana apabila ‘membuat’ sejarah (Drake& Brown 2003). Oleh itupenyoalan adalah sangat penting untuk menerapkan kemahiran pemikiransejarah. Menurut Drake & Brown (2003) terdapat beberapa persoalan asasyang perlu digunakan oleh guru untuk menganalisa sumber seperti mengenalpasti pengarang sesuatu sumber, tarikh sumber ditulis, jenis sumber yangdigunakan, fokus pembicaraan sumber dan faktor-faktor yang mendorong penulismenghasilkan penulisan tersebut.

Menurut Zahara et. al. (2009), guru seharusnya kreatif dalammembentuk suasana pembelajaran. Sumber pengajaran dan pembelajarantidak lagi terhadap hanya kepada guru dan buku teks. Kemudahan ICT dankepelbagaian sumber pengajaran dan pembelajaran boleh dimanfaatkan olehguru-guru sebagai Kemahiran berfikir sejarah. Nik Azleena (2003) telahmenjalankan tinjauan bagi mengenal pasti kesediaan guru-guru sejarah dalammenerapkan kemahiran pemikiran sejarah kepada para pelajar. Beliau mengkajilima aspek kesediaan pengetahuan guru-guru untuk menerapkan kemahiranpemikiran sejarah iaitu kesediaan pengetahuan prosedural guru, kesediaanpengetahuan pedagogi, kesediaan pengetahuan penggunaan bahan bantumengajar, kesediaan pengetahuan pengurusan aktiviti pembelajaran dankesediaan daripada aspek sikap.

Khairuddin (2011) pula, telah menjalankan kajian mengenaikeberkesanan penggunaan kaedah peta konsep terhadap pencapaian, sikap

Page 69: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

54 Abdul Razak Ahmad, dkk.

dan kemahiran kronologi dalam kalangan pelajar tingkatan empat. Hasil kajianbeliau menunjukkan terdapat perbezaan yang signifikan antara kumpulanrawatan dan kumpulan kawalan dalam aspek pencapaian, sikap dan kemahiranmemahami kronologi setelah menggunakan kaedah peta konsep. Dapatanbeliau menunjukkan penggunaan peta konsep membantu pelajar menguasaikemahiran pemikiran sejarah kategori memahami kronologi.

Baharuddin (2006) mengkaji sejauh manakah kemahiran pemikiransejarah dilaksanakan oleh guru-guru sejarah dalam proses pengajaran danpembelajaran sejarah di dalam bilik darjah. Kajian ini berdasarkan perspektifpelajar terhadap penekanan yang diberi oleh guru untuk memupuk kemahiranpemikiran sejarah dalam kalangan pelajar disamping mengenal pasti hubunganantara pelaksanaan kemahiran pemikiran sejarah dalam pengajaran diantarasekolah bandar dan luar bandar.

Dapatan kajian lampau menunjukkan bahawa guru adamelaksanakan kemahiran pemikiran sejarah dalam pengajaran mereka,namun tahap pelaksanaannya berbeza mengikut kategori pemikiran sejarah.Dari segi kategori kemahiran pemikiran sejarah yang paling kerap dijalankanadalah kategori meneroka bukti. Imaginasi merupakan kemahiran pemikiransejarah yang paling kurang diterapkan oleh guru-guru. Dapatan beliaumenunjukkan tahap kesediaan guru-guru sejarah bagi kelima-lima aspekmenunjukkan perbezaan yang signifikan di antara guru opsyen sejarah danbukan opsyen sejarah serta yang telah mengikuti kursus dan belum mengikutikursus.

Perbezaan yang signifikan juga wujud dalam aspek pengetahuanmenggunakan bahan bantu mengajar (melebihi sepuluh tahun dan kurangdari sepuluh tahun). Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara yangberpengalaman dengan tidak berpengalaman terhadap tahap kesediaanpengetahuan prosedural dan pedagogi guru-guru sejarah. Sebenarnya,galakan untuk mewujudkan pengajaran empati dalam mata pelajaran sejarahboleh dibuat dalam lima keadaan (Foxter, 2001), iaitu: (1) menumpukan kepadasituasi masa lampau, (2)membina konteks dan kronologi sejarah, (3)memperkenalkan pelbagai bahan sumber, (4)merangka pembelajaran yanglebih kompleks dan (5)merasionalkan tindakan seseorang tokoh.

Page 70: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

55Abdul Razak Ahmad, dkk.

PENGETAHUAN GURU TERHADAP PEMIKIRAN SEJARAHSatu kajian tinjauan telah dilakukan terhadap 56 orang guru Sejarah di

salah sebuah daerah di Selangor, Malaysia. Seramai 39 orang guru adalahdilatih oleh Kementerian secara langsung dalam bidang Pendidikan Sejarah(guru opsyen sejarah). Manakala, seramai 17 orang guru bukan dalam bidangPendidikan Sejarah (bukan opsyen sejarah). Ditinjau dari segi pengalamanmengajar pula, seramai 27 orang (48.2%) mempunyai pengalaman mengajar 1hingga 9 tahun manakala 29 orang (51.8%) guru mempunyai pengalamanmengajar sejarah lebih daripada 10 tahun.

Jadual 1Guru Sejarah Opsyen dan Bukan Opsyen

*Berdasarkan satu kajian tinjauan di Selangor, Malaysia

Majoriti guru yang terlibat dalam tinjauan ini mendapati secara amnyamereka agak menguasai tentang aspek pemikiran Sejarah dari segi kronologi,meneroka bukti, interpretasi, imaginasi dan rasionalisasi. Secara terperinci,dapatan kajian menunjukkan bahawa guru-guru mempunyai pengetahuan yangtinggi dalam menghuraikan fakta sejarah secara kronologi, menganalisis bukti-bukti sejarah berdasarkan dokumen primer dan skunder, menginterpretasi bahanpelajaran sejarah dengan merujuk pelbagai pandangan dan pemikiran, membuatimaginasi sejarah serta merasionalisasi peristiwa sejarah secara matang danrelevan dengan perkara semasa. Guru didapati memiliki pengetahuan tentangelemen pemikiran sejarah dan menunjukkan komitmen yang baik untukmenerapkan elemen pemikiran sejarah ketika proses instruksional.

Manakala, dari segi perbezaan berdasarkan opsyen pula menunjukkanterdapat perbezaan yang signifikan pengetahuan guru-guru tentang kemahiranberfikir dan pelaksanaannya berdasarkan pengalaman mengajar dan opsyen.

PembolehubahOpsyen Guru

Pengalaman mengajar

KeteranganGuru opsyenGuru bukan opsyen1 hingga 9 tahun10 tahun ke atas

Kekerapan39172729

Peratusan67%3%48%52%

Page 71: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

56 Abdul Razak Ahmad, dkk.

Ternyata kemahiran berfikir dalam proses instruksional sejarah dikuasai olehguru-guru opsyen sejarah berbanding guru-guru bukan opsyen. Hal ini demikiankerana guru-guru opsyen lebih terlatih dalam bidang pengajaran Sejarah danmemahami selok-belok pedagogi berbanding guru-guru bukan opsyen.

Jadual 2Perbezaan Kemahiran Pemikiran Sejarah Berdasarkan Latar Belakang

Akademik

Secara keseluruhannya didapati guru opsyen sejarah mempunyai tahappengetahuan kemahiran pemikiran sejarah yang tinggi iaitu min 4.0, jikadibandingkan dengan tahap pengetahuan kemahiran pemikiran sejarah guruyang bukan opsyen sejarah iaitu berada pada tahap yang sederhana (min 3.54).

Jadual 3Tahap Kemahiran Pemikiran Sejarah Berdasarkan Pengalaman

Daripada jadual di atas dapat dilihat tahap pengetahuan tentangKemahiran berfikir sejarah guru secara keseluruhannya memihak kepada guru-guru yang berpengalaman mengajar lebih 10 tahun. Mereka didapati lebih yakinmengendalikan proses instruksional dan dapat menerapkan kemahiran berfikirmelalui pemilihan kaedah yang bersesuaian dan bahan bantu yang tepat danrelevan berbanding guru-guru yang lebih junior. Hal ini selari dengan pengalamanmereka bergelumang dalam dunia pendidikan sebagai guru Sejarah sekaligusmemberi kelebihan dan instink kepada guru-guru untuk menggunakanpendekatan yang fleksibel bagi mewujudkan pengalaman pengajaran danpembelajaran yang menarik serta meningkatkan peluang untuk pelajar berfikirmelalui bahan-bahan bantuan yang digunakan.

Pengalaman

Pengalaman 1 -9 tahun10 tahun ke atas

Sisihan Piawai

0.5660.579

n

2729

Interpretasi

SederhanaTinggi

Min

3.654.06

Latar BelakangAkademikGuru opsyen sejarahGuru bukan opsyen

Sisihan Piawai

0.5550.607

n

3917

Interpretasi

TinggiSederhana

Min

4.03.54

Page 72: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

57Abdul Razak Ahmad, dkk.

AMALAN PEDAGOGI DAN KEMAHIRAN PEMIKIRAN SEJARAHAnalisis Korelasi Pearson terhadap data yang sama terhadap amalan

pedagogi dengan kemahiran pemikiran Sejarah mendapati bahawa terdapathubungan yang signifikan antara pengetahuan pedagogi guru berkaitanpemilihan kaedah dan penggubaan bahan bantu mengajar terhadappelaksanaan kemahiran berfikir dalam proses instruksional sejarah. Inimenunjukkan bahawa amalan pedagogi memainkan peranan penting dalammembantu dalam meningkatkan kemahiran pemikiran sejarah. Dapatan kajianini disokong oleh kajian yang dilaksanakan oleh Hassan Haris (1993) yangmelihat keterkaitan antara penggunaan kaedah yang pelbagai denganrangsangan berfikir dalam kalangan pelajar berkaitan pelbagai isu-isu sejarah.Kaedah dan teknik tanya jawab, sumbangsaran, simulasi, lawatan, perbincangan,perbahasan, kerja projek dan lain-lain amat memberi makna bagi menjawabpelbagai persoalan yang berlegar dibenak pelajar apatah lagi pemilihan kaedahyang betul dan dikendalikan dengan baik oleh guru dapat mewujudkankeseronokan belajar dan satu pengalaman bermakna kepada pelajar.

Jadual 4Amalan Pedagogi dengan Kemahiran Pemikiran Sejarah

** Signifikan pada aras 0.05Jika ditinjau dari aspek penggunaan bahan bantu mengajar terhadap

pelaksanaan proses berfikir pula, wujud hubungan yang signifikan iaitu r = 0.004<0.005. Hal ini disebabkan proses berfikir amat berkait erat dengan bahanrangsangan bagi menimbulkan idea, mencetuskan rantaian perkaitan antaramaklumat dengan mengamati atau melihat potret, peta, poster, wang kertas, suratperjanjian, buku perlembagaan negara dan lain-lain, selain daripada itu pelajarmenjadi lebih seronok belajar kerana guru dapat melepaskan diri mereka daripadakongkongan buku teks dan membawa dimensi baru dalam percambahanpemikiran tentang bahan-bahan sejarah melalui bahan bantu. Selain daripada

Hubungan

Hubungan pemilihan kaedah terhadappelaksanaan proses berfikir dalam kelas sejarahHubungan penggunaan bahan bantu terhadappelaksanaan proses berfikir dalam kelas sejarah

Pekali KorelasiPearson (r)

0.555

0.554

Tahapsignifikan

0.00**

Page 73: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

58 Abdul Razak Ahmad, dkk.

itu, penggunaan video, filem dan bahan-bahan multimedia yang lain mengundangpelbagai persoalan dalam diri pelajar dan mencetuskan rasa ingin tahu tentangpelbagai perkara. Filem Sang Pencerah misalnya, jika digunakan oleh guru ketikaproses belajar mengajar untuk memberi kefahaman tentang Gerakan Islah tentusekali menarik dan mencetuskan banyak idea-idea baru. Demikian juga pelbagaibahan bantu lain seperti artifak sejarah, peta, gambar tokoh dan peta iThinkyang boleh membimbing pelajar untuk berfikir yang melibatkan lapan alatpemikiran iaitu peta bulatan, peta buih, peta buih berganda, peta dakap, petapokok, peta alir, peta alir berganda dan peta titi. Semua alat pemikiran ini dapatdigunakan secara sistematik untuk menguruskan kandungan pengetahuanSejarah bagi dianalisa dengan cara yang menarik dan mudah difahami.

Amalan Pedagogi mempunyai kaitan dalam mewujudkan suasana berfikirdalam kelas Sejarah. Amalan pedagogi yang betul boleh membudayakan amalanberfikir dalam kalangan pelajar. Hal ini ada dinyatakan oleh Chris Husbands (1996)dalam bukunya What is History Teaching yang menjelaskan pentingnyaketerampilan guru dalam memilih kaedah bagi menggalakkan budaya berfikir,kerana hanya melalui peluang, latihan dan bimbingan yang betul pelajar daparmenjejaki aspek-aspek kandungan sejarah untuk diintepretasi secara lebihmendalam dengan pelbagai idea dan sumbangsaran.

Tally dan Goldenberg (2005) mengakui proses berfikir dapat mengangkatmartabat mata pelajaran Sejarah ke tahap yang berbeza berbanding pengajaranlazim, kerana melalui cetusan idea dan pemikiran, pelbagai aspek kebudayaanboleh dibincangkan dengan lebih meluas sekaligus menjadikan pengajaran danpembelajaran lebih menarik dan menimbulkan keterujaan kepada pelajar. Jelassekali kajian yang dilakukan membuktikan bahawa amalan pedagogi dan prosesberfikir hendaklah selari kerana tanpa keupayaan guru merangka aktiviti danlangkah-langkah pengajaran yang berkesan, tentu sekali pelajar akan mengalamiproses pembelajaran yang terhadap dan menyekat peluang mereka untukmembuat tafsiran dan percambahan idea berkaitan bahan pembelajaran.KESIMPULAN

Secara alaminya, guru opsyen dan bukan opsyen serta guruberpengalaman dan tidak berpengalaman menunjukkan perbezaan yang ketarabagi melaksanakan dan menerapkan pemikiran Sejarah dalam bilik darjah. Inimenunjukkan bahawa latihan secara profesional guru sejarah dan pengalalaman

Page 74: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

59Abdul Razak Ahmad, dkk.

adalah faktor yang paling dominan dalam pengajaran dan pembelajaran sejarah.Hal ini mempunyai kaitan dengan kemahiran pedagogi serta keupayaan gurudalam memupuk pemikiran Sejarah agar pelajar-pelajar betul-betul dapatmenghayati sebagaimana dihasratkan dalam Kurikulum Sejarah.

RUJUKANAbdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Ahmad Ali Seman, Ramle bin

Abdullah. (2013). The Skills of Using History Textbooks in SecondarySchool. Asian Social Science. 9(12), 229-236.

Aini Hassan. 1999. Disiplin Sejarah dan Implikasinya Terhadap Pengajaran danPembelajaran Sejarah di Sekolah. Kertas Kerja Seminar Sejarah.Seremban: MPRM.

Awang Salleh Awang Wahab. 2006. Tahap Perkembangan Bahasa dan TingkahLaku Sosial Kanak-Kanak Pra-sekolah: 1 Kajian Kes. Tesis Sarjana.Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Babbie, E. 1983.The Practise of Social Research. Belmont, California: WadsworthPublishing Co.

Barton, K., &Levstik, L. 2004 .Teaching History ForTheCommon Good.Mahwah,NJ:Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Booth,M.B. 1987. Skills, Consepts, and Attidudes: The Development of AdolescentChildren’s Historical Thinking. History and Theory 22: 101-117.

Drake, F.D. & Brown, S.D. 2003. A Systematic Approach to Improve Students’Historical Thinking.The History Teacher 36( 4: 465-489).

Evans, R.W. 1996. A Critical Approaches To Teaching United States History.Washington : NCSS.

Fines, J. 2002.Imagination in History Teaching. International Journal of HistoricalLearning,Teaching and Research 2(2): 63-77.

Foster, S.J. and Yeager, E.A. 1999. “You’ve Got to Put Together the Pieces”:English 12-year-olds Encounter and Learn from Historical Evidence.Journal of Curriculum and Supervision 14 (4) : 286-317.

Hassan Haris. 1993. Masalah Pengajaran Guru dalam Pelaksanaan KurikulumSejarah di 4 Buah Daerah di Negeri Perak Darul Ridzuan. Tesis Sarjana.Fakulti Pendidikan. Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 75: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

60 Abdul Razak Ahmad, dkk.

Nik Azleena Nik Ismail 2003. Kesediaan Guru-Guru Sejarah MenerapkanKemahiran Pemikiran Sejarah Kepada Para Pelajar: Satu Tinjauan diDaerah Dungun. Penyelidikan yang tidak diterbitkan. Bangi : UKM.

Seixas, P. 1996. Conceptualizing the Growth of Historical Understanding. Dlm.Olson, D.R. and Torrance, N. (pnyt.) The Handbook of Education andHuman Development hlm. 765 – 784. Cambridge, MA: BlackwellPublishers Ltd.

Tally B. dan Goldenberg. L. B. 2005. Fostering Historical Thinking with DigitizedPrimary Sources. Journal of Research on Technology in Education.V38: p1-21: International Society For Technology in Education.

Trombino, D.L. 2010. The Experience of Secondary Social Studies Teacherwith Historical Thinking Skills. Tesis Dr.Fal.Universiti OldDominion.Virginia.

Van Sledright, B. A. 2004. What Does it Mean to Think Historically…and How doYou Teach It? Social Education 68 (3) : 230-233.

Wood, S. 1995. Developing an Understanding of Time–Sequencing Issues.Teaching History 79: 11-15.

Yusup Hashim. 1998. Teknologi Pengajaran. Selangor: Fajar Bakti.Zahara Aziz, Abdul Razaq Ahmad & Ahmad Rafaai Ayudin. 2009. Kepelbagaian

Sumber Pengajaran untuk Penerapan Nilai dalam PembelajaranSejarah. Dlm. Abdul Razaq Ahmad & Isjoni. Strategi & ModelPembelajaran Sejarah hlm.103-126. Pekanbaru: Cendikia Insani.

Page 76: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

61Herry Porda Nugroho Putro

BELAJAR HIDUP BERSAMA(LEARNING TO LIVE TOGETHER)

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAHHerry Porda Nugroho Putro

Email: [email protected]. PENDAHULUAN

Setiap negara dengan seluruh masyarakatnya telah terlibat ke dalamdunia tanpa batas, sepertinya tidak ada batas lagi antara negara yang satu dengannegara lain; batas-batas itu sebagian besar sudah hilang, yang menghapuskanbatas-batas tersebut adalah pesatnya arus informasi (Ohmae, 1991: 20).

Terlihat kemajuan dibidang transportasi, informasi dan komunikasi.Kemajuan dibidang ini berakibat pada keterbukaan segala kejadian di seluruhdunia, sehingga dapat diketahui langsung, jarak tempuh yang jauh dapatdijangkau dalam waktu singkat, dunia seperti desa kecil, segala sesuatu yangterjadi bisa diketahui dan tempat tertentu bisa dicapai dalam waktu singkat.Persoalan-persoalan menjadi transparan dan dapat diketahui secara detail, jugapersoalan-persoalan pribadi seseorang yang dipublikasikan melalui media sosial.

Perubahan jaman yang begitu pesat, belajar bukan hanya mengejarstatus sosial (ijazah) melainkan kepribadian dan ilmu yang berwawasan luas.Perlunya membina peserta didik yang berwawasan nasional denganmeningkatkan sikap kepedulian sosial dan siap untuk bersaing.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Herry Porda Nugroho Putro Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

Page 77: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

62 Herry Porda Nugroho Putro

Kondisi Indonesia yang majemuk dan derasnya percepatan ilmupengetahuan dan teknologi, diperlukan kesatuan dan persatuan yang kuat agarcita-cita bangsa dapat tercapai. Masyarakat harus diarahkan pada kerukunanagar tercapai keadaan kehidupan harmonis, aman, tenteram dan dinamis.Suseno (1993), menyebutnya sebagai bangsa yang rukun, yaitu suatu keadaanselaras, tenang dan tenteram, tanpa perselisihan dan pertentangan bersatudengan maksud untuk saling membantu.

Perubahan orde atau kepemimpinan di Indonesia sering ditandaidengan peristiwa konflik, pengalaman menyakitkan, seperti pertikaian. Hal inidisebabkan kemajemukan dari sudut sistem-sistem dan pluralisme ras, etnik,dan budaya. Sampai saat ini bangsa Indonesia sedang mengembangkankesadaran identitas menjadi kawasan sebagai hasil dari hubungan elektronik,cetakan dan fisik, dan berbagai keterkaitan ekonomi. Dinamika perubahan yangdialami tidak dapat dilepaskan dari globalisasi yang sedang terjadi. Kecendrunganglobal bisa saja membawa ketegangan baru yang bisa mengancam identitaslokal, nasional, dan regional (Report to UNESCO, 1996: 46).

Urgensi belajar untuk hidup bersama sangat dirasakan terutamamencermati perkembangan dunia kontemporer yang sering dihadapkan padaberbagai bentuk kekerasan. Meskipun pertikaian sudah terjadi sepanjangsejarah, namun berbagai faktor baru telah muncul dengan resiko yang semakinbesar. Untuk itulah perlu dirancang suatu bentuk pendidikan yang memungkinkanmanusia untuk menghindari berbagai pertikaian dan menyelesaikannya secaradamai melalui pengembangan belajar hidup bersama dengan orang lain.

Kondisi yang dihadapi bangsa Indonesia perlu didekati dengan pemahamansejarah, karena Menurut G. J. Renier (1961: 5) Sejarah bagi manusia berguna untukmengenal dirinya sendiri. Mengenal diri sendiri berarti mengatahui apa yang dilakukan,dan tidak seorangpun tahu apa yang dapat dilakukan sebelum mencobanya. Satu-satunya petunjuk untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan oleh manusia ialahdengan jalan mengetahui apa yang telah dilakukan. Jadi pengalaman masa lampaumerupakan bahan pertimbangan bagi seseorang atau suatu masyarakat dalammengatasi problem-problem yang dihadapinya, sejarah membuat orang bijaksana.

Pemahaman sejarah dapat didekati dengan pengajaran sejarah yangsudah dilaksanakan pada berbagai tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Dasarhingga Perguruan Tinggi.

Page 78: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

63Herry Porda Nugroho Putro

II. SEJARAH DAN PENGHAYATAN SEJARAHSejarah merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan

antara satu dengan lainnya. Peristiwa masa lampau berkaitan erat denganperistiwa-peristiwa masa kini dan pada masa yang akan datang, artinya apayang telah terjadi di masa lampau merupakan pengalaman yang berhargauntuk menjalani kehidupan, atau peristiwa yang dihadapi pada masa sekarang.Pengalaman masa kini dapat dijadikan bekal untuk menghadapi masa depan.Menurut Car (1972: 35) sejarah adalah suatu pembicaraan yang tiada henti-hentinya antara masa kini dan masa lampau.

Menurut Taufik Abdullah dan Abdurachman Suryomihardjo (1985: 47)peristiwa masa lampau akan mengandung arti sejarah apabila telah diberibatasan-batasan. Batasan yang paling awal menyangkut dimensi waktu, yaituyang berkenaan dengan sejak kapan dan sampai apabila. Dengan demikiandapat dikenal periode-periode yang dianggap merupakan satu kesatuan tertentuyang dapat menunjukkan adanya suatu karakteristik yang dominan. Kedua, sejarahhanya memusatkan peristiwa yang menyangkut tindakan dan perilaku manusia.Jadi peristiwa alam tidak termasuk sejarah. Batasan yang ketiga adalah batasantempat kejadian. Sejarah haruslah diartikan sebagai tindakan manusia dalamjangka waktu tertentu pada masa lampau yang dilakukan pada tempat tertentu.

Menurut G. J. Renier (1961: 5) sejarah bagi manusia berguna untukmengenal dirinya sendiri. Mengenal diri sendiri berarti mengatahui apa yangdilakukan, dan tidak seorangpun tahu apa yang dapat dilakukan sebelummencobanya. Satu-satunya petunjuk untuk mengetahui apa yang dapat dilakukanoleh manusia ialah dengan jalan mengetahui apa yang telah dilakukan. Jadipengalaman masa lampau merupakan bahan pertimbangan bagi seseorangatau suatu masyarakat dalam mengatasi problem-problem yang dihadapinya.

Arthur, J. R. Schlesinger (1971: 62) mengatakan bahwa suatu bangsayang tidak mengetahui apa yang terjadi kemarin, juga tidak akan mengerti apayang terjadi sekarang, dan tidak pula mengira apa yang akan terjadi besok.

W. J. Vander Meullen (1987: 27) juga menegaskan bahwa sejarahbertujuan membangkitkan keinsafan akan suatu dimensi yang amatfundamental dalam eksistensi umat manusia. Sejarah secara kontinu bukanhanya menunjukkan masa lampau, melainkan berkaitan erat dengan masakini dan masa yang akan datang.

Page 79: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

64 Herry Porda Nugroho Putro

Kartodirdjo (1989: 84) menggambarkan fungsi didaktik pengetahuansejarah secara implisit atau eksplisit dimaksudkan agar generasi yang akandatang dapat mengambil hikmah dari pengajaran dan pengalaman nenekmoyangnya, berupa nilai-nilai untuk dijadikan suri-tauladan dan model bagiketurunannya.

Peristiwa-peristiwa masa lampau telah melahirkan emosi-emosi, sikap,nilai-nilai dan cita-cita yang memberikan kehidupan menjadi bermakna untukberjuang. Dalam sejarah tercatat loyalitas atau kesetiaan pada negara, bangsa,agama, kelompok, dan kepahlawanan, serta kependekaran dari generasi padamasa lampau.

Penghayatan mempunyai benang kait dengan permasalahan masa kini,dalam hal ini adalah penghayatan tentang sejarah. Penghayatan merupakansuatu proses mental yang bersifat batiniah. Proses penghayatan akan sesuatunilai dimulai dari memahami dan mengerti akan makna nilai-nilai tersebutkemudian mengolah pengetahuan atau bahan-bahan yang diterima denganpengetahuan atau bahan-bahan yang telah dimiliki untuk selanjutnya menetapkansikap atau memutuskan untuk menerima atau menolaknya.

Menurut Dewan Harian Nasional Angkatan’45 (1988: 27) penghayatanatau internalisasi nilai secara taksonomi melalui proses sebagai berikut: (1) tahappenerimaan suatu rangsangan afektif, (2) tahap memberikan tanggapan, (3)tahap memberikan penilaian, (4) tahap pengorganisasian, dan (5) tahappengkarakteristikan, yaitu penyaturagaan nilai-nilai dalam satu sistem nilai yangkonsisten. Pada tahap ini semua nilai yang ditanamkan dalam diri seseorangtelah menjadi bagian terpadu dari sistem kepribadiannya. Menurut Soedijarto(1989: 145) jika suatu pengetahuan telah diterima dan diyakini oleh seseorang,maka pengetahuan tersebut akan mantap dalam sanubarinya.

Dengan demikian penghayatan akan sesuatu peristiwa sejarah ialahapabila seseorang memahami dan menjadikan peristiwa sejarah (bangsanya)menjadi bagian dari kepribadiannya dan bagian dari kata hatinya. Ia dapatmerasakan kesesuaian antara perasaan, cita-cita, kebutuhan, dan carapandangnya dengan nilai yang dihayati dalam hubungan dengan lingkungansosial, budaya, politik, ekonomi, maupun hubungan dengan Tuhan Yang MahaEsa.

Page 80: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

65Herry Porda Nugroho Putro

Arymurty (1990: 400) mengatakan bahwa penghayatan memberikanmanusia kemampuan untuk mengetahui, menimbang, mengerti, mengendalikanatau mawas diri akan kehidupan, mawas antar sesama, dan mawas lingkungan.

Perjuangan suatu bangsa mengandung nilai-nilai yang merupakanidentitas Bangsa. Nilai-nilai itu adalah suatu kenyataan sosial yang tumbuh padamasa tertentu, kenyataan sosial ini mempunyai dua sifat yaitu objektivitas darikenyataan sosial dan sekaligus subjektivitas daripada masyarakat itu. Setiapkenyataan diwujudkan dan dijelmakan oleh suatu aktivitas yang mempunyai artisubjektif. Bilamana kenyataan sosial itu dihubungkan dengan sejarah perjuangansuatu bangsa Indonesia, maka kenyataan sosial itu tidak saja berakar padamasa lampau tetapi juga berakar pada keaktifan manusia masa kini. Oleh karenaitu identitas suatu bangsa adalah subjektivitas bangsa itu sendir i dankepribadiannya. Kepribadian bangsa merupakan sumber harga diri dari semuaaktivitas dan kreativitasnya.

III. PENGAJARAN SEJARAHPendidikan menurut Abbas (1998: 79) adalah bagian dari proses

penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan. Sikapdan tingkah laku yang lebih rasional dalam diri individu untuk berinteraksi denganlingkungan sosialnya dan alamnya secara universal. Pendidikan sejarah tidakhanya diarahkan untuk menanamkan pemahaman masa lampau hingga masakini, tetapi ditekankan pula pada berbagai kegiatan yang dapat memberikanpengalaman yang dapat menumbuhkan rasa kebangsaan dan kecintaan padamanusia secara universal. Dengan demikian terdapat perubahan cara berpikir,bernalar, kematangan emosional dan sosial, serta meningkatkan kepekaanperasaan dan kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan.

Ditegaskan oleh Wiriaatmadja (1998: 92) pembelajaran sejarah di sekolahmerupakan wahana untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, terutama sebagaiupaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan rasa tanggung jawabkemasyarakatan dan kebangsaan peserta didik. Pengetahuan dan pengalamanpeserta didik tentang sejarah diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan dankearifan untuk menghadapi kehidupan masa kini. Kesadaran akan kebangsaannyaakan memberikan kepribadian yang tegar karena pengenalan jati dirinya, dan

Page 81: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

66 Herry Porda Nugroho Putro

menumbuhkan kemauan dan kesediaan untuk bekerja keras bagi dirinya danbangsanya.

Fungsi dari pengajaran sejarah dikemukakan oleh Kartodirdjo (1982:59) untuk membangkitkan serta minat kepada sejarah tanah airnya, untukmendapatkan inspirasi dari sejarah baik dari kisah-kisah kepahlawanan maupunperistiwa-peristiwa tragedi nasional, memberi pola berpikir ke arah berpikir rasional-kritis-empiris, mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

Hill (1956: 10) mengajukan beberapa kegunaan pelajaran sejarah:1. Secara unik memuaskan rasa ingin tahu dari anak tentang orang

lain, kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan dan cita-citanya, yang dapatmenimbulkan gairah dan kekaguman.

2. Lewat pengajaran sejarah dapat diwariskan kebudayaan manusia,penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain.

3. Melatih tertib intelektual, yaitu ketelitian dalam memahami danekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yangtidak penting, antara propaganda dan kebenaran.

4. Melalui pelajaran sejarah dapat dibandingkan kehidupan jamansekarang dengan masa lampau.

5. Pelajaran sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalah-masalah/pertentangan dunia masa kini.

Pengajaran sejarah di sekolah menurut Meulen (1987: 42) bertujuan:(1) untuk ikut membangun kepribadian dan sikap mental anak didik, (2)membangkitkan keinsafan akan suatu dimensi yang amat fundamental dalameksistensi umat manusia, yaitu kontinuitas gerakan dan peralihan terus menerusdari yang lalu ke arah masa depan, (3) untuk mengantarkan manusia ke kejujurandan kebijaksanaan pada anak didik, dan (4) untuk menanamkan cinta bangsadan sikap kemanusiaan. Arti terpenting pelajaran sejarah (Frost & Rowland, 1969:461) dapat memecahkan masalah masa kini menggunakan masa lampau.

Menurut Kartodirdjo (Kompas, 30 Oktober 2001) penyebab kurangnyakesadaran nasionalisme di kalangan pelajar pada dasarnya disebabkankurangnya pengetahuan sejarah. Melalui sejarah, manusia dapat menjadi lebihberadab. Kehendak untuk menciptakan dan mengembangkan pemahamanpersatuan terkait tidak terpisahkan dari rumusan satu nation, satu bangsa yaitubersumber dari nasionalisme. Menurut Abdullah (Kompas, 19 Mei 1999),keunggulan sejarah yang terpenting adalah kemampuannya untuk mengajukan

Page 82: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

67Herry Porda Nugroho Putro

“kebenaran”. Selain itu, sejarah juga menyimpan pengalaman yang sangatberharga. Lautan pengalaman yang disajikan bisa memberikan kearifan.

Sejarah telah mencatat arti strategis dari sejarah bagi perkembangansuatu bangsa. Kepribadian, mental, dan eksistensi umat manusia dibangunlewat sejarahnya (Vander Meullen, 1987: 72). Seseorang yang tidak mengenalsejarahnya diibaratkan oleh Kartodirdjo (1992: 53) sebagai orang yang pikunyang tidak mengenal kepribadian dan identitasnya.

Arti penting sejarah tidak dapat dilepaskan dari peranan pengajaransejarah. Lewat pengajaran sejarah peserta didik mengetahui dan belajar pelbagaiperistiwa masa lampau, lewat pengajaran sejarah peserta didik mengenal danbelajar perkembangan serta perjuangan bangsanya, lewat pengajaran sejarahpula diharapkan tujuan pendidikan nasional mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya akan tercapai.

Situasi dan kondisi global saat ini menuntut adaptasi pengajaran sejarah.Ironis memang bila pengajaran sejarah masih konversional tidak beradaptasidengan situasi dan kondisi global. Kondisi ini nampak dari adanya isu dan sorotantentang kemerosotan pengajaran sejarah yang berhubungan pula dengankemerosotan pengetahuan sejarah, kesadaran sejarah, dan mengendornyasemangat nasionalisme generasi muda (Suryo, 1989: 19). Mengajarkan sejarahberarti melakukan dialog terus menerus antara masa kini dan masa lampau(Car, 1972: 7), pada gilirannya dapat diperoleh ide-ide dan gagasan untukmembangun masa kini dan merencanakan masa depan (Renier, 1961: 82).

Pengajaran sejarah memberikan pengetahuan kesejarahan (kognitif) danmemperkenalkan perjuangan hidup manusia pada masa lampau (afektif). MenurutKartodirdjo (1982: 93), pengajaran sejarah nasional berfungsi : (1) membangkitkanperhatian serta minat pada tanah air, (2) mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah,(3) memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah, (4) memberi pola pikiranke arah cara berpikir rasional kritis dengan dasar faktual, dan (5) mengembangkanpikiran dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Perspektif pengajaran sejarah disarankan oleh Suryo (1991: 29) hendaknyadiarahkan ke masa depan (future oriented) dengan konsep (1) citra masa depan(image of the future), dan (2) esoknya kemarin (yesterday’s tomorrow). Pengajaransejarah dengan dialogis dan dengan “citra masa depan” dan “esoknya kemarin”dapat menggugah peserta didik bahwa ide-ide dalam peristiwa sejarah berguna

Page 83: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

68 Herry Porda Nugroho Putro

bagi masa kini dan masa depan, serta menyadarkan bahwa masa kini adalah bagiandari masa lampau, dan masa depan adalah kelanjutan dari masa kini.

Peningkatan pengajaran sejarah menuntut guru bidang studi sejarahmenguasai dan memahami arti penting sumber-sumber sejarah, sertapengalaman dalam penelitian (Hill, 1952: 34). Meneliti dan mengajar adalahtugas ganda guru sejarah. Lewat pengalaman mengajar guru sejarahmenemukan masalah untuk diteliti yang berguna bagi pengembanganpengajaran sejarah dan agar hasil penelitiannya dapat dimengerti maka dilibatkandalam pengajaran (Elton, 1967: 72).

Mengembangkan sikap kritis dan kreativitas siswa hendaknya dibarengidengan sikap kritis dan kreativitas guru bidang studi sejarah, yaitu dengan kreatifmengembangkan proses belajar mengajarnya (strategi, metode, penggunaanmedia, dan bacaan-bacaan) sesuai dengan perkembangan teknologi. Untuk ituguru bidang studi sejarah dituntut meningkatkan intelektualitasnya denganmendalami ilmu-ilmu sosial, mengikuti perkembangan kajian sejarah dengansegala perkembangannya. Kondisi jaman yang canggih dan global ini perananguru tidak hanya membentuk wawasan serta pemberi pengetahuan danketrampilan, tetapi menjadi fasilitator pembelajaran yang merupakan tuntutanabad informasi (Joni, 1991: 24).

Guru bidang studi sejarah hendaknya bukan sebagai mesin yang hanyamemberikan materi, karena mengajarkan sejarah merupakan suatu proses yangrumit dan memerlukan kemampuan profesional yang tinggi (Steele, 1976: 34).Dalam pengajaran sejarah hendaknya dikembangkan suasana demokratis,membimbing murid pada penemuan dan keingintahuan peserta didik.

IV. KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKANProses interaksi manusia dengan kulturalnya, dapat dilihat dari

eskternalisasi di mana manusia menciptakan kebudayaan. Hasil ciptaan manusiatersebut sering disebut tahap objektivikasi. Dalam proses objektivikasi tidak berartidunia kultural terpisah dengan manusia, sebaliknya justru mempengaruhimanusia yang hidup di dalamnya. Pengaruh kebudayaan pada manusia seringdisebut sebagai tahap internalisasi (Berger & Luckamn, 1990: 132).

Melalui proses pembelajaran manusia mengenal dunianya danmemahami realitas sosio-kulturalnya. Kenyataan ini menyebabkan sikap dan

Page 84: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

69Herry Porda Nugroho Putro

pola pikir seseorang cenderung mencerminkan perspektif kebudayaan di manadia hidup (Spradley, 1980: 235).

Proses pembelajaran yang semakin kompleks menyebabkan prosesbelajar dilakukan dalam suatu institusi tersendiri, yaitu lembaga pendidikan,walaupun keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan jamandan masyarakatnya (Olivia, 1982: 115; Nasution, 1983: 47). Keberadaan dansubstansi serta arah pendidikan selalu mencerminkan warna budaya di manalembaga pendidikan itu berada (Orstein dan Levine, 1985: 23). Interaksipendidikan dan kebudayaan menyebabkan kebudayaan yang dominancenderung mendominasi dan berupaya menekankan pada daya konservasi.

V. BELAJAR UNTUK HIDUP BERSAMAGagasan belajar untuk hidup bersama bersumber dari Learning: The

Treasure Within yang dilaporkan oleh Komisi Internasional tentang Pendidikanuntuk abad 21 yang diketuai oleh Jacques Dellors. Komisi itu menekankanpentingnya 4 pilar pendidikan, yaitu: 1) learning to know, 2) learning to do, 3)learning to live together, dan 4) learning to be. (Report to UNESCO, 1996: 85).

APNIEVE telah meletakkan tekanan yang lebih besar pada pilar yangketiga, yakni learning to live together. Hal ini untuk mengembangkan pengertiantentang orang lain, tradisi, dan nilai-nilai sehingga dapat menciptakan sebuahsemangat baru yang dibimbing oleh pengakuan akan adanya interdependensidengan segenap kekuatan dan tantangan atau resikonya. Pada gilirannya hal inidimaksudkan untuk menstimulasi penduduk guna melaksanakan proyek-proyekbersama dan mengelola pertikaian yang tak terhindarkan dengan cara-carayang inteligen dan damai.

Urgensi belajar untuk hidup bersama diperlukan sesuai kondisi duniakontemporer dewasa ini dengan berbagai bentuk kekerasan. Meskipunpertikaian sudah terjadi sepanjang sejarah, namun berbagai faktor baru munculdengan resiko yang semakin besar. Untuk itulah perlunya dirancang pendidikanuntuk menghindari berbagai pertikaian dan menyelesaikannya secara damaimelalui pengembangan belajar hidup bersama dengan orang lain.

Asia-Pacific Network of International Education and Values Educationatau APNIEVE merupakan jaringan kerja sama Asia Pasifik untuk pendidikan

Page 85: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

70 Herry Porda Nugroho Putro

internasional dan pendidikan nilai yang dibentuk sebagai tindak lanjut dari sidangke-44 Konperensi Internasional tentang Pendidikan di Jenewa pada Oktober1994. APNIEVE bertujuan membantu implementasi Deklarasi dan KerangkaKerja Tindakan Terpadu tentang Pendidikan untuk Perdamaian, Hak-hak AsasiManusia, dan Demokrasi dengan latar belakang pembangunan berkelanjutan.

Filsafat dasar APNIEVE diangkat dari mandat asli UNESCO, yaituPerdamaian untuk Pembangunan dan Pembangunan untuk Perdamaian.Sedangkan misi aslinya adalah transformasi kebudayaan peperangan dankekerasan ke kebudayaan perdamaian, melalui pendidikan umum danpendidikan nilai-nilai khususnya. Maksud dan tujuan utama APNIEVE adalahuntuk mempromosikan dan mengembangkan pendidikan internasional danpendidikan nilai-nilai untuk perdamaian, hak-hak asasi manusia dan demokrasidalam konteks pembangunan yang holistik, manusiawi dan berkelanjutan, melaluikerjasama antara orang-seorang dan lembaga-lembaga yang bekerja di bidang-bidang ini di berbagai negara anggota kawasan Asia Pasifik. (Buku SumberUNESCO-APNIEVE, 2000: 5).

5.1 Hakikat Belajar Untuk Hidup Bersama Dalam Damai dan HarmoniBelajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni adalah proses

dinamis, holistik, dan sepanjang hayat saling menghormati, mengauh(mempedulikan) dan berbagi, keharuan, tanggungjawab sosial, solidaritas,kesediaan, menerima dan toleransi kemajemukan antar perorangan dan antarkelompok (etnik, sosial, budaya, agama, nasional dan regional), didarahdagingkandan dipraktikkan bersama-sama untuk memecahkan berbagai masalah danberusaha ke arah masyarakat yang adil dan bebas, damai dan demokratis.

Proses belajar tersebut dimulai dengan membangun kedamaian batindalam benak dan hati semua orang yang berupaya mencari kebenaran,pengetahuan dan pengertian kebudayaan masing-masing dan penghargaanatas nilai-nilai bersama untuk meraih masa depan yang lebih baik. Untuk itudiperlukan kualitas hubungan-hubungan pada semua tingkat, komitmen padaperdamaian, hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan sosial dalam lingkunganekologis dan seimbang (Buku Sumber UNESCO-APNIEVE, 2000: 8).

5.2 Nilai-Nilai Inti Belajar Hidup Bersama Dalam Damai dan HarmoniAda 4 dimensi utama yang merupakan nilai-nilai inti (core values) konsep

belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni, yaitu: (1) perdamaian,

Page 86: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

71Herry Porda Nugroho Putro

(2) hak-hak asasi manusia, (3) demokrasi, dan (4) pembangunan berkelanjutan.(Report to UNESCO, 1996: 85).

Pada dimensi perdamaian, nilai-nilai esensial yang perlu dikembangkan: (1)cinta, (2) keharuan, (3) harmoni, (4) toleransi, (5) mengasuh dan berbagi, (6)interdependensi, (7) pengenalan jiwa orang lain, (8) spiritualitas, dan (9) perasaan berterimakasih. Kemudian dalam dimensi hak-hak asasi manusia meliputi: (1) kebenaran, (2)kesamaan dan keadilan, (3) penghormatan atas martabat manusia, (4) integritas, (5)akuntabilias, (6) kejujuran, (7) kesediaan menerima, (8) penghargaan atas kemajemukan,(9) kebebasan dan tanggung jawab, dan (10) kerjasama. Pada dimensi demokrasi, nilai-nilai esensial yang perlu dikembangkan: (1) penghormatan atas hukum dan ketertiban,(2) kebebasan dan tangung jawab, (3) kesamaan, (4) disiplin diri, (5) kewarganegaraanyang aktif dan bertanggung jawab, (6) keterbukaan, (7) berpikir kritis, dan (8) solidaritas.Sedangkan dalam dimensi pembangunan berkelanjutan meliputi: (1) kesangkilan atauefisiensi, (2) industri, (3) orientasi masa depan, (4) memperhatikan lingkungan, (5) pengurussumber daya, (6) kreativitas, (7) kehematan, (8) kesederhanaan, dan (9) ekologi pribadi.

5.3 Kerangka Kerja Konseptual

Dalam konteks kemungkinan munculnya budaya global, perludisediakan kerangka kerja konseptual untuk memberikan konstribusi bagipenciptaan dunia yang lebih baik sebagaimana digambarkan berikut:

Page 87: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

72 Herry Porda Nugroho Putro

Sebuah planet yang bersih, sehat terhindar dari pencemaran danbekerjasama mengembangkannya untuk generasi masa depan (Buku SumberUNESCO-APNIEVE, 2000: 18)

Kerangka kerja konseptual tersebut mengakui dan mendukung:1. Pendekatan integral dan holistik dalam belajar hidup bersama dan

mengusahakan dunia yang lebih baik.2. Menerima sintesis yang seimbang, baik antara nilai-nilai Timur dan

Barat maupun antara perspektif-perspektif tradisonal dan modern.3. Menciptakan sebuah planet yang bersih dan sehat sebagai warisan

untuk generasi masa depan melalui keseimbangan antara‘egosentrik’dan ‘ekosentrik’.

4. Mendirikan dan memelihara berbagai lembaga dan sistem-sistemsosial yang demokratis, menghormati hak azasi manusia, adil secarapolitis dan ekonomis, produktif dan memiliki kesadarn global.

5. Penghormatan terhadap orang lain beserta sistem-sistem dankebudayaannya.

5.4 Belajar Hidup Bersama di IndonesiaPluralitas masyarakat Indonesia dan berbagai perubahan global yang cepat

menimbulkan sejumlah tantangan terkait dengan isu-isu perdamaian, hak-hak asasimanusia, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan. Untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, diperlukan kesadaran akan berbagai perbedaan dan berusaha mencarititik-titik persamaan untuk kelangsungan hidup di masa depan.

Setiap bangsa hendaklah bersedia berbagi, peduli, membantu, danbekerjasama dengan kelompok lain dalam memelihara perdamaian hak-hakazasi manusia, mengembangkan demokrasi dan mempercepat pembangunanuntuk mengejar ketertinggalan bersama, dengan saling menghormati, salingmembantu, mengasuh dan berbagi untuk kepentingan semua (Buku SumberUNESCO-APNIEVE, 2000: 16).

VI. PENGAJARAN SEJARAH SEBAGAI SARANA BELAJAR UNTUK HIDUPBERSAMA

Dari bahasan tentang pengertian sejarah dan pengajaran sejarah,terlihat sejarah dan pengajaran sejarah berperanan dalam mengembangkan

Page 88: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

73Herry Porda Nugroho Putro

cara belajar untuk hidup bersama. Dengan penekanan pada pendidikan untukperdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi dan pembangunanberkelanjutan, serta membangun sebuah kesadaran terhadap nilai-nilaiuniversal. Nilai-nilai tersebut harus dipahami dalam konteks berbagaikebudayaan di Indonesia.

Untuk hal itu maka tujuan-tujuan pendidikan sejarah harus:1. Mengembangkan cinta untuk kemanusiaan dan lingkungan.2. Menciptakan kesadaran akan pentingnya hidup yang harmoni, baik

dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan.3. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam rangka

mempromosikan pengetahuan, kesadaran menerima dan toleransi.4. Mengembangkan sikap untuk memberi dan menerima.5. Menciptakan kesadaran solidaritas kemanusiaan tanpa

memandang ras, agama, kepercayaan dan kebudayaan.6. Menciptakan kesadaran akan keunikan setiap individu dalam

konteks sosio-budayanya.7. Mengembangkan kualitas hubungan kemanusiaan melalui

kesadaran atas martabat dan persamaan, saling mempercayai, danmenghargai keyakinan dan kebudayaan orang lain.

8. Memajukan peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial,menjamin kebebasan dalam berekspresi, berkeyakinan dan beribadah.

9. Mengembangkan pembuatan keputusan yang mangkus yangmengarah pada keadilan dan perdamaian.

10. Menciptakan kesadaran tentang kebutuhan terhadap kebebasandan otonomi yang bertanggung jawab.

11. Mengembangkan keterampilan penalaran agar setiap wargamampu belajar membuat keputusan yang berdasar padapengetahuan dan informasi.

12. Menciptakan kesadaran lingkungan dan mengembangkanpembangunan berkelanjutan demi kontinuitas ras manusia. (BukuSumber UNESCO-APNIEVE, 2000: 22).

Learning to live together diperlukan dalam pembelajaran sejarah, sebabberguna mengintegrasikan sejarah ke dalam sejarah bangsa-bangsa. Sehinggatidak hanya menggambarkan kontribusi barat terhadap timur, sebaliknyamembicarakan kontribusi timur terhadap barat. Selain itu sejarah harus bisa

Page 89: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

74 Herry Porda Nugroho Putro

menjawab permasalahan kekinian, periodisasi dalam sejarah akan dapatmelacak pola-pola respon lokal terhadap aspek luar atau pola-pola strategy ofsurvival (Sri Margono, 2010).

Perspektif sejarah dapat untuk melihat arti penting hidup bersama sepertiyang dilakukan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, seperti Bangsa Melayu danNusantara. Dari segi sejarahnya, memang Melayulah kumpulan pertama yangmendiami rantau ini. Kini, Bangsa Melayu dan Nusantara sedang menjalaniproses lonjakan paradigma seiring dengan pembangunan pesat dari segiekonomi, pelajaran, dan teknologi. Kerjasama dan hidup bersama diperlukanagar dapat lebih maju (Zahari Awang, 2014: 315).

Sejarah telah memberikan fakta arti penting hidup bersama, sepertiyang dilakukan oleh Malaysia dengan Cina. Kebangkitan Negara Republik RakyatCina sebagai salah satu dari kuasa global yang terbesar, merupakan satufenomena bagi bangsa Barat dan Bangsa Timur, khususnya terhadap negara-negara di Asia Tenggara. Berkaca dari Malaysia yang memiliki mayoritas Melayudengan jumlah penduduk imigran Cina kurang lebih 22,9%, telah menjalinpersahabatan dan membuka jalan bagi perkembangan dan kemantapanpersahabatan dengan Cina. Sejak tahun 1974, waktu itu Cina masih tertutup,dan belum berkembang seperti sekarang. Integrasi masyarakat Melayu danCina menjadi tumpuan harapan (Kamsiah Abdullah, 2013).

6.1 Isi Pengajaran Sejarah Sebagai Sarana Belajar Hidup BersamaMenurut Buku Sumber UNESCO-APNIEVE ( 2000: 6), untuk

memperkuat pembentukan nilai dan berbagai kemampuan, maka kurikulumsejarah hendaklah memasukkan materi pendidikan yang meliputi dimensisolidaritas, kreatifitas, tanggungjawab warganegara, kemampuan menyelesaikanpertikaian tanpa kekerasan dan dengan kecerdasan yang tinggi.

Pengajaran sejarah dituntut sesuai dengan kondisi-kondisi untukpembangunan perdamaian, seperti berbagai bentuk pertikaian, sebab dandampaknya; dasar-dasar etik, agama dan filsafat hak-hak asasi manusia dansumber-sumber sejarahnya, perkembangan dan implementasinya dalamstandar-standar nasional dan internasional; dasar-dasar demokrasi dan berbagaimodel kelembagaannya; rasisme, sejarah perjuangan melawan imperialismedan semua bentuk diskriminasi serta pengucilan lainnya. Selain itu, perhatiankhusus juga hendaknya diberikan pada masalah kebudayaan, pembangunan

Page 90: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

75Herry Porda Nugroho Putro

dan sejarah setiap suku bangsa. Isi pelajaran yang disarankan oleh UNESCOtersebut sebenarnya sudah terdapat dalam pengajaran sejarah. Dengan melihatperanan sejarah, maka pengajaran sejarah dalam kaitannya dengan hidupbersama adalah:

1. Memperkenalkan siswa pada fakta-fakta tertentu, namun dengandasar pemikiran “not all facts, and not only facts”.

2. Sejarah memberikan landasan pemikiran kepada siswa tentangberbagai perkembangan khusus dalam kehidupan yang berjalansecara sekuensial, tahap demi tahap. Yang perlu diketahui bukanhanya “the what” (hal ihwal dari sesuatu: benda, peristiwa dan lainnya)tetapi juga “the why” (mengapa hal itu dipandang penting) dan “thewhat of it” (apa sebab dianggap penting atau berguna untuk dibahas).

3. Sejarah membantu siswa untuk memahami masa lalu, misalnyatentang asal-usul kehidupan, perjuangan manusia, perkembangannyasampai sekarang, sehingga siswa dapat mempelajari siapa dandimana mereka berada.

4. Sejarah membantu siswa memahami permasalahan yang dihadapipada masa kini dalam hubungannya dengan masa lalu dan arahmasa depan. Persoalan-persoalan tersebut menyangkut berbagaiaspek: politik, ekonomi, sosial, budaya dan masalah internasional.

5. Sejarah mendorong warga negara untuk memiliki tanggung jawabkepada bangsa, negara dengan sikap yang tidak chauvinistik, dengandemikian kita mengenal posisi negara dan bangsa sendiri dalamtatanan dunia internasional secara wajarnya.

6. Dalam sejarah kita mengenal bangsa-bangsa dan peranannya,kekuatan-kekuatan dan peranannya, dan perubahan-perubahan yangmenyertai kita.

Di dalam sejarah kita mengenal tempat-tempat di mana manusia ituhidup bergerak dan berkembang. Pendidikan sejarah dalam rangka learning tolive together dituntut memiliki tujuan untuk (1) Menempa identitas nasional, (2)memelihara hubungan integratif dalam ruang lingkup yang luas, dalam kehidupaninternasional, (3) menanamkan nilai-nilai kewargaan dan etika.

Topik-topik yang mengandung semangat perspektif global dapatdijumpai dalam rangkaian bahan pengajaran sejarah nasional dan sejarah dunia:

1. Sejarah Nasional:

Page 91: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

76 Herry Porda Nugroho Putro

a. Siswa dapat menjelaskan latar belakang dan proses perkembanganperluasan dan pengaruh bangsa-bangsa Eropa di bidang politik,sosial, ekonomi, dan ideologi di Indonesia serta perlawanan diberbagai daerah menentang dominasi asing;

b. Siswa mengkaji beberapa paham baru dan gerakan baru bagiperjuangan kemerdekaan Indonesia dan perkembanganpergerakan nasional Indonesia;

c. Siswa dapat menjelaskan pengaruh pendudukan Jepang diIndonesia dan upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

2. Sejarah Dunia (Umum):a. Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur peradaban kuno di Asia

dan Afrika;b. Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur pokok peradaban Eropa

dan Amerika;c. Siswa dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa penting yang

membawa perubahan tata hubungan dunia baru danmenumbuhkan saling pengertian antar bangsa.

Pembahasan topik-topik tersebut dalam kegiatan belajar-mengajar dikelas tentu memerlukan pendekatan semangat learning to live together, sesuaidengan perkembangan jaman, sehingga bahan pengajaran relevan dengansituasi dan kondisi masa kini, di mana era globalisasi sudah dapat dirasakangejala-gejalanya di seluruh dunia.

6.2 Strategi PengajaranSecara historis, lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi telah

berfungsi sebagai suatu kekuatan penembus peradaban, mengangkat kejujuran,kepercayaan, dan rasa hormat pada kesepakatan; seperti dikatakan Ghoshal,Bartlett, dan Moran (2001: 9) “…..Historycally, they have served as a pervasiveforce civilization, promoting honesty, trust, and respect for contracts.”

Untuk itu perlu dirumuskan strategi-strategi yang jelas, sederhana, danunik dalam suatu proses sehingga setiap orang dapat mengimplementasikannya.Seperti dikatakan Ghoshal, Bartlett, dan Moran (2001: 33) Sepuluh alur pemikiranformal strategi (ten schools of strategi formation) yaitu:

“(1) Design School: A Process of Conseption, (2) Planning School: AFormal Process, (3) Positioning School: An Analytical Process,(4)Entrepreneurial School: A Visionary Process, (5) Cognitive School: A

Page 92: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

77Herry Porda Nugroho Putro

Mental Process, (6) Learning School: An Emergent Process, (7) PowerSchool: A Process of Negotiation, (8) Cultural School: A Social Process:(9) Environmental School: A Reaktive Process, (10) Configuration School:A Process of Tranformation.”Dalam learning to live together para pembuat keputusan sangat penting.

Pengajaran sejarah sebagai sarana “learning to live together” tergantung daripara pembuat keputusan. Menurut Eisenhardt (2001: 87) para pembuatkeputusan yang efektif hendaknya menciptakan strategi dengan:

“(1) Building collective intuition that chances the ability of a topmanagement team to see threats and opportunities sooner and moreaccurately, (2) Stimulating quik conflict to improve the quality of strategicthinking without sacrificing significant time, (3) Maintaning a disciplinedpace that drives the decision process to a timely conclucion, (4) Defusingpolitical behavior that creates unproductive conflict and wastes time “.Maksudnya bahwa para pembuat keputusan yang efektif menciptakan

strategi dengan: membangun intuisi kolektif yang meningkatkan kemampuantim manajemen top untuk melihat ancaman dan kesempatan secara lebih cepatdan lebih akurat, menstimulasi konflik cepat untuk meningkatkan kualitas berfikirstrategis tanpa mengorbankan waktu yang signifikan, memelihara suatu langkahdisiplin yang mendorong proses keputusan pada suatu kesimpulan yang tepatpada waktunya, menolak perilaku politik yang menciptakan konflik tidak produktifdan membuang-buang waktu.

Dalam learning to live together penekanan pada kepemimpinan adalahpenting, dalam hal ini adalah kepemimpinan masa depan. Pengajaran sejarahsebagai sarana learning to live together sarat dengan nilai-nilai kepemimpinan,untuk itu perlu dikaitkan dengan kepemimpinan masa depan. Seorang pemimpinefektif bukanlah orang yang dicintai atau dikagumi. Tetapi ia adalah orang yangmenggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang besar. Kepemimpinanadalah tanggung jawab. Hal ini seperti dikatakan Hesselbein, F., Goldsmith, M.,Beckhard, R. (ed.). (1996: xii). Semua pemimpin efektif tahu akan empat halyang sangat sederhana:

(1) The only definition of a leader is some one who has followers. Somepeopole are thinkers. Some are prophets. Both roles are important andbadly needed. But without followers, there can be no leaders. (2) Aneffective leader is not someone who is loved or admired. He or she is

Page 93: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

78 Herry Porda Nugroho Putro

some one whose followers do the right things. Popularity is not leadership.Result are.(3) Leaders are highly visible. They therefore set examples.(4) Leadership is not rank, privileges, titles, or money. It is responsibility.

Karakteristik yang harus dimiliki pemimpin masa depan, yaitu: (1)Tingkat persepsi dan wawasan yang luar biasa terhadap realita dunia danterhadap diri mereka sendiri. (2) Tingkat motivasi yang luar biasa yang dapatmenguatkan mereka mengatasi pahitnya pembelajaran dan perubahan yangtidak dapat dihindari, terutama dalam dunia dengan batasan-batasan yang makinkabur, di mana kesetiaan makin sulit didefinisikan. (3) Kekuatan emosional untukmengatasi kecemasan diri sendiri dan orang lain karena pembelajaran danperubahan makin menjadi suatu gaya hidup. (4)Keterampilan baru dalammenganalisis asumsi kultural, mengidentifikasi asumsi fungsional dandisfungsional, serta menumbuhkan proses yang memperbesar budaya denganmembangun atas kekuatan dan unsur fungsionalnya sendiri. (5)Kemauan dankemampuan untuk melibatkan orang lain dan menarik partisipasi mereka, karenatugas-tugas akan semakin kompleks dan informasi akan semakin tersebar luasbagi para pemimpin untuk memecahkan masalah dengan kemampuan merekasendiri. (6)Kemauan dan kemampuan untuk membagi kekuasaan dan kontrolmenurut pengetahuan dan keterampilan orang, yaitu memberi kesempatan danmendorong kepemimpinan tumbuh di seluruh organisasi. Ini seperti yangdikatakan oleh Schein (1996: 67) bahwa pemimpin masa depan lebih banyakmemiliki karakteristik berikut:

(1) Extraordinary levels of perception and insight into the realities of theworld and into themselves. (2) Extraordinary levels of motivation to enablethem to go through the inevitable pain of learning and change, especiallyin a world with looser boundaries, in which loyalties become more difficultto define.(3) The emotional strength to manage their own and othersanxiety as learning and change become more and more a way of life.(4)New skills in analyzing cultural assumptions, identifying functional anddysfunctional assumptions, and evolving processes that enlarge theculture by building on its strengths and functional elements. (5) Thewillingness and ability to involve others and elicit their participation,because tasks will be too complex and information too widely distributedfor leaders to solve problems on their own. (6) The willingness andability to share power and control according to people’s knowledge and

Page 94: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

79Herry Porda Nugroho Putro

skills, that is, to permit and encourage leadership to flourish throughoutthe organization.Pimpinan masa depan ditambahkan juga oleh Ashkenas, R., Urich, D.

(1995: 149).A process leader is equivalent to the lead person in jazz band, who notonly plays an instrument but gets the other instrumentalists to “jam”together. The lead person also arranges for a place to play, makes surethe music gets started, and often sets the beat.Jadi sama dengan orang yang memimpin band jazz, yang tidak hanya

memainkan instrumen, tetapi juga mendapatkan instrumentalis untuk bermainbersama-sama. Pimpinan proses bertanggung jawab melindungi alur informasi,materi, dan sumber-sumber terhadap batas-batas dalam perusahaan. Inovasimenciptakan dan mengimplementasikan produk dan jasa baru dapatdidefinisikan sebagai proses inti.

Perlu dikembangkan ask, learn, follow up, and grow. Dikatakan olehGoldsmith (1997: 229) bahwa pemimpin masa depan akan terus menerus dansecara efisien bertanya, belajar, menindaklanjuti, dan tumbuh. Pemimpin yangtidak mampu belajar dan tumbuh akan segera ketinggalan dalam dunia masadepan yang senantiasa berubah.

Berkaitan dengan strategi dan kepemimpinan di atas strategipengajaran sejarah sebagai sarana hidup bersama adalah belajar sejarah yangdapat diartikan sebagai pencarian dan penemuan akan makna sejarah sehinggaterjadi perubahan dalam diri siswa yang relatif permanen sebagai hasil darilatihan atau pengalamannya. Dengan demikian kedudukan guru dalam prosesbelajar siswa adalah sebagai yang mengorganisir, mengelola, dan fasilitatorsehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Ini sesuai dengandefinisi mengajar menurut Mursell (1954: 18): “Teaching may be defined as theorganization of learning so the problem of succesful teaching is to organize learningfor authentic result”. Ditambahkan oleh Nasution (1982: 8) bahwa mengajar dapatdiartikan sebagai kegiatan untuk mengatur lingkungan sebaik-baiknya danmenghubungkannya dengan siswa sehingga terjadi proses belajar. Dari keduapengertian tentang belajar dan mengajar tersebut, belajar harus diorganisir didalam kegiatan-kegiatan yang bersifat nyata, menarik dan berguna bagi diri siswa.

Page 95: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

80 Herry Porda Nugroho Putro

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar(sejarah) adalah strategi belajar mengajar, ini sangat penting karenakeberhasilan belajar mengajar tergantung pada strategi yang direncanakansebelumnya. Dewasa ini perlu strategi baru dalam belajar mengajar sejarah,sehingga murid dapat lebih bergairah dan learning to live together dalammengikuti pelajaran sejarah dan dapat mengambil manfaatnya. Perlu diluruskananggapan bahwa pengajaran sejarah hanyalah penguasaan fakta-fakta sejarahbelaka dan dalam pengajaran sejarah guru selalu membiarkan siswa terpakuterorientasi pada masa lampau. Guru melalu pengajaran sejarah membuatagar siswa secara dinamis/aktif mengamati perkembangan masa lampau danmenemukan konsep atau ide-ide dasar dari peristiwa masa lampau tersebutyang nantinya diharapkan sebagai bekal untuk menilai perkembangan masakini dan masa yang akan datang. Soedjatmoko (1976: 15) memberikan solusiagar siswa lebih aktif dan tertarik pada pengajaran sejarah:

Pengajaran sejarah hendaknya diselenggarakan sebagai suatuadvonturir bersama dari pengajar maupun yang diajar. Dalam konsepini maka bukan hafalan fakta, melainkan riset bersama antara gurudan mahasiswa menjadi metode utama. Dengan jalan ini mahasiswalangsung dihadapkan dengan tantangan intelektual yang memangmerupakan ciri khas dari sejarah sebagai ilmu. Demikian pula diadilibatkan langsung dalam suatu engagement baru dengan arti sejarahuntuk hari ini. Dia menjadi peserta, pelaku dalam usaha penemuan diribangsa kita sendiri.Pendapat Soedjatmoko ditambahkan oleh Douch (dalam Ballard, 1970:

105): “… the need for children to be involved ini history and that they sould see itnot as a film which they simply watch, but as a continuing play in which they themselves are actors”. Steele (1976: 54) menekankan kegiatan sejarah lokal dalampengajaran sejarah sebagai suatu pendekatan khusus yang perlu dimasukkandalam kurikulum sekolah.

Dari beberapa pendapat di atas pengajaran sejarah diarahkan kepadaperan aktif siswa, sehingga dapat meningkatkan kegairahan siswa untu belajarsejarah, yaitu dengan membawa pada situasi riil di lingkungannya. Dari segisosiologis dan psikologis cara ini akan membawa murid secara langsungmengenal dan dapat menghayati lingkungan masyarakatnya (Douch, 1967: 7-8). Pengajaran sejarah diharapkan: (1) siswa dapat lebih memanfaatkan sumber

Page 96: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

81Herry Porda Nugroho Putro

belajar di daerahnya (lingkungannya), (2) siswa dapat lebih mengenal kondisialam dan lingkungan sosial-budaya di daerahnya, (3)siswa dapat menerapkanpengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalahyang ditemukan di lingkungan sekitarnya, (4) siswa menjadi akrab denganlingkungannya dan terhindar dari keterasingan dengan lingkungannya sendiri.

Penggunaan sejarah lokal dalam pengajaran sejarah nasional dansejarah dunia penting bagi siswa karena menurut Merrryfield (1997: 5) perspekstifglobal ditandai oleh tiga wilayah konsesus: (1) menyadari keanekaragaman danpersamaan budaya, perbedaan perspektif dan karagaman kesadaran; (2)kesadaran dunia sebagai satu sistem, kesadaran akan interdependent daninterkoneksi di antara negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia; (3)pengambilan keputusan lokal, di mana peserta didik besar kemungkinandipengaruhi oleh perkembangan global dan timbal balik, keputusan lokal ituakan mempengaruhi perkembangan global.

Model kurikulum nasional mengandung banyak kelemahan, pertamamenyeragamkan kondisi yang berbeda-beda, seperti keadaan alam, sosialbudaya dan juga tahap perkembangan intelek siswa sehingga penyeragamanakan sulit. Penyeragaman dapat menghambat kreativitas, memperlambatkemajuan sekolah yang sudah mapan dan menghambat perkembangan sekolahyang terbelakang. Penyeragaman berdampak menjauhkan siswa dari kondisidan lingkungan tempat siswa tumbuh berkembang. Kedua ketidakadilan dalammenilai hasil. Dalam kurikulum seragam penilaian dilakukan secara seragampula (Sukmadinata, 1997).

Membelajarkan sejarah pada peserta didik berarti menyentuh prosesbelajar. Belajar sejarah perlu dikembangkan berpikir analitik yang lebih bersifatkonkrit seperti belajar science atau matematika (Sukmadinata, 1997: 132-341),atau berpikir intuitif yang bersifat abstrak? Ausubel (dalam Sukmadinata, 1997:135-139) menggambarkan belajar bermakna, yang mungkin cocok dipakaibelajar sejarah. Peserta didik memiliki konsep-konsep yang dipelajarinya terlebihdahulu. Pada pengetahuan baru, peserta didik menghubungkannya dengankonsep-konsep yang telah dimilikinya, dan terbentuklah kebermaknaan logis.

Tujuan secara umum dari pengajaran sejarah menurut Gunning (1978:178-180) adalah: membentuk warga negara yang baik, menyadarkan siswamengenal dirinya sebagai orang yang baik, memberikan suatu perspektif sejarah

Page 97: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

82 Herry Porda Nugroho Putro

kepada anak didik, dan untuk mempersiapkan sebagai ahli sejarah setelahmasuk perguruan tinggi. Sedangkan khusus dari pengajaran sejarah adalah:(1)mengajarkan konsep, (2)mengajarkan ketrampilan intelektual, (3)memberikan informasi kepada anak didik.

Salah satu aspek penting dalam kegiatan proses belajar mengajarmenurut Abbas (1998: 88) adalah peserta didik dapat terlatih berpikir secarainduktif. Artinya, kegiatan proses belajar mengajar diarahkan sedemikian rupasehingga peserta didik dapat mempelajari suatu materi pelajaran melaluipengalaman lapangan. Dengan cara seperti ini mereka dapat secara langsungditerjunkan pada situasi nyata di lapangan.

Strategi pengajaran induktif menurut Hasan (1996) bertujuan untukmembantu siswa belajar secara induktif. Belajar secara induktif dianggap lebihmenguntungkan karena proses berfikir induktif adalah ciri dari disiplin ilmu sosial.Urutan strategi induktif dalam skema sebagai berikut:

Model induktif dalam pengajaran sejarah di sini adalah suatu modelyang berangkat dari lingkup lokal berkembang ke lingkup nasional dan dunia.Demikian juga pengenalan peristiwa-peristiwa sejarah dapat diawali dari lingkup

I

Pengamatan dan pemahaman

terhadap suatu situasi khusus

melalui identifikasi fakta, konsep

Identifikasi persamaan dan

perbedaan antara fakta dan konsep

(proses pemahaman sudah dapat

dilakukan terhadap konsep serta dasar yang

menjadikan persamaan dan

perbedaan antara fakta dan konsep

tersebut)

Membandingkan apa yang sedang

dipelajarinya dengan apa yang sudah

dikenal sebelumnya sehingga terjadi

pengakaran dalam struktur kognitif

siswa

Mencari persamaan

dan perbedaan antara apa yang sudah dipelajari

dengan bahan baru yang

lebih luas dan lebih umum

sifatnya

II

III

IV

Page 98: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

83Herry Porda Nugroho Putro

lokal, sehingga siswa mendapatkan pemahaman tentang konsep-konsepsejarah dan pemahanan tentang suatu peristiwa sejarah. Dengan cara inidiharapkan siswa dapat bergairah dan berminat dalam belajar sejarah, karenamereka dapat belajar secara learning to live together.

Selain pendekatan induktif digunakan pendekatan keterampilan proses.Pendekatan keterampilan proses mengajak siswa berpikir dan melihat suatuproses bukan produk saja seperti dikatakan Bruner dalam Dahar (1989: 107):

“We teach a subject not to produce little living libraries on that subject,but rather to get a student to think mathematically for himself, to considermatters as an historian, to take part in the process of knowledge-getting.Knowingis a process, not a product.”Dari beberapa prinsip tentang pendekatan keterampilan proses dapat

diambil kesimpulan bahwa siswa dalam mempelajari sesuatu dan diajak melihat,memahami, dan terlibat dalam suatu proses secara bersama-sama. Denganketerampilan proses pengajaran sejarah dilaksanakan seperti sebagai suatuavonturir bersama dari pengajar maupun yang diajar, bukan hafalan fakta,melainkan riset bersama antara guru dengan peserta didiknya (Soedjatmoko,1976). Hal ini ditegaskan oleh Douch dalam Ballard (1970 : 105) “…the need forchildren to be involved in history and that they should see it not as a film which thesimply watch, but as a continuing play in which yhey themselves are actors.”Dalam pendekatan keterampilan proses siswa diajak melakukan kegiatan yangmenyerupai gaya seorang sejarawan profesional (Steele, 1976).

Pendekatan keterampilan proses menekankan prinsip : (1) motivasi, yaitumenekankan pembangkitkan daya dalam pribadi siswa yang mendorong untukmelakukan sesuatu; (2) latar atau konteks, yaitu menggunakan pengetahuan ataupengalaman yang telah dimiliki siswa; (3) keterarahan pada titik pusat atau fokustertentu dengan merumuskan batasan-batasan masalah yang akan dipecahkanmurid; (4) hubungan sosial atau sosialisasi yang menekankan kerjasama; (5) belajarsambil bekerja dengan menekankan aktivitas mental dan fisik; (6) perbedaanperorangan sehingga tidak ada anak yang tertekan; (7) menemukan, yangmenekankan proses belajar di mana anak tidak hanya menerima informasi ataukonsep, tapi justru mereka di dorong untuk mencari dan menemukan sendiriinformasi serta konsep tersebut; (8) pemecahan masalah dengan menekankanAgar peserta didik turut berperan serta aktif, maka penggunaan metode ceramah

Page 99: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

84 Herry Porda Nugroho Putro

pada kepekaan siswa terhadap berbagai masalah dan kemudian mendorongmereka memecahkan masalah-masalah tersebut (Semiawan, 1988: 10-13).

Strategi pengajaran sejarah dan isi pelajaran sejarah sesuai denganBuku Sumber UNESCO-APNIEVE (2000: 6) yaitu untuk memperkuatpembentukan nilai dan berbagai kemampuan, memasukkan materi pendidikankewarganegaraan yang meliputi dimensi internasional seperti solidaritas,kreatifitas, tanggungjawab warganegara, kemampuan menyelesaikan pertikaiantanpa kekerasan dan dengan kecerdasan yang tinggi.

Selain itu pengajaran sejarah diarahkan pada kondisi-kondisi untukpembangunan perdamaian, seperti berbagai bentuk pertikaian, sebab dandampaknya; dasar-dasar etik, agama dan filsafat hak-hak asasi manusia dansumber-sumber sejarahnya, perkembangan dan implementasinya dalamstandar-standar nasional dan internasional; dasar-dasar demokrasi dan berbagaimodel kelembagaannya; rasisme, sejarah perjuangan melawan seksisme dansemua bentuk diskriminasi serta pengucilan lainnya.

Kerangka kerja kurikulum terpadu meliputi: keterpaduan nilai-nilaiperdamaian, hak-hak asasi manusia, demokrasi dan pembangunanberkelanjutan, keterkaitan kerja pembelajaran formal dan non formal, kebutuhan-kebutuhan lokal, nasional, regional dan global, berbagai kebutuhan khususpeserta didik, pengenalan terhadap sumber daya yang cocok untuk memenuhiberbagai kebutuhan peserta didik, memasukkan umpan balik formatif untukperbaikan dan perkembangan warga belajar. Pendidikan untuk perdamaian,hak-hak asasi manusia, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan adalahkomponen-komponen penting pengajaran sejarah. Strategi utama yangdigunakan dalam pengajaran sejarah tersebut meliputi penanaman danpenjelasan nilai-nilai, menempatkan dilema moral, analisis nilai, belajarbertindak, berbagai strategi yang menggugah dan model tindakan sosial. Selainitu bisa juga digunakan strategi transpribadi, seperti meditasi, pandangan kemasa depan, analisis introspektif, psikosintesis dan lain-lain.

Pendekatan, teknik dan sumber daya yang digunakan dalampengajaran sejarah mengacu pada upaya menjamin agar nilai-nilai yangdiajarkan mangkus dan bermakna. Untuk itu isi pelajaran akan meliputipenjelasan nilai-nilai, analisis nilai, tindakan sosial, dan pengembangan nilai-nilai afektif, kognitif, sosial dan spiritual.

Page 100: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

85Herry Porda Nugroho Putro

Agar peserta didik turut berperan serta aktif, maka penggunaan metodeceramah dan sistem komunikasi searah hendaklah diminimalisir dandikedepankan penggunaan: diskusi dan dinamika kelompok, simulasi danbermain peran, penelitian mendalam dan penugasan perorangan, berbagaikunjungan dan studi lapangan, aksi sosial, komunikasi internet dengan proyek-proyek UNESCO Associated Scholls Project, berperanserta dalam danmengamati konperensi nasional dan internasional, Praktik mengajar,penggunaan media massa secara ekstensif (UNESCO-APNIEVE, 2000: 22).

Keempat core values – perdamaian, hak asasi manusia, demokrasi,dan pembangunan berkelanjutan — perlu diajarkan dan dipraktekkan dalamsituasi-situasi yang realisitis, sehingga peserta didik mengembangkan suatukomitmen untuk menggunakan dan mengembangkan nilai-nilai tersebut dalamlingkungan mereka sendiri.

Sistem penilaian yang digunakan hendaklah bersifat timbal balik. Jikapara guru menilai kinerja peserta didik, maka para peserta didik juga hendaklahdiberi kesempatan menilai dan mengukur kemangkusan program dan metodepelatihan yang digunakan. Kemudian aspek-aspek yang dievaluasi haruslahbersifat komprehensif, transparan, dan kontinu (UNESCO-APNIEVE, 2000: 24).

Aspek-aspek kepribadian peserta didik yang perlu diperhatikan dalampenilaian adalah: kemampuan mendiagnosis masalah, kecakapan dalamberdiskusi, kemampuan analisis, kemampuan pemecahan masalah, peran serta,kerjasama dan layanan sukarela, pendekatan konstruktif, dan kemauan untukberbagi dan peduli (UNESCO-APNIEVE, 2000: 24).

6.3 Manajemen Informasi dalam Pengajaran SejarahPengajaran dengan E-Learning Model sejalan dengan perkembangan

global saat ini. Tofler (1990: 27) melihat bahwa kekuasaan telah berubah, yaituberpindah dari mereka yang memiliki informasi bukan dari yang memiliki modal.Permadi (2000: 11) menambahkan bahwa zaman informasi ini ditandai denganperkembangan komputer. Akibatnya terjadi perubahan radikal dalam arti“pengetahuan” (knowledge) sehingga zaman ini disebut era informasi sebagaiknowledge society (masyarakat berpengatahuan).

Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkatmelalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut

Page 101: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

86 Herry Porda Nugroho Putro

tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian, maka pendidikan(khususnya proses belajar mengajar) cepat atau lambat tidak dapat dilepaskandari internet sebagai alat bantu utama (Permadi, 2000:17).

Robin Paul Ajjelo (Permadi, 2000:17-18) memberikan gambaran tentangruangan kelas di era millenium, bentuknya seperti laboratorium komputer; tidakterlihat lagi anak duduk dibangku dan guru berada di depan kelas. Keadaanruang kelas di masa mendatang merupakan tempat siswa melakukan kegiatanbelajar secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebutinteractive learning (pembelajaran aktif). Peserta didik berhadapan dengankomputer dengan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melaluijaringan internet untuk mendapatkan materi belajar dari berbagai sumber belajar.

Secara filosofis Menurut Cisco (Kamarga, 2001) :• E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,

pendidikan, pelatihan secara online;• E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya

nilai belajar secara tradisional (model belajar klasikal, kajian terhadapbuku teks, CD-Rom, dan pelatihan berbasis komputer) sehinggadapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi;

• E-learning tidak berarti menggantikan model belajar klasikal di dalamkelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaankonten dan pengembangan teknologi pendidikan;

Internet yang sudah berkembang pesat di era millenium III ini, memuatberagam situs sebagai sumber informasi pendidikan (khususnya pengajaransejarah). Lewat situs-situs sejarah siswa dapat melihat berbagai peristiwa diberbagai tempat di dunia, situs-situs tersebut berupa gambar dan tulisan-tulisan.

Dengan E-learning terlihat siswa berperan sebagai subyek dalam belajar,bukan hanya sebagai penerima informasi dan menghafal seperti yang dikatakanPartington (1980 : 15) too chalk and talk and by a lack of involvement of childrenin their own learning. Dalam E-learning memberi kemungkinan pengembangankemampuan murid untuk berpikir aktif kreatif dan partisipasi aktif dalam prosesbelajarnya, sehingga pengajaran tersebut dapat memberikan stimulus, bahkanmenantang, mengesankan serta menggairahkan murid (Semiawan, 1988). E-learning mengajak siswa berpikir dan melihat suatu proses bukan melihat suatuproduk saja seperti yang dikatakan Bruner (Dahar 1989: 107) bahwa :

Page 102: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

87Herry Porda Nugroho Putro

We teach a subject not to produce little living libraries on that subject,but rather to get a student to think mathematically for himself, to considermatters as an historian, to take part in the process of knowledge-getting.Knowing is a process, not a product.Dari beberapa prinsip tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dengan

E-learning model siswa dalam mempelajari sesuatu diajak melihat, memahami,dan terlibat dalam suatu proses. Pendekatan ini sesuai dengan pengajaransejarah, karena dalam pengajaran sejarah siswa diajak melihat suatu fakta-fakta sejarah yang kemudian menjadi sebuah cerita sejarah.

VII. SIMPULANDari uraian di atas diperoleh gambaran pengajaran sejarah yang dapat

digunakan sebagai sarana belajar untuk hidup bersama (learning to live together),ini didasarkan pada karakteristik dari sejarah dan pengajaran sejarah.

Sejarah menggambarkan peristiwa masa lalu manusia, meliputi peristiwasosial, politik, ekonomi, budaya. Peristiwa masa lalu manusia tersebut terjadi diseluruh bagian bumi, sehingga terdapat sejarah dunia dan sejarah nasional. Waktudari peristiwa tersebut mulai dari zaman pra-sejarah hingga zaman sekarang(sejarah kontemporer). Secara eksternal peristiwa sejarah menggambarkanberbagai penomena kehidupan manusia, baik bersifat kontruktif maupun konduktif.Secara internal peristiwa sejarah tersebut mengandung ide-ide, gagasan-gagasandari tingkah-pola manusia sepanjang jaman. Sifat internal ini penting dalam melihatsejarah, sehingga dapat diperoleh makna dari suatu peristiwa sejarah.

Pengajaran sejarah mempunyai tugas menyampaikan (menginformasikan)peristiwa masa lalu manusia tersebut, sehingga manusia dapat belajar dari masalalu tersebut pada gilirannya pengajaran membuat manusia menjadi bijaksana.

Karakteristik sejarah dan pengajaran sejarah sejalan denganrekomendasi UNESCO tentang belajar hidup bersama, karena dalam sejarahdan pengajaran sejarah terlihat arti penting kebersamaan sepanjang jaman.Tidak adanya kebersamaan menimbulkan terjadinya perang-perang besar(Perang Dunia), penjajahan, pemberontakan-pemberontakan. Sejarahmemperlihatkan kebersamaan, kemerdekaan, persatuan antar bangsa dapatmenciptakan dunia yang damai dan harmoni.

Page 103: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

88 Herry Porda Nugroho Putro

Terhadap arti penting sejarah dan pengajaran sejarah dalammenciptakan situasi kebersamaan, damai dan harmoni; perlu ditunjang denganstrategi pengajaran sejarah yang tepat sesuai dengan era globalisasi. Strategipengajaran sejarah yang tersebut penekanan pada peserta didik, maksudnyapeserta didik diajak aktif. Selain itu perlu dikembangkan kepemimpinan baikguru maupun siswa, kepemimpinan tersebut merupakan satu-kesatuan daripengajaran sejarah.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat pada era globalisasi harusdimanfaatkan dalam pengajaran sejarah, sehingga peserta didik dapat melihatkenyataan di seluruh muka bumi tentang makna kebersamaan. Sejalan denganperkembangan teknologi perlu dikembangkan manajemen yaitu manajemeninformasi. Agar informasi kesejarahan dalam hubungannya dengan belajar hidupbersama tertata secara rapi, sistematik, dan bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKAAbbas, H. 1998. “Dasar Filosofis Kurikulum Sejarah”. Simposium Pengajaran

Sejarah. Jakarta: Depdikbud.Ashkenas, R., Urich, D. 1995. The Boundaryless: Breaking of Chains of

Organizational Structure. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.Berger, P. L. & Lucman, T. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Terjemahan Hassan

B. Jakarta: LP3ES.BUKU SUMBER UNESCO – APNIEVE. 2000. Belajar Untuk Hidup Bersama

Dalam Damai Dan Harmoni. Kantor Prinsipal UNESCO untuk KawasanAsia-Pasifik, Bangkok & Universitas Pendidikan Indonesia.

Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.Douch, R. 1970. “Local History”, dalam New Movement in The Study and Teaching

of History (M. Ballard ed.). London : Temple Smith.Eisenhardt, K. M. 2001. “Strategy as Strategy Decision Making”. Cusumano, M.

A., Markides C. C. (ed.). 2001. Strategic Thinking: for the Next Economy.San Francisco: Jossey-Bass.

Elton, G. R. 1967. The Practise of History. New Yor: Thomas J. Crowell Company.Ghoshal, S., Barlett, C. A., Moran, P. 2001. “A New Manifesto for Management”.

Cusumano, M. A., Markides C. C. (ed.). (2001). Strategic Thinking: forthe Next Economy. San Francisco: Jossey-Bass.

Page 104: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

89Herry Porda Nugroho Putro

Goldsmith, M. 1997. “Ask, Learn, Follow Up, and Grow”. Hesselbein, F.,Goldsmith, M., Beckhard, R. (ed.). (1996). The Leader of The Future.New York: Drucker Foundation.

Gunning, D. 1976. The Teaching of History. London: Cromm Helm.Hassan, H. S. 1996. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga

Akademik.Hatten, J, K. & Rosenthal, S. R. 2001. Reaching for the Knowledge Edge. New York:

Amacom.Hill, C. P. 1956. Saran-Saran Tentang Mengajar Sejarah.Terj. Hasan Wirastina.

Jakarta: Kepustakaan Perguruan Kementrian PP dan K.Hugiono dan P.K. Poerwantana. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bina

Aksara.Joni, R. T. 1989. Mereka Masa Depan, Sekarang; Tantangan bagi Pendidikan

dalam Menyongsong Abad Informasi. Malang: IKIP Malang.Kamarga, H. 2001. “Belajar Sejarah Melalui E-Learning”. Makalah Seminar dan

Lokakarya Pembelajaran Sejarah dan Sosiologi di Era Reformasi danOtonomi Daerah 14 Nopember 2001. Bandung : Jurusan PendidikanSejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial UPI.

Kamsiah Abdullah. 2013. Membina Jambatan Kesepaduan Pelbagai Bangsa diSingapura dalam Arus Kebangkitan Negara Republik Rakyat China.Akademika: Jurnal Sains Kemasyarakatan dan Kemanusiaan AsiaTenggara. Journal of Southeast Asia Social Sciences and Humanities.Number 83 (2&3) May-Dec 2013. Universiti Kebangsaan Malaysia.

Kartodirdjo, S. 1989. “Menggali Warisan Leluhur Untuk Memperkokoh IdentitasNasional Fungsi Pengajaran Sejarah Dalam Pembangunan, Makalah.Surakarta: PPS UNS.

———. 1982. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari Emperium SampaiImperium. Jakarta: Gramedia.

———. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.———. 1999, 19 Mei. Nasionalisme Tetap Diperlukan. Kompas [Online]. Tersedia:

http://www. Kompas.com. [8 Nopember 2001].———. 2001, 30 Oktober. Jangan Gabungkan Sejarah Dengan Pelajaran Lain.

Kompas [Online]. Tersedia: http://www. Kompas.com. [8 Nopember 2001].Merryfield, M. M., 1997. Preparing Teachers to Teach Global Perspectives. California:

Corwin Press, Inc.Meullen, V, J.Vander. 1987. Ilmu Sejarah dan Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Page 105: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

90 Herry Porda Nugroho Putro

Ohmae, K. 1991. Dunia Tanpa Batas: Kekuatan dan Strategi di dalam Ekonomiyang Saling Mengait. Ahli Bahasa F. X. Budiyanto. Jakarta: Bina Aksara.

Ornstein, A.C. & Levine, D.Y. 1985. An Introduction to The Foundation Education.Boston: Houghten Miflin.

Partington, G. 1980. The Idea of an Historical Education. Avon : NFER PublishingCompany.

Permadi, D. 2001. School-Based Management and Tough-Minded Leadership.Bandung : PT Sarana Panca Karya Nusa.

Renier, G. J. 1961. History Its and Method. London: George Allen & Unwin Ltd.Report UNESCO. 1996. Treasure Within. UNESCO PUBLISHING.Schein, E. H. 1996. “Leading a Diverse Work Force”. Hesselbein, F., Goldsmith, M.,

Beckhard, R. (ed.). (1996). The Leader of The Future. New York: DruckerFoundation.

Semiawan, C dkk. 1988. Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana MengajarkanSiswa Belajar. Jakarta : Gramedia.

Sidi Gazalba. 1988. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara..Soedjatmoko. 1976. Kesadaran Sejarah dalam Pembangunan. Prisma No 7 tahun V,

hal. 47. Jakarta: LP3ES.Sri Margana. 2010. Sejarah Indonesia: Perspektif Lokal dan Global. Persembahan

untuk 70 Tahun Prof. Dr. Djoko Suryo. Sri Margana & Widya Fitrianingsih(ed.). Yogyakarta: Ombak.

Steele, I. 1976. Development in History Teaching. London : Open Book.Sukmadinata, Syaodih, N. 1999. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Suryo, D. “Kesadaran Sejarah Sebuah Tinjauan”, makalah disampaikan dalam

seminar Kesadaran Sejarah di UNS, Surakarta, 5 Mei 1991.————, 1991. Pengajaran Sejarah dan Globalisasi Kehidupan. Historika, No. 5

tahun III, hal. 1-10. Surakarta: Program Pasca Sarjana IKIP Jakarta KPKUNS.

Taufik Abdullah & Abdurrahman Suryomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan HistoriografiArah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.

Tilaar. H. A. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Magelang:Tera Indonesia.

Tofler, A. 1990. Powershift. Alih Bahasa Hermawan Sulistyo. Jakarta : Panca Simpaty.

Page 106: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

91Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

MULTIMEDIA DALAM PENGAJARAN DANPEMBELAJARAN SEJARAH

Nur Syazwani Abdul Talib, Mohd Mahzan Awang & Abdul RazaqAhmad

Corresponding autor: [email protected]

PENGENALANKemunculan teknologi maklumat adalah bukan satu fenomena yang

baru pada masa ini. Tony Feldman (1997) dalam bukunya ‘An Introduction toDigital Media’ mendefinisikan multimedia sebagai gambar, grafik, animasi, teksdan suara dalam suatu maklumat digital (Rozinah Jamaludin, 2005). Aplikasimultimedia ini tidak terhad kepada bidang hiburan sahaja. Malah penggunaanmultimedia kini telah diperluaskan kepada bidang-bidang lain seperti perniagaan,pentadbiran dan khususnya bidang pendidikan. Dalam pendidikan, penggunaanbahan multimedia merupakan trend terkini semasa sesi pengajaran danpembelajaran. Perkembangan teknologi maklumat ini menimbulkan pelbagaireaksi daripada pelbagai golongan masyarakat (Rossafri Mohamad dan WanAhmad Jaafar Wan Yahaya, 2007).

Teknologi multimedia ini bukanlah bermaksud untuk menggantikanterus peranan guru sebagai tenaga pengajar tetapi penggunaan multimediaadalah sebagai pemudah cara bagi meningkatkan motivasi dan minat belajarSejarah dalam kalangan pelajar. Hal ini kerana sejarah dikatakan sebagai satumata pelajaran yang membosankan disebabkan kaedah pengajaran danpembelajaran yang hanya berpusatkan guru (Rossafri dan Wan Ahmad, 2007).

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 107: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

92 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Kaedah pengajaran yang digunakan oleh guru sebelum ini adalah dalam bentukceramah dan menggunakan buku teks serta papan hitam. Justeru itu, pelajar-pelajar kurang diberikan peluang untuk melibatkan diri secara aktif semasaproses pengajaran dan pembelajaran sedang berlangsung (Rossafri dan WanAhmad, 2007). Di negara-negara Eropah, pengajaran dan pembelajaran denganmenggunakan Information and Communication Technology (ICT) dapat menarikminat belajar dan meningkatkan pencapaian pelajar dalam mata pelajaranSejarah (Lee Bih Ni, 2013).

Pada tahun 2013, mata pelajaran Sejarah telah dijadikan mata pelajaranwajib lulus pada peringkat Sijil Pelajaran Malaysia (SPM). Perkara ini bukanlahuntuk membebankan pelajar tetapi untuk meningkatkan pengetahuan merekamengenai sejarah negara. Dengan mewajibkan mata pelajaran Sejarah sebagaimata pelajaran wajib lulus akan dapat menunjukkan kepada pelajar bahawapentingnya mata pelajaran Sejarah dalam usaha untuk mendidik pelajar menjadiwarganegara yang baik (Utusan Malaysia, 6 November 2013). Kini internet adalahsalah satu inovasi penting dalam arus pendidikan. Permulaan kepada munculnyainternet adalah dengan penciptaan komputer. Penggunaan multimedia ini akandapat merangsang pelbagai deria pelajar malah akan dapat menarik minatpara pelajar dalam mempelajari sesuatu mata pelajaran (Jamalludin Harundan Zaidatun Tasir, 2003).

PENDIDIKAN SEJARAH DI MALAYSIAKeputusan kerajaan Malaysia untuk menjadikan sejarah sebagai mata

pelajaran wajib lulus pada peringkat SPM adalah bermula pada tahun 2013(Mohamad Fadzil Che Amat dan Abdul Jaleel Abdul Hakeem, 2013) telahmendapat pelbagai reaksi daripada semua pihak. Pelbagai persoalan yangtimbul mengenai isi kandungan mata pelajaran Sejarah yang diajar kini danmendesak agar dikaji semula namun banyak pihak bersetuju dengan keputusankerajaan tersebut (Mohd Samsudin dan Shahizan Shaharudin, 2012). Hasratkerajaan ini adalah bagi memastikan semangat patriotisme dipupuk dalamkalangan pelajar dan merupakan asas penting pembinaan negara bangsa(Hasnah, 2010). Oleh itu, kaedah pengajaran dan pembelajaran yang melibatkanpelajar secara aktif adalah sangat penting kerana pelajar ini akan lebih banyakmengingati maklumat yang diterimanya (Mayer, 2004).

Page 108: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

93Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Kelemahan sebenar dalam menguasai kurikulum sejarah adalahdisebabkan gaya penyampaian yang kurang berkesan (Brown, 1980).Keberkesanan penyampaian pula adalah bergantung pada gaya kreativiti guruSejarah yang mana guru perlu memantapkan ilmu sejarah dan melibatkanpelajar dalam semua kemahiran belajar sejarah yang ada (Bahari Md Shah,2011, dalam Mohamad Fadzil dan Abdul Jaleel 2013). Perkembangan minda,emosi, sikap dan nilai para pelajar dapat dibentuk melalui daya kreativiti yangtinggi dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran. Dalam mencipta kreativitidaya imaginasi juga diperlukan (Abdul Rahim Abdul Rashid, 1999). Pengajarandan pembelajaran sejarah tanpa unsur kreatif akan menyebabkan sejarah itudiajar mendatar sahaja yang akhirnya membawa kepada rasa bosan dan kurangminat dalam kalangan pelajar. Perkara ini berpunca daripada pengajaransejarah yang lebih kepada ingin lulus peperiksaan sahaja dan menghabiskansukatan pelajaran (Hazril Jamil, 2003). Justeru itu, penggunaan multimediaadalah salah satu langkah dalam mencipta kreativiti seorang guru dalammengajar Pendidikan Sejarah.

MULTIMEDIA DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN SEJARAHMultimedia boleh ditakrifkan dengan pelbagai maksud berdasarkan

kepada perspektif masing-masing. Rossafri dan Wan Ahmad Jaafar (2007)dalam kajian yang dijalankan telah mengemukakan perspektif beberapapenyelidik yang lain mengenai multimedia. Antaranya Vaughn (2001)mendefinisikan multimedia sebagai penggunaan komputer dan mediaelektronik lain dengan adanya gabungan teks, grafik, bunyi, animasi dan video.Manakala Hofstetter (2001) pula menyatakan penggunaan komputer denganwujudnya interaksi, ciptaan dan komunikasi melalui teks, audio, videomenggunakan pautan dan peralatan. Selain itu, multimedia merupakan satuprogram komputer yang mengandungi teks dan mesti mempunyai sekurang-kurangnya salah satu daripada audio, muzik, video, imej, grafik 3-D, animasiatau grafik (Maddux, Johnson & Willis, 2001). Oleh itu, dapat disimpulkandaripada taksiran tersebut bahawa multimedia merupakan penggunaankomputer berbantukan teks, grafik, audio, animasi dan juga video dalammendapatkan maklumat mengenai pembelajaran.

Page 109: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

94 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Penggunaan multimedia dalam sejarah turut dibuktikankeberkesanannya melalui kajian yang dilakukan oleh Lee Bih Ni (2013). Kajianyang dijalankan adalah mengenai ‘ICT dan Pengajaran-Pembelajaran Sejarahdi Sekolah’. Kajian ini merupakan analisis daripada kajian terdahulu. Dalamkajian ini dinyatakan bahawa P&P sejarah boleh menggunakan empat teknikiaitu tutorial, penerokaan, komunikasi dan aplikasi. Kaedah tutorial bolehdigunakan untuk menyampaikan kandungan pelajaran berdasarkan urutan topik.Kaedah ini memerlukan guru menggunakan komputer dan perisian yang terdapatpada CD ROM, cakera padat atau laman web yang telah disediakan denganmenggunakan aspek multimedia. Kaedah ini sesuai digunakan untuk kelas yangmempunyai bilangan pelajar yang ramai dan menjadi penyelesaian kepada guruyang terlibat dengan program luar sekolah serta bagi menyediakan pelbagaisoalan di semua peringkat.

Kaedah pembelajaran secara exploration (tinjauan) diperkenalkan olehJack Thorpe melalui pembelajaran penerokaan laman web. Pembelajaranpenerokaan dapat dilakukan melalui peruntukan CD ROM atau DVD ROMsemasa P&P sejarah. Selain itu, pembelajaran melalui penerokaan juga dapatdilakukan melalui melayari internet. Kajian kes di Sweden telah melaksanakankajian ini dengan meminta pelajar membentangkan hasil penemuan merekamelalui MS Power Point. Hasilnya pelajar merasa seronok dengan kaedahpembelajaran ini kerana mereka telah menemui banyak penemuan dalam kajianyang dijalankan. Di samping itu, ICT dijadikan sebagai alat komunikasi keranaboleh merentasi sempadan. Bahan-bahan pembelajaran boleh dikongsi bersamawalaupun berada di tempat yang berbeza melalui teks, audio, video dan pelbagaimod gabungan. Melalui penggunaan internet pelbagai bahan dapat diaksesdan dikongsi (Lee Bih Ni, 2013).

Kajian mengenai ‘Kesan Penggunaan Laman Sosial ke atas KaedahPerbincangan di dalam Pengajaran dan Pembelajaran Mata Pelajaran Sejarah’oleh Rossafri Mohamad dan Shabariah Mohamad Shariff (2011) telah mendapatibahawa pembelajaran menggunakan laman sosial dengan mengaplikasikanFacebook dapat meningkatkan motivasi dan kefahaman pelajar dalam matapelajaran Sejarah. Kajian telah dilakukan ke atas 60 orang pelajar di sekolahluar bandar yang dipilih secara rawak dengan menggunakan topik TamadunYunani dan Tamadun Rom bagi mata pelajaran Sejarah Tingkatan Empat. Hasilkajian yang diperoleh juga menyatakan bahawa penggunaan aplikasi laman

Page 110: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

95Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

sosial dapat meningkatkan teknik dan gaya P&P sejarah seperti kolaboratif,interaksi dua hala dan pembelajaran kendiri.

Selain itu juga, kajian ini menyatakan penggunaan laman sosial inimeningkatkan kefahaman dalam topik Tamadun Yunani dan Tamadun Rom. Halini kerana interaksi dua hala, kerjasama dan pembelajaran kendiri meningkatkankefahaman pelajar mengenai topik tersebut. Dalam proses kolaboratif danperbincangan, guru akan membimbing penglibatan pelajar supaya dapat membinainteraksi bagi membangunkan kemahiran berfikir seterusnya pemahaman akandapat dicapai mengenai perkara yang dibincangkan. Secara keseluruhannya,kaedah perbincangan melalui laman sosial dapat meningkatkan motivasi dankefahaman pelajar. P&P sebegini akan melibatkan pelajar secara aktif dalampembelajaran dan bukan lagi berpusatkan guru semata-mata. Pembelajaran yangberkesan akhirnya dapat meningkatkan pencapaian pelajar dalam mata pelajaranSejarah (Rossafri dan Shabariah, 2011).

Dalam pada itu, Azalina Abdul Wahap (2013) telah mengkaji mengenai‘Konteks, Input, Proses dan Hasil Penggunaan Kaedah Ilustrasi Komik terhadapPelajar Tingkatan Empat dalam Pengajaran dan pembelajaran Mata PelajaranSejarah di salah sebuah Sekolah di Daerah Papar: Satu Kajian Kes’. Seramaienam orang pelajar telah dipilih daripada Tingkatan Empat untuk dijadikansampel dalam kajian ini. Pelajar ini dipilih dari kelas Empat A, Empat B danEmpat C. Hasil dapatan kajian melalui pemerhatian pengkaji mendapati pelajarlebih gemar melakukan pembelajaran dengan menghasilkan idea ilustrasikomik. Pelajar juga kelihatan sangat gembira dalam melakukan pembelajaransecara berkumpulan. Responden juga menyatakan kaedah ini menyebabkanmereka dapat memahami subjek Sejarah dengan lebih baik. Namun respondenberpendapat guru kurang mempelbagaikan kaedah pengajaran di dalam kelas.

Di samping itu, dapatan kajian yang diperoleh daripada kajian Rossafridan Wan Ahmad (2007) adalah tidak terdapat perbezaan yang signifikan antarajantina. Hal ini bermaksud pelajar lelaki dan pelajar perempuan bersetujubahawa penggunaan multimedia dapat meningkatkan minat mereka dalammata pelajaran Sejarah. Pelajar juga bersetuju dengan penggunaan bahanmultimedia dapat meningkatkan gaya pembelajaran mereka ke arahpembelajaran akses sendiri (self learning). Hal ini kerana penggunaanmultimedia telah mewujudkan komunikasi dua hala antara manusia dan mesin

Page 111: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

96 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

dan secara tidak langsung melahirkan pembelajaran koperatif dan kolaboratif.Di samping itu, penggunaan multimedia telah mewujudkan keseronokan dalampembelajaran sejarah dengan penggunaan imej dan video serta muzik latar.Pelajar dengan mudah dapat menimba ilmu dalam meneroka maklumatberkaitan sejarah. Secara keseluruhannya, kajian ini mendapati pembelajaranmenggunakan multimedia sangat sesuai dalam kaedah P&P berbanding kaedahtradisional (Rossafri dan Wan Ahmad, 2007).

Begitu juga dengan kajian yang dilakukan oleh Tan Choon Keong danCarol Abu (2013) mengenai ‘Pengaplikasian Video YouTube: Bahan BantuMengajar (BBM) dalam Proses Pengajaran dan Pembelajaran Mata PelajaranSains Sosial’ juga menyatakan penggunaan video YouTube menarik minat danmembantu meningkatkan kefahaman pelajar. Secara keseluruhannya,penggunaan video YouTube dalam pengajaran sejarah telah berjaya menarikminat responden dalam mengikuti pembelajaran sejarah. Perkara ini adalahkerana elemen yang terdapat dalam video YouTube seperti audio, teks dananimasi berupaya menarik perhatian pelajar semasa pembelajaran sejarah.Penggunaan video ini juga telah melahirkan keseronokan dalam pembelajarandan mengelak daripada kebergantungan kepada buku teks sahaja (Tan ChoonKeong dan Carol, 2013).

Dapatan kajian oleh Renuka Ramakrishnan, Norizan Esa dan SitiHawa Abdullah (2013) menunjukkan dari segi amalan meneroka bukti pelajaryang menggunakan sumber digital sejarah secara terbimbing adalah lebihtinggi berbanding pelajar kumpulan kawalan. Hal ini menunjukkan bahawapenggunaan sumber digital sejarah secara terbimbing sememangnyamemberikan kesan yang signifikan terhadap amalan meneroka bukti. Manakaladari segi amalan membuat interpretasi kedua-dua kumpulan menunjukkanpeningkatan dalam ujian pos. Namun perbezaan min skor bagi kumpulaneksperimen adalah lebih tinggi daripada kumpulan kawalan dan inimenunjukkan bahawa penggunaan secara terbimbing akan memberikankesan yang signifikan dalam membuat interpretasi. Hasil daripada temu bualterhadap beberapa orang pelajar mendapati pelajar merasa seronokmenggunakan sumber digital daripada pembelajaran yang menggunakan bukuteks semata-mata. Secara keseluruhannya, penggunaan sumber digital dalampembelajaran Sejarah adalah positif dan dapat diterima baik oleh pelajar

Page 112: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

97Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

walaupun terpaksa berhadapan dengan masalah dalam penggunaannya(Renuka, Norizan dan Siti Hawa, 2013).

Dapatan kajian yang diperoleh oleh Abdul Razak Ahmad, Ahmad AliSeman dan Letchumanar a/l Narayanasamy (2009) pula menunjukkan tidakterdapat hubungan yang signifikan antara kumpulan eksperimen dan kumpulankawalan berdasarkan ujian Pra dengan menggunakan kaedah teks. Hal inimenunjukkan kedua-dua kumpulan tidak mempunyai perbezaan dari segipencapaian menggunakan bahan teks. Dapatan kajian kedua adalah terdapatperbezaan yang signifikan antara kumpulan eksperimen dan kumpulankawalan melalui penggunaan animasi statik berdialog. Hal ini bermaksudterdapat perbezaan di dalam ujian Pos antara kedua-dua kumpulan. Dapatankajian yang ketiga adalah pelajar lelaki dan perempuan daripada kumpulaneksperimen tidak mempunyai perbezaan dari segi pencapaian denganmenggunakan kaedah teks berdasarkan ujian Pra. Penggunaan Animasi StatikBerdialog juga mampu menarik minat pelajar untuk mempelajari sejarah.Secara keseluruhannya, penggunaan Animasi Statik Berdialog bagi matapelajaran Sejarah adalah positif.

Selain daripada kajian dalam negara, kajian luar negara juga banyakmembincangkan mengenai multimedia dalam mata pelajaran Sejarah. Halini kerana mata pelajaran Sejarah sangat penting dalam membentuk peribadipelajar dalam kehidupan mereka (Encep Supriatna, 2012). Di samping itu,kajian lain juga mengatakan perkara yang sama iaitu terdapat perbezaan yangsignifikan dalam pencapaian pelajar melalui penggunaan multimediaberbanding kaedah tradisional. Hal ini menjelaskan bahawa multimedia dapatmembantu pelajar dalam memahami sesuatu topik dan memberikan kesanyang sangat positif ke atas pencapaian pelajar (Andrade, Mercado danReynoso, 2008). Selain itu, multimedia juga dikatakan mampu memberikanpembelajaran yang baik kepada pelajar di Great Britain. Kajian yang dilakukanke atas pelajar sekolah rendah yang berumur dalam lingkungan 10-11 tahundi dua buah sekolah rendah di Barat Scotland adalah untuk melihat perananyang dimainkan oleh multimedia dalam pembelajaran. Dapatan mendapatipenggunaan multimedia dalam pembelajaran telah memberikan keseronokandalam pembelajaran sejarah (Peter Hillis, 2008).

Page 113: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

98 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

PENGGUNAAN SUMBER MULTIMEDIASatu kajian tinjauan mengenai sumber multimedia dalam pembelajaran

Sejarah telah dilakukan di beberapa buah di Sarawak Malaysia yang melibatkan60 pelajar sekolah menengah. Secara keseluruhannya penggunaan sumberoleh guru sebagaimana yang dilaporkan oleh pelajar masih lagi belummemuaskan terutamanya penggunaan sumber multimedia dan kreativitipenggunaannya. Namun bagi konstruk kepelbagaian penggunaan sumber danpenggunaan sumber dalam P&P berada pada tahap tinggi iaitu 4.02 dan 3.96.Hal ini menunjukkan tidak semua konstruk berada pada tahap sederhana.

Jadual 1Penggunaan Sumber dalam Pembelajaran Sejarah

Bagi melihat dapatan secara terperinci, analisis bagi setiap itemdilakukan sebagaimana Jadual 2. Merujuk kepada Jadual 3 item soalan bagi‘Power Point membantu saya menyiapkan tugasan’ mencatatkan skor min yangpaling tinggi iaitu 3.33. Manakala skor min yang paling rendah adalah 2.03 iaitupada item soalan ‘menggunakan Facebook sebagai sumber rujukan’. Secarakeseluruhannya skor min bagi persepsi pelajar terhadap kekerapan penggunaansumber dalam Pendidikan Sejarah adalah pada tahap sederhana iaitu 2.82.

Konstruk

Kekerapan Penggunaan SumberMultimediaKreativiti Penggunaan SumberMultimediaKepelbagaian PenggunaanSumber MultimediaPenggunaan Sumber dalampengajaran pembelajaranMin Keseluruhan

N

60

60

60

60

60

Tafsiran

Sederhana

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Sederhana

SisihanPiawai

.642

.479

.467

.530

.530

Min

2.82

3.04

4.02

3.96

3.46

Page 114: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

99Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Jadual 2Kekerapan Penggunaan Sumber dalam Pendidikan Sejarah

Dapatan kajian ini mendapati bahawa secara keseluruhan kekerapanpenggunaan sumber dalam Pendidikan Sejarah dari persepsi pelajar adalahpada tahap sederhana. Namun responden bersetuju bahawa MS Power Pointmembantu dalam menyiapkan tugasan. Dapatan ini adalah menyamai dengandapatan kajian yang diperoleh oleh Irene Tee Ai Ling (2012) yang mengatakanbahawa penglibatan responden melalui penggunaan MS Power Point adalahpositif. Hal ini bermaksud responden mampu untuk menyiapkan tugasan yangdiberikan dengan menggunakan MS Power Point. Dapatan kajian oleh NorlizaIbrahim, Wong Su Luan dan Ahmad Fauzi Mohd Ayub (2011) juga menyatakanperkara yang sama bahawa penggunaan komputer dapat memudahkan sesuatutugasan kerana maklumat dapat diperoleh dengan cepat.

Item

Menggunakan multimedia untukpembelajaran sejarah.Menggunakan televisyen dalampengajaran dan pembelajaran sejarah.Menggunakan Information, Commu-nication and Technology.Menggunakan komputer dalammenyiapkan tugasan.Menggunakan Facebook sebagaisumber rujukan.Mengambil data, jadual dan gambardalam internet sebagai sumber dalammembuat kerja rumah.Membaca blog berkaitan sejarah.Power Point membantu sayamenyiapkan tugasan.Mengumpul maklumat daripadaYouTube sebagai sumber dalampembelajaran sejarah.

N

60

60

60

60

60

60

6060

60

Min

3.05

2.50

3.15

2.78

2.03

3.28

2.953.33

2.32

SisihanPiawai.928

.966

.954

1.121

1.164

1.106

1.0481.174

1.066

Tafsiran

Sederhana

Sederhana

Sederhana

Sederhana

Rendah

Sederhana

SederhanaSederhana

Rendah

Page 115: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

100 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

KREATIVITI PENGGUNAAN SUMBER MULTIMEDIAJadual 3 menunjukkan bahawa guru masih lagi kurang kreatif dalam

penggunaan sumber. Terdapat dua aspek sahaja yang dilihat sebagai gurukreatif iaiatu dari segi penggunaan Power Point dan gambar. Kreativiti guru adalahrendah bagi aspek animasi dan latihan melalui Facebook.

Jadual 3Kreativiti Guru Dalam Penggunaan Sumber

Dapatan ini seiring dengan dapatan Ngin Wei Haw (2012) mengenai‘Keberkesanan Penggunaan Power Point terhadap Penguasaan Konsep Sainsbagi Murid Tahun 5. Dalam kajian yang dilakukan ini telah melibatkan tiga orangmurid yang gagal dalam mata pelajaran Sains. Dalam kajian Ngin Wei Haw(2012) yang dilakukan secara eksperimental mendapati bahawa kaedahpersembahan Power Point dapat membantu meningkatkan kefahaman muriddalam mempelajari Sains. Hal ini kerana kreativiti guru dalam penggunaanPower Point telah menyebabkan pemahaman pelajar mengenai sesuatu matapelajaran itu bertambah. Selain kajian tersebut, terdapat kajian lain yang turutmenyokong dapatan ini iaitu kajian oleh Abdul Wahab, Kamaliah dan Hasrina

Item

Guru Sejarah mengambil gambarmelalui internet sebagai sumber untukmembuktikan sesuatu peristiwa.Guru Sejarah membuat Power Pointyang menarik dengan animasi yangsesuai.Guru Sejarah melakonkan sesuatuwatak yang ditunjukkan melaluiYouTube.Guru Sejarah memberikan latihanmelalui Facebook.Guru Sejarah membina peta mindadengan menggunakan Power Point.Guru Sejarah menyuruh pelajarmenggunakan internet dalammendapatkan sumber sejarah untukpembelajaran.

N

60

60

60

60

60

60

Min

4.15

4.48

2.32

1.25

4.23

3.52

SisihanPiawai.840

.725

1.127

.541

.871

1.049

Tafsiran

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Tinggi

Sederhana

Page 116: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

101Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

(2006) yang mengatakan bahawa kemantapan dan keberkesanan P&P adalahbergantung kepada keupayaan dan kebolehan guru dan pelajar yang terlibat.PENGGUNAAN SUMBER DAN KEFAHAMAN SEJARAH

Secara keseluruhannya, penggunaan pelbagai sumber multimediamampu meningkatkan minat dan kefahaman pelajar terhadap mata pelajaranSejarah. Perkara ini perlu dilakukan oleh guru Sejarah masa kini dalammenyelesaikan permasalahan Sejarah dalam kalangan pelajar terhadappenguasaan kandungan Sejarah. Namun begitu, dapatan daripada tinjauantersebut, aspek penggunaan Facebook berkaitan sejarah masih lagi tidakdilakukan dan kurang memberi kesan terhadap minat belajar Sejarah. Inimungkin aplikasi tersebut adalah terhad dalam menyampaikan maklumatsejarah.

Tafsiran

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Item

Penggunaan ICT meningkatkan kefahamanpelajar terhadap sesuatu peristiwa sejarah.Penggunaan YouTube dapat membantu dalammeningkatkan minat pembelajaran sejarah.Multimedia merupakan sumber yang bolehdipercayai dalam pembelajaran sejarah.Internet mengandungi aspek penilaianpembelajaran yang membantu meningkatkanpemahaman pelajar.Penggunaan Facebook berkaitan sejarah dapatmenarik minat pelajar dalam pembelajaran.Blog sesuai dijadikan sebagai sumber rujukanberkaitan Sejarah.Penggunaan ICT memberikan keseronokandalam aktiviti pembelajaran Sejarah di dalambilik darjah.Penggunaan laman web dilihat sebagai alatperhubungan dalam penyampaian pengajarankepada pelajar.Power Point sesuai digunakan sebagai ABMsejarah di dalam bilik darjah.Penggunaan televisyen dapat menjadikansubjek Sejarah tidak membosankan.

N

60

60

60

60

60

60

60

60

60

60

Min

4.22

3.87

3.72

4.05

3.23

4.05

4.50

4.12

4.35

4.05

SisihanPiawai.761

.873

.715

.746

1.125

.852

.651

.761

.755

.852

Jadual 4:Penerimaan pelajar terhadap penggunaan sumber Pendidikan Sejarah

Page 117: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

102 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Dapatan ini disokong oleh kajian yang lain seperti kajian oleh Jamalludindan Zaidatun (2003); Sharifah Nor dan Kamarul Azman (2011); Johan@Eddy(2013). Namun mengikut kajian yang dijalankan ini, item bagi soalan berkaitanpenggunaan Facebook dan YouTube adalah terendah dalam penggunaansumber. Hal ini bermaksud dalam kajian ini responden menyatakan Facebookdan YouTube adalah kurang membantu dalam menarik minat mereka terhadapmata pelajaran Sejarah berbanding dengan penggunaan sumber yang lain. Halini berkemungkinan disebabkan responden kurang menggunakan Facebookdan YouTube untuk tujuan pembelajaran Sejarah. Dapatan ini agak berbezadengan dapatan oleh Rossafri dan Shabariah (2011) dan Tan Choon Keongdan Carol Abu dari segi penggunaan sumber iaitu penggunaan Facebook danYouTube yang menyatakan kedua-dua penggunaan sumber ini dapat menarikminat yang tinggi dalam kalangan pelajar.

Penggunaan Sumber dalam P&PMerujuk kepada Jadual 6 terdapat sepuluh item yang diutarakan kepada

pelajar. Daripada sepuluh item tersebut, item bagi soalan ‘penggunaan lamanweb lebih mudah dalam mendapatkan maklumat berkaitan sejarah’ merupakanitem soalan tertinggi iaitu sebanyak 4.37. Manakala item bagi soalan‘penggunaan Facebook berkaitan sejarah dijadikan medan interaksi pelajardalam pembelajaran’ adalah terendah iaitu 3.20. Secara keseluruhannya skormin bagi persepsi pelajar terhadap penggunaan sumber dalam PendidikanSejarah adalah berada pada aras tinggi iaitu 3.96.

Jadual 5Skor min persepsi pelajar terhadap penggunaan sumber dalam

Pendidikan SejarahTafsiran

Tinggi

Tinggi

Sederhana

Item

Saya suka menggunakan ICT dalammempelajari sesuatu peristiwa sejarah.Penggunaan YouTube dapat membantu dalammeningkatkan minat pembelajaran sejarah.Saya sering menggunakan multimedia dalampembelajaran sejarah.

N

60

60

60

Min

4.25

4.02

3.57

SisihanPiawai.680

.833

.890

Page 118: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

103Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Dapatan kajian ini mendapati bahawa penggunaan sumber dalam P&Pterhadap mata pelajaran Sejarah dari persepsi pelajar adalah pada aras tinggi.Dalam hal ini didapati bahawa penggunaan laman web telah memudahkanresponden untuk mendapatkan maklumat berkaitan sejarah. Dapatan ini telahmenyamai dengan dapatan kajian yang diperoleh oleh Rossafri dan Wan Ahmad(2007) yang menyatakan pelajar akan mudah untuk menimba ilmu dalammeneroka maklumat berkaitan sejarah melalui penggunaan multimedia.

KESIMPULANMelalui perbincangan dapatan yang dibuat dapatlah disimpulkan

bahawa penggunaan multimedia pada masa ini adalah merupakan salah satukaedah P&P terutamanya dalam mata pelajaran Sejarah yang penting untukdilaksanakan di setiap sekolah. Hal ini kerana melalui perbincangan dapatantersebut mendapati kajian-kajian lepas juga menyatakan perkara yang samamengenai penggunaan multimedia dalam pembelajaran. Namun terdapatmasalah-masalah dalam penggunaan multimedia di sekolah yang menjadikanmultimedia tidak dapat dilaksanakan di semua sekolah. Antaranya kekurangandari segi kemudahan dan juga kemahiran. Memandangkan cabaran globalisasi

Tinggi

Sederhana

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Internet selalu digunakan bagi meningkatkanpemahaman pelajar terhadap Sejarah.Penggunaan Facebook berkaitan sejarahdijadikan medan interaksi pelajar dalampembelajaran.Blog selalu dijadikan sebagai sumber rujukanberkaitan sejarah.Penggunaan multimedia dapat menarikpenglibatan murid dalam aktiviti pembelajaransejarah di dalam bilik darjah.Penggunaan laman web lebih mudah dalammendapatkan maklumat berkaitan sejarah.Saya selalu menggunakan Power Point dalammembuat tugasan yang diberikan.Penggunaan televisyen dapat menarik minatterhadap Sejarah.Min Keseluruhan

60

60

60

60

60

60

60

4.12

3.20

4.05

4.33

4.37

3.67

4.05

3.96

.761

1.190

.946

.655

.736

1.217

.928

.53014

Page 119: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

104 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

kini semakin hebat semua pihak perlu bekerjasama dalam mencapai matlamatpendidikan negara. Kajian berbentuk tindakan juga boleh dilakukan untukmengenal pasti dengan lebih baik lagi mengenai penggunaan multimedia dalamPendidikan Sejarah. Di samping itu, kajian yang lain boleh diperluaskan kepadaguru-guru yang mengajar Pendidikan Sejarah untuk mengetahui persepsimereka melalui penggunaan multimedia dalam pengajaran dan pembelajaran.Oleh itu, masalah yang timbul hendaklah diatasi dengan kadar yang segerasupaya pelajar-pelajar dapat belajar dalam suasana yang mereka inginkan danmenyeronokkan.

RUJUKANAbdul Rahim Abdul Rashid. 1999. Pendidikan Sejarah: Falsafah. Teori dan

Amalan. Kuala Lumpur: Utusan Publication & Distributors. Sdn. Bhd.Abdul Razak Ahmad, Ahmad Ali Seman dan Narayanasamy, Letchumanar. 2009.

Keberkesanan Penggunaan Animasi Statik Berdialog dalamPembelajaran Sejarah. Prosiding Seminar Pendidikan Serantau ke-4.14-25.

Abdul Wahab Ismail Gani, Kamaliah Siarap dan Hasrina Mustafa. PenggunaanKomputer dalam Pengajaran-Pembelajaran dalam Kalangan GuruSekolah Menengah: Satu Kajian Kes di Pulau Pinang. Kajian Malaysia,Vol XXIV, (1 & 2): 203-225.

Andrade. E. L. M, Mercado. C. A. A dan Reynoso. J. M. G. 2008. Learning DataStructures Using Multimedia-Interactive Systems. Communications ofthe IIMA 8(3): 25-32.

Azalina Abdul Wahap. 2013. Konteks, Input, Proses dan Hasil Penggunaan KaedahIlustrasi Komik terhadap Pelajar Tingkatan Empat dalam Pengajaran danPembelajaran Mata Pelajaran Sejarah di Salah Sebuah Sekolah di DaerahPapar: Satu Kajian Kes. Seminar Pendidikan Sejarah dan Geografi2013 (UMS, 29-30 Ogos 2013): 29-54.

Hasnah Hussiin. 2010. Isu-isu Negara Bangsa Abad ke-21. Pahang: UniversitiMalaysiaPahang.

Hazri Jamil. 2003. Teknik Mengajar Sejarah. Kuala Lumpur: PTS Publication &Distribution Sdn. Bhd.

Hillis, Peter. 2008. Authentic Learning and Multimedia in History Education.Learning, Media and Technology 33 (2): 87-99.

Page 120: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

105Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Irene, Tee Ai Ling. 2012. Keberkesanan Penggunaan Power Point ke atas MuridTahun Tiga yang Berpencapaian Sederhana Lemah dalam Sains diKuching. Seminar Penyelidikan Tindakan IPG KBL 2012 (27&28September 2012): 71-86.

Jamalludin Harun dan Zaidatun Tasir. 2003. Multimedia dalam Pendidikan.Bentong:PTS Publications.

Johan& Eddy Luaran. 2013. Pengintegrasian Web 2.0 dalam Pengajaran danPembelajaran Subjek Sejarah dan Geografi. Seminar PendidikanSejarah dan Geografi (UMS, 29-30 Ogos 2013): 16-28.

Lee, Bih Ni. 2013. ICT dan Pengajaran-Pembelajaran Sejarah di Sekolah.Seminar Pendidikan Sejarah dan Geografi 2013 UMS, 29-30 Ogos 2013:106-115.

Mohamad Fadzil Che Amat dan Abdul Jaleel Abdul Hakeem. 2013. MenilaiKeberkesanan Pelaksanaan Program Diploma Perguruan Lepas IjazahPendidikan Sejarah Sekolah Rendah di Institusi Pendidikan GuruKampus Pulau Pinang. Seminar Pendidikan Sejarah dan Geografi 2013(UMS, 29-30 Ogos 2013): 214-225.

Mohamad Najib Abdul Ghafar. 1999. Penyelidikan Pendidikan. Edisi Keempat.Johor: Universiti Teknologi Malaysia.

Mohd Samsudin dan Shahizan Shaharudin. 2012. Pendidikan dan PengajaranMata Pelajaran Sejarah di Sekolah di Malaysia. JEBAT 39 (2)(2012):116-141.

Ngin, Wei Haw. 2012. Keberkesanan Penggunaan Power Point terhadapPenguasaan Konsep Sains bagi Murid Tahun 5. Seminar PenyelidikanTindakan IPG KBL Tahun 2012 (27&28 September 2012): 61-70.

Norliza Ibrahim, Wong Su Luan dan Ahmad Fauzi Mohd Ayub. 2011. SikapterhadapKomputer di kalangan Pelajar ICT Tingkatan Empat. JurnalTeknologi Pendidikan Malaysia 1 (1): 15-29.

Rafiza Abdul Razak dan Maryam Abdul Rahman. 2013. Pembinaan MediaPengajaran Berasaskan Multimedia di kalangan Guru ICTL. JUKU 1(2):20-31.

Ramakrishnan, Renuka, Norizan Esa dan Siti Hawa Abdullah. 2013. KesanPenggunaan Sumber Digital Sejarah terhadap Amalan PemikiranSejarah. Pulau Pinang: USM.

Roslee Talip dan Mohd Saifullah Md Sabri. 2013. Penggunaan Aplikasi GoogleEarth dalam Meningkatkan Prestasi Pelajar Mata Pelajaran Geografi di

Page 121: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

106 Nur Syazwani Abdul Talib, dkk.

Sekolah Menengah. Seminar Pendidikan Sejarah dan Geografi (UMS,20-23 Ogos 2013): 266-276.

Rossafri Mohamad dan Shabariah Mohamad Shariff. 2011. Kesan PenggunaanLaman Sosial ke atas Kaedah Perbincangan di dalam Pengajarandan Pembelajaran Mata Pelajaran Sejarah. Jurnal Teknologi PendidikanMalaysia 1(1): 75-80.

Rossafri Mohamad dan Wan Ahmad Jaafar Wan Yahaya. 2007. Impak BahanMultimedia ke atas Mata Pelajaran Berbentuk Naratif: Satu KajianterhadapMata Pelajaran Sejarah. 1st International Malaysia EducationalTechnology Convention: 920-929. Pulau Pinang: USM.

Rozinah Jamaludin. 2005. Multimedia dalam Pendidikan. Kuala Lumpur: UtusanPublications and Distributors Sdn. Bhd.

Sharifah Nor Puteh dan Kamarul Azman Abd Salam. 2011. Tahap KesediaanPenggunaan ICT dalam Pengajaran dan Kesannya terhadap Hasil Kerjadan Tingkah Laku Murid Prasekolah. Jurnal Pendidikan Malaysia36(1)(2011): 25-34.

Supriatna, Encep. 2012. Transformasi Pembelajaran Sejarah Berbasic Religidan Budaya untuk Menumbuhkan Karakter Siswa. Atikan 2(1): 21-43.

Tan, Choon Keong dan Carol Abu. 2013. Pengaplikasian Video YouTube: BahanBantu Mengajar (BBM) dalam Proses Pengajaran dan PembelajaranMata Pelajaran Sains Sosial. Seminar Pendidikan Sejarah danGeografi 2013 (UMS, 29-30 Ogos 2013). 251-265.

Page 122: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

107Heri Susanto

MELATIH HISTORICAL EMPATHY MELALUIPEMAHAMAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

Heri [email protected]

I. PENDAHULUANSejarah merupakan suatu proses perjuangan manusia dalam mencapai

gambaran tentang segala aktivitasnya yang disusun secara ilmiah denganmemperhatikan urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis, sehingga mudahdimengerti dan dipahami. Sejarah memberikan gambaran, tindakan, danperbuatan manusia dengan perubahan maupun keberlanjutan unsur-unsurnya.Menurut Taufik Abdullah & Abdurrachman Surjomihardjo (1985:27) sejarah bukansemata-mata suatu gambaran mangenai masa lampau, tetapi sebagai suatucermin masa depan.

Pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agarmengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapatdigunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masasekarang serta menentukan masa akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajarisejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal. Keterkaitanindividu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknyakesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti:nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yangmampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya (Susanto, 2014: 9).

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia-Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Heri Susanto dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

Page 123: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

108 Heri Susanto

Untuk mencapai pemahaman sejarah tersebut diperlukan strategipedagogi yang tepat. Sejak pertengahan abad ke-20 pedagogi sejarah di duniaBarat banyak mengalami perkembangan dengan isu-isu baru dan menjadipopuler dalam pengembangan pedagogi sejarah. Satu diantaranya, konsephistorical empathy. Kajian historical empathy dimuat berbagai jurnal ilmu sosialdi Amerika dan Eropa akhir dekade 70an sampai dengan awal 2000an. DiIndonesia konsep historical empathy belum populer, dan bahkan belum banyakmengalami perkembangan. Sebagian besar pakar pendidikan sejarah lebihtertarik mempelajari konten keilmuan sejarah dan tidak banyak yang secaraspesifik mengkhususkan diri mengkaji pedagogi sejarah.

Pertanyaan besar yang sampai saat ini belum terjawab memuaskanadalah: Untuk apa belajar sejarah? Cukupkah belajar sejarah hanya untukmemahami fakta masa lalu, memahami bagaimana terbentuknya dan perjalanansuatu bangsa, atau ada sisi lain dari pembelajaran sejarah yang juga dapatbermanfaat secara praktis bagi peserta didik untuk membentuk pribadi dankarakter mereka? Pertanyaan tersebut dicoba dijawab melalui konsep historicalempathy sebagai satu dari aspek pedagogi sejarah dalam pembentukan karakterdan pribadi peserta didik.

Aspek historical empathy menggabungkan antara konsep psikologi,sejarah dan pedagogi praktis. Dalam kajian ini, historical empathy menguraikanbagaimana siswa mempelajari sejarah bukan hanya untuk memahami faktasejarah akan tetapi membangun kecakapan diri untuk mampu memposisikandiri dan membangun perspektif dari sudut pandang pelaku sejarah.

II. PEMAHAMAN SEJARAH PERJUANGAN INDONESIAPemahaman sejarah merupakan kecenderungan berpikir yang

merefleksikan nilai-nilai positif dari peristiwa sejarah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita menjadi lebih bijak dalam melihat dan memberikan responterhadap berbagai masalah kehidupan. Pemahaman sejarah memberi petunjukkepada kita untuk melihat serangkaian peristiwa masa lalu sebagai sistemtindakan masa lalu sesuai dengan jiwa zamannya, akan tetapi memilikisekumpulan nilai edukatif terhadap kehidupan sekarang dan akan datang(Susanto, 2014: 10).

Page 124: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

109Heri Susanto

Pemahaman kembali ketangguhan dan keuletan berbagai daerahberarti merajut lebih rapi lagi kesatuan dan persatuan bangsa. Komunitasbangsa yang terdiri atas kesatuan suku bangsa dan kesatuan etnis tidak tumbuhsendiri, terbentuk melalui proses sejarah yang panjang. Jati diri bangsamerupakan hasil terjadinya proses pematangan integrasi nasional (Abdullah,1996:13).

Dalam konteks ini, sejarah perjuangan rakyat daerah untuk lepas darikolonialisme dan untuk menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesiamerupakan manifestasi dari sikap politik untuk berada dalam sebuah nationyang disebut Indonesia. Pemahaman yang baik terhadap sejarah perjuanganrakyat di daerah untuk lepas dari kolonialisme dan untuk menjadi NKRIselayaknya menjadi pondasi semangat nasionalisme masyarakat pada tiapdaerah, dengan demikian nasionalisme yang dimiliki setiap warga negaramerupakan nasionalisme yang mempunyai pijakan yang kokoh sehingga tidakmudah luntur oleh berbagai tantangan yang muncul kemudian.

Sejarah perjuangan sering diidentikkan dengan upaya melepaskandiri dari kekuasaan bangsa asing. Meskipun demikian terdapat esensi yangtidak dapat dikesampingkan bahwa sejarah perjuangan merupakan upaya dantekad warga bangsa di masa lalu untuk membentuk identitas bersama sebagaisebuah nation, baik melalui proses perjuangan melawan penjajah maupunperjuangan untuk menyatukan berbagai kelompok etnis, kepercayaan, dankelompok kepentingan dalam membentuk identitas bersama.

Secara pedagogis pemahaman sejarah perjuangan bangsa tidakdapat dilepaskan dari sudut pandang, dalam artian intensitas pemahamanyang dimiliki seseorang akan sangat dipengaruhi oleh sudut pandang orangtersebut. Di sisi lain pemahaman juga tidak dapat dilepaskan dari konteksobjek yang dipahami, dalam hal ini konteks materi sejarah perjuangan. Ketigakomponen tersebut apabila dipertemukan akan menghasilkan sudut pandangsejarah sebagai dampak dari pemahaman peristiwa sejarah. Hubungantersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 125: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

110 Heri Susanto

Gambaran bagan menunjukkan, pemahaman sejarah merupakan awalsudut pandang sejarah, sudut pandang sejarah berkaitan erat dengan aspek afektif,diantaranya empati. Pemahaman sejarah yang mencakup pemahaman faktual,konseptual, prosedural dan metakognitif sangat mempengaruhi sudut pandangseseorang terhadap sejarah. Anderson dan Krathwohl (2010), menguraikan bahwamemahami menangkut kegiatan menasirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Memahamiperistiwa sejarah mengharuskan peserta didik mampu membuat tafsiran atassekumpulan fakta, mengklasifikasikan fakta/konsep, membandingkannya danmampu merumuskan penjelasan logis atas apa yang mereka pelajari. Memahamiperistiwa sejarah secara kognitif merupakanaktivitas intelektual komplek yang bukansaja mempengaruhi aspek kognitif selanjutnya, juga aspek afektif dan psikomotor.

III. EMPATI DAN HISTORICAL EMPATHY3.1 EmpatiPakar psikologi Edwar Titchener pada 1909, pertama kali menggunakan

istilah empathy dari kata Jerman einfuhlung. Etimologinya berasal dari kata Yunaniempatheia, artinya memasuki perasaan orang lain atau ikut merasakan keinginanatau kesedihan seseorang. Jika kita ingin memahami orang-orang dan situasimereka, daripada sekedar menjelaskan mereka kita perlu mulai melakukanpenafsiran dan menemukan makna (Howe, 2015: 15).

Bagan 1.Alur Konsep Pemahaman Sejarah Perjuangan

Page 126: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

111Heri Susanto

Hetherington dan Parke (1986) mengemukakan, empati adalah suatukemampuan seseorang untuk merasakan emosi yang sama dengan emosi yangdialami oleh orang lain, misalnya seseorang individu ikut merasa bahagia melihatkebahagiaan orang lain. Menurut Koestner dan Franz (1990) empati sebagaikemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain,tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut.

Menurtut Stein (2002), empati adalah kemampuan untuk menyadari,memahami dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain. Empati adalah“menyelaraskan diri” (peka) terhadap apa, bagaimana dan latar belakangperasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan danmemikirkannya. Bersikap empati artinya mampu membaca orang lain dari sudutpandang emosi. Orang yang empati peduli pada orang lain dan memperhatikanminat dan perhatian pada mereka. Lebih lanjut Stein, (2002) mengemukakanbahwa pada dasarnya empati adalah kemampuan melihat dunia dari sudutpandang orang lain, kemampuan untuk menyelaraskan diri dengan yangmungkin dirasakan dan dipikirkan orang lain tentang suatu situasi. Empati adalahperkakas antar prihadi yang sangat bermanfaat.

Empati memerlukan kerjasama antara kemampuan menerima,memahami secara kognitif dan afektif, komponen kognitif melibatkanpemahaman terhadap perasaan orang lain, baik melalui tanda-tanda atau proseshubungan yang simpel maupun pengambilan perspektif yang kompleks,kemampuan afektif dalam empati melibatkan respon emosional yang sesuaidengan empati, secara umum menuntut kemampuan untuk memahami tanda-tanda afeksi dan lebih jauh membutuhkan pengambilan perspektif afektif (Davis,2001).

Menurut Goleman (2002) empati dibangun berdasarkan kesadarandiri, semakin terbuka seseorang kepada emosi diri sendiri, semakin terampilorang tersebut membaca perasaan. Kemampuan berempati yaitu kemampuanuntuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, ikut berperan dalampergulatan dalam arena kehidupan, mulai dari penjualan dan manajemen hinggake asmara dan mendidik anak, dari belas kasih sampai tindakan politik. Tiadanyaempati juga sangat nyata, ketiadaannya terlihat pada psikopat kriminal,pemerkosa, dan pemerkosa anak.

Page 127: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

112 Heri Susanto

Berdasarkan definisi di atas, jelas menunjukkan bahwa empatisetidaknya melibatkan beberapa kriteria yaitu; kemampuan untuk memahamikeadaan, kemampuan untuk melibatkan pikiran dan perasaan dalam keadaantersebut dan kemampuan untuk merasakan atau memandang permasalahandari sisi orang yang mengalaminya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwadalam proses berempati setidaknya melibatkan aspek kognitif dan afektiksekaligus.

3.2 Historical EmpathyMenurut Knight (1989), dalam disiplin sejarah, orang yang pertama

tertarik terhadap empati ialah Wilhelm Dithey, seorang ahli filsafat dan sejarawantahun 1950-an yang telah memahami empati sebagai unsur asas untukmemahami sejarah atau sains kemanusiaan. Namun, historical empathy barumendapat perhatian pendidik sejarah pada dasawarsa 1970-an ketika gerakan“sejarah baru” muncul di Inggris. Sejak saat itulah disiplin sejarah barumenekankan pendekatan kritis dan analitis dalam proses pembelajaran sejarah,unsur empati sejarah turut ditekankan. Pada fase awal kemunculan istilahhistorical empathy, beberapa definisi dan uraian tentang empati telah diberikan.Selanjutnya, Knight (1989) mencoba merumuskan definisi itu pada beberapakategori, yaitu sebagai satu tindakan atau perlakuan, sebagai satu kemampuan,dan sebagai gabungan keduanya. Knight (1989) mengutip tulisan Coltham danFines yang melihat empati sebagai satu kuasa untuk memasuki dan menjiwaipribadi orang lain serta menghayati pengalaman mereka secara imajinatif.

Historical empathy dapat dimaknai bagaimana seseorang merasakanseolah-olah mengalami perjalanan sejarah serta mampu menginterpretasikanperistiwa sejarah seolah dia mengalaminya. Dengan demikian, historical empathymenyangkut aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (proses pembentukansikap) akibat interpretasi yang dilakukannya. Berdasarkan penelitian Lee (1984),Shemilt (1984), Downey (1996), Foster (2001), Dulberg (2002), Barton dan Levstik(2001) pikirkan tentang historical empathy sebagaimana tergambar pada Tabel 1.

Page 128: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

113Heri Susanto

Tabel 1Dimensi Kognitif dan Afektif Historical Empathy

Menurut Peter Seixas (1996), historical empathy menyiratkanpemahaman bahwa “orang di masa lalu tidak hanya hidup dalam situasi yangberbeda… tetapi juga memiliki pengalaman berbeda yang mereka tafsirkanberdasarkan kepercayaan mereka”. Maknanya adalah dalam mempelajarihistorical empathy kita tidak bisa melepaskan konteks jiwa zaman yangmelingkupi sebuah peristiwa sejarah. Apa yang dilakukan oleh tokoh sejarah,tentu didasarkan pada keadaan yang terjadi pada masa itu yang tidak samadengan masa sekarang, sehingga mensepadankan apa yang terjadi pada masalalu dengan pemikiran masa sekarang sudah barang tentu tidak sesuai.

Dengan demikian dalam historical empathy, pemahaman yangdibangun merupakan pemahaman kontekstual dan kritis sesuai dengan faktasejarah yang ada. Pemahaman inilah yang selanjutnya digunakan untukmembangun imajinasi sejarah dan membangun kepekaan terhadap berbagaisudut pandang terhadap peristiwa sejarah. Hasil akhirnya adalah, orang yangmemiliki historical empathy akan lebih perhatian, sensitif dan toleran terhadapapa yang dialami orang lain.

Menurut Endacott & Brooks (2013: 43-44) historical empathymemerlukan tiga inter relasi dan saling keterkaitan dari komponen:

1. Kontekstualisasi sejarah (historical contextualization), yaitu kepekaantemporal untuk memahami perbedaan kondisi sosial, politik, dan

KOGNITIF (BERPIKIR/tHINKING) AFEKTIF (MERASAKAN)

Membangun pengetahuankontekstual

Menggunakan imajinasi untukmerasakan dengan tepat

Menyadarai perbedaanmasa lalu dengan masa sekarang

Melakukan interpretasiberdasarakan bukti sejarah

Peka terhadap sudutpandang yanga lain

Perhatian, sensitif, dan toleranterhadap orang lain

Page 129: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

114 Heri Susanto

tatanan budaya sesuai dengan periode yang dipelajari sehinggadapat mengetahui relevansi situasi sejarah yang terjadi.

2. Penggunaan sudut pandang (perspective taking), yaitu memahamiterlebih dahulu pengalaman hidup, prinsip, posisi, sikap, dankeyakinan untuk memahami bagaimana seseorang mempunyaipemikiran tentang situasi tertentu.

3. Pertalian/hubungan afektiv (affective connection), yaitu acuanbagaimana pengalaman hidup, situasi, atau tindakan tokoh sejarahyang menjadi influen respon afektif.

Jika digambarkan dalam bagan inter relasi dan keterkaitan ketiga.

Bagan 2Visualisasi Konseptual Historical Empathy

Page 130: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

115Heri Susanto

Berbeda dengan empati emosional, empati sejarah mengakuiketerbatasan kemampuan kita untuk memahami masa lalu. Kesadaran inidikarenakan setiap individu terikat oleh ruang dan waktu, kita tidak dapatsepenuhnya memahami pelaku sejarah, seperti keadaan mereka dan alasanuntuk bertindak seperti yang mereka lakukan, dengan menerapkan keyakinankontemporer, standar, dan sikap (VanSledright, 2001). Christopher Portal (1987)telah menggambarkan tantangan pemahaman bahkan memori kolektif yangkita miliki karena konteks historis, frame budaya referensi, dan ciri khas penulissejarah yang tidak selalu kongruen kita ditransmisikan. Maksudnya adalah; apayang dilakukan oleh pelaku sejarah seringkali tidak dapat kita interpretasikandengan benar-benar tepat karena adanya berbagai keterbatasan, baik berupakecenderungan emosional, maupun keyakinan yang berkembang kontemporer.Tantangan pemahaman dan ingatan kolektif kita terhadap peristiwa sejarahjuga sangat dibatasi oleh latar belakang budaya, dan juga kemampuan kitauntuk menterjemahkan apa yang ditulis oleh sejarawan. Seixas dan Peck (2004)mengatakan, “artefak bisa menyesatkan kita, jika ditempatkan dalam konteksyang berbeda dari kondisi masa lalu yang seharusnya”. Dibutuhkan kecermatandari berbagai sumber dan perspektif untuk menilai “latar sejarah yang unik”(Portal, 1987: 96) sehingga dapat menjelaskan (meskipun tidak pernah benar-benar mampu merekonstruksi) seperti yang seharusnya. Maknanya, untukmemiliki historical empathy kita harus memahami cara kerja sejarawan danmenggunakan empathy untuk menterjemahkan berbagai fakta sejarah yangada.

IV. PEDAGOGI SEJARAH DAN HISTORICAL EMPATHYSeperti halnya pedagogi pada umumnya, pedagogi sejarah tidak dapat

dilepaskan dari strategi instruksional. Perkembangan strategi instruksional dalamkurun dasawarsa terakhir sangat pesat sekali, akan tetapi secara labih spesifikdalam perkembangan pedagogi sejarah terlihat bahwa perkembangan yangada belum begitu memuaskan. Dikatakan belum memuaskan karenaperkembangan yang ada sebagian besar belum mampu mengeksplorasi aspek-aspek edukatif sejarah, aspek dimaksud antara lain; kemampuan berpikir kritis,kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berpikir historis, dan historical empathy.

Page 131: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

116 Heri Susanto

Sam Winenburg (2006) memasukkan historical empathy ke dalambagian berpikir historis dengan melihat kecenderungan historical imajinativdalam konsep historical empathy. Dengan terminologi ini menunjukkan bahwaimajinasi merupakan bagian utama untuk memiliki historical empathy. Sepertitelah dijelaskan di atas bahwa empati memang dimulai dari pemahaman yangselanjutnya diinterpretasikan dan diimajinasikan dalam alam pikiran sehinggamenjadi kecenderungan berpikir dan bersikap.

Kelemahan kebanyakan strategi pedagogi dalam pembelajaran sejarahadalah tekanannya yang terlalu besar pada muatan materi dan masih sangatsedikit yang diarahkan untuk memancing peserta didik melakukan eksplorasifakta sejarah untuk memahami makna dari fakta tersebut. Bila kita cermatihistorical empathy merupakan satu espek penting yang akan membawa dampakjangka panjang bagi peserta didik karena bukan sekedar memahami faktasejarah yang untuk selanjutnya terlepas dari kehidupan sehari-hari. Lebih jauhjika kita telaah mempelajari sejarah pada hakekatnya merupakan latihankemampuan berpikir dan membangun perspektif terhadap diri sendiri, bangsadan kehidupan yang lebih luas. Dengan demikian menjadi penting untukmengembangkan historical empathy dalam pedagogi sejarah.

Kelemahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung telahmenjadikan pembelajaran sejarah menjadi lebih bersifat kronikel. Kondisi iniberbeda dengan kelas-kelas sejarah yang dikembangkan di kebanyakan negaramaju seperti negara-negara Eropa dan Amerika. Meskipun di beberapa negaradi kawasan tersebut sejarah telah diberikan sejak tingkat dasar, akan tetapistrategi instruksional yang digunakan dapat dikatakan lebih inovatif dan tidak.

Page 132: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

117Heri Susanto

Bagan tersebut menunjukkan bahwa setiap sasaran kognitifmemerlukan model pembelajaran yang spesifik dan sumber belajar yang spesifikpula. Jika historical empathy digolongkan dalam aspek rekonstruksi imajinatifseperti halnya pendapat beberapa ahli sebelumnya, maka guru dapat memilihmodel pembelajaran sesuai dengan sumberdaya belajar yang tersedia.

Selanjutnya menurut Stephen Briffa, untuk memahami cara kerjasejarawan sehubungan dengan penanaman historical empathy pada siswaterdapat beberapa keterampilan yang harus dikuasai, yaitu:

1. Membangun interpretasi tentang masa lalu2. Memahami tujuan dan maksud dari tokoh sejarah3. Memahami situasi yang menjadi latar belakang tindakan tokoh

sejarah4. Memahami alasan dari tindakan tokoh sejarah.

Bagan 2Sistem Instruksional Sejarah

Page 133: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

118 Heri Susanto

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk melatih historicalempathy, pembelajaran yang dilakukan hendaknya dimulai dengan pendekatanperistiwa, ketokohan dan gagasan/ide dari pelaku sejarah. Dengan menggunakanketiganya, siswa akan mampu membuat rekonstruksi imajinatif dari setiap faktasejarah yang disajikan. Penting untuk dipahami bahwa rekonstruksi imajinatifyang dihasilkan siswa sangat mungkin berbeda-beda. Perbedaan tersebutsebenarnya menunjukkan kemampuan kognitif dan kecenderungan afektif siswa.Siswa dengan kemampuan kognitif yang tinggi dan kecenderungan afektif yangbagus akan mampu menyusun rekonstruksi dengan lebih sistematis dan teliti,begitu pula sebaliknya.

V. MELATIH HISTORICAL EMPATHY DALAM PEMBEJARAN SEJARAHPengembangan strategi pedagogi pada dasarnya bertumpu pada

beberapa aspek dasar, yaitu tujuan kurikulum, muatan materi ajar, pengelolaanaktivitas belajar dan spesifikasi peserta didik. Keempat aspek tersebut salingberkaitan dan menjadi satu kesatuan dalam strategi pembelajaran sejarah.Mengembangkan strategi pedagogi sejarah dengan mempertimbangkankeempat hal tersebut mengharuskan kita untuk peka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi dalam proses belajar mengajar di kelas sertabagaimana mengatasinya.

Langkah pertama yang dapat kita lakukan untuk mengembangkanhistorical empathy dalam pembelajaran sejarah adalah melakukan identifikasikriteria permasalahan atau inter relasi aspek kognitif dan afektif yang dapatdikembangkan untuk melatih historical empathy. Kriteria permasalahan yangdapat dikembangkan tersebut antara lain terlihat dalam tabel berikut:

Page 134: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

119Heri Susanto

Pertanyaan di atas merupakan contoh permasalahan yang dapatdikembangkan untuk mengeksplorasi respon siswa, baik berupa respon kognitifmaupun respon afektif. Pertanyaan dapat dikembangkan menjadi lebih beragamdan menyangkut banyak aspek dalam peristiwa sejarah yang menjadi pokokkajian. Dalam konsep historical empathy respon afektif merupakan kelanjutandari respon kognitif, maknanya jika siswa tidak memiliki pemahaman yang bagustentang sejarah dan tokoh sejarah yang dikaji, maka respon afektifnya besarkemungkinan akan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kekuatan historical empathy ter letak pada sisi imajinasi dankebermaknaan, sehingga model pembelajaran yang tepat untuk dikembangkanadalah model pembelajaran yang mengakomodir kedua komponen tersebut.Imajinasi dalam konsep ini merupakan imajinasi yang sengaja diproduksi dalamalam pikiran setiap siswa dengan memberikan stimulan yang dapat berupacerita, video, gambar atau cerita. Sedangkan kebermaknaan adalah kemampuansiswa untuk menangkap aspek-aspek emosional dari apa yang terjadi dalamcerita sejarah.

Untuk mengembangkan pedagogi sejarah setidaknya dapat kitarumuskan beberapa aspek dan kriteria dalam mengambangkan kemampuanhistorical empathy, kriteria tersebut yaitu:

Tabel 2Kriteria Permasalahan Dalam Historical Empathy

KOGNITIF(BERPIKIR/THINKING) AFEKTIF (MERASAKAN)

Mengapa peristiwa sejarahtertentu terjadi?

Bagaimana dampak peristiwatersebut terhadapa tokoh sejarah?

Bagaimana peristiwa tersebutterjadi?

Apa saja dampak dariperistiwa tersebut?

Bagaimana peran tokoh sejarahdalam peristiwa tersebut?

Apa yang kalian bayangkan dariperistiwa tersebut?

Bagaimana akhir dariperistiwa tersebut?

Menurut kalian apa yang menjadipertimbangan tindakan tokoh tersebut?

Page 135: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

120 Heri Susanto

Tabel 3Aspek dan Kriteria yang dapat Dikembangkan

Mengacu pada tabel di atas, maka pembelajaran yang dilakukanmerupakan pembelajaran yang mengacu pada pemaknaan (meaningfulllearning). Pembelajaran ini menekankan pada kemampuan guru untukmerancang aktivitas siswa yang memungkinkan siswa merasakan bagaimanamereka memperoleh pengetahuan dan membangun perspektifnya sendiri sesuaidengan tingkat penyerapan materi oleh siswa. Dari sisi siswa, kemampuan yangharus dibangun adalah kemampuan untuk mengolah informasi dan membuatdugaan-dugaan bedasarkan fakta sejarah, membuat interpretasi danmembangun keterikatan emosi.

No Aspek Kognitif (berpikir) Aspek Afektif (merasakan) 1. Aspek substantif yang dikembangkan

a. Analisis faktual, misalnya dengan mempelajari fakta-fakta dari peristiwa sejarah

Pemaknaan fakta, misalnya dengan menunjukkan perhatian terhadap fakta sejarah

b. Analisis faktual tentang tentang tokoh peristiwa dimaksud

Menghargai nilai-nilai yang diyakini oleh tokoh sejarah

c. Analisis faktual tentang sebab dan akibat dari peristiwa yang dibahas

Melatih sikap positif terhadap nilai-nilai kejuangan, ketangguhan, kesabaran, dan kesetiakawanan

2. Alternatif model pembelajaran a. Model pembelajaran reflektif b. Model studi dokumenter (film) c. Model studi foto d. Model studi museum e. Model role play f. Model penelitian sejarah g. Model telaah novel sejarah 3. Model evaluasi pembelajaran a. Menyusun essay tentang tokoh sejarah yang dikaji b. Peer assesment dan self assesment

Page 136: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

121Heri Susanto

VI. SIMPULANHistorical empathy merupakan aspek pedagogi sejarah yang

dikembangkan meminjam konsep empati dalam psikologi. Historical empathymerupakan proses pemaknaan dan imajinasi sejarah dan karena itu prosespembelajaran imajinatif dan bermakna menentukan apakah pembelajaransejarah mampu melatih historical empathy atau tidak. Historical empathydibangun atas aspek kognitif dan afektif, yang menunjukkan bahwa, empati hanyadapat terbentuk apabila siswa telah mengetahui dan memahami fakta-fakta,dan tokoh sejarah yang dipelajari.

Pengembangan pedagogi sejarah untuk melatih historical empathydiperlukan untuk memperdalam kemampuan akademik siswa dan membangunketerikatan emosional siswa dengan masa lalu sehingga siswa dapat melakukaninterpretasi dan memahami makna peristiwa masa lalu dengan menggunakanberbagai model pembelajaran dan media.

DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Taufik & Abdurrachman Surjomihardjo. 1985. “Arah Gejala dan Perspektif

Studi Sejarah Indonesia”, dalam Ilmu Sejarah dan Historiografi, Arah danPerspektif. Jakarta: Gramedia.

Abdullah, Taufik. 1996 “Disekitar Pengajaran Sejarah yang Reflektif dan Inspiratif”.Sejarah. No. 6 Februari 1996. Jakarta: Gramedia.

Anderson, Larin W. & Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Davis, O. 2001 ‘In pursuit of Historical Empathy’. In O. Davis, E. Yeager and S.Foster (Eds), Historical Empathy and Perspective Taking in the SocialStudies. 1 12. Lanham: Rowman and Littlefield Publishers, INC.

Downey, M.T. 1996. Writing to learn history in the intermediate grades. Berkeley,CA: National Center for the Study of Writing and Literacy.

Dulberg, N. 2002. Engaging in history: Empathy and perspective taking in children’shistorical thinking. Paper presented at the annual meeting of the AmericanEducational Research Association.

Page 137: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

122 Heri Susanto

Endacott, Jason dan Brooks, Sarah. 2013. ‘An Updated Theoretical and PracticalModel for Promoting Historical Empathy’. Dalam Jurnal Social StudiesResearch and Practice (hal 41-58), Volume 8 Number 1, Spring 2013.Tersedia www.socstrp.org

Foster, S. J. 2001. ‘Historical empathy in theory and practice: Some final thoughts’.Dalam O. L. Davis Jr., E. A. Yeager dan S.T. Foster (ed.). Historical empathyand perspective taking in the Social Studies. Oxford: Rowman & Littlefield,167–182.

Garvey, Brian dan Krug, Mary. 1977. Models of History Teaching in the SecondarySchool. London: Oxford Universitty Press.

Goleman, D. 2002. Emotional intelligence kecerdasan emosional mengapa EIlebih penting dari IQ. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: Gramedia.

Howe, David. 2015. Empati, Makna dan Pentingnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Knight, P. 1989 ‘Empathy: concept, confusion and consequence in a national

curriculum’ Oxford Review of Education, 15 (1), pp.41-53.Lee, P. 1995. ‘History and the national curriculum in England’. Dalam A. Dickinson,

P. Gardon, P. Lee dan J. Slater (ed.). International year book of historyeducation.London: The Woburn Press, 73–123.

Lee, P.J. 1984. ‘Historical imagination’. In A.K. Dickinson, P.J. Lee, & P.J. Rogers(Eds.), Learning history (pp. 85"116). London, UK: Heinemann.

Levstik, L. S. 2001. ‘Crossing the empathy spaces: Perspective taking in NewZealand adolescents’ undertaking of national history’. Dalam O. L. DavisJr., E. A. Yeager dan S. J. Foster (ed.). Historical empathy and perspectivetaking in the social studies.London: Rowman & Littlefield, 69–96.

Portal, C. 1987. ‘Empathy as an objective for history teaching in history’. Dalam C.Portal (ed.), The history curriculum for teachers. London: The Falmer Press,89–102.

Seixas, P. 1996. ‘Conceptualizing the growth of historical understanding’. In D. R.Olson & N. Torrance (Eds.), The handbook of education and humandevelopment (pp. 765 783). Oxford: Blackwell.

Seixas, P., & Peck, C. 2004. ‘Teaching historical thinking’. In A. Sears & I. Wright(Eds.), Challenges & prospects for Canadian social studies (pp. 109 117).Vancouver, BC: Pacific Educational Press.

Page 138: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

123Heri Susanto

Shemilt, D. 1984 ‘Beauty and the Philosopher: Empathy in History and Classroom’in Dickinson, A.K., Lee, P.J.& Rogers, P.J. (Eds) Learning History London,Heinemann Educational BooksStein, Janice Gross. 2002. The Cult ofEfficienci. Cannada : House of Anansi Press.

Susanto, Heri. 2014. Seputar Pembelajaran Sejarah; Isu,Gagasan, dan StrategiPembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Van Sledright, B. 2001. ‘From Empathetic Regard to Self-Understanding: Im/Positionality, Empathy, and Historical Contextualization’. In Davis, Yeager,E., and Foster, S. (Eds.), Historical Empathy and Perspective Taking inSocial Studies (pp. 51-68). New York, NY: Rowman and Littlefield.

Wineburg, Sam. 2006. Berfikir Historis; Memetakan Masa Depan, MengajarkanMasa Lalu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Page 139: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

124 Heri Susanto

Page 140: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

125Mohd Mahzan Awang, dkk.

SEJARAH DAN PERKEMBANGANHUBUNGAN ETNIK DI MALAYSIA

Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Norakma Mohd DaudCorresponding author: [email protected]

PENGENALANMalaysia adalah merupakan salah sebuah negara yang masyarakatnya

terdiri daripada pelbagai keturunan, etnik, warna kulit, agama, bahasakebudayaan dan adat resam yang tersendiri. Malah, Malaysia secara tidaklangsung merupakan salah satun egara masyarakat plural yang berjaya dalammengekalkan keamanan dan perpaduan. Masyarakat majmuk di Malaysiamempunyai konsep dan sejarah keunikan yang tersendiri yang rata-ratanyamemiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh negara majmuk lain. Malaysiadalam abad globalisasi ini didiami oleh pelbagai bangsa, kaum dan etnik dariseluruh pelusuk negeri. Impak kepelbagaian kaum dan etnik inilah sekaligusberjaya mewujudkan kepelbagaian budaya, bahasa, agama dan adat resam.Corak masyarakat Malaysia seperti ini berlaku disebabkan oleh perubahan masadan keadaan, seperti yang berlaku terhadap perubahan struktur politiknya.Sebelum abad ke-18 dan ke-19, kehidupan masyarakat di Malaysia tidak beginicoraknya. Sebaliknya boleh dikatakan bahawa, semenanjung Tanah Melayuketika itu didiami oleh orang Melayu dan Orang Asli bersama sebilangan kecilbangsa atau kaum lain sahaja yakni tidak melibatkan kaum-kaum lain sepertikaum India, Cina dan kaum-kaum lain seperti hari ini.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 141: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

126 Mohd Mahzan Awang, dkk.

Mengikut Jabatan Perangkaan Negara (2006), komposisi jumlahpenduduk di Malaysia adalah seramai 26.46 juta orang. Daripada jumlah tersebut24.8 juta orang merupakan warganegara Malaysia manakala bakinya 1.84 jutamerupakan bukan warganegara Malaysia. Kaum Melayu mewakili 54% daripadapopulasi penduduk yang terbanyak iaitu seramai 13.48 juta orang. Kaumbumiputera selain Melayu pula adalah seramai 2.39 juta orang yang mewakili11.8%. Oleh itu kaum bumiputera mewakili 65.8% daripada jumlah keseluruhanwarganegara Malaysia. Kira-kira 25% daripada penduduk Malaysia ialah kaumCina iaitu seramai 6.22 juta orang. 7.5% terdiri daripada kaum India seramai1.86 juta orang, manakala kaum lain pula mewakili 1.7% iaitu seramai 318.9ribu orang.

Masyarakat Malaysia yang terdiri daripada pelbagai etnik ini menjalanikehidupan seharian dengan aman dan bebas dalam mengamalkankepercayaan dan budaya masing-masing serta berpegang kepada satu prinsipiaitu saling menghormati antara satu sama lain dalam menerima setiapperbezaan yang wujud dalam kalangan masyarakat. Menurut Kamus DewanEdisi ke-4, hubungan ialah kaitan, pertalian, sangkut paut. Manakala hubunganetnik pula bermaksud perkaitan atau pertalian antara etnik atau kaum. Etnikpula dari segi bahasa boleh didefinisikan sebagai kaum atau bangsa. Dari segiistilah, etnik adalah kelompok manusia yang ditentukan melalui perbezaan ciri-ciri budaya seperti adat resam, pakaian, bahasa, kegiatan ekonomi dansebagainya. Etnik juga dapat dikelaskan melalui perbezaan budaya. Malah,etnik juga dapat dikelaskan mengikut demografi iaitu mengikut kedudukangeografi dan sempadan negeri. Contohnya di Sabah dan Sarawak terdapatpelbagai kumpulan etnik pada kedudukan geografi yang berbeza.

Menurut Faridah (2008) hubungan etnik yang merujuk kepada interaksiantara etnik yang berbeza (intraetnik) atau interaksi dalam kumpulan etnik yangsama (intraetnik), kepelbagaian kelompok etnik di Malaysia telah diterima olehsemua rakyat dan ini merupakan sumber kekuatan perpaduan di Malaysia. Darisudut sejarah, kerjasama dan ikatan perpaduan yang terjalin antara pelbagaibangsa dan kaum di Malaysia bermula dengan satu ikatan atau persetujuandaripada kontrak sosial yang telah dipersetujui dan diakui oleh kesemua etnikyang terdapat di Malaysia. Malah, kontrak sosial ini sekaligus menjadi pegangandan panduan dalam kehidupan masyarakat pada masa kini. Kontrak sosial

Page 142: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

127Mohd Mahzan Awang, dkk.

disini bermaksud satu persetujuan, penerimaan serta akuan dalam kalanganmasyarakat berbilang kaum melalui proses muafakat dan musyawarah ke arahperalihan kuasa pemerintahan sendir i daripada pihak Inggeris dandimanifestasikan melalui kemenangan Perikatan dalam pilihan raya 1955.Semangat kontrak sosial ini berasaskan semangat kerjasama dan setia kawanserta perkongsian kuasa yang kemudiannya terjelma dalam perjuanganmenuntut kemerdekaan dan penggubalan Perlembagaan Persekutuan (Anuardan Nur Atiqah, 2008).

Malaysia kini, boleh dikatakan hampir setanding dengan negara-negara maju seperti Jepun walau hakikatnya negara kita masih lagi belummencecah separuh abad usia kemerdekaan. Hal Ini mampu dicapai denganlahirnya perpaduan dalam setiap warga negara serta jalinan yang harmoniantara semua etnik yang ada. Hubungan yang baik ini telah terbentuk sejakberabad dahulu lagi dimana kita telah melihat bahawa kemerdekaan yangdicapai rata-ratanya adalah berpaksikan kepada perpaduan dan tolak ansurantara semua etnik. Kecemerlangan ini telah membawa Malaysia bangkit danterus berdaya saing untuk terus maju dalam mencapai status negaramembangun yang mana semakin hari semakin menuju kepada taraf statusnegara maju yang diimpikan oleh hampir semua negara di dunia pada hari ini.

Berpaksikan kepada perpaduan dan hubungan yang terjalin ini,pelbagai kejayaan telah dicapai. Dengan kepesatan kemajuan danpembangunan, peningkatan pencapaian ekonomi, keamanan dan keharmonianyang bertunjangkan kepada perpaduan etnik telah membawa Malaysia jauhlebih maju di hadapan berbanding negara-negara serantau yang jugamempunyai etnik yang berbilang kaum. Pelancong asing dan orang luar yangberkesempatan datang dan melihat sendiri hubungan masyarakat Malaysiarata-ratanya kagum dengan keharmonian serta hubungan baik yang ditonjolkanoleh masyarakat kita walaupun berbeza dari pelbagai segi seperti perbezaankaum, agama, warna kulit dan sebagainya. Malah, mampu sama-samamelakukan aktiviti seharian seperti bergotong-royong, meluangkan masa ataudikatakan “duduk semeja” tanpa ada perasaan bias, terancam dan prajudisantara satu sama lain.

Namun begitu, dalam usaha sesetengah pihak dalam mengeratkanhubungan etnik ini masih ada lagi terdengar keluhan dari beberapa pihak yang

Page 143: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

128 Mohd Mahzan Awang, dkk.

menimbulkan isu berkaitan dengan hubungan etnik. Antaranya ialah isu yangmelibatkan golongan yang pernah melalui era perpaduan dalam kehidupanmereka yakni mereka mengharungi kehidupan membesar, bermain, belajar, danberkongsi sejarah dalam masyarakat majmuk dengan kepelbagaian etnik,budaya, dan agama. Peredaran zaman dan kemajuan yang dicapai dirasakantelah menghapuskan nilai-nilai perpaduan yang sebenar sehingga ia seringkalidilihat berbeza dengan apa yang dicapai pada masa dahulu. Jadi tidak hairanlahjika isu ini sering dibangkitkan dan dijadikan perbandingan oleh segelintirmasyarakat. Mereka beranggapan bahawa, hubungan etnik yang terjalin padahari ini tidak lagi semurni zaman dahulu kerana telah dikotori oleh politik danancaman-ancaman daripada faktor-faktor lain.

Politik zaman sekarang kononnya tidak lagi benar-benarmemperjuangkan hak kepentingan rakyat namun lebih menjurus kepadamementingkan kepentingan ahli politik itu sendir i. Masalah inilah telahmenimbulkan kepincangan dalam hubungan antara etnik dimana yangmenerima akibat dan dipermainkan oleh mainan politik. Keluhan itu jugadatangnya daripada golongan yang melihat hubungan etnik sebagai sesuatuyang tidak relevan. Mereka hanya melihat kepentingan sendiri, sama ada individuataupun kelompok dalam segi ekonomi atau politik pada masa sekarang ataumasa depan sebagai sesuatu yang lebih penting.

Usaha mencapai perpaduan yang dijalankan dilihat sebagai satuperkara yang boleh mengugat serta mengancam kepentingan dan kedudukanmereka dalam sesebuah negara yang selalunya sangat fokus kepada etnisiti,bahasa, budaya, ekonomi, serta politik. Mereka beranggapan dengan wujudnyaperpaduan kaum dan toleransi yang bakal terjalin ini pastinya akan melemahkankedudukan mereka terutamanya dalam mendapatkan pengaruh danpenghormatan daripada kaum dan etnik masing-masing dimana mereka seolah-olah ingin lari daripada konsep kesaksamaan kerana konsep kesaksamaan inilahyang akan mempengaruhi lingkungan pengaruh mereka sekaligus membataskankepentingan mereka sendiri. Keadaan ini bukan sahaja boleh mengancamkeamanan dan keharmonian hubungan etnik yang ada bahkan turut menjadiduri dalam daging yang akan memecah belahkan perpaduan yang ingin dicapai.Namun dalam usaha untuk mengeratkan hubungan etnik di negara kita terdapatcabaran-cabaran utama yang difikirkan amat penting untuk diatasi supaya ianyatidak dapat menjejaskan usaha negara kita ini. Maka dalam tugasan ini saya

Page 144: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

129Mohd Mahzan Awang, dkk.

akan menjelaskan apakah cabaran-cabaran tersebut dalam usaha mengeratkanhubungan etnik di Malaysia.

PERPADUAN DAN INTEGRASI NASIONALMenurut Jayum A. Jawan (1997), perpaduan dan integrasi merupakan

dua konsep yang saling berhubungkait dan sering digunakan bersilih ganti.Perpaduan dan integrasi adalah merujuk kepada proses menggabungkanbahagian-bahagian menjadi satu unit. Menurut Shamsul Amri Baharuddin (2007),perpaduan adalah satu proses menyatupadukan masyarakat dan negara supayasetiap anggota masyarakat dapat membentuk satu identiti, nilai bersama,perasaan cinta dan bangga terhadap tanah air. Integrasi pula adalah satu prosesmewujudkan satu identiti nasional dalam kumpulan terpisah dari segikebudayaan, sosial dan lokasi dalam sesebuah unit politik. Terdapat lima bentukintegrasi iaitu segregasi, akomodasi, akulturasi, asimilasi dan amalgamasi.Segregasi juga diistilahkan sebagai pemisahan atau pengasingan yang berlakuantara satu kumpulan etnik dengan kumpulan etnik yang lain dalam sesebuahnegara. Pemisahan ini dapat dilihat dalam beberapa aspek contohnya sepertipemisahan tempat tinggal, sistem persekolahan dan pengangkutan sertakemudahan awam. Segregasi pada dasarnya boleh berlaku akibat daripadadasar yang diketengahkan oleh undang-undang atau sebaliknya. Akomodasidiwakili dengan formula A+B+C = A+B+C dimana A, B dan C dikatakan merujukkepada budaya. Akomodasi merupakan proses yang menyebabkan setiapkumpulan etnik menyedari dan menghormati nilai-nilai kumpulan etnik antarasatu sama lain serta mempertahankan budaya masing-masing. Hal inimembolehkan setiap kumpulan etnik mempunyai wakil dan peranan yangtersendiri dalam pentadbiran negara.

Akulturasi adalah sedikit berbeza dimana ia merupakan satu prosespenerimaan suatu unsur kebudayaan yang lain dalam kalangan individu ataukelompok dari suatu kebudayaan yang berbeza yakni unsur budaya daripadasesuatu masyarakat lain diterima dan dihormati oleh individu atau kelompokyang rata-ratanya bukan dari kelompok tersebut. Dimana, Akulturasi ini, secaratidak langsung tidakakan menyebabkan kehilangan identiti asal sesuatu etnik.Asimilasi diwakili oleh formula A+B+C = A dimana A dikatakan sebagai golonganetnik dominan manakala B dan C adalah kumpulan etnik minoriti. Asimilasi

Page 145: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

130 Mohd Mahzan Awang, dkk.

merupakan satu proses percantuman dan penyatuan antara suatu kumpulanetnik dengan kumpulan etnik yang berlainan yang berbeza dari sudut budayadan amalan tetapi membentuk satu kelompok dengan kebudayaan dan identitisama. Amalgamasi diwakili formula A+B+C = D. A, B dan C ini dikatakan terdiridaripada golongan etnik berbeza dan D adalah satu kumpulan baru terhasildaripada penyatuan A, B dan C. Amalgamasi adalah merupakan satu prosesyang terjadi apabila budaya atau ras bercampur untuk membentuk budaya danras baru.Perkahwinan campur antara etnik adalah dikatakan sebagai satu carayang utama dalam proses amalgamasi.

HUBUNGAN ETNIK DIMENSI EKONOMISejak zaman penjajahan lagi, masalah integrasi telah wujud

terutamanya semasa penjajahan British. Dasar pecah dan perintah atau “divideand rule” telah digunapakai dalam usaha mengeksploitasi ekonomi di sampingdijadikan sebagai suatu dasar untuk memerintah Tanah Melayu pada ketika itu.Dasar ini menekankan kepada konsep pemisahan yakni setiap kaum dipisahkanmengikut bidang ekonomi yang berlainan. Hal ini dapat dilihat apabila kaumMelayu berperanan dalam mengendalikan pertanian dan ditempatkan dikawasan luar Bandar seperti di kampung-kampung. Masyarakat Cina puladitempatkan dilombong-lombong bijih timah dan dikawasan bandar-bandaruntuk menjalankan aktiviti perlombongan dan perdagangan. Manakalamasyarakat India pula lebih tertumpu di kawasan-ladang-ladang getah.Perubahan fungsi ini telah menyebabkan ketiga-tiga kaum ini terpisah danhubungan antara mereka semakin terhad sehingga menjadi bertambahrenggang.

Cabaran dari segi ekonomi yang paling nyata ialah perbezaan dari segipekerjaan di mana perbezaan ini diwujudkan oleh pihak British melalui pecahdan perintah sepertimana dinyatakan sebelum ini. Masalah ini telah mewujudkanperasaan curiga di antara satu sama lain malahan, ianya turut mewujudkanjurang ekonomi antara kaum-kaum terbabit. Akibat daripada dasar yang diciptaoleh British itu, kesannya masih lagi dapat dilihat sampailah sekarang di manasektor perniagaan masih lagi didominasi oleh orang Cina dan kebanyakan orangIndia masih lagi tinggal di ladang-ladang. Perbezaan pekerjaan ini telahmembataskan interaksi sosial antara mereka kerana masa banyak diluangkan

Page 146: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

131Mohd Mahzan Awang, dkk.

di tempat kerja dan sekiranya rakan sekerja terdiri daripada kaum atau etnikyang sama maka interaksi dan komunikasi hanya berlaku dan berada dalamlingkungan kaum yang sama sahaja. Kesannya adalah di mana perasaanprasangka dan perkauman akan menjadi semakin kuat dan menebal di antarasesama kaum terbabit.

Selain itu, rentetan daripada dasar yang diperkenalkan oleh penjajahtelah membawa kepada strata ekonomi dalam masyarakat itu sendiri. Keadaanini telah menyebabkan berlakunya jurang ekonomi yang luas dan sukar untukdiatasi terutamanya bagi masyarakat Melayu dan India kerana dasar yangdiketengahkan oleh pihak penjajah sebelum ini menjadikan mereka lebihmundur dan kurang berdaya saing berbanding dengan kaum Cina yang tertumpudi kawasan bandar dengan keupayaan untuk melakukan perniagaan sertamemperoleh pendapatan yang lumayan. Perbezaan jurang pendapatan yangketara ini merupakan cabaran yang sering membawa kepada ketidakstabilanmasyarakat majmuk.

Oleh hal demikian, perpaduan negara sukar dipupuk jika sebahagianbesar penduduk kekal miskin dan jika peluang pekerjaan produktif yangmencukupi tidak diwujudkan kerana tenaga buruh dan permintaan pekerjaanyang kian meningkat. Ditambah pula dengan jurang ekonomi yang dialami.Perbezaan pencapaian setiap etnik atau dualisme dalam ekonomi telah berlakusejak era penjajahan lagi dimana ekonomi tradisional yang melibatkan kaummelayu dikatakan berada pada aras yang membimbangkan dan merupakankadar kemiskinan yang tinggi. Kepincangan ini menyebabkanketidakseimbangan antara etnik berlaku dalam sektor ekonomi.

Secara keseluruhannya dapat disimpulkan bahawa separuh daripadakaum Melayu adalah terlibat dalam sektor kerajaan dan selebihnya adalah dalambidang swasta. Manakala, kaum Cina pula menguasai bidang pengangkutan,perniagaan dan kewangan. Kaum India pula ramai yang terlibat dalam sektorpengangkutan awam, perkhidmatan awam, perniagaan dan kewangan. LaporanRancangan Malaysia Kelapan turut menyatakan bahawa jurang puratapendapatan antara etnik adalah masih tidak seimbang berdasarkan coraktaburan perekonomian semasa. Namun begitu, keperluan untukmemperbetulkan kedudukan dimensi ekonomi ini amatlah terdesak kerana iamenjadi asas utama dalam memupuk kerjasama antara kaum.

Page 147: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

132 Mohd Mahzan Awang, dkk.

Perkara yang berbangkit dalam isu ekonomi yang membawa kesanterhadap hubungan kaum di Malaysia adalah perbezaan pekerjaan berdasarkansektor ekonomi. Sebagaimana dijelaskan, pengelasan setiap golongan etnikmengikut sektor ekonomi akan menyebabkan interaksi kaum akan terjejas.Penguasaan ekonomi oleh golongan etnik tertentu akan menguatkan lagisemangat perkauman dan meruntuhkan perpaduan antara etnik-etnik ini. Padawaktu penjajahan umpamanya, pengelompokan etnik di sesuatu kawasan untuktujuan keperluan ekonomi British menyebabkan masyarakat tempatan tidakberpeluang untuk mengenali kaum yang lain serta tidak berkesempatan untukberinteraksi antara satu sama lain umpamanya kaum India dan Cina denganlebih dekat dan rapat. Hasilnya, semangat perpaduan dan pengukuhankemasyarakatan antara kaum ini tidak dapat dieratkan. Selain itu, penguasaanekonomi kepada golongan kaum tertentu akan menyebabkan monopoli terhadapsesuatu sektor itu. Oleh itu, sikap bias yang muncul mengikut kaum akan berlakukerana untuk memenuhi kepentingan dan keperluan kaum yang menguasaiekonomi tersebut. Keadaan ini seterusnya menyebabkan hubungan etnik diMalaysia menjadi tidak begitu murni dan keadaan ini turut dirasai hingga ke hariini.

Ekonomi sebenarnya merupakan nadi bagi sesebuah negara danmenjadi penggerak utama kemajuan. Jurang ekonomi yang berlaku dan jugapemisahan yang terjadi kepada kaum-kaum di tanah Melayu menjadi satu garislintang dalam memupuk keutuhan sesuatu perpaduan. Dasar pecah dan perintahyang dilaksanakan pada zaman penjajahan British terhadap kaum-kaum yangada menimbulkan kesan pada masa kini. Hal ini terbukti dengan sistem ekonomiyang ada pada masa kini dimana masih wujud lagi ketidakseimbangan danketidaksamaan yang membelenggu kehidupan setiap kaum di Malaysia.

Hal ini bukan sahaja telah mewujudkan jurang ekonomi antara kaum-kaum yang ada, bahkan turut menimbulkan perasaan curiga dan polarisasi antarakaum. Perbezaan pekerjaan ini telah membataskan interaksi sosial di antaramereka dimana jika rakan sekerja terdiri dari kaum yang sama, maka interaksidan komunikasi mereka berada dalam lingkungan kaum yang sama. Denganitu, mereka sekaligus akan banyak meluangkan masa dan berkomunikasi dalamlingkungan yang sama juga. Hal ini pasti boleh menyumbang kepada perasaanperkauman dan interaksi hubungan dengan kaum yang semakin menipis danhambar.

Page 148: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

133Mohd Mahzan Awang, dkk.

Dominasi kaum dalam satu-satu bidang juga adalah cabaran keduadaripada aspek ekonomi. Ini adalah kerana kaum-kaum lain tidak dapat menyelitatau masuk ke dalam bidang tertentu yang didominasi oleh kaum-kaum tertentudan ini adalah kerana kaum yang mendominasi itu mahu terus mengekalkanhak dan kuasa dominasi mereka. Di Semenanjung Malaysia, Bumiputeramemiliki 32.3 % daripada jumlah pertubuhan perdagangan runcit, manakalakaum Cina sebanyak 60.8 % dan kaum India sebanyak 6.3 %. Di Sabah danSarawak, pemilikan Bumiputera adalah lebih rendah iaitu 17.4 % dan kaumCina adalah 79.3 %. Bagi pertubuhan perdagangan borong, pemilikan kaumCina adalah jauh lebih tinggi. Di Semenanjung Malaysia, kaum Cina memiliki85.2 % daripada jumlah pertubuhan perdagangan borong berbanding dengan10.2 % Bumiputera dan 2.9 % kaum India. Bagi Sabah dan Sarawak pula,pemilikan kaum Cina adalah 94.5 % dan Bumiputera sebanyak 3.8 %. KaumMelayu pula kekal dengan sektor pertanian, penjawat awam manakala kaumIndia juga masih lagi di estet dan penjawat awam. Golongan yang berpendapatanlebih tinggi pastilah tinggal di kawasan elit dan mewah sekaligus memisahkanmereka dari golongan yang lain.

Di samping itu dengan wujudnya jurang ini, semua etnik berusaha untukmengaut keuntungan secara maksimum dari apa yang telah tersedia. Masing-masing mementingkan etnik sendiri terlebih dahulu dalam mengejar kekukuhantapak dalam sektor ekonomi. Ini dapat dilihat dalam sektor awam sendiri. Selainitu, dalam perniagaan, etnik dan kaum sendiri diberikan peluang dan bukannyadari etnik lain.

HUBUNGAN ETNIK DIMENSI SOSIO-DEMOGRAFIDari segi juga terdapat cabaran yang menjadikan usaha pemupukan

hubungan etnik menjadi pincang. Ini berlaku apabila kurangnya percampurandan interaksi sosial antara kaum. Apabila perkara ini berlaku, tidak akan timbulrasa kepercayaan dan kekitaan dalam diri setiap kaum dan etnik, apabilakepercayaan ini telah hilang maka sesuatu hubungan yang baik sukar untukdibentuk. Pemisahan fizikal ini berlaku pada asasnya akibat keadaan geografiyang memisahkan etnik. Kedudukan yang jauh terpisah di tambah lagi denganamalan dasar pecah dan perintah yang mengasingkan pemerintahan dan

Page 149: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

134 Mohd Mahzan Awang, dkk.

penempatan setiap kaum di Tanah Melayu. Bagi menyempurnakan dasar ini,British telah menyediakan segala kelengkapan termasuk sistem pendidikan ditempat yang berasingan. Hal ini bukan sahaja merenggangkan hubungan daninteraksi, bahkan turut menguatkan lagi etnosentrisme dan menimbulkanprasangka antara kaum.

Pemisahan dari segi fizikal ini yang bertitik tolak daripada pengenalandasar pecah dan perintah memberikan kesan yang sangat signifikan dalamhubungan etnik di Malaysia pada hari ini. Corak dan ciri-ciri demografi yangterdapat di Malaysia pada masa kini turut mempunyai pertalian rapat denganlatar belakang kesejarahan khususnya pada zaman penjajahan British. Comber(2007) menyatakan sejarah telah membuktikan bahawa penempatan keluargaCina telah berlaku sejak mereka berhijrah ke Tanah Melayu sehinggalahberlakunya penjajahan Inggeris.

Kerenggangan hubungan antara etnik ini mula dirasai setelahpengenalan kaum didefinisikan mengikut tempat tinggal dan kegiatan ekonomisetiap etnik. Oleh itu, pola kependudukan sebegini secara tidak langsung telahmemisahkan kelompok-kelompok etnik ke bandar penempatan yang tertentu.Hal ini dan menunjukkan ketidakseimbangan taburan antara etnik. Keadaan initerbawa-bawa hingga ke masa kini yang menunjukkan majoriti kaum Cina tinggaldi bandar dan kaum Melayu tinggal di kawasan luar bandar. Perkara ini turutdirasai masa kini dengan contohnya walaupun orang Melayu tinggal di bandar,mereka akan lebih selesa dan memilih untuk menetap di kawasan perumahanyang majoriti dihuni oleh kaum sebangsanya dan keadaan ini juga turut berlakukepada kaum-kaum yang lain seperti yang dijelaskan oleh kajian Strautch (1981).

Taburan penduduk antara tahun 1957 hingga 1970 memperlihatkankebanyakan orang Melayu tinggal di kawasan luar bandar dan mengamalkankegiatan sara diri dalam bidang pertanian. Kebanyakan orang Melayu rata-ratanyadapat dilihat tertumpu di negeri Pahang, Terengganu, Kelantan, Perlis danKedah. Manakala orang Cina pula bergiat aktif dalam ekonomi modernterutamanya dalam bidang perlombongan dan juga dalam bidang perniagaanyang tertumpu di kawasan bandar dan kawasan yang pesat membangunterutamanya di Kuala Lumpur, Perak, Selangor, Pulau Pinang, Negeri Sembilan,Melaka dan Johor. Kaum India pula tertumpu di kawasan Selangor, Pulau Pinang,Negeri Sembilan dan Perak dimana mereka masih lagi tertumpu kepada kegiatan

Page 150: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

135Mohd Mahzan Awang, dkk.

perladangan seperti perusahaan getah dan tanaman komersil. Selain itu, taburanpenduduk pada tahun 2000 menunjukkan sedikit perubahan dalam strata bandardan luar bandar mengikut kaum. Pertumbuhan ini walau bagaimanapun agakperlahan dan hanya menarik golongan yang tertentu untuk bermigrasi.Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi semasa dalam sektor industri di pusat-pusat bandar serta jaringan infrastruktur moden dan komprehensif telah menarikperhatian golongan muda untuk berhijrah dari luar bandar ke bandar.Kemudahan infrastruktur ini telah memudahkan mobiliti masyarakat untukmembuka penempatan-penempatan baru di samping untuk tujuan ekonomi.Migrasi penduduk ini telah mencorakkan satu pola demografi yang baru keranatelah berlaku percampuran etnik di sesuatu tempat. Namun, disebabkan migrasiini terdir i daripada kalangan tenaga kerja kurang mahir menyebabkankeseimbangan ekonomi tidak begitu dilihat seimbang dalam kalangan etniktertentu.

HUBUNGAN ETNIK DIMENSI PENDIDIKANKerajaan British telah memperkenalkan sistem sekolah vernakular iaitu

sekolah mengikut bahasa ibunda masing-masing dalam pendidikan semasa diTanah Melayu memandangkan pada ketika itu masih lagi tidak mempunyaidasar pendidikan yang jelas. Sistem pendidikan yang berteraskan pendidikanInggeris telah diketengahkan sewaktu zaman pemerintahan British dimanamelalui sistem ini sekolah-sekolah aliran Inggeris diwujudkan dan prosespengajaran dan pembelajarannya juga adalah dalam bahasa Inggeris.

Dasar pengasingan dan pemisahan ini telah menyebabkan setiap etnikmempunyai sistem pendidikan yang sendiri dimana mereka rata-ratanyamenggunakan bahasa ibunda masing-masing bukan sahaja untukberkomunikasi bahkan turut digunapakai dalam proses pengajaran danpembelajaran seharian. Bahkan, sukatan pelajaran yang digunapakai juga adalahdiambil daripada negara masing-masing. Keadaan ini telah menyebabkaninteraksi sesama mereka hanya berkisar dalam golongan etnik yang sama. Kajianyang dijalankan oleh Haris Md Jadi pada tahun 1990 menyatakan bahawa akibatdaripada sosialisasi sekolah mengikut etnik tersebut menyebabkan semangatintegriti nasional semakin sukar dipupuk. Hal ini demikian kerana, bahasamerupakan satu eleman yang merumitkan dan suatu perkara yang tidak mudah

Page 151: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

136 Mohd Mahzan Awang, dkk.

dipandang enting dalam masyarakat yang berbilang kaum seperti di Malaysiakerana ianya boleh sahaja dijadikan penghalang kepada pemupukan integritijika kumpulan ras dan etnik yang berlainan mahukan pengekalan bahasa-bahasamereka sebagai alat untuk menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai sosial.

Selain itu, pertumbuhan sistem pendidikan adalah tidak seimbangmengikut negeri-negeri dimana dapat diperhatikan. Pada tahun 1897, hanyaterdapat sebuah sekolah Melayu di Kedah untuk murid-murid lelaki, dan khususuntuk anak-anak orang kenamaan dan pembesar sahaja yakni bagi golonganbawahan kemudahan pendidikan tidak disediakan. Malah, mereka rata-ratanyatidak berpeluang untuk belajar. Hal ini menggambarkan bahawa kerajaan Britishtidak berminat dalam membangunkan sistem persekolahan terutamanya baginegeri-negeri yang majoritinya terdiri daripada masyarakat Melayu. Pada zamanpenjajahan ini, dasar pendidikan tidak menghasilkan keberkesanan yangpositif.Malahan, dasar pendidikan yang diketengahkan juga bukanlah bertujuanuntuk mencapai perpaduan. Pelaksanaannya juga mempunyai banyakkepincangan serta kelemahan kerana British pada masa itu hanyamementingkan kepentingan ekonomi dan kedudukan sendiri sahaja. PihakInggeris juga telah mewujudkan sekolah vernakular Melayu, vernakular Cinadan vernakular Tamil yang sudah pasti ianya telah menyebabkan masyarakatMelayu, Cina dan India dipisahkan mengikut sistem persekolahan denganberpaksikan kepada kepentingan dan matlamat mereka sendiri. Keadaan inisecara tidak langsung menambahkan jurang dan merenggangkan hubungandi antara satu sama lain. Malah, masalah ini bertambah rumit apabila pihakBritish tidak memainkan peranan dengan adil, terutama dari segi layanan yangsetaraf kepada semua bangsa atau kaum dalam membentuk perpaduan.

Selepas Merdeka 1957, Malaysia merupakan sebuah negara baru danbermulalah era dalam mengukuhkan semula pendidikan negara supaya berjalanseiring dengan matlamat perpaduan nasional. Bagi mengembalikan keyakinandan kepercayaan rakyat dalam memahami dasar pendidikan yang dilaksanakan,satu usaha murni telah dipergiatkan dan diketengahkan oleh sistem pendidikanMalaysia iaitu dengan penubuhan Akta Pelajaran 1961 demi menjagakepentingan masyarakat Malaysia yang majmuk. Menurut Abu Bakar Nordin(1994), “Laporan Razak 1956 boleh dijadikan sebagai batu loncatan ke atasdasar dan sistem pendidikan kebangsaan yang mempunyai perubahan positif,

Page 152: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

137Mohd Mahzan Awang, dkk.

terutama membentuk dan memupuk perpaduan negara”. Selepas negaramencapai kemerdekaan pada tahun 1957, perpaduan merupakan satu elemanyang sangat bermakna dan sesuatu yang penting serta menjadi keperluan untukdicapai bagi memastikan keharmonian dan kesejahteraan semua kaum. Jadi,berbekalkan kepada kepentingan tersebut penggubalan dasar pendidikan padawaktu itu menjadikan perpaduan sebagai asas utama dalam melahirkan dasarpendidikan yang baru.

Di samping itu, polarisasi dalam kalangan pelajar turut menjadipenyumbang dalam isu pendidikan yang membantutkan keharmoniansosialisasi atau perhubungan etnik di Malaysia. Hal ini terjadi kerana sistempendidikan mempunyai adunan dan acuan pendidikan yang berbeza. Keadaanini terjadi mungkin disebabkan timbulnya pelbagai aliran dalam sistempendidikan yang mana terdapat perbezaan dari sudut kurikulum dan orientasimatlamatnya. Pengenalan sistem pendidikan kebangsaan Malaysia yangdibentuk berasaskan keseragaman kurikulum dan orientasi untuk membentukkepelbagaian budaya, nilai dan norma masyarakat bagi membentuk identitikebangsaan.

Dasar Ekonomi Baru (DEB) yang bermatlamat mencapai perpaduannegara dan integrasi nasional diwujudkan dalam mengambil iktibar rentetandaripada kesan peristiwa berdarah 13 Mei 1969 yang telah berjaya mengubahhampir keseluruhan landskap politik, ekonomi dan sosial masyarakat Malaysia.Bermula tahun 2010, sistem pendidikan di Malaysia telah bergerak seiringdengan keperluan semasa kerana masyarakat juga turut berubah disebabkanoleh arus pemodenan dan globalisasi. Sehingga kini, Malaysia masihmeneruskan kesinambungan sistem persekolahan lama dengan mengekalkansekolah kebangsaan, sekolah jenis kebangsaan Cina dan sekolah jeniskebangsaan Tamil. Isu-isu ini telah kerap kali dibincangkan dan diperdebatkannamun akhirnya tiada jalan penyelesaian yang dilakukan bagi mengubah kepadasistem persekolahan yang baru. Isu-isu ini sebenarnya merupakan isu yangsensitif bagi masyarakat Malaysia yang berbilang bangsa, kerana bukan sesuatuyang mudah untuk mendapatkan persetujuan daripada masyarakat yangmempunyai pandangan, pendapat dan kepentingan yang berbeza.

Page 153: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

138 Mohd Mahzan Awang, dkk.

HUBUNGAN ETNIK DIMENSI GLOBALISASIGlobalisasi merujuk kepada dunia tanpa sempadan dimana

perhubungan menjadi semakin pantas dan cepat. Kita boleh mengetahuikeadaan dunia luar tanpa sebarang bantasan malah segala maklumat bolehdisalurkan tanpa ada sekatan. Globalisasi membawa masuk pengaruh dari Baratterutama dari segi ideologi, budaya hedonism dan juga dapat dilihat dari sudutnilai negatif, ekonomi bebas, sains dan teknologi yang memusnahkan dan sistempolitik yang dianggap terbaik bagi semua manusia. Pemikiran barat saban harisemakin menular dalam jiwa masyarakat sehinggakan menghakis nilai-nilailuhur yang ditanam dalam diri setiap warganegara. Cabaran globalisasi ini bolehkita rumuskan sebagai satu anasir luar yang mampu untuk memecahbelahkanperpaduan dalam negara kita. Cabaran globalisasi ini bukan sahaja meresapdan membelenggu pemikiran masyarakat sahaja bahkan ia turut menjadi suatuyang boleh dianggap bahaya bukan sahaja kepada individu malah turutmengundang risiko kepada negara apabila melibatkan serangan-seranganberbentuk ketenteraan dan melibatkan hasutan sehingga boleh menyebabkanseseorang individu berpaling tadah terhadap negaranya sendiri. Seranganterhadap pemikiran masyarakat adalah perkara yang seringkali dibimbangikerana dikhuatiri akan mengundang pelbagai aspek negatif seperti peniruandari segi pemakaian, genre lagu dan fesyen-fesyen rambut serta sebagainya.Hal ini mudah terjadi apabila masyarakat kita sendiri suka untuk berfikiranberkiblatkan barat.

HALA TUJU, CABARAN DAN HARAPANSetiap kumpulan etnik mempunyai nilai, agama, kebudayaan dan

bahasa yang berbeza. Orang Melayu, China dan India terus dengan sistemhidup yang berteraskan kebudayaan dan tradisi mereka. Setiap kumpulan etnikmempertahankan kebudayaan dan adat resam masing-masing, mengutamakanetnik mereka dan mungkin juga menganggap kebudayaan mereka sahaja yangterbaik. Selain daripada itu kewujudan akhbar atau media cetak yang pelbagaibahasa dengan mengutamakan kelompok etnik sendiri akan memperkukuhkanlagi perasaan kumpulan etnik masing-masing. Faktor cabaran ini merupakansatu faktor yang tidak dapat dielakkan kerana semua kaum mempunyaikepercayaan, budaya dan agama mereka yang tersendiri. Setiap kaum

Page 154: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

139Mohd Mahzan Awang, dkk.

mempunyai semangat yang menebal terhadap kebudayaan mereka dan bahasamereka. Mereka hanya ingin menggunakan bahasa mereka dan tidak mahumembuka dunia budaya mereka kerana beranggapan jika terdapat yang lainselain bangsa mereka identity bangsa mereka akan hilang dan tiada lagikeistimewaannya. Di samping itu, terdapat juga batasan dan peraturan sosialyang perlu diambil kira kerana perbezaan budaya. Ini kerana apabila terdapatnyaperbezaan ini, kita tidak tahu apa yang diperkatakan dan apa yang menjadidalam kalangan bangsa lain.

Di sebalik kejayaan negara kita pada hari ini dalam membentuk danmengeratkan perpaduan dan hubungan yang baik dalam kalangan etnik yangmenjadi rakyat Malaysia, masih terdapat cabaran dalam pembentukan danpemeliharaan hubungan ini. Keharmonian hubungan etnik masih perluditekankan kerana terdapat ancaman yang mampu menjejaskan hubunganantara etnik dan perpaduan masyarakat majmuk di Malaysia. Terdapat beberapafaktor yang menimbulkan konflik dan ancaman dalam masyarakat kita. Antaranyaadalah melibatkan perbezaan unsur kebudayaan. Perbezaan dari segi agama,bahasa dan adat ini sememangnya tidak dapat dielakkan atau dihindari keranasetiap kaum mempunyai kebudayaan masing-masing yang menjadi identitimereka sendiri.

Hakikatnya, terdapat banyak cabaran yang mampu menggugatperpaduan di kalangan etnik di negara ini. Isu-isu internal dan eksternalmenyumbang kepada kegoyahan hubungan etnik jika tidak ditangani denganbijak. Kestabilan ekonomi dan politik merupakan asas kepada perpaduanhubungan etnik. Perpaduan yang dikecapi pada hari ini perlu dihargai agarterus dirasai oleh generasi akan datang. Kegagalan mengekalkan perpaduanmemudahkan dominasi negara-negara lain untuk menakluki negara kita. Semuaetnik tanpa mengira batas agama, budaya dan adat perlu belajar daripadasejarah agar sejarah penjajahan yang telah berlangsung lebih dari seratus tahuntidak akan berulang. Oleh itu, usaha untuk mencapai perpaduan dan integrasikaum di negara ini bukanlah suatu tugas yang mudah. Proses untuk mencapaiperpaduan dan integrasi mengambil masa yang lama serta memerlukanperancangan yang teliti, tepat dan bijaksana. Bidang pendidikan adalahmerupakan salah satu bidang yang paling penting dan sesuai untuk mencapaihasrat kerajaan untuk mengeratkan menyatupadukan serta mengintegrasikan

Page 155: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

140 Mohd Mahzan Awang, dkk.

pelbagai kaum. Setiap dasar yang dilaksanakan oleh kerajaan telah menghadapitentangan dan cabaran yang berbeza daripada pelbagai kaum di negara ini.Seringkali sikap mementingkan kaum sendiri melebihi kepentingan negaramenjadi penghalang kejayaan sesuatu dasar. Justeru itu, untuk mencapaiperpaduan kaum secara mutlak semua pihak perlu meletakkan kepentingannegara melebihi kepentingan diri dan kaumnya. Sekiranya sikap ini tidak dapatdipraktikkan oleh semua kaum, hasrat untuk mencapai perpaduan dan integrasidi negara ini hanya menjadi angan-angan yang tidak mungkin dapat dicapai.

KESIMPULANBerdasarkan perbincangan di atas, satu kerangka baru dalam hubungan

etnik di Malaysia perlu dirancang secara komprehensif dan sistematik sertabersifat jangka panjang. Situasi ini mestilah bermula dari peringkat persekolahanawal sehingga ke peringkat universiti. Harapan kepada kesemua etnik-etnik diMalaysia sentiasa memikirkan dan melihat semula peranan masing-masingdalam mewujudkan perpaduan kaum yang lebih utuh bagi menjaminkeharmonian secara bersama yang tidak hanya memikirkan kepada etnik tertentu.

RUJUKANChamil Wariya. 2010. Malaysia: Asas Pembinaan Negara Bangsa Institusi

Pemerintahan Lambang Kebangsaan. Kuala Lumpur: Matrix MediaGlobal.

Chew Hock Thye. 1975. Masalah Perpaduan Nasional. Kuala Lumpur: DewanBahasa dan Pustaka.

Goh Cheng Teik. 1989. Racial Politics in Malaysia. Petaling Jaya: FEPInternational Sdn Bhd. Haris Md. Jadi. 1990. Etnik, politik danpendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Haris Md. Jadi. 1990. Etnik, politik dan pendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasadan Pustaka.

Harliana Halim. 2014. Hubungan Etnik Di Era Penjajahan Hingga Kemerdekaan.Universiti Sains Malaysia. Pulau Pinang.

Page 156: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

141Mohd Mahzan Awang, dkk.

Mansor Mohd. Noor, Abdul Rahman Aziz dan Mohammad Ainuddin IskandarLee.2006. Hubungan Etnik di Malaysia. Kuala Lumpur: Prentice HallMalaysia. Roff. 1980.

Mohd. Mahadee. 2007. Isu-Isu Kontemporari: Politik dan Media. Titas. PenerbitUniversiti Putra Malaysia. Serdang.

Ma’rof Redzuan, Mohamad Shatar Sabran & Zahid Emby. 2001. PengantarSosiologi dan Antropologi Sosial. Penerbit Universiti Putra Malaysia.Serdang.

Modul HNS2013 Kenegaraan Pendidikan Jarak Jauh. 2011. Unit 10 Isu-isu DanCabaran Negara. Tanjung Malim Perak: Universiti Perguruan SultanIdris.

Mohamad Rodzi Abd Razak. 2009. Pembinaan negara bangsa Malaysia :PerananPendidikan Sejarah dan Dasar Pendidikan Kebangsaan. pp. 90-106.ISSN 2180-0251.

 Mohd  Ridhuan Tee Abdullah.  2010. Cabaran Integrasi Antara Kaum DiMalaysia: Perspektif Sejarah, Keluarga dan Pendidikan. Jurnal Hadhari,2 (1). pp. 61-84. ISSN 1985-6830.

Nazaruddin Mohd. Jadi et. Al. 1996. Kenegaraan Malaysia. Sejarah Awal,Kemerdekaan & Pembentukan Malaysia. Kuala Lumpur. KumpulanBudiman Sdn. Bhd.

Nazri Muslim, Nik Yusri Musa dan Ahmad Hidayat Buang. 2001. Hubungan EtnikDi Malaysia Dari Perspektif Islam Ethnic Relations In Malaysia From AnIslamic Perspective. Pusat Pengajian Umum, Universiti KebangsaanMalaysia, Bangi, Selangor.

Neena Sharma. 1985. Politics Sosialization And Its Impact On Attitudinal ChangeTowards Social And Politics System: A Case Study Of Harijan WomenOf Delhi. New Delhi: M.C. Mittal.

Nurdeng Deuraseh. 2007. Isu-Isu Kontemporari: Hegemoni Barat dan Globalisasi.Titas. Penerbit Universiti Putra Malaysia. Serdang.

Ratnam K. S. 2002. Malaysia 11 September And The Politics Of Incumbency.Dlm. Daljit & Anthony L. S. (pnyt.). Southeast asia affairs 2002. Singapore:Institute of Southeast Asian Studies.

Page 157: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

142 Mohd Mahzan Awang, dkk.

Shamsul Amri Baharuddin. 2012. The Origins of Malay Nationalism. KualaLumpur: Penerbit Universiti Malaya.

Strauch J. 1981. Chinese Village Politics In Malaysia State. Cambridge: HarvardUniversity Press.

Samsudin A. Rahim. 1992. Peramal Perpaduan Antara Etnik : Implikasi TerhadapPerancangan Komunikasi. Jurnal Komunikasi Jilid 8.

Syed Husin Ali. 2008. Ethnic Relations in Malaysia. Strategic Information ResearchDevelopment. Kuala Lumpur.

Ting Chew Peh. 1987. Hubungan Ras dan Etnik. Pustaka Dimensi. Kuala Lumpur.

Page 158: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

143Azhar Ahmad, dkk.

PENDIDIKAN SEJARAH,KEWARGANEGARAAN, PATRIOTISME DAN

LITERASI POLITIK.Azhar Ahmad, Mohd Johari Hassan, Kashfull Munirah Yusof, Nur

Afiqkha Akma Mohd Hussein, Norhayati IshakCorresponding author: [email protected]

PENGENALANPendidikan sejarah merupakan nadi dalam dunia pendidikan. Ini kerana

pendidikan sejarah membentuk semangat jati diri dan perjuangan dalam diriseseorang individu dan seterusnya sesebuah masyarakat serta negara.Penekanan kepada aspek ini sudah pasti menjadi agenda bagi sesebuah negarayang berdaulat dan merdeka. Tidak keterlaluan jika dikatakan pendidikan sejarahmenjadi pemangkin kepada kemajuan sesebuah bangsa, tamadun dan negara.Sesungguhnya sejarah tamadun lampau menjadi gambaran dan pengajarankepada negara-negara di dunia pada hari ini. Dalam kita membina kekuatanbangsa adalah menjadi satu kepentingan untuk mengambil iktibar daripadasejarah-sejarah lampau dimana dengan perkataan lain sejarah perlu dilihatsemula agar dapat menguatkan serta memantapkan lagi perjuangankebangsaan di samping menjadikannya sebagai satu garis panduan untuktatapan masa kini. Setiap warganegara di Malaysia perlu mempunyai jati diriyang kukuh. Justeru, pengajaran dan pembelajaran sejarah perlu diberikanpenekanan di sekolah-sekolah untuk membentuk nilai kewarganegaraan dansemangat patriotisme di kalangan para pelajar. Ini menjelaskan bahawapendidikan sejarah perlu diselami dan dikuasai oleh semua pelajar kerana ia

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 159: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

144 Azhar Ahmad, dkk.

merupakan asas kepada pembentukan sesebuah negara bangsa. Menurutpendapat daripada Abdul Rahim Abdul Rasyid (1999), pendidikan sejarahberperanan sebagai rangka pembinaan bangsa dan negara. Ini bermaksudbahawa dalam membentuk sebuah negara yang merdeka, sejarah menjadifaktor dalam penilai pembentukannya. Pendidikan sejarah menjadi satu aspekpenting sebagai rangka dalam pembentukan sesebuah negara. Oleh itu iamenjadi perkara asas dalam cabaran untuk membina satu bangsa Malaysiayang kuat dan bertoleransi.

Pendidikan sejarah adalah penting terutamanya dalammembincangkan dan membangkitkan pelbagai isu-isu sejarah sepertinasionalisme, patriotisme dan sebagainya. Oleh itu, keadaan ini menjadikanpendidikan sejarah sebagai satu asas dalam pembentukan bangsa yangmerdeka serta mengamalkan tatacara dan acuan tersendiri. Proses dalampembentukan negara bangsa pasti tidak akan berlaku tanpa adanya asasdaripada pendidikan sejarah. Dalam menjelaskan kepentingan pendidikansejarah ternyata aspek nilai kewarganegaraan dan patriotisme menjadi perkarapenting yang perlu diperjelaskan kepada para pelajar. Kedua-dua aspek inisesungguhnya menjadi pemangkin kepada kekuatan untuk mengekalkankemerdekaan dalam sesebuah negara bangsa.

MATLAMAT PENDIDIKAN SEJARAHHampir semua negara di dunia ini sangat menekankan aspek

kewarganegaraan dan patriotisme. Hal ini membuktikan kepada kita betapapentingnya nilai kewarganegaraan dan patriotisme dalam merencanakanperkembangan sesebuah negara. Oleh yang demikian pelbagai cara telahdilakukan seiring dengan matlamat yang ingin dicapai dalam memastikansemangat jati diri bangsa akan terus teguh serta kukuh bersama denganpembangunan yang dirancang. Keputusan menjadikan mata pelajaran Sejarahsebagai mata pelajaran wajib lulus dalam peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia(SPM) bermula pada tahun 2013 telah mengundang reaksi yang positif daripadagolongan pendidik. Bermula pada tahun 2014 mata pelajaran Sejarah telahdiperkenalkan di sekolah rendah, iaitu bermula pada tahun empat. Langkahmewajibkan mata pelajaran Sejarah dalam kurikulum pendidikan kebangsaantelah lama diaplikasikan oleh negara-negara maju seperti Perancis, Amerika

Page 160: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

145Azhar Ahmad, dkk.

Syarikat, Jerman, United Kingdom, Republik Korea dan Jepun (Mohamad Johdi,2000). Malah, negara-negara tersebut amat prihatin dan menitikberatkankebenaran fakta serta ketepatan interpretasi bagi mengekalkan kedaulatannegara bangsa yang telah membawa negara berkenaan ke arah kegemilangan.

Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM) telah menegaskankesepaduan unsur pengetahuan, peningkatan daya intelek, pemupukan nilai-nilai murni dan perkembangan kemahiran belajar. Dalam kurikulum matapelajaran Sejarah, unsur-unsur kesepaduan perkembangan intelek,pemupukan nilai-nilai murni dan kemahiran berfikir secara kritis dan kreatifsangat ditekankan dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Malah,matlamat utama pengajaran dan pembelajaran Sejarah adalah untukmelahirkan individu yang kukuh jati diri, setia kepada bangsa dan negara sertamempunyai semangat cinta akan negara (Kementerian Pendidikan Malaysia,2003). Matlamat Pendidikan Sejarah bertujuan untuk memupuk semangatcintakan negara dan perasaan bangga sebagai warganegara Malaysia. Melaluipengetahuan dan penghayatan sejarah, para pelajar akan dapat memahamikeadaan masyarakat dan negara dalam mewujudkan semangat perpaduandan kekitaan terhadap masyarakat dan negara sebagai satu unit tunggal. Halini pasti akan mewujudkan ingatan bersama terhadap sejarah sebagai rangkarujukan kesedaran kebangsaan dan memperkukuhkan perasaan cintakan tanahair. Mata pelajaran sejarah juga memainkan peranan penting dalam memupuksemangat kewarganegaraan dan patriotisme. Oleh itu, kandungan kurikulumSejarah seharusnya memberikan penekanan terhadap pengetahuan tentangsejarah negara dan nilai-nilai yang dapat memupuk semangatkewarganegaraan dan patriotisme.

Banyak peristiwa penting yang berlaku di negara kita yang boleh dinilaidan menjadi amat berharga kepada anak bangsa kita. Dalam pendidikansejarah menjadi satu kewajipan untuk kita merenung kembali peristiwa lampauagar menjadi pengajaran dan iktibar yang berguna kepada kita. Lembaransejarah di negara kita bermula ketika era pembukaan Kerajaan Melayu Melakaoleh Parameswara, hingga abad ke -21. Segala-galanya menampakkanperubahan serta pegangan nilai kewarganegaraan dan patriotisme yang jauhberbeza. Jika dilihat menerusi mata kasar tidak nampak akan perubahan itu.Namun apabila diteliti dan dikaji sudah tentu nilai kewarganegaraan danpatriotisme bangsa Malaysia kian luntur dimakan usia serta musnah.

Page 161: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

146 Azhar Ahmad, dkk.

Kurikulum sejarah tentunya memberi tumpuan kepada aspek-aspekdalam negara (tempatan) serta sejarah negara luar. Aspek sejarah tempatanmemberi perhatian kepada pengkajian sesuatu tempat atau kawasan sebagaisatu unit masyarakat yang lebih kecil daripada negeri atau negara. Dalam kajianyang dijalankan, pengkajian sejarah tempatan akan bersifat mikro iaitu tentanghal-hal berkaitan keadaan setempat. Unsur-unsur yang boleh dijadikan bahankajian merangkumi sejarah tokoh, benda, institusi, peristiwa, adat istiadat dankebudayaan setempat. Seiring dengan itu, pendekatan dalam pengajaran danpembelajaran mata pelajaran Sejarah perlu dipelbagaikan denganperkembangan teknologi pada masa kini. Hal ini demikian kerana, ia dapatmembantu mengubah persepsi masyarakat yang menganggap Sejarah sebagaimata pelajaran yang membosankan dan dapat menolak stigma bahawa ia perludihafal oleh murid-murid semata-mata sebelum menduduki sesuatu peperiksaan.(Doreen, 2004).

Dalam memilih tentang negara luar pula, aspek-aspek yang dipilih dandiberikan keutamaan mestilah yang mempunyai kaitan dengan sejarah Malaysia.Ini bertujuan supaya para pelajar dapat memahami secara lebih jelas tentangsejarah negara di samping mengetahui sedikit sebanyak tentang sejarah negaraluar yang berkenaan.

PATRIOTISMEKekuatan dan keutuhan sesebuah negara bergantung kepada tingginya

nilai patriotisme yang ada dalam diri setiap insan yang bertapak di bumi Malaysia.Wujudnya keamanan yang dikecapi masa kini adalah hasil keringat para perjuangtanah air yang sentiasa menghargai nilai patriotisme dalam diri mereka. Jikasuatu masa dahulu, semangat patriotisme dan sikap kekitaan benar-benar wujuddalam diri setiap masyarakat, namun kini semangat ini semakin sukar untukdilihat apatah lagi untuk ditonjolkan bagi menjadi panduan pada masa akandatang. Pelbagai insiden yang wujud dalam masyarakat hari ini ternyatamenipiskan semangat cintakan negara. Fenomena ini semakin membimbangkandan perlu diberikan perhatian serius oleh pihak berwajib. Pendidikan dilihatsebagai salah satu jalan keluar utama dalam menangani masalah ini. Hal inikerana pembentukan nilai dan aspirasi serta jati diri para pelajar bermula dirumah. Meskipun ramai yang berpendapat pendidikan sebenar adalah bermula

Page 162: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

147Azhar Ahmad, dkk.

dari rumah namun kesibukan ibu bapa bekerja demi kelangsungan hidupmenyebabkan tugas mendidik perlu digalas oleh guru.

Pendidikan di sekolah sememangnya merupakan landasan terbaikuntuk memupuk nilai patriotisme dalam diri murid-murid di Malaysia. Bermulatahun 2014, pendidikan di peringkat rendah telah melaksanakan pembaharuandengan menambah mata pelajaran Sejarah dalam sukatan pelajaran. Murid-murid yang berada di Tahun 4 pada tahun yang sama perlu mempelajari satulagi mata pelajaran baru iaitu pendidikan Sejarah. Kini hampir 3 tahun matapelajaran diperkenalkan di sekolah rendah dengan memfokuskan kepada murid-murid yang berada di Tahun 4, 5, dan 6. Pemilihan murid yang berada di TahapDua di sekolah rendah, untuk mempelajari Sejarah dianggap langkah yangbijak dan tidak terlalu lewat untuk menerapkan semangat patriotsime dalam dirimurid di sekolah. Jika dahulu mata pelajaran Sejarah akan mula dipelajari olehpara pelajar apabila menjejakkan kaki ke sekolah menengah tetapi denganadanya dasar baru ini pendedahan tentang ilmu sejarah dapat diterapkan sertadipupuk dari peringkat bawahan lagi. Dengan itu, pengetahuan sedia ada muridakan lebih bertambah dan memberikan mereka lebih kesediaan untukmempelajari tentang sejarah dunia di peringkat menengah.

Meskipun program ini dilihat berjalan dengan lancar namun terdapatpelbagai isu yang timbul dalam kalangan guru dalam melaksanakan prosespengajaran dan pembelajaran di sekolah. Isu ini bukan sahaja memberi kesankepada para pendidik namun turut menjejaskan proses pengajaran murid-muriddi sekolah rendah. Isu yang timbul ini perlu diberi perhatian kerana akanmenjejaskan hasrat kerajaan untuk memupuk semangat patriotisme dalamkalangan murid. Antara isu yang sering timbul di peringkat sekolah rendah adalahkurangnya guru yang berpengetahuan untuk mengajarkan mata pelajarantersebut. Faktor pengalaman dan pengetahuan guru boleh dikategorikan kepadabeberapa aspek yang utama. Pertama, guru yang mengajar mata pelajaran inimerupakan guru bukan opsyen. Langkah menambah mata pelajaran baru disekolah sememangnya wajar diberikan pujian, namun, bilangan guru di sekolahtetap sama. Begitu juga dengan opsyen dan kemahiran guru yang masih tidakberbeza dengan sebelumnya. Justeru, pihak pentadbiran terpaksa menjadualkanagar guru yang tidak mempunyai pengetahuan dalam pengajaran sejarah turutdiambil untuk mengajar mata pelajaran di sekolah. Masalah yang dilihat mungkin

Page 163: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

148 Azhar Ahmad, dkk.

hanya remeh pada pandangan mata seseorang. Namun, jika diteliti denganmendalam, masalah guru bukan opsyen memberikan kesan yang besar terhadappengajaran sejarah di sekolah. Bayangkan mereka perlu menggali semuakesemua fakta sejarah yang dipelajari sewaktu zaman persekolahan dulu danmemerah otak mereka. Malah, secara tidak langsung mereka terpaksamempelajari sejarah dan isi-isi kandungan di dalam buku teks mahupun sumber-sumber lain untuk mendapatkan ilmu sejarah itu sendiri yang mana pentinguntuk seorang guru dalam menjalankan sesi pengajaran dan pembelajaransemasa di dalam bilik darjah amnya. Jika mereka merupakan guru BahasaInggeris, maka sudah pasti mereka mempunyai kesukaran untuk memahamiaspek sejarah dalam segala segi. Penguasaan terhadap ilmu-ilmu sejarah pulapastinya berada pada tahap yang rendah memandangkan guru-guru bukanopsyen rata-ratanya tidak di beri pendedahan yang meluas berkaitan dengandunia sejarah.

Teknik pengajaran sejarah tidak hanya boleh merujuk kepada bahanrujukan yang disediakan namun pengalaman dan pengetahuan yang lepas perluditelaah oleh para guru. Jika tidak, pastinya para guru mempunyai masalahuntuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh murid-murid.Apabila pengetahuan guru yang mengajar sangat terhad, perkembanganpemikiran sejarah oleh murid-murid akan terbatas malah ianya semakin sukaruntuk dipupuk apabila guru itu sendiri tidak memahami intipati ilmu sejarah itusendiri. Maka murid-murid tidak dapat merasai kepentingan mereka untukmempelajari sejarah. Lantas, semangat patriotisme tidak dapat diserap ke dalamjiwa masing-masing.

Keadaan ini tidak banyak berbeza dengan guru yang mempunyai opsyensejarah. Meskipun berkelayakan ikhtisas dalam pengajaran sejarah, namunpengalaman mengajar mata pelajaran lain sebelum ini menjadi satu kekangankepada mereka untuk menukar rutin pengajaran secara drastik. Penambahansubjek sejarah memberi kesempatan dan inisiatif kepada mereka untuk berkongsiilmu pengetahuan sekaligus mendapat peluang untuk mengajar dalam bidangmereka sendiri namun pelaksanaan yang diketengahkan sewajarnyadilaksanakan secara berperingkat. Ini dapat membuka ruang dan peluang kepadapara guru untuk mempelajari sejarah dengan lebih mendalam sebelummenerapkan semangat patriotisme dalam diri murid-murid.

Page 164: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

149Azhar Ahmad, dkk.

Isu penerapan semangat patriotisme di sekolah juga merangkumijumlah waktu interakasi murid-murid di sekolah. Setiap hari, murid akanmempelajari pelbagai subjek mengikut jadual yang telah ditetapkan. Sebagaicontoh mereka perlu belajar mata pelajaran Bahasa Melayu, Bahasa Inggeris,Matematik, Sains dan Pendidikan Islam. Jumlah waktu mereka untuk belajar disekolah adalah hampir kepada enam jam. Sekurang-kurangnya 4 mata pelajaranyang perlu dipelajari oleh murid-murid di sekolah untuk memenuhi waktupembelajaran di sekolah.

Meskipun kedengaran lama untuk murid berada di sekolah, namun,waktu interaksi bagi mata pelajaran sejarah adalah sebanyak 2 waktu sahajayang membawa kepada 60 minit seminggu. Jumlah waktu ini amat sedikit jikadibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Kebiasannya waktu pengajaransejarah akan dipisahkan menjadi 2 waktu iaitu selama 30 minit pada setiapsesi. Jumlah waktu interaksi yang sedikit ini turut menyumbang kepadapembentukan semangat patriotisme dalam diri para pelajar. Sekiranya terdapatcuti umum yang jatuh pada hari yang sama, maka sesi pembelajaran sejarahakan tertangguh dan sekaligus menjejaskan proses pengajaran yang akanberlangsung. Lantas, proses pembelajaran subjek sejarah sepanjang mingguakan terganggu. Isu yang turut menyumbang kepada lemahnya penerapanpatriotisme di dalam jiwa murid-murid generasi abad ke-21 ini adalah, kurangnyakesedaran terhadap kepentingan mempelajari subjek sejarah di sekolah.Pelaksanaan Ujian Peperiksaan Sekolah Rendah (UPSR), yang memerlukan 6kertas soalan untuk dijawab oleh murid-murid, ternyata menimbulkankebimbangan dalam kalangan guru dan juga para pelajar. Justeru itu, lebihbanyak masa diperlukan untuk mereka menelaah intipati di dalam sukatan matapelajaran sejarah bagi menjawab soalan-soalan yang akan dinilai di dalamkertas peperiksaan. Keadaan ini menyebabkan mata pelajaran sejarah semakinterpinggir dan tidak lagi terlihat penting akan kewujudannya dalam sistempendidikan di sekolah.

Lantas, kesemua sesi pengajaran serta aktiviti luar yang akanmemberikan bonus tambahan kepada para pelajar untuk mempelajari sejarahakan terbantut. Begitu juga dengan proses pengajaran yang berlangsung. Rata-rata guru akan berusaha untuk meningkatkan pencapaian murid bagimemastikan prestasi sekolah berada pada tahap yang memberangsangkan.

Page 165: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

150 Azhar Ahmad, dkk.

Dengan itu, memang wajar usaha ini dilaksanakan dan diteruskan di sekolah.Namun, semua pendidik haruslah sedar bahawa tugas untuk menanamsemangat patriotisme dalam jiwa para pelajar bermula daripada pendidikansejarah di sekolah. Oleh itu, pelaksanaan pengajaran di sekolah haruslahdilaksanakan dengan lebih adil dan semua mata pelajaran harus dianggappenting untuk mewujudkan generasi baru yang lebih cemerlang.

Pendidikan di sekolah rendah adalah berpandukan buku teks yangdibekalkan oleh pihak kementerian. Buku aktiviti turut disalurkan untukmembolehkan murid-murid membuat latihan bagi meningkatkan pemahamanmereka terhadap sesuatu topik yang telah dipelajari. Begitu juga dengan matapelajaran Sejarah. Kesemua sekolah rendah dibekalkan dengan buku teksmengikut enrolmen kelayakan murid. Namun, persoalannya sekarang, adakahbuku teks Sejarah yang dibekalkan itu cukup untuk membangkitkan semangatpatriotisme dalam kalangan murid-murid di peringkat sekolah rendah? Isu initimbul kerana penggunaan buku teks Sejarah dilihat tidak mampu untuk memberipemahaman yang jelas kepada para pelajar. Ilustrasi yang kurang dan tiadagambaran yang jelas mengenai sesuatu peristiwa menyebabkan Sejarah kurangdifahami oleh para pelajar. Begitu juga dengan penulisan jalan cerita yang kurangmenarik menjadikan buku teks ini hambar. Kekurangan fakta yang jelas sertagambar rujukan yang tidak cukup menjadikan Sejarah kurang diminati di peringkatsekolah. Keadaan ini menyebabkan semangat patriotisme yang diharap dapatdiwujudkan dalam jiwa setiap pelajar gagal dicapai.

Beberapa langkah wajar diambil oleh pihak kerajaan untuk mengatasimasalah yang timbul. Situasi ini perlu ditangani bermula daripada akar umbidan tidak hanya diselesaikan di peringkat atasan. Pelbagai pihak perlu diberikanperhatian dalam pelaksanaan mata pelajaran sejarah di sekolah khususnya dipihak guru sebagai pengantar dan juga para pelajar sebagai penerima maklumatyang disebarkan. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan berterusan kerana akanmenyebabkan runtuhnya semangat patriotisme dalam kalangan generasi akandatang serta akan menyebabkan hilangnya perasaan kagum terhadap semangatjuang yang dijulang oleh parajurit tanah air.

Antara langkah yang boleh diberikan perhatian ialah pihak kementerianperlu menyediakan guru yang mempunyai sekurang-kurangnya latar belakangpendidikan Sejarah. Sekiranya bilangan guru yang mengajar mata pelajaran

Page 166: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

151Azhar Ahmad, dkk.

sejarah di setiap daerah mempunyai angka yang sedikit, maka guru yang terpilihperlu menghadiri kursus yang disediakan oleh pihak kementerian. Meskipunterdapat situasi di mana guru bukan opsyen yang terpaksa mengajar matapelajaran lain dan tidak menghadiri kursus, namun keadaan ini tidak samadengan subjek Sejarah. Proses penyampaian ilmu Sejarah memerlukanseseorang yang menghayati nilai Sejarah dengan lebih mendalam. Teknikpengajaran yang digunakan juga perlulah berlainan berbanding dengan matapelajaran yang lain. Hal ini kerana mempelajari sesuatu yang telah berlakuberatus tahun dahulu bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterima oleh parapelajar. Justeru, teknik penceritaan serta tayangan video dilihat mampu mengatasiisu yang timbul ini.

Selain itu, pihak kementerian turut disarankan untuk mengkaji semulabuku-buku teks yang telah dicetak. Bayangkan sekiranya anda adalah seorangmurid yang langsung tidak pernah mendengar dan mengenali Hang Tuah, SultanMelaka dan Parameswara. Adakah cukup sekiranya hanya menterjemahkanwajah sebenar mereka melalui satu perenggan ayat? Wajarkah sumbangandan keringat mereka hanya dicoret tanpa sebarang ilustrasi mahupun gambaranyang dilakar? Proses mengenali pejuang-pejuang tanah air merupakan salahsatu faktor wujudnya semangat kecintaan terhadap mereka sekaligus menyelitkanpatriotisme dalam diri para pelajar. Rentetan perjalanan sesuatu peristiwa yangberlaku pada suatu masa dahulu juga perlu diberikan perhatian. Melaluipenceritaan yang lebih mendalam juga, secara tidak langsung, akanmenggalakkan para pelajar untuk lebih pintar menggunakan minda merekauntuk berimaginasi tentang peristiwa lampau yang telah diceritakan. Lamakelamaan proses ini akan menggalakkan para pelajar untuk berfikir hikmahyang berlaku disebalik setiap peristiwa yang telah terjadi. Lantas, mereka akandapat menganalisis serta menilai buruk baik sekiranya berhadapan dengansituasi yang sama. Bukankah Sejarah itu akan berulang jika kita tidakmempelajarinya? Kesimpulannya, fungsi buku teks tidak hanya dijadikan sebagairujukan umum semata-mata tetapi sebaliknya akan menjadi panduan dansandaran hidup para pelajar.

Isu mata pelajaran Sejarah yang sering dipinggirkan di peringkat sekolahsudah tidak asing lagi. Pelbagai langkah telah diambil untuk memastikankesemua subjek di sekolah mendapat perhatian yang sewajarnya daripada pihak

Page 167: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

152 Azhar Ahmad, dkk.

sekolah mahupun dalam kalanagan ibu bapa. Namun, usaha yang dilakukanoleh pelbagai pihak seringkali menemui jalan buntu kerana hakikat UjianPenilaian Sekolah Rendah adalah penentu kejayaan sememangnya tidak dapatdipertikaikan lagi. Justeru, dalam menangani hal ini, peranan media massadilihat sangat penting. Kebanyakan ibu bapa yang bekerja dan juga penjagayang berada di rumah akan cenderung untuk menonton televisyen ketika pulangdari kerja. Nisbah iklan berkaitan sejarah dan juga dokumentari khas perludipertingkatkan agar dapat membuka minda ibu bapa tentang pentingnya matapelajaran Sejarah. Meskipun iklan yang dipamerkan itu hanya seketika namunkekerapannya di layar perak akan menjadi salah satu faktor kejayaan dalammembuka minda ibu bapa.

Anak-anak yang berada di rumah juga boleh melihat gambaran sebenaryang berlaku sekiranya lebih banyak kisah perjuangan dipaparkan. Antaranyaialah memaparkan filem Leftenan Adnan dan Peristiwa Bukit Kepong. Sekiranyafilem-filem dan catatan ini hanya ditayangkan ketika bulan kemerdekaan, makasemangat yang diharapkan muncul dalam diri anak-anak juga tidak akan bertahanlama. Kesimpulannya, dalam membentuk semangat patriotisme dan jati diriNasional dalam jiwa para pelajar, semua pihak seharusnya menggembelingtenaga dan berusaha dengan lebih gigih agar usaha ini tidak menemui jalanbuntu. Semua pihak haruslah sedar bahawa untuk mewujudkan negara yangsejahtera dan sentiasa aman bermula daripada semangat juang dan perpaduanyang tinggi dalam diri generasi muda akan datang.

LITERASI POLITIKAspek politik merupakan asas penting kepada survival pembentukan

sesebuah negara bangsa sebagai entiti politik yang diiktiraf, berdaulat danmerdeka. Tanpa mengira faktor ideologi, sistem negara dan jenis kerajaan yangterbentuk di sesebuah negara, elemen politik merupakan platform utama bagimembolehkan para pemimpin merangka sesebuah dasar bagi mencapaimatlamat serta kepentingan negara dalam jangka masa yang telah ditetapkan.Dalam suasana persekitaran politik yang semakin mencabar dan terbuka padamasa kini, penglibatan rakyat secara langsung dalam arena politik sesebuahnegara semakin diberi perhatian lantaran kemajuan teknologi maklumat yangsemakin pantas dan pesat membangun berasaskan konsep dunia tanpa

Page 168: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

153Azhar Ahmad, dkk.

sempadan. Fenomena ini membolehkan setiap warganegara daripada pelbagaiperingkat lapisan umur, perbezaan fahaman dan latar belakang serta merentasipelbagai kaum mendapat akses yang luas untuk mengetahui isu danperkembangan sistem politik yang berlaku di negara masing-masing. Oleh itu,tahap literasi politik setiap warganegara adalah sangat penting bagimembolehkan mereka lebih prihatin terhadap isu-isu semasa berkaitan negaraatau kerajaan, mahupun sebagai persediaan untuk berhadapan dengan pelbagaicabaran di peringkat lokal dan global.

Menurut Bernard Crick (2000), konsep literasi politik dapat didefinisikansebagai pemahaman yang praktikal dan kemampuan seseorang warganegarauntuk mengetahui serta memahami isu politik yang berlaku berdasarkanpengalaman yang ditempuhi pada setiap masa dan perolehan daripada sumbermaklumat yang pelbagai. Dalam konteks yang lebih jelas, literasi politik bukanlahtertumpu kepada unsur normatif semata-mata, tetapi ia juga melibatkanpengetahuan, kemahiran dan sikap (persepsi) setiap warganegara terhadapsistem politik semasa. Oleh itu, bagi mencapai tahap literasi politik yang tinggimaka setiap individu haruslah mengkaji dan mempelajari secara menyeluruhmengenai perdebatan dan percanggahan mengenai setiap isu utama politik,mengetahui kewibawaan yang dimiliki oleh setiap ahli politik yang terlibat danbagaimana personaliti mereka mampu mempengaruhi diri kita. Malah, ia jugaberkaitan dengan tindakan yang boleh diambil terhadap sesuatu isu dalamkonteks persoalan mengenai cara atau langkah yang wajar dan berkesan, tetapidalam masa yang sama menghormati pendirian dan kepercayaan yang dimilikioleh pihak lain (Bernard Crick, 2000).

PERKEMBANGAN LITERASI POLITIK DI MALAYSIABertepatan dengan konsep literasi politik yang merangkumi keupayaan,

kefahaman dan kepekaan seseorang warganegara dalam mengadapatasikanperkembangan politik negara, maka ia berkait rapat dengan matlamat dalamkurikulum mata pelajaran sejarah dan kewarganegaraan bagi menyuburkannilai patriotisme dalam kalangan masyarakat. Dalam konteks perkembanganliterasi politik dalam kalangan warganegara Malaysia, ia dapat dibahagikankepada tiga tahap yang berbeza iaitu semasa pra merdeka, pasca merdeka danterkini. Setiap tahap perkembangan literasi politik ini bukan sahaja

Page 169: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

154 Azhar Ahmad, dkk.

menggambarkan keupayaan warganegara ketika itu dalam menangani isu politikbahkan ia turut menonjolkan nilai patriotisme yang dimiliki oleh rakyat Malaysia.

Perkembangan Pra merdekaTahap literasi politik dalam kalangan masyarakat Malaysia (dahulunya

Tanah Melayu) pada zaman sebelum kemerdekaan ini banyak dicorakkan olehdasar penjajahan British ke atas negara ini. Asasnya, pada peringkat awalkhususnya pada zaman sebelum perang, kedatangan British ke negara ini untukmenguasai dan menjajah kepentingan ekonomi negara telah dihalang olehgerakan antipenjajahan di setiap negeri. Walaupun kedatangan British penuhdengan tipu muslihat namun ia tidak sedikitpun melunturkan semangatperjuangan dalam kalangan pemimpin tempatan pada ketika itu seperti TokJanggut, Mat Kilau, Dato’ Bahaman dan Haji Abdul Rahman Limbong untukmenentang pendudukan British di Tanah Melayu (Fadilah Zaini et.al, 2009).Pada tahap ini, kesedaran politik lebih tertumpu kepada pemimpin-pemimpintempatan yang berjuang menentang British, dan dalam masa yang samamemperjuangkan kepentingan dan kebebasan yang telah dicabuli oleh pihakBritish melalui dasar pentadbiran dan undang-undangnya.

Seterusnya, pada zaman selepas Perang Dunia Kedua telahmemperlihat literasi politik dalam kalangan nasionalis yang mendorong kepadaperkembangan gerakan nasionalisme untuk menentang dasar pentadbiranBritsih melalui rancangan penubuhan Malayan Union. Situasi ini mendorongpenubuhan parti politik kaum Melayu yang utama pada ketika itu iaitu PertubuhanKebangsaan Melayu Bersatu atau United Malay National Organisation (UMNO)yang diasaskan oleh Dato’ Onn bin Jaafar (Ishak Saat, 2009). Selain itu, wujudjuga parti-parti berhaluan kiri seperti Parti Komunis Malaya (PKM) dan PartiKebangsaan Melayu Malaya (PKMM). Dalam proses ke arah kemerdekaan,pihak British telah memperkenalkan proses pilihan raya. Namun begitu, bukansemua parti politik dibenarkan oleh British untuk menyertai pilihan raya. Salahsebuah parti yang dilarang penyertaannya ialah PKM kerana membawa ideologiyang bertentangan dengan kepentingan British. Pilihan raya digunakan olehBritish sebagai platform untuk membolehkan golongan elit berbincang danmelakukan proses peralihan kuasa secara aman. Selepas kemerdekaan TanahMelayu pada tahun 1957, wujud parti-parti politik baharu seperti Parti TindakanRakyat atau Democratic Action People (DAP), Gerakan, People Progressive Party

Page 170: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

155Azhar Ahmad, dkk.

(PPP) dan Semangat 46. Malah, hasil kerjasama antara UMNO dan MCA(Malayan Chinese Association) telah menubuhkan Parti Perikatan pada tahun1953, diikuti oleh penyertaan MIC (Malayan Indian Congress) pada tahunberikutnya. Literasi politik dalam kalangan rakyat Tanah Melayu pada tahap prakemerdekaan ini dicapai melalui pemahaman mereka mengenai perjalananinstitusi politik dan cenderung untuk mengenali simbol dan mengundi di dalampilihan raya berdasarkan simbol parti. Oleh itu, bukan semua anggota masyarakatpada tahap awal kemerdekaan berada pada tahap literasi politik yang rendah.

Perkembangan Pasca MerdekaLiterasi politik yang paling penting dalam kalangan rakyat Malaysia

(selepas pembentukan Malaysia pada tahun 1963) pasca merdeka dicorakkandengan konflik antara kaum melalui peristiwa rusuhan pada 13 Mei 1969.Peristiwa ini berlaku berikutan keputusan Pilihan Raya Umum (PRU) pada bulanMei 1969 yang menyaksikan perubahan dalam landskap politik di Malaysia(Ishak Saat, 2009). Rusuhan kaum yang berlaku pada masa itu telahmenyebabkan kuasa politik diletakkan di bawah Majlis Gerakan Negara(MAGERAN) yang diterajui oleh Tun Abdul Razak. Sementara itu, MajlisPerundangan Ekonomi Negara (MPEN), Majlis Perundingan Negara (MPN)dan pertubuhan-pertubuhan yang bersifat “community-based organization“ (CBO)seperti Rukun Tetangga telah dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan.Peristiwa 13 Mei 1969 telah memberi implikasi yang besar kepada keharmoniannegara dan tahap literasi politik dalam kalangan rakyat pelbagai kaum. Hal inikerana ia memberi tamparan hebat kepada kontrak sosial dan konsepperkongsian kuasa sebelum kemerdekaan Malaysia. Antara faktor yangdikenalpasti menjadi punca kepada rusuhan tersebut ialah masalah ekonomidan kemiskinan dalam kalangan rakyat Malaysia pada masa itu (Ishak Saat,2009).

Oleh itu, mengambil pengajaran daripada peristiwa tersebut, makapihak kerajaan telah melaksanakan Dasar Ekonomi Baru (DEB) dan RukunNegara pada tahun 1970 untuk mengukuhkan kembali hubungan perpaduanantara kaum dan menjamin kestabilan politik, ekonomi dan sosial dalam negara.Ia merupakan platform terbaik untuk membebaskan pemikiran dan sikap rakyatMalaysia pelbagai kaum yang masih dibelenggu dengan dasar ‘pecah dan

Page 171: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

156 Azhar Ahmad, dkk.

perintah’ serta kesedaran politik berasaskan kaum yang telah ditinggalkan olehlegasi penjajahan British.

Zaman KiniProses perkembangan dan arus modenisasi yang dilalui oleh rakyat

Malaysia semenjak merdeka telah menyaksikan peningkatan dalam tahap literasiumum di Malaysia secara berperingkat. Misalnya, tahap literasi umum padatahun 1959 ialah 48.3 peratus, namun hampir 50 tahun kemudian literasi umummeningkat kepada 92.5 peratus. Tahap literasi politik dalam kalangan rakyatMalaysia sejak merdeka tidak setinggi peratusan dalam literasi umum. Hal inikerana, rakyat Malaysia telah lama dimobilisasikan oleh institusi politik sebelummereka dapat mengukuhkan kefahaman terhadap dimensi idea ataudimobilisasikan oleh kesedaran politik dalam diri mereka sendiri. Menurut AbdulGhapa, iaitu pensyarah kanan di Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi,Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia, untukmenjadikan Malaysia sebagai sebuah negara demokrasi yang matang, makatahap literasi politik rakyat harus ditingkatkan. Justeru, rakyat harus melaksanakanhak-hak dengan bijak, mengamalkan toleransi dan budaya politik yang sihatserta memastikan pilihan raya yang bersih daripada sebarang pergeseran.Gelombang atau tsunami politik yang berlaku dalam PRU ke-12 pada tahun2008 telah memberi satu mesej yang jelas mengenai tahap literasi politik yangsemakin meningkat dalam kalangan rakyat Malaysia. Hal ini kerana golonganmasyarakat khususnya pengundi muda telah banyak terdedah kepada pelbagaisumber maklumat yang boleh diperoleh melalui media elektronik mahupunmedia bercetak. Malah, literasi politik yang tinggi dalam kalangan rakyat Malaysiadalam tempoh satu dekad ini telah meningkatkan lagi kesedaran, kefahamanserta penglibatan rakyat sama ada secara langsung atau tidak langsung dalamproses pembentukan kerajaan dan pembuatan keputusan yang dijalankan usaiselepas berakhirnya satu-satu pilihan raya.

LITERASI POLITIK DALAM KALANGAN BELIABelia merupakan golongan yang kritikal terhadap perkembangan isu

semasa negara dan mempunyai kehendak tersendiri. Mereka mempunyai aksesmaklumat semasa yang luas dan tidak terbatas kepada arus media perdanasahaja (Junaidi Awang Besar et.al, 2012). Penggunaan internet sebagai sumber

Page 172: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

157Azhar Ahmad, dkk.

maklumat merupakan satu fenomena global yang meluas, tanpa sempadanserta mampu menembusi pelbagai bidang dan ia dianggap sebagai satu mediabaharu dalam kalangan rakyat, khususnya golongan muda. Aplikasi ruang sibermelalui peranan media alternatif dan pelbagai seperti laman blog dan media-media sosial telah membuka ruang untuk mereka bersuara, menyatakankomentar dan sekaligus meningkatkan literasi politik serta penglibatan golonganmuda dalam bidang politik di negara ini (Junaidi Awang Besar et.al, 2012).Sesungguhnya, sebagai penyambung legasi warisan kepimpinan negara padamasa hadapan golongan belia berperanan penting dalam memberi ideaterhadap proses pembangunan negara dan bertanggungjawab dalammenentukan struktur politik negara (Junaidi Awang Besar et.al, 2013). Selain itu,personaliti belia mempengaruhi aspek tingkah laku dan literasi politik merekayang boleh memberi kesan kepada senario politik di sesebuah negara(Baranowski dan Weir, 2010). Malah, pengenalan format televisyen bukan beritaseperti ceramah dalam televisyen dan rancangan realiti pada hari ini bolehmenjadi sumber penting sebagai wacana politik dan penglibatan golongan beliadalam bidang politik (Mondak dan Halperin, 2008). Justeru, beberapapendekatan yang boleh dilakukan untuk meningkatkan tahap literasi politik dalamkalangan belia di Malaysia. Antaranya, golongan belia perlu peka dan mengetahuibagaimana sesuatu keputusan dibuat dalam masyarakat, sama ada pada tahaplokal, nasional mahupun global. Golongan belia juga boleh memberi sumbangandalam bentuk idea, bahasa dan perdebatan dalam isu politik semasa, dan dalammasa yang sama meningkatkan nilai-nilai yang baik dalam politik dan mempunyaikemahiran serta keyakinan untuk melaksanakannya secara praktik. Seterusnya,bagi meningkatkan tahap literasi golongan belia terhadap politik, mereka jugaharuslah mampu melakukan sesi dialog yang berkesan dengan pihak lain bagimewujudkan perkongsian dan sikap keterbukaan terhadap isu-isu politik semasadi dalam negara.

Bagi meningkatkan lagi pengetahuan terhadap isu semasa danhubungannya dengan literasi politik, maka golongan belia dari peringkat akarumbi juga boleh mengadakan kajian terhadap isu kontemporari dan mengenalpasti kerelevanannya dengan konsep politik. Selain itu, golongan belia, khususnyayang terdiri dari kalangan pelajar digalakkan untuk melakukan kajian tindakandalam bidang ilmu politik, melaksanakan aktiviti ‘modelling’ dan mengambil

Page 173: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

158 Azhar Ahmad, dkk.

bahagian dalam setiap program yang berfokus serta membincangkan isu-isudan kefahaman politik dari masa ke masa. Amnya, tahap literasi politik dalamkalangan belia di negara ini perlu dipertingkatkan. Hal ini bukan sahaja dapatmembangkitkan keupayaan dan kefahaman mereka terhadap perkembangansemasa dalam sistem politik negara, bahkan mampu mendorong partisipasimereka untuk terlibat dalam institusi politik di Malaysia secara langsung danmenyemai nilai patriotisme dalam diri mereka sebagai warganegara Malaysia.Natijahnya, ia mampu melahirkan politik yang matang dan memacu negara kearah sistem demokrasi yang lebih seimbang.

KESIMPULANMatlamat kurikulum dalam Pendidikan Sejarah di Malaysia bukan

sahaja dapat memupuk semangat setia kepada negara dan mewujudkanperasaan bangga terhadap tanah air, tetapi ia juga berperanan penting untukmeningkatkan pengetahuan tentang sejarah dan nilai-nilai yang mampumemupuk semangat kenegaraan dan patriotisme dalam kalangan warganegaraMalaysia. Pendidikan Sejarah di Malaysia banyak memaparkan perkembanganmanusia dalam bidang politik, ekonomi, agama dan sosial. Seterusnya,pemupukan nilai kewarganegaraan dan patr iotisme dalam kalanganwarganegara Malaysia banyak berkait rapat dengan isu-isu dalam pengetahuansejarah yang merentas masa seperti isu Dasar Ekonomi Baru (DEB), konsepraja berdaulat, amalan Rukun Negara, Kontrak Sosial dan nilai serta sistemdemokrasi yang diperjuangkan sejak dahulu sehingga kini. Malah,perkembangan literasi politik dalam kalangan rakyat Malaysia seharusnyadisuburkan terutamanya golongan belia supaya kita mampu mengatasi cabaran-cabaran yang digariskan dalam Wawasan 2020 iaitu untuk membina masyarakatyang demokratik dan matang serta masyarakat yang matang, liberal dan toleransidalam konteks keupayaan, kefahaman dan partisipasi setiap warganegaraMalaysia dalam sistem politik negara.

RujukanAbd Rahim Abd Rasyid. 1999. Pendidikan Sejarah : Falsafah, Teori dan

Amalan. Utusan Publication & Distributors Sdn Bhd. Kuala Lumpur.

Page 174: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

159Azhar Ahmad, dkk.

Berita Harian. 2011. Subjek Sejarah wajib lulus. http://www.bharian.com.my/bharian/articles/Wajiblulus/article/index_html. Diakses pada 20Desember 2014.

Bernard Crick. 2000. Essays on Citizenship. Bloomsbury Academic.Doreen Tan. 2004. Singapore Teacher’s Characterisation of Historical

Interpretation and Enquiry: Enhancing Pedagogy and Pupils HistoricalUnderstanding. International Journal of Historical Learning, Teachingand Research. 4(2). Online Journal.

Fadilah Zaini dan Kassim Thukiman. 2008. Pembangunan politik dalamHubungan Etnik (dlm.) Hubungan Etnik di Malaysia: Perspektif Teori danPraktik. Kassim Thukiman dan Hamidah Abdul Rahman. Penerbit UTM.

Ishak Saat. 2009. Malaysia 1945-2000. Utusan Publications and Distributors Sd.Bhd.

Junaidi Awang Besar, Mohd. Fuad Mat Jali, Yahaya Ibrahim, Khaidzir Hj. Ismail,Abdul Halim Sidek dan Noor Aziah Hj. Mohd. Awal. 2012. Persepsi BeliaTerhadap Isu Politik dan Dasar Kerajaan Malaysia. hlm.136-156, (dlm.)Malaysian Journal of Youth Studies (Vol.7). Institut PenyelidikanPembangunan Belia Malaysia.

Junaidi Awang Besar, Mohd. Fuad Mat Jali, Novel Lyndon dan Mazlan Ali. 2013.Penggunaan internet dan perspesi mahasiswa Universiti KebangsaanMalaysia. hlm. 1-13, (dlm.) Jurnal Personalia Pelajar (Vol. 16). UniversitiKebangsaan Malaysia.

‘Latar belakang sistem politik dan perkembangan literasi politik di Malaysia’.Akses daripada http://studentsrepo.um.edu.my/5586/9/BAB_III.pdf.Universiti Malaya.

Muhamad Sham bin Shahkat. 2006. ICT: Peranan dan Potensi dalamPembangunan Pelajar Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Universiti TunkuAbdul Rahman (UTAR) Kertas kerja dibentangkan untuk PersidanganPembangunan Pelajar Peringkat Kebangsaan Pelajar 2006 (NASDEC2006) Universiti Teknologi Malaysia (UTM).

Page 175: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

160 Azhar Ahmad, dkk.

Nor Aishah Abdul Aziz, Mohd Zolkifli Abd Hamid , Nur’Ain Baharin. 2012. TeknologiKomunikasi Maklumat: Wadah Menerapkan Nilai Murni DalamPendidikan. Prosiding Semminar Antarabangsa Perguruan danPendidikan Islam, Skudai: Fakulti Tamadun Islam, UTM

Tahap literasi politik rakyat masih rendah. Akses daripada http://www.sinarharian.com.my/politik/tahap-literasi-politik-rakyat-masih-rendah-1.148144.

‘Political literacy within ITT citizenship education’. Workshop on PoliticalLiteracy in University of Birmigham on 19th November 2002.

Kementerian Pendidikan Malaysia. 2013. Pelan Pembangunan PendidikanMalaysia (PPPM). 2013-2025.

Page 176: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

161Bambang Subiyakto

NASIONALISME INDONESIA(Analisis Teoritik Fenomena Historis

Pergerakan Nasional Indonesia)Bambang Subiyakto

[email protected]

I. PENGANTARPergerakan nasional ataupun nasionalisme merupakan fenomena

historis yang cukup menarik perhatian banyak pakar untuk mengkajinya. Padatulisan ini fenomena yang dimaksud mengenai pergerakan nasional ataupunnasionalisme untuk konteks Indonesia. Pergerakan ini dianalisis melalui carapandang (pendekatan) Benedict Anderson, yang meskipun menurutpengakuannya masih bersifat sementara untuk memahami terwujudnyanasionalisme, yakni nasionalisme Indonesia.

Sebelum sampai ke tujuannya, ada beberapa hal penting perludikemukan terlebih dahulu menyangkut pengertian atau pendefinisian.Aminuddin Nur (1967: 36) mengemukakan bahwa yang dimaksud denganpergerakan nasional adalah segala kegiatan yang berupa sikap, aksi dantindakan-tindakan yang konstruktif di bidang politik, sosial, dan ekonomi untukmencapai tujuan nasional bagi suatu bangsa. Sementara itu, Sartono Kartodirdjo(1992: 228) memberikan pengertian pergerakan nasional menunjukan seluruhproses terjadi dan pertumbuhan nasionalisme Indonesia yang berwujud sebagaiorganisasi-organisasi nasionalistis yang berdasarkan kesadaran, perasaan, dan

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Bambang Subiyakto dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

Page 177: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

162 Bambang Subiyakto

keinginan yang sama, yaitu berjuang bagi kemerdekaan rakyat di dalam satulingkungan negara kesatuan.

Selanjutnya menyerap apa yang menjadi pengantar penerbit bagi bukuBenedict Anderson versi terjemahan berjudul “Komunitas-Komunitas Imajiner:Renungan tentang Asal-Usul dan penyebaran Nasionalisme” penting puladisampaikan di sini agar ada pemahaman yang dapat disepakati bersama.Judul asli sekaligus pokok isi buku Anderson, konsep imagined communities,dialih-bahasakan menjadi ’komunitas imajiner’. Kata imajiner inipun bukanserapan langsung dari kata ’imaginary’ dalam bahasa Inggris. Kendalanyaadalah kecenderungan bahasa Indonesia yang tidak menjernihkan perbedaanantara apa yang imagined dengan apa yang imaginary. Oleh sebab itu, pengalih-bahasaan bertumpu pada kata dasar ’imajinasi’. Dalam Kamus Besar BahasaIndonesia (1990), kata imajinasi antara lain bermakna “daya pikir untukmembayangkan atau menciptakan gambar-gambar kejadian berdasarkankenyataan atau pengalaman”, selain juga bisa dimaknai sebagai “daya khayal”.Kata imajiner diartikan sebagai “hanya terdapat dalam angan-angan”, atau“seakan-akan ada tetapi sesungguhnya tidak ada”.

Adapun kata komunitas bermakna “kelompok organisma (orang, dsb)yang hidup dan saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu”, padanan katanyaadalah “masyarakat”. Dalam naskah buku terjemahan yang digunakan untuktulisan ini, kata masyarakat hanya dipakai untuk menyebut sesuatu yang bahasaInggrisnya adalah society, sementara community diserap langsung menjadikomunitas. Kata khayal atau khayalan digunakan sebagai pengganti kataimaginary, dan tidak dianggap sebagai pengalih bahasaan dari kata imagined.Seperti diungkapkan tadi, kata imajiner sendiri tidak dipakai dalam maknaimaginary, sehingga istilah komunitas imajiner di sini dapat diartikan sebagai“kesatuan hidup (manusia) dalam wilayah geografis yang batas-batasnya telahtertentu, yang (sebagaimana) dipahami (conceived), dipikir (thought), diserapsebagai gambaran mental (surmised mental image) oleh orang-orang yangbersangkutan (yang menganggap diri sebagai anggotanya)”. Tergambarkandalam paparan makna ini rasa kepemilikan bersama, atas kesatuan hidupdalam ruang dan waktu tertentu sehingga nama komunitas merupakan penandajatidiri.

Page 178: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

163Bambang Subiyakto

Tidak semua pemikiran (konsepsi) Anderson sebagaimana tertuangdi dalam karyanya itu akan digunakan untuk menganalisis persoalan-persoalanpergerakan yang bertujuan membangun nasionalisme Indonesia. Hal inidilakukan atas dasar pertimbangan menemukan kesesuaian dengan fenomenayang dianalisis. Anderson mensinyalir kurangnya kepedulian para pengkajigerakan kebangsaan terhadap rasa kebangsaan – rasa nasionalitas – perasaanpribadi dan kultural bahwa seseorang dan orang-orang lain tertentu adalahsatu bangsa – bahwa anda dan saya merasa sebagai ’orang Indonesia’, bahwaanda dan saya adalah kita, bahwa orang-orang lain adalah mereka. Padahal,kenyataan yang kita selami sebagai bangsa Indonesia ini menurut BenedictAnderson, hanyalah realitas imajiner. Ke-kita-an kita adalah komunitas imajineryang kita namai Indonesia. Apa yang selama ini kita telan mentah-mentahsebagai ’Indonesia’ – seperti kata Bung Karno, dari Sabang sampai Merauke –sebagai mengejawantahkan rasa keindonesiaan kita, adalah kesatuan ujudbayangan semata.

Proses-proses penciptaan ’komunitas-komunitas imajiner’ ataubangsa-bangsa ini, menurut Anderson, melewati teritorialisasi keyakinan-keyakinan keagamaan, kemerosotan kerajaan-kerajaan kuno, hubungan timbalbalik antara kapitalisme dengan cetak-mencetak, perkembangan bahasa resminegara yang diangkat dari bahasa-ibu atau daerah tertentu, serta konsepsi-konsepsi tentang waktu yang berubah. Anderson juga mengemukakan bahwakapitalisme-cetak dan kemelek-hurufan merupakan kunci penyebarannasionalisme. Dalam kerangka ini, tak ayal lagi orang-orang pertama yangmengakrabi dunia cetakan dan berdwibahasa menjadi pelaku penting. Merekaini niscaya adalah orang-orang terdidik, sebagaimana kaum pergerakan, yangberperan dalam proses menuju Proklamasi Kemerdekaan, sanggup mendebatorang Belanda dengan bahasa mereka sendiri, dan bicara pada kita denganbahasa kita sendiri.

Tidak semua orang, pada masa pengentalan ’bangsa’ yangdibayangkan, menatap segala sesuatunya seperti kaum terdidik (intelektual).Tidak semua orang bisa membaca barang cetakan yang menjadi wahanapembayangan tanah air. Padahal, seperti kata Anderson, bukan bahasa-ibusaja yang membulatkan bayangan itu, melainkan harus bahasa-ibu tercetak.Itu sebabnya maka pendidikan menjadi penting, begitupun membaca juga

Page 179: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

164 Bambang Subiyakto

menjadi penting. Sulit bagi Soekarno membayangkan Irian Barat sebagai bagiandari kita (Indonesia), jika wahana penghubung tidak ada: di antaranya bahasayang sama-sama dimengerti, sama-sama dibaca. Anderson menamai perjalanankaum pergerakan yang merupakan orang-orang terdidik, sama seperti perjalananpara pamongpraja pribumi dan/atau kreol (disensus sebagai ’kulit putih’) di wilayahjajahan sebagai ziarah. Puncak ziarah pendidikan kolonial Hindia Belanda adalahBatavia dan Bandung, karena di sanalah berdiri perguruan tinggi, denganmahasiswa dari segala pelosok ’tanah air’.

Anderson berpandangan bahwa tidak seorang pun sepanjang sejarahRepublik Indonesia mampu mengungkapkan tentang nasionalisme segemilangSukarno sebagaimana tercermin berikut ini

Dan caranya menyuburkan nasionalisme itu? Jalannyamenghidupkannya? Jalannya ada tiga: pertama: kami menunjukankepada rakyat, bahwa ia punya hari dulu, adalah hari dulu yang indah;kedua: kami menambah keinsyafan rakyat, bahwa ia punya hari sekarang,adalah hari sekarang yang gelap; ketiga: kami memperlihatkan kepadarakyat sinarnya hari kemudian yang berseri-seri dan terang cuaca, besertacara-caranya mendatangkan hari kemudian yang penuh dengan panji-panji itu.Sasaran buku Anderson, sebagaimana dikemukakannya sendiri, adalah

menawarkan beberapa saran sementara ke arah penafsiran-penafsiran yanglebih memuaskan tentang ’anomali’ nasionalisme. Titik tolaknya adalah bahwanasionalitas (nationlaity), atau mungkin orang lebih suka melihatnya dalamkerangka signifikansi jamak kata itu sendiri, ’kenasionalan’ (nation-ness); samahalnya dengan nasionalisme. Demi memahaminya selayaknya kitapertimbangkan secara hati-hati bagaimana nasionalisme sampai mengadasecara historis, bagaimana makna-maknanya berubah seiring perjalanan waktu,dan mengapa, sekarang ini, mereka menggugah keabsahan emosional yangdemikian dahsyat.

Bagi Anderson keadaan akan lebih mudah bila orang memperlakukannasionalisme seolah-olah ia berbagi ruangan dengan ’kekerabatan’ dan ’agama’,bukannya dengan ’liberalisme’ atau ’fasisme’. Oleh sebab itu, dalam semangatantropologis, ia mengusulkan definisi tentang bangsa atau nasion, adalahkomunitas politis dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara

Page 180: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

165Bambang Subiyakto

inheren sekaligus berkedaulatan. Bangsa adalah sesuatu yang imajiner karenapara anggota bangsa terkecil sekali pun tidak bakal tahu dan takkan kenalsebagian besar anggota lain, tidak akan bertatap muka dengan sebagian besaranggota lain itu, bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar tentang mereka.Akan tetapi, di benak setiap orang yang menjadi anggota bangsa itu hidup sebuahbayangan tentang kebersamaan mereka.

Dalam kenyataan, semua komunitas, asalkan lebih besar dari dusun-dusun primordial di mana para anggotanya bisa saling bertatap muka langsungsetiap hari (bahkan mungkin komunitas semacam ini pun), adalah komunitasimajiner. Pembedaan antar komunitas dilakukan bukan berdasarkan kesejatianataupun kepalsuannya, melainkan menurut gaya pembayangannya.

Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu yang pada hakikatnya bersifatterbatas karena bahkan bangsa-bangsa paling besar pun, yang anggotanyamungkin semilyar manusia, memiliki garis-garis perbatasan yang pasti, meskielastis. Di luar perbatasan itu adalah bangsa-bangsa lain. Tak satu bangsa punmembayangkan dirinya meliputi seluruh umat manusia di bumi. Akhirnya, bangsadibayangkan sebagai sebuah komunitas, sebab, tak peduli akan ketidaksetaraannyata dan eksploitasi yang mungkin lestari dalam tiap bangsa, bangsa itu sendiridipahami sebagai kesetia-kawanan yang mendalam dan arahnya mendatar/horizontal (Anderson, 1999: 7-9).

Keterkaitan budaya dengan nasionalisme menjadi sesuatu yangmendasar bagi Anderson. Sebagaimana dikatakannya, ia tidak menyiratkanbahwa entah bagaimana nasionalisme secara historis melampaui agama. Yangia maksudkan hanyalah nasionalisme harus dicerna dengan caramenyekutukannya dengan sistem-sistem kebudayaan besar yang mendahuluikelahirannya, dari mana –sekaligus menentang apa—nasionalisme itu mengada;bukannya menyekutukannya dengan ideologi-ideologi politik yang dianut secarasadar-diri (Anderson, 1999: 15).

Pandangan-pandangan Anderson sebagaimana dipaparkan di atasakan mendapatkan pemaknaannya lebih jauh di dalam pembahasan tulisan

Page 181: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

166 Bambang Subiyakto

berikut ini. Di sini kita mencoba lebih jauh lagi apakah cara pandang ataupendekatan dari Anderson untuk memahami nasionalisme sebagaimana yangdiinginkannya memang dapat mengungkap atau memberikan pemahaman yangmemuaskan dengan menganalisis pergerakan nasional Indonesia.

II. PEMBAHASAN2.1 Nama Indonesia sebagai Identitas NasionalIstilah ‘Indonesia‘ berasal dari kata India (bahasa Latin untuk Hindia)

dan kata nesos (bahasa Yunani untuk kepulauan), sehingga kata Indonesia berartiKepulauan Hindia. Istilah Indonesia, Indonesisch dan Indonesier makin tersebarluas pemakaiannya setelah banyak dipakai oleh kalangan ilmuwan seperti G.R.Logan, Adolf Bastian, van Vollen Hoven, Snouck Hurgronje, dan lain-lain.

Logan pada tahun 1850 memakai nama Indonesia dalam arti geografi.Hal ini terlihat dari karangan yang berjudul

“The ethnology of the Indian Achipelago” kata Indonesia digunakan untukmenyebut pulau-pulau atau Kepulauan Hindia dan penduduknya adalahBangsa Indonesia. Kata Indonesia dalam arti etnologi mulai digunakantahun 1884 oleh Bastian dalam karangan berjudul: Indonesia Order dieInseln des Malagischen Archipels yang dimaksud tidak lain adalahKepulauan Melayu (Hindia).Pemakaian istilah Indonesia dalam pergerakan nasional dimulai dari

para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda . Pada tahun 1908 para mahasiswadi Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Seiringdengan penggunaan istilah Indonesia maka pada tahun 1922 organisasi iniberganti nama menjadi Indonesische Vereeniging dan pada tahun 1924 bergantinama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalah yang semula bernama“Hindia Poetra” berubah menjadi “Indonesia Merdeka”. Sejak saat itu kataIndonesia banyak dipakai dalam organisasi pergerakan di tanah air. Sebagaiistilah pengetahuan nama Indonesia makin popular yaitu ketika SuwardiSuryoningrat mendirikan biro pers di Belanda bernama “Indonesisch Perbureau”tahun 1931. Sebagai puncaknya penggunaan kata Indonesia sebagai identitasnasional adalah pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928, yang

Page 182: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

167Bambang Subiyakto

mencetuskan “Sumpah Pemuda, berisi tiga hal; pokok yaitu: bertanah air satu,berbangsa satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia”.

Usaha pemakaian kata Indonesia dalam arti politik ketatanegaraandimulai pada tahun 1930. Ketika itu, Moh. Husni Thamrin mengajukan mosiyang berisi agar kata Nederlandsch-Indie dan Inlander dihapuskan dari Undang-Undang dan diganti dengan nama Indonesie, Indonesier dan Indonisch. KataIndonesia kemudian secara resmi ketatanegaraan digunakan sejakdicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan RI.

2.2 Beberapa Organisasi Pergerakan yang Perperan dalamMembangun Kesadaran Berbangsa (Nasionalisme)

2.2.1 Budi Utomo (BU) Pada tahun 1907 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintismengadakan kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fonds) di kalanganpriyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkanmartabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana.

Pada hari Rabu pukul sembilan pagi tanggal 20 Mei 1908 di aulaSTOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau Sekolah Dokter Pribumidi Batavia dibentuklah organisasi Boedi Oetomo, yang dimotori oleh sembilanpemuda yaitu: 1) Soetomo; 2) Soelaeman; 3) Soewarno; 4) GoenawanMangoenkoesoemo; 5) Ongko Prodjosoedirdjo; 6) M. Soewarno; 7) MuhammadSaleh; 8) Soeradji; dan 9) Goembreg. Di dalam pembentukannya itu turut dihadiriperwakilan dari berbagai lembaga pendidikan seperti Sekolah Pertanian danKehewanan Bogor, Sekolah Pamongpraja (OSVIA) Magelang dan Probolinggo,Sekolah Menengah Petang Surabaya, Sekolah Pendidikan Guru Pribumi dariBandung, Yogyakarta dan Probolinggo. Selanjutnya ditetapkan pengurusnyaantara lain Soetomo ditunjuk sebagai Ketua, Soelaeman sebagai wakil ketua,Soewarno sekretaris I, dan Goenawan Sekretaris II. Keempat tokoh pendiri inikemudian ditetapkan sebagai komisaris (Komandoko, 2008).

Budi Utomo merupakan suatu benih yang melahirkan gerakan nasionalisIndonesia. Budi Utomo telah sampai pada tingkat kesadaran yang fundamental(Van Niel, 1950). Tanggal 20 Mei 1908 merupakan hari kebangkitan nasionalyang oleh Akira Nagazumi sebut sebagai “Fajar Nasionalisme Indonesia” (TheDawn of Indonesian Nasionalism).

Page 183: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

168 Bambang Subiyakto

Pada awalnya tujuan Budi Utomo dirumuskan “Kemerdekaan nusa danbangsa”, diperdebatkan. Pengertian kata tujuan tersebut dirasakan belum sesuaidengan suasana kehidupan pada waktu itu. Yang diutamakan syarat mencapaikemerdekaan adalah: kemajuan pengajaran, memajukan perekonomian,memajukan teknik dan industri dan menghidupkan kembali kebudayaan.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta padatanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaituBogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalamkongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut:

a. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.b. Tidak melibatkan diri dalam politik.c. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.d. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T.

Tirtokusumo.e. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras

untuk negara dan bangsa.Konsep kemajuan selaras untuk bangsa dan negara cakupannya sangat

luas yakni memajukan pengajaran/pendidikan, pertanian, peternakan,perdagangan, teknik, industri, kesenian dan pengetahuan. Dari apa yangdilakukan Budi Utomo tampak bangkitnya kesadaran hidup berbangsa danbernegara. Dengan kata lain mendorong munculnya nasionalisme (SlametMuljana, 2008). Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan nasional didirikanpada mulanya pada batas kedaerahan dan didasarkan atas kebudayaan Jawa.Mereka ingin memelihara dan mengembangkan kebudayaan asli. Kesadaranitu ingin diwujudkannya sendiri dengan bentuk kebudayaannya sendiri.Kesadaran ini sebagai benih nasionalisme yang harus dimiliki untuk melawankebudayaan barat. Maka suatu pergerakan nasional juga merupakan perjuangankebudayaan (Sartono Kartodirdjo, 1992).

Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu diilhami daripenggunaan bahasa Melayu pada saat ceramah D. van Hinloopen Labertontentang masa depan bangsa Jawa dihadapan 300 orang utama didalamnyaadalah para anggota Budi Utomo. Mereka menyadari tidak semua anggota BudiUtomo dari Jawa. Dipandang lebih tepat juga karena tidak mengenal tingkatantingkatan tertentu seperti dalam bahasa Jawa yang mempersulit dalam

Page 184: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

169Bambang Subiyakto

komunikasi, utama bagi yang bukan dari Jawa. Lebih lanjut sebagai bahasaresmi kongres ditetapkan pada kongres Budi Utomo ke-2 tanggal 10-11 Oktober1909 (Komandoko, 2008). Jika ditinjau dari pandangan Anderson tentang,“pembentukan komunitas imajiner”, maka Budi utomo menempatkan nilai dansistem budaya sebagai perekat dan pendorong munculnya nasionalisme.

Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketuarupanya dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo.Kedudukan bupati memberi dampak positif dalam rangka menggalang danadan keanggotaan dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan keberadaanBudi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum daripemerintah Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909,anggaran dasar Budi Utomo disahkan. Dalam perkembangannya, di tubuh BudiUtomo muncul dua aliran berikut:

a. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi padagolongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik danhanya membatasi pada pelajaran sekolah saja (dimotori Wahidin dkk).

b. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum mudaberkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebihmemerhatikan nasib rakyat yang menderita (dimotoriTjiptomangunkusumo dan Sorjodipoetro).

Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinyaperpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar darikeanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini adabeberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo:

a. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalanganpriyayi daripada penduduk umumnya.

b. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari padakepentingan rakyat Indonesia.

c. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatanmenyebabkan kaum terpelajar tersisih.

Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjundalam bidang politik. Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo:

Page 185: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

170 Bambang Subiyakto

a. Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari seranganbangsa lain.

b. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.c. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan

Hindia.d. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).e. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota

Volksraad.Budi Utomo sudah terang-terangan menjadi pergerakan politik.

Sebenarnya, timbulnya pergerakan ini merupakan peristiwa politik karenaSutomo dan kawan-kawan pada waktu pendiriannya bercita-cita memperbaikikehidupan rakyat dalam segala aspek. Dalam penutupan rapat pendiriantersebut ditegaskan dan yakin “nasib tanah air ini akan ditentukan gerak politik”(Muljana, 2008). Untuk wahana komunikasi dan publikasi pemikiran makaditerbitkan majalah tengah bulanan bernama “Boedi Oetomo”. Pimpinan redaksiadalah Dwidjosewojo, Sosrosoegondo, dan Boediardjo. Terbit dalam bahasaMelayu rendah, mulai 1 Juli 1910. Selanjutnya pada tahun 1913 Budi Utomomampu menerbitkan majalah bulanan Goeroe Desa yang memiliki kiprah masihterbatas di kalangan penduduk pribumi. Selain itu adalah Surat Kabar DarmoKondo, mulai tahun 1912. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukunganpribumi pada Budi Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakanfusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus mengalamikemerosotan dan mundur dari arena politik.

2.2.2 Sarekat Islam (SI)Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para

pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDIdidirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagangbatik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuanmemajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. KeanggotaanSDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang, maka tidak memiliki anggotayang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota yang banyak danluas ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubahmenjadi SI (Sarekat Islam).

Page 186: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

171Bambang Subiyakto

Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI sepertiH.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembangpesat karena bermotivasi agama Islam. Latar belakang ekonomi berdirinyaSarekat Islam adalah:

a) perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orangCina,

b) isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untukmenunjukkan kekuatannya, dan

c) membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumiputera.

Adapun tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnyaadalah:

a) mengembangkan jiwa berdagang,b) memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,c) memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya

derajat bumi putera,d) menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,e) tidak bergerak dalam bidang politik, danf) menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.Akselerasi tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal

sehingga segera menjelma menjadi organisasi bersifat massa pertama diIndonesia. Antara tahun 1917 dan 1920 pengaruh SI sangat terasa di dalamperpolitikan Indonesia. Untuk menyebarkan propaganda perjuangannya, SarekatIslam menerbitkan surat kabar yang bernama Utusan Hindia. Karakter Islamyang bersifat universal mampu menumbuhkan integritas bangsa Indonesia.Melalui ideologi Islam ini, SI mampu sebagai pengikat, menuju cita-citakemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia. Tjokroaminoto sebagai pendiripergerakan telah mampu membangkitkan kesadaran nasional melalui ImanIslam rakyat saat itu (Santoso, 2010). Keberhasilan SI diakui oleh tokohpergerakan lain seperti Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa SI telahberhasil menggerakkan kesadaran berbangsa dan bernegara, denganmenjadikan Islam sebagai simbol nasional. Mohammad Roem bahkan mencatatkeunggulan formulasi politik Islam itulah yang menjadi landasan gerakan SI,sehingga mendapat sambutan rakyat yang luar biasa, dibuktikan pada kongres

Page 187: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

172 Bambang Subiyakto

pertama 1913 utusan dari berbagai penjuru nusantara datang baik dari seluruhJawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali hadir membangkitkan semangatkongres. Selanjutnya pada saat konggres di Bandung membuat gebrakandengan tuntutan” Indonesia Merdeka” (Santoso, 2010).

Kepeloporan SI juga pada penggunaan lambang gerakan bangsaIndonesia, yang selanjutnya banyak digunakan oleh organisasi lainnya. LambangSI diantaranya adalah Bulan Bintang, Banteng, Tali (rantai) dan Padi Kapas.Lambang Banteng berpengaruh terhadap lambang PNI, Partinda pada masagerakan nasional. Lambang bulan bintang dipakai oleh Masyumi pada masademokrasi liberal, dll (Suryanegara, 1995). Pandangan ini searah denganpendapat Rask (2010), bahwa Serikat Islam adalah cikal bakal gerakan politikmodern Indonesia dan menjadi titik tolak organisasi pergerakan nasional.Selanjutnya Rambe (2008) menegaskan SI yang dipelopori “Kaum Mardika”,yakni orang orang yang tidak tergantung nafkahnya pada pemerintah kolonial,dengan bebas mengkampanyekan persatuan warga Hindia, beranggotakansemua lapisan masyarakat dan selanjutnya menuntut Indonesia merdeka, inimembuktikan SI sebagai pelopor bangkitnya nasionalisme Indonesia. Jikadikaitkan dengan pandangan Anderson maka SI telah berhasil membangun“penciptaan komunitas imajiner” dan membangkitkan semangat kebangsaanmelalui teritorialisasi dan keyakinan-keyakinan keagamaan. Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuandengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadanhukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawahpimpinan H.O.S Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yangmendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur JenderalIdenburg) justru cabang-cabang SI yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintahkolonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI. Bayangan perpecahanmuncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S Cokroaminoto denganSemaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangansosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yangdilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota.Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lainterutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putihdan SI Merah.

Page 188: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

173Bambang Subiyakto

a. SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpinoleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yangberpusat di Yogyakarta.

b. SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin olehSemaun, yang berpusat di Semarang.

Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi PartaiSarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi PartaiSarekat Islam Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis bergantinama menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat PartaiKomunis Indonesia (PKI). Sebagai sebuah fenomena keyakinan keagamaanIslam sebagai perekat dan pembentuk sebuah kesadaran berbangsa sebagaimana dibahas atas saran dengan apa yang terdapat dalam diri tokoh ini. Hamkajuga telah diilhami kesadaran tentang kesatuan Indonesia jauh sebelum tahun1928. Dalam konteks itu dapat dilihat pada sosok Hamka, sebagaimanadinyatakan Deliar Noer (Reid: 43-44) bahwa Hamka pertama-tama adalahseorang Muslim dan baru seorang Indonesia. Dalam menerima keserasianantara nasionalisme dan Islam, Hamka tampak dipengaruhi Haji Agus Salimdan para pemuka Persatuan Muslim Indonesia, suatu partai politik yang tumbuhpesat di Minangkabau sekitar tahun 1930-an.

Sampai tahun 1930-an Hamka bukan hanya bepergian ke Jawa,melainkan juga ke Makkah, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Ketikamenetap di Medan tahun 1936 sebagai pemimpin redaksi mingguan PedomanMasyarakat ia mencapai suatu tingkat yang tidak memungkinkannya lagimeninggalkan nasionalisme. Adalah kariernya yang mamaksa ia menganggapIndonesia satu. Medan, dan lingkungan sekitar daerah Deli, tidaklah didominasisalah satu kelompok suku tertentu; kesadaran solidaritas sebagai satu bangsatelah dipelihara di sana, sekalipun banyak keluarga bangsawan setempat hidupmemencilkan diri (Deliar Noer: 44).

Hamka menyetujui beberapa gagasan Persatuan Islam, tetapi ia jugabisa memahami posisi golongan nasionalis yang netral agama. Oleh sebab itu,ia memilih sikap menyersikan Islam dengan nasionalisme, suatu pokok yangoleh kelompok Bandung ditolak. Ini adalah suatu periode ketika Hamka mulaimelakukan studi sejarah Indonesia dari titik tolak Islam. Ia mengakui pentingnyasejarah Indonesia pra-Islam, tetapi zaman itu, ia percaya, menyediakan jalan

Page 189: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

174 Bambang Subiyakto

bagi Islam membentuk dan menentukan corak terhadap sikap, perasaan, danpikiran kebanyakan rakyat (Deliar: 44).

2.2.3 Indische Partij (IP)IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh

Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, danSuwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti IndischeBond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Halini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi)khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran(Indo). IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orangIndo dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo sangatsedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukanorganisasinya makin bertambah kuat.

Di samping itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangunoleh orang Indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuanorang-orang bumi putera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkandari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indo. Indische Partijmerupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-teranganbergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. TujuanIndische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua Hindia Putraterhadap tanah air. Konsep Hindia putra adalah semua orang yang dilahirkandan dibesarkan bahkan dikebumikan di Indonesia”, tanpa melihat suku, etnis,keturunan, agama, budaya. Douwes Dekker menegaskan barang siapa yangtidak masuk Budi Utomo karena bukan orang Jawa, dan barang siapa yangtidak masuk Serikat Islam karena bukan orang Islam, semua dapat masuk danberjuang bersama di Indische Partij (Muljana, 2008). Jika dikaitkan denganpandangan Anderson maka Indische Partij membangun “Komunitas Imajiner”dalam membangkitkan kebangsaan melalui teritorialisasi.

IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘DeExpres’ pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkanrasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yangdilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913.Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya

Page 190: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

175Bambang Subiyakto

Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). Perayaan ini direncanakandiperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pasdi mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasandari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironisini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij.

Dalam hubungan itu R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernadasarkastis yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorangBelanda. Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusulsarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Express tanggal26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran,kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalamTiga Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam tulisannya di DeExpress tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: TjiptoMangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat, Pahlawan kita: TjiptoMangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. Kecaman-kecaman yangmenentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partijditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Namun pada tahun1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. SedangkanSuwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesiapada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenalsebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E DouwesDekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasanpendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalamperkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang keSuriname, Amerika Latin.

Pada tahun 1913, rezim kolonial Belanda di Batavia, mengikuti petunjukdari Den Haag, mensponsori berbagai perayaan massal di semua bagianjajahannya, memperingati seratus tahun ‘pembebasan nasional’ bangsa Belandadari penjajahan Prancis. Dikeluarkan perintah-perintah untuk memastikan peranserta fisik dan sumbangan-sumbangan keuangan, bukan hanya ditagih darikomunitas-komunitas Belanda atau Eurosia (blasteran) setempat saja, tetapijuga dari bangsa pribumi. Murka melihat ini, seorang Jawa yang termasuk tokohnasionalis pertama, Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) menulis artikel

Page 191: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

176 Bambang Subiyakto

berbahasa Belanda untuk sebuah koran. Tulisan yang terkenal ini ia beri judul“Als ik eens Nederlander was” (“Andai saya menjadi Seorang Belanda”).

Menurut pendapat saya, ada sesuatu yang tidak pada tempatnya –sesuatu yang tidak senonoh – jika kita (saya masih menjadi seorangBelanda dalam khayalan saya ini) meminta orang-orang pribumi untukikut merayakan kemerdekaan kita. Pertama, kita akan melukai perasaanmereka karena yang kita rayakan ini adalah kemerdekaan kita sendiri ditanah air mereka yang kita jajah. Saat ini kita sangat bahagia karenaseratus tahun silam kita bebaskan diri kita sendiri dari dominasi asingdan semua ini berlangsung tepat di depan mata orang-orang yang masihkita dominasi. Tidakkah terlintas di benak kita bahwa budak-budakmalang ini juga mengidamkan saat-saat seperti ini, takala mereka, sepertikita, dapat merayakan kemerdekaan mereka sendiri? Ataukah, kitabarangkali merasa bahwa, karena kebijakan kita yang meremukan jiwa,maka kita menganggap semua jiwa manusia itu mati? Kalau memangbegitu, maka kita menipu diri sendiri, sebab tak peduli seberapa primitifnyapun sebuah komunitas, ia pasti menentang segala corak penindasan.Andaikan saya seorang Belanda, saya tidak akan mengatur perayaankemerdekaan di sebuah negeri di mana kemerdekaan orang-orangnyatelah dirampas (Reid dan Marr, 1983: 162-163).Salah satu dari sedikit kaum nasionalis Indonesia mula-mula yang dapat

menerima satu kesatuan sejarah yang diciptakan oleh Belanda dengansewajarnya adalah E.F.E. Douwes Dekker, seorang cendikiawan pendirinasionalisme Hindia, tetapi juga seorang Indo-Eropa (Anderson: Eurasia) yangmerasa tidak terikat dengan tradisi kebudayaan Indonesia mana pun. Ia mengakudirinya sebagai sejarawan nasional pertama di Indonesia dengan karyanyaVluchtig Overzich van de Geschiedenis van Indonesia, meskipun karya itu tertulisdalam bahasa Belanda untuk murid-muridnya di Institut Ksatrian pada tahun1930-an, dan tidak diterbitkan sampai muncul terjemahannya dalam bahasaIndonesia pada tahun 1942. Douwes Dekker dengan terus terangmengemukakan, “sebagai akibat dari berbagai kejadian, pulau-pulau yangberserakan itu setahap demi setahap menjadi satu kepulauan, dan tunduk dibawah satu penguasa, yaitu pemerintah Belanda. Hukum yang berlaku di seluruhkepulauan ini sama. Struktur sosialnya juga sama. Oleh karena itu, dapatdikatakan, pulau-pulau ini telah menjadi satu wilayah” (Reid dan Marr: 55)

Page 192: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

177Bambang Subiyakto

Definisi yang diberikan Douwes Dekker tentang sejarah nasional hanyameyakinkan mereka yang sekeyakinan dengannya bahwa kekuasaan politik daripemerintah yang amat jauh di Den Haag merupakan soal utama. Di antaraorang-orang Indonesia generasi pertama yang lulus dari sekolah lanjutan semasaPerang Dunia I, banyak orang yang menentang Belanda dengan cara-cara yangbetul-betul berbeda. Bagi mereka bentuk “nasionalisme Hindia” yangdipromosikan Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo bersifat agresif samadengan pengaruh budaya Belanda yang amat kuat yang tidak mereka sukai.Mereka mengusahakan suatu kebangunan kembali serta memperkukuh warisanbudaya mereka sendiri, dan bukannya mengidentifikasikan diri dengan tatanegara baru bikinan Belanda.

Pertikaian itu berasal dari sejarah organisasi politik modern yangpertama di Indonesia, yaitu Budi Utomo, yang di dalamnya Tjipto mewakili suatukecenderungan terhadap sikap politik anti-Belanda, sementara Dr. Radjimanmemimpin kelompok dominan yang ingin bekerja lebih dulu untuk kebangkitankembali kebudayaan Jawa. Meskipun Tjipto kemudian kalah dalam pemilihanpemimpin di Budi Utomo, radikalisme politiknya jauh lebih menarik perhatianmereka dari unsur para pemuda di organisasi tersebut. Para cendikiawan mudayang mempromosikan “nasionalisme Jawa” dari kira-kira tahun 1917 mengagumikeberanian Tjipto dan juga turut melibatkan diri dalam politik anti-Belanda itu.Mereka berbeda secara radikal dengan Tjipto hanya tentang carapembelaannya tentang nasionalisme Hindia. Untuk itu kader muda Budi Utomo,Soerjokoesoemo mengemukakan:

Sejarah kita akan berkembang menuju persatuan rakyat Hindia, bukanke arah suatu kesatuan nasional Hindia. Suatu bangsa Hindia –kalauhal ini dicapai—lagi-lagi akan hancur berantakan.... Setiap orang yangbersimpati kepada perkembangan alamiah dan tahap demi tahap ....tidak akan menuntut agar bangsa Jawa mengorbankan dirinya bagibangsa Hindia .... Pengorbanan yang terlalu besar. DemikianSoerjokoesoemo kader muda Budi Utomo (Reid dan Marr: 55-56).Tokoh penting lain dari kalangan nasionalis Hindia, Suwardi

Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yang secara spiritual lebih dekat kepadakaum nasionalis Jawa, bisa menanggapi argumen yang menentangnya dengancara lebih peka. Ia mengakui bahwa nasionalisme Hindia tidak memiliki landasankebudayaan, tetapi tumbuh dari faktor negatif yang murni dominasi Belanda. Di

Page 193: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

178 Bambang Subiyakto

pihak lain, kasus kultural nasionalisme Jawa, juga tidak bisa dipersalahkan.Jawa telah bisa membentuk suatu keutuhan budaya yang relatif homogen,berbeda besar dengan kemajemukan yang terdapat di setiap tempat diNusantara (Reid dan Marr: 57).

2.2.4 Perhimpunan Indonesia dan Manifesto PolitikPada tahun 1908 di Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama

Indische Vereeniging. Pelopor pembentukan organisasi ini adalah SutanKasayangan Soripada dan RM Noto Suroto. Para mahasiswa lain yang terlibatdalam organisasi ini adalah R. Pandji Sosrokartono, Gondowinoto, Notodiningrat,Abdul Rivai, Radjiman Wediodipuro (Wediodiningrat), dan Brentel. Tujuandibentuknya Indische Vereeniging adalah untuk memajukan kepentinganbersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia. Kedatangan tokoh-tokohIndische Partij seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, sangatmempengaruhi perkembangan Indische Vereeniging. Masuk konsep “HindiaBebas” dari Belanda, dalam pembentukan negara Hindia yang diperintah olehrakyatnya sendiri. Perasaan anti-kolonialisme semakin menonjol setelah adaseruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang kebebasan dalammenentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (The Right of SelfDetermination). Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini memiliki mediakomunikasi yang berupa majalah Hindia Poetra. Pada rapat umum bulan Januari1923, Iwa Kusumasumantri sebagai ketua baru memberi penjelasan bahwaorganisasi yang sudah dibenahi ini mempunyai tiga asas pokok yang disebutjuga Manifesto Politik, yaitu:

a. Indonesia ingin menentukan nasib sendiri,b. agar dapat menentukan nasib sendiri, bangsa Indonesia harus

mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, danc. dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia harus bersatu.Kegiatan Indische Vereeniging semakin tegas dan radikal, dan telah

berkembang ke arah politik. Sejalan dengan semakin meluasnya pemakaiannama Indonesische, dirasa perlu untuk mengubah nama organisasi menjadiIndonesische Vereeniging pada tahun 1924. Majalah Hindia Poetra pun ikutberubah nama menjadi Indonesia Merdeka. Melalui rapat pada tanggal 3Februari 1925 akhirnya Indonesische Vereeniging diganti menjadi PerhimpunanIndonesia (PI). Semboyan “Indonesia Merdeka” sudah menjadi slogan meskipun

Page 194: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

179Bambang Subiyakto

mengatakannya dengan Bahasa Belanda. Melalui media “Indonesia Merdeka”dan kegiatan internasional, dunia internasional mengetahui aktivitas perjuanganpara pemuda Indonesia. Berikut ini kegiatan-kegiatan internasional yang diikutioleh PI:

a. Mengikuti Kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional untukPerdamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi PerhimpunanIndonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta.

b. Mengikuti Kongres I Liga Penentang Imperialisme dan PenindasanKolonial di Berlin pada tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta,Nasir Pamuncak, Batot, dan Achmad Subardjo.

Dalam perjalanannya Perhimpunan Indonesia mengalami banyaktekanan dari pemerintah Belanda, lebih-lebih setelah terjadi pemberontakanPartai Komunis Indonesia pada tahun 1926. Pengawasan dilakukan semakinketat. Meskipun demikian, pada tanggal 25 Desember 1926 Semaun bersamaMohammad Hatta menandatangani suatu kesepakatan yang dikenal denganKonvensi Hatta-Semaun. Dalam kesepakatan itu ditekankan pada upayaPerhimpunan Indonesia tetap pada garis perjuangan kebangsaan dandiharapkan PKI dengan ormas-ormasnya tidak menghalang-halangiPerhimpunan Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Cita-cita PerhimpunanIndonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalahsosial, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yangdikembangkan sejak tahun 1925. Keempat pokok ideologi tersebut adalahkesatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan swadaya (Muljana, 2008).

2.2.5 Partai Nasional Indonesia (PNI)Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari

studie club. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI). PartaiNasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidakterlepas dari keberadaan Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI jugadilatarbelakangi oleh situasi sosio politik yang kompleks. Pemberontakan PKIpada tahun 1926 membangkitkan semangat untuk menyusun kekuatan barudalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Rapat pendirian partai inidihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo,Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal berdirinya, PNI berkembang sangatpesat karena didorong oleh faktor-faktor berikut:

Page 195: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

180 Bambang Subiyakto

a. Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkanmassa.

b. PKI sebagai partai massa telah dilarang.c. Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama

Ir. Soekarno (Bung Karno).Untuk mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung Karno

mengeluarkan Trilogi sebagai pegangan perjuangan PNI. Trilogi tersebutmencakup kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional.Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuantersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu self help (berjuang dengan usahasendiri) dan nonmendiancy, sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dannonkooperasi. Dasar perjuangannya adalah marhaenisme. Kongres PartaiNasional Indonesia yang pertama diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei1928. Kongres ini menetapkan beberapa hal berikut:

1. Susunan program yang meliputi: a. bidang politik untuk mencapai Indonesia merdeka, b. bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan pelajaran nasional.2. Menetapkan garis perjuangan yang dianut adalah nonkooperasi.3. Menetapkan garis politik memperbaiki keadaan politik, ekonomi dan

sosial dengan kekuatan sendiri, antara lain dengan mendirikansekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, perkumpulankoperasi, dan sebagainya.

Peranan PNI dalam pergerakan nasional Indonesia sangat besar.Menyadari perlunya pernyataan segala potensi rakyat, PNI memelopori berdirinyaPermufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia(PPPKI). PPPKI diikuti oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo,Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club, danAlgemeene Studie Club. Berikut ini ada dua jenis tindakan yang dilaksanakanuntuk memperkokoh diri dan berpengaruh di masyarakat:

1. Ke dalam, mengadakan usaha-usaha dari dan untuk lingkungansendiri seperti mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah, bankdan sebagainya.

Page 196: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

181Bambang Subiyakto

2. Keluar, dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI antaralain melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat kabar BantengPriangan di Bandung, dan Persatuan Indonesia di Jakarta.

2.3 Peran Pers dalam Membangun NasionalismeNasionalisme sebagai suatu gejala historis telah berkembang sebagai

jawaban terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial khususnya, yangditimbulkan oleh situasi kolonial (Sartono: 58). Untuk ini dengan cara apa danbagaimana rasa dan kesadaran nasionalisme itu dapat diwujudkan adalahtengah dicoba jawabannya oleh Anderson.

Oleh pers diciptakan forum yang cukup bebas untuk mengajukanpendapat, pikiran, kritik sosial, dan lain sebagainya. Di sini fungsi pers sangatmembantu tumbuhnya massa kritikal dalam masyarakat, kesadaran kolektif,dan solidaritas umum, sehingga dengan demikian pelbagai gerakan sebagaiwahana aksi kolektif mendapat dukungan kuat. Tidak mengherankan bilakemudian pelbagai aliran dan gerakan mempunyai persnya sendiri yang berperansebagai corong organisasi. Berbagai aspirasi guna mencapai kemajuan meluap,terpaparnya gagasan-gagasan lewat media massa dengan cepat dan secaraluas menggalakan pensosialisasiannya, sehingga tumbuhlah kesadaran yangsemakin meluas di kalangan masyarakat (rakyat). Bahwasanya pers merupakanancaman bagi penguasa kolonial tidak dapat diragukan lagi. Kesempatanmengeluarkan pendapat menjadi fasilitas untuk mengecam sistem kolonial sertaunsur-unsur prakteknya. Tidak mengherankan apabila beberapa surat khabarberkali-kali kena ’pemberangusan’, persbreidel (Sartono: 114-115).2.4 Bahasa Sebagai Pemersatu

M. Yamin menghendaki agar menggunakan bahasa Melayu sebagaibahasa sendiri, tahun 1920-an ia menyatakan sekaligus memperingatkan bahwa“kita sudah tidak mampu lagi ..... menyatakan perasaan kita dalam bahasasendiri”, dan bahwa “bahasa kita sendiri semakin lama makin kita tinggalkan”,lagi bahwa “ada di antara mereka yang tidak lagi prihatin kepada bahasa sendiri”(Deliar Noer, “Yamin dan Hamka”, dalam Reid dan Marr: 38). Yamin juga menyitirpribahasa ’tiada bahasa, hilanglah bangsa’. Yamin pada pidatonya di depanKongres Pemuda tahun 1928 menyatakan bahwa bahasa memiliki pengaruhpenting terhadap persatuan nasional. Baginya, bahasa Indonesia telah menjadisalah satu percerminan kesatuan bangsa Indonesia. Mengenai hal ini oleh

Page 197: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

182 Bambang Subiyakto

Anderson dikatakannya bahwa bahasa mempunyai unsur pencetus untuktumbuhnya perasaan kebersamaan, persatuan, perasaan kekitaan (Anderson,15 dan Deliar Noer, 40).

Yamin berpendapat, “persatuan Indonesia bukanlah omong-kosong,tetapi seperti sebuah rumah yang dibangun di atas tiang-tiang kukuh”. Kesatuanini berdasar kepada beberapa faktor, termasuk sejarah, bahasa, dan hukumadat. Ia menganggap sejarah Indonesia sebagai “satu pertumbuhan yangtunggal”. Baginya pula bahwa suatu bangsa “lebih seperti roh daripada tubuh”,yang oleh Anderson dianggap sebagai sebuah abstrak, “hanya bayangan”(imajiner). Aspek pertama roh itu dapat ditelusuri pada masa lalu, sebagai ingatanyang dikenang (Deliar Noer: 42).

III. SIMPULANBerdasarkan teori Benedict Anderson tentang “pembentukan komunitas

imajiner”, Budi Utomo menempatkan nilai dan sistem budaya sebagai perekatdan pendorong munculnya nasionalisme. Selanjutnya SI berhasil membangun“penciptaan komunitas imajiner” dan membangkitkan semangat kebangsaanmelalui teritorialisasi dan keyakinan-keyakinan keagamaan. SedangkanIndische Partij membangun “komunitas imajiner” dalam membangkitkankebangsaan melalui teritorialisasi. PNI dalam rangka membangun semangatkebangsaan memadukan, melalui aspek budaya dan teritorialisasi.

DAFTAR PUSTAKAAminuddin Nur. 1967. Pengantar Studi: Sedjarah Pergerakan Nasional. Djakarta:

Pembimbing Masa.Akira Nagazumi. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-

1918. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.Anderson, Benedict. 1999. Komunitas-Komunitas Imajiner: Renungan Tentang

Asal-Usul dan Penyebaran Nasionalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajardan INSIST Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: SejarahPergerakan Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Komandoko, Gamal. 2008. Boedi Oetomo. Awal Kebangkitan Kesadaran Bangsa.Yogyakarta: Med.Press.

Page 198: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

183Bambang Subiyakto

Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme: Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga.Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan : Yogyakarta: LKis.Rambe, Safrizal. 2008. Sarikat Islam: Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-

1942. Jakarta: Yayasan Insan Cendikia.Rask, Y.R. 2010. SDI-SI Sang Pelopor Kebangkitan Dalam A.Syafii Ma”aarif (ed.)

Sejarah Menggugat. Bandung: Sega Arsy.Reid, Anthony dan David Marr. 1983. Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia

dan Masa Lalunya. Jakarta: Grafitipers.Ricklefs, M.C. 1994. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.Santoso, Kholid. 2010. Serikat Islam dan Kebangkitan Nasional. Dalam A.Syafii

Ma”aarif (ed.) Sejarah Menggugat. Bandung: Sega Arsy.Scmit, C. 1986. Dekolonisasi Indonesia. Jakarta: Pustaka Azet.

Page 199: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

184 Bambang Subiyakto

Page 200: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

185Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

PENYELIDIKAN DALAM PENDIDIKANSEJARAH

Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan AwangCorresponding author: [email protected]

PENGENALANPenyelidikan secara asasnya adalah usaha yang dilakukan bagi

mencari jawapan atau melakukan sesuatu penyelesaian masalah denganmencari jawapan yang benar atau sekurang-kurangnya dapat mengetahuikebenaran yang logik melalui pemikiran yang mempunyai kesinambungandengan fakta yang berkaitan. Penyelidikan yang dijalankan dilaksanakan denganmenggunakan kaedah ilmiah iaitu melalui penerapan langkah-langkah berfikirsecara ilmiah, teratur dan mendalam.

Penyelidikan yang dilaksanakan mampu mencari kebenaran dan ilmupenyelesaian bagi menjawab pemasalahan secara sistematik berdasarkanrasionalnya dengan fakta-fakta melalui pengumpulan data. Pemikiran yang logikdan intelektual dapat mengolah dan menarik kesimpulan bagi jawapan kepadamasalah itu. Oleh itu, penyelidikan diertikan sebagai pelaksanaan kegiatan yangdilakukan secara sistematik bagi mengumpul, mengolah dan menyimpan data.Maka metodologi dan teknik tertentu digunakan dalam membuat perangkaandan perincian bagi mencari jawapan kepada permasalahan yang dihadapi.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 201: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

186 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

Sejarah adalah catatan pencapaian manusia dan peristiwa berkaitandengan masa dan tempat. Kajian sejarah cuba melihat perspektif masa lampaudan cuba mengaitkannya dengan keadaan masa kini dan masa akan datang(Mohd Najib, 1999). Manakala definisi penyelidikan sejarah pula ialah penyusunanyang membabitkan kajian dan penilaian data yang berkaitan peristiwa yang terjadipada masa lampau. Hal ini seterusnya melibatkan elemen mengkaji punca, kesanataupun corak peristiwa dan secara tidak langsung menganalisis apa yang berlakusekarang, kemudian membuat ramalan apa yang bakal berlaku pada masa akandatang melalui kajian. Tujuan penyelidikan sejarah tidak semestinya berkisarberkaitan apa yang diketahui ramai. Tujuan penyelidikan sejarah adalahmenghurai, membuat tanggapan dan mengawal fenomena. Secara semulajadi,ia menghapuskan pengawalan fenomena. Oleh itu, tujuan sebenar kajian yangberunsur sejarah adalah menghuraikan, menerangkan, menjelaskan danmembuat tanggapan, bukannya mengemukakan yang baru.

Dalam kajian sejarah, ulasan kajian-kajian yang lepas dan langkah-langkah kajian dilihat sebagai proses yang sama. Kebiasaannya, ulasan kajian-kajian yang lepas dilakukan apabila data-data yang berkaitan kajian dikumpulkan.Ini kerana, ulasan kajian ini bukanlah dilihat sebagai permulaan bagi mengenalpasti masalah, tetapi dilihat sebagai bentuk tulisan yang merujuk kepada perkara-perkara yang berkaitan kajian dijalankan. Ia membawa makna yang lebih meluasbagi kajian sejarah. Bentuk tulisan yang dimaksudkan dapat membentukdokumen yang sah, rekod, minit mesyarat, surat, dan lain-lain dokumen yangmungkin tidak mempunyai butir-butir yang terperinci. Apabila hal ini berlaku,penyelidik perlu mengesan terlebih dahulu sumber data itu.

Kajian sejarah juga melibatkan temu bual bersama responden yangterlibat dalam proses atau pun peristiwa yang sedang dikaji. Tetapi, kajian yangdilakukan mungkin agak sukar apabila responden yang ditemu bual tidak dapatmengingat dengan jelas maklumat yang diperlukan. Masalah yang sama jugaberlaku dalam situasi di mana sumber maklumat hanya diperoleh melaluisumber bertulis semata-mata. Sumber begini lebih sukar dikenal pasti keranaia mungkin terdapat pada lokasi yang jauh daripada penyelidik. Lebihmemburukkan keadaan, sumber itu tidak dapat memberi bantuan yangdiharapkan oleh penyelidik. Sumber data dalam kajian kes bersejarah dapatdikategorikan kepada dua iaitu sumber utama dan sumber kedua.

Page 202: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

187Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

TUJUAN PENYELIDIKAN DALAM PENDIDIKANMenurut Gorg & Gall (1989), penyelidikan mempunyai rasional yang

tertentu ke arah menyumbang kepada pembinaan pengetahuan baru. MenurutWeber (1993), penyelidikan dapat membantu penyelesaian masalah yangdihadapi dalam kehidupan. Secara kesimpulan, rasional membuat penyelidikanadalah berasaskan sebab-sebab berikut :

1. Membuat jangkaan terhadap sesuatu fenomena yang bakal berlaku(prediction). Penyelidikan dapat menyediakan maklumat yangpenting berkaitan dengan fenomena yang dijangkakan, contohnya,jangkaan terhadap pencapaian pelajar dalam sesuatu peperiksaan.

2. Membuat penambahbaikan terhadap sesuatu keadaan atau program(Improvement). Dapatan kajian dapat membantu individu, kumpulanatau organisasi untuk memperbaiki program yang sedia ada danjuga sebagai asas untuk memperbaiki kelemahan yang ada.

3. Memberi penjelasan (Explanation). Penyelidikan dapat menjelaskanfenomena yang dikaji.

4. Menyediakan deskripsi sesuatu fenomena (Description). Dapatmenyediakan deskripsi berkaitan dengan bidang yang dikaji dalammembantu untuk memahami fenomena yang dikaji. Menyediakanmaklumat statistik yang diperlukan oleh pihak tertentunya.Contohnya, Policy Makers.

5. Membantu menyelesaikan masalah (Problem Solving). Dapatmembantu ke arah penyelesaian terhadap sesuatu masalah yangtimbul.

CIRI-CIRI PENYELIDIKAN DALAM PENDIDIKANPenyelidikan sebagai pendekatan yang saintifik dalam menghasilkan

ilmu dimana ianya mempunyai dua ciri utama, iaitu dijalankan mengikut langkah-langkah yang logikal dan mematuhi kaedah saintifik. Apa yang diperkatakanmengenai langkah-langkah logikal di dalam penyelidikan adalah menjuruskepada mengenal pasti masalah yang dikaji dan bidang pengetahuan yangberkaitan dengan lebih teliti dengan melakukan tinjuan lituratur untukmemahami bagaimana orang lain telah menghadapi sesuatu masalah dan

Page 203: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

188 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

cuba untuk menyelesaikan masalah atau isu tersebut. Bukan itu sahaja,pengumpulan data secara tersusun dan terkawal menjadi garis panduan dalammemperoleh keputusan yang sah daripada penyelidikan yang dilakukan.Langkah-langkah logikal ini juga sekaligus turut digunakan berkaitan denganaktiviti menganalisis data terutama data yang berkaitan dengan masalah atauisu yang diselidik. Justeru, mempunyai peranan penting di dalam membuatkesimpulan dan generalisasi di dalam sesuatu penyelidikan.

Penyelidikan juga perlu mematuhi suatu kaedah saintifik di mana iamerupakan salah satu eleman penting di dalam menjalankan sesuatu kajian.Jadi, tidak hairanlah jika ciri kedua ini turut diberi penekanan yang serius olehpara penyelidik dalam menjalankan kajian mereka. Hal Ini sering dititkberatkanmemandangkan pematuhan terhadap suatu kaedah saintifik mampumenyumbang kepada mengintegrasikan keterangan induktif dan deduktif.

Keterangan induktif merupakan satu keadaan dimana perpindahandaripada kenyataan-kenyataan khusus yang diperoleh kepada kenyataan umum.Hal ini dapat dilihat apabila seseorang penyelidik membuat pemerhatian terhadapsesuatu peristiwa tertentu (fakta-fakta konkrit) dan setelah penyiasatan ataupenyelidikan dilakukan ke atas fakta-fakta tersebut, penyelidik akan membinajangkaan tertentu daripada keputusan yang diperolehi. Manakala keterangandeduktif pula menjurus kepada kenyataan umum kepada kenyataan-kenyataanyang lebih khusus. Contohnya ”Kalau Encik A guru tidak terlatih, beliau tidak akanmenggunakan ABM/ABPP semasa dia mengajar”

PENDEKATAN INKUIRI DALAM PENYELIDIKAN PENDIDIKANTerdapat tiga jenis pendekatan inkuiri di dalam penyelidikan berkaitan

dengan pendidikan di mana antaranya adalah pendekatan “positivist”, pendekatan‘interpretive’, dan pendekatan ‘critical’. Kesemua jenis pendekatan inkuiri inirata-ratanya mempunyai ciri dan kelebihannya yang tersendiri. Di mana, dapatdiperhatikan bahawa pendekatan “positivist” biasanya digunakan dalam prosespenyelidikan yang dilakukan secara objektif dan lebih menjerus kepada kuantitatifdi mana data yang diperolehi di analisis secara numerik dan juga secara statistik.Pendekatan ini umumnya dipilih oleh pengkaji untuk mendapatkan penjelasan,membuat pembuktian atau pengesahan dan juga dilakukan bagi membuatgeneralisasi. Bukan itu sahaja, terdapat beberapa ciri lain yang menjadi asas

Page 204: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

189Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

kepada pendekatan “positivist” antaranya adalah berkaitan dengan instrumenkajian yang digunakan dalam mengukur pemboleh ubah tertentu.

Pendekatan “interpretive” merupakan salah satu pendekatan inkuiriyang sering digunakan di dalam penyelidikan di dalam bidang pendidikan.Pendekatan ini umumnya digunakan di dalam proses penyelidikan yangdilakukan untuk membolehkan penyelidik memahami fenomena yang dikajimelalui penelitian kepada subjek yang ada dalam fenomena itu. Melaluipendekatan ini, makna dan kefahaman diperolehi melalui pentafsiran secarasubjektif melalui pemerhatian, dokumen atau temubual. Seterusnya adalahpendekatan “critical” dimana pendekatan ini lebih menitikberatkan kepada kajian-kajian terhadap nilai-nilai yang ada dalam sesuatu masyarakat bagi menentukanperkara-perkara yang kurang sesuai diamalkan. Pendekatan ini amat sesuaidigunakan memandangkan tugas seorang penyelidik dalam mengutarakanpandangan dan cadangan untuk perubahan. Dengan itu wajarlah jika penyelidikmemerlukan satu pendekatan yang lebih memberi ruang dan peluang kepadamereka dalam menyampaikan hasil dapatan.

ETIKA DALAM PENYELIDIKAN PENDIDIKANEtika penyelidikan merujuk kepada peraturan-peraturan atau kod atau

satu set prinsip atau nilai moral yang berperanan sebagai panduan dalammenjalankan penyelidikan. Para penyelidik perlu menunjukkan perlakuan yangmematuhi etika semasa menjalankan penyelidikan. Dalam etika penyelidikanbebeberapa elemen perlu diberi perhatian oleh penyelidik.

Mendapat KebenaranIsu mendapat kebenaran daripada responden untuk kajian adalah

kompleks.‘Informed Consent’ merujuk kepada kebenaran yang diberi olehresponden setelah memahami beberapa perkara penting yang sepatutnyamenjadi garis panduan kepada semua penyelidik yang menjalankan penyelidikanantaranya adalah penyelidik perlulah memaklumkan dan menerangkan dengansejelasnya berkaitan dengan matlamat dan tujuan kajian yang akan dilakukanagar tidak menimbulkan salah faham kepada responden kajian. Seorang pengkajisewajarnya perlu cuba memahami apa yang diperlukan oleh responden.Malahan, seorang pengkaji yang beretika seharusnya menjelaskan semua akibat

Page 205: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

190 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

yang mungkin timbul daripada penglibatan atau tidak dalam penyelidikan yangdibuat. Hal ini penting bagi mengelak daripada sebarang risiko. Andai kata berlakuperubahan terhadap fokus atau sampling di dalam intipati kajian yang akan dijalankan, perundingan semula perlu dibuat di antara kedua-dua pihak agar tidakberlaku sebarang masalah di kemudian hari. Dalam kes yang melibatkanresponden yang kurang berupaya untuk memberi kebenaran seperti ada penyakitmental atau kanak-kanak, cadangan kajian mesti diterangkan dan justifikasiprosedur untuk melindungi hak responden.

PenglibatanDi dalam menarik penglibatan responden untuk turut serta di dalam

penyelidikan terutamanya bagi mendapatkan data dan pengumpulan data yangakan dibuat, responden diberitahu atau dimaklumkan setakat mana penglibatanmereka dan jika ada di antara responden yang tidak berminat atau mahu menarikdiri daripada menjadi responden di dalam kajian tersebut mereka berhakmembuat penarikan diri dan pengkaji atau penyelidik seharusnya menerangkanbahawa penarikan diri mereka tidak akan membawa apa-apa kesan negatifseperti tindakan daripada pihak-pihak tertentu. Bakal responden juga perlu didedahkan tentang matlamat, kaedah, faedah dan masalah yang mungkin timbuldalam sesuatu kajian yang akan di jalankan. Hal ini sebagai suatu pengetahuankepada responden supaya hal ini tidak menjejaskan dan mengehadkan sebarangmaklumat yang ingin di sampaikan. Malahan, jika berlaku sebarang masalahtingkahlaku yang melibatkan penyelidik, sebagai responden mereka diberipeluang untuk membuat aduan mengikut prosedur tertentu.

KerahsiaanCadangan dan pelan kajian mesti menyatakan bagaimana kerahsian

maklumat dijamin berkesan. Hal ini demikian kerana, perlindungan hakresponden merupakan suatu eleman yang sangat dititikberatkan dan diberikeutamaan di dalam sesebuah penyelidikan. Pengkaji mungkin boleh berkongsimaklumat namun hanya terbatas kepada ahli kumpulan dalam komunitipenyelidikan sahaja bagi menjamin kerahsian maklumat yang diberikan olehsetiap responden. Prosedur kerahasian pula sebaiknya tidaklah terlalu rigit keranadikhuatiri akan mengongkong responden dalam menyampaikan maklumat.

Page 206: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

191Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

AnomitiPenyelidik mesti menjamin anomiti kepada peserta, contohnya identiti

responden. Hal ini penting bagi mengelak daripada berlakunya bias, pembocoranmaklumat responden, ancaman dan lain-lain daripada pihak-pihak tertentu yangakan membaca, mendalami dan juga mungkin menggunakan penyelidikantersebut untuk kegunaan yang melibatkan hal-hal yang berkaitan dengan individu,masyarakat mahupun sesebuah negara.

RundinganRundingan yang dilakukan di dalam penyelidikan melibatkan beberapa

perkara yang perlu diberi keutamaan. Antaranya adalah mendapat kebenarandaripada institusi yang berkaitan dan mendapatkan kebenaran untuk akses data-data yang dikumpul. Data-data yang dikumpul ini seterusnya berkepentinganuntuk digunakan di dalam penulisan laporan di mana ia turut perlu dibuatrundingan antara pihak-pihak yang terlibat. Malah rundingan juga perlu dilakukandi dalam penulisan laporan supaya kesemua pihak yang terlibat berpuas hatidan tidak akan menimbulkan kesalahfahaman antara mereka. Hal ini jugaberikutan untuk melindungi peserta daripada timbulnya sesuatu masalah.

Prosedur RundinganPertama sekali, perlulah mendapat kebenaran secara formal daripada

pihak berkenaan untuk menjalankan kajian. Kemudian, memberi rangka projek/cadangan/pelan kepada guru besar/pengetua sekiranya penyelidikan dijalankandi sekolah. Selain itu, rangka/pelan/cadangan harus menerangkan dan justifikasiprosedur yang akan diikuti untuk ‘clearing’ data ‘field’ berkait dengan pesertaseperti transkrip, nota pemerhatian, bukti dokumen dan memasukkan data inidalam laporan akhir atau teks umum. Seterusnya, terangkan makna anomitidan kerahsian kepada peserta kajian. Kemudian, tentukan sama ada pesertaakan menerima satu salinan laporan dan/atau draf laporan atau transkriptemubual. Beritahu peserta apa yang dibuat dengan maklumat yang diberi.Sediakan juga satu rangka tujuan dan keadaan kajian untuk peserta. Bersikapjujur tentang tujuan kajian dan keadaan dalam mana kajian dijalankan. Akhirsekali, perundingan amat penting untuk menjayakan penyelidikan.

Page 207: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

192 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

JENIS-JENIS PENYELIDIKANPenyelidikan asasPenyelidikan yang dijalankan untuk menerbitkan dapatan baru, ilmu

baru atau teori baru. Penyelidikan asas ini menekankan kepada penemuanpengetahuan semata-mata untuk pengetahuan. Selain itu, ia lebih menumpukankajian terhadap teori-teori yang wujud dalam bidang pendidikan secara lebihmendalam. Malah, penyelidikan asas juga lebih menjurus kepada dapatan dataempirikal yang boleh digunakan untuk mengembangkan dan menilai teori.Namun begitu, ianya kurang berorientasikan cara-cara ke arah penyelesaianmasalah praktis.

Penyelidikan gunaanPenyelidikan gunaan bertujuan untuk menyelesaikan masalah praktis

yang dihadapi atau untuk menguji sesuatu teori untuk menilai kegunaannyadalam arena pendidikan. Selain itu, penyelidikan gunaan secara tidak langsungdapat memberikan data dan maklumat sama ada menyokong sesuatu teori,mengubah suai, ataupun mengembangkan sesuatu teori baru.

Penyelidikan tindakanKajian tindakan dalam pendidikan ialah kajian yang dijalankan oleh

guru untuk meningkatkan keberkesanan pengajaran (Carl Glickman, 1992).Penyelidikan penilaianPenyelidikan penilaian ialah penyelidikan yang dilakukan untuk menilai

sesuatu program. Biasanya ia menilai kesesuaian, kecekapan, keberkesanandan impak sesuatu program yang telah dijalankan.

REKABENTUK PENYELIDIKAN PENDIDIKANKajian eksperimentalPeserta-peserta diagihkan secara rawak (random assignment) kepada

dua kumpulan. Kumpulan pertama diberi rawatan kaedah pertama. Kumpulanyang kedua diberi rawatan dengan kaedah kedua. Di akhir kajian min prestasikedua-dua kumpulan dibandingkan untuk mengkaji keberkesanan kedua-duarawatan yang telah diberikan. Andaian dibuat bahawa kumpulan-kumpulan initidak mempunyai apa-apa perbezaan dalam semua aspek sebelum rawatan.

Page 208: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

193Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

Syarat tiada perbezaan ini ditentukan dengan cara mengawal pembolehubah-pembolehubah kawalan.

Kuasi-eksperimentalTidak dibahagikan secara rawak. Kedua-dua kumpulan diasingkan

menggunakan pengasingan yang sedia ada. Sebelum kajian dijalankan kedua-dua kumpulan diberikan ujian pra. Selepas itu kumpulan pertama menjalanirawatan dengan kaedah pertama, sementara kumpulan yang satu lagi diberirawatan dengan kaedah kedua. Selepas tamat kajian kedua-dua kumpulanmengambil ujian pasca. Prestasi kedua-dua kumpulan sebelum dan selepaskajian dibandingkan untuk menentukan perbezaan keberkesanan rawatan-rawatan yang telah diberi.

Kajian tinjauanKajian tinjauan melibatkan penggunaan soal selidik atau penggunaan

maklumat statistik untuk mengumpulkan data mengenai sesuatu populasi,pemikiran atau tingkahlaku mereka. Statistik deskriptif yang digunakan sepertimin, mod, median, peratus, kekerapan.

Kajian etnografiSatu kajian yang melibatkan sekumpulan manusia untuk mengkaji sosio

budaya mereka.Kajian kesMenurut Merriem (1998), kajian kes digunakan untuk memahami

mendalam tentang subjek yang dikaji, memokus tentang proses berbandingoutput, mementingkan penemuan bukannya pengesahan sesuatu teori ataudapatan. Melibatkan seorang individu, sekumpulan manusia, satu masyarakat,satu bilik darjah.

Kajian sejarahMengkaji tentang sebab-sebab, kesan-kesan atau kecenderungan dari

peristiwa lepas yang mungkin boleh membantu untuk menerangkan perkara-perkara pada masa sekarang dan peristiwa-peristiwa yang dijangka masa akandatang.

Page 209: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

194 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

Kajian naratifSatu jenis kajian yang digunakan untuk memahami atau mengkaji

bagaimana manusia membina makna dalam kehidupan mereka. Ia memberitumpuan kepada makna yang ditafsirkan oleh manusia kesan daripada peristiwa-peristiwa yang berlaku dalam kehidupan mereka.

PENYELIDIKAN ARKEOLOGI DAN AHLI SEJARAHPenyelidikan ArkeologiArkeologi seperti bidang ilmu yang lain, terbahagi kepada beberapa

sub disiplin. Antaranya ialah prasejarah, arkeologi petempatan, arkeologi industri,ethno-arkeologi, fizikal-antropologi dan maritim arkeologi. Kepelbagaian bidangitu melahirkan pelbagai jenis pakar dalam arkeologi. Oleh kerana kebanyakanahli arkeologi berasal daripada disiplin dalam sains sosial dan kemanusiaaniaitu sejarah, antropologi, bahasa kuno dan sejarah seni, maka kepakaranmereka terhad kepada artifak sahaja kepada pakar tembikar tanah, tembikarCina, arca agama sama ada Hindu atau Buddha, ukiran, kaligrafi, bahasa kunoseperti Sanskrit dan lain-lain lagi.

Umumnya, majoriti ahli arkeologi datang daripada aliran sains sosialdan kemanusiaan. Terdapat juga segelintir ahli arkeologi daripada sains tulen.Lantaran itu, ahli arkeologi ini cuba mendapatkan maklumat tentang tarikhmutlak, kandungan bahan dalam satu-satu artifak, tentang gender dan umursatu-satu rangka manusia yang dijumpai dalam cari gali, keadaan alam sekitartermasuk flora dan fauna dalam sejarah di satu-satu tapak arkeologi justerumereka terpaksa merujuk kepada ahli sains tulen yang mempunyai kepakarandalam bidang-bidang khusus. Walau bagaimanapun matlamat ahli arkeologitetap untuk mencungkil sebanyak mana fakta yang boleh daripada tapakarkeologi atau artifak yang sedang dikajinya. Fakta itu datang daripada datayang telah diperolehi setelah dikaji dan dianalisis rekod arkeologi daripada tapakarkeologi tersebut. Berdasarkan fakta yang diperolehi, ahli arkeologi akanmembina balik sejarah dan kebudayaan satu-satu tapak arkeologi.

Berdasarkan kepada Kamus Dewan Edisi ke-4, arkeologi merupakankajian saintifik mengenai sesuatu kebudayaan terutama kebudayaan prasejarahdengan cara penggalian dan penghuraian kesan-kesan tinggalannya. Amalancara hidup masyarakat seperti kegiatan pemburuan, petempatan, teknologi,

Page 210: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

195Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

sistem kepercayaan, dan hubungan luar sesama manusia adalah termasukdalam pengkajian para arkeologis. Menurut pendapat sejarawan barat iaitu FrankHole dan Robert F. Heizer, arkeologi merupakan satu arahan atau kaedahpenyelidikan masa lalu yang menggambarkan data-data yang diperolehi danlatihan akademik serta kegiatan peninjauan untuk menjadikan seseorang itufaham tentang teori ahli arkeologi. Manakala menurut pandangan ikatan ahli-ahli arkeologi Malaysia pula, arkeologi merupakan satu disiplin yangmenekankan pendekatan antara disiplin. Oleh itu, arkeologi dapat memberisumbangan melalui pelbagai kaedah dan pendekatan dalam masalah sejarahkebudayan zaman prasejarah, protosejarah dan sejarah serta dalam bidangantropologi budaya.

Jikalau ditinjau semula tentang asal-usul dan perbandingan antaraarkeologi dan juga sejarah, maka dapatlah dianggap bahawa arkeologi sebagaikajian ke atas bahan-bahan purba melalui kaedah deskriptif yang sistematik. Inijelas dibuktikan pada abad ke 19, arkeologi memberi maksud sejarah purba.Namun begitu, Graham Clark yang menulis dalam tahun 1939 memberi definisiarkeologi sebagai kajian yang sistematik ke atas bahan-bahan purba bagimembentuk semula sejarah.

Justeru itulah sehingga kini kita masih berpegang bahawa arkeologisebenarnya bertujuan membentuk semula sejarah bukan hanya dalam sejarahkebudayaan, malahan juga ia mampu mengubah sejarah hidup dan proseskebudayaan (kesan dan sebab) masyarakat pra sejarah, proto-sejarah sekaligussejarah mampu mengkaji artifak dan bukan artifak serta melihatnya dalamkonteks alam sekitar. Sebagai contoh semasa menjalankan kerja ekskavasi,ahli arkeologi sentiasa berwaspada terhadap rekod arkeologi in-situ sama adaartifak atau non-artifak yang boleh diambil untuk dicungkil maklumat daripadabahan yang membisu. Keadaan tersebut boleh dikatakan sama dengan keadaanyang dihadapi oleh pegawai polis yang diberi tugas untuk perompakan.

Bukti harus dicari demi untuk menyelesaikan permasalahan dalamekskavasi arkeologi untuk ahli arkeologi dan menyelesaikan kes dalam haljenayah. Setiap bahan bukti tidak harus diabaikan walau sekecil mana keranadalam arkeologi kawasan tapak yang telah diekskavasi tidak boleh diekskavasisekali lagi dan disebabkan itulah dalam etika arkeologi, walaupun berumurberibu tahun jangan diekskavasi selagi tidak ada ahli arkeologi yang

Page 211: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

196 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

berpengalaman untuk memimpin ekskavasi tersebut dan biarlah dia tinggalbeberapa tahun lagi tanpa diganggu. Justeru itu, dalam penyelidikan rekodarkeologi yang dijumpai supaya ekod tersebut dapat dianalisis oleh ahli-ahlisejarah yang akan dirujuk kelak.

Penyelidikan SejarahManakala dalam konteks sejarawan atau ahli sejarah adalah seorang

yang mempelajari dan menulis berkenaan dengan sejarah, dan dianggapsebagai pihak berkuasa ke atasnya. Sesungguhnya ahli sejarah sangat prihatindengan naratif yang sistematik dan berterusan serta penyelidikan peristiwa yanglalu berkait dengan manusia. Mereka juga merupakan anggota sesebuahmasyarakat yang berperanan dalam merekonstruksi semula bentuk dan hakikattersebut. Mereka akan menghurai dan menjelaskan segala perlakuan yangdianggap signifikan kepada masyarakat supaya mereka mengetahui danmemahaminya. Ini kerana, masyarakat memerlukan sejarah kerana melaluisejarahlah mereka akan dapat menjejaki asal-usul dan warisan budaya mereka.Lantaran itu, bagi mewujudkan kesinambungan sistem sosial dan budayanya,masyarakat memerlukan sejarah sebagai wadah dalam mendidik generasi yangbakal mewarisinya.

Hakikatnya, kita tidak dapat membuat perbandingan secara terperinciantara ahli arkeologi dan ahli sejarah. Ini kerana peranan dan tanggungjawabyang dipikul sama ada ahli arkeologi mahupun ahli sejarah sebenarnya lebihkurang sama. Ahli arkeologi ialah penjejak sejarah. Mereka mengkaji manusia,bermula daripada manusia pertama yang wujud di muka bumi ini hinggaperistiwa yang baru sahaja berlaku. Ahli arkeologi bekerja dengan mencari,mengkaji dan mentafsirkan petunjuk daripada kehidupan nenek moyang kita.Namun begitu, ahli arkeologi berbeza antara satu sama lain. Sesetengahnyahanya mengkaji tinggalan dalam persekitaran tertentu. Contohnya, ahli arkeologimaritim mencari tinggalan dalam bangkai kapal dasar laut. Ada ahli arkeologiyang hanya mengkaji petunjuk tertentu seperti tulang. Ahli arkeologi haiwan pulamengkaji tinggalan haiwan yang diternak pada zaman silam sebagai sumbermakanan atau haiwan untuk melakukan kerja.

Sesetengah ahli arkeologi memberikan tumpuan kepada tempohtertentu dalam sejarah. Ahli arkeologi Mesir mengkaji tinggalan daripadakebudayaan Mesir purba sekitar 4000 tahun dahulu. Sebagai contoh, Howard

Page 212: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

197Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

Carter ialah ahli arkeologi Mesir yang berbangsa British yang bekerja pada awalabad ke-20. Beliau mula bekerja sebagai pelukis yang melukis tinggalan Mesir,tetapi kemudian mula mencari sendiri tinggalan itu. Carter mula masyhur diseluruh dunia pada tahun 1922 apabila beliau dan pasukan pembantunyamenemukan makam tertutup (pemerintah) Mesir yang dinamai Tutankhamen.Makam itu penuh dengan khazanah yang menakjubkan. Begitu juga halnyadengan sejarawan, sekiranya kita meneliti pendapat para sejarawan tidak syaklagi sejarah adalah asas yang sangat penting bagi kewujudan sesebuahmasyarakat dan negara. Umpamanya, sejarah bagi R.G. Collingwood merupakantunggak kepada pengetahuan manusia.

Seseorang individu ataupun masyarakat seluruhnya hanya akan dapatmengenali dirinya melalu sejarah. Sementara bagi Graham Clark pula sejarah,terutama sekali arkeologi penting kepada sesebuah negara kerana kedua-keduabidang ini dapat berfungsi dan mempunyai kebolehan mencetus dan seterusnyamemupuk semangat patrioritik dan nasionalisme, terutamanya bagi negara-negara yang tidak mempunyai period sejarah bertulisnya yang lama. Menurutbeliau lagi, sejarah dan arkeologilah yang mampu menyingkap kembali masalalu dan memaparkan kebanggaan terhadapnya di kalangan masyarakat dinegara berkenaan. Oleh sebab itulah tegas Clark, banyak negara memberikeutamaan yang tinggi kepada sejarah, khususnya bidang arkeologi. Berdasarkanpandangan-pandangan tersebut secara tidak langsung menjelaskan betapabesarnya penghargaan dan tingginya jangkaan yang diharap daripada sejarah.Oleh kerana harapan dan jangkaan beginilah menyebabkan sejarah dipandangsebagai satu alat pendidikan yang unilitaranistik. Sementara para sejarawanpula akan bertungkus lumus menghasilkan sejarah kerana ia adalah menjadiperanan sosialnya dalam memenuhi keperluan sosial masyarakat ataunegaranya.

Oleh sebab itulah seorang sejarawan, Arthur Marwick telah mensifatkansejarah sebagai satu bentuk “industry”. Iaitu satu proses bagaimana parasejarawan melaksanakan usaha-usahanya untuk membina semula aspek-aspekmasa lalu yang signifikan kepada masyarakatnya. Ringkasnya para sejarawanmerupakan pengusaha manakala masyarakat pula adalah penggunanya. Dalamkebanyakan negara “industry” membina masa lalu ini pada kebiasaannyamengeluarkan berbagai-bagai bentuk sejarah, untuk disampaikan kepada

Page 213: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

198 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

pengguna, iaitu masyarakat. Bentuk-bentuk tersebut boleh dikategorikan kepadadua, iaitu sejarah yang nasionalistik dan sejarah yang ideological sifatnya.

Kedua-dua kategori sejarah ini adalah hasil usaha para sejarawan yangkomited dan mengikat dirinya kepada ideology atau ortodoksi tertentu dalammemberikan khidmatnya kepada masyarakat dan negara. Aspek-aspek masalalu yang terbina sebagai sejarah dipilih, disusun, dianalisis dan diinterpretasibersesuaian dan berpadanan dengan pegangan politik, kecenderungan budaya,hasrat dan cita-cita ideologi dan falsafah sejarawan berkenaan dan negaraatau masyarakatnya. Hal yang seperti ini memang tdak dapat dielakkan keranadalam melaksanakan kerja-kerjanya para sejarawan pada kelazimannya,membawa bersama-samanya kedudukan, pengetahuan, simpati, falsafah,ideologi, konsep-konsep, prosedur dan rutin penyelidikan mereka dalammenghasilkan sejarah.

Sungguhpun sejarah terbina berasaskan kepada bukti-bukti tertentu,namun berbagai-bagai masalah berkaitan dengannya hanya bermula apabilaia dihasilkan. Ini kerana seperti yang telah ditegaskan, sejarawan, sejarah danmasyarakat mempunyai hubungan yang erat antara satu sama lain. Masing-masing terangkum kuat ke dalam sistem dan hubungan sosial dalam sesebuahnegara berkenaan. Dari segi kepentingan negara dan masyarakat, sejarawandan sejarah yang dihasilkannya adalah “pelindung” kepada warisan budayayang dilihat sebagai sumber keagungan dan kebanggaan dalam masyarakat,etnik mahupun negara seluruhnya. Aspek sejarah yang menjadi kebanggaan ituakan sentiasa hidup dalam pemikiran masyarakat berkenaan sebagai epitometradisi dan liku-liku kehidupan mereka. Oleh sebab itu jugalah para sejarawandalam menghasilkan sejarah mengenai masyarakat dan negara, mereka tidakmudah membebaskan rationaliti mereka sendiri dari pengaruh mitos, prejudisdan harapan masyarakat yang melingkungi kehidupan mereka. Masyarakatdan negara pada umumnya mengharapkan satu sejarah yang dapat mewajarkanterhadap apa yang mereka pertahan dan banggakan.

Page 214: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

199Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

KESIMPULANPenyelidikan dapat disimpulkan sebagai cara menghuraikan

permasalahan yang dihadapi melalui komponen-komponen penting sepertiproses berfikir yang berintelektual dan fleksibel yang dinyatakan secara eksplisitserta maklumat yang dikumpulkan secara empirical dan bersistematik. Proses-proses mencari dan memperoleh langkah-langkah yang sistematik iaitu dimulaidengan pengumpulan data, mengolah, mentafsir data, menguji data sehinggalahkepada penarikan kesimpulan.Selain itu, sebelum melakukan segala jenispenyelidikan berkaitan, seorang penyelidik seharusnya menguasai unsur-unsurpenyelidikan berkaitan, hal ini adalah kerana pemahaman awal penting untukmemandu kepada kajian yang lebih terperinci. Secara ringkasnya, usaha samamahupun kerjasama di antara ahli arkeologi dan ahli sejarah amat pentingkerana masing-masing memainkan peranan dalam meningkatkan tamadunyang sudah lama tersembunyi.

RUJUKANAbdul Rahim Abdul Rashid. 1999. Pendidikan Sejarah : Falsafah, Teori Dan

Amalan. Kuala Lumpur : Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd.Akhiar Pardi & Shamsina Shamsuddin. 2011. Penghantar Penyelidikan Tindakan

Dalam Penyelidikan Pendidikan . Kuala Lumpur : PenerbitanMultimedia Sdn. Bhd.

Creswell, J.W. 2002. Educational Research – Planning, Conducting AndEvaluating, Quantitative And Qualitative Research. New Jersey : MerillPrentice Hall.

Jackson, W. 2002. Methods : Doing Social Research (ed. ke-3). Toronto : PrenticeHall.

Jamil Mukmin. 2005. Patriotisme Dalam Konteks Pembinaan Bangsa Malaysia.Belia Dan Patriotisme Malaysia. Dalam Hussain Mohamad. Melaka :IKSEP

Lim Chong Hin. 2007. Penyelidikan Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif danKualitatif.Kuala Lumpur : McGraw Hill Education.

Linn, R.I. & Gronlund, N.E. 2000. Measurement And Assessment In Teaching (ed.ke-8). New Jersey : Prentice Hall.

Page 215: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

200 Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang

Mak Soon Sane. 2010. Penyelidikan Dalam Pendidikan Perancangan DanPelaksanaan Penyelidikan Tindakan. Selangor : Penerbitan MultimediaSdn. Bhd.

Nathanson, Stephen. 1993. Patriotism, Morality And Peace. Lanham : Rowman& Littlefield.

Saat Md Yassin. 2006. Kaedah Kajian Dalam Kaedah Kajian Dalam Pendidikan.Kuala Lumpur : Open University Malaysia.

Page 216: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

201Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

Neo-nasionalisme dan nasionalisme merupakan dua ideologi yangseringkali sukar dibezakan dan difahami oleh segelintir kelompok. Definisidari nasionalisme kerap kali dibahaskan dan rata-ratanya mempunyai pelbagaipengertian daripada para tokoh namun berlainan pula dengan neo-nasionalisme. Adakah neo nasionalisme merupakan satu bahagian darinasionalisme? Apakah neo-nasionalisme merupakan ideologi ataukefahamanbaru setelah nasionalisme? Atau mungkin saja neo-nasionalismelebih dulu muncul sebelum kefahaman nasionalisme itu wujud?

Nasionalisme boleh dikatakan sebagai suatu kefahaman yangmenjunjung tinggi martabat dan identiti sebuah bangsa sertamengimplementasikannya dengan memberikan konstribusi kepada sesebuahnegara. Nasionalisme ini sering dihubungkaitkan dengan patr iotisme.Patriotisme inilah yang menjadi sebahagian daripada nasionalisme. Hal inikerana patriotisme merupakan gerakan heroik yang memberikan dedikasiterhadap bangsanya. Manakah yang lebih tinggi? Nasionalisme ataupatriotisme. Kedua hal ini tentunya berbeza dari segi posisi dan kedudukannya.Namun perlu kita sedari bahawa, nasionalisme dan patriostisme memilikipengertian, spekulasi dan juga perspektifnya yang tersendiri.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

NEO-NASIONALISME DAN NASIONALISMERully Putri Nirmala Puji, Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang

Corresponding author: [email protected]

Page 217: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

202 Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

Seorang penulis jurnalis Amerika, Sidney J. Harris mengatakanbahawa patriotisme ialah perasaan bangga terhadap negaranya atas apayang telah dilalui, diharungi atau dilakukan atas segala aspek yang sewajarnyadilakukan oleh sesebuah negara terhadap rakyatnya contohnya sepertimenjaga keamanan, kedaulatan, kebajikan dan banyak lagi. SedangkanNasionalisme pula adalah perasaan bangga terhadap negara tanpamempedulikan atas apa yang telah dilakukan. Argumentasi atau perdebatanyang pertama adalah menggambarkan perasaan terhadap tanggung jawab.Sedangkan argumen atau perdebatan kedua seperti yang dinyatakan diatasmerupakan perasaan angkuh dan kemungkinan impak daripada perkara inidikhuatiri boleh mengundang kepada terjadinya peperangan.

Hal ini dibuktikan dengan lahirnya satu ideologi baru setelahkemunculan nasionalisme. Kefahaman baru tersebut ialah chauvinisme.Ideologi chauvinisme merupakan kefahaman dari Nasionalisme yangberlebihan. Contohnya dapat dilihat yang terjadi di negara maju seperti Jepundimana setelah Jepun mengalami kekalahan di beberapa perang dunia,negara maju itu tidak berputus asa malah Jepun bangkit menjadi sebuahnegara yang memiliki nasionalisme yang tinggi. Mereka menanamkan cintaterhadap bangsanya hingga mendorong mereka untuk menanamkankebencian kepada negara-negara yang mengalahkannya. Sementara itu,Jepun juga memiliki target untuk dapat menyamaratakan kedudukan dan identitibangsa mereka setaraf dengan negara-negara yang menang perang waktuitu. Dengan itu, maka wujudlah chauvinisme baru impak daripada tindakantersebut.

Jepun ingin menguasai dunia dengan satu ideologi kuat mereka,iaitu ideologi Hakko Ichiu. Ideologi ini meyakini bahawa Jepun memilikitanggung jawab untuk memimpin dunia. Ideologi ini ditanamkan melaluisarana pendidikan yang mula diterapkan dari peringkat awal lagi. Setiap gurumemiliki kewajiban untuk mengajarkan dan menerapkan ideologi ini kepadapelajar. Salah satu implementasi dari ideologi ini ialah dengan membentukpasukan berani mati yang rela mengorbankan nyawa mereka demi menjagapertahanan negara. Pemulihan atau Restorasi Meiji merupakan suatugambaran implementasi dari ideologi ini. Dengan itu, Jepun banyakmelakukan perubahan terhadap sistem dan aturan kenegaraan demi

Page 218: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

203Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

menunjukkan per tumbuhan Jepun yang baru dan lebih maju sertabersistematik.

Nasionalisme banyak menghasilkan ideologi-ideologi baru yangmenjadi sebuah anti tesa menurut pemikiran Hegelian. Nasionalisme akanterus wujud dan terus berkembang sehingga ke hari ini walaupun berlakupelbagai pembaharuan dan penambahan serta perubahan dari segi bentuknasionalisme yang terdahulu dengan yang baru. Muhammad Ali menyebutkanbahawa nasionalisme masa kini lahir dengan variabel dan dimensi yanglebih kompleks daripada nasionalisme di masa lalu. Inilah yang disebutdengan Neo-nasionalisme. Neo-nasionalisme merupakan hasil daripadakewujudan Nasionalisme yang baru. Neo-nasionalisme merupakannasionalisme yang disesuaikan dengan konteks kekinian. Dengan perkataanlain, Neo-nasionalisme merupakan jelmaan dari Nasionalisme denganbentuk yang baru.

Jika kita renungkan lahirnya Nasionalisme adalah di kawasan AsiaTenggara, berasal dari dampak dekolonisasi. Persamaan nasib, penindasanpenjajah dan perampasan hak manusia merupakan faktor utama wujudnyaNasionalisme di kawasan ini. Nasionalisme di Asia Tenggara dipelopori olehthe founding father mereka sendiri. Sudah tentu setiap negara memiliki latarbelakang serta perspektif yang berbeza berdasarkan sejarah mereka sendiri.Namun mereka memiliki persamaan dari segi penindasan hak-hakkemerdekaan mereka. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya Nasionalismedi kawasan Asia Tenggara.

Nasionalisme pada pandangan mereka ialah mencintai bangsamereka dengan memperjuangkan hak-hak yang semestinya atau sepatutnyamereka perolehi. Nasionalisme yang demikian tentu sahaja mengalamiperubahan dan perbezaan dengan bentuk nasionalisme yang baru pada masakini. Hal ini karana nasionalisme masa kini ialah nasionalisme untuk mengisikemerdekaan, misi melanjutkan perjuangan dan menjaga kedaulatanbangsa. Lahirnya Neo-nasionalisme dikatakan dalam inti pati yang berbeza-beza. Namun perlu diperhatikan bahawa Neo-nasionalisme tetap memegangteguh prinsip Nasionalisme, walaupun dengan bentuk yang lain.

Untuk mengetahui perkembangan ideologi neo-nasionalisme, makakita perlu mengetahui terlebih dahulu bentuk-bentuk Neo-Nasionalisme di

Page 219: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

204 Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

beberapa negara. Berikut adalah lahirnya Neo-nasionalisme di Eropah.Mengingat kembali dilema peperangan besar yang telah terjadi sepanjangsejarah dunia, dapat dilihat di situ bahawa perang dingin merupakan salahsatu perang dunia yang banyak memberikan impak terhadap perubahanekonomi, perkembangan ilmu pengetahuan, dan pergeseran keadaan sosialmasyarakat. Dampak tersebut dapat kita rasakan hingga pada saat ini.Malah,yang lebih besar lagi, perang dingin memberikan dampak luas kepadapandangan-pandangan dan juga perubahan ideologi di seluruh dunia. Telahterbukti bahawa pengaruh perang dingin banyak kita temukan melalui pertikaiandua ideologi-ideologi besar iaitu liberalism dan comunism. Kesatuan Sovietdan Amerika berusaha merebut dan mendapatkan pengaruh masing-masingberdasarkan ideologi mereka di seluruh pelosok dunia.

Perang dingin yang terjadi sepanjang sejarah memberikan dampakyang sangat besar dalam merubah hubungan politik antara bangsa di dunia.Kontroversi antara kedua kefahaman besar iaitu komunisme dan liberalismetelah memprovokasi beberapa negara dan memberikan pengaruh-pengaruhideologinya kepada politik, perekonomian hingga sosial budaya kepada negarayang dipengaruhinya. Namun pada era kekinian, proses pertikaian danpersengketaan yang terjadi lebih menjurus kepada pertikaian yangmembandingkan antara ras, persaingan etnik, dan persaingan bangsa. Tidakdapat dinafikan bahawa kesemua ini merupakan hasil daripada kontroversidaripada dua kefahaman yang telah menanamkan pengaruhnya sehinggasekarang.

Pandangan Western Political Theorists yang menyebutkan bahawajurang antara negara-negara kuasa besar dan negara-negara berkembangdapat diatasi melalui program bantuan ekonomi. Sedangkan bagi kaumkomunis, mereka menganggap bahawa setelah dekolonisasi maka akan adafasanasionalis yang memiliki masa relatif singkat dan kemudian akanbertransisi ke komunisme. Di samping itu, kaum kapitalis juga menyebutkanbahawa perubahan kondisi barang-barang produks i dapat memberiketegangan kepada etnik dan agama. Ekkehart Krippendorff, (1965)menyebutkan bahawa hal ini yang diakui sebagai munculnya kaum Neo-nasionalis baru yang lebih khusus dan anti heterogenis dan anti multi kultural.

Page 220: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

205Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

Ekkehart Krippendorff, (1965) menyebutkan bahwa Neo-nasionalismepada era kini ialah merupakan sebuah kefahaman yang meninggi-ninggikanetnik, golongan dan juga kepentingan-kepentingan lain yang memihak. Neo-nasionalisme menumbuhkan fanatisme kelompok etnik dan agama di antaramereka. Neo-nasionalisme sedikit banyak dipengaruhi oleh Nasionalismeantagonis yang selalu diertikan sebagai kontradiksi antara suatu peraturansosial berdasarkan perekonomian Kapitalisme, dan lahirnya negara-negarabaru di bawah kawalan revolusi Komunis. Lahirnya ideologi Neo-nasionalismedalam bentuk moden pula dipengaruhi oleh percanggahan antara kefahaman-kefahaman yang diwarisi dari perang dingin.

Neo-nasionalisme di Eropah memiliki wajah baru dalam sistem politikdan pemerintahan. Hal ini dapat dilihat menerusi pergerakan parti-parti Neo-nasionalis tersebut. Eger dan Valdez (2014) menyebutkan bahawa terdapatfakta-fakta dan data-data empiris tentang isu-isu Neo-Nasionalisme yangberkembang di Eropah Barat. Isu terbesar ialah tentang perbezaan kedudukanparti politik radikal kanan dengan parti Neo-Nasionalis. Nampaknya Neo-nasionalisme menggunakan parti sebagai alat perjuangan mereka untukmengukuhkan ideologi Neo-nasionalisme dan melindungi hak-hak golonganneo-nasionalisme.

Kedua-dua parti tersebut berebut pengaruh dalam kerusi parlimenpolitik di Eropah Barat. Arzheimer, (2008) menyebutkan bahawa masyarakattidak akan termotivasi oleh pandangan-pandangan Neo-liberalis (golongankanan) yang menekankan kepada unsur kesejahteraan perekonomian,melainkan masyarakat akan lebih cenderung untuk memilih parti-parti yangbersifat nasionalis (golongan kiri) demi kesejahteraan rakyat. Golongan radikalkanan melahirkan sebuah sistem perekonomian yang dianggap tidakmengsejahterakan (Betz dan Johnson, 2004). Sistem perekonomian yangdimaksudkan ialah sistem perekonomian kapitalis. Sistem perekonomiankapitalis dianggap sebagai sistem yang tidak dapat menyelamatkan orang-orang kecil atau orang-orang bawah dari segi perekonomian. Sistem pelipatanmodal dan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan prinsip yang mutlakdari sistem perekonomian kapitalis. Siapa yang memiliki modal yang besar,maka dia yang akan menjadi penguasa dan sebaliknya. Sistem kapitalis tidak

Page 221: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

206 Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

sepenuhnya buruk, namun hal utama yang perlu diperhatikan ialah bentuk-bentuk persaingan mereka yang mesti dikawal pergerakannya.

Pada tahun 1970 hingga 2010 parti radikal kanan telah berubah secarakualitatif pada tahun-tahun terakhir. Parti radikal kanan kemudian tidak lagimenekankan kepada isu-isu ekonomi golongan kanan (liberal kapitalis). Padaawalnya parti ini menekankan kepada perdagangan bebas dan ortodoksiekonomi namun pada tempoh terbaru ini, parti ini mulai terjebak dengansistem perekonomian Nasionalis. Sebaliknya, parti-parti in i semakinmenyokong pengeluaran sosial dan redistribusi atau pengagihan semulakesejahteraan negara. Nampaknya parti in i sedar mengenai sis temperekonomian golongan kanan yang tidak mendapat simpati masyarakat. Olehkerana itu mereka berpaling haluan kepada perekonomian golongan kiri yanglebih sosial dan nasionalis.

Parti Neo-nasionalis mendapatkan pemilihan yang lebih banyakberbanding dengan golongan kanan di dalam parlimen. Hal ini terjadi keranabeberapa faktor. Faktor pertama iaitu mereka menentang isu anti imigransecara jelas. Isu imigran orang muslim ke Eropah merupakan isu yang sangatkontroversial dan masyarakat menginginkan tindakan yang jelas untukmenentang kedatangan imigran ini. Parti radikal kanan juga menentang haltersebut, namun aksi dan implementasi parti Neo-Nasionalis lebih jelas danbenar. Faktor yang kedua ialah kerana parti Neo-Nasionalis memiliki konsepkesejahteraan sosialis dan nasionalis bagi golongannya.

Bentuk Neo-nasionalisme di Eropah Barat lebih menekankan kepadapersatuan golongan yang anti multikulturalis, dengan perkataan lain yang lebihjelas adalah mereka lebih menekankan kepada satu golongan sahaja. Merekamencintai identiti bangsa mereka dengan menepikan etnik-etnik lain. Etnikyang menjadi pertentangan bagi kaum Neo-nasionalisme dan liberalism diEropah ialah kedatangan golongan-golongan radikal muslim. Sekaligus ianyamempengaruhi perkembangan Neo-nasionalisme di seluruh dunia pada ketikatu dan kesannya pada hari ini.

Hendropriyono (2008) dalam petulisannya menyatakan bahawa Neo-liberalis telah menjadi thesis dan universal Islam, radikalisme serta terorismemenjadi anti-thesis. Thesis dan anti thesis akan terus bertentangan antarasatu sama lain dalam dialektika sosial menurut gambaran Karl-Marx.

Page 222: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

207Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

Pertentangan kelas yang dimaksudkan ialah konflik antara golonganNeo-liberalisme dan Radikalisme muslim. Hal ini akan terus mewujudkanpercanggahan antara keduanya hingga lahirlah sebuah penyelesaian darikonflik kelas tersebut. Neo-nasionalisme muncul sebagai sintesis daripertentangan dua golongan tersebut.

Lahirnya Neo-nasionalisme di Eropah memiliki perbezaan dengankewujudan neo-nasionalisme di Jepun. Setelah meninjau bentukNasionalisme di Eropah, maka kita beranjak kepada perkembangan Neo-nasionalisme di Jepun. Pada tanggal 15 Agustus 2006, satu isu telah timbuldan menjadi bahan bualan di dalam kalangan masyarakat Jepun yangmengingatkan mereka kepada peristiwa bersejarah yang melanda Jepun padasuatu ketika dahulu. Kuil Yasukuni disebut sebagai simbol kekuatan fasismeJepang pada masa itu hingga ke saat ini. Kuil tersebut menyimpan abu parapahlawan perang dunia Ke II dan juga perang-perang sepanjang sejarah Jepun.Kunjungan oleh beberapa pejabat atau pihak-pihak berpengaruh dari Jepunke kuil Yasukini mengundang kepada pelbagai kontroversi.

Hal ini tentunya menimbulkan kontroversi daripada beberapa pihak,di satu sisi terdapat golongan penentang yang tidak setuju jika para atasanJepun melakukan kunjungannya ke kuil tersebut. Hal ini demikian kerana, kuiltersebut merupakan lambang dan simbol kekejaman perang yang telahdilakukan oleh Jepun sebagai bentuk Chauvisime (Nasionalisme yangberlebihan). Di satu sisi yang lain, mereka menganggap bahawa kunjungantersebut sangatlah perlu untuk mengenang jasa para prajurit atau pejuangperang yang gugur memperjuangkan bangsa Jepun dalam peperangan yangdihadapi pada suatu ketika dahulu.

Berita tentang kunjungan pihak atasan dari negara Jepun sepertiKoizumi yang menyandang jawatan sebagai Perdana MenteriJepun, JenderalHirohito dan Ketua Fuji Xerox yang juga pernah berkunjung ke kuil ini. GolonganNeo-nasionalis dan parti-parti atau badan-badan politik mengecam kerastindakan dari Perdana Menteri Jepun tersebut. Hampir kesemua golonganpolitik mahupun masyarakat di Jepun telah mengambil langkah denganmenyuarakan bentuk protes mereka melalui kemudahan media masa (MatthewKillmeier, 2014). Golongan Neo-Nasionalism secara tegas tidak menyukaikunjungan dari pejabat-pejabat tinggi dan golongan-golongan atasan Jepun

Page 223: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

208 Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

tersebut ke kuil Yasukuni. Golongan Neo-Nationalisme melakukan intimidasidan terorisme terhadap beberapa kunjungan petinggi Jepun tersebut.Kunjungan dari p ihak atasan Jepun dianggap sebagai usaha untukmenghidupkan kembali militerianisme dan sentimen nasionalis di Jepun.Kaum Neo-Nasionalisme Jepun merupakan golongan yang anti militeranisme.Mereka sangat mengecam tindakan-tindakan militeranisme Jepun yangdirasakan banyak melakukan penyimpangan.

Kaum Neo-Nasionalis sangat menghormati peranan kaisar. Kaisardisebut sebagai penjelmaan dewa dan perlu diperlakukan dengan hormatyakni sangat memuliakan atau menyanjung tinggi kewujudan kaisarberkenaan. Neo-nasionalis sangat memegang teguh kod ini. Oleh kerana itupihak Neo-Nasionalis cuba memanfaatkan peranan Jepun dalammenghentikan pengaruh media massa terhadap militeranis Jepang danberusaha menghindari segala isu bagi menghormati kaisar. Inilah yang disebutdengan Neo-Nasionalisme Jepun. Berdasarkan sudut pandang golongan Neo-nationalisme, mereka memanfaatkan isu-isu politik berupa kontroversikunjungan pihak atasan ke kuil Yasukuni yang dianggap sebagai jalan untukmengingatkan kembali memori publik tentang keganasan pejuang Jepunpada masa itu.

Nampaknya terdapat percanggahan pandangan ideologi dalamkalangan bangsa Jepun sejak bangsa ini dikenal sebagai bangsa yangberpandukan kepada Fasisme. Nasionalisme dan Fasisme Jepun sangatmeninggikan peranan militer pada ketika itu. Mereka beranggapan bahawauntuk menguasai dunia, mereka harus memiliki pertahanan dan militer negarayang kuat. Peranan kaisar pada masa itu menjadi lemah. Penguasa tertingginegara ialah dari golongan militer. Hal ini sekaligus memberikan impak positifmahupun negatif bagi perkembangan sejarah Jepun.

Dampak positifnya ialah, Jepun dapat memenangi beberapa perangdunia, malah Jepun juga turut diakui sebagai negara Asia pertama yangmemiliki persamaan derjat dengan bangsa-bangsa barat pada masa itu. Halini menjadi satu stigma khusus bagi Jepun dalam memprovokasikan bangsa-bangsa lain. Salah satu contohnya ialah slogan yang dibuat ketika pendudukanJepun di Indonesia. Jepun menggunakan slogan tiga “A” iaitu Nippon PelindungAsia, Nippon Cahaya Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Stigma yang demikian

Page 224: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

209Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

secara tidak langsung memberikan gambaran bahawa Jepun memilikichauvinisme yang sangat tinggi. Mereka menggunakan kekuatan fasismeuntuk menguasai dunia.

Dari sudut pandangan negatifnya pula ialah, Jepun dikenal sebagaibangsa yang otoriter. Bukan itu sahaja, bahkan Jepun juga turut dikenali sebagaibangsa yang memiliki kemiliteran paling kejam pada masa itu. Hal ini dibuktikandengan beberapa filem dokumenter mahupun dokumen-dokumen yangbanyak menjelaskan tentang keganasan militer Jepun saat Jepun menyerangbangsa Cina. Kini, wujud Nasionalisme baru yang telah tumbuh di wajah rakyatJepun. Mereka menginginkan kembali sejarah Kekaisaran yang dirasakanlebih demokratis. Mereka mencintai bangsa mereka dengan mempertahankannilai-nilai kepercayaan nenek moyang mereka dengan beranggapan bahawakaisar ialah jelmaan dewa yang menjalankan tugasnya untuk memerintahJepun.

Ideologi Neo-nasionalisme merupakan bentuk Nasionalisme yangbaru. Neo-nasionalisme berubah mengikut kesesuaian latar belakang sosial,politik dan perekonomian dunia. Lalu bagaimanakah bentuk Neo-nasionalisme di Indonesia?. Neo-nasionalisme di Indonesia ialah neo-nasionalisme dalam melawan kapitalisme dan liberalisme. Bangsa Indonesiasangat mengecam persaingan penanaman modal asing yang semakin harimenjadi tidak seimbang dan memihak golongan tinggi sahaja.

Selain itu, bentuk Neo-nasionalisme baru di Indonesia juga diwarnaidengan lahirnya kefahaman nasionalisme yang besifat lokaliti. Semakinbanyak bentuk Nasionalisme yang bersifat lokaliti, maka itu akan menimbulkangerakan-gerakan pemisah. Gerakan pemisah tersebut dapat kita lihat melaluikonflik pemisahan Aceh dan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Bentuk Neo-nasionalisme yang baru ini akan memberikan dampakyang berpanjangan bagi keutuhan sebuah negara. Oleh itu, kita perlu memberikesedaran kepada warganegara untuk kembali kepada haluan ideologipenyatu kita iaitu Pancasila.

Page 225: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

210 Rully Putri Nirmala Puji, dkk.

RUJUKANA. Aziz Deraman (ed.). 1978. Beberapa Aspek Pembangunan Kebudayaan

Kebangsaan Malaysia. Kuala Lumpur Kementerian Belia & Sukan.Abdullah Taib. 1984. Integrasi dan Polarisasi Mahasiswa Universiti di

Malaysia. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia.Doganay, Y. 2013. The Impact of Cultural Based Activities In Foreign Language

Teaching B2: Education Journal, 2 (4): 108-113.Furnival, J.s. 1956. Colonial Policyand Practice: A Comparative Study of Burma

and Netherands India. New Yorl: New York University Press.Hyman, H.H. 1959. Political Socalization. A Study in the Psychologyof Political

Behavior. New York: The Free Press.Kanik, F. 2010. An Assesment of Teachers’ Conseptions of Critical Thinking

and Practices for Critical Thinking Development at Seventh GradeLevel. Tesis Ph.D. Middle East Technical University.

Mahmud Khusairi Abdullah. 2000. Pengajaran Sejarah, Persediaan Guru,Matlamat Pengajaran dan Sikap Guru. Tesis Sarjana. Fakulti Pendidikan.Universiti Sains Malaysia.

Muhyiddin Yassin. 2011. Perutusan Hari Guru 2011. Kementerian PelajaranMalaysia.

Primoratz. 2002. Patriotism A deflationary view. The Phylosopycal Forum Vo.XXXIII, 443-457.

Page 226: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

211Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

PENDIDIKAN SEJARAH DAN PATRIOTISMEDI MALAYSIA

Abdul Aziz Abdul Rahman, Nor Liza Syahila Abd Muin, NursyazmimiSazali, Amylia Abdul Rahman

Corresponding author: [email protected]

PENDAHULUANPendidikan merupakan teras utama dan sangat penting dalam

mewujudkan semangat patriotisme dalam kalangan rakyat. Melalui peristiwa13 Mei 1969 telah membawa perubahan dalam sistem pendidikan negara.Perubahan ini dapat dilihat apabila sistem pendidikan telah tertumpu kepadamelahirkan warganegara yang lebih patriotik, toleransi, dan cintakan negara.Kementerian Pelajaran Malaysia juga telah merangka kurikulum yang menanamkesedaran individu, ciri-ciri, dan nilai rakyat Malaysia yang berfikiran terbuka disamping menolak sentimen perkauman, warisan, dan perbezaan sempit antaramereka. Langkah yang komprehensif juga telah dilakukan bagi memupuk nilaipatriotik merentasi kurikulum dalam pendidikan. Oleh itu, pendidikan perlumenekankan sentimen dan unsur-unsur patriotisme dalam pelbagai bentukseperti logo, lambang kebangsaan, lagu dan nyanyian, ketokohan, wiraman danwirawati, puisi, peninggalan sejarah dan sebagainya. Walau bagaimanapun,untuk menerapkan semangat patriotisme dalam pendidikan sejarah bukanlahsesuatu yang mudah. Hal ini kerana masih terdapat lagi isu-isu dalaman sepertiisu guru dan kurikulum dalam menerapkan semangat patriotisme dalampendidikan di Malaysia.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 227: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

212 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

KONSEP PATRIOTISMEPatriotisme dalam erti kata sebenar dapat dijelaskan sebagai semangat

atau perasaan cintakan atau sayangkan tanah air daripada dicemari oleh musuh-musuh yang ingin menjajah, merosakkan, atau menghancurkan budaya dalammasyarakat. Perasaan positif perlulah sebati dalam diri setiap individu dan perlumempunyai semangat untuk mempertahankan negara sehingga ke titisan darahyang terakhir. Walau bagaimanapun, semangat patriotisme ini mungkin tidakterhad kepada semangat cintakan tanah air semata-mata tetapi ia merangkumipelbagai aspek dalam kehidupan setiap manusia dan individu. Dalam hal ini,kita tidak hanya melaungkan kata-kata patriotisme semata-mata sebaliknya apayang kita akan lakukan untuk menunjukkan semangat sayangkan tanah airadalah paling utama.

Daripada segi konsep patriotisme itu sendiri, kita dapat lihat bahawaperkataan patriotisme adalah berasal daripada bahasa Greek, iaitu patriotesyang bermaksud fellow countrymen, ataupun rakan senegara dan patrice yangbermaksud fatherland atau country, iaitu merujuk kepada tanah air ataupunnegara. Patrio juga bermaksud orang mempertahankan (memperjuangkan)kebebasan atau hak tanah air atau pembela negara (Kamus Dewan dan OxfordEnglish Dictionary). Menurut New Webster’s Dictionary, patriot juga bererti orangyang cintakan tanah airnya dan akan melakukan apa sahaja demi untuknya.Oleh itu, seorang patriot dikatakan sebagai seorang yang cintakan negaranyadan akan membuat apa sahaja untuk mempertahankannya. Secara lebih jelaslagi patriotisme membawa pengertian individu atau kumpulan yang berada dihadapan dalam usaha untuk membela tanah air.

Menurut Abd Rahim (1999) patriotisme pada umumnya dikaitkan dengansemangat, perasaan, sikap, kesedaran, idealisme yang menyentuh soal-soalkebangsaan, kenegaraan, tanggungjawab, perjuangan, kecintaan, kesetiaan,pengorbanan, ketahanan diri, dan sumbangan warganegara terhadap negarabangsa dan agama. Patriotisme juga merupakan unsur ketahanan nasionalyang amat penting bagi meningkatkan komitmen dan tanggungjawab rakyatkepada bangsa dan negara. Unsur-unsur patr iotisme diterapkan untukmelahirkan rakyat Malaysia yang bertanggungjawab, bersemangat kekitaan,berdisiplin, berusaha, dan produktif ke arah mencapai matlamat dan aspirasinegara.

Page 228: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

213Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

Menurut Bill Totten (1998) menjelaskan patriotisme bermaksudsemangat cintakan negara dan bagi Bill tidak ada bangsa, keluarga, pasukandan kumpulan dalam apa bentuk boleh berfungsi dengan baik melainkansemua ahli cintakan negara. Patriotisme juga membawa erti fahaman ataupegangan dan kepercayaan yang menggabungkan individu, kelompok, danwilayah di mana kelompok tersebut menghuni. Ia melibatkan slogan dan simbolyang mencetuskan pengaruh yang kuat terhadap tingkah laku manusia. Ia seringkali dikaitkan dengan kesetiaan dan kecintaan seseorang terhadap negaranyasendiri. Seseorang itu dianggap patriot apabila tindakan dan amalannyamenepati ciri-ciri patriotisme yang berteraskan kecintaan dan kesetiaan kepadanegara. Patriotisme juga dijelaskan sebagai ‘as the more or less consciousconviction of person that his own welfare and that of the signifikant groups towhich he belongs are dependent upon the preservation or expansion (or both)of the power and culture of his society’ (Doob,1964).

Selain itu, jika kita menelusuri sejarah, semangat patriotismesebenarnya telah wujud sejak dahulu lagi iaitu sejak zaman purba. Walaubagaimanapun, semangat itu tidak disebut sebagai patriotisme sebaliknyamenyebut sebagai etnosentrisisme iaitu menunjukkan ke arah pemupukanperasaan cintakan tanah air, menggalakkan perpaduan rakyat iaitu berdasarkanikatan keturunan dan kebudayaan serta menyemai semangat menentangpencerobohan kuasa-kuasa asing. Oleh itu, kita dapat lihat bahawa elemen-elemen yang terdapat dalam etnosentrisisme mempunyai titik persamaandengan patriotisme. Di Malaysia, sejarah kebangkitan bangsa daripadadibelenggu penjajahan untuk membentuk negara yang bebas merdeka danmemperlihatkan perjuangan sesuatu bangsa telah mula ditunjukkan olehgenerasi terdahulu. Pada waktu itu, mereka sanggup berkorban demimempertahankan negara dan ini adalah contoh yang patut dihidupkansepanjang masa. Pengkaji sejarah telah melihat bahawa semangat patriotismedi Malaysia bermula sejak zaman Melaka dan semakin meningkat pada abadke 17 (Abdul Latif Abu Bakar, 1996).

Semangat patriotisme bukanlah wujud secara semula jadi di dalamdiri seseorang individu sebaliknya semangat itu perlu disemai dan dipupuk.Dalam hal ini, Primoratz (2002) telah membahagikan patriotisme kepada duabahagian iaitu value - based patriotism dan egocentric patriotism. Value- basedpatriotism adalah kecintaan dan kesetiaan seseorang itu terhadap negaranya

Page 229: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

214 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

adalah disebabkan faktor-faktor tertentu dan boleh memberi keuntungan dankepentingan kepada rakyat seperti pencapaian negara dalam aspek ekonomidan juga keistimewaan lain yang terdapat dalam negara tersebut. Oleh itu, negarayang mempunyai ciri-ciri sedemikian memang patut ditaati. Egocentric patriotismpula adalah kecintaan dan kesetiaan seseorang itu terhadap negaranya semata-mata kerana “itulah negaranya”, dan bukan disebabkan oleh keupayaan negaraitu memberikan pencapaian dan keistimewaan tertentu kepada dirinya. Oleh itu,kita dapat lihat bahawa cinta sejati kepada negara merujuk kepada egocentricpatriotism. Individu-individu yang egocentric patriotism akan melakukan apasahaja terhadap negaranya tanpa mengharap dan menagih sebarang ganjaranatau imbuhan kerana memegang prinsip “itulah negaranya”. Namun, bagi individuyang lebih ke arah value-based patriotism pula akan memperlihatkan diri merekaseolah-olah tidak ikhlas dalam meletakkan kecintaan dan kesetiaan kepadanegara kerana apa yang dilakukan oleh mereka adalah berpaksikan kepadakepentingan-kepentingan yang bakal diperoleh daripada negara (Ku Hasnita,2007).

PENDIDIKAN SEJARAH DAN PATRIOTISMEPendidikan menurut kamus dewan edisi keempat (2007) adalah merujuk

kepada perihal mendidik. Manakala, istilah patriotisme bermaksud perasaanbangga dan cintakan kepada negara serta kesediaan berkorban apa sahajademi kepentingan negara (Berns,1997). Oleh yang demikian, pendidikan danpatriotisme merujuk kepada pendidikan ke arah membangkitkan semangatpatriotisme sama ada dijalankan secara formal mahupun tidak formal. Sejarahjuga berperanan dalam meningkatkan sosialisasi dan kesedaran politik dalamkalangan generasi muda, mengukuhkan semangat nasionalisme yangmerupakan unsur penting ke arah pembentukan ciri-ciri negara yang baik danmerupakan wadah yang terbaik untuk mengajar dan mendidik generasi baruyang bakal memimpin negara. Pendidikan sejarah penting khususnya buku-buku sejarah yang mencatatkan peristiwa sejarah dan kejayaan masa silamnegara dengan tujuan memupuk semangat patriotisme dan kebanggaan terhadapnegara.

Jika kita melihat di negara-negara luar seperti di Amerika, merekasangat menitik beratkan pendidikan patriotisme. Contohnya melalui kajian

Page 230: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

215Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

Easton dan Hess (1962) iaitu kanak-kanak yang berusia tiga tahun telahdidedahkan dengan pendidikan patriotisme iaitu melalui subjek politik disekolah dan apabila kanak-kanak ini berusia tujuh tahun pengetahuan merekamenjadi mantap. Pendidikan patriotisme pada peringkat awal adalah melaluihal ehwal persekitaran dan pengenalan mereka tinggal di kawasan tertentudalam sesebuah negara. Seterusnya, mereka akan mula mengajar mengenaipengenalan kepada simbol-simbol yang dapat dilihat seperti polis, presiden,dan bendera negara. Apabila kanak-kanak ini berusia sepuluh tahun. Merekaakan didedahkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak seperti hakbersuara, sistem demokrasi, kebebasan sivil, dan peranan warganegaradalam sistem politik. Melalui pembelajaran politik di peringkat kanak-kanakberupaya untuk melahirkan kesedaran patriotisme dalam kalangan kanak-kanak di Amerika Serikat.

Jika kita melihat di Malaysia pula, pendidikan kita sememangnyamenyediakan satu platform yang kondusif untuk memperkukuhkan semangatpatriotisme. Kita dapat lihat pendidikan telah bermula daripada peringkat prasekolah, sekolah rendah, sekolah menengah sehinggalah ke peringkat institusipengajian tinggi. Oleh itu, semangat patriotisme telah dilaksanakan secarabertahap-tahap dalam tempoh jangka panjang, konsisten, dan sistematik.Penyemaian serta pengukuhan semangat patriotisme terkandung dalam sukatanpelajaran subjek-subjek tertentu malah merentasi kurikulum seperti subjekBahasa Malaysia, Bahasa Inggeris, Kajian Tempatan, Sejarah, Pendidikan Moral,Pendidikan Sivik, dan Pendidikan Seni Visual. Hal ini sesuai dengan aspirasiFalsafah Pendidikan Negara untuk melahirkan generasi yang seimbang daripadaaspek intelek, emosi, jasmani, dan rohani.

Walau bagaimanapun, menurut Abd.Rahim, pendidikan sejarahmerupakan satu mata pelajaran teras yang dipelajari di sekolah-sekolah dandiharap dapat mencorakkan perubahan yang dinamik bagi tujuan membentukwarganegara yang celik sejarah di samping membina wawasan hidup yangbersifat patriotik dalam kalangan generasi muda. Selain itu, semangat patriotismejuga boleh diaplikasikan daripada aspek aktiviti berkomuniti dan sukan sepertipasukan pengakap, kadet polis, kadet bomba, Palapes, dan pelbagai kelab-kelab sukan. Sebagai nilai tambah, pelbagai peringkat institusi pendidikan awamkhasnya turut mempunyai program memperkasakan semangat patriotisme

Page 231: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

216 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

dalam kalangan warga pendidik seperti Sambutan Bulan Kemerdekaan danKempen Antidadah. Malah di sekolah, lagu Negaraku, lagu sesebuah negeri,Rukun Negara akan dinyanyikan dan diikrarkan serta bendera akan dikibarkansetiap kali perhimpunan pada hari Isnin atau perhimpunan-perhimpunan rasmi.Oleh yang demikian, mekanisme pendidikan iaitu pendidikan sejarah berperanansebagai agen menanam serta mengembangkan lagi doktrin patriotisme dalamkalangan warganegara negara kita. Namun, walaupun pendidikan sejarah danpatriotisme telah diterapkan di dalam diri pelajar selama 13 tahun, ternyatapenghayatan semangat patriotisme dalam kalangan pelajar masih lagi longgardan berada pada tahap yang sederhana (Rizal Uzir, 2002).

Tambahan pula, kita perlu sedar bahawa golongan pelajar adalah satugolongan yang besar dan istilah besar ini membawa erti yang luas danmenunjukkan bahawa golongan ini adalah golongan yang berpengaruh keranapelajarlah yang mewakili masa depan negara. Selain itu, golongan pelajarmerupakan golongan yang senang dipengaruhi dan mudah dicabar. Pelajarjuga mudah untuk terpengaruh dan memerlukan bimbingan tertentu. Tanpabimbingan mereka senang menjadi sasaran bermacam-macam unsur negatifyang pasti timbul selari dengan perubahan yang berlaku. Menurut Tajul AriffinNordin (1985), menyatakan patriotisme luntur dalam kalangan pelajar adalahdisebabkan oleh kemewahan hidup. Matlamat utama pembangunan adalahdalam sektor pembangunan berasaskan sains dan teknologi, nilai-nilaikebendaan, kekayaan, dan kemewahan diletakkan terlalu tinggi dari nilai-nilaiagama, moral, akhlak, sejarah, dan negara. Oleh yang demikian, tidak hairanlahapabila mereka telah memperoleh kekayaan dan kemewahan, sikap dantanggungjawab terhadap negara dilupakan. Fenomena ini benar berlaku diseluruh negara.

ISU-ISU PENDIDIKAN SEJARAH DAN PATRIOTISMEPatriotisme dan pendidikan Sejarah sering kali dikaitkan bersama. Hal

ini demikian kerana, pendidikan sejarah dikatakan dan dianggap dapatmenerapkan patriotisme dalam kalangan murid. Pandangan ini tidak salah.Bahkan, pandangan ini juga banyak dikemukakan oleh sarjana-sarjana sebelumini, dan juga sering kali dikemukakan dalam kajian-kajian yang telah banyakdilakukan. Sebagai contohnya, banyak kajian yang dijalankan meninjau tentang

Page 232: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

217Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

penerapan patriotisme melalui pendidikan sejarah. Pendidikan sejarah memangdapat menyalurkan semangat cinta akan tanah air dalam diri murid. Namundemikian sama ada sedar atau tidak, sebenarnya di antara patriotisme danpendidikan sejarah itu masih lagi wujud isu-isu yang menjadi jurang yang tidakakan memungkinkan usaha penerapan patriotisme dilakukan melalui pendidikansejarah. Beberapa perkara utama, jika tidak diselesaikan, akan sentiasaberbangkit menjadi polemik dalam usaha penerapan patriotisme melaluipendidikan sejarah. Pertamanya ialah soal kurikulum sejarah yang digubal olehpihak kementerian, soal guru-guru yang mengajar mata pelajaran sejarah danjuga soal patriotisme itu sendiri yang dikatakan dijadikan alat propagandakerajaan yakni parti yang memerintah. Jadi, penulisan ini akan menyingkap isu-isu ini untuk dibincangkan.

Kurikulum Pendidikan Sejarah Tidak SeimbangIsu paling utama yang timbul dalam usaha menerapkan patriotisme

melalui pendidikan sejarah ialah kurikulum. Kurikulum pendidikan sejarah yangtelah digubal oleh kementerian pendidikan Malaysia melalui pusat perkembangankurikulum kementerian tersebut, disifatkan tidak memenuhi keperluan yangdiperlukan untuk memupuk patriotisme. Hal ini disebabkan oleh kurikulum yangdigubal disifatkan berat sebelah kepada satu-satu kaum. Ia tidak bersifat inklusifkepada semua kaum. Beberapa penulisan sebelum ini turut mengetengahkansoal kurikulum yang berat sebelah ini. Misalnya, Ahmat adam (2014) dalamPendidikan sejarah di Malaysia dewasa ini: sejauh manakah ia relevan kepadapembinaan nasion?, menyifatkan bahawa kurikulum pendidikan sejarah diMalaysia bersifat Malay Centric. Hal ini adalah demikian, kerana banyak sejarahberkaitan bangsa Melayu dimasukkan ke dalam buku-buku teks sekolah untukdipelajari oleh semua murid sedangkan sejarah berkaitan bangsa-bangsa lainkurang.

For example, Kapitan Cina Yap Ah Loy played a major role in thedevelopment of Kuala Lumpur as a commercial and tin-mining centre butthe Form Two history textbook had only one sentence on Yap as “ one ofthe persons responsible for developing Kuala Lumpur.”(dbctan.blogspot.com/2011/01/malaysian-history-textbookswhose.html)

Page 233: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

218 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

Keadaan ini akan menyebabkan wujudnya reaksi negatif dalam kalanganmurid bukan berbangsa Melayu. Mereka akan fikir dan beranggapan bahawasejarah adalah mata pelajaran tentang sejarah bangsa Melayu sahaja danbukannya tentang sejarah Malaysia yang meliputi semua bangsa dan kaum.Keadaan ini juga akan menyebabkan ketidakwujudan ‘sense of belonging’ dalamkalangan murid bukan Melayu, yang mana sekaligus ia akan menjejaskan usahapenerapan patriotisme dalam diri semua pelajar amnya kepada generasi yangakan datang. Sense of belonging atau rasa kesepunyaan adalah penting dalampenerapan patriotisme walau di negara mana pun ia cuba diterapkan. Ia adalahsatu rencah utama yang perlu jika mahu menyemai semangat patriotik terhadapnegara. Rasa kesepunyaan ini perlu ditimbulkan dan dilahirkan terlebih dahulusebelum dapat melahirkan semangat patriotik. Melalui pendidikan sejarah, iadiyakini dapat dilahirkan dan menjadi satu platform yang terbaik dalammenerapkan unsur patriotisme dalam kalangan warganegara Malaysia. Namun,jika pendidikan sejarah banyak tertumpu pada satu kaum sahaja, dan dalamkonteks di Malaysia ialah kaum Melayu, maka rasa kesepunyaan ini pasti sukaruntuk ditanam. Kaum-kaum lain akan berasa mereka bukanlah kaum yang diiktirafdalam negara ini dan bukanlah kaum yang perlu ada di dalam negara keranasumbangan dan peranan yang dimainkan oleh kaum mereka sebelum inidiketepikan dalam sejarah.

Setiap kaum mempunyai tokoh-tokoh yang telah berjuang untukkemerdekaan dan kemajuan negara. Sumbangan kaum, masyarakat dan tokohyang terlibat dalam perkembangan sejarah negara harus dicakupi secaramenyeluruh dan bukannya dipilih (selected) (Ahamad Rahim et.al). Pengajaransejarah negara akan mudah dihayati atau menjadi lebih menarik bagi para siswaMalaysia jika sifat inklusif semua suku, etnik, atau ras dalam proses pembinaannegara bangsa disisipkan (Ahmat Adam, 2014). Tema “sejarah pembangunanekonomi” yang boleh memperlihatkan penyertaan dan penglibatan bangsamisalnya, adalah sangat penting dalam sejarah negara, tetapi sayangnya temaini hanya diberikan sedikit penekanan sahaja.

Tema ini adalah salah satu contoh yang jelas dalam memperkatakantentang kurikulum pendidikan sejarah yang berat sebelah dan tidak mencakupisemua kaum, di samping beberapa tema lain. Hal ini patut dipandang seriusoleh pihak kementerian. Kurikulum sejarah yang berat sebelah ini bukan satuisu yang sengaja ditimbulkan untuk mengganggu gugat usaha penerapan

Page 234: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

219Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

patriotisme tetapi sebaliknya mencelikkan semua pihak bahawa kurikulumsejarah tidak relevan bagi proses pemupukan patriotisme disebabkan olehkeadaan perancangan kurikulum yang berat sebelah itu.

PROFESIONALISME GURU SEJARAHSelain soal kurikulum sejarah, isu yang wujud antara patriotisme dan

pendidikan sejarah juga ialah melibatkan isu guru. Guru adalah pelaksanakepada dasar atau usaha yang dilakukan oleh pihak kementerian, juga kerajaan.Dalam usaha memupuk patriotisme dalam kalangan murid sekolah, guru adalahagen penting yang akan melaksanakan usaha tersebut. Guru adalah orang yangbertanggungjawab untuk memupuk dan menyemai patriotisme dalam diri anak-anak bangsa ini. Oleh yang demikian, guru haruslah sentiasa bersedia danberkemahiran dalam memupuk patriotisme. Namun, situasi yang terjadi ialahguru tidak seperti yang diharapkan dan guru juga gagal untuk memupukpatriotisme seperti yang diharapkan. Situasi ini terjadi disebabkan oleh beberapasebab dan dalam penulisan ini, pengkaji ingin membincangkan dua sebabyang utama iaitu disebabkan oleh kemahiran guru dan juga disebabkan olehfaktor peperiksaan. Dari segi kemahiran, ia sangat berkait dengan kemahiranpedagogi guru dan pengetahuan guru tentang kandungan sejarah yang diajar.

Guru yang kurang mahir dalam ilmu pedagogi menyebabkan prosespengajaran dan pembelajaran menjadi kaku dan hambar. Keadaan inimenyebabkan peranan guru dalam menarik minat pelajar untuk belajar gagal.Hal ini dibuktikan dalam beberapa kajian sebelum ini. Sebagai contohnya, kajiandijalankan oleh Magdeline Anak Nor & Zamri Mahamood (2014), yangmenyatakan bahawa guru yang berilmu pengetahuan tinggi, tetapi gagal untukmenyalurkan ilmunya kepada para pelajar sering disebut sebagai ‘guru syoksendiri’. Abdul Rahim (2001), pernah menyifatkan tugas paling mencabarseorang guru ialah untuk melahirkan pelajar yang mempunyai minat yang tinggidan seronok untuk belajar. Pengajaran guru yang bersifat indoktrinasi dan tidakkreatif, bercorak sehala dan tidak mewujudkan peluang interaksi antara gurudan pelajar menyebabkan proses pengajaran membosankan (Ahamad Rahimet.al). Keadaan ini akan menyebabkan hilangnya minat dalam diri para pelajaruntuk mempelajari sejarah. Kehilangan minat untuk mempelajari sejarah

Page 235: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

220 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

menyebabkan nilai-nilai yang mahu diterapkan melalui mata pelajaran sejarahitu, seperti patriotisme tidak dapat diterapkan.

Pengetahuan guru yang mengajar mata pelajaran sejarah ini jugamenjadi punca wujudnya jurang dalam penerapan patriotisme dan pendidikansejarah. Ramai guru yang mengajar sejarah bukan hanya terdiri daripada guru-guru bukan opsyen tetapi juga guru-guru sandaran yang tidak memahamimatlamat sebenar pendidikan sejarah. Malah ada di antara mereka yang tidakmenguasai isi kandungan yang disampaikan dengan baik. Hal ini mengakibatkanpenyampaian maklumat kepada pelajar menjadi kurang tepat (Ahamad Rahimet.al). Hal ini juga turut mengakibatkan penyaluran nilai-nilai patriotisme akanterbantut. Oleh itu, kemahiran pedagogi guru dan pengetahuan guru perludipandang serius. Selain itu, isu guru juga timbul dalam usaha penerapanpatriotisme melalui pendidikan sejarah kerana guru dikatakan lebih banyakmenekan pelajar dengan soal-soal peperiksaan lalu menyebabkan penerapannilai patriotisme kurang atau mungkin terlepas pandang. Namun, ia bukannyasalah guru seratus peratus. Sebaliknya kesalahan ini juga harus disandarkankepada sistem pendidikan yang berorientasikan peperiksaan. Guru terlalumenekankan tentang kecemerlangan dalam peperiksaan termasuklahcemerlang dalam mata pelajaran sejarah. Terutamanya, apabila sekarang matapelajaran sejarah menjadi mata pelajaran wajib lulus di peringkat SijilPeperiksaan Malaysia (SPM).

Oleh itu, guru banyak menekankan pembelajaran yang mana berkaitansegala fakta yang perlu diketahui oleh pelajar supaya pelajar dapat menjawabpeperiksaan dengan baik dan seterusnya lulus dengan cemerlang. Tanpadisedari, ini menimbulkan kebosanan dalam diri para pelajar sekaligusmenghilangkan minat dalam diri pelajar untuk belajar sejarah. Malah, tanpadisedari juga, ia turut membuatkan guru mengesampingkan tugas menerapkannilai-nilai seperti patriotisme dalam diri para pelajar.

PENDIDIKAN SEJARAH DAN PROPAGANDAPropaganda bermaksud cara atau tindakan untuk menghebahkan

penerangan, ajaran, fahaman dan lain-lain kepada orang ramai. Propagandajuga membawa maksud penerangan atau penyiaran ideologi, faham, pendapatdan lain-lain yang dihebahkan untuk mempengaruhi orang ramai. Manakala

Page 236: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

221Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

bagi Ahmat Adam (2014), istilah propaganda merujuk kepada ikhtiar untukmenyampaikan informasi atau maklumat dalam bentuk bias (serong), yangbersifat mengelirukan, dan digunakan untuk mendukung suatu tujuan politikatau sudut pandangan tertentu. Ringkasnya, propaganda adalah satu tindakanyang boleh mempengaruhi pendirian, pemikiran, dan kepercayaan seseorangdan masyarakat.

Pendidikan sejarah dikatakan sebagai alat propaganda pihak kerajaanyang memerintah yang mana menerusinya disalurkan nilai-nilai ketaatsetiaandan juga patriotisme ke dalam diri anak-anak bangsa. Hal ini timbul adalahkerana nilai-nilai yang disalurkan ini dijadikan matlamat pendidikan sejarah diajarkan kepada murid di sekolah, dan matlamat pendidikan sejarah ini adalahberbeza dan bertentangan dengan falsafah ilmu sejarah yang sebenar.

Matlamat pendidikan sejarah adalah untuk melahirkan warganegarayang patriotik dan taat setia kepada negara. Sedangkan, falsafah ilmu sejarahyang sebenar adalah bermatlamat mencari dan menunjukkan kebenaran.Sejarah bukan untuk patriotisme tetapi adalah untuk tujuan menyelidik danmengkaji kebenaran. Namun, sejarah dalam konteks pendidikan hari inidigunakan untuk menerapkan patriotisme. Ia tidak salah, kerana patriotismememang boleh diterapkan melalui pendidikan sejarah.

Namun, jika patriotisme yang diterapkan itu adalah melalui sejarahyang salah dan bukannya sejarah yang benar, ia adalah salah. Jika sejarah yangdiajarkan adalah sejarah yang bukan benar-benar sejarah, maka timbullah isudi mana sejarah dan patriotisme yang cuba disemai adalah alat propaganda.Pastinya, alat propaganda kerajaan yakni parti yang memerintah, yang manaparti yang memerintah cuba untuk menggunakan sejarah untuk menyemaipatriotisme dan taat setia kepada parti mereka dan bukannya pada negara.

Historian Dr Ranjit Singh Malhi, who has written some revision books,recently pointed out that not only do the secondary school history textbookscontain exaggerations and mistakes, but they also “been used to promotepolitical interests.” (dbctan.blogspot.com/2011/01/malaysian-history-textbookswhose.html)

Bagi pengkaji, stigma ini terjadi kerana terdapat beberapa fakta sejarahdi dalam buku teks yang mengelirukan. Bahkan, ia juga boleh dikatakan berlakukerana peranan parti yang memerintah banyak dimasukkan ke dalam buku teks

Page 237: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

222 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

dan ia seolah-olah diagung-agungkan. Misalnya dalam usaha penentanganpenjajah, perjuangan kemerdekaan dan juga dalam usaha pembangunannegara. Banyak jasa-jasa parti yang memerintah diketengahkan berbandingparti lain yang wujud yang semestinya turut juga memberikan sumbangantersendiri. Keadaan ini membuatkan timbulnya isu yang mendakwa bahawasejarah adalah satu alat propaganda pihak kerajaan yakni parti yang memerintah.Semangat patriotik dan taat setia yang diterapkan melalui pendidikan sejarahini didakwa bukanlah semangat patriotik dan taat setia kepada negara,sebaliknya kepada parti yang memerintah dan menjadi kerajaan.

PENERAPAN SEMANGAT PATRIOTISMEPatriotisme sering didefinisikan atau dihubungkan dengan perkara yang

berkaitan dengan kesetiaan dan kecintaan terhadap negara sendiri. Seseorangwarganegara Malaysia boleh dianggap atau dikelaskan sebagai seorang yangpatriotik jika beliau mempunyai ciri-ciri seperti berteraskan kecintaan dankesetiaan kepada negara (Nik Anuar Nik Mahmud: 2002). Namun, sejak mutakhirini, semangat patriotisme kelihatan agak longgar di kalangan masyarakat keranapenghayatan dan semangat patriotisme tidak lagi dititikberatkan oleh masyarakatsekeliling. Patriotisme hanyalah sebagai ungkapan kata-kata sahaja namunsejauh mana penghayatannya masih lagi kabur. Oleh itu, penulisan ini telahmenyediakan pelbagai langkah untuk meningkatkan kembali semangatpatriotisme di kalangan masyarakat di Malaysia. Antaranya ialah melaluiPenggubalan Kurikulum Sejarah. Dari segi sorotan sejarah, Di Malaysia matapelajaran bersifat sejarah sememangnya telah wujud sejak zaman penjajahanBritish lagi namun mata pelajaran ini tidak mendalam hanya berteraskan kepadakurikulum British sahaja yang mana pada ketika itu sistem pendidikan di TanahMelayu lebih kepada perkauman sehingga selepas negara mencapai merdekapun sistem persekolahan masih lagi bercorak perkauman. Buktinya dapat dilihatdalam jenis persekolahan pada masa kini iaitu terdiri daripada persekolahanjenis Kebangsaan seperti Sekolah jenis Kebangsaan Cina (SJKC) dan sekolahjenis Kebangsaan Tamil (SJKT). Namun perubahan demi perubahan telahdilakukan oleh pihak Kementerian untuk memantapkan lagi sistem pendidikandi negara ini. Ini dapat dilihat selepas negara mencapai kemerdekaan sehinggakini. Pendidikan sering kali dianggap sebagai teras utama ke arah perpaduan

Page 238: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

223Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

nasional dan pemupukan kesetiaan dalam kalangan rakyatnya (Lee, Molly, 2002:hlm. 63; Chai Hon Chai, 1977). Rentetan daripada Peristiwa 13 Mei 1969 menjadianjakan kepada sistem pendidikan yang lebih tertumpu kepada melahirkanwarganegara yang lebih patriotik, toleransi dan cintakan negara bertunjangkanRukun Negara.

Dalam membincangkan mengenai penggubalan kurikulum MataPelajaran sejarah, kurikulum yang dirangka adalah bermatlamatkan untukmenanamkan kesedaran individu, ciri-ciri dan nilai rakyat Malaysia yang berfikiranterbuka di samping menolak sentimen perkauman, warisan dan perbezaan yangsempit antara mereka (Kementerian Pelajaran Malaysia, 1979). Tumpuankemudiannya adalah kepada melahirkan negara bangsa yang bersatu padudan pengukuhan kesetiaan dan patriotisme dalam kalangan generasi muda,khususnya pelajar sekolah. Dalam konteks ini, pendidikan Sejarah yang dirangkaakan memberikan tumpuan kepada pembinaan dan penyatuan bangsa Malaysiatidak kira berlainan kaum, bangsa ataupun agama kerana matlamatnya adalahsatu iaitu untuk membentuk perpaduan nasional dan semangat cintakan negarayang teguh di kalangan masyarakat. Jadi, sekolah merupakan agen sosialisasiyang penting dalam memainkan peranan bagi mencapai matlamat tersebutmelalui proses pengajaran dan yang bersifatkan kepada pemupukan cintakannegara melalui mata pelajaran yang khusus seperti Sejarah, Sivik dan KajianTempatan. Sistem pendidikan yang bercorak formal ataupun tidak formalternyata dapat menyediakan dan menyiapkan diri pelajar untuk menjalani hidupsebagai warganegara yang baik, produktif, bermoral, berdisiplin,bertanggungjawab dan seterusnya mempertahankan negara (Robiah danZahara: 1992).

Kepentingan kurikulum sejarah ini adalah untuk menyemai danmengukuhkan kembali semangat patr iotik dalam dir i individu keranasememangnya kita tahu, semangat patriotik yang ada dalam diri pelajar adalahsangat tipis dan akan tergugat pada bila-bila masa dan mudah terpengaruhdengan anasir luar yang mahu meruntuhkan perpaduan negara. Oleh itu,penyemaian serta pengukuhan semangat patriotisme terkandung dalam sukatanpelajaran subjek-subjek tertentu malah merentasi kurikulum seperti subjekBahasa Malaysia, Bahasa Inggeris, Kajian Tempatan, Sejarah, Pendidikan Moral,Pendidikan Sivik, dan Pendidikan Seni Visual amat berkesan bagi menanam

Page 239: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

224 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

kembali semangat patriotisme. Selain itu juga, di peringkat sekolah ini turutmenyediakan kurikulum yang bukan akademik kepada pelajar bagimemantapkan lagi semangat patriotisme dalam diri pelajar. Contohnya dapatdilihat dalam aktiviti kokurikulum yang ditubuhkan seperti pasukan Pengakap,Kadet Polis, Kadet Bomba, Palapes, dan pelbagai lagi yang mana tujuannyaadalah sama untuk meningkatkan semangat cintakan negara yang utuh kepadagolongan belia ini kerana seperti yang kita maklum, golongan ini sangat pentingkepada negara kerana mereka adalah golongan peneraju negara. Disebabkaninilah pelbagai kurikulum digubal untuk memantapkan semangat ini dalamkalangan pelajar dan belia di Malaysia.

Seterusnya dalam membincangkan mengenai kurikulum sejarah ini,penulis mendapati bahawa pendidikan Sejarah sememangnya penting dansewajarnya diajar di sekolah kerana dalam kandungan buku teks sejarahmempunyai dan mencatatkan pelbagai peristiwa penting tentang peristiwa masasilam negara iaitu tentang pendudukan Jepun dan penjajahan Barat iaitu British.Oleh itu, kepentingan mata pelajaran sejarah ini sememangnya perlu diterapkankerana dengan adanya sejarah pelajar akan lebih menghargai negara dan jugabangsa. Kenyataan ini turut disokong oleh Slater (1989) yang mengatakanbahawa kepentingan pendidikan sejarah membolehkan pelajar bukan sahajamemahami komuniti dan budaya, namun negara juga mengetahui masa lampaudan juga membolehkan kesetiaan negara dapat disemai. Sokongan kenyataanini juga dapat dilihat melalui Hadyn (1999) yang mana beliau sangat percayabahawa dengan adanya mata pelajaran sejarah ini akan melatih danmempengaruhi minda pelajar untuk menerokai sendiri tentang kehidupan danmembolehkan kesetiaan dipupuk di hati mereka.

Oleh itu, wajarlah Kementerian telah memperkenalkan mata pelajaranSejarah di sekolah rendah sejak tahun 2013 kerana mereka percaya bahawaPemupukan dan penghayatan nilai-nilai patriotisme harus bermula sejakdaripada sekolah rendah. Kenyataan ini turut dapat dilihat dalam Buku PanduanPemupukan Patriotisme Di Sekolah Rendah (Kementerian Pendidikan: 1994)yang mana kurikulum di sekolah rendah diperkenalkan adalah untuk menyemainilai-nilai patriotisme perlu diterapkan melalui kurikulum dan ko-kurikulum. Olehitu, subjek seperti Bahasa Melayu, Bahasa Cina, Bahasa Tamil, PendidikanMoral, Pendidikan Islam, Kajian Tempatan dan lain-lain subjek sekolah rendah,

Page 240: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

225Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

perlu diterapkan nilai-nilai patriotisme yang disepadukan melalui topik yang diajar.Begitu juga melalui ko-kurikulum seperti aktiviti sukan, lawatan sambil belajardan sebagainya. Manakala di peringkat menengah pula, kurikulum yang digubaluntuk tujuan penerapan nilai-nilai patriotisme dibuat melalui subjek Sejarah,Pendidikan Moral, Geografi, Pendidikan Islam dan subjek-subjek yang lain. Selainitu, di peringkat pendidikan tinggi pula, sama ada Universiti Awam atau swasta,penerapan nilai patriotisme dan sayangkan dapat diterapkan melalui akademikdan non akademik. Dari segi akademik Pendidikan patriotisme di peringkatInstitusi Pengajian Tinggi (IPT) yang khusus diperkenalkan semata-mata untukmemperkukuhkan semangat patriotisme adalah dapat dilihat melaluipengenalan subjek seperti subjek Kenegaraan dan Hubungan Etnik.

Dalam kandungan subjek-subjek tersebut, terdapat bab-bab tertentuyang mengkhususkan perbincangan tentang kepentingan perpaduan kaumdalam negara. Dalam konteks ini, sekiranya para pelajar belajar dengan penuhpenghayatan dan minat terhadap subjek-subjek sebegini, sudah pasti merekaakan menyedari akan kepentingan konsep persefahaman dan penyatuan yangmesti ada dalam jiwa masyarakat Malaysia. Manakala, dari segi Non Akademikdapat dilihat melalui penubuhan pasukan beruniform seperti Kor Setia Negarajuga perlu diwujudkan di setiap sekolah dan Institut Pengajian Tinggi (IPT) keranaia boleh digunakan sebagai landasan dalam menyampaikan memperkenalkanasas-asas patriotisme untuk jangka masa yang panjang. Kesemua inimenunjukkan pelbagai langkah telah dijalankan oleh pihak Kementerian dalammelaksanakan pelbagai aktiviti kurikulum dan ko-kurikulum daripada peringkatsekolah hingga IPT juga harus menerapkan unsur-unsur patriotisme dalamsetiap program dan agenda yang dijalankan secara bersama. Namun walaubagaimanapun, setelah melalui proses pendidikan yang sangat lama iaitu darisekolah rendah sehingga ke peringkat Pengajian Tinggi namun secara dasarnyadidapati semangat patriotisme di kalangan pelajar masih lagi lemah dan longgarwalaupun pelbagai kaedah dan kurikulum baru diperkenalkan oleh pihakKementerian (Rizal Uzir: 2002).

PERANAN GURU PENDIDIKAN SEJARAHGuru-guru Sejarah memainkan peranan yang sangat penting dalam

memupuk minat di kalangan pelajar terhadap mata pelajaran sejarah dan

Page 241: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

226 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

seterusnya menanam, menghayati dan mengamalkan unsur-unsur patriotikdalam kehidupan mereka. Guru merupakan seorang individu yang berpotensidalam menunjukkan kualiti pengajaran yang baik, mementingkan kemajuandan pencapaian pelajar, dapat menjadikan pengajarannya menarik minat dandisukai pelajar. Ini merupakan aset yang penting kepada sekolah. Sebagaiseorang guru sejarah, seseorang guru itu perlu menguasai dan mempunyaiilmu pedagogi yang tinggi iaitu berkeupayaan dalam menyampaikan maklumatdan fakta dalam pelbagai kaedah yang akan digunakan sama ada daripadasumber audio mahupun sumber verbal. Hal ini adalah kerana untuk menarikminat pelajar untuk meminati sejarah dan apabila pelajar telah suka da meminatisejarah, mereka akan belajar dan mendalami ilmu-ilmu sejarah yangmemberikan pelbagai iktibar hasil daripada rentetan peristiwa masa lalu.

Di sini, kemahiran menguasai kemahiran empati sangat penting bagiguru sejarah kerana dengan adanya kemahiran empati dalam sejarah, pelajarakan dapat menggambarkan bagaimana sesuatu peristiwa masa lalu itu berlakukerana proses penyampaian maklumat kepada pelajar dapat dilakukan denganberkesan. Ini menunjukkan bahawa melalui latihan empati yang dijalankan olehguru, tingkah laku manusia di masa lampau dapat difahami dan dinilai untukmembolehkan pelajar memahami idea orang lain dan mengenal diri. Padamasa yang lalu, kebudayaan (Dance, 1970) dan warisan (Chaffer & Taylor, 1975)dapat difahami dan dimanfaatkan oleh pelajar supaya gagasan kenegaraandapat ditonjolkan. Justeru itu, peranan guru sebagai pemupuk nilai dalampengajarannya adalah cukup penting. Melalui pemupukan semangat patriotismeini sangat penting untuk memantapkan diri pelajar dari segi ketahanan mental,fizikal dan emosi yang akan membolehkan seseorang itu mampu dan berupayamenghadapi segala bentuk cabaran. Kekurangan nilai patriotisme dalam diripelajar akan memberikan kesan kepada rendahnya semangat juang dansemangat jati diri dalam diri mereka yang menyebabkan ada sesetengahdaripada mereka mudah menyerah kalah dan tunduk kepada sesuatu tekanan.

Seterusnya dalam membincangkan mengenai sesuatu topik yang diajardi dalam mata pelajaran sejarah, guru harus meluaskan perbincangannyadengan pelajar iaitu perbincangan perlu diperluaskan lagi dengan menekankankepada perkembangan dan sumbangan tokoh-tokoh dalam membebaskantanah air dari penjajahan dan membangunkan negara. Sebagai contoh, para

Page 242: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

227Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

pelajar perlu didedahkan dengan lebih serius sejarah perjuangan menentangpenjajah dan penceroboh seperti Tok Janggut, Dato Maharaja Lela, Datuk Sagor,Tengku Menteri (Ngah lbrahim), Long Jaafar, Dol Said dan Dato Bahaman,untuk melahirkan semangat patriotisme untuk anak bangsa kini. Denganpengetahuan yang sedemikian akan membuka minda dan pemikiran merekauntuk lebih menjaga kedaulatan negara terutamanya daripada ancaman luar.

Dalam melengkapkan penulisan mengenai patriotisme ini, penulis telahmerujuk pelbagai kajian yang telah dilakukan oleh penyelidik lain yang berkaitandengan semangat patriotisme ini. Penulis mendapati bahawa pengajaran guruterutama dalam konteks pengajaran sejarah perlu lebih teliti dan peka dalammenyampaikan dan menerapkan ilmu mengenai patriotisme. Penulisberpendapat masyarakat di Malaysia sama ada guru-guru, institusi-institusipendidikan, pelajar-pelajar, ibu bapa atau masyarakat umum harus meningkatkantahap kesedaran tentang cara penyampaian pengajaran mempengaruhi hasilpembelajaran dan perubahan yang positif perlu ada untuk mendapat hasilpembelajaran yang positif. Sebagai agen yang terlibat secara formal dalamsistem pendidikan negara, maka wajarlah rakyat Malaysia memberi pengharapankepada para golongan pendidik untuk terus berusaha menerapkan semangatpatriotisme ini di kalangan pelajar tanpa mengira erti putus asa. Hal ini demikiankerana kebaikan yang diperoleh oleh seorang individu dari sistem pendidikanyang diterima dapat menjadikan rakyat yang bersemangat patriotik dan pekaterhadap isu-isu negara. Contohnya dapat dilihat dalam rajah 1.1 yangmenunjukkan bahawa sememangnya pendidikan yang membawa kepadasemangat patriotisme adalah sangat penting untuk diterapkan dalam semuagolongan di Malaysia.

PATRIOTISME DAN MEDIA MASSASelain daripada peranan daripada pihak guru dan Kementerian,

peranan dalam bidang media massa juga turut berpengaruh dalam menerapkandan memantapkan lagi nilai patriotisme dalam kalangan rakyat di Malaysia. Halini adalah kerana, keterlibatan dan sokongan daripada media massa untukmendidik warganegara perlu diketengahkan juga kerana sedar atau tidak, negarakita kini mengikuti arus globalisasi di mana di tahap ini media massa merupakanagen yang sangat penting dalam mempengaruhi minda dan pemikiran

Page 243: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

228 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

masyarakat di negara kita agar terus menerus menanam sikap sayang dancintakan negara dengan iltizam yang kuat. Tidak dapat dinafikan bahawapengaruh media massa seperti media cetak dan media elektronik kedua-duamempunyai cara dan pendekatan yang tersendiri dalam menyampaikanmatlamat negara dalam menyemai semangat patriotisme melalui pelbagai cara.

Melalui media masa ini, penulis mendapati peranan media massa kinitidak kira sama ada bercetak atau elektronik memainkan peranan bagimembangkit dan memekarkan semangat patriotisme. Media massa perlumemperbanyakkan lagi penerbitan komik, cerpen dan filem yang berbentukpatriotik supaya melalui pembaca seperti komik, pelajar akan sedar dan tahubahawa untuk mencapai tahap ini, pelbagai peristiwa-peristiwa berdarah telahberlaku di mana ramai pejuang tanah air telah tumbang dalam menegakkankemakmuran negara. Seterusnya melalui media elektronik pula, pengarah-pengarah tempat seharusnya membina lebih banyak cerita menerbitkandokumentari tokoh-tokoh pejuang yang berunsurkan kepada penyemaiansemangat cintakan negara. Seterusnya sentiasa menayangkan filem-filembercorak patriotisme dan kesedaran seperti filem-filem seperti Sarjan Hassan,Bukit Kepong dan Leftenan Adnan. Selain itu juga, media elektronik pula perluselalu menyiarkan lagu-lagu patriotik, supaya asal usul kemerdekaan negaralebih dihargai dalam diri setiap individu di Malaysia.

PERANAN KOMUNITI, MASYARAKAT DAN BADAN-BADAN NGODalam menjayakan dan menerapkan semangat patriotisme dengan

berkesan ternyata bukanlah sesuatu perkara yang mudah kerana dalam soal ini,semua pihak harus berganding bahu dan bergabung dalam memainkan perananmasing-masing. Hal ini demikian kerana dengan sokongan daripada semuapihak akan memudahkan lagi dalam menyebarkan semangat ini keranakebanyakan masyarakat kita hanya tahu erti patriotisme sedangkan tujuan danmaksud patriotisme yang sebenar masih lagi perlu difahami dan kabur. Oleh itu,peranan bersama harus dilakukan dalam menjayakan semangat patriotismeini. Menerusi golongan belia, peranan pihak komuniti dapat dilakukan menerusiProgram Rakan Muda yang mana ia melibatkan semua golongan belia samaada golongan belia dari bukan Melayu juga harus terlibat sama. Di sini,penglibatan semua kaum adalah penting kerana walaupun berlainan kaum,

Page 244: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

229Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

agama dan bangsa namun kita semua tetap disatukan di bawah rumpun yangsama iaitu bangsa Malaysia. Jadi penerapan ini haruslah menyeluruh. Ini dapatmemastikan golongan muda terutamanya belia menguasai tahap jati diri yangteguh sama ada dari segi rohani, intelek dan juga jasmani.

Dalam membincangkan mengenai peranan NGO pula, golongan iniseharusnya lebih peka dan bergerak aktif dalam menyampaikan dan memupukkesedaran agar golongan masyarakat lebih mempunyai semangat sensitivitiyang tinggi apabila melibatkan soal kedaulatan negara, contohnya pihak NGOperlu mendedahkan masyarakat kepada program yang melibatkan aktivitikemanusiaan yang berbentuk patriotisme seperti menghulurkan bantuan denganmenjalankan aktiviti gotong royong perdana, menolong mangsa banjir,membantu dalam menjayakan program di rumah orang tua dan sebagainyaagar mereka lebih peka kepada semangat perpaduan pelbagai masyarakat diMalaysia. Selain Itu juga, pihak NGO perlu memperbanyakkan lagi program-program yang melibatkan kedaulatan negara seperti menjayakan lebih banyakprogram seperti Bulan Kemerdekaan, mengibarkan Jalur Gemilang dansebagainya bagi melibatkan semua golongan supaya turut menjayakan programini bersama. Dengan melakukan aktiviti bersama, ini sekaligus dapatmengeratkan hubungan silaturahim dan hubungan kekitaan di dalammasyarakat. Jadi sentimen perkauman, permusuhan dan hasad dengki dapatdielakkan. Dengan ini secara tidak langsung agenda penerapan patriotismedapat dilaksanakan dengan jayanya dengan bantu padu daripada semuagolongan masyarakat. Secara dasarnya ialah semua usaha dan langkah yangdisarankan ini adalah bermatlamatkan kepada pembinaan gagasan patriotismeyang utuh dalam mencapai wawasan 2020.

KESIMPULANKesimpulannya, patriotisme dan pendidikan sejarah sering kali dikaitkan

bersama terutamanya di Malaysia. Patriotisme diyakini dapat diterapkan melaluipendidikan sejarah. Hal ini demikian, kerana pendidikan sejarah mengandungiperistiwa-peristiwa lampau yang boleh memangkinkan perasaan cinta akantanah air. Misalnya, proses-proses yang dilalui negara dalam mencapaikemerdekaan, boleh mencambahkan dan menyalurkan semangat patriotikdalam diri murid-murid. Namun, beberapa isu yang wujud di antara usaha

Page 245: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

230 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

penerapan patriotisme melalui pendidikan sejarah itu haruslah diselesaikan.Misalnya, soal stigma sejarah sebagai alat propaganda, soal guru dan juga soalkurikulum sejarah yang tidak seimbang. Pendidikan sejarah haruslah telus.Sejarah yang diajarkan di sekolah dan sejarah yang digubal di dalam kurikulumharuslah benar dan bukannya tercipta hasil desakan mana-mana pihak. Sejarahyang diajarkan di sekolah juga haruslah benar-benar merangkumi apa yangsebenarnya berlaku pada masa lalu. Fakta-fakta yang ada tidak sewajarnyaditokok-tambah, diubah, diselewengkan atau ditutup bagi menjaga kepentinganmana-mana pihak. Murid patut diajar dan diberitahu tentang peristiwa sebenar.Hal ini supaya pembelajaran sejarah di sekolah adalah selaras dengan falsafahilmu sejarah itu sendiri yang mengkaji suatu kebenaran.

RUJUKANAbd Rahim Abd Rashid. 2001. Guru Sejarah Berkesan dan Bermotivasi Tinggi

dalam Pengajaran Sejarah dan Penerapan Patriotisme. Kertas KerjaPersidangan Kebangsaan Pendidikan Sejarah Ke Arah PembentukanWarganegara Patriotik. Kuala Lumpur: Kementerian PendidikanMalaysia.

Ahamad Rahim, Azwani Ismail, Abdul Razaq Ahmad, Zahara Aziz & Sharifah Nur Puteh. Kurikulum Sejarah ke arah pembentukan perpaduan kaum diMalaysia.

Ahmad Ali Bin Seman, Pemupukan Patriotisme Melalui Pendidikan MutikulturalDalam Pendidikan Sejarah Di Malaysia : Satu Tinjauan Perspektif. HistoryStudy, Politic and Strategy Center, Universiti Kebangsaan Malaysia

Ahmat Adam. 2014. Pendidikan Sejarah di Malaysia Dewasa Ini: Sejauh ManakahIa Relevan Kepada Pembinaan Nasion?. Dlm. Jurnal Kajian SejarahDan Pendidikan Sejarah. 2 (1). 101-114.

Azita Aminudin. 1995. Sosialisasi Politik: Nasionalisme–Patriotisme danKesedaran Politik di Kalangan Mahasiswa di Fakulti Sastera dan SainsSosial. Latihan Ilmiah, Universiti Malaya.

Berns,W. 1997. “On Patriotism”. Public Interest. Spring.Chaffer, J. & Taylor, L. 1975. History and The History Teacher. London: George

AUen.

Page 246: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

231Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

Chai Hon Chai. 1977. Education and Nation Building in Plural Societies: TheWest Malaysian Experience. Canberra: The Australian National University.

Dance, E. H. 1970. The Place of History in Secondary Training: A ComparativeStudies. London: Georg G. Harrap & Co. Ltd.

Dewan Bahasa dan Pustaka. 2007. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: DewanBahasa dan Pustaka.

Haydn, T. 1999. Citizenship and School History: In Defence of, or as a ProtectionAgainst The State, The School Field. Vol. X (3/4), 33-46.

Juriah Long. 1992. Aliran Dalam Pendidikan Menjelang Abad Ke-21. Bangi:Penerbit UKM.

Kementerian Pelajaran Malaysia. 1979. Laporan Jawatankuasa Kabinet. KualaLumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kementerian Pendidikan Malaysia. 1994. Buku Panduan Program PengukuhanPemupukan Patriotisme Sekolah Rendah.

Ku Hasnita Ku Samsu. 2009. Pengajaran Kenegaraan Malaysia. (Tidakditerbitkan).

Ku Hasnita Ku Samsu & Mohd Haizam Mohd Nor. 2011. Kepentingan Pendidikan Patriotisme Terhadap Warganegara Malaysia. Jati, Vol, 16, Disember,23-24.

Lee, M. N. N. 2002. Teacher Education in Malaysia: Current Issues & FutureProspects. In Teacher Education (ed). London, USA: Kogan Page Ltd.

Najeemah Md. Yusof. 2006. Konsep pendidikan. Pts profesional. Kuala Lumpur:Publishing sdn bhd.

Nik Anuar Nik Mahmud. 2002. Patriotisme Dalam Penulisan Sejarah. KertasKerja dibentangkan di Kongres Patriotisme Negara, di Institut LatihanKeselamatan Sosial KWSP, anjuran Biro Tatanegara dan Universiti UtaraMalaysia, Bangi pada 22 - 28 Oktober 2002.

Rizal Uzir. 2002. Nilai-Nilai Kewarganegaraan di Kalangan Pelajar SekolahMenengah Tinggi Kajang. Tesis Sarjana Pendidikan, Fakulti Pendidikan:UKM.

Page 247: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

232 Nor Liza Syahila Abd Muin, dkk.

Robiah Sidin & Zahara Aziz. 1992. Pendidikan Sivik Sejak Merdeka - SatuPenilaian. Dlm. Jaffar & Hazami Habib. Isu-Isu Dalam Pendidikan Sivik.Kuala Lumpur: Institut Kajian Dasar.

Shahril @ Charil Marzuki, Zainun Ishak, Lee Pau Wing, & Saedah Siraj. 1998.Pendidikan di Malaysia. Kuala Lumpur: Utusan Publications & DistributorsSdn. Bhd.

Slater, J. 1989. The Politics of History Teaching: a humanity dehumanised. London.Tajul Ariffin Noordin. 1985. Kedudukan Pengajaran Dan Pembelajaran Masa

Kini Dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan (dlm) Adnan HajiNawang. Pendidikan Dan Kewarganegaraan Di Malaysia. Kuala Lumpur:Gabungan Pelajar-Pelajar Melayu Semenanjung.

RUJUKAN ELEKTRONIKdbctan.blogspot.com/2011/01/malaysian-history-textbookswhose.html. Di akses

pada 29 Disember 2015. 12:05 am.prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=propaganda. Di akses pada 29 Disember 2015.

17:53 pm.

Page 248: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

233Norashikin Nawi, dkk.

ISU DAN CABARAN KURIKULUM PENDIDIKANSEJARAH DI MALAYSIA

Abdul Razaq Ahmad, Norashikin Nawi, Amni Syamimi Zaki, NoorNorazila Inai

Corresponding author: [email protected]

PENGENALANSejarah merupakan satu mata pelajaran teras yang wajib dipelajari

oleh semua murid dalam Kurikulum Standard Sekolah Rendah (KSSR) mulaitahun 4 di Tahap II. Hal ini bertujuan untuk menyemai kefahaman murid terhadapmata pelajaran sejarah di peringkat awal lagi agar murid memperoleh danmenguasai pengetahuan serta kemahiran sejarah dengan lebih jelas. Kurikulumsejarah bertujuan untuk menyatupadukan pengetahuan, kemahiran, elemenkewarganegaraan dan nilai-nilai sivik dalam pelaksanaannya di dalam dan diluar bilik darjah. Kandungan mata pelajaran sejarah disusun secara sistematikdan tersusun dimulai dengan perbincangan mengenai pengenalan negara danidentitinya, sejarah awal negara dan warisannya serta kedaulatan dan kejayaannegara. Pendekatan pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran sejarah lebihmenjurus kepada pemupukan kemahiran berfikir secara kritis, kreatif dan inovatifmelalui aktiviti inkuiri dan penerokaan bagi mengukuhkan pemahaman tentangsejarah. Mata pelajaran sejarah di peringkat sekolah rendah merupakan suatukesinambungan ke peringkat sekolah menengah sebagai suatu disiplin ilmuyang dinamik.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 249: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

234 Norashikin Nawi, dkk.

Kurikulum Sekolah Rendah (KSSR) sejarah dibina berasaskan enamtunjang utama yang melibatkan eleman seperti komunikasi, kerohanian, sikapdan nilai, kemanusiaan, literasi sains dan teknologi dan keterampilan diri. Enamtunjang ini merupakan dominan utama yang saling menyokong antara satusama lain dan disepadukan dengan pemikiran kritis, kreatif dan inovatif.Kesepaduan ini juga bertujuan untuk membangunkan modal insan yangseimbang dan harmonis, berpengetahuan dan berketerampilan. Matlamat KSSRini juga membolehkan murid memahami tingkah laku manusia, sebab danakibat, keunikan sejarah tanah air dan kegemilangan negara bagi melahirkanwarganegara yang patriotik dan menjunjung amalan demokrasi di Malaysia.

Tunjang utama KSSR bergantung kepada matlamat dan objektif yangbertepatan dengan pembinaan jati diri dan melahirkan semangat patriotismedalam kalangan warganegara Malaysia. Pemahaman murid terhadap sesuatuperistiwa yang telah berlaku melalui sikap ingin tahu menjadi asas kepadaobjektif kurikulum pendidikan sejarah di samping meneroka pelbagai sumberdan maklumat dalam memahami intipati sejarah yang lebih efektif. Denganitu,murid akan mudah memahami sesuatu idea, konsep serta elemen sebabdan akibat dalam elemen sejarah yang diketengahkan. Objektif KSSR ini jugamenerangkan perihal kepentingan sejarah dalam kehidupan terutamanyasebagai garis panduan dan mengambil iktibar daripada peristiwa sejarah yangtelah berlaku sebagai usaha untuk mengukuhkan keharmonian antaramasyarakat pada hari ini .

Justeru itu, murid secara tidak langsung dapat menilai warisan sejarahnegara dalam konteks kawasan setempat, negara dan global dengan lebihmendalam selain dapat memahami proses pembinaan tamadun manusia yangdapat mempengaruhi kehidupan masyarakat pada masa itu dan juga kesannyapada masa kini. Antara objektif lain yang dapat diterapkan juga adalah muriddapat memahami cabaran yang terpaksa dihadapi oleh negara dalammemastikan kedaulatan negara terjamin dalam konteks mempertahankankedaulatan negara demi pembinaan jati diri yang lebih utuh dan kukuh. Fokusutama mata pelajaran sejarah bukan sahaja memberi penekanan kepadapenerapan nilai dan semangat patriotik sahaja bahkan ia jugadipertanggungjawabkan untuk menyemai ilmu pengetahuan dan asaskemahiran pemikiran sejarah dalam diri pelajarannya.

Page 250: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

235Norashikin Nawi, dkk.

LATAR BELAKANG KURIKULUM SEJARAHPendidikan pada zaman penjajahan British mencerminkan

kepentingan penjajah dimana mata pelajaran sejarah lazimnya digunapakaisebagai suatu bahana untuk dijadikan saluran propaganda British yang amatberkesan pada ketika itu. British memperkenalkan pengasingan kurikulum didalam sistem pendidikan di Tanah Melayu di mana ia turut melibatkan kurikulumsejarah yang dilakukan secara berbeza-beza antara sekolah aliran British dansekolah aliran Melayu. Sekolah-sekolah Cina dan Tamil pula menggunakankurikulum sejarah dari negara China dan India. Sejarah British telah diberitempat yang penting dalam kurikulum Sejarah (Khoo Kay Kim. 1992). AbdulRazaq (2007) dalam kajiannya juga menjelaskan kurikulum Sejarah lebihmenceritakan latar belakang mengenai masyarakat Eropah ataupun sejarahEngland itu sendiri. Bagi Jamaliah (2005) pula keadaan inilah yang sebenarnyatelah menyebabkan wujudnya jurang dalam pendidikan sejarah antara muridsekolah aliran Inggeris, Cina dan Tamil pada masa itu dan dampaknya bolehdilihat sehingga ke masa kini.

Hal ini mengakibatkan identiti dan nilai kerjasama tidak wujud dalamkalangan masyarakat pada ketika itu. Pada peringkat awal, pendidikan sejarahyang diperkenalkan di sekolah-sekolah aliran Melayu lebih berbentuk kepadaKesusasteraan Melayu Klasik. British tidak menekankan pendidikan sejarahtempatan dalam kalangan masyarakat di Tanah Melayu kerana dikhuatiri bolehmenggugat kepentingan politik dan ekonominya. Tetapi setelah negaramencapai kemerdekaan, pengaruh kurikulum British dilihat semakin lunturdan berkurangan (Maharom Mahmood, 2001). Sementara pengaruh kurikulumsejarah negara India dan Cina akhirnya tamat apabila Laporan Razak 1956dikemukakan untuk memastikan satu sukatan pengajaran dan peperiksaanyang sama sahaja dilaksanakan demi perpaduan kaum di negara ini.

Selepas Perang Dunia ke-2, kurikulum Sejarah mula berubah denganmemberi penekanan ke arah perpaduan dan integrasi kaum. Pada tahun 1973,terdapat perbincangan untuk mengkaji semula kurikulum sejarah. Kurikulumyang sedia ada dilihat terlalu luas dan tidak bersifat tempatan (Siti Zainun.1998an 1990). Beberapa forum seperti Kongres Kebudayaan Malaysia 1971,Seminar Sejarah Malaysia I dan II yang diadakan dalam tahun 1973 dan 1974(Siti Zainun. 1988 dan 1990) telah diadakan untuk membincangkan perkara

Page 251: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

236 Norashikin Nawi, dkk.

tersebut. Hasil dapatan daripada seminar yang dilakukan telah berjaya menggesapihak Kementerian Pelajaran Malaysia menggunakan pendekatan ‘berpusatkankemalaysiaan’ dalam menggubal sukatan pelajaran dan penulisan buku teksSejarah (Siti Zainun Mat 1988. 1990).

Hanya pada tahun 1989, Kementerian Pelajaran Malaysia telahmenjadikan mata pelajaran sejarah sebagai subjek teras yang wajib diambiloleh semua pelajar. Bagi Aini Hassan (2008) perubahan ini merupakan satuanjakan besar dalam falsafah dan konsepsi pengajaran dan pembelajaransejarah di sekolah. Falsafah, matlamat dan objektif pengajaran dan pembelajarantelah dinyatakan dengan jelas. Dengan itu, penekanan terhadap sejarah tempatantelah dijadikan asas utama di dalam kurikulum pendidikan sehingga ke hari ini.Pembahagian tajuk pula dilakukan mengikut tema-tema tertentu berdasarkankepada kepentingan yang dirasakan wajar dan penting kepada setiapwarganegara (PPK. 2002). Perkembangan kurikulum sejarah pra dan pascamerdeka telah mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat seiiring dengantuntutan semasa. Matlamat pendidikan sejarah umumnya adalah berfokuskepada peranan dalam memupuk semangat setia negara dan perasaan banggasebagai rakyat Malaysia melalui pengetahuan dan penghayatan sejarah tanahair yang pernah berlaku dan di alami bukan sahaja kepada negara bahkan turutmelibatkan masyarakat yang berbilang kaum. Oleh sebab itu, sejarah sebagaisatu cabang ilmu perlulah ditekankan sebagai ilmu yang praktikal dan mampumembentuk setiap warganegara Malaysia yang berjiwa patriotik (PusatPerkembangan Kurikulum, 2002). Pendidikan sejarah perlu membaiki pemikirandan wawasan berfikir generasi muda terhadap negara dan pembinaan bangsaMalaysia (Abd.Rahim Abd Rashid, 2008).

ISU DAN CABARANMatlamat utama kurikulum pendidikan sejarah di Malaysia adalah untuk

mengeratkan perpaduan kaum serta memupuk integrasi kaum dalam kalangankepelbagaian etnik di negara ini khususnya rakyat Malaysia yang rata-ratanyaterdiri daripada pelbagai latar belakang yang mana memiliki perbezaan darisegi agama, bangsa, kepercayaan dan sebagainya walaupun sedar akan hakikatpentingnya perpaduan dan integrasi kaum namun begitu, masih terdapatbeberapa kekangan dalam melancarkan pelaksanaan hasrat dan matlamat

Page 252: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

237Norashikin Nawi, dkk.

utama pendidikan Sejarah ini. Hal ini kerana, terdapat beberapa kelemahandan permasalahan yang menjadi isu dan cabaran utama dalam kurikulumpendidikan sejarah di Malaysia. Antara isu dan cabaran dalam kurikulumpendidikan sejarah di Malaysia ialah;

Kandungan Buku TeksPembelajaran sejarah yang berpandukan buku teks semata-mata

menimbulkan rasa bosan pelajar untuk mempelajari sejarah dengan lebihmendalam ditambah pula dengan bentuk penulisan dan gaya persembahanbuku teks yang tidak menarik menambahkan lagi rasa jemu pelajar terhadaprujukan utama buku sejarah itu sendiri. Hal ini kerana, kandungan kurikulumsejarah amat padat dengan fakta-fakta dan tahun-tahun yang perlu diingati olehpelajar. Bagi persepsi pelajar, mereka melihat mempelajari mata pelajaransejarah bermakna menghafal fakta-fakta dan tahun-tahun yang mana iamerupakan satu perkara yang membebankan dan sukar untuk digambarkanmemandangkan mereka tidak berada pada zaman tersebut dan tidakmengalaminya malah tidak berpeluang untuk melihat sendiri keadaan yangberlaku. Hal ini menjadikan subjek sejarah sebagai suatu mata pelajaran yangamat membosankan bagi pelajar. Dapatan kajian yang dilakukan oleh HartiniHusain (2006) membuktikan bahawa mata pelajaran sejarah ini lebih banyakberkisarkan cerita-cerita lapuk dan mereka tidak nampak apa yang harus dinilaidalam mempelajari mata pelajaran ini.

Selain itu, kandungan kurikulum sejarah juga dikatakan terlalu bersifat“Melayu Centric”. Sejarah yang diajar di sekolah pada hari ini seolah-olah sejarahorang Melayu dan bukannya sejarah Malaysia. Penglibatan peranan semuakaum seharusnya diberi perhatian dan turut diambil kira terutamanya di dalammendapatkan kemerdekaan serta kemakmuran negara. Hal ini kerana,sumbangan dan pengorbanan kaum lain juga penting dalam mencerminkanusaha sama mereka dalam menuntut kemerdekaan negara. Malah,kepelbagaian fakta yang melibatkan universal dan menyeluruh berkaitan denganperpaduan kaum dapat menarik minat pelajar tidak kira bangsa dalammenghayati peristiwa sejarah yang melibatkan peranan semua pihak.

Selain itu, tema-tema yang dipilih untuk dimuatkan dalam kandunganbuku teks sejarah sebagai salah satu bahan pengajaran kurikulum sejarah jugaperlulah berfokuskan kepada pembentukan perpaduan kaum bagi meningkatkan

Page 253: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

238 Norashikin Nawi, dkk.

tahap integrasi kaum di negara ini. Penyusunan kurikulum dalam kandunganbuku teks yang lebih sistematik dan fleksibel perlu diberi perhatian oleh pihakpenggubal buku teks di Kementerian Pelajaran Malaysia. Tema yang berkaitandengan politik, ekonomi dan sosial secara amnya perlu diberi perhatian yangserius dalam penyusunan kurikulum sejarah yang meliputi semua aspek penting.Contohnya, peranan bapa kemerdekaan negara iaitu Tunku Abdul Rahmandalam menuntut kemerdekaan Tanah Melayu perlu dikupas dan diperhalusidengan lebih mendalam agar jiwa perpaduan dan pengorbanan pemimpinnegara ini dijadikan sebagai teladan kepada generasi akan datang sekaligusmembentuk integrasi kaum di negara ini. Menelusuri sejarah pengorbanankepimpinan negara ini secara tidak langsung menyemai kesedaran ke dalamjiwa pelajar tentang proses integrasi yang telah wujud sejak zaman sebelumkemerdekaan lagi.

Penggunaan buku teks dalam pengajaran dan pembelajaran tidakmenimbulkan suasana pembelajaran yang menarik. Oleh itu, dalam pelaksanaankurikulum di bilik darjah, penggunaan bahan bantu mengajar (BBM) yang bersifatinteraktif dan kreatif perlu sepatutnya sudah mula diberi perhatian dan penekanankerana ia boleh menjadi wahana utama atau satu platform dalam menarikperhatian pelajar untuk turut melibatkan diri di dalam proses pengajaran danpembelajaran di dalam bilik darjah mahupun di luar bilik darjah. Penggunaanbahan bantu mengajar (BBM) yang bersifat interaktif ini turut disokong oleh ZalizaZali (2004), dalam kajiannya menunjukkan penggunaan BBM bersifat interaktifini dapat menjadikan pengajaran lebih efektif dan secara tidak langsung menarikminat pelajar untuk belajar bukan sahaja dikalangan pelajar bumiputera sahaja,bahkan ia meliputi pelajar bukan bumiputera.

Selain itu, sesetengah tema dalam kandungan buku teks sejarah jugadilihat sudah semakin tidak relevan dengan matlamat pendidikan sejarah yangdiketengahkan terutamanya dalam membentuk jati diri dan memupuk nilaipatriotisme di kalangan pelajar. Contohnya, sejarah tingkatan satu tema-temaseperti i) Tamadun Awal Manusia; ii) Tamadun Islam dan Perkembangannya;dan iii) Perkembangan di Eropah dan Kesannya Terhadap Ekonomi Negaramerupakan antara tema yang dilihat tidak bersesuaian dengan matlamat sebenarpendidikan sejarah kerana pensejarahannya dianggap terlalu jauh dengankonteks sejarah Malaysia. Sebaliknya, tema-tema yang berkaitan dengan peranan

Page 254: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

239Norashikin Nawi, dkk.

dan sumbangan bagi setiap kaum dari aspek politik, ekonomi dan sosialseharusnya diberikan tumpuan dan penekanan yang lebih menyeluruh dalampenggubalan kurikulum sejarah.

Pembelajaran SejarahSejarah seringkali dihubungkaitkan sebagai mata pelajaran yang tidak

menyeronokkan dan tidak menarik serta tidak penting untuk dipelajari ditambahpula dengan fakta yang padat menambahkan lagi stigma negatif ke atas matapelajaran ini. Kajian oleh Yong Shu Lan (2013) menyatakan kemungkinanbahawa ramai pelajar yang tidak lulus dalam mata pelajaran ini disebabkanoleh kurangnya minat ke atas subjek pelajaran sejarah itu sendiri. Menurutmereka, sejarah merupakan mata pelajaran yang tidak memberi faedah dansukar kerana ia memerlukan pelajar mengingati fakta-fakta, tajuk-tajuk danperistiwa sejarah yang telah berlaku berabad lamanya yang memerlukanpenghafalan yang membebankan pelajar untuk mengingati fakta-fakta yangberjela-jela.

Minat juga berkait rapat dengan motivasi dalaman. Kajian mengatakanbahawa pembelajaran yang berkesan wujud jika ada minat dalam kalanganpelajar dan salah satu daripada cara menimbulkan minat pelajar ialah menerusikaedah pengajaran dan aktiviti pembelajaran yang menarik. Woolfolk (1998)mendefinisikan minat dan usaha merupakan aspek yang dikatakan telahmempengaruhi kejayaan pembelajaran seseorang. Apabila seseorang meminatisesuatu maka ia akan bersikap positif terhadap perkara tersebut dan sebaliknya.Hal ini akan menghasilkan sesuatu yang bermakna dan berkesan. Namun,persepsi negatif pelajar terhadap mata pelajaran sejarah bukan sahajadisebabkan kurangnya minat terhadap pembacaan fakta semata-mata. Pelajarjuga beranggapan bahawa subjek ini sangat membosankan dan tidakmemberikan jaminan pekerjaan. Ini selari dengan kajian oleh Abdul Razak danAbdullah (2000) terhadap 240 pelajar di daerah Petaling Jaya dan Kuala Selangormendapati pelajar-pelajar menganggap mata pelajaran sejarah sebagai subjeksampingan yang tidak mendatangkan faedah. Di samping itu, ia dikukuhkan lagidengan dapatan kajian yang diperolehi oleh Siti Haishah (2006) yang mendapatiibu bapa dan masyarakat menganggap mata pelajaran Sejarah tidak sepentingmata pelajaran teras yang lain seperti Bahasa Melayu, Sains dan Matematikmenambahkan lagi persepsi negatif terhadap mata pelajaran sejarah.

Page 255: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

240 Norashikin Nawi, dkk.

Seterusnya, kandungan sukatan pelajaran sejarah turut sedikit sebanyakmempengaruhi persepsi pelajar terhadap subjek ini. Kajian yang dijalankanoleh Mohd Risaudin (2012) mendapati bahawa pencapaian rendah yang dialamioleh pelajar dalam mata pelajaran ini disebabkan kandungan sukatan yanghanya menekankan satu kaum sahaja dan meminggirkan kaum minoriti lain diMalaysia. Dalam merangka kandungan mata pelajaran sejarah di peringkatsekolah, perkara yang melibatkan penyertaan kaum minoriti tidak harusdiabaikan. Kandungan sukatan pelajaran sejarah seharusnya relevan danmemberikan tumpuan yang lebih kepada Sejarah Tempatan itu sendiri. Tajuk-tajuk utama dalam kandungan sukatan pelajaran seharusnya bersesuaiandengan matlamat pendidikan sejarah sekiranya mata pelajaran ini ingin dijadikansebagai tunjang utama pembinaan Negara Bangsa.

Persepsi pelajar yang negatif terhadap mata pelajaran ini turutdipengaruhi oleh kaedah pedagogi yang digunakan oleh guru sejarah dalammenyampaikan maklumat. Pendekatan kepada corak tradisional dan “chalk andtalk” sudah tidak relevan dengan kehendak pelajar hari ini dan dikatakan sebagaiketinggalan zaman dalam arus pemodenan yang rata-ratanya pelajar lebihcenderung kepada sesuatu yang baru dan dikatakan canggih sepertipenggunaan alatan moden seperti perisian komputer dan penggunaan teknologisemasa yang mampu menarik minat golongan generasi kini. Dalam erti katalain, guru sejarah perlu beralih kepada corak pengajaran dan pembelajaranyang lebih menarik dengan menggunakan proses pembelajaran aktif atau ‘activelearning’. Oleh yang demikian, guru sejarah perlu berani mengambil langkahdalam menjadikan pengajaran lebih kreatif dan menarik. Ini bagi menyahutcabaran seruan kerajaan yang ingin menjadikan pendidikan di Malaysia bertaraftinggi seiring dengan matlamat pendidikan negara Malaysia.

Teknologi Pembelajaran SejarahPenggunaan teknologi ini termasuk dalam aspek bahan bantu mengajar

yang digunakan dalam pendidikan sejarah. Negara kita Malaysia sudah banyakmenggunakan kecanggihan teknologi dalam pendidikan, akan tetapi di dalampendidikan sejarah masih lagi berkurang dan penggunaannya masih lagi hambar.Guru sejarah masih menggunakan pengajaran tardisional atau lama. Isu iniyang sering kali ditimbulkan dalam perlaksaan pendidikan sejarah pada masakini. Penggunaan teknologi dalam pendidikan sejarah dikatakan bolehmembantu menarik minta kalangan pelajar di Malaysia untuk belajar. Kenyataan

Page 256: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

241Norashikin Nawi, dkk.

ini disokong dengan kenyataan Tally dan Goldenberg (2005), merekamenyatakan bahawa ciri multimedia yang terdapat pada sumber digitalmembolehkan murid menangani masalah sejarah dengan cara yang berbeza.

Penggunaan teknologi juga membolehkan guru mempelbagaikankaedah pengajaran mereka kepada para pelajar. Ia juga satu usaha untukmengukuhkan penglibatan pelajar secara aktif di dalam pendidikan merekasendiri (Lee Bin Hi, 2013). Kepelbagaian kaedah pengajaran ini amat pentingbagi menghidupkan suasana pembelajaran yang kondusif. Pelajar tidak hanyabergantung kepada buku teks dan pengajaran berpusatkan guru. Perkembangankanak-kanak dahulu dengan sekarang amat berbeza. kemunculan pelbagaiteknologi canggih melahirkan dan mewujudkan generasi yang celek IT. Olehsebab itu, pengajaran dan pembelajaran pendidikan Sejarah juga perluditransformasi ke arah yang lebih canggih dan berteknologi.

Bagi melestarikan penggunaan teknologi dalam pendidikan sejarahini, kita mungkin akan berhadapan dengan pelbagai cabaran di antaranyamelibatkan guru pendidikan sejarah itu sendiri. Guru sejarah yang tidak begitumahir dan cekap dalam menggunakan teknologi akan menyebabkan berlakunyakesukaran dan kepincangan dalam menggunakan alat teknologi maklumatsebagai bahan bantu mengajar. Selain itu, kajian lepas membuktikan bahawakekangan masa bagi guru-guru yang berada di kawasan pedalaman untukmenghadiri kursus pemantapan. Disebabkan faktor-faktor tertentu sepertikawasan yang jauh dari tempat kursus dan juga kekangan masa untuk sampaike tempat kursus itu menyebabkan guru-guru tidak dapat menghadiri kursussecara beterusan bagi memantapkan kemahiran menggunakan alat teknologi.

Faktor lain yang dihadapi oleh guru juga ialah termasuklah beban tugasdan kekangan masa untuk menghabiskan sukatan pelajaran dengan segera.Bebanan kerja menyebabkan guru menjadi malas dan tiada masa yang cukupuntuk membuat pembelajaran berasaskan penggunaan teknologi maklumat.Buktinya, dalam kajian lepas bertajuk ‘Penggunaan sumber digital dalamkalangan guru sejarah’ mendapati bahawa beban tugas guru dan kekanganmasa untuk menghabiskan sukatan pelajaran sejarah berada pada tahap minyang tertinggi.

Page 257: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

242 Norashikin Nawi, dkk.

Selain daripada itu, faktor kemudahan yang disediakan di sekolah-sekolah boleh jadi mendatangkan masalah kepada kekangan yang ada dimanatidak dinafikan bahawa, kebanyakan sekolah-sekolah sudah dibekalkanperalatan-peralatan teknologi seperti perakam video, paparan skrin, digitalmultimedia dan sebagainya. Namun begitu, tidak semua sekolah diberikemudahan yang lengkap malah masih lagi terdapat beberapa buah sekolahterutamanya sekolah yang berada di kawasan luar bandar yang. Apabilaberlakunya masalah seperti itu, guru-guru pastinya tidak dapat untukmenggunakan peralatan teknologi sebagai bahan bantu mengajar dalam kelasjusteru membantutkan kaedah pengajaran yang lebih efektif kepada pelajar.

Seterusnya, kemudahan yang ada tidak dapat diguna pakai disebabkanterlalu lama dan tidak dibaik pulih. Ini juga menjadi salah satu cabaran untukproses pengintegrasian teknologi dalam Pendidikan Sejarah. Peralatan teknologiseperti komputer,paparan skrin, video perakam dan lain-lain tidak berfungsidengan baik kerana terlalu lama tidak digunakan dan pihak sekolah juga tidakmemantau keadaan peralatan tersebut. Sesetengah sekolah bukan sahajakekurangan pembantu teknikal bahkan ada segelintir sekolah yang masih lagitidak mempunyai pembantu teknikal dalam mengendalikan permasalahan yangberkaitan dengan penggunaan kemudahan teknologi yang disediakan.

Pelajar yang kurang berkemahiran dalam menganalisis maklumat danmemahami penyampaian maklumat melalui bahan teknologi juga salah satucabaran yang perlu diambil perhatian. Jika pelajar tidak mampu untuk memahamiserta mewujudkan pemikiran sejarah melalui kaedah teknologi tersebut,pengajaran dan pembelajaran tidak akan memberikan manfaat yang berkesan.Sesetengah pelajar yang duduk di kawasan kampung atau di kawasan luarbandar tidak didedahkan dengan peralatan teknologi berbanding pelajar yangtinggal di kawasan bandar. Pendedahan awal juga memainkan peranan yangpenting bagi pelajar-pelajar untuk melibatkan diri mereka di dalam suatuperubahan dalam pendidikan.

Kajian lepas mendapati kekurangan yang paling kentara dalampelaksanaan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran sejarah di Malaysiaadalah kurangnya aspek perkongsian maklumat dalam kalangan sekolah daninstitusi lain dalam mencari bahan atau maklumat (Lee Bin Hi, 2013). Tidakdinafikan bahawa berlakunya perkongsian maklumat sejarah di laman-laman

Page 258: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

243Norashikin Nawi, dkk.

web rasmi kementerian pendidikan, namun perkongsian bahan tersebut terhadkepada perkongsian bank-bank soalan, nota yang berbentuk peta minda, latihandan pembinaan rancangan pengajaran harian. Sebahagian guru hanyamengambil maklumat yang diberikan tanpa mengubah suai bentuk maklumatmengikut kesesuaian pelajar mereka. Oleh yang demikin, beberapa isu yangdiketengahkan di atas merupakan isu yang sering diketengahkan oleh pengkaji-pengkaji berkaitan dengan kurikulum sejarah di Malaysia. Perbezaan kurikulumdi negara kita dengan negara luar sangat kentara. Sebagai contoh di Indonesia,mereka menjadikan kurikulum sejarah sebagai salah satu mata pelajar yangmenunjukkan identiti bangsa mereka. di Amerika pula, pendidikan sejarah itutelah diajar di peringkat kanak-kanak berumur 7 tahun lagi untuk meperkenalkanbangsa dan negara mereka. Namun, dapat diperhatikan di Malaysia, matapelajaran yang diketengahkan lebih menjurus kepada pentadbiran dan kurikulumdi negara kita bahkan sedar atau tidak konsep pendidikan yang di amalkanadalah lebih bersifat orientasikan peperiksaan semata-mata.

KESIMPULANKandungan dalam kurikulum sejarah perlu dirombak semula agar

kurikulum sejarah ini tidak bersifat Malay-Centric dan berupaya merangsangpelajar-pelajar untuk mempelajari dan menghayati sejarah. Penggubalankurikulum sedemikian mampu mengubah persepsi dan minat pelajar ke arahyang lebih positif terhadap mata pelajaran sejarah itu sendiri. Penambahbaikanserta penggubalan kurikulum ini juga mampu membentuk pemahaman konseppatriotisme yang homogen dalam kalangan masyarakat berbilang kaum diMalaysia. Persepsi positif pelajar terhadap mata pelajaran sejarah dapatdikembalikan sekiranya kandungan sukatan pelajaran disemak semula. Perkara-perkara yang melibatkan penyertaan kaum minoriti tidak harus diabaikan dandipinggirkan bagi mengekalkan integrasi sesama kaum di Malaysia yakni dalamerti kata lain, peranan dan sumbangan daripada semua kaum sewajarnya turutdiberi keutamaan. Seterusnya, tema atau tajuk yang berulang-ulang serta dilihatkurang relevan harus dilihat kembali. Guru-guru sejarah juga perlu didedahkandengan pelbagai kursus pedagogi yang ‘up to date’ seiring dengan keperluansemasa. Dapatan kajian ini menunjukkan ramai guru Sejarah yang tidak pernahditawar mengikuti sebarang kursus dalam tempoh setahun. Pihak Jabatan

Page 259: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

244 Norashikin Nawi, dkk.

Pendidikan Negara (JPN) sepatutnya berusaha untuk menganjurkan pelbagaikursus penyegaran (refreshing course) untuk guru-guru sejarah khususnya dariaspek pedagogi. Kursus sedemikian bukan sahaja dapat memberi input barukepada guru sejarah, malah dapat menafikan kurikulum sejarah sebagai “thedead man of curriculum” dan dapat menghindarkan pemikiran guru-guru sejarahdaripada ‘dead minded’ atau ‘burnout’ terhadap kurikulum sejarah.

Persedian guru untuk menggunakan teknologi maklumat sebagaibahan bantu mengajar perlu diutamakan. Guru-guru perlu menyediakanpersediaan yang lengkap sebelum memulakan pengajaran agar pengajaran ituberjalan dengan lancar. Persediaan yang lengkap bermaksud, peralatanberfungsi dengan baik, penggunaan teknologi bersesuaian dengan tajuk yanghendak disampaikan, dan keadaan bilik darjah yang selesa. Pelajar perludidedahkan secara berperingkat-peringkat terhadap penggunaan teknologi yangboleh meningkatkan prestasi pengetahuan mereka amya dalam pendidikansejarah. Pelajar juga perlu mencuba sendiri penggunaan teknologi agar merekabiasa dan faham bagaimana sesuatu pembelajaran sejarah itu disampaikandengan penggunaan teknologi yang dapat memberi pendedahan yang lebihmendalam tentang sesuatu perkara yang dipelajari. Pelajar perlu mengambillangkah dengan melakukan perbincangan dengan guru dan rakan merekaapabila mereka tidak memahami proses pembelajaran sejarah yang berasaskankepada penggunaan teknologi dalam membantu proses pengajaran danpembelajaran semasa di bilik darjah mahupun di luar bilik darjah.

Pihak kerajaan perlu menyediakan kakitangan yang cukup untukmembantu guru mengendalikan peralatan-peralatan teknologi yang rosak dantidak berfungsi. Apabila adanya kakitangan teknikal yang mencukupi, masalahkerosakan peralatan teknologi seperti komputer, paparan skrin dan slaid dapatdiselesaikan dengan mudah dan cepat. Pihak kerajaan juga perlu memantaukeadaan peralatan tersebut dengan segera dan pihak sekolah perlu mengambilperanan dengan melaporkan setiap kerosakan yang ada. Perkongsian maklumatperlu diperluaskan lagi di seluruh negara. Mungkin pihak kementerian bolehmembina beberapa enjin pencarian yang dikhaskan untuk bahan-bahan atausumber sejarah yang berautoriti dan boleh dialikasikan oleh pelajar dan guru didalam bilik darjah. Perkongsian maklumat yang luas dapat meningkatkanpenyebaran ilmu yang lebih meluas serta dapat meningkatkan minat pelajar

Page 260: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

245Norashikin Nawi, dkk.

terhadap mata pelajar sejarah. Ia juga dapat membantu pelajar mencari bahandengan cepat dan mudah memandangkan majoriti pelajar di negara kitamempunyai laman sosial untuk berinteraksi degan guru dan rakan mereka.Anjakan pemikiran perlu dilakukan agar ianya selari dengan hasrat KementerianPelajaran Malaysia yang menekankan penampilan pendidikan sejarah sebagaisatu disiplin ilmu yang dinamik melalui pendekatan pengajaran danpembelajaran yang melibatkan murid-murid secara aktif dalam kelas (PPK, 2002).Selain itu, guru sejarah sebagai pelaksana kurikulum di bilik darjah perlulahmengambil inisiatif untuk memperkasa pelaksanaan proses pengajaran danpembelajaran agar pembelajaran aktif dalam bilik darjah dapat dilaksanakan.Justeru itu, amatlah wajar sekiranya kurikulum sedia ada disemak semula agarpemahaman dan penyemaian nilai sejarah dapat dirasai oleh setiap pelajardan masyarakat di Malaysia.

RUJUKANAbd. Rahim Abd. Rashid. 1999. Kemahiran Berfikir Kritis Merentasi kurikulum.

Pendekatan Pedagogi dan Wawasan Pendidikan Bestari. Shah Alam:Penerbit Fajar Bakti.

Abdul Razaq Ahmad dan Andi Suwirta. 2007. Sejarah dan Pendidikan Sejarah:Perspektif Malaysia Dan Indonesia. Bandung: Historia Utama Press

Anuar Ahmad, Siti Haishah Abd. Rahman & Nur Atiqah T. Abdullah.(2009). TahapKeupayaan Pengajaran Guru Sejarah dan Hubungannya denganPencapaian Murid di Sekolah Berprestasi Rendah. Jurnal PendidikanMalaysia. 34(1) (2009): 53-66, Fakulti Pendidikan, UKM

Bahagian Pembangunan Kurikulum, Kementerian Pelajaran MalaysiaHartini Husain. 2006. Pencapaian dan Sikap Pelajar dalam Mata Pelajaran

Sejarah Menerusi Pengajaran Berbantukan Komputer. Tesis Sarjana.Fakulti Pendidikan. UKM.

Ismail Said. 2009. Pembelajaran Koperatif Sekolah Rendah. Shah Alam: KarismaPublication Sdn Bhd

Ismail Said. 2010. Pengajian Sosial 1.Shah Alam, Karisma Publication Sdn Bhd

Page 261: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

246 Norashikin Nawi, dkk.

Lee Bin Hii. 2013. ICT dan Pengajaran-Pembelajaran Sejarah di Sekolah.Seminar Pendidikan Sejarah dan Geografi. Pulau Pinang: UniversitiSains Malaysia.

Mohamad Johdi Salleh. 2007. Guru Efektif dan Peranan Guru dalam MencapaiObjektif Persekolahan Sekolah Rendah: Perspektif Guru Besar, SeminarPenyelidikan Institut Perguruan Batu Lintang, Sarawak.

Mohammad Johdi Salleh dan Ariegusrini. 2009. Transfromasi Pengajaran danPembelajaran Sejarah. Penerbitan bersama: Fakulti Pendidikan,UKMdan FKIP Universiti Riau.

Mohd Risaudin.2012. Persepsi Pelajar Orang Asli Terhadap Mata PelajaranSejarah: Kajian di Sekolah Menengah Kebangsaan Tengku Indera Petra(1). Kelantan: Fakulti Pendidikan, UKM.

Renuka Ramakrishnan, Norizan Esa dan Siti Hawa Abdullah. T.th. PenggunaanSumber Digital dalam Kalangan Guru Sejarah. Pulau Pinang: UniversitiSains Malaysia.

Renuka Ramakrishnan, Norizan Esa dan Siti Hawa Abdullah. T.th. KesanPenggunaan Sumber Digital Sejarah Terhadap Amalan PemikiranSejarah. Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia.

Siti Haishah Abd Rahman.2008. Pencapaian Akademik dan Etnisiti: Satu Kajianbagi Mata pelajaran Sejarah di Malaysia. Kuala Lumpur: KPM.

Tally, B., & Goldenberg, L. B. 2005. Fostering Historical Thinking with DigitizedPrimary Sources. Journal of Research on Technology in Education. 38(1),1-21.

Yong Shu Lan.2013. Gabungan Pendekatan Konstruktivisme dan Behaviourlismebagi Meningkatkan Prestasi Mata Pelajaran Sejarah Tingkatan Tiga. KotaKinabalu, Sabah.

Zaliza Zali. 2004. Pembinaan dan Penilaian Berbantukan Komputer Bagi MataPelajaran Sejarah Tingkatan Satu. Projek Sarjana. UKM Sabah.

Page 262: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

247Muhammad Zaenal Arifin Anis

OBYEK BERSEJARAH, JATI DIRI BANGSADAN KETAHANAN NASIONAL

Muhammad Zaenal Arifin [email protected]

I. PENGANTAR Ketika membaca  judul yang  ditawarkan oleh  panitia untuk pertemuan

kademik di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) memori saya langsungbekerja mencari informasi tentang sesuatu di Banjarmasin yang dapatmendukung judul  tersebut.  Tiba-tiba  terlintas  nama-nama  jalan seperti  Jalan.Akhmad Yani, Jalan Gatot Subroto, Jalan Kolonel Sugiono Jalan S. Parman,Jalan Brigjen Hasan Basery, Jalan Zapri ZamZam, Jalan  Lambung Mangkurat,Jalan Ratu Zaleha, Jalan Sultan Adam dan Panglima Batur. Selain nama-namajalan terlintas juga nama Universitas Lambung Mangkurat, Sekolah Tinggi SultanAdam, Pasar Antasari, Gedung Suriansyah, Lapangan Murjani, BandaraSyamsuddin Noor, Rumah Sakit Ansari Saleh dan masjid Hasanudin setelah itubaru terlintas obyek bersejarah. Obyek bersejarah di Banjarmasin dan sekitarnyaberupa bangunan bersejarah seperti Masjid Jami, Masjid Suriansyah, gerejamaupun bangunan perkantoran, makam pahlawan Pangeran Antasari,monumen 17 Mei, makam Brigjen Hassan Basry, makam Syekh Arsyad AlBanjary, taman pahlawan, monumen-monumen dan  lain  sebagainya.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia-Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Muhammad Zainal Arifin Anis dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UniversitasLambung Mangkurat.

Page 263: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

248 Muhammad Zaenal Arifin Anis

Fenomena serupa  ditemui  di  kota-kota  di  Indonesia  seperti  TuguMonas, Patung Tujuh Pahlawan Revolusi, Patung Sudirman, Patung Diponegoro,museum, masjid Demak dan juga di luar negri seperti Patung Emilio Zapata diMexico, Patung Jose Rizal di Filipina Patung Otto van Bismarck, Patung SadamHusein, Patung Serdadu Tidak Dikenal di Rusia dan sebagainya.

Kembali ke Banjarmasin, bagi sebagian besar orang fenomena tentang nama–nama tokoh dan benda-benda sebagai obyek sejarah yang menghiasi kota memunculkan pertanyaan bersifat kronikel (apa, siapa, di mana, kapandan bagaimana) atau pertanyaan bersifat analitik yaitu kenapa harus itu.Tampaknya hal tersebut harus diserahkan kepada sejarah sebagai ilmu dalammenjawab pertanyaan yang bersifat kronikel dan analitik. Akan tetapi, sejaraholeh sebagian orang ditafsirkan sebagai alat legitimasi kekuasaan. Anggapantersebut ada benarnya, sebab apabila terjadi pergantian pemerintahan yangsering kita dengar adalah pernyataan-pernyataan tentang perlunya pelurusansejarah. Dalam konteks demikian sejarah masuk dalam ruang politik.

Memang, sejarah menjadi fenomena umum yang diperebutkan olehmereka yang ingin mengendalikan untuk kepentingannya, berbeda dengansejarawan yang berkarya dengan nuraninya. Bagi yang berkuasa, sejarah yangtelah dipolitisasi direkayasa untuk kepentingan tertentu, sedangkan sejarawanyang idealis sangat dibatasi geraknya oleh sumber yang diperolehnya melaluimetoda sejarah, kecanggihan dalam menerapkan metodologinya, dan bahkanhasilnya dapat mempertanyakan keabsahan sang penguasa.

Membincangkan sejarah, menurut Taufik Abdullah (2001:103) akanselalu berhadapan dengan tiga dimensi sejarah sekaligus, yaitu berita tentangpikiran, disiplin  ilmu dan  rekonstruksi  peristiwa. Rekontruksi  peristiwa  dalamkonteks ini, bersentuhan dengan disiplin ilmu sebab berurusan dengan metodadan metodologi. Perumpamaannya, setelah data dan fakta direkontruksi nama-nama  seperti  Akhmad Yani, Gatot Subroto, S. Parman, Sugiono adalah pahlawannasional dari militer dan dari Jawa. Antasari, Brigjen K.H. Hassan Baserypahlawan nasional dari Kalimantan (Banjar), sedangkan nama LambungMangkurat, Ratu Zaleha, Pangeran Samudra, Zapri Zamzam, Pangeran

Page 264: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

249Muhammad Zaenal Arifin Anis

Suriansyah dan Junjung Buih adalah nama tokoh primordial dalam memorimasyarakat Banjar.

Persoalannya, dimana pikiran dalam sebuah fenomena sejarah? Apafungsi nama-nama tokoh sejarah nasional maupun lokal yang diabadikan menjadinama-nama jalan,  bangunan-bangunan, patung, monumen-monumen di KotaBanjarmasin dan apa hubungannya dengan jati diri dan ketahanan nasional?

Pertanyaan di atas menjadi relevan untuk dilontarkan pada masa kini,karena ada keresahan yang melanda sebagian orang dari bangsa ini tentangmenurunnya nasionalisme di kalangan msyarakat. II. PENCIPTAAN PAHLAWAN NASIONAL DARI BANJARMASIN

Nama–nama yang disebutkan terdahulu merupakan nama-namatokoh yang  telah  hadir dalam cerita-cerita  tentang  kepahlawanan dari masazaman Banjar kuno (sekitar abad XIV), Abad XIX, zaman kemerdekaan, sampaizaman gerakan mahasiswa tahun 1966. Apabila dicermati, nama tokoh pahlawanyang menghiasi kota Banjarmasin dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitukategori pahlawan nasional dan pahlawan lokal (primordial). Hanya ada duaorang pahlawan nasional berasal dari Kalimantan Selatan, yaitu PangeranAntasari yang makamnya sekarang berada dekat Masjid Jami dan Brigjen HassanBasery yang makamnya di luar kota Banjarmasin. Pangeran Antasari dan BrigjenHassan Basery merupakan dua tokoh emperik dan hero yang hidup berbedamasa akan tetapi memiliki kesamaan, yaitu pelawan terhadap penjajah.                 Pangeran Antasari sebagai pelawan  terhadap penjajah merupakan contoh tentang penerimaan sejarah, bahwa perlawanannya terhadap penjajahdapat menjadi bagian dari sejarah nasional. Perlawanan yang digerakanPangeran Antasari juga merupakan model sebagai muasal dari nasionalisme.Pendapat ini  diperkuat Kuntowijoyo  (1994: 41), perlawanan  terhadap penjajahitulah yang menjadikan gerakan itu sebagai nasionalisme tingkat awal. Konsepnasionalisme awal hanya bisa ditafsirkan dengan memahami jiwa zaman.Misalnya, masuknya kolonialisme pada wilayah primordial tertentu mempurukantatanan nilai yang amat mereka junjung tinggi sebagai cita-cita budaya dari

Page 265: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

250 Muhammad Zaenal Arifin Anis

anggota komunitasnya. Keterhimpitan sosial yang diderita diyakini oleh merekasebagai akibat dari ulah kolonialisme yang kafir.

Merupakan kewajaran apabila Pangeran Antasari ditampilkan sebagaitokoh kharismatik yang berperan sebagai penjaga nilai dan dianggap mampumembawa ke cita-cita budaya yang diidealkan oleh masyarakat Banjar padamasa itu. Untuk menggapai cita-cita budaya, mau tidak mau mereka harusmelawan kolonial. Dalam konteks ini, perlawanan untuk menggapai cita budayamenjadi simbol dari nasionalisme (Kuntowijoyo, 1994: 44).                 Proses nasionalisme memang sangat panjang akan  tetapi bergerakperlahan dan pasti. Proses ini memperlihat hasilnya, ketika nasionalisme berubahmenjadi gerakan sosial yang asosianalisme sampai kemerdekaan yang berakhirmenjadi negara nasional. Dalam arti lain, nasionalisme bergerak dari tafsiranbudaya secara primordial ke arah cita-cita kebangsaan. Nasionalisme sebagaicita-cita ditempatkan dengan landasan rasionalisme dan dijadikan sebagaiideologi.  Dari sini kita juga melihat terjadinya kesepakatan kekuatan politik untukmendirikan Negara  Indonesia  dan militer sebagai penjaga  negaranya.                Membincangkan dominasi pahlawan dari kalangan militer kita harusmenepis anggapan umum, bahwa dominasi militer dibangun pada masa-masaOrde Baru melainkan sejak masa sebelumnya. Keberadaan militer yang berkaitandengan peran sosialnya sudah dimulai pada masa demokrasi terpimpin. MenurutBambang Purwanto (2006: 214) selain banyaknya anggota TNI yang diangkatmenjadi gubernur dan bupati di seluruh Indonesia, sebanyak 35 orang dari 283 oranganggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang diangkat oleh PresidenSoekarno pada tahun 1960 adalah anggota TNI. Keperluan keberadaan militer untuknegara itupun  terungkapkan dalam sebuah puisi karya penyair Khairil Anwar yangberjudul “Krawang dan Bekasi”. Isi dari puisi memberikan ruang wacana tentangpentingnya militer bagi bangsa Indonesia jika ingin tetap merdeka dan eksis.

Kedepannya terjadi diskusi yang menarik terkadang jugamembingungkan tentang nasion yang tidak identik dengan bangsa. AdalahMochtar Pabotinggi (Anderson, 2002: xvii) yang diilhami bukunya Ben Andersonyang membedakan bangsa dan nasion. Hematnya bangsa adalah kolektivitassosiologis, sedangkan nasion adalah kolektivitas politik.

Page 266: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

251Muhammad Zaenal Arifin Anis

Penjelasannya, bahwa bangsa padanannya adalah populus yangditerjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah rakyat. Nasio di sisi lain lebihdipandang dalam arti komunitas yang baru menjadi political setelah melaluiproses konstruksi social menjadi komunitas politik terbayang, begitulahpandangan Pabotinggi (Ibid:xix) Benedict Anderson (Nordholt (ed.), 2005; 383),ketika menganalisa perkembangan sejarah sistem politik Indonesia, ia melihatpergeseran dari negara ke bangsa dan kembali lagi ke negara. Bagi Andersonbangsa merupakan suatu komunitas yang sangat kuat solidaritas sosialnya.Anderson melihat bangsa menekankan politik-politik partisipasi dengan tujuansuatu mobilisasi massa.

Pada  periode  ini Brigjen Hassan Basery  sebagai  pemimpin Divisi  IVALRI berkiprah sebagai agen sejarah untuk membangun nasionalisme gunamembebaskan rakyat Kalimatan dari penindasan pendudukan Belanda. Padaakhirnya, kita ketahui wilayah Kalimantan minus Serawak dan Brunai menjadibagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah memang agak terlambat mengangkat Brigjen Hassan Basrysebagai pahlawan nasional ketimbang pahlawan nasional lainnya. AlmarhumBrigjen Hassan Basery ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada tanggal 3November 2001 semasa Megawati Soekarnoputri menjadi Preisiden RepublikIndonesia (Hassan Basery, 2003: 100). Kenapa pemerintah terlambatmemberikan predikat mendiang Hassan Basery sebagai pahlawan nasional?Pertanyaan ini mungkin bukan wewenang saya untuk menjawabnya. Biarkansaja pertanyaan itu terlintas sesaat dan bergulir entah kemana, yang pastimendiang Brigjen Hassan Basery sudah diangkat menjadi pahlawan nasionaldan tentunya kita sebagai urang Banjar sedikit bangga, karena dari sederetnama pahlawan nasional terselip juga putra terbaik dari banua Banjar.

Pengangkatan pahlawan nasional di republik yang kita cintai ini dimulaioleh mendiang presiden pertama Indonesia, yaitu Soekarno yang sangat perduliakan sejarah bangsanya. Kecintaan Bung Karno terhadap sejarah bangsa terlihatketika ia mengutip pandangan Reenan, bahwa bangsa dan tanah air bukanterjadi begitu saja, tetapi bermuasal dari pengakuan dari pergolakan pemikiranintelektual yang sengaja diciptakan (Abdullah, 2001: 34).

Page 267: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

252 Muhammad Zaenal Arifin Anis

Pandangan ini oleh Benidict Anderson (2002) disebut sebagaikomunitas-komunitas terbayang (imagined communities). Ketika Bung Karnoberhasil mengintrodusir rasa kebangsaan, Bung Karno membuat jargon terkenal,yaitu bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.Hal ini yang membuat mendiang Presiden Soekarno merasa perlu untukmengangkat pelawan-pelawan terhadap penjajah menjadi pahlawan nasional.

Menurut Schreiner (2005: 384) pengangkatan tokoh sejarah menjadipahlawan nasional diawali ketika Presiden Soekarno pada Desember 1957mengeluarkan dekrit tentang penghormatan pada hari peringatan pertempuran10 November 1945 di Surabaya.Tahun 1958, Soekarno mengeluarkanKeputusan Presiden No.241 tahun 1958 tentang prosedur menyeleksi danmenetapkan pahlawan-pahlawan nasional.

Kriteria pahlawan menurut Keputusan Presiden tahun 1958 adalahsebagai berikut.Pahlawan Kemerdekaan Nasional adalah seseorang yangsemasa hidupnya terdorong oleh rasa cinta tanah air sangat berjasa dalammemimpin suatu kegiatan yang teratur guna menentang penjajahan di Indonesia,melawan musuh dari luar negeri ataupun mereka yang berjasa dalam lapanganpolitik, ketata negaraan, sosial ekonomi , kebudayaan, maupun dalam lapangan ilmu pengetahuan yang erat hubungannya dengan perjuangan kemerdekaandan perkembangan Indonesia (dalam Schreiner: 385).  Ketika Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia (1964), mendiangPresiden Soekarno merevisi konsep pahlawan. Pahlawan menurut hasil revisitahun 1964 adalah sebagai berikut:

1. Warga Negara Republik Indonesia yang gugur karena tindakankepahlawanannya yang cukup mempunyai mutu dan jasaperjuangannya dalam suatu tugas untuk membela negara dan bangsa

2. Warga  Negara  Republik  Indonesia  yang masih  diridhoi  dalamkeadaan hidup sesudah melakukan tindakan kepahlawanannya yangcukup membuktikan pengorbanannya dalam suatu tugas perjuanganuntuk membela negara dan bangsa dan yang dalam riwayat hidupselanjutnya tidak ternoda oleh suatu tindakan yang menyebabkanmenjadi cacat nilai perjuangan karenanya (Ibid:386).

Page 268: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

253Muhammad Zaenal Arifin Anis

Pada   era Presiden Soeharto  berkuasa,  ia mengangkat  pahlawan-pahlawan primordial dari daerah-daerah luar Pulau Jawa. Semisal SultanHasanuddin dari Sulawesi Selatan, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro danPangeran Antasari dari Kalimantan Selatan. Pengangkatan tokoh-tokoh heroprimordial ini secara esensi untuk mengimbangi banyaknya pahlawan nasionalyang diangkat dari Jawa. Katakan saja, kebijakan pengangkatan pahlawan daridaerah pada masa itu dapat dianggap sebagai sudah tercapainya integrasinasional secara penuh. Dalam arti lain, Pangeran Antasari bukan saja pahlawandan milik Orang Banjar, akan tetapi ia juga pahlawan milik bangsa Indonesia,begitu juga kebalikannya. Dalam bahasa lain, hampir di seluruh wilayah Indonesiaakan terdapat pahlawan-pahlawan nasional.

Kemudian nama-nama pahlawan nasional tersebut disebarkanmenjadi dalam ingatan kolektif rakyat Indonesia semenjak pemerintahmenetapkan mereka sebagai pahlawan nasional dan nama pahlawan nasionaldiabadikan menjadi nama-nama jalan, nama-nama gedung sebagai asesorissebuah kota. Penghargaan kepada pahlawan nasional diasakan dapatmembantu dalam membentuk kesadaran politik dan sejarah bangsa Indonesia.

Tidak cukup dengan itu, untuk mengontrol bangsa dalam konteks iniadalah rakyat, negara menciptakan ritual-ritual politik. Menurut Terue Sekimotoritual politik itu sebagai medium penghubung antara negara dan bangsa(Schreiner:405). Ritual politik yang sangat tampak adalah pada acara peringatan10 November. Peringatan 10 November semasa pemerintahan Soekarno ditandaidengan rapat-rapat masal dan Soekarno tampil dengan pidato-pidato yangmemikat layaknya seperti burung merak atau bisa seperti flamboyan. Pada masaOrde Baru peringatan 10 November dibuat lebih formal dan harus dilaksanakandi seluruh pelosok negeri.

Di Banjarmasin peringatan 10 November, di setiap instansi melakukanupacara kemudian biasanya dilanjutkan dengan ziarah ke makam PangeranAntasari. Dalam satu sisi ziarah ke makam pahlawan merupakan bentukpenghargaan kita kepada orang yang dihormati, tetapi di sisi lain khususnya darisudut pandang politik memperlihatkan betapa kuatnya negara ketimbangbangsa.

Page 269: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

254 Muhammad Zaenal Arifin Anis

III. JATI DIRI BANGSA OBYEK SEJARAH DAN OBYEK BERSEJARAHKonsep jati diri bangsa dapat disandingkan dengan identitas bangsa.

Unsur sangat penting dalam jati diri bangsa adalah kesadaran sejarah.Kesadaran sejarah sangat diperlukan sebagai penanda atau pembeda yangmembedakan satu  bangsa  dengan  bangsa  lainnya. Mungkin  perlu  sayaketengahkan pernyataan seorang pakar tentang suatu bangsa yang tidak memilikikesadaran sejarah berpotensi menjadi bangsa yang lemah dan mudah dijajahdengan berbagai modus, yaitu politik, ekonomi dan budaya (Sedyawati 2006:384). Tidak terbayangkan apabila suatu bangsa tidak mempunyai identitas makaakan mudah tergusur atau terbius pengaruh bangsa lain.

Membincangkan jati diri bangsa, sebagaimana dikemukakan EdiSedyawati (2006: 379): jati diri suatu bangsa dalam berbagai skala ditentukanoleh dua hal, yaitu (1) warisan budaya yang berupa hasil-hasil penciptaan dimasa lalu; dan (b) hasil-hasil daya cipta di masa kini yang didorong, dipacudimungkinkan oleh tantangan dan kondisi aktual dari zaman sekarang.

Pandangan Edy Sedyawati sebagai seorang arkeolog mempunyaikesamaan obyek, tetapi obyek sejarah dengan penekanan sejarah pada waktu.Sejarah membincangkan seluruh aspek kehidupan manusia yang diikat dalamkurun waktu. Lantas apa yang disebut obyek bersejarah? Ada orang yang terkecohatau tidak dapat membedakan antara obyek sejarah dan obyek bersejarah. Obyeksejarah seperti dipaparkan di atas, sedangkan obyek bersejarah adalahtinggalan-tinggalan karya manusia dalam kurun waktu tertentu, ruang aktivitasmanusia pada masa lampau yang dalam bentuk benda disebut artifak, bisa pulaberupa foto-foto atau alat-alat peninggalan manusia. Dalam tulisan ini diartikanmakam pahlawan, makam ulama, kerabat istana, masjid dan sebagainya.

Obyek bersejarah di Kalimantan Selatan pada masa klasik diwakili olehsitus Candi Laras di Margasari dan Candi Agung di Amuntai. Kedua candi inidisebut-sebut dalam Hikayat Banjar. Candi Agung oleh banyak orang disebutmemiliki hubungan dengan Majapahit. Apabila kita mengacu pada pandanganumum, bahwa adanya hubungan Candi Agung dengan Majapahit maka CandiAgung berdiri pada Abad XIV,sedangkan usia Candi Laras usianya lebih tua.

Page 270: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

255Muhammad Zaenal Arifin Anis

Akan tetapi menurut penelitian Balai Arkeologi Banjarmasin (Balar)berdasarkan hasil analisis laboratories melalui radiokarbon C 14 terhadapsample kayu dari areal teras candi, yaitu abad ke-8 Masehi (Vida Pervaya, 2005: 59). Sedangkan di Candi Laras ditemukan prasasti batu hitam dengan aksaraPallawa (abad 7-9 Masehi) berbunyi jaya sidda. Selain itu ditemukan arcaperunggu Buddha Dipangkara. Arca ini berukuran tinggi 21 cm lebar 8 cm dalamposisi berdiri dengan jubah berlipat-lipat menutupi bahu kiri. Arca ini disinyalirberasal dari Srilangka (Ibid:57). Kedua candi itu memberikan informasi, bahwabudaya klasik di Kalimantan Selatan berkembang seiring dengan masa kejayaanbudaya klasik di Jawa Tengah.

Obyek bersejarah masa Islam yang paling banyak terdapat diKalimantan Selatan dibandingkan dengan masa sebelumnya. Menurut catatansejarah di Kalimantan Selatan terdapat sebuah kerajaan, yang dalam arsipBelanda disebut dengan Kerajaan Banjarmasin atau lebih dikenal dengansebutan Kerajaan Banjar dan 3 kerajaan kecil, yaitu Pagatan dan Koesan, BatuLicin dan Sigam serta Koesan. Menurut penelitian Balai Arkeologi Banjarmasinyang dimulai pada tahun 1994 telah mengiventarisir obyek bersejarah Islamyang tersebar di Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Hulu Sungai Utaradan Kabupaten Tabalong.

Obyek bersejarah di Kabupaten Banjar seperti yang saya kutip daritulisan Bambang Sakti Wiku Atmojo (2006:36-38) terdiri dari makam SultanInayatullah, Sultan Adam, Masjid Jami peninggalan Syekh Abdulhamid Abulung(1885). Kedua sultan itu merupakan sultan Banjar yang saat itu ibukota kerajaanBanjar sudah dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura. Adapun Abulung yangmemiliki nama panjang, yaitu Syekh Abdulhamid Abulung yang pandangansufistiknya berseberangan dengan Syekh Arsyad Al Banjari seorang ulamakerajaan yang sangat tersohor keilmuwannya.

Makam tokoh baik yang berhubungan dengn keluarga istana maupunulama terdatakan juga oleh Balai Arkeologi (Balar). Katakan saja makam-makamulama yang sangat terkenal yang karyanya banyak dibaca oleh orang Malaysiadan muslim Thailand, yaitu Syekh Arsyad Al Banjary, Syekh Abdulhamid Abulungdan seorang mufti (hakim) dari kerajaan Banjar bernama K.H. Jamaluddin Sugi

Page 271: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

256 Muhammad Zaenal Arifin Anis

Mufti. Panglima Batur, Pangeran Antasari, Hasanuddin Banjarmasin, makamDartu Sanggul di Tapin, makam Penghulu Rasyid dan K.H Lukman Hakim diTabalong, komplek makam Haji Japeri di Barito Kuala.

Keberadaan masjid juga tidak luput dari penelitian Balar. Masjid SultanSuriansyah di kelurahan Kuin Utara Kecamatan Banjar Utara. Mesjid Jami diJalan Sulawesi peninggalan abad XVIII yang sudah beberapa kali direnovasi.Besar kemungkinan masjid ini merupakan masjid pertama di Banjarmasin.Dalam sisi lain, masjid Sultan Suriansyah merupakan simbol, bahwa agamaIslam mulai diformalkan dan dijadikan agama negara Kerajaan Banjarmasin.Dalam arti lain, secara informal agama Islam sudah masuk dan dianut sebagianpenduduk di wilayah ini.

Di Tabalong terdapat masjid yang bernama Masjid Pusaka yang berasaldari abad ke XIX (1815-1820), Masjid pusaka Banua Lawas di Kecamatan BanuaLawas. Di Amuntai terdapat juga masjid tua yang dibangun pada abad XIX yaituMasjid Agung Amuntai yang terdapat di Amuntai.

Selain masjid, Balar meneliti bentuk rumah-rumah adat yang rata-ratadibangun pada Abad XIX. Rumah-rumah tersebut adalah rumah BubunganTinggi, Balai Laki, Balai Bini dan Cacak Burung di Kecamatan Cempaka, rumahadat Bubungan Tinggi, Gajah Baliku dan Gajah Manyusu di Teluk Selong dansebagainya. Kajian Balar Banjarmasin pada obyek-obyek bersejarah baik yangbersifat teknologis, fungsi dan makna simbolik diharapkan dapat mengungkapkanpencapaian yang telah dikaryakan oleh orang Banjar pada masa lalu. Bukankahnasional terbangun oleh keberadaan regional-regional. Dalam artian mengetahuitentang Banjar berarti juga mengetahui tentang Indonesia. Bisa juga, tidakmengetahui tentang Banjar berarti tidak mengetahui tentang Indonesia.

Makam pahlawan, ulama, keluarga istana pada masa lalu yang terdapatdi Banjarmasin ataupun di Martapura dan sekitarnya bukan melulu sebagaiasesoris kota. Melainkan sengaja dibangun untuk menanamkan kesadaransejarah atau mungkin kesadaran politik generasi penerus terutama di kalanganpelajar agar menjadi bangsa yang kuat dan martabat sehingga mampu bersaingdengan bangsa lain.

Page 272: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

257Muhammad Zaenal Arifin Anis

 IV. PENUTUP                Dari judul dan narasi di atas isinya memperkuat argumentasi, bahwaobyek bersejarah dapat membantu pemahaman terhadap jati diri bangsa. Salahsatu unsur penting dalam jati diri suatu bangsa adalah kesadaran sejarah secarasubyektif. Dalam arti kata masa lampau yang dikaji bukan demi pengetahuan itusendiri, tetapi sebagai suatu simbol yang dapat diadakan untuk masa kini.Katakan saja, keberadaan Candi Laras, Candi Agung, makam dan MasjidSuriansyah merupakan simbol keagungan, keterbukaan, keberagamaanmerupakan personifikasi urang Banjar dalam arti yang sempit dan personifikasibangsa Indonsia dalam arti yang luas.                Makam Pangeran Antasari, makam Brigjen K.H. Hassan Basery dannama-nama pahlawan nasional dari luar Banjarmasin, khususnya Jawamerupakan simbol kepahlawanan dalam melawan dan mengusir penjajahdengan segenap hambatan fisik maupun psikis untuk mencapai kemerdekaan.

Akhirnya, saya mengakui obyek-obyek  bersejarah  apabila ditafsirkansecara ideologis tampaknya upaya negara dalam membangun warisan kultural,penghormatan atas para pahlawan, kesamaan norma sudah dilakukan secaraintens. Dalam kata lain, pascareformasi gerakan pemisahan seperti GAM, neoRMS dan pertentangan antar etnik seperti kasus Dayak versus Madura diKalimantan, Konflik Poso dan  lainya tampak sudah berakhir. Artinya, kesatuannasional sudah terjalin kembali. Persoalannya nasionalisme harus ditafsirkantidak semata membuka masa lalu yang mendukung ideologi politik yang sedangberkuasa, melainkan ideologi yang berbasiskan kepada kepentingan rakyatbanyak yang bercita-cita akan hidup yang lebih layak, sehingga Indonesia sebagainegara yang kita cintai bukan sebagai suatu keutopian. Semoga. KEPUSTAKAANAbdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme & Sejarah. Bandung: Satya Historika. Atmojo, Bambang Sakti Wiku, 2006. Hasil Penelitian Arkeologi Islam di

Kalimantan yang Dilaksanakan Balai Arkeologi Banjarmasin SampaiDengan 2005" dalam Naditira Widya Bulletin Arkeologi, No.15 April 2006.Banjarmasin: Balai Arkeologi Banjarmasin.

Page 273: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

258 Muhammad Zaenal Arifin Anis

Basry. Hassan. 2003. Kisah Gerilya Kalimantan Periode 1945-1949 .Banjarmasin: Yayasan Bhakti Banua.

Kuntowijoyo, 1994. Demokrasi & Budaya Birokrasi. Yogyakarta: Bentang.Sedyawati, Edi.2006, Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.

Jakarta;  Rajawali Pers. Purwanto, Bambang, 2006. Gagalnya Historiografi Indonesiasentris. Yogyakarta:

Ombak.Schreiner, H Klaus. 2005. Penciptaan Pahlawan-Pahlawan Nasional dari

Demokrasi  Terpimpin sampai Orde Baru 1970-an dan 1980-an’ Dalam Nordholt, Henk Schulte (ed.), Outward Appearances. Yogyakarta: LKiS.

Kusmartono, Vida Pervaya Rusianti,2005. Candi Laras dan Candi Agung:Kronologi dan Kontak Budaya Masa Klasik dalam Naditira Widya BuletinArkeologi, No.14.

Page 274: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

259Ahmad Ali Seman, dkk.

PENERAPAN NILAI PATRIOTISME MENERUSIPENDIDIKAN SEJARAH

Ahmad Ali Seman, Raidah Rasyidah Makhtar, Musni Awatif Mustaffar,Anis Farhana Izani, Fathilah Akmal Ismail

Corresponding author: [email protected]

PENGENALANPemupukan semangat patriotisme dalam kalangan warganegara

Malaysia adalah bertujuan untuk mewujudkan dan menyemai semangatketahanan diri, berani, bersemangat wira dan dapat menyumbang kepadakepentingan bangsa dan juga negara. Semangat patriotisme penting dalamusaha untuk mencorakkan semangat baru masyarakat Malaysia dan generasimuda yang kian berubah ekoran daripada peredaran masa sehinggamenyebabkan ketandusan nilai dan semangat patriotisme. Pengertian umumyang dapat diberikan tentang patriotisme ialah perasaan cinta kepada tanah air.Perasaan ini pula merupakan satu pancaran sikap, perlakuan dan dijelmakandalam bentuk perlambangan. Bendera dan lagu kebangsaan adalah unsur yangpaling asas dan disanjung tinggi sebagai lambang kemegahan negara kita.

Ukuran patriotisme pula cukup subjektif dan amat luas ertinya.Patriotisme bukan isu politik atau gimik dan tidak sekadar semangat semata-mata tetapi ia merupakan suatu perkara yang bersifat spiritual, rasa kecintaanyang kekal dan tebal kepada negara yang merangkum nilai kesungguhan,keyakinan, keberanian dan kesinambungan. Dengan perkataan lain, patriotismebukan hanya diucap dengan kata-kata sahaja namun ianya merupakan sesuatu

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia-Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 275: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

260 Ahmad Ali Seman, dkk.

perkara yang boleh dirasai oleh setiap warganegara Malaysia. Nilai-nilaisemangat kenegaraan harus diberi penekanan yang sewajarnya supayasemangat kenegaraan ini akan terus subur dan utuh serta mencambahkan lagisemangat cintakan tanah air yang secara tidak langsung akan mewujudkankesanggupan golongan belia untuk berkorban jiwa dan raga.

Dalam pendidikan, salah satu matlamat penting dasar pendidikannegara adalah untuk mewujudkan suatu identiti bangsa atau sebagai alat untukpembinaan bangsa. Pendidikan Sejarah dapat memainkan peranan sebagaialat pembinaan bangsa apabila digunakan dengan efektif danbertanggungjawab. Menurut Mok Soon Sang (2011), selain daripadaperkembangan potensi individu secara menyeluruh dan seimbang, adalahdiharap juga, melalui proses pendidikan, Malaysia dapat mencapai matlamatpendidikannya seperti melahirkan rakyat yang bertanggungjawab dan bolehmemenuhi kewajipannya sebagai seorang warganegara, melahirkan rakyat yangtaat setia kepada Raja dan cinta kepada negara, melahirkan rakyat yangmemahami serta mengamalkan prinsip-prinsip Rukun Negara dan bersikaptoleransi, demi wujudnya perpaduan rakyat berbilang kaum dan sebagainya(Chua Kheng Hoe, 2007).

Dalam hal ini, Voss (1997) menekankan bahawa mata pelajaran sejarahboleh dijadikan medium mendidik pelajar mengenai nilai-nilai murni melaluirefleksi dan pengajaran yang diperoleh hasil daripada pembelajaran mengenaiperistiwa silam. Pendidikan sejarah ialah asas penting dalam pembinaan bangsaMalaysia. Mempelajari sejarah bukanlah semata-mata untuk mendapatkanpengetahuan tetapi ia turut boleh dijadikan sebagai garis panduan dan menjadiiktibar kepada sesuatu bangsa tentang apa yang telah berlaku. Apa yang berlakuperlu dinilai semula bagi tujuan merancang perubahan masa depan (Hazri,2003). Oleh sebab sejarah memberikan banyak pengajaran yang berkait denganjatuh bangunnya sesuatu bangsa dan negara. Maka, Sejarah patut dijadikangaris panduan untuk pembinaan semula kedudukan dan kekuatan bangsa danNegara (Chua Kheng Hoe, 2007). Pemupukan dan penghayatan nilai-nilaipatriotisme telah bermula sejak daripada sekolah rendah. Menurut BukuPanduan Pemupukan Patriotisme Di Sekolah Rendah (Kementerian Pendidikan1994), nilai-nilai patriotism perlu diterapkan melalui kurikulum dan kokurikulum.Oleh itu, subjek seperti Bahasa Melayu, Pendidikan Islam, Pendidikan Moral,

Page 276: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

261Ahmad Ali Seman, dkk.

Kajian Tempatan dan lain-lain subjek sekolah rendah perlu diterapkan dengannilai-nilai patriotisme yang disepadukan melalui topik dan tema yang diajar.Begitu juga melalui kokurikulum seperti aktiviti sukan, lawatan sambil belajardan sebagainya. Manakala di peringkat menengah pula, penerapan nilai-nilaipatriotism dibuat melalui subjek sejarah, Pendidikan Moral dan Sivik, Geografidan subjek-subjek lain.

Proses pendidikan sudah mencecah hampir 13 tahun, walaubagaimanapun ternyata penghayatan semangat patriotisme dalam kalanganpelajar masih lagi longgar dan berada pada tahap sederhana. Oleh itu, menjadicabaran kepada para guru pada hari ini untuk menerapkan nilai patriotismemenerusi pendidikan sejarah. Hal ini kerana matlamat akhir pengajaran danpembelajaran sejarah ialah untuk menerapkan semangat dan nilai patriotismedalam kalangan pelajar terhadap segara (Ku Hasnita dan Mohd Haizam, 2011).Guru bukan setakat untuk mengajar bagi meningkatkan pencapaian akademiksemata-mata sahaja tetapi lebih daripada itu dimana guru-guru berperananpenting dalam membina dan membangun potensi diri terutama sahsiah, nilaidan akhlak pelajar. Peranan guru sebagai pemupuk nilai dalam pengajarannyaadalah cukup penting. Pemupukan semangat patriotisme ini sangat pentinguntuk memantapkan diri pelajar dari segi ketahanan mental, fizikal dan emosiyang akan membolehkan seseorang itu mampu dan berupaya menghadapisegala masalah dan cabaran yang dihadapinya. Lemahnya nilai patriotismedalam diri pelajar akan memberi kesan kepada semangat juang dan semangatjati diri pelajar menyebabkan ada sesetengah daripada mereka mudahmenyerah kalah dan tunduk kepada sesuatu tekanan (Abd. Rahim, 1999).Unsur-unsur patriotisme yang diterapkan di sekolah-sekolah dianggarkanmampu merapatkan jurang yang sedia ada kepada satu perasaan cinta yangkuat terhadap tanah air dan sanggup berkorban demi mempertahankankepentingan negara untuk keperluan bersama tanpa mengira perbezaan kaumdan agama (AbdSukor, 2003).

PEMUPUKAN PATRIOTISMESemangat patriotisme amat penting dalam konteks negara Malaysia

yang memiliki masyarakat yang berbilang kaum. Semangat patriotisme ini bukansahaja untuk memperbaiki dan meningkatkan semangat perpaduan dan juga

Page 277: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

262 Ahmad Ali Seman, dkk.

intergrasi dalam kalangan rakyat yang berbilang bangsa sahaja bahkan terdapatbeberapa kepentingan lain yang perlu dititikberatkan. Antara kepentingannyaadalah semangat patriotisme di kalangan rakyat adalah untuk memupuk danmengekalkan semangat cinta akan negara. Dengan wujudnya semangat cintaterhadap negara, pasti negara akan terus mengecapi keharmonian dankesejahteraan yang membawa kepada kesepaduan rakyat yang utuh. Pengaruhdaripada luar akan mengambil kesempatan atas kelemahan semangat patriotikyang ditonjolkan oleh warganegara kita dan dengan itu sudah pastinya negaradan masyarakat kita akan mudah ditakluki oleh pemikiran luar bahkan bolehmengundang kepada kegoyahan keamanan negara.

Semangat patriotisme juga penting sebagai pemangkin kepadakemajuan negara. Dimana, apabila rakyat mempunyai semangat patriotisme,rakyat akan bekerja kuat untuk memajukan negara.Sekaligus,ianya dapatmenyumbang ke arah pembangunan negara. Semangat patriotisme akanmenjadikan keadaan negara aman damai dan ini pastinya akan mendoronglebih ramai pelabur asing untuk membuka perniagaan di Malaysia.Sesungguhnya, kedatangan pelabur asing ini akan membuka peluang pekerjaan,menaikkan lagi taraf hidup rakyat dan seterusnya negara kita akan terus maju.

Semangat patriotisme juga penting sebagai asas kekuatan diri individukhususnya golongan belia di negara kita. Semangat patriotisme dalam dirigolongan belia amnya dapat mencorak daya ketahan dan semangat yang tinggiuntuk mendaulatkan bangsa dan juga negara. Dengan itu, semangat patriotismesememangnya tidak boleh dipandang sebelah mata sahaja memandangkansemangat inilah yang mampu membangkitkan semangat dan keyakinan untukterus mempertahankan negara di mata dunia. Berdasarkan kajian lepas masalahdisiplin remaja yang semakin meruncing juga adalah salah satu akibat daripadaterhakisnya semangat patriotisme dalam kalangan remaja itu sendiri (RosyidahMuhamad). Malah, menurut Rokiah Haji Ismail (2000), Kementerian PendidikanMalaysia telah mengeluarkan laporan tentang salah laku pelajar remaja. LaporanDisiplin Pelajar Sekolah Menengah (Kementerian Pendidikan Malaysia 1991)menyatakan bahawa sesetengah pelajar bukan sahaja berani melanggar disiplinsekolah, malah terdapat segelintir yang terlibat dalam kegiatan jenayah sepertimengambil dadah, memeras ugut, kongsi gelap, cabul kehormatan, tunjuk tunjukperasaan dan bertaruh. Akibat dari pada lunturnya semangat patriotisme

Page 278: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

263Ahmad Ali Seman, dkk.

menyebabkan pelbagai gejala tidak sihat berlaku dalam negara malah ia akanmenjejaskan kestabilan sesebuah Negara (Rosyidah Muhamad).

CABARAN PENERAPAN NILAI PATRIOTISMEPendidikan sejarah membawa kita mengenal akar umbi ketamadunan

bangsa, manakala sejarah moden tanah air yang berkembang pula mampumemupuk semangat identiti dan jati diri yang kukuh. Maka, tidak hairanlah kinipendidikan Sejarah telah mula mendapat perhatian yang lebih khusus, malahankesedaran akan kepentingan mata pelajaran Sejarah dalam memupukkeperibadian kebangsaan dan perpaduan masyarakat semakin jelas. Guru pulabertanggungjawab menjadi agen dalam menyampaikan hasrat pemupukanpatriotism kepada pelajar. Namun demikian, bukan mudah bagi guru untukmenjayakan hasrat pemupukan patriotism ini dengan adanya cabaran-cabaranyang perlu dihadapi bukan sahaja dari faktor luaran tetapi juga merangkumikelemahan pendidikan sejarah itu sendiri.

Cabaran pertama bagi guru untuk memupuk semangat patriotismmelalui pendidikan sejarah dalam kalangan pelajar ialah kebanjiran guru bukanopsyen dimana terdapat banyak sekolah yang masih mengalami masalahkekurangan guru di dalam subjek tertentu, sehingga menyebabkan guru bukanopsyen diminta memikul tanggungjawab untuk mengajar mata pelajaran yangbukan dalam kepakaran mereka. Guru bukan opsyen mungkin sahaja bolehmengisi kekosongan dan keperluan mata pelajaran itu, tetapi mungkin gagalmenyampaikan sesuatu ilmu itu dengan berkesan. Justeru, disebabkan olehkurangnya pengetahuan mengenai subjek yang terpaksa diajar, guru-gurucenderung untuk menjadi kurang berkeyakin ketika mengajar. Hal ini sekaligusboleh mendatangkan masalah apabila pelajar pula menjadi kurang bermotivasidalam mempelajari sejarah. Bukan semua guru boleh mengajar sejarah.Kadang-kadang guru yang mempunyai opsyen sejarah sendiri juga gagal untukmenjalankan sesi P&P mata pelajaran sejarah dengan berkesan menyebabkanguru bersikap acuh tidak acuh dalam melaksanakan proses pengajaran danpembelajaran. Hal ini akan menghasilkan pengajaran yang tidak konduktif dantidak efektif. Kesannya, harapan untuk memupuk semangat patriotisme dalamkalangan pelajar melalui pendidikan sejarah juga tidak akan kesampaian.

Page 279: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

264 Ahmad Ali Seman, dkk.

Cabaran guru yang seterusnya dalam proses pemupukan patriotismmelalui pendidikan sejarah juga disebabkan oleh kurangnya penghayatan dalamkalangan guru itu sendiri. Guru merupakan agen perubahan yang menyumbangkepada pembangunan modal insan negara yang berkualiti. Oleh itu, guru perlusentiasa bersedia dan ikhlas dalam melaksanakan tugas sebagai jaminan untukmenghasilkan rakyat yang berfikiran matang dan mempunyai nilai-nilai murnidan semangat patriotism yang boleh dicontohi kepada para pelajar. Dalamkonteks pendidikan, Siti Salwa dan Azlina (2014) bersetuju bahawa guru, yangdigelar ‘Duta Ilmu’ seharusnya menjadi suri teladan kepada murid di sekolah.Penghayatan apa sahaja nilai yang positif seharusnya tidak boleh dipandangremeh oleh guru kerana murid sentiasa melihat guru sebagai “role model” apabilaberada di sekolah (Abdul Rahim&Azharul Nizam 2010). Perubahan yang berlakukepada murid dari aspek prestasi juga dipengaruhi oleh penghayatan yangditunjukkan oleh guru (Mohamad Khairi et al. 2012). Ini membuktikan guru perlusedar tentang kepentingan menerapkan nilai murni ke jiwa murid semasamelaksanakan proses pengajaran dan pembelajaran di sekolah.

Kekangan masa juga menjadi cabaran bagi guru dalam pemupukansemangat patriotism melalui pendidikan sejarah dalam kalangan pelajar.Tanggungjawab harian guru pada masa kini bukan lagi sekadar mengajar tetapitermasuklah menyiapkan tugas bukan akademik yang lain dan akhirnyamenyumbang kepada beban tugas yang meningkat. Beban tugas yang dirasakanterlampau banyak memberi tekanan kepada guru itu sendiri. Fenomena ini secaratidak langsung boleh mengakibatkan motivasi guru untuk menyampaikanpengajaran dengan berkesan dalam kelas terjejas (Norashid & Hamzah 2014).Ekoran daripada beban tugas yang bertambah, kajian Ainudin dan Abdullah (2013)mendapati guru kelihatan kurang menekankan penerapan nilai semasa mengajarkerana sibuk menghabiskan sukatan kurikulum sehinggakan mereka terlepaspandang tentang aspek kurikulum tersembunyi iaitu proses memasukkan nilai-nilai murni ke dalam tajuk yang disampaikan. Seterusnya, beban tugasmengakibatkan guru kurang fokus kepada matlamat pengajaran yang sebenar(Kamaruzaman 2007) dan secara tidak langsung kepuasan kerja tidak dapatdicapai kerana pengagihan tugas yang tidak tepat (Jafri et al. 2010).

Seterusnya ialah cabaran pelajar dan masyarakat itu sendiri mempunyaisemangat patriotism yang kurang dalam diri sendiri. Hal ini menyebabkan cabaran

Page 280: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

265Ahmad Ali Seman, dkk.

kepada guru sejarah itu sendiri untuk menerapkan semangat patriotismemenerusi pendidikan sejarah. Hal ini kerana apabila guru mengajar subjeksejarah, pelajar akan mula merasa bosan dan kurang berminat terhadap matapelajaran tersebut. Mereka akan mula membuat hal masing-masing dan tidakmenumpukan perhatian sepenuhnya ketika guru mengajar. Dengan itu, sukarbagi para guru untuk menerapkan semangat patriotism jika para pelajarnyatidak memberikan perhatian ketika guru mengajar dan juga tidak memberikankerjasama kepada guru. Contohnya, ketika guru mengajar mengenai peristiwa13 Mei, ada pelajar yang endah tak endah sahaja ketika sesipengajaran danpembelajaran. Seharusnya para pelajar perlu memberi perhatian danmenunjukkan minat yang mendalam kerana melalui pembelajaran peristiwatersebut, terdapat banyak nilai yang boleh diambil contoh dan teladan untuk dirisendiri, masyarakat dan juga kepada negara mengenai hubungan kaum dantoleransi antara kaum. Melalui pembelajaran tema tersebut, guru dapatmenerapkan nilai patriotism yang perlu ada kepada seorang pelajar sepertisayangkan negara, menghormati kaum lain dan kekurangan penghayatan nilai-nilai patriotism inilah antara penyebab pelajar menjadi mangsa kepada pelbagaipenyakit sosial.

Nilai patriotisme pelajar yang masih hambar dan berada pada tahapyang membimbangkan juga turut dikhuatiri oleh pelbagai pihak dimana hal inijuga termasuk dalam cabaran yang perlu diatasi bagi memastikan usahapemupukan nilai-nilai patriotik dalam diri pelajar dapat disemaiamnya melaluieleman pendidikan sejarah. Isu-isu semasa, masalah politik negara dan jugaisu-isu politik lain menjadi penghalang kepada pemupukan nilai patriotismedalam jiwa masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan kejadian-kajian yang amatmemilukan seperti tindakan memijak bendera, membakar bendera dan hal inisekaligus memberi cabaran besar kepada guru dalam memupuk danmenerapkan nilai patriotisme dalam kalangan pelajar memandangkan pelajarmerupakan generasi yang akan memerintah dan mentadbir negara di masahadapan.

Salah satu cabaran negara untuk menjadi sebuah negara majumenjelang tahun 2020 adalah untuk melahirkan masyarakat yang bermoral danberetika. Bagi merealisasikan aspirasi negara, kemantapan dan kemurniansistem pendidikan negara merupakan asas yang perlu diberi keutamaan. Hasrat

Page 281: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

266 Ahmad Ali Seman, dkk.

ini terkandung dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan iaitu untuk melahirkaninsan yang seimbang dan harmonis dari segi jasmani, emosi, rohani dan intelekberdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan (Pusat PerkembanganKurikulum, 2005). Nilai-nilai murni dapat dipupuk secara formal dan tidak formal.Masyarakat dan anggota keluarga memainkan peranan penting dalampemupukan nilai dan sahsiah individu yang positif secara tidak formal. Walaubagaimanapun, pemupukan nilai ini akan lebih terarah jika disampaikan melaluisistem pendidikan formal yang jelas strukturnya (Pusat Perkembangan Kurikulum,2005) [Mohamad KhairidanAsmawati, 2010].

Cabaran seterusnya dalam pemupukan semangat patriotism dalamkalangan pelajar melalui pendidikan sejarah ialah aspek pengalaman guru itusendiri. Aspek pengalaman mengajar juga merupakan satu aspek yang seringdikaji dalam kajian-kajian amalan pendidikan. Sebagai contoh, hasil kajian Mead(2003) mendapati guru tidak mampu untuk menerapkan nilai murni keranakurang berpengalaman dalam melaksanakannya. Selain itu, kajian Muhd NorMahmud (1994) berkaitan dengan pelaksanaan perubahan kurikulum geografiKBSM mendapati guru yang mempunyai pengalaman mengajar kurang daripada10 tahun mempunyai sikap yang lebih positif terhadap perubahan kurikulumgeografi berbanding guru yang mempunyai pengalaman mengajar lebih daripada10 tahun. Manakala kajian Rosenholtz (1984) mendapati guru yang mempunyaipengalaman mengajar lima tahun ke atas lebih berkesan berbanding guru yangmernpunyai pengalaman mengajar kurang dari tiga tahun. Begitu juga dalamkajian yang dijalankan di negara barat menunjukkan bahawa bilangan tahunpengalaman mengajar mungkin mempengaruhi pandangan guru tentangamalan-amalan di sekolah. Bennet et al. (dalam Tor Geok Hwa, 2003) mendapatibahawa guru yang lebih berumur berpegang kepada pandangan yang lebihtradisional terhadap gaya pengajaran. Dalam hal ini juga, Hannafin dan Freeman(dalam Tor Geok Hwa, 2003) mendapati bahawa guru yang berpengalamanmempunyai pandangan yang lebih objektif terhadap penguasaan pengetahuanberbanding dengan guru yang tidak banyak pengalaman mengajar. Oleh itu,jelas menunjukkan pengalaman mengajar di sekolah mempengaruhi seseorangguru dalam amalan pengajaran dan seterusnya membantu dalam pembentukannilai patriotisma pelajar (Mohd Khairi dan Asmawati, 2010).

Page 282: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

267Ahmad Ali Seman, dkk.

Cabaran dalam pemupukan patriotism melalui pendidikan sejarahjuga melibatkan kelemahan kurikulum pendidikan sejarah itu sendiri. Sepanjangpelaksanaan pendidikan sejarah, terdapat pelbagai cabaran dan halangan yangberlaku, antaranya ialah kecenderungan tumpah tindih dalam kurikulum sejarah.Kurikulum Pendidikan Sejarah yang digunakan sekarang masih berada padatakuk yang lama. Hal ini demikian kerana pendidikan sejarah yang digunakankini dilihat lebih menyajikan rekonstruksi peristiwa dan aktiviti manusia masalampau yang kebanyakannya bersifat abstrak dan tidak ada bahagian yang benar-benar kelihatan yang bertujuan untuk menekankan pemupukan semangatpatriotisme. Kelemahan tersebut bukan sahaja menyebabkan hasrat pemupukanpatriotism melalui pendidikan sejarah ini tidak tercapai malahan menyebabkanpembelajaran sejarah di dalam kelas tidak lebih daripada aktiviti hafal-menghafalatau terbatas kepada pengembangan ingatan sahaja. Menurut Prof. KhooKhayKim (1992) beliau menyifatkan pembelajaran ini sekadar menghafal danmeluahkannya kembali di dalam peperiksaan sebagai “burung kakak tua”.

Cabaran guru yang seterusnya dalam pemupukan patriotism dalamkalangan pelajar turut melibatkan cabaran yang berpunca daripada kelemahanbuku teks Sejarah (Sharipah Aini Jaafar dan Arba’iyah Mohd Noor). MenurutEstiko Suparjono (1966), buku teks Sejarah memainkan peranan penting bilamana rencana ini merupakan susunan ilmu pendidikan yang sangat berpengaruhterhadap isi dan bentuk pendidikan di sekolah disamping untuk mengembangkankesedaran sejarah dan kesedaran nasional sesebuah negara. Penggunaanbahan teks menjadi sebagai bahan pengajaran dan pembelajaran dalampersekolahan amat penting dalam menyumbang kepada pencapaian matlamatpendidikan di Malaysia. Oleh itu, buku teks hendaklah mengandungi nilai-nilaiyang perlu diterapkan dalam masyarakat ke arah pembinaan negara. Namun disini, kandungan buku teks sejarah menjadi persoalan. Hal ini demikian keranakebanyakan buku teks lebih menitikberatkan sejarah politik Malaysia dan kurangmenceritakan tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang penting dan peristiwayang melibatkan kaum yang boleh menjadi rujukan kepada pelajar. Hal ini secaratidak langsung akan menyebabkan pelajar dan juga pembaca yang lain gagaluntuk memahami wacana sebenar masa lampau Malaysia. Hal ini sudah tentumenjadi penyebab mengapa patriotism gagal dipupuk melalui PendidikanSejarah. Selain itu, topik penubuhan Persekutuan Malaysia juga didapati berat

Page 283: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

268 Ahmad Ali Seman, dkk.

sebelah terhadap Semenanjung Malaysia. Sumbangan oleh pemimpin Sabahdan Sarawak tidak diiktiraf. Proses rundingan antara pemimpin-pemimpinPersekutuan Tanah Melayu, Sabah dan Sarawak yang amat penting danmencabarkan tidak diteliti dan dibincang dengan secukupnya. Hal ini memberigambaran palsu kepada pembaca sehinggakan pembentukan sebuah negara-bangsa baru dianggap sesuatu yang mudah dan rundingan untuk membentukMalaysia adalah senang (Sharipah Aini Jaafar dan Arba’iyah Mohd Noor).

Selain itu, terdapat juga penggunaan ayat dalam buku teks Sejarahyang menyinggung perasaan kaum minoriti (Sharipah Aini Jaafar dan Arba’iyahMohd Noor). Malaysia mempunyai penduduk yang terdiri daripada rakyat yangberbilang bangsa seperti Melayu, Cina, India dan pelbagai lagi kaum minoritiyang lain. Sebagai contoh, buku teks Sejarah terbitan Dewan Bahasa dan Pustakamengandungi penggunaan ayat yang menyinggung perasaan kaum minorti.Contohnya, buku-buku teks tingkatan Tiga dan Lima karya Ramlah Adam et.alyang sering menggunakan perkataan “golongan imigren” dan “pendatang”apabila merujuk kepada penghuni negara ini yang berbangsa India dan Cina.Di gelar sebagai golongan “pendatang” sudah tentu akan membuatkan golongantersebut terasa walhal mereka juga rakyat Malaysia dan masing-masing memilikikerakyatan. Gelaran tersebut seolah-olah menggambarkan mereka hanyagolongan yang menumpang di negara ini. Hal tersebut akan menyebabkanpemupukan semangat patriotisme tidak dapat tercapai kerana pemupukanpatriotism bukan tertumpu kepada kaum Melayu sahaja tetapi pemupukantersebut perlu meliputi seluruh warga Malaysia.

Cabaran guru yang seterusnya dalam memupuk semangat patriotismdalam kalangan pelajar melalui pendidikan sejarah yang seterusnya ialah keranapemupukan patriotism tidak sepenuhnya berlaku dalam kelas dan bergantungkepada aktiviti pembelajaran dalam kelas sahaja tanpa melibatkan aktiviti lain.Dengan hanya bergantung harap kepada guru dalam memupuk semangatpatriotism dalam kalangan pelajar melalui pendidikan sejarah sahaja merupakansatu perkara yang sangat mencabar. Hal ini demikian kerana pemupukanpatriotism dalam kalangan pelajar bukan satu perkara yang mudah tambahanlagi dalam kalangan pelajar yang berbilang bangsa. Oleh hal yang demikan,pemupukan patriotism dalam kalangan pelajar perlulah diusahakan bersamadengan program-program lain juga misalnya seperti program Rancangan

Page 284: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

269Ahmad Ali Seman, dkk.

Integrasi Murid Untuk Perpaduan (RIMUP). Program RIMUP telah dilancarkansebagai satu proses pemupukan semangat perpaduan dalam kaum. RIMUPialah satu program yang menggalakkan penglibatan masyarakat setempat, paraguru dan kerjasama murid-murid dalam kegiatan-kegiatan khas sertapenggunaan bersama kemudahan, peralatan, penggemblengan tenaga dankepakaran. Matlamat RIMUP adalah untuk melahirkan generasi Malaysia yangberilmu pengetahuan, memiliki jiwa dan peribadi yang unggul, bersemangatmuhibah dan mampu menghadapi cabaran secara kolektif dan bersepadu.Dengan adanya aktiviti-aktiviti begini tugas guru untuk memupuk semangatpatrotisme dalam bilik darjah akan menjadi lebih mudah.

PENDIDIKAN SEJARAH DAN PEMUPUKAN SEMANGAT PATRIOTISMESistem pendidikan merupakan salah satu cara untuk melaksanakan

proses pembudayaan masyarakat Malaysia. Oleh itu, segala dasar pendidikanyang dirancang sejak sebelum merdeka hingga selepas merdeka seperti PenyataRazak (1956), Laporan Rahman Taib atau Jawatan Kuasa Penyemak DasarPelajaran 1960 dan Laporan Jawatan kuasa Kabinet (1974) telah dirancangbagi tujuan perpaduan kaum. Berdasarkan kepada keperluan ini PendidikanSejarah telah dipilih sebagai agen kepada pembinaan negara bangsa.Pendidikan Sejarah menjadi garis panduan kepada pelajar yang supayamenghormati perlembagaan negara, memupuk rasa hormat kepada bahasakebangsaan iaitu bahasa Melayu, agama rasmi iaitu agama Islam keranamerekalah sebenarnya pemangkin kepada harapan negara yang akanmenyambung tapak kepimpinan negara bangsa. Berdasarkan kesemua elementersebut secara tidak langsung dapat membawa kepada pemupukan patriotisme(Ahmad Ali 2009). Oleh itu, guru-guru memainkan peranan yang penting dalammemupuk minat di kalangan pelajar terhadap mata pelajaran Sejarah danseterusnya menghayati dan mengamalkan unsur-unsur patriotik dalamkehidupan mereka. Faktor pengajaran yang lemah di sekolah turut memberikesan terhadap penerimaan dan gerak balas pelajar-pelajar. Menurut Haminah(1999) dalam kajian kefahaman dan amalan pelajar terhadap nilai patriotismemelalui Pendidikan sejarah juga mendapati bahawa majoriti pelajar masih gagaluntuk memahami lambang-lambang negara. Malah, pelajar-pelajar juga dilihatmasih bersikap ragu-ragu dalam mempertahankan negara serta kurang peka

Page 285: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

270 Ahmad Ali Seman, dkk.

terhadap masalah dan isu negara. Manakala dari segi amalan, dapat dilihatpelajar rata-ratanya masih lagi kurang mengamalkan nilai taat dan setia kepadapemimpin dan negara.

Selain itu, secara umum, salah satu syarat asas untuk meneruskanserta mengekalkan sesuatu kebudayaan adalah pendidikan. Sebagai contoh, diRusia, pendidikan sejarah merupakan satu isu utama dalam usaha untukpemindahan nilai-nilai patriotisme kepada pelajar. Guru merupakan orang yangbertanggungjawab untuk menanam nilai patriotisme sebagai cara untukpengukuhan komunisme. Bukan itu sahaja, sekolah menjadi asas bagi menanamkesetiaan kepada negara dan sayangkan negara sehingga pelajar sanggupmempertahankan negara mereka. Mereka percaya guru dan sekolah perludidedahkan dengan sejarah dan nilai negara. Guru perlu mendedahkan pelajarnilai kebanggaan kepada negara (Azwani et al 2011). Pendidikan sejarah jugaberperanan dalam meningkatkan sosialisasi dan kesedaran politik disampingmengukuhkan semangat patriotisme yang mana merupakan salah satu aspekyang penting dalam pembentukan warganegara. Kesedaran terhadap warisansejarah dan masa lalu penting dalam pembentukan generasi yang cintakannegara. Pendidikan sejarah memainkan peranan yang penting dalammeningkatkan semangat patriotisme dan perasaan bangga terhadap negara.

KESIMPULANMatlamat dan wawasan membina Malaysia sebagai negara maju

sepenuhnya menjelang tahun 2020 mestilah berasaskan kepada penyatuandan perpaduan rakyat yang kukuh dan padu. Menurut Buku Panduan PemupukanPatriotisme Di Sekolah Rendah (Kementerian Pendidikan: 1994), nilai-nilaipatriotisme perlu diterapkan melalui kurikulum dan ko-kurikulum. Oleh itu, subjekseperti Bahasa Melayu, Bahasa Cina, Bahasa Tamil, Pendidikan Moral,Pendidikan Islam, Kajian Tempatan dan lain-lain subjek sekolah rendah, perludiselitkan dengan nilai-nilai patriotisme yang disepadukan melalui topik yangdiajar. Begitu juga melalui ko-kurikulum seperti aktiviti sukan, lawatan sambilbelajar dan sebagainya. Manakala di peringkat menengah pula, penerapannilai-nilai patriotisme dibuat melalui subjek Sejarah, Pendidikan Moral, Geografi,Pendidikan Islam dan subjek-subjek yang lain (Rizal Uzir: 2002). Hal inimenunjukkan pemupukan patriotisme telah bermula daripada sekolah rendah

Page 286: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

271Ahmad Ali Seman, dkk.

lagi. Akan tetapi, penghayatan nilai patriotisme dalam kalangan pelajar masihpada tahap yang sederhana.

Nilai-nilai patriotisme merupakan sebahagian daripada nilai-nilai murni,dimana ianya boleh menyumbang kepada pembentukan generasi yangberhemah tinggi dan mempunyai akhlak yang mulia. Kekurangan penghayatannilai-nilai patriotisme akan menyebabkan pelajar menjadi mangsa kepadapelbagai penyakit sosial. Sikap berpuak-puak dan bermusuhan sesama sendiriboleh menghancurkan semangat patriotisme sekaligus mencambahkan. Denganwujudnya semangat perkauman dan sikap toleransi antara kaum yang sukardiwujudkan. Selain itu, sikap individu dan materialistik juga antara punca yangmenyekat kepada perkembangan semangat patriotisme. Era kepesatan ekonomimasa kini seolah-olah menarik seluruh tenaga dan fikiran umum ke arah yangbercorak materialistik (Nazri Muslim ). Hal ini disebabkan masyarakat kita padamasa kini lebih memikirkan kemewahan dan kesenangan dalam hidupberbanding dengan penerapan nilai-nilai murni yang boleh meningkatkan lagisemangat patriotisme yang kian luntur keadaan persekitaran juga bolehmemberikan implikasi yang negatif kepada pelajar dalam penerapan nilaipatriotisme. Dalam keadaan masyarakat yang sedang bergolak dengan pelbagaimasalah sosial, hal ini mudah mendatangkan kesan yang negatif kepada pelajarkerana pelajar merupakan golongan yang mudah dipengaruhi maka, tanpabimbingan yang betul mereka mudah menjadi sasaran.

Cabaran yang datang pada alaf baru ini amat merunsingkan keranaterdapat unsur-unsur tekanan daripada yang kuat terhadap yang lemah, golonganremaja perlu mempunyai semangat cinta kasih yang ketat dan kental kepadanegara selain bersemangat setia pada negara. Tanpa semangat patriotisme,kemungkinan negara ini satu hari nanti tidak akan wujud lagi dan hanya menjadisatu daerah yang kecil dalam dunia. Apabila ini berlaku, sukar bagi rakyatmempunyai semangat patriotisme terhadap negara kerana negara tidak wujudlagi. Oleh itu, Guru memainkan peranan utama dalam menentukan keberkesanandan kejayaan usaha penerapan unsur-unsur patriotisme di sekolah terutamanyaguru-guru yang mengajar mata pelajaran sejarah. Hal ini kerana guru-gurusejarah memainkan peranan yang sangat penting dalam memupuk minat dikalangan pelajar terhadap mata pelajaran sejarah dan seterunya menanam,menghayati dan mengamalkan unsur-unsur patriotic dalam kehidupan mereka.

Page 287: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

272 Ahmad Ali Seman, dkk.

Guru yang dapat menunjukkan kualiti pengajaran yang baik, mementingkankemajuan dan pencapaian pelajar, dapat menjadikan pengajarannya menarikminat dan disukai pelajar. Ini merupakan aset yang penting kepada sekolah(Chua Kheng Hoe, 2007).

Kandungan kurikulum sejarah memberi penekanan kepadapengetahuan tentang sejarah negara dan nilai-nilai yang dapat memupuksemangat patriotisme. Hal ini kerana melalui matlamat pengajaran danpembelajaran yang terdapat di dalam sukatan mata pelajaran sejarah adalahuntuk melahirkan pelajar yang mempunyai nilai dan kesedaran patriotismeterhadap negara serta untuk menjadi seorang warganegara yang patriotik. Olehitu, ianya menjadi tanggungjawab seorang guru untuk mendidik dan menerapkanpara pelajarnya mengenai nilai-nilai patriotisme yang boleh didapati melaluipembelajaran peristiwa-peristiwa sejarah yang terdapat di dalam buku teks. Halini bermakna guru sejarah berperanan sebagai pembentuk generasi masa depanyang menjadikan sejarah sebagai panduan dan iktibar dalam kehidupan generasiakan datang (Anuar Ahmad, 2009). Oleh itu usaha penerapan nilai patriotismedalam kalangan pelajar menerusi pendidikan sejarah tiada noktahnya. Walaupunterdapat pelbagai cabaran yang dihadapi oleh guru dalam usaha menerapkannilai patriotisme dalam kalangan pelajar menerusi pendidikan sejarah, ianyatetap menjadi tugas guru sebagai seorang guru sejarah. Ringkasnya, penerapannilai patriotisme menerusi pendidikan sejarah dilihat sebagai landasan terbaikdalam melahirkan pelajar yang memahami pentingnya integrasi dalammasyarakat berbilang kaum ini.

RUJUKANAbd Sukor bin Yusof. 2003. Pemupukan Semangat Patriotisme Di Kalangan

Pelajar Sekolah Menengah Menerusi Pengajaran dan PembelajaranSejarah: Satu Kajian Kes Tingkatan Dua. Tanjong Malim: UniversitiPendidikan Sultan Idris.

Ahmad Ali Bin Seman. 2009. Pemupukan Patriotisme Melalui PendidikanMulticultural dalam Pendidikan Sejarah di Malaysia: Satu TinjauanPerspektif. Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, 1 (2): 28-49.

Page 288: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

273Ahmad Ali Seman, dkk.

Anuar Ahmad, Siti Haishah Abd Rahman, Nur Atiqah T. Abdullah. 2009. TahapKeupayaan Pengajaran Guru Sejarah dan Hubungannya denganPencapaian Murid di Sekolah Berprestasi Rendah. Jurnal PendidikanMalaysia 32(1), 53-66.

Chua Kheng Hoe. 2007. Pembangunan Patriotisme Dalam Pengajaran danPembelajaran Mata Pelajaran Sejarah Tingkatan Dua: PerbandinganAntara Empat Jenis Sekolah. Tesis, Universiti Teknologi Malaysia.

Haminah Binti Suhaibo. 1999. Kefahaman dan Amalan Unsur Patriotisme MelaluiMata Pelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas Kuching. Kuching.Unit Sejarah, Maktab Perguruan Batu Lintang.

Haminah Suhaibo. 2010. Pemupukan Patriotism dalam Pendidikan SejarahTingkatan 1. Jurnal Penyelidikan IPG KBL, Jilid 9.

Kamarol Baharen Mohd Rom. Johan @ Eddy Luaran. 2013. Peranan KepimpinanGuru Mempengaruhi Keberkesanan Pengajaran dan PembelajaranSejarah Dalam Iklim Bilik Darjah. Fakulti Pendidikan: Universiti TeknologiMARA.

Kosterman, R. & Feshbach. 1989. Towards A Measure Of Patriotic AndNasionalistic Attitudes. Journal Political Psychology, 10.

Ku Hasnita Ku Samsu dan Mohd Haizam Mohd Nor. 2011. KepentinganPendidikan Patriotisme Terhadap Warganegara Malaysia. Jati, Vol. 16,December 2011.

Mohamad Khairi Othman. Asmawati Suhid. 2010. Peranan Sekolah dan Gurudalam Pembangunan Nilai Pelajar Menerusi Penerapan Nilai Murni:Satu Sorotan. MALIM SEA Journal of General Studies.

Mok Soon Sang. 2011. Pedagogi Untuk Pengajaran Pembelajaran. Selangor:Penerbitan Multimedia.

Noorhasliza Mohd Nordin, Mohd Mahzan Awang. 2014. PenerapanNasionalisme Dalam Pendidikan Sejarah. 23rd Conferrence Of TheInternational Association Of Historians Of Asia 2014. Vol 5.

Nugent, J.K. 1994. The Development Of Childrren’s Relationship With TheirCountry. Children’s Environment, 11.

Page 289: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

274 Ahmad Ali Seman, dkk.

Piaget, J. & Weil. 1951. The Developement In Children Of The Idea Of TheHomeland And Of Relation To Other Countries. International SocialScience Bulletin, 3.

Rokiah Haji Ismail. 2000. Salah Laku di Kalangan Pelajar Sekolah Menegah, didalam Abdul Rahman Embong, Negara, Pasaran, dan PemodenanMalaysia. Bangi: UKM.

Page 290: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

275Abdul Aziz Abdul Rahman

PERKEMBANGAN TOLERANSI KAUM DIMALAYSIA

Abdul Aziz Abdul RahmanCorresponding author: [email protected]

PENGENALANDalam masyarakat majmuk (multi rasial) dan ledakan maklumat tanpa

batas, ada sahaja anasir yang cuba menangguk di air keroh bagi menimbulkanpertentangan dan menimbulkan perpecahan melalui media yang paling mudahdan cepat disebarkan iaitu media sosial, hingga timbul provokasi, fitnah dansikap prejudis yang boleh mencetuskan jurang yang kian melebar antara kaum.Kunci kepada perpaduan ialah perkongsian, persamaan hak dan keadilan.Namun begitu dalam konteks masyarakat masa kini, terdapat masyarakat dankomuniti tertentu menuntut agar mereka diberikan hak yang lebih dan mengatasikaum lain hingga boleh menimbulkan masalah adaptasi sosial dan pertikaianyang tidak berkesudahan. Padahal dalam cabaran kelima Wawasan 2020 telahdinyatakan bahawa masyarakat perlu bertolak ansur terhadap amalan budayadan agama kaum lain tanpa sebarang prasangka dan ketidakpuasan hati.

Cabaran besar yang perlu diatasi oleh rakyat Malaysia ialah bagaimanauntuk membuang prasangka negatif terhadap kaum lain dan sedia bersama-sama membangunkan negara sebagai satu bangsa tanpa sebarang batas ras,kaum, agama dan keturunan. Persoalan siapa penduduk asal tanah ini tidak lagiperlu dibangkitkan, kerana masing-masing telahpun menerima kontrak sosial yang

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia-Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 291: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

276 Abdul Aziz Abdul Rahman

terakam dalam sejarah antara pemimpin pelbagai kaum di Tanah Melayu unrukberkongsi sebuah negara yang sama dan mewujudkan kehidupan yang harmoni.

Rakyat Malaysia mengamalkan nilai-nilai murni yang telah diperakui dan diterimaumum iaitu : (a) mengelakkan sebarang konflik, (b) tidak menggunakan kekerasandan (c) bertindak secara rasional melalui proses rundingan. Semua rakyat Malaysiasedar dan tahu akan perbezaan yang wujud namun hal tersebut bukan halangan danrintangan untuk membangunkan negara maju yang berdaya saing dan beridentitinasional, asalkan semua kaum juga sedia menyesuaikan diri, bersikap kompromi,menghargai kaum lain dan beradaptasi secara harmoni dengan unsur kebudayaankaum lain (Wan Hasan Wan Othman, 1992; Mansoor Mohd Noor, 1997).

MODEL TOLERANSI KAUMDunia pada masa kini tidak lagi menyaksikan wujudnya sebuah negara yang

mempunyai masyarakat tunggal. Kegiatan penghijrahan besar-besaran akibat dasar-dasar kolonial, perang saudara, mala petaka alam dan pemerdagangkan manusia,menyaksikan bangsa-bangsa lain atau etnik yang berbeza telah berintegrasi dalammasyarakat tempatan samada diterima ataupun tidak hingga lambat laun akhirnyaperkara ini tidak lagi boleh dihalang dan disekat. Negara Malaysia juga menghadapirealiti yang sama kerana terdapat lebih 200 suku kaum di Malaysia hingga tanpaadanya kawalan kendiri dan luaran, tentu sekali isu yang kecil boleh diperbesarkanhingga mencetuskan perbalahan dan konflik. Malaysia merupakan sebuah negaramoden, pelbagai kaum dan budaya tetapi masih kekal aman dan harmoni tanpasebarang konflik atau ketegangan yang serius hingga boleh menimbulkan rusuhan,perpecahan atau darurat. Keadaan ini memang mengejutkan banyak pihakterutamanya dunia luar, yang menyaksikan kebijaksanaan rakyat dan kerajaan dalammenguruskan kepelbagaian yang ada dengan pendekatan yang sederhana iaitumengukuhkan semangat toleransi antara kaum.

Gagasan konsep Bangsa Malaysia sebagaimana yang diutarakan dalamWawasan 2020 adalah kemuncak kepada semangat toleransi yang mahu digerakkanhingga akhirnya nanti setiap rakyat bertolak ansur untuk tidak lagi mengutamakankebangsaan sempit tetapi konsep bangsa yang merangkumi semua etnik di negaraini. Menurut Wan Hassan Wan Othman (1992) toleransi antara kaum bermula dengansikap menerima dan dapat menyesuaikan diri dengan unsur kepelbagaian yangwujud tanpa sebarang kebimbangan dan kerisauan.

Page 292: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

277Abdul Aziz Abdul Rahman

Manakala Mansor Mohd Noor (1997) pula menilai erti kompromi(persetujuan untuk proses rundingan dan negotiatif) dalam menangani pelbagaiisu adalah titik penting bagi mengelakkan perbalahan antara kaum. MenurutPutnam (2001) melalui Teori Modal Sosialnya pula mengetengahkan keperluansetiap kaum untuk mendapatkan pengiktirafan dan penghargaan sebagai asasdalam proses saling mengenal, menerima dan akhirnya dapat beradaptasisebagai satu kelompok. Maka berasaskan beberapa pandangan di atas, beberapapemboleh ubah asas dalam mengembangkan sikap toleransi antara kaummelibatkan perubahan minda dan sikap untuk menerima kepelbagaian,menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial, memberi pengiktirafan danpenghargaan kepada kaum lain dan beradaptasi dengan mereka dalam pelbagaikegiatan sosial. Jadi, berasaskan pandangan tersebut, Model Toleransi Kaumtelah dibentuk, iaitu

Rajah 1 Model Toleransi KaumSumber: Wan Hassan Wan Othman (1992), Mansor Mohd Noor (1997) dan Putnam (1998)

Adopsi Sosial dalanPelbagai Aktiviti

Sedia Berkompromi

MombonPernghargaan

Menyesuaikandiri

MenerimaKepelbagian

ToleransiKaum

Page 293: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

278 Abdul Aziz Abdul Rahman

BELIADi Malaysia golongan belia adalah merujuk kepada individu yang berumur

antara 15 hingga 40 tahun. Dari segi perkembangan manusia pula ialah diperingkat 15 tahun hingga 24 tahun di mana golongan ini mengalamiperkembangan psikososial yang sangat kompleks, cenderung meneroka alamkehidupan dan suka menguji batasan peraturan masyarakat (Abdullah Al-Hadi,Rozumah dan Siti Nor, 1998). Belia sering menjadi fokus kerana kaitannya dengangambaran potensi politik dan idealisme. Apatah lagi, gaya hidup dan pemikiranyang acapkali menentang ketetapan masyarakat sebelumnya menjadikebimbangan segelintir pihak. Menurut Intan Hashimah Mohd Hashim (2010),fasa dewasa dapat dibahagikan kepada tiga kategori, di mana penamatnya ialahdatangnya ajal atau maut. Menurut beliau, kategori tersebut ialah:

Rajah 2 Fasa KedewasaanZaman dewasa awal merupakan fasa transisi dan peralihan dari zaman

kebergantungan kepada keluarga kepada zaman mula hidup berdikari,menyelesaikan masalah dan membuat keputusan sendiri. Zaman ini seringkalidisebut dalam masyarakat kita sebagai fasa Belia. Zaman ini mereka mula belajarmenghadapi dunia dengan pengalaman yang sedikit dan banyak belajar daripadakesilapan. Mereka mula menempatkan diri mereka dalam proses sosial dansentiasa inginkan penghargaan. Pada ketika ini, pergaulan mereka menjadi lebihluas terutama setelah mendapat peluang belajar di universiti dan mendapattawaran pekerjaan. Mereka perlu berakomodasi dan beradaptasi dengan suasanabaru, budaya kerja baru dan yang paling penting suasana majmuk yang ada disekeliling mereka.

PERGAULAN SOSIALDalam konteks pergaulan sosial masa kini, masih ada dalam kalangan

individu yang menonjolkan perasaan perkauman yang menebal bukan hanyadalam ruang lingkup etnik tetapi juga perasaan kenegerian. Mereka menolakpergaulan dengan kaum lain dan tidak menerima unsur kepelbagaian sebagaisatu elemen penting bangsa Malaysia malah yang lebih parah semangat

Dewasa Awal18 - 40 Tahun

Dewasa Pertengahan41 - 65 Tahun

Dewasa Akhir>66 tahun

Page 294: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

279Abdul Aziz Abdul Rahman

kenegerian juga ditonjolkan sebagai satu bentuk halangan baru yang munculdalam masyarakat seperti semangat Kejohoran, Kelantanese dan Sarawakian.Keadaan ini berlaku dalam pergaulan sosial dalam kalangan belia dewasa ini.Semuanya ini kerana latar belakang pendidikan yang diterima atau asuhan dalampersekitaran komuniti yang kental dengan semangat tersebut hinggamengabaikan kepentingan sebagai satu bangsa yang sehati dan sejiwa.

Dalam percaturan masa kini yang melibatkan penggunaan teknologi yangcanggih serta moden ini pula, media sosial yang seharusnya menjadipenghubung sebagai satu bangsa digunakan sebagai médium yang bersifatnegatif tujuan untuk menyebarkan dan membuat fitnah, memecahbelahkanmasyarakat, menimbulkan sentimen perkauman, provokasi akan amalan budayadan agama dan mencetuskan keresahan di alam maya hingga bolehmenghalang proses penerimaan dan penyesuaian sosial antara kaum.

Pemilihan pekerja juga masih berlandaskan sentimen perkauman hinggaramai dalam kalangan belia dari kalangan kaum lain tidak mendapat tempatdan diberi peluang. Ditambah pula dengan sikap majikan yang hanyamementingkan kepentingan kaumnya sahaja menambahkan lagi jurangpermuafakatan di antara kaum di Malaysia. Ertinya, sikap penerimaan danpenghargaan terhadap etnik lain masih lagi tidak berlaku di sesetengah tempatdan organisasi. Terdapat juga institusi pengajian tinggi swasta yangdimonopoli oleh satu-satu kaum sahaja kerana tidak mahu mendaulatkan BahasaKebangsaan sebagai bahasa perantara sekaligus menyekat ribuan anak kaumlain untuk tertarik dalam membuat permohonan hingga akhirnya menjadi sebuahpusat pengajian tinggi yang dimonopoli oleh satu kaum sahaja.

Adakalanya langkah menyemai dan memupuk toleransi antara kaumterjejas akibat munculnya kumpulan NGO’s yang meletakkan agenda kaumsebagai perjuangan utama kewujudan mereka. Kebanyakan NGO’s inidianggotai oleh golongan belia. Mereka telah diasuh dan dibimbing untukmengutamakan perjuangan berteraskan kaum dan bukannya kebangsaanhingga menyebabkan secara semberono menyentuh isu-isu sensitif di luarkawalan malahan tanpa berfikir panjang telah bertindak di luar batasperlembagaan dan pertimbangan nilai.

Pandangan stereotaip terhadap etnik lain juga menjadi satu masalahyang masih lagi sukar dihapuskan di dalam masyarakat kita. Permasalahan ini

Page 295: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

280 Abdul Aziz Abdul Rahman

bukan merupakan isu baru bahkan ianya telah terjadi sebelum negara kitamencapai kemerdekaan lagi. Perbuatan individu tertentu dilabelkan mewakilisesebuah etnik manakala etnik lain menjadikannya sebagai gambaran umumtentang etnik terbabit secara keseluruhan, sebagai contohnya perbuatan samsengdikaitkan dengan kaum Cina, sikap pemalas disinonimkan dengan orang Melayudan membuat bising dilabelkan kepada kaum India. Padahal sikap ini bukanlahlambang atau cerminan kaum tetapi individu dalam masyarakat. Malahan adajuga ahli politik yang menganggap Melayu mudah lupa, padahal semua kaummengalami fenomena kelupaan hatta orang barat di negara maju jugamengalami sindrom pelupa, pemalas dan pengotor.

Sikap etnocentr ic juga salah satu punca menjadi penghalangpengembangan proses toleransi dalam masyarakat golongan belia hanyamemandang tinggi nilai budaya kaum mereka dan menganggap rendah nilaibudaya kaum lain samada dari segi cara berpakaian, amalan pemakanan, carapertuturan, lokasi perumahan dan sebagainya. Apabila hal ini wujud, sukar bagimereka untuk mengiktiraf dan menghargai kaum lain sebagaimana merekamenghargai kaum mereka sendiri.

KEMAJMUKAN BUDAYA DAN TOLERANSI KAUMDalam proses membina hubungan antara kaum dan membentuk toleransi

di Malaysia, maka konsep Kemajmukan Budaya telah diamalkan iaitu setiapkaum saling menyesuaikan diri, menghormati dan mengiktiraf amalan agamadan budaya kaum lain biarpun dalam proses dan kesedaran untukmembangunkan satu bangsa yang memiliki identiti kebangsaan. Dalam erti katalain, menurut Wan Halim Wan Othman (1992), elemen etnik diterima sebagaisatu komponen dalam pembinaan Bangsa Malaysia tanpa wujudnya prosesamalgamasi (mengutamakan etnik dominan), asimilasi (identiti etnik dihapuskan),akulturasi (perwujudan satu bentuk kebudayaan) dan proliferasi (tiada satu identitikaum yang ditonjolkan) tetapi lebih menjurus kepada akomodasi (penerimaandan pemahaman tentang unsur kemajmukan), adaptasi (penyesuaian sosial –menghargai, menghormati dan mengiktiraf keberagaman agama, bahasa danbudaya) serta integrasi (dapat menjadi satu bangsa yang hidup aman danharmoni).

Page 296: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

281Abdul Aziz Abdul Rahman

Dalam Sejarah moden ketika pembinaan Negara Uganda, Presiden IdiAmin telah menyingkirkan kumpulan usahawan India yang berjaya hingga diterimasebagai warga Great Britain, demikian juga di Vietnam selepas kekalahanAmerika Syarikat, kumpulan kaum Cina terpaksa melarikan diri dari sentimenkebencian kaum hingga mendapat perlindungan Malaysia di Pulau Bidong danperistiwa pembersihan etnik yang berlaku di Bosnia dan Republik Afrika Tengah.Semuanya ini menggambarkan betapa penyatuan dan pembinaan negarabangsa moden perlu mengakui dan menerima hakikat bahawa ianya perluterbina atas asas toleransi antara kaum (Mansor Mohd Nor, et al. 2006).

Pluraliti budaya memerlukan setiap kaum sedar akan hakikat bahawatiada bangsa tunggal di negara ini, tetapi yang ada ialah kemajmukan. Cumamenjadi satu keunikan di Malaysia apabila kemajmukan yang tersedia ini telahditerima oleh semua kaum dan telah termaktub dalam peruntukan Perlembagaanyang dipersetujui bersama di dalam sistem Raja Berperlembagaan, yangmenjelaskan hakikat bahawa orang Melayu menerajui sistem pentadbirannegara yang tidak boleh dipertikaikan lagi. Dalam akar umbi masyarakat, sistemnilai setiap kaum tidak boleh dipertikaikan sebaliknya perlu saling menghormatitanpa perlu perdebatan dan soal jawab contohnya pembinaan kandang khinzirdi kawasan tertentu, kemunculan kumpulan vegetarian dalam kalangan kaumIndia atau pemilihan makanan halal oleh orang Melayu. Semuanya inimembabitkan sistema nilai yang berteraskan agama dan budaya. Sikap toleransimenggambarkan bahawa semua sistema nilai ini perlu dihormati, dikompromidan diberikan laluan tanpa adanya halangan dan sekatan, kerana tidak mungkinsesuatu kaum dipaksakan dengan sistem nilai kaum lain. Barulah kehidupanharmoni dan hubungan yang baik antara kaum dapat dijayakan. Penerimaandan saling menghormati antara satu sama lain dari pelbagai sudut amat pentingbagi merealisasikan sebuah masyarakat yang saling bertolak ansur.

Dalam erti kata lain setiap kaum bebas mengamalkan agama dan budayamereka serta dibenarkan menurut Perlembagaan iaitu tidak menghapuskansebarang akar tradisi mereka. Walau bagaimanapun, semangat kenegaraansebagai satu bangsa Malaysia masih lagi diperkukuhkan malah perbezaan sepertiinilah menjadi keunikan Malaysia hingga menarik hati ramai pelancong asinguntuk berkunjung ke negara ini terutama ketika musim-musim perayaan setiapkaum menjelang, peratus kebanjiran pelancong akan meningkat daripada

Page 297: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

282 Abdul Aziz Abdul Rahman

sebelumnya. Menurut Mariappam (1995), konsep mencairkan cara hidup danbudaya kaum lain atau melting pot sebagaimana yang berlaku di Thailand danIndonesia bagi mewujudkan kebudayaan baru untuk mewakili bangsa atasnama kenegaraan tidak dapat dilakukan kerana setiap kaum berhak untukmengamalkan cara hidup dan budaya mereka namun dalam masa yang samamencari dan menemukan bagaimana kepelbagaian kaum ini diikat oleh satuikatan kebersamaan dan toleransi bagi membentuk identiti nasional.

TOLERANSI KAUMToleransi kaum dirujuk sebagai satu hubungan antara dua sistem yang

terjadi sedemikian rupa sehingga kejadian yang berlangsung pada satu sistemakan mempengaruhi kejadian yang berlaku kepada sistem yang lain. Ia jugamerupakan satu pertalian sosial sehingga saling mempengaruhi antara satusama lain. (Lee, 1985). Menurut kajian Freedman (1960) sememangnyasemangat kebersamaan dan toleransi dalam kalangan masyarakat majmuk diMalaysia masih lagi rendah dan menjadi masalah yang mencabar pada masaitu. Jesudason (1989) menganggap perkiraan kaum amat penting dalamsebarang pengambilan keputusan ketika melaksanakan satu-satu dasar agarsetiap kaum mendapat hak mereka dan tidak diabaikan supaya usahamenggerakkan toleransi dapat dibina dan dibentuk.

Sanusi Osman (1984) mengakui toleransi yang berlaku dalam masyarakatjuga mengikut strata dalam masyarakat iaitu melibatkan cara pemikiran, polatindakan dan cara hidup mengikut kepentingan politik, ekonomi dan sosial.Semua rakyat Malaysia sedar akan asas kekukuhan negara dan kestabilan politikadalah berteraskan pemeliharaan hubungan baik antara etnik. Andainyaperpaduan tidak dipelihara, jurang antara etnik kian melebar tentu sekali negarabangsa yang dibangunkan akan berada diambang bahaya kerana bolehmenjerumuskan rakyat kepada konflik, pergolakan dan perpecahan.Sehubungan dengan itu, usaha dan langkah ke arah membina masyarakatMalaysia yang bersatu padu dalam konteks masyarakat majmuk yang kompleksini adalah satu cabaran yang perlu diatasi dan paling crucial untuk merealisasikannegara maju pada tahun 2020.

Menurut Neena Sharma (1985) dalam masyarakat pelbagai etnik,kesediaan untuk bertoleransi amat penting bagi mengelakkan ketegangan dan

Page 298: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

283Abdul Aziz Abdul Rahman

mewujudkan suasana yang baik ketika proses penyesuaian sosial. Sekitar tahun1980-an usaha untuk melahirkan masyarakat Malaysia yang bersefahaman,bersatupadu dan bertoleransi giat dilaksanakan melalui langkah-langkah yangdilaksanakan oleh Jabatan Perpaduan Negara seperti melalui pembentukanrukun tetangga dalam komuniti yang melibatkan peranan semua etnik,penggubalan Rukun Negara dan penonjolan perkataan nasional bagi memenuhirupa bangsa di Malaysia. Sebagai pasak keutuhan Negara bangsa, makaperubahan persekitaran sosial yang berlaku dalam kalangan kaum hendaklahmengarah kepada sikap saling menghormati, menerima, menghargai danmengiktiraf kepelbagaian yang ada antara satu sama lain sebagai satu kekuatanuntuk menjurus kepada pembinaan, pengukuhan dan pemantapan perpaduankaum sekaligus menjadi tonggak utama pembinaan negara bangsa yangbersatupadu, berdaulat dan menghayati nilai-nilai perjuangan bangsa dan aspekkenegaraan. Segala sikap prejudis yang wujud menandakan masih wujud rasatidak percaya dan buruk sangka antara satu sama lain. Hal ini boleh menjadi duridalam daging kepada proses pembinaan satu bangsa Malaysia yang harmonidan saling bekerjasama. Pembinaan negara yang stabil dan kukuh tidak akanberlaku jika dalam kalangan pemimpin dan rakyat pada peringkat akar umbi salingmemperbesarkan isu yang kecil dan melabelkan kaum lain dengan pelbagaiidentiti negatif sehingga menimbulkan ketidakpuasan hati pelbagai pihak.

Dalam sebuah masyarakat yang berbilang kaum seperti Malaysia, Lee(1990) berpendapat perlu adanya sikap saling mempercayai dan kesediaanuntuk memelihara kepentingan nasional. Demikian juga pendapat Mohd NoorNawawi (1990) dan Cheu Hock Thong (1995) yang melihat pembinaan generasimuda yang lebih menghargai perpaduan dan semangat kebersamaan perludipertingkatkan dalam persekitaran sosial melalui dorongan budaya positif danmengambil tahu antara satu sama lain. Sekaligus usaha-usaha untukmemperbaiki hubungan diantara kaum haruslah sentiasa dititikberatkan danmenjadi agenda utama di dalam masyarakat Malaysia.

Jika diamati, setiap kaum masih membawa haluan masing-masingdaripada pelbagai sudut seperti sejarah, pendidikan, sosial, politik, ekonomidan sebagainya. Boleh dikatakan kebanyakannya masih lagi bersifatkanperkauman. Hal ini telah berakar umbi sejak dahulu lagi, sebelum, semasa danselepas merdeka. Menurut Abdullah Taib (1984): Apabila didikan dan asuhan

Page 299: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

284 Abdul Aziz Abdul Rahman

cenderung mengajar belia sejak zaman kanak-kanak dan remajanya denganpemikiran positif terhadap kaum lain, maka nilai ini akan berkembang suburmembentuk pola perilaku yang positif untuk melibatkan diri dalam hubungansosial dan interaksi dengan kaum lain tanpa prejudis dan salah faham.

POLA PENYESUAIAN SOSIALSecara amnya, terdapat beberapa pola penyesuaian sosial yang wujud

dalam kerangka membentuk satu bangsa dan identiti yang dapat diterimasebagai mewakili setiap etnik. Masyarakat pluraliti baharu adalah tambahankepada masyarakat majmuk sedia ada hasil proses pengindustrian, modenisasidan globalisasi. Pola penyesuaian sosial dalam masyarakat plural bolehmelibatkan beberapa bentuk iaitu:

(a) Pola segregasi: hubungan yang bersifat pemisahan di antara etnik-etnikdi dalam sesebuah negara atas faktor kawasan tempat tinggal danbudaya yang berbeza hingga menyebabkan munculnya jurangpemisahan dan kekangan yang besar dalam membentuk perpaduanserta wujudnya semangat perkauman yang menebal sehingga bahasakebangsaan gagal untuk menembusi batas sempadan yang telahdibentuk.

(b) Pola akomodasi: merupakan proses di mana etnik-etnik menyedarinorma dan nilai mereka antara satu dengan lain, namun mereka tetapmempertahankan budaya hidup masing-masing tetapi lebih terbukaserta dapat menerima kepelbagaian yang wujud. Walau bagaimanapun,mereka hidup secara harmoni dan saling menghormati antara satudengan lain. Dalam perkataaan lain, akomodasi juga dikenali sebagaisituasi menang-menang (win-win situation) di mana kedua-dua pihakyang bertentangan pendapat atau matlamat akan memperoleh faedahdaripada satu matlamat baru yang telah dibina secara bersama dankolektif. Sebagai contoh, di Malaysia, meskipun bahasa Melayu diiktirafsebagai bahasa kebangsaan, namun demikian bahasa-bahasa lainmasih boleh digunapakai selagi ia tidak bertentangan dengan prinsipperlembagaan.

(c) Pola adaptasi merujuk kepada penyesuaian sosial yang berasaskanpemahaman dan kesediaan untuk menghargai budaya dan perbezaan

Page 300: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

285Abdul Aziz Abdul Rahman

setiap etnik tanpa sebarang masalah malah turut diterima dan diamalkanoleh etnik lain secara lazim hingga menjadi sebahagian daripada dirimereka. Sebagai contoh makanan dan pakaian sesuatu kaum telahdipakai dan biasa juga digunakan oleh kaum yang lain.

(d) Pola akulturasi: satu proses yang terjadi apabila manusia dalamkumpulan minoriti menerima norma, nilai, dan pola-pola budayagolongan majoriti sehingga adakalanya meleburkan nilai-nilai etnikminoriti dan mengukuhkan nilai-nilai budaya kumpulan majoriti.Proses ini merupakan proses meminjam atau menerima unsur-unsurbudaya golongan majoriti, sehingga menghakis nilai-nilai etnik. Prosesakulturasi juga boleh berlaku apabila wujud anasir luar yangmempengaruhi sebilangan anggota masyarakat sehingga menukarbudaya kepada budaya baru yang masuk. Walau bagaimanapunpenyerapan nilai negatif ada juga berlaku dan selalunya ditolak olehmasyarakat umum dan hanya diamalkan oleh segelintir ahlimasyarakat seperti pengaruh black metal di kalangan anak muda. Isupenolakan atau keengganan tersebut timbul ekoran wujudnyaperasaan bahawa kebudayaan asing akan menghancurkan sertamerosakkan kebudayaan asal mereka.

(e) Pola asimilasi: Konsep ini menyatakan tentang kemasukan ke dalammasyarakat dominan. Dar jah asimilasi adalah berbeza-bezabergantung kepada sejauh mana ciri-ciri budaya berbeza denganbudaya kelompok dominan. Asimilasi boleh mendatangkan dua jeniskesan yang berbeza. Pertama, kelompok masyarakat yangdiasimilasikan akan berubah menjadi satu kelompok yang barudengan menghilangkan kebudayaan serta identiti asalnya. Kedua,kelompok yang diasimilasikan akan mengamalkan kebudayaan baruyang dicipta hasil daripada percantuman budaya antara kelompokdengan kebudayaan asalnya. Proses asimilasi boleh berlaku apabilagolongan minoriti bersedia untuk menyerap budaya golongan majoritidan golongan majoriti bersedia menerima golongan minoriti tersebut.

(f) Pola amalgamasi: satu proses yang terjadi apabila budaya atau rasbercampur untuk membentuk jenis-jenis budaya dan ras yang baru.Antara proses yang berlaku ialah kahwin campur antara etnik atau ras.

Page 301: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

286 Abdul Aziz Abdul Rahman

(g) Pola integrasi merupakan satu lagi bentuk penyesuaian sosial yangmelibatkan gabungan, cantuman dan persepaduan elemen-elemenetnik hingga tidak lagi diidentikkan sebagai hak milik kaum tertentutetapi membudaya menjadi sebahagian daripada amalan kehidupanrakyat. Menurut Smelser (1988), integrasi ialah penyatuan antarakelompok yang berbeza tetapi hidup di bawah sistem pemerintahanyang sama. Setiap kelompok hidup bersama secara aman tanpa mengiralatar belakang dan bebas mengamalkan budaya masing-masing.Integrasi boleh berlaku melalui proses akomodasi, adaptasi, akulturasidan asimilasi.

CABARAN DAN MASA DEPANBelia adalah tonggak masa hadapan negara. Mereka adalah pewaris

kepimpinan negara dan bertanggungjawab mencorakkan hala tuju bangsapada masa hadapan. Justeru itu, langkah strategik perlu dilakukan untukmenanamkan dalam jiwa dan semangat golongan belia agar terusmemelihara keamanan yang kini diwarisi. Perkara-perkara sensitif berkaitanbahasa agama dan budaya seringkali menjadi punca pertikaian danperbalahan. Keadaan ini perlu diberikan perhatian melalui pelbagai programkesedaran tentang kepentingan satu bangsa Malaysia yang salingmenghormati dan dapat bekerjasama dalam menjayakan misi dan visi negara.

Golongan belia sebagai tenaga muda yang bersemangat dan mudahdilentur perlu dilazimkan dengan amalan budaya positif tanpa memandangkaum sebagai halangan, sebaliknya mempunyai persepsi yang lebih besarmelihat gambaran satu bangsa yang saling dapat menyesuaikan diri,berkompromi dan beradaptasi untuk menyongsong kemajuan negara menujukestabilan dan perpaduan yang utuh. Ingat kata pepatah: “Tegak rumah keranasendi, Tegak bangsa kerana muafakat”. Membentuk sikap muafakat dan salingbertolak ansur adalah jiwa murni yang penting untuk disemarakkan dalamkalangan generasi muda agar budaya ini dapat menjadi kelaziman yang akanterus dijiwai untuk mencorakkan sebuah bangsa yang berdaya saing dandisegani pada peringkat global. Kita tidak mahu nanti, dalam proses memacukemajuan dan pembangunan negara, elemen kaum masih menjadi halangan

Page 302: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

287Abdul Aziz Abdul Rahman

dan rintangan yang boleh menggagalkan wawasan negara dan memusnahkankeamanan yang telah dikecapi sekian lama.

KESIMPULANProses akomodasi sosial penting agar golongan belia daripada

pelbagai kaum saling kenal mengenali, menerima dan memahami bahawamereka mempunyai perbezaan dari segi etnik, bahasa, agama dan budayanamun perbezaan itu harus dilihat sebagai satu kelebihan untuk mewujudkanbangsa Malaysia yang unik berbanding negara lain. Proses adaptasi sosialmerupakan langkah menyingkirkan segala persepsi negatif antara kaum, sikapprejudis dan polarisasi ke arah pembinaan sebuah bangsa yang dapatmenyesuaikan diri dan menyerap unsur kepelbagaian dengan memilih titikpersamaan agar dapat bersama membina sebuah masyarakat yang terbuka,harmonis dan saling mempercayai antara satu sama lain. Usaha untukmengukuhkan semangat toleransi, rasa kebersamaan dan semangat kesatuandalam sebuah negara dan bangsa memerlukan pengorbanan dan prosesintegrasi antara kaum dan wilayah. Tiada lagi petempatan yang berasaskankaum atau bidang pekerjaan yang dimonopoli oleh sesuatu kaum.Perancangan bandar dan perumahan negara, perlu mewujudkan demografiyang seimbang dalam taburan petempatan agar semangat muhibbah dapatdijiwai dalam komuniti. Demikian juga dalam petempatan pekerjaan, prosesintegrasi perlu diigerakkan agar setiap kaum saling berhubung dan membinakepercayaan sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan merdeka.

Konsep Bangsa Malaysia ialah pengiktirafan kepada aneka kepelbagaianagama, bahasa, sistem nilai dan sosio budaya setiap kaum namun dalam masayang sama saling menerima perbezaan untuk mengukuhkan hubungan danmenyesuaikan diri dalam persekitaran sosial yang majmuk sifatnya dengan setiapkaum menghormati, menghargai kaum lain dan dapat pula berkompromi denganbudaya kaum lain tanpa sebarang prasangka dan sentimen perkauman.Sesungguhnya membentuk bangsa Malaysia yang bersatu padu lahir daripadaamalan toleransi yang wujud dalam kalangan pelbagai kaum. Tanpa toleransi,impian dan harapan untuk mewujudkan sebuah negara yang aman, makmurdan stabil tidak akan dapat direalisasikan.

Page 303: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

288 Abdul Aziz Abdul Rahman

RUJUKANAbdullah Taib. 1984. Integrasi dan Polarisasi Mahasiswa Universiti di Malaysia.

Laporan Teknikal, Biro Perundingan dan Penyelidikan. Bangi : UniversitiKebangsaan Malaysia (tidak diterbitkan).

Ahmad Fawzi Basri. 1991. Bumi Dipijak, Milik Orang. Kuala Lumpur : DewanBahasa dan Pustaka.

Cheu Hock Tong. 1995. National Unity in Multi Ethnic in Malaysia. Asian Profile,23 (4): 297-314.

Freedman, M. 1960. The Growth of a Plural Society in Malaysia. Pacific Affairs,33 (22): 158-168.

Furnivall, J.S, 1948. Colonial Policy and Practice. Cambridge: CambridgeUniversity Press.

Kntayya Mariappam. 1995. Micro and Macro Ethnicity: Ethnic Preferrence andStructures in Malaysia. PhD Thesis: Bristol: University of Bristol.

Lee, R. 1985. Ethnic and Tehtnic Relations in Malaysia. Monograph Series onSoutheast Asian, 12. Northern Illinois University.

Mansor Mohd Noor. 1999. Crossing Ethnic: Borders in Malaysia. Akademia,55(Julai): 61-82.

ohd Noor Nawawi, 1991. Ethnic, Politics in Malaysia: Emerging Trend. PluralSocieties, 20: 56-68.

Neena Sharma. 1985. Political Sosialization and Its Impact on Attitudinal ChangeTowards Social and Political System: A Case Study of Harijan Women ofDelhi. New Delhi: M.C. Mittal.

Putnam, E.D. 1998. Teaching about Patriotism: An Assesment Of Teacher AttitudesAnd Classroom Practices. Tesis PhD. University Of Tennessee.

Sanusi Osman, 1989, Ikatan Etnik dan Kelas Di Malaysia, Bangi : UniversitiKebangsaan Malaysia.

Smith, M.G. 1967. Malay Peasant Society in Jelebu. New York: The Athlone Press.Wan Halim Wan Othman, 1992. Asas Hubungan Etnik. Pusat penyelidikan dasar:

Universiti Sains Malaysia..Wan Hashim Wan Teh, 1983. Race relations in Malaysia. Kuala Lumpur:

Hainemann Educational Books.

Page 304: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

289Hambali, dkk.

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DISEKOLAH

Hambali, Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan AwangCorresponding author: [email protected]

PENGENALANGenerasi Y yang hidup pada abad ke-21 adalah generasi knowledge-

based society yang kaya maklumat melalui akses mudah daripada pelbagaisumber hanya dihujung jari dengan kapasiti maklumat tanpa sempadan dansukar dikawal, menyebabkan elemen-elemen negatif dan pemikiran baharudari luar mudah mempengaruhi minda sehingga membawa kesan kepadaperwatakan golongan muda tanpa dapat dijangka oleh ibu bapa dan golongandewasa. Hal ini cukup membimbangkan, kerana revolusi maklumat tanpakawalan tentu sekali akan menghakis moral dan budaya bangsa.

Perkembangan dan cabaran globalisasi yang berteraskan maklumatini seringkali mengubah pola fikir malah membentuk budaya baru yangmengubah watak dan moral masyarakat. Justeru itu, Menteri Pendidikan danKebudayaan Indonesia (Sudrajat, A. 2011) menganggap betapa pentingnyapendidikan karakter diketengahkan dalam kerangka menangkis pengaruh luardan mengukuhkan keperibadian bangsa dengan memantapkan nilai-nilaibudaya bangsa Indonesia melalui kurikulum pendidikan yang terancang danbersepadu.

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia-Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Hambali Universitas Riau dan Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang FakultiPendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 305: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

290 Hambali, dkk.

Kebiasaan golongan muda seringkali mencari keseronokan dankepuasan sahaja tanpa mempedulikan nilai moral dan budi pekerti sehinggameresahkan tokoh-tokoh pendidik, budayawan dan masyarakat. Golongan mudasememangnya cepat terdedah dan terpengaruh dengan apa yang mereka baca,tonton, amati dan dengar. Benteng moral dan kekuatan dalaman perludiperkukuhkan dalam diri generasi muda agar segala pengaruh luar yangmembawa banyak aspek negatif kepada diri individu mahupun masyarakat tidaksesekali mempan untuk menembusi tembok moral mereka dan menghakis jatidiri bangsa yang sekian lama dipertahankan.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTERPelaksanaan pendidikan karakter bangsa dipercayai dapat

menerapkan kembali nilai-nilai baik serta menyaring segala bentuk elemennegatif yang boleh mempengaruhi tingkahlaku kanak-kanak dan golonganremaja. Menurut Innayah (2012) pendidikan karakter tidak mudah dilaksanakankerana melibatkan emosi dan sikap, oleh kerana demikian memerlukanpendekatan dan strategi yang menyeluruh dalam seluruh persekitaran sekolahbaik dalam kegiatan PdP di bilik darjah mahupun kegiatan kokurikulum dilapangan iaitu di luar bilik darjah, kerana pembinaan karakter dapat dibangunkanmelalui teladan, pendisiplinan, pembiasaan, pengalaman, latihan, penglibatandan kerjasama yang melibatkan kaedah knowing the good, feeling the good,dan acting the good.

Lickona (1996) merujuk pendidikan karakter sebagai pengetahuantentang kebaikan, kemudian menimbulkan komitmen (niat) untuk melakukankebaikan dan akhirnya benar-benar melaksanakan kebaikan. Karakter tidakhanya berkaitan apa yang betul dan salah sebaliknya apa yang terbaik perludilakukan oleh seseorang individu. Setiap seorang perlu bertekad untuk sentiasamenjadikan hari ini lebih baik daripada hari semalam dan hari esok lebih baikdaripada hari ini.

Karakter bermoral tentu sekali memberi kebaikan dan faedah kepadaorang lain dan peranan sekolah sebagai agen nilai dan pembina moral tentusekali perlu dipertegaskan melalui pelbagai program yang dikembangkanterutama ketika latihan ko kurikulum, kerana pembinaan moral dan jati diri pelajarbukan hanya melalui sillabus yang berasaskan subject matter tetapi merentas

Page 306: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

291Hambali, dkk.

keseluruhan fungsi pendidikan dalam membimbing watak manusia menjadibaik dan bermoral, terutamanya melalui prinsip permodelan dan keteladanan.

Pada asasnya karakter bangsa merupakan nilai-nilai yang berakarumbi daripada falsafah hidup atau the way of life sesuatu bangsa yangmelibatkan: (1) nilai-nilai agama, (2) nilai-nilai sosial-budaya (social cultural)iaitu adat istiadat, tata susila, kebiasaan, sahsiah terpuji dan (3) nilai-nilai normatif(mematuhi peraturan kemasyarakatan) yang telah dipersetujui secara bersamadan termaktub dalam tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Seseorangdianggap berkarakter apabila tingkahlakunya menepati nilai-nilai agama dannorma-norma masyarakat.

PENGARUH PERSEKITARAN TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTERKajian lampau menunjukkan bahawa persekitaran mampu memberi

kesan terhadap penghayatan nilai seseorang (Hassan 1987). Penghayatannilai merupakan peringkat akhir dari proses pengukuran sosial yang dibentukmelalui pembelajaran dengan menggabungkan asas-asas pembelajaransosial seperti rangsangan, tindak balas, peneguhan, kepatuhan, identifikasi,permodelan dan tiruan.

Meskipun ibu bapa merupakan pendidik utama karakter kanak-kanakterutamanya pada peringkat awal tumbesaran, namun penyelidikan empirikalmenunjukkan bahawa mereka mahu semua orang dewasa yang mempunyaihubungan dengan anak-anak terutamanya guru menyumbang kepadapendidikan karakter kanak-kanak tersebut. Hal ini kerana pembangunankarakter adalah satu proses yang memerlukan usaha sama semua pihaktermasuk ibu bapa dan masyarakat serta pihak sekolah (Berkowitz et al., 2004).Kebijaksanaan guru dalam menerapkan nilai-nilai yang baik melalui pelbagaiplatform persekitaran amatlah penting dan perlu dititikberatkan samada dalamiklim bilik darjah, iklim sekolah mahupun kegiatan ko kurikulum. Denganperkataan lain, setiap aspek perlulah diberi penekanan yang sewajarnya dalammembentuk pembangunan karakter seseorang pelajar.

Sehubungan itu, Blue Print Pembangunan Karakter Bangsa (2010) diIndonesia telah mengharapkan langkah-langkah pembudayaan nilai-nilai moralakan menjadi sebati dalam keperibadian seseorang jika diterima dan diamalkandengan penuh kesedaran dan penghayatan. Dalam erti kata lain, sifatnya ternyata

Page 307: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

292 Hambali, dkk.

begitu praktikal tidak hanya mengetahui dan berkeinginan untuk melakukan moralyang baik tetapi juga melakukan kebaikan dalam tingkahlaku dan juga kehidupanseharian.

Dalam konteks pendidikan karaker, Megawati (2004) mengemukakanformula 4M yang merangkumi mengetahui, merasai, menginginkan danmelakukan manakala bagi menjayakan segala bentuk tindakan moral yang baik.Kerr (1999) pula menggariskan lima kaedah pendidikan karakter yang bolehdijadikan sebagai garis panduan dalam sistem pendidikan masa kini iaitu:memberikan tunjuk ajar, menjadi model, menentukan prioriti, pelaziman danmembuat refleksi. Blue Print Pembangunan Karakter yang dikeluarkan telahmenetapkan empat dimensi persekitaran yang penting sebagai platform bagimenerapkan nilai-nilai yang baik iaitu iklim bilik darjah, iklim budaya sekolah,kegiatan ko kurikulum dan interaksi dengan masyarakat.

Rajah 1Blue Print Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia, 2010

Sumber:Kilpatrick (1992)dan Muslich (2011)

Pendidikan di sekolah dianggap saluran paling tepat dan berfungsisebagai agen dalam menangani masalah kemerosotan nilai dan budaya dalamkalangan generasi muda kerana pendidikan merupakan satu alternatif yangbersifat preventif terutama dalam menghadapi asakan globalisasi pada masakini.

Nilai-nilaikeluarga danmasyarakat

yangmenunjang

karakterbangsa

KegiatanSukan,

permainan,persatuan dan

pakaianseragam

Rutinkebiasaan

danpembudayaan

nilai

Nilai KarakterBangsa

MerentasKurikulum

>Pengajaran di

Bilik Darjah >Persekitaran

Sekolah >Kegiatan KoKurikulum

Interaksi DenganMasyarakat

Page 308: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

293Hambali, dkk.

NILAI KARAKTER BANGSAMerujuk kepada Blue Print Pembangunan Karakter Bangsa (2010) yang

dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (PKDPN,2010) terdapat 18 nilai karakter yang telah dikelompokkan menjadi empatkumpulan karakter dalam kajian ini (Jadual 1).

Jadual 1Nilai-nilai Karakter Mengikut Kelompok

Bangsa yang bertamadun dan beradab ialah bangsa yang berbanggaakan negara tumpah darahnya dan selalu menunjukkan sikap dan tingkahlakuyang mencerminkan perasaan cintakan negara yang merujuk kepada sikaphidup demokratik iaitu aktif dalam mengemukakan pandangan dan idea untukkebaikan bangsa, sentiasa mengutamakan bangsa dalam segala pertimbangandengan berpegang kepada moto negara Bhinneka Tunggal Ika yangditerjemahkan dengan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia, mempunyaitekad dan keazaman untuk membina kemajuan dan cintakan keamanan dankesejahteraan sebagaimana yang termaktub dalam falsafah Pancasila.

Nilai - Nilai KarakterNilai keagamaanAmanah dalam pekerjaanToleransi dalam tindakan bermasyarakatMengamalkan disiplin (Patuh)BertanggungjawabPenyelesaian Masalah (Demokratis)Semangat NasionalisKesungguhan KerjaMengutamakan keamananCintakan Tanah AirMenghargai orang lain (Komunikatif)Peka terhadap persekitaranAdaptasi sosialBerprestasiSantun dalam komunikasiAmalan budaya membacaBerfikiran kreatifMembuat penyelidikan (Ingin Tahu)

Noiiiiiiivviiiiiiivviiiiiiiviiiiiiiv

KelompokBeragama

Nasionalis

Produktif

Kreatif

Bil1.

2.

3.

4.

Page 309: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

294 Hambali, dkk.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA MELALUI KEGIATANKO-KURIKULUM

Satu kajian tinjauan menggunakan satu set soal selidik yang telahdibangunkan berdasarkan kajian lampau Lickona (1991) dan Blue PrintPembangunan Karakter (2010) telah dilakukan di Pekanbaru Indonesia. Dapatankajian tersebut menunjukkan tahap penerimaan penerapan nilai karakter dalamkegiatan ko-kurikulum masih di tahap kurang memuaskan. Sesungguhnyakegiatan ko-kurikulum merupakan media pembinaan nilai secara tidak formal.Hal ini selari dengan kajian yang dijalankan oleh Zainal Abidin. R, Esa. A & WanAhmad. W. M. R. (2008) yang mengakui kegiatan kokurikulum di sekolah adalahmedium yang sesuai untuk memberikan pendidikan secara tidak formal terutamadalam memupuk nilai-nilai keperibadian.

Menurut Baharom Mohamad & Mohamad Johdi Salleh (2009)pembentukan budaya sekolah yang positif dan cemerlang melalui kegiatankokurikulum akan melahirkan nilai-nilai cintakan ilmu, bersikap penyayang,prihatin, toleransi dan perpaduan sehingga berupaya membentuk modal insanberkualiti. Manakala antara item yang mempunyai min yang paling rendah ialahaktiviti kokurikulum memberi peluang kepada saya untuk memimpin rakansebaya dalam kegiatan kecergasan serta perkaitan kegiatan ko kurikulum dalammenerapkan karakter nasionalis dilihat agak dangkal hingga diberi penilaianyang rendah. Hal ini selari dengan kajian yang dibuat oleh Mohd Fauzi Hamatdan Mohd Khairul Naim Che Nordin (2012) yang menunjukkan kurangnyapenerapan unsur patriotism ditonjolkan ketika pelaksanaan kegiatan kokurikulum.

KARAKTER BERAGAMA, NASIONALIS, KREATIF DAN PRODUKTIFJadual 2 berikut ini menunjukkan dapatan yang diperolehi tentang tahap

amalan karakter bangsa dalam kalangan pelajar melalui kegiatan ko kurikulumyang telah diikuti. Pengaruh kegiatan ko kurikulum terhadap empat kategorikarakter bangsa yang telah dinyatakan adalah seperti berikut:

Page 310: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

295Hambali, dkk.

Jadual 2Amalan Karakter Bangsa Pelajar

Berdasarkan dapatan di atas, jelas menunjukkan bahawa kegiatan kokurikulum sebenarnya berupaya membangunkan keempat-empat karakter iaitukarakter beragama, nasionalis, produktif dan kreatif dalam diri pelajar tinggalbagaimana penerapan dilakukan dengan melibatkan semua pelajar melaluikegiatan yang dapat membangunkan kesedaran dan meningkatkan penghayatanpelajar dalam konteks kesedaran beragama, kenegaraan, kesungguhan dankreativiti. Dapatan menunjukkan guru telah berjaya menjadikan kegiatan kokurikulum sebagai medium untuk membangunkan kesedaran nasional iaitucintakan tanahair melalui kegiatan lawatan wisata dan sejarah. Jika dinilai setiapkategori karakter, maka dapatan yang diperolehi ialah seperti berikut :

Jadual 3Tahap Karakter Beragama dalam kalangan pelajar.

Hasil pelbagai aktiviti yang dilakukan oleh guru melalui kegiatankokurikulum, ternyata sikap beragama berjaya dibangunkan pada tahap yangtinggi kerana melalui kegiatan kokurikulum guru menerapkan nilai-nilaikeagamaan seperti membaca doa ketika memulakan aktiviti, bersalaman dan

Interpretasi

TinggiSederhana

TinggiSederhanaSederhanaSederhana

SisihanPiawai0.3920.4460.2170.4800.4460.325

Min

3.423.383.503.332.873.30

Item Pernyataan

Sikap beragamaAmanahToleransiDisiplinBerintegritiKarakter Religius

No

12345

Interpretasi

SederhanaTinggi

SederhanaSederhana

Tinggi

SisihanPiawai0.3250.3580.4200.3620.324

Min

3.303.813.163.333.42

Item Pernyataan

ReligiusNasionalisProduktifKreatifKarakter Bangsa

No

1234

Page 311: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

296 Hambali, dkk.

memberikan pertolongan kepada orang lain. Semuanya ini terlihat dengan jelasdalam aktiviti ko kurikulum.

Dapatan juga menunjukkan peranan ko kurikulum yang signifikandengan peningkatan tahap amalan nasionalis dalam kalangan pelajar. Kegiatanko kurikulum dilihat berupaya membangkitkan semangat kebangsaan danmeminggirkan perasaan perkauman atas nama semangat kesukanan dankerjasama dalam menjalankan kegiatan serta meningkatkan rasa cintakanTanah Air. Malahan melalui kegiatan seperti ini, mesej keamanan berjayadilestarikan tanpa sebarang prejudis. Masing-masing pelajar menghayati kegiatanko kurikulum sepenuh hati kerana kegiatan yang dikendalikan memenuhikeperluan dan penerapan nilai-nilai karakter dibuat secara tidak langsung.

Jadual 4Tahap Karakter Nasionalis Dalam Kalangan Pelajar

Pelajar-pelajar juga mengakui melalui kegiatan kokurikulum merekadapat mengenal dengan lebih mendalam kebudayaan bangsa yang pelbagairagam malahan meningkatkan semangat pelajar-pelajar untuk membela TanahAir. Pelajar-pelajar juga berusaha untuk menghayati Falsafah Pancasila dalammelaksanakan tugasan kokurikulum. Apa yang dilihat pelajar-pelajar denganlantang dan berdiri penuh semangat menyanyikan lagu Indonesia Raya setiapkali kegiatan ko kurikulum dilaksanakan. Hal ini menghapuskan segala batasperbezaan dan menyatukan semua pelajar dalam ruang dan dimensi yang sama.

Dapatan juga menunjukkan pelajar-pelajar cintakan keamanan,menolak pola pemikiran negatif yang bersifat prasangka malahan bersetujubahawa keamanan perlu dipelihara melalui kegiatan luar yang membawa mesejkesejahteraan lingkungan. Pada zaman globalisasi, pelajar-pelajar perlu dilatihdan dibimbing untuk lebih kompetetif dan dapat berdaya saing melalui sikapmenghargai orang lain dengan corak komunikasi yang efektif, peka terhadap

Interpretasi

SederhanaSangat TinggiSangat TinggiSederhana

TinggiTinggi

Min

3.404.274.282.843.923.81

Item Pernyataan

Penyelesaian MasalahSemangat NasionalisCintakan Tanah AirKesungguhan KerjaMengutamakan KeamananKarakter Nasionalis

No

12345

SisihanPiawai0.4050.4330.4340.4620.4620.358

Page 312: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

297Hambali, dkk.

persekitaran, dapat beradaptasi dalam persekitaran sosial dan menunjukkanprestasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

Jadual 5Tahap Karakter Produktif Dalam Kalangan Pelajar

Secara keseluruhannya, tahap karakter produktif dalam kalangan pelajarpada tahap yang sederhana. Mereka perlu terus diberikan bimbingan danpanduan untuk lebih peka dengan segala perubahan persekitaran, dapatmenyesuaikan diri dan memiliki sofskill dalam aspek komunikasi dengan oranglain seperti bagaimana cara menyapa orang lain, penggunaan kata-kata yangsopan, berbicara dengan jelas dan menggunakan intonasi yang sesuai. Dapatanjuga menunjukkan pelajar-pelajar kurang peka dengan permasalahan sosialyang berlaku dalam persekitaran. Sikap tidak ambil peduli masih ada dalam dirimereka yang perlu dipulihkan agar setiap perubahan yang berlaku diberikanperhatian. Sikap peka boleh mendorong pelajar-pelajar untuk mewujudkansuasana yang lebih harmoni, sedia mendengar masalah orang lain danmemberikan bantuan.

Sikap positif pelajar untuk mengutip sampah yang dilihat masih lagisederhana. Melalui gerak kerja ko kurikulum, sikap ini dipupuk dan disemai agar timbuldalam jiwa kesedaran untuk memelihara kebersihan dan tidak membuang sampah.Menurut Mohd Yusuf Abdullah et.al (2010) memelihara alam sekitar adalah usahayang penting dan kritikal kerana alam sekitar menghadapi pelbagai masalah darisemasa ke semasa. Itu sebabnya isu alam sekitar sentiasa menjadi agenda utamadalam kebanyakan perbincangan dan mesyarat di peringkat antarabangsa dankebangsaan. Adalah merupakan satu kesilapan besar apabila nilai dan cara hidupmanusia tidak mesra kepada penjagaan persekitaran (Sardar and Ziauddin, 1985).Usaha menjaga dan memelihara ruang persekitaran ini berkait dengan soal kesedarandan sikap untuk memastikan persekitaran itu sentiasa bersih dan sehat untuk didiami.

Interpretasi

Tinggi

SederhanaSederhanaSederhanaSederhana

SisihanPiawai0.259

0.6140.6760.4370.420

Min

3.90

2.992.992.823.16

Item Pernyataan

Menghargai orang lain(Komunikatif)Peka terhadap persekitaranAdaptasi sosialBerprestasiKarakter Produktif

No

1

234

Page 313: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

298 Hambali, dkk.

Salah satu indikator penting nilai produktif ialah prestasi atau pencapaian.Dalam kegiatan ko kurikulum seseorang itu harus sentiasa aktif, berdisiplin,bersemangat dan berusaha memperbaiki kelemahan. Pelajar-pelajar menunjukkantahap yang sederhana aspek-aspek yang dinyatakan.

Jadual 6Tahap Karakter Kreatif Dalam Kalangan Pelajar

Menurut Sufyan Husin (2013), petanda seseorang berjaya menggunakanamalan berfikir kreatif ialah mengamalkan pemikiran terbuka, sedia mendengarpendapat orang lain, sentiasa mengamalkan semangat toleransi, bersedia mengubahpendirian berdasarkan alasan yang munasabah, berani mengambil keputusan sertasentiasa bertanya untuk mendapatkan kepastian. Orang yang berfikir selalunya rajinmembaca dan sentiasa dahagakan maklumat. Dalam konteks ini, dapatanmenunjukkan tahap esteem kendiri pelajar adalah tinggi diikuti dengan kemahuanmereka untuk memenuhi rasa ingin tahu melalui semangat belajar dan membuatpenyelidikan, manakala pemikiran kreatif dan amalan membaca masih lagi padatahap yang sederhana. Menurut Shahrom Sulaiman (2007) biar apapun tujuan kitamembaca, suatu kesan yang pasti berlaku kepada diri kita ialah pembacaan menjadikankita manusia yang berisi dengan ilmu pengetahuan, berisi dengan cara berfikir danpandangan hidup yang luas, kritis dan rasional, berisi dengan kemampuan untukmembeza sesuatu yang buruk dan yang benar. Dapatan juga menunjukkan kesediaanpelajar untuk mencari ruang dan peluang bagi meningkatkan prestasi mereka.

Dapatan menunjukkan tidak terdapat perbezaan yang signifikan penerimaanpelajar terhadap pelaksanaan pendidikan karakter bangsa melalui pengajaran danpembelajaran dalam kegiatan ko-kurikulum berdasarkan jantina adalah ditolakmanakala ditinjau perbezaan dari segi pendapatan keluarga diterima. Dapatan jugamenunjukkan bahawa pelajar dengan pendidikan ibu bapa SMP mempunyaipenerimaan terhadap pelaksanaan karakter bangsa dalam kokurikulum yang lebihtinggi dari pelajar dengan pendidikan ibu bapa SD, pelajar dengan pendidikan ibubapa Universiti dan pelajar dengan pendidikan ibu bapa SMA.

Interpretasi

TinggiSederhanaSederhana

TinggiSederhana

SisihanPiawai0.5320.6140.3750.3130.362

Min

3.662.992.943.663.33

Item Pernyataan

Esteem KendiriBudaya MembacaBerfikir KreatifRasa Ingin TahuKarakter Kreatif

No

1234

Page 314: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

299Hambali, dkk.

AMALAN KARAKTER BANGSAAmalan karakter bangsa dapat dianalisis berdasarkan latar belakang

sosio-demografi termasuklah dari segi gender, pendapatan dan juga tarafpendidikan keluarga. Dapatan daripada kajian yang dilakukan mendapati bahawamajoriti pelajar perempuan mengamalkan karakter beragama dengan lebihbaik berbanding pelajar lelaki kerana tahap kepatuhan dan sikap pelajarperempuan yang lebih mudah menerima teguran dan bimbingan. Dapatan jugamenunjukkan pelajar daripada kalangan golongan ibu bapa berpendapatanrendah lebih menunjukkan ketaatan dalam beragama dan nasionalis manakalakumpulan yang sederhana lebih kreatif dan kumpulan berpendapatan tinggimemiliki karakter yang produktif.

Jadual 7Amalan Karakter Bangsa Pelajar Berdasarkan Pendidikan Ibu Bapa

Berdasarkan jadual di atas, dapat dilihat karakter beragama tidak langsungdipengaruhi oleh status pendidikan, kerana kewajian beragama adalah tuntutandan naluri manusia malahan selaras dengan pancasila dalam Pancasila, makasemua golongan memperakui tentang kepentingan agama bagi kehidupan merekadan sentiasa mengamalkan ajaran agama yang dipegang. Demikian juga karakter

Sisihanpiawai

0.2320.2830.3260.3620.2810.2920.3740.3730.2960.3720.4380.4340.3610.3460.3700.357

PendapatanKeluarga

SDSMPSMAUniversitiSDSMPSMAUniversitiSDSMPSMAUniversitiSDSMPSMAUniversiti

PenerimaanPelaksanaan

Beragama

Nasionalis

Produktif

Kreatif

Type IIISum of

Squares0.047

0.200

0.704

0.001

Df

3

3

3

3

Jumlahkuasadua

0.016

0.067

0.235

0.000

F

0.147

0.519

1.334

0.004

Sig.

0.932

0.669

0.262

1.000

Page 315: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

300 Hambali, dkk.

nasionalis dan kreatif. Semua responden tidak mengira samada keluarganya hanyaberpendidikan rendah, menengah atau perguruan tinggi, masing-masingmenunjukkan kecintaan yang amat tinggi kepada negara dan bangsa serta terbukadalam menerima pandangan dan pendapat orang lain. Hanya jika ditinjaupengamalan sikap yang produktif dan berdaya saing, ternyata anak-anak darikalangan ibu bapa yang berpendidikan menengah dan tinggi adalah lebihkompetetif, aktif, cekap dan memiliki kompetensi yang lebih baik. Hasil analisismenunjukkan hubungan hanya bersifat sederhana di mana penerimaan pelajarterhadap nilai-nilai Karakter Bangsa ketika kegiatan ko kurikulum belum benar-benar memberi kesan yang kuat terhadap amalan mereka dalam konteks nilaiberagama, cintakan negara, berdaya saing dan berfikiran kreatif.

PENERIMAAN PELAJAR DAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSAAnalisis regresi berganda dijalankan untuk mengenal pasti sumbangan antara

penerimaan pelajar terhadap pelaksanaan pendidikan karakter bangsa melalui kegiatanko-kurikulum dengan amalan karakter bangsa. Beberapa data yang boleh mengganggukebolehpercayaan dapatan regresi telah digugurkan (melalui analisis Casewisediagnostics). Selain itu, beberapa andaian regresi linear seperti ujian kesamaan variansdan ujian normaliti serta aspek-aspek koloneariti turut dijalankan mengikut kaedahyang ditentukan (Hair et al. 2006). Kajian menunjukkan penerimaan pelaksanaanpendidikan karakter bangsa melalui kegiatan kokurikulum merupakan varian yangsignifikan yang memberikan peramal terhadap karakter beragama. Manakalasumbangan pelaksanaan pendidikan karakter bangsa dalam kokurikulum terhadapkarakter nasionalis menyumbang sebanyak 41.8%, Dalam konteks ini, terdapatkemungkinan baki peratusan yang lain disumbangkan oleh faktor-faktor lain terhadapkarakter nasionalis yang tidak diambil kira dalam kajian ini (Pallant 2005).

Selain daripada itu, sumbangan penerimaan pelaksanaan pendidikankarakter bangsa dalam kokurikulum terhadap karakter produktif menunjukkansumbangan sebanyak 33.4%. Kajian juga menunjukkan penerimaanpelaksanaan pendidikan karakter bangsa melalui kegiatan kokurikulum terhadapkarakter kreatif menyumbang sebanyak 28.4%. Hazura Abu Bakar, (2009) dalamkajiannya tentang Hubungan antara penghayatan agama, nilai hidup danpengetahuan alam sekitar mengakui bahawa usaha menerapkan nilai perludilaksanakan secara menyeluruh dan merentas kurikulum. Responden kajian ini

Page 316: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

301Hambali, dkk.

juga mengakui keadaan yang sama dan bersetuju bahawa persekitaran karakterbangsa perlu diterapkan dalam semua mata pelajaran dan kegiatan luar bilik darjahagar pelajar berada dalam surrounding pembudayaan nilai dan pembinaan karakter.

INDIKATOR PEMBANGUNAN INSAN (MIPI)Berdasarkan perbincangan yang telah dihuraikan, penyelidik

mengemukakan Model Indikator Pembangunan Insan (MIPI) yang boleh diperluaskansebagai panduan dalam kerangka membina dan membangunkan pelajar sejakdari peringkat awal agar lahir sebagai individu Indonesia yang utuh dan holistic:

Rajah 1 Model Indikator Pembangunan Insan (MIPI)

Asas : KeluargaInti : Sekolah

Nasionalis

Kreatif ProdujtifMoral KnowMoral feelMoral Act

BD

Kk

Ps

Religius

Pengaruh luarPS : Persekitaran SekolahBD : Bilik DarjahKk : Ko Kurikulum

Page 317: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

302 Hambali, dkk.

MIPI mengemukakan bahawa konsep pelaksanaan (aplikasi)Pendidikan Karakter berfungsi untuk membentuk nilai-nilai baru dalam diri pelajarbagi melaksanakan apa yang disebut sebagai moral knowledge, moral feelingdan moral actions (Lickona,2002). Hal ini bermaksud dalam membina danmembentuk karakter, pelajar hendaklah mempunyai pengetahuan tentang moral(nilai-nilai positif) terlebih dahulu, baru lah mereka sedar (moral feeling) danakhirnya bertindak dengan berubah ke arah tingkahlaku positif.

Perubahan yang dimaksudkan dalam model ini ialah langkahpembudayaan empat jenis karakter iaitu karakter beragama, karakter nasionalis,karakter produktif dan karakter kreatif yang disokong oleh nilai-nilai asas melaluiperanan keluarga, kemudian diperkukuhkan di sekolah melalui persekitaranbilik darjah, persekitaran sekolah dan kegiatan ko kurikulum. Walaubagaimanapun kekangan dan halangan ialah pengaruh luar yang datangdaripada masyarakat terutama dalam era digital dan revolusi maklumat. Jikapengaruh luar ini lebih dominan dan berterusan serta tidak dibendung segalausaha penerapan nilai-nilai ini akan terancam dan menghadapi kemelut yangcukup besar.

KESIMPULANAmnya, dapatan kajian ini secara keseluruhan menunjukkan

terdapat perbezaan yang signifikan pener imaan pela jar terhadappelaksanaan Pendidikan karakter bangsa melalui kegiatan ko-kurikulumantara pelajar lelaki dan perempuan. Ini disokong oleh kajian Chew FongPeng (2001) berkaitan penerimaan nilai-nilai murni mengikut jantina. Dapatanjuga menunjukkan perbezaan penerimaan pelajar ketara dalam persekitaranterbuka seperti dalam kegiatan ko kurikulum. Dalam perkara-perkara yangabstrak, biasanya pendapatan keluarga tidak menunjukkan pengaruh yangketara (Yahya Buntat & Nor Husna Mohamed, 2011). Pernyataan ini samadengan dapatan kajian yang menunjukkan tidak terdapat perbezaan yangsignifikan karakter bangsa beragama, nasionalis, produktif dan kreatif dalamkalangan pelajar berdasarkan pendapatan keluarga.

Dapatan kajian ini menunjukkan tidak terdapat perbezaan yangsignifikan karakter bangsa dalam kalangan pelajar dari golongan ibu bapaberdasarkan status pendidikan, malahan pelajar daripada keluarga di mana

Page 318: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

303Hambali, dkk.

ibu bapa berpendidikan rendah tetap boleh bersaing dengan pelajar yanglain jika dorongan instrinsik dalam diri mereka tinggi. Hal ini selari denganpandangan Harackiewicz dan Elliot (1993) bahawa sebarang tujuan adalahbergantung kepada pencapaian orientasi di mana individu yang mempunyaimotivasi yang tinggi menghasilkan kesan penguasaan jangka panjangberbanding individu yang kurang bermotivasi tanpa mengira latar belakangSES dan pendidikan keluarga mereka.

Pelatihan, pelaziman dan permodelan digunakan dalam konteksinteraksi sosial di sekolah bagi membangunkan karakter. Lazimnya segalaapa yang diperhatikan, didengar, dirasa dan dikerjakan oleh pelajar adalahproses pendidikan dan pembentukan akhlak. Strategi pembudayaan nilai-nilai karakter di setiap sekolah adalah berbeza melihat cara dan corakkepimpinan serta kreativiti guru-guru. Kebiasaannya sejak awal datang kesekolah, pelajar dilazimkan untuk saling menyapa, mengucapkan salamketika bertemu sesama mereka dan guru.

Secara amnya apabila membicarakan tentang nilai moral makaperbincangan menjurus kepada bagaimana kita memberi reaksi terhadaporang lain secara baik secara individual mahupun komuniti. Dalam kerangkapendidikan, pertumbuhan sensitiviti moral (sense of moral) seseorangtergantung dari pengalaman hidupnya sejak kanak-kanak sampai dewasa.Brooks dan Goble (2002) menyarankan dalam bukunya The Case forCharacter Education agar sistem pendidikan moral tidak lagi memikirkantentang nilai-nilai siapa yang akan diajarkan tetapi perlu nilai-nilai apa yangakan diajarkan (what values should we teach?). Dalam konteks ini, IslamicValue adalah norma yang paling lengkap untuk dikembangkan dalam watakdan perwatakan pelajar.

RUJUKANAbdul Alim Abd Rahim. 1999. Pengurusan Kokurikulum. Kuala Lumpur: Fajar

Bakti Sdn Bhd.Ahmad Fadzli Yusof. 2005. Mengurus Kerja Berpasukan. Kuala Lumpur. PTS

Publication

Page 319: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

304 Hambali, dkk.

Baharom Mohamad & Mohamad Johdi Salleh. 2009. Mengurus Kualiti Sekolah.Kuala Lumpur. Institut Terjemahan Negara Malaysia Berhad.

Berkowitz, M. W. and M. C. Bier. 2004. “Research-Based Character Education.”The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science591(1), 72-85.

Blue Print Pembentukan Karakter Bagsa Indonesia. 2010. KementerianPendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Brooks dan Goble. 2002. The Education of The Complete Moral Person.Aberdeen, Scotland : Gordon Cook Foundation.

Chew Fong Peng. 2001. Pembangunan Patriotisme Dalam Pengajaran danPembelajaran Matapelajaran Sejarah Tingkatan Dua. Bangi : UKM

Deborah Hopen, 2002. Guiding Corporate Behaviour : A Leadership Obligation,Not a Choice. Volume 1. hlmn 15-19.

Hair, J.E., Anderson, R.E. Tatham, R.L. & Black, W.C. 2006. Multivariate DataAnalysis. Ed. ke-5. Upper Saddle River: Prentice Hall.

Hazura Abu Bakar, 2009. Hubungan Antara Penghayatan Agama, Nilai Hidupdan Pengetahuan Alam Sekitar Pelajar Muslim dengan Sikap danTingkahlaku. Pulau Pinang : USM.

Helen M. Gunter. 2001. Character Education with Resident Assistants: A Modelfor Developing Character on College Campuses., Journal of Education,00220574, 2005, Vol. 186, Issue 1.

Jalaluddin. 2010. Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Kerr, D. 1999. “Citizenship Education in the Curriculum: An International Review,”The School Field. Vol. 10, No. 3-4Kilpatrick 1992.

Krejie, R.V & Morgan, D.W. 1970. Determining sample size for research activitieseducation and psychological measurement(Dlm) Isaac, S & Michael,W.B. Handbook in Research and Education. California Edit Publisher.

Kilpatrick, W. 1992. Why Johny can’t tell right from wrong. New York: Simon &Schuster. Inc.

Lickona, T. 1996. Eleven principles of effective charactereducation. Journal ofMoral Education, 03057240, Mar96, Vol. 25, Issue 1.

Page 320: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

305Hambali, dkk.

Nor Suhara Hj. Fadzil dan Jamil Ahmad 2010Patton, M.Q. 1990. Qualitative Evaluation and Research method. Newbury Park:

CA Sage.Ruslinawati Abdul Ghani, Rohana Ahmad dan Jamilah Omar, 2011. Penghayatan

Aqidah dalam kalangan Pelajar Politeknik Sultan Abdul Halim MuadzamShah (Polimas). Jitra: Polimas.

Sudrajat,. 2011. “Mengapa Pendidikan Karakter”. Jurnal Pendidikan Karakter.Th I, No. 1, hlm. 47-58.

Soedarsono, H. 2009. Karakter Mengantarkan Bangsa dari gelap menuju terang.Jakarta: Kompas Gramedia.

Taylor, S.J & Bogdan, R. 1984. Introduction to qualitative research methods: Thesearch of meaning. New York: A Wiley Interscience Publications.

Tan Hui Leng. 1998. An evaluation of post graduates teachereducationprogramme for science in selected Malaysian Teacher Training Colleges.Tesis PhD. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Yahya Buntat & Norhusna Mohamed, 2011. Implikasi Pemikiran Kreatif DanKritis Dalam Pengajaran Guru-Guru Teknikal Bagi Mata PelajaranTeknikal Di Sekolah Menengah Teknik Di Negeri Johor . Skudai :UTMYusuf Abdullah et.al 2010.

Page 321: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

306 Hambali, dkk.

Page 322: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

307Ersis Warmansyah Abbas

ABSTRAKArus globalisasi yang tengah melanda dunia membawa dampak positif dannegatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada satu sisi, kita dapatmenyerap informasi atau berbagai kemajuan untuk dimanfaatkan, dan pada sisilain, membawa dampak kurang baik dengan ketergerusan nilai-nilai kehidupan.Terdapat gejala, individualistis menggeser budaya gotong royong, hedonismedan sekularisme mengakibatkan intoleransi terhadap keberagaman etnis,budaya, agama dan lainnya. Dalam konteks pendidikan nasional, jika pesertadidik tidak mampu memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaan,guru belum mampu menginspirasi peserta didik melalui desain pembelajaraninovatif, materi dan evaluasi yang belum berbasis berpikir tingkat tinggi (HOTS),tentu berakibat tergerusnya nilai-nilai kebangsaan. Untuk itu, pembelajaransejarah yang terjebak penyampaian materi tentang apa, siapa, dimana, dankapan, memerlukan inovasi, satu diantaranya, pembelajaran sejarah berbasisHOTS, khusunya Berpikir Historis.Kata-kata kunci: pembelajaran sejarah, nasionalisme, Berpikir Historis,

pembelajaran sejarah powerful.

PEMBELAJARAN SEJARAHBERBASIS BERPIKIR HISTORIS DALAM

MEMBANGUN NASIONALISMEErsis Warmansyah Abbas

[email protected] dan [email protected]

* Dipresentasikan pada Seminar Internasional Pendidikan Sejarah, Patriotisme dan KarakterBangsa: Malaysia dan Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2 Desember 2015.

* Ersis Warmansyah Abbas dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas LambungMangkurat.

Page 323: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

308 Ersis Warmansyah Abbas

I. PENDAHULUANPerkembangan ilmu dan teknologi dibarengi dengan apa yang

dinotasikan sebagai globalisasi mendatangkan kecemasan bagi sebagian orang.Globalisasi dengan beragam muatannya, berdimensi positif dan negatif. Padasatu sisi, globalisasi menjadikan manusia “Satu Bumi”, apa saja yang terjadiatau “ditemukan” di bagian dunia dalam sekejap sampai pada manusia lainnya.Hal-hal positif dan negatif di suatu tempat cepat menyebar ke tempat lain.

Dalam pada itu, dalam kaca nasionalisme (kebangsaan), arusglobalisasi membawa nilai-nilai yang, bisa jadi, tidak sejalan atau berlawanandengan nilai-nilai kebangsaan suatu negara bangsa (nation state). Dicemaskan,globalisasi akan menggerus nilai-nilai kebangsaan. Hal tersebut semakin parah,manakala globalisasi yang dibalut sistem kapitalistik dan liberalistik, sementaraanak bangsa belum tangguh dengan jati dirinya, belum mapan dengan kekentalannasionalismenya sehingga dikhawatirkan ke depan bisa mengancamkeberlangsungan bangsa dan negara.

Manakala ditelusuri ke dalam sistem pendidikan nasional Indonesia,misalnya lebih ditukikkan pada kondisi obyektif pembelajaran sejarah ---matapelajaran yang didengung-dengungkan sebagai pembangun nasionalisme---belum lagi sebagaimana diharapkan. Mata pelajaran sejarah masih tergolongmata pelajaran membosankan. Masih ada guru sejarah yang masih terjebakdalam pembelajaran berfokus pada peristiwa; tetang apa, dimana kejadiannya,kapan waktunya, dan siapa tokohnya. Pembelajaran sejarah belum lagi powerfulkarena barulah berfokus pada penyajian dan hapalan fakta-fakta historis.

Agar pembelajaran sejarah powerful diperlukan kreativitas pembelajaranoleh guru sehingga pembelajaran bermakna, terintegrasi, berbasis nilai,menantang, dan peserta didik aktif. Pemahaman materi memadai denganpemaknaan nasionalistik ditunjang metode dan strategi tepat tidakmengandalkan kepada (hapalan) fakta-fakta historis, menjadikan pembelajaranberbasis “Berpikir Historis” menjadi pilihan tepat.

Pembelajaran “Berpikir Historis” adalah pembelajaran merujuk higherorder thinkings skills (HOTS) sebagai garansi bagi pemahaman danimplementasi pembelajaran sejarah dalam bingkai nasionalisme. Nasionalismemerupakan internalisasi perasaan kebangsaan.

Page 324: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

309Ersis Warmansyah Abbas

II. NASIONALISMENasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat, bahwa kesetiaan

tertinggi individu harus diserahkan kepada negara-kebangsaan. Perasaan sangatmendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengantradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu adadi sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda (Kohn, 1955: 11).

Definisi Hans Kohn sepemahaman dengan Kamus Besar BahasaIndonesia (2008: 954) dengan mengartikan nasionalisme sebagai paham(ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; kesadaran keanggotaandalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-samamencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas,kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Dalam katup demikian, nasionalisme Indonesia pertama-tama ditujukanuntuk ke-Indonesia-an untuk membangun karakter bangsa. NasionalismeIndonesia bukan berhenti pada pembangunan kebangsaan saja, melainkanberlanjut untuk pembangunan “kemanusiaan”. Implikasinya, nasionalismeIndonesia mengharamkan ekploitasi manusia atas manusia lainnya, tidakmembenarkan satu bangsa mengekploitasi bangsa lainnya.

Dengan kata lain, watak nasionalisme Indonesia bertujuan untukmembangun dan memperhebat nation and character building. Untuk itudiperlukan strategi pembelajaran yang dipresentasikan dengan baik. Dalamkaitannya dengan pembelajaran sejarah, tujuan tidak berhenti padamembangun nasionalisme, tetapi berlanjut kepada pembangunan nilai-nilai“kemanusiaan” sebagai makhluk Sang Mahapencipta. Hal tersebut sebagaikonsekuensi dari nasionalisme berlandaskan kemanusiaan, bukan berakhirpada nasionalisme semata.

Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang dipresentasikandengan baik. Pembelajaran yang baik, diantaranya, sebagaiman diteliti ErsisWarmansyah Abbas (2013: 275) dengan skema pembelajaran yang disampaikandengan tutur kata yang baik dan sopan, memberi teladan, mengajarmenyenangkan, dan tidak pernah kontroversial. Satu diatara pembelajaran yangbaik adalah pembelajaran yang menerapkan Ajaran dan Metode Guru Sekumpul,metode pembelajaran sangat positif untuk dipraktikkan guru-guru sehinggapembelajaran powerful.

Page 325: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

310 Ersis Warmansyah Abbas

Nasionalisme Indonesia dibangun atas pemahaman yang menjadilandasan dengan menghormati eksistensi dan kemerdekaan bangsa lainsebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 “bahwasesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa”, oleh karena itu dalamnasionalisme Indonesia terkandung sikap anti penjajahan. Semangat yangdemikian dengan sendirinya tidak menumbuhkan keinginan bangsa Indonesiauntuk menjajah bangsa lain. Sebaliknya, bangsa Indonesia ingin bekerja samadengan bangsa-bangsa lain untuk mewujudkan perdamaian dunia, menujumasyarakat maju, sejahtera, dan adil bagi semua umat manusia di dunia. Dengandemikian, nasionalisme Indonesia juga memberikan penghargaan terhadapharkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa(Utomo, 1995: 30).

Karena itu, nasionalisme Indonesia “mengharuskan” kepada setiapwarga bangsa memiliki dan menjadikan nasionalisme Indonesia sebagai, bukansaja landasan kehidupan berbangsa, tetapi juga diterapkan secara konsekuendalam kehidupan sehari-hari. Nasionalisme Indonesia bukan hanya membangunjiwa bangsa, tetapi dengan jiwa bangsa tangguh, adalah pula menghormatibangsa-bangsa lain. Untuk itu, internalisasi nasionalisme menjadi sangat penting.Internalisasi nilai-nilai nasionalisme (kebangsaan) sesungguhnya merupakanproses national and character building.

Dengan demikian, pengembangan dan internalisasi nasionalismeIndonesia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadihamparan ruang sosial Manusia Indonesia. Hal tersebut merupakan garansi,bahwa nasionalisme Indonesia tidak akan tergelincir pada kadar berkelebihan,dimana nasionalisme tidak dijadikan mantra bangsa menjadi chauvinistiksebagaimana didengungkan Jerman (Deutschland über alles) di masa lalu yangkemudian memakan nasionalisme negara lain. Nasionalisme adalah jiwakebangsaan untuk kehebatan bangsa tanpa “memakan” bangsa lain. Itulahnasionalisme Indonesia.

Dalam katup pembelajaran sejarah, khususnya sejarah Indonesia,nasionalisme yang dikembangkan adalah nasionalisme yang menghargai bangsalain, hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lain, yang dalam konstitusiIndonesai ditegaskan, menegakkan perdamaian dunia. Dengan kata lain,nasionalisme Indonesia adalah nasional rahmatan lil alamin.

Page 326: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

311Ersis Warmansyah Abbas

III. PEMBELAJARAN BERBASIS HIGHER ORDER THINGKING SKILSMengadopsi Powerful Teaching and Learning in the Social Studies yang

dirumuskan NCSS (1994: 162-170) melalui “Curriculum Standard for Social StudiesExpectation Of Excellence”:

1. Pembelajaran bermakna (when they are meaningful),2. Pembelajaran terintegrasi (when they are integrative),3. Pembelajaran berbasis nilai (when they are value-based),4. Pembelajaran menantang (when they are challenging),5. Pembelajaran aktif (when they are active).Pembelajaran sejarah bermakna (when they are meaningful) ditujukan

untuk guru dan peserta didik. Metode pengajaran yang sudah dikonstruk olehguru harus merasuk hingga pemahaman sosial peserta didik. Bagi guru,implimentasi dapat dimulai dengan mendorong peserta didik melalui pertanyaanpancingan untuk menghubungkan ide dari pengetahuan terdahulu dengankonsep yang ingin diajarkan. Dengan demikian pembelajaran yang bermakna(meaningful) mampu memberikan ruang praktik bagi “students learn connectednetworks of knowledge, skills, beliefs, and attitudes that they will find useful both inand outside of school” (NCSS, 1994: 163).

Pembelajaran sejarah terintegrasi (when they are integrative) adalahbentuk penegasan bahwa konten dari IPS (ilmu sosial dan humaniora) memilikiragam materi sehingga harus diintegrasikan. Integrasi menjadi ide penting untukmencapai kompetensi yang diinginkan. Menurut Sunal dan Haas (1993) kurikulumIPS yang terintegrasi dapat mengatasi totalitas pengalaman manusia dari waktuke waktu dan ruang, menghubungkan dengan masa lalu, terkait saat ini denganmelihat masa depan (dalam Supardan, 2014: 54). Adapun fokus inti disiplin IPStermasuk bahan-bahan ajar sangat luas sebab berkenaan dengan fenomenasosial, hingga lingkungan, terkini baik dalam lingkup lokal, nasional bahkanglobal.

Pembelajaran sejarah berbasis nilai (when they are value-based)menuntut komitmen bagi guru IPS bahwa nilai yang diselipkan ditiappembelajaran harus diresapi oleh peserta didik. Kesadaran nilai yangdikembangkan membuat peserta didik lebih peduli pada lingkungan sekitar danpermasalahan sosialnya.

Page 327: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

312 Ersis Warmansyah Abbas

Pembelajaran IPS berbasis nilai dapat memberikan kesadaran bahwadalam membangun hubungan sosial yang positif diperlukan komitmen untukmenghormati kesetaraan hak antara manusia dan tuhan, manusia dan manusia,hingga manusia dan alam.

Pembelajaran sejarah menantang (when they are challenging) menurutBrophy dan Alleman (2008) termasuk pembelajaran yang ketat sebagai disiplininti yang berpengaruh dan terus mengembangkan proses penyidikan mendalampada isinya (dalam Supardan, 2014: 56). Bentuk stimulan dan tantangan pesertadidik dapat difasilitasi guru dengan menggunakan ragam sumber informasi tanpaterkecuali rangkaian konflik yang muncul pada isu-isu kontroversial (NCSS, 1994:167). Intinya, pembelajaran IPS yang menantang, mendorong rasa ingin tahu,eksplorasi/eksperimen, serta keaktifan diskusi peserta didik sebagai ujungtombak kesuksesan proses belajar mengajar di kelas.

Pembelajaran sejarah aktif (when they are active) ialah bentuk aplikasipembelajaran yang menggunakan reflective inquiry dan pengambilan keputusandi samping perencanaan dan persiapan pembelajaran (NCSS, 1994: 168). Istilahreflective inquiry mengasumsikan tipe dari IPS yang mengajarkan peserta didikuntuk belajar bagaimana mereka berpikir. Reflective inquiry sangat bermanfaat,sebab peserta didik akan mampu meningkat kemampuan intelektual secarapenuh untuk mencari jawaban melalui pertanyaan pengetahuan sebaik diamemahami nilai yang terkandung didalamnya (Woolever dan Scott, 1987, hlm.12). Reflective inquiry memberikan jembatan kepada peserta didik untukmengaplikasikan pengetahuan secara langsung untuk memecahkan masalahmelalui pengambilan keputusan.

Menurut Banks (1990) pengambilan keputusan (decision making)adalah sebuah keterampilan yang harus dibina dan dilatih (dalam Sapriya, 2012:153). Pengambilan keputusan hampir mustahil dilakukan jika pengetahuantentang masalah yang dihadapi tidak ada. Berdasarkan asumsi ini dapatdipahami bahwa sedikitnya ada dua syarat sebelum mengambil sebuahkeputusan: (1) pengetahuan sosial dan (2) metode cara mencapai pengetahuan(Banks, 1990 dalam Sapriya, 2012: 154). Manfaat dari keterampilan pengambilankeputusan dimaksudkan agar peserta didik siap menghadapi permasalahandan menentukan sikap sebagai warga negara yang berpartisipasi aktif menjagakeharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Page 328: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

313Ersis Warmansyah Abbas

III. BERPIKIR HISTORIS DAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Pembelajaran sejarah merujuk disiplin ilmu sejarah berarti menerapkanberpikir historis (berpikir sejarah). Berpikir sejarah merujuk kepada cara berpikirkronologis, periodisasi, kausalitas, dan diakronik dan sinkronik.

Berpikir Kronologis sebagai konsekuensi ilmu sejarah sebagaipengetahuan tentang waktu. Kronologis menurut urutan waktu (KBBI, 2008: 466)bermakna berpikir historis berbasis urutan waktu berarti yang awal lebih dahuludari sesudahnya. Apabila acak, tidak linear, dari awal ke akhir, terkategori caraberpikir anakronistis; mencampuradukan atau memutarbalikan urutan peristiwa.

Berpikir Periodetatif sebagai “pemotongan” berpikir kronologis yanglinear dari awal sampai akhir dalam rentang waktu panjang. Periodisasi untukmenyusun sistematika dalam pembagian waktu.

Berpikir Kuasalitas berpikir hubungan sebab akibat antara dua ataulebih peristiwa. Kausalitas (KBBI, 2008: 398) berarti perihal sebab akibat. Peristiwasejarah pasti ada sebabnya. Ada dua teori kausalitas, yaitu monokausalitas danmultikausalitas. Monokausalitas hubungan sebab akibat deterministik, yaknimengembalikan kausalitas suatu peristiwa, keadaan, atau perkembangan kepadasatu faktor saja. Multikausalitas hubungan sebab akibat dengan berbagaipenyebab, pandangan terhadap permasalahan yang mendekati dari berbagaisegi atau aspek dan perspektif yang berkaitan pendekatan sistem dimana adanyasaling ketergantungan serta saling berhubungan antara unsur-unsur.

Berpikir Diakronis merupakan kemampuan memahami peristiwadengan penelusuran masa lampau berbasis proses peristiwa, memanjang dalamwaktu, mementingkan proses terjadinya sebuah peristiwa.

Berpikir Sinkronik memahami peristiwa memperluas ruang dalam suatuperistiwa, mementingkan struktur yang terdapat dalam setiap peristiwa, melebardalam ruang, serta mementingkan struktur dalam satu peristiwa.

Berpikir historis sebagai metode berpikir keilmuan (ilmiah) dalamKurikulum 2013 dikembangkan melalui pendekatan saintifik (Kemdikbud, 2013)menyandarkan pembelajaran kepada pendekatan ilmiah melalui penalaraninduktif dan penalaran deduktif. Pembelajaran dibangun atas asas bangun logikadengan kritis (berpikir kritis) dan analitik.

Page 329: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

314 Ersis Warmansyah Abbas

Dalam kaitan dengan nasionaliseme, khususnya untuk pemahamandan internalisasi nasionalisme, peserta didik menggali informasi melaluipengamatan, bertanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan bersinergidengan berpikir historis sebagaimana terpapar dalam langkah-langkahnya:

Pembelajaran Saintif (Depdikbud RI, 2014).

Dengan demikian pembelajaran sejarah bukanlah dibangun dimanaguru berperan sebagai “panglima’, tidak pula bak ceret yang menuangkan “áir”pengetahuan kepada peserta didik, tetapi guru berposisi sebagai motivator,inisiator, dan fasilitator dalam pengembangan potensi peserta didik. Pesertadidik bertindak sebagaimana ilmuwan mengembangkan ilmu.

Melalui motivasi, inisiasi, dan fasilitasi guru peserta didik dikondisikanuntuk mengamati apa yang dipelajari, baik secara langsung atau pun melaluimedia sehingga murid melalui pancaindranya mampu melihat’ dan “memahami”obyek yang dipelajarinya. Dengan pengamatannya peserta didik tentunya lebihdapat “mengenali” apa yang dipelajarinya sehingga lebih bermakna.

Rangkaian pembelajaran dengan mengamati, menanya, menalar,mencoba, dan mengkomunikasikan sejalan dengan berpikir historis. Artinya,dalam pembelajaran sejarah peserta didik sejarah merujuk kepada cara berpikirkronologis, periodisasi, kausalitas, dan diakronik dan sinkronik sebagai wahanabagi kemampuan-kemampuan berpikir untuk memahami peristiwa sejarah.

Dengan kata lain, kemampuan berpikir kritis peserta didik diasah dandiimplementasi, terlepas dari tingkat kadarnya, dalam proses pembelajaran yangtengah dilakukan. Hal tersebut bukan saja para peserta didik belajar denganmemakai cara kerja para ilmuan sekaligus mempraktikkan cara kerja berpikirhistoris sehingga pembelajaran sejarah lebih bermakna (meaningful).

Page 330: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

315Ersis Warmansyah Abbas

IV. SIMPULANBerdasarkan paparan terdahulu disimpulkan bahwa pembelajaran

sejarah berbasis “Berpikir Historis” dengan pendekatan saintifik, merupakaninovasi pembelajaran sejarah dalam upaya mencapai tujuan pembelajaransejarah yang powerful. Pembelajaran sejarah berbasis “Berpikir Historis” denganPendekatan Saintifik tidak memberi peluang bagi pembelajaran sejarah yangberfokus kepada penginformasian fakta-fakta sejarah.

Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik, menjadikan peserta didikbukan lagi sekadar diperankan sebagai “cangkir” yang dituangkan pengetahuandari “ceret pengetahuan” guru. Peserta didik dengan bantuan guru “mencari”dan “menemukan” pengetehauan (ilmu) dengan bantuan guru. Model semikianmenjadikan peserta didik memahami makna sejarah, bukan hapalan informasidan fakta-fakta sejarah.

Dengan demikian, pembelaharan sejarah mampu mencapai sasaransebagai pembelajaran bermakna (meaningful), terintegrasi (integrative), berbasisnilai (value-based), menantang (challenging), dan aktif (active). Hal tersebutmenjadi garansi dalam character and nationalism building.

DAFTAR PUSTAKAAbbas, Ersis Warmansyah. (2013). Nilai-Nilai Budaya Banjar Sebagai Sumber

Pembelajaran IPS (Transformasi Nilai-Nilai Budaya Banjar MelaluiAjaran dan Metode Guru Sekumpul). Bandung: Sekolah PascasarjanaUPI Bandung.Abdulgani, Roeslan. 1967. Penggunaan Sejarah. Jakarta:Prapanca

Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari.Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Kemendikbud RI.Kemendikbud RI. 2014. Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud RI.Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah

Pergerakan Nasional dan Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid dua.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kohn, Hans. 1955. Nationalism, Its Meaning and History. Terjemahan SumantriMertodipuro: Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Pembangunan.

Page 331: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

316 Ersis Warmansyah Abbas

NCSS. (1994). Curriculum Standar for Social Studies: Expectations of excellence.Washington DC: NCSS.

Sapriya. 2012. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: RemajaRosdakarya

Supardan, Dadang. 2014. Pendidikan IPS: Persfektif Filosofi, Kurikulum, danPembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Wineburg, Sam. 2006. Berpikir Hidstoris: Memetakan Masa Depan, MengajarkanMasa Lalu. Terj. Masri Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Page 332: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

317Penyunting

Dr. Drs. Ersis Warmansyah Abbas, BA, M.Pd.,dosen pada FKIP Unlam Banjarmasin. Lahir diMuaralabuh, Solok Selatan, 15 November 1957. DoktorPendidikan (IPS) UPI Bandung (2013), MagisterPendidikan (Pengembangan Kurikulum) IKIP Bandung(1995), Sarjana Pendidikan (Sejarah) IKIP Yogyakarta(1980), Sarjana Muda Pendidikan Sejarah IKIP Padang(1978). Tamatan PGAN 6 Tahun Padang, PGAN 4 TahunMuaralabuh dan SDN 1 Muaralabuh. Pernah kuliah di

FK Filsafat UGM (1982), dan alumnus Pendidikan (Kursus) Teori, Metodologidan Aplikasi Antropologi UGM (1993).

Tulisannya dimuat beberapa jurnal, dan atau, dipresentasikan padaberbagai seminar, baik di dalam maupun di luar negeri, misalnya pada 5thUPSI-UPI Conference on Education, Selangor Malaysia (2012) dan UniversitiKebangsaan Malaysia (2015). Untuk mendukung dan mengembangankeprofesionalannya, Presiden Lembaga Pengkajian Kebudayaan danPembangunan Kalimantan (LPKPK), Lembaga Pengkajian dan PengembangkanPendidikan Kalimantan Selatan (LPPPKS), dan Pusat Studi Sejarah dan NilaiBudaya Kalimantan Selatan (PSNBKS), mengikuti berbagai seminar danworkhsop dalam berbagai bidang dan melakukan kerja sama penelitian denganAsia Foundation, PT Djarum Kudus, Pemkab, Pemko dan Pemprov KalimantanSelatan serta instansi lainnya.

Ratusan tulisannya dimuat berbagai media cetak, antara lain HUKompas, Sinar Harapan, Suara Pembaharuan, Kedaulatan Rakyat, BeritaNasional, Jayakarta, Pelita, Bandung Pos, Haluan, Radar Banjarmasin, DinamikaBerita, Banjarmasin Pos, Bandjarbaroe Post, Sinar Kalimantan dan media cetaklainnya.

PENYUNTING

Page 333: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

318 Penyunting

Pemimpin Umum Bandjarbaroe Post dan majalah GAGAH mengusungprinsip: Tulis apa yang ada di pikiran bukan memikirkan apa yang akanditulis. Tulis apa yang hendak ditulis, pasti jadi tulisan. Publikasi hariantulisannya dapat diikuti melalui www. ersiswarmansyah.wordpress.com danfacebook Ersis Warmansyah Abbas.

Sebagai penyaluran kehendak menulis dan memotivasi berbagaikalangan untuk menulis, Ersis mendirikan dan mengembangkan GerakanPersahabatan Menulis (GPM) berbasis dunia maya yang cabang daratnyaberkembang di kota-kota Indonesia dengan pelibat di Singapura, Taiwan,Hongkong, Mesir, dan berbagai negara lainnya. GPM wilayah melakukankegiatan menulis dan telah menerbitkan puluhan buku dan untuk itulah seringbepergian ke berbagai kota dalam lakon sharing menulis atau pelatihan menulis.

Ersis Warmansyah Abbas menerbitkan beragam buku berbagai tema:I. TENTANG MENULIS

1. Menulis Sangat Mudah. 2007. Yogyakarta: Mata Khatulistiwa.2 Menulis Mari Menulis. 2007. Yogyakarta: Mata Khatulistiwa.3. Menulis dengan Gembira. 2008. Yogyakarta: Gama Media.4. Menulis Berbunga-Bunga. 2008. Yogyakarta: Gama Media.5. Virus Menulis Zikir Menulis. 2008: Yogyakarta: Gama Media.6. Menulis Mudah: Dari Babu Sampai Pak Dosen. 2008: Yogyakarta:

Gama Media.7. Menulis Tanpa Berguru. 2009. Yogyakarta: Gama Media.8. Menulis Membangun Peradaban. 2009. Yogyakarta: Gama Media.9. ‘Jatuh Cinta’ Menulis. 2011: Bandung: Wahana Jaya Abadi.

10. Indonesia Menulis. 2011: Bandung: Wahana Jaya Abadi.11. Suer, Menulis Itu Mudah. 2012: Jakarta: Elex Media Komputindo, KK

Gramedia.12. Percaya Ngak Percaya, Menulis Itu Mudah. 2012. Bandung: Wahana

Jaya Abadi.13. Mudah Menulis Memudahkan Menerbitkan Buku. 2012. Bandung:

Wahana Jaya Abadi.14. Menulis Menyenangkan. 2012. Bandung: Wahana Jaya Abadi.15. Menulis Mudah Memudahkan Menulis. 2013. Bandung: Wahana

Jaya Abadi.16. Indonesia Menulis: Perjalanan Spiritual. 2013. Bandung: Wahana

Jaya Abadi.17. Menulis di Otak. 2015. Bandung: Wahana Jaya Abadi.18. Menulis Menuliskan Diri. 2015. Bandung: Wahana Jaya Abadi.

Page 334: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

319Penyunting

19. Menulis Mengasyikkan. 2015. Bandung: Wahana Jaya Abadi.20. Menulis Membangun Mindset. 2015. Bandung: Wahana Jaya Abadi.21. Menulis Menjinakkan Kegagalan. 2015. Bandung: Wahana Jaya

Abadi.22. Menulis Menghancurkan Belenggu. 2015. Bandung: Wahana Jaya

Abadi.23. Menulis Enjoy Enjoy Sajalah. 2015. Bandung: Wahana Jaya Abadi.24. Mengatasi Kesulitan Menulis. 2016. Bandung: Wahana Jaya Abadi.

II. FIKSI1. Surat Buat Kekasih. Antologi Puisi. 2006. Yogyakarta: Gama Media.2. Garunum. Antologi Puisi (Bersama). 2006. Yogyakarta: Gama Media.3. Taman Banjarbaru, antologi puisi bersama. 2006. Yogyakarta: Gama

Media.4. Kolaborasi Nusantara. Antologi Puisi (Bersama). 2006. Yogyakarta:

Gama Media.5. Tajuk Bunga. Antologi Puisi (Bersama). 2006. Yogyakarta: Gama Media.6. ASAP (Novel). 2010. Bandung: Wahana Jaya Abadi.7. Menjaring Cakrawala. 2011. Bandung: Wahana Jaya Abadi.8. Zikir Rindu. 2011. Bandung: Wahana Jaya Abadi.9. Deru Awang-Awang. 2012. Bandung: Wahana Jaya Abadi.10. Senyawa Kata Kita. Antologi Puisi (Bersama). 2012. Bandung:

Wahana Jaya Abadi.11. Astagfirullah, Antologi Cerpen (Bersama). Bandung: Wahana Jaya

Abadi.12. Bogor Kasohor, Antologi Puisi (Bersama). 2012. Bandung: Wahana

Jaya Abadi.III. MOTIVASIONAL SPIRITUAL

1. Nyaman Memahami ESQ. 2005. Yogyakarta: Gama Media.2. Sabar, Ikhlas, dan Bersyukur: Melejitkan Potensi Diri. 2013.

Bandung: Wahana Jaya Abadi.

IV. BUKU AJAR, PEMIKIRAN, DAN PENELITIAN1. Pemuda dan Kepahlawanan. 1988. Bandung: Materpamur.2. Bab-Bab Antropologi. 1996. Penyunting tulisan Fudiat Suryadikara.

Banjarmasin: EWA Book Company.3. Memahami Sejarah. 1997. Banjarmasin: EWA Book Company.

Page 335: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

320 Penyunting

4. Pembangunan Kalimantan. 1998. Penyunting tulisan Ismet Ahmad.Banjarmasin: EWA Book Company.

5. Perjuangan Rakyat Kabupaten Banjar dalam Revolusi Fisik 1945-1949. 2000. Martapura: Pemkab Banjar dan LPKPK.

6. Tanah Laut: Sejarah dan Potensi. 2000. Pelaihari: Pemkab TanahLaut dan LPKPK.

7. Data Dasar Banjarbaru: Banjarbaru Menuju Metropolitan. 2002.Pemko Banjarbaru dan LPKPK.

8. Banjarbaru. 2002. Banjarbaru: Pemko Banjarbaru dan LPKPK.9. Menguak Atmosfir Akademik. 2004. Penyunting bersama Sutarto Hadi.

Banjarmasin: FKIP Unlam.10. Menggugat Kepedulian Pendidikan Kalimantan Selatan. 2005.

Banjarbaru: LPKPK.11. Nyaman Memahami ESQ. 2005. Yogyakarta: Gama Media.12. Sejarah Kotabaru. 2010. Bandung: Rekayasa Sains.13. PDAM Bandarmasih: Primadona Kota Air. 2010. Bandung:

Rekayasa Sains.14. Mewacanakan Pendidikan IPS. 2013. Penyunting. Bandung:

Wahana Jaya Abadi, dan FKIP-Unlam Press.15. Pendidikan Karakter. 2014. Penyunting. Bandung: Niaga Sarana

Mandiri dan FKIP-Unlam Press.16. Building Nation Character Through Education. 2014. Penyunting.

Bandung: Wahana Jaya Abadi dan FKIP-Unlam Press.17. Pendidikan IPS Berbasis Kearifan Lokal. 2015. Penyunting.

Bandung: Wahana Jaya Abadi, dan FKIP-Unlam Press.18. Ethnopedagogy. 2016. Penyunting. Bandung: Wahana Jaya Abadi,

dan FKIP-Unlam Press.19. Pendidikan Sejarah, Patriotisme & Karakter Bangsa: Malaysia-

Indonesia. 2016. Penyunting. Bandung: Wahana Jaya Abadi, dan FKIP-Unlam Press.

20. Building Education Based on Nationalism Values. 2016. Book I.Penyunting. Bandung: Wahana Jaya Abadi, dan FKIP-Unlam Press.

21. Building Education Based on Nationalism Values. 2016. Book II.Penyunting. Bandung: Wahana Jaya Abadi, dan FKIP-Unlam Press.

V. BIOGRAFI1. Buku Kenangan Purna Tugas M.P. Lambut. 2003. (Editor Bersama).

Banjarmasin: FKIP Unlam.

Page 336: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

321Penyunting

2. Rudy Resnawan: Untukmu Banjarbaru. 2010. Bandung: RekayasaSains.

3. Guru Sekumpul: Biografi Pendidikan Profetik. 2014. Bandung:Wahana Jaya Abadi.

4. Guru Sekumpul. 2014. Bandung: Wahana Jaya Abadi.

VI TEMA BEBAS1. Masa Kecil Yang Tak Terlupakan (Bersama). 2011. Malang: Bintang

Sejahtera.2. Cinta Pertama: Kisah-Kisah Cinta Berhikmah. 2012. Bandung:

Wahana Jaya Abadi.

IV. PROSES TERBITBeberapa bukunya dalam proses penerbitan.

V. SEMINAR, SHARING, TALKSHOW, DAN PELATIHAN MENULISUniversitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, KAMMI Kalsel, Radio

MQFM Bandung, Tahajud Call Bandung, Masjid Salman ITB Bandung, UINMalang, Malang Post Malang, Universitas Pakuan Bogor, IAIN Sunan AmpelSurabaya, Universitas Brawijaya Malang, Institut Keislaman Hasyim As’ariJombang, Politeknik Negeri Banjarmasin, Politeknik Negeri Tanah Laut,Pesantren Darul Ilmi Banjarbaru, Pesantren Sidogiri Pasuruan, PesantrenBanyuanyar Pamekasan, Badiklad Pemprov Kalsel, LPMP Kalsel, SMA/MA, danberbagai insitusi dan instansi.

Page 337: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

322 Penyunting

PENYUNTINGProfessor Madya Dato Dr Abdul Razak Ahmad, 15 Ogos1962 di Temerloh, Pahang, Malaysia. Profesor Madya,Jabatan Pendidikan dan Kesejahteraan Komuniti, FakultiPendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600,Bangi, Selangor Bidang Pengkhususan SosiologiPendidikan, Pendidikan Dewasa dan PendidikanSejarah.

Anugerah & Penghargaan:1. Darjah Kebesaran Ahli Mahkota Pahang (A.M.P), 2002 Darjah

Kebesaran Setia Mahkota Pahang (S.M.P), 2007.2. Pemenang Anugerah Khidmat Masyarakat Universiti Kebangsaan

Malaysia 2009 Darjah Kebesaran Indera Mahkota Pahang(D.I.M.P. 2011).

Kelayakkan Akademik:1. Ph.D Sosiologi Pendidikan, 24 April 2008, Universiti Malaya.2. Ijazah Sarjana Sosiologi Pendidikan, 1998-1999, Universiti

Kebangsaan Malaysia.3. Diploma Pendidikan, 1991-1992, Maktab Perguruan, Sultan Abdul

Halim Kedah, Malaysia.4. Diploma Bahasa Arab, 1990, American University in Cairo.5. B.A (Hons.) 1986-1987, Universiti Malaya.

Page 338: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

323Penyunting

Kurniaan dan Penghargaan:1. Darjah Kebesaran Ahli Mahkota Pahang (A.M.P), KDYMM Sultan

Pahang, 24 Oktober 2001.2. Darjah Kebesaran Setia Mahkota Pahang (S.M.P), KDYMM Sultan

Pahang, 10 April 2007.3. Pemenang Anugerah Khidmat Masyarakat Universiti Kebangsaan

Malaysia 2009, Universiti Kebangsaan Malaysia, 7 Ogos 2009.4. Anjakan Gaji (AG) bagi tahun 2010 (Penilaian tahun 2009), Fakulti

Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia, 9 Ogos 2010.5. Darjah Kebesaran Indera Mahkota Pahang (D.I.M.P.), KDYMM Sultan

Pahang, 24 Ogos 2011.6. Perlantikan Sebagai Felo Penyelidikan Bersekutu Pusat Kecemerlangan

Pedagogi Peribumi Kebangsaan, Institut Perguruan Tengku AmpuanAfzan, 16 November 2011.

7. Perlantikan Sebagai Hakim Pertandingan Jurnal KonvensyenKebangsaan Pendidikan Guru (KKPG), Institut Pendidikan Guru, 31Oktober 2011-1 November 2011.

8. Anugerah Perkhidmatan Cemerlang (APC), Fakulti PendidikanUniversiti Kebangsaan Malaysia, 3 Mei 2013.

9. Pemenang Pingat Emas Karnival Inovasi Pengajaran dan Pembelajaran(K-Novasi) UKM, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2016.

Penerbit:1. Maxwell Journal: AbdulRazaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang. 2016.

Culturally Responsive Pedagogy: Socio- Educational Support andCoomunity Engagement for Educational Development of AbroginalStudents. DOI:10.15804/tner.2016.43.1.13. Index: Scopus. JurnalAntarabangsa.

2. Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman, Mohd Mahzan Awang &Fadzilah Sulaiman. 2015. Application of Multiple Intelligence Theoryto Increase Student Motivation in Learning History. 7(1): 210219.ISSN: 1916-9663. Jurnal Antarabangsa.

3. Mohd Mahzan Awang, Noor Azam Abdul Rahman, Noraziah MohdAmin dan Abdul Razaq Ahmad. 2015. Mesej Perpaduan DalamBuku Teks Bahasa Malaysia Tingkatan 4 dan 5: Analisis TerhadapPeribahasa Melayu. Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu. 5(1):44-52.ISSN: 2180-4842. Jurnal Kebangsaan.

4. Norwaliza Abdul Wahab, Abdul Razaq Ahmad, Zalizan Mohd Jelas,Norshariani Abd Rahman, and Lilia Halim. 2014. The Role and

Page 339: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

324 Penyunting

Perspectives of Administrators inthe Schools of Orang Asli Students:A Case Study in the State of Pahang. International Journal of Learningand Teaching Vol. 1, No. 1. Jurnal Kebangsaan.

5. Abdul Razaq Ahmad, Najamuddin Hj. Bachora. Interaction for Unityamong Trainee Teachers at Selected Teacher Training Institutes inEast Malaysia. IIUM Journal of Educational Studies, 2:2. 2014. 5-21.ISSN: 2289-8085. INDEX: Google Scholar, DOAJ (Directory of Open-Access Journals), MyCite. Jurnal Kebangsaan

6. Ruslin Amir, Anisa Saleha, Zalizan Mohd Jelas, Abdul Razaq Ahmad& Hutkemri. 2014. Student’s Engangement by Age and Gender: ACross-Sectional Study in Malaysia. Middle-East Journal of ScientificResearch 21 (10): 1886-1892. ISSN: 1990-9233. INDEX: ISIThomson. Jurnal Antarabangsa.

7. Alfitri, Mohd Mahzan Awang dan Abdul Razaq Ahmad. 2014.Culturally-Responsive Strategies for Resolving Social Conflict inRural Community. Mediterranean Journal of Social Sciences 5(20):2267. Jurnal Antarabangsa.

8. Alfira, Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad dan Mohd KhairiAhmad. 2014. Social-Educational Support And Arabic LanguagePractices Among Secondary School Students. Journal of Languageand Literature 5(3): 219-228. ISSN: 2078-0303. Jurnal Antarabangsa.

9. Abdul Razaq Ahmad. Determination Of Teaching Aids And MethodsTo Inculcate Thinking Skills In History Subjects. Tawarikh InternationalJournal For Historical Study. Vol.5 (3) Oktober 2014. ISSN 2085-0980. Aspensi Bandung Indonesia. Jurnal Antarabangsa.

10. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang and Tajuddin MohdYunus. 2014. Mentoring Practices In Schools: The Roles of SeniorSubject Teachers as Perceived by Heads and Teachers. Journal ofEducation and Sociology. 5(2): 65-75. ISSN: 2078-032X. JurnalAntarabangsa.

11. Norwaliza Abdul Wahab, Abdul Razaq Ahmad, Zalizan Mohd Jelas,Norshariani Abd Rahman and Lilia Halim. 2014. The Role AndPerspectives of Administrators in the Schools of Orang Asli Students:A Case Study in the State of Pahang. International Journal ofLearning and Teaching. 1(1): 60-64. Jurnal Antarabangsa.

12. Abdul Razaq Ahmad, Najamuddin Hj. Bachora. 2014. Interactionfor Unity among Trainee Teachers at Selected Teacher TrainingInstitutes in East Malaysia. IIUM Journal of Educational Studies.2(2):5-21. ISSN: 2289-8085. Jurnal Kebangsaan.

Page 340: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

325Penyunting

13. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad dan Mohd MuhaimiAbdul Rahman. 2014. Penggunaan Peta Minda oleh Pelajar PintarCerdas dalam Pembelajaran Sejarah. Jurnal Pendidikan Malaysia.39(2): 95-100. Jurnal Kebangsaan.

14. Abdul Razaq Ahmad & Tajuddin Mohd Yunus. 2014. PerformanceOf The Senior Subject Teachers In School: Evaluation By TheAdministrators. Australian Journal of Basic and Applied Sciences,8(13) August 2014, Pages: 90-97. ISSN: 1991-8178 [Q3]. INDEX.Thomson Reuters (Formerly Known As ISI), Ulrich Periodicals,Ebsco Host, Cabi (Cab International). Jurnal Antarabangsa.

15. Norshariani Abd Rahman, Lilia Halim, Abdul Razaq. 2014.Environmental Knowledge Among Aboriginal Students. Journal OfEducation and Social Research. ISSN 2239-978X, ISSN 2240-0524.Vol. 4 No.6, September 2014. INDEX. EBSCO-Electronic JournalService, DOAJ - Directory of Open Access Journal, UlrichsWeb -Global Serial Solutions, Cabell’s Publishing – Directories ofAcademic Journal, Jurnal Antarabangsa.

16. Jalaludin Abdul Malek, Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang,Juhari Ahmad & Alfitri. 2014 . Sustainable EnvironmentalManagement and Preservation Knowledge among Multi-athnicResidents. Asian Journal Of Scientific Research. ISSN: 1992-1454.[Q3] . INDEX. ASCI-Database, Chemical Abstract Services, Directoryof Open Access Journals, Google Scholar, SCIMAGO, SCOPUS.Jurnal Antarabangsa.

17. Jalaludin Abdul Malek, Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang& Alfitri. 2014. Symbiotic Relationship Between Telecentre AndLifelong Learning For Rural Community Development: A MalaysianExperience. TOJET: The Turkish Online Journal of EducationalTechnology-July 2014. Volume 13, Issue 3. 48-155. INDEX.Education Research Index, ERIC, SCOPUS Database and others.Jurnal Antarabangsa.

18. Norwaliza Abdul Wahab, Ramlee Mustapha, Abdul Razaq Ahmad& Zalizan Mohd Jelas. Vocational Education and Skills Training forIndigenous Community in Malaysia. Journal of Education andPractice. ISSN 2222-1735. Vol. 5, No. 11. 2014. INDEX. EBSCO(U.S.), Index Copernicus (Poland), Ulrich’s Periodicals Directory(ProQuest, U.S.), JournalTOCS (UK), PKP Open Archives Harvester(Canada), SCI-Edge (U.S.) and others. Jurnal Antarabangsa.

Page 341: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

326 Penyunting

19. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang & Fong Peng CHEW.Adult Student Perspectives on Computer Literacy Programme.Pensee Journal. Espaces Marx. ISSN: 0031-4773 Vol 76, No. 1 (Jan2014). INDEX. ISI Thomson Reuters, Scopus Elsevier, CSA(ProQuest), EBSCO and others. Jurnal Antarabangsa.

20. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad et al. Examining GapsBetween Students’ Expectations and Experiences Iin a PrivateUniversity. Mediterranean Journal of Social Sciences. ISSN: 2039-2117 (online), Vol 5, No 8 (May 2014). INDEX. Jurnal Antarabangsa.

21. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang & Alfitri. Culturally-Responsive Strategies For Resolving Social Conflict In RuralCommunity. Mediterranean Journal of Social Sciences. UniversitiSriwijaya dan Universiti Kebangsaan Malaysia. ISSN 2039-2117(online) Vol 5 No 20. September 2014. INDEX. Jurnal Antarabangsa.

22. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Ahmad Ali Seman,Ramle bin Abdullah. The Skills of Using History Textbooks inSecondary School. Asian Social Science. 9(12):229-236. 2013.Canadian Center of Science and Education ISSN: 1911-2017. [Q3].INDEX. SCOPUS, Australian Business Deans Council, DOAJ(Directory of Open-Access Journals), Lockss, Open J-Gate,ProQuest and others. Jurnal Antarabangsa.

23. Najamuddin Bachora, Abdul Razaq Ahmad & Zalizan Mohd Jelas.2013. Perhubungan Etnik Antara Guru Pelatih di Salah SebuahInstitusi Pendidikan Guru Zon Sabah . Jurnal PenyelidikanPendidikan.

24. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Jamalul Lail AbdulWahab, Nordin Mamat. Effective Teaching Strategies To EncourageLearning Behaviour. IOSR Journal for Humanities and SocialScience. 8(2):35-40. 2013. ISSN: 2279-0845. Jurnal Antarabangsa.

25. Abdul Razaq Ahmad, Zalizan Mohd Jelas, Zahiah Kassim. SocialIntelligence of the Indigenous Pupils. Australian Journal of Basicand Applied Sciences. 7(8):1004-1010. 2013. INSInet Publications.ISSN: 1991-8178. [Q3] INDEX: Thomson Reuters (Formerly KnownAs ISI), Ulrich Periodicals, Ebsco Host, Cabi (Cab International).Jurnal Antarabangsa.

26. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Manisah Mohd Ali.Professional Teachers‘ Strategies for Promoting Positive Behaviourin Schools. Asian Social Science. 9 (12): 205-211. 2013. CanadianCenter of Science and Education. ISSN: 1911-2017. [Q3] INDEX

Page 342: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

327Penyunting

SCOPUS, Australian Business Deans Council, DOAJ (Directory ofOpen-Access Journals), Lockss, Open J-Gate, ProQuest and othersJurnal Antarabangsa.

27. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Wan Hasmah WanMamat. The Effectiveness of Human Development Programmes inImproving Community Wellbeing. Australian Journal of Basic andApplied Sciences. 7(9):51-57. 2013. INSInet Publications. ISSN: 1991-8178. [Q3]. INDEX. Thomson Reuters (Formerly Known As ISI), UlrichPeriodicals, Ebsco Host, Cabi (Cab International). Jurnal Antarabangsa.

28. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Nora‘asikin Abu Bakar,Sayuti Abd Ghani, Asyraf Nadia Mohd Yunus, Mohd Asrul Hery Ibrahim,Jaya Chitra Ramalu, Che Pee Saad, Mohd Jasmy Abd Rahman.Students’ Attitudes and Their Academic Performance in NationhoodEducation. International Education Studies. 6(11):21-28. 2013.Canadian Center of Science and Education. ISSN: 1913-9039. [Q4].INDEX. DOAJ, Google Scholar, Lockss, NewJour, Open J-Gate,ProQuest, SCOPUS and others. Journal Antarabangsa.

29. Abdul Razaq Ahmad, Mohamad Johdi Salleh, Mohd MahzanAwang, Nazifah Alwaani Mohamad. Investigating Best Practice andEffectiveness of Leadership Wisdom among Principals of ExcellentSecondary School Malaysia: Perceptions of Senior Assistants.International Education Studies. 6 (8): 38-46. 2013. Canadian Centerof Science and Education. ISSN: 1913-9039. [Q4]. INDEX. DOAJ,Google Scholar, Lockss, NewJour, Open J-Gate, ProQuest,SCOPUS and others. Jurnal Antarabangsa.

30. Abdul Razaq Ahmad, Ahamad Rahim, Ahmad Ali Seman. ActiveLearning Through History Subject Towards Racial Unity in Malaysia.The Social Sciences 8 (1): 19-24. 2013. Medwell Journal. ISSN:1818-5800. Jurnal Antarabangsa.

31. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Jamalul Lail AbdulWahab, Nordin Mamat. Effective Teaching Strategies To EncourageLeaning Behaviour. IOSR Journal Of Humanities And SocialSciences (IOSR-JHSS). 8(2): Jan-Feb. 2013. e-ISSN 2279-0837.P-ISSN-:2279-0845 www.iosrjournals.org. INDEX. UlrichWeb(Global Serial Directory), Cabell’s Directories, Google scholar, JourInformatics and others. Jurnal Antarabangsa.

32. Zarina MD Yasin, Zahara Aziz, Abdul Razaq Ahmad, Ruslin Amir.2013. Kemahiran Pemikiran (KPS) Dalam Kalangan GuruMenengah Atas: Satu Penilaian. Jurnal Pendidikan Pendidikan. Jilid14. INDEX. Jurnal Kebangsaan.

Page 343: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

328 Penyunting

33. Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman. 2012. Diversity As A Mediumto Reinforce Ethnic Tolerance in History Subject In Malaysia.International Journal of Academic Research in business and SocialSciences. 2(12). ISSN 2222-6990. INDEX. UlrichWeb (Global SerialDirectory), USA,Cabell’s Directories, USA,ProQuest, United Kingdom,Index Copernicus, Poland, EBSCO, Gale | Cengage Learning,Database of Open Access Journals (DOAJ), Journal Seek, AcademicResources (ourGlocal.com), Electronic Journals and Newsletters(Open New Jour) and others. Jurnal Antarabangsa.

34. Azwani Ismail, Zahara Aziz, Sharipah Nor Puteh, Abdul RazaqAhmad. 2012. Kesan Model STAD terhadap Sikap dan KemahiranBerkomunikasi Pelajar dalam Matapelajaran Sejarah. JurnalPendidikan dan Latihan.Bil.1. Jilid 4. Ms 65. Jurnal Pendidikan danLatihan. Majlis Amanah Rakyat. ISSN: 1985-9597. Jurnal Kebangsaan.

35. Ahmad Ali Seman, Abdul Razaq Ahmad, Warti Kimi. 2012. Student’sCentered And Creativity Of Teachers During History Class.International Journal of Arts and Commerce. Vol:1, No:4, September2012. ISSN : 1929-7106. Publisher: Centre For EnhancingKnowledge, UK. Indexed in Copernicus, ProQuest, Ulrichsweb,GoogleBeta, Hoschulbibliothek Reutlingen, Newjour. JournalAntarabangsa Indexed.

36. Hambali, Abdul Razaq Ahmad. 2011. Membentuk Karakter BangsaMelalui Budaya Sekolah. Jurnal Sosiologi Universitas Sriwijaya.Volume 14, bil.2, Ogos-Disember. ISSN 1412-1411. Publisher: UNRIPress. Jurnal Antarabangsa.

37. Ahamad b. Rahim, Azwani b. Ismail, Abdul Razaq Ahmad, Zaharabt Aziz dan Sharifah Nor Puteh. 2011. Kurikulum Sejarah ke ArahPembentukan Perpaduan Kaum di Malaysia. Jurnal Pendidikan danLatihan. Bil 1. Jilid 3. ms 1-18. ISSN 1985-9597. Penerbitan MajlisAmanah Rakyat (MARA). Jurnal Kebangsaan.

38. Abdul Razaq Ahmad, Norhasni Zainal Abiddin, Zalizan Mohd Jelas,Anisa Saleha. 2011. Teachers’ Perspectives toward Schools Diversityin Malaysia. International Journal of Business and Social ScienceVol. 2, No. 4, m.s 178-189. ISSN 2219-1933 (Print), 2219-6021 (Online).Penerbitan Centre for Promoting Ideas (CPI). Jurnal Antarabangsa.

39. Aminuddin Hassan, Norhasni Zainal Abiddin & Abdul Razaq Ahmad.2011. Islamic Philosophy as the Basis to Ensure AcademicExcellence. Jurnal Vol. 7, No. 3, m.s 37-41. ISSN: 1911-2017 (print).ISSN 1911-2025 (online). INDEX. AMICUS, Canadiana (The National

Page 344: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

329Penyunting

Bibliography), DOAJ (Directory of Open-Access Journals),EBSCOhost, Google Scholar, Library and Archives Canada, Lockss,Open J-Gate, PKP Open Archives Harvester, ProQuest, TheExcellence in Research for Australia, Ulrich’s, Universe Digital Library,Wanfang Data. Jurnal Antarabangsa.

40. Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Rafaai Ayudin. 2011. HistoryCurriculum Development Model Towards Nation Building ofMalaysia. International Journal of History Education (Historia).Vol.XII, No.1. ISSN 2086-3276. Penerbitan Association of HistoryEducators and Reseachers. Jurnal Antarabangsa.

Penerbitan Buku:1. Ahmad Rafai bin Ayudin, Abdul Razaq Ahmad, Zuraini Husain.

Sejarah Dunia SPM Tingkatan 4. Penerbit: RAFNI ENTERPRISE.ISBN 978-9834124-47-3. Penulis bersama. Kebangsaan.

2. Ahmad Rafai bin Ayudin, Abdul Razaq Ahmad, Zuraini Husain.Sejarah Dunia SPM Tingkatan 5. Penerbit: RAFNI ENTERPRISE.ISBN 978-9834124-47-3. Penulis bersama. Kebangsaan.

3. Zamri Mahamod, Mohd Izham Mohd Hamzah, Abdul Razaq Ahmad& Mahdum. 2013. Himpunan Penyelidikan Pendidikan Serantau.ISBN: 978-983-2267-53-9. Editor. Kebangsaan.

4. Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman & Rahmat Ghazali. 2011.Perjuangan ke Puncak : Adunan Kisah Ke arah Merealisasikan Impiandan Cita-Cita . Yayasan Istana Abdulaziz. Penulis bersama.Kebangsaan.

5. Abdul Razaq Ahmad & Anuar Ahmad. 2011. Pendidikan danHubungan Etnik, Penerbit UKM. ISBN 978-983-2267-28-7HubunganEtnik. Penulis. Kebangsaan.

Tulisan Bab Dalam Buku:1. Norwaliza Abdul Wahab, Razaq Ahmad, Zalizan Mohd Jelas: Sinergi

Peribumi. 2014. Penglibatan Komuniti Dalam Pendidikan Orang Aslipg 40-61 ISBN: 978-983-44636-6-3. Bab Dalam Buku.

2. Ahmad Rafaai Ayudin, Abdul Razaq Ahmad & Ahmad Ali Seman:Sumbangan Kualiti Instruksional Dalam Membentuk Orientasi. 2013.Amalan Pembelajaran Dan Pengajaran Dalam Pendidikan pg. 259-270. ISBN: 978-983-2267-53-9. Bab Dalam Buku.

Page 345: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

330 Penyunting

3. Abdul Razaq Ahmad , Ahamad Rahim& Ahmad Ali Seman:Hubungan Gaya Pembelajaran Aktif Ke Arah MeningkatkanPenghayatan Pembelajaran Sejarah. 2013. Amalan PembelajaranDan Pengajaran Dalam Pendidikan pg. 271-283. ISBN: 978-983-2267-53-9. Bab Dalam Buku.

Prosiding:1. Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang. 2015. Penerokaan

Minat dan Potensi Kerjaya Murid Orang Asli: Satu kajian Kes. SeminarPendidikan Pedagogi Peribumi Kebangsaan di Institut PendidikanGuru Kampus Tengku Ampuan Afzan pada 6-8 Oktober 2015. 142-152. ISBN 978-967-11496-9-0. Kebangsaan.

2. Siti Hasmah Bandu, Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang,2015. Patriotism: Issues and Challenges in Malaysia. 2nd InternationalConference on Current Issues in Education (ICCIE) at YogyakartaState University, Indonesia on 25-26 August 2015. 116 – 120. ISSN2460-7185. Antarabangsa.

3. Noor Idayu Md Nasir & Abdul Razaq Ahmad, 2015. Higher OrderThinking Skills in Learning History Subject. 2nd InternationalConference on Current Issues in Education (ICCIE) at YogyakartaState University, Indonesia on 25-26 August 2015. 171 – 179. ISSN2460-7185. Antarabangsa.

4. Zunaida Zakaria, Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang,2015. Museum as Learning Institutions in the Teaching of History: ItsFuntions, Strategies and Process of Implementation. 2nd InternationalConference on Current Issues in Education (ICCIE) at YogyakartaState University, Indonesia on 25-26 August 2015. 222 – 227. ISSN2460-7185. Antarabangsa.

5. Samni Suraji, Abdul Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang. 2015.The Effectiveness of Learning thought Play Approaches for Pre SchoolEducation. 2nd International Conference on Current Issues inEducation (ICCIE) at Yogyakarta State University, Indonesia on 25-26August 2015. 326 – 329. ISSN 2460-7185. Antarabangsa.

6. Mohamad Iskandar Shah Sitam, Abdul Razaq Ahmad & MohdMahzan Awang. 2015. A Development of Conceptual Framework inResearching School Admission Preferences in A Multi- Ethnic Society.2nd International Conference on Current Issues in Education (ICCIE)at Yogyakarta State University, Indonesia on 25-26 August 2015. 397–403. ISSN 2460-7185. Antarabangsa.

Page 346: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

331Penyunting

7. Abdul Aziz Abdul Rahman, Abdul Razaq Ahmad & Noria MunirahYakub. 2015. Creating Tolerance Among People of Various Ethnicsin Malaysia Trough Patriotism. 2nd International Conference onCurrent Issues in Education (ICCIE) at Yogyakarta State University,Indonesia on 25-26 August 2015. 433-439. ISSN 2460-7185.Antarabangsa.

8. Mima Suriati Shamsuddin, Mohd Mahzan Awang & Abdul RazaqAhmad. 2015. The Relationship Between Students Learning Styleand Their Academic Achievements: A Literature Review. 2nd

International Conference on Current Issues in Education (ICCIE) atYogyakarta State University, Indonesia on 25-26 August 2015. 451-456. ISSN 2460-7185. Antarabangsa.

9. Norazrinie Abdul Tahar Ariffin & Abdul Razaq Ahmad. 2015. TheConcept of Adult Learning. 2nd International Conference on CurrentIssues in Education (ICCIE) at Yogyakarta State University, Indonesiaon 25-26 August 2015. 468 – 469. ISSN 2460-7185. Antarabangsa.

10. Nurul Hidayati Hamid, Abdul Razaq Ahmad & Mohd MahzanAwang. Leisure Time Activities and Quality of Life in Community.2015. 2nd International Conference on Current Issues in Education(ICCIE) at Yogyakarta State University, Indonesia on 25-26 August2015. 479-482. ISSN: 2460-7185. Antarabangsa.

11. Noor Rosmawati Yusuf, Abdul Razaq Ahmad & Mohd MahzanAwang. 2015. Transfer of Training Studies In Polytechnic Malaysia.2nd International Conference on Current Issues in Education (ICCIE)at Yogyakarta State University, Indonesia on 25-26 August 2015. 529.ISSN 2460-7185. Antarabangsa.

12. Nurul Adila Hamdan, Izyan Safwani Ismail, Mur Izdihar Che Cob@ AbGhaffar & Abdul Razaq Ahmad. 2015. Sikap Pelajar Sekolah LuarBandar Terhadap Media Massa dan Hubungannya denganKecekapan Berbahasa Inggeris. Seminar Penyelidikan danPendidikan Masyarakat Terpinggir. M.s 240. ISBN 978-983-2267-76-8. Antarabangsa.

13. Nurul Nadian Ahmad Sobri, Soffian Hashnuddin, Nor Fariha AnizaMd Isa & Abdul Razaq Ahmad. 2015. Analisis Trend Penyertaandan Keciciran di Kalangan Pelajar Orang Asli. M.s 170. ISBN 978-983-2267-76-8. Antarabangsa.

14. Muhd Zuber Abd. Majid, Nor Fariha Aniza Md Isa, Wan Muhd FaizudinWan Mat Zin & Abdul Razaq Ahmad (2015). Projek Keusahawanan

Page 347: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

332 Penyunting

dan Hubungan dengan Literasi Kewangan Pelajar Universiti. M.s 1.ISBN 978-983-2267-76-8. Antarabangsa.

15. Nurul Anith Nasihah Che Azmi, Nur Syahirah Fatin Mohd Zamri,Engku Dewi Noraniza Engku Mansor & Abdul Razaq Ahmad. 2015.Tahap Pengetahuan, Motivasi dan Sokongan untuk AktivitiKeusahawanan dan hubungannya dengan Penglibatan Pelajardalam Aktiviti Keusahawanan Di Universiti. M.s 17. ISBN 978-983-2267-76-8. Antarabangsa.

16. Anita Abu Hasan, Abdul Razak Ahmad & Zahara Aziz (2013).Keberkesanan Kursus Murid dan Alam Belajar Dalam MembantuProgram Praktikum di Sekolah dari Persepsi Guru Pelatih di InstitusiPendidikan Guru. 6th International Seminar on the RegionalEducation (UKM-UR): Quality and Excellence in Education / Facultyof Education, UKM. Antarabangsa.

17. Norwaliza Abdul Wahab, Abdul Razak Ahmad, Zalizan Mohd Jelas,Wan Hasmah Wan Mamat, Ramle Abdullah. 2012. The Role OfAdministrators in The School of Aboriginal Students: A Case study inthe State Of Pahang, Malaysia. 1st International Conference OnCurrent Issues in Education. M.s 411. ISBN 978-602-18661-1-5.INDEX. EBSCO, CNKI, DOAJ, WorldCat, Google Scholar, Ulrich’sPeriodicals. Antarabangsa.

18. Mohd Richard Neles, Abdul Razaq Ahmad, Fazilah Idris. 2012.Application Of Rationale Choice Theory and Theory of PlannedBehaviour in The Multiethnic Classroom Management towards EthnicTolerance in Malaysia. 1st International Conference On Current Issuesin Education. M.s 340. ISBN 978-602-18661-1-5. Antarabangsa.

19. Mohd Fauzi Ali, Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman. 2012. HistoricalThinking Skills in Malaysian Integrated Secondary School Curriculum.1st

International Conference On Current Issues in Education.M.s 334.AdityaMedia. ISBN 978-602-18661-1-5. Antarabangsa.

20. Mastura Kamarudin, Abdul Razaq Ahmad & Zalizan Mohd Jelas.2012. The Influence of Motivation towards Achievement of EnglishLanguge among Students in Pahang Rural Areas.1st InternationalConference On Current Issues in Education.M.s 19.Aditya Media.ISBN 978-602-18661-1-5. Antarabangsa.

21. Abdul Aziz Rahman, Abdul Razaq Ahmad. 2012. Streghtening TheIdentity of Various Communities in Nation Building: Issues andChallenges. 1st International Conference On Current Issues inEducation.M.s 1. Aditya Media. ISBN 978-602-18661-1-5. Antarabangsa.

Page 348: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

333Penyunting

22. Ramle b. Abdullah, Abdul Razaq Ahmad, Wan Hasmah WanMamat, Zalizan Mohd Jelas. 2012. Pembangunan PendidikanMasyarakat Orang Asli Suku Kaum Semelai: Peranan Ibu Bapa danJabatan Kemajuan Orang Asli. International Seminar on EducationalComparative in Competency Based Curriculum Between Indonesiaand Malaysia. M.s 1302. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0.Antarabangsa.

23. Mohd Nasaruddin b. Mohd Nor,Abdul Razaq Ahmad, AnuarAhmad,Ahamad Rahim. 2012. Pendidikan dan Kerjaya DalamKalangan Pelajar Orang Asli di Malaysia. International SeminarEducational Comparative in Competency Based CurriculumBetween Indonesia and Malaysia. M.s 2183. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

24. Haslina Mohd Yunus, Abdul Razaq Ahmad, Irwan affendi Md Naim,Zainal Jantan. 2012. Isu dan Cabaran Keciciran Orang Asli Di NegeriPahang. International Seminar Educational Comparative inCompetency Based Curriculum Between Indonesia and Malaysia.M.s 1244. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

25. Siti Syazwani Abdul Mubin, Abdul Razaq Ahmad, Ramle Abdullah,Ahamad Rahim. 2012. Faktor-Faktor Keciciran Murid Orang AsliDalam Pendidikan. International Seminar Educational Comparativein Competency Based Curriculum Between Indonesia and Malaysia.M.s 1231. Rizqi Press. ISBN: 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

26. Jusliani bte Jaapar, Abdul Razaq Ahmad, Ahamad b. Rahim. 2012.Tabiat Merokok dalam Kalangan Pelajar Sekolah Menengah.International Seminar Educational Comparative in CompetencyBased Curriculum Between Indonesia and Malaysia. M.s 1173. RizqiPress. ISBN: 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

27. Norwaliza Abdul Wahab, Abdul Razaq Ahmad, Ahamad Rahim2012. Amalan Pedagogi guru di Sekolah Masyarakat Orang Asli:Satu Kajian Kes di Negeri Pahang. International SeminarEducational Comparative in Competency Based CurriculumBetween Indonesia and Malaysia M.s 1087. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

28. Mohd Fauzi b. Ali, Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman. 2012.Kompetensi Guru Sejarah di Malaysia. Isu dan Cabaran.International Seminar Educational Comparative in CompetencyBased Curriculum Between Indonesia and Malaysia .M.s 938. RizqiPress. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

Page 349: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

334 Penyunting

29. Mohd Richard Neles Abdullah, Abdul Razaq Ahmad, Fazilah Idris.2012. Penerapan Teori Pilihan Rasional dan Teori Tingkah LakuTerancang dalam Meningkatkan Pengaruh Positif Agama TerhadapToleransi Etnik di Malaysia. International Seminar EducationalComparative in Competency Based Curriculum Between Indonesiaand Malaysia m.s 948. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0.Antarabangsa.

30. Ahmad Rizal Md Rais, Najamuddin Hj. Bachora, Abdul RazaqAhmad, Mastura Kamarudin, Norina Nordin. 2012. InternationalSeminar Educational Comparative in Competency BasedCurriculum Between Indonesia and Malaysia .M.s 854. Rizqi Press.ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

31. Abdul Razaq Ahmad, Ahamad b.Rahim, Ahmad Ali Seman,Norwaliza Abdul Wahab. 2012. Pembelajaran aktif DalamMatapelajaran Sejarah Kearah Perpaduan Kaum di Malaysia.International Seminar Educational Comparative in CompetencyBased Curriculum Between Indonesia and Malaysia m.s 650. RizqiPress. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

32. Zunaida Zakaria, Abdul Razaq Ahmad, Ramle Abdullah 2012.Gaya Pembelajaran dan Hubungan Dengan Pencapaian Pelajarorang Asli. International Seminar Educational Comparative inCompetency Based Curriculum Between Indonesia and Malaysia.M.s 633. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

33. Hidayah Harun, Abdul Razaq Ahmad, Ahamad b.Rahim, RamleAbdullah. 2012. Sikap dan Tahap Pencapaian Akademik RendahMurid Orang Asli Di Malaysia: Faktor-Faktor dan Penyelesaian.International Seminar Educational Comparative in CompetencyBased Curriculum Between Indonesia and Malaysia. Ms 559-563.Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

34. Wan Hasmah Wan Mamat, EdD, Abdul Razaq Ahmad, PhD, RamleAbdullah, PhD, Ahmad Ali Seman. 2012. Perspektif Murid Orang AsliTentang Sekolah dan Pendidikan. International Seminar EducationalComparative in Competency Based Curriculum Between Indonesiaand Malaysia. m.s 419. Rizqi Press. ISBN 979-602-9098-44-0.Antarabangsa.

35. Ahmad Ali Seman,Abdul Razaq Ahmad, Fadzilah Sulaiman.(2012).Keberkesanan Aplikasi Teori Kecerdasan Pelbagai (TKP) UntukMeningkatkan Pencapaian dan Motivasi Pelajar BerpencapaianAkademik Rendah Dalam Matapelajaran Sejarah. International

Page 350: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

335Penyunting

Seminar Educational Comparative in Competency BasedCurriculum Between Indonesia and Malaysia. m.s 369. Rizqi Press.ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

36. Norshariani Abd Rahman, Arbaat Hassan, Lilia Halim, Abdul RazaqAhmad. 2012. Kompetensi Guru Dalam Penerapan Alam Sekitar.International Seminar Educational Comparative in CompetencyBased Curriculum Between Indonesia and Malaysia. m.s 265. RizqiPress. ISBN 979-602-9098-44-0. Antarabangsa.

37. Ramle b. Abdullah dan Abdul Razaq Ahmad. 2011. PotensiPendidikan Masyarakat Orang Asli Suku Kaum Semelai di Malaysia.International Seminar Educational Comparative in Curriculum forActive Learning Between Indonesia and Malaysia. Rizqi Press. ISBN978-602-9098-12-9. Antarabangsa.

38. Norwaliza Abdul Wahab, Abdul Razaq Ahmad, Zalizan Mohd Jelasdan Abdul Rashid Johar. 2011. Perspektif Guru dalam PendidikanOrang Asli: Satu Kajian Kes Di Negeri Pahang,Malaysia. InternationalSeminar Educational Comparative in Curriculum for Active LearningBetween Indonesia and Malaysia. Rizqi Press. ISBN 978-602-9098-12-9. Antarabangsa.

39. Mareena Mohamad, Norhasni Zainal Abidin dan Abdul RazaqAhmad. 2011. Tinjauan Hubungan Gaya Organisasi dan SubBudaya Terhadap Komitmen Pekerja. International SeminarEducational Comparative in Curriculum for Active Learning BetweenIndonesia and Malaysia. Rizqi Press. ISBN 978-602-9098-12-9.Antarabangsa.

40. Juhari Ahmad, Norshariani Abd Rahman, Jalaluddin Abdul Malek danAbdul Razaq Ahmad. 2011. Amalan Penjagaan Alam Sekitar DalamKalangan Masyarakat Malaysia. International Seminar EducationalComparative in Curriculum for Active Learning Between Indonesiaand Malaysia. Rizqi Press. ISBN 978-602-9098-12-9. Antarabangsa.

41. Abdul Razaq Ahmad, Zahiah Kassim dan Zalizan Mohd Jelas.2011. Kompetensi Kecerdasan Sosial Pelajar Orang Asli Di Malaysia.ms. International Seminar Educational Comparative in Curriculumfor Active Learning Between Indonesia and Malaysia. Rizqi Press.ISBN 978-602-9098-12-9. Antarabangsa.

42. Norshariani Abd Rahman, Lilia Halim, Abdul Razaq Ahmad, Arba’atHassan. 2011. Penerapan Pendidikan alam Sekitar Dalam KalanganPelajar Orang Asli Di Malaysia. Ms 397. International SeminarEducational Comparative in Curriculum for Active Learning Between

Page 351: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

336 Penyunting

Indonesia and Malaysia. Rizqi Press. ISBN 978-602-9098-12-9.Antarabangsa.

43. Liza Md.Isa, Abdul Razaq Ahmad. 2011 .Kurikulum Sejarah KeArah Pembentukan Perpaduan Kaum di Malaysia. InternationalSeminar Educational Comparative in Curriculum for Active LearningBetween Indonesia and Malaysia. Rizqi Press. ISBN 978-602-9098-12-9. Antarabangsa.

44. Ahamad Rahim, Abdul Razaq Ahmad, Zunaida Zakaria. 2011.Kurikulum Sejarah Ke arah Pembentukan Bangsa di Malaysia.International Seminar Educational Comparative in Curriculum forActive Learning Between Indonesia and Malaysia.m.s 231. RizqiPress. ISBN 978-602-9098-12-9.6. Antarabangsa.

45. Ahamad b. Rahim, Abdul Razaq Ahmad, Anuar Ahmad dan AzwaniIsmail. 2011. Hubungan Gaya Pembelajaran Aktif ke ArahMeningkatkan Penghayatan Pembelajaran Sejarah di Malaysia.Prosiding Seminar Pendidikan Serantau ke 5. Vol 2. ms 715-727.ISBN 978-602-19531-0-5. Antarabangsa.

46. Abdul Razaq Ahmad dan Ahmad Rafaai Ayudin. 2011. SumbanganKualiti Pengajaran Guru dalam Membentuk Orientasi BelajarSejarah di Malaysia.Prosiding Seminar Pendidikan Serantau ke 5.Vol 2. M.s 756-766. ISBN 978-602-19531-0-5. Antarabangsa.

Penyelidikan:1. Modul Kawalan Ekstrimisme dalam Kalangan Belia. 2016-2017.

(RM61,200). Ketua (Aktif).2. Menghasilkan Databes dan Maklumat dalam Skop Kelestarian

Pendidikan dan Kesejahteraan Hidup. 15 Jun 2015-30 September2016. DPP-2015-093. (RM5000). Ahli bersama (Aktif).

3. Pelaksanaan Pendidikan Inklusid untuk Kanak-kanak berkeperluanKhas di Sekolah. 15 Jun 2015-30 September 2016. DPP-2015-095(RM5000). Ahli bersama (Aktif).

4. Keberkesanan Program Intervensi Akademi Menara Gading (AMG)Terhadap Motivasi dan Kemahiran Insaniah Pelajar. Jun 2014-Jun2015. Geran Luar Yayasan Istana Abdulaziz. (RM45,000). Ketua.

5. Aspirasi Kepimpinan Politik Negara Dari Perspektif Belia Pelbagai Etnik.1 Ogos 2015- 31 Disember 2015. GG-2015-004. (RM30,000). Ketua.

6. Kemahiran Soft Skills Pada Komunitas Pelajar: Suatu PerbandinganIndonesia Dan Malaysia. 28 Oktober 2013- 21 Disember 2015. GG-2014-009. (RM30,000). Ketua.

Page 352: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

337Penyunting

7. Memperkasakan Kesejahteraan Hidup Melalui PendidikanSepanjang Hayat. 1 Januari 2013-31 Mac 2014. DPP-2013-178(RM37,000). Ahli bersama.

8. Ketelibatan Murid Bekeperluan Khas Di Sekolah. 1 Januari 2013-31Mac 2014. DPP-2013-182. (RM28,000). Ahli bersama.

9. Memperkasakan Kesejahteraan Hidup Melalui PendidikanSepanjang Hayat. 01 April 2014-31 Mac 2015. DPP-2014-093.(RM20,000). Ahli bersama.

10. Pelaksanaan Pendidikan Inklusif Untuk Kanak-Kanak Berkeperluan Khasdi Prasekolah. 1 April 2014-31 Mac 2015. DPP-2014-103. Ahli bersama.

11. Kelab Kerjaya Komuniti Orang Asli Negeri Pahang. 19 Feb 2013-19 Ogos 2015. GG-2013-007. (RM10,500). Ahli bersama.

12. Positive Behaviour Enhancement Model for National Secondary. 16Mei 2013-16 Mei 2015. GPM-2013-042. (RM93,200). Ahli bersama.

13. Bimbingan Kerjaya Komuniti Orang Asli mengunakan modul RIASEK. 10Mei 2013-09 Mei 2015. KOMUNITI-2013-023. (RM25,000). Ahli bersama.

14. Positive Behaviour Enhancement Model for National Secondary. 16 Mei2013-16 November 2015. GGPM-2013-042. (RM30,000). Ahli bersama.

15. Pembinaan Modul Pembelajaran Kendiri berasaskan Pemodelanuntuk meningkatkan Kemahiran Penyelidikan Pelajar PascasiwazahJurusan Sosiologi. 01 Ogos 2014-31 Ogos 2015. PTS-2014-024.(RM10,000). Ahli bersama.

16. Meningkatkan Kreativiti dan Inovasi dalam Kaedah Pengajaran MikroGE2113 di Fakulti Pendidikan UKM. 1 Jun 2012-30 Jun 2014. PTS-2012-018. (RM10,000). Ahli bersama.

17. Bantuan Kewangan Bahan Penyelidikan (BKBP). 1 Mac 2013-28Jun 2014. BKBP-FPEND-K007416. Ketua (Tamat).

18. Memperkukuhkan Kaedah Penilaian Kemahiran Generik DalamKursus Sains Kehidupan Menggunakan Web 3.0. 1 April 2011- 30Jun 2013. UKM-PTS-100-2010(2). Ahli bersama.

19. Meningkatkan Kreativiti dan Inovasi dalam Kaedah Pengajaran MikroGE2113 di Fakulti Pendidikan. 1 Jun 2012-1 Jun 2013. PATS-2012-018. Ahli bersama.

20. Dana Operasi Universiti Penyelidikan. 1 Januari 2012 – Disember2012. UKM 3.2.8/244/6/2/1. Ahli bersama.

21. OUP Kumpulan. 1 Januari 2012-31 Disember 2012. OUP-2012-028. (RM30,000). Ahli kumpulan.

22. OUP Kumpulan. 1 Januari 2011-31 Disember 2011. UKM-OUP-CMNB-07-28/2011. Ahli kumpulan.

Page 353: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

338 Penyunting

23. OUP Kumpulan. 1 Januari 2010-31 Disember 2010. UKM-OUP-CMNB-07-28/2010. (RM30,000). Ahli kumpulan.

24. Jatidiri Kebangsaan, Negara Bangsa, Kepelbagaian Budaya danGlobalisasi. 1 Januari 2010-31 Disember 2010. UKM3.2.8/244/6/3Ahli bersama (tamat).

25. Halatuju Pendidikan dan Kerjaya Pelajar Orang Asli di NegeriPahang. Ogos 2010-Feb 2012. GG/006/2010 (GL). (RM 100,000).Ketua (tamat).

26. Pembinaan Kurikulum Sejarah ke Arah Pembentukan PerpaduanKaum di Malaysia. Mac 2010-Mac 2012. UKM-SK-05-FRGS0070-2010. (RM 31,000). Ketua (tamat).

27. Pembudayaan Pembangunan Lestari Menerusi “Problem Orientedprojek Based Learning” dalam kalangan pelajar Sarjana Muda.2009-2010. Geran UKM (12,000) UKM-PTS-110-2009. Ahli.

28. Penilaian Tahap Penguasaan dan Pembentukan Modul KemahiranKomunikasi Dalam Kalangan Pelajar Tahun Akhir Program SarjanaMuda. 1 Jun 2008-31 Ogos 2010. UKM.GUP.KRIB-9/2008. GeranUKM (120,000). Ahli bersama (Tamat).

29. Pembentukan Indeks Tingkahlaku Sosial di Kalangan Pelajar-PelajarInstitut Pengajian Tinggi Ke arah Perpaduan di Malaysia. Nov 2006–Okt 2008. UKM-GG-05-FRGS. (RM 60,000). Ahli (Tamat).

30. Projek Kajian Pendidikan Non-Formal Bagi Orang Dewasa anjuranKEMAS di Semenanjung Malaysia. 2005–2006. GG/002/2005.Geran UKM. (RM 4,348). Ketua (Tamat).

31. Strategi Pembelajaran dan Hubungan Dengan PencapaianAkademik Pelajar Melayu Luar Bandar: Pengaruh Modul LatihanPendidikan dan Rakan Sebaya. 15 Jun 2000-15 Dec 2001. (G3/2000). Geran UKM (RM6,200). Ketua (Tamat).

Khidmat Masyarakat/Khitmad profesional Penglibatan DalamPembangunan Masyarakat:

1. Pengurus dan penceramah Akademi Menara Gading selama 11tahun dari kohort I sesi 1999/2001 hingga kini kohort VI sesi 2010/2012 Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dengan kerjasama UniversitiKebangsaan Malaysia. Program ini telah berjaya membantu 500pelajar miskin dan anak yatim dari seluruh Negeri Pahangmelanjutkan pelajaran ke universiti di seluruh tanah air. AkademiMenara Gading juga membantu mereka dalam meningkatkan tahappendidikan mereka.

Page 354: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

339Penyunting

2. Ceramah Keibubapaan dan kecemerlangan pelajar yang telahmelibatkan seramai 8000 orang ibu bapa dan 50,000 pelajar dariseluruh negeri Pahang dari tahun 1995 hingga kini melalui pelbagaiprogram khidmat masyarakat yang telah dianjurkan oleh YayasanIstana Abdulaziz, Universiti Kebangsaan Malaysia, Majlis BeliaMalaysia, Ahli Dewan Undangan Negeri Daerah Temerloh, Kuantan,Jerantut dan Pekan serta program yang dilaksanakan oleh PejabatPelajaran Daerah Kuantan, Pejabat Pelajaran Daerah Pekan,Pejabat Pelajaran Daerah Temerloh, Pejabat Pelajaran DaerahRaub, Pejabat Pelajaran Daerah Jerantut, dan Pejabat PelajaranDaerah Kuala Lipis. Khidmat masyarakat ini juga dijalankan diSelangor dan Wilayah Persekutuan yang melibatkan masyarakatSetinggan.

3. Pengurus dan penceramah Kem 1: Motivasi dan PembangunanPersonaliti. Akademi Menara Gading Kohort VI sesi 2012-2014anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Kem Pertanian JubliPerak SAS, Kuantan, Pahang, 13-15 Jun 2012.

4. Pengurus dan Penceramah Program Pembangunan PendidikanOrang Asli Pahang bagi Suku Kaum Semakberi dan Jakun. SK KotaPerdana dan Kg. Batu Sawah, Pekan, Pahang. 10-13 Mei 2012.

5. Penasihat dan penceramah Operasi Khidmat Masyarakat (OPKIM)anjuran Fakulti Pendidikan UKM. Pos Iskandar, Bera, Pahang. Ogos2010.

6. Pengurus dan penceramah Dari Desa ke Menara Gading anjuranBiro Pendidikan Umno. Majlis Derah Temerloh. 7 Julai 2010.

7. Pengurus dan Penceramah Program Keibubapaan. Anjuran YayasanIstana Abdulaziz. Majlis Derah Temerloh. 5 Ogos 2010.

8. Pengurus dan Penceramah Program Keibubapaan Anjuran YayasanIstana Abdulaziz. Majlis Derah Kuantan. 3 Julai 2010.

9. Pengurus dan Penceramah Program Keibubapaan. Anjuran YayasanIstana Abdulaziz. Balok, Kuantan. 4 Disember 2010.

10. Pengurus dan Penceramah Kem 2 Kemahiran Belajar danInterpersonal Akademi Menara Gading Balok 2010/2012. Aman SariBeach Resort, Kuantan. 24-26 September 2010.

11. Pengurus dan penceramah Kem 1: Motivasi dan PembangunanPersonaliti Akademi Menara Gading Kohort VI sesi 2010-2012anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Universiti MalaysiaPahang. 7-9 Mei 2010.

Page 355: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

340 Penyunting

12. Pengurus dan Penceramah Kem 8: Pemilihan Pelajar Ke IPTAkademi Menara Gading Kohort V sesi 2008-2010. Anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Lembaga Kemajuan Perempuan IslamPahang. 19-20 Mac 2010.

13. Pengurus dan Penceramah Program Kecemerlangan Pelajar MiskinPeringkat Kuantan dan Pekan Akademi Menara Gading Kohort VIsesi 2010-2012. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. DewanPejabat Agama Islam, Kuantan. 2 Mac 2010.

14. Pengurus dan Penceramah Program Smart Learning PeringkatDaerah Temerloh Akademi Menara Gading Kohort VI sesi 2010-2012. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Dewan Tun AbdulRazak, Temerloh. 3 Mac 2010.

15. Program Pembangunan Setinggan Bersama Mahasiswa PeringkatWilayah Persekutuan. Anjuran Universiti Kebangsaan Malaysia.Sekitar Wilayah Persekutuan. Dari Mac hingga April 2010.

16. Penyelaras Program Khidmat Masyarakat bagi Orang Asli anjuranUniversiti Kebangsaan Malaysia. RPS Banun, Semelor, Sg. Raba.3–6 September 2009.

17. Pengurus dan Penceramah Kem 7: Kecemerlangan Milik BersamaAkademi Menara Gading Kohort V sesi 2008-2010. Anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Sekolah Sains Selangor, Seri Puteri, AlmShah, SM Dato Abdul Razak. 25-30 Ogos 2009.

18. Pengurus dan Penceramah Kem 6: Kecemerlangan SPM AkademiMenara Gading Kohort V sesi 2008-2010. Anjuran Yayasan IstanaAbdulaziz dan UKM. Universiti Kebangsaan Malaysia. 15-18 Julai 2009.

19. Ceramah Kaedah Pembelajaran Dewasa yang Berkesan danStrategi Pembelajaran dan Kaunseling Akademik Pelajar Dewasaanjuran Polis Diraja Malaysia. Maktab Polis Diraja Malaysia KualaLumpur. 15-16 Jun 2009.

20. Pengurus dan Penceramah Kem 5: Komunikasi dan PembelajaranBerkesan Akademi Menara Gading Kohort V sesi 2008-2010. AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Lembaga KemajuanPerempuan Islam Pahang. 1-3 Jun 2009.

21. Pengurus dan Penceramah Kem 4: Kepimpinan dan KecemerlanganAkademik AMG Kohort V sesi 2008-2010. Anjuran Yayasan IstanaAbdulaziz dan UKM. Dirasmikan oleh: YB. Dato’ Saifuddin Abdullah,Timbalan Menteri Pengajian Tinggi Universiti KebangsaanMalaysia. 30 April –6 Mei 2009.

22. Pengurus Kem 3: Pembinaan Waja Diri Ke Arah KecemerlanganAkademik. Akademi Menara Gading Kohort V sesi 2008-2010

Page 356: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

341Penyunting

anjuran Yayasan Istana Abdulaziz, UKM dan Rejimen 505 AskarWataniah. Dirasmikan oleh Dato’ Setia Amar Segara Dato’ Hj Halimbin Ibrahim. Kem Wataniah 505, Teluk Sisek, Pahang. 20–24Februari 2009.

23. Pengurus dan penceramah Kem 1: Psikologi dan Pembangunan Diri.Akademi Menara Gading Kohort V sesi 2008-2010 anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Dirasmikan oleh YB Dato’ Hj. Wan AdnanWan Mamat, SIMP, DSAP, D.I.M.P. Pengerusi Jawatankuasa Beliadan Sukan Negeri Pahang. Lembaga Kebajikan Perempuan IslamPahang. 25-27 Mei 2008.

24. Ceramah Kecemerlangan Pelajar. SMK. Bandar Baru Bangi. 10April 2008.

25. Pengurus Kem Pemilihan Peserta Amg. Kohort V sesi 2008-2010 daridaerah Pekan Rompin, Kuantan anjuranYayasan Istana Abdulaziz danUKM. Majlis Ugama Islam. Kuantan Pahang. 19 Mac 2008.

26. Pengurus dan Penceramah Kem 8: Pemilihan Pelajar Ke IPTAkademi Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008 anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Lembaga Kemajuan Perempuan IslamPahang. 19-20 Mac 2008.

27. Pengurus dan Penceramah Kem 7: Kecemerlangan adalah bagiSemua. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Sekolah AlamShah, Sekolah Seri Puteri. 1-5 September 2007.

28. Pengurus dan Penceramah Kem 6: Bengkel Kecemerlangan SPMAkademi Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008 Anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Universiti Kebangsaan Malaysia. 20-24Julai 2007.

29. Pengurus & Penceramah Kem 5: Komunikasi dan PembelajaranBerkesan. Akademi Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM yang dirasmikan olehYH Dato’ Hashim Wahab. Kolej Islam Pahang Kuantan. 7 Jun 2007.

30. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008. Kem 4: Kepimpinan dan Kecemerlangan Akademik.AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Universiti KebangsaanMalaysia. 1 – 5 Mac 2007.

31. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008. Kem 3: Pembinaan Waja Diri ke arah Kecemerlangan AkademianjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Dirasmikan KDYTMTengku Mahkota Pahang. Kem Wataniah 505, Teluk Sisek, Kuantan,Pahang. 17 -21 Nov 2006.

Page 357: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

342 Penyunting

32. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008. Kem 2: Kemahiran Belajar dan Interpersonal anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. IKIP, Jalan Dato’ Bahaman, KubangBuaya, Kuantan, Pahang. 28 – 30 Julai 2006.

33. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008. Bengkel Penulisan Modul Mata Pelajaran Projek MenaraGading Fasa IV. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. HotelShahzan Inn, Kuantan, Pahang. 26 – 27 Mei 2006.

34. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008. Kem 1: Kecemerlangan Diri dan Akademik. AnjuranYayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Dewan Lembaga Perempuan IslamMalaysia (Pahang). 7 – 9 April 2006.

35. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort IV sesi 2006-2008. Kem Pemilihan Projek Menara Gading IV 2006-2008. DewanJabatan Agama Islam Pahang. 19 Mac 2006.

36. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort III sesi 2004-2006. Kem 9: Seminar dan Taklimat Kemasukan ke Institusi PengajianTinggi. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Rumah RehatBentong, Pahang. 16–17 Mac 2006.

37. Penceramah Motivasi Bersama. Anjuran Petronas Malaysia.Petronas Twin Tower. 25 Ogos 2006.

38. Penceramah Sempena Bulan Penghayatan Disiplin dan KempenNilai Murni Tahun 2006 Anjuran Unit Disiplin. Anjuran Unit SekolahBerasrama Penuh Malaysia. SMK Jalan Empat. 28 Feb 2006.

39. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort III sesi 2004–2006. Kem 4: Kepimpinan dan Kecemerlangan Akademik.AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Universiti KebangsaanMalaysia, Bangi, Selangor. Disember 2005.

40. Pengurus dan Fasilitator bagi Projek Menara Gading, Kohort 3, Sesi2004–2006. Kem 8: Latih Tubi SPM. Anjuran Yayasan Istana Abdulazizdan UKM. Pusat Rekreasi Top Range, Raub, Pahang. 29 Sept– 2Okt 2005.

41. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading III sesi 2004-2006.Kem 7: Bengkel Kecemerlangan SPM Anjuran Yayasan IstanaAbdulaziz dan UKM. SMK Clifford, Kuala Lipis, Pahang. 26–28 Ogos2005.

42. Pengurus dan Fasilitator bagi Projek Menara Gading, Kohort 3, Sesi2004–2006. Kem 6: Kecemerlangan adalah bagi Semua. AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM

Page 358: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

343Penyunting

43. Sekolah Alam Shah, Sekolah Seri Puteri dan Sekolah Sains Dato’Abdul Razak. 20–30 Jun 2005.

44. Penceramah Motivasi Pelajar-pelajar SPM. Sekolah MenengahPasir Panjang, Klang. 2005.

45. Penceramah Projek Menara Gading Kohort III sesi 2004–2006. Kem5: Komunikasi dan Pembelajaran Berkesan Anjuran Yayasan IstanaAbdulaziz dan UKM. Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi,Selangor. Februari 2005.

46. Pengurus dan Penceramah Kem 4: Kepimpinan danKecemerlangan Akademik Projek Menara Gading Kohort III sesi2004-2006. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. UniversitiKebangsaan Malaysia. 13-19 Mac 2005.

47. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort III sesi 2004–2006. Kem 3: Pembinaan Waja Diri ke Arah KecemerlanganAkademik. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. KemWataniah 505 Teluk Sisek, Kuantan. 23–26 September 2004.

48. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort III sesi 2004–2006. Kem 2: Kemahiran Belajar dan Interpersonal. Anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Pusat Latihan UMNO, Janda Baik,Pahang. 6-8 Ogos 2004.

49. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading Kohort III sesi 2004–2006. Kem 1: Motivasi ke Arah Kecemerlangan Diri Anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. Selesa Hill Home & Golf Resort BukitTinggi. 6-8 Jun 2004.

50. Pengurus & Panel Pemilih Kem Pemilihan Projek Menara Gading III2004-2006. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Dewan JubliMajlis daerah Raub. 3 April 2004.

51. Pengurus & Penceramah Kem 7: Kemasukan Ke Menara Gading.Projek Menara Gading Kohort 2 sesi 2001-2003 anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM. IKIP, Kuantan, Pahang. 3-5 Mac 2003.

52. Penceramah “Sesi Bersama Pensyarah Universiti”. Anjuran UniversitiKebangsaan Malaysia dengan kerjasama Kolej Tunku Kursiah. KolejTunku Kurshiah, Seremban. 7 Oktober 2002.

53. Penceramah “Sesi Bersama Pensyarah Universiti”. Anjuran UniversitiKebangsaan Malaysia dengan kerjasama Sekolah Dato’ AbdulRazak. Sekolah Dato’ Abdul Razak, Seremban. 4 Oktober 2002

54. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading 2. Kem 6:Kecemerlangan Milik Bersama. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz

Page 359: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

344 Penyunting

dengan kerjasama Fakulti Pendidikan UKM. Sekolah-sekolahasrama penuh. 4-11 Oktober 2002.

55. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading 2. Kem 5:Pembangunan Diri dan Interpersonal . Projek Menara Gading Kohort2 sesi 2001-2003. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. ResortTamu Kami, Pantai Balok, Kuantan. 23-25 Ogos 2002.

56. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading 2. Kem 4: Kemahirandan Kecemerlangan Akademik. Projek Menara Gading Kohort 2 sesi2001-2003 anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. UniversitiKebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor. 30 April–5 Mei 2002.

57. Program Keibubapaan. Anjuran Pejabat Pelajaran Rompin. KawasanDaerah Muazam/Rompin. 14-15 April 2002.

58. Program Keibubapaan. Anjuran Pejabat Pelajaran Pekan danKuantan. Daerah Kuantan, Pekan dan Felda Gugusan Lepar. 7-8April 2002.

59. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading 2. Kem 3: WajaDiri Berteraskan Akademik. Projek Menara Gading Kohort 2 sesi2001-2003. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. KemWataniah 505, Teluk Sisek, Kuantan. 14-17 Febuari 2002.

60. Pengarah Bengkel Penulisan Modul bagi Guru Pakar Projek MenaraGading 2. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Hotel ShahzanInn, Kuantan. 16 Febuari 2002.

61. Pengurus & Penceramah Kem 2: Kepimpinan dan KecemerlanganAkademik. Projek Menara Gading Kohort 2 sesi 2001-2003 anjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. IKIP, Kuantan. 22 - 25 Oktober 2001.

62. Ahli Jawatankuasa Majlis Perasmian Projek Menara Gading 2 danMushaf Al Quran. Dirasmikan oleh KDYMM Sultan Pahang TuankuSultan Hj. Ahmad Shah Ibn Almarhum Tuanku Abu Bakar al-Haj.Dewan Jubli Perak, Kuantan. Julai 2001.

63. Pengurus & Penceramah Projek Menara Gading 2. Kem 1: MotivasiKearah Kecemerlangan Diri. Projek Menara Gading Kohort 2 sesi2001-2003 anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. IKIP,Kuantan, Pahang. 26-29 Julai 2001.

64. Penceramah Jemputan bagi Lawatan ke Sekolah Daerah Kuantanbagi memantau pelajar. Projek Menara Gading Kohort 2 sesi 2001-2003. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Sek. Men. PayaBesar, Sek. Men. Keb. Beserah, SMK Tg. Lumpur. April 2001.

65. Pengurus & Penceramah “English Camp” Daerah Kuantan danPekan Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan Pejabat PelajaranDaerah Pekan. Daerah Kuantan dan Pekan. 2003.

Page 360: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

345Penyunting

66. Konsultan Pendidikan Yayasan Istana Abdulaziz Pahang. Pahang.2000–2010.

67. Penceramah Bengkel Kecemerlangan Pelajar dan KeterampilanIbu Bapa Anjuran Puspanita Kebangsaan. Kuala Lumpur. 11–13Ogos 2000.

68. Pengurus & Penceramah Perkhemahan Bahasa Inggeris AnjuranFakulti Pendidikan, Kampung Akademik, Majlis Belia Malaysia, ShellMalaysia dan Telekom. Kuala Lumpur. 2000.

69. Timbalan Pengarah & Penceramah Kursus Penjana WawasanAnjuran Persatuan Pendidikan Malaysia Anjuran Majlis BeliaMalaysia. Kuala Lumpur. 2000.

70. Pengurus dan Penceramah Kem 10: Perkhemahan Akademik JiwaMurni Projek Menara Gading Kohort 1sesi 1999-2001. AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Casuarina Cottage Pekan. 13-15 Oktober 2000.

71. Pengurus dan Penceramah Kem 9: Pembangunan PendidikanMasyarakat Melayu: Satu Tanggungjawab Bersama Projek MenaraGading Kohort 1 sesi 1999-2001. Anjuran Yayasan Istana Abdulazizdan UKM yang dirasmikan oleh YB. Dato’ Seri Adnan Yaakob. DewanTun Abdul Razak Temerloh. 22-24 September 2000.

72. Pengurus dan Penceramah 8: Kecemerlangan Pelajar MelayuKawasan Parlimen Jerantut, Pahang Projek Menara Gading Kohort1sesi 1999-2001. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM yangdirasmikan oleh Y.A.M Tengku Dato’ Azlan Ibni Sultan Abu Bakar.Majlis Perbandaran Daerah Jerantut. 18-20 Ogos 2000.

73. Pengurus dan Penceramah Kem 7: Kecemerlangan Milik BersamaProjek Menara Gading Kohort 1 sesi 1999-2001. Anjuran YayasanIstana Abdulaziz dan UKM yang dirasmikan oleh YB. Dato’ MahadzirMohd Khir. Sekolah Alam Shah, Sekolah Seri Puteri dan SM SanisSelangor. 17-25 Jun 2000.

74. Pengurus dan Penceramah Kem 6: Ke Arah KecemerlanganPeperiksaan Projek Menara Gading Kohort 1 sesi 1999-2001anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Pejabat PendidikanDaerah Temerloh. 28 April-30 April 2000.

75. Pengurus dan Penceramah Kem 5: Pembinaan Waja Diri Ke arahKecemerlangan Akademik Projek Menara Gading Kohort 1sesi 1999-2001. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM yang dirasmikanoleh Timbalan Komander Askar Wataniah 505 Kuantan Pahang. Kemwataniah 505 Teluk Sisik Kuantan Pahang. 25-27 Februari 2000.

Page 361: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

346 Penyunting

76. Pengurus dan Penceramah Kem 4: Persekitaran PembelajaranMerangsang Kecemerlangan Akademik Projek Menara GadingKohort 1sesi 1999-2001. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKMyang dirasmikan oleh KDYTM Tengku Mahkota Pahang. FakultiPendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia. 30 Nov-7 Dis 1999.

77. Pengurus dan Penceramah Kem 3: Kepimpinan dan KecemerlanganAkademik Projek Menara Gading Kohort 1 sesi 1999-2001. AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM yang dirasmikan oleh Y.M TengkuDato’ Uzir Bin Tengku Ubaidillah. Universiti Kebangsaan Malaysia.30 September - 3 Oktober 1999.

78. Pengurus dan Penceramah Kem 2: Kemahiran Belajar danKecemerlangan Mata Pelajaran Peperiksaan Projek Menara GadingKohort 1 sesi 1999-2001. Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dan UKM.Dirasmikan oleh Senator Dato’ Aziz Abdul Rahman. Institut LatihanRISDA, Pekan Awah Temerloh Pahang. 26-29 Ogos 1999.

79. Pengurus dan Penceramah Kem 1: Motivasi Ke Arah KecemerlanganDiri Projek Menara Gading Kohort 1 sesi 1999-2001. AnjuranYayasan Istana Abdulaziz dan UKM. Dewan Tun Razak. 25-28 Julai1999.

80. Jawatan kuasa Pelancaran Projek Menara Gading Sesi 1999-2001.Anjuran Yayasan Istana Abdulaziz dengan kerjasama FakultiPendidikan UKM dilancarkan oleh KDYTM Tengku MahkotaPahang. Muadzam Shah Pahang. 21 Mei 1999.

81. Pengurus & Penceramah Program Kecemerlangan AkademikSekolah-sekolah Agama Anjuran Fakulti Pendidikan, UKM danSekolah Menengah Agama Temerloh & Sekolah Menengah AgamaAl-Khairiah. Sekolah Menengah Agama Temerloh & SekolahMenengah Agama Al-Khairiah. 22–23 Mac 1997.

82. Pengurus & Penceramah Program Rakan Sebaya Anjuran FakultiPendidikan dengan kerjasama Pejabat Pendidikan DaerahTemerloh. Temerloh, 1997.

83. Pengurus & Penceramah Seminar Kepimpinan Puteri Islam MalaysiaKe arah Abad 21 anjuran Puteri Islam Malaysia. Kuala Lumpur, 19Julai 1997.

84. Pengurus & Penceramah Bengkel Motivasi dan KecemerlanganAkademik Anjuran Puspanita dan Fakulti Pendidikan, UKM 1996.Fakulti Pendidikan, UKM, 1996.

Page 362: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

347Penyunting

PENYUNTING

Dr Mohd Mahzan Bin Awang lahir Lahir di Kelantan 5September 1973. Bidang Sosiologi Pendidikan,Pendidikan Komuniti dan, kepakaran Pendidikan Sejarah& Kewarganegaraan. Memulakan kerjaya sebagai gurudi Sekolah Kebangsaan (Orang Asli) Kedaik, RompinPahang pada tahun 1994. Beliau terlibat aktif dalamusaha pembangunan pendidikan anak-anak Orang Aslitermasuklah membantu badan-badan NGO yang

membuat penyelidikan pembangunan masyarakat Orang Asli di Kawasantersebut. Atas minat yang tinggi dalam bidang pembangunan peribumi danmasyarakat, beliau melanjutkan pengajian Sarjanamuda di Akademi PengajianMelayu, Universiti Malaya dengan membuat pengkhusuan dalam bidang Sosio-Budaya Melayu dan telah tamat dengan Kepujian Kelas Dua Tinggi pada tahun1999. Beliau kemudiannya bertugas sebagai pensyarah di Institute of Advertising& Communication Training di Damansara dan seterusnya berkhidmat di UniversitiInfrastruktur Kuala Lumpur. Setelah menamatkan Sarjana Sosiologi Pendidikandi Fakulti Pendidikan, UKM pada tahun 2005, beliau telah menerima HadiahLatihan Skim Latihan Akademik Universiti (SLAI) Kementerian Pengajian TinggiMalaysia untuk pengajian kedoktoran di Universiti Dundee, United Kingdom.Beliau telah menamatkan PhD dengan jayanya pada tahun 2012 dan berkhidmatdi Fakulti pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia sehingga kini.

Page 363: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

348 Penyunting

Anugerah dan Penghargaan:1. Anugerah Skim Latihan Akademik Universiti, Universiti Kebangsaan

Malaysia 2008.2. Anugerah Perkhidmatan Cemerlang (APC), Fakulti Pendidikan

Universiti Kebangsaan Malaysia, 2014.3. Anugerah Kertas Terbaik ACER-N Conference 2015, ACER-N, 2015.4. Anugerah Idea Terbaik bulan Julai 2015 ‘Cabaran Idea Perdana

UKM’, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2015.5. Lonjakan nama UKM di Media Massa, Universiti Kebangsaan

Malaysia, 20166. Penghargaan Pencapaian Sistem Pengajaran dan Pembelajaran

(SPPP) untuk subjek Sosiologi dan Pendidikan Sejarah, FakultiPendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia, 2013-2016.

Kelayakan Akademik:1. Ijazah Doktor Falsafah, 1 Oktober 2012, Universiti Dundee, Scotland,

United Kingdom.2. Ijazah Sarjana Pendidikan (Sosiologi Pendidikan), 2012-2015,

Universiti Kebangsaan Malaysia. 3. Ijazah Sarjanamuda Pengajian Melayu (Sosio-Budaya Melayu),

1996-1999, Universiti Malaya.4. Sijil Perguruan Malaysia (Pendidikan Sekolah Rendah-Pengajian

Melayu), 1992-1994, Maktab Perguruan Ipoh Perak.

Sejarah Kerjanya;1994–1996 Pegawai Perkhidmatan Bukan Siswazah, Sekolah

Kebangsaan Kedaik, Pahang1999–2000 Pensyarah, Institute of Advertising & Communication

Training, Damansara, Petaling Jaya2000–2008 Ketua, Centre of Foundation Studies & Continuing Education,

Infrastructure University Kuala Lumpur, Kajang, Selangor2008–2013 Pensyarah, Jabatan Asas Pendidikan, Fakulti Pendidikan UKM2013– kini Pensyarah Kanan, Jabatan Pendidikan & Kesejahteraan

Komuniti, Fakulti Pendidikan UKM.M

Sumbangan Komuniti:1. Mendidik murid Orang Asli untuk kejayaan dalam bidang akademik

dan non-akademik, RPS Kedaik, Rompin Pahang, 1994-1996.

Page 364: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

349Penyunting

2. Program pembangunan masyarakat Orang Asli keturunan Jakun diRPS Kedaik, Rompin Pahang, Kedaik, Pahang, 1994-1996.

3. Menerbitkan artikel tentang strategi dan kemajuan dakwah Islamiahdalam kalangan Orang Asli, Penerbitan dalam Utusan Malaysia, 2000.

4. Mengenal potensi, bakat dan kemahiran murid Orang Asli dalampembangunan masa depan kerjaya. Membangunkan profail minatkerjaya murid Orang Asli, Sungai Mas, Kuantan, 2013-2016.

5. Menubuhkan Kelab Kerjaya Komuniti Orang Asli dengan sokonganUKM dan Yayasan Istana Abdulaziz bagi memastikan murid-muridOrang Asli memiliki hala tuju kerjaya jelas, Sungai Mas & SungaiLembing, Pahang, 2013-2016.

6. Dokumentasi aktiviti pelajar Akademi Menara Gading, UKM, 2013-2016.

7. Membantu kejayaan pelajar dari keluarga tidak bernasib baik diPahang menerusi Akademi Menara Gading, Kuantan & Temerloh,2014-2016.

8. Membuat penilaian terhadap keberkesanan program AkademiMenara Gading, Kuantan, Pahang, 2015.

9. Dilantik sebagai ahli jawatankuasa Akademi Menara Gading, YayasanIstana Abdulaziz, Pahang Darul Makmur, Kuantan, Pahang, 2015.

10. Menganjurkan Seminar Penyelidikan dan Pendidikan MasyarakatTerpinggir, anjuran bersama Majlis Bekas Wakil rakyat Malaysia(MUBARAK), Yayasan Istana Abdulaziz, dan UKM, Kuantan, Pahang, 2015.

11. Ceramah Motivasi kepada para pelajar Akademi Menara Gading,Kuantan, Pahang, 2015

12. Pemerkasaan pembelajarah Sejarah Malaysia-Indonesia anjuranYayasan Istana Abdulaziz, dan UKM, Palembang, Indonesia, 2015.

13. Penceramah dalam kepimpinan pelajar Akademi Menara Gading,UKM, 2016.

Keanggotaan Badan Ikhtisan:1. Persatuan Sejarah Malaysia, Wisma Sejarah, Kuala Lumpur, Ahli

Seumur Hidup.2. Kelab Kakitangan Akademik, UKM Bangi, Ahli.3. Koperasi UNIKEB, UKM Bangi, Ahli.4. ASEAN Comparative Education Research Network, Malaysia,

Setiausaha.5. Yayasan Istana Abdul Aziz, Kuantan, Pahang, Jawatankuasa Pentadbiran.

Page 365: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

350 Penyunting

Pewasit Jurnal:1. School Population and Teachers’ Effectiveness in Kwara State Basic

Schails, Nigeria, Jurnal Pendidikan Malaysia, Accepted with minorrevision.

2. Sensitiviti Kepelbagaian Budaya dalam Kalangan Guru PelbagaiEtnik di Sekolah Menengah Kebangsaan di Malaysia, JurnalPendidikan Malaysia, Terima untuk penerbitan.

3. Global Trends in Higher Education: A Cross Cultural Qualitative Approachin the Context of Pakistan, ASEAN Journal of Teaching and Learning inHigher Education (AJTHLE), Accepted with minor revision.

4. The Influence of Individual Characteristic and Organization Climateon Job Satisfaction and Its Impact on Employee Performance, SainsHumanika, Accepted with minor revision.

Penerbitan Jurnal:1. Abdul Aziz Rahman, Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang,

Jalaludin Abdul Malek. (2016). Social Involvement and Acculturationof Noble Values among Residents in a Modern City. The SocialSciences. 11(6), 958-964.

2. Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman, Mohd Mahzan Awang,Fadzilah Sulaiman. 2015. Application of Multiple Intelligence Theoryto Increase Student Motivation in Learning History. Asian Culture andHistory. 7(1), 210-219.

3. Nur Hadi Ibrahim, Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad.2015. The Effectiveness of Intensive Workshop Activities forEnhancing Students‘ Understanding on Educational andSociological Theories. International Journal of Education and SocialScience. 2(12), 37-40.

4. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Tajuddin Mohd Yunus.2015. Senior teachers’ perception on the roles and responsibilities ofmiddle managers in schools. European Journal of Scientific Research.132 (3), 278-291.

5. Mohd Mahzan Awang, Noor Azam Abdul Rahman, Noraziah MohdAmin, Abdul Razaq Ahmad. 2015. Mesej Perpaduan dalam BukuTeks Bahasa Malaysia Tingkatan 4 dan 5: Analisis terhadapPeribahasa Melayu. Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu. 5(1), 44-52.

6. Abdul Razaq Ahmad, Ahmad Ali Seman, Mohd Mahzan Awang,Fadzilah Sulaiman. 2014. Application of Multiple Intelligence Theory

Page 366: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

351Penyunting

to Increase Student Motivation in Learning History. Asian Culture andHistory. 7(1), 210-219.

7. Mohd Mahzan Awang, Faridah Mydin Kutty, Abdul Razaq Ahmad. 2014.Perceived Social Support and Well Being: First-Year Student Experiencein University. International Education Studies. 7(13), 261-270.

8. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Tajuddin Mohd Yunus.2014. Mentoring Practices In Schools: The Roles of Senior SubjectTeachers As Perceived By Heads and Teachers. Journal of Educationand Sociology. 5(2), 65-75.

9. Jalaluddin Abdul Malek Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang,Juhari Ahmad, Alfitri. 2014. Sustainable Environmental Managementand Preservation Knowledge among Multi-ethnic Residents. AsianJournal of Scientific Research. 7(4), 546-560.

10. Alfitri, Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Mohd KhairiAhmad. 2014. Socio-educational Supports for Improving ArabicLanguage Learning among Muslim Youth. Mediterranean Journalof Social Sciences. 5(3), 219-228.

11. Alfitri, Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad. 2014. Culturally-Responsive Strategies for Resolving Social Conflict in Rural Community.Mediterranean Journal of Social Sciences. 5(20), 2267-2277.

12. Anita Abu Hasan, Mohd Isa Hamzah, Mohd Mahzan Awang. 2014.Inculcating Noble Values for Pre-Service Teachers. InternationalEducation Studies, 7 (11), 111-119.

13. Mohd. Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Nora’asikin Abu Bakar,Sayuti Abd Ghani, Che Pee Saad, Saliza Husin, Zaharuddin Hashim,Mohd Asrul Hery Ibrahim, Alfitri. 2014. Examining Gaps betweenStudents’ Expectations and Experiences in a Private University.Mediterranean Journal of Social Sciences. 5(8). 396-401.

14. Mohd. Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Alfitri, Norila La Ulu.2014. The Images of Japanese Army in Malaysian and IndonesianHistory Textbooks. Journal of Language and Literature, 5 (4) 37-45.

15. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Fong Peng Chew.(2014). Adult Student Perspectives on Computer LiteracyProgramme. Pensee Journal. 76(1) 31-40.

16. Jamalullail Abdul Wahab, Azlin Norhaini Mansor, Mohd MahzanAwang & Norazlina Mohamad Ayob. 2013. Managing Learners’Behaviours in Classroom through Negative ReinforcementApproaches. Asian Social Science. 9(16), 61-73.

Page 367: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

352 Penyunting

17. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Nora’asikin Abu Bakar,Sayuti Abd Ghani, Asyraf Nadia Mohd Yunus, Mohd Asrul Hery Ibrahim,Jaya Chitra Ramalu, Che Pee Saad & Mohd Jasmy Abd Rahman.2013. Students’ Attitudes and Their Academic Performance inNationhood Education. International Education Studies. 6(11), 21-28

18. Awang, M.M., Jindal-Snape, D. & Barber, T. 2013. A DocumentaryAnalysis of the Government’s Circulars on Positive BehaviourEnhancement Strategies. Asian Social Science. 9(5), 203-208.

19. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Jamalul Lail AbdulWahab & Nordin Mamat. 2013. Effective teaching strategies toencourage learning behaviour. IOSR Journal for Humanities andSocial Sciences. 8 (2). 35-40.

20. Abdul Razaq Ahmad, Mohamad Johdi Salleh, Mohd MahzanAwang & Nazifah Alwani Mohamad. 2013. Investigating BestPractice and Effectiveness of Leadership Wisdom among Principalsof Excellent Secondary School Malaysia: Perceptions of SeniorAssistants. International Education Studies. 6(8), 38-46.

21. Mohd Mahzan Awang, Abdul Razaq Ahmad, Manisah Mohd Ali.2013. Professional Teachers‘ Strategies for Promoting PositiveBehaviour in Schools. Asian Social Science. M9(12), 205-211.

22. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Ahmad Ali Seman,Ramle bin Abdullah. 2013. The Skills of Using History Textbooks inSecondary School. Asian Social Science. 9(12), 229-236.

23. Abdul Razaq Ahmad, Mohd Mahzan Awang, Wan Hasmah WanMamat. 2013. The Effectiveness of Human DevelopmentProgrammes in Improving Community Wellbeing. Australian Journalof Basic and Applied Sciences. 7(9), 51-57.

24. Rhoda D.B., Muhammad Imran, Y., Mohd. Mahzan, A., Asif, N.R.2011. The effect of prior knowledge in understanding chemistryconcepts by senior secondary school students. International Journalof Academic Research. 3(2), 607-611.

25. Mohd. Mahzan, A., Muhammad Imran, Y., Sayuti, A.G. (2011) Astudy of preferred socio-religious activities by Muslim Youth.European Journal of Social Sciences. 18(4), 596-601.

Penerbitan Buku:1. Sosiologi Pendidikan, Fakulti Pendidikan UKM, Pengaran.2. Pengajian Malaysia, Ikram College of Technology, Pengarang.

Page 368: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

353Penyunting

3. Pendidikan untuk Masyarakat Terpinggir, Fakulti Pendidikan UKM,Editor

4. Asian Social Science Journal (Special Edition), Canadian Center ofScience and Education, Guest Editor.

5. Pendidikan Masyarakat Marginal, Universitas Sriwijaya, Pengarang.6. Education and development, Universitas Riau, Editor.

Prosiding:1. Mahiran Mohamed, Mohd Amar Md. Arif, Izzati Mohd Yusop, Mohd

Mahzan Awang. 24-25 Feb. 2014. Kepuasan pengisian masasenggang dan aspirasi kerjaya. International Seminar on GlobalEducation II : Educational Transformation Towards a DevelopedCountry/Fakulti Pendidikan UKM. 1985-1999

2. Nurhijrah Zakaria, Sharifah Nor Puteh, Amla Mohd Salleh, Zuria Mahmud,Mohd Izham Mohd Hamzah, Ruhizan Mohd Yasin, Mohd MahzanAwang. 24-25 Feb. 2014. Kompetensi pelbagai budaya dalampengajaran dan pembelajaran: apa kata guru Sejarah? InternationalSeminar on Global Education II : Educational Transformation Towardsa Developed Country/Fakulti Pendidikan UKM.2538-2560

3. Thong Pui Yee, Mohd Mahzan Awang. (24-25 Feb. 2014). Sikapdan pemikiran keusahawanan dalam kalangan mahasiswa/iMalaysia dan Guang Zhou International Seminar on GlobalEducation II : Educational Transformation Towards a DevelopedCountry / Fakulti Pendidikan UKM. 1278-1291

4. Nor Aini Mohamad Ibrahim, Mohd Mahzan Awang. Abdul RazaqAhmad. 24-25 Feb. 2014. Modal sosial dalam kalangan pelajaruniversiti International Seminar on Global Education II : EducationalTransformation Towards a Developed Country / Fakulti PendidikanUKM. 2397-2410

5. Mohd Mahzan Awang, Mohd Isa Hamzah, Amla Salleh. 5-6 Jan2013. Teaching and Preaching Islam in 21st Century: Approachesand Challenges. International Conference on Islam andMulticulturalism: Islam, Modern Science and Technology. Organisedby Waseda University and Institute of Asia-Europe. University of MalayaKuala Lumpur. 206-217

6. Ahmad Rizal Md. Rais, Hafidzah Omar, Norhaidawati Mohd Noor,Juliya Hapido, Mohd. Mahzan Awang & Abd. Razaq Ahmad. AktivitiMasa Senggang Pelajar Lelaki Di Malaysia Dan Indonesia. Prosiding

Page 369: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

354 Penyunting

Seminar Antarabangsa Pendidikan Serantau ke-6. 22-23 Mei 2013.NIOSH Bangi, Malaysia.

7. Mahaslina Mat Yacob, Hidayah Harun, Nor Haidawati Mohd Noor,Abd Razaq Ahmad & Mohd Mahzan Awang. Konsep PendidikanMasa Senggang Dari Perspektif Timur Dan Barat. Prosiding SeminarAntarabangsa Pendidikan Serantau ke-6. 22-23 Mei 2013. NIOSHBangi, Malaysia.

8. Abdul Jamir Md Saad, Siti Rahimah Ahmad, Mardiah Ali, NormaJusof, Siti Nazila Omar, Mohd Mahzan Awang & Abd Razaq Ahmad.Penggunaan Laman Sosial Facebook Untuk Tujuan PembelajaranDalam Kalangan Pelajar Kolej MARA. Prosiding SeminarAntarabangsa Pendidikan Serantau ke-6. 22-23 Mei 2013. NIOSHBangi, Malaysia.

9. Mohd Iskandar Shah Sitam, Mohd Amar Md Arif, Izzati Mohd Yusop,Norhazwah Estiar, Noriha Kasim, Mohd Mahzan Awang & AbdulRazaq Ahmad. Kajian Perbandingan terhadap Penyesuaian Sosialdan Strategi Menangani Buli dalam kalangan Pelajar di Pekanbarudan Hulu Langat. Prosiding Seminar Antarabangsa PendidikanSerantau ke-6. 22-23 Mei 2013. NIOSH Bangi, Malaysia.

10. Mohammad Zulhilmi Monel, San Kamaruzzaman Rahim, Nor AiniMohammad, Aziani Yusof, Mohd Mahzan Awang & Abdul RazaqAhmad. Pengisian Masa Senggang Mahasiswa/i Di Malaysia DanIndonesia. Prosiding Seminar Antarabangsa Pendidikan Serantauke-6. 22-23 Mei 2013. NIOSH Bangi, Malaysia.

11. Mohd. Mahzan Awang. 2012. Effective strategies to promotepositive behaviour in a school context. In Abdul Ghafar Ismail &Roosfa Hashim. Prosiding Seminar Hasil Penyelidikan.Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia. P. 8-16.

12. Mohd. Mahzan Awang, Sayuti Abd. Ghani, Che Pee Saad & Md.Sabri Adenan. 25 – 26 July 2008. Surau sebagai institusi sosial kearah pembangunan insan: Kajian kes di institusi pengajian tinggi.Proceeding of Wacana Pendidikan Islam ke-7. UniversitiKebangsaan Malaysia.

13. Mohd Mahzan Awang, Raja Mohd Salahuddin Raja Mamat. 20 –21 April 2016. Menelusuri Isu, Cabaran dan Harapan dalamMemajukan Pendidikan Orang Asli. Prosiding PersidanganAntarabangsa Sains Sosial dan Kemanusiaan (PASAK2016). KolejUniversiti Islam Antarabangsa Selangor (KUIS).

Page 370: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

355Penyunting

Penulisan Media:1. Cabaran Pendidikan Komuniti ASEAN, Rencana, 29 September 2015,

m.s. 10. Utusan Malaysia.2. Keperluan Dana ASEAN Atasi Jerebu, Rencana 14 September 2015

m.s 10, Utusan Malaysia.3. Budayakan Perniagaan Beretika, Rencana 4 Februari 2015 m.s 10,

Utusan Malaysia.4. Alurkan Cinta dan Sikap Positif, Rencana 9 September 2015 m.s 10,

Utusan Malaysia.5. Mencari Formula Baru Perbincangan Isu Sensitif, Rencana 13 Mei

2015 m.s 10, Utusan Malaysia.6. Prasyarat Kelestarian Kemerdekaan, Rencana, 26 Ogos 2014, ms.

10, Utusan Malaysia.7. Nudism, Gaya Hidup Songsang Berpotensi Pengaruhi Masyarakat,

Rencana, 29 Ogos 2014, ms. 13, Utusan Malaysia.8. Menghormati Sensitiviti Kaum di Malaysia, Rencana 24 Julai 2013,

ms. 11, Utusan Malaysia.9. Hormati Simbol Kebesaran Negara, Rencana 28 Ogos 2013, ms.

11, Utusan Malaysia.10. Cegah Jenayah Terhadap Kanak-Kanak, Rencana, 6 Feb 2013,

ms. 10, Utusan Malaysia.11. Sokongan Seimbang dan Persediaan Akhir Calon UPSR, Rencana

6 Sept. 2013, ms. 10, Utusan Malaysia.12. Kelestarian Keharmonian Menerusi Belajar Hidup Bersama,

Rencana 27 Mei 2013, ms. 11, Utusan Malaysia.13. Mohd. Mahzan bin Awang. Kenali Aspek Positif Pelajar Kurang Disiplin.

Januari 2010, Majalah Pendidik, Bil. 68, hal. 53 – 55, Utusan Malaysia.14. Mohd. Mahzan bin Awang. Mekanisme Mengumpul Pandangan

Uakyat. 15th of March 2010, Rencana, Utusan Malaysia.15. Mohd. Mahzan bin Awang. Persekitaran Sesuai Mampu Galak

Tabiat membaca kanak-kanak. 24th of March 2010, Rencana,16. Pendidikan Alternatif di Britain, Rencana Julai 2010, Utusan Malaysia.17. Aliran Autonomi Sekolah di Britain, Rencana 2010, Utusan Malaysia.18. Harapan UK Pada Penjenamaan Semula Pendidikan, Rencana

2010, Utusan Malaysia.19. Teknologi Satelit Bantu Didik Pemandu Ingkar, Rencana 2010,

Berita Harian.20. Mekanisme Mengumpul Pandangan Rakyat, Rencana 2010, Utusan

Malaysia.

Page 371: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

356 Penyunting

21. Persekitaran Sesuai Mampu Galak Tabiat Membaca Kanak-Kanak,Rencana 2010, Utusan Malaysia.

22. Cara Finland Martabatkan Guru, Rencana 2009, Utusan Malaysia.23. Kurikulum perlu sesuai keperluan setempat, Rencana 2009, Utusan Malaysia.24. Bincang Secara Rasional, Rencana 2009, Utusan Malaysia.25. Jadikan Penyelidikan Budaya Untuk Kemajuan Malaysia, Rencana

2009, Utusan Malaysia.26. Alternatif Pembelajaran Sewaktu Kuarantin, Rencana 2009, Utusan

Malaysia.27. Cara Finland Martabatkan Guru, Rencana 16 Dis. 2009, Rencana,

Utusan Malaysia.

Penyelidikan:1. Bimbingan Kerjaya Komuniti Orang Asli mengunakan modul RIASEK,

Geran Galakan Universiti-Komuniti (KOMUNITI-2013-023),RM25,000, Ketua Projek 2013-2015.

2. Kelab Kerjaya Komuniti Orang Asli, Yayasan Istana Abdulaziz,RM10,500, Ketua Projek 2013-2015.

3. Positive Behaviour Enhancement Model for National SecondarySchools, Geran Galakan Penyelidik Muda (GGPM-2013-042),RM30,000, Ketua Projek 2013-2015.

4. Aplikasi Dan Pembudayaan ICT Dalam Kalangan Guru SekolahMenengah: Penelitian Perbandingan Di Indonesia Dan Malaysia,Geran Luar GG-2013-006, RM30,000, Ahli.

5. Kemahiran Soft Skills Pada Komunitas Pelajar: Suatu PerbandinganIndonesia Dan Malaysia, Geran luar GG-2014-009, RM30,000, Ahli.

6. Pembentukan Model Baharu Pendaftaran Tanah Wakaf di Malaysia,Fundamental Research Grant Scheme (FRGS/1/2013/SSI03/UPNM/02/1), RM80,000, 2013-2015, Ahli.

7. Inventori Kesejahteraan Diri Masyarakat Malaysia, FundamentalResearch Grant Scheme (FRGS/1/2013/SSI09/UKM/02/7),RM60,000, 2013-2015, Ahli.

8. Peranan Lembaga Penasihat Penyelarasan Pelajaran & PendidikanAgama Islam (LEPAI) Dalam Membantu Negeri dan JemaahPengurusan Sekolah Membangunkan Sistem Pendidikan Islam,Geran Galakan Penyelidikan Universiti-Industri (INDUSTRI-2013-041), RM25,000, 2013-2015, Ahli.

9. Kesepaduan Sosial Negara, Long-Term Research Grant SchemeBottom-Up (LRGS-BU) LRGS/BU/2011/UKM/CMN, RM3,507,000,2012-2015, Ahli.

Page 372: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

357Penyunting

10. Kesukarelawanan Pendidikan Melalui Kelab Kerja Rumah UntukKanak-Kanak Kurang Bernasib Baik, Geran Galakan UniversitiKomuniti (KOMUNITI-2012-022), RM25,000, 2012-2014, Ahli.

11. A study of student and professional expectations and theirexperiences on academic and social life in a private highereducation institution, Geran

12. Luar KLIUC GG/009/2012 (GL), RM7,000, 2012-2013, Ketua Projek.Surau sebagai institusi sosial ke arah pembangunan insan: Kajianpersepsi dan sikap dalam kalangan pelajar, Dana PenyelidikanKLIUC, RM4000, 2007-2008, Ketua Projek.

13. Learning To Live Together Through Education In The Asia-PacificRegion UNESCO Asia-Pacific Regional Bureau For Education(UNESCO Bangkok), UNESCO Asia - Pacific Regional Bureau ForEducation (UNESCO Bangkok), RM12,000, Ahli.

14. Assessment Methods And Student‘S Performance In MathematicsAnd Statistic: A Case Study Of Engineering Student‘s Attitude At IUKL,Geran Luar GG-IUKL-2014-001, RM5,400, Ahli.

15. Kajian Kesahan Dan Kebolehpercayaan Inventory Nilai Malaysia,Dana Pembangunan Penyelidikan Kumpulan Penyelidikan (DPP-2013-150), RM37,000, Ahli.

16. Modul Komprehensif Pencegahan Buli dan Gangsterism PelajarSekolah Menengah, FRGS/1/2015/SSI09/UKM/02/3, RM70,700, Ketua.

17. Pembangunan Indeks Jati Diri Pelajar Aliran Pendidikan Di InstitusiPengajian Tinggi Awam Malaysia, FRGS/1/2015/SS06/UKM/01/1,RM77100, 2015-2017, Ahli.

18. Aspirasi Kepimpinan Politik Negara dalam Kalangan Belia PelbagaiKaum, Geran Luar (Kementerian Belia & Sukan), RM30,000, Ahli.

19. Indeks Jati Dri Pelajar Keguruan Malaysia, FRGS, RM70,000, 2015-1017, Ahli.

20. Modul Pencegahan Buli dan Gangsterisme Pelajar SekolahMenengah, FRGS, RM70,000, 2015-2017, Ketua.

Perundingan:1. Grand Challenge Fakulti Pendidikan: Kualiti Pendidikan Komuniti

B40, 2016–kini, Universiti Kebangsaan Malaysia, Ahli.2. Projek Penyelidikan Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan

Pendidikan Masyarakat Melayu, 2 Nov 2015 – 1 Jan 2016, UniversitiMalaya, Panel.

3. Penyelesaian Masalah / Inovasi Remaja, 25 Ogos 2015, FakultiPendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia, Fasilitator

Page 373: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

358 Penyunting

4. Program Kursus Pensijilan Profesional Pendidikan Khas (MasalahPembelajaran), 12 Okt 2014–Mac 2015, Jabatan Pengajian KolejKomuniti, Pensyarah.

5. Bengkel Pendidikan Sejarah dan Pendidikan Pancasila, 25 Mei 2016,Universitas Sriwijaya, Indonesia, Perunding.

6. Mesyuarat Memperkukuhkan Perpaduan Melalui matapelajaranPendidikan Islam, Moral dam Elemen Sivik dalam Kurikulum, 8 Okt2013, Bahagian Pembangunan Kurikulum Kementerian PendidikanMalaysia, Panel.

7. Program Jati Diri dan Kepimpinan Tingkatan 4, 26 Mac 2016, SekolahSultan Alam Shah, Penceramah.

8. Program ASEAN Komuniti Sekolah-Sekolah Daerah Sepang, 20 Nov2016, Pejabat Pendidikan Daerah Sepang, Penceramah.

9. Social Conflicts in the Classroom: Teaching Problem Solving Skills to YoungChildren, 27 Apr 2016, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Penceramah.

10. Teambuilding, 24 Jan 2016, Sekolah Sri Al-Amin Bangi, Penceramah.11. Persidangan Meja Bulat Program Kesepaduan Sosial Negara, 30

Mei 2013, Institut Kajian Etnik (KITA) Universiti KebangsaanMalaysia, Penyelidik.

12. Bengkel Intensif Sosiologi Penyelidikan Aliran Ekonomi, 4–5Apr2016, PTS 201 –024 Fakulti Pendidikan Universiti KebangsaanMalaysia, Penceramah.

Sumbangan Kepada Fakulti dan Universiti:1. Kunjungan Delegasi Universitas Negeri Makassar, 23 Jan 2014,

Antarabangsa, Ahli.2. Seminar Siswazah 6/2013 Fakulti Pendidikan, 23 Nov 2013, Universiti,

Pengerusi Sesi.3. International Conference on Education for Learner Diversity, 17–18

Sep 2014, Antarabangsa, AJK.4. Regional Conference on School Structure and Teacher Competence,

Duties and Character 2013 (ReCSTec), 27–28 Jun 2013,Antarabangsa, AJK Abstrak & Prosiding.

5. ASEAN Comparative Education Research Network Conference 2015,7–8 Okt 2015, Antarabangsa, Setiausaha.

6. Bengkel Penulisan Tesis Pantas dan Mandeley Gaya UKM, 14 Apr2016, Universiti, Pengarah Program.

7. Seminar Kebangsaan Pendidikan Negeri Kali ke 16–17 Dis 2015,Kebangsaan, AJK.

Page 374: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

359Penyunting

Heri Susanto, M.Pd., dosen Pendidikan Sejarah padaFKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasindengan jabatan Fungsional Lektor. Lahir di Jangglengan,02 September 1982. Mata kuliah yang diampu: StrategiPembelajaran Sejarah, Sejarah Australia-Oceania,Sejarah Afrika, Media Pembelajaran Sejarah, danEvaluasi Pembelajaran Sejarah. Dapat dihubungi dialamat email [email protected].

Menempuh pendidikan S1 pada program studi Pendidikan Sejarah2001-2006 di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dengan skripsi“Dampak Sosial-Ekonomi Keberadaan Transmigran Terhadap PendudukSetempat di Desa Kambitin I Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong tahun 1984-1991”. Pendidikan S2 di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pendidikan Sejarah2010-2012 dengan tesis: “Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisikdi Kalimantan Selatan dan Persepsi Terhadap Keberagaman Budaya diKalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Mahasiswa Program StudiPendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UniversitasLambung Mangkurat Banjarmasin”.

Pengalaman Penelitian:1. Pengembangan Daerah Konsesi Maluka pada masa Pemerintahan

Inggris di Kalimantan Tenggara tahun 1811-1816 (2009) Sumberdana DIPA (PNBP) FKIP Unlam.

PENYUNTING

Page 375: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

360 Penyunting

2. Sosial Maping Aktivitas Hulu Migas di Kalimantan Selatan danTengah (2012) Pertamina (BPH Migas).

3. Paringin dari Kecamatan Menjadi Ibukota Balangan (MelacakPerjalanan Sejarah Sebuah Kota di Daerah Hulu Sungai KalimantanSelatan) (2012) Dana BOPTN Unlam 2012.

4. Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah Kurikulum 2013 (StudiPembelajaran Sejarah pada SMAN 2 dan SMAN 3 Banjarmasin(2013) Dana BOPTN Unlam tahun 2013.

5. Pemetaan Uji Kompetensi Guru (UKG) jenjang Pendidikan SMPN danSMAN di Kota Banjarmasin (2013) Suber Dana Bappeda Kota Banjarmasin.

6. Kajian Implementasi Kebijakan Desentralisasi Pendidikan padaPendidikan Dasar dan Menengah di Kabupaten Tabalong (2013)Sumber Dana; Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak Kemdikbud)dan Jaringan Penelitian (Jarlit) Kabupaten Tabalong. Dasar,keputusan Kepala Bappeda Kabupaten Tabalong No: 188.45/58/Bappeda-Litdal/050/7/2013.

7. Pemetaan Sarana-Prasarana Pendidikan Tingkat Dasar danMenengah di Kabupaten Tabalong (2014) Sumber Dana; PusatPenelitian Kebijakan (Puslitjak Kemdikbud) dan Jaringan Penelitian(Jarlit) Kabupaten Tabalong. Dasar, keputusan Kepala PuslitjakKemdikbud RI No: 7024/H2/LT/2014.

8. Analisis Muatan Karakter dan Keunggulan Lokal pada KurikulumKejuruan di Kabupaten Tabalong (2015) Sumber Dana; PusatPenelitian Kebijakan (Puslitjak Kemdikbud) dan Jaringan Penelitian(Jarlit) Kabupaten Tabalong. Dasar, keputusan Kepala PuslitjakKemdikbud RI.

9. Kearifan Lokal dalam Usaha Non Pertanian Oleh Petani di LahanBasah Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Kabupaten BaritoKuala Kalimantan Selatan (2015) Sumber dana; Hibah PUPT IDB–Dikti (Development and Upgrading of Seven Universities in Improvingthe Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia).

10. Kesesuaian Aspek Pedagogi Pendekatan Saintifik dan PenilaianAutentik dalam Pembelajaran Sejarah (2015) Sumber dana; DIPAPNBP FKIP Unlam

Page 376: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

361Penyunting

Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat:1. Sosialisasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Sejarah pada Guru Mata

Pelajaran Sejarah se-Kota Banjarmasin (2013) Dana BOPTN Unlam 2013.2. Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Mata Pelajaran

Sejarah Kurikulum 2013 (2013) Dana BOPTN Unlam 2013.3. Penyuluhan Implementasi Kurikulum 2013 di SMPN 8 Martapura

Kabupaten Banjar (2015) DIPA (PNBP) FKIP Unlam 2014/2015.4. Program Pendampingan Kurikulum 2013 (2015), LPMP Prov

Kalimantan Selatan.5. Pendampingan Implementasi Pembelajaran Saintifik Mata Pelajaran

Sejarah Kurikulum 2013 (2016) Sumber dana; DIPA PNBP FKIPUnlam.

Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal:1. Dinamika Sosial Ekonomi Transmigran di Desa Kambitin I

Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong 1984-1991, Volum 14,Nomor 1, Mei 2012, Jurnal Wiramartas.

2. Kontribusi Program CD (Community Depelovment) dan CSR(Corporate Social Responsibillity) dalam Pengembangan Pendidikandi Tabalong, Volum 15, Nomor 1, Mei 2013, Jurnal Wiramartas.

3. Understanding Regional History and Perception of Cultural Diversityin Developing Nationalism, Volume 14 Nomor 1, tahun 2013, HistoriaInternational Journal of History Education.

4. Analisis Ketersediaan Sarana-Prasarana Pendidikan dan KesiapanImplementasi Kurikulum 2013 di Kabupaten Tabalong, Jilid 27Nomor 7, Oktober 2015, Vidya Karya Jurnal Kependidikan.

Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Seminar Ilmiah:1. Seminar Nasional Pendidikan Sejarah dan Revitalisasi Nasionalisme

(Penanaman Nasionalisme Melalui Pembelajaran Sejarah yangAdaptif) Surakarta, 26 Mei 2011.

2. Seminar Nasional Inovasi Pembelajaran Sebagai UpayaMeningkatkan Efektivitas Pembelajaran IPS (Pendekatan Cross-Indigenous Pembelajaran IPS dalam Mengajarkan Nilai-NilaiMultikulturalisme) Bandung 12 Mei 2012.

Page 377: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

362 Penyunting

3. Seminar Nasional Implementasi Kurikulum 2013 dan AktualisasiPendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Upaya MemantapkanInsan Berkarakter (Pembelajaran IPS Berbasis Multikulturalismedalam Membentuk Karakter Kebangsaan) Banjarmasin, 3-4 Mei 2013.

4. Seminar Nasional Pendidikan Sejarah “Menyongsong Kurikulum Sejarah2013 (Pemahaman Sejarah Daerah dan Persepsi Terhadap KeberagamanBudaya dalam Membina Sikap Nasionalisme: Studi Korelasi PadaMahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Unlam) Jakarta, 18 Mei 2013.

5. Semiloka Hasil-hasil Penelitian Pendidikan (Kajian ImplementasiDesentralisasi: Korelasi Ketersediaan Sarana-Prasarana Pendidikandengan Prestasi Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengahdi Kabupaten Tabalong) Jakarta, 28-30 November 2013.

6. International Seminar on Character Education (Kemampuan BerfikirKritis dalam Pedagogi Sejarah Sebagai Upaya Membangun KarakterPeserta Didik) Banjarmasin, 24 Mei 2014.

7. The International Conference: The Social Studies Contribution toReach Periodic Environmental Education Into Stuning Generation2045 (Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Berwawasan EtikaLingkungan) Bandung, 17-18 September 2014.

8. Seminar Nasional dan Lokakarya: Pembelajaran Sejarah di TengahPerubahan (Implementasi Kurikulum 2013 dan Tantangan PembelajaranSaintifik Bagi Guru Sejarah) Malang, 27-28 September 2014.

9. Seminar Nasional Pendidikan IPS Berbasis Kearian Lokal (Cross-Indigenous Pembelajaran IPS dalam Mengajarkan Nilai-nilaiMultikulturalisme) Banjarmasin, 30 Mei 2015

10. Konvensi Nasional Pendidikan IPS III (Tantangan Pedagogi SejarahUntuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan BerpikirKreatif) Bandung, 11-12 Agustus 2015.

11. International Conference of Contributing History for Social Sciencesand Humanities (Strategi Mengembangkan Historical Empathydalam Pedagogi Sejarah) Malang, 5 September 2015.

12. International Seminar on Ethnopedagogy (Nilai-nilai Kearian Lokaldalam Kegiatan Peternakan Kerbau Rawa oleh Masyarakat di DesaTabatan Baru Kecamatan Kuripan Kabupaten Barito Kuala (Tim))Banjarmasin, 14 November 2015.

13. Seminar Nasional dan Pertemuan Asosiasi Pendidik dan PenelitiSejarah (Menghadirkan Kelas Konstruktivis Dalam Melatih

Page 378: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

363Penyunting

Kemampuan Berpikir Historis Melalui Model Latihan Penelitian)Banjarmasin, 27-28 November 2015.

14. Seminar Nasional “Revitalisasi Kearifan Lokal untuk MembangunMartabat Bangsa” Surabaya, 21 Mei 2016.

15. International Seminar on Building Education Based on NationalismValues. Banjarmasin, 8 Oktober 2016.

15. Seminar Nasional “Kajian Kesesuaian Kurikulum Sejarah diPerguruan Tinggi dengan Kurikulum Sejarah di Sekolah. Yogyakarta,19 Oktober 2016.

16. Seminar Nasional “Sejarah Indonesia dalam Perspektif Regional”Malang, 2 November 2016

.17. 2nd International Conferences Education & Training (ICET) on:“Improving the Quality of Education and Training ThroughStrengthening Networking” Malang, 6 November 2016.

18. International Social Studies Association (ISSA) on: “Social Studiesand Entrepreneurship in Digital Era” Surabaya, 12 November 2016.

Pengalaman Penulisan Buku/Editor Artikel Ilmiah:1. Prosiding Seminar Nasional Implementasi Kurikulum 2013 dan

Aktualisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam UpayaMemantapkan Insan Berkarakter, 2013 (Editor) Jurusan PendidikanIPS FKIP Unlam dan Pascasarjana Pendidikan IPS.

2. Seputar Pembelajaran Sejarah (Isu, Gagasan dan StrategiPembelajaran), 2014, Aswaja Pressindo.

3. Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Asosiasi Pendidik danPeneliti Sejarah, 2015 (Editor), Program Studi Pendidikan SejarahFKIP Unlam.

Pengalaman penulisan buku/editor artikel ilmiah:1. Penyunting Jurnal Vidya Karya (2016) FKIP Unlam Banjarmasin.2. Penyunting Jurnal Prabayaksa (2013-2016) Program Studi Pendidikan

Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin.3. Penyunting Jurnal Wiramartas (2012-2014) Jurusan Pendidikan IPS

FKIP Unlam Banjarmasin.

Page 379: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/4167/2/2. Pendidikan Sejarah P_KN IM.pdfeprints.ulm.ac.id

364 Penyunting

Pengalaman Organisasi Profesi:1. Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (Hispisi), 2013–

sekarang, Wakil Sekretaris.2. Asosiasi Pendidik dan Peneliti Sejarah (APPS), 2014–sekarang, Wakil

Sekretaris.3. Asean Comparative Research Network (ACER-N), 2015–sekarang,

Anggota.