wahyu ris indarko, s.sos, ma, mpa

40
Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana NOTULENSI Acara : Workshop Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana Hari/Tanggal : Selasa/4 Mei 2010 Waktu : 09.30 s/d selesai Tempat : Bintang Griyawisata Hotel Jalan Raden Saleh No. 16, Jakarta Pusat Peserta Rapat : 1. Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA; 2. Dr. Guspika, MBA; 3. Prof. Dr. Warsito Utomo; 4. Dr. Ir. Boy Kombaitan, M.Sc; 5. Hera Susanti, SE, M.Sc; 6. Agus Sutarna, S.Kp, MNsc; 7. Haryanto, SE, MA; 8. Dra. Zamilah Chairani, M.Si; 9. Drs. Hari Nasiri, M.Com; 10. Eko Widji Purwanto, SE, MPP; 11. Drs. I Nyoman Sunata, M.Pd; 12 Ir. Watty Karyati Roekmana; 13. Ir. Drs. Immanuel Sembiring Colia; 14. Drs. Urbanus R. M. Ambardi, S.Si; 15. Drs. Jadid Malawi; 16. Rosmananda, SKM, MTP; 17. Wahyu Pribadi, S.Pt, MT, MA; 18. Rita Miranda, S.Sos, MPA; 19. Eko Slamet Suratman, SH, M.Si; 20. Dodi Sulistio, S.Sos, M.Acc; 21. Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA; 22. Yuliarni, S.Sos; 23. Rose Pandanwangi, SE. Notulis : Wahyu Ris Indarko Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana -1-

Upload: wrindarko7849

Post on 19-Jun-2015

291 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Workshop Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

TRANSCRIPT

Page 1: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

NOTULENSIAcara : Workshop Teknik Penyusunan Rumusan

Kompetensi Profesi Perencana

Hari/Tanggal : Selasa/4 Mei 2010

Waktu : 09.30 s/d selesai

Tempat : Bintang Griyawisata Hotel Jalan Raden Saleh No. 16, Jakarta Pusat

Peserta Rapat : 1. Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA;2. Dr. Guspika, MBA;3. Prof. Dr. Warsito Utomo;4. Dr. Ir. Boy Kombaitan, M.Sc;5. Hera Susanti, SE, M.Sc;6. Agus Sutarna, S.Kp, MNsc;7. Haryanto, SE, MA;8. Dra. Zamilah Chairani, M.Si;9. Drs. Hari Nasiri, M.Com;10. Eko Widji Purwanto, SE, MPP;11. Drs. I Nyoman Sunata, M.Pd;12 Ir. Watty Karyati Roekmana;13. Ir. Drs. Immanuel Sembiring Colia;14. Drs. Urbanus R. M. Ambardi, S.Si;15. Drs. Jadid Malawi;16. Rosmananda, SKM, MTP;17. Wahyu Pribadi, S.Pt, MT, MA;18. Rita Miranda, S.Sos, MPA;19. Eko Slamet Suratman, SH, M.Si;20. Dodi Sulistio, S.Sos, M.Acc;21. Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA;22. Yuliarni, S.Sos;23. Rose Pandanwangi, SE.

Notulis : Wahyu Ris Indarko

Pada hari ini Selasa, tanggal 4 Mei 2010 diselenggarakan Workshop Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana, sebagai pemimpin rapat adalah Dr. Ir. Dida Heriyadi Salya, MA (Plt. Kapusbindiklatren-Bappenas) diwakili oleh Haryanto, SE, MA (Kepala Bidang Pengkajian Program – Pusbindiklatren, Bappenas) dalam pembukaan workshop tersebut. Sebagai Ketua Pelaksananya: Drs. Hari Nasiri, M.Com (Kepala Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perenca-na, Pusbindiklatren – Bappenas).

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-1-

Page 2: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Dalam pembukaannya Haryanto, SE, MA yang mewakili Plt. Kapusbindiklatren dalam acara tersebut di atas mengungkapkan pentingnya penyusunan rumusan kompetensi profesi perencana.

Dilatarbelakangi oleh KEPMENPAN No. 16/M.PAN/3/2001 tentang Jabatan Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya, yang terlebih dahulu terbit, lalu diikuti dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), serta ditambah lagi dengan munculnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Agenda Workshop Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana, sebagai berikut:

WAKTU ACARA NARASUMBER MODERATOR

09.30 – 10.00 Registrasi Panitia Panitia10.00 – 10.15 Pembukaan Plt. Kapusbindiklatren Pusbindiklatren10.15 – 12.00 Pemaparan Teknik

Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Agus Sutarna, S.Kp, MNSc., Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)

Drs. Hari Nasiri, M.Com

12.00 – 13.30 ISHOMA Panitia Panitia13.30 – 14.15 Tanggapan dari Tenaga Ahli Prof. Dr. Warsito Utomo

(MAP- UGM);Dr. Ir. B. Boy Kombaitan, M.Sc (ITB);Hera Susanti, SE, M.Sc (LPEM-UI).

Drs. Hari Nasiri, M.Com

14.15 – 17.00 Latihan dan Diskusi

17.00 – 18.30 ISTIRAHAT DAN SHOLAT Panitia Panitia18.00 – Selesai

Pemaparan BINTEK bagi Perencana di Daerah

I Nyoman S. (AP2I) Pusbindiklatren

I. SESI PERTAMA (PEMAPARAN)

Pada kesempatan ini, Agus Sutarna, S.Kp, MNSc., dari Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) memaparkan materi workshop tentang Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Perofesi Perencana yang isinya antara lain:

Profesi Perencana adalah yang terbaik karena sudah ada tempatnya (wadahnya) baik secara kelembagaan, peraturan-peraturan yang ada dan penyelenggaraannya. Dalam hal ini, untuk menyusun rumusan kompetensi profesi perencana. Hal yang paling utama adalah kesepakatan mengenai visi dan misi nya.

Berkaitan erat dengan pendidikan dan pelatihan dalam hal ini mengenai profesi sebagai perencana, pada waktu itu masih menganut pemikiran-pemikiran yang should be competent. Pada saat ini harus shall/must be competent. Dahulu peserta pelatihan setelah menjalani

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-2-

Page 3: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

pendidikan dan pelatihan berakhir, maka selesai sampai disitu saja. Tetapi pada saat sekarang ini peserta pelatihan harus diuji kembali dan harus dipelihara agar competent dibidangnya masing-masing. Untuk itu maka diperlukan suatu kelembagaan yang menangani sertifikasi kompetensi.

Pendidikan dan pelatihan berbasis CBT dalam hal ini membangun suatu kompetensi yang akan menghasilkan sertifikasi kompetensi dalam dua hal, antara lain: (a) memastikan kompetensi; dan (b) memelihara kompetensi yang sudah ada. Gambaran atau contoh kompetensi yang ada di Indonesia, antara lain: (a) ISO 17025/SNI 19 – 17025 (Laboratory); (b) SHACCP + ISO 22000 (Food Business); (c) IWA2 (Training Organization); (d) ISO 9000/SNI 19-9000 (Organization and Industies); (e) ISO 15189 (Clinical Laboratory); (f) CAC/RCP1/SNI 01 – 4852 (Food and Agricultural); (g) IFOAM Standard (Organic Product); (h) IEC (Electrical), dll.

Tuntutan kometensi dalam industri, antara lain: (a) Pengembang-an Sistem Industri; (b) Pengembangan dan Validasi disain produk/jasa; (c) Realisasi produk/jasa; dan (e) Verifikasi tindakan perbaikan. Sedangkan tuntutan bukti kompetensi dalam industri itu, meliputi: (a) Pengembangan sistem industri (paket kompetensi, kualifikasi dan RCC); (b) Pengembangan dan validasi disain produk/jasa (unit dan paket kompetensi; (c) Realisasi produk/jasa (unit dan paket kompetensi); (d) Verifikasi Tindakan Perbaikan (unit kompetensi dan profisiensi).

Hal-hal yang perlu diingat dalam pengembangan kompetensi ini, antara lain: (a) Competency Certification is concerned with current competence rather than historical attainment; (b) It must be remembered that the only body which can issue an authority to work to an individual is the employer; (c) BNSP is only in position to assist and support this process in a way which is convincing to the employer’s costomers; (d) Employers may also require some third party certification of their production operations.

Kompeten diartikan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Unjuk kerja dalam kompetensi perencana adalah modul-modul pelatihan.

Yang dinamakan kompetensi dalam diagram vena adalah irisan dari lingkaran skill, knowledge, dan attitude. Dibawah ini merupakan diagram yang menggambarkan suatu aktifitas yang utuh di tempat kerja yang menghasilkan produk atau jasa dan atau fungsi manajemen.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-3-

Page 4: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Bila antara skill, knowledge, dan attitude terpisah, seperti pada gambar, ini dinamakan bukan suatu kompetensi.

Di dalam dimesi kompetensi, ada 4 (empat) hal penting yang perlu diketahui, yaitu: (1) Task Skill (melaksanakan tugas individu); (2) Task Management Skills (mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam suatu pekerjaan; (3) Contingency Management Skill (kemamuan merespon dan mengelola kejadian ireguler dan masalah); (4) Job/Role Environment Skills (kemampuan menyesuaikan dengan tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja).

Ada 2 (dua) hal cakupan dalam kompetensi, yaitu: pengetahuan dan keterampilan. Cakupan pengetahuan dalam kompetensi itu terdiri dari: (a) Pendidikan formal yang sesuai dengan profesi; (b) Pelatihan-pelatihan yang sesuai dan diverifikasi oleh LSP; (c) Pengetahuan yang didapat dari pengalaman yang diverifikasi oleh LSP. Sedangkan cakupan keterampilan dalam kompetensi terdiri dari: (a) Keterampilan melak-sanakan pekerjaan (Task Skill); (b) Keterampilan mengelola pekerjaan (Task Management Skill); (c) Keterampilan mengantisipasi kemungkinan (Contingency Management Skill); (d) Keterampilan mengelola lingkungan kerja (Job/Role Enviroment Skill).

Alur dari jenis standar kompetensi berdasarkan PP No. 31 Tahun 2006, digambarkan dibawah ini:

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-4-

Page 5: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Standar khusus dalam kompetensi antara lain meliputi: standar perusahaan, standar jabatan, dan standar yang dikembangkan khusus. Seperti apakah standar kompetesi perusahaan itu? Standar perusahaan (enterprise standard) adalah standar yang ditetapkan oleh suatu perusahaan atau industri perusahaan Mc Donald, Pizza Hut, Toyota, BMW, dan sebagainya.

Standar kompetensi jabatan adalah standar yang dikembangkan mengacu kepada jabatan-jabatan yang ada pada institusi/lembaga/ industri sebagai penjabaran struktur organisasi.

Standar kompetensi khusus, adalah standar yang terdapat dibidang tertentu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Institusi atau organisasi nasional/internasional misalnya di bidang perencanaan, pengelasan, perminyakan, penerbangan, dan sebagainya. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Standar Kompetensi Model RMCS adalah standar yang dikem-bangkan berdasar pada tugas atau pekerjaan yang dibutuhkan dari suatu bidang pekerjaan sesuai dengan jenis dan sektornya dan dirumuskan ke dalam unit kompetensi. Di Indonesia Model RMCS dipilih karena:

1. Indonesia banyak sekali berbagai bidang keahlian (multy skill), sedangkan di dalam multy skill itu terdiri dari: (a) task skill; (b) task management skills; (c) contingency management skill; (d) job/role environment skills;

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-5-

Page 6: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

2. Berbasis pada kebutuhan industri (luas). Perlu diketahui juga bahwa model RMCS diperkenalkan oleh negara Asia Pasific dan ILO/ APSDEP, kompatibel secara internasional, serta telah dipakai di negara Inggris, Kanada, Australia dan negara persemakmuran;

3. Dalam praktiknya mudah dipaketkan/dikemas ke dalam kualifikasi jabatan, sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan/industri;

4. Fleksibel untuk rujukan penyusunan program pelatihan;

5. Fleksibel dan akomodatif untuk pelaksanaan sertifikasi komparasi.

Urutan-urutan dalam struktur standar kompetensi yang harus dibentuk, sebagai berikut:

1. Unit-unit Kompetensi. Dalam hal ini aktifitas pekerjaan;

2. Elemen Kompetensi. Pembentukan rincian langkah-langkah/pro-sedur. Dalam hal ini dapat berupa proses manajemen atau proses produksi pruduk/jasa;

3. Kriteria Unjuk Kerja (kriteria modul-modul). Instruksi kerja pada industri yang terukur dan dapat diobservasi;

4. Batasan Variabel. Kontekstual di tempat kerja;

5. Panduan penilaian. Deskripsi aspek kritis pengetahuan dan keteram-pilan penting untuk asesmen.

Di dalam standar kompetensi kerja, terdapat unit kompetensi dan workplace operations. Dimana Unit Kompetensi (UK) adalah satuan unit kompetensi (komponen terkecil dari standar). Sedangkan workplace operation dengan unit kompetensi terdapat standar kompetensi model RCMS yang mengandung unit-unit kompetensi.

Ada 3 (tiga) type dalam memaketkan pekerjaan/profesi pada unit-unit kompetensi di SKKNI bidang pekerjaan tertentu. Pemaketan tersebut antara lain: (a) Okupasi Nasional; (b) Cluster; (c) Kualifikasi Nasional. Type tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-6-

Page 7: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Jenis skema-skema dalam melakukan sertifikasi kompetensi, antar lain:

1. Skema Sertifikasi Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia;2. Skema Sertifikasi Kualifikasi Okupasi Nasional;3. Skema Sertifikasi berdasarkan Paket Kompetensi (cluster);4. Skema Sertifikasi Unit Kompetensi;5. Skema Sertifikasi Profisiensi.

Dalam pelaksanaannya (implementasi) sertifikasi kompetensi digambarkan seperti neraca. Dimana sebalah kiri neraca terdapat bukti-bukti yang memuat: pengalaman kerja untuk pendidikan dan pelatihan. Sedangkan disebelah kanan neraca terdapat standar kompetensi yang memuat: (a) unit-unit kompetensi; (b) standar produk dan proses; (c) spesifikasi tempat kerja. Standar kompetensi ini yang akan menjadi benchmarks nya.

Banyak sekali penyebab-penyebab Standar kompetensi itu dibutuhkan diberbagai bidang kerja/institusi, antara lain:

1. Untuk institusi pendidikan dan pelatihan. Pada institusi ini dapat memberikan informasi mengenai suatu pengembangan program dan kurikulum. Dapat juga sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.

2. Untuk dunia usaha/industri dan penggunaan tenaga kerja. Pada institusi ini, dapat membantu dalam rekruitmen pegawai, penilaian dalam unjuk kerja (penilaian modul-modul kerja), membantu dalam membuat uraian jabatan, membantu dalam pengembangan program pelatihan yang spesifik berdasarkan kebutuhan dunia usaha/indus-tri.

3. Untuk institusi penyelenggaraan pengujian dan sertifikasi. Pada institusi ini, dapat menjadi pedoman sebagai acuan dalam merumuskan paket-paket program sertifikasi sesuai dengan kualifikasi dan levelnya. Dapat menjadi pedoman dalam penyeleng-garaan pelatihan dan sertifikasi.

Dengan adanya SKKNI ini dapat dikembangkan menjadi:

1. Sarana Pengelolaan perusahaan, antara lain: (a) Job Titles, Job Levels, & Struktur Organisasi; (b) Standard Operating Prosedures; (c) Recruitmens & Penempatan; (d) Sistem HRD & Program Pelatihan; (e) Promosi & Rotasi; (f) Pujian dan teguran;

2. Materi assesment (Assessor Training Program);

3. Sertifikasi berdasarkan kompetensi unit/kualifikasi;

4. Modul diklat berdasarkan SKKNI;

5. Paket-paket Diklat berdasarkan SKKNI;

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-7-

Page 8: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

6. Sistem registrasi/akreditasi Lembaga Diklat.

Ada 4 (empat) prinsip dalam perumusan standar kompetensi, antara lain:

1. Valid, dalam melakukan seluruh aktivitas perumusan harus mengacu pada acuan standar yang ada;

2. Reliable, isi dari standar memastikan bahwa penerapan yang konsisten pada aktivitas asesemen dan jika digunakan oleh personel yang berbeda, dalam situasi yang berbeda dan personel yang berbeda, dan hasilnya harus tetap konsisten;

3. Flexible, seluruh isi dari aktifitas standar memenuhi kebutuhan personel, organisasi, dan industri;

4. Traceable, standar yang dibuat dengan acuan normatif yang dapat diidentifikasi (standar, pedoman, code of practice, regulasi teknis).

Di dalam melakukan pemetaan di bidang pekerjaan, langkah-langkah yang perlu diambil, antara lain:

1. Harus melakukan penyusunan unit kompetensi, dengan cara melakukan pemetaan pada bidang pekerjaan yang akan dikembang-kan. Pemetaan tersebut dapat dilakukan dengan desk analysis dari data skunder atau melalui riset lapangan secara langsung;

2. Apabila metode yang dipilih menggunakan data primer hasil riset lapangan, maka perlu dilakukan dengan pertimbangan sampling yang bervariasi dari industri besar, menengah dan kecil;

3. Hasil pemetaan bidang pekerjaan dituangkan ke dalam peta pekerjaan yang sekuensiel, agar mudah dipahami oleh semua pihak.

Dalam melakukan identifikasi regulasi teknik kompetensi harus mengikuti regulasi yang sedang berlaku dengan melakukan penyusuai-an, antara lain: Undang-undang yang sedang berlaku, Peraturan Pemerentah yang sedang berjalan, Peraturan Menteri, dan Pedoman yang ada di lembaga/instansi terkait. Untuk memudahkan melakukan identifikasi kompetensi dapat dilakukan melalui fishbond, contoh sebagai berikut:

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-8-

Page 9: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Karaktristik dari penyusunan standar kompetensi, antara lain: (a) Mengikuti format buku; (b) tertulis; (c) generik; (d) transferable; (e) portable; (f) could be shared by various organizations for smilar/same activities; (g) mudah di review; (h) mudah di max and match; (i) mendorong kemampuan profesional; (i) selalu berkoordinasi dengan kolega; (j) selalu dicatat dalam laporan; (k) dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan; dan (l) standar industri.

Yang harus dilakukan dalam melakukan kompetensi perencana, adalah: melakukan identifikasi/analisis kompetensi kerja jabatan kerja/ bidang kerja. Dalam melakukan identifikasi/analisis kompetensi kerja jabatan kerja/bidang kerja, maka harus memperhatikan: pendekatan, adopsi, adaptasi, pendekatan “field research”, dan pendekatan kom-binasi.

Di dalam pengumpulan data untuk penetapan kebutuhan kompetensi jabatan (menurut Spencer), kualifikasi kompetensi/RMCS, antara lain:

1. Behavior Event Interviews (BEI) Kreteria performansi superior & average diperoleh melalui interview dengan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh David C. McCleland (Psychology);

2. Expert PanelSuatu panel yang beranggotakan para pakar/expert melakukan brainstorming untuk menentukan karaktristik personel karyawan agar performan suatu jabatan dapat dipenuhi;

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-9-

Page 10: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

3. SurveysMelakukan survei (interview) pada pakar/expert kompetensi yang sering diperlukan untuk suatu jabatan.

4. Computer-based “Expert SystemMenggunakan bantuan program komputer dalam melakukan perumusan kompetensi suatu jabatan berdasarkan perluasan data yang masuk dari para pakar, manajer atau pun peneliti;

5. Job Task/Function AnalysisKaryawan ataupun pengamat (observer) membuat daftar rincian/ detail setiap task, fungsinya atau tindakannya untuk suatu jabatan selama periode waktu tertentu. Dapat dilakukan melalui kuesioner atau interview;

6. Direct ObservationSetiap karyawan diobservasi secara langsung dan pada setiap titik kritis pemenuhan performasi jabatan (superior/average) dicatat dan dikodekan sebagai kompetensi.

Proses dalam melakukan perumusan SKKNI, sebagai berikut: Departemen teknis mengusulkan perumusan SKKNI yang ditujukan kepada Komite RSKKNI yang akan dibahas dalam Pra Konvensi. Pertama melakukan perencanaan yang dilakukan oleh instansi teknis pembina dengan menyusun Renduk RSKKNI. Renduk tersebut disusun oleh: Instansi Teknis Pembina, Asosiasi Profesi, Pakar dan Industri. Perumusan tersebut dari Komite RSKKNI akan dibahas oleh Tim Penyusun RSKKNI dengan melakukan pembuatan dokumen sebanyak 3 (tiga) rangkap yang akan diserahkan kepada Pra Konvensi. Dalam melakukan penyusunan RSKKNI ini, dilakukan untuk bidang pekerjaan yang belum memiliki SKKNI. Polanya menganut model RMCS dan perumusan tersebut memuat, antara lain: sektor, bidang, program, jenjang kualifikasi dan unit kompetensi. Lalu mengikuti format yang sedang berlaku. Apabila dokumen tersebut tidak sesuai atau terdapat kesalahan maka akan dikembalikan kepada tim penyusun SKKNI. Bila dokumen/draft perumusan tersebut benar akan dilakukan verifikasi, lalu diteruskan ke BNSP dan akan di konvensi. Pembakuan dilakukan melalui konvensi yang dihadiri oleh: Instansi Teknis, Asosiasi Profesi, Pakar, Diklat, Industri, Kemenakertrans, dan BNSP. Penetapan ini akan dilakukan dengan cara menetapkan SKKNI yang menghasilkan Hasil Konvensi. Usulan penetapan ini dilakukan oleh Instansi Teknis Pembina Sektor. Dan Menakertrans akan menyerahkan SKKNI kepada instansi Teknis pembina sektor.

Dibawah ini adalah bagan proses dari perumusan kompetensi, sebagai berikut:

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-10-

Page 11: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Berikut ini adalah contoh jadwal proses perumusan dalam menyusun penetapan SKKNI dan bagan mengenai sistem yang di jalankan oleh SKKNI, sebagai berikut:

KEGIATAN PERUMUSANBULAN KE

1 2 3 4 5 6Perencanaan Program √Pertemuan Tim Perumus: Menyusun Perencanaan Penulisan Standar

Pemetaan Lingkungan Standar Kompetensi

Identifikasi Lingkup Penyusunan √Identifikasi Acuan Normatif √Survey Lapangan √Perumusan Rancangan 1 SKKNI √ √Pembahasan Rancangan 1 SKKNI oleh Tim Perumus

Verifikasi Rancangan 1 SKKNI √Tindakan Perbaikan √Pra Konvensi √Perbaikan Hasil Prakonvensi √

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-11-

Page 12: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-12-

Page 13: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-13-

Page 14: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Untuk melakukan suatu perumusan kerangka kualifikasi Nasio-nal Indonesia (KKNI), maka harus memperhatikan tabel berikut ini:

KUALIFIKASI

PARAMETER

KEGIATAN PENGETAHUAN TANGGUNGJAWAB

I

Melaksanakan kegiatan: Lingkup terbatas; Berulang dan sudah

biasa; Dalam konteks yang

terbatas.

Mengungkap kembali; Menggunakan pengeta-

huan yang terbatas; Tidak memerlukan ga-

gasan baru.

Terhadap kegiatan se-suai arahan;

Di bawah pengawasan langsung;

Belum dapat diberi tanggungjawab terhadap pekerjaan orang lain.

II

Melaksanakan kegiatan: Lingkup agak luas; Mapan dan sudah biasa; Dengan pilihan-pilihan

yang terbatas terhadap sejumlah tanggapan rutin.

Menggunakan pengeta-huan dasar operasional;

Memanfaatkan informa-si yang tersedia;

Menerapkan pemecahan masalah yang sudah baku;

Memerlukan sedikit ga-gasan baru.

Terhadap kegiatan se-suai arahan;

Di bawah pengawasan tidak langsung dan pengendalian mutu;

Punya tanggungjawab terbatas terhadap kualitas dan mutu hasil kerja;

Dapat diberi tanggung jawab membimbing orang lain

III

Melaksanakan kegiatan: Dalam Lingkup yang

luas dan memerlukan keterampilan yang sudah baku;

Dengan pilihan-pilihan terhadap sejumlah prosedur;

Dalam jumlah konteks yang sudah biasa.

Menggunakan pengeta-huan-pengetahuan teoritis yang relevan;

Menginterprestasikan informasi yang tersedia;

Menggunakan perhi-tungan dan pertimbang-an;

Menerapkan sejumlah pemecahan masalah yang sudah baku.

Terhadap kegiatan se-suai arahan dengan otonomi terbatas;

Dibawah pengawasan tidak langsung dan pemeriksaan mutu;

Bertanggungjawab secara memadai terhadap kuantitas dan mutu hasil kerja;

Dapat diberi tanggung jawab terhadap hasil kerja orang lain.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-14-

Page 15: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

KUALIFIKASI

PARAMETER

KEGIATAN PENGETAHUAN TANGGUNGJAWAB

IV

Melaksanakan kegiatan: Dalam lingkup yang

luas dan memerlukan keterampilan penalaran teknis;

Dengan pilihan-pilihan yang banyak terhadap sejumlah prosedur;

Dalam berbagai konteks yang sudah biasa maupun yang tidak biasa.

Menggunakan basis pengetahuan yang luas dengan mengaitkan sejumlah konsep teoritis;

Membuat interprestasi analisis terhadap data yang tersedia;

Pengambilan keputusan berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku;

Menerapkan sejumlah pemecahan masalah yang bersifat inovatif terhadap masalah-masalah yang kongkrit dan kadang-kadang tidak biasa.

Terhadap kegiatan yang direncanakan sendiri;

Dibawah bimbingan dan evaluasi yang luas;

Bertanggung jawab penuh terhadap kualitas dan mutu hasil kerja;

Dapat diberi tanggung jawab terhadap kuantitas dan mutu hasil kerja orang lain.

V

Melaksanakan kegiatan: Dalam lingkup yang

luas dan memerlukan keterampilan penalaran teknis khusus (Spesialisasi);

Dengan pilihan-pilihan yang luas terhadap sejumlah prosedur yang baku dan tidak baku;

Yang memerlukan banyak pilihan prosedur standar maupun non standar;

Dalam konteks yang rutin maupun tidak rutin.

Menerapkan basis pengetahuan yang luas dengan pendalaman yang cukup dibeberapa area;

Membuat interprestasi analitik terhadap sejum-lah data yang tersedia yang memiliki cakupan yang luas;

Menentukan metode-metode dan prosedur yang tepat guna dalam pemecahan sejumlah masalah-masalah yang kongkrit yang mengandung unsur-unsur teoritis.

Melakukan: Kegiatan yang

diarahkan sendiri dan kadang-kadang mem-berikan arahan kepada orang lain;

Dengan pedoman atau fungsi umum yang luas;

Kegiatan yang memerlukan tanggung jawab penuh baik sifat, jumlah maupun mutu dari hasil kerja;

Dapat diberi tanggung jawab terhadap pencapaian hasil kerja kelompok.

KUA PARAMETER

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-15-

Page 16: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

LIFIKASI

KEGIATAN PENGETAHUAN TANGGUNGJAWAB

VI

Melakukan kegiatan: Dalam lingkup yang

sangat luas dan memer-lukan keterampilan penalaran teknis khusus;

Dengan pilihan-pilihan yang sangat luas terhadap sejumlah prosedur yang baku dan tidak baku serta kombinasi prosedur yang tidak baku;

Dalam konteks rutin dan tidak rutin yang berubah-ubah sangat tajam.

Menggunakan pengeta-huan khusus yang men-dalam pada beberapa bidang;

Melakukan analisis; memformat ulang dan mengevaluasi informasi-informasi yang cakup-annya luas;

Merumuskan langkah-langkah pemecahan yang tepat, baik untuk masalah yang kongkrit maupun abstrak.

Melaksanakan: Pengelolaan kegiatan/

proses kegiatan; Dengan parameter

yang luas untuk kegiatan-kegiatan yang sudah tertentu;

Kegiatan dengan penuh akuntabilitas untuk menentukan tercapai-nya hasil kerja pribadi dan atau kelompok;

Dapat diberi tanggung jawab terhadap pencapaian hasil kerja organisasi.

VII

Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggung jawab yang memungkinkan seseorang untuk: Menjelaskan secara sistematik dan koheren atas prinsip-prinsip utama dari suatu

bidang; Melaksanakan kajian, penelitian dan kegiatan intlektual secara mandiri di suatu

bidang, menunjukan kemandirian, intelektual serta analisis yang tajam dan komu-nikasi yang baik.

VIII

Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggung jawab yang memungkinkan seseorang untuk: Menunjukan penunjukan suatu bidang; Merencanakan dan melaksanakan proyek penelitian dan kegiatan intelektual

secara original berdasarkan standar-standar yang diakui secara internasional.

IX

Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggung jawab yang memungkinkan seseorang untuk: Menyumbang pengetahuan originil melalui penelitian dan kegiatan intelektual

yang dinilai oleh ahli independent berdasarkan standar internasional.

II. SESI KEDUA (TANYA JAWAB)

Pada sesi ini merupakan sesi tanya jawab, antara lain sebagai berikut:

PERTANYAAN/KOMENTAR:

1. Drs. Urbanus R. M. Ambardi, S.Si

Dalam melaksanakan evaluasi sedikit mengenai perencanaan masih mengalami generalisasi dan masih terdapat spesialisasi. Seperti contohnya pada Perencana Madya: Ekonomi, Sosial, dan Tata Ruang. Per-masalahannya belum ada suatu format yang tepat, seharusnya setelah diklat harus lebih spesialis lagi. Apabila seseorang sudah

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-16-

Page 17: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

spesialis di bidangnya dan secara profesional melakukan tugasnya, hal yang demikian apakah dapat diberlakukan seumur hidup?

2. Dr. Ir. Boy Kombaitan, M.Sc

(a)Dalam pelaksanaan rumusan kompetensi di Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP), berapa banyak yang sudah melakukan entery point? (Diasumsikan bahwa kita akan menuju ke sana);

(b)Bagaimana dengan suatu profesi yang sama, dengan melalui undang-undang, sebagai contoh Jalur Kontruksi?

JAWABAN: Agus Sutarna,S.Kp, MNsc

Di dalam menilai (tata nilai) suatu kompetensi itu tidak ada skor yang berupa angka. Jadi setiap unit kopetensi penilaiannya hanya berupa jawaban ya dapat juga tidak. Jadi untuk mengukur seseorang itu berkompeten atau tidak, maka jawaban yang diperlukan ya berkompeten, atau tidak berkompeten. Sedangakan untuk menilai seseorang itu kompeten di bidangnya, ada passing gread nya. Sebagai contoh adalah bila seseorang melaksanakan pendidikan dan pelatihan pada level pertama (Perencana Pertama) materi atau modul-modul yang diberikan dengan level Perencana Madya harus melengkapi modul-modul perencana pertama. Hanya pelatihan yang berbasis kompetensi dan spesialisasinya berkompeten. Jadi modul pengantar hanya diberikan pada level dasar. Sedangkan persyaratan-persyaratan dalam melakukan itu semua, maka harus dirumuskan dahulu strandar kompetensinya. Wawasan setiap peserta diklat ini yang harus dipertajam dan diperluas agar mendapatkan peserta diklat yang kompeten dibidangnya masing-masing.

Dalam pendirian LSP ada 2 (dua) struktur utama, antara lain:

(a)Dewan Pengarah (Konsiro); yang di dalamnya terdiri dari: Wakil Pemerintah, Wakil Profesi, Wakil Para Pakar, dan lain-lain. Yang tugasnya menetapkan visi dan misi organisasi itu;

(b)Pelaksana; siapa saja yang berkompeten dan dapat menyelenggara-kan kompetensi.

LNSP merupakan lembaga yang dapat mensertifikasikan ber-dasarkan ruang lingkup. Konsensus dibuat dalam rangka memasukan kode etik dan selanjutnya profesi yang akan mengtur pelaksanaannya. Untuk menentukan kebijakan profesi, disebabkan karena LSP. Apabila seseorang yang sudah lama dan tidak terpelihara, maka kompetensi yang ada pada dirinya akan dicabut. Hasil dari pekerjaan-pekerjaan tersebut dikirim ke LSP dan akan ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali dan hasilnya akan dituangkan di dalam sertifikasi.

Untuk MRI Nasional, penangannya hanya terjadi apel to aple, di kawasan Asean yang tidak mempunyai sertifikasi. Sebagai contoh di Kementerian Kesehatan untuk para doktor yang waiting list lebih dari

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-17-

Page 18: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

5000 dokter. Dalam hal ini pada posisi mengawang-awang. Untuk tenaga kesehatan yang sudah diakui hanya 3 (tiga), yaitu: (1) Tenaga Perawat; (2) Dokter Umum; dan (3) Dokter Gigi. Untuk melakukan kompetensi di dalam antar instansi itu harus ada Memorandum of Understanding (MOU), kecuali ada Keppres nya. Jumlah LSP yang ada di Indonesia 58 (lima puluh delapan) sektor, dan 24 (dua puluh empat) yang terbanyak adalah sektor Kepariwisataan.

Untuk badan profesi yang mempunyai Undang-undang seperti BNSP selalu mengembangkan sistem yang ada, sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2007. Sedangkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 itu mengharuskan sinkronisasi dengan BNSP, tetapi sampai saat sekarang ini belum terjadi sinkronisasi tersebut.

MASUKAN: Dr. Guspika, MBA

Acara ini merupakan lanjutan dari acara di Hotel Batavia untuk dapat menyusun dan merumuskan kompetensi perencana. Ada 2 (dua) aspek dalam workshop ini, yaitu: (1) Penyusunan Diklat Kurikulum; dan (2) Penyusunan Soal. Untuk para tenaga ahli dapat memberikan saran-saran dan perhatian serta masukan dalam perumusan kurikulum kompetnsi ini, dalam waktu 2 (dua) minggu. Untuk mendatang akan dibagi 2 (dua), yaitu: tim penyusun soal dan tim penyusun kurikulum yang akan dibahas dalam bentuk workshop pada 2 (dua) minggu mendatang. Dalam pelaksanaannya kita tinggal membangun lantai dalam penyusunan kurikulum ini, tetapi harus disandingkan dengan sistem politik yang ada, sebagai contoh pada pelaksanaan Pilpres, Pilkada yang marak terjadi di daerah-daerah. Dalam rangka itu, maka dilaksanakan suatu rumusan kompetensi dan rumusan soal untuk melakukan uji kompetensi.

III. SESI KETIGA

Pada sesi ini meneruskan sesi sebelumnya yang akan diisi oleh Agus Sutarna, S.Kp, MNsc, antara lain sebagai berikut:

(a) Berdasarkan Permenakertrans No. 21 Tahun 2007 tentang Penetapan standar kompetensi;

(b) Berdasarkan Model RMCS, terdapat 5 (lima) komponen, yaitu:(1)Nomer Kode;(2)Judul Unit;(3)Diskripsi Unit;(4) Elemen Unit, merupakan suatu urutan pekerjaan, secara

umum 5 s.d. 7 dan maksimal 7. Kata kunci dalam melakukan elemen unit adalah kalimat aktif dan kalimat pasif dalam merumuskan kompetensi itu;

(5) Kriteria uji kerja, dalam hal ini menilai pekerjaan yang dilakukan berhasil atau tidaknya.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-18-

Page 19: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Kelima poin di atas merupakan batasan variabel, sedangkan untuk SKKNI ditambah lagi dengan 2 (dua) poin, sebagai berikut:(6)Panduan assassement;(7)Kompetisi kunci.

Dalam melakukan kompetensi harus berdasarkan standar kompetennya.

Commond competency dalam hal ini adalah pada semua level perencana harus memiliki kompetensi ini. Untuk setiap levelnya dibatasi oleh kewenangan pada masing-masing level.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-19-

Page 20: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Setelah Level Perencana Madya, fungsional perencana ini mempunyai kekhususan dibidangya masing-masing, antara lain: Ekonomi, Sosial, dan Tata Ruang. Tim yang akan menetapkan ke arah mana kompetensi seseorang itu akan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-20-

Page 21: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Jadi seperti gambar di atas, pada elective competency akan ada penjurusan keahliahan di 3 (tiga) bidang, yaitu: (1) Ekonomi; (2) Sosial; (3) Tata Ruang.

IV. SESI MASUKAN DARI TENAGA AHLI

Dalam sesi ini memuat masukan dari para tenaga ahli untuk memperkaya baik praktik maupun secara teoritis pada pelaksanaan workshop ini, antara lain:

1. Prof. Dr. Warsito Utomo (Magister Administrasi Publik UGM)

Ada beberapa komentar dalam hal ini, yaitu:

(a) Untuk Fungsional Perencana pada jenjang (level) pertama dan muda, muatan-muatan teori dan kurikulumnya hampir sama, setelah melewati jenjang itu, perencana madya dan utama akan ada penjurusan keahlian di ketiga bidang, yaitu: Ekonomi, Sosial, dan Spasial;

(b) Seorang perencana tidak dapat dipisah-pisahkan, harus menjadi satu kesatuan utuh yang namanya Perencana. Seperti contoh: Untuk keahlian Bidang Ekonomi, maka harus pendekatanya ke Ekonomi; Untuk keahlian Bidang Sosial Budaya, maka harus pendekatanya ke Sosial Budaya; Untuk keahlian Bidang Spasial, maka harus pendekatanya ke Tata Ruang (Spasial) sesuai dengan strukturalnya yang pada akhirnya akan ke fungsional.

Kelemahan kita, dalam menata ini semua adalah di dalam peren-canaannya, kalau perencanaannya kuat, maka akan kuat juga peme-taannya dalam struktur ini.

2. Dr. Ir. Boy Kombaitan, M.Sc (Institut Teknologi Bandung)

Masukan dalam pelaksanaan workshop ini, bagimana kita dapat memasukan unsur-unsur dalam suatu butir-butir kegiatan sesuai dengan Kep MENPAN No. 16/M.PAN/3/2001 tentang Jabatan Fung-sional Perencana dan Angka Kreditnya ke dalam struktur pelaksanaan kriteria? Sesuai dengan BNSP targetnya 5 (lima) kreteria, yaitu: (1) Kode Unit Kompetensi; (2) Judul Unit Kompetensi; (3) Diskripsi Unit Kompetensi; (4) Elemen Kompetensi; dan (5) Kriteria Unit Kompetensi.

Hal yang pertama menjadi cakupan bagi tim perumus, apakah kita akan berangkat dari unit kompetensi atau mencoba menerjemahkan ke dalam RPJM atau RPJMD? Sedangkan unit kompetensi diarahkan ke kualifikasi, sebab dalam setiap jenjang Fungsional Perencana sudah ada klasternya. Dalam hal ini, apakah RPJMD adalah tugas seorang perencana pertama? Lalu setelah itu masuk ke dalam diskripsinya.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-21-

Page 22: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

3. Hera Susanti, SE, M.Sc (Universitas Indonesia)

Untuk waktu yang 2 (dua) minggu ini, dalam menentukan kompetensi apa yang harus dikembangkan terlalu sulit dan orangnya sedikit sekali, sebagai contoh pengembangan kompetensi seorang S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memakan waktu berbulan-bulan. Saya setuju sekali, kalau yang dibicarakan hanya cluster nya saja, karena kalau topik-topiknya terlalu banyak sekali. Dan yang mengkhawatirkan adalah peserta didiknya apakah dapat menyerap materi-materi tersebut. Untuk Commond mungkin materinya tidak terlalu banyak. Untuk spesialisasi (kekhususan) bidang tertentu dapat dilakukan melalui Diklat Subtantive yang ada di Pusbindiklatren itu lebih penting sehingga dapat beragam dalam pelaksanaannya.

Sesuai pada saat sekarang ini, banyak sekali isu-isu yang baru bermunculan, seperti contoh permasalahan New Geographi, dan lain-lainnya. Hal demikian yang perlu sekali dimasukan ke dalam materi diklat, sehingga peserta diklat kita dapat menerapkan dan harus diberikan alatnya (tools) untuk dapat dipraktikan dalam pekerjaan sehari-harinya. Dalam pemberian materi, walaupun kerangka logisnya lama, tetapi dapat diperbaharui. Untuk mengetahui diklat tersebut efektif atau tidak, itu tidak dapat dilihat pada waktu peserta mengikuti diklat, tetapi sepanjang pada saat peserta diklat tersebut berkarir di instansinya masing-masing. Untuk menilainya bahwa peserta diklat tersebut berkompeten atau tidak, memang terlalu sulit. Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti contohnya: dengan rekan peserta diklatnya, apakah terjadi konflik atau tidak? Dalam hal ini sangat sulit menilai, apakah peserta diklat itu berkompeten atau tidak?

V. SESI TANYA JAWAB

Berikutnya adalah beberapa pertanyaan, sebagai berikut:

1. Drs. Urbanus R. M. Ambardi, S.Si

Dalam perumusan kurikulum Diklat Penjenjangan Fungsional Perencana, pada saat memasukan ke dalam lingkaran-lingkaran terse-but, apakah rumusan yang ada sudah sesuai dan dapat diterapkan oleh Perencana di daerah? Ada beberapa peserta diklat Perencana bercerita tentang kasus yang terjadi pada dirinya. Seorang peserta diklat ditugaskan oleh atasanya untuk mengikuti diklat tersebut, tetapi begitu selesai mengikuti diklat, peserta diklat tersebut ditugaskan membuat /merumuskan Musrenbang, ternyata peserta diklat tersebut belum bisa melakukannya. Untuk memenuhi kebutuhan diklat Perencana antara daerah yang satu dengan yang lain sangat berbeda kebutuhannya.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-22-

Page 23: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

2. Drs. I Nyoman Sunanta, M.Pd

Dalam penjenjangan Jabatan Fungsional Perencana, dimulai dari jenjang Fungsional Pertama, Fungsional Muda, Fungsional Madya dan Fungsional Utama harus dapat merancang, tetapi bukan membuat suatu RPJM atau RPJP, terkait dengan stakeholder dan teknokrat. Seorang Perencana Utama harus dapat merancang RPJM dan RPJP. Seorang Perencana harus dapat dan mempunyai kompetensi, sehingga dapat merancang dan mengumpulkan data dan sebagai panduan diharapkan dapat memahami SK Kepala Bappenas, sehingga Jabatan Fungsional Perencana yang ada dapat sebagai katalisator.

Jabatan Fungsional Perencana yang melekat pada instansi atau dinas-dinas di daerah atau Kementrian berbeda-beda. Sesuai dengan PP No. 5, kurikulum yang akan dibuat diharapkan: (1) Sangat Simple; (2) Mudah di cerna; (3) Keluaran dapat dilaksanakan dengan mudah. Di dalam penilaian standar kompetensi peserta diklat, bila seseorang dikatakan kompeten. Maka jawabanya hanya ada “ya” atau “tidak”. Tidak ada suatu nilai berupa angka dalam kompetensi seseorang itu. Dalam hal ini, seseorang Perencana itu dapat dikatakan berkompetensi, apabiila dapat melaksanakan dengan benar rancangan RPJM.

3. Eko Widji Purwanto, SE, MPP

Untuk merumuskan kompetensi sesuai dengan narasumber, kita sekarang sedang membangun lantainya diumpamakan JFP itu sebuah gedung. Dalam membuat gedung ada kerangka, dinding, atap, genting, dan lain-lain. Semua yang ada sudah terbangun, tetapi hanya lantainya yang perlu dibangun sekarang ini. Dalam hal ini, lantai yang akan dibuat dengan ukuran adukan semen berapa yang di inginkan. Kapasitas dan ketahanan dari lantai tersebut berapa lama? Dari philosofi tersebut, maka kita akan dapat berangkat membangun suatu rumusan kompetensi perencana yang akan dibuat.

4. Dr. Guspika, MBA

Untuk spesialisasi/kekhususan, sekarang namanya keahlian, bukan spesialisasi lagi. Diklat Perencana yang ada sekarang ini, akan disesuaikan dengan kebutuhan dan keahlian Perencana. Sedangkan keahlian perencana itu terdapat pada jenjang Perencana Madya dan Perencana Utama. Ada 3 (tiga) bidang keahlian perencana, yaitu:

1. Keahlian Perencana di Bidang Ekonomi, meliputi: (a) Fiskal/ Keuangan Negara; (b) Moneter; (c) Investasi; (d) Tenaga Kerja; (e) Perdagangan; (f) Pertanian; (g) Industri; (h) Usaha Kecil Menengah (UKM); (i) Pariwisata ; dan (j) Sumber Daya Alam;

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-23-

Page 24: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

2. Keahlian Perencana di Bidang Sosial (dan Budaya), meliputi: (a) Politik; (b) Hukum; (c) Pendidikan; (d) Kependudukan; (e) Budaya; (f) Kesehatan; (g) Birokrasi; (h) Kesejahteraan Sosial; (i) Administrasi Negara; dan (j) Antropologi;

3. Keahlian Perencana di Bidang Spasial (Tata Ruang), meliputi: (a) Transportasi; (b) Infrastruktur; (c) Pertanahan; (d) Tata Ruang; (e) Perencanaan Kota; (f) Perencanaan Wilayah; dan (g) Lingkungan.

Dengan perubahan konstelasi tersebut, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional) ditambah dengan Undang-undang mengenai otonomi daerah. Analisis kebijakan publik sangat penting dalam menyusun rencana itu sendiri.

Berdasarkan penyelenggara diklat antara materi yang diberikan dengan konsep-konsep agar dikurangi, hal demikian merupakan kesepakatan yang dihasilkan pada forum TOT selama 2 (dua) kali. Para Perencana dalam melakanakan pendidikan dan pelatihan harus lebih banyak diberikan studi kasus, hal ini lebih praktis dibandingkan dengan teori-teori. Jadi dalam workshop ini dapat disimpulkan, bahwa kurikulum yang sedang berjalan harus diperbaik.

Untuk merubah kurikulum tersebut, berdasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia, mengenai: Kajian Kompetensi Tenaga Perencana Pemerintah Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional/Daerah. Menyelaraskan bahan-bahan yang lama sebagai rumusan kompetensi disesuaikan dalam pelatihan. Bagaimana merumuskan kompetensi itu?

Berkaitan dengan tanggung jawab seorang Perencana, jenjang Perencana Pertama hanya sebagai pendukung. Dalam tabel dibawah ini, Perencana Pertama tidak memiliki tanggung jawab khusus atau suatu output rencana yang sifatnya kolektif. Artinya, dapat disimpulkan bahwa tugas Perencana Pertama adalah: mendukung seluruh kegiatan pekerjaan perencana yang ditanggungjawabi oleh Perencana Muda, Madya, dan Utama. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-24-

Page 25: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Daftar Tanggung Jawab Pekerjaan Perencan Per Jenjang

OUTPUT MUDA MADYA UTAMA

Kebijakan Strategis:a. Jangka Panjangb. Jangka Menengahc. Jangka Pendekd. Makroe. Regionalf. Sektoral

Program Strategis:a. Jangka Panjangb. Jangka Menengahc. Makrod. Regionale. Sektoral

Proyek:a. Multi Sektorb. Sektor Tunggalc. Kawasan

Sumber: Laporan Akhir: Kajian Kompetensi Tenaga Perencana Pemerinah Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan, hal. 14

Kompetensi adalah karakteristik/kemampuan yang digunakan untuk mencapai tujuan kerja yang telah ditetapkan, meliputi: aspek pengetahuan keahlian/skills, dan sikap (Green, 1999: Dubois, 1993).

Kompetensi (pengetahuan, keahlian dan sikap) seorang Perenca-na berbeda kompetensinya sesuai dengan tanggung jawab setiap Peren-cana dalam hal: Analisis Wilayah Daerah, Administrasi Publik, Peren-canaan Spasial, dan Konsep serta Teknik Perencanaan. Berikut ini adalah gambar mengenai re-klasifikasi.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-25-

Page 26: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Re-klasifikasi butir kegiatan perencana di atas dijelaskan sebagai berikut:

a. Perencana Pertama , melakukan kegiatan: (1)Identifikasi Masalah;(2)Pengumpulan Data Skunder;(3)Dukungan Proses Proses Pengkajian Alternatif;(4)Dukungan Pengendalian Pelaksanaan; (5)Dukungan Penilaian Pelaksanaan;

b. Perencana Muda , melakukan kegiatan:(1) Analisis Data;(2) Pengumpulan Data Primer;(3) Perumusan Alternatif Kebijakan;(4) Penyusunan Rencana Kebijakan/Program Strategis Tahunan; (5) Penyusunan Rencana Kebijakan/Program Strategis Regional; (6) Penyusunan Rencana Kegiatan (Project) Sektor Tunggal; dan (7) Penilaian Pelaksanaan Rencana Tahunan;

c. Perencana Madya , malakukan kegiatan:(1) Penyusunan dan Pengujian Model;

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-26-

Page 27: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

(2) Penyusunan Rencana Kebijakan/Program Strategis Jangka Menengah;

(3) Penyusunan Rencana Kebijakan/Program Sektoral;(4) Penyusunan Rencana Kegiatan (Project) Multi Sektor;(5) Pengendalian Pelaksanaan; dan(6) Penilaian Pelaksanaan Rencana Janka Panjang;

d. Perencana Utama , melakukan kegiatan:(1) Penyesuaian dan Penentuan Alternatif;(2) Penyusunan Rencana Kebijakan/Program Strategis Jangka

Panjang;(3) Penyususnan Rencana Kegiatan/Program Strategis Makro; (4) Penyusunan Rencana Kegiatan (Project) Kawasan;(5) Pengendalian Pelaksanaan; dan(6) Penilaian Pelaksanaan Rencana Jangka Panjang.

Teori Perencanaan (Planning Theory) yang harus dikuasai oleh seorang Perencana ada 3 (tiga) hal penting, yaitu:

1. Theory of Planning , menjelaskan prinsip-prinsip, prosedur dan langkah-langkah normatif yang seharusnya/sebaiknya dijalankan dalam proses perencanaan, untuk menghasilkan outputs dan outcames yang efektif.

2. Theory in Planning, merupakan teori subtantive dari berbagai pilihan ilmu yang relevan dengan Bidang Perencanaan.

3. Theory for Planning, menjelaskan prinsip-prinsip etika, nilai dan moral yang menjadi pertimbangan bagi para Perencana di dalam menjalankan perannya.

Planning Theories and Practices: (1) Planning System and Process – SPPN; (2) Starategic Management; (3) Managing Public Policy Process; (4) Planning and Budgeting System and Process; (5) Public Accountability System and Reporting.

Technical Theories in Planning: (1) Ilmu-ilmu dalam Bidang Keahlian Perencana Ekonomi; (2) Ilmu-ilmu dalam Bidang Keahlian Perencanaan Sosial dan Budaya; (3) Ilmu-ilmu dalam Bidang Keahlian Perencanaan Fisik atau Spasial (Keruangan).

Behavioral Theories for Planning: (1) Philosopy and Ethics; (2) Development Paradigms; (3) Globalization; (4) Leadership Paradigms; (5) Models of and System Thinking.

5. Drs. I Nyoman Sunata, M.Pd

Berkaitan dengan penyusunan RPJM, maka di daerah sangat membutuhkan Bintek-bintek dalam konteks Perencanan Makro dan Sektoral. Untuk menentukan prioritas di daerah, maka daerah harus mengacu kepada prioritas nasional. Dalam hal ini diharapkan dalam

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-27-

Page 28: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

perencanaan makro terdapat di Bappenas, sedangkan perencanaan mikro berada di daerah-daerah. Untuk pelaksanaan tersebut pendekatannya pada PP No. 19 Tahun 2010 yang mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan serta Kedudukan Gubernur.

6. Prof. Dr. Warsito Utomo

Berkaitan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini harus dirubah dahulu. Dari latar belakang ini berkembang diskursus tentang perlu tidaknya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dari pendapat yang berkembang, terdapat 2 (dua) pihak yang berbeda tajam. Ada pihak yang berpendapat Undang-undang itu tidak perlu diubah, akan tetapi hanya perlu dimaksimalkan pelaksanaannya. Pada kelompok ini terutama dimotori para penyusun Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Dipihak lain, pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD), melihat pentingnya penyempurnaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Penyempurnaan Undang-undang tentang Otonomi Daerah itu antara lain dilatarbelakangi banyaknya permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah yang tidak dapat tertampung dalam Undang-undang tersebut. Bahkan ditengarai masalah implementasi yang bersumber pada pasal-pasal tertentu di dalam Undang-undang tersebut. Paling tidak ada 4 (empat) alasan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-undang tersebut, yaitu: (a) Pertama, adanya dugaan bahwa Undang-undang tersebut disusun dengan konsep yang kurang matang; (b) Kedua, secara Yuridis, TAP MPR No. IV/2000 memberikan rekomendasi pada pemerintah untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah; (c) Ketiga, surat dari Komisi II DPR yang meminta pada Menteri Dalam Negeri untuk membuat tim kecil guna mengkaji perubahan Undang-undang tersebut; (d) Keempat, pengalaman pelaksanaan otonomi daerah selama ini membuktikan banyak permasalahan yang muncul. Menyikapi akan pertentangan yang berkembang selama ini perlu tidaknya perubahan Undang-undang tersebut maka perlu diingat akan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Bahwa sejak awal disadari, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu cara untuk mempercepat proses demokratisasi yang selama masa pemerintahan Orde Baru bisa dikatakan terhenti. Keinginan untuk mempercepat proses demokratisasi ini dilakukan dengan memperkuat desentralisasi, meningkatkan partisipasi masyarakat, dengan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak perlu diragukan lagi, bahwa berdasarkan pandangan historis, politis, konstitutional, struktural maupun teknis oprasional, kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah dalam

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-28-

Page 29: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia merupakan pilihan yang tepat atas pertimbangan kondisi geografis Indonesia yang luas dan menyebar serta potensi karaktristik yang berbeda-beda antar wilayah.

Ada 7 (tujuh) elemen dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah, secara teoritis, untuk mampu menjalankan fungsinya secara optimal, antara lain: (1) Pertama, adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan ini merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri; (2) Kedua, adanya kelembagaan yang merupakan tempat (wadah) dari otonomi yang diserahkan kepada daerah. (3) Ketiga, adanya personil yang mempunyai tugas untuk menjalankan pelaksanaan otonomi daerah yang bersangkutan; (4) Keempat, adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah; (5) Kelima, adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil rakyat yang telah mendapat legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah; (6) Keenam, adanya Manajemen Pelayanan Publik agar dapat berjalan secara efisien, efektif, ekonomis, dan akuntabel; dan (7) Ketujuh, adanya pembinaan, pengawasan, supervisi, monitoring evaluasi yang efektif dan efisien. Dari ketujuh elemen tersebut, maka secara terintegrasi membentuk suatu sistem yang disebut Pemerintahan Daerah.

Maka hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah akan tercermin dalam ketujuh elemen tersebut, sehingga dengan pendekatan tersebut akan dapat menjelaskan sinergi antara pemain di daerah dan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan sesuai dengan konsepsinya masing-masing. Secara mendasar, hubung-an antara pemerintah pusat dan daerah dituangkan dalam suatu peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Dan di dalam mengatur hubungan tersebut haruslah memperhatikan aspirasi dari daerah sehingga tercipta suatu sinergi antara kepentingan pusat dan daerah.

Tanggung jawab terakhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah ini merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat, karena eksternalitas atau dampak akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara. Oleh karena itu, dalam kerangka otonomi daerah peran Pemerintah Pusat lebih banyak bersifat menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring evaluasi, kontrol dan pemberdayaan, sehingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sebaliknya, peran daerah akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Untuk melaksanakan otonominya, maka daerah berwewenang membuat kebijakan daerah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan per-undangan yang lebih tinggi.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-29-

Page 30: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Elemen kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan merupakan salah satu faktor yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Setelah diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999, sebagian besar daerah telah melakukan penataan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sesuai dengan Undang-undang tersebut. Pemerintah Pusat pun telah melakukan verifikasi dan pengakuan atas kewenangan dan pengaturan serta pengurusan urusan pemerintah yang diajukan daerah. Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 itu, terjadinya friksi dan konflik antar tingkatan pemerintah berkenaan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terutama akibat belum diselaraskannya peraturan perundang-undangan sektoral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 Undang-undang tersebut.

Contoh konkret permasalahan yang muncul adalah friksi antara Pusat dan Daerah dalam masalah kewenangan pengaturan dan pengurusan urusan pemerintahan bidang pertanahan, pelabuhan laut, udara, otorita, kehutanan, perkebunan, pertambangan, dan pengelolaan sumber daya nasional yang ada di daerah. Di sisi lain, Departemen Sektoral di Pusat juga berpegangan pada Undang-undang sektoral masing-masing. Sebagai contoh Departemen Kehutanan berpegang pada Undang-undang No. 41 Tahun 1999 yang mengatur kewenangan kehutanan. Permasalahan akan timbul bila subtansi kewenangan pada Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dengan Undang-undang No. 41 Tahun 1999 berbeda pengaturannya. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 dikeluarkan lebih belakang dibandingakan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Dari hasil pengamatan yang lebih mendalam, maka konflik kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menghasilkan sumber penerimaan yang akan cenderung bermasalah, sedangkan kewenangan lain yang kurang menghasilkan penerimaan dan atau memerlukan biaya cenderung dihindari. Friksi pada dasarnya berpangkal dari siapa yang mempunyai kewenangan secara hukum atas hal yang disengketakan tersebut. Ada kecenderungan bahwa motif utama yang mendorong perebutan itu bukanlah persoalan untuk memberikan pelayanan masyarakat pada hal yang disengketakan. Namun lebih pada bagaimana menguasai sumber-sumber pendapatan yang dihasilkan dari kewenangan yang disengketak-an tesebut. Daerah menganggap bahwa dengan adanya otonomi luas maka kebutuhan uang mereka menjadi tidak terbatas, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terbatas sehingga hal tersebut menarik untuk menambah sumber-sumber penerimaan dan penguasaan objek-objek yang dapat menghasilkan tambahan penerimaan daerah.

Di sisi lain, Pusat berpendapat bahwa objek tersebut menyangkut kepentingan nasional, sehingga dianggap perlu untuk penguasaan Pusat atas objek tersebut. Daerah berpegangan pada

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-30-

Page 31: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

Pasal 7 (1), Pasal 11 dan Pasal 119 dari Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan Pusat berpegangan pada Pasal 7 (2) sebagai kewenangan atas sumber-sumber perekonomian nasional.

Maka dari gambaran tersebut di atas, sangat jelas adanya kontradiksi dalam tataran normatif terutama kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam perekonomian negara menjadi domain kewenangan bidang lain yang menjadi kewenangan Pusat. Sedangkan Pasal 119 (1) menyatakan bahwa kewenangan kabupaten/kota berlaku juga di kawasan otorita, kawasan pariwisata, kawasan jalan bebas hambatan dan kawasan lain yang sejenis. Departemen sektoral berpegang pada Pasal 7 (2) ditambah dengan Undang-undang yang mengatur sektor itu sendiri, sedangkan daerah berpegang pada Pasal 119 (1) Undang-undang No. 22 Tahun 1999, sebagai contoh kasus hanyalah satu dari sekian banyak kontradiksi yang muncul akibat penafsiran yang berbeda terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Jadi dari ilustrasi dan bayangan itu menggambarkan bahwa Undang-undang No. 22 Tahun 1999 harus diubah untuk mendukung pelaksanaan perumusan kompetensi perencana yang diperbaharui.

7. Dr. Ir. Boy Kombaitan, M.Sc

Berkaitan dengan pemikiran-pemikiran Pak Warsito, maka SK MENPAN No. 16/M.PAN/3/2001 tentang Jabatan Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya, dapat diperbaharui dari konsep-konsep yang ada disesuaikan dengan aturan yang dibuat oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesi.

8. Haryanto, SE, MA

Dalam menyelaraskan unit-unit kompetensi, maka para tenaga ahli harus memberikan masukan pada setiap materi yang ada.

9. Drs. Urbanus R. M., S.Si

Apakah Bidang Keahlian sudah dimulai dari Perencana Muda dan sudah Final?

10. Hera Susanti, SE, M.Sc

Untuk unit-unit dalam menyelaraskan unit-unit kompetensi lainya harus diinformasikan ke dalam tim.

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-31-

Page 32: Wahyu Ris Indarko, S.Sos, MA, MPA

Teknik Penyusunan Rumusan Kompetensi Profesi Perencana

VI. LATIHAN PERUMUSAN KOMPETENSI

Dalam pelatihan ini sebagai acuan penetapan standar kompetensi adalah Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Contohnya:

PERENCANA MUDA

Judul Unit Kompetensi: Pengumpulan Data Primer

Diskripsi Unit Kompetensi: Mampu Mengumpulkan Data Langsung Dari Sumbernya

Elemen Kompetensi:a. Identifikasi Jenis Data Primer;b. Menetapkan Responden;c. Menetapkan Metodologi Pengumpulan Data;d. Menyusun Instrumen Pengumpulan Data;

Kriteria Unit KerjaTeridentifikasi Jenis Data Primer

Batasan Variabel

Pembagian Tugas kerja dalam menyusun rumusan Kompetesi ini, sebagai berikut:

UTAMAGuspikaNuki

MADYA Wahyu Ris I.I Nyoman S.

Wiwit K.Urbanus

Rita M.Watty K. R.

MUDAEko Slamet SuratmanJadid Malawi

PERTAMADodi SulistioEko Widji Purwanto

Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana-32-

LEVELLEVEL

BIDANG KEAHLIANBIDANG KEAHLIAN

EKONOMIEKONOMI SOSIALSOSIAL SPASIALSPASIAL