alfianrama.files.wordpress.com · web viewsyariat islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan...
TRANSCRIPT
MAKALAH
ISLAM DAN PERSOALAN EKONOMI
Disusun Oleh :
Alfian Rama Saputra 201710210311048
Mata Kuliah : Al-Islam dan Kemuhammadiyahan IV
Dosen Pengampu : Sugianti, S.Pd.I., M.P.
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
Islam dan Persoalan Ekonomi | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat,
hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan tugas makalah
Al
- Islam dan Kemuhammadiyahan IV yang berjudul “Islam dan Persoalan Ekonomi” tepat
pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “tak ada gading yang tak retak”, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Aamiin.
Malang, 1 Maret 2016
PENYUSUN
Islam dan Persoalan Ekonomi | 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4
BAB II ISLAM DAN PERSOALAN EKONOMI.........................................6
2.1 Definisi Ekonomi Islam....................................................................7
2.2 Prinsip Ekonomi dalam Islam...........................................................8
2.3 Persoalan Ekonomi dalam Islam
2.3.1 Perbankan Syariah................................................................12
2.3.2 Asuransi 14
2.3.3 Penggadaian 15
2.3.4 Baitul Malwa Tanwil (BMT)................................................17
2.3.5 Pasar Modal Syariah.............................................................18
2.4 Bekerja Sebagai Kewajiban dan Ibadah............................................19
2.5 Akhlak Bekerja dalam Islam.............................................................21
BAB III PENUTUP........................................................................................26
3.1 Kesimpulan........................................................................................26
3.2 Saran 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................27
Islam dan Persoalan Ekonomi | 4
BAB I
PENDAHULUAN
Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem
ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi
syariah berpedoman penuh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang
melandasi prosedur transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat,
sehingga tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat
dalam Ekonomi Islam tidak hanya diukur dari aspek materilnya, namun
mempertimbangkan dampak sosial, mental dan spiritual individu serta dampak
yang ditimbulkan bagi lingkungan.
Syariat Islam telah mengajarkan tatacara manusia dalam menjalankan
hidupnya dari segala aspek. Tidak hanya dalam aspek religious, tetapi juga
mengatur perilaku manusia sebagai mahluk sosial, menjaga hubungan antar
sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan menghindarkan dari
perilaku- perilaku menyimpang agar dapat tercipta kedamaian dan ketentraman.
Syariat Islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan kegiatan
ekonomis manusia, sehingga tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan dunia,
tetapi juga kebahagiaan di Akhirat kelak. Dalam memenuhi keperluan hidup,
syariat Islam menganjurkan untuk saling bekerjasama dan tolong menolong
selama dalam hal kebaikan dan terhindar dari kemungkaran. Dalam bisnis-bisnis
konvensional, segala sesuatunya mengacu pada satu titik, yaitu mendapat
keuntungan materil. Dampak yang ditimbulkan dari tujuan awal bisnis
konvensional menyebabkan pelaku bisnis cenderung untuk mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya sehingga kurang memperhatikan dampak yang di timbulkan
bagi individu lain. Hal ini sangat berbeda dengan bisnis-bisnis yang dilandasi atas
hukum Islam. Implementasi dari bisnis yang berbasis syariah tidak hanya berfokus
pada mencari keuntungan/laba secara materil, namun aspek keuntungan non-
materil yaitu, kesabaran, kesukuran, kepedulian, serta menjauhkan diri dari sifat
kikir dan tamak. Bisnis yang dilandasi oleh syariah dapat menjauhkan pebisnis
dari perbuatan tercela, penipuan, merusak
Islam dan Persoalan Ekonomi | 5
lingkungan, dan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun
lingkungannya.
Ekonomi Konvensional telah menjadikan uang sebagai suatu komoditas,
sehingga keberadaan uang saat ini lebih benyak diperdagangkan daripada
difungsikan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Islam memandang uang hanya
sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan sebagai barang dagangan
(komoditas) yang diperjual belikan. Ketentuan ini telah banyak dibahas ulama
seperi Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Hal
dipertegas lagi Choudhury dalam bukunya “Money in Islam: a Study in Islamic
Political Economy”, bahwa konsep uang tidak diperkenankan untuk diaplikasikan
pada komoditi, sebab dapat merusak kestabilan moneter sebuah negara. Islam
tidak memperbolehkan sistem Money Demand for Speculation. Dalam Islam, uang
adalah milik masyarakat, sehingga uang harus digunakan dalam kegiatankegiatan
produktif. Penimbunan uang dapat mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat, sedangkan Islam memandang uang adalah Flow Concept, yaitu uang
harus berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam
perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan
semakin baik perekonomian. (Sumber, www.syariahlife.com)
Islam dan Persoalan Ekonomi | 6
BAB II
ISLAM DAN PERSOALAN EKONOMI
Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata
tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya sistem ekonomi
Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi
yang membawa perangai “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum
akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum
elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem
ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.
Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu
pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan
runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem
kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem
komunisme. Dengan demikian, dari persepsi simplisistik semacam ini, Indonesia
pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar
bebasnya.
Jika kita melihat keadaan sekarang ini, krisis moneter melanda di mana-
mana, tak terkecuali di negeri kita tercinta ini. Para ekonom dunia sibuk mencari
sebabsebabnya dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan perekonomian di
negaranya masing-masing. Krisis ekonomi telah menimbulkan banyak kerugian,
meningkatnya pengangguran, meningkatnya tindak kejahatan dan sebagainya.
Sistem ekonomi kapitalis dengan sistem bunganya diduga sebagai penyebab
terjadinya krisis. Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan
alternatif, dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa yang akan
datang.
Al-Qur'an telah memberikan beberapa contoh tegas mengenai masalah-
masalah ekonomi yang menekankan bahwa ekonomi adalah salah satu bidang
perhatian Islam. "(Ingatlah) ketika Syu'aib berkata kepada mereka (penduduk
Aikah): 'Mengapa kamu tidak bertaqwa?' Sesungguhnya aku adalah seorang
rasul yang telah mendapatkan kepercayaan untukmu. Karena itu bertaqwalah
kepada Allah dan ta'atilah aku. Aku sama sekali tidak menuntut upah darimu
Islam dan Persoalan Ekonomi | 7
untuk ajakan
Islam dan Persoalan Ekonomi | 8
ini, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Penguasa seluruh alam. Tepatilah
ketika kamu menakar dan jangan sampai kamu menjadi orang-orang yang
merugi. Timbanglah dengan timbangan yang tepat. Jangan kamu rugikan hak-hak
orang (lain) dan janganlah berbuat jahat dan menimbulkan kerusakan di muka
bumi." (Qs.26:177-183)
Agar lebih memahami mengenai persoalan ekonomi dalam Islam, dalam
bab ini akan dibahas mengenai definisi ekonmi Islam ; prinsip ekonomi dalam
Islam ; persoalan ekonomi dalam Islam ; bekerja sebagai kewajiban dan ibadah ;
serta akhlaw bekerja dalam Islam.
2.1 Definisi Ekonomi Islam
Ekonomi, secara umum didefinisikan sebagai hal yang mempelajari
perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk
memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.1
1 Ekonomi Islam, P3EI, 2011, hal. 14
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan
dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka Syariah.
Ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat
Islam yang dibingkai dengan syariah. Definisi tersebut mengandung
kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompetibel dan tidak
universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap
dalam keputusan yang apriori (apriory judgement), benar atau salah tetap
harus diterima.2
2 Ekonomi Islam, Imamudin Yuliadi, 2006, hal. 6
Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah
prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama adalah
memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi Islam
adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilainilai
moral merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis
fenomena
Islam dan Persoalan Ekonomi | 9
ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai
syariah.
Definisi ekonomi islam menurut beberapa ekonom islam,
Muhammad Abdul Mannan
"Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam".
M.M Metwally
"Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
perilakumuslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang
mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas".
Hasanuzzaman
"Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan
aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber
daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan
mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat".
2.2 Prinsip Ekonomi dalam Islam
Aktivitas ekonomi harus dilaksanakan dengan menghindari ketidakadilan
dalam perolehan dan pembagian sumber ekonomi. Prinsip dasar yang digunakan
untuk menghindari ketidakadilan tersebut adalah syariah yang di dalamnya
perintah (injunctions) dan peraturan (rules) tentang boleh tidaknya suatu kegiatan.
Para pemikir ekonomi Islam berbeda pendapat dalam memberikan
kategorisasi terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam. Sebagaimana dikutip
Muslim
H. Kara, Khurshid Ahmad mengkategorisasi prinsip-prinsip ekonomi
Islam pada: Prinsip tauhid, rub-biyyah, khilafah, dan tazkiyah.3
3 Bank Syariah di Indonesia Analisis Terhadap Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan
Syariah,, Muslimin H. Kara, 2005, hal. 37 – 38
Mahmud Muhammad Bablily menetapkan lima prinsip yang berkaitan
dengan kegiatan ekonomi dalam Islam, yaitu: al-ukhuwwa (persaudaraan), al-
ihsan
Islam dan Persoalan Ekonomi | 10
(berbuat baik), al-nasihah (memberi nasihat), al-istiqamah (teguh pendirian), dan
altaqwa (bersikap takwa).4
4 Etika Bisnis : Studi Kajian Konsep Perekonomian Menurut Al – Qur’an dan As Sunnah,,
terjemahan Rosihin A. Ghani, 1990, hal. 15
Sedangkan menurut M. Raihan Sharif dalam Islamic Social Framework
sebagaimana dikutip Muslim H. Kara, struktur sistem ekonomi Islam didasarkan
pada empat kaidah struktural, yaitu: (1) trusteeship of man (perwalian manusia);
(2) co-operation (kerja sama); (3) limite private property (pemilikan pribadi yang
terbatas); dan (4) state enterprise (perusahaan negara).5
5, Muslimin H. Kara, 2005, hal. 38
Menurut Adiwarman Karim, bangunan ekonomi Islam didasarkan atas
lima nilai universal, yakni tauhid, keadilan, kenabian, khilafah, dan Ma'ad (hasil).
Menurut Metwally yang dikutip Zainul Arifin, prinsip-prinsip ekonomi Islam itu
secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai
pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus
memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna
memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan
untuk orang lain. Namun yang terpentirig adalah bahwa kegiatan tersebut
akan dipertanggung-jawabkan di akhirat nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,
termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama,
kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua,
Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi
usaha yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang
Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat
keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT
dalam Al Qur'an:
Islam dan Persoalan Ekonomi | 11
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif
yang, akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkapkan bahwa "Apa yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk
negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anakanak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kalian..," (QS:57:7). Oleh karena itu, sistem ekonomi
Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan sistem ekonomi
kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan
oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari
Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak
yang sama atas air, padang rumput dan api." Sunnah Rasulullah tersebut
menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan
produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan, harus dikelola oleh
negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan
dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti
dicantumkan Q.S Al – Baqarah 281.
7. Seorang Muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab)
diwajibkan membayar zakat.
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk
pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan,
Islam dan Persoalan Ekonomi | 12
pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun
jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga.
Dari banyak ayat al-Qur'an dan hadist nabi yang sebagian telah
disebutkan di muka dapat ditarik beberapa prinsip ekonomi Islam sebagai
berikut:
1. Manusia adalah makhluk pengemban amanat Allah untuk memakmurkan
kehidupan di bumi, dan diberi kedudukan sebagai khalifah (wakilnya)
yang wajib melaksanakan petunjuk-petunjuk-Nya.
2. Bumi dan langit seisinya diciptakan untuk melayani kepentingan hidup
manusia, dan ditundukkan kepadanya untuk memenuhi amanat Allah.
Allah jugalah pemilik mutlak alas semua ciptaan-Nya.
3. Manusia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
4. Kerja adalah yang sesungguhnya menghasilkan (produktif).
5. Islam menentukan berbagai macam bentuk kerja yang halal dan yang
haram. Kerja yang halal saja yang dipandang sah.
6. Hasil kerja manusia diakui sebagai miliknya.
7. Hak milik manusia dibebani kewajiban-kewajiban yang diperuntukkan
bagi kepentingan masyarakat. Hak milik berfungsi sosial.
8. Harta jangan hanya beredar di kalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan,
dengan jalan memenuhi kewajiban-kewajiban kebendaan yang telah
ditetapkan dan menumbuhkan kepedulian sosial berupa anjuran berbagai
macam shadaqah.
9. Harta difungsikan bagi kemakmuran bersama tidak hanya ditimbun tanpa
menghasilkan sesuatu dengan jalan diperkembangkan secara sah.
10. Harta jangan dihambur-hamburkan untuk memenuhi kenikmatan
melampaui batas. Mensyukuri dan menikmati perolehan usaha hendaklah
dalam batas yang dibenarkan syara'.
11. Memenuhi kebutuhan hidup jangan berlebihan, jangan kurang tetapi
secukupnya.
12. Kerja sama kemanusiaan yang bersifat saling menolong dalam usaha
memenuhi kebutuhan ditegakkan.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 13
13. Nilai keadilan dalam kerjasama kemanusiaan ditegakkan.
14. Nilai kehormatan manusia dijaga dan dikembangkan dalam usaha
memperoleh kecukupan kebutuhan hidup.
15. Campur tangan negara dibenarkan dalam rangka penertiban kegiatan
ekonomi menuju tercapainya tujuan, terwujudnya keadilan sosial.
2.3 Persoalan Ekonomi dalam Islam
2.3.1 Perbankan Syari’ah
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak
istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank
Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa
Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Di Indonesia secara
teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank
Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip
Syariah”.
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution)
yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana
tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas
pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang
diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank
konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka
Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base
income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit
sharing).
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara
lain,
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip
dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah
Islam dan Persoalan Ekonomi | 14
Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus
kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun
waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah
yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan
nisbah bagi hasil tertentu.
Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model
partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam
rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio
ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan
mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan
manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio
tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak
Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan,
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan.
Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang
bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari
hasil panen.
Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana
nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan,
dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil
panen.
Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli.
Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian
menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai
margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat
mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal
dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati.
Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt,
maka yang
Islam dan Persoalan Ekonomi | 15
dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang
disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di
kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang
dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan
harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak.
Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6
bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak
dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam
kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir).
Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan
rekanan yang direkomendasikan penjual.
Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga
barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di
kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan
penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat
secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang
mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan
pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
2.3.2 Asuransi (Takâful)
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’mîn yang berasal dari kata
amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta
bebas dari rasa takut. Istilah menta’minkan sesuatu berarti seseorang
memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli
warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang.
Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi
Syariah (ta’mîn, takâful’ atau tadhâmun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk set
Islam dan Persoalan Ekonomi | 16
dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko
tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
Akad atau perjanjian yang menjadi dasar bagi setiap transaksi, termasuk
dalam asuransi atau yang lazim disebut dengan polis juga harus disesuaikan
dengan prinsip-prinsip syari’ah, Untuk itu maka dalam pembuatan polis asuransi
dapat menerapkan akad-akad tradisional Islam. Berdasarkan fatwa DSN-MUI,
jenis-jenis akad yang dapat diterapkan dalam asuransi syari’ah adalah : akad
mudhârabah, akad mudhârabah musytarakah, akad wakâlahbil-ujrah, dan akad
tabarru.
Konsep asuransi syari’ah adalah risk sharing (pembagian resiko)
berdasarkan prinsip tolong menolong. Ini berbeda dengan asuransi konvensional
yang menekankan pada pengalihan resiko (risk transfering). Prinsip tolong
menolong ini dalam Islam dikenal dengan prinsip ta’âwuniyah. Hal ini didasarkan
pada ketentuan al-Qur`an surat al-Maidah ayat 2 berikut,
يد ش�ب اق��علا د
�تاو� ن او��د علاو� ث�إل ا ى�لع��هللا ن إ �هللا اوق�
ىو��ق� تلاو� ب�لا ى�لع�اونو��اع�� �ت�الو�
�تو�اونو��اع��
Islam dan Persoalan Ekonomi | 17
”..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..”
2.3.3 Penggadaian (Rahn)
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang
mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang
berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Dalam
istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-
habsu . Secara etimologis, pengertian rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-
habsu berarti penahanan terhadap suatu barang tersebut.
Praktik seperti ini telah ada sejak jaman Rasulullah SAW., dan Rasulullah
sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi
dan dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong. Sesuai dengan PP 103
Tahun 2000 Pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya
dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan
usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan layanan jasa titipan,
sertifikasi logam mulia, dan lainnya.
Adapun boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam diatur dalam Al-
Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad. Dari sumber tersebut, dasar hukumnya adalah :
1. Al-Qur’an : Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum
perjanjian gadai adalah Q.S Al-Baqarah ayat 282 dan 283. Inti dari dua
ayat tersebut adalah: “Apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskan, yang
dipersaksikan dua orang saksi laki-laki atau satu seorang saksi laki-laki
dan dua orang saksi perempuan”.
2. As-Sunnah : Dalam hadist berasal dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi
Muhammad SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan
harga yang diutang, sebagai tanggungan atas utangnya itu Nabi
Muhammad SAW menyerahkan baju besinya (HR. Bukhari).
Secara umum, produk jasa dari lembaga pegadaian adalah sebagai berikut :
1. Gadai
Islam dan Persoalan Ekonomi | 18
Gadai merupakan kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang
harus dipenuhi pada saat itu juga, dengan barang jaminan berupa barang
bergerak berwujud seperti perhiasan, kendaraan roda dua, barang elektronik
dan barang rumah tangga.
2. Jasa Taksir
Jasa taksir diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang
miliknya seperti emas, perak dan berlian
3. Jasa Titipan
Jasa titipan merupakan cara pemecahan masalah yang paling tepat bagi
masyarakat yang menghendaki keamanan yang baik atyas barang berharga
miliknya. Barang-barang yang dapat dititipkan di pegadaian adalah perhiasan,
surat-surat berharga, sepeda motor dan sebagainya.
Sistem operasional produk Pegadaian syari’ah dilakukan melalui prinsip-
prinsip sebagai berikut :
o Prinsip Wadi’ah (Simpanan)
o Prinsip Tijarah (Jual Beli atau Pengembalian Bagi Hasil)
o Prinsip Ijarah (Sewa)
o Prinsip al-Ajr wa al-Umulah (Pengembalian Fee)
o Prinsip al-Qard (Biaya Administrasi)
Islam dan Persoalan Ekonomi | 19
2.3.4 Baitul Mâl wa Tamwîl (BMT)
Istilah BMT sebenarnya dapat dipilah sebagai Baitul Mâl (BM) dan Baitul
Tamwîl (BT). Menurut fungsinya, BM bertugas menghimpun, mengelola dan
menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) sebagai bagian yang
menitikberatkan pada aspek sosial. Sementara, BT merupakan lembaga komersial
dengan pendanaan dari pihak ke tiga, bisa berupa pinjaman atau investasi.
Ada dua bagian dari BMT yang keduanya memiliki fungsi dan pengertian
yang berbeda. Pertama, Baitul Mâl merupakan lembaga penerima zakat, infak,
sedekah dan sekaligus menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Sedangkan Baitul Tamwîl adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis
dengan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat terutama masyarakat
dengan usaha skala kecil. Dalam perkembangannya BMT juga diartikan sebagai
Balai-usaha Mandiri Terpadu yang singkatannya juga BMT. Adapun ciri dari
BMT adalah :
1. Berorientasi bisnis dan mencari laba bersama
2. Bukan lembaga sosial tapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan
penggunaan zakat, infak dan sadaqoh.
3. Ditumbuhkan dari bawah dan berlandaskan pada peran serta masyarakat.
4. Milik masyarakat secara bersama, bukan milik perorangan.
5. Dalam melakukan kegiatannya para pengelola BMT bertindak aktif,
dinamis, berpandangan proaktif.
6. Melakukan upaya peningkatan wawasan dan pengamalan nilai-nilai Islam
kepada semua personil dan nasabah BMT. Biasanya dilakukan dengan
pengajian-pengajian atau diskusi-diskusi dengan topik-topik yang
terencana.
7. Manajemen BMT dikelola secara profesional dan Islami.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 20
2.3.5 Pasar Modal Syari’ah
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1995 tentang pasar modal
mendefinisikan pasar modal sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek. Menurut Kepres No. 60 Tahun1988, pasar modal adalah bursa yang
merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka
panjang dalam bentuk efek.
Sedangkan pasar modal syari’ah sendiri dapat diartikan sebagai pasar
modal yang menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam kegiatan transaksi
ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi,
dan lain-lain. Dari pengertian tersebut tampak jelas sekali ada yang berbeda antara
pasar modal konvensional dengan pasar modal syari’ah.
Pasar modal syari’ah adalah pasar modal yang dijalankan dengan konsep
syari’ah, di mana setiap perdagangan surat berharga mentaati ketentuan transaksi
sesuai dengan ketentuan syari’ah. Pasar modal syari’ah tidak hanya ada dan
berkembang di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain, seperti negara
Malaysia.
Pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai pasar modal yang
menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan
terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain.
Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat
dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan
juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas melarang
aktivitas penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki (9:33). Dalam sebuah
hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda, ”Ketahuilah, Siapa yang memelihara
anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia
menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu
idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”
Islam dan Persoalan Ekonomi | 21
2.4 Bekerja Sebagai Kewajiban dan Ibadah
Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka
kerja adalah ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa
dilepaskan dari kerja. Seorang muslim dalam mengerjakan sesuatu selalu
melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak
boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan secara acuh tak
acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja berkaitan erat dengan
konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan pekerjaan
dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah
mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat segala
sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah ayat 7).
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan
ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau
bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT.Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa
dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa’ad
melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
“Kenapa tanganmu?,” tanya Rasul kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab
Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu
untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu beliau
mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang
tidak akan pernah disentuh api neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui
tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan
tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja
semacam orang itu dapat digolongkan jihad fî sabilillâh, maka alangkah baiknya.”
Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-
anaknya yang masih kecil, itu adalah fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk
menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fî sabilillâh;
kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu
juga fî sabilillâh.” (HR Ath-Thabrani).
Islam dan Persoalan Ekonomi | 22
Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang
dilakukannya. Dengan itu, sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan
seseorang kepada Allah adalah sangat penting serta patut untuk diberi
perhatian. Amalan atau pekerjaan yang demikian selain memperoleh keberkahan
serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting yaitu merupakan jalan atau
tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di akhirat kelak; apakah
masuk golongan ahli surga atau sebaliknya. Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah
semata- mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga
dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus
menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau
pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga
dan masyarakat sekelilingnya serta negara.
Islam menempatkan kerja atau amal sebagai kewajiban setiap muslim.
Kerja bukan sekedar upaya mendapatkan rezeki yang halal guna memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi mengandung makna ibadah seorang hamba kepada Allah,
menuju sukses di akhirat kelak. Oleh sebab itu, muslim mesti menjadikan kerja
sebagai kesadaran spiritualnya.
Dengan semangat ini, setiap muslim akan berupaya maksimal dalam
melakukan pekerjaannya. la berusaha menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan
yang menjadi tanggungjawabnya dan berusaha pula agar setiap hasil kerjanya
menghasilkan kualitas yang baik dan memuaskan. Dengan kata lain, ia akan
menjadi orang yang terbaik dalam setiap bidang yang ditekuninya. Ada dua
tahapan yang harus dilakukan seseorang agar prestasi kerja meningkat dan
kerjapun bernilai ibadah.
Pertama, Kerja Ikhlas. Betapa banyak para pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya dengan tekun, cerdas, gigih dan penuh tanggungjawab namun jauh
dari nilai-nilai keikhlasan akhirnya menjadi petaka. Bekerja dengan dilandasi
keikhlasan adalah suatu keharusan agar materi dari hasil kerja didapat sementara
pahala diraih. Sesuai dengan doa yang seringkali dibaca ‘fiddunya hasanah wafil
akhirati hasanah…”Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
Islam dan Persoalan Ekonomi | 23
dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (al-Qur’an
Surat At-Taubah ayat 105)
Kedua, Kerja keras dan cerdas. Ukuran kerja keras adalah kesempatan
berbuat, tanpa pamrih, bekerja maksimal dan Kepasifan dalam menghadapi
pekerjaan membatasi seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan
profesionalismenya. Profesionalisme biasanya dijadikan ukuran dalam
peningkatan prestasi di setiap pekerjaan. Dalam mengerjakan sesuatu, seorang
muslim selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi
bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan
secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja
berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu
melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau
seoptimal mungkin.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib manusia sebelum mereka
mengubah apa yang ada pada dirinya. (Q.S. Ar-Ra’du ayat 11).
“dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya”. (Q.S. Al-Najm ayat 39).
2.5 Akhlak Bekerja dalam Islam
Pembahasan Akhlak bekerja, dikenal juga dengan istilah Etos kerja (work
ethic). Etos kerja suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pemahaman dan
pengamalan atas doktrin-doktrin keagamaan atau ideologi yang dianut. Agama
atau ideologi merupakan pembentuk etika yang paling dasar yang dikembangkan
sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan aktual masyarakat.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 24
Cendikiawan Muslim Nurcholis Majid dalam bukunya Islam Dogma dan
Peradaban mencatat beberapa konsep ajaran Islam yang terkait erat dengan
peningkatan kualitas etos kerja umat, antara lain :
1. Niat dan Tauhidullah
Dalam Islam kedudukan niat merupakan yang paling fundamental dalam setiap
praktek ibadah baik mahdah maupun ghairu mahdah. Baik buruknya suatu
pekerjaan tergantung pada niat pelakunya. Rasulullah bersabda :
ام ئرما لكل امنإو ةيلناب مالعاأل إمناىون
"Sesungguhnya setiap amal itu dengan niatnya, dan setiap perkara tergantung
pada apa yang ia niatkan".
Inilah yang membedakan antara sistem Islam dengan yang lain. Termasuk
dengan konfusianisme, faham ini secara nyata memang memberi pengaruh kuat
kepada pemeluknya untuk melakukan kerja keras. Sebab secara umum ajaran
yang ditekankan lebih mengarah kepada materialisme. Dimana kepemilikan
seseorang akan materi akan sangat menentukan tingkatan kastanya baik waktu
di dunia maupun ketika sesudah mati. Itulah karenanya dalam sistem ekonomi
negara yang menganut paham kongfusianisme lebih mengarah kepada sistem
yang menjunjung tinggi materi sebagai pusat perbaikan suatu bangsa.
Islam adalah agama yang mengajarkan tauhid pada setiap aspek kehidupan
umatnya. Seoarang muslim yang beriman wajib meyakini dengan lisan dan
qalbunya syahadat Lâ ilâha illallâh, lafadz ini berarti menafikan tuhan-tuhan
lain selain Allah. Tuhan-tuhan itu bisa berarti benda yang dicenderungi maupun
disembah (paganisme), ideologi seperti materialisme, hedonisme, atau sistem
kepercayaan yang diikuti yang lebih diutamakan dari pada Allah. Maka ketika
seseorang bekerja dengan didasarkan pada tauhid, hal itu menjadikanya
merdeka untuk melakukan apa saja yang diyakini selama tidak bertentangan
dengan kehendak Allah SWT.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 25
2. Ihsan dan Itqan
Untuk memperkuat dan memperjelas niat, umat Islam diperintahkan untuk
mengucapkan nama Allah (bismillâh) setiap awal pekerjaannya. Secara
filosofis ikrar kepada sesuatu berarti pengakuan atas apa yang dimiliki olehnya.
Allah dalam pandangan umat Islam adalah Tuhan yang maha segala-galanya,
tidak ada yang lebih maha dari pada Dia. Hal ini melahirkan kesadaran bahwa
sesuatu yang didasarkan kepada derajat tertinggi akan memberi motivasi kuat
untuk menyamakannya. Itulah Ihsan. Ihsan merupakan bentuk kerja yang
didasarkan pada kualitas kerja terbaik. Rasulullah bersabda :
هللا نإ" قال: هللا لو هللاي عن ننع هللا ع ي روع بن داب ش ىلعي يبأ عنتبك
اون سحإو ت، اإو ةتلقال اون سحإو تلت،ق وا ا : ح ش كل على ان ساإلح ل ةا
،لسم هاوي "نبيحت حريلو نترفش ،كحدأ يحدلو
"Sesungguhnya Allah mewajibkan Ihsan atas segala sesuatu, maka jika kamu
membunuh hendaklah membunuh degnan cara yang baik, dan jika kamu
menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah
menajamkan pisau dan menyenangkan hewan sembelihan itu (mempecepat
proses matinya)".
Berihsan dengan menajamkan pisau untuk menyembelih hewan qurban tidak
saja dilihat dari sudut pandang "kehewanan" tetapi juga menunjukkan kerja
yang efektif dan efisien. Dalam sistem kerja masyarakat modern, efektifitas dan
efisiensi merupakan tuntutan utama yang harus dimiliki semua orang jika ingin
berhasil.
Selain ihsan dikenal juga itqan, yaitu proses kerja dengan standar mutu terbaik.
Seorang muslim dituntut untuk tidak kerja asal-asalan, tetapi berorientasi pada
karya terbaik, indah dan memiliki kualitas yang diperhitungkan semua orang.
Rasulullah bersabda :
Islam dan Persoalan Ekonomi | 26
ا عم عمل ا إ أحدك، بحب هللا إنيتقنن أن
"Sesungguhnya Allah menyukai seseorang jika melakukan suatu kerja dengan
ber-itqan"
3. Pentingya bekerja dalam Islam
Kerja merupkan wujud keberadaan manusia di muka bumi (mode of existence).
Jika bapak filsafat modern Rene Descartes memformulasikan sebuah prinsip,
aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum), maka dalam tema ini menjadi
"aku bekerja maka aku ada". Sesorang akan dikenal dan diperhitungkan
berdasarkan kerja yang dilakukan. Selain kerja sebagai usaha memenuhi
kebutuhan, juga sebagai penunjukkan jati diri masyarakat dengan ideologi yang
diyakininya. Masyarakat di beberapa negara maju asia seperti Jepang, Korea
Selatan dan Hongkong dikenal sebagai masyarakat pekerja. Satu dengan yang
lain saling berlomba untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia. Itulah yang
disebut dengan fighting Spirit (semangan bersaing) dalam rangka mencapai
idealisme ideologi yang mereka anut.
Fighting Spirit sudah ada dalam sistem ajaran islam. Dianjurkan kepada
pemeluknya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Allah
berfirman :
إ اعا�ي��
�ل ا ن بت ا، ك
ل
�ت ام�إ�ي اونوك
ت
ن� ي�أ اوق��ت هللا ا�و ا�� يلو��م
ار�� ي�ي ا
و� و
ة�� لو� كل
ر يد �ق ء ع ش� ل
ك
�ى�عل
Islam dan Persoalan Ekonomi | 27
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di
mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada
hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-
Baqarah : 148)
Bekerja dengan semangat beramal soleh dalam rangka kejayaan diri, agama
dan bangsa merupakan jargon yang tak akan pernah padam karena merupakan
semangat utama yang bisa menjadikan pemeluk agama ini berada pada
tingkatan
tertinggi dalam peradaban manusia. Dan itu pernah terjadi pada masa sahabat
dan daulah Islamiyah.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 28
4. Mukmin yang Kuat lebih dicintai Allah
Kebanggaan sebagai suatu bangsa secara nyata telah menjadikan bangsa
tersebut sebagai bangsa pesaing. Masyarakat Inggris pernah mengklaim dirinya
sebagai manusia terdepan dalam sistem evolusi manusia ketika ditemukannya
fosil manusia Fieltdown, yang kemudian berlanjut dengan penjajahan kepada
bangsa- bangsa diberbagai tempat di dunia. Islam tidak mengajarkan rasisme
seperti itu, tetapi menanamkan keberanian dan kepercayaan diri untuk
melakukan banyak
hal sebagai seorang muslim yang mukmin kepadaNya. Allah berfirman :
ونم� تو�ل اب ن�
ن ع� نم لا
ر�ك�
�تو� و��� ن�
ن�
ن� ور�م�إ�ت سف ور�ع م� لاب
تانلل
م�أ ر�� ي�خ�� ر�خ أ ة
تنك،
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah…." (QS. Ali-Imran : 110)
Atau sabda Rasulullah saw. :
كل يفو فيعضال نملما من هللا ىلإ حبأو خري يلقوا نملماخري
"Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada
mukmin yang lemah, dan dalam berbagai hal (nyata) lebih baik"
Juga sabdanya saw. :
علين يعلى وال يعلو ام اإلهللا"Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya"
Kebanggaan sebagai seoarang muslim ini nyata telah menjadikan para sahabat
dulu memiliki jiwa dan semangat yang membara dalam rangka menyebarkan
Islam ke berbagai pelosok bumi. Semangat seperti ini seharusnya ditumbuhkan
kembali dalam rangka menjadikan umat Islam saat ini bangkit dari perasaan
terkucilkan, lemah, malas dan takut bersaing dengan negara atau bangsa lain.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam ekonomi islam, yang dimaksud ekonomi islam adalah pengetahuan
dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam
memperoleh sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan
memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat. Ekonomi
Islam didasarkan pada prinsip syariah yang di dalamnya ada perintah dan
peraturan tentang boleh tidaknya suatu kegiatan. Dasar hukum yang digunakan
adalah Al – Qur’an , As – Sunnah atau Ijma (Apabila hukum tidak ditemui di Al –
Qur’an maupun As – Sunnah).
Dalam masyarakat globalisasi saat ini, sistem ekonomi islam atau syari’ah
dapat digunakan untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalis maupun
komunisme.
3.2 Saran
Apa yang dibahas dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa pengetahuan mengenai ekonomi islam. Bagi mahasiswa
yang kelak terjun ke masyarakat diharapkan setelah membaca makalah ini
dapat memberikan pengetahuan (pencerahan) tentang prinsip-prinsip
ekonomi Islam dalam tataran keilmuan dan praktis. Kedepan mahasiswa
diharapkan lebih kritis setelah membaca makalah ini terutama dalam
menyikapi arus globalisasi dengan banyaknya sistem ekonomi ini.
Islam dan Persoalan Ekonomi | 30
DAFTAR PUSTAKA
Al-'Assal, A.M & Fathi Ahmad Abdul Karim. 1999. Sistem, Prinsip dan Tujuan
Ekonomi Islam (Terjemahan). Penerbit CV. Pustaka Setia.
An-Nabhaniy,T. 1953. Nizham Al-lslam. Beirut.
Muqaddimah Dustur aw Al Asbaabul Maujibatu lahu. Az-Zain, S. A. 1981.
Syari'at Islam: Dalam Perbincangan Ekonomi, Politik dan
Sosial sebagai Studi Perbandingan (Terjemahan). Penerbit Husaini.
Bandung. Budiono. 1998.
Ekonomi Makro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2.
Edisi 4. BPFE. Yogyakarta. Chapra, M. U. 1999.
Islam dan Tantangan Ekonomi: Islamisasi Ekonomi Kontemporer (Terjemahan).
Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. Karim, A. 2001.
Ekonomi Islami: Suatu kajian Ekonomi Mikro. Karim Business Consulting.
Jakarta Mankiw, N. G. 2000.
Pengantar Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mannan, M.A. 1993. Teori dan
Praktek Ekonomi Islam. Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta