yang diaudiensikan kepada tim sukses dua calon presiden

79
4

Upload: phamdat

Post on 16-Jan-2017

221 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

4

Page 2: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

5

Sebuah Pengantar

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha

Kuasa atas berkah rahmat dan karunianya setiap manusia di Alam ini dapat

terus hidup menikmati udara dan kenikmatanNya dalam melangsungkan

aktifitas.

Kajian ini kami susun sebagai bentuk perwujudan dari Tri-Dharma Perguruan

tinggi yakni Pendidikan dan penelitian. Mahasiswa sebagai motor intelektual

muda dapat memainkan perannya dalam memberikan pencerahan informasi

atau isu untuk diangkat ke permukaan, memaparkan kepada khalayak

terhadap realita yang ada dengan basis pendidikan yang telah dimiliki.

Mahasiswa adalah aktor untuk mencerdaskan bangsa.

Tahun 2014 akan menjadi tahun yang amat bersejarah bagi perjalanan kebangsaan

Republik Indonesia. Di tahun ini, ratusan juta rakyat Indonesia akan memutuskan

siapakah yang akan menggantikan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi

Presiden ke 7 Republik Indonesia. Pesta akbar demokrasi telah di depan mata, rakyat

telah siap untuk bersuka cita menentukan masa depan bangsa, menyambut lahirnya

pemimpin baru.

Namun, tak bisa dipungkiri, perjalanan bangsa ke depan tidaklah mudah. Banyak

sekali tantangan – tantangan yang akan menyambut Presiden baru pilihan rakyat

untuk segera diatasi. Diantara berbagai tantangan itu, salah satu yang menjadi sangat

krusial adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Indonesia mencatatkan diri

sebagai Negara dengan pertumbuhan ekonomi fantastis dan mampu bertahan ditengah

gempuran krisis perekonomian dunia. Akan tetapi, sayang sekali pertumbuhan

ekonomi tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang. Hingga kemudian muncul

suatu term inclusive growth, dimana pertumbuhan ekonomi haruslah bisa dinikmati

oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dalam kajian ini, kami mencoba untuk mengelaborasi keterkaitan antara inclusive

growth dengan 4 sektor yang memiliki pengaruh langsung terhadap perekonomian

Indonesia, yaitu Pertanian, Pendidikan, Ketenagakerjaan, dan Konektivitas. Setiap

sektor memiliki sumbangsih masing - masing terhadap upaya perwujudan inclusive

Page 3: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

6

growth. Hanya saja, banyak sekali permasalahan yang terjadi di setiap sektor yang

kemudian menjadi penghambat dalam mewujudkan inclusive growth. Maka

sesungguhnya hambatan inilah yang akan menjadi tantangan terbesar bagi Presiden

baru untuk segera diselesaikan.

Dalam kajian ini, selain menjabarkan pokok – pokok permasalahan yang menjadi

tantangan bagi Presiden baru Republik Indonesia, kami juga mencoba untuk

memberikan rekomendasi – rekomendasi tindakan yang harus diambil di setiap sektor

untuk mewujudkan inclusive growth. Kami menyadari bahwa sebagai mahasiswa,

tugas kami bukan hanya untuk mengkritisi setiap kebijakan yang diambil oleh

Pemerintah, namun juga turut memberikan sumbangsih pemikiran secara langsung

kepada Pemerintah. Karena masa depan bangsa ini, adalah tanggung jawab kami juga.

Penutup, kami ingin ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

Departemen kami dalam menyelesaikan kajian paruh pertama kami. Terima kasih

pertama kami haturkan kepada Prof. Mayling atas saran dan masukannya terhadap

persiapan pra-kajian kami, terima kasih kami haturkan kepada Pak Berly

Martawardaya Ph.D dan Pak Teguh Dartanto Ph.D atas bimbingan untuk arah dan

data kajian kami. terima kasih kepada Ketua BEM dan Kabid Sospol kami atas

pendampingannya selama proses kajian, dan terakhir yang utama adalah terima kasih

kepada semua anggota Departemen yang telah meluangkan waktu dalam proses

penyusunan kajian. Setiap peran yang kami lakukan, didorong oleh kecintaan kami

pada Negara, dan melalui peran itulah kami mencoba untuk mengangkat martabat

bangsa.

Juni 2014

Departemen Kajian dan Aksi Strategis

BEM FEUI

Page 4: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

7

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................4

BAB I.............................................................................................................................5

BAB II............................................................................................................................8

A. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN PENDIDIKAN........................8

B. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN KETENAGAKERJAAN.......19

C. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN PERTANIAN.........................35

D. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN KONEKTIVITAS..................46

BAB III.........................................................................................................................68

A. KESIMPULAN................................................................................................68

B. SARAN............................................................................................................70

DAFTAR TABEL........................................................................................................75

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................76

DAFTAR GRAFIK......................................................................................................77

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................78

Page 5: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia pernah membuat prestasi yang terbilang baik dalam memerangi

kemiskinan selama 1976-2012. Pertumbuhan ekonomi dan kestabilan

makroekonomi menjadi faktor utama dalam menurunkan angka kemiskinan.

Dalam tiga dekade terakhir, kondisi sosial-ekonomi Indonesia meningkat cepat.

Dalam periode tersebut, GDP per kapita Indonesia meningkat tiga kali lipat.

Menurut data World Bank, GDP per kapita (PPP, 2005 US$) Indonesia melonjak

dari 1.323 (1983) menjadi 4.271 (2012). Dari 1980 sampai 2012, setidaknya ada

tiga sektor vital yang berubah pembagiannya dalam GDP seiring dengan

transformasi perekonomian Indonesia. Andil dari sektor pertanian terhadap GDP

terus menurun sejak 1980, sedangkan sektor industri dan jasa terus meningkat

secara signifikan. Rata-rata andil dari sektor industri terhadap GDP dalam periode

30 tahun tersebut meningkat hampir sebesar 9%. Kenaikan dalam pendapatan ini

berefek pada perbaikan indikator-indikator sosial salah satunya seperti yang sudah

disebutkan yaitu penurunan angka kemiskinan.

Namun, penurunan angka kemiskinan tersebut makin lama makin melambat

sedangkan ketidakmerataan makin naik. Koefisien Gini yang diukur dari

pengeluaran meningkat tajam dari 0,33 di tahun 2002 menjadi 0.41 di tahun 2012.

Perubahan andil komposisi dari sektor pertanian menjadi industri dan jasa

mendorong masyakat untuk ikut berubah padahal tidak semua dari mereka yang

berubah tersebut memiliki kualitas untuk bekerja di sektor industri maupun jasa.

Sebagaimana yang kita ketahui dan kita sadari bahwa dibutuhkan skill terdidik

sekaligus terlatih yang harus dimiliki orang-orang yang terjun di sektor industri

atau jasa dibandingkan pertanian. Akan lebih celaka lagi jika pemerintah langsung

menyuburkan kedua sektor tersebut tanpa memperbaiki human resource terlebih

dahulu. Jika hal itu terjadi maka kondisi ideal dimana demand dan supply dari

tenaga kerja bertemu di titik keseimbangan tidak akan terpenuhi. Ketidakmerataan

akan semakin besar dan sangat berpotensi menimbulkan ketegangan sosial yang

malah bisa saja menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Maka dari itu

Page 6: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

9

Indonesia harus mampu mempercepat penurunan angka kemiskinan sambil

menghentikan kenaikan dari ketidakmerataan. Hal tersebut dapat tercapai dengan

menerapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat inklusif sehingga pertumbuhan

ekonomi dapat dirasakan juga oleh yang miskin. Beberapa sektor vital layak

menjadi fokus utama pemerintah dalam upaya mewujudkannya.

Hingga kemudian muncul term inclusive growth yang merupakan suatu

pertumbuhan ekonomi yang melibatkan baik yang miskin maupun tidak yang

kemudian manfaat dari pertumbuhan tersebut juga dapat dirasakan secara adil bagi

keduanya. Pertumbuhan ekonomi semacam ini tidak hanya menciptakan

kesempatan ekonomi yang baru saja tetapi juga menjamin bahwa kesempatan

tersebut dapat dimasuki merata oleh semua pihak.

Maka akan menjadi kajian yang menarik untuk memberikan gambaran bagaimana

Indonesia saat ini yang dengan gigihnya memperjuangkan pertumbuhan ekonomi

selalu diatas 5% tiap tahunnya untuk membuat suatu pertumbuhan ekonomi

inklusif sehingga angka yang lebih dari 5% tersebut dapat dirasakan semua orang

baik miskin atau tidak.

B. TUJUAN

Tujuan kajian ini dibuat secara umum adalah sebagai bentuk perwujudan dari Tri-

Dharma Perguruan Tinggi. Secara khusus, tujuan kajian komprehensif adalah:

1. Mengetahui kaitan inclusive growth dengan:

Pendidikan

Ketenagakerjaan

Pertanian

Konektivitas

2. Memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk mewujudkan

inclusive growth.

C. RUMUSAN

Rumusan yang dibahas dalam kajian komprehensif ini adalah:

Page 7: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

10

1. Bagaimana kaitan dan peran pendidikan dalam upaya mencapai inclusive

growth?

2. Bagaimana kaitan dan peran ketenagakerjaan dalam upaya mencapai inclusive

growth?

3. Bagaimana kaitan dan peran pertanian dalam upaya mencapai inclusive

growth?

4. Bagaimana kaitan dan peran konektivitas dalam upaya mencapai inclusive

growth?

Page 8: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

11

BAB II

ISI

A. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN PENDIDIKAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan

sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan merupakan salah

satu instrumen yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Indonesia, seperti yang

tertuang dalam Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, dengan gamblang

menyebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa. Negara Indonesia sendiri menjamin pendidikan bagi warga

negaranya seperti yang tercantum dalam UUD 45 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi

―Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan‖. Maka dengan demikian

negara berkewajiban untuk memenuhi hak warga negaranya yang berwujud

pendidikan. Kembali ke tujuan, pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Segala perkembangan dan perbaikan di dunia ini diawali oleh orang-orang cerdas

yang mengaplikasikan ilmu yang ia miliki sehingga mampu dirasakan manfaatnya

oleh orang lain. Pendidikan menjadi senjata ampuh yang mampu memerdekakan

suatu bangsa dari kebodohan. Dengan melihat betapa pentingnya pendidikan bagi

bangsa dan negara, sudah sewajarnya pemerintah menjadi regulator serta

koordinator bagi pelaksanaan pendidikan di Indonesia agar pendidikan dapat

dirasakan oleh semua warga negara dan diharapkan akan mampu mengangkat

harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.

Hampir semua negara berkembang, termasuk Indonesia, memiliki masalah berupa

kualitas dan kuantitas sumber daya manusia untuk mengelola negara yang

disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Beberapa indikator yang dapat

dilihat untuk mengetahui mutu pendidikan di Indonesia antara lain angka melek

huruf dan angka partisipasi pendidikan. Padahal pendidikan mutlak dibutuhkan

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan diharapkan akan mampu

memberikan multiplier effect terhadap pembangunan negara pada umumnya dan

pertumbuhan ekonomi pada khususnya.

Page 9: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

12

1. Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidikan, dengan segala buah manisnya, apakah tujuannya sudah sesuai dengan

ideologi Pancasila dan juga sesuai dengan UUD 1945. Lebih mendalam lagi,

apakah tujuan pendidikan sudah sesuai dengan tujuan hidup manusia itu sendiri?

Ada beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam sejarah. Plato sangat

menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan

bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari

belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.

Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia

mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan

haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula

dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama

dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia

(eudaimonia).

Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan

tujuan negara; pendidikan dirancang untuk kepentingan negara. Baik Plato,

Aristoteles, maupun pada Restorasi Meiji, ketiganya mengusung tujuan

pendidikan yang diarahkan kepada negara. Lalu bagaimana dengan tujuan

pendidikan di Indonesia?

UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, ―Pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.‖

Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, ―Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.‖

Page 10: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

13

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20,

Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, ―Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.‖

Pada pasal 4 ditulis, ―Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur,

memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan

dan kebangsaan.‖

Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, ―Pendidikan menengah

diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta

menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,

budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut

dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.‖

Dengan rumusan tujuan pendidikan seperti ini, maka sebenarnya tujuan

pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila dan UUD 1945 yaitu

mencerdaskan kehidupa bangsa dan menjadikan manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lalu pertanyaan besarnya adalah apakah

tujuan mulia dari pendidikan ini sudah dijabarkan secara komprehensif dalam

sistem pembelajaran?

2. Pendidikan, Belanja atau Investasi?

Pemerintah Indonesia dengan berbagai kebijakan yang mengatur jalannya

pendidikan di Indonesia cenderung memposisikan pendidikan sebagai belanja

(expenditure). Mengapa demikian? Pemerintah menganggarkan 20% dari APBN

Page 11: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

14

untuk sektor pendidikan yang mana jumlah tersebut sebenarnya relatif cukup

besar, tetapi 20% anggaran tersebut tidak murni dialokasikan bagi perbaikan dan

pengembangan sistem atau mutu pendidikan karena tenaga pendidik juga

termasuk didalamnya. UU Sisdiknas, Pasal 1 angka 3, menentukan bahwa sistem

pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang berarti juga

termasuk gaji pendidik. Ketentuan Pasal 49 ayat (1) yang memisahkan gaji guru

dari anggaran pendidikan dinilai membuat tak konsistennya UU Sisdiknas.

Masuknya gaji pendidik ke dalam anggaran pendidikan dikhawatirkan akan

membuat pemerintah tak lagi terdesak untuk memikirkan pendidikan di Indonesia.

Sebagai gambaran, saat ini, anggaran pendidikan di luar gaji pendidik masih

berkisar 11,8%. Jika gaji pendidik atau guru dimasukkan berarti anggaran

pendidikan sudah mencapai 18%. Pemerintah tinggal menambah 2% saja. Lalu

bagaimana dengan sekolah yang rusak serta anak-anak yang putus sekolah?

Dengan begini, kualitas pendidikan Indonesia akan tetap status quo. Anak yang

tak sekolah akan tetap tak sekolah. Dan sekolah yang rusak akan tetap rusak.

Disini pemerintah mengesankan bahwa dunia pendidikan adalah suatu hal yang

harus mereka penuhi atau bisa kita sebut kewajiban dengan memposisikan

pendidikan sebagai expenditure. Dengan demikian pemerintah terkesan tidak

mengharapkan timbal balik dari output pendidikan itu sendiri. Pemerintah hanya

perlu melakukan pengawasan satu kali, yaitu pengawasan selama penggunaan

anggaran pendidikan tersebut.

Lain halnya jika pemerintah memposisikan pendidikan sebagai investasi.

Perbedaan paling mendasar antara expenditure dengan investasi adalah investasi

ditujukan untuk pembentukan aset di masa depan yang diharapkan dapat

menimbulkan multiplier effect dan lebih berkelanjutan, sedangkan expenditure

ditujukan untuk membiayai operasional pemerintah yang sifatnya rutin dan habis

pakai. Ini yang sebenarnya penting untuk dilakukan oleh negara. Sebagai

investasi, pemerintah akan melakukan dua kali pengawasan, yaitu pengawasan

selama penggunaan anggaran pendidikan dan pengawasan saat pemerintah akan

memetik hasil investasi berupa perbaikan sumber daya manusia hasil dari proses

pendidikan. Investasinya sendiri dapat berupa perbaikan sistem, pelatihan tenaga

pendidik, dan atau infastruktur pendidikan terlepas dari belanja pegawai.

Page 12: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

15

Kembali mengacu pada angka 20 persen dari APBN sebagai anggaran pendidikan.

Tahun 2014, total belanja pemerintah mencapai Rp 1.842,495 triliun dimana

anggaran pendidikan ditetapkan sebesar Rp 368,899 triliun atau 20,02 persen.

Anggaran pendidikan tersebut terdiri atas alokasi melalui belanja pemerintah pusat

sebesar Rp 130,2796 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 238,6195 triliun.

Jumlah sebesar ini tentu diharapkan akan mampu memperbaiki kualitas

pendidikan di Indonesia terutama peningkatan kualitas wajib belajar sembilan

tahun yang merata. Hanya saja sejumlah anggaran tersebut juga meliputi

pembiayaan tenaga pengajar dengan pertimbangan bahwa tenaga pengajar juga

merupakan komponen pendidikan. Padahal jika pemerintah mengalokasikan

seluruh anggaran pendidikan untuk perbaikan sistem dan infrastruktur pendidikan

maka kualitas pendidikan itu sendiri akan cepat meningkat. Alokasi untuk tenaga

pengajar bukan untuk pembayaran gaji, melainkan untuk pelatihan dan

pembekalan tenaga pengajar demi proses belajar mengajar yang lebih baik. Tetapi

anggaran sebesar ini juga memerlukan pengawasan ekstra karena sangat rawan

dikorupsi. Kembali disini dibutuhkan peran pemerintah untuk selalu melakukan

pengawasan khususnya dalam alokasi anggaran pendidikan.

3. Evaluasi Sistem Pendidikan

Selama ini pemerintah memang terkesan lepas dari fungsi pengawasan kedua

sebagaimana yang disebutkan di atas. Pemerintah, dengan segala wewenang yang

telah diamanatkan kepadanya, tidak hanya mengawasi input (baca: pengeluaran

anggaran), tetapi juga mengawasi proses (baca: sistem pendidikan) dan output

(baca: SDM terdidik). Berbagai upaya yang ditujukan untuk memperbaiki sistem

pendidikan seperti penggunaan kurikulum 2013 menggantikan kurikulum 2006

memang telah dilakukan, hanya sayangnya kurang berhasil diaplikasikan dalam

pendidikan. Penerapannya sangat tergesa-gesa seolah pemerintah menganggap

bahwa sistem dan infrastruktur pendidikan di seluruh wilayah di Indonesia sudah

memenuhi dan siap dijejali kurikulum baru. Padahal kenyataannya tidak demikian.

Kita ambil contoh dalam penyediaan buku teks. Buku merupakan kebutuhan vital

bagi murid dan pegangan bagi guru dalam menjalankan proses belajar mengajar.

Persoalan buku teks tidak bisa dipecahkan seketika secepat penerapan

kurikulumnya. Dimulai dari penulisan naskah, editing, pembuatan layout, proses

Page 13: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

16

cetak, hingga distribusi semuanya memerlukan waktu yang tidak singkat.

Ketidaksiapan semacam ini hanya akan mengorbankan peserta didik yang

seharusnya mendapatkan ilmu melalui proses pendidikan sebaik mungkin.

Ketidaksiapan juga terjadi di tenaga pendidik. Banyak guru yang menjalankan

kurikulum baru tetapi belum mendapat penataran. Jika pun ada penataran, yang

mengikuti hanya beberapa perwakilan yang diharapkan dapat menularkan ke

tenaga pendidik lainnya. Padahal dalam prosesnya miskomunikasi sangat mungkin

terjadi dan resiko terbesarnya kembali mengarah ke peserta didik. Teknologi

Informasi dan Komunikasi yang diubah dari mata pelajaran menjadi sarana

pembelajaran menuntut semua tenaga pendidik terkait untuk mampu menguasai

TIK dalam pembelajaran. Konsep ini bagus hanya saja kita tidak dapat

menggeneralisasi semua tenaga pendidik familiar dengan TIK apalagi jika tidak

didukung oleh infrastruktur yang memadai.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memiliki sebuah portal

khusus terkait penerapan kurikulum 2013 yaitu EPIK yang merupakan singkatan

dari sistem Elektronik Pemantauan Implementasi Kurikulum 2013. Dalam portal

dapat dilihat bahwa kurikulum 2013 baru diterapkan pada 6.973 sekolah (2.865

SD, 1.535 SMP, 1.431 SMA, dan 1.142 SMK) yang mana jika dilihat dari lokasi

sekolahnya ada 3.598 sekolah yang berlokasi di Pulau Jawa (52%). Kita tidak bisa

menyebut ini sebagai ‗implementasi‘ melihat jumlah sekolah yang menerapkan

kurikulum 2013 relatif sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah seluruh sekolah

di Indonesia, apalagi terpusat pada satu lokasi. Jika jumlah sekolah di Indonesia

lebih dari 200.000 sekolah, maka proporsi sekolah yang jadi sasaran implementasi

kurikulum 2013 hanya sekitar 3,5 persen. Proporsi sesedikit ini tidak bisa disebut

implementasi. Idealnya implementasi dilakukan paling tidak kepada 50 persen

dari jumlah sekolah yang ada. Angka 3,5 persen itu idealnya hanya sebagai uji

coba. Antara implementasi dan uji coba memiliki perbedaan fundamental. Term

implementasi dilakukan untuk kurikulum yang ―sudah jadi‖ dan dalam

perlakuannya sudah tidak ada lagi (jarang sekali) perbaikan. Sedangkan uji coba

dilakukan untuk kurikulum yang ―belum jadi‖ dan dalam perlakuannya

dimungkinkan terjadi banyak perbaikan, bahkan mungkin saja tidak dilanjutkan

sampai ke tahap implementasi.

Page 14: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

17

Implementasi kurikulum 2013 ibarat orang berlari sambil membetulkan tali

sepatu. Artinya sudah langsung lari meskipun persiapannya belum selesai.

Begitupun kurikulum 2013 ini, sudah langsung diimplementasikan meskipun

persiapannya belum selesai.

Ketidaksiapan ini ditambah rumit dengan sistem ujian yang diterapkan. Di

Indonesia, penentuan kelulusan siswa melalui Ujian Nasional dilaksanakan

dengan menggunakan conjunctive model. Artinya, siswa harus memenuhi seluruh

indikator kelulusan dengan cara lulus Ujian Nasional. Ketentuan bahwa Ujian

Nasional miliki bobot 60% dalam menentukan kelulusan siswa perlu dikaji.

Karena compensatory model penentu kelulusan seharusnya lebih mengutamakan

hasil dari indikator lain yang jauh lebih penting dibandingkan dengan Ujian

Nasional.

Bagi para siswa, Ujian Nasional selama ini telah menjadi high stake testing, sebab

hasil Ujian Nasional berdampak besar bagi masa depan mereka. Penelitian

menunjukan berbagai dampak negatif yang menyertai kebijakan high stake testing

dalam melaksanakan Ujian Nasional, yaitu:

a. Kesenjangan prestasi akademis berdasarkan status sosial siswa (Dee & Jacob,

2006; Willms, 2006)

b. Peningkatan resiko putus sekolah, terutama bagi siswa yang berasal dari

keluarga tidak mampu (Cunningham & Sanzo, 2002; Dee & Jacob, 2006;

Marchant & Paulson, 2005; National Research Council, 1997; Reardon, 1996;

Warren, Jenkins, & Kulick, 2006);

Di sisi lain, Ujian Nasional merupakan standardized test. Ujian dirancang agar

seluruh siswa dapat menjawab pertanyaan yang sama, dalam kondisi sama dan

jawaban mereka pun dinilai dengan cara yang sama. Hal tersebut tak sesuai

dengan kenyataan bahwa di Indonesia kesempatan pendidikan antarwilayah

tidaklah merata.

Ketidakmerataan kesempatan untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang

terbaik erat kaitannya dengan kondisi ekonomi orang tua siswa serta kondisi

tempat belajar mengajar. Kondisi tersebut pun dapat mempengaruhi prestasi

Page 15: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

18

akademik siswa. Maka, sistem standardized test dalam Ujian Nasional yang

seragam di seluruh wilayah di Indonesia belum tepat dilakukan.

Alangkah baiknya pemerintah mempersiapkan segala instrumen terkait sistem

pendidikan sebelum menerapkannya dalam pendidikan Indonesia. Tentu

pemerintah menginginkan dan mengusahakan yang terbaik bagi seluruh

stakeholders pendidikan di Indonesia agar cita-cita luhur bangsa yang tertuang

dalam Pembukaan UUD 1945 dapat tercapai.

4. Infrastruktur Pendidikan

Suatu barang dikatakan excludable ketika dimungkinkan untuk menghalang-

halangi seseorang dalam menikmati manfaat dari barang tersebut. Contoh

sederhana adalah ketika kita harus membayar biaya untuk menikmatinya. Suatu

barang dikatakan rival ketika seseorang sudah menggunakan atau mengkonsumsi

barang tersebut maka akan menurunkan jumlah yang tersedia bagi orang lain

untuk menggunakannya. Contoh sederhana adalah ketika seseorang membeli ikan

di pasar, maka akan mengurangi jumlah ikan yang tersedia di pasar tersebut yang

mungkin akan dibeli oleh pembeli lain. Suatu barang yang memiliki sifat

keduanya, baik excludable maupun rival, disebut juga private goods. (Parkin,

2012).

Melihat dua karakteristik jenis barang sebagaimana yang dijelaskan di atas, kita

dapat menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan private goods. Ada hambatan

bagi seseorang untuk memasuki dunia pendidikan dan ketika seseorang sudah

menikmati pendidikan maka kesempatan bagi orang lain untuk menikmati

pendidikan yang sama akan berkurang.

Tetapi, seorang yang telah terdidik akan membawa manfaat bagi orang lain.

Dengan kecerdasan yang ia miliki, ia akan relatif lebih mampu untuk mengubah

atau memperbaiki lingkungannya dibandingkan dengan orang yang tidak terdidik.

Mereka juga merupakan warga negara yang baik dengan tingkat kriminalitas yang

relatif lebih rendah juga dibandingkan dengan mereka yang tidak terdidik. Efek

samping semacam ini menjadikan pendidikan memiliki eksternalitas positif yang

Page 16: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

19

mana manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga dapat

dirasakan manfaatnya oleh orang lain.

Dalam ilmu ekonomi, barang-barang yang memiliki eksternalitas positif harus

dikelola oleh pemerintah untuk mengefisienkan manfaat dari barang tersebut.

Pemerintah menggunakan pajak sebagai sumber utama pembiayaan sektor

pendidikan. Namun karena alokasi anggaran pendidikan masih belum fokus

keapada infrastruktur pendidikan seperti pembangunan gedung sekolah, sarana

laboratorium, serta fasilitas dan media pendidikan lainnya yang mana seiring

diterapkannya kurikulum 2013 menuntut institusi pendidikan untuk mampu

menyediakan berbagai infrastruktur tersebut.

Infrastruktur pendidikan memang harus diutamakan oleh pemerintah selain sistem

pendidikan itu sendiri. Ketika pendidikan sudah menjadi tanggung jawab

pemerintah daerah, pola pengembangan pendidikan dan pola pengalokasian

anggaran juga harus sesuai. Maka akan dibutuhkan pengawasan menyeluruh,

apalagi sebagian dananya berasal dari pajak yang dibayar oleh masyarakat.

Fokus ke pembangunan infrastruktur menjadi hal yang sangat penting karena tidak

mungkin sistem pendidikan dapat diterapkan dengan baik jika tidak didukung oleh

infrastruktur yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaannya, akan lebih sulit

menyamaratakan pembangunan infrastruktur pendidikan dibandingkan

menerapkan suatu sistem pendidikan dalam skala nasional.

5. Tenaga Kependidikan

Untuk mencapai inclusive growth, jelas diperlukan suatu sistem pendidikan yang

berkualitas. Dalam penelitian yang dilakukan McKinsey, ia menarik kesimpulan

bahwa, ―Kualitas suatu sistem pendidikan tidak bisa melampaui kualitas guru-

gurunya‖ (Barber dan Mourshed 2007, 16). Oleh karena itu, kualitas guru sebagai

salah satu tenaga kependidikan harus diperhatikan dalam upaya menciptakan

sistem pendidikan yang baik. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk

mengukur kualitas pendidikan dan efisiensi guru adalah Student Teacher Ratio

(STR) atau rasio murid guru. STR yang tinggi menunjukkan rendahnya kualitas

pendidikan akibat jumlah guru yang tidak mencukupi. Sebaliknya, STR yang

Page 17: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

20

rendah menunjukkan tingginya kualitas pendidikan karena jumlah guru yang

mencukupi atau malah berlebih. Masalah cenderung muncul ketika STR

menunjukkan angka yang rendah namun ternyata kualitas pendidikan juga

tergolong rendah.

Indonesia yang memiliki kualitas pendidikan dibawah Singapura, Korea, Jepang,

dan Amerika, ternyata memiliki STR yang lebih rendah dibanding negara-negara

tersebut. Pada tingkat SD, STR Indonesia berada dibawah Singapura dan Korea,

sementara di tingkat SMP, STR di Indonesia berada di bawah Jepang dan

Amerika.

Rendahnya rasio murid guru di Indonesia ternyata tidak serta-merta

mengindikasikan kualitas pendidikan yang baik dikarenakan masalah penyebaran.

Jumlah guru di Indonesia yang mencapai 2,9 juta pada tahun 2012 didukung

dengan STR Indonesia yang tergolong rendah menunjukkan jumlah guru yang

mencukupi untuk proses pembelajaran. Permasalahannya, persebaran guru terjadi

tidak merata. Sebagian sekolah kekurangan guru dan sebagian sekolah kelebihan

guru. Anggapan umum bahwa sekolah di pedesaan kekurangan guru ternyata

terpatahkan karena Kalimantan dan Papua yang memiliki banyak pedesaan,

ternyata memiliki STR yang rendah. Kenyataan yang terjadi adalah Propinsi

dengan banyak pedesaan tersebut memiliki banyak sekolah-sekolah kecil dengan

kualitas rendah dan sedikit murid. Peraturan yang mewajibkan adanya minimal 9

guru dalam 1 sekolah menjadikan STR rendah. Ternyata, permasalahan pada

persebaran guru di Indonesia tidak terjadi pada aspek kuantitas, melainkan

kualitas. Sekolah-sekolah kecil di pedesaan dengan jumlah murid yang sedikit

memiliki kualitas rendah karena guru-guru yang bertugas juga memiliki kualitas

yang rendah.

STR yang rendah dan kualitas pendidikan di Indonesia yang juga rendah,

mengindikasikan adanya inefisiensi guru dan tenaga kependidikan. Hal ini

dikarenakan banyaknya sekolah-sekolah kecil dengan jumlah murid yang sedikit.

Sudah seharusnya peraturan pemerintah terhadap penentuan jumlah guru bukan

hanya didasarkan terhadap jumlah kelas, melainkan jumlah murid. Bila

memungkinkan, penggabungan sekolah-sekolah kecil perlu dilakukan agar sumber

Page 18: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

21

daya guru menjadi efisien. Efisiensi dalam kuantitas tenaga kependidikan juga

diharapkan dapat berkontribusi dalam penurunan jatah anggaran pendidikan untuk

gaji guru sehingga dapat dimanfaatkan untuk sektor lain seperti perbaikan

infrastruktur atau pengadaan buku-buku berkualitas.

6. Buah Pendidikan

Pendidikan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi suatu

negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan human capital yang berkualitas.

Ketika human capital suatu negara diisi oleh orang-orang yang berkualitas, maka

akan meningkatkan produktivitas yang mana akan berbanding lurus dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi ideal semacam ini tentu akan

sangat tergantung dari kualitas pendidikan itu sendiri. Dan semua ini pada

akhirnya akan kembali kepada pemerintah yang mengatur jalannya pendidikan

dimulai dari penyusunan anggaran, penerapan sistem, pembangunan infrastruktur,

dan pengawasan. Kemauan dan kemampuan pemerintah dalam mengelola

pendidikan sebaik mungkin menjadi pintu gerbang Indonesia menuju bangsa yang

lebih bermartabat.

Dan ketika kita ingin melihat kaitan antara pendidikan dengan inclusive growth,

tidak akan banyak berbeda kaitannya seperti dengan pertumbuhan ekonomi pada

umumnya, hanya saja inclusive growth menuntut pemerintah untuk lebih

memperhatikan aspek sistem dan infrastruktur pendidikan di seluruh wilayah di

Indonesia agar dapat menjalankan fungsi pendidikan sebaik mungkin. Sistem

pendidikan tidak selalu harus disamaratakan. Masing-masing daerah memiliki

kultur dan potensi yang berbeda sehingga alangkah baiknya output pendidikan

mampu untuk mengelola daerahnya sendiri agar kondisi growth yang dirasakan

oleh semua pihak di semua sektor di semua wilayah akan dapat terpenuhi. Tidak

seperti dewasa ini dimana growth hanya dirasakan oleh segelintir orang yang

ekonominya menengah keatas dan mayoritas tinggal di Pulau Jawa. Sekali lagi,

dibutuhkan aksi nyata pemerintah untuk mampu memperbaiki pendidikan di

seluruh wilayah di Indonesia demi tercapainya suatu pertumbuhan ekonomi yang

inklusif.

Page 19: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

22

B. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN KETENAGAKERJAAN

Berbicara mengenai inclusive growth berarti berbicara mengenai pertumbuhan

yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan setiap individu ataupun rumah

tangga dalam suatu perekonomian. Kesejahteraan tersebut dapat dicapai dengan:

1. Membenahi pos-pos seperti pendidikan dan kesehatan yang mampu

meningkatkan kualitas human capital—dalam artian menciptakan

kesamarataan baik dalam kemudahan akses maupun kesetaraan kualitas—yang

pada akhirnya mampu menaikkan produktivitas per individu sehingga dapat

berkontribusi lebih untuk perekonomian.

2. Membenahi sektor lapangan kerja utama yang dapat secara langsung

mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga melalui peningkatan pendapatan

per rumah tangga.

Dalam hal ini, poin kedua berkaitan erat dengan ketenagakerjaan.

1. Permasalahan dan Isu Ketenagakerjaan di Indonesia

1.1. Profil Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka

Angkatan kerja merupakan orang – orang yang berusia lebih dari 15 tahun, dan

sedang mencari pekerjaan ataupun bekerja. Angka angkatan kerja terdiri dari

angka pengangguran dan jumlah penduduk yang bekerja. Penduduk yang berusia

15 tahun ke atas di Indonesia dari tahun ke tahun sebenarnya memiliki jumlah

yang relatif meningkat, begitu pula dengan angkatan kerjanya. Sebagai contoh,

pada tahun 2004, jumlah angkatan kerja di Indonesia hanya sebanyak 103.973.387

jiwa. Sedangkan pada paruh kedua tahun 2013, jumlah tersebut meningkat hingga

mencapai angka 118.192.778 jiwa. Peningkatannya cukup banyak, yakni sekitar

15 juta jiwa. Dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tersedia, maka

supply terhadap labor pun meningkat.

Berikut penyajian data mengenai angkatan kerja di Indonesia dari tahun 2004

hingga tahun 2013:

Page 20: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

23

Grafik 1. Jumlah Angkatan Kerja Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS

2013)

Dalam grafik tersebut, dapat terlihat bahwa jumlah dari baik penduduk yang

berusia 15 tahun ke atas maupun angkatan kerja yang tersedia cenderung relatif

meningkat dari setiap tahunnya. Selain itu, antara penduduk berusia 15 tahun ke

atas dan angkatan kerja yang tersedia, terdapat jarak. Selisih ini merupakan

penduduk yang berusia di atas 15 tahun tetapi bukan angkatan kerja, melainkan

mereka yang melanjutkan pendidikan (bersekolah), menikah, ataupun memiliki

kegiatan lainnya.

Dari segi jumlah penduduk dan angkatan kerja, Indonesia memiliki jumlah yang

cukup untuk memenuhi demand terhadap labor force yang dibutuhkan. Namun

demikian, tingkat pendidikan dari penduduknya yang masih cukup rendah

menyebabkan penduduk tersebut tidak dapat memenuhi demand terhadap labor

force pada pasar ketenagakerjaan. Surplus tenaga kerja inilah yang menimbulkan

unemployment di Indonesia.

Page 21: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

24

Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang memiliki status bekerja, dan memiliki

status pengangguran terbuka. Berikut penyajian proporsi antara penduduk yang

bekerja dan pengangguran terbuka:

Tahun Angkatan

Kerja (Jiwa)

TPAK

(%)

Bekerja

(Jiwa)

Pengangguran

Terbuka

(Jiwa)

TPT

(%)

2004 103 973 387 67,55 93 722 036 10 251 351 9,86

2005 105 857 653 66,79 93 958 387 11 899 266 11,24

2006 106 388 935 66,16 95 456 935 10 932 000 10,28

2007 109 941 359 66,99 99 930 217 10 011 142 9,11

2008 111 947 265 67,18 102 552 750 9 394 515 8,39

2009 113 833 280 67,23 104 870 663 8 962 617 7,87

2010 116 527 546 67,72 108 207 767 8 319 779 7,14

2011 117 370 485 68,34 109 670 399 7 700 086 6,56

2012 118 053 110 67,88 110 808 154 7 244 956 6,14

2013 118 192 778 66,90 110 804 041 7 388 737 6,25

Tabel 1. Jumlah Angkatan Kerja, TPAK, Jumlah Bekerja, Jumlah Pengangguran

Terbuka, dan TPT Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2013)

Grafik 2. Jumlah Angkatan Kerja, Jumlah Bekerja, Jumlah Pengangguran Terbuka

Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2013)

Dari seluruh angkatan kerja yang tersedia, tidak seluruhnya terserap di dalam

pasar tenaga kerja. Tenaga kerja yang tidak terserap inilah yang menimbulkan

pengangguran. Sejak tahun 2004 hingga 2013 paruh kedua, pengangguran sempat

Page 22: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

25

mengalami peningkatan dan kemudian menurun kembali sampai pada tahun 2013.

Serta diikuti pula dengan persentase TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) yang

menurun. Hal ini dapat disebabkan karena kualitas dari SDM tenaga kerja tersebut

sendiri sudah meningkat, dan diikuti dengan peningkatan demand terhadap tenaga

kerja.

Grafik 3. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2013)

Data tersebut menunjukkan fakta-fakta menarik di mana kategori ―Tidak/belum

pernah sekolah‖ memegang presentase paling sedikit dalam pengangguran

terbuka. Sebaliknya, lulusan tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti

universitas memiliki porsi yang lebih besar, bahkan lulusan SLTP dan SLTA

Umum menjadi penyumbang penganggur terbuka yang paling tinggi. Fenomena

ini erat kaitannya dengan tenaga kerja sektor informal yang dapat didefinisikan

sebagai tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada

perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak. Ciri-ciri

kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk—artinya setiap orang dapat

kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya

Page 23: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

26

lokal—biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil dan padat karya,

keterampilan yang digunakan diperoleh dari luar sistem formal sekolah, dan tidak

diatur dan pasar yang kompetitif. Dalam keseharian, PKL, tukang becak,

pedagang pasar, dan buruh tani menjadi contoh-contoh pekerja dalam sektor

informal. Sementara itu, sektor lapangan kerja pertanian, kehutanan, perburuan,

dan perikanan merupakan sektor yang menjadi basis pekerja informal. Persentase

jumlah pekerja dalam sektor formal dan informal tahun 2006-2008 disajikan

dalam tabel berikut.

Pekerja

(%)

2006 2007 2008

Laki-

laki

Perempuan Laki-

laki

Perempuan Laki-

laki

Perempuan

Formal 32.92 25.80 33.15 25.80 34.08 26.46

Informal 67.08 74.20 66.85 74.20 65.92 73.54

Total 100 100 100 100 100 100

Tabel 2. Tabel Pekerja Formal dan Informal Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006-

2008 (Source: Sakernas, 2009)

Berdasarkan data di atas, ketenagakerjaan di Indonesia jelas masih didominasi

oleh sektor informal. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sektor ini tidak

membutuhkan keterampilan khusus sehingga pekerja sektor informal biasanya

merupakan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Oleh

karena itu, kategori-kategori seperti ―Tidak/belum pernah sekolah‖ maupun

―Belum/tidak tamat SD‖ menyumbang persentase yang relatif kecil dalam

pengangguran terbuka. Mereka memang tidak tergolong menganggur, tetapi

mereka berkerja di pekerjaan yang tidak memberikan penghasilan tetap dan tidak

memiliki keamanan kerja (job security). Kemajuan perekonomian sebuah negara

sendiri biasanya ditandai dengan adanya tranformasi pekerja, dari dominasi

pekerja sektor informal (blue collar) ke pekerja sektor formal (white collar).

Peningkatan jumlah pekerja sektor informal di perkotaan utamanya disebabkan

oleh urbanisasi. Pada awalnya, penduduk pedesaan pindah ke perkotaan karena

terinsetif oleh tingginya tingkat upah relatif. Sesampainya di perkotaan, mereka

menghadapi tingginya kualifikasi pendidikan dan keterampilan pada pekerjaan-

Page 24: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

27

pekerjaan formal. Kondisi ini kemudian memaksa mereka untuk terjun ke sektor

informal dan menghadapi ketidakstabilan penghasilan. Di sisi lain, sektor informal

di pedesaan didominasi oleh kaum petani.

Sementara itu, lulusan SLTA Umum maupun universitas berkontribusi relatif

lebih besar dalam angka penganggguran terbuka dibanding mereka yang tidak

pernah mengenyam pendidikan formal karena menghadapi dilema dan kompetisi

yang lebih ketat. Mereka merasa telah memiliki kualifikasi yang lebih tinggi untuk

bekerja di sektor formal sehingga cenderung memilih untuk menganggur hingga

mendapat panggilan kerja dibanding terjun ke sektor informal.

1.2. Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor

Indonesia memiliki beberapa macam sektor utama dalam ketenagakerjaan.

Namun, yang pada umumnya selalu digunakan hanyalah sebanyak 9 sektor utama.

Sektor–sektor tersebut antara lain:

1.) Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan

2.) Pertambangan dan Penggalian

3.) Industri

4.) Listrik, Gas, dan Air

5.) Konstruksi

6.) Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi;

7.) Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi;

8.) Lembaga Keuangan, Real Estate, Lembaga Persewaan, dan Jasa Perusahaan

9.) Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan

10.) Sektor lainnya

Page 25: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

28

Grafik 4. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Utama (Source: Sakernas,

BPS 2014)

Berdasarkan grafik di atas, sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan,

dan perikanan merupakan salah satu sektor perekonomian yang menyerap tenaga

kerja yang cukup besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal ini

dikarenakan potensi Indonesia pada perspektif agraris memang cukup tinggi dan

telah menjadi salah satu sektor paling utama dalam perekonomian Indonesia.

Dapat dilihat, pada sektor ini jumlah tenaga kerjanya masih terbilang cukup

banyak, yakni sekitar 40 juta orang. Namun demikian, semenjak tahun 2011

jumlah tenaga kerja pada sektor ini mulai mengalami penurunan yang berarti.

Salah satu penyebab terjadinya penurunan tenaga kerja pada sektor ini adalah

maraknya konversi lahan di daerah produksi, contohnya di Pulau Jawa. Dengan

adanya konversi lahan pertanian menjadi lahan industri, maka secara otomatis

tenaga kerja di bidang pertanian juga mengalami penurunan yang cukup berarti.

Di sisi lain, sektor ini juga merupakan sarang pekerja informal. Suatu hal yang

Page 26: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

29

disayangkan ketika sektor yang menyerap sebagian besar tenaga kerja di

Indonesia adalah sektor yang tidak stabil dan bahkan cenderung berupah rendah.

Sementara itu, sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi berada

pada tingkat kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja. Jika kita perhatikan,

pergerakan grafiknya relatif terus meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2013.

Hal ini mengindikasikan bahwa perdagangan Indonesia cenderung membaik dari

tahun ke tahun dan oleh karena itu dapat menjadi salah satu sektor andalan pula

dalam penyerapan tenaga kerja. Penyebab meningkatnya tenaga kerja yang

bergerak di bidang ini adalah tidak diperlukannya prasyarat pendidikan yang

tinggi, sehingga sesuai dengan kadar pendidikan masyarakat Indonesia yang

masih relatif rendah.

Sektor lain yang penyerapan tenaga kerjanya juga relatif meningkat adalah jasa

kemasyarakatan, sosial, dan perorangan, serta sektor industri. Kedua sektor ini

semenjak tahun 2004 hingga tahun 2013 mengalami kenaikan, tetapi kenaikan dari

sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan lebih besar dibandingkan

dengan kenaikan di sektor industri. Pada sektor–sektor selain yang tersebut di atas,

tingkat tenaga kerjanya relatif sama dari tahun ke tahun. Tidak ada kenaikan

ataupun penurunan yang begitu berarti.

Perlu dilakukan penelitian yang lebih jauh untuk menyimpulkan apakah

pergeseran sektor utama ketenagakerjaan dari basis agraris ke basis industri dan

perdagangan merupakan sinyal yang positif atau negatif. Apabila pergeseran ini

disertai peningkatan pendapatan dan keamanan kerja, hal ini bisa jadi

mengindikasikan adanya kemajuan perekonomian dan pendidikan, di mana jumlah

pekerja white collar bertambah dan jumlah pekerja blue collar menurun.

Page 27: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

30

Tabel 3. Distribusi Presentase Pekerja yang Pernah Pindah Pekerjaan Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama Sebelumnya dan Lapangan Pekerjaan Utama

Sekarang, 2012 (Source: BPS 2013)

Sementara itu, tabel di atas memperkuat fakta bahwa sektor pertanian menjadi

sektor yang paling banyak ditinggalkan pada tahun 2012, yakni sebesar 28.37%.

Selain konversi lahan, rendahnya upah tenaga kerja di sektor ini juga menjadi

faktor utama semakin sedikitnya tenaga kerja yang tersisa. Sementara itu, sedikit

tenaga kerja dari sektor listrik, gas, dan air bersih serta pertambangan dan

penggalian yang keluar dari sektornya. Berarti, tenaga kerja dalam sektor tersebut

sudah merasa nyaman dengan pekerjaan yang mereka miliki sehingga tidak

berkeinginan untuk berpindah sektor. Lebih dalam lagi, diperlukan keterampilan

khusus untuk bekerja di sektor pertambangan dan penggalian. Spesialisasi yang

jelas ini menyebabkan tenaga kerja sektor tersebut merasa lebih diuntungkan

apabila bertahan di sektornya. Selain itu, perpindahan kerja dalam satu sektor

lebih banyak terjadi pada pertanian (13.15%) karena terbatasnya kemampuan

untuk berpindah ke sektor lain dan industri pengolahan (8.14%).

Page 28: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

31

Di sisi lain, perpindahan tenaga kerja masih mengarah ke tiga sektor utama, yakni

pertanian (26.39%), perdagangan, hotel, dan restoran (21.78%), dan industri

pengolahan (17.7%). Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga sektor di atas

memiliki potensi dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini berbanding lurus dengan

track record ketiga sektor bersangkutan sebagai penyumbang terbesar PDB

Indonesia selama beberapa tahun terakhir.

1.3. Lulusan SMA vs Lulusan SMK

SMK sudah mulai menjadi salah satu tren yang menjamah pikiran rakyat

Indonesia. Pola pikir rakyat Indonesia yang tidak seluruhnya ingin berlama–lama

menuntut ilmu, lebih cenderung untuk memilih SMK sebagai kelanjutan jenjang

pendidikannya dari tingkat SMP.

Berbeda dengan SMK, SMA mendidik lulusannya untuk melanjutkan ke tingkat

yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, lulusan SMA hanya diberikan ilmu

pengetahuan dan kecerdasan yang bersifat teoritis, tidak seperti SMK. Pada SMK,

ilmu yang diberikan bersifat aplikatif dan langsung melibatkan praktik di bidang

pekerjaannya masing–masing. SMK memang mempersiapkan luusannya untuk

langsung bekerja, tidak seperti SMA. SMK membekali lulusannya mental untuk

siap bekerja setelah mereka lulus nanti.

Beberapa tahun belakangan, pemerintah mulai menggencarkan peningkatan

kuantitas dari SMK yang terdapat di Indonesia. Rencananya, pemerintah akan

meningkatkan jumlah SMK yang terdapat diseluruh Indonesia dengan rasio 70:30

dengan SMA. Dan pada saat ini, jumlah SMK yang terdapat di Indonesia sudah

memiliki rasio sebesar 51:49 dengan SMA. Penggencaran ini juga dapat dilakukan

dengan maksud untuk menjawab kebutuhan perusahaan akan tenaga kerja murah

bagi perusahaannya.

Tujuan utama dari pendirian SMK adalah untuk mengurangi angka pengangguran

yang terdapat di Indonesia. Walaupun memang dengan pendirian SMK dapat

mengurangi tingkat pengangguran yang terdapat di Indonesia, namun nyatanya hal

Page 29: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

32

tersebut belum begitu efektif dirasakan oleh seluruh kalangan. Hal ini dapat terjadi

disebabkan karena adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh SMK–SMK yang

terdapat di Indonesia. Yang pertama adalah masalah peminatan dari publik

terhadap SMK. Tidak sedikit publik yang menilai SMK kurang baik. Pandangan

ini muncul dengan konotasi anak SMK sekarang sebagai ―Dalang Tawuran‖.

Tidak hanya itu, banyak perilaku–perilaku negatif lainnya yang menyebabkan

buruknya pandangan masyarakat teradap SMK dan menyebabkan kurangnya

peminat dari SMK itu sendiri. Permasalahan yang kedua adalah rata–rata dari

lulusan SMK di Indonesia yang belum terlalu bagus. Padahal, sudah cukup banyak

perusahaan–perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dengan upah yang tidak

terlalu mahal, yakni dengan mempekerjakan lulusan SMK. Sayangnya, lulusan

SMK justru kebanyakan belum terlalu kompeten di bidang pekerjaannya.

Permasalahan berikutnya adalah terkait dengan kualitas dari SMK itu sendiri.

Pemerintah seharusnya tidak hanya meningkatkan jumlah dari kuantitas SMK-nya

saja, tetapi juga meningkatkan kualitas dari SMK–SMK yang terdapat di seluruh

Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui komponen–komponennya, seperti

tenaga pengajar, kurikulum, infrastruktur, dan kebijakan–kebijakan yang terkait

dengan pendidikan, khusunya pada tingkat SMK.

Hal terakhir yang menjadi tantangan pemerintah adalah untuk kembali

membentuk opini publik mengenai SMK. Pemerintah harus dapat membentuk

pola pikir dari masyarakat agar mau untuk mengikuti pendidikan pada jenjang

SMK.

1.4. Bonus Demografi dan Ketenagakerjaan

Bonus demografi kerap diinterpretasikan sebagai peluang bagi Indonesia di masa

depan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Perlu diketahui,

bonus demografi adalah keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh menurunnya

kelahiran jangka panjang (Endang Srihadi, 2013). Salah satu gejala yang terlihat

adalah jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang akan melonjak

sehingga melebihi jumlah penduduk usia nonproduktif (<15 tahun dan >64 tahun).

Hal ini terkait dengan dependency ratio, atau rasio yang menyatakan jumlah

Page 30: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

33

penduduk usia nonproduktif yang ditanggung oleh usia produktif. Di tahun 2020-

2035 mendatang, Indonesia diperkirakan akan memiliki dependency ratio sebesar

0,4-0,5 yang berarti setiap 100 orang penduduk usia produktif hanya menanggung

40-50 orang penduduk usia nonproduktif. Hal ini tentu jauh berbeda dengan

kondisi di tahun 70-an, di mana dependency ratio Indonesia berkisar di angka 0,8-

0,9.

Grafik 5. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035 (Source: Sakernas, BPS

2014)

Grafik 6. Dependency Ratio Indonesia Tahun 2010-2035 (Source: Sakernas, BPS

2014)

Sedikitnya, ada 4 prasyarat utama agar bonus demografi dapat diraih (Sonny

Harry B. Harmadi, 2013), di antaranya: 1.) Pasar tenaga kerja harus mampu

Page 31: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

34

menyerap seluruh tenaga kerja dalam negeri. Jika tidak, gejolak sosial seperti

peningkatan angka kriminalitas sangat mungkin muncul ke permukaan. Implikasi

lain dari momentum ini tidak lain adalah kenaikan jumlah penduduk miskin yang

merupakan hasil dari upah tidak layak yang didapat oleh tiap rumah tangga.

Sebenarnya, hal ini dapat diatasi dengan memaksimalkan jumlah pekerja usia

produktif yang dapat dikirim ke negara lain. Diperkirakan, di saat 50-60%

penduduk Indonesia berada di tataran usia produktif sepuluh tahun mendatang,

penduduk Amerika Utara, Eropa, Asia Timur, dan Australia justru harus

menanggung 50-60% penduduk usia lanjut. Negara-negara seperti Jerman, Jepang,

dan Korea Selatan sudah mengantisipasi hal tersebut dengan meminta pemerintah

RI untuk mengirim sejumlah tenaga kerja pada dasawarsa mendatang. 2.)

Kesadaran untuk menabung. Esensi utama dari bonus demografi sebenarnya

adalah jumlah penghasilan yang dapat dihasilkan setiap kepala penduduk usia

produktif dan dapat dialokasikan untuk saving. Seperti yang kita tahu, private

saving adalah salah satu modal investasi yang memiliki kontribusi untuk

pertumbuhan ekonomi/GDP. Semakin besar jumlah saving yang dialokasikan

penduduk, semakin besar investasi yang dapat diciptakan, dan semakin tumbuh

perekonomian dalam negeri. Apabila jumlah rumah tangga di Indonesia yang

belum memiliki rekening tabungan masih tetap bertengger di angka 49% seperti

sekarang, bonus demografi bisa jadi hanya angan-angan semata. 3.) Human

capital atau sumber daya manusia yang mumpuni, yang berarti kuantitas harus

berbanding lurus dengan kualitas. Sesuatu yang patut disayangkan jika nantinya

sebagian besar penduduk Indonesia yang seharusnya mampu berkontribusi lebih

dalam perekonomian justru tidak mendapat pekerjaan yang layak dikarenakan

taraf pendidikan yang rendah. Tanpa pendidikan yang mampu menunjang kualitas

sumber daya manusia, jumlah pengangguran justru akan bertambah seiring dengan

kualifikasi pekerja yang tidak terpenuhi. Kualitas tersebutlah yang menjadi titik

berat perhatian negeri ini nantinya, bukan hanya kuantitas. Dan, 4.) Program

Keluarga Berencana yang harus tetap berjalan.

Apabila keempat prasyarat tersebut tidak terpenuhi, momentum bonus demografi

justru dapat berbalik menjadi ‗bencana demografi‘. Belum lagi dengan fakta

bahwa di tahun 2050, dependency ratio Indonesia akan kembali naik menjadi

0,73. Jika saving tidak berhasil dilakukan di dasawarsa mendatang, 73 orang

Page 32: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

35

tanggungan penduduk usia nonproduktif akan benar-benar menjadi beban 100

penduduk usia produktif ke depannya. Periode 2014-2019 berada pada masa

transisi menuju puncak bonus demografi, di mana pemerintah periode tersebut

bertanggung jawab untuk turut memenuhi empat prasyarat di atas agar Indonesia

dapat benar-benar merasakan manfaat fenomena demografi yang langka tersebut.

1.5. Entrepreneurship

Entrepreneurship dipandang sebagai salah satu solusi dalam mengurangi angka

pengangguran. Sayangnya, jumlah entrepreneur di Indonesia hanya berjumlah

1,5% dari total penduduk, kalah cukup jauh dari Malaysia yang sudah mencapai

4%, Thailand 4,1%, dan Singapura 7,2 persen (World Bank, 2008).

Grafik 7. Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun

2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2014)

Dapat dilihat bahwa jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk ke

dalam kategori berusaha sendiri di Indonesia terus mengalami fluktuasi. Lonjakan

yang cukup signifikan terjadi di tahun 2006 dan terus mengalami tren meningkat

hingga tahun 2010. Namun demikian, jumlahnya kembali menurun cukup drastis

di tahun 2011. Sementara itu, kategori buruh/karyawan/pegawai masih

mendominasi status pekerjaan utama di Indonesia dengan adanya kenaikan tajam

Page 33: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

36

sejak tahun 2009. Hal ini dapat terjadi karena dua hal: (1) Masih kurangnya

budaya entrepreneurship di Indonesia, dan (2) Lingkungan bisnis yang kurang

mendukung sehingga tidak cukup untuk menginsentif masyarakat dalam memulai

usaha baru. Seperti yang diperlihatkan tabel di bawah, Indonesia merupakan

negara yang memiliki lingkungan bisnis paling buruk jika dibandingkan dengan

tiga negara tetangga ASEAN lainnya. Indeks kemudahan berusaha di Indonesia

berada di angka 128—sangat terbelakang apabila dibandingkan dengan Malaysia

(12), Thailand (18), dan terlebih lagi Singapura (1). Indonesia juga membutuhkan

waktu terlama secara keseluruhan untuk memulai sebuah usaha dibandingkan

ketiga negara tersebut. Sementara itu, dari aspek ketersediaan informasi untuk

melakukan kredit, Indonesia sudah tergolong cukup baik meskipun masih kalah

dari Malaysia dan Thailand.

Business Environment Indicators

Country

Indonesia Malaysia Thailand Singapore

Ease of doing business index (1=most

business-friendly regulations) 128 12 18 1

Time required to enforce a contract (days) 498 425 440 150

Time required to register property (days) 22 14 2 21

Time required to start a business (days) 47 6 29 3

Time to prepare and pay taxes (hours) 259 133 264 84

Credit depth of information index (0=low

to 6=high) 4 6 5 4

Tabel 4. Business Environment Indicators, 2012 (Source: World Bank, 2014)

Budaya entrepreneurship adalah budaya yang perlu dibangun sebagai salah satu

bentuk solusi dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. Hal ini terkait dengan

penciptaan lapangan kerja (job creation) yang kemudian diharapkan mampu

menambah kapasitas penyerapan tenaga kerja. Pemerintah dalam hal ini

memegang peran penting dalam menciptakan regulasi dan birokrasi yang dapat

menginsentif masyarakat untuk mulai berusaha sendiri.

2. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Page 34: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

37

Permasalahan utama ketenagakerjaan di Indonesia secara umum masih berputar di

isu pengangguran dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam hal ini, pemerintah

dapat berperan dalam melakukan pelatihan dan pendidikan yang mengarah

langsung pada kebutuhan industri masa kini sehingga mismatch antara permintaan

dan penawaran tenaga kerja dapat diminimalisasi. SMK merupakan salah satu alat

yang perlu dikembangkan secara khusus untuk memenuhi permintaan tenaga kerja

berdasarkan masing-masing sektor, selain juga perlu adanya peningkatan dalam

kualitas pelatihan tenaga kerja. Penanganan khusus dalam dua hal tersebut

diharapkan mampu untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang bermuara

pada naiknya tingkat upah yang didapat. Kenaikan upah tenaga kerja tersebut pada

akhirnya akan menurunkan ketimpangan pendapatan dan menciptakan

petumbuhan inklusif.

Selain dari sisi produktivitas tenaga kerja, pemerintah juga disarankan untuk

melakukan revitalisasi di sektor pertanian mengingat sektor tersebut masih

menjadi sektor penyerap tenaga kerja utama di Indonesia. Selain sektor pertanian,

sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan juga perlu

mendapat perhatian khusus sebagai sektor potensial penyerap tenaga kerja dan

penyumbang terbesar GDP Indonesia. Penanganan langsung sektor-sektor terkait

juga harus dijalankan beriringan dengan perbaikan kondisi lingkungan berusaha

yang masih relatif belum mendukung. Reformasi regulasi dan birokrasi

merupakan suatu urgensi yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

menginsentif masyarakat untuk mulai menciptakan lapangan pekerjaan baru yang

pada akhirnya akan mereduksi angka pengangguran.

Dominasi pekerja sektor informal menjadi isu lain dalam ketenagakerjaan

Indonesia. Para pekerja di sektor ini tidak terekam dalam pengangguran terbuka,

tetapi kesejahteraan mereka perlu mendapat perhatian khusus. Ketidakpastian

penghasilan dan keamanan kerja menjadikan pekerja sektor informal yang rata-

rata tidak pernah mengenyam pendidikan formal menjadi begitu rentan. Oleh

karena itu, pembangunan berbasis pedesaan merupakan suatu hal yang perlu

dilakukan untuk meredam adanya perpindahan penduduk desa ke kota. Apabila

upah riil di pedesaan meningkat, pertumbuhan sektor informal di kota juga akan

Page 35: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

38

melambat. Revitalisasi sektor pertanian kembali menjadi solusi untuk mengurangi

jumlah pekerja sektor informal di desa.

Di sisi lain, kehadiran bonus demografi menjadi tantangan yang akan dihadapi

Indonesia ke depannya. Pemerintah harus mampu mengakomodir fenomena

kependudukan ini karena jika tidak, bukan tidak mungkin bonus demografi hanya

akan berimplikasi pada meningkatnya jumlah pengangguran dan kriminalitas.

Kembali lagi, pemerintah harus memastikan jumlah lapangan kerja yang tersedia

cukup untuk menampung tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu, berbagai aspek

mulai dari pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, koordinasi industri-industri

terkait, revitalisasi sektor-sektor lapangan kerja utama, dan penciptaan lingkungan

berusaha yang kondusif perlu segera dilakukan.

C. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN PERTANIAN

1. Optimalisasi Pertanian dalam Mewujudkan Pertumbuhan yang Adil

1.1. Kondisi Pengelolaan Lahan Pertanian di Indonesia

Indonesia adalah negara agraris dengan pertanian sebagai salah satu sektor utama

dalam pembangunan bangsa. Hampir seluruh kegiatan perekonomian Indonesia

berpusat pada sektor pertanian. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani

sehingga hal ini menjadikan sektor pertanian sebagai sektor penting dalam roda

struktural perekonomian Indonesia. Namun, sampai saat ini Indonesia masih

mengimpor bahan pangan, terutama untuk jenis makanan-makanan pokok.

Padahal Indonesia memiliki sumber daya manusia yang besar, terutama di sektor

pertanian, dan memiliki lahan yang begitu luas pula. Produksi komoditi padi

mengalami penurunan produksi. Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai

65,76 juta ton tahun 2011 dan lebih rendah 1,07% dibandingkan tahun 2010.

Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan kering atau 5,99% lebih rendah dari tahun

2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau 4,08% lebih rendah

dibandingkan 2010 (Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun

2011).

Lahan sawah memiliki fungsi strategis sebagai penyedia bahan pangan utama bagi

penduduk Indonesia. Data luas baku lahan sawah untuk seluruh Indonesia

Page 36: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

39

menunjukan bahwa sekitar 41% terdapat di Jawa, dan sekitar 59% terdapat di luar

Jawa (BPS, 2006). Data menunjukkan bahwa dengan kebutuhan pangan yang

bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan

meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk berbagai sektor, konversi lahan sawah

cenderung mengalami peningkatan, di lain pihak pencetakan lahan sawah baru

(ekstensifikasi) mengalami perlambatan (Sudaryanto, 2003; Irawan, 2004; dan

Agus et al., 2006). Hal ini terlihat dengan adanya ketidakseimbangan antara

potensi pertanian Indonesia dengan produkivitas hasil pertanian.

Lahan sawah yang berbahan induk volkan seperti tanah-tanah sawah di Jawa

secara alami lebih subur bila dibanding dengan tanah-tanah sawah daerah lain

yang berbahan induk bahan tersier. Adanya kesuburan tanah alami yang relatif

lebih baik dan ditunjang oleh adopsi teknologi budidaya yang lebih maju,

mengakibatkan terjadinya kesenjangan produktivitas yang tinggi antara lahan

sawah di Jawa dan di luar Jawa (Subagjo et al., 2000). Namun, sebagai dampak

adanya konversi lahan sawah yang terjadi secara alamiah dan sulit untuk

dihindari, pengembangan lahan sawah di luar Jawa harus lebih diintensifkan.

Perlambatan ekstensifikasi ditambah dengan desakan terhadap konversi lahan

sawah untuk pembangunan sektor lain menyebabkan luas baku lahan sawah

mengalami penyusutan dari sekitar 8,3 juta ha pada tahun 1990 menjadi sekitar

7,8 juta ha pada tahun 2005 (Badan Pusat Statistik, 1990 dan 2005). Selain itu,

terdapat pula penyusutan 5,04 juta keluarga tani dari 31,17 juta keluarga per tahun

2003, menjadi 26,13 juta keluarga pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, Mei

2013) Artinya, jumlah keluarga petani mengalami penyusutan rata-rata 500 ribu

rumah tangga per tahun.

Oleh karena itu, terdapat pengelolaan lahan pertanian abadi, sebagai salah satu

sasaran program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang

telah dicanangkan Presiden RI pada 11 Juni 2007. Agenda Pokok Revitalisasi

Pertanian adalah membalik tren penurunan dan mengakselerasi peningkatan

produksi serta nilai tambah usaha pertanian. Campur tangan pemerintah terhadap

kepemilikan lahan pertanian masyarakat perlu dilakukan untuk terus menciptakan

target lahan pertanian abadi. Campur tangan pemerintah dilakukan dengan

membeli lahan potensial di kawasan pertanian apabila petani pemilik lahan berniat

Page 37: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

40

menjual lahan yang dimilikinya. (Anton Apriyantono, 2007) Pasca pemerintah

membeli lahan pertanian, maka kondisi atas lahan tersebut menjadi lahan hak

guna pakai untuk dimanfaatkan masyarakat petani sehingga para petani mampu

melanjutkan kembali produksi pertanian.

Penguasaan lahan pertanian oleh pertanian bertujuan untuk melindungi kawasan

lahan pertanian pangan abadi (UU No. 26 Tahun 2007). Usaha pemerintah ini

dilakukan untuk mengejar program peningkatan produksi beras nasional sehingga

terjaminnya ketersediaan beras nasional yang mencapai 2 juta ton. Upaya

perlindungan lahan pertanian produktif dan potensial wajib dilakukan oleh

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/ kota, antara

lain, dengan cara memberikan insentif kepada petani yang meliputi insentif fiskal,

pajak bumi dan bangunan, sarana prasarana pertanian, serta memberikan

kemudahan pembuatan sertifikat pada bidang tanah yang bersangkutan,

pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/ kota harus melakukan

penataan kawasan pedesaan menjadi kawasan pertanian abadi sebagai bagian dari

perencanaan wilayahnya masing-masing. Oleh karena itu, tidak ada lagi benturan

antara peraturan daerah secara otonom dengan peraturan pemerintah pusat setelah

penerapan regulasi pertanian abadi.

Untuk mengoptimalisasi pengelolaan lahan pertanian di Indonesia, diperlukan

adanya revitalisasi lahan. Revitalisasi lahan adalah salah satu perencanaan yang

telah tercantum pada Rencana Strategis Pertanian Tahun 2010-2014 yang perlu

ditingkatkan lagi penerapannya, yang terdiri dari:

a. Audit Lahan

b. Mengimplementasikan secara efektif UU No.41/2009 tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Peraturan Pemerintah yang merupakan

perangkat hukum untuk melindungi lahan pangan produktif dan menekan laju

konversi lahan.

c. Melakukan upaya-upaya perlindungan, pelestarian, dan perluasan areal

pertanian terutama di luar Jawa sebagai kompensasi alih fungsi lahan terutama

di Jawa:

1) melakukan upaya pengendalian alih fungsi lahan melalui penyusunan dan

penerapan perangkat peraturan perundangan.

Page 38: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

41

2) melestarikan dan/atau mempertahakan kesuburan lahan-lahan produktif

dan intensif.

3) melakukan upaya rehabilitasi dan konservasi lahan terutama pada lahan

pertanian Daerah Aliran Sungai (DAS) Hulu.

4) melakukan upaya reklamasi dan optimasi lahan pada lahan-lahan marginal

dan sementara tidak diusahakan atau bernilai Indeks Pertanaman (IP)

rendah.

d. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian terlantar yang meliputi lahan

pertanian yang selama ini tidak dibudidayakan dan kawasan hutan yang telah

dilepas untuk keperluan pertanian tetapi belum dimanfaatkan, atau lahan

pertanian yang masih dalam kawasan hutan (wewenang sektor kehutanan).

e. Membantu petani dalam sertifikasi lahan, mendorong pengelolaan dan

konsolidasi lahan, advokasi petani dalam pengelolaan warisan agar tidak

terbagi menjadi lahan sempit dalam upaya mengurangi segmentasi lahan.

Upaya-upaya tersebut dimaksudkan untuk menekan laju alih fungsi lahan

pertanian dan segmentasi lahan, serta mendorong pengembangan usaha tani

berskala ekonomi.

f. Mempertahankan kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi lahan marjinal

dengan upaya yang dilakukan:

1) Melakukan perbaikan dan pencegahan kerusakan tanah dengan

menerapkan teknologi konservasi tanah dan air untuk mengurangi erosi

dan mencegah longsor serta meningkatkan produktivitas lahan sesuai

dengan Peraturan Menteri Pertanian No.47/Permentan/OT.140/10/2006,

tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan.

2) Melakukan penanaman tanaman pohon (buah-buahan) dan perkebunan) di

daerah kawasan aliran sungai, dan turut serta dalam sistem komunikasi dan

koordinasi lintas sektor dalam upaya mengurangi pembabatan dan

kerusakan hutan dan rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas

sumberdaya lahan dan air serta lingkungan di kawasan hulu.

3) Mendorong petani untuk menggunakan sistem pemupukan berimbang

yang diintegrasikan dengan pupuk organik, dan menerapan praktek

budidaya pertanian yang tepat guna dan ramah lingkungan.

g. Optimalisasi sumber daya air yang sudah ada dan pengembangan sumber air

alternatif baik tanah maupun permukaan, melalui:

Page 39: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

42

1) Rehabilitasi, optimalisasi, dan peningkatan/pengembangan jaringan irigasi

baik tingkat utama maupun usahatani.

2) Upaya peningkatan efisiensi penyaluran dan pemanfaatan air.

3) Perbaikan struktur fisik tanah dan penambahan bahan organik, serta

penerapan berbagai teknologi koservasi tanah dan air.

4) Pengembangan dan memantapkan kelembagaan petani pemakai air, serta

meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, penyadaran, kepedulian dan

partisipasi petani.

1.2. Komparasi Pengelolaan Lahan Pertanian di Indonesia dengan

Pengelolaan Lahan di Negara Lain

Lahan pertanian kawasan Amerika Serikat mencapai 47% dari luas wilayahnya

dengan menggunakan sistem monokultur (satu kawasan satu jenis tanaman).

Amerika Serikat adalah salah satu negara maju yang telah berpengalaman

menerapkan pengolahan lahan pertanian dalam skala luas menggunakan mesin

pertanian modern dan telah memproduksi mesin-mesin pertaniannya sendiri. Di

Amerika, traktor dapat berfungsi sebagai penarik alat-alat lainnya, seperti mesin

pencangkul, pemupuk, penanam benih, pemotong, dan pemanen. Bahkan,

beberapa traktor dapat menjadi alat penggerak untuk mesin lainnya. Dengan

adanya alat atau mesin-mesin modern ini, kegiatan pertanian menjadi lebih efektif

dan efisien. Para petani di sana juga menggunakan pesawat terbang kecil untuk

menyemprotkan antihama atau menyirami ladang-ladang mereka.

Komoditas makanan yang dulunya belum bisa diproduksi di Amerika, sekarang

sudah dapat diproduksi. Salah satunya adalah kedelai, yang baru mulai

diproduksi di Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Amerika Serikat kini menjadi

salah satu pengekspor kedelai terbanyak dan salah satu importir kedelai Amerika

adalah negara kita sendiri, Indonesia. Dengan adanya teknologi pertanian, tanpa

membutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan lahan yang luas pun

Amerika dapat memproduksi pangan dengan skala besar.

Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kelemahan dalam sistem alih

teknologi. Apabila Indonesia menerapkan teknologi pertanian dalam mengelola

lahan pertaniannya, maka produktivitas pertanian dalam negeri akan melonjak

Page 40: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

43

pesat dan dapat meningkatkan ketahanan serta kemandirian pangan yang selama

ini menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Ciri utama pertanian modern adalah

produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus

selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian Indonesia, baik

komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan,

harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan

memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut

dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar.

Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di dunia

tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun, tidak semua teknologi dapat diadopsi

dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi

mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Indonesia, bahkan kondisi lahan

pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari,

dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem

pertanian kita. Dalam hal ini, peran berbagai lembaga sangatlah penting, baik

dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun

dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk

menilai respon sosial ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan

melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian.

Dengan adanya kemajuan teknologi di pertanian Indonesia, para petani akan lebih

sejahtera dan pengelolaannya lebih mudah yang didukung pula dengan potensi

pertanian dan kesuburan tanah di Indonesia. Akselerasi penerapan teknologi

pertanian merupakan upaya yang paling aplikatif dan paling logis apabila bangsa

ini masih ingin keluar dari zona keterpurukan di sektor pertaniannya.

Optimalisasi pengelolaan lahan pertanian dengan basis teknologi modern, menjadi

kunci sukses dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Untuk dapat mencapai hasil

yang optimal, penggunaan berbagai peralatan modern harus segera diterapkan.

Petani mendapatkan nilai tambah yang besar dengan adanya modernisasi.

Produktivitas menjadi tinggi, efisien, beban ongkos petani rendah, dan nilai tukar

petani akan meningkat. Contohnya, untuk menemukan bibit unggul padi, harus

ada penelitian dan penyilangan benih padi, sehingga dapat dihasilkan bibit padi

yang cepat panen dengan hasil yang lebih banyak dan tahan hama.

Page 41: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

44

Begitu juga dengan pengolahan lahan. Produksi pertanian tidak akan efektif jika

hanya mengandalkan tenaga pengolah lahan. Selain itu, Indonesia dihadapi

kenyataan dengan terbatasnya tenaga pengolah lahan. Dengan modernisasi

pertanian, waktu yang dibutuhkan juga semakin singkat. Misalnya, pengolahan

lahan/sawah dengan menggunakan hand tractor, yang bukan saja mempercepat

pengolahan tanah, tapi juga lebih irit tenaga. Di sisi lain, populasi kerbau semakin

berkurang karena disembelih untuk dikonsumsi manusia.

Untuk menanam padi dapat menggunakan transplanter, dengan waktu tanam yang

terhitung cepat. Satu hektare lahan dapat ditanami paling lama satu jam. Jauh

lebih cepat dibandingkan penggunaan tenaga manusia yang membutuhkan waktu

tiga sampai empat hari untuk menanami satu hektare lahan. Modernisasi peralatan

juga telah dilakukan untuk memanen padi, seperti penggunaan combine

harvester , yang dapat memotong padi jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara

dibabat manual. Dengan mesin tersebut, satu hektare lahan bisa dipanen dalam

waktu dua jam. Sementara, dengan cara manual (dibabat) butuh waktu hingga tiga

hari. Penggunaan mesin itu juga dapat mencegah kerusakan padi menjadi lebih

baik, yaitu hanya 0,97 %, dibanding menggunakan alat pemotongan manual,

seperti ani-ani atau sabit.

Dalam mengimplementasikan modernisasi dalam pertanian, perlu adanya

kebijakan khusus serta berbagai terobosan baru dari pemerintah dalam

meningkatkan produktivitas pangan dalam negeri.

1.3. Sumber Daya Manusia dalam Sektor Pertanian

Indonesia sebagai negara yang mengutamakan sektor agraris, ternyata setalah

sekian lama merdeka, tidak juga menunjukan kesuksesan dalam bidang tersebut.

Terlebih lagi masyarakat yang bekerja di sektor pertanian belum mencapai

kemakmuran. Mayoritas petani di Indonesia belum merasakan kesejahteraan.

Jumlah masyarakat yang bekerja di sektor pertanian (pertanian, perkebunan,

kehutanan, dan perikanan) pada tahun Agustus 2013 adalah 38.068.254. Secara

umum jumlah tenaga kerja Indonesia mengalami meningkatan dari 93,7 juta

menjadi 110,8 juta dari tahun 2004 sampai Agustus 2013, namun masyarakat yang

Page 42: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

45

bekerja di sektor pertanian justru turun dari 40,6 juta menjadi 38 juta. Demikian

juga data persentase penduduk pada tahun 2013 (BPS, 2013) menunjukkan

prosentase terbesar penduduk miskin hampir di seluruh kabupaten/provinsi adalah

bekerja di sektor pertanian.

Tabel 5. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan

Utama 2004 - 2013 (Source: BPS, 2013)

Pertanian adalah kegiatan usaha yang sama saja dengan usaha lainnya, seperti

sektor industri, di dalamnya bekerja kaidah-kaidah bisnis seperti pengambilan

keputusan, pengelolaan sumberdaya, dan tuntutan untuk menciptakan nilai

tambah. Namun, kesan yang timbul dimasyarakat adalah pekerjaan petani

merupakan profesi yang identik dengan sektor marginal. Bahkan, Profesi petani

sering dijadikan sebagai Unemployment Buffer atau Tandem Pengangguran. Di

masyarakat, mata pencaharian sebagai petani kadang digunakan sebagai pelindung

dari status pengangguran.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2013 dari Hasil Sensus Pertanian 2013

(Data Sementara) mencatat penurunan jumlah rumah tangga di sektor pertanian.

No Lapangan Pekerjaan Utama 2004 2013

Februari Agustus

1 Pertanian, Perkebunan,

Kehutanan, Perburuan dan

Perikanan

40.608.019 39.959.073 38.068.254

2 Pertambangan dan Penggalian 1.034.716 1.555.564 1.420.767

3 Industri 11.070.498 14.784.843 14.883.817

4 Listrik, Gas dan Air 228.297 254.528 250.945

5 Konstruksi 4.540.102 6.885.341 6.276.723

6 Perdagangan, Rumah Makan dan

Jasa Akomodasi 19.119.156 24.804.705 23.737.236

7 Transportasi, Pergudangan dan

Komunikasi 5.480.527 5.231.775 5.040.849

8

Lembaga Keuangan, Real

Estate, Usaha Persewaan dan

Jasa Perusahaan

1.125.056 3.012.770 2.912.418

9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

Perorangan 10.515.665 17.532.590 18.213.032

10 Lainnya - - -

TOTAL 93.722.036 114.021.189 110.804.041

Page 43: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

46

BPS mencatat jumlah rumah tangga usaha pertanian sebanyak 26,13 juta,

menurun dibandingkan tahun 2012 sebanyak 31,17 juta atau turun 5,04 juta

dengan rata-rata penurunan 1,75 persen pertahun. Hal ini menunjukan bahwa

sektor pertanian bukan lagi menjadi sektor yang menjanjikan dalam memenuhi

kebutuhan hidup. Masyakarat lebih tertarik bekerja dalam sektor jasa dan

perdagangan dibandikan sengan sektor pertanian. Salah satu masalahnya adalah

kesulitan pembiayaan usahatani dan kebutuhan dana cash untuk keperluan hidup

selama masa menunggu penjualan hasil panen, menyebabkan banyak petani

terjebak sistem ijon dan atau hutang kepada para tengkulak. Selain itu,

kebingungan dalam memasarkan hasil pertanian juga menjadi masalah. Minimnya

pengetahuan petani dalam berbisnis dan menditribusikan hasil pertanian membuat

orang-orang menjauhi sektor pertanian.

Merujuk World Development Report 2003, penduduk desa miskin yang umumnya

petani berhadapan dengan beberapa tantangan yang mempengaruhi potensi

pembangunan/perkembangannya, yaitu :

a. terbatas bahkan rusaknya sumberdaya alam,

b. terbatasnya kebijakan dalam pengembangan teknologi produksi dan proses

―secondary crops‖,

c. jeleknya infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi) dan tidak

memadainya perhatian dari institusi pembangunan (pendidikan, kesehatan,

investasi),

d. marjinalnya Social budaya (kekuasaan, suara, hak tanah, tenure) dan

terbatasnya kesempatan ekonomi lokal (pertanian, off-farm, kesempatran kerja

di kota).

Masalah lainya adalah kurangnya kelembagaan petani di lingkup desa. Dalam

Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014, petani dengan skala usaha

mikro (rumah tangga) dihadapkan kepada keterbatasan aksesibilitas terhadap

sumber pembiayaan, teknologi, serta pasar dan informasi pasar. Kondisi ini

membutuhkan penguatan kelembagaan usaha, pembinaaan dan pendampingan

serta kemudahan fasilitasi pelayanan penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan

dalam proses produksi. Kelembagaan bisa dilakukan dengan membentuk koperasi

desa yang memfokuskan dalam bidang pertanian. Hal ini perlu bukan saja sebagai

Page 44: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

47

penyedia modal fisik bagi petani, tetapi juga sebagai lembaga penyampai aspirasi

petani yang membutuhkan infrastuktur penunjang kepada pemerintah

Kesejahteraan petani yang belum optimal juga dikerenakan rendahnya kualitas

Sumber Daya Manusia yang bekerja dalam sektor pertanian. Tanpa pelaku yang

handal dan berkompeten, maka pembangunan pertanian tidak dapat berjalan

secara optimal. Indeks kualitas SDM pertanian tampaknya lebih rendah jika

dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari

tingkat pendidikan sebagian besar petani yang memang rendah. Lebih dari 70

persen petani hanya mengenyam tingkat pendidikan dasar. Dalam Renstra

Kementan 2010-2014, Ada komponen SDM pertanian yang perlu dikembangkan

kapasitasnya:

a. Non-aparatur yang meliputi petani/tenaga kerja pertanian dan pelaku

agribisnis lainnya

b. Aparatur pertanian, baik fungsional maupun struktural yang lebih berperan

sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam proses pembangunan

pertanian,

c. Lembaga petani pedesaan seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani

(gapoktan), Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S), koperasi,

Lembaga Keuangan Mikro, Kios Sarana Produksi, dan Lembaga Pemasaran.

Dari tiga komponen tersebut, komponen yang terpenting adalah petani/tenaga

kerja pertanian dan pelaku agribisnis. Namun, dengan rendahnya kualitas

pendidikan, petani tidak mampu bekerja secara efisien dan menggunakan

teknologi yang tepat guna.

1.4. Otonomi Pertanian

Perkembangan dalam perekonomian di desa merupakan kunci dalam meraih

Inclusive Growth. Terlebih lagi, Mayoritas daerah di Indonesia masih berbentuk

pedesaan. Dengan memajukan perekonomian dari bawah, maka pertumbuhan

yang lebih merata dapat dicapai. Mayoritas penduduk desa bekerja dalam sektor

pertanian. Maka, pertanian memiliki peran utama dalam membangun

perekonomian di desa.

Page 45: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

48

Indonesia sebagai negara agraris memiliki berbagai potensi pangan yang berbeda

tiap daerahnya. Kebijakan dalam sektor pertanian pun tidak dapat disamaratakan

tiap daerah. Karena pangan adalah hak asasi paling dasar, maka pangan harus

berada dalam kendali rakyat agar pemenuhannya dapat terjamin dan

berkelanjutan. Agar kendali atau kedaulatan pangan berada di tangan rakyat maka

pangan harus dilokalisasikan agar seluruh kebutuhan pangan diproduksi sendiri,

baik pada tingkat lokal maupun nasional. Hal tersebut menunjukan otonomi

daerah dalam sektor pertanian pun mutlak diperlukan. Kebijakan otonomi daerah

memberi kebebasan kepada daerah untuk mengambil inisiatif dalam mendesain

dan mengembangkan kebijakan lokal secara spesifik. Kewenangan di bidang

pertanian merupakan kewenangan yang dilimpahkan pada kabupaten atau kota.

Terkait dengan hal tersebut, Saragih (2005) berpendapat bahwa dengan adanya

otonomi daerah, telah diberikan kebebasan kepada regional agricultural services

untuk mengambil inisiatif dalam mendesain kebijakan spesifik lokal, sementara

itu pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian bertanggung jawab hanya pada

penyusunan dan manajemen strategi, kebijakan nasional dan standar-standar.

Namun, implementasi otonomi daerah dalam sektor pertanian di setiap daerah di

Indonesia masih tahap pengembangan. Seperti halnya dalam sektor lainnya,

terdapat ketidak sesuaian dalam rencana kebijakan antara pemerintah pusat dan

daerah. Kecenderungan umum menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah

kurang berpihak pada kegiatan yang terkait dengan pembangunan pertanian.

Mawardi (2004) mengidentifikasi beberapa kendala penyuluhan pertanian era

otonomi daerah:

a. adanya perbedaan pandangan birokrasi dan DPRD terhadap peran penyuluhan

pertanian dalam pembangunan pertanian,

b. kecilnya alokasi anggaran pemerintah daerah untuk kegiatan penyuluhan

pertanian

c. ketersediaan dan dukungan informasi pertanian sangat terbatas,

d. makin merosotnya kemampuan manajerial penyuluh.

Page 46: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

49

D. KAITAN INCLUSIVE GROWTH DENGAN KONEKTIVITAS

Inclusive growth, pada dasarnya adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi

dapat dinikmati oleh setiap kalangan atau setiap konteks wilayah dalam suatu

Negara. Konsep inclusive growth ini juga menekankan adanya pemerataan

pembangunan, sehingga setiap peningkatan – peningkatan produksi berdampak

baik bukan hanya pada lokasi proses produksi melainkan bisa tersebar secara

merata.

Untuk mencapai inclusive growth yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia,

telah dicanangkan yang namanya Masterplan Percepatan Pembangunan Nasional

(MP3EI) periode 2011-2025. Masterplan ini ditetapkan pada tahun 2011 yang lalu

dan telah diimplementasikan hingga tahun 2014 ini. pelaksanaan dari masterplan

ini akan mendorong Indonesia masuk ke dalam jajaran negera dengan kekuatan

ekonomi besar dunia, disamping mendorong terjadinya pemerataan kesejahteraan

di seluruh wilayah Indonesia.

Strategi utama dalam penerapan MP3EI adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi

b. Penguatan konektivitas nasional

c. Penguatan kemampuan SDM dan IPTEK

Ketiga strategi diatas tidak bisa berjalan sendiri – sendiri, diperlukan adanya

sinergi sehingga implementasi bisa berjalan baik. Setiap pengembangan dari

koridor – koridor ekonomi tidak bisa lepas dari penguatan konektivitas.

Keterhubungan wilayah intra maupun antar koridor adalah sangat penting untuk

distribusi hasil produksi barang dan jasa serta pemerataan kesejahteraan. Sehingga

permasalahan – permasalahan konektivitas tidak bisa diabaikan begitu saja.

1. Koridor Ekonomi

Dalam MP3EI, wilayah Indonesia dibagi menjadi 6 koridor ekonomi dengan

kemampuan utama yang berbeda – beda dalam mendorong pembangunan

ekonomi. Keenam koridor tersebut adalah:

1.1. Koridor Sumatera

Page 47: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

50

Gambar 1. Koridor Sumatera (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian)

Koridor sumatera dicanangkan menjadi sentra produksi dan pengolahan hasil

bumi, serta menjadi lumbung energy nasional. Koridor Sumatera memiliki 11

pusat ekonomi dengan 6 kegiatan ekonomi utama (kelapa sawit, karet, batu bara,

perkapalan, besi baja, dan kawasan strategis selat sunda). Untuk menghubungkan

antar pusat ekonomi dan memastikan kelancaran distribusi hasil produksi,

diperlukan adanya infrastruktur konektivitas yang sepadan. Permasalahan selama

ini adalah jauhnya lokasi produksi hasil bumi dari pelabuhan serta buruknya

kondisi jalan penghubung membuat hasil produksi menjadi lama untuk diangkut

ke wilayah lain.

1.2. Koridor Jawa

Page 48: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

51

Gambar 2. Koridor Jawa (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian)

Koridor Jawa dicanangkan sebagai sentra industri dan jasa nasional, dengan 5

pusat ekonomi (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya).

Kegiatan ekonomi utama meliputi industri makanan-minuman, tekstil, peralatan

transportasi, perkapalan, telematika, alutsista. Pusat – pusat ekonomi di pulau

jawa terhubung melalui infrastruktur jalan raya lntas jawa serta jaringan rel kereta

api. Namun permasalahan infrastruktur jalan hamper tidak pernah bisa

terselesaikan. Kemacetan jalur pantai utara jawa ( pantura) dengan buruknya

kualitas jalan, selalu menjadi penghambat geliat ekonomi.

1.3. Koridor Bali Nusa Tenggara

Page 49: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

52

Gambar 3. Koridor Bali Nusa Tenggara (Source: MP3EI Kemenko

Perekonomian)

Koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara dicanangkan sebagai pintu gerbang

pariwisata serta pendukung pangan nasional. Pusat ekonomi berada di Denpasar,

Lombok, Kupang, dan Mataram. Sedangkan kegiatan ekonomi utamanya adalah

Pariwisata, Perikanan, serta Peternakan. Selama ini wilayah Nusa Tenggara sangat

identik dengan kemiskinan, bertolak belakang dengan teman satu koridornya, Bali

yang ditopang oleh industry pariwisata untuk peningkatan kesejahteraan.

Konektivitas antar wilayah intrakoridor di Bali Nusa Tenggara sangat dibutuhkan

untuk pembukaan wilayah pariwisata, mengingat keeksotikan alam nusa tenggara

tidak kalah oleh provinsi Bali.

1.4. Koridor Kalimantan

Gambar 4. Koridor Kalimantan (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian)

Koridor ekonomi Kalimantan dicanangkan sebagai pusat produksi dan pengolahan

hasil tambang dan lumbung energi nasional. Pusat ekonomi berada di kota

Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, dan Samarinda. Kegiatan ekonomi utama

meliputi minyak dan gas bumi, batubara, kelapa sawit, besi baja, bauksit, dan

perkayuan.

Page 50: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

53

1.5. Koridor Sulawesi

Gambar 5. Koridor Sulawesi (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian)

Koridor ekonomi Sulawesi adalah pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian,

perkebunan, perikanan, migas, dan pertambangan nasional. Pusat – pusat ekonomi

berada di kota Makassar, Kendari, Mamuju, Palu, Gorontalo,dan Manado.

Kegiatan ekonomi utama di koridor ini meliputi Pertanian Pangan, Kakao,

Perikanan, Nikel, Minyak dan Gas Bumi. Antar wilayah intra koridor telah

dihubungkan dengan jalan trasn Sulawesi hanya saja belum dalam kondisi baik.

Selain itu diperlukan peningkatan sarana perhubungan laut untuk efisiensi.

1.6. Koridor Papua Maluku

Page 51: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

54

Gambar 6. Koridor Papua Maluku (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian)

Koridor Papua Maluku terdiri dari 7 pusat ekonomi (Sofifi, Ambon, Sorong,

Manokwari, Timika, Jayapura, dan Merauke) dengan fokus utama menjadi pusat

pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Fokus ini

akan ditunjang dengan kegiatan ekonomi utama yang meliputi pertanian pangan,

tembaga, nikel, perikanan, minyak dan gas bumi. Konektivitas antar wilayah di

Papua dan Maluku sangat ditopang oleh perhubungan laut dan udara, mengingat

koridor ini merupakan wilayah kepulauan serta bentang alam di pulau Papua yang

sangat tidak memungkinkan untuk penggunaan jalur darat. Oleh sebab itu

infrastruktur perhubungan laut dan udara menjadi sangat krusial di koridor ini.

2. Konektivitas Nasional

Konektivitas nasional menjadi hal yang sangat penting dalam kerangka MP3EI

dan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Konektivitas tidak bisa dilepaskan dari

pembahasan koridor ekonomi seperti yang telah dijelaskan diatas. Masing –

masing koridor ekonomi memiliki cirri khas dan keunggulan masing – masing

dalam menopang perekonomian Negara. Setiap koridor menyumbangkan hal – hal

Page 52: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

55

utama yang tidak dimiliki oleh koridor lain. Oleh sebab itu, arus konektivitas

harus berjalan dengan baik agar setiap hasil dari produksi barang dan jasa bisa

dinikmati lintas koridor.

Unsur pengelolaan mobilitas dalam konektivitas nasional meliputi:

a. Personel/penumpang

b. Material (abiotik)

c. Material (biotik)

d. Jasa dan Keuangan

e. Informasi

Kerangka strategis dan kebijakan penguatan konektivitas dalam MP3EI:

a. Menghubungkan pusat – pusat pertumbuhan ekonomi utama

b. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari

pusat – pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya

c. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas

Untuk mewujudkan apa yang tertuang dalam kerangka strategi konektivitas dalam

MP3EI, maka dapat ditarik poin penting yang harus dilakukan, yaitu

pembangunan jaringan infrastruktur dan jaringan transportasi nasional. Selain itu,

konektivitas juga erat kaitannya dengan keterhubungan secara komunikasi, bukan

hanya keterhubungan fisik. Oleh sebab peningkatan kuantitas dan kualitas

jaringan komunikasi dan komunikasi juga termasuk unsur penting dalam

pembangunan konektivitas nasional.

Dalam kerangka besar MP3EI telah dicanangkan berbagai macam proyek

pembangunan jaringan infrastruktur, jaringan transportasi, dan jaringan

komunikasi. Proyek – proyek yang akan menunjang konektivitas intra maupun

antar koridor ini meliputi pembangunan bandara beserta perbaikan dan

penambahan kapasitas, pembangunan jalan raya maupun jalan tol, pembangunan

pelabuhan beserta perbaikan infrastrukturnya, pembangunan jembatan, perbaikan

jalan, peningkatan jaringan komunikasi, dll. Proyek – proyek ini akan dimulai

secara bertahap sejak tahun 2011 hingga 2015. Berikut rekapitulasi jumlah proyek

Page 53: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

56

– proyek yang akan dikerjakan di setiap koridor beserta tahun pengerjaan proyek

tersebut harus dimulai.

Tahun

mulai/

Koridor

2011 2012 2013 2014 2015 Total

Sumetera 28 31 7 1 4 71

Jawa 29 5 2 1 3 40

Kalimantan 14 1 1 0 18 34

Sulawesi 18 8 1 0 0 27

Bali nusa

tenggara 11 1 0 0 0 12

Papua

Maluku 42 6 0 0 0 48

Total 142 52 11 2 25 232

Tabel 6. Jumlah Proyek Konektivitas MP3EI (Source: MP3EI Kemenko

Perekonomian)

Koridor sumatera tercatat sebagai koridor dengan jumlah proyek infrastruktur

konektivitas terbanyak, mayoritas didominasi oleh proyek pembangunan dan

perbaikan jalan raya sebanyak 30 proyek dari total 63 proyek. Memang dapat

dibenarkan bahwa proyek semacam ini yang banyak dilakukan di koridor

Sumatera, mengingat kondisi jalan raya di pulau Sumatera masih banyak yang

memprihatinkan. Bahkan jalan Trans Sumatera yang merupakan penghubung

utama pulau Sumatera dari Utara hingga Selatan jauh dari kondisi baik.

Sedangkan untuk koridor Papua, didominasi oleh proyek pembangunan beserta

perbaikan infrastruktur pelabuhan. Konektivitas di Papua dan Maluku memang

tidak bisa mengandalkan jaringan transportasi darat karena bentang alam papua

dan maluku yang merupakan daerah kepulauan. Sementara itu, kondisi alam pulau

Papua juga didominasi oleh perbukitan yang sangat menyulitkan untuk

menggunakan transportasi darat. Oleh sebab itu pembangunan infrastruktur

transportasi laut sangat dibutuhkan.

Page 54: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

57

Jika dilihat dari tahun dimulainya proyek,ada satu fenomena menarik yang

terdapat di koridor Papua Maluku. Proyek infrastruktur di koridor Papua Maluku

hampir seluruhnya harus dimulai dari tahun 2011, hanya 6 proyek yang harus

dimulai pada 2012, dan tidak ada satupun proyek yang dimulai pada tahun

setelahnya. Semua proyek infrastruktur MP3EI di koridor Papua Maluku harus

dimulai secara cepat.

Koridor Bali Nusa Tenggara adalah koridor dengan jumlah proyek infrastruktrur

paling sedikit, hanya terdapat 12 proyek dan didominasi oleh proyek

pembangunan dan perbaikan jalan, yaitu sebanyak 7 proyek. Serta hanya terdapat

2 proyek yang berkaitan dengan infrastruktur transportasi laut. Padahal Bali dan

Nusa Tenggara sebagai wilayah kepulauan seharusnya memiliki banyak

infrastruktur yang berhubungan dengan transportasi laut.

3. Pelaksanaan Proyek Konektivitas

Proyek konektivitas MP3EI telah dilaksanakan selama 3 tahun dan berikut ini

rekapitulasi jumlah proyek – proyek yang telah dilaksanakan pada tahun 2011 dan

2012.

Koridor Jumlah Proyek Nilai Investasi (dalam

Miliar)

Sumatera 15 26.856

Jawa 22 99.946

Kalimantan 6 11.433

Sulawesi 6 1.094

Bali Nusa Tenggara 11 10.534

Papua Maluku 13 8.166

Total 73 158.029

Tabel 7. Data Proyek yang telah Groundbreaking pada 2011 (Source: Evaluasi

MP3EI Kemenko Perekonomian)

Koridor Jumlah Realisasi

Proyek

Jumlah Target Selisih

Page 55: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

58

Sumatera 15 28 13

Jawa 22 29 7

Kalimantan 6 14 8

Sulawesi 6 18 12

Bali Nusa Tenggara 11 11 0

Papua Maluku 13 42 29

Total 73 142 69

Tabel 8. Perbandingan Target dan Realisasi 2011 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian)

Jika kita melihat perbandingan data jumlah target proyek yang harus dikerjakan

dengan realisasi di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa hanya 51,40%

proyek yang direalisasikan tepat waktu pada tahun 2011. Angka ini dapat

dikatakan sebagai kelambanan dalam realisasi proyek karena hanya mampu

merealisasikan setengah dari jumlah seharusnya. Keterlambatan dalam realisasi

pada tahun 2011 ini bisa memberikan multiplier effect. Ada dua kemungkinan

yang terjadi, pertama proyek – proyek yang belum dikerjakan tersebut tidak jadi

direalisasikan. Kedua, proyek tersebut direalisasikan pada tahun berikutnya, akan

tetapi hal ini bisa mengganggu upaya realisasi proyek yang memang seharusnya

dimulai pada tahun berikutnya dan menambah beban pelaksanaan proyek.

Memang benar bahwa dalam pelaksanaan MP3EI secara umum dan pembangunan

konektivitas secara umum menemui banyak kendala. Misalkan saja dalam proyek

pembangunan jalan raya, akan ada kendala berupa pembebasan lahan. Setidaknya

hal ini bisa memakan waktu yang cukup lama diantaranya untuk proses negosiasi

dengan pemilik tanah, negosiasi mengenai kompensasi ganti rugi, serta

permasalahan pencairan dana, jika itu menggunakan APBN. Akan tetapi sangat

disayangkan saja bila permasalahan ini tidak bisa diatasi dengan cepat mengingat

urgensi dari proyek konektivitas itu sendiri.

Koridor Jumlah Proyek Nilai Investasi (dalam

Miliar)

Sumatera 4 10.720

Jawa 17 61.934

Page 56: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

59

Kalimantan 14 6.792

Sulawesi 7 11.353

Bali Nusa Tenggara 2 202

Papua Maluku 3 3.984

Total 47 94.985

Tabel 9. Jumlah proyek yang Groundbreaking 2012 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian)

Koridor Jumlah Realisasi

Proyek

Jumlah Target

2012

Selisih

Sumatera 4 31 27

Jawa 17 5 +12

Kalimantan 14 1 +13

Sulawesi 7 8 1

Bali Nusa Tenggara 2 1 +1

Papua Maluku 3 6 3

Total 47 52 5

Tabel 10. Perbandingan Target dan Realisasi 2012 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian)

Pada tahun 2012, jumlah proyek konektivitas yang direalisasikan kembali lebih

kecil dibandingkan dengan target penyelesaian proyek. Ada 52 proyek yang harus

direalisasikan di tahun 2012, akan tetapi hanya terealisasi sebanyak 47 proyek.

Padahal jika dilihat data pelaksanaan per koridor, terdapat koridor yang

realisasinya tahun 2012 lebih besar dibandingkan target. Hal ini terjadi karena

adanya penundaan pelaksanaan proyek yang seharusnya direalisasi pada 2011

akan tetapi baru bisa dilaksanakan pada 2012. Meskipun koridor Jawa,

Kalimantan, dan Bali Nusa Tenggara merealisasikan lebih besar dari target tahun

2012, koridor sumatera mengalami kegagalan realisasi yang cukup besar juga di

tahun 2012, yaitu sebanyak 27 proyek. Sehingga, secara akumulatif, target tahun

2012 kembali tidak terpenuhi.

Berikut total realisasi proyek hingga akhir 2012:

Page 57: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

60

Koridor Jumlah realisasi

2011

Jumlah realisasi

2012

Total realisasi Target

Sumatera 15 4 19 59

Jawa 22 17 39 34

Kalimantan 6 14 20 15

Sulawesi 6 7 13 26

Bali Nusa Tenggara 11 2 13 12

Papua Maluku 13 3 16 48

Total 73 47 120 194

Tabel 11. Total Realisasi Proyek Hingga Akhir 2012 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian)

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah proyek konektivitas yang berhasil

direalisasikan dari tahun 2011 hingga akhir 2012 hanya sebanyak 120 proyek.

Padahal seharusnya pemerintah bisa merealisasikan 194 proyek sesuai dengan

target yang tercantum dalam MP3EI. Masih terdapat 64 proyek yang

pengerjaannya belum direalisasikan. Persentase realisasi terendah berada pada

koridor sumatera, hanya berada pada angka 32% dari seharusnya. Keterlambatan

proses pengerjaan proyek – proyek konektivitas ini tentu memberikan dampak

yang lebih luas. Konektivitas merupakan permasalahan penting yang harus segera

diselesaikan untuk mengurangi kesenjangan dan daya saing dari Indonesia

terhadap Negara lain.

Permasalahan konektivitas menimbulkan beban biaya yang lebih besar untuk

distribusi barang, disamping itu juga memberikan inefektifitas waktu. Misalkan

saja barang – barang hasil pertanian yang harus didistribusikan ke daerah lain

mengalami gangguan karena permasalahan jalan. Selain menambah biaya dan

memperpanjang waktu tempuh, barang hasil tani tersebut juga akan mengalami

penurunan kualitas. Efek selanjutnya adalah penurunan daya saing dari produk

pertanian itu sendiri. Dengan demikian, pelaksanaan proyek konektivitas harus

benar – benar direalisasikan dengan baik dan cepat.

4. Pembiayaan Pembangunan Konektivitas

Page 58: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

61

Pembiayaan Pembangunan Konektivitas berasal dari APBN dan APBD

Grafik 8. Perkembangan Anggaran Infrastruktur

Keikutsertaan swasta di dalam proyek infrastruktur Nasional MP3EI direspon baik

melalui skema Public-Private Partnership (PPP).

4.1. Proyek dalam Transaksi

Nama Proyek

Estimasi Nilai

proyek (Juta dollar

Amerika)

Koridor Rencana

Beroperasi

Pembangunan

Umbulan Water

Supply

204.20 Jawa Timur/Jawa 2014

Pembangunan

PLTU Jawa Tengah

Baru 2.000 MW

700 Jawa Tengah/Jawa 2015

Pengembangan

Kereta Api Bandara

Soekarno-Hatta

204.20 DKI Jakarta/Jawa 2013

Pengembangan

Kereta Api

Batubara Puruk

Cahu Bangkuang

2,100.00 Kalimantan

Tengah/Kalimantan 2014

Page 59: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

62

Tabel 12. Proyek Dalam Transaksi

4.2. Proyek Siap untuk Ditawarkan

Merupakan proyek-proyek KPS yang telah memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Dokumen Lelang telah selesai

b. Tim Lelang KPS telah dibentuk dan siap untuk beroperasi

c. Jadwal Lelang telah ditetapkan

d. Dukungan Pemerintah telah disetujui (jika diperlukan).

Nama Proyek

Estimasi Nilai

proyek (dalam

Juta US$)

Koridor Rencana

beroperasi

Bandara Banten

Selatan 213,61

Kab.Pandeglang,

Banten/Jawa 2015

Ekspansi

Pelabuhan

Tanjung Priok

1.170,61 Kec. Kalibaru, DKI

Jakarta/Jawa 2015

Jalan Tol Medan-

Kualanamu-

Tebing Tinggi

670.40 Sumatera

Utara/Sumatera 2015

Pembangunan

Kawasan Strategis

Selat Sunda

25.000 Banten dan

Lampung/Sumatera 2021

DKI Jakarta-

Bekasi-Karawang

(Jatiluhur) Water

Supply

189,30 DKI Jakarta dan

Jawa Barat/Jawa 2014

Tabel 13. Proyek Siap untuk Ditawarkan

4.3. Proyek Prioritas

Adalah proyek-proyek KPS yang telah memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Termasuk dalam Rencana Proyek PPP potensial atau yang diusulkan oleh

kontraktor sebagai unsolicited project

Page 60: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

63

b. Berdasarkan pra-kelayakan, proyek ini layak dari aspek hukum, teknis, dan

keuangan

c. Identifikasi risiko dan alokasi telah diidentifikasi

d. Modus KPS telah ditetapkan

e. Dukungan pemerintah telah diidentifikasi

Nama Proyek

Estimasi Nilai

proyek (Juta

dollar AS)

Koridor Rencana

Beroperasi

Jalan Tol Medan-

Binjai (15,8 km)

Modalitas KPS:

> Biaya

Pembebasan

lahan dan

konstruksi

ditanggung oleh

pemerintah

> Periode konsesi

akan diberikan

sampai dengan 35

tahun.

120,40 Sumatera Utara/

Sumatera 2015

Jalan Tol

Palembang-

Indralaya (22 km)

Modalitas KPS:

> BOT (Build-

Operate-Transfer)

> Periode konsesi

akan diberikan

sampai dengan 35

tahun

124,90

Sumatera

Selatan/

Sumatera

2015

Jalan Tol

Tegineneng-318,20

Lampung -

Sumatera Selatan 2015

Page 61: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

64

Babatan (50 km)

Modalitas KPS:

> BOT

> Periode konsesi

akan diberikan

sampai dengan 35

tahun.

Jalan Tol

Kemayoran-

Kampung Melayu

(9,65 km)

Modalitas KPS:

BOT

695,40 DKI Jakarta/

Jawa 2014

Jalan Tol Sunter-

Rawa Buaya-Batu

Ceper (22,92 km)

Modalitas KPS:

BOT

976,10 J DKI Jakarta/

Jawa 2014

Jalan Tol Ulujami-

Tanah Abang

(8,27 km)

Modalitas KPS:

BOT

425,50 DKI Jakarta/

Jawa 2014

Jalan Tol Pasar

Minggu-

Casablanca (9,56

km)

Modalitas KPS:

BOT

572 DKI Jakarta/

Jawa 2014

Jalan Tol Sunter-

Pulo Gebang-

Tambelang (25,73

km)

737,80 DKI Jakarta/

Jawa 2014

Page 62: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

65

Modalitas KPS:

BOT

Jalan Tol Duri

Pulo-Kampung

Melayu (11,38 km)

Modalitas KPS:

BOT

596 DKI Jakarta/

Jawa 2014

Akses Jalan Tol

Tanjung Priok

(16,67 km)

Modalitas KPS:

> Desain dan

pelaksanaan

konstruksi

dilaksanakan oleh

Pemerintah.

> Pengoperasian

dan pemeliharaan

akan ditawarkan

ke pihak Swasta

lewat mekanisme

tender

612,50 DKI Jakarta/

Jawa 2012

Jalan Tol

Pasirkoja-Soreang

(15 km)

Modalitas KPS:

> BOT

> Periode konsesi

akan diberikan

sampai dengan 35

tahun

143,50

Jawa Barat/

Jawa

2015

Jalan Tol 1.015,80 Jawa Barat/Jawa 2015

Page 63: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

66

Cileunyi-

Sumedang-

Dawuan (58,50

km)

Modalitas KPS:

> BOT

> Periode konsesi

akan diberikan

sampai dengan 35

tahun

Jalan Tol terusan

Pasteur-Ujung

Berung-Cileunyi-

Gedebage (27,50

km)

Modalitas KPS:

> BOT

> Pembebasan

lahan dan

pelaksanaan

konstruksi

800 Jawa Barat/Jawa 2015

Tabel 14. Proyek Prioritas

4.4. Proyek Potensial

Proyek-proyek KPS yang telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional/Daerah (RPJMN/RPJMD) dan rencana strategis infrastruktur

b. Kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

c. Hubungan antara sektor infrastruktur dan wilayah regional

d. Pemulihan biaya potensial

e. Studi pendahuluan.

Nama Proyek Estimasi Nilai

proyek (Juta

Koridor Rencana

Beroperasi

Page 64: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

67

dollar USD)

Bandara

Internasional

Kertajati

800 Majalengka, Jawa

Barat/Jawa

2015

Pembangunan

Airport

Samarinda Baru

99,50 Kalimantan

Timur/Kalimantan

2015

Bandara

Internasional

Kulonprogo

500 DI

Yogyakarta/Jawa

2016

Pembangunan

Pelabuhan

Internasional

Maloy (874 ha)

1.700 Kalimantan

Timur/Kalimantan

2015

Jalan Tol

Pekanbaru-

Kandis- Dumai

(135 km)

844,6 Pekanbaru, Riau/

Sumatera

2016

Jalan Tol

Balikpapan-

Samarinda (84

km)

705 Kalimantan

Timur/Kalimantan

2016

Jalan Tol

Manado-Bitung

(46 km)

260,90 Sulawesi

Utara/Sulawesi

2016

West Semarang

Water Supply

82,40 Kota Semarang,

Jawa Tengah/Jawa

2015

Penyediaan

SPAM Regional

Jatigede

375,66 Jawa Barat/Jawa 2014

Tabel 15. Proyek Potensial

5. Permasalahan Pembiayaan

Page 65: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

68

Dalam pembiayaan pembangunan konektivitas nasional masih terdapat berbagai

hambatan, diantara nya adalah:

a. Skema KPS

Angka pembiayaan infrastruktur selama 2009 – 2014 mencapai sekitar Rp

1.400. Sementara kemampuan pendanaan pemerintah yang tercermin dalam

anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) selama lima tahun hanya

mencapai sekitar Rp 400 triliun. Itu berarti ada kesenjangan finansial (finansial

gap) yang cukup besar. Guna menutupi kesenjangan ini salah satu yang

digagas pemerintah adalah mengundang lebih banyak peran dan inisiatif

swasta dalam wujud kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) atau lebih

dikenal dengan public-private partnership (PPP). Namun, skema KPS yang

ada saat ini terhalang oleh birokrasi yang berbelit – belit sehingga

menghambat sektor swasta ingin ikut terlibat dalam investasi pembangunan

konektivitas. Sehingga hal yang sangat perlu untuk dilakukan adalah reformasi

birokrasi. Birokrasi Negara ini terlalu sering mendahulukan hal – hal

prosedural dibandingkan hal – hal yang sangat penting untuk dilakukan.

b. Kekurangan Anggaran

Dalam APBN, Negara lebih mengutamakan belanja rutin dibandingkan

pembangunan ekonomi. Sehingga yang terjadi adalah pembiayaan

infrastruktur bukan menjadi prioritas utama dalam APBN. Oleh karena itu,

pembiayaan oleh pemerintah langsung sangatlah minim. Maka, yang harus

dilakukan adalah meningkatkan pendapatan pemerintah dengan

memaksimalkan sumber pendapatan pemerintah contohnya memaksimalkan

profit dari perusahaan BUMN.

Pemerintah seharusnya juga melakukan efisiensi penggunaan anggaran. Hal ini

agar penggunaan anggaran lebih kepada sector riil, tidak hanya pada yang bersifat

konsumtif. Contohnya pemberian subsidi BBM yang nilainya sangat meningkat

tajam sehingga membuat anggaran mampu mencapai defisit. Padahal pemberian

subsidi BBM tidak tepat sasaran sesuai yang diharapkan pemerintah. Bahkan lebih

parahnya lagi, dalam RAPBN tahun 2014, Pemerintah berencana mengurangi

belanja infrastruktur untuk menutupi subsidi BBM sebesar 110 Triliun.

Page 66: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

69

6. Permasalahan Politik dan IPTEK

Dalam eksekusi dari sebuah kebijakan, maka harus ada setidaknya 3 aspek yang

bersinergi agar kebijakan terlaksana.

a. Akademis

Akademis adalah mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebuah

kebijakan harus menggunakan unsur Iptek yang canggih dan cerdas. Sehingga,

kebijakan yang dijalankan secara teknis dapat berjalan sebagaimana mesti nya.

Maka dari itu, pemerintah pusat harus menyediakan dan mengoptimalkan

Research Center bagi para akademisi sehingga para akademisi memiliki wadah

untuk mengembangkan Iptek tidak hanya dalam infrastruktur tapi dalam

bidang lainnya juga.

b. Politik

Politik adalah dukungan dari pemerintah itu sendiri. Kebijakan yang telah

dirumuskan haruslah mendapat dukungan dari pihak pemerintah. Baik itu

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Maka dari itu, pemerintah pusat

harus duduk bersama untuk mengkoordinasikan segala bentuk perencanaan

pembangunan dengan pemerintah daerah agar visi kedepan dari pembangunan

infrastruktur jadi semakin jelas dalam prakteknya. Pemerintah pusat harus

menjamin tidak putusnya koordinasi dengan pemerintah daerah hanya

dikarenakan perbedaan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan pemerintah pusat.

c. Birokrasi

Birokrasi merupakan tata aturan dalam pelaksanaan kebijakan. Birokrasi

mencakup penganggaran, prosedur dan sebagainya. Birokrasi mengambil

peran yang penting dalam eksekusi kebijakan, birokrasi yang cepat mampu

menghasilkan kerja yang cepat dari kebijakan itu sendiri. Oleh karena itu,

pemerintah pusat harus segera melaksanakan reformasi birokrasi sehingga

birokrasi yang ada lebih sederhana dan tidak berbelit – belit secara

administratif.

Page 67: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

70

Permasalahan politik dan iptek diatas bukanlah permasalahan yang seharusnya ada

jika pemerintah pusat dapat bekerja dengan sebaik – baiknya. Permasalahan itu

timbul dikarenakan ketidakseriusan dan tidak adanya komitmen dari pemerintah

pusat dalam pembangunan infrastruktur. Padahal pemerintah pusat memiliki hak

dan kekuasaan untuk menyelesaikan permasalahan itu dengan segera dan

secepatnya namun ketidakadaan komitmen pemerintah pusat tadilah yang

membuatnya tidak terselesaikan.

Page 68: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

71

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian komprehensif ini adalah Indonesia

bisa saja mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang inklusif bilamana berbagai

sektor vital yang paling berperan dapat bersinergi dengan baik satu sama lain.

Pendidikan, ketenagakerjaan, pertanian, dan konektivitas adalah sektor-sektor

vital tersebut. Pendidikan merupakan tonggak awal dimulainya tujuan tersebut

karena pendidikan diselenggarakan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

berkualitas, dalam hal ini berperan untuk perbaikan dan perkembangan

ketenagakerjaan. Pertanian sendiri sudah sejak lama menjadi sumber mata

pencaharian bagi mayoritas penduduk Indonesia dan sudah tidak bisa atau

mungkin sangat sulit dilepaskan dari Indonesia. dan yang terakhir agar

pertumbuhan dapat dirasakan merata oleh semua orang, diperlukan sarana

konektivitas yang menunjang.

Pendidikan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi suatu

negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan human capital yang berkualitas.

Ketika human capital suatu negara diisi oleh orang-orang yang berkualitas, maka

akan meningkatkan produktivitas yang mana akan berbanding lurus dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun sistem pendidikan tidak selalu harus

disamaratakan. Masing-masing daerah memiliki kultur dan potensi yang berbeda

sehingga alangkah baiknya output pendidikan mampu untuk mengelola daerahnya

sendiri agar kondisi growth yang dirasakan oleh semua pihak di semua sektor di

semua wilayah akan dapat terpenuhi. Jika pendidikan sudah berjalan dengan baik,

maka akan berefek baik juga ke ketenagakerjaan.

Permasalahan utama ketenagakerjaan di Indonesia sendiri secara umum masih

berputar di isu pengangguran dan bagaimana cara mengatasinya. Maka dari itu

diperlukan penanganan khusus sehingga diharapkan mampu untuk meningkatkan

produktivitas tenaga kerja yang bermuara pada naiknya tingkat upah yang didapat.

Page 69: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

72

Kenaikan upah tenaga kerja tersebut pada akhirnya akan menurunkan

ketimpangan pendapatan dan menciptakan petumbuhan inklusif.

Penanganan langsung sektor-sektor penyumbang terbesar GDP juga harus

dijalankan beriringan dengan perbaikan kondisi lingkungan berusaha yang masih

relatif belum mendukung. Reformasi regulasi dan birokrasi merupakan suatu

urgensi yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menginsentif

masyarakat untuk mulai menciptakan lapangan pekerjaan baru yang pada akhirnya

akan mereduksi angka pengangguran.

Di sisi lain, kehadiran bonus demografi menjadi tantangan yang akan dihadapi

Indonesia ke depannya. Pemerintah harus mampu mengakomodir fenomena

kependudukan ini karena jika tidak, bukan tidak mungkin bonus demografi hanya

akan berimplikasi pada meningkatnya jumlah pengangguran dan kriminalitas.

Pertanian masih menjadi idola ditunjukkan dengan perannya yang masih menjadi

sektor penyerap tenaga kerja utama di Indonesia. Hal tersebut ditambah dengan

Indonesia yang merupakan negara agraris dengan pertanian sebagai salah satu

sektor utama dalam pembangunan bangsa. Hampir seluruh kegiatan perekonomian

Indonesia berpusat pada sektor pertanian. Mayoritas penduduknya berprofesi

sebagai petani sehingga hal ini menjadikan sektor pertanian sebagai sektor penting

dalam roda struktural perekonomian Indonesia. Namun kenyataannya ada begitu

banyak kekurangan pada kebijakan pertanian saat ini. Maka perlu adanya

beberapa tuntutan yang harus diperjuangkan untuk meningkatkan produktivitas

pangan dalam negeri dengan penerapan berbagai teknologi pertanian.

Sekalipun pendidikan sudah berjalan dengan baik sehingga mampu menghasilkan

human resource yang baik pula, tidak akan bisa dilepaskan dari peran

konektivitas. Pun halnya terhadap sektor pertanian yang notabene mutlak

memerlukan konektivitas yang mampu berjalan dengan baik. Namun pada

dasarnya, pelaksanaan program – program yang menunjang terwujudnya

konektivitas Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan. Berbagai

permasalahan terlalu banyak dan besar untuk diatasi. Permasalahan –

permasalahan yang terdiri dari permasalahan teknis pengerjaan proyek,

Page 70: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

73

permasalahan birokrasi, permasalahan pembiayaan, serta permasalahan iptek dan

politik harus segera diatasi. Kesemua permasalahan diataslah yang menjadi

penyebab urung suksesnya keterhubungan republik yang sangat luas ini. Butuh

kemauan dan keinginan yang kuat dari Presiden terpilih untuk mewujudkan apa

yang seharusnya menjadi hak rakyat Indonesia.

Permasalahan teknis pengerjaan proyek sebagian besar disebabkan oleh persoalan

pembebesan lahan. Permsalahan pembiyaan disebabkan oleh tidak tersedianya

dalan dari APBN untuk mentupi biaya – biaya pengerjaan proyek. Anggaran yang

dialokasikan untuk pos infrastruktur teramat sedikit dari alokasi APBN, justru

uang yang seharusnya produktif malah menjadi konsumtif untuk anggaran subsidi

energi. Lain lagi permasalahan di bidang birokrasi, terlalu banyaknya prosedur –

prosedur administratif yang dilalui serta memakan waktu yang lama membuat

berbagai investor tidak mau untuk terlibat dalam proyek – proyek konektivitas.

Kemudian, permasalahan di bidang iptek menjadi penghambat ketika ilmu

pengetahuan yang dimiliki tertinggal jauh dibanding kebutuhan kita untuk

mewujudkan konektivitas nasional. Permasalahan terakhir berupa permasalahan

politik menjadi muncul ketika terjadi ketidaksinambungan antara program

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ibarat berjalan sendiri – sendiri.

B. SARAN

Saran bagi pemerintah selaku pemegang peranan penting dalam upaya untuk

mencapai inclusive growth adalah dengan mengkoordinasikan pendidikan,

ketenagakerjaan, pertanian, dan konektivitas agar dapat berfungsi optimal. Hal ini

sangat penting karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi ternyata

malah diikutsertai dengan meningkatnya kesenjangan.

Rekomendasi kebijakan yang dapat diambil pemerintah terhadap empat sektor

vital tersebut antara lain:

1. Pendidikan

a. Tidak menyertakan anggaran gaji tenaga pendidik ke dalam anggaran

pendidikan agar anggaran pendidikan tersebut memang difokuskan untuk

perbaikan dan pengembangan sistem dan infrastruktur pendidikan.

Page 71: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

74

b. Memperlakukan pendidikan layaknya sebuah investasi dimana

pengawasan tidak hanya dilakukan saat anggaran digunakan tetapi juga

pengawasan output dari pendidikan sehingga negara mampu menciptakan

human resource yang baik dan tepat guna.

c. Mengevaluasi dan memperbaiki segala kekurangan dari kurikulum 2013,

kemudian memastikan sistem dan infrastuktur pendidikan sudah

memenuhi untuk penerapan kurikulum tersebut.

d. Ujian Nasional tidak perlu dihapus, hanya sistemnya saja yang harus

diperbaiki.

e. Memperbaiki infrastruktur pendidikan agar akses pendidikan dapat

diperoleh merata oleh semua pihak.

f. Menyiapkan tenaga pendidik yang sudah berbekal kemampuan dalam

menerapkan kurikulum 2013.

2. Ketenagakerjaan

a. Melakukan pelatihan dan pendidikan yang mengarah langsung pada

kebutuhan industri masa kini sehingga mismatch antara permintaan dan

penawaran tenaga kerja dapat diminimalisasi.

b. Meningkatkan kualitas pelatihan tenaga kerja.

c. Mengembangkan SMK secara khusus untuk memenuhi permintaan tenaga

kerja berdasarkan masing-masing sektor.

d. Melakukan revitalisasi di sektor pertanian mengingat sektor tersebut masih

menjadi sektor penyerap tenaga kerja utama di Indonesia.

e. Selain sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta

industri pengolahan juga perlu mendapat perhatian khusus sebagai sektor

potensial penyerap tenaga kerja dan penyumbang terbesar GDP Indonesia.

f. Mereformasi regulasi dan birokrasi dalam rangka menginsentif masyarakat

untuk mulai menciptakan lapangan pekerjaan baru yang pada akhirnya

akan mereduksi angka pengangguran.

g. Melakukan pembangunan berbasis pedesaan untuk meredam adanya

perpindahan penduduk desa ke kota.

h. Mengakomodir fenomena bonus demografi.

3. Pertanian

Page 72: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

75

a. Pengadaan proyek pertanian berbasis modern yang menggunakan alat-alat

berteknologi modern di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di daerah

luar jawa yang masih banyak lahan kosong yang kurang produktif, seperti

Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Terobosan in dapat meningkatkan

produktivitas pangan dalam negeri tanpa mengandalkan jumlah SDM yang

ada di sektor pertanian.

b. Agroindustri pedesaan harus dibangun untuk merasionalisasi (mengurangi)

jumlah petani yang memiliki lahan sempit. Seringkali petani hanya

dianjurkan alih profesi, sementara masalah mendasarnya sendiri tidak

terselesaikan, yaitu kepemilikan lahan yang sempit.

c. Pemerintah harus mengkhususkan diri pada perlindungan lahan pertanian

sebagai upaya Revitalisasi lahan pertanian yang telah mengalami

penyusutan dari tahun ke tahun.

d. Mengembangkan teknologi sumber daya genetik dengan membuka badan

penelitian pertanian di setiap daerah, untuk mengetahui varietas unggul di

setiap daerah yang kemudian diteliti dan dikembangkan, sehingga dapat

menciptakan varietas unggul yang dapat menghasilkan produk pertanian

dengan jumlah yang banyak dan memiliki kualitas yang baik

e. Pengadaan alat-alat pertanian berbasis modern yang telah mendapatkan

subsidi dari pemerintah, yaitu dengan memfokuskan anggaran pertanian

pemerintah dalam hal akselerasi penerapan teknologi pertanian yang

aplikatif dan terjangkau sehingga petani dapat membeli alat-alat pertanian

modern dengan harga yang relatif terjangkau, dan akhirnya dapat

meningkatkan produktivitas hasil pertanian para petani lokal.

f. Pengadaan berbagai penyuluhan kepada petani lokal di setiap daerah

tentang penerapan teknologi pertanian dan keuntungannya serta mengajak

para petani lokal untuk beralih dari cara-cara konvensional menuju cara-

cara yang lebih modern.

g. Mendukung dan memfasilitasi berbagai penelitian dan penemuan alat-alat

teknologi baru yang ditemukan, khususnya para mahasiswa yang sering

mengadakan berbagai penelitian dan penemuan baru di bidang teknologi.

h. Mengadakan sayembara dan pameran tahunan tentang teknologi pertanian

untuk umum, sehingga para peneliti dan para penemu merasa dihargai dan

diapresiasi serta terpacu untuk menemukan teknologi-teknologi baru.

Page 73: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

76

Dengan diadakan sayembara dan pameran tentang teknologi pertanian

setiap tahunnya, diharapakan semakin bertambah penemuan-penemuan

baru dalam hal teknologi pertanian yang dapat diterapkan pada pertanian

Indonesia.

i. Penguatan kelembagaan pertanian dengan mendirikan koperasi unit desa

yang berfokus pada pertanian atau dengan mengoptimalkan Poktan

(Kelompok Tani).

j. Pemerintah perlu melakukan penyuluhan dalam bentuk Sekolah Lapang

Berbasis Teknologi Tepat Guna. Penyuluhan lainnya juga dapat dilakukan

untuk meningkatkan keahlian petani dalam bidang manajemen dan teknis

usaha pertanian dan keahlian dalam mencermati situasi pasar. Untuk itu,

penyuluhan bukan saja dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidang

pertanian, namun juga mereka yang ahli dalam manajemen pemasaran.

k. Mensosialisasikan informasi potensi pertanian daerah dari bangku sekolah

dengan menerapkan Sistem Pendidikan Rendah-menengah Berbasis

Kompetensi Daerah. Dengan penerapan tersebut, peserta didik sudah

mengetahui potensi daerahnya, khususnya bidang pertanian.

l. Pemerintah pusat juga perlu melakukan identifikasi wilayah

pengembangan pertanian yang potensial berdasarkan pemahaman kondisi

lokal dan memformulasikan kebijakan pengembangan pertanian yang

sepenuhnya menggunakan potensi wilayah tersebut.

m. Pemerintah pusat perlu konsisten dalam melaksanakan Undang-undang

otonomi dengan memberikan kesempatan yang cukup luas untuk

mendapatkan manfaat dari hasil pengelolaan kekayaan daerah, sehingga

pemerintah daerah memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih

banyak dari pengelolaan kekayaan daerahnya dengan menciptakan iklim

usaha yang baik.

n. Pemerintah daerah juga perlu memberikan insentif dalam implementasi

produksi komoditas unggulan wilayah agar petani lokal terdorong untuk

meningkatkan produktivitas.

o. Sosialiasi kepada masyakarat lokal diperlukan agar masyarakat lokal

memiliki kesadaran dalam mengonsumsi pangan lokal. Kesadaran warga

komunitas dan konsumen terhadap produksi aneka pangan lokal, selain

Page 74: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

77

menjamin terpenuhinya kebutuhan makanan sehat dan begizi, juga

membantu petani mengembangkan usahatani dan kesejahteraan mereka.

4. Konektivitas

a. Meningkatkan anggaran infrastruktur dengan mengurangi alokasi untuk

subsidi BBM.

b. mempercepat reformasi birokrasi dengan mempermudah surat – menyurat

ataupun persyaratan untuk investasi.

c. Mengoptimalkan Research Center yang telah dimiliki oleh Universitas –

Universitas sehingga tidak hanya bermanfaat untuk pengembangan ilmu di

internal Universitas namun juga dimanfaatkan secara aplikatif di proyek –

proyek nasional.

d. Mengsinergiskan program nasional dengan program daerah, sehingga

kepentingan nasional harus didahulukan oleh pemerintah daerah.

Pemerintah Pusat harus memberikan tekanan yang kuat agar program

nasional diutamakan, akan tetapi tetap dengan menghargai mekanisme

otonomi daerah.

Page 75: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

78

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Angkatan Kerja, TPAK, Jumlah Bekerja, Jumlah Pengangguran

Terbuka, dan TPT Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2013) .........................21

Tabel 2. Tabel Pekerja Formal dan Informal Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006-

2008 (Source: Sakernas, 2009) ....................................................................................23

Tabel 3. Distribusi Presentase Pekerja yang Pernah Pindah Pekerjaan Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama Sebelumnya dan Lapangan Pekerjaan Utama Sekarang,

2012 (Source: BPS 2013) ............................................................................................27

Tabel 4. Business Environment Indicators, 2012 (Source: World Bank, 2014) .........33

Tabel 5. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan

Utama 2004 - 2013 (Source: BPS, 2013) ....................................................................42

Tabel 6. Jumlah Proyek Konektivitas MP3EI (Source: MP3EI Kemenko

Perekonomian) .............................................................................................................53

Tabel 7. Data Proyek yang telah Groundbreaking pada 2011 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian) ............................................................................................54

Tabel 8. Perbandingan Target dan Realisasi 2011 (Source: Evaluasi MP3EI Kemenko

Perekonomian) .............................................................................................................54

Tabel 9. Jumlah proyek yang Groundbreaking 2012 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian) ............................................................................................56

Tabel 10. Perbandingan Target dan Realisasi 2012 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian) ............................................................................................56

Tabel 11. Total Realisasi Proyek Hingga Akhir 2012 (Source: Evaluasi MP3EI

Kemenko Perekonomian) ............................................................................................57

Tabel 12. Proyek Dalam Transaksi .............................................................................58

Tabel 13. Proyek Siap untuk Ditawarkan ....................................................................59

Tabel 14. Proyek Prioritas ...........................................................................................60

Tabel 15. Proyek Potensial ..........................................................................................63

Page 76: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

79

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Koridor Sumatera (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian) .................47

Gambar 2. Koridor Jawa (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian) ........................48

Gambar 3. Koridor Bali Nusa Tenggara (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian) 48

Gambar 4. Koridor Kalimantan (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian) ..............49

Gambar 5. Koridor Sulawesi (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian) ..................50

Gambar 6. Koridor Papua Maluku (Source: MP3EI Kemenko Perekonomian) .........51

Page 77: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

80

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Jumlah Angkatan Kerja Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS

2013).............................................................................................................................20

Grafik 2. Jumlah Angkatan Kerja, Jumlah Bekerja, Jumlah Pengangguran Terbuka

Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2013) .......................................................21

Grafik 3. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Tahun 2004-2013 (Source: Sakernas, BPS 2013) .......................................................22

Grafik 4. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Utama (Source: Sakernas, BPS

2014) ............................................................................................................................25

Grafik 5. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035 (Source: Sakernas, BPS

2014) ............................................................................................................................30

Grafik 6. Dependency Ratio Indonesia Tahun 2010-2035 (Source: Sakernas, BPS

2014) ............................................................................................................................30

Grafik 7. Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun 2004-

2013 (Source: Sakernas, BPS 2014) ............................................................................32

Grafik 8. Perkembangan Anggaran Infrastruktur ........................................................58

Page 78: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

81

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Internet:

Agtiknas, Mengevaluasi Kurikulum 2013 (Ki Supriyoko), dalam http://

agtiknas.org/mengevaluasi-kurikulum-2013-ki-supriyoko/ (15 Mei 2014)

Departemen Keuangan, Belanja Modal dan Pengeluaran Investasi Pemerintah, dalam

http://anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-konten-view.asp?id=908 (15 Mei 2014)

Hukum Online, Gaji Guru Masuk Anggaran Pendidikan, dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18593/gaji-guru-masuk-anggaran-

pendidikan (17 Mei 2014)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013, dalam http://

kurikulum.kemdikbud.go.id/ (15 Mei 2014)

Tujuan Pendidikan Nasional, dalam http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-

pendidikan-nasional.html (18 Mei 2014)

Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Anggaran Pendidikan Wajib 20 Persen dari

APBN dan APBD, dalam http://ykai.net/index.php?view=article&id=350 (15 Mei

2014)

Sumber Literatur:

Dee, T. & Jacob, B A. (2006). Do high school exit axams influence educational

attainment or labor market performance? Working paper 12199. Cambridge, MA:

National Bureau of Economic Research

———. 2008b. ―Teacher Quality in Indonesia: Pre-service Teacher Education.‖

Makalah disusun untuk World Bank Office, Jakarta, Indonesia.

Al-Samarrai , Samer & Syukriyah, Daim & Setiawan, Imam. 2013.

―Mendayagunakan Guru dengan Lebih Baik: Memperkuat Manajemen Guru

untuk Meningkatkan Efisiensi dan Manfaat Belanja Publik‖. Makalah disusun

untuk World Bank Office, Jakarta, Indonesia.

———. 2010. ―Panduan Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota.‖

Page 79: yang diaudiensikan kepada tim sukses dua Calon Presiden

82

Jacob, B. (2001). Getting tough? The Impact of high school graduation exams.

Educational Evaluation and Policy Analysis, 23(2),99-121.