whistleblowing pengelolaan dana desa: studi atas …

12
WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS NILAI KEARIFAN LOKAL Katarina Dwi Utami 1 , Intiyas Utami 2 dan Aprina Nugrahesthy Sulistya Hapsari 3 1 Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga Email: [email protected] 2 Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga Email: [email protected] 3 Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga Email: [email protected] ABSTRAK Pengalokasian dana desa dengan perangkat desa yang belum sepenuhnya memahami pengelolaan yang akuntabel berpotensi menimbulkan kecurangan. Pengungkapan akan kecurangan dimungkinkan dengan mekanisme whistleblowing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi whistleblowing pada pemerintah desa dan mengetahui intensi seseorang untuk melakukan whistleblowing. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatifuntuk menggambarkan fenomena objek dan kondisi yang terjadi di masa sekarang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa whistleblowing dapat diterapkan pada perangkat desa di Desa Bringin, Kecamatan Bringin. Whistleblowing yang diterapkan di Desa Bringin adalah whistleblowing internal. Hal ini dikarenakan Kepala Desa ingin menyelesaikan kasus penyalahgunaan dana desa secara kekeluargaan. Niat melakukan whistleblowing didasarkan pada iklim etika, intensitas moral, dan kearifan lokal yang dianut oleh perangkat desa dan budaya yang dibangun oleh Kepala Desa. Kata kunci : whistleblowing, kearifan lokal, intensitas moral, iklim etika Pendahuluan Nilai kearifan lokal merupakan jatidiri bagi suatu daerah dan menjadi aset apabila dimanfaatkan secara optimal. Hal ini didukung dengan berlakunya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa yang menyebutkan bahwa perangkat desa dan pihak yang berkepentingan berhak untuk mengurus dan menentukan pembangunan desa yang dijalankan sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal suatu desa. Nilaikearifan lokal dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu dari sisi budaya, sisi adat istiadat, sisi agama, sisi keyakinan, sisi pariwisata maupun dari sisi substansi pemerintahan yang berupa gotong royong, kebersamaan, kekeluargaan, musyawarah dan kemandirian. Fenomena yang sedang marak dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memajukan pembangunan desa dan mensejahterakan masyarakat adalah dengan memberikan bantuan dana yang biasa disebut dana desa. Pelaksanaan dan pengelolaan dana desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014. Dana desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan (infrastuktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi), pembinaan masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pelaksanaan dan pengelolaan dana desa dengan baik diharapkan akan makin mempercepat pembangunan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya pembangunan infrastruktur di beberapa desa Kabupaten Semarang. Sebagai contoh adalah pembangunan jamban sehat pada 30 desa di Kabupaten Semarang (Suara Merdeka 2016); diresmikannya lapangan desa dengan fasilitas yang memadai seperti adanya drainase yang baik, peninggian lapangan dan pembuatan taman di Kecamatan Bancak, Kab. Semarang (Harian Terbit, 2016); pembangunan bak penampung sumber air terkait penanganan bencana longsor di desa Sepakung, Banyubiru (Suara Merdeka, 2016); dan pembangunan jalan darurat di dusun Bungkah, Desa Sepakung (Suara Merdeka, 2016).

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA:

STUDI ATAS NILAI KEARIFAN LOKAL

Katarina Dwi Utami1, Intiyas Utami2 dan Aprina Nugrahesthy Sulistya Hapsari3

1Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

Email: [email protected] 2 Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

Email: [email protected] 3 Program Studi Akuntansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengalokasian dana desa dengan perangkat desa yang belum sepenuhnya memahami

pengelolaan yang akuntabel berpotensi menimbulkan kecurangan. Pengungkapan akan

kecurangan dimungkinkan dengan mekanisme whistleblowing. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui potensi whistleblowing pada pemerintah desa dan mengetahui intensi seseorang

untuk melakukan whistleblowing. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bringin, Kecamatan

Bringin, Kabupaten Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatifuntuk

menggambarkan fenomena objek dan kondisi yang terjadi di masa sekarang. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa whistleblowing dapat diterapkan pada perangkat desa di

Desa Bringin, Kecamatan Bringin. Whistleblowing yang diterapkan di Desa Bringin adalah

whistleblowing internal. Hal ini dikarenakan Kepala Desa ingin menyelesaikan kasus

penyalahgunaan dana desa secara kekeluargaan. Niat melakukan whistleblowing didasarkan

pada iklim etika, intensitas moral, dan kearifan lokal yang dianut oleh perangkat desa dan

budaya yang dibangun oleh Kepala Desa.

Kata kunci : whistleblowing, kearifan lokal, intensitas moral, iklim etika

Pendahuluan

Nilai kearifan lokal merupakan jatidiri bagi suatu daerah dan menjadi aset apabila dimanfaatkan secara

optimal. Hal ini didukung dengan berlakunya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa

yang menyebutkan bahwa perangkat desa dan pihak yang berkepentingan berhak untuk mengurus dan

menentukan pembangunan desa yang dijalankan sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal suatu desa. Nilaikearifan

lokal dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu dari sisi budaya, sisi adat istiadat, sisi agama, sisi keyakinan, sisi

pariwisata maupun dari sisi substansi pemerintahan yang berupa gotong royong, kebersamaan, kekeluargaan,

musyawarah dan kemandirian.

Fenomena yang sedang marak dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memajukan pembangunan desa

dan mensejahterakan masyarakat adalah dengan memberikan bantuan dana yang biasa disebut dana desa.

Pelaksanaan dan pengelolaan dana desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014. Dana desa

merupakan dana yang bersumber dari APBN yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,

pelaksanaan pembangunan (infrastuktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi), pembinaan masyarakat desa dan

pemberdayaan masyarakat desa.

Pelaksanaan dan pengelolaan dana desa dengan baik diharapkan akan makin mempercepat pembangunan

desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya pembangunan infrastruktur di

beberapa desa Kabupaten Semarang. Sebagai contoh adalah pembangunan jamban sehat pada 30 desa di

Kabupaten Semarang (Suara Merdeka 2016); diresmikannya lapangan desa dengan fasilitas yang memadai

seperti adanya drainase yang baik, peninggian lapangan dan pembuatan taman di Kecamatan Bancak, Kab.

Semarang (Harian Terbit, 2016); pembangunan bak penampung sumber air terkait penanganan bencana longsor

di desa Sepakung, Banyubiru (Suara Merdeka, 2016); dan pembangunan jalan darurat di dusun Bungkah, Desa

Sepakung (Suara Merdeka, 2016).

Page 2: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

Di sisi lain, pelaksanaan dan pengelolaan dana desa membutuhkan pengawasan yang baik dari

pemerintah. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari pemberian dana desa adalah untuk kemajuan dan

kesejahteraan masyarakat desa. Tindakan penyalahgunaan pengelolaan dana desa sangat mungkin terjadi,

sebagai contoh adalah kasus kecurangan pengelolaan dana desa di Kabupaten Semarang sudah banyak dimuat di

media massa, seperti terungkapnya 30 kasus korupsi oleh Pengadilan Tipikor Semarang yang menyeret para

penyelenggara pemerintah desa dan dari 30 kasus korupsi yang ditangani oleh Pengadilan Tipikor Semarang,

terdapat 6 kasus korupsi pengelolaan dana desa yaitu di Desa Popongan Kec. Bringin, Desa Tegalwaton Kec.

Tengaran, Desa Jatirunggo Kec. Pringapus, Desa Kebonagung Kec. Sumowono, Desa Rowoboni Kec. Banyubiru

dan di Desa Dadapayam, Kec Susukan (Antara Jateng, 2014). Kasus penyalahgunaan dana desa oleh mantan

Kepala Desa dan Sekretaris terjadi di Desa Popongan yang menggunakan dana desa tidak sesuai dengan

semestinya dan merugikan negara sebesar Rp103 juta.Kasus serupa mengenai korupsi penggunaan dana desa

yang menyeret Kepala Desa Milir, Kec. Bandungan, akibatnya pemerintah mengalami kerugian sebesar Rp67,5

juta (Suara Merdeka, 2014).

Banyaknya tindak penyalahgunaan pengelolaan dana desa berakibat kepercayaan masyarakat menurun,

sehingga pemerintah berupaya untuk mengurangi tingkat penyalahgunaan dana desa dengan melakukan

pengawasan dan menyediakan sistem yang mampu menampung pelaporan masyarakat terhadap penggunaan

dana desa atau yang biasa disebut whistleblowing system. Whistleblowing system memungkinkan

penyalahgunaan wewenang dapat dengan cepat diidentifikasi dan dikoreksi sehingga bisa meningkatkan

efisiensi, meningkatkan moral pegawai, menghindari tuntutan hukum, dan menghindari citra negatif (Miceli dan

Near 1992).Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Bina Pemerintah Desa) telah

menyediakan website bagi whistleblower yang mengetahui dan dapat digunakan untuk mengawasi penggunaan

dana desa, website tersebut bisa diakses melalui laman resmi Whistleblowing System Kementrian Keuangan dan

website LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). Whistleblowing telah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban. Undang-undang ini merupakan

perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban

yang selanjutnya hanya disebut sebagai “pengungkap fakta” (Mulyadi, 2014).

Dalam mengambil keputusan etis, seseorang akan memutuskannya berdasarkan persepsi nilai, norma dan

aturan yang berlaku di suatu wilayah atau yang biasa disebut iklim etika (Ramussen et al., 2013). Ahmad et al.,

(2014) mendefinisikan iklim etika sebagai dimensi etis yang mampu memberikan gambaran budaya organisasi.

Seseorang yang melakukan keputusan etis berdasarkan iklim etika mempunyai kesadaran baik dan buruk atas

keputusan yang mereka buat. Menurut Victor dan Cullen (1988), iklim etika terdiri dari 3 indikator yaitu egoism,

principle dan benevolence. Iklim etika- egoism, sebagian masyarakat masih memiliki rasa takut dan sungkan

mengungkapkan penyalahgunaan dana desa. Rasa takut dan sungkan ini timbul jika pihak yang melakukan

penyalahgunaan adalah kerabat atau sahabatnya dan pengungkapan penyalahgunaan tersebut dapat berimbas

pada hubungan persaudaraan ataupun pada posisinya sebagai perangkat desa.

Salah satu cara untuk menumbuhkan keberanian dan moral yang baik ditengah masyarakat dalam

melakukan whistleblowing adalah dengan memberikan penyuluhan yang dapat membangkitkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya pengawasan dan pengungkapan penyalahgunaan dana desa. Iklim etika-

benevolence merupakan kesadaran dalam diri individu untuk melakukan yang terbaik demi kesejahteraan

bersama dan tidak membenarkan adanya tindakan yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat. Kesadaran

akan pentingnya kesejahteraan masyarakat desa di pengaruhi oleh adat dan filosofi kehidupan yang diwariskan

leluhur Desa Bringin atau yang biasa disebut nilai kearifan lokal. Nilai kearifan lokal yang ada di Desa Bringin

memberikan gambaran bahwa masyarakat bersyukur atas kekayaan alam yang ada, berusaha membangun desa

demi kesejahteraan masyarakan serta memerangi hal negatif yang dapat memberikan dampak buruk bagi

masyarakat (korupsi, penyalahgunaan wewenang).

Iklim etika- principle, pemerintah telah membuat peraturan mengenai aturan pencairan dana desa,

penentuan pembangunan prioritas, pelaporan penggunaan dana desa serta sanksi yang diberikan bagi desa yang

menyalahgunakan dana pembangunan. Sanksi yang diberikan bagi desa yang melakukan penyalahgunaan dana

desa adalah penundaan pencairan dana pada tahap selanjutnya atau sampai laporan penggunaan dana desa selesai

dibuat sesuai dengan standar pembangunan yang telah ditetapkan dalam MUSRENBANGDES. Sanksi yang

diberikan oleh pemerintah ini berimbas bagi seluruh masyarakat desa. Dengan adanya penyuluhan tentang

dampak dan dukungan yang diberikan oleh perangkat desa, masyarakat diharapkan untuk berani mengungkapkan

penyalahgunaan dana desa sejak dini agar dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa melibatkan

pemerintah.

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang whistleblowing banyak membahas tentang faktor yang

mempengaruhi seseorang menjadi whistleblower. Penelitian terkait intensi karyawan pemerintahan dalam

melakukan whistleblowing ini dilakukan oleh Alam (2013) serta Noviani dan Sambharakreshna (2014). Alam

Page 3: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

(2013) menyatakan bahwa whistleblowing berpotensi dalam mengurangi tindak kecurangan yang terjadi di

Pemerintahan Kota Malang. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviani

dan Sambharakreshna (2014) yaitu whistleblowing berpengaruh signifikan terhadap pencegahan kecurangan

dalam organisasi pemerintahan. Sementara itu penelitian terkait intensitas moral dan whistleblowing dilakukan

oleh Zanaria (2013) yang menyatakan bahwa intensitas moral berpengaruh positif terhadap niat melakukan

whistleblowing. Penelitian sejalan dilakukan oleh Kresnahastuti dan Prastiwi (2014) yang menyatakan bahwa

intensitas moral berpengaruh terhadap tindakan auditor untuk melakukan whistleblowing.Penelitian yang

dilakukan oleh Lai dan Chen (2011); Taylor dan Curtis (2010); Shawver (2011) juga membuktikan intensitas

moral berpengaruh terhadap niat pelaporan. Hasil yang berbanding terbalik ditunjukkan oleh penelitian yang

dilakukan oleh Gandamihardja et al., (2016) yang memperoleh hasil bahwa intensitas moral berpengaruh negatif

terhadap intensi auditor internal dalam melakukan whistleblowing.

Penelitian mengenai iklim etika dilakukan oleh Fah et al.,(2013); Rothwell dan Baldwin (2006); Victor

dan Cullen (1988) dengan objek penelitian yang bervariasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setyawati et

al., (2015) menunjukkan bahwa iklim etika–egoism dan iklim etika-benevolence tidak berpengaruh signifikan

terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal. Namun iklim etika-principle berpengaruh positif

terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Fah et al., (2013) menyimpulkan bahwa iklim etika

berpengaruh terhadap niat seseorang melakukan whistleblowing. Berbanding terbalik dengan penelitian yang

dilakukan Rothwell dan Baldwin (2006) yang menyatakan bahwa iklim etika tidak mampu memprediksi niat

mengungkapkan whistleblowing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi penerapan whistleblowing dalam pengelolaan dana desa

terkait adanya nilai kearifan lokal, iklim etika dan intensitas moral pada perangkat desa. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai nilai kearifan lokal, iklim etika dan intensitas moral dalam

ruang lingkup pemerintahan desa yang dapat menimbulkan niat melakukan whistleblowing. Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam melakukan sosialisasi website pelaporan

tindak kecurangan dana desa dan tindaklanjut terhadap pelaporan tindak kecurangan. Informan dalam penelitian

ini adalah perangkat desa pada pemerintahan Kabupaten Semarang, khususnya Kecamatan Bringin.

Telaah pustaka

Kearifan lokal

Wandasari (2015) mendefinisikan kearifan lokal sebagai nilai-nilai positif yang tumbuh dan berkembang

di tengah-tengah masyarakat. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat desa dapat mempengaruhi

keberhasilan pembangunan desa jika digunakan dengan maksimal (Tiza et al., 2014). Juniarta et al.,(2013)

menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan tata nilai kehidupan yang telah diwariskan oleh leluhur berbentuk

agama, budaya ataupun adat istiadat yang berbentuk lisan dalam sistem sosial masyarakat.

Good governance perlu diwujudkan salah satunya dengan efektivitas komunikasi antara pemerintah

dengan masyarakat, dan hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kearifan lokal masyarakat dalam

praktek pemerintahan.Sebagai instansi yang paling memungkinkan untuk mengakomodasi segala kebutuhan

masyarakat dari bawah, maka pemerintah adalah pihak yang sangat tepat untuk mempraktekkan kearifan lokal

dalam pelaksanaan pemerintahan. Dari sisi substansi pemerintahan, perangkat desa memiliki nilai kearifan lokal

seperti gotong royong, kebersamaan, kekeluargaan, musyawarah, kemandirian, kemandirian, tenggang rasa. Nilai

kearifan lokal inilah yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan bagi perangkat desa.

Whistleblowing

Whistleblowing menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2008) di dalam Pedoman Sistem

Pelaporan Pelanggaran adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan

hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun

pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi

atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Whistleblowing merupakan sebuah

proses yang melibatkan faktor-faktor pribadi dan budaya organisasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Miceli dan Near (1988), tipikal yang berkecenderungan melakukan whistleblowing adalah orang yang

menduduki jabatan profesional, mempunyai reaksi positif terhadap pekerjaannya, lebih lama melayani (lama

bekerja, usia dan jumlah tahun sampai pensiun).

Brandon (2013) menjelaskan terdapat dua tipe whistleblowing, pertama whistleblowing internal yang

terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain

Page 4: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

atau kepala bagiannya, kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada pimpinan perusahaan yang lebih

tinggi. Kedua, whistleblowing eksternal yang terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang

dilakukan perusahaannya lalu membocorkan kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan tersebut akan

merugikan masyarakat.

Park dan Blenkinsopp (2009) menyatakan bahwa niat melakukan whistleblowing adalah sejauh mana

individu mengevaluasi keuntungan dan kerugian yang ia yakini jika melakukan whistleblowing. Untuk menjadi

whistleblower seseorang harus memiliki keyakinan, bahwa whistleblowing memberikan dampak positif bagi

semua orang. Penelitian ini menggunakan 4 indikator terkait whistleblowing, yaitu keaktifan melaporkan

pelanggaran, pertimbangan resiko dan keinginan menjadi whistleblower.

Iklim etika

Iklim etika merupakan salah satu aspek dalam suatu organisasi yang menjelaskan tentang persepsi norma,

nilai dan perilaku yang berlaku dalam sebuah organisasi. Iklim etika tidak hanya membantu individu menentukan

perilaku yang dapat diterima dalam organisasi, tetapi juga memiliki pengaruh pada moralitas anggotanya (Victor

dan Cullen, 1988). Iklim etika mendiskripsikan dari nilai-nilai dan tanggungjawab karyawan atas perilaku dalam

organisasi (Simha dan Cullen, 2012).

Victor dan Cullen (1988) membuat framework yang terdiri dari dua model dimensi dari tipe iklim etika,

yaitu filsafat etika dan teori sosiologi. Victor dan Cullen (1988) menjabarkan indikator iklim etika menurut

filsafat etika seperti pada Tabel 1.

DAFTAR TABEL Tabel 1.Indikator Kriteria Iklim Etika

Kriteria Etika Indikator Analisis

Individual Local Cosmopolitan

Egoism Self-interest Self Profit

Benevolence Friendship Social Responsibility

Principle Personal Morality Rule, Standard Operating

Procedures

Laws, Professional Codes

Ahmad et al., (2014) menyatakan bahwa dimensi etika mencakup 3 kriteria, yaitu egoism, kebajikan dan prinsip.

Egoism mengacu pada perilaku yang berkaitan dengan kepentingan diri sendiri. Kebajikan merupakan keputusan

dan tindakan yang diambil untuk menghasilkan kebaikan untuk semua orang. Prinsip berhubungan dengan

keputusan yang dibuat dan tindakan yang diambil sesuai dengan undang-undang, peraturan, kode etik dan

prosedur. Iklim etika cenderung mampu mendorong perilaku yang menghasilkan hal yang positif bagi orang lain.

Intensitas moral

Kresnahastuti dan Prastiwi (2014) menyatakan bahwa intensitas moral merupakan sebuah unsur yang

mencakup karakteristik terkait dengan isu moral utama yang akan mempengaruhi persepsi individu. Jones (1991)

menyatakan bahwa perilaku etis seseorang bergantung pada keputusan moral yang diambil.Novius (2011)

melakukan identifikasi bahwa intensitas moral dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang

dengan tingkat intensitas moral yang bervariasi.

Penelitian ini menggunakan 2 elemen intensitas moral (Jones, 1991) yaitu besaran konsekuensi dan

konsensus sosial. Besaran konsekuensi didefinisikan sebagai jumlah kerugian yang dihasilkan dari sebuah

tindakan moral, sedangkan konsensus sosial didefinisikan sebagai tingkat kesepakatan sosial bahwa sebuah

tindakan dianggap jahat atau baik.

Metoda penelitian

Penelitian ini akan melihat fenomena nilai-nilai kearifan lokal dan etika perangkat desa dapat

mempengaruhi niat perangkat desa dalam mengungkap penyalahgunaan dana desa, sehingga metode penelitian

yang dipilih adalah metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengulas nilai kearifan lokal,

intensitas moral dan iklim etika pada pemerintah desa. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif

yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis hasil penelitian. Penggunaan metode

deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan fenomena objek dan kondisi yang terjadi.

Informan dalam penelitian ini adalah perangkat desa yang menangani pengelolaan keuangan dana desa di

Kabupaten Semarang, khususnya pada Desa Bringin, Kecamatan Bringin. Penentuan informan dilakukan dengan

teknik sequential yaitu tidak ada batasan dalam pemilihan informan, jumlah informan akan bertambah sampai

Page 5: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

informasi yang didapatkan sudah tidak dapat dikembangkan dan informan sudah mencapai titik jenuh ( Neuman

2014).

Penelitian ini mengumpulkan data secara terbuka dengan metode wawancara. Pertanyaan yang digunakan

sebagai acuan dapat berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Teknik pengumpulan data

dimulai dengan melakukan wawancara dengan informan. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara semi-

terstruktur dengan pertanyaan bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan yang bertujuan

mengumpulkan informasi mengenai niat melakukan whistleblowing. Hasil dari wawancara akan di analisis dan

disimpulkan menurut jawaban dari informan.

Hasil dan pembahasan

Pengelolaan dana desa

Kecamatan Bringin merupakan wilayah yang masih menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai leluhurnya.

Nilai kearifan lokal yang dimaksud adalah pertama, ritual popokan (lempar lumpur) merupakan ungkapan rasa

syukur masyarakat desa atas keberhasilan pendiri desa yang dapat mengusir hal-hal yang dapat membahayakan

masyarakat. Kedua, nyadran kubur merupakan adat membersihkan makam kerabat sebelum bulan puasa yang

bertujuan untuk bersilaturahmi dengan kerabat yang sudah meninggal, adat ini diakhiri dengan makan bersama

(tumpengan). Dalam budaya nyadran kubur ini, masyarakat saling memberikan rejeki kepada kaum janda dan

orang yang tidak mampu dilingkungan tempat tinggalnya. Ketiga, merti dusun (bersih desa) merupakan

ungkapan rasa syukur, pengharapan dan juga kekeluargaan (gotong royong, saling toleransi, guyup rukun).

Ungkapan pengharapan ini ditujukan agar di masa mendatang tidak ada hal buruk yang menaungi desa tersebut.

Tradisi yang ada di Desa Bringin mengajarkan sikap saling gotong royong, kekeluargaan, saling membantu dan

sikap persaudaraan antar masyarakat desa.

Pemerintah akan memberikan pencairan dana desa dengan syarat perangkat desa sudah menentukan

pembangunan prioritas pada tahun selanjutnya melalui MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana

Pembangunan Desa). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014, MUSRENBANGDES ini

diikuti oleh perangkat desa, perwakilan masyarakat (RT/RW), tokoh agama, tokoh masyarakat, LKMD

(Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Dalam musyawarah ini tiap

dusun diberi kesempatan untuk mengajukan usulan pembangunan di dusunnya. Perangkat desa menentukan

prioritas pembangunan berdasarkan tingkat kerusakan dan tingkat kebutuhan masyarakat. Dengan adanya

musyawarah yang diadakan perangkat desa beserta masyarakat, dapat menanggulangi kesalahpahaman antar

masyarakat terkait pembangunan yang diprioritaskan atau terdapat toleransi pada tiap masyarakat desa terkait

pembangunan prioritas yang disetujui. Hal ini sesuai dengan jawaban yang diutarakan oleh Bapak IY dan Bapak

IS:

“Untuk rencana pembangunan sendiri sih kami akan melakukan MUSRENBANGDES mbak, atau Musyawarah

Rencana Pembangunan Desa. Biasanya diikuti oleh Perangkat desa, Masyarakat (Rt/Rw), Tokoh Agama, Tokoh

Masyarakat, LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) dan BPD (Badan Permusyawaratan

Desa)Musyawarah itu ditujukan untuk menentukan pembangunan yang akan dilakukan.”

Bapak Is menambahkan:

“Setiap dusun diberi kesempatan untuk mengusulkan pembangunan desa, dalam MUSRENBANGDES nanti

akan dipilah-pilah berdasarkan tingkat kerusakan dan tingkat mendesaknya kebutuhan masyarakat.”

Dana desa ini digunakan untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.

Kecamatan Bringin, khususnya pada Desa Bringin menggunakan dana desa untuk pembangunan fisik (jalan,

saluran irigasi, talut, pembangunan gedung PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)), bantuan untuk siswa kurang

mampu, bantuan untuk lansia, bantuan makanan balita di Posyandu, bantuan jamban sehat pada keluarga kurang

mampu, bantuan untuk rumah tidak layak huni. Wilayah Desa Bringin terbagi menjadi 6 Dusun, yaitu Dusun

Bringin, Dusun Karanglo, Dusun Klopo, Dusun Senggrong, Dusun Bojong dan Dusun Kroyo.

Setelah bendahara desa menerima pencairan dana desa, tugas dari dusun yang menjadi prioritas

pembangunan tahun tersebut adalah membentuk panitia pembangunan. Panitian pembangunan atau biasa disebut

POKJA terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan bagian penghimpun masyarakat. Pembentukan POKJA ini

diikuti oleh Rt/Rw, tokoh masyarakat dan perangkat desa (kepala dusun). POKJA bertugas untuk melaksanakan

pembangunan dan membelanjakan dana yang diberikan oleh perangkat desa mengacu pada RAB yang telah

ditetapkan dalam MUSRENBANGDES. Selaras dengan hasil wawancara Bapak IS:

“Setelah dana desa itu cair nanti bendahara desa akan menghitung sesuai dengan RABnya mbak, setelah sudah

cocok langsung diserahkan ke POKJA agar mereka dapat segera membelanjakan dan memulai pembangunan.

Page 6: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

POKJA itu tugase ya membelanjakan dana itu mbak buat kebutuhan pembangunan. Untuk memantau

penggunaan dana ya kita selalu minta bukti pembelian dan membentuk TPK (tim pengawas kegiatan).”

Dalam melaksanakan pembangunan desa, masyarakat bergotong royong untuk menyelesaikan proyek

pembangunan secara cepat, karena pembangunan yang cenderung lamban akan berdampak bagi pembangunan

desa lainnyadan jugadapat menghambat pencairan dana desa tahap selanjutnya. Kepala Desa membentuk sebuah

tim untuk mengawasi pembangunan yang biasa disebut TPK (Tim Pengawas Kegiatan) yang bertugas untuk

mendorong masyarakat agar cepat menyelesaikan pembangunan desa. Dukungan masyarakat juga diwujudkan

dengan memberikan bantuan berupauang, tenaga, atau pun makanan. Hal ini didukung oleh kutipan wawancara

dengan Bapak IS:

“Saat pembangunan desa berlangsung gitu pasti ada pengawas dari perangkat desa sendiri mbak, namanya

TPK (Tim Pengawas Kegiatan). Itu biasanya diutus oleh Kepala Desa mbak, ada SKnya. TPK ini bertugas untuk

ngoyak-ngoyak pekerja ne mbak, soalnya kan kalau ndak selesai tepat waktu ya pembangunan di dusun lain kan

ndak bisa terlaksana, kan gitu. Kalo ndak selesai-selesai yagi mana bikin SPJ nya?Kan ya itu juga menghambat

pencairan dana tahap selanjutnya kan.Ya gitu tu mbak, saling sambung renteng jadi ya kudu cepet le ngerjake,

ben kabeh komanan.”

Saat merealisasikan pembangunan desa, perangkat desa sering menemukan masalah, baik material

maupun non material. Material, ketika mengalami kekurangan dana untuk menyediakan makanan atau minuman

bagi para POKJA atau untuk pembelian bahan bangunan. Selanjutnyamasyarakat akan bergotongroyong

menyumbangkan uangnya untuk mencukupi kebutuhan dana yang ada. Hal ini selaras dengan wawancara yang

dilakukan dengan Ibu NY dan Bapak IS:

“Pembangunan fisik desa gitu itu tidak murni dari dana desa atau dana yang lain (ADD dan BHPDRD) mbak,

kalau cuma mengandalkan itu ya kurang. Biasanya ada swadaya masyarakat, biasanya masyarakat

menyumbangkan uangnya untuk sekedar membeli bahan untuk pembangunan maupun bahan untuk menyediakan

makanan untuk POKJA.”

Selama merealisasikan anggaran pembangunan desa ada kalanya terdapat sisa dana. Jika ada sisa dana

yang cukup besar akan digunakan untuk pengembangan proyek, dengan catatan pengembangan tersebut harus

sesuai dengan standar pembangunan fisik yang sudah disetujui dalam MUSRENBANGDES. Hal ini sesuai

dengan jawaban yang diutarakan oleh Bapak IS:

“Kalau ada sisa dana pembangunan itu biasanya dipakai untuk pengembangan mbak, tapi dengan catatan

pengembangan itu harus sesuai dengan standar yang udah ditetapkan dalam MUSRENBANGDES. Kalau ada

pengembangan tapi tidak sesuai dengan standar ya malah jadi masalah mbak. Kalau ada pengembangan tapi

tidak sesuai dengan standar yang ditentukan ya itu yang jadi masalah”

Sebaliknya, jika terdapat sisa dana yang kecil maka akan dicatat dalam SPJ yang biasa disebut SILPA.

SILPA ini nantinya akan dikembalikan oleh perangkat desa ke kas negara (PP No 60 Tahun 2014).

Pengembalian SILPA ini sesuai dengan pendapat Ibu NY:

“Ya kalau ada sisa ya harus dilaporkan mbak, mau Cuma 100 rupiahpun ya harus dilaporkan, sisa itu nantinya

akan dikembalikan ke kas negara mbak ndak bisa dipake buat pembangunan desa tahun berikutnya. Tahun

berikutnya ya pakai dana yang cair di tahun depan.”

Perangkat desa memahami bahwa pelayanan masyarakat dan pembangunan desa merupakan hal yang

harus dilakukan secara maksimal. Perangkat desa sangat mengedepankan kepentingan masyarakat, hal ini sesuai

dengan visi Kantor Kepala Desa Bringin yaitu siap mengabdi bagi masyarakat dan siap mendapat kritikan yang

membangun.Oleh sebab itu perangkat desa sangat tidak setuju jika terjadi pelanggaran peraturan atau

penyalahgunaan dana desa yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan masyarakat dan

pembangunan desa. Hal ini didukung oleh kutipan wawancara dengan Bapak IY:

“Kami disini selalu berusaha memberikan yang terbaik buat masyarakat, ya dengan cara memberikan pelayanan

yang seoptimal mungkin, datang dalam acara mereka (posyandu, pkk, bersih desa,dll) untuk menawarkan kritik

dan saran yang membangun, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan pembangunan fisik

yang dibutuhkan dan akan dibawa dalam MUSRENBANGDES. Dalam hal transparansi kami juga selalu share

penerimaan dana desa dan memberikan rincian dipakai untuk apa saja. Ya jaga-jaga supaya masyarakat tidak

bertanya-tanya.”

Perpindahan dana dari Bendahara Desa sampai akhirnya diterima oleh POKJA membutuhkan pengawasan

yang ketat.Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan desa dan untuk menanggulangi

penyalahgunaan dana desa. Tidak hanya perangkat desa yang melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana

Page 7: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

desa dan pembangunan desa, pemerintah yang diwakili oleh BPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

pembangunan desa (UU No. 6 Tahun 2014 (55)). Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bapak

RM:

“Kalau pembangunan gitu tu ada yang ngawasi dan yang mendorong POKJA biar cepet selesai pembangunane,

biar bisa gantian sama dusun lain gitu. Tim itu diberi nama TPK (Tim Pengawas Kegiatan) itu terdiri dari

perangkat desa, tokoh masyarakat, BPD dan LKMD. Tim ini dibentuk berdasar Surat Keputusan dari Kepala

Desa mbak, jadi ndak sembarangan.”

Dalam hal akurasi dan konsistensi SPJ dan realisasi pembangunan, pemerintah yang diwakili BKD

melakukan pengawasan saat SPJ pembangunan desa sudah diselesaikan. BKD ditugaskan untuk mengecek SPJ

serta melakukan pengecekan terhadap hasil fisik bangunan. Hal ini mengacu pada hasil wawancara yang

dilakukan dengan Ibu NY:

“Kita ndak bisa main-main dalam menggunakan dana desa mbak, soalnya itu ada pengawasan dari BKD, mereka

selalu cek SPJ kami dan cek di lapangan juga mbak, kalau tidak sesuai standar ya pasti akan dipertanyakan dan

diselidiki. Kalau misal ternyata ada penyalahgunaan ya pasti bakal di bawa ke ranah hukum mbak.”

Perangkat desa berpendapat bahwa penyalahgunaan dana desa adalah tindakan yang sangat fatal, karena

dapat menimbulkan dampak yang besar bagi masyarakat desa. Kepala desa selalu menghimbau kepada perangkat

desa dan masyarakat yang mengetahui penyalahgunaan dana desa agar segera melaporkan pada kepala desa

supaya dapat ditindaklanjuti secara kekeluargaan dalam forum diskusi dengan perangkat desa lainnya.

Nilai-nilai kearifan lokal dan iklim etika pada niat melakukan whistleblowing

Perangkat desa di Desa Bringin menggunakan dana desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait

infrastruktur (jembatan, talut, betonisasi, lapangan olahraga, drainase, bak penampung air bersih dan

pembangunan prasarana kesehatan), pembinaan masyarakat dalam hal kesehatan, kebersihan dan pendidikan dan

pemberdayaan masyarakat. Melihat pentingnya peran dana desa bagi masyarakat, maka perangkat desa selalu

mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta mengawasi penggunaan dana tersebut agar tidak menghambat

pembangunan desa, melaporkan masalah yang terjadi saat pelaksanaan pembangunan serta ikut bergotong

royong dalam pembangunan desa agar dapat diselesaikan tepat waktu.

Perangkat desa, khususnya kepala desa memiliki tanggung jawab kepada pemerintah dalam melaporkan

penggunaan dana desa. Rasa tanggung jawab ini membuat kepala desa memberikan himbauan kepada perangkat

desa untuk membuat laporan pertanggungjawaban dengan baik dan benar sesuai dengan pelaksanaan

pembangunan desa. Dalam menjalankan pemerintahannya, perangkat desa dituntut untuk memberikan yang

terbaik bagi masyarakat desa baik dari segi pelayanan masyarakat maupun dalam penggunaan dana desa. Kepala

desa menghimbau bagi perangkat desa agar mengedepankan kepentingan masyarakat terlebih dahulu dan

meminimalisir penyalahgunaan dana desa. Sebagai kepala pemerintahan di Desa Bringin, kepala desa juga

memberikan pendekatan kepada perangkat desa untuk ikut serta mengawasi penggunaan dana desa dan

melaporkan tindakan yang penyalahgunaan dana desa. Pendekatan yang dimaskud adalah mengenai dampak

yang ditimbulkan dari penyalahgunaan dana desa yaitu perangkat desa akan menjadi saksi kasus penyalahgunaan

serta menimbulkan rasa saling curiga dan tidak nyaman antar perangkat desa. Selain pendekatan mengenai

dampak yang ditimbulkan, perangkat desa juga memberikan pendekatan mengenai dukungan dan respon terkait

pengungkapan penyalahgunaan dana pembangunan desa. Partisipasi masyarakat ini diharapkan agar kasus

penyalahgunaan dana desa dapat diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu tanpa campur tangan dari

pemerintah (BPKP) sehingga tidak menghambat pembangunan desa.

Pendekatan dari perangkat desa terkait dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan dana desa,

pemberian dukungan dan solusi bagi penyalahgunaan dana desa serta keinginan masyarakat untuk menjaga

desanya agar terhindar dari hal-hal buruk membuat masyarakat berani untuk menjadi seorang whistleblowing.

Niat menjadi whistleblower ini timbul karena masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk mengusir

segala hal buruk yang dapat merugikan warga. Partisipasi dari masyarakat didukung oleh perangkat desa dengan

memberikan transparansi penerimaan dan pembangunan dana desa disertai syarat pembangunan yang telah

ditetapkan pada MUSRENBANGDES.

Faktor yang mempengaruhi niat masyarakat dan perangkat desa dalam melakukan whistleblowing adalah

nilai-nilai kearifan lokal yang dilihat dari adat istiadat dan filosofi nilai kehidupan jawa. Nilai kearifan lokal

merupakan persepsi yang muncul dari nilai budaya yang di anut di wilayah tertentu. Adat istiadat yang mampu

mempengaruhi niat melakukan whistleblowing yaitu pertama, merti dusun yang merupakan ungkapan syukur dan

pengharapan agar di masa mendatang tidak ada hal-hal buruk yang menaungi desanya (korupsi, kejahatan,

keserakahan). Kedua, ritual popokan yang menggambarkan tentang ungkapan rasa syukur masyarakat desa

terhadap keberhasilan pemangku desa. Dalam kehidupan dimasa kini menggambarkan dukungan dan peran

perangkat desa dalam menyelesaikan kasus penyalahgunaan dana desa tanpa mengambat pembangunan desa.

Page 8: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

Ketiga, tentang filosofi nilai jawa yaitu “Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara” yang berarti bahwa

manusia mengusahakan kebahagiaan, kesejahteraan serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak

yang ada dalam diri sendiri maupun masyarakat desa. Nilai kearifan lokal mengajarkan kepada masyarakat untuk

bersyukur atas yang dimiliki, berusaha memberikan yang terbaik bagi desanya dan menjaga desanya dari hal-hal

buruk seperti korupsi, kejahatan dan keserakahan. Hal inilah yang membuat masyarakat berani untuk melakukan

whistleblowing.

Niat melakukan whistleblowing juga dipengaruhi oleh persepsi nilai, norma dan aturan yang berlaku di

Desa Bringin atau yang biasa disebut iklim etika. Iklim etika menurut Victor dan Cullen (1988) memiliki 3

indikator, yaitu egoism, benevolence dan principle. Iklim etika- egoism sebagian masyarakat masih memiliki rasa

takut dan sungkan mengungkapkan penyalahgunaan dana desa. Hal ini dikarenakan, pertama pihak yang

melakukan penyalahgunaan dana desa adalah kerabat atau sahabat karibnya, sehingga hanya memberikan

teguran agar tidak melakukan penyalahgunaan lagi. Kedua, pengungkapan penyalahgunaan yang dilakukan oleh

kerabat maupun sahabatnya akan menimbulkan keretakan dalam hubungan keluargaan dan persahabatan. Ketiga,

jika pengungkapan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki wewenang dalam pemerintahan

desa (kepala desa atau sekretaris desa ataupun bendahara desa) tidak didukung oleh pemerintahan yang lebih

tinggi (Kecamatan) dapat mengancam posisinya di dalam masyarakat. Keempat, ada rasa takut jika

pengungkapan yang dilakukan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Melihat masih kurangnya

keberanian dan kesadaran masyarkat untuk mengungkapkan hal yang buruk ditengah masyarakat, maka perlu ada

perangkat desa atau aparat pemerintahan yang memberikan penyuluhan terkait pentingnya mengungkap hal-hal

buruk yang dapat berimbas bagi seluruh masyarakat desa.

Iklim etika- benevolence merupakan kesadaran dalam diri individu untuk memberikan yang terbaik demi

kesejahteraan bersama dan tidak membenarkan adanya tindakan yang memberikan dampak buruk bagi

masyarakat seperti kejahatan ataupun korupsi. Kesadaran akan pentingnya kesejahteraan masyarakat desa di

pengaruhi oleh adat istiadat dan filosofi kehidupan yang diwariskan leluhur Desa Bringin atau yang biasa disebut

nilai kearifan lokal. Nilai kearifan lokal yang ada di Desa Bringin memberikan gambaran bahwa masyarakat

bersyukur atas kekayaan alam yang ada, berusaha membangun desa demi kesejahteraan masyarakan serta

memerangi hal negatif yang dapat memberikan dampak buruk bagi masyarakat (korupsi dan kejahatan).

Kesadaran akan pentingnya menyejahterakan perlu diimbangi dengan keberanian masyarakat untuk

mengungkapkan tindakan tidak etis yang dapat memberikan dampak buruk bagi seluruh warga desa. Salah satu

cara menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melakukan whistleblowing adalah memberikan penyuluhan

terkait dampak yang akan ditimbulkan dari penyalahgunaan dana desa dan dukungan yang diberikan bagi

masyarakat yang mau mengungkapkan penyalahgunaan dana desa.

Iklim etika- principle, merupakan pengambilan keputusan berdasarkan pada peraturan yang ada di suatu

wilayah dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Pemerintah telah membuat peraturan mengenai aturan

pencairan dana desa, penentuan pembangunan prioritas, pelaporan penggunaan dana desa serta sanksi yang

diberikan bagi desa yang menyalahgunakan dana pembangunan. Penyalahgunaan dana desa memberikan dampak

buruk bagi seluruh warga desa, karena dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fisik dan

pemberdayaan masyarakat digunakan oleh pihak tertentu untuk kepentingan pribadi. Penyalahgunaan dana desa

juga berimbas pada ketidakpercayaan pemerintah terhadap masyarakat desa dan sanksi yang diberikan bagi desa

yang menyalahgunakan dana desa adalah penundaan pencairan pada tahap selanjutnya atau bahkan pengurangan

dana yang akan dicairkan pada tahap selanjutnya. Dengan adanya penyuluhan tentang dampak dan dukungan

yang diberikan oleh perangkat desa, masyarakat diharapkan untuk berani mengungkapkan penyalahgunaan dana

desa sejak dini agar dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa melibatkan pemerintah.

Intensitas moral pada niat melakukan whistleblowing

Kresnahastuti dan Prastiwi (2014) menyatakan bahwa intensitas moral merupakan sebuah unsur yang

mencakup karakteristik terkait dengan isu moral utama yang akan mempengaruhi persepsi individu. Taylor dan

Curtis (2010) mengatakan bahwa seseorang mengambil keputusan untuk melaporkan pelanggaran orang lain

berdasarkan dari keseriusan pelanggaran dan tanggung jawab dalam organisasi untuk melaporkan pelanggaran.

Persepsi kontrol perilaku seorang individu dipengaruhi oleh faktor internal (persepsi dalam diri individu) dan

eksternal yaitu lingkungan tempat individu tinggal (Putu 2016).

Dalam melaksanakan pembangunan desa, masyarakat memiliki peran penting untuk menyelesaikan

pembangunan sesuai batas waktu yang ditentukan serta membelanjakan dana tersebut untuk keperluan

pembangunan desa. Setelah dana tersebut dicairkan, nantinya perangkat desa akan mencocokan dengan RAB

(Rencana Anggaran Belanja) yang kemudian akan diserahkan pada POKJA ditiap dusun. Pengawasan

penggunaan dana desa penting dilakukan karena POKJA diberi kekuasaan untuk membelanjakan dana tersebut

sesuai dengan kebutuhan pembangunan desa.

Page 9: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

Perangkat desa memberikan dorongan bagi masyarakat untuk ikut serta mengawal penggunaan dana desa

dengan mengawasi penggunaan dana desa dan berani melaporkan tindak penyalahgunaan dana desa. Dorongan

yang dilakukan perangkat desa untuk masyarakat ini bertujuan untuk menumbuhkan moral yang baik bagi

masyarakat. Jika masyarakat yang mengetahui penyalahgunaan dana desa tidak berani mengungkapkan dan

membiarkan kasus penyalahgunaan dana desa terjadi maka akan menimbulkan moral yang jelek bagi masyarakat

desa. Dikatakan sebagai moral yang jelek karena jika masyarakat membiarkan penyalahgunaan dana desa terus

terjadi maka dapat berpotensi tumbuh kasus penyalahgunaan lain yang dapat memberikan dampak buruk bagi

seluruh masyarakat desa. Walaupun demikian tidak mudah menjadi seorang whistleblower, mengingat

masyarakat desa cenderung sungkan dan takut untuk mengungkapkan penyalahgunaan, apalagi jika pihak yang

melakukan penyalahgunaan adalah kerabat atau sahabat sendiri. Perangkat desa menyadari bahwa mengatakan

hal yang baik dan mengungkapkan hal-hal buruk memang seharusnya dijadikan kebiasaan bagi masyarakat,

karena penyalahgunaan dana desa dapat berimbas bagi seluruh masyarakat desa. Perangkat desa menyiasati

perasaan masyarakat yang takut dan sungkan mengungkapkan penyalahgunaan dana desa dengan memberikan

penyuluhan, yaitu terkait dampak yang timbul dan tindakan perangkat desa terkait pengungkapan yang dilakukan

oleh masyarakat.

Penyalahgunaan dana desa yang tidak segera ditangani memberikan dampak buruk bagi masyarakat desa,

yaitu pembangunan desa menjadi terhambat, tidak ada dana tambahan dari pemerintah, sanksi dari pemerintah

berupa penundaan pencairan dana untuk tahap selanjutnya serta sanksi berupa ganti rugi kepada negara jika

kasus tersebut sudah dibawa ke ranah hukum. Selain memberikan penyuluhan terkait dampak yang timbul akibat

penyalahgunaan dana desa, perangkat desa juga meyakinkan masyarakat untuk berani mengungkapkan

penyalahgunaan dana desa. Penyuluhan yang dimaksud adalah mengenai dukungan dan tindakan yang diambil

oleh perangkat desa. Untuk menindak kasus korupsi yang diungkapkan warga, perangkat desa melakukan

identifikasi terlebih dahulu dan mengawasi pihak yang bersangkutan. Jika terbukti pihaknya melakukan tindakan

korupsi nantinya akan diberikan teguran dan dibawa dalam musyawarah dengan POKJA dan pihak Kecamatan

untuk mencari titik temu dan sanksi bagi pelaku agar kasus tersebut tidak menghambat pembangunan desa.

Keputusan menjadi whistleblower merupakan hal yang tidak mudah diputuskan secara langsung, apalagi

masyarakat desa masih memiliki rasa sungkan dan takut untuk mengungkapkan penyalahgunaan dana desa.

Maka perlu ada perangkat desa atau aparat pemerintah yang dapat menumbuhkan kesadaran dan keberanian

masyarakat untuk berani melakukan whistleblowing. Cara menumbuhkan kesadaran dan keberanian masyarakat

dapat dilakukan melalui gambaran terkait dampak yang dirasakan oleh seluruh masyarakat desa jika terjadi

penyalahgunaan dana desa. Melalui dorongan dari perangkat desa untuk berani menjadi whistleblower dan

gambaran tentang dampak yang timbul membuat masyarakat berani mengungkapkan penyalahgunaan dana desa

kepada perangkat desa. Hal ini dibuktikan dengan adanya penyelesaian kasus korupsi dana desa oleh perangkat

desa yang dapat diselesaikan tanpa melibatkan pemerintah dan tidak menghambat proses pembangunan desa

yang sedang berlangsung. Bapak camat Bringin juag membenarkan adanya penyelesaian kasus korupsi yang

diuangkapkan oleh masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan menjadi whistleblower dipengaruhi

pada faktor persepsi dalam diri individu, dorongan dari perangkat desa untuk menumbuhkan moral yang baik

bagi masyarakat, juga pendekatan mengenai dampak dan dukungan yang diberikan oleh perangkat desa bagi

whistleblower

Kesimpulan

Penelitian ini mendapatkan temuan bahwa perangkat desa paham betul penggunaan dana desa adalah

untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yaitu pembangunan infrastruktur yang berhubungan langsung

dengan masyarakat (pembangunan jalan, talut, dan saluran irigasi) bantuan siswa kurang mampu, bantuan

jamban sehat dan bantuan rumah tidak layak huni. Perangkat desa juga masih memegang teguh budaya untuk

melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan pembangunan desa yang biasa disebut

MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), musyawarah ini bertujuan agar antar

masyarakat desa dapat bertoleransi terhadap pembangunan desa yang diprioritaskan, sehingga tumbuh sikap

tenggangrasa di setiap diri masyarakat, karena pada hakikatnya prioritas pembangunan desa didasarkan pada

tingkat mendesaknya kebutuhan masyarakat dan tingkat kerusakan yang terjadi. Perangkat desa dihimbau oleh

Kepala Desa agar lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat dengan meminimalisir kesalahan dalam

pelayanan dan kasus penyalahgunaan dana desa. Sebagai bentuk pengawasan terhadap pengelolaan dana desa,

Kepala Desa juga membentuk tim pengawas yang disebut TPK (Tim Pengawasan Kerja) yang bertugas untuk

mencegah penyalahgunaan pengelolaan dana desa.

Penelitian ini memberikan temuan bahwa whistleblowing tidak hanya dapat diterapkan pada perusahaan

besar saja tetapi dapat diterapkan pada aparat desa di Desa Bringin. Whistleblowing yang dianut di Desa Bringin

adalah whistleblowing internal karena Kepala Desa menginginkan kasus penyalahgunaan desa diselesaikan

secara kekeluargaan dan tidak melibatkan pihak luar (pemerintah). Whistleblowing merupakan upaya yang

dilakukan perangkat desa untuk mengurangi tindak penyalahgunaan pengelolaan dana desa. Masyarakat dan

Page 10: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

perangkat desa berani untuk melakukan whistleblowing dipengaruhi oleh yang pertama, kesadaran masyarakat

untuk mengungkapkan hal buruk untuk melindungi dan menyejahterakan warga desa. Kedua, iklim etika-egoism

penelitian ini menemukan bahwa masih ada beberapa orang yang merasa sungkan untuk melakukan

whistleblowing karena takut menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks dan takut jika pengungkapannya

dapat mempengaruhi kedudukannya di tengah masyarakat. Ketiga, yang mempengaruhi niat melakukan

whistleblowing adalah iklim etika-benevolence. Munculnya niat masyarakat untuk melakukan whistleblowing

dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya menyejahterakan masyarakat dan keberanian

masyarakat untuk melakukan whistleblowing. Keempat adalah iklim etika-principle, perangkat desa

menumbuhkan kesadaran masyarakat dengan penyuluhan tentang dampak yang akan ditimbulkan jika terjadi

penyalahgunaan dana desa dan dukungan perangkat desa dalam menyelesaikan kasus penyalahgunaan dana desa.

Keenam, niat melakukan whistleblowing oleh masyarakat didasarkan pada dorongan perangkat desa untuk

menumbuhkan moral yang baik bagi masyarakat untuk mengungkapkan hal-hal buruk agar tidak menimbulkan

dampak yang lebih besar bagi masyarakat desa.

Page 11: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

DAFTAR PUSTAKA

Alam, M.D. (2013). “Persepsi aparatur pemerintah dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah kota Malang

terhadap fraud dan peran whistleblowing sebagai upaya pencegahan dan pendeteksian fraud”. Jurnal

Ilmiah Mahasiswa Universitas Brawijaya, Vol.2 No.2.

Ahmad, S. A., M. Y.Rahimah, A. R. A. Raja dan M. S. Zuraidah.(2014).“Whistleblowing behaviour: the

influence of ethical climate theory”. Procediasocial and Behavioral Sciences,Vol.164, 445-450.

Brandon. (2013). Whistle blower. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/123318539/WhistleBlower .Diakses

pada tanggal 20 November 2016

Eaton, T.V. dan M.Akers. (2007). “Whistleblowing and good governance: policies for universities, government

entities and non-profit organization”. The CPA Journal, Vol.6, 66-71.

Fah, C.H., K.L. Lung danC.W. Feng. (2013). “Ethical climate and whistleblowing: an empirical study of

Taiwan’s construction industry”. Pakistan Journal of Statistics, Vol. 29, 681-696.

Gandamihardja, V.K., H. Gunawan dan M. Maemunah. (2016). “Pengaruh komitmen profesional dan intensitas

moral terhadap intensi melakukan whistleblowing (studi auditor internal yang bekerja di BUMN)”.

Seminar Penelitian Sivitas Akademika Unisba, Vol. 1, 271 – 278.

Hermansyah. (2016). Menpora Imam Resmikan Lapangan Olahraga di Desa Wonokerto. Tersedia di

http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/05/21/62163/25/25/Menpora-Imam-Resmikan-Lapangan-

Olahraga-di-Desa-Wonokerto . Harian Terbit. Diakses 22 Desember 2016.

Jones, T. M. (1991). “Ethical decision making by individuals in organizations : an issue contingent

model”.Academy of Management Review,Vol.16 No.2, 366-395.

Juniarta, H. P., E. Susilo dan M. Primyastanto. (2013). “Kajian kearifan lokal masyarakat pesisir Pulau Giri

kecamatan Sumberasih kabupaten Probolinggo Jawa Timur”. Jurnal ECSOFiM, Vol.1 No.1, 11-25.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). (2008). Pedoman sistem pelaporan pelanggaran-ssp

(whistleblowing system-wbs). Jakarta.

Kresnahastuti, D.K. dan A. Prastiwi. (2014). “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi intensi auditor untuk

melakukan tindakan whistleblowing (studi empiris pada kantor akuntan publik di Semarang)”.

Diponegoro Journal of Accounting. Vol.3 No.2, 1-13.

Lai, C. T. dan C. P. Chen. (2011).“Moral intensity and organizational commitment: Effects on whistleblowing

intention and behavior”. European Business Ethics Network Ireland Research Conference, 8 – 10 Juni.

Malik, R. (2010). “Analisis perbedaan komitmen profesional dan sosialisasi antisipatif mahasiswa PPA dan Non-

PPA pada hubungannya dengan whistleblowing”. Karya Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang.

Miceli, M. P. danJ. P. Near. (1988). “Individual and situational correlates of whistle-blowing”. Personnel

Psychology, Vol. 41 No. 2, 267–281.

Miceli, M. P., dan J. P. Near. (1992). Blowing the whistle: the organizational and legal implication for

companies and employees. Lexington Books, New York.

Mulyadi, L. (2014). “Menggagas konsep dan model ideal perlindungan hukum terhadap whistleblowing dan

justice collaborate dalam upaya penanggulangan organized crime di Indonesia masa mendatang”. Jurnal

Hukum dan Peradilan, Vol.3, 101-116.

Neuman, W. L. 2014. Social research methods: Qualitative and quantitative approaches. British Library

Cataloguing in Publication Data. Edisi ke Tujuh, United States of America.

Noviani, D. P. dan Y. Sambharakreshna. (2014). “Pencegahan kecurangan dalam organisasi pemerintahan”.

JAFFA,Vol.2, 61-70.

Novius, A. dan Arifin. (2011). Perbedaan persepsi intensitas moral mahasiswa akuntansi dalam proses

pembuatan keputusan moral (studi survei pada mahasiswa S1 Akuntansi, Pendidikan Profesi Akuntansi

Universitas Diponegoro Semarang). Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Park, H. dan J. Blenkonsopp. (2009). “Whistleblowing as planned behavior- a survey of South Korean police

officers”. Journal of Business Ethic, Vol. 85 No.4, 545-556.

Putu, L.S. dan M.M.R. Sari. 2016. Profesionalisme, komitmen organisasi, intensitas moral dan tindakan akuntan

melakukan whistleblowing. E-jurnal Akuntansi Universitas Ubayana. Vol. 17: 257-282.

Ranin, A. (2016). Pembangunan Bak Penampung Minimalisasi Risiko Longsor. Tersedia di

http://berita.suaramerdeka.com/pembangunan-bak-penampung-minimalisir-resiko-longsor/. Suara

Merdeka. Diakses 24 Desember 2016.

Rothwell, G. R. dan J. N. Baldwin. (2006). “Ethical climates and contextual predictors of whistle-

blowing”.Review of Public Personnel Administration, Vol. 26 No.3, 216-244.

Semendawai, A. H., F. Santoso, W. Wagiman, B. I. Omas, Susilaningtias dan S. M. Wiryawan(2011).

Memahami whistleblower. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta.

Page 12: WHISTLEBLOWING PENGELOLAAN DANA DESA: STUDI ATAS …

Senjaya, I. C. (2014). Catatan Akhir Tahun -Dana Desa dan Maraknya Korupsi Kades. Tersedia di

http://www.antarajateng.com/detail/catatan-akhir-tahun-dana-desa-dan-maraknya-korupsi-kades.html .

Antara Jateng. Diakses 22 Desember 2016.

Setyawati, I., K. Ardiyani dan C. R. Sutrisno. (2015). “Faktor-faktor yang mempengaruhi niat untuk melakukan

whistleblowing internal (the factors influencing internal whistleblowing intentions)”.Jurnal Ekonomi dan

Bisnis, Vol.17,22-33.

Shawver, T.(2011).“The effects of moral intensity on whistleblowing behaviour accounting

professional”. Journal of Forensic and Investigate Accounting,Vol. 3 No. 2.

Simha, A. dan J. B. Cullen. (2012). “Ethical climate and their effects on organization outcomes: implications

from the past and prophecies for the future”. Acad, Vol. 26 No.4, 20-34.

Smith, H.J., M. Keil dan G. Depledge.(2001). “Keeping mum as the project goes under: toward an explanatory

model”. Journal Management Information System,Vol.18 No.2, 189-227.

Suara Merdeka. (2014). Kades Mlilir Masuk Bui. Tersedia di

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/01/02/248064/Kades-Mlilir-Masuk-Bui .

Suara Merdeka. Diakses 20 November 2016.

Suara Merdeka. (2016). 30 Desa Deklarasikan Bebas BAB Sembarangan. Tersedia di

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/30-desa-deklarasikan-bebas-bab-sembarangan/ . Suara Merdeka.

Diakses 24 Desember 2016.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuntitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taylor, E.Z. dan M. B. Curtis. (2010).“An examination of the layersworkplace influence in ethical judgement:

whistleblowing likelihood and perseverance in public accounting”.Journal of Business Ethics, Vol.93, 21

-37.

Tiza, A. L., A. Hakim dan B. S. Haryono. (2014). “Implementasi program pembangunan desa mandiri anggaran

untuk rakyat menuju sejahtera (anggur merah) (studi di badan perencanaan pembangunan daerah

kabupaten timor tengah utara)”. Wacana, Vol. 17 No. 2, 58-67.

Victor, B. dan J.B. Cullen. (1988). “The organizational based of ethical work climate”. Administrative Science

Quarterly, Vol.33 No.1, 101-125.

Wandasari, G. K. R. (2015). “Aktualisasi nilai-nilai tradisi budaya daerah sebagai kearifan lokal untuk

memanapkan jatidiri bangsa”. Ikadbudi journal,1-7.

Zanaria, Y. (2013). “Pengaruh profesionalisme audit, intensitas moral untuk melakukan tindakan whistleblowing

(studi pada KAP di Indonesia)”. Syariah Paper Accounting FEB UMS, Vol.3, 569-577.

https://www.lapor.go.id/pengaduan/1426403/prosedur-pelaporan-penyelewengan-dana-desa-.html diakses

tanggal 1 Januari 2017