library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2013-2... · web viewkepemimpinan...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Penulis Judul Penelitian Temuan
Tariszka
Semegine,
Eva
(2012)
Organizational
Internal
Communication
As A Means Of
Improving
Efficiency
(Proquest)
Tingkat komunikasi dalam organisasi menentukan
efisiensi organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa
kinerja yang baik dapat diperoleh apabila staff
diberikan informasi dan kepuasan aliran informasi
baik horizontal maupun vertikal.
Muh.azis,
Desy
Hariyati
(2012)
The Role Of
Leadership in
Bureaucracy
Reform
(Universitas
Indonesia
Journal)
Kepemimpinan daerah memiliki pengaruh yang
signifikan untuk membangun tatanan birokrasi daerah
agar semakin berkualitas. Hasil penelitian secara
umum menunjukkan bahwa peran kepemimpinan
Herry Zudianto berdasarkan teori Mintzberg sudah
berjalan dengan baik dilihat dari dimensi
interpersonal roles, informational roles, dan
decisional roles.
Shilpee,
Dasgupta,
Damodar,
Seema Singh
(2013)
Dampak
Komunikasi
Pimpinan kepada
perilaku bawahan
(Emerald insight
journal)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya
komunikasi asertif memberikan dukungan yang
maksimal kepada karyawan. Dukungan pimpinan di
tempat kerja meningkatkan kepuasan karyawan
dengan komunikasi pimpinan dan organisasi berbasis
self-esteem.
Stacey Frank
Kanihan,
Kathleen A
Hansen, Sara
Blair, Marta
Shore, Jun
Komunikasi
Pimpinan dalam
koalisi dominan:
Kekuasaan dan
praktek
komunikasi
(Emerald insight
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji jenis
kekuasaan formal dan informal oleh pimpinan, dan
mengidentifikasi karakteristik komunikasi pimpinan
perusahaan yang berada dalam koalisi dominan. hasil
penelitian menemukan bahwa empat atribut
kekuasaan informal membedakan komunikasi oleh
komunikasi yang berada di koalisi dominan dari
2.1 Penelitian Sebelumnya (State Of The Art) Tabel 2.1 Penelitian sebelumnya
8
Myers
(2013)
journal) mereka yang tidak: kepercayaan timbal balik,
pengambilan keputusan strategis, inklusi sosial dan
keahlian komunikasi. Penelitian didukung teori
organisasi tentang pentingnya kekuasaan informal
sebagai prasyarat untuk berada di koalisi dominan -
terutama persahabatan dan "being included".
Fitri Yanti
(2011)
Pola Komunikasi
Kepemimpinan
Nyai di Pindok
Pesantren
Modern Putri
Lampung (Jurnal
Universitas
Padjajaran)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Strategi
kepemimpinan Nyai terdiri dari perencanaan lintas
sektor jaringan atau kerja sama, hubungan baik,
sosialisasi pondok pesantren, dan kunjungan ke
pesantren lain. 2) Fungsi komunikasi Nyai termasuk
memberikan informasi, mendapatkan hubungan,
menyampaikan pesan, mendidik, mengubah
sikap/perilaku, membujuk melalui khotbah Islam.
3) teknik komunikasi kepemimpinan Nyai terdiri dari
persuasif, dialog, koersif , partisipatif dan transdental.
4) pola komunikasi yang dikembangkan oleh Nyai
adalah komunikasi lisan yang cenderung formal dan
norma-norma yang gigih untuk aturan dan
komunikasi kepemimpinan model Nyai di pesantren
adalah disiplin, otonomi, harmoni dan hubungan yang
didasarkan kepemimpinan model komunikasi serta
kepemimpinan conceptive dan kreatif Nyai.
9
Penelitian pertama oleh Tariszka Semegine dan Eva yang berjudul
“Organizational Internal Communication As A Means Of Improving Efficiency”,
direpresentasikan dari teori organisasi mengenai komunikasi organisasi. Saat ini,
prasyarat yang harus dimiliki setiap staff adalah keterampilan komunikasi. Tingkat
komunikasi dalam organisasi menentukan efisiensi organisasi. Penelitian
menunjukan bahwa kinerja positif didukung oleh seberapa baik staff diberikan
informasi, dan tingkat kepuasan dengan arah aliran komunikasi (horizontal, vertikal).
Metode penelitian kuantitatif. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kinerja yang
baik dapat diperoleh apabila staff diberikan informasi vertikal dan horisontal.
Penelitian diatas menunjukkan bahwa staff akan menunjukkan kinerja positif
apabila diberikan informasi. Sedangkan Perbandingan dengan penelitian “Analisis
10
Aliran Informasi Vertikal dan Horizontal dalam Komunikasi Internal Melalui Gaya
Kepemimpinan pada Divisi Humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan”,
melihat bagaimana aliran informasi vertikal dan horizontal didukung oleh gaya
kepemimpinan seorang kepala divisi humas. Jenis informasi apa saja yang
dikomunikasikan pimpinan dalam membantu tugas bawahan dan sebaliknya.
Penelitian kedua oleh Muhazis dan Desy Hariyati yang berjudul “The Role
Of Leadership in Bureaucracy Reform”. Kepemimpinan mengandung makna
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mengubah perilaku pihak lain
seperti yang diinginkannya. Kepemimpinan daerah memiliki pengaruh yang
signifikan untuk membangun tatanan birokrasi daerah agar semakin berkualitas.
Reformasi birokrasi merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi dalam rangka
memperbaiki kualitas dan kinerja birokrasi yang selama ini seringkali memiliki
stigma negative di kalangan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode
campuran kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan penelusuran
data statistik mengenai laporan kinerja pemerintah daerah dan Indeks Kepuasan
Masyarakat yang selama ini diperoleh Pemerintah Daerah, sedangkan metode
kualitatif dilakukan lewat wawancara mendalam dengan pihak pemerintah daerah,
DPRD, LSM, pengusaha, dan tokoh masyarakat. Hasil penelitian secara umum
menunjukkan bahwa peran kepemimpinan Herry Zudianto Berdasarkan teori
Mintzberg sudah berjalan dengan baik dilihat dari tiga dimensi, diantaranya
interpersonal roles, informational roles dan decisional roles.
Penelitian di atas menunjukkan kepemimpinan membawa pengaruh pada
tatanan birokrasi daerah yang berkualitas dimana peran pemimpin tersebut
berdasarkan teori Mintzberg berjalan baik dilihat dari dimensi peran interpersonal,
informasi, dan peran pengambilan keputusan. Sedangkan perbandingan dengan
penelitian “Analisis Aliran Informasi Vertikal dan Horizontal dalam Komunikasi
Internal Melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi Humas Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan”, menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mendukung
distribusi pesan secara vertikal dan horizontal. Distribusi pesan yang juga meliputi
peran pemimpin sebagai pemberi dan penerima informasi. Gaya kepemimpinan
kepala divisi humas yang dianalisis menggunakan teori empat gaya kepemimpinan
yang dikemukakan Likert, menunjukkan bahwa gaya pimpinan partisipatif yang
mendukung informasi berjalan ke segala arah, komunikasi terbuka secara formal dan
informal.
11
Penelitian Ketiga oleh Shilpee A. Dasgupta Damodar Suar, Seema Singh
yang berjudul “Dampak komunikasi pimpinan kepada perilaku bawahan”, melalui
dasar teori pertukaran sosial dan teori dukungan organisasi, tujuan dari penelitian ini
untuk melihat gaya pasif, agresif, dan tegas pimpinan yang mempengaruhi
dukungan pimpinan dan melihat apakah dukungan meningkatkan kepuasan karyawan
melalui komunikasi pimpinan dan organisasi berbasis self-esteem. Metode penelitian
kuantitatif,menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya
komunikasi asertif memberikan dukungan yang maksimal kepada karyawan.
Dukungan pimpinan di tempat kerja meningkatkan kepuasan karyawan dengan
komunikasi pimpinan dan organisasi berbasis self-esteem. Kepuasan komunikasi
menumbuhkan ikatan emosional yang kuat dengan organisasi.
Jika penelitian di atas menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan asertif
memberi dukungan, meningkatkan kepuasan karyawan, ikatan emosional dan
komunikasi pimpinan serta organisasi berbasis self esteem. Perbandingan dengan
penelitian “Analisis Aliran Informasi Vertikal dan Horizontal dalam Komunikasi
Internal Melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi Humas Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan”, menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang mendorong
karyawan untuk berkomunikasi secara terbuka, bebas dan terus terang baik kepada
pimpinan maupun dengan anggota tim adalah gaya kepemimpinan partisipatif.
Penelitian keempat oleh Stacey Frank Kanihan Kathleen A. Hansen, Sara
Blair, Marta Shore, dan Jun Myers yang berjudul “Komunikasi Pimpinan dalam
koalisi dominan: Kekuasaan dan praktek komunikasi”. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji jenis kekuasaan formal dan informal oleh pimpinan, dan
mengidentifikasi karakteristik komunikasi pimpinan perusahaan yang berada dalam
koalisi dominan. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian
menemukan empat atribut kekuasaan informal membedakan komunikasi oleh
komunikasi yang berada di koalisi dominan dari mereka yang tidak yaitu
kepercayaan timbal balik, pengambilan keputusan strategis, inklusi sosial dan
keahlian komunikasi. Menggunakan teori organisasi tentang pentingnya kekuasaan
informal sebagai syarat pada koalisi dominan,persahabatan dan “being included”.
Penelitian diatas menunjukkan bahwa dalam penelitian tersebut objek
penelitian adalah pemimpin pada koalisi dominan dan ditemukan bahwa terdapat
kepercayaan timbal balik, pengambilan keputusan strategis juga keahlian komunikasi
dalam kekuasaan informal. Perbandingan dengan penelitian “Analisis Aliran
12
Informasi Vertikal dan Horizontal dalam Komunikasi Internal Melalui Gaya
Kepemimpinan pada Divisi Humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan”,
menunjukkan pimpinan humas instansi pemerintahan Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan memiliki kekuasaan formal. Dalam penelitian ini melihat
bagaimana gaya pemimpin humas dapat mendukung aliran informasi vertikal dan
horizontal, untuk mengetahui hal tersebut, aspek pengambilan keputusan,
kepercayaan dan komunikasi pemimpin diidentifikasi untuk melihat gaya
kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Penelitian terakhir oleh Fitri Yanti yang berjudul “Pola Komunikasi
Kepemimpinan Nyai di Pindok Pesantren Modern Putri Lampung”. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif melalui studi kasus kepemimpinan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) Strategi kepemimpinan Nyai terdiri dari perencanaan lintas
sektor jaringan atau kerja sama, hubungan baik, sosialisasi pondok pesantren, dan
kunjungan ke pesantren lain. 2) Fungsi komunikasi Nyai termasuk memberikan
informasi, mendapatkan hubungan, menyampaikan pesan, mendidik, mengubah
sikap/perilaku, membujuk melalui khotbah Islam. 3) teknik komunikasi
kepemimpinan Nyai terdiri dari persuasif, dialog, koersif, partisipatif dan transdental.
4) pola komunikasi yang dikembangkan oleh Nyai adalah komunikasi lisan yang
cenderung formal dan norma-norma yang gigih untuk aturan dan komunikasi
kepemimpinan model Nyai di pesantren adalah disiplin, otonomi, harmoni dan
hubungan yang didasarkan kepemimpinan model komunikasi serta kepemimpinan
conceptive dan kreatif Nyai.
Dalam penelitian tersebut meneliti mengenai strategi, pola,fungsi, teknik,
dan komunikasi pimpinan, dimana fungsi komunikasi pemimpin salah satunya
adalah memberikan informasi. Dan teknik komunikasi salah satunya dengan
partisipatif. Sedangkan “Analisis Aliran Informasi Vertikal dan Horizontal dalam
Komunikasi Internal Melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi Humas Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan”, melihat mengenai gaya kepemimpinan dalam
mendistribusikan informasi secara vertikal dan horisontal. Gaya partisipatif
merupakan suatu gaya kepemimpinan yang mendorong informasi berjalan ke segala
arah, dan komunikasi terbuka baik secara formal dan informal.
13
2.2 Landasan Konseptual
2.2.1 Komunikasi Organisasi
Definisi komunikasi organisasi Pace dan Faules dalam
(Rohim, 2009:110) mengemukakan definisi komunikasi organisasi dari
dua perspektif yang berbeda. Pertama, perspektif tradisional (fungsional
dan objektif), mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pertunjukan
dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan
bagian dari suatu organisasi tertentu. Kedua, perspektif interpretif
(subjektif) memaknai komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan
makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Atau menurut perspektif
ini adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka
yang terlibat dalam proses itu berinteraksi dan memberi makna atas apa
yang sedang terjadi. Jadi, dalam pengertian ini komunikasi organisasi
dapat dimaknai dari dua perspektif yang berbeda. Sebagai penafsiran pesan
di antara unit-unit dan sebagai proses penciptaan makna atas interaksi.
Komunikasi organisasi menurut Deddy Mulyana, merupakan
komunikasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga
informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada
komunikasi kelompok. Oleh karena itu, organisasi dapat diartikan sebagai
kelompok dari kelompok-kelompok. Komunikasi organisasi sering
melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi. Komunikasi
formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi yakni komunikasi
ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horisontal, sedangkan
komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti
komunikasi antarsejawat, juga termasuk selentingan dan gosip (Mulyana,
2007 : 83).
2.2.1.1 Konsep Komunikasi Organisasi
Goldhaber dalam (Romli, 2014:13) mengatakan bahwa
“organizational communications is the process of creating and exchanging
messages within a network of interdependent relationship to cope with
environmental uncertainty”. Jadi, berdasarkan definisi tersebut komunikasi
organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu
jaringan hubungan dan diberi batasan sebagai arus pesan yang sifat
14
hubungannya saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan
yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah.
Ronald Adler dan George pada understanding human
communication dalam (Rohim, 2009:111) menguraikan masing-masing
fungsi dari dua arus komunikasi dalam organisasi. Pertama adalah
downward communication. Komunikasi ini berlangsung ketika orang-orang
yang berada pada tatanan manajemen mengirimkan pesan kepada
bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah diantaranya
pemberian atau penyampaian intruksi kerja, penjelasan dari pimpinan
tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan, penyampaian
informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dan pemberian
motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan upward communication terjadi ketika bawahan
(subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi
dari bawah ke atas ini adalah penyampaian informasi tentang pekerjaan
ataupun tugas yang sudah dilaksanakan, penyampaian informasi tentang
persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan
oleh bawahan, penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan,
penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun
pekerjaanya.
Arus komunikasi berikutnya adalah horizontal
communication. Tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan
ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang sama. Fungsi arus
komunikasi horisontal diantaranya untuk memperbaiki koordinasi tugas,
sebagai upaya pemecahan masalah, saling berbagi informasi, sebagai upaya
memecahkan konflik, dan membina hubungan melalui kegiatan bersama.
2.2.1.2 Arah Aliran Informasi Organisasi
Arah Aliran Informasi dalam Organisasi sebagaimana dikemukakan
oleh Pace dan Faules (2010 : 184) sebagai berikut:
1. Komunikasi ke Bawah
Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang
berotoritas lebih rendah. Katz dan Kahn dalam ( Pace dan Faules, 2010:185)
15
mengemukakan ada lima jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan
dari atasan kepada bawahan:
(1) Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, (2) Informasi
mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) informasi
mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi (4) informasi mengenai
kinerja pegawai dan (5) informasi untuk mengembangkan rasa memiliki
tugas (sense of mission).
2. Komunikasi ke atas
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih
tinggi (Pace dan Faules, 2010:189). Pentingnya komunikasi ke atas
sebagaimana diungkapkan karena beberapa alasan:
1) Sharma dalam (Pace dan Faules, 2010:190) mengemukakan aliran
informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan
keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi
kegiatan orang-orang lainnya.
2) Planty dan Machaver dalam (Pace dan Faules, 2010:190)
mengemukakan komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia
kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan
seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.
3) Conboy dalam (Pace dan Faules, 2010:190), mengemukakan
komunikasi ke atas memungkinkan- bahkan mendorong omelan dan
keluh kesah ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang
mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi
sebenarnya.
4) Planty dan Machaver dalam (Pace dan Faules, 2010:190)
mengemukakan komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan
loyalitas ke pada organisasi dengan memberi kesempatan kepada
pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta
saran-saran mengenai operasi organisasi.
5) Planty dan Machaver dalam (Pace dan Faules, 2010:190),
mengemukakan komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk
menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari
aliran informasi ke bawah.
16
6) Harriman dalam (Pace dan Faules, 2010:190) mengemukakan
komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan
mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka
dan dengan organisasi tersebut.
3. Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di
antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja
meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas
yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama (Pace
dan Faules, 2010:190). Tujuan Komunikasi Horizontal diantaranya
untuk mengkoordinasikan penugasan kerja.
Para anggota saling bertemu untuk mengkoordinasikan
pembagian tugas, untuk berbagi informasi mengenai rencana dan
kegiatan. Bila gagasan dari beberapa orang menjanjikan hasil yang
lebih baik daripada gagasan satu orang, komunikasi horisontal
menjadi amat penting. Selain itu untuk memecahkan masalah, untuk
memperoleh pemahaman bersama.
Kemudian untuk mendamaikan, berunding dan menengahi
perbedaan dimana individu-individu sering mengembangkan pilihan
dan prioritas yang akhirnya menimbulkan ketidaksepakatan. Maka,
komunikasi horisontal di antara para pegawai merupakan hal pokok
dalam mendamaikan perbedaan. Serta untuk menumbuhkan dukungan
antarpersonal dimana komunikasi horizontal bertujuan untuk
memperkuat ikatan dan hubungan antarpersonal, membina hubungan
antar pegawai dan menciptakan unit kerja yang padu (Pace dan
Faules, 2010 : 196).
Metode Komunikasi Horizontal
Komunikasi horisontal paling sering terjadi dalam rapat
komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon,
memo, dan catatan, kegiatan sosial dan lingkaran kualitas. Lingkaran
kualitas adalah sebuah kelompok pekerja sukarela yang berbagi
wilayah tanggung jawab. Para anggota kelompok mengadakan
17
pertemuan setiap minggu untuk berdiskusi, menganalis, dan
mengemukakan gagasan untuk menyempurnakan pekerjaan mereka.
Hambatan-hambatan pada komunikasi horisontal banyak
persamaannya dengan hambatan yang mempengaruhi komunikasi ke
atas dan komunikasi ke bawah. Ketiadaan kepercayaan di antara
rekan-rekan kerja, perhatian yang tinggi pada mobilitas ke atas, dan
persaingan dalam sumber daya dapat mengganggu komunikasi
pegawai yang sama tingkatnya dalam organisasi dengan sesamanya
(Pace dan Faules, 2010:197).
2.2.1.3 Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan
bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan
bersama (adanya saling ketergantungan), mengenal satu sama lainnya,
dan memandang mereka bagian dari kelompok tersebut, meskipun
misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok
diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian,
komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang
dilakukan kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka. Umpan balik dari
seorang peserta dalam komunikasi kelompok masih bisa diidentifikasi
dan ditanggapi langsung oleh peserta lainnya (Mulyana, 2007:82).
Komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang berlangsung
antara tiga orang atau lebih secara tatap muka di mana anggota-anggotanya
saling berinteraksi satu sama lain. Komunikasi kelompok dengan sendirinya
melibatkan pula komunikasi antarpribadi. (Rohim, 2009:87) . Little John dalam
(Mulyana, 2007:82) menyatakan bahwa komunikasi kelompok dengan
sendirinya melibatkan juga komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan
teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
2.2.1.3 Komunikasi Informal
Informasi informal atau personal muncul dari interaksi di antara
orang-orang, informasi ini tampaknya mengalir dengan arah yang tidak dapat
diduga, dan jaringannya digolongkan sebagai selentingan (grapvine) (Pace
18
dan Faules 2010:199). Komunikasi informal, bagaimanapun juga, adalah
bagian penting dari aliran komunikasi organisasi, bentuk-bentuk komunikasi
ini timbul dengan berbagai maksud yang meliputi: pemuasan kebutuhan-
kebutuhan manusiawi, seperti kebutuhan untuk berhubungan dengan orang
lain, perlawanan terhadap pengaruh-pengaruh yang monoton atau
membosankan, pemenuhan keinginan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain, serta pelayanan sebagai sumber informasi hubungan pekerjaan yang
tidak disediakan saluran-saluran komunikasi formal.
Tipe komunikasi informal yang paling terkenal adalah “grapevine”
yang cenderung dianggap merusak atau merugikan, karena tidak jarang
terjadi penyebaran informasi yang tidak tepat atau menyimpang. Di sisi lain,
komunikasi grapevine mrmpunyai peranan fungsional sebagai alat
komunikasi tambahan bagi organisasi. Komunikasi grapevine lebih cepat,
lebih akurat dan efektif dalam menyalurkan informasi. Manajer harus
menyadari bahwa komunikasi informal dan grapevine tidak dapat
dihilangkan. Bahkan sebaliknya manajer perlu memahami dan menggunakan
grapevine sebagai pelengkap komunikasi formal (Romli, 2014:192-193).
2.2.2 Teori Sistem ( Teori Komunikasi Organisasi)
Scott dalam (Pace dan Faules) menyatakan bahwa “satu-satunya cara
yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah sebagai suatu sistem”
(Pace dan Faules, 2010: 63). Ia mengemukakan bahwa bagian-bagian penting
organisasi sebagai sistem adalah individu dan kepribadian setiap orang dalam
organisasi; struktur formal, pola interaksi, pola status dan peranan yang
menimbulkan pengharapan-pengharapan dan lingkungan fisik pekerjaan. Jadi,
dalam penelitian ini, gaya kepemimpinan yang termasuk dalam sebuah peranan
yang menimbulkan pengharapan-pengharapan dan merupakan bagian penting
dalam organisasi.
Proses penghubung utama dalam bagian-bagian tersebut adalah
komunikasi. Konsep sistem berfokus pada bagian-bagian dan dinamika
19
hubungan yang menumbuhkan kesatuan atau keseluruhan. Setiap pembahasan
mengenai sistem menyangkut interdependensi.
Interdependensi menunjukan bahwa terdapat kesalingbergantungan di
antara komponen-komponen suatu sistem. Suatu perubahan dalam suatu
komponen membawa perubahan pada setiap komponen lainnya. Pemahaman
atas konsep interdependensi ini merupakan bagian integral dari pendefinisian
sistem dan teori sistem (Pace dan Faules, 2010: 63). Penggunaan teori sistem
dalam penelitian ini didasarkan pada adanya kesalingtergantungan antara
pimpinan dan bawahan dan bawahan kepada pemimpin dalam divisi Humas
dalam hal penyelesain tugas, kerja sama dan sebagainya.
2.2.2.1 Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn
Katz dan Kahn dalam (Pace dan Faules, 2010 : 66) menyatakan
bahwa “Hubungan-hubungan antara orang-orang, bukan orang-orang itu
sendiri, memungkinkan suatu organisasi bertahan jauh lebih lama daripada
orang-orang biologis yang menduduki jabatan-jabatan dalam organisasi”.
Maksud dari pernyataan ini adalah hubungan di antara orang-orang dalam
suatu organisasi penting dibandingkan dengan hubungan yang berdasarkan
jabatan-jabatan atau hubungan secara prosedur formal. Katz dan kahn
menerangkan bahwa kebanyakan interaksi dengan orang lain merupakan
tindakan komunikatif. Mereka menyatakan bahwa adalah mungkin untuk
menggolongkan bentuk-bentuk interaksi sosial seperti “Penggunaan kerja
sama, pengaruh, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan ke dalam
konsep komunikasi” (Pace dan Faules, 2010; 66).
Jadi, pada pandangan ini komunikasi dianggap sebagai proses
penghubung utama dalam organisasi. Dan dinyatakan bahwa salah satu
bentuk interaksi sosial yaitu kepemimpinan. Dalam penelitian mengenai
aliran informasi vertikal dan horizontal dalam divisi humas ini, tentunya
komunikasi merupakan proses penghubung yang juga penting dan di dukung
oleh salah satu bentuk interaksi sosial yaitu kepemimpinan.
Hawes dalam (Pace dan Faules, 2010: 67) mengatakan bahwa “Suatu
kolektivitas sosial adalah perilaku komunikatif yang terpolakan, perilaku
komunikatif tidak terjadi dalam suatu jaringan hubungan tetapi merupakan
jaringan itu sendiri”. Maksud pernyataan ini adalah perilaku komunikatif
20
berupa komunikasi adalah organisasi itu sendiri. Daniel Katz bersama-sama
dengan Herbert A. Simon, Robert L. Kahn dan James G.Miller merupakan
figur utama dalam aliran perilaku organisasi dengan pendekatan sistem.
Pendekatan sistem khususnya memusatkan perhatian pada sistem
terbuka (Open Sistem). Katz dan Khan dalam (Romli, 2014:51-52)
memaparkan bahwa suatu sistem terbuka memiliki batas-batas yang fleksibel
yang memungkinkan komunikasi mengalir dengan mudah ke dalam dan
keluar organisasi. Dalam pendekatan ini, komunikasi ditempatkan sebagai
sesuatu yang penting. Komunikasi dalam organisasi menghubungkan
beberapa subsistem. Ditemukannya peran penting komunikasi membawa
dukungan yang tinggi pada penampahan informasi sebagai jalan keluar untuk
banyak masalah organisasi. Komunikasi yang makin meningkat dan makin
baik, merupakan slogannya (Romli, 2014:51-52).
Penelitian ini menggunakan teori sistem sosial katz dan kahn karena
dalam teori ini disebutkan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial seperti
“Penggunaan kerja sama, pengaruh, penularan sosial atau peniruan, dan
kepemimpinan ke dalam konsep komunikasi” (Pace dan Faules, 2010; 66).
Terdapat kepemimpinan sebagai salah satu bentuk interaksi sosial dalam
konsep komunikasi. Selain itu teori sistem yang memusatkan perhatian pada
sistem terbuka dengan slogan “komunikasi makin meningkat dan makin baik”
sesuai dengan peran pemimpin dalam pendistribusian pesan kepada bawahan
guna mendukung aliran informasi vertikal dan horisontal.
2.2.3 Public Relations
Definisi public relations menurut (British) Institute of Public
Relations “PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik
(goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap
khalayaknya” (Jefkins, 2004:9). Menurut Jefkins “PR adalah semua bentuk
komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar, antara suatu
organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian” (Frank Jefkins, 2004:10).
Oxley dalam (Iriantara, 2004:17) mengemukakan tujuan kegiatan PR adalah
“mengikhtiarkan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan
21
publiknya”. Dimana menurut Lesly dalam ( Iriantara, 2004:17), tujuan PR
salah satunya adalah good will karyawan atau organisasi.
2.2.3.1 Khalayak Public Relations
“Khalayak (Public) adalah kelompok atau orang-orang yang
berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun
eksternal” (Jefkins, 2004:81).
Dalam penelitian ini, akan berfokus pada khalayak utama yaitu manajemen
atau pimpinan dan bawahan atau anggota suatu divisi
perusahaan/organisasi. Berdasarkan adanya dua jenis publik bagi suatu
badan atau perusahaan maka tujuan Public Relations pun diarahkan melalui
dua macam tugas, yaitu dikenal dengan sebutan Public Relations Internal
dan Public Relations Eksternal. Pada penelitian ini, akan berfokus pada
Public Relations Internal. PR Internal penting untuk memastikan
komunikasi antara pimpinan atau atasan dengan bawahan terjalin dengan
akrab dan tidak kaku serta meyakini rasa tanggung jawab akan
kewajibannya terhadap perusahaan.
2.2.3.2 Internal Public Relations J
Jefkins (2004 : 195) mengemukakan tingkat efektivitas PR internal
sangat dipengaruhi oleh hal pokok yaitu keterbukaan pihak manajemen serta
kesadaran dan pengakuan pihak manajemen akan nilai dan arti penting
komunikasi dengan para pegawai (Jefkins, 2004 : 195). PR harus menyadari bahwa
sikap, sifat, tingkah laku dan perbuatan pimpinan dan bawahan dapat mempengaruhi
nama baik instansi atau perusahaan di mana mereka bekerja. Dengan kesadaran
tersebut diharapkan muncul kegairahan kerja dari para pegawainya. Keadaan
demikian dapat diciptakan apabila perusahaan memperhatikan kepentingan
pegawainya baik secara ekonomi, sosial maupun secara psikologis (Suhandang,
2004:73-74). Keserasian hubungan di antara para anggota dalam divisi, baik vertikal
maupun horizontal diharapkan akan memperkuat tim kerja dalam perusahaan.
Adapun yang dapat dilakukan PR Internal perusahaan untuk menciptakan keadaan
tersebut salah satunya dengan penghargaan terhadap para pegawai yang
menunjukkan prestasi, baik dalam kerja sehari-hari maupun dalam kegiatan lainnya
22
yang menguntungkan perusahaan, seyogianya diberikan hadiah-hadiah atau
penghargaan-penghargaan. Hal demikian dapat merangsang para pegawai lainnya
(rekan sekerja) untuk berusaha meniru akan berbuat seperti pegawai yang terbaik itu
(Suhandang, 2004:73-74).
Suhandang (2004:191) menyatakan Public Relations harus berusaha
menciptakan iklim pergaulan kerja yang di dalamnya terdapat : pergaulan yang luwes
dan tidak kaku di antara mereka, penyampaian informasi yang jelas dan tepat,
kesadaran bahwa semua tugas sama pentingnya, saling percaya satu sama lain.
Adapun komunikasi ke atas sering mengalami hambatan antara lain karena adanya
perbedaan kedudukan/pangkat, pendidikan. Merupakan kewajiban Public Relations
untuk menembus hambatan-hambatan itu. Sebab, kurangnya komunikasi dari bawah
ke atas dapat mengakibatkan pimpinan akan kehilangan partisipasi bawahan, ide
bawahan yang bermanfaat tak dapat dikembangkan, pimpinan akan buta terhadap
permasalahan dan pendapat bawahan, serta kurangnya informasi yang dibutuhkan
untuk menilai dan menentukan suatu keputusan atau peraturan.
Sebaliknya, komunikasi yang diadakan pimpinan berpengaruh besar kepada
para karyawannya. Keharmonisan dari komunikasi dapat diusahakan PR melalu cara
yang formal dan informal seperti rapat-rapat, diskusi, pertandingan-pertandingan,
darmawisata, dan sebagainya (Suhandang, 2004:191). Keberhasilan departemen PR
akan didasarkan pada kerja sama tim yang dibentuk dan proses-proses yang
diletakkan untuk memastikan adanya tujuan, motivasi dan organisasi (Beard,
2004:100).
2.2.3.3 Hubungan Public Relations dengan Human Relations
Di dalam suatu perusahaan relasi humanis penting artinya untuk
menumbuhkan suatu group feeling di kalangan para pegawainya, dari tingkat
bawah sampai pada tingkat pimpinan. Dengan perasaan segolongan, atau
group loyalty, maka semua pegawai dari perusahaan itu akan selalu menjaga,
memelihara, dan memupuk nama baik perusahaannya. Suasana demikian
akan tercapai bila ada hubungan internal yang harmonis di antara mereka,
dengan kata lain, muncul hubungan yang manusiawi atau relasi antar menusia
di antara mereka, atau adanya hubungan kemanusiaan yang didasari oleh:
Harga menghargai satu sama lain, pergaulan yang tidak kaku, pekerjaan yang
23
sesuai dengan pendidikan , kecakapan dan kemampuan masing-masing serta
jaminan kesejahteraan yang wajar (Suhandang, 2004 : 186-187).
Mengenai relasi manusiawi dalam suatu lingkungan pekerjaan, Keith
Davis melalui Human Relations at Work dalam (Suhandang, 2004 : 187)
menyatakan bahwa “from the view point of a manager who has responsibility
for leading a group, human relations is the interactions of people into a work
situation that motivates them to work together productively, cooperatively,
and with economic, psychological, and social satisfactions”.
Dari pengertian tersebut maka ditinjau dari sudut pimpinan yang
bertanggung jawab dalam hal memimpin kelompoknya, human relations
merupakan interaksi antara orang-orang ke dalam suatu kerja yang
mendorong mereka untuk bekerja secara produktif, kooperatif, sehingga
memperoleh kepuasan secara ekonomi, psikologi, dan sosial.
2.2.4 Kepemimpinan
Beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli :
Stephen P. Robbins dalam (Fahmi, 2012 : 15) mengatakan, kepemimpinan
adalah “kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah
tercapainya tujuan”.
Ricky W. Griffin dalam (IFahmi, 2012 : 15) mengatakan, pemimpin adalah
“Individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus
mengandalkan kekerasan, pemimpin adalah individu yang diterima orang lain
sebagai pemimpin”.
Fahmi (2012:16) mengemukakan “pemimpin dan kepemimpinan dilihat
sebagai suatu kesatuan. Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa
kepemimpinan” (Fahmi, 2012:16).
Lindgren dalam (Suhandang, 2004: 200) mengemukakan pemimpin
yang efektif adalah “ leadership which helps the members of a group or
organization to meet their individual needs and to achieve the purpose that
brought them together”.
Berdasarkan pengertian Lidgren di atas, disebutkan bahwa kepemimpinan
yang membantu anggota kelompok untu mencapai kebutuhan pribadi dan
meraih tujuan kelompok secara bersama-sama. Hersey dan Blanchard dalam
24
(Romli, 2014: 107-108) memformulasikan tugas pimpinan yang perlu
dijalankan adalah telling, selling, participating dan delegating.
Pertama, telling. Pemimpin perlu mendifinisikan secara mudah dan
menjelaskan peran atau tugas yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas
kepada bawahan. Dengan demikian karyawan tidak menemukan kebingungan
dan salah arah dalam menyelesaikan aktifitas organisasi.
Kedua, selling. Pemimpin disini perlu memberikan petunjuk yang
jelas bagaimana organisasi harus dijalankan serta memberikan dukungan
yang dapat memacu produktifitas. Ketiga, participating. Dalam kegiatan
organisasi antara pimpinan dan bawahan harus terjalin kerjasama baik.
Keduanya berbagi informasi, pandangan, pengalaman untuk memutuskan
langkah terbaik yang dapat ditempuh dalam rangka meraih kualitas yang
prima.
Keempat, delegating. Dalam prinsip ini pemimpin harus seminimal
mungkin mengambil peran dalam pengambilan keputusan teknis. Dalam
memutuskan operasioanl yang perlu dilakukan maka pimpinan perlu
memberikan arahan dan dukungan secara personal kepada bawahan untuk
dapat memutuskannya (Romli, 2014:107-108).
2.2.4.1 Gaya Kepemimpinan
Gaya merupakan sikap, gerakan, tingkah laku sikap yang elok, gerak
gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan
gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk
mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula
dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang
disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan
menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah keterampilan, sifat,
dan sikap yang mendasari perilaku seseorang (Rivai dan Mulyadi, 2012 : 42).
Kepemimpinan yang baik adalah keinginan untuk mendengar, dan
kepemimpinan yang baik (good leadership) adalah kunci keberhasilan suatu
perusahaan atau organisasi. Kepemimpinan yang baik juga memberi
kebebasan pada orang untuk mengemukakan pendapat, tidak melihat jabatan
atau posisi orang tersebut (Mulyana, 2004: 186).
25
2.2.5 Teori Empat-Sistem
Likert dalam (Pace dan Faules, 2010: 287-288) mengungkapkan salah
satu teori gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert (1967). Terdapat
empat gaya atau sistem manajerial. Likert membagi gaya manajerial tersebut
sebagai berikut :
1) Penguasa mutlak
Gaya ini berdasarkan pada asumsi Teori X McGregor. Manajer atau
pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada
pegawai dengan anggapan bahwa cara yang terbaik untuk memotivasi
pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman dan hukuman. Interaksi
atasan-bawahan amat sedikit; semua keputusan berasal dari atas dan
komunikasi ke bawah semata-mata berisi instruksi dan perintah.
2) Penguasa semi-mutlak
Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong komunikasi ke
atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan;
namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi dilakukan
melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas dan terus
terang.
3) Penasihat
Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai
tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Informasi
berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit penekanan pada
gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan besar,
meskipun tidak mutlak dan keyakinan kepada bawahan.
4) Pengajak Serta
Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar organisasi berjalan baik melalui
partisipasi nyata pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan
pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan
bebas, terbuka, dan berterus terang hampir tanpa rasa takut terhadap
hukuman. Secara umum, sistem komunikasi formal dan informal identik, dan
ini menjamin integrasi tujuan pribadi dan tujuan organisasi yang sebenarnya.
2.2.6 Teori Kepribadian Perilaku
26
Pada akhir tahun 1940-an, terdapat penelitian yang mulai
mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana perilaku seseorang dapat
menentukan keefektifan kepemimpinan seseorang. Dan ditemukan sifat-sifat,
dan pengaruhnya pada prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya.
Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada Pusat Riset University Of
Michigan, dengan sasaran: melokasikan karakteristik perilaku kepemimpinan
yang dikaitkan dengan keefektifan kinerja. Melalui penelitian
mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-
centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employee-centered yang
berorientasi pada karyawan. Pemimpin yang job-centered merupakan
pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat
sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang
telah ditentukan.
Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan
hukuman untuk mempengaruhi sifat-sifat dan prestasi pengikutnya. Perhatian
pada orang dilihat sebagai suatu hal yang mewah yang tidak dapat selalu
dipenuhi pemimpin. Sedangkan pemimpin yang berpusat pada bawahan,
merupakan pemimpin yang mendelegasikan pengambilan keputusan pada
bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhan dengan
cara menciptakan lingkungan kerja yang mendukung. Pemimpin yang
berpusat pada karyawan mempunyai perhatian terhadap kemajuan,
pertumbuhan dan prestasi pribadi pengikutnya. Tindakan-tindakan ini
diasumsikan dapat memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok
(Rivai dan Mulyadi, 2012:8).
2.2.7 Teori Kontinum
Tannenbaum dan Schmidt (1957) dalam (Pace dan Faules,
2010:288-289) meneliti pengambilan keputusan sebagai konsep utama
dalam kontinum perilaku kepemimpinan mereka. Mereka mengemukakan
butir-butir perilaku pada suatu kontinum, dari kepemimpinan terpusat pada
atasan, kepada kepemimpinan yang terpusat pada bawahan. Ketujuh butir
ini menunjukkan sifat pemimpin mulai dari mereka yang mempertahankan
tingkat pengendalian ketat sampai mereka yang melepaskan kendali kepada
bawahan. Kontinum ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
27
1) Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya.
2) Manajer membuat keputusan dan menawarkannya.
3) Manajer mengemukakan keputusannya dan memberi kesempatan untuk
mempertanyakannya.
4) Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih dapat
diubah.
5) Manajer menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk
membuat keputusan.
6) Manajer mengizinkan bawahan untuk membuat keputusan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran
Gaya Kepemimpinan Kepala Divisi
Humas (Penguasa Mutlak/Penguasa
Semi mutlak/Penasihat/ Pengajak
Serta)
Aliran informasi vertikal dalam
komunikasi internal
Aliran informasi horizontal dalam
komunikasi internal
28
Pada kerangka pemikiran diatas, yang pertama melihat bagaimana gaya
kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan
berdasarkan teori empat gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert, yakni gaya
penguasa mutlak, semi mutlak, penasihat atau pengajak serta. Kemudian, bagaimana
gaya kepemimpinan tersebut dapat mendukung aliran informasi vertikal dan
horizontal, dilihat melalui empat pertanyaan penelitian. Gaya Kepemimpinan
menunjukkan bagaimana aliran informasi secara horizontal meliputi fungsi
komunikasi horizontal dan metode komunikasi horizontal. Kemudian gaya
kepemimpinan menunjukkan aliran informasi vertikal diantaranya apa saja jenis
informasi vertikal (informasi dari pimpinan kepada bawahan dan informasi dari
bawahan kepada pimpinan) dan juga melihat bagaimana pimpinan mengendalikan,
mengarahkan, mendorong, melibatkan serta memberi ganjaran kepada bawahannya
untuk dapat mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan.
Fungsi komunikasi
horizontal dalam
divisi humas
Metode komunikasi
horizontal dalam
divisi humas
Jenis Informasi yang
dikomunikasikan
pimpinan ke bawahan
dan sebaliknya
Kontrol, arahan,
dukungan
pimpinan kepada
bawahan
29