ً …digilib.uinsby.ac.id/995/7/bab 4.pdf · memperkuat tafsiran kata yang sama pada surat...

54
82 BAB IV KEPEMIMPINAN DAN TIPOLOGINYA DALAM TAFSIR AL-MIS} BA> > H A. Kepemimpinan Kepemimpinan dan tipologinya merupakan dampak dari perdebatan yang tak kunjung usai antara dua kubu umat Islam, yaitu kubu yang menyuarakan terbentuknya daulah Islamiah, dan kubu yang tetap menjadikan Pancasila dengan prinsip bhineka tunggal ika sebagai dasar utama pembentukan masyarakat atau negara madani. Berikut ini adalah tafsiran al-Misbhah perihal ayat-ayat kepemimpinan dan tipologinya. 1. Khali> fah Kata khali> fah memiliki makna yang beranekaragam, dan keragaman makna tersebut berdasarkan pada susunan kata pada masing-masing ayat. Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata khali> fah adalah; a. Surat al-Baqarah ayat 30 ﻴﻔ ﺿ ر ﻴﺎﻷ ﺎﻋ ﻧﱢﻴﺠ إ ﺑﱡﻜ ﺎﻟ ذ إ و.... “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat; ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” 1 Ayat ini merupakan bagian dari Surat Madaniah. Surat yang turun pada saat umat Islam telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan 1 Al-Qur’an, 2:30. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd li al-Ţibā’at al-Mușhaf al-Sharīf, 1418 H),13.

Upload: others

Post on 29-Aug-2019

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

82

BAB IV

KEPEMIMPINAN DAN TIPOLOGINYA DALAM TAFSIR

AL-MIS}BA>>H

A. Kepemimpinan

Kepemimpinan dan tipologinya merupakan dampak dari perdebatan yang

tak kunjung usai antara dua kubu umat Islam, yaitu kubu yang menyuarakan

terbentuknya daulah Islamiah, dan kubu yang tetap menjadikan Pancasila dengan

prinsip bhineka tunggal ika sebagai dasar utama pembentukan masyarakat atau

negara madani. Berikut ini adalah tafsiran al-Misbhah perihal ayat-ayat

kepemimpinan dan tipologinya.

1. Khali>fah

Kata khali>fah memiliki makna yang beranekaragam, dan keragaman

makna tersebut berdasarkan pada susunan kata pada masing-masing ayat. Di

antara ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata khali>fah adalah;

a. Surat al-Baqarah ayat 30

يفة ضخل ياألر ف ل نيجاع إ كة الئ لم بكل ر ذقال إ ....و “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat; ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”1

Ayat ini merupakan bagian dari Surat Madaniah. Surat yang turun

pada saat umat Islam telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan

1Al-Qur’an, 2:30. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd, al-Qur’an dan Terjemahnya,

(Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd li al-Ţibā’at al-Mușhaf al-Sharīf, 1418 H),13.

83

masyarakat Madinah. Ayat ini menunjukkan, bahwa pada hakekatnya

manusia adalah khali>fah.

Quraish Shihab mengelompokkan ayat di atas ke dalam

kelompok ayat yang membicarakan tentang penciptaan manusia hingga

akhir hayatnya.2Bagi Quraish Shihab, tafsiran kata khali>fah pada

mulanya bermakna ‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang sesudah

siapa yang datang sebelumnya’.3

Berlandasakan pada tafsiran kata khali>fah, Quraish Shihab

menjelaskan, ada dua kemungkinan kekhalifaan manusia di bumi.

Kemungkinan pertama adalah manusia merupakan mahluk yang

menggantikan atau yang mewakili Allah di muka bumi. Ketergantian

atau keterwakilan Allah tidak semerta-merta menandakan

ketidakmampuan atau kelemahan Allah mengurusi bumi beserta isi-

sisinya. Ketergantian atau keterwakilan tersebut hanya merupakan ujian

sekaligus penghormatan yang Allah berikan kepada manusia.

Kemungkinan kedua adalah, kehadiran manusia di bumi merupakan

pengganti dari mahluk-mahluk Allah lainnya yang lebih dulu menempati

bumi.

Kedua tafsiran atau makna khalifah tersebut menjadi petanda

bahwa tugas manusia di bumi adalah menjadi khalifah. Kekhalifaan

2M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. I,

(Jakarta: Lentera Hati, 2000), 140. 3Ibid., 142.

84

yang diemban manusia harus sejalan dengan petunjuk dan aturan Allah.

Ketidaksesuaian antara kebijakan seorang khalifah dengan petunjuk

Allah merupakan pelanggaran besar terhadap makna dan tugas

kekhalifaan.4

b. Surat al-An’a>m ayat 165.

الذجي هو قاو الع بكسريع نـر اآتاكمإ يم وكمف ل بـ ي ل جات ضدر ع بـ قـ ضكمفو ع بـ فـع ر ضو فاألر كمخالئ ل ع حيم ر غفور ل نـه إ بو

“Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaNya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”5

Ayat ini merupakan ayat Makkiah, ayat yang turun di Mekkah.

Ayat yang bertujuan menegaskan dan menguatkan akidah dan keimanan

umat Islam. Sebagai bagian dari upaya membentengi diri dari ketakutan

dan kekhawatiran. Ketakutan sebagai masyarakat minoritas di tengah-

tengah masyarakat pagan.

Kata khala>if pada ayat di atas merupakan bentuk plural dari kata

khali>fah, yang memiliki akar kata khalf.Kata khalf pada mulanya

bermakna ‘di belakang’. Kemudian dari makna tersebut muncul makna

‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang sesudah siapa yang datang

sebelumnya’.

4Ibid., 142. 5 Al-Qur’an, 6:165. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 217.

85

Ada dua bentuk plural dari kata khali>fah, pertama khulafa>,

bentuk jamak ini mengandung makna kekuasaan politik dalam

mengelolah satu wilayah. Kedua khala>if , bentuk jamak kedua ini tidak

mengindikasikan makna kekuasaan pada satu wilayah.6 Berangkat dari

makna yang diutakan Quraish Shihab, tafsiran ayat di atas terlepas dari

makna politik atau kekuasaan. Dengan demikian, makna khalifah

bersandar pada makna asal yaitu ‘di belakang’ atau ‘yang

menggantikan’.

Kata ‘menggantikan’ tidak semerta-merta bermakna politis atau

penguasaan terhadap satu kekuasaan, karena pengganti memiliki

kesamaan atau kesesuaian dengan yang diganti. Pergantian muncul

karena beberapa sebab, diantaranya kematian, perbedaan waktu dan

tempat. Dengan demikian, pergantian selalu memerlukan kerjasama

antara pengganti dan yang diganti, sehingga tidak ada satupun yang

saling menguasai satu sama lainnya.

Quraish Shihab mengutip pendapat asy-Sya’rawi, bahwa kata

khalifah pada ayat di atas tidak semerta-merta bermakna pergantian

antar sesama manusia. Kata khalifah bisa bermakna ‘reaksi dan

ketundukan bumi kepada manusia’. Reaksi tersebut merupakan bagian

dari sifat iradat/kehendak Allah yang diberikan kepada manusia.7 Sifat

6M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IV,

363. 7Ibid.,364.

86

ketuhanan yang dianugerahkan kepada manusia menjadikan alam

semesta tunduk kepada kehendak dan keinginan manusia. c. Surat Yu>nus ayat 73.

افانظر ن ات وابآي ب االذينكذ ن قـ أغر فو امهخالئ ن ل جع و يالفلك ف ه ع نم م ناهو يـ وهفنج ب فكذ ب اق فكانـع كيـنذرين ة الم

“Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu”.8

Seorang khalifah Allah berkewajiban menjalankan perintah dan

menjauhi larangan-Nya. Perintah dan larangan berupa wahyu yang

diturunkan kepada para utusan-Nya. Atas dasar itulah, ayat di atas

memberikan ketegasan bahwa hanya orang-orang yang beriman, patuh

dan taat kepada Allah yang berhak menjadi khalifah Allah. Ayat ini

merupakan ayat Makkiah, ayat bertujuan menanamkan keimanan pada

umat Islam.

Kekufuran yang ditunjukkan mayoritas kaum Nuh menjadi

penyebab utama pergantian di antara mereka. Orang-orang yang

beriman pada akhirnya menjadi pengganti dari orang-orang kufur

sebagai khalifah Allah.

Quraish Shihab menafsirkan kata khala>if pada ayat di atas

dengan ‘pengganti-pengganti’. Para pengganti yang berasal dari orang-

8 Al-Qur’an, 10:73. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 318.

87

orang beriman, dengan menggantikan kedudukan orang-orang kafir yang

binasa tertimpa bencana sebagai bentuk dari siksa yang Allah berikan.9

Tafsiran tersebut mengindikasikan bahwa kata khalifah memiliki

makna ganda. Ia bermakna sebagai pengganti sekaligus bermakna

pemegang kendali atau kekuasaan dalam mengatur dan menjalankan

roda kehidupan. Hanya saja, pemaknaan tersebut membatasi wilayah

khalifah sebagai hak wilayah orang-orang yang beriman.

d. Suratal-Naml 62.

اتذك يالم اللهقل ع ضأإهلم األر فاء كمخل ل ع جي و وء كشفالس ي ادعاهو إذ ر ضط الم جيب ي نـ ون أم ر“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya),”10

Ayat ini adalah ayat Makkiah, ayat yang memberikan ketegasan

bahwa hanya orang-orang beriman yang pantas dan layak menjadi

khalifah, meskipun pada kenyataanya mereka termasuk golongan

minoritas.

Quraish Shihab mengutip pendapat ibn A<shu>r dalam menafsirkan

ayat di atas. Ibn A<shu>r menegaskan bahwa yang menjadikan manusia

sebagai khalifah di bumi adalah Allah. Khalifah yang memiliki,

mengelolah, memanfaatkan dan mewarisi alam semesta kepada anak-

9M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. VI,

125-126. 10Al-Qur’an, 27:62. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 601.

88

anaknya. Perwarisan dari generas kegenarasi inilah yang merupakan

isyarat dari kata khulafa>.11Khalifah yang diangkat berdasarkan

keimanannya kepada Allah, dan berdasarkan tata cara mengelolah,

memanfaatkan serta mengembangkan sumber alam.

Secara tidak langsung, ayat di atas menggambarkan tiga piranti

utama terbentuknya kekhalifahan. Pertama adalah kehendak/iradah

Allah yang memilih dan menunjuk seseorang menjadi khalifah. Kedua

adalah manusia sebagai khalifah yang mengelola, mengembangkan dan

memanfaatkan sumber daya alam, yang ketiga adalah bumi beserta

isinya yang menjadi tempat dan pijakan bagi khalifah. Tiga piranti ini

menjadi syarat bagi terbentuknya kehidupan dunia yang damai, tentram

dan sejahtera.

e. Surat Fa>t}ir 39.

زي الي هو هكفر ي ل ع فـ كفر ن ضفم ياألر فف خالئ كم ل ع الذجي زيهو الي او قت م ال إ م در ن ع مه رينكفر دالكافا خسار إال مه رينكفر كاف ال د

“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa diri sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.12 Tasfiran Quraish Shihab terhadap kata khala>if pada ayat di atas

memperkuat tafsiran kata yang sama pada surat al-An’a>m ayat 165.

11M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. X, 255. 12 Al-Qur’an, 35:39. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 702.

89

Kata khala>if merupakan bentuk jamak dari kata khali>fah. Perbedaan

antara kata khala>if dan khulafa>’ terletak pada cakupan makna. Khala>if

bermakna khalifah-khalifah yang mengatur, membangun dan

memakmurkan dunia. Sedangkan kata khulafa>’ mengandung makna

kekuasaan politik dalam mengelolah satu wilayah tertentu.13

Tafsiran Quraish Shihab tersebut berbanding terbalik dengan

tafsiran ibn ‘A<shu>r. Bagi ibn ‘A<shu>r, kata khala>if memiliki makna yang

serupa dengan khulafa>’. Dua diatas itu merupakan bentuk jamak dari

kata khali>fah. Tafsiran itulah yang mengantarkan ibn ‘Ashu>r

menafsirkan bahwa ayat di atas merupakan berita gembira bagi nabi

Muhammad Saw. Berita yang membawa kabar gembira bahwa umat

Islam akan berkuasa setelah sekian lama negara/umat sebelumnya

hancur lebur.14

Untuk memperkuat pendapat atau tafsiran Quraish Shihab, ia

mengutip pendapat T{aba>t}aba>’I, yang memaknai kata khalifah sebagai

orang yang menggantikan orang-orang sebelumnya,mengganti para

pendahulunya dalam mengelola dan mengambil manfaat dari keberadaan

bumi.

Kekhalifaan manusia merupakan keistimewan tersendiri yang

Allah berikan kepada manusia,dalam mengatur, mengelola dan

13M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XI,

483. 14Ibid., 483.

90

mengembangkan alam. Pada dasarnya, keistimewaan tersebut dimiliki

masing-masing individu, karena masing-masing individu memikul beban

untuk mengelolah dan mengembangkan alam, tanpa harus menjadi

pemimpin terlebih dahulu.15Dengan demikian, kekhalifaan akan berjalan

apabila satu sama lainnya saling bahu-membahu, gotong royong dan

saling bekerjasama, tanpa mengedepankan status sosial.

f. SuratS}a>d 26.

ع تب التـ قو احل الناسب ن يـ بـ ضفاحكم ياألر ف يفة اكخل لن ناجع إ ود او اد نالذيي يالللهإ نسب ضلكع ىفي اهلواحلساب م و انسوايـ شديدمب ذاب ع م ه يالللهل نسب ضلونـع ي نـ

“Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.16

Ayat ini mengisahkan pengangkatan nabi Daud As sebagai

khalifah. Kisah yang menjadi kekuatan bagi umat Islam untuk tetap

menjaga keimanan dan keislaman. Ayat ini merupakan ayat Makkiah,

ayat yang memberikan penekatan pada pembentukan dan pengembangan

akidah.

Sebagaimana tafsiran kata khali>fah pada ayat-ayat sebelumnya,

pada ayat ini Quraish Shihab menegaskan tafsirannya, bahwa kata

15Ibid., 483-484. 16 Al-Qur’an, 38:26. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 736.

91

khali>fahpada mulanya bermakna ‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang

sesudah yang datang sebelumnya’.17

Namun demikian, Quraish Shihab menafsirkan lebih rinci perihal

pengangkatan nabi Daud as sebagai khalifah.Ada kemiripan antara

kekhalifaan nabi Daud dan nabi Adam, sebab keduanya dianggkat oleh

Allah sebagai khalifah di bumi dengan dibekali pengetahuan. Keduanya

pernah tergelincir dalam kesalahan kemudian bertaubat dan diterima

taubatnya. Sisi kesamaan antara nabi Daud dan nabi Adam

menghasilkan kesimpulan, bahwa kata khalifah yang digunakan al-

Qur’an ditujukan kepada seseorang yang dikaruniai kekuasaan terhadap

wilayah tertentu. Nabi Daud sebagai penguasa Palestina dan sekitanya,

dan nabi Adam sebagai penguasa bumi pada awal masa sejarah

kehidupan manusia. Kesimpulan lain menggambarkan, bahwa seorang

khalifah berpotensi melakukan kesalahan dengan mengikuti hawa

nafsu.18

Perbedaan keduanya terletak pada proses pengangkatan masing-

masing menjadi khalifah. Nabi Adam diangkat secara langsung tanpa

melalui berbagai bentuk ujian, hal ini karena nabi Adam adalah mahluk

pertama kali. Hal ini terlihat dari makna kata ‘ja>’il’ yang mengandung

makna tunggal. Sedangkan pada ayat di atas menggunakan kata ‘ja’alna>’

17M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XII,

133. 18Ibid., 133.

92

yang mengandung makna plural. Dengan kata lain, ada beberapa pihak

yang berjasa dalam pengankatannya menjadi khalifah.

Pada masa nabi Daud terdapat dua kekuatan besar yaitu T{a>lut

dan Jalu>t, dan nabi Daud tergolong dalam pasukan T{a>lut. Kemampuan

dan kepandaiaan nabi Daud mengantarkannya sebagai khalifah

pengganti T{a>lut. Dengan kata lain, nabi Daud diangkat menjadi seorang

khalifah setelah melalui berbagai proses menggantikan T{a>lut.19

فكم ستخل ي و دوكم كع هل يـ أنـ بكم سىر ع اقال ن تـ اجئ دم ع بـ ن م او ن يـ ت أ ت ألنـ قب نـ ام ين واأوذ ن قال ضفيـ ياألر فون ل م ع فتـ ظركيـ

“Kaum Musa berkata; ‘kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang’. Musa menjawab; ‘Mudah-mudahan Allah membinasahkan musuhmu dan menjadikanmu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”.20

Pada tafsiran ayat ini Quraish Shihab menceritakan keputus-

asaan para pengikut nabi Musa. Mereka merasa dan mengadu kepada

nabi Musa bahwa mereka telah menjadi bulan-bulanan Fir’aun, bahkan

sejak sebelum nabi Musa diutus. Mendengar keluhan para pengikutnya,

nabi Musa menjawab dengan menanamkan optimistme tinggi.

Selain menjawab, nabi Musa menyertakan doa dengan harapan

semoga Allah menghancurkan dan membinasahkan musuh-musuh bani

israil termasuk Fir’aun dan para pengikutnya. Doa itu dilengkapi dengan

19Ibid., 134 20 Al-Qur’an, 7:129. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 240-

241.

93

harapan semoga Allah akan menjadikan kaum nabi Musa sebagai

pengganti (khalifah) para musuh yang binasah.21

Rezim Fir’aun menguasai beberapa wilayah salah satunya Mesir.

Kekuasaan Fir’aun tidak mengikutsertakan keyakinan dan keimanan

kepada Allah, sehingga tidak layak menjadi khalifah atau penguasa

bumi, karena khalifah atau penguasa bumi berkewajiban mengelolah,

mengembangkan dan menjaga kesejahteraan hidup masyarakat luas.

Secara garis besar, Quraish Shihab menafsirkan kata khali>fah

disesuaikan dengan susunan kata yang membentuk ayat, sehingga

menghasilkan dua makna yang berbeda, yaitu makna sebagai penguasa

yang memiliki kekuasaan di wilayah tertentu. Kekuasaan yang tidak

dimiliki semua orang, melainkan diperuntukkan bagi invidu-indivu yang

dianggap layak menjalankannya. Khalifah yang bermakna pengelola,

pengambil manfaat dan yang menjaga kestabilitasan hidup. Dengan kata

lain, semua manusia adalah khalifah yang berkewajiban menjaga

kelangsungan hidup masyarakat.

Selain menjelaskan perihal perbedaan makna khalifah, Quraish

Shibab juga menjelaskan proses menjadi khalifah. Menjadi seorang

khalifah dalam makna politis harus melalui ujian kelayakan. Ia tidak

semerta-merta karunia semata melainkan diperkuat oleh usaha dan

upaya, usaha yang menjadi barometer kelayakan seseorang menjadi

21M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. V, 209.

94

khalifah. Sedangkan menjadi khalifah dalam makna pengelolah,

pengambil manfaat serta penjaga alam semesta adalah karunia Allah

yang diberikan kepada masing-masing individu. Karunia yang sekaligus

menjadi ujian bagi manusia, ujian berupa kelayakan apa ia berhak

menjadi khalifah Allah di bumi yang membentang luas.

2. Ima>m

Kajian termonologi al-Qur’an mengungkap bahwa kata ima>mah tidak

ditemukan dalam al-Qur’an. Kata yang memiliki kemiripan atau keterkaitan

dengan ima>mah adalah kata ima>m. Ada beberapa makna ima>m antara lain;

nabi atau rasul, pedoman atau petunjuk, kitab atau buku atau teks, jalan

lurus, dan pemimpin.22

Quraish Shihab menafsirkan beberapa ayat yang memuat makna ima>m

dengan tidak meninggalkan makna keseluruhan ayat. Di antara ayat-ayat al-

Qur’an yang menggunakan kata ima>m antara lain;

a. Surat al-Baqarah 124.

فأمته ات م كل ب بـه ر اهيم ر ىإبـ ل تـ ابـ ذ إ م و هديالظال ع ال ن اليـ يقال نذريت م و ال اق ام لناسإم كل نيجاعل نـقاإل ين

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman; ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia’. Ibrahim berkata; ‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku’. Allah berfirman; ‘janjiKu (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”.23

22 Lebih lanjut silahkan merujuk kembali ke bab II. 23 Al-Qur’an, 2:124. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 32.

95

Tafsiran Quraish Shihab tentang kata ima>m dalam ayat ini

bersifat umum dan luas. Ia menafsirkan imam sebagai pemimpin

sekaligus teladan. Allah mengangkat nabi Ibrahim menjadi pemimpin

dan teladan, baik dalam kedudukannya sebagai rasul maupun bukan.

Tafsiran ini diperkuat bahwa kepemimpinan dan keteladan bersumber

dari Allah bukan dari garis keturunan.24 Ayat ini merupakan ayat

Madaniah. Ayat yang mengisahkan proses terpilihnya nabi Ibrahim As

sebagai ima>m. Ima>m yang menjadi panutan serta tumpuhan bagi

masyarakat luas.

Sumber kepemimpinan dan keteladanan yang berasal dari Allah

mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin dan suri tauladan harus

beriman, bertakwa, berpengetahuan dan sukses menghadapi berbagai

ujian dan rintangan.25 Keimanan menjadi kunci utama menjadi seorang

pemimpin. Tanpa didasari keimanan yang kuat, sulit bagi pemimpin

menjalankan roda kepemimpinan menuju kehidupan yang adil dan

sejahtera.

Keimanan merupakan ciri tersendiri bagi sistem kepemimpinan

Islam. Keimanan menjadi pembeda antara sistem kepemimpinan Islam

dan sistek kepemipinan konvensional. Pemimpin bagi Islam tidak hanya

mereka yang menjalankan nota kesepakatan antara pemimpin dan

24M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.I,

317. 25Ibid., 318.

96

terpimpin. Lebih dari itu, pemimpin adalah sosok teladan yang

berkewajiban membawa masyarakat lebih mengenal agamanya.

Islam menempatkan pemimpin sebagai orang terdepan dalam

menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama. Tanpa didasari

keimanan, mustahil seorang pemimpin akan menjalankan perintah serta

menjauhi larangan agama. Selain keimanan, pengetahuan menjadi syarat

selanjutnya yang harus dimiliki seorang pemimpin. Seorang pemimpin

akan menjadi teladan atau contoh bagi masyarakat ketika ia telah

menunjukkan etika dirinya sebagai orang yang paham, mengerti dan

menjalankan ajaran agama.

Seorang pemimpin harus bermental baja,tangguh dan kuat dalam

menghadapi berbagai rintangan dan ujian. Hanya dengan berbagai ujian

ketangguhan seorang pemimpin teruji dan terbukti.Lebih dari itu, ujian

adalah tangga menuju tingkatan yang lebih tinggi.

Keimanan, pengetahuan dan ketangguhan adalah upaya dan

usaha yang harus ditempuh seorang pemimpin. Namun demikian,

pemimpin tetaplah manusia yang memiliki kelemahan dan kekurang.

Ketika seorang pemimpin menyadari hal itu, dengan sendirinya akan

muncul dalam dirinya ketakwaan.

Islam mewajibkan kaumnya mentaati para pemimpin selama

kebijakan dan keputusan yang diambil sejalan dan seirama dengan

97

ajaran-ajaran agama. Inilah salah satu rahasia ayat di atas, bahwa orang

yang zalim selamanya tidak berhak menjadi pemimpin.26

b. Suratal-Ah}qa>f 12.

ل ىل شر ب واو م ل الذينظ نذر يـ ال ي ب ساناعر ل امبصدق ت هذاك ةو رمح او ام امبوسىإم هكت ل قب نـ م ني و حسن م“Dan sebelum al-Qur’an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”27 Surat al-Ah}qa>f merupakan surat Makkiah, surat yang memuat

berbagai kisah atau kejadian di masa pra Islam. Kisah yang tidak

menutup kemungkinan akan terulang kembali tanpa dibatasi ruang dan

waktu. Kisah yang sama untuk kemudian menimpa orang yang berbeda.

Ayat ini bagian dari ayat Makkiah.

Kajian terminologi al-Qur’an menunjukkan bahwa kata ima>m

pada pada ayat ini bermakna pedoman atau petunjuk.28Bagi Quraish

Shihab, kata ima>m berasal dari akar kata amma yang berarti ‘dituju’.

Karena itulah, ibu yang selalu dituju anak-anaknya diberinama umm,

dan ama>m adalah kata yang bermakna ‘depan’. Sesuatu yang berada

atau diletakkan di depan akan menjadi teladan. Dari itulah ima>m berarti

26Ibid., 318. 27 Al-Qur’an, 46:12. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 824. 28 Lebih lanjut lihat bab II.

98

‘yang diteladani’. Kitab suci adalah pedoman dan petunjuk yang harus

diteladani.29

Taurat adalah kitab suci kaum Yahudi yang diturunkan kepada

nabi Musa, yang berisi tuntutan-tuntunan bagi kehidupan kaum Yahudi,

yang memiliki nilai tinggi bagi kehidupan manusia terutama kaum

Yahudi.

Ayat ini menjadi petanda dan bukti nyata bahwa kitab suci

adalah pedoman dan petunjuk bagi masing-masing agama. Taurat

teruntuk kamu Yahudi, Injil teruntuk kaum Nasrani dan al-Qur’an

teruntuk kaum Muslimin. Seharusnya, orang Yahudi yang mempelajari

dan mengamalkan ajaran Taurat ia akan mengamini kebenaran Injil, pun

demikian orang Nasrani yang membaca Injil akan mengamini Taurat.

Orang Yahudi dan Nasrani yang mengamalkan ajaran kitab sucinya akan

mengantarkan mereka pada keimanan atas kebenaran al-Qur’an. Semua

kitab suci tersebut memberi petunjuk dan pedoman, petunjuk yang

melarang para pemeluk agama melakukan kezaliman dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan beragama.

c. Surat Yasin ayat 12.

ء مهوكلشي ار آث واو اقدم م ب نكت تىو و الم نحي نـ ناحن ني إ ب امم يإم اهف ن أحصيـ

29M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XIII,

83.

99

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.30

Kata ima>m pada ayat ini bermakna kitab induk yang nyata, kitab

yang termaktub di Lawh} Mah}fu>zh. Ayat ini adalah ayat Makkiah.

Quraish Shihab mengutip pendapat T{aba>t}aba>’i yang mengatakan bahwa

di Lawh} Mah}fu>zh terdapat beberapa kitab, antara lain kitab berupa

catatan amal perbuatan manusia yang di catat para malaikat.Amal

perbuatan manusia terdiri dari amal yang bersifat individu dan kolektif

(ummat).Kitab catatan tersebut berbeda dengan kitab induk yang

dimaksud ayat ini, sehingga maksud dari ayat ini adalah segala sesuatu

yang berkaitan dengan makhluk baik yang bernyawa maupun tidak.31

Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan makna ima>m pada ayat

ini sebagai kitab induk terletak pada kata sebelumnya (ah{s{ayna>hu). Ah}s}a>

memiliki beberapa makna antara lain; menghitung dengan teliti,

mengetahui, mencatat dan memelihara. Sifat muh}s}i> yang disandarkan

kepada Allah dipahami mayoritas ulama sebagai Dia yang mengetahui

kadar peristiwa dan perinciannya. Kata (ah}sayna>hu) menggambarkan

keluasan ilmu Allah. Dengan kata lain, ada sekian banyak pengetahuan

30 Al-Qur’an, 36:12. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 707. 31M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XI,

515.

100

dalam kitab induk (Lawh} Mah}fu>zh) yang hanya diketahui secara rinci

oleh Allah dan tidak satupun makhluk-Nya mengetahui.32

d. Surat al-H{ijr ayat 79.

ني ب امم إم ب ال م إنـه مو ه نـ ام قمن تـ فانـ“maka Kami membinasahkan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang”33

Surat al-Hijr adalah surat Makkiah. Ayat di atas mengandung

peringatan sekaligus ancaman agar menjauhi kesalahan yang pernah

dilakukan para umat manusia pra Islam. Ayat tersebut memberikan

gambaran masyarakat yang madani kemudian hancur lebur.

Kataima>m pada dasarnya bemakna ‘yang diteladani dan diikuti’,

pemaknaan ima>m pada ayat ini sebagai jalan yang jelas karena ia (jalan

yang jelas) selalu ditelusuri dan diikuti dalam rangka mencapai

tujuan.34Quraish Shihabmengkiaskan kata jalan dengan imam, dua kata

yang berbeda namun memiliki titik kesamaan yang memungkinkan

untuk dikiaskan.

Jalan adalah tempat, arah dan medium untuk mencapai tujuan. Ia

laksana imam yang mengarahkan dan mengantarakan seseorang

mencapai tujuannya. Tanpa melalui jalan yang telah ditentukan,

mustahil rasanya seseorang akan sampai pada tujuannya. Keberadaan

32Ibid.,515-512. 33Al-Qur’an, 15:79. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 397. 34M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. VII,

156.

101

jalan mempermudah dan memperlancar proses seseorang menggapai

tujuan. Inilah sisi kesamaan antara fungsi imam dan jalan, sehingga

memungkinkan pengkiasaan jalan dengan imam.

e. Surat al-Furqa>n ayat 74.

ن أعي اقـرة ن ريات ذ او اجن أزو ن ام ن ل اهبـ بـن ولونـر ق يـ الذينـ او ام إم ين تق لم ال لن اجع و“Dan orang-orang berkata: ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.35 Surat al-Furqa>n merupakan surat Makkiah. Surat yang

mengisahkan kedudukan al-Qur’an sebagai petunjuk sekaligus pembeda

antara kebaikan dan keburukan. Ayat di atas yang termasuk dalam surat

al-Furqa>n ini menegaskan, bahwa ima>m hanya diperuntukkan bagi

orang-orang yang bertakwa.

Ayat ini merupakan kelanjutan dari sifat-sifat terpuji bagi ‘Iba>d

al-Rah}ma>n(hamba-hamba Allah yang terpuji). Salah satu sifat mereka

adalah memberikan perhatian kepada keluarga dan masyarakat. Bentuk

perhatian yang mereka tampakkan berupa doa mengharap kemunculan

para pemimpin yang akan menjadi teladan bagi orang-orang yang

bertakwa.36

Kataima>m berasal dari akar kata amma-ya’ummu yang memiliki

arti ‘menuju, menumpu atau meneladani’. Kata ima>m pada ayat ini bisa

35 Al-Qur’an, 25:74. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 569. 36M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IX,

544.

102

bermakna tunggal atau jamak. Jika bermakna tunggal, maka yang

mereka mohonkan menjadi pemimpin adalah mereka sendiri. Namun jika

bermakna jamak, maka yang mereka mohon menjadi pemimpin adalah

semua yang mereka doakan.37

Menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa adalah harapan

terbesar bagi penganut agama, hal ini karena tujuan utama kehidupan

adalah meraih sebaik-baiknya takwa. Menjadi pemimpin selain

anugerah, ia merupakan hasil dari upaya dan usaha yang tak

berkesudahan.

Secara garis besar, tafsiran Quraish Shihab terhadap kata ima>m

pada masing-masing ayat di atas menitik-beratkan pada makna bahasa.

Quraish Shihab menempatkan makna bahasa sebagai pijakan awal untuk

kemudian melakukan pemaknaan dan penafsiran yang memiliki

kemiripian dan keserupaan, tanpa menghilangkan kandungan ayat-ayat

yang ada.

Kataima>m bagi Quraish Shihab tidak semerta-merta bermakna

pemimpin. Semua hal yang memungkinkan untuk diikuti dan dijadikan

teladan berhak menyandang kata ima>m. Dengan demikian, kata ima>m

lebih bersifat umum dan luas. Ia tidak terbatas pada makna pemimpin

golongan maupun lintas golongan. Di sinilah perbedaan pemaknaan

antara Quraish Shihab dengan para pengikut Syi’ah ima>miah. Kaum

37Ibid., 545.

103

Syi’ah ima>miah meyakini bahwa ima>m bermakna politis dan ideologis,

sehingga kata ima>m hanya dinisbatkan kepada orang-orang tertentu.

Penisbatan yang pada akhirnya mempersempit makna ima>m itu sendiri.

3. Wali>

Secarabahasa kata wali> bermakna ‘dekat’, kemudian makna ini

berkembang hingga membentuk makna yang beranekaragam, antara lain;

pelindung, penolong, kekasih atau kawan, dan pemimpin. Berikut beberapa

ayat yang memperkuat makna keanekaragaman makna wali>, antara lain;

a. Wali bermakna pelindung.

قدير ء ىكلشي ل ع هو تىو و الم ي حي هو يـو ل الو و ه فالله اء ي ل أو دو ن ذوام اخت أم“Atau patutkan mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah Pelindung (yang sebenarnya) dan Dia hidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.38

ميد ياحل ل الو هو و ه تـ مح ر نشر يـ نطواو اقـ دم ع بـ ثمن ي زاللغ نـ الذييـ هو و“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmatNya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji”.39

ك ئ واأول نصر او و آو الذين يالللهو يسب ف أنـفسهم و اهلم و جاهدوابأم واو هاجر نواو آم نالذين م إ ه عض بـم كم ال وام اجر ه يـ م ل نواو الذينآم ضو ع بـ اء ي ل يأو ف وكم نصر استـ ن إ واو اجر ه حتىيـ ء منشي هم ت الي و نـ

صري ب ونـ ل م اتـع م ب الله اقـو مميث ه نـ يـ بـ نكمو يـ بـ م ىقو ل ع إال النصر كم ي فعل ين الد“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi). Dan (terhadap) orang-orang yang

38 Al-Qur’an, 42:9. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 784. 39Ibid., 42:28. Lihat: Ibid., 788.

104

beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.40 Dua ayat pertama berasal dari surat al-Shura> yang merupakan

surat Makkiah. Sedangkan ayat ketiga berasal dari surat al-Anfa>l yang

tergolong surat Madaniah. Ketiga ayat ini menunjukkan bahwa makna

kata wali> adalah pelindung.

Quraish Shihab mengutip dua pendapat ahli tafsir yang berbeda

dalam menafsirkan ayat pertama dari ketiga ayat ini. Ia mengutip

tafsiran T}aba>t}aba>’i dan Ibn Ashu>r. Bagi T{aba>ta}ba>’i, ayat pertama

merupakan penjelasan sebagai bukti bahwa Allah adalah Dzat yang

paling berhak dan layak untuk dijadikan pelindung. Ayat ini sebagai

satu kesatuan dari ayat sebelumnya yang mengecam keras perilaku

kaum musyrik yang menjadikan berhala-berhala sebagai pelindung

mereka. Ibn Ashu>r lebih santun dalam menafsirkan ayat ini, sebab bagi

ibn Ashu>r ayat ini merupakan bagian lain dari ayat sebelumnya.

Dengan kata lain, ayat ini memberikan gambaran kepada nabi

Muhammad agar tidak risau dan sedih dengan apa yang telah dilakukan

kaum musyrik, sehingga memaksakan diri di luar batas kemampuan

untuk mengajak kaum musyrikin mengimani Islam. Hal ini karena

40Ibid., 8:72. Lihat: Ibid., 273.

105

sejatinya kaum musyrik telah melampaui batas kewajaran dengan

menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan sekaligus pelindung.41

Ayat kedua memperkuat makna wali sebagai pelindung. Ayat

ini menggambarkan bahwa Allah yang telah menurunkan hujan sebagai

rahmat dan solusi bagi kemarau yang berkepanjangan. Quraish Shihab

menjelaskan, bahwa Allah menurunkan hujan berdasarkan kadar

kemaslahatan bagi makhluk hidup. Kadar kemaslahatan ini bersifat

subjektif, karena tidak bisa dipisahkan dengan sunnatullah yang

berlaku. Adakalanya kadar kemaslahatan bersifat ujian, semisal banjir,

tanah longsor dan sebagainya yang disebabkan oleh curah hujan yang

berlebihan. Pun demikian, ayat ini menggambarkan bahwa Allah yang

menurunkan hujan sebagai bentuk perlindungan dan kasing sayang

bagi makhluk-makhluk-Nya.42

Kata wali pada ayat ketiga memiliki makna yang sama dengan

dua ayat sebelumnya. Namun Quraish Shihab memaparkan lebih rinci

dengan mengutip beberapa mufassir. Kata awliya>’ pada ayat ini

merupakan bentuk jamak dari kata waliyy. Pada mulanya kata (waliyy)

ini bermakna ‘dekat’, kemudian berkembang dan menghasilkan

beberapa makna antara lain; membela, melindungi, membantu,

mencintai, dan sebagainya. Al-Qurt}ubi> mengutip pendapat ibn Abbas

41M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XII,

463. 42Ibid., 499-500.

106

bahwa yang dimaksud waliyy pada ayat ini adalah saling mewarisi.

Pendapat ini diambil berdasarkan asba>b al-nuzu>lnya, namun

dikemudian ayat ini diyakini telah dinaskh dengan ayat 75. Quraish

Shihab tidak sependapat dengan tafsiran al-Qurt}ubi>, karena jika benar

adanya tafsiran al-Qurt}ubi> maka hukum saling mewarisi telah

dinasakh, dan metode na>sikh dan mansu>kh kini dianggap telah tidak

relevan karena jumlah pengikutnya yang sedikit.43 Dengan demikian,

memaknai kata awliya>’ pada ayat ini dengan saling-melindung lebih

relevan.

b. Walibermakna penolong

ونالصالة يم ق ي نواالذينـ آم الذين سوهلو ر و الله يكم ل او من ون إ ع اك ر مه ؤتونالزكاةو يـ و“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.44

الذين سوهلو ر و لله ال و تـ ي نـ م ون و ب ال غ ال م اللهه ب ز حن نوافإ آم“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”.45

تكونون وافـ اكفر ونكم تكفر والو د و اء ي ل مأو ه نـ تخذوام فالتـ اء .....سو

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka penolong-penolong(mu)…”.46

43M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. V, 483.

44Al-Qur’an, 5:55. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 169. 45Ibid., 5:56. Lihat: Ibid., 170. 46Ibid.,4:89. Lihat: Ibid.,14.

107

Dua ayat pertama merupakan ayat Madaniah, dan ayat ketiga

merupakan ayat Makkiah. Kesemua ayat menunjukkan bahwa sedari

awal al-Qur’an menegaskan bahwa Allah dan orang-orang yang

beriman adalah wali atau penolong bagi umat Islam. Menjadikan orang

kafir sebagai wali adalah kesalahan yang berdampak fatal.

Bagi Quraish Shihab, ayat pertama menegaskan bahwa yang

seharusnya dijadikan wali bagi orang-orang beriman adalah Allah,

karena hanya Dia yang dapat menolong dan membela orang-orang

beriman.47 Penggunaan kata waliyyukum/wali kamu dengan kata

tunggal menjadi petanda bahwa hanya Allah yang menjadi sumber

segala perwalian. Penyebutan kata rasul dan orang-orang beriman

bukan merupakan sumber utama perwalian, karena rasul dan orang-

orang beriman pada hakikatnya menjadikan Allah sebagai Wali.

Ayat (pertama) ini menjelaskan secara jelas siapa yang harus

dijadikan wali/penolong bagi orang-orang beriman. Allah adalah Wali

utama, kemudian Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Bagi

Quraish Shihab ayat ini menjelaskan secara rinci ciri-ciri wali bagi

orang-orang beriman. Ciri-ciri itu antara lain; mereka yang mendirikan

shalat dan menunaikan zakat seraya mereka ruku’, tunduk dan patuh

kepada Allah dan rasul-Nya. Ciri-ciri itulah yang tidak memungkinkan

47M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. III,

123.

108

bagi orang-orang non Islam menjadi wali orang-orangyang beriman

kepada Allah dan Rasulnya (Muhammad Saw).48

Ayat kedua menjadi penguat ayat pertama. Kemenangan hanya

akan diraih dengan pertolongan Allah, rasul-Nya dan orang-orang

beriman. Pertolongan dalam menegakkan ajaran Allah dan rasul-Nya,

pertolongan dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan baik

kehidupan dunia maupun akhirat.

Keberuntungan yang diharapkan orang-orang Islam hanya akan

diperoleh ketika mereka hanya menjadikan Allah, rasul-Nya, dan

orang-orang yang beriman sebagai wali.49 Hal ini karena Allah dan

rasul-Nya senantiasa menghendaki kebaikan bagi orang-orang yang

beriman dan beramal shaleh. Sedangkan orang-orang yang beriman

dengan sendirinya akan meniru dan meneladani kewalian Allah dan

rasul-Nya dalam menjaga, memelihara, melindungi dan menolong antar

sesama umat Islam.

Quraish Shihab menfasirkan kata awliya>’ bentuk jamak dari

waliyyu pada ayat ketiga sebagai orang-orang dekat yaitu penolong-

penolong. Larangan ini karena orang-orang kafir senantiasa memiliki

keinginan dan harapanagar orang-orang beriman mengikuti jejak

48Ibid.,124. 49Ibid.,125.

109

mereka.50Keinginan terselubung itulah yang menjadikan mereka

menggunakan berbagai cara demi tercapainya tujuan.

Quraish Shihab melanjutkan bahwa ada sudut pandang yang

berbeda antara orang-orang kafir dan orang-orang beriman. Orang-

orang kafir senantiasa mengharapkan kekafiran orang-orang beriman.

Mereka menginginkan agar umat Islam mengikuti jejak dan keyakinan

mereka, sehingga umat Islam akan berada pada kesesatan dan

kekufuran yang terus-menerus sebagaimana yang mereka alami.

Pada sisi lain, umat Islam senantiasa mengharapkan keislaman

orang-orang kafir. Berharap agar mereka terlepas dari belenggu

kesesatan dan kekufuran yang terus-menerus. Perbedaan sudut pandang

inilah yang melarang umat Islam untuk berbaik sangka kepada orang-

orang kafir. Lebih-lebih menjadikan orang-orang kafir sebagai wali

atau penolong bagi umat Islam.51

c. Wali bermakna kekasih atau kawan.

االذينـ اأيـه ي ل ني قـ ق صاد تم إنكن ت و االم نـو الناسفتم لهمندون ل اء ي ل أو أنكم تم م ع نـز واإ اد ه“Katakanlah: ‘Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu ada orang-orang yang benar”.52

50M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II,

545. 51Ibid.,545. 52 Al-Qur’an, 62:6. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 933.

110

الشي اء ي ل واأو ل فقات ياللطاغوت يسب ونف ل ات ق وايـ الذينكفر يالللهو يسب ونف ل قات نوايـ الذينآم نكي إ ان طيفا كانضع ان ط الشي د

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thagut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah”.53

Kedua ayat di atas adalah ayat Madaniah. Kedua ayat tersebut

membedakan secara jelas antara kekasih orang yang beriman dan orang

kufur. Hal ini menunjukkan bahwa keimanan dan kekufuran akan

mengantarkan seseorang pada kekasih, kawan atau kolegon yang

sejalan. Karena sejatinya antara keimanan dan kekufuran adalah dua

identitas yang berbeda.

Kata awliya>’ pada ayat pertama merupakan bentuk jamak dari

kata wali>. Kata wali > pada ayat ini dimaknai sebagai kekasih. bagi

Quraish Shihab, ayat ini merupakan kecaman bagi orang-orang Yahudi

yang mengaku sebagai kekasih bagi Allah. Pengakuan tersebut

menandakan bahwa mereka tidak memahami ajaran-ajaran

Taurat.Orang-orang Yahudi meyakini bahwa hanya merekalah kekasih-

kekasih bagi Allah, dan merekalah yang hanya berhak masuk surga.54

Ayat ini merupakan perintah bagi nabi Muhammad untuk

menyampaikan tantangan bagi kaum Yahudi. Tantangan untuk

membuktikan pengakuan mereka sebagai kekasih-kekasih bagi Allah.

53Ibid., 4:76. Lihat: Ibid., 131. 54M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.

XIV, 226.

111

Pembuktian berupa kematian, karena kematian adalah satu-satunya

jalan bertemunya antara Allah dan kekasih-Nya.

Tantangan yang disampaikan nabi Muhammad tak sedikitpun

mendapatkan jawaban dari orang-orang Yahudi. Tak satupun di antara

mereka yang menginginkan kematian. Hal ini karena sejatinya mereka

merasa bergelimang dosa, menyembunyikan kebenaran dan berlaku

zalim.55

Quraish Shihab menegaskan, bahwa redaksi ayat yang

digunakan ayat tersebut adalah awliya>’ lilla>h (kekasih-kekasih bagi

Allah), bukan awliya>’ Alla>h(kekasih-kekasih Allah). Redaksi teresebut

menjadi bukti nyata bahwa mereka telah mengada-ngada dengan

berbohong sebagai kekasih-kekasih bagi Allah, bukan kekasih-kekasih

Allah. Kata kekasih ‘bagi’ Allah menjadi petanda betapa kedudukan

itu hanya berupa pengakuan yang dibuat-buat. Bukan pengakuan yang

datang langsung dari Allah.56

Kata awliya>’ pada ayat kedua bermakna kawan-kawan. Ayat

tersebut memerintahkan kuam muslimin agar memerangi kawan-

kawan atau teman-teman setan. Kawan yang dimaksud di sini adalah

55Ibid., 226. 56Ibid., 227.

112

mereka yang diperalat setan untuk menjerumuskan orang-orang

beriman.57

Perintah memerangi kawan-kawan setan karena hanya mereka

yang nampak dan terlihat secara kasat mata. Mereka pula yang

memerankan keinginan dan skenario setan dalam menghancurkan

orang-orang beriman. Hanya orang yang tidak memiliki kekebalan

(iman) yang mudah terbedaya oleh tipu muslihat setan. Tipu muslihat

yang sejatinya lemah.58

Tipu daya setan terbilang lemah karena ia bersifat khanna>s

yang memiliki makna; mundur, kembali dan bersembunyi. Ia

senantiasa mencari celah dan kelemahan orang-orang beriman. Dari

titik kelemahan itulah setan menampakkan dirinya. Ketika orang

beriman menyadari hal itu, dengan sendirinya ia akan berdzikit

mengingat Allah. Pada saat itulah setan akan mundur, kembali pada

habitannya serta kembali bersembunyi hingga tiba saatnya ia

menemukan kawan-kawannya.59

d. Wali bermakna pemimpin.

ا ب ع ل او و ز ه ينكم ذواد اخت تخذواالذين نواالتـ آم االذين اأيـه ي ل أو الكفار و كم ل قب نـ امب كت أوتواال ين الذ ن مني ن ؤم م تم إنكن اتـقواالله و اء ي

57M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II,

511. 58Ibid., 511. 59Ibid., 512.

113

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”.60 Ayat ini merupakan ayat Madaniah. Di antara ayat-ayat

tersebut di atas, ayat inilah yang secara makna mengandung arti

pemimpin. Sebagai ayat Madaniah, pemaknaan kata wali>dengan

pemimpin sangat memungkinkan. Hal ini karena kondisi umat Islam di

Madinah telah menjadi komunitas sosial. Sehingga menungkinkan

untuk memilih pemimpin sebagai pengatur dan penggerak serta

panutan dalam menjalankan misi bersama.

Telah menjadi rahasia umum, tujuan dan misi kebersamaan

hanya akan terwujud ketika semua lapisan masyarakat bersatu padu,

dengan membawa cita-cita dan tujuan bersama dalam menciptakan

kemaslahatan. Tanpa kesamaan misi dan visi, mustahil cita-cita dan

tujuan bersama akan tercapai.

Fungsi seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat adalah

melindungi dan mengarahkan semua lapisan masyarakat dalam meraih

cita-cita bersama. Dengan demikian, kehadiran seorang pemimpin

merupakan kunci utama kesuksesan kolektif.

Ayat ini melarang orang-orang beriman mengangkat orang-

orang kafir sebagai wali> (pemimpin), karena tabi’at orang-orang kafir

60Al-Qur’an, 5:57. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 170.

114

selalu mengejek dan mempermainkan agama Islam. Mengejek dengan

menjadikan agama sebagai lelucon dan gurauan. Mereka juga

mempermaikan agama dengan memposisikan atau meletakkan ajaran-

ajaran agama bukan pada posisi dan tempat yang seharusnya.61

Memilih atau mengangkat pemimpin yang pada akhirnya akan

menjerumuskan adalah kesalahan fatal, yang menyebabkan kegagalan

dalam mencapai tujuan dan cita-cita meraih kemaslahatan bersama.

4. Uli>al-Amr

Kata uli>adalah bentuk jamak dari kata waliy yang berarti pemilik,

yang mengurus dan menguasai. Kata al-amr bermakna perintah atau urusan.

Bila dua kata tersebut digabungkan menjadi uli> al-amr menghasilkan

definisi; orang-orang yang memiliki wewenang mengurusi urusan kaum

muslimin.62Salah satu ayat yang menggunakan kata uli> al-amr adalah;

نوا آم االذين اأيـه الرسوإل ي ىاللهو ل دوهإ ر فـ ء يشي ف ازعتم ن تـ فإنـ نكم رم ياألم أول و واالرسول أطيع و واالله ن أطيعويال أ ت أحسن و ر كخيـ ل اآلخرذ م و يـ ال اللهو ب نون ؤم تـ تم كن

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.63

61M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. III,

126-127. 62Ibid., Vol. II, 484. 63Al-Qur’an, 4:59. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 128.

115

Ayat ini merupakan ayat Madaniah. Ayat ini menegaskan bahwa

tiap-tiap individu memiliki kewajiban mentaati dan mematuhi pemimpin.

Pemimpin yang mengantarkan individu-individu terpimpin menuju keridlan

Allah dan RasulNya. Secara tidak langsung, ayat ini menggambarkan

kehidupan masyarakat Madani. Masyarakat yang menjadikan ahlak, etika,

mental dan moral sebagai barometer kesuksesan, keharmonisan dan

keberhasilan sebuah tatanan masyarakat.

Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai dorongan bagi manusia

untuk menciptakan tatatan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Masyarakat yang dikehendaki adalah masyarakat saling tolong-menolong,

mentaati Allah dan rasul-Nya, menghormati dan menepatkan uli> al-amr

sebagai pemimpin yang wajib ditaati, serta menyelesaikan berbagai

persoalan berdasarkan nilai-nilai ajaran al-Qur’an dan Sunnah.64

Mentaatiuli> al-amr adalah dengan mentaati dan menjalankan putusan

hukum yang telah ditetapkan. Ketaatan tersebut berlaku selama putusan

yang diambil tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Dengan kata

lain, ketaatan kepada uli> al-amr merupakan ketaatan yang bersyarat, yang

berbeda halnya ketika ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Ketaatan

kepada Allah bersifat mutlak, yaitu berupa menjalankan perintah dan

menjauhi larangan-Nya, yang tertulis secara jelas di dalam al-Qur’an.

Ketaatan kepada rasulullah juga bersifat mutlak, karena Rasulullah memiliki

64M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II, 482.

116

wewenang dan hak untuk ditaati. Ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan

menjalankan perintah dan menjauhi larangnnya, yang bersumber dari al-

Qur’an dan Hadis.65

Quraish Shihab menjelaskan bahwa para ulama berselisih pendapat

dalam menentukan siapa yang dimaksud uli> al-amr? Berbagai pendapat

bermunculan, antara lain; para penguasa atau pemerintah, para ulama, dan

orang-orang yang mewakili masyarakat dalam berbagai kelompok dan

profesinya. Quraish Shihab memberikan ketegasan dengan mengutip

pendapat mayoritas ulama bahwa uli> al-amr memiliki kewenangan yang

terbatas. Kewenangan itu berupa persoalan-persoalan kemasyarakatan,

bukan persoalan akidah atau keagamaan murni.

Quraish Shihab berpendapat bahwa kata uli> al-amr yang sejatinya

berbentuk jamak tidak mutlak dipahami sebagai badan atau lembaga

tertentu. Kata itu bisa dipahami secara individu, dengan kata lain tiap-tiap

personel memungkinkan menjadi uli> al-amr selama ia memiliki wewenang

yang sah untuk memerintah dalam bidang masing-masing.66

Taat dalam bahasa al-Qur’an mengandung makna ‘tunduk, menerima

secara tulus, dan atau menemani’. Dengan kata lain, ketaatan kepadauli> al-

amr bukan sekedar menerima segala putusan kemudian menjalankan

perintah-perintahnya, melainkan ikut serta berpartisipasi menjalankan upaya

65Ibid., 483. 66Ibid., 484.

117

dan usaha uli> al-amr dalam mewujudkan pengabdiannya kepada

masyarakat.67

5. Ra>’i>.

Ra>’i> berasal dari akar kata ra>, ‘ai>n, dan ya>’.Kata ini memiliki

beranekaragam makna antara lain; pemelihara, pengembala, pemerhati,

pengawas, penjaga, pemimpin, pengatur, dan sebagainya.68Keanekaragaman

makna ini menunjukkan bahwa kata ra>’i>merupakan kata polisemi, kata yang

memiliki banyak makna.

Kata ra>’i> di dalam al-Qur’an bermakna variatif, sesuai dengan

kandungan dan redaksi ayat. Berikut beberapa makna ra>’i> yang terdapat di

dalam al-Qur’an;

1. Ra>’i>bermakna pemelihara

اه ن يـ آتـ ميو ر نم يسىاب ابع ن يـ قـف او ن سل رب ارمه ىآث ل اع ن ةو مثقفيـ مح ر أفةو وهر ع اتـبـ الذين وب يقل اف لن جع و يل جن اإلا ن يـ افآتـ ه ت هاحقرعاي عو ار اللهفم ان رضو اء غ ت اب ال إ هم ي اهاعل ن بـ اكت وهام دع ت ابـ ية ان هب نـ ر نوام الذينآم

مفاسق ه نـ م ري مهوكث أجر ون مه“Kemudian Kami iringkan di belakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang.Dan mereka mengada-ngadakan rahbaniyyah padahal Kami mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-

67Ibid., 485-486. 68Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, 510-511.

118

ngadakannya) untuk mencari keridlaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik”69

ون اع ر هدمه ع و م انا ألم م ه الذينـ و“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji-janjinya”.70

Ayat pertama mengisahkan umat terdahulu. Umat yang

terbagai dalam dua golongan. Pertama yang tidak amanah dalam

memegang dan menjalankan ajaran-ajaran Allah Swt. Kedua mereka

yang senantiasa menjaga keimanan dan menjalankan ajaran Allah Swt.

Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat yang menjunjung tinggi nilai-

nilai ketauhidan sebagai upaya membentengi keimanan dan keislaman

umat Islam.

Ayat kedua merupakan ayat Madaniah. Ayat yang memuji

orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang menjaga dan memelihara

amanah yang ditanggungjawabkan kepada mereka. Ayat kedua ini

merupakan pujian sekaligus anjuran untuk senantiasa menjaga amanah.

Quraish Shihab menjelaskan ayat pertama, bahwa para

pengikut nabi Isa dikaruniai kelebihan berupa hati yang santun, lemah

69Al-Qur’an, 57:27. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 905. 70Ibid., 23:8. Lihat: Ibid., 527.

119

lembut dan penuh kasih sayang.71Berbekal kelebihan yang mereka

miliki, mereka terus mengolah, melatih, menjaga dan mengembangkan

kekuatan hatinya.

Upaya dan usaha yang mereka lakukan bertujuan mencari dan

memperoleh keridlaan Allah yang lebih besar.Mereka mengisi

keseharian dengan beribadah, mengelola jiwa, dan mendekatkan diri

kepada Allah.Ibadah yang mereka lakukan terkesan massif dan

terbilang berlebih-lebihan.

Sikap berlebih-lebihan itulah bentuk nyata dari usaha mereka

dalam meraih keridlaan Allah.Sikap yang sejatinya bukan keharusan

dan kewajiban yang harus dilakukan tiap-tiap pemeluk agama.Namun

demikian, usaha yang mereka galakkan tak berumur panjang.Mereka

tidak mampu menjaga dan memeliharanya. Tak banyak di antara

mereka yang mau menerima kenyataan, kenyataan berupa keimanan

kepada nabi Muhammad saw.

Kata ra>’u>n pada ayat kedua terambil dari kata ra’iya yaitu

memperhatikan sesuatu agar tidak rusak, sia-sia atau terbengkalai

dengan cara memelihara, membimbing dan memperbaiki bila terjadi

71M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.

XIV, 49.

120

kerusakan.72Pada ayat ini ra>’u>n bermakna orang-orang yang

memelihara amanah.

Kata ama>nahterambil dari akar kata amina yaitu percaya dan

aman. Hal ini karena ama>nah diberikan atas dasar kepercayaan,

kepercayaan bahwa si penerima akan menjaga dan memeliharnya

dengan sebaik-baiknya.Ama>nahadalah sesuatu yang diserahkan kepada

pihak lain untuk dipelihara, dan kemudian diambil kembali pada waktu

yang telah ditentukan.73

Ra>’i> yang memegang amanah berkewajiban memelihara dan

menjaganya dengan penuh rasa tanggung jawab.Memelihara dari

kerusakan serta menjaganya dari kebinasahan. Keberhasilan seorang

ra>’i> dinilai ketika amanah yang ia pukul telah diambil kembali oleh

pemiliknya. Penilaian tersebut berdasarkan kemampuan dan rasa

tanggungjawabnya dalam memelihara dan menjaga.

2. Ra>’i> bermakna Pengembala

ى يالنـه ألول ات كآلي يذل نف إ كم ام اأنـع و ع ار واو كل

“Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasan Allah bagi orang-orang yang berakal”.74

72M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IX,

160. 73Ibid.,159. 74Al-Qur’an, 20:54. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 481.

121

Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat yang menggambarkan

tabiat atau tradisi masyarakat Arab. Sebuah tradisi sebagai upaya

melatih diri menjadi pemimpin dan penggerak. Ra>’i> berasal dari akar

kata ra’iya, dan dari akar kata itu pula terbentuk kata ra>’i> yang

memiliki makna pengembala. Hal ini karena pengembala memberikan

perhatian kepada gembalaannya.Perhatian berupa memelihara dan

membimbingnya sehingga terhindar dari bencana.75

Quraish Shihab memaknai kata ir’au> pada ayat ini sebagai kata

perintah, perintah untuk mengembalakan herwan-hewan ternak.76

Qurish Shihab mengutip tafsiran T{aba>t}aba>’i, bahwa ayat ini

merupakan bukti kebesara Allah. Allah menempatkan manusia di bumi

dengan berbagai karunia yang terhampar di dalamnya agar dinikmati

dan dijadikan bekal untuk kehidupan akhirat.

Allah menurunkan hujan dan dengannya tumbuh-tumbuhan

tumbuh berkembang, dan semuanya untuk dinikmati sebagai

kelanjutan bagi kehidupan manusia dan binatang.77Allah telah

memerintahkan langit menurunkan hujan, bumi menumbuhkan

tumbuh-tumbuhan, dan manusia menikmati, menjaga dan

memeliharanya.Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda

bagi orang yang berakal.

75M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IX,

160. 76Ibid, Vol. VIII, 316. 77Ibid.,317.

122

3. Ra>’i> bermakna pemerhati atau orang yang melihat

يم أل ذاب ع رينـ لكاف ل واو امسع ناو قولواانظر او اعن وار قول نواالتـ آم االذين اأيـه ي“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): ‘Ra>’ina>’ tetapi katakanlah: ‘unzhurna>’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih”.78

ي ال اعن ر و ع سم م ر يـ غ امسع او ن عصيـ او ن ونسمع قول يـ هو اضع و نم ع م رفونالكل واحي اد ه الذينـ ن م ت ابألسنو ع امس او ن ع أط او ن ع وامس قال م أنـه و ل و يالدين اف ن ع ط و كف مه ب الله م ه نـ ع ل كنـ ل و م أقـو و اهلم ر يـ كاخن نال ر انظ

يال قل ال نونإ ؤم فاليـ رمه

“yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: ‘kami mendengar’, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): ‘dengarlah’ sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): ‘ra>’ina>’ dengan memutar-mutar lidahnya dan mencelah agama. Sekiranya mereka mengatakan: ‘kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami’ tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak berima kecuali iman yang sangat tipis”.79

Kedua ayat tersebut merupakan ayat Madaniah. Kedua ayat ini

mengisahkan tabiat mayoritas orang-orang Yahudi yang selalu

menghina dan mencaci maki nabi Muhammad Saw. Asba>b al-Nuzu>l

dari kedua ayat tersebut adalah munculnya berbagai cacian dan hinaan

orang-orang Yahudi kepada nabi Muhammad Saw. Hinaan dan cacian

itu berupa penggunaan diksi kata yang mereka putar-putar sehingga

78 Al-Qur’an, 2:104. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 29. 79Ibid.,4:46. Lihat: Ibid., 126.

123

sekilas terdengar baik namun pada kenyataanya mengharapkan

kehancuran nabi Muhammad Saw.

Quraish Shihab menafsirkan ayat pertama sebagai larangan

bagi umat Islam untuk menggunakan kata ra>’ina> (perhatikanlah

keadaan dan kemauan kami).Larangan muncul karena kata ra>’ina>

memiliki padanan kata negatif. Di kalangan orang-orang Yahudi, kata

ra>’ina> popular digunakan untuk memaki dan mencemooh.80

Quraish Shihab memberikan keterangan lebih lanjut perihal

larangan penggunaan kata ra>’ina> pada tafsiran ayat ke dua. Larangan

itu karena orang-orang Yahudi memutar-mutar lidah mereka, sehingga

terkesan melafatkan kata ra>’ina>.Namun jika diperhatikan lebih

seksama dan teliti mereka menggunakan bahasa Ibrani yang memiliki

kemiripan lafal tetapi berbeda makna.Lafal Ibrani yang mereka

gunakan bermakna makian dengan tujuan mencela agama.81

Secara garis besar, kata ra>’i> di dalam al-Qur’an tidak

menunjukkan makna pemimpin atau kepemimpinan secara

mutlak.Namun demikian, kata ini memiliki kandungan makna yang

menyerupai sifat, fungsi dan tugas seorang pemimpin.Seorang

pemimpin harus memiliki sifat pengayom, pemelihara, pembimbing

dan pemerhati segala kebutuhan dan keinginan masyarakat terpimpin.

80M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.I,

285. 81Ibid., Vol. II, 462.

124

Kepemimpinan dalam tafsir al-Misba>h tidak terpaku pada istilah atau

makna yang populer. Istilah khali>fah, ima>m, uli al-amr, wali>, dan ra>’i> ditafsirkan

sesuai dengan susunan kalimat atau ayat yang membentuk. Namun demikian,

tafsiran tentang istilah-istilah tersebut memiliki keterikan atau kemiripan dengan

sifat, fungsi dan tujuan kepemimpinan.

B. Tipologi Kepemimpinan

1. Tipe Otoktratis

Pemimpin otokratis identik dengan pemimpin diktator. Pemimpin

yang seringkali memaksakan keinginan dan kehendaknya dalam menjalankan

roda kepemimpinannya. Quraish Shihab mengkisahkan tipe kepemimpinan

diktor, yaitu prasangka ratu Bilqis pada Sulaiman as. Kisah ini terdapat

dalam al-Qur’an surat al-Naml ayat 34;

ون ل فع كيـ لةوكذل اأذ ه أهل واأعزة ل جع سدوهاو أف ة ي ر واقـ ادخل ذ وكإ ل نالم إ ت قال“dia berkata: ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasahkannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat”.82 Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat yang mengisahkan tentang

kehidupan umat manusia sebelum diutusnya nabi Muhammad Saw. Ayat ini

memberikan pembelajaran bahwa pemimpin diktator pada akhirnya akan

tumbang. Hal ini karena pemimpin diktator lebih mementingkan

kepentingan dirinya di atas kepentingan masyarakat terpimpin,

82Al-Qur’an,27:34. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 597.

125

Bagi Quraish Shihab, perasangka ratu Bilqis berdasarkan fakta

sejarah yang ia ketahui sebelumnya.Raja-raja diktator senantiasa membunuh,

atau paling tidak menawan dan mengusir para penguasa kerajaan atau

pemerintahan yang mereka taklukkan. Dengan demikian, mereka telah

membinasahkan sekaligus menghinanya. Lalu kemudian, mereka

menghancurkan semua bentuk tatanan aturan perundang-undangan dengan

menggantikan dengan aturan-aturan yang sesuai dengan keinginan dan

kehendak para raja diktator.83

Kisah lain tentang kepemimpinan otokratis adalah kepemimpian

Fir’aun pada masa nabi Musa as. Hal ini dikisahkan dalam al-Qur’an surat

al-Qas}as} ayat 4;

إ ذحب ي م ه نـ فةم ائ فط ستضع اي ع اشيـ ه ألهل جع ضو ياألر الف نـع و ع ر نف ال إ ن كامن إنـه مه ينساء ستحي ي و مه اء ن أبـفسدين م

“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembeleh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”.84 Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat ini mengisahkan

kediktatoran Fir’aun dalam memimpin dan memaksakan kehendaknya.

Kediktatoran dengan memaksa kaumnya mengakui ketuhanan Fir’aun. Ayat

ini menjadi pemicu tersendiri bagi bangsa Arab kala itu. Pemicu sekaligus

83M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. X,

220. 84Al-Qur’an,20:4. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 609.

126

peringatan bahwa kesewenang-wenangan hanya akan menghasilkan

kerusakan di bumi.

Bagi Quraish Shihab, ayat ini merupakan peringatan sekaligus

pelajaranagar diambil hikmahnya. Kata‘ala> bermakna ‘meninggi’, dengan

kata lain, merasa lebih tinggi dari selainnya. Namun demikian, perasaan itu

bukan pada tempatnya, karena tidak didasari landasan logika maupun agama.

Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan, ayat di atas menggunakan kata al-

ard}untuk menunjukkan betapa kekuasaan Fir’aun kala itu sangat luas, yaitu

wilayah yang membentang dari perbatasan India hingga laut Danube yang

mengalir di Eropa Timur dan Tengah. Namun demikian, Fir’aun telah

menjadikan masyarakatnya berkelompok-kelompok. Meskipun mereka

berbeda-beda, pada akhirnya ditundukkan olehnya, sehingga patuh dan taat

kepadanya baik secara tulus maupun terpaksa.85

Fir’aun sebagai raja dikelompokkan pada golongan raja-raja yang

membuat kerusakan di bumi. Ada tiga sebab utama kerusakan yang

dilakukan raja-raja diktator, antara lain;

a. Keangkuhan

b. Memecah belah keutuhan masyarakat dalam rangka mengukuhkan

kekuasaannya

85M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. X,

304-305.

127

c. Memperlemah dan menindas sebagian kelompok masyarakat yang

tidak sejalan dengan cara mempermalukan, mengancam, membunuh

dan sebagainya.86

2. Tipe Paternalistis

Kepemimpinan paternalistis menjadikan sosok pemimpin sebagai

panutan, teladan dan tumpuhan harapan serta keinginan masyarakat.

Pemimpin dengan tipe paternalistis lebih mengutamakan kebersamaan.

Posisi pemimpin ibarat ayah yang bersifat melindungi dan menjadi

tumpuhan untuk meminta petunjuk dan arahah. Dalam tipe ini,

pemimpin yang dianggkat pada umumnya berasal dari orang-orang yang

dituakan.87 Sifat-sifat kepemimpinan dengan tipe paternalistis ini

terpancar dalam diri nabi Muhammad Saw. Hal ini terlihat dari beberapa

ayat al-Qur’an antara lain:

a. Surat al-Ahza>b ayat 21;

و جوالله ر يـ نكانـ م حسنةل ة سوالللهأسو ري ف كم ل قدكانـ ال كثري الله ذكر و اآلخر م و اليـ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan(kedekatan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”88 Ayat ini termasuk ayat Madaniah. Ayat yang turun di Madinah. Ayat

ini menggambarkan sifat nabi Muhammad Saw sebagai seorang utusan

86Ibid.,307. 87Sondang P Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, 35. 88Al-Qur’an,33:21. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 670.

128

sekaligus pimpinan bagi umat Islam. Sifat keteladanan seorang Rasul

sekaligus pemimpin bagi umat Islam.

Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai penegas keteladanan

Rasulullah yang seharusnya diikuti. Keteladan bagi orang-orang yang

mengharapkan rahmat Allah, hari Kiamat dan senantiasa berdzikir menyebut

nama Allah.Quraish Shihab mengutip pendapat al-Zamkhsyari perihal

keteladan Rasulullah saw. Ada dua kemungkinan makna dan maksud dari

keteladan Rasulullah saw. Pertama, keperibadian Rasulullah saw secara

totalitas adalah teladan. Kedua, dalam keperibadian Rasulullah saw ada

beberapa hal yang patut diteladani. Di antara kedua kemungkinan tersebut,

adalah kemungkinan pertama yang menjadi pilihan mayoritas ulama.89

Dalam konteks kepemimpinan, Quraish Shihab mengutip pendapat

ima>m al-Qara>fi>, bahwa petunjuk yang Rasulullah saw berikan perihal

kemasyarakatan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat,

sehingga tidak menutup kemungkinan adanya petunjuk yang berbeda dalam

persoalan yang sama. Semisal larangan Rasulullah berziarah kubur,

kemudian larangan tersebut dicabut kembali karena melihat kondisi dan

suasana masyarakat telah berbeda dengan waktu pelarangan.90

Keteladanan yang diperaktekkan Rasulullah menjadi petanda betapa

Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki sifat paternalistis. Sifat yang

89M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XI,

242-243. 90Ibid.,245.

129

menunjukkan kecintaan dan perhatian Rasulullah saw terhadap umat Islam,

kecintaan dan perhatian seorang pemimpin terhadap masyarakat terpimpin.

Namun demikian, sifat paternalistis dalam konteks kepemimpinan pada diri

Rasulullah tidak bersifat total atau mutlak, karena secara teori, tipe

kepemimpinan paternalistis cenderung menganggap bawahan atau terpimpin

sebagai anak kecil.

3. Tipe Karismatik

Dalam teori kepemimpinan, sifat karismatik seringkali diindikasikan

dengan sifat kasih-sayang, lemah lembut dan penuh perhatian dari pemimpin

ke terpimpin. Pada sisi lain, pemimpin karismatik memiliki sifat tegas,

berani dan penuh perhitungan ketika menghadapi musuh.

Al-Qur’an mengisahkan sifat kasih-sayang, lemah lembut dan penuh

perhatian serta keberanian dan ketegasan pada diri nabi Muhammad Saw

sebagai suri tauladan bagi semua pemimpin. Kisah tersebut termaktub dalam

surat al-Fath} ayat 29;

د م م حم ه نـ يـ بـ اء مح ىالكفارر عل اء أشد ه ع الذينم سوالللهو ......ر“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”91

Ayat ini mengisahkan sifat nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin

sekaligus panutan bagi masyarak Madinah secara khusus dan masyarakat

91Al-Qur’an,48:29. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 843.

130

dunia secar umum. Ayat ini turun di Madinah, ketika umat Islam telah

menjadi komunitas masyarakat yang kuat.

Quraish Shibah menafsirkan, ayat ini merupakan bukti sikap dan sifat

nabi Muhammad saw beserta orang-orang muslim. Sikap tegas kepada

orang-orang kafir dengan tidak sedikitpun mengorbankan akidah di hadapan

mereka. Serta sikap lemah-lembut penuh kasih-sayang antar sesama orang

beriman. Sikap itulah yang menghasilkan wibawa, penghormatan, serta

kekaguman setiap orang yang melihatnya.92

Quraish Shihab menjelaskan lebih rinci arti dari kata ‘keras terhadap

orang-orang kafir’. Quraish Shihab tidak sependapat dengan pendapat yang

mengatakan bahwa bersikap keras kepada orang-orang kafir adalah dengan

ketegasan yang melampaui batas terhadap non muslim. Quraish Shihab

menegaskan bahwa makna dari kata ‘kafir’ beraneka-ragam. Kafir tidak

hanya bermakna non muslim, tetapi memiliki makna luas yang terangkum

dalam makna ‘siapa yang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan

tujuan agama’.93

Di sinilah tipe karismatik yang diperagakan Rasulullah dengan

membentuk watak berdasarkan ajaran-ajaran al-Qur’an. Watak yang tegas

terhadap hal-hal prinsipil seperti akidah, dengan tidak memperjual-belikan,

92M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XIII,

216. 93Ibid., 217.

131

serta watak penyayang bagi sesama umat Islam. Dengan demikian, karisma

akan lahir tanpa dibuat-buat.

4. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis menjadikan musyawarah sebagai asas

dalam memutuskan kebijakan. Musyawarah (musha>warah) berasal dari kata

shawara-yashwuru dengan kata kerja sha>wara-yusha>wiru, atau shu>ra>.94 Dua

bentuk kata kerja tersebut terdapat dalam al-Qur’an yaitu surat A>li Imran

ayat 159, dan surat al-Shura ayat 38;

هل ر ف غ استـ مو ه نـ كفاعفع ل نحو النـفضوام القلب يظ اغل فظ تـ وكن ل مو ه ل تـ ن اللهل ن م ة ارمح م ياألم فب ف مه شاور موىالله ل لع وك فتـ تـ م اعز ني رفإذ وكل تـ حبالم ي إنالله

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”95

وال استجاب الذين قون و ف ن يـ امه ن زقـ ار مم و م ه نـ يـ ىبـ مهشور ر أم واالصالةو أقام و م ر“dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.96

Kata shura> pada ayat ini berbentuk kata perintah, perintah untuk

memutuskan segala persoalan bersama dengan jalan musyawarah. Ayat ini

94Dawan Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci,441-442. 95Al-Qur’an,3:159. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 103. 96Ibid., 42:38. Lihat:Ibid., 789.

132

turun di Madinah sebagai penegasan bahwa Islam menjunjung tinggi nilai-

nilai demokrasi.

Ayat kedua berbentuk kata berita. Kata yang mengisahkan tentang

ciri dan sifat orang-orang yang taat dan tunduk pada perintah Allah. Dengan

kata lain, shura> merupakan perintah yang harus dijalankan dalam mengambil

keputusan bersama. Ayat ini termasuk ayat Makkiah. Keberadaan ayat ini

menjadi petanda bahwa perintah musyawarah merupakan bagian terpenting

dari perintah agama.

Makna musyawarah dalam kaitannya dengan konsep-konsep ilmu

politik modern pertama kali muncul pada saat teori politik Barat masuk ke

dunia Islam pada pertengahan abad ke-19.97 Quraish Shihab menafsirkan,

perintah musyawarah pada ayat pertama hanya terbatas pada persoalan

masyarakat, yang selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, dan tidak

memiliki landasan hukum yang mutlak. Quraish Shihab mencotohkan sikap

para Sahabat yang memilih diam dan taat ketika Rasulullah mengatakan

bahwa yang beliau sampaikan adalah wahyu. Sikap demokratis Rasulullah

terlihat dari tata-cara kepemimpinan beliau dalam menyelesaikan persoalan

masyarakat. Rasulullah tak segan-segan meminta pendapat para Sahabat

menyangkut strategi peperangan, keluarga bahkan hal pribadi beliau.98

97Dawan Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci,441. 98M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II,

261.

133

Sekilas terkesan porsi musyawarah dalam al-Qur’an sangat terbatas.

Lebih-lebih tata-cara permusyawaratan tidak mendapatkan kejelasan yang

mendetail. Quraish Shihab menjelaskan kesan sekilas tersebut secara apik.

Kesan tersebut akan sirna jika disadari pada tata-cara al-Qur’an memberikan

petunjuk. Pada persoalan umum yang dinamis, Al-Qur’an mengindahkan

petunjuknya dalam bentuk prinsip-prinsip umum. Tata cara itu mengandung

hikmah sebagai penampung bagi sekian banyak perubahan dan

perkembangan sosial masyarakat.99

Sebuah putusan atas problematika masyarakat pada kondisi dan

waktu tertentu akan tidak relevan jika diterapkan pada kondisi dan waktu

yang berbeda. Pun demikian sistem musyawarah (demokrasi), sistem

musyawarah yang diterapkan pada masa awal Islam, belum tentu berlaku

saat ini, karena masing-masing masyarakat menghadapi persoalannya

masing-masing dengan cara masing-masing pula.

Quraish Shihab mengutip pendapat Rashid Ridla, seorang pakar tafsir

yang menulis tafsir al-Manar. Rashid Ridla berpendapat;

“Allah telah menganugerahkan kepada kita kemerdekaan penuh dan kebebasan yang sempurna dalam urusan dunia dan kepentingan masyarakat, dengan jalan memberi petunjuk untuk melakukan musyawarah, yakni yang dilakukan orang-orang cakap dan terpandang yang kita percayai, guna menetapkan bagi kita (masyarakat) pada setiap periode hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan masyarakat. Kita seringkali mengikat diri kita sendiri dengan berbagai ikatan (syarat) yang kita ciptakan, kemudian

99Ibid., 262.

134

kita namakan syarat itu ajaran agama, tetapi pada akhirnya syarat-syarat itu membelenggu diri kita sendiri”.100

Kata shu>ra> pada ayat kedua, menurut Quraish Shihab shu>ra> terambil

dari kata shaur.Shu>ra> bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat

yang terbaik dengan memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang

lain. Qurasih Shihab menjelaskan lebih lanjut, kata shu>ra> terambil dari kata

shirtu al-‘asal (saya mengeluarkan madu dari wadahnya). Dengan demikian,

bisa dikiaskan bahwa musyawarah adalah upaya mencari madu terbaik

dimanapun ia berada. Atau dengan kata lain, musyawarah adalah upaya

memperoleh pendapat terbaik dengan mempertimbangkan kebenaran

pendapat tanpa mempersoalkan penyampainya.

Quraish Shihab menegaskan, bahwa ayat kedua ini turun pada masa

Makkiah, pada saat umat Islam belum memiliki tatanan pemerintahan.

Tatanan yang baru terbentuk setelah nabi Muhammad Saw beserta para

pengikut hijrah ke Madinah. Di Madinahlan tatanan pemerintahan atau

kenegaraan dalam makna modern terbentuk, dengan Rasulullah saw sebagai

pimpinan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa musyawarah adalah anjuran

al-Qur’an yang lintas ruang dan waktu.101 Anjuran berupa upaya

menyelesaikan persoalan kemasyarakatan menuju kemaslahatan.

Dua ayat di atas dan pengalaman kenegaraan yang dicontohkan

Rasulullah dalam menyelesaikan persoalan masyarakat, menjadi petanda

100Ibid., 263. 101M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XII,

512.

135

bahwa tipe kepemimpinan demokratis dengan musyawarah sebagai asas

utama memperoleh perhatian khusus dari al-Qur’an. Meskipun demikian, al-

Qur’an memberikan batasan-batasan musyawarah dengan hanya membatasi

pada persoalan kemasyaraktan. Persoalan yang selalu mengalami perubahan

dan perkembangan seiring pertumbuhan dan perkembangan perdaban umat

manusia.