zuhud dan mahabbah

22
ZUHUDDAN MAHABBAH Makalah ini disusun untuk Memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Tasawwuf dan Psikologi Pendidikan Islam” Dosen pengampu: Dr. Kharisudin Aqib, M.Ag. Disusun oleh: Muhammad Amrillah PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI MEI 2013 A. Pengertian Zuhud Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti menggosokkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.[1] Sedangkan, menurut terminologis, maka bias dilepaskan dari dua hal.Pertama , zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes ialah:

Upload: kewin-harahap

Post on 01-Jan-2016

169 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Zuhud Dan Mahabbah

ZUHUDDAN MAHABBAH

Makalah ini disusun untuk Memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“Tasawwuf dan Psikologi Pendidikan Islam”

Dosen pengampu:

Dr. Kharisudin Aqib, M.Ag.

Disusun oleh:

Muhammad Amrillah

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTIMEI 2013

A.    Pengertian Zuhud

Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ansyai’in wa tarakahu, artinya

tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya,

berarti menggosokkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.

[1]Sedangkan, menurut terminologis, maka bias dilepaskan dari dua

hal.Pertama , zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf.

Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes ialah:

1.      Yang pertgama melakukan zuhud dengan tujuan bertemu Allah SWT dan

ma’rifat kepada-Nya. Dunia dipandang sebagai hijab antara dia dengan

Tuhan .sedangkan yang kedua hanya sebagai sikap mengambil jarak dengan

dunia dalam rangka menghias diri dengan sifat-sifat terpuji, karena disadari

bahwa cinta dunia merupakan pangkal kejelekan (ra’su kulli khati’ah).

Page 2: Zuhud Dan Mahabbah

2.      Yang pertma bersifat individual sedangkan yang kedua bersifat individual

dan social dan sering dipergunakan sebagai gerakan protes terhdap

ketimpangan social.

3.      Yang pertama formulasinya bersifat normative, doctribal, dan historis.

Sedangkan yang kedua formulasinya bias diberi makna kontekstual dan

historis.

Dari beberapa pengertian zuhud tersebut dapat diformulasikan sevagai

berikut:[2]

1.      Menghindar perbudakan harta benda.

2.      Tidak rakus terhadap kemewahan duniawi

3.      Menerima nikmat Allah dengan persaan qana’ah.

4.      Cenderung dan mengutamakn ganjaran pahala akhirat.

5.      Memilih hidup sederhana karena percaya bahwa khazanah rezeki yang tidak

terkira ada di tangan Allah.

6.      Rajin berdema dan berderma.

7.      Sabar.

8.      Menjauhhi syubhat dan tidak meminta-minta.

Dalil-Dalil Melaksanakan Zuhud

     Melaksanakan zuhud adalah keharusan bagi semua umat isalm, karena

banyan ka ayat al-quran dan hadist nabi yang menyebutkan demikian

diantaranya:

Qs.al-Jatsiyah(45): 23

|M÷ƒuät�sùr&Ç`tBx‹sƒªB$#¼çmy »g s9Î)çm1uqydã&©#|Êr&urª!$#4’n?tã5Où=ÏætLsêyzur4’n?tã¾ÏmÏèøÿxœ¾ÏmÎ7ù=s

%urŸ@yèy_ur4’n?tã¾ÍnÎŽ|Çt/Zou »q t±Ïî`yJsùÏ ƒm ωöku‰.`ÏBω÷èt/«!$#4Ÿxsùr&tbrã�©.x‹s?ÇËÌÈ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan bahwa nafsunya

sebagai Tuhannya dan Allah membiarkanyya berdasarkan ilmu-Nya dan

Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan

Page 3: Zuhud Dan Mahabbah

tutupan atas penglihatannta?Maka siapakah yang akan memberikannya

petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat) maka mengfapa kamu tidak

mengambil pelajaran?”

Hadits

ه] ] ي الل^ه] عن f^ي رضfدfاع l^الس fن[ سع[دf lاسf سه[لf ب [عب fى ال عن[ أب

قال:“Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad Assa’idi radhiallahuanhu dia berkata :

seseorang m,endatangi Rasulullah SAW, maka beliau berkata; wahai

Rasulullah tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan Allah

dan manusia akan mencintaiku, maka beliau bersabda: Zuhudlah terhadap

dunia maka engkau akan dicintai nAllah dan zuhudlah terhadap apa yamg

ada pada manusia maka engkau akan dicintai manusia.”

B.     Faktor Zuhud

Harun Nasution mencatat ada lima pendapat tentang asal-ususl zuhud.

Pertama,  dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen. Kedua,

dipengaruhi oleh Pythagoras yang mengharuskan meninggalkan kehidupan

materi dalam rangka membersihkan roh.Ketiga,  dipengaruhi oleh ajaran

Plotinus yang menyatakan bahwa dalam rangka penyucian roh  yang kotor,

sehingga bias menyatu dengan Tuhan harus meninggalkan dunia. Keempat,

pengaruh Budha dengan faham nirwananya, bahwa untuk mencapainya

orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Kelima,

pengaruh ajaran Hindu yang juga mendorong manusia meninggalkan dunia

dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman

dengan Brahman.

Sedangkan Abu ‘Ala Afifi mentata empat pendapat para sarjana

tentang factor atau asal-ususl zuhud. Pertama, berasal dari atau dipengaruhi

oleh India dan Persia.Kedua,  berasal atau dipengaruhi oleh asketisme.

Page 4: Zuhud Dan Mahabbah

Ketiga, berasal atau dipengaruhi oleh berbagai sumber yang berbeda-beda

kemudian menjelma menjadi satu ajaran.Keempat, berasal dari ajaran Islam.

Untuk factor keempat ini lebih terinci lagi menjadi tiga :

1.      Factor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya yaitu

al-Qur’an dan al-Sunnah.

2.      Reaksi rohanian kaum Muslimin terhadap sytem social politik dan ekonomi

di kalangan Islam sendiri, yaitu ketika Islam telah tersebar ke berbagai

Negara yang sudah barang tentu membawa konsekuensi-konsekuensi

tertentu.

3.      Reaksi terhadap Fiqih dan Ilmu Kalam, sebab keduanya tidak bias

memuaskan dalam pengalaman agama Islam.

C.    Hasan Al-Bashri

“Ingin sekali aku menyantap makanan yang bias bertahan dalam perutku

seperti sebuah batu bata. Aku diberitahu bahwa sebuah batu bata bisa

bertahan terendam dalam air selama tiga ratus tahun tanpa terlarut”.

Ucapan ini diketahui pernah dikatakan oleh Hasan al-Bashri, seorang

zahid salih paling masyhur selama abad pertama Islam.[3]Suatu keinginan

untuk membebaskan diri dari aktivitas yang tidak suci dan kehilangan nilai

spiritual.Semisal makan, suatu konsep zuhud yang begitu ketat. Dalam hal

ini, gambaran hamba yang sempurna adalah seorang zahid yang kurus,

kering bagaikan tas kulit yang sudah retak, terbungkuk seperti lengkungan

atap, sedimikian kurus ampai-sampai cahaya matahari menembus tulanh-

tulang rusuknya, bermata merah dan pipihnya yang berkerut cekung

lantaran air matanya terus-menerus mengalir.

Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id Al-Hsan bin yasar. Hasan Al-Bashri

adalah seorang zahid yang sangat masyhur di kalangan tabi’in.beliau lahir di

Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada kamis bulan Rajab tanggal

10 tahun 110 H (728 M). hasan Al-Bashir memulai pendidikannya di Hijaz dan

Page 5: Zuhud Dan Mahabbah

berguru pada hamper seluruh ulama di sana. Kemudian dia pindah ke

Bashrah mengikuti ayahnya.

Ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, menurut Abu Na’im Al-Ashbaharu,

menekakan pada takut (khauf) dan pengharapan (raja”). Dengan memiliki

kedua hal itu, menurutnya, manusia tidak akan dirundung kemuraman dan

keluhan, tidak pernah tidur senang karena selalu mengingat Allah.

Pandangan tasawufnya yang lain adalaj anjuran kepada setiap orang untuk

senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan

seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

Hamka, mengemukakan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, antara lain :

[4]

1.      Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik daripada rasa

tertram yang menimbulkan perasaan takut.

2.      Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu dunia dengan

perasaan benci dan zuhud, ai akan berbahagia dan memperoleh faedah

darinya. Namun barangsiapa bertemu dunia dengan perasaan rindu dan

hatinya tertambat dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berharap

dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.

3.      Tasfakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk

mengerjakannya.

4.      Dunia ini adalah seorang janda tua yang telag bungkuk dan beberapa kali

ditinggal mati suaminya.

5.      Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari

karena berada di antara dua perasaan takut. Takut mengenang dosa yang

lampau dan takut memikirkan ajal dan bahaya.

6.      Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancam

dan takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.

7.      Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal saleh.

D.    Urgensi Zuhud di Abad Modern

Page 6: Zuhud Dan Mahabbah

Selanjutnya bagaimana zuhud sebagai upaya pembentukan sikap

terhadap dunia di masa modern seperti ini.Masyarakat modern cenderung

secular, bagaimana hubungan antara anggota masyarakat tidak lagi atas

dasar prinsip persaudaraan, masyarakat merasa bebas dan lepas dari control

agama sehingga hal-hal tersebut tidak menambah kebahagiaan dan

ketentraman hidupnya, malahan menimbulkan kegelisahan hidupnya.

Akibatnya akan menghilangkan visi keilahian yang bias mengakibatkan

gejala psikologis yaitu adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang konon katanya  akan bias menjawab semua

pertanyaan manusia ini bias mengakibatkan kekosongan jiwa karena

kebutuhan spiritual mereka tidak terpenuhi. Akibatnya dalam zaman yang

modern ini banyak jumpai orang stress, resah, bingung karena akan takut

kehilangan uang atau jabatan yang dimilikinya, mereka tidak mempunyai

pegangan hidup, mau dibawa kemana hidup ini sehingga timbul dekadensi

moral.

Dalam kaitanyya dengan problema masyarakat modern, maka secara

praktis tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan

pembebesan spiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya sampai

akhirnya mengenal Tuhannya. Salah satunya adalah dengan zuhud. Dalam

tasawuf dikenal zuhud sebagai satu stasion  (maqom) untuk menuju jenjang

kehidupan tasawuf, namun di sisi lain ia merupakan moral Islam. Dalam

posisi ini ia tidak berarti suatu tindakan pelarian dari kehidupan nyata ini,

akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai

rohaniah yang baru yang akan menegakkannya saat menghadapi problema

hidup dan kehidupan yang serba materialistic. Kehidupan ini hanyalah

sekedar, bukan tujuan. Seorang zahid mengambil dunia atau materi

secukupnya sebagaimana QS Al-Fajr : 20.

šcq™7ÏtéBurtA$yJø9$#${7ãm$tJy_ÇËÉÈ

Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.

Page 7: Zuhud Dan Mahabbah

Hal ini tidak berarti suatu usaha pemiskinan, akan tetapi dunia dan

materi itu dimiliki dengan sikap tertentu, yakni menyiasatinya agar dunia

dan materi itu menjadi bernilai akhir, semuanya dijadikan sarana beribadah

kepada Allah SWT.

Dalam menempuh kesempurnaan rohani dikenal tahapan takhali,

tahalli dan tajalli[5].Dalam takhalli terdapat cirri moralitas Islam yakni

menghindari diri dari sifat tercela seperti hasad, tama, dan tahalli

merupakan pengungkapan secara progresif nilai moral yang terdapat dalam

Islam misalnya zuhud.

Zuhud sebagai sikap sederhana dalam kehidupan akan bias

mengendalikan nafsu dan akhlak tercela lainnya, Imam Ahmad bin Hanbal

menyebutkan ada tahap zuhud.

Pertama, zuhud dalam arti menininggalkan yang haram, ini adalah

zuhudnya orang awam.Kedua, zuhud dalam arti meninggalkan hal-hal yang

berlebihan-lebihan dalam perkara yang halal, ini zuhudnya orang khawas

(istimewa). Ketiga, zuhud dalam arti meninggalkan apa saja yang

memalingkan diri dari Allah SWT, ini adalah zuhudnya orang arif (orang yang

telah mengenal Tuhan).

Dalam usahanya, zuhud berusaha menghilangkan dekadensi moral

yang berkaitan hal-hal yang haram menuntut orang mencari kekayaan

meninggalkan suap, korupsi dan perbuatan yang menindas orang lain.

Meninggalkan hal yang berlebihan-lebihan, walaupun halal menunjukkan

sikap hemat, hidup sederhana.Zuhud melahirkan sikap menahan diri dan

memanfaatkan harta untuk kepentingan produktif.Zuhud mendorong untuk

mengubah harta bukan saja asset ilahiyah yang mempunyai nilai ekonomis,

tetapi juga sebagai asset social dan mempunyai tanggung jawab

pengawasan aktif terhadap pemanfaatan harta dalam masyarakat.

Zuhud dapat dijadikan benteng untuk membangun diri dari dalam

sendiri, terutama dalam zaman yang serba materi ini. Dengan zuhud akan

tampil sifat positif lainnya seperti qana’ah (menerima apa yang telah

dimiliki. Tawakal (pasrah diri kepada Allh), wara’ atau wira’I (menjaga diri

Page 8: Zuhud Dan Mahabbah

agar jangan sampai makan barang yang subhat), sabar (tabah menerima

dirinya baik dalam keadaan senang atau susah), syukur (menerima nikmat

dengan hati lapang) dan mempergunakan sesuatu fungsi dan proporsinya.

Setelah seseorang telah mampu menguasai dirinya, dan sifat terpuji

itu dapat tertanam dalam jiwanya, maka hatinya akan menjadi jernih.

Ketenangan dan ketentraman memancar dari hatinya.Inillah dalam tasawuf

tersebut tajalliyang sampainya Nur Illahi dalam hatinya. Kemudian tajalli ini

sebagai kristalisasi nilai-nilai religio moral dalam diri manusia yang berarti

melembaganya nilai-nilai ilahiyah yang akan direfleksikan dalam setiap

gerak aktivitasnya. Pada tingkatan ini seseorang telah mencapai tingkat

kesempurnaan (insane kamil) dan merupakan puncak dari kebahagiaan dari

seorang sufi.

Orang yang demikian ini hidupnya penuh dengan optimism, tidak

mungkin tergoda oleh situasi dan kondisi yang melingkupinya bias

menguasai diri dan menyelesaikan diri di tengah-tengah modernisasi ini.

E.     Riwayat Hidup Rabi’ah Al-adawiah

Dalam riwayat islam, wanita sufi sudah menampakkan eksistensinya,

dan dalam perkembangan evolusif, penghargaan terhadap para sufi,

terhadap kesucian diberikan sama tingginya antara kaum perempuan dan

kaum laki-laki. Jadi tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dalam hal kesufian. Salah satu tokoh sufi perempuan ialah Robi’ah Al-

adawiah yang terkenal dengan konsep manabbahnya.

Tingginya kedudukan yang dapat diraih oleh para sufi perempuan ini

dibuktikan pula oleh adanya kenyataan bahwa kaum sufi itu ternyata

memberikan kedudukan utama bagi kaum perempuan diantara para Sufi

pada masa awal-awal dan menjadikan kaum perempuan ini sebagai wakil

yang representative dari perkembangan pertama sufisme dalam Islam.[6]

Rabi’ah Al-adwiah ialah seorang Sufi perempuan yang suci, perempuan

pembebas dari Al-atik suku Qasy bin ‘Adi, dimana ia lebih terkenal dengan

sebutan Al-Adawiyah atau al-Qaysiyah atau juga disebut al-bashriyah,

Page 9: Zuhud Dan Mahabbah

tempat di mana ia dilahirkan. Seorang penulis modern mengatakan, “Rabi’ah

ada;ah seorang sufi agung dari aliran sunni,” Al-Munawi juga ikut

berkomentar mengenai Rabi’ah Al-adawiah:

Rabi’ah Al-adawiah Al-qaysiyah dari Basrah adalah pimpinan dari

murid-murid perempuan dan pemimpin dari perempuan-perempuan

Zahidah, yang mengabdikan dirinya untuk penelitian hokum kesucian, yang

sangat takut dan taat pada Tuhandan ia adalah seorang yang ahli dan

berpengalam dalam kerahmatan dan kebaikan.[7]

Rabi’ah lahir sekitar tahun 95-99 H (717 M) di Basrah, di mana ia

banyak menghabiskan kehidupannya di sana. Di lahirkan di tengah keluarha

termiskin, menurut Aththar (meskipun dalam beberapa biografi disebutkan

bahwa keluarganya termasuk bangsawan).Peristiwa ajib tak jarang terjadi di

masa kelahirannya.

Ayah dan ibu Rabi’ah meninggal dunia ketika ia menjelang dewasa,

jadilah ia anak yatim piatu. Kelaparan melanda Basrah dan semua

saudaranya terpencar berpisah. Suatu hari ketika ia sedang berjalan ke luar

kota, ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang berniat buruk, lalu menarik

serta menjualnya sebagai seorang budak. Suatu hari seorang asing dating

kepadanya dan melihat Rabi’ah sedang tidak memakai cadar. Lalu laki-laki

itu mendekatinya dan Rabi’ahpun meronta-ronta dan menarik dirinya hingga

terpeleset dan jatuh, mukanya tersungkar di pasir panas sampai akhirnya ia

berdoa kepada Allah. Setelah itu ia mendengar sebuah suara yang

mengatakan “jangan bersedih sebab pada saat hari perhitungan nanti

derajatmu akan sama dnegan orang-orang yang terdekat dengan Dia di

dalam surge”. Setelah itu Rabi’ah kembali pulang pada tuannya.Majikan

Rabi’ah Al-adawiah tiba-tiba membebaskan budaknya itu pergi setelah

melihat peristiwa aneh pada budaknya.

F.     Konsep Tasawuf Rabi’ah Al-adawiah (Mahabbah)

Mahabbah artinya cintah.Hal ini mengandung maksud cinta kepada

Tuhan. Lebih luas lagi, bahwa “Mahabbah” memuat pengertian yaitu :

Page 10: Zuhud Dan Mahabbah

�         Memeluk dan mematuhi perintah Tuhan serta membenci sikap yang

melawan pada Tuhan

�         Berserah diri kepada Tuhan.

�         Menggosongkan perasaan di hati dari segala-galanya kecuali dari dzat yang

dikasihi.[8] Seperti dalam surat Al Imron ayat 31 dan surat Al-Maidah ayat

45.

Dalam ajaran tasawuf Mahabbah dikaitkan dengan ajaran yang

disampaikan oleh seorang sufi wanita bernama Rabi’ah Al-Adawiah.

Mahabbah ada;ah faham Tasawuf yang menekankan perasaan cinta kepada

Tuhan.[9]

a.      Pilihan Rabi’ah untuk tidak menikah

Rabi’ah Al-Adawiah mendapat banyak lamaran untuk menikah, tetapi

dia menolaknya.Ia mengambil keputusan ini karena menurutnya dengan

tidak menikah itulah ia dapat melakukan pencarian tanpa ada hambatan.

Diantara mereka yang melamarnya adalah Abdul Wahid bin Zayd, yang

terkenal dengan kezuhudan dan kesucian hidupnya. Kisah lain laki-laki yang

melamar perempuan sufi ini adalah seorang gubenur yang menuliskan surat

kepada rakyat Basrah untuk dicarikan istri. Seluruh rakyat setuju kepada

Rabi’ah, dan ketika laki-laki itu mengajukan lamarannya melalui sepucuk

surat, jawaban Rabi’ah adalah :

“Penolakan terhadap dunia ini adalah perdamaian, sedangkan nafsu

terhadapnya, akan membawa kesengsaraan. Kendalikan nafsumu dan

jangan biarkan orang lain mengendalikan dirimu. Bagimu, pikirkanlah hari

kematianmu, sedang bagiku, Allah dapat memberikan semua apa yang telah

engkau tawarkan itu dan berlipat ganda. Aku tidak suka dijauhi dari Allah

walaupun hanya sesaat.Karenanya, selamat tinggal”.

Selain itu juga lebih dari satu episode yang menceritakan adanya

hubungan antara Rabi’ah dengan seorang sufi Mesir yaitu Dzun Nun Al-

Mishri, adalah seorang tokoh pelopor ajaran sufi. Dan sempat mengadakan

hubungan dengan Rabi’ah selama kurang setengah abad. Cerita dalam bab

Page 11: Zuhud Dan Mahabbah

ini menggambarkan bagaimana kedudukan Rabi’ah Al-Adawiah diantara para

sufi lain pada zamannya.

b.      Kezuhudan Rabi’ah

Cinta  (mahabbah) adalah kondisi yang mulia yang telah disaksikan

Allah swt. Melalui cinta itu bagi hamba dan Dia telah mempermaklumkan

cinta-Nya kepada si hamba pula.Dan karenanya Allah swt.Disifati sebagai

yang mencintai hamba, dan si hamba di sifati sebagai yang dicintai Allah

swt.[10]

Rabi’ah Al-Adawiyah adalah seorang asketis yang menjalankan hidup

dengan kemiskinan dan pengingkaran diri dari nafsu hingga akhir hayatnya.

Sahabat-sahabatnya barang kali membujuknya untuk memberikan bantuan

dan mengangkatnya dari kemiskinan, tetapi ia tidak pernah bersedia

menerima uluran tangan mereka dan hanya menyibukkan diri melayani

Tuhannya.

Al-jahiz seorang sufi generasi tua, mengatakan bahwa beberepa dari

sahabatnya mengatakan kepada Rabi’ah, andaikan kita mengatakan kepada

salah seorang keluargamu, pasti mereka akan memberimu seorang budak

yang akan melayani kebutuhanmu di rumah ini”. Tapi menjawab “ sunggu

aku sangat malu meminta kebutuhan duniawi kepada pemilik dunia ini,

bagaimana aku harus meminta kepada yang bukan memiliki dunia ini”?

Pada suatu hari, setelah Rabi’ah menjalani puasa selama tujuh hari,

dan ia tidak memiliki secuilpun makanan untuk dimakan, dan satu malam itu

ia tidak tidur sama sekali kecuali hanya beribadat kepada Allah. Ketika ia

dilanda kelaparan yang sangat, seseorang dating kepadanya dan

memberikan semangkok makanan. Rabi’ah menerimanya dan pergi

mengambil lampu minyak, tapi yang terjadi ada seekor kucing yang telah

menggulingkan makanan tadi. Lalu Rabi’ah berkata “ Aku akan mengambil

air minum dan berbuka dengan air saja”. Ketika ia membawa kendi air dan

tiba-tiba lampu minyak padam, Ia mencoba meminum air dikegelapan

malam, ternyata kendi itu jatuh dan pecah. Dan iapun berkata di dalam

Page 12: Zuhud Dan Mahabbah

kebingungannya “ Ya Allah apa maksudmu memperlakukan aku seperti ini ?

akankah Engkau akan menghancurkan diri yang rapuh ini?” tiba-tiba ia

mendengar suara mengatakan :

“Jika engkau menginkan dunia ini, maka akan Aku berikan semua dan

Aku berkahi, tapi aku akan menyingkir dari dalam kalbumu, sebab aku tidak

mungkin berada dalam kalbu yang memiliki dua dunia. Wahai Rabi’ah Aku

mempunyai kehendak dan begitu juga dengamu Aku tidak mungkin

menggabungkan dua kehendak itu dalam satu kalbu.

Rabi’ah lalu mengatakan :

“Ketika mendengarkan peringatan itu, kutanggalkan hati ini dari dunia

dan kuputuskan harapan dari duniawiku selama tiga puluh tahun. Aku shalat

seakan-akan ini terakhir kalinya, dan pada siang hari aku mengurung diri

menjauh dari makhluk lainnya, aku takut mereka akan menarikku dari Diri-

Nya, maka aku katakana “Ya Tuhan sibukanlah hati ini dengan hanya

menyebutmu, jangan biarkan mereka menarikku dariMu.[11]

Rabi’ah di dalam hidupnya mempraktikkan kehidupan menarik diri dari

makhluk sekitarnya, hingga ia tidak akan menerima semua tamu yang

berkunjung kepadanya selama ia terbaring sakit. Dikisahkan pada suatu hari

Rabi’ah sedang berbaring lunglai dikarenakan sakitnya yang agak serius. Di

tengah keletihan dan kelemahannya itu, ia tidak melakukan shalat

malamnya dan tertidur. Untuk beberapa hari berikutnya ia melipat gandakan

jumlah shalatnya. Itulah sebagian kecil kisah Rabi’ah mengenai tentang

kezuhudanya.

c.       Masa tua Rabi’ah serta wafatnya

Rabi’ah, sebagaimana para sufi lainnya, menjalani hidup sampai usia

lanjut, hamper mendekati usia lanjut sampai beliau wafat. Dan Rabi’ah tidak

takut dengan kematian, di mana baginya sama dengan penyatuan dengan

Allah, seperti pengalaman-pengalaman penyatuan itu dapat dicapai selama

hidupnya.

Page 13: Zuhud Dan Mahabbah

Rabi’ah yang kesehatannya sudah mulai lemah, mungkin disebabkan

oleh kehidupan zuhud yang tiada hentinya atau mungkin juga karena

keletihan dimasa mudanya. Tampaknya pada saat menderita sakit yang

terakhir, Rabi’ah mendapat kunjungan dari tiga orang sahabatnya yaitu

Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Syaqiq Al-Balkhi, dan mereka

membahas tentang ketulusan dan kejujuran. Hasan mengatakan: “barang

siapa tidak menampakkan ketabahan di dalam cambuk kekasihnya, maka ia

tidak jujur dan tulus dalam pengakuannya (sebagai seorang hamba Tuhan

sejati)”. Rabi’ah mengatakan “Tampaknya saya mencium adanya egoism

dalam pembicaraan ini”. Lalu Syaqiq mengambil alih pembicaraan ini ::

“Barang siapa tidak bersyukur dalam menjalani cobaan dari Allah, maka ia

tidak jujur dalam pengakuannya.” Rabi’ah menimpali pembicaraan

itu ,”Masih ada yang lebih baik untuk diucapkan.” Lalu Malik

mengatakan,”Barang siapa tidak bersabar dalam menanggung musibah dari

Allah,maka ia tidak tulus dan jujur dalam pengakuannya.” Rabi’ah menjawab

“Bahkan ini juga tidak lebih baik.” Mereka berkata agar Rabi’ah berbicara,

Rabi’ah pun berbicara “seorang tidak bias dikatakan jujur dan tulus dalam

pernyataannya apabila tidak dapat bersabar dalam menjalani hukuman guna

mengingat Tuhannya.”

Banyak Ulama’ mengatakan bahwa kehadiran Rabi’ah di dunia,lain

kecuali ta’dzim hanya kepada Allah, dan ia tidak pernah menginginkan

apapun atau mengatakan kepada Allah, “berilah aku ini atau tolong lakukan

ini untukku!” dan sedikit pula ia meminta kepada makhluk ciptaan-Nya.

Rabi’ah Al-Adawiah wafat pada tahun 185 H (801 M ) dan ia dimakamkan di

Bashrah.

G.    Relevansi Konsep Tasawuf Rabi’ah Al-Adawiyah Dengan Tasawuf

Kontemporer

Seperti telah di ungkapkan sebelumnya, bahwa yang dimaksud

mahabbah di sini adalah cinta kepada Tuhan, dzat yang menciptakan segala,

termasuk perasaan cinta itu sendiri.Robi’ah al adawiyah, dalam konsep

Page 14: Zuhud Dan Mahabbah

mahabbahnya mengungkapkan, bahwa Tuhan bukanlah dzat yang harus

ditakuti, melainkan dzat yang harus didekati dan dicintai.Untuk dapat

mencintai dan dekat dengan Tuhan, maka manusia harus banyak berdzikir

kepada-Nya, beribadah dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.

Allah swt. Berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imron : 31, yang

artinya : “katakanlah: “ jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah

aku, niscaya Allah mengasih dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah maha

pengampun lagi maha penyanyang”. (Q.S Ali Imron : 31) .

Kesempurnaan rasa cinta akan muncul jika kita mencintai Allah swt

dengan segenap hati. Jika kita berpaling kepada selain Allah swt, maka akan

berkuranglah rasa cinta kita terhadap Allah swt, sepadan dengan air yang

tersisa dalam sebuah tempayan, berkuranglah banyaknya cuka yang

dituangkan kepadanya. Begitu juga dengan kedekatan kita kepada Allah

swt..adapun sebab yang paling penting dalam melemahkan rasa cinta

terhadap Allah swt. Di dalam hati adalah kuatnya rasa cinta terhadap harta

dunia. Sebagian darinya adalah cinta terhadap istri, anak, harta, kerabat,

kebun, sawah, bahkan rasa gembira dengan mendengarkan kicauan burung

yang merdu dan nyamannya angin sepoi di waktu fajar, semua itu akan

mengacu kepada berbagai kenikmatan duniawi dan secara parallel

mengurangi rasa cinta terhadap Allah swt. Tidaklah seorang dating harta

duniawi, kecuali sesuai dengan itu segera pasti berkuranglah kehidupan

akhiratnya. Sebagaimana seorang manusia tidak akan dekat kearah timur,

kecuali secara pasti dia akan menjauhi arah barat, sepadan dengan yang

ada.

Demikianlah, sama saja sebenarnya penerapan mahabbah di masa

silam dengan masa sekarang. Mahabbah dilakukan dengan senantiasa

berdzikir, beribadah, dan mendekati diri kepada Allah dengan berbagai jalan

yang dapat ditempuh.Hanya saja, di era globalisasi, dimana arus kebebasan

mulai mengila, konsep ini kian lama kian mengabur.Manusia lebih banyak

disibukkan dengan cintah kepada hal-hal yang bersifat duniawi.Harta,

jabatan, kekuasaan, wanita, dll.Banyak diantara umat Islam yang mengaku

Page 15: Zuhud Dan Mahabbah

cinta kepada Allah dan rosul-Nya, tapi tetap berperilaku ini hanya sekedar

tipuan belaka, palsu.Adapun cinta yang sepenuh hati tidaklah demikian.

Sebagaimana teladan yang telah kita lihat dari Robi’ah Al-Adawiyah, cinta

yang sepenuh hati, akan membawa kita pada keridhoanNya, yakni dengan

memanifestasikan hokum-hukum Allah.

Dari uraian-uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa saat ini

menerapkan konsep mahabbah seperti sufi jauh lebih sulit, karena

tantangan zam,an yang semakin menggila. Akan tetapi, hal ini tidaklah

mustahil untuk dilakukan.Karena, bagaimanapun Islam adalah agama

rahmatan lil ‘alamin, universal, dan representative untuk setiap zaman.

Wallohu’iam showab…

Page 16: Zuhud Dan Mahabbah

H.    Kesimpulan

            Zuhud berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah, dan bias dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf.Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes, seperti awal-awal kemunculannya yang di populerkan oleh Hasan al-Basri. Zuhud bukan berarti kita harus benci akan harta, kita takut akan derajad, akan tetapi bagaimana kita menggap harta, derajat atau yang berada didunia ini menjadi jalan untuk mendekatkan kita kejalan tuhan, zuhud juga tidak harus miskin, bayak orang kaya berpredikat zuhud seperti nabi sulaiman dll.   

            Dalam tasawuf zuhud dikenal merupakan maqamat juga merupakan moral bangsa, dalam konsep tasawuf ada nilai rohani yang sangat diperlukan oleh masyarakat modern sebut saja sifat dermawan, qanaah, suka menolong, dalam segi barang materi, itu semua berangkat dalam nilai zuhud, oleh karena itu hal tersebut bukan berarti sebuah usaha untuk memiskinkan, akan tetapi dunia dan materi itu dimiliki dengan sikap tertentu, yakni menyiasati agar dunia dan materi menjadi bernilai akhirat, sebagaimana orang kaya yang suka mendermakan hartanya.

            Sedangkan mahabbah dari Robi’ah Al Adawiyah kita belajar banyak tentang tasawuf cinta. Konsep mahabbah yang ia kemukakan menyadarkan kita tentang apa itu sebenarnya cinta, siapa yang berhak untuk kita cinta, bagaimana seharusnya kita mencitai, dan seterusnya tentang cinta. 

            Sebagai orang muslim, hendaknya kita benar-benar kaffah, termasuk mencitai-Nya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam syair yang terkenal dari Robi’ah Al Adawiyah:

Aku mencitaimu dengan mata cinta,Cinta rindu dan cinta karena Engkau layak dicinta,Dengan cinta rindu,Ku sibukkan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,Dan bukan selain-Mu,Sedangkan cinta karena Engkau layak dicinta,Di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,Agar aku dapat memandang-Mu,Namun, tak ada pujian dalam ini dan itu,Segala pujian hanya untuk-Mu,

dalam ini atau itu.I.       Daftar Pustaka

A.Mustafa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.1997.

Andrae, Tor. Di Keharuman Taman Sufi.Bandung: Pustaka Hidayah. 2000.

Page 17: Zuhud Dan Mahabbah

An-Naisabury, Al-Qusyairy.Risalatul Qusyairiyah (Induk Ilmu Tasawwuf). Surabaya:

Risalah Gusti. 1997

Isa, Ahmadi. Tokoh-tokoh Sufi.Jakarta: Raja Grafindo. 2001.

Smith, Margaret. Rabi’ahPergulatan Spiritual Perempuan.Surabaya: Risalah Gusti.

1928.

Syukur , M.  Amin.Zuhud di Abad Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000.

Ya’qub, Hamzah. Tasawwuf dan Taqarrub.Bandung: Pustaka Madya. 1987.

1]M.  Amin Syukur,  Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 1.[2] Hamzah Ya’qub,  Tasawwuf dan Taqarrub, (Bandung: Pustaka Madya, 1987), 287.[3] Tor Andrae, Di Keharuman Taman Sufi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), 93.[4] Ahmadi Isa, Tokoh-tokoh Sufi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), 108.[5] M. Amin Syukur,  Zuhud di Abad Modern., 181.[6]Margaret Smith, Rabi’ahPergulatan Spiritual Perempuan, (Surabaya: Risalah Gusti,

1928), 5.[7]Ibid., 7.[8]A. Mustofa, AkhlakTasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),241.

[9]Ibid.[10]An-Naisabury, Al-Qusyairy, Risalatul Qusyairiyah (Induk Ilmu Tasawwuf), (Surabaya:

Risalah Gusti, 1997), 399.[11] Margaret Smith, Rabi’ahPergulatan Spiritual Perempuan., 27.

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook