editorpuslit.kemsos.go.id/upload/post/files/568ef27c3624f2e5e...editor : dicky rahardiantoro...

47

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALBADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL

    KEMENTERIAN SOSIAL RITAHUN 2020

    Editor :Dicky Rahardiantoro

    KETEPATAN SASARAN DANNILAI KEMANFAATAN BANTUAN SOSIAL

    SEMBAKO DI JABODETABEK

  • Editor :

    Dicky Rahardiantoro

    Peneliti :

    Muslim SabarismanHari Harjanto Setiawan

    Muhammad Belanawane SulubereBambang Pudjianto

    Delfirman

    Perwajahan :

    Tim Peneliti

    ISBN : 978-623-7806-10-3

    Cetakan I : September 2020

    Dicetak oleh:

    PUSLITBANGKESOS KEMENTERIAN SOSIAL RI.

    Gedung Cawang Kencana Lt. 2 Jl. Mayjen Sutoyo Kav. 22, Kramat Jati, Jakarta Timur 13630

    E-mail: [email protected]; Website: puslit.kemsos.go.id

    @Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

    Dilarang memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit

    Muslim Sabarisman, dkk

    KETETAPAN SASARAN DAN NILAI KEMANFAATAN BANTUAN SOSIAL SEMBAKO DI JOBODETABEK,- Jakarta,- Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI. 2020vi + 39 halaman 14,5 x 21 cm

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkat rahmat dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang berjudul “Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna mendukung Kementerian Sosial Republik Indonesia sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan dan program pada Unit Teknis terkait.

    Penelitian ini meggambarkan Ketepatan Snsaran dan nilai kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako pada saat diberlakukan pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menghadapi wabah Virus Corona (Covid-19) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Tujuan penelitian adalah menjawab dua permasalahan utama yaitu implementasi ketepatan sasaran dalam pemberian bantuan dan nilai kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bantuan diberikan kepada keluarga terdampak Covid-19 saat diberlakukan PSBB dengan kondisi yang susah untuk bekerja dan pendapatan keluarga yang menurun. Bantuan yang diberikan pemerintah dapat membantu meringankan kondisi tersebut yang mayoritas atau 48,32 persen keluarga penerima manfaat merasa terbantu antara 26 persen sampai

  • iv

    dengan 50 persen dari kebutuhan keluarga. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan untuk memperbaiki program pemberian bantuan tahap selanjutnya, mengingat penelitian ini dilakukan saat digulirkan bantuan tahap kedua.

    Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat, baik bagi praktisi maupun akademisi yang mengkaji permasalahan ini. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sesuai dengan pepatah “tidak ada gading yang tidak retak”. Oleh karena itu, kami berharap masukan yang bersifat konstruktif dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih.

    Jakarta, September 2020

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

    Kepala,

    Justina Dwi Noviantari

  • v

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ................................................................... iii

    BAB I : PENDAHULUAN ......................................................... 1

    BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4

    Situasi Pandemi Covid-19 di Indonesia .................. 4

    Dampak Sosial-Ekonomi Pandemi COVID-19 .......... 6

    Bantuan Sosial Menangani Covid-19 ........................ 8

    BAB III : METODE PENELITIAN ................................................ 12

    Demografi Responden ............................................... 15

    BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................ 15

    Ketepatan Sasaran Bantuan Sembako ...................... 16

    Nilai Kemanfaatan Bantuan Sembako ...................... 28

    BAB V : KESIMPULAN dan REKOMENDASI ........................... 35Kesimpulan ................................................................. 35

    Rekomendasi ............................................................... 36

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 37

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Jumlah Negara Dengan Skema Perlindungan Sosial yang Merespon Covid-19 Sampai dengan 1 Mei 2020 .................. 9

    Gambar 2. Menentukan Kriterian Calon Keluarga Penerima Manfaat Bantuan Sosial Sembako ...... 20

    Gambar 3. Penyebab Ketidak Sesuaian Data ..................... 23

    Gambar 4. Respons terhadap Proses Penyaluran Bantuan Sosial Sembako .................................... 27

    Gambar 5. Penghasilan Keluarga Sebelum dan Sesudah PSBB ....................................................... 29

    Gambar 6. Upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah mata pencaharian hidup saat diberlakukan PSBB ............................. 30

    Gambar 7. Perbandingan Persepsi Nilai Bantuan yang diterima dengan yang ideal Harapan Keluarga Penerima Manfaat Setiap dua Minggu Sekali ....................................................... 32

  • 1Pendahuluan

    Wabah Virus Corona (Covid-19) menjadi perhatian dunia karena sebagian besar negara terguncang akibat dari virus ini. Pada 29 Mei 2020, terdapat 216 negara yang terinfesi Covid-19 sedangkan data terkonfirmasi sebanyak 5.657.529 dan yang meninggal sebanyak 356.254. Di Indonesia ada 25.216 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, sejumlah 1.520 kematian terkait dengan penyakit ini dan yang sembuh sebesar 6.492 (Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, 2020).

    Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus secara resmi mengumumkan virus Corona (COVID-19) sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020 (Friana, 2020). Mempertimbangkan bahwa bencana nonalam yang disebabkan oleh penyebaran Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Wabah covid-19 telah ditetapkan sebagai bencana nasional oleh Presiden Republik Indonesia (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2020).

    PENDAHULUANBAB I

  • 2 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Di seluruh dunia saat ini, terdapat lebih dari satu miliar penduduk terdampak Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang secara khusus telah ataupun akan menjadi penerima manfaat melalui pengenalan, perluasan, dan adaptasi program-program perlindungan sosial. Penerima manfaat tersebut mencakup individu dan rumah tangga. Perkiraan ini sebagian besar didorong oleh India (440 juta orang), tetapi tingkat yang cukup besar dapat diamati di beberapa negara, terutama di Asia Tenggara khususnya negara Malaysia, Filipina, dan Indonesia (Gentilini, Almenfi, Dale, Demarc, & Santos, 2020).

    Di Indonesia mengakumulasi sekitar 99 juta penduduk yang terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan estimasi 30% kelas menengah yang terdampak, akan didapat angka 140.85 juta penduduk Indonesia yang sedikit-banyaknya terdampak secara ekonomi oleh Pandemi COVID-19 (Kementerian Sosial RI, 2020). Secara umum, perkiraan ini bahkan masih terbilang konservatif mengingat jenis mata pencaharian informal yang dominan di Indonesia membuat sulit menghitung dampak ekonominya. Bahkan memperhitungkan dampak dari sektor ekonomi formal pun menjadi sulit berhubung laporan pemutusan hubungan kerja tidak seragam pada setiap sektor dan terus melonjak intensitasnya dengan semakin diperpanjangnya mekanisme social distancing.

    Perkiraan baru tentang dampak COVID-19 terhadap kemiskinan global dan nasional dalam jangka pendek karena guncangan konsumsi langsung menggaris-

  • 3Pendahuluan

    bawahi urgensi jaring pengaman sosial yang diberlakukan banyak pemerintahan, termasuk Indonesia, yang banyak mengerecut pada jenis bantuan tunai dan barang/non-tunai. Dalam kaitan bantuan Sosial pangan Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dimaksudkan untuk menahan arus mudik yang disebabkan karena masalah pekerjaan dan pendapatan. Penelitian ini akan mendalami nilai kemanfaatan bantuan dalam bentuk pangan dengan 10 item yang terdiri dari mie instan, sambal, sarden, susu, beras, teh celup, minyak goreng, kecap manis, kornet, sabun mandi. Ketepatan manfaat nilai bantuan pangan ini lebih jauh akan menjelaskan ketahanan keluarga dalam situasi krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19. Sehingga diperlukan sebuah studi yang dapat memperhitungkan bagaimana implementasi ketepatan sasaran dan implementasi kemanfaatan nilai bantuan sosial pangan sebagai bentuk implementasi jaring pengaman sosial di masa Pandemi Covid-19.

    Mempertimbangkan sudut pandang permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan: Pertama, menjelaskan implementasi ketepatan sasaran yaitu menerangkan celah atau gap dalam mekanisme penyaluran dan persoalan pendataan penerima yang sesuai kriteria penerima Bantuan Sosial Sembako. Kedua, menjelaskan implementasi kemanfaatan bantuan yaitu menerangkan celah atau gap dalam kesesuaian antara jenis dan nilai bantuan yang diterima dengan kebutuhan, dan sejauh mana memberi manfaat bagi masyarakat penerima Bantuan Sosial Sembako.

  • 4 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Situasi Pandemi Covid-19 di Indonesia

    Awal tahun 2020 dunia dikejutkan dengan wabah virus corona (Covid-19) yang telah menular di seluruh dunia. Mensikapi kondisi tersebut maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan status darurat bencana mulai tanggal 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020. Pemerintah telah mengambil langkah untuk menerapkan Social Distancing untuk menyelesaikan kasus bencana nonalam ini. Program ini dimaksudkan untuk mengurangi dan bahkan memutuskan penyebaran Covid-19. Seseorang harus menjaga jarak aman, tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain dan menghindari pertemuan masal. Social distancing measures include instructions that individuals maintain a distance from one another when in public, limitations on gatherings, limitations on the operation of businesses, and instructions to remain at home (Mohler, et al., 2020).

    Fasilitas kesehatan Indonesia belum siap menghadapi COVID-19. Kesiapsiagaan harus disiapkan dengan memastikan pasokan obat-obatan, alat pelindung diri (APD) serta sumber

    TINJAUAN PUSTAKABAB II

  • 5Tinjauan Pustaka

    daya manusia yang dibutuhkan untuk menghadapi wabah global. Pada akhir Maret 2020, presiden Indonesia akhirnya memutuskan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota dan provinsi, bukan regional karantina. Karantina regional adalah satu dari empat jenis karantina kesehatan menurut Undang-Undang Karantina Kesehatan 2018. Pemerintah juga menekankan perlunya tinggal di rumah untuk semua warga negara Indonesia. Skenario Pembatasan Bersekala besar ini awalnya dilaksanakan di DKI Jakarta yang akhirnya diperluas di Bodetabek. Karena penularan sangat cepat dan hampir semua provinsi di Indonesia sudah terkena wabah ini maka Pembatasan Berskala besar ini diikuti hampir semua wilayah Indonesia.

    Ketahanan keluarga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam menghadapi situasi pandemi ini. The term resiliency has been used to describe the process by which people manage not only to endure hardship but also to create and sustain lived that have meaning and contribute to those around them (Hook, 2008, hal. 3). Three related aspects of resilience: 1) overcoming the odds-being successful despite exposure to high risk, 2) Sustaining competence under pressure-adapting successfuly to high risk, 3) recovering from trauma-Adjusting succsescfuly to negatife live event (Fraser, Galinsky, & Richman, 1999, hal. 136). A reciliency perspective help look beyond the family to incorporate the social, economic, and phisical context of the family that can be source a resourch as well as challenges (Siahaan, 2012, hal. 82).

  • 6 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Dampak Sosial-Ekonomi Pandemi COVID-19

    Dampak ekonomi Pandemi COVID-19 di negara-negara berkembang dan miskin mulai terasa. Majalah The Economist menyebutnya sebagai ‘next calamity’ atau Musibah besar di depan mata, terutama memperhitungkan potensi dampak resesi ekonomi yang berkepanjangan dan betapa diabaikannya dampak terhadap negara-negara miskin dan berpenghasilan menengah-kebawah. Dalam studinya tentang estimasi dampak Covid-19 terhadap kemiskinan global (Sumner, Hoy, & Ortiz-Juarez, 2020). Penelitian itu menunjukkan bahwa, apapun skenarionya, kemiskinan global dapat meningkat untuk pertama kalinya sejak 1990 dan, tergantung pada garis kemiskinan, peningkatan tersebut dapat mewakili pembalikan sekitar 10 tahun dalam kemajuan dunia mengurangi kemiskinan. Di beberapa kawasan dunia, terutama negara dengan fundamen ekonomi yang lemah dan bergantung pada sektor ekspor, dampak negatifnya dapat menyebabkan tingkat kemiskinan serupa dengan yang tercatat 30 tahun lalu.

    Karantina dan gangguan terhadap dunia usaha, larangan bepergian, penutupan sekolah dan langkah penutupan lainnya membawa dampak yang bersifat mendadak dan drastis terhadap pekerja dan perusahaan. Seringkali yang pertama kehilangan pekerjaan adalah mereka yang pekerjaannya sudah rentan, seperti misalnya pekerja toko, pramusaji, pekerja dapur, petugas penanganan bagasi dan petugas kebersihan. Di dunia di mana hanya satu dari lima orang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan pengangguran, pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan malapetaka bagi jutaan keluarga. Pekerja informal, yang

  • 7Tinjauan Pustaka

    menyumbang sekitar 61 persen dari tenaga kerja global sangat rentan selama pandemi karena mereka harus menghadapi risiko K3 yang lebih tinggi dan kurangnya perlindungan yang memadai. Bekerja dengan tidak adanya perlindungan, seperti cuti sakit atau tunjangan pengangguran, membuat para pekerja ini mungkin perlu memilih antara kesehatan dan pendapatan, yang berisiko terhadap kesehatan mereka, kesehatan orang lain serta kesejahteraan ekonomi mereka (International Labour Organization, 2020).

    Secara spesifik terkait perkiraan dampak kemiskinan COVID-19 di negara-negara berkembang di seluruh dunia telah dilakukan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Lembaga Penelitian Kebijakan Pangan Internasional (IFPRI). Perkiraan ILO (2020) difokuskan pada populasi pekerja dan menyarankan bahwa akan ada antara 9 dan 35 juta pekerja miskin baru (pada garis kemiskinan Bank Dunia yang lebih tinggi yaitu US $ 3,20 per hari) di negara-negara berkembang pada tahun 2020. Sebagian besar mereka tinggal di negara berkembang berpenghasilan menengah seperti Indonesia. Sementara itu IFPRI menggunakan sekitar 30 survei rumah tangga terutama dari Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan, memperkirakan bahwa penurunan PDB global sebesar 1 persen saja (pada garis kemiskinan Bank Dunia yang lebih rendah US $ 1,90 per hari) akan menimbulkan 14-22 juta orang miskin baru. Meskipun dampak bencana nonalam Covid-19 pada umumnya berpusat di perkotaan, estimasi IFPRI justru menyebutkan bahwa sebagian besar (dua pertiga) dampaknya adalah pada penduduk pedesaan (Vos, Martin, & Laborde, 2020).

  • 8 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Bantuan Sosial Menangani Covid-19

    Secara global strategi penanganan Pandemi Covid-19 dalam konteks bantuan sosial diadaptasi dalam tiga cara: memperluas cakupan, meningkatkan nilai/indeks manfaat, dan membuat persyaratan administrasi lebih sederhana dan lebih ramah pengguna. Adaptasi-adaptasi dalam bantuan sosial ini memberi manfaat kepada lebih dari 1,48 miliar orang. Secara khusus, untuk adaptasi administratif transfer tunai terjadi di 27 negara, sedangkan untuk adaptasi perluasan cakupan berlangsung di 87 negara. Jika digabung, adaptasi pada administrasi, nilai bantuan, dan cakupan dalam transfer tunai menguntungkan lebih dari 1,06 miliar orang. Jika hanya mempertimbangkan cakupan ekspansi horisontal dari skema transfer tunai baru dan yang sudah ada, ini mencakup sekitar 566,5 juta orang (Gentilini, Almenfi, Dale, Demarc, & Santos, 2020).

    Pada 1 Mei 2020, total 159 negara telah merencanakan, memperbarui atau mengadaptasi 752 langkah perlindungan sosial sebagai respons kebijakan jaring pengaman sosial dalam menghadapi dampak ekonomi COVID-19. Jumlah ini merupakan peningkatan sepuluh kali lipat sejak pertengahan Maret 2020, dimana pemberlakukan perlindungan sosial paling awal tercatat sejak awal masa pandemi.

  • 9Tinjauan Pustaka

    Gambar 1. Jumlah Negara Dengan Skema Perlindungan Sosial yang Merespon Covid-19 Sampai dengan 1 Mei 2020

    Sumber: Gentilini, et al. 2020.

    Bantuan sosial transfer tunai adalah jenis intervensi jaring pengaman sosial yang paling banyak digunakan oleh pemerintahan di seluruh dunia. Menurut Gentilini, et al. (2020), transfer tunai ini cakupannya mencapai 60% secara global, atau 455 program. Selain intervensi dari sisi demand, intervensi dari sisi supply juga dilakukan dalam bentuk asuransi sosial dan bantuan terkait pasar tenaga kerja. Secara keseluruhan, transfer tunai mencakup 244 program penanganan Covid-19, atau mewakili sepertiga (32,4%) dari total program perlindungan sosial terkait COVID.

    Di Indonesia, Kementerian Sosial sebagai instansi yang dimandatkan untuk mengelola bantuan sosial memiliki tiga jenis bantuan Jaring Pengaman Sosial bagi keluarga miskin dan rentan miskin yang terdampak COVID-19, yaitu bantuan

  • 10 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    sosial reguler, bantuan sosial khusus, dan bantuan tanggap darurat. Rincian program bantuan sosial tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Bantuan sosial reguler, terdiri dari dua program yaitu; a) Program Keluarga Harapan (PKH) yang nilai anggarannya sebesar Rp.37,4 triliun dengan target sasaran semula 9,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM) menjadi 10 juta KPM dan waktu penyaluran yang semula 3 bulan sekali menjadi setiap bulan dekali dari April sampai dengan Desember 2020. b) Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang nilai anggarannya sebesar Rp.43,6 triliun dengan target sasaran diperluas dari 15,2 juta KPM menjadi 20 juta KPM dan nilai bantuan ditingkatkan dari Rp. 150.000 menjadi Rp. 200.000,-.

    2. Bantuan Sosial Khusus yaitu a) bantuan sosial pangan (sembako) untuk wilayah DKI Jakarta yang nilai bantuannya Rp. 2,3 triliyun dengan target sasaran 1,3 juta kepala keluarga bagi warga terdampak Covid-19 dengan nilai bantuan Rp.600.000,- per keluarga perbulan selama 3 bulan yaitu bulan April, Mei dan Juni 2020 disalurkan setiap 2 minggu sekali. b) bantuan sosial pangan (sembako) untuk wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang nilai bantuannya Rp. 1,08 triliyun dengan target sasaran 600.000 kepala keluarga bagi warga terdampak Covid-19 dengan nilai bantuan Rp.600.000,- per keluarga perbulan selama 3 bulan yaitu bulan April, Mei dan Juni 2020 disalurkan setiap 2 minggu sekali. c) bantuan sosial tunai untuk luar Jabodetabek yang nilai anggarannya sebesar Rp. 16,2 triliun dengan target sasaran 9 juta kepala keluarga yang terdampak Covid-19 yang tidak menerima bantuan PKH dan Sembako dengan

  • 11Tinjauan Pustaka

    nilai bantuan sebesar Rp. 600.000,- per keluarga per bulan disalurkan selama tiga bulan.

    3. Bantuan Tanggap Darurat Kementerian Sosial yaitu a) bantuan sosial sembako dan makanan siap saji bagi warga DKI yang nilai anggaraannya sebesar Rp. 45 miliar yang penyalurannya berupa 300 ribu paket sembako bagi warga terdampak dengan nilai Rp. 200.000,- per paket disalurkan sejak 7 April 2020. b) Bantuan santunan kematian yang nilai anggarannya sebesar Rp. 15 miliar diberikan kepada keluarga ahli waris yang meninggal karena Covid-19 dengan indeks bantuan sebesar Rp. 15.000.000,- per jiwa.

    Pada penelitian ini membatasi pada program bantuan sosial pangan (sembako) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Dimana program ini dimaksudkan untuk membantu keluarga dengan tujuan keluarga tersebut untuk tetap bertahan di Jakarta dan tidak pulang ke kampung halaman. Karena kita tahu bahwa sebagian besar warga DKI Jakarta berasal dari luar kota. Dengan demikian diharapkan dapat menekan penyebaran Covid-19 di daerah lain.

  • 12 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif yang dijelaskan dengan distibusi frequensi. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner daring berbasis website (Survey Monkey) yang dilakukan secara langsung oleh 40 enumerator dan 10 pendamping dari Dinas Sosial. Enumerator dilatih dahulu sebelum melakukan wawancara melalui zoom meeting. Pada proses wawancara, enumerator menerapkan protokol social distancing dengan responden. Responden ditentukan dari jumlah populasi penerima manfaat sebanyak 1.500.422 KPM keluarga ditarik sample menggunakan Sample Size Calculator dengan tingkat kepercayaan 95%, proporsi sample 60% dan margin of error 3,94 % maka samplenya berjumlah 594 KPM yang dipilih secara acak. Sedangkan populasi Ketua RT/RW ditentukan dari penanggung jawab titik bagi Bantuan Sosial Sembako dimana wilayah sample berada sebanyak 107 orang.

    Wilayah penelitian ini ada di tiga provinsi yang diberikan bantuan sosial pangan yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Wilayah Provinsi DKI terdiri dari Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta

    METODE PENELITIANBAB III

  • 13Metode Penelitian

    Utara, dan Jakarta Pusat. Provinsi Jawa Barat terdiri dari Kota Bekasi, Bogor, dan Kota Depok. Sedangkan Provinsi Banten terdiri dari Kota Tangerang dan Tangerang Selatan. Jumlah sampel pada masing-masing wilayah ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah bantuan yang diberikan di wilayah tersebut.

    Teknik pengolahan data menggunakan perhitungan komputasi program SPSS yaitu suatu program komputer statistik yang mampu memproses data statistik secara tepat dan cepat, menjadi berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan. Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau dengan aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian. Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk penarikan simpulan. Pada penelitian ini adalah metode analisisnya adalah Analisis Statistik Deskriptif.

    Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel yang ada pada penelitian. Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Membuat tabel distribusi jawaban angket. 2) Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor yang telah ditetapkan. 3) Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap-tiap responden. 4) Memasukkan skor tersebut ke dalam rumus bahwaa Deskripsi presentase diperoleh dari jumlah skor yang diharapkan (n) dibagi dengan nilai presentasi atau hasil (N) dikalikan 100%.

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian cepat (quick research) yang dilakukan selama 2 minggu dengan

  • 14 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    pengumpulan data selama 3 hari dari tanggal 15 sampai dengan 18 mei 2020. Sumber pendanaan penelitian berasal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI.

  • 15Hasil dan Pembahasan

    Demografi Responden

    Pada penelitian tentang ketepatan sasaran dan nilai kemanfaatan bantuan sosial sembako di Jabodetabek ada dua karakteristik responden yaitu penerima manfaat dan ketua RT/RW sebagai penanggungjawab titik bagi.

    Penerima Manfaat

    Responden dalam penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat dari Program Bantuan Sosial Pangan di Wilayah Jabodetabek. Jenis kelamin responden yang di wawancarai terdiri dari 72,6 persen laki-laki dan 27,4 persen perempuan. Tingkat pendidikan terakhir responden mayoritas adalah SMA yaitu sebanyak 46,6 persen dan SD sebanyak 20,5 persen. Dari tingkat pendidikan, sebagian besar adalah berpendidikan rendah dan hanya 5,2 persen yang berpendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana). Umur responden mayoritas berusia antara 40 sampai dengan 49 tahun yaitu sebanyak 32,7 persen dan yang tergolong lanjut usia atau lebih dari 60 tahun sebanyak 15 persen.

    HASIL DAN PEMBAHASANBAB IV

  • 16 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Jumlah anggota keluarga berbervariasi antara 1 sampai lebih dari 8 orang dalam satu keluarga, namun mayoritas keluarga mempunyai anggota 4 orang yaitu sebesar 34,2 persen dan yang mempunyai anggota keluarga 3 orang sebanyak 23,2 persen. Pekerjaan utama keluarga sebagian besar adalah ibu rumah tangga sebanyak 20,9 selanjutnya buruh serabutan sebanyak 19 persen, karyawan swasta sebanyak 15,9 persen dan wiraswasta sebesar 14,1 persen.

    Ketua RT/RW

    Responden kedua adalah ketua RT/RW atau yang ditunjuk sebagai penanggung jawab titik bagi bantuan sosial sembako. Berdasarkan jenis kelaminnya sebagai responden adalah laki-laki sebanyak 84,11 persen dan 15,89 persen. Berdasarkan jabatannya, responden dalam penelitian ini adalah ketua RT sebanyak 53,27 persen, ketua RW sebanyak 38,32 persen, sekretaris RW sebanyak 3,74 persen, sekretaris RT sebanyak 2,80 persen dan lainnya yang ditunjuk untuk bertanggungjawab dalam titik bagi sembako sebesar 1,87 persen. Ketua RT/RW atau penanggung jawab dalam titik bagi lebih banyak memberikan informasi tentang kepatan sasaran dalam pemberian bantuan sembako dari proses pendatan sampai dengan pembagiannya.

    Ketepatan Sasaran Bantuan Sembako

    Situasi saat pemberlakuan Pembatasaan Sosial Berskala Besar (PSBB) bagi keluarga kelas menengah keatas mungkin tidak ada masalah karena masih punya cadangan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan terutama makan sehari-hari.

  • 17Hasil dan Pembahasan

    Namun untuk keluarga menengah kebawah yang tidak punya cadangan penghasilan atau yang dalam kehidupan bekerja hanya cukup memenuhi kebutuhan harian akan menjadi masalah ketika tidak bisa bekerja lagi. Situasi yang demikian yang menuntut pemerintah yang dalam hal ini kementerian sosial RI untuk secepat mungkin menyalurkan bantuan sosial sembako.

    Dua hal yang harus ditempuh Kementerian Sosial yang terkadang menimbulkan dilema yeitu bantuan harus cepat dan tepat. Penelitian ini akan menggambarkan kondisi lapangan tentang ketepatan sasaran bantuan sosial sembako di wilayah Jabodetabek. Seluk beluk rentan ketepatan sasaran ini ditanyakan kepada ketua RT/RW atau seseorang tang ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam hal titik bagi yang dianggap mengetahui dari mulai pendataan sampai distribusi bantuan sosial sembako. Responden RT/RW atau yang bertanggung jawab terhadap titik bagi sevabyak 107 orang.

    Kuota dan Ketepatan Sasaran

    Kuota penerima bantuan dan ketepatan sasaran bantuan sama-sama menunjukkan tren kontras, dimana nyaris terdapat perimbangan, seimbang antara responden yang menjawab adanya kekurangan kuota dan ketidaktepatan sasaran dengan kondisi sebaliknya. Khusus pada persoalan kuota penerima manfaat, presentasenya lebih besar, mendekati setengah dengan 47,66 persen, dibandingkan presentase ketidaktepatan sasaran yang sedikit lebih kecil pada angka 44,86 persen.

  • 18 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Tren 50:50 atau perimbangan ini merupakan angka yang besar untuk mewakili populasi, tetapi ia tidak dominan. Temuan ini dapat dikatakan menyelisihi asumsi yang mendominasi ruang publik melalui banyaknya pemberitaan akan adanya ketidaktepatan sasaran yang signifikan pada pendistribusian Bantuan Sosial Sembako dalam merespons PSBB di masa Pandemi COVID-19 ini. Akan tetapi kemiripan presentase antara ketidaksesuaian kuota dan ketepatan sasaran menunjukkan aspek lain yang penting digaris-bawahi, yaitu adanya konsistensi antara ketidaksesuaian kuota dengan ketidaktepatan sasaran. Hal ini mengonfirmasi hubungan kausalitas antara kecilnya kuota bantuan dengan kemungkinan adanya ketidaktepatan sasaran penerima bantuan.

    Temuan tentang ketidaksesuaian kuota penerima yang diberikan pemerintah dengan banyaknya masyarakat yang seharusnya menerima menunjukkan pentingnya isu kuota disandingkan dengan ketepatan sasaran. Jika pemerintah menaikkan level kuota penerima bantuan sampai mencapai 2/3 dari populasi pada tingkat lokal saja misalnya, akan secara gradual mengikis persoalan kisruh bantuan sosial yang diakibatkan banyaknya warga membutuhkan yang tidak mendapat bantuan. Lebih jauh lagi, temuan ini juga berpotensi membuka percakapan baru tentang pendistribusian bantuan sosial-baik di masa pandemi maupun tidak, yaitu mengenai dimensi inklusivitas. Secara prinsip keadilan sosial, bantuan sosial harus bisa menjangkau semua masyarakat yang membutuhkan, tidak boleh ada yang ditinggalkan (no one left behind). Mewujudkan prinsip ini menjadi problematik

  • 19Hasil dan Pembahasan

    ketika esensi perlindungan sosial yang digunakan masih menggunakan pendekatan perlindungan sosial bersasaran. Dalam hal ini bahwa selama isu ketepatan sasaran melulu dibingkai ke dalam diskusi tentang siapa yang berhak dan tidak berhak menerima bantuan dan bukan memulai menelusuri hulu persoalan yaitu tidak inklusifnya kategorisasi “berhak dan tidak berhak”, selama itu pula distribusi bantuan sosial akan selalu kisruh dan berpolemik serta jauh dari dukungan masyarakat kelas menengah. Melihat pendistribusian bantuan sosial melalui kerangka kebijakan menyediakan kuota penerima yang sedapat mungkin mendekati kebutuhan masyarakat akan mengizinkan ruang bagi kebijakan bantuan sosial inklusif yang dapat merespons prinsip no one left behind dengan lebih baik, terlebih di situasi luar biasa seperti masa Pandemi COVID-19 ini.

    Kriteria Sasaran

    Cara menentukan kriteria calon keluarga penerima manfaat bantuan sosial sembako di tingkat RT/RW masih beragam dan masih perlu ditingkatkan partisipasi warganya. Berbagai model yang berkembang di masyarakat Jabodetabek dalam menentukan sasaran penerima manfaat bantuan sembako antara lain: Pertama, mengikuti daftar penerima manfaat yang dikeluarkan oleh pemerintah, Kedua, melakukan musyawarah RT/RW dengan mengundang ketua dan aparatur RT/RW untuk menentukan warga miskin. Ketiga, melakukan pemutakhiran ulang secara mandiri sesuai dengan 14 kriteria dari BPS. Keempat, melakukan musyawarah RT/RW dengan mengundang tokoh dan warga yang aktif untuk menentukan

  • 20 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    warga miskin dan rentan. Kelima, melakukan musyawarah RT/RW untuk menentukan warga yang mampu, lalu bantuan diberikan kepada semua warga diluar daftar warga yang mampu. Keenam, melakukan musyawarah RT/RW dengan mengundang seluruh warga untuk menentukan warga miskin dan rentan. Adapun cara menentukan kriteria calon keluarga penerima bantuan sosial sembako dampak covid-19 menurut RT/RW adalah sebagai berikut:

    Gambar 2. Menentukan Kriterian Calon KeluargaPenerima Manfaat Bantuan Sosial Sembako

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Mayoritas atau lebih dari 40% (41.12%) aparatur politik lokal menyatakan bahwa kriteria sasaran Bansos Sembako ‘mengikuti daftar penerima manfaat yang dikeluarkan pemerintah/Kementerian Sosial’, kemudian berturut-turut diikuti oleh ‘musyawarah RW/RT mengundang ketua dan aparatur RW/RT untuk menentukan warga miskin dan rentan’ (22.43%) dan ‘pemutakhiran ulang mandiri di tingkat aparatur RW/RT sesuai 14 kriteria kemiskinan pemerintah/

  • 21Hasil dan Pembahasan

    BPS’ (19.63%). Ketiga jawaban teratas ini kurang-lebihnya menunjukkan kecenderungan mekanisme kriteria penentuan sasaran yang masih belum partisipatif.

    Selain itu, jawaban terbanyak responden RW/RT yang kriteria sasarannya ‘mengikuti daftar penerima manfaat yang dikeluarkan pemerintah/Kementerian Sosial’ menunjukkan adanya kepatuhan terhadap protokol standar data dengan mengambil apa adanya dari Kemensos. Akan tetapi temuan ini juga berpotensi kurang inklusif jika dihubungkan dengan temuan setengah populasi adanya kekurangan kuota dan ketidaktepatan sasaran. Dalam artian, menerima data secara langsung dari pusat tanpa mekanisme pemutakhiran lain dapat berakibat buruk dengan semakin jauhnya warga yang membutuhkan namun tidak mendapat dari akses terhadap perbaikan data penerima bantuan.

    Kemudian dari pilihan jawaban bentuk musyawarah RW/RT dalam penentuan warga miskin dan rentan yang bermaksud menangkap tendensi partisipasi yang dilakukan di tingkat RT/RW terungkap bahwa mekanisme yang paling partisipatif (dengan mengundang seluruh warga ke musyawarah RW/RT) justru paling sedikit dilakukan (1.87%) dan yang paling kurang partisipatif (dengan mengundang ketua dan aparatur RT/RW) dilakukan paling banyak (22.43%). Hal ini menunjukkan perlunya memperhatikan mekanisme penentuan kriteria sasaran di tingkat lokal agar setiap pendataan dan perbaikan data tidak justru menimbulkan ketimpangan baru bagi warga yang tereksklusi dari bantuan. Temuan ini juga sekaligus mengonfirmasi studi-studi lainnya

  • 22 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    yang mengungkap keterbatasan penargetan berbasis-komunitas sebagai mekanisme penentuan kriteria sasaran bantuan sosial. Dalam aspek ini juga terdapat keterbatasan penelitian dalam hal mentriangulasi temuan persoalan data di tingkat RT/RW dengan di tingkat Dinas Sosial kabupaten/kota.

    Penyebab Ketidak Sesuaian Data

    Karena ketidak sesuaian data, sebagian Ketua RT/RW menolak untuk mengambil dan mendistribusikan paket Bansos ke warganya, lantaran khawatir akan terjadi konflik sosial. RT/RW yang sudah mengambil juga ada yang belum berani mendistribusikan ke warga karena ditakutkan dengan mendistribusikan ke orang yang tidak tepat akan menjadi preseden buat mereka, kemudian menjadi timbul konflik sosial. Permasalahan itu karena data yang tertera sebagai penerima Bansos saat ini tidak sesuai dengan update pendataan yang telah dilakukannya bersama pihak terkait.

    Berkaitan dengan penyaluran bantuan sosial sembako sebagian besar RT/RW menerima aduan/keluhan warga yaitu sebanyak 85,05 persen dan sisanya sebanyak 14,95 persen tidak menerima aduan/keluhan warga. Dari 85,5 persen yang menjawab ada pengaduan selanjutnya jalur mekanisme menampung keluhan warga terkait bantuan sosial sembako sebanyak 51,65 persen melapor langsung. Yang lainnya adalah terintegrasi dalam sistem offline yang berjenjang (15,38%), terintegrasi dalam jaringan sistem online yang berjenjang (8,7%), menyarankan warga menyampaikan keluhan secara mandiri melalui sistem/hotline kementerian sosial dan yang

  • 23Hasil dan Pembahasan

    lainnya sebanyak 4,4 persen. Sedangkan alasan RT/RW yang tidak menerima aduan adalah sebanyak 75 persen warganya tidak ada yang mengadu, sebanyak 12,5 persen beralasan sudah pernah dibuat tetpi tidak dilanjutkan karena tidak ada respon dari pemerintah pusat atau daerah dan sebanyak 12,5 persen beralasan merepotkan.

    Beberapa kasus ini muncul menurut ketua RT/RW ada beberapa penyebab ketidak sesuaian data penerima manfaat dengan kebutuhan warga. Penyebab ketidak sesuaian data dapat kita lihat dalam gambar berikut:

    Gambar 3. Penyebab Ketidak Sesuaian Data

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Lebih dari setengah responden 55.14 persen menjawab ‘kurangnya koordinasi pusat dan daerah’ sebagai penyebab ketidaksesuaian data. Mirip dengan jawaban ini adalah respons ‘tumpang-tindih peraturan dan lembaga pemerintah’

  • 24 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    sebesar 11.21 persen. Ini menunjukkan bahwa mayoritas aparatur RT/RW sebagai penanggung jawab titik bagi menganggap masih ada celah komunikasi dan kelembagaan antara pusat dan daerah. Temuan ini berkonsekuensi bahwa setiap perbaikan data yang dilakukan harus diikuti dengan urgensi peningkatan intensitas koordinasi pusat-daerah. Meskipun koordinasi penting, jika disandingkan dengan temuan kriteria penentuan sasaran dalam hal keterbatasan penargetan berbasis-komunitas, maka perbaikan koordinasi pusat-daerah akan menjadi tidak efektif jika hanya berbentuk pemutakhiran data oleh aparatur lokal (penargetan berbasis-komunitas).

    Dari data tersebut yang menarik adalah, di peringkat kedua sebanyak 16,82 persen, responden menjawab bahwa ketidaksesuaian data menjadi wajar sebab pendapatan warga miskin selalu berubah/dinamis. Serupa dengan jawaban ini, adanya kekhawatiran ‘penyusunan data kemiskinan akan menyulut tensi dan solidaritas warga’ sebesar 11.21 persen. Kedua respons ini menunjukkan adanya pengakuan akan problematiknya pemeringkatan kemiskinan sebagai instrumen penentuan penerima bantuan. Bantuan sosial ‘new normal’ berarti bukan hanya bantuan yang lebih baik memberikan manfaat tetapi juga yang dapat merespons kekeliruan yang mendasari asumsi kebijakan perlindungan sosial bersasaran tentang berhak dan tidak berhak yang ternyata mempengaruhi implementasi ketepatan sasaran menjadi kurang inklusif.

    Pemberlakuan aturan larangan bagi keluarga penerima manfaat PKH dan BPNT/Sembako untuk menerima Bansos

  • 25Hasil dan Pembahasan

    Sembako dengan asumsi aturan larangan bantuan ganda/double tersebut sudah benar, sebanyak 76,64 persen ketua RT/RW setuju, sebanyak 22,43 persen menjawab tidak setuju dan 0,93 persen menyatakan tidak tahu. Menyikapi hal tersebut maka kebijakan di lingkungan RT/RW I/B/S terhadap keluarga miskin penerima PKH dan BPNT/Sembako Reguler yang tidak mendapatkan Bantuan Sosial Sembako COVID-19 disebabkan adanya larangan menerima bantuan ganda/double adalah pertama, sebanyak 54,17 persen RT/RW tetap menerapkan aturan larangan ganda dan memberikan penjelasan/ pengertian bagi warga penerima PKH-BPNT/Sembako reguler. Kedua, memberikan bantuan pengganti jika ada penerima bantuan sosial sembako yang mengundurkan diri (tidak layak/pindah). Ketiga, mencarikan bantuan pemerintah daerah atau bantuan / donasi non – pemerintah. Sebanyak 8,33 persen ketua RT/RW menjawab lainnya.

    Respons terhadap Keluhan dan Kepuasan Proses Penyaluran

    Mayoritas responden sebanyak 63,55 persen menjawab respons kebijakan ‘memberikan penjelasan bagi warga yang tidak mendapatkan’ terhadap keluhan mengenai daftar penerima Bantuan Sosial Sembako. Respons kebijakan lokal kedua adalah ‘dibagi rata’ sebanyak 19,63 persen. Sisanya, ‘digilir’ sebanyak 11,21 persen dan ‘langsung diganti’ sebanyak 3,74 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa kebanyakan elit politik lokal lebih memilih untuk mengompensasi melalui persuasi langsung kepada warganya yang tidak menerima bantuan karena exclusion error. Pilihan ini walaupun mungkin rasional untuk jangka pendek (sambil menanti perbaikan data), namun akan sangat berbahaya bagi

  • 26 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    kesejahteraan sosial dan mental jika warga tereksklusi benar-benar tidak mendapat bantuan jangka menengah ke panjang.

    Temuan tentang respons kebijakan lokal ‘bagi rata’ yang tidak signifikan juga menarik jika dikontraskan dengan persepsi publik populer yang menganggap pembagian rata bantuan sebagai fenomena yang lazim. Meskipun data tersebut mungkin masih memiliki potensi bias karena dijawab langsung oleh aparatur RT/RW setempat. Dalam konteks masa pandemi saat ini yang mengakibatkan sorotan publik yang cenderung lebih ketat terhadap akuntabilitas program bantuan sosial pemerintah, potensi bias elit politik lokal level desa/kelurahan/RW/RT ini akan lebih rasional jika dibingkai dalam narasi kepentingan moral ketimbang selalu menjaga kepentingan politiknya (seperti membagi rata agar sanak-familinya mendapat bantuan). Dalam salah satu wawancara yang dilakukan enumerator, ditemukan bahwa RT/RW yang melakukan bagi rata mengaku terpaksa karena kasihan dan tidak tega dengan warga yang tereksklusi yang mendatanginya karena mengaku sudah tidak makan selama beberapa hari. Tidak diragukan lagi bahwa praktik bagi rata tidak ideal, tetapi di sisi lain, dalam observasi di sebagian lokasi, penelitian ini menunjukkan bahwa justru bagi rata dapat membantu merelaksasi gesekan sosial yang lebih besar sebagai akibat exclusion error, terlebih pada masa krisis yang menyuburkan orang miskin baru.

    Selama terlibat menjadi unjung tombak dalam penyaluran penyaluran bantuan sembako, penilaian dari RT/RW tentang perasaan kepuasannya sangat beragam. Selama terlibat

  • 27Hasil dan Pembahasan

    dalam penyaluran bantuan sosial sembako, ada yang merasa puas dan sangat puas. Namun masih ada juga yang merasa tidak puas dan tidak tahu. Perasaan RT/RW dapat dilihat dalam gambar berikut:

    Gambar 4. Respons terhadap Proses PenyaluranBantuan Sosial Sembako

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Dalam kaitan dengan pandangan subyektif aparatur RT/RW akan kepuasan proses penyaluran, mayoritas responden menjawab puas (61,68%), diikuti oleh tidak puas (24.30%), dan sangat puas (10.28%). Temuan ini menunjukkan bahwa setidaknya pada masa-masa awal ini, penyaluran Bantuan Sosial Sembako sudah berjalan dengan relatif baik. Jawaban ketidakpuasan yang berada di angka lebih dari 20%, meskipun tidak besar namun jika dikaitkan dengan beberapa temuan lain cukup menjadi peringatan dini yang mengisyaratkan perlunya perbaikan pada sejumlah asumsi kebijakan yang

  • 28 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    mendasari dan praktik implementasi yang terjadi pada Program Bantuan Sosial Sembako ini.

    Nilai Kemanfaatan Bantuan Sembako

    Kondisi Keluarga Saat Diberlakukan PSBB

    Pembatasaan Sosial Berskala Besar (PSBB) mempunyai dampak dalam pemenuhan ekonomi keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah anggota keluarga yang tidak bekerja naik dua kali lipat dari 10,3 persen menjadi 21,5 pesen. Begitu juga yang masih bekerja pun mengalami penurunan pendapatan karena geraknya untuk bekerja dibatasi.

    Gambar berikut memperlihatkan bahwa keluarga yang berpenghasilan kurang dari satu juta rupiah jumlahnya menjadi naik saat diberlakukan PSBB. Sebelum diberlakukan PSBB, keluarga yang berpenghasilan kurang dari satu juta sebanyak 27,1 persen. Namun setelah diberlakukan PSBB jumlah keluarga yang berpenghasilan kurang dari satu juta sebanyak 58,08 persen. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan antara satu hingga dua juta dan keluarga yang berpenghasilan dua hingga empat juta jumlahnya menurun karena penghasilannya menurun.

    Gambar berikut adalah memperlihatkan penurunan penghasilan setelah diberlakukannya PSBB.

  • 29Hasil dan Pembahasan

    Gambar 5. Penghasilan Keluarga Sebelum dan Sesudah PSBB

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Kondisi keluarga tersebut tidak banyak yang mempunyai tabungan yaitu sebanyak 20,7 persen saja yang mempunyai tabungan, sedangkan yang 79,3 persen tidak mempunyai tabungan. Sementara itu kebutuhan makan harus terus berjalan setiap harinya. Kebutuhan makan keluarga setiap harinya bervariasi, mayoritas kebutuhan makan dalam sehari keluarga tersebut antara Rp. 51.000,- sampai dengan Rp.100.000,-. Melihat kondisi pekerjaan, penghasilan, tabungan dan kebutuhan makan maka sebagian besar atau 39,9 persen keluarga kebutuhan pokoknya akan bisa dipenuhi dalam waktu seminggu. Selanjutnya 37,54 persen akan dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dalam waktu dua minggu ke depan dan bahkan 14,48 persen keluarga dapat memenuhi kebutuhan pokoknya selama kurang dari satu minggu. Kondisi yang demikian maka menuntut keluarga untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Gambar berikut adalah upaya yang dilakukan keluarga dalam memenuhi kebutuhak pokoknya selama diberlakukan PSBB.

  • 30 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Gambar 6. Upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasimasalah mata pencaharian hidup saat diberlakukan PSBB

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Sebagian besar besar atau 71,8 persen keluarga memilih untuk tetap bekerja meskipun penghasilannya sangat kurang. Kedua sebanyak 56,4 persen keluarga memilih untuk mengubah pola dan menu konsumsi dengan cara mengurangi kuantitas maupun mengurangi kualitas makan. Ketiga adalah sejumlah 29,1 persen mereka beralih pekerjaan atau mengubah jenis usahanya. Seperti yang dikatakan responden dari hasil wawancara mendalam dengan KPM yang tinggal di Kelurahan Petojo, “Tapi untuk mengatasi kebutuhan sehari – hari mereka selama PSBB Pandemi ini, mereka juga banyak yang berusaha menjadi pedagang apa saja. Mereka berpikir yang penting bisa menghasilkan agar kebutuhan keluarga mereka bisa tercukupi. Ada yang beralih menjadi tukang ojek. Kalau yang awalnya me-ngojek mereka juga lanjutkan mengojeknya walaupun pendapatan mereka kurang dari sebelum Pandemi”.

  • 31Hasil dan Pembahasan

    Keluarga lainnya untuk mengatasi mata pencaharian hidup yang berkurang dengan cara meminjam uang ke saudara atau tetangga, tidak melakukan apa-apa, berhutang di warung, mengambil tabungan, menjual atau menggtadaikan barang, memulung dan meminta-minta. Ketika responden ditanya dalam kondisi sulit seperti ini apakah ada pikiran negatif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (misal mengambil barang milik orang lain) ternyata ada 0,7 persen yang menjawab mempunyai pikiran negatif. Ini berarti dalam kondisi sulit mempunyai potensi munculnya kejahatan.

    Nilai Manfaat Bantuan Sosial

    Bantuan sosial pangan yang diterima berupa beras, minyak goreng, kecap manis, sambal, mie instan, ikan dalam kemasan, kornet sapi, teh celup, Susu UHT dan sabun batang. Nilai bantuan sosial pangan tersebut sebesar Rp.600.000 setiap bulan yang diberikan dua kali, sehingga setiap keluarga menerima bantuan sosial senilai Rp. 300.000,- setiap dua minggu sekali. Program tersebut mendapat tanggapan yang bervariatif dari keluarga penerima manfaat. Gambar berikut membandingkan antara nilai yang diterima dengan bantuan yang diharapkan dari keluarga penerima manfaat:

  • 32 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Gambar 7. Perbandingan Persepsi Nilai Bantuan yang diterima dengan yang ideal Harapan Keluarga Penerima Manfaat

    Setiap dua Minggu Sekali

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Data tersebut memperlihatkan bahwa menurut persepsi keluarga penerima manfaat, bantuan yang diberikan dalam range antara Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 500.000,-. Namun berdasarkan kebutuhan pangan yang dibutuhkan setiap hari maka harapan mereka adalah antara Rp. 501.000,- sampai dengan Rp. 750.000,-. Bervariasinya harapan mereka didasarkan pada bervariasinya jumlah anggota keluarga.

    Berdasarkan nilai bantuan yang diberikan dengan kebutuhan pangan setiap hari yang mayoritas kebutuhan makan dalam sehari keluarga berkisar antara Rp. 51.000,- sampai dengan Rp.100.000,-, maka bantuan tersebut sangat berarti sekali dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Sebagian besar responden atau sebanyak 48,32 persen menyatakan bahwa bantuan yang diberikan dapat membantu antara 26 sampai dengan 50 persen dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Selanjutnya ada

  • 33Hasil dan Pembahasan

    45,79 persen keluarga menyatakan dapat terbantu antar 10 sampai dengan 25 persen dalam memenuhi kehidupan sehari-hari. Responden lainnya menyatakan bahwa bantuan tersebut membantu 51 sampai 75 persen sebanyak 4,55 persen keluarga dan 1,35 persen keluarga terbantu antara 76 sampai 100 persen kebutuhannya.

    Tabel 1. Lama Kemanfaatan Bansos Sembako berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

    Jumlah Anggota Keluarga

    1-3 hari 4-6 hari 7-9 hari10 – 12

    hari12 – 14

    hari> 14 hari

    1 0,0% 17,6% 70,6% 0,0% 0,0% 11,8%

    2 3,4% 37,3% 22,0% 15,3% 8,5% 13,6%

    3 2,9% 35,5% 30,4% 14,5% 12,3% 4,3%

    4 3,9% 42,9% 25,6% 12,8% 13,3% 1,5%

    5 8,0% 45,5% 28,6% 7,1% 9,8% 0,9%

    6 2,5% 57,5% 20,0% 5,0% 15,0% 0,0%

    7 23,1% 46,2% 15,4% 0,0% 15,4% 0,0%

    8 0,0% 57,1% 28,6% 0,0% 14,3% 0,0%

    Sumber : Hasil Penelitian 2020

    Tabel satu menunjukan bahwa mayoritas bantuan mampu dimanfaatkan oleh keluarga penerima manfaat selama 4 sampai dengan 6 hari. Meskipun tidak ada pola yang jelas, namun dari data tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin banyak jumlah anggota keluarga maka bantuan yang diberikan sedikit jumlah hari dalam memanfaatkan bantuan sosial pangan.

  • 34 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Selain dari data yang ditunjukkan tersebut diatas beberapa responden mengatakan dari hasil wawancara enumerator dengan keluarga penerima manfaat sebagai informan, mengatakan bahwa bantuan sosial sembako yang diberikan pemerintah, baik dari Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, Bantuan Sembako Presiden dan bantuan sosial lainnya berupa bahan pangan, bagi mereka sangat bermanfaat untuk kebutuhan makan keluarganya sehari-hari. Namun ada beberapa keluarga penerima manfaat mengatakan: “Kalau bisa jangan sembako semuanya tetapi ada uang tunai juga, karena tanpa uang tunai mereka berpendapat sembako kalau di masak memerlukan bahan bakar untuk di beli. Karna dalam masa PSBB Pandemi Covid-19, pendapatan mereka berkurang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Karna sedikit juga dari mereka yang mempunyai tabungan dan simpanan barang berharga. Pendapat asupan tentang Nutrisi dan Gizi juga kurang, karena mereka berpendapat makan mie instan sering – sering juga akan membuat mereka tidak sehat.

  • 35Kesimpulan dan Rekomendasi

    Kesimpulan

    Ketepatan sasaaran bantuan bukan hanya ditentukan oleh data yang terintegrasi dan terbaharui tetapi juga dukungan kelas menengah melalui perluasan cakupan bantuan dan pelibatan the missing middle. Sehingga mekanisme penyaluran masih berimbang antara proses proses partisipatif dan tidak. Dalam menentukan calon penerima manfaat Bantuan sosial dampak COVID-19 sebaiknya tidak dikaitkan dengan pemeringkatan kemiskinan mengingat karakteristik kerentanan pasca-krisis yang melampaui analisis kemiskinan berbasis pendapatan / pengeluaran.

    Nilai kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, semakin banyak anggota keluarga maka akan lebih sedikit waktu dalam memanfaatkan bantuan. Selanjutnya nilai kemanfaatan optimal program Bantuan Sosial Sembako membutuhkan biaya konversi sampai siap dikonsumsi. Selain biaya distribusinya yang mahal untuk sampai ke penerima manfaat juga untuk memasak dari bahan mentah ke bahan siap saji masih membutuhkan biaya untuk memasak.

    KESIMPULAN dan REKOMENDASIBAB V

  • 36 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Peningkatan signifikan penduduk rentan dari berbagai kelompok demografi maupun tingkat pendapatan mengisyaratkan pentingnya kebijakan exit strategy setelah bulan Juni 2020. Mengingat bahwa ada perubahan pola hidup yang berbeda dari kehidupan sebelum ada pandemi (new normal). Hal ini membutuhkan penyesuaian dan pemulihan setelah dinyatakan tidak dalam situasi pandemi lagi.

    Rekomendasi

    1. Perbaikan mekanisme penyaluran yang lebih melibatkan kelompok rentan dan miskin untuk merespon temuan mekanisme (proses, kriteria, dan biaya mendapatkan Bansos Sembako) yang masih menunjukkan tendensi kurang partisipatif.

    2. Temuan relatif kecilnya nilai manfaat Bansos Sembako pada level keluarga menunjukkan urgensi untuk beralih dari jumlah bantuan per-KK menuju per-anggota keluarga.

    3. Perlu dipikirkan memperluas cakupan bantuan sosial tunai, mempertimbangkan biaya tinggi dari Bantuan Sosial Sembako.

    4. Satu data yang bersumber dari pemutakhiran lokal partisipatif berdasarkan kategori demografi rentan sebagai solusi kekisruhan data bansos.

    5. Bantuan sosial ‘new normal’ sudah sepatutnya beralih dari pemeringkatan kemiskinan (means testing) yang acak menuju kategori demografi rentan yang inklusif.

    6. Penambahan waktu pemberian Bansos Sembako sampai bulan Desember 2020, dengan mempertimbangkan membutuhkan waktu dalam memulihkan kondisi perekonomian keluarga.

  • 37Daftar Pustaka

    DAFTAR PUSTAKA

    Fraser, M. W., Galinsky, M., & Richman, J. (1999, September). Risk, protection, and resilience : Toward a conceptual frame work for social work practice. Socia Work Research, 2, 131-143.

    Friana, H. (2020). WHO Umumkan Corona COVID-19 Sebagai Pandemi. Jakarta: tirto.id. Retrieved Mei 30, 2020, from https://tirto.id/who-umumkan-corona-covid-19-sebagai-pandemi-eEvE

    Gentilini, U., Almenfi, M., Dale, P., Demarc, G., & Santos, I. (2020). Social Protection and Jobs Responses to COVID-19: A Real-Time Review of Country Measures. Washington, D.C: World Bank Group. Retrieved from http://documents.worldbank.org/curated/en/883501588611600156/Social-Protection-and-Jobs-Responses-to-COVID-19-A-Real-Time-Review-of-Country-Measures-May-1-2020

    Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. (2020). Situasi Virus COVID-19 di Indonesia. Jakarta: https://covid19.go.id.

    Hook, M. P. (2008). Social Work Practice Families : A Resiliency-Based Approach. Chicago: Lyceum Book, Inc.

    International Labour Organization. (2020). Dalam Menghadapi Pandemi: Memastikan Keselamatan dan Kesehatan di Tempat Kerja. Switzerland: ILO.

  • 38 Ketepatan Sasaran dan Nilai Kemanfaatan Bantuan Sosial Sembako di Jabodetabek

    Retrieved from https://www.ilo.org/global/about-the-ilo/how-the-ilo-works/departments-and-offices/governance/labadmin-osh/lang--en/index.htm

    Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2020). Keputusan Presiden Republik Indonesia No 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nonalam Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Jakarta: JDIH.SETNEG.GO.ID : 3 HLM. Retrieved from https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/135718/keppres-no-12-tahun-2020

    Kementerian Sosial RI. (2020). Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Pusdatin Kementerian Sosial.

    Mohler, G., Bertozzi, A., Carter, J., Short, M., Sledge , D., Tita, G., . . . Braintingham, P. (2020). Impact of social distancing during COVID-19 pandemic on crime in LosAngeles and Indianapolis. Journal of Criminal Justice, 2. doi:https://doi.org/10.1016/j.jcrimjus.2020.101692

    Siahaan, R. (2012). Ketahanan Sosial Keluarga: Perspektif Pekerjaan Sosial. Sosio Informa, 17, 82-96.

    Sumner, A., Hoy, C., & Ortiz-Juarez, E. (2020). Estimates of the impact of COVID-19 on global poverty. Katajanokanlaituri 6 B, 00160 Helsinki, Finland: The United Nations University World Institute for Development Economics Research .

  • 39Daftar Pustaka

    Vos, B., Martin, W., & Laborde, D. (2020). As COVID-19 spreads, no major concern for global food security yet. Washington, DC 20005-3915 USA: International Food Policy Research Institute (IFPRI).