xia3anaritadiana.files.wordpress.com€¦ · web viewhamparan dataran hijau, bunga daffodil dan...
TRANSCRIPT
1
“KEKUATAN CINTA MAMPU MENAKLUKAN DUNIA”
A. IDENTITAS BUKU
1. Judul : Edensor
2. Pengarang : Andrea Hirata
3. Penyunting : Imam Risdiyanto
4. Desain sampul : Andreas Kusumahandi
5. Pemeriksa aksara : Yayan R.H
6. Penata aksara : Iyan Wb.
7. Ilustrasi isi : Pirie Tramotane
8. Penerbit : PT. Bentang Pustaka
9. Tempat terbit : Yogyakarta
10. Tahun terbit : Cetakan pertama, Mei 2007
11. ISBN : 979-979-1227-D2-5
12. Tebal halaman : 294 halaman
13. Harga : -
14. Ilustrasi Gambar :
Sampul berwarna
kelabu dominan dengan
balutan kabut harapan
yang manggambarkan
langit dengan berbagai
suasana. Tampak seorang
laki-laki yang sedang
duduk termenung di atas
sebuah bangku di pinggir
jalan dengan pandangan sejuta mimpi masa kecil yang hendak
diwujudkan. Dilengkapi dengan lukisan rumah-rumah penduduk
berusia ratusan tahun, bertingkat-tingkat yang tampak seperti kandang
merpati. Terdapat pula lukisan jembatan Ponte Vechio dengan riak
sungai yang mengalir di bawahnya. Sungguh kecantikannya tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata.
2
Pada sampul terdapat tulisan “EDENSOR” dengan variasi
tulisan yang indah dan warna putih penuh makna yang menunjukan
judul dari novel tersebut. Pada sampul bagian atas, di belakang
seorang laki-laki, tampak gambar lampu jalan yang bernilai seni
tinggi, berkualitas dan megah.
B. SINOPSIS
Edensor mengulas tentang perjalan hidup Andrea dan Arai, saudara
sekaligus teman seperjalanannya yang telah melalui banyak episode
kehidupan, suka maupun duka.
Pertemuannya dengan Weh, lelaki yang harus menanggung aib
karena menderita penyakit burut, penyakit nista yang disebabkan oleh ulah
nenek moyangnya yang telah berani melanggar aturan agama. Weh yang
telah mengajarkannya cara membaca bintang, mengurai langit sebagai
kitab terbentang serta membawanya pada satu pemahaman tentang
konstelasi zodiak. Zenit dan nadir, pesan terakhir yang ditinggalkan Weh
sebelum kematiannya. Weh adalah orang pertama yang telah mengenalkan
Andrea pada diri sejatinya, dan telah menguatkan tekad Andrea untuk
menjelajahi separuh belahan dunia, berjalan di atas tanah-tanah mimpi,
dan menemukan cinta yang sesunguhnya. Pelajaran yang tidak akan
ditemukan di bangku pendidikan formal, karena hanya kekuatan semesta
yang mampu menguak realita kehidupan.
Tawaran beasiswa dari Uni Eropa telah menjadi sebuah jembatan
keberuntungan (magical bridge) yang menghantar mereka pada
penjelajahan panjang di tanah-tanah mimpi, menjadi sebuah kunci yang
telah membuka kotak pandora yang berisi mimpi-mimpi masa kecil
mereka. Sebuah kerinduan untuk berbuat sesuatu bagi tanah kelahiran,
memberikan kebanggaan bagi orang tua dan menyelesaikan mimpi-mimpi
para sehabat yang telah terenggut oleh keterbatasan dan jerat kemelaratan.
Universitas Sorbonne Perancis, telah menghantar mereka pada
pertemuan dan persahabatan dengan mahasiwa dari berbagai belahan
dunia dengan beragam latar belakang. Kehidupan bangsa eropa yang
terkenal intelektual, dinamis dan efisien telah menunjukkan pada berbagai
realita betapa rendahnya kualitas serta sistem pendidikan bangsa
3
Indonesia. Hanya semangat dan tekad yang kuat yang mampu menghantar
mereka pada sebuah keberanian untuk menjadi bagian dari sistem
pendidikan yang modern. Kesenjangan tingkat pemahaman dan
pengetahuan mengharuskan kedua orang ini berjuang mati-matian untuk
menyelesaikan pendidikan mereka.
Keindahan benua Eropa dan gemerlapnya dunia malam kota Paris
memberikan daya tarik tersendiri bagi siapapun yang melihatnya. Namun,
tradisi dan etika backpacker Kanada sangat menarik perhatian Andrea
bahkan lebih menarik dibadingkan Katya, seorang mahasiswi Jerman yang
telah menolak cinta banyak pemuda dan memilih Andrea untuk menjadi
kekasihnya. Meskipun pada akhirnya perbedaan makna tentang mencintai
telah membawa mereka kembali pada jalinan pertemanan. Kerinduan
Andrea pada A Ling, perempuan masa kecil yang sangat dicintainya telah
menguakkan kembali ingatannya tentang Edensor. Sebuah desa khayalan
pada sebuah novel pemberian A Ling, karya Herriot yang berjudul
Seandainya Mereka Bisa Bicara.
Hamparan dataran hijau, bunga daffodil dan semerbak aroma
rerumputan telah membawa Andrea bekelana ke setiap sudut desa. Desa
khayalan yang telah membuka jalan rahasia dalam kepala Andrea, jalan
menuju penaklukan-penaklukan terbesar untuk menemukan A Ling, untuk
menemukan cinta dan diri sejatinya. Andrea dan Arai berencana untuk
melakukan perjalanan keliling benua Eropa mengikuti tradisi para
pengelanan backpacker Kanada. Rencana perjalanan panjang ini mendapat
respon yang serius dari para sahabat, yang akhirnya dijadikan sebagai
ajang pertaruhan untuk mengukur keberanian untuk menahklukkan
tantangan. Penjelajahan panjang menjelajahi benua eropa dengan
bermodal semangat dan keberanian.
Perjalanan dimulai dari kota Paris, Perancis melintasi benua Eropa
dan berakhir di Spanyol. Pencarian Andrea akan cinta masa kecil telah
membawa mereka melintasi rute perjalanan yang panjang melintasi benua
Eropa hingga Tunisia, Zaire dan Casablanca di benua Afrika. Rasa lapar,
kelelahan serta ancaman kematian karena kedinginan tidak menyurutkan
semangat dan keberanian Andrea untuk menjelajahi enigma tentang A
Ling yang kini menjadi semakin terang.
4
Kota demi kota menghadirkan beragam realita yang semakin
memperjelas makna pencarian Andrea. Sekuat apapun upaya untuk
menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya tersebut masih belum
berhasil sesungguhnya kita sedang dihadapkan pada berbagai realita
tentang diri kita. Pencarian cinta pada sosok perempuan bernama A Ling
telah memberikan pembelajaran tentang makna cinta sejatinya, yaitu diri
sendiri. Keberanian untuk bermimpi telah menghantar kita pada satu
realita yang mengajarkan kita arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Edensor, membawa kita pada perjalanan yang tidak hanya
membawa kita pada tempat-tempat yang spektakuler, tidak hanya memberi
kita tantangan ganas yang menghadapkan pada cinta putih, tetapi mampu
membawa kita pada satu kesadaran kesejatian diri manusia. Toleransi,
daya tahan dan integritas bukanlah hal yang dapat ditawar-tawar dalam
keadaan apapun. Dibutuhkan semangat, kemauan dan daya juang tinggi
untuk menghidupi setiap mimpi hingga terwujud dalam sebuah realita
kehidupan.
C. KEPENGARANGAN
Andrea Hirata, laki-laki kelahiran Belitung,
24 Oktober 1982 ini merupakan penulis muda yang
tidak memiliki latar belakang jurnalistik tetapi
memiliki kemampuan untuk menguak berbagai
realita kehidupan dan menyarikannya menjadi
sebuah tulisan yang apik dan mampu menggugah
ketersadaran nurani setiap pembacanya. Edensor merupakan novel ketiga
dari tetralogi Laskar Pelangi yang terdiri dari Laskar Pelangi, Sang
Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov. Novel ini diterbitkan pertama
kali pada Mei 2007 oleh PT. Bentang Pustaka, telah menjadi best seller
Indonesia.
5
D. UNSUR-UNSUR SASTRA
a. Unsur Inrinsik
1. Tema
Novel tersebut menceritakan tentang keberanian bermimpi,
kekuatan cinta, pencarian diri sendiri dan penaklukan-penaklukan
yang gagah berani.
2. Alur
Dalam novel ini, penulis menggunakan alur campuran (alur maju-
mundur).
3. Latar
a. Latar waktu
1) Pagi hari (“Akhir pekan, pagi buta, kami bertolak...”
halaman 5), (“minggu pagi,” halaman 49)
2) Tengah malam (“tengah malam, Weh menyalakan obor,”
halaman 6)
3) Siang hari (“matahari membara, tepat di atas kepala.”
halaman 37)
4) Dini hari (“pukul dua pagi,” halaman 65)
5) Malam hari (“malam menjelang” halaman 91)
6) Sore hari (“sore itu kami bergegas ke Booth..” halaman
235)
b. Latar tempat
1) Di Tanjung Pandan (“setiap hari di Tanjung Pandan, Aku
merindukan Weh”, halaman 4)
2) Di Pangkalan (“kembali dari Tanjung Pandan, aku
bergegas ke pangkalan.” halaman 4)
3) Di Selat Karimata (“perahu ia layarkan melintasi lor-lor
ganas Karimata ” halaman 5)
4) Di Tanjung Sambar (“perahu terlontar memasuki
perairan Kalimantan di wilayah Tanjung Sambar.”
halaman 6)
5) Di Masjid (“di atas lantai pualam terbentang sajadah
panjang dari Turki.” halaman 27)
6) Di kelas (“hari ini, di kelasku,” halaman 36)
6
7) Di Bogor (“di Bogor kami melamar kerja.” halaman 39)
8) Di sebuah ruko (“kantor itu adalah sebuah ruko.”
halaman 41)
9) Di perumahan (“ia menurunkan kami disebuah
perumahan.” halaman 42)
10) Di kantor pos (“sambil bekerja di kantor pos...” halaman
42)
11) Di depan toko Sinar Harapan (“aku melamun di depan
toko yang telah dibubarkan itu.” halaman 49)
12) Bandara Soekarno Hatta (“kami bertolak ke bandara
Soekarno Hatta,” halaman 50)
13) Bandara Schippol (“masih dalam lingkar pemanas
Bandara Schippol,” halaman 54)
14) Platform kereta underground (“kami membuntutinya
menuruni tangga dan memasuki platform..” halaman 56)
15) Kereta (“kita segera naik kereta..” halaman 56)
16) Brugge (“kota kecil di pinggir Belgia, yaitu Brugge.
Itulah akomodasi kami.” halaman 59)
17) Kantor Uni Eropa (“di kantor Uni Eropa..” halaman 74)
18) La rue de L’etuve (“kami menghambur ke La rue de
L’etuve.” halaman 77)
19) Di bus (“sabtu malam, naik bus Euroline,” halaman 78)
20) Terminal bus (“kami tiba di terminal bus..” halaman 79)
21) Di dalam metro (“kami melompat ke dalam metro,”
halaman 80)
22) Stasiun Trocadero (“kami sampai di stasiun Trocadero.”
halaman 80)
23) Kampus (“aku tergopoh-gopoh ke kampus.” halaman 91)
24) Kuburan (“aku menyelinap di antara celah nisan yang
berdesakan” halaman 94)
25) Kafe Brigadi et Bougreesses (“kami menghambur ke
kafe Brigadi et Bougreesses” halaman 113)
26) Groningen (“sampai ke Groningen” halaman 193)
7
27) Stasiun Koln (“tidur di sudut stasiun Koln” halaman
197)
28) Skandinavia (“Helsinky, Finlandia adalah kota
Skandinavia terakhir yang kami kunjungi.” halaman 199)
29) Finlandia (“kami berdiri di bibir Finlandia” halaman
200)
30) Olovyannaya (“kami berbalik lagi ke barat, menuju
Olvyannaya” halaman 209)
31) Akropolis, Yunani (“ketika kami sampai di Akropolis,
Yunani.” halaman 216)
32) Balkan (“nasib kami berbalik di negeri Balkan” halaman
221)
33) Estonia (“..kami sampai ke Estonia.” halaman 234)
34) Stasiun Sentral (“..di depan stasiun Sentral Austria.”
halaman 241)
35) Fontana de Trevi, Roma (“..yang paling mengesankan
adalah di Fontuna de Trevi, Roma” halaman 252)
36) Verona (“aku melihatnya sendiri di Verona.” halaman
253)
37) Milan (“masih di Milan,” halaman 262)
38) Ponte Vechio, Florence (“ia menonton kami tampil di
Ponte Vechio, Florence.” halaman 265)
39) Gurun Sahara (“kini mengarungi bantaran Gurun Sahara
yang panas membara,” halaman 271)
40) Zaire (“kami pun sampai ke Zaire.” halaman 271)
41) Spanyol (“di Spanyol aku ternganga..” halaman 273)
42) Terminal Victoria (“aku termangu di terminal Victoria,”
halaman 287)
43) Sheffield (“sampai di Sheffield,” halaman 287)
44) Tepi sungai Ouse di Sussex (“sepanjang hari aku
melamun di tepi sungai itu..” halaman 289)
45) Rumah Profesor Turnbull (“rumah itu memiliki halaman
dengan penataan yang memikat.” halaman 289)
8
46) Desa Edensor (“aku makin dekat dengan desa yang
dipagari batu bulat berwarna hitam.” halaman 292)
c. Latar Suasana
1) Tegang (“lemparkan! hardiknya melihat benda-benda di
tanganku..” halaman 3), (“gadis itu jengkel. Ia
membanting surat panggilan,” halaman 41)
2) Hening (“sampai aku pulang kami tak berkata-kata.”
halaman 4)
3) Gelisah (“aku gelisah sepanjang malam.” halaman 4),
(“semalam suntuk tak dapat kupejamkan mataku.”
halaman 7)
4) Damai (“Tak pernah wajahnya kulihat sedamai itu.”
halaman 5)
5) Waswas (“perahu meluncur pelan dan waswas dalam
intaian maut,” halaman 6)
6) Bahagia (“..kegembiraan yang secara ajaib menjelma.. ”
halaman 28), (“perasaanku melambung, melesat-lesat..”
halaman 32), (“aku gembira, berbulan-bulan...” halaman
47)
7) Haru (“kami tahu, sebagian hatinya ingin kami tak
pergi.” halaman 49)
8) Sedih (“aku tersedu sedan.” halaman 51), (“berat sekali
berpisah dengan Famke..” halaman 59)
9) Kaget (“ya tuhan, inilah Ms. Famke Somers yang
kusangka ibu-ibu gendut...” halaman 56)
10) Takjub (“aku terpana.” halaman 57), (“subhanallah!”
halaman 81)
11) Mencekam (“sunyi, mencekam.” halaman 64)
12) Panik (“bertahanlah Tonto!” halaman 66), (“aku panik,
berlari pontang-panting” halaman 93)
13) Takut (“bulu tengkuku meruap..” halaman 94)
14) Bingung (“tanpa peta, kami tak tahu beraa di mana”
halaman 210)
9
4. Penokohan
1) Andrea (Ikal), merupakan tokoh utama dalam novel ini. Ia
seorang tokoh yang berkemauan keras demi mewujudkan cita-
cita masa kecilnya.
2) Arai, seorang tokoh yang berwatak gigih, pantang menyerah.
Pribadi yang penyayang dan cerdas.
3) Ayah Ikal, sosok seorang ayah yang sabar, pendiam,
penyayang dan sangat bijaksana.
4) Weh, seorang yang gagah, pandai berlayar, sosok inspirator
dalam hidup Ikal.
5) Ibu Ikal, berkepribadian keras kepala sekaligus sosok ibu
penyayang.
6) Taikong Hamin, seorang ustadz.
7) A Ling, cinta pertama Ikal.
8) Zakiah Nurmala, cinta pertama Arai. Sosok wanita yang tidak
pernah menyerah untuk menolak cinta Arai.
9) Ms. Fmke Somers, seorang yang cantik, baik dan bertanggung
jawab.
10) Simon Van Der Wall, sosok yang tidak peduli pada nasib
orang lain.
11) Dr. Michaella Woodward, seorang doktor ekonomi yang
sangat cerdas.
12) Erika Ingeborg, asisten Dr. Woodward yang tegas dan
bertanggungjawab.
13) Maurent Leblanch, seorang yang terpelajar dan
bertanggungjawab.
14) Titouan Bernarzou dan Isabelle Copernic, teman baik Ikal dan
Arai.
15) Toha, laki-laki tua orang Indonesia di Crainova, Rumania.
Seorang pembasmi kecoa yang baik.
16) Oruzgan Mourad Karzani, seorang Imam masjid Afganistan di
Gmunden. Sosok Imam yang sangat bersahaja dan pahlawan
besar Balloch yang menumbangkan resimen Tentara Merah.
17) Profesor Turnbull, Dosen Ikal yang sudah sepuh.
10
18) Naomi Stanfield, teman kuliah Ikal yang sikapnya primordial,
seorang perempuan yang trendi dan selalu ingin dipuji.
19) Virginia Sue Townsend, teman kuliah Ikal yang
berkepribadian keras kepala.
20) Yankee, teman kuliah Ikal dari kelompok Amerika yang
cenderung mendominasi, intimidatif dan penuh intrik untuk
mengambil alih kendali ketika dalam diskusi.
21) Marcus Holdvessel, Christian Diedrich dan Katya
Kristanamea, sekelompok mahasiswa Jerman yang ahli dalam
materi-materi hitungan.
22) Saskia de Roojis dan Marike Ritsoma, sosok yang tidak terlalu
memperdulikan penampilan, pendiam namun kritis.
23) Abraham Levin, Y’hudit Oxxenberg, Yoram Ben Mazuz dan
Becky Avshalom, kelompok mahasiswa asal Yahudi yang
sangat jenius.
24) Charlotte Gastonia, Sylvie Laborde, Jean Pierre Minot dan
Sebastien Delbonnel. Mahasiswa pribumi, Prancis yang
berkepribadian yang luhur dan sangat peduli akan nasib orang-
orang kecil.
25) Guangzhou dan Hongkong, orang-orang Tionghoa yang
memiliki pribadi broad minded, berpikiran luas dan akrab
dengan siapa pun.
26) MVRC Manooj, seorang yang berkulit legam, kurus tinggi,
berwajah jenaka tapakeal India.
27) Pablo Arian Gonzales, pribadi yang selalu menampilkan
kegembiraan.
28) Ninochka Stronovsky, seorang yang tidak punya kepercayaan
diri.
5. Sudut Pandang
Dalam novel ini, pengarang menggunakan sudut pandang orang ke-
1 yang ditandai dengan kemunculan tokoh Aku, Ku.
11
6. Gaya Bahasa
1) Personifikasi
“Perahu bergoyang halus, tapi cepat serupa denting
senar gitar. ” (halaman 4)
“Perahu meluncur pelan dan waswas dalam intaian
maut, laksana melintas titian serambut terbelah tujuh
di atas neraka yang berkobar-kobar” (halaman 6)
“Penguasa laut itu menggelinjang berguling-guling
seperti buaya mematahkan leher lembu”(halaman 6)
“langit telah mencatat semua kejadian di muka
bumi” (halaman 8)
“Dedaunan trembesi yang merunduk memagari
tepian delta” (halaman 8)
“Angin meniup layar, perahu menusuk kabut”
(halaman 11)
“pilar-pilar tingginya memantul-mantulkan suara.”
(halaman 27)
“Tiga aliran sungai berkejaran” (halaman 54)
“Suara alam lenyap terisap angin.” (halaman 79)
“Hebat sekali kantor Uni Eropa, meraja di jantung
kota Brussel, kukuh berwibawa melambangkan
supermasi bangsa-bangsa Eropa” (halaman 69)
“Paris mulai menyambut musim panas” (halaman
148)
“arloji itu telah tega mengkhianatinya.”(halaman
219)
“telinga kami berdiri” (halaman 268)
“digenggam dingin yang jahat” (halaman 279)
2) Metafora
“Raksasa-raksasa kelabu itu ternyata jauh lebih
besar dari yang selalu kubayangkan” (halaman 6)
“Hewan berparas mengerikan serupa tikus terkutuk
itu mendekor langit” (halaman 27)
12
“Suhu dingin di luar seganas gigitan hewan buas.”
(halaman 54)
“Sikap Van Der Wall delapan derajat celcius, lebih
dingin satu strip dari suhu di luar” (halaman 62)
“Iblis es dari kutub utara gentayangan.” (halaman
63)
“Menara Eifel laksana Nyonya besar. Tegak kekar,
tak peduli. ” (halaman 81)
“Katya adalah primadona” (halaman 144)
“Si ganteng itu adalah arjuna” (halaman 145)
“Kesatria kuda putih yang beruntung” (halaman
125)
“Dewi Fortuna tertawa lebar,” (halaman 216)
3) Hiperbola
“adalah ekor puting beliung yang sepanjang hari ini
menyapu Selat Gaspar” (halaman 9)
“aku merasa separti dipeluk arus sungai Lenggang,
berenang bersama lumba-lumba, dijemput jutaan
kunang-kunang, lalu diterbangkan menuju bintang.”
(halaman 41)
“Van Der Wall memuntahkan kata-kata yang lebih
menyakitkan.” (halaman 62)
“menyelamatkan diri dari gempuran salju yang
buas.” (halaman 65)
“suara Anggun membawaku melayang.” (halaman
90)
“aku menghambur ke luar apartemen.” (halaman 92)
“Selalu berkoar-koar seperti angsa trumpeter, tak
lain adalah oang Inggris.” (halaman 98)
“helium yang memenuhi rongga dadaku meledak
dan aku pecah menjadi ribuan kuntum mawar”
(halaman 127)
“wajah Tuan Smith merah padam” (halaman 135)
“matahari adalah tukang tenung” (halaman 147)
13
“ia seperti kembang api, seperti pasar malam, seperti
lebaran” (halaman 162)
“angin-angin lembah yang jahat” (halaman 215)
“Arai naik darah” (halaman 219)
“suasana membeku,” (halaman 221)
“kami telah menusuk ulu hati Eropa...” (halaman
237)
4) Litotes
“mereka semakin kelihatan tidak penting dengan
sosoknya yang kecil di antara raksasa hitam dan
putih.” (halaman 70)
“sepucuk surat yang amat biasa sebenarnya,”
(halaman 144)
“seorang pria penganut kebenaran hidup tang
sederhana seperti ayahku.” (halaman 145)
5) Asosiasi
“Langit adalah kitab yang terbentang” (halaman 10)
“Katya masih seperti pulau karang tak bertuan di
perairan Pasifik, indah, diperebutkan” (halaman
125)
“Aku dan Arai sibuk seperti tupai mengumpulkan
biji pinang” (halaman 150)
“kami seperti tikus buta di tengah labirin.” (halaman
206)
“kami memasuki kantong-kantong kemiskinan
Eropa”(halaman 222)
7. Amanat
Apabila kita mempunyai mimpi, maka kita harus
memperjuangkan mimpi tersebut dan berusaha untuk meraihnya.
Cerita dalam novel ini mengingatkan kepada kita bahwa menerima
kenyataan hidup berarti menerima kenyataan bahwa tidak ada hal
sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Semua yang terjadi
merupakan timbal balik dari perbuatan kita.
b. Unsur Ekstrinsik
14
1. Latar belakang pengarang
Pengarang merupakan seorang yang menyukai
tantangan dalam setiap kegiatannya. Begitu pula dalam
menjalani hidup ini, ia ingin menghirup rupa-rupa pengalaman
dan terjun langsung menghadapi lika-liku hidup yang akhirnya
tak dapat disangka. Novel ini merupakan catatan peristiwa
yang pernah ia lalui dalam perjalanannya untuk melakukan
penaklukan dalam hidup.
2. Nilai-nilai yang terkandung
a) Nilai agama
Sekecil apapun hal yang kita lakukan pasti akan ada
balasannya.
Harus menghormati orang yang lebih tua.
Harus saling tolong-menolong.
Membiasakan shalat berjama’ah.
Tidak mudah menyerah dalam melawan hawa
nafsu.
Selalu meminta izin kepada orang tua apabila
hendak bepergian.
Selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah
berikan.
b) Nilai sosial
Bersikap ramah kepada siapapun.
c) Nilai politik
Pendapat seorang anak sangat diperlukan dalam
pengambilan suatu keputusan dalam keluarga.
Berdemo untuk mendapatkan pekerjaan.
Seseorang yang telah mampu mengharumkan nama
bangsanya.
Konfrontasi yang beradab.
Berusaha menemukan cara untuk mendapatkan nilai
cukup.
Pemberian beasiswa World Bank sebagai bagian
dari program pengetasan kemiskinan Meksiko.
15
d) Nilai budaya
Bagi orang Melayu pedalaman, nama begitu
penting.
Orang Eropa tidak terlalu peduli terhadap orang
yang tidak mereka kenal.
Orang Indonesia selalu tertindas karena tidak
memiliki keberanian.
Bersaing dengan mode.
Penduduk Prancis memiliki cita rasa tinggi terhadap
seni.
Orang Prancis selalu menjunjung tinggi
persahabatan.
e) Nilai pendidikan
ilmu tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal,
tapi dari alam sekalipun kita bisa mendapatkan
ilmu.
Pemberian hukuman atas kesalahan yang diperbuat.
Gigih dalam mewujudkan cita-cita.
Pengetahuan diperoleh sebagian besar dari
membaca.
Menumbuhkan rasa patriotisme, merasa bangga ada
orang Indonesia yang mampu bersaing di tingkat
internasional.
E. PENILAIAN
a. Keunggulan
Novel ini sangat inspratif. Mengajarkan kita tentang optimis,
semangat dan pantang menyerah. Sampulnya menarik, mampu
menampilkan rangkuman dari seluruh isi cerita. Novel ini menyajikan
ilustrasi gambar sehingga membuat cerita lebih menarik dan mudah
dipahami.
b. Kelemahan
Kelemahan dari novel ini berupa penyajian secara fisik, yakni
kertas yang digunakan adalah kertas buram yang kualitasnya kurang
16
baik, sehingga apabila novel ini terlalu sering dibaca maka kertasnya
akan mudah kusut dan tidak tahan lama.
F. PENUTUP
a. Kesimpulan
Novel ini bercerita tentang keberanian bermimpi, kekuatan
cinta, pencarian diri sendiri dan penaklukan-penaklukan terhadap
ganasnya kehidupan.
b. Saran
Pendapat saya novel ini begitu hebat, ceritanya memberikan
motivasi perjuangan hidup dan mampu menggugah nurani
pembacanya. Oleh karena itu, segeralah membaca novel ini agar anda
lebih mengetahui hakikat cinta sejati dan pencarian diri yang
sesungguhnya.