goldengoal7.files.wordpress.com€¦ · web viewpergeseran struktur ekonomi memang diharapkan...
TRANSCRIPT
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditandai dengan adanya perubahan
struktur ekonomi, yaitu pergeseran dari dominasi sektor pertanian beralih ke
sektor industri, dilihat dari kontribusi nilai tambah terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB). Perubahan struktur ekonomi ini tentu membawa implikasi pada
perubahan sektor ekonomi lainnya, seperti: lapangan kerja, upah, dan struktur
ekspor. Dominasisektor industri dari sektor pertanian pada awal 1990-an ini
sebenarnya telah ditandai dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian dan
semakin meningkatnya kontribusi sektor industri dalam kurun waktu beberapa
tahun terakhir. Pergeseran struktur ekonomi memang diharapkan dapat menyerap
tenaga kerja lebih banyak ke sektor industri yang menimbulkan efek multiplier
terhadap sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, sektor industri tidak hanya
membuka lapangan kerja bagi sektornya sendiri tetapi juga lapangan kerja di
sektor-sektor lainnya.
Pada awal pembangunan ekonomi di Indonesia, perencanaan
pembangunan ekonomi Indonesia lebih berorientasi pada masalah pertumbuhan.
Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan di
Negara sedang berkembang adalah terjadinya pertumbuhan penduduk yang cukup
pesat yang seiring dengan laju pertumbuhan angkatan kerja yang cepat pula. Hal
ini dapat menjadi salah satu faktor penghambat pembangunan apabila tidak
diimbangi dengan perkembangan kesempatan kerja. Djojohadikusumo (1985: 27)
menyatakan bahwa perkembangan penduduk juga menambah angkatan kerja, hal
1
ini mengharuskan penciptaan lapangan kerja yang bersifat produktif di bidang
kegiatan yang semakin meluas. Sasaran pokok ialah untuk menanggulangi
masalah pengangguran.Peningkatan produksi barang dan jasa tanpa disertai
penciptaan kesempatan kerja produktif cenderung mempertajam ketimpangan
dalam hal pembagian pendapatan dan kesenjangan golongan masyarakat.
Dalam hal peningkatan produksi maka peningkatan kualitas pekerja harus
juga diperhatikan yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan rata-rata yang
semakin baik, memberi dampak positif terhadap produktivitas tenaga kerja.
Begitu pula peningkatan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja yang disertai
dengan penerapan teknologi yang sesuai, berdampak pula terhadap peningkatan
produktivitas tenaga kerja. Karena pendidikan merupakan salah satu bentuk
investasi dalam sumber daya manusia.
Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan
pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas
kerja.Untuk mewujudkan tujuan tersebut tetap akan bertumpu pada strategi
pembangunan yaitu trilogi pembangunan yang mencakup pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas. Maka pemerataan tersebut bukanlah sekedar
memperluas kesempatan kerja, namun lebihjauh lagi menyangkut kesempatan
berusaha, distribusi pendapatan, serta keselarasan pembangunan antar daerah.
Peralihan sebagian tenaga kerja di sektor industri bukan merupakan
persoalan yang sederhana. Peranan pendidikan, termasuk peningkatan
keterampilan angkatan kerja, sangatlah menentukan dalamproses ini. Oleh karena
itu, tuntutan terhadap pendidikan angkatan kerja merupakan pilihan strategis bagi
peningkatan produktivitas terutama di sektor industri.Sebagaimana diketahui
2
dalam rangka tujuan pembangunan nasional maka sektor industri ini diharapkan
dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh perekonomian. Industri
tidak saja sebagai usaha pemerataan pembangunan akan tetapi sebagai struktur
sosial yang dapat berproduksi dengan efektif dan mempunyai daya investasi yang
dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat memperkecil pengangguran. Sektor
industri memberikan peranan yang cukup besar terhadap perekonomian di
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi masalah pokok dan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa besar tingkat pertumbuhan ekonomi daerah pertanian dan
industri di Indonesia
2. Berapa besar tingkat produktivitas tenaga kerja pada sektor industri
di Indonesia.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Makalah
Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
1. Untuk mengukurdan menganalisis produktivitas pertumbuhan
ekonomi daerah pertanian dan industri di Indonesia
2. Untuk mengukur dan menganalisis produktivitas tenaga kerja
sektor industri di Indonesia.
2. Kegunaan
1. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penulis lain yang
menulis makalah pembangunan ekonomi daerah pertanian dan industri
3
2. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penulis lain yang
meneliti masalah produktivitas dan elastisitas kesempatan kerja.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai
perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang tersedia
didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam
menciptakan nilai sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Pembangunan
ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih
teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani,
pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai
peran dalam proses perencanaan.
Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik
memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan
nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara
mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik
untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.
Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah,
misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat
berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu,
derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh
karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang
seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan
5
sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan
mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat
daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan. (Lincolin
arsyad, 1999)
2.1.1 Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan
untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-sumberdaya public yang tersedia di
daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sector swasta dalam
menciptakan nilai sumberdaya-sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang
perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya public dan sector
swasta (petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi-organisasi
social) harus mempunyai peran dalam proses perencanaan. Melalui perencanaan
pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai
suatu unit ekonomi (economic entity) yang didalamnya terdapat berbagai unsur
yang berinteraksi satu sama lain.
2.1.2 Perlunya Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan sejak masa orde lama hingga saat ini terasa kurang
begitu maksimal dalam pelaksanaannya, sehingga terasa perlunya campur tangan
Pemerintah dalam menciptakan pembangunan yang cepat terutama di Negara
Sedang Berkembang (NSB). Pentingnya campur tangan Pemerintah, terutama
dalam pembangunan daerah, dimaksudkan untuk mencegah akibat-akibat buruk
6
dari mekanisme pasar terhadap pembangunan daerah serta menjaga agar
pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati berbagai daerah yang ada.
Myrdal (1957) berpendapat bahwa perpindahan modal cenderung menambah
ketidak merataan, di daerah-daerah yang sedang berkembang, permintaan
barang/jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang,
permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah.
Semua perubahan untuk daerah-daerah yang dirugikan yang timbul karena adanya
ekspansi ekonomi dari suatu daerah disebut backwash effects.
Disamping adanya pengaruh yang kurang menguntungkan bagi daerah lain
sebagai akibat dari adanya ekspansi ekonomi pada daerah tertentu, ada juga
keuntungan bagi daerah-daerah di sekitar di mana ekspansi ekonomi terjadi,
misalnya terjualnya hasil produksi darah, adanya kesempatan kerja baru, dan
sebagainya. Pengaruh yang menuntungkan karena adanya ekspansi ekonomi suatu
daerah ke daerah sekitarnya dinamankan spread effects.
Sesuai dengan pendapat Myrdal di atas, Hirschman (1958) juga mengemukakan
bahwa jika suatu daerah mengalami perkembangan, maka perkembangan itu akan
membawa pengaruh atau imbah ke daerah lain. Menurut Hirschman, daerah di
suatu Negara dapat dibedakan menjadi daerah kaya dan miskin. Jika perbedaan
antara kedua daerah tersebut semakin menyempit berarti terjadinya imbas yang
baik (trickling down effects). Sedangkan jika perbedaan antara kedua daerah
tersebut semakin jauh berarti terjadi proses pengkutuban (polarization effects).
Pro dan kontra terhadap adanya campur tangan Pemerintah sebagai berikut:
7
Pihak Pro :
. Mekanisme pasar menghambat pertumbuhan ekonomi daerah terbelakag.
. Dalam mekanisme pasar, keputusan didasarkan pada metode trial & error
. Dibutuhkan oleh daerah yang baru berkembang
. Menghemat pengeluaran pemerintah untuk pembangunan daerah
. Ekspansi ekonomi yang hanya terpusat ke beberapa daerah tertentu hanya akan
membawa masalah baru
Pihak Kontra :
. Mekanisme pasar mampu menciptakan harmonisasi antar daerah
. Campur tangan pemerintah akan mempengaruhi efisiensi ekonomi
. Campur tangan pemerintah dianggap “membantu yang gagal, menghukum yang
sukses”
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa campur
tangan pemerintah (perencanaan) untuk pembangunan daerah-daerah mempunyai
manfaat yang sangat tinggi, disamping mencegah jurang kemakmuran antar
daerah, melestarikan kebudayaan setempat, dapat juga menghindarkan perasaan
tidak puas masyarakat. Kalau masyarakat sudah tenteram, dapat membantu
terciptanya kestabilan dalam masyarakat terutama kestabilan politik, padahal
kestabilan dalam masyarakat merupakan syarat mutlak jika suatu Negara hendak
mengadakan pembangunan Negara secara mantap.
2.1.3 Implikasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
8
Ada 3 implikasi pokok dari perencanaa pembangunan ekonomi daerah :
1). Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistic memerlukan
pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional di mana
daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara
keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
2). Sesuatu yang tampaknya bik secara nasional belum tentu baik untuk daerah,
dan sebaliknya yang baik bagi darah belum tentu baik secara nasioanal.
3). Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah
misalnya, administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas- biayasanya
sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat.
Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat
tersebut. Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa
membedakan apa yang segoyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan,
dengan menggunakan sumberdaya-sumberdayanya pembangunan sebaik mungkin
yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang
lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya
dengan objek perencanaan.
2.1.4 Sumberdaya Perencanaan untuk Pembangunan Daerah
Hampir semua orang mengetahui bahwa hasil dari suatu pertumbuhan ekonomi
(pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik, peningkatan kekayaan dan
pendapatan, dsb) akan memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat. Namun
demikian, bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses, suatu proses di
9
mana suatu masyarakat menciptakan suatu lingkungan
(fisik/peraturan-peraturan/attitudinal) yang mempengaruhi hasil-hasil
pembangunan ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam menciptakan lingkungan yang sehat, pemerintah daerah
menggunakan sumberdaya-sumberdaya pembangunan yang utama.
1). Lingkungan Fisik sebagai Sumberdaya Perencanaan
Pemerintah daerah biasanya memperlihatkan masalah lingkungan fisik
(infrastruktur fisik) yang tentu saja penting bagi dunia usaha dan industry. Sector
swasta biasanya memiliki keinginan-keinginan, baik yang bersifat khusus maupun
umum dan persyaratan-persyaratan tertentu untuk lingkungan fisik. Kebutuhan
khusus biasanya mencakup jasa angkutan khusus atau jasa pembungan limbah.
Dalam banyak hal, bentuk-bentuk lingkungan fisik ini bisa dibuat seragam.
Dengan kata lain, pemerintah daerah bisa menyediakan jasa atau fasilitas khusus
untuk memenuhi keinginan dunia usaha atau industry.
Salah satu factor yang mempengaruhi keputusan lokasi dari investasi sector
swasta adalah daya tarik (attraction) atau amenity daru suatu daerah atau suatu
kota. Bentuk dari daya tarik atau amenity ini sering disebut kualitas hidup. Dunia
industry atau bisnis menganggap “livability” sebagai suatu factor lokasional yang
penting dan pemerintah daerah berada pada posisi yang terbaik untuk
memperbaiki kualitas hidup daerahnya.
2). Lingkungan Regulasi sebagai Sumberdaya Perencanaan
Kita semua memahami bahwa insentif dan kebihakan-kebijakan keuangan
10
merupakan input penting bagi proses pembangunan ekonomi. Banyak pemerintah
daerah sekarang yang dengan sungguh-sungguh mengkaji ulang system
regulasinya untuk menunjukkan bahwa “biaya untuk melakukan kegiatan usaha”
di daerah mereka mencerminkan keinginan mereka untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Dengan kata lain, untuk menarik dan mengembangkan
dunia usaha di daerahnya perlu penyederhanaan system regulasi. Misalnya,
beberapa kota di negera mau belakangan ini telah menciptakan pusat pelayanan
bisnis terpadu.
3). Lingkungan Attitudinal sebagai Sumberdaya Perencanaan
Kepututsan yang diambil sector swasta mengenai ekpansi investasi atau relokasi
tidak hanya didasarkan pada data kasar. Dalam kenyataannya, keputusan
akhir akan sangat dipengaruhi juga oleh semacam “feeling” atau
“judgement” investor mengenai reaksi masyarakat daerah calon lokasi
investasi. Dunia usaha sering kali tidak akan memilih suatu daerah tertentu
karena penduduknya dikenal, misalnya bersikap “anti bisnis”.
2.1.5 Informasi yang Dibutuhkan dalam Perencanaan Pembangunan Eonomi
Daerah
1). Data Kependudukan
Data kependudukan yang dipergunakan dalam perencanaan pembangunan daerah
11
adalah struktur penduduk (hierarchy of age grouping) yang dikaitkan dengan
tingkat pengerjaan (employment), umur, pendapatan, dan distribusi penduduk
menurut pekerjaan selama kurang lebih 10 tahun yang terakhir, dan burden of
dependency ratio.
Tujuan analisis kependudukan ini adalah untuk menentukan karakteristik
penduduk pada suatu daerah karena karakteristik penduduk tersebut berkaitan
dengan vitalitas masyarakat dan untuk menaksir target penduduk untuk kegiatan
ekonomi yang diinginkan.
2). Kondisi pasar Tenaga kerja
Data yang berkenaan dengan kondisi pasar tenaga kerja antara lain : informasi
tentang distribusi pengerjaan menurut jenis kelamin pada setiap industry,
informasi tentang pengangguran dan setengah pengangguran setiap sector industry
paling selama 5 tahun terakhir. Pola pengerjaan dalam suatu masyarakat akan
menunjukkan apakah sumberdaya manusia tersedia atau dibutuhkan untuk
pembangunan ekonomi dan beberapa jumlah angkatan kerja yang membutuhkan.
3). Karakteristik Ekonomi
Data ekonomi yang diperlukan antara lain: basis ekonomi suatu daerah,
perubahannya, dan responsnya terhadap perubahan keadaan ekonomi baru, selain
kondisi ekonomi masa lalu dan sekarang, factor-faktor yang mempengaruhi
vitalitas ekonomi juga perlu untuk dikaji. Pemahaman yang baik terhadap struktur
ekonomi merupakan tahap yang esensial dalam merancang program pembangunan
ekonomi yangka panjang.
12
4). Kondisi Fisik / Lokasional
Data yang diperlukan untuk kondisi fisik ini meliputi kajian tentang kondisi dan
bentuk fisik dari suatu daerah yang berhubungan dengan basis ekonominya,
termasuk penilaian tentang sumberdaya fiscal (pertanian, pertambangan, dan
sebagainya_, ketersediaan lahan untuk kawasan undustri, jaringan transportasi dan
komunikasi, persediaan perumahan, dan juga asset yang dapat digunakan untuk
daerah tujuan wisata. Pendokumentasian terhadap asset-aset lokasional (dan
“liabilities”) membantu kita dalam mengidentifikasi keunggulan ekonomi daerah
(dan kelemahannya).
5). Layanan Jasa Bagi Masyarakat.
Data tentang jasa-jasa pelayanan social, pendidikan, rekreasi, dan budaya yang
tersedia bagi masyarakat juga diperlukan. Jasa-jasa pelayanan tersebut akan
menambah daya tarik daerah sebagai tempat hidup dan bekerja.
2.1.6 Analisis Shift Share
Analisis shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis
perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional.
Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja
perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar
(regional atau nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja
perekonomian dalam 3 bidang yang berhibungan satu sama lain yaitu :
1) Pertumbuhan ekonomi
13
Daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara
sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sector yang sama di perekonomian
yang dijadikan acuan.
2) Pergeseran proporsional
Mengukur perubahan relative, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah
dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.
Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian
daerah terkonsentrasi pada industry-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang
perekonomian yang dijadikan acuan.
3) Pergeseran diferensial
Membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industry daerah
(lokasi) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika
pergeseran diferensial dari suatu industry adalah positif, maka industry
tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industry yang sama pada
perekonomian yang dijadikan acuan.
2.1.7 Location Quotients
Location quotient ini merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas
analisis shift share. Teknik ini membantu kita untuk menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sector.
Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
14
1). Kegiatan industry yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar
daerah yang bersangkutan. Industry seperti ini dinamakan industry basic.
2). Kegiatan ekonomi atau industry yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis
ini dinamakan industry non basic atau industry local.
Dasar pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang artinya adalah karena
industry basic menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah
maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan
menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari
luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di
daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan
menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya
menaikkna permintaan terhadap industry basic, tetapi juga menaikkan permintaan
akan industy non basic (lokasi). Kenaikan permintaan ini akan mendorong
kenaikan investai pada industry yang bersangkutan sehingga investasi dalam
sector industry local merupakan investasi yang didorong (induced) sebagai akibat
dari kenaikan industry basic.
Tugas pertama yang harus kita lakukan adalah mennggolongkan setiap industi
apakah termasuk industry basic atau non basic. Untuk keperluan ini dipakai
Locaton Quotient (LQ) yaitu : usaha mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan
(industry) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam
pereonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industry sejenis dalam
perekonomian regional atau nasional.
15
Kriteria penggolongan dapat bermacam-macam sesuai dengna keperluan,
misalnya dapat dilihat dari aspek kesempatan kerja, maka ukuran dasar yang
dipakai adalah jumlah tenaga kerja yang diserap. Jika dilihat dari usaha
menaikkan pendapatan daerah, maka ukuran dasar yang dipakai adalah besaranya
kenaikan yang diciptakan didaerah.
Location Quotient (LQ) dapat juga dihitung dengan cara lain yaitu dengan
membandingkan pendapatan yang berasal dari industry tekstil di darah
dengan pendapatan dari seluruh industry tekstil yang ada dalam suatu
Negara.
2.1.8 Angka Pengganda Pendapatan
Angka pengganda pendapatan (k) adalah suatu perkiraan tentang potensi kenaikan
pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam masyarak
2.2 Pengertian dan Penggolongan Industri
Banyak ahli dan lembaga yang memberikan pengertian dan definisi yang
berbeda-beda mengenal industri, baik secara umum maupun secara khusus, tetapi
pada dasarnya sama dalam mengartikannya. Untuk lebih jelasnya kita dapat
memperhatikan beberapa pendapat tentang industri yaitu industri adalah suatu
kumpulan dan perusahaan yang menghasilkan barang yang homogen, adalah
barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat (Hasibuan,
1994:12).
16
Selanjutnya Winardi (1992), mengemukakan bahwa industri diartikan
sebagai usaha produktif, terutama dalam bidang produksi atau perusahaan
tertentu, yang menyelenggarakan jasa-jasa misalnya transportasi dan perhubungan
- perhubungan yang menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang
relatif besar.
Istilah tersebut sering pula digunakan untuk mengidentifikasi suatu
produksi khusus dan usaha produktif, misalnya industri baja. Sementara menurut
Saleh (1990:25) pengertian industri dapat dilihat dari dua sisi yaitu: Industri
dalam arti sempit yaitu kumpulan beberapa perusahaan yang menghasilkan
produk sejenis, misalnya perusahaan tekstil, perusahaan rokok, perusahaan sepatu
dan lain sebagainya. Sedangkan dalam arti luas yaitu kumpulan dan beberapa
perusahaan pada umumnya yang menghasilkan produk yang sejenis, misalnya
industri di kota besar meliputi berbagai macam industri seperti pabrik makanan
dan minuman, obat-obatan, perabot rumah tangga dan lain sebagainya.
Dengan melihat batasan pengertian industri yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, memberikan pengertian industri sebagai kesatuan usaha produktif
yang menghasilkan barang-barang yang sejenis atau barang substitusi melalui
suatu proses produksi sehingga menjadi barang jadi yang sifatnya lebih baik atau
mempunyai nilai yang tinggi dan lebih bermanfaat bagi konsumen akhir.
Penggolongan industri ditinjau dan segi penggunaan tenaga kerja dianggap
belum memenuhi syarat sehingga pada tahun 1992 pemerintah menetapkan
penggolongan industri dalam tiga kategori yang terutama ditujukan untuk
pemberian kredit. Pendekatan pada penggolongan ini ditinjau dari segi pemilik
modal industri yang bersangkutan dalam hubungannya dengan kredit investasi.
17
Adapun penggolongan industri berdasarkan modal yang dimiliki ada tiga.
Pertama, golongan industri kecil dengan modal investasi kurang dari Rp. 200 juta.
Kedua, golongan industri sedang dengan modal investasi antara Rp. 200 juta
sampai dengan Rp. 500 juta. Ketiga, golongan industri besar dengan modal
investasi di atasRp. 500 juta.
International Standard of Industry Classification (ISIC), memiliki standar
klasifikasi yang digunakan oleh dunia internasional, juga Badan Pusat Statistik
dan lembaga-lembaga lainnya termasuk Departemen Perindustrian dengan
menggunakan istilah Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI). Adapun
klasifikasi industri menurut ISIC yaitu sebagai berikut Industri makanan,
minuman, dan tembakau; Industri tekstil, kulit dan pakaian jadi, Industri kayu;
Industri kertas dan barang darikertas termasuk percetakan; Industri kimia, karet
dan plastik; Industri galian bukan logam; Industri logam dasar; Industri barang -
barang dari logam dan industri pengolahan lainnya.
Berdasarkan eksistensi dinamisnya industri Indonesia dapat dibagi ke
dalam tiga kelompok kategori. Pertama, industri lokal adalah kelompok jenis
industri yang menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat
yang terbatas.Skala usaha kelompok ini umumnya sangat kecil dan mencerminkan
suatu pola pengusaha yang bersifat subsistem. Dengan target pemasaran yang
sangat terbatas telah menyebabkan kelompok ini menggunakan sarana transportasi
yang sederhana misalnya sepeda, gerobak dan lain - jam. Kedua, Industri sentra
adalah kelompokjenis industri yang dari segi satuan usahanya mempunyai skala
kecil tetapi membentuk suatu kelompok atau kumpulan unit usaha yang
menghasilkan barang sejenis. Apabila ditinjau dari segi target pemasarannya,
18
kategori yang kedua ini umumnya menjangkau pasar yang lebih luas daripada
kategori yang pertama, sehingga peranan pedagang perantara atau pengumpul
menjadi menonjol. Ketiga, industri mandiri pada dasarnya dapat dideskripsikan
sebagai kelompok jenis industri yang masih mempunyai sifat-sifat industri sentra
namun telah berkemampuan menggunakan teknologi industri yang telah cukup
canggih. Pemasaran hasil produksi kelompok ini relatif tergantung kepada peran
pedagang perantara.
2.2 Konsep Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang penggunaan faktor-
faktor produksi lainnya, yang akan digunakan dalam proses produksi. Tenaga
kerja merupakanfaktor terpenting dibanding yang lain karena manusia merupakan
penggerak dari seluruh faktor-faktor produksi tersebut.
Gambar 2.2. komposisi penduduk & tenaga kerja
2.2.1 Tenaga Kerja (Manpower)
§ Penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun), atau jumlah seluruh penduduk
dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan
19
terhadap tenaga kerja merek, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas
tersebut.
2.2.2 Angkatan Kerja (Labour Force)
§ Bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk
terlibat dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa.
2.2.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labor Force Participationrate)
§ Menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum sebagai
persentase penduduk dalam kelompok umum tersebut.
TPAK = Angkatan kerja : Tenaga kerja x 100%
2.2.4 Tingkat Pengangguran (Un employment Rate)
§ Angka yang menunjukan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja yang sedang
aktif mencari pekerjaan. Pengertian menganggur disini adalah aktif
mencari pekerjaan.
TP = jumlah orang yang mencari pekerjaan : jumlah angkatan kerja x 100%
20
2.2.5 Pengangguran Terbuka (Open Un Employment)
§ Bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif
mencari pekerjaan
2.2.6 Setengah Menganggur (Under Unemployment)
§ Perbedaan antara jumlah pekerjaan yang betul dikerjakan seseorang dalam
pekerjaannya dengan jumlah pekerjaan yang normal mampu dan ingin
dikerjakannya
2.2.7 Setengah Menganggur Yang Kentara (Visible Underemployment)
§ Jika seseorang bekerja tidak tetap (part time) di luar keinginannya sendiri, atau
bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari biasanya.
2.2.8 Setengah Menganggur Yang Tidak Kentara (Invisible Unemployment)
§ Jika seseorang bekerja secara penuh (fill time) tetapi pekerjaannya itu dianggap
tidak mencukupi, karena pendapatannya yang terlalu rendah atau pekerjaan
tersebut tidak memungkinkannya untuk mengembangkan seluruh
keahliannya.
21
2.3 Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
Penduduk dalam suatu negara dibedakan antara angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan bagian dan tenaga kerja, dibedakan
antara bekerja dan tidak bekerja, sedangkan mencari pekerjaan lebih dikenal
sebagai pengangguran terbuka. Berikut beberapa pengertian angkatan kerja yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, Kusumowhindho (1980: 194), memberikan
pengertian bahwa angkatan kerja adalah bagian dan tenaga kerja yang
sesungguhnya terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan
jasa. Yang tergolong dalam angkatan kerja tersebut ada dua.Pertama, mereka yang
selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja
sedikitnya dua hari. Kedua, mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan
tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dan dua hari, tetapi mereka
adalah: pekerja tetap, pegawai - pegawai pemerintah atau swasta yang sedang
tidak masuk karena cuti, sakit, mogok, dan sebagainya. Petani - petani yang
mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panenan atau
menunggu hujan untuk menggarap sawah, dan sebagainya. Orang - orang yang
bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, dan sebagainya,
diperhitungkan sebagai bekerja.
Sedangkan yang digolongkan pencari kerja diantaranya yaitu: mereka yang
pada saat pencacahan sedang berusaha mencari atau mendapatkan pekerjaan,
termasuk juga mereka yang pada saat pencacahan sedang menganggur dan
22
berusaha mendapat pekerjaan, dan mereka yang dibebastugaskan dan sedang
berusaha mendapat pekerjaan.
Suroto (1992: 18) mendefinisikan angkatan kerja yaitu sebagian dari
jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai pekerjaan dan yang tidak
mempunyai pekerjaan tetapi secara aktif atau pasif mencari pekerjaan. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa angkatan kerja adalah bagian penduduk yang
mampu dan bersedia melakukan pekerjaan dimana angkatan kerja atau labor force
terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur dan mencari
pekerjaan.
2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,
antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan,
mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga.
Sedangkan menurut pendapat Sumitro Djojohadikusumo (1987) mengenai
arti tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk
mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka
yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja.
2.3.2 Pengertian Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang bekerja
maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti patani
23
yang sedang menunggu panen/hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit, dan
sebagainya. Disamping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedag
mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan atau bekerja secara tidak
optimal disebut pengangguran.
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang sedang bersekolah, mengurus
rumah tangga tanpa mendapat upah, lanjut usia, cacat jasmani dan sebagainya,
dan tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat dimasukkan kedalam kategori
bekerja, sementara tidak bekerja, atau mencari pekerjaan.
2.3.3 Pengertian Kesempatan Kerja.
Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan
tenaga kerja itu dapat juga disebut sebagai kesempatan kerja. Kesempatan kerja
itu sendiri adalah suatu keadaan yang menggambarkan terjadinya lapangan kerja
(pekerjaan) untuk diisi pencari kerja.
Kesempatan kerja di Indonesia dijamin dalam UUD 1945 pada pasal 27
ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak”. Dari bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 itu jelas bahwa
pemerintah Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja bagi anggota masyarakat
karena hal ini berhubungan dengan usaha masyarakat untuk mendapat
penghasilan.
24
2.3.4 Berdasarkan penduduknya
. Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan
sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang
Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka
yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun.
. Bukan tenaga kerja
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak
mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga
Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka
yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok
ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak.
2.3.5 Berdasarkan batas kerja
. Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang
sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang
aktif mencari pekerjaan.
. Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang
kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh
kelompok ini adalah:
. anak sekolah dan mahasiswa
. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan
25
para pengangguran sukarela
2.3.6 Berdasarkan kualitasnya
. Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau
kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan
nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.
. Tenaga kerja terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang
tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan
latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut.
Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.
. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar
yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu
rumah tangga, dan sebagainya
2.3.7 Masalah Ketenagakerjaan
Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
. Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat tingkat
pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat
pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
26
teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini
akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
. Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan
lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan
kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan
pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan
kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
. Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di
daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian,
perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi
pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang
belum dikelola secara maksimal.
• Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di
Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang
berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar
mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah
angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan semakin
banyak.
2.3.8 Analisis Pasar Tenaga Kerja Di Tingkat Regional
Terdapat 8 pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami mekanisme pasar
27
tenaga
kerja yaitu pendekatan <eoklasik dan pendekatan 'eynesian. 'urva permintaan
tenaga kerja
memiliki kemiringan negatif sedangkan kurva penawaran tenaga kerja memiliki
kemiringan
positif. +erpotongan kurva permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja akan
menentukan
keseimbangan pasar tenaga kerja. "ika upah yang berlaku di pasar lebih tinggi
dibandingkan
dengan tingkat upah yang berlaku pada kondisi keseimbangan maka akan
menimbulkan
terjadinya pengangguran tidak sukarela.
7enurut kaum <eoklasik cara untuk menurunkan pengangguran tidak sukarela
adalah
dengan menurunkan upah yang berlaku di pasar sedangkan menurut kaum
'eynesian cara untuk
menghapus pengangguran tidak sukarela adalah dengan menggeser kurva
permintaan tenaga
kerja ke atas. seberapa hal yang dapat menyebabkan sulitnya upah untuk turun
adalah
(a) keberadaan serikat pekerja
(b) penentuan upah minimum dan
(c) adanya program subsidi.
,i tingkat regional jika upah yang berlaku di pasar lebih tinggi daripada upah
28
keseimbangan
pasar akan menyebabkan berbagai kemungkinan yaitu6
(a) turunnya upah riil dan
(b) bekerjanya efek pendapatan-pengeluaran.
2.4 Produksi dan Produktivitas Tenaga Kerja
2.4.1 Pengertian Produksi
Secara umum produksi selalu berkaitan dengan usaha suatu perusahaan
untuk menciptakan barang dan jasa sehingga akan memiliki nilai tambah. Swastha
(1997:280), mengemukakan bahwa Produksi adalah suatu proses yang mengubah
suatu bahan menjadi beberapa bentuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin, pengepresan dan sebagainya.
Menurut Assauri (1993:2), menjelaskan bahwa Produksi adalah suatu
kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan atau utility sesuatu barang
danjasa, untuk kegunaan yang membutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam
ilmu ekonomi berupa tanah, modal, tenaga kerja, dan teknikal skill.
Menurut Ahyari (1998: 67) bahwa atas dasar wujud dan proses yang
dilaksanakan, maka proses produksi tersebut dibagi menjadi beberapa jenis,
diantaranya yaitu proses produksi kimiawi merupakan suatu proses produksi yang
menitikberatkan pada adanya proses analisa atau sintesa serta senyawa kimia,
proses produksi perubahan bentuk merupakan suatu proses produksi yang
menitikberatkan pada perubahan bentuk dan input menjadi output, proses
produksi assembling merupakan proses produksi yang mengutamakan proses
29
penggabungan (assembling) dan komponen - komponen produk. Dan proses
produksi transportasi merupakan suatu proses produksi yang menciptakan jasa
pemindahan tempat dan barang atau manusia, sehingga mempunyai kegunaan atau
21memperoleh manfaat tambahan.
2.4.2 Produktivitas
Secara terminologi, produktivitas berasal dan Bahasa Inggris, yaitu
“productivity” yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang menghasilkan. S. P
Siagian memberikan pengertian bahwa Produktivitas adalah kemampuan
memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia
dengan menghasilkan luaran (output) yang optimum, bahkan kalau mungkin
maksimum.
Bila pengertian produktivitas di atas disimak lebih jauh, akan tampak
bahwa produktivitas dan produksi mempunyai pengertian mendasar yang sama,
produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses mengubah bahan
mentah menjadi bahan jadi, sedangkan produktivitas adalah kombinasi dari
tingkat efisiensi dan efektivitas dan sumber-sumber yang digunakan dalam
produksi.
2.4.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Tinggi rendahnya produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya seperti dikemukakan oleh Muchdarsyah (2003 : 56-58) yaitu :
. 1) Manusia : a. Kuantitas b.Tingkat keahlianc. Latar belakang kebudayaan dan
pendidikand. Kemampuan, sikape. Minatf. Struktur pekerjaan, keahlian,
30
dan umur (kadang-kadang jenis kelamin) dari angkatan kerja
. 2) Modal a. Modal tetap ( mesin, gedung, alat-alat, volume dan strukturnya)
b.Teknologi R dan D (Research dan Development = Litbang)c. Bahan
baku ( volume dan standar)
. 3) Metode/Prosesa. Tata ruang tugasb. Penanganan bahan baku penolong dan
mesin c. Perencanaan dan pengawasan produksid. Pemeliharaan melalui
pencegahane. Teknologi yang memakai cara alternatif
. 4) Produksi a.Kuantitas b.Kualitasc.Ruangan produksi d.Struktur campuran
e.Spesialisasi produksi
. 5) Lingkaran organisasi (internal) a.Organisasi dan perencanaan b.Sistem
manajemen c.Kondisi kerja (fisik) d.Iklim kerja (sosial)e.Tujuan
perusahaan dan hubungannya dengan tujuan lingkungan f.Sistem insentif
g.Kebijaksanaan personaliah.Gaya kepemimpinani.Ukuran perusahaan
(ekonomi skala)
. 6) Lingkungan negara (eksternal) a.Kondisi ekonomi dan perdagangan
b.Struktur sosial dan politik c.Struktur Industri d.Tujuan pengembangan
jangka panjange.Pengakuan atau pengesahanf.Kebijakan ekonomi
pemerintah (perpajakan dan lain-lain)
g.Kebijakan tenaga kerjah.Kebijakan R dan D (Penelitian dan Pengembangan)
i.Kebijakan energij.Kebijakan pendidikan dan latihank.Kondisi iklim dan
geografisl.Kebijakan perlindungan lingkungan
31
. 7) Lingkungan internasional (regional) a.Kondisi perdagangan dunia
b.Masalah-masalah perdagangan internasional c.NMK, investasi, usaha
bersama d.Spesialisasi internasional e.Kebijakan migrasi tenaga kerja
f.Fasilitas latihan internasional (regional) g.Bantuan internasionalh.Standar
tenaga kerja dan teknik internasional
. 8) Umpan balik
Namun J. Ravianto (1986 : 12) juga mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yaitu sebagai berikut :a. Pendidikan
dan ketrampilanb.Disiplinc.Sifat dan etikad.Motivasie.Tingkat penghasilan
f. Lingkungan dan iklimg.Gizi dan kesehatanh.Hubungan antara anggota keluarga
i. Teknologij. Manajemenk.Kesempatan berprestasi
2.4.4 Pengukuran Produktivitas Kerja
Pengukuran produktivitas kerja merupakan alat manajemen yang penting di
semua tingkatan ekonomi. Secara sektoral maupun nasional, produktivitas kerja
menunjukkan kegunaannya dalam membantu mengevaluasi penampilan,
perencanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor
ekonomi yang berbeda untuk menentukan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau
ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap
perkembangan ekonomi.
32
Pengukuran produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk
menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, manfaat lainnya adalah untuk
menentukan target, dan kegunaan praktisnya sebagai patokan dalam pembayaran
upah karyawan.Kriteria yang dipakai untuk melakukan suatu pengukuran
produktivitas kerja lebih mudah dilakukan apabila diketahui jenis bidang
pekerjaan yang akan diukur produktivitasnya.
Secara umum jenis bidang pekerjaan dapat dibagi menjadi dua yaitu; (a).
Production Job dan (b). Non Production Job.
Selanjutnya dijelaskan bahwa production job merupakan suatu bidang pekerjaan
yang hasilnya dengan segera dapat dilihat dan dapat dihitung secara langsung
yaitu dengan menghitung jumlah produksi yang dicapai dalam satuan waktu
tertentu. Sedangkan non production job merupakan suatu bidang pekerjaan yang
hasilnya tidak dapat dilihat dan dihitung pada saat itu, juga karena faktor- faktor
pendukungnya sangat kompleks.
Pengukuran produktivitas tenaga kerja merupakan sesuatu yang menarik, sebab
mengukur hasil-hasil tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang
bervariasi.
Menurut Muchdarsyah (2003 :25) pengukuran produktivitas tenaga kerja dapat
dicari dengan rumus :
Produktivitas tenaga kerja = hasil dalam jam - jam standar masukan dalam jam -
jam waktu
33
Dari pengertian pengukuran produktivitas kerja diatas, maka dalam penelitian ini
pengukuran produktivitas kerja dihitung dengan melihat kuantitas produk yang
dihasilkan tiap karyawan per satuan waktu.
Tujuan diadakannya pengukuran produktivitas adalah untuk membandingkan
hasil:a.Pertambahan produksi dari waktu ke waktub.Pertambahan pendapatan dari
waktu ke waktu
c.Pertambahan kesempatan kerja dari waktu ke waktu
d.Jumlah hasil sendiri dengan orang laine.Komponen prestasi sendiri dengan
komponen prestasi utama orang lain.(Syarif,
1991:7)Pengukuran produktivitas pada karyawan perusahaan biasanya
menggunakan beberapa cara yaitu: a. Physical Productivity
Adalah pengukuran produktivitas dengan menggunakan cara kuantitatif seperti
ukuran (size) panjang, berat, banyak unit, waktu dan banyak tenaga kerja.
b. Value ProduktivityAdalah pengukuran produktivitas dengan menggunakan nilai
mata uang
yang dinyatakan dalam bentuk rupiah, yen dan dollar.(J.Ravianto, 1986:21)
Dengan adanya pengukuran produktivitas dapat diketahui produktivitasnya
menurun atau meningkat untuk selanjutnya perusahaan menentukan kebijakan
yang tepat apabila produktivitasnya menurun maupun memberikan penghargaan
34
apabila produktivitasnya meningkat secara intensif.
2.4.5. Dua faktor utama yang menentukan produktivitas yaitu :
1. Faktor teknis : yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan
penerapan secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien
atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis.
2. Faktor manusia : faktor yang berpengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan
manusia didalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Ada 2 hal pokok yang menentukan yaitu kemampuan kerja dari pekerja
tersebut dan motivasi kerja
2.4.6. Dasar-Dasar Perancangan / Penelitian Kerja (Work Design / Study)
Dan Kaitannya Dengan Upaya Peningkatan Produktivitas
Di dalam mempelajari prinsip-prinsip kerja yang ada, maka ruang lingkup yang
dipelajari dan dianalisa bukan saja menyangkut prinsip gerakan kerja atau
disekitar itu, akan tetapi juga menyangkut banyak prinsip perancangan kerja yang
lain. Pada prakteknya maka aktivitas penelitian kerja ini akan mencoba meneliti
tiga hal, yaitu :Siapa (who)?, bagaimana (how) ?, dimana (where) ?, kapan
(when), bagaimana (what)?.
Unsur manusia yang diamati dalam penelitian ini akan meliputi semua unsur
manusia yang ada dalam organisasi baik sebagai pekerja biasa, perencana, ahli
teknik, maupun manajer. Beberapa hal di bawah ini harus diperhatikan :
a. Penelitian kerja harus dilaksanakan oleh personil yang berpengalaman dan
35
memiliki latar belakang pengetahuan / pelatihan tentang penelitian kerja yang
cukup.
b. Penelitian kerja harus konsisten dengan arah tujuan organisasi yang ada yaitu
semaksimal mungkin berusaha meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja.
c. Penelitian kerja dan juga hasil-hasil kerja yang diperoleh dalam analisisnya
harus dibuat secara tertulis.
d. Di dalam pelaksanaannya maka penelitian kerja haruslah diketahui dan
disetujui baik dari pihak manajemen maupun personil yang diamati performans
kerjanya.
2.4.7. FAKTOR MANUSIA DALAM SISTEM PRODUKSI
Ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaannya. Human engineering (Ergonomi) didefinisikan
sebagai perancangan “man machine – interface” sehingga pekerja dan mesin bisa
berfungsi lebih efektif dan efisien sebagai sistem manusia mesin yang terpadu.
Tujuan pokoknya adalah terciptanya desain sistem manusia – mesin yang terpadu
sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai secara optimal. Dengan
ergonomi proses perancangan mesin akan memperhatikan aspek manusia dalam
interaksinya dengan mesin secara lebih baik lagi. Untuk mengembangkan
ergonomi maka diperlukan dukungan berbagai disiplin keilmuan seperti psikologi,
antropologi, faal/anatomi dan teknologi.
Suatu sistem akan terjadi dalam lingkungan yang akan memberi batasan, dan
perubahan-perubahan yang timbul dalam lingkungan ini akan mempengaruhi
sistem dan elemen-elemen sistem tersebut. Satu hal yang akan sangat penting
dipertimbangkan di dalam analisis sistem ialah bahwa setiap sistem akan
36
merupakan bagian (sub sistem) dari sistem lain yang lebih besar.
2.4.8. PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN METODE
PENGUKURAN LANGSUNG
Pengukuran waktu kerja berhubungan dengan usaha untuk menetapkan waktu
baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan pengukuran kerja
adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang
dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan waktu baku diperlukan untuk :
* Man power planning
* Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan
* Penjadwalan produksi dan penganggaran
Pengukuran waktu kerja dengan jalan henti (stop watch time study)
Diperkenalkan pada abad 19 oleh Frederick W. Taylor. Metode ini baik
diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang.
Pengukuran kerja dengan jam henti merupakan cara pengukuran yang obyektif
karena waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar
diestimasi secara subyektif.
37
Prosedur pelaksanaan dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran waktu
kerja jam henti meliputi penetapan tujuan pengukuran, persiapan awal pengukuran
waktu kerja, pengadaan kebutuhan alat-alat pengukuran kerja, Pembagian operasi
menjadi elemen-elemen kerja, Cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja,
Penetapan jumlah siklus kerja yang diamati, Metode sederhana untuk menetapkan
jumlah pengamatan, Analisa / test keseragaman data, Penyesuaian waktu dengan
rating performance kerja :
a. Skill dan effort rating
b. Westing house system’s rating
c. Synthetic rating
d. Performance rating atau speed rating
2.5 Pengaruh Pendidikan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya
manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan
pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja.
Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya
pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi.
Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu
tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya.
38
Gambar 2.5. pengaruh pendidikan terhadap produktivitas tenaga
kerja
Peningkatan kualitas pekerja yang dicerminkan oleh tingkat
pendidikan rata - rata yang semakin baik, memberi dampak positif terhadap
produktivitas tenaga kerja. Begitu pula dengan upaya peningkatan keterampilan
dan pelatihan tenaga kerja yang disertai dengan penerapan teknologi yang sesuai,
berdampak pula terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja.
39
2.6 Kesempatan Kerja
Gambar 2.6. kesempatan kerja
Kesempatan kerja mengandung pengertian adanya waktu yang tersedia
atau waktu luang, yang membawa kesempatan atau kemungkinan dilakukan
aktivitas yang dinamakan bekerja.
Elastisitas kesempatan kerja merupakan angka yang menunjukkan tingkat
hubungan fungsional antara pertumbuhan kesempatan kerja dengan laju
pertumbuhan ekonomi.
Suatu fenomena yang menarik di Indonesia adalah adanya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tetapi tidak/kurang mampu menciptakan kesempatan kerja,
Hal ini disebabkan karena pencapaian pertumbuhan ekonomi yang terjadi kurang
bisa menyerap tenaga kerja yang ada karena faktor yang tidak mendukung.
Kebijaksanaan yang mestinya dilakukan untuk mendorong tercapainya tingkat
40
kesempatan kerja yang tinggi, yaitu penanaman modal di sektor tertentu seperti
industri pertanian.
Tingkat kesempatan kerja yang tinggi merupakan hasil berbagai bentuk
kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan dapat mengacu kepada
kebijakan-kebijakan yang meliputi penentuan harga sebagian sumber daya
tertentu yang pada akhirnya mempengaruhi penyerapan tenaga kerja oleh industri.
Menurut Simanjuntak (1985:80), mengemukakan bahwa besarnya permintaan
perusahaan akan tenagakerja tergantung pada besarnya permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut. Fungsi permintaan
biasa didasarkan pada Teori Neo Klasik mengenai Marginal Physical Product of
Labor, permintaan terhadap tenaga kerja berkurang apabila tingkat upah naik.
2.5.2 Sektor Industri dalam Hubungannya dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor industri merupakan sektor ekonomi yang mengalami peningkatan
yang pesat dari tahun ke tahun, baik dilihat dan segi jumlah industri, investasi di
sektor industri, produktivitas maupun persebarannya. Dalam sektor industri
dilakukan beberapa pemerataan antara lain yaitu pemerataan perluasan
kesempatan kerja, pemerataan perluasan penyerapan tenaga kerja, pemerataan
pembangunan dan hasil - hasilnya, pemerataan peningkatan pendapatan
masyarakat.
Pembangunan sektor industri ditujukan untuk memperluas kesempatan
kerja, kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan
daerah dalam rangka meningkatkan ekspor serta mengurangi impor agar
menghemat devisa negara.
41
Salah satu yang mesti diperhatikan dalam pembangunan industri agar
terjadi hubungan positif antara pertumbuhan industri dengan penyerapan tenaga
kerja adalah bagaimana agar pembangunan industri dapat memberikan kontribusi
yang nyata dalam penyerapan tenaga kerja dan dalam mengatasi pengangguran.
2.5.3 Konsep Ketenagakerjaan dan Tenaga Kerja
Sumber Daya Manusia (SDM) atau human resources mengandung dua pengertian.
Pertama, SDM mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan
dalam proses produksi. Kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu
memberikan jasa atau usaha kerja. Mampu bekerja berarti mampu melakukan
kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara
fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain, orang dalam usia
kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau man power (Payaman J. Simanjuntak,
2001).
Dalam proses produksi sebagai suatu strutur dasar aktivitas perekonomian, tenaga
kerja merupakan faktor yang sangat penting, karena tenaga kerja tersebut
bertindak sebagai pelaku ekonomi, berbeda dengan faktor produksi lainnya yang
bersifat pasif (seperti : modal, bahan baku, mesin, dan tanah). Tenaga kerja
berkemampuan bertindak aktif, mampu mempengaruhi dan melakukan
manajemen terhadap faktor produksi lainnya yang terlibat dalam proses produksi
(Sonny Sumarsono, 2003).
42
Tenaga kerja adalah penduduk dengan batas umur minimal 10 tahun tanpa batas
maksimal. Dengan demikian, tenaga kerja di Indonesia yang dimaksudkan adalah
penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih, sedangkan yang berumur di bawah
10 tahun sebagai batas minimum. Ini berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur
tersebut sudah banyak penduduk yang berumur muda yang sudah bekerja dan
mencari pekerjaan (Payaman J. Simanjuntak, 2001). Sedangkan tenaga kerja
terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli
dalam bidang tertentu (Sadono Sukirno, 2003).
Pada dasarnya tenaga kerja dibagi ke dalam kelompok angkatan kerja (labor
force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk dalam angkatan kerja adalah (1)
golongan yang bekerja dan (2) golongan yang menganggur dan mencari
pekerjaan. Menurut BPS (2008), angkatan kerja yang di golongkan bekerja adalah
:
1. Angkatan kerja yang di golongkan bekerja adalah :
a) Mereka yang dalam seminggu sebelum pencacahan melakukan
pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
penghasilan atau keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit
selama satu jam dalam seminggu yang lalu.
b) Merekayangselamaseminggusebelumpencacahantidakmelakukan
pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam tetapi mereka adalah :
1)
43
2)
3)
2. Angkatan pekerjaan yaitu:
a)
b)
c)
Pekerja tetap, pegawai pemerintah / swasta yang saling tidak masuk kerja karena
cuti, sakit, mogok, mangkir ataupun perusahaan menghentikan kegiatan
sementara.
Petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu
hujan untuk menggarap sawah.
Orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, dalang, dan lain-lain.
kerja yang digolongkan menganggur dan sedang mencari
Mereka yang belum pernah bekerja, tetapi saat ini sedang berusaha mencari
pekerjaaan.
Mereka yang sudah pernah bekerja, tetapi pada saat pencacahan menganggur dan
berusaha mendapatkan pekerjaan.
Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan
44
pekerjaaan.
Sedangkan yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah
tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan tidak mempunyai
pekerjaan, yaitu orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa),
mengurus rumah tangga maksudnya ibu-ibu yang bukan merupakan wanita karier
atau bekerja, serta penerimaan pendapatan tapi bukan merupakan imbalan
langsung dari jasa kerjanya (pensiun, penderita cacat) (Payaman J. Simanjuntak,
2001).
2.5.4 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin tinggi
tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja. Tiap
perusahaan mempunyai jumlah dan fungsi permintaan yang berbeda sesuai
dengan besar kecilnya perusahaan atau produksi, jenis usaha, penggunaan
teknologi, serta kemampuan manajemen dari pengusaha yang bersangkutan
(Payaman J. Simanjuntak, 2001).
Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan jumlah
satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk di tawarkan. Jumlah satuan
pekerja yang ditawarkan tergantung pada (1) besarnya penduduk, (2) persentase
penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, (3) jam kerja yang
45
ditawarkan oleh peserta angkatan kerja, di mana ketiga komponen tersebut
tergantung pada tingkat upah (Payaman J. Simanjuntak, 2001).
Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam
masyarakat. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat
employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan
tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja
dipengaruhi oleh tingkat upah. Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran
tenaga kerja akan meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah meningkat maka
permintaan tenaga kerja akan menurun (Payaman J. Simanjuntak, 2001).
Berikut Gambar 2.1 yang menunjukkan adanya keseimbangan antara permintaan
dan penawaran tenaga kerja.
2.5.5 Tingkat Partisipasi Kerja
Payaman J. Simanjuntak (2001) menyatakan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPK) atau Labour Force Participation (LPFR) suatu kelompok penduduk tertentu
adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia
kerja dalam kelompok yang sama. Secara singkat Tingkat Partisipasi Kerja (TPK)
adalah jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja dalam kelompok
yang sama.
TPK = Jumlah angkatan
46
Menurut Sony Sumarsono (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
besarnya TPK, antara lain :
1. Jumlah penduduk yang masih bersekolah
Semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil jumlah
angkatan kerja dan semakin kecil TPK.
2. Jumlah penduduk yang mengurus rumah tangga
Semakin banyak anggota dalam tiap-tiap keluarga yang mengurus rumah
tangga semakin kecil TPK.
3. Tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga
Keluarga berpendapatan besar relatif terhadap biaya hidup cenderung
memperkecil jumlah anggota keluarga untuk bekerja, jadi TPK relatif
rendah. Sebaliknya keluarga yang biaya hidupnya sangat besar relatif
kepada penghasilannya cenderung untuk memperbanyak jumlah anggota
keluarga bekerja, jadi TPK relatif tinggi.
4. Umur
Penduduk berumur muda umumnya tidak mempunyai tanggung jawab
yang tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga. Bahkan
mereka umumnya bersekolah. Penduduk dalam kelompok umur 22-55
tahun, terutama laki-laki, umumnya dituntut untuk ikut mencari nafkah
dan oleh sebab itu TPK relatif besar. Sedangkan penduduk diatas usia 55
tahun kemampuan bekerja sudah menurun, dan TPK umumnya rendah.
5. Tingkat upah
Semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak anggota
47
keluarga yang tertarik masuk pasar kerja, atau dengan kata lain semakin
tinggi TPK.
6. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan
untuk bekerja. Terutama bagi para wanita, dengan semakin tinggi
pendidikan, kecenderungan untuk bekerja semakin besar, dan TPK
semakin besar.
7. Kegiatan ekonomi
Program pembangunan di satu pihak menuntut keterlibatan lebih banyak
orang. Di lain pihak program pembangunan menumbuhkan harapan-
harapan baru. Harapan untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan
tersebut dinyatakan dalam peningkatan partisipasi kerja. Jadi semakin
bertambah kegiatan ekonomi semakin besar TPK.
2.5.6 Pengangguran
Pengangguran adalah angka yang menunjukkan berapa banyak dari jumlah
angkatan kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan. Sedangkan orang yang
menganggur dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak bekerja dan yang secara
aktif mencari pekerjaan selama empat minggu sebelumnya, sedang menunggu
panggilan kembali untuk suatu pekerjaan setelah diberhentikan atau sedang
menunggu untuk melapor atas pekerjaan yang baru dalam waktu empat minggu
(Mulyadi Subri, 2003).
48
Pengangguran terbuka (Open Unemployment) adalah bagian dari angkatan kerja
yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang akif mencari pekerjaan. Setengah
menganggur dibagi dalam dua kelompok yaitu : (1) Setengah menganggur kentara
(Visible Underemployed) yakni seseorang yang bekerja tidak tetap (part time) di
luar keinginannya sendiri atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek. dan (2)
setengah menganggur tidak kentara (invisible underemployed) yaitu seseorang
yang bekerja secara penuh (full time) tetapi pekerjaannya dianggap tidak
mencukupi, karena pendapatannya yang terlalu rendah atau pekerjaan tersebut
tidak memungkinkan ia untuk mengembangkan seluruh keahliannya. (Mulyadi
Subri, 2003).
2.5.7 Klasifikasi Pengangguran
Pengangguran dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara misalnya menurut
wilayah geografis, jenis pekerjaan dan alasan mengapa orang tersebut
menganggur. Berikut jenis pengangguran menurut sifat dan penyebabnya :
1. Pengangguran Friksional
Adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam
mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan
temporer ini dapat berbentuk waktu proses seleksi pekerjaan, faktor jarak
serta kurangnya informasi. Pengangguran friksional dapat pula terjadi
karena kurangnya mobilitas pencari kerja dan pencari kerja tidak
mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan. Secara teoritis jangka
waktu pengangguran tersebut dapat di persingkat melalui penyediaan
49
informasi pasar kerja yang lebih lengkap. (Payaman J. Simanjuntak,
2001).
2. Pengangguran Struktural
Adalah pengangguran yang terjadi karena perubahan dalam stuktur
atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian
memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan
sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan
ketrampilan baru tersebut. Penganggur sebagai akibat perubahan struktur
perekonomian pada dasarnya memerlukan tambahan latihan untuk
memperoleh ketrampilan baru yang sesuai dengan permintaan dan
teknologi baru. (Payaman J. Simanjuntak, 2001 ).
3. Pengangguran Siklis
Pengangguran Siklis terjadi karena kurangnya permintaan timbul
apabila pada tingkat upah dan harga yang berlaku, tingkat permintaan
tenaga kerja secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah
pekerja yang menawarkan tenaganya (Payaman J. Simanjuntak, 2001).
4. Pengangguran Terpaksa dan Pengangguran Sukarela
Pada tingkat keseimbangan yang diciptakan oleh pasar kompetitif,
perusahaan-perusahaan akan mau memperkerjakan semua pekerja yang
memenuhi kualifikasi dan mau bekerja pada tingkat upah yang berlaku.
Pengangguran yang terjadi kalau ada pekerjaan yang tersedia, tetapi orang
50
yang menganggur tidak bersedia menerimanya pada tingkat upah yang
berlaku untuk pekerjaan tersebut disebut pengangguran sukarela (Payaman
J. Simanjuntak, 2001).
5. Pengangguran Musiman
Adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim.
Pengangguran musiman bersifat sementara saja dan berlaku dalam waktu-
waktu tertentu.( Payaman J. Simanjuntak, 2001).
2.5.8 Lamanya Masa Pengangguran
Masa pengangguran adalah periode dimana seseorang terus menerus menganggur
atau lamanya menganggur rata-rata seorang pekerja. Lama pengangguran tersebut
tergantung pada : (a) organisasi pasar tenaga kerja, berkenaan dengan ada atau
tidak adanya lembaga / penyalur tenaga kerja dan sebagainya; (b) keadaan
demografi dari angkatan kerja, sebagaimana telah dibahas di atas; (c) kemampuan
dari keinginan para penganggur untuk tetap mencari pekerjaan yang lebih baik
serta; (d) tersedianya dan bentuk perusahaan.
51
III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pertumbuhan Ekonomi Sektor pertanian dan Industri
Perekonomian Indonesia pada kuartal IV - 2013 sedikit membaik dengan
mencatat laju pertumbuhan year - on - year menjadi 5,72 % meski lebih rendah
jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu 6,18
%. Hal ini terutama disebabkan oleh tekanan pada transaksi berjalan dan
pelemahan nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan kenaikan laju inflasi.
Tekanan pada transaksi berjalan yang mengalami defisit selama tiga kuartal
terakhir mendorong peningkatan suku bunga acuan sehingga menekan investasi.
Meski defisit transaksi berjalan menurun signifikan dari USD 8,5 miliar pada
kuartal sebelumnya menjadi USD 4 miliar pada kuartal IV - 2013, laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2013 hanya mencapai 5,78 % lebih rendah dari laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang mencapai 6,23 %.
Tabel 3.1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha, 2011 - 2013 (y-o-y, dalam %)
52
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh sektor Komunikasi dan
Transportasi, Demikian juga sektor primer mengalami peningkatan namun dengan
laju pertumbuhan yang semakin rendah.
Catatan: Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan; dan Sektor Pertambangan dan Penggalian. Sektor Industri: Sektor
Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Sektor
Konstruksi. Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan; dan Sektor Jasa - jasa Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Sektor Jasa masih dominan dalam mendorong pertumbuhan pada kuartal
IV – 2013. Meskipun demikian, sektor ini mengalami penurunan laju
pertumbuhan dan sektor Primer dan sektor Industri mulai merangkak naik. Sektor
Jasa menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat, dengan pertumbuhan yang
hanya tercatat sebesar 6,48 % lebih rendah jika dibandingkan dengan kinerja
kuartal IV - 2012 yaitu 7,66 %. Sementara itu, sektor Primer tumbuh mencapai
3,86 % (y - o - y). Hal itu didorong oleh pertumbuhan pada sektor Pertambangan
dan Penggalian yang tercatat sebesar 3,91 % (y - o - y). Meskipun sektor Primer
mengalami peningkatan, laju pertumbuhan sektor Primer lambat laun semakin
rendah. Selanjutnya, sektor Industri juga menunjukkan pertumbuhan yang tercatat
sebesar 5,60 % (y - o - y) sejalan dengan laju pertumbuhan ekspor terutama pada
ekspor non - migas. Secara keseluruhan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor
Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 10,32 % (y - o - y), diikuti oleh
sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 6,79 % (y - o - y) dan sektor
Konstruksi 6,68 % (y - o - y).
53
Tabel 3.2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan
2000 Menurut Pengeluaran, Tahun 2011 - 2013 (y - o - y, dalam %)
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal empat tahun 2013
ditopang oleh kenaikan ekspor neto. Sumber: BPS dan CEIC (2014). Pada sisi
pengeluaran, penggerak pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV - 2013 didominasi
oleh kenaikan tingkat ekspor neto, menggeser peranan pengeluaran domestik yang
melambat.Kenaikan tingkat ekspor neto pada kuartal IV - 2013 disebabkan karena
nilai ekspor tumbuh tinggi yang tercatat sebesar 7,40 % (y - o - y) dan
pertumbuhan nilai impor yang menurun menjadi -0,60 % (y - o - y). Hal ini
didorong oleh meningkatnya ekspor non - migas ke negara - negara mitra dagang
terutama Cina, Amerika Serikat dan Jepang. Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi menurun masing-masing
menjadi 5,25 % (y - o - y), 6,45 % (y - o - y) dan 4,37 % (y - o - y). Padahal pada
kuartal sebelumnya, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi
dapat tumbuh masing-masing sebesar 5,48 % (y - o - y), 8,91 % (y - o - y) dan
4,54 % (y - o - y). Perlambatan investasi tersebut di antaranya terkait dengan
54
kebijakan BI dalam meningkatkan suku bunga acuan dari 7,25 % pada Oktober
2013 menjadi 7,50 % pada November 2013 dan ketidakpastian politik terkait
dengan Pemilu.
3.1.1 Definisi Pertanian
Menurut A.T Mosher (1968; 19) mengartikan pertanian sebagai sejenis proses
produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan.
Kegiatan-kegiatan produksi di dalam setiap usaha tani merupakan suatu bagian
usaha, dimana biaya dan penerimaan adalah penting.
Sedangkan Mubyarto (1989; 16-17) membagi definisi pertanian dalam arti luas
dan pertanian dalam arti sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup :
1. Pertanian rakyat atau disebut sebagai pertanian dalam arti sempit.
2. Perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan rakyat atau perkebunan
besar).
3. Kehutanan.
4. Peternakan.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam arti sempit pertanian diartikan
sebagai pertanian rakyat. Pertanian rakyat merupakan usaha pertanian keluarga di
mana diproduksinya bahan makanan utama seperti beras, palawija (jagung,
kacang-kacangan dan ubi-ubian), dan tanaman-tanaman hortikultura yaitu sayuran
dan buah-buahan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pertanian merupakan kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
55
bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya.
3.1.2 Kontribusi Sektor Pertanian bagi Perekonomian Indonesia
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam
perekonomian di Indonesia. Sampai tahun 1991 sektor pertanian menyumbang
17,66 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap
49,24 persen tenaga kerja nasional. Di samping itu sektor pertanian juga
menyangga kehidupan sekitar 77,74 persen penduduk Indonesia yang tinggal di
pedesaan, serta merupakan pendukung utama sektor agroindustri dalam
mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
3.1.3 Kendala dalam Pengembangan Sektor Pertanian di Indonesia
Dalam pengembangan sektor pertanian masih ditemui beberapa kendala, terutama
dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan
agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya
petani skala kecil, antara lain:
Pertama, lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan.
Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani adalah modal. Secara umum
pemilikan modal petani masih relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber
dari penyisihan pendapatan usaha tani sebelumnya. Untuk memodali usaha tani
selanjutnya petani terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada
orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani
56
diambil dulu dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi
seperti inilah yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang
secara ekonomi merugikan pihak petani.
Kedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah sebagai
faktor produksi utama dalam pertanian makin menurun. Permasalahannya bukan
saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi
juga berkaitan dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani. Dari sisi
lain mengakibatkan terjadinya pembagian penggunaan tanah untuk berbagai
subsektor pertanian yang dikembangkan oleh petani.
Ketiga, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian
merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses
tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang
merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk
mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang bertindak sebagai manajer
dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu
memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha
yang dilakukan.
Keempat, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Organisasi merupakan
wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan
penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi (bottom up) para
anggotanya. Dalam pertanian, organisasi yang tidak kalah pentingnya adalah
kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah
penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari
57
manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi, penyuluhan dan
pemberian paket teknologi.
Kelima, kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk
sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang
peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena
petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri. Ada
dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu jumlah
yang tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Kedua hal ini sering
dijadikan sebagai indikator dalam menilai permasalahan yang ada pada kegiatan
pertanian.
3.1.4 Pengertian Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indicator yang biasa digunakan untuk
menilai tingkat kesejahteraan petani di pedesaan pada tahun tertentu di
bandingkan dengan kondisi pada tahun dasar (Setiani, et-al, 2007). Nilai tukar
petani adalah salah satu indicator produksi untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan petani, sebagai persentase dari perbandingan indeks harga yang
diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (Karmiati, 2006). Yang
dimaksud dengan nilai tukar petani adalah perbandingan antara indeks harga yang
diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) dalam
persentase. Nila tukar petani juga merupakan suatu indikator yang digunakan
untuk mengukur tingkat kesejahteraan atau kemampuan daya beli petani (BPS,
2006). Secara konsepsional nilai tukar petani adalah pengukur kemampuan tukar
barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa
58
yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam
memproduksi produk pertanian.
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau
seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian dalam arti luas yang
meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan termasuk penangkapan ikan,
dan pemungutan hasil laut (Hernanto,1991). Petani yang dimaksud disini adalah
orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman
perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai
petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil) (BPS, 2006).
Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi
petani sebelum ditambahkan biaya transportasi atau pengangkutan dan biaya
pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut Fram Gate (harga di
sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang
bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang
yang diterima petani tersebut.
Harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang atau jasa
yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Pasar adalah
tempat terjadinya transaksi antara penjualan dan pembelian atau tempat yang
biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Harga eceran pedesaan adalah harga
transaksi antar penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap
59
jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk
dijual kepada pihak lain.
3.1.5 Faktor – factor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani (BPS, 2006):
1. Indeks harga yang diterima petani (It). It digunakan untuk mengetahui
fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani.
It ini terdiri dari:
· Indeks sub sektor tanaman bahan makanan (TBM), yang terdiri dari indeks
kelompok tanaman padi, indeks kelompok tanaman palawija, indeks kelompok
tanaman sayur-sayuran, dan indeks kelompok tanaman buah-buahan.
· Indeks sub sektor tanaman perkebunan rakyat (TPR) dengan komoditi a.l.
cengkeh, jahe, jambu mete, jarak, kakao, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa,
kemiri, kina, kopi, lada, pala, panili, tebu, tembakau, the, serta tanaman
perkebunan lainnya).
2. Indeks harga yang dibayar petani (Ib), digunakan untuk melihat fluktuasi
harga komoditas yang dikonsumsi oleh petani dan harga barang yang diperlukan
untuk memproduksi hasil pertanian, terdiri dari:
a. Indeks kelompok konsumsi rumah tangga (KRT) yang meliputi:
1) Indeks sub kelompok makanan, yang meliputi: padi-padian dan
penggantinya, yaitu:
· daging, ikan dan unggas
· susu, telur, dan minyak
· sayur-sayuran
· buah-buahan
60
· kacang-kacangan
· lain-lain bahan makanan dan minuman
2) Indeks sub kelompok perumahan, yang meliputi:
· biaya tempat tinggal
· bahan bakar dan penerangan
· alat-alat rumah tangga
· lain-lain keperluan rumah tangga
3) Indeks sub kelompok pakaian, yang meliputi:
· pakaian jadi dan alas kaki
· barang- barang pribadi
· bahan pakaian
4) Indeks sub kelompok barang dan jasa, yang meliputi:
· perawatan kesehatan
· perawatan pribadi
· pendidikan
· tembakau dan rokok
· lain-lain
b. Indeks Kelompok Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal
(BPPBM), yang meliputi:
· Indeks sub kelompok:
(1) bibit
61
(2) pupuk dan obat-obatan
(3) sewa hewan atau tenaga
· Indeks sub kelompok upah, yang meliputi upah buruh
· Indeks sub kelompok lainnya, misalnya pengeluaran untuk kebutuhan
lainnya.
· Indeks sub kelompok penambahan barang modal
3.1.6 Arti Angka Nilai Tukar Petani
Secara umum ada tiga macam pengertian
NTP, yaitu:
· NTP>100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih
besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluaran nya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik
dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.
· NTP = 100, berarti petani mengalami impas/ break even. Kenaikan atau
penurunan harga barang produksinya sama dengan persentase kenaikan atau
penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani tidak
mengalami perubahan.
· NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang
produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami
penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani periode sebelumnya.
62
3.1.7 Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Jika mau berkaca dari negara yang telah lebih dahulu maju dibanding dengan
Indonesia, pada awalnya mereka (negara-negara maju) menitikberatkan
pembangunan perekonomian mereka pada sektor pertanian untuk kemudian
dikembangkan dan beralih perlahan-lahan menjadi sektor industri. Perubahan ini
tidak berlangsung secara tiba-tiba melainkan dengan serangkaian proses yang
panjang dan tentunya pertanian dijadikan sebagai pondasi, baik sebagai penyedia
bahan baku maupun modal untuk membangun industri.
Berkaca pada krisis yang telah terjadi, proses industrialisasi yang didengung-
dengungkan pemerintah kurang mendapat moment yang tepat. Pada akhirnya
Indonesia yang direncanakan akan menjadi negara industri-dalam waktu yang
tidak lama lagi, tidak terwujud hingga saat sekarang ini.
Melihat kenyataan itu, sudah seharusnya kita memutarbalikkan kemudi ekonomi
untuk mundur selangkah merencanakan dan kemudian melaksanakan dengan
disiplin setiap proses yang terjadi. Yang terpenting yaitu harus dapat dipastikan
bahwa sektor pertanian mendapat prioritas dalam proses pembangunan tersebut.
Mengingat, sampai dengan saat ini negara-negara maju pun tidak dapat
meninggalkan sektor pertanian mereka, hingga kalau sekarang kita coba melihat
sektor pertanian sekelas negara maju, sektor pertanian mereka mendapat proteksi
yang besar dari negara dalam bentuk subsidi dan bantuan lainnya.
Ada beberapa alasan (yang dikemukakan oleh Dr.Tulus Tambunan dalam
bukunya Perekonomian Indonesia) kenapa sektor pertanian yang kuat sangat
esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni sebagai berikut :
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini
63
merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya
dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial
dan politik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat
membuat tingkat pendapatan rill per kapita disektor tersebut tinggi yang
merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood,
khususnya manufaktur. Khususnya di Indonesia, dimana sebagaina besar
penduduk berada di pedesaan dan mempunyai sumber pendapatan langsung
maupun tidak langusng dari kegitan pertanian, jelas sektor ini merupakan motor
utama penggerak industrialisasi.
3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi
sektor industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif.
4. Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik disektor pertanian bisa
menghasilkan surplus di sektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di
sektor industri, khususnya industri berskala kecil di pedesaan.
Melihat hal itu, sangat penting untuk kita saling bersinergi dalam meningkatkan
produktivitas pertanian. Pemerintah-dalam hal ini pemangku kebijakan, membuat
regulasi yang memiliki tujuan yang selaras dengan cita-cita bersama,
menganggarkan dana untuk pengembangan pertanian, memberikan pengetahuan
dengan jalan memberdayakan tenaga penyuluh pertanian agar dapat membantu
petani dengan maksimal.
Bank dalam hal ini penyedia dana publik dapat lebih bersahabat dengan petani,
agar keterbatasan dana dapat teratasi dengan bantuan bank sebagai penyedia dana
64
dengan bunga yang kecil, perguruan tinggi sangat penting untuk mengadakan
penelitian-penelitian yang masiv dan dapat diaplikasikan langsung untuk
meningkatkan produktivitas pertanian, swasta diharapkan dapat menginvestasikan
modal mereka untuk membuat pabrik-pabrik pengolahan produk-produk pertanian
kita sehingga ketika kita ingin memasarkannya ke luar (ekspor) maka kita akan
dapat menghasilkan pendapatan lebih (karena nilai yang lebih tinggi) dan tentunya
masyarakat (petani) sebagai subjek dapat dengan benar-benar serius dalam
menjalankan setiap program yang diberikan pemerintah (dengan asumsi program
yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh
petani).
Ketika hal ini berjalan dengan baik, maka kita dapat meningkatkan produk-produk
pertanian kita sejalan dengan peningkatan industri manufaktur yang
membutuhkan bahan baku yang kita produksi dari para petani-petani kita. Maka
dari itu, peningkatan pendapatan para petani akan berkorelasi positif terhadap
meningkatnya kesejahteraan petani dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3.1.8 Sektor Industri
Keputusan Indonesia untuk membuat pertanian menjadi landasan perencanaan
pembangunan negara memang tidak sejalan dengan kebijaksanaan konvensional.
Di tengah penekanan pembangunan pertanian itu tentu saja pemerintah sadar
sepenuhnya bahwa Indonesia tidak bisa terus menerus bergantung pada pertanian
untuk menjadi negara modern. Pada akhir decade enam puluhan, ketika
pemerintah Orba meluncurkan rencana pembangunan ekonominya, sebagian besar
literature dalam bidang ekonomi mengidentikkan pembangunan dengan
65
industrilisasi. Hal ini terlihat lebih nyata lagi misalnya dalam penanaman negara
yang sudah mencapai standar hidup yang tinggi bagi penduduknya sebagai negara
industry. Meskipun Indonesia telah mengadopsi kebijakan yang mendahulukan
pertanian, tim ekonomi negara tetap punya komitmen besar terhadap industrilisasi
sebagai sebuah pilar bagi strategi pembangunan ekonomi negara. Mereka juga
sadar bahwa program yang keliru untuk mencapai industrilisasi secara terburu-
buru bisa menjadi boomerang yang menyebabkan disalokasi ekonomi, investasi
terbuang percuma, dan penghamburan kekayaan negara yang langka.
Bukti statistic darai zaman Sukarno terlalu sedikit dan masih kacau sehingga sukar
untuk memperkirakan keadaan industrilisasi Indonesia pada masa tersebut.
Namun demikian, bukti yang tersedia mengisyaratkan bahwa pada masa
permulaan Orba, Indonesia termasuk negara yang paling rendah tingkat
industrilisasinya diantara negara-negara sedang berkembang yang besar.
Memandang ke belakang, akhir decade Sembilan puluhan, saat Indonesia mulai
menjadi negara industry baru (NIC, Newly Industrialized Country), orang bisa
dengan mudah berpikir bahwa kita telah berhasil. Namun, dalam prosesnya, kita
kadang-kadang membuat kesalahan yang membawa kepada jalan buntu. Ada
banyak pengalaman berharga yang kita peroleh terutama pada tahun-tahun awal.
Pengalaman-pengalaman ini bisa disarikan sebagai berikut :
1. Proteksionisme (baik untuk menopang industry yang baru berkembang
66
maupun untuk keperluan pemerataan bagi kelompok tertinggal) bisa berperan
penting dalam pembangunan ekonomi, hanya bila proteksi ini dilaksanakan
dengan tujuan yang terdefinisi dengan jelas dan masa penerapannya dibatasi.
2. Sukses kebijakan industry tak lepas dari terpeliharanya nilai tukar mata uang
yang realistis
3. Strategi ekonomi harus bersifat fleksibel dan realistis, sehingga dapat diubah
sesuai dengan perkembangan situasi, dan bila perlu dihentikan kalau sudah
kadaluwarsa.
Karakteristik Industri Indonesia
Sector industry Indonesia dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu :
1. Industry rumah tangga
2. Industry kecil
3. Industry menengah
4. Industry besar
3.2 Tingkat Kemiskinan dan Pengangguran
Meskipun secara keseluruhan perekonomian pada kuartal IV - 2013
mengalami sedikit peningkatan, namun justru terjadi peningkatan angka
pengangguran pada Agustus 2013. Tingkat pengangguran terbuka naik menjadi
6,3 % pada Agustus 2013 dari 6,1 % pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Di samping itu, menurut publikasi BPS, jumlah angkatan kerja di Indonesia naik
67
150.000 orang dari 118,05 juta orang menjadi 118,19 juta orang. Dari sisi gender,
tingkat partisipasi laki - laki maupun perempuan dalam lapangan kerja menurun,
di mana pada Agustus 2012 tingkat partisipasi laki - laki dan perempuan masing -
masing sebesar 84,42 % dan 51,39 % yang berubah menjadi 83,58 % dan 50,28 %
pada Agustus 2013. Sementara itu, jika dibandingkan dengan laki - laki, tingkat
partisipasi perempuan masih lebih rendah. Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Tabel 3.3: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin
Kelamin dan Pengangguran Terbuka di Indonesia, Februari 2011 –
Agustus 2013 (dalam %) Tingkat pengangguran terbuka meningkat. Sementara
itu, dilihat dari struktur lapangan pekerjaan hingga Agustus 2013, kontribusi
penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus mengalami penurunan. Pada
Agustus 2012 sektor Pertanian berkontribusi sebesar 35,09 % turun pada Agustus
2013 menjadi 34,36 %. Penurunan tenaga kerja di sektor pertanian tersebut juga
tak lepas dari faktor tingkat upah yang lebih tinggi di sektor-sektor lain seperti
industri atau perdagangan. Meski mengalami penurunan, porsi tenaga kerja sektor
Pertanian masih mendominasi sebagai penyumbang terbesar penyerapan tenaga
kerja di Indonesia. Selain dari sektor Pertanian, sektor yang juga ikut
68
berkontribusi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja secara berurutan adalah sektor
Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Industri.
Serupa dengan kondisi pada sektor Pertanian yang mengalami penurunan,
jumlah angkatan kerja pada sektor Konstruksi dan Industri juga menurun masing -
masing menjadi 5,67 % dan 13,43 % dari 6,13 % dan 13,87 % pada periode yang
sama tahun sebelumnya.
Tabel 3.4: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2011-2013 (dalam %)
Kontribusi penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus mengalami
penurunan sementara pada sektor Industri meningkat. Sejalan dengan
meningkatnya tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan juga
bertambah. Penduduk miskin pada September 2013 berjumlah 28,55 juta (11,47
% dari jumlah penduduk) meningkat dibandingkan dengan jumlah penduduk
miskin pada Maret 2013 yaitu 28,07 juta orang (11,37 % dari jumlah penduduk).
Lonjakan angka kemiskinan tersebut salah satunya disebabkan laju inflasi pasca
kenaikan harga BBM pada bulan Juni 2013 dan tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia yang mencapai 6,3 % pada Agustus 2013, mengalami peningkatan
dibandingkan Februari 2013 yaitu sebesar 5,9 %. Bertambahnya angka
69
kemiskinan tahun ini diperparah dengan peningkatan ketimpangan distribusi
pendapatan masyarakat atau Gini Ratio, yaitu 0,413 dari 0,410 pada tahun 2012.
Hal ini mencerminkan pemerataan ekonomi di Indonesia bermasalah.
Ketidakmerataan pendapatan masyarakat terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah harus lebih
memfokuskan kepada pemerataan pembangunan dan bukan hanya sekedar
pertumbuhan ekonomi
Tabel 3.5: Perkembangan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia, 2011-
2013
Angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia meningkat.
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
3.2.1 Definisi Pengangguran
Defenisi Pengangguran
Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi
waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti
mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti
70
mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas
masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:
Menurut Sadono Sukirno Pengangguran adalah suatu keadaan dimana
seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan
tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut Payman J. Simanjuntak
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak
bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum
pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.
Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga
kerja Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang
menghasilkan uang meskipun dapat dan mampu melakukan kerja. Definisi
pengangguran menurut Menakertrans Pengangguran adalah orang yang tidak
bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
3.2.2 Sebab-Sebab Terjadinya Pengganguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai
berikut:
. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada
71
kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik
tidak seimbang. Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih
besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi.
Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang
dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan
sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang
tersedia.
. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh
struktur Angkatan Kerja Indonesia.
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimban Jumlah
angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja,
sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain,
bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
3.2.3. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah
meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan
dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi,
hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang
72
telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan
perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
. Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan
tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran
bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai
masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan
yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh
masyarakat pun akan lebih rendah.
. Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector
pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan
menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan
masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus
dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak
menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang
sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran
akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan
terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak
merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau
pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga
pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
73
3.2.4. Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang
kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong, dan
Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami
pengangguran.
3.2.5. Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-
cara sbb:
. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru,
terutama yang bersifat padat karya
. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang
timbulnya investasi baru
. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
. Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector
agraris dan sector formal lainnya
Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan
jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga
74
kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan
swasta.
3.2.6. Definisi Kemiskinan
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-
hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan
air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan
kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang
mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak
sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya
digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara
kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat
berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di
bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak
negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.
3.2.7. Jenis-Jenis Kemiskinan Dan Definisinya
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis
kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan
relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis
75
kemiskinan disebut kemiskinan absolute.
. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam
distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya
dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-
kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.
3.2.8. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-
faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab
sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
perubahan kemiskinan
. Tingkat dan laju pertumbuhan output
. Tingkat upah neto
. Distribusi pendapatan
. Kesempatan kerja
. Tingkat inflas
. Pajak dan subsidi
. Investasi
. Alokasi serta kualitas SDA
. Ketersediaan fasilitas umum
. Penggunaan teknologi
. Tingkat dan jenis pendidikan
76
. Kondisi fisik dan alam
. Politik
. Bencana alam
3.3 Upaya Mengembangkan Struktur Perekonomian
Selama tahun 1999 - 2008, pertumbuhan ini masing - masing sektor
ekonomi terlihat berfluktuasi, dengan rata - rata tertinggi dimiliki oleh sektor
pertanian. Dari tahun ke tahun peran sektor pertanian dalam struktur ekonomi
cenderung mengalami penurunan, hal mi bisa dilihat pada tahun 1999,
pertumbuhan yang terjadi sebesar 37,91 persen dan pada tahun 2008 sebesar
29,45 persen. Hal ini diakibatkan karena semakin banyaknya lahan pertanian yang
77
diambil alih oleh sektor industri dan perumahan. Manfaat lain dari angka PDRB
adalah untuk mengetahui struktur perekonomian suatu daerah dengan melihat
peranan masing - masing sektor terhadap total PDRB - nya.
3.3.1 Membangun Dan Membuka Kesempatan Kerja Sektor Industri
Dengan adanya perusahaan industri baru yang aktif membawa dampak
yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja, terutama dad industri padat karya.
Karena di samping tidak terlalu besar investasi yang dibutuhkan juga dapat
menyerap tenaga kerja yang besar. Di samping itu industri kerajinan perlu
mendapat perhatian dari pemerintah karena sektor ini tidak membutuhkan modal
yang besar juga teknologi yang digunakan adalah teknologi sederhana.
Walaupun terjadi penambahan jumlah tenaga kerja di subsector - subsektor
industri, namun peningkatan itu masih kecil bila dibandingkan dengan
penambahan angkatan kerja, sehingga walaupun terjadi peningkatan tenaga kerja
secara absolut tetapi persentase terhadap total angkatan kerja menurun. Hal lain
yang sangat mempengaruhi jumlah kesempatan kerja adalah teknologi, di mana
penguasaan teknologi dan penggunaan mesin - mesin yang lebih modern akan
menyebabkan kesempatan kerja mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena
industri yang selama ini mengandalkan tenaga manusia diganti oleh tenaga mesin.
3.3.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia
78
3.3 Grafik Perkembangan Sumber Daya Manusia
Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek yang
paling penting dalam proses pembangunan ekonomi, oleh karena itu
pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas dan
keterampilan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan. Pengembangan
kualitas seumberdaya manusia dapat dilakukan dengan cara - cara :
- Pelatihan dengan system customized training, yaitu system
pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan sipemberi kerja.
- Pembuatan bank keahlian (skill banks), sebagai bank informasi
yang berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur di
penciptaan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan dan keterampilan di daerah.
- Pengembangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.
3.3.3 Pengembangan Masyarakat dan Infrastruktur
Strategi pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan
untuk memberdayakan (empowerment) suatu kelompok masyarakat tertentu pada
79
suatu daerah. Kegiatan - kegiatan ini berkembang baik di Indonesia belakangan
ini, karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang tidak mampu memberikan
manfaat bagi kelompok - kelompok masyarakat tertentu. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk menciptakan manfaat sosial, seperti misalnya dengan menciptakan
proyek - proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk
memperoleh keuntungan dari usahanya. Dan pembangunan Infrastruktur yang
merata di setiap wilayah Indonesia, guna meratakan hasil pertanian dan industri.
3.3.4 Membangun Ekonomi Domestik
Sedikitnya ada dua pelajaran sangat berharga bagi Indonesia dari the Great
Depression J929, krisis keuangan Asia 1998, dan krisis ekonomi global yang kini
tengah berlangsung.
Pertama, kemajuan pesat sektor keuangan suatu negara, jika tidak diimbangi
kinerja sektor riil yang baik, hanya akan menghasilkan ekonomi balon (a
bubbleco-nomu),yang cepat atau lambat, akan meletus dalam bentuk krisis
finansial atau krisis ekonomi. Apalagi, kalau “kinclongnya” kinerja sektor
keuangan hanya karena kinerja pasar modal, valuta asing, dan produk derivatif
finansial yang sarat manipulasi dan mark-up para pelaku pasar yang berkolusi
dengan para pejabat otoritas keuangan yang korup dan haus kekuasaan.
Kerakusan dan kecurangan dengan motif untuk menangguk keuntungan sebesar-
besarnya dari pelaku pasar di Amerika Serikat dan negara-negara kapitalis
lainserta sangat minimnya regulasi pemerintah (laissezfaire) ditengarai sebagai
akar masalah dari krisis ekonomi global saat ini.
80
Kedua, ekonomi berbasis pasar ekspor dan bantuan negara-negara maju tidak bisa
di jadikan sebagai tumpuan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,
untuk keluar dari jebakan keterbelakangan dan kemiskinan menjadi bangsa yang
maju, makmur, dan berdaulat. Fakta sejarah membuktikan, bangsa yang besar,
maju, dan makmur tidak bergantung pada pertolongan pihak asing; tetapi mereka
bertumpu pada dinamika internal dan kekuatan sendiri. Uluran tangan bangsa lain
mesti dimaknai sebagai faktor penunjang semata.
3.3.5 Penguatan Sektor Riil
Karena itu, sekarang saatnya kita memperkuat dan mengembangkan sistem
ekonomi nasional yang mampu memecahkan masalah kronis berupa tingginya
angka pengangguran dan kemiskinan serta penurunan daya saing bangsa. Sistem
ekonomi ini harus menjamin setiap warga negara minimal dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya yang meliputi pangan, sandang, perumahan, kesehatan,
pendidikan, transportasi, dan keamanan. Pada saat yang sama negara juga mesti
memfasilitasi setiapindividu sesuai kapasitas dan usahanya untuk menggapai
keburuhan sekunder seperti memiliki televisi, komputer, mobil, rekreasi, dan
sebagainya secara proporsional dan tidak berlebihan.
Guna mewujudkan visi ekonomi tersebut, kita harus merevitalisasi dan memacu
produktivitas, juga daya saing sejumlah sektor riil yang sejak Orde Baru menjadi
andalan nasional. Industri berbasis sumber daya alam (pertanian, kehutanan,
kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral, dan pariwisata),
makanan dan minum aiuekstil dan produk tekstil, elektronik, otomotif,
81
perkapalan, alat transportasi, pupuk, semen, besi dan baja, kertas dan percetakan,
dan home industries. Secara simultan kita juga mesti mengembangkan sumber-
sumber pertumbuhan ekonomi riil baru, termasuk indus-tri ICT (information and
communication technology),industri bioteknologi, industri kreatif, renewable
energy, industri ramah lingkungan (lowcarbon industries), industri nano
technology, dan lainnya.
Peningkatan produktivitas dan daya saing sektor ekonomi riil ini seyogyanya
dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan (sustainable), sehingga bisa
dilahirkan perusahaan-perusahaan dan koperasi-ko-perasi kelas dunia. Dengan
cara ini kita tidak hanya sanggup menahan serbuan-ser-buan beragam produk
impor di pasar domestik, tetapi juga mampu melakukan penetrasi dan
memenangkan persaingan di pasar global.
Membangun perusahaan-perusahaan dan koperasi-koperasi kelas dunia hanya
dapat terealisasi melalui penerapan teknologi mutakhir dan manajemen
profesional dari produksi, handling and processing, sampai pemasaran seluruh
sektor riil di atas. Untuk industri berbasis sumber daya alam (SDA), mulai
sekarang kita harus menggalakkan industri hilir untuk mengolah berbagai bahan
baku (raw materials) dari SDA menjadi produk setengah jadi (semi-finished
products) dan produk akhir (final products). Dengan demikian, kita akan
mendapatkan nilai tambah yang jauh lebih besar.
Pendek kata, jika kita berhasil memperkuat dan mengembangkan industri hilir
berbasis SDA beserta jaringan pasar domestik dan ekspornya, niscaya bakal
berkembang pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan
lapangan kerja dan kesejahteraan bagi rakyat di seluruh Nusantara. Karena,setiap
82
1 % pertumbuhan ekonomi dari industri berbasis SDA dapat menyerap sekitar
400.000 tenaga kerja, sedangkan 1 % pertumbuhan ekonomi yang dibangkitkan
oleh sektor finansial hanya menciptakan sekitar 40.000 tenaga kerja (Bappenas,
2007).
Industri berbasis SDA juga tidak terletak di Jakarta dan kota-kota besarlain, tetapi
umumnya diluar Jawa dan Bali,daerah pedesaan, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
Dengan begitu, ketimpangan pembangunan antar wilayah yang selama ini menjadi
masalah kronis bangsa, secara otomatis bakal teratasi.
3.3.6 Mengemas Faktor Pendukung
Guna mendukung revitalisasi sektor ekonomi riil yang ada dan pengembangan
sumber pertumbuhan ekonomi baru sebagaimana digambarkan di atas, kita mesti
memperbaiki dan memacu pembangunan infrastruktur (seperti jaringan irigasi,
pelabuhan, bandara, jalan raya, dan jaringan telekomunikasi dan informasi) di
seluruh Nusantara, khususnya diluar Jawa danBali.Program perawatan dan
pembangunan infrastruktur ini tentu akan membuka kesempatan kerja yang sangat
luas, sehingga tidak diperlukan lagi bantuan langsung tunai(BLT) yang hanya
membuat rakyat menjadi malas, tidak kreatif dan “tangan di bawah”. Selain itu,
pasok listrik dan energi untuk semua industri, kawasan bisnis, perkantoran, dan
perumahan pun harus mencukupi dan kontinu.
Lalu tenaga kerja di semua sektor ekonomi dan industri juga harus kita tingkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan etos kerjanya, sehingga mampu mendukung
peningkatan produktivitas dan daya saing industri dan ekonomi nasional secara
berkelanjutan. Untuk itu, dunia industri bekerja sama dengan pemerintah harus
83
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka secara teratur,
kesejahteraannya, dan menegakkan disiplin serta corporate culture menjadi tegas.
Langkah itu supaya karyawan di semua sektor ekonomi dan industri bisa lebih
produktif, kreatif, dan tidak banyak melakukan aksi mogok kerja, upah minimum
regional (UMR) haruslah dapat untuk memenuhi kebutuhan dasar sebuah
keluarga, yakni Rp3 juta/bulan untuk DKI Jakarta (PemprovDKI, 2008). Bila ada
perusahaan (industri) yang benar-benar tidak mampu memenuhi UMR tersebut,
seperti di China dan Vietnam pemerintah hendaknya memberikan subsidi berupa
perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi, dan makanan murah
atau gratis bagi para buruh.
Dengan meningkatnya pendapatan petani, nelayan, buruh (karyawan), dan
pegawai negeri sebagaimana digambarkan di a tas, daya beli masyarakat bakal
meningkatsecara dramatis, yang selanjutnya akan membuat pasar domestik
semakin besar dan kuat. Terjadilah siklus proses produksi, konsumsi, dan
transportasi barang (komoditas) yang saling membesarkan di dalam negeri,
sebagaimana dialami Singapura, Korea Selatan, Malaysia, China, India, dan
emerging markets lain. Selpina ini Indonesia sangat dirugikan oleh praktik
masuknya barang dan komoditas pertanian impor secara ilegal dan dumping dari
berbagai negara, terutama China, Vietnam, Thailand, AS, dan Australia. Karena
itu para produsen nasional mesti bekerja sama dengan pemerintah, khususnya
Polri, Be u dan Cukai, Kejaksaan, dan Imigrasi, untuk secara cerdas dan serius
membentengi negeri tercinta ini dari gempuran barang dan komoditas impor
ilegal.
Untuk mendanai cetak biru pembangunan ekonomi nasional agar kitamampu
84
mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada 2009 dan di atas 7% per
tahun pada masa selanjutnya secara berkelanjutan, kita harus menggenjot
penyerapan anggaran APBN semaksimal mungkin, menurunkan BI Rate,
memaksimalkan pendapatan dari sektor energi dan sumber daya mineral melalui
renegosiasi kontrak, mengoptimalkan pendapatan pajak, menarik dana BLBI yang
jumlahnya mencapai Rpl.000 triliun untuk diinvestasikan di Tanah Air,
pengembangan investasi pulau-pulau kecil, dan lainnya.
Akhirnya, penciptaan iklim investasi, perpajakan, keamanan berusaha, kepastian
hukum, dan kebijakan fiskal dan moneter yang kondusif bagi tumbuh
kembangnya investasi dan usaha di segenap sektor ekonomi riil mesti sekarang
juga kita realisasikan.
Kini saatnya kita kembalikan fungsi sektor keuangan kepada fungsi aslinya, yakni
untuk membiayai kegiatan ekonomi riil. “To finance the real ecdnomy, topromote
the real economy, to lend money so that entrepreneurs can invest, innovate,
produce jobs and products,” kata Prof Juan Somavia, direktur Jenderal ELO.
Dengan potensi SDA melimpah dan penerapan sistem ekonomi nasional di atas,
diyakini Indonesia tidak hanya akan mampu swasembada di bidang pangan,
energi, dan sejumlah komoditas SDA penting lain, tetapi juga menjadi bangsa
besar yang maju, adil makmur, dan mandiri dalam waktu dekat.
85
3.3.7 Faktor Ekonomi Domestik
Kurang dari waktu dua bulan tahun 2009 akan segera berlalu. Tentu saja banyak
pihak agar sisa waktu ini dapat memberikan secerah harapan dalam menyongsong
tahun 20010. Namun hingga saat ini dewi fortuna masih belum berpihak pada
negeri ini. Paling tidak beberapa gejolak eksternal yang terjadi belakangan ini
yaitu kenaikan harga minyak dunia serta krisis kredit perumahan (supreme
mortage) di AS masih memberikan ruang suram dari sisi eksternal. Kedua hal
tersebut diperkirakan akan memukul perekonomian AS dan data terkini juga
menunjukkan pengangguran di AS terus bertambah. Secara global kedua hal
tersebut juga akan berpengaruh pada tingkat permintaan barang dunia dan
berdampak pada pelemahan permintaan produk ekspor baik bagi negara maju dan
berkembang.
Demikian pula dengan prediksi IMF yang mengatakan akan terjadi perlambatan
pada pertumbuhan ekonomi dunia dan hal ini akan mempengaruhi target
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010. Sebagaimana diketahui IMF
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 sebesar 6,1%
sedangkan target pemerintah 6,8%. Pergerakan harga minyak yang diperkirakan
dapat menyentuh USD 100 juga membuat Bank Indonesia (BI) pesimis target
pertumbuhan pemerintah dapat dicapai. Bahkan skenario yang dibuat oleh BI
menunjukkan dengan harga minyak sekitar USD 70 per barel, laju pertumbuhan
diperkirakan hanya mampu mencapai 6,24%. Tentu kita berharap agar faktor
eksternal dapat segera membaik dan stabil karena hal ini menjadi salah satu faktor
penentu situasi perekonomian kedepan. Merefleksikan apa yang menjadi target
ekonomi pemerintah Indonesia Bersatu dengan perkembangan yang terjadi hingga
86
saat ini memang dapat disimpulkan bahwa pemerintah perlu bekerja ekstrakeras
guna meningkatkan kinerja perekenomian.
Pemerintah masih cukup optimis pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 6,3%
dapat mencapai khususnya dengan dorongan dari sisi investasi, ekspor dan
percepatan belanja negara. Hal ini sebetulnya cukup beralasan dengan melihat
angka loan to deposit ratio yang mencapai 67,3% di Agustus dan investasi yang
tumbuh mencapai 8% pada triwulan ke III 2007. Demikian juga dari sisi ekspor
walaupun terjadi perlambatan di bulan September namun dibandingkan dengan
kondisi di tahun 2006 masih terjadi kenaikan. Dari sisi tarikan konsumsi
masyarakat sebetulnya masih menghadapi kendala pada turunnya daya beli
masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena krisis ekonomi telah menurunkan potensi
pertumbuhan ekonomi dan akan berimlikasi pada lemahnyadaya beli masyarakat
untuk jangka panjang. Nasib yang sama juga dialamai oleh belanja negara. Jika
diperhatikan realisasi belanja APBNP 20010 hingga awal Oktober baru mencapai
57,5%. Dengan demikian sangat diharapkan dalam sisa waktu ini belanja negara
dapat segera meningkat khususnya untuk belanja modal dimana angka
relalisasinya masih jauh dibawah belanja rutin.
Upaya untuk mempertahankan kondisi makro yang stabil dan kebijakan fiskal dan
moneter yang tetap hati-hati adalah penting. Namun jika diperhatikan fenomena
yang terjadi saat ini adalah terjadinya decoupling antara sisi makro dan mikro.
Artinya markro ekonomi yang stabil adalah penting namun itu saja tidak cukup
untuk mampu menggerakan sektor riel. Bahkan tendensi yang terjadi kesenjangan
itu kian melebar yang ditandai dengan kinerja sektor industri yang melambat.
Faktor struktural masih menjadi faktor utama dibalik lambatnya kinerja sektor
87
industri. Hal yang paling dominan yaitu sisi lingkungan bisnis khusunya kondisi
faktor input diantaranya kondisi infrastruktur, selanjutnya keberadaan industri
terkait dan pendukung, serta kinerja birokrat. Runyammnya lingkungan bisnis
sebetulnya tidak terlepas dari kondisi kepastian hukum yang belum jelas. Sebagai
contoh realisasi investasi infrastruktur, jalan tol banyak menghadapi kendala
pembebasan lahan. Kepastian ketersiediaan pasokan listrik hingga saat ini masih
menghadapi kendala serius khususnya di luar Jawa.
Pada sisi lain perhitungan peringkat kredit perusahaan di Indonesia yang
dilakukan oleh Pefindo yaitu lembaga Pemeringkat Efek Indonesia mencatatkan
dari sekitar 110 perusahaan yang di rating sekitar 95% perusahaan mempunyai
peringkat di atas investment garde bandingkan dengan kondisi yang terjadi di
tahun 2000 dari 47 perusahaan yang dirating 79% saja yang mendapat peringkat
diatas investment grade. Dengan demikian semakin banyak perusahaan yang
secara finansial semakin baik. Namun sayangnya kondisi ini belum diimbangi
oleh lingkungan bisnis belum mampu memberikan akselerasi. Hal inilah yang
menyebabkan banyak pebinis kita yang mengalami frustasi dengan kondisi
internal yang lambat berubah. Stimulasi dari pemerintah untuk mempercepat
pembangunan infrastruktur sangat diharapkan. Kemampuan fiskal pemerintah
yang terus membaik sebagaimana dikemukukan oleh Moody’s Investor Service
beberapa waktu yang lalu menunukkan bahwa kapasitas fiskal pemerintah
semakin membaik. Belajar dari dua negara yaitu China dan India yang mampu
menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walau dilingkupi faktor eksternal
yang masin berat sebetulnya memberikan semangat pada bangsa ini untuk tidak
pesimis melihat masa depan. Namun tentu saja faktor ekonomi domestik menjadi
88
kata kunci untuk kearah perbaikan tersebut. Upaya mencipatakan lingkungan
bisnis yang kondusif menjadi prasyarat utama dan sama pentingnya dengan
menciptakan kestabilan makroekonomi. Penulis berkeyakinan bahwa harga
minyak hanya merupakan satu komponen dalam menentukan pertumbuhan tapi
faktor diluar itu banyak yang lebih penting.
3.3.8 Kondisi Perekonomian Domestik
Sebagai salah satu pelaku pasar dunia, Indonesia tentu juga tak luput dari
hantaman krisis. Indikasi krisis di Indonesia ditunjukkan oleh berbagai indikator
yaitu:
1. Pasar SUN mengalami tekanan hebat tercermin dari penurunan harga SUN
atau kenaikan yield SUN secara tajam yakni dari rata-rata sekitar 10% sebelum
krisis menjadi 17,1% pada tanggal 20 November 2010; (catatan: setiap 1%
kenaikan yield SUN akan menambah beban biaya bunga SUN sebesar Rp1,4
Triliun di APBN).
2. Credit Default Swap (CDS) Indonesia mengalami peningkatan secara tajam
yakni dari sekitar 250 bps awal tahun 2008 menjadi diatas 980 bps pada bulan
November 2008. Hal ini menunjukkan bahwa pasar menilai country risk
Indonesia yang tinggi pada saat itu.
3. Terdapat gangguan likuiditas di pasar karena peningkatan liquidity premium
akibat pelebaran bid-ask spread dalam perdagangan di pasar saham, yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadi capital flight;
4. Cadangan Devisa mengalami penurunan 13% dari USD 59.45 milyar per Juni
2008 menjadi 51.64 milyar per Desember 2008 yang mengindikasikan terjadi
89
capital flight.
5. Rupiah terdepresiasi 30.9% dari Rp 9.840 per Jan 2010 menjadi Rp 12.100 per
Nopember 2010 dengan volatilitas yang tinggi.
6. Banking Pressure Index (dikeluarkan oleh Danareksa Research Institute) dan
Financial Stability Index (dikeluarkan oleh BI) yang sudah memasuki dalam
ambang batas kritis. Banking Pressure Index per Oktober 2010 sebesar 0,9 atau
lebih tinggi dari ambang normal 0,5. Sementara itu, Financial Stability Index per
November 2008 sebesar 2,43 atau di atas angka indikatif maksimum 2,0. Ini
menunjukkan bahwa sistem perbankan dan sistem keuangan domestik dalam
keadaan genting. Semakin tinggi nilai BPI (positif), semakin vulnerable sistem
perbankan negara yang bersangkutan.
7. Terdapat potensi terjadi capital flight yang lebih besar lagi dari para deposan
bank karena tidak adanya sistem penjaminan penuh (full guarantee) di Indonesia
seperti yang sudah diterapkan di Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Hong
Kong, Taiwan dan Korea, disamping Uni Eropa.
Gambaran dan fakta-fakta tersebut di atas, sejak pertengahan tahun 2008,
ketegangan dan kecemasan terjadi di mana-mana, investor besar di pasar modal
seperti Dana Pensiun, Asuransi, dan Reksa Dana termasuk masyarakat biasa.
Psikologis pasar saat itu menusuk dan menekan karena nilai investasi terkuras
tajam hampir rata-rata 40 %. Lebih dasyat lagi, pinjaman antar Bank telah
berhenti sama sekali dan dapat dikatakan likuiditas di pasar perbankan tidak ada
sama sekali. Keadaan ini mendorong Pemerintah melakukan penyesuaian
kebijakan secara cepat dan tepat waktu dengan melakukan perubahan-perubahan
penilaian aktiva. Masih dalam ingatan kita semua bahwa hampir semua industri
90
dan para pengamat termasuk perseorangan baik dalam negri maupun luar negeri
menyambut respon Pemerintah tersebut.
91
IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan masalah
yang sangat penting untuk dicermati dalam tatanan masyarakat yang beradab.
Secara normatif hal tentang penghapusan ihwal kemiskinan dan kesenjangan
adalah termasuk hal yang harus dicermati dalam perencanaan pembangunan
Ekonomi.
2. Metode penghitungan kemiskinan dalam perkembangannya juga
mengalami banyak penyempurnaan dalam teorinya. Hal ini karena masalah
tentang kemiskinan juga ternyata melibatkan banyak aspek yang
multidimensional. Selain itu juga masalah kemiskinan dihadapkan dengan
karakteristiknya yang spesifik pada berbagai jenis masyarakat, seperti masyarakat
desa, kota, ataupun golongan gender wanita. Dalam jenis - jenis masyarakat yang
berbeda, kemiskinan dapat ditafsirkan sesuai konteks sosial yang dihadapi. Dalam
strategi pembangunan, diperlukan strategi pertumbuhan yang inklusif. Inklusif
berarti bahwa "trickle down effect" dari pertumbuhan juga harus dapat dinikmati
oleh mereka yang berada dalam golongan income rendah. Dengan strategi itu
diharapkan kemiskinan dan kesenjangan bisa dihilangkan.
92
4.2 Saran
1. Pemerintah diharapkan mengoptimalkan peranan investasi dengan
cara meyakinkan para investor dengan melakukan promosi tentang potensi daerah
dan memberikan kepastian hukum serta keamanan sehingga para investor tertarik
untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Selatan, terutama di sektor industri,
sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja.
2. Pemerintah diharapkan lebih mengembangkan industri padat karya,
karena disamping tidak terlalu besar investasi yang dibutuhkan juga dapat
menyerap tenaga kerja yang besar sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang
lebih banyak.
3. Agar pemerintah membantu meningkatkan kemampuan pembinaan
industri yang ada di daerah untuk bersaing melalui pelatihan keterampilan bagi
calon tenaga kerja, penggunaan teknologi yang lebih mengutamakan peningkatan
mutu, efisien dan peningkatan produktivitas yang dikaitkan dengan upaya
perluasan pemasaran produk di dalam dan luar negeri.
4. Masih dominannya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia,
perlunya dikembangkan industri pengolahan hasil pertanian (agro industri) dalam
skala menengah dan kecil.
93