_+_ pendekatan integrated coastal management di xiamen china dan di indonesia

11
Pendekatan Integrated Coa A. KONDISI INTEGRATED C MANAGEMENT (ICZM) DI C 1). Kondisi Umum Republik Raky Cina memiliki pantai dengan tiga sedang, sub-tropis, dan tropis. Ol spesies dalam sejumlah ekosistem pantai dari dataran pasang surut k termasuk aam laut, dan bahkan m terumbu karang. Morfologi panta ke pantai berpasir, beberapa daer 18.000 km, sementara wilayah pe (2005), yaitu meliputi wilayah 10 sedangkan menurut SOA, 5-10 k Sementara konstribusi wilayah p perkembangan ekonomi kelautan termasuk: a) pendapatan primer: (sumber minyak lepas pantai sert kapal, dan transportasi laut bahka obatan dari laut. Data resmi Pem mencapai total 350 miliar Yuan ( seperti wilayah Guangdong, Shan Konsep pembangunan berkelanju 1980-an, dan secara luas dipaham on Environment and Developmen 1992. Dalam mengitegrasikan se adalah sebuah kesulitan. Oleh ka teknologi. Evaluasi strategi dan t dan implementasi. Pada tahap pe pandangan orang Cina. 2). Persyaratan formal CZM dan Secara umum aspek yang diangg berkaitan dengan legislasi, badan unsur-unsur sebagai persyaratan, mencerminkan apa yang disiapka tergantung pada struktur organisa Pelaksanaan CZM harus memilik dengan kewenangannya. Sebuah peraturan mengenai wilayah pesi Undang-Undang ZEE dan Contin Pengelolaan Wilayah Laut (2001 satu-satunya hukum yang secara dtetapkan untuk kegiatan tertentu Oceanic Administrasi (SOA), Fis astal Management di Xiamen China dan COASTAL ZONE CINA yat Cina (RRC) a zona iklim, yaitu beriklim leh karena itu berbagai macam m berbeda. Rentang di zona ke ekosistem delta sungai, mencakup hutan bakau dan ai bervarias dari batuan dasar rah telah mengalami erosi, dengan memiliki pan esisir didefenisikan salah satunya oleh Wang (19 0 km ke arah darat dan ke laut sampai kontur ba km ke arah darat dan 20 m isobath ke laut. pesisir terhadap PDB nasional Cina sebesar 66%. n Cina berkembang luar biasa. Sektor ekonomi k perikanan, budidaya perairan, dan sumberdaya m ta mineral tanah), b) pendapatan sekunder: pariw an jenis yang lebih tradisional seperti produksi g merintah Cina melaporkan bahwa output industri (RMB) pada tahun 1999, dengan wilayah yang p ndong, Shanghai, Fujian, Zheijiang, dan Liaonin utan telah dimasuk dalam agenda politik di Cina mi sebagai agenda 21 dan Deklarasi United Natio nt yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Bras etiap kemungkinan masalah dan pengembangan m arena itu, dianjurkan untuk memulai mengevauas teknologi dapat menjadi isu. Terakhir adalah asp erencaaan dan implementasi perlu menekannkan n Kondisi di Cina gap sebagai hambatan dalam melanjutkan ICZM n pelaksana dan partisipasi publik. Publik menek , karena sangat erat kaitannya dengan sistem pol an oleh pemerintah untuk mengizinkan dan fakto asi. ki fungsi konstitusional, yang berarti bahwa lem perencanaan CZM didukung oleh undang-unda isir. UU RRC di Laut Teritorial dan Zona Contig nental Shelf RC (1998), Undang-Undang Pengg 1), memegang peranan yang sangat penting kaen eksplisit berkaitan dengan pengelolaan daerah b u. Kemudian juga mengatur yurisdiksi atas laut a shery Departement, dan Maritime Safety Admin di Indonesia njang garis pantai 992) dalam Lau atimetri 15-20 m, . Selain itu, kelautan tersebut mineral laut wisata, galangan garam dan obat- kelautan paling berhasil ng. a pada tahun ons Conference il pada tahun menjadi konsep si strategi dan pek perencanaan pandangan- adalah hal yang kankan pada litik. Hal ini or-faktor yang mbaga dibentuk ang atau gous (1992) dan gunaan dan na merupakan baru yang antara State nistation. Selain

Upload: apriadi-budi-raharja

Post on 22-Oct-2015

103 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

Pendekatan Integrated Coastal Management di Xiamen China dan di Indonesia

A. KONDISI INTEGRATED COASTAL ZONEMANAGEMENT (ICZM) DI CINA1). Kondisi Umum Republik Rakyat Cina (RRC)Cina memiliki pantai dengan tiga zona iklim, yaitu beriklimsedang, sub-tropis, dan tropis. Oleh karena itu berbagai macamspesies dalam sejumlah ekosistem berbeda. Rentang di zonapantai dari dataran pasang surut ke ekosistem delta sungtermasuk aam laut, dan bahkan mencakup hutan bakau danterumbu karang. Morfologi pantai bervarias dari batuan dasarke pantai berpasir, beberapa daerah telah mengalami erosi, dengan memiliki panjang garis pantai18.000 km, sementara wilayah pesisir did(2005), yaitu meliputi wilayah 10 km ke arah darat dan ke laut sampai kontur batimetri 15sedangkan menurut SOA, 5-10 km ke arah darat dan 20 m isobath ke laut.Sementara konstribusi wilayah pesisirperkembangan ekonomi kelautan Cina berkembang luar biasa. Sektor ekonomi kelautan tersebuttermasuk: a) pendapatan primer: perikanan, budidaya perairan, dan sumberdaya mineral laut(sumber minyak lepas pantai serta mineral tanah), b) pendapatan sekunder: pariwisata, galangankapal, dan transportasi laut bahkan jenis yang lebih tradisional seperti produksi garam dan obatobatan dari laut. Data resmi Pemerintah Cina melaporkan bahwa output industri kelautanmencapai total 350 miliar Yuan (RMB) pada tahun 1999, dengan wilayah yang paling berhasilseperti wilayah Guangdong, Shandong, Shanghai, Fujian, Zheijiang, dan Liaoning.Konsep pembangunan berkelanjutan telah dimasuk dalam agenda politik di Cina pada tahu1980-an, dan secara luas dipahami sebagai agenda 21 dan Deklarasi United Nations Conferenceon Environment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun1992. Dalam mengitegrasikan setiap kemungkinan masalah dan pengembangan madalah sebuah kesulitan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memulai mengevauasi strategi danteknologi. Evaluasi strategi dan teknologi dapat menjadi isu. Terakhir adalah aspek perencanaandan implementasi. Pada tahap perencaaan dan implementapandangan orang Cina.

2). Persyaratan formal CZM dan Kondisi di CinaSecara umum aspek yang dianggap sebagai hambatan dalam melanjutkan ICZM adalah hal yangberkaitan dengan legislasi, badan pelaksana dan partisipasi publik.unsur-unsur sebagai persyaratan, karena sangat erat kaitannya dengan sistem politik. Hal inimencerminkan apa yang disiapkan oleh pemerintah untuk mengizinkan dan faktortergantung pada struktur organisasi.Pelaksanaan CZM harus memiliki fungsi konstitusional, yang berarti bahwa lembaga dibentukdengan kewenangannya. Sebuah perencanaan CZM didukung oleh undangperaturan mengenai wilayah pesisir. UU RRC di Laut Teritorial dan Zona Contigous (1992) danUndang-Undang ZEE dan Continental Shelf RC (1998), UndangPengelolaan Wilayah Laut (2001), memegang peranan yang sangat penting kaena merupakansatu-satunya hukum yang secara eksplisit berkaitan dengan pengelolaan daerah baru yangdtetapkan untuk kegiatan tertentu. Kemudian juga mengatur yurisdiksi atas laut antaraOceanic Administrasi (SOA), Fishery Departement, dan Maritime Safety Administation. Selain

Pendekatan Integrated Coastal Management di Xiamen China dan di Indonesia

A. KONDISI INTEGRATED COASTAL ZONEMANAGEMENT (ICZM) DI CINA

Rakyat Cina (RRC)Cina memiliki pantai dengan tiga zona iklim, yaitu beriklim

tropis, dan tropis. Oleh karena itu berbagai macamspesies dalam sejumlah ekosistem berbeda. Rentang di zonapantai dari dataran pasang surut ke ekosistem delta sungai,termasuk aam laut, dan bahkan mencakup hutan bakau danterumbu karang. Morfologi pantai bervarias dari batuan dasarke pantai berpasir, beberapa daerah telah mengalami erosi, dengan memiliki panjang garis pantai18.000 km, sementara wilayah pesisir didefenisikan salah satunya oleh Wang (1992) dalam Lau(2005), yaitu meliputi wilayah 10 km ke arah darat dan ke laut sampai kontur batimetri 15

10 km ke arah darat dan 20 m isobath ke laut.Sementara konstribusi wilayah pesisir terhadap PDB nasional Cina sebesar 66%. Selain itu,perkembangan ekonomi kelautan Cina berkembang luar biasa. Sektor ekonomi kelautan tersebuttermasuk: a) pendapatan primer: perikanan, budidaya perairan, dan sumberdaya mineral laut

antai serta mineral tanah), b) pendapatan sekunder: pariwisata, galangankapal, dan transportasi laut bahkan jenis yang lebih tradisional seperti produksi garam dan obatobatan dari laut. Data resmi Pemerintah Cina melaporkan bahwa output industri kelautanmencapai total 350 miliar Yuan (RMB) pada tahun 1999, dengan wilayah yang paling berhasilseperti wilayah Guangdong, Shandong, Shanghai, Fujian, Zheijiang, dan Liaoning.Konsep pembangunan berkelanjutan telah dimasuk dalam agenda politik di Cina pada tahu

an, dan secara luas dipahami sebagai agenda 21 dan Deklarasi United Nations Conferenceon Environment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun1992. Dalam mengitegrasikan setiap kemungkinan masalah dan pengembangan madalah sebuah kesulitan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memulai mengevauasi strategi danteknologi. Evaluasi strategi dan teknologi dapat menjadi isu. Terakhir adalah aspek perencanaandan implementasi. Pada tahap perencaaan dan implementasi perlu menekannkan pandangan

2). Persyaratan formal CZM dan Kondisi di CinaSecara umum aspek yang dianggap sebagai hambatan dalam melanjutkan ICZM adalah hal yangberkaitan dengan legislasi, badan pelaksana dan partisipasi publik. Publik menekankan pada

unsur sebagai persyaratan, karena sangat erat kaitannya dengan sistem politik. Hal inimencerminkan apa yang disiapkan oleh pemerintah untuk mengizinkan dan faktortergantung pada struktur organisasi.

ZM harus memiliki fungsi konstitusional, yang berarti bahwa lembaga dibentukdengan kewenangannya. Sebuah perencanaan CZM didukung oleh undang-undang atauperaturan mengenai wilayah pesisir. UU RRC di Laut Teritorial dan Zona Contigous (1992) dan

dang ZEE dan Continental Shelf RC (1998), Undang-Undang Penggunaan danPengelolaan Wilayah Laut (2001), memegang peranan yang sangat penting kaena merupakan

satunya hukum yang secara eksplisit berkaitan dengan pengelolaan daerah baru yangtuk kegiatan tertentu. Kemudian juga mengatur yurisdiksi atas laut antara

Fishery Departement, dan Maritime Safety Administation. Selain

Pendekatan Integrated Coastal Management di Xiamen China dan di Indonesia

ke pantai berpasir, beberapa daerah telah mengalami erosi, dengan memiliki panjang garis pantaiefenisikan salah satunya oleh Wang (1992) dalam Lau

(2005), yaitu meliputi wilayah 10 km ke arah darat dan ke laut sampai kontur batimetri 15-20 m,

terhadap PDB nasional Cina sebesar 66%. Selain itu,perkembangan ekonomi kelautan Cina berkembang luar biasa. Sektor ekonomi kelautan tersebuttermasuk: a) pendapatan primer: perikanan, budidaya perairan, dan sumberdaya mineral laut

antai serta mineral tanah), b) pendapatan sekunder: pariwisata, galangankapal, dan transportasi laut bahkan jenis yang lebih tradisional seperti produksi garam dan obat-obatan dari laut. Data resmi Pemerintah Cina melaporkan bahwa output industri kelautanmencapai total 350 miliar Yuan (RMB) pada tahun 1999, dengan wilayah yang paling berhasilseperti wilayah Guangdong, Shandong, Shanghai, Fujian, Zheijiang, dan Liaoning.Konsep pembangunan berkelanjutan telah dimasuk dalam agenda politik di Cina pada tahun

an, dan secara luas dipahami sebagai agenda 21 dan Deklarasi United Nations Conferenceon Environment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun1992. Dalam mengitegrasikan setiap kemungkinan masalah dan pengembangan menjadi konsepadalah sebuah kesulitan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memulai mengevauasi strategi danteknologi. Evaluasi strategi dan teknologi dapat menjadi isu. Terakhir adalah aspek perencanaan

si perlu menekannkan pandangan-

Secara umum aspek yang dianggap sebagai hambatan dalam melanjutkan ICZM adalah hal yangPublik menekankan pada

unsur sebagai persyaratan, karena sangat erat kaitannya dengan sistem politik. Hal inimencerminkan apa yang disiapkan oleh pemerintah untuk mengizinkan dan faktor-faktor yang

ZM harus memiliki fungsi konstitusional, yang berarti bahwa lembaga dibentukundang atau

peraturan mengenai wilayah pesisir. UU RRC di Laut Teritorial dan Zona Contigous (1992) danUndang Penggunaan dan

Pengelolaan Wilayah Laut (2001), memegang peranan yang sangat penting kaena merupakansatunya hukum yang secara eksplisit berkaitan dengan pengelolaan daerah baru yang

tuk kegiatan tertentu. Kemudian juga mengatur yurisdiksi atas laut antara StateFishery Departement, dan Maritime Safety Administation. Selain

Page 2: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

itu ada versi perubahan yang terkait, misalnya Law of Fisheries dari tahun 1986 (amandemen2002), dan Marine Environmental Protection Law dari tahun 1982 (diamandemen 1999).Dalam pemerintahan demokratis, partisipasi stakeholders sangat penting. Di Cina, partisipasipublik difokuskan pada peningkatan kesadaran dan kegiatan pendidikan. Dalamimplementasinya, partsipasi publik telah meningkat (menerima informasi) namun tidak aktifdalam pengambilan keputusan. Syarat umum lainnya yang berkaitan erat dengan sistem politiksuatu negara berfokus pada badan pelaksana CZM. Biasanya lembaga pelaksana CZM dibentukdengan balutan kepentingan ekonomi dibawa satu payung CZM. Lembaga CZM yang diusulkanditekankan perlunya status politik tertinggi dan kepemimpinan yang jelas.SOA bertanggungjawab atas CZM. Sejak didirikan lebih dari 40 tahun yang lalu, telahmengalami perubahan-perubahan besar dalam hal tanggungjawab, defenisi dari tugas-tugasutama, dan sub ordinasi ke tingkat yang lebih tinggi. SOA berada dibawah DepartemenPertanahan dan Sumberdaya (Ministry of Land and Resource, MLR).Berdasarkan pengalaman Cina, semakin banyak unit pengelola yang terlibat, maka akan semakinsulit untuk dalam pembagian kewenangan dan koordinasi. Pada dasarnya, penelitian ilmiah padakondisi pesisir dan proses-proses alam serta pemantauan indikator untuk mengevaluasi langkah-langkah yang diterapkan dianggap paling penting dalam siklus CZM. di Cina pada tahun 1980-an, survey ilmiah di wilayah pesisir dan dataran pasang surut diperkenalkan sebagai era baru,yang bertepatan dengan reformasi ekonomi dan administrasi Deng Xiaoping. Survey di wilayahpantai dari tahun 1980-1986, diikuti oleh survey laut dan pulau dari 1988-1993. Tahun 1999merupakan perubahan besar dari penelitian untuk isu-isu pengelolaan. Dalam membangun SOA,secara bertahap diberi tanggung jawab baru. Sebagai contoh, pada tahun 1989, kantor SAOdiberi tanggungjawab pembentukan dan pengalokasian cagar alam laut dan kawasanperlindungan laut. Namun tidak berarti bahwa kewenangan atas pesisir dan laut selalu jelas.Misalnya, State Evironmental Protection Agency (SEPA), hanya memberikan perbedaan cagaralam dan area yang dilindungi.

3). Sistim politik CinaSistem politik dan budaya politik paling menentukan struktur kekuasaan dalam politik Cina.Faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi aspek-aspek formal institusional dan aspek informal,seperti karakteristik budaya yang unik.• Kekuatan aspek informal budaya.Aspek utama budaya politik Cina ditemukan dalam hubungan jaringan yang disebut “guanxi”,yaitu politis, adalah hubungan patronase; karier politik hanya mungkin dengan perlindunganresmi yang lebih senior. Sosial, guanxi menunjukkan berbagai jenis pribadi dan jaringan sosial,misalnya jaringan sesama alumni, kelompok-kelompok pribadi mulai dari tentara, sampaikelompok-kelompok kepentingan, keluarga atau marga. Setiap hubungan guanxi ini didasarkanpada saling menguntungkan. Kebanyakan ilmuan yang bekerja pada bidang ini (aspek kekuasaaninformal) menekankan bahwa, guanxi sering menghasilkan lingkungan yang korup, ini sangatmenghambat efektifitas ICM.• Apek kekuatan formalAspek formal adalah struktur kas negara Leninis. Dimana tidak ada pemisahan, kekuasaanlegislatif, yudikatif dan eksekutif yang semuanya di pegang oleh satu agen, di Cina adalah PartaiKomunis Cina, dimana tidak ada perbedaan antara partai dan pemerintah.Untuk menjelaskan kendala dalam proses pengambilan keputusan mengenai kebijakanlingkungan, keseimbangan struktur kekuasaan vertikal dan horisontal yang disebut kuai-tiao-

Page 3: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

system. Yang paling penting adalah kementrian memegang kakuatan yang sama posisinyasebagai pemerintah daerah dengan cara ini kementrian tidak dalam posisi memberikan perintahlangsung ke tingkat lokal. Hubungan vertikal tiao menunjukan satu arah distribusi tenaga, untuksebagaian besar di tafsirkan sebagai perinatah yang mengikat, sedang hubungan kuai jauh lebihterbuka untuk negosiasi karenanya dapat dianggap efektif dalam dua arah. Akibatnya, kekuatanlembaga-lembaga ditingkat lokal sangat tergantung pada hubungan kekuasaan pemerintah daerahke pusat.Organisasi pemerintah Cina terdiri atas pusat, provinsi, prevekture, kabupaten dan tingkat kota.Tingkat provinsi (shengji) mencakup semua provinsi, kota madya secara langsung di bawahDewan Negara (State Council).Distribusi tenaga administratif di Cina di fokuskan pada pusat-daerah, yang kebanyakanmembawa dimensi hirarkis atau hubungan antar lokal yang semakin mencerminkan situasipersaingan. Sejak reformasi ekonomi dan administrasi 1979 kekuasaan pusat telah banyak ditransfer ketingkat lokal.

4). Dampak dari sistim politik Cina• CZM dan reformasi administrasiDalam konteks pengelolaan kawasan pesisir perubahan signifikan yang bertangung jawab daninstansi terkait akan di jelaskan sebagai berikut. Agen utama untuk pengelolaan kawasan pesisiradalah SOA, yang sebelumnya (dalam terjemahan) National Bureu of Oceanografy. Hingga 1993statusnya langsung di bawah dewan negara.Hal ini memberikan status lembaga yang paling mungkin memiliki kekuatan kemandirian danadministrasi. Pada saat yang sama tanggung jawab lembaga telah diperpanjang yang di dominasioleh kegiatan pengelolaan kawasan pesisir. Sebagai contoh pada tahun 1989 diberikan tanggungjawab atas pendirian, administrasi dan menejement Marine Protected Area dan Marine NatureReserves. Pada 1993, SOA dimasukan kedalam Commission of Science and Technology (CST).Pada tahun 1998, reorganisasi struktur dan tanggung jawab adminstrasi. Jadi selama keempatreformasi administrasi, SOA telah dimasukan ke dalam bentuk MLR.Hal ini mencerminkankembali organisasi sedikit peningkatan, SOA saat ini menjadi kompatibel ke unit managementdari MLR. Perbedaan penting adalah MLR tidak terlibat dalam keuangan SOA.Pada saat yang sama CST berubah menjadi pelayanan tanpa perubahan tanggung jawab yangbesar. Dalam hal perlindungan alam, di wilayah pantai tidak dikelola oleh SOA atau oleh BiroNasional Kehutanan (National Bureu of Forestry) yang bertanggung jawab terhadap mangrove.Lembaga penting lainnya di kawasan pesisir adalah departemen pertanian (Ministry ofAgriculture) dengan Departemen of Fishery, oleh karena itu kepentingan daerah yang signifikandi wilayah pesisir sebagai bagian dari pembagian sumberdaya.Sejak 1998 tujuan dari SOA telah menjadi lebih banyak dan tanggung jawabnya meluas kepadamanajemen dan kelembagaan koordinasi. Namun hal ini dapat di tafsirkan pada tiga tingkatan,yaitu : 1) tanggung jawab internal mencakup manajemen semua lembaga dan kantor-kantor yangterlibat mulai dari perencanaan dan pengelolaan laut keberbagai lembaga dari oseanograpy danpenelitian lembaga lainnya, misalnya Journal of China Ocean Press in Beijing; 2) tanggungjawab eksternal adalah usaha untuk mengkoordinasikan semua lembaga yang terlibat dalampengelolaan daerah pesisir yang akan menjadi tugas departemen SOA; dan 3) hal ini mungkinmenyarankan kerjasama internasional yang dilaksanakan oleh kerjasama internasionaldepartemen SOA

Page 4: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

• Isu-isu CZMSOA menekankan tujuan dalam menjaga hak dan kepentingan pengelolaan wilayah laut,mengkoordinasikan pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya kelautan, melindungilingkungan laut, dan mitigasi bencana alam. Fungsi zonasi wilayah laut sebagian besar dianggapsebagai sarana CZM. Namun, di Cina di tekanan diletakan pada rencana pembangunan laut,industri kelautan dan marginal di daerah perlindungan laut. SOA bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintahan tertentu lainnya, antara lain: the Ministry of Science and Technology(MST), the Chinese Academy of Sciences (CAS), the Ministry of Land and Resources (MLR),the State Environmental Protection Administration (SEPA), the National Bureau of Forestry(NBF), and the Ministry of Agriculture (MOA) with its Fishery Department.Secara ilmiah, terkait zonasi atau sumberdaya lingkungan dan isu-isu yang signifikan yangberorientasi pada tumpang tindih fungsi dapat terjadi. Dalam rangka untuk menyelidiki sifat danisi tumpang tindih tersebut, harus dikelopokan sesuai dengan status kerja sama. Dalam gambar 3di atas, tugas-tugas yang sesuai dengan program SOA dimasukan kedalam matriks CZM.

4). Pendekatan lokal CZM di CinaBerikut akan dibahas tentang pendekatan CZM di kota Xiamen yang telah berhasil menerapkanCZM dibandingkan dengan pendekatan CZM di Indonesia.CZM di Xiamen telah didukung oleh lembaga internasional yang bergantung pada systemprofesional awal partisipasi dan struktur, yan berorientasi pada masalah (seperti piramidaberdiri). Perencanaan dan pelaksanaan utama adalah sebuah komite eksekutif tterlibat eratdengan pemerintah setempat. Tanggungjawab terletak pada walikota, yang juga mengawasiCommittee executive dan SOA ke Committee executive dapat dianggap sama.Selanjutnya, administrasi serta pemangku kepentingan ekonomi (dalam kerjasama denganScience and Technology Commission dalam menangani masalah teknis) memiliki awalkhususnya input ke dalam tahap pelaksanaan. Science and Technology Commission jugamemiliki masukan praktis terhadap pelaksanaan.

B. KONDISI INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT (ICZM) DIINDONESIABeberapa proyek di Indonesia yang dibiayai oleh dana APBN, APBD maupun oleh lembagadonor dari luar negri seperti Work Bank, ADB, AUSAID, dan lain sebagainya. Proyek tersebutsebagaimana yang kita kenal, seperti MREP, CRMP, COREMAP dan lain sebagainya.Kenyataannya bahwa seringkai begitu proyek atau program selesai dilaksanakan tetapi dampakdari proyek atau program tersebut tanpa bekas (tidak berkelanjutan karena tergantung padaproses pendanaan). Program kadang tidak menunjukkan keberhasilan yang berarti dan hanyameninggalkan beberapa persoalan baru. Terjadinya fenomena seperti ini tidak terlepas dari peranpara perencana dan pengelola proyek atau program yang gagal mempertimbangkan faktor-faktorkeberlanjutan proyek atau program dalam desain awal.Makalah ini mencoba membandingkan pengelolaan pesisir terpadu di Cina dan di Indonesia.Mengenai permasalahan ini, kami mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadapkeberlanjutan program pembangunan khususnya program pengelolaan pesisir terpadu.Diharapkan tapping point dari pengelolaan yang telah berhasil (seperti di Xiamen, Cina) dapatdiintroduce dalam pengelolaan pesisir terpadu di Indonesia khususnya yang diidentifikasi dalammakalah ini dan semoga memberi manfaat kepada pihak-pihak yang berkepintingan (perencana,pengelola dan pelakasana, serta para pemerhati) dalam penyelenggaraan pengelolaan pesisir

Page 5: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

terpadu di mana saja.

1). Wilayah Pesisir dan ICZM di IndonesiaDefinisi wilayah pesisir masih menjadi perdebatan banyak pihak mengingat sulitnya membuatbatasan zonasi wilayah pesisir yang dapat dipakai untuk berbagai tujuan kepentingan. Kay andAlder (1999) mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua sudut pandang yaitu darisudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan pengelolaan. Dari sisi keilmuan Ketchum,1972 sebagaimana yang diacu Kay and Alder (1999) mendefinisikan wilayah pesisir sebagaisabuk daratan yang berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di daratsecara langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya. Sedang dalam Supriharyono(2000), wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayahpesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi olehsifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Sedangkan ke arah laut,mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, sepertisedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh karena kegiatan manusia didarat, seperti penggundulan hutan dan pencemaran.UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayahpesisir didefenisikan sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhioleh perubahan di darat dan laut (pasal 1 ayat 2). Namun dalam kepentingan pengelolaan atauwilayah perencanaan, UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil membatasi ruang lingkup pengelolaannya meliputi daerah peralihan antaraekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke darat mencakupwilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garispantai (pasal 2).

2). Persyaratan Formal ICM di IndonesiaLandasan hukum pelaksanaan CZM di Indonesia, sudah sejak lama disusun, namun di dalampelaksanaannya seringkali belum maksimal. Dalam tingkat pemerintahan, CZM di Indonesiatelah diperkuat dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam undang-undang tersebut, disebutkan salah satunya bahwa pemerintah daerah memiliki kewenanganmengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis pantai.Di dalam pelaksanaan CZM secara teknis, juga telah diatur mengenai pembagian kawasanstrategis berdasarkan peruntukannya dengan kewenangan tertentu oleh masing-masing tingkatpemerintahan, yaitu di dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai penggantiUU No. sebagai pengganti UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang. Namun yang lebihteknis dan lebih rinci, implementasi CZM praktis telah diatur dengan lahirnya UU No. 27 tahun2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Di Indonesia, implementasi proyek CZM sangat sulit tanpa melibatkan partisipasi berbagaiinstansi/lembaga maupun kelompok masyarakat. Di dalam Undang-Undang No. 27 tahun 2007tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil khususnya, konsep integrated telahmenjadi salah satu asas (Bab II pasal 3). Namun tidak berarti bahwa semakin tinggi instansi ataulembaga terlibat akan menjamin keberhasilan dari program ICZM. Ini agak berbeda berdasarkanpengalaman Cina, semakin banyak unit pengelola yang terlibat, maka akan semakin sulit untukdalam pembagian kewenangan dan koordinasi (Lau, 2005).

3). Pembelajaran untuk CZM di Indonesia

Page 6: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

Berikut beberapa catatan tentang kasus pengelolaan pesisir terpadu di Indonesia. Kasus yangdibahas adalah kasus yang terjadi di Sulawesi Utara (Taman Nasional Bunaken) dan di JawaTengah (Segara Anakan). Kasus-kasus di dua lokasi ini terdokumentasi di Indonesian Journal ofCoastal and Marine Resources, Edisi Khusus, No. 1, 2003. Kasus lain adalah hasil evaluasi theCoastal Resouce Management Project (CRMP) yang dilaksanakan di propinsi-propinsiLampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Kasus di luar negeri diambil dari bukuCincin-Sain dan Knecht (1998) yang merangkum pengalaman pelaksanakan programpengelolaan pesisir dan lautan terpadu di 58 negara di dunia. Selain itu, Clark (1996) memuatkasus-kasus internasional yang menarik.

• Kesejahteraan Masyarakat PesisirChristie (2003) menemukan kasus yang menarik di Taman Nasional Laut Bunaken di propinsiSulawesi Utara, dengan membandingkan dua lokasi di Taman Nasional Laut Bunaken, yaituperairan di selatan Pulau Nain dan perairan Alung Banoa dan lainnya di sebelah selatan PulauBunaken. Ada perbedaan yang cukup tajam antara dua lokasi ini. Di sekitar Pulau Nain tidak adazona larang tangkap dan belum terdapat kegiatan pengelolaan kawasan konservasi atau zonasi.Sebaliknya, di Pulau Bunaken dan wilayah perairan lautnya telah dilakukan zonasi secarapartisipatif dan telah ditetapkan dua zona larang tangkap. Di lokasi ini juga telah lamadilaksanakan program pengelolaan kawasan konservasi, yaitu Natural Resource ManagementProgram. Di samping itu penduduk Pulau Nain dikenal sebagai penangkap ikan illegal danpembudi-daya rumput laut yang kurang memperhatikan kelayakan lingkungan.Hasil kajian di dua lokasi menunjukkan bahwa secara umum kondisi terumbu karang dan jumlahikan di selatan Pulau Naim lebih baik dari wilayah selatan Pulau Bunaken. Salah satukemungkinan penyebabnya adalah bahwa penduduk Pulau Naim, walaupun masih meneruskankegiatan penangkapan ikan, telah memiliki kesibukan lain yaitu budidaya rumput laut yangsecara ekonomi menghasilkan tambahan penghasilan keluarga yang signifikan. Dengan demikiantekanan penduduk terhadap terumbu karang dan komunitas ikan semakin menurun. Hal initampaknya sangat sederhana dan obvious, namun kebenarannya tidak perlu diragukan. Orangyang kelaparan cenderung untuk menggunakan berbagai cara untuk mengatasi kelaparannya,termasuk cara-cara yang kurang bersahabat terhadap alam.Dalam hal suatu program pengelolaan pesisir terpadu yang menyediakan jasa dan sarana kepadakomunitas pesisir yang tingkat ekonominya kurang memadai, Beatly (2002) mengingatkanbahwa pengalaman di Amerika Utara faktor pemerataan dan keterjangkauan (equity danaffordability) merupakan faktor yang sangat penting terhadap kelanjutan keberhasilan program.

• Proses Perencanaan dan Pengambilan KeputusanPollnac et al. (2003) dalam penelitiannya yang dilakukan di dua lokasi terpisah, yakni di wilayahCilacap, Jawa Tengah, sehubungan dengan Coastal Resources Management (CRM) dan SegaraAnakan Conservation and Development Project, dan di Taman Nasional Laut Bunaken diSulawesi Utara sehubungan dengan Natural Resource Management Project (NRMP-1)menemukan bahwa peranserta pihak-pihak yang berkepentingan dalam perencanaan danpelaksanaan proyek, baik secara individu maupun secara bersama-sama, berperan sangat pentingsebagai faktor utama penentu keberlanjutan program pengelolaan pesisir terpadu. Peransertatidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh beberapa hal. Para pemangkukepentingan bersedia untuk berperanserta karena mereka melihat (a) manfaat yang diharapkanakan diperolehnya (perceived benefits), (b) kemungkinan pemerataan manfaat di antara para

Page 7: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

pemangku kepentingan, dan (c) keberlanjutan manfaat setelah proyek selesai. Oleh karena parapemangku kepentingan berperanserta dalam perencanaan proyek dan merasa memainkan perandalam membidani lahirnya proyek, maka mereka merasa bahwa proyek tidak dipaksakan dariluar.Christie (2003) juga mensinyalir bahwa dukungan seluruh pemangku kepentingan wilayahpesisir merupakan faktor penting terhadap keberlanjutan program. Konflik kepentingan, ataubahkan hanya konflik persepsi, di antara konsituen (seperti nelayan, penyelenggara wisatabahari, ilmuwan, pejabat pemerintah, LSM, dan konsevasionis) akan memelihara ketidakpuasandi antara mereka apabila tidak diambil langkah-langkah proaktif. Ketidakpuasan di antara satukonstituen atau lebih, apabila tidak diselesaikan dengan cara yang bijak, bisa mengakibatkanterancamnya keberlanjutan kegiatan pengelolaan pesisir terpadu karena mereka akan melanggarkesepakatan atau peraturan yang ada dan disepakati.Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa peranserta para pemangku kepentingan dalampengelolaan pesisir terpadu, baik secara individu atau secara bersama-sama, cenderung berakibatpada kesesuaian kegiatan proyek dengan keinginan mereka daripada proyek yang dipaksakandari luar. Peranserta seperti ini menumbuhkan rasa memiliki di kalangan pihak-pihak yangberkepentingan dan meningkatkan keberdayaan masyarakat pesisir. Perasaan memilikidigabungkan dengan peningkatan keberdayaan masyarakat pesisir dan kesesuaian kegiatanpengelolaan pesisir terpadu dengan kondisi lokal tampak telah berdampak pada keberlanjutankegiatan pengelolaan pesisir terpadu oleh masyarakat pesisir sendiri setelah proyek selesai.Seluruh proses perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengelolaan pesisir terpaduhendaknya didukung dengan informasi ilmiah yang diperoleh melalui riset dan pengalamanempiris. Informasi ilmiah sangat diperlukan untuk membantu memahami permasalahan yang adadi wilayah pesisir dan untuk memberi arah pengelolaan pesisir terpadu, karena begitukompleksnya permasalahan yang ada di wilayah pesisir. Kaitan antara lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan faktor sosial-ekonomi masyarakat pesisir merupakan hubungan yang sangatkompleks yang memerlukan penjelasan ilmiah dari ilmu-ilmu yang terkait. Tanpa dukunganinformasi ilmiah, mustahil untuk dapat memahami penyebab-penyebab mendasar yangmengakibatkan timbulnya permasalahan-permasalahan di wilayah pesisir. Kondisi demikianmenjadi ironis di Indonesia, dimana seringkali kajian ilmiah hanya menjadi dokumen tanpatindaklanjut. Selain itu, porsi untuk kajian ilmiah di dalam proses perencanaan hanya sedikitpadahal kajian ilmiahlah yang harus dijadikan landasan dalam perencanaan dan sekaligusmenjadi evaluasi dan pembelajaran.Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang yang inklusif, transparan, dan didukungoleh pengetahuan ilmiah ini sebenarnya dirancang untuk mencapai beberapa keluaran pentingyang berpengaruh terhadap keberlanjutan kegiatan pengelolaan pesisir terpadu. Keluaran-keluaran dari proses perencanaan dan pengambilan keputusan ini tampak sejalan dengan yangdianggap sebagai enam parameter berkelanjutan pengelolaan pesisir terpadu oleh Bengen sebagaiberikut: (1) sesuai dengan kebijakan-kebijakan setempat, baik kebijakan formal maupuninformal; (2) sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; (3) didukung olehketersediaan sumber daya manusia dan kelembagaan; (4) keterlibatan aktif stakeholder; (5)memiliki rencana dan program yang jelas; (6) memiliki dampak terhadap lingkungan termasuksosial budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Keenam faktor ini tentu akan lebih lengkapdengan tambahan faktor ketujuh (7), yaitu dukungan informasi ilmiah.Sievanen (2003) dalam studinya mengenai Komunitas Berpindah dan Implikasi Keberlanjutanmemberi catatan khusus, yaitu bahwa wisata bahari sebagai mekanisme pengenalan modal

Page 8: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

internasional dan kekuasaan negara justru sering berakibat buruk, yaitu marginalisasi penggunasumber daya pesisir yang telah ada. Lebih lanjut dia berargumentasi bahwa wisata bahari secarainheren memperbesar kemungkinan termaginalisasinya para pengguana sumber daya pesisiryang telah ada. Oleh karena itu, dia merekomendasikan dua hal. Pertama, perlunyamendefinisikan secara lebih tegas “komunitas” yang hendak dijadikan sasaran untukdiberdayakan oleh suatu program ICZM, karena sering dijumpai ketidak-jelasan mengenai siapayang akan diuntungkan oleh suatu program pengelolaan pesisir terpadu. Kedua, kemitraan antarasektor publik dan sektor dunia usaha yang saat ini sedang digiatkan dalam rangka pengentasankemiskinan dan pembangunan lingkungan hidup hendaknya mencakup komunitas yang hidupnyatergantung pada sumber daya pesisir dan lautan (coastal and marine-dependent communities),karena sering justru mereka yang termaginalkan.

• Penutupan Proyek secara TepatSatu faktor yang tampak kecil namun penting dan sering terlupakan oleh para penyelenggaraprogram pengelolaan pesisir terpadu adalah cara penutupan suatu program. Hanson (2003)mengatakan “the ability to wind down activities is about as important as the capacity to start newinitiatives in a project that seeks to …” Penyelesaian suatu proyek harus benar-benarmemperhatikan keberlanjutan dari apa-apa yang telah dicapai oleh proyek. Apabila tidak, bisajadi suatu proyek yang telah dianggap sangat berhasil, baik dalam pengertian ekologi maupunekonomi, akan berhenti seperti pasar malam, tidak meninggalkan dampak yang berlanjut.

• Kerangka Hukum yang MemadaiBegitu pentingnya kerangka hukum dalam pengelolaan pesisir terpadu, Patlis (2003) mengatakan“perhaps no field more than the management of coastal resources requires a well functioninglegal system for its success.” Lebih lanjut disebutkan bahwa keberlanjutan pengelolaan pesisirterpadu terhalangi oleh “systemic issues” yang berkaitan dengan penyusunan peraturanperundangan (statutory drafting) serta interpretasi dan pemecahan masalah (interpretation andresolution) dalam sistem hukum, terlepas dari penerapan dan penegakan hukum yang seringdijadikan sebagai alasan kegagalan. Hukum hendaknya dapat menciptakan kondisi yangkondusif untuk pengelolaan pesisir terpadu secara berkelanjutan. Oleh karena itu, kerangkahukum perlu mendapat perhatian dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pengelolaan pesisirterpadu dari awal hingga akhir. Dengan pola pikir bahwa “creating an integrated system is notabout drafting laws and regulations that look good on paper but rather about designing normsthat are rooted in people’s beliefs…” (De Soto 2000) dan “…law is better viewed as a processfor decision making” (Reisman 1987) sebagaimana yang diacu dalam Wiyana (2004). Selain itu,Patlis (2003) mengatakan bahwa peranserta menjadi fungsi sistem hukum, transparansi dan aksesterhadap informasi menjadi fungsi sistem hukum, akses terhadap keadilan dan alokasi yangmerata menjadi fungsi sistem hukum.Apa yang dikatakan Patlis di atas telah diupayakan pelaksanaannya di tiga lokasi di SulawesiUtara (Blongko, Talise, dan Bentenan-Tumbak) oleh the Coastal Resources Management Project(CRMP). Program pengelolaan pesisir terpadu di tiga lokasi tersebut dilengkapi denganperangkat hukum yang memadai mulai dari tingkat desa (Perdes), tingkat kabupaten (PerdaKabupaten), dan tingkat propinsi (Perda Propinsi), yang kesemuanya disusun secara transparandan partisipatif. Perda Kabupaten Minahasa telah menetapkan sebesar prosentasi tertentu dariAPBD-nya untuk dialokasikan di Kabupaten Minahasa setiap tahunnya guna pendanaan programpengelolaan pesisir terpadu. Di samping perangkat hukum di tingkat daerah tersebut, kini

Page 9: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

Pemerintah sedang menyusun rancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir terpadusecara nasional.

• Desain Program dengan prinsip ICMSelain faktor-faktor di atas, desain program pengelolaan pesisir terpadu juga turut berpengaruhterhadap keberlanjutan. Hanson (2003) menemukan salah satu faktor yang ikut menentukankeberhasilan Coastal Resources Management Project di Indonesia, dilihat hari visibilitas danpengaruhnya, adalah desainnya yang fleksibel yang bisa beradaptasi dengan perubahan sosialpolitik yang terjadi di sekitarnya. Dapat diumpamakan bahwa suatu proyek atau program sebagaisebuah senapan yang didesain untuk menembak suatu sasaran tertentu, maka apabila tata-letaksasaran yang akan ditembak berubah maka senapannya pun harus ikut beradaptasi dengan tata-letak tersebut, apabila tidak maka tembakannya akan meleset dari sasarannya. Apabila suatuproyek atau program pembangunan tidak bisa berubah mengikuti perubahan sosial politik yangada, maka besar kemungkinan proyek atau program tersebut akan gagal memecahkan persoalanyang ingin diselesaikannya.Hal yang lebih penting adalah desain program pengelolaan pesisir terpadu hendaknya memenuhiprinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Cincin-Sain (1998) merangkum prinsip-prinsip pengelolaan pesisir terpadu yang telah disepakati secara internasional, yaitu prinsippemerataan antar generasi (intergenerational equity), kehati-hatian (precautionary), pencemarmembayar (polluters pay), menyeluruh atau holistik, dan antar disiplin ilmu (interdisciplinary).Aplikasi prinsip-prinsip ini dalam desain program atau proyek, selain akan membantukeberhasilan program atau proyek tersebut dalam mencapai keluaran-keluaran yang diinginkan,akan membantu keberlanjutan kegiatan pengelolaan pesisir terpadu setelah proyek selesai.

C. KESIMPULAN CZM DI CINA DAN DI INDONESIAKonsep Integrated Coastal Management (ICZM) perlu pendefenisian secara luas agar dapatditerapkan di daerah lain. Karena sistem politik di Cina dan situasi sosial ekonomi, faktor-faktoryang menentukan kebijakan dan pelaksanaan struktur CZM perlu didefenisikan kembali denganrealitas politik yang ada. Dengan demikian pengertian CZM Cina misalnya, sebagian besarmengabaikan partisipasi publik sebagai salah satu faktor penting dari CZM.

Pentingnya partisipasi publik dalam penerapan CZM di Indonesia telah sarankan, namun padakenyataannya belum optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan krusial, termasuk kendalateknis, anggaran terbatas, perilaku pelaksana proyek, dan lain sebagainya. Namun keterlibataninstansi/lembaga yang terlalu banyak juga akan mempengaruhi keberhasilan dari program CZMsebagaimana yang di Xiamen, Cina. Meskipun implementasi CZM di berbagai daerah dapatberbeda-beda, tetapi pengalaman dari CZM di Xiamen, Cina perlu dijadikan sebagai pelajaran.

Di tingkat nasional, organisasi kelembagaan badan pelaksana memiliki posisi yang pentingterutama dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program. Koordinasi dari setiapbadan/instansi yang terkait (memiliki kepentingan dalam wilayah pesisir) merupakan tantanganyang besar tidak terkecuali di Cina maupun di Indonesia. Tampaknya bahwa kejelasankewenangan sangat penting. Tumpang tindihnya tanggungjawab dan kewenangan seringkalimenghambat pembangunan dan karenanya membutuhkan solusi yang lebih baik. Salah satunyaadalah penjelasan batasan kewenangan yang sering menjadi tumpang tindih. Di Indonesia,beberapa ekosistem maupun sumberdaya yang menjadi domain dari Departemen Kelautan dan

Page 10: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

Perikanan masih dibawah kewenangan departemen lain, seperti pengelolaan Taman NasionalLaut yang masih dibawah kewenangan Departemen Kehutanan. Selain kewenangan yang belumjelas, sering pemanfaatan sektor lainnya mendominasi sektor lain karena alasan ekonomi,misalnya sektor pertambangan yang selalu mengalahkan sektor perikanan.

Dalam Chua Thia Eng (2006), ada dua pembelajaran yang didapatkan dari pengalaman diXiamen, yaitu 1) sebab masalah di Xiamen sistematik, respon sistematik-berbasis integratif danaksi koordinasi- menjadi utama. Kreasi dari mekanisme koordinasi hasil dari promosi pilihankebijakan dan keputusan yang berbasis prioritas dan kapasitas yang tersedia, tetapi denganevaluasi realistis dari dampak pada keseluruhan sistem: sektor ekologi, sosial, dan ekonomi; dan2) sebab mekanisme koordinasi tidak sesederhana birokrasi bidang yang lain, Xiamenmengambil langkah lebih awal untuk efisiensi kelancaran yang berbeda melalui harmonisasifungsi inter-agen dan operasi.Formulasi awal dari implementasi CZM dapat diterapkan untuk memperkuat SOA di Cina dapatdijadkan sebagai pelajaran. Begitu juga di Indonesia, dimana kelembagaan Dirjen Pesisir danPulau-Pulau Kecil (dibawah Departemen Kelautan dan Perikanan) mungkin saja disejajarkandengan SOA di Cina, harus dapat diperkuat, dan juga kemungkinan menaikkan status darilembaga yang ada oleh pemerintah pusat. Kami menyarankan Dirjen P3K ini dapat ditingkatkanpaling tidak menjadi sebuah kementrian.

BACAAN TAMBAHANBadan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Indikator Kesejahteraan Rakyat tahun 2008. Diterbitkanoleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta.

Beatly, T., D. J. Brower, and A. K. Schawab. An Introduction to Coastal Zone Management.Second Edition. Island Press, Washington DC, 2002.

Chua Thia Eng, 2006. The Dynamics of Integrated Coastal management. Practical Applicationsin the Sustainable Coastal Development in East Asia. Published by the GEF/UNDP/IMORegional Programme on Building Partnerships in Environmental Management the Seas of EastAsia (PEMSEA).

Cincin-Sain, B., and R. W. Kneck. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management Conceptsand Practices. ISLAND PRESS, Washington DC.

Clark, J.R. 1996. Coastal Zone Management Hand Book. Lewis Publisher, New York.

Dahuri R, Jacub Rais, Sapta Putra Ginting, dan M.J Sitepu. 2004. Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan ke-3 Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentangPengelolaan Pesisr dan Pulau-Pulau Kecil. Publikasi: Divisi Hukum, Organisasi, and Humas,Direkorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta

Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan

Page 11: _+_ Pendekatan Integrated Coastal Management Di Xiamen China Dan Di Indonesia

Ruang. Diterbikan oleh Sinar Grafika. Jakarta

Hanson J., A., I. Agustine, C. A. Courtney, A. Fauzi, S. Gammage, and Koesoebiono. AnAssessment of the Coastal Resource Management Project (CRMP) in Indonesia, CRC/URI,2003.

Hutabarat.A.A, Fredinan Yulianda, Achmad Facrudin, Sri Harteti, dan Kusharjani. 2009.Pengelolaan Pesisir dan Laut Terpadu. Penerbit Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan RI-SECEM Korea International Coorporation Agency. Jakarta. 171 Hal.

Kay R, and Jacqueline Alder. 1999. Coastal Planning and Management. Published by E & FNSpon, an imprint of Routledge 11 New Fetter Lane. London EC4P 4EE.

Lau M, 2005. Integrated coastal zone management in the People’s Republic of China—Anassessment of structural impacts on decision-making processes. Ocean & Coastal Management48: 115–159

Patrick Christie, Daisy Makapedua, dan L.T.X. Lalamentik, “Bio-Physical Impacts and Links toIntegtrated Coastal Management Sustainability in Bunaken National Park, Indonesia” dalamIndonesian Journal of Coastal and Marine Resources (Special Edition, No. 1, hlm. 8.

Pollnac R., R. Pomeroy, and L. Bunce. “Factors Influencing the Sustainability of IntegratedCoastal Management Project in Central Java and North Sulawesi, Indonesia” dalam IndonesianJournal of Coastal and Marine Resources, Special Edition, No. 1.Dewan Kelautan Indonesia. 2008. UNCLOS, 1985 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985tentang Pengesahan UNCLOS. Jakarta

Sievanen L. “Shifting Communities and Sustainability Implications” dalam Indonesian Journalof Coastal and Marine Resources, Special Edition, No. 1.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengeolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Wiyana A. 2004. Faktor Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan Pesisir Terpadu(P2T). Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Sekolah Pasca SarjanaInstitut Pertanian Bogor