volume 28 edit cetak

40
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010 1 Pengaruh Ketebalan terhadap Sifat Optik Lapisan Semikonduktor Cu 2 O yang Dideposisikan dengan Metode Chemical Bath Deposition (CBD) GERALD ENSANG TIMUDA Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang, Indonesia E-MAIL : [email protected] AKHIRUDDIN MADDU Departemen Fisika – FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Indonesia INTISARI : Semikonduktor Cu 2 O telah dipertimbangkan sebagai material yang digunakan untuk membuat sel surya dengan biaya rendah dan mudah dibuat dengan metode sederhana seperti Chemical Bath Deposition (CBD). Telah dilakukan pelapisan semikonduktor Cu 2 O di atas gelas preparat dengan metode CBD. Ketebalan lapisan memberikan pengaruh terhadap beberapa sifat optik material antara lain absorbansi, transmitansi dan konstanta peredaman. Semakin tebal lapisan akan menyebabkan nilai absorbansi dan konstanta peredaman semakin besar, dan nilai transmitansi semakin kecil. Pendugaan band gap menggunakan kurva (αhυ) 2 vs. menunjukkan bahwa sampel semikonduktor Cu 2 O bernilai sekitar 2,35 eV yang bersesuaian dengan penelitian sebelumnya. KATA KUNCI : semikonduktor Cu 2 O, chemical bath deposition (CBD), absorbansi, transmitansi, optical band gap ABSTRACT : Cu 2 O semiconductor material has been considered as the material used to build solar cell with low cost and easy to make using simple method such as chemical bath deposition (CBD). Coating of the semiconductor has been made on glass substrate with this method. The thickness of the film influence several optical characteristics such as absorbance, transmittance and attenuation constant. The thicker the film resulting in the value of absorbance and attenuation constant became bigger, and the value of transmittance became smaller. The band gap estimation using (αhυ) 2 vs. hυ curve shows that the band gap of the samples are about 2.35 eV, in accordance to the previous research. KEYWORDS : semiconductor Cu 2 O, chemical bath deposition (CBD), absorbance, transmittance, optical band gap. 1 PENDAHULUAN Kebutuhan manusia akan energi sangat besar, cadangan minyak bumi diperkirakan akan habis dalam abad ini. Kebutuhan energi di bumi diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam 50 tahun ini, sehingga akan terjadi kekurangan energi yang besar, kecuali energi terbaharukan bisa menutupi kekurangan pokok yang ditinggalkan oleh bahan bakar fosil (minyak bumi). Untungnya, pasokan energi dari matahari ke bumi sangat besar : 3 x 10 24 Joule setahun atau sekitar 10.000 kali konsumsi populasi global saat ini. Dengan kata lain, andaikan kita dapat menutupi 0,1% permukaan bumi dengan sel surya yang memiliki efisiensi 10%, maka kebutuhan energi saat ini akan terpenuhi.[1] Karena itulah, studi tentang sel surya selalu menarik untuk dipelajari. Semikonduktor Cuprous Oxide, Cu 2 O, merupakan salah satu semikonduktor paling ‘tua’ yang pernah dikenal. Semikonduktor ini telah dipertimbangkan sebagai material yang menjanjikan untuk pembuatan aplikasi sel surya dengan biaya rendah.[2] Sebagai material sel surya, cuprous oxide memiliki keuntungan biaya pembuatan yang rendah dan ketersediaan yang tinggi. Khususnya, karena ia mudah dihasilkan dari tembaga, dan karenanya, merupakan salah satu material semikonduktor yang paling ‘tidak mahal’ dan paling tersedia untuk sel surya. Cuprous oxide memiliki band gap sekitar 2,0 eV yang merupakan rentang yang bisa diterima untuk konversi energi surya, karena semua semikonduktor dengan band gap antara 1 eV dan 2 eV adalah material yang disukai untuk sel photovoltaic[2]. Karakterisasi optik merupakan salah satu metode karakterisasi yang digunakan pada material, terutama material semikonduktor. Beberapa sifat optik yang berguna bisa didapatkan dari karakterisasi optik ini, antara lain absorbansi, transmitansi, koefisien peredaman, dan band gap. Penentuan nilai band gap merupakan salah satu langkah penting karena menjadi salah satu parameter utama dalam menentukan aplikasi yang sesuai untuk suatu material semikonduktor. 2. METODOLOGI Lapisan semikonduktor Cu 2 O ditumbuhkan pada substrat gelas preparat. Tiga buah gelas preparat dibersihkan dengan membasuhnya menggunakan air aquades, mencelupkannya ke dalam larutan H 2 SO 4 1M selama + 10 menit dan membilasnya menggunakan air aquades. Larutan NaOH 1M sebanyak 100 ml disiapkan ke dalam gelas pyrex, yang kemudian disebut larutan A dan dipanaskan sampai + 70 0 C. Larutan

Upload: darupratama

Post on 02-Aug-2015

41 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

1

Pengaruh Ketebalan terhadap Sifat Optik Lapisan Semikonduktor Cu2O yang Dideposisikan dengan Metode Chemical Bath Deposition

(CBD)

GERALD ENSANG TIMUDA

Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang, Indonesia E-MAIL : [email protected]

AKHIRUDDIN MADDU

Departemen Fisika – FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Indonesia

INTISARI : Semikonduktor Cu2O telah dipertimbangkan sebagai material yang digunakan untuk membuat sel surya dengan biaya rendah dan mudah dibuat dengan metode sederhana seperti Chemical Bath Deposition (CBD). Telah dilakukan pelapisan semikonduktor Cu2O di atas gelas preparat dengan metode CBD. Ketebalan lapisan memberikan pengaruh terhadap beberapa sifat optik material antara lain absorbansi, transmitansi dan konstanta peredaman. Semakin tebal lapisan akan menyebabkan nilai absorbansi dan konstanta peredaman semakin besar, dan nilai transmitansi semakin kecil. Pendugaan band gap menggunakan kurva (αhυ)2 vs. hυ menunjukkan bahwa sampel semikonduktor Cu2O bernilai sekitar 2,35 eV yang bersesuaian dengan penelitian sebelumnya. KATA KUNCI : semikonduktor Cu2O, chemical bath deposition (CBD), absorbansi, transmitansi, optical band gap ABSTRACT : Cu2O semiconductor material has been considered as the material used to build solar cell with low cost and easy to make using simple method such as chemical bath deposition (CBD). Coating of the semiconductor has been made on glass substrate with this method. The thickness of the film influence several optical characteristics such as absorbance, transmittance and attenuation constant. The thicker the film resulting in the value of absorbance and attenuation constant became bigger, and the value of transmittance became smaller. The band gap estimation using (αhυ)2 vs. hυ curve shows that the band gap of the samples are about 2.35 eV, in accordance to the previous research. KEYWORDS : semiconductor Cu2O, chemical bath deposition (CBD), absorbance, transmittance, optical band gap. 1 PENDAHULUAN Kebutuhan manusia akan energi sangat besar, cadangan minyak bumi diperkirakan akan habis dalam abad ini. Kebutuhan energi di bumi diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam 50 tahun ini, sehingga akan terjadi kekurangan energi yang besar, kecuali energi terbaharukan bisa menutupi kekurangan pokok yang ditinggalkan oleh bahan bakar fosil (minyak bumi). Untungnya, pasokan energi dari matahari ke bumi sangat besar : 3 x 1024 Joule setahun atau sekitar 10.000 kali konsumsi populasi global saat ini. Dengan kata lain, andaikan kita dapat menutupi 0,1% permukaan bumi dengan sel surya yang memiliki efisiensi 10%, maka kebutuhan energi saat ini akan terpenuhi.[1] Karena itulah, studi tentang sel surya selalu menarik untuk dipelajari. Semikonduktor Cuprous Oxide, Cu2O, merupakan salah satu semikonduktor paling ‘tua’ yang pernah dikenal. Semikonduktor ini telah dipertimbangkan sebagai material yang menjanjikan untuk pembuatan aplikasi sel surya dengan biaya rendah.[2] Sebagai material sel surya, cuprous oxide memiliki keuntungan biaya pembuatan yang rendah dan ketersediaan yang tinggi. Khususnya, karena ia mudah dihasilkan dari tembaga, dan karenanya, merupakan salah satu material semikonduktor yang paling ‘tidak mahal’ dan paling tersedia untuk sel surya. Cuprous oxide memiliki band gap sekitar 2,0 eV yang merupakan rentang yang bisa diterima untuk konversi energi surya, karena semua semikonduktor dengan band gap antara 1 eV dan 2 eV adalah material yang disukai untuk sel photovoltaic[2]. Karakterisasi optik merupakan salah satu metode karakterisasi yang digunakan pada material, terutama material semikonduktor. Beberapa sifat optik yang berguna bisa didapatkan dari karakterisasi optik ini, antara lain absorbansi, transmitansi, koefisien peredaman, dan band gap. Penentuan nilai band gap merupakan salah satu langkah penting karena menjadi salah satu parameter utama dalam menentukan aplikasi yang sesuai untuk suatu material semikonduktor. 2. METODOLOGI Lapisan semikonduktor Cu2O ditumbuhkan pada substrat gelas preparat. Tiga buah gelas preparat dibersihkan dengan membasuhnya menggunakan air aquades, mencelupkannya ke dalam larutan H2SO4 1M selama + 10 menit dan membilasnya menggunakan air aquades. Larutan NaOH 1M sebanyak 100 ml disiapkan ke dalam gelas pyrex, yang kemudian disebut larutan A dan dipanaskan sampai + 70 0C. Larutan

Page 2: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

2

B, yaitu larutan kompleks tembaga tiosulfat (3Cu2S2O3.2Na2S2O3),[8] disiapkan dengan mencampur 1 M natrium tiosulfat (Na2S2O3) sebanyak 125 ml dengan 1 M larutan tembaga sulfat (CuSO4) sebanyak 25 ml. Hasil dari percampuran ini diencerkan dengan air aquades sebanyak 250 ml.[7] Setengah dari larutan B dipergunakan untuk deposisi. Proses deposisi dilakukan dengan mencelupkan ketiga gelas preparat yang telah dibersihkan secara bergantian ke dalam larutan A selama + 20 detik dan larutan B selama + 20 detik tanpa ada jeda waktu antara kedua pencelupan. Dengan melakukan langkah ini berarti 1 siklus telah dlakukan (Gambar 1). Percobaan dilakukan dengan mengulang siklus sebanyak 10 x untuk sampel 1, 20 x untuk sampel 2, dan 30 x untuk sampel 3. Semakin banyak pencelupan, semakin tebal lapisan yang terbentuk. Tiap pencelupan sebanyak 10 siklus, ketebalan bertambah sebesar ≈ 0,15 µm.[8] Sehingga, akan didapatkan sampel dengan urutan ketebalan sebagai berikut: ketebalan lapisan sampel 1 < ketebalan lapisan sampel 2 < ketebalan lapisan sampel 3. Penelitian sifat optik dilakukan dengan melewatkan sumber cahaya polikromatis (putih) ke lapisan semikonduktor, kemudian menangkap cahaya yang ditransmisikan dengan serat optik untuk kemudian diteruskan dan diolah oleh spektrofotometer Ocean Optic USB 2000. Spektrofotometer ini terhubung ke komputer sehingga melalui perangkat lunak khusus, data bisa diekstrak dan diolah lebih lanjut menggunakan Microsoft Office Excell (Gambar 2). Prosedur pengambilan data adalah pertama kali merekam data intensitas referensi (I0), yang dalam hal ini adalah intensitas transmisi gelas preparat, kemudian merekam data intensitas gelap/background (ID) dan terakhir merekam data intensitas transmisi sampel (I). Nilai absorbansi (A) ditentukan berdasarkan persamaan:[6,10,12]

D

D

IIII

A 0log (1)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Absorbansi

Secara umum nilai absorbansi untuk semua sampel menurun untuk panjang gelombang yang lebih besar, yang merupakan karakteristik penyerapan pada semikonduktor Cu2O. Semakin tebal sampel, terjadi kenaikan nilai absorbansi pada semua panjang gelombang (Gambar 3). Hal ini dikarenakan semakin tebal sampel berarti semakin banyak lapisan yang terbentuk, sehingga semakin banyak molekul Cu2O yang terlibat dalam proses penyerapan cahaya tampak. Sehingga, nilai absorbansi (untuk penyerapan pada panjang gelombang yang sama) akan lebih besar pada sampel yang lebih tebal. Pada pengamatan absorbansi pada panjang gelombang 650 nm, dilakukan perbandingan nilai absorbansi untuk kesemua sampel. Dengan mengambil sampel 1 sebagai acuan, didapatkan kenaikan relatif nilai absorbansi sampel 2 sebesar 308,33% dan sampel 3 sebesar 527,08 % (Tabel 1).

3.2. Transmitansi

Transmitansi (T) merupakan perbandingan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan (dilewatkan)

oleh sampel dibandingkan dengan intensitas referensi. Nilai transmitansi bisa pula diturunkan dari nilai absorbansi melalui persamaan berikut:[12]

A = – log T (2a) atau

Ocean Optic USB 2000

Sample holder

Gambar 2. Bagan setup karakterisasi optik

Gambar 1. Bagan Chemical Bath Deposition

Page 3: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

3

T = 10 –A. (2b)

Dengan menggunakan Persamaan (2b) di atas, didapatkan kurva hubungan antara transmitansi terhadap panjang gelombang seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Secara umum, semakin besar ketebalan lapisan menyebabkan transmitansi menjadi semakin mengecil. Hal ini disebabkan semakin tebal lapisan berarti semakin banyak molekul yang terlibat dalam penyerapan energi cahaya yang diberikan, sehingga semakin sedikit fraksi energi yang bisa dilewatkan. Akibatnya semakin kecil nilai transmitansinya. Pada pengamatan pada panjang gelombang 650 nm, terjadi penurunan nilai transmitansi sampel 2 dan sampel 3 relatif dibandingkan nilai transmitansi pada sampel 1 sebagai acuan (Tabel 2). Pada sampel 2 nilai transmitansi relatif turun menjadi 79,43% transmitansi sampel 1, sedangkan pada sampel 3 nilai transmitansi relatif turun menjadi 62,37% transmitansi sampel 1.

3.3. Konstanta Peredaman Jika gelombang cahaya mengenai suatu material, maka intensitas gelombang cahaya tersebut akan

diredam / mengalami atenuasi pada jarak yang pendek. Amplitudo gelombang akan berkurang secara eksponensial. Pengurangan intensitas ini berbeda untuk material yang berbeda. Contohnya pada logam pengurangannya kuat, tetapi kurang kuat untuk material dielektrik seperti gelas.[5] Salah satu parameter untuk mengetahui efek peredaman tersebut adalah konstanta peredaman. Konstanta peredaman (k) didapatkan melalui persamaan:[5]

4

k (3)

Tabel 2. Perbandingan relatif nilai transmitansi sampel 1,2 dan 3 pada

panjang gelombang 650 nm

Tabel 1. Perbandingan relatif nilai absorbansi sampel 1,2 dan 3 pada panjang

gelombang 650 nm

Gambar 3. Kurva Absorbansi Sampel 1,2 dan 3

Gambar 4. Kurva Transmitansi Sampel 1,2 dan 3

Page 4: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

4

dengan α adalah koefisien absorbsi yang merupakan fungsi terhadap absorbansi (A), yang didapatkan melalui persamaan:[6]

dA /303,2 (4)

dengan d adalah ketebalan lapisan. Dengan menggunakan Persamaan (3) dan (4) di atas, didapat hubungan antara konstanta peredaman terhadap panjang gelombang cahaya yang diterima sampel yang ditampilkan pada Gambar 5. Semakin tebal lapisan membuat konstanta peredaman semakin besar. Hal ini karena semakin tebal lapisan semikonduktor yang terdeposisi menyebabkan semakin banyak molekul yang berperan dalam proses penyerapan cahaya. Sehingga, semakin banyak fraksi energi yang bisa diserap yang tercermin dalam nilai konstanta peredaman yang semakin besar. Pada pengamatan konstanta peredaman pada panjang gelombang 650 nm, terjadi kenaikan nilai konstanta peredaman pada sampel 2 dan 3 dibandingkan sampel 1 sebagai acuan (Tabel 3). Pada sampel 2, nilai konstanta peredaman naik menjadi 308,33% konstanta peredaman sampel 1, sedangkan pada sampel 3 nilai konstanta peredaman menjadi 527,08% nilai konstanta peredaman sampel 1.

3.4. (Optical) Band Gap

Band gap atau pita terlarang adalah daerah energi yang memisahkan level energi konduksi dan valensi dari suatu material semikonduktor.[4] Jika suatu material semikonduktor intrinsik diberi energi yang lebih besar daripada nilai band gap ini maka elektron yang terdapat pada level valensi akan mampu melewati pita terlarang untuk menuju pita konduksi. Pengetahuan tentang nilai band gap ini sangat perlu didapatkan untuk mengetahui seberapa besar energi yang diperlukan untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi menuju pita konduksi. Dengan demikian, aplikasi terbaik untuk material ini bisa didapatkan. Salah satu metode untuk mengetahui nilai band gap adalah dengan menggunakan karakterisasi optik, dengan memanfaatkan kurva hubungan antara (αhυ)2 vs. hυ berdasarkan persamaan:[2,6]

2/)( nEghvAahv (5)

dengan A adalah konstanta dan n adalah bilangan yang bergantung sifat transisi. Dalam hal ini n bernilai 1 yang mengacu pada transisi langsung dari pita valensi ke pita konduksi.[2,6] Dengan mengambil garis linear sehingga berpotongan dengan sunbu X (sumbu hυ) maka dapat dilakukan dugaan terhadap nilai band gap pada titik potong tersebut (Gambar 6). Pada sampel 1, 2 dan 3 nilai dugaan band gap tidak berbeda yaitu sekitar 2,35 eV. Hal ini mengindikasikan tidak terdapatnya pengaruh ketebalan terhadap nilai band gap. Hasil yang didapatkan ini bersesuaian dengan penelitian sebelumnya tentang band gap material semikonduktor Cu2O yaitu sekitar 2 eV; 2,1 eV; 2,2eV; 2,35 eV dan 2,45 eV.[8]

4. KESIMPULAN Ketebalan lapisan memberikan pengaruh terhadap beberapa sifat optik material antara lain absorbansi, transmitansi dan konstanta peredaman. Semakin tebal lapisan akan menyebabkan nilai absorbansi dan

Tabel 3. Perbandingan relatif konstanta peredaman sampel 1,2 dan 3 pada

panjang gelombang 650 nm

Gambar 5. Kurva Konstanta Peredaman Sampel 1,2 dan 3

Page 5: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

5

konstanta peredaman semakin besar dan nilai transmitansi semakin kecil. Sementara itu, nilai dugaan bandgap dari sampel 1, 2 dan 3 bernilai sama, yaitu sekitar 2,35 eV. Jika dibandingkan pada daerah panjang gelombang 650 nm, nilai absorbansi pada sampel 1, 2 dan 3 secara berturut-turut sebesar 0,048; 0,148 (308,33% absorbansi sampel 1) dan 0,253 (527,08% absorbansi sampel 1). Nilai konstanta peredaman pada sampel 1, 2 dan 3 secara berturut-turut sebesar 1,27 x 10-11; 3,92 x 10-11 (308,33 % konstanta peredaman sampel 1) dan 6,67 x 10-11 (527,08% konstanta peredaman sampel 1). Nilai transmitansi sampel 1, 2 dan 3 secara berturut-turut sebesar 89,54%; 71,12% (79,43% transmitansi sampel 1) dan 55,85% (62,37% transmitansi sampel 1).

DAFTAR PUSTAKA [1] M. Gratzel, Nature 414, 338 (2001) [2] V. Georgieva dan A. Tanusevski, BPU-5: Fifth General Conference of the Balkan Physical Union,

Vrjačka Banja, Serbia Montenegro, 2003, hlm. 2311 – 2315. [3] M. Abdullah, Pengantar Nanosains (Penerbit ITB, Bandung, 2009) [4] G. Wolfbauer, The Electrochemistry of Dye Sensitized Solar Cells, their Sensitizers and their Redox

Shuttles (Thesis, Department of Chemistry . Monash University Clayton 3168 Melbourne, Australia), hlm. 9 – 13

[5] R.E. Hummel, Electronic Properties of Materials (Springer Science+ Bussines Inc: Amerika Serikat, 2001), Ed. 3

[6] M.Y. Nadeem dan W. Ahmed, Turk J Phy 24, 651 (2000) [7] P. Petrov et al., Journal of Optoelectronics and Advanced Material 5(5), 1101 (2003) [8] N. Serin, Semicond. Sci. Technol. 20, 398 (2000) [9] M. Ristov et al., Chemical deposition of Cu2O thin film (Elsevier Sequoia, Netherland) [10] USB 2000 Fiber Optic Spectrometer Operating Instructions (Ocean Optic, Inc., USA, 2003) [11] J. Medina-Valtierra et al., Thin Solid Films 460, 58 (2004) [12] H.H. Willard et al., Instrumental Methods of Analysis (Wadsworth Publshing Company: Belmont,

California, Amerika Serikat, 1988), Ed. 7 [13] E. Hecht, Optics (Addison Wesley, San Francisco, Amerika Serikat, 2002), Ed. 4

Gambar 6. Penentuan Band Gap pada Sampel 1,2 dan 3

Page 6: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

6

Nanokristalisasi Superkonduktor Bi2SrCa2Cu3O10+x dan Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+6 dengan Metode Kopresipitasi dan

Pencampuran Basah

HENRY WIDODO

Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek LIPI - Jl. Cisitu Sangkuriang 21/154D Bandung, Indonesia

E-MAIL : [email protected]

DARMINTO Departemen Fisika – FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Arief Rakman Hakim

Surabaya, Indonesia

INTISARI : Telah disintesis nanokristal superkonduktor Bi2Sr2Ca2Cu3O10+ dan Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+ dengan metode kopresipitasi dan pencampuran basah. Sesuai dengan analisis XRD, pembentukan fasa 2223 lebih baik dengan metode pencampuran basah daripada kopresipitasi, hasilnya fraksi volume fasa 2223 tanpa Pb dan doping Pb berturut-turut mencapai 85,80% and 87,57%, setelah sintering pada 8400C selama 8x1jam. Sampel secara bersamaan memiliki Tc = 79,6 K dan 98,3 K; dan ukuran kristal 170,30 nm, 216,47 nm. Sampel juga menunjukkan gejala ferromagnetik untuk fasa 2223 tanpa Pb sedangkan yang doping Pb bersifat paramagnetik. KATA KUNCI : superkonduktor, nanokristal, ferromagnetik. ABSTRACT : Superconducting Bi2Sr2Ca2Cu3O10+ and Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+ nanocrystal have been synthesized using coprecipitation and wet-mixing method. According to XRD analysis on the 2223 phase formation, it was found that the wet-mixing process exihibited a better method than the coprecipitation, resulting in samples without and with Pb doping having volume fraction of 2223 phase exceeding 85,80% and 87,57% respectively, after sintering at 8400C for 8x1hour. The corresponding samples have Tc = 79,6 K and 98,3 K; and crystal size of 170,30 nm, 216,47 nm. Sample also demonstrated a ferromagnetic effort for 2223 phase without Pb while with Pb doping exihibited paramagnetic. KEYWORDS : superconduktor, nanocrystal, ferromagnetic. 1 PENDAHULUAN

Pada tahun 1911 fisikawan Belanda, Heike Kamerling Onnes, menemukan dalam risetnya di laboratorium Leiden menunjukkan bahwa resistivitas dc dari mercury tiba-tiba menurun drastis menuju nol dalam kondisi sampel dibawah 4,2 K, titik leleh dari helium cair. Fenomena ini dinamakannya sebagai superkonduktif. Pada tahun 1930 temperatur kritis tinggi untuk semua logam-logam murni ditemukan dalam Nb, Tc = 9,2 K. Tahun 1933 Meissner dan Ochsenfeld menemukan sifat superkonduktor yang lain yakni diamagnetik sempurna. Mereka mencatat bahwa fluks magnetik dipaksa keluar dari dalam sampel dengan kondisi temperatur dingin di bawah temperatur kritis dalam medan magnet eksternal lemah. Bahan-bahan superkonduktor tersebut dikenal sebagai superkonduktor konvensional, kemudian tahun 1987 group peneliti di Alabama dan Houston menemukan bahan superkonduktor berbasis keramik YBa2Cu3O7-x Tc = 92 K, titik leleh nitrogen cair 78 K. Kemudian di awal tahun 1988, Bi- dan Tl- kuprat oksida ditemukan dengan Tc = 110 K dan 125 K. Bahan-bahan superkonduktor ini disebut sebagai Superkonduktor Suhu Tinggi (SKST) [1]. Baru-baru ini sekelompok peneliti dari India menemukan bahan nano-oksida seperti ceria (CeO2), alumina (Al2O3) dalam kondisi temperatur kamar menunjukkan gejala ferromagnetik yang menarik. Dilaporkan bahwa asal ferromagnetik pada temperatur kamar ini dikarenakan oleh munculnya momen magnetik dari kekosongan oksigen pada permukaan nanopartikel. Dihipotesakan bahan nanopartikel oksida juga menunjukkan gejala ferromagnetik pada temperatur kamar [5]. Dilakukannya penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai yakni, (a) untuk terbentuknya nanokristalin fasa Bi2Sr2Ca2Cu3O10+, Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+ dominan dengan metode kopresipitasi dan pencampuran basah, (b) mengukur temperatur kritisnya, (c) mengetahui gejala kemagnetannya. Bahan SKST Bi2Sr2Ca2Cu3O10+ merupakan bahan superkonduktor tipe II, di mana pada tipe II selain ada daerah Meissner (= 0, B = 0) dan daerah normal (≠ 0, B ≠ 0) juga terdapat daerah campuran dengan (= 0, B ≠ 0) pada Gambar 2.1 sehingga ada sebagian fluks magnet yang menembus bahan superkonduktor [1]. Struktur kristal dari fasa Bi-2223 Gambar 1 membentuk struktur orthorombik dengan panjang ikatan antar atom disajikan pada Tabel 2.1. Rantai Sr-Sr memiliki ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang paling tidak stabil memiliki tiga rantai ikatan yaitu Cu(1)-Ca, Cu(1)-O(1) dan Cu(1)-

Page 7: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

7

Ikatan Jarak antar atom (Ǻ) Bi – Bi 3,508 Bi – Sr 3,346 Bi – O(3) 2,231 Sr – Sr 3,832 Sr – Ca 3,718 Sr – O(2) 2,669 Sr – Cu(2) 3,512 Sr – O(4) 3,093 Ca – Ca 2,231 Ca – O(2) 2,669 Ca – Cu(1) 2,927 Ca – Cu(2) 3,088 Ca – O(1) 2,217 Cu(1) – O(1) 1,916 Cu(1) – Cu(2) 2,603 Cu(2) – O(2) 1,951

Cu(2). Rantai ikatan Cu(1)-O(1) merupakan ikatan paling kuat (r = 1,916 Ǻ). Atom oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan atom Bi dengan panjang ikatan sebesar 2,231 Ǻ.

Gambar 1. Superkonduktor tipe-II. (a) Kurva medan kritis terhadap temperatur.

(b) fluks magnet pada jangkauan medan kritis.

Gambar 2. Struktur kristal orthorombik Fasa Bi-2223 a = 5,425(1) Ǻ, b = 5,414(1) Ǻ,

c = 37,186(6) Ǻ, α = β = γ = 90° [9].

Sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O mempunyai tiga fasa superkonduktif dengan Tc = 9 - 22 K, 80 K dan 110 K bersesuaian dengan komposisi nominal berturut-turut Bi2Sr2Ca0Cu1O5 (fasa 2201), Bi2Sr2Ca1Cu2O8 (fasa 2212) dan Bi2Sr2Ca2Cu3O10 (fasa 2223). Fasa 2223 terbentuk melalui proses pengintian dan penumbuhan fasa 2212. Penumbuhan fasa 2223 terjadi pada suhu sintering 840°C hingga 880°C dengan periode antara 100-624 jam. Penelitian pada lapisan tipis senyawa Bi-Sr-Ca-Cu-O mengungkapkan bahwa fasa 2212 tumbuh dari fasa 2201 juga melalui mekanisme pengintian, penumbuhan dan transformasi antara kedua fasa tersebut berlangsung secara reversible [10]. Penelitian pada lapisan tipis senyawa Bi-Sr-Ca-Cu-O mengungkapkan bahwa fasa 2212 tumbuh dari fasa 2201 juga melalui mekanisme pengintian, penumbuhan dan transformasi antara kedua fasa tersebut berlangsung secara reversible [10].

Tabel 1. Jarak antar atom / r (Ǻ) pada fasa Bi-2223 dihitung dari program analisa Rietveld (Sistin, 2006).

simbol atom : Bi Sr Ca Cu O

Page 8: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

8

Gambar 3. Diagram Fasa Superkonduktor Sistem Bi-2201, Bi-2212, Bi-2223[2]).

Senyawa dikatakan berbasis kuprat jika memiliki bidang CuO2. Kuprat pada superkonduktor disebut sebagai superkonduktor suhu tinggi (SKST). Kuprat yang didoping dengan hole kemudian didinginkan maka menjadi superkonduktif. Contoh-contoh material berbasis kuprat yang menjadi superkonduktif pada Tabel 2.

Tabel 2. Label beberapa kuprat

Kuprat Jumlah Bidang CuO2 Tc (K) Label

La2-xSrxCuO4 1 38 LSCCO

Nd2-xCexCuO4 1 24 NCCO

YBa2Cu3O6+x 2 93 YBCO

Bi2Sr2CuO6 1 ~12 Bi2201

Bi2Sr2CaCu2O8 2 95 Bi2212

Bi2Sr2Ca2Cu3O10+x 3 110 Bi2223

Tl2Ba2CuO6 1 95 Tl2201

Tl2Ba2CaCu2O8 2 105 Tl2212

Tl2Ba2Ca2Cu3O10 3 125 Tl2223

TlBa2Ca2Cu4O11 3 128 Tl1224

HgBa2CuO4 1 98 Hg1201

HgBa2CaCu2O8 2 128 Hg1212

HgBa2Ca2Cu3O10 3 135 Hg1223

Temperatur kritis kuprat dengan lapisan ganda CuO2 per sel satuan selalu lebih besar daripada lapisan kuprat tunggal, dan kuprat dengan 3 lapis CuO2 memiliki Tc lebih tinggi dibanding lapisan ganda. Semua superkonduktor diatas merupakan doping hole terkecuali NCCO doping elektron. Struktur kristal kuprat merupakan tipe perovskite, dan memiliki anisotropi yang cukup tinggi. Oksida-kupper perovsikte struktur sederhana merupakan isolator. Untuk menjadi superkonduktif harus didoping dengan pembawa muatan. Efek doping memiliki pengaruh paling besar pada sifat superkonduktif kuprat, karena pembawa muatan dalam bidang kuprat CuO2 menyebabkan kisinya menjadi tidak stabil, khususnya dalam temperatur rendah. Superkonduktif dalam kuprat terjadi pada bidang oksida-kupper, parameter struktur bidang CuO2 berpengaruh terhadap temperatur kritis. Struktur lapisan CuO2 dasarnya tetragonal. Dalam bidang CuO2, tiap ion kupper terikat kuat dengan 4 ion oksigen yang terpisah sejauh 1,9Ǻ. Pada tingkatan doping yang tetap, Tc

Page 9: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

9

kuprat tertinggi diketahui memiliki bidang CuO2 flat dan kotak. Lapisan-lapisan CuO2 dalam kuprat selalu dipisahkan oleh atom-atom lain seperti Bi, O, Y, Ba, La dll yang memberikan jalannya pembawa muatan dalam bidang CuO2. Lapisan ini disebut sebagai reservoir muatan. Salah satu senyawa kuprat adalah superkonduktor sistem Bi. Bismut kuprat memiliki kandungan oksigen dalam Bi-2201, Bi-2212, Bi-2223 pada temperatur ruang stabil. Ikatan antara lapisan BiO dalam kristal lemah, sehingga kristal Bi mudah pecah. Setelah pecah, kristal Bi memiliki lapisan BiO pada permukaan. Oleh karenanya sampel Bi tidak bisa mencapai derajat kemurnian yang tinggi (Andrei, 2004). Superkonduktor fasa Bi-2223 memiliki jumlah atom O 10 dan membutuhkan 20 elektron yang diperoleh dari 2Bi3+ + 2Sr2+ + 2Ca2+ + 3Cu2+ ,material ini tidak superkonduktif. Jika diberikan overdoped extra atom O ( = 0.22) ditempatkan di antara bidang BiO (karena Bi memiliki energi ionisasi terendah dibanding atom lain) maka menjadi superkonduktif. Extra atom O membutuhkan elektron dari perubahan 3Cu2+ menjadi 3Cu3+ sehingga susunan elektronnya dalam sel satuan (2Bi3+ + 2Sr2+ + 2Ca2+ + 3Cu3+) membentuk 3 lapisan superkonduktif bidang CuO2 dengan doping hole kuprat. Temperatur kritisnya mencapai 108±2 K (Roeser dkk, 2008). Penambahan atom Pb dalam superkonduktor sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O diketahui untuk meningkatkan fraksi volume dari fasa Tc tinggi. Fraksi volume sistem Bi akan meningkat dengan peningkatan periode pemanasannya dan konsentrasi Pb. Penambahan atom Pb memberikan kemungkinan promosi kristalisasi pada fase Tc tinggi. Ferromagnetik menjadi ciri-ciri umum pada semua nanopartikel, hasil kerja peneliti di India. Chintamani Rao di Jawaharlal Nehru Centre for Advanced Scientific Research in Bangalore menemukan logam-oksida dan nitrida menunjukkan gejala magnetik pada temperatur kamar karena efek permukaan. Tim ini juga menemukan bahkan dalam nanopartikel superkonduktor suhu tinggi dapat menjadi ferromagnetik pada temperatur kamar. Rao dan koleganya mempelajari gejala magnetik nanopartikel dari non-magnetik oksida, termasuk cerium-oksida dan aluminium-oksida yang menunjukkan histeresis magnetik pada temperatur ruang. Asal ferromagnetik nanopartikel ini munculnya momen magnetik dari kekosongan oksigen pada permukaan partikel.

Gambar 4. M(H) data dari nanopartikel YBCO pada temperatur 300 K dan 91 K menunjukkan perilaku ferromagnetik. M(H) data YBCO bulk juga ditunjukkan sebagai perbandingan. Inset menunjukkan histeresis

pada temperatur 90 K yang merupakan tipikal superkonduktor [6].

Penelitian terbaru, para peneliti mensintesis nanopartikel oksida dengan jangkauan ukuran 2 – 150 nm dan dipanaskan pada temperatur yang berbeda. Kemudian diukur histeresis magnetik dari sampel tadi dengan magnetometer. Hasilnya nanopartikel yang kecil pada temperatur ruang menunjukkan gejala magnetik permukaan. Group ini juga meneliti pada superkonduktor yttrium barium copper oksida (YBCO) yang menunjukkan ferromagnetik pada temperatur ruang dengan kurva histeresisnya pada Gambar 4. Pada Gambar 4, nanopartikel YBCO pada temperatur ruang 300 K menunjukkan kurva histeresis, dengan koersivitas ~200 Oe, yang khas bagi bahan ferromagnetik. Observasi ini sesuai dengan prediksi bahwa semua nanopartikel oksida menunjukkan ferromagnetik. Asal ferromagnetik ini karena munculnya momen magnetik dari kekosongan oksigen pada permukaan partikel. Sedangkan YBCO bulk pada temperatur ruang menunjukkan perilaku paramagnetik. Hasil ini semakin menguatkan ferromagnetik pada permukaan nanopartikel oksida. Hal ini semakin menarik dengan adanya ferromagnetik permukaan dalam superkonduktor nanopartikel. Untuk tujuan ini diukur transisi M(H) pada temperatur 91 K, histeresis ferromagnetik masih ada dengan peningkatan koersivitas 300 Oe. Kemudian pada temperatur 90 K ditunjukkan pada inset Gambar 4 perilaku superkonduktor lebih baik daripada ferromagnetik. Dalam realnya hal ini sulit menjaga ferromagnetik di bawah temperatur kritis dari pengukuran magnetisasi [5].

Page 10: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

10

Gambar 5. Diagram metode kopresipitasi Bi2Sr2Ca2Cu3O10+

Gambar 6. Diagram metode pencampuran basah Bi Sr Ca Cu O

2. METODOLOGI

Untuk prosedur kerja penelitian dengan metode kopresipitasi dan pencampuran basah ditampilkan dalam bentuk diagram sebagai berikut :

Page 11: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

11

Gambar 7. Diagram metode kopresipitasi Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+

Gambar 8. Diagram metode pencampuran basah Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+

Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terbentuk dalam sampel, fraksi volume serta estimasi ukuran kristalnya. Dengan menganalisa data XRD, penentuan fasa yang terbentuk dalam sampel menggunakan bantuan software X-Pert Searchmatch, dengan program ini bisa diketahui fasa yang muncul tiap puncak (peak). Dimana tiap fasa memiliki kartu PDF (Powder Diffraction File) tersendiri. Setelah diketahui semua fasa tiap puncak, selanjutnya di refine dengan metode Rietveld menggunakan software rietica. Metode Rietveld merupakan metode pencocokan non-linier (non-linier fitting) antara pola difraksi terhitung terhadap pola terukur. Dengan menggunakan database ICSD (Inorganic Crystallography Source Data) yang sesuai dengan fasa yang muncul dalam sampel dapat dilakukan langkah-langkah refinement. Parameter hasil refinement yang telah dilakukan dapat dikatakan acceptable (bisa diterima) apabila nilai GoF (Good of Fitness) mencapai kurang dari 4% serta Rp (faktor profile) dan Rwp (faktor profile terbobot) kedua-duanya mencapai dibawah 20%. Analisis data berikutnya menghitung estimasi ukuran kristal sampel, yang menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut :

LSL HHD

(1)

Dengan perhitungan ralatnya diberikan:

Page 12: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

12

22

LS

H

L

HD HH

D LSL

(2)

Keterangan: λ = panjang gelombang sinar-X (1.54056 Ǻ) HL = komponen pelebaran puncak Lorentzian ( rad) HLS = komponen pelebaran puncak Lorentzian standar, material standar MgO (0.03π/180 rad)

Nilai HL dan HLS merupakan output atau parameter keluaran dari analisa Rietveld. Ukuran kristal diasumsikan hanya berpengaruh pada fungsi Lorentzian saja.

Untuk mengetahui fraksi volume fasa yang diinginkan menggunakan persamaan berikut :

%100xI

I

ii

(3)

Keterangan: Φ = pencapaian fasa yang dikehendaki I = intensitas fasa yang dikehendaki Ii = intensitas setiap fasa ke-i yang terdeteksi oleh sinar-X

Gambar 9. Difraktometer XRD.

Karakterisasi mengetahui temperatur kritis dari sampel menggunakan alat Suseptometer yang dibuat oleh Pak Bahtera sebagai Tesisnya. Temperatur kritis menunjukkan peralihan temperatur bahan superkonduktor dari yang bersifat non-superkonduktif menjadi superkonduktif, tentunya medium yang digunakan nitrogen cair yang memiliki titik leleh 78 K.

Gambar 10. Alat Suseptometer pengukur Tc.

Page 13: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

13

0 20 40 60 80 100

1JAM KELIMA

1JAM KEEMPAT

1JAM KETIGA

1JAM KEDUA

xxx

xxx

xxx

xxx

xx 1JAM PERTAMA

coun

ts

0 20 40 60 80 100

1J AM K EL IM A

1JA M K EEM PAT

1JA M K ETIG A

1JAM KE DUA

x

x

x

x

1JA M PE RT AM A

coun

ts

Gambar 11. Pola difraksi fasa Bi-2223 metode kopresipitasi dengan suhu sintering 8400C tiap jamnya.

Tanda x menunjukkan fasa Bi-2223.

Gambar 12. Pola difraksi BPSCCO-2223 metode kopresipitasi dengan suhu sintering 8400C tiap jamnya.

Tanda x menunjukkan fasa BPSCCO-2223.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pola Difraksi Bi-2223 Pola difraksi Bi-2223 dengan menggunakan metode kopresipitasi terlihat seperti pada Gambar 11

tanpa Pb dan Gambar 12 doping Pb. Tampak bahwa tanda x menunjukkan fasa Bi-2223, fasa BPSCCO-2223. Puncak-puncak fasa Bi-2223 hanya muncul disekitar sudut hambur 24,402θ dan 3302θ sedangkan puncak fasa BPSCCO-2223 hanya muncul disekitar sudut hambur 32,902θ. Sintesis nanokristalisasi dengan metode kopresipitasi pada fasa Bi-2223 tanpa Pb, pada 1jam pertama sintering dengan suhu 8400C muncul kristal Bi-2223 dengan fraksi volume 5,63% kemudian pada sintering 1jam kelima fraksi volumenya menjadi 14,45%. Sedangkan pada fasa Bi-2223 doping Pb, pada 1jam pertama fraksi volume BPSCCO-2223 0% kemudian dilanjutkan hingga sintering 1jam kelima fraksi volumenya berubah menjadi 4,88%. Dari kedua sampel ini dapat diketahui bahwa tidak terlalu terjadi perubahan fraksi volume yang besar bahkan sampai 1jam kelima artinya, kristal Bi-2223 baik tanpa atau dengan doping Pb tidak bisa tumbuh berkembang dengan lamanya waktu dalam sintering. Hal ini bisa disebabkan dalam metode kopresipitasi yang dilakukan. Bahan superkonduktor ini merupakan bahan yang kompleks dengan menggabungkan 4 sampai 5 jenis prekursor bahan keramik yang berbeda sifat kimia dan fisiknya.

Metode kopresipitasi dengan melarutkan bahan prekursor ke dalam asam klorida kemudian disaring, diambil larutannya kemudian larutan ini diendapkan dengan amonium hidroksida. Bahan-bahan prekursor ini ketika disaring ada yang hilang, karena bahan seperti stronsium karbonat sukar larut masih ada sebagian endapan, dan dikhawatirkan endapan yang tersisa dari hasil penyaringan merupakan endapan sisa bahan prekursor yang tidak larut homogen. Kemudian ketika larutan dari penyaringan diendapkan dengan amonium hidroksida. Bahan-bahan prekursor ini dihipotesakan berikatan dengan atom-atom N,Cl atau atom C yang menyebabkan tidak terbentuknya fasa Bi2Sr2Ca2Cu3O10+ sehingga tidak terjadi pertumbuhan kristal karena adanya impuritas atom-atom dari asam klorida atau amonium nitrat yang menghalangi terbentuknya fasa superkonduktor tersebut. Oleh karena itu metode kopresipitasi tidak cocok untuk pertumbuhan fasa superkonduktor. Kemudian dilakukan metode pembanding yang lain yakni metode pencampuran basah dengan pola difraksi Bi-2223 yang tampak pada Gambar 13 tanpa Pb dan Gambar 14 dengan doping Pb.

Page 14: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

14

0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0

xxxx

xx

x

x

xxx oooooo

xxxx

xx

x

x

xxx ooooooo

xxx

x

x

xx

x xxx ooooooo

xxxx

x x

x

xx

xx ooooooo

xxxx

xx

x

x

xx

x ooooooo

xxxx

x

xx

x

xxx ooooooo

ooooooo x xxxx

xx

x

x

xx

xx

1 J A M K E D E L A P A N

1 J A M K E T U J U H

1 J A M K E E N A M

1 J A M K E L IM A

1 J A M K E E M P A T

1 J A M K E T IG A

1 J A M K E D U A

1 J A M P E R T A M A

coun

ts

0 2 0 4 0 6 0 8 0 10 0

xxxxxx

x

x

xxooooo

ooooox x

x

xx x

x x xx

ooooo xxxxxxx

xxx

xxxxxx

x

x

xx ooooo

ooooo x x

x

xx x

x x x x

ooooo xxxx

xxx

xxx

xxxx

xx

x

x

xx ooooo

ooooo xxxx

xxx

x

x x

1 J A M K E D E L A P A N

1 J A M K E T U JU H

1 J A M K E E N A M

1 JA M K E L IM A

1 J A M K E E M P A T

1 J A M K E T IG A

1 J A M K E D U A

1 J A M P E R T A M A

CO

UN

TS

Gambar 13. Pola difraksi Bi-2223 metode pencampuran basah dengan suhu sintering 8400C tiap jamnya. Tanda x menunjukkan fasa Bi-2223 sedangkan tanda o menunjukkan fasa Bi-2212.

Gambar 14. Pola difraksi fasa BPSCCO-2223 metode pencampuran basah dengan suhu sintering 8400C tiap

jamnya. Tanda x menunjukkan fasa BPSCCO-2223 sedangkan tanda o menunjukkan fasa Bi-2212. Pada Gambar 13 dan Gambar 14 merupakan pola difraksi berturut-turut Bi-2223 tanpa Pb dan doping

Pb. Dengan fasa tanda x menunjukkan fasa Bi-2223, fasa BPSCOO-2223 sedangkan tanda o merupakan fasa Bi-2212. Pertumbuhan kristal superkonduktor fasa Bi-2223 tanpa Pb maupun dengan doping Pb selalu diikuti dengan pertumbuhan fasa Bi-2212 pada suhu sintering 8400C seperti yang tertera pada diagram fasa Bi pada Gambar 2.3. Oleh karena itu pertumbuhan fasa Bi-2223 tidak dalam single phase.

Sintesis nanokristalisasi Bi-2223 tanpa Pb dan doping Pb dengan metode pencampuran basah bertujuan agar terjadi homogenisasi ketika pencampuran bahan-bahan prekursor, dengan bantuan asam nitrat serta membentuk ukuran kristal dalam orde nm. Reduksi ukuran dalam orde nano ini dapat terjadi dengan

Page 15: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

15

dijaga derajat keasaman, temperatur dan kecepatan pengadukan. Sehingga nantinya diharapkan terbentuk nanokristal fasa Bi-2223 baik tanpa Pb ataupun dengan doping Pb. Bahan-bahan prekursor Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO, PbO2 disiapkan dengan sejumlah gram yang sudah ditentukan dengan stoikhiometri. Kemudian tiap bahan prekursor ini dilarutkan dalam asam nitrat, dipanaskan pada suhu 1000C dijaga hingga mengering. Lalu dioven 1000C selama 1jam untuk menghilangkan kadar airnya, kalsinasi bertahap 6800C (3jam) lalu 7800C (3jam) dengan tujuan untuk menghilangkan nitrat yang ada pada sampel, dan disinter pada suhu 8400C tiap jamnya. Pada tahapan sintering ini terjadi pertumbuhan kristal Bi-2223, dimana terjadi reaksi zat padat. Atom-atom dari prekursor yang dipanaskan pada suhu 8400C mengalami pergerakkan yang lincah karena mendapat pasokan energi termal. Kemudian atom-atom ini berinteraks satu sama lain yang berikatan membentuk fasa Bi2Sr2Ca2Cu3O10+ dan Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+. Tujuan sintering secara bertahap ini yang pertama untuk dapat memperoleh pasokan oksigen dari atmosfer sehingga terjadi doping hole yang membentuk fasa superkonduktif kemudian yang kedua bertujuan untuk mengkontrol pertumbuhan ukuran kristal agar masih dalam orde nano sehingga tidak drastis membesar ukurannya, yang ketiga untuk meningkatkan fraksi volume Bi-2223. Sintering yang dilakukan dari 1jam pertama hingga 1jam kedelapan. Pada sintering 1jam pertama pertumbuhan kristal Bi-2223 tanpa Pb fraksi volumenya 16,10% dengan ukuran kristalnya 47,09 nm kemudian ketika dipanaskan 1jam lagi fraksi volumenya meningkat menjadi 79,03% dengan ukuran kristal yang membesar menjadi 56,62 nm. Dan ketika sintering hingga 1jam kedelapan fraksi volumenya mencapai 85,80% dengan ukuran kristal 170,30 nm. Untuk sampel BPSCOO-2223 pada sintering 8400C 1jam pertama pertumbuhan kristalnya dengan fraksi volume 65,70% dan ukuran kristal 60,15 nm. Dan pada sintering 1jam kedelapan fraksi volumenya mencapai 87,57% dengan ukuran kristal 216,47 nm. 3.2 Fraksi Volume dan Ukuran Kristal

Pengukuran ukuran kristal dengan metode rietveld menggunakan software Rietica sedangkan

perhitungan fraksi volume dengan Persamaan 3.3. Tahapan sintering 8400C dalam tiap jamnya dihitung ukuran kristal serta fraksi volumenya. Kemudian diplot grafik dengan menggunakan software origin sehingga didapatkan Gambar 15 dan 16. Kedua sampel yang diambil, menggunakan sintesis metode pencampuran basah karena fraksi volumenya mencapai di atas 80%.

Pada sampel Bi-2223 Gambar 15 menunjukkan kurva hubungan antara pertumbuhan kristal dengan lama sintering yang linier dari 47,09 nm hingga 170,30 nm. Sedangkan fraksi volumenya juga naik linier hingga mencapai 85,80%. Pada tahapan sintering dari 1jam pertama menuju 1jam kedua fraksi volumenya meningkat drastis dari 16,10% mencapai 79,03%. Hal ini dapat terjadi karena pada sintering yang 1jam kedua, sampel Bi-2223 mendapat pasokan oksigen yang cukup hingga menyebabkan peningkatan fraksi volume dan pada sintering lanjut pasokan oksigennya tidak terlalu berlebih sehingga kenaikkannya juga tidak terlalu besar.

Untuk sampel BPSCCO-2223 Gambar 16, pada sintering 1jam pertama fraksi volumenya 65,70%. Dibandingkan dengan sampel Bi-2223 tanpa Pb dengan 1jam pertama fraksi volumenya 16,10%. Dan pada 1jam kedelapan fraksi volume Bi-2223 tanpa Pb dan doping Pb berturut-turut 85,80%, 87,57%.

Dapat dilihat bahwa fraksi volume Bi-2223 doping Pb lebih besar dibanding tanpa Pb. Hal ini terjadi karena efek doping Pb menyebabkan peningkatan fraksi volume superkonduktor Bi-2223. Letak atom Pb (Z= 82, Gol. IVA, Periode 6) dalam susunan unsur berkala periodik, berada di sebelah kiri atom Bi (Z=83, Gol. VA, Periode 6) memberikan doping hole pada superkonduktor fasa Bi-2223, sehingga meningkatkan fraksi volume superkonduktor Bi-2223. Pb yang bermuatan ion Pb4+ mensubstitusi atom Bi (muatan ionnya Bi3+) dengan fraksi molar Pb (x= 0.4) pada Bi2-xPbxSr2Ca2Cu3O10+. Substitusi atom Pb pada sebagian atom Bi memberikan reaksi defeknya ///

2 633 32Bi

xOBi

OBi VOPbPbO (4)

Page 16: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

16

Gambar 15. Kurva lama sintering terhadap ukuran partikel dan fraksi volume untuk fasa Bi2Sr2Ca2Cu3O10+

metode pencampuran basah.

Gambar 16. Kurva lama sintering terhadap ukuran partikel dan fraksi volume untuk fasa Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+ metode pencampuran basah.

3.3 Hasil Uji Tc

Pengujian temperatur kritis sampel Bi-2223 dan BPSCCO-2223 menggunakan alat Suseptometer.

Diketahui transisi temperatur yang drop disebut sebagai temperatur kritis. Artinya untuk bersifat superkonduktif sampel ini harus mencapai di bawah temperatur kritisnya. Pada sampel Bi-2223 sintering 8400C 1jam kedelapan Gambar 17 temperatur kritisnya 79,6K, sedangkan sampel BPSCCO-2223 sintering 8400C 1jam kedelapan Gambar 18 temperatur kritisnya 98,3K. Efek doping atom Pb meningkatkan temperatur kritis pada sampel Bi-2223 dari 79,6K menjadi 98,3K.

Temperatur kritis dari referensi untuk Bi-2223, Tc =106-110K dan Bi-2212, Tc =83-96 K. Sedangkan hasil pengujian sampel Bi-2223 temperatur kritisnya Tc =79,6-98,3 K. Temperatur kritis sampel yang tidak mencapai ~110K, karena pada suhu sintering 8400C terbentuk kristal Bi-2212 dan Bi-2223. Pada temperatur 8400C ini merupakan daerah peralihan dari Bi-2212+ Ca2CuO3+CuO menjadi Bi-2212+Bi-2223, sehingga

0 2 4 6 830

4050

60

7080

90

100110

120

130140

150

160170

180

Sam pel B i-2223

Lama S intering (jam)

Uku

ran

Parti

kel (

nano

met

er)

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Fraksi Volume (%

)

Uku

ran

Kris

tal (

nm)

0 2 4 6 8405060708090

100110120130140150160170180190200210220

Lama Sintering (jam)

Uku

ran

Par

tikel

(nan

omet

er)

60

70

80

90

100Sampel BPSCCO-2223

Fraksi Volum

e (%)

Uku

ran

Kris

tal (

nm)

Page 17: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

17

masih ada dalam jangkauan Bi-2212. Hal inilah yang memberikan kemungkinan temperatur kritisnya masih berada dalam jangkauan Tc =79,6-98,3K.

Gambar 17. Kurva temperatur kritis sampel Bi-2223 sintering 8400C 1jam kedelapan

metode pencampuran basah.

Gambar 18. Kurva temperatur kritis sampel BPSCCO-2223 sintering 8400C 1jam kedelapan metode pencampuran basah.

3.4 Hasil Uji Kemagnetan Dengan VSM

Hasil penelitian dari Rao, dkk (2007) di India, bahan nano-partikel oksida pada temperatur ruang menunjukkan gejala ferromagnetik yang menarik. Padahal sampel tersebut pada orde bulk-nya merupakan bahan paramagnetik. Dari penemuan inilah yang mendorong untuk menguji pada bahan superkonduktor sistem Bi pada skala nano, apakah nantinya juga muncul gejala kemagnetan pada temperatur ruang seperti yang telah dilaporkan Rao. Oleh karena itu dibuat 4 sampel uji dengan masing-masing spefikasi lama sinteringnya : (1) sampel Bi-2223 1jam-kelima, (2) sampel Bi-2223 1jam-kedelapan, (3) sampel BPSCCO-2223 1jam-ketiga, (4) sampel BPSCCO-2223 1jam-kedelapan. Dan berikut hasil pengujiannya.

0

100

200

300

400

500

600

70 75 80 85 90

TEMPERATUR (KELVIN)

MED

AN

MA

GN

ET (G

AU

SS)

TC = 79,6 K

330

350

370

390

410

60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180

TEMPERATUR (KELVIN)

MED

AN

MA

GN

ET (G

AU

SS)

TC = 98,3 K

Page 18: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

18

BPSCCO-2223

H (Oe)

M (e

mu/

cm3)

3jam (85,79 nm, 80,77 %)

8jam (216,47 nm, 87,57 %)

Hasil pengujian kemagnetan dengan VSM, menunjukkan sampel Bi-2223 1jam kelima, BPSCCO-2223 1jam ketiga dan BPSCCO-2223 1jam kedelapan menunjukkan gejala ferromagnetik, sedangkan sampel Bi-2223 1jam kedelapan bersifat paramagnetik. Nilai remanen dan koersivitas untuk Bi-2223 1jam kelima berturut-turut 0.01099 emu/cm3, -1443 Oe merupakan ferromagnetik lemah. Dan ketika disinter hingga 1jam kedelapan sudah menjadi paramagnetik. Untuk sampel BPSCCO-2223 1jam ketiga nilai remanennya 0.000569 emu/cm3 kemudian disinter hingga 1jam kedelapan remanennya menurun menjadi 0.000193 emu/cm3 sedangkan medan koersivitasnya meningkat dari -2072 Oe hingga mencapai -3363 Oe. Dari hasil ini dapat dihipotesakan apa yang menjadi penyebab perubahan ferromagnetik sampel, yang diketahui dari hasil Rao menunjukkan perubahan ukuran kristal menyebabkan perubahan ferromagnetik, tetapi ada hal lain yang memberi kemungkinan perubahan ferromagnetik yakni, fraksi volume sampel.

Ukuran kristal dan fraksi volume pada Sampel Bi-2223 1jam kelima (ferromagnetik) 80.49nm dan 82.65% sedangkan pada Bi-2223 1jam kedelapan (paramagnetik) 170.30nm dan 85.80%. Peningkatan ukuran kristal yang mencapai 52.7% cukup besar untuk memberi kontribusi terhadap perubahan sifat ferromagnetik sedangkan untuk perubahan fraksi volume hanya 3.67% sehingga tidak terlalu memberikan pengaruh. Untuk sampel BPSCCO-2223 1jam ketiga ukuran kristal dan fraksi volumenya 85.79nm, 80.77% sedangkan pada 1jam kedelapan meningkat menjadi 216.47nm, 87.57%. Dan peningkatan ukuran kristalnya 60.37% sedangkan peningkatan fraksi volumenya7.77%. Oleh karena itu perubahan sifat kemagnetannya dipengaruhi oleh ukuran kristal.

Gambar 19. Kurva histeresis sampel Bi-2223 sintering 8400C metode pencampuran basah

diukur pada temperatur ruang.

Gambar 20. Kurva histeresis sampel BPSCCO-2223 sintering 8400C metode pencampuran basah diukur pada temperatur ruang.

Bi-2223

H (Oe)

M (e

mu/

cm3)

8jam (216,47nm, 87,57%)

5jam (80,49nm, 82,65%)

8jam(170.30nm, 87.57%)

Page 19: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

19

4. KESIMPULAN DAN SARAN a) Sintesis nanokristalin superkonduktor fasa Bi2Sr2Ca2Cu3O10+dan Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+berhasil

menggunakan metode pencampuran basah, sedangkan metode kopresipitasi gagal. b) Penambahan doping Pb meningkatkan fraksi volume Bi-2223. Pada sintering 1jam kedelapan Bi-2223

tanpa Pb dan doping Pb didapatkan fraksi volume dan ukuran kristalnya berturut-turut 85,80%; 87,57% dan 170,30 nm; 216,47 nm.

c) Nilai temperatur kritis untuk sampel Bi-2223 79,6 K dan untuk sampel BPSCCO-2223 98,3 K. d) Sampel Bi-2223 tanpa Pb dan doping Pb menunjukkan gejala ferromagnetik pada temperatur ruang,

kecuali Bi-2223 tanpa Pb 1jam kedelapan bersifat paramagnetik. DAFTAR PUSTAKA [1] Cyrot, M. and Pavuna, D. 1992. Introduction To Superconductivity and High-Tc Materials.

Singapore: World Scientific. [2] Mansori, M, A. Yoshikawa, C. Favotto, P. Satre, T. Nojima, M. Kikuchi, T. Fukuda. Bi-2201, Bi-

2212 and (Bi,Pb)-2223 fibers have been grown using the micro-pulling down (μ-PD) technique. Universite Cadi Ayyad. Morocco (2006).

[3] Mizuno, M, E.Hozumi, T. Jun, K. Naoto, S. Akihiko, O. Yasuo.. Superconductivity of Bi2Sr2Ca2Cu3PbxOy (x=0.2, 0.4, 0.6). Research Center, Mitsubishi Kasheri Corporation, 1000 Kamoshida-cho, Midori-ku. Yokohama (1988).

[4] Mourakhine, Andrei. 2004. Room-Temperature Super-conductivity. Cambridge: Cambridge International Science Publishing.

[5] Rao, Chintamani, Jul 2007, Are all nanoparticles magnetic?, <URL:http://nanotechweb.org/cws/article/tech/30530

[6] Rao, C.N.R., Shipra, A. Gomathi, A. Sundaresan. Room-temperarure ferromagnetism in nanoparticles of superconducting materials. Chemistry and Physics of Materials Unit and Department of Science and Technology Unit on Nanoscience, Jawaharlal Nehru Centre for Advance Scientific Research, Jakkur P.O. Bangalor 560 064. India (2007).

[7] Ridwan, 2005, Workshop NanoMaterial Karakterisasi dan Aplikasinya di Bidang Nuklir, Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang.

[8] Rooser, H.P, F. Hetfleisch, F.M. Huber, M.F. von Schoenermark, M. Stepper, A. Moritz, A.S. Nikoghosyan. Correlation between oxygen excess density and critical transition temperature in superconducting Bi-2201, Bi-2212 and Bi-2223. Department of Microwave and Telecommunication. Armenia (2008).

[9] Sistin, A.A. 2006. Analisa Kuantitatif Fasa dari Pola Difraksi Neutron Superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O 2223 Menggunakan Metode Rietveld. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[10] Sukirman, Engkir, 2003, Kegiatan Litbang Superkonduktor Tc Tinggi di P3IB-BATAN, Jurnal Sains Materi Indonesia Vol.4 No.2, BATAN-Serpong.

Page 20: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

20

Pengembangan Instrumen Pengkarakterisasi Sensor Elektrokimia Menggunakan Metode Voltametri Siklik

PRABOWO PURANTO

Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Kompleks PUSPITEK Tangerang, Indonesia E-MAIL : [email protected]

CUK IMAWAN

Departemen Fisika – FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

INTISARI : Telah dibuat suatu instrumen pengkarakterisasi sensor elektrokimia dengan menggunakan teknik voltametri siklik. Instrumen ini terdiri atas sensor elektrokimia dan pengkondisi sinyal. Pengolahan dan penganalisaan data hasil pengukuran dilakukan oleh sistem akuisisi data Labjack U12 (DAQ) dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Program Visual Basic 6.0 mengontrol pengambilan data oleh DAQ serta memilih penguatan programmable gain amplifier yang sesuai agar sinyal yang diterima sistem akuisisi data menjadi lebih optimal. Data-data yang terbaca disimpan dalam database kemudian divisualisasikan berupa grafik voltamogram dan tabel data pengukuran. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian DAQ, pengkondisi sinyal dan instrumentasi keseluruhan. Prototip instrumen ini diujikan pada elektroda karbon pasta yang dimodifikasi dengan 18-Crown-6 dengan larutan Pb2+ 10-4 M. Didapatkan hasil pengukuran arus dengan range -60A - 70A pada daerah scan tegangan antara -1,4 Volt - 0,4 Volt dari kurva voltamogram. Hasil yang didapat kemudian dikomparasi dengan instrumen alat potensiostat komersial. KATA KUNCI : sensor elektrokimia, voltammetri siklik, potensiostat. ABSTRACT : An Electrochemical instrument using Cyclic Voltammetry Method was developed including electrochemical sensor and signal conditioning. Data manipulation and analysis were performed by LABJACK U12 as data acquisition device using Visual Basic 6.0 program. The program was performed data acquisition process control, and selected the appropriate value of Programmable Gain Amplifier (PGA) gaining the optimized process. The read data was saved to database and visualized in Voltamogram chart and measurement data table. The performed test in this research was DAQ test, signal conditioning test and the system as a whole. The prototype instrument was tested to pasta Carbon electrode which modified by 18-Crown-6 with Pb2+ 10-4 M with current range that was read within -60 µA to 70 µA at scan voltage range within -1.4 V to 0.4 V and the data were read then compared to the commercial potensiostat instrument. KEYWORDS : electrochemical sensor, cyclic voltammetry, potensiostat. 1. PENDAHULUAN Dewasa ini pengembangan teknologi yang mengarah pada smart sensor terus dilakukan. Sensor-sensor tersebut ditentukan berdasarkan sensitifitas dan selektifitas terhadap suatu perubahan keadaan. Perubahan keadaannya dapat berupa perubahan keadaan kimia, fisika serta biologi. Oleh karena itu sensor-sensor tersebut dapat digolongkan berdasarkan pada sifat fisika, sifat kimia serta sifat biologinya ataupun kombinasi dari sifat-sifat tersebut. Salah satu sensor yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensor elektrokimia. Sensor elektrokimia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat keasaman larutan, konsentrasi larutan dan komponen larutan. Dengan memanfaatkan sensor elektrokimia ini, tentu banyak informasi yang didapat dalam hal analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kuantitatif ini akan berguna untuk mengetahui besarnya nilai konsentrasi larutan bahkan keasaman larutan. Oleh karena itu penggunaan sensor-sensor tesebut diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai keperluan, khususnya dalam bidang kimia. Untuk keperluan pengadaan informasi itu, dibutuhkan suatu piranti yang dapat mengukur secara kuantitatif. Piranti pengukur tersebut menggunakan komponen sistem data akuisisi yang berfungsi untuk mengambil dan menyimpan data pengukuran. Data hasil pengukuran itulah yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik dalam bentuk data mentah ataupun data kuantitatif yang telah divisualisasikan dalam bentuk grafik.Proses pengukuran dengan menggunakan sensor elektrokimia ini akan menggunakan metode cyclic voltammetry [1,2,3,4] untuk mengukur besar arus yang dihasilkan dari proses transfer elektron antara elektroda dan larutan kimia selama pemberian tegangan pada elektroda dalam sebuah sel elektrokimia. Proses pengukuran ini dilakukan secara otomatis yang dikontrol dengan program perangkat lunak yang telah dibuat. Hasil akhir yang didapat setelah melakukan pengukuran dengan prototip ini, pengguna akan dapat melihat respon arus terhadap tegangan, yang disebut dengan kurva voltamogram siklik [3,4]. Analisis kuantitatif akan dapat dilakukan dengan melihat kurva voltamogram tersebut.

Page 21: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

21

PENGKONDISI SINYAL

DAQ SENSOR ELEKTROKIMIA

PC Pengolah data

Display

DAQ LINEAR SCAN VOLTAGE GENERATOR

USB

USB

2. METODOLOGI/EKPERIMEN 2.1 Voltametri Metode voltametrik atau polarography atau polarographic analysis merupakan metode elektroanalisis dimana informasi tentang analit diperoleh dari pengukuran arus fungsi potensial. Teknik pengukurannya dilakukan dengan cara mempolarisasikan elektroda kerja. Metode ini termasuk metode aktif karena pengukurannya berdasarkan potensial yang terkontrol [1,2]. Pengukuran ini dilakukan dengan menerapkan suatu potensial kedalam sel elektrokimia, kemudian respon arus yang dihasilkan dari proses reaksi redoks diukur. Respon arus diukur pada daerah potensial yang telah ditentukan. Kemudian dibuat plot arus fungsi potensial yang disebut voltamogram siklik. Scan tegangan dengan metode voltametri siklik ini tentunya menghasilkan respon arus yang spesifik. Jika respon arus fungsi scan potensial ini digambarkan, maka akan berbentuk kurva voltamogram. Kurva voltamogram ini ditunjukan pada gambar 1.

Gambar 1. Kurva voltamogram typical dari elektrode kimia reversibel, memiliki puncak arus katoda dan puncak arus anoda

2.2 Perangkat Perancangan dan Desain Instrumen Elektrokimia 2.2.1 Konstruksi Rangkaian Pengukuran menggunakan metode voltametri siklik ini, memerlukan suatu instrumen pengukuran yang tepat. Instrumen yang digunakan pada pengukuran ini dinamakan potensiostat [3]. Instrumen ini berfungsi untuk memberikan scan tegangan pada elektroda kerja sekaligus mengukur besarnya tegangan dan arus yang melewati elektroda kerja tersebut.

Gambar 2. Diagram Blok Instrumen Elektrokimia Potensiostat terdiri dari beberapa operational amplifier untuk mengontrol perbedaan tegangan antara elektroda kerja dengan elektroda pembanding [3,4,5,6]. Proses pengontrolan ini dilakukan dengan mengatur arus melalui elektroda pendukung. Bersamaan dengan itu potensiostat akan mengukur arus yang mengalir melalui elektroda kerja. Variabel yang dikontrol pada sistem pengukuran ini adalah potensial elektroda, sedangkan variabel yang diukur adalah arus elektroda Rangkaian potensiostat ini terdiri tiga bagian yaitu: control amplifier, electrometer dan curent-to-voltage converter. Masing-masing bagian menggunakan IC OP97 yang dikonfigurasi negative feedback. Control amplifier dan Electrometer merupakan rangkaian voltage follower. Control Amplifier

Arus

Tegangan

Va Vb

Page 22: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

22

didalam rangkaian potensiostat ini berfungsi untuk memastikan perbedaan tegangan antara elektroda kerja terhadap elektroda pembanding sesuai dengan nilai scan tegangan yang telah diberikan. Sedangkan electrometer merupakan rangkaian voltage follower yang memiliki impedansi yang sangat tinggi, sehingga potensial elektroda pembanding cukup konstan karena tidak arus yang melewati elektroda pembanding.

Gambar 3. Rangkaian Potensiostat

Rangkaian current-to-voltage converter berfungsi mengkonversi sinyal arus yang timbul melalui elektroda kerja ini menjadi tegangan. Besarnya tegangan proporsional terhadap arus tergantung pada tegangan jatuh resistor (IR drop) [7,8,9]. Kapasitor pada rangkaian current-to-voltage converter berguna untuk menghilangkan noise frekuensi tinggi dari hasil pengukuran. Pada proses pengukuran, scan tegangan akan diberikan pada input control amplifier sedangkan output sensor yang akan diambil dari masing-masing keluaran elektrometer dan pengkonversi arus ke tegangan. Output elektrometer merupakan output scan tegangan yang dimonitor dan besarnya proporsional dengan potensial elektroda kerja, sedangkan output rangkaian current-to-voltage converter ini merupakan output tegangan yang besarnya proporsional dengan arus yang melalui elektroda kerja. Output tegangan dari current to voltage converter ini kemudian akan dikonversi kembali kedalam nilai arus yang sebenarnya melalui proses pengolahan data. Dari data-data diatas, masing-masing akan diplot menjadi kurva arus fungsi potensial yang disebut dengan grafik voltamogram [1,2]. 2.2.2 Komputer dan Penguat Sinyal Pada umumnya sinyal tegangan output yang dihasilkan dalam orde yang sangat kecil, yaitu dalam orde mikrovolt sampai milivolt. Untuk mendapatkan resolusi yang baik terhadap rangkaian digitalisisasi, maka sinyal harus dibuat sedemikian rupa sehingga lebar tegangannya semaksimal mungkin pada batas range tegangan ADC labjack U12 sebagai kartu akuisisi (DAQ) [10]. Dengan penguatan ini diharapkan, sinyal sensor elektrokimia yang masuk dapat terbaca dengan resolusi yang maksimal. Proses penguatan ini diatur secara otomatis oleh perangkat lunak yang telah dirancang. Besarnya penguatan tidak boleh melebihi batas range tegangan maksimal dari ADC. Tahap selanjutnya adalah pembuatan rangkaian penguat sinyal. Untuk penguatan sinyal, penelitian ini menggunakan penguat tipe inverting amplifier. Besarnya penguatan dapat diatur dengan mengkombinasikan nilai masing-masing resistor feedback dan resistor input. Dalam penelitian ini dibutuhkan tiga penguat inverting yang masing-masing memiliki penguatan -1x, -10x dan -100x. Nilai Rf dan Ri untuk masing-masing penguatan ini dapat dilihat pada tabel 1. Resistor R1//Rf merupakan resistor kompensasi eksternal yang digunakan untuk meminimalisasi input offset voltage, yang besarnya merupakan hasil pararel antara R1 dengan Rf [9]. Output dari masing-masing penguat ini akan masuk ke DAQ. Skematik rangkaian ini dapat dilihat pada gambar 4.

Page 23: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

23

Gambar 4. Skematik rangkaian penguat dengan DAQ labjack U12 Dengan perangkat lunak yang dirancang, DAQ labjack hanya akan menerima output dari salah satu ketiga penguat, dengan output yang paling optimal. Pemilihan penerimaan output ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pemilihan channel dan penguatan internal DAQ labjack berdasarkan batasan tegangan output potensiostat sistem tiga elektroda

Batas Tegangan Penguatan Inverting

Penguatan Labjack

Penguatan Total Channel

-10 mV sampai 10 mV 100 20 2000 11 -100 mV sampai 100 mV 10 20 200 10 -1,00 V sampai 1,00 V 1 20 20 9 -1,25 V sampai 1,25 V 1 16 16 9 -2,00 V sampai 2,00 V 1 10 10 9 -2,50 V sampai 2,50 V 1 8 8 9 -4,00 V sampai 4,00 V 1 5 5 9 -5,00 V sampai 5,00 V 1 4 4 9 -10,00 V sampai 10,00 V 1 2 2 9 -20,00 Vsampai 20,00 V 1 1 1 9 Fungsi DAQ yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi AISample yang memanfaatkan fungsi analog input. Analog input DAQ terdiri dari 8 buah jalur ini akan digunakan untuk mengambil data setelah step tegangan diberikan ke sensor. Output yang diambil berupa scan tegangan dan tegangan yang proporsional terhadap arus dari elektroda kerja.

Gambar 5. DAQ labjack U12 dengan konektor USB

Pengukuran tegangan menggunakan konfigurasi metode diferensial. Dengan metode diferensial terdapat dua keuntungan yaitu, dapat mengukur besarnya perbedaan dua tegangan dan dapat menggunakan

Penguat -1 x Channel 2 & 3 (Channel 9)

Penguat -10 x

Penguat -100 x

DAQ

Sensor

Channel 6 & 7 (Channel 11)

Channel 4 & 5 (Channel 10)

Channel 0 & 1 (Channel 8)

Potensiostat

I-to-V Converter

Voltage Follower

Elektroda kerja

Elektroda pembanding

Page 24: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

24

penguat internal Labjack. Dengan penguat DAQ internal labjack, maka resolusi DAQ makin besar. Resolusi ADC DAQ labjack U12 dtentukan dengan persamaan berikut

nvVfs2

(1)

Jika dengan penguatan 20x, maka range inputnya (∆fs) adalah 1 V (∆Vfs = 2V ; n= 12 bit). Maka

dari persamaan diatas didapatkan 0,48mV, artinya analog input dengan metode differensial ini dapat digunakan untuk mengukur input dengan resolusi maksimal 0,48 mV untuk range 1 V. Besarnya penguatan programmable gain amplifier DAQ ini dikontrol dengan program. Nilai yang terbaca pada komputer telah dikonversikan ke nilai semula secara otomatis. Proses penentuan besarnya penguatan eksternal juga dirancang secara otomatis dengan rancangan program yang telah dibuat. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan channel labjack yang dipilih. Pengontrolan penguatan labjack tergantung pada nilai range output yang telah terdeteksi melalui program Prescan. Besarnya range tegangan maksimal yang dapat diterima DAQ yaitu 10 volt. Tegangan berlebih ini dapat membahayakan DAQ dan harus dicegah dengan pengkondisi sinyal yang telah dibuat. Untuk menghindarinya, dapat diatasi dengan membatasi power supply pada range 10 V sehingga rangkaian pengkondisi sinyal yang sebagian besar ini terdiri opamp ini hanya akan menghasilkan tegangan output tidak lebih besar dari 10V. Perancangan dan pembuatan sistem perangkat lunak ini bertujuan untuk mengolah data yang masuk ke dalam komputer, melalui rangkaian interfacing DAQ labjack sehingga data yang masuk muncul dalam bentuk nilai arus dan tegangan. Kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. Tampilan grafik yang diperlihatkan makin mempermudah pengguna untuk analisis. Setelah dilakukan proses pengambilan data selanjutnya dikonversi, disimpan dan ditampilkan dalam bentuk grafik Pencatatan hasil pengukuran ini disimpan dalam database Microsoft Acces menggunakan ActiveX Data Object (ADO) yang juga dapat di transfer ke microsoft excel [11,12,13]. Program yang dibuat terdiri dari dua bagian, yaitu program prescan dan program utama. Program prescan merupakan program inisialisasi sebelum memasuki program utama. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang cepat tentang lebar tegangan output sensor. Untuk selanjutnya informasi ini akan digunakan untuk menentukan besarnya penguatan yang diperlukan serta untuk mengetahui skala grafik yang akan ditampilkan. Alur program Prescan ini dapat dilihat pada gambar 6. Program Prescan tidak menyimpan seluruh data yang masuk, tetapi hanya data puncak atas dan puncak bawah yang akan disimpan. Tekniknya dilakukan dengan melakukan komparasi data yang pertama dan selanjutnya, sampai ditemukan nilai puncak atas dan bawah. Dari data ini akan diperoleh batas tegangan yang masuk. Sehingga optimalisasi input data dapat dilakukan, diantaranya adalah besarnya penguatan yang akan diberikan. Tampilan perangkat lunak prescan ini dapat dilihat pada gambar 7. Para pengguna yang akan menggunakan Program voltametri siklik ini, pertama kali harus melalukan prescan. Setelah proses prescan ini selesai, maka pengguna akan melihat hasil prescan. Hasil prescan ini akan ditampikan textbox yang muncul pada form prescan. Data-data yang muncul tersebut diantaranya informasi mengenai gain (penguatan) yang akan diset labjack, channel yang akan digunakan labjack, serta tegangan puncak atas dan tegangan puncak bawah. Setelah melakukan prescan ini maka pengguna harus melanjutkan ke program berikutnya, dengan menekan tombol ”lanjut >>>”.

Page 25: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

25

Gambar 6. Algoritma Program Prescan Untuk Penentuan Gain, Channel serta skala grafik voltamogram

Ketika program utama ini berjalan, maka secara otomatis nilai penguatan dan channel hasil program prescan ini akan digunakan sehingga nilai tegangan yang masuk akan dikuatkan seoptimal mungkin. Pemilihan nilai gain adalah untuk mengatur nilai penguatan dari programmable gain amplifier. Sedangkan pemilihan channel digunakan untuk memilih penguatan eksternal yang diperlukan, ketika membutuhkan tambahan penguatan. Setelah prescan selesai kemudian program utama akan berjalan untuk melakukan pengambilan data secara otomatis. Pengambilan data dilakukan langsung setelah tegangan diberikan kepada sensor. Data yang diambil adalah tegangan elektroda kerja relatif terhadap elektroda pembanding dan arus yang mengalir dari elektroda kerja. Seluruh pengambilan data kemudian akan dikonversikan ke nilai awal, sedangkan tegangan dari rangkaian output current to voltage converter akan dikonversikan kembali ke nilai arus mula-mula. Nilai untuk mengkonversi kembali diambil dari persamaan besarnya penguatan dan konversi arus. Persamaaan ini diperoleh dari hasil pengujian perbandingan ouput dan input dari rangkaian penguat dan current to voltage converter.

Gambar 7. Tampilan form perangkat lunak visual basic program Prescan

Masukkan data dari Labjack

Data<Data2

Data>Data1

Cek Stop Set Default

Variabel gain=0 dan Channel=9

Simpan data dalam database

Tampilkan data Tegangan Puncak atas

Tegangan Puncak bawah Gain yang dibutuhkan

Channel yang digunakan

Start

Data1=data V puncak atas=Data1

Data2=data V puncak

end

Yes

Yes

Yes

No

No

No

Set Variabel Gain & channel

Page 26: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

26

Setelah proses konversi ini, data-data tersebut satu per satu akan dimpan dalam database microsoft acces menggunakan (ActiveX Data Object) ADO, yang kemudian akan dibaca kembali setelah hasil pengukuran telah selesai. Pembacaan kembali ini dilakukan untuk menggambar grafik kurva voltamogram. Algoritma program utama pada pengambilan data tegangan dan arus ini dapat dilihat pada gambar 8. Hasil akhir yang didapat dari pengukuran ini kemudian akan ditampilkan pada form output. Dalam satu form ini terdapat dua tab input, yaitu tampilan grafik dan tampilan berupa tabel data. Tampilan grafik ini akan menampilkan grafik I vs V, yang disebut kurva voltamogram. Hasil komparasi tegangan untuk mencari tegangan puncak atas dan bawah ini kemudian ditampilkan dalam text box. Selain puncak arus pada garis vertikal juga ditampilkan tegangan puncak (tegangan dimana terdapat arus puncak atas dan bawah). Program juga dirancang untuk melakukan pengeditan kembali jika sekiranya nilai–nilai tersebut bukan yang diharapkan. Tampilan program utama ini dapat dilihat pada gambar 9. Pada tab output ini yaitu pada subtab berikutnya merupakan tampilan tabel data. Tabel data ini disediakan jika pengguna ingin mengetahui nilai-nilai data yang telah diambil secara lebih detail. Pada subtab ini telah disediakan fasilitas untuk mentransfer tabel data ini ke microsoft excel. Sehingga pengolahan lebih lanjut dapat dilakukan. Ketika pengguna ingin keluar dari program, maka secara otomatis program akan memberikan pesan apakah data akan dihapus atau tidak. Hal ini dilakukan agar data yang telah diambil tidak akan terbaca kembali untuk pengukuran selanjutnya.

Gambar 8. Algoritma Program Utama Pada Pengambilan Data Tegangan dan Arus

Gambar 9. Tampilan form perangkat lunak visual basic pada PC untuk hasil pengujian dalam bentuk kurva voltamogram dan tabel data.

Algoritma Program Prescan

Masukkan data dari Labjack

Ambil Variabel Gain dan Channel dari Program

Data<arus2

Data>Arus1

Cek Stop

Set Variabel gain dan Channel labjack Simpan data dalam

database

Tampilkan data Epc, Epa, Ipc, Ipa

Tampilkan Grafik

Start

Algoritma konversi

arus1=data Ipa=arus1

Epa=tegangan alat

Arus2=data Ipa=arus2

Epa=tegangan alat

end

Yes

Yes

Yes

No

No

No

Page 27: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

27

Perbandingan Kurva Voltamogram Siklik Hasil Pengujian dengan IC OP97 dengan alat Komersial

-0,00008

-0,00006

-0,00004

-0,00002

0

0,00002

0,00004

0,00006

0,00008

-1,5 -1 -0,5 0 0,5

Tegangan (V)

Aru

s (A

)

Dengan IC OP97

Dengan alat komersial

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran ini dapat dilihat pada gambar 10, yang tediri dari dua kurva voltamogram sikliki. Masing-masing kurva itu, antara lain adalah kurva pengukuran dengan alat komersial dengan analit Pb2+ dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan prototip. Daerah scan tegangan pada pengukuran ini berkisar antara -1,4 V - 0,4V. Sedangkan daerah hasil pengukuran arus yang terdeteksi berada pada kisaran -60A - 70A. Jika dibandingkan dengan alat komersial dengan daerah scan tegangan yang sama, didapatkan daerah pengukuran berkisar antara -60A - 65A. Sehingga pengukuran menggunakan prototip ini telah mampu melakukan pengukuran arus pada kisaran tersebut. Jika dilihat dari profil voltamogram ini, maka pengujian menggunakan prototip ini tidak terdapat puncak arus anoda

Gambar 10. Grafik voltamogram siklik pada pengujian dengan tiga elektroda pada larutan Pb2+ 4x10-4 M Prototip instrumen elektrokimia merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk menyelidiki proses reaksi elektrokimia dalam suatu larutan. Proses ini terjadi berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi. Elektroda kerja dibuat semakin negatif ataupun positif sehingga terjadi proses transfer elektron dari atau kedalam larutan dengan permukaan elektroda kerja. Instrumen ini bertujuan untuk mengukur arus hasil reaksi elektrokimia kemudian memvisualisasikan profil arus fungsi tegangan dengan kurva voltamogram. Namun dari hasil pengukuran yang dilakukan untuk menghasilkan suatu profil arus dengan tegangan ini ternyata tidak dapat mendeteksi puncak anoda seperti yang dihasilkan dari alat komersial. Pengujian ini dilakukan dengan mengkomparasi alat yang dibuat dengan alat komersial VersaStat II Princeton Applied Research yang terdapat pada laboratorium NMR di Jurusan Kimia FMIPA UI. Pengujian dilakukan dengan perangkat lunak yang telah dibuat dengan Visual Basic. Database menggunakan Microsoft Acces. Spesifikasi komputer yang digunakan adalah sebagai berikut :

Sistem operasi : Microsoft Windows 98 Hardware : Intel (genuine) Pentium 4 ; 1,6 GHz Memori 244MB

Gambar 11. VersaStat II Princeton Applied Research yang terdapat pada laboratorium NMR di Jurusan Kimia FMIPA UI Depok

Ada banyak kemungkinan penyebab yang mempengaruhi hasil pengukuran dengan metode voltametri siklik ini, diantaranya adalah : Scan rate, Waktu akumulasi, Elektroda tidak reproducible, Sampling rate, Resolusi keluaran labjack, noise,dan toleransi resistor.

Page 28: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

28

4. KESIMPULAN DAN SARAN Dari sampel data dapat disimpulkan bahwa secara umum, pengukuran tegangan oleh labjack dengan metode differensial input memiliki ketelitian yang baik karena dapat dikontrol besar penguatannya. Prototip instrumen yang menggunakan labjack U12 sebagai kartu akuisisi data ini telah mampu digunakan sebagai instrumen elektrokimia untuk melihat proses oksidasi dan reduksi larutan kimia, dimana instrumen ini diujikan pada elektroda karbon pasta yang dimodifikasi dengan 18-Crown-6 dengan larutan Pb2+ 10-4 M. Didapatkan hasil pengukuran arus dengan range -60A - 70A pada daerah scan tegangan antara -1,4 Volt - 0,4 Volt dari kurva voltamogram. DAFTAR PUSTAKA [1]. Skoog, Douglas, Donald M. West, F. James Holler, 1996, Fundamentals of Analytical Chemistry.

Sevent Edt., Saunders College Publishing, +868 hlm. [2]. Skoog, Douglas Arvid, 1984, Principles of Instrumental Analysis, Third Edition. [3]. Samuel P, Kounaves Voltametric Techniques Tufts University Department Of Chemistry,Chapter 37. [4]. Paul Horowitz, Winfield Hill, The Art Of Electronics. Cambridge University Prerss,. 1989 [5]. Dewi, Ros Kusuma. Studi Pengembangan Elektroda Karbon Pasta Yang Dimodifikasi

dengan 18-Crown-6 Untuk Penentuan Pb (II), 2003, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, Depok.

[6]. Anonim,Cyclic Voltametry using LabVIEW-based Acquisition System, Academic Partnership grant from national Instrument, feb 2004

[7]. Faulkenberry, M. Lukes, An Introduction To Operational Amplifiers, with Linear IC Applications,1982 +530 hlm

[8]. Joseph J. Carr, HBJ, San Diego. Integrated Elecronics Operational amplifier and Linear IC applications. 1990

[9]. Malvino, Albert Paul, P.H.D, E.E.,Electronic Principles, fifth edition, McGraw – Hill. [10]. Abu Hasan, Nim : 23298003, Sistim Akuisisi Data, Jaringan komputer model Analisys. EL 670

Teknologi Informasi. http://www.bogor.net/idkf/idkf/fisik/ ms-word/sistem-akusisi-data-1999.rtf Februari 2005.

[11]. Dewobroto, Wiryanto, Aplikasi Sain dan Teknik dengan Visual Basic 6.0, PT Elek Media komputindo, Jakarta, 2004

[12]. Kusumo, Ario Suryo, Drs., Buku Latihan Pemrograman Database dengan visual Basic 6.0, PT Elek Media komputindo, jakarta, 2002

[13]. Harpiandi, Belajar Sendiri Pemrograman database dengan ADO menggunakan Visual Basic 6.0, PT Elek Media Komputindo, Jakarta, 2003.

Page 29: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

29

Pengaruh Optical Chopper pada Interaksi Laser DPSS dengan Material Silicon Rubber

AFFI NUR HIDAYAH, M.M SULIYANTI DAN SURYADI

Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang, Indonesia E-MAIL : [email protected]

INTISARI : Pemasangan optical chopper dilakukan pada set-up laser DPSS kontinyu Seri FQ dan FC model HPG 5000 merek Elforlight. Dengan fungsi pengaturan frekuensi yang dimiliki oleh optical chopper, optical chopper akan berputar sesuai dengan prinsip gerak melingkar beraturan sehingga mampu memotong-motong cahaya kontinyu yang melewatinya menjadi pulsa. Optical chopper yang diatur pada frekuensi 10 Hz dan waktu pengambilan data 2 menit menghasilkan banyaknya putaran 1200 putaran, pulsa yang dihasilkan 1200 pulsa/detik, kecepatan sudut 62,8 rad/s dan kecepatan linier 3,14 m/s. Pada penelitian ini akan dibandingkan hasil interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper dan sesudah dipasang optical chopper dengan material silicon rubber. Laser DPSS sebelum dan sesudah dipasang optical chopper diatur dengan variasi tiga daya yaitu 1,57 Watt, 2,11 Watt dan 2,58 Watt. Interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper menunjukkan bahwa semakin tinggi daya laser maka kedalaman crater pada silicon rubber akan semakin dalam dan interaksi laser DPSS sesudah dipasang dengan optical chopper menunjukkan bahwa crater akan terlihat pada daya 2,58 Watt dengan bentuk yang berbeda dan lebih kecil dibandingkan dengan crater yang dihasilkan dari interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper. Sedangkan pada daya 1,57 dan 2,11 Watt belum terlihat crater pada permukaan silicon rubber. KATA KUNCI : laser DPSS, cahaya kontinyu, optical chopper, pulsa, silicon rubber. ABSTRACT: Setting of optical chopper is done in the set-up continuous DPSS laser type of FQ and FC series HPG 5000 Elforlight branch. Adjusting frequency of optical chopper will make optical chopper rotating like uniform circular motion that makes optical chopper copping continous light into pulses. Optical chopper adjusted frequency of 10 Hz and 2 minutes of shooting time has 1200 cycles, pulses 1200 shoot/second, angular velocity 62,8 rad/s and linier velocity 3,14 m/s. In this research will be compared interaction of set-up DPSS laser with optical chopper and without optical chopper on silicon rubberr. Both of set-up DPSS laser with optical chopper and without optical chopper are adjusted 3 kinds of power 1,57 Watts, 2,11 Watts and 2,58 Watts. Interaction of DPSS laser with optical chopper shows that higher power laser makes depth crater on silicon rubber depper and interaction of DPSS laser without optical chopper shows that crater happens in power of 2,58 Watts and the shape of crater is different and smaller than crater’s DPSS laser interaction with optical chopper. Whereas 1,57 Watts and 2,11 Watts power don’t show crater on silicon rubber. KEYWORDS : DPSS laser, continous light, optical chopper, pulsa, silicon rubber. 1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi memacu perkembangan pemanfaatan laser di berbagai macam aplikasi

modern, antara lain dalam bidang optik, elektronik, optoelekrronika, teknologi informasi, sains, kedokteran, industri, militer, dan lainnya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan laser adalah proses interaksi laser dengan material yang dikenal sebagai laser processing material. Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) adalah alat yang menghasilkan dan memperkuat radiasi koheren pada frekuensi-frekuensi di daerah inframerah, cahaya tampak (visible), atau daerah ultraviolet dari spektrum elektomagnetik [1]. Laser dapat beroperasi pada modus kontinyu (continuous wave) dengan amplitudo keluaran konstan atau beroperasi dalam bentuk pulsa. Dalam operasi kontinyu, berkas laser yang dihasilkan relatif konstan terhadap waktu. Proses tersebut dihasilkan dari populasi inversi yang berlangsung terus-menerus menggunakan sumber pemompa energi yang stabil. Sedangkan dalam operasi pulsa, berkas laser yang dihasilkan berubah terhadap waktu secara bolak-balik dengan mode on dan off [2]. Laser DPSS (Diode-pumped Solid State) merupakan laser dioda yang mampu secara optik untuk membangkitkan atau memompa media aktif yang ada didalam material padatan yang masih terisolasi. Selain YAG dan kaca, material utama yang digunakan di dalam laser DPSS adalah yttrium lithium fluoride (YLiF4, yang dikenal sebagai YLF) dan perovskite (YAlO3, YAP). Neodymium dan lanthanide yang lain seperti holmium (Ho), erbium (Er) dan thulium (Tm) digunakan sebagai pengotor [3]. Laser dioda digunakan sebagai laser pemompa karena mempunyai efisiensi daya yang cukup tinggi, dapat menghasilkan keluaran daya yang tinggi ketika ditumpuk, tersedia dalam berbagai panjang gelombang, hanya membutuhkan perawatan yang simpel karena umumnya dapat bekerja lebih dari 12.000 jam, ukurannya jauh lebih kecil sehingga lebih portable [4]. Pada penelitian ini laser DPSS digunakan untuk menembak material dengan dua tipe set-up, yaitu set-up sebelum dipasang optical chopper dan set-up sesudah dipasang optical chopper. Selain melihat fenomena perubahan cahaya laser DPSS yang diteruskan oleh optical chopper, akan diamati juga bentuk interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper dan sesudah dipasang optical chopper dengan material silicon rubber. Optical Chopper banyak digunakan dalam instrumentasi deteksi cahaya. Optical chopper adalah alat yang

Page 30: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

30

mampu memotong-motong cahaya laser sehingga ada cahaya yang diteruskan dan ada cahaya yang terhalang, prinsip optical chopper itulah yang mampu mengubah sinyal kontinyu menjadi pulsa. Optical chopper bergerak melingkar mengikuti aturan gerak melingkar beraturan. Gerak melingkar beraturan adalah gerak dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan kecepatan konstan [5].

2. METODOLOGI Pada penelitian digunakan laser DPSS Seri FQ dan FC model HPG 5000 merek Elforlight yang

merupakan laser generasi 4 dengan panjang gelombang 532 nm. Laser tipe ini dapat dikontrol nilai Iset (arus yang disetting pada saat pengambilan data) sehingga mampu menghasilkan daya keluaran yang bervariasi dan mempunyai pola keluaran laser TEM00 [6]. Optical Chopper yang ditambahkan adalah Optical Chopper merek Stanford Research System (SRS) model SR540 Chopper Controller yang mempunyai daerah frekuensi untuk mencopping 4 Hz sampai 400 Hz dan frekuensi 400 Hz sampai 3,7 kHz [7]. Sedangkan bahan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper dan sesudah dipasang optical chopper adalah polimer karet silicon rubber. Proses pengambilan data dimulai denga set-up laser sebelum dipasang optical chopper, kemudian silicon rubber ditembak dengan laser DPSS kontinyu yang diatur dengan 3 variasi daya (1,57 watt, 2,11 Watt dan 2,58 Watt) dengan waktu penembakan 2 menit. Setelah hasil interaksi laser DPSS kontinyu dengan silicon rubber didapatkan, langkah selanjutnya adalah melakukan set-up laser DPSS dengan menambahkan optical chopper yang diatur dengan frekuensi 10 Hz, kemudian silicon rubber ditembak dengan laser DPSS yang diatur dengan 3 variasi daya (1,57 Watt, 2,11 Watt dan 2,58 Watt) dengan waktu penembakan 2 menit. Hasil interaksi laser DPSS dengan silicon rubber sebelum dipasang optical chopper dan sesudah dipasang optical chopper diamati dengan mikroskop. Set-up laser DPSS sebelum dipasang optical chopper ditunjukkan pada gambar 1, sedangkan set-up laser DPSS sesudah dipasang optical chopper dan gambar eksperimennya ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 1. Set-up laser DPSS sebelum dipasang optical chopper.

Page 31: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

31

(a) (b)

Gambar 2. (a) Set-up laser DPSS dan (b) gambar eksperimen setelah dipasang optical chopper.

Setelah didapatkan frekuensi (10Hz), waktu pengambilan data 2 menit dan pengukuran jari-jari lingkaran = 0,05 m, maka dengan penghitungan gerak melingkar beraturan dapat dihitung banyaknya putaran yang terjadi, kecepatan sudut dan kecepatan linier. Gambar gerak melingkar beraturan dan penghitungannya ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Menunjukkan gambar (a) gerak melingkar beraturan, (b) penghitungan pada gerak melingkar beraturan [5].

3. HASIL DAN DISKUSI Pada penelitian ini, optical chopper diletakkan pada lintasan laser DPSS dan akan dilihat pengaruhnya terhadap interaksi material. Material yang dipakai adalah silicon rubber karena sifatnya yang lentur, tidak sekeras logam dan agak lunak sehingga mudah untuk mengamati crater pada permukaannya. Setting yang dilakukan pada laser DPSS sebelum dipasang optical chopper dan sesudah dipasang optical chopper di atur dengan variasi daya yang sama (1,57 Watt, 2,11 Watt dan 2,58 Watt), waktu interaksi laser 2 menit, frekuensi optical chopper 10 Hz dan dari pengukuran didapatkan jari-jari lempeng optical chopper 0,05 m. Dari data-data tersebut dapat dihitung kondisi banyaknya putaran, kecepatan sudut dan kecepatan linier lingkaran pada optical chopper dengan menggunakan prinsip gerak melingkar beraturan. Hasil penghitungan ditunjukkan pada gambar 4.

Page 32: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

32

Gambar 4. Hasil penghitungan jumlah pulsa, kecepatan sudut dan kecepatan linier pada gerak melingkar

optical chopper.

Dari gambar 4 dapat diketahui bahwa optical chopper bergerak melingkar dengan 1200 putaran, kecepatan sudut 62,8 rad/s dan kecepatan linier 3,14 m/s. Optical chopper yang digunakan mempunyai 2 slot blade ( dua lubang) pada lempengnya. Gambar optical chopper yang digunakan ditunjukkan pada gambar 5.

Slot blade I

Slot blade II

Gambar 5. Optical chopper SRS 540 yang lempengnya sudah dimodifikasi menjadi lempeng yang mempunyai dua slot blade.

Gambar 5 menunjukkan optical chopper yang lempengnya sudah dimodifikasi. Lempeng optical chopper yang digunakan mempunyai dua slot blade (dua lubang) dimana slot blade II menjadi tempat lubang dari cahaya laser yang akan dilewatkan, sehingga posisi slot blade II disejajarkan dengan posisi lintasan lubang buka tutup (shutter) sumber cahaya laser. Pada saat optical chopper bergerak satu putaran penuh (360o) , slot blade II akan ikut berputar dan ketika slot blade II mengenai lintasan cahaya laser dari sumbernya, cahaya laser diteruskan dan kemudian akan terhalang seiring dengan perputaran optical chopper karena slot blade II meninggalkan lintasan cahaya laser. Cahaya laser yang terhalang akan diteruskan kembali pada putaran kedua ketika slot blade II berputar dan mengenai sumber cahaya laser lagi. Proses perputaran tersebut akan terus berulang sampai waktu yang ditentukan. Dengan adanya optical chopper, cahaya laser akan dipotong-potong dan hanya melewatkan satu cahaya saja pada satu putaran optical chopper, selebihnya terhalang. Satu cahaya yang diteruskan dalam satu putaran optical chopper merupakan satu pulsa dari cahaya laser DPSS. Proses perputaran optical chopper inilah yang menyebabkan cahaya kontinyu laser DPSS berubah menjadi sinyal pulsa. Sehingga optical chopper yang berputar dengan 1200 putaran, jumlah pulsa yang dihasilkan 1200 pulsa/detik. Selain pengaruh cahaya yang dihasilkan berbeda antara sebelum dipasang optical chopper dan sesudah dipasang optical chopper, akan dilihat juga pengaruh optical chopper pada interaksi laser DPSS dengan silicon rubber. Hasil interaksi laser dengan silicon rubber sebelum dipasang optical chopper ditunjukkan pada gambar 6. Sedangkan hasil interaksi laser sesudah dipasang optical chopper ditunjukkan pada gambar 7.

Page 33: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

33

hasil crater

paling dalam

(a) (b) (c) Gambar 6. Hasil interaksi laser DPSS dengan silicon rubber sebelum dipasang optical chopper yang dilihat

dengan mikroskop dengan M= 4X (a) Daya 1,57 Watt, (b) Daya 2,11 Watt dan (c) Daya 2,58 Watt.

Hasil crater berbeda dengan gambar 6

(a) (b) (c) Gambar 7. Hasil interaksi laser DPSS dengan silicon rubber sesudah dipasang optical chopper yang dilihat

dengan mikroskop dengan M= 4X (a) Daya 1,57 Watt, (b) Daya 2,11 Watt dan (c) Daya 2,58 Watt. Karena hasil crater yang dihasilkan pada daya 2,58 Watt (gambar 7c) lebih kecil dibandingkan dengan hasil crater pada gambar 6, maka untuk melihat perbedaan bentuk crater, crater dilihat dengan perbesaran mikroskop dengan M berbeda (10X, 20X dan 40X) yang ditunjukkan pada gambar 8.

(a) (b) (c)

Gambar 8. Hasil crater pada silicon rubber pada daya 2,58 Watt yang dilihat dengan perbesaran mikroskop berbeda-beda (a) 10 X, (b) 20 X dan (c) 40 X.

Hasil interaksi laser DPSS kontinyu pada gambar 6 menunjukkan bahwa semakin besar daya laser maka tingkat kedalaman crater dipermukaan silicon rubber akan semakin dalam. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan gambar 6a, 6b dan 6c, dimana gambar 6c dengan daya paling tinggi (2,58 Watt) menunjukkan kedalaman crater yang paling dalam diantara 6a (1,57 Watt) dan 6b (2,11 Watt). Gambar 7 menunjukkan bahwa laser DPSS yang telah dipasang optical chopper menghasilkan interaksi yang berbeda dengan gambar 6. Gambar 7c (2,58 Watt) menunjukkan adanya crater yang lebih kecil dan bentuknya berbeda (gambar 8) dibandingkan dengan crater pada gambar 6c (2,58 Watt). Dan pada gambar 7a (1,57 Watt) serta 7b (2,11 Watt), dari pengamatan mikroskop belum didapatkan crater pada permukaan silicon rubber. Perbedaan crater disebabkan karena adanya optical chopper. Optical Chopper yang berputar akan membatasi perambatan gelombang pada cahaya laser DPSS kontinyu yang melewatinya, sehingga cahaya laser ada yang diteruskan dan ada yang terhalang. Pola cahaya yang diteruskan dan terhalang akan mengubah sinyal kontinyu yang perambatannya konstan terhadap waktu menjadi sinyal pulsa yang perambatannya berubah terhadap waktu. Pada saat laser DPSS sebelum dipasang optical chopper berinteraki dengan material, cahaya laser yang beinteraksi dengan silicon rubber menyebabkan adanya proses pemanasan (heating) terus menerus sehingga akan ada permukaan silicon rubber yang terbakar dan berlubang. Sedangkan pada interaksi laser DPSS setelah dipasang optical chopper dengan material, silicon rubber akan ditumbuk oleh cahaya pulsa. Tumbukan cahaya yang terjadinya pada material menyebabkan pemanasan (heating) pada permukaan silicon rubber tidak berlangsung terus menerus sepanjang waktu, sehingga crater yang dihasilkan lebih kecil dan berbeda dibandingkan dengan crater hasil interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper.

Page 34: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

34

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasangan optical chopper pada set-up laser DPSS mengubah cahaya kontinyu menjadi sinyal pulsa karena fungsi frekuensi yang dimiliki oleh optical chopper menyebabkan optical chopper berputar dan memotong-motong cahaya kontinyu menjadi pulsa. Dengan menggunakan penghitungan gerak melingkar beraturan didapatkah bahwa optical chopper bergerak melingkar dengan 1200 putaran, pulsa yang dihasilkan 1200 pulsa/detik, kecepatan sudut 62,8 rad/s dan kecepatan linier 3,14 m/s. Interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical choper dengan silicon rubber menunjukkan bahwa semakin tinggi daya laser maka tingkat kedalaman pada crater di permukaan silicon crubberr akan semakin dalam. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa laser DPSS dengan daya 2,58 Watt menghasilkan crater paling dalam dibandingkan dengan crater yang dihasilkan pada daya laser 1,57 Watt dan 2,11 Watt. Sedangkan hasil interaksi laser DPSS setelah dipasang optical chopper dengan silicon rubber menunjukkan pada daya 2,58 Watt dihasilkan crater yang berbeda dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan interaksi laser DPSS sebelum dipasang optical chopper pada daya 2,58 Watt. Dan untuk daya 1,57 Watt dan 2,11 Watt belum terlihat adanya crater. Perbedaan hasil interaksi antara dua set-up laser disebabkan karena adanya optical chopper yang berputar sehingga mengurangi pemanasan (heating) terus menerus pada material.

5. DAFTAR PUSTAKA [1] A.E. Siegman, Lasers (University Science Books, Mill Valley, 1986), hlm.1. [2] S. Hidayat, Prinsip Dasar Laser Polimer Hibrid (ISBN : 978-979-3985-73-7), Bandung, 2009, editor:

W. Nadeak, T.P. Sendjaja, F. Djajasudarma, B.A. Kurnani, D. Hariyadi, Wahya, C. Sobarna dan D. Indira (Unpad Press), hlm. 6-7.

[3] J.C. Ion, Laser Processing of Engineering Materials (Principles, Procedure and Industrial Application ) (Elsevier Butterworth-Heinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP, 2005), hlm.32.

[4] E.J. Asibu, Priciples of Laser Materials Processing (John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey, 2009), hlm.65.

[5] P.M. Fishbane, S.G. Gasiorowicz dan S.T. Thornton, Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics (Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey, 2005), hlm.74.

[6] Elforlight, FQ and FC Series Diode Pumped Solid State Lasers (Elforlight Ltd, 4B Brunel Close, Daventry, Northants NN11 8RB, UK). http://www.elforlight.com/pdf/FQ_series_1064.pdf, 17 Maret 2010,.

[7] Stanford Research System, Model SR540 Optical Chopper (Stanford Research System, Inc., 1290-D Reamwood Ave, Sunnyvale, CA 94089, USA, 1997).

http://www.thinksrs.com/downloads/PDFs/Manuals/SR540m.pdf, 4 Januari 2011.

Page 35: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

35

Pengaruh Medan Magnet terhadap Struktur Elektronik Elektron Tunggal Quantum Ring Dua Dimensi

SLAMET PRIYONO

Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPITEK Tangerang, Indonesia E-MAIL : [email protected]

KAMSUL ABRAHA

Departemen Fisika-FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia

INTISARI:Telah dilakukan studi teoritis struktur elektronik quantum ring electron tunggal dalam system 2D dalam pengaruh medan magnet secara analitik. Penentuan struktur elektronik dilakukan dengan menyelesaikan persamaan Shrodinger kemudian dilakukan pendekatan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa swanilai elektron tunggal sistem

quantum ring dalam pengaruh medan magnet adalah 121' nE cn yang berarti bahwa seluruh keadaan

termasuk dalam pita Landau terendah (lowest Landau band). KATA KUNCI : Kuantum ring, medan magnet, struktur elektron, pita landau ABSTRACT : Theoretical study on the electronic structures of a single electron quantum ring in two dimension with external magnetic field was discussed by using analytical method. Electronic structures was determined by solving the Shrodinger equation throught variable separation. The results of calculations showed that eigen state of a single electron

in quantum ring system with external magnetic field is 121' nE cn , it’s means that all energy spectrum

enters lowest Landau band if cylotron frequency is much larger than the frequancy associated with the potential confinement and for narrow ring. KEYWORDS : Quantum ring, magnetic field, electronic structures, Landau band 1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi nano begitu pesat yang salah satu diantaranya dengan ditemukannya suatu teknik pengungkungan elektron melalui fabrikasi. Teknik pengungkungan elektron terbaru yang berhasil dikembangkan oleh ilmuwan saat ini adalah pengungkungan sistem quantum ring yang merupakan generasi dari quantum dot[1]. Pengungkungan elektron merupakan usaha untuk menjebak elektron dalam sumur quantum dengan suatu potensial tertentu sehingga arah gerak electron terbatas. Pada sistem quantum ring elektron hanya dapat bergerak melingkar dan kearah radial tetapi tidak dapat bergerak secara vertical. Elektron yang terkungkung di dalam suatu potensial tertentu akan menyebabkan terjadinya kuantisasi energi yang memberikan struktur elektronik dan sifat-sifat material. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh medan magnet terhadap struktur elektronik elektron tunggal quantum ring dua dimensi. Dengan mengetahui struktur elektronik dalam medan magnet akan diketahui perilaku spin, sifat magnetik, dan pecahnya energi dari atom buatan sistem quantum ring. Dalam medan magnetik, spin dapat menyimpang ke kanan atau kiri tergantung arah dari medan magnet yang diberikan sehingga spin dapat berupa spin-up atau spin down. Perilaku spin ini yang dipakai dalam pembuatan memori komputer dan ATM. Dengan mengetahui sifat magnetik suatu atom, maka akan diketahui atom atau material buatan tersebut akan masuk dalam golongan ferromagnetik, paramagnetik, atau diamagnetik. Dan dalam medan magnetik struktur elektronik dapat terpecah, hal ini yang disebut dengan efek Zeeman. Model potensial ring dapat diperoleh dengan meninjau eksperimen yang dilakukan oleh Lorke et al (2000), mengenai penumbuhan mandiri quantum ring AsGaIn x-1x yang hanya melibatkan sebuah elektron2. Bentuk geometri potensial ring yang digunakan Lorke dkk ketika eksperimen dan kemudian dilakukan analisis matematis dapat dirumuskan oleh Pers (1).

20

202

1 rrmrV e (1)

dengan 0r adalah jari-jari ring. Secara dua dimensi potensial ring merupakan potensial sumur ganda (double

well potential), untuk lebih jelasnya lihat Gambar (1). Untuk kasus khusus 00 r maka potensialnya

Page 36: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

36

merupakan potensial quantum dot. Perbedaan antara sistem quantum ring dan quantum dot adalah ada tidaknya potensial penghalang (barrier) di dalam potensial pengungkung

Gambar 1. Potensial ring yang menyerupai potensial sumur ganda Perhitungan struktur elektronik quantum dots dua dimensi baik tanpa medan magnet maupun dengan medan magnet telah dilakukan oleh Cahyanto dkk [2] yang salah satunya menggunakan pendekatan analitik telah berhasil menentukan swanilai dan swafungsinya. Swanilai inilah yang memberikan struktur elektronik sistem quantum dot dengan elektron tunggal menurut 120 mnEnm yang menunjukkan bahwa struktur kulit atom buatan sistem quantum dot dapat digambarkan dengan set aras energi merosot yang terisi penuh oleh 2, 6, 12, 18, dan seterusnya yang dikenal sebagai ”bilangan magis” untuk atom buatan sistem quantum ring. Sedangkan dalam pengaruh medan magnet, seluruh keadaan struktur elektronik

21' nE cnm masuk dalam kawasan Landau[3].

Sedangkan perhitungan struktur elektronik quantum ring dua dimensi tanpa adanya medan magnet telah dilakukan oleh Priyono dkk [4] yang memberikan 10 mnEnm . Pengisian secara penuh kulit atom ini membentuk pola N = 2, 8, 18, 32...pola inilah yang disebut ”bilangan magis” untuk atom buatan sistem quantum ring. Pengungkungan elektron dalam sistem quantum dot dan ring menunjukkan perilaku seperti atom real. Hasil perhitungan struktur elektronik quantum dot dan ring tanpa medan magnet memberikan hasil yang tidak terlalu jauh, hanya berbeda pada bilangan kuantum radial1, sehingga hasil perhitungan struktur elektronik elektron tuggal quantum ring dalam pengaruh medan magnet diprediksikan tidak akan jauh berbeda dari quantum dot. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode analitik dan penyelesaian persamaan Schrodinger dilakukan dengan menggunakan pemisahan variabel. Langkah-langkah penyelesaian persamaan

Schrodinger adalah dibentuk Hamiltonian )ˆ(H dari operator energi kinetik dan potensial ring dan

dimasukkan operator potensial vektor ( A ) sebagai wakil dari medan magnet, kemudian disubtitusikan

operator potensial vektor rBA

21ˆ pada Hamiltonian )ˆ(H selanjutnya dijabarkan. Digunakan tripel

product CBACBA

dan subtitusi mceB

c . Dipilih sistem koordinat polar (karena simetris

agar memudahkan perhitungan). Kemudian subtitusi operator momentum dengan ip

dengan 2

2

22

2 11

rrrr

, subtitusi pula 4

220

2 c dan dibentuk persamaan Shrodinger

EH ˆ . Selanjutnya dilakukan pemisahan variabel r dan dengan subtitusi '' r kedalam persamaan Shrodinger. Persamaan Shrodinger bagian azimut diselesaikan (persamaan yang

Page 37: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

37

mengandung variabel ). Persamaan Shrodinger bagian radial diselesaikan untuk daerah asimtotik terlebih dahulu, yaitu daerah 0r dan ~r . Kedua hasil penyelesaiaan daerah asimtotik dikombinasikan dan ditambah tetapan kombinasi rL kemudian di subtitusi kembali ke persamaan Shrodinger bagian radial

dan subtitusi raz maka akan terbentuk fungsi khas tertentu. Kemudian ditarik penyelesaian khusus fungsi khas tersebut. Seluruh hasil penyelesaian baik di bagian azimut maupun radial dikombinasikan untuk mendapatkan fungsi gelombang. Digunakan syarat khusus suatu fungsi agar menjadi polinomial untuk mendapatkan eigen state/energi. Terakhir, dilakukan pendekatan untuk medan magnet yang besar dan jari-jari potensial ring yang kecil. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini memberikan analisis pengaruh medan magnet luar yang diberikan tegak lurus pada ring. Sama seperti pada kasus quantum dot, efek Zeeman dan interaksi spin orbit sebagai akibat adanya medan magnet luar ini diabaikan karena pengaruhnya cukup kecil dibandingkan dengan efeknya terhadap pengubahan orbital3. Pada kasus ini Hamiltonian sistem 'H dalam medan magnetik akan berbentuk

20

20

2

21)(ˆ

21'ˆ rrmrA

cep

mH e

e

(2)

dengan zBB ˆ

dan potensial vektor rA dipilih bersimetri tera, sehingga dapat diambil rBA

21

.

Seperti pada kasus quantum ring 1D, Hamiltonian setelah dikenai medan magnet eksternal mengandung suku potensial vektor A

dan bukan medan magnet B

. Selanjutnya, Pers (2) di atas dapat diuraikan menjadi

20

20

22

2222

21ˆ

8ˆˆ

22ˆˆˆ

21 rrmr

cmBeBrp

cme

mprA

cep

m eeee

(3)

dengan memanfaatkan aturan perkalian tiga CBACBA

dan definisi frekuensi siklotron cmBe ec / , Hamiltonian sistem akhirnya menjadi

02

020

2202

2

2

2

22

2

221ˆ

211

2ˆ rrrmrmrmL

rrrrmH e

ecez

c

e

(4)

dengan zL adalah komponen-z operator momentum sudut. Dengan mengambil 4

220

c dan

mengingat swanilai mLz ˆ , maka hamiltonian akan menjadi

02

020

222

2

22

2

221ˆ

2111

2'ˆ rrrmrm

rrrrmH ee

e

(5)

Hamiltonian Pers (5) dimasukkan ke dalam persamaan Schrödinger memberikan

0'221ˆ

2111

2 02

020

222

2

22

2

Errrmrmrrrrm ee

e

(6)

dengan 'E dan ' adalah nilai eigen dan fungsi eigen setelah diberi medan magnet eksternal. Selanjutnya untuk mendapatkan solusi bagi Pers (6) diatas, maka dilakukan pemisahan variabel

''' r (7) Subtitusi Pers (7) ke Pers (6) menghasilkan

Page 38: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

38

02''

1''

''

2220

20

2422

2

2

22

rkrrrrrad

ddr

rdrdr

rdr

(8)

dengan 2

'2

Emk e yang berkaitan dengan nilai eigen ,

0 em , dan

ema . Penyelesaian

persamaan untuk variable azimuth adalah

0'' 22

2

m

dd

(9)

dengan m adalah bilangan kuantum azimuth yang berupa bilangan bulat. Solusi persamaan diatas adalah

imAe' (10) dengan A adalah faktor normalisasi. Persamaan Schrödinger bagian radial adalah

0''2'''1' 20

20

2222

2

2

2

rkrrrrrrar

rm

drrd

rdrrd (11)

Dengan cara yang sama seperti pada kasus tanpa medan magnet luar1, syarat fisis yang harus dipenuhi oleh

fungsi gelombang radial r' adalah bahwa saat 0r maka r' (finit), dan saat r

maka 0' r . Selanjutnya persamaan differensial ini di sekitar 0r (yang berkaitan dengan antisipasi titik singular reguler untuk keperluan penyelesaian ekspansi di titik tersebut) dapat dinyatakan sebagai ungkapan

0''1'

2

2

2

2

r

rm

drrd

rdrrd

(12)

Penyelesaian persamaan differensial ini dapat dikerjakan dengan metode Frobenius yang menghasilkan solusi

berbentuk mrr ' . Dengan alasan sama untuk asimptot r , maka persamaan Schrödinger bagian radial menjadi berbentuk

0'2' 2

022

2

2

rrrradr

rd (13)

Solusi Pers (13) adalah

arrra

er 22 0

222

'

. Selanjutnya, kombinasi dua hasil di atas menghasilkan

bentuk fungsi gelombang bagian radial

rLerr arrra

m 22 0

222

'

(14)

Substitusi Pers (14) ke dalam Pers (11) akan menghasilkan

02

22212 20

2202

2

20

40

22

02

2

2

rLrkar

ra

rar

mrama

drrdLrar

arm

drrLd

(15)

dengan memperkenalkan variabel baru raz , rL menjadi berbentuk persamaan differensial Heun Biconfluent (Biconfluent Heun(BCH) differential equation) yang memiliki bentuk umum[4].

Page 39: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

39

02

4244222212 2/30

2

2/30

2

3

20

4220

22

2/30

22

2

2

zL

za

rma

rzma

rark

dzzdL

za

rmz

dzzLd

(16)

dan memiliki penyelesaian berupa fungsi HeunB yaitu

zzL ,,,,HeunB (17)

dengan m2 ,

3

02

em

r , 3

20

420

22

ee m

rm

rk , 0 , dan

rmz e

. Dengan syarat fungsi HeunB akan menjadi polinomial jika dan hanya jika n22

dengan ,...2,1,0n adalah bilangan kuantum radial4. Setelah kondisi ini terpenuhi, fungsi gelombang baru dapat dinormalisasi. Dengan demikian penyelesaian lengkap Pers (6) adalah dengan mengkombinasikan hasil yang telah diperoleh pada Pers (10), (14), dan (17) yaitu

ime

e

arrra

mnmnm er

mmn

mrmerCr

,0,12,2,2HeunB,'3

02

2 0222

(18)

dan diperoleh swanilai sebuah elektron dalam medan magnet yaitu

21

21

42

14

' 2222

2422

cooeco

ooeconm mrmrmmnE

(19)

Jika medan magnet B

yang diterapkan pada sistem cukup besar maka akan mengakibatkan 0 c , sehingga spektrum energi Pers (19) akan menjadi

211

21' 22

ooecnm rmnE (20)

Pada Pers (20) menunjukkan bahwa swanilai mengandung suku potensial penghalang 20

202

1 rmV ebarrier ,

hal ini berarti bahwa potensial penghalang ini sangat berperan dalam proses pemecahan energi meskipun medan magnet sangat besar 0 c . Sedangkan untuk kasus ring yang kecil (narrow ring) maka suku kedua Pers (20) dapat diabaikan sehingga, swanilai elektron tunggal dalam medan magnet menjadi

121' nE cn (21)

dalam kasus ini seluruh keadaan termasuk dalam pita Landau terendah (lowest Landau band), aras Landau merupakan kuantisasi orbil elektron dalam medan magnetik. Dan pada keadaan ini elektron dalam ring berlaku seperti partikel bebas (tidak dapat dikopling dengan interaksi Coulomb karena kekekalan momentum sudut) dalam pengaruh medan magnet yang sangat besar. Ukuran atom buatan quantum ring dapat bervariasi secara kontinu (dengan mengatur tegangan gerbang), saat ukuran ring diperbesar maka energi Coulomb yang timbul sebagai tolakan antar elektron menurun karena rerata jarak antar elektron bertambah jika jumlah elektron dibuat tetap. Karena ukuran atom quantum ring lebih besar dari atom dots maupun atom real, efek medan magnetik juga akan lebih mudah diamati dengan kuat medan yang jauh lebih kecil. Hal ini dikarenakan atom buatan akan lebih banyak menampung fluks kuantum magnetik dengan luasan atom yang dimilikinya.

Page 40: Volume 28 Edit Cetak

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH Volume 28, November 2010

40

4. KESIMPULAN Telah berhasil ditentukan struktur elektronik elektron tunggal sistem quantum ring dua dimensi dalam pengaruh medan magnet luar melalui pendekatan analitik. Hasil akhir perhitungan adalah

121' nE cn , hal ini menunjukkan bahwa pengaruh medan magnet yang besar dan jari-jari ring

yang kecil menyebabkan seluruh keadaan/struktur elektroniknya berada dalam pita Landau terendah yang pada akhirnya akan mempengaruhi sifat-sifat magnetik. DAFTAR PUSTAKA [1]. Priyono, S., Absor, M.A.U., Umar, M.D., dan Abraha,K., 2009,”Struktur Elektronik Elektron

Tunggal dalam Sistem Quantum Ring”,Prosiding Seminar Nasinal Penelitian, pendidikan, dan Penerapan MIPA, FMIPA UNY, Yogyakarta

[2]. Lorke, J. Luyken, A.O. Govorov, dan J.P. Kotthaus, 2000, “Spectroscopy of Nanoscopic, Semiconductor Ring”,Physical. Review. Letters. 84, 2223

[3]. Cahyanto, W. T., Abraha, K., dan Nurwantoro, P., 2006, “Theoretical exposition of a single electron quantum dot”, Proceeding of 1st International Conference on Advanced Material and Practical Nanotechnology, Serpong

[4]. Arriola, E.R. Zarzo, A. dan Dehesa, J.S,1991,“Spectral Properties of the Biconfluent Heun Differential Equation”, Journal. Computation. Applied. Mathematic. 37 161-169