krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/pengesahan-ruu... · web viewpembentukan...

16
Pengesahan RUU KPK (UU No.19 Thn 2019) dalam Konteks Cacat Formil dan Cacat Materil Oleh : Salsabila Rahma Az Zahro Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Pendahuluan Korupsi menjadi persoalan yang terus menerus terjadi di Indonesia. Korupsi dilakukan oleh setiap cabang kekuasaan yang terlibat dalam hal ini, mulai dari ranah pemerintahan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini dapat menyebabkan perekonomian di Indonesia menjadi menurun. Bukan hanya itu saja, kejahatan korupsi ini akan merusak aspek demokrasi dan dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia. Maka dari itu diperlukan undang-undang yang mengatur akan hal ini. Pembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan rakyat. Jika pembentukan undang undang ini hanya dibentuk sebagai suatu kewenangan saja tanpa adanya

Upload: others

Post on 08-May-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

Pengesahan RUU KPK (UU No.19 Thn 2019) dalam

Konteks Cacat Formil dan Cacat Materil

Oleh : Salsabila Rahma Az Zahro

Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pendahuluan

Korupsi menjadi persoalan yang terus menerus terjadi di Indonesia.

Korupsi dilakukan oleh setiap cabang kekuasaan yang terlibat dalam hal ini, mulai

dari ranah pemerintahan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini dapat

menyebabkan perekonomian di Indonesia menjadi menurun. Bukan hanya itu

saja, kejahatan korupsi ini akan merusak aspek demokrasi dan dapat menyebabkan

pelanggaran hak asasi manusia. Maka dari itu diperlukan undang-undang yang

mengatur akan hal ini.

Pembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni

kewenangan lembaga negara dan keinginan rakyat. Jika pembentukan undang

undang ini hanya dibentuk sebagai suatu kewenangan saja tanpa adanya keinginan

rakyat, akan menyebabkan kekhawatiran terhadap konstitusionalisme pembentuk

undang-undang.

Menurut pakar hukum, Zainal Arifin Mochtar yang menjadi ahli dalam

sidang uji materill Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), menjelaskan bahwa

konstitusionalisme pembentuk undang-undang harus diturunkan dari konsep

kedaulatan, masuk ke konsep kekuasaan, kemudian ke kewenangan untuk

membentuk undang-undang, yang dimana peran masyarakat menjadi sangat

besar.1 Maka , masyarakat memiliki hak untuk mengetahui proses legislasi yang

1 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Pembentukan UU Harus Perhatikan Kewenangan Lembaga dan Keinginan Rakyat” MKRI, (https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16247#).

Page 2: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

berlangsung di DPR. Selain itu, menurut pendiri Pusat Studi Hukum dan

Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti menilai bahwa proses pembentukan UU KPK

bertentangan dengan aturan main dan membuat masalah fundamental dalam hal

daya laku, validitas, sehingga Mahkamah Konstitusi perlu memutuskan sebaik-

baiknya untuk memastikan terpenuhinya tujuan konstitusional.2

Adanya perubahan kedua undang-undang komisi pemberantasan korupsi

menjadi polemik bagi masyarakat, dan RUU ini sudah di sahkan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi undang-undang. Setelah DPR mengesahkan

Undang-Undang KPK hasil revisi pada bulan September 2019 lalu, Mahkamah

Konstitusi menerima sejumlah permohonan pengujian pasal atas undang-undang

tersebut. Terdapat 7 permohonan pengujian yang diajukan oleh sejumlah pihak

terhadap UU KPK.3 Para pemohon mempermasalahkan UU KPK yang dinilai

cacat formil yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Perundang-undangan. Di dalam kajian ini akan dibahas

lebih lanjut mengenai pengesahan RUU KPK dalam konteks cacat formil.

Cacat Formil Revisi Perubahan Kedua Undang-Undang Komisi

Pemberantasan Korupsi

Tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan sejatinya, telah

disebutkan dalam Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang kemudian diatur lebih lanjut oleh Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011, menentukan bahwa pembentukan peraturan

perundang-undangan meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan yang

mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau

penetapan dan pengundangan.4 Berdasarkan permohonan uji formil dengan

Nomor Perkara 79/PUU-XVII/2019 yang merupakan salah satu permohonan yang

Diakses 09 September 20202 Ibid3 Media Indonesia, “2019, Putusan dan Pengajuan Perkara PHPU dan PUU di MK Menurun.”,(https://mediaindonesia.com/read/detail/280770-2019-putusan-dan-pengajuan-perkara-phpu-dan-puu-di-mk-menurun). Diakses 10 September 2020.4 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Page 3: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

diajukan ke MK terkait Revisi UU KPK. Pemohon perkara tersebut yaitu Agus

Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif sebagai petinggi KPK, mereka

berpendapat bahwa pembentuk undang-undang sama sekali tidak menunjukkan

itikad baik dalam proses pembentukan Perubahan Kedua UU KPK, sehingga

terdapat potensi kerugian konstitusional yang dapat merugikan warga negara.

Menurut para pemohon, Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif, bahwa

proses pembentukan RUU KPK ini terkesan terburu-buru dan berlangsung cepat,

yang menjadi faktor cacat formil dan ketidakjelasan yang terdapat didalam

undang-undang a quo tersebut.5 Secara yuridis, pada Pasal 50 Ayat (3) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 menjelaskan bahwa “DPR mulai membahas

Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dalam jangka

waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima.”

Maksud dari Pasal ini adalah dalam waktu 60 hari itu dapat dimanfaatkan secara

maksimal oleh pembentuk undang-undang. Tetapi pada kenyataanya, pasal

tersebut bertentangan dengan pembentukan UU, hal ini dapat kita lihat di ketiga

tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, yakni Tahap Perencanaan,

Tahap Penyusunan dan Tahap Pembahasan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada penjelasan dibawah ini:

1. Tahap Perencanaan

Tahap Perencanaan memiliki cacat formil karena perubahan kedua UU

KPK tidak melalui proses perencanaan dalam Progam Legislasi Nasional

(Prolegnas) prioritas 2019. Berdasarkan Pasal 16, Pasal 17, Pasal 20 dan

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, menjelaskan bahwa dalam pembentukan

undang-undang harus melalui proses perencanaan dalam prolegnas, sebagai

instrumen perencanaan progam pembentukan undang-undang yang disusun

5 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 79/PUU-XVII/2019”,(https://mkri.id/public/content/persidangan/resume/resume_perkara_2038_Perkara%20No%2079.pd). Diakses 11 September 2020.

Page 4: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

secara berencana, terpadu dan sistematis telah memasuki babak baru

menyusul dilakukannya Perubahan UUD NRI 1945.6

Prolegnas dibagi menjadi dua, yaitu Prolegnas Jangka Menegah yang

memuat daftar RUU selama satu periode (5 tahun) dan Proglenas Prioritas

Tahunan yang berisi daftar RUU selama satu tahun.7 Tetapi, faktanya revisi

UU KPK ini tidak masuk dalam proglenas prioritas 2019. Hal ini tertulis

dalam keputusan DPR Nomor 19/DPR-RI/I/2018-2019 tentang Progam

Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2019 dan

Perubahan Progam Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Tahun

2015-2019.

Pada tanggal 5 September 2019, DPR menggelar rapat pengesahan

revisi UU KPK menjadi RUU inisiatif DPR, yang hanya dihadiri oleh sekitar

70 orang anggota yang diadakan dalam rapat yang singkat. Hingga sampai

tangal 17 September 2019, revisi UU KPK disahkan di rapat paripurna DPR.8

Kemudian, di dalam revisi UU KPK juga menggunakan Naskah Akademik

yang fiktif. Naskah akademiknya menggunakan Prolegnas Prioritas 2011,

yang tidak sesuai dengan zamannya dan tidak menyajikan poin-poin krusial

yang dinilai memperlemah KPK. Dalam Putusan MK No.73/PUU-XII/2014,

menurut Prof. Dr. Maria Farida Indrati S.H, M.H., yang merupakan Mantan

Hakim MK berpendapat bahwa “tidak dibahasnya suatu materi perubahan

undang-undang dalam naskah akademik, pembentukan undang-undang yang

demikian bernilai cacat hukum dalam proses pembentukannya.”9

2. Tahap Penyusunan

6 Putra, Andi Irman,”Penulisan Kerangka Ilmiah tentang Peran Prolegnas dalam Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan UUD 1945 (Pasca Amandemen).”, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2008, hal 1.7 Firdaus, Fahmi Ramadhan, “Catatan atas Perubahan Proglenas Prioritas 2020.”, Detik News, (https://news.detik.com/kolom/d-5086102/catatan-atas-perubahan-prolegnas-prioritas-2020). Diakses pada 11 September 2020.8 Tim detikcom,”Superkilat, ini Kronologi 13 Hari DPR-Jokowi Revisi UU KPK.”, Detik News, (https://news.detik.com/berita/d-4709596/superkilat-ini-kronologi-13-hari-dpr-jokowi-revisi-uu-kpk) Diakses pada 11 September 2020.9 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 73/PUU-XII/2014

Page 5: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menegaskan

tujuh asas yang harus dipedomani dalam membentuk suatu undang-undang

yang bersifat kumulatif, yaitu kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat

pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan,

dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan

keterbukaan.

Dalam revisi UU KPK yang kedua terdapat 6 asas yang dilanggar

yaitu kejelasan tujuan, kelembagaan pembentuk yang tepat, kesesuaian antara

hierarki dan materi muatan, kejelasan rumusan, kedayagunaan dan

kehasilgunaan, dan keterbukaan. Sehingga, revisi UU KPK menghasilkan

kontradiksi dalam pasal pasalnya yang menyebabkan tidak dapat

dilaksanakan karena ada kekosongan hukum yang terjadi pasca revisi UU

KPK disahkan. Contohnya seperti Pasal 69D dan 70C.10

Pasal 69D

“Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan

kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum

Undang-Undang ini diubah.”

Pasal 70C

“Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi

yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan

ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

3. Tahap Pembahasan

Dalam pembahasan perubahan kedua UU KPK ini berlangsung singkat

dan penuh kejanggalan, hal tersebut dapat dilihat dari proses pembentukan

hanya berlangsung 14 hari (3-17 September 2019), yang mana untuk

10 Oktaryal,Agil, “Lima Argumen Revisi UU KPK cacat hukum dan harus dibatalkan.”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.”, (https://pshk.or.id/rr/lima-argumen-revisi-uu-kpk-cacat-hukum-dan-harus-dibatalkan/). Diakses pada 11 September 2020.

Page 6: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

membahas sebuah rancangan undang-undang dapat dilihat waktunya terkesan

amatlah singkat. Berdasarkan situs website DPR menjelaskan bahwa RUU

Usulan Komisi yang dimulai 3 September 2019, tahap harmonisasi dilakukan

pada 1-10 Februari 2016, pembicaraan tingkat I pada 12-16 September 2019,

dan persetujuan pada 17 September 2019,11 jadi tidak mungkin harmonisasi

undang-undang dilakukan jauh 3 tahun sebelum RUU Usulan Komisi

disetujui.

Dalam pembentukan perubahan kedua UU KPK ini, KPK secara

kelembagaan tidak pernah dilibatkan. Pada tangal 13 September 2019, tiga

pimpinan KPK yang terdiri dari Agus Rahardjo, Laode Muhammad Syarif

dan Saut Situmorang, menyerahkan mandat pengelolaan KPK secara

kelembagaan kepada Presiden Joko Widodo. Menurut Agus terhadap revisi

UU KPK ini memiliki dampak baik dan buruk bagi lembaga antirasuah

tersebut dan KPK perlu dilibatkan dalam pembentukan revisi UU KPK ini,

karena hingga saat ini lembaga antirasuah ini sama sekali belum menerima

draf resmi revisi UU KPK.12 Kemudian, dalam proses pembahasan, DPR

melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Sekretariat Jenderal

(PPID Setjen) dan Badan Keahlian (BK) DPR mengklain sepanjang tahun

2019 tidak pernah dilakukan rapat terbuka (RDPI) dengan agenda revisi UU

KPK. Bahkan, banyak rapat yang dilakukan dari tanggal 3-16 september

diklaim sebagai informasi yang rahasia dan tidak banyak masyarakat yang

mengetahuinya. Saat rapat paripurna perubahan UU KPK pada 17 september

2019 ini hanya terdapat 102 anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna

tersebut saat proses perhitungan manual. Jadi sidang tersebut tidak kourum

dan tidak sah untuk mengesahkan revisi UU KPK.

11 Dewan Perwakilan Rakyat RI, “RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.” Progam Legislasi Nasional, (http://www.dpr.go.id/uu/detail/id/88). Diakses pada 11 September 2020.12 Movanita, Ambaranie Nadia Kemala, “Mulusnya Pengesahan Revisi UU KPK, Abai Kritik hingga Tak Libatkan KPK.”Kompas News, (https://nasional.kompas.com/read/2019/09/18/11032741/mulusnya-pengesahan-revisi-uu-kpk-abai-kritik-hingga-tak-libatkan-kpk?page=all). Diakses pada 11 September 2020.

Page 7: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

Cacat Materill Revisi Perubahan Kedua Undang-Undang Komisi

Pemberantasan Korupsi

Berdasarkan Revisi Perubahan Kedua Undang-Undang Komisi Pemberantasan

Korupsi terdapat pasal-pasal yang dapat memperlemah KPK, yaitu sebagai

berikut:

1. Runtuhnya Independensi Lembaga.

Berdasarkan Pasal 3 UU KPK yang berbunyi Komisi Pemberantasan

Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun eksekutif yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari

pengaruh kekuasaan manapun dapat dibantah. Rumusan ini hanya

mengambil sebagian dari putusan MK, namun tidak terbaca posisi KPK

sebagai badan lain yang terkait kekuasaan kehakiman dan lembaga yang

bersifat constitutional important.

2. Tafsir Keliru Pengawasan

Pengawasan dalam penindakan kasus korupsi yang dilakukan

KPK, bagian yang didapatkan publik adalah informasi yang keliru yang

menimbulkan kesimpulan yang jauh dari permasalahan, yang membuat

kewenangan KPK melakukan supervisi menjadi dikurangi.

3. Kewenangan Berlebih Dewan Pengawas KPK

Dewan pengawas lebih berkuasa daripada pimpinan KPK, tetapi

syarat menjadi pimpinan KPK lebih berat dibanding dewan pengawas.

Kewenangan dewan pengawas masuk pada teknis penanganan perkara,

yaitu memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan

dan penyitaan.

4. Memaknai Ulang Pemberian Surat Penghentian Penyidikan dan

Penuntutan (SP3)

Dalam Pasal 40 UU No.19 Tahun 2019 menjelaskan limitasi waktu

2 tahun bagi KPK untuk menerbitkan SP3. Model lex specialis seperti ini

Page 8: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

tidak lazim untuk memberantas kejahatan korupsi maka semestinya aturan

yang tertera dalam UU KPK memperketat ruang untuk menghentikan

penyidikan atau pun penuntutan. Sebaliknya, didalam KUHAP sama sekali

tidak membahas tentang pembatasan waktu penegakan hukum menangani

sebuah perkara. Berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP hanya

menyinggung tentang tidak diperoleh bukti yang cukup, bukan merupakan

tindak pidana, dan penghentian penyidikan demi hukum.13

5. Hilangnya Status Penyidik dan Penuntut pada Pimpinan KPK

Pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum sehingga

akan berisiko pada tindakan-tindakan pro justitia dalam pelaksanaan tugas

penindakan.

6. Tertutup Kemungkinan KPK membuka Kantor Perwakilan

Sejak KPK berdiri hingga tahun 2019, KPK sudah menyelesaikan

berbagai macam perkara korupsi yang berada di berbagai daerah. Hal ini

menjadi peluang untuk membuka Kantor Perwakilan. Hal ini tertuang

dalam Pasal 19 Ayat (2) UU KPK lama yang berbunyi KPK dapat

membentuk perwakilan di daerah provinsi. Namun ketentuan ini di hapus

dengan berlakunya UU KPK baru. Sehingga, kasus korupsi di daerah

masih akan terus terjadi.

7. Persoalan Alih Status Kepegawaian KPK (PP Nomor 41 Tahun 2020)

Penanganan perkara sewaktu-waktu dapat terganggu dengan

adanya alih status kepegawaian ini. Hal ini karena ketika pegawai KPK

menjadi bagian dari aparatur sipil negara maka kapan saja dapat

dipindahkan ke lembaga negara lainnya. Dan juga, dapat berpotensi

mengurangi independensi penyidik karenan dengan berlakunya regulasi ini

13 Pasal 109 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Acara Pidana

Page 9: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

maka setiap penyidik KPK akan berganti status menjadi Penyidik

Pengawai Negeri Sipil.14

Banyaknya permasalahan dalam proses perubahan regulasi KPK menuai

banyak kritikan dari masyarakat, dikarenakan masyarakat disini tidak dipandang

sebagai pemilik mandat utama dalam penyelenggaraan negara oleh pembentuk

undang-undang. Situasi ini semestinya menjadi fokus pemerintah dan DPR, untuk

mempertahankan kewenangan KPK dan merumuskan legislasi-legislasi yang

berkualitas untuk menyokong kinerja penegak hukum. Pemerintah dan DPR perlu

mempertanyakan ulang konsep pemberantasan korupsi, karena KPK menjadi

sektor penggerak untuk memberantas korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Internet

Dewan Perwakilan Rakyat RI, “RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.” Progam Legislasi Nasional,

(http://www.dpr.go.id/uu/detail/id/88). Diakses pada 11 September 2020.

Firdaus, Fahmi Ramadhan, “Catatan atas Perubahan Proglenas Prioritas 2020.”,

Detik News, (https://news.detik.com/kolom/d-5086102/catatan-atas-

perubahan-prolegnas-prioritas-2020). Diakses pada 11 September 2020

KPK, “KPK Identifikasi 26 Poin yang berisiko melemahkan di RUU KPK.”

Siaran Pers, (https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1255-kpk-

14 KPK, “KPK Identifikasi 26 Poin yang berisiko melemahkan di RUU KPK.” Siaran Pers, (https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1255-kpk-identifikasi-26-poin-yang-beresiko-melemahkan-di-ruu-kpk). Diakses pada 11 September 2020

Page 10: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

identifikasi-26-poin-yang-beresiko-melemahkan-di-ruu-kpk). Diakses pada

11 September 2020

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Pembentukan UU Harus Perhatikan Kewenangan Lembaga dan Keinginan Rakyat” MKRI, (https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16247#). Diakses 09 September 2020.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 79/PUU-XVII/2019”, MKRI, (https://mkri.id/public/content/persidangan/resume/resume_perkara_2038_Perkara%20No%2079.pd). Diakses 11 September 2020.

Media Indonesia, “2019, Putusan dan Pengajuan Perkara PHPU dan PUU di MK

Menurun.”, (https://mediaindonesia.com/read/detail/280770-2019-putusan-

dan-pengajuan-perkara-phpu-dan-puu-di-mk-menurun). Diakses 10

September 2020.

Movanita, Ambaranie Nadia Kemala, “Mulusnya Pengesahan Revisi UU KPK,

Abai Kritik hingga Tak Libatkan KPK.”Kompas News,

(https://nasional.kompas.com/read/2019/09/18/11032741/mulusnya-

pengesahan-revisi-uu-kpk-abai-kritik-hingga-tak-libatkan-kpk?page=all).

Diakses pada 11 September 2020.

Oktaryal,Agil, “Lima Argumen Revisi UU KPK cacat hukum dan harus

dibatalkan.”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.”,

(https://pshk.or.id/rr/lima-argumen-revisi-uu-kpk-cacat-hukum-dan-harus-

dibatalkan/). Diakses pada 11 September 2020.

Tim detikcom,”Superkilat, ini Kronologi 13 Hari DPR-Jokowi Revisi UU KPK.”,

Detik News, (https://news.detik.com/berita/d-4709596/superkilat-ini-

kronologi-13-hari-dpr-jokowi-revisi-uu-kpk) Diakses pada 11 September

2020.

Jurnal

Page 11: krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/PENGESAHAN-RUU... · Web viewPembentukan undang-undang harus memperhatikan dua hal, yakni kewenangan lembaga negara dan keinginan

Putra, Andi Irman,”Penulisan Kerangka Ilmiah tentang Peran Prolegnas dalam

Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan UUD 1945 (Pasca

Amandemen).”, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia, 2008, hal 1.

Putusan

Keputusan DPR-RI Nomor 01/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan

Penetapan Progam Legislasi Nasional Tahun 2005-2009, Dewan Perwakian

Rakyat, Jakarta, 2005, hal 7-8.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 73/PUU-XII/2014

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.