ziyadah dalam utang piutang -...
TRANSCRIPT
ZIYADAH DALAM UTANG PIUTANG (Studi Kasus Utang Piutang Di Desa Kenteng Kecamatan Toroh
Kabupaten Grobogan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh:
ENI DWI ASTUTI
052311070
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
Moh. Arifin, S.Ag. M.Hum.
Dra. Hj. Noor Rosyidah, M.SI.
PERSETUJUAN PEMBIMBINGLamp : 4 (empat) eks. Kpd Yth.
Hal : Naskah Skripsi Dekan Fakultas Syariah
A.n. Sdri. Eni Dwi Astuti IAIN Walisongo Semarang
Di Semarang
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirim
naskah skripsi saudari :
Nama : Eni Dwi Astuti
NIM : 052311070
Judul Skripsi : ZIYADAH DALAM UTANG PIUTANG (Studi Kasus Utang
Piutang Di Desa Kenteng Kecamatan Toroh Kabupaten
Grobogan).
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqosyahkan.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, 8 Juni 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Moh. Arifin, S.Ag. M.Hum. Dra. Hj. Noor Rosyidah, M.SI.NIP. 19711012 199703 1 004 NIP. 19650909 199403 2 002
KEMENTERIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS SYARI’AHJl.Prof. Dr. Hamka KM 2 Ngaliyan Telp. (024)7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
N a m a : Eni Dwi AstutiN I M : 052311070Fakultas/Jurusan : Syari’ah / MuamalahJudul Skripsi : ZIYADAH DALAM UTANG PIUTANG (Studi Kasus Utang
Piutang Di Desa Kenteng Kecamatan Toroh KabupatenGrobogan)
Telah Dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama IslamNegeri Walisongo Semarang, pada tanggal:
______________
Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studiProgram Sarjana Strata I (S.1) tahun akademik 2010/2011 guna memperoleh gelarsarjana dalam Ilmu Syari’ah.
Semarang,Dewan Penguji
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Muhammad Saifullah, M.Ag Dra. Hj. Noor Rosyidah,M.SI.NIP. 19700321 199603 1 003 NIP. 19650909 199403 2 002
Penguji I, Penguji II,
Rustam Dahar K.A.H, M.Ag. Maria Anna Muryani, SH.MH.NIP. 19690723 199803 1 005 NIP. 19620601 199303 1004Pembimbing I Pembimbing II
Moh. Arifin, S.Ag. M.Hum. Dra. Hj.Noor Rosyidah,M.SI.NIP. 19711012 199703 1 004 NIP. 19650909 199403 2 002
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Juni 2010
Deklarator,
Eni Dwi AstutiNIM: 052311070
ABSTRAK
Utang piutang ini merupakan sebuah akad yang bertujuan untuk tolong menolong,bukan sebagai pengembangan modal. Sehingga syarat tambahan atau bunga yangditetapkan baik secara pribadi atau pun kesepakatan kedua belah pihak itu tidakdiperbolehkan. Karena hal ini pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukumIslam.
Akan tetapi kenyatannya, banyak transaksi utang piutang yang mensyratkan lebihatau berbunga yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan orang Islam pun banyak yangmelaksanakannya. Dalam scope yang terbatas, kenyataan ini dapat di saksikan di DesaKenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam.Praktek utang piutang yang dilakukan oleh masyarakat desa tersebut adalah utangpiutang dengan bunga atau yang lebih dikenal dengan istilah anakan. Dan masyarakat didesa tersebut sudah terbiasa dengan fenomena utang piutang semacam ini. Melihatfenomena ini penulis tertarik untuk menelitinya yang mengacu pada pokok masalahnyasebagai berikut: Bagaimana praktek utang-piutang dan faktor-faktor yangmelatarbelakangi transaksi utang-piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan?.Dan Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tambahan dalam utang-piutang di DesaKenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan?
Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau fieldresearch yang dilakukan di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan. Untukmendapatkan data yang valid, penulis menggunakan metode pengumpulan data yaituwawancara. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dansumber data sekunder. Setelah data-data terkumpul maka penulis menganalisis denganmenggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pada akhirnya hasil penelitian ini berkesimpulan, dalam pelaksanaan utangpiutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan ini rukun dan syarat al-qardh telahdipenuhi, maka praktek utang piutang ini sudah sah menurut hukum Islam. SedangkanFaktor-faktor yang melatarbelakangi adanya praktek tersebut dikarenakan adanyakemudahan dalam menutupi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Ditambah denganminimnya pengetahuan tentang hukum transaksi tersebut dalam Islam. Bahwa tidaksetiap tambahan yang terdapat dalam utang piutang itu riba, tetapi lebih tergantung padalatar belakang serta akibat yang di timbulkan. Dengan demikian tambahan dalamtransaksi di desa tersebut tidak terlarang untuk di ambil karena dalam hal ini para pihaktidak ada yang dirugikan dan juga tidak mengakibatkan para pihak terpuruk dan susahdalam kehidupan ekonominya dengan adanya tambahan dalam transaksi tersebut.
KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0«! $#Ç`» uH ÷q§•9 $#ÉOŠÏm §•9 $#
Segala puji kehadirat Ilahi Rabby yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-
Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Sholawat diiringi salam selalu tercurahkan kepada pahlawan revolusioner Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa pencerahan dalam kehidupan seluruh ummat
manusia.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak akan
berhasil tanpa dukungan dari semua pihak dengan berbagai bentuk kontribusi yang
diberikan, baik secara moril ataupun materiil. Dengan kerendahan dan ketulusan hati
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, Drs. Muhyidin, M. Ag beserta
seluruh stafnya yang telah memberikan berbagai kebijakan untuk memanfaatkan
segala fasilitas di Fakultas Syari’ah
2. Bapak Moh. Arifin S.Ag, M.Hum. dan Ibu Dra. Hj. Noor Rosydah, M. Si, selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan waktu, pikiran, dan perhatian
serta dengan penuh kesabaran membimbing dalam proses penulisan skripsi.
3. Bapak Dede Rodin selaku dosen wali studi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan selama menempuh perjalanan di kampus IAIN Walisongo Semarang.
4. Seluruh dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo yang telah memberikan pelajaran
dan pengajaran kepada penulis sehingga dapat mencapai akhir perjalanan di
kampus IAIN Walisongo Semarang.
5. Kepala Desa dan tokoh masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
beserta staf-stafnya yang telah mengizinkan penulis untuk penelitian. Terimakasih
atas waktu dan bantuannya.
6. Segenap masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan khususnya para
pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Terimakasih atas waktu dan
bantuannya.
7. Bapak, Ibu dan keluarga tercinta yang selalu memberikan support, terimakasih atas
segala pengorbanan yang telah dilakukan. Do’a restu kalian menjadi kekuatan
untuk penulis.
8. Sahabat-sahabat, Fatim, Cahya, Mas Huda dan Sofi yang telah menemani penulis
dalam suka dan duka dalam mengarungi dinamika kehidupan kampus. Terima kasih
atas segala warna yang kalian berikan.
9. Ibu Kos dan Keluarga, Teman-Teman Kos “Wartel Sumber Agung” dan teman-
teman kos “Ringinsari” Fiqoh, Fuzi, Desi, Choris, Lia, Kak Daim, Yuli, Maesa,
Azizah, Indah dan yang lain, yang telah memberikan dukungan penuh demi
terselesaikannya skripsi ini.
10. Kawan-kawan sekelas MU-A `05 dan seluruh teman seangkatan. Terima kasih atas
pertemanan yang penuh kehangatan.
11. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas
segala bentuk kontribusi yang diberikan kepada penulis.
Semoga amal baik kalian mendapat balasan dari Yang Maha Sempurna. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritik
demi kelengkapan dan sempurnanya skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada
umumnya.
Semarang, Juni 2010
Penulis,
ENI DWI ASTUTINIM.052311070
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
v Bapak dan Ibu tercinta, kasih sayangmu tak lekang oleh waktu.
v Adekku tercinta, tetaplah optimis menghadapi hidup.
v Keluarga besarku, terimaksih atas sprit dan doa yang kalian berikan.
v My best friend, memey, aya, coffe, dan uyii, terima kasih atas sprit, waktu dan doa yang
kalian berikan.
v Temen-temen seangkatan dan temen-temen kost Ringin sari dan Tanjunsari terima
kasih atas spirit dan do a yang kalian berikan.
MOTTO
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya
(QS. Al-Maidah: 2) 1
1 Depag, Al-Qur an dan terjemah, Semarang: Toha Putera, 2006, Hlm. 106
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN DEKLARASI .................................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ........................................................................................ v
HALAMAN KATA PENGANTAR....................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. ix
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 7
D. Telaah Pustaka........................................................................................ 8
E. Metode Penelitian ................................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 15
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG UTANG PIUTANG
A. Pengertian Utang Piutang ....................................................................... 17
B. Dasar Hukum Utang Piutang .................................................................. 20
C. Rukun dan Syarat Utang Piutang ............................................................ 23
D. Hak Dan Kewajiban Kreditur dan Debitur .............................................. 30
E. Tambahan dalam Utang Piutang ............................................................. 33
BAB III : PRAKTEK UTANG PIUTANG DI DESA KENTENG
KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN
A. Monografi dan Demografi Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan ....... 37
B. Praktek utang piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan ........... 42
C. Faktor-faktor yang melatarbelakangi praktek utang piutang di Desa Kenteng
Kec. Toroh Kab. Grobogan......................................................................... 48
BAB IV : ANALISIS UTANG PIUTANG DI DESA KENTENG KECAMATAN
TOROH KABUPATEN GROBOGAN
A. Analisis Terhadap Praktek Utang Piutang dan Faktor-faktor yang
Melatarbelaknginya di Desa Kenteng Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan 61
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Tambahan dalam Utang Piutang di Desa
Kenteng Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan ....................................... 73
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 85
B. Saran .......................................................................................................... 86
C. Penutup ...................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara sosiologis, kehidupan masyarakat di pedesaan ditandai dengan
kuatnya ikatan sosial. Mereka umumnya dipersatukan oleh ikatan primordial
(kesukuan) yang bersumber pada kesamaan leluhur dan gotong-royong (tolong-
menolong atau ta awun) merupakan adat mereka. Dalam masyarakat kekerabatan
yang beradat gotong-royong, tradisi meminjam barang dan utang-piutang
berkembang. Sebagaimana dalam era ini, ekonomi semakin sulit, namun kebutuhan
yang tidak terbatas terus mengejar, ditambah barang ekonomis melonjak dengan
harganya yang tinggi.
Utang-piutang seakan telah menjadi salah satu solusi dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari yang tidak terpisahkan ditengah hiruk-pikuk kehidupan di
pedesaan. Karena sudah lazim ada pihak yang kekurangan dan ada pula pihak yang
berlebih dalam hartanya. Ada pihak yang tengah mengalami kesempitan dalam
memenuhi kebutuhannya, dan ada pula pihak lain yang tengah dilapangkan
rezekinya. Namun itu semua adalah roda yang berputar. Biasa saja, yang kemarin
mungkin sebagai pihak pengutang, hari ini bisa berstatus sebagai pemberi
pinjaman. Semuanya saling mengisi dan berganti peran dalam sebuah panggung
bernama dunia.2
Utang-piutang dalam istilah Arab sering disebut dengan al-dain (jamaknya
al-duyun) dan al-qardh. Dalam pengertian yang umum, utang piutang mencakup
2 http://al-ilmu.com/magazines/detail.php, hlm. 1, diakses tgl 10 Januari 2010
transaksi jual-beli dan sewa-menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan).
Transaksi seperti ini dalam fikih dinamakan mudayanah atau tadayun.3
Secara bahasa qardh merupakan bentuk mashdar dari qaradha asy-syai -
yaqridhuhu, yang berarti dia memutusnya. Qaradh adalah bentuk mashdar yang
berarti memutus. Dikatakan, qaradhtu asy-syai a bil-miqradh. Aku memutus
sesuatu dengan gunting.4 Adapun yang dimaksud dengan utang piutang adalah
memberikan ”sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar
yang sama dengan itu.5
Pengertian “sesuatu dari definisi diatas mempunyai makna yang luas,
selain dapat berbentuk uang, juga bisa saja dalam bentuk barang, asalkan barang
tersebut habis karena pemakaian.
Pengertian utang-piutang ini sama pengertiannya dengan perjanjian pinjam
meminjam yang dijumpai dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1754
yang berbunyi : Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang lain ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.6
Utang-piutang (al-qardh) merupakan salah satu bentuk muamalah yang
bercorak ta awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam al-Qur’an dan al-Hadist sangat kuat menyerukan prinsip hidup gotong-
royong seperti ini. Bahkan al-Qur’an menyebut piutang untuk menolong atau
3 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, h. 1514 Taqdir Arsyad dan Abul Hasan (ed), Ensiklopedi Fiqih Muammalah Dalam Pandangan 4
Mazhab,Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, Cet. 1, 2009, h. 1535 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar
Grafika, 1996, h. 1366 Ibid
meringankan orang lain yang membutuhkan dengan istilah “mengutangkan kepada
Allah dengan hutang baik”.7
):( 8
Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dandia akan memperoleh pahala yang banyak . (al-Hadid:11).
Memberikan utang ini merupakan salah satu bentuk dari rasa kasih sayang.
Rasulullah menamakannya maniihah, karena orang yang meminjam
memanfaatkannya kemudian mengembalikannya kepada pengutang.
Ada yang mengatakan bahwa memberi utang lebih baik daripada
memberikan sedekah, karena seseorang tidak memberikan utang kecuali kepada
orang yang membutuhkannya9. Dalam hadist shahih Rasulullah bersabda:
: :
)(
Artinya: Dari Anas ibn Malik ra. Berkata, Rasulullah SAW. Bersabda: Padamalam aku diisra kan aku melihat pada sebuah pintu surga tertulisshadaqah dibalas sepuluh kali lipat dan utang dibalas delapan belas kalilipat . Lalu aku bertanya: Wahai Jibril mengapa mengutangi lebihutama dari pada shadaqah? Ia menjawab: Karena meskipun seorangpengemis meminta-minta namun masih mempunyai harta, sedangkanseorang yang berutang pastilah karena ia membutuhkannya.(H.R. IbnuMajah)
7 Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Ed. 1, Cet.1, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2002, h. 169-171
8 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989, h. 9029 Saleh al-Fauzan, al-Mulakhasul Fiqhi, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1, 2005, h. 410-41110 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah , Juz Tsani, Beriut Lebanon: Darul Fikr, tt, h. 15
Hukum qardh (utang-piutang) mengikuti hukum taklifi, terkadang boleh,
makruh, wajib dan terkadang haram. Hukumnya wajib jika memberikan kepada
orang yang sangat membutuhkan seperti tetangga yang anaknya sedang sakit keras
dan membutuhkan uang untuk menebus resep obat yang diberikan oleh dokter.
Hukumnya haram jika meminjamkan uang untuk maksiat atau perbuatan makruh,
misalnya untuk membeli narkoba atau yang lainnya. Dan hukumnya boleh jika
untuk menambah modal usahanya karena berambisi mendapatkan keuntungan
besar.11
Islam menganjurkan dan menyarankan orang yang memberikan pinjaman
dan membolehkan bagi orang yang diberi pinjaman, serta tidak memasukkannya ke
dalam kategori meminta-meminta yang dimakruhkan, karena debitur mengambil
harta untuk memanfaatkannya dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, lalu
mengembalikan yang serupa dengannya.12
Disyaratkan untuk sahnya pemberian utang ini bahwa pemberi utang benar-
benar memiliki harta yang akan dipinjamkan tersebut dan juga diketahui jumlah
dan ciri-ciri harta yang dipinjamkan, agar dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Dengan demikian, piutang tersebut menjadi utang di tangan orang yang meminjam,
dan wajib mengembalikannya ketika mampu dengan tanpa menunda-nundanya. 13
Diharamkan bagi pemberi utang mensyaratkan tambahan dari utang yang ia
berikan ketika menggembalikannya. Para ulama’ sepakat, jika pemberi utang
mensyaratkan kepada pengutang untuk mengembalikan utangnya dengan adanya
tambahan, kemudian si penghutang menerimanya maka itu adalah riba. Jadi selama
11 Taqdir Arsyad dan Abul Hasan (ed), Op. Cit., h. 157-15812 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid 4, Jakarta: Pena Peduli Aksara, 2009, h. 11513 Dimayuddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, , Yogyakarta: Pustaka Belajar, Cet. 1, 2008,
h. 256
tambahan, hadiah atau manfaat tersebut disyaratkan, maka itu adalah riba. 14
Rasulullah SAW. bersabda:
:) .(
Artinya: Telah menceritakan padaku, Yazid bin Abi Khabib dari Abi Marzuq At-Tajji dari Fadholah bin Ubaid bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu daribeberapa macam riba (H.R. Baihaqi).
Namun dalam kenyataan hidup sehari-hari banyak orang yang beragama
Islam melaksanakan praktek hutang-piutang dalam berbagai hal, dalam rangka
pencaharian dan usaha mereka. Dalam scope yang terbatas, kenyataan ini dapat di
saksikan pada masyarakat Desa Kenteng Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan,
yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Utang-piutang yang dilakukan oleh
masyarakat desa tersebut adalah utang piutang dengan bunga atau yang lebih
dikenal dengan istilah anakan. Praktek utang-piutang anakan tersebut dengan cara:
seseorang berutang kepada orang lain, dalam hal ini adalah orang yang dianggap
terkaya di desa itu atau dari tabungan tahunan ibu-ibu arisan di desa tersebut, untuk
memberikan utang sesuai kebutuhan si pengutang. Sebagai konsekuensinya, pihak
yang berutang harus mengembalikan utang tersebut beserta tambahan atau
anakannya sesuai dengan perjanjian diawal dan didasarkan atas keridhoan kedua
belah pihak.
Dalam utang-piutang ini, bunga atau anakannya bervariasi antara kreditur
yang satu dengan kreditur yang lain, yaitu antara 3% sampai 10%. Dengan jangka
14 Saleh Al-Fauzan, Op. Cit. h. 411-41215 Abi BakrAl-Baihaqi , Sunan Al- Kubra, juz 5, tp, Dar Al_Kutub Al-Ilmiah, tt, h. 350
waktu pengembaliannya bervariasi pula yaitu antara jangka satu tahun dengan
semampunya pihak pengutang dapat melunasi tanggungannya tersebut. Dan
pelunasannya dapat di cicil sebulan sekali.
Transaksi utang piutang ini seakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam kehidupan masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan, yang
notabenya mayoritas masyarakatnya adalah petani dan wirausahawan. Sehingga
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari mereka mengandalkan dari hasil
pertanian yang mereka peroleh atau hasil usaha yang mereka jalankan. Oleh karena
itu, keberadaan utang piutang ini cukup membantu masyarakat Desa Kenteng Kec.
Toroh Kab. Grobogan apabila mengalami kesulitan. Karena ketika mereka
membutuhkan pinjaman untuk membeli pupuk atau untuk modal usaha, mereka
dengan mudah mendapatkan pinjaman tersebut tanpa meninggalkan barang
jaminan.
Berangkat dari uraian diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan
penelitian dengan judul: ZIYADAH DALAM UTANG PIUTANG (Studi Kasus
Utang Piutang Di Desa Kenteng Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis
akan merumuskan beberapa pokok masalah yang akan menjadi pembahasan dalam
skripsi ini. Adapun pokok permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana praktek utang-piutang dan faktor-faktor yang melatarbelakangi
transaksi utang-piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tambahan dalam utang-piutang di
Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan?
C. Tujuan Penulisan Skripsi
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui praktek dan faktor-faktor yang melatarbelakangi utang-
piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan.
2. Untuk mengkaji dan mengetahui hukum Islam terhadap tambahan dalam utang
piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan.
D. Telaah Pustaka
Permasalahan utang piutang bukanlah hal yang baru untuk diangkat dalam
sebuah penulisan skripsi maupun literatur lainnya. Sebelumnya telah banyak buku-
buku atau karya ilmiah lainnya yang membahas tentang utang- piutang, diantaranya
yaitu:
Dalam buku Hukum Perjanjian Dalam Islam karyanya Chairuman
Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, membahas tentang rukun dan syarat utang-
piutang dan melebihkan pembayaran, baik kelebihan yang diperjanjikan ataupun
yang tidak diperjanjikan. Yang menyebutkan bahwa apabila kelebihan tersebut
tidak diperjanjikan di awal, maka hal itu dibolehkan (halal) dan merupakan
kebaikan bagi yang berhutang, tetapi bila kelebihan tersebut telah diperjanjikan di
awal, maka kelebihan tersebut haram.16
16 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Op. Cit., h. 137-138
Thesis Muslihun, M.Ag. dengan judul harga barang sebagai standar
pengembalian utang piutang uang di lombok (tela ah aspek al- adalah dalam
ekonomi Islam. Thesis ini membahas tentang praktek utang-piutang yang mana
harga sebuah barang dijadikan standar sewaktu pengembalian utang piutang uang di
pulau Lombok persepektif ekonomi Islam. Dan hasil penelitian thesis ini
menyebutkan bahwa Landasan normatif-filosofis akad hutang-piutang (al-qardl)
dalam perspektif Ekonomi Islam berangkat dari asumsi bahwa utang piutang adalah
akad tabarru (akad sosial). Oleh karena itu, tidak dibenarkan bagi orang yang
mempiutangi mengambil keuntungan dari akad sosial (utang piutang) yang
dilakukannya. Tapi apabila mengikuti pola pikir kelompok modernis, seperti
Fazlurrahman dan M. Qurais Shihab, maka konsep al- adalah (juctice) dapat
menjadi alasan pembenaran utang-piutang (al-qardl) sejumlah uang dengan
menggunakan standar harga barang sewaktu pengembaliannya di Pulau Lombok
dalam perspektif ekonomi Islam. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan
dua kondisi, yakni kemungkinan harga barang naik dan kemungkinan harga barang
turun, dan harus dipastikan bahwa kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
Sementara, jika mengikuti model cara berpikir kelompok neorevivalis, maka utang
piutang berstandarisasi harga barang ini tetap dianggap sebagai riba yang
diharamkan karena harga barang yang menjadi standar tersebut dapat naik,
kenaikan tersebut tetap dianggap riba yang diharamkan.17
Skripsi Lina Fadjria dengan judul Utang Piutang Emas
dengan Pengembalian Uang di Kampung Pandugo Kelurahan Penjaringan Sari
Kecamatan Rungkut Kota Surabaya dalam Perspektif Hukum Islam . Skripsi ini
17 Muslihun, M.Ag., harga barang sebagai standar pengembalian hutang piutang uang di lombok(tela ah aspek al- adalah dalam ekonomi Islam, Thesis Magister Studi Islam, Lombok, PerpustakaanIAIN Mataram, h. 25-26, t.d.
membahas tentang praktek utang piutang emas dengan pengembalian uang di
kampung Pandugo Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.
Dan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa praktek utang piutang di kampung
Pandugo tersebut tidak sesuai dengan hukum Islam, karena yang menjadi objek
utang piutang tersebut merupakan barang yang tidak sejenis.18
Skripsi Junainah, dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelunasan Utang Sapi untuk Penanaman Tembakau Berdasarkan Ketentuan
Kreditur di Ds. Sejati Kec. Camplong Kab. Sampang Madura . Skripsi ini
membahas tentang tinjauan Hukum Islam terhadap akad utang sapi di Ds. Sejati
yang dilakukan secara lisan dan tanpa saksi. Sedangkan pelunasannya mengikuti
ketentuan kreditur, yakni dikembalikan dengan sapi yang umur dan ukurannya
sesuai lamanya berutang atau sejumlah uang yang ditentukan langsung oleh
kreditur. Selain itu jika berutang gagal panen, maka dia mendapat perpanjangan
waktu dengan tambahan 5% dari jumlah pelunasan yang semula.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa akad yang dilaksanakan tanpa
adanya saksi bisa menyebabkan akadnya tidak sempurna. Sebab menurut pendapat
ulama’ saksi dalam transaksi adalah wajib. Sedangkan pelunasan yang berupa sapi
adalah mubah. Demikian ini karena terdapat kesesuaian antara hukum Islam yang
mewajibkan utang dikembalikan dengan benda yang sejenis dengan praktek utang
sapi kembali sapi. Utang sapi yang dikembalikan dengan sejumlah uang yang
ditentukan langsung oleh kreditur hukumnya haram. Sebab mengembalikan utang
dengan benda yang tidak sejenis, seperti sapi kembali uang itu diharamkan dalam
hukum Islam seperti penjelasan Hadis yang menerangkan adanya larangan
18 Lina Fadjria, Utang Piutang Emas dengan Pengembalian Uang di Kampung PandugoKelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya dalam Perspektif Hukum Islam,Pustakawan IAIN Sunan Ampel Surabaya, Digital Library IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009
pengembalian utang perak dengan emas. Sedangkan perpanjangan waktu bagi yang
pailit dengan tambahan 5 % adalah haram. Hal ini dikarenakan jika ada tambahan
dalam pembayaran utang yang disyaratkan oleh kreditur dalam akadnya, menurut
kesepakatan ulama’ haram hukumnya. Sebab mengarah ke riba nasi ah.19
Skripsi Nurul Fadilah dengan judul "Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Implementasi Utang Pupuk Dengan Gabah Di Desa Pucuk Kecamatan
Dawarblandong Kabupaten Mojokerto". Skripsi ini membahas tentang bagaimana
deskripsi implementasi utang pupuk dengan gabah di Desa Pucuk Kecamatan
Dawarblandong Kabupaten Mojokerto, dimana pihak debitur (petani) mengutang
pupuk kepada pihak kreditur (pedagang pupuk), yang kemudian orang yang
memberi utang melakukan kesepakatan tentang obyek yang diutangkan beserta
terjadinya proses kesepakatan antara keduanya mengenai waktu pengembaliannya.
Dengan mensyaratkan pelunasan utang harus berupa gabah kering, di mana harga
pupuk yang diutangkan sudah ditinggikan dari harga pasaran, namun apabila telah
tiba waktu jatuh temponya dan pengutang mengalami gagal panen, maka orang
yang mengutangi melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang dianggap
berharga dengan ketentuan nilai sama dengan harga gabah kering.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa implementasi utang pupuk
dengan gabah yang terjadi di Desa Pucuk Kecamatan Dawarblandong adalah tidak
dibenarkan oleh Islam. Karena utang piutang dalam Islam mensyaratkan dalam hal
19 Junainah,, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelunasan Utang Sapi untuk Penanaman TembakauBerdasarkan Ketentuan Kreditur di Ds. Sejati Kec. Camplong Kab. Sampang Madura, Skripsi SarjanaSyariah jurusan Mu’amalah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Digital Lebrary IAIN Sunan Ampel Surabaya,2009
pengembalian utang harus sama dan sejenis. Bahkan dalam Islam memberi waktu
kelonggaran kepada orang yang kondisinya pailit.20
Meskipun semua hasil penelitian skripsi di atas sudah banyak yang
membahas masalah utang piutang, namun tidak menutup kemungkinan bagi penulis
untuk melakukan penelitian masalah utang piutang dari sudut pandang yang
berbeda yaitu dilihat dari konstruk sosial masyarakat desa Kenteng Kec. Toroh
Kab. Grobongan yang melakukan transaksi utang piutang yang berbunga, yang
notabenya mayoritas masyarakat daerah tersebut adalah muslim. Jika skripsi-skripsi
yang sudah ada telah banyak membahas tentang praktek utang piutang yang
dikaitkan dengan hukum Islam, akan tetapi pembahasan skripsi kali ini nantinya
akan dikaitkan dengan obyek yang berbeda yaitu bagaimana hukum Islam meninjau
fenomena utang piutang yang terjadi di desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan.
Dan skripsi-skripsi yang sudah ada nantinya bisa penulis jadikan khazanah
dan acuan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul ZIYADAH DALAM UTANG
PIUTANG (Studi Kasus Utang Piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab.
Grobogan)
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dan memahami dalam menginterprestasikan judul
tersebut, perlu dijelaskan dan ditegaskan istilah sebagai berikut :
20 Nurul Fadilah,, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Pupuk Dengan GabahDi Desa Pucuk Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto, Skripsi Sarjana Syari’ah jurusanMu’amalah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Digital Lebrary IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009
a. Ziyadah
Ziyadah adalah melebihi dari pokoknya.21 Yang dimaksud ziyadah dalam
penelitian ini adalah tambahan atau pengembalian utang yang melebihi dari
pokoknya dalam transaksi utang piutang yang terjadi di Desa Kenteng Kec.
Toroh Kab. Grobogan.
b. Utang
Utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain.22 Yang dimaksud utang
dalam penelitian ini adalah sesuatu yang dipinjam oleh masyarakat Desa
Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan yang mebutuhkan pinjaman.
c. Piutang
Piutang adalah uang yang dipinjam dari dan yang dipinjamkan oleh
orang lain. 23 Yang dimaksud piutang dalam penelitian ini adalah sesuatu yang
dipinjam dari pihak pemberi pinjaman kepada masyarakat Desa Kenteng Kec.
Toroh Kab. Grobogan yang membutuhkan pinjaman.
d. Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
Merupakan salah satu desa di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.
Dengan demikian dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan dari judul
“Ziyadah Dalam Utang piutang (Studi Kasus Utang Piutang Di Desa Kenteng Kec.
Toroh Kab. Grobogan)” adalah suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana
hukum ziyadah (tambahan) dalam utang piutang yang terjadi di Desa Kenteng Kec.
Toroh Kab. Grobogan persepektif hukum Islam.
21 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Ed. 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 5722 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Ed. 4,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 154023 Ibid
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu
suatu penelitian yang meneliti objek di lapangan untuk mendapatkan data dan
gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dengan
permasalahan yang di teiliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan tujuan penelitian ini, didapat pencandraan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.24 Yaitu
masyarakat desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan yang terlibat langsung
dengan transaksi utang piutang.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data bisa diperoleh.25 Ada dua
macam sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data
langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.26 Data ini
diperoleh langsung dari masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab.
Grobogan yang terlibat langsung dalam transaksi utang piutang tersebut
(dalam hal ini kreditur dan debitur) dan juga yang tidak terlibat langsung
dalam transaksi utang piutang yang dilakukan dengan cara wawancara.
Dalam penelitian ini, target populasinya adalah warga masyarakat
Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan yang terlibat langsung dengan
24 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian,Jakarta, Rajawali Pers (cet. VII), 1992, hlm. 1825 Ibid26 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian Yogyakarta:, Pustaka Pelajar, 1999, h. 91.
tarasaksi utang piutang ini dan beragama Islam. Untuk sekedar ancer-ancer
maka apabila subyeknya kurang dari 100, maka lebih baik semua sehingga
penelitiannya merupakan penerlitian populasi. Selanjutnya jika jumlah
subyeknya besar dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau
lebih.27
Karena target populasinya lebih dari 100 orang, maka cukup diambel
sampelnya saja. Sampel dari penelitian ini adalah sebagian sebagian warga
yang terlibat langsung dengan penelitian ini. Yaitu 10 orang yang terlibat
langsung dengan transaksi utang piutang di Desa Kenteng yang diambil 5
Rw dari 11 Rw yang ada di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan.
Berdasarkan pengamatan peneliti, target populasi masyarakat Desa
Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan adalah mereka yang sudah berumah
tangga.
b. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder adalah sumber yang menjadi bahan penunjang
dan melengkapi suatu analisa. Dalam skripsi ini, yang dijadikan sumber
sekunder adalah buku-buku referensi yang akan melengkapi hasil
wawancara, yang telah ada.28
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk menjawab masalah penelitian, diperlukan data yang akurat di
lapangan. Metode yang digunakan harus sesuai dengan obyek yang akan diteliti.
Dalam penelitian lapangan ini, penulis menggunakan beberapa metode:
a. Metode Wawancara (Interview)
27 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 2028 Ibid
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan
jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara
pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden).29 Dalam
metode ini penulis akan melakukan wawancara secara langsung kepada
responden, diantaranya yaitu: kreditur atau yang berpiutang, debitur atau
yang berutang, dan masyarakat umum, misalnya tokoh masyarakat atau
masyarakat yang tidak terlibat langsung dengan transaksi utang piutang di
desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan.
4. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data
dan mengambil kesimpulan data yang terkumpul.
Dalam menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
diskriptif normatif yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam
menggambarkan keadaan atau sifat yang dijadikan obyek dalam penelitian
dengan dikaitkan norma, kaedah hukum yang berlaku atau sisi normatifnya
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum.30
G. Sistematika Penulisan
Untuk dapat memahami dengan mudah isi skripsi secara keseluruhan, maka
penulis akan menguraikannya dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
29 Rianto Adi, Metodologi Penelitian sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004, h. 7230 Jhony Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
Publishing, 2006, h. 302
Dalam bab ini penulis akan menguraikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, penegasan istilah, metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Piutang
Bab ini merupakan landasan teori yang akan digunakan membahas bab-bab
selanjutnya. Bab ini meliputi: pengertian utang piutang, dasar hukum utang
piutang, syarat dan rukun utang piutang, hak dan kewajiban kreditur dan
debitur, dan tambahan dalam utang piutang.
Bab III : Praktek utang piutang di Desa Kenteng Kec.Toroh Kab. Grobogan
Bab ini merupakan data-data yang diperoleh dari lapangan yang kemudian
sebagai acuan untuk analisis pada bab IV. Bab ini meliputi keadaan
geografis dan demografi Desa Kenteng Kec.Toroh Kab. Grobogan, serta
praktek utang piutang di Desa Kenteng Kec.Toroh Kab. Grobogan dan
faktor-faktor yang melatarbelakangi keberadaan praktek utang piutang
tersebut.
Bab IV : Analisis terhadap utang piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
Dalam bab ini, sebagai inti dari penulisan skripsi penulis akan menganalisa
praktek utang piutang dan faktor-faktor yang melatarbelakangi transaksi
tersebut serta hukum ziyadah dalam utang piutang di Desa Kenteng Kec.
Toroh Kab. Grobogan perspektif Islam.
Bab V : Penutup
Merupakan bab akhir dari penulisan skripsi ini. Berisi kesimpulan yang
merupakan hasil pemahaman, penelitian, dan pengkajian terhadap pokok
masalah, saran-saran, dan penutup.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG UTANG PIUTANG
A. Pengertian Utang Piutang (al-qardh)
Utang-piutang dalam istilah Arab sering disebut dengan al-dain (jamaknya
al-duyun) dan al-qardh. Dalam pengertian yang umum, utang piutang mencakup
transaksi jual-beli dan sewa-menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan).
Transaksi seperti ini dalam fikih dinamakan mudayanah atau tadayun.31
Secara bahasa qardh merupakan bentuk mashdar dari qaradha asy-syai -
yaqridhuhu, yang berarti dia memutusnya. Qaradh adalah bentuk mashdar yang
berarti memutus. Dikatakan, qaradhtu asy-syai a bil-miqradh. Aku memutus
sesuatu dengan gunting.32 Adapun yang dimaksud dengan utang piutang adalah
memberikan “sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar
yang sama dengan itu.33
Pengertian “sesuatu dari definisi diatas mempunyai makna yang luas,
selain dapat berbentuk uang, juga bisa saja dalam bentuk barang, asalkan barang
tersebut habis karena pemakaian.
Pengertian utang piutang ini sama pengertiannya dengan perjanjian pinjam
meminjam yang dijumpai dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1754
yang berbunyi : Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
31 Rachmat Syafe’i, Loc. Cit.32Taqdir Arsyad dan Abul Hasan (ed), Loc. Cit.33 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Loc. Cit.
habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang lain ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.34
Adapun definisinya secara syara adalah memberikan harta kepada orang
yang mengambil manfaatnya, lalu orang tersebut mengembalikan gantinya.35
Sedangkan para ulama’ berbeda pendapat dalam mengemukakan pengertian
utang piutang, diantaranya yaitu:
a. Menurut Mazhab Maliki yang dikutip oleh Mohammad Muslehuddin dalam
bukunya yang berjudul Sistem Perbankan Dalam Islam, mendefinisikan
“Qardh sebagai pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya
karena belas kasihan, dan bukan merupakan bantuan (ariyah) atau
pemberian (hibah), tetapi harus dikembalikan seperti bentuk yang
dipinjamkan.”36
b. Menurut Wahbah al-Zuhayliy, piutang adalah penyerahan suatu harta
kepada orang lain yang tidak disertai dengan imbalan/tambahan dalam
pengembaliannya.37
c. Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah memberikan definisi
qardh sebagai harta yang diberikan oleh kreditor (pemberi pinjaman)
kepada debitur (pemilik utang), agar debitur mengembalikan yang serupa
dengannya kepada debitur ketika telah mampu.38
d. Berbeda dengan pengertian-pengertian di atas, Hasbi ash-Shiddieqy dalam
bukunya Pengantar Fiqh Muamalah mengartikan utang piutang dengan
34 Ibid35 Saleh Fauzan, Op. Cit., h. 41036 Mohammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 1, 1990,
h. 7437 Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, juz IV, Bairut: Dar al-Fikr, 1998 h.
2915.38 Sayyid Sabiq, Op. Cit. h. 115
akad yang dilakukan oleh dua orang di mana salah satu dari dua orang
tersebut mengambil kepemilikan harta dari lainnya dan ia menghabiskan
harta tersebut untuk kepentingannya, kemudian ia harus mengembalikan
barang tersebut senilai dengan apa yang diambilnya dahulu. Berdasarkan
pengertian ini maka “qard ( ) memiliki dua pengertian yaitu; “ arah
( ) yang mengandung arti tabarru ( ) atau memberikan harta kepada
orang dasar akan dikembalikan, dan pengertian mu awadlah, ( )
karena harga yang diambil bukan sekedar dipakai kemudian dikembalikan,
tetapi dihabiskan dan dibayar gantinya.39
Jadi dengan demikian piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang
dengan pengembalian yang sama. Sedangkan utang adalah kebalikan pengertian
piutang, yaitu menerima sesuatu (uang/barang) dari seseorang dengan perjanjian dia
akan membayar atau mengembalikan utang tersebut dalam jumlah yang sama.
Selain itu, akad utang piutang pada dasarnya merupakan bentuk akad yang bercorak
ta awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.40
B. Dasar Hukum Utang Piutang
Utang piutang secara hukum dapat didasarkan pada adanya perintah dan
anjuran agama supaya manusia hidup dengan saling tolong menolong serta saling
bantu membantu dalam lapangan kebajikan.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah: 2
...)...:( 41
39 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang: PustakaRizki Putra, 1999, h. 103
40 Gufron A. Masadi, Op Cit, h. 17141 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Op. Cit., h. 156
Artinya: ...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dantakwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa danpelanggaran... (Al-Maidah: 2)
Dalam transaksi utang piutang terdapat nilai luhur dan cita-cita sosial yang
sangat tinggi yaitu tolong menolong dalam kebaikan. Dengan demikian, pada
dasarnya pemberian utang atau pinjaman pada seseorang harus didasari niat yang
tulus sebagai usaha untuk menolong sesama dalam kebaikan. Ayat ini berarti juga
bahwa pemberian utang atau pinjaman pada seseorang harus didasarkan pada
pengambilan manfaat dari sesuatu pekerjaan yang dianjurkan oleh agama atau jika
tidak ada larangan dalam melakukannya.
Selanjutnya, dalam transaksi utang piutang Allah memberikan rambu-rambu
agar berjalan sesuai prinsip syari ah yaitu menghindari penipuan dan perbuatan
yang dilarang Allah lainnya. Pengaturan tersebut yaitu anjuran agar setiap transaksi
utang piutang dilakukan secara tertulis42. Ketentuan ini terdapat dalam surat al-
Baqarah ayat 282 sebagai berikut;
)..... :(43
Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secaratunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. Danhendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya denganbenar (Al-Baqarah: 282)
Karena pemberian utang pada sesama merupakan perbuatan kebajikan,
maka seseorang yang memberi pinjaman, tidak dibolehkan mengambil keuntungan
(profit). Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, keuntungan apa yang diperoleh
42 http://bmtazkapatuk.wordpress.com/2009/02/16/utang-piutang-dalam-hukum-islam/, hlm. 2,diakses pada tgl 22 Maret 2010
43 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Op. Cit h. 70
pemberi utang atau pemberi pinjaman? Tentang hal ini Allah menjawab dalam surat
al-Hadid ayat 11 sebagai berikut;44
) :(45
Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya,dan dia akan memperoleh pahala yang banyak . (al-Hadid:11).
Selain dasar hukum yang bersumber dari al-Qur’an sebagaimana di atas,
pemberian utang atau pinjaman juga didasari Hadi Rasulullah yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah sebagai berikut;
..:)( 46
Artinya: Dari Ibnu Mas ud bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, Tidak adaseorang muslim yang mengutangi muslim lainnya dua kali kecuali yangsatunya seperti sedekah. (H.R. Ibnu Majah)
Maksud hadist diatas adalah bahwa memberi utang kepada seseorang disaat
dia membutuhkannya itu pahalanya lebih besar dari pada memberi sedekah. Karena
utang hanya dibutuhkan oleh orang yang dalam kesempitan.47
" : . . !
: . )(
44 http://bmtazkapatuk.wordpress.com , Op. Cit., h. 245 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya , Loc. Cit.46 Ibnu Majah, Loc. Cit.47 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Ed. 2, Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. 3, 2001, h. 12348 Ibnu Majah, Loc. Cit.
Artinya: Dari Anas ibn Malik r.a. Berkata, Rasulullah SAW. Bersabda: Padamalam aku diisra kan aku melihat pada sebuah pintu surga tertulisshadaqah dibalas sepuluh kali lipat dan utang dibalas delapan belas kalilipat . Lalu aku bertanya: Wahai Jibril mengapa mengutangi lebihutama dari pada shadaqah? . Ia menjawab: Karena meskipun seorangpengemis meminta-minta namun masih mempunyai harta, sedangkanseorang yang berutang pastilah karena ia membutuhkannya.(H.R. IbnuMajah)
Maksud hadist di atas adalah bahwa dalam hal ini, Nabi SAW. ingin
memberikan sugesti agar orang tidak berat dalam memberikan pinjaman. Karena
terkadang orang itu merasa keberatan bila harus memberikan pinjaman apalagi
bersedekah, bilamana ketika keadaan ekonominya pas-pasan. Tetapi dengan
jaminan pahala yang lebih, memberikan pinjaman akan terasa lebih ringan ketika
seseorang belum mampu memberikan sedekah.49
Selain dasar hukumnya berasal dari al-Qur’an dan Hadits Rasulullah, para
ulama telah bersepakat bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama’ ini
didasari pada tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan
saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan.
Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di
dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan
umatnya.50
C. Rukun dan syarat utang piutang
Syarkhul Islam Abi Zakaria al-Ansari memberi penjelasan bahwa rukun
utang piutang itu sama dengan jual beli yaitu:
49 M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan Manajemen Islamy, Solo: CV. Pustaka Mantiq, Cet 1,1992, h. 125
50 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001,h. 132-133
a. Aqid )( yaitu yang berutang dan yang berpiutang.
b. Ma qud alayh )( yaitu barang yang diutangkan.
c. Shigat )( yaitu ijab qabul, bentuk persetujuan antara kedua belah pihak. 51
Demikian juga menurut Drs. Chairuman Pasaribu bahwa rukun hutang-
piutang ada empat macam:52
1. Orang yang memberi utang
2. Orang yang berutang
3. Barang yang diutangkan (obyek)
4. Ucapan ijab dan qabul (lafadz).53
Dengan demikian, maka dalam utang-piutang dianggap telah terjadi apabila
sudah terpenuhi rukun dan syarat daripada utang-piutang itu sendiri. Rukun adalah
unsur esensial dari sesuatu , sedang syarat adalah prasyarat dari sesuatu .
Adapun yang menjadi rukun dan syarat utang-piutang adalah:
1. Aqid (orang yang berutang dan berpiutang)
Orang yang berutang dan yang berpiutang boleh dikatakan sebagai
subyek hukum. Sebab yang menjalankan kegiatan utang-piutang adalah orang
yang berutang dan orang yang berpiutang. Untuk itu diperlukan orang yang
mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Imam Syafi’i mengungkapkan bahwa 4 orang yang tidak sah akadnya
adalah anak kecil (baik yang sudah mumayyiz maupun yang belum mumayyiz)
orang gila, hamba sahaya, walaupun mukallaf dan orang buta.
51 Ghufron A. Mas‘adi, Op. Cit, h. 173.52 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Op. Cit., h. 13753 Ibid
Sementara dalam Fiqh Sunnah disebutkan bahwa akad orang gila, orang
mabuk, anak kecil yang belum mampu membedakan mana yang baik dan yang
jelek (memilih) tidak sah. Dan anak kecil yang sudah mampu memilih akadnya
dinyatakan sah, hanya keabsahannya tergantung pada izin walinya.54
Sebagaimana Hadis Nabi SAW:
: :)(
Artinya: Dari Aisyah ra., sesungguhnya Nabi SAW bersabda: BahwasanyaAllah mengangkat penanya dari tiga orang yaitu: dari orang tidursampai dia bangun, orang gila sampai sembuh, dan dari anak kecilsampai dia baligh/ dewasa .(HR. Ibnu Majah )
Di samping itu orang yang berpiutang hendaknya orang yang mempunyai
kebebasan memilih, artinya bebas untuk melakukan perjanjian utang piutang
lepas dari paksaan dan tekanan. Sehingga dapat terpenuhi adanya prinsip saling
rela. Oleh karena itu tidak sah utang piutang yang dilakukan karena adanya
unsur paksaan.56
2. Obyek Utang
Di samping adanya ijab qabul dan pihak-pihak yang melakukan utang
piutang, maka perjanjian utang piutang itu dianggap terjadi apabila terdapat
obyek yang menjadi tujuan diadakannya utang piutang. Tegasnya harus ada
barang yang akan diutangkan.
Untuk itu obyek utang piutang harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
54 Sayyid Sabiq, Op. Cit., h. 3855 Sunan Ibnu Majah, Op. Cit., h. 65856 Rahmat Syafi‘ie, Op. cit., h. 58
a. Merupakan benda bernilai yang mempunyai persamaan dan penggunaannya
mengakibatkan musnahnya benda utang.
b. Dapat dimiliki
c. Dapat diserahkan kepada pihak yang berutang
d. Telah ada pada waktu perjanjian dilakukan.57
Abu Bakar Jabir al-Jaziri menjelaskan syarat-syarat obyek utang piutang
sebagai berikut:
a. Diketahui jumlahnya, baik dengan timbangan, takaran maupun hitungan.
b. Jika utang piutang itu berupa hewan, harus diketahui sifat-sifat umurnya.
c. Bahwa obyek utang harus merupakan harta seseorang yang pandai
membelanjakan/mentasyarrufkannya.58
Dalam perjanjian utang-piutang itu disyari‘atkan secara tertulis. Hal ini
untuk menjamin agar jangan sampai terjadi kekeliruan/lupa, baik mengenai
besar kecilnya utang/waktu pembayarannya59. Sebagaimana firman Allah SWT:
)... :(60
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidaksecara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamumenuliskannya . (QS. Al-Baqarah: 282)
Pencatatan ini disyaratkan, supaya mereka mudah dalam menuntut pihak
yang berutang untuk melunasi utangnya apabila sudah jatuh temponya. Di
samping disyari atkan secara tertulis, dalam utang-piutang itu diperlukan juga
adanya saksi.
57Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arba ah, Juz 2, Beirut: Darul KutubAl-Ilmiyah, 1996, h. 304
58 Ibid, h. 305.59 Abdul Aziz Dahlan (et al.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, Cet. 1,
1996, h. 189260 Depag, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Loc. Cit.
3. Shigat (Ijab dan Qabul)
Suatu bentuk muammalah yang mengikat pihak-pihak lain yang terlibat
di dalamnya yang selanjutnya melahirkan kewajiban, diperlukan adanya
perjanjian antara pihak-pihak itu. Perjanjian di dalam hukum Islam disebut
dengan “akad”.
Akad (perjanjian) dilakukan sebelum terlaksananya suatu perbuatan, di
mana pihak yang satu berjanji untuk melakukan sesuatu hal/tidak melakukan dan
lainnya itu berhak atas apa yang dijanjikannya itu untuk menuntutnya bila tidak
sesuai dengan perjanjian.
Akad menurut bahasa berarti menyimpulkan, mengikat (tali). Menurut
istilah adalah:
. 61
Artinya: Perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara yang menetapkankeridhaan kedua belah pihak .
Dari definisi di atas dapat diambil pengertian, akad adalah perikatan
antara ijab dan qabul yang menunjukkan adanya kerelaan dari kedua belah
pihak. Sifat kerelaan itu bisa terwujud dan jelas apabila telah nyata-nyata
diucapkan secara lisan oleh keduanya.
Ijab adalah pernyataan dari pihak yang memberi utang dan qabul adalah
penerimaan dari pihak yang berutang. Ijab qabul harus dengan lisan, seperti
yang telah dijelaskan di atas, tetapi dapat pula dengan isyarat bagi orang bisu.62
Perjanjian utang piutang baru terlaksana setelah pihak pertama
menyerahkan uang yang diutangkan kepada pihak kedua dan pihak kedua telah
61 Hendi Suhendi, Op. Cit., h. 4662 Ghufron A, Mas’adi, Op. Cit, h., 90-91
menerimanya dengan akibat bila harta yang diutangkan tersebut rusak atau
hilang setelah perjanjian terjadi tetapi sebelum diterima oleh pihak kedua, maka
resikonya ditanggung oleh pihak pertama.63 Berkaitan dengan pengertian akad
tersebut, maka terdapat ketentuan yang harus dipenuhi dalam akad. Ketentuan-
ketentuan tersebut adalah:
1. Pihak yang bertransaksi
Keduanya harus memenuhi persyaratan: dewasa (mampu bertindak), berakal
sehat, dan tidak berada pada pengampunan, sebagaimana firman Allah SWT:
) ... :(64
Artinya: Dan janganlah kalian serahkan harta orang-orang bodoh itukepadanya yang mana Allah akan memelihara kalian danberikanlah kepada mereka belanja dari hartanya itu (QS. An-Nisa : 5).
Dalam akad harus terdapat unsur kerelaan dari kedua belah pihak, serta
akad harus jelas dan dimengerti maksudnya oleh masing-masing pihak.
2. Mengenai suatu barang tertentu, barang yang menjadi obyek akad harus jelas
dari kesamaran.
3. Mengenai suatu barang yang halal, suci dari najis dan yang tidak haram
dimakan.65
Di atas telah disebutkan bahwa akad adalah perikatan antara ijab dan
qabul yang menunjukkan adanya kerelaan dari kedua belah pihak. Adapun yang
dimaksud dengan ijab dan qabul secara jelasnya adalah:
63 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h.38.
64 Depag, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Op. Cit., h. 11565 Ali Fikri, al-Mu allamatul Maiyah wal Adabiyah, Bab I, Beriut: Dar al-Fikr, tt, h. 34-39.
.
. 66
Artinya: Ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah satuseorang yang berakad, buat memperlihatkan kehendaknya dalammengadakan akad, siapa saja yang memulainya. Qabul adalahjawaban dari pihak yang lain sesudah adanya ijab, buat menyatakanpersetujuannya.
Dalam kaitannya dengan masalah utang diperlukan juga adanya akad ini
(ijab qabul). Sebagaimana pengertian ijab qabul di atas, maka dalam masalah
utang, pihak yang berutang dapat melakukan ijab.
Akad dalam masalah utang, adalah akad tamlik, karena itu tidak sah
kecuali dari orang yang boleh menggunakan harta (milik sendiri dan tidak
berada dalam pengampuan). Dan tidak sah pula kecuali dengan ijab dan qabul,
seperti akad jual beli dan hibah, karena itu akad dinyatakan sah dengan
memakai akad lafadz qirad, salaf dan semua lafadz yang mempunyai arti dan
maksud yang sama.67
D. Hak dan Kewajiban Debitur dan Kreditur
Kewajiban orang yang melakukan utang-piutang adalah dengan melakukan
persetujuan utang-piutang secara tertulis. Persetujuan tersebut disertai tanda terima
atau kwitansi yang menyebutkan besarnya utang, tanggal terjadinya utang-piutang,
66 M. Hasby as-Siddiqiy, Op. Cit. h. 2767 Sayyid Sabiq, Jilid 4, Op. Cit., h. 116
maupun tanggal pengembaliannya68. Ketentuan ini terdapat dalam surat al-Baqarah
ayat 282 sebagai berikut;
)..... :(69
Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secaratunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. Danhendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya denganbenar (Al-Baqarah: 282)
Kewajiban orang berutang-piutang selain hal diatas, adalah menghadirkan
saksi. Saksi sebaiknya terdiri atas 2 orang laki-laki. Apabila tidak ada 2 orang laki-
laki, maka boleh satu orang laki-laki dan 2 orang perempuan70. Ketentuan ini
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut;
......) ...... :(71
Artinya : Dan persaksikanlah dengan 2 orang saksi laki-laki (diantaramu), jikatidak ada 2 orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan 2 orangperempuan dari saksi-saksi yang kamu rida i, agar jika yang seoranglupa maka seorang lagi mengingatnya (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Orang yang berhutang wajib mengembalikan utangnya kepada orang yang
meminjami utang sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Jika
pengutang telah mampu mengembalikan utangnya sebelum waktu perjanjiannya
berakhir, sebaiknya ia segera mngembalikannya. Cara seperti ini dapat menambah
kepercayaan pemberi utang kepada penerima utang.72
68 http://matulessi.wordpress.com/2010/01/30/utang-piutag-menurut-islam/, hlm. 1, diakses tgl 20Mmaret 2010
69 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Loc. Cit.70http://matulessi.wordpress.com, Op. Cit., hlm. 171 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Loc. Cit.72 http://matulessi.wordpress.com, Op. Cit., hlm. 2
Selain kewajiban-kewajiban diatas, seorang kreditur memiliki hak penuh
untuk menagih utangnya. Ia memiliki hak suara termasuk mengadukan ke
pengadilan bila si debitur membandel (malas membayar utangnya tersebut).73
Sedangkan hak dan kewajiban debitur dan kreditur menurut KUHPerdata
pasal 1759-1764, adalah sebagai berikut:
Kewajiban debitur adalah mengembalikan barang yang dipinjam dalam
jumlah yang sama pada waktu yang diperjanjikan (pasal 1763). Jika ia tidak mampu
memenuhi kewajibannya, maka ia diwajibkan membayar harga barang yang
dipinjamnya, dengan syarat ia harus memperhatikan waktu dan tempat barangnya,
sesuai dengan kontrak (pasal 1764).74 Sedangkan hak debitur adalah menerima
barang yang dipinjam dari kreditur.75
Kewajiban kreditur adalah tidak dapat meminta kembali barang yang telah
dipinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian(pasal 1759).
Jika telah ditetapkan sesuatu waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang
meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya, menurut keadaan,
memberikan sekedar kelonggaran kepada si peminjam (pasal 1760). Oleh hakim
kelonggaran tersebut, apabila diberikan akan dicantumkan dalam putusan yang
menghukum si peminjam untuk membayar pinjamannya.76
Kalau orang yang meminjamkan, sebelum menggugat dimuka hakim, sudah
memberikan waktu secukupnya kepada si peminjam, maka tidak pada tempatnya
lagi kalau hakim masih juga memberikan pengunduran. Jika perjanjian pinjam uang
73 M. Thalib, Op. Cit., h. 13374 R. Subekti, S.H dan R. Tjitrosudibio., Kitab Undang-Udang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya
Paramita, Cet. 32, h. 45275 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, Cet.
1, 2003, h. 7976 Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu, Cet. 1, Jakarta:
Bina Aksara, 1987 h. 179
itu dibuat dengan akte otentik (notaris). Maka, jika diminta oleh penggugat, hakim
harus menyatakan putusannya dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada
permohonan banding atau kasasi.77
Jika telah diadakan perjanjian, bahwa pihak yang meminjam sesuatu barang
atau sejumlah uang, akan mengembalikannya bila mana ia mampu untuk itu, maka
hakim, mengingat keadaan, akan menentukan waktunya pengembalian (pasal
1761).78
E. Tambahan dalam Utang Piutang
Akad perutangan merupakan akad yang dimaksudkan untuk mengasihi
manusia, menolong mereka menghadapi berbagai urusan, dan memudahkan sarana-
sarana kehidupan. Akad perutangan bukanlah salah satu sarana untuk memperoleh
penghasilan dan bukan salah satu metode untuk mengeksploitasi orang lain.
Oleh karena itu, diharamkan bagi pemberi utang mensyaratkan tambahan
dari utang yang ia berikan ketika mengembaliknnya. Para ulama sepakat, jika
pemberi utang mensyaratkan untuk adanya tambahan, kemudian si pengutang
menerimanya maka itu adalah riba.79
Dalam hal ini Nabi SAW, bersabda :
:) .(
77 R. Subekti, S.H., Aneka Perjanjian, , Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, Cet. 10, 1995, h. 12778 R. Subekti, S.H dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit., h. 45279 Saleh Fauzan, loc. cit.80 Abi Bakr Al-Baihaqi , loc. cit., Juz 5.
Artinya: Telah menceritakan padaku, Yazid bin Abi Khabib dari Abi Marzuq At-Tajji dari Fadholah bin Ubaid bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu daribeberapa macam riba (H.R. Baihaqi).
Yang dimaksud dengan mengambil manfaat dari hadist di atas adalah
keuntungan atau kelebihan atau tambahan dari pembayaran yang disyaratkan dalam
akad utang piutang atau ditradisikan untuk menambah pembayaran. Bila kelebihan
itu adalah kehendak yang ikhlas dari orang yang berutang sebagai balas jasa yang
diterimanya, maka yang demikian bukan riba dan dibolehkan serta menjadi
kebaikan bagi si pengutang.81 Karena ini terhitung sebagai husnul al-qadha
(membayar utang dengan baik). Sebagai mana hadist Nabi SAW. Sebagai berikut:
::.)(
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, berkata: Rasulullah SAW. Berhutang seekorunta, dan mengembalikannya sebagai bayaran yang lebih baik dari untayang diambilnya secara hutang, dan beliau bersabda: orang yang lebihbaik diantara kamu adalah orang yang paling baik pembayarannya .(HR. At-Turmudzy)
Dari hadist tersebut jelas pengembalian yang lebih baik itu tidak disyaratkan
sejak awal, tetapi murni inisiatif debitor (al-mustaslif). Itu juga bukan tambahan atas
jumlah sesuatu yang diutang karena tidak ada tambahan atas jumlah unta yang
dibayarkan dan tidak ada pula tambahan apapun atas unta yang diutang. Itu tidak
lain adalah pengembalian yang semisal dengan apa yang diutang; seekor hewan
dengan seekor hewan, namun lebih tua dan lebih besar tubuhnya. Itulah yang
dimaksud dengan pengembalian yang lebih baik (husn al-qadhâ ).83 Tapi jika
81 Amir Syarifuddin, Gari-Garis Besar Fiqh, , Jilid 1, Jakarta: Prena Media, Cet. 1, 2003, h. 224-225
82 Abi ‘Isa, Muhammad, Sunanu At-Tirmidzy, Juz 3, Beriut: Darul Kutb al-Ilmiyah, tt, h. 6083 http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/30/qardun-utang/, h. 2, diakses tgl 19 Maret 2010
sebelum utang dinyatakan terlebih dahulu syarat tambahannya dan kedua belah
pihak setuju maka sama dengan riba. Sebagaimana sabda Nabi SAW. yang artinya
“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapa
macam riba .84
Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha Mazhab
mengenai boleh atau tidaknya menerima manfaat dari akad utang piutang tersebut,
yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Mazhab Hanafiyah: jika keuntungan tersebut tidak dipersyaratkan
dalam akad atau jika hal itu tidak menjadi urf (kebiasaan di masyarakat) maka
hukumnya adalah boleh.
2. Menurut Mazhab Malikiyah: utang piutang yang bersumber dari jual beli,
penambahan pembayaran yang tidak dipersyaratkan adalah boleh. Sedangkan
dalam hal utang piutang (al-qardl), penambahan pembayaran yang tidak
dipersyaratkan dan tidak dijanjikan karena telah menjadi kebiasaan di
masyarakat, hukumnya adalah haram. Penambahan yang tidak dipersyaratkan
dan tidak menjadi kebiasaan di masyarakat baru boleh diterima.
3. Menurut Mazhab Syafii: penambahan pelunasan utang yang diperjanjikan oleh
muqtaridl (pihak yang berutang), maka pihak yang mengutangi makruh
menerimanya.
4. Menurut Mazhab Hambali: pihak yang mengutangi dibolehkan menerima
penambahan pelunasan yang diperjanjikan oleh muqtaridl (pihak yang berutang
dibolehkan menerimanya. 85
84 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, , Jakarta: Reineka Cipta, Cet. 1, 1992, h. 41985 Ghufron A, Mas’adi, Op. Cit., h. 173-174
5. Sedangkan menurut Syekh Zainuddin al-Malibary menyebutkan bahwa boleh
bagi muqridl menerima kemanfaatan yang diberikan kepadanya oleh muqtaridl
tanpa disyaratkan sewaktu akad, misalnya kelebihan ukuran atau mutu barang
pengembalian dan pengembalian lebih baik dari yang diutangkan. Bahkan
melebihkan pengembalian utang adalah disunnahkan bagi muqridl sebagaimana
sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi: “sesungguhnya yang paling baik di
antara kalian adalah yang paling bagus dalam membayar utangnya .86
Argumentasi para ulama tersebut memang sangat bervariasi. Hanya Imam
Hambali yang kelihatan agak longgar dengan membolehkan mengambil kelebihan
pelunasan dari yang berutang asalkan kelebihan itu dijanjikan oleh pihak yang
berutang.
86 Syaikh Zainuddin bin Abdul Azis al-Malibary, Fathul Mu in, Jilid II, Terj. Aliy As’adYogyakarta: Menara Kudus, 1979, h. 212.
BAB III
PRAKTEK UTANG PIUTANG DI DESA KENTENG KEC.TOROH
KAB. GROBOGAN
A. Monografi dan Demografi Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
1. Keadaan Monografi Desa Kenteng
Desa Kenteng merupakan salah satu desa di Kecamatan Toroh Kabupaten
Grobogan. Desa Kenteng adalah desa yang berada dalam benteng wilayah
dataran rendah yang terletak di pedesaan. Luas keseluruhan Desa Kenteng adalah
1.280,390 ha. Yang terbagi menjadi 5 bagian yaitu tanah persawah 333.005 ha,
pekarangan/bangunan 212.345 ha, tegalan/perkebunan 41.219 ha, hutan Negara
680.200, dan tanah lain-lain (sungai, jalan, kuburan saluran dll) 13.972 ha.
Berada pada ketinngian 32 m dari permukaan air laut. Sebelah utara desa
berbatasan dengan Desa Waru Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan
hutan Negara, sebelah barat berbatasan dengan Desa Genengsari Tunggak,
sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngerandah. Desa Kenteng terbagi menjadi
8 dusun dan memiliki 11 RW dan 54 RT. Jarak dari ibu kota kecamatan 12 km
dengan lama tempuh 30 menit. Sedangkan jarak dari ibu kota kabupaten adalah
14 km dengan lama tempuh adalah 60 menit. Panjang jalan beraspal atau beton 4
ha dan panjang jalan antar desa/kecamatan adalah 12 km.
Desa Kenteng memiliki hutan, lahan pertanian atau perkebunannya cukup
luas. Hasil dari pertanian atau perkebunannya adalah padi, jagung, kedelai dan
sayur-sayuran, misalnya kacang panjang dan terong. Selain itu hutan negaranya
juga cukup luas, yang akhir-akhir ini sedang ada program penghijauan kembali,
sehingga hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kenteng untuk dijadikan
lahan pertanian. Yaitu dengan ditanami jagung dan pisang.
2. Keadaan Demografi Desa Kenteng
Demografi Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan pada bulan Juli
sampai bulan Desember 2009 adalah sebagai berikut:
Jumlah penduduk Desa Kenteng berdasarkan buku monografi Desa
Kenteng tahun 2009 adalah sebanyak 8.011 orang. Terdiri dari 3.913 orang laki-
laki dan 4.098 orang perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.609
KK.
Seluruh penduduk Desa Kenteng beragama dan tidak seorangpun yang
menganut kepercayaan. Sebagian besar penduduknya beragama Islam. Adapun
jumlah penganut agama Islam adalah 7.987 orang, dan penganut agama Kristen
24 orang.
Sebagai desa yang terletak pada benteng wilayah dataran rendah, dengan
lahan pertanian atau perkebunan/tegalan yang cukup luas, maka sebagian besar
mata pencaharian penduduk Desa Kenteng adalah sebagai petani dan buruh tani.
Selain itu juga sebagai pedagang. Adapun datanya adalah sebagai berikut:
TABEL 1Mata Pencaharian Masyarakat Desa Kenteng Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan
No. Mata Pencaharian Jumlah
1. Pegawai Negeri 76 Orang
2. TNI/POLRI 8 Orang
3. Karyawan (Swasta) 680 Orang
4. Tani 681 Orang
5. Buruh Tani 619 Orang
6. Jasa lainnya 3 Orang
7. Nelayan -
Sumber : Buku Monografi Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan Tahun2009
Karena Desa Kenteng terletak di pedesaan (jauh dari perkotaan),
sehingga untuk objek wisata dan kebudayaan tidak ada. Dan yang ada hanya
sebuah tradisi yaitu tradisi sedekah bumi yang diadakan setiap setahun sekali
yang jatuh pada bulan apit. Sedekah bumi ini diadakan sebagai ungkapan rasa
syukur atas hasil bumi (panen) yang melimpah.
Masyarakat Desa Kenteng adalah masyarakat yang suka bergotong
royong. Terlihat dari adanya kegiatan gotong royong atau sambatan dalam
pembangunan rumah, gotong royong menjaga kebersihan desa, gotong royong
membangun jembatan dan jalan, dll. Masyarakat desa Kenteng adalah
masyarakat yang guyub dan tidak individualisme. Hal ini terlihat dengan
adanya 9 kelompok majelis ta’lim, 8 majelis masjid, dan 8 remaja masjid.
Biasanya kelompok majelis ini diisi dengan kegiatan keagamaan, seperti
barjanji, yasinan, manaqiban dan tahlil.
B. Praktek Utang Piutang di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
1. Praktek utang piutang di Desa Kenteng
Praktek utang piutang yang ada di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab.
Grobogan ini merupakan utang piutang yang berbunga atau di Desa Kenteng
tersebut lebih mengenalnya dengan istilah utang piutang anakan. Utang piutang
anakan ini merupakan utang piutang yang beranak pinak, yaitu ketika seorang
debitur tidak dapat mencicil anakan atau bungannya pada waktu
pengembaliannya (biasanya setiap bulan sekali), maka anakan atau bunganya
akan bertambah sesuai dengan bunganya. Misalnya seorang debitur meminjam
Rp 500.000,00 dengan bunga 5% atau sekitar Rp 25.000,00 perbulan, maka
bulan berikutnya si debitur tersebut harus mengembalikan dengan bunga dari
bulan yang kemarin yang belum dibayar yaitu 5% dari Rp 25.000,00 atau sekitar
Rp 1.250,00,. Jadi akan bertambah terus sesuai dengan bunganya, sampai
debitur biasa melunasi hutangnya tersebut.87
Apabila si debitur belum bisa melunasi utang pokoknya, maka
dibolehkan hanya membayar bunganya terlebih dahulu, sedangkan batas waktu
untuk pelunasan tidak ditentukan. Misalnya harus dalam jangka waktu satu
tahun harus lunas, tapi bebas. Akan tetapi ada pula yang diberi batasan waktu
pengembalian yaitu dalam jangka waktu satu tahun harus lunas, yaitu apabila
seorang debitur melakukan pinjaman dari kelompok ibu-ibu arisan, karena uang
yang dipinjamkan merupakan uang tabungan dari anggota arisan tersebut yang
setiap satu tahun sekali akan dibuka.88
Sesungguhnya, asal mula utang piutang anakan ini ada karena
kesepakatan bersama, yaitu kesepakatan ibu-ibu arisan apabila ada yang
melakukan pinjaman di kelompok arisan tersebut, akan ditarik bunga yang
kemudian hasilnya akan dibagikan pada semua anggotanya pada akhir tahun.
87 Hasil wawancara dengan Ibu Maryati selaku salah satu kreditur di Desa Kenteng Kec. TorohKab. Grobogan, pada tanggal 31 Maret 2010
88 Hasil Wawancara dengan ibu Sutiyem selaku pengurus dan anggota arisan di Desa Kenteng,pada tanggal 2 April 2010
Namun lambat laun, ada pula yang dilakukan oleh individu, yaitu oleh orang
yang dianggap kaya di daerah tersebut. Dengan tambahan atau bunga antara 3%
sampai dengan 10% dengan waktu pengembaliannya bebas, tidak ada batasan
waktu yaitu semampu orang yang meminjam untuk melunasi utangnya tersebut.
Dan bunga atau anaknya tidak sampai beranak pinak, maksudnya bunganya
tetap tidak sampai berbunga lagi, jika si debitur belum dapat mengembalikan
pada waktu pengembalian yaitu setiap sebulan sekali. 89
2. Pihak yang Bertransaksi
Dalam pelaksanaan praktek utang piutang ini ada 2 pihak yang terlibat,
yaitu:
a. Kreditur
Kreditur adalah yang berpiutang, yang memberikan kredit, penagih.90
Dalam hal ini yang menjadi kreditur adalah orang-orang yang dianggap kaya
di daerah tersebut atau dari kelompok arisan.
Adapun yang menjadi kreditur di Desa kenteng Kec. Toroh Kab.
Grobogan adalah sebagai berikiut:
1. Ibu Maryati
2. Bapak Huri
3. Bapak Tono
4. Ibu Dapi (ketua arisan ibu-ibu)
5. Bapak Hardi
6. Ibu Kusyati
7. Bapak Ginok
89 Ibid90 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ed. 2, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 3, 1994, h. 530
b. Debitur
Debitur adalah orang atau lembaga yang berutang kepada
orang/lembaga lain.91 Dalam hal ini adalah masyarakat Desa Kenteng yang
membutuhkan pinjaman. Umumnya mereka adalah petani dan pedagang.
Kedua belah pihak tersebut (kreditur dan debitur) kemudian mengadakan
akad utang piutang beserta tambahan yang telah disepakati pada awal akad
secara lisan dan berupa catatan-catatan mengenai tanggal peminjaman,
jumlah peminjaman serta tambahan atas pinjaman tersebut dan tanpa adanya
saksi. Catatan tersebut hanya dimiliki oleh pihak kreditur saja. Sedangkan
akadnya dengan pihak debitur dilakukan secara lisan dan tanpa adanya
catatan (tulisan) atau saksi.
3. Akad
Utang piutang ini seakan sudah menjadi pilihan masyarakat Desa
Kenteng dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ketika mereka berada
dalam kesulitan. Bahkan ada pula yang melakukan pinjaman untuk sekedar
memenuhi kebutuhan yang tidak begitu urgen, yaitu untuk membeli motor.
Sesungguhnya, secara mekanisme proses utang piutang yang
diberlakukan para kreditur di Desa Kenteng ini adalah sama. Yaitu ketika ada
seorang debitur datang untuk melakukan pinjaman kepada para kreditur,
kemudian para pihak (kreditur dan debitur) mengadakan kesepakatan mengenai
jumlah pinjaman beserta tambahan atau daerah sana lebih mengenalnya dengan
istilah anakannya tersebut pada awal.
91 Ibid., h. 215
Cara pengembaliannya adalah dengan di cicil setiap sebulan yaitu berupa
pinjaman pokok beserta tambahan atau anakanya tersebut. Tapi bila si debitur
tidak dapat mengembalikan pinjaman pokok beserta anaknya, maka pihak
kreditur memberikan kelonggaran dengan dibolehkan hanya mencicil anakannya
saja. Atau bisa pula di cicil dua bulan sekali, bila dalam satu bulan tersebut si
debitur belum bisa mencicil, tapi tambahan atau anaknya tetap di hitung
perbulan. Selain itu, para kreditur tidak meminta pada para debitur untuk
meninggalkan barang sebagai jaminan atas pinjamannya tersebut. Karena yang
mereka jadikan dasar transaksi utang piutang tersebut adalah sikap saling
percaya, sehingga adanya barang jaminan tidak diberlakukan dalam transaksi
utang piutang ini. Akan tetapi yang membedakan antara kreditur yang satu
dengan yang lain adalah tambahan serta batasan waktu pengembalian yang
mereka berikan berbeda-beda.
Misalnya di tempatnya Bapak Huri, tambahan yang diberikan kepada
seseorang yang meminjam di tempatnya adalah 3%, dengan batas waktu
pengembaliannya antara 5 bulan sampai dengan 10 bulan. Dan bila si peminjam
tidak dapat melunasi utangnnya tersebut sesuai batas waktunya, maka pihak
debitur akan diberi kelonngaran hanya mengembalikan utang pokoknya saja,
sedangkan tambahannya akan dianggap sudah diberikan. Dengan jumlah
pinjaman rata-rata bekisar antara Rp. 200.000,00., sampai dengan Rp.
1.000.000,00..92
Di tempatnya Ibu Maryati, tambahan yang diberikan kepada para debitur
yang melakukan pinjaman di tempat beliau adalah sebesar 5%. Dengan batas
92 Hasil wawancara dengan Bapak Huri selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 3 April 2010
pelunasan pinjaman tersebut adalah bebas (semampu debitur untuk melunasi
utang tersebut). Dengan rata-rata pinjaman berkisar antara Rp. 300.000,00
sampai dengan Rp. 10.000.000,00.93
Hal tersebut sama sebagaimana yang diterapkan di tempatnya Bapak
Tono, akan tetapi tambahan yang dikenakan di tempat ini setiap ada pinjaman
adalah 10%. Dengan rata-rata pinjaman berkisar antara Rp. 200.000,00. Sampai
dengan Rp. 2.000.000,00. 94
Di tempat Ibu Dapi selaku ketua arisan di salah satu dusun di desa
tersebut. Di tempat ini, ketika ada seorang debitur yang datang untuk melakukan
pinjaman, tambahan beserta batasan waktu di jelaskan pada awal akad dibuat,
yaitu tambahan sebesar 10 % dengan jangka waktu pengembalian satu tahun
harus sudah lunas. Karena uang yang mereka pinjamkan kepada seorang debitur
berasal dari tabungan anggota arisan di dusun tersebut, yang setiap setahun
sekali akan dibuka dan hasilnya di bagi rata antar anggota. Dengan rata-rata
pinjaman berkisar antara Rp. 150.000,00. Sampai dengan Rp. 700.000,00. 95
Berbeda dengan mekanisme yang diberlakukan di tempatnya Bapak
Hardi, yaitu dengan menggunakan standar harga pupuk, yaitu seorang debitur
datang ketempatnya dengan tujuan untuk meminjam pupuk, kemudian ke dua
belah pihak akan membuat perjanjian bahwa harga pupuk tersebut akan
dinaikkan sekitar 10% dari harga semula ketika si debitur akan melunasi
pinjaman tersebut dengan jangka pengembalian adalah ketika musim panen tiba.
93 Hasil wawancara dengan Ibu Maryati selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 31 Maret2010
94 Hasil wawancara dengan Bapak Tono selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 1 April2010
95 Hasil wawancara dengan Ibu Dapi selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 3 April 2010
Misalnya harga pupuk tersebut waktu awal dipinjam seharga Rp. 85.000,00.
Perkwintal, maka ketika setelah panen akan naik menjadi Rp. 93.500,00. Tetapi
bila ketika musim panen belum bisa mengembalikan, maka pihak kreditur akan
memberi kelonggaran sampai si debitur sanggup mengembalikan pinjaman
tersebut. Dengan rata-rata pinjaman pupuk antara 2 sampai dengan 3 kwintal
pupuk.96
Menurut para kreditur transaksi utang piutang tersebut hanya berlaku
untuk masyarakat Desa Kenteng saja, dan bukan untuk umum (masyarakat
selain dari Desa Kenteng). Hal itu dikarenakan, menurut para kreditur, transaksi
ini sifatnya hanya untuk menolong sesama serta untuk mempermudah
masyarakat desa tersebut dalam memenuhui kebutuhan hidup atau
mempermudah mereka untuk mendapatkan pinjaman.
C. Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Praktek Utang Piutang Di Desa Kenteng
Kec. Toroh Kab. Grobogan
Menurut Bapak Eko, salah seorang warga yang tidak terlibat langsung
dengan transaksi utang piutang tersebut, menyebutkan bahwa alasan orang Desa
Kenteng ini cenderung melakukan praktek utang piutang anakan ini ketimbang
melakukan pinjaman di bank-bank, yang sama-sama menarik tambahan,
dikarenakan menurut mereka, melakukan pinjaman di desa itu lebih mudah dan
tanpa harus meninggalkan barang jaminan. Di samping itu, pengembaliaannya juga
cukup mudah, yaitu semampu si debitur biasa mengembalikan pinjamannya
tersebut.97
96 Hasil wawancara dengan Bapak Hardi selaku kreditur di desa tersebut pada tanggal 1 April 201097 Hasil wawancara dengan Bapak Eko selaku masyarakat umum (yang tidak terlibat langsung
dengan transaksi utang piutang tersebut) pada tanggal 31 maret 2010
Beliau juga menambahkan bahwa masyarakat desa itu cenderung takut untuk
melakukan pinjaman di bank, dikarenakan prosesnya yang ribet dan harus
meninggalkan barang jaminan. Dan ketika disinggung mengenai hukum transaksi
semacam ini menurut hukum Islam, beliau menuturkan beliau mengetahuinya, tetapi
yang di jadikan dasar transaksi ini berlaku adalah karena hal ini sudah menjadi
kebiasaan serta para pihak sama-sama menyetujui transaksi tersebut tanpa adanya
paksaan.98
Menurut Mbah Wagiyem, selaku salah satu debitur di Desa Kenteng
menyebutkan alasannya kenapa beliau lebih memilih melakukan pinjaman semacam
ini dari pada melakukan pinjaman di bank adalah karena pinjaman yang ia butuhkan
sedikit serta prosesnya lebih mudah dan lebih cepat. Sedangkan kalau di bank,
menurut beliau prosesnya ribet serta akses menuju ke sana juga jauh.99
Mengenai tambahan yang diberikan oleh kreditur cukup memberatkan atau
meringankan?. Menurut penuturan beliau tambahan yang diberikan oleh kreditur
cukup meringankan, karena sudah di niatkan. Dan ketika ditanyai tujuan
peminjaman serta sudah berapa kali kah melakukan peminjaman? Beliau
menuturkan bahwa tujuan peminjaman adalah untuk membeli pupuk. Dengan
jumlah pinjaman sebesar Rp. 300.000,00. dan ini merupakan pinjaman yang pertama
kali beliau lakukan. Begitulah penjelasan beliau. Sedangkan ketika disinggung
mengenai hukum transaksi utang piutang tersebut menurut hukum Islam, beliau
menuturkan bahwa hukum transaksi tersebut menurut hukum Islam adalah tidak
boleh. Tetapi karena kebutuhan dan transaksi ini sudah biasa dilakukan masyarakat
98 Ibid99 Hasil wawancara dengan Mbah Wagiyem selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada
tanggal 3 April 2010
di desa sini. Jadi saya tinggal mengikuti aturan yang sudah ada saja, ditambah lagi
tidak ada paksaan dalam transaksi ini.
Menurut beliau, penghasilan yang beliau peroleh setiap kali musim panen
adalah sekitar Rp. 800.000,00 sampai dengan Rp. 1.500.000,00., sedangkan
penghasilan yang diperoleh perbulannya dengan berdagang krupuk singkong atau
daerah sana menyebutnya dengan istilah ladu adalah sekitar Rp. 300.000,00 sampai
dengan Rp. 500.000.00.. Dengan tanggungan utang yang sudah beliau cicil sebesar
Rp.200.000 beserta bunganya Rp. 15000,00, sedangkan sisanya akan di lunasi nanti
setelah panen jagung. Kira-kira kurang lebih 2 sampai dengan 3 bulan lagi.100
Alasan beliau melunasi tanggungan tersebut setelah panen dikarenakan
beliau sudah janji pada pihak kreditur untuk melunasi utangnya tersebut setelah
panen, disamping itu penghasilan dari hasil panen musim ini diperkirakan lebih
banyak dari biasanya. Semua itu dikarenakan musim tanam kali ini, beliau mendapat
dua bagian tanah dari perhutanan yang sedang mengadakan program penghijauan
kembali. Sehingga beliau mempunyai rencana untuk melunasi utangnya setelah
panen, agar beliau juga tenang karena sudah tidak punya tanggungan terhadap orang
lain.101
Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibu Puji, Ibu Sularti, Ibu
Darti dan Bapak Siswo, selaku para debitur di desa tersebut, menuturkan bahwa
alasan mereka memilih transaksi ini adalah karena transaksi ini prosesnya lebih
mudah dan cepat. Dan ketika ditanyai mengenai tambahan yang diberikan oleh
100 Ibid101 Ibid
kreditur cukup meringankan atau memberatkan, mereka menuturkan bahwa
tambahan yang diberikan cukup meringankan. 102
Mengenai hukum transaksi tersebut menurut hukum Islam, mereka
menuturkan bahwa mereka kurang mengetahuinya bahkan Ibu Sularti tidak
mengetahuinya sama sekali. Akan tetapi menurut Bapak Siswo, transaksi tersebut
menurut hukum Islam, tidak boleh dilakukan, namun karena adanya kebutuhan yang
mendesak serta tidak adanya paksaan dalam transaksi ini, jadi beliau tetap saja
melakukan pinjaman semacam ini. Selain itu, menurut mereka, yang dijadikan
pijakan dalam menjalankan transaksi ini adalah berdasarkan kebiasaan masyarakat
di desa tersebut dalam menjalankan transaksi ini yaitu utang piutang yang ada
tambahannya, selain itu juga di dasarkan atas kerelaan kedua belah pihak serta tanpa
adanya paksaan.103
Frekuensi peminjaman dan tujuan pemijaman antar para debitur berbeda-
beda. Misalnya Ibu Puji, beliau sudah dua kali melakukan peminjaman semacam ini.
Yaitu untuk membeli kendaraan bermotor dan untuk membeli pupuk. Beliau
menuturkan bahwa pinjaman tersebut dilakukan karena uang yang ada masih
kurang, sehingga untuk menambahi kekurangannya, beliau meminjam pada Ibu
Maryati selaku salah satu kreditur di desa tersebut. Dengan jumlah pinjaman sebesar
Rp. 500.000,00 dan Rp. 5.000.000,00.104
Mengenai penghasilan beliau perbulan, beliau menuturkan bahwa
penghasilan yang beliau peroleh perbulan adalah kurang lebih sebesar Rp.
102 Hasil wawancara dengan Ibu Puji, Ibu Sularti, Ibu Darti dan Bapak Siswo selaku para debitur diDesa Kenteng pada tanggal 30 Maret, 1 April dan 4 April 2010
103 Ibid104 Hasil wawancara dengan Ibu Puji selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada tanggal 30
Maret 2010
1.000.000,00 sampai dengan 1.500.000,00, sedangkan penghasilan yang diperoleh
dari hasil setiap kali musim panen adalah rata-rata sekitar Rp. 3.000.000,00 sampai
dengan Rp. 4.000.000,00. Sedangkan tanggungan utang yang beliau miliki yang
pertama sudah lunas pada musim panen yang lalu, akan tetapi tanggungan utang
yang kedua baru beliau cicil sebesar Rp. 2.000.000,00 beserta bunganya sebesar Rp.
250.000,00 sedangkan sisanya rencananya akan di cicil lagi setelah dapat kiriman
dari suami dan anak-anaknya yang bekerja di Jakarta.105
Berbeda dengan Ibu Darti, ketika disinggung mengenai alasan beliau
melakukan peminjaman dan sudah berapa kali melakukan peminjaman, beliau
menuturkan bahwa alasan beliau melakukan peminjaman adalah untuk membeli
pupuk dan keperluan lainnya. Dan beliau sudah beberapa kali melakukan pinjaman
semacam ini. Dengan rata-rata pinjaman yang beliau pinjam berkisar antara Rp.
200.000,00 sampai dengan Rp. 300.000,00. Dan ketika disinggung mengenai
penghasilan beliau perbulan, beliau menuturkan bahwa penghasilan yang beliau
peroleh perbulan adalah berkisar antara Rp. 200.000,00 sampai dengan Rp.
300.000,00, sedangkan penghasilan yang diperoleh dari hasil panen setiap kali
musim panen adalah berkisar antara Rp. 1.500.000,00 sampai dengan Rp.
2.000.000,00. Dan tanggungan utang yang beliau miliki sudah lunas semua. 106
Menurut Ibu Sularti, beliau baru pertama kali melakukan peminjaman
semacam ini. Dan ketika disinggung mengenai tujuan peminjaman tersebut, beliau
menuturkan bahwa pinjaman ini digunakan untuk membeli sawah. Karena uang
yang ada masih kurang, sehingga untuk menambahi kekurangan tersebut beliau
105 Ibid106 Hasil wawancara dengan Ibu Darti selaku salah satu Debitur di Desa Kenteng pada tanggal 30
Maret 2010
melakukan pinjaman tersebut. Dengan jumlah pinjaman sebesar Rp.
10.000.000,00.107
Mengenai penghasilannya perbulan, beliau menuturkan, bahwa
penghasilannya perbulan adalah berkisar antara Rp. 400.000,00 sampai dengan Rp.
600.000,00. Sedangkan penghasilannya dari hasil panen pada setiap musim panen
adalah berkisar antara Rp. 8.000.000,00 sampai dengan Rp. 10.000.000,00.
Sedangkan ketika disinggung mengenai mekanisme pembayaran utang yang beliau
terapkan, beliau menjelaskan, bahwa beliau telah mencicil utang beliau sebesar Rp.
5.000.000,00 beserta bunganya sebesar Rp. 500.000,00, sedangkan sisanya akan
dilunasi dengan uang hasil panen depan.108
Menurut Bapak Siswo, ketika disinggung mengenai berapa kali beliau
melakukan pinjaman dan tujuan pinjaman tersebut dilakukan untuk apa, beliau
menuturkan, bahwa beliau melakukan pinjaman baru pertama kali. Dan pinjaman
digunakan untuk tambahan modal usahanya. Dengan jumlah pinjaman sebesar Rp.
5.000.000,00. Dan ketika disinggung mengenai penghasilannya perbulan, beliau
menuturkan bahwa penghasilan yang diperoleh perbulan adalah berkisar antara Rp.
3.000.000,00 sampai dengan Rp. 6.000.000,00,. Dengan perincian penghasilan dari
hasil usahanya membuka warung makanan dan dari pekerjaan sebagai mandor
proyek di Jakarta. Beliau juga menuturkan, bahwa tanggungan utang yang beliau
miliki sudah di cicil sebanyak tiga kali dengan perincian cicilan pertama sebesar Rp.
2.000.000,00 beserta bunganya Rp. 250.000,00. kemudian cicilan yang kedua Rp.
107 Hasil wawancara dengan Ibu Sularti selaku salah seorang debitur di Desa Kenteng pada tanggal22 April 2010
108 Ibid
1.500.000,00 beserta bunganya Rp. 150.000,00 dan cicilan ketiga sebesar Rp.
1.500.000,00 beserta bunganya Rp. 75000,00. 109
Mengenai utang ruginya dalam transaksi ini, secara umum tidak pernah
mereka perhitungkan sebelumnya. Mereka melakukan pinjaman karena memang
membutuhkan pinjaman tersebut, tanpa berfikir utang dan ruginya dikemudian hari.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh para debitur yang lain. Karena selama
ini, mereka tidak merasa dirugikan dengan transaksi ini.
Berbeda dengan Ibu Ekowati, selaku salah seorang debitur yang melakukan
pinjaman pada kreditur dengan bunga 10%, mengatakan bahwa tambahan yang
diberikan oleh kreditur cukup memberatkan, tetapi karena ada kebutuhan yang
mendesak untuk tambahan modal usahanya sebagai penjual sayur keliling, maka hal
itu di kesampingkan.110
Mengenai frekuensi peminjaman serta tujuan pinjaman tersebut, beliau
menuturkan bahwa baru pertama kali melakukan pinjaman semacam ini dengan
jumlah pinjaman sebesar Rp. 500.000,00. Dan pinjaman tersebut sudah beliau cicil
sebesar Rp. 250.000,00 beserta bunganya Rp. 50.000, sedangkan sisanya akan
dilunasi setelah beliau dapat kiriman dari suaminya yang bekerja di Surabaya
sebagai tukang keramik.
Penghasilan yang diperoleh perbulan di tambahan penghasilan suaminya
adalah rata-rata berkisar antara Rp. 700.000,00 sampai dengan Rp. 1.200.000,00.
Sedangkan ketika disinggung mengenai transaksi tersebut dalam hukum Islam,
beliau menuturkan bahwa beliau tidak mengetahui hukum transaksi tersebut dalam
109 Hasil wawancara dengan Bapak Siswo selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada tanggal30 Maret 2010
110 Hasil wawancara dengan Ibu Ekowati selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada tanggal 3April 2010
hukum Islam, sebab beliau hanya mengikuti para debitur yang lain dalam
menjalankan transaksi tersebut, tanpa mengetahui boleh atau tidaknya transaksi ini
dilakukan.111
Menurut Bapak Harto, selaku seorang tokoh masyarakat di desa tersebut,
menuturkan bahwa tambahan yang diberikan oleh para kreditur, ada yang
memberatkan dan ada pula yang meringankan, untuk tambahan 10%, cukup
memberatkan, apalagi untuk masyarakat di pedesaan, yang notabennya sebagian
besar masyarakatnya adalah seorang petani. Tetapi kalau untuk tambahan 3%/5%,
cukup meringankan. Namun itu semua tergantung pada situasi dan kondisi para
debitur.112
Tapi beliau membedakan antara pinjaman yang bersumber dari individu dan
koperasi. Bila dari koperasi menurut beliau cukup membantu dan tambahannya juga
cukup ringan, dikarenakan tambahannya hanya sekitar 2% sampai dengan 5%, yang
pada akhirnya tambahan tersebut akan dibagi antar anggotanya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya, tambahan tersebut akan kembali lagi pada si
debitur. Karena rata-rata yang melakukan pinjaman di kopersi adalah para
anggotanya itu sendiri.113
Bapak Harto ini dianggap sebagai seorang tokoh masyarakat di Desa
Kenteng tersebut dikarenakan beliau merupakan sosok yang disegani oleh
masyarakat di desa tersebut, baik muda, tua ataupun anak-anak. Dan di setiap rapat
atau kegiatan di desa tersebut, baik acara keagamaan ataupun acara sosial, beliau
111 Ibid112 Hasil wawancara dengan Bapak Harto selaku tokoh masyarakat di desa Kenteng Kec. Toroh
Kab. Grobogan pada tanggal 3 April 2010113 Ibid
selalu yang menjadi tempat untuk dimintai pendapatnya dan menjadi panutan oleh
masyarakat di desa tersebut.
Menurut Ibu Kustini dan Bapak Erwanto, selaku masyarakat umum (tidak
terlibat langsung dengan transaksi tersebut), menuturkan bahwa tambahan yang
diberikan oleh para kreditur, ada yang memberatkan, namun ada pula yang
meringankan. Tambahan yang di anggap cukup meringankan adalah tambahan yang
rata-rata berkisar antara 3% sampai dengan 5%, tapi untuk tambahan yang berkisar
10%, menurut beliau cukup memberatkan. Karena untuk ukuran masyarakat desa
tambahan tersebut cukup berat. Tapi untuk tambahan 3% sampai dengan 5% cukup
meringankan. Karena transaksi utang piutang yang ada di desa Kenteng selama ini
adalah transaksi utang piutang yang menarik tambahan. Jadi ukuran meringankan
atau memberatkan adalah dilihat dari prosentase tambahan yang diberikan serta
tingkat ekonomi yang melakukan pinjaman. 114
Menurut beliau, transaksi tersebut dalam hukum Islam pada hakekatnya
tidak boleh, namun karena adanya kebutuhan yang mendesak serta prosesnya yang
cepat dan mudah, selain itu tidak adanya paksaan dalam transaksi ini, sehingga
membuat sebagian masyarakat seakan tidak memperhatikan larangan tersebut
ditambah lagi pemahaman masyarakat di daerah sini tentang larangan transaksi
tersebut dalam hukum Islam sangat minim, hanya sebagian masyarakat yang
mengetahuinya. Selain itu, transaksi ini sudah biasa dilakukan oleh masyarakat di
desa sini. Dan ketika disinggung mengenai alasan mengapa beliau tidak melakukan
pinjaman semacam ini? beliau menuturkan bahwa hal tersebut dikarenakan, beliau
114 Hasil wawancara dengan Ibu Kustini dan Bapak Erwanto selaku masyarakat umum (tidakterlibat langsung dengan transaksi ini) pada tanggal 3 April 2010
belum membutuhkan pinjaman serta semua kebutuhan keluarganya sudah cukup
terpenuhi dengan hasil usahanya.115
Selain itu, ketika peneliti menyinggung mengenai alasan mereka (para
kreditur) memberikan pinjaman?, mereka hanya menuturkan bahwa alasan mereka
memberikan pinjaman adalah karena untuk menolong tetangga yang sedang
membutuhkan pinjaman. Sedangkan ketika disinggung mengenai tambahan yang
diberikan, mereka menuturkan bahwa tambahan itu hanyalah sebuah bentuk tanda
terimakasih yang diberikan oleh pihak debitur atas pinjamannya. Dan tambahan
tersebut telah mereka sepakati bersama, tanpa adanya paksaan. Semua itu
didasarkan atas kerelaan kedua belah pihak. Berbeda dengan tambahan yang ada
pada kelompok arisan. Tambahan tersebut ada karena kesepakatan antar
anggotanya, dengan harapan pada akhir tahun ada tambahan pada tabungan mereka.
Atau secara sederhana mereka mengatakan setidaknya bisa untuk membeli ayam
untuk acara lebaran. Namun semua ini juga atas kerelaan antar pihak, tanpa adanya
paksaan.
Alasan para kreditur individu (selain kelompok arisan) ikut memberikan
pinjaman adalah dikarenakan dari kelompok arisan hanya menerima pinjaman
dengan nominal yang kecil, sedangkan untuk nominal yang besar, di tempat tersebut
tidak bisa melayaninya. Hal tersebut dikarenakan dana yang ada juga terbatas serta
rata-rata yang melakukan pinjaman tersebut adalah para anggotanya sendiri. Sebab
dana yang ada hanya berasal dari tabungan para anggotanya. Oleh sebab itu, orang
yang dianggap kaya di tempat tersebut bersedia memberikan pinjaman sesuai
dengan kebutuhan seorang debitur. Baik dalam jumlah yang kecil atau pun yang
115 Ibid
besar, akan tetapi tetap ada tambahannya. Hal tersebut dikarenakan para kreditur
individu mencoba untuk menyesuaikan dengan daerah tersebut dalam menjalankan
transaksi semacam ini.
Apabila dilihat secara lebih dalam lagi, tambahan yang diberikan oleh para
kreditur kepada para debitur tersebut cukup memberatkan. Namun seakan-akan
masyarakat Desa Kenteng tersebut tidak menyadarinya atau bisa dikatakan tidak
menghiraukannya. Semua itu dikarenakan, proses pengembaliannya yang bebas,
tanpa adanya batasan yang jelas. Sehingga membuat mereka tidak pernah berfikir
bahwa tambahan yang diberikan oleh para kreditur cukup memberatkan. Karena
yang mereka rasakan bahwa mereka (para debitur) merasa dibantu dengan adanya
transaksi ini. oleh karena itu mereka tidak begitu memperhatikan mengenai
tambahan yang ada, karena pinjaman yang berlaku di desa tersebut adalah pinjaman
yang ada tambahannya. Baik perorangan maupun koperasi. Dan seakan hal tersebut
sudah menjadi kebiasaan di desa tersebut.
Jika disinggung mengenai alasan mereka menganggap tambahan yang
diberikan oleh para kreditur cukup meringankan?, mereka menuturkan bahwa semua
itu dikarenakan masyarakat daerah tersebut sudah terbiasa melihat atau melakukan
transaksi tersebut, sehingga menjadikan masyarakat daerah tersebut tidak merasakan
keberatan dengan tambahan yang diberikan oleh para kreditur. Selain itu mereka
(para debitur) juga merasa dibantu dengan adanya transaksi ini. Sehingga
menjadikan masyarakat di daerah tersebut menganggap biasa saja dengan tambahan
yang ada, karena selain transaksi tersebut sudah biasa mereka lihat dan jalankan,
mereka juga merasa dibantu dengan transaksi ini. Begitu pula, ketika ditanyakan
mulai kapan transaksi ini berlangsung?, mereka menuturkan, bahwa mereka tidak
mengetahui persis sejak kapan transaksi ini berjalan, yang mereka ketahui, transaksi
ini sudah ada sejak dahulu dan dijalankan sebagian besar masyarakat desa tersebut.
Faktor-faktor yang meletarbelakangi masyarakat Desa Kenteng ini
melakukan transaksi ini adalah dikarenakan adanya kebutuhan yang mendesak, tidak
adanya paksaan dalam transaksi ini serta prosesnya yang mudah dan cepat.
Disamping itu para debitur tidak harus meninggalkan barang jaminan pada kreditur
serta pengembaliannya yang tidak ditentukan (bebas, semampu debitur untuk
mengembalikan utangnya tersebut). Atau dengan kata lain mereka merasa
dimudahkan dalam menutupi kebutuhan hidup dengan adanya transaksi tersebut.
Ditambah lagi dengan minimnya pemahaman masyarakat di daerah tersebut
mengenai hukum transaksi tersebut dalam hukum Islam. Hanya sebagian
masyarakat saja yang mengetahui tentang hukum transaksi tersebut dalam hukum
Islam, itupun hanya sekedar tahu bahwa hukum transaksi tersebut dilarang dalam
hukum Islam, tanpa mengetahui mengapa transaksi tersebut dilarang. Sehingga
membuat transaksi semacam ini menjamur di daerah tersebut. Meskipun sebagian
besar penduduknya adalah muslim, akan tetapi tingkat pemahaman mereka tentang
fiqih muamalah sangat minim.
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK UTANG
PIUTANG DI DESA KENTENG KEC. TOROH
KAB. GROBOGAN
A. Analisis terhadap praktek utang piutang dan faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
Utang piutang seakan telah menjadi kebutuhan sehari-hari ditengah hiruk-
pikuk kehidupan manusia. Karena sudah lazim ada pihak yang kekurangan dan ada
pula pihak yang berlebih dalam hartanya. Ada pihak yang tengah mengalami
kesempitan dalam memenuhi kebutuhannya, dan ada pula pihak lain yang tengah
dilapangkan rezekinya. Kondisi inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh orang-
orang yang tidak bertanggungjawab untuk memberikan pinjaman dengan syarat ada
tambahannya.
Sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di Desa Kenteng
Kec. Toroh Kab. Grobogan, praktek utang piutang yang mereka laksanakan adalah
sistem utang piutang berbunga atau daerah sana lebih mengenal dengan istilah utang
piutang anakan. Yaitu seorang debitur datang kepada seorang kreditur untuk
melakukan pinjaman, kemudian kedua belah pihak membuat perjanjian bahwa
ketika si debitur akan mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga atau
tambahan yang telah disepakati pada awal perjanjian. Dengan jangka pengembalian
yang tidak ditentukan atau bebas (semampu pihak debitur untuk melunasi pinjaman
tersebut), disamping itu prosesnya mudah dan tidak diharuskan meninggalkan
barang jaminan.
Praktek utang piutang yang terjadi di desa tersebut sudah berlangsung sejak
lama dan seakan telah menjadi kebiasaan masyarakat di daerah tersebut. Namun
masyarakat di desa tersebut kurang mengetahui sejak kapan praktek utang piutang
tersebut berlangsung. Karena masyarakat di daerah tersebut hanya meneruskan dari
praktek yang sebelumnya tanpa mengetahui sejak kapan transaksi tersebut dimulai.
Sedangkan alasan mengapa praktek tersebut ada, itu dikarenakan awalnya pinjaman
yang ada hanya dilakukan oleh kelompok ibu-ibu arisan. Dengan membuat
kesepakatan bahwa setiap ada seorang yang melakukan pinjaman di tempat tersebut
akan dikenai tambahan yang kemudian hasilnya akan dibagi rata antar anggota
arisan tersebut. Namun lambat laun, praktek tersebut tidak hanya dilakukan oleh
kelompok ibu-ibu arisan, tetapi juga oleh individu.
Hal tersebut dikarenakan dari kelompok arisan hanya menerima pinjaman
dengan nominal yang kecil, sedangkan untuk nominal yang besar, di tempat tersebut
tidak bisa melayaninya. Hal tersebut dikarenakan dana yang ada juga terbatas serta
rata-rata yang melakukan pinjaman tersebut adalah para anggotanya sendiri. Oleh
sebab itu, orang yang dianggap kaya di tempat tersebut bersedia memberikan
pinjaman sesuai dengan kebutuhan seorang debitur. Baik dalam jumlah yang kecil
ataupun yang besar, akan tetapi tetap ada tambahannya. Hal tersebut dikarenakan
para kreditur individu hanya menyesuaikan dengan daerah tersebut dalam
menjalankan transaksi semacam ini.
Kesepakatan dalam transaksi utang piutang ini adalah seorang debitur datang
kepada seorang kreditur untuk melakukan pinjaman, kemudian kedua belah pihak
(kreditur dan debitur) mengadakan kesepakatan mengenai jumlah pinjaman beserta
tambahan yang harus ia tanggung atas pinjamannya tersebut, namun waktu
pengembalian bebas (semampu pihak debitur untuk mengembalikan atau
melunasinya). Dan perjanjian utang piutang ini sudah terlaksana sesuai dengan
ketentuan hukum Islam, karena dalam hal ini pihak kreditur telah menyerahkan uang
sebagai objek dalam akad utang piutang kepada si debitur. Dengan demikian, salah
satu syarat dan rukun utang piutang telah terpenuhi.
Selain itu objek dalam utang piutang ini juga telah memenuhi syarat
sebagaimana sahnya akad utang piutang tersebut diadakan. Yaitu objeknya
merupakan benda bernilai yang mempunyai persamaan dan penggunaannya
mengakibatkan musnahnya benda hutang yaitu berupa uang yang diterima oleh
debitur yang ketika digunakan akan musnah dzatnya, dapat dimiliki yang secara
otomatis uang tersebut telah berpindah tangan ke debitur sehingga uang tersebut
telah menjadi milik si debitur, dengan begitu uang sebagai objek dalam transaksi ini
dapat diserahkan kepada pihak yang berutang, dan telah ada pada waktu perjanjian
dilakukan. Dan hal tersebut telah terpenuhi dalam akad utang piutang yang ada di
desa tersebut.
Demikian juga dengan aqidnya dalam transaksi utang piutang telah sesuai
dengan rukun dan syarat sahnya akad dilakukan. Yaitu orang yang melakukan
transaksi utang piutang di desa tersebut merupakan orang yang dewasa, berakal dan
cakap dalam melakukan tindakan hukum. Begitu pula dengan shigat dalam transaksi
ini juga telah mereka penuhi, yaitu para pihak dalam transaksi ini adalah orang yang
dewasa, berakal serta cakap dalam tindakan hukum, adanya kerelaan para pihak,
objeknya jelas dan merupakan benda yang suci yaitu berupa uang yang pada
dasarnya merupakan sesuatu yang suci. Dan ijab qabulnya mempunyai maksud
untuk berutang. Dengan demikian, akad dalam utang piutang tersebut telah sesuai
dengan ketentuan hukum Islam. Baik dari segi aqid, objek, maupun shigotnya.
Kesepakatan yang dibuat oleh kedua pihak tersebut dengan lisan dan tulisan
yang hanya dimiliki oleh pihak kreditur saja, sedangkan terhadap pihak debitur
hanya berupa lisan dan tanpa adanya saksi, karena yang dijadikan dasar dalam
transaksi ini adalah sikap saling percaya. Hal ini dapat dilihat betapa besar
kepercayaan yang dibangun oleh masing-masing pihak, yang berarti tingkat
kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan diantara mereka sudah tidak diragukan lagi.
Namun demikian betapa pentingnya sebuah kesepakatan hitam diatas putih untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan pada masa yang akan datang.
Jika dilihat, kehidupan para kreditur dan debitur yang terlibat dalam
transaksi ini, secara ekonomi mereka tergolong sebagai tingkatan ekonomi yang
menengah ke atas. Dan misalnya mereka tidak melakukan pinjaman, penghasilan
yang mereka peroleh pun cukup untuk menutupi semua kebutuhannya. Akan tetapi
mereka lebih memilih untuk melakukan pinjaman, dikarenakan mereka merasa
dibantu dengan transaksi tersebut, meskipun disisi lain, transaksi tersebut menarik
tambahan. Akan tetapi mereka tidak merasa terbebani dengan tambahan tersebut,
dikarenakan hal tersebut sudah biasa mereka lakukan.
Bila dilihat dari segi pendidikan tergolong dalam tingkatan pendidikan yang
rendah. Yaitu umumnya mereka hanya lulusan SD bahkan ada yang tidak lulus atau
tidak mengeyam pendidikan sama sekali. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
perhatian mereka dalam segi pendidikan. Sehingga kemampuan mereka untuk
memang penghasilan dengan baik dan mengalokasikannya pada usaha lain cukup
sulit. Bahkan untuk melakukan pinjaman di lembaga keuangan yang resmi misalnya
bank atau koperasi yang sama-sama menarik tambahan, cenderung enggan mereka
lakukan. Karena menurut mereka prosesnya yang ribet dan harus meninggalkan
barang jaminan serta batas waktu pengembalian yang ditentukan. Sedangkan
melakukan pinjaman di desa prosesnya mudah dan cepat serta tidak harus
meninggalkan barang jaminan dengan batas pengembalian yang bebas (semampu
debitur untuk melunasinya). Sehingga membuat mereka merasa cukup di bantu
dengan adanya transaksi tersebut. Ditambah pemahaman mereka tentang hukum
transaksi tersebut dalam Islam yang minim, meskipun notabennya masyarakatnya
adalah Muslim.
Jadi jika para kreditur dalam memberikan pinjaman secara murni (tanpa
menarik tambahan) pun jadi lebih baik. Karena dari segi finansial mereka termasuk
orang yang berlimpah. Akan tetapi kenyataan yang terjadi di desa tersebut tidak lah
demikian. Karena setiap kali seorang debitur yang melakukan pinjaman di desa
tersebut selalu ditarik tambahan. Dan menurut mereka tambahan tersebut sebagai
ungkapan tanda terimakasih karena atas pinjaman dan semua itu telah disepakati
oleh para pihak. Semuanya didasarkan atas kerelaan para pihak, tanpa adanya
paksaan.
Menurut penulis, dalam praktek di atas, memang dilakukan dengan cara
saling meridlai antarâdlin), namun tetap dianggap kurang tepat karena
“keridlaan dalam kasus di atas masih ada unsur keterpaksaan, meskipun para pihak
berdalih bahwa semuanya dilakukan dengan suka sama suka, akan tetapi pada
dasarnya bukanlah ridho, namun semi pemaksaan. Orang yang mengutangi
(kreditor) sebenarnya takut jika orang yang berhutang tidak ikut dalam mu amalah
riba semacam ini. Ini adalah ridho, namun kenyataannya bukan ridho, karena secara
tidak langsung tambahan itu ada karena dibuat, bukan murni dari inisiatif debitur.
Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa pihak debitur harus mengembalikan
pinjamannya tersebut lebih dari modal (ra s al-mal).
Jadi, jika orang yang menghutangi mengambil tambahan tersebut, ini berarti
dia mengambil sesuatu tanpa melalui jalur yang dibenarkan. Jika orang yang
berhutang tetap ridho menyerahkan tambahan tersebut, maka ridho mereka pada
sesuatu yang syari’at ini tidak ridhoi tidak dibenarkan. Jadi, ridho dari orang yang
berhutang tidaklah teranggap sama sekali. Sebab, menurut sebagian ulama
betapapun kecilnya tambahan (ribâ) itu tetap haram. Berbeda dengan jual beli,
berapa pun tinggi harganya tetap sah, karena sudah jelas barang yang mau dibeli
walaupun labanya sampai tinggi, karena jual beli tersebut termasuk akd tijârah
(bisnis) dan akad timbal balik yang sempurna (mu âwadah kâmilah). Sementara,
transaksi pinjam-meminjam termasuk akd tabarru (kebaikan).
Transaksi tersebut merupakan transaksi yang tidak lazim dilakukan dan
bertentangan dengan tujuan transaksi utang piutang tersebut yaitu untuk menolong
sesama yang berada dalam kesusahan dengan memberi manfaat kepada si pengutang
untuk menggunakan pinjaman tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi
kesulitan yang sedang ia alami. Namun dengan disyaratkannya ada tambahan, maka
akan membebani si pengutang, karena disamping harus memikirkan pengembalian
pokoknya juga harus memikirkan tambahan/bunga yang di berikan oleh pihak
pemberi utang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa transaksi
semacam ini tidak lazim dilakukan karena dengan dipersyratkan adanya tambahan
berarti akad ini telah keluar dari tujuan utamanya yaitu sebagai sarana tolong
menolong yang mempunyai sisi-sisi sosial yang sangat tinggi, serta mengandung
nilai-nilai sosial yang cukup signifikan untuk pengembangan perekonomian
masyarakat, bukan sebagai sarana bisnis. Tapi dengan dipersyaratkan adanya
tambahan, maka hal ini akan menjadi sarana untuk mendapat penghasilan dengan
cara mengeksploitasi orang lain atau dalam hal ini adalah seorang debitur, karena si
kreditur akan mendapat laba dari tambahan yang diberikan oleh pihak pengutang
(debitur). Sehingga tujuan dari transaksi ini yang semula untuk tolong menolong
dan meringankan beban sesama tidak tercapai, dan berubah menjadi ladang bisnis.
Karena pihak kreditur kan mendapat laba dari tambahan yang ia pinjamkan kepada
si debitur. Meskipun kenyataannya di lapangan masyarakat di daerah tersebut
mengatakan cukup merasa dibantu dengan adanya transaksi semacam ini. Yang
kehidupannya secara ekonomi tetap stabil dan dinamis, meskipun mereka terlibat
dengan transaksi ini.
Di sisi lain, pihak kreditur juga cukup memberikan kelonggaran dengan
tidak menentukan batasan waktu pelunasan atau dengan pengembaliannya yang
bebas (semampu debitur untuk melunasinya) dan tanpa adanya barang jaminan. Dan
hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam transaksi ini juga ada unsur untuk
menolong pihak debitur. Walau pun disisi lain transaksi ini bisa dikatakan juga
meraup keuntungan dengan adanya tambahan yang mereka (para kreditur)
syaratkan. Akan tetapi bila tambahan tersebut tidak memberatkan dan cukup
membantu serta para pihak tidak ada yang dirugikan, maka tambahan dalam
transaksi tersebut tidak dilarang. Tetapi ada baiknya agar tidak terjerumus pada
transaksi yang terlarang, para pihak (kreditur dan debitur) tidak menggunakan akad
utang piutang, akan tetapi akad kerjasama. Karena dengan begitu jelas perputaran
uang yang dipinjam.
Sistem utang piutang yang dilakukan adalah hal yang seakan sudah menjadi
kebiasaan masyarakat Desa Kenteng. Ketika peneliti mewawancarai sebagian dari
mereka, mereka mengatakan bahwa sistem utang piutang ini sudah ada sejak dulu
dan sudah biasa dilakukan, dan ketika disinggung mengenai tambahan yang
diberikan oleh para kreditur cukup memberatkan atau meringankan, mereka hanya
memberi penuturan bahwa tambahan yang diberikan biasa-biasa saja, tidak
meringankan atau pun memberatkan. Karena utang piutang yang ada selama ini
adalah sistem utang piutang yang berbunga atau yang menarik tambahan. Jadi
sistem utang piutang semacam ini sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat
Desa Kenteng ini.
Menurut mazhab Malikiyah, dalam hal utang piutang (al-qardl),
penambahan pembayaran yang tidak dipersyaratkan dan tidak dijanjikan karena
telah menjadi kebiasaan di masyarakat, hukumnya adalah haram. Penambahan yang
tidak dipersyaratkan dan tidak menjadi kebiasaan di masyarakat baru boleh
diterima.116
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa tambahan yang diperbolehkan
dalam utang piutang adalah tambahan yang berasal dari inisiatif debitur sendiri
sebagai tanda terimakasih, bukan karena disyaratkan pada awal akad. Dan juga tidak
menjadi kebiasaan di masyarakat tertentu dalam melakukan transaksi semacam ini.
Akan tetapi kenyataan yang terjadi disana, tambahan tersebut berasal dari
kesepakatan kedua belah pihak dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa
116 Gufron A. Mas’adi, Op. Cit.,h. 173-174
tersebut dalam menjalankan transaksi semacam ini. Karena masyarakat di desa
tersebut sudah terbiasa dengan tambahan yang ada dalam transaksi semacam ini.
Sehingga mereka tidak merasa terbebani dengan tambahan yang ada tersebut.
Dengan demikian transaksi tersebut merupakan transaksi yang tidak sesuai dengan
konsep Islam.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi praktek tersebut adalah karena adanya
kebutuhan yang mendesak serta prosesnya yang mudah dan cepat ditambah lagi para
kreditur tidak meminta barang jaminan pada pihak debitur serta pengembaliannya
yang bebas (semampu debitur untuk melunasi utangnya tersebut). Sehingga
membuat masyarakat desa tersebut merasa lebih ringan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ditambah lagi dengan pemahaman tentang hukum transaksi tersebut
dalam hukum Islam sangat minim, sehingga praktek tersebut bebas berkembang.
Misalnya untuk membeli pupuk, tambahan modal usaha atau untuk membeli
kendaraan bermotor.
Apabila kita mengamati hadist Nabi yang berbunyi : Tidak ada seorang
muslim yang mengutangi muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti
sedekah. . Dan yang dimaksud dengan hadist Nabi diatas adalah memberi hutang
kepada seseorang disaat dia memerlukannya, lebih besar pahalanya dari pada
memberi sedekah. Karena utang hanya diperlukan oleh orang yang dalam
kesempitan . 117
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dibolehkan
berutang karena dalam keadaan yang darurat, yaitu untuk menutupi suatu hajat yang
mendesak. Bukan karena sesuatu yang dibiasakan, karena hal tersebut sangatlah
117 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op. Cit., h. 123
buruk akibatnya. Sebagaimana petunjuk Allah dalam al-Qur’an kepada umatnya
agar berlaku hemat dan jangan memboroskan harta bendanya, yaitu firman Allah,
Q.S. al- Isra’ ayat 26-27:
Ÿwur…..ö‘Éj‹t7 è?#·•ƒ É‹ö7 s?ÇËÏȨb Î)tûï Í‘Éj‹t6 ßJ ø9$#(#þq çR% x.tbºuq ÷z Î)Èûü ÏÜ» u‹ ¤±9$#(tb% x. urß`» sÜø‹ ¤±9$#¾Ïm În/ t• Ï9
#Y‘q àÿx.ÇËÐÈ) :-(118
Artinya Dan .jaganlah kalian menghambur-menghaburkan (hartamu) secaraboros. Sesungguhnya orang yang pemboros itu adalah kawan syetandan setan itu sangat ingkar pada Tuhan-Nya. (Q.S. Al- Isra ayat 26-27)
Demikian juga petunjuk agama yang menghendaki agar setiap muslim
bekerja keras untuk menutup kebutuhan hidup, dan tidak membiasakan menutup
kebutuhan hidup dengan jalan berutang. Dalam hal ini Rasulullah telah memberikan
bimbingan agar terhindar dari utang. Karena beliau menyamakan kekufuran dengan
utang, tapi bukan kesamaan dalam tingkatan besarnya dosa, melainkan pada akibat-
akibat buruk yang sama-sama membawa kepada kesulitan dan penderitaan yang
gawat di kemudian hari, karena itu keduanya perlu dijauhi.
Kenyataan berbeda pada era sekarang ini, seseorang berutang tidak hanya
untuk menutupi kebutuhan hidup yang mendesak, tapi juga sekedar untuk
memenuhi kepuasan pribadi saja. Misalnya untuk membeli sepeda motor atau yang
lainnya yang bersifat pelengkap saja. Hal ini pula yang menjadi faktor-faktor yang
melatarbelakangi masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan untuk
melakukan praktek utang piutang semacam ini yaitu untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang tidak begitu urgen. Meskipun ada yang melakukan pinjaman untuk
kebutuhan yang urgen, namun umumnya dari mereka yang melakukan transaksi
118 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Op. Cit. h. 428
semacam ini hanya sebagai pemenuhan kebutuhan yang bersifat pelengkap saja.
Semua itu dikarenakan, mereka merasa lebih diringankan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara berutang, baik kebutuhan yang mendesak atau
kebutuhan yang biasa-biasa saja. Dan tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan
alasan dibolehkannya berutang, karena pada dasarnya, seseorang boleh mengadakan
utang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup yang urgen, bukan sekedar
pelengkap saja.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya transaksi utang piutang di desa tersebut adalah karena
masyarakat daerah tersebut merasa cukup dimudahkan dan diringankan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan hidup urgen atau pun kebutuhan
yang tidak begitu urgen. Di tambah lagi dengan pemahamannya tentang hukum
transaksi tersebut dalam hukum Islam yang sangat minim. Meskipun mayoritas
masyarakatnya adalah Islam. Namun pemahaman tentang fiqih muamalahnya sangat
minim. Sehingga transaksi semacam ini seakan tidak ada legitimasinya. Karena
masyarakatnya sendiri pun menganggap transaksi semacam ini merupakan suatu hal
yang biasa mereka jalankan selama ini.
Berdasarkan faktor-faktor yang melatarbelakangi transaksi utang piutang di
desa tersebut, sekiranya bila pihak kreditur meminta tambahan atas pinjamannya
tersebut tidak dilarang tetapi juga tidak dianjurkan, karena pada dasarnya pinjaman
tersebut dipergunakan untuk usaha dan yang meminjam pun orang yang mampu,
sehingga ada baiknya bila pihak debitur mempunyai inisiatif untuk memberikan
tambahan sebagai tanda terimakasih atas pinjaman tersebut. Sebagai sabda Nabi
SAW. yang berbunyi yang artinya orang yang lebih baik diantara kamu adalah
orang yang paling baik pembayarannya , dengan kata lain bahwa orang kaya yang
mengembalikan utangnya dengan tambahan termasuk orang yang terpuji, dan tidak
termasuk riba. Dan ini menjadi kebaikan bagi si pengutang (husn al-qadhâ ).
B. Analisis hukum Islam terhadap tambahan dalam utang piutang di Desa
Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan
Utang piutang merupakan salah satu dari sekian banyak jenis kegiatan
ekonomi yang dikembangkan dan berlaku di masyarakat. Sebagai kegiatan ekonomi
masyarakat, utang piutang mempunyai sisi-sisi sosial yang sangat tinggi. Selain itu,
utang piutang juga mengandung nilai-nilai sosial yang cukup signifikan untuk
pengembangan perekonomian masyarakat.
Islam sebagai agama yang universal dan menyeluruh (kamil dan syamil),
memandang kegiatan ekonomi, di mana utang piutang juga termasuk di dalamnya,
sebagai tuntutan kehidupan manusia. Di sisi lain, kegiatan ekonomi merupakan
salah satu kegiatan yang dianjurkan dan memiliki dimensi ibadah dalam intensitas
yang cukup signifikan. 119
Dalam konsep Islam, utang piutang merupakan akad (transaksi ekonomi)
yang mengandung nilai ta awun (tolong menolong). Dengan demikian utang
piutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam juga
mendapatkan porsi tersendiri. Utang piutang juga memiliki nilai luar biasa terutama
guna bantu membantu antar sesama yang kebetulan tidak mampu secara ekonomi
atau sedang membutuhkan. Dari sini maka utang piutang dapat dikatakan sebagai
119http://bmtazkapatuk.wordpress.com/2009/02/16/utang-piutang-dalam-hukum-islam/, diaksespada tgl 22 maret 2010, h. 4-5
salah satu bentuk transaksi yang mengandung unsur ta abbudi.120 Oleh karena itu,
diharamkan bagi pemberi utang mensyaratkan tambahan dari utang yang ia berikan
ketika mengembaliknnya.121
Hal tersebut sebagaimana hadis Nabi SAW,:
:) .(
Artinya: Telah menceritakan padaku, Yazid bin Abi Khabib dari Abi Marzuq At-Tajji dari Fadholah bin Ubaid bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapamacam riba (HR Baihaqi).
Dengan demikian, tidak dibenarkan bagi siapapun untuk mencari
keuntungan dalam bentuk apapun dari akad macam ini. Karena pada dasarnya akad
utang-piutang tersebut termasuk salah satu akad yang bertujuan untuk menolong dan
memberikan uluran tangan kepada orang yang membutuhkan bantuan.123
Hal tersebut semakin marak dilakukan sebagian masyarakat di sekitar kita,
bahkan umat Islam pun masih banyak yang melakukan praktek-praktek transaksi
yang batil tersebut. Baik dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan yang urgen atau
sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat pelengkap saja.
Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Desa Kenteng
dalam menjalankan transaksi utang piutangnya. Yaitu transaksi utang piutang yang
mendatangkan manfaat, karena ada tambahan yang disyaratkan pada awal akad
120 Ibid121 Saleh Fauzan, Op. Cit., h. 441122 Abi Bakr Al-Baihaqi , Loc. Cit.123 http://www.aufklarungblog.co.cc/2009/06/yang-dimaksud-riba-dalam-islam.html, diakses tgl 10
Mei 2010, h. 4
yang kemudian disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan begitu si kreditur akan
menerima manfaat dari debitur berupa tambahan dari pinjamnnya tersebut.
Bila dikaitkan dengan konsep hukum Islam, transaksi tersebut merupakan
transaksi yang terlarang untuk dilakukan. Karena utang piutang yang mendatangkan
manfaat, merupakan salah satu bentuk transaksi yang mengandung unsur riba, yaitu
riba al qard. Riba qaradl adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat
ada kelebihan atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi
pinjaman. Dengan kata lain merupakan pinjaman berbunga124 atau biasa disebut
sebagai riba nasiah/riba jahiliyah yaitu riba (tambahan) yang terjadi akibat
pembayaran yang tertunda pada akad tukar menukar dua barang yang tergolong ke
dalam komoditi riba, baik satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda
penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya.125
Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, tumbuh, naik, bengkak,
meningkat dan menjadi besar dan tinggi. Kata riba juga digunakan dalam pengertian
bukit yang kecil. Semua penggunaan ini namapaknya memiliki satu makna yang
sama yaitu pertambahan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun yang
dimaksud riba dalam ayat Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa
adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial
yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual
beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.126
Sedangkan pengertian riba menurut fiqih adalah:
124 Mervin K. Lewis, dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syari ah: Prinsip, Praktek dan Prospek,Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001, h. 57
125 http://www.almanhaj.or.id/content/2093/slash/ , diakses tgl 10 Mei 2010, h. 2126 http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00255.html, diakses tgl 10
Mei 2010, h. 1
Artinya: “tambahan dari modal yang dipinjam, baik ia sedikit atau banyak127.
Dengan kata lain, sedikit pun tambahan yang diambil seseorang dalam
transaksi yang komersial yang tidak adanya transaksi pengganti atau penyeimbang
adalah merupkan perilaku riba. Sehingga transaksi tersebut termasuk transaksi yang
bathil.
Hal tersebut sebagaimana Firman Allah Ta'ala sebagai berikut yang
merupkan salah satu dalil yang nyata-nyata menegaskan akan keharaman praktek
riba':
) :(128
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba denganberlipat ganda dan bertaqwalahkamu kepada Allah supaya kamumendapat keberuntungan."(Ali Imran 130.)
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata: "Allah Ta'ala
melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin dari praktek dan memakan riba yang
senantiasa berlipat ganda. Dahulu, di zaman jahiliyyah, bila piutang telah jatuh
tempo mereka berkata kepada yang berutang: engkau melunasi utangmu atau
membayar riba, bila ia tidak melunasinya, maka pemberi utangpun menundanya dan
orang yang berutang menambah jumlah pembayarannya. Demikianlah setiap tahun,
sehingga bisa saja piutang yang sedikit menjadi berlipat ganda hingga menjadi besar
jumlahnya beberapa kali lipat. Dan pada ayat ini Allah Ta'ala memerintahkan
127 Kahar Masyhur, Beberapa Pendapat Mengenai Riba, Jakarta: Kalim Mulia, Cet. Ke 2, 1992, h.4
128 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Op. Cit., h 97
hamba-Nya untuk senantiasa bertakwa agar mereka selamat di dunia dan di akhirat."
129
Falsafah-falsafah yang terdapat dalam riba adalah karena riba itu merupakan
bentuk penganiyaan, sebagaimana firman Allah SWT:
) .:( 130
Artinya: Bila kamu telah tobat, maka kamu boleh mengambil modalmu, sehinggakamu tidak menganiaya orang dan kamu tidak pula dianiaya orang.(Q.S. al-Baqarah 279)
Menurut Ibnu Taimiyah, riba itu merupakan satu bentuk penganiayaan atas
yang membutuhkan pinjaman. Oleh sebab itu, ia merupakan lawan dari bersedekah.
Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan orang-orang kaya dengan kekayaannya
saja, tai mewajibkan atas mereka agar memberi fakir, karena keselamatan antara
orang kaya dan fakir tidak lengkap tanpa sedekah. bila orang kaya meriba
dengannya, maka ia bagaikan memperlakukan antara seorang laki-laki yang
berutang, maka ia menganiayanya dengan tidak mau memberikan pinjaman kecuali
bersedia bila ada tambahan. Padahal orang yang berutang dalam keadaan
membutuhkan utangnya tersebut. Jadi, riba merupakan satu bentuk penaniyaan yang
paling besar.131
Riba memutuskan keterkaitan antara kekayaan dan usaha. Orang yang
memperoleh manfaat dari harta, ia telah mendapat kekayaan tanpa usaha. Pada
dasarnya tidak ada masalah dengan ketiadaan kaitannya antara kekayaan dengan
usaha jika hal tersebut tidak mengganggu hak orang lain. Dalam Islam telah
membolehkan persewaan (ijarah) dan kerjasama (mudharabah). Disini pemilik
129 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid. 1, Jakarta: Gema Insani, 1999. h. 404130 Depag, Al-Qur an dan Terjemahannya, Op. Cit., h. 70131 Kahar Masyhur, Op. Cit., h. 9
tidak harta memperoleh keuntungan dari hartanya tanpa melakukan usaha tertentu,
bahkan kadang-kadang harta tersebut diperolehnya dari warisan. Jadi ini tidak bisa
dikatakan sebagai alasan riba dalam Islam.
Terdapat perbedaan antara riba dan persewaan atau mudharabah, yaitu
dalam riba antara modal dengan keuntungan terjamin. Sedangkan dalam persewaan
serta mudharabah, modal dan keuntungan tidak terjamin. Bahkan dalam persewaan,
modal bisa mengalami penyusutan.132
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak semua tambahan atau riba
itu adalah haram. Semua itu harus dilihat dari latar belakang keuntungan itu
diperoleh, serta dalam memperoleh keuntungan tersebut tidak mengganggu hak
orang lain.
Selain itu, riba akan menyebabkan pemilik harta tidak melakukan usaha dan
menghilangkan sumber daya manusia, sebagai akibatnya akan terjadi resesi
ekonomi. Karena dengan usaha seseorang bisa memenuhi kebutuhan materialnya,
karena itu islam menuntut untuk berusaha. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa
dijadikan alasan pengharaman riba, karena pemilikan yang berlebih-lebihan dalam
kehidupan sehari-hari dalam juga dilarang dalam Islam. Karena dalam Islam tidak
memaksa seseorang untuk berusaha. 133 Jadi, dengan begitu seseorang diperbolehkan
untuk mendapat keuntungan dengan persewaan dan mudharabah, aslkan diperoleh
dengan cara yang sah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Riba menjadi sebab terpilahnya masyarakat menjadi dua kelas, yaitu kelas
produkif dan non-produktif. Riba cenderung mengorbankan kelas produktif dan
menjadikannya kelas non-produktif. Yang pada akhirnya akan melemahkan kelas
132 Murtadha Muthahari, Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba, Bandung: PustakaHidayah, Cet. 1, 1995, h. 14-15
133 Ibid., h. 15-16
produktif, bahkan menghapuskannya, sehingga menyebabkan resensi ekonomi dan
hilangnya kesejahteraan masyarakat.
Akan tetapi bila jika pengambilan keuntungan itu tidak menyimpang dari
prinsip keadilan dan tidak menyalahgunakan prinsip supllay and demand
(penawaran dan permintaan), terlebih lagi dengan suku bunga yang rendah, maka
riba tidak akan melemahkan kelas produktif. Bahkan sebaliknya, riba meningkatkan
dan menambah kesejahteraan kelas produktif melalui pengembalian suku bunga
yang rendah.134 Dengan kata lain, selama suku bunga yang ditetapkan tidak
menyebabkan seseorang menjadi terpuruk dan hancur, bahkan menjadi lebih baik,
maka hal tersebut tidak di sebut sebagai suatu hal yang haram. Karena pengharaman
itu berlaku ketika dengan pengambilan tambahan tersebut membuat kehancuran.
Akan tetapi bila sebaliknya, maka penetapan dan pengambilan tambahan tersebut
tidak dilarang.
Riba termasuk diantara bentuk-bentuk usaha para pemilik modal, yakni
diantara keadaan dimana sebagian orang tidak melakukan usaha tetapi hanya
menanamkan usahanya saja. Jika pemilik modal juga melakukan suatu usaha selain
menanamkan modalnya, maka akan menyebabkan hilangnya persamaan
kesejahteraan diantara anggota-anggota masyarakat disebabkan adanya sebagian
orang yang memiliki usaha, sedangkan yang lain memiliki usaha dan modal
sekaligus. Maka lambat laun hilanglah persamaan sosial diantara anggota
masyarakat. Tetapi jika pemilik modal itu tidak melakukan usaha dan hanya
menanamkan modalnya, dan jika kondisi ini terus berlangsung, maka akan ada
134Ibid, h. 16-17
sebagian orang yang berusaha dan dapat makan, sedangkan yang lain tidak berusaha
tetapi tetap dapat makan.
Penanaman modal dan pengambilan keuntungannya, jika pemilikan
modalnya sah, maka ini tidak menyimpang dari prinsip keadilan dan dengan
sendirinya tidak ada masalah dengan munculnya perbedaan strata sosial, yang
bergantung pada kepribadian individu masing-masing. Adapun tidak adanya usaha,
tidak akan menghilangkan kekuatan ekonomi. Karena itu, tidak mungkin hal ini
menjadi alasan pengharaman riba, sebab Islam juga membolehkan sebagian
pemilikan kekayaan.135 Dengan demikian pengambilan keuntungan dari modal yang
seseorang punya itu tidak di larang, asalkan tidak bertentangan dengan rasa keadilan
serta merugikan orang lain.
Selain itu perjanjian riba hanya akan menimbulkan hubungan yang tegang
antar sesama yang pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan dan perselisihan.
Sehingga lambat laun akan melucuti masyarakatnya dari kemakamuran. Karena
yang ada hanya perpecahan dan perselisihan, sehingga kemakmuran itupun akan
terkikis yang pada akhirnya akan hilang dengan sendirinya. Yang secara otomatis
telah memutus perbuatan baik dengan sesama, karena pada dasarnya tujuan utang
piutang itu adalah untuk menolong sesama yang tengah mengalami kesusahan, akan
tetapi dengan adanya tambahan atau riba, maka hal tersebut akan semakin
menambah beban bagi pengutang tersebut.136
Akan tetapi bila dalam hal ini hubungan antara pemberi pinjaman dengan
peminjam tidak ada perubahan, bahkan menjadi lebih baik lagi, karena pihak
peminjam merasa telah ditolong, maka pengambilan tersebut tidak dilarang. Karena
135 Ibid., h. 17-18136 Mervin K. Lewis, dan Latifa M. Algoud, Op. Cit., h. 58
salah satu penyebab diharamkannya riba adalah dikhawatirkan akan terjadinya
kesenjangan sosial antara peminjam dengan pemberi pinjaman. Akan tetapi bila hal
tersebut tidaklah terjadi, maka transaksi tersebut tidak lah bermasalah, karena dalam
hal ini tidak ada yang merasa dirugikan.
Menurut penulis, pengharaman riba ini lebih didasarkan pada dampak yang
ditimbulkannya sangat buruk dan merugikan bagi siapa saja yang terlibat di
dalamnya. Karena akan menimbulkan kesenjangan sosial, karena akan terjadi
penumpukan harta pada satu pihak, bila hal tersebut tidak di legitimasi secara jelas
dan tegas. Sehingga rasa keadilan dalam transaksi ekonomi Islam tidak tercapai.
Selain itu juga akan membentuk pribadi yang malas-malasan dalam berusaha.
Karena cenderung mengandalkan tambahan dari pinjaman yang ia berikan. Serta
budaya mengeksploitasi orang lain semakin merajalela dan bebas berkembang.
Tetapi jika ditemukan sebuah kondisi dimana seorang peminjam tidak harus
disantuni karena ia tidak termasuk miskin. Maka dalam hal ini, seorang peminjam
dituntut untuk mengembalikan utang secepatnya dan sebaik mungkin, seperti
memberi tambahan sebagai tanda terimakasih atas jasa pemberi pinjaman.
Sebagaimana hadist Nabi SAW. yang artinya orang yang lebih baik diantara kamu
adalah orang yang paling baik pembayarannya , dengan kata lain bahwa orang
kaya yang mengembalikan utangnya dengan tambahan termasuk orang yang terpuji,
dan tidak termasuk riba. Dengan demikian tidak setiap tambahan atas jumlah
pinjaman dari pihak yang berutang itu dikatakan riba, tetapi, lebih tergantung pada
latar belakang dan akibat yang ditimbulkan.
Bila hal tersebut dikaitkan dengan kondisi ekonomi Negara–Negara yang
menggunakan mata uang yang “berlangganan” inflasi, maka petunjuk Nabi agar
orang mampu (kaya) yang berutang mengembalikannya dengan sebaik-sebaiknya,
maka tambahan atas jumlah pinjaman tersebut harus diberikan. Sekarang, andai kata
besar inflasi suatu mata uang sebesar 10% setahun, maka orang membayar jumlah
pinjaman dengan tenggang waktu satu tahun, misalnya dengan tambahan 10%,
belum dapat dikatakan terpuji, karena sebenarnya ia baru membayar jumlah
pinjaman berdasarkan kurs ketika meminjam, belum memberikan tambahan yang
sesungguhnya. Apalagi tidak memberikan tambahan apa pun, tentu merugikan orang
lain.137 Dalam hal ini adalah pihak kreditur, karena pada dasarnya uang yang
dipinjam oleh kreditur tersebut bila diputarkan dalam usaha tertentu dalam jangka
satu tahun tentu sudah menghasilkan laba. Dengan demikian tidak berlebihan dan
dianggap kiranya jika seorang peminjam memberikan tambahan atas pinjamannya
tersebut kepada pihak kreditur.
Dengan begitu dapat diambil kesimpulan, bahwa tidak setiap tambahan
(ziyadah) yang terdapat dalam utang piutang itu adalah riba. Akan tetapi semua itu
tergantung pada latar belakang dan akibat yang ditimbulkannya. Misalnya apabila
pinjaman tersebut di gunakan untuk modal usaha dan peminjamnya orang yang
mampu (kaya), maka adanya tambahan tersebut dibolehkan. Dan tentunya dengan
tambahan yang rendah dan tidak mengakibatkan ia melemah dan hancur. Akan
tetapi bila pinjaman tersebut dipergunakan dalam rangka menutupi kebutuhan
hidupnya yang urgen, misalnya untuk membeli sembako, maka tidak diperbolehkan
menarik tambahan, karena tambahan tersebut merupakan riba dan merupakan
bentuk penganiayaan.
137 Muh. Zuhri, Riba Dalam al-Quran dan Masalah Perbankan: Sebuah Tilikan Antisipatif, Ed. 1,Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996, h. 50-51
Jadi dengan kata lain, tidak semua tambahan dalam transaksi utang piutang
itu dilarang. Pelarangannya bersifat fleksibel, tergantung dengan situasi dan kondisi
serta latar belakang dan sebab yang di timbulkannya. Bila dengan tambahan tersebut
tidak mengganggu kehidupan ekonominya dan bisa meningkatkan tingkat
ekonominya, maka menarik tambahan diperbolehkan. Akan tetapi bila sebaliknya
yaitu semakin memperburuk tingkat ekonominya maka hal tersebut tidak
diperbolehkan. Baik berasal dari inisiatif debitur sendiri sebagai ucapan terimakasih
atau disepakati pada awal akad. Yang terpenting tambahan tersebut tidak
mengakibatkan para pihak merasa dirugikan dan merasa tertipu dan sudah tentu
didasarkan pada keikhlasan dan kerelaan kedua belah pihak, dan bukan karena
keterpaksaan.
Sebagaimana dengan tambahan yang terdapat dalam transaksi utang piutang
yang terjadi di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan, tambahan dalam transaksi
utang piutang tersebut merupakan tambahan yang boleh saja diambil karena rata-
rata pinjaman tersebut untuk modal usaha serta dengan tambahan tersebut tidak
menimbulkan keterpurukan dalam kehidupan ekonominya. Akan tetapi bukan
berarti ini sebuah anjuran, bila memang kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan
dengan adanya tersebut, maka pengambilan tambahan dalam transaksi tersebut tidak
dilarang. Akan tetapi bila sebaliknya yaitu menyebabkan keterpurukan dan
kesusahan dalam kehidupan ekonominya, maka tambahan tersebut dilarang untuk
diambil. Semua tergantung latar belakang peminjaman serta akibat yang
ditimbulkan oleh tambahan tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa analisa yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya,
maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktek utang piutang yang terjadi di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan telah
memenuhi rukun dan syarat sahnya akad dalam Islam yaitu dengan adanya para pihak
yang telah cakap melakukan tindakan hukum, objeknya yang jelas dan dapat dimiliki
serta shighatnnya yang menunjukkan maksud untuk melakukan pinjaman serta
kesepakatan yang terjalin diantara mereka didasarkan atas kerelaan kedua belah pihak.
Sedangkan faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya praktek tersebut dikarenakan
adanya kemudahan dalam menutupi kebutuhan hidup masyarakat setempat serta
prosesnya yang mudah, cepat dan tidak harus meninggalkan barang jaminan. Ditambah
lagi, minimnya pengetahuan tentang hukum transaksi tersebut dalam hukum Islam.
2. Bahwa tidak setiap tambahan atas jumlah pinjaman dari pihak yang berutang itu
dikatakan riba, tetapi, lebih tergantung pada latar belakang dan akibat yang ditimbulkan.
Sebagaimana dengan tambahan yang terdapat dalam transaksi utang piutang yang
terjadi di Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan, tambahan dalam transaksi utang
piutang tersebut merupakan tambahan yang boleh saja diambil karena rata-rata
pinjaman tersebut untuk modal usaha serta dengan tambahan tersebut tidak
menimbulkan keterpurukan dalam kehidupan ekonominya. Akan tetapi bukan berarti ini
sebuah anjuran, bila memang kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan dengan
adanya tersebut, maka pengambilan tambahan dalam transaksi tersebut tidak dilarang.
Akan tetapi bila sebaliknya yaitu menyebabkan keterpurukan dan kesusahan dalam
kehidupan ekonominya, maka tambahan tersebut dilarang untuk diambil. Semua
tergantung latar belakang peminjaman serta akibat yang ditimbulkan oleh tambahan
tersebut.
B. Saran-saran
1. Bagi masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan khususnya para pihak yang
terlibat dalam transaksi ini, dalam bermuamalah hendaknya selalu memperhatikan
prinsip-prinsip yang telah diajarkan Islam, agar tidak terjerumus kepada hal yang
dilarang oleh Islam.
2. Bagi tokoh masyarakat desa tersebut agar lebih memberikan pengarahan terhadap
masyarakat Desa Kenteng Kec. Toroh Kab. Grobogan dalam menjalankan kegiatan
muamalahnya agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
C. Penutup
Puji syukur kehadirat Rabby yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tak lupa penulis junjungkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa jalan kebenaran bagi ummat manusia, dialah pahlawan revolusioner
handal dan akhirul anbiya` yang dapat menjadi inspirasi bagi penulis untuk
mengerjakan skripsi ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu demi terwujudnya skripsi ini tepat pada waktunya.
Penulis sadar penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, karena
manusia tidak ada yang sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Dan penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya. Dan akhirul kalam wallahul muwafiq ila aqwamitthoriq
wassalamu`alaikaum wa rahmatullahi wa barakatuhu.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : RinekaCipta, 1998
Arsyad, Taqdir dan Hasan, Abul (ed), Ensiklopedi Fiqih Muammalah DalamPandangan 4 Mazhab,Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, Cet. 1, 2009
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Azhar Basyir, Ahmad, Asas-asas Hukum Muamalat, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2008
Al-Din Abd al-Azim al-Munziri, Al-Hafiz Zaki, Mukhtasir Sahih Muslim, Terj.Syinqity Jamaluddin dan Mochtar Zoerni
Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arba ah, Juz 2, Beirut:Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996
Al-Zuhayliy, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Juz IV, Bariut: Dar al-fikr,1989
Bakr Al-Baihaqi, Abi, Sunan Al- Kubra, Juz 5, tp, Dar Al-Kutub Al Ilmiah, tt
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta,Sinar Grafika, 2004
Dahlan Abdul Aziz (ed. al.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru VanHoeve, Cet. 1, 1968
Danim, Sudarwan , Menjadi Peneliti kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989
Djuwaini, Dimayuddin, Pengantar Fiqih Muamalah, Cet. 1, Yogyakarta: PustakaBelajar, 2008
Fadilah, Nurul, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Pupuk DenganGabah Di Desa Pucuk Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto,Skripsi Sarjana Syariah jurusan Mu’amalah IAIN Sunan Ampel Surabaya, D italLebrary IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009
Fadjria, Lina, Utang Piutang Emas dengan Pengembalian Uang di Kampung PandugoKelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya dalamPerspektif Hukum Islam, Pustakawan IAIN Sunan Ampel Surabaya, DigitalLibrary IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009
Fikri, Ali, al-Mu allamatul Ma}iyah wal Adabiyah, Bab I, Beirut: Dar al-Fikr
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Mu amalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002
H.S, Salim, Hukum Kontrak: Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Jakarta: SinarGrafika, Cet. 1, 2003
Hasbi ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad, Pengantar Fiqih Mualalah, Semarang:Pustaka Rizki Putra, 1999
Ibrahim, Jhony, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: BayumediaPublishing, 2006
--------------------------------------------------------------, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7,Cet. 3, Ed. 2, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001
Junainah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelunasan Utang Sapi untuk PenanamanTembakau Berdasarkan Ketentuan Kreditur di Ds. Sejati Kec. Camplong Kab.Sampang Madura, Skripsi Sarjana Syariah Jurusan Mu’amalah IAIN SunanAmpel Surabaya, Digital Lebrary IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009
K. Lewis, Mervin, dan M. Algoud, Latifa, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik danProspek, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah , Juz tsani, Beriut Lebanon: Darul Fikri
---------------, Sunan Ibnu Majah, Juz Awwal, Beriut Lebanon: Darul Fikri
Masyhur, Kahar, Beberapa Pendapat Mengenai Riba, Jakarta: Kalim Mulia, Cet. 2,1992
Muslehudidin, Muhammad, Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.1, 1990
Muslihun, M.Ag., harga barang sebagai standar pengembalian hutang piutang uang dilombok (tela ah aspek al- adalah dalam ekonomi Islam, Thesis Magister StudiIslam, Lombok, Perpustakaan IAIN Mataram.
Muthahari, Murtadha, Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba, Bandung: PustakaHidayah, Cet. 1, 1995
Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid. 1, Jakarta: Gema Insani 1999
Prakoso, Djoko dan Riyadi Lany, Bambang, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu,Jakarta: Bina Aksara, Cet. 1, 1987
R. Subekti, S.H, dan R. Tjitrosudibio., Kitab Undang-Udang Hukum Perdata, Jakarta:Pradnya Paramita, Cet. 32
R. Subekti, S.H., Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, Cet. 10, 1995
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Sudarsono, Pokok-Pokok hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 1, 1992
Suhendi, Hendi Fiqh Muamalah, Ed. 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta, Rajawali Pers (cet. VII), 1992
Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: GemaInsani, 2001
Syarifuddin, Amir Gari-Garis Besar Fiqh, Jilid 1, Jakarta: Prena Media, Cet. 1, 2003
Saleh al-Fauzan, al-Mulakhasul Fiqhi, , Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1, 2005
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Jilid 4, Jakarta: Pena Peduli Aksara, 2009
Thalib, M., Pedoman Wiraswasta dan Manajemen Islamy, Solo: CV. Pustaka Mantiq,Cet. 1, 1992
Yaqub, Hamzah, Kode Etik Hukum Dagang Menurut Islam, Bandung: C.V.Diponegoro, 1984
Zainuddin bin Abdul Azis al-Malibary, Syaikh, Fathul Mu in, Jilid II, Terj. Aliy As’adYogyakarta: Menara Kudus, 1979
Zuhri, Muh. Riba Dalam al-Quran dan Masalah Perbankan: Sebuah Tilikan Antisipatif,Ed. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1996
http://bmtazkapatuk.wordpress.com/2009/02/16/utang-piutang-dalam-hukum-islam/,diakses pada tgl 22 Maret 2010
http://matulessi.wordpress.com/2010/01/30/utang-piutag-menurut-islam/, diakses tgl 20Maret 2010
http://al-ilmu.com/magazines/detail.php, diakses tgl 10 Januari 2010
http://www.aufklarungblog.co.cc/2009/06/yang-dimaksud-riba-dalam-islam.html,diakses tgl 10 Mei 2010
http://www.almanhaj.or.id/content/2093/slash/, diakses tgl 10 Mei 2010
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00255.html, diaksestgl 10 Mei 2010
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/30/qardun-utang/, diakses tgl 19 Maret 2010
Wawancara dengan Ibu Sutiyem selaku pengurus dan anggota arisan di Desa Kenteng
Wawancara dengan Bapak Huri selaku kreditur di desa tersebut pada tanggal 3 April2010
Wawancara dengan Ibu Maryati selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 31 Maret2010
Wawancara dengan Bapak Tono selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 1 April2010
Wawancara dengan Ibu Dapi selaku kreditur di di Desa Kenteng pada tanggal 3 April2010
Wawancara dengan Bapak Hardi selaku kreditur di Desa Kenteng pada tanggal 1 April2010
Wawancara dengan Bapak Eko selaku masyarakat umum (tidak terlibat langsungdengan transaksi utang piutang di desa Kenteng) pada tanggal 31 maret 2010
Wawancara dengan Mbah Wagiyem selaku salah satu debitur di Desa Kenteng padatanggal 3 April 2010
Wawancara dengan Ibu Puji selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada tanggal 30Maret 2010
Wawancara dengan Ibu Darti selaku salah satu Debitur pada tanggal 30 Maret 2010
Wawancara dengan Ibu Sularti selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada tanggal22 April 2010
Wawancara dengan Bapak Siswo selaku salah satu debitur di Desa Kenteng padatanggal 30 Maret 2010
Wawancara dengan Ibu Ekowati selaku salah satu debitur di Desa Kenteng pada tanggal3 April 2010
Wawancara dengan Bapak Harto selaku tokoh masyarakat di desa Kenteng Kec. TorohKab. Grobogan pada tanggal 3 April 2010
Wawancara dengan Ibu Kustini dan Bapak Erwanto selaku masyarakat umum (tidakterlibat langsung dengan transaksi utang piutang di desa Kenteng) pada tanggal 3April 2010
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eni Dwi Astuti
TTL : Grobogan, 14 Desember 1986
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Dsn. Sidomulyo RT 05 RW 06 Kel. Kenteng Kec. Toroh Kab.
Grobogan
Riwayat Pendidikan : SD Kenteng 04 lulus tahun 1999
MTS Yafalah Gubug lulus tahun 2002
MA Yafalah Gubug lulus tahun 2005
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
Demikian riwayat hidup penulis, dibuat dengan sebenar-benarnya untuk menjadikan
maklum adanya.
Grobogan, Juli 2010
Eni Dwi Astuti