vol. 8 no. 1, mei 2014 issn 1979 -3103...

86
i Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103

Upload: ngoque

Post on 30-Jan-2018

271 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

i

Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -31030000

Page 2: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

ii

PHYSICAL EDUCATION HEALTH AND RECREATION JOURNALJurnal PJKR

Jl. Menteri Supeno 13 Manahan Surakarta 57139 E-Mail : [email protected], Fax. (0271) 714957

Terbit dua kali dalam setahun pada bulan Mei dan November , berisi naskah hasil Penelitian, gagasan konseptual,iptek mengenai pendidikan jasmani, kesehatan, dan rekreasi.

Ketua Dewan penyuntingDrs. Sarwono, M.S

Wakil Ketua Dewan penyuntingDrs. Heru Suranto, M.Pd

Mitra Bestari:Prof. Dr. Sugiyanto. (Universitas Sebelas Maret Surakarta)

Prof. Dr.H.M. Furqon H, M.Pd. (Universitas Sebelas Maret Surakarta)Prof. Dr. Agus Kristyanto, M.Pd (Universitas Sebelas Maret Surakarta)

Prof. Dr. H. Harsuki, M.A. (Universitas Negeri Jakarta)Prof. Dr. Tandyo Rahayu, M.Pd. (Universitas Negeri Semarang)

Prof. Dr. Gusril, M.Pd (Universitas Negeri Padang)Prof. Dr. I Nyoman Kanca, M.Kes (Universitas Pendidikan Ganesa Singaraja)

Prof. Drs. Wawan Sundawan, M.Pd (Universitas Negeri Yogyakarta)Prof. Dr. M.E. Winarno (Universitas Negeri Malang)Dr. dr. BM Woro K (Universitas Negeri Yogyakarta)

Penyunting PelaksanaDrs. Heru Suranto, M.Pd

Drs. Agus Margono, M.KesDrs. Sarwono, M.S

Dra. Hanik Liskustyowati, M.KesDrs. Budhi Satyawan, M.Pd

Sekertariat :Tri Winarti Rahayu, S.Pd, M.Or.

Deddy Whinata Kardiyanto, S.Or., M.PdRonny Syaifullah, S.Pd, M.Pd

Tata Usaha:Sri Wahyuni

Susanto

Jurnal PJKR :Diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi, Jurusan Pendidikan Olahraga danKesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Publikasi Naskah: Penyunting menerima naskah yang belum pernah diterbitkan dalam jurnal dan lain sebagainya.(Petunjuk bagi penulis : baca pada bagian sampul belakang)

Alamat Redaksi: JPOK FKIP UNS Surakarta. Jl. Menteri Supeno 13 Manahan Surakarta. 57139. Telp/Fax : (0271)714957. E-Mail : [email protected].

Page 3: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

iii

PHYSICAL EDUCATION HEALTH AND RECREATION JOURNALJurnal PJKR

Jl. Menteri Supeno 13 Manahan Surakarta 57139 E-Mail : [email protected], Fax. (0271) 714957

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga dapat tersusun Jurnal “PHEDHERAL” ini.

Jurnal ini berisi tentang pembahasan permasalahan yang ada hubungannya dengan

pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi. Dengan adanya jurnal ini diharapkan mampu

mewadahi ide, gagasan konseptual para peneliti dan penulis yang berupa artikel ataupun

hasil penelitian, agar dapat terpublikasi kepada masyarakat.

Setelah beberapa waktu berlalu, sehingga jurnal ini dapat diselesaikan sesuai

dengan rencana, dan dengan tersusunnya jurnal ini, kami selaku redaksi ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada para penulis yang telah memberikan

kontribusinya untuk penerbitan kali ini, dan mohon maaf kepada penulis yang artikelnya

belum termuat.

Demikian, mudah-mudahan jurnal ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia

pendidikan khususnya pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi, dan taklupa redaksi

tetap mengharap kiriman artikel atau hasil penelitian dari para penulis.

Surakarta, Mei 2014

Redaksi

Page 4: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

iv

PHYSICAL EDUCATION HEALTH AND RECREATION JOURNALJurnal PJKR. Volume 8 No. 1 Me 2014

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………… i

Personalia …………………………………………………… ii

Kata Pengantar ............................................................................... iii

Daftar Isi …………………………………………………… iv

Sarwono Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan DisiplinSiswa Dalam Pembelajaran PendidikanJasmani................................................................

1 – 17

Deddy Whinata Faktor Penyebab Terjadinya Agresivitas SaatBertanding Pada Atlet Sepakbola PekanOlahraga Pelajar Daerah (Popda) KabSumenep..............................................................

18 – 30

Achmad Suparto Pengaruh Latihan Rubber Dan Burble TerhadapKekuatan Dan Power Otot Lengan Pada PemainBolavoli…………………….................................

31 – 45

Boby Ardiasyah Dampak Kecemasan Pada Atlet Bola Basket

Sebelum Bertanding.............................................

46 – 54

Yudha Ranto HB Efektifitas Kemimpinan Lembaga SwadayaMasyarakat Dalam Pembinaan Olahraga Prestasi(Study Kasus Di Padepokan Angkat Besi DanAngkat Berat Gajah Lampung)………................

55 – 73

Taufik Hidayat Strategi Public Relations Pt. Deteksi BasketLintas (Dbl) Indonesia Dalam Liga NationalBasketball League (Nbl) Indonesia 2013-2014......................................................

58-72

Petunjuk Penulisan ............................................................................... 73

Page 5: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

v

Page 6: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 1

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN DISIPLIN SISWADALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

SarwonoUniversitas Sebelas Maret

ABSTRACT

Passive and undisciplined behavior of students on the learning processimplemented physical education is a frequent problem encountered by the teachers,especially for young teachers. In fact, an experienced teacher also still encounter studentswho are undisciplined and passive behavior of students in learning. Various efforts andstrategies to improve student learning activities and disciplines need to be owned by theteachers as to increase its efforts to avoid these problems become more severe. Some ofthe guidance system of discipline is more emphasis on extrinsic motivation, while othersemphasize the intrinsic motivation. Regardless of the coaching system selected by theteacher disciplined by the teacher, the application development needs to be doneconsistently disciplined, rigorous, and still appreciate the feelings and self-esteem.

Keyword: learning activities; discipline students; learning, and physical education

PENDAHULUAN

Mengawali tulisan ini ada baiknya dikemukan

beberapa hasil penelitian yang topiknya serupa

dan ada kaitannya dengan judul tulisan yang

diajukan, sekadar komparasi agar

pengkajiannya lebih komprehensif. Di antara

banyak penelitian dalam lingkup Pedagogi

Olahraga khususnya, berikut disajikan beberapa

contoh penelitian relevan yang telah

dilaksanakan di Amerika. Siedentop,

Tousignant, dan Parker (1982) meneliti tentang

Academic Learning Time-Physical Education

(ALT-PE). Zakrajsek, Darst, dan Mancini

(1989) mengembangkan instrumen-instrumen

observasi untuk keperluan penelitian dalam

Proses Belajar Mengajar (PBM) Pendidikan

Jasmani (Penjas) yang sampai sekarang

instrumen tersebut banyak digunakan oleh

lembaga-lembaga persiapan guru Penjas

(Physical Education = PE) di Amerika.

Siedentop (1994), mengembangkan

model manajemen kelas dan pembinaan disiplin

dalam PBM Penjas yang sering disebut sebagai

model Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian-

penelitian praktis seperti Penelitian Aksi (Action

Research dan/atau Penelitian untuk

“Sport Education” melalui aplikasi

konsep “Level of Affective Development”.

Penelitian untuk pengembangan aspek yang

sama juga dilakukan oleh Hellison (2003)

dengan sebutan model“Teaching Responsibility

through Physical Activity”. Model-model

pembelajaran Penjas seperti itu, sekarang ini

banyak diterapkan di sekolah-sekolah dalam

PBM Penjas di Amerika. Semua kegiatan

penelitian tersebut berdampak positif terhadap

pendidikan guru. Calon guru Penjas di Amerika

sekarang ini mempunyai pengetahuan dan

keterampilan yang lebih luas tentang

manajemen kelas, disiplin siswa, supervisi, dan

keterampilan mengajar lainnya. Namun

demikian, penelitian dalam lingkup Pedagogi

Olahraga di Indonesia masih jarang dilakukan.

Misalnya, Lutan (1992) meneliti tentang

Jumlah Waktu Aktif Belajar (JWAB) pada PBM

Penjas di Jawa Barat yang hampir serupa

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Siedentop et al., (1982) yaitu tentang Academic

Learning Time-Physical Education (ALT-PE).

orang tua mungkin kurang merasa puas

terhadap keberhasilan program sekolah

anaknya. Pada akhirnya PBM Penjas kurang

Page 7: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 2

Pengembangan Kualitas Pembelajaran (PPKP)

lainnya (Puslitjaknov Depdiknas, 2008;

Pusbangsisjar LPP UNS, 2010) dalam kerangka

ilmu Pedagogi Olahraga mungkin akan dapat

lebih mengembangkan eksistensi Penjas di

Indonesia saat ini.

Salah satu tantangan yang senantiasa

harus dicari pemecahannya oleh guru Penjas

pada waktu mengajar di sekolah akhir-akhir ini

adalah bagaimana menciptakan lingkungan dan

manajemen pembelajaran yang mendukung

terhadap kelancaran pelaksanaan proses

pembelajaran sehingga siswa dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh

guru. Penciptaan lingkungan pembelajaran

tersebut ditujukan untuk menghindari

kemungkinan terbentuknya kondisi lingkungan

pembelajaran yang tidak kondusif terhadap

pelaksanaan pembelajaran Penjas. Beberapa

gejala tersebut dapat diamati dari kurangnya

perhatian siswa terhadap penjelasan guru, antara

lain: siswa sibuk dengan urusannya masing-

masing, tidak mengikuti petunjuk guru, tidak

mendengarkan guru, melalaikan perintah guru,

tidak mau belajar, dan sebagainya. Keadaan

tersebut sudah barang tentu tidak diinginkan

oleh semua guru Penjas, karena hal itu akan

merugikan semua pihak. Guru Penjas mungkin

akan merasa jenuh, bosan, atau jengkel terhadap

siswanya. Siswa tidak cukup memadai dan lama

mendapat kesempatan belajar (active learning

time =ALT atau waktu aktif belajar =WAB

tidak memadai). Demikian juga pihak

sekolah dan

dan mempresentasikan informasi, 3)

membuat pertanyaan, dan 4) mengevaluasi

kemajuan, sedangkan interaksi, proses, atau

kegiatan manajemen kelas meliputi: 1)

menciptakan dan memelihara kondisi kelas, 2)

memberi pujian terhadap perilaku yang baik,

berhasil. Untuk itu, upaya penciptaan

lingkungan pembelajaran Penjas yang

mendukung terhadap berhasilnya pencapaian

tujuan pembelajaran dipandang perlu untuk

diupayakan. Namun demikian, usaha-usaha

yang sifatnya dapat menghambat kreativitas

siswa dalam belajar, misalnya, menghukum

siswa dalam batas yang tidak wajar, harus

dihindari sedapat mungkin. Dengan hukuman

seperti itu, mungkin saja anak kelihatannya taat,

patuh, selalu mengikuti segala perintah

gurunya, dan sangat disiplin. Tetapi dibalik itu

semua, mungkin saja siswa tersebut sebenarnya

bukannya disiplin dengan penuh kesadaran

akan tetapi karena merasa takut hingga

perilakunya mengesankan penurut.

Disiplin karena takut ini lambat laun

dapat menyebabkan siswa tersebut menjadi

kurang berkembang dengan secara optimal,

mulai dari takut bertanya, takut mengemukakan

gagasan, takut salah, takut dan selalu takut yang

akhirnya kreativitas terhambat. Sifat penurut

seperti itu tentu saja tidak diinginkan oleh

semua guru Penjas, karena sifat penurut seperti

itu bukan salah satu dari tujuan yang

diharapkan dalam tujuan pembelajaran Penjas

yang sebenarnya. Sehubungan dengan uraian

tersebut, usaha-usaha yang sifatnya edukatif

untuk meningkatkan aktivitas belajar dan

disiplin siswa perlu diciptakan dan dikelola

oleh guru Penjas.

Guru Penjas perlu membedakan antara

proses pembejalaran dan manajemen kelas.

Interaksi, proses, atau kegiatan pembelajaran

meliputi:1) mendiagnosis kebutuhan kelas, 2)

merencanakan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta), di Indonesia tidak ada filosofi

pendidikan. Pendapat itu didapatkannya dari

tilikan dokumen yang menjadi dasar kegiatan

sejak beberapa tahun ini. Bahkan dokumen

Page 8: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 3

dan 3) mengembangkan hubungan guru dan

siswa. Keterampilan manajemen kelas

merupakan hal yang penting dalam

pembelajaran yang efektif-efisien. Praktik

manajemen kelas yang efektif-efisien yang

dilaksanakan oleh pendidik akan menghasilkan

perkembangan keterampilan manajemen diri

siswa yang efektif-efisien pula. Ketika siswa

telah belajar untuk mengatur diri lebih efektif-

efisien, guru penjas akan lebih mudah

berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

pembelajaran. Agar tulisan ini lebih bermakna,

maka deskripsi diawali dengan pembahasan

hakikat pembelajaran dan hasil belajar,

kemudian dilanjutkan dengan pembahasan

tentang: upaya meningkatkan aktivitas belajar,

meningkatkan disiplin siswa, bentuk-bentuk

latihan dalam tingkat pengembangan afektif,

karakteristik sistem pembinaan disiplin yang

efektif, dan menyikapi realitas secara berturut-

turut akan dikaji lebih lanjut dalam uraian

berikut.

PEMBAHASAN

Hakikat Pembelajaran dan Hasil Belajar

Praksis Pendidikan: Dari “Kujana”

(Pintar, Terampil, tetapi Berperilaku Durjana)

Menjadi Sujana (Pintar sekaligus Arif-

Bijaksana) Mungkinkah? Judul berita di Harian

“Kompas”, 1 Mei 2012 seminggu yang lalu

sungguh mengejutkan dan menarik untuk

disimak, karena menurut Paul Suparno (mantan

Rektor awalnya dalam memahami pembelajaran

ini ditilik dari apa itu belajar, yang

penekanannya terletak pada perpaduan antara

belajar dan mengajar, yakni kepada

penumbuhan aktivitas belajar. Dengan

demikian, untuk memahami hakikat

pembelajaran, maka terlebih dahulu harus

dipahami komponen pembentuknya, yaitu

tentang hakikat belajar dan mengajar.

rasional yang mendasari Sisdiknas Nomor 20

Tahun 2003 pun tidak disertakan. Akibatnya, ...

dalam segala permasalahan praksis pendidikan

lebih menonjolkan pendekatan pragmatis

daripada pendekatan filosofis. Kekurangan itu

berdampak beruntun dalam kebijakan yang

diambil, yang menyangkut apa yang

dimaksudkan dengan pendidikan nasional,

tujuan, dan proses mencapainya dominasi

pragmatisme dalam kebijakan pemerintahan

pun tidak akan bertemu dengan pendekatan-

pendekatan pedagogis dan akademik, kecuali

masing-masing mengambil posisi demi baiknya

(Sularto, 2012). Dengan gambaran seperti

itulah, akhirnya orang atau makhluk hidup

belajar dan menghayati adanya proses

pembelajaran dalam arti pendidikan dan

pembelajaran di Masyarakat dan Negara yang

lebih luas.

Di lingkup yang lebih sempit, di Sekolah

konkretnya, pembelajaran dimaknai sebagai

akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan

konsep belajar (learning). Fathoni dan Riyana

(2011) memaknai konsep pembelajaran lebih

luas daripada konsep pengajaran, sementara

Suyono dan Hariyanto (2011) menyatakan

pembelajaran setara dengan pengajaran. Konsep

pembelajaran (belajar-mengajar) dan

pengajaran dapat diperdebatkan, atau diabaikan

saja yang penting makna dari keduanya.

Konsep-konsep tersebut dapat dipandang

sebagai sistem belajar bagi siswa dan sistem

mengajar bagi guru. Konsep awalnya dalam

memahami pembelajaran ini ditilik dari apa itu

belajar, yang penekanannya terletak pada

perpaduan antara belajar dan Pembelajaran

adalah suatu proses interaksi komponen-

komponen sistem pembelajaran. Konsep dan

pemahaman pembelajaran dapat dipahami

dengan menganalisis aktivitas komponen: guru,

Page 9: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 4

Terhadap ketiga istilah tersebut yaitu

belajar, mengajar, dan pembelajaran; dalam

konteks kekinian dibatasi sebagai berikut: 1)

belajar adalah refleksi sistem kepribadian siswa

yang menunjukkan perilaku yang terkait dengan

tugas yang diberikan, 2) mengajar adalah

refleksi sistem kepribadian guru yang bertindak

secara profesional, dan 3) pembelajaran adalah

refleksi sistem sosial tempat berlangsungnya

mengajar dan belajar. Kaitannya dengan

pembelajaran Penjas dalam konteks yang lebih

spesifik, maka makna pembelajaran

didefinisikan sebagai: 1)

aksi/tindakan/perbuatan atau cara menjadikan

orang belajar, dan 2) proses kegiatan interaksi

antara siswa-guru dengan lingkungan

pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran, atau 3) proses untuk

mengembangkan dan memberdayakan semua

potensi siswa, baik potensi akademik (kognitif,

afektif, psikomotor)*, potensi kepribadian,

potensi sosial, dan potensi vokasional ke arah

yang lebih baik menuju kedewasaan dalam

berpikir, bersikap, dan bertindak (Hasil

Refleksi, 2012).

* Kognitif = kemampuan yang berkaitan

dengan hal yang bersifat intelektual.

* Afektif = kemampuan untuk memilih suatu

tindakan dalam menghadapi situasi yang bersifat

spesifik.

* Psikomotor = kemampuan dalam

mengoordinasikan gerakan tubuh untuk mencapai

tujuan spesifik.

Oleh karena itu, perubahan perilaku pada

siswa perlu ditilik dari dua segi: 1) perubahan

perilaku sebagai hasil belajar, dan 2) perubahan

perilaku yang bukan dari hasil belajar. Adapun

yang harus dipastikan guru Penjas adalah bahwa

perubahan perilaku tersebut sebagai hasil

belajar.

Secara umum, hasil belajar siswa

siswa, bahan ajar, media, alat, prosedur, proses

dan tujuan belajar. Perubahan dan munculnya

beberapa konsep dan pemahaman tentang

belajar merupakan suatu bukti bahwa

pembelajaran adalah proses mencari kebenaran,

menggunakan kebenaran, dan

mengembangkannya untuk kepentingan

pemenuhan kebutuhan hidup manusia,

khususnya yang berhubungan dengan upaya

mengubah perilaku, sikap, pengetahuan dan

pemaknaan terhadap tugas-tugas selama

hidupnya. Dalam proses pembelajaran terdapat

unsur-unsur yang akan menghasilkan hasil

belajar. Melalui hasil belajar inilah maka

pembelajaran bisa berkelanjutan, sehingga

segala sesuatu yang dibutuhkan manusia

terpenuhi.

Substansi tentang proses belajar dan

pembelajaran, yaitu adanya proses perubahan

perilaku (kognitif, afektif, psikomotor) sebagai

hasil interaksi antara siswa-guru dengan

lingkungan pembelajaran. Dari pengertian ini

terkandung dua indikator atau unsur penting

yang menjelaskan tentang belajar yaitu: 1)

perubahan perilaku, dan 2) hasil interaksi.

Dengan dua indikator ini dapat disimpulkan,

bahwa siswa yang telah belajar pasti terjadi

perubahan perilaku, jika tidak maka belum

terjadi belajar. Selanjutnya bahwa perubahan

yang terjadi itu, harus melalui suatu proses,

yaitu interaksi yang direncanakan antara siswa-

guru dengan lingkungan pembelajaran untuk

terjadinya aktivitas atau proses pembelajaran,

jika tidak maka perubahan tersebut bukan hasil

belajar. 3) belajar menjadi diri sendiri, dan 4)

belajar untuk hidup dalam kebersamaan.

Bloom, Engelhart, Frust, Hill, dan Krahtwohl

(1956) menyebutnya dengan tiga ranah hasil

belajar, yaitu: 1) kognitif, 2) afektif, dan 3)

psikomotor. Mereka adalah penggagas awal

Page 10: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 5

dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor-

faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor

eksternal, yaitu faktor-faktor yang berada di luar

diri siswa. Darmawan dan Permasih (2011)

memerinci dengan detail yang termasuk faktor

internal adalah: 1) faktor fisiologis atau jasmani

individu baik yang bersifat bawaan maupun

yang diperoleh dengan melihat, mendengar,

struktur tubuh, cacat tubuh, dan sebagainya, 2)

faktor psikologis baik yang bersifat bawaaan

maupun keturunan, yang mencakup faktor

intelektual, faktor non-intelektual, dan 3) faktor

kematangan baik fisik maupun psikis. Adapun

yang termasuk faktor eksternal terdiri atas: 1)

faktor sosial, yang mencakup faktor lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan

masyarakat, dan kelompok, 2) faktor budaya

seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan dan

teknologi, kesenian dan sebagainya, 3) faktor

lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas

belajar, iklim, dan sebagainya, dan 4) faktor

spiritual atau lingkungan keagamaan. Faktor-

faktor tersebut saling berinteraksi secara

langsung atau tidak langsung dalam

memengaruhi hasil belajar yang dicapai

seseorang.

Secara khusus, sebagaimana

dikemukakan oleh UNESCO ada empat pilar

hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

melalui proses pendidikan dan pembelajaran,

yaitu: 1) belajar untuk mengetahui, 2) belajar

dengan melakukan, dalam proses serta hasil

belajar.

Sementara itu, dalam Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) hasil belajar

dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yaitu:

kompetensi akademik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi vokasional.

Keempat kompetensi tersebut harus dikuasai

oleh siswa secara menyeluruh/komprehensif,

yang selalu memandang bahwa kerangka pikir

tersebut sebagai sesuatu yang selalu

berkembang, tak pernah selesai dan tak pernah

menjadi baku. Mula-mula, hanya ranah kognitif

yang disusun (Bloom et al., 1956), ranah afektif

disusun kemudian (Krathwohl et al., 1964).

Akan halnya ranah psikomotor, Simpson

(1964), Harrow (1972), serta Jewett dan Mullan

(1977) telah menyusun kerangkanya, tetapi para

penggagas awal itu tak kunjung membuatnya.

Anderson dan Karthwohl (2001) merevisi

enam level proses kognitif Bloom et al. (1956),

yang semula tersusun dari: 1) pengetahuan; 2)

pemahaman; 3) aplikasi; 4) analisis; 5) sintesis;

dan 6) evaluasi dalam tabel taksonomi satu

dimensi (kolom saja), sekarang direvisi ke

dalam tabel taksonomi dua dimensi (baris dan

kolom), yakni empat level (baris) dimensi

pengetahuan: 1) pengetahuan faktual, 2)

pengetahuan konseptual, 3) pengetahuan

prosedural, dan 4) pengetahuan metakognitif,

sedangkan enam level (kolom) proses kognitif:

1) mengingat, 2) memahami, 3)

mengaplikasikan, 4) menganalisis, 5)

mengevaluasi, dan 6) mencipta. Berdasarkan

uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya proses pembelajaran ditandai dengan

perubahan tingkah laku atau perilaku secara

keseluruhan baik yang menyangkut segi

kognitif, afektif, maupun psikomotor. Proses

perubahan dapat terjadi dari yang paling

sederhana sampai yang paling kompleks, yang

bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya

peranan kepribadian Setelah guru mempelajari

kurikulum yang berlaku, selanjutnya guru

membuat suatu desain pembelajaran dengan

mempertimbangkan kemampuan awal siswa;

tujuan yang hendak dicapai; teori belajar dan

pembelajaran; karakteristik materi yang akan

diajarkan; pendekatan, strategi, model, metode,

Page 11: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 6

sehingga menjadi pribadi yang utuh dan

bertanggung jawab (Darmawan dan Permasih,

2011).

Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar

Peran guru tidak hanya terbatas sebagai

pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi

juga sebagai pembimbing, pengembang, dan

pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat

memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gambar

1 berikut adalah bagan integrasi interaksi,

kegiatan, dan proses belajar dalam manajemen

pembelajaran.

namun guru Penjas perlu mengetahui

jenis-jenis strategi dan teknik pengawasan mana

yang sesuai untuk diterapkan. Beberapa strategi

sangat efektif digunakan oleh guru tertentu

terhadap siswa tertentu, sementara yang lainnya

kurang atau tidak efektif. Adapun jenis-jenis

teknik pengawasan untuk meningkatkan

aktivitas belajar menurut Graham (Suherman,

1998) sebagai berikut:

1. Berdiri di Pinggir Lapangan

teknik, dan prosedur yang akan diterapkan; juga

media, sumber belajar yang akan digunakan;

serta unsur-unsur lainnya sebagai penunjang.

Setelah desain dibuat, kemudian proses

pembelajaran dilakukan. Dalam proses

pembelajaran inilah guru Penjas memainkan

peran yang amat luas, setidaknya 4 (empat)

peran utama guru profesional dalam

pembelajaran, yaitu berfungsi: 1) sebagai

pendidik profesional sekaligus pengajar, 2)

sebagai pembimbing sekaligus konselor, 3)

sebagai ilmuwan, peneliti, sekaligus inovator,

dan 4) sebagai pribadi atau insan kamil.

Selengkapnya peran guru dalam pembelajaran

adalah berfungsi sebagai: 5) desainer,

perencana, atau perancang dalam pembelajaran,

6) manajer, pengelola, atau organisator dalam

pembelajaran, 7) mediator dalam pembelajaran,

8) pemimpin sekaligus contoh, teladan atau

demonstrator dalam pembelajaran, 9) fasilitator

dalam pembelajaran, 10) motivator dalam

pembelajaran, 11) evaluator dalam

pembelajaran, dan 12) sebagai pemantau atau

pengawas dalam pembelajaran (Hasil Refleksi,

2012).

Berkenaan dengan implementasi fungsi

guru dalam pemantauan atau pengawasan

pembelajaran khususnya, agar aktivitas

belajar siswa meningkat, maka seorang

guru mutlak memahami jenis-jenis strategi

pembelajaran dan teknik-teknik

pengawasan dalam pembelajaran.

Walaupun tidak dapat menjamin seratus

persen, aktivitas belajar siswa.

4. Pengawasan Melekat

Usaha mengawasi siswa dari pinggir

lapangan dan dengan cara mendekati siswa

pada dasarnya merupakan usaha untuk

menanamkan konsep “pengawasan

melekat”, yaitu usaha untuk memberi kesan

GAMBAR 1: INTEGRASI KEGIATAN,INTERAKSI, DAN PROSES

PEMBELAJARAN

REKAYASAPENGEMBANGANPEMBELAJARAN

PERKEMBANGAN SISWASESUAI ASAS

EMANSIPASI MENUJUKEUTUHASN DAN

KEMANDIRIAN PRIBADI

GURU

SISWA

KURIKULUM

YANGBERLAKU

DESAINPEMBELAJARAN

DAMPAKPENGAJARAN

HASIL

BELAJAR

DAMPAKPENGIRING

AKSIGURUMENGAJAR

AKSISISWABELAJAR

PBM

Page 12: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 7

Ada kalanya untuk mengawasi siswa agar

tetap belajar sesuai dengan tujuannya, guru

Penjas berdiri di pinggir lapangan

atau di luar garis batas lapangan. Dengan

cara seperti ini sebagian besar siswa akan

terawasi dengan baik. Demikian pula siswa

akan merasa dirinya diawasi oleh gurunya

yang berdiri menghadapi siswa. Sebaliknya

guru yang berdiri di tengah-tengah siswa

tidak bisa mengawasi siswa secara merata.

2. Mendekati Siswa

Cara kedua yang dapat dilakukan untuk

mengurangi siswa pasif dalam belajar

adalah dengan cara mendekati, berdiri, dan

melihat siswa atau kelompok siswa yang

pasif dalam belajar. Dengan cara seperti ini,

sekalipun guru tidak bicara, siswa sering

kali mengetahui bahwa mengetahui bahwa

gurunya mengharapkan siswa belajar sesuai

dengan perintahnya, dengan demikian siswa

yang tadinya pasif menjadi giat belajar.

Namun demikian, ini tidak berarti guru

harus diam terus di tempat yang sama.

Setelah siswa aktif lagi belajarnya maka

guru Penjas harus mengawasi lagi atau

kelompok siswa lainnya, sehingga guru

akan terus berjalan di sekitar tempat belajar

untuk meningkatkan

yang berlangsung secara bersamaan,akan

tetapi masih tetap memelihara lingkungan

belajar seperti yang diharapkan. Sebagai

contoh: pada saat guru sedang mengawasi

jalannya proses pembelajaran, salah seorang

siswa datang dan minta ijin untuk

mengambil bola, selanjutnya guru melihat

siswa itu sambil mengangguk, menepuk

bahunya, tersenyum, atau mengatakan “Iya”

sebagai tanda setuju. Dalam contoh itu,

perhatian guru terbagi dua, yaitu melayani

siswa yang minta ijin dan mengawasi

pada siswa bahwa gurunya sedang

mengawasi siswa yang sedang belajar.

Namun demikian guru yang baik terkadang

mampu seolah-olah “menyimpan matanya

di belakang kepala siswa”, dengan

demikian tanpa harus diawasi langsung

oleh gurunya, siswa akan selalu belajar

dengan sungguh-sungguh karena dirinya

merasa selalu diawasi oleh gurunya,

5. Mengabaikan Kasus Tertentu

Dalam strategi ini, guru mengabaikan kasus

tertentu selama kasus itu tidak mengganggu

siswa yang lainnya dan siswa yang lainpun

tidak menganggu kasus itu. Sebagai contoh,

misalnya dalam pembelajaran senam yang

memfokuskan pada bentuk tubuh: bulat,

kecil, lebar, dan melilit. Setiap kali guru

menyuruh siswa tidak melakukan bentuk

tubuh tersebut, salah seorang siswa selalu

ingin lari. Namun dalam kasus tersebut,

siswa yang lari tidak mengganggu siswa

yang lainnya, demikian juga siswa yang

lainnya tidak merasa terganggu oleh siswa

yang lari tersebut. Maka dalam kasus ini

guru Penjas bisa saja mengabaikan kasus

siswa yang lari tersebut kalau saja cara

seperti itu akan lebih menguntungkan.

6. Secara Terpadu

Istilah ini merujuk pada kemampuan guru

Penjas dalam mengatasi beberapa masalah

atau kejadian misalnya, empat nama siswa.

Dengan demikian, lama kelamaan guru

akan mengingat seluruh nama siswanya

dengan baik.

7. Modeling

Yang dimaksud modeling (pemodelan) di

sini adalah guru Penjas menentukan dan

menunjuk satu atau beberapa siswa untuk

dijadikan model atas perilaku atau keterampilan

yang dilakukannya dengan baik. Sebagai

Page 13: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 8

jalannya proses pembelajaran. Dengan

demikian dalam waktu yang bersamaan,

guru mampu melayani siswa secara

individual dan mengawasi siswa lain sedang

belajar.

3. Mengingat Nama

Salah satu aspek kesulitan mengajar adalah

mendapatkan perhatian dari siswa yang

belum dihafal namanya. Pada siswa yang

sudah tahu namanya, guru dapat

menyebutnya dari kejauhan sehingga siswa

tahu bahwa gurunya mengharapkan siswa

itu memperhatikan atau meneruskan

usahanya. Sebaliknya, pada siswa yang

belum diketahui namanya, guru mungkin

harus mendekatinya atau memanggil tanpa

nama yang secara psikologis kurang

meninggalkan kesan yang baik. Oleh karena

itu, salah satu strategi yang sering juga

dilakukan para guru Penjas untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa adalah

dengan cara mengingat nama siswa.

Beberapa cara misalnya: menanyakan

langsung nama siswa, memanggil dari

daftar hadir, menulis pada kartu dan

ditempelkan pada baju siswa, atau secara

terprogram yaitu setiap kali guru mengajar

selalu mengingat, terus-menerus.

Meningkatkan Disiplin Siswa

Bagi siswa yang berdisiplin dan sudah

menyatu dalam dirinya, amalan sikap dan

perbuatan disiplin yang dilakukan bukan lagi

dirasakan sebagai suatu beban, sebaliknya akan

merupakan beban bila siswa tersebut tidak

melakukan disiplin, karena disiplin telah

menyatu menjadi bagian dari perilaku dalam

kehidupan sehari-hari. Mendisiplinkan siswa

tidak mudah dan memerlukan waktu yang relatif

lama. Untuk meningkatkan disiplin siswa, maka

perlu dilakukan pembinaan disiplin yaitu

contoh, guru memberhentikan kegiatan dan

berkata pada siswa “Bapak senang melihat

bagaimana Amir dan Agus melakukan

“dribbling”. Selanjutnya guru tersebut langsung

meneruskan penjelasan berikutnya, atau guru

tersebut meminta siswa yang disebut tadi untuk

memperagakan kemampuannya di depan siswa

yang lain. Cara seperti ini biasanya sangat

efektif bila diberikan terhadap siswa SD (anak

kecil) yang ingin mendapat perhatian gurunya.

Namun demikian, apabila strategi ini diberikan

secara monoton, misalnya guru selalu

menggunakan kalimat yang sama pada setiap

melakukan modeling, maka strategi ini acap

kali diabaikan oleh para siswa. Oleh karena itu,

efektivitas strategi ini sangat bergantung pada

tipe siswa, cara menggunakannya, dan

frekuensi penggunaannya. Betapa bagusnya

guru Penjas menerapkan strategi-strategi

tersebut, terkadang guru masih tetap

menghadapi siswa yang tidak mau melakukan

apa-apa, dalam kesempatan tersebut maka

hampir dapat dipastikan bahwa siswa tersebut

menghadapi masalah disiplin. Oleh karena itu,

pembinaan disiplin terhadap siswa hendaknya

diterapkan secara bersamaan dan dalam

mengikuti pelajaran di sekolahnya. Usaha yang

dilakukan secara bertahap dimulai dari: 1)

bagaimana menciptakan lingkungan dan dalam

mengikuti pelajaran di sekolahnya. Usaha yang

dilakukan secara bertahap dimulai dari: 1)

bagaimana menciptakan lingkungan dan

manajemen pembelajaran yang kondusif dalam

pelaksanaan proses pembelajaran, 2)

menjelaskan dan membina kegiatan rutin dalam

proses pembelajaran, 3) mengawasi dan

meningkatkan aktivitas belajar seperti yang

dijelaskan sebelum uraian ini, dan 4)

menerapkan model-model pembinaan disiplin.

Sekadar untuk memperkaya pengetahuan guru

Page 14: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 9

dengan memberikan layanan konseling pribadi.

Hampir dapat dipastikan bahwa setiap

guru Penjas menghadapi siswa yang kurang

disiplin. Lepas dari beberapa faktor yang

memengaruhinya, guru Penjas seharusnya telah

berantisipasi dan siap menghadapi dan

memecahkan masalah tersebut melalui

pembinaan disiplin siswa sejak dini. Hasil

penelitian Graham (2008) menunjukkan, usaha

pembinaan disiplin yang efektif dilakukan

secara terintegrasi dengan proses pembelajaran

Penjas pada setiap kali mengajar dari sejak awal

hingga akhir tahun ajaran. Selain itu, usaha

pembinaan disiplin hendaklah merupakan suatu

kebutuhan bagi guru untuk menerapkannya.

Usaha pembinaan disiplin yang sifatnya sesaat,

sementara, atau hanya dilakukan pada saat

terjadi penyimpangan, biasanya membuat guru

keteteran dan berjalan tidak efektif karena

pembinaan seperti itu efeknya kurang

menyentuh nurani yang paling dalam pada diri

siswa.

1. Sehubungan dengan masalah disiplin itu,

para guru Penjas selalu berusaha, baik

disadari maupun tidak, membuat siswanya

lebih disiplin perilaku harus ditetapkan dan

disampaikan kepada siswa.

6. Konsekuensi haru dilaksanakan secara

konsisten tanpa bias.

7. Komunikasi verbal dan nonverbal harus

disampaikan dengan kontak mata antara

guru dan siswa.

8. Guru harus melatih ekspektasi dan

konsekuensi secara mental dengan

konsisten terhadap siswa. Contoh ekspektasi

yang dituangkan dalam bentuk peraturan,

dikembangkan di Sekolah Dasar meliputi:

a) menghargai orang lain, b) bermain jujur,

c) bermain dengan tidak membahayakan, d)

melakukan yang terbaik, dan e) mengikuti

Penjas, berikut dikemukakan beberapa teori dan

model pembinaan disiplin dari para ahli.

Model Disiplin Asertif

Orang pertama yang mengembangkan

model ini adalah Canter (1976). Ia membuat

model pembinaan disiplin dengan nama

Canter’s Assertive Discipline Model.

Pendekatan ini didasarkan pada beberapa

pandangan sebagai berikut:

1. Semua siswa dapat berperilaku baik.

2. Pengawasan yang ketat namun tidak pasif

dan tidak menakutkan adalah adil diberikan.

3. Harapan-harapan atau ekspektasi guru yang

rasional terhadap perilaku siswa yang sesuai

dengan perkembangannya (seperti tercermin

dalam peraturan) harus diberitahukan

kepada siswa.

4. Guru harus mengharapkan perilaku yang

layak dan pantas dilakukan oleh siswanya

serta mendapat dukungan dari orang tua

siswa,guru lain, dan kepala sekeloh.

5. Perilaku siswa yang baik harus segera

mendapat dukungan, dorongan, atau

penghaargaan sementara perilaku yang

tidak baik harus mendapat konsekuensi

logis.

oleh konsekuensi perilaku itu sendiri.

Konsekuensi yang elok, baik (positif)

mengakibatkan pengulangan perilaku itu.

Sementara konsekuensi tidak elok, tidak baik

(negatif) mengakibatkan perilaku terhenti.

Fokus pendekatan ini menekankan pada

perilaku elok dan mengabaikan perilaku yang

tidak elok. Salah satu contoh penerapan

pendekatan ini misalnya guru Penjas segera

memberikan pujian, dorongan, atau

penghargaan kepada siswa yang berperilaku

atau berpenampilan baik. Sebaliknya guru

Penjas membiarkan atau tidak memberi

penghargaan pada siswa yang tidak berperilaku

Page 15: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 10

petunjuk guru, sedangkan contoh

konsekuensi sebagai berikut: a) peringatan,

b) time-out 5 menit, c) time-out 10 menit, d)

memanggil orang tua siswa, dan e)

mengirim siswa ke kepala siswa (Hill,

1990).

Psikoanalisis

Tokoh dari teori ini adalah C. Rogers

(Fuoss & Troppmann, 1981). Ia mempunyai

pandangan bahwa penyatuan antara aspek

emosional, sikap, dan intelektual manusia akan

menembah kesadaran tentang dirinya dan

lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini guru

bertindak selaku pendengar aktif, menerima dan

terbuka tanpa mempertimbangkan isi pesan

yang dikemukakan siswa. Cara seperti ini lebih

sering dilakukan oleh guru BK (Bimbingan dan

Konseling) terhadap siswa yang berperilaku

menyimpang di sekolah.

Modifikasi Perilaku

Teori modifikasi perilaku ini didasarkan

pandangan B.F. Skinner (Fuoss & Troppmann,

1981) yang menyatakan bahwa: perilaku

dibentuk pandangan bahwa siswa secara alami

berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang

baik dan penghargaan ekstrinsik adalah kontra

produktif. Melalui model ini guru berharap

bahwa siswa berpartisipasi dan menyenangi

aktivitas untuk kepentingannya sendiri dan

bukannya untuk mendapatkan penghargaan

ekstrinsik seperti yang dikembangkan dalam

model Canter. Oleh karena itu, pada dasarnya

model Hellison ini dibuat untuk membantu

siswa mengerti dan berlatih rasa tanggung

jawab pribadi.

Rasa tanggung jawab pribadi yang

dikembangkan dalam model ini terdiri dari lima

tingkatan, yaitu level 0, 1, 2, 3, dan level 4.

Level 0 = dinamai Irresponsibility, level 1 =

dinamai Self-Control, level 2 = dinamai

baik.

Pemberian penghargaan tersebut

diharapkan agar siswa yang berperilaku atau

berpenampilan baik akan terus melakukan

sesuatu yang baik-baik. Sebaliknya dengan

membiarkan atau tidak memberikan

penghargaan kepada siswa yang tidak

berperilaku baik diharapkan agar siswa tersebut

tidak mengulang perbuatannya, tetapi akan

selalu berusaha berperilaku baik agar mendapat

penghargaan seperti teman lain yang sudah

mendapat penghargaan. Pendekatan seperti ini

sangat efektif diterapkan terhadap siswa (anak-

anak kecil) yang masih berpikir realistik dan

banyak memerlukan perhatian gurunya.

Tingkat Pengembangan Afektif

Model pembinaan disiplin ini

dikembangkan oleh Hellison (2003).

Perbedaan model yang dikembangkan oleh

Hellison dengan yang dikembangkan

Canter terutama terletak pada jenis

motivasinya. Model Canter lebih

menekankan pada motivasi ekstrinsik,

seperti penghargaan, pujian, dan dorongan.

Sementara itu, model Hellison lebih

menekankan pada motivasi intrinsik.

Hellison mempunyai guru Penjas tanpa

mengganggu yang lain. Siswa nampak

hanya melakukan aktivitas tanpa usaha

sungguh-sungguh. Sebagai contoh,

misalnya: di rumah: menghindari dari

gangguan atau pukulan saudaranya

walaupun hal itu itu tidak disenanginya, di

tempat bermain: berdiri dan melihat orang

lain bermain, di kelas: menunggu sampai

dating waktu yang tepat untuk berbicara

dengan temannya, dan dalam Penjas:

berlatih tetapi tidak terus-menerus.

4. Level 2: Involvement

Siswa pada level ini secara aktif terlibat

Page 16: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 11

Involvement, level 3 = dinamai Self-

Responsibility, dan level 4 = dinamai Caring.

Detail kelima level tersebut dikaji sebagai

berikut.

1. Level 0: Irresponsibility

Pada level ini siswa tidak mampu

bertanggung jawab atas perilaku yang

diperbuatnya, dan biasanya siswa suka

mengganggu orang lain dengan mengejek,

menekan orang lain, dan mengganggu orang

lain secara fisik. Sebagai contoh, misalnya:

di rumah: menyalahkan orang lain, di

tempat bermain: memanggil nama jelek

(ejekan) terhadap orang lain, di kelas:

berbicara dengan teman saat guru sedang

menjelaskan, dan dalam Penjas: mendorong

orang lain pada saat mendapatkan peralatan

olahraga.

2. Level 1: Self-Control

Pada level ini siswa terlibat dalam aktivitas

belajar tetapi sangat minim sekali. Siswa

akan melakukan segala apa yang disuruh

sebelumnya. mereka biasanya

menghabiskan waktu untuk berargumentasi

daripada untuk melakukan gerakan

bersama-sama. Beberapa contoh perilaku

pada level tiga ini misalnya: di rumah:

membersihkan ruangan tanpa ada yang

menyuruh, di tempat bermain:

mengembalikan peralatan tanpa harus

disuruh, di kelas: belajar sesuatu yang

bukan merupakan bagian dari tugas

gurunya, dan dalam Penjas: berusaha

belajar keterampilan baru melalui berbagai

sumber di luar pelajaran Pendidikan

Jasmani dari sekolah.

3. Level 4: Caring.

Siswa pada level ini tidak hanya bekerja

sama dengan temannya, tetapi mereka

tertarik ingin mendorong dan membantu

dalam belajar. Mereka bekerja keras,

menghindari bentrokan dengan orang lain,

dan secara sadar tertarik untuk belajar dan

untuk meningkatkan kemampuannya.

Sebagai contoh, misalnya: di rumah:

membantu mencuci dan membersihkan

piring kotor, di tempat bermain: bermain

dengan yang lain, di kelas: mendengarkan

dan belajar sesuai dengan tugas yang

diberikan, dan dalam Penjas: mencoba

sesuatu yang baru tanpa mengeluh dan

mengatakan tidak bisa.

5. Level 3: Self-Responsibility

Pada level ini siswa didorong untuk mulai

bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya

sendiri. Ini mengandung arti bahwa siswa

belajar tanpa harus diawasi langsung oleh

gurunya dan siswa mampu membuat keputusan

secara independen tentang apa yang harus

dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Pada

level ini siswa sering disuruh membuat

permainan atau urutan gerakan bersama

temannya dalam suatu kelompok kecil.

Kegiatan seperti ini sangat sulit dilakukan oleh

siswa pada level orang tua. Informasi disaring

tentang hal-hal yang sama, yang dialami secara

konkret oleh setiap siswa dalam pengalaman

pendidikan, kemudian merupakan dasar untuk

pengembangan teori. Namun semua teori

tersebut tidak akan bermakna dalam kehidupan

siswa terutama dalam sistem pembelajarannya,

apabila teori-teori tersebut tidak mengetuk hati

siswa dan tidak berkontribusi membentuk cara

berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak

siswa. Potensi-potensi yang dimiliki seorang

siswa tidak akan tumbuh kembang menjadi

kemampuan, sifat, dan sikap yang konkret,

melainkan hanya menjadi redumeter

(Semiawan, 2011).

Sebagaimana halnya upaya pembelajaran

Page 17: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 12

temannya belajar. Siswa pada level ini akan

sadar dengan sendirinya menjadi

sukarelawan (volunteer) misalnya menjadi

partner teman yang tidak terkenal di kelas

itu, tanpa harus disuruh oleh gurunya untuk

melakukan itu. Beberapa contoh, misalnya:

di rumah: membantu memelihara dan

menjaga binatang peliharaan atau bayi, di

tempat bermain: menawarkan pada orang

lain (bukan hanya pada temannya sendiri)

untuk ikut sama-sama bermain, di kelas:

membantu orang lain dalam memecahkan

masalah-masalah pelajaran, dan dalam

Penjas: bersemangat sekali untuk bekerja

sama dengan siapa saja dalam Pendidikan

Jasmani.

Bentuk-Bentuk Latihan dalam Tingkat

Pengembangan Afektif

1. Perkembangan manusia dalam menuju

pembangunan bangsa yang berkarakter

penting dipupuk sejak dini bukan hanya di

SD ataupun TK, melainkan dimulai dari

rumah oleh para diberi tugas untuk

memikirkan mengapa perilaku menyimpang

adalah level 0. Selanjutnya setelah siswa

mengetahui jenis perilaku pada level 1 atau

level yang lebih tinggi dan cukup

meyakinkan, maka guru penjas mengijinkan

siswa tersebut untuk kembali mengikuti

pelajaran sebagaimana mestinya.

2. Pada saat siswa mengeluh tentang perbuatan

siswa yang lainnya, guru Penjas menyuruh

siswa yang mengeluh itu untuk

mengidentifikasi pada level mana perbuatan

siswa yang dikeluhkan tersebut berada dan

mencari beberapa cara bagaimana

sebaiknya bergaul dengan siswa yang

dikeluhkan tersebut.

3. Siswa kelas empat dan lima SD misalnya,

disuruh bekerja sama dalam sebuah grup.

Penjas dan pembinaan disiplin melalui

pendekatan model Canter dan model Hellison

pun harus dilakukan secara terintegrasi dengan

mata pelajaran Penjas, dan harus berlangsung

secara kontinu mulai usia dini. Penjelasan

tingkat perkembangan rasa tanggung jawab

pribadi yang terdiri atas lima tingkatan tersebut

di atas terlebih dahulu harus diberikan dan

selanjutnya diikuti dengan latihan-latihan.

Beberapa bentuk latihan dalam tingkat

pengembangan afektif dikemukakan oleh

Masser (1990) sebagai berikut:

4. Siswa disuruh mengambil peralatan

olahraga. Selanjutnya guru Penjas

menanyakan dan menyuruh siswa tentang

bagaimana perilaku seseorang pada level 0,

level 1, 2, 3, dan 4 pada waktu mengambil

peralatan itu.

5. Pada saat belajar keterampilan baru, siswa

disuruh bekerja pada level yang paling

baik. Selanjutnya guru memberikan

penghargaan, pujian, atau modeling

terhadap siswa yang bekerja lebih baik.

Pada saat siswa berperilaku menyimpang,

siswa tersebut mendapat “time out” dan

motivasi ekstrinsik (disiplin asertif) atau

motivasi instrinsik (tingkat pengembangan

afektif)? Pertanyaan tersebut agak sulit dijawab,

karena keberhasilan pembinaan disiplin bukan

terletak pada jenis sistem pembinaan disiplin

yang diterapkan, tetapi terletak pada bagaimana

karakteristik sistem pembinaan disiplin itu

diterapkann. Setidaknya ada 4 (empat)

karakteristik sistem pembinaan disiplin yang

dapat dikatakan berhasil, yaitu sebagai berikut:

4. Siswa betul-betul memahami dan mengerti

pelaksanaan sistem pembinaan disiplin

berikut alasan-alasan mengapa disiplin

perlu diterapkan. Oleh karena itu,

hendaklah sistem pembinaan disiplin

Page 18: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 13

Sebelum melakukannya mereka

mendiskusikan bagaimana perilaku siswa

pada level 4 dalam bekerja sama pada

sebuah grup. Topik diskusi adalah

bagaimana bekerja sama dengan siswa yang

mempunyai level 0 dan level 1.

Karakteristik Sistem Pembinaan Disiplin

yang Efektif

1. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor

internal dan faktor eksternal. Pengaruh yang

dimaksud adalah motif atau motivasi baik

yang berasal dari instrinsik maupun

ekstrinsik. Motivasi ini menjadi determinan

dalam pembinaan disiplin. Terkait dengan

upaya pembinaan disiplin dalam belajar,

maka pertanyaan yang acap kali dilontarkan

oleh guru Penjas adalah sistem pembinaan

disiplin mana yang paling efektif

diterapkan? Apakah pembinaan disiplin

yang didasarkan pada Namun, setelah

beberapa pertemuan, seorang siswa tidak

meletakkan bola setelah gurunya bilang

“stop” dan guru mengabaikannya. Dalam

contoh itu, guru kurang konsisten dalam

menerapkan sistem pembinaaan disiplin.

Secara bertahap, bagaimanapun hal ini

menjadi bertambah banyak; dua siswa, tiga

siswa, enam siswa yang akhirnya

pembinaan disiplin memudar.

2. Sistem pembinaan disiplin itu didukung

oleh kepala sekolah dan guru kelas. Pada

saat tertentu mungkin guru Penjas akan

menemukan siswa yang tidak disiplin, siswa

tidak mau menerapkan peraturan dan

penghargaan maupun “time out” tidak

berpengaruh terhadap disiplin. Dalam

kesempatan itu, guru Penjas memerlukan

bantuan kepala sekolah dan guru kelas.

Mereka mungkin menyadari dan

mengetahui mengapa siswa berbuat seperti

dijelaskan secara teliti dan hati-hati kepada

siswa. Selanjutnya diikuti oleh contoh-

contoh yang jelas dan dilatihkan secara

memadai, dimulai dari setiap awal tahun

ajaran. Sehingga siswa akan akan

memahami mengapa pembinaan disiplin

sangat penting dan siswa juga memahami

bagaimana pembinaan disiplin itu

diterapkan.

Guru Penjas secara konsisten menerapkannya.

Sekali aktivitas rutin dan peraturan diterapkan,

maka guru harus konsisten menerapkan dan

menggunakan standar yang sama dari hari ke

hari, sehingga siswa akan mengerti dan

memahami betul apa-apa yang sebenarnya

diharapkan oleh gurunya. Hal ini sangat mudah

dikatakan, tetapi sangat sulit diterapkan. Guru

lebih cenderung menerapkan sistem pembinaan

disiplin ini hanya di awal-awal pertemuan saja.

Misalnya, pada awal-awal pertemuan, pada saat

guru penjas bilang “stop”, semua siswa

meletakkan bola yang dipegangnya. Menyikapi

Realitas

Pembahasan dalam uraian sebelumnya

lebih banyak menyoroti bagaimana mengurangi

masalah disiplin siswa. Namun demikian,

kebanyakan guru Penjas, bahkan dalam situasi

yang ideal sekalipun, terpaksa harus menerima

kenyataan mendapati seorang atau beberapa

siswa yang kurang disiplin. Tentu saja hal ini

akan menimbulkan rasa jengkel dan

menyakitkan bagi guru. Sehubungan dengan

itu, terdapat beberapa strategi yang dapat dipilih

oleh guru untuk mengurangi rasa kesal atau

kecewa tersebut sehingga tidak merugikan bagi

guru dan siswanya, antara lain dengan:

2. Menyadari bahwa perilaku menyimpang

bukan sifat individual, semua orang dalam

kondisi tertentu bisa saja berbuat hal yang

sama. Untuk itu, cobalah untuk tidak marah

Page 19: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 14

itu dan bagaimana strategi yang harus

dilakukan untuk mengatasi masalah itu.

Oleh karena itu, salah satu konsekuensi bagi

siswa yang berperilaku menyimpang adalah

harus berhadapan dengan kepala sekolah

yang mungkin akan dapat membantu

menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh

guru Penjas.

3. Sistem pembinaan disiplin itu harus

ditopang oleh orang tua siswa. Seperti

halnya bantuan kepala sekolah dan guru

kelas, manakala orang tua siswa mengetahui

dan mendukung sistem pembinaan disiplin

yang digunakan guru Penjas, maka orang

tua siswa cenderung ikut membantu guru

Penjas dalam memecahkan masalah-

masalah penyimpangan disiplin siswa di

sekolah.

dan berilah kesempatan untuk berpikir. Berilah

waktu untuk mengemukakan pendapatnya,

simaklah pendapat siswa dengan penuh

perhatian, hargai pendapatnya, dan berusaha

untuk memahami apa maksudnya. Setelah

selesai berinteraksi, guru menyimpulkan sambil

memberitahu konsekuensi yang harus diterima

akibat penyimpangan perilaku yang

diperbuatnya.

1. Melakukan pendekatan secara pribadi.

Daripada berteriak-teriak memarahi siswa

yang tidak disiplin dari kejauhan, sementara

siswa yang lainnya menonton dan

mendengarkan kejadiannya, maka lebih

baik guru melakukan pendekatan secara

pribadi. Dekati siswa yang kurang disiplin

tersebut, panggil ke pinggir lapangan, dan

lakukan interaksi singkat sehingga siswa

lain tidak mengetahuinya sebagaimana

mestinya. Kalau pilihan yang ke dua itu

sering dilakukan oleh guru penjas, maka

bukan hal yang mustahil siswa akan

atau menyesal, ambillah nafas dalam-dalam

dan selanjutnya memperlakukan siswa yang

kurang disiplin tersebut sebagaimana

mestinya.

3. Mencegah jangan pernah marah kepada

siswa dalam situasi dan kondisi apapun.

Interaksi yang tenang dan sabar jauh lebih

efektif daripada marah. Sekalipun siswa

jelas berperilaku menyimpang, guru Penjas

harus menjaga harga dirinya. Siswa yang

sakit hati, marah, atau frustasi karena

melakukan kesalahan, harus disadarkan

oleh guru, bahwa apa yang telah dilakukan

itu adalah melanggar peraturan, namun hal

itu wajar saja apabila dilakukan secara tidak

sadar atau karena lupa.

Menjelaskan kepada siswa. Memanggil

siswa yang tidak disiplin melalui teman

dekatnya, jelaskan kepada siswa peraturan apa

yang dilanggar tanpa gejolak dan secara

perlahan masalah tersebut sehingga diharapkan

siswa dapat kembali aktif belajar mempelajari

fokus pembelajarannya.

Ketika guru telah menerapkan berbagai

strategi peningkatan aktivitas belajar, akan

tetapi perilaku menyimpang masih sering

terjadi, maka hampir semua dapat dipastikan

bahwa guru tersebut menghadapi masalah

disiplin siswa. Oleh karena itu, sebagai

tambahannya, guru juga harus menerapkan

sistem pembinaan disiplin yang cukup

dimengerti oleh siswanya; siswa mengerti apa

yang diharapkan oleh guru, bagaimana akibat

dari perilaku yang salah, dan apa keuntungan

dari kerja sama dengan gurunya maupun denga

siswa lain pada waktu belajar.

Beberapa sistem pembinaan disiplin lebih

menekankan pada motivasi ekstrinsik,

sementara yang lainnya menekankan pada

motivasi intrinsik. Terlepas dari sistem

Page 20: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 15

berpikir, bersikap, dan bertindak positif

terhadap lingkungan pembelajaran Penjas

yang diperolehnya di sekolah.

SIMPULAN

Perilaku pasif dan tidak disiplinnya siswa

sewaktu proses pembelajaran Penjas

berlangsung merupakan masalah yang sering

dihadapi oleh para guru, terutama guru pemula.

Untuk mengatasinya, para guru perlu dibekali

pengetahuan dan keterampilan berbagai strategi

yang efektif diaplikasikan untuk menghindari

meningkatnya permasalahan tersebut menjadi

lebih berat lagi. Penguasaan pengetahuan dan

keterampilan berbagai strategi peningkatan

aktivitas belajar akan menyadarkan guru

terhadap kemungkinan pasifnya siswa pada

waktu belajar dan memungkinkan guru siap

mengantisipasi

pembinaan disiplin yang dipilih oleh guru,

penggunaan sistem pembinaan sistem yang

efektif ditandai oleh penerapan yang dilakukan

secara konsisten dan ketat akan tetapi tetap

menghargai perasaan dan harga diri anak

didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,

Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terjemahan oleh

Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Judul asli: A Taxonomy for

Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational

Objectives. A Bridged Edition. 2001. Addison Wesley: Longman, Inc.

Arifin, Z. 2011. “Prinsip-prinsip Pembelajaran”. dalam Tim Pengembang MKDP

Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Bloom, B.S. (Ed.), Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H. and Krathwohl, D.R. 1956.

Taxonomy of Educational Objectives: Hanbook I: Cognitive Domain. New York:

david McKay.

Canter, L. 1976. Assertive Discipline: A Take Charge Approach for Today’s Educator.

Santa Monica, CA: L.Canter & Associates.

Darmawan, D. dan Permasih. 2011. “Konsep Dasar Pembelajaran”. dalam Tim

Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Page 21: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 16

Fatoni, T. dan Riyana, C. 2011. “Komponen-komponen Pembelajaran”. dalam Tim

Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Fuoss, D.E., and Troppmann, R.J. 1981. Effective Coaching: A Psyshological Approach.

New York: John Wiley & Sons.

Graham, G. 2008. Teaching Children Physical Education: Becoming A Master Teacher

(3rd ed.). Champaign, IL: Human Kinetics Publisher Inc.

Hill, D. 1990. Order in the Classroom, “Teacher” pp. 70-77.

Harrow, A.J. 1972. A Taxonomy of the Psychomotor Domain: A Guide for Developing

Behavioral Objectives. New York: Longman Inc.

Hellison, D. 2003. Teaching Responsibility Through Physical Activity (2nd ed.).

Champaign, IL: Human Kinetics, University of Illinois at Chicago.

Jewett, A.E., and Mullan, M.R., 1977. Curriculum Design: Purposes and Procesess in

Physical Education Teaching-Learning. Washington D.C.: American Association for

Health, Physical Education, Recreation, and Dance.

Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., and Masia, B.B., 1964. Taxonomy of Educational

Objectives The Classification of Educational Goals. Handbook 2: Affective Domain.

New York: Longman Inc.

Lutan, R. 1992. Profil Pengelolaan Pengajaran Olahraga Pendidikan dalam Kaitannya

dengan Kualifikasi Tenaga Guru SLTA, Laporan Penelitian. Bandung: FPOK IKIP

Bandung

Masser, L.S. 1990. “Teaching for Affective Learning in Elementary Physical Education”.

JOPRED. 67 (2), 18-19.

Semiawan, C.R. 2011. “Character Building for Children: Towards A National Identity of

Quality and Dignity”. dalam Alih Kepakaran. Bogor: Gocara Press.

Siedentop, D. 1994. Sport Education: Quality PE through Positive Sport Education.

Champaign, IL: Human Kinetics, The Ohio State University.

Siedentop, D., Tousignant, M., and Parker, M. 1982. Academic Learning Time-Physical

Education Coding Manual. Colombus, OH: School of Health Physical Education and

Recreation.

Suherman, A. 1998. Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani.

Bandung: IKIP Bandung Press.

Sularto, ST. 2012. Praksis Pendidikan: Dari “Kujana” Menjadi Sujana, Mungkinkan?.

Jakarta: Harian Kompas, 1 Mei 2012. Halaman 1&15.

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 22: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 17

Zakrajsek, D., Darst, P., dan Mancini, V. 1989. Analysing Physical Education and Sport

Instruction. Champaign, IL: Human Kinetics.

Tim Puslitjaknov. 2008. Metode Penelitian Pengambangan. Jakarta: Puslitjaknovdik BPP

Depdiknas.

Tim Pusbangsisjar. 2010. Buku Pedoman Penelitian untuk Peningkatan Kualitas

Pembelajaran (PPKP). Surakarta: LPP UNS.

Wibowo, W. 2012. Langkah Kritis dan Kontemporer Menulis Buku Ajar Perguruan

Tinggi. Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing.

Page 23: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 18

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA AGRESIVITAS SAAT BERTANDINGPADA ATLET SEPAKBOLA PEKAN OLAHRAGA PELAJAR DAERAH

(POPDA) KAB SUMENEP

Deddy Whinata Kardiyanto

Universitas Sebelas maret

Abstract

This study aimed to determine the occurrence Causes AggressivenessAt Football Athletes Compete In Regional Sports Week (POPDA) KabSumenep. This study used a qualitative methodology with aphenomenological approach. The data collected by using observation and semi-structured interviews. Determination of research subjects by using purposivesampling with a reference from your observation. Researchers took four of the17 athletes that competed POPDA football as a primary Subject and two assecondary subjects, which includes the coach and one player. Data analyzed usingan interactive model data reduction, the data display, and verification ofconclusions by Miles andHuberman. The results indicate that the factors thatcaused the aggressiveness of the athletes POPDA Kab Sumenep is the referee'sleadership, endangering any bodily contact that makes the aggressiveness offootball athletes POPDA uncontrolled Kab Sumenep, any negative utterancesspoken by the opponent, and the presence of other aggressive that wish to injurean opponent.

Keywords: Aggressiveness At Compete, Athletes Football, Aggressiveness In Athlete

PENDAHULUANSepakbola merupakan cabang

olahraga paling populer dan paling

digemari di seluruh dunia.Pernyataan

tersebut dapat dibuktikan dengan

beberapa survey yang dilakukan di

beberapa negara di dunia.Berdasarkan

hasil survei yang dilakukan oleh

Fédération Internationale de Football

Association (FIFA) pada tahun

2001(situs most- popular.net, 2006),

menyatakan bahwa sepakbola adalah

olahraga paling populer dimainkan.

Survey ini menunjukkan bahwa lebih

dari 240 juta orang memainkan

olahraga sepak bola yang lebih dari

penggemarnya dibandingkan dengan

olahraga yang lainnya. Indonesia

200 negara di hampir setiap

bagian dari dunia. Tidak hanya sampai

disitu saja, pada tahun 2008 diajang

olimpiade yang diadakan di London,

penonton yang menyaksikan

pertandingan sepak bola mencapai 2,13

juta.(www.yahoosportindonesia.com,

2008).

Di Indonesia olahraga sepak bola

merupakan olahraga paling populer

dimasyarakat.Hal ini terlihat dari

penuhnya tribun penonton saat ada

pertandingan resmi(situs

www.yahoosportindonesia.com

Sebelum para atlet berkompetisi

pada Divisi 2, Divisi 1, Divisi

Page 24: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 19

mempunyai induk organisasi sepakbola

resmi yang sudah terkenal di semua

kalangan, yaitu Persatuan Sepak bola

Seluruh Indonesia (PSSI) yang memiliki

wewenang untuk menyelenggarakan

liga atau kompetisi, kompetisi ini dibagi

menjadi beberapa tahap, mulai dari

Divisi 2, Divisi 1, Divisi Utama, dan

Super Liga.

2, Divisi 1, Divisi Utama, dan Super

Liga. Divisi 2 adalah kompetisi yang

levelnya lebih rendah daripada Divisi

1, Divisi Utama dan Super Liga.

Setelah Divisi 2, 2 klub yang

menempati peringkat pertama dan

kedua akan naik ke Divisi 1,

menggantikan 2 klub Divisi 1 yang

berada pada posisi paling bawah, dan

untuk 2 klub divisi 1 akan naik

menggantikan posisi 2 klub terbawah

yang ada pada Divisi Utama. Pada

Divisi Utama ini sama halnya dengan

klub yang ada pada divisi-divisi

sebelumnya, yaitu 2 klub terbawah

akan turun ke Divisi 1 dan 2 klub naik

tingkat ke level Super Liga. Pada Super

Liga ini ada yang berbeda pada 2 klub

yang berada pada klub yang teratas, 2

klub ini akan mewaliki Indonesia pada

kompetisi di benua Asia.

(www.pssi.org.id).

Tindakan agresif para pemain

sepak bola dikejuaraan saat bertanding

juga bukan hal yang asing lagi.

Menurut Sudibyo(Risna.2009) pemain

yang agresif sangat diperlukan untuk

Utama, dan Super Liga,mereka

biasanya mengikuti kompetisi atau

turnamen antar Sekolah Sepak Bola

(SSB). SSB ini biasanya dimulai

pada usia 7 tahun, setelah itu

pemain yang berprestasi akan

terpantau dan mengikuti seleksi untuk

tingkatan kompetisi yang lebih luas,

yaitu Pekan Olahraga Pelajar Daerah

(POPDA) pada usia dibawah 17 tahun,

dan Pekan Olahraga Provinsi

(PORPROV) pada usia dibawah 21

tahun. Pada turnamen dengan

pengelompokkan usia ini dinaungi oleh

Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI pada

daerahnya sendiri-sendiri dan dicatat

pada situs resmi Pengcab PSSI daerah

setempat.

Para atlet muda dari SSB

berprestasi mampu menunjukkan

bakatnya pada beberapa even yang

diselenggarakan oleh PSSI dengan

tingkatan-tingkatan yang berbeda.

Tingkat Daerah, yaitu tirta dharma,

POPDA (Pekan Olahraga Pelajar

Daerah), PORPROV (Pekan Olahraga

Provinsi). Untuk tingkat nasional

(negara), PON (Pekan Olahraga

Nasional), liga remaja U-17.Sedangkan

tingkat internasional adalah Danone

Nation Cup, AFF Cup, dan Piala Dunia.

Ketiga tindakan tersebut sudah

menjurus pada tindakan

untukmencelakai orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara oleh

peneliti (Grange dan Kerr, 2010), para

Page 25: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 20

dapat memenangkan pertandingan

seperti dalam sepak bola, tinju dan

sebagainya, tetapi sifat dan sikap

agresif apabila tidak terkendali dapat

menjurus pada tindakan berbahaya,

melukai lawan, melanggar peraturan dan

mengabaikan sportivitas. Grange & Kerr

(2010) melakukan kajian kualitatif

secara mendalam terhadapdelapan orang

pemain Liga Sepakbola Australia

yang mendapat label sebagaipemain

yang paling agresif. Melalui metode

wawancara dengan para

pemaintersebut terungkap bahwa

tindakan agresif dilakukan dengan

tingkatan-tingkatan tertentu.

Menurut Grange dan Kerr

(2010), tindakan agresif tersebut

digolongkan menjadi empattingkatan,

yaitu play, power, anger dan thrill.Play

aggression adalah jenis agresifyang

bertujuan untuk sesuatu yang ada

hubungannya dengan permainan

danmerupakan tindakan yang masih

diperbolehkan oleh peraturan

pertandingan.Power, anger dan thrill

merupakan tindakan agresif yang sudah

tidak lagidiperbolehkan oleh peraturan.

Guilbert (2008) melakukan

penelitian terhadap 420 orang atlet

yangmelibatkan sembilan cabang

olahraga yang terbagi menjadi olahraga

beregu danolahraga individu.Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa

olahraga beregu dipersepsikan oleh para

atletnya mempunyai tingkat kekerasan

pemain tersebutmengaku pernah

melakukan semua jenis tindakan

agresif dalam pertandingan. Lebih

lanjut, tindakan agresivitas dapat

mengakibatkan kerugian untuk dirinya

sendiri dan lawan tandingnya yang

menjadi objek dari tindakan agresif

tersebut. Sudah banyakpenelitian

tentang agresivitas dalam dunia

olahraga yang sudah dilakukan, baik

didalam maupun diluar negeri.

Penelitian yang dilakukan oleh

Lemieux, McKelvie & Stout

(2002)membandingkan antara

mahasiswa atlet dan mahasiswa bukan

atlet dalam hal kecenderungan

tindakan agresif.Penelitian itu

menunjukkan bahwa mahasiswa atlet

ternyata mempunyai kecenderungan

perilakuagresif yang lebih besar

dibandingkan dengan mahasiswa bukan

atlet.Halini juga menjadi indikasi

bahwa aktivitas olahraga rentan

terhadap munculnyatindakan

agresif.Terutama untuk jenis olahraga

yangmemperbolehkan kontak tubuh

secara langsung dengan lawan serta

olahragayang bersifat beregu.

stereotip karena remaja tidak

selalu dalam kondisi “badai dan stres”.

Meskipun demikian tidak dapat

disangkal bahwa masa remaja awal

merupakan suatu masa dimana

fluktuasi emosi (naik dan turun)

berlangsung lebih sering.

Gejolak emosi pada atlet remaja

Page 26: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 21

yang lebih tinggi.Lebih jauh,olahraga

beregu yang membolehkan kontak fisik

menempati urutan teratastingkat

kekerasan yang dipersepsikan oleh para

atlet. Bentuk kekerasan dari

cabangolahraga beregu dan kontak fisik,

seperti sepakbola dan bola basket,

menghasilkan bentuk kekerasan yang

juga dipersepsikan jauhlebih berat

dibandingkan dengan cabang yang lain.

Tindakan agresivitas bisa

muncul dari diri para atlet baik atlet

dewasa maupun atlet remaja.

Mashhoodi, Mokhtari dan Tajik

(2013) melakukan penelitian tentang

perbedaan agresivitas antara atlet

remaja dengan atlet dewasa. Hasil

dari penelitian Mashoodi dan kawan-

kawan menunjukkan bahwa atlet

remaja lebih agresif dibandingkan

dengan atlet dewasa. Hall (Santrock,

2007) menyebutkan bahwa masa remaja

dianggap sebagai masa badai

emosional. Dalam bentuknya yang

ekstrem, pandangan ini terlalu bersikap

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Agresivitas

Menurut Berkowirz (Sukadiyanto.

2005) pengertian agresifitas sebagai

segala bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti

seseorang baik secara fisik maupun

psikis.

Baron dalam Gill (Sukadiyanto.

2005) mendefinisikan agresifitas adalah

bentuk perilaku yang diarahkanuntuk

akan berdampak pada tindakan mereka

saat bertanding. Gejolak emosi tersebut

terjadi karena adanya tekanan pada diri

atlet, sehingga mereka bisa saja

meluapkannya pada saat bertanding.

Seperti tindakan agresivitas pada atlet

lain. Hal serupa diungkapkan oleh

Dodge dan Coie (Hurlock,

2000) ketika individu mendapat

stimulus yang dirasa mengancam

dirinya, Individu. yang merasa

terancam tersebutakan cenderung

melakukan tindakan agresi reaktif

sebagai cara untuk mengurangi atau

melepaskan diri dari ancaman tersebut.

Oleh karena itu, peneliti

ingin meneliti atlet sepak bola

POPDA yang diperuntukkan pada

siswa-siswi yang usianya masih

dibawah 17 tahun. Pada akhirnya

peneiliti mengambil judul “Faktor

Penyebab Terjadinya Agresivitas Saat

Bertanding Pada Atlet Sepak Bola

Pekan Olahraga Daerah (POPDA) Kab

Sumenep.“

ancaman terhadap harga diri

seseorang bisa jelas dipahami dalam

kerangka ini.Orang seperti ini sangat

sensitif terhadap kemungkinan

penghinaan.Lebih lanjut mereka bisa

menjadi sangat murka jika beranggapan

bahwa pandangan mereka terhadap diri

sendiri terancam.Tantangan dan

ancaman terhadap citra diri seseorang

sangat mungkin mendorong reaksi

agresif oleh individu yang

Page 27: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 22

tujuan menciderai atau menyakiti

orang lain karena terdoronguntuk

menghindari perlakuan tertentu.

Agresi, menurut Baron adalah

tingkah laku individu yang ditujukan

untuk melukai atau mencelakakan

individu lain yang tidak menginginkan

datangnya tingkah laku tersebut.

Definisi agresi dari Baron ini

mencakup empat faktor: tingkah laku,

tujuan untuk melukai atau

mencelakakan (termasuk mematikan

atau membunuh), individu yang

menjadi pelaku dan individu menjadi

korban, dan ketidakinginan si korban

menerima tingkah laku si pelaku (Sobur,

2003).

Bagi Berkowitz(Sobur, 2003),

perasaan negatif yang ditimbulkan oleh

suatu tekanan dapat menghasilkan

kecenderungan amarah dan perilaku

agresi.Pengaruh rasa tersinggung atau

manusia untuk menyakiti orang lain,

sedangkan untuk agresivitas adalah

segala bentuk dari tingkah laku

individu yang berusaha untuk

menyelakai atau meciderai orang lain

atau benda.

B. Faktor Penyebab Terjadinya

Agresivitas

Menurut Davidoff (Mu’tadin,

2002) terdapat beberapa faktor yang

dapat menyebabkan perilaku agresi,

yakni : a. Faktor Biologis Ada beberapa

faktor biologis yang mempengaruhi

perilaku agresi, yaitu faktor gen, faktor

bersangkutan karena mereka jelas

tidak senang. Tetapi sebenarnya

perasaan tidak senang tersebut bukan

murni sebagai hasil dari terusiknya

harga diri itu sendiri yang

menghasilkan dorongan untuk

menyerang pengganggu atau pihak

yang mengancam, melainkan sifat

negatif dari luka psikologis yang

ditimbulkan dari ancaman atau

gangguan terhadap harga diri.

Menurut Baron (Gunarsa,

2009). Agresif diartikan sebagai

“semua perilaku yang diarahkan untuk

menyakiti atau mencederai orang

lain yang dimotivasi untuk

menghindari perlakuaan semacam itu”.

Perbedaan dari denifisi agresi,

agresif dan agresivitas adalah agresi

adalah sebuah tingkah laku individu

untuk mencelakakn orang lain atau

benda, agresif adalahsebuah sifat

b. faktor Belajar Sosial

Dengan menyaksikan

perkelahian dan pembunuhan

meskipun sedikit pasti akan

menimbulkan rangsangan dan

memungkinkan untuk meniru model

kekerasan tersebut.

c. Faktor lingkungan

Perilaku agresi disebabkan

oleh beberapa faktor. Berikut

uraian singkat mengenai faktor-faktor

tersebut : 1) Kemiskinan. Bila seorang

anak dibesarkan dalam lingkungan

kemiskinan, maka perilakuagresi

Page 28: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 23

sistem otak dan faktor kimia berdarah.

Berikut ini uraian singkat dari faktor-

faktor tersebut :

1) Gen berpengaruh pada

pembentukan sistem neural otak

yang mengatur penelitian yang

dilakukan terhadap binatang, mulai

dari yang sulit sampai yang paling

mudah amarahnya, faktor keturunan

tampaknya membuat hewan jantan

mudah marah dibandingkan dengan

betinanya.

2) Sistem otak yang terlibat dalam

agresi ternyata dapat memperkuat

atau mengendalikan agresi.

3) Kimia darah. Kimia darah

khususnya hormon seks yang

sebagian ditentukan faktor keturunan

mempengaruhi prilaku agresi.

berprilaku semaunya sendiri, karena

ia merasa tidak lagi terikat dengan

norma masyarakat dan kurang

bersimpati pada orang lain. 3) Suhu

udara yang panas dan kesesakan.

Suhu suatu lingkungan yang tinggi

memiliki dampak terhadap tingkah

laku sosial berupa peningkatan

agresivitas.

d. Faktor amarah

Marah merupakan emosi yang

memiliki ciri-ciri aktivitas sistem

saraf parasimpatik yang tinggi dan

adanya perasaan tidak suka yang

sangat kuat yang biasanya

disebabkan adanya kesalahan, yang

mungkin myata-nyata atau salah atau

mereka secara alami mengalami

peningkatan. 2) Anonimitas. Kota besar

seperti Jakarta, bandung, surabaya, dan

kota besar lainnya menyajikan berbagai

suara, cahaya, dan bermacam informasi

yang sangat luar biasa besarnya. Orang

secara otomatis cenderung berusaha

untuk beradaptasi dengan melakukan

penyesuaian diri terhadap rangsangan

yang berlebihan tersebut. Terlalu

banyak rangsangan indera kongnitif

membuat dunia menjadi sangat

impersonal, artinya antara satu orang

dengan orang lain tidak lagi saling

mengenal atau mengetahui secara baik.

Lebih jauh lagi, setiap individu

cenderung menjadi anonim (tidak

mempunyai identitas diri). Bila

seseorang merasa anonim, ia cenderung

kekuatan dalam mempersiapkan diri

jauh-jauh hari sebelum pertandingan

dimulai.

D. Terjadinya Agresivitas Pada

Atlet

Menurut Sukadiyanto (2005) Perilaku

agresif dalam pertandingan olahraga

dapat dilakukan olehpara pemain

maupun para penonton. Munculnya

agresifitas lain di antaranya karena :

1. Kepemimpinan Wasit

Wasit yang berlaku tidak adil dan

lebih memihak kepada salah satu

tim, dapat menimbulkan agresivitas

dari tim yang dirugikan, hal ini dapat

berupa ejekan, mengumpat kepada

wasit, dan bersikap tidak

Page 29: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 24

juga tidak.

C. Difinisi Atlet

Menurut Badudu–Zain

(Firmansyah, 2007), atlet merupakan

olahragawan yang memerlukan

ketangkasan dan kecepatan serta

kekuatan.

Menurut Sondakh(2009), atlet

adalah pelaku olahraga yang

berprestasi baik tingakt daerah,

nasional maupun internasional.

Sehingga bisa dikatakan atlet adalah

orang yang melakukan latihan agar

mendapatkan kekuatan badan ,

daya tahan, kecepatan, kelincahan,

keseimbangan, kelenturan dan

Perilaku atau tindakan lain yang dapat

menimbulkan agresivitas dapat

dilakukan oleh pemain lawan untuk

memancing agresivitas pemain lawan

dengan tujuan untuk merusak

konsentrasi dalam pertadningan,. Hal

ini dapat bermacam- macam, yaitu

berupa menarik baju lawan,

mengangkat kaki terlalu tinggi dan

menyuruh teman satu tim untuk

mencederai pemain lawan.

E. Difinisi Remaja

Remaja dalam bahasa Inggris disebut

adolescance dan dalam bahasa latin

disebut adolescere, memiliki arti

tumbuh ke arah kematangan.

Kematangan yang dimaksudkan tidak

hanya berarti kematangan secara fisik,

tapi terutama kematangan sosial dan

psikologis (Sarwono, 2006).

menghiraukan perkataan wasit.

2. Kontak Badan

Kontak badan adalah segala bentuk

gerakan dan gesekan yang

menggunakan anggota badan.

3. Ucapan

Ucapan adalah suatu kata-kata yang

ditujukan kepada pemain lawan untuk

memprovokasi atau memancing

kemarahan pemain lawan. Hal ini

dicontohkan seperti, mencemooh,

membentak, mengejek, mencaci lawan,

dan mengeluarkan kata-kata kotor atau

mengumpat kepada lawan atau wasit.

4. Prilaku lain yang disengaja

mempengaruhi lawan

terutama secara seksual, sosial,

psikologis yang diikuti dengan adanya

proses peralihan dari masa anak-anak ke

masa dewasa untuk berintegrasi

dengan masyarakat dewasa. Berkaitan

dengan batas usia diatas, penelitian

menggunakan rentang usia 19-24 tahun

sesuai dengan batasan usia remaja

menurut Sarwono (2006).

METODE PENELITIAN

Responden dan Desain Penelitian

Dalam proses penentuan subjek

dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan purposive sampling yaitu

pengambilan sampel dengan

pertimbangan tertentu menggunakan

teknik guide obsevation yang merupakan

pengambilan sampel sebagai sumber

data, yang pada awalnya banyak

diperkecil menjadi 4 subjek yang

Page 30: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 25

Menurut Sarwono (2006) dalam

masyarakat Indonesia, batasan usia

remaja yaitu 11-24 tahun dan belum

menikah. Pada proses penyesuaian diri

menuju kedewasaan ada tiga tahap

perkembangan remaja, yaitu :

a. Remaja awal 10 – 13 tahun

b. Remaja tengah 13 – 17 tahun

c. Remaja Akhir 18 – 21 tahun

Berdasarkan berbagai definisi

yang ada di atas, dapat disimpulkan

bahwa remaja adalah individu yang

telah mencapai kematangan fisik

2009). Teknik analisa data ini

menggunakan model interaktif Miles and

Huberman, dimana pada teknik ini

terdapat tiga macam tahapan dalam

analisis, yaitu reduksi data, display data,

dan verifikasi kesimpulan.

Teknik Pengumpulan Datadan

Prosedur Penelitian

Teknik pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti dengan cara

observasi non-partisipan dan wawancara

semi terstruktur. Dengan demikian dalam

penelitian ini menggunakan dua jenis data

primer dan data sekunder. Data primer

pada penelitian adalah atlet sepak bola

POPDA Kab Sumenep yang sedang

bertanding, sedangkan data sekunder pada

penelitian ini adalah teman satu tim

bersama subjek dan pelatih POPDA Kab

Sumenep.

Pada penelitian ini prosedur

penelitian bermula dari penyusunan

guide line interview yang kemudian

kriterianya adalah atlet sepak bola

POPDA Kab Sumenep yang bertanding.

Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Metode penelitian

kualitatif dengan pendekatang

fenomenologi merupakan penelitian

yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian dan berusaha

memahami arti peristiwa dan kaitan-

kaitannya terhadap subjek yang berada

dalam situasi-situasi tertentu (Iskandar,

menggunakan model interaktif Mils

and Huberman.

HASIL PENELITIAN

1. AN sudah mengenal sepak

bola sejak usianya lima

tahun. AN dikenalkan

sepakbola oleh ayahnya,

yang juga penggemar

sepakbola. Ayah AN

menginginkan anaknya

kelak menjadi atlet

sepakbola profesional dan

bisa mengharumkan kota

serta orang tuanya. Pada

tahun 2000 AN dikenalkan

dengan Sekolah Sepak Bola

(SSB) yang ada di

Surabaya dan mulai dari

situlah AN berprestasi. AN

berasal dari Surabaya, dan

sekarang AN tinggal di Kab

Sumenep bersama

saudaranya.

Page 31: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 26

guide line tersebut Menjadi acuan

untuk melakukan wawancara kepada

subjek dengan menggunakan pendekatan

purposive sampling. Adapun cara

pengambilan data dengan menggunakan

guide observation yang telah disusun

sebelumnya dengan cara menggunakan

observasi non-partisipan. Kemudian

keseluruhan data yang telah didapat

dari hasil wawancara di analisa

tua RS memasukkannya di

Sekolah Sepak Bola (SSB)

dengan tujuan agar RS bisa

mengembangkan bakat yang

sudah dimilikinya sejak kecil.

Setelah beberapa tahun RS

bermain sepak bola akhirnya

RS bisa berprestasi diberbagai

ajang yang diadakan di Kab

Sumenep.

4. RM adalah seorang siswa

yang bersekolah di salah satu

SMKN di Kab. Sumenep.

RM berusia 17 tahun, RM

mengenal sepak bola sejak

RM berusia enam tahun,

kemudian oleh sang ayah RM

diikutkan sekolah sepakbola

di salah satu klub anggota

Persema. Karena bakat RM

sudah mulai terlihat, orang

tua RM mendukung

sepenuhnya agar anaknya

bisa menjadi pemain sepak

bola profesional. Cita-cita

orang tua RM disambut

2. RS berusia 17 tahun dan

bersekolah di salah satu

SMAN di kota KAB

SUMENEP. RS sudah

mengenal dunia sepak

bola sejak RS berusia 7

tahun, RS mengikuti jejak

kakaknya yang juga

seorang pemain sepak

bola. Akhirnya orang

bola saat IL berusia enam

tahun. Setelah melihat

kakaknya yang dulunya juga

seorang pemain sepak bola.

IL mempunyai cita-cita

menjadi pemain sepakbola

profesional. IL berharap

setelah selesai ajang

POPDA, IL dapat bermain

di klub profesioanal sebagai

awal IL memulai kariernya

sebagai pemain sepak bola.

DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian,

faktor-faktor menyebab terjadinya

agresivitas yang dialami oleh subjek

AN, RM, RS dan IL saat bertanding

adalah masalah dengan kepemimpinan

wasit yang lebih memihak pada tim

lawan, masalah dengan kontak badan

yang membuat agresivitas keempat

subjek tidak dapat terkontrol, ucapan dari

pemain lawan yang memancing

kemarahan oleh keempat subjek, dan

perilaku agresivitas lain yang bertujuan

untuk melukai pemain lawan.

Page 32: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 27

dengan gembira oleh

RM,karena RM sendiri juga

menyukai sepakbola sejak

kecil.

IL bersekolah di salah satu

SMAN yang ada di Kab Sumenep. IL

menyukai sepak haruslah adil, tidak

haruslah adil, tidak memihak salah satu

tim. Wasit yang berlaku tidak adil dan

lebih memihak kepada salah satu tim,

dapat menimbulkan agresivitas dari tim

yang dirugikan, hal ini dapat berupa

ejekan, mengumpat kepada wasit, dan

bersikap tidak menghiraukan perkataan

wasit.

Faktor kepemimpinan wasit

yang memihak pada tim

lawan membuat agresivitas

AN, RS, RM dan IL tidak

terkontrol. Hal ini

ditunjukkan dengan beberapa

kali keempat subjek

melakukan perlawanan

kepada wasit yang memimpin

pertandingan. Namun hal ini

juga disampaikan oleh

pelatih, akan tetapi tidak

sepenuhnya kesalahan pada

kepemimpinan wasit. Pelatih

menjelaskan bahwa anak

asuhnya kurang mampu untuk

mengontrol emosi saat

bertanding, sehingga sering

terjadi pelanggaran-

pelanggaran yang diperoleh

tim lawan, hal ini sesuai

A. Kepemimpinan Wasit

Menurut Sukadiyanto (2005)

kepemimpinan wasit adalah

sebagai orang mengawasi

jalannya pertandingan dan

menjalankan aturan-aturan yang

berlaku dalam sebuah

pertandingan, kepemimpian wasit

menjalankan tugasnya.

B. Kontak Badan

Sukadiyanto (2005)

mengungkapkan bahwa kontak

badan adalah segala bentuk

gerakan dan gesekan yang

menggunakan anggota badan.

Dalam sepak bola kontak

badan diperbolehkan,tetapi

tidak melanggar peraturan

yang berlaku. Seperti,

mentackling kaki lawan dengan

sengaja, mendorong lawan

hingga tersungkur, menyikut

lawan, menarik tangan lawan,

menendang lawan tanpa adanya

bola, dan menginjak kaki lawan

secara disengaja.

Faktor kontak badan yang sering

terjadi dalam sebuah

pertandingan membuat

agresivitas AN, RS, RM dan

IL semakin tidak terkendali.

Karena keempat subjek

terpancing oleh gaya permainan

lawan yang lebih memancing

kemarahan dari keempat subjek

dan membuat keempat subjek

Page 33: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 28

dengan yang diungkapkan

oleh Santrock (Harter, 2007)

dalam upaya melindungi diri,

remaja cenderung cenderung

menyangkal karakteristiknya

yang negatif dan cenderung

memandang deskripsi diri

yang berupa dorongan,

tarikan kepada anggota badan

lawan, sikutan dan

mentackling kaki lawan

dengan berupa dorongan,

tarikan kepada anggota badan

lawan, sikutan dan

mentackling kaki lawan

dengan sengaja.Hal ini

beberapa kali dilakukan oleh

keempat subjek dalam

pertandingan. Hal ini sesuai

dengan yang diungkapkan

oleh Pavlov(2008) bahwa

generalisasi dan transfer

menjelaskan bahwa kita

dapat memberikan reaksi

yang telah dipelajari untuk

situasi yang belum pernah

kita jumpai sebelumnya, yaitu

kita merespon situasi baru

seperti ketika kita merespons

situasi yang serupa yang

sudah kita kenali.

C. UCAPAN

Ucapan adalah suatu kata-kata

yang ditujukan kepada pemain

lawan untuk memprovokasi atau

memancing kemarahan pemain

memiliki keinginan untuk

membalas tindakan yang

dilakukan oleh lawan mereka.

Tindakan-tindakan tersebut

seperti, mencemooh,

membentak, mengejek, mencaci

lawan, dan mengeluarkan kata-

kata kotor atau mengumpat

kepada lawan atau

wasit.(Sukadiyanto, 2005).

C. Prilaku Agresivitas lainnya

Perilakuatau tindakan lain yang

dapat menimbulkan agresivitas

dapat dilakukan oleh pemain

lawan untuk memancing

agresivitas pemain lawan dengan

tujuan untuk merusak

konsentrasi dalam pertadningan,.

Hal ini dapat bermacam-macam,

yaitu berupa menarik baju lawan,

mengangkat kaki terlalu tinggi

dan menyuruh teman satu tim

untuk mencederai pemain

lawan.(Sukadiyanto, 2005)

Perilaku lain yang disengaja

untuk mencederai pemain lawan

terlihat beberapa kali yang

dilakukan oleh AN, RS, RM dan

IL dalam pertandingan dengan

tujuan ingin memenangkan

perebutan bola dengan lawannya

dengan mengangkat kaki terlalu

tinggi dan menarik baju dari

lawan.

Page 34: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 29

DAFTAR PUSTAKA

Azaiez, Fairouz,Nasr Chalghaf,Kaïs Ghattassi, Karim Achour, Abdelhakim Cheri.(2013).Football and Aggressiveness According To the Gender.JurnalIJES.Volume 2. No 4 hal 49-52.2013. Higher institute of Sport and the PhysicalEducation of Sfax (Tunisia)

Cahyo Utomo, Guntur. (2012). Agresivitas Pemain Sepak Bola: Studi FenomenologiTentang Kekerasan Pemain Sepak Bola Tingkat Universitas. Tesis.UniversitasGadjah Mada Jogjakarta.

Dodge, K.A., & Coie, J.D. (1987). Social information pro-cessing factors in reactiveand proactive aggression in children’s peer groups. Journal of Personality andSocial Psychology, 53 (6), 1146-1158. Diakseshttp://fulla.augustana.edu:2048/login, 1 September 2013.

Emzir.(2010). Metode Penelitian Kualitaitf. Jakarta: Erlangga

Friman, Margareta, Claes Nyberg, and Torsten Norlander, (2004).Threats andAggression Directed at Soccer Referees: An Empirical PhenomenologicalPsychological Study. Jurnal Psikologi. Volume 9 Number 4 Karlstad University,Sweden

Firmansyah, M. A. (2007) Kecemasan Atlet renang dalam menghadapi Pertandingan,Skripsi. Universitas Gunadarma.

Grange, Pippa, John H. Kerr. (2008). Physical aggression in Australian football: Aqualitative study of elite athletes.Jurnal Psikologi Olahraga. Volume 11 (2010)36–43. Toin University 1614 Kurogane, Aoba, Yokohama 225 8502, Japan.

Gunarsa, D. Singgih, dkk. (2009). Psiokologi Olahraga. Jakarta: PT BPK GunungMulia

Hergenhahn B. R and H. Olson Matthew (2008) the Teori Of Learning Edisi Ketujuh.Jakarta :k Kencana Prenada Media Group.

Hurlock, E. B (2000).Devplopment Psycology : alife Span Approach. 5th Edition. NewYork: Megraw – Hill Kogahuha Ltd.

Husdata, H. J. S. (2010). Psikologi Olahraga . Bandung: ALFABETA

Koeswara, C. (1988). Agresi Manusia. Bandung: PT. Eresco

Maentiningsih, Desiani, (2008). Hubungan antara secure attachment dengan motivasiberprestasi pada remaja. Jurnal Psikologi. 2008. Fakultas Psikologi UniversitasGunadarma

Mashhoodi, Samira, Pouneh Mokhtari dan Hamidreza Tajik, (2013).The comparison ofthe aggression of young and adult athletes in individual orteam sport.JurnalEksperimen. 2013,3(1):661-663. Department of Physical Education, Islamic AzadUniversity, Shahre-Rey Branch, Tehran, Iran

Page 35: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 30

Moleong, L.J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mu’tadin, Zainun. (2002). Faktor PenyebabAgresi.Http.www.spikologi.com/remaja/100602htm. Diunduh tanggal 22Desember 2013

Podungge, Risna .(2012). Dampak Kecemasan dan Agreivitas Terhadap PrestasiOlahraga Bela Diri.Skripsi. Pendidikan Keolahragaan FIKK UNG

Sarwomo, S. W. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta : Radja Grafindo Persada

Satyobroto, Sudibyo. (2009).Psikologi Olahraga. Jakarta: PT Anem kosong Anem

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung; Pustaka Setia

Sukadiyanto. (2000). Perbedaan reaksi emosional antara Olahragawan Body Contactdan Non Body Contact.Jurnal Psikologi. Volume 33, No. 1, 50-62. Fakultas IlmuKeolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Sukadiyanto, (2005). Olahraga. Majalah Ilmiah. Volume 11 TH.IX, No. 03.FakultasIlmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Suyanto, Bagong. (2010). Pengantar Psikologi Sosial.Jakarta : Kencana.

Anonimous (2014), http:/Penonton-Sepakbola-DiOlimpiade-PecahkanRekor-YahooSportsIndonesia.htm. Diunduh tanggal 29 Januari 2014

Anonimous(2013), http:/www.pssi/liga-Indonesia.org.id. Diunduh tanggal 3 november2013

Anonimous(2013), http:/ situs most-popular/olahraga-paling-populer-didunia.net.Diunduh tanggal 25 November 2013

Page 36: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 31

PENGARUH LATIHAN RUBBER DAN BURBLETERHADAP KEKUATAN DAN POWER OTOT LENGAN

PADA PEMAIN BOLAVOLI

Achmad SupartoSTKIP PGRI Sumenep

ABSTRACT

Arm muscle strength and power are determinants in performing movements thatrequire the achievement of success in performing a service effort and smash in volleyballgames. Volleyball is a dynamic sport with a high level of intensity in performing movementsand strategic techniques, either currently or survive when attacked. In this study to have thestrength and the muscle’s power you need to have burble and rubber exercise.

This research aims to analyze 1) the effect of rubber and burble training for armmuscle Strength and of volleyball player. 2) The effect of rubber and burble training for armmuscle power of volleyball player. The objects of this research are 30 junior volleyballplayers in Official Training Center Branch (Puslatcab), Sumenep.

This research uses quantitative research by using quasi experiment method. Theresearch used a matching only design. The One way Anova is used to analyze the data. Thedata is collected by using test. Push up test is used to measure arm muscle strength and BallMedicine Throw is used to measure the power in the pretest and post test.

Result: 1) On increasing the strength of the arm muscles of Anova test results statingF-count > F-tabel, or 37.227 > 3.35. it can be concluded that there are significant differencesbetween the groups of rubber, the burble group and the control group. 2). On increasingmuscle power arm of the Anova test results stating F-count > F-tabel, or 16.773 > 3.35. it canbe concluded that there are significant differences between the groups of rubber, the burblegroup and the control group.Conclusion. Rubber exercise more effective at increasing muscle power rather than exercisearm burble and control. While exercise is more effective burble to increase muscle strengthand rubber sleeves

Keywords : Rubber and Burble, Strength, Power, and Volleyball.

PENDAHULUAN

Setiap cabang olahraga memerlukan kesiapan

fisik dan penguasaan teknik yang tinggi di

samping faktor mental dan emosional sebagai

bagian dari sistem faktor penentu

keberhasilan pencapaian prestasi tinggi.

Dalam cabang olahraga bolavoli dua

komponen tersebut memegang peranan

penting, sebab permainan bolavoli

merupakan cabang olahraga dinamis dengan

yang relatif besar, khususnya dalam upaya

tingkat intensitas yang tinggi dalam

melakukan gerakan-gerakan teknik dan

strategis, baik saat bertahan maupun saat

menyerang, oleh karena itu permainan

bolavoli merupakan permainan yang bersifat

agresif. Hal tersebut ditandai oleh

penampilan pemain dalam melakukan

gerakan-gerakan selama permainan, yang

membutuhkan tingkat kelincahan, kelentukan

yang tinggi, kekuatan, dan eksplosif power

dalam melakukan suatu usaha servis dan

Page 37: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 32

melakukan servis, serangan (smash),

bendungan (block), serta kecepatan reaksi

untuk mengambil bola yang datang secara

cepat dan mendadak.

Kemampuan melakukan servis dan

smes dengan tepat merupakan gabungan

beberapa kondisi fisik yaitu eksplosif power

otot lengan (penggabungan antara komponen

kecepatan dan kekuatan), kekuatan otot

lengan, koordinasi dan sebagainya. Usaha

untuk meningkatkan kemampuan melakukan

servis dan smes perlu memperhatikan

komponen-komponen tersebut, serta

memperhatikan pelaksanaan teknis gerakan

agar dapat dicapai kebenaran gerak. Hal itu

akan menguntungkan pemain dalam

mencapai efisiensi dan efektivitas gerakan.

Untuk mencapai prestasi tersebut, faktor

yang penting antara lain adalah kekuatan dan

power otot lengan.

Terkait hal tersebut di atas Sandra

& Michelle (2010) melaporkan hasil

penelitiannya bahwa daya eksplosif dan

kekuatan otot lebih penting untuk menunjang

aktivitas fisik sebagai fungsi tubuh. Gerak

eksplosif membutuhkan daya eksplosif otot,

sehingga gerakan menjadi efektif.

Kekuatan dan power otot lengan

sengaja diangkat dalam penelitian ini

mengingat, unsur ini merupakan penentu

dalam melakukan gerakan-gerakan yang

mengharuskan tercapainya keberhasilan

diduga mempunyai pengaruh terhadap

kemampuan kekuatan dan power otot lengan

smes dalam permainan bolavoli.

Untuk dapat melakukan servis dan

smes dengan benar seorang pemain bolavoli

harus memiliki komponen kemampuan

seperti kekuatan dan power otot lengan.

Dengan memiliki kekuatan dan power otot

lengan seorang pemain bolavoli akan lebih

mudah untuk memukul bola ke sasaran yang

ingin dituju. Seperti diketahui bahwa gerakan

servis dan smes, terutama pada perkenaan

bola adalah “gerakan dengan meluruskan

lengan dan diayunkan ke depan seperti

gerakan melempar” (Sarumpaet, dkk,

1992:97). Sehingga dari gerakan melempar

ini diperlukan luas gerak lengan yang

maksimal.

Untuk memiliki kekuatan dan

power otot lengan maka latihan rubber dan

burble menjadi tolak ukur dalam penelitian

ini. Latihan rubber merupakan latihan beban

dengan menggunakan sebuah karet/elastis

yang diikat pada sebuah tiang, menarik

rubber tersebut dari atas kepala ke arah lurus

depan.

Sedangkan latihan burble

merupakan latihan beban yang menggunakan

burble yang dilakukan dengan kontinyu pada

posisi berdiri, dilakukan di atas kepala ke

arah depan dengan mengayunkan salah satu

tangan yang memegang sebuah burble.

Berdasarkan uraian di atas, maka

faktor latihan rubber dan latihan burble besar

sekali peranannya atau sebagai penyerang

maupun sebagai pemain yang

Page 38: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 33

terutama pada pemain bolavoli yunior putri

Pemusatan Latihan Cabang Pengurus

Kabupaten Sumenep, yang merupakan subjek

dalam penelitian ini. Pada tingkat pemain

tersebut, pengetahuan dan keterampilan

dalam bermain bolavoli diasumsikan relatif

sama. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha

mengkaji perbandingan latihan rubber dan

latihan burble terhadap kekuatan dan power

otot lengan. Sehingga diharapkan akan dapat

diperoleh informasi empiris yang akurat

tentang tingkat kebermaknaan latihan rubber

dan latihan burble terhadap kekuatan dan

power otot lengan dalam bolavoli yang

dilaksanakan pada pemain bolavoli putri

yunior Pemusatan Latihan Cabang Pengurus

Kabupaten Sumenep Tahun 2014.

KAJIAN PUSTAKA

Permainan bolavoli adalah cabang olahraga

yang dimainkan oleh dua regu (tim) dalam

setiap lapangan permainan yang dipisahkan

oleh net. Terdapat versi yang berbeda untuk

digunakan pada keadaan khusus dan pada

akhirnya adalah untuk menyebarluaskan

kemahiran bermain kepada setiap orang.

Beutelstahl (2011:65) menjelaskan bahwa

bolavoli merupakan suatu cabang olahraga

yang ditandai dengan peraturan-peraturannya

yang begitu khas dan kukuh. Bolavoli juga

merupakan permainan, dimana kemampuan

dan kecermatan masing- masing individu

kekuatan otot tubuh bagian atas (p < ).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

Kawamori dan Haff (2004) dilaporkan bahwa

mempertahankan diri. Permainan bolavoli

merupakan permainan yang dinamis. Karena

seorang atlit dituntut untuk selalu bergerak,

baik bergerak ke depan, ke belakang, ke

samping maupun ke atas untuk melakukan

smes dan membendung. Oleh karena itu

seorang pemain bolavoli harus memiliki

kemampuan teknik, taktik, fisik dan

kemampuan mental yang baik.

Terkait dengan pelatihan fisik,

Chin, Marjike, Van Uffelen, Riphagen, dan

van Mechelen (2008) dalam penelitiannya

tentang pengaruh latihan fisik terhadap

kinerja fisik, hasil penelitiannya dilaporkan

bahwa tingkat kemampuan tubuh yang dilatih

secara teratur melalui pelatihan fisik dapat

meningkatkan kinerja fungsional. Dalam

rangka perbaikan fungsional dan agar

pelatihan lebih berkualitas tinggi diperlukan

keberadaan petunjuk pelatihan yang baik.

Keberadaan unsur-unsur pelatihan dalam

penyusunan program pelatihan seperti

jenis/model pelatihan, intensitas pelatihan,

frekuensi dan lama pelatihan sangat

dibutuhkan.

Miranda, Fleck, Simao, Barreto,

Da Restntas, & Novaes (2007) melaporkan

hasil penelitiannya bahwa pelatihan beban

untuk anggota tubuh bagian atas terdiri dari

tiga set untuk delapan ulangan tiap set

mempunyai pengaruh yang signifikan pada

(2010:20) menjelaskan bahwa penelitian

eksperimen adalah penelitian untuk menguji

apakah variabel-variabel eksperimen efektif

Page 39: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 34

beban latihan yang digunakan merupakan

faktor yang paling penting karena

menentukan rangsangan pelatihan dan

memberikan konsekuensi terhadap adaptasi

pelatihan.

De Salles, Belmiro, Simao,

Miranda, da Silva, Lemos dan Willardson

(2009) juga melaporkan hasil penelitiannya

bahwa pelatihan kekuatan otot dengan

menggunakan beban antara 50% - 90% dari

IRM, direkomendasikan istirahat antar set

selama tiga sampai lima menit pada jumlah

ulangan yang banyak untuk meningkatkan

kekuatan dan daya eksplosif otot.

Ratamess, Faigenbaum, Mangine,

Hofman, dan Kang (2007) juga melaporkan

hasil penelitiannya bahwa pelatihan yang

bersifat mendorong atau menarik

mengandalkan otot maksimal melalui

genggaman tangan, dapat bemberikan

kontribusi yang bermakna pada peningkatan

kekuatan otot yang dilatih.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian

a. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif

dengan metode eksperimen semu (quasi

experiment). Jenis penelitian kuantitatif

digunakan oleh peneliti atas dasar sifat

penelitian yang memberikan perlakuan

terhadap subjek. Menurut pendapat

Suryana (2010:20) menjelaskan bahwa

penelitian eksperimen adalah penelitian

untuk menguji apakah variabel-variabel

atau tidak. Untuk menguji efektif tidaknya

harus digunakan variabel kontrol.

Penelitian ini menggunakan

rancangan pretest dan posttest control group

design. Subjek penelitian dibagi menjadi dua

kelompok eksperimen dan satu kelompok

kontrol dengan pembagian kelompok

dilakukan secara ordinal pairing.

(Maksum, 2009:100)

Keterangan :

T1 : Pretest kekuatan dan power otot lengan

T2 : Posttest kekuatan dan power otot lengan

X1 : Kelompok 1 yang diberikan latihan

rubber

X2 : Kelompok 2 yang diberikan latihan

burble

X0 : Kelompok kontrol yang tidak diberikan

latihan rubber dan burble

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang menjadi sasaran

dalam penelitian ini adalah pemain bolavoli

yunior putri yang tergabung dalam

Pemusatan latihan cabang Pengurus

Kabupaten Sumenep yang berjumlah 30

orang, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Atlet tim Pemusatan Latihan Cabang

Kabupaten Sumenep

b. Jenis kelamin putri

Page 40: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 35

d. Usia antara 14 - 16 tahun

e. Tahun kelahiran 1998 – 2000

Sampel dalam penelitian ini adalah

semua populasi, karena jumlah populasi yang

ada hanya 30 orang pemain. Sehingga

penelitian ini adalah penelitian populasi

(Population Research).

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini

di lapangan Bolavoli Komplek GOR A. Yani.

Alamat Jl. Urip Sumoharjo, Pangligur –

Sumenep. Penelitian ini dilaksanakan selama

8 minggu dengan frekuensi 3 kali dalam

seminggu. Pelaksanaan penelitian mulai

Maret sampai April 2014.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan

adalah sebagai berikut :

a. Tes eksplosif power otot lengan

dengan menggunakan tes Medicine

Ball Throw. (Pasurney, Sidik, Irianto

dan Dewanti, 2009 : 75).

b. Tes kekuatan otot lengan dengan

menggunakan tes Push-Up. (Johnson,

BL and Nelson JK., 1974).

Teknik Analisis Data

Sesuai dengan hipotesis dan jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini, maka analisis statistik yang digunakan

adalah Analisis of Varians (Anova) dengan

taraf signifikansi 5 % menggunakan program

Statistical Product and Service Solution

(SPSS) 17.0. Untuk mengkaji dan

mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh

yang signifikan antara pelatihan rubber,

pelatihan burble dan kelompok kontrol

terhadap peningkatan kekuatan dan power

otot lengan pada pemain bolavoli.

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan

mengenai deskripsi data penelitian dan hasil

pengujian hipotesis dari penelitian yang telah

dilakukan. Deskripsi data yang akan

disajikan berupa data hasil tes dan

pengukuran kekuatan dan power otot lengan

yang diperoleh dari pretest dan post test

Push-Up dan Ball Medicine Throw yang

diberikan pada masing-masing kelompok

yang melitputi : kelompok rubber, kelompok

burble, dan kelompok kontrol pada pemain

bolavoli putri yunior Pemusatan Pelatihan

Cabang (Puslatcab) Pengurus kabupaten

Sumenep tahun 2014 yang berjumlah 30

orang dan dibagi menjadi 3 kelompok, dan

masing-masing kelompok berjumlah 10

orang.

1.Deskripsi data peningkatan kekuatan

otot lengan pada kelompok rubber,

kelompok burble, dan kelompok kontrol

Deskripsi dari variabel-variabel

yang dianalisis dengan jumlah sampel 30

atlet terdiri dari : latihan rubber : 10 atlet;

latihan burble : 10 atlet; dan kelompok

kontrol : 10 atlet.

a. Latihan rubber : rata-rata = 2,90;

simpangan baku = 0,994; nilai

Page 41: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 36

terkecil (minimal) = 1; nilai terbesar

(maksimal) = 4.

c. Latihan burble : rata-rata = 4,10;

simpangan baku = 0,738; nilai terkecil

(minimal) = 3; nilai terbesar (maksimal)

= 5.

d. Kelompok kontrol : rata-rata = 1,20;

simpangan baku = 0,422 nilai terkecil

(minimal) = 1; nilai terbesar (maksimal)

= 2.

2. Dekripsi data peningkatan power otot

lengan pada kelompok rubber, kelompok

burble, dan kelompok kontrol.

Pada tabel di atas menunjukkan

deskripsi dari variabel-variabel yang

dianalisis dengan jumlah sampel 30 atlet

terdiri dari : latihan rubber : 10 atlet;

latihan burble : 10 atlet; dan kelompok

kontrol : 10 atlet.

a. Latihan rubber : rata-rata = 3,0280;

simpangan baku = 0,67216; nilai terkecil

(minimal) = 1,82; nilai terbesar (maksimal)

= 3,67.

b. Latihan burble : rata-rata = 2,2230;

simpangan baku = 0,62172; nilai terkecil

(minimal) = 1,11; nilai terbesar (maksimal)

= 3,45.

c. Kelompok kontrol : rata-rata =

1,3850; simpangan baku = 0,60739; nilai

terkecil (minimal) = 0,71; nilai terbesar

(maksimal) = 2,72.

B. Uji Persyaratan

1. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Data Tes

Awal dan Tes Akhir Kelompok Kekuatan

Otot Lengan pada Tiga Kelompok

Eksperimen.

Penghitungan uji normalitas data

menggunakan kolmogorov smirnov test dan

hasilnya menunjukkan bahwa seluruh data

pada tes awal dan tes akhir pada tiga

kelompok perlakuan adalah berdistribusi

normal, dengan rincian sebagai berikut :

1) Tes awal latihan kekuatan otot lengan

latihan rubber, yakni: 0,583 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

2) Tes akhir latihan kekuatan otot lengan

latihan rubber, yakni: 0,948 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

3) Tes awal latihan kekuatan otot lengan

latihan burble, yakni: 0,564 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

4) Tes akhir latihan kekuatan otot lengan

latihan burble, yakni: 0,819 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

5) Tes awal kekuatan otot lengan kelompok

kontrol, yakni: 0,699 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

6) Tes akhir kekuatan otot lengan

kelompok kontrol, yakni: 0,664 > 0,05, jadi

data berdistribusi normal.

b. Uji Normalitas Data Tes Awal dan

Tes Akhir Kelompok Power Otot Lengan

pada Tiga Kelompok Eksperimen.

Penghitungan uji normalitas data

menggunakan kolmogorov smirnov test dan

hasilnya menunjukkan bahwa seluruh data

pada tes awal dan tes akhir pada tiga

Page 42: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 37

kelompok perlakuan (kelompok rubber,

kelompok burble, dan kelompok kontrol)

adalah berdistribusi normal, dengan rincian

sebagai berikut :

1) Tes awal latihan power otot lengan

latihan rubber, yakni: 0,434 > 0,05, jadi

data berdistribusi normal.

2) Tes akhir latihan power otot lengan

latihan rubber, yakni: 0,993 > 0,05, jadi

data berdistribusi normal.

3) Tes awal latihan power otot lengan

latihan burble, yakni: 0,870 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

4) Tes akhir latihan power otot lengan

latihan burble, yakni: 0,646 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

5) Tes awal power otot lengan kelompok

kontrol, yakni: 0,982 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

6) Tes akhir power otot lengan kelompok

kontrol, yakni: 0,906 > 0,05, jadi data

berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas DataDalam penelitian ini terdapat dua

variabel yang harus diuji untuk homogenitas

data yaitu kekuatandan power otot lengan.

Adapun kriteria uji homogenitas data

sebagai berikut :

Kriterian pengujian homogenitas

data.

1) Jika tingkat signifikan (p) > α = 0,05.

Maka varians homogen.

2) Jika tingkat signifikan (p) < α = 0,05.

Maka varians tidak homogen.

Berdasarkan hasil penghitungan uji

homogenitas data di atas dengan

menggunakan anova menunjukkan bahwa

seluruh data pada tiga kelompok perlakuan

(kelompok rubber, kelompok burble, dan

kelompok kontrol) adalah homogen dengan

hasil (0,694 > 0,05).

A. Uji Hipotesis

1. Uji Beda Rerata antar Kelompok

Pada Kekuatan Otot Lengan

Pengujian beda rerata antar kelompok

secara serempak dilakukan dengan

menggunakan Analisis varian

(Anova). Menurut Maksum (2012:

182) One Way Anova adalah teknik

statistik parametrik yang digunakan

untuk menguji perbedaan antara tiga

atau lebih kelompok data. Adapun

langkah-langkah dalam perumusan uji

hipotesis sebagai berikut:

Ho: tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara

latihan kekuatan otot

lengan pada ketiga

kelompok eksperimen.

Ha: terdapat perbedaan yang

signifikan antara latihan

kekuatan otot lengan pada

ketiga kelompok

eksperimen.

Kaidah pengujian signifikansi :

Jika

F-hitung ≥ F-tabel maka Ho

ditolak

Page 43: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 38

F-hitung ≤ F-tabel maka Ho

diterima

Jadi F-hitung > F-tabel, atau

37,227 > 3,35.

hasil perhitungan uji

beda antar kelompok

menggunakan One Way Anova

(Anova satu jalur), dengan taraf

signifikansi 5% hasilnya

menunjukkan bahwa F-hitung

sebesar 37,227 dengan tingkat

signifikan 0,000. Sedangkan F-

tabel = F{(0,95) (2) (27)} , F-tabel

= 3,35.

Maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara latihan kekuatan

otot lengan antara kelompok

latihan rubber, latihan burble dan

kelompok kontrol pada pemain

bolavoli. Dengan adanya

perbedaan hasil rerata, maka

perhitungan akan dilanjutkan

dengan menggunakan Post Hoc

Test.

diketahui bahwa ada

perbedaan yang signifikan diantara

ketiga kelompok eksperimen.

Dengan rincian sebagai berikut:

a. Perbedaan rata-rata kelompok

latihan rubber dengan

kelompok burble = 1,200

dengan tingkat signifikan

sebesar 0,004.

b. Perbedaan rata-rata kelompok

latihan rubber dengan

kelompok kontrol = 1,700

dengan tingkat signifikan

sebesar 0,000.

c. Perbedaan rata-rata kelompok

latihan burble dengan

kelompok kontrol = 2,900

dengan tingkat signifikan

sebesar 0,000.

Berdasarkan analisis di

atas disimpulkan bahwa latihan

burble lebih efektif jika

dibandingkan dengan latihan

rubber dan kelompok kontrol

terhadap peningkatan kekuatan

otot lengan.

2. Uji Beda Rerata antar Kelompok

Pada Power Otot Lengan

Langkah-langkah dalam

perumusan uji hipotesis sebagai

berikut:

Ho: tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara latihan

power otot lengan pada

ketiga kelompok eksperimen.

Ha: terdapat perbedaan yang

signifikan antara latihan

power otot lengan pada

ketiga kelompok eksperimen.

Kaidah pengujian signifikansi :

Jika F-hitung ≥ F-tabel maka Ho

ditolak

b. F-hitung ≤ F-tabel maka Ho

Page 44: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 39

diterima

Jadi F-hitung > F-tabel, atau

16,773 > 3,35.

hasil perhitungan uji

beda antar kelompok

menggunakan One Way Anova

(Anova satu jalur), dengan taraf

signifikansi 5% hasilnya

menunjukkan bahwa F-hitung

sebesar 16,773 dengan tingkat

signifikan 0,000. Sedangkan F-

tabel = F{(0,95) (2) (27)} , F-tabel

= 3,35.

Maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara latihan power

otot lengan antara kelompok

latihan rubber, latihan burble dan

kelompok kontrol pada pemain

bolavoli. Dengan adanya

perbedaan hasil rerata, maka

perhitungan akan dilanjutkan

dengan menggunakan Post Hoc

Test.

diketahui bahwa ada

perbedaan yang signifikan diantara

ketiga kelompok eksperimen.

Dengan rincian sebagai berikut:

a. Perbedaan rata-rata kelompok

latihan rubber dengan

kelompok burble = 0,805

dengan tingkat signifikan

sebesar 0,026.

Perbedaan rata-rata kelompok 85%,

latihan rubber dengan

kelompok kontrol = 1,643

dengan tingkat signifikan

sebesar 0,000.

c. Perbedaan rata-rata kelompok

latihan burble dengan

kelompok kontrol = 0,838

dengan tingkat signifikan

sebesar 0,019.

Berdasarkan analisis di

atas disimpulkan bahwa latihan

rubber lebih efektif jika

dibandingkan dengan latihan

burble dan kelompok kontrol

terhadap peningkatan power otot

lengan.

DISKUSI HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang

didapatkan, maka dibuat suatu

pembahasan mengenai hasil-hasil dari

analisis penelitian dan perlu didiskusikan

dengan teori-teori atau hasil-hasil

penelitian sebelumnya yang relevan untuk

dapat membuat suatu simpulan.

Pembahasan di sini membahas penguraian

hasil penelitian tentang pengaruh latihan

rubber dan burble terhadap kekuatan dan

power otot lengan pada pemain bolavoli.

Peningkatan kekuatan dan

power otot lengan dalam penelitian

ini, merupakan dampak dari

pelaksanaan penelitian yang

dilakukan dengan menggunakan

pembebanan eksternal dengan

Page 45: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 40

dengan lama pemberian program pelatihan

selama 8 minggu dan frekuensi pelatihan 3

kali seminggu, (Sandler, 2005: 214). Dapat

dijabarkan hasil penelitian ini setelah

diberikan perlakuan.

Sesuai dengan rumusan masalah

dan tujuan penelitian tentang adakah

perbedaan pengaruh yang signifikan

antara latihan rubber dan latihan burble

terhadap kekuatan dan power otot lengan

pada pemain bolavoli yunior putri yang

tergabung dalam Pemusatan Latihan

Cabang Kabupaten Sumenep tahun 2014,

dimana didapatkan bahwa latihan burble

ternyata mempunyai pengaruh yang lebih

besar terhadap kekuatan otot lengan dari

pada latihan burble. Sedangkan latihan

rubber mempunyai pengaruh yang lebih

besar terhadap power otot lengan dari

pada latihan rubber. Untuk selanjutnya

akan dibahas dan diuraikan secara lengkap

tentang hasil-hasil yang sudah diperoleh

sebagai berikut ini:

A. Pengaruh Pelatihan Terhadap

Peningkatan Kekuatan Otot

Lengan

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa, latihan rubber

dan burble terdapat perbedaan

pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan kekuatan otot lengan (p

< 0.05). Pengaruh latihan burble

lebih besar dibandingkan latihan

menggunakan intensitas 60% -

rubber dan kelompok kontrol. Hal

ini dapat dikatakan bahwa

pemberian pelatihan burble

berpengaruh terhadap peningkatan

kekuatan otot lengan. Hasil tersebut

memberikan bukti nyata bahwa

pelatihan burble merupakan salah

satu bentuk pelatihan yang

fungsinya untuk melatih kekuatan

otot lengan.

Ratames, Faigenbaum,

Mangine, Hoffman, dan King (2007)

melakukan penelitian dengan

menggunakan dumble. Beban

digerakkan dengan cara didorong ke

depan dan ke atas, dengan hasil

penelitiannya dilaporkan bahwa

seluruh kelompok perlakuan

terdapat perbedaan yang signifikan

antar perlakuan terhadap variabel

kekuatan otot lengan. Pelatihan yang

bercirikan gerakan mendorong

hasilnya lebih meningkatkan kinerja

kekuatan otot pada bagian otot yang

dilatih secara signifikan

0,05).

C. Pengaruh Pelatihan Terhadap

Peningkatan Power Otot Lengan

Pengaruh latihan rubber

dan burble terdapat perbedaan

pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan power otot lengan (p <

secara signifikan dibandingkan

Page 46: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 41

0.05). Pengaruh latihan rubber lebih

besar dibandingkan latihan burble

dan kelompok kontrol. Hal ini dapat

dikatakan bahwa pemberian

pelatihan rubber berpengaruh

terhadap peningkatan power otot

lengan. Hasil tersebut memberikan

bukti nyata bahwa pelatihan rubber

merupakan salah satu bentuk

pelatihan yang fungsinya untuk

melatih power otot lengan.

Terkait hal tersebut di atas

Ghigiarelli, Nagle, Gross,

Robertson, Irrgang, Myslinski

(2009) melakukan penelitian berupa

pelatihan dengan menggunakan pita

elastic dan pelatihan beban

kaitannya dengan kekuatan otot

tungkai. Kesimpulan hasil penelitian

dilaporkan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan kedua

bentuk pelatihan terhadap kekuatan

otot yang diperoleh ),

kedua pelatihan memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap

variabel prediktor kekuatan otot.

B. Perbedaan Pengaruh Pelatihan

A. Pengaruh latihan rubber, burble dan

kontrol memiliki perbedaan pengaruh

yang signifikan terhadap peningkatan

kekuatan dan power otot lengan. Latihan

rubber memiliki pengaruh yang lebih

besar

latihan burble dan kontrol terhadap

peningkatan power otot lengan. Dan

latihan burble memiliki pengaruh

yang lebih besar secara signifikan

dibandingkan latihan rubber dan

kontrol terhadap peningkatan

kekuatan otot lengan. Pada pemain

bolavoli putri yunior yang tergabung

dalam Pemusatan Latihan Cabang

Kabupaten Sumenep tahun 2014.

D. Kelemahan dan Kelebihan

Penelitian

Dalam sebuah penelitian

semua mempunyai kelemahan dan

kelebihan penelitian. Kelemahan

yang terdapat dalam penelitian ini

akan menjadi koreksi oleh peneliti

selanjutnya. Kemudian kelebihan

dari penelitian ini adalah alat latihan

( rubber dan burble ) bisa dilakukan

di tempat fitnes atau tempat latihan

olahraga lainnya untuk melatih

kekuatan dan power otot lengan.

Dengan hasil penelitian ini

latihan rubber lebih baik dalam

meningkatkan power otot lengan, dan

latihan burble lebih baik dalam

meningkatkan kekuatan otot lengan pada

pemain bolavoli putri yunior yang

tergabung dalam Pemusatan Latihan

Cabang Kabupaten Sumenep tahun 2014.

PENUTUP

pelatih dalam pemberian latihan

Page 47: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 42

PENUTUP

A. Simpulan

Hasil penelitian tentang pengaruh

latihan rubber dan burble terhadap

kekuatan dan power otot lengan pada

pemain bolavoli, khususnya pemain

bolavoli putri yang tergabung dalam

Pemusatan Latihan Cabang (Puslatcab)

di Kabupaten Sumenep, maka

kesimpulan dalam penelitian ini sebagai

berikut :

1. Terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan antara pelatihan rubber,

pelatihan burble dan kelompok

kontrol terhadap kekuatan otot

lengan pada pemain bolavoli.

2. Terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan antara pelatihan rubber,

pelatihan burble dan kelompok

kontrol terhadap power otot lengan

pada pemain bolavoli.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah

dikemukakan, maka saran yang

disampaikan sebagai berikut :

1. Penerapan latihan rubber dan burble

ternyata memberikan hasil yang

lebih baik terhadap peningkatan

kekuatan dan power otot lengan

pada pemain bolavoli putri

Pemusatan Latihan Cabang

Kabupaten Sumenep. Oleh karena

itu latihan rubber dan burble ini

dapat dijadikan sebagai acuan para

peningkatan kekuatan dan power otot

lengan.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut

mengenai penerapan latihan rubber

dan burble dengan karakteristik

populasi yang berbeda dan jumlah

sampel yang lebih banyak, agar

nantinya diharapkan mendapatkan

hasil yang lebih tepat mengenai

penerapan metode latihan tersebut.

2. Pemanfaatan model latihan rubber

dan burble ini bisa digunakan oleh

pembina, pelatih, guru pendidikan

jasmani, dan orang tua bukan saja

untuk peningkatan kekuatan dan

power otot lengan tetapi juga sebagai

evaluasi bagi pengambil kebijakan

dalam pembinaan cabang olahraga

bolavoli.

Page 48: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 43

DAFTAR PUSTAKA

Arazi, H. & Asadi, A. 2011. “Effect of 8 Weeks Equal-Volume Resistance Training withDifferent Workout Frequency on Maximal strength, Endurance and BodyComposition”. International Journal of Sport Science and Engineering”. Vol. 05(02) May 2011.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik: Jakarta: Renika Cipta.

Beutelstahl, D. 2005. Belajar Bermain Bola Volley. Bandung. CV. Pioner Jaya.

Bompa, T. 1986. Theory and Methodology of Training. Dhubuque, Iowa, Kendall/HuntPublishing Company, USA.

Chandler, T.J. and Brown, L.E. 2008. Conditioning for Trength and Human Performance.United States. Human Kinetics.

Chin, A.P., Marjike., J.M., van Uffelen, J.G., Riphagen, I., dan van Mechelen, W. 2008. TheFunctional Effect of Physical Exercise Training in Frail Older People. A SystemicReview. Journal Sport Medicine. Vol. 38 (9) September 2008.

De Salles, Belmiro, F., Simao, R., da Silva, N., Lemos, A., dan Willardson. 2009. RestInterval Between Sets in Strength Training. Journal Sport Medicine. Vol. 39 (9)2009: Suplemen Abstract.

Ghigiarelli, J.J., Nagle, E.F., Gross, F.L., Robertson, R.J., Irrgang, J.J. & Myslinski, T. 2009.“The Effects of a 7 week Heavy Elastic Band and Weight Chain Program on Upper-Body Strength and Upper-Body Power in a Sample of Division 1-AA FootballPlayers”. Journal of Strength and Conditioning Research. Vol. 23 (3) May 2009.Suplement Abstract.

Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta.

Harsono. 1993. Prinsip-prinsip Patihan. Jakarta. Komite Olahraga Nasional Pusat (KONIPUSAT).

Kawamori, N., & Haff, G. 2004. “The Optimal Training Load for development of MuscularPower’. Strength And Conditioning J. Vol. 18 (3) 2004. Suplement Abstract.Department of Kinesiology, Midwestern State University, Wichita Falls, Texas76308.

Kemenegpora RI. 2007. Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Jakarta. Kemenegpora. AsdepPengembangan tenaga dan Pembinaan Keolahragaan. Deputi Bidang Peningkatandan prestasi dan Iptek Olahraga.

Kusmawan, M.S. 2013.“Pengaruh Pelatihan Reverse Pushdown dan Triceps ExtentionTerhadap Kekuatan Otot Lengan”. Universitas Negeri Surabaya.

Page 49: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 44

Kusnanik, N.W. 2013. Pengembangan Pengukuran Antropometrik, Tes Fisiologis danBiomotorik Dalam Mengidentifikasi Bibit Atlet Berbakat Cabang OlahragaBolavoli. Disertasi. Universitas Negeri Surabaya.

Mackenzie, B. 2005. 101Performance EvaluationTests. London.

Maksum. A. 2009. Metodologi Penelitian Dalam Olahraga. Surabaya.

Maksum, A. 2012. Metodologi penelitian. Surabaya : Unesa University Press.

Miranda, H., Fleck, S.J., Simao, R., Barreto, A.C., Da Restntas, E.H., & Novaes, J. 2007.:effect of two Different Rest Period Lengths on the Number of repetitions PerformedDurring resistance Training”. Journal of Strength and Conditioning Research. Vol.21 (4) Nov. 2007. SuplementAbstract.

Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar. Universitas Udayana.

Nurrochmah, S. 2012. Peningkatan Kekuatan dan Daya eksplosif Otot Tungkai dan LenganAkibat Pelatihan Beban Dinamis dan Statis. Disertasi. Surabaya. Universitas NegeriSurabaya. Program Pascasarjana.

Pasurney, P., Sidik, D.Z., Irianto, D.P., dan Dewanti, R.A. 2009. Pelatihan Pelatih FisikLevel 1. Asdep Pengembangan Tanaga dan Pembina Keolahragaan Deputi BidangPeningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga.

Program Pascasarjana. 2012. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Universitas NegeriSurabaya.

Rahimi, R., Boroujerdi, S.S., Ghaeeni, S., dan Noori, S.R. 2007. The Effect of Different RestIntervals Between Set on The Training Volume of Male Athletes. Journal PhysicalEducation and Sport. Vol. 5. (1). Nov. 2007.

Ratamess, N.A., Faigenbaum, A.D., Mangine, G.T., Hoffman, J.R., dan King, J. 2007. “AcuteMuscular Strength Assesment Using Free Weight Bars of Different Thickness”.Journal of Strength and Conditioning Research Vol. 21 (1) Feb. 2007.

Sajoto, M. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Semarang. ProyekPengembangan Lembaga Pendidikan tenaga Kependidikan.

Sandler, D. 2005. Sport Power. United States. Human Kinetics.

Sandra, C.W., & Michelle, M.P. 2010. “Reliability of Ankle Isometric and IsokineticStrength and Power Testing in Older Women”. Journal Physical Therapy. Vol. 90(8) May 2010. Suplement Abstract.

Sarumpaet, A, dkk. 1992. Permainan Besar. Jakarta. DEPDIKBUD. Dirjen PendidikanTinggi proyek Pengembangan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan).

Page 50: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 45

Soebroto, M. 1975. Terjemahan: Problem of Sport Medicine and Sport Training andCoaching. Jakarta. Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga,Depdikbud.

Soemardiawan. 2012. Tesis: Pengaruh Pelatihan Reverse Curl Dan Barbell Curl TerhadapPeningkatan Power Lengan Pemain Bulutangkis. Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alvabeta.

Suharno. 1993a. Metode Pelatihan. Jakarta : Depdikbud.

Suharno. 1993b. Penyusunan Program Latihan. Jakarta. Komite Olahraga Nasional Pusat(KONI PUSAT).

Suharno. 1993c. Metodologi Pelatihan. Jakarta. Komite Olahraga Nasional Pusat (KONIPUSAT).

Sukadiyanto, dan Muluk, D. 2011. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Bandung.Lubuk Agung.

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia.

Willardson, J.M., & Burket, L.N. 2008. “The Effect of Rest Interval between Sets on VolumeComponents and Strength Gains”. Journal Strength Conditioning Res. Vol. 22 (1)Jan. 2008.

www. ball medicine.com (diunduh tanggal 20 januari 2014)

http://www.neomax.ro (diunduh tanggal 20 januari 2014)

www.sporaletleri.org (diunduh tanggal 20 januari 2014)

Page 51: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 46

DAMPAK KECEMASAN PADA ATLET BOLA BASKET

SEBELUM BERTANDING

Boby ArdiansyahIkip Budi Utomo Malang

ABSTRACT

There search was conducted t odetermine the impact of anxiety on basket ball athletes beforecompeting. This research used qualitative research methods to the case study approach.Determination of the subjectis done by using th etechnique of Extreme Sampling. Subjects consistedof three basketball athletes which have higher anxiety than fifteen basket ball athletes in basket ballclub Bima Sakti Malang.Data collection techniques using semi-structured interviews, non-participant observation, anddocumentation. Theresultsof thisresearch istheimpact ofanxiety on basketball athletes before competing caused by impaire dattention and concentration the naffec to therpsychicsymptoms. Physicalsymptoms arise due to thein fluenceof psychologicalsymptoms of anxietyand then have animpacton the basket ball athletes before competing.

Keywords:Basketballathlete,beforecompeting,anxiety

Latar Belakang

Seorang atlet bola basket untuk

mencapai prestasi yang maksimal dibutuhkan

kesiapan fisik, teknik, dan taktik, selain itu

diperlukan juga kesiapan psikologis untuk dapat

mencapai kemampuan permainan terbaik. Baik

atau buruknya kemampuan seorang atlet di

lapangan akan mempengaruhi keadaan psikologis

atlet tersebut khususnya pada perasaan seperti

kecemasan.

Permasalahan kecemasan yang dialam

oleh atlet bermacam-macam seperti

permasalahan yang ditimbulkan dari factor

eksternal, yaitu permalahan yang berasal dari

luar diri atlet, misalnya adanya lawan, wasit,

penonton, dan lingkungan. Adapun

permasalahan yang timbul karena factor internal,

yaitu permasalahan yang berasal dari dalam diri

atlet itu sendiri, misalnya permasalahan emosi,

motivasi, intelegensi, kecemasan yang

terhadap prestasi atlet, namun dalam

kesempatan ini peneliti hanya akan

mengambil salah satu permasalahan yang

ditimbulkan dari factor internal yaitu

kecemasan.

Kecemasan ini akan menyertai di

setiap kehidupan manusia terutama bila

dihadapkan padahal hal yang baru maupun

adanya sebuah konflik. Sebenarnya

kecemasan merupakan suatu kondisi yang

pernah dialami oleh hampir semua orang,

hanya tarafnya saja yang berbeda-beda.

Menurut Chaplin (Ghazalba,2009),

kecemasan merupakan perasaan campuran

berisikan ketakutan dan berisi keprihatinan

mengenai masa yang akan datang tanpa

sebab khusus untuk ketakutan tersebut.

Dari pernyataan di atas, kecemasan

dapat diartikan sebagai suatu reaksi emosi

seseorang. Kecemasan dapat didefinisikan

sebagai manifestasi dari berbagai proses

Page 52: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 47

tinggi,stres yang berlebihan. Semua

permasalahan itu tentu akan berpengaruh

ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan

dan pertentangan. Hal ini muncul karena

beberapa situasi yang mengancam diri manusia

sebagai mahluk sosial. Ancaman ini berasal dari

adanya konflik,kegagalan,dan adanya tekanan

yang melebihi kemampuan (Ghazalba,2009).

Menurut Weekes (Ghazalba, 2009) secara

emosional seseorang yang mengalami keletihan

dalam menghadapi konflik akan merasakan

ketakutan dan akhirnya menjadi apatis, tidak

begitu menaruh minat terhadap sekelilingnya atau

bahkan berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis

berharap dengan adanya penelitian ini, seorang

atlet bola basket yang mengalami dampak

kecemasan mampu untuk menanggulangi rasa

kecemasannya sendiri sebelum pertandingan,

sehingga atlet bola basket dapat memberikan

kontribusi secara maksimal saat diturunkan

dilapangan oleh pelatih dalam pertandingan bol

basket. Berangkat dari latar belakang masalah

tersebut, maka peneliti ingin meneliti Dampak

Kecemasan Pada Atlet Bola Basket Sebelum

Bertanding (Studi Kasus di Klub Bima Sakti

Malang).

Rumusan Masalah

Bagaimana dampak kecemasan padaatlet bola

basket sebelum bertanding ?

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak

kecemasan pada atlet bola basket sebelum

bertanding.

emosi yang bercampur baur yang terjadi

Kajian Pustaka

A. Pengertian kecemasan (Anxiety)

Singer (Gunarsa, 1996)

mendefinisikan kecemasan adalah reaksi dari

rasa takut terhadap atau didalam suatu situasi.

Secara lebih jelas Singe mengatakan bahwa

kecemasan menunjukkan suatu kecederungan

untuk mempersepsikan suatu situasi sebagai

ancaman atau stressful (situasi yang

menekan). Sementara Kroll (Satiadarma,

2000) mengatakan bahwa dimana kecemasan

dianggap sebagai akibat dari stress yang

sanggup untuk mempengaruhi tingkah laku.

Evans (Gunarsa,1996) mendefinisikan

kecemasan sebagai suatu keadaan stress tanpa

penyebab yang jelas dan hamper selalu

disertai gangguan pada susunan saraf otonom

dan gangguan pada pencernaan. Kecemasan

merupakan perasaan khawatir tentang

ketakutan atau adanya persepsi tentang

sesuatuhal yang mengancam.

Menurut Pahlevi (Firmansyah, 2007),

berpendapat bahwa kecemasan merupakan

suatu kecenderungan untuk mempersepsikan

situasi sebagai ancaman dan akan

mempengaruhi tingkah laku. Kecemasan

sebagai suatu keadaan emosional yang

dialami oleh seseorang, dimana ia merasa

tegang tanpa sebab-sebab yang nyata dan

keadaan ini memberikan pengaruh yang tidak

menyenangkan serta mengakibatkan

perubahan-perubahan pada tubuhnya baik

secara somatic maupun psikologis.

Straub (Husdarta,2010) menyatakan

bahwa kecemasan adalah reaksi situasional

Page 53: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 48

terhadap berbagai rangsang stress atau

ketegangan. Apabila ketegangan-ketegangan

yang dimiliki atlet berlebihan, dan melebihi batas

normal atlet akan mengalami kecemasan.

Greist (Gunarsa,1996) secara lebih jelas

merumuskan kecemasan sebagai suatu

ketegangan mental yang biasanya disertai

dengan gangguan tubuh yang menyebabkan

individu yang bersangkutan merasa tidak berdaya

dan mengalami kelelahan karena senantiasa

harus berada dalam keadaan waspada terhadap

ancaman bahaya yang tidak jelas.

B. Sumber-Sumber Yang Menimbulkan

Kecemasan.

Sumber kecemasan bermacam-macam, seperti

tuntutan sosial yang berlebihan dan tidak atau

belum dapat dipenuhi oleh individu yang

bersangkutan, standar prestasi individu yang

terlalu tinggi dengan kemampuan yang

dimilikinya, seperti misalnya kecenderungan

perfeksionis, perasaan rendah diri pada indivudu

yang bersangkutan, kekurangsiapan individu

sendiri untuk menghadapi situasi yang ada,pola

fakir dan persepsi negative terhadap situasi yang

ada ataupun terhadap diri sendiri

(Firmansyah,2007).

Gunarsa (Firmansyah, 2007)

mengatakan bahwa terdapat sumber-sumber

yang menimbulkan kecemasan, yaitu:

a.Sumber kecemasan dari dalam,mempunyai

arti bahwa penyebab kecemasan berasal

dari diri atlet itu sendiri, yakni:

1) Seseorang atlet menghadapi lawan

yang ulet dan cermat, sehingga

lawan itu mampu mengantisipasi

setiap serangan yang ia lakukan.

Akibatnya atlet tersebut akan merasa

terdesak dan selanjutnya tidak mampu

lagi menguasai situasi yang sedang

dihadapinya.

2) Perasaan – perasaan yang

memberikan beban mental pada

diri atlet itu sendiri, misalnya; atlet

merasa bermain bagus sekali.

Demikian pula pada perasaan

sebaliknya, yang seakan-akan dia

telah menjatuhkan vonis pada diri

sendiri bahwa dia tidak akan

mencapai sukses.

3) Dicemooh atau dimarahi akan

menimbulkan reaksi pada diri atlet.

Reaksi tersebut akan tetap

bertahan, sehingga menjadi

sesuatu yang menekan dan

menimbulkan frustasi yang

mengganggu pelaksanaan tugas.

4) Bila dalam diri atlet ada pikiran atau

rasa puas diri, maka dia telah

menanamkan benih-benih stress pada

diri sendiri. Atlet akan dituntut oleh

diri sendiri untuk mewujudkan sesuatu

yang mungkin berada diluar

kemampuannya. Bila demikian

keadaannya, maka sebenarnya atlet itu

telah menerima tekanan yang tidak

disadari (Firmansyah,2007).

b. Sumber-sumber dari luar, diartikan

sebagai kecemasan dari luar diri atlet.

Adapun beberapa factor yang

menimbulkan kecemasan adalah

sebagai berikut:

1) Rangsangan yang membingungkan

Page 54: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 49

Salah satu bentuk rangsang yang

membingungkan adalah komentar

anggota pengurus atau pelatih yang

merasa berkompeten untuk melakukan

koreksi,strategi atau teknik yang harus

diterapkan serta petunjuk lain pada

atlet. Menerima beberapa petunjuk

dan perintah sekaligus akan

membingungkan atlet.

2) Pengaruh massa penonton, terlebih yang

masih asing, dapat mempengaruhi

kestabilan mental atlet. Penonton juga

memainkan peranan yang sangat berarti

dalam suasana pertandingan. Pengaruh

mereka terhadap atlet bias dalam bentuk

negative seperti; tindakan agresif

berupa cemoohan terhadap atlet itu

sendiri, disamping pengaruh yang

merugikan, ada pula pengaruh yang

dapat membangkitkan semangat atau

rasa percaya diri, sehingga dalam situasi

yang kritis atlet merasa masih ada yang

mendukungnya dan selanjutnya secara

berangsur-angsur ia mampu menguasai

keadaan kembali dan melanjutkan

penampilan yang lebih baik.

3) Saingan yang bukan tandingannya

apabila atlet mengetahui lawan yang

akan dihadapi adalah atlet peringkat

diatasnya atau lebih unggul dari pada

dirinya, maka dalam hati kecil atlet

tersebut telah timbul pengakuannya

akan ketidak mampuannya untuk

menang. Situasi tersebut akan

menyebabkan berkurangnya

kepercayaan pada diri sendiri. Setiap

kali berbuat kesalahan, ia makin

menyalahkan diri sendiri.

4) Kehadiran atau ketidak hadiran pelatih

Pelatih tidak hadir pada saat

pertandingan berlangsung sehingga

membuat atlet kurang mendapat

petunjuk, motivasi dari pelatihnya.

Karena mungkin bagi atlet tersebut,

pelatihnya bias dipercaya dalam

memberikan arahan-arahan yangbaik

untuk memenangi pertandingan.

Namun bias juga atlet tersebut merasa

tertekan karena tuntutan pelatih yang

terlalu tinggi, sehingga atlet kurang

konsentrasi dalam pertandingan

(Firmansyah,2007).

MenurutCratty(Husdarta,2010)hubungan

antarakecemasandenganpertandingan:

a) Pada umumnya kecemasan

meningkat sebelum pertandingan

yang disebabkan oleh bayangan

akan beratnya tugas dan

pertandingan yang akan datang.

b) Selama pertandingan berlangsung,

tingkat kecemasan mulai menurun

karena sudah mulai adaptasi.

c) Mendekati akhir pertandingan,

tingkat kecemasan mulai naik

lagi,terutama apabila skor

pertandingan sama atau hanya

berbeda sedikit.

kewajaran, dan lain-lain.

Page 55: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 50

C. Gejala-gejala kecemasan

Menurut Gunarsa (2004), gejala-gejala

kecemasan dapat dibedakan atas:

a) Gejala Fisik

1) Adanya perubahan yang dramatis

pada tingkah laku, gelisah atau tidak

tenang dan sulit tidur.

2) Terjadi peregangan pada otot-otot

pundak,leher,perut.

3) Terjadiperubahaniramapernapasan.

4) Terjadi kontraksi otot setempat; pada

dagu,sekitar mata dan rahang.

b) Gejala Psikis

1) Gangguanpadaperhatiandankonsent

rasi.

2) Perubahan emosi

3) Menurunnya rasa percaya diri

4) Timbul Obsesi

5) Tidak ada motivasi

Gunarsa (Firmansyah,2007) juga

menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami

kecemasan cenderung untuk terus menerus

merasa khawatir akan keadaan yang buruk, yang

akan menimpa dirinya atau diri orang lain yang

dikenalnya dengan baik. Biasanya seseorang

yang mengalami kecemasan cenderung tidak

sabar, mudah tersinggung, sering mengeluh,

sulit konsentrasi, dan mudah terganggu tidurnya

atau mengalami kesulitan untuk tidur. Penderita

kecemasan mengalami gejala-gejala seperti;

berkeringat berlebihan (walaupun udara tidak

panas dan bukan setelah berolahraga), jantung

berdegup ekstra cepat atau telalu keras, dingin

pada tangan atau kaki, mengalami gangguan

pencernaan,merasa mulut kering, tampak

pucat,sering buang air kecil melebihi batas

D. Kecemasan Pada Atlet Saat Menghadapi

Pertandingan

Kecemasan saat atlet akan

menghadapi pertandingan, terlihat bahwa

atlet akan mengalami puncak ketegangan

beberapa jam sebelum pertandingan. Pada saat

memasuki menit-menit akhir menjelang

pertandingan sampai dengan dimulainya

pertandingan, ketegangan akan menurun atau

hilang sama sekali .Akan tetapi, menurut

Gunarsa, Satiadarma, dan Soekasah (1996),

dalam pertandingan yang berlangsung

lama,tingkat kecemasan biasanya makin lama

makin naik. Mendekati akhir pertandingan,

tingkat kecemasan biasanya akan naik lagi

terutama bilas kor pertandingan berimbang.

E. Dampak Kecemasan TerhadapPenampilan Atlet

Menurut Fauziah dan Widury

(Videman2007), kecemasan pada kadar yang

rendah membantu individu untuk bersiaga

mengambil langkah-langkah mencegah bahaya

atau memperkecil dampak bahaya tersebut.

Kecemasan sampai pada taraf tertentu dapat

mendorong meningkatnya performa.

Misalnya,cemas mendapat Indeks Prestasi (IP)

buruk membuat seorang mahasiswa belajar

keras dan mempersiapkan diri menghadapi

ujian. Kecemasan semacam ini disebut sebagai

facilitating anxiety. Namun, apabila kecemasan

sangat besar, justru akan sangat mengganggu.

Misalnya kecemasan berlebihan akan ujian

skripsi justru akan membuat mahasiswa

mengalami blocking an tidak bisamenjawab

pertanyaan ujian. Hal ini disebut sebagai

sebenarnya berpotensi sangat baik untuk dapat

Page 56: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 51

debilitating anxiety.

Menurut Greist, Jefferson dan

Marks(Videman,2007), kecemasan sampai pada

batas tertentu merupakan hal yang normal dan

berfungsi sebagai alarm yang memberikan

sinyal- sinyal (tanda-tanda) bahaya sehingga

orang yang mengalaminya menjadi lebih siap

menghadapi keadaan yang akan muncul.

Gunarsa (Videman,2007) dalam bukunya

yang berjudul Psikologi Olahraga Prestasi

mengatakan bahwa dampak kecemasan dan

ketegangan terhadap penampilan atlet akan

secara bertingkat berakibat negatif. Apabila

tingkat kecemasan tinggi akan mempengaruhi

peregangan otot-otot yang berpengaruh pula

terhadap kemampuan teknisnya, penampilan pun

akan terpengaruh (tentunya lebih buruk) dengan

akibat permainan atau penampilan menjadi lebih

buruk. Selanjutnya, alam pikiran semakin

terganggu dan muncul berbagai pikiran

negatif,misalnya ketakutan akan kalah dan

kembali muncul kecemasan baru.

Gunarsa (Videman, 2007) mengatakan

bahwa jika seorang atlet pada dasarnya

memiliki trai tanxiety yang tinggi, maka

kecemasan yang ia miliki akan selalu berlebihan

dan mendominasi aspek psikisnya. Hal ini

merupakan kendala yang serius bagi atlet

tersebut untuk dapat berpenampilan baik.Secara

teoretis, seorang atlet yang didominasi oleh trait

anxiety dapat mengubah gambaran

kepribadiannya tersebut melalui berbagai

pengalaman positif tertentu, seperti meraih

sukses terus menerus. Namun, pada

kenyataannya, hal tersebut tidak mudah terjadi.

Sehingga tidak mustahil, seorang atlet yang

berprestasi atau meraih gelar juara, akhirnya

gagal akibat sifatnya yang sangat pencemas

dan mudah tegang. Atlet tersebut bahkan

mungkin sekali mengundurkan diri sebelum

tampil maksimal karena tidak dapat menguasai

kecemasannya. Oleh karena itu, penting sekali

untuk mengetahui apakah seorang calon atlet,

atlet junior, atau bahkan atlet elite memiliki trait

anxiety yang tinggi.

F. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir penelitian pada

dasarnya adalah dampak dari kecemasan atlet

bola basket sebelum melakukan sebuah

pertandingan, yang ingin diamati dan diteliti

oleh peneliti berdasarkan dengan teori-teori

yang ada khususnya dampak kecemasan pada

atlet bolabasket sebelum pertandingan.

Dalam kerangka berpikir penelitian

diatas, peneliti akan melakukan penelitian

mengenai bagaimana dampak kecemasan

pada atlet bola basket sebelum bertanding.

Kecemasan pada atlet bola basket tersebut

akan menguji kemampuan seorang atlet

basket pada saat sebelum bertanding,

biasanya kondisi psikologis atlet akan

berubah, hal ini disebabkan oleh situasi dan

kondisi yang akan di hadapi, dari kondisi

tersebut muncul reaksi- reaksi yang

menimbulkan dampak kecemasan seorang

atlet bola basket tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan memakai bentuk

studi kasus (case study). Penentuan subjek

dilakukan dengan cara menggunakan teknik

emosi, timbul obsesi, dan tiada

Page 57: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 52

Extreme Sampling. Subjek terdiri dari tiga atlet

bola basket yang memiliki kecemasan tinggi dari

lima belas atlet bola basket di klub Bola Basket

Bima Sakti Malang. Teknik pengumpulan data

menggunakan wawancara semi terstruktur,

observasi non-partisipan, dan dokumentasi.

Teknik analisa data deskriptif dengan

menggunakan coding.

Pengujian Validitas dan Reabilitas

Validitas dalam penelitian ini yang sesuai

dengan hasil penelitian yaitu, Rhizomatic validity

yang merupakan validitas yang mencoba untuk

member gambaran bahwa tidak ada peristiwa

yang terjadi secara linear, namun dengan

perhatian yang tinggi, setiap peristiwa itu dapat

dipahami dan diungkap banyak cerita sebagai

kebenaran yang sahih.

Reliabilitas data dalam penelitian

iniadalah synchronic reability yang merupakan

kepercayaan karena kesesuaian. Kirk dan Miller

(Moleong,2007), reliabilitas synchronic reability

ini mengacu pada kesesuaian data atau informasi

pada setiap kegiatan pengumpulan data, dalam

mengamati perilaku manusia seringkali didapati

adanya persamaan sikap, motif dan perilaku.

Hasil Penelitian

Hasil kecemasan darivketiga subjek

tidaklah selalu sama, karena adavfaktor-faktor

yang menyebabkan timbulnya sumber

kecemasan, dari sumber kecemasan ini tentu saja

sangatlah berpengaruh terhadap timbulnya gejala

psikis kecemasan pada atlet tersebut, adapun

gejala psikis kecemasan yang dialami ketiga atlet

yaitu : Gejala psikis

1. Gejala psikis SC adalah gangguan

pehatian dankonsentrasi, perubahan

motivasi.

2. Gejala psikis MI adalah gangguan

pehatian dan konsentrasi,

menurunnya rasa percaya

diri,timbul obsesi,dan tiada

motivasi.

3. Gejala psikis HG adalah gangguan

pehatian dan konsentrasi,

perubahan emosi, timbul obsesi,

dan tiada motivasi.

Gejala-gejala psikis kecemasan yang

dialami oleh atlet mempunyai pengaruh

terhadap timbulnya gejala yang dapat diamati

atau disebut juga dengan gejala fisik dari

kecemasan. Adapun gejala fisik yang dialami

dari ketiga atlet tersebut, yaitu : Gejala fisik

1. Gejala fisik yang dialami SC adalah

nafas lebih cepat, keringat

berlebihan, dingin pada tangan

dan muka tampak pucat.

2. Gejala fisik yang dialami MI adalah

gelisah atau tidak tenang, nafas

lebih cepat, keringat berlebihan,

dingin pada tangan, muka tampak

pucat dan seringbuangairkecil.

3. Gejala fisik yang dialami HG

adalah nafas lebih cepat, keringat

berlebihan, dingin pada tangan

dan sering buang air kecil.

Pembahasan

Faktor utama yang menyebabkan atlet

mengalami kecemasan sebelum bertanding

adalah adanya gangguan perhatian dan

konsentrasi yang kemudian member pengaruh

Saran

Page 58: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 53

pada gejala psikislainnya. Gejala-gejala kecemasan

fisik timbul karena atlet mengalami gejala

kecemasan psikis yang menimbulkan dampak

kecemasan sebelum bertanding. Dampak

kecemasan yang dialami atlet berasal dari luar atlet

seperti kebingungannya atlet dalam memahami

strategi pelatih, merasa tidak sesuainya strategi

dengan karakter permainan atlet, gangguan

konsentrasi yang disebabkan permasalahan

keluarga, adanya pengaruh penonton dan merasa

lawan tanding memiliki kemampuan lebih baik.

Sedangkan dampak kecemasan yang

dialamiatletberasaldari dalam diri atlet sendiri,

seperti menimbulkan keyakinan dalam menghadapi

pertandingan, situasi ini tentu saja dapat membuat

atlet merasa optimis, sehingga atlet dapat

mengontrol kecemasan sebelum bertanding.

Pengalaman akan kegagalan yang pernah dialami

atlet sendiri juga bisa menimbulkan motivasi untuk

tidak mengulangi kegagalan tersebut.

Dari ketiga atlet bola basket diatas sumber

kecemasan dan gejala-gejala kecemasan

membuktikan adanya hubungan timbale balik psikis

serta fisik, bila aspek psikis terganggu maka fungsi

fisik juga ikut terganggu dan menimbulkan dampak

kecemasan,yang pada gilirannya akan mengganggu

keterampilan motorik pada atlet saat dilapangan.

Satu hal penting yang banyak dilupakan bahwa

kecemasan tidak selamanya negatif, kecemasan

merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk

mencapai hasil maksimal. Oleh karena itu, dengan

kemampuan mengontrol rasa cemas pada tiga atlet

bola basket tersebut sebelum bertanding, maka hasil

yang diharapkan bias tercapai.

Bagi subjek, melalui penelitian ini

bisa lebih memahami mengenai dampak

kecemasan yang dialaminya, memahami apa

yang harus dilakukan jika mengalami

kecemasan dan mampu mengontrol kecemasan

untuk merubah menjadi hal yang positif. Bagi

para pembina, pelatih, atlit bola basket agar

memperhatikan kondisi psikologis atlit

khususnya kecemasan dalam pelaksanaan

program latihan maupun pertandingan. Dalam

upaya meminimalisir dampak kecemasan atlit

bola basket sebelum bertanding, sebaiknya

diberikan intervensi yang dapat mengurangi

kecemasan atlit sebelum bertanding.

Page 59: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 54

DaftarPustaka

Firmansyah, M. A. 2007. Kecemasan Atlet Renang Dalam Menghadapi Pertandingan.Skripsi.UniversitasGunadarma.

Ghazalba, F. A. 2009. Pengaruh Pelatihan Relaksasi Terhadap Kecemasan Pada AtletKarate.Skripsi.UniversitasMuhamadiyahSurakarta.

Gunarsa,D.S.1996.PsikologiOlahraga.Jakarta:GunungMulia

Gunarsa,S.D.,Satiadarma,M.P.danSoekasah,M.H.R.(1996):PsikologiOlahraga:TeoridanPraktik.Jakarta:BPKGunungMulia.

Gunarsa,D.S.2004.PsikologiOlahragaPrestasi.Jakarta:PTBPKGunungMulia

Husdarta,H.J.S.2010.PsikologiOlahraga.Bandung:ALFABETA

Moleong,L.J.2007.MetodePenelitianKualitatif.Bandung:PT.RemajaRosdakarya

Satiadarma,M.P.(2000).Dasar-dasarPsikologiOlahraga.Jakarta:PustakaSinarHarapan. Videman, H.

2007. Kecemasan Atlet Sepakbola Tim Persija Junior. Skripsi. FakultasPsikologi.UniversitasIndonesia.

Page 60: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 55

EFEKTIFITAS KEMIMPINAN LEMBAGA SWADAYA

MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI

(STUDY KASUS DI PADEPOKAN ANGKAT BESI DAN

ANGKAT BERAT GAJAH LAMPUNG)

Yudha Ranto HB, M.PdUniversitas Lampung

ABSTRAK

Permasalahan utama adalah efektivitas kemepimpinan lembaga swadaya masyarakat

dalam pembinaan olahraga prestasi pada angkat besi dan angkat berat, dengan

memperhitungkan konteks lingkungan sosial-budaya dan terhadap pembinaan prestasi

olahraga yang berkaitan dengan penghargaan dan bantuan.

Pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah

menggunakan pendekatan kualitatif disusul dengan pendekatan kuantitatif. Data kualitatif

diperoleh melalui wawancara,observasi,dokumentasi dang angket, sedangkan data kuantitatif

melalui tes dan pengukuran serta angket.

Kesimpulan didapat: model menejemen, gaya kepemimpinan pelatih, dan lingkungan

sosial budaya dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pembinaan.Kebijakan pemerintah

dapat mendorong keberlangsungan pembinaan. Hasil data kuantitatif secara umum pada atlet

putra menunjukkan bahwa faktor fisiologis berupa kekuatan tarikan lengan dan daya ledak

terdapat hubungan dan pengaruh terhadap prestasi angkatan.

A. Latar belakang penelitian

Mengacu pada karakteristikolahraga medern

yang diketengahkan oleh beberapa ahli,antara

lain Guttmann (1978, 1988 : dalam Coackley

dan Dunning (ed), 2006:205) memaparkan

bahwa karakteristik olah raga bahwa modern

meliputi struktur formal, seperti sekulerisme,

persamaan hak, resionalisasi, spesifikasi,

birokratisasi, kuantifikasi dan perjuangan

untuk mengejar rekor. Sekulerisme, seperti

pernyataan seperti peningkatan pendidikan

dan status ekonomi. Resionalisasi,

Coackley dan Dunning (ed.) (2006 :253)

beart (2006 :253) bearti meniadakan

pengaruh kekui meniadakan pengaruh

kekuataan illahi di balik yang riil, hanya

menekan upaya manusia. Persamaan hak

atau equality bearti membuka kesempatan

bagi semua orang tanpa pandang bulu

masalah asal-usul, suku bangsa, ras, atau

status sosial dan gender sehingga terbuka

peluang bagi semua oranguntuk melakukan

perubahan mobilitas sosial ke arah vertikal,

Lebih lanjut,karakteristik olahraga

Page 61: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 56

maksudnya adalah bahwa olah raga

terorganisasi dan terlembaga, yang tersusun

dalam aneka bentuk lengkap dengan

peraturan, misalnya alat yang digunakan dan

ketentuan permainan serta sanksi bagi

pelaku, agar ketetapan tersebut dilaksanakan,

yang diawasi oleh organisasi yang

bersangkutan.

Terkait dengan karakteristik struktur

formal organisasi olahraga, birokratisasi

merupakan ciri penting olahraga

modern,seperti terlihat oleh International

Olympic Commite(IOC,), komite olahraga

indonesia(KOI) atau federsi olahraga

international misalnya FIFA yang dilengkapi

dengan stafedersi olahraga international

misalnya FIFA yang dilengkapi dengan

statuta, struktur organisasi dan

kewenanangan yang ketat untuk mengontrol

atau menjatuhkan sanksi bagi organisasi di

bawahnya seperti kasus PSSI akhir-akhir ini.

Sementara itu spesifikasi dalam olahraga

terwujud berupa kekhasan cabang olahraga,

dan bahkan nomor-nomor yang

dipertandingan atau diperlombakan.

Selanjutnya kuantifikasi merupakan satu ciri

yang sangat menonjoldalam bentuk prestasi

dan performa serta teramati dan terukur

secara numerik seperti terkandung dalam

istilah ”Massen” dalam bahasa jerman atau

“measure” dalam bahasa inggris ( Guttman,

2004.

kekuatan Cina sebagai kekuatan baru dalam

olahraga internasional (misalnya dalam

modern, tak terkecuali cabang angkat besi

atau berat misalnya kian kompleks. Selain

bersifat mendunia atau global karena

pengaruh “revolusi dalam transportasi dan

teknologi komunikasi” (Guttman, 1977;

dalam Coackley dan Dunning, (ed),

2006:251), motif partisipasi individu dan

kelompok masyarakat dalam olahraga juga

berubah, seperti motif nasionalisme yang

diungkapkan oleh Allison (1986; dalam

coackley dan dunning, (ed), 2006;352) dalam

beberapa kasus, seperti seperti kekuatan Uni

Soviet dalam olahraga sebelum runtuh, kasus

kanada dengan kebijakan pembangunan

olahraga untuk persatuan nasional, atau

Brasil dengan keberhasilannya sepakbolanya,

atau Cuba dengan prestasi tinju

amatirnyayang menunjukkan tendeksi untuk

mengaitkan identitas nasionaldengan tim dan

prestasinya.

Meskipun tidak ada standar umum

tentang bagaimana hubungan antara olahraga

dan nasionalisme itu,tetapi secara emperik

dan tak terbantahkan, misalnya dalam

konteks PON atau Kajurnas, prestsi suatu

daerah diinterprestasikan oleh kelompok

setempat sebagai keberhasilanya yang

menjadi prestasi daerah, dan bahkan secara

politis diakui sebagai keberhasilan

pemerintah daerah. Dalam konteks lebih luas

keberhasilan Cina dalam Olympiade Beijing

2008 dapat dipandang sebagai metamorfosis

interprestasi asal usul olahraga moderen, atau

“ achievement sport “, yakni cabang –

Page 62: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 57

Lutan, 2010: 2494) atau indonesia sendiri

dalam bungus visi olahraga sebagai alat bagi

“national and character building” , olahraga

merupakan bagian dari platform politik

semasa pemerintahan Bung Karno tahun

1960-an (Lutan, 2003:83).

Semakin kompeks karakteristik

olahraga modern bila disimak dari kutipan

dari tulisan Coackley (1998, dalam Maguire ,

et, al, 2002 :121) dibawah ini. “sport have

never been so pervasive and influential in

the lives of people is they are in many

socities today, and never before have

physical activitas and games been personal

so closely linked to profit making, charater

buiiding, patriotism, and personal health.

Organised sports in the united States have

become a combination of business,

entertainment, education of identity, and

endorsements of allegiance to countries and

corporate sponsor.

Kutipan diatas menggambarkan

“watak” olahraga sebagai sebuah

konglomerasi sifat, dan kemudian

penjabarannya, bergantung pada pembuat

kebijakan dan pelakunya, kearah mana

pemenuhan kebutuhan individu dan

masyarakat luas yang dirasakan mendesak.

Dalam kaitannya dengan karakteristik

olahraga moderen tersebut, filosof olahraga

hans lenk cenderung menyarankan

dan rasa aman ), (6) fasilitas latihan, (7)

pengadaan dan pengembangan pelatih, (8)

kompetisi nasional, (9) riset atau iptekor, dan

cabang olahraga yang prestasinya

menjangkau jauh dibalik yang dicapai kini

dan selanjutnya” measured comparisonand

are closey conected to the scientific

experimental atittudes of modern west “ (

lenk, 1972; dalam coakley dan dunning, ( ed

), 2006: 256 ).

Salah satu ciri atau karakteristik

olahraga moderen adalah pengejaran dan

penciptaan rekor dengan perbandingan antar

atlet dan atar waktu menyebabkan upaya

tersebut seolah tanpa henti dan tanpa limit,

bergerak maju daloam sebuah pencarian.

Bergerak maju dalam sebuah pencarian.

Kkarakteristik ini rupanya sangat cocok

dengan “ theory of progres “ yang diutarakan

oleh ullmann, 1971; dalam coakley dan

dunning, ( ed ): 2006: 250 ). Bila tercipta

sebuah rekor olahraga, berikut terkandung

sebuah potensi, yaitu munculnya recor baru.

Untuk mencapai hasil pembinaan yang

maksimal dari suatu performa seorang atlet

diperlukan adanya sistem pembinaan

olahraga secara nasional yang meliputi

sepuluh pilar kebmijakan, antara lain (1)

dukungan dana ( finansial ), (2) lembaga

olahraga terdiri dari struktur dan isi

kebijakan olahraga terpadu, (3) pemasalan (

landasan dan partisipasi ), (4) pembinaan

prestasi ( promosi dan identifikasi bakat), (5)

elip atau prestasi top ( sistem pengahargaan

Page 63: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 58

(10) lingkungan, media dan sponsor ( lutan,

2011 dan mutokhir, tohocholik 2009 ).

Pembinaan dipusat pelatihan (

padepokan ) angat besi dan angkat berat

lampung telah memberikan kontribusi yang

sangat berarti bagi pembangunan dan

kemajuan olahraga indonesia, hal ini

dibuktikan dengan perolehan prestasi dari

para lifter cabang olahrag tersebut pada

berbagai kejuruan baik pada tingkat asia

tenggara seperti sea games, kejuaraan asia

dan dunia. Catatan prestasi yang pernah

diraih oleh atlet para atlet padepokan gajah

lampung sepanjang dasawarsa terakhir ( 1999

– 2009 ). Catatan prestasi para lifter

padepokan gajah lampung, ditampilkan

grafik berikut :

Gambar1. Perolehan medali para liferpadepokan gajah lampung dalam

priode 1999 – 2009

Untuk melihat perbandingan perolehan

medali pada setiap kejuaraan atau event pada

setiap tingkatan, seperti asean, asia, dunia

maupun kejuaraan international lainnya

diliha pada Gambar berikut :

luar(eksogen ) yang selalu mempengaruhi

Gambar 2. Perbandingan perolehan medali

lifer padepokan gajah lampung pada

setiap kejuaraan selama 1999-2009

Dari kedua grafik terseut menunjukan

bahwa lifer cabang olahraga angakat besi dan

angakat berat lampung telah memberi andil

yang sangat besar terhadap nama baik negara

bangsa indonesia di kancah internasional.

Demikian pula dalam keikut sertaannya di

pekan olahraga nasional (PON ), Kontagen

lampung yang sebagian besar adalah atlet

yang dibina di padepokan gajah lampung

selalu mendominasikan perolehan medali,

sehingga telah menjadikan prestasi lampung

sebagai pusat pembinaan ca bang olahraga

angkat besi dan angkat berat nasional.

Pencapaiannya prestasi itu tentu saja tidak

datang sendirinya tetapi melalui perjuangan

dan kerja keras yang dilakukan oleh pelatih

peserta atlet yang didukung pula oleh

berbagai faktor, baik dari dalam

dirinya(endogen ) maupun faktor dari

dibandingkan dengan cabang olahraga

3919 18258 21 1 4

0

50

Asia Dunia

Emas

Perak

Perunggu

24

15

0

13

30

16

1 1

15

10

1

6 5

1 2 13

0

5

10

15

20

25

30

Emas

Perak

PerungguEmas

Perak

Perunggu

Emas

Perak

Perunggu

Putra

Putri

Page 64: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 59

keberhasilan dalam pencapaian prestasi,

seperti dikemukakan oleh Rusli Lutan

(2005:13 )bahwa yang dimaksud dengan

faktor endogen ialah atribut atau ciri – ciri

yang melekat pada aspek fisik dan psikis

seseorang seperti aspek fisik ( kekuatan,

kecepatan, kelentukan, koordinasi dan daya

ledak ( explosive power ), ditambah pula oleh

aspek psikis, yakni motivasi atau keinginan

untuk meraih kemenangan (need

achievement ) di bawah tekanan (stress) atau

toleransi , pembebanan, dan eksternal

(eksogen) yakni faktor – faktor diluar

individu, dan bisa dipersepsikan sebagai

lingkungan yang lebih umum pengertiannya

seperti lingkungan fisikal – geografis,

ekonomi, sosial dan budaya, bahkan tradisi

kegiatan yang telah melekat di suatu

lingkungan masyarakat tertentu, serta

orientasi dan kemampuan ekonomi keluarga.

Oleh karena itu, pembinaan yang

dilakukan di Padepokan angkat besi dan

angkat berat lampung gajah Lmapung Cukup

menarik dabn fenomenal. Menarik, karena ca

bang ini telah banyak menorehkan prestasi

segitu banyak dan membanggakan seperti

ditampilkan pada gambar 1 dan gambar 2

diatas. Dikatakan fenomenal, karena cabang

ini hampir setiap ikut selalu memperoleh

penghargaan atau juara. Artinya, para atlet

yang dbina di Padepokan tersebut selalu

berprestasi dan konsisten, namum

kepopulerannya sangat kuarang bila

hidupnya, Hal ini tentu saja sanfat

lainnya terutama cabang olahraga permainan.

Selain faktor yang disebutkan, masih

banyak faktor yang mempengaruhi

pencapaian prestasi seorang atlet, antara lain

adalah sosial, struktur tubuh ( fisik ),

fisiologis dan psikologis, seperti yang

dikemukakan Cratty (1967) dalam carron, A

(1980:4-5 ) Bahwa As Having An Influence

Upon Individual Performance: Physiological,

Social, Body Structure And Psychological”.

Herimarto dan Winarno, (2010:53) Bahwa

interaksi sosial didasarkan atas berbagai

faktor , antara lain faktor imitasi, s ugesti,

identifikasi, simpati, motivasi, dan empati.

Salah satu faktor yang menarik untuk

dibahas dari pencapaian prestasi yang telah

diukir oleh para lifer angakat besi dan

angakat berat di Padepokan Gajah Lampung

adalah identifikasi. Identifikasi adalah upaya

yang dilakukan individu untuk menjadi sama

(identik ) dengan individu yang ditirunya.

Prestasi yang dicapai tersebut di atas

bukan hanya atlet yang relatif usia mmuda

saja tetapi juga yang telah berrumah tangga

bahkan ada yang berusia diatas 30 tahun.

Begitu pula faktor fisik, ternyata tidak

semuua atlet di Padepokan Gajah Lampung

memiliki tinggi badan yang relatif sama.

Demikian pula para atlet remaja yang

berdomisili disekitar Padepokan, mereka

selalu berusaha untuk meniru ( identifikasi )

dirinya dengan atlet yang sudah berhasil,

terutama keinginan untuk merubah taraf

iklim latihan, sosial, asal usul, dan gizi.

Page 65: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 60

mendukung upaya pembinaan berkelanjutan,

karena tidak perlu melakukan upaya untuk

menjaring calon atlet secara khusus, tetapi

dengan banyaknya atlet yang berminat maka

peluang pembinaan atlet usia muda cukup

terbuka. Sehingga apa yang dianjurkan dari

Depdiknas (2004:xiv) mengenai “

Pembangunan olahraga Indonesia hakikatnya

adalah suatu proses yang membuat manusia

memiliki banyak akses untuk melakukan

aktifitas fisik”. Makin banyaknya akses atau

kesempatan yang sangat luas pada

masyarakat maka terbuka pula peluang

banyak orang untuk ikut terlibat dalam ca

bang olahraga yang bersangkutan.

Karena itu, keberhasilan seorang lifer

angkat besi dan berat, sesungguhnya

ditentukan oleh bebrmacam – macam faktor

yang saling mempengaruhi secara kompleks

dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Seperti : usia, jenis kelamin, daya ledak,

kelentukan dan lingkungan sosial

mempengaruhi penampilan ( performance)

atlet telah dikemukakan pula oleh Bompa (

1990), Stillwell dan Willgoose ( 1997:38),

bahkan menyangkut kinerja fisik Barger

(1982;242) membaginya dalam dua kekuatan

otot, yaitu tinggi dan renah. Adapun faktor

internal, dapat dipersepsikan sebagai

kemampuan fisik, penguasaan tehnik, dan

taktik serta mental (Harsono, 1988 dan

Bom.pa, 1990 ). Sedangkan faktor yang

datang dari luar ( eksternal ) adalah, pelatih,

3. Terkait dengan keberadaan LSM

Disamping itu masih terdapat pula faktor

yang mempengaruhi pencapaian prestasi,

seperti sarana dan prasarana yang memadai,

dana, dan kebijakan.

Dari uraian tersebut, nampak sekalo

bahwa beragam faktor dapat mempengaruhi

keberhasilan seorang atlet untuk mencapai

prestasi, khususnya pada cabang angkat besi

dan angkat berat. Faktor lain yang dianggap

sangat besar pengaruhnya terhadapa atlet

pada cabang tersebut adalah fisik . Dengan

fisik yang besar dan otot - otot yang nampak

kelihatan besar serta babdan yang pendek

maupun tinggi bukan jaminan pula bisa

mengangkat barbel secara maksimal dengan

mudah. Begitu pula dengan faktor fisiologis

yang dicerminkan dengan adanya perubahan

organisme tubuh seperti perubahan tonus otot

dan kepekaan syaraf mengantarkan implus

yang ditunjukan dengan kemampuan

seseorang seperti kekuatan, daya ledak (

power ) dan kelentukan dapat mempengaruhi

kemampuan atlet untuk mengangkat beban

secara maksimal dan mudah pula.

C. Masalah Penelitian

Adapun masalah penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektifitas lembaga

swadaya masyarakat ( LSM ) dalam

olahraga terhadap pembinaan prestasi

angkat besi ditinjau dari lingkungan

sosial bmudaya dan kepemimpinan

pelatih ?

4. Mengetahui bagaimana hubungan

Page 66: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 61

tersebut bagaimana pola partisipasi

para atlet usia muda atau sosialisasi

cabang olahraga tersebut dengan

memperhitungkan prasarana para atlet

pendahuluan sebagai model ?

4. Se jauhmana peran kebijakan

pemerintah terhadap pelaksanaan

pembinaan prestasi olahraga yang

berkaitan dengan penghargaan dan

bantuan ?

5. Bagaimana hubungan fungsional

antara prestasi angakat besi dan

angakat bebrat dengan faktor fisik,

fisiologis, dan motivasi para atlet

yang bebrsangkutan?

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian secara

umum adalah :

1. Memperoleh gambaran dengan

efektifitas kepemimpinan LSM dalam

olahraga terhadap pembinaan prestasi

angkat bebsi dan angkat berat ditinjau

dari lingkungan sosial budaya da n

kepemimpinan pelatih.

2. Mengidentifikasi pola partisipasi para

atlet usia mmuda atau sosialisasi

dengan memperhitungkan peranan

para atlet pendahulu sebagai model.

3. Mengkaji lebih jauh peran

kebijmakkan pemerintah daerah

terhadap pelaksanaan pembinaan

prestasi olahraga bberkait dengan

perhargaan dan bantuan.

Physiological, Social, B Ody Structrure

fungsional antara prestasi ang kat besi

dan angakt berat dengan faktmor

fisik, fisiologis, dan motivasi para

atlet yang bersangkutan di

Padepokan Gajah Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dihharapkan dari hasil

kajian ini, antara lain :

1. Secara teoritis

Kerangka ini berguna untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan

terutama bidang – bidang ( sub

disiplin ) yang mempengaruhi

peningkatan prestasi atlet

2. Secara Praktis

Dari segi kepentingaqn praktis,

sumbangan penting dari penelitian ini

adalah diperolehnya gambaran

kontribusi beberapa faktor terhadap

peningkatan prestasi atlet, serta

mengidentifikasi berbagai

karakteristik suatu ca bang olahraga

khususnya bagi pembinaan.

E. Kerangka Berfikir

Penelitian ini bertitik tolak dari suatu

pandangan yang melihat adanya pengaruh

antara fokus ( karakteristik ) fisik, sosial,

fisiologis dan motivasi terhadap prestasi

yang lifer angkat besi dan berat. Hal ini

sejalan dengan pemikiran Catty (1967 )

dalam Carron, A ( 1980:4-5)

Mengemukakan Bahwa As Having An

Influence Upon Individual Performance

untuk merubah kehidupan yang lebih

Page 67: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 62

And Psychological.

Pemikiran tersebut secara visual di

gambarkan dalam gambar berikut ini :

Gambar 3. Kerangka pikiran penelitian

F. Asumsi Dasar

Dengan merujuk dengan kerangka

teori dan fakta empiris diajukan beberapa

premis sebagai berikut :

a. Keadaan atlet angkat besi dan berat (

tinggi babdan, berat badan, usia, jenis

kelamin ) yang berfariatif bukan

kendala untuk mengangkat beban

secara maksimal.

b. Pencapaian prestasi yang maksimal

pada cabang olahraga seringkali

ekonomis maupun sosial ekonomi

para atlet, baik secara ekonomis

maupun sosial. Sebagian besar atlet

yang menekuni cabang olahrag ini

berasal dari keluarga kurang mampu.

c. Kondisi sosial ekon,omi atlet relatif

rendah dimungkinkamn semangat

berlatih dan bertanding lebih tinggi.

Hl ini disebabkan karena adanya

faktor motivasi yang mendorong

dokumentasi, sedangkan data untuk

baik lagi di masa yang akan datang.

d. Dengan faktor motivasi yang tinggi (

secara intrinsik maupun ekstrinsik )

segala bentuk tekanan dapat diatasi

dengan baik.

e. Proses pembinaan yang tersusun

secara terencana da n

berkeseimbangan akan meningkatkan

kemampuan atlet angkat besi

terutama kekuatan, daya tahan dan

power untuk bagian tubuh seperti

lengan, dada, perut, bahu, punggung,

dan tungkai ( Harsono dalam

Menegpora. 1990;31). Peningkatan

itu disebabkan otot yang d igunakan

atlet cabang tersebut.

G.Hipotesis

Adapun hipotesis yang akan diuji

dalam penelitian ini adalaha: terdapat

hubungan fungsional yang signifikan antara

faktor fisik ( tinggi badan, berat badan, lemak

paha ), panjang lengann, panjang tungkai,

tinggi duduk, lingkar kiri, tarik lengan,

dorongan lengan, kekuatan tungkai,

fleksibilitas dan daya ledak ( power) terhadap

prestasi secara simultan maupun parsial pada

atlet angkat besi dan angkat berat Padepokan

Gajah Lampung, baik putra maupun putri.

H. Metode Penelitian

Pengambilan data menggunakan

pendekatan kualitatif dan kuantitatif maka

tehniki pengumpulan data untuk kuantitatif

melalui observasi, wawancara dan

kedudukannya, jika ada pekerjaan yang akan

LSMOR PGL

POLAPARTISIPASIUSIA MUDA

(SOSIALISASI)ANGKAT BESIDAN BERAT

KEBIJAKAN PEMBINAANOLAHRAGA DAERAH

FISIK

MOTIVASI

FISIOLOGIS

LINGKUNGAN SOSIAL BNUDAYA DA N ORNIENTASINILAI FIGUR PEMBINA & KEPEMIMPINAN

PRESTASIIR

Page 68: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 63

kuantitatif melalui tes & pengukuran angket.

Analisis data yang digunakan adalah analisis

regresi linier berganda ( multiple linier

regression).

I. Pembahasan Diskusi Temuan )

1. Beberapa temuan kuantitatif

1. Efektifitas lembaga swadavya

masyarakat ( LSM ) dalam olahraga terhadap

pembibnaan prestasi angkat besi dan angkat

berat ditinjau dari lingkungan sosial budaya

dan peran figur pembinaan kepemimpinan

yang berorientasi pada nilai – nilai sehingga

tercipta proses pembinaan berkelanjutan.

Organisasi atau lembaga swadaya masyarakat

( LSM ) dalam olahraga bernama “

Padepokan Angkat Besi dan ANGKAT

Gajah Lampung , Terdapat di kabupaten

pringsewu Provinsi Lampung. Padepokan ini

didirikan pada tahun 1979 oleh IR mantan

atlet angkat besi, yang prestasinya cukup

disegani pada zamannya (1970-an ). Kini ia

berperan sebagai pelatih di samping sebagai

pengurus atau pembina Pengprov cabang

angakat besi dan angkat berat lampung,

tempat itu juga sebagai rumah tinggalnya (

Lampung post, 2008:182-185).

Menurut model Davis dan Newton

dalam Purwanto ( 2007:50) bahwa unsur –

unsur yang memedahai syarat berdirinya

suatu organisasi , yaitu organisasi babru ada,

jika ada unsur manusia yang bekerjasama,

ada pimpinan dan ada yang dipimpin, jika

tujuan yang akan dicapai, jika ada tempat

Robbin ( 1999, dalam Purwanto, 2007 : 18 )

dikerjakan serta adanya pembagian

pekerjaan. Jika terdapat unsur – unsur tehnis,

jika ada hubungan manusia yang satu dengan

yang lainnya, sehinggga tercipta organisasi,

dan jika ada lingkungan yang saling

mempengaruhi, misalnya ada sisitem kerja

sama sosial.

Berdasarkan be berapa unsur tersebut

atau manakala keempat unsur pokok tersebut

terpenuhi yaitu people, technology dan

enveroment, maka organisasi atau lembaga

itu terbentuk.Karena itu padepokan angkat

besi dan angkat berat gajah lampung, bisa

dikatergorikan sebagai suatu “organisasi”

atau lembaga” yang tentu saja memiliki

semua unsur tersebut. Karena padepokan

angakat besi dan angakat berat gajah

lampung ini dapat dikategorikkan sebagai

suatu organisasi , maka terkandung dua

pengertian. Pertama, memadakan suatu

lembaga atau perkumpulan olahraga, Kedua

berkenaan dengan proses pengorganisasian,

sebagai suatu cara dalam mana kegiatan

organisasi di alokasikan dan ditugaskan di

antara para anggotanya agar tujuan

organisasi dapat tercapai dengan efisien

(Handoko, 2003:167)

Sebagai suatu organisasi yang

bergerak dalam bida ng olahraga, padepokan

gajah la,mpung, memiliki tujuan yang

sangat jelas, yaitu pencapapian prestasi baik

nasional maupun internasional yang diraih

secara efisien. Pengertian efisien menurut

staffing”. Bahkan lebih tegas Daft dan

Page 69: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 64

adalah mengacu pada hubungan antara

masukan dengan keluaran. Dari s udut

pandang ini efisien seringkali dirujuk sebagai

“melalukan segala sesuatu secara tepat,” atau

tidak memboroskan sumber – sumber atauu

sarana.

STRUKTUR DAN MANAGEMEN

Struktur organisasi dan managemen

di Pdepokan tersebut sangat sederhana,

bahkan dapat disebut tidak lazim atau tidak

biasa dari organisasi keolahragaan lainnya,

hal ini seperti dikatakan IR sebagai

penanggung jawab Padepokan tersebut

mengatakan “ Dari pada pengurus banyak,

biasanya yang terjadi hanya “ngurusi”

pengurus dari pada mengurusi atlet, dan

selalu lempar tanggung jawab ketika ada

masalah dengan atlet dan begitu atlet

menang semuanya ngaku memiliki andil”.

Padahal, hampir semua le mbaga atau

organisasi keolahragaan pada umumnya

menggunakan model pengelolah atau

manajemen yang lebih lengkap, bahkan lebih

besar jumlah pengurusnya dari pada jumlah

atlet yang dibinanya. Hal ini sesuai pendapat

seperti Dubrin dan Williams (1989, dalam

Bucher dan Krotte, 2002:3)mendefinisikan

managemen as the cordinanted and

integrated process of resources (e.g., human,

financial, physical, informational/

technological, techni-cal) to achive specific

objecttives though the functions of planning,

organizing, leading, controlling, and

Lampung ), jelas sangat efektif meningkatkan

Marcic (1998, dalam Bucher dan Krotte,

2002:3), mengaris bawahi pendapat tadi

bahwa manajemen sebagai penca paian

tujuan organisasi secara efektif dan efisien

melalui perenca naan, pengorganisasian,

kepemimpinan, dan pengendalian sumber

daya organisasi. Sangat beralasan bila

menghadapi suatu event atau pertandingan,

biasanya kalau diurus oleh banyak orang ,

kata IR biasanya pengurus hanya mengurusi

pengurus aja, bukan fokus pada kebutuhan

atlet”. Lebih lanjut IR menjelaskan “

Apabila organisasi diurus oleh banyak orang,

biasanya banyak orang plula yang merasa

berkepentin gan seperti karena yang

menandatangani surat maka harus ketua yang

menjadi ketua kontigen, karena sekretaris

yang membuat konsep surat maka sekretaris

itu pula yang harus berangkat sebagai

manager. Nah, kalau sudah begitu,

bagaimana dengan simpelatih sendiri yang

punya tanggung jjawabb terhadap atlet

asuhannya, biasanya hanya pergi sebagai

penda mping saja, karena semua keperluan

atlet dan official, termasuk untuk keperluan

tanding harus ada izin ketua, sehingga

kepentinganb yang mendadak dan

mendesak si a tlet sering terlambat karena

faktor otoritas yang dimiliki oleh ketua dan

bendahara.

Kegiatan pembinaan yang dikelolah oleh

kelompok kecil ini ( Padepokan Gajah

artinya, organisasi atau lembaga swadaya

Page 70: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 65

prestasi , seperti terungkap dalam beberapa

pendapat atlet, mantan atlet dan asisten

pelaltih. Seorang mantan atlet mengatakan : “

Saya setuju sekali dengan pola pembinaan

seperti ini, , bahkan T yang sudah

mendapatkan medali emas dalam kegiatan

Sea Games , mengatakan bahwa kallau tanya

soal ini (organisasi ) no commant, tapi

hasilnya ( terbukti) . Orang mau terima atau

tidak , didalam kenyataan setiap kejuaraan ,

baik nasional maupun dunia , selalu

memperoleh juara. Hasil sea games 1997

angakat besi dapat menyumbang 7 medali

emas dan 5 diantaranya berasal dari

lampung”. Begitu pula pendapat JS, seorang

atlet yang dianggap pada saat ini sebagai

andalan Lampung bahkan Indonesia. Sebagai

atlet pertama cabang olahraga angkat besi

yang meraih me dali di asiagames , Guang

Zhu tahun 2010 komentarnya adalah ‘ bagi

saya setuju aja, yang pe,nting lihat hasilnya

yang maksudkan adalah manajemen

pembinaan yang sangat sederhana.

Kenyataan itu tentu saja tidak bisa di

pungkiri lagi, karena teruji dilapangan

bahwa cabang olahraga lain khususnya

dilingkungan Lampung sendiri tidak ada

yang mampu menyamai prestasi angakat besi

dan angkat berat yang berperan di tingkat

nasional dan internasional.

Hasil pembinaan di Padepokan

Gajah Lampung tersebut cukup tinggi,

seperti: ditampilkan pada gambar 4.1 dan 4.2

lingkungan tempat atlet berada atau

masyarakat ( LSM ) yang dikenal sebagai

Padepokan Gajah Lampung itu bisa

dikatakan cukup efektif. Pengertian efekktif

menurut pendapat Robbins ( 1999:8) bahwa

efektif seringkali dilukiskan sebagai “

melakukan hal - hal mencapai sasarannya.

Dengan kata lain, efektif berkaitan dengan “

hasil akhir” atau pencapaian sasaran

organisasi. Dapat disimpulkan bahwa

organisasi atau lembaga Padepokan Gajah

Lampung memiliki cara atau lebih tepatnya

dilakukan secara manajerial yang lazim kitas

kita kenal dalam model pengelolahan suatu

organisasi modern. Kepengurusan atau

organisasi yang dipimpin oleh sosok IR

nampaknya tidak biasa, bahkan cenderung

agak “ unik” atau cara pengelolahan yang

berbeda dengan kebanyakan organisasi

keolahragaan umumnya, bahkan lebih simple

dari tujuan organisasi terbilang efektif dan

efisien. Hal ini sejalan dengan pendapat

Handoko ( 2003: 7) bahwa, efisien adalah

kemampuan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan dengan benar, dan efektifitas

merupakan kemampuan untuk memilih

tujuan yang peralatan yang tepat atau

peralaltan yang tepat untuk pencapaian

trujuan yang telah ditetapkan.

Lingkungan sosial budaya

Berkenaan denga hal ini Lutan ( 2005

pengaruh faktor eksternal ( endogen )

terhadap prestasi, meliputi berbagai faktor di

luar individu, yang dipersepsikan sebagai

tersebut cenderung berbuat menyimpang

Page 71: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 66

lingkungan tempat berlatih. Lebih umum

pengertiannya seperti lingkungan fisikal-

geografis, ekonomi, sosial dan budaya

bahkan tradisi Kegiatan yang telah melekaty

di suatu lingkungan masyarakat tertentu,

serta orientasi dan kemampuan ekonomi

keluarga.

Dari temuan penelitian menunjukan

bahwa pusat latihan angkat besi dan angkat

berat di Padepokan Gajah Lampung memiliki

fasilitas yang sangat lengkap dan nyaman,

yaitu selain fungsinya sebagai tempat

pemondokan atlet yang dilengkapi dengan

asrama putri dan putra yang letaknya

mengelilingi tempat latihan, juga sebagai

tempat latihan yang d ilengkapi dengan

sarana dan peralatanb latihan yang cukup

komplit dan memadai bagi cabang olahraga

tersebut. Sehingga tidak heran dari

padepokan ini, telah lahir pula lifter yang

telah mengharumkan nama lampung

Indonesia, Bahkan hamper 3 dasawarsa

menjadi tumpuan utama lampung dalam

pecan olahraga nasional ( PON ). Lairu (

2007: 7 ) bahwa, hitungan sosial tempat

berdomisili turut mempengaruhi dan

menentukan sikap terjang seseorang dalam

kehidupan sehari - hari, artinya orang - orang

yang tinggal dilingkungan masyarakat yang

tentram akan cenderung baik dan kecil

kemungkinan akan berbuat jahat, sebaliknya

apabila seseorang bertempat tinggal

dilingkungan yang tidak tentram, maka orang

pembentukan minat dan keterlibatan dalam

terhadap norma yang berlaku didalam

masyarakat pada dasarnyamanusia adalah

makluk sosial dan eksistensinya selalu

dipengaruhi dan menmpengaruhi lingkungan

s osial budayanya ( Depdiknaa 2003:18 ).

Demikian pula Fraenken ( 1994 )

menambahkan bahwa, ada beberapa faktor

yang mempengaruhi perbedaan motivasi

berprestasi ( n-ach), Diatntar faktor - faktor

tersebut adalah jenis kelamin, pola asuh,

kebudayaan dan tingkat sosial dan ekonomi.

Begitu pula Singgih (1989) menegaskan

bahwa, yang termasuk faktor eksternal adalah

fasilitas, sarana dan lapangan, metode

latihan, dan lingkungan. Sebagai contoh,

Brazil berhasil mengembangkan prinsip

pelatihan dan menerapkan iptek olahraga

tepat guna, sederhana tetapi efektif, dikaitkan

dengan faktor sosial ekonomi dan budaya (

Lutan, 2003:179).

Lingkungan terutama tempat tinggal

dan tempat latihan merupakan faktor penting

yang langsung dan sangat besar sekali

pengaruhnya terhadap perubahan atau

perkembangan anak atau siswa / atlet. Seperti

ditegaskan Lutan (2005:425) bahwa “ faktor

lingkungan sosial-budaya yang merupakan

landasan perilaku anggota masyarakat yang

menyebabkan terjadinya pembedaan

kesempatan dan pemanfaatan peluang yang

ada untuk melakukan aktivitas jasmani”.

Anggota keluarga, seperti kakakdalam suatu

keluarga memberuikan pengaruh terhadap

untuk terus menekuni Kegiatan latihan dalam

Page 72: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 67

Kegiatan olahraga. Teman sepermainan juga

merupakan sumber pengaruh yang potensial

dalam proses sosialisasi olahraga yang

dimulai dilingkungan keluarga, bahkan

pelatih guru olahraga merupakan agen sosial

yang penting yang mempengaruhi

keterlibatan anak dalam olahraga (

Greendorfer & Lewko, 1978b, dalam Lutan,

2005:426). Karena Singgih ( 1998 )

menjelaskan bahwa yang termasuk faktor

eksternal adalah fasilitas, sarana dan

lapangan, metode latihan, dan lingkungan.

Berdasarkan fakta tersebut terungkap

bahwa lingkungan sosial sangat berperan

dalam proses sosialisasi anak usia muda atau

usia dini kedalam olahraga, terutama

keluarga antara lain orang tua dan saudara

sekandung. Sosialisasi dalam olahraga dapat

pula ditelaah dari proses modeling, dan

prosesnya dapat ditinjau dari teori

pembelajaran sosial ( social learning ). Teori

ini menekankan bahwa peranan lingkungan

sebagai rujukan. Menurut Bandura ( 1977;

dalam Weinber & Gould, 1995 ) dengan

teorinya, bahwa modeling itu terdiri Dario

tiga unsur: observasi, reinforcement, dan

perbandingan sosial. Para atlet muda

mengamati lingkungan sekitarnya untuk

dijadikan model. Mereka meniru prilaku

model dan keberhasilan yang dicapai oleh

atlet seniornya, demikian pula dukungan dari

luar seperti dari orang tua, pelatih, atau guru,

sehingga mengukuhkan komitment mereka

atlet lainnya, seperti T, MY, Iwyang

cabang angkat besi dan angkat berat.

Figur Pembina Dan Kemimpinan Yang

Terkait Dengan Orientasi Nilai

Perkembangan angkat besi dan angkat

berat Lampung tidak terlepas dari sosok IR

sebagai etnis Tionghoa. Pada zamannya, ia

merupakan atlet berprestasi di tingkat

nasional. Namun, pada tanggal 1979

mengalami cedera akibat beberapa struktur

tulangbelikat (scapula), bagian siku dan lutut,

terpaksa ia berhenti sebagai atlet angkat besi.

Setelah pensiun sebagai atlet, ia membangun

sebuah padepokan di tempat tinggalnya di

Prengsewu, yang ia sendiri beri nama

“Padepokan Angkat Besi Dan Angkat Berat

Gajah Lampung”. Ia pun bertindak sebagai

pelatih kepala dan manajer. Bagi warga

Lampung khususnya bahkan indonesia, sosok

IR sangat identik denganpadepokan Gajah

Lampung, karena sebutan gajah lampung

merupakan julukan yang ditujukan pada

dirinya ketika menjadi lifter yang di segani,

bagi di tingkat nasional maupun internasional

(Lampung Post, 2008: 182-185).

Berdasarkan hasil wawancara dengan

para ( 6 orang) lifter di padepokan Gajah

Lampung, maupun mantan lifter terungkap

kesan tentang IR: “ia memiliki sifat yang

sangat tegas dan menjunjung disiplin yang

sangat tinggi. ia memposisikan dirinya, selain

sebagai pelatih juga sebagai seorang manajer

yang brilian dan sebagai ayah bagi atle

asuhnya”. Demikian pula menurut beberapa

sangat tinggi”, tanpa beliau saya tidak bisa

Page 73: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 68

mengatakan bahwa “sebagai pelatih, IR

sangat disiplin dan kerasdalam memegang

prinsip”. Pendapat ini di perkuat oleh asisten

pelatihnya, yakni IS : “ia sangat disiplin”,

dan AM sebagai satu-satunya pelatih wanita

mengatakan, “dia orangnya keras, disiplin

sangat tinggi, selalu harus onitime. Atlet

wanita andalan Lampung, ODR mengatakan:

“ia menumbuhkan semangat, sangat

care,disiplin luar biasa, dedikasinya sangat

tinggi. ia tidak mau terlalu santai, seperti

mottonya ’lebih baik hujan batu di negeri

sendiri dari pada hujan emas di negeri orang.

Masalah pribadi tidak dibawa dalam latihan”.

Oleh karena itu, tidaklah heran para

atlet sangat penurut dan disiplin ketika

intruksi pelatih harus dijalankan, bahkan

tidak ada seorangpun yang membantah atau

main-main, seperti yang disampaikan oleh

ES asisten pelatih:”beliau tidak kaku, juga

pemaaf kepada atlet yang buat salah, dari

segi disiplin yang ditanamkan adalah

keseriusan,[dan] dalam latihan tidak boleh

main-main.” Disamping IR sebagai pelatih

memiliki disiplin dan sikap yang

keras,seperti dipaparkan oleh berbagai pihak

seperti oleh atlet pemula, yunior, senior,

seorang pembina, yaitu kharesmatik,

tanggung jawab, kreatif, dan penuh

perhatian, seperti disampaikan berikut ini

oleh atlet yang masih aktif (Su) “ia memiliki

dedikasi yang cukup tinggi”, atau MY

(mantan atlet) mengatakan: “ia berdedikasi

atlet angkat berat yang paling senior (38

seperti ini sampai menjadi juara beberapa

kali di Sea Games (malaysia,

2001,Vietnam,2003, dan Philipina,2005).

MY menambahkan ’ia bisa bertindak sebagai

ayah sehingga ia mampu menggantikan orang

tua saya yang jauh di Bengkulu”.

Begitu pula pendapat dari T ( mantan

atlet), “IR itu pelatih yang sangat

berkharisma, menemukan, melatih, dan

mendidik saya dari nol sampai menjadi juara

Sea Games dua kali, yaitu Singapore (1993)

perak, Chiang Mai (1995) emas, dan Jakarta

(1997) emas”. Bahkan menurut W pemegang

mendali perunggu di Olympiade Syidney

(2000): “ia cukup kreatif, hal ini dibuktikan

dengan menciptakan berbagai alat bantu yang

mendukung latihan.” SI, rekan W yang sama-

sama yang dapat perunggu olympiade 2000

menambahkan pula: “Selain didiplin, ia juga

bertanggung jawab, [dan] terhadap atlet

sayang dan mampu seperti orang tua, sangat

perhatian, sampai pada jenis makanan yang

harus dimakan tlet pun ia sangat care”.

Selanjutnya, para tlet senior yang

pernah berseberangan dengan sang pelatih

(IR), seperti G mengakui keunggulan IR:”ia

disiplin, keras dan tegar serta penuh keping

jawab. Misalnya, untuk tanggung jawab ia

selalu perhatian ketika atlet sakit. Ia juga

menekankan teknik harus baik. Sebagai

mantan atlet ia selalu menjaga kesehatan fisik

melalui latihan fitness di dalam rumah nya

dan lari di tempat”.kemudian SU sebagai a

kebetulan dalam kontingen itu ada dr. Sony

Page 74: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 69

tahun) peraih mendali emas lebih dari 15

keping di kejuaraan dunia, mengatakan

tentang IR, “orangnya keras dan disiplin

tinggi, bahkan saya saja yang sudah senior,

kalu tidak latihan sekali saja uang makan

dipotong.” Selain sifat kepribadian dan

kemimpinan yang khas, IR pun memiliki

kebiasaan yang sangat berbeda dengan

kebanyakan latihan. Pelatih lain, ketika

atletnya menjuarai dalam suatu event

misalnya, ia akan larut dalam kegembiraan,

seperti memeluk, jingkrak-jingkrak, dan

difoto bersama atletnya itu. Tetapi ia

sebaliknya,seperti diungkapkan oleh W: “Pak

IR tidak suka tampil di depan umum, karena

orang yang banyak tampil biasanya banyak

membuang energi.” Begitu pula pendapat

para atlet maupun mantan atlet yang

berkaitan dengan pengalamannya ketika

menjadi juara dalam berbagai event, MY

mengatakan “Ia jarang memuji di depan

atlet”, dengan alasan, kata IR sendiri

“menurut saya [cara itu] bagus biar, tidak

gede kepala.” Selanjutnya MY menambahi

“Pak IR malas kalau di puja-puja,malahan

ketika pengalungan mendalipun, maunya [ia]

pulang. Alasannya mungkin ia tidak mau di

angkat,betul-betul low profil atau ikhlas

saja.”

Dalam kesempatan lain SI

menceritakan pengalamannya ketika menang

pertadingan di luar negeri (Chiang Mai). IR

tidak mau pulang bersama rombongan, dan

caraq sedikit meremehkan dengan maksud

Tobing sebagai dokter kontingen. IR

berpesan “kalau nanti di Jakarta ada

wawancara, siapa yangmendapingimu, maka

jawab aja dr. Sony Tobing “, “kemungkinan

hal ini dilakukan untuk menghindari rasa

sombong dan lupa diri pada atlet”

tambahnya. Demikian pula komentar dari

beberapa orang sebagai wali atau orang tua

atlet yang mengatakan “ ia tidak pernah

memuji di depan atlet. Itu sudah menjadi

kebiasaannya, sehingga atlet pun sudahsudah

menyadrinya. Pada awalnya semasa jadi atlet,

anak saya merasa takut, tetapi lama kelamaan

sudah terbiasa.”

Hal unik lainnya dari sosok IR sebagai

pelatih atau pemimpin dari padepokan Gajah

Lampung, terungkap ketika peneliti

menyaksikan sendiri, ucapan IR kepada salah

seorang atlet yang menghuni asrama, yang

kebetulan merusak salah satu benda

dikamarnya. Dengan entengnya ia berkata

“Hey, untuk mengganti barang itu, mungkin

bonus yang kamu terima pun belum tentu

cukup untuk menggantinya”. Omongan yang

dianggap kasar oleh kebanyakan orang, tapi

bagi atlet ditanggapi sebagai hal biasa. Ketika

peneliti menanyakan hal ini kepada orang tua

atlet, mereka menjawab: “Bagi anak-anak

(atlet) hal itu tidak pernah ditanggapi sebagai

penghinaan, tetapi malah diimplementasikan

sebagai bentuk motivasi” . Bahkan TY

mengungkapkan, “IR jarang memberi ucapan

selamat, [dan] memberi motivasi dengan

persis, tapi sebagian nampak sekali, seperti :

Page 75: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 70

agar kami terpacu.”

Sosok pelatih atau figur pembina

sekaligus pemimpin dari sebuah padepokan

angkat besi dan angkat berat, ,ia dianggap

suhu atau tokoh sentral dari sebuah puri

shaolin (Lampung Post, 2008: 182-185) yang

telah melahirkan banyak atlet dan mantan

atlet yang kemudian menjadi pelatih hampir

di semua daerah di indonesia. Fakta empiris

ini sesuaiyang dikemukakan Harsono

(1988:7) bahwa, :”tinggi rendahnya prestasi

atlet banyak tergantung dari tinggi rendah

nya pengetahuan dan keterampilan

pelatihnya”

Temuan penelitian ini bahwa dibalik

gaya kemimpinan ala atau model IR

nampaknya cukup berhasil dalam proses

pembinaan atlet usia muda, sehingga

mencapai prestasi yang cukup

membanggakan baik tingkat nasional,

regional maupun internasional. Karena

prestasinya pula, ia cukup disegani bahkan

PB PABBSI memberikan ijin dalam

menyelenggarakan pusat pelatihan nasional

(Pelatnas) untuk berbagi event internasional,

seperti SEA Games, Asian games hingga

Olympiade di Prengseweu, khususnya bagi

atlet-atlet Gajah Lampung. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian Tutko dan Richards

(1975) yang dikutip Harsono, (1988:46-54)

bahwa model kemimpinan mirip dengan tipe

pelatih otoriter (authoritarian coach) dengan

ciri-ciri kepribadiannya walau tidak sama

semua orang dapat menjadi pemimpinan

berpegang teguh pada prinsip (tegas dan

keras ), menerapkan sistem hukuman untuk

memaksa atlet patuh pada peraturan

(contohnya, memotong uang saku ketika atlet

tidak hadir latihan), ketat dalam rencana dan

jadwal latihan (tidak bisa seenaknya dalam

mengikuti latihan sekalipun itu hari raya,

apalagi pertandingan yang akan dihadapi

sangat penting),dia bukan pribadi yang

hangat ( tidak pernah ikut larut bergenbira

saat atlet asuhannya memenangkan

kejuaraan), seringkali menggunakan tehnik

ancaman untuk memotivasi para atletnya

(sering kali melontarkan omongan ketika

atletnya merusak sesuatu barang, dengan kata

seperti : walaupun besok kamu dapat bonus

tidak akan cukup untuk mengganti kursi

yang patah itu), tidak senang punya asisten

yang mempunyai kepribadian sama

dengannya (karena itu wajarkalu dia

mengangkat anak nya sebagai asisten

pelatih). Semua itu meskipun dirasakan pahit

oleh sebagian atlet, tapi sisi baiknya cukup

terasa pula seperti: pelaksanaan pembinaan

(latihan) terorganisir dengan baik, sehingga

di kagumi karena beberapa faktor (a) sukses

yang diperoleh dengan cara melatihnya, (b)

kerja keras yang diperlihatkan dalam

menangani atletnya, dan (c) atlet merasakan

manfaatnya untuk dilatih oleh pelatih dengan

tipe pemikiran.

Karena itu, Gordon (1990) dalam

Muviarni (2008) mengemukakan bahwa tidak

3) Human relationship, yaitu

Page 76: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 71

yang efektif dalam suatu organisasi.

Pemimpin yang efektif adalah pemimpin

yang anggotanya dapat merasakan bahwa

kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan

kerja, motifasi, rekreasi, kesehatan, sandang,

pangan, tempat tinggal maupun kebutuhan

lainnya yang pantas didapatkannya. Artinya,

semua kebutuhan anggota dalam organisasi

terpenuhi dengan baik. Situasi yang demikian

menggambarkan hubunngan yang positif

antara pemimpin dengan para anggota

organisasi. Namun, sampai saat ini belum ada

penelitian yang menyimpulkan bahwa salah

satu tipe kepemimpinnan dari seseorang

pelatih itu lebih baik, tentu saja dari setiap

tipe memiliki kelemahan dan kelebihannya.

Karena itu, denganseseorang

diidentifikasikan mirip dengan salah satu

tipe kemimpinan bukan berarti orang tersebut

dicap 100% identik dengan nilai-nilai

negatifnya saja. Akan tetapi cara seperti itu

akan memudahkan dalam aspek analisis saja.

Menurut G. R. Terry, kemimpinan adalah

kegiatan-kegiatan untukmempengaruhi

orang-orang agar mau bekerja sama untuk

mencapai tujuan (Purwanto, 2007: 63),

Selanjutnya, Purwanto (2007:64)

menjelaskan ciri-ciri pemimpin yang baik:

1) Kekuatan,yaitu memiliki kekuatan

mental dan fisik yang baik.

2) Stabilitas emosi , yaitu tidak cepat

marah dan tenang mnghadapi masalah

yang pelik sekalipun.

pendapatnya dangan fasih sekali tentang

mempunyai pengetahuan tentang

hubungan manusiawi dan luwes

dalam pergaulan.

4) Personal motivasion, yaitu memiliki

motivasi untuk memimpinyang baik

dan dapat memotivasi dari dengan

benar dan terarah.

5) Communication skill, yaitu memiliki

kecakapan komunikasi yang efektif.

6) Teaching skill, yaitu memiliki

kecakapan untuk pengarahan,

mengajarka, menjelaskan dan

mengembangkan bawahan.

7) Social skill, yaitu memiliki keahlian

di bidang sosial; supaya terjamin

kepercayaan dan kesetiaan bawahan,

seperti peramah dan luwes dalam

pergaulan, dan lain-lain.

8) Technical competent, yaitu

mempunyai kecakapan

menganalisis,merencanakan,

mendelegasikan wewenang,

mengambil keputusan, serta mampu

menyusun konsep dan

mengoordinasikan.

Untuk menunjang keberhasilan proses

pembinaan tentu saja harus ada program

latihan. Namun setelah dikonfirmasi kepada

phak-pihak yang terkait, seperti pelatih

maupun asisten pelatih, hampir semua tidak

bisa mengungkapkan secara nyata tertulis

dari wujud program latihan itu. Ketika di

diskusikan mereka mengemukakan

pembinaan seperti ini’, bahkan T yang sudah

Page 77: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 72

program latihan, Misalnya, tentang tehnik

yang di sesuiakan dengan karakter dan

kemampuan masing-masing atlet, periode

latihan di rancang dalam siklus mingguan

sehingga ada minggu ringan, minggu sedang

dan minggu berat. Dengan demikian, ujar ES,

“Atlet terkondisikan dengan baik.”

Selanjutnya IS menambahkan, “meskipun

kami sebagai asisten menjalankan program

latihan, tapi semuanya tetap tergantung pada

beliau,[IR]keputusan ada di tangannya.”

Ketika hal itu didiskusikan dengan IR

selaku pelatih kepala, tetap saja ia tidak

pernah menunjukkan dokumen program

latihan.” Bahkan ia sendiri berargumentasi

“Buat apa program latihan panjang lebar dan

cukup bagusm, tapi tidak bisa dilaksanakan

dan bahkan tidak pernah ada hasil.”

Selanjutnya ia menerangkan, bahwa “ Disini

pun ada program latihan yang dibuat sejak

dulu dan tentunya selalu disesuaikan dengan

situasi dan kondisi anak”. Bahkan A sebagai

asisten pelatih menegaskan, bahwa “hampir

40 tahun ikut serta berkecimbung sebagai

pelatih cabang olahraga ini, Pak IR sudah

dapat mengetahui berbagai hal tentang aspek

pelatihan”.

Karena itu, pengelolaan manajemen di

LSM Padepokan Gajah Lampung ini sangat

“unik”,namun prestasi sungguh luar biassa,

seperti komentar atau pendapat dari beberapa

atlet, mantan atlet dan asisten pelatih, antara

lain A: “saya setuju sekali dengan pola

individual,prinsip variasi, dan prinsip beban

mendukung emas Sea Games, mengatakan,

bahwa “kalau tanya soal ini i no comment

,tapi buktikan hasilnya, orang mau terima

atau tidak di dalam kenyataannya setiap

kejuaraan , baik nasional maupun dunia

selalu memperoleh juara, , hasil Sea

Games1997 angkat besi dapat menyumbang

7 mendali emas, 5 emas diantara nya dari

atlet lampung”. Demikian pula pendapat JS,

seorang atlet yang dianggap saat ini sebagai

andalan Lampung bahakn Indonesia. Sebagai

atlet pertama cabang angkat besi yang

meraih mendali di Asian Games,Guang Zhu

tahun 2010 (China), komentar nya adalah

“Bai saya setuju aja, yang penting lihat

hasilnya”,yang ia maksudkan adalah

manajemen pembinaan yang sangat

sederhana. Kenyataan ini tentu saja tidak bisa

dipungkiri lagi, karena teruji di lapangan

bahwa cabang olahraga lain khususnya di

lingkungan Lampung sendiri tidak adayang

mampu menyamai prestasi angkat besi dan

angkat berat yang berperan di tingkat

nasional dan internasional.

SIMPULAN

Dari temuan penelitian khususnya

tentang pelaksanaan pembinaan, walaupun

tidak ddapat menunjukan program latihan

secara tertulis,tetapi berdasarkan pengamatan

mereka melakukan pembinaan sudah

memenuhi kaida-kaidah keilmuan atau paling

tidak prinsip-prinsip latihan, antara lain ada

warming up sebelum latihan, ada prinsip

Page 78: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 73

DAFTAR PUSTAKA

Bompa, Tudor O (1990) Theory and methodology of Training, Beatrice, Publishing PTY.Ltd

Depdiknas (2002) Indikator olahraga Indonesia 2002. Kerjasama Badan Pusat Statistuk dan

Direktorat Jendral Olahraga, Jakarta.

Harsono. (1998). Coaching dan aspek-aspek psikologis dalam coaching.Jakarta.CV.Tambak

Kusuma

Sansen Situmorang.2008.Teori sosial.Online Tersedia:

http://sansigerwordpress.com/tag/teori-sosial/ 10 APRIL 2012

Page 79: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 74

STRATEGI PUBLIC RELATIONS PT. DETEKSI BASKET LINTAS (DBL)INDONESIA DALAM LIGA NATIONAL BASKETBALL LEAGUE (NBL)

INDONESIA 2013-2014

Taufik HidayatUniversitas Negeri Surabaya

ABSTRAKFokus penelitian ini adalah strategi Public Relations PT. DBL Indonesia dalam liga

NBL Indonesia 2013-2014. Penelitian ini menarik karena basket bukan termasuk salah satuolahraga yang diminati masyarakat Indonesia (Bappenas 2007). PT. DBL Indonesia berhasilmenarik ribuan penonton melalui penyelenggaraan liga NBL Indonesia. Rumusan masalahdalam penelitian ini adalah bagaimana strategi Public Relations PT. DBL Indonesia dalamliga NBL Indonesia 2013-2014. Tinjauan pustaka yang digunakan pada penelitian ini adalahPublic Relations dalam Perusahaan, Strategi Public Relations, dan Strategi Public Relationsdalam Event. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan tipe penelitianeksploratif. Hasil penelitian ini adalah PT. DBL Indonesia menerapkan strategi PR dalam ligaNBL Indonesia 2013-2014 didasari tujuan dan objective, yang dicapai melalui strategi PRyaitu stakeholder relations, media relations, PR Online, dan publikasi. Penerapan strategi PRtersebut tidak hanya mencitrakan atau mempublikasikan liga NBL Indonesia 2013-2014,melainkan juga PT. DBL Indonesia.

Kata kunci: NBL Indonesia 2011–2012, Strategi Public Relations, PT. DBL Indonesia

PENDAHULUAN

Fokus penelitian ini adalah strategi

Public Relations (PR) PT. Deteksi Basket

Lintas (DBL) Indonesia dalam

penyelenggaraan liga National Basketball

League (NBL) Indonesia 2013-2014.

Penelitian ini menjadi penting karena PT.

DBL Indonesia telah berhasil meningkatkan

kembali minat masyarakat Indonesia

terhadap liga basket Indonesia melalui liga

NBL Indonesia (NBL Indonesia 2011). Data

tentang meningkatnya minat masyarakat

Indonesia juga terlihat dari data Kemenpora

(2010, p. 61) yang mengatakan bahwa basket

merupakan salah satu olahraga yang sering

dilakukan masyarakat Indonesia yaitu sebesar

85,2 persen.

Penelitian ini menjadi menarik karena

selama ini basket bukan termasuk salah satu

olahraga yang diminati oleh masyarakat

Indonesia. Hal tersebut juga didukung oleh

data dari Bappenas (2007) yang

menunjukkan bahwa kejuaraan dunia dalam

berbagai cabang olah raga, seperti

Olimpiade dan Piala Dunia Sepak Bola

mampu mengundang jutaan suporter dan di

Indonesia olahraga yang paling diminati

adalah sepakbola, bukan olahraga basket.

Namun, PT. DBL Indonesia merubah

anggapan tersebut dengan berhasil menarik

ribuan penonton melalui penyelenggaraan

liga NBL Indonesia. Antusiasme penonton

terhadap basket yang menurun setelah

vakumnya Indonesian Basketball League

Page 80: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 75

kembali oleh PT. DBL Indonesia melalui

strategi PRnya dalam penyelenggaraan liga

NBL Indonesia 2013-2014.

Kesuksesan tersebut terlihat pada

musim perdananya tahun 2010-2011, jumlah

penonton liga NBL Indonesia 2010-2011

yakni 2000 penonton setiap harinya (NBL

Indonesia 2011). Pada musim kedua NBL

Indonesia tahun 2013-2014 kesuksesan

kembali terlihat dari semakin luas kota yang

dikunjungi untuk penyelenggaraan liga,

yakni Jogjakarta dan Palembang. Selain itu,

pada musim kedua, ada dua tim baru yang

bergabung di NBL Indonesia, yakni NSH

GMC Riau dan Pasific Caesar Surabaya.

Pada Pre Season Tournament NBL Indonesia

2013-2014 jumlah penonton yang

menyaksikan liga tersebut hampir menembus

angka 10.000 penonton (NBL Indonesia

2012). Kesuksesan NBL Indonesia 2013-

2014 juga terlihat pada seri kelima di

Surabaya, penonton liga ini tembus hingga

6.200 penonton dalam satu hari. Jumlah

penonton liga NBL Indonesia 2013-2014

mencapai lebih dari 150 ribu orang, yang

artinya tumbuh 50 persen lebih besar dari

tahun sebelumnya (NBL Indonesia 2012).

Pertama, peneliti melihat bagaimana

stakeholder relations yang dilakukan oleh

PT. DBL Indonesia dalam penyelenggaraan

liga NBL Indonesia 2013-2014. Stakeholder

atau publik dalam penelitian ini adalah publik

(IBL) tahun 2008 berhasil dihidupkan

sekunder, dan marjinal. Kedua, peneliti

melihat bagaimana media relations yang

dilakukan oleh PT. DBL Indonesia selama

penyelenggaraan liga NBL Indonesia.

Ketiga, peneliti melihat aktivitas PR

Online yang dilakukan PT. DBL Indonesia

dalam menyelenggarakan liga NBL

Indonesia 2013-2014. Aktivitas PR Online

yang diteliti adalah penggunaan media sosial

internal PT. DBL Indonesia untuk

mempublikasikan dan mencitrakan liga NBL

Indonesia 2013-2014. Aktivitas PR Online

yang diteliti adalah maintaining official

websites dan fan page. Keempat peneliti

melihat bagaimana publikasi liga NBL

Indonesia yang dilakukan oleh PT. DBL

Indonesia. Peneliti melihat aktivitas publikasi

melalui media sosial dan juga media

partnership liga NBL Indonesia 2013-2014,

baik media cetak maupun elektronik.

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana strategi Public

Relations PT. Deteksi Basket Lintas (DBL)

Indonesia dalam liga National Basketball

League (NBL) Indonesia 2013-2014?

Tinjauan pustaka yang digunakan adalah

Public Relations dalam Perusahaan, Strategi

Public Relations, dan Strategi Public

Relations dalam Event. Metode yang

digunakan adalah metode kualitatif dengan

wawancara mendalam (in depth interview).

Wawancara dilakukan Yondang Tubangkit

Page 81: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 76

internal maupun eksternal, mulai dari primer,

Indonesia), Dewi Indah Setyorini (Divisi

Sponsorship and Basketball Development

PT. DBL Indonesia), dan Didit Pamungkas

(Divisi Basketball Operations PT. DBL

Indonesia).

PEMBAHASAN

Bab III ini peneliti membahas tentang

hasil analisis mengenai strategi Public

Relations PT. DBL Indonesia dalam

penyelenggaraan liga NBL Indonesia 2013-

2014. Peneliti menjelaskan terlebih dulu

mengenai tujuan dan objective dari

penyelenggaraan liga NBL Indonesia 2013-

2014. Tujuan penyelenggaraan liga tersebut

adalah memberikan profit bagi perusahaan.

PT. DBL Indonesia menerapkan objective

untuk mencapai tujuan tersebut melalui

strategi PR yang dilakukan. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa strategi PR PT.

DBL Indonesia diterapkan melalui

stakeholder relations (hubungan dengan tim

yang bertanding, sponsorship relations, fans

and audience relations, dan hubungan

dengan karyawan), media relations, PR

Online, dan publikasi. Paparan selanjutnya

menjelaskan mengenai penerapan strategi PR

tersebut.

PT. DBL Indonesia menentukan

tujuan dan objective terlebih dahulu untuk

menentukan strategi PR pada liga NBL

Indonesia 2013-2014. Sehingga ada

kaitannya antara tujuan dan objective PT.

(Communications Senior Manager PT. DBL

diterapkan dalam liga NBL Indonesia 2013-

2014. Tujuan yang ingin dicapai adalah

dengan mendapatkan profit bagi perusahaan

melalui liga tersebut. Objective yang dimiliki

PT. DBL Indonesia terkait dengan liga NBL

Indonesia 2013-2014 terlihat melalui strategi

PR yang dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian, liga

NBL Indonesia 2013-2014 merupakan salah

satu strategi PR dari PT. DBL Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam

menerapkan strategi PR liga NBL Indonesia

2013-2014, PT. DBL Indonesia tidak hanya

memperkenalkan atau mencitrakan liga

tersebut saja, melainkan juga

memperkenalkan dan mencitrakan PT. DBL

Indonesia.

Hal tersebut dikarenakan liga NBL

Indonesia 2013-2014 merupakan bagian dari

PT. DBL Indonesia. Sehingga penerapan

strategi PR dalam liga tersebut berkaitan

dengan strategi PR bagi perusahaan.

Strategi PR yang dilakukan PT. DBL

Indonesia dalam penyelenggaraan liga NBL

Indonesia 2013-2014 adalah media relations,

marketing support, promotional and publicity

work, sponsorship, websites management,

dan fan relationships. Strategi PR tersebut

sesuai dengan strategi PR yang disampaikan

oleh L’Etang (2006, p. 386) pada penelitian

terdahulu mengenai strategi PR pada institusi

British Sport PR. Strategi PR yang

Page 82: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 77

DBL Indonesia dengan strategi PR yang

NBL Indonesia adalah salah satu upaya untuk

mencapai tujuan dan objective yang telah

ditentukan sebelumnya. Hal tersebut

didukung oleh Ruslan (2002, p.120) yang

mengatakan bahwa menyusun strategi PR

merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan

dari dunia kerja praktisi PR karena strategi

merupakan alternatif optimal yang dipilih

untuk ditempuh guna mencapai tujuan

PR.Peneliti menjelaskan strategi PR tersebut

kedalam empat strategi, yakni stakeholder

relations, media relations, PR Online, dan

publikasi.

Berdasarkan hasil analisis, PT. DBL

Indonesia memiliki stakeholder primer dan

sekunder. Pembagian stakeholder tersebut

berpengaruh terhadap bagaimana skala

prioritas yang diterapkan perusahaan dalam

menjalin stakeholder relations. Strategi PR

yang kedua adalah media relations. Media

relations yang dilakukan oleh PT. DBL

Indonesia fokus dilakukan ketika

penyelenggaraan konferensi pers liga NBL

Indonesia 2013-2014. Ketiga adalah PT.

DBL Indonesia melakukan strategi PR

Online¸dimana media online yang sering

digunakan adalah website dan akun Twitter

@nblindonesia. Keempat adalah publikasi,

yaitu PT. DBL Indonesia berfokus pada

media partnership dari liga NBL Indonesia

dan media sosial yang dimiliki perusahaan

dalam melakukan publikasi.

diterapkan PT. DBL Indonesia dalam liga

Indonesia 2013-2014

PT. DBL Indonesia melakukan

strategi stakeholder relations dalam

penyelenggaraan liga NBL Indonesia 2013-

2014. PT. DBL Indonesia memiliki

stakeholder primer dan sekunder. Hal

tersebut mempengaruhi skala prioritas dari

PT. DBL Indonesia dalam melakukan

stakeholder relations. Stakeholder relations

sangat berkaitan erat dengan segmentasi dari

suatu event (Lattimore, Heiman,&Toth 2010,

p.102).

Stakeholder primer PT. DBL

Indonesia dalam liga NBL Indonesia 2013-

2014 yaitu tim, sponsor, dan fans atau

penonton. Strategi untuk menjalin dan

menjaga hubungan dengan tim-tim yang

bertanding tentunya tidak hanya dilakukan

oleh divisi BO saja, tetapi juga dilakukan

oleh divisi PMR. Strategi yang dilakukan

untuk menjaga hubungan dengan tim adalah

dengan selalu membangun komunikasi ketika

liga sedang berjalan maupun ketika liga

selesai (off event). Koordinasi antara divisi

PMR dan BO juga dilakukan untuk memilih

tim mana yang bisa dijadikan narasumber

dalam setiap konferensi pers. Stakeholder

primer dalam tingkatan kedua adalah

sponsor. Strategi sponsorship relations

dengan cara membangun dan menjaga

komunikasi dengan pihak sponsor,

menjalankan kerjasama sesuai dengan MOU

Page 83: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 78

membuat media report sebagai salah satu

bukti bahwa PT. DBL Indonesia telah

melakukan publikasi sponsor-sponsor

melalui iklan liga NBL Indonesia 2013-2014

sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan

penjelasan tersebut terlihat bahwa dalam

sponsorship relations tersebut juga ada

susunan skala prioritas yang dilakukan oleh

PT. DBL Indonesia. PT. DBL Indonesia

terlihat lebih memprioritaskan tittle partner

daripada official partners atau official

suppliers. Prioritas tersebut menunjukkan

pihak sponsor mana yang lebih primer bagi

perusahaan.

Stakeholder primer liga NBL Indonesia

2013-2014 pada tingkatan yang ketiga adalah

fans dan penonton liga NBL Indonesia.

Strategi PR yang dilakukan adalah dengan

memenuhi kebutuhan informasi dari para

fans dan penonton melalui media-media

promosi yang dimiliki liga NBL Indonesia

2013-2014.

Cara lain yang dilakukan untuk

menjalin dan menjaga hubungan baik dengan

fans dan penonton adalah melalui event-event

yang masih berkaitan dengan liga NBL

Indonesia 2013-2014, yaitu NBL Snapshot

dan NBL Berbagi.

Pembahasan selanjutnya adalah

mengenai stakeholder sekunder dari liga

NBL Indonesia 2013-2014. Stakeholder

sekunder ada dua yaitu media dan karyawan

yang disepakati dengan pihak sponsor,

membangun hubungan dengan masing-

masing karyawan adalah dengan sering

koordinasi dan evaluasi. Cara lain yang

digunakan oleh PT. DBL Indonesia dalam

membangun hubungan dengan karyawan dan

tim outsourcing adalah berkaitan dengan

pembayaran gaji sesuai dengan kesepakatan

antara pihak PT. DBL Indonesia dan

karyawan atau tim outsourcing. Pembayaran

gaji sesuai dengan kesepakatan tersebut dapat

membuat karyawan dan tim outsourcing

loyal bekerja di PT. DBL Indonesia.

Media Relations dalam liga NBL Indonesia

2013-2014

Media adalah stakeholder sekunder

dari liga NBL Indonesia. Strategi media

relations difokuskan melalui

penyelenggaraan konferensi pers liga NBL

Indonesia 2013-2014 setiap serinya, mulai

dari pengiriman press release, media

invitation, media alert, hingga memfasilitasi

segala kebutuhan rekan media akan informasi

mengenai liga. Menurut peneliti, hal tersebut

dikarenakan media merupakan stakeholder

relations dari PT. DBL Indonesia, sehingga

tidak menjadi prioritas utama dalam

menjalankan strategi-strategi PR di liga NBL

Indonesia 2013-2014. Selain itu, hal tersebut

dikarenakan PT. DBL Indonesia merupakan

perusahaan di bawah kepemilikian media

besar yaitu Jawa Pos Grup. Jawa Pos Grup

memiliki beberapa media, baik media cetak

Page 84: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 79

dan tim outsourcing. Cara menjalin dan

membuat liga NBL Indonesia 2013-2014 dan

PT. DBL Indonesia dimuat dan diberitakan di

media-media milik Jawa Pos Grup. Sehingga

peliputan tentang liga NBL Indonesia dari

media lain tidak menjadi prioritas utama dari

PT. DBL Indonesia karena sudah ada

peliputan tentang liga NBL Indonesia 2013-

2014 melalui beberapa media milik Jawa Pos

Grup.

PR Online dalam Liga NBL Indonesia

2013-2014

PT. DBL Indonesia melakukan

aktivitas PR online dengan menggunakan

social media yang dimiliki oleh perusahaan

untuk memperkenalkan maupun mengupdate

informasi mengenai liga NBL Indonesia

2013-2014. Aktivitas PR online selama ini

yang dilakukan berfokus pada Twitter

@nblindonesia.

PT. DBL Indonesia memiliki social

media yang berkaitan dengan liga NBL

Indonesia, yaitu akun Twitter @nblindonesia,

dan Facebook NBL Indonesia. Selain itu, PT.

DBL Indonesia juga memiliki website

tentang liga NBL Indonesia, yaitu

www.nblindonesia.com.

Divisi Public and Media Relations

(PMR) bagian online bertugas mengupdate

pemberitaan mengenai liga NBL Indonesia

2013-2014 di media cetak Jawa Pos Group

berdasarkan timeline pemberitaan yang telah

dibuat. Berdasarkan hasil observasi peneliti,

maupun elektronik di Indonesia. Hal ini.

informasi di Twitter daripada di Facebook.

Hal tersebut karena saat ini orang-orang lebih

memilih mengakses Twitter, sehingga untuk

melakukan strategi PR Online akan lebih

efektif dengan menggunakan Twitter (Putri,

RP 2012, PR PT. DBL Indonesia, 16

January).

Publikasi dalam liga NBL Indonesia 2013-

2014

Penelitian ini melihat bagaimana

publikasi liga NBL Indonesia 2011 –2012

yang dilakukan oleh PT. DBL Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT.

DBL Indonesia melakukan aktivitas

publikasi melalui media, baik media cetak,

elektronik, hingga social media. Publikasi

melalui media yang dilakukan oleh PT. DBL

Indonesia hanya berfokus pada media

partnership dari liga NBL Indonesia dan

media sosial yang dimiliki perusahaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan dan analisis data,

kesimpulan yang dapat diambil adalah PT.

DBL Indonesia menerapkan strategi PR

dalam liga NBL Indonesia 2013-2014 yang

didasari tujuan dan objective. Strategi PR liga

NBL Indonesia 2013-2014 diterapkan

melalui media relations, marketing support,

promotional and publicity work, sponsorship,

websites management, dan fan relationships.

Stakeholder relations PT. DBL

Indonesia membagi stakeholder menjadi

Page 85: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 80

divisi PMR lebih aktif untuk mengupdate

dan sekunder (media dan karyawan atau tim

outsourcing), yang berpengaruh terhadap

skala prioritas yang diterapkan perusahaan

dalam menjalin hubungan dengan

stakeholder tersebut. Skala prioritas tersebut

dibuat berdasarkan pengaruh yang diberikan

oleh stakeholder kepada liga NBL Indonesia

2013-2014 dalam upaya pencapaian tujuan

dan objective yang telah sitentukan.

Media relations fokus dalam

penyelenggaraan konferensi pers liga NBL

Indonesia 2013-2014, yaitu melakukan media

invitations, media alert, hingga menjalin

komunikasi dengan rekan-rekan media.

Media merupakan stakeholder sekunder dari

PT. DBL Indonesia, sehingga fokus strategi

media relations hanya pada penyelenggaraan

konferensi pers. Temuan tersebut secara tidak

langsung menunjukkan bahwa PT. DBL

Indonesia tidak fokus pada peliputan media

mengenai liga NBL Indonesia. Hal tersebut

dikarenakan PT. DBL Indonesia merupakan

perusahaan di bawah kepemilikan Jawa Pos

Grup. Sehingga liga NBL Indonesia 2013-

2014 akan dimuat dan diberitakan oleh

media-media milik Jawa Pos Grup di seluruh

Indonesia.

Strategi PR selanjutnya adalah PR

Online melalui social media perusahaan.

Aktivitas PR online yang dilakukan selama

ini berfokus pada Twitter @nblindonesia,

karena Twitter memiliki kemampuan menarik

primer (tim, sponsor, dan fans atau penonton)

dengan target audience dari liga NBL

Indonesia. Strategi PR yang keempat adalah

publikasi melalui media, baik media cetak,

elektronik, hingga social media. Namun

aktivitas publikasi tersebut hanya berfokus

pada media partnership dari liga NBL

Indonesia dan media sosial yang dimiliki

perusahaan.

Selain itu, penerapan strategi PR

tersebut tidak hanya memperkenalkan atau

mencitrakan liga NBL Indonesia 2013-2014,

melainkan juga memperkenalkan dan

mencitrakan PT. DBL Indonesia. Hal ini

dikarenakan liga NBL Indonesia 2013-2014

merupakan bagian dari PT. DBL Indonesia.

Sehingga penerapan strategi PR dalam liga

tersebut berkaitan dengan strategi PR bagi

perusahaan. Kesimpulannya strategi PR liga

NBL Indonesia 2013-2014 saling mendukung

dengan strategi PR PT. DBL Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, strategi PR liga NBL

Indonesia 2013-2014 juga berkaitan dengan

penerapan strategi PR dalam PT. DBL

Indonesia. Maka penelitian selanjutnya dapat

dikembangkan menjadi penelitian yang

menghubungkan antara strategi PR dalam

event dengan strategi PR perusahaan.

Page 86: Vol. 8 No. 1, Mei 2014 ISSN 1979 -3103 0000penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/07/Jurnal... · oleh semua guru Penjas, ... berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas

Phederal Vol. 8. No 1. Mei 2014 Page 81

audience yang mayoritas anak muda sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas 2007, Kajian pengembangan industri budaya dan olahraga dalam mendukungpembangunanpariwisata, accessed 4 April 2012, Available at:http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10490/.

DBL Indonesia 2012, Penonton terbanyak sejarah basket professional, accessed 4 April2012, Available at:http://www.deteksibasketball.com/index.php?act=newsdetail&no=7384.

L’etang, J. 2006, ‘Public relations and sport in promotional culture’, PR and Sport, pp. 386-394.

Lattimore, D., Heiman, O.B.S.T. & Toth, E.L. 2010, Public Relations Profesi dan Praktik,Salemba Humanika, Jakarta.

NBL Indonesia 2011, Hampir tembus sepuluh ribu orang, accessed 17 March 2012,Available at: http://www.nblindonesia.com/v1/index08.php?page=newsdetail &id=1252.

Ruslan, R. 2002, Manajemen Public Relations dan Komunikasi, Rajawali Pers, Jakarta.