wangsa sailendra

Upload: farah-adina

Post on 06-Jan-2016

80 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

sejarah

TRANSCRIPT

Wangsa Sailendra

ailendravamaatauwangsa sailendraadalah nama wangsa atau dinasti raja-raja yang berkuasa diSriwijaya, pulau Sumatera; dan diMda(Kerajaan Medang), Jawa Tengah sejak tahun752. Sebagian besar raja-rajanya adalah penganut dan pelindung agamaBuddhaMahayana. Meskipun peninggalan dan manifestasi wangsa ini kebanyakan terdapat didataran Kedu, Jawa Tengah, asal usul wangsa ini masih diperdebatkan. Disamping berasal dari Jawa, daerah lain seperti Sumatera atau bahkan India dan Kamboja, sempat diajukan sebagai asal mula wangsa ini.Asal-usulDi Indonesia nama ailendravamsa dijumpai pertama kali di dalamprasasti Kalasandari tahun 778 Masehi (ailendragurubhis; ailendrawaatilakasya; ailendrarajagurubhis). Kemudian nama itu ditemukan di dalamprasasti Kelurakdari tahun 782 Masehi (ailendrawaatilakena), dalamprasasti Abhayagiriwiharadari tahun 792 Masehi (dharmmatugadewasyaailendra),prasasti Sojomertodari sekitar tahun 700 Masehi (selendranamah) danprasasti Kayumwuandari tahun 824 Masehi (ailendrawaatilaka). Di luar Indonesia nama ini ditemukan dalamprasasti Ligordari tahun 775 Masehi danprasasti Nalanda.Mengenai asal usul keluarga ailendra banyak dipersoalkan oleh beberapa sarjana. Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh sejarawan dan arkeologis dari berbagai negara. Ada yang mengatakan bahawa keluarga ailendra berasal dari Sumatra, dari India, dan dariFunan.Teori IndiaGeorge Cdslebih condong kepada anggapan bahwa ailendra yang ada di Nusantara itu berasal dariFunan(Kamboja). Karena terjadi kerusuhan yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Funan, kemudian keluarga kerajaan ini menyingkir ke Jawa, dan muncul sebagai penguasa di Medang pada pertengahan abad ke-8 Masehi dengan menggunakan nama keluarga ailendra. Namun teori ini tidak terbukti kuat karena beberapa prasasti dan catatan sejarah menyatakan bahwa sebelum bermukim di Jawa, keluarga Sailendra telah bermukim turun-temurun di Sumatera.Teori NusantaraTeori Nusantara mengajukan kepulauan Nusantara; terutama pulau Sumatera atau Jawa; sebagai tanah air wangsa ini. Teori ini mengajukan bahwa wangsa ailendra mungkin berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah dan berkuasa di Jawa, atau mungkin wangsa asli dari pulau Jawa tetapi mendapatkan pengaruh kuat dari Sriwijaya.Menurut beberapa sejarawan, keluarga ailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad ke-7 Masehi dengan menyerang kerajaanTarumanagaradanHo-lingdi Jawa.[1]. Serangan Sriwijaya atas Jawa berdasarkan atasPrasasti Kota Kapuryang mencanangkan ekspansi atas Bhumi Jawa yang tidak mau berbhakti kepada Sriwijaya. Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar Dapunta Selendra padaprasasti Sojomerto. Gelar ini ditemukan juga padaprasasti Kedukan Bukitpada namaDapunta Hiya.Prasasti Sojomertodanprasasti Kedukan Bukitmerupakan prasasti yang berbahasaMelayu Kuna.Teori Nusantara juga dikemukakan olehPoerbatjaraka. Pendapat dari Poerbatjaraka yang didasarkan atasCarita Parahiyangankemudian diperkuat dengan sebuah temuan prasasti di wilayah Kabupaten Batang. Di dalam prasasti yang dikenal dengan namaprasasti Sojomertoitu disebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayahnya (Santan), nama ibunya (Bhadrawati), dan nama istrinya (Sampla) (da p nta selendra namah santan nma nda bapa nda bhadrawati nma nda aya nda sampla nma nda ..). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah bakal raja-raja keturunan ailendra yang berkuasa di Mda.NamaDapunta Selendrajelas merupakan ejaan Melayu dari kata dalambahasa Sanskertaailendrakarena di dalam prasasti digunakan bahasaMelayu Kuna. Jika demikian, kalau keluarga ailendra berasal dari India Selatan tentunya mereka memakai bahasa Sansekerta di dalam prasasti-prasastinya. Dengan ditemukannyaprasasti Sojomertotelah diketahui asal keluarga ailendra dengan pendirinya Dapunta Selendra. Berdasarkan paleografinya, prasasti Sojomerto berasal dari sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi.Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunan-keturunannya itu ialah raja-raja dari keluarga ailendra, asli Nusantara yang menganut agama iwa. Tetapi sejak Paamkaran berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahyna, raja-raja diMatarmmenjadi penganut agama Buddha Mahyna juga. Pendapatnya itu didasarkan atasCarita Parahiyanganyang menyebutkan bahwa Rakai Sajaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban atau Rakai Tamperan untuk berpindah agama karena agama yang dianutnya (aliran Saiwa) ditakuti oleh semua orang. Kabar mengenai Rakai Panangkaran yang berpindah agama dari aliran Saiwa menjadi Buddha Mahayana juga sesuai dengan isiPrasasti Raja Sankhara(koleksi Museum Adam Malik yang kini hilang).KemudianPrasasti Canggalmenyebutkan bahwa Sajaya mendirikan sebuah lingga di bukit Sthraga untuk tujuan dan keselamatan rakyatnya. Disebutkan pula bahwa Sajaya memerintah Jawa menggantikan Sanna; Raja Sanna mempunyai saudara perempuan bernama Sanaha yang kemudian dikawininya dan melahirkan Sajaya.Dariprasasti Sojomertodanprasasti Canggaltelah diketahui nama tiga orang penguasa di Mda (Matarm), yaitu Dapunta Selendra, Sanna, dan Sajaya. Raja Sajaya mulai berkuasa di Mda pada tahun 717 Masehi. DariCarita Parahiyangandapat diketahui bahwa Sena (Raja Sanna) berkuasa selama 7 tahun. Kalau Sajaya naik takhta pada tahun 717 Masehi, maka Sanna naik takhta sekitar tahun 710 Masehi. Hal ini berarti untuk sampai kepada Dapunta Selendra (pertengahan abad ke-7 Masehi) masih ada sisa sekitar 60 tahun. Kalau seorang penguasa memerintah lamanya kira-kira 25 tahun, maka setidak-tidaknya masih ada 2 penguasa lagi untuk sampai kepada Dapunta Selendra.DalamCarita Parahiyangandisebutkan bahawa Raja Mandimiak mendapat putra Sang Sena (Sanna). Ia memegang pemerintahan selama 7 tahun, dan Mandimiak diganti oleh Sang Sena yang memerintah 7 tahun. Dari urutan raja-raja yang memerintah itu, dapat diduga bahwa Mandimiak mulai berkuasa sejak tahun 703 Masehi. Ini berarti masih ada 1 orang lagi yang berkuasa sebelum Mandimiak.Karena teori Poerbatjaraka berdasarkan Carita Parahiyangan, maka keluarga ailendra diduga berasal dari pulau Jawa yang berada dibawah pengaruh Sriwijaya. Tokoh Sanna dan Sanjaya berkaitan erat dengan sejarahKerajaan SundadanKerajaan Galuh. Mereka pada awalnya beragama Siwa seperti kebanyakan keluarga kerajaan permulaan di pulau Jawa sepertiTarumanagaradan Holing (Kalingga). Penggunaan bahasaBahasa Melayu Kunapada prasasti Sojomerto di Jawa Tengah serta penggunaan gelaranDapuntamenunjukkan bahwa keluarga Sailendra telah dipengaruhi bahasa, budaya, dan sistem politik Sriwijaya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa mereka adalahvasalatau raja bawahan anggota kedatuan Sriwijaya. Hal ini seiring dengan kabar penaklukan Bhumi Jawa oleh Sriwijaya sebagaimana disebutkan dalamPrasasti Kota Kapur.Berita Tiongkok yang berasal dari masaDinasti Tangmemberitakan tentang KerajaanHo-lingyang disebutShe-po(Jawa). Pada tahun 674 Masehi rakyat kerajaan itu menobatkan seorang wanita sebagai ratu, yaituHsi-mo(Ratu Sima). Ratu ini memerintah dengan baik. Mungkinkah ratu ini merupakan pewaris takhta dari Dapunta Selendra? Apabila ya, maka diperoleh urutan raja-raja yang memerintah di Mda, yaitu Dapunta Selendra (?- 674 Masehi), Ratu Sima (674-703 Masehi), Mandimiak (703-710 Masehi), R. Sanna (710-717 Masehi), R. Sajaya (717-746 Masehi), dan Rakai Paamkaran (746-784 Masehi), dan seterusnya.Era Kerajaan MedangSelama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha danWangsa Sanjayayang beragama Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch.[2]Pada awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga.[3]Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atasPrasasti Sojomertobahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.Candi borobudur, salah satu peninggalan wangsa syailendra

Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalamprasasti Ligor,prasasti Nalandamaupunprasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalamprasasti Canggaldanprasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha (Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.Berdasarkan penafsiran atasprasasti Canggal(732 M) Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun kraton baru. Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta. Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa. Hal ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru, tetapi ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra.Candi Kalasan sebagai tempat pemujaan dewi taraPada masa pemerintahan rajaIndra(782-812), puteranya,Samaratungga, dinikahkan denganDewi Tara, puteriDharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dariCandi Kalasanmemberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagaiBodhisattvawanita. Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun.Candi Borobudurselesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri bernamaPramodhawardhanidan putra bernamaBalaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.Runtuhnya Wangsa SailendraBerapa sejarahwan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke Sriwijaya (Sumatera). Selama ini sejarahwan seperti Dr. Bosch dan Munoz menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; Sanjaya-Sailendra. Mereka beranggapan Sailendra yang penganut Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran Siwa. Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah.[rujukan?]Untuk memantapkan posisinya di Jawa Tengah, raja Samaratungga menikahkan putrinya Pramodhawardhani, dengan anak Garung,Rakai Pikatanyang waktu itu menjadi pangeran wangsa Sanjaya.[1]Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerangBalaputradewa, yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani. Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri keSuwarnadwipayang merupakan negeri asal ibunya. Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad. Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaanBanten Girang.[1]Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situsGunung Pulasari, Banten Girang.Sementara itu, sejarahwan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan Sanjayavama dalam prasasti apapun. Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra. Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya diDataran Kedu, dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga. Hal ini sesuai dengan penafsiranSlamet Muljanayang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta. Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan; bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama. Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India). Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra. Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.