yehezkiel kinetika_d1_12.70.0163 (2)

38
KINETIKA FERMENTASI DALAM PODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Yehezkiel Putra A NIM: 12.70.0163 Kelompok D1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Upload: james-gomez

Post on 15-Sep-2015

4 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pembuatan minuman vinegar melalui suatu proses yang disebut dengan proses fermentasi. Fermentasi pada dasarnya merupakan proses pemecahan gula yang ada dalam bahan pangan menjadi alkohol dan CO2. Pemecahan ini dapat terjadi karena adanya mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi. Hasil dari fermentasi ini dapat bervariasi tergantung pada jenis bahan pangan (substrat) yang menjadi sumber nutrisi mikroorganisme, mikroorganisme yang digunakan, serta proses metabolisme mikroorganisme tersebut.

TRANSCRIPT

KINETIKA FERMENTASI DALAM PODUKSI MINUMAN VINEGARLAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASIDisusun oleh:

Nama: Yehezkiel Putra ANIM: 12.70.0163Kelompok D1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

1. HASIL PENGAMATANPengujian yang dilakukan dalam produksi vinegar dari sari buah apel malang menghasilkan data pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika dalam Produksi Vinegar dari Sari Buah ApelKelPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam (mg/ml)

1234

D1Sari Apel + S. cerevisiaeN0881358,53,4 x 1070,16763,2513,248

N242231691121961757,0 x 1080,74163,2213,248

N484352583847,751,91 x 1080,85073,2214,208

N723010812652803,20 x 1081,33753,3316,704

N96801001109195,253,81 x 1080,81993,3413,824

D2Sari Apel + S. cerevisiaeN0104648,53,4 x 1070,17543,24!2,864

N247752825967,52,7 x 1080,63553,1313,44

N48651007611087,753,51 x 1080,79813,4614,016

N7293114103105103,754,15 x 1080,99433,2416,32

N965590975273,52,94 x 1080,70903,3414,784

D3Sari Apel + S. cerevisiaeN037696,252,5 x 1070,16973,2312,672

N241931223326,251,05 x 1080,80143,1913,248

N483640127101763,04 x 1080,86653,2813,44

N7214586109141120,254,81 x 1080,77283,2616,512

N9689222520391,56 x 1081,37683,3714,4

D4Sari Apel + S. cerevisiaeN076375,752,3 x 1070,17053,2313,056

N2421271113187,2 x 1080,78113,2013,440

N484255666667,252,2 x 1080,77723,2614,400

N7211696103100103,754,1 x 1080,72523,2715,936

N964457565653,252,1 x 1080,63533,3413,440

KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam

1234

D5Sari Apel + S. cerevisiaeN055745,232,1 x 1070,17543,2212,864

N248488766377,753,11 x 1080,61083,2113,440

N4872846975753 x 1081,08263,314,400

N726589687574,252,97 x 1081,20073,3116,32

N9672584755582,32 x 1081,92833,3414,208

Dari data pada tabel di atas, diketahui informasi mengenai jumlah mikroorganisme pada proses fermentasi sari buah apel. Selain itu juga didapat informasi nilai absorbansi, tingkat keasaman (pH), dan total asam. informasi didapatkan selama 5 hari (96 jam) observasi. Pada data semua kelompok, terdapat kenaikan jumlah mikroorganisme hingga hari ketiga. Setelah itu, mengalami keadaan yang berbeda. Kelompok D2,D3 dan D4 mencatatkan data jumlah mikroorganisme yang mulai bergerak turun. Sementara kelompok D1 dan D5 berkurang sejak hari ke-2. Jumlah mikroorganisme bervariasi, dalam rentang antara 2,05 x 107 per cc, hingga 4,15 x 107 MO per cc.Untuk informasi mengenai nilai absorbansi, data yang ditemukan sangat beragam. Dari hasil pengamatan, didapat data yang menunjukkan bahwa seluruh kelompok memiliki nilai OD terus meningkat hingga jam ke-48, yang kemudian menurun pada jam ke-72. Dari data hasil pengamatan, terlihat bahwa tingkat keasaman pada proses metabolisme yeast Saccharomyces cereviseae konsisten pada angka 3,19 hingga 3,46. Data total asam menunjukkan data yang bervariasi, berkisar antara 12,672-16,704.

Data hasil pengamatan juga disajikan dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Waktu

Dari grafik 1 di atas, diketahui hubungan pertumbuhan yeast (total biomassa) dengan waktu pengamatan, yakni hingga jam ke-96. Data menunjukkan bahwa pada kelompok D2,D3 dan D4 terdapat pola yang sama, yakni yeast akan terus bertumbuh hingga mencapai puncak pada jam ke-48, kemudian pertumbuhannya terus menurun hingga jam ke-96. Sementara itu kelompok D1 dan D5 memiliki pola pertumbuhan di mana yeast terus bertumbuh hingga puncan jam ke-24 setelah itu mengalami penurunan.

Gambar 2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dan Waktu

Konsentrasi sel biomassa dan waktu pada gambar di atas menunjukkan adanya pola tertentu yang menarik. Pada kelompok D1,D2 dan D5, nilai OD meningkat hingga jam ke-48. Nilai ini kemudian mengalami penurunan, penurunan terjadi di jam ke-72. Sementara itu, pada kelompok D3 dan D4, nilai OD meningkat hingga puncaknya pada jam ke-24, kemudian menurun tajam di jam ke-48.

Gambar 3. Hubungan pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Ph

Hubungan pertumbuhan yeast dengan pH, seperti yang tergambar dalam grafik di atas, tidak menunjukkan adanya pola tertentu yang terbentuk. Dari data hasil pengamatan, terlihat bahwa tingkat keasaman pada proses metabolisme yeast Saccharomyces cereviseae konsisten pada angka 3,19 hingga 3,46.

Gambar 4. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)

Dari gambar di atas, telihat bahwa jumlah total biomassa tertinggi memiliki nilai OD yang paling tinggi pula, bahkan hingga di atas . Untuk informasi mengenai nilai absorbansi, data yang ditemukan sangat beragam. Dari hasil pengamatan, didapat data yang menunjukkan bahwa seluruh kelompok memiliki nilai OD terus meningkat hingga jam ke-48, yang kemudian menurun pada jam ke-72.

Gambar 5. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Total Asam

Gambar 5 menujukkan hubungan antara jumlah total sel biomassa yang terbentuk dengan total asam. Semua kelompok cenderung memiliki nilai yang bervariasi dan tidak membentuk pola tertentu.

2. PEMBAHASAN

Pembuatan minuman vinegar melalui suatu proses yang disebut dengan proses fermentasi. Fermentasi pada dasarnya merupakan proses pemecahan gula yang ada dalam bahan pangan menjadi alkohol dan CO2. Pemecahan ini dapat terjadi karena adanya mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi. Hasil dari fermentasi ini dapat bervariasi tergantung pada jenis bahan pangan (substrat) yang menjadi sumber nutrisi mikroorganisme, mikroorganisme yang digunakan, serta proses metabolisme mikroorganisme tersebut. Semua mikroorganisme menggunakan karbon sebagai substrat utamanya, baru kemudian nitrogen (Winarno et al., 1984). Vinegar berasal dari kata vinaigre (bahasa Perancis) yang berarti anggur yang telah asam. Secara umum vinegar diartikan sebagai produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula menjadi alkohol. Bahan ini kemudian difermentasi lebih lanjut menjadi vinegar dengan kandungan asam asetat minimal 4 gram/100mL. Minuman vinegar pada proses ini menggunakan sari apel malang sebagai bahan utamanya. Vinegar ini difermentasi hingga diperoleh kadar asam asetat sebesar 4 gram/100mL, kadar gula reduksi maksimum 50 % dan jumlah padatan total sebesar 1,6 %. Dalam proses pembuatan vinegar dibutuhkan gula yang terkandung dalam apel malang sebagai substrat bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Gula akan dipecah menjadi alkohol dan gas CO2 dalam proses fermentasi (Rahman, 1992). Proses produksi vinegar dari apel ini menggunakan Saccharomyces cereviceae sebagai mikroorganisme fermentasi. Saccharomyces cereviseae sudah terkenal dan dipasarkan secara komersial, disebut sebagai bakers yeast (Fardiaz, 1992). Mikroorganisme ini digunakan dalam produksi karena mampu menghasilkan alkohol yang dipecah dari substrat (gula atau bahan pangan dengan kadar karbohidrat tinggi) (Gaman & Sherrington, 1994). Saccharomyces cerevisiae dapat bertumbuh dengan maksimal atau lebih baik pada media pertumbuhan molase dengan konsentrasi gula sebesar 10% (b/v) dan 15% (b/v) serta dalam suhu ruang (sekitar 25oC) (Damtew et al, 2012). Ketika fermentasi dilakukan dengan mendukung mikroorganisme untuk bertumbuh secara maksimal, maka akan dihasilkan produk dengan penampakan, komposisi kimia, serta

citarasa yang baru dari bahan bakunya. Perubahan yang terjadi dapat terlihat dari terbentuknya bau asam, endapan dan gas, serta bau alkohol (Fardiaz,1992).

Peran yeast sangat penting dalam produksi fermentasi. Bahkan, jenis strain yang berbeda juga menghasilkan jenis atau profil alkohol yang berbeda pada tiap jenis fermentasi (Okunowo & Osuntoki, 2007). Selama fermentasi pula, senyawa-senyawa komponen alkohol di dalam produk apel dapat berubah jumlah atau komposisinya, terutama senyawa-senyawa fenolik. Langkah pertama yang dilakukan pada pembuatan vinegar dari sari apel ini adalah penghancuran apel. Penghancuran perlu dilakukan untuk membentuk atau menghasilkan sari buah apel, serta untuk ekstraksi gula yang tersimpan di dalam buah apel (Ikhsan, 1997). Sari apel yang terbentuk kemudian diambil sebanyak 250 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sari apel sterilisasi selama 15 menit dengan suhu 121oC Sterilisasi ini berfungsi untuk mematikan mikroorganisme-mikroorganisme patogen serta mikroorganisme lainnya yang dapat mengganggu proses pertumbuhan yeast fermentasi (kontaminasi) pada proses selanjutnya (Fardiaz, 1992).Setelah bebas dari mikroorganisme kontaminan, yeast diambil sebanyak 30 ml dan dimasukkan ke dalam media pertumbuhan, yaitu sari apel, secara aseptis. Teknik aseptis dilakukan untuk mengantisipasi kontaminasi mikroorganisme saat proses pemasukan mikroorganisme saat proses pemasukan yeast ke dalam sampel (Dwidjoseputro, 1994). Proses aseptis ini dilakukan di dalam ruang Laminar Air Flow (LAF). Selain untuk mencegah kontaminasi dari mikroorganisme kontaminan pada media, proses aseptis ini juga diperlukan supaya media atau permukaan tabung bagian tidak tersentuh oleh benda yang tidak steril (Hadioetomo, 1993).

Media yang sudah diberi biakan yeast kemudian diinkubasi selama 5 hari dengan perlakuan penggoyangan dalam shaker. Inkubasi dilakukan dalam suhu ruang, sesuai dengan Fardiaz (1992), bahwa mikroorganisme ini akan tumbuh secara optimal pada suhu 25-30oC dan suhu maksimumnya 37-47oC. Shaker dalam proses ini berfungsi sebagai alat aerasi dan agitasi. Aerasi merupakan proses untuk menyediakan oksigen yang cukup sebagai syarat bagi mikroorganisme dalam cairan untuk bermetabolisme. Sementara itu agitasi merupakan proses untuk menjaga agar media tetap homogen sehingga suspensi yang seragam dari sel mikroorganisme dapat terpenuhi Said (1987).

Media berisi kultur mikroorganisme tersebut diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang, yaitu sekitar 25-30oC. Setiap 24 jam sekali, dilakukan pengambilan kultur sebanyak 30 ml seara aseptis di dalam Laminar Air Flow untuk mendapatkan data pengamatan. Dalam proses ini dilakukan 4 topik pengamatan, yaitu penentuan total asam, total mikroorganisme (kepadatan mikroorganisme), pH, serta nilai OD.2.1. Penentuan Total Asam

Total asam ditentukan dengan metode titrasi. Dari sampel sebanyak 30 ml yang telah disiapkan, diambil 10 ml. Sampel ini kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Penggunaan larutan NaOH bertujuan agar dapat bereaksi dengan asam (reaksi netralisasi). Titik akhir titrasi diketahui dengan perubahan warna akibat penambahan indikator PP sebanyak 3 tetes sebelum titrasi. Titrasi dihentikan ketika sampel berubah menjadi merah muda. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Solomon (1983), di mana indikator PP mempunyai rentang pH antara 8,0-9,0, dan dalam reaksi akan berubah warna dari tidak berwarna menjadi berwarna merah atau dari merah menjadi tidak berwarna. Penentuan kadar total asam selama fermentasi ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Total Asam = ml NaOH x Normalitas NaOH x 192 / 10 ml sampel = . mg/ml. (AOAC, 1995)Data total asam menunjukkan data yang bervariasi, berkisar antara 12,672-16,704. Data yang diperoleh bervariasi. Menurut teori yang diungkapkan oleh Galaction et al., (2010), total asam yang semakin tinggi menjadi tanda bahwa jumlah sel dalam sampel semakin bertambah, atau kepadatannya semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan yeast, dalam proses ini Saccharomyces cereviceae, yang akan menghasilkan asam dan juga jumlah alkohol lebih besar dari sebelumnya. Pada hari terakhir kelompok D1-D5 mengalami penurunan hal ini disebabkan karena substrat habis, maka total asam yang dihasilkan berkurang akibat berkurangnya pula jumlah yeast. Dari sini diketahui bahwa total asam sebanding dengan kepadatan mikroorganisme menurut teori. Ketidaksesuaian dengan teori dalam praktikum ini disebabkan karena kekurangakuratan dalam mengamati titik akhir titrasi. Muncul kesulitas tersendiri ketika media yang berwarna merah coklat dititirasi hingga sedikit berwarna merah muda. Warna perubahan tidak terlalu mencolok sehingga sangat mungkin terjadi penghentian titik tirasi tidak pada titik yang seharusnya.

2.2. Pengukuran Kepadatan Mikroorganisme dengan HaemocytometerKepadatan mikroorganisme atau total biomassa per satuan tertentu dapat diukur menggunakan alat haemocytometer. Haemocytometer memang dikenal sebagai alat untuk menghitung jumlah sel. Salah satunya diungkapkan oleh Atlas (1984), bahwa Haemocytometer digunakan untuk menghitung jumlah sel darah juga sel algar. Lebih detail, haemocytometer digunakan untuk menghitung sel dengan densitas >104 sel/ml. Untuk memulai pengamatan, sampel diletakkan pada haemocytometer dengan menggunakan pipet tetes. Cairan ditempatkan di antara haemocytometer yang telah ditutup dengan kaca tipis pada bagian atasnya. Penempatan cairan harus hati-hati sehingga tidak ada gelembung kecil di dalam alat. Atlas (1984) menjelaskan bahwa pada produk kebanyakan, haemacytometer rmemiliki bagian berukuran mm2 yang terbagi dalam sembilan bentuk persegi yang dibatasi dengan semacam garis mikroskopis. Penggunaan haemocytometer membutuhkan keakuratan demi data yang valid, terlebih karena penghitungan jumlah selnya dilakukan secara manual. Selain penghitungan selnya yang harus dilakukan dengan teliti (umumnya 200-500 sel / 0,1 mm3), keakuratan penghitungan juga dipengaruhi oleh pencampuran sampel (homogen tanpa gelembung) serta jumlah bilik persegi yang dihitung. Chen & Pei (2011) menambahkan bahwa haemocytometer relatif mudah untuk digunakan. Pengukurannya simpel, karena lebar dan kedalaman garis mikroskopis yang ada telah diketaui secara pasti. Dari 9 kotak besar yang berisi kotak-kotak kecil, perhitungan didasarkan pada cukup 4 kotak besar yang saling berdekatan, untuk kemudian jumlah sel yang terhitung dirata-rata.Penghitungan yang digambarkan di atas dilakukan selama 5 hari, atau hingga jam ke-96. Dari hasil pengamatan, 3 kelompok yaitu D2,D3 dan D4 mencatatkan data jumlah mikroorganisme yang mulai bergerak turun setelah puncak pertumbuhan pada hari ketiga atau jam ke-48. Pada 2 kelompok lainya yaitu kelompok D1 dan D5 mengalami penurunan setelah mengalami puncak pada hari ke-dua atau ja, ke 24. Jumlah mikroorganisme bervariasi, dalam rentang antara 2,05 x 107 per cc, hingga 4,15 x 107 MO per cc.

Gambar 9. Kurva pertumbuhan yeast (Asaduzzaman, 2007)Kurva di atas menunjukkan pola pertumbuhan yeast. Dalam kurva terlihat bahwa yeast akan mengalami tiga fase utama dalam pertumbuhan, yaitu fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. Setelah kultur yeast dimasukkan ke dalam media, sel akan memasuki fase lag, di mana secara biokimia sel aktif, namun tidak membelah diri. Seiring berjalannya waktu, yeast memasui fase logaritmik. Dalam fase ini, jumlah yeast bertumbuh pesat. Yeast akan kembali terhenti masa pertumbuhannya ketika berada dalam fase stasioner, di mana metabolisme sel menurun dan pembelahan sel berhenti (Asaduzzaman, 2007). Sel yeast memasuki fase stasioner ketika substrat untuk metabolisme mulai menipis bahkan habis. Menurut Shafaghat et al (2009), penting untuk mengetahui substrat terbaik dalam pertumbuhan yeast. Substrat terbaik untuk mencapai kecepatan pertumbuhan tinggi untuk Saccharomyces cereviseae adalah substrat yang berbasis glukosa. Sedangkan untuk memperoleh kadar ethanol (alkohol) serta kecepatan pertumbuhan spesifik yang maksimal pada Saccharomyces cereviseae digunakan substrat berbasis fruktosa.Kelompok D2,D3 dan D4 memperlihatkan pola mirip di atas. Fase lag terjadi pada awal pertumbuhan, kemudian terus memasuki fase logaritmik hingga jam ke-48. Setelah jam tersebut, pertumbuhan perlahan terhenti dan jumlah mikroorganisme berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Triwahyuni et al., (2012), bahwa selama fermentasi berlangsung, yeast akan mengalami percepatan pertumbuhan atau memasuki fase logaritmik pada 24-48 jam setelah kultur atau biakan yeast dimasukkan dalam media. Dalam fase logaritmik yeast yang terjadi pada 48 jam pertama ini mikroorganisme akan mengalami pertambahan populasi, namun tetap bergantung pada sumber nutrisi, dalam hal ini gula yang tersedia. Ketika persediaan gula habis terpakai, yeast tidak akan bisa melakukan metabolisme, serta menyebabkan penurunan energi seluler secara cepat. Setelah proses fermentasi berlangsung lebih dari 48 jam, yeast akan memasuki fase stasioner karena faktor pertumbuhan, salah satunya nutrisi, dalam media menjadi semakin terbatas. Semakin lama maka akan terjadi kematian sel.Pada hasil dari kelompok D1 dan D5 yang tidak mengalami pola sesuai teori bisa didapatkan karena berbagai sebab. Salah satunya terjadi karena penutupan atau perlindungan yang kurang sempurna selama penyimpanan. Hal ini menyebabkan mikroorganisme kontaminan lain masuk dan bertumbuh dalam media. Mikroorganisme kontaminan ini akan mengganggu proses fermentasi secara keseluruhan, terlebih pada pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan selama fermentasi (Fardiaz, 1992).Jumlah atau total biomassa sangat berpengaruh terhadap hasil fementasi secara keseluruhan. Studi lebih lanjut oleh Nogueira et al., (2008) berisi tentang pengontrolan terhadap jumlah biomassa yang terlibat dalam proses fermentasi. Pengontrolan ini otomatis juga akan berdampak pada fermentasi yang lebih terkontrol. Jumlah biomassa yang terlibat dalam proses fermentasi dikurangi dengan cara dilewatkan pada suatu filter khusus. Akibatnya, proses fermentasi akan berjalan lebih lambat namun terkontrol. Selain itu, kematian yeast dalam fermentasi relatif berkurang.2.3. Pengukuran Optical Density dengan Spektrofotometer

Pengujian selanjutnya yang dilakujan adalah uji Optical Density (OD). Pengujian ini diawali dengan pengambilan sampel, di mana berisi kultur yang sudah ditumbuhkan dalam media. Sampel ini kemudian diuji di dalam alat spektrofotometer. Dalam alat ini, sinar ditembakkan melewati sampel untuk kemudian menganalisis unsur yang terdapat dalam sampel. Jika ada sinar yang mengenai suatu media, maka intensitas sinar tersebut akan berkurang. Hal ini disebabkan karena media dapat menyerap sinar, dapat juga memantulkan atau menghamburkannya. Sehingga intensitas sinar mula-mula sebenarnya adalah jumlah dadi intensitas sinar yang terserap, diteruskan, dan dipantulkan. Nilai konstan dari sinar yang terserap inilah yang disebut dengan absorbansi atau nilai Optical Density (OD) (Hadi,1996). Pengujian nilai OD ini dapat menjadi salah satu metode perhitungan sel tidak langsung, yaitu dengan mengukur kekeruhan sampel dikaitkan dengan jumlah sel (Black, 2002). Nilai OD pada praktikum ini diuji dengan panjang gelombang 660nm. Panjang gelombang tidak boleh ditentukan sembarangan karena masing-masing bahan memiliki warna yang berbeda, sehingga panjang gelombang (warna) sinar yang ditemmbakkan pun beragam. Menurut teori Sevda & Rodrigues (2011), dinyatakan bahwa pengukuran nilai OD untuk Saccharomyces cereviseae memang benar menggunakan panjang gelombang 660 nm. Metode perhitungan ini memiliki kelebihan yaitu cepat dalam proses, mudah, tidak merusak sampel. Namun dalam proses ini semua sel terukur, sehingga tidak diketahui jumlah sel hidup dan sel mati (Black, 2002).Menurut teori yang diungkapkan Rahman (1992), aktivitas Saccharomyces cereviseae dalam proses fermentasi, di mana gula diubah menjadi alkohol serta menghasilkan senyawa hasil metabolisme lainnya menyebabkan warna substrat bertambah keruh. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, kekeruhan ini mempengaruhi nilai OD. Semakin keruh suatu larutan sampel, maka nilai OD-nya akan semakin tinggi (Black, 2002).

Dari hasil pengamatan, didapat data yang menunjukkan bahwa seluruh kelompok memiliki nilai OD terus meningkat hingga jam ke-48, yang kemudian menurun pada jam ke-72. Dari kurva yang dituliskan oleh Asaduzzaman (2007) mengenai kurva pertumbuhan yeast, telah dijelaskan bahwa setelah jam ke-48, maka sel yeast akan mulai berhenti bermetabolisme dan berkurang jumlah selnya. Ditambahkan oleh Mahreni & Sri (2011), nilai OD akan memperlihatkan bahwa jumlah mikroorganisme pada media tidak akan meningkat setelah mengalami penurunan. Sesuai dengan teori Black (2002), nilai OD sebanding dengan pertumbuhan yeast, jadi kondisi data pengamatan bahwa jumlah total biomassa tertinggi memiliki nilai OD yang paling tinggi pula adalah benar. Salah satunya adalah pengujian masing-masing variabel (nilai OD dan total biomassa) memang benar-benar harus dilakukan secara teliti, sehingga data yang dihasilkan valid dan dapat dihasilkan kurva hubungan seakurat mungkin.2.4. Pengukuran pH terhadap jumlah SelPengujian terakhir yang dilakukan yakni pengujian tingkat keasaman (pH). Sebagian sampel, kurang lebih 10 ml, diambil untuk kemudian diuji keasamannya menggunakan pHmeter. Dari data hasil pengamatan, terlihat bahwa tingkat keasaman pada proses metabolisme yeast Saccharomyces cereviseae konsisten pada angka 3,19 hingga 3,46. Data ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Fardiaz (1992), di mana sel yeast tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada rentang pH 3-4,5. Seluruh kelompok memiliki nilai pH yang naik turun secara fluktuatif. Hasil ini mengindikasikan bahwa pH tidak menunjukkan hubungan atau pola yang jelas kaitannya dengan waktu fermentasi. Padahal menurut Galaction et al (2010), semakin lama proses fermentasi, maka pH akan meningkat dikarenakan kandungan alkohol yang semakin meningkat pula.

3. KESIMPULAN

Fermentasi merupakan proses pemecahan gula yang ada dalam bahan pangan menjadi alkohol dan CO2 Vinegar merupakan produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula menjadi alkohol Senyawa-senyawa komponen alkohol di dalam produk apel dapat berubah jumlah atau komposisinya selama fermentasi, terutama senyawa-senyawa fenolik. Proses fermentasi serta pengujiannya dilakukan secara aseptis Total asam yang semakin tinggi menjadi tanda bahwa jumlah sel dalam sampel semakin bertambah, atau kepadatannya semakin tinggi Kepadatan mikroorganisme atau total biomassa per satuan tertentu dapat diukur menggunakan alat haemocytometer Total biomassa dalam proses fermentasi akan mengikuti kurva pertumbuhan yeast

fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner merupakan tiga fase yang dialami yeast Larutan akan semakin keruh, maka semakin tinggi jumlah mikroorganisme. Nilai OD akan semakin tinggi, maka semakin keruh suatu larutan sampel. Semakin lama proses fermentasi, maka pH akan meningkat dikarenakan kandungan alkohol yang semakin meningkat pula

Semarang, 18 Juni 2014

Praktikan

Asisten Dosen

Metta Meliani

Yehezkiel Putra Anugerah.

4. DAFTAR PUSTAKAAOAC. (1995). Official Methods of Analysis 16th edition Association of Analytical International. Maryland.USAAsaduzzaman. (2007). Standardization of Yeast Growth Curves from Several Curves with Dierent Initial Sizes. Chalmers University of Technology and Goteborg University. Sweden

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Black, Jacquelyn G. (2002). Microbiology. John Wiley & Sons, Inc.

Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.Damtew, W.; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948.

Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Galaction, Anca-Irina., Anca-Marcela Lupasteanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadi, S. (1996). Analisa Kuantitatif. Gramedia. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Nogueira, A., J. M. Lequere, P. Gestin, A. Michel, G. Wosiacki, and J. F. Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. Journal of The Institute of Brewing. 114(2), 102-110.

Nogueira, A., S. Guyot, N. Marnet, J. M. Lequere, J. F. Drilleau, and G. Wosiacki. (2008). Effect of Alcoholic Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in Cider Processing. Brazilian Archives of Biology and Technology vol. 51 n-5; pp. 1025-1032, September-Oktober 2008

Okunowo, W. O. and A. A. Osuntoki. (2007). Quantitation of Alcohols in Orange Wine Fermented by Four Strains of Yeast. African Journal of Biochemistry Research vol. 1 (6), pp. 095-100, November 2007

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sevda, S. and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.

Shafaghat, H., G. D. Najafpour, P. S. Rezaei, and M. Sharifzadeh. (2009). Growth Kinetics and Ethanol Productivity of Saccharomyces cereviseae PTCC 24860 on Various Carbon Source. World Applied Sciences Journal 7 (2); 140-144

Solomon, S. (1983). Introduction to General, Organic & Biological Chemistry. McGraw-Hill, Inc. New York.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding ofWinarno,FG, S.Fardiaz dan Dedi Fardiaz (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganPerhitungan D1

Rumus Rata-rata / tiap cc

Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

N0 :

Jumlah sel/cc = x 8,5 = 3,04 x 107 sel/ccN24:

Jumlah sel/cc = x 175= 7 x 108 sel/ccN48:

Jumlah sel/cc = x 47,75 = 1,91 x 108 sel/ccN72:

Jumlah sel/cc = x 80 = 3,2 x 108 sel/ccN96:

Jumlah sel/cc = x 95,25 = 3,81 x 108 sel/cPerhitungan kelompok D2

Rumus Rata-rata / tiap cc

Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

Kelompok D2

N0

N24

N48

N72

N96

Perhitungan Kelompok D3Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 ccN0

N24

N48

N72

N96

Perhitungan D4Rumus Rata-rata / tiap cc

Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

N0Jumlah sel/cc = x 5,75 = 2,3 x 107 sel/cc N24Jumlah sel/cc = x 18 = 7,2 x 108 sel/cc N48Jumlah sel/cc = x 57,25 = 2,29 x 108 sel/cc N72Jumlah sel/cc = x 103,75 = 4,15 x 108 sel/cc N96Jumlah sel/cc = x 53,25 = 2,13 x 108 sel/cPerhitungan Kelompok D5

Jumlah Sel

Rumus Rata-rata / tiap cc

Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

N0 :

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 5,23Jumlah sel/cc = x 5,23 = 2,1 x 107 sel/cc N24:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 77,75Jumlah sel/cc = x 77,75 = 3,11 x 108 sel/cc N48:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 75Jumlah sel/cc = x 75 = 3 x 108 sel/cc N72:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 74,25Jumlah sel/cc = x 74,25 = 2,97 x 108 sel/cc N96:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 58Jumlah sel/cc = x 58 = 2,38 x 108 sel/cc

Perhitungan Total AsamTotal Asam =Hari 1D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 2D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 3D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 4D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 5D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =5.2. Laporan Sementara5.3. Jurnal (Abstrak)