wajah korupsi hutan riau
TRANSCRIPT
Wajah Korupsi Sektor
Kehutanan di Provinsi Riau
Oleh: Raflis
Local Unit Manager Forest Governance Integrity
Transparency International Indonesia (TI-I)
Disampaikan pada Seminar Nasional Training of Trainer Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau Pekanbaru 14 Februari 2011
Bagaimana Kita
Melihat Korupsi ?????
No PERUNTUKAN LUAS (Ha) ( % )
1. Hutan Lindung 228.793,82 2,66
2. Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 531.852,65 6,19
Hutan Produksi* Tetap 1.605.762,78 18,67* Terbatas 1.815.949,74 21,12
4. Kawasan Penggunaan Lainnya 4.277.964,39 49,75
5. Hutan Mangrove/ Bakau 138.433,62 1,61
Jumlah 8.598.757,00 100
3.
Luas Kawasan Hutan Provinsi Riau Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan SK. Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986)
KONDISI UMUM KAWASAN HUTAN PROVINSI RIAU
LUAS(ha)
1. Arahan Pengembangan Kawasan
Kehutanan
2.872.491 33,41
2. Hutan Lindung 161.823 1,88
3. Kawasan Lindung Gambut 830.235 9,66
4. Cagar Alam / SA/ SM 570.412 6,63
5. Kaw. Sekitar Waduk / Danau 20.024 0,23
6. Kawasan Pengembangan Perkebunan,
Transmigrasi, Pemungkiman dan
Penggunaan Lain (Non Kehutanan)
4.143.772 48,19
Jumlah 8.598.757 100
No. PERUNTUKAN (%)
Luas Kawasan Hutan Provinsi Riau Berdasarkan RTRWP, Perda Riau No. 10 Tahun 1994 tanggal 19 Agustus 1994)
Rantai Korupsi Kehutanan
Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian Negara
Sungai Siak meluap dan merendam 1630 rumah di Kelurahan Sri Meranti, Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru
Pemandangan di salah satu sudut kota Pekanbaru ketika terjadi banjir karena penggundulan hutan
Korupsi Aturan PerundanganContoh: Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Fakta : – 10 Tahun Proses Penyusunan Rencana tata Ruang Provinsi tidak
selesai– Kawasan hutan provinsi riau belum dikukuhkan tetapi telah ada
perubahan fungsi kawasan hutan– Melegalkan perizinan yang melanggar fungsi kawasan hutan
dengan perubahan RTRWP maupun Kepmenhut– Kepmen 137 tahun 1986 maupun Perda No 10 tahun 1994 tidak
dilaksanakan.
Dampak: – Kegagalan pembuatan Kebun K2I/ Kebun dibangun dengan
melanggar ketentuan (lahan tidak tersedia)– Dua bencana datang silih berganti setiap tahun (Banjir dan Asap)
Aturan Pengelolaan Hutan ProduksiBudidaya Hutan Alam (IUPHHK-HA / HPH)
Budidaya Hutan alam dan Tanaman (IUPHHK-HT /
PHTI/ HTI)
Budidaya Non Kehutanan (Perkebunan, Pertanian,
Pertambangan)
Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Konversi
SKOR < 124
Hutan Produksi Terbatas
SKOR 124-175
Hutan Produksi
Fungsi tidak dapat saling dipertukarkan karena skornya
berbeda
Fungsi dapat saling dipertukarkan karena skornya
sama
Penyimpangan (Perencanaan Kehutanan)
Belum dilaksanakan
• Masih Menggunakan Kepmen 173/1986 sebagai dasar hukum
• Bisa berubah setiap saat sesuai kepentingan (TGHK update)
Inventarisasi Kawasan Hutan Tingkat Wilayah dan DAS
Penunjukan Fungsi Kawasan Hutan
Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
Perubahan Fungsi Kawasan
Hutan
Dibentuk Tim Terpadu Departemen Kehutanan Untuk melakukan paduserasi RTRWP dengan TGHK
Belum dilaksanakan
(Penyusunan Rencana Tata Ruang)
Pembahasan di DPRD
Pembahasandi BKPRD
Penyusunan Draft oleh Konsultan
Tidak Ada Perubahan Substansi Peta
1. Data Pendukung Tidak Lengkap2. Tidak ada buku data dan analisis3. Disusun Berdasarkan Perizinan Eksisting4. Kriteria kawasan banyak yang tidak sesuai dengan PP 47 tahun
19975. PP 10 tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta tidak dipatuhi
Muncul Skenario Hijau 20501. Kriteria disesuaikan dengan PP 47 tahun 19972. Kawasan lindung yang sudah terlanjur diberikan izin akan
dihijaukan kembali pada tahun 2050
Tim Tepadu Departemen Kehutanan
Persetujuan DPR Terhadap Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Intervensi Departemen Kehutanan
Situasi Penyusunan Draft RTRWP Riau
Lampiran VII PP 26 Tahun 2008
Peta TGHK/ Penunjukan/Penetapa
n Fungsi Kawasan Hutan
Perda No 10 Tahun 1994
Draft RTRWP Riau
Gap
Gap
Gap
Intervensi ?
Korupsi Perizinan
• Penerbitan 79 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Alam/ Tanaman di luar peruntukannya menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan Provinsi Riau, dengan total luas kawasan yang dilanggar mencapai 3,7 juta ha. (KPK 2010)
• Mantan Bupati pelalawan dan mantan kepala dinas kehutanan provinsi riau divonis bersalah dalam memberikan perizinan tidak sesuai ketentuan
• Beberapa bupati dan gubernur masih berstatus saksi dan tersangka.
Fakta Pengelolaan Hutan Produksi
Hutan Produksi
Tetap
Hutan Produksi Konversi
SKOR < 124
Hutan Produksi Terbatas
SKOR 124-175
IUPHHK-HAIUPHHK-HTPerkebunan
IUPHHK-HAIUPHHK-HTPerkebunan
IUPHHK-HAIUPHHK-HTPerkebunan
Ada SK Mentri Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Ada SK Mentri Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Sesuai dengan Ketentuan
Tidak Sesuai dengan
Ketentuan dan Tidak
Berdampak secara
Hidrologi
Tidak Sesuai dengan
Ketentuan dan Berdampak Hidrologi
Pelanggaran Berat •Izin yang diterbitkan pada kawasan lindung
•Izin yang diterbitkan pada kawasan konservasi
Pelanggaran Sedang •IUPHHK-HT pada kawasan HPT•Perkebunan pada kawasan HPT
Pelanggaran Rendah•Perizinan yang tidak sesuai pada kawasan HP•Perizinan yang tidak sesuai pada kawasan HPK•Perizinan yang Tidak sesuai pada kawasan APL
Dinas Kehutanan Provinsi
Dinas Kehutanan Kabupaten
Bupati
Gubernur
Dirjen Planologi Kehutanan
Komisi Amdal Pusat
Mentri Kehutanan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabuupaten
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Pencadangan Lahan Untuk HTI
Tata Guna Hutan
KesepakatanKawasan
Bergambut/ Lindung Gambut
AktorRegulasi
Studi Kasus Perizinan IUPHHK-HT
Beberapa Temuan BPK1. Kebijakan pemberian IUPHHBK-Tanaman untuk kegiatan perkebunan di kawasan
hutan tidak sesuai dengan ketentuan mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang lebih lama.
2. Pelaksanaan kegiatan pertambangan oleh PT Riau Multi Investama, PT Budiindah Mulia Coal, dan PT Arara Abadi di kawasan hutan tidak sesuai dengan ketentuan berpotensi kerusakan hutan dan khusus untuk PT AA terdapat potensi tidak dibayarnya IHH (PSDH) senilai Rp924.146.900,00 dan DR senilai Rp1 .940.315.000,00.
3. PT Sawit Rokan Semesta membuka kawasan hutan untuk jalan perkebunan melanggar ketentuan yang merugikan negara sebesar Rp139.059.360,00 dan USD4 .213,92.
4. Pembangunan perkebunan sawit oleh PT Sinar Inti Sawit di Kabupaten Bengkalis tidak sesuai dengan ketentuan mengakibatkan penggunaan kawasan HP dan HPT menjadi areal perkebunan sawit PT SIS tidak sah dan menimbulkan potensi hilangnya kawasan hutanyang merugikan negara dari nilai tegakan kayu sebesar Rpl4.673.356.100,00 dan iuran kehutanan yang tidak terpungut yaitu PSDH sebesar RpI.467.335.610,00 dan DR sebesar usD5 86.934,24.
• Pembangunan perkebunan sawit oleh PT Padasa Enam
Utama di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar tidak sesuai ketentuan mengakibatkan kawasan HPT Batu Gajah seluas +4.184,59 Ha digunakan tanpaizin yang sah.
• Pembangunan perkebunan sawit pada PT Meskom Agro Sarimas di Kabupaten Bengkalis tidak sesuai dengan ketentuan mengakibatkan penggunaan kawasan HPK dan HPT seluas +6.659,05 Ha tidak sah dan merugikan negara berupa nilai tegakan kayu sebesar Rp32.403.5 I 5.013,48 dan USD477.014,33.
Sumber: LHP BPK Nomor : 49/LHP/XVII/09/2009
• Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
(IUPHHK-HT) tidak sesuai ketentuan yang mengakibatkan tujuan pembangunan HTI dalam meningkatkan produktivitaslahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar tidak tercapai dan memberikan peluang pemegang IUPHHK-HT/HTI melakukan penebangan tanpa melakukan penanaman kembali. Hal tersebut terjadi karena Menteri Kehutanan dalam memberikan IUPHHK-HT tidak berdasarkan hasil penelitian yang memadai dan tidak menaati ketentuan yang ada dan Kepala Dinas Kehutanan ProvinsiRiaumemberikanRKTlandclearing yangtidaksesuaiketentuan.
• Perusahaan tambang batubara PT Citra Tambang Riau (PT CTR) belum memiliki izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan, namun sudah melaksanakan eksploitasi yang mengakibatkan potensi terjadinya kerusakan hutan diareal eksplorasi dan eksploitasi serta kerugian negara darinilai potensi tegakankayu SebesarRp97.467.000,00 sertaiurankehutanan berupa PSDHdan DRmasing-masing Rp9.746.700,00 dan USD1.743,00, terjadi karena Gubernur Riau menerbitkan izin kuasa pertambangan kepada PT CTR sebelum adanya izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, PT CTR lalai dalam memenuhi kewajiban atas pemakaian kawasan hutan untuk pertambangan yang menjadi tanggung jawabnya, serta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tidak optimal dalam melakukan fungsi pengamanan dan perlindungan hutan.
Sumber LHP BPK Nomor : 33/LHP/XVII/02/2009
• PT Diamond Raya Timber (DRT) dan PT The Best One Unitimber (TBOU) tidak melaporkan kayu hasil
tebangan diameter 30 cm up pada jalan angkutan kayu mengakibatkan potensi PNBP dari PSDH sebesarRp115.702.600,00 dan DR sebesar USD33.846,24 serta denda administratif sebesar Rp1.735.539.000,00 tidak dapat diterima Negara. Hal tersebut disebabkan PT DRT dan PT TBOU lalai tidak melaporkan kayu tebangan dengan diameter 30 cm up yang berasal dari pembukaan wilayah hutan
• Penyelesaian tunggakan PSDH sebesar Rp26.647.811.226,18 serta DR sebesar USD7.543.139,81 dan Rp4.171.576.397,00 berlarut-larut yang mengakibatkan tunggakan PSDH tersebut berpotensi menjadi kerugian negara, terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan Kepala Dinas yang membidangi urusan kehutanan di kabupaten/kota di Provinsi Riau (kecuali Kabupaten Kuantan Singingi) lalai dalam menangani piutangmacet dan kurang optimal dalam melaksanakan penagihan serta terhadap tunggakan yang berpotensi macet tidak segera mengalihkan penagihannya kepada KPKNL.
• Penyelesaian sanksi DPEH dan TUK berupa PSDH sebesar Rp29.065.155.528,80 dan DR sebesar USD414.231,59 berlarut-larut yang mengakibatkan penerimaan negara dari denda pelanggaran eksploitasihutandantatausahakayuberupaPSDHdanDRtidakdapatsegeraditerimaolehnegara, terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan,Rokan Hulu, Kuansing, Indragiri Hulu,Indragiri Hilirdan RokanHilir serta KotaPekanbaru kurang tegas menangani masalah denda pelanggaran eksploitasi hutan pada perusahaan di bidang kehutanan dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten kurang optimal melakukan koordinasi dengan instasi terkait seperti Dinas Perkebunan dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral untukmeningkatkanrealisasipembayaranatassanksi-sanksitersebut.
• Kekurangan pembayaran DR di Kabupaten Rokan Hilir dan Pelalawan yang
mengakibatkan penerimaan negara dari DR sebesar Rp177.652.591,22 kurang diterima di Kas Negara. Hal tersebut terjadikarenaperusahaanwajibbayartidakmenaatiketentuanpembayaranDRdengankursjualBI.
• Kekurangan pembayaran PSDH di Kabupaten Bengkalis yang mengakibatkan penerimaan negara dari PSDH sebesar Rp41.158.100,00, kurang diterima di Kas Negara. Hal tersebut terjadi karena penentuan tarif PSDH oleh Pejabat Penerbit SPP-PSDH memakai ketentuan yang sudah tidak berlaku lagi serta kurangnya pengawasan dari Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten BengkalisdalampenerbitanSPP-PSDH.
• PT SPA kurang setor PSDH dan DR sebesar Rp1.585.529.772,00 dan USD243.482,00, serta dikenakandenda administratifsebesarRp601.462.800,00yangmengakibatkanhilangnyaPNBPyang diterima kas negara sebesar tersebut, terjadi karena PT SPA lalai dalam melaporkan kayu tebangan yang berasal dari land clearingserta Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkalis tidakmelakukanpengawasandenganoptimal.
APA YANG DAPAT TI SUMBANGKAN DI TATA KELOLA SEKTOR KEHUTANAN
PR
IVA
TES O C I E T Y’ S V A L U E SP U B L I C A W A R E N E S S
QU
AL
IT
Y OF
LIF
E
RULE OF LAW
AU
DIT
OR
GE
NE
RA
L
OM
BU
DS
MA
N
WA
TC
HD
OG
AG
EN
CIE
S
PU
BL
IC S
ER
VIC
E
LE
GIS
LA
TU
RE
EX
EC
UT
IVE
JUD
ICIA
RY
N A T I O N A L I N T E G
R I T Y
CIV
IL
SECTO
R
SOCIETY
INT
ER
NA
TI
ON
L ACTORS
ME
DIA
SUSTAIN-
ABLE DEVELOP-
MENT
S O C I E T Y’ S V A L U E S
P U B L I C A W A R E N E S SM
ED
IA
CIV
IL S
OC
IET
Y
PR
IVA
TE
SE
CT
OR
INT
ER
NA
TIO
NA
L A
CT
OR
S
SUSTAIN-ABLE DEVELOP-MENT
QUALITY OF LIFE
RULE OF LAW
AU
DIT
OR
GE
NE
RA
L
OM
BU
DS
MA
N
WA
TC
HD
OG
AG
EN
CIE
S
PU
BL
IC S
ER
VIC
E
LE
GIS
LA
TU
RE
EX
EC
UT
IVE
JUD
ICIA
RY
N A T I O N A L I N T E G R I T Y
Terima kasih
www.ti.or.id/www.transparency.org
Asia Pasific- Forestry Governance Integrity Programme