wisuda ke-98 _orasi ilmiah_ zulkarnain ibrahim-asli

20

Click here to load reader

Upload: abah79

Post on 07-Aug-2015

47 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

DILEMA DI NEGARA KESEJAHTERAAN

(STUDI TERHADAP PKWT DAN OUTSOURCING

H. ZULKARNAIN IBRAHIM, SH., M.HUM

KETUA BAGIAN HUKUM

Disampaikan pada yudisium Sarjana Hukum Baru

Fakultas Hukum,

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

[ 0 ]

BURUH KONTRAK :

DILEMA DI NEGARA KESEJAHTERAAN

STUDI TERHADAP PKWT DAN OUTSOURCING)

O L E H

H. ZULKARNAIN IBRAHIM, SH., M.HUM

KETUA BAGIAN HUKUM DAN MASYARAKAT

Disampaikan pada yudisium Sarjana Hukum Baru

Fakultas Hukum, 19 Maret 2011

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2011

Page 2: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 1 ]

SAMBUTAN DEKAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Perguruan Tinggi dicirikan dengan aktivitas ilmiahnya baik berupa seminar, penelitian atau karya ilmiah. Oleh karena

itu, menjadi kewajiban lembaga pendidikan untuk senantiasa menciptakan suasana akademik (acedmic atmosphere) agar

terbentuk budaya akademik (academic culture).

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya berkepentingan untuk mencapai semua itu. Oleh karenanya, Saya memulai

agar setiap pelaksanaan Wisuda Lokal Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dilakukan tradisi pidato ilmiah yang

mewakili bagian.

Pada kesempatan Wisuda Lokal Ke-98 Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya ini Bapak H. Zulkarnain Ibrahim, SH., M.

Hum menyampaikan pidato ilmiah dengan Judul BURUH KONTRAK : DILEMA DI NEGARA KESEJAHTERAAN

(STUDI TERHADAP PKWT DAN OUTSOURCING). Saya menyampaikan perhargaan yang tinggi kepada Bapak H.

Zulkarnain Ibrahim, SH., M. Hum yang telah berkontribusi dalam kegiatan tersebut. Saya yakin pokok-pokok fikiran yang

disampaikan akan memberikan kontribusi kepada Ilmu Hukum.

Palembang, 18 Maret 2011

D e k a n ,

Prof. Amzulian Rifai, SH., LL.M., Ph.D

NIP 19641202 199003 1 003

Page 3: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 2 ]

Disampaikan pada Rapat Senat Khusus Terbuka

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Kampus Bukit Besar - Palembang

Sabtu, 19 Maret 2011

Bismillahirrohmaanirrohim

Majelis Rapat Senat Khusus Terbuka Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Assalamualaikum W. W.

Selamat pagi dan salam sejahtera

Bapak/Ibu, hadirin yang kami hormati;

YTH :

1. Rektor Unsri / Pembantu Rektor ....

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

3. Para Permbantu Dekan FH. Unsri

4. Ketua Pengurus IKA Fakultas Hukum Unsri

Yang Berbahagia:

5. Ketua dan anggota Senat FH. Unsri

6. Ketua dan anggota Dharma Wanita FH. Unsri

7. Para civitas akademika FH. Unsri

8. Para Alumnus Baru, orang tua dan keluarga

Hadirin yang berbahagia,

Marilah kita panjatkan ” Segala puji – syukur kita hanya kepada Allah S.W.T; Shalawat dan salam

kepada Nabi dan Rasul Terakhir, Nabi Besar Muhammad S.A.W. Assalamualaikum: kepada keluarga beliau,

shahabatnya dan ummatnya sampai akhir zaman.

Rektor, Dekan dan hadirin yang berbahagia, pidato ilmiah yang akan disampaikan berjudul : Buruh

Kontrak : Dilema Di Negara Kesejahteraan (Studi Terhadap PKWT dan Outsorcing) .

Ikhlaskanlah saya untuk menyampaikan pidato Ilmiah ini, sebagai berikut:

Page 4: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 3 ]

Buruh Kontrak :

Dilema Di Negara Kesejahteraan

(Studi Terhadap PKWT Dan Outsourcing)1

Oleh: H. Zulkarnain Ibrahim, S.H., M. Hum.2

Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat

A. Latar Belakang

Setiap akhir tahun, kebijakan Pemerintah mengadakan seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada setiap

Pemerintahan Kota atau Kabupaten di seluruh Indonesia. Seleksi ini diikuti puluhan ribu atau ratusan ribu pelamar, baik

lulusan SLTA, D 3 , S 1 ataupun S 2. Para pelamar tidak terlalu memilih instansi mana yang disukainya, tempatnya jauh

atau dekat dari tempat tinggalnya, yang penting dapat menjadi PNS.

Pelbagai alasan dari para pelamar untuk menjadi PNS, antara lain: 1. ada jaminan penghasilan untuk hidup layak;

2. jenjang karir yang jelas; 3. waktu kerja hanya lima hari setiap minggu; 4. kerja agak santai, tidak begitu dituntut oleh

target dan omset; dan 5. adanya Taspen dan Askes. Latar belakang para pelamar macam-macam, antara lain: 1. baru lulus

atau wisuda dari pendidikannya; 2. sudah beberapa tahun belum mendapat pekerjaan; 3. sudah bekerja di sektor informal;

dan 4. sudah bekerja si perusahaan swasta.

Namun sebagian kecil saja yang diterima menjadi PNS, sedangkan yang lainnya harus berjuang lagi dengan

melamar bekerja si sektor swasta. Untuk bekerja di perusahaan swasta saat ini, bukan juga dapat diperoleh dengan mudah,

tergantung dengan persyaratan yang sangat ketat dan kebutuhan dari pihak perusahaan. Di samping itu, perusahaan-

perusahaan sekarang sangat selektif untuk menerima para pelamar. Kalaupun perusahaan menerima pekerja, faktor yang

harus diperhatikan: faktor ekonomi dan perburuhan. Ada kecenderungan sedapat mungkin hanya menerima untuk menjadi

Pekerja Waktu tertentu (PWT) atau outsourcing, bukan Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PKWT = pekerja tetap) dengan

alasan-alasan, sebagai berikut: 1. pemberhentian pekerja cukup dengan menunggu perjanjian kerja berakhir; 2. jika PHK

tidak dibebani uang pesangon besar, 3. upah cukup dengan upah minimum propinsi (UMP); 4. kepesertaan Jamsostek

cukup dengan 2 program; 5. tunjangan keluarga tidak ada; dan 5. jika pekerja mengundurkan diri, STTB-nya ditahan dan

dapat dituntut ganti rugi. Hal senada dikemukakan ketua Apindo3 menyatakan, bahwa sistem buruh kontrak dan

outsourcing sebenarnya perusahaan diuntungkan dengan tidak dibebani kewajiban membayar uang pesangon jika terjadi

PHK.

Potret PWT , hampir sama dengan nasib petani, nelayan dan pedagang asongan; di strukturkan untuk mereka

bekerja dengan penghasilan yang tidak layak, meskipun hidup di bawah jaminan negara kesejahteraan. Hampir semua

negara di dunia ini mengaku negara kesejahteraan, meskipun rakyatnya banyak yang tetap miskin.

Nicholas Barr mengindentifikasi beberapa hal penting ketika kita bicara mengenai peran negara kesejahteraan.

Beberapa hal itu adalah:4 pertama, bahwa sumber kesejahteraan masyarakat tidak hanya berasal dari negara.

1 Pidato ilmiah pada Rapat Senat Khusus Terbuka Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Sabtu, 19 Maret 2011 2 Staf Pengajar FH. Unsri untuk mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan, Hukum Perdata dan Hukum Jaminan Sosial. 3 Kompas, 30 April 2008. 4 Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi, Pengembangan kebijakan dan perbandingan pengalaman, Univ.

Paramadina, Jakarta, 2008, hal. 19-20

Page 5: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 4 ]

(1) kesejahteraan masyarakat dapat mengalir lewat gaji atau pemasukan (income) dari tempat dimana ia bekerja.Gaji

yang layak dan aturan pekerjaan yang manusiawi dapat membawa warga pada kehidupan yang sejahtera.Selain itu, adanya

jaminan ketika mereka menghadapi masa sulit, seperti sakit atau di PHK juga menjadi ukuran penting bagi kesejahteraan

masyarakat.

(2) Adanya kemampuan untuk menyisihkan sebagain dari pendapatannya juga menjadi ukuran kesejahteraan warga

negara. Kemampuan itu dimungkinkan bila mereka sudah mendapatkan gaji yang lebih dari cukup. Bagaimana mungkin

mereka dapat menabung atau membuat asuransi secara pribadi ketika gaji yang mereka terma sangat jauh dari cukup.

Karenanya, kelayakan gaji menjadi pengandaian bagi inisiatif untuk menyisihkan sebagian dari penghasilannya.

(3) Selain itu, sumber kesejahteraan juga bisa datang dari donasi warga yang lebih mampu secara sukarela. Pemberian

sukarela ini memang tidak hanya dalam secara sukarela. Pemberian sukarela ini memang tidak hanya dalam bentuk uang.

Ia bisa saja diberikan dalam bentuk penjualan barang dan dibawah harga pasar atau memberikan tambahan waktu libur

kepada para pekerja.

(4) Sementara peran negara bagi pewujudan kesejahteran datang lewat kebijakan pemberian uang tunai atau dalam

bentuk tertentu (cash benefits or benefits in kind).

Kedua yang patut diperhatiakan dalam sistem negara kesejahteraan adalah bahwa cara penyampaian (modes of

delivery) sumber daya kesejahteraan juga beragam. Menurutnya, penyampaian manfaat kesejahteraan itu, misalnya bisa

dilakukan dengan cara memberikan pelayanan gratis (seperti pelayanan kesehatan tanpa biaya) atau memberikan uang

lewat peringanan pajak dsb. Hal terakhir yang perlu digarisbawahi adalah bahwa tidak ada penjelasan mengenai negara

kesejahteraan yang betul-betul definitif, karena apa yang disebut dengan negara kesejahteraan itu beragan dan banyak

model, baik dalam hal sumber kesejahteraan maupun cara penyampaian kesejahteraan tersebut.

Alasan- alasan dan tujuan sekaligus menjadi alat ukur kesuksesan dalam menjalankan sistem negara

kesejahteraan,5 pertama adalah untuk mempromosikan efesiensi ekonomi; kedua untuk mengurangi kemiskinan; ketiga

mempormosikan kesamaan sosial (social equality); keempat, mempromosikan integrasi sosial atau menghindai ekslusi

sosial, kelima mempromosikan stabilitas sosial; dan yang keenam mempromosikan otonomi atau kemandirian individu.

Secara tegas Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa: ”...negara wajib memajukan kesejahteraan umum, ...”

dan pasal 27 (2) UUD 1945 menyatakan bahwa: setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Membaca UUD menurut Satjipto Rahardjo, merupakan suatu aktifitas intelektual yang istimewa yang tidak dapat

disamakan dengan membaca UU biasa. Mengikuti pendapat Ronald Dworkin, dalam bukunya: Freedom’s Law, The Moral

Reading of the American Constitution; risalah membaca UUD sebagai suatu “moral reading”. Naskah suatu teks UUD

tidak boleh dibaca secara datar, melainkan dicari maknanya yang dalam dan tersembunyi di belakang naskah. Membaca

secara bermakna tersebut adalah mencari dan menemukan kandungan moral dari naskah tersebut.6

5 Ibid. hal. 22 6 Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing, Yokyakarta, 2009, hal. 82

Page 6: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 5 ]

Dari latar belakang di atas, patut kita pertanyakan: 1. di mana eksistensi negara kesejahteraan untuk melindungi

warga negara (PWT) yang lemah; lemah secara yuridis, ekonomis, dan sosiologis ? 2. Apakah warga negara (PWT)

berhak untuk hidup layak di negara kesejahteraan ini ?

B. Aspek Yuridis dan Sosiologis PWT

Kebijakan di bidang ketenagakejaan saat ini, pada dasarnya tidak lepas dari kerangka proses pembangunan,

masing – masing mempunyai ciri penekanan yang berbeda antara tahap pembangunan yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Profesor Organski, Negara–negara modern sekarang ini seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang telah

melaksanakan pembangunan secara bertahap:7 pertama, tahap unifikasi, dimana negara baru pada tahap mengupayakan

proses penciptaan persatuan bangsa dan kesatuan suatu negara. Stabilitas politik merupakan persyaratan untuk masuk ke

tahap industrialisasi.

Kedua, tahap industrialisasi, dimana negara memfokuskan usahanya pada pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan akumulasi modal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan persyaratan untuk mencapai negara

kesejahteraan.

Ketiga, tahap negara kesejahteraan, di mana negara menyadari industrialisasi tidak selalu positif. Pada negara

kesejahteraan, Pemerintah mencoba memperbaiki implikasi negatif dari industrialisasi dengan melindungi pihak yang

lemah.

Untuk Indonesia, tahap pertama unifikasi sudah dilewati baik masa perjuangan kemerdekaan 17 Agustus 1945

atau masa mempertahankan kemerdekaan. Sedangkan tahap kedua Industrialisasi telah dimulai semenjak tahun 1967 –

1968 dengan dicanangkankannya UU. PMA dan UU. PMDN. Maka sekarang Indonesia telah berada dalam tahap ketiga,

yaitu tahap negara kesejahteraan.

Salah satu upaya DPR dan Pemerintah untuk melindungi pihak yang lemah atau mensejahterakan pekerja, adalah

dengan melalui perlindungan hukum ketenagakerjaan, yaitu UU. No. 13 Tahun 2003, dengan tujuan antara lain sebagai

berikut:

Pasal 4

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:

(1) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

(2) mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan

pembangunan nasional dan daerah;

(3) memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan

(4) meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Kemudian upaya perlindungan PWT secara rinci dapat dilihat dalam pasal berikut:

Pasal 56

(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

7 Wallace Mendelson, Law and Development of Nation, The Journal of Politics, 32, 1979, hal. 223; Dalam : A. Wiyono, Hak Mogok

Di Indonesia, UI Press, Jakarta, 2003, hal. 22

Page 7: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 6 ]

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:

a. jangka waktu; atau

b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 57

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan

penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasal 58

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa

percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum

Pasal 59

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau

kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

3. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam

percobaan atau penjajakan.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua)

tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari

sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada

pekerja/buruh yang bersangkutan

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga

puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini

hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Ketentuan per-uu-an di atas, jika dikaji dari disiplin deskriptif, ada tiga pola atau bentuk PWT :

1.berdasarkan jangka waktu; atau selesainya suatu pekerjaan tertentu (pasal 56); contoh: buruh tanam dan tebang tebu

di PT. Cinta Manis, buruh pada perusahaan kontraktor bangunan, jembatan atau jalan.

2. berdasarkan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh(pasal 64, 65, 66); contoh : sclining servis, supir, catering dan

jaga malam.

3. di luar ketentuan point 1 dan 2 di atas, contoh: satpam dan teller bank, pengantongan pupuk di PT. PUSRI, pencatat

meteran PLN dan PAM.

Ketiga bentuk PKWT tersebut, selalu menjadikan PWT dalam posisi tak berdaya, dikarenakan: 1. upah; 2. , PWT

berdasarkan pasal 64,65 dan 66 UUK (outsourcing); 3. PWT di luar pasal 65 dan 66 UUK

Page 8: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 7 ]

B. 1. Upah

Upah bagi PWT saat ini dalam bentuk upah minimum propinsi (UMP); kelemahan UMP sebagai berikut:

1. Besarnya kebutuhan hidup minimum (KHM) masih berpedoman pada perhitungan biaya hidup standar seorang

buruh lajang.

2. Perhitungan UMR masih didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (KFM), padahal KHM adalah KFM (sewa rumah,

beras, lauk pauk, minyak tanah, minyak goreng) ditambah dengan kebutuhan kesehatan, pendidikan, nilai gizi dan

dana siaga.

3. Masalah kejelasan hukum ketenagakerjaan hingga saat ini masih belum mampu mengatasi konflik ketenagakerjaan

secara adil.

4. Memeberlakukan UMR yang sama rata untuk seluruh buruh tanpa mempertimbangkan kualitas pekerja, jenis

keterampilan dan besarnya tanggungjawab secara pasti akan menurunkan produktivitas tenaga kerja.

5. Kenaikan UMR tidak berarti apa-apa, jika biaya hidup yang berhubungan langsung dengan pekerjaannya (biaya

transport, uang makan, sundulan, jamsostek dan Pph) juga meningkat.

6. Pemberlakuan UMR tanpa membedakan sektor industri, hanya akan menjerumuskan seluruh pelaku ekonomi (pekerja,

pengusaha dan pemerintah) pada konflik ketenagakerjaan yang berkepanjangan.

7. Efesiensi perusahaan (produktivitas dan efisiensi produksi) tanpa dukungan efisiensi birokrasi (moneter, fiskal,

kecepatan pelayanan) dipastikan tidak akan mampu menyelesaikan masalah peningkatan daya saing industri Nasional

secara menyeluruh. 8

Kebijakan UMP dari pemerintah adalah sebagai jaringan pengaman (safety net) untuk perusahaan yang lemah dari

segi keuntungan, bukan untuk perusahaan yang kuat atau pembayar pajak penghasilan (PPh) yang besar. Oleh karena itu,

tidaklah adil perusahaan besar membayar UMP kepada PWT. Sebenarnya upah dapat ditingkatkan 200 % - 300 % ,

apabila pemerintah dapat:

1. menghentikan pungutan liar; seperti pungli terhadap perusahaan di Serang oleh berbagai pihak, termasuk oknum

aparat desa, oknum aparat keamanan, dan keamanan lokal yang besarnya Rp. 150.000,- hingga Rp. 500.000,-.9

2. menghentikan pungutan-pungutan lain yang mencapai 10 % dari komponen biaya produksi. Pungutan tersebut terlalu

besar dibandingkan dengan komponen biaya upah di usaha padat modal sebesar 10 % dan di usaha padat karya 25-30

%. Pungli ini harus ditekan dan merupakan tugas pemerintah.10

3. menurunkan bunga bank BUMN dan pajak impor untuk bahan baku perusahaan.

4. perusahaan sendiri melakukan penghematan pada biaya-biaya rutin.

Sebagai solusi lain dalam kebijakan pengupahan antara lain, dengan:

1. upah yang dapat mengikuti fluktuasi inflasi (dapat dipakai pasal 1602 e ayat 1,2,3,4 KUHPerdata).

2. upah dengan pola KFM (Disnakertrans Prov. Sumsel).

3. upah dengan pola bagi hasil pada masyarakat adat/ pedesaan (mengetam padi, memetik kopi, menyadap karet).

4. upah harus dibayarkan langsung kepada pekerja tanpa melalui perantara, sepertio pada pekerja outsourcing.

B.2. PWT berdasarkan pasal 64,65 dan 66 UUK (outsourcing)

PWT outsourcing tepat untuk bidang pekerjaan yang berdasarkan a. jangka waktu; atau selesainya suatu

pekerjaan tertentu, b. Pekerjaan tambahan. Namun tidak benar untuk bidang pekerjaan tetap, seperti : teller dan security

8 Hariyadi B. Sukamdani, Pola Pengupahan Sektor Padat Karya, Makalah pada Temu Konsultasi DPPN dengan Komisi-Komisi

Pengupahan dan Jamsos DKD, Cibodas, Jabar, pada tanggal 16-18 September 1996, h. 9. 9 Kompas, 30 April 2008. 10 Kompas, 30 April 2008

Page 9: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 8 ]

di perbankan, pengantongan pupuk di PT. PUSRI (dahulu), paramedis di Rumah Sakit, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya

sebagai berikut:

Pasal 65

(1) .

(2) ... syarat-syarat sebagai berikut:

1. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

2. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

3. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

4. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3) harus berbentuk badan hukum.

(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja ...sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-

syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) .

(6) Hubungan kerja ... dapat didasarkan atas pkwtt atau pkwt apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 59.

(7) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status

hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja

pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(8) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka

hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam

ayat (7).

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk

melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk

kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan

proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; (catatan; lihat pasal

1 angka 15 UUK);

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian

kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau

perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung

jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana

dimaksud dalam undangundang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak

terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan

Secara empirik, saat ini perusahaan banyak melaksanakan sistem kerja outsourcing dengan menafsirkan sendiri

pasal 64,65, dan 66 UUK tanpa mendapat sentilan dari PPNS atau instutusi yang berwenang.

C. PWT : Diantara Negara Jaga Malam dan Negara Kesejahteraan

Page 10: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 9 ]

Dalam kajian Ilmu negara dikenal dua model negara, yaitu negara penjaga malam (nachtwakerstaat) dan

negara kesejahteraan (welvarestaat). Pertama,11 nachtwakerstaat adalah suatu keadaan dari pengaruh hukum privat bahwa

negara hanya mempunyai tugas negatif (nachtwakerstaat). Negara hanya mengurusi polisi, yustisi, pajak dan politik luar

negeri. Negara tidak boleh mengurusi tugas-tugas sosial yang positif, misalnya mengurusi pemeliharaan orang miskin .

Teori liberal atau ekonomi leberal dengan konsep bahwa jalan ke arah harmoni sosial dan ekonomi yang sehat lewat

melalui konkurensi (persaingan bebas) dan memajukan kepentingan sendiri.

Kedua, welvarestaat, atau istilah welfare state (Negara Kesejahteraan) muncul pertama kali tahun 1940-an di

Inggris, sebagai antitesis atas program warfare state (Negara perang) Nazi Hitler di Jerman yang sedang memperluas

wilayahnya. Negara kesejahteraan atau rezim kesejahteraan (welfare regime) lebih dari sekadar kebijakan sosial.

Bagaimana asal-usulnya? Sebelum Perang Dunia I, cikal bakal welfare regimes dimulai oleh tokoh-tokoh

kharismatis dan otoritarian, seperti Von Bismark (Jerman), Von Tappe (Austria), dan Napoleon III (Perancis), dengan

melansir jaminan- jaminan sosial untuk pegawai pemerintah dan kelompok pekerja industri. Di Inggris sistem welfare

diawali sekali dengan lahirnya UU Penanggulangan Kemiskinan (Poor Law- 1880-an). Dalam periode kedua, sesudah

Perang Dunia II, 1945-1990, welfare state merupakan kreasi dan produk demokrasi multipartai atau kebijakan (koalisi)

partai politik yang memerintah untuk menciptakan warga negara dan angkatan kerja yang terdidik dan sehat dan

mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.

Persoalan negara kesejahteraan berada pada fase ketiga menurut Algra. Dikatakannya bahwa perkembangan

hukum sosial terjadi dalam tiga fase:12

(1) Masa ketakutan (abad ke-19) , pada masa ini terdapat pemikiran, bahwa kemiskinan adalah nasib, orang miskin

hanya dapat dihibur dengan harapan, bahwa keturunannya mungkin akan berkedudukan lebih baik, apabila

bekerja dengan rajin, hemat dan dengan peningkatan moral dan susila; pada zaman ini pekerja sukar untuk

membebaskan diri dari perbudakan (ekspolitasi dan diskriminasi);

(2) Masa menguntungkan pekerja (1900-an – 1945); pada masa ini banyak per-uu-an ketenagakerjaan diundangkan,

misalnya: kinderwetje van houten (1873), de wet op de Arbeidsovereenkomst (1907), de wet op de Collectivieve

Arbeidsovereenkomst (1927), Arbeidswet (1919), Veiligheidswet (1934).

(3) Masa kemakmuran (1945 – sekarang), pengaruh dari pergantian ajaran negara penjaga malam ke ajaran negara

kemakmuran.

Dalam bagian lain A.M. Donner dalam bukunya: Over de term welvaartsstaat,menyatakan bahwa:

”..., Welfarestate atau negara kemakmuran atau negara kesejahteraan, bukanlah identik dengan negara yang

makmur/kesejahteraan (welvarende staat). Tapi yang dimaksud adalah suatu negara kesejahteraan (welzijns-staat), negara

sebagai pelindung dari kemakmuran/kesejahteraan. Negara kesejahteraan ialah negara yang melaksanakan politik ekonomi

dan sosial yang lebih mendalam daripada sebelumnya dan yang secara konkrit melibatkan diri pada pemenuhan kebutuhan

umum akan jaminan masyarakat”.

Sebagai trend negara modern, Negara13 selalu berpihak kepada kepentingan warga negara, Negara sebagai alat

lazim dipersamakan dengan bahtera, Negara adalah bahtera yang menyangkut para penumpangnya ke pelabuhan

kesejahteraan.arti Negara sebagai bahtera sudah terkandung dalam kata “pemerintah”.pemerintah adalah terjemahan dari

11 N.E. Algra en K. Van Duyvendijk, Rechtsaanvang, H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan der Rijn; Dalam Terjemahan : J.C.T.

Simorangkir, Mula Hukum, Binacipta, 1983. hal. 171 12 Algra, Op. Cit. h.255

13 F. Isywara, Ilmu Politik, Alumni, Bandung, 1985

Page 11: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 10 ]

kata asing”government”. Kata-kata asing itu semua berasal dari kata Yunani “kubernan” yang berarti mengemudikan

kapal. Jadi Negara dan pemerintah dapat dipersamakan dengan kapal yang dikemudikan oleh nahkoda beserta awak

kapalnya yang mengantarkan semua penumpang-penumpangnya menuju pelabuhan yang sejahtera. Hanya dengan

memandang Negara sebagai alat, sebagai bahtera dapatlah diselami hakekat Negara yang sebenarnya. Negara adalah

lembaga social yang diadakan manusia untuk memnuhi kebutuhannya yang vital. Sebagai lembaga social, Negara tidak

diperuntukkan memenuhi kebutuhan khusus dari segolongan orang tertentu, tetapi untuk memenuhi keperluan-keperluan

dari seluruh rakyat Negara itu.

Fungsi Negara14 sudah pula menetapkan problem yang menarik perhatian sarjan-sarjana ilmu politik sejak Plato

dan Aristoteles. Plato menulis dalam “republic “nya bahwa Negara timbul karena adanya kebutuhan – kebutuhan umat

manusia. Tiada manusia yang dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri-sendiri, sedangkan masing-masing manusia

mempunyai banyak kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan yang banyak dan yang tidak dapat dipenuhi sendiri oleh

manusia secara individuil, maka dibentuklah Negara. Demikianlah aristoteles yang berpendapat bahwa Negara dibentuk

dan dipertahankan karena negara bertujuan menyelenggarakan hidup yang baik bagi semua warganegara.

Retorika negara kesejahteraan15 telah dikupas oleh Asa Griggs (The Welfare State in Historical Perspektive,

1961), Friedrich Hayes (The meaning of the Welfare State, 1959), Richard Titmuss (Essays on the Welfare State, 1958);

Ketiga pendapat ini dapat disarikan: pertama, negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh

pendapatan minimum agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok;

Kedua, negara harus memberi perlindungan sosial jika individu dan keluarganya ada dalam situasi rawan/rentan

sehingga mereka dapat menghadapi social contigencies, seperti sakit, usia lanjut, menganggur dan miskin yang potensioal

mengarah ke atau berdampak pada krisis sosial.

Ketiga, semua warga negara tanpa pembedaan status dan kelas sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses

pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi, sanitasi dan air bersih.

Konsep negara kesejahteraan, telah dilaksanakan oleh penyelenggara-penyelenggara negara termasuk Soekarno –

Hatta beserta The Founding Father R. I. lainnya; telah merumuskan dalam UUD 1945 tentang model negara kesejahteraan

Indonesia. Demikian juga dalam per-uu-an, termasuk UUK telah menetapkan akan kesejahteraan Tenaga Kerja (termasuk

PWT). Untuk lebih jelas dapat kita baca antara lain sebagai berikut:

1. Konsideran Menimbang UUK:

a....untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual

berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. ...;

c. ...pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan

serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;

d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan

menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;

14 Ibid.

15 Amich Alhumami, Kompas, 17 April 2008

Page 12: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 11 ]

2. Pasal 4 UUK

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:

(5) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

(6) mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan

pembangunan nasional dan daerah;

(7) memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan

(8) meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

3. Pasal 88 UUK

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Meskipun UUK telah memberikan kepastian hukum tentang jaminan kesejahteraan bagi semua pekerja, kenyataan

untuk PWT hal tersebut masih jauh dari harapan. PWT distrukturkan untuk tetap miskin dan tidak punya masa depan.

Untuk hal ini dimana letak salahnya, apakah: 1. perundang-undangan yang tidak baik; atau 2. adanya kesalahan dalam

penegakan hukum. Untuk menjawab hal ini patut disimak pendapat Gunnar Myrdal dan Sunaryati Hartono.

C. 1. Pendapat Gunnar Myrdal

Dalam bukunya The Challenge of World Poverty, pada bab ketujuh dengan judul: The Soft State menyatakan

bahwa: 16

“ Semua negara berkembang, sekalipun dengan kadar yang berlainan, adalah negara-negara yang lembek. Istilah

yang dipakai oleh Weber ini dimaksud untuk mencakup semua bentuk ketidak-disiplinan sosial yang manifestasinya

adalah cacat dalam perundang-undangan dan terutama dalam menjalankan dan menegakkan hukum, suatu ketidak-patuhan

yang menyebar dengan luasnya di kalangan pegawai negeri pada semua tingkatan terhadap peraturan yang ditujukan

kepada mereka, dan sering bertebrakan dengan orang-orang atau kelompok-kelompok yang berkuasa, yang justru harus

mereka atur...”

”...di negara-negara Asia Selatan, faktor dibelakang kelembekan suatu negara atau ketidak-disiplinan sosial yang

meluas itu, yaitu : ’ perundang-undangan yang main sikat (sweeping legislation). Maksudnya untuk memoderenisasi

masyarakat dengan segera, berhadapan dengan keadaan masyarakat yang umumnya diwarisi, yaitu otoritarianisme,

paternalisme, partikularisme dan banyak ketidak-teraturan lainnya. Per-uu-an tersebut diamksudkan untuk melindungi

rakyat banyak yang sengsara,tetapi tidak memberikan hasil yang banyak...”

Ada beberapa hal yang dapat digaris-bawahi kritikan Gunnar Myrdal tersebut, pertama, cacat per-uu-an dengan

contoh masuknya pasal 64, 65, 66 tentang outsourcing dalam UUK. Sebagai alasannya: a. Outsourcing adalah konsep

neoliberalisme yang masuk kedalam asas kekeluargaan, b. SPSI dalam rancangan UUK telah menyatakan sikap

penolakannya terhadap pasal tersebut17, c. telah dilakukan amandemen terhadap pasal 64, 65, 66 yang diusulkan oleh

berbagai pihak, ternyata 2 anggota Mahkamah Konstitusi (waktu itu, Laica Marzuki dan Mukti Fajar) menolak

outsourcing dengan alasan tidak ramah kemanusiaan, d. ketentuan pasal 66 (2) huruf a, bertentangan dengan pasal 1 angka

15 UUK. Alasannya antara PO dengan PPPJP tidak ada hubungn kerja dikarenakan tidak adanya unsur: 1. pekerjaan; dan

2. perintah,18 e. Berdasarkan point d tersebut, maka outsourcing merupakan salah satu bentuk human traficking.

Skema perjanjian kerja Outsourcing di atas dapat dinilai dari dua teori dalam hukum ketenagakerjaan, yaitu:

pertama, theorie Labour Management Relation; kedua, theorie Human Traficking. Teori pertama, menyatakan bahwa

16 Satjipto Rahardjo, IlmuHukum, Alumni, Bandung, 1986. h. 195.

17 Wawancara dengan A. Wiyono, Agustus 2007

18 Ibid

Page 13: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 12 ]

antara pengusaha dengan pekerja harus ada hubungan kerja. Sedangkan antara PPJP dengan PO tidak ada hubungan kerja,

tidak ada pekerjaan dan tidak ada kewajiban antara kedua belah pihak. Pekerja outsourcing berkewajiban hanya pada

PPP.19

Teori kedua, theorie human trafficking menyangkut HAM bahwa pekerja outsourcing adalah manusia

(pekerja/buruh) harus diposisikan sebagai manusia dengan segala harkat dan martabatnya, bukan sebagai barang yang

dapat diperlakukan secara sewenang-wenangnya. Manusia tidak sama dengan barang, kalau transaksi barang ada

diperjanjikan komisi penjualan barang. Tetapi untuk manusia tidak ada dalam kamusnya yang dinamakan komisi dari

transaksi pengiriman manusia. 20

Kedua, Gunnar Myrdal melihat ketidak-disiplinan sosial, lemahnya penegakan hukum dan ketidak–patuhan

Pegawai Negeri. Hal ini tidak lepas dari sistem hukum itu sendiri yang menurut W. Friedmann yang terdiri dari stuktur,

substansi dan cultur. Sedangkan Soerjono Soekanto melihat adanya sistem Kaedah,21 selain kaedah hukum ada kaedah

ketuhanan, kesusilaan dan sopan santun. Baik sistem hukum atau kaedah hukum, harus dipatuhi dengan baik.

Dengan kaedah ketuhanan, seperti hubungan kerja, lembaga bipartite, tripartite dan hubungan industrial Indonesia

dapat berfungsi dengan baik jika pihak-pihak dapat melakukan pekerjaan yang terbaik (waamalan shalihan)22. Sikap

Islam terhadap kerja dapat dibaca ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini :23

Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa

saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima

pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak(pula) mereka bersedih hati (Al-Baqarah :

62).

“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang

berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri., dan sekali-kali Tuhanmu tidaklah menganiaya hamba-hamba (Nya).”

(Fushshilat : 46)

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang

siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah-pun maka dia juga akan melihat (balasannya).” (Az-Zalzalah : 7-8).

Khusus terhadap rendahnya pengupahan akibat dari toleransi sesama pengusaha untuk membayar upah dengan

struktur UMP, bukan mustahil tindakan pengusaha adalah merupakan pemerasan terhadap PWT. Islam melarang keras

pemerasan terhadap pekerja, sebagai berikut: 24

” Islam mengharamkan segala jenis kezaliman dengan memeras kaum buruh dan menahan upah kerja mereka.

Sesungguhnya hal semacam itu sangat diharamkan dan sangat jelas pelanggarannya karena dapat dikategorikan sebagai

19 Zulkarnain Ibrahim, Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja, Penelitian TPSDP, Unsri, 2007.

20 Ibid.

21 Sorjono Soekanto, Prihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1977

22 Waamalan sholihan, Al Qur’an menulis 360 ayat tentang amal dan 109 tentang kerja.

23 Mustaq Ahmad, Business Ethics in Islam, The International Institute of Islam Thought, Islamabad, 1995; Diterjemahkan: Samson

Rahman, Etika Bisnis Dalam Islam, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2005, h. 7-8. Lihat: Al Qur’an dan Terjemahannya, Mujamma’ Al

Malik Fahd Li Thiba Mush-haf Asy-Syarif Medinah Munawwarah P.O. Box 6262 Kerajaan Saudi Arabia, 1990. 24 Baqir Sharief Qoraishi, Huququl Amil fil Islam, Diterjemahkan: Keringat Buruh, Ali Yahya, Penerbit Al Huda, Jakarta, 2007, h.

249.

Page 14: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 13 ]

memakan harta secara batil. Rasullulah saw bersabda, ”Tiga jenis orang yang menjadi musuhku pada hari kiamat

diantaranya adalah orang yang mempekerjakan seorang buruh namun tidak memenuhi upahnya.

Islam mengharamkan eksploitasi dengan segala bentuk dan jenisnya karena dapat menciptakan konflik kelas

antara buruh dan pemilik usaha. Islam menhapus sistem kelas dan menjadikannya keutamaan-keutamaan hanya pada

ketaqwaan dan perbuatan baik.

Ide keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang dideklarasikan Rasul teragung, Nabi Muhammad saw, telah

berfungsi sebagai penghalang munculnya kecenderungan kelas antara kaum buruh dan pemilik usaha (fenomena-

fenomena yang tidak akan Anda temukan jejaknya pada permulaan Islam karena sesungguhnya menurut Islam, seorang

individu itu dihagai melalui kerja kerasnya, pengabdiannya, dan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat bagi orang banyak-

sebab manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain). Selain pula pada saat itu, diseluruh penjuru

dunia Islam, belum muncul atau terlihat sama sekali adanya ide eksploitasi buruh.

Para pengusaha hendaknya berlaku adil terhadap pekerja yang di bawah pimpinannya. Keadilan bukan hanya

urusan hakim semata, tetapi juga berlaku bagi para pengusaha. Bismar Siregar sebagai salah satu hakim memeberi

keteladanan dan keadilan dalam sikap dan perbuatan, dalam bukunya ”Hukum, Hakim dan Keadilan Tuhan” mengutip

bahwa:

” dasar seorang hakim dalam mengambil putusan adalah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”. Dengan demikian, dalam menetapkan putusannya, pertama-tama seorang hakim bermunajat kepada Allah

SWT. Atas nama-NYA-lah suatu putusan diucapkan. Ia bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat

itulah hatinya bergetar. Ini merupakan peringatan bagi siapa saja. Pesan Rasulullah Muhammad SAW kepada seorang

sehabatnya sebagai berikut: ” Wahai Abu Hurairah, keadilan satu jam lebih utama dari ibadahmu puluhan tahun

shalat, zakat, dan puasa. Wahai Abu Hurairah, penyelewengan hukum satu jam lebih besar dalam pandangan Allah

daripada melakukan maksiat enampuluh tahun”. Sebuah pesan yang indah, yang wajib dipahami, dihayati, dan

diamalkan oleh para hakim (juga pengusaha, menurut penulis) ”.25

Seharusnya pengusaha dapat melakukan perbuatan yang terbaik atau amal shaleh kepada para buruhnya dengan

menambahkan upah dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah secara rutin setiap bulan. Demikian juga PWT dapat diubah

menjadi PWTT dan pola-pola kerja outsourcing ” human traficking ” diganti dengan PWTT.

C.2. Sunaryati Hartono

Menyoroti tentang penegakan hukum menyatakan bahwa:26

”Sebagaimana diketahui Komisi Ombudsman Nasional diadakan dalam rangka menegakkan keadilan, demokrasi,

Rule of Law demi kesejahteraan masyarakat dalam rangka Semangat Reformasi. Secara khusus Pertimbangan Keputusan

Presiden (Abdurrachman Wahid) No. 44 Tahun 2000 serta pasal 2 dan 3, bahwa fungsi dan tujuan Komisi Ombudsman

Nasional adalah:

a. mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih di pusat dan daerah, sesuai dengan asas-asas pemerintahan

yang baik, berdasarkan asas-asas negara hukum yang demokratis, transparan, dan bertanggungjawab;

b. meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan,

rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

c. membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek

maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi serta nepotisme;

d. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan

kebenaran serta keadilan.

25 Bismar siregar, Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hlm. 19-20.Dalam: Bambang Sutiyoso,

Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, UII Press, Yokyakarta, 2010, hal. 5-6 26 Sunaryati Hartono, Pemberdayaan Lembaga Ombudsman dalam kerangka Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, Makalah pada

Seminar Nasional BPHN, Surabaya, 2007.

Page 15: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 14 ]

Sedangkan untuk pengawasan, beliau mengutip pendapat Giesen, Tentang arti “pengawasan” dalam buku yang

berjudul: “Toezicht en verantwoordelijkheid (Pengawasan dan Tanggungjawab), Prof. I. Giesen telah menunjukkan bahwa

di abad ke-21 tuntutan Negara Hukum telah menyebabkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku

dan/atau kinerja penyelenggara negara, sehingga pengawasan untuk organisasi publik perlu ditambah dengan pengawasan

ekstern yang mandiri dan independen dari fihak pemerintahan atau lembaga negara itu sendiri.

Menjadi pertanyaan apakah yang dimaksudkan dengan “pengawasan” itu ? Menurut pendapat Prof. I. Giesen27

dalam buku “Toezicht en Aansprakelijkheid” yang mengutip Berita Acara Pembahasan di Parlemen Belanda di tahun 2003

dalam Kamerstukken 2003/2004 sebagai berikut:

“ Toezicht is het verzamelen van de informatie over de vraag of een handeling of zaak voldoet aan de daaraan gestelde

eisen, het zich daarna vormen van een oordeel daarover en het eventueel naar aanleiding daarvan interveniëren”

(Pengawasan adalah mengumpulkan informasi tentang pertanyaan apakah suatu pembuatan atau benda memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan (kemudian) menarik kesimpulan dan membentuk pendapat tentang (perbuatan atau benda) itu,

dan bila perlu berdasarkan investigasi yang telah dilakukan, melakukan intervensi (agar supaya hal-hal yang menyimpang

itu diperbaiki – tambahan keterangan dari Penulis, Sunaryati Hartono). Ditambahkannya bahwa dalam pengertian

“pengawasan” di sini dimaksudkan pengawasan terhadap penegakan undang-undang dan lain peraturan perundang-

undangan, termasuk pengawasan negara terhadap lembaga-lembaga pemerintahan dan organ-organ kenegaraan (bestuurs

organen) yang mandiri.28

Proses proses pengawasan terdiri dari 6 (enam) langkah yaitu:29

a. Menentukan norma-norma dan tolok ukur yang harus diperhatikan;

b. Mengumpulkan informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai barang/benda dan perilaku/perbuatan yang harus

diawasi;

c. Menentukan cara bagaimana pengawasan itu harus dilaksanakan;

d. Mengadakan pemeriksaan (onderzoek en inspectie) dan investigasi dan mengumpulkan informasi tentang

perilaku, perbuatan atau kelalaian serta barang yang harus diperiksa/diawasi;

e. Menarik kesimpulan setelah diadakan evaluasi yang seksama, apakah terjadi penyimpangan dari norma/tolok ukur

dan prosedur yang telah ditentukan sebelumnya

f. dan jika terjadi penyimpangan, mengadakan intervensi untuk memperbaiki tindakan yang telah menyimpang itu,

atau bahkan untuk mencegah terjadinya maladministrasi atau perbuatan melawan hukum, yang akan sangat

merugikan masyarakat dan negara, jika tidak diadakan intervensi itu.

Kuantitas dan kualitas tenaga pengawas Disnaker harus dipulihkan sebagai dampak dari otoda, sehingga

pelaksanaan UUK berjalan dengan baik, UUK bukan sebagi macan di atas kertas.

C.3. Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Disnaker

Pedoman ketenagakerjaan mempunyai landasan, asas dan tujuan dari hukum ketenagakerjaan: 1. landasan

Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945; 2. asas Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional

lintas sektoral pusat dan daerah; dan 3. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:

1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

27 I. Giesen: “Toezicht en Aansprakelijkheid” Kluwer, Deventer, 2005, hal 20; Dalam Sunaryati Hartono,

28 Ibid.

29 Ibid. hal 23-24

Page 16: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 15 ]

2. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan

nasional dan daerah;

3. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan

4. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Kemudian dalam pasal 86 UUK bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan

atas: 1. keselamatan dan kesehatan kerja; 2. moral dan kesusilaan; dan 3. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan

martabat manusia serta nilai nilai agama. Sedangkan dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai

fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap

pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Untuk pembinaan ketenagakerjaan dalam pasal 173 UUK: 1. pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-

unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan; 2. pembinaan tersebut dapat mengikut-sertakan organisasi

pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait; 3. pembinaan dilaksanakan secara terpadu dan

terkoordinasi. Dalam penegakan hukum adalah Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan.

Pembinaan dan pengawasan belum dapat dilaksaanakan dengan baik oleh pemerintah, dalam hal ini Disnaker

Provinsi. Disnaker berjalan sendiri tanpa mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikatpekerja/serikat buruh dan

organisasi profesi terkait. Pelanggaran terhadap sistem kerja outsourcing dalam pasal 65 dan 66 UUK terjadi di banyak

PPP.

Pelanggaran terhadap pasal 65 dan 66 UUK, menurut salah seorang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) senior

pada lingkungan Disnaker Provinsi Sumsel, antara lain sebagai berikut:30

1. pembinaan dan pengawasan kalau dahulu pada Kanwil Depnaker, semenjak otonomi daerah menjadi pengawasan

langsung dari Guburnur. Instruksi Guburnur menjadi lemah karena tidak ada pemantauan di lapangan;

2. kinerja pembinaan dan pengawasan oleh PPNS belum dilaksanakan secara optimal, dikarenakan alasan-alasan non

yuridis;

3. pengawasan oleh Disnaker Provinsi Sumsel belum mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat

buruh, dan organisasi profesi terkait;

4. jika peraturan sudah jelas dan pelanggaranpun sudah jelas, berarti PPNS belum melaksanakan fungsinya dengan baik.

Penegakan hukum ketenagakerjaan jika dihubungkan dengan pendapat Soerjono Soekanto: harus ada keserasian

antara ketertiban dan ketentraman. Ada pendapat yang mengatakan bahwa berfungsinya hukum dalam masyarakat, ada

dua factor, yakni: 1. pemberian kesempatan yang sama kepada setiap warga masyarakat untuk dapat memanfaatkan unsur-

unsur sistem hukum (keserasian antara hukum, penegak hukum, fasilitas dan masyarakat); 2. adanya kemauan masyarakat

untuk mempergunakan kesempatan itu.31

30 Zulkarnain Ibrahim, op. cit. hal. 68 .

31 Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, CV. Rajawali, Jakarta,, 1982, h. 106.

Page 17: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 16 ]

Masyarakat dan aparat penegak hukum sering mendua, di satu pihak masyarakat menghendaki penegakan hukum

dari aparat penegak hukum, dengan alasan bahwa masyarakat telah membayar pajak. Di pihak lain pihak aparat penegak

hukum selalu mengatakan bahwa penegakan hukum tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat. Pada hal kedua-

duanya baik masyarakat maupun aparat penegak hukum tidak ada interaksi yang harmonis, dikarenakan tidak menjalin

komunikasi.

D. Penutup

1. Eksistensi negara untuk melindungi buruh kontrak dengan upaya melakukan penegakan hukum yang menyeluruh

dengan mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih di pusat dan daerah, sesuai dengan asas-asas

negara hukum yang demokratis, transparan, dan bertanggungjawab. Kemudian meningkatkan mutu pelayanan

negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan

kesejahteraan yang semakin baik. Di samping itu, membantu menciptakan dan meningkatkan pemberantasan dan

pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi serta nepotisme;

2. Warga negara (buruh kontrak) dengan penantian yang panjang, saat ini harus disejahterakan, dikarenakan:

pertama, kewajiban negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh pendapatan minimum

agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok; Kedua, negara harus memberi perlindungan sosial jika

individu dan keluarganya ada dalam situasi rentan sehingga mereka dapat menghadapi social contigencies, seperti

sakit, usia lanjut, menganggur dan miskin yang potensioal mengarah ke atau berdampak pada krisis sosial. Ketiga,

semua warga negara tanpa pembedaan status dan kelas sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses

pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi, sanitasi dan air bersih.

3. Secara teoritis PWT sudah lepas dari era nachtwakerstaat dan telah berada dalam era welvarestaat. Secara yuridis

PWT adalah salah satu bagian dari warga negara yang berhak terhadap penghidupan yang layak yang dijamin

dalam UUD 1945 dan per-uu-an ketenagakerjaan. Namun secara sosiologis, PWT telah dijajah oleh sistem neo

liberalisme, kapitalisme dan individualisme.

4. Perlindungan hukum terhadap PWT tidak cukup dengan kaedah hukum, tetapi juga dengan kaedah ketuhanan,

kesusilaan dan sospan santun. Jika kaedah hukum tidak berfungsi, maka kaedah ketuhanan sebagai solusi untuk

mensejahterakan PWT. Pengusaha sebagai mitra PWT dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terbaik

(waamalan shalehan) dengan membayarkan upah berupa zakat, infaq dan shadakah secara rutin setiap bulan.

5. Pembinaan dan pengawasan, semenjak otonomi daerah menjadi pengawasan langsung dari Guburnur. Instruksi

Guburnur menjadi lemah karena tidak ada pemantauan di lapangan. Kinerja pembinaan dan pengawasan oleh

PPNS belum dilaksanakan secara optimal, dikarenakan alasan-alasan non yuridis. Pengawasan oleh Disnaker

belum mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait. Jika

peraturan sudah jelas dan pelanggaranpun sudah jelas, berarti PPNS belum melaksanakan fungsinya dengan baik.

Oleh karena itu PPNS harus bekerja secara profesional karena digaji dengan uang rakyat.

Page 18: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 17 ]

Sekian

Atas perhatian, diucapakan terima kasih

Mohon maaf lahir bathin

Wassalamualaikum W. W.

Page 19: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 18 ]

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahannya, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba Mush-haf Asy-

Syarif Medinah Munawwarah P.O. Box 6262 Kerajaan Saudi Arabia, 1990.

Aloysius Uwiyono, Hak Mogok Di Indonesia, UI Press, Jakarta, 2003

Baqir Sharief Qoraishi, Huququl Amil fil Islam, Diterjemahkan: Keringat Buruh, Ali Yahya, Penerbit Al Huda,

Jakarta, 2007

Bambang Sutiyoso, Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, UII Press,

Yokyakarta, 2010

Bismar Siregar, Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan, Gema Insani Press, Jakarta, 1995

Giesen, I, Toezicht en Aansprakelijkheid, Kluwer, Deventer, 2005; Dalam: Sunaryati Hartono, Pemberdayaan

Lembaga Ombudsman dalam kerangka Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, Makalah pada Seminar Nasional

BPHN, Surabaya, 2007.

Hariyadi B. Sukamdani, Pola Pengupahan Sektor Padat Karya, Makalah pada Temu Konsultasi DPPN dengan

Komisi-Komisi Pengupahan dan Jamsos DKD, Cibodas, Jabar, pada tanggal 16-18 September 1996.

Mendelson, Wallace, Law and Development of Nation, The Journal of Politics, 32, 1979;

Dalam : A. Wiyono, Hak Mogok Di Indonesia, UI Press, Jakarta, 2003

Mustaq Ahmad, Business Ethics in Islam, The International Institute of Islam Thought, Islamabad, 1995;

Diterjemahkan: Samson Rahman, Etika Bisnis Dalam Islam, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2005.

N.E. Algra en K. Van Duyvendijk, Rechtsaanvang, H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan der Rijn; Dalam Terjemahan :

J.C.T. Simorangkir, Mula Hukum, Binacipta, 1983.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986.

............, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Yokyakarta, 2009

Soerjono Soekanto, Prihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1977

............, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, CV. Rajawali, Jakarta,, 1982.

Sunaryati Hartono, Pemberdayaan Lembaga Ombudsman dalam kerangka Sistem Ketatanegaraan di

Indonesia, Makalah pada Seminar Nasional BPHN, Surabaya, 2007.

Zulkarnain Ibrahim, Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja, Penelitian TPSDP, Unsri,

2007.

UU. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

KUHPerdata

Kompas, 17 April dan 30April 2008

Page 20: Wisuda Ke-98 _Orasi Ilmiah_ Zulkarnain Ibrahim-Asli

[ 19 ]

DDAAFFTTAARR RRIIWWAAYYAATT HHIIDDUUPP

A. Data Pribadi

Nama : H. Zulkarnain Ibrahim, S.H., M. Hum.

NIP : 131 639 379

Pangkat / Gol./ Jabatan : Pembina Utama Muda /

Gol. IV c / Lektor Kepala

Tempat dan tanggal lahir : Ranau OKU Selatan, 16 Juni 1955

Alamat Rumah : Jl. H.A. Halim (Jl. Politeknik)

No. 18 RT/RW : 02/06 Bukit Lama

Palembang 30139

Isteri : Hj. Nurmalina, AMK

Binti H. Harunurrasyid

RS. Muhammad Husin Palembang

Anak-anak : 1. Sebrina Nuzly Emira, S.Si.,

Karyawan BRI

2. Rizki Nuzly Ainun, S.H.,

PNS Kejaksaan

3. Ahmad Nizam Farabi, S.T.,

Karyawan. PT. Jamsostek

Menantu : 1. Dwi Diantara, S. Kom., PNS

2. Hari Anthoni, S.Ps. – anggota Polri

Cucu : Nikeisa Zahra Aquila (Zahra)

B. Pendidikan : 1. SDN Ranau OKU Selatan, 1967

2. SMP 8 Palembang, 1970

3. SMAN 3 1971 (1 tahun)

4. SMFarmasi Depkes. R.I. , Palembang 1975

5. SMA 2 Palembang, 1979

6. S 1 Hukum Perdata, Fak. Hukum Unsri, 1985 7. S 2 Ilmu Hukum Pascasarjana Unsri, 2000

Palembang, Maret 2011

H. Zulkarnain Ibrahim, S.H., M.Hum

NIP 131 639 379