- 2 - 5 - lampiran peraturan direktur jenderal pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung...
TRANSCRIPT
- 2 -
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang
Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 299 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5608);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
7. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2015-2019;
8. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 8);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P
Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan
Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019;
- 3 -
10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL TENTANG PETUNJUK
TEKNIS INTERNALISASI RENCANA PENGELOLAAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI KE DALAM RENCANA TATA RUANG
WILAYAH .
Pasal 1
Menetapkan Petunjuk teknis Internalisasi Rencana
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ke dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan
Lindung ini.
Pasal 2
Petunjuk Teknis Internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
merupakan petunjuk teknis bagi Direktorat Jenderal
Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung dan
Unit Pelaksana Teknis Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
dan Hutan Lindung serta instansi terkait dalam pelaksanaan
kegiatan Internalisasi.
Pasal 3
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, maka
Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran
Sungai dan Hutan Lindung Nomor P. 13/PDASHL-SET/2013
tentang Petunjuk teknis Internalisasi RPDAS dalam RTRW
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
- 5 -
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR
TANGGAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS INTERNALISASI
RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KE DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), saat ini makin dirasakan
penting keberadaannya oleh seluruh pihak. Hal ini terkait dengan
semakin banyak dan semakin seringnya bencana banjir, tanah longsor,
kekeringan dan kebakaran hutan/lahan yang terjadi di negara kita.
Analisis berbasiskan satuan DAS yang menawarkan 2 kegiatan untuk
pengendalian bencana tersebut, berupa kegiatan vegetatif (penanaman)
dan sipil teknis/konservasi tanah (sumur resapan, dam penahan, dam
pengendali, gully plug dll), dianggap merupakan solusi yang tepat dalam
pengendalian bencana tersebut. Selain itu, solusi tersebut juga
merupakan sarana untuk mencapai salah satu tujuan dari pengelolaan
DAS, yaitu tata air DAS yang optimal, baik secara kuantitas, kualitas dan
kontinuitas dalam distribusi ruang dan waktu.
Pemanfaatan DAS oleh berbagai sektor, yang memiliki regulasi
masing-masing tentunya memiliki arah tujuan yang berbeda-beda, yang
pada akhirnya akan menurunkan daya dukung DAS. Oleh karena itu
dikeluarkanlah suatu aturan hukum yang akan mensinergikan tujuan
dari seluruh regulasi sektor-sektor tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.
Sudah banyak konsep pembangunan yang berbasis pada pelestarian
ekosistem DAS, namun demikian dalam implementasinya di lapangan
ternyata masih banyak menghadapi kendala dan hambatan, antara lain
disebabkan :
- 6 -
1. Kekurangpahaman atau kekurangpedulian para pihak baik
pemangku kewenangan maupun pengusaha dan masyarakat.
2. Lemahnya koordinasi dan sinergitas antar para pihak (stakeholders)
dalam pengelolaan DAS.
3. Penonjolan kepentingan jangka pendek sektoral atau kedaerahan
untuk memperoleh manfaat ekonomi semata tanpa mengindahkan
dampak negatif terhadap kelestarian ekosistem DAS.
4. Kurangnya penegakan hukum secara tegas terhadap pelangggaran
dan penyimpangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
Dengan kompleksitas permasalahan dalam pengelolaan DAS, kita
semua harus maklum bahwa penyelesaian masalah pengelolaan DAS
tidak bisa dilakukan oleh hanya satu sektor atau satu institusi saja,
misalnya tidak bisa ditangani hanya oleh kehutanan saja, melainkan
haruslah bersifat multisektor dan seringkali harus melibatkan beberapa
wilayah administrasi pemerintahan dalam DAS yang bersangkutan. Untuk
memperoleh keterpaduan pengelolaan DAS yang optimal dibutuhkan
persepsi dan komitmen bersama yang tinggi dari para pihak, yaitu baik
kalangan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu dalam
penyelenggaraan pengelolaan DAS tersebut diperlukan suatu perencanaan
guna mempercepat pelaksanaan/implementasi rencana yang telah
disusun secara komprehensif dan mengakomodir berbagai pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam suatu wilayah DAS dalam bentuk
Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana diamanatkan dalam PP. No. 37
Tahun 2012.
Pada RPJM 2010 – 2014, telah disusun 108 Rencana Pengelolaan
DAS (RPDAS) Prioritas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun
2010 tentang RPJMN 2010-2014 dan Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK.328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan DAS Prioritas Dalam
Rangka RPJM 2010 – 2014. Selanjutnya, dalam RPJM 2015 – 2019 sesuai
Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 salah
satu output kegiatan Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung adalah Internalisasi 108 RPDAS yang telah disusun dalam
RPJMN 2010-2014 ke dalam RTRW.
Guna menindaklanjuti Peraturan Presiden terkait internalisasi
RPDAS ke dalam RTRW, Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian
- 7 -
Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor P.13/PDASHL-
SET/2013 tentang Petunjuk teknis Internalisasi RPDAS ke dalam RTRW.
Dalam proses perjalanannya, ternyata petunjuk teknis ini dianggap
kurang tepat dalam menjawab target yang diberikan Peraturan Presiden
terkait internalisasi RPDAS ke dalam RTRW. Hal ini juga dikuatkan
dengan adanya rekomendasi dari beberapa tenaga ahli dan praktisi di
lapangan untuk melakukan petunjuk teknis dimaksud.
Beberapa pertimbangan lain yang mendasari kegiatan terhadap
Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Hutan Lindung Nomor P.13/PDASHL-SET/2013 tentang Petunjuk teknis
Internalisasi RPDAS ke dalam RTRW adalah:
1. Proses internalisasi RPDAS ke dalam RTRW seharusnya sudah
dilaksanakan pada saat awal mula penyusunan RTRW, sehingga
RTRW yang dihasilkan sudah mengakomodir isi dari RPDAS yang
telah disusun.
2. Proses internalisasi RPDAS ke dalam RTRW juga dapat dimulai dari
penyusunan pola ruang berbasiskan bencana. Seperti telah
diketahui, saat ini sering terjadi bencana banjir dan tanah longsor
yang menimbulkan kerugian korban jiwa dan harta benda yang tidak
sedikit jumlahnya. Salah satu penyebabnya adalah kurang sesuainya
peruntukan ruang yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, RTRW yang telah
disahkan perlu di revisi dengan memasukkan unsur kebencanaan ke
dalamnya.
3. Perlunya UPT BPDASHL menunjukkan eksistensinya dengan ikut
berperan aktif dalam memberikan masukan terkait perencanaan
ruang kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di
wilayah kerjanya masing-masing.
4. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka UPT BPDASHL perlu
menyusun sebuah perencanaan tata ruang yang berbasiskan
kebencanaan dalam format digital spasial, sehingga tata ruang yang
nantinya terbentuk akan mengakomodir sebuah rencana pengelolaan
DAS yang kemudian dapat ditawarkan kepada Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai sebuah solusi penataan ruang
yang peduli lingkungan dan kebencanaan dan mengakomodir isi dari
sebuah RPDAS.
- 8 -
B. Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya petunjuk teknis ini adalah untuk memberikan
arah yang tepat dan memudahkan Direktorat Jenderal Pengendalian DAS
dan Hutan Lindung serta Unit Pelaksana Teknis Balai Pengelolaan DAS
dalam melaksanakan kegiatan Internalisasi RPDAS ke dalam RTRW yang
merupakan salah satu output kegiatan dalam RPJM 2015 – 2019.
Sedangkan tujuan disusunnya petunjuk teknis ini agar RPDAS yang
telah disusun dapat dijadikan sebagai acuan para pihak di daerah dalam
implementasi pengelolaan DAS.
C. Sasaran
Sasaran dari petunjuk teknis Internalisasi RPDAS dalam RTRW ini
adalah 108 RPDAS yang telah disusun pada RPJM 2010 - 2014 sesuai
dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.328/Menhut-II/2009
tentang Penetapan DAS Prioritas Dalam Rangka RPJM 2010 – 2014, yaitu
sebagai berikut :
Tabel 1.1. Sasaran 108 DAS Prioritas
NO. DAS PRIORITAS PROVINSI WILAYAH KERJA
BPDASHL
1 Peusangan Aceh Krueng Aceh
2 Krueng Aceh Aceh Krueng Aceh
3 Jambo Aye Aceh Krueng Aceh
4 Peureulak Tamiang Aceh Krueng Aceh
5 Wampu Sumut Wampu Sei Ular
6 Padang Sumut Wampu Sei Ular
7 Sei Ular Sumut Wampu Sei Ular
8 Besitang Sumut Wampu Sei Ular
9 Lepan Sumut Wampu Sei Ular
10 Deli Sumut Wampu Sei Ular
11 Asahan Toba Sumut Asahan Barumun
12 Batang Gadis Sumut Asahan Barumun
13 Mujoi (Nias) Sumut Asahan Barumun
14 Pasaman Sumbar Agam Kuantan
15 Antokan Sumbar Agam Kuantan
16 Tarusan Sumbar Agam Kuantan
17 Arau Sumbar Agam Kuantan
18 Gasan Gadang Sumbar Agam Kuantan
19 Siak Riau Indragiri Rokan
20 Kampar Riau, Sumbar Indragiri Rokan
- 9 -
21 Rokan Riau, Sumut, Sumbar Indragiri Rokan
22 Indragiri Riau, Sumbar Indragiri Rokan
23 Batanghari Jambi, Sumbar Batanghari
24 Musi Sumsel, Jambi, Bengkulu Musi
25 Manna Padang Guci Bengkulu, Sumsel Ketahun
26 Ketahun Bengkulu Ketahun
27 Bengkulu Bengkulu Ketahun
28 Sekampung Lampung Way Seputih Way Sekampung
29 Tulang Bawang Lampung Way Seputih Way Sekampung
30 Duriangkang Kepri Kepri
31 Sei Jang Kepri Kepri
32 Mancang Babel Baturusa Cerucuk
33 Ajang Mabat Babel Baturusa Cerucuk
34 Citarum Jabar Citarum Ciliwung
35 Cisadane Jabar, Banten Citarum Ciliwung
36 Ciliwung Jabar, DKI Citarum Ciliwung
37 Cisadea Jabar Citarum Ciliwung
38 Cimanuk Jabar Cimanuk Citanduy
39 Citanduy (Segara Anakan)
Jabar, Jateng Cimanuk Citanduy
40 Serang Jateng Pemali Jratun
41 Juwana Jateng Pemali Jratun
42 Tuntang Jateng Pemali Jratun
43 Pemali Jateng Pemali Jratun
44 Garang (Babon) Jateng Pemali Jratun
45 Bodri Jateng Pemali Jratun
46 Cacaban Jateng Pemali Jratun
47 Comal Jateng Pemali Jratun
48 Babakan Jateng Pemali Jratun
49 Gangsa Jateng Pemali Jratun
50 Kupang Jateng Pemali Jratun
51 Serayu Jateng Serayu Opak Progo
52 Progo DIY, Jateng Serayu Opak Progo
53 Luk Ulo Jateng Serayu Opak Progo
54 Bogowonto DIY, Jateng Serayu Opak Progo
55 Serang DIY, Jateng Serayu Opak Progo
56 Wawar Medono Jateng Serayu Opak Progo
57 Bribin DIY, Jateng Serayu Opak Progo
58 Solo Jateng, DIY, Jatim Solo
59 Brantas Jatim Brantas
60 Sampean Jatim Sampean
61 Bedadung Jatim Sampean
62 Deluwang Jatim Sampean
63 Tukad Unda Bali Unda Anyar
64 Blingkang Anyar Bali Unda Anyar
- 10 -
65 Palung NTB Dodokan Moyosari
66 Moyo NTB Dodokan Moyosari
67 Mangkung/Dodokan NTB Dodokan Moyosari
68 Benain NTT Benain Noelmina
69 Noelmina (Benueke )
NTT Benain Noelmina
70 Kapuas Kalbar Kapuas
71 Sambas Kalbar Kapuas
72 Kapuas (Barito) Kalteng Kahayan
73 Mentaya Kalteng Kahayan
74 Kahayan Kalteng Kahayan
75 Barito Kalsel, Kalteng Barito
76 Batu Licin Kalsel Barito
77 Mahakam Kaltim, Kaltara Mahakam Berau
78 Dumoga Sulut Tondano
79 Tondano Sulut Tondano
80 Sangihe Sulut Tondano
81 Limboto Bone Bolango
Gorontalo, Sulut Bone Bolango
82 Paguyaman Gorontalo Bone Bolango
83 Palu Sulteng Palu Poso
84 Poso Sulteng, Sulsel Palu Poso
85 Budong-Budong Sulbar Lariang Mamasa
86 Mapili Sulbar Lariang Mamasa
87 Mandar Sulbar Lariang Mamasa
88 Saddang Sulsel, Sulbar Saddang
89 Rongkong Sulsel Saddang
90 Latuppa Sulsel Saddang
91 Bila Walanae (Cenranae)
Sulsel Jeneberang Walanae
92 Jeneberang Sulsel Jeneberang Walanae
93 Lasolo Sultra, Sulteng Sampara
94 Konaweha Sultra Sampara
95 Laea Wanggu Sultra Sampara
96 Wae Apu Maluku Waehapu Batumerah
97 Wae Manumbai Maluku Waehapu Batumerah
98 Wae Batu Merah Maluku Waehapu Batumerah
99 Akelamo Maluku Utara Ake Malamo
100 Kao Maluku Utara Ake Malamo
101 Oba Maluku Utara Ake Malamo
102 Remu Papua Barat Remu Ransiki
103 Arui Papua Barat Remu Ransiki
104 Prafi Papua Barat Remu Ransiki
105 Memberamo Papua Memberamo
106 Baliem (Enlanden) Papua Memberamo
107 Tami Papua Memberamo
108 Sentani Papua Memberamo
- 11 -
D. Pengertian
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran
Sungai dan Hutan Lindung ini, yang dimaksud dengan:
1. Internalisasi Rencana Pengeloaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS) ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah adalah upaya untuk memastikan
bahwa substansi RPDAS terintegrasi kedalam muatan RTRW
sehingga dapat diimplementasikan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan para pihak di daerah.
2. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
3. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan
timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS
dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian
ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia secara berkelanjutan.
4. Rencana Pengelolaan DAS adalah suatu rencana yang disusun secara
utuh dari hulu, tengah sampai dengan hilir, melibatkan para
pemangku kepentingan di wilayah DAS tersebut, melalui tahapan
perumusan masalah, tujuan, strategi serta monitoring dan evaluasi.
Rencana tersebut disahkan oleh pejabat sesuai dengan
kewenangannya dan berlaku selama jangka waktu 15 (lima belas)
tahun.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTR adalah
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah
nasional/provinsi/kabupaten/ kota yang dijadikan acuan untuk
perencanaan jangka panjang.
6. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
- 12 -
7. Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas
penampakan area tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari
bentang alam dan/atau bentang buatan atau penutupan lahan dapat
pula berarti tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat
diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan
manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk
melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada
areal tersebut.
8. Lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai
media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.
9. Erosi adalah pindahnya atau terangkutnya material tanah atau
bagian-bagian tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh media
alami, contohnya air.
10. Banjir limpasan adalah sebaran wilayah yang merupakan
penyumbang banjir ke wilayah affected area (wilayah terdampak).
11. Morfologi DAS adalah pembagian wilayah DAS sesuai dengan 3
karakternya (hulu, tengah dan hilir).
- 13 -
BAB II
METODA INTERNALISASI RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN
SUNGAI KE DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH
A. Persiapan
Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan penyusunan
internalisasi RPDAS ke dalam RTRW tersebut mencakup hardware,
software dan bahan-bahan. Hardware dan software yang perlu disiapkan
untuk penyusunan internalisasi RPDAS ke dalam RTRW antara lain:
1. Software Sistem Informasi Geografis (SIG) versi terkini
2. Personal Computer dengan spesifikasi minimal: RAM 16 GB, Hard
Disk 1 TB dan plotter.
Sedangkan bahan yang diperlukan diantaranya:
1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dari Bappeda/Dinas Tata
Ruang Provinsi
2. Peta morfologi Daerah Aliran Sungai dari Direktorat Jenderal
Pengendalian DAS dan Hutan Lindung.
3. Penutupan lahan terbaru dari Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
4. Peta fungsi kawasan dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan
Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
5. Peta lahan kritis hasil analisa dari UPT Balai Pengelolaan DAS dan
Hutan Lindung.
6. Peta banjir limpasan hasil analisa dari UPT Balai Pengelolaan DAS
dan Hutan Lindung.
7. Peta rawan erosi hasil analisa dari UPT Balai Pengelolaan DAS dan
Hutan Lindung.
8. Peta sebaran kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang telah
dilaksanakan UPT Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung.
- 14 -
B. Kerangka Pikir Pelaksanaan Kegiatan
Prosedur penyusunan data spasial internalisasi RPDAS ke dalam RTRW
mengikuti kerangka pikir seperti disajikan pada gambar di bawah ini:
Peta RTRW Peta
Fungsi Kawasan
Peta Rekomendasi
Kesesuaian Ruang dgn Kawasan
Proses I
Kesesuaian
Tata Ruang
dengan
Fungsi Kawasan
Overlay
Peta
Tata Guna
Lahan RTRW
RTRW
Peta
Tutupan
Lahan Terbaru
Perhitungan Impact Assessment
(Kajian Dampak)
Proses II Analisa
Perhitungan
Impact
Assessment
(Kajian Dampak)
Kesesuaian
Ruang dgn
Kawasan
Lahan
Kritis
Banjir
Limpasan
Morfologi
DAS
Proses III
Klasifikasi/
Kodefikasi
Kodefikasi
Rekomendasi
Data
Lainnya
Proses IV
Rekomendasi
Focus Group Discusion (FGD)
Rekomendasi Final
- 15 -
BAB III
PELAKSANAAN INTERNALISASI RPDAS
Pelaksanaan kegiatan penyusunan data spasial internalisasi RPDAS ke
dalam RTRW dilakukan dengan mengikuti alur kerangka pikiran yang telah
disampaikan pada BAB II, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
A. Tahap Penyiapan Atribut dan Klasifikasi Data Peta Tematik
Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan atribut
dan klasifikasi data dari masing-masing parameter (peta tematik) sehingga
setelah proses overlay selesai akan memudahkan proses analisa dan
pemberian rekomendasi terkait penataan ruangnya.
1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah, field dan atribut yang harus
disiapkan dalam peta tematik ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 dalam Pasal 6, Pasal 51, Pasal 52,
Pasal 63 sampai dengan Pasal 78 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Jenis Field Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
No. Nama Field Tipe Width Keterangan
1. Pola_Ruang Teks 50 Pola Ruang Kawasan
2. Ruang_Kws Teks 50 Kawasan berdasarkan
Pola Ruangnya
3. Jenis_Tgl Teks 50 Jenis Tata Guna
Lahannya
Atribut data peta rencana tata ruang wilayah adalah yang didapatkan
dari Badan Perencanaan Daerah atau Dinas Tata Ruang Provinsi
sebagai berikut:
- 16 -
Tabel 3.2. Atribut Data Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Pola_Ruang Ruang_Kws Jenis_Tgl
Kawasan
Lindung
Kawasan Beri Perlindungan Kawasan Bawahannya
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Gambut
Kawasan Resapan Air
Kawasan Perlindungan Setempat
Sempadan Pantai
Sempadan Sungai
Kawasan Sekitar Danau/Waduk
Ruang Terbuka Hijau Kota
Kawasan Konservasi
Kawasan Suaka Alam
Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan Taman Buru
Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Kecil
Kawasan Konservasi Maritim
Kawasan Konservasi Perairan
Kawasan Lindung Geologi
Kawasan Cagar Alam Geologi
Kawasan Imbuhan Air Tanah
Kawasan Sempadan Mata Air
Kawasan Lindung Lainnya
Cagar Biosfer
Ramsar
Cagar Budaya
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah
Kawasan Pengungsian Satwa
Kawasan Ekosistem Mangrove
Kawasan Budi
Daya
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi yang dapat di Konversi
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat Hutan Rakyat
Kawasan Peruntukan Pertanian
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan
Peternakan
Kawasan Peruntukan Perikanan Perikanan
Kawasan Peruntukan Pertambangan Pertambangan
Kawasan Peruntukan Panas Bumi Panas Bumi
Kawasan Peruntukan Industri Industri
Kawasan Peruntukan Pariwisata Pariwisata
Kawasan Peruntukan Permukiman Permukiman
Kawasan Peruntukan Lainnya Kawasan Lainnya
Kawasan
Strategis
Nasional
Kawasan Strategis Nasional
Warisan Budaya Dunia
Pelestarian Cagar Budaya
Peningkatan Kualitas Warisan Budaya
2. Peta Morfologi Daerah Aliran Sungai, dibuat dengan satuan analisa DAS
dan menggunakan lereng yang didapatkan dari penyusunan peta rawan
- 17 -
erosi sesuai Peraturan Direktur Jenderal PDASHL Nomor
P.10/PDASHL/SET/KUM.1/8/2017. Klasifikasi morfologi DAS yang
dibentuk dari peta lereng sebagai berikut:
Tabel 3.3. Klasifikasi Morfologi DAS
No. Lereng Morfologi
1. 0 – 15% Hilir
2. > 15 – 25% Tengah
3. > 25% Hulu
Field dan atribut yang harus disiapkan dalam peta tematik ini
sebagai berikut:
Tabel 3.4. Jenis Field Morfologi DAS
No. Nama Field Tipe Width Keterangan
1. Kode_DAS Teks 7 Kodefikasi DAS
2. Nama_DAS Teks 50 Nama DAS
3. Morfologi Teks 25 Morfologi DAS
Contoh atribut data peta Daerah Aliran Sungai adalah yang didapatkan
dari Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung sebagai
berikut:
Tabel 3.5. Atribut Data Peta Morfologi DAS
3. Peta Penutupan Lahan, field dan atribut yang harus disiapkan dalam
peta tematik ini sebagai berikut:
NO KODE DAS NAMA DAS MORFOLOGI
1
1220001 Citarum
Hulu
2 Tengah
3 Hilir
4
1720001 Brantas
Hulu
5 Tengah
6 Hilir
7
2950002 Saddang
Hulu
8 Tengah
9 Hilir
10
2440001 Benain
Hulu
11 Tengah
12 Hilir
- 18 -
Tabel 3.6. Jenis Field dalam Pembuatan Peta Penutupan Lahan
No. Nama Field Tipe Width Keterangan
1. Simbol Teks 5 Simbol Penutupan Lahan
2. Jenis_PL Teks 50 Jenis Penutupan Lahan
Atribut data peta penutupan lahan adalah 23 jenis penutupan lahan yang
didapatkan dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan yang dipublikasikan setiap tahun, yaitu:
Tabel 3.7. Atribut Data Peta Penutupan Lahan
4. Peta Fungsi Kawasan, field dan atribut yang harus disiapkan dalam peta
tematik ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8. Jenis Field dalam Pembuatan Peta Fungsi Kawasan
No. Nama Field Tipe Width Keterangan
1. Fungsi_kws Teks 50 Jenis Fungsi Kawasan
2. Dlm_luar Teks 50 Dalam atau Luar Kawasan
Hutan
Atribut data peta kawasan hutan adalah yang didapatkan dari Direktorat
Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu sebagai berikut:
- 19 -
Tabel 3.9. Atribut Data dalam Pembuatan Peta Fungsi Kawasan
5. Peta Lahan Kritis, field dan atribut serta klasifikasi yang harus disiapkan
dalam peta tematik ini sebagai berikut:
Tabel 3.10. Jenis Field dalam Pembuatan Peta Lahan Kritis
Nama Field Tipe Width Keterangan
Kekritisan Teks 50 Kriteria lahan kritis
Atribut data peta lahan kritis adalah yang didapatkan dari hasil analisa
UPT BPDASHL, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.11. Atribut Data dalam Pembuatan Peta Lahan Kritis
- 20 -
6. Peta Banjir Limpasan, field dan atribut yang harus disiapkan dalam peta
tematik ini sebagai berikut:
Tabel 3.12. Jenis Field dalam Pembuatan Peta Banjir Limpasan
Nama Field Tipe Width Keterangan
Limpasan Teks 50 Kriteria banjir limpasan
Atribut data peta banjir limpasan adalah yang didapatkan dari hasil
analisa UPT BPDASHL, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.13. Atribut Data dalam Pembuatan Peta Banjir Limpasan
7. Peta Rawan Erosi, field dan atribut yang harus disiapkan dalam peta
tematik ini sebagai berikut:
Tabel 3.14. Jenis Field Peta Rawan Erosi
Nama Field Tipe Width Keterangan
EROSI Teks 25 Kelas Erosi
Atribut data peta rawan erosi adalah yang didapatkan dari hasil analisa
UPT BPDASHL sesuai Peraturan Direktur Jenderal PDASHL Nomor
P.10/PDASHL/ SET/KUM.1/8/2017, yaitu:
Tabel 3.15. Atribut Data dalam Pembuatan Peta Rawan Erosi
8. Peta Sebaran RHL, field dan atribut yang harus disiapkan dalam peta
tematik ini adalah sebagai berikut:
- 21 -
Tabel 3.16. Jenis Field dalam Pembuatan Peta Sebaran RHL
Nama Field Tipe Width Keterangan
Jenis_RHL Teks 50 Jenis RHL yang dilaksanakan
Atribut data peta sebaran RHL adalah yang didapatkan dari hasil UPT
BPDASHL, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.17. Atribut Data dalam Pembuatan Peta Sebaran RHL
B. Tahapan Analisa
Tahapan ini dilakukan setelah proses penyiapan atribut data peta tematik
selesai dilakukan, yaitu sebagai berikut :
1. Tahapan Kesesuaian Tata Ruang dengan Fungsi Kawasan,
dilakukan dengan cara overlay antara peta tata ruang dengan fungsi
kawasan. Hasil overlay tersebut, shapefile nya diberi nama
ruang_kawasan. Tujuan dari overlay kedua peta tersebut adalah
untuk mengetahui kesesuaian ruang antara peta tata ruang dengan
peta fungsi kawasan di wilayah administrasi tersebut. Contoh atribut
peta hasil overlay ruang_kawasan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.18. Contohh Atribut Hasil Overlay Ruang dengan Kawasan
- 22 -
Atribut hasil overlay kedua peta tematik tersebut kemudian disusun
sedemikian rupa sehingga akan terlihat seperti contoh dibawah ini:
Tabel 3.19. Fungsi Kawasan dan Pola Ruang
FUNGSI KAWASAN POLA RUANG
Hutan Lindung Kawasan Lindung
Kawasan Budi Daya
Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas dan
Hutan Produksi yang dapat di Konversi
Kawasan Lindung
Kawasan Budi Daya
Kawasan Konservasi Kawasan Lindung
Kawasan Budi Daya
Areal Penggunaan Lain Kawasan Lindung
Kawasan Budi Daya
Kemudian atribut tersebut dicermati, dianalisa dan selanjutnya
diberikan rekomendasi terkait kesesuaian tata ruang dengan fungsi
kawasannya. Untuk mengisi atribut rekomendasi tersebut, maka
dibuat satu field tambahan, sehingga atribut akhir dari peta
ruang_kawasan contohnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.20. Kesesuaian Fungsi Kawasan dan Pola Ruang
FUNGSI KAWASAN POLA RUANG KWS_RUANG
Hutan Lindung Kawasan Lindung Hutan Lindung
Kawasan Budi Daya Hutan Lindung
Hutan Produksi Tetap, Hutan
Produksi Terbatas dan Hutan
Produksi yang dapat di Konversi
Kawasan Lindung HP, HPT, HPK
Kawasan Budi Daya HP, HPT, HPK
Kawasan Konservasi Kawasan Lindung Kawasan Konservasi
Kawasan Budi Daya Kawasan Konservasi
Areal Penggunaan Lain Kawasan Lindung APL Lindung
Kawasan Budi Daya APL Budi Daya
2. Tahapan Perhitungan Impact Assessment (Kajian Dampak), tujuannya
adalah untuk memberikan gambaran sejauh mana kajian pola ruang
berbasis satuan analisa DAS, khususnya terkait kegiatan di bidang
kehutanan, mampu meningkatkan efisiensi pola ruang dalam hal
- 23 -
pengendalian limpasan, erosi dan sedimentasi. Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam perhitungan impact assessment ini adalah :
a. Satuan analisa yang digunakan adalah DAS, walaupun lokus
kajiannya adalah rencana tata ruang wilayah yang berbasiskan
administrasi Provinsi/Kabupaten/Kota, seperti terlihat di bawah ini:
Gambar 3.1. Contoh Poligon Hubungan RTRW dengan RPDAS
Dari gambar di atas terlihat bahwa poligon dengan arsiran merah
adalah peta wilayah administrasi Kabupaten Garut. Sedangkan
poligon dengan garis batas berwarna biru adalah batas DAS. Hal yang
harus dilakukan adalah menghitung kajian dampak dari masing-
masing DAS yang wilayahnya masuk ke dalam wilayah administrasi
Kabupaten Garut.
b. Parameter penutupan lahan guna perhitungan kajian dampak
disiapkan minimal untuk 2 tahun yang berbeda dan juga berbeda
sumbernya, sehingga bisa dikaji nilai sebelum dan sesudahnya
berdasarkan analisa tutupan lahannya. Sumber yang pertama berasal
dari peta Tata Guna Lahan dari RTRW yang merupakan alokasi
perencanaan ruang terkait tata guna lahannya, sedangkan sumber
yang kedua adalah peta penutupan lahan existing yang didapatkan
- 24 -
dari Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan yang terdiri dari
23 kelas penutupan lahan. Kedua peta tersebut diperlukan guna
perhitungan nilai C dan P nya untuk nilai limpasan dan erosi. Apabila
jenis dan kelas penutupan lahan kedua sumber peta tersebut berbeda,
maka harus disamakan terlebih dahulu kelasnya.
c. Peta sebaran kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) harus
dalam feature poligon, sehingga dapat diketahui lokasi dan luasan
RHL yang telah dilaksanakan. Peta RHL tersebut digunakan untuk
mengetahui seberapa besar dampak kegiatan RHL dalam menurunkan
laju limpasan, erosi dan sedimentasi.
d. Perhitungan Impact Assessment Limpasan, dihitung berdasarkan
satuan analisa DAS dengan menggunakan metode rasional, rumusnya
sebagai berikut :
Q = 0,278 . C . i . A
Keterangan:
Q = debit puncak limpasan permukaan (m3/det). 0,278 = nilai konstanta
C = koefisien limpasan A = luas DAS (Km2). I = intensitas curah hujan (mm/jam)
e. Perhitungan Impact Assessment erosi, dihitung berdasarkan satuan
analisa DAS dengan menggunakan metode Universal Soil Loss Equation
(USLE) sebagai berikut :
A = R K L S C P
Keterangan: A = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun)
R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (biasanya dinyatakan sebagai energi dampak curah hujan
(MJ/ha) x Intensitas hujan maksimal selama 30 menit (mm/jam)
K = indeks erodibilitas tanah (ton x ha x jam) dibagi
oleh (ha x mega joule x mm) LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolaan tanaman
P = indeks upaya konservasi tanah
f. Perhitungan Impact Assessment sedimentasi, diperoleh melalui
pendekatan hasil prediksi erosi dengan menggunakan rumus :
- 25 -
MS = A x SDR
Keterangan : MS = muatan sedimen (ton/ha/th) A = nilai erosi (ton/ha/th)
SDR = nisbah penghantaran sedimen
Nilai total erosi ditentukan dengan menggunakan rumus USLE,
sedangkan nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR)
dapat ditentukan dengan menggunakan matrik sebagai berikut:
Tabel 3.21. Tabel Nisbah Hantar Sedimen Nilai Erosi Sediment Delivery
Ratio
3. Tahapan Klasifikasi/Kodefikasi, dilakukan dengan cara mengoverlaykan
4 peta tematik, yaitu peta ruang_kawasan, peta lahan kritis, peta banjir
limpasan dan peta morfologi DAS. Tujuannya adalah untuk menyusun
suatu kombinasi kodefikasi yang nantinya diperlukan guna menentukan
rekomendasi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di wilayah
tersebut. Untuk memudahkan proses kodefikasi, maka 2 peta tematik,
yaitu peta lahan kritis dan peta banjir limpasan harus dilakukan
klasifikasi terlebih dahulu, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.22. Klasifikasi Lahan Kritis
NO Kekritisan Klasi_Krit
1 Tidak Kritis Tidak Kritis,
Potensial Kritis,
Agak Kritis
2 Potensial Kritis
3 Agak Kritis
4 Kritis Kritis,
Sangat Kritis 5 Sangat Kritis
- 26 -
Tabel 3.23. Tabel Limpasan
NO Limpasan Klaslimpas
1 Rendah Rendah,
Normal
Agak Kritis
2 Normal
3 Tinggi Tinggi
4 Ekstrim Ekstrim
Sangat Kritis
Setelah klasifikasi kedua peta tematik di atas selesai dilaksanakan, maka
langkah selanjutnya adalah mengoverlaykan ke 4 peta tematik tersebut,
secara berurutan, yaitu peta ruang_kawasan, peta lahan kritis, peta banjir
limpasan dan peta morfologi DAS. Atribut yang terbentuk kemudian
disusun sedemikian rupa, sehingga akan memudahkan penambahan
atribut untuk pemberian kodefikasinya, yaitu sebagai berikut :
Tabel 3.24. Tabel Kodefikasi Parameter Internalisasi
C. Tahapan Rekomendasi Program dan Kegiatan Perencanaan Ruang
Tahapan ini dilakukan setelah proses kodefikasi atribut data 4 peta
tematik yang telah di overlay selesai dilakukan. Langkah berikutnya
adalah mengkombinasikan atribut dari 3 peta tematik (lahan kritis,
morfologi DAS dan banjir limpasan) dalam sebuah field yang diberi nama
pola_rhl, yang nantinya diisi dengan kodefikasi pola RHL yang akan
dilaksanakan sesuai dengan ruang kawasannya, seperti terlihat pada
matriks di bawah ini :
- 27 -
Tabel 3.25. Tabel Kodefikasi Pola RHL
Setelah kombinasi dari ke 3 peta tematik tersebut diperoleh pola_rhl (ST1,
ST II, ST III, VEG I, VEG II, VEG III, XXX), maka dilihat kombinasi dengan
kode kawasan ruangnya kd_kwsrg (RL, RK, RP, PL, PB). Dari hasil
kombinasi kedua field tersebut, maka dapat ditentukan rekomendasi
program dan kegiatan RHL yang akan dilaksanakan berupa vegetatif dan
sipil teknis, seperti terlihat di bawah ini :
- 28 -
Tabel 3.26. Tabel Rekomendasi Program RHL