makmur dengan dana desa

16
EDISI 87 DESEMBER 2019 04 04 14 14 05 05 Pemerintah Aceh Terus Kembangkan Program Pendidikan Vokasi Informasi Dana Desa Harus Transparan Pemerintahan Aceh dan Forbes Sepakat Perjuangkan Kelanjutan Dana Otsus UNTUK tahun 2020 sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Aceh tahun 2020 yaitu “Memacu Pertumbuhan Yang Berkelanjutan, Peningkatan Daya Saing SDM dan Infrastruktur Yang Terintegrasi” SEKDA ACEH, dr. Taqwallah berpesan agar segala informasi terkait kebijakan desa harus dibuka kepada publik, mulai dari perencanaan, penganggaran hingga pelaksanaannya, sehingga masyarakat mengetahui secara detail. PEMERINTAH ACEH, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), bersama anggota DPR/ DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam Forbes Aceh sepakat mengawal dan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh. MAKMUR DENGAN DANA DESA

Upload: others

Post on 29-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKMUR DENGAN DANA DESA

EDISI 87DESEMBER 2019

0404 14140505 Pemerintah Aceh Terus Kembangkan Program Pendidikan Vokasi

Informasi Dana Desa Harus Transparan

Pemerintahan Aceh dan Forbes Sepakat Perjuangkan Kelanjutan Dana Otsus

UNTUK tahun 2020 sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Aceh tahun 2020 yaitu “Memacu Pertumbuhan Yang Berkelanjutan, Peningkatan Daya Saing SDM dan Infrastruktur Yang Terintegrasi”

SEKDA ACEH, dr. Taqwallah berpesan agar segala informasi terkait kebijakan desa harus dibuka kepada publik, mulai dari perencanaan, penganggaran hingga pelaksanaannya, sehingga masyarakat mengetahui secara detail.

PEMERINTAH ACEH, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), bersama anggota DPR/DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam Forbes Aceh sepakat mengawal dan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh.

MAKMUR DENGAN DANA DESA

Page 2: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 20192

lai perencanaan, eksekusi, dan pengawasan dilakukan sendiri oleh pemerintah desa bersama warga.

Tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kese-jahteraan warga negara. Indikator utama dalam menilai ting-kat kesejahteraan adalah pendapatan ekonomi dan penurun-an angka kemiskinan. Ketika pendapatan ekonomi seseorang telah naik dan kemiskinan turun, maka tingkat kesejahteraan mereka juga akan naik.

Beranjak dari tujuan pembangunan di atas, maka sejatinya dana desa lebih banyak dianggarkan untuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi untuk warganya. Jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran di setiap desa diharapkan dapat diturunkan secara signifikan, sistematis, dan terencana melalui kegiatan pembangunan yang baik dan bersumber dari dana desa.

Oleh sebab itu, semua desa diharapkan agar menghidup-kan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) melalui kegiatan-kegiatan ekono-mi produktif untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran

SEJAK tahun 2019 Pemerintah Republik Indone-sia menganggarkan dana pembangunan desa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes atau

APBG). Dengan memiliki anggaran pembangunan tersen-diri, maka setiap desa/gampong telah menjadi unit daerah yang otonom dalam aspek pembangunan.

Kucuran dana desa disalurkan dengan maksud peme-rataan pembangunan sehingga diharapkan tidak ada desa dan warga negara yang luput dari intervensi pemerintah dalam pembangunan. Sebelumnya, selama bertahun-tahun, di Indonesia terjadi kesenjangan pembangunan antara satu tempat dengan lainnya. Desa-desa yang dekat atau memi-liki akses kepada pusat kekuasaan kerap mendapat jatah kue pembangunan yang lebih. Sebaliknya, desa-desa yang jauh dari pusat kekuasaan sering luput dalam pembangunan.

Dengan adanya dana desa yang bersumber dari APBN diharapkan kesenjangan itu tidak terjadi lagi. Setiap desa memiliki DIPA APBDes atau APBG tersendiri, yang mu-

di desanya. BUMG diharapkan memiliki kegiatan yang pro-porsional dengan sasaran yang berimbang antara kaum lelaki dan perempuan. Khusus bagi kaum perempuan pedesaan, terutama yang tidak bekerja, diharapkan memainkan peran penopang ekonomi keluarga di sela-sela perannya sebagai is-teri dan ibu rumah tangga.

Besaran dana di Aceh antara Rp 750 juta – Rp 1,2 miliar per desa per tahun. Jumlah dana desa untuk Aceh pada 2019 adalah Rp 4,95 triliun dan pada 2020 naik menjadi Rp 5,05 triliun. Bayangkan sejak 2015 dana desa telah dikucurkan, lalu kita patut bertanya: Bagaimana dampak pembangunan ekonomi di desa kita?

Oleh sebab itu, semua warga desa harus ikut berparti-sipasi dalam merancang dan mengawasi pemanfaatan dana desa sehingga tidak melenceng dari tujuan dasarnya yaitu mewujudkan kesejateraan bersama, bukan kesejahteraan in-dividu atau kelompok. Semoga!

n Ir H Helvizar Ibrahim M.Si

OPINI

Makmur dengan Dana DesaSalam Redaksi

Redaksi menerima kiriman berita kegiatan pembangunan Aceh dan opini dari masyarakat luas. Tulisan diketik dengan spasi ganda dan disertai identitas dan foto penulis, dapat pula dikirim melalui pos atau e-mail

Alamat Redaksi Bappeda Aceh Jl.Tgk. H. Muhammad Daud Beureueh No. 26 Banda Aceh Telp. (0651) 21440 Fax. (0651) 33654 | Web: bappeda.acehprov.go.id email: [email protected]

RedaksiPELINDUNG Gubernur Aceh, Wakil Gubernur Aceh, Sekretaris Daerah Aceh | PENGARAH Kepala Bappeda Aceh | PENANGGUNG JAWAB Kapala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Sekretaris Bappeda Aceh| PEMIMPIN UMUM Kasubbag Umum Bappeda Aceh | PEMIMPIN REDAKSI Aswar Liam | REDAKTUR PELAKSANA Hasan Basri M. Nur | DEWAN REDAKSI Ahrufan Ghalba, Mariadi, Khairul Ridha, | SEKRETARIAT REDAKSI Putra Suriadi, Cut Nurmarita, Syamsul Bahari, Farid Khalikul Reza | EDITOR Zamnur Usman | REPORTER Heri Hamzah, D Zamzami, Ridha Yuadi | REPORTASI DAN NOTULENSI Risman A Rahman| LAY OUT & EDITOR FOTO Irvan | ILUSTRASI KARTUN DAN GRAFIS Jalaluddin Ismail | FOTOGRAFER T. Andri Arbiansyah | IT Taufik Army | STAF LOGISTIK DAN LAYANAN UMUM Eka Mayasari, Cut Indah Susilawati, Khairul Amar, Misbahul Munir

Tabloid ini diterbitkan oleh Pemerintah Aceh melalui kerjasama Bappeda Aceh dengan Biro Humas Setda Pemerintah Aceh

ADALAH beberapa catatan penting ketika kita mengetahui tiga hal sekaligus terkait dana desa (DD) Aceh tahun depan, 2020.

Pertama, jumlahnya naik menjadi Rp 5,05 triliun. Terjadi kenaikan Rp 94,4 miliar dari Rp 4,95 triliun ta-hun lalu (Serambinews 22 November 2019).

Kecuali tahun 2018, alokasi DD Aceh terus me-ningkat dari tahun ke tahun. Kecenderungan ini di samping mengisyaratkan bahwa pendekatan DD adalah efektif untuk percepatan pembangunan juga mengindikasikan bahwa pengelolaannya yang dija-lankan melalui siskudes (sistem keuangan desa) telah semakin baik.

Kedua, pada sisi lain juga kita menggarisbawahi data bahwa Aceh masih tercatat sebagai provinsi termiskin di Sumatera atau termiskin keenam na-sional setelah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Gorontalo. Rilis BPS Aceh 29 Juli 2019 menunjukkan pada bulan Maret 2019, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 819 ribu orang (15,32 persen).

Ketiga, arah yang ditekankan pemerintah dalam menetapkan prioritas DD untuk pemberdayaan. Se-perti diketahui, dalam penyampaian rancangan un-dang-undang tentang APBN TA 2020 beserta nota keuangan, Presiden Joko Widodo menyebut penggu-naan DD akan lebih ditingkatkan untuk pemberda-yaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa, sehingga dapat mempercepat pening-katan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat (An-tara Aceh, 18 Oktober 2019).

Instalasi PemberdayaanCatatan di atas memberikan inspirasi akan ada-

nya ruang strategis yang sangat terbuka untuk op-timalisasi DD lebih ke sektor pemberdayaan. Ketika berbicara soal ini, kita seringkali diingatkan pada sangkaan bahwa pemimpin desa lebih menyukai aliran DD ke infrastruktur, ketimbang pemberdayaan khususnya bidang ekonomi, karena disumsikan lebih mudah, cepat dan seterusnya.

Yang menjadi masalah di sini adalah aset in-frastuktur itu tidak selalu memberikan impact positif secara langsung untuk pemberdayaan, melainkan hanya untuk peningkatan income (PAG) desa seper-ti proyek pembangunan toko dan rumah sewa dan atau rabat jalan-jalan perkampungan yang terkesan intertainment atau liability belaka.

Robert T Kyosaki dalam bukunya The Cashflow Quadrant (2017) menekankan semestinya pengelo-laan dana (apapun skemanya) lebih diarahkan un-tuk membeli aset, ketimbang “barang beban” yang akhirnya menjadi sampah (liability). Aset memba-ngun dirinya sendiri, sebaliknya liability selalu men-jadi beban yang menguras cost dan pemeliharaan. Membangun instalasi pemberdayaan sejatinya ada-lah aset yang dalam jangka panjang tidak hanya akan memberikan return tetapi juga membangun dirinya sendiri.

rumah tangga miskin yang ril dihitung masuk dalam deretan angka kemiskinan BPS.

Setidaknya belum ada laporan yang dapat kita baca dari inisiatif seperti ini. Pemerintah desa di Aceh seyogianya menarget program khusus by name by address untuk pemberdayaan kaum miskin itu di luar program social security yang selama ini dijalankan pe-merintah.

Apa yang perlu didorong di sini setelah lima ta-hun DD dijalankan adalah melakukan evaluasi me-nyeluruh dan mengoreksi strategi pemanfaatan DD untuk pemberdayaan, yaitu pembangunan kesejah-teraan ekonomi rumah tangga, dengan prioritas yang mengacu pada kebijakan menekan angka kemiskin-an. Beberapa hal berikut adalah faktor yang seyogi-anya kita dalami ketika melakukan pembenahan ter-struktur DD untuk pemberdayaan.

Pertama, mind set. Yaitu pandangan yang tumbuh dari persepsi yang miring bahwa DD diprioritaskan untuk pembangunan sarana fisik infrastruktur. Pan-dangan seperti ini menggiring opini warga desa da-lam setiap musrenbang untuk mengusulkan pemba-ngunan dan rehab rabat rabat beton dan saluran dari lorong akses ke pemukiman mereka.

Kedua, ide bisnis. Ini merupakan hal yang men-jadi masalah. Inisiatif pemberdayaan seringkali ber-benturan dengan kelangkaan ide bisnis masyarakat yang menyebabkan kepala desa dan perangkat pe-merintahan di desa menghentikan pembicaraan me-ngenai program pemberdayaan. Beberapa format yang telah dibangun seperti one village one product (OVOB), produk unggulan desa, dan lain sebagainya adalah di antara pendekatan yang mungkin dapat menginspirasi.

Ketiga, skill. Yaitu keterampilan mengelola bisnis yang dijalankan. Acap ditemukan tantangan di sisi ini sejalan dengan kemampuan adaptasi warga desa dengan teknik pengelolaan usaha yang semakin hari

Bagaikan logika pelontar satelit, membangun in-stalasi pemberdayaan membutuhkan energi di awal. Tetapi selebihnya dengan satu format investasi yang benar ia akan berjalan dengan mekanisme sendiri dan menggandakan dirinya sendiri.

Kesepakatan umum bahwa membangun dengan DD membutuhkan perencanaan yang baik, demikian pula tentu dengan sektor pemberdayaan. Mekanis-me musrenbang adalah niscaya untuk perencanaan khususnya untuk menggalang ide-ide program dari bawah. Tetapi dari format musrenbang yang formal tidak dapat lahir satu proyek pemberdayaan yang ba-gus kecuali diikuti dengan pendekatan pendamping-an yang terencana pula.

Saya tidak bermaksud mengecilkan arti pendam-pingan yang selama ini lengket pada DD, tetapi for-mat pendampingan berorientasi pengawasan yang cenderung formal dan adminstratif tidak banyak mendorong akselerasi substantif yang sedang kita bicarakan.

Mengacu pada catatan di atas fokus utama prio-ritas DD sektor pemberdayaan sebaiknya diarahkan pada pengurangan angka kemiskinan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tentu telah melihat ini secara komprehensif. Namun di level desa/gampong mungkin belum tersedia format bagaimana mengi-dentifikasi permasalahan dan potensi solusi yang ter-sedia di kantong kantong kemiskinan desa.

Diperlukan proses pendampingan yang lebih profesional dan kerja sama strategi penguatan desa dengan melibatkan stakeholders yang lebih luas, khu-susnya lembaga lembaga pengembang masyarakat dan perguruan tinggi. Perlu dibuka ruang yang lebih representatif untuk pendekatan profesional.

Menggempur angka kemiskinan dari desa tam-paknya tidak dapat lagi dilakukan dengan cara biasa. Program-program DD yang selama ini berjalan belum dapat dikatakan telah secara langsung menargetkan

makin berkembang.Keempat, market atau pasar. Aspek ini sering tidak

menjadi fokus awal dan prioritas dalam penyusunan program pemberdayaan, sehingga produk produk bisnis yang dihasilkan tidak secara tepat sesuai de-ngan kehendak market yang ada (demand).

Kelima, jaringan pengembangan. Yaitu connect dengan sumber pengetahuan, teknologi dan pusat pusat pengembangan usaha kecil mikro dan asosiasi terkait di tanah air.

Desa KitaSpirit pengentasan kemiskinan sebagai bagian

dari pembangunan kemandirian desa sepatutnya se-lalu dilihat dari perspektif keberlanjutan jangka pan-jang. Warga desa perlu percaya diri membangun dari potensi lokal. Desa kita, kitalah yang tahu. Begitulah spiritnya.

Apa potensinya? Kita yang tahu. Kita hidup di desa kita, tempat kita lahir, besar dan tempat kita membesarkan generasi kita.

Pada sisi lain, para pemimpin desa perlu menda-pat kesempatan dan akses untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Ilmu membangun desa berbeda dengan ilmu sihir, tidak bisa sim salabim dan abra ka-dabra langsung jadi.

Ilmu membangun desa membutuhkan kesabar-an dalam belajar dan terus menerus memperbaiki. Semua pihak harus terus belajar, tak terkecuali pe-rangkat desanya.

Orang itu adalah orang orang bijak, yang memi-liki naluri dan ketajaman pemahaman dalam bidang-nya. Para petani yang dari waktu ke waktu menekuni pekerjaannya dalam bercocok tanam mereka memi-liki naluri dan ketajaman pemahaman mengenai se-luk beluk jenis tanaman yang digeluti.

Demikian juga peternak, pedagang, pendidik, pendakwah dan sebagainya. Di samping itu desa juga dapat belajar dari berbagai kesuksesan desa lain dimana saja di seluruh Indonesia. Tidak dengan semangat untuk bersaing tetapi membangun secara sportif.

Kemudian melihat jauh ke depan. Desa kita ada-lah satu kawasan – mungkin kawasan terjauh di satu pelosok negeri – tetapi terkoneksi dalam satu jaring-an besar sebagai bagian dari negara, RI. Tidak menga-pa desa kita terisolir, jauh dari hiruk pikuk keramaian perkotaan. Tetapi dengan membangun dari potensi lokal dan terus menerus belajar maka desa kita pelan pelan akan maju dan menemukan jalurnya dan me-menuhi kriteria yang dipersyaratkan dalam menarik sumberdaya dari luar.

Satu hal yang penting adalah keluwesan berba-gai unsur perangkat dan lembaga masyarakat dalam membangun komunikasi dengan berbagai potensi di luar. Baik potensi vertikal dengan lembaga-lembaga yang lebih tinggi di pemerintahan maupun potensi horizontal dari berbagai jaringan masyarakat dan lingkungan sosial yang ada.

Optimalisasi Dana Desa Untuk Pemberdayaan

“Fokus utama prioritas DD sektor pemberdayaan

sebaiknya diarahkan pada pengurangan angka

kemiskinan.”

Oleh : Saifuddin A. Rasyid

Page 3: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 3CERMIN

ISLAM adalah agama akhir zaman yang sempurna. Ke-sempurnaan ini antara lain dapat dilihat dari aspek peng-aturan hubungan yang seimbang antara vertikal dengan Allah (hablun minallah) dan horizontal dengan sesama makhluk (hablun minannas). Keseimbangan hubungan ver-tikal dan horizontal ini diatur dalam fondasi dasar agama Islam, rukun Islam.

Islam sangat peduli pada hubungan sosial. Salah satu rukun Islam berhubungan erat dengan kehidupan sosial, ya-itu ibadah zakat. Orang-orang Islam yang memiliki harta da-lam kadar tertentu diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Sangat banyak disebutkan ayat Alquran yang memerintah-kan shalat beriringan dengan perintah mengeluarkan zakat.

Shalat adalah ibadah vertikal sementara zakat adalah ibadah sosial. Perintah shalat dan zakat kerap disebut beriri-ngan mengandung makna bahwa kehidupan manusia harus seimbang antara kesalehan individual dengan kesalehan so-sial. Ibadah individual dan ibadah sosial itu ibarat satu koin mata uang yang tidak mungkin dipisahkan antara satu sisi dengan sisi lainnya. Keduanya harus berjalan beriringan. Dengan bahasa lain, belum sempurna iman seseorang se-belum peka sosial.

Ibadah sosial seperti zakat memberi dampak ganda. Ia mampu mendatangkan balasan (pahala) bagi muzakki (der-mawan), sekaligus memberi dampak kesejahteraan sosial bagi mustahiq (penerima zakat). Itulah sebabnya kelompok fakir miskin berada pada rangking atas prioritas penerima zakat. Artinya, kelompok orang kaya memiliki tanggung ja-wab moral dalam membantu pengentasan kemiskinan, mi-nimal kepada keluarga dekatnya dan masyarakat di wilayah dia bermukim. Mari kita galakkan kesadaran kolektif di ka-langan orang kaya untuk mendermakan sebagian kekayaan-nya kepada masyarakat kurang mampu, demi terwujudnya visi Islam rahmatan lil alamin.

Perintah melaksanakan ibadah sosial sama kuatnya dengan perintah ibadah individual seperti shalat, naik haji, umrah, tahajjud, berzikir, dan lain-lain. Kalau ibadah indivi-dual hanya mendatangkan dampak (pahala) bagi pelakunya semata, maka ibadah sosial seperti zakat atau sedekah me-miliki dampak sosial berupa berkurangnya kesusahan orang miskin. Ketika berkurangnya penduduk miskin maka angka kriminalitas akan ikut turun. Nabi SAW bersabda: Kefakiran (kemiskinan) itu dekat dengan kekufuran (kejahatan). Arti-nya, semakin banyak orang yang berderma dalam sebuah negeri, maka angka kriminalitas akan menurun di negeri itu. Semoga!

OLEH:

Hasan Basri M.NurDosen UIN Ar-Raniry

Menggalakkan Kesalehan Sosial

SERINGKALI entah berapa banyak kita bermimpi akan apa yang kita harapkan. Bahkan mimpi kita yang terlalu jauh atau mimpi kita yang terlalu ba-

nyak, membuat kita bingung merealisasikan dan mem-prioritaskannya, suatu ketika kita melihat ada orang

sukses.Kta berpikir bahwa kesuksesan itu pasti didapat

dari kerja kerasnya. Secara logika memang benar, namun apakah kita selalu berfikir bahwa kesuksesan seseorang tidak akan berbuah jika tidak disertai do’a dan tawakal.

Ikhtiar (berusaha) dan berdoa adalah satu kesatuan, saling melengkapi. Terkadang ada saja kendala yang menghadang dalam sebuah usa-ha tapi mampu diselesaikan melalui doa. Doa mampu membangkitkan semangat dalam me-wujudkan mimpi. Melalui panjatan doa akan muncul inspirasi-inspirasi baru dan spirit.

Usaha tanpa do’a adalah kesombongan, dan do’a tanpa usaha adalah kesia-siaan. Moto inilah yang membuat saya berhasil menjadi praja dan memperoleh gelar S.STP pada IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) Fakultas Politik dan Pemerintahan.

Page 4: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 20194 LAPORAN UTAMA

PEMERINTAH Aceh, De-wan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), bersama anggota

DPR/DPD RI asal Aceh yang ter-gabung dalam Forbes Aceh sepakat mengawal dan menjaga keistime-waan dan kekhususan Aceh.

Kesepakatan itu tertuang dalam Nota Kesepahaman tentang Pem-bangunan dan Penguatan otonomi Khusus, Keistimewaan dan Siner-gisitas Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia yang ditantangani di Hotel Boro-budur, Jakarta, Senin siang, 11 No-vember 2019.

Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) di Jakar-ta, Almuniza Kamal mengatakan kesepakatan itu bertujuan untuk memastikan implementasi seluruh isi MoU Helsinki dan Undang--Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh beserta aturan turunannya berjalan seba-gaimana mestinya. “Nantinya akan dibentuk Sekretariat Bersama di Banda Aceh dan di Jakarta,” terang Almuniza.

Dalam pertemuan itu, Pelaksa-na Tugas Gubernur Aceh Ir.Nova Iriansyah mengatakan salah satu yang akan diperjuangkan adalah perpanjangan Dana Otonomi Khu-sus Aceh secara permanen. “Dana

Nova mengatakan, pergantian aparatur negara di tingkat Pusat terkadang membuat filosofi kekhu-susan Aceh tidak dipahami secara utuh. “Itu sebabnya, selain menja-lankan tupoksi yang normal ang-gota DPR RI, mereka juga kami minta tolong untuk menjelaskan secara utuh bahwa Aceh itu punya kekhususan, supaya ke depan tidak ada gerakan-gerakan yang yang me-nafikan kekhususan Aceh. Aceh itu bisa maju dan kemajuan Aceh itu membawa kemajuan bagi negara Indonesia sekaligus,” kata Nova Iri-ansyah.

Menurut Nova, selain soal per-panjangan dana otonomi khusus, yang paling penting sekarang ada-lah mengambil alih pengelolaan Blok B, ladang minyak dan gas bumi di Aceh Utara yang sebelum-nya dikelola Exxon Mobil dan saat ini dikelola oleh BUMN Pertamina Hulu Energi.

“Kontraknya sebenarnya sudah habis sejak 18 Oktober 2018. Nah, setahun itu kita bernegosiasi tapi Pertamina Hulu Energi bertahan de-ngan skema Gros Split,” kata Nova.

Padahal, sambung Nova Iri-ansyah, berdasarkan peraturan perundang-undangan Aceh dibe-ri kewenangan untuk mengelola pertambangan sesuai kekhususan

Bappeda Aceh Ir Helvizar Ibrahim memandu jalannya diskusi.

Ketua DPR Aceh Dahlan Jama-luddin SIP mengatakan pertemuan tesebut sebagai bagian dari upaya sinergisasi untuk saling menggan-deng tangan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh. “Jadi tidak ada alasan bagi Aceh untuk tidak maju dan kembali ke kejayaannya. kita punya semua potensi yang di-perlukan. dan juga secara regulasi kita memiliki otonomi yang asi-metris. Kita punya undang-undang keistimewaan dan undang-undang kekhususan Aceh. Jadi Aceh daerah yang istimewa dan khusus,” kata Dahlan.

Politisi Partai Aceh ini juga berharap di periode kedua peme-rintahan Presiden Jokowi, Aceh mendapat agenda pembangunan prioritas yang maksimal. “Kita tahu bersama, Aceh punya riwayat konflik yang panjang sejak di awal--awal kemerdekaan. Jadi harus ada pendekatan yang holistik dan perlu adanya kebijakan-kebijakan khu-sus. Kita dari DPR Aceh, Pemerin-tah Aceh dan juga bersama Forbes Aceh akan bergandeng tangan ber-sama-sama meyakinkan Pemerin-tah Pusat untuk mempermanenkan dana otsus Aceh,” pungkas Dahlan Jamaluddin [ridha/ril]

Otonomi Khusus terbukti telah menurunkan angka kemiskinan di Aceh. Jika dilihat dari masa kon-flik hingga sekarang, penurunan-nya mencapai 20 persen. Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan dana otonomi khusus Aceh hanya dinikmati oleh para elite,” kata Nova Iriansyah.

Menurut Nova, pihaknya telah mendapat sinyal positif dari Pre-siden Joko Widodo (Jokowi) soal perpanjangan dana otonomi khu-sus itu. Namun, menurut Nova, karena menyangkut peraturan per-undang-undangan, Presiden Jokowi mengatakan untuk itu perlu diko-munikasikan dengan DPR RI.

“Kita berharap otonomi khu-sus ini jadi permanen. Pembicaraan permulaan sudah dilakukan dengan Presiden Jokowi. Namun karena ini undang-undang kita juga harus bi-cara dengan DPR. Secara prosedur, itu harus masuk Prolegnas dulu pada 2020. Insyallaah paling telat 2021. Sehingga pada 2022, angka 2 persen dari Dana Alokasi Umum bisa di-pertahankan permanen,” ujar Nova.

“Karena itu, pertemuan hari ini intinya menyelaraskan kerja peme-rintahan daerah dengan apa yang menjadi kewenangan anggota DPR dan DPD RI,” sambung Nova Iri-ansyah.

Aceh. “Kita mintanya cost reco-very. Sudah setahun berunding ti-dak ketemu. Maka pada 3 Oktober 2019 setelah berkonsultasi dengan DPRA, Pemerintah Aceh memu-tuskan mengambil alih. Sebenarnya ini hal yang biasa-biasa saja karena aturannya sudah mendukung, tapi harus ada proses untuk itu dan mungkin harus ada keihklasan Pe-merintah Pusat. Kalau mampu ti-dak mampu, kami nanti tentu ber-partner dengan pihak ketiga yang mampu mengelola itu,” tambah Nova.

“Saya pikir Blok B salah satu alat untuk mempercepat pengurangan kemiskinan di Aceh,” pungkas Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

Ketua Forbes DPR/DPD RI asal Aceh M. Nasir Djamil me-nyambut baik rencana tersebut. Menurut Nasir Djamil, pertemu-an bersama dengan Pemerintahan Aceh menjadi momen bersejarah. “Harapannya dengan adanya siner-gi dan kolaborasi seperti ini dapat menjadi energi dalam membangun Aceh lebih hebat lagi,” kata Nasir.

Selain Nasir Djamil, turut hadir sejumlah anggota DPR dan DPD RI lainnya. Dari Aceh, turut hadir Ketua DPR Aceh dan sejumlah Wa-kil Ketua. Hadir juga Sekda Aceh dan sejumlah Kepala SKPA. Kepala

Pemerintahan Aceh dan Forbes Sepakat Perjuangkan Kelanjutan Dana Otsus

“Kita berharap otonomi khusus ini jadi permanen. Pembicaraan permulaan sudah dilakukan dengan Presiden Jokowi, namun karena ini undang-undang kita juga harus bicara dengan DPR”

Ir. H. Nova Iriansyah, MT,Plt Gubernur Aceh

“Tidak ada alasan bagi Aceh untuk tidak maju dan kembali ke kejayaannya. Kita punya semua potensi yang diperlukan, dan juga secara regulasi kita memiliki otonomi yang asimetris”

H. Dahlan Jamaluddin SIP,Ketua DPR Aceh

“Harapannya dengan adanya sinergi dan kolaborasi seperti ini dapat menjadi energi dalam membangun Aceh lebih hebat lagi,”

M. Nasir Djamil,Ketua Forbes DPR/DPD RI asal Aceh

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah bersama DPR Aceh melakukan pertemuan dengan anggota Forbes di Hotel Borobudur Jakarta, Senin, 11 November 2019. | FOTO HUMAS ACEH

Page 5: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 5LAPORAN UTAMA

PEMERINTAH Aceh telah menerima Dana Otonomi Khusus sejak tahun 2008.

Besaran Dana Otsus untuk tahun pertama sampai tahun ke-15 ada-lah 2% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Kemudian pada tahun ke-15 hingga ke-20 ada-lah 1% dari plafon DAU nasional.

“Dalam Qanun No. 2 Tahun 2008 dana Otsus Aceh diper-untukan untuk membiayai: (i) Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, (ii) Pemberdayaan ekonomi rakyat, (iii) Pengentasan kemiskinan, (iv) Pendanaan pen-didikan, (v) Sosial, dan (vi) Kese-hatan. Serta dialokasikan untuk pelaksanaan Keistimewaan Aceh dan Penguatan Perdamaian,” ujar Ir. Chairil Anwar, MP yang meru-pakan Kepala Bidang Perencanaan

UNTUK tahun 2020 sesuai dengan tema Rencana Ker-ja Pemerintah Aceh tahun

2020 yaitu “Memacu Pertum-buhan Yang Berkelanjutan, Pe-ningkatan Daya Saing SDM dan Infrastruktur Yang Terintegrasi” ada enam prioritas pembangunan Aceh yaitu: 1. Hilirisasi Komoditas dan Pe-

ningkatan Daya Saing Produk/Jasa Unggulan

2. Pembangunan Infrastruktur Te-rintegrasi

3. Peningkatan Kualitas Lingkung-an dan Penurunan Risiko Ben-cana

4. Pembangunan Sumber Daya Manusia

5. Reformasi Birokrasi dan Pengu-atan Perdamaian

6. Penguatan Penerapan Dinul Is-lam dan Budaya AcehPada prioritas pembangunan

Aceh untuk Hilirisasi Komoditas dan Peningkatan Daya Saing Pro-duk/Jasa Unggulan akan dilaku-kan dalam bentuk program dan kegiatan. Antara lain, peningkatan produksi komoditas pertanian ber-basis skala ekonomi; peningkatan produksi industri pengolahan; pe-ningkatan keahlian tenaga kerja; penguatan koperasi dan UKM serta BUMG; peningkatan dan perluas-

serta keseimbangan pembangunan daerah lebih tepat sasaran dalam pemanfaatan dana otonomi khusus Aceh tersebut,” sambung Chairil

Ditambahkannya, untuk me-mastikan tata kelola pemanfaatan dana Otsus, Pemerintah Aceh juga mengeluarkan Peraturan Gubernur Aceh No 78 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2008-2027. Peraturan ini sebagai pedoman resmi bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintahan Kab/Kota dalam menyusun program dan ke-giatan prioritas pembangunan yang bersumber dari Dana Otsus.

Berdasarkan Capaian Indikator Ekonomi Makro Aceh pada tahun 2018 menunjukkan perkembangan yang positif. Seperti tingkat kemis-kinan yang pada tahun 2018 berha-sil ditekan pada nilai 15,68 %, di mana pada tahun 2008 mencapai 23,53 %. Pertumbuhan ekonomi juga sudah mencapai 4,61 % yang pada tahun 2008 malah tumbuh ke arah negatif -5,24 %.

Penggangguran juga sudah mencapai 6,36%, di mana pada tahun 2008 sebesar 9,56%. Pada Indeks Pembangunan Manusia juga mengalami peningkatan yang pada tahun 2018 mencapai 71,19 yang berarti sudah terklasifikasi tinggi, di mana pada tahun 2008 pada ki-saran 70,76 dan ini hampir sama

yang akan dibangun. Salah satunya yang tengah gencar dilakukan ialah pembangunan Kawasan Ekono-mi Khusus (KEK). Pembangunan KEK untuk memaksimalkan kegi-atan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang bernilai tinggi dengan didukung pemberian fasilitas dan insentif serta kemudah-an berinvestasi.

Kemudian yang tidak kalah penting juga adalah peningkatan dan perluasan pangsa ekspor ter-kait pekerjaan-pekerjaan hilir yang harus ditingkatkan kinerjanya. “Kita akan mengajak para pengusa-ha Aceh dan Sumatera untuk me-maksimalkan peluang peningkatan ekspor, khususnya dengan Malay-sia dan Thailand yang merupakan negara kerja sama IMT-GT (Indo-nesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle),” ujarnya.

Perdagangan Aceh-IndiaSelain dengan kedua negara ter-

sebut, Helvizar juga mengajak para pengusaha untuk memanfaatkan kesepakatan kerja sama yang sudah terjalin antara Indonesia dan India. Salah satu fokusnya adalah mening-katkan interaksi perdagangan an-tara Aceh dan Andaman-Nikobar, India (ANI).

“Kita juga memerlukan adanya peningkatan ekspor dan menekan

giatan pembangunan desa.Desa menjadi sebuah prioritas

bagi Pemerintah Aceh untuk di-bangun. Dengan berkembangnya desa-desa akan berdampak kepada majunya suatu daerah. Pada prin-sipnya bila masalah pembangunan di desa dapat diselesaikan secara komprehensif maka selesailah sega-la pembangunan. “Karenanya, pola pembangunan yang berorientasi di pedesaan haruslah dapat menjadi perhatian kita semua,” ajak Kepala Bappeda.

Terkait akan berkurang dan berakhirnya dana otus perlu upa-ya soft-landing, yaitu alternatif ke-bijakan untuk keberlanjutan fiskal dan pembiayaan pembangunan menjelang penurunan dan bera-khirnya dana otsus Aceh.

Pada sektor investasi akan di-dilaksanakan melalui beberapa ke-bijakan. Antara lain pembangun-an infrastruktur dana otsus untuk konektivitas mendukung kawasan strategis nasional dan kawasan stra-tegis provinsi seperti KEK Arun, KIA Ladong, Kawasan Strategis Pa-riwisata Dataran Tinggi Gayo Alas (DTGA), Kawasan Industri Bar-sela, Kawasan Strategis Pariwisata Simeulue-Singkil, Kawasan Basa-jan, Kawasan Perikanan Samudera Lampulo, Kawasan Industri Ta-timlaga, serta Kawasan Pariwisata Sabang.

Hal ini untuk memperce-pat operasional kawasan tersebut dan dapat mendongkrak investasi di Aceh serta berdampak kepa-da pengentasan kemiskinan dan pengangguran, akan meningkatkan pertumbuhan di Aceh serta mendo-rong tumbuhnya industri manufak-tur untuk meningkatkan produkti-fitas dan nilai tambah, pemberian insentif fasilitas, dan kemudahan berusaha di Aceh. (Khairul Ridha)

Pembangunan Ekonomi dan Sum-ber Daya Alam Bappeda Aceh.

“Dalam perkembangannya, se-jak tahun 2008 sampai sekarang Pemerintah Aceh sudah mendapat Dana Otsus sebanyak Rp 65 triliun yang telah tersebar pada tujuh bi-dang pembangunan,” ujarnya.

“Pada masa pelaksanannya kare-na dirasa selama ini belum berjalan baik serta masih banyak kelemahan yang ditemukan dalam realisasinya maka Qanun yang mengatur peng-gunaan Dana Otsus dilakukan bebe-rapa kali perubahan. Hal tersebut di-laksanakan agar dampak dari adanya Dana Otsus lebih tepat, jelas dan relevan, dengan maksud dan tujuan penggunaan dana otsus yang mem-punyai daya ungkit dengan mem-pertimbangkan aspek keadilan dan pemerataan agar tercapai keselarasan

an ekspor, dan pengembangan in-dustri kreatif dan pariwisata.

“Fokus terhadap hilirisasi perlu menjadi perhatian. Sebab, dalam beberapa tahun ini terus terjadi de-fisit perdagangan mencapai puluh-an triliunan rupiah per tahun. Ini sangat merugikan daerah dan men-jadi salah satu penyebab melambat-nya pertumbuhan ekonomi Aceh, walaupun masih tumbuh positif,” kata Kepala Bappeda Aceh, Ir H Helvizar Ibrahim MSi, kepada Ta-bangun Aceh, beberapa waktu lalu.

Langkah selanjutnya, kata Hel-vizar, adalah penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang kom-peten. Pemerintah Aceh kini me-ngembangkan program pendidikan vokasi yang meliputi tiga lembaga, yakni SMK, BLK, dan Politeknik.

Hal yang perlu dilakukan anta-ra lain adalah mengawal dan mem-persiapkan kecakapan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan dunia industri. “Berba-gai pelatihan berbentuk vokasianal perlu kita tingkatkan, membenahi sistem pelatihan berbasis sertifikasi kompetensi, peningkatan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), dan meng-galakkan keterampilan wirausaha produktif,” ujarnya.

Langkah terakhir ialah pengop-timalan infrastruktur yang telah dan

Current Account Deficit, melalui pe-ningkatan produktivitas atau hiliri-sasi industri, pengembangan UKM, pariwisata, serta peningkatan infra-struktur, untuk mengurangi defisit perdagangan dan memperkuat eko-nomi kita,” kata mantan Kadisna-kermobduk Aceh ini.

Sehubungan dengan sumber pendapatan, Pemerintah Aceh khu-susnya Bappeda terus berupaya dalam menjaring pembiayaan dari sumber-sumber lain dalam membi-ayai berbagai pembangunan daerah karena sangat dominan terhadap dana otsus maka saat dana otsus ber-akhir maka akan sangat sulit membi-ayai berbagai pembangunan daerah.

Seperti diketahui Alokasi Dana Desa untuk Aceh naik dari Rp 4,95 triliun menjadi Rp 5,05 triliun pada tahun 2020, atau terjadi ke-naikan sebesar Rp 94,4 miliar dari tahun 2019. Di samping itu, Dana Transfer ke Daerah juga naik sebe-sar Rp 750 miliar menjadi Rp 32,1 triliun, sehingga total keduanya menjadi Rp 37,17 triliun.

“Kita berharap peningkatan dana desa tersebut dapat memban-tu dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, membantu peme-rataan pembangunan dan mencip-takan peluang serta lapangan kerja baru, membangun infrastruktur dan layanan fasilitas publik serta memberdayakan dan mengem-bangkan perekonomian yang ada di desa,” ungkap Helvizar.

Pengelolaan dana desa perlu menjadi perhatian karena kucu-rannya yang melimpah akan sangat efektif untuk mempercepat pem-bangunan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta pe-nanggulangan kemiskinan, prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan ke-

dengan rata-rata IPM provinsi di Indonesia yang mencapai 71,39.

Menyinggung tentang angka kemiskinan di Aceh yang sangat tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata nasional, padahal Aceh menerima kucuran dana otsus yang melimpah, Charil mengetakan, data ini harus dapat dinilai secara fair. Karena Aceh mengalami bebe-rapa runtutan peristiwa, antara lain konflik dan bencana tsunami.

Kedua peristiwa tersebut, seca-ra langsung maupun tidak langsung telah menambah saham peningkatan angka kemiskinan di Aceh. “Ini tidak mudah untuk kita turunkan sehingga diperlukan upaya dan effort yang luar biasa dari semua pihak,” kata Chairil.

Secara garis besar, lanjut Chairil, ada beberapa permasalahan dalam pembangunan Aceh. Misalnya per-tumbuhan ekonomi yang tumbuh positif, meski masih di bawah per-tumbuhan ekonomi nasional. Hal ini disebabkan antara lain karena anggaran pemerintah yang masih dominan pada perputaran ekonomi masyarakat. Selain itu, juga investa-si swasta yang masih terbatas.

Chairil menambahkan, defisit perdagangan yang masih tinggi, di-mana kondisi neraca perdagangan antardaerah yang mengalami defisit, inilah yang menyebabkan kinerja perdagangan Aceh secara keseluruh-an mengalami kontraksi. Kemudian

juga industri pertanian (agroindus-try) dan industri pengolahan yang masih belum berkembang, dimana Industri hulu maupun hilir belum berkembang dengan baik di Aceh.

“Padahal bahan baku dari per-kebunan cukup untuk itu sehingga diperlukan investor luar maupun lokal untuk membangun dan me-ngembangkan industri tersebut,” ujar Chairil.

Pada sektor kemiskinan sudah menunjukkan trend yang sudah menurun, meski masih di atas rata--rata nasional. Hal tersebut disebab-kan oleh beberapa hal yakni masih terbatasnya aktivitas ekonomi dan iklim usaha di pedesaan. “Kita akan terus terus fokus untuk memperba-iki berbagai kebijakan ekonomi di semua sektor, guna menjaga iklim usaha, investasi, dan daya saing da-erah. Di era industri 4.0 ini kita juga akan mencoba mengubah kebijakan ekonomi yang berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi industri ma-nufaktur dan jasa,” sambung Chairil.

Aceh perlu lebih membuka diri kepada dunia. Dalam hal ini, kita harus mampu menciptakan iklim usaha dan investasi yang bersaha-bat. Hal itu sudah dilakukan dae-rah lain dan terlihat hasilnya. Me-reka yang menciptakan iklim usaha dan investasi yang bersahabat kerap dijadikan tempat berlabuh para in-vestor.(Khairul Ridha)

Dana Otsus Efektif Tekan Angka Kemiskinan“Di era industri 4.0 ini kita juga akan mencoba mengubah kebijakan ekonomi yang berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi industri manufaktur dan jasa.”

Ir. Chairil Anwar, MP,Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Alam Bappeda Aceh

Pemerintah Aceh Terus Kembangkan Program Pendidikan Vokasi

“Berbagai pelatihan berbentuk vokasianal perlu kita tingkatkan,

membenahi sistem pelatihan berbasis sertifikasi kompetensi, peningkatan

LPK, dan menggalakkan keterampilan wirausaha produktif,”

Ir H Helvizar Ibrahim MSi,Kepala Bappeda Aceh

Page 6: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 20196 LAPORAN UTAMA

APBA 2019 yang didomina-si Dana Otonomi Khusus, disamping untuk kegiatan

pengentasan kemiskinan melalui JKA, santunan Anak, pembangun-an rumah sehat sejahtera dan lain-nya, juga difokuskan dalam upaya membuka arus tranportasi di wi-layah Aceh, terutama daerah yang selama ini masih “terkurung”.

Untuk memperkuat peningkat-an jalan di wilayah yang startegis

PLT Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah MT mengatakan, peningkatan jalan seperti

Buluh Seuma sangat penting di-pacu untuk kepentingan pertum-buhan dan membuka keterisoliran Aceh, serta sebagai jalur alternatif. Hal ini sangat penting untuk mem-buka akses masyarakat, barang dan jasa antar wilayah Aceh untuk di-sambungkan dengan jalan negara dan pusat pelabuhan serta banda-ra, sehingga potensi pertanian dan ekonomi Aceh semakin terbuka dan baik.

Selain jalan yang menghubung-kan Buluh Seuma di Aceh Selatan dengan Kuala Baru di Aceh Singkil, Pemerintah Aceh juga membuka beberapa jalan alternatif lain, yang menghubungkan beberapa kawasan pedalaman dengan jalan negara. Di antaranya adalah.• Jalan Jantho (Aceh Besar) dengan

Batas Aceh Jaya.• Jalan Sp. 3 Redelong-Pondok

Baru-Samar Kilang (Bener Me-riah)

• Peureulak-Lokop (Aceh Timur) dengan Batas Gayo Lues

• Batas Aceh Timur-Pining-Blang-kejeren (Gayo Lues)

• Batas Aceh Timur-Kota Karang Baru (Aceh Tamiang), Blangke-jeren –Tongra (Gayo Lues) hing-ga Batas Aceh Barat Daya.

• Babah Roet (Abdya) - Batas Gayo Lues.

• Batas Aceh Selatan-Kuala Baru--Singkil-Telaga Bakti

• Sinabang-Sibigo (Kepulauan Si-meulu)

• Nasreuhe-Lewak-Sibigo (Simeulu) “Dari wilayah tengah ke pesisir

(Aceh Tengah, Aceh Tenggara ke kabupaten pesisir di Barsela dan Timur), salah satunya adalah jalan yang menghubungkan Aceh Barat Daya dengan Gayo Lues, tepatnya diperkuat terutama pengaspalan di ruas Babah Roet Batas Gayo Lues dan jalan ini harus mulus 2020,” ujar Nova.

Gubernur Aceh menyatakan, jalan yang menghubungkan Tru-mon-Buluh Seuma (Aceh Selatan) dengan Kuala Baru (Aceh Singkil) sepanjang 80 km bisa tembus pada tahun 2022. Diharapkan pada ta-hun itu, jalan ini bisa dilewati jalan dalam keadaan baik, artinya ken-daraan bisa dipacu minimal 60 km per jam.

Selama ini, masyarakat di ka-wasan tersebut (Buluh Seuma dan

Gayo Lues, dengan nilai kontrak 19.34 miliar dengan panjang peng-aspalan 3.9 kilometer. “Pada tang-gal 26 November 2019, mulai pe-kerjaan aspal dan diharapkan selesai 10 Desember dan finishing 16 De-sember 2019,” kata seorang rekan-an yang menangani jalan tersebut.

Teuku Ahmad Dadek mengata-kan, ruas jalan ini sama pentingnya dengan ruas jalan Pidie hingga ba-tas Meulaboh yang menghubung-kan wilayah tengah dengan pantai barat Aceh, sehingga natinya arus transportasi kedua wilayah tersebut dapat berjalan dengan mulus. Jalan ini akan dituntaskan, bahkan Dadek menekankan pihak rekanan untuk menyelesaikan pengaspalan pada 10 Sesember 2019. “Saya akan datang lagi ke sini untuk memastikan aspal bisa selesai,” ujar Teuku Dadek.

Lebih lanjut Dadek juga me-nyarankan kepada Kabid PUPR Mawardi bahwa pada 2020 juga pada ruas jalan ini nantinya harus dibangun drainase yang belum cu-kup 2019. Tujuannya untuk meng-arahkan aliran air dari lereng agar tidak menggerus aspal yang ada.

sangat besar. Namun Dadek meng-harapkan agar seluruh material yang dibutuhkan sudah tersedia di lapangan. Sehingga begitu ada ke-sempatan cuaca yang baik, dapat segera dilakukan pengocoran bahu jalan kiri dan kanan.

Usai meninjau semua sisi dan ruas jalan, T. Ahmad Dadek selaku Ketua P2K Aceh mengevaluasi dan memberi masukan, terhadap pelak-sanaan paket kegiatan tersebut yang menurut progres pengerjaannya perlu dipacu hingga selesai tepat waktu. “Rencanakan manajemen kerja dengan baik. Manajemen itu setengah dari pekerjaan,” kata T. Ahmad Dadek.

Seiring dengan batas waktu pelaksanaan kegiatan yang hanya tinggal sebulan lagi, dan pada arah-annya Dadek juga mengingatkan agar paket kegiatan ruas jalan batas Pidie – Aceh Barat, harus sudah se-lesai paling lambat per 20 Desem-ber 2019. Jalan Meulaboh Pidie ini termasuk jalan provinsi yang perlu ditingkatkan, dan jalan ini juga se-ring dilanda longsor.(Tim Monev APBA 2019)

itu, Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah telah bersepakat dengan DPRA untuk memfokuskan pe-kerjaan pembangunan dan peng-awasan beberapa proyek melalui penganggaran tahun jamak (multi years) mulai 2020-2022. Di anta-ranya Jalan Trumon-Batas Singkil, di mana jalan ini untuk membuka isolasi Kemukiman Buluh Seuma di Aceh Selatan dan Kecamatan Kuala Baru di Aceh Singkil.

Sementara itu, Asisten II Setda Aceh yang juga merangkap Ketua P2K APBA, Teuku Ahmad Dadek yang melaksanakan peninjauan beberapa pembangunan dan pe-ningkatan jalan dan jembatan dari APBA (Otsus), mengharapkan ja-lan Gayo Lues dan Babah Rot Abd-ya sepanjang 27,57 dapat tuntas dan mulus di 2020. “Rencana akan kita lelang dalam waktu dekat ini, sepanjang 5 km lagi kurang lebih,” ujar Dadek di sela kunjungan la-pangan.

“Di ruas Babah Rot hingga Ba-tas Gayo Lues sudah dimasukkan juga sebagai program multiyears dengan anggaran sekitar 25 miliar,” ujar Dadek.

Kondisi jalan ini memang agak terjal dan ada sekitar 5 km lagi yang perlu ditangani, sehingga tahun 2020 ini sudah bisa tersambung dengan wilayah Gayo Lues dalam keadaan baik.

Teuku Ahmad Dadek juga me-ngatakan bahwa jalan Babahroet - Gayo Lues merupakan jalan akses yang menghubungkan Gayo Lues dengan Abdya yang nantinya di-harapkan dapat melancarkan arus transportasi barang hasil pertanian, guna meningkatkan taraf pereko-nomian masyarakat.

Sementara itu, Kabid Jalan dan Jembatan PUPR Aceh, Ir. Mawardi mengatakan, Jalan Provinsi Aceh yang masuk dalam kategori baik, baru 67 persen. Aceh memiliki 81 ruas jalan provinsi dengan panjang 1.781,72 km.

Diakui juga bahwa selama pro-ses pembangunan 2019, ada bebe-rapa ruas jalan yang sudah diaspal sebelumnya mengalami kerusakan. Mawardi mengatakan pihaknya akan segera memperbaiki kerusak-an jalan tersebut, dan pada 2020 akan dilaksanakan pembangunan lanjutan.

Ia menyebutkan, pada Tahun 2019 ini, APBA melaksanakan pe-ningkatan jalan Babah Rot – Batas

Selain itu, jalan-jalan yang su-dah sedikit berlubang karena di-lintasi tonase truk pengangkutan material, agar segera diperbaiki. Pemerintah Aceh sedang berusaha agar APBA terutama dari dana ot-sus dapat dijalankan sesuai dengan visi dan misi Gubernur Aceh se-hingga tranportasi wilayah tengah dengan pesisir Aceh dapat diakses dengan baik sehinga transportasi barang, orang, dan hasil pertanian dapat meningkatkan perekonomin masyarakat.

Dadek juga melaksanakan eva-luasi terhadap pembangunan Jalan Meulaboh Sungai Mas. Tiba di Aceh Barat, T. Ahmad Dadek lang-sung meninjau dua paket pekerjaan yang medapat perhatian khusus, ya-itu Pembangunan Jalan Batas Pidie - Meulaboh dengan nilai kontrak 13.15 miliar menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan panjang pengaspalan 2,8 km. Serta satu paket di ruas yang sama batas Pidie – Aceh Barat dengan nilai kontrak 14,7 miliar.

Rekanan mengatakan bahwa faktor cuaca menjadi kendala yang

Kuala Baru) masih menggunakan perahu sebagai moda transportasi. Sedangkan masyarakat Buluh Seu-ma yang ingin ke Trumon bisa me-lewati jalur darat, namun kondisi jalannya masih kurang bagus.

Pada tahun 2019 ini, Pemerin-tah Aceh membangun dua segmen jalan. Segmen pertama sepanjang 4,2 km, segmen kedua sepanjang 40,2 km dengan aspal 2,5 km si-sanya fungsional. Sedangkan jalan Batas Aceh Selatan, Kuala Baru Singkil efektif tiga km, panjang ja-lannya 12 km.

Pemerintah Aceh juga sedang membangun jembatan Kilangan Aceh Singkil. Jembatan dengan bentang 400 meter ini diharapkan bisa fungsional pada tahun 2020. “Tahun 2020 juga sudah ada dana untuk jembatan kilangan 15 miliar untuk menyiapan,” ujar Ir Mawardi Kabid Jalan dan Jembatan PUPR.

Masih di ruas yang sama, pada tahun 2019 ini Pemerintah Aceh juga membangun jembatan Suak

Leubee dengan sumber dana Otsus. Jembatan ini sedang dalam proses penyelesaian dan diharapkan fung-sional pada tahun 2020. Selain itu juga ada lanjutan peningkatan jalan hingga bisa mulus pada tahun 2020.

Namun, masih ada satu jemba-tan lagi yang harus dibangun agar ruas Buluh Seuma ini bisa fungsio-nal dan membebaskan keterisoliran Buluh Seuma dan Kuala Baro, yaitu jembatan Kayu Meunang dengan panjang 2 kali 60 meter yang akan dibangun 2021. “Jembatan ini akan segera dibangun 2021, kegiatan ini masuk dalam multi years,” ujar Te-uku Dadek Asisten II/Ka P2K.

“Dengan selesainya pemba-ngunan jembatan ini, Insya Allah pada tahun 2020 Buluh Seuma dan Kuta Baro akan dapat segera bebas keterisoliran. Masyarakat Sing-kil yang ingin ke Banda Aceh bisa menghemat waktu selama 2 jam, dari 12 jam menjadi 10 jam, kalau lewat Tapaktuan- Trumon,” ujar Dadek. (Tim Monev APBA 2019)

Monev APBA 2019,

Membuka Isolasi Buluh Seuma dan Kuala Baru“Dengan selesainya pembangunan jembatan ini, Insya Allah pada tahun 2020 Buluh Seuma dan

Kuta Baro akan dapat segera bebas keterisoliran. Masyarakat Singkil yang ingin ke Banda Aceh bisa

menghemat waktu selama 2 jam, dari 12 jam menjadi 10 jam, kalau lewat Tapaktuan- Trumon.”

Teuku Ahmad Dadek,Ketua P2K Aceh

Menghubungkan Kawasan Pedalaman dengan Jalan Negara

Buluh Seuma.

Page 7: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 7LAPORAN UTAMA

SELAIN meninjau progress pembangunan jalan dan jem-batan Tim Monitoring dan

Evaluasi (Monev) APBA 2019 yang dipimpin oleh Asisten II Setda Aceh/Ka P2K Aceh, Teuku Ahmad Dadek juga meninjau progres pem-bangunan RSU Regional di wilayah selatan Aceh. Untuk diketahui, saat ini Pemerintah Aceh sedang mema-cu pembangunan RSU Regional di Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Te-ngah, dan Langsa, yang merupakan salah satu fokus dari penggunaan dana otsus.

Pembangunan RSU Regional ini untuk membantu RSU Zainal Abidin yang semakin sesak pasien-nya. Disamping itu upaya promosi kesehatan juga sangat penting agar masyarakat Aceh lebih sehat.

Dalam rangka kunjungan kerja evaluasi penyelesaian sejumlah pa-ket pembangunan dari dana APBA Tahun 2019, Teuku Ahmad Dadek meninjau Pembangunan Rumah Sakit Regional Yuliddin Away yang terletak di Kabupaten Aceh Selat-an. “Semoga dengan adanya rumah sakit regional tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan ke-sehatan Aceh,” ujar dadek.

Berdasarkan master plan yang telah dibuat, nantinya RS Yulidin Away Tapaktuan dengan kontruski bangunan 5 lantai tersebut bersta-tus Rumah Sakit Tipe-B. RS Yuli-din Away ini akan menjadi rumah sakit rujukan regional yang mem-bawahi tiga kabupaten/kota di Ba-rat Selatan Aceh.

Pembangunan Setda Aceh, H. T. Ahmad Dadek SH, yang memim-pin jalannya pembahasan, menga-takan, “Keberadaan Otsus selama 11 tahun telah menurunkan angka kemiskinan di Aceh sebanyak 8,11 persen. dengan demikian dana Otsus merupakan urat nadi Peme-rintah Aceh dalam upaya mening-katkan kesejahteraan masyarakat. “Dana Otsus merupakan imple-mentasi dari perdamaian di Aceh yang bersifat abadi. Karenanya dana Otsus pun seyogyanya bersifat abadi dan damai,” ujarnya.

gang, angka kemiskinan Aceh pada tahun 2018 yang beraad pada kisar-an angka 15 persen, sama dengan kondisi Aceh pada tahun 2000.

Oleh karena itu, Ketua BAKN DPR – RI, Marwan Cik Asan, me-ngatakan akan melakukan upaya--upaya ke Pemerintah Pusat agar dana Otsus dapat diperpanjang. “Tidak pantas bagi kita Indonesia membiarkan Aceh dalam keadaan seperti pada Tahun 2000. Karena jika dana Otsus dicabut, Aceh ber-ada seperti tahun 1976,” ujarnya.(Tim Monev APBA 2019)

Lebih lanjut Dadek menambah-kan, proyek ini direalisasikan secara bertahap. Untuk tahun 2019 ini mendapat kucuran dana berjumlah Rp 34.10 milliar. Jika mendapatkan kucuran angggaran setiap tahunnya maka bangunan rumah sakit ini diperkirakan akan rampung pada tahun 2023 mendatang.

Perpanjangan Otsus Sementara itu, dari Banda Aceh

dilaporkan, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR--RI, di bawah pimpinan Marwan Cik Asan (Cekwan) dari Partai De-mokrat, didampingi Prof Dr Hend-rawan Supratikono (PDIP), Ahmad Syaiku (PKS,) dan H Bachruddin Nasori (PKB) melaksanakan perte-muan dengan Gubernur Aceh yang diwakili Sekda Aceh, dr. Taqwallah, M. Kes. Pertemuan yang berlang-sung di Ruang Rapat Gubernur Aceh, Rabu (20/11/2019), dalam upaya evaluasi pelaksanaan dana Otsus Aceh.

Sekda Aceh dr. Taqwallah, M.Kes. mengatakan, keberadaan Otsus Aceh selama 11 tahun mem-beri dampak besar bagi pemba-ngunan dan perekonomian Aceh. Karenanya dr. Taqwallah, M.Kes berharap agar BAKN DPR-RI da-pat merekomendasikan agar Otsus Aceh dapat dipermanenkan dan da-pat dipertahankan, karena merupa-kan urat nadi pembangunan Aceh. “Hampir 52 persen dana pemba-ngunan di Aceh berasal dari Otsus,” ungkap Taqwallah.

Asisten Perekonomian dan

Dadek juga menyatakan angka kemiskinan Aceh meningkat tajam saat tahun konflik 2000 sd 2004, di mana angka kemiskinan Aceh me-ningkat sebesar 14,63 persen atau menjadi 29,80 persen dari 15,20 persen. Keadaan semakin buruk se-telah gempa dan tsunami melanda Aceh pada akhir tahun 2004.

Sementara rombongan BAKN yang terdiri dari Marwan Cik Asan, Prof. Dr. Hendrawan Supratikno, Ahmad Syaikhu, dan H. Bachrudin Nasori, S.Si, MM, mengatakan, berdasarkan data yang mereka pe-

RSU Regional Terus Dipacu

JELANG akhir November 2019 lalu, DIPA APBN 2020 itu di-serahkan oleh Kepala Kantor

Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembendaharan Provinsi Aceh, Zaid Burhan Ibra-him, kepada Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, di Gedung Serbagu-na Setda Aceh. Plt Gubernur Nova Iriansyah selanjutnya meneruskan penyerahan DIPA kabupaten/kota kepada bupati/wali kota dan instansi vertikal yang ada di Aceh.

Zaid Burhan menjelaskan, selain Dana Desa, ada empat pos anggaran Dana Transfer Pusat ke Daerah yang mengalami kenaikan, yaitu Dana Insentif Daerah (DID) yang naik Rp 338,86 miliar menjadi Rp 514,9 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) naik Rp 769,81 miliar menjadi Rp 16 triliun, dan Dana Otonomi Khu-sus (Otsus) naik Rp 16,67 miliar menjadi Rp 8,37 triliun.

Ia menjelaskan, kenaikan TKDD ini merupakan bentuk ap-resiasi pusat kepada seluruh jajaran Pemerintah Aceh atas raihan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) selama dua tahun berturut-turut. “Pene-tapan APBA sebelum akhir tahun

prioritas. “Banda Aceh tak punya lahan pertanian, perkebunan dan pertambangan, hanya ada bidang perdagangan dan jasa, sehingga in-frastruktur menjadi modal utama untuk menjaring investor untuk bisa berinvestasi di sini. Oleh karena itu tanpa mengenyampingkan pen-didikan, ekonomi, kesehatan dan syariat Islam, maka infrastruktur fisik menjadi fokus untuk mening-katkan kesejahteraan masyarakat di Aceh,” ujar Aminullah Usman.

Pemerintah Kota Banda Aceh, tambah Aminullah, akan meleng-kapi berbagai infrastruktur. Karena ini sesuai dengan program Indone-sia Maju, di mana infrastrusktur menjadi pendukung untuk masya-rakat yang akan menggunakan, dan ini akan mempermudah investor yang datang.

Tak berbeda dengan Kota Ban-da Aceh, Kabupaten Simeulue pun telah membagi periode kerja mem-bangun daerah dengan program prioritas membangun dan me-nyempurnakan infrastruktur bagi masyarakat.

Bupati Simeulue Erli Hasyim, menegaskan arah pembangunan

juga menjadi indikator kinerja yang menjadi alasan bertambahnya alo-kasi DID (Dana Insentif Daerah) Kabupaten/Kota se-Aceh,” kata Zaid Burhan.

Semua kabupaten/kota ber-komitmen melanjutkan program infrastruktur didaerah masing--masing, baik membangun mau-pun melengkapi yang sudah ada.

Kota Banda Aceh, satu di antara-nya. Wali Kota Banda Aceh, Aminul-lah Usman, menekankan pemerintah kota Banda Aceh akan menggenjot dan melengkapi infrastruktur di bi-dang wisata guna meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD). Selain itu kemajuan program wisata dinilai akan serta merta bisa meningkatkan pendapatan masyarakat.

“Banda Aceh punya wisata pan-tai di Ulheelheu, namun selama ini fasilitasnya sangat minim, pemerin-tahan mau objek wisata ini sama seperti lokasi wisata di daerah lain, maju dan berkembang, tentunya dalam bingkai syariah,” jelas Ami-nullah Usman.

Selain itu, peningkatan infra-struktur dibidang pendidikan dan transportasi juga akan menjadi

Kabupaten Simeulue tahun 2020, masih pada priroritas infrastruktur. “Kami sudah membagi pentahapan pembangunan pada periode kepe-mimpinan ini, menjadi 2 tahap. Ta-hap pertama pada 3 tahun pertama pembangunan akan diprioritaskan pada infrastruktur dan ekonomi, perbandingan persentasenya 70-30 persen, artinya 70 persen untuk pembangunan infrastruktur dan 30 persen untuk pembangunan ekono-mi,” jelas Erli Hasyim.

Angka ini, sebut Bupati Erli, dihitung setelah porsi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan dikeluarkan. “Tahun 2020 kita ma-sih menyelesaikan pembangunan prioritas yang belum selesai baik dari anggaran APBA, DOKA dan APBK. Kita harapkan ini akan memberi kontribusi pembangunan masyarakat,” ujarnya.

Untuk tahap kedua tahun 2021-2022, ungkap Bupati Erli Hasyim, anggaran akan dibagi menjadi 50-50 untuk infrastruktur dan ekonomi karena beban infrastruktur masih harus diselesaikan, terutama jalan lingkar Simeulu diselesaikan. “Arti-nya untuk infrastruktur 50 persen

dan untuk peningkatan ekonomi 50 persen. Kenapa ekonomi dukungan-nya agak kecil dalam APBK, karena kita ingin mendorong dana desa ke arah pembangunan ekonomi. Tahun 2020 ada 117 miliar anggaran desa berputar di 138 desa dan dana desa inilah yang menambah kekuatan ekonomi sehingga nafas APBK kita sedikit terbantu,” jelas Bupati Erli Hasyim.

Di Kabupaten Aceh Singkil, ke-butuhan infrastruktur dinilai masih sangat besar, sehingga dana pemba-ngunan yang bersumber dari APBN yang barus aja diserahkan ke peme-rintah daerah bisa dimanfaatkan untuk membangun, menambah dan meperbaiki infrastruktur yang ada. Bencana banjir yang berulang juga membutuhkan penanganan yang paripurna agar bencana yang sama tak terus berulang.

“Peningkatan ekonomi juga menjadi prioritas agar masyarakat bisa meningkat pendapatannya, baik dibidnag pertanian maupun perkebunan, melihat potensi dua bidang ini sangat besar di Aceh Singkil,” ujar Bupati Aceh Singkil Dulmusrid.(Yayan Zamzami)

Kabupaten/Kota Masih Prioritas Infrastruktur“Banda Aceh punya wisata pantai di

Ulheelheu, namun selama ini fasilitasnya sangat minim, pemerintahan mau objek

wisata ini sama seperti lokasi wisata di daerah lain, maju dan berkembang,

tentunya dalam bingkai syariah.”

Aminullah Usman,Wali Kota Banda Aceh

“Tahun 2020 kita masih menyelesaikan pembangunan prioritas yang belum selesai baik dari anggaran APBA, DOKA dan APBK. Kita harapkan ini akan memberi kontribusi

pembangunan masyarakat.”

Erli Hasyim,Bupati Simeulue

RSU regional Langsa

Page 8: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 20198 LAPORAN UTAMA

KEKHUSUSAN Aceh dan kewenangan strategis yang dimiliki Pemerintah Aceh

belum berdampak maksimal ter-hadap persoalan kesejahteraan masyarakat, dimana dengan keter-sedian dana otsus hingga belasan triliunan yang dimiliki Aceh be-lum sebanding dengan hasil yang dicapai.

Menurut Ir. Alamsyah MM yang merupakan Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pem-bangunan Bappeda Aceh, salah satu sektor yang menjadi perhatian Pemerintah Aceh adalah pengenta-san kemiskinan yang merupakan masalah yang sangat mendasar dan menjadi salah satu fokus di dalam pelaksanaan pemerintahan Aceh yang tertuang di dalam RPJMA tahun 2017-2022.

Angka kemiskinan di Aceh ma-sih di atas rata-rata nasional. Ma-salah ini perlu ditangani tahun ini dan tahun selanjutnya. Padahal, setiap kali Musrenbang selalu ke-miskinan menjadi topik yang seksi untuk dibicarakan. Kemiskinan juga menjadi komoditas politik untuk banyak kepentingan, ter-masuk dalam suasana pilkada, kata Alamsyah.

“Tapi, kita juga tahu kemis-kinan tak bisa diberantas hanya dengan pembicaraan serius di fo-rum Musrenbang. Akan tetapi, kemiskinan hanya bisa diberantas dengan kebijakan langsung dan kebijakan tak langsung secara seri-us,” lanjutnya.

Alamsyah menjelaskan, kebi-jaksanaan tidak langsung diarah-kan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskin-an. Kondisi yang dimaksudkan antara lain adalah suasana sosial politik yang tenteram ekonomi yang stabil dan budaya yang ber-kembang.

Sedangkan kebijaksaan lang-sung ini yang paling efeketif dia-rahkan kepada peningkatan peran serta dan produktivitas sumber daya manusia, khususnya golong-an masyarakat berpendapatan ren-dah.

Dari sisa waktu 8 tahun (2020 hingga 2027), tinggal 3 tahun lagi (2020-2022) Pemerintah Aceh masih menerima dana Otsus yang besar sekitar Rp 8 triliun/tahun (2 persen) dari total Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.

pribadi adalah masih kurangnya koordinasi antara SKPK dengan SKPA terkait.

Sehingga ada sebagian kecil bantuan yang diberikan tidak sesuai seperti bantuan peralatan usaha yang diberikan, di mana pe-nerima bantuan bukanlah pelaku usaha yang sesuai dengan bantuan yang diberikan.

Ini haruslah dapat dibenahi untuk tahun selanjutnya dan yang paling dominan adalah kurangnya pembinaan yang diberikan oleh di-nas terkait, sehingga banyak ban-tuan yang diberikan malah tidak dapat untuk menjadikan si peneri-ma manfaat menjadi berdaya.

Dari sisi pelaksanaan pemberi-an bantuan salah satu masalah yang sangat mendasar adalah kurangnya kreativitas di dalam menganalisa kebutuhan dari masing-masing ke-lompok. “Sehingga ada beberapa sebagian kecil bantuan yang telah diberikan tidak dapat digunakan oleh kelompok usaha tersebut,” sambung Ir. Alamsyah MM.

Dari kegiatan monev ini ada catatan penting yang harus dapat menjadi perhatian kita semua, yaitu perlu adanya peran peme-rintah dalam memasarkan produk yang dihasilkan oleh dunia usaha ke dunia pasar. Caranya, dengan menjembatani para pelaku usa-ha dengan pelaku pasar yang ada, sehingga kelangsungan usaha dari masyarakat dapat terus berkem-bang.

Kemudian pembinaan dan pe-mantauan dari dinas terkait juga perlu ditingkatkan sehingga ban-tuan yang diberikan dapat seti-daknya meningkatkan usaha yang dijalani oleh masyarakat.

Catatan penting lain juga ada-lah proses verifikasi penerima ban-tuan yang dilaksanakan pada awal tahun, di mana proses ini juga me-merlukan waktu yang tidak sing-kat. Akibat dari hal tersebut adalah tertundanya proses lelang dimana proses lelang dilaksanakan setelah verifikasi penerima bantuan dilak-sanakan.

Sehingga ada beberapa kasus penyaluran bantuan usaha sebagai stimulan terhadap pengembang-an usaha baru dapat dilaksanakan pada akhir tahun. Hal tersebut di-harapkan menjadi perhatian dari dinas atau instansi terkait, dimana proses verifikasi sebaiknya dilaku-kan pada akhir tahun dari tahun

Sementara lima tahun setelah-nya (2022-2027), Aceh menerima 1 persen dari DAU Nasional, yai-tu sekitar Rp 4 triliun atau hanya separuh dari nilai yang diterima 15 tahun sebelumnya. Pemerintah Aceh dituntut harus bisa mengelo-la sisa dana otsus itu dengan baik dan berhasil guna, demi kesejahte-raan dan kemakmuran rakyat yang sudah lama menantinya.

Berpijak dari hal tersebut di atas, maka program-program Pe-merintah Aceh haruslah adanya monitoring dan evaluasi , Moni-toring dan Evaluasi (MONEV) yang kita laksanakan adalah untuk melihat daya ungkit dari program pemerintah tersebut, juga sebagai bahan/informasi dalam pembahas-an untuk perencanaan tahun beri-kutnya.

Bappeda Aceh yang difasilitasi oleh bidang Pengendalian dan Eva-luasi Pembangunan, melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Salah satu fokusnya ada-lah melihat pengaruh dari kegiatan pemberian bantuan kepada masya-rakat tahun anggaran 2019 yang difokuskan untuk pengembangan usaha dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Aceh yang fokus terha-dap pembinaan usaha masayarakat.

Sehingga yang bersangkutan atau penerima manfaat dapat me-ningkatkan produktivitas usaha yang dijalankan sehingga dapat meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kegiatan monitoring dan evaluasi pada tahun 2019 ini juga dilakukan terhadap kegiat-an pembinaan dan pelatihan para pencari kerja dan pelaku usaha yang dilaksanakan di Balai Latihan Kerja, di mana kegiatan tersebut dilakukan di beberapa kabupaten yang dianggap dapat dijadikan sampel.

Pada kegiatan monev untuk pemberian bantuan usaha dari be-berapa SKPA yang terlibat secara garis besar sudah tepat sasaran. Karena penerima didasarkan pada data BDT dan dari dinas terkait sesuai dengan tupoksi baik di pro-vinsi maupun di kabupaten/kota.

Menurut Ir. Alamsyah MM, ada beberapa hal yang dapat dija-dikan bahan evaluasi dari program pemerintah tersebut. Antara lain dalam pelaksanaan pemberian ke-pada kelompok usaha maupun

sebelum pelaksanaan kegiatan di-laksanakan.

Dari kegiatan monev yang dilaksanakan pada kegiatan pem-binaan dan pelatihan para pen-cari kerja dan pelaku usaha yang dilaksanakan oleh beberapa Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di beberapa kabupaten yang dija-dikan sampel kita dapati bahwa secara garis besar pelaksanaan kegi-atan tersebut sudah baik dalam hal penguasaan materi yang diberikan dimana berdarkan hasil kunjungan ke lapangan didapati bahwa be-berapa pencari kerja dan pelaku usaha yang sudah memiliki peker-jaan tingkat pengetahuan terhadap pemahaman materi yag diberikan sudah mencukupi.

Ir Alamsyah mengatakan, ge-nerasi muda di Aceh sukar masuk ke dalam dunia kerja karena ren-dahnya tingkat pendidikan. Ren-dahnya kualitas pekerja tersebut akhirnya menyebabkan rendahnya kualitas pekerjaan.

Kesulitan untuk mendapat pe-kerjaan yang sesuai makin menja-di apabila tenaga kerja itu hanya tamatan SMA. Mereka akan sulit mendapatkan pekerjaan karena ti-dak mempunyai keahlian khusus dan tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. “Karena itu, Peme-rintah Aceh ingin memprioritas-kan pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui massifika-si pelatihan vokasi,” lanjut Alam-syah.

Sebagaimana kita tahu bahwa vokasi dinilai sebagai solusi jitu untuk meningkatkan skill tena-ga kerja agar berdaya saing tinggi karena mampu mengatasi dua per-masalahan sekaligus. Vokasi bisa menjadi solusi dari masalah ren-dahnya daya saing angkatan kerja dan pengangguran, serta masalah mengatasi missmatch keterampil-an dunia kerja.

Lebih lanjut Alamsyah me-maparkan dalam hal penyeleksian peserta berdasarkan hasil monev didapati bahwa BLK memprio-ritaskan masyarakat dengan pen-didikan rendah dan masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah. Selain itu, masyarakat de-ngan akses pendidikan tinggi yang terbatas juga memiliki peluang le-bih besar untuk mengikuti pelatih-an di BLK.

“Pemerintah Aceh ingin mem-fasilitasi masyarakat dengan keada-an ekonomi kebawah dan mereka yang tidak bisa mengakses pendi-dikan tinggi, sehingga BLK hadir untuk memfasilitasi golongan ma-syarakat tersebut,” kata Alamsyah.

Berdasarkan hasil pemantauan ada beberapa catatan yang disam-paikan untuk perbaikan kedepan-nya. Antara lain adalah proses se-leksi peserta yang akan mengikuti kegiatan pembinaan dan pelatihan, baik untuk pencari kerja dan pela-ku usaha, dimana informasi yang didapat tidak tersebar secara luas dan kebanyakan informasi didapat dari antarpeserta dan dari aparatur BLK. Sehingga tidak semua penca-ri kerja dan pelaku usaha menda-

pat informasi secara komprehensif akan pelaksanaan hal tersebut.

Kedepannya diharapakan akses informasi yang ada dapat disebar-luaskan melalui media yang dapat menjangkau seluruh lapisan ma-syaarakat. Selanjutnya yang juga menjadi perhatian adalah proses verifikasi peserta dimana diharap-kan kelas atau materi yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan minat/bakat dari peserta atau se-suai dengan usaha yang sedang dilaksanakan sehingga ilmu yang didapati dapat terus diaplikasikan di dunia kerja.

Namun ada satu yang masih harus mendapat perhatian ekstra dari Pemerintah Aceh maupun daerah yaitu salah satunya terkait strategi link and match (pengaitan dan pencocokan) antara pelatihan dan pembinaan yang diberikan dengan dunia usaha demi mengu-rangi tingkat pengangguran yang berupaya kita turunkan melalui program ini.

Karena pada hakikatnya konsep link and match dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan relevansi berbagai pelatihan tenaga kerja dengan ke-butuhan tenaga kerja. BLK seba-gai sentra pembinaan tenaga kerja perlu melakukan kerjasama siner-gis dengan dunia kerja profesional agar relevansi pelatihan dan pem-binaan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu tentunya dengan prinsip kerja dimana BLK harus mampu memberikan keuntungan juga bagi dunia usaha (model ma-najemen win-win), jika akan me-lakukan program link and match.

Tanpa ada keuntungan, baik langsung maupun tidak lang-sung, dunia usaha akan enggan berpartisipasi dalam program link and match meskipun program itu dijanjikan dalam jangka panjang akan menguntungkan banyak pi-hak, lanjut Alamsyah.

Selama ini juga yang menja-di kendala yang sering dihadapi calon pelamar kerja adalah terba-tasnya keahlian atau kemampuan yang dimiliki. Selain itu, sistem online dalam melamar pekerjaan juga masih banyak yang belum di-pahami calon pelamar kerja. “Ma-salah tersebut menjadi hambatan, sehingga calon pelamar sulit un-tuk memasukkan berkas, malalui adanya pembinaan dan peltatihan dari BLK haruslah menjadi solusi , kami akan memfasilitasi itu. Mu-dah-mudahan program yang telah dilaksanakan bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.

Berbagai Permasalahan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan ini harusnya menjadi perhatian kita semua karena seperti yang kita ketahui bersama jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Bahwa dana otsus yang kita terima tinggal beberapa tahun lagi, sehingga anggaran yang masih ada ini haruslah dapat di-pergunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahte-raan masyarakat Aceh.(Khairul Ridha)

Monitoring dan Evaluasi untuk perencanaan yang lebih baik

“Monitoring dan Evaluasi (MONEV) yang kita laksanakan adalah untuk melihat daya ungkit dari program

pemerintah tersebut, juga sebagai bahan/informasi dalam pembahasan

untuk perencanaan tahun berikutnya.”

Ir. Alamsyah MM, Kabid Pengendalian dan Evaluasi

Pembangunan Bappeda Aceh

Page 9: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 9

LAPORAN UTAMA

LAPORAN UTAMA

PELAKSANA Tugas Guber-nur Aceh, Nova Iriansyah menyerahkan langsung Ang-

garan Transfer ke Daerah dan Dana Desa ke Aceh kepada intansi verti-kal dan pemerintah kabupaten/kota Tahun Anggaran 2020 kepada selu-ruh kabupaten/kota.

Nova Iriansyah mengatakan penggunaan anggaran harus dilak-sanakan dengan efektif dan akunta-bel untuk peningkata pembangun-an serta pemerataan pembangunan di seluruh pelosok Aceh.

Untuk Tahun Anggaran 2020, Pemerintah Pusat mengalokasikan

fer ke daerah dan Dana Desa ta-hun 2020 di Aceh adalah sebesar Rp 37,17 triliun. Dengan rincian Transfer ke Daerah sebesar Rp 32,1 triliun dan Dana Desa sebesar Rp 5 triliun.

Khusus untuk Dana Insen-tif Daerah (DID) pada tahun anggaran 2020, sebanyak 21 pe-merintah daerah mendapatkan alokasi DID dengan total sebesar Rp 514,9 miliar. Angka ini me-ningkat tinggi disbanding tahun anggaran 2019, di mana hanya 10 kabupaten/kota yang menerima DID dengan jumlah total sebesar

Rp 51,9 triliun APBN untuk Pro-vinsi Aceh. Anggaran ini terdiri atas belanja kementerian/lembaga se-besar Rp 14,76 triliun, serta Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 37,17 triliun.

Dari Rp 14,76 triliun Belanja Kementerian/Lembaga, sebesar Rp 14,2 miliar dilaksanakan oleh 785 satker dengan kewenangan kantor pusat dan daerah. Sementara se-besar Rp 532 miliar dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) melalui kewenangan de-konsentrasi dan tugas pembantuan.Sementara alokasi Anggaran Trans-

Rp 131 miliar.Pelaksana Tugas Gubernur

Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan peningkatan Dana Transfer Dae-rah dan Dana Desa tersebut dapat menjadi indikator kinerja pemerin-tahan di Aceh yang semakin baik. Hal ini dikarenakan alokasi DID adalah wujud penghargaan Peme-rintah Pusat kepada kabupaten dan kota yang mempunyai kinerja baik dalam kesehatan fiskal dan penge-lolaan keuangan daerah.

Artinya, Pemerintah Pusat te-lah menganggap pelayanan dasar publik baik di bidang pendidik-an, kesehatan, infrastruktur, pela-yanan pemerintahan umum, serta meningkatkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di selu-ruh Aceh kian membaik. “Alokasi anggaran yang jumlahnya sangat besar tersebut, harus dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baik-nya untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Nova Iriansyah.

Para Pengelola Anggaran, ujar Nova haruslah memperbaiki kuali-tas pelaksanaan anggaran dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Selain itu, seluruh

pihak terkait agar selalu berkoordi-nasi dan memperkuat sinkronisasi, keterpaduan, serta sinergi antar ke-giatan yang didanai APBK, APBA, APBN, hingga Dana Desa.

Bentuk ApresiasiSenada dengan itu, Kepala Kan-

tor Wilayah Ditjen Pembendaharan Provinsi Aceh, Zaid Burhan Ibra-him, mengatakan kenaikan dana ta-hun ini merupakan bentuk apresiasi pusat atas raihan WTP selama 2 ta-hun berturut-turut kepada seluruh jajaran pemerintahan di Aceh.

“Penetapan APBA sebelum akhir tahun juga menjadi indikator kinerja yang menjadi alasan ber-tambahnya alokasi DID Kabupaten dan Kota se Aceh,” kata Zaid Bur-han saat penyerahan DIPA, Daftar Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 di Banda Aceh, November 2019 lalu.

Zaid Burhan mengatakan, de-ngan semakin meningkatnya alo-kasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa untuk Aceh di tahun 2020, agar digunakan dengan efektif dan akuntabel untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan di selu-ruh Aceh.(Yayan)

Pemerintah Pusat Tingkatkan Anggaran untuk Aceh

n Pengelolaan Keuangan Aceh Dinilai Membaik“Alokasi anggaran yang jumlahnya sangat besar tersebut, harus dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.”

Nova Iriansyah,Plt Gubernur Aceh

AKADEMISI Unsyiah dan UIN Ar-Raniry bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja

dan Mobilitas Penduduk (Disna-kermobduk) Provinsi Aceh dalam bulan November-Desember 2019 melakukan survey untuk identifika-si potensi ekonomi di sejumlah desa di Aceh guna diusulkan intervensi program padat karya ekonomi pro-duktif di masa yang akan datang.

Tim indentifikasi padat karya ekonomi produktif dari kalangan akademisi Unsyiah dan UIN Ar--Raniry itu adalah Novia Mehra Er-fiza S.TP, M.Agric, Cut Nilda STP, MSc, Drs Lukman Ibrahim MA dan

dasar intervensi dalam memberi pelatihan untuk perluasan lapangan kerja. Rekomendasi tim identifikasi menjadi dasar bagi kami mengusul program padat karya ekonomi pro-duktif tahun 2021,” kata Kabid Te-naga Kerja Disnakermobduk Aceh, Aswar Ramli Paya SHut, MAP ke-pada Tabangun Aceh beberapa wak-tu lalu di Banda Aceh.

Dosen Prodi Pengolahan Hasil Pertanian (PHP) Unsyiah, Novia Mehra Erfiza, mengaku senang ikut dilibatkan dalam tim identifikasi ekonomi produktif pada Disna-kermobduk. Novia telah turun ke beberapa desa pesisir barat selatan

lain-lain. Sementara surveyor dari Disnakermobduk ada Ahmad Rid-wan SE, Sarniati SE, Bobi Deni Les-mana, Antoni, Indra, dan lain-lain.

Tim kolaborasi kampus dan Disnaker turun langsung ke desa--desa yang potensial untuk di-kembangkan. Mereka memetakan potensi ekonomi desa, angka peng-angguran, karakter masyarakat, dan komitmen aparatur serta warga desa untuk dilatih agar mampu mengga-rap potensi yang ada di lingkungan mereka.

“Data potensi desa, angka peng-angguran, dan karakter warga ini sangat penting bagi kami sebagai

dan utara.“Kami langsung terjun dalam

masyarakat, melihat potensi desa, berdiskusi dengan aparatur dan warga desa. Setelah dianalisis dari berbagai aspek, termasuk karakter warga, lalu kami rumuskan reko-mendasi intervensi lengkap dengan kebutuhan biayanya,” kata Novia yang menamatkan S2 di Jepang ini.

Novia mencontohkan Desa Peu-reulak, Kecamatan Senagan, Nagan Raya, sangat potensial untuk di-kembangkan produk minuman air kelapa yang difermentasi atau lazim disebut nata de coco. Ada tiga alasan yang memperkuat argumentasinya.

“Pertama, di Desa Peureulak telah ada industri rumah tangga yang bergerak di bidang nata de coco. Kedua, di Nagan telah berdiri pabrik tepung kelapa yang airnya belum diolah. Ketiga, nata coco itu minuman kesehatan yang dibutuh-kan tubuh manusia,” papar Novia di sela-sela survey di Nagan Raya, Rabu (20/11/2019).

“Kami sudah melakukan survei ke Desa Peureulak, Nagan Raya. Ci-kal bakal usaha sudah ada, laris lagi. Keuchik dan masyarakat setempat juga sangat terbuka, akomodatif,” tambah Novia didampingi Ahmad Ridwan. [hbn]

“Data potensi desa ini sangat penting bagi kami sebagai dasar intervensi

dalam memberi pelatihan untuk perluasan lapangan kerja. Rekomendasi tim identifikasi menjadi dasar bagi kami

mengusul program,”

Aswar Ramli Paya,Kabid Tenaga Kerja

Disnakermobduk Aceh

“Kami langsung terjun dalam masyarakat, melihat potensi desa, berdiskusi dengan aparatur dan warga desa. Setelah dianalisis dari berbagai aspek, termasuk karakter warga, lalu kami rumuskan rekomendasi intervensi,”

Novia Mehra Erfiza,Dosen PHP FP Unsyiah

Disnaker Petakan Potensi Desa untuk Perluasan

Lapangan Kerja

Page 10: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 201910 LAPORAN UTAMA

PENGHUJUNG ta-hun memang meru-pakan waktu untuk

menunjukkan realisasi pelak-sanaan program dalam seta-hun. Setiap SKPA dituntut bergegas untuk melaporkan realisasinya. Tak terkecuali Dinas Pendidikan Aceh.

Capaian kerja ditunjuk-kan oleh Dinas Pendidikan Aceh. Monitor pantau P2K Pemerintahan Aceh menun-jukkan bahwa target realisa-si keuangan APBA-P Dinas Pendidikan Aceh menujukkan angka 70,4 persen. Angka ini menyisakan 10,4% program yang belum terealisasi.

Kendati demikian, se-bagai pelanjut program di penghujung tahun, Kepa-la Dinas Pendidikan Aceh Rachmad Fitri menyatakan semua program yang sudah disusun sebelumnya berjalan dengan lancar dan diharap sebelum tahun anggaran di-tutup, realisasi bisa mencapai maksimal.

“Kendala pastinya tetap ada. Namun bukan itu ma-salahnya, tapi bagaimana kita menyelesaikan masalah ter-sebut, dan menjelang batas waktu ini Disdik berusaha mencapai hal yang maksi-mal,” jelas Rachmad Fitri.

Selain beberapa program fisik, peningkatan kapasitas

tenaga pendidik,” jelas Rach-mat.

Selanjutnya, Dinas Pen-didikan Aceh juga tidak lupa terhadap pelayanan terhadap peserta didiknya. Sebab, tena-ga pendidik dan peserta didik merupakan dua instrumen yang tidak boleh diabaikan.

“Dinas Pendidikan Aceh melakukan penataan dan pembenahan fasilitas sarana pendukung bagi siswa-siswi dan guru di sekolah, con-toh lain memilihkan tempat magang terbaik bagi siswa dan siswi terbaik di SMK agar mereka lebih menyatu dengan ilmu yang didapat selama ini di sekolah,” sebut Rachmat.

Semua program dan ke-giatan yang dilakukan Dinas Pendidikan Aceh, lanjutnya, harus diorientasikan pada peningkatan kualitas pendi-dikan di Aceh. “Kita ingin membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing di tingkat nasional dan regional,” sebutnya.

Perencanaan harus sesuai dengan yang direncanakan, pembebanan anggaran itu harus dipastikan sesuai de-ngan yang diprogramkan. “Kami harapkan capaiannya sesuai dengan yang diharap-kan,” pungkas Rachmat Fitri.(Yayan)

sumber daya manusia juga menjadi priroritas bagi Dinas Pendidikan Aceh. Termasuk untuk anggaran tahun 2020. Mengusung visi Aceh Ca-rong, sekolah-sekolah juga diharapkan bisa menjadikan teknologi sebagai basis peng-ajaran dan pengawasan di se-kolah, khususnya SMA dan SMK.

Lebih lanjut dia mema-parkan, banyak program dan kegiatan yang telah dilaku-kan Dinas Pendidikan Aceh untuk meningkatkan kualitas dunia pendidikan di Aceh. Seperti peningkatan kapasitas tenaga pendidiknya.

“Kita ingin sumber daya dan kapasitas tenaga pendi-dik di Aceh semakin mening-kat sehingga memiliki daya saing yang mumpuni. Untuk itu, kita memberikan sertifi-kasi kepada para guru sebagai salah satu indikator bagi pe-ningkatan kualitas dan kapa-sitas guru,” terangnya.

Ini merupakan bentuk layanan terhadap para guru, sertifikasi akan diupayakan te-pat waktu, sehingga para guru pun mampu berkompetensi dan meningkatkan kualitas ajar terhadap murid. “Pro-gram dan kegiatan pelatihan bagi para guru adalah bentuk dukungan Pemerintah Aceh bagi peningkatan kapasitas

Disdik Fokus Siapkan Sekolah Berbasis Teknologi

“Kita ingin sumber daya dan kapasitas tenaga pendidik di Aceh semakin meningkat sehingga memiliki daya saing yang mumpuni. Untuk itu, kita memberikan sertifikasi kepada para guru sebagai salah satu indikator bagi peningkatan kualitas dan kapasitas guru.”

Rachmad Fitri,Kepala Dinas Pendidikan Aceh

AKHIR tahun pemerintah disibukkan dalam menggen-jot serapan anggaran pem-

bangunan. Fenomena ini terjadi merata di seluruh Indonesia, tak terkuali di Aceh. “Berapa serapan di dinas pulan?” menjadi pertanyaan yang lumrah setiap menjelang akhir tahun.

Berbeda dengan pandangan umum, akademisi UIN Ar-Raniry, Dr H Fuad Mardhatillah UY Tiba

syarakat dari masalah yang mere-ka hadapi? Inilah pertanyaan yang harus selalu ada pada saat evaluasi pembangunan,” ujar Fuad Mardha-tillah kepada Tabangun Aceh, Rabu (27/11/2019) di Banda Aceh.

Jawaban atas pertanyaan di atas sangat terkait erat dengan dasar pengusulan program pada tahun sebelumnya. Usulan program pem-bangunan, lanjut Fuad, harus me-miliki dasar yang kuat yang diawali

MA, menyorot pentingnya evalua-si outcome (dampak) dari program pembangunan terhadap penyele-saian masalah umat. Menurutnya, substansi program pembangunan jauh lebih penting dari sekedar ang-ka persentase serapan anggaran.

“Tingkat serapan anggaran ta-hunan itu penting, tapi ada yang lebih penting yaitu substansi pro-gram. Sejauhmana sebuah program berperan dalam melepaskan ma-

dari pemetaan kebutuhan, bukan hanya sebatas keinginan.

“Untuk itulah, semua dinas atau SKPA harus melakukan survey need assessment (pemetaan kebutuhan, red) sebelum mengajukan sebuah program dan pendanaan. Dengan adanya survey need assessment maka akan mudah melakukan evaluasi capaian pembangunan,” kata Fuad yang mantan Deputi Agama, Sosial dan Budaya pada Badan Rehabili-tasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias.

Disebutkan, dengan adanya pe-metaan masalah yang dilanjutkan dengan usulan program tahunan maka akan mudah dalam mengukur capaian pembangunan. Dia menya-rakan agar semua SKPA memiliki bencmark (tolok ukur) yang jelas da-lam setiap pengajuan program.

Fuad mencontohkan dalam penanganan masalah kemiskinan harus dipetakan di mana konsen-

trasi kemiskinan, mengapa terjadi kemiskinan, dan apa saja bentuk intervensi yang dapat dilakukan melalui program-program tahunan yang sistematis dan terukur.

“Kalau tanpa bencmark yang jelas maka bisa saja fenomena pe-nurunan kemiskinan terjadi tanpa adanya intervensi pemerintah. Bisa saja kemiskinan itu turun karena faktor kerja masyarakat yang tidak ada hubungan dengan intervensi pemerintah. Makanya dalam hal ini harus jelas tolok ukurnya,” papar Fuad.

Oleh sebab itu, Fuad Mardha-tillah menyarankan kepada semua dinas agar tidak menutup-nutupi program pemerintah kepada pub-lik. “Program dan anggaran pem-bangunan itu bukan rahasia, harus diketahui publik, harus terbuka dan partisipatif,” pungkas dosen Fakul-tas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry ini. (hbn)

Bukan Hanya Serapan Anggaran, Perhatikan Juga Substansi Program

“Sejauhmana sebuah program berperan dalam melepaskan masyarakat dari masalah yang mereka hadapi? Inilah

pertanyaan yang harus selalu ada pada saat evaluasi pembangunan,”

Dr H Fuad Mardhatillah MA,Dosen UIN Ar-Raniry

PEMERINTAH Aceh tahun ini mulai mem-benahi obyek wisata

Ketambe di Kabupaten Aceh Tenggara. Untuk tahun ini, ada ada lima output dalam pembenahan obyek wisata yang merupakan bagian dari Taman Nasional Leuser ini, yaitu gapura, meeting room, mushala, panggung, jalan rabat beton dan dermaga un-tuk rafting.

Asisten II Setda Aceh yang juga Ketua Tim Pe-ngendalian dan Percepatan Kegiatan (P2K) APBA, Te-uku Ahmad Dadek menga-takan, pembangunan ini se-dikit terlambat dilaksanakan karena harus menunggu izin dari TNGL yang berkantor di Medan. “Izin sudah keluar dan pekerjaan lima item itu sudah dimulai dilaksanakan, namun terlambat,” ujar Da-dek.

Teuku Ahmad Dadek menjelaskan, 5 titik peker-jaan yang meliputi pem-bangunan gapura, meeting room, mushalla, panggung, serta dermaga menelan ang-

nitoring ke tempat tersebut. Upaya percepatan dari pihak rekanan yaitu menambah tu-kang serta penambahan jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, tanggal 22 Desember 2019

Pemerintah Aceh telah mencanangkan bidang Pa-riwisata sebagai salah satu program unggulan. Sesuai RPJMA melalui Dinas Pa-riwisata, Objek Wisata Ke-tambe merupakan salah satu destinasi unggulan yang ada di Kabupaten Aceh Tengga-ra.

Beberapa waktu lalu, Di-nas Pariwisata baru saja me-nyelenggarakan Rafting Alas International di lokasi ob-jek wisata Ketambe sebagai upaya meningkatkan daya tarik wisatawan. “Pemerin-tah Aceh terus melakukan peningkatan sarana prasara-na di beberapa lokasi objek wisata, salah satunya adalah Pembangunan sejumlah sara-na prasarana di lokasi objek wisata Ketambe kabupaten Aceh Tenggara,” ujar Dadek.(Cekwat)

garan sebesar Rp 1.82 miliar yang bersumber dari dana Otsus Aceh tahun 2019. “Tahun 2020 juga ada untuk pembangunan rabat beton,” ungkap Dadek.

Ia meminta kepada re-kanan pelaksana menambah tukang dan jam kerja, agar sarana tersebut bisa rampung tepat waktu, yaitu akhir ta-hun ini. “Pembangunan sara-na prasana objek wisata Ke-tambe perlu dipacu hingga fungsional,” ujar Dadek ke-pada rekanan saat mengun-jungi objek wisata Ketambe Aceh Tenggara, Rabu 27 No-vember 2019.

Pekerjaan yang sedang dilakukan saat ini meliputi pengecoran plasteran dan cor dak panggung. Sementa-ra cor dak mushalla, pasang kuda-kuda meeting room, dan plasteran di dung gaplu-ra untuk dermaga sudah sele-sai dilaksanakan.

Dadek mengharapkan agar pihak Pemkab Agara juga melakukan upaya per-cepatan dengan sering mela-kukan pengawasan dan mo-

Pemerintah Aceh Benahi Objek Wisata

Ketambe“Pemerintah Aceh terus melakukan peningkatan sarana prasarana di beberapa lokasi objek wisata, salah satunya adalah Pembangunan sejumlah sarana prasarana di lokasi objek wisata Ketambe kabupaten Aceh Tenggara.”

Teuku Ahmad Dadek,Ketua P2K APBA

Page 11: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 11LAPORAN UTAMA

CUKUP lama warga pe-dalaman Kecamatan Juli, Kabupaten Bireueun, yang

tingga di Gampong Pante Peusang-an, Sarah Sirong, Simpang Jaya, dan Teupin Mane terisolir. Pemu-kiman mereka terletak di perbatas-an dengan Kabupaten Bireun, Be-ner Meriah dan Aceh Tengah.

Sungai di perbatasan Tanah Ting-

WARGA Gampong Mon Jeureujak, Kecamatan Gandapura, Kabupaten

Bireueun, pada pengujung tahun 2019 mulai merasakan nikmatnya kue pembangunan. Pasalnya sejak Republik Indonesia berdiri hingga tahun 2019, jalan yang menghu-bungkan desa mereka dengan desa--desa lain tidak pernah sekalipun diaspal.

“Selama puluhan tahun kami menggunakan jalan hasil swada-ya masyarakat dari tanah. Belum pernah ada pengerasan badan jalan apalagi pengaspalan,” kata Keuchik Gampong Mon Jeureujak, M. Yahya (35), kepada Tabangun Aceh, Selasa (26/11/2019), di desa setempat.

Penantian Yahya dan 60-an KK warga setempat berakhir pada pengujung tahun 2019. Pemerin-

bawah tahun 1990 hanya ada jem-batan kabel.

“Pada tahun 1980-an hanya ada jembatan kabel ganda. Satu kabel untuk diinjak dan satu lagi untuk pegangan tangan,” kata Syamsud-din kepada Tabangun Aceh di Bireu-eun, Selasa (26/11/2019).

Jembatan gantung itu ukur-annya sangat sempit, tidak dapat

motor orangtua terjatuh saat mem-bonceng anak-anak ke sekolah. Ke-betulan anak-anak sekolah di SD desa tetangga yang lumanyan jauh,” tambah ayah tiga putera ini.

Kadis PU dan Penataan Ruang Kabupaten Bireuen, Fadli ST MM melalui Kabid Bina Marga, Fadhli Amir ST menyebutkan, ruas jalan Mon Teubee – Mon Jeureujak de-ngan panjang 2,4 KM dilakukan pengaspalan dengan sumber dana DAK senilai Rp 5.012.380.000.

“Ruas jalan Cot Teubee–Mon Jeureujak baru saja selesai diker-jakan. Jalan ini menghubungkan Bireueun dengan Aceh Utara. Pengaspalan jalan ini sangat besar manfaat bagi penduduk sekitar terutama dalam membuka akses ke perkebunan milik warga,” ujar Fadli. (hbn)

gi Gayo dengan Bireueun menjadi penghalang arus transportasi warga tiga desa itu ke jalan raya Bireueun – Takengon. Jembatan gantung nan sempit adalah satu-satunya penghu-bung tiga itu dengan dunia luar.

Menurut Keuchik Pante Pe-usangan, Syamsuddin, jembatan gantung yang ada di desanya itu dibangun pada tahun 1990-an. Di

tah Kabupaten Bireueun melaku-kan pengaspalan jalan tersebut de-ngan sumber Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Alhamdulillah, pada Novem-ber 2019, jalan di desa kami sudah diaspal. Kami sudah mulai me-nikmati arti kemerdekaan. Hasil pertanian sudah mudah diangkut ke pasar,” sambung Yahya dengan wajah ceria seraya mengucapkan terima kasih terima kasih kepada pemerintah.

Yahya menceritakan, selama bertahun-bertahun para orangtua di Desa Mon Jeureujak harus me-lintasi jalan berdebu di musim ke-marau dan berlumpur di musim hujan.

“Dulu kalau musim hujan kami kesulitan mengantar anak-anak ke sekolah. Sering sepeda atau sepeda

dilalui oleh sepeda motor yang memiliki wadah pengangkut ba-rang (raga). Kondisi ini tentu tidak menguntungkan dalam mengang-kut hasil pertanian yang melimpah. Hasil tani pun tidak memiliki nilai yang menjanjikan.

Tidak hanya itu, tragisnya lagi, ketika ada warga Desa Pante Peu-sangan dan sekitarnya yang sakit atau ibu hamil yang mau melahir-kan, terpaksa harus ditandu agar dapat menjangkau jalan di seberang sungai untuk selanjutnya diangkut ke rumah sakit Bireueun.

“Dulu ada perempuan hamil yang meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Ada pula orang yang sudah meninggal kami gendong dalam kain sarung untuk melewati jembatan,” cerita Syamsuddin de-ngan mimik sendu.

“Alhamdulillah di desa kami saat ini sedang dibangun jembatan per-manen. Desa kami tidak lagi teriso-lir. Sangat banyak penerima manfaat dari jembatan ini. Bukan sekedar untuk warga tiga desa, melainkan

menghubungkan dengan Bener Meriah dan Aceh Tengah,” terang Syamsuddin yang pecinta gajah ini.

Syamsuddin menerangkan po-tensi desa Pante Peusangan dan se-kitarnya, antara lain: arum jeram, adventure, eco wisata, termasuk menyaksikan gajah dari sungai. Dia berharap setelah jembatan selesai diresmikan akan meningkatkan kunjungan warga untuk menyaksi-kan keindahan alam serta mening-katkan pendapatan warga setempat dengan kemudahan transportasi.

Sementara Kadis PU dan Pe-nataan Ruang Kabupaten Bireuen, Fadli ST MM melalui Kabid Bina Marga, Fadhli Amir ST, mengata-kan, pembangunan jembatan Pente Peusangan dikerjakan dengan sum-ber Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 11.372.777.000.

“Jembatan permanen ini sangat dibutuhkan warga sekitar untuk menggantikan jembatan gantung. Insya Allah akhir tahun 2019 ini akan selesai dan dapat dimanfaat-kan,” ujar Fadli. (hbn)

Akibat Terisolir,

Orang Meninggal Digendong dalam Sarung

Jalan Diaspal, Warga Mon Jeureujak Merasakan Kemerdekaan

“Dulu ada perempuan hamil yang meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Ada pula orang yang sudah meninggal

kami gendong dalam kain sarung untuk melewati jembatan,”

Syamsuddin,Keuchik Pante Peusangan Bireueun

“Alhamdulillah, pada November 2019, jalan di desa kami sudah diaspal. Kami sudah mulai menikmati arti kemerdekaan. Hasil pertanian sudah mudah diangkut ke pasar,”

M Yahya,Keuchik Mon Jeureujak Bireueun

“Jembatan permanen ini sangat dibutuhkan warga sekitar untuk menggantikan jembatan gantung. Insya Allah akhir tahun 2019 ini akan selesai dan dapat dimanfaatkan,”

Fadli ST MT,Kadis PU & Penataan Ruang Bireuen

JEMBATAN Pante Peusangan Juli hampir rampung. | FOTO HASAN BASRI M NUR

Jalan Desa Cot Teubee - Mon Jeureujak selesai pengaspalan pada November 2019. | FOTO: HASAN BASRI M NUR

Page 12: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 201912 LAPORAN KHUSUS

SEKDA Aceh, dr. Taqwallah berpesan agar segala informasi terkait kebijakan desa harus

dibuka kepada publik, mulai dari perencanaan, penganggaran hingga pelaksanaannya, sehingga masyara-kat mengetahui secara detail.

“Dengan semangat transparan-si ini, niscaya kepercayaan publik kian meningkat, dan kinerja pe-merintahan gampong juga semakin baik,” kata Taqwallah, saat mem-buka Rapat Koordinasi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Amel Convention Hall, Banda Aceh, Jumat (29/11/2019)

RAPAT Paripurna DPR RI tanggal 24 September 2019 telah menyetujui Rancangan

Undang-undang Anggaran Penda-patan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 untuk disahkan men-jadi Undang-Undang. Salah satu bagian penting dari belanja negara tersebut adalah Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), yang jum-lahnya mencapai Rp 856,94 triliun.

TKDD terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp784,94 triliun dan Dana Desa sebesar Rp72,00 triliun. Nah Dana Desa sebesar Rp72,00 triliun, akan dialokasikan kepada daerah melalui perbaikan formulasi dengan memperhatikan aspek pe-

NAH dari 23 kabupaten/kota di Aceh, Kabupaten Aceh Utara (852 desa)

mendapat pagu dana desa terba-nyak yakni Rp 635,5 miliar lebih, disusul Kabupaten Pidie Rp 532,6 miliar lebih, Bireuen Rp 462,1 mi-liar lebih, Aceh Besar Rp 444 miliar lebih, dan Aceh Timur Rp 393,3 miliar lebih. Sedangkan paling ren-dah Kota Sabang (18 desa) Rp 25,3 miliar lebih, Langsa Rp 60,1 miliar lebih dan Lhokseumawe berjumlah Rp 61 miliar lebih.

Seperti diketahui, perbeda-an Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) terdapat pada sumber dananya. Dana Desa bersumber dari APBN, sedangkan ADD dari APBD yaitu minimal sebesar 10 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah Dana Bagi Hasil (DBH).

Selengkapnya data pagu Dana Desa untuk 23 Kabupaten/Kota di Aceh bersumber dari APBN Tahun 2020, lihat tabel. [ridhayuadi]

benar-benar mampu mengoptimal-kan semua potensi yang ada di ting-kat gampong,” ungkap Taqwallah.

Mantan Kadis Kesehatan Aceh ini mengaku, selama lima tahun program Dana Desa hadir di Aceh, daya dorongnya untuk pemba-ngunan Aceh begitu kuat. Program pembangunan dan pemberdayaan desa yang telah kita jalankan di se-mua gampong dengan melibatkan seluruh pelaku program, termasuk 2.845 orang pendamping desa. Menurunnya angka kemiskinan di Aceh, juga tidak lepas dari dukung-an dana desa ini.

Meski demikian, data Indeks

pemenuhan pembangunan proyek infrastruktur, tahun depan alokasi akan banyak digunakan untuk pe-ngembangan desa wisata.

Perubahan tersebut dilakukan untuk melanjutkan pembangunan agar lebih berdampak ke masyara-kat. “Hal ini lantaran pembangun-an infrastruktur di sejumlah desa sudah cukup memadai dalam lima tahun terakhir. Hasil pembangun-an itu sudah bisa menjadi modal pengembangan lokasi wisata yang ada di desa,” ungkap Eko.

Dari pengembangan infrastruk-tur dasar dan lokasi wisata di desa, pemerintah berharap upaya terse-but bisa menjadi sumber pendapat-

Taqwallah menegaskan bahwa perhatian pemerintah bagi pem-bangunan gampong-gampong di Aceh cukup besar. Hal itu dapat dilihat dari besarnya anggaran dana desa yang diberikan untuk Aceh selama lima tahun terakhir, yakni mencapai Rp. 19,84 triliun. Tahun depan, dana itu akan lebih besar lagi, berkisar Rp. 5,05 triliun, me-ningkat Rp. 94,4 miliar dari tahun 2019.

“Tentu kesempatan ini tidak bo-leh kita sia-siakan. Gampong-gam-pong di Aceh harus terus memacu dirinya dengan program-program berkualitas, sehingga dana desa itu

merataan dan keadilan. Dana Desa dialokasikan untuk meningkatkan pelayanan publik, mengentaskan kemiskinan, memajukan pereko-nomian desa, dan mengatasi kesen-jangan pembangunan antardesa.

Demikian keterangan Direk-torat Jenderal Perimbangan Keu-angan Kementerian Keuangan RI, seperti dilansir laman resmi; djpk.kemenkeu.go.id.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sand-jojo mengatakan bahwa Pemerintah akan mengubah arah penggunaan Dana Desa. Jika selama ini dana tersebut digunakan untuk untuk

Desa Pembangunan (IDP) tahun 2019 menyebutkan, dari 6.479 gampong yang ada di Aceh, baru 18 gampong yang mendapat pre-dikat sebagai gampong mandiri, sebanyak 336 gampong masuk ka-tegori gampong maju, dan 2.959 gampong berkategori berkembang. Selebihnya, sebanyak 2.856 gam-pong masih berkategori tertinggal dan 328 gampong berkategori sa-ngat tertinggal.

Data ini menjadi bukti bah-wa kinerja pengelolaan dana desa di Aceh masih perlu ditingkatkan, baik dari aspek penyaluran, penge-lolaan, dan pemanfaatan. Aspek pembinaan dan pengawasan juga tidak boleh kita abaikan sehingga jangan sampai ada desa yang apa-raturnya harus berhadapan dengan masalah hukum.

Karena itu, lewat Rakor terse-but, Sekda meminta agar langkah--langkah optimalisasi dana desa di Aceh haruslah dibahas. Beberapa pon yang perlu dibicarakan antara lain adalah dorongan percepatan penyaluran dana desa dari rekening kas umum negara ke rekening kas Pemerintah Kabupaten/Kota. Se-

an baru bagi masyarakat setempat. Dengan upaya itu, ke depan tingkat pendapatan dan sumbangan kon-sumsi masyarakat desa ke pertum-buhan ekonomi lebih terasa.

Selain untuk peningkatan pen-dapatan masyarakat desa, Eko Put-ro Sandjojo mengatakan perubahan arah kebijakan penggunaan dana desa juga untuk mengatasi pergeser-an tenaga kerja di desa. Sebab, me-nurutnya, masyarakat di desa mulai enggan menjadi petani. “Kami juga mengantisipasi pengurangan tenaga kerja di pertanian karena moderni-sasi,” katanya.

Di sisi lain, ia mengatakan Dana Desa juga akan dilakukan untuk

mendukung fokus pembangunan pada tahun depan; perbaikan kua-litas sumber daya manusia (SDM). Caranya, dengan menambah aliran Dana Desa ke sektor pendidikan, khususnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). “Bahkan mungkin lebih banyak PAUD yang dibangun dari (anggaran) Kementerian Desa dibandingkan Kemendikbud, karena itu swadaya masyarakat dan dibantu Dana Desa,” jelas Eko Putro Sandjo-jo. Tak ketinggalan, ia juga memasti-kan aliran Dana Desa yang mening-kat menjadi Rp72 triliun pada tahun depan akan digunakan pula untuk perbaikan sektor kesehatan dan pen-didikan PAUD. [ridhayuadi]

lanjutnya dari rekening Kab/Kota agar cepat diturunkan ke rekening kas gampong.

Data per tanggal 20 November 2019 menunjukkan kalau serapan anggaran ke gampong baru menca-pai 67,05 persen dari 83,97 persen anggaran yang sudah diterima Pe-merintah kab/kota. “Serapan yang minim ini tentunya perlu menjadi perhatian kita agar segera disele-saikan. Saya harap kasus seperti ini tidak terjadi lagi di masa menda-tang,” pinta Taqwallah

Selain itu Sekda Aceh juga me-minta agar kinerja tenaga pendam-ping desa untuk terus ditingkatkan. Pendamping desa diminta untuk terus bersinergi dengan Dinas PMG dan Pemerintah Kab/kota setempat dalam menjalankan tugas-tugas pendampingan sehingga Saudara bisa memastikan kalau pengelolaan dana desa berjalan sesuai aturan.

“Kita juga perlu memastikan bahwa perencanaan gampong, khu-susnya dalam penyusunan Renca-na Kerja Pemerintahan Gampong (RKPG) dan APBG tahun 2020 agar tepat waktu,” pungkas Taqwal-lah. [ridhayuadi]

Sekda Aceh:

Informasi Dana Desa Harus Transparan

Ini Pagu Dana Desa 23 Kabupaten/Kota di Aceh Tahun 2020

“Gampong-gampong di Aceh harus terus memacu dirinya dengan program-program berkualitas, sehingga dana desa itu benar-

benar mampu mengoptimalkan semua potensi yang ada di tingkat gampong,”

dr. Taqwallah,Sekda Aceh

Pagu Dana Desa di Aceh Rincian Dana Desa Menurut Kabupaten/Kota T.A 2020

dalam ribuan rupiah

Page 13: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 13LAPORAN KHUSUS

PEMERINTAH telah mene-tapkan alokasi Dana Desa 2020 sebesar Rp 72 triliun

yang bersumber dari APBN. Me-ningkat dari tahun ini yang ber-jumlah Rp 70 triliun. Provinsi Aceh pun mendapat kucuran lebih besar dari tahun sebelumnya, yaitu sebe-sar Rp 5.050.301.259.000. Ang-ka ini meningkat dari tahun 2019 yang berkisar Rp 4,9 triliun.

Kepala Dinas Pemberdaya-an Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh, Azhari Hasan me-ngatakan bahwa angka lima triliun lebih itu merupakan jumlah terbe-sar bagi Aceh semenjak Dana Desa pertama kali disalurkan oleh Peme-

perti bidang pemerintahan, pemba-ngunan, pemberdayaan dan kema-syarakatan.

Menurut Azhari Hasan, sejak pertama adanya dana desa di Aceh penggunaannya didominasi untuk pembangunan infrastruktur men-capai 48,26 persen pada 2015 dan 2016. Kemudian, sambung Azhari, pada 2017 penggunaan untuk in-frastruktur sudah mulai menurun hingga pada 2018 yang turun men-capai 28,56 persen. “Ada pemaham-an masyarakat untuk menggeser kegiatan infrastruktur itu. Pemba-ngunan turun kemudian naik ke pemberdayaan ekonomi, kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik,”

rintah. Oleh karena itu, Azhari me-minta Kepala Desa di seluruh Aceh agar memfokuskan penggunaan Dana Desa untuk bidang pember-dayaan pada 2020, guna mening-katkan taraf hidup masyarakat.

“Kita sekarang lebih banyak fo-kus Dana Desa untuk pemberdaya-an dan harus disiapkan pemahaman pemberdayaan itu dengan baik agar ada dampak bagi kesejahteraan ma-syarakat,” ungkap Azhari minggu lalu, di Banda Aceh.

Azhari menjelaskan, dalam Per-aturan Pemerintah nomor 40 tahun 2014 tentang dana desa bersumber dari APBN, menyebutkan empat bidang penggunaan dana desa se-

APBN, hingga Dana Desa. Untuk Tahun Anggaran 2020,

pemerintah pusat telah menga-lokasikan Rp 51,9 triliun APBN untuk Aceh. Anggaran itu terdiri dari Belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp 14,76 triliun dan Dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 37,17 triliun. Belanja Kementerian/Lembaga itu dilaksa-nakan oleh 785 Satker dengan rin-cian alokasi sebesar Rp 14,2 triliun dilaksanakan oleh Satker dengan kewenangan Kantor Pusat dan Daerah, dan sebesar Rp 532 mili-ar dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) melalui ke-wenangan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Sementara alokasi anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa tahun 2020 di Aceh adalah sebesar Rp 37,17 triliun. Dengan rincian, Transfer ke Daerah sebesar Rp 32,1 triliun dan Dana Desa sebesar Rp 5 triliun.

Khusus untuk Dana Insentif Daerah (DID), pada Tahun Ang-garan 2020, sebanyak 21 Pemerin-tah Daerah mendapatkan alokasi DID dengan total sebesar Rp 514,9 miliar. Meningkat jauh dari Tahun Anggaran 2019, dimana hanya 10 kabupaten/kota yang menerima DID sebesar Rp 131 miliar.

Plt Gubernur Nova Iriansyah, kemudian menyerahkan langsung

han Ibrahim, saat menyerahkan DIPA, Daftar Transfer ke Daerah dan Dana Desa Aceh tahun ang-garan 2020 di Gedung Serbaguna Sekretariat Daerah Aceh, di Banda Aceh, Kamis (21/11) lalu.

“Penetapan APBA sebelum akhir tahun juga menjadi indikator kinerja yang menjadi alasan ber-tambahnya alokasi DID Kabupaten dan Kota se-Aceh,” ungkap Zaid Burhan. Ia berharap dengan sema-kin meningkatnya alokasi transfer ke daerah dan Dana Desa untuk

Aceh di tahun 2020, agar diguna-kan dengan efektif dan akuntabel untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan di seluruh Aceh.

Pelaksana Tugas (Plt) Guber-nur Aceh Ir Nova Iriansyah MT mengatakan peningkatan tersebut menjadi indikator kinerja pemerin-tahan di Aceh yang semakin baik. Hal ini dikarenakan alokasi DID adalah wujud penghargaan peme-rintah pusat kepada Kabupaten dan Kota yang mempunyai kinerja baik dalam kesehatan fiskal dan penge-lolaan keuangan daerah.

Artinya, pemerintah pusat te-lah menganggap pelayanan dasar publik baik di bidang pendidik-an, kesehatan, infrastruktur, pela-yanan pemerintahan umum, serta meningkatkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di selu-ruh Aceh kian membaik. “Alokasi anggaran yang jumlahnya sangat besar tersebut, harus dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baik-nya untuk kesejahteraan rakyat,” kata Nova Iriansyah.

Para Pengelola Anggaran, ha-ruslah memperbaiki kualitas pe-laksanaan anggaran dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Selain itu, seluruh pi-hak terkait untuk selalu berkoordi-nasi dan memperkuat sinkronisasi, keterpaduan, serta sinergi antar ke-giatan yang didanai APBK, APBA,

TOTAL belanja negara be-rupa Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa un-

tuk Provinsi Aceh mengalami pe-ningkatan hingga mencapai Rp 844 miliar. Kepala Kantor Wilayah Dit-jen Pembendaharan Provinsi Aceh, Zaid Burhan Ibrahim, mengatakan kenaikan itu merupakan bentuk apresiasi pusat atas raihan WTP selama 2 tahun berturut-turut ke-pada seluruh jajaran pemerintahan di Aceh.

Hal ini disampaikan Zaid Bur-

katanya. Menurut Azhari Hasan, tugas pihaknya saat ini ialah me-nyusun lebih detail penjabaran dari empat bidang yang sangat fleksibel tersebut disesuaikan dengan priori-tas kebutuhan masyarakatnya.

Lebih lanjut Azhari menyebut-kan bahwa, dengan semakin be-sarnya dana desa yang dikucurkan tahun depan, maka Pemerintah Aceh menginginkan pengelolaan dana desa harus semakin transpa-ran, lebih baik lagi, dan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat gampong.

“Bapak Plt Gubernur Aceh te-lah meminta Kepala Daerah baik Bupati maupun Walikota se-Aceh melalui dinas terkait untuk tetap mengontrol, dan melakukan eva-luasi penggunaan Dana Desa di masing-masing gampong,” tutur mantan Kepala Bappeda Aceh ini.

lalu 2016 sebesar Rp3,8 triliun, kemudian 2017 senilai Rp4,8 trili-un, 2018 berjumlah Rp4,4 triliun, dan 2019 sebesar Rp4,9 triliun.

Tren PositifNah, jika dibandingkan de-

ngan tahun-tahun sebelumnya, alokasi Dana Desa yang diterima Aceh terus meningkat. Demikian pula dengan serapan aggarannya,

anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa ke Aceh kepada Instansi vertikal dan pemerintah Kabupa-ten/Kota se-Aceh. Nova berpesan, penggunaan anggaran tersebut ha-ruslah dilaksanakan dengan efektif dan akuntabel untuk peningkatan pembangunan serta pemerataan pembangunan di seluruh pelosok Aceh.

Pelaksanaan penyerahan DIPA dan TKDD yang lebih cepat dari-pada tahun sebelumnya haruslah dimanfaatkan Satuan Kerja untuk segera melakukan lelang teruta-ma untuk belanja modal. “Jangan sampai keunggulan waktu yang kita miliki sekarang tidak diman-faatkan dengan baik,” tegas Nova Iriansyah.

Selain menyerahkan langsung DIPA, Daftar Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020, Zaid Burhan juga menyerah-kan Piagam Penghargaan Menteri Keuangan atas Opini WTP La-poran Keuangan Pemerintah Aceh kepada Pelaksana Tugas Gubernur Aceh. Piagam kepada masing--masing Pemerintah Kabupaten/Kota kemudian diserahkan lang-sung oleh Nova Iriansyah. “Prestasi ini patut kita banggakan bersama, karena hanya beberapa Pemerintah Daerah yang sanggup mencapai-nya,” pungkas Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah [ridhayuadi]

yang juga kian menunjukkan tren positif. Data terakhir DPMD Aceh menyebut, tahun 2015 pro-vinsi berjuluk Serambi Mekkah ini menerima Dana Desa senilai Rp1,7 triliun, yang dibagikan kepada 6.474 desa dengan serap-an 99,36 %. Lalu 2016 sebesar Rp3,8 triliun dengan serapannya 99,71 %. Kemudian pada 2017 Dana Desa Aceh berjumlah Rp 4,8 triliun yang disalurkan ke-pada 6.497 desa, dan serapannya mencapai 99,88 %.

Selanjutnya tahun 2018, aloka-si Dana Desa untuk Aceh berkisar Rp 4,4 triliun, sedikit menurun na-mun serapannya meningkat menja-di 99,9 %. Selanjutnya tahun 2019 Aceh mendapat Rp 4,9 triliun yang disalurkan untuk 6.497 desa di 289 kecamatan pada 23 kabupaten/kota di Aceh. [ridhayuadi]

Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa untuk Aceh Meningkat Capai Rp 844 Miliar

Aceh Dapat Rp 5 Triliun Dana Desa 2020

Azhari Hasan: Fokuskan Untuk Pemberdayaan

“Alokasi anggaran yang jumlahnya sangat besar tersebut, harus dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat,”

Ir Nova Iriansyah,Plt Gubernur Aceh

“Kita sekarang lebih banyak fokus Dana Desa untuk pemberdayaan dan harus disiapkan pemahaman pemberdayaan itu dengan baik agar ada dampak bagi kesejahteraan masyarakat,”

Azhari Hasan,Kepala DMPG Aceh

Alokasi Dana Desa dalam 5 tahun terakhir

• Tahun 2015 berjumlah Rp 1,7 triliun• Tahun 2016 berjumlah Rp 3,8 triliun• Tahun 2017 berjumlah Rp 4,8 triliun• Tahun 2018 berjumlah Rp 4,4 triliun• Tahun 2019 sebesar Rp 4,9 triliun

Page 14: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 201914

SERBA-SERBI

BAPPEDA Aceh melaksana-kan seminar akhir Peneliti-an Ekonomi dan Prasarana

Wilayah mengenai Kajian Pangan Tahun 2019. Kegiatan berlangsung di ruang rapat Bappeda Aceh, Ban-da Aceh, Selasa (12/11/2019), me-rupakan paparan hasil kajian keta-hanan pangan yang telah dilakukan sejak bulan Maret hingga Novem-ber 2019.

Adapun pelaksanaan seminar hasil Kajian Ketahanan Pangan ini dilatarbelakangi fakta bahwa Indo-nesia yang terkenal dengan negara agraris, sampai saat ini masih belum bisa lepas dari masalah pangan di negaranya sendiri. Negara yang se-bagian besar masyarakatnya bekerja di bidang agraris ini, belum mampu mengembangkan teknologi pangan yang berkelanjutan untuk peme-nuhan pangan.

Dr. Sufirmansyah, SE, M.Si, Kasubbid Penelitian Ekonomi Dan Prasarana Wilayah Bappeda Aceh mengatakan, dari hasil kajian ilmu ekonomi, terdapat kurva yang da-pat menggambarkan prosentase pendapatan dengan proporsi ma-kanan dalam total pengeluaran dari suatu rumah tangga, yang disebut sebagai kurva engel. Semakin ting-gi pendapatan maka akan semakin rendah prosentasenya, demikian juga sebaliknya.

Di Indonesia secara nasional, prosentase pangan dalam pengelu-aran masih berkisar pada 51%, ang-ka yang cukup tinggi, menggam-barkan masih kurangnya kondisi

pu disuplai dari produk lokal dan selebihnya didatangkan dari luar Aceh, bisa jadi dari Medan dan se-kitarnya.

Sementara untuk produksi ikan memang sudah memenuhi kebu-tuhan penduduk. Data 2016 me-nunjukkan hasil mencapai 180.000 ton ikan hasil tangkapan dan 80.000 ton ikan budidaya. Namun yang perlu dikaji adalah distribusi dan tingkat keamanannya.

Ada fakta menarik yang ditemu-kan yaitu, daerah-daerah ketahanan pangan dan kerawanan pangan di Aceh selalu mengalami fluktuasi dan tidak konsisten. Sebelumnya Aceh Utara tergolong daerah rawan pangan prioritas, namun dua tahun terakhir, di 2018 prioritas rawan pangan berpindah ke daerah lain, yaitu Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan Singkil.

“Intinya mudah sekali suatu daerah mengalami keadaan rawan pangan jika tidak ada stategi yang kongkrit untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf ketahanan pangan. Bagi daerah yang masih rawan pangan dapat dikaji dari tiga sisi yaitu ketersediaan, distribusi, maupun keamanan pangan,” ung-kap Sufirmansyah.

“Ketika potensi sumberdaya lokal tersedia, mengapa kita ha-rus impor. Potensi ini harus dapat diproduksi dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri dengan penggu-naan teknologi dan sentuhan inova-si agar mencapai keunggulan kom-petitif. Tentu beberapa komoditi

kesejahteraan. “Masih rendahnya pendapatan, dan mahalnya harga pangan ini sangat penting untuk di-tangani pemerintah, mengingat ne-gara sesuai konsitusinya bertujuan melindungi segenap warganya serta memajukan kesejahteraan umum, yang berarti pemerintahan yang dipilih oleh rakyat berkewajiban melaksanakan hal ini, walaupun proporsinya disesuaikan dengan ke-butuhan mana yang mendesak dan ketersediaan sumberdaya,” papar Sufirmansyah.

“Pemerintah Aceh, melalui Gubernur terpilih tahun 2017 – 2022 telah mencanangkan program ‘Aceh Troe’ yang berarti ‘Aceh Ke-nyang’ sebagai slogan mencukupi kebutuhan rakyat Aceh terhadap pangan,” lanjut Dr. Sufirmansyah.

Dari data awal kajian menujuk-kan bahwa produksi padi di Aceh sudah surplus. Pada tahun 216, Kabupaten Aceh Utara berada pada posisi pertama produksi padi, men-capai 311.031 ton. Namun feno-mena terakhir menunjukkan Aceh Utara tidak tergolong daerah aman pangan.

Salah satu penyebabnya adalah sebagian besar gabah hasil panen ke luar dari daerah tersebut. Semen-tara ketersedian daging juga masih mencukupi kebutuhan masyarakat, namun harganya yang masih tinggi sehingga sulit dijangkau oleh ma-syarakat umum.

Di sisi lain, telur yang sangat tinggi konsumsinya hampir 1 juta butir/ hari, hanya 30 % yang mam-

ini memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan swa-sembada pangan,” imbuhnya.

Masukan dari peserta Dari seminar ini juga didapat-

kan masukan dari para peserta. Misalnya, peserta yang bergerak dalam usaha peternakan ayam pe-telur di Kabupaten Aceh Selatan menjelaskan bahwa para pengusaha di Aceh memerlukan keyakinan/motivasi yang lebih besar untuk mengambil resiko bisnis dalam bi-dang peternakan. Hal ini karena sebelumnya para pengusaha selalu ditakut-takuti akan mengalami ha-langan-halangan dari kartel-kartel peternak Sumatera Utara yang se-benarnya terlalu dilebih-lebihkan.

Selain itu juga diperlukan pe-lopor-pelopor dalam usaha peter-nakan, ditambah dengan berbagai pembekalan mengenai manajemen-nya bagi para peternak. Dimana Aceh sangat potensial mengem-bangkan industri peternakan kare-na belum banyak tercemar virus--virus yang mengganggu ternak.

Menanggapi peserta, Dr. Sufir-mansyah mengatakan, kajian me-ngenai bahan makanan telur adalah tindak lanjut dari pemeo yang su-dah banyak beredar di masyarakat Aceh, bahwa provinsi ini menga-lami ketergantungan dari Sumatera Utara dimana ‘telur saja harus dida-tangkan dari Medan’. Hal ini sangat paradoks dengan hasil kajian bahwa jumlah ayam petelur di Aceh sudah cukup banyak.

Ternyata penyebabnya adalah karena murahnya harga telur dari Sumatera Utara itu sendiri. Kon-disi ini disepakati perlu diubah, karena ketergantungan pangan ter-hadap Sumatera Utara akan rentan mengganggu suplai di Aceh, apabi-la terjadi permasalahan di provinsi tersebut.

Untuk konsumsi pangan daging (ayam, kambing, sapi), komoditas pangan ini sebagian masih didistri-busikan dari Medan. Hal ini selain menciptakan ketergantungan, juga berarti tidak membangun sepenuh-nya potensi produksi pangan da-ging di Aceh.

Oleh karena itu, disarankan oleh para peneliti untuk dibangun bebe-rapa zona pangan di Aceh, dimana di tiap zona dibuat satu sentra pangan, terutama peternakan. Selain itu da-lam zona ini ilmu mengenai pangan terus dikembangkan dan didistri-busikan sehingga terjadi perbaikan kualitas pangan, melalui produksi pangan yang tidak hanya dilakukan dan diolah secara tradisional, tapi juga menerapakan ilmu-ilmu pa-ngan yang mendukung peningkatan kuantitas maupun kualitasnya.

Dari pegiat peternakan sapi yang juga hadir diungkapkan bah-wa varietas sapi Aceh memang agak berbeda dengan yang umum, ka-rena ukurannya lebih kecil. Hal ini juga yang mungkin menyebab-kan mahalnya harga daging sapi di Aceh, karena walaupun jumlah sapinya banyak, tapi produksi da-gingnya per ekor tidak besar.

Dari koordinasi hasil-hasil kaji-an didapat beberapa hal yang men-jadi sorotan: 1. Perbaikan dan updating data ter-

kait pangan2. Rekomendasi harus aplikatif se-

suai dengan program dan kegiat-an RPJMA

3. Perlu intervensi program dan kegiatan serta pendanaan pada dinas-dinas terkait (sinergi dan integrasi)

4. Pembangunan kawasan/region industry peternakan (sapi, kam-bing, ayam)

5. Penyediaan Sapras, Alsintan dan Teknisi Pertanian.

Penerapan system syariat pada kegiatan dan pembiayaan.

“Jika beberapa komoditi ini dapat diimplementasi dan dikelola secara terintegrasi dari hulu hingga hilir, Insya Allah mampu mening-katkan kesejahteraan petani dan kemandirian pangan Aceh akan terwujud dengan semboyan Aceh Troe. Hal ini merupakan potensi unggulan daerah yang kemudian akan bardampak pada peluang ke-sempatan kerja, mereduksi kemis-kinan dan pertumbuhan ekonomi daerah di sektor non migas,” pung-kas Dr. Sufirmansyah.(Farid Reza)

“Jika beberapa komoditi ini dapat diimplementasi dan dikelola secara

terintegrasi dari hulu hingga hilir, Insya Allah mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan kemandirian pangan Aceh akan

terwujud dengan semboyan Aceh Troe.”

Dr. Sufirmansyah, SE, M.Si, Kasubbid Penelitian Ekonomi dan Prasarana Wilayah Bappeda Aceh

Bappeda AcehSeminarkan Kajian Ketahanan Pangan

HABA BAPPEDA

Page 15: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 2019 15

Gambar mewarnai di atas diperuntukkan bagi siswa-siswi TK/SD/MI. Warnailah, lebih baik menggunakan PASTEL/KRAYON. Gunting (boleh difoto copy) dan kirimkan ke alamat redaksi d/a Bappeda Aceh Jl.Muhammad Daud Beureueh No. 26, Banda Aceh, dengan mengisi identitas diri. Di sudut kiri amplop ditulis “MEWARNAI”. Redaksi menyediakan bingkisan sekolah kepada masing-masing karya terbaik. Hadiah akan dikirim ke alamat sekolah masing-masing.

Nam

a Sis

wa

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Nam

a Sek

olah

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Ala

mat

Sek

olah

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Kela

s

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Alamat Rumah : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Sekolah / Alamat : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Kelas : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

TTS ini diperuntukkan bagi siswa-siswi SD/MI. Kirimkan jawaban ke alamat redaksi, d/a Bappeda Aceh, Jl.Muhammad Daud Beureueh No. 26, Banda Aceh, dengan menyertai potongan TTS dan menulis identitas diri (Nama, TTL, Alamat Sekolah). Di sudut kiri amplop ditulis TTS Anak. Redaksi menyediakan bingkisan sekolah dan akan dikirim ke alamat sekolah masing-masing.

MENDATAR: 1.Sesuatu yang hancur dalam air dan menyatu dengannya 4.Monumen 6.Usia 8.Tempat bertemunya pembeli dan penjual 11.Salah atu negara adi daya (singkat) 12.Jenis angkutan umum 13.Mata (Bhs. Inggris) 14.Beras yang sudah dimasak 16.Saudara yang lebih muda 18.Desa, kampung (Bhs Aceh) 21.Panggilan untuk Guru Pengajian di Aceh 24.Mas kawin 25.Kulit (Bhs. Inggris) 26.Kantong baju atau celana 27.Kata untuk mengajak 29.Ruang besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan 31.Sudah banyak umurnya 32.Hewan sejenis kambing, biri-biri 33.Bilangan tak bernilai 34.Kualitas 36.Waktu (Bhs. Inggris) 37.Sayap (Bhs. Inggris) 38.Tidak menghiraukan, tidak peduli 40.Hutan belantara 42.Serambi 45.Sedih, duka lara 48.Ikan buas 50.Jalan bebas hambatan 52.Perusahaan minyak negara 55.Kulit yang sudah berkerut 56.Tidak ketat 58.Menyangkut tentang sifat dan perilaku 60.Salah satu hasil tambang 62.Lawan siang 64.Universitas Teuku Umar 65.Majelis Adat Aceh (singkat) 66.Nama lain Pulau Sumatra 67.Tidak sekarang 68.Saran, petuah.

MENURUN: 1.Panjang (Bhs Inggris) 2.Ruangan, kamar (Bhs Inggris) 3.Burung Pipit (Bhs. Aceh) 4.Sarana untuk naik dan turun 5.Jenis tanaman yang buahnya tumbuh dalam tanah 6.Amerika Serikat (singkat Bhs. Inggris) 7.Pemimpin Universitas 8.Negara di Amerika Selatan 9.Lagu (Bhs. Inggris) 10.Nama hari 15.Lautan yang sangat luas 17.Orang yang suka memberi/bersedekah 19.Alat Tulis Kantor (singkat) 20.Bukaan sebagai jalan masuk sebuah bangunan 22.Hidup lampunya, tidak padam 23.Salah satu jenis buah untuk sayuran 25.Sudah reda sakitnya 26.Binatang, hewan 28.Tidak lupa 30.Binatang, hewan (Bhs. Inggris) 35.Tumbuhan sebagai bahan baku gula 39.Untuk, kepada 41.Indera penglihatan 43.Sebutan untuk tumbuhan yang biasa dipergunakan untuk bumbu dapur 44.Nama planet 46.Melayani diri sendiri 47.Tidak ada nama 49.Gagasan, pendapat 51.Berdoa (Bhs. Latin) 53.Banyak daunnya, teduh 54.Secara Islam, bernuansa Islam 55.Pemimpin suatu kelompok 57.Sukar, sulit 59.Hujan (Bhs. Inggris) 61.Harapan 63.Umur, usia (Bhs. Inggris).

Edisi 86

Edisi 87

Jawaban TTS Tabloid Tabangun Aceh Edisi 86 NAMA – NAMA PEMENANG TTS TABLOID TABANGUN ACEH EDISI 861.ZAWIL FIKRAM, MIN KOTA BAKTI KEC. SAKTI KAB. PIDIE – KLS IV 2. DINA ANZALIA, SDN 2 LAMCOT DS LAMREUNG KEC. DARUL IMARAH KAB. ACEH BESAR – KLS III 3. MUHAMMAD AFIF MULIA, SDN 1 LHOKNGA KAB. ACEH BESAR – KLS III 4. MARZIHYATI, SD 23 ASOE NANGGROE BANDA ACEH – KLS VI 5. MUHAMMAD DHANIS MAISANI, SDN 31 JL. T. HANAFIAH KP. BARU KEC. MEURAXA 6. EVAN HAIFA HAFIF, MIN 14 ACEH SELATAN JL. TEUKU UMAR TAPAKTUAN – KLS III/a 7. ABDUL AZIZ, SD IT INSAN MADANI KUTA BARO MEUKEK KAB. ACEH SELATAN – KLS I 8. SITI MUZLA, MIN 29 LHOKNGAN KAB. ACEH BESAR – KLS II/1 8. T. ATHA PRATAMA, SDN 2 KOTA JANTHO KAB. ACEH BESAR – KLS VI 9. NADIA RAISA, MIN 27 BIREUN JL. SERBA GUNA JEUNIB – KLS V/c 10. NAQIYYA AZ-ZUHRA, MIN 10 ULEE LHEU PUNGE BLANG CUT BANDA ACEH – KLS

MENDATAR: 1.Elang 7.Bapak 10.Universitas 11.Pikun 13.Andai 15.Ikebana 18.RP 20.Unta 22.Haba 24.WH 25.Air 26.TPA 27.Asam sunti 28.Kardus 31.Sekian 35.Tamat 38.Souvenir 40.Istimewa 42.Amdal 43.Sagu 45.Aki 46.Ain 47.Agar 49.SIM 50.Nilam 53.Ton 54.Umat 55.Tank 56.Ankara 57.Bonsai 58.Ahad 59.PKA 60.Kaus

MENURUN: 1.Ekspor 2.Adik 3.Gaun 4.Alinia 5.Akrab 6.Petuah 7.Busa 8.PAUD 9.Kopiah 12.Ukur 14.Niat 16.Esemka 17Arjuna 19.Pala 21.Tuas 23.Alis 24.Waka 28.Kos 29.Raung 30.Use 32.Ebi 33.Iseng 34.Nya 35.Train 36.Modal 37.Tilam 39.Nyamuk 41.Tuntas 43.Sauna 44.Ustad 47.Antik 48.Rakus 51.Inap 52.APBA.

NAMA – NAMA PEMENANG MEWARNAI TABLOID TABANGUN ACEH EDISI 871. MUNIRA RAHILA, TK SATU ATAP SD LAMCOT KAB. ACEH BESAR 2. MARWAH GALPANY PUTRI, TK AISYIYAH PUNGE B.ACEH LR. PENYANTUN NO. II PUNGE BLANG CUT 3. SETYA PERDANA, SDN 32 BEURAWE BANDA ACEH – KLS II/b 4. ZUMAR JAFRIDDIN, SD SUKMA BANGSA LHOKSEUMAWE – KLS IV/ TURKI 5. NAZIRA HUSNA, SDN RIWEUK KEC. SAKTI KAB. PIDIE – KLS II 6. SALSABILA PRANAYA, MIN 7 BANDA ACEH – KLS III 7. ULFIATUN NAHIRA, SDN 28 SAWANG ACEH UTARA- KLS V 8. M. NADAR TONA, MIN 17 PIDIE JL. WAKI IBRAHIM NO. 1 – KLS VI/c 9. MUHAMMAD ZULKIRAM, SDN 1 UNGGUL LAMPEUNURUT ACEH BESAR – KLS 1/c 10. MUHAMMAD AQIL, TK PEUNAWA HATE JL. PEUKAN BILUY KEC. DARUL IMARAH ACEH BESAR

Page 16: MAKMUR DENGAN DANA DESA

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 87 |DESEMBER 201916 SPIRIT

BUMI Aceh Selatan menyim-pan batu granit dan marmer yang melimpah. Potensi

alam ini belum tergarap dengan baik. Politeknik Aceh Selatan (Pol-tas) berusaha mengekplorasi dan ekspolitasi batu-batu itu melalui laboratorium untuk kebutuhan praktikum mahasiswa. Hasilnya, lahir aneka produk marmer yang memukau.

Ubin lantai dan aneka souvenir hasil praktik mahasiswa Poltas laku keras di pasar. Banyak masjid dan

SEKOLAH Menengah Keju-ruan Pembangunan Pertanian (SMKPP) Saree, Aceh Besar,

telah melahirkan aneka produk tu-runan pertanian yang siap dikon-sumsi. Olahan hasil pertanian itu dihasilkan oleh siswa-siswi di ba-wah asuhan dewan guru.

Mereka berhasil mengemas ane-ka produk pertanian dalam bentuk yang memikat. Di antara produk pertanian siap saji yang mengun-dang daya tarik tinggi adalah teh ro-sella. SMKPP Saree telah mempro-duksi tiga bentuk teh rosella, yaitu kemasan gelas (cup), kemasan botol, dan kemasaran kering dalam plastik.

Teh rosella berbagai varian sa-jian itu mulai dipasarkan secara komersil untuk umum. Bagi Anda yang melintasi di jalan raya puncak

Gunung Seulawah dapat singgah dan membeli langsung teh rosella di kantor sekolah atau kantin se-tempat.

“Minuman teh rosella kami olah secara alami, dari bunga se-gar, dan tanpa campuran bahan pangawet. Minuman ini sangat baik bagi kesehatan dan daya tahan tubuh. Harganya hanya Rp 5 ribu sampai 10 ribu,” ujar Muhammad Amin SP MP, Kepala SMKPP Sa-ree kepada Tabangun Aceh, Kamis (28/11/2019) di Saree.

Didampingi Novia Mehra Erfi-za STP M.Agric dari Fakultas Per-tanian Unsyiah, Muhammad Amin menerangkan berbagai manfaat minuman teh rosella. Antara lain: Menjaga daya tahan tubuh, anti oksidan, melancarkan peredaran

darah, menstabilkan kolesterol, hi-pertensi dan asam urat.

Melalui SMKPP Saree, Mu-hammad Amin bertekad mela-hirkan ahli-ahli pertanian yang siap menjadi calon wirausahaan muda di sektor pertanian. “Di sini kami mengajarkan siswa-siswi cara mengolah pertanian mulai dari hulu sampai hilir, mulai budi daya, panen, hingga lahir produk yang siap dipasarkan,” katanya.

Adapun harganya adalah: Rp 5.000 (kemasan gelas), Rp 10.000 (kemasan botol), Rp 5.000 (ke-masan kering). Untuk pemesanan dapat menghubungi: 0811686352.

Nah, tunggu apa lagi. Ayo ber-wisata ke Gunung Seulawah dan singgah di SMKPP Saree untuk menikmati teh rosella. (hbn)

“Sisa-sisa potongan marmer itu akan mempunyai nilai tambah eko-nomi bagi masyarakat ketika diolah menjadi souvenir. Souvenir marmer pasti laku untuk wisatawan. Kami akan merekomendasikan kepada Disnakermobduk untuk melaku-kan pendampingan dan pember-dayaan masyarakat di satu atau dua desa di Aceh Selatan,” ujar Novia yang juga anggota tim identifika-si padat karya ekonomi produktif Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Pro-vinsi Aceh, Jumat (22/11/2019), di Tapak Tuan.

“Politeknik Aceh Selatan dapat menjadi mitra masyarakat desa da-lam mengolah limbah batu marmer. Kami sudah melakukan pendekatan ke beberapa tokoh masyarakat desa dan mereka sangat senang kalau diberi pelatihan dan pendamping-an untuk warga desanya. Mungkin untuk uji coba cukup satu atau dua desa saja sebagai pilot project,” ung-kap Novia didampingi Ahmad Rid-wan dari Disnakermobduk.

Poltas butuh bantuan SKPA Direktur Poltas, Dr Muham-

pemilik rumah yang melakukan order ke Poltas. Tapi pihak kampus tak mampu memenuhinya kare-na laboratorium mereka bukanlah pabrik marmer. Peralatan masih sa-ngat terbatas.

Meski demikian, sisa-sisa po-tongan atau limbah batu marmer di laboratorium Poltas tergolong banyak. Menurut dosen Fakultas Pertanian Unsyiah, Novia Mehra Erfiza STP M.Agric, limbah ini da-pat diolah sehingga bernilai ekono-mis bagi warga sekitar.

mad Yasar, mengatakan, selama ini banyak pihak yang mengorder batu marmer dan granit dari Poltas. “Termasuk banyak yang mau mem-beli souvenir produk Poltas. Tapi karena berbagai keterbatasan kami tak mampu memenuhinya,” ung-kap Yasar kepada Tabangun Aceh.

Yasar menambahkan, Poltas mempunyai SDM yang baik dalam mengolah batu gunung di Aceh Se-latan menjadi marmer lantai dan berbagai souvenir, tetapi pihaknya kawalahan dari segi peralatan pro-duksi, dan perizinan eksploitasi tambang.

“Untuk itu, kami dari manaje-men Poltas sangat mengharapkan bantuan, kerja sama dan interven-si Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi serta dinas-dinas lainnya di Aceh. Kami menanti ke-datangan mereka ke Poltas Tapak Tuan untuk melihat dari dekat,” sambungnya.

Yasar memperlihatkan sam-pel berbagai hasil karya dosen dan mahasiswa Poltas. Di antaranya marmer lantai, gelas marmer, vas bunga, tempat cas HP, asbak rokok,

meja tamu, kursi, dan lain-lain.Ketika ditanya dari mana pihak

Poltas mendapat pengetahuan dan keterampilan mengolah batu gu-nung menjadi berbagai souvenir? “Sekitar lima tahun lalu pernah kami undang pelatih marmer dari Tulung Agung. Hasilnya memuaskan, trans-fer pengetahuan berhasil,” tambah Yasar yang bertekad membesarkan Poltas dengan ikon marmer.

Dia menyambut positif usulan agar Poltas melakukan pelatihan dan pemberdayaan masyarakat desa di Aceh Selatan dalam mengolah batu marmer. “Jika diminta, kami siap melakukan pendampingan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Ini masuk dalam salah satu aspek tri dharma perguruan tinggi, yaitu aspek pengabdian,” pungkasnya.

Wakil Ketua DPRK Aceh Se-latan, Ridwan AMd, menyambut baik wacana pemberdayaan masya-rakat desa untuk mengolah limbah batu marmer menjadi souvenir. “Ini usulan sangat bagus dan kami dari DPRK sangat mendukung”, kata Ridwan yang juga alumnus Poltas. (hbn)

Segar dan Berkhasiat

Limbah Lab Poltas Dapat Diolah Menjadi Souvenir Marmer

“Minuman teh rosella diolah secara alami, dari bunga segar, dan tanpa campuran

bahan pangawet. Minuman ini sangat baik bagi kesehatan. Harganya hanya Rp 5 ribu

sampai 10 ribu,”

Muhammad Amin SP MP,Kepala SMKPP Saree Aceh Besar

“Sisa-sisa potongan marmer itu akan mempunyai nilai tambah ekonomi bagi

masyarakat ketika diolah menjadi souvenir. Kami akan merekomendasikan kepada

Disnakermobduk untuk melakukan pendampingan masyarakat di satu atau

dua desa,”

Novia Mehra Erfiza STP M.Agric,Dosen Fakultas Pertanian Unsyiah

“Jika diminta, kami siap melakukan pendampingan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Ini masuk dalam salah satu aspek tri dharma perguruan tinggi, yaitu aspek pengabdian,”

Dr Muhammad Yasar,Direktur Politeknik Aceh Selatan

SISWA siswi SMKPP Saree memperlihatkan teh rosella siap saji. | FOTO: HASAN BASRI M NUR

ANEKA Souvenir Marmer di Poltas Aceh Selatan. | FOTO: HASAN BASRI M NUR