wanita usia produktif

Upload: arnella-hutagalung

Post on 02-Jun-2018

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    1/18

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    2/18

    a. Umur

    Premenstrual syndrome (PMS) dapat dihubungkan dengan siklus

    ovulasi, karena itu gejala-gejala PMS dapat terjadi kapan saja setelah

    menarche dan berlanjut hingga ovulasi berhenti pada saat menopause.

    Sebagian besar pasien yang mencari pengobatan untukPMSberusia antara

    pertengahan 20-an sampai dengan akhir 30-an, meskipun banyak wanita

    melaporkan mengalami gejala-gejalaPMS lebih awal (Freeman, 2007).

    Faktor resiko yang paling berhubungan denganPMSadalah faktor

    peningkatan umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita

    yang mencari pengobatan PMSadalah mereka yang berusia lebih dari 30

    tahun (Cornforth, 2000). Walaupun ada fakta yang mengungkapkan

    bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang sama dan kekuatan

    PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua

    (Freeman, 2007).

    Sedangkan dalam suatu penelitian pada tahun 1994 yang

    melibatkan 874 wanita di Virginia menggambarkan bahwa wanita yang

    berusia antara 35-44 tahun lebih jarang menderitaPMSjika dibandingkan

    dengan wanita yang lebih muda (Deuster, 1999).

    Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikutip dari

    Whalley & Wongs (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur

    dibagi dalam delapan tahapan. Tiga diantaranya yang berkaitan dengan

    penelitian ini yaitu :

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    3/18

    1) Adolescence/remaja (13-20 tahun)

    Pada masa ini hubungan sosial utama bagi anak sudah beralih pada

    kelompok sebaya dan kelompok luar yang se-ide dengannya.

    2) Early adult hood/dewasa awal (21-35 tahun)

    Pada masa dewasa awal ini, hubungan sosial utama seseorang sudah

    terfokus pada patner dalam hubungan teman dan seks.

    3) Young and middle adult hood/dewasa pertengahan (36-45 tahun)

    Pada masa dewasa pertengahan, hubungan sosial seseorang terfokus

    pada pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga dan pada

    masa ini emosi sudah mulai stabil.

    b. Pendidikan

    Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian

    dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur

    hidup (Notoatmodjo, 1997).

    Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi cenderung akan

    mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang

    yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena

    akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan

    dan gangguan-gangguan kesehatan yang mungkin terjadi. Pengetahuan

    akan mempengaruhi pola fikir seseorang, selain itu kemampuan kognitif

    membentuk cara fikir seseorang, meliputi kemampuan untuk mengerti

    faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan untuk menerapkan

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    4/18

    pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam praktek kesehatan personal

    (Muhiman, 1996).

    Menurut suatu penelitian terdapat perbedaan yang mencolok

    dimana wanita yang tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering

    melaporkan adanya gejala premenstrual syndrome (PMS) dari pada

    mereka yang berpendidikan menengah dan perguruan tinggi atau mereka

    yang telah menamatkan perguruan tinggi (Deuster, 1999).

    Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang

    Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional

    terbagi atas tiga tingkat pendidikan formal yaitu pendidikan dasar

    (SD/Madrasah Ibtidaiyah serta SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan

    menengah (SMU/Madrasah Aliyah dan sederajat) serta pendidikan tinggi

    (Akademi dan Perguruan tinggi) (Sekneg RI, 2003).

    c. Pendapatan

    Kemiskinan dan kesehatan mempunyai hubungan yang berarti.

    Pendapatan wanita yang sedikit membuat status kesehatan rendah dan

    mempunyai kesulitan yang lebih besar untuk mengakses pelayanan

    kesehatan dibandingkan dengan wanita yang berpendapatan tinggi

    (Youngkin & Davis, 1998).

    Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ada hubungan yang erat

    antara pengaruh kejiwaan dengan status ekonomi seseorang. Penghasilan

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    5/18

    keluarga merupakan suatu potensi yang sangat baik dalam memperoleh

    informasi kesehatan (Oakley, 1998).

    Seseorang yang berasal dari keluarga dengan penghasilan tinggi

    cenderung lebih mudah dalam memperoleh pelayanan dan informasi

    tentang kesehatan dibandingkan dengan orang yang berasal dari keluarga

    dengan penghasilan rendah (Azwar, 1996).

    Berbicara standar gaji atau standar penghasilan, akan menjadi

    relatif bagi semua orang. Tingginya tingkat pengangguran menjadi salah

    satu akibat rendahnya standar gaji di Indonesia (selain akibat dari

    rendahnya kualitas lulusan tentunya). Di Jakarta, berdasarkan Peraturan

    Gubernur DKI Jakarta No. 143/2007 tentang UMP / Upah Minimum

    Provinsi Tahun 2009, ditetapkan UMR DKI Jakarta sebesar Rp.

    1.069.865,- (Aricloud, 2009).

    d. Pekerjaan

    Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik

    stres yang bersifat fisik karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik

    yang berada diatas nilai ambang batas yang diperkenankan, atau juga

    dapat ditambah oleh adanya stres yang bersifat non fisik (psikososial),

    yang dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya (Mulyono dkk,

    2001).

    Zaman sekarang ini, semakin banyak wanita yang memilih untuk

    beraktivitas di luar rumah. Kondisi ini akan berhubungan erat dengan

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    6/18

    semakin banyaknya stres yang menyerang wanita. Stres ini berasal dari

    internal maupun eksternal diri wanita tersebut. Stres merupakan

    predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan

    kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi

    serangan stres tersebut.

    Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan

    gejalapremenstrual syndrome (PMS).Sebuah penelitian pada tahun 2002

    melaporkan bahwa bekerja diluar rumah dapat dihubungkan dengan

    meningkatnya resikopremenstrual syndrome (PMS) (Anonymous, 2007).

    e. Status Perkawinan

    Perkawinan adalah suatu hubungan hukum sebagai pertalian sah

    untuk jangka waktu selama mungkin, antara seorang pria dan seorang

    wanita yang telah memenuhi syarat-syarat perkawinan (Ensiklopedi

    Nasional Indonesia, 1990)

    Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai

    keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka

    kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai

    kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak

    menikah (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang, 2005).

    Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological,

    Social and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome

    yang melibatkan 874 wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    7/18

    yang telah menikah cenderung mempunyai resiko yang lebih kecil untuk

    mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka yang tidak menikah (12,6%)

    (Deuster, 1999).

    2. KonsepPremenstrual Syndrome (PMS)

    a. DefinisiPremenstrual Syndrome (PMS)

    Premenstrual syndrome (PMS) adalah kombinasi gejala yang

    terjadi sebelum haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi

    serta dialami oleh banyak wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi

    (Brunner & Suddarth, 2001).

    Magos dalam Hacker (2001), mendefenisikan bahwapremenstrual

    syndrome (PMS) adalah gejala fisik, psikologis dan perilaku yang

    menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik yang secara

    teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid

    yang tersisa. Sekitar 5-10% wanita menderita PMS yang berat sehingga

    mengganggu kegiatan sehari-harinya.

    Menurut Shreeve (1983) premenstrual syndrome (PMS) adalah

    sejumlah perubahan mental maupun fisik yang terjadi antara hari ke-2

    sampai hari ke-14 sebelum menstruasi dan mereda segera setelah

    menstruasi berawal. Sedangkan Dalton (1983), mendefinisikan

    premenstrual syndrome (PMS)adalah kambuhnya gejala-gejala pada saat

    premenstrumdan menghilang setelah menstruasi usai.

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    8/18

    Setiap wanita yang haid adalah calon bagipremenstrual syndrome

    (PMS), dengan hampir 50% dari semua wanita dalam usia reproduksi

    mengalami gejala-gejala yang ringan atau berat. Meskipun para remaja

    mungkin menderita sindroma itu. Gejala-gejala premenstrual syndrome

    (PMS) lebih berat pada wanita yang berusia lebih tua. Seringkali para

    wanita dalam usia 30-an memperlihatkan kesukaran-kesukaran prahaid

    untuk pertama kalinya (Health Media Nutrition Series, 1996).

    Meskipun angka pasti kejadian premenstrual syndrome (PMS)

    belum diketahui, kira-kira 75 % wanita mengeluh mengalaminya. Kriteria

    yang digunakan untuk mendiagnosis PMS baru-baru ini telah

    dikembangkan dan ketika kriteria tersebut digunakan 3%-8% dari wanita

    didiagnosa mengalami PMS. Wanita dengan PMS berat melaporkan

    bahwa PMS mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri

    mereka sendiri, sosial dan pekerjaan mereka (Deuster et.,al., 1999).

    b. EtiologiPremenstrual Syndrome (PMS)

    Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori

    menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam

    fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini

    mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa

    dipakai untuk mengatasiPMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa

    terapi progesteronkelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    9/18

    kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila

    kadar progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada semua

    wanita yang menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan

    hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita yang menderita

    PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan

    penambahanprogesteron, akan tetapi banyak juga wanita yang menderita

    gangguan PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal (Shreeve, 1983

    dan Brunner & Suddarth, 2001).

    Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena

    meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan

    gejala depresi dan khususnya gangguan mental. Kadar estrogen yang

    meningkat akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin B6

    (Piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi karena berfungsi

    mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak dan

    syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat

    mengakibatkan depresi. (Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner

    & Suddarth, 2001 ).

    Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta

    berat badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah

    tersinggung, tegang dan perasaan tidak enak. Gejala-gejala dapat dicegah

    bila pertambahan berat badan dicegah. Peranan estrogenpadaPMS tidak

    nyata, sebab ketegangan ini timbul terlambat pada siklus tidak pada saat

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    10/18

    ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat puncaknya. Kenaikan

    sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada retensi cairan pada saat

    premenstruasi(Ganong, 1983).

    Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMSadalah

    prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat

    mempengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada

    setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu

    keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormon

    tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar prolaktin dapat

    tinggi atau normal. Wanita yang mempunyai kadarprolaktincukup tinggi

    dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin (Shreeve, 1983,

    Hacker et, al., 2001 dan Brunner & Suddarth, 2001).

    Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi

    menyebabkan gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti

    peningkatan aktivitas beta endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan,

    metabolisme prostaglandin abnormal dan gangguan aksis hipotalamik

    pituitary ovariumsebagai penyebabnya (Brunner & Suddarth, 2001).

    Hacker et al., (2001) juga mengemukakan penyebab PMS

    adalah kelebihan atau defisiensi kortisol danandrogen, kelebihan hormon

    anti diuresis, abnormalitas sekresi opiate endogen atau melatonin,

    defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral, seperti magnesium,

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    11/18

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    12/18

    terjadi. Gejala-gejala sangat beragam dari satu wanita ke wanita lainnya

    dan dari satu siklus ke siklus berikutnya pada wanita yang sama (Brunner

    & Suddarth, 2001).

    Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak

    ditemukan pada PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan,

    hilangnya efisiensi, sukar konsentrasi, kelelahan, perubahan suasana hati,

    depresi, termasuk gangguan tidur (insomnia).

    Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejalaPMSberdasarkan fungsi

    yang terganggu. Gangguan psikologik berupa irritabilitas,

    ketidakseimbangan emosional, cemas, depresi dan perasaan bermusuhan.

    Gangguan kognitif dapat berupa ketidakmampuan berkonsentrasi dan

    binggung. Gangguan somatik berupa mastalgia (nyeri tekan pada

    payudara), kembung, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta gangguan

    perilaku sosial berupa kecanduan karbohidrat dan membantah.

    Rayburn (2001), mengklasifikasikan gejala-gejala PMS

    berdasarkan gangguan pada fungsi fisik dan emosional. Klasifikasinya

    dapat dilihat pada tabel berikut ini.

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    13/18

    Tabel 2.1

    Gejala-gejalapremanstrual syndrome

    Gejala fisik Gejala emosional

    a. Perut kembung

    b. Nyeri payudara

    c. Sakit kepala

    d. Kejang atau bengkak pada

    kaki

    e. Nyeri panggul

    f. Hilang koordinasi

    g. Nafsu makan bertambah

    h. Hidung tersumbat

    i. Perubahan defekasi

    j. Tumbuh jerawat

    k. Sakit pinggul

    l. Suka makan manis atau asin

    m. Palpitasi

    n. Peka suara atau cahaya

    o. Rasa gatal pada kulit

    p. Kepanasan

    a. Depresi

    b. Cemas

    c. Suka menangis

    d. Sifat agresif atau pemberontakan

    e. Pelupa

    f. Tidak bisa tidur

    g. Merasa tegang

    h. Irritabilitas

    i. Rasa bermusuhan

    j. Suka marah

    k. Paranoid

    l. Perubahan dorongan seksual

    m. Konsentrasi berkurang

    n. Merasa tidak aman

    o. Pikiran bunuh diri

    p. Keinginan menyendiri

    q. Perasaan bersalah

    r. Kelemahan

    Sumber : dikutip dari Rayburn et.al., (2001), halaman 28

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    14/18

    d. Penanganan Sindroma Premenstrual(PMS)

    Terdapat suatu persetujuan dalam penatalaksanaan premenstrual

    syndrome (PMS). Riwayat yang terinci dan dikaji dengan cermat serta

    kelompok gejala harian dan fluktuasi mood yang terdapat pada beberapa

    siklus dapat menjadi petunjuk dalam penyusunan rencana penatalaksanaan.

    Konseling, dalam bentuk kelompok pendukung atau konseling

    pasangan/individu dapat sangat bermanfaat. Penggunaan obat-obatan seperti

    inhibitor prostaglandindan diuretik untuk meredakan edema, bromokriptin

    (parlodel) untuk mengatasi nyeri tekan pada payudara dan diet yang

    seimbang, rendah kafein dan natrium atau disertai makanan diuretik alami

    dapat meredakan gejala. Latihan fisik dan suplemen vitamin (B6 dan E)

    seringkali direkomendasikan.

    Para wanita yang diganggu PMS dapat mengurangi gejala-gejala

    dengan melakukan perubahan pada dietnya seperti mengurangi jumlah gula

    yang dimakan, memperbanyak mengonsumsi serat, mengurangi asupan

    lemak, mengurangi jumlah garam jika terdapat retensi cairan dan

    menghindari kafein (Health Media Nutrition Series, 1996).

    Menurut Rayburn (2001), terapiPMSdibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

    1) Terapi simtomatik untuk menghilangkan gejala-gejala antara lain dengan

    diuretika untuk mengobati kembung, anti depresan dan anti ansietas

    untuk menghilangkan cemas dan depresi, bromokriptin untuk

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    15/18

    menghilangkan bengkak dan nyeri pada payudara dan anti prostaglandin

    untuk mengatasi nyeri payudara, nyeri sendi dan nyeri muskuloskeletal.

    2) Terapi spesifik dibuat untuk mengobati etiologi yang diperkirakan

    sebagai penyebab dariPMSantara lain dengan progesteron alamiah untuk

    mengatasi defisiensi progesteron dan pemberian vitamin B6.

    3) Terapi ablasi yang bertujuan untuk mengatasi PMS dengan cara

    menghentikan haid.

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    16/18

    B. Kerangka Teori

    Gejala Premenstrual

    Syndrome

    (PMS)

    Dirasakan

    Tidak dirasakan

    Faktor predisposisiKarakteristik demografi wanita :

    1. Umur

    2. Pendidikan

    3. Pendapatan

    4. Pekerjaan

    5. Status Perkawinan

    Keadaan hormonal

    1. Penurunan kadarprogesterone

    2. Peningkatan kadar estrogen

    3. Peningkatan prolaktin4. Peningkatan aktivitas beta

    endorphin

    5. Defisiensi serotonin

    6. Retensi cairan

    7. Metabolisme prostaglandin

    abnormal

    8. Gangguan aksis hipotalamik

    pituitary ovarium

    Faktor pemungkin

    1. Sarana dan prasarana

    2. Obat penghilang nyeri

    3. Terapi

    Faktor Penguat :1. Faktor kejiwaan

    2. Masalah keluarga

    3. Masalah sosial

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    17/18

    C. Penelitian Terkait

    1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Murtiati yang berjudul

    Pengaruh latihan fisik erobik terhadap gejala sindroma premenstruasi pada

    tahun 1999 diperoleh hasil sebagai berikut :

    Dengan hasil penelitian yaitu t hitung 3,50 lebih besar dari t table (0,01) (14) =

    2,62 maka Ho ditolak. Hal ini berarti skor gejala syndrome pre menstruasi pada

    penderita sindroma premenstruasi yang diberi perlakuan latihan senam aerobic

    selama 12 minggu lebih rendah dibandingkan pada penderita sindroma pre

    menstruasi yang tidak diberi latihan senam aerobic secara sangat bermakna

    (Highly Significant).

    2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinar Pratiwi yang berjudul

    Tingkat pengetahuan remja putri kelas II SMU 35 di Jakarta Pusat tentang Pre

    Menstrual Syndrome pada tahun 2004 diperoleh hasil sebagai berikut: Metode

    penelitian yang dipakai adalah deskriptif eksploratif. Hasil data tingkat

    pengetahuan responden terhadap penelitian PMS sebagian tergolong rendah

    (59,2%). Data tingkat pengetahuan responden terhadap tanda dan gejala PMS

    yang juga tergolong rendah (75,5%). Data tingkat pengetahuan responden

    terhadap cara mengatasi PMS (68,4%) . Jadi kesimpulannya sub variable yang

    didapatkan bahwa 61,2% tingkat pengetahuan responden terhadap PMS masih

    rendah.

  • 8/10/2019 Wanita Usia Produktif

    18/18

    3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rengganis Lepicsa pada tahun

    2008 yang berjudul Gambaran tingkat pengetahuan remaja putri (siswi)

    terhadap PMS di Madrasah Tsanawiyah Annida Al-Islamy Bekasi. Hasil

    penelitian yang diperoleh adalah bahwa karakteristik responden siswi kelas

    I,II,III di Mts AnnidaAl-Islamy. Usia responden paling banyak adalah usia 14

    tahun (35,8%). Sebagian besar responden 34,7% mendapatkan informasi dari

    orang tua mereka dan paling banyak responden tidak mengikuti kegiatan

    sekolah di luar sekolah. Sebagian besar siswi memiliki pengetahuan baik

    tentang PMS yaitu sebesar 56,6% disebabkan karena sudah banyak media

    cetak maupun elektronik yang memberikan informasi tentang kesehatan

    termasuk kesehatan reproduksi remaja.

    4. Pada studi Leather et al (1993) terhadap 100% perempuan didapatkan hasil

    bahwa PMS mempengaruhi hampir seluruh rutinitas sehari-hari perempuan

    tersebut, dan efek gejala tersebut bertambah besar bila perempuan tersebut

    berada di rumah saja. Meskipun dengan kondisi yang seperti itu masih banyak

    yang menganggap lazim. Sebelumnya telah diteliti oleh Kamilah (2001) di

    Asrama Putri Wisma Ani tentang persepsi PMS, hasilnya 77% responden

    berpersepsi negative dan 23% berpersepsi positif . Maksudnya gejala tersebut

    merugikan. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa menurut sebagian besar

    responden (98%) persepsi negative ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan

    serta rasa malu untuk bertanya.