visum et repertum pada korban hidup

70
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam melakukan tugas dan profesinya, seorang dokter mempunyai tugas utama adalah menegakkan diagnosis medis bagi penderita untuk kemudian memberikan terapi yang tepat dan rasional dengan tujuan mengembalikan kondisi tubuh penderita tersebut sefisiologis mungkin. Terdapat pula tugas lain yang patut diperhatikan oleh setiap dokter dalam kaitan dengan pengabdian kepada masyarakat, yaitu membantu proses penegakan hukum dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan korban sebagai akibat suatu tindak pidana, baik korban hidup maupun korban mati, juga pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari tubuh manusia. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang (penyidik) akan menyertainya dengan surat permintaan visum et repertum (SPVR), dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil pemeriksaannya secara tertulis kepada pihak peminta visum et repertum tersebut. Hasil dari pemeriksaan secara tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk surat keterangan ahli yang lazim disebut visum et repertum. 1

Upload: sergius-stanley

Post on 14-Aug-2015

2.024 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Pengantar VeR pada Korban Hidup

TRANSCRIPT

Page 1: Visum et Repertum pada Korban Hidup

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam melakukan tugas dan profesinya, seorang dokter mempunyai tugas

utama adalah menegakkan diagnosis medis bagi penderita untuk kemudian

memberikan terapi yang tepat dan rasional dengan tujuan mengembalikan kondisi

tubuh penderita tersebut sefisiologis mungkin. Terdapat pula tugas lain yang patut

diperhatikan oleh setiap dokter dalam kaitan dengan pengabdian kepada masyarakat,

yaitu membantu proses penegakan hukum dengan melakukan pemeriksaan dan

perawatan korban sebagai akibat suatu tindak pidana, baik korban hidup maupun

korban mati, juga pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari

tubuh manusia. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang

(penyidik) akan menyertainya dengan surat permintaan visum et repertum (SPVR),

dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil pemeriksaannya secara tertulis

kepada pihak peminta visum et repertum tersebut. Hasil dari pemeriksaan secara

tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk surat keterangan ahli yang lazim disebut

visum et repertum.

Pembuatan visum et repertum dimaksudkan sebagai ganti barang bukti,

dimana barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin dihadapkan di sidang

pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan karena barang

bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat,

atau bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.

Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan

pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya

seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan

penuntut umum, oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan

1

Page 2: Visum et Repertum pada Korban Hidup

pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang

berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim

tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”.

Dari bunyi pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 kiranya dapat

dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila:

1. Terdapat sedikitnya dua alat bukti yang sah

2. Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang telah terjadinya

perbuatan pidana

3. Dan perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa

Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun

1981 adalah:

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Keterangan terdakwa

5. Petunjuk

Menurut pendapat dr. Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal

yang penting dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya corpus delicti

(tanda bukti). Seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut

perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa manusia, maka tubuh si

korban merupakan corpus delicti. Dalam perkara pidana yang lain dimana tanda

buktinya (corpus delicti) merupakan suatu benda (tidak bernyawa) misalnya senjata

tajam/api yang dipakai untuk melakukan suatu tindak pidana, barang hasil

curian/penggelapan, mata uang yang dipalsukan dan lain-lain pada umumnya selalu

dapat diajukan di muka sidang pengadilan sebagai barang/tanda bukti. Akan tetapi

tidak demikian halnya dengan corpus delicti yang berupa tubuh manusia, oleh karena

2

Page 3: Visum et Repertum pada Korban Hidup

misalnya luka-luka pada tubuh seseorang akan selalu berubah-ubah yaitu mungkin

akan sembuh, membusuk atau akhirnya menimbulkan kematian dan mayatnya akan

menjadi busuk dan dikubur, jadi kesimpulannya keadaan itu tidak pernah tetap seperti

pada waktu pemeriksaan dilakukan, maka oleh karenanya corpus delicti yang

demikian itu tidak mungkin disediakan/diajukan pada sidang pengadilan dan secara

mutlak harus diganti oleh visum et repertum.

Inti dari suatu visum et repertum pada dasarnya terletak pada bagian

kesimpulan karena di dalamnya terdapat jenis luka, kekerasan luka, dan kualifikasi

luka. Dalam proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya

"peristiwa hukum", sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan "akibat

hukum" suatu kecederaan. Kualifikasi luka dapat membantu penegak hukum untuk

menjatuhkan keputusan hukum, kualifikasi luka ini dapat berdasarkan:

1. KUHP pasal 352 yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (sebagai

penganiayaan ringan).

2. KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu penganiayaan yang menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.

3. KUHP pasal 351 ayat 2 yaitu penganiayaan yang menimbulkan luka berat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari refrat ini adalah mengetahui tentang visum et repertum

pada korban hidup sekaligus tentang kualifikasi luka.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang visum et repertum

2. Mengetahui tentang visum et repertum pada korban hidup

3. Mengetahui tentang kualifikasi luka

4. Mengetahui dasar-dasar hukum atau undang-undang yang bersangkutan dengan

visum et repertum

3

Page 4: Visum et Repertum pada Korban Hidup

1.3 Permasalahan

1. Pengertian visum et repertum

2. Landasan hukum visum et repertum

3. Bentuk dan susunan visum et repertum

4. Macam-macam visum et repertum korban hidup

5. Landasan hukum kualifikasi luka

6. Pembagian kualifikasi luka

4

Page 5: Visum et Repertum pada Korban Hidup

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Visum et Repertum

2.1.1 Definisi Visum Et Repertum

Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran

forensik atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam

bentuk tulisan yang dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang

merupakan tindak pidana.

Menurut dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F, pengertian Visum et Repertum (VR)

secara hukum adalah (Idries, 1997):

1. “Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh

dokter, dan di dalam perkara pidana”

2. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji

(jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya

3. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang

dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula

kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.

Dalam kamus hukum tahun 1972 (oleh Prof. Subekti, SH dan Tjirosudibio), V.e.R

adalah suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu

pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk

menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan

oleh hakim dalam suatu perkara.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat didefinisikan visum et

repertum sebagai laporan tertulis untuk yustisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah

tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada

benda yang diperiksa. (Visum=dilihat, Repertum=ditemukan). Istilah Visum et

Repertum ini dapat ditemukan dalam lembaran Negara tahun 1937 Nomor : 350 Pasal

I yang terjemahannya :

5

Page 6: Visum et Repertum pada Korban Hidup

“Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang

diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau

Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2,

mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana selama Visa et Reperta

tersebut berisi keterangan mengenai hal-hal yang diamati oleh dokter itu pada

benda-benda yang diperiksa”. (Anonim, 2006)

Dengan berlakunya KUHAP maka Lembaran Negara tahun 1937 Nomor 350 ini

seharusnya dicabut. Namun karena isi Lembaran Negara tersebut tidak bertentangan

dengan KUHAP sedang istilah Visum et Repertum tidak ditemukan dalam KUHAP,

maka Menteri Kehakiman dalam peraturan Nomor: M.04.UM.01.06 tahun 1983 pasal

10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik disebut Visum et

Repertum. Oleh karena itu keterangan ahli/keterangan hasil pemeriksaan Ilmu

Kedokteran Forensik seperti dimaksud KUHAP tidak lain adalah Visum et Repertum.

2.1.2 Dasar Hukum Dari Visum Et Repertum

Visum et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya barang bukti yang

diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya adalah

menjadi alat bukti yang sah. Baik di dalam kitab hukum acara pidana yang lama,

yaitu RIB maupun kitab hukum acara pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang

memuat perkataan Visum et Repetum. Hanya di dalam lembaran negara tahun 1973

no 350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa visum et repertum adalah suatu

keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang

dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-

perkara pidana.

Didalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban

dokter untuk membantu peradilan, yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat

orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli

yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu

keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP: pasal 187 butir c).

6

Page 7: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah menurut

KUHAP pasal 184 ayat 1 yaitu:

1. Keterangan saksi

2. Keterangan Ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan Terdakwa

Maka visum et repertum dapat dikatakan sebagai keterangan ahli maupun sebagai

surat. Hal ini tercantum dalam

Pasal 186

“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di sidang pengadilan”.

Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik

atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan

mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. (Idries, 1997).

Di dalam penjelasan pasal 186 diterangkan bahwa keterangan ahli ini dapat

juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum

yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di

waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang,

diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.

Keterangan tersebut diberikan setelah setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di

hadapan hakim.

Pasal 187

Visum et Repertum dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,

adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri,

disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu

7

Page 8: Visum et Repertum pada Korban Hidup

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau

surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana

yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian

sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang diminta secara resmi

padanya.

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat

pembuktian lain.

2.1.3 Tujuan Visum Et Repertum

Tugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah

membantu para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap

suatu perkara pidana yang behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan

nyawa manusia, sehingga bekerjanya harus obyektif dengan mengumpulkan

kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk

kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan

dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguh-sungguhnya dan

seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu

pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.

Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang

dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan

pemeriksaan secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus

mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua

kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.

Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang

tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses

pembuktian suatu proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum

et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang

8

Page 9: Visum et Repertum pada Korban Hidup

tertuang dalam bagian pemberitaan sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda

bukti.

Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai

hasil pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.

Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu

kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang

terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma

hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh atau jiwa manusia. (Bagian

Kedokteran Forensik FKUI, 1997)

2.1.4 Macam-macam Visum et Repertum

1. Visum et repertum korban hidup

a. Visum et Repertum

Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang

menjalankn jabatan/ mata pencaharian.

b. Visum et Repertum sementara

Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:

- Korban perlu dirawat/ diobservasi

- Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata

pencaharian

Visum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untuk

menahan terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum et

repertumnya tidak memuat kualifikasi luka.

c. Visum et Repertum lanjutan

Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata:

- Korban sembuh

- Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain

- Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau

melarikan diri

- Korban meninggal dunia

9

Page 10: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban

selesai dirawat.

2. Visum et repertum mayat

3. Visum et repertum pemeriksaan TKP

4. Visum et repertum penggalian mayat

5. Visum et repertum mengenai umur

6. Visum et repertum psikiatrik

7. Visum et repertum mengenai bukti lain

(Hoediyanto, 2007; Mabes Polri, 1985)

2.1.5 Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah:

1. Penyidik

Landasan hukum:

Pasal 6 KUHAP

(1) Penyidik adalah:

a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

Pasal 7 KUHAP

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena

kewajibannya mempunyai wewenang :

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

Pasal 120 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli

atau orang yang memiliki keahlian khusus.

10

Page 11: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Pasal 133 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa

yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau

ahli lainnya.

Penyidik adalah polri dengan pangkat serendah-rendahnya AIPDA (ajudan

inspektur dua), namun di daerah terpencil mungkin saja seorang polisi

berpangkat BRIPDA dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di

daerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi.

2. Penyidik pembantu

Landasan hukum:

Pasal 1 KUHAP

(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia

yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan

yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 10 KUHAP

(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia

yang diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan

syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.

Pasal 11 KUHAP

Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat

(1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan

wewenang dari penyidik.

Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).

11

Page 12: Visum et Repertum pada Korban Hidup

3. HakimPidana

Landasan hukum:

Pasal 180

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang

timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli

dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum pada

dokter, akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk

melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) dengan vsum et repertum,

kemudian jaksa melipahkan pemberitaan hakim kepada penyidik.

4. Hakim Perdata

Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam

HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan

perdata tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et

repertum kepada dokter.

5. Hakim Agama

Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam

undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang

menyangkut agama Islam.

(Hoediyanto, 2007; http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap; Mabes

Polri, 1985)

2.1.6 Yang Berhak Menbuat Visum et Repertum adalah:

Pasal 120 KUHAP

(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau

orang yang memiliki keahlian khusus.

12

Page 13: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Pasal 133 KUHAP

(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Pasal 1 KUHAP

(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara

pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang

berhak membuat visum et repertum adalah:

1. Ahli kedokteran kehakiman

2. Dokter atau ahli lainnya

(Hoediyanto, 2007)

2.1.7 Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et

repertum untuk korban hidup adalah:

1. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak

dibenarkan meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.

a. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.

b. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum

tersebut ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat

dialamatkan kepada pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki

pemohon.

c. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis

kelamin, umur, kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.

d. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan

kesusilaan, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.

13

Page 14: Visum et Repertum pada Korban Hidup

e. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.

f. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban

sembuh, pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau

meninggal.

g. Kolom untuk keterangan lain.

h. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan

tanda tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.

i. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda

tangan, tanggal dan jam di sudut kiri bawah.

2. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus

diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dokter.

3. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang

peristiwa yang telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri

No.Inst/E/20/IX/75).

Pasal 170 KUHAP

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan

menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi

keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

(Hoediyanto, 2007; Atmodirono, 1980; Ranoemihardja, 1991)

2.2 Kualifikasi Luka

2.2.1 Pengertian Luka

Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang

disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang

disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda

tajam, bahan kimia, dan sebagainya.

Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak jarang

penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan masing-

14

Page 15: Visum et Repertum pada Korban Hidup

masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka sudah

selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.

Salah satu peranan seorang dokter adalah ikut menegakkan dan membela

kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak

jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas

permintaan penyidik.

2.2.2 Landasan Hukum Kualifikasi Luka

Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang atau korban hidup, yaitu pada

visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Dalam proses

peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya “Peristiwa hukum”,

sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan “akibat hukum sesuatu

kecederaan”. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan

pidana. Pasal 351 :

(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun

delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-

lamanya tujuh tahun. (KUHP 90).

(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-

lamanya tujuh tahun (KUHP 358).

(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.

(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum. (KUHP 37, 53, 184 s,

353 s, 356, 487)

Pasal 352 KUHP

(1) Selain daripada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan

yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau

pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga

bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- hukuman ini boleh ditambah

dengan sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja

padanya atau yang ada dibawah perintahnya.

15

Page 16: Visum et Repertum pada Korban Hidup

(2) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.

Pasal 353 KUHP

(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum

penjara selama-lamanya empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-

lamanya tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-

lamanya sembilan tahun.

Pasal 354 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena

menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara

selama-lamanya sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu,

dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara

selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 90 KUHP

Yang dikatakan luka berat pada tubuh yaitu : KUHP 184, 213 s, 288, 306, 333 s, 358,

360, 365, 495 s.

Dari pasal-pasal KUHP di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu

tindak pidana “penganiayaan” itu mengakibatkan :

I. “Luka” dengan derajat luka atau kualifikasi luka sebagai berikut :

1. Luka derajat pertama (Luka golongan C) ialah : “Luka yang tidak berakibat

penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan” – pasal 352

KUHP (penganiayaan ringan).

16

Page 17: Visum et Repertum pada Korban Hidup

2. Luka derajat kedua (Luka golongan B) ialah : “Luka yang berakibat penyakit

atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu” –

pasal 351 (1) KUHP (penganiayaan).

3. Luka derajat ketiga (Luka golongan A) ialah : “Luka yang menyebabkan

rintangan/halangan tetap dalam menjalankan jabatan, pekerjaan atau

pencaharian”. -- pasal 351 (2), 353 (2), 354 (1), dan pasal 90 KUHP

(penganiayaan yang mengakibatkan Luka Berat = Zwaarlichamelijk letsel).

2.2.3 Pembagian kualifikasi luka

Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak

jarang penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan

masing-masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka

sudah selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.

Salah satu peranan seorang dokter adalah ikut menegakkan dan membela

kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak

jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas

permintaan penyidik.

Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang

disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang

disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda

tajam, bahan kimia, dan sebagainya.

Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang atau korban hidup, yaitu

pada visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Dalam

proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya “Peristiwa

hukum”, sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan “akibat hukum sesuatu

kecederaan”. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan

pidana.

17

Page 18: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Kualifikasi luka ini dapat didasarkan pada:

1. Luka derajat pertama (luka golongan C), pada KUHP pasal 352 yaitu: “Luka yang

tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

mata pencaharian” (penganiayaan ringan).

2. Luka derajat kedua (luka golongan B), pada KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu: “Luka

yang berakibat penyakit atau halangan untuk sementara waktu” (penganiayaan).

3. Luka derajat ketiga (luka golongan A), pada pasal 351 (2), 353 (2), 354 (1), jo

pasal 90 KUHP yaitu: “Luka yang menyebabkan rintangan/halangan menjalankan

jabatan, pekerjaan atau pencaharian” (penganiayaan yang menimbulkan luka berat

–Zwaar Lichamelijk Letsel).

Yang harus diperhatikan ialah:

a. Jenis luka apa yang terjadi

b. Jenis senjata apa yang menyebabkan terjadinya luka itu

c. Kualifikasi dari pada luka itu.

Dari pasal-pasal dalam KUHP tentang “penganiayaan” merupakan istilah

hukum yang tidak dikenal dalam istilah kedokteran. Dan karena penganiayaan

biasanya menimbulkan luka, maka dalam kesimpulan visum et repertum kata

penganiayaan diganti dengan kata “LUKA”. Di dalam KUHP tidak disebutkan

kriteria luka sedang dan ringan. Tetapi untuk luka berat menurut KUHP pasal 90,

maka “luka berat” meliputi:

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama

sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.

2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencaharian.

3. Kehilangan salah satu panca indera.

4. Mendapat cacat berat.

5. Menderita sakit lumpuh.

6. Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih.

7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

18

Page 19: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberikan harapan akan sembuh

sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut. Bahaya maut disini haruslah

ditinjau dari keadaan penderita pada waktu diperiksa untuk pertama kali, dan

keadaan setelah perawatan. Misalnya: seseorang tertusuk pisau diperutnya

sehingga ususnya keluar. Keadaan ini menimbulkan bahaya maut. Bila setelah

dirawat (operasi) kemudian sembuh, haruslah tetap dianggap luka yang

menimbulkan bahaya maut.

2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencaharian. Misalnya: seorang pianis professional mengalami luka

pada jari-jarinya, dan setelah sembuh terjadi ankilosis sendi-sendi tangan dan

jarinya, sehingga dia tidak lagi biasa memainkan piano dengan baik.

3. Kehilangan salah satu panca indera.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa panca indera manusia terdiri dari:

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecap. Kehilangan salah

satu panca indera misalnya karena lukanya menyebabkan sebelah matanya buta.

Satu mata buta sudah termasuk kehilangan salah satu panca inderanya, walaupun

mata yang satunya masih dapat berfungsi dengan baik. Sebaliknya kehilangan

daun telinga tidak termasuk dalam kategori ini.

4. Cacat berat.

Misalnya: kehilangan salah satu lengan atau tungkai, wajah menjadi rusak karena

disiram air keras atau dibakar. Gigi rontok tidak termasuk dalam kategori ini.

Untuk menambah pengetahuan sejauh mana pihak Asuransi Jasa Raharja

memberi ganti rugi terhadap korban kecelakaan lalu lintas, berikut PP No.18 tahun

1965 tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan dalam kecelakaan lalu lintas jalan

pasal 10 ayat

Dalam hal cacat tetap yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b pasal ini,

pembayaran dana dihitung menurut daftar dan ketentuan-ketentuan perhitungan lebih

lanjut sebagai berikut:

19

Page 20: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Bagian cacat Kanan Kiri

- Dua lengan atau dua kaki 100% 100%

- Satu lengan dan satu kaki 100% 100%

- Penglihatan dari kedua mata 100% 100%

- Akal budi seluruhnya dan tidak dapat sembuh yang

menyebabkan tidak dapat melakukan suatu pekerjaan100% 100%

- Lengan dari sendi bahu 70% 60%

- Lengan dari atau diatas sendi siku 65% 55%

- Tangan dari atau diatas sendi pergelangan tangan 60% 50%

- Satu kaki 50% 50%

- Penglihatan dari satu mata 30% 30%

- Ibu jari tangan 25% 20%

- Telunjuk tangan 15% 10%

- Kelingking tangan 10% 5%

- Jari tengah atau jari manis tangan 10% 5%

- Tiap-tiap jari kaki 5% 5%

5. Menderita Lumpuh.

Luka yang diderita korban, menyebabkan kelumpuhan. Misalnya: korban

menderita trauma di collumna vertebralis yang akhirnya mengalami kelumpuhan.

6. Terganggu kekuatan akal selama 4 minggu atau lebih.

Jika karena suatu trauma kepala akibat kecelakaan, seorang korban dapat

menderita amnesia atau aphasia sensorik atau motorik selama waktu 4 minggu

atau lebih. Yang menjadi persoalan jika timbulnya gangguan jiwa ini jauh setelah

peristiwa dan yang bersalah telah dijatuhi pidana. Tentunya pidana yang telah

dijatuhkan lebih ringan dari semestinya. Sekali pidana telah dijatuhkan oleh

hakim, tidak bisa diulang disidang pengadilan. Sesuai dengan Nebis in idem pasal

20

Page 21: Visum et Repertum pada Korban Hidup

76 KUHP, tetapi dalam perkara perdata bukan merupakan halangan untuk

menuntut ganti rugi.

7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Yang dimaksud disini adalah jika oleh karena suatu ruda paksa terhadap

seorang perempuan (yang hamil), baik disengaja ataupun tidak mengakibatkan

perempuan tersebut mengalami keguguran atau matinya kendungan. Ini harus

dibedakan dengan penguguran, yang dalam KUHP pasal 346, 347 dan 348

diartikan sebagai: “sengaja menggugurkan kandungan yang dilakukan perempuan

itu sendiri atau orang lain atas permintaan perempuan itu sendiri atau orang lain

dengan atau tanpa persetujuannya”.

Dalam kualifikasi luka tersebut diatas dapat dijumpai istilah “pekerjaan

jabatan” dan “pekerjaan pencaharian”. Siapa yang mempunyai pekerjaan jabatan,

ditentukan dalam pasal 92 KUHP, antara lain semua anggota angkatan perang,

pegawai negeri. Sedangkan yang mempunyai pekerjaan pencaharian ialah karyawan

atau orang dengan profesi tertentu.

Yang harus diperhatikan pada kualifikasi luka ialah:

1. Keadaan luka pada tubuh korban, apakah:

- Luka itu sudah sembuh

- Luka itu belum sembuh, namun korban tidak perlu dirawat lebih lanjut dirumah

sakit.

- Korban perlu diobservasi dirumah sakit sebelum dapat ditemukan kualifikasi

lukanya.

2. Pekerjaan korban, apakah:

- Korban mempunyai tugas jabatan seperti pegawai negeri.

- Korban mempunyai pekerjaan pencaharian seperti karyawan.

- Korban tidak mempunyai pekerjaan seperti ibu rumah tangga.

21

Page 22: Visum et Repertum pada Korban Hidup

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Kualifikasi Luka

Untuk menjawab jenis tindak pidana yang terjadi, perlu dijelaskan dalam

kesimpulan VeR tentang jenis luka pada korban. Secara morfologis suatu luka dapat

memiliki karakteristik tertentu sehingga deskripsi jenis luka dapat diasosiasikan

dengan benda penyebabnya, besarnya energi pada jaringan, dan konsekuensinya pada

korban. Luka dengan jenis kekerasan mekanik, misalnya deskripsi luka lecet yang

terdiri dari luka lecet gores, luka lecet geser, atau luka lecet tekan, dengan bentuk

tertentu dapat memberi gambaran benda penyebabnya. Selain itu, arah luka lecet juga

perlu dicantumkan untuk memberi petunjuk terhadap arah kekerasan yang terjadi.

Sedangkan pada memar, warna, dan luas luka dapat memberi petunjuk mengenai

waktu dan besar kekerasan yang terjadi. Sehingga kualifikasi luka bermanfaat dalam

membantu penegak hukum untuk menjatuhkan keputusan hukum.

22

Page 23: Visum et Repertum pada Korban Hidup

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Visum et Repertum Korban Hidup

3.1.1 Bentuk dan susunan visum et repertum korban hidup

Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para tokoh

kedokteran kehakiman FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya, yaitu: Prof. H. Muller,

Prof. Mas Soetejo, dan Prof. Soetomo Tjokronegoro, ketiganya telah almarhum.

Bentuk visum et repertum yang telah diatur oleh pemerintah adalah visum et

repertum psikiatrik, yang tidak banyak berbeda dengan bentuk visum et repertum

diatas (Hoediyanto, 2005).

BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM

1. PRO JUSTISIA

Kata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum

tidak perlu bermaterai.

2. PENDAHULUAN

Bagian ini memuat antara lain:

a. Identitas pemohon visum et repertum

b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum

c. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)

d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan

e. Identitas korban

f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban

dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.

g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada

dokter dan waktu saat korban diterima di rumah sakit

3. PEMBERITAAN

Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:

a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis

kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnya

23

Page 24: Visum et Repertum pada Korban Hidup

b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban

c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan

d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.

Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga

orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah

kedokteran/asing di belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf,

misalnya 4 cm ditulis “empat sentimeter”. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka,

misalnya luka bacok, luka tembak, luka harus dilukiskan dengan kata (to describe,

beschrijven).

Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa yang

diamati, terutama apa yang dilihat dan ditemukan pada korban/benda oleh dokter.

4. KESIMPULAN

Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai

hasil pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang

melakukan pengmatan dengan kelima panca indera (penglihatan, pendengaran,

perasa, penciuman dan perabaan).

5. PENUTUP

Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat

sumpah pada waktu menerima jabatan”. Diakhiri dengan tanda tangan, nama

lengkap/NIP dokter.

Yang dimaksud dengan sumpah adalah:

- Untuk dokter pemerintah: sumpah pegawai negeri

- Untuk dokter swasta: sumpah lafal dokter yang diucapkan pada waktu dilantik

jadi dokter

- Untuk ahli lain: sumpah pegawai negeri atau disumpah khusus

Di samping hal-hal tersebut di atas perlulah diketahui pula:

- Dalam pemberitaan tidak boleh ditulis apa yang diketahui dokter dari orang lain.

- Kesimpulan bersifat subjektif, dan jika dalam keraguan harus berpegang pada

asas “in dubio pro rea”.

24

Page 25: Visum et Repertum pada Korban Hidup

- Visum et repertum dibuat sejujur-jujurnya, bila sengaja menyimpang dapat

dituntut karena memberi keterangan palsu berdasarkan pasal 242 KUHP.

(Hoediyanto, 2005)

3.1.2 Macam-macam Visum et Repertum Korban Hidup

Selama ini orang mengenal istilah visum et repertum pada bedah mayat,

padahal pasien korban perlukaan dan keracunan pun berhak mendapatkan prosedur

ini kalau memang laporan medisnya dijadikan bahan pemeriksaan secara hukum.

Yang menjadi pusat pelayanan pertama pada korban, umumnya untuk korban hidup

adalah ruang Instalasi Gawat Darurat (IRD). Dari seluruh kasus yang ditangani IRD

Rumah Sakit, sekitar 50-70% merupakan kasus perlukaan dan keracunan dan kasus –

kasus itu berupa forensik klinik. Saat datang berobat atau beberapa hari sesudah

kejadian, pasien dilengkapi dengan surat permintaan visum et repertum dari penyidik

untuk rumah sakit.

Macam-macam visum et repertum korban hidup melipiti :

1. visum et repertum luka

2. visum et repertum sementara

3. visum et repertum lanjutan

1. Visum et repertum luka

Diberikan bila korban setelah diperiksa/diobati, tidak terhalang menjalankan

pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006).

Dengan demikian dapat dikatakan visum et repertum luka diberikan bila korban tidak

memerlukan perawatan lebih lanjut (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna

Haroen, 1980).

Dalam visum et repertum ini pada kesimpulannya digolongkan pada luka

kualifikasi C (sesuai dengan penganiayaan ringan). Tetapi dalam visum et repertum,

dokter sama sekali tidak boleh menulis kata “penganiayaan” dalam kesimpulannya,

karena istilah penganiayaan adalah istilah hukum (Atmodirono, Haroen dan

Atmodirono, Anna Haroen, 1980).

2. Visum et Repertum Sementara

25

Page 26: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Diberikan apabila setelah diperiksa ternyata korban perlu perawatan lebih

lanjut baik di rumah sakit ataupun di rumah, dan atau korban terhalang menjalankan

pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Jadi,

bila seseorang masih dipandang perlu oleh dokter untuk mendapatkan pengawasan,

maka dibuatlah visum et repertum sementara.

Visum et repertum sementara dapat digunakan sebagai bukti untuk menahan

terdakwa (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980). Jadi dengan

menggunakan visum et repertum sementara, seseorang yang telah melakukan

penganiayaan sehingga menyebabkan luka yang membuat korban terhalang untuk

menjalankan pekerjaan atau pencaharian dapat ditahan.

Pada kesimpulan visum et repertum sementara tidak mencantumkan

kualifikasi luka, karena masih dalam pengobatan atau perawatan belum selesai

(Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).

3. Visum et Repertum Lanjutan

Diberikan apabila setelah korban dirawat/diobservasi ternyata korban sembuh,

meninggal, pindah rumah sakit, atau pindah dokter. Dalam visum ini dimuat

kualifikasi luka setelah korban dirawat. Bila ternyata korban meninggal maka dibuat

visum et repertum jenazah.

3.1.3 Tata Cara Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup

Petunjuk pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup adalah sebagai

berikut:

A. Petunjuk Umum

1. Karena untuk kepentingan penegakan hukum, maka Visum et Repertum dibuat

degan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak hukum.

2. Isi harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut,

yaitu untuk membuat terang perkara pidana, dan harus mampu menjawab masalah

yang dihadapi penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana.

26

Page 27: Visum et Repertum pada Korban Hidup

3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang

diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji

ketika menerima jabatan.

B. Petunjuk membuat diskripsi luka

Diskripsi luka harus seobjektif mungkin, meliputi :

1. Jumlah luka

2. lokasi luka, meliputi :

a. lokasi berdasarkan regio anatominya.

b. Lokasi berdasarkan garis garis koordinat atau bagian-bagian tubuh tertentu.

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi :

a. Ukuran sebelum dirapatkan

b. Ukuran setelah dirapatkan

5. Sifat-sifat luka, yaitu :

a. Garis batas luka

- Bentuk (teratur atau tidak teratur)

- Tepi (rata atau tidak)

- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya

runcing atau tidak)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi :

- Tepi luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja)

- Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak

- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa saja

di atasnya.

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :

- Memar (ada atau tidak)

- Tatoase (ada atau tidak)

27

Page 28: Visum et Repertum pada Korban Hidup

- Jelaga (ada atau tidak)

- Bekuan darah (ada atau tidak)

- Lain-lain (ada atau tidak)

C. Petunjuk pembuatan kesimpulan

Kesimpulan harus memuat :

1. Jenis luka /kelainan yang ditemukan

2. Jenis benda penyebabnya

3. Bagaimana cara benda itu menimbulkan luka/kelainan

4. Apa akibatnya dan derajat lukanya.

Cara menyatakan derajat luka pada kesimpulan :

1. Luka derajat I ( luka yang tidak menimbulkan penyakit, atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian)

Contoh: Pada laki-laki yang berumur tujuh belas tahun ini didapatkan luka-luka

lecet dan memar akibat benda tumpul. Luka-luka tersebut tidak berakibat penyakit

atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan.

2. Luka derajat II ( luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu)

Contoh: Pada laki-laki berumur sekitar dua puluh satu tahun ini didapatkan

adanya luka memar dan luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul. Luka-luka

tersebut mengakibatkan penyakit atau halangan melakukan jabatan atau pekerjaan

selama dua minggu.

3. Luka derajat III (luka berat, atau yanmg mengancam jiwa)

Contoh: Pada perempuan yang berumur sekitar dua puluh lima tahun ini

didapatkan luka-luka lecet, memar serta robeknya jaringan limpa. Luka-luka

tersebut selain mendatangkan bahaya maut juga tidak dapat diharapkan akan

sembuh dengan sempurna. (Idries,2002)

28

Page 29: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Pokok-pokok isi kesimpulan Visum Et Repertum yang berhubungan dengan

kualifikasi luka adalah sebagai berikut:

1. Kasus tindak pidana dengan korban hidup (V et R)

Pokok-pokok isi kesimpulan Contoh bunyi kesimpulan pada VR

1. Jenis luka/kelainan yang

ditemukan

2. Bagaimana cara benda itu

menimbulkan luka / kelainan

3. Apa akibatnya atau derajat

lukanya

Telah diperiksa seorang wanita, umur 25 tahun.

Ditemukan sebuah luka oleh senjata tajam yang

dibacokkan ke kepalanya sehingga

mengakibatkan kerusakan pada otak. Sebab

kematian karena rusaknya otak tersebut

2. Cara menyatakan derajat luka pada bagian kesimpulan

a. Luka ringan

Definisi Luka Ringan Contoh cara menulis kesimpulan

Luka yang tidak menimbulkan

penyakit atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan

jabatan atau pekerjaan

pencahariannya

1. Pada dahi orang tersebut ditemukan memar akibat

persentuhan dengan benda tumpul yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan

menjalankan pekerjaan mata pencahariannya

sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, petani,

pedagang, dll

2. Pada orang tersebut ditemukan luka lecet di

pergelangan tangan sebelah kiri akibat

persentuhan dengan benda tumpul. Luka tersebut

tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan jabatannya sebagain

mahasiswa (belajar) atau ibu rumah tangga

29

Page 30: Visum et Repertum pada Korban Hidup

b. Luka sedang

Definisi luka sedang Contoh cara menulis kesimpulan

Luka yang dapat

menimbulkan penyakit

atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan

jabatan/pekerjaan

pencaharian untuk

sementara waktu.

(Sementara waktu harus

dinyatakan berapa

hari/berapa bulan

1. Pada orang tersebut ditemukan luka tusuk di bahu kiri

akibat persentuhan dengan benda tajam. Akibatnya

korban menderita penyakit tetanus selama satu bulan

2. Ditemukan luka robek pada pelipis sebelah kanan. Luka

tersebut diakibatkan oleh persentuhan dengan benda

tumpul. Akibatnya korban tidak dapat menjalankan

pekerjaan mata pencahariannya sebagai sopir selama

tujuh hari

3. Pada perut orang tersebut ditemukan luka iris akibat

persentuhan dengan benda tajam sehingga

menyebabkan yang bersangkutan mendapatkan

halangan menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai

pelajar selama lima hari

4. Ditemukan luka etsa (luka bakar) akibat persentuhan

dengan zat kimia asam keras akibatnya korban tidak

dapat menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai ibu

rumah tangga selama delapan hari

5. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang sebelah

kanan akibat persentuhan dengan benda tumpul. Patah

tulang tersebut sekarang belum sembuh dan sudah 1,5

bulan lamanya menyebabkan korban tidak dapat

menjalankan pekarjaan mata pencahariannya sebagai

polisi. Diharapkan patah tulang tersebut akan sembuh

sempurna dalam waktu setengah bulan lagi dan selama

waktu tersebut korban juga tidak akan dapat

menjalankan pekerjaannya

30

Page 31: Visum et Repertum pada Korban Hidup

c. Luka Berat

Definisi Luka Berat Contoh cara menulis kesimpulan

a.Penyakit atau luka

yang tak dapat

diharapkan sembuh

dengan sempurna

b. Luka yang

datang / mendatangkan

bahaya maut

c.Rintangan tetap

menjalankan pekerjaan

jabatan atau pekerjaan

mata pencaharian

d. Kehilangan salah

satu panca indra

e.Cacat besar atau

kudung

1. Pada orang tersebut ditemukan luka robek pada kornea

(selaput bening mata) kiri akibat persentuhan dengan

benda tumpul. Luka tersebut tidak dapat diharapkan

sembuh dengan sempurna (fungsinya tidak dapat pulih

kembali)

2. Pada perut sebelah kiri orang tersebut ditemukan luka

tusuk menembus limpa dan mengakibatkan perdarahan

sebanyak (500 cc) di rongga perut. Keadaan tersebut

dapat mendatangkan bahaya maut

3. Pada tangan kiri orang tersebut ditemukan luka-luka

serta remuknya tulang-tulang sehingga menyebabkan

kekakuan pada kelima jari tangannya. Akibatnya

korban mendapat rintangan tetap (selamanya) dalam

menjalankan pekerjaan mata pencahariannya sebagai

pemain biola

4. Pada orang tersebut ditemukan luka memar pada

kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul

menyebabkan ia menderita gegar otak dan tidak

berfungsinya syaraf pendengaran

5. Pada orang tersebut ditemukan luka-luka pada

wajahnya serta hilangnya daun telinga sebelah kiri

karena persentuhan dengan benda tumpul. Akibatnya

yang bersangkutan menderita cacat besar

31

Page 32: Visum et Repertum pada Korban Hidup

f. Menyebabkan

kelumpuhan

g. Mengakibatkan

gangguan daya pikir 4

minggu lamanya atau

lebih

h. Mengakibatkan

keguguran atau

matinya janin dalam

kandungan

6. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang punggung

(vertebra) akibat persentuhan dengan benda tumpul.

Akibatnya ia mengalami kelumpuhan pada kedua

kakinya

7. Pada orang tersebut ditemukan 5 buah memar pada

kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul.

Akibatnya ia mengalami gangguan daya pikir selama

38 hari

8. Pada orang tersebut ditemukan memar pada perutnya

akibat persentuhan dengan benda tumpul sehingga bayi

yang dikandungnya meninggal dunia

D. Visum et Repertum Korban Hidup dan Permasalahannya

Terkait dengan visum et repertum korban hidup, ada kalanya seorang korban

mendapat dua atau lebih visum et repertum sementara dan lanjutan. Sebagai contoh,

seseorang bernama X dianiaya oleh majikannya bernama Y. Si X yang bekerja

sebagai pembantu rumah tangga di rumah Y mengalami luka bakar akibat disetrika

oleh majikannya, dan tangan kanannya patah setelah dipukuli bertubi-tubi. Lalu si X

dibawa ke rumah sakit A, kemudian dokter membuatkan visum et repertum

sementara. Lalu ternyata keluarga X memindahkan X ke rumah sakit B di kotanya.

Dokter di rumah sakit A membuatkan visum et repertum lanjutan untuk korban X.

Kemudian dokter di rumah sakit B menerima korban X atas rujukan dari rumah sakit

A, membuat visum et repertum sementara korban X. Bila setelah dirawat di rumah

sakit B korban X sembuh dan pulang, dokter rumah sakit B membuatkan visum et

repertum lanjutan, yang dalam kesimpulannya memuat kualifikasi luka korban X.

Sementar bila ternyata setelah dirawat di rumah sakit B ternyata korban X meninggal

dunia, maka dokter membuat visum et repertum jenazah.

32

Page 33: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Perlu ditekankan, kapan seorang dokter berhak dan atau berkewajiban

memberikan visum et repertum korban hidup. Visum et repertum diberikan bila ada

SPVR (Surat Permintaan Visum et Repertum) dari kepolisian. Bila ada SPVR

seorang dokter berkewajiban memberikan visum et repertum sebagai bukti tertulis

untuk peradilan.

Pada beberapa kasus, mungkin suatu saat dokter menemukan kejanggalan

pada pasiennya, dan merasa curiga kalau pasiennya telah mengalami penganiayaan,

maka dokter berhak menghubungi pihak berwajib, untuk menindak lanjuti,

selanjutnya pihak berwajib akan membuatkan SPVR, sehingga dokter yang

bersangkutan dapat membuatkan visumnya.

3.1.4 Waktu penyerahan visum et repertum kepada penyidik

Memang tidak ada batasan kapan visum et Repertum harus selesai dan

diserahkan kepada penyidik. Tetapi sebaiknya secepatnya karena hal ini berkaitan

dengan penahanan seorang tersangka yang belum tentu bersalah.

Menurut pasal-pasal di KUHAP

KUHAP Oleh Lama Penahanan

Pasal 24

Pasal 25

Pasal 26

Pasal 27

Pasal 28

Penyidik

Diperpanjang oleh penuntut umum

Penuntut umum

Diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri

Hakim Pengadilan negeri

Diperpanjang oleh ketua pengadilan agama

Hakim pengadilan tinggi

Diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi

Hakim Mahkamah Agung

Diperpanjang oleh ketua mahkamah agung

Max 20 hari

Max 40 hari

Max 20 hari

Max 30 hari

Max 30 hari

Max 60 hari

Max 30 hari

Max 60 hari

Max 50 hari

Max 60 hari

Jadi disarankan untuk menyerahkan visum et repertum sebaiknya kurang dari 20 hari.

33

Page 34: Visum et Repertum pada Korban Hidup

3.2 Contoh Aplikasi Kualifikasi Luka

Untuk mendapatkan gambaran yang konkrit dalam hal luka yang disebabkan

oleh suatu tindak pidana, maka di bawah ini digambarkan berbagai kemungkinan dari

luka itu, misalnya dalam kasus sebagai berikut :

“Si A dengan sengaja menendang perut si B”

Sebagai akibat daripada tendangan si A itu maka timbul beberapa kemungkinan pada

tubuh si B yaitu :

Kemungkinan I :

Pada perut si B kulitnya bengkak, merah dan sakit, tetapi hal itu tidak menyebabkan

penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan.

Bagi dokter hal itu berarti luka derajat pertama (luka ringan), dan bagi hakim

perbuatan itu merupakan “penganiayaan ringan”.

Jadi dalam Visum et Repertum harus dicantumkan :

“Luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau

pekerjaan”.

Kemungkinan II :

Perut si B luka sehingga terpaksa harus diobati dan dirawat di Rumah Sakit, misalnya

selama seminggu, dan setelah itu si B sembuh dan tidak menunjukkan akibat-akibat

lain lagi.

Bagi dokter hal itu berarti luka derajat kedua (luka sedang), dan dicantumkan dalam

visum et repertum : “Luka yang berakibat penyakit atau halangan menjalankan

jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu/seminggu”.

Kemungkinan III :

Tendangan si A mengakibatkan limpa si B robek, sehingga menimbulkan perdarahan

dalam rongga perut dan jika tidak segera ditolong dengan jalan operasi, maka tentu

mengakibatkan maut.

34

Page 35: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Si B dapat ditolong dengan cepat dan tepat yaitu dioperasi dan setelah

dirawat/diopname di Rumah Sakit selama kurang lebih sebulan, maka kesimpulan

dalam Visum Et Repertum ialah : “Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut”.

(Luka derajat ketiga).

Misalkan si B itu adalah wanita yang sedang hamil dan tendangan si A tersebut

menyebabkan keguguran dalam kandungannya atau kematian janin dalam rahimnya,

maka kesimpulan dalam Visum Et Repertum ialah: “Luka yang menyebabkan

keguguran kandungan atau kematian janin dalam rahimnya”.

Kemungkinan IV :

Karena tendangan itu si B limpanya robek dan menimbulkan pendarahan dalam

rongga perutnya serta tidak tertolong lagi dan meninggal dunia.

Dengan demikian berubahlah sifat pemeriksaannya, yaitu harus dilakukan

pemeriksaan bedah mayat, untuk menentukan hubungan sebab akibat (causal

verband) apakah benar sebab kematian si B itu karena limpanya koyak yang

diakibatkan oleh tendangan/ kekerasan sehingga menimbulkan pendarahan dalam

perutnya dan meninggal dunia.

Pemeriksaan bedah mayat dilakukan oleh dokter atas permintaan tertulis dari

penyidik. Meliputi pemeriksaan mayat di bagian luar dan pemeriksaan dalam yaitu

membuka dan memeriksa ketiga rongga besar daripada tubuh yakni rongga dada,

rongga perut dan rongga tengkorak.

Dalam ilmu kedokteran kehakiman ada suatu hukum yaitu : “Untuk menentukan

sebab mati seseorang harus dilakukan periksa bedah mayat”. Jadi tanpa periksa bedah

mayat tidak mungkin ditentukan sebab mati seseorang.

Hal ini sesuai dengan Instruksi Kapolri No. Pol. INS/E/20/IX/75 tanggal 19

September 1975 yang menyatakan bahwa : “dengan Visum Et Repertum atas mayat,

berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan

Visum Et Repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja”.

Kemudian perlu dikemukakan lagi di sini bahwa barang siapa dengan sengaja

menghalang-halangi, merintangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk

35

Page 36: Visum et Repertum pada Korban Hidup

pengadilan, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-

tingginya Rp. 4.500,- .

3.3 Contoh Aplikasi Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALRUMAH SAKIT Dr. SOETOMO SURABAYA

----------------------------------------------------------------------------------------

VISUM ET REPERTUMSEMENTARA

No : KF 04.392PRO JUSTISIABerhubung dengan surat saudara ---------------------------------------------------------------Nama : Sugeng Mujiat, Pangkat : AIPTU, NRP : 50031122, Alamat : Jl. Raden Saleh No 2 Surabaya, Jabatan : a.n. kepala Kepolisian Resort Kota surabaya Utara, No Polisi : VER/031/V/2004/RESTA UTARA, tertanggal : 24 Mei 2004----------------Yang kami terima tanggal 24 Mei 2004 pukul : 20.10 WIB, maka saya dr. Gunawan, sebagai dokter pemerintah pada instalasi Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya, telah memeriksa seorang penderita, pada tanggal 24 Mei 2004 pukul 20.30 WIB di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Dr. SOETOMO yang menurut surat saudara tersebut di atas :----------------------------------Nama : Joko Susanto Alamat: Karang MenjanganJenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Dengan Kejadian : KLL

HASIL PEMERIKSAAN Anggota gerak atas : ditemukan memar berjumlah satu buah, lokasi di sisi luar

lengan atas kiri, sepuluh sentimeter dari pelipatan siku. Bentuk teratur, ukuran tiga kali empat sentimeter. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.Ditemukan luka berjumlah satu buah, lokasi di sisi luar lengan bawah kiri, dua sentimeter dari pergelangan tangan bentuk tidak teratur, ukuran dua puluh kali delapan sentimeter, garis batas luka tidak teratur di beberapa tempat masih terlihat adanya kulit ari, permukaannya ditutupi oleh serum yang telah mengering.

Anggota gerak bawah : ditemukan luka terbuka, berjumlah satu buah, lokasi di sisi depan tungkai bawah kiri, bentuknya berupa robekan, simetris, ukuran panjang tiga sentimeter, lebar setengah sentimeter, dalam nol koma enam sentimeter. Kedua sudut tumpul, di sekitar luka terlihat memar.

36

Page 37: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Ditemukan pembengkakan disertai warna merah kebiruan di daerah sisi depan dan sisi dalam tungkai bawah kanan.

Pemeriksaan tambahan :Foto rontgen dari tungkai bawah kanan menunjukkan adanya patah tulang kering setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah.

KESIMPULANDidapatkan luka memar pada lengan kiri atas, luka lecet pada lengan kiri bawah, luka robek pada tungkai kiri bawah, patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul.Untuk keperluan pengobatannya, penderita tersebut dirawat di Poliklinik / Masuk Rumah Sakit Dr. SOETOMO pada tanggal 24 Mei 2004 dengan daftar nomor 1000285.Visum Et Repertum Lanjutan mengenai kerusakan tersebut diatas, hanya dapat dibuat oleh dokter yang merawat penderita segera setelah perawatannya selesai.

Demikian Visum Et Repertum Sementara ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya. Surabaya, 24 Mei 2004

Dr. Gunawan

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO

37

Page 38: Visum et Repertum pada Korban Hidup

KOTA SURABAYA-------------------------------------------------------------------------------------------------------

VISUM ET REPERTUM LANJUTAN(penderita sembuh)

Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.

HASIL PEMERIKSAAN :Anggota gerak atas :

Sudah tidak ditemukan warna merah kebiruan pada sisi luar lengan atas kiri. Sudah tidak ditemukan bentukan luka yang tidak teratur, yang bergaris batas

tidak teratur dengan kulit ari di beberapa tempat pada sisi luar lengan bawah kiri.

Anggota gerak bawah : Ditemukan benjolan memanjang satu buah pada sisi depan tungkai bawah kiri,

simetris, permukaan halus, panjang tiga sentimeter, lebar dua milimeter, disekelilingnya terlihat lubang-lubang bekas jahitan yang teratur. Sudah tidak didapatkan benang jahitan.

Ditemukan benjolan memanjang satu buah pada sisi dalam tungkai bawah kanan, simetris, permukaan halus, panjang tujuh sentimeter, lebar dua milimeter, disekelilingnya terlihat lubang-lubang bekas jahitan yang teratur. Sudah tidak didapatkan benang jahitan.

KESIMPULAN : Ditemukan jaringan parut dari bekas luka robek yang telah dilakukan

penjahitan pada sisi luar tungkai bawah kiri. Ditemukan jaringan parut dari bekas luka iris tejahit pada operasi pemasangan

plat pada tulang kering yang patah pada sisi dalam tungkai bawah kanan.Setelah penderita dirawat selama tiga minggu (telah dilakukan penjahitan luka robek, perawatan luka lecet, dan operasi pemasangan plat pada tulang kering kanan yang patah) penderita dinyatakan sembuh.

38

Page 39: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Kualifikasi luka termasuk sedang yang berarti mengakibatkan halangan dalam menjalankan pekerjaan atau pencaharian untuk waktu tidak selamanya. Besar harapan ia akan sembuh jika sekiranya tidak ada hal yang menambah penyakit (komplikasi).

Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.

Surabaya, 14 Juni 2004

Dr. Didik Subekti

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMOKOTA SURABAYA

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

39

Page 40: Visum et Repertum pada Korban Hidup

VISUM ET REPERTUM LANJUTAN(penderita meninggal)

Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.

HASIL PEMERIKSAAN :-------------------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN :Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan plat.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul. Setelah penderita dirawat selama sepuluh hari, penderita meninggal dunia.Untuk mengetahui sebab kematian penderita, perlu dilakukan otopsi, untuk hal tersebut penyidik dapat mengajukan SPVR jenazah.

Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya. Surabaya, 14 Juni 2004

Dr. Didik Subekti

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMOKOTA SURABAYA

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

40

Page 41: Visum et Repertum pada Korban Hidup

VISUM ET REPERTUM LANJUTAN(penderita pulang paksa/melarikan diri)

Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.

HASIL PEMERIKSAAN :-------------------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN :Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan plat.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul.Setelah penderita dirawat selama delapan hari, penderita melarikan diri/pulang paksa. Penderita dinyatakan belum sembuh.Kualifikasi luka belum dapat ditentukan.

Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.

Surabaya, 14 Juni 2004

Dr. Didik Subekti

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMOKOTA SURABAYA

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

41

Page 42: Visum et Repertum pada Korban Hidup

VISUM ET REPERTUM LANJUTAN

Pro JUSTISIASaya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARANama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 SurabayaUmur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan BankDan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.

HASIL PEMERIKSAAN :-------------------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN :Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan plat.Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul.Setelah penderita dirawat selama delapan hari, penderita dipindah ke rumah sakit yang lain.Penderita dinyatakan belum sembuh.Kualifikasi luka belum dapat ditentukan (selanjutnya penyidik menghubungi dokter/ RS yang merawat korban selanjutnya).

Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya. Surabaya, 14 Juni 2004

Dr. Didik Subekti

BAB 4. KESIMPULAN

42

Page 43: Visum et Repertum pada Korban Hidup

1. Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter

atas sumpah tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan

ditemukan).

2. Dasar hukum visum et repertum:

a. KUHP pasal 186 bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan

di sidang pengadilan.

b. KUHP pasal 187 butir c bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang

memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu

keadaan yang dimnta secara resmi.

c. KUHP pasal 184 ayat 1 yaitu:

- keterangan saksi

- keterangan ahli

- surat

- petunjuk

- keterangan terdakwa

3. Macam-macam visum et repertum

a. visum et repertum korban hidup

b. visum et repertum mayat

c. visum et repertum pemerisaan TKP

d. visum et repertum penggalian jenazah

e. visum et repertum mengenai umur

f. visum et repertum psikiatrik

g. visum et repertum mengenai bukti lain

4. Macam-macam visum et repertum korban hidup

a. Visum et repertum

Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang jabatan/

mata pencaharian.

b. Visum et repertum sementara

Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:

43

Page 44: Visum et Repertum pada Korban Hidup

- korban perlu dirawat/ diobservasi

- korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/ mata pencaharian.

c. Visum et repertum lanjutan

Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi ternyata:

- korban sembuh

- korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain

- korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diri

- korban meninggal dunia

5. Kualifikasi luka dan dasar hukumnya :

a. Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (pasal 352 KUHAP)

b. Luka yang menyebabkan penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau

pekerjaan pencaharian untuk tidak terus menerus atau tidak selamanya (pasal

351 KUHAP)

c. Luka berat (pasal 90 KUHP)

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut

Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencaharian

Kehilangan salah satu panca indra

Mendapat cacat berat

Menderita sakit lumpuh

Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih

Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

DAFTAR PUSTAKA

44

Page 45: Visum et Repertum pada Korban Hidup

Atmodirono, Haroen. 1980. Visum et Repertum dan Pelaksanaannya. Surabaya: Airlangga University Press.

Hoediyanto, dr. Sp. F (K). 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian IKF dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unair.

Idries A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.

Ranoemihardja, R.Atang, S.H. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science). Bandung: Penerbit Tarsito.

Sugandhi, R. SH. 1980. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional.

1984. Kumpulan Makalah Ilmu Kedokteran Forensik. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap

45