voluntary national review (vnr) tujuan...

14
DRAF 5 APRIL 2017 1 VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUJUAN 1: MENGAKHIRI KEMISKINAN DALAM SEGALA BENTUK DIMANAPUN Laporan ini berisikan tentang perkembangan pencapaian berbagai indikator tujuan 1, mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk. Pembahasan hanya difokuskan pada beberapa indikator penting seperti tingkat kemiskinan ekstrim, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, proporsi peserta jaminan kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan indikator lainnya. Selain itu diuraikan pula tentang berbagai inisiatif dan capaian signifikan, emerging issues serta pembelajaran. I. ANALISIS TREND DAN KEBERHASILAN A. Mengentaskan Kemiskinan Hasil upaya Pemerintah Indonesia dalam mengakhiri kemiskinan, dapat dilihat dari tingkat kemiskinan yang terus menurun dalam dasawarsa terakhir. Berdasarkan pengukuran kemiskinan Bank Dunia yang menggunakan pendekatan Purchasing Power Parity 1 (PPP), sekitar 8,8% penduduk Indonesia hidup di bawah US$ 1,25 per kapita per hari pada tahun 2015 (Gambar 1). Selain itu bila menggunakan Garis Kemiskinan Nasional 2 , terdapat 10,7% atau 27,76 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2016 (Gambar 2). Namun, laju penurunan kemiskinan pada 3 tahun terakhir mengalami perlambatan yang mengindikasikan perlunya kerja yang lebih keras untuk mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar 7- 8%. Gambar 1.1. Perkembangan Pengurangan Kemiskinan Ekstrim 2006-2015 Sumber: Bank Dunia Gambar 1.2. Perkembangan Pengurangan Kemiskinan Berdasarkan Garis Kemiskinan Nasional, 2006-2016 Sumber : BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret) Meskipun laju penurunan kemiskinan melambat, tingkat kesejahteraan penduduk miskin membaik. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) menurun dari 3,43 pada tahun 2006 menjadi 1,74 pada tahun 2016, mengindikasikan kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin kecil. Begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) yang menurun dari 1,00 pada tahun 2006 menjadi 0,44 pada September tahun 2016. Hal ini mengindikasikan semakin mengecilnya distribusi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (Gambar 3). 1 PPP dengan batas US$ 1.25 yang sama/flat mulai dari periode 2006-2015 2 Garis Kemiskinan (GK) Nasional yang digunakan sesuai dengan perkembangan GK di setiap tahun 28.32 23.52 22.66 19.48 17.08 14.85 12.93 11.21 9.73 8.80 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 PPP US$ 1.25 17.75 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 11.96 11.37 11.25 11.22 10.86 10.70 7.55 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Maret 2016 Sept 2016 Persentase Penduduk Miskin (%) Target

Upload: dinhngoc

Post on 10-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

1

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR)

TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUJUAN 1:

MENGAKHIRI KEMISKINAN DALAM SEGALA BENTUK

DIMANAPUN

Laporan ini berisikan tentang perkembangan pencapaian berbagai indikator tujuan 1, mengakhiri

kemiskinan dalam segala bentuk. Pembahasan hanya difokuskan pada beberapa indikator penting

seperti tingkat kemiskinan ekstrim, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan

nasional, proporsi peserta jaminan kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

indikator lainnya. Selain itu diuraikan pula tentang berbagai inisiatif dan capaian signifikan, emerging

issues serta pembelajaran.

I. ANALISIS TREND DAN KEBERHASILAN A. Mengentaskan Kemiskinan

Hasil upaya Pemerintah Indonesia dalam mengakhiri kemiskinan, dapat dilihat dari tingkat

kemiskinan yang terus menurun dalam dasawarsa terakhir. Berdasarkan pengukuran kemiskinan Bank

Dunia yang menggunakan pendekatan Purchasing Power Parity 1(PPP), sekitar 8,8% penduduk

Indonesia hidup di bawah US$ 1,25 per kapita per hari pada tahun 2015 (Gambar 1). Selain itu bila

menggunakan Garis Kemiskinan Nasional2, terdapat 10,7% atau 27,76 juta penduduk yang hidup di

bawah garis kemiskinan pada tahun 2016 (Gambar 2). Namun, laju penurunan kemiskinan pada 3

tahun terakhir mengalami perlambatan yang mengindikasikan perlunya kerja yang lebih keras untuk

mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar 7-

8%.

Gambar 1.1. Perkembangan Pengurangan

Kemiskinan Ekstrim 2006-2015

Sumber: Bank Dunia

Gambar 1.2. Perkembangan Pengurangan

Kemiskinan Berdasarkan Garis Kemiskinan

Nasional, 2006-2016

Sumber : BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret)

Meskipun laju penurunan kemiskinan melambat, tingkat kesejahteraan penduduk miskin membaik.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006 menjadi 1,74 pada tahun

2016, mengindikasikan kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis

kemiskinan semakin kecil. Begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang menurun dari

1,00 pada tahun 2006 menjadi 0,44 pada September tahun 2016. Hal ini mengindikasikan semakin

mengecilnya distribusi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (Gambar 3).

1 PPP dengan batas US$ 1.25 yang sama/flat mulai dari periode 2006-2015 2 Garis Kemiskinan (GK) Nasional yang digunakan sesuai dengan perkembangan GK di setiap tahun

28.32

23.52 22.66

19.4817.08

14.8512.93

11.219.73 8.80

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

PPP US$ 1.25

17.7516.58

15.4214.15

13.3312.49 11.96 11.37 11.25 11.22 10.86 10.70

7.55

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

Mar

et 2

016

Sep

t 2

01

6

Persentase Penduduk Miskin (%)

Target

Page 2: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

2

Gambar 1.3. Tingkat Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Periode 2006-2016

Sumber: BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret)

Disparitas laju penurunan kemiskinan antarwilayah masih menjadi tantangan berat karena laju

penurunan kemiskinan terjadi secara tidak merata. Masih cukup banyak daerah yang memiliki tingkat

kemiskinan di atas rata-rata nasional. Beberapa provinsi di wilayah Indonesia Timur memiliki tingkat

kemiskinan cukup tinggi, seperti Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Secara

umum, kemiskinan di wilayah perdesaan lebih tinggi dari wilayah perkotaan.

Gambar 1.4. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Berdasarkan Provinsi

Sumber: BPS, Susenas (Angka September 2016)

Hal ini diikuti oleh ketimpangan yang melebar antar kelompok pendapatan. Perkembangan gini rasio

Indonesia pada periode 2006-2016 menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.

Gambar 1.5. Gini Rasio Perkotaan, Pedesaan, dan Total pada Periode 2006-2016

Sumber: BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret)

B. Upaya Perlindungan Sosial

Strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia dalam RPJMN 2015-2019 bertumpu pada 3

pilar, yaitu perlindungan sosial yang komprehensif, peningkatan pelayanan dasar, dan

penghidupan berkelanjutan. Sejalan dengan pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN), pada tahun 2014 Pemerintah mulai melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Mulai pertengahan tahun 2015, dilaksanakan 4 program lainnya melengkapi SJSN, yaitu jaminan

3.43 2.99 2.77 2.50 2.21 2.08 1.88 1.75 1.75 1.97 1.94 1.741.00 0.84 0.76 0.68 0.58 0.55 0.47 0.43 0.44 0.53 0.53 0.44

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

Mar

et

20

16

Sep

t 2

01

6

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

3.7

5

4.1

5

4.5

2

5.0

4

5.3

6

5.3

6

5.8

4

6.0

0

6.4

1

6.9

9

7.1

4

7.6

7

8.0

0

8.2

0

8.3

7

8.7

7

9.2

4

10

.27

10

.70

11

.19

11

.85

12

.77

13

.10

13

.19

13

.39

13

.86

14

.09

16

.02

16

.43

17

.03

17

.63

19

.26

22

.01

24

.88

28

.40

Jaka

rta

Bal

i

Kal

sel

Kep

Bab

el

Ban

ten

Kal

ten

g

Kep

Ria

u

Kal

tim

Mal

ut

Kal

tara

Sum

bar

Ria

u

Kal

bar

Sulu

t

Jam

bi

Jab

ar

Suls

el

Sum

ut

Ind

on

esia

Sulb

ar

Jati

m

Sult

ra

DIY

Jate

ng

Sum

sel

Lam

pu

ng

Sult

eng

NTB

Ace

h

Ben

gku

lu

Go

ron

talo

Mal

uku

NTT

Pap

ua

Bar

at

Pap

ua

Pe

rse

nta

se (%

)

0.350

0.374 0.369 0.3620.382

0.422 0.425 0.431 0.428 0.4280.410 0.409

0.276

0.302 0.3040.288

0.315

0.3400.330

0.320 0.3190.334 0.327

0.316

0.3570.376 0.371

0.3570.378

0.41 0.41 0.413 0.406 0.4080.397 0.394

0.230

0.280

0.330

0.380

0.430

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Maret2016

Sept 2016

Perkotaan Perdesaan Total

Page 3: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

3

kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Sejalan dengan itu,

beberapa program lainnya juga mendukung keberhasilan pengurangan kemiskinan, antara lain:

Perluasan Kepesertaan Jaminan Kesehatan

Proporsi penduduk yang tercakup dalam JKN melalui penerbitan Kartu Indonesia Sehat (KIS)

terus meningkat dari 51,8% pada tahun 2014 menjadi 66,4% pada akhir 2016. Cakupan tersebut

tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah penduduk miskin dan rentan

sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pada tahun 2016, jumlah PBI mencapai sekitar 36% dari

total penduduk.

Gambar 1.6. Perkembangan Kepesertaan JKN, 2014-2016

Sumber: BPJS Kesehatan, 2016

Perluasan Cakupan Program Bantuan Sosial Bagi Penduduk Miskin

Untuk mengurangi beban penduduk miskin, pelaksanaan program bantuan sosial bagi penduduk

miskin dan rentan diperluas melalui komplementaritas program dan integrasi satu kartu. Dengan

hal tersebut, pelaksanan bantuan sosial dapat lebih tepat sasaran dan efektif untuk meningkatkan

kesejahteraan penduduk. Upaya ini diawali dengan pengembangan Basis Data Terpadu (BDT),

yang berisi data by name by address 40% penduduk dengan tingkat kesejahteraan terendah.

Pengintegrasian bantuan sosial dimulai bagi penerima bantuan tunai bersyarat atau Program

Keluarga Harapan (PKH) dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) melalui Kartu Keluarga

Sejahtera (KKS). Untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima PKH yang terdiri dari

anak balita dan usia sekolah, serta ibu hamil, penyandang disabilitas berat dan lanjut usia terlantar

(>70 tahun), dilaksanakan Family Development Session (FDS) setiap bulannya. Pelatihan FDS

terdiri atas modul parenting education, perlindungan anak, pola hidup sehat, dan pengelolaan

keuangan keluarga.

Gambar 1.7. Perkembangan Jumlah Peserta dan Alokasi Anggaran PKH

Sumber: Kementerian Sosial, Laporan Berbagai Tahun

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

Miskin danRentan

PekerjaFormal

PekerjaInformal dan

Bukan Pekerja

JaminanKesehatan

Daerah

Total

86.4

21.35.5 3.7

117.0

86.4

24.313.9 8.8

113.4

87.8

37.919.9

11.2

156.8

91.1

41.024.4

15.4

171.9

Jum

lah

(Ju

ta O

ran

g)

Jan 2014

Des 2014

Des 2015

Des 2016

508.0 767.6 923.9 929.4 1,282.2 1,867.0

3,536.0 5,548.0

6,471.0

10,039.0

0.4 0.6 0.7 0.8

1,052.2 1,492.5

2,326.5 2,797.8

3,500.0

6,000.0

-

2,000.0

4,000.0

6,000.0

8,000.0

10,000.0

12,000.0

-

1,000.0

2,000.0

3,000.0

4,000.0

5,000.0

6,000.0

7,000.0

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Alo

kasi

An

ggar

an (M

ilyar

)

Cak

up

an K

PM

(R

ibu

)

Alokasi Anggaran (Milyar) Cakupan KPM (Ribu)

Page 4: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

4

Untuk memastikan kecukupan gizi, Pemerintah menyalurkan subsidi beras sejahtera (Rastra)

sebanyak 15 kg/bulan/keluarga bagi 15,5 juta Keluarga miskin dan rentan. Secara bertahap Rastra

dialihkan menjadi BPNT agar keluarga miskin dan rentan dapat membeli pangan tidak hanya

beras, namun juga pangan bergizi lainnya seperti gula, minyak, tepung dan telor di e-warong lokal

yang menjadi agen bank. Tahun 2017 BPNT dilaksanakan di 44 kota, pada tahun 2018 akan

diperluas ke seluruh kota dan sebagian besar kabupaten.

Selain itu, untuk meningkatkan kondisi ekonomi penduduk miskin Pemerintah memberikan

stimulan modal usaha bagi fakir miskin melalui kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan

Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Program KUBE juga dilengkapi dengan rehabilitasi rumah

tidak layak huni dan perbaikan sarana lingkungan di lokasi yang memerlukan. Khususnya bagi

masyarakat adat di daerah terpencil, diberikan pemberdayaan sosial yang meliputi pemberian

jaminan hidup, bantuan rumah, dan bimbingan sosial.

C. Akses terhadap Pelayanan Dasar

Persalinan di Fasilitas Kesehatan dan Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak

Salah satu upaya kunci mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah memastikan setiap

persalinan dilaksanakan di fasilitas kesehatan. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) menunjukkan peningkatan persalinan di fasilitas kesehatan dari 46% (2007) menjadi

63,2% (2012). Tren peningkatan yang lebih tinggi terjadi pada kelompok 40% penduduk

berpendapatan terbawah, yaitu dari 21,9% (2007) menjadi 42,5% (2012).

Untuk cakupan imunisasi, data SDKI menunjukkan penurunan persentase anak usia 12-23 bulan

yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Cakupan imunisasi dasar lengkap menurut catatan

Kartu Menuju Sehat (KMS) turun dari 73,3% (2007) menjadi 66,7% (2012). Hal serupa terjadi

pada 40% penduduk berpendapatan terbawah, cakupan menurun dari 68,1% (2007) menjadi

59,7% pada tahun 2012. Jika dibandingkan dengan kelompok berpendapatan tertinggi, capaian

tersebut menunjukkan masih terjadinya ketimpangan akses terhadap pelayanan kesehatan.

Gambar 1.8. Capaian Persalinan di Fasilitas Kesehatan dan Imunisasi Dasar Lengkap

Sumber: BPS, SDKI (2007 dan 2012)

Prevalensi Penggunaan Metode Kontrasepsi (CPR) Semua Cara Pada Pasangan Usia Subur

(PUS) Usia 15-49 Tahun Yang Berstatus Kawin

Prevalensi pemakaian kontrasepsi (contraceptive prevalence rate/CPR) semua cara pada

masyarakat miskin dan rentan (kesejahteraan 40% terendah) mengalami penurunan dari 64,53%

pada tahun 2015 menjadi 64,28% pada tahun 2016. Dalam upaya meningkatkan layanan

kesehatan reproduksi, perlu dilakukan edukasi mengenai manfaat pemakaian kontrasepsi bagi

masyarakat miskin dan rentan.

21.9

46.1

83.3

68.1

73.3

79.2

42.5

63.2

88.1

59.7

66.7

73.3

0 20 40 60 80 100

Kelompok 40% penduduk berpendapatan terbawah

Rata-rata nasional

Kelompok penduduk berpendapatan tertinggi

Kelompok 40% penduduk berpendapatan terbawah

Rata-rata nasional

Kelompok penduduk berpendapatan tertinggi

Per

sen

tase

pe

rsal

inan

di

fasi

litas

kese

hat

an

Per

sen

tase

anak

usi

a 1

2-

23

bu

lan

yan

gm

end

apat

imu

nis

asi

das

ar le

ngk

ap

2007 2012

Page 5: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

5

Gambar 1.9. Angka Pemakaian Kontrasepsi Semua Cara pada Pasangan

Usia Subur dengan Tingkat Kesejahteraan 40% Terendah

Sumber: BPS, Susenas

Peningkatan Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak dan Berkelanjutan

Akses terhadap layanan sumber air minum layak senantiasa ditingkatkan. Masyarakat miskin dan

rentan (kesejahteraan 40% terendah) yang telah memperoleh air minum layak mengalami

peningkatan dari 61,57% pada tahun 2015 menjadi 61,94% pada tahun 2016.

Gambar 1.10. Akses Terhadap Air Minum Layak pada Kelompok Masyarakat

dengan Tingkat Kesejahteraan 40% Terendah

Sumber : BPS, Susenas

Peningkatan Akses Terhadap Layanan Sanitasi Layak

Akses sanitasi layak pada kelompok masyarakat miskin dan rentan mengalami peningkatan dari

47,76% pada tahun 2015 menjadi 54,12% pada tahun 2016. Pemerintah menargetkan pelayanan

sanitasi layak kepada masyarakat terpenuhi 100% pada tahun 2019.

Gambar 1.11. Akses Sanitasi Layak Berdasarkan pada Kelompok Masyarakat dengan

Tingkat Kesejahteraan 40% Terendah

Sumber: BPS, Susenas

Persentase Rumah Tangga Kumuh Perkotaan

Terjadi penurunan persentase rumah tangga kumuh perkotaan berdasarkan tingkat kesejahteraan

40% terendah (miskin dan rentan) dari 12,60% pada tahun 2015 menjadi 10,53% pada tahun

2016.

64.53

64.28

63.70

64.20

64.70

2015 2016P

erse

nta

se (

%)

61.57

61.94

61.0

61.5

62.0

2015 2016

Per

sen

tase

(%

)

47.76

54.12

40

45

50

55

2015 2016

Per

sen

tase

(%

)

Page 6: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

6

Gambar 1.12. Persentase Rumah Tangga Kumuh Perkotaan

dengan Tingkat Kesejahteraan 40% Terendah

Sumber: BPS, Susenas

Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) Perempuan/Laki-laki

Rasio angka partisipasi murni perempuan/laki-laki di Sekolah Dasar (SD) pada kelompok

masyarakat miskin dan rentan di tahun 2016 mengalami penurunan menjadi 99,93%. Sedangkan

angka partisipasi murni perempuan/laki-laki di Sekolah Menengah Pertama (SMP) meningkat

menjadi 107,93%, menunjukkan terjadi peningkatan jumlah murid perempuan dibandingkan laki-

laki di jenjang SMP. Begitu juga angka partisipasi murni perempuan/laki-laki di Sekolah

Menengah Atas (SMA) meningkat menjadi 112,19%, menunjukkan terjadi peningkatan jumlah

murid perempuan dibandingkan laki-laki di jenjang SMA.

Gambar 1.13. Rasio Angka Partisipasi Murni pada Murid Perempuan/Laki-laki dengan

Tingkat Kesejahteraan 40% Terendah

Sumber: BPS, Susenas

Kepemilikan Akta Kelahiran

Untuk memastikan akses layanan dasar, kepemilikan akta kelahiran terus ditingkatkan. Pada

tahun 2016, cakupan kepemilikan akta lahir penduduk usia 0-17 tahun untuk penduduk dengan

tingkat kesejahteraan terendah masih perlu terus diupayakan. Beberapa upaya khusus yang

dilakukan untuk mendorong kepemilikian akta kelahiran terutama di daerah tertinggal antara lain

dengan mengadakan edukasi, pengadilan keliling, dan melengkapi kerangka regulasi.

Gambar 1.14. Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun dengan Kepemilikan Akta Kelahiran

Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

Sumber: BPS, Susenas Maret 2016

12.60

10.53

910111213

2015 2016

Per

sen

tase

(%

)

100.43

105.78107.44

99.93

107.93112.19

9497

100103106109112

SD/MI/sederajat SMP/MTs/sederajat SMA/MA/sederajat

2015 2016

70.378.0

83.388.2 93.9

0

20

40

60

80

100

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

Page 7: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

7

Akses Sumber Penerangan

Antara tahun 2015 dan 2016 terjadi peningkatan persentase rumah tangga miskin dan rentan

(kesejahteraan 40% terendah) terhadap akses sumber penerangan dari 95,74% menjadi 96,22%.

Meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap penerangan akan memperbaiki kualitas hidup

mereka.

Gambar 1.15. Persentase Rumah Tangga Miskin dan Rentan yang Sumber

Penerangan Utamanya Listrik baik dari PLN dan Bukan PLN

Sumber: BPS, Susenas

D. Membangun Ketahanan Masyarakat Miskin dan Rentan terhadap Bencana

Pelayanan Dasar Kepada Korban Bencana

Rumah tangga miskin cenderung rentan dalam menghadapi dampak bencana dan untuk

tinggal dan bekerja di daerah yang berisiko terkena bencana. Daerah dengan kepadatan penduduk miskin yang tinggi memiliki frekuensi terjadinya bencana yang tinggi. Kelompok

dengan mata pencaharian yang bergantung pada cuaca dan iklim yang memiliki dampak risiko

bencana paling tinggi (seperti El Nino/kekeringan) sebagian besarnya adalah rumah tangga

miskin seperti buruh tani, produsen tanaman pangan, dan nelayan skala kecil.

Bantuan pemerintah kepada korban bencana alam khususnya kelompok masyarakat miskin dan

rentan (kesejahteraan 40% terendah) meningkat dari 66.625 korban jiwa pada tahun 2010

menjadi 200.000 korban jiwa pada tahun 2014. Begitu juga dengan jumlah petugas

penanggulangan bencana meningkat dari 5.310 orang pada tahun 2010 menjadi 5.740

orang pada tahun 2014.

Gambar 1.16. Pelayanan Dasar Kepada Korban Bencana Alam

Sumber: Kementerian Sosial, Laporan Tahunan

Sedangkan, bantuan pemerintah kepada korban bencana sosial diantaranya berupa

bantuan kedaruratan dan pemulihan sosial meningkat dari 6.700 jiwa pada tahun 2010

menjadi 20.569 jiwa pada tahun 2014 (Gambar 17.a). Dalam pelaksanaan pemenuhan

pelayanan dasar korban bencana sosial di lokasi bencana, tidak terlepas dari dukungan

SDM relawan sosial Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan tenaga pelopor yang tangguh

dan berkomitmen tinggi. Pembentukan dan pelatihan tenaga pelopor meningkat dari 100

orang pada tahun 2010 menjadi 295 orang pada tahun 2014 (Gambar 17.b).

95.74

96.22

95.5

96.0

96.5

2015 2016

Per

sen

tase

(%

)

66,625

200,000

Korban bencana alam yang dibantu dandilayani (Jiwa)

2010 2014

5,310

5,740

Pemantapan petugas penanggulanganbencana (Orang)

2010 2014

(a)

(b)

Page 8: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

8

Gambar 1.17. Pelayanan Dasar Kepada Korban Bencana Sosial

Sumber: Kementerian Sosial, Laporan Tahunan

II. TANTANGAN DAN CARA MENGATASI TANTANGAN

Selain pencapaian di atas, masih dijumpai beberapa tantangan dalam pengurangan kemiskinan.

Beberapa tantangan dan langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

1. Basis Data Terpadu (BDT) sebagai acuan kepesertaan program penanggulangan

kemiskinan belum optimal. Hal ini disebabkan antara lain perubahan tingkat kesejahteraan

rumah tangga yang sangat dinamis, mekanisme pemutakhiran belum sistematis, dan BDT belum

dimanfaatkan oleh seluruh stakeholder pelaksana program kemiskinan. Langkah perbaikan yang

dilakukan antara lain mengembangkan skema Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) dan

mekanisme pendaftaran mandiri (MPM) dengan melibatkan pemerintah daerah.

2. Disparitas Pencapaian Sasaran Penanggulangan Kemiskinan Antar Daerah. Keberadaan

dan kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan yang belum merata menyebabkan

perencanaan di daerah belum pro-poor sesuai dengan kondisi daerah. Langkah perbaikan yang

dilakukan antara lain mengembangkan kelembagaan dan peningkatan kapasitas penanggulangan

kemiskinan melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), serta

sinkronisasi dan harmonisasi target penanggulangan kemiskinan di dokumen perencanaan.

3. Disparitas Pencapaian Sasaran Penanggulangan Kemiskinan Antar Daerah. Keberadaan

dan kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan yang belum kuat sehingga target dalam

dokumen perencanaan tidak tercapai. Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain melakukan

inovasi dalam mengatasi kerentanan, kemiskinan dan ketimpangan melalui intensifikasi program

penanggulangan kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan, dan pengembangan program yang

bertujuan meningkatkan kapasitas kerja kelompok miskin dan rentan.

4. Pembangunan Perdesaan yang belum sepenuhnya terarah. Beberapa permasalahan

mencakup anggaran dana desa cukup besar dan cenderung meningkat setiap tahun, formulasi

alokasi dana desa menghasilkan distribusi yang timpang antar wilayah. Selain itu pemanfaatan

Dana Desa belum memiliki rencana induk yang jelas dengan outcome jangka panjang yang

terukur, serta kualitas pendampingan yang relatif minimal. Langkah perbaikan yang dilakukan

antara lain mengintegrasikan Dana Desa sebagai bagian dari upaya pembangunan perdesaan,

reformulasi alokasi dana desa agar sesuai dengan kebutuhan wilayah, penyusunan kerangka

induk dan outcome jangka panjang dalam pemanfaatan dana desa, serta peningkatan keberadaan

dan kualitas pendamping desa melalui seleksi dan pelatihan yang terstruktur.

5. Insiatif upaya penangulangan kemiskinan yang berbasis pada peningkatan pendapatan

masih rendah. Beberapa masalah mencakup program perlindungan sosial hanya mampu

mancakup kurang dari 30% total pengeluaran rumah tangga miskin. Di sisi lain peningkatan yang

signifikan berpotensi menciptakan ketergantungan rumah tangga miskin dan rentan jika tidak di

imbangi dengan program peningkatan pendapatan. Aspek peningkatan kapasitas kerja bagi

kelompok miskin dan rentan sangat penting untuk meningkatkan pendapatan (seperti: akses

pekerjaan, usaha, pembiayaan dan kemampuan). Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain

peningkatan kapasitas kerja bagi kelompok muda dan kelompok perempuan, pendampingan dan

pelatihan oleh penyuluh pertanian (produksi dan pemasaran), akses pembiayaan modal UMKM

6,700

20,569

2010 2014

Bantuan Kedaruratan danPemulihan Sosial (Jiwa)

100

295

2010 2014

Pembentukan dan Pelatihan TenagaPelopor (Orang)

(a) (b)

Page 9: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

9

dan pertanian, memperkuat input produksi: supply chain diperkotaan dan akses pupuk, benih dan

obat-obatan, program fokus pada keunggulan wilayah, meningkatkan produktivitas sektor

industri sebagai sektor penyerapan tenaga kerja diwilayah perkotaan, pengembangan agroindustri

di wilayah perdesaan, dan Program Nasional Keuangan Inkusif yang menjamin sistem keuangan

yang berfungsi baik menjangkau setiap individu.

6. Efektivitas Pelaksanaan program perlindungan sosial untuk rumah tangga/keluarga miskin dan rentan masih terkendala di beberapa aspek diantaranya BDT belum menjadi

sumber data penetapan sasaran, rendahnya tingkat komplementaritas penerima manfaat program,

dan pelaksanaan program yang belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan dan rancangan program.

Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain menyempurnakan pelaksanaan program

perlindungan sosial untuk keluarga miskin dan rentan, mengintegrasikan sasaran penerima

manfaat program menggunakan BDT, meningkatkan komplementaritas penerima manfaat

program dengan menggunakan BDT sebagai data penetapan sasaran, dan perbaikan pelaksanaan

program disesuikan dengan tujuan dan rancangan program.

7. Koordinasi Kelembagaan Program yang masih belum terintegrasi. Kelembagaan pelaksana

program yang berbeda berpotensi tidak terintegrasi dan saling melengkapi antar program, seperti

KIP/BSM: Kemendikbud/Kemenag, KIS/JKN: Kemenkses, dan PKH, Rastra: Kemensos.

Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain integrasi kelembagaan pelaksana program untuk

Konsolidasi program nasional penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan yang

mengintegrasikan program perlindungan sosial (pendekatan pengeluaran), Kelembagaan strategis

penanggulangan kemiskinan bertanggungjawab penuh kepada presiden/wakil presiden, dan

Kepesertaan dan tingkat kolektabilitas iuran pekerja sektor informal yang masih rendah.

8. Edukasi, inovasi pendaftaran, pengumpulan iuran, dan pembayaran manfaat/klaim yang belum efektif dan memudahkan perluasan kepesertaan PBI. Langkah perbaikan yang dilakukan

perlu didukung dengan database yang up-to-date dan targeting yang akurat, perbaikan

infrastruktur kesehatan dan upaya mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat,

serta pengembangan strategi komunikasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran

masyarakat akan pentingnya imunisasi.

III. INOVASI DAN UPAYA PENTING PENCAPAIAN TUJUAN

1. Turunnya persentase penduduk di bawah garis kemiskinan nasional dengan sasaran penurunan

kemiskinan 7-8% pada tahun 2019, serta pengembangan Indeks Kemiskinan Multidimensi.

2. Di bidang kesehatan telah dilaksanakan konsep universal coverage, meliputi:

a) Pemberian jaminan kesehatan bagi penduduk miskin yang iurannya dibayarkan pemerintah

sebagai peserta program jaminan kesehatan. Target cakupan PBI di tahun 2016 adalah 36%

dari total penduduk, dan akan mencapai 40% penduduk pada tahun 2019.

b) Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan dan Kementerian/Lembaga lain melakukan

verifikasi validasi data PBI setiap 6 bulan sekali, yang hasilnya ditetapkan melalui peraturan

menteri sosial.

c) Konsep Universal Health Coverage yang diterapkan tidak semata-mata hanya perlindungan

terhadap biaya kesehatan untuk seluruh masyarakat namun juga peningkatan akses pelayanan

dan kualitas pelayanan.

3. Peningkatan Pelayanan Kesehatan bagi Ibu meliputi:

a. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diimplementasikan mulai tahun 2011 untuk

menyediakan pelayanan gratis untuk wanita hamil yang tidak mempunyai asuransi kesehatan

Pada tahun 2016 ruang lingkup Jampersal mencakup pembiayaan rumah tunggu kehamilan,

biaya operasional ibu hamil, tenaga kesehatan dan pendamping, serta biaya transportasi, yang

disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik.

b. Persalinan di fasilitas kesehatan (faskes) mencakup persalinan di Rumah Sakit/Rumah Sakit

Bersalin, Klinik/Bidan/Praktek Dokter, Puskesmas/Pustu/Polindes. Upaya yang dilakukan

pemerintah dalam mendorong ibu hamil agar bersalin di faskes yaitu dengan melakukan

program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dan Kelas Ibu Hamil.

Page 10: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

10

Pemerintah juga telah memfasilitasi masyarakat di daerah yang sulit akses dengan

menyediakan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk

menunggu waktu kelahiran jika rumahnya jauh dari faskes.

c. Terkait dengan indikator kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur (PUS), Kemenkes bekerja

sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) untuk

melakukan konseling terhadap ibu hamil agar melakukan program Keluarga Berencana (KB)

pasca persalinan dan juga remaja putri melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

4. Peningkatan Pelayanan Dasar Imunisasi Dasar Lengkap meliputi:

a) Pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak usia hingga 1 tahun yang terdiri atas DPT (3

kali), Polio (4 kali), campak (1 kali), BCG (1 kali), dan hepatitis B (4 kali).

b) Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional, Kampanye Campak Polio dan Gerakan

Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization (GAIN-UCI).

c) Penyediaan vaksin secara gratis untuk diberikan ke puskesmas. Program pendekatan keluarga

merupakan salah satu bentuk upaya menjaring masyarakat dengan melakukan kunjungan

keluarga bagi keluarga dengan balita yang tidak datang ke puskesmas untuk imunisasi. Bagi

kabupaten yang mempunyai daerah-daerah sulit dijangkau, pelayanan imunisasi dilakukan

pendekatan SOS, yaitu pelayanan imunisasi minimal 4 kali dalam setahun.

5. Penempatan tenaga kesehatan strategis melalui penugasan khusus dan juga berbasis tim

(Nusantara Sehat) untuk memenuhi kebutuhan SDM kesehatan terutama di daerah tertinggal,

perbatasan dan kepulauan (DTPK).

6. Pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan dukungan psikososial bagi korban bencana. Untuk

memberikan rasa aman, mengurangi reaksi-reaksi emosional yang tidak menyenangkan seta

mempersiapkan untuk pengkodisian kembali ke situasi normal dan rutinitas diberikan pelayanan

dukungan psikososial oleh pendamping yang terlatih.

7. Perlindungan sosial yang terintegrasi bagi penerima bantuan PKH untuk mempercepat

pengentasan kemiskinan melalui bantuan sosial dan subsidi tepat sasaran melalui penyaluran

tunai (reguler) dan non tunai melalui e Warong KUBe PKH dan Agen bank Lakupandai.

8. Verifikasi dan Validasi Basis Data Terpadu:

a) Perluasan pelaksanaan metode pemutakhiran basis data terpadu melalui sistem layanan dan

rujukan terpadu serta metode pemutakhiran mandiri guna menjamin efektifitas dan efisiensi

pelaksanan program penanggulangan kemiskinan.

b) Penguatan mekanisme pendampingan di daerah secara berkesinambungan, melalui

peningkatan ketersediaan fasilitas pendukung dan kapasitas SDM dan sertifikasi pekerja

sosial yang akan melakukan pemutakhiran data.

c) Penyelarasan kebijakan satu kartu dan akun bantuan sosial dengan kebijakan data

kependudukan (NIK) yang akurat, kelengkapan dokumen identitas hukum agar penduduk

miskin dapat mengakses pendidikan, kesehatan, layanan kesejahteraan sosial, dan

perlindungan hukum.

9. Perluasan pelayanan dasar melalui peningkatan ketersediaan infrastruktur dan sarana serta

pengembangan dan penguatan sistem penyediaan layanan dasar.

10. Peningkatan efektivitas koordinasi kebijakan dan implementasi program penanggulangan

kemiskinan melalui TKPKD.

IV. EMERGING ISSUES

1. Indeks Kemiskinan Multidimensi (Multidimentional Poverty Index/MPI)

a) Kebutuhan MPI

Perkembangan studi tentang kemiskinan mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Pada

tahun 2010, United National Development Program (UNDP) dan Oxford Poverty and Human

Development Initiative (OPHI) telah merumuskan suatu pengukuran baru mengenai kemiskinan

yaitu melalui Multidimensional Poverty Index (MPI). MPI pertama kali muncul pada laporan

Human Development Report (HDR) Tahun 2010. Metode ini digunakan guna melengkapi

Page 11: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

11

pengukuran kemiskinan yang selama ini ada dengan pendekatan kebutuhan dasar (pendekatan

moneter). Beberapa keunggulan dari MPI seperti yang disebutkan pada Alkire dan Seth (2009)

diantaranya adalah:

cocok dan tepat diterapkan pada data ordinal atau data yang bersifat kategorik;

fokus pada kemiskinan dan deprivasi, memperlakukan setiap dimensi secara independen

terhadap dimensi lain tanpa mengasumsikan substitutabilitas antar dimensi;

fleksibel untuk menerapkan pembobot yang setimbang atau berbeda pada dimensi yang

berbeda tergantung pada kepentingan relatifnya;

robust dalam mengidentifikasi individu termiskin dari penduduk miskin dengan menaikkan

aggregate cutoff point;

informatif bagi kebijakan karena mampu menunjukkan dimensi apa yang dominan

mempengaruhi kemiskinan multidimensi pada wilayah/penduduk tertentu.

MPI melihat struktur kemiskinan secara lebih luas bukan sekedar pengeluaran atau konsumsi tapi

mendefiniskan secara multidimensi seperti keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan

dan kualitas hidup.

b) Gagasan yang Sudah Ada

Pada tahun 2015, Perkumpulan Prakarsa, suatu lembaga penelitian di Indonesia telah melakukan

suatu kajian dalam menghitung kemiskinan multidimensi dengan menggunakan data Survei

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2012-2014. Dalam mengukur MPI, Prakarsa

menggunakan tiga dimensi, yaitu:

1. Dimensi kesehatan dengan variabel sanitasi, air bersih, akses pada layanan kesehatan

maternali serta asupan gizi seimbang pada anak Balita,

2. Dimensi pendidikan dengan variabel Keberlangsungan pendidikan, melek huruf serta akses

layanan pendidikan Prasekolah,

3. imensi Standar Hidup dengan variabel Sumber penerangan, Bahan Bakar untuk memasak,

Atap Lantai dinding, serta kepemilikan rumah.

c) Pengembangan Metode

Dalam MPI global yang dikembangkan oleh OPHI, cakupan dimensi terdiri dari tiga yaitu

dimensi kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup (Gambar 1). Namun demikian, kondisi ini

dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara terutama terkait dengan ketersediaan

data di negara tersebut. Untuk pengukuran MPI Indonesia, perlu dilakukan suatu kajian dalam

menggunakan metode ini terkait indikator atau variabel apa yang akan digunakan, bagaimana

penentuan threshold untuk masing-masing indikator/variabel, serta bagaimana menentukan bobot

di masing-masing dimensi dan indikator/variabel. Tabel 1 menjelaskan beberapa

indikator/variabel menurut dimensinya, serta threshold dan besarnya bobot yang dapat dijadikan

sebagai alternatif dalam pengukuran MPI di Indonesia.

Gambar 1.18. Dimensi dan Indikator MPI Global

Page 12: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

12

Tabel 1.1. Dimensi dan Indikator MPI Indonesia (Alternatif)

DIMENSI INDIKATOR THRESHOLD (Rumah Tangga Miskin jika) BOBOT

Kesehatan

dan Nutrisi

Konsumsi kalori Konsumsi kalori rumah tangga perhari kurang

dari 70% AKG 1/6

Konsumsi protein Konsumsi protein rumahtangga per hari kurang

dari 80 % AKG 1/6

Pendidikan

Lama sekolah Tidak ada anggota rumahtangga yang

menempuh pendidikan 6 tahun atau lebih 1/9

Partisipasi sekolah Terdapat anak usia 7 sampai 18 tahun yang

tidak bersekolah 1/9

Angka melek huruf Tidak ada anggota rumah tangga 15 tahun

keatas yang bisa baca tulis 1/9

Kualitas

Kehidupan

Sanitasi layak Tidak menggunakan sanitasil ayak 1/18

Air bersih Tidak mempunyai akses air minum bersih 1/18

Bahan bakar untuk memasak Bahan bakar yang digunakan kayubakar/arang/

briket 1/18

Sumber penerangan Tidak mempunyai akses listrik 1/18

Kepemilikan aset Tidak punya asset lebih dari satu, kecuali

mobil 1/18

Luas lantai perkapita Luas lantai perkapita kurang dari 7,2 m2 1/18

Sumber data: Susenas

2. Kemiskinan Anak

Kemiskinan anak menjadi isu yang semakin penting bagi strategi pengurangan kemiskinan di

Indonesia. Anak-anak yang berada di keluarga miskin terdeprivasi dalam berbagai macam dimensi

kehidupan yang membuat tumbuhkembang mereka tidak optimal. Hal ini dapat menyebabkan

generasi muda Indonesia menjadi kurang produktif dan memiliki kapasitas yang rendah sehingga

kalah bersaing dengan tenaga kerja negara-negara lain. Walaupun Pemerintah telah melakukan

berbagai program perlindungan sosial untuk mendorong ketersediaan layanan dasar terhadap semua

anak di Indonesia, anak dari keluarga miskin masih menghadapi hambatan dalam mengakses layanan

dasar tersebut.

Pada 2009, tingkat kemiskinan anak yang diukur berdasarkan garis kemiskinan nasional mencapai

17%. Sementara pengukuran dengan garis kemiskinan 1,25 USD menunjukan tingkat kemiskinan

anak mencapai 22%. Tren kemiskinan anak cenderung mengalami penurunan selama periode 2009-

2012. Pada 2012, tingkat kemiskinan anak turun dari 17% (2009) menjadi 14% (2012). Dengan

menggunakan garis kemiskinan 1,25 USD untuk periode yang sama, terjadi penurunan tingkat

kemiskinan sebesar 7% (dari 22% menjadi 15%). Tingkat kemiskinan anak di perkotaan relatif lebih

kecil dibandingkan dengan anak di perdesaan ketika garis kemiskinan nasional menjadi acuan

pengukuran (13% di perkotaan dan 21% di perdesaan pada 2009; 11% di perkotaan dan 18% di

perdesaan pada 2012).

Gambar 1.19. Tingkat Kemiskinan Anak

Sumber: BPS dan Bank Dunia

Permasalahan yang dihadapi oleh anak tidak hanya sebatas kemiskinan dalam aspek moneter.

Kebutuhan anak berbeda dari orang dewasa karena mereka berada dalam masa tumbuhkembang.

1722

14 15 13

21

11

18

05

10152025

Garis kemiskinannasional

PPP US$ 1.25 Perkotaan Perdesaan

Nasional Lokasi

Pre

sen

tase

(%

)

2009 2012 2009 2012

Page 13: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

13

Karena itu, diperlukan pengukuran kesejahteraan anak dari berbagai dimensi kehidupan untuk

memahami kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh anak. Pada 2013, 40% dari populasi anak

tidak memiliki akses terhadap sistem sanitasi yang layak. Selain itu, sebagian anak juga mengalami

kesulitan dalam akses terhadap air bersih (12%) dan hunian (sekitar 40% anak tinggal di hunian dari

material yang tidak layak). Tingkat putus sekolah untuk anak usia 15-17 tahun relatif lebih tinggi,

mencapai 25%. Dari total populasi anak pada 2013, hanya sekitar 8% anak yang tidak teredeprivasi

dalam dimensi kehidupan apapun. Satu dari tiga orang di Indonesia setidaknya terdeprivasi pada salah

satu dimensi kehidupan. Sementara itu, sekitar sepertiga dari populasi anak di Indonesia mengalami

deprivasi di tiga atau lebih dimensi kehidupan secara simultan.

V. PEMBELAJARAN 1. Pengembangan Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial

Salah satu tantangan utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah mengidentifikasi

kelompok sasaran penerima manfaat program sesuai dengan kriteria dan tujuan program.

Ketepatan sasaran program akan berdampak langsung terhadap keberhasilan pencapaian tujuan

penanggulangan kemiskinan dan kerentanan. Untuk meningkatkan ketepatan sasaran program,

ketersediaan suatu basis data calon penerima manfaat program menjadi sangat penting.

BDT dikembangkan berdasarkan pertimbangan pentingnya ketersediaan basis data untuk

penetapan sasaran program perlindungan sosial. Pemerintah mengembangkan BDT yang

berisikan informasi nama, alamat dan karakteristik yang mecakup sekitar 40% rumah tangga

dengan status sosial ekonomi terendah. Data awal rumah tangga yang digunakan dalam

pengembangan BDT dihimpun melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011

oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data PPLS 2011 ini kemudian diolah lebih lanjut

menggunakan metodologi ilmiah dan selaras dengan praktik terbaik internasional menjadi BDT

untuk penentuan sasaran Program Perlindungan Sosial.

Gambar 1.20. Perbandingan Penetapan Sasaran Sebelum dan Sesudah Pengembangan

Basis Data Terpadu

Sumber: TNP2K

Pengembangan basis data terpadu mendorong penajaman dan komplementaritas antar program.

Dengan menggunakan BDT, penetapan sasaran program penanggulangan kemiskinan dan

perlindungan sosial menjadi lebih terfokus pada kelompok sasaran yang sama. Kementerian dan

lembaga pelaksana program dapat memanfaatkan BDT sesuai dengan kebutuhan program.

Selanjutnya sasaran ditetapkan berdasarkan data yang terdapat dalam BDT sesuai dengan kriteria

yang dirumuskan.

Pada tahun 2015 telah dilakukan pemutakhiran BDT dengan tujuan untuk mempertajam

ketepatan sasaran melalui pemutakhiran informasi rumah tangga dan individu agar dapat

meminimalkan kekurang akuratan penetapan sasaran serta berupaya menjangkau rumah tangga

miskin yang belum tercakup dalam BDT. Kegiatan utama PBDT 2015 adalah memperoleh

informasi terkini rumah tangga dan individu yang dapat digunakan sebagai basis penetapan

Page 14: VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006

DRAF 5 APRIL 2017

14

sasaran kepesertaan program-program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan pada

skala nasional dan daerah.

Hingga saat ini BDT telah di akses oleh 21 kementerian dan lembaga, dengan 56 akses diberikan.

Selain itu, BDT juga telah diakses oleh 31 provinsi dan 308 kabupaten kota dengan akses

diberikan masing-masing sejumlah 65 dan 513 akses data. Masyarakat secara umum juga dapat

memperoleh akses melalui website yang disediakan oleh pengelola BDT, meskipun data yang

tersedia untuk masyarakat umum dibatasi. Saat ini, pengelolaan BDT dilakukan secara bersama

antara TNP2K dan Kementerian Sosial.

2. Upaya Pemerintah dalam Membantu Rumah Tangga Pasca Penyesuaian Harga BBM:

Bantuan Langsung Tanpa Syarat

Kebijakan Pemerintah untuk menyehatkan perekonomian dengan mengurangi subsidi Bahan

Bakar Minyak (BBM) berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat, utamanya

Rumah Tangga miskin dan rentan. Untuk itu Pemerintah mempersiapkan langkah-langkah

antisipatif guna mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat

berpenghasilan rendah dengan menyiapkan program bantuan langsung tanpa syarat yang

merupakan bagian dari kompensasi jangka pendek.

3. Program Keluarga Harapan (PKH)

PKH adalah program bantuan tunai bersyarat (Conditional Cash Transfer) kepada keluarga

miskin. PKH mencakup keluarga miskin yang memenuhi kriteria: (1) Memiliki anak usia 0-6

tahun; (2) Memiliki anak di bawah usia 21 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar 12

tahun; dan (3) Memiliki ibu hamil/nifas. PKH mewajibkan Keluarga Penerima Manfaat untuk

memeriksakan kesehatan Ibu hamil dan memberikan imunisasi dan pemantauan tumbuh

kembang anak, termasuk menyekolahkan anak-anak. Tujuan dari hal ini adalah agar terjadi

perubahan perilaku RTSM/ KSM untuk memperdulikan pendidikan dan kesehatan anak-anak.

Perubahan tersebut diharapkan dapat berdampak pada berkurangnya anak usia sekolah RTSM/

KSM yang bekerja.

Mulai tahun 2016, komponen bantuan ditambahkan bagi penyandang disabilitas dan lansia di

atas 70 tahun yang berada di dalam keluarga PKH. Bantuan bagi penyandang disabilitas dan

lanjut usia tersebut dimaksudkan untuk meringankan beban ekonomi keluarga, sekaligus

memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosial

penyandang disabiltas dan lanjut usia.