ً …digilib.uinsby.ac.id/995/7/bab 4.pdf · memperkuat tafsiran kata yang sama pada surat...
TRANSCRIPT
82
BAB IV
KEPEMIMPINAN DAN TIPOLOGINYA DALAM TAFSIR
AL-MIS}BA>>H
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan dan tipologinya merupakan dampak dari perdebatan yang
tak kunjung usai antara dua kubu umat Islam, yaitu kubu yang menyuarakan
terbentuknya daulah Islamiah, dan kubu yang tetap menjadikan Pancasila dengan
prinsip bhineka tunggal ika sebagai dasar utama pembentukan masyarakat atau
negara madani. Berikut ini adalah tafsiran al-Misbhah perihal ayat-ayat
kepemimpinan dan tipologinya.
1. Khali>fah
Kata khali>fah memiliki makna yang beranekaragam, dan keragaman
makna tersebut berdasarkan pada susunan kata pada masing-masing ayat. Di
antara ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata khali>fah adalah;
a. Surat al-Baqarah ayat 30
يفة ضخل ياألر ف ل نيجاع إ كة الئ لم بكل ر ذقال إ ....و “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat; ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”1
Ayat ini merupakan bagian dari Surat Madaniah. Surat yang turun
pada saat umat Islam telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan
1Al-Qur’an, 2:30. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd, al-Qur’an dan Terjemahnya,
(Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd li al-Ţibā’at al-Mușhaf al-Sharīf, 1418 H),13.
83
masyarakat Madinah. Ayat ini menunjukkan, bahwa pada hakekatnya
manusia adalah khali>fah.
Quraish Shihab mengelompokkan ayat di atas ke dalam
kelompok ayat yang membicarakan tentang penciptaan manusia hingga
akhir hayatnya.2Bagi Quraish Shihab, tafsiran kata khali>fah pada
mulanya bermakna ‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang sesudah
siapa yang datang sebelumnya’.3
Berlandasakan pada tafsiran kata khali>fah, Quraish Shihab
menjelaskan, ada dua kemungkinan kekhalifaan manusia di bumi.
Kemungkinan pertama adalah manusia merupakan mahluk yang
menggantikan atau yang mewakili Allah di muka bumi. Ketergantian
atau keterwakilan Allah tidak semerta-merta menandakan
ketidakmampuan atau kelemahan Allah mengurusi bumi beserta isi-
sisinya. Ketergantian atau keterwakilan tersebut hanya merupakan ujian
sekaligus penghormatan yang Allah berikan kepada manusia.
Kemungkinan kedua adalah, kehadiran manusia di bumi merupakan
pengganti dari mahluk-mahluk Allah lainnya yang lebih dulu menempati
bumi.
Kedua tafsiran atau makna khalifah tersebut menjadi petanda
bahwa tugas manusia di bumi adalah menjadi khalifah. Kekhalifaan
2M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. I,
(Jakarta: Lentera Hati, 2000), 140. 3Ibid., 142.
84
yang diemban manusia harus sejalan dengan petunjuk dan aturan Allah.
Ketidaksesuaian antara kebijakan seorang khalifah dengan petunjuk
Allah merupakan pelanggaran besar terhadap makna dan tugas
kekhalifaan.4
b. Surat al-An’a>m ayat 165.
الذجي هو قاو الع بكسريع نـر اآتاكمإ يم وكمف ل بـ ي ل جات ضدر ع بـ قـ ضكمفو ع بـ فـع ر ضو فاألر كمخالئ ل ع حيم ر غفور ل نـه إ بو
“Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaNya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”5
Ayat ini merupakan ayat Makkiah, ayat yang turun di Mekkah.
Ayat yang bertujuan menegaskan dan menguatkan akidah dan keimanan
umat Islam. Sebagai bagian dari upaya membentengi diri dari ketakutan
dan kekhawatiran. Ketakutan sebagai masyarakat minoritas di tengah-
tengah masyarakat pagan.
Kata khala>if pada ayat di atas merupakan bentuk plural dari kata
khali>fah, yang memiliki akar kata khalf.Kata khalf pada mulanya
bermakna ‘di belakang’. Kemudian dari makna tersebut muncul makna
‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang sesudah siapa yang datang
sebelumnya’.
4Ibid., 142. 5 Al-Qur’an, 6:165. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 217.
85
Ada dua bentuk plural dari kata khali>fah, pertama khulafa>,
bentuk jamak ini mengandung makna kekuasaan politik dalam
mengelolah satu wilayah. Kedua khala>if , bentuk jamak kedua ini tidak
mengindikasikan makna kekuasaan pada satu wilayah.6 Berangkat dari
makna yang diutakan Quraish Shihab, tafsiran ayat di atas terlepas dari
makna politik atau kekuasaan. Dengan demikian, makna khalifah
bersandar pada makna asal yaitu ‘di belakang’ atau ‘yang
menggantikan’.
Kata ‘menggantikan’ tidak semerta-merta bermakna politis atau
penguasaan terhadap satu kekuasaan, karena pengganti memiliki
kesamaan atau kesesuaian dengan yang diganti. Pergantian muncul
karena beberapa sebab, diantaranya kematian, perbedaan waktu dan
tempat. Dengan demikian, pergantian selalu memerlukan kerjasama
antara pengganti dan yang diganti, sehingga tidak ada satupun yang
saling menguasai satu sama lainnya.
Quraish Shihab mengutip pendapat asy-Sya’rawi, bahwa kata
khalifah pada ayat di atas tidak semerta-merta bermakna pergantian
antar sesama manusia. Kata khalifah bisa bermakna ‘reaksi dan
ketundukan bumi kepada manusia’. Reaksi tersebut merupakan bagian
dari sifat iradat/kehendak Allah yang diberikan kepada manusia.7 Sifat
6M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IV,
363. 7Ibid.,364.
86
ketuhanan yang dianugerahkan kepada manusia menjadikan alam
semesta tunduk kepada kehendak dan keinginan manusia. c. Surat Yu>nus ayat 73.
افانظر ن ات وابآي ب االذينكذ ن قـ أغر فو امهخالئ ن ل جع و يالفلك ف ه ع نم م ناهو يـ وهفنج ب فكذ ب اق فكانـع كيـنذرين ة الم
“Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu”.8
Seorang khalifah Allah berkewajiban menjalankan perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Perintah dan larangan berupa wahyu yang
diturunkan kepada para utusan-Nya. Atas dasar itulah, ayat di atas
memberikan ketegasan bahwa hanya orang-orang yang beriman, patuh
dan taat kepada Allah yang berhak menjadi khalifah Allah. Ayat ini
merupakan ayat Makkiah, ayat bertujuan menanamkan keimanan pada
umat Islam.
Kekufuran yang ditunjukkan mayoritas kaum Nuh menjadi
penyebab utama pergantian di antara mereka. Orang-orang yang
beriman pada akhirnya menjadi pengganti dari orang-orang kufur
sebagai khalifah Allah.
Quraish Shihab menafsirkan kata khala>if pada ayat di atas
dengan ‘pengganti-pengganti’. Para pengganti yang berasal dari orang-
8 Al-Qur’an, 10:73. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 318.
87
orang beriman, dengan menggantikan kedudukan orang-orang kafir yang
binasa tertimpa bencana sebagai bentuk dari siksa yang Allah berikan.9
Tafsiran tersebut mengindikasikan bahwa kata khalifah memiliki
makna ganda. Ia bermakna sebagai pengganti sekaligus bermakna
pemegang kendali atau kekuasaan dalam mengatur dan menjalankan
roda kehidupan. Hanya saja, pemaknaan tersebut membatasi wilayah
khalifah sebagai hak wilayah orang-orang yang beriman.
d. Suratal-Naml 62.
اتذك يالم اللهقل ع ضأإهلم األر فاء كمخل ل ع جي و وء كشفالس ي ادعاهو إذ ر ضط الم جيب ي نـ ون أم ر“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya),”10
Ayat ini adalah ayat Makkiah, ayat yang memberikan ketegasan
bahwa hanya orang-orang beriman yang pantas dan layak menjadi
khalifah, meskipun pada kenyataanya mereka termasuk golongan
minoritas.
Quraish Shihab mengutip pendapat ibn A<shu>r dalam menafsirkan
ayat di atas. Ibn A<shu>r menegaskan bahwa yang menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi adalah Allah. Khalifah yang memiliki,
mengelolah, memanfaatkan dan mewarisi alam semesta kepada anak-
9M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. VI,
125-126. 10Al-Qur’an, 27:62. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 601.
88
anaknya. Perwarisan dari generas kegenarasi inilah yang merupakan
isyarat dari kata khulafa>.11Khalifah yang diangkat berdasarkan
keimanannya kepada Allah, dan berdasarkan tata cara mengelolah,
memanfaatkan serta mengembangkan sumber alam.
Secara tidak langsung, ayat di atas menggambarkan tiga piranti
utama terbentuknya kekhalifahan. Pertama adalah kehendak/iradah
Allah yang memilih dan menunjuk seseorang menjadi khalifah. Kedua
adalah manusia sebagai khalifah yang mengelola, mengembangkan dan
memanfaatkan sumber daya alam, yang ketiga adalah bumi beserta
isinya yang menjadi tempat dan pijakan bagi khalifah. Tiga piranti ini
menjadi syarat bagi terbentuknya kehidupan dunia yang damai, tentram
dan sejahtera.
e. Surat Fa>t}ir 39.
زي الي هو هكفر ي ل ع فـ كفر ن ضفم ياألر فف خالئ كم ل ع الذجي زيهو الي او قت م ال إ م در ن ع مه رينكفر دالكافا خسار إال مه رينكفر كاف ال د
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa diri sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.12 Tasfiran Quraish Shihab terhadap kata khala>if pada ayat di atas
memperkuat tafsiran kata yang sama pada surat al-An’a>m ayat 165.
11M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. X, 255. 12 Al-Qur’an, 35:39. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 702.
89
Kata khala>if merupakan bentuk jamak dari kata khali>fah. Perbedaan
antara kata khala>if dan khulafa>’ terletak pada cakupan makna. Khala>if
bermakna khalifah-khalifah yang mengatur, membangun dan
memakmurkan dunia. Sedangkan kata khulafa>’ mengandung makna
kekuasaan politik dalam mengelolah satu wilayah tertentu.13
Tafsiran Quraish Shihab tersebut berbanding terbalik dengan
tafsiran ibn ‘A<shu>r. Bagi ibn ‘A<shu>r, kata khala>if memiliki makna yang
serupa dengan khulafa>’. Dua diatas itu merupakan bentuk jamak dari
kata khali>fah. Tafsiran itulah yang mengantarkan ibn ‘Ashu>r
menafsirkan bahwa ayat di atas merupakan berita gembira bagi nabi
Muhammad Saw. Berita yang membawa kabar gembira bahwa umat
Islam akan berkuasa setelah sekian lama negara/umat sebelumnya
hancur lebur.14
Untuk memperkuat pendapat atau tafsiran Quraish Shihab, ia
mengutip pendapat T{aba>t}aba>’I, yang memaknai kata khalifah sebagai
orang yang menggantikan orang-orang sebelumnya,mengganti para
pendahulunya dalam mengelola dan mengambil manfaat dari keberadaan
bumi.
Kekhalifaan manusia merupakan keistimewan tersendiri yang
Allah berikan kepada manusia,dalam mengatur, mengelola dan
13M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XI,
483. 14Ibid., 483.
90
mengembangkan alam. Pada dasarnya, keistimewaan tersebut dimiliki
masing-masing individu, karena masing-masing individu memikul beban
untuk mengelolah dan mengembangkan alam, tanpa harus menjadi
pemimpin terlebih dahulu.15Dengan demikian, kekhalifaan akan berjalan
apabila satu sama lainnya saling bahu-membahu, gotong royong dan
saling bekerjasama, tanpa mengedepankan status sosial.
f. SuratS}a>d 26.
ع تب التـ قو احل الناسب ن يـ بـ ضفاحكم ياألر ف يفة اكخل لن ناجع إ ود او اد نالذيي يالللهإ نسب ضلكع ىفي اهلواحلساب م و انسوايـ شديدمب ذاب ع م ه يالللهل نسب ضلونـع ي نـ
“Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.16
Ayat ini mengisahkan pengangkatan nabi Daud As sebagai
khalifah. Kisah yang menjadi kekuatan bagi umat Islam untuk tetap
menjaga keimanan dan keislaman. Ayat ini merupakan ayat Makkiah,
ayat yang memberikan penekatan pada pembentukan dan pengembangan
akidah.
Sebagaimana tafsiran kata khali>fah pada ayat-ayat sebelumnya,
pada ayat ini Quraish Shihab menegaskan tafsirannya, bahwa kata
15Ibid., 483-484. 16 Al-Qur’an, 38:26. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 736.
91
khali>fahpada mulanya bermakna ‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang
sesudah yang datang sebelumnya’.17
Namun demikian, Quraish Shihab menafsirkan lebih rinci perihal
pengangkatan nabi Daud as sebagai khalifah.Ada kemiripan antara
kekhalifaan nabi Daud dan nabi Adam, sebab keduanya dianggkat oleh
Allah sebagai khalifah di bumi dengan dibekali pengetahuan. Keduanya
pernah tergelincir dalam kesalahan kemudian bertaubat dan diterima
taubatnya. Sisi kesamaan antara nabi Daud dan nabi Adam
menghasilkan kesimpulan, bahwa kata khalifah yang digunakan al-
Qur’an ditujukan kepada seseorang yang dikaruniai kekuasaan terhadap
wilayah tertentu. Nabi Daud sebagai penguasa Palestina dan sekitanya,
dan nabi Adam sebagai penguasa bumi pada awal masa sejarah
kehidupan manusia. Kesimpulan lain menggambarkan, bahwa seorang
khalifah berpotensi melakukan kesalahan dengan mengikuti hawa
nafsu.18
Perbedaan keduanya terletak pada proses pengangkatan masing-
masing menjadi khalifah. Nabi Adam diangkat secara langsung tanpa
melalui berbagai bentuk ujian, hal ini karena nabi Adam adalah mahluk
pertama kali. Hal ini terlihat dari makna kata ‘ja>’il’ yang mengandung
makna tunggal. Sedangkan pada ayat di atas menggunakan kata ‘ja’alna>’
17M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XII,
133. 18Ibid., 133.
92
yang mengandung makna plural. Dengan kata lain, ada beberapa pihak
yang berjasa dalam pengankatannya menjadi khalifah.
Pada masa nabi Daud terdapat dua kekuatan besar yaitu T{a>lut
dan Jalu>t, dan nabi Daud tergolong dalam pasukan T{a>lut. Kemampuan
dan kepandaiaan nabi Daud mengantarkannya sebagai khalifah
pengganti T{a>lut. Dengan kata lain, nabi Daud diangkat menjadi seorang
khalifah setelah melalui berbagai proses menggantikan T{a>lut.19
فكم ستخل ي و دوكم كع هل يـ أنـ بكم سىر ع اقال ن تـ اجئ دم ع بـ ن م او ن يـ ت أ ت ألنـ قب نـ ام ين واأوذ ن قال ضفيـ ياألر فون ل م ع فتـ ظركيـ
“Kaum Musa berkata; ‘kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang’. Musa menjawab; ‘Mudah-mudahan Allah membinasahkan musuhmu dan menjadikanmu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”.20
Pada tafsiran ayat ini Quraish Shihab menceritakan keputus-
asaan para pengikut nabi Musa. Mereka merasa dan mengadu kepada
nabi Musa bahwa mereka telah menjadi bulan-bulanan Fir’aun, bahkan
sejak sebelum nabi Musa diutus. Mendengar keluhan para pengikutnya,
nabi Musa menjawab dengan menanamkan optimistme tinggi.
Selain menjawab, nabi Musa menyertakan doa dengan harapan
semoga Allah menghancurkan dan membinasahkan musuh-musuh bani
israil termasuk Fir’aun dan para pengikutnya. Doa itu dilengkapi dengan
19Ibid., 134 20 Al-Qur’an, 7:129. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 240-
241.
93
harapan semoga Allah akan menjadikan kaum nabi Musa sebagai
pengganti (khalifah) para musuh yang binasah.21
Rezim Fir’aun menguasai beberapa wilayah salah satunya Mesir.
Kekuasaan Fir’aun tidak mengikutsertakan keyakinan dan keimanan
kepada Allah, sehingga tidak layak menjadi khalifah atau penguasa
bumi, karena khalifah atau penguasa bumi berkewajiban mengelolah,
mengembangkan dan menjaga kesejahteraan hidup masyarakat luas.
Secara garis besar, Quraish Shihab menafsirkan kata khali>fah
disesuaikan dengan susunan kata yang membentuk ayat, sehingga
menghasilkan dua makna yang berbeda, yaitu makna sebagai penguasa
yang memiliki kekuasaan di wilayah tertentu. Kekuasaan yang tidak
dimiliki semua orang, melainkan diperuntukkan bagi invidu-indivu yang
dianggap layak menjalankannya. Khalifah yang bermakna pengelola,
pengambil manfaat dan yang menjaga kestabilitasan hidup. Dengan kata
lain, semua manusia adalah khalifah yang berkewajiban menjaga
kelangsungan hidup masyarakat.
Selain menjelaskan perihal perbedaan makna khalifah, Quraish
Shibab juga menjelaskan proses menjadi khalifah. Menjadi seorang
khalifah dalam makna politis harus melalui ujian kelayakan. Ia tidak
semerta-merta karunia semata melainkan diperkuat oleh usaha dan
upaya, usaha yang menjadi barometer kelayakan seseorang menjadi
21M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. V, 209.
94
khalifah. Sedangkan menjadi khalifah dalam makna pengelolah,
pengambil manfaat serta penjaga alam semesta adalah karunia Allah
yang diberikan kepada masing-masing individu. Karunia yang sekaligus
menjadi ujian bagi manusia, ujian berupa kelayakan apa ia berhak
menjadi khalifah Allah di bumi yang membentang luas.
2. Ima>m
Kajian termonologi al-Qur’an mengungkap bahwa kata ima>mah tidak
ditemukan dalam al-Qur’an. Kata yang memiliki kemiripan atau keterkaitan
dengan ima>mah adalah kata ima>m. Ada beberapa makna ima>m antara lain;
nabi atau rasul, pedoman atau petunjuk, kitab atau buku atau teks, jalan
lurus, dan pemimpin.22
Quraish Shihab menafsirkan beberapa ayat yang memuat makna ima>m
dengan tidak meninggalkan makna keseluruhan ayat. Di antara ayat-ayat al-
Qur’an yang menggunakan kata ima>m antara lain;
a. Surat al-Baqarah 124.
فأمته ات م كل ب بـه ر اهيم ر ىإبـ ل تـ ابـ ذ إ م و هديالظال ع ال ن اليـ يقال نذريت م و ال اق ام لناسإم كل نيجاعل نـقاإل ين
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman; ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia’. Ibrahim berkata; ‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku’. Allah berfirman; ‘janjiKu (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”.23
22 Lebih lanjut silahkan merujuk kembali ke bab II. 23 Al-Qur’an, 2:124. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 32.
95
Tafsiran Quraish Shihab tentang kata ima>m dalam ayat ini
bersifat umum dan luas. Ia menafsirkan imam sebagai pemimpin
sekaligus teladan. Allah mengangkat nabi Ibrahim menjadi pemimpin
dan teladan, baik dalam kedudukannya sebagai rasul maupun bukan.
Tafsiran ini diperkuat bahwa kepemimpinan dan keteladan bersumber
dari Allah bukan dari garis keturunan.24 Ayat ini merupakan ayat
Madaniah. Ayat yang mengisahkan proses terpilihnya nabi Ibrahim As
sebagai ima>m. Ima>m yang menjadi panutan serta tumpuhan bagi
masyarakat luas.
Sumber kepemimpinan dan keteladanan yang berasal dari Allah
mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin dan suri tauladan harus
beriman, bertakwa, berpengetahuan dan sukses menghadapi berbagai
ujian dan rintangan.25 Keimanan menjadi kunci utama menjadi seorang
pemimpin. Tanpa didasari keimanan yang kuat, sulit bagi pemimpin
menjalankan roda kepemimpinan menuju kehidupan yang adil dan
sejahtera.
Keimanan merupakan ciri tersendiri bagi sistem kepemimpinan
Islam. Keimanan menjadi pembeda antara sistem kepemimpinan Islam
dan sistek kepemipinan konvensional. Pemimpin bagi Islam tidak hanya
mereka yang menjalankan nota kesepakatan antara pemimpin dan
24M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.I,
317. 25Ibid., 318.
96
terpimpin. Lebih dari itu, pemimpin adalah sosok teladan yang
berkewajiban membawa masyarakat lebih mengenal agamanya.
Islam menempatkan pemimpin sebagai orang terdepan dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama. Tanpa didasari
keimanan, mustahil seorang pemimpin akan menjalankan perintah serta
menjauhi larangan agama. Selain keimanan, pengetahuan menjadi syarat
selanjutnya yang harus dimiliki seorang pemimpin. Seorang pemimpin
akan menjadi teladan atau contoh bagi masyarakat ketika ia telah
menunjukkan etika dirinya sebagai orang yang paham, mengerti dan
menjalankan ajaran agama.
Seorang pemimpin harus bermental baja,tangguh dan kuat dalam
menghadapi berbagai rintangan dan ujian. Hanya dengan berbagai ujian
ketangguhan seorang pemimpin teruji dan terbukti.Lebih dari itu, ujian
adalah tangga menuju tingkatan yang lebih tinggi.
Keimanan, pengetahuan dan ketangguhan adalah upaya dan
usaha yang harus ditempuh seorang pemimpin. Namun demikian,
pemimpin tetaplah manusia yang memiliki kelemahan dan kekurang.
Ketika seorang pemimpin menyadari hal itu, dengan sendirinya akan
muncul dalam dirinya ketakwaan.
Islam mewajibkan kaumnya mentaati para pemimpin selama
kebijakan dan keputusan yang diambil sejalan dan seirama dengan
97
ajaran-ajaran agama. Inilah salah satu rahasia ayat di atas, bahwa orang
yang zalim selamanya tidak berhak menjadi pemimpin.26
b. Suratal-Ah}qa>f 12.
ل ىل شر ب واو م ل الذينظ نذر يـ ال ي ب ساناعر ل امبصدق ت هذاك ةو رمح او ام امبوسىإم هكت ل قب نـ م ني و حسن م“Dan sebelum al-Qur’an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”27 Surat al-Ah}qa>f merupakan surat Makkiah, surat yang memuat
berbagai kisah atau kejadian di masa pra Islam. Kisah yang tidak
menutup kemungkinan akan terulang kembali tanpa dibatasi ruang dan
waktu. Kisah yang sama untuk kemudian menimpa orang yang berbeda.
Ayat ini bagian dari ayat Makkiah.
Kajian terminologi al-Qur’an menunjukkan bahwa kata ima>m
pada pada ayat ini bermakna pedoman atau petunjuk.28Bagi Quraish
Shihab, kata ima>m berasal dari akar kata amma yang berarti ‘dituju’.
Karena itulah, ibu yang selalu dituju anak-anaknya diberinama umm,
dan ama>m adalah kata yang bermakna ‘depan’. Sesuatu yang berada
atau diletakkan di depan akan menjadi teladan. Dari itulah ima>m berarti
26Ibid., 318. 27 Al-Qur’an, 46:12. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 824. 28 Lebih lanjut lihat bab II.
98
‘yang diteladani’. Kitab suci adalah pedoman dan petunjuk yang harus
diteladani.29
Taurat adalah kitab suci kaum Yahudi yang diturunkan kepada
nabi Musa, yang berisi tuntutan-tuntunan bagi kehidupan kaum Yahudi,
yang memiliki nilai tinggi bagi kehidupan manusia terutama kaum
Yahudi.
Ayat ini menjadi petanda dan bukti nyata bahwa kitab suci
adalah pedoman dan petunjuk bagi masing-masing agama. Taurat
teruntuk kamu Yahudi, Injil teruntuk kaum Nasrani dan al-Qur’an
teruntuk kaum Muslimin. Seharusnya, orang Yahudi yang mempelajari
dan mengamalkan ajaran Taurat ia akan mengamini kebenaran Injil, pun
demikian orang Nasrani yang membaca Injil akan mengamini Taurat.
Orang Yahudi dan Nasrani yang mengamalkan ajaran kitab sucinya akan
mengantarkan mereka pada keimanan atas kebenaran al-Qur’an. Semua
kitab suci tersebut memberi petunjuk dan pedoman, petunjuk yang
melarang para pemeluk agama melakukan kezaliman dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan beragama.
c. Surat Yasin ayat 12.
ء مهوكلشي ار آث واو اقدم م ب نكت تىو و الم نحي نـ ناحن ني إ ب امم يإم اهف ن أحصيـ
29M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XIII,
83.
99
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.30
Kata ima>m pada ayat ini bermakna kitab induk yang nyata, kitab
yang termaktub di Lawh} Mah}fu>zh. Ayat ini adalah ayat Makkiah.
Quraish Shihab mengutip pendapat T{aba>t}aba>’i yang mengatakan bahwa
di Lawh} Mah}fu>zh terdapat beberapa kitab, antara lain kitab berupa
catatan amal perbuatan manusia yang di catat para malaikat.Amal
perbuatan manusia terdiri dari amal yang bersifat individu dan kolektif
(ummat).Kitab catatan tersebut berbeda dengan kitab induk yang
dimaksud ayat ini, sehingga maksud dari ayat ini adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan makhluk baik yang bernyawa maupun tidak.31
Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan makna ima>m pada ayat
ini sebagai kitab induk terletak pada kata sebelumnya (ah{s{ayna>hu). Ah}s}a>
memiliki beberapa makna antara lain; menghitung dengan teliti,
mengetahui, mencatat dan memelihara. Sifat muh}s}i> yang disandarkan
kepada Allah dipahami mayoritas ulama sebagai Dia yang mengetahui
kadar peristiwa dan perinciannya. Kata (ah}sayna>hu) menggambarkan
keluasan ilmu Allah. Dengan kata lain, ada sekian banyak pengetahuan
30 Al-Qur’an, 36:12. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 707. 31M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XI,
515.
100
dalam kitab induk (Lawh} Mah}fu>zh) yang hanya diketahui secara rinci
oleh Allah dan tidak satupun makhluk-Nya mengetahui.32
d. Surat al-H{ijr ayat 79.
ني ب امم إم ب ال م إنـه مو ه نـ ام قمن تـ فانـ“maka Kami membinasahkan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang”33
Surat al-Hijr adalah surat Makkiah. Ayat di atas mengandung
peringatan sekaligus ancaman agar menjauhi kesalahan yang pernah
dilakukan para umat manusia pra Islam. Ayat tersebut memberikan
gambaran masyarakat yang madani kemudian hancur lebur.
Kataima>m pada dasarnya bemakna ‘yang diteladani dan diikuti’,
pemaknaan ima>m pada ayat ini sebagai jalan yang jelas karena ia (jalan
yang jelas) selalu ditelusuri dan diikuti dalam rangka mencapai
tujuan.34Quraish Shihabmengkiaskan kata jalan dengan imam, dua kata
yang berbeda namun memiliki titik kesamaan yang memungkinkan
untuk dikiaskan.
Jalan adalah tempat, arah dan medium untuk mencapai tujuan. Ia
laksana imam yang mengarahkan dan mengantarakan seseorang
mencapai tujuannya. Tanpa melalui jalan yang telah ditentukan,
mustahil rasanya seseorang akan sampai pada tujuannya. Keberadaan
32Ibid.,515-512. 33Al-Qur’an, 15:79. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 397. 34M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. VII,
156.
101
jalan mempermudah dan memperlancar proses seseorang menggapai
tujuan. Inilah sisi kesamaan antara fungsi imam dan jalan, sehingga
memungkinkan pengkiasaan jalan dengan imam.
e. Surat al-Furqa>n ayat 74.
ن أعي اقـرة ن ريات ذ او اجن أزو ن ام ن ل اهبـ بـن ولونـر ق يـ الذينـ او ام إم ين تق لم ال لن اجع و“Dan orang-orang berkata: ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.35 Surat al-Furqa>n merupakan surat Makkiah. Surat yang
mengisahkan kedudukan al-Qur’an sebagai petunjuk sekaligus pembeda
antara kebaikan dan keburukan. Ayat di atas yang termasuk dalam surat
al-Furqa>n ini menegaskan, bahwa ima>m hanya diperuntukkan bagi
orang-orang yang bertakwa.
Ayat ini merupakan kelanjutan dari sifat-sifat terpuji bagi ‘Iba>d
al-Rah}ma>n(hamba-hamba Allah yang terpuji). Salah satu sifat mereka
adalah memberikan perhatian kepada keluarga dan masyarakat. Bentuk
perhatian yang mereka tampakkan berupa doa mengharap kemunculan
para pemimpin yang akan menjadi teladan bagi orang-orang yang
bertakwa.36
Kataima>m berasal dari akar kata amma-ya’ummu yang memiliki
arti ‘menuju, menumpu atau meneladani’. Kata ima>m pada ayat ini bisa
35 Al-Qur’an, 25:74. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 569. 36M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IX,
544.
102
bermakna tunggal atau jamak. Jika bermakna tunggal, maka yang
mereka mohonkan menjadi pemimpin adalah mereka sendiri. Namun jika
bermakna jamak, maka yang mereka mohon menjadi pemimpin adalah
semua yang mereka doakan.37
Menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa adalah harapan
terbesar bagi penganut agama, hal ini karena tujuan utama kehidupan
adalah meraih sebaik-baiknya takwa. Menjadi pemimpin selain
anugerah, ia merupakan hasil dari upaya dan usaha yang tak
berkesudahan.
Secara garis besar, tafsiran Quraish Shihab terhadap kata ima>m
pada masing-masing ayat di atas menitik-beratkan pada makna bahasa.
Quraish Shihab menempatkan makna bahasa sebagai pijakan awal untuk
kemudian melakukan pemaknaan dan penafsiran yang memiliki
kemiripian dan keserupaan, tanpa menghilangkan kandungan ayat-ayat
yang ada.
Kataima>m bagi Quraish Shihab tidak semerta-merta bermakna
pemimpin. Semua hal yang memungkinkan untuk diikuti dan dijadikan
teladan berhak menyandang kata ima>m. Dengan demikian, kata ima>m
lebih bersifat umum dan luas. Ia tidak terbatas pada makna pemimpin
golongan maupun lintas golongan. Di sinilah perbedaan pemaknaan
antara Quraish Shihab dengan para pengikut Syi’ah ima>miah. Kaum
37Ibid., 545.
103
Syi’ah ima>miah meyakini bahwa ima>m bermakna politis dan ideologis,
sehingga kata ima>m hanya dinisbatkan kepada orang-orang tertentu.
Penisbatan yang pada akhirnya mempersempit makna ima>m itu sendiri.
3. Wali>
Secarabahasa kata wali> bermakna ‘dekat’, kemudian makna ini
berkembang hingga membentuk makna yang beranekaragam, antara lain;
pelindung, penolong, kekasih atau kawan, dan pemimpin. Berikut beberapa
ayat yang memperkuat makna keanekaragaman makna wali>, antara lain;
a. Wali bermakna pelindung.
قدير ء ىكلشي ل ع هو تىو و الم ي حي هو يـو ل الو و ه فالله اء ي ل أو دو ن ذوام اخت أم“Atau patutkan mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah Pelindung (yang sebenarnya) dan Dia hidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.38
ميد ياحل ل الو هو و ه تـ مح ر نشر يـ نطواو اقـ دم ع بـ ثمن ي زاللغ نـ الذييـ هو و“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmatNya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji”.39
ك ئ واأول نصر او و آو الذين يالللهو يسب ف أنـفسهم و اهلم و جاهدوابأم واو هاجر نواو آم نالذين م إ ه عض بـم كم ال وام اجر ه يـ م ل نواو الذينآم ضو ع بـ اء ي ل يأو ف وكم نصر استـ ن إ واو اجر ه حتىيـ ء منشي هم ت الي و نـ
صري ب ونـ ل م اتـع م ب الله اقـو مميث ه نـ يـ بـ نكمو يـ بـ م ىقو ل ع إال النصر كم ي فعل ين الد“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi). Dan (terhadap) orang-orang yang
38 Al-Qur’an, 42:9. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 784. 39Ibid., 42:28. Lihat: Ibid., 788.
104
beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.40 Dua ayat pertama berasal dari surat al-Shura> yang merupakan
surat Makkiah. Sedangkan ayat ketiga berasal dari surat al-Anfa>l yang
tergolong surat Madaniah. Ketiga ayat ini menunjukkan bahwa makna
kata wali> adalah pelindung.
Quraish Shihab mengutip dua pendapat ahli tafsir yang berbeda
dalam menafsirkan ayat pertama dari ketiga ayat ini. Ia mengutip
tafsiran T}aba>t}aba>’i dan Ibn Ashu>r. Bagi T{aba>ta}ba>’i, ayat pertama
merupakan penjelasan sebagai bukti bahwa Allah adalah Dzat yang
paling berhak dan layak untuk dijadikan pelindung. Ayat ini sebagai
satu kesatuan dari ayat sebelumnya yang mengecam keras perilaku
kaum musyrik yang menjadikan berhala-berhala sebagai pelindung
mereka. Ibn Ashu>r lebih santun dalam menafsirkan ayat ini, sebab bagi
ibn Ashu>r ayat ini merupakan bagian lain dari ayat sebelumnya.
Dengan kata lain, ayat ini memberikan gambaran kepada nabi
Muhammad agar tidak risau dan sedih dengan apa yang telah dilakukan
kaum musyrik, sehingga memaksakan diri di luar batas kemampuan
untuk mengajak kaum musyrikin mengimani Islam. Hal ini karena
40Ibid., 8:72. Lihat: Ibid., 273.
105
sejatinya kaum musyrik telah melampaui batas kewajaran dengan
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan sekaligus pelindung.41
Ayat kedua memperkuat makna wali sebagai pelindung. Ayat
ini menggambarkan bahwa Allah yang telah menurunkan hujan sebagai
rahmat dan solusi bagi kemarau yang berkepanjangan. Quraish Shihab
menjelaskan, bahwa Allah menurunkan hujan berdasarkan kadar
kemaslahatan bagi makhluk hidup. Kadar kemaslahatan ini bersifat
subjektif, karena tidak bisa dipisahkan dengan sunnatullah yang
berlaku. Adakalanya kadar kemaslahatan bersifat ujian, semisal banjir,
tanah longsor dan sebagainya yang disebabkan oleh curah hujan yang
berlebihan. Pun demikian, ayat ini menggambarkan bahwa Allah yang
menurunkan hujan sebagai bentuk perlindungan dan kasing sayang
bagi makhluk-makhluk-Nya.42
Kata wali pada ayat ketiga memiliki makna yang sama dengan
dua ayat sebelumnya. Namun Quraish Shihab memaparkan lebih rinci
dengan mengutip beberapa mufassir. Kata awliya>’ pada ayat ini
merupakan bentuk jamak dari kata waliyy. Pada mulanya kata (waliyy)
ini bermakna ‘dekat’, kemudian berkembang dan menghasilkan
beberapa makna antara lain; membela, melindungi, membantu,
mencintai, dan sebagainya. Al-Qurt}ubi> mengutip pendapat ibn Abbas
41M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XII,
463. 42Ibid., 499-500.
106
bahwa yang dimaksud waliyy pada ayat ini adalah saling mewarisi.
Pendapat ini diambil berdasarkan asba>b al-nuzu>lnya, namun
dikemudian ayat ini diyakini telah dinaskh dengan ayat 75. Quraish
Shihab tidak sependapat dengan tafsiran al-Qurt}ubi>, karena jika benar
adanya tafsiran al-Qurt}ubi> maka hukum saling mewarisi telah
dinasakh, dan metode na>sikh dan mansu>kh kini dianggap telah tidak
relevan karena jumlah pengikutnya yang sedikit.43 Dengan demikian,
memaknai kata awliya>’ pada ayat ini dengan saling-melindung lebih
relevan.
b. Walibermakna penolong
ونالصالة يم ق ي نواالذينـ آم الذين سوهلو ر و الله يكم ل او من ون إ ع اك ر مه ؤتونالزكاةو يـ و“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.44
الذين سوهلو ر و لله ال و تـ ي نـ م ون و ب ال غ ال م اللهه ب ز حن نوافإ آم“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”.45
تكونون وافـ اكفر ونكم تكفر والو د و اء ي ل مأو ه نـ تخذوام فالتـ اء .....سو
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka penolong-penolong(mu)…”.46
43M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. V, 483.
44Al-Qur’an, 5:55. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 169. 45Ibid., 5:56. Lihat: Ibid., 170. 46Ibid.,4:89. Lihat: Ibid.,14.
107
Dua ayat pertama merupakan ayat Madaniah, dan ayat ketiga
merupakan ayat Makkiah. Kesemua ayat menunjukkan bahwa sedari
awal al-Qur’an menegaskan bahwa Allah dan orang-orang yang
beriman adalah wali atau penolong bagi umat Islam. Menjadikan orang
kafir sebagai wali adalah kesalahan yang berdampak fatal.
Bagi Quraish Shihab, ayat pertama menegaskan bahwa yang
seharusnya dijadikan wali bagi orang-orang beriman adalah Allah,
karena hanya Dia yang dapat menolong dan membela orang-orang
beriman.47 Penggunaan kata waliyyukum/wali kamu dengan kata
tunggal menjadi petanda bahwa hanya Allah yang menjadi sumber
segala perwalian. Penyebutan kata rasul dan orang-orang beriman
bukan merupakan sumber utama perwalian, karena rasul dan orang-
orang beriman pada hakikatnya menjadikan Allah sebagai Wali.
Ayat (pertama) ini menjelaskan secara jelas siapa yang harus
dijadikan wali/penolong bagi orang-orang beriman. Allah adalah Wali
utama, kemudian Rasulullah dan orang-orang yang beriman. Bagi
Quraish Shihab ayat ini menjelaskan secara rinci ciri-ciri wali bagi
orang-orang beriman. Ciri-ciri itu antara lain; mereka yang mendirikan
shalat dan menunaikan zakat seraya mereka ruku’, tunduk dan patuh
kepada Allah dan rasul-Nya. Ciri-ciri itulah yang tidak memungkinkan
47M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. III,
123.
108
bagi orang-orang non Islam menjadi wali orang-orangyang beriman
kepada Allah dan Rasulnya (Muhammad Saw).48
Ayat kedua menjadi penguat ayat pertama. Kemenangan hanya
akan diraih dengan pertolongan Allah, rasul-Nya dan orang-orang
beriman. Pertolongan dalam menegakkan ajaran Allah dan rasul-Nya,
pertolongan dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan baik
kehidupan dunia maupun akhirat.
Keberuntungan yang diharapkan orang-orang Islam hanya akan
diperoleh ketika mereka hanya menjadikan Allah, rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman sebagai wali.49 Hal ini karena Allah dan
rasul-Nya senantiasa menghendaki kebaikan bagi orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh. Sedangkan orang-orang yang beriman
dengan sendirinya akan meniru dan meneladani kewalian Allah dan
rasul-Nya dalam menjaga, memelihara, melindungi dan menolong antar
sesama umat Islam.
Quraish Shihab menfasirkan kata awliya>’ bentuk jamak dari
waliyyu pada ayat ketiga sebagai orang-orang dekat yaitu penolong-
penolong. Larangan ini karena orang-orang kafir senantiasa memiliki
keinginan dan harapanagar orang-orang beriman mengikuti jejak
48Ibid.,124. 49Ibid.,125.
109
mereka.50Keinginan terselubung itulah yang menjadikan mereka
menggunakan berbagai cara demi tercapainya tujuan.
Quraish Shihab melanjutkan bahwa ada sudut pandang yang
berbeda antara orang-orang kafir dan orang-orang beriman. Orang-
orang kafir senantiasa mengharapkan kekafiran orang-orang beriman.
Mereka menginginkan agar umat Islam mengikuti jejak dan keyakinan
mereka, sehingga umat Islam akan berada pada kesesatan dan
kekufuran yang terus-menerus sebagaimana yang mereka alami.
Pada sisi lain, umat Islam senantiasa mengharapkan keislaman
orang-orang kafir. Berharap agar mereka terlepas dari belenggu
kesesatan dan kekufuran yang terus-menerus. Perbedaan sudut pandang
inilah yang melarang umat Islam untuk berbaik sangka kepada orang-
orang kafir. Lebih-lebih menjadikan orang-orang kafir sebagai wali
atau penolong bagi umat Islam.51
c. Wali bermakna kekasih atau kawan.
االذينـ اأيـه ي ل ني قـ ق صاد تم إنكن ت و االم نـو الناسفتم لهمندون ل اء ي ل أو أنكم تم م ع نـز واإ اد ه“Katakanlah: ‘Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu ada orang-orang yang benar”.52
50M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II,
545. 51Ibid.,545. 52 Al-Qur’an, 62:6. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 933.
110
الشي اء ي ل واأو ل فقات ياللطاغوت يسب ونف ل ات ق وايـ الذينكفر يالللهو يسب ونف ل قات نوايـ الذينآم نكي إ ان طيفا كانضع ان ط الشي د
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thagut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah”.53
Kedua ayat di atas adalah ayat Madaniah. Kedua ayat tersebut
membedakan secara jelas antara kekasih orang yang beriman dan orang
kufur. Hal ini menunjukkan bahwa keimanan dan kekufuran akan
mengantarkan seseorang pada kekasih, kawan atau kolegon yang
sejalan. Karena sejatinya antara keimanan dan kekufuran adalah dua
identitas yang berbeda.
Kata awliya>’ pada ayat pertama merupakan bentuk jamak dari
kata wali>. Kata wali > pada ayat ini dimaknai sebagai kekasih. bagi
Quraish Shihab, ayat ini merupakan kecaman bagi orang-orang Yahudi
yang mengaku sebagai kekasih bagi Allah. Pengakuan tersebut
menandakan bahwa mereka tidak memahami ajaran-ajaran
Taurat.Orang-orang Yahudi meyakini bahwa hanya merekalah kekasih-
kekasih bagi Allah, dan merekalah yang hanya berhak masuk surga.54
Ayat ini merupakan perintah bagi nabi Muhammad untuk
menyampaikan tantangan bagi kaum Yahudi. Tantangan untuk
membuktikan pengakuan mereka sebagai kekasih-kekasih bagi Allah.
53Ibid., 4:76. Lihat: Ibid., 131. 54M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.
XIV, 226.
111
Pembuktian berupa kematian, karena kematian adalah satu-satunya
jalan bertemunya antara Allah dan kekasih-Nya.
Tantangan yang disampaikan nabi Muhammad tak sedikitpun
mendapatkan jawaban dari orang-orang Yahudi. Tak satupun di antara
mereka yang menginginkan kematian. Hal ini karena sejatinya mereka
merasa bergelimang dosa, menyembunyikan kebenaran dan berlaku
zalim.55
Quraish Shihab menegaskan, bahwa redaksi ayat yang
digunakan ayat tersebut adalah awliya>’ lilla>h (kekasih-kekasih bagi
Allah), bukan awliya>’ Alla>h(kekasih-kekasih Allah). Redaksi teresebut
menjadi bukti nyata bahwa mereka telah mengada-ngada dengan
berbohong sebagai kekasih-kekasih bagi Allah, bukan kekasih-kekasih
Allah. Kata kekasih ‘bagi’ Allah menjadi petanda betapa kedudukan
itu hanya berupa pengakuan yang dibuat-buat. Bukan pengakuan yang
datang langsung dari Allah.56
Kata awliya>’ pada ayat kedua bermakna kawan-kawan. Ayat
tersebut memerintahkan kuam muslimin agar memerangi kawan-
kawan atau teman-teman setan. Kawan yang dimaksud di sini adalah
55Ibid., 226. 56Ibid., 227.
112
mereka yang diperalat setan untuk menjerumuskan orang-orang
beriman.57
Perintah memerangi kawan-kawan setan karena hanya mereka
yang nampak dan terlihat secara kasat mata. Mereka pula yang
memerankan keinginan dan skenario setan dalam menghancurkan
orang-orang beriman. Hanya orang yang tidak memiliki kekebalan
(iman) yang mudah terbedaya oleh tipu muslihat setan. Tipu muslihat
yang sejatinya lemah.58
Tipu daya setan terbilang lemah karena ia bersifat khanna>s
yang memiliki makna; mundur, kembali dan bersembunyi. Ia
senantiasa mencari celah dan kelemahan orang-orang beriman. Dari
titik kelemahan itulah setan menampakkan dirinya. Ketika orang
beriman menyadari hal itu, dengan sendirinya ia akan berdzikit
mengingat Allah. Pada saat itulah setan akan mundur, kembali pada
habitannya serta kembali bersembunyi hingga tiba saatnya ia
menemukan kawan-kawannya.59
d. Wali bermakna pemimpin.
ا ب ع ل او و ز ه ينكم ذواد اخت تخذواالذين نواالتـ آم االذين اأيـه ي ل أو الكفار و كم ل قب نـ امب كت أوتواال ين الذ ن مني ن ؤم م تم إنكن اتـقواالله و اء ي
57M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II,
511. 58Ibid., 511. 59Ibid., 512.
113
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”.60 Ayat ini merupakan ayat Madaniah. Di antara ayat-ayat
tersebut di atas, ayat inilah yang secara makna mengandung arti
pemimpin. Sebagai ayat Madaniah, pemaknaan kata wali>dengan
pemimpin sangat memungkinkan. Hal ini karena kondisi umat Islam di
Madinah telah menjadi komunitas sosial. Sehingga menungkinkan
untuk memilih pemimpin sebagai pengatur dan penggerak serta
panutan dalam menjalankan misi bersama.
Telah menjadi rahasia umum, tujuan dan misi kebersamaan
hanya akan terwujud ketika semua lapisan masyarakat bersatu padu,
dengan membawa cita-cita dan tujuan bersama dalam menciptakan
kemaslahatan. Tanpa kesamaan misi dan visi, mustahil cita-cita dan
tujuan bersama akan tercapai.
Fungsi seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat adalah
melindungi dan mengarahkan semua lapisan masyarakat dalam meraih
cita-cita bersama. Dengan demikian, kehadiran seorang pemimpin
merupakan kunci utama kesuksesan kolektif.
Ayat ini melarang orang-orang beriman mengangkat orang-
orang kafir sebagai wali> (pemimpin), karena tabi’at orang-orang kafir
60Al-Qur’an, 5:57. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 170.
114
selalu mengejek dan mempermainkan agama Islam. Mengejek dengan
menjadikan agama sebagai lelucon dan gurauan. Mereka juga
mempermaikan agama dengan memposisikan atau meletakkan ajaran-
ajaran agama bukan pada posisi dan tempat yang seharusnya.61
Memilih atau mengangkat pemimpin yang pada akhirnya akan
menjerumuskan adalah kesalahan fatal, yang menyebabkan kegagalan
dalam mencapai tujuan dan cita-cita meraih kemaslahatan bersama.
4. Uli>al-Amr
Kata uli>adalah bentuk jamak dari kata waliy yang berarti pemilik,
yang mengurus dan menguasai. Kata al-amr bermakna perintah atau urusan.
Bila dua kata tersebut digabungkan menjadi uli> al-amr menghasilkan
definisi; orang-orang yang memiliki wewenang mengurusi urusan kaum
muslimin.62Salah satu ayat yang menggunakan kata uli> al-amr adalah;
نوا آم االذين اأيـه الرسوإل ي ىاللهو ل دوهإ ر فـ ء يشي ف ازعتم ن تـ فإنـ نكم رم ياألم أول و واالرسول أطيع و واالله ن أطيعويال أ ت أحسن و ر كخيـ ل اآلخرذ م و يـ ال اللهو ب نون ؤم تـ تم كن
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.63
61M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. III,
126-127. 62Ibid., Vol. II, 484. 63Al-Qur’an, 4:59. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 128.
115
Ayat ini merupakan ayat Madaniah. Ayat ini menegaskan bahwa
tiap-tiap individu memiliki kewajiban mentaati dan mematuhi pemimpin.
Pemimpin yang mengantarkan individu-individu terpimpin menuju keridlan
Allah dan RasulNya. Secara tidak langsung, ayat ini menggambarkan
kehidupan masyarakat Madani. Masyarakat yang menjadikan ahlak, etika,
mental dan moral sebagai barometer kesuksesan, keharmonisan dan
keberhasilan sebuah tatanan masyarakat.
Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai dorongan bagi manusia
untuk menciptakan tatatan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Masyarakat yang dikehendaki adalah masyarakat saling tolong-menolong,
mentaati Allah dan rasul-Nya, menghormati dan menepatkan uli> al-amr
sebagai pemimpin yang wajib ditaati, serta menyelesaikan berbagai
persoalan berdasarkan nilai-nilai ajaran al-Qur’an dan Sunnah.64
Mentaatiuli> al-amr adalah dengan mentaati dan menjalankan putusan
hukum yang telah ditetapkan. Ketaatan tersebut berlaku selama putusan
yang diambil tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Dengan kata
lain, ketaatan kepada uli> al-amr merupakan ketaatan yang bersyarat, yang
berbeda halnya ketika ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Ketaatan
kepada Allah bersifat mutlak, yaitu berupa menjalankan perintah dan
menjauhi larangan-Nya, yang tertulis secara jelas di dalam al-Qur’an.
Ketaatan kepada rasulullah juga bersifat mutlak, karena Rasulullah memiliki
64M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II, 482.
116
wewenang dan hak untuk ditaati. Ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan
menjalankan perintah dan menjauhi larangnnya, yang bersumber dari al-
Qur’an dan Hadis.65
Quraish Shihab menjelaskan bahwa para ulama berselisih pendapat
dalam menentukan siapa yang dimaksud uli> al-amr? Berbagai pendapat
bermunculan, antara lain; para penguasa atau pemerintah, para ulama, dan
orang-orang yang mewakili masyarakat dalam berbagai kelompok dan
profesinya. Quraish Shihab memberikan ketegasan dengan mengutip
pendapat mayoritas ulama bahwa uli> al-amr memiliki kewenangan yang
terbatas. Kewenangan itu berupa persoalan-persoalan kemasyarakatan,
bukan persoalan akidah atau keagamaan murni.
Quraish Shihab berpendapat bahwa kata uli> al-amr yang sejatinya
berbentuk jamak tidak mutlak dipahami sebagai badan atau lembaga
tertentu. Kata itu bisa dipahami secara individu, dengan kata lain tiap-tiap
personel memungkinkan menjadi uli> al-amr selama ia memiliki wewenang
yang sah untuk memerintah dalam bidang masing-masing.66
Taat dalam bahasa al-Qur’an mengandung makna ‘tunduk, menerima
secara tulus, dan atau menemani’. Dengan kata lain, ketaatan kepadauli> al-
amr bukan sekedar menerima segala putusan kemudian menjalankan
perintah-perintahnya, melainkan ikut serta berpartisipasi menjalankan upaya
65Ibid., 483. 66Ibid., 484.
117
dan usaha uli> al-amr dalam mewujudkan pengabdiannya kepada
masyarakat.67
5. Ra>’i>.
Ra>’i> berasal dari akar kata ra>, ‘ai>n, dan ya>’.Kata ini memiliki
beranekaragam makna antara lain; pemelihara, pengembala, pemerhati,
pengawas, penjaga, pemimpin, pengatur, dan sebagainya.68Keanekaragaman
makna ini menunjukkan bahwa kata ra>’i>merupakan kata polisemi, kata yang
memiliki banyak makna.
Kata ra>’i> di dalam al-Qur’an bermakna variatif, sesuai dengan
kandungan dan redaksi ayat. Berikut beberapa makna ra>’i> yang terdapat di
dalam al-Qur’an;
1. Ra>’i>bermakna pemelihara
اه ن يـ آتـ ميو ر نم يسىاب ابع ن يـ قـف او ن سل رب ارمه ىآث ل اع ن ةو مثقفيـ مح ر أفةو وهر ع اتـبـ الذين وب يقل اف لن جع و يل جن اإلا ن يـ افآتـ ه ت هاحقرعاي عو ار اللهفم ان رضو اء غ ت اب ال إ هم ي اهاعل ن بـ اكت وهام دع ت ابـ ية ان هب نـ ر نوام الذينآم
مفاسق ه نـ م ري مهوكث أجر ون مه“Kemudian Kami iringkan di belakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang.Dan mereka mengada-ngadakan rahbaniyyah padahal Kami mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-
67Ibid., 485-486. 68Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, 510-511.
118
ngadakannya) untuk mencari keridlaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik”69
ون اع ر هدمه ع و م انا ألم م ه الذينـ و“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji-janjinya”.70
Ayat pertama mengisahkan umat terdahulu. Umat yang
terbagai dalam dua golongan. Pertama yang tidak amanah dalam
memegang dan menjalankan ajaran-ajaran Allah Swt. Kedua mereka
yang senantiasa menjaga keimanan dan menjalankan ajaran Allah Swt.
Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat yang menjunjung tinggi nilai-
nilai ketauhidan sebagai upaya membentengi keimanan dan keislaman
umat Islam.
Ayat kedua merupakan ayat Madaniah. Ayat yang memuji
orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang menjaga dan memelihara
amanah yang ditanggungjawabkan kepada mereka. Ayat kedua ini
merupakan pujian sekaligus anjuran untuk senantiasa menjaga amanah.
Quraish Shihab menjelaskan ayat pertama, bahwa para
pengikut nabi Isa dikaruniai kelebihan berupa hati yang santun, lemah
69Al-Qur’an, 57:27. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 905. 70Ibid., 23:8. Lihat: Ibid., 527.
119
lembut dan penuh kasih sayang.71Berbekal kelebihan yang mereka
miliki, mereka terus mengolah, melatih, menjaga dan mengembangkan
kekuatan hatinya.
Upaya dan usaha yang mereka lakukan bertujuan mencari dan
memperoleh keridlaan Allah yang lebih besar.Mereka mengisi
keseharian dengan beribadah, mengelola jiwa, dan mendekatkan diri
kepada Allah.Ibadah yang mereka lakukan terkesan massif dan
terbilang berlebih-lebihan.
Sikap berlebih-lebihan itulah bentuk nyata dari usaha mereka
dalam meraih keridlaan Allah.Sikap yang sejatinya bukan keharusan
dan kewajiban yang harus dilakukan tiap-tiap pemeluk agama.Namun
demikian, usaha yang mereka galakkan tak berumur panjang.Mereka
tidak mampu menjaga dan memeliharanya. Tak banyak di antara
mereka yang mau menerima kenyataan, kenyataan berupa keimanan
kepada nabi Muhammad saw.
Kata ra>’u>n pada ayat kedua terambil dari kata ra’iya yaitu
memperhatikan sesuatu agar tidak rusak, sia-sia atau terbengkalai
dengan cara memelihara, membimbing dan memperbaiki bila terjadi
71M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.
XIV, 49.
120
kerusakan.72Pada ayat ini ra>’u>n bermakna orang-orang yang
memelihara amanah.
Kata ama>nahterambil dari akar kata amina yaitu percaya dan
aman. Hal ini karena ama>nah diberikan atas dasar kepercayaan,
kepercayaan bahwa si penerima akan menjaga dan memeliharnya
dengan sebaik-baiknya.Ama>nahadalah sesuatu yang diserahkan kepada
pihak lain untuk dipelihara, dan kemudian diambil kembali pada waktu
yang telah ditentukan.73
Ra>’i> yang memegang amanah berkewajiban memelihara dan
menjaganya dengan penuh rasa tanggung jawab.Memelihara dari
kerusakan serta menjaganya dari kebinasahan. Keberhasilan seorang
ra>’i> dinilai ketika amanah yang ia pukul telah diambil kembali oleh
pemiliknya. Penilaian tersebut berdasarkan kemampuan dan rasa
tanggungjawabnya dalam memelihara dan menjaga.
2. Ra>’i> bermakna Pengembala
ى يالنـه ألول ات كآلي يذل نف إ كم ام اأنـع و ع ار واو كل
“Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasan Allah bagi orang-orang yang berakal”.74
72M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IX,
160. 73Ibid.,159. 74Al-Qur’an, 20:54. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 481.
121
Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat yang menggambarkan
tabiat atau tradisi masyarakat Arab. Sebuah tradisi sebagai upaya
melatih diri menjadi pemimpin dan penggerak. Ra>’i> berasal dari akar
kata ra’iya, dan dari akar kata itu pula terbentuk kata ra>’i> yang
memiliki makna pengembala. Hal ini karena pengembala memberikan
perhatian kepada gembalaannya.Perhatian berupa memelihara dan
membimbingnya sehingga terhindar dari bencana.75
Quraish Shihab memaknai kata ir’au> pada ayat ini sebagai kata
perintah, perintah untuk mengembalakan herwan-hewan ternak.76
Qurish Shihab mengutip tafsiran T{aba>t}aba>’i, bahwa ayat ini
merupakan bukti kebesara Allah. Allah menempatkan manusia di bumi
dengan berbagai karunia yang terhampar di dalamnya agar dinikmati
dan dijadikan bekal untuk kehidupan akhirat.
Allah menurunkan hujan dan dengannya tumbuh-tumbuhan
tumbuh berkembang, dan semuanya untuk dinikmati sebagai
kelanjutan bagi kehidupan manusia dan binatang.77Allah telah
memerintahkan langit menurunkan hujan, bumi menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan, dan manusia menikmati, menjaga dan
memeliharanya.Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda
bagi orang yang berakal.
75M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. IX,
160. 76Ibid, Vol. VIII, 316. 77Ibid.,317.
122
3. Ra>’i> bermakna pemerhati atau orang yang melihat
يم أل ذاب ع رينـ لكاف ل واو امسع ناو قولواانظر او اعن وار قول نواالتـ آم االذين اأيـه ي“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): ‘Ra>’ina>’ tetapi katakanlah: ‘unzhurna>’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih”.78
ي ال اعن ر و ع سم م ر يـ غ امسع او ن عصيـ او ن ونسمع قول يـ هو اضع و نم ع م رفونالكل واحي اد ه الذينـ ن م ت ابألسنو ع امس او ن ع أط او ن ع وامس قال م أنـه و ل و يالدين اف ن ع ط و كف مه ب الله م ه نـ ع ل كنـ ل و م أقـو و اهلم ر يـ كاخن نال ر انظ
يال قل ال نونإ ؤم فاليـ رمه
“yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: ‘kami mendengar’, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): ‘dengarlah’ sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): ‘ra>’ina>’ dengan memutar-mutar lidahnya dan mencelah agama. Sekiranya mereka mengatakan: ‘kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami’ tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak berima kecuali iman yang sangat tipis”.79
Kedua ayat tersebut merupakan ayat Madaniah. Kedua ayat ini
mengisahkan tabiat mayoritas orang-orang Yahudi yang selalu
menghina dan mencaci maki nabi Muhammad Saw. Asba>b al-Nuzu>l
dari kedua ayat tersebut adalah munculnya berbagai cacian dan hinaan
orang-orang Yahudi kepada nabi Muhammad Saw. Hinaan dan cacian
itu berupa penggunaan diksi kata yang mereka putar-putar sehingga
78 Al-Qur’an, 2:104. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 29. 79Ibid.,4:46. Lihat: Ibid., 126.
123
sekilas terdengar baik namun pada kenyataanya mengharapkan
kehancuran nabi Muhammad Saw.
Quraish Shihab menafsirkan ayat pertama sebagai larangan
bagi umat Islam untuk menggunakan kata ra>’ina> (perhatikanlah
keadaan dan kemauan kami).Larangan muncul karena kata ra>’ina>
memiliki padanan kata negatif. Di kalangan orang-orang Yahudi, kata
ra>’ina> popular digunakan untuk memaki dan mencemooh.80
Quraish Shihab memberikan keterangan lebih lanjut perihal
larangan penggunaan kata ra>’ina> pada tafsiran ayat ke dua. Larangan
itu karena orang-orang Yahudi memutar-mutar lidah mereka, sehingga
terkesan melafatkan kata ra>’ina>.Namun jika diperhatikan lebih
seksama dan teliti mereka menggunakan bahasa Ibrani yang memiliki
kemiripan lafal tetapi berbeda makna.Lafal Ibrani yang mereka
gunakan bermakna makian dengan tujuan mencela agama.81
Secara garis besar, kata ra>’i> di dalam al-Qur’an tidak
menunjukkan makna pemimpin atau kepemimpinan secara
mutlak.Namun demikian, kata ini memiliki kandungan makna yang
menyerupai sifat, fungsi dan tugas seorang pemimpin.Seorang
pemimpin harus memiliki sifat pengayom, pemelihara, pembimbing
dan pemerhati segala kebutuhan dan keinginan masyarakat terpimpin.
80M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.I,
285. 81Ibid., Vol. II, 462.
124
Kepemimpinan dalam tafsir al-Misba>h tidak terpaku pada istilah atau
makna yang populer. Istilah khali>fah, ima>m, uli al-amr, wali>, dan ra>’i> ditafsirkan
sesuai dengan susunan kalimat atau ayat yang membentuk. Namun demikian,
tafsiran tentang istilah-istilah tersebut memiliki keterikan atau kemiripan dengan
sifat, fungsi dan tujuan kepemimpinan.
B. Tipologi Kepemimpinan
1. Tipe Otoktratis
Pemimpin otokratis identik dengan pemimpin diktator. Pemimpin
yang seringkali memaksakan keinginan dan kehendaknya dalam menjalankan
roda kepemimpinannya. Quraish Shihab mengkisahkan tipe kepemimpinan
diktor, yaitu prasangka ratu Bilqis pada Sulaiman as. Kisah ini terdapat
dalam al-Qur’an surat al-Naml ayat 34;
ون ل فع كيـ لةوكذل اأذ ه أهل واأعزة ل جع سدوهاو أف ة ي ر واقـ ادخل ذ وكإ ل نالم إ ت قال“dia berkata: ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasahkannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat”.82 Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat yang mengisahkan tentang
kehidupan umat manusia sebelum diutusnya nabi Muhammad Saw. Ayat ini
memberikan pembelajaran bahwa pemimpin diktator pada akhirnya akan
tumbang. Hal ini karena pemimpin diktator lebih mementingkan
kepentingan dirinya di atas kepentingan masyarakat terpimpin,
82Al-Qur’an,27:34. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 597.
125
Bagi Quraish Shihab, perasangka ratu Bilqis berdasarkan fakta
sejarah yang ia ketahui sebelumnya.Raja-raja diktator senantiasa membunuh,
atau paling tidak menawan dan mengusir para penguasa kerajaan atau
pemerintahan yang mereka taklukkan. Dengan demikian, mereka telah
membinasahkan sekaligus menghinanya. Lalu kemudian, mereka
menghancurkan semua bentuk tatanan aturan perundang-undangan dengan
menggantikan dengan aturan-aturan yang sesuai dengan keinginan dan
kehendak para raja diktator.83
Kisah lain tentang kepemimpinan otokratis adalah kepemimpian
Fir’aun pada masa nabi Musa as. Hal ini dikisahkan dalam al-Qur’an surat
al-Qas}as} ayat 4;
إ ذحب ي م ه نـ فةم ائ فط ستضع اي ع اشيـ ه ألهل جع ضو ياألر الف نـع و ع ر نف ال إ ن كامن إنـه مه ينساء ستحي ي و مه اء ن أبـفسدين م
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembeleh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”.84 Ayat ini merupakan ayat Makkiah. Ayat ini mengisahkan
kediktatoran Fir’aun dalam memimpin dan memaksakan kehendaknya.
Kediktatoran dengan memaksa kaumnya mengakui ketuhanan Fir’aun. Ayat
ini menjadi pemicu tersendiri bagi bangsa Arab kala itu. Pemicu sekaligus
83M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. X,
220. 84Al-Qur’an,20:4. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 609.
126
peringatan bahwa kesewenang-wenangan hanya akan menghasilkan
kerusakan di bumi.
Bagi Quraish Shihab, ayat ini merupakan peringatan sekaligus
pelajaranagar diambil hikmahnya. Kata‘ala> bermakna ‘meninggi’, dengan
kata lain, merasa lebih tinggi dari selainnya. Namun demikian, perasaan itu
bukan pada tempatnya, karena tidak didasari landasan logika maupun agama.
Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan, ayat di atas menggunakan kata al-
ard}untuk menunjukkan betapa kekuasaan Fir’aun kala itu sangat luas, yaitu
wilayah yang membentang dari perbatasan India hingga laut Danube yang
mengalir di Eropa Timur dan Tengah. Namun demikian, Fir’aun telah
menjadikan masyarakatnya berkelompok-kelompok. Meskipun mereka
berbeda-beda, pada akhirnya ditundukkan olehnya, sehingga patuh dan taat
kepadanya baik secara tulus maupun terpaksa.85
Fir’aun sebagai raja dikelompokkan pada golongan raja-raja yang
membuat kerusakan di bumi. Ada tiga sebab utama kerusakan yang
dilakukan raja-raja diktator, antara lain;
a. Keangkuhan
b. Memecah belah keutuhan masyarakat dalam rangka mengukuhkan
kekuasaannya
85M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. X,
304-305.
127
c. Memperlemah dan menindas sebagian kelompok masyarakat yang
tidak sejalan dengan cara mempermalukan, mengancam, membunuh
dan sebagainya.86
2. Tipe Paternalistis
Kepemimpinan paternalistis menjadikan sosok pemimpin sebagai
panutan, teladan dan tumpuhan harapan serta keinginan masyarakat.
Pemimpin dengan tipe paternalistis lebih mengutamakan kebersamaan.
Posisi pemimpin ibarat ayah yang bersifat melindungi dan menjadi
tumpuhan untuk meminta petunjuk dan arahah. Dalam tipe ini,
pemimpin yang dianggkat pada umumnya berasal dari orang-orang yang
dituakan.87 Sifat-sifat kepemimpinan dengan tipe paternalistis ini
terpancar dalam diri nabi Muhammad Saw. Hal ini terlihat dari beberapa
ayat al-Qur’an antara lain:
a. Surat al-Ahza>b ayat 21;
و جوالله ر يـ نكانـ م حسنةل ة سوالللهأسو ري ف كم ل قدكانـ ال كثري الله ذكر و اآلخر م و اليـ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan(kedekatan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”88 Ayat ini termasuk ayat Madaniah. Ayat yang turun di Madinah. Ayat
ini menggambarkan sifat nabi Muhammad Saw sebagai seorang utusan
86Ibid.,307. 87Sondang P Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, 35. 88Al-Qur’an,33:21. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 670.
128
sekaligus pimpinan bagi umat Islam. Sifat keteladanan seorang Rasul
sekaligus pemimpin bagi umat Islam.
Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai penegas keteladanan
Rasulullah yang seharusnya diikuti. Keteladan bagi orang-orang yang
mengharapkan rahmat Allah, hari Kiamat dan senantiasa berdzikir menyebut
nama Allah.Quraish Shihab mengutip pendapat al-Zamkhsyari perihal
keteladan Rasulullah saw. Ada dua kemungkinan makna dan maksud dari
keteladan Rasulullah saw. Pertama, keperibadian Rasulullah saw secara
totalitas adalah teladan. Kedua, dalam keperibadian Rasulullah saw ada
beberapa hal yang patut diteladani. Di antara kedua kemungkinan tersebut,
adalah kemungkinan pertama yang menjadi pilihan mayoritas ulama.89
Dalam konteks kepemimpinan, Quraish Shihab mengutip pendapat
ima>m al-Qara>fi>, bahwa petunjuk yang Rasulullah saw berikan perihal
kemasyarakatan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat,
sehingga tidak menutup kemungkinan adanya petunjuk yang berbeda dalam
persoalan yang sama. Semisal larangan Rasulullah berziarah kubur,
kemudian larangan tersebut dicabut kembali karena melihat kondisi dan
suasana masyarakat telah berbeda dengan waktu pelarangan.90
Keteladanan yang diperaktekkan Rasulullah menjadi petanda betapa
Rasulullah adalah pemimpin yang memiliki sifat paternalistis. Sifat yang
89M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XI,
242-243. 90Ibid.,245.
129
menunjukkan kecintaan dan perhatian Rasulullah saw terhadap umat Islam,
kecintaan dan perhatian seorang pemimpin terhadap masyarakat terpimpin.
Namun demikian, sifat paternalistis dalam konteks kepemimpinan pada diri
Rasulullah tidak bersifat total atau mutlak, karena secara teori, tipe
kepemimpinan paternalistis cenderung menganggap bawahan atau terpimpin
sebagai anak kecil.
3. Tipe Karismatik
Dalam teori kepemimpinan, sifat karismatik seringkali diindikasikan
dengan sifat kasih-sayang, lemah lembut dan penuh perhatian dari pemimpin
ke terpimpin. Pada sisi lain, pemimpin karismatik memiliki sifat tegas,
berani dan penuh perhitungan ketika menghadapi musuh.
Al-Qur’an mengisahkan sifat kasih-sayang, lemah lembut dan penuh
perhatian serta keberanian dan ketegasan pada diri nabi Muhammad Saw
sebagai suri tauladan bagi semua pemimpin. Kisah tersebut termaktub dalam
surat al-Fath} ayat 29;
د م م حم ه نـ يـ بـ اء مح ىالكفارر عل اء أشد ه ع الذينم سوالللهو ......ر“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”91
Ayat ini mengisahkan sifat nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin
sekaligus panutan bagi masyarak Madinah secara khusus dan masyarakat
91Al-Qur’an,48:29. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 843.
130
dunia secar umum. Ayat ini turun di Madinah, ketika umat Islam telah
menjadi komunitas masyarakat yang kuat.
Quraish Shibah menafsirkan, ayat ini merupakan bukti sikap dan sifat
nabi Muhammad saw beserta orang-orang muslim. Sikap tegas kepada
orang-orang kafir dengan tidak sedikitpun mengorbankan akidah di hadapan
mereka. Serta sikap lemah-lembut penuh kasih-sayang antar sesama orang
beriman. Sikap itulah yang menghasilkan wibawa, penghormatan, serta
kekaguman setiap orang yang melihatnya.92
Quraish Shihab menjelaskan lebih rinci arti dari kata ‘keras terhadap
orang-orang kafir’. Quraish Shihab tidak sependapat dengan pendapat yang
mengatakan bahwa bersikap keras kepada orang-orang kafir adalah dengan
ketegasan yang melampaui batas terhadap non muslim. Quraish Shihab
menegaskan bahwa makna dari kata ‘kafir’ beraneka-ragam. Kafir tidak
hanya bermakna non muslim, tetapi memiliki makna luas yang terangkum
dalam makna ‘siapa yang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan
tujuan agama’.93
Di sinilah tipe karismatik yang diperagakan Rasulullah dengan
membentuk watak berdasarkan ajaran-ajaran al-Qur’an. Watak yang tegas
terhadap hal-hal prinsipil seperti akidah, dengan tidak memperjual-belikan,
92M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XIII,
216. 93Ibid., 217.
131
serta watak penyayang bagi sesama umat Islam. Dengan demikian, karisma
akan lahir tanpa dibuat-buat.
4. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis menjadikan musyawarah sebagai asas
dalam memutuskan kebijakan. Musyawarah (musha>warah) berasal dari kata
shawara-yashwuru dengan kata kerja sha>wara-yusha>wiru, atau shu>ra>.94 Dua
bentuk kata kerja tersebut terdapat dalam al-Qur’an yaitu surat A>li Imran
ayat 159, dan surat al-Shura ayat 38;
هل ر ف غ استـ مو ه نـ كفاعفع ل نحو النـفضوام القلب يظ اغل فظ تـ وكن ل مو ه ل تـ ن اللهل ن م ة ارمح م ياألم فب ف مه شاور موىالله ل لع وك فتـ تـ م اعز ني رفإذ وكل تـ حبالم ي إنالله
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”95
وال استجاب الذين قون و ف ن يـ امه ن زقـ ار مم و م ه نـ يـ ىبـ مهشور ر أم واالصالةو أقام و م ر“dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.96
Kata shura> pada ayat ini berbentuk kata perintah, perintah untuk
memutuskan segala persoalan bersama dengan jalan musyawarah. Ayat ini
94Dawan Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci,441-442. 95Al-Qur’an,3:159. Lihat: Mujamma’ al-Malik Fahd ,al-Qur’ān dan Terjemahnya, 103. 96Ibid., 42:38. Lihat:Ibid., 789.
132
turun di Madinah sebagai penegasan bahwa Islam menjunjung tinggi nilai-
nilai demokrasi.
Ayat kedua berbentuk kata berita. Kata yang mengisahkan tentang
ciri dan sifat orang-orang yang taat dan tunduk pada perintah Allah. Dengan
kata lain, shura> merupakan perintah yang harus dijalankan dalam mengambil
keputusan bersama. Ayat ini termasuk ayat Makkiah. Keberadaan ayat ini
menjadi petanda bahwa perintah musyawarah merupakan bagian terpenting
dari perintah agama.
Makna musyawarah dalam kaitannya dengan konsep-konsep ilmu
politik modern pertama kali muncul pada saat teori politik Barat masuk ke
dunia Islam pada pertengahan abad ke-19.97 Quraish Shihab menafsirkan,
perintah musyawarah pada ayat pertama hanya terbatas pada persoalan
masyarakat, yang selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, dan tidak
memiliki landasan hukum yang mutlak. Quraish Shihab mencotohkan sikap
para Sahabat yang memilih diam dan taat ketika Rasulullah mengatakan
bahwa yang beliau sampaikan adalah wahyu. Sikap demokratis Rasulullah
terlihat dari tata-cara kepemimpinan beliau dalam menyelesaikan persoalan
masyarakat. Rasulullah tak segan-segan meminta pendapat para Sahabat
menyangkut strategi peperangan, keluarga bahkan hal pribadi beliau.98
97Dawan Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci,441. 98M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II,
261.
133
Sekilas terkesan porsi musyawarah dalam al-Qur’an sangat terbatas.
Lebih-lebih tata-cara permusyawaratan tidak mendapatkan kejelasan yang
mendetail. Quraish Shihab menjelaskan kesan sekilas tersebut secara apik.
Kesan tersebut akan sirna jika disadari pada tata-cara al-Qur’an memberikan
petunjuk. Pada persoalan umum yang dinamis, Al-Qur’an mengindahkan
petunjuknya dalam bentuk prinsip-prinsip umum. Tata cara itu mengandung
hikmah sebagai penampung bagi sekian banyak perubahan dan
perkembangan sosial masyarakat.99
Sebuah putusan atas problematika masyarakat pada kondisi dan
waktu tertentu akan tidak relevan jika diterapkan pada kondisi dan waktu
yang berbeda. Pun demikian sistem musyawarah (demokrasi), sistem
musyawarah yang diterapkan pada masa awal Islam, belum tentu berlaku
saat ini, karena masing-masing masyarakat menghadapi persoalannya
masing-masing dengan cara masing-masing pula.
Quraish Shihab mengutip pendapat Rashid Ridla, seorang pakar tafsir
yang menulis tafsir al-Manar. Rashid Ridla berpendapat;
“Allah telah menganugerahkan kepada kita kemerdekaan penuh dan kebebasan yang sempurna dalam urusan dunia dan kepentingan masyarakat, dengan jalan memberi petunjuk untuk melakukan musyawarah, yakni yang dilakukan orang-orang cakap dan terpandang yang kita percayai, guna menetapkan bagi kita (masyarakat) pada setiap periode hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan masyarakat. Kita seringkali mengikat diri kita sendiri dengan berbagai ikatan (syarat) yang kita ciptakan, kemudian
99Ibid., 262.
134
kita namakan syarat itu ajaran agama, tetapi pada akhirnya syarat-syarat itu membelenggu diri kita sendiri”.100
Kata shu>ra> pada ayat kedua, menurut Quraish Shihab shu>ra> terambil
dari kata shaur.Shu>ra> bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat
yang terbaik dengan memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang
lain. Qurasih Shihab menjelaskan lebih lanjut, kata shu>ra> terambil dari kata
shirtu al-‘asal (saya mengeluarkan madu dari wadahnya). Dengan demikian,
bisa dikiaskan bahwa musyawarah adalah upaya mencari madu terbaik
dimanapun ia berada. Atau dengan kata lain, musyawarah adalah upaya
memperoleh pendapat terbaik dengan mempertimbangkan kebenaran
pendapat tanpa mempersoalkan penyampainya.
Quraish Shihab menegaskan, bahwa ayat kedua ini turun pada masa
Makkiah, pada saat umat Islam belum memiliki tatanan pemerintahan.
Tatanan yang baru terbentuk setelah nabi Muhammad Saw beserta para
pengikut hijrah ke Madinah. Di Madinahlan tatanan pemerintahan atau
kenegaraan dalam makna modern terbentuk, dengan Rasulullah saw sebagai
pimpinan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa musyawarah adalah anjuran
al-Qur’an yang lintas ruang dan waktu.101 Anjuran berupa upaya
menyelesaikan persoalan kemasyarakatan menuju kemaslahatan.
Dua ayat di atas dan pengalaman kenegaraan yang dicontohkan
Rasulullah dalam menyelesaikan persoalan masyarakat, menjadi petanda
100Ibid., 263. 101M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. XII,
512.
135
bahwa tipe kepemimpinan demokratis dengan musyawarah sebagai asas
utama memperoleh perhatian khusus dari al-Qur’an. Meskipun demikian, al-
Qur’an memberikan batasan-batasan musyawarah dengan hanya membatasi
pada persoalan kemasyaraktan. Persoalan yang selalu mengalami perubahan
dan perkembangan seiring pertumbuhan dan perkembangan perdaban umat
manusia.