wajah jasa pelayanan publik pemerintah di indonesia
TRANSCRIPT
WAJAH JASA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DI INDONESIAM. Nur Alamsyah,S.IP.,M.Si*
Periode akhir tahun 90an jika melakukan perjalanan wisata kedaerah Yogyakarta,
maka suatu keganjilan jika tidak menyempatkan berjalan-jalan ke area jalan Malioboro.
Selain karena sejarahnya, juga bahwa jalan tersebut menjadi salah satu icon penting bagi
wisatawan yang datang ke Jogya. Ditempat tersebut dapat dinikmati jenis makanan yang
menjadi khas kota Jogya yang dinikmati dalam suasanan lesehan kota Yogya.
Masalah makanan lesehan tersebut sempat menjadi masalah publik di era tersebut,
karena wisatawan tidak mendapatkan kepastian harga pada setiap transaksi yang
dilakukan. Akibatnya, para pengusaha makanan ini dengan semena-mena
mempermainkan harga sesuai dengan analisanya tentang pengunjung (wisatawan/
consumer), sehingga jika seorang pengunjung dilihat baru, yang umumnya didentifikasi
dengan bahasa yang digunakan dan gesturnya, maka pastilah pembayarannya akan mahal
dan demikian sebaliknya jika dianggap sudah biasa, dikenakan tarif makan biasa.
Di Makassar, jika tidak bersantai dan menikmati makanan disekitar losari maka
menjadi tidak lengkap kunjungan yang dilakukan ke kota daeng tersebut. Tetapi sekali
lagi bahwa pada awal selesainya reklamasi pantai dan pedagang terkumpul menjadi
sebuah pengelolaan yang lebih rapi, maka ketidakpastian harga juga menyergap para
pengunjung area rekreasi makan tersebut, dengan modus yang sama dengan yang terjadi
di Malioboro Yogya diatas.
Untuk mengatasi hal tersebut, dan menghindari turunnya animo wisatawan dan
menjaga citra dan image kota wisata maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang
mewajibkan seluruh pengusaha bidang makanan, untuk transparan dan bertanggung
jawab kepada pelanggan yang datang. Cara yang diwajibkan adalah harga menu yang
dihidangkan harus ditempel pada bagain yang mudah terlihat oleh pelanggan dan disertai
dengan kepastian harga dan sesuai dengan harga normal rata-rata sesuai dengan wilayah
pemasaran. Akibatnya dirasakan setelah pelaksanaannya, bahwa setiap orang yang akan
menikmati jenis makanan apapun sudah bebas untuk melakukan pesanan, sebab tidak
perlu lagi takut terhadap akal bulus dari penyedia jasa makanan. Sementara sebelum
diberlakukan “kebijakan tempel harga menu”,kerap didengar perang mulut saat transaksi.
Pelayanan jasa Birokrasi
Pengalaman diatas, dapat dijadikan ilustrasi untuk memberikan pelajaran kepada
pemerintah untuk secara jujur melakukan transaksi yang dilakukan dalam lingkup
kerjanya. Sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan keresahan masyarakat.
Beberapa hal yang selalu jadi kendala pelayanan jasa oleh birokrasi, seperti terkait
dengan penyediaan kartu tanda penduduk (KTP), Izin usaha, keramaian, kartu keluarga,
akte kelahiran dan sebagainya.
Semua jenis pelayanan jasa tersebut di tiap daerah mengalami keberagaman
dalam kebijakan pengurusannya. Tetapi yang menjadi masalah adalah tentang kepastian
dari nilai pelayanan jasa yang harus dibayarkan oleh masyarakat atas pelayanan yang
diperoleh. Meskipun sudah menjadi pengetahuan umum bahwa seluruh harga pelayanan
jasa tersebut telah ditetapkan oleh peraturan daerah, namun yang terjadi bahwa entah
karena apa, landasan operasionalisasi penarikan dana masyarakat tersebut tidak
tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat pengguna jasa.
Menjadi ironis memang, ditengah pemerintah yang sedang giat mengembangkan
mekanisme birokrasi modern yang demokratis dengan mengedepankan prinsip
manajemen transparansi dan akuntabilitas, maka pada kenyataannya masih melakukan
praktek-praktek lama manajemen birokrasi yang korup.
Penarikan dana diluar nominal yang semestinya, menjadi pemandangan yang
biasa diperoleh jika mengunjungi “counter-counter” jasa pelayanan pemerintah, pada
berbagai level pemerintahan desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten dan provinsi bahkan
level departemen pusat. Namun untuk secara lebih mudah melihat fenomena ini, maka
yang mudah diamati adalah pelaksanaan jasa pelayanan pemerintah disekitar mata kita
atau yang ada dilingkungan kita. Wilayah tersebut dpat dilihat dikelirahan, desa ataupun
kecamatan ataupun kabupaten.
Tidak adanya pemberitahuan secara terbuka kepada masyarakat (dalam
manajemen reinventing government ditempatkan sebagai konsumen) terutama terkait
dengan nominal biaya pelayanan jasa birokrasi, menyebabakan mekanisme transaksi
diselesaikan dengan mekanisme sistem pasar. Sistem tersebut, menempatkan posisi para
pelaksana usaha (birokrasi) sebagai pihak yang menentukan harga yang tentunya
disesuaikan dengan keuntungan yang diperolehnya.
Perbedaan tarif yang dikenakan kepada tiap pelanggan yang datang, sudah pasti
menajdi sebuah pengalaman yang biasa dalam mekanisme tersebut. Salah satu yang
menyebabkan para penjual jasa ini, secara lebih semena-mena menetapkan harga karena
mereka mengetahui sebagaimana teori koalisi yaitu merek berada pada bargaining yang
lebih besar dari pada sang pengguna jasa karen secara historis mereka telah mengetahui
bahwa siapapun yang mengurus KTP dsb adalah orang yang membutuhkan pelayanan
jasa. Disinilah letak kesamaan mentalitas pedagang jasa makanan pada kedua kota diatas
dengan penyedia jasa layanan pemerintah di daerah-daarah di Indonesia.
Korupsi Jujur Dan Penyakit Jiwa
“Penyakit kejiwaan” ini, saya artikan sebuah tindakan yang tidak semestinya
dilaksanakan karena aturan dan konsekwensinya jelas yaitu korupsi dengan ancaman
penjara serta pencopotan jabatan tetapi masih dilaksanakan sehingga menjadi salah satu
jenis penyakit. Semua daerah sejak lama tengah dilanda penyakit ini, bahkan karena
sudah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan oleh aparat terutama dalam 32 tahun era
orde baru menyebabkan ada kondisi kepasrahan masyarakat yang berasal dari keadaan
tarumatik, menyebabkan mereka tanpa komentar memenuhi transaksi miring tersebut
dengan senang hati.
Korupsi jujur (honest graft) seperti pengurusan ini, pada prinsipnya tidak perlu
terjadi jika para aparat pemerintah, menyediakan sarana yang memungkinkan kreatifitas
aparat pada level bawah untuk mengeksploitasi para pelanggan (masyarakat) yang
membutuhkan jasa pelayanan. Salah satu cara konvensional transparansi dan
akuntabilitas yang dapat ditempuh adalah dengan menempatkan harga nominal tiap jenis
pelayanan yang akan diberikan seperti yang ditempuh oleh pedagang untuk
memperlihatkan kepada pelanggan jenis menu lengkap dengan harga, sehingga para
aparat teknis tidak mempermainkan harga pelayanan yang berimplikasi kepada image
atau citra buruk pemerintah didalam hati masyarakat karena masyarakat pasti tidak akan
protes melainkan merutuk dan memaki dalam hatinya.
Institusi pemerintah yang secara terbuka memberlakukan itu adalah yang biasa
terkait dengan karcis, sebab nominalnya telah tersedia. Palu atau bahkan Sulawesi
Tengah secara luas, mesti membenahi penyakit laten yang setiap saat masih terjadi pada
wajah birokrasi ini. Dalam berbagai diskusi, tulisan yang bersumber dari laporan
Mahasiswa yang menjadi mitra diskusi dikota palu ini, belum satupun yang mampu
menunjukkan best practice penyelenggaraan jasa pelayanan publik yang terjadi pada
lingkungan mereka. Bahkan umumnya adalah bentuk penyelewengan seperti uraian
diatas. Ini terlepas dari secara kebetulan kreatifitas mahasiswa yang senantiasa mencari
wilayah bermasalah untuk menggugah ketertarikannya pada penyimpangan yang terjadi.
Dari berbagai fenomena tersebut, menjadi warning bagi elit politik untuk secara
jeli dan detail mempersiapkan mekanisme taktis dan strategis yang memungkinkan hal
tersebut dapat terkendali dan dikontrol sedemikian rupa. Tetapi satu hal yang diyakini
oleh kebanyakan masyarakat, bahwa mekanisme birokrasi saat ini, masih dikendalikan
oleh struktur puncak. Sehingga apapun yang menjadi keinginan elit, akan jadi pedoman
bagi bawahannya, hal ini karena masih sangat kuatnya patronage birokrasi dalam
pemerintahan. Atau apapun yang terjadi pada level bawah adalah sepengetahuan puncak
struktur.
Perubahan yang ditunjukkan hari ini, tentunya tidak dengan serta merta langsung
dapat dinikmati saat ini, namun hal yang pasti didapatkan adalah ada sebuah iklim atau
atmosfer lain yang menyelimuti kehidupan pemerintahan yang akan membawa suasan
berbeda dengan masa sebelumnya. Sehingga sebuah langkah maju yang dilakukan oleh
pucuk kekuasaan di daerah ini (Sulawesi Tengah) yang memberlakukan mekanisme fit
and proper tes kepada calon the best leader yang akan bersama-sama memajukan daerah
ini. Namun mesti disadari bahwa mekanisme tersebut hanyalah satu cara, sehingga
masalah perbaikan pelayanan publik tidak akan selesai jika tidak ada action plan dari
para pucuk pimpinan terhadap hal tersebut dan bukan hanya sebatas visi dan misi.
* Staf Pengajar Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip UNTAD