forummgmp1908.files.wordpress.com · web view2009/11/30 · dengan menggunakan metode tersebut para...

90
KAJIAN KRITIS BBM/KAJIAN KRITIS 62 BAHAN BELAJAR MANDIRI PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA BBM/KAJIAN KRITIS

Upload: dangdiep

Post on 29-May-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

BAHAN BELAJAR MANDIRI

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

BBM/KAJIAN KRITIS

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Agar guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah di kelompok kerja masing-masing dapat membuat kajian kritis, sebaiknya mereka telah memahami dan terampil dalam mengakses informasi dari internet. Hal tersebut dikarenakan dalam mengkaji secara kritis suatu artikel atau bahan bacaan diperlukan berbagai sumber belajar termasuk dari internet. Informasi yang terkait dengan artikel yang akan dikaji dapat diperoleh dengan mudah dari internet.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

TopikKajian KritisJumlah jam 4 jam tatap muka(4 x 50 menit)

4 jam tugas terstruktur(4 x 60 menit)

4 jam tugas mandiri

(4 x 60 menit)Pertemuan Ke-10

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

A. PENGANTARModel Belajar BERMUTU dirancang dengan mengintegrasikan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas, Lesson Study, dan Studi Kasus. Ketiga pendekatan ini digunakan dalam program belajar BERMUTU dengan tujuan untuk mendorong guru, kepala sekolah, dan pengawas yang belajar di kelompok kerja untuk selalu mengembangkan keprofesionalannya secara berkelanjutan dengan cara selalu memperbaiki kinerjanya.

Dalam program belajar BERMUTU, salah satu indikator keberhasilan program belajar di kelompok kerja adalah guru, kepala sekolah, dan pengawas dapat melaksanakan penelitian tindakan, baik penelitian tindakan kelas (PTK) atau penelitian tindakan sekolah (PTS) dan menyusun laporannya. Untuk menyusun proposal dan atau laporan PTK atau PTS, diperlukan kemampuan untuk memilih atau menilai suatu bahan bacaan dalam bentuk artikel, buku atau yang lain dari berbagai sumber yang layak untuk dirujuk dalam rangka merencanakan tindakan atau menyusun tinjauan pustaka. Kemampuan tersebut juga diperlukan dalam menulis karya tulis ilmiah lainnya.

Kemampuan menilai suatu bahan bacaan dapat dilatih melalui kajian kritis. Kajian kritis dapat berfungsi sebagai penguat wawasan maupun sebagai pembuka wawasan, keduanya dapat memberi kontribusi positif dalam pengembangan gagasan untuk keperluan pengorganisasian tulisan. Dalam Bahan Belajar Mandiri (BBM) ini, guru, kepala sekolah, dan pengawas pemandu dapat mempelajari konsep kajian kritis dan penerapannya.

1. Kedudukan Topik Kajian KritisBBM Melakukan Kajian Kritis disarankan agar didiskusikan di kelompok kerja setelah membahas BBM PTK Mata Pelajaran dengan topik Identifikasi Masalah, atau pada saat pembahasan topik Perencanaan Tindakan, yaitu sebelum pembahasan topik Penyusunan Proposal PTK.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

BBM Melakukan Kajian Kritis ini dimaksudkan untuk memfasilitasi para guru pemandu dan guru peserta belajar di Kelompok Kerja Guru (KKG) dan kelompok kerja Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang belajar dalam rangka meningkatkan kompetensinya melalui program BERMUTU.

2. Pentingnya mempelajari Kajian KritisKemampuan melakukan kajian kritis sangat diperlukan oleh guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah dalam rangka mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya, seperti kajian kritis terhadap kurikulum, strategi pembelajaran, artikel dan tulisan ilmiah lainnya. Kemampuan melakukan kajian kritis, dapat digunakan untuk membuat laporan dan memilih materi atau bahan ajar.

3. Ruang LingkupRuang lingkup pembahasan BBM Melakukan Kajian Kritis meliputi:

Berpikir kritis dan membaca kritis Pengertian, tujuan, prinsip, aspek, pemilihan bahan,

alasan melakukan kajian kritis terhadap artikel/buku Struktur tulisan laporan hasil kajian kritis terhadap

artikel/buku Cara melakukan kajian kritis terhadap artikel/buku Kajian kritis terhadap laporan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK)4. Petunjuk Kegiatan

Kegiatan mempelajari BBM kajian kritis ini di kelompok kerja difokuskan pada pemahaman konsep kajian kritis yang meliputi pengertian, tujuan, alasan perlunya melakukan kajian kritis, cara melakukan kajian kritis dan cara menulis laporan hasil kajian kritis serta latihan melakukan kajian kritis.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

B. KOMPETENSI DAN INDIKATOR PENCAPAIANKOMPETENSIKompetensi dan indikator pencapaian kompetensi yang akan dicapai dari para guru peserta belajar di KKG/MGMP adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi Pembelajaran BBM Melakukan Kajian Kritis

Kompetensi Indikator Pencapaian Kompetensi

Memahami kajian kritis dan menerapkannya dalam melaksanakan PTK

a. Mendefinisikan pengertian kajian kritis;b. Menyebutkan tujuan melakukan kajian kritis;c. Menyebutkan manfaat melakukan kajian

kritis;d. Mendeskripsikan langkah-langkah melakukan

kajian kritis;e. Membuat laporan hasil kajian kritis;f. Menerapkan hasil kajian kritis dalam laporan

PTK.

C. PERSIAPANUntuk membelajarkan topik kajian kritis kepada guru peserta belajar di kelompok kerja, pemandu hendaknya melakukan persiapan sebagai berikut. Mempelajari kegiatan belajar yang dirancang dalam BBM ini.

Mempelajari bahan bacaan yang terdapat dalam BBM ini dan bahan bacaan yang disarankan.

Menyiapkan contoh-contoh hasil kajian kritis.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

D. SUMBER BELAJARSalah satu sumber belajar yang dapat digunakan guru peserta belajar dalam kegiatan ini antara lain sebagaimana tercantum pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Contoh Sumber Belajar menggunakan BBM melakukan Kajian Kritis

No Judul Keterangan

1 Berpikir Kritis dan Membaca Kritis Lampiran 1

2 Kajian Kritis terhadap artikel atau Buku Lampiran 2

3 Cara Menulis Kajian Kritis terhadap suatu Artikel atau Buku

Lampiran 3

4 Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK Lampiran 4

5 Contoh-1 Hasil Kajian Kritis terhadap Artikel

Lampiran 5

6 Contoh-2 Hasil Kajian Kritis terhadap Artikel

Lampiran 6

7 Contoh Artikel Hasil Kajian Kritis dalam Mata Pelajaran Matematika

Lampiran 7

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

E. KEGIATAN BELAJARKegiatan pembahasan topik Kajian Kritis dialokasikan selama 1 x pertemuan (@ 200 menit).Alternatif kegiatan belajar dapat dialurkan seperti dalam bagan berikut.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

Kegiatan 1:10 menit

PENDAHULUANFasilitator/Guru Pemandu menggali pengetahuan awal peserta belajar tentang kajian kritis.

Kegiatan 2: 35 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Berpikir Kritis dan Membaca Kritis

Kegiatan 3: 35 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN :

Kajian Kritis terhadap Artikel atau Buku

Kegiatan 5: 50 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Contoh-contoh Kajian Kritis

Kegiatan 4:

50 menit

MENGKAJI BAHAN BACAAN:

Cara Menulis Kajian Kritis

Kegiatan 6:20 menit

PENUTUP

Refleksi , Review, dan pemberian tugas

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Penjelasan Alur Kegiatan Kegiatan 1. Pendahuluan (10 menit)

Pada kegiatan pendahuluan pemandu menginformasikan kompetensi, indikator pencapaian kompetensi, kegiatan belajar yang akan dilakukan, dan hasil belajar yang diharapkan dalam pertemuan ini. Selanjutnya diajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali pengetahuan awal peserta. Pertanyaan yang dapat diajukan, misalnya:

Apakah Ibu/Bapak pernah melakukan suatu kajian terhadap buku atau karya ilmiah lainnya?

Pernahkah Ibu/Bapak membaca suatu tulisan yang mengulas kelebihan dan kekurangan suatu tulisan ? Pernahkan Ibu/Bapak menulis hal yang serupa?

Apa yang dimaksud kajian kritis atau telaah kritis (Critical review) terhadap artikel atau buku?

Bagaimana melakukan kajian kritis terhadap artikel atau buku?

Untuk menyamakan pemahaman tentang kajian kritis ajaklah peserta mengkaji bahan bacaan yang terdapat pada lampiran 1 sampai dengan 7 BBM ini.

Kegiatan 2. Mengkaji Bahan Bacaan (35 menit)Guru/kepala sekolah/pengawas peserta di kelompok kerja duduk per kelompok. Satu kelompok terdiri dari 4-5 orang. Peserta belajar secara individual membaca bahan bacaan pada lampiran 1 tentang Berpikir Kritis dan Membaca Kritis. Setelah selesai membaca mereka diminta menjawab

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

pertanyaan dalam bagian tugas dan latihan dan membahasnya dalam kelompok kecil.

Kegiatan 3. Mengkaji Bahan Bacaan (35 menit)

Setelah peserta memahami konsep berpikir kritis dan membaca kritis, ajaklah peserta melanjutkan kegiatan mempelajari bahan bacaan yang terdapat pada lampiran 2 tentang Kajian Kritis terhadap artikel atau buku. Ajaklah peserta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam bagian tugas dan latihan pada akhir paparan bacaan.

Kegiatan 4. Mengkaji Bahan Bacaan (50 menit)

Pemandu menginformasikan bahwa hasil belajar yang diharapkan dari pembahasan kajian kritis ini adalah melakukan kajian kritis terhadap suatu bacaan, bisa artikel, buku, atau bahan ajar. Untuk memperoleh kemampuan itu, ajaklah peserta mempelajari bahan bacaan yang terdapat dalam lampiran 3 tentang Cara Melakukan Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel atau Buku.

Kegiatan 5. Mengkaji Bahan Bacaan (50 menit)

Pemandu memantapkan pemahaman peserta tentang kajian kritis. Ajaklah peserta mempelajari contoh-contoh kajian kritis yang terdapat pada lampiran 5, 6, dan 7.

Kegiatan 6. Penutup (20 menit)

Pemandu meminta peserta untuk merefleksikan hasil belajar pada pertemuan ini. Berikan review dan penguatan jika masih diperlukan. Selanjutnya, pemandu menginformasikan tugas terstruktur dan tugas mandiri.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

F. PENILAIANPenilaian terhadap pencapaian hasil belajar peserta meliputi aspek pemahaman konsep kajian kritis dan produk tugas terstruktur.

G. TUGAS TERSTRUKTUR DAN MANDIRI1. Tugas Terstruktur

Carilah sebuah artikel. Tugas Anda adalah melakukan kajian kritis terhadap artikel tersebut dan mendiskusikannya dengan teman sejawat, kemudian menuliskan laporan hasilnya!

2. Tugas Mandiri Bacalah contoh-contoh kajian kritis dari berbagai sumber.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Lampiran 1: Bahan Bacaan 1

BERPIKIR KRITIS DAN MEMBACA KRITIS

A. Pendahuluan

1. Apa yang dimaksud berpikir kritis?2. Bagaimana ciri orang berpikir kritis?

3. Apakah maksud membaca kritis?4. Apakah kemampuan berpikir kritis dan membaca kritis

diperlukan guru?5. Bagaimana cara berpikir dan membaca secara kritis?

Untuk membahas kelima pertanyaan di atas, maka perhatikan penjelasan berikut ini!

Dalam suatu forum (KKG/MGMP), salah seorang guru baru saja menjadi peserta seminar dan berbagi informasi mengenai suatu metode pembelajaran, misalkan metode Jigsaw. Ia menjelaskan bahwa menurut pemakalah dalam seminar tersebut, metode Jigsaw merupakan metode yang ampuh dan telah diterapkan di negara-negara di Eropa. Dengan menggunakan metode tersebut para siswa menjadi aktif dan kompetensi belajar siswa tercapai dengan baik. Guru tersebut menyarankan para guru menggunakannya. Untuk menguatkan sarannya, guru tersebut melampirkan langkah atau tahapan menerapkan metode Jigsaw .

Berdasarkan penjelasan di atas, bagaimana sikap Anda yang kebetulan menjadi peserta dalam forum KKG/MGMP tersebut? Apakah menerima saran guru tersebut? Apakah langsung menolak? Apakah menunggu guru lain mencoba dan melihat hasilnya? Atau Anda akan melakukan tindakan lainnya?Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menyikapi kasus di atas, Anda sebaiknya mempelajari keterampilan berpikir kritis dan membaca kritis.

Dalam hidup ini seseorang tidak lepas dari berpikir tetapi apakah semua yang dipikirkan dapat dikatakan kritis? Jawabannya tentu tidak. Seseorang dapat dikatakan berpikir kritis di antaranya ketika ia banyak membaca dan menyimak informasi yang

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

berimbas pada ketajaman dalam menelaah suatu tulisan. Jadi, seorang pendidik seharusnya dapat berpikir kritis (critical thinking) dan membaca kritis (critical reading). Dengan berpikir kritis, kita tidak saja memahami apa yang didengar atau dilihat, tetapi juga dapat memberi penilaian dan perbaikan yang dianggap perlu. Demikian juga dengan membaca kritis, kita dapat menilai dengan membandingkan berbagai hasil bacaan dan memaparkan tulisan dengan mengacu pada pendapat yang kita anggap sesuai dengan apa yang sedang ditulis.

B. Pengertian dan Cara Berpikir Kritis

Perhatikan penjelasan berikut ini!Berdasarkan pengalaman mengajar beberapa tahun yang lalu, pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak perlu diajarkan dengan metode diskusi.Belajar bahasa Indonesia sangatlah mudah dipelajari, cukup dengan belajar melalui buku saja.

Cobalah berpikir sejenak setelah membaca penjelasan di atas! Anda akan menjawab”Belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak mungkin hanya dengan menggunakan buku saja, tetapi harus dilatih dengan cara lain, misalnya berdiskusi. Materi diskusi dapat dikaitkan dengan lingkungan keluarga. Pada pelaksanaan diskusinya antara lain terdapat kegiatan seseorang ditunjuk menyajikan apa yang ditulis oleh orang tersebut. Sebelumnya karangan yang disusunnya dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau instrukturnya.

Penjelasan di atas adalah kasus sederhana yang menggambarkan bahwa kajian kritis perlu dilakukan dalam menghadapi suatu masalah. Kita harus bersikap kritis terhadap data yang ada, termasuk kesimpulan yang disajikan. Sikap “kritis” diperlukan agar dapat mengambil suatu kesimpulan yang tepat dan akurat.

1. Pengertian Berpikir Kritis

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Beberapa ahli mengungkapkan definisi berpikir kritis beragam tetapi ada beberapa komponen yang mengandung kesamaan. Krulik & Rudnick dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:9) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan, mengingat, dan menganalisis informasi. Sejalan dengan pandangan di atas, Norris dan Ennis dalam Alec Fisher dalam Sumardyono dan Ashari S (2010) menyatakan, berpikir kritis adalah berpikir yang beralasan dan reflektif yang fokus untuk memutuskan apa yang dapat dipercaya dan apa yang tidak dapat dipercaya.

Lebih lanjut Sumardyono dan Ashari S mendeskripsikan bahwa berpikir kritis memerlukan kemampuan membaca, memahami, dan mengidentifikasi masalah serta kemampuan mengklasifikasi dan membandingkan, sehingga dapat menggambarkan kesimpulan dengan lebih baik dari yang diberikan, serta dapat menentukan ketidakonsistenan dan kontradiksi dari informasi tersebut. Tidak semua informasi yang diterima dapat dijadikan pengetahuan yang diyakini kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan. Demikian halnya dengan informasi yang dihasilkan, tidak selalu informasi yang benar. Keputusan atau kesimpulan yang dilakukan dengan berpikir kritis merupakan informasi terbaik setelah melalui pengkajian dari berbagai sumber informasi, termasuk mengkaji kesimpulan yang dihasilkan dengan memberikan bukti-bukti pendukung.

Berpikir kritis menurut Gega dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:9) adalah berpikir yang menggunakan bukti-bukti untuk mengukur kebenaran kesimpulan, serta dapat menunjukkan pendapat yang terkadang kontradiktif, bahkan mau mengubah pendapatnya jika ternyata ada bukti lebih kuat yang bertentangan dengan pendapatnya. Ada dua langkah

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

berpikir kritis, yaitu; melakukan proses penawaran yang diikuti dengan pengambilan keputusan atau pemecahan masalah.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang mendalam, komprehensif, argumentatif, logis, dan evaluatif.

2. Ciri Orang Berpikir KritisCiri orang berpikir kritis menurut Raymon S. Nickerson dalam Didin dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:10) adalah:a. menggunakan bukti yang kuat dan tidak memihak;b. dapat men gungkapkan secara ringkas dan masuk akal;c. dapat membedakan secara logis antara simpulan yang

valid dan tidak valid;d. menggunakan penilaian, bila tidak ada bukti yang cukup

untuk mendukung sebuah keputusan;e. mampu mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari

suatu tindakan;f. dapat mencari kesamaan dan analogi (kemiripan);g. dapat belajar secara mandiri;h. menerapkan teknik pemecahan masalah (problem

solving);i. menyadari fakta bahwa pemahaman seseorang selalu

terbatas;j. mengakui kekurangan terhadap pendapatnya sendiri.

3. Cara Berpikir KritisBrowne Keeley dalam buku Asking the Right Questions: A Guide to Critical Thinking dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:11) menyarankan beberapa pertanyaan yang dapat membantu dan dapat kita ikuti sebagai strategi atau cara berpikir kritis. Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

dapat membimbing untuk berpikir kritis sehingga dapat menarik kesimpulan secara tepat.a. Apa yang menjadi berita dan apa yang menjadi

simpulannya?b. Apa yang menjadi alasan atau argumentasinya?c. Apa ada kata atau pertanyaan atau tindakan yang ambigu

(membingungkan)?d. Apa yang menjadi nilai yang dikemukakan?e. Apa yang menjadi asumsi?f. Apakah ada kesalahan dalam pemberian alasan?g. Apakah bukti-bukti yang disajikan sudah benar?h. Apakah ada sebab lain yang mungkin?i. Apakah data yang disajikan akurat?j. Apakah ada informasi penting yang diabaikan?k. Apakah mungkin terdapat simpulan lain yang beralasan?

C. Pengertian dan Cara Membaca KritisPerhatikan pernyataan di bawah ini!Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara memperoleh (acquiring) bahasa seperti diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Muncullah cara pembelajaran kontekstual, di mana materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi sosiolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.

Contoh di atas menggambarkan betapa pentingnya membaca secara kritis. Ketika si pembaca tidak mencermati dengan saksama apakah ia mampu membuat keputusan, simpulan, atau penilaian? Tentu sulit bukan? Oleh karena itu, membaca kritis membutuhkan konsentrasi.

1. Pengertian Membaca KritisSoedarsono (1994) mengatakan bahwa membaca kritis (critical reading) adalah cara membaca dengan melihat motif

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

penulis dan menilainya. Pembaca tidak sekedar menyerap apa yang ada, tetapi ia bersama-sama penulis berpikir tentang masalah yang dibahas. Membaca secara kritis berarti kita harus mampu membaca secara analisis dengan melakukan penilaian. Dalam membaca harus ada interaksi penulis dengan pembaca yang saling mempengaruhi sehingga terbentuk pengertian baru.Jika kita ingin membaca dengan baik, kita harus membaca dengan pikiran yaitu berpikir, menilai, dan membuat batasan. Kesemuanya ini harus dilakukan secara serentak.

2. Tujuan Membaca KritisMenurut Sumardyono dan Ashari S (2010:14), secara umum tujuan membaca kritis adalah untuk:a. mengetahui tujuan penulis membuat tulisan;b. memahami bagian-bagian yang diyakinkan dan yang

ditekankan oleh penulis; danc. mendapatkan bagian-bagian mana penulis melakukan bias

(penyimpangan dari maksud sebenarnya).

3. Langkah-langkah Membaca KritisMenurut Soedarsono (1994), proses membaca kritis dapat dilakukan sebagai berikut.a. Mengerti isi bacaan yaitu; ide pokok, fakta dan rincian

penting, dan dapat membuat kesimpulan dan interpretasi dari ide-ide itu.

b. Menguji sumber penulis; apakah dapat dipercaya?, cukup akuratkah?, apakah dia/mereka kompeten di bidangnya?.

c. Ada interaksi antara penulis dan pembaca; tidak hanya mengerti maksud penulis tetapi harus membandingkan dengan pengetahuan yang kita miliki, serta dari penulis lainnya.

d. Menerima atau menolak; mempercayai, mencurigai, meragukan, mempertanyakan, atau tidak percaya.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Menurut Vincent Ryan Ruggiero dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:14), langkah-langkah strategis membaca kritis adalah sebagai berikut.Tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan tersebut pada diri kita sendiri.a. Apa topiknya?b. Kesimpulan apa yang diambil oleh pengarang tentang topik

tersebut?c. Alasan-alasan apa yang diutarakan pengarang agar dapat

dipercaya?Perhatikan alasan-alasan tidak obyektif yang dapat mengecoh pembaca, misalnya; iba, ketakutan, dan data statistik yang tidak sesuai.

d. Apakah pengarang menggunakan kata netral atau tidak?

Muhadi Sugiono dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:15) mengatakan, untuk membantu pengembangan kemampuan membaca kritis, berikut ini pertanyan-pertanyaan yang dapat diajukan.a. Apa yang ingin disampaikan penulis?

- Tentang apakah tulisan yang kita baca?- Mengapa penulis ingin menulis hal itu?

b. Apa alasan penulis?Selain mengetahui apa yang sedang dibaca, perlu juga diketahui alasan yang mendorong penulis menuliskannya dalam sebuah tulisan. Selain itu perlu juga mengatahui sudut pandang penulis melalui alasan yang dibuat atau upaya penulis untuk meyakinkan pembacanya berpikir agar pembaca percaya. Alasan tersebut dapat ditemukan dengan mudah atau sulit karena dapat terletak di awal, tengah, akhir, ataupun menyebar di berbagai tempat atau paragraf.

c. Apa ada alasan atau sudut pandang yang berbeda?Pembaca kritis harus memulai dari keyakinan bahwa pasti ada alasan berbeda dari alasan pengarang. Semua itu

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

untuk meyakinkan pembaca mengapa alasan tersebut tidak memadai atau bahkan salah. Akan tetapi terkadang tidak mengemukakan alasan alternatif, sehingga pembaca harus mencari sendiri.

d. Apakah bukti yang ditampilkan penulis?Alasan yang kuat merupakan cara meyakinkan pembaca. Tetapi, pembaca terkadang tidak cukup diyakinkan hanya dengan alasan semata, melainkan harus dengan bukti-bukti yang mendukung alasan misalnya; pengalaman, logika, emosi, sejarah, pernyataan ahli atau pakar, dsb.

e. Apakah bukti yang ditampilkan penulis sangat mendukung?Bukti-bukti yang ditampilkan penulis tidak selalu mendukung. Sebagai pembaca kritis, harus mencoba memahami upaya penulis untuk mendukung alasan dengan bukti-bukti yang mendukung sudut pandang obyektif, tidak langsung melalui sudut pandang kita sendiri. Misalnya; apakah bukti yang disampaikan masuk akal? Jika bukti berupa fakta, apakah bukti tersebut dapat diandalkan? Apakah sumbernya dapat dipercaya? Apakah data statistik memperkuat alasan dan mendukung bukti lain yang diajukan penulis? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak mudah untuk dijawab, bahkan pembaca kritis dituntut berpikir keras untuk melakukannya.

f. Apa pendapat kita?Setelah semua proses di atas selesai, bagian akhir yang tidak kalah pentingnya adalah pendapat kita terhadap tulisan yang dibaca. Setelah memahami alasan penulisan dan bukti-bukti yang diajukan penulis, saatnya melihat pandangan kita. Apakah penulis berhasil meyakinkan kita dengan mengacu pada bukti-bukti. Pada awal tulisan, kita sepaham dengan gagasan penulis tetapi hingga akhir tulisan yang dibaca, kita menyimpulkan bahwa penulis

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

tidak dapat memenuhi apa yang dijanjikannya. Sebagai pembaca kritis, tidak perlu menyesal telah membaca suatu tulisan karena tidak paham, sebab dalam membaca tulisan ada tulisan yang isinya kurang bagus dan juga cara penyajiannya juga membingungkan pembacanya.

D. Bahan RefleksiSetelah Anda membaca dan mencermati pembahasan tentang kajian kritis, cermati, renungkan dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1. Sebutkan hal-hal penting yang merupakan ciri berpikir kritis!2. Apakah berpikir kritis selalu menghasilkan simpulan yang

selalu berbeda dan tak terduga?3. Bagaimana cara berpikir kritis untuk menarik suatu

kesimpulan?4. Dari ciri-ciri berpikir kritis, apakah semua karakteristik dapat

mendukung semua mata pelajaran? Sebutkan alasan Anda!5. Perhatikan kalimat berikut ini. Apakah tindakan guru

tersebut lemah? Untuk itu ajukan beberapa pertanyaan dan jawabannya untuk memperoleh suatu kesimpulan.

6. Setelah Anda mempelajari pengertian membaca kritis, apakah dalam membaca kritis diperlukan keterampilan berpikir kritis? Jelaskan pendapat Anda!

7. Dalam membaca kritis, kadang-kadang kita hanya membaca tulisan saja tanpa kehadiran penulis. Dalam situasi seperti itu, apakah kita terlebih dahulu mengkonfirmasi kepada penulis sebelum mengkritisi isi tulisan?

8. Bagian penting dalam membaca kritis adalah memahami alasan penulis apakah benar-benar masuk akal. Jelaskan!

9. Dalam membaca kritis salah satu bagian yang penting adalah bukti yang ditampilkan penulis. Jelaskan maksudnya!

Jika Anda sudah berhasil menjawab pertanyaan di atas, maka silakan Anda melanjutkan membaca dan membahas kegiatan belajar berikutnya. Apabila belum berhasil menjawab pertanyaan,

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

baca dan pahami kembali materi pada lampiran 1 ini dan diskusikanlah dengan rekan sejawat Anda.

Lampiran 2: Bahan Bacaan 2

KAJIAN KRITIS TERHADAP ARTIKEL ATAU BUKU

Pernahkah Anda membaca suatu tulisan yang mengulas kelebihan dan kekurangan suatu tulisan ? Pernahkah Anda menulis hal serupa? Apa yang dimaksud dengan kajian kritis atau telaah kritis (critical review) terhadap artikel atau buku? Bagaimana cara melakukannya?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Dalam bahan bacaan ini, Anda dapat mempelajari bentuk ulasan kajian kritis. Bagaimana caranya? Silakan dibaca dan dibahas dengan saksama. Setelah mempelajari bahan bacaan ini, Anda diharapkan mampu memahami konsep kajian kritis terhadap artikel atau buku dan terampil melakukan kajian kritis terhadap artikel atau buku.

Banyak tulisan berbentuk buku atau artikel. Dalam menganalisisnya dibutuhkan kompetensi yang kritis karena dibutuhkan simpulan mengenai layak tidaknya artikel atau buku tersebut dijadikan sebagai sumber kepustakaan untuk digunakan dalam kajian tertentu.

A. Konsep Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel atau Buku

Ketika Anda membaca sebuah artikel atau buku terkadang muncul satu masalah yaitu keraguan dari isi artikel atau buku yang dibaca. Sementara Anda membutuhkannya sebagai bahan rujukan untuk tulisan Anda. Apa yang harus dilakukan? Anda harus melakukan kajian kritis dengan cara mengaitkan pengalaman dan pengetahuan yang pernah dibaca. Setelah mengkaji secara kritis, maka Anda akan yakin bahwa bagian mana yang dijadikan sebagai bahan rujukan dan bagian mana yang meragukan sehingga tidak layak dijadikan sebagai bahan rujukan.Kajian kritis sangat erat kaitannya dengan membaca kritis. Seseorang dapat melakukan kajian apabila ia sudah membaca beberapa buku atau artikel terkait dengan pembahasan yang sama. Oleh karena itu, keterampilan berpikir kritis dan membaca kritis adalah sebagai prasyarat seseorang dalam melakukan kajian kritis secara sempurna dan berkualitas.

B. Apakah Kajian Kritis itu?

Dalam bahasa Inggris, istilah yang digunakan adalah “Critical Review”, sementara dalam bahasa Indonesia menggunakan istilah “Kajian Kritis” atau “ Telaah Kritis”, atau “Tinjauan Kritis”.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Dalam glosarium BBM PTK Generik dikemukakan bahwa kajian kritis merupakan suatu kegiatan membaca, menelaah, menganalisis suatu bacaan/artikel untuk memperoleh ide-ide, penjelasan, data pendukung yang mendukung pokok pikiran utama, serta memberikan komentar terhadap isi bacaan secara keseluruhan dari sudut pandang kepentingan pengkaji. Berdasarkan pengertian ini dapat dinyatakan bahwa kegiatan utama yang dilakukan dalam kajian kritis adalah pemahaman akan makna yang tertuang dalam suatu teks.

Kata kunci yang dijumpai dalam pengertian kajian kritis di atas adalah membaca, menelaah, menganalisis, ide-ide, data pendukung, memberi komentar, dan sudut pandang kepentingan pengkaji. Ada hal utama dari kata kunci ini, yaitu aktifitas kajian, obyek kajian, dan kepentingan pengkaji. Aktivitas kajian merupakan prosedur yang dilakukan dalam melakukan pengkajian, obyek kajian merupakan isi teks atau wacana, artikel, buku yang hendak dikaji, dan kepentingan pengkaji merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh subjek pengkaji. Ketiga hal ini berpilin menjadi satu membangun suatu aktivitas yang disebut dengan kajian kritis.Adapun yang harus dikaji dalam kajian kritis adalah kejelasan (clarity), mutu (quality), dan keaslian (originality). Selain itu perlu juga diperhatikan relevansi (kemanfaatan dan keyakinan) dan tampilan.

C. Tujuan Kajian Kritis (Terhadap Artikel atau Buku)

Tujuan kajian kritis adalah untuk menilai dan memberi masukan terhadap tulisan. Oleh sebab itu dibutuhkan membaca baik artikel atau buku. Dalam membaca terkadang si pembaca hanya membaca bagian tertentu saja sesuai dengan kebutuhan tulisannya. Hal ini kurang baik dilakukan karena kemungkinan pendapat si penulis masih berhubungan dengan informasi selanjutnya.

Tujuan kajian kritis lainnya adalah untuk memperoleh informasi sesuai dengan apa yang ditulis artinya, Anda dapat

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

membandingkan hasil kajian sebelumnya dengan apa yang sedang Anda kaji.

D. Prinsip Kajian Kritis

1. Kajian Ilmiah/Obyektif

Kajian ilmiah/obyektif berupa; 1) menyajikan data, fakta dan opini secara obyektif dan logis, 2) pernyataan dalam kalimat tulus, benar, sesuai aturan dan norma yang berlaku serta sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku, dan 3) tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan fakta, tidak emosional atau menonjolkan emosi.

2. Sikap Ilmiah/Prediktif

Ada beberapa sikap kritis dalam bentuk sikap ilmiah yang meliputi a) sikap ingin tahu, kritis, terbuka, dan obyektif, b) menghargai karya orang lain, c) berani mempertahankan kebenaran, dan d) mempunyai pandangan luas dan jauh ke depan.

3. Sistematis dan Holistik Sistematis menuntut kajian dilakukan secara berurutan dan terpadu sehingga satu aspek dengan aspek lainnya membentuk suatu keseluruhan yang tertata rapi.

E. Aspek Kajian Kritis

Dalam kajian kritis terdapat 5 (lima) aspek yang harus diperhatikan. Kelima aspek tersebut adalah aspek bahasa, membaca, konteks, keutuhan bacaan dan aspek pembaca.

1. Aspek bahasa ; dalam menggali suatu artikel ataupun buku perlu diperhatikan penggunaan bahasa baik dari segi pilihan kata, kalimat, hubungan antarkalimat dan paragraf.

2. Aspek pembacaan teks; dalam membaca, pembaca berusaha menemukan ide yang ada dalam bacaan. Ada dua hal penting yang mempengaruhi pembaca yaitu (1) skemata pembaca (membandingkan apa yang dibaca dengan apa yang telah dimilikinya baik melalui hasil bacaan dan pengalamannya), dan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

(2) strategi penyajian ada dua yaitu wacana yang bentuknya tertutup; bahasanya cenderung menggunakan bahasa bidang ilmu serumpun yang hanya dipahami oleh orang tertentu saja. Wacana bentuknya terbuka yaitu bahasa yang digunakan bersifat umum dan mudah dipahami.

3. Aspek konteks; yaitu penyampaian isi atau informasi si penulis kepada pembacanya sesuai dengan tema yang ditulis. Si pembaca akan mudah memahami isinya apabila yang dibacanya sesuai dengan latar belakang ilmu dan pengalaman yang dimilikinya.

4. Aspek keutuhan bacaan; aspek keutuhan bacaan yang perlu dikaji secara cermat dari sebuah bacaan meliputi: siapa penulisnya, rujukan yang digunakan, relevansi rujukan yang diacu, ketepatan cara merujuk, akurasi/ketelitian data, kedalaman analisis dan pembahasan, kejelasan dan kemudahan uraian, kelengkapan informasi, dan Kesesuaian isi artikel dengan gagasan yang akan ditulis.

5. Aspek pembaca; aspek pembaca terutama terkait dengan niat pembaca dan kesesuaian isi bacaan dengan kebutuhan pembaca.

F. Pemilihan Bahan dalam Kajian Kritis

Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:26), sumber-sumber bacaan yang dapat dirujuk sebagai dasar untuk perbaikan pembelajaran, menulis proposal dan laporan penelitian, atau menulis makalah atau artikel ilmiah antara lain sebagai berikut.

1. Makalah ilmiah yang disampaikan dalam forum resmi seperti seminar, lokakarya, atau diskusi panel.

2. Artikel populer atau artikel ilmiah dalam surat kabar harian maupun majalah.

3. Artikel dalam jurnal ilmiah, khususnya terkait jurnal dunia pendidkan matematika.

4. Artikel dalam jurnal ilmiah online di internet.5. Artikel ilmiah dari situs-situs resmi organisasi.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

6. Artikel ilmiah yang disajikan secara perorangan dalam weblog atau situs pertemuan.

7. Buku-buku terpublikasi (khususnya yang ber-ISSN) terutama mengenai atau yang terkait dengan pendidikan bahasa, IPA,IPS.

Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan bahan kajian/rujukan adalah:

1. memiliki tingkat keilmiahan tinggi meliputi artikel dalam jurnal ilmiah, laporan penelitian, dan buku bacaan;

2. artikel yang terbaru (up to date), minimal 5 tahun terakhir. Untuk buku bacaan yang sesuai masih dimungkinkan yang terbit 10 tahun terakhir; dan

3. kesesuaian bahan bacaan yang akan dikaji dan dirujuk dengan kepentingan gagasan yang akan diteliti atau ditulis oleh penelaah.

G. Mengapa Pendidik (Guru) Perlu Melakukan Kajian Kritis?

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa pendidik/guru perlu melakukan kajian kritis adalah untuk:

1. meningkatkan kompetensi pendidik/guru dalam berpikir kritis dan membaca kritis sebab untuk melakukan kajian kritis diperlukan keterampilan berpikir kritis dan membaca kritis;

2. mendapatkan keuntungan yang banyak dari bahan kepustakaan dan tidak terjebak pada opini atau pendapat yang keliru dari suatu tulisan. Selain itu, dengan kajian kritis diharapkan terhindar dari persepsi dan konsepsi yang salah terhadap suatu tema tertentu;

3. melatih keterampilan dasar penelitian (research) dalam menelaah, menganalisis, dan memilih bahan kepustakaan.

H. Struktur Tulisan Laporan Hasil Kajian Kritis terhadap Artikel atau Buku

Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:24), dalam menulis kajian kritis tidak ada contoh baku yang dapat dianut, baik kajian

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

kritis tentang artikel ataupun buku. Cara yang mudah adalah mengikuti struktur artikel atau buku yang dikaji disertai dengan analisis dan penilaian. Jika tulisan kajian kritis yang akan dibuat ditujukan untuk diterbitkan pada suatu jurnal tertentu, maka sebaiknya kita mengikuti aturan struktur tulisan yang ditetapkan oleh jurnal tersebut.Lebih lanjut menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:25-26) ada lima bagian yang harus dipenuhi dalam menulis kajian kritis.1. Pendahuluan

Isi pendahuluan menerangkan apa judul, siapa pengarang, penjelasan umum mengenai topik artikel/buku, tujuan penulisan artikel/buku, ringkasan mengenai apa yang disimpulkan dari artikel/buku, argumentasi serta alasannya, serta diakhiri dengan pernyataan umum mengenai penilaian terhadap artikel/buku.Umumnya bagian pendahuluan menghabiskan maksimal satu halaman untuk kajian terhadap artikel dan maksimal tiga halaman untuk kajian terhadap buku.

2. RangkumanMemaparkan ringkasan dari hal-hal pokok artikel/buku beserta contoh-contohnya. Selain itu dapat juga memuat penjelasan mengenai maksud penulis artikel/buku dan bagaimana artikel/buku disusun/diorganisasi. Panjang bagian rangkuman artikel/buku sekitar sepertiga dari tulisan kajian kritis.

3. KritikPemaparan kritik harus seimbang antara diskusi dengan penilaian terhadap kelebihan, kelemahan, dan hal-hal penting dari artikel/buku. Dasar pertimbangan pada kriteria yang khusus, dan sertakan sumber-sumber lain untuk mendukung penilaian Anda. Berikut ini beberapa saran dalam menyusun kritik.a. Mulai dari simpulan terpenting baru pada simpulan yang

kurang penting.b. Bila penilaian Anda lebih bersifat positif, mulailah dari

penilaian yang negatif kemudian baru dikemukakan yang bersifat positif. Sebaliknya bila penilaian Anda bersifat

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

negatif, mulailah dari penilaian positif baru dilanjutkan dengan penilaian negatif.

c. Anda dapat juga menulis rekomendasi agar artikel/buku tersebut dapat dikembangkan terkait dengan gagasan dan pendekatan penelitian/kajian; kerangka teori yang digunakan untuk mengkaji juga dapat dimuat pada bagian ini.

4. SimpulanBagian ini hanya terdiri dari beberapa paragraf saja. Paparkan kembali secara umum keseluruhan penilaian terhadap artikel/buku dan nyatakan secara umum rekomendasi yang diusulkan. Jika perlu, beberapa penjelasan tentang penilaian kita dapat ditulis sehingga tampak bahwa kritik kita cukup adil dan beralasan.

5. ReferensiJika Anda menggunakan sumber kepustakaan lain dalam kajian tersebut, maka harus dinyatakan sebagai daftar pustaka pada bagian ini secara jelas.

I. Bahan RefleksiSetelah Anda mempelajari uraian materi kajian kritis, selanjutnya cermati, renungkan dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!

1. Sebutkan dan jelaskan berapa kata kunci yang mewakili konsep kajian kritis?

2. Pilihlah majalah dan carilah judul yang terkait dengan “resensi buku”. Cermatilah isi resensi buku tersebut. Apakah resensi buku tersebut termasuk kajian kritis?

3. Carilah beberapa artikel yang merupakan hasil kajian kritis, yaitu tulisan yang memiliki bagian judul; kajian kritis, telaah kritis, atau tinjauan kritis. Cermati struktur organisasi penulisan yang dipergunakan, lalu temukan perbedaan dan kesamaannya!

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

4. Sebut dan jelaskan struktur tulisan kajian kritis terhadap artikel atau buku.

5. Apakah perbedaan antara tulisan hasil kajian kritis dengan artikel pada umumnya? Jelaskan masing-masing dengan singkat!

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Lampiran 3: Bahan Bacaan 3

CARA MELAKUKAN KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU ARTIKEL ATAU BUKU

Dalam kajian kritis, selain diperlukan pemahaman mengenai kajian kritis, diperlukan juga cara atau tahap-tahap bagaimana menulis suatu kajian kritis. Uraian dalam bacaan berikut ini disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 27-30, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta tahun 2009.

A.Meringkas dan Menyatakan Kembali Isi Artikel/BukuMeringkas berarti menciutkan isi artikel/buku dengan cara menentukan hal-hal penting atau inti utama dari isi. Tulisan yang berisi ringkasan sebaiknya sekitar seperempat atau sepertiga dari tulisan kajian kritis. Berikut ini salah satu cara untuk mendapatkan ringkasan yang baik.1. Lihat bagian judul, pendahuluan, dan simpulan (baca abstrak jika

ada) pada artikel/buku untuk mendapatkan gambaran umum mengenai hal /inti yang penting atau tema utama artikel/buku.

2. Baca artikel/buku tanpa membuat cacatan sendiri, secara sepintas untuk mendapatkan gambaran umum dari tujuan dan ide dasar artikel/buku.

3. Baca kembali artikel/buku dengan hati-hati, garisbawahi kalimat yang terkait dengan tema dan inti dari informasi (buat cacatan).

4. Contoh dan bukti dalam artikel/buku tidak perlu dalam tahap meringkas, tetapi mungkin diperlukan pada saat menuliskan kritik untuk memperkuat penilaian kita.

5. Terakhir, berdasarkan catatan sendiri atau kalimat-kalimat pokok pada artikel/buku yang kita garisbawahi, buat ringkasan dengan cara menyatakan kembali apa yang telah dikaji dengan menggunakan bahasan pengkaji sendiri (parafrase).

Berikut ini beberapa saran dalam melakukan parafrase:PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

1. Kaji ringkasan Anda terhadap artikel/buku.2. Tulis kembali dengan kata-kata Anda dengan menggunakan

kalimat yang lengkap.3. Gunakan bahasa reportase atau informasi tentang apa yang

ditulis oleh penulis artikel/buku, misalnya; “Penulis buku ini beranggapan bahwa ...”, atau “Armando menyimpulkan....”

4. Jangan lupa, apabila menggunakan kalimat khusus dari artikel/buku, berikan tanda petik. Usahakan sesedikit mungkin mengutip redaksi secara langsung dari artikel/buku.

B. Melakukan Kritik (perangkuman dan penilaian mendalam)Tahapan inilah yang menjadi bagian utama dari kajian kritis. Pada tahap ini yang perlu diidentifikasi adalah:1. asumsi-asumsi yang sesungguhnya perlu tetapi belum

digunakan oleh penulis;2. argumentasi penulis yang tidak logis atau bias (tidak jelas);3. kegunaan atau maksud tambahan dari artikel/buku yang belum

jelas atau tidak dinyatakan oleh penulis;4. penilaian baik kelebihan dan kelemahan dari artikel/buku

berdasarkan kriteria yang khusus/jelas.

C. Pedoman Melakukan Kajian KritisBerikut ini ada beberapa langkah lebih rinci yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan kajian kritis.

1. Signifikansi (keberartian) dan kontribusi (sumbangan) terhadap topik kajian.a. Apa yang menjadi tujuan penulisan artikel/buku?b. Apa yang menjadi nilai tambah artikel/buku ini? (Baik

terhadap teori, data, maupun kepentingan praktis).c. Apa hubungan tulisan ini dengan literatur lain pada bidang

kajian yang sama?d. Hal apa yang terlupakan atau tidak dinyatakan oleh penulis?e. Apakah tema yang dibahas oleh penulis merupakan suatu

masalah penting?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

f. Pendekatan apa yang dipergunakan oleh penulis? Bila hasil penelitian, pendekatan penelitian apa? Seberapa obyektif pendekatan yang dipergunakan?

g. Apakah hasil atau kesimpulan yang disuguhkan valid (tepat) dan reliabel (dapat dipercaya)?

h. Kerangka analisis yang bagaimana yang dipergunakan untuk mendiskusikan hasil atau data oleh penulis?

2. Alasan dan penggunaan bukti/dataa. Apakah masalah, pernyataan, dan hipotesis (jika ada) telah

dinyatakan secara jelas?b. Apakah ada klaim (dugaan) yang dibuat penulis?c. Apakah alasan yang dikemukakan penulis konsisten dengan

hasil atau data?d. Data jenis apa yang sesungguhnya menjadi dasar penulisan

oleh penulis? Apakah data faktual atau teoretis? Aktual atau kadaluarsa?

e. Apakah bukti yang disuguhkan sudah valid dan reliabel?f. Simpulan apa yang dirumuskan? Apakah sudah jelas?g. Apakah simpulan yang dikemukakan memiliki alasan yang

kuat?

3. Gaya penulisan dan struktur tulisana. Apakah gaya penulisan cocok dengan pembaca yang dituju?b. Apakah topik telah diorganisasi dengan baik dalam struktur

tulisan?

Dari uraian di atas, Anda tidak perlu menghapal tahap demi tahap, tetapi yang perlu adalah Anda memahami bagian utama dari petunjuk atau rambu-rambu di atas. Dalam mengajukan pertanyaan akan berlangsung dengan alami.

D. Bahan Refleksi

1. Menurut Anda, hal apakah yang paling penting menggambarkan suatu hasil kajian yang kritis?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

2. Menurut Anda, manakah hal yang penting ketika mengkritisi buku/artikel apakah memaparkan kelebihan atau kelemahannya?

3. Ketika mengkaji artikel/buku, hal apakah yang paling penting untuk dikritisi?

4. Apabila pakar atau ahli mengatakan suatu buku itu baik, menurut pendapat Anda apakah buku tersebut tidak tidak perlu dikritisi lagi? Jelaskan dengan singkat!

Lampiran 4: Bahan Bacaan 4

KAJIAN KRITIS TERHADAP LAPORAN HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Uraian dalam bacaan berikut ini disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 49-57, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta.

A. Konsep Dasar PTK dan Laporan Hasil PTK

1. Apa komponen dari laporan hasil PTK?2. Bagaimana mengkaji secara kritis terhadap laporan PTK?

Kemampuan dalam melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas atau PTK merupakan salah satu komponen dalam peningkatan profesional secara berkelanjutan atau Continuous Professional Development (CPD). Agar dapat melakukan penelitian jenis PTK, para guru seharusnya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai PTK dan memiliki pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian jenis PTK.

Salah satu usaha dalam rangka mengasah dan meningkatkan pemahaman mengenai PTK adalah mendiskusikan secara intensif laporan penelitian tindakan kelas yang telah ada atau yang dibuat oleh teman sejawat. Kegiatan ini secara sistematis dapat terwadahi dalam aktivitas melakukan secara kritis terhadap laopran PTK. Selain itu, bagi

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

pengkritisi kegiatan kritis terhadap laporan PTK akan menjadi bahan masukan yang berarti untuk perbaikan bahan pijakan melakukan penelitian PTK. Untuk itu berikut ini akan dijabarkan konsep-konsep tentang PTK.

1. Konsep dasar PTK dan laporan hasil PTKa. Bagaimana asal mula penelitian tindakan kelas?

Konsep penelitian tindakan kelas bermula dari ide Kurt Lewin tahun 1946. Lewin menggunakan pendekatan penelitian tindakan setelah usianya perang dunia kedua dalam usaha menyelesaikan berbagai masalah sosial. Ide tersebut kemudian disempurnakan dan dikembangkan untuk tindakan kelas oleh para ahli sesudahnya, antara lain oleh Stephen Corey tahun 1953 dan John Elliot tahun 1976.

b. Apa yag Anda ketahui tentang penelitian kelas?PTK merupakan salah satu jenis penelitian tindakan atau action research (AR) adalah bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan. Dari uraian tersebut jelas bahwa karena pelaksanaan di kelas mana disebut penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Dalam PTK ada beberapa kata kunci yang harus diperhatikan adalah: “Penelitian”, “Tindakan”, dan “Kelas”. Konsep dari penelitian ini mengandung makna bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan sistematis, logis/rasional, dan berdasarkan suatu metodologi atau cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Ciri khas dari PTK adalah suatu rangkaian kegiatan yang berulang (siklus) yang meliputi: perencanaan, aksi, pemantauan dan pengumpulan data, serta refleksi atau evaluasi. Selain itu, konsep tindakan juga mengandung pengertian bahwa proses penelitian dilakukan pada pengaturan yang alami dalam

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

pengertian siswa, guru, kurikulum, dan tujuan pembelajaran berjalan seperti apa adanya. Usaha tindakan yang dilakukan semata-mata untuk memecahkan masalah nyata terkait proses dan hasil pembelajaran. Konsep “kelas” bukan dimaksud sebagai proses kegiatan tetapi lebih pada sekelompok siswa dalam waktu yang sama menerima pelajaran dari guru yang sama. Oleh karena itu, masalah PTK sangat beragam antara lain dapat berhubungan dengan kualitas pembelajaran, prestasi siswa, kinerja guru, efektifitas media pembelajaran, metode pembelajaran, materi pembelajaran, dan banyak lagi masalah lainnya yang dapat diteliti terkait dengan hasil proses pembelajaran itu sendiri. Kajian dalam proses pembelajaran merupakan ciri atau hal penting dan ini pula yang melahirkan pentinya kegiatan “Refleksi” sebab yang melakukan aksi adalah peneliti sendiri. Akan tetapi, guru juga dapat berkolaborasi dengan dengan sejawatnya, yang penting adalah guru mata pelajaran serumpun (Suhardjono, 2009).

c. Apakah Tujuan PTK?Tujuan PTK adalah memecahkan masalah yang terjadi di kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah (rasional) mengapa masalah tersebut dapat dipecahkan dengan aksi atau tindakan yang dipilih. Dengan demikian PTK diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Manfaat PTK bagi guru adalah untuk meningkatkan kegiatan nyata dalam pengembangan profesi.

d. Bagaimana kerangka umum laporan PTK?Secara umum laporan PTK mengikuti kerangka sebagai berikut.

1. Halaman judul2. Halaman pengesahan atau pernyataan dari kepala sekolah

yang menegaskan keaslian tulisan dari si penulis3. Abstrak atau ringkasan4. Kata pengantar5. Daftar isi, dan6. Daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran (bila ada)

Bagian isi, umumnya terdiri atas beberapa bab sebagai berikut.PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Bab I Pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, dan cara pemecahan masalah (melalui rencana tindakan yang dilakukan), tujuan manfaat hasil penelitian (terutama: potensi untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas isi, proses, masukan, atau hasil pembelajaran).

Bab II Kajian teoretik atau tinjauan pustaka yang menumbuhkan gagasan mendasari ulasan rancangan penelitian tindakan (khususnya kajian teori yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan), petunjuk proses tindakan, serta landasan berpijak dan operasional dalam melaksanakan tindakan. Pada intinya kajian teoretik diperlukan untuk membangun suatu kerangka berpikir bahwa tindakan yang dipilih memungkinkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pada akhir bab, dikemukakan hipotesis tindakan apabila diperlukan.

Bab III Metodologi penelitian yang menjelaskan fakta dan kerangka kerja mengenai, apa, siapa, di mana, dan bagaimana tindakan dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan tentang pengaturan (tempat, waktu, dan kondisi) penelitian, tentang prosedur penelitian (terutama: prosedur perencanaan tindakan, prosedur pelaksanaan tindakan, prosedur pelaksanaan observasi dan pengumpulan data beserta instrumen yang digunakan, dan prosedur pelaksanaan refleksi. Yang harus dikemukakan secara jelas dalam bagian ini adalah langkah-langkah tindakan secara rinci.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan yang menyajikan gambaran riil dan rinci mengenai pelaksanaan tindakan, dimulai dari pengaturan siswa, penjelasan jalannya pembelajaran siklus demi siklus disertai data yang lengkap dan cacatan atau rekaman. Yang adalah diulas sebagai bagian dari refleksi dan perubahan tindakan siklus berikutnya. Akhir dari bab ini pembahasan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

memuat tentang pendapat peneliti berhasil dan tidaknya proses tindakan yang telah dilakukan untuk keseluruhan siklus.

Bab V Simpulan dan saran yang memuat simpulan dari pembahasan di Bab IV terkait dengan tujuan PTK serta saran-saran yang terkait berhasil tidaknya tindakan tersebut serta tindak lanjut atau kemungkinan untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Bagian penunjangBagian ini terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang diperlukan untuk menunjang isi laporan. Daftar pustaka ditulis menurut sistem penulisan yang dianut atau yang berlaku. Lampiran yang harus ada adalah semua instrumen yang digunakan dalam penelitian. Contoh hasil kerja dalam pengisian/pengerjaan instrumen baik oleh guru guru maupun siswa, dokumen pelaksanaan penelitian yang lain seperti foto-foto kegiatan, daftar hadir, dan lain-lain.

B. Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTKBerdasarkan konsep dasar yang telah dibahas pada kegiatan belajar sebelumnya, maka dapat disusun kerangka kajian kritis terhadap laporan PTK. Berikut ini hal-hal yang perlu dicermati terkait kerangka tersebut.

Apakah laporan PTK memuat sifat-sifat khas PTK berikut ini? 1. Memecahkan masalah nyata yang terjadi dalam pembelajaran.2. Berkenaan dengan perbaikan mutu praktik pembelajaran.3. Berfokus pada proses pembelajaran.4. Ada tindakan nyata yang jelas yang dilakukan dengan sengaja.5. Berdasarkan jawaban ilmiah (rasional dan terpercaya) dalam

memilih tindakan.6. Tindakan yang diberikan bersifat kreatif dan inovatif.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

7. Tindakan yang diberikan berbeda dari yang biasa dilakukan dalam praktik pembelajaran sebelumnya.

8. Tindakan yang dilakukan tidak mengubah pengaturan kelas (siswa, guru, kurikulum, tempat).

9. Dilakukan minimal dua siklus kegiatan.

Apakah laporan hasil PTK telah sesuai dengan kriteria laporan hasil PTK yang menggambarkan situasi proses tindakan serta paparan analisis yang logis dan terjalin runtut?

1. Bab Ia. Apakah latar belakang telah memuat situasi nyata di

kelas yang menjadi sumber permasalahan? b. Apakah latar belakang telah memuat alternatif solusi

melalui suatu tindakan? c. Apakah argumentasi logis pemilihan tindakan yang

diusulkan tersebut telah dikemukakan? d. Apakah perumusan masalah telah dinyatakan dengan

jelas dan menggunakan kalimat tanya? e. Apakah cara pemecahan masalah telah diungkapkan

dalam bentuk suatu tindakan? f. Apakah tujuan penelitian telah dinyatakan sesuai dengan

perumusan masalah? g. Apakah manfaat penelitian telah dinyatakan secara

eksplisit bagi subjek kelas, yaitu guru dan siswa?

2. Bab IIa. Apakah teori tentang variabel-variabel penelitian telah

dikaji dan dikemukakan dengan cukup jelas? b. Apakah teori dari kepustakaan tentang uraian proses dari

tindakan yang dipilih telah dikemukakan dengan cukup jelas? c. Apakah hasil-hasil penelitian yang relevan yang

mendukung pemilihan tindakan telah dikemukakan? d. Apakah terdapat uraian tentang kerangka teori yang

membangun justifikasi (pembenaran) pemilihan tindakan?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

e. Apakah pada bagian akhir telah dikemukakan pernyataan yang merupakan hipotesis tindakan?

3. Bab IIIa. Apakah prosedur penelitian telah dinyatakan secara jelas? b. Apakah penataan penelitian dinyatakan secara jelas?

(kondisi dan karakteristik tempat, subyek - guru dan siswa, dan waktu penelitian)

c. Apakah variabel-variabel penelitian telah dijelaskan secara rinci?

d. Apakah rencana tindakan telah dirumuskan dengan jelas dan operasional?

e. Apakah siklus penelitian telah dirinci teknis pelaksanaannya?

f. Apakah teknik dan instrumen pengumpulan data cukup beragam dan dinyatakan dengan jelas?

g. Apakah instrumen pengumpulan data telah dijamin validitas dan reliabilitasnya, termasuk aspek kemudahan dan ekonomisnya?

h. Apakah perangkat pembelajaran yang diperlukan (RPP, skenario, media, tes, dan lain-lain) telah diidentifikasi dengan jelas?

i. Apakah teknik analisis data yang digunakan sudah sesuai dan memadai?

j. Apakah interpretasi (penafsiran) data yang diperoleh telah dijelaskan?

k. Apakah indikator kinerja tindakan (kriteria keberhasilan di mana siklus dapat dihentikan) telah dirumuskan secara proposional dan logis?

4. Bab IVa. Apakah deskripsi (uraian) kejadian tiap siklus dinyakan

dengan jelas dan rinci? b. Apakah perencanaan siklus berikutnya merupakan hasil

refleksi siklus sebelumnya?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

c. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan?

d. Apakah observasi dan pengumpulan data telah sesuai dengan yang diharapkan?

e. Apakah data hasil observasi dan pengumpulan data telah memadai?

f. Apakah refleksi telah dilakukan dengan baik? g. Apakah waktu pelaksanaan tindakan dikelola secara

maksimal? h. Apakah kelemahan dan kelebihan tindakan (proses)

dibahas secara jelas (melebihi penjelasan hasil tindakan (produk))?

i. Apakah prestasi dan kondisi siswa telah dipaparkan dengan jelas dan logis?

j. Apakah terdapat interpretasi atau penafsiran tentang layak tidaknya tindakan serupa diterapkan oleh pihak lain? Jika ada, apa kondisi atau syarat yang perlu dipertimbangkan?

5. Bab Va. Apakah simpulan benar-benar terkait dengan

permasalahan penelitian? b. Apakah saran telah dinyatakan sesuai dengan temuan

penelitian?

Apakah laporan PTK sudah memenuhi kriteria: APIK (Asli, Perlu, Ilmiah, Konsisten), penggunaan bahasa yang jelas dan benar, informasi tambahan yang lengkap, dan azas kepatutan dalam penelitian (ijin, keaslian, dan lain-lain)? 1. Apakah uraian dari bab yang satu menuju bab berikutnya

memiliki kaitan yang berkelanjutan? 2. Apakah ada penjelasan tentang tim peneliti (apakah guru

sebagai peneliti tunggal, ataukah terdapat peneliti selain guru baik sebagai kolaboran maupun asisten)?

3. Apakah terdapat penjelasan mengenai jadwal kegiatan penelitian?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

4. Apakah daftar pustaka telah cukup memadai dan lengkap dengan keterangan setiap pustaka/buku?

5. Apakah terdapat surat ijin terkait penelitian ini? 6. Apakah terdapat lampiran yang memperlihatkan rekaman data

hasil observasi dan pengumpulan data? 7. Apakah laporan menggunakan bahasan yang jelas, baik dan

benar menurut kaidah yang resmi?

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Lampiran 5:

CONTOH HASIL KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU TULISAN/ARTIKEL

A. Tulisan yang Dikaji

Belajar Bahasa Indonesia dengan Diskusi Oleh: A.M. Slamet Soewandi

Universitas Sanata Dharma

1. Pendahuluan

Pembelajaran (learning) bahasa harus dibedakan dengan pemerolehan (acquiring) bahasa. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, maka pembelajaran bahasa diperoleh dengan sengaja. Jika pemerolehan bahasa terjadi karena kehendak kuat untuk menjadi bagian (bersosialisasi dengan) atau kehendak kuat untuk dianggap sebagai warga pemilik bahasa itu, maka pembelajaran bahasa terjadi karena "keinginan" untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak direncanakan, dirancang, disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi karena pihak lain merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, dan tujuan demi tujuan. Rancangan dari pihak lain dapat saja wujud konkretnya menjadi suatu modul atau program pembelajaran, yang tanpa bantuan orang lain--tanpa guru-- dapat dikuasainya. Jika pemerolehan bahasa terjadi melalui intake (bahan bahasa yang meaningful/contextual/functional), maka pembelajaran bahasa dapat saja terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.

Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara memperoleh (acquiring) bahasa seperti disebutkan di atas diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Oleh karena itu, muncul cara pembelajaran kontekstual, di mana materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiaolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

sosiolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.

Mempelajari bahasa berdasarkan ciri-ciri seperti yang terjadi pada pemerolehan bahasa itulah yang secara khusus disebut mempelajari bahasa dengan pendekatan komunikatif. Tujuan pokok dari belajar bahasa dengan pendekatan itu adalah dicapainya kemampuan berkomunikasi pada diri pembelajar. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa menjadi pandom (penuntun) pemilihan variasi-variasi bahasa, yang meliputi variasi ucapan, pilihan kosa kata, pilihan bentuk kata, pilihah frasa, klausa, jenis kalimat, urutan unsur-unsur kalimat, bahkan pilihan jenis wacana tertentu. Karena fungsi bahasa harus menuntun pilihan variasi bahasa, maka mau tidak mau konteks ( wacana) menjadi pandon penting.

2. Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing

Mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (termasuk mempelajari bahasa lain sebagai bahasa asing) memiliki tujuan, yaitu tercapainya keterampilan berbahasa pada diri pembelajar (learner). Ia menjadi dapat berbahasa, dapat berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Namun demikian, perlu dibedakan adanya dua jenis tujuan, yaitu umum dan khusus. Jika seseorang mempelajari bahasa asing semata-mata untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan umum. Tercapainya tujuan umum seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut BICS (basic interpersonal communication skills). Oleh karena itu, tekanan penguasaan adalah bahasa sehari-hari sehingga dapat dipergunakan untuk kepentingan praktis, misalnya bagaimana pembelajar menyapa, menawar, menolak, mempersilakan, mengucapkan terima kasih, menyatakan penyesalan, mengajak, meminta izin, memintakan izin, menyela, menyudahi percakapan, berpamitan, memperkenalkan diri, memperkenalkan temannya, mengeluh, memuji, memberi dan membalas salam, berobat, menelepon, pergi ke bank, dan sebagainya.

Sebaliknya, jika seseorang ingin mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diungkapkan dalam bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan khusus. Misalnya, ia ingin mempelajari kepercayaan yang dianut suatu suku bangsa, atau mempelajari kebudayaan suatu suku bangsa. Tercapainya tujuan seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut CALP (cognitive/academic language proficiency).

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Tentu saja, bahan yang diajarkan untuk dua jenis tujuan itu berbeda meskipun pendekatan yang dipergunakan sama; bahkan ciri-ciri kebahasaan bahasa Indonesia yang diajarkan juga berbeda. Soewandi (1993) menyingkat ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya BICS menjadi lima kecenderungan: (1) dipergunakannya bentuk- bentuk kata yang tidak formal, (2) dipergunakannya kosa kata tidak baku, (3) dihilangkannya imbuhan-imbuhan kata (afiks) dan kata-kata tugas yang tidak menimbulkan salah tafsir, (4) penulisan yang tidak baku, dan (5) dipakainya susunan kalimat yang sederhana dan lebih cenderung tidak lengkap. Sebaliknya, ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya CALP ada lima kecenderungan, yaitu ditekankannya penggunaan: (1) bentuk-bentuk kata yang baku, (2) kosa kata teknis dan baku, (3) imbuhan dan kata-kata tugas secara lengkap, (4) kaidah-kaidah penulisan, dan (5) susunan kalimat yang baku, lengkap unsurnya, dan pada umumnya lebih kompleks.

Pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat memilih salah satu dari kedua tujuan itu meskipun dapat saja keduanya. Hanya saja, untuk dapat menguasai CALP, dituntut dimilikinya BICS lebih dahulu. Mengapa? Karena mereka yang mempelajari bahasa dengan tujuan CALP pada umunya mereka yang ingin mendalami salah satu aspek dari kegiatan manusia Indonesia, entah mendalami kebudayaannya, kehidupan sosialnya, atau politiknya, atau manusianya sebagai paguyuban tertentu (antropologis). Untuk dapat mencapai tujuan itu, secara metodologis ia harus menjadi bagian dari kehidupan yang ingin dikenali. Oleh karena itu, mau tidak mau, penguasaan BICS menjadi penolong yang penting dalam penemuan data yang diinginkan. Karena pada umumnya pembelajaran bahasa dibedakan menjadi tiga tingkat--permulaan, tengahan dan lanjutan--kiranya pembelajaran dengan diskusi hanya cocok diterapkan pada pembelajaran bahasa dengan tujuan tercapainya CALP; berarti hanya cocok bagi mereka yang sudah ada di tingkat lanjutan.

Judul makalah itu mengacu, tentu saja, pada tercapainya tujuan belajar bahasa pada tingkat CALP. Mengapa? Karena belajar dengan diskusi mengandaikan "penguasaan bahasa" sudah terpenuhi. Pada tingkat CALP ini, pada umumnya kursus-kursus bahasa Indonesia bagi orang asing menuntut tercapainya profil kompetensi : (1) mampu berbicara tentang topik-topik tertentu sesuai dengan bidang minatnya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (2) mampu mendengarkan pembicaraan dalam seminar, mendengarkan berita-berita dari radio dan televisi; (3) mampu membaca teks-teks asli (di majalah, atau surat kabar, terutama untuk memahami ide-ide yang ada di dalamnya), dan (4) mampu mengungkapkan gagasannya secara tertulis dalam bentuk karangan ilmiah. Jika pembelajaran pada tingkat

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

BICS pembelajar masih lebih berkutat pada penguasaan bahasa sebagai bekalnya, maka tekanan pembelajaran pada tingkat CALP lebih-lebih pada bagaimana dengan bekal bahasanya itu ia dapat memahami dan mengungkapkan idenya kepada mitra diskusi. Ini tidak berarti bahwa bekal bahasanya sudah dikuasainya secara sempurna. Si belajar masih tetap mempelajari bahasanya, tetapi boleh dikatakan sudah pada tingkat "menyempurnakan/memperbaiki".

3. Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing

Istilah diskusi di sini berupa suatu konstruk yang oleh penulis diisi pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah diskusi dalam kaitannya dengan debat, dan diskusi dalam kaitannya dengan bentuk pembelajaran pada umumnya. Pengertian umum diskusi adalah membicarakan suatu masalah oleh para peserta diskusi dengan tujuan untuk menemukan pemecahan yang paling baik berdasarkan berbagai masukan. Sebaliknya, debat adalah pembicaraan tentang suatu masalah dengan tujuan untuk memenangkan atau mempertahankan pendapat yang dimiliki oleh peserta debat. Sangat mungkin, pendapat yang dimenangkan bukan yang terbaik.

Diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran umum adalah suatu cara pembelajaran di mana peserta didik (murid, mahasiswa) mendiskusikan (membicarakan, mencari jawaban bersama) dengan cara saling memberikan pendapatnya, kemudian disaring untuk ditemukan kesimpulan. Tentu saja persyaratan terjadinya pembelajaran dengan diskusi adalah bahwa bahasa benar-benar sudah sangat dikuasai oleh peserta didik. Guru tidak lagi memberikan perhatian pada bahasa, melainkan pada isi atau materi diskusi.

Diskusi di dalam makalah ini diberi pengertian sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah (topik). Seseorang mempersiapkan pendapatnya secara tertulis dalam bentuk karangan pendek, kemudian disajikan di kelas. Yang lain memberikan tanggapan secara lesan. Kebenaran pendapat yang disampaikan, baik oleh penyaji makalah maupun teman-temannya, memang perlu diperhatikan, tetapi yang lebih ditekankan adalah bahasa yang dipergunakan benar atau tidak. Di samping itu, kesimpulan pendapat tidak perlu dituntut. Oleh karena itu, tugas guru (instruktur) lebih pada merekam (mencatat) kesalahan-kesalahan bahasa apa saja yang dibuat oleh peserta diskusi.

Konteks diskusi di dalam makalah ini mirip dengan apa yang terjadi pada pelaksanaan perkuliahan seminar bahasa dan sastra, atau perkuliahan seminar pengajaran bahasa dan sastra di program studi

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

atau jurusan bahasa dan sastra. Dalam pelaksanaan perkuliahan jenis ini, di samping diperhatikan tercapainya kompetensi sebagai pemakalah dalam menulis makalah, menyajikan makalah, menjawab pertanyaan; dan tercapainya kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, juga masih diperhatikan bagaimana pembahasaan (cara mengungkapkan dengan bahasa) dalam makalah, bagaimana pemakaian bahasa dalam bertanya jawab, dan menuliskan tambatan.

Pembelajaran bahasa asing dengan diskusi jarang terjadi hanya dengan satu pertemuan, tanpa didahului oleh pertemuan-pertemuan pendahuluan. Mengapa? Karena untuk dapat berdiskusi diperlukan bahan diskusi. Oleh karena itu, sebelum bentuk pembelajaran diskusi dapat diterapkan perlu ada pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk pembelajaran lain untuk tujuan membekali bahan, baik bahan diskusi maupun bahan bahasanya sebagai alat diskusi. Menurut pengalaman, dalam suatu kursus bahasa---berarti terjadi secara terencana, dari pertemuan ke pertemuan yang lain--pelaksanaan pembelajaran bahasa asing dengan diskusi menjadi efektif jika diawali dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan topik-topik yang berhubungan; baru pada awal pertemuan-pertemuan berikutnya (konkretnya pada awal minggu berikutnya) dilaksanakan pembelajaran dengan diskusi. Bahan diskusi berupa perpaduan (ramuan atau olahan) dari topik-topik yang dipelajari pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Mengapa bentuk diskusi cocok untuk pencapaian bahasa tingkat CALP? Menurut pengalaman, belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan bentuk diskusi memiliki keuntungan-keuntungan berikut. Pertama, dengan diskusi, memang materi bahasa bagi pembelajar "tidak" menjadi fokus perhatian mereka. (Materi bahasa menjadi perhatian pada waktu persiapan diskusi, yaitu pada waktu pertemuan-pertemuan pendahuluan). Yang menjadi fokusnya justru bagaimana pembelajar mengemukakan pendapatnya dengan logika, data, dan gagasannya. Bagi pembelajar tingkat lanjutan, berarti pada tingkat dicapainya CALP, kemampuan berbahasa "sudah" mereka miliki. Jadi, rasa takut salah dalam berbahasa sudah berkurang, atau bahkan dapat dihindari. Kedua, dengan diskusi, pembelajar "dipaksa" mengemukakan pendapatnya. Keterpaksaan itu justru mendorong pembelajar--tanpa "takut" salah dalam berbahasa--dengan sekuat tenaga dan sebanyak yang dimiliki untuk digunakan pada waktu menjadi pemakalah, atau pembahas, atau pemandu, atau notulis (penambat). Ketiga, semua keterampilan--mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis--dipelajari. Keempat, bagi pembelajar lanjut, yang pada umumnya adalah mereka yang duduk di perguruan tinggi, karena terjadinya transfer of learning, apa yang pernah diperolehnya--

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

dalam hal ini penguasaan tentang aturan-aturan membuat makalah, dan sebagainya--dengan mudah dapat dimanfaatkan.

4. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi

Dengan memakai pengalaman mengajar beberapa tahun yang lalu, maka pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan diskusi perlu melalui pertemuan-pertemuan pendahuluan dengan materi diskusi yang saling berkaitan, dan dengan materi bahasa yang berkelanjutan. Pada pelaksanaan diskusinya sendiri terdapat kegiatan sebagai berikut. Seseorang ditunjuk menyajikan apa yang ditulis. Sebelumnya karangan yang disusunnya dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau instrukturnya.

Karena diskusi di sini merupakan bentuk pembelajaran dan masih tetap ditekankan pada penyempurnaan penguasaan bahasa, maka tidak diperlukan pemandu khusus. Instruktur sendiri yang mengatur jalannya "diskusi", di samping tugasnya yang pokok, yaitu mencatat--syukur dapat merekam-- kesalahan yang dibuat, baik oleh pemakalah maupun oleh yang lain, terutama kesalahan pada pemilihan kosa kata, penulisan kata, pemakaian dan pemilihan bentuk kata, pengucapan kata dan kalimat, penyusunan kata menjadi kalimat, dan menjadi paragraf. Kesalahan-kesalahan bahasa yang dibicarakan lebih ditekankan pada penyimpangannya dari kebakuan bahasa seperti yang diuraikan di muka sebagai ciri diperolehnya kompetensi CALP. Unsur sosiolinguistis dan pragmatis dari penggunaan bahasa itu juga perlu diperhatikan. Jika dianggap perlu dapat ditambahkan cultural notes dan etika berdiskusi. Tentu saja, karena dalam kursus-kursus bahasa asing terkandung unsur promosi, instruktur perlu juga bercerita sebagai pelengkap (pengayaan) terhadap topik-topik itu. (sayang tidak tersimpan satu contoh makalah yang peserta waktu itu).

Poedjosoedarmo (2001) memberikan data yang menarik, yang terjadi di Amerika serikat sebagai berikut.

“ To attain an advanced level of competence, for example in the USA, where English is a native language, in most universities students are required to take a test on English, and it means a test on writing essay. This is why, books on Essay Writing and Thesaurus are important for college students. Students need to consult to a dictionary of synonyms or a thesaurus to make them able to choose the right words in their essays. In Indonesia, to well known intellectuals also spent a lot of times publishing their writings before they become famous. Good writing skill seems to be very important in developing advanced language competence”.

5. PenutupPB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Benang merah gagasan di muka dapat disampaikan sebagai berikut. Pertama, mempelajari BI sebagai bahasa asing memiliki dua tujuan: umum dan khusus. Kompetensi yang akan diperoleh oleh keduanya berbeda. Mempelajari BI dengan tujuan umum ingin memperoleh BICS, sedangkan dengan tujuan khusus ingin memperoleh CALP. Bagi mereka yang mempelajari BI dengan tujuan khusus, tentu saja, perlu memiliki kompetensi kebahasaan dalam tingkat BICS juga sebagai sarana untuk, misalnya, memperoleh data. Kedua, Kebahasaan untuk tingkat BICS cenderung bercirikan sebagai bahasa yang tidak standar, sebaliknya untuk tingkat CALP bercirikan sebagai bahasa standar. Ketiga, diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak sama pengertiannya dengan diskusi sebagai bentuk pembelajaran pada umumnya, dan tidak sama dengan pengertian dengan istilah diskusi dalam pasangannya dengan debat. Tujuan yang ingin dicapai terutama adalah tercapainya kompetensi kebahasaan, lebih-lebih pada tingkat CALP. Oleh karena itu, bentuk pembelajaran ini kiranya cocok untuk pembelajaran bahasa asing pada tingkat lanjut. Keempat, karena pembelajaran bahasa tidak terjadi hanya dengan satu pertemuan, melainkan dari pertemuan yang satu ke pertemuan yang lain dalam periode terttentu, maka bentuk pembelajaran dengan diskusi hanya mungkin dilaksanakan setelah pembelajar memperoleh bahan diskusi dan bertambah penguasaan bahasanya. Oleh karena itu, seyogyanya pembelajaran dengan diskusi perlu didahului oleh pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk lain dengan materi yang saling berkaitan.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Daftar Pustaka

Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. Language Teaching Approaches and Advanced Level of Language Competence. Makalah dalam Seminar on Language and Culture, Sanata Dharma University, August 25.

Soewandi, A.M. Slamet. 1994. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Tujuan, Pendekatan, Bahan Pengajaran dan Pengurutannya. Makalah pada Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Kristen satya Wacana, 20-23 Januari.

------------. 1993. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Program SEASSI, di

Seattle, University of Washington.

B. Contoh Laporan Hasil Kajian Kritis atas Tulisan/Artikel

Belajar Bahasa Indonesia dengan DiskusiKarya A. M. Slamet Soewandi (Universitas Sanata Darma)

Oleh Tim Kajian Kritis

I. PENDAHULUAN

Secara umum kajian kritis ini bertujuan menelusuri tulisan tertentu untuk keperluan pengembangan gagasan dalam sebuah PTK. Secara khusus kajian kritis ini bertujuan untuk pemerkayaan konsep dan model-model pengembangan gagasan yang telah dilakukan oleh penulis tertentu.

Pilihan tulisan jatuh kepada tulisan A. M. Slamet Soewandi dari Universitas Sanata Darma dengan judul Belajar Bahasa Indonesia dengan Diskusi. Tulisan ini diperoleh dari hasil download dari internet pada tanggal 31 Desember 2008 pukul 5.41. Alasan pemilihan tulisan ini adalah topik yang disajikan bersifat sederhana dan telah lumrah dikenali oleh guru, bahkan sudah biasa mereka lakukan. Tulisan Soewandi ini dapat memberi kesempatan kepada kita untuk mengaitkan antara bentuk diskusi yang selama ini dilakukan dengan isi tulisan ini.

Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan kajian kritis pada tulisan Soewandi adalah (1) bagi peserta kegiatan BERMUTU yang belum memiliki topik PTK, hasil kajian kritis ini dapat membentangkan jalan menuju identifikasi masalah, (2) bagi mereka yang sedang menulis, hasil kajian kritis ini dapat menjadi sumber

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

pengembangan gagasan dalam pengembangan kajian pustaka, dan (3) bagi mereka yang telah melaksanakan penelitian dan sedang dalam proses mengembangkan laporan, kajian kritis ini dapat menjadi bahan perbandingan temuannya.

II. KAJIAN KRITIS

1. Performansi

Tulisan Soewandi dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (1) Pendahuluan, (2) Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing, (3) Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing, (4) Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi, dan (5) penutup. Tulisan disajikan dalam sembilan halaman dengan spasi satu tipe huruf font 12 times new roman.

2. Pengembangan gagasan

Soewandi mengembangkan tulisan ini dengan sejumlah tipe pengembangan gagasan, Setidaknya ada empat model pengembangan gagasan yang digunakan Beliau. Pola pengembangan yang digunakannya adalah perbandingan, analisis, perincian, definisi, dan ilustrasi. Pola analisis di temukan pada paragraf kedua, ketiga, dan ketigabelas, dan ketujuh belas. Pola perincian ditemukan pada paragraf kelima dan kesembilan. Pola definisi ditemukan pada paragraf kesepuluh. Pola ilustrasi ditemukan pada paragraf kedelapan belas. Paragraf yang variatif yang digunakan Soewandi dalam tulisan ini membuat tulisan ini menjadi menarik.

3. Fokus Pembahasan

Bagian awal tulisan ini membedakan dua hal dalam penguasaan keterampilan berbahasa. Pertama, penguasaan melalui pemerolehan dan penguasaan melalui pembelajaran. Tulisan ini mengurai lebih lanjut mengenai pembelajaran. Dua tujuan yang berbeda yang ingin dicapai bagi mereka yang belajar bahasa melalui pembelajaran, yaitu tujuan BICS (basic interpersonal communication skills) dan tujuan CALP (Cognitif/academic language proficiency). BICS bertujuan mempelajari bahasa asing untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa, sedangkan CALP bertujuan untuk mempelajari budaya dalam masyarakat bahasa yang dipelajari. Kedua tujuan memiliki ciri masing-masing, BICS bercirikan bahasa yang tidak formal sedangkan CALP bersifat formal.

Selanjutnya, Soewandi mengurai penerapan strategi diskusi sebagai salah satu bentuk pembelajaran bahasa asing. Strategi ini diurai sebagai penjabaran lebih lanjut dari tujuan CALP.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia merupakan pembelajaran bahasa asing karena peserta didik sebelumnya telah menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertamanya. Kondisi ini menunjukkan bahwa tulisan Soewandi ini sesuai dengan kondisi di Indonesia. Pikiran yang disajikan Beliau cocok diterapkan di Indonesia.

Soewandi memberi pengertian diskusi sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah. Dalam diskusi kompetensi yang dilatihkan adalah kompetensi menulis makalah, menyajikan makalah, menulis tambatan, dan menjawab pertanyaan. Selain itu dilatihkan pula kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, Penyajian strategi diskusi disajikan dalam lebih dari satu pertemuan. Pertemuan pertama berupa persiapan yang diisi dengan penyediaan wacana dan kesepakatan pembagian tugas dalam diskusi. Dengan cara ini proses diskusi dapat berlangsung dengan lancar.

Soewandi menambahkan bahwa proses diskusi dimaksudkan untuk penekanan penyempurnaan penguasaan bahasa. Kesalahan bahasa dicatat sebaik-baiknya untuk dibenarkan nantinya, utamanya kesalahan dari sudut kebakuan bahasa sesuai dengan tujuan kompetensi CALP,

Menarik untuk dicermati lebih lanjut bahwa strategi diskusi jika dilakukan sesuai rambu-rambu yang dikemukakan oleh Soewandi akan dapat membawa peserta didik ke pembelajaran bahasa dengan tingkat praktik berbahasa yang tinggi. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia yang menekankan kepada penguasaan keterampilan berbahasa.

Tulisan Soewandi di atas lebih bersifat teoretis. Tulisan ini belum didukung oleh data yang menunjukkan bahwa strategi diskusi benar-benar dapat meningkatkan keterampilan berbahasa peserta didik. Gagasan yang dibangun dalam tulisan ini sudah terstruktur dengan baik. Beberapa paragraf yang ada dapat digunakan dalam membangun teori yang ada dalam sebuah kajian teori suatu penelitian. Hal-hal yang layak dipertimbangkan adalah pemilahan tujuan belajar bahasa, pengertian diskusi, dan tahapan diskusi,

Menindaklanjuti tulisan Soewandi ini dipandang penting untuk mencobakannya dalam sebuah penelitian. Perlu diperoleh informasi secara nyata melalui fakta lapangan sejauhmana konsep-konsep strategi diskusi ini dapat diimplementasikan dengan baik di dalam kelas. Tawaran Soewandi yang menyekat strategi diskusi ke dalam beberapa pertemuan menarik untuk dicobakan. Selama ini diskusi hanya didesain dalam satu kali pertemuan saja. Dengan menyekat ke dalam beberapa kali pertemuan dapat melahirkan kualitas berbahasa

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

secara terpadu dapat dicapai. Pelaksanaan diskusi yang diawali dengan pelatihan penulisan bahan diskusi dalam bentuk makalah, desain diskusi dalam bentuk penyiapan personalitas yang terlibat dan pengamatan praktik berbahasa dalam proses diskusi serta diakhiri dengan penyusunan laporan diskusi membawa peserta didik benar-benar memiliki kompetensi berbahasa yang holistik.

III. PENUTUP

Berdasarkan kajian terhadap tulisan Soewandi di atas dapat ditarik suatu manfaat, yakni perlunya diadakan sebuah PTK dengan topik peningkatan kemampuan berbahasa secara holistik melalui penerapan strategi diskusi.

Lampiran 6:

CONTOH HASIL KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU TULISAN/ARTIKEL

A. Artikel yang Dikaji

AWAS BAHAYA LKS BAGI SISWA SD!Oleh Muh Muslih

Ada sebuah kisah nyata, Afi seorang anak kelas II SD, tiba-tiba menangis keras-keras ketika ayahnya meminta mengerjakan PR. Sambil sesenggukan ia mengatakan bahwa Pr-nya sangat banyak hari itu. Dengan heran bercampur dongkol ayahnya menanyai anaknya, berapa PR yang harus dikerjakan? Katanya sehari itu gurunya memberinya tiga PR untuk mata pelajaran yang berbeda. Tak puas dengan jawaban itu, ayahnya mulai membuka PR anaknya. Ternyata semua PR bersumber pada tiga buku LKS (Lembar Kerja Siswa) terbitan semua perusahaan swasta yang diberikan guru pada awal semester. “Pantas saja anak itu menangis” pikir sang ayah ketika melihat PR setiap mata pelajaran yang terdiri dari minimal empat bagian (A, B, C, dan D) dengan jumlah soal tiap bagian 5 – 10 soal. Jadi kalau dijumlah soal untuk ketiga PR itu ada 60 soal. “Wah ini bukan lagi bertujuan agar anak jadi rajin belajar, namun justru menyiksa dan membebani anak”, pikir sang ayah.

PERAN PEKERJAAN RUMAH BAGI SISWA

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Sebenarnya, apa yang salah dengan PR? Menurut ahli pendidikan, PR berfungsi untuk melatih dan meninjau kemampuan siswa secara mandiri di rumah setelah mendapat proses pembelajaran di sekolah. Selan itu, PR juga memiliki tujuan agar siswa rajin belajar di rumah, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak siswa merasa tak perlu membuka pelajaran bila tak ada PR dari guru. Oleh karena itu, agar berjalan efektif, biasanya jumlah soal untuk PR hanya sedikit. Jadi, PR sesungguhnya baik apabila dilakukan dan disiapkan dengan cermat oleh guru. Dari kasus di atas kemungkinan masalahnya adalah guru tidak merencanakan PR dengan baik. Selain membebani siswa dengan jumlah PR yang terlalu banyak, ia juga asal-asalan memberikan tugas PR-nya dengan mengambil sumber dari LKS sehingga memberi kesan bahwa sang guru malas mempersiapkan tugasnya.

Menurut Piaget dalam buku The Language and the Thought of the Child pada dasarnya setiap anak merupakan pembelajar aktif. Ia mendapat pengetahuan lewat lingkungannya, baik secara fisik maupun penjelasan orang lain. Piaget membagi perkembangan cara berpikir anak menjadi empat tahap: tahap sensormotorik (dari lahir – 2 tahun), tahap operasional kongkret (concret operational stage) artinya mulai usia 7 tahun anak mampu berpikir logis seperti cara berpikir orang dewasa. Kemampuan penerapan logis seperti berpikir orang dewasa. Kemampuan penerapan logika dalam beberapa pengetahuan seperti; matematika, sains, atau membaca berkembang dalam waktu yang sama. Tetapi, Piaget mengingatkan bahwa kemampuan tersebut dibatasi oleh pengalaman mereka yang masih minim. Oleh karena itu, anak usia SD sangat memerlukan bantuan guru untuk memahami konsep-konsep yang dimiliki anak menjadi utuh.

LKS bagi Anak SDDalam kasus PR di atas, penulis memandang bahwa penggunaan LKS sebagai media pembelajaran pada usia SD sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir anak. Mengapa? Pertama, LKS hanya melatih siswa menjawab soal, ia tidak akan efektif tanpa adanya pemahaman konsep materi secara benar. Pemaparan konsep kita dapatkan dari buku teks. Untuk itu sudah sangat tepat bila pemerintah mengatur standar mutu buku teks lewat BSNP danPusat Perbukuan Kemdiknas. Hal ini berarti buku yang telah lolos dari lembaga tersebut sudah layak digunakan di sekolah. Apalagi dengan adanya program buku elektronik dari pemerintah, saat ini sangatlah mudah untuk mendapatkan buku teks bermutu. Tugas guru adalah membantu siswa memahami konsep dalam buku-buku tersebut secara menyeluruh sebagaimana

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

teori Piaget di atas. Untuk mengecek pemahaman dan kemampuan siswa, guru dapat memberi latihan atau PR berdasarkan apa yang telah dipelajari. Pemakaian LKS buatan pihak lain bisa menimbulkan ketidaksesuaian antara yang diterangkan dan yang dilatihkan. Hal ini sangat mungkin karena ibarat makanan, bahan makanan yang sama bisa jadi lain hasilnya bila dimasak oleh koki yang berbeda. Yang paling ideal, LKS yang baik adalah buatan guru itu sendiri karena dialah yang mestinya tahu persis akan kebutuhan siswanya.

Kedua, hal yang penulis khawatirkan adalah penggunaan LKS sebagai pengganti buku ajar. Dengan beberapa pertimbangan pragmatis berupa; praktis, tak repot, harga yang murah, bahkan adanya diskon yang cukup mengiurkan, dll. Ada beberapa guru yang lebih mengutamakan penggunaan LKS dalam pembelajaran di kelas ketimbang menggunakan buku teks. Nampaknya belum ada penelitian tentang dominasi LKS menggeser keberadaan buku teks atau buku ajar. Namun sangat masuk akal untuk mempertanyakan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas atas penggunaan LKS dan buku ajar karena sudah menjadi semacam “Ritual” bahwa setiap penggantian semester ada pembagian (baca:penjualan) buku LKS oleh pihak guru dan sekolah. Memang dari pengamatan penulis terhadap beberapa LKS terbitan swasta pada umumnya sudah mencakup rangkaian materi, contoh-contoh penerapan konsep, dan latihan. Akan tetapi karena LKS memang dirancang sebagai latihan, maka penggunaan LKS sebagai bahan pembelajaran di kelas sama sekali tidak benar.

Pembelajaran pada jenang SD sangat menentukan keberhasilan di jenjang berikutnya. Pembentukan konsep yang tidak mapan pada usia ini akan menjadi sandungan besar pada perkembangan masa berikutnya. Tentu kita tak ingin anak-anak kita mahir menjawab soal pilihan ganda, karena sudah dilatih lewat LKS namun gagal menjelaskan dan mengaplikasikan konsep dalam kondisi kehidupan yang nyata. Kalau itu terjadi, anak sangat bergantung pada latihan-latihan soal tanpa pernah mampu berpikir untuk berusaha membuat soal sendiri atau bersama temannya. Padahal belajar yang berhasil ditandai oleh kemampuan pembelajar untuk mau belajar mandiri tanpa arahan dan paksaan orang lain.

Alih-alih menjelaskan konsep, beberapa LKS justru hanya mencantumkan rumus-rumus dalam pelajaran matematika, misalnya. Hal ini karena yang menjadi pertimbangan penerbit adalah nilai ekonomisnya alias keuntungan semata, semakin tebal LKS, semakin mahal dan kurang prospektif pemasarannya. Oleh karena itu, buku LKS cenderung tipis dan miskin ilustrasi tetapi pada

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

pasa sampul depannya terpampang tulisan besar-besar, SESUAI DENGAN KTSP. Biasanya LKS buatan penerbit hanya dipakai para guru sebagai bahan latihan di rumah alias PR, dengan catatan mereka yang memakainya biasanya berdalih demi kepraktisan karena tidak cukup waktu untuk menyiapkan tugas bikinan sendiri, dan kalau bisa kata para guru itu, para penjual buku LKS, tolong sekalian disertakan Promes (program semester) dan RPP (Rencana Program Pembelajaran). Ah! ada-ada saja!

LKS SD Bisa Mematikan Potensi AnakPenulis tidak apriori akan keberadaan buku LKS, terutama bila memang memenuhi kualitas standar. Namun penggunaan yang tidak tepat terhadap LKS akan mematikan kemampuan anak sebagai pembelajar aktif dan menjadikan LKS sebagai beban yang menyiksa anak, maka sekali lagi penulis menegaskan bahwa pada usia SD lebih membutuhkan pemahaman konsep secara utuh, dan untuk mengecek kemampuan siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk pemahaman siswanya. Buatlah LKS sendiri yang lebih membumi dan sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. Tentu untuk jumlah soal guru yang paling mampu memperkirakan ketuntasan belajar dari masing-masing bab. Tidak harus banyak yang penting tuntas pemahaman materinya. Semoga dengan pencanangan sertifikasi guru akan menambah semangat guru untuk menunjukkan profesionalisme mereka. Selamat mencoba!(Dikutip dari: http//bumisegoro.wordpress.com/2009/04/29/awas-bahaya-lks-bagisiswa-sd, diaksestanggal 8 April 2010)

B. Contoh Laporan Hasil Kajian Kritis

Kajian Kritis:APA SALAHNYA LKS UNTUK SD?

(Suatu Kajian Kritis Terhadap Artikel Berjudul: Awas Bahaya LKS bagi Siswa SD!, Tulisan: Muh. Muslih)

Oleh: Sumardyono, M.Pd.

Pendahuluan

Tulisan yang berjudul Awas Bahaya LKS bagi Siswa SD! Dapat diakses di internet pada alamat http//bumisegoro.wordpress.com/2009/04/29/awas-bahaya-lks-bagisiswa-sd.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Tulisan ini merupakan karya ilmiah populer yang ditulis oleh Muh Muslih yang juga pemilik blok (situs internet) seorang mahasiswa S2 UPI Bandung dan mengaku sebagai peneliti pada Maarif Center.

Tema yang diangkat Sdr. Muskih cukup relevan dan yang penting untuk dipapar dan dikaji saat ini. Hanya saja judul artikel menggunakan tanda baca seru (!) seakan-akan merupakan masalah krusial dan darurat. Artikel Sdr. Muslih sepertinya ditujukan untuk semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap pendidikan SD, khususnya kepada orang tua dan guru SD. Walaupun demikian, melalui “Penerbitan” pada media internet maka setiap orang mendapat kesempatan untuk membaca dan menanggapi (langsung) terhadap artikel tersebut. Jelas dengan pemilihan judul artikel, Sdr. Muslih bertujuan memberikan semacam Warning kepada para orang tua dan guru tentang kemanfaatan LKS di SD. Pembahasan dalam artikel telah menyuguhkan beberapa alasan berupa fakta, dugaan, dan argumentasi logis mengapa keberadaan LKS ini perlu diwaspadai. Menurut Sdr. Muslih, LKS saat ini hanya memberi beban yang berlebihan kepada siswa, sehingga bukannya menambah pemahaman konsep tetapi malah dapat mematikan potensi siswa.

Sebagai pembahasan yang mengangkat isu penting dan relevan dengan perkembangan pendidikan, maka artikel ini memiliki arti penting dan perlu dibaca. Namun demikian, fakta, data, dan argumentasi yang disuguhkan belumlah cukup dan sesungguhnya dapat dipertajam sehingga dapat obyektif. Selain itu pemilihan kurang selektif dan terdeskripsi dengan benar.

Rangkuman

Dalam memaparkan gagasannya, Sdr. Muslih mengorganisasi isi artikelnya ke dalam beberapa bagian, yaitu: Pendahuluan dalam bentuk narasi tanpa judul, Peran pekerjaan Rumah bagi Siswa, LKS bagi Anak SD, dan lks sd Bisa Mematikan Potensi Anak. Pada bagian Pendahuluan, Sdr. Muslih menceritakan sebuah kisah nyata tentang banyaknya PR (Pekrjaan Rumah) pada LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibebankan pada seorang siswa SD, dalam sebuah dialog antara sang anak dengan ayahnya. Pada subjudul peran pekerjaan rumah bagi siswa, penulis artikel menyuguhkan tujuan diadakannya PR yaitu untuk melatih dan mereview kemampuan secara mandiri di rumah. Akan tetapi, saat usia SD yang termasuk tahap operasional konkrit menurut Piaget, anak SD sebaiknya tidak diberikan PR yang terlalu banyak karena pengalaman mereka masih minim. Pada subjudul LKS anak SD, Sdr. Muslih mengemukakan mengapa LKS dipandang sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir siswa dengan 3 alasan yaitu; bahwa LKS hanya melatih siswa menjawab soal sehingga tidak efektif

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

tanpa pemahaman konsep, penggunaan LKS sebagai pengganti buku, dan mutu soal dalam LKS yang dianggap rendah.

Pada subjudul terakhir, LKS SD bisa mematikan potensi anak, penulis artikel menyatakan bahwa LKS perlu dibuat dengan kualitas standar dan digunakan secara tepat. Hal yang paling penting adalah pemahaman konsep secara utuh, sementara soal LKS sebaiknya proporsional dengan kebutuhan siswa dan harusnya dibuat sendiri oleh guru.

Kritik

Deskripsi kisah “nyata” pada bagian pendahuluan seharusnya tidak perlu, apalagi dengan menggarisbawahi itu adalah sebuah kisah nyata. Bagaimana orang dapat diyakinkan bahwa itu sebuah kisah nyata? Akan lebih baik apabila penulis cukup memberi gambaran tentang deskripsi mengenai LKS yang saat ini beredar secara luas. Akan lebih baik lagi, bila didukung dengan data-data yang valid berdasarkan sampel, survey atau hasil penelitian. Pada sub judul peran pekerjaan rumah bagi siswa, penulis hanya mengulas sangat singkat mengenai peran PR, sebagian besar paragraf lebih membahas mengenai “bahaya PR” dari sudut pandang teori Piaget. Kelihatan bahwa Sdr. Sdr. Muslih begitu fokus pada penilaian terhadap PR atau LKS tanpa memperhatikan subtema yang akan dibahas. Seharusnya dengan subjudul tersebut, Sdr. Muslih lebih mengulas mengenai apa peran PR sesungguhnya bagi siswa. Selain itu perlu didefinisikan apa yang dimaksud dengan PR. Pada subjudul LKS bagi anak SD, penulis artikel lebih banyak mengemukakan mengapa LKS berbahaya bagi siswa. Hampir semua paragraf membahas mengenai hal tersebut, sehingga subjudulnya adalah”Mengapa LKS Berbahaya bagi Siswa” atau “Mengapa LKS saat ini berbahaya bagi siswa”. Sekali lagi, tampaknya Sdr. Muslih kurang peka dengan pemilihan subjudul.

Pada subjudul “LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak” lagi-lagi penulis tidak memberikan deskripsi yang jelas. LKS yang bagaimana yang mematikan anak, lalu potensi yang mana? Penulis artikel menyatakan “Penulis tidak apriori akan keberadaan buku LKS, terutama bila memang memenuhi kualitas standar”. Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana kualitas standar yang dimaksud. Terkesan bahwa penulis artikel agak antipati terhadap keberadaan LKS terutama LKS yang diterbitkan.

Dalam keseluruhan tulisannya, penulis artikel terkesan tidak cermat dalam menggunakan istilah LKS dan PR. Seharusnya penulis artikel menyampaikan pengertian sesungguhnya dari LKS dan PR. Selanjutnya mengapa LKS yang sekarang banyak beredar berbahaya. Apakah

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

kebanyakan “LKS” yang banyak beredar telah memenuhi standar dan apakah LKS telah dimanfaatkan dengan semestinya.

Van de Walle, John A. Dalam Elementary School Mathematics: Teaching Developmentally (1990, H.368) menegaskan bahwa “Secara tradisional PR (homework) dimaksudkan untuk menyediakan latihan dan pekerjaan tambahan pada prosedur yang telah dibelajarkan hari itu”. Selain peran tersebut, PR juga merupakan cara efektif dalam mengkomunikasikan pentingnya pemahaman konsep kepada siswa dan orang tua siswa. Selain itu, PR berperan sebagai cara guru untuk membangun percaya diri siswa dalam memahami konsep atau menyelesaikan masalah. (Van de Walle, 1990: 387). Inilah beberapa peran PR bagi siswa. Bagaimana dengan LKS? LKS yang merupakan singkatan Lembar Kerja Siswa atau Lembar Kegiatan Siswa merupakan lembaran atau kumpulan lembaran yang memuat tugas baik berupa pertanyaan konseptual maupun prosedural sekaligus bagian kosong yang seharusnya diisi siswa dalam menjawab tugas atau masalah. Dalam tradisi berbahasa Inggris, LKS disebut dengan Student Worksheet). LKS dapat dipergunakan baik di dalam kelas, maupun di luar kelas sebagai PR.

Berikut ini beberapa pengertian LKS. “a sheet of paper containing exercises to be completed by a

pupil or student” (lembaran kertas yang memuat latihan atau soal untuk dilengkapi penyelesaiannya oleh siswa) (Collins Discovery Encyclopedia).

“A sheet of paper on which work records are kept” (lembaran kertas di mana rekaman pekerjaan disimpan) (Dictionary of the English Language).

“Lembar kegiatan siswa (student worksheet ) adalah lembaran‐lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan berisi petunjuk, langkah‐langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas‐tugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa teori dan atau praktik“ (BSNP).

Masih menurut BSNP, Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:- Judul, mata pelajaran, semester, tempat- Petunjuk belajar- Kompetensi yang akan dicapai- Indikator

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

- Informasi pendukung

- Tugas‐tugas dan langkah‐langkah kerja- Penilaian

Tampak jelas dari pengertian‐pengertian di atas, bahwa LKS begitu penting dalam pembelajaran. LKS merupakan portofolio siswa dan merupakan perangkat yang dapat digunakan di dalam kelas sebagai media pembelajaran maupun di luar kelas sebagai eksplorasi dan review pemahaman. LKS merupakan salah satu media agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri sesuai paradigma konstruktivisme. LKS merupakan bagian penting dari model‐model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) maupun individual termasuk pembelajaran investigasi/inquiri. Singkatnya, LKS memegang peran dalam meningkatkan peran aktif siswa (student centered). Karena itu, tidaklah mengherankan bila di dunia internet begitu banyak situs yang menyediakan worksheet bagi guru maupun orang tua untuk membina pengetahuan dan pemahaman siswa.

Dalam kerangka demikian, apakah benar “LKS“ yang kini beredar sudah merupakan LKS yang sesungguhnya? Lebih dari itu, apakah adil untuk memvonis LKS yang sekarang beredar sementara guru sendiri tidak memberikan pemahaman yang cukup kepada siswa? Sesungguhnya peran gurulah yang perlu dipertanyakan. Jadi, akan lebih tepat bila judul tulisan yang diangkat Sdr.Muslih adalah “Bahaya dalam pemanfaatan LKS“. Selain itu, penggunaan kata LKS tanpa mendeskripsikan lebih jauh mengenai LKS yang bagaimana, seakan‐akan telah merendahkan peran penting LKS sebagai media dalam proses pembelajaran dan belajar siswa.

Penulis artikel menyatakan, “...untuk mengecek kemampuan siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk pemahaman siswanya“. Agaknya Sdr. Muslih lupa bahwa LKS adalah LKS, ia tidak sama dengan buku teks atau buku panduan guru. Jadi, peran LKS sejauh yang dimaksudkan untuk mereview pemahaman dan

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

kemampuan, tidak dapat dibandingkan dengan buku ajar atau proses pemahaman dalam kelas di bawah bimbingan langsung guru. Bagaimana mungkin siswa mampu mengerjakan tugas dalam LKS, bila siswa sendiri tidak mendapat pemahaman yang benar dari kelas? Lebih dari itu, apa salahnya LKS buatan penerbit? Barangkali memang LKS tersebut dibuat dalam hal sebagai latihan bagi siswa. Jika ternyata soal dalam LKS terlalu banyak atau kurang sesuai dengan keinginan guru, maka peran gurulah yang harus memilih LKS atau bagian LKS yang sesuai.

Selain itu, di samping menyampaikan teori perkembangan Piaget, penulis artikel sebaiknya juga menyampaikan bahwa siswa SD berdasarkan perkembangan intelektualnya masih dalam tarap operasional konkret sehingga pemahaman terhadap konsep (yang notabene abstrak) ditempuh melalui latihan prosedural (yang konkret). Oleh karena itu, perlunya latihan soal merupakan salah satu cara siswa mendapatkan pemahaman konsep yang benar dan komprehensif.

Dari keseluruhan pembahasan dalam artikel, tampak bahwa apa yang sesungguhnya digugat oleh Sdr.Muslih bukanlah LKS yang sesungguhnya, yang menyediakan ruang bagi siswa untuk menulis. Buku LKS yang mungkin banyak beredar dan dipergunakan oleh guru lebih merupakan “Buku Kumpulan Soal“. Inilah mengapa kemudian Sdr.Muslih menyarankan adanya uji validitas dan reliabilitas terhadap soal‐soal LKS. Akan tetapi, jelas tidaklah tepat bila kemudian buku semacam ini kemudian disebut atau mewakili LKS, walaupun menggunakan judul LKS pada bagian kovernya. Jadi, sebaiknya Sdr.Muslih memilah‐milah terlebih dahulu mana yang merupakan LKS dan mana yang bukan LKS tetapi sampul bukunya LKS.

Terlepas dari seluruh kritik di atas, apa yang telah dipaparkan oleh Sdr.Muslih memberi nilai positif bagi guru untuk merefeksi diri, apakah proses pembelajarannya sudah maksimal atau belum. Terhadap LKS buatan penerbit, guru sudah selayaknya selektif dalam memanfaatkannya. Tidak semua LKS buatan penerbit merupakan LKS yang layak. Oleh karena itu, saran dari Sdr.Muslih berikut perlu untuk

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

dilakukan guru, “Buatlah LKS sendiri yang lebih membumi dan sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. Tentu untuk jumlah soal guru yang paling mampu memperkirakan ketuntasan belajar dari masing‐masing bab. Tidak harus banyak yang penting tuntas pemahaman materinya.”

Simpulan

Akhirnya, tulisan Sdr.Muslih sebagai sebuah peringatan atau warning agar para guru perlu lebih selektif dan berhati‐hati dalam memanfaatkan buku LKS buatan penerbit, patut untuk diapresiasi. Namun demikian, tanpa membedakan “LKS yang sesungguhnya” dengan “LKS yang digugat” agaknya telah memberikan penilaian atau judgment yang kurang tepat.

Referensi

BSNP. 2008. Pengembangan Bahan Ajar. slide presentasi berbentuk powerpoint produksi BSNP dalam rangka sosialisasi KTSP. Jakarta: BSNP.

Van de Walle, Joh A.1990. Elementary School Mathematics: Teaching Developmentally. New York: Longman

‐ . Collins, Discovery Encyclopedia. 2005. Edisi 1. HarperCollins Publishers, dalam http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Worksheets diakses 8 April 2010.

‐ . 2009. Dictionary of the English Language. Edisi 4. Houghton Mifflin Company.dalam http://dictionary.reference.com/cite.html?qh =worksheet&ia=ahd4 diakses 8 April 2010.

Catatan Lampiran:1. Pada kajian kritis di atas diberi judul sendiri, tetapi hal ini bukanlah

merupakan suatu keharusan.2. Kajian Kritis di atas merupakan contoh yang dapat ditiru atau

menjadi perbandingan. Anda dapat membuat sebuah kajian kritis PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

terhadap artikel yang sama, dengan substansi yang mungkin kurang atau lebih dari contoh di atas.

(Disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 68-76, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta)

Lampiran 7: CONTOH ARTIKEL HASIL KAJIAN KRITIS

LUAS LINGKARAN DENGAN PENDEKATAN LUAS SEGITIGA:

Kasus SALAH TAFSIR pada Kurikulum?

oleh: Sumardyono

Tulisan ini menyajikan sebuah kajian yang lebih mendalam tentang standar kompetensi kaitannya dengan tema geometri dan pengukuran, serta metode menemukan rumus luas lingkaran dengan pendekatan rumus luas segitiga. Berikut ini peragaan untuk menemukan rumus lingkaran dengan pendekatan rumus luas segitiga, yang cukup banyak dipraktikkan oleh para guru. Misal K = keliling lingkaran Perhatikan peragaan di samping.

Luas lingkaran Luas segitiga = ½. Alas. Tinggi = ½. (1/3.K).(3.r) diketahui K = 2r = ½. 2r2 = r2

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

3r

1/3. K

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Secara umum, alas segitiga = dan Tinggi segitiga =

Dengan demikian untuk n yang sangat besar (matematis: tak hingga), Luas lingkaran = Luas segitiga

= ½. Alas. Tinggi

= ½. .

= ½. K. r. = ½. 2r.r = r2

Perhatikan, tidak sebarang banyak juring dapat membentuk pola segitiga, hanya yang merupakan bilangan kuadrat, seperti ditunjukkan bentuk akar pada uraian di atas. Bagaimana memahami n sebagai bilangan kuadrat? Siswa harus memahami lebih dulu jumlah deret bilangan ganjil. Hingga di sini, persoalannya belum terlihat. Peragaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi suatu soal bagi siswa yang termasuk pemecahan masalah atau problem-solving. Akan tetapi dari pengalaman penulis ternyata cara tersebut malah digunakan untuk menjawab persoalan pada salah satu indikator pada standar kompetensi. Berikut ini penulis sajikan standar isi pada mata pelajaran matematika yang mungkin menjadi “dasar hukum” penggunaan metode di atas. Kelas 5

Geometri dan Pengukuran

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Perhatikan indikator ke-2 yang dicetak tebal dan dilingkari. Inilah yang menjadi dasar penggunaan peragaan di atas. Sebenarnya, selain masalah luas lingkaran, luas bangun-bangun datar lainnya, relatif tidak sulit ditemukan dengan memanfaatkan rumus luas segitiga.

Contoh. Untuk luas trapesium:

Luas trapesium = Luas segitiga I + Luas segitiga II

= .a.t + .b.t

= . (a + b).t

Walaupun kesemua peragaan di atas menarik, tetapi sesungguhnya merupakan kesalahan (bahkan kesalahan fatal) dalam penggunaan konteksnya. Kesemua peragaan di atas cukup menarik menjadi soal

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

a

b

t

a

b

t t

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

pemecahan masalah atau problem-solving, tetapi menjadi tidak tepat menjadi cara untuk pemahaman konsep. Penulis menduga hal ini dikarenakan SALAH TAFSIR terhadap standar isi. Mari sekali lagi melihat pada isi Kurikulum 2004 yang disajikan di depan. Judul materinya adalah Geometri dan Pengukuran. Jadi bukan geometri semata, tetapi juga ada pengukuran, pengukuran yang terkait dengan geometri. Kompetensi dasarnya juga berbunyi: Melakukan pengukuran dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Bahkan materi pokoknya jelas-jelas menyatakan : Pengukuran. Karena itu fokus utama dari indikator ke-2 di atas tidak lain adalah PENGUKURAN. Sayangnya, mungkin kita sudah terbiasa dengan bermain aljabar semata-mata bahkan ada kesan suatu masalah bukan masalah matematika kalau tidak dapat ditemukan di atas kertas. Celakanya cara berpikir seperti hanya cara berpikir formalis (atau matematikawan murni) bukan cara berpikir yang akan dibelajarkan di sekolah, lebih-lebih di sekolah dasar. Sekali lagi, fokusnya adalah geometri dan pengukuran, bukan geometri an sich. Mari kita lanjutkan. Logikanya, setelah siswa memahami rumus luas bangun datar (trapesium, jajargenjang, belahketupat, layang-layang) pada indikator sebelumnya, maka yang dimaksud bangun datar pada indikator ke-2 adalah bangun-bangun datar yang tidak termasuk pada indikator pertama, yaitu bangun-bangun datar yang belum diketahui rumusnya oleh siswa. Contohnya adalah bangun datar segiempat sebarang, segilima, segienam, dan lain-lain.

Katakanlah siswa diminta untuk menentukan luas bangun datar di samping ini. Bagaimana pekerjaan yang diharapkan dari mereka? Di sinilah sesungguhnya yang diharapkan dari Kompetensi Dasar di atas, pada Hasil Belajar ke-5 dan Indikator ke-2. Lalu, bagaimana mereka dapat memanfaatkan rumus luas segitiga?Berikut caranya.

Dengan membagi daerah bangun tersebut menjadi dua bangun segitiga, maka persoalannya adalah MENGUKUR alas dan tinggi tiap-tiap bangun segitiga yang terbentuk. Dengan demikian luas bangun segiempat tak

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPAalas

alastinggi

tinggi

I

II

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

teratur di atas sama dengan jumlah luas kedua segitiga.

Persoalan ini menjadi menarik lagi, bila kita terapkan pada siswa. Mungkin saja ada siswa yang menggunakan cara yang berbeda. Contohnya,

Menarik, dalam hal ini siswa mencari luas segitiga II dengan memilih garis tinggi yang jatuhnya dari puncak tidak pada alas segitiga. Jika siswa berhasil menyelesaikan masalah ini, berarti siswa tidak memiliki miskonsepsi tentang apa yang dikenal sebagai Wertheimer parallelogram, suatu masalah pembelajaran matematika yang diperkenalkan tahun 1945 oleh Wertheimer. Bahkan, bisa jadi siswa mendapatkan luas bangun tersebut dengan cara sebagai berikut. Di mana, luas segiempat diperoleh sebagai selisih dari luas-luas segitiga. Perhatikan gambar di bawah. Luas bangun segiempat = luas segitiga I – luas segitiga II Bagaimana dengan lingkaran? Bukankah lingkaran tidak disebut pada indikator pertama? Ya, tetapi lingkaran lebih khusus sifatnya. Kenyataannya, pada indikator ke-3 baru diperkenalkan tentang bilangan pi atau .Pengenalan bilangan pi adalah tahap awal untuk memasuki “dunia berhitung”nya lingkaran. Jadi, bagaimana mungkin membahas luas lingkaran sementara materi bilangan pi dan keliling lingkaran saja baru diberikan sesudahnya (indikator ke-3 dan indikator ke-4)? Materi rumus luas lingkaran baru diberikan pada indikator ke-5: Menemukan secara praktis rumus luas lingkaran.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

alas

alas

tinggi

tinggi

I

II

alas

tinggi

II

tinggi

I

A

B

C

D

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

Bagaimana cara yang praktis itu? Menurut hemat penulis, bukan dengan menggunakan cara yang sulit, apalagi dengan menggunakan prasyarat yang malah lebih sulit. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan pasir atau tali. Lagi-lagi, ini merupakan kegiatan pengukuran (bukan geometri lambang-lambang saja). [Disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 63-67, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta]

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

GLOSARIUM

Artikel : Tulisan yang memuat suatu gagasan atau suatu topik bersifat semipopuler.

Kajian Kritis : Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan maksud memahami lebih dalam pada bentuk dan isi bacaan tersebut.

Kajian Kritis Praktis

: Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan tujuan untuk dimanfaatkan dalam menghasilkan suatu tulisan.

Kajian Kritis Teoretis

Kelompok Kerja :

: Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan tujuan untuk menghargai lebih jauh bentuk dan isi.

Kelompok belajar para guru/kepala sekolah/ pengawas masing-masing di KKG/MGMP/KKKS/MKKS/KKPS/MKPS

Pengkritis : Orang yang melakukan pengkajian kritis terhadap suatu bacaan dalam.

PTK : Singkatan dari penelitian tindakan kelas, yaitu suatu jenis penelitian yang didesain untuk memperbaiki pembelajaran di dalam kelas dengan ciri utama pelaksanaan dilakukan lebih dari satu siklus dan tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Telaah Isi : Kajian yang dilakukan untuk menangkap informasi dalam suatu bacaan.

Telaah Bentuk : Kajian yang dilakukan dengan penekanan pada cara penyajian gagasan.

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA

KAJIAN KRITIS

BBM/KAJIAN KRITIS 62

DAFTAR PUSTAKABaedhowi, A. (2009), Mencari (cari) Relevansi Ujian Nasional, Media

Indonesia, 30 November 2009.

Connors, R. dan Glenn, C. (1999), The New St. Martin’s Guide to Teaching Writing, N.Y.: Bedford.

Habermas, J. (1972, terj. dari teks Jerman 1968, Appendix , 1978, 1981), Knowledge and Human Interest, London : Heinemann Ed.

Habermas, J. (1984), The Theory of Communicative Action, London : Heinemann Ed.

Kleden, I. (2001), Menulis Politik: Indonesia sebagai Utopia, Jakarta : Kompas.

Severin, W.J. dan Tankard, J. W.(1988) 2nd, Communication Theories: Origins, Methods, Uses, N.Y.: Longman.

Soedarsono. 1994. Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Suharjono. (2007) Karya Tulis Ilmiah (KTI) pada Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Depdiknas.

Suhardjono. 2009. Tanya Jawab di Sekitar Karya Tulis Ilmiah dalam Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Makalah Bahan Diskusi pada Rapat Koordinasi KTI Online, 17-20, Februari, Hotel Sahid Surabaya.

Sumardyono dan Ashari S. (2010), Kajian Kritis Dalam Pembelajaran Matematika. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, Yogyakarta.

Thoha, M. (2005), Birokrasi Politik di Indonesia, Jakarta, PT RajaGrafindo.

http://wwwdocs.fce.unsw.edu.au/fce/EDU/eduwritingcritreview.pdf,

http://www.monash.edu.au/lls/llonline/quickrefs/26-critical-review.xml

PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA