vbac rastra.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus,
ditandai dengan peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi)
yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah
(show) dari vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, 15-20% dapat
terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya 5%-10%
saja yang membutuhkan seksio sesarea.(1,2,3)
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan janin dengan
pembedahan dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini
tidak termasuk pengangkatan fetus dari dalam rongga abdomen pada kasus-kasus
ruptura uteri atau pada kasus kehamilan abdominal. Dewasa ini tindakan ini jauh
lebih aman dari pada dahulu berhubung sudah tersedia obat antibiotika, transfusi
darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anastesi yang sudah baik.(22)
Sekarang ini ada kecendrungan untuk melakukan seksio sesarea tanpa dasar
yang cukup kuat. Perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami seksio
sesarea merupakan seseorang yang mempunyai parut dalam uterus dan tiap kehamilan
serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang lebih cermat.(2)
Percobaan persalinan per vaginam (trial of labor/TOL) dapat menjadi pilihan
persalinan untuk wanita yang sebelumnya pernah diseksio sesaria. TOL yang berhasil
inilah yang dinamakan sebagai vaginal birth after caesarean, atau disingkat sebagai
VBAC(1). VBAC didefinisikan sebagai persalinan per vaginam oleh wanita yang
sebelumnya melahirkan dengan cara operasi (seksio sesaria).(2)
Pada pasien dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan memerlukan
induksi persalinan untuk kehamilan selanjutnya, kepada mereka ditawarkan dua
pilihan: seksio sesar ulangan atau induksi persalinan. Adanya risk dan benefit pada
kedua cara persalinan tersebut.Perhatian yang lebih besar dihubungkan dengan
induksi persalinan dengan adanya parut uterus. Kemungkinan meningkatkan risiko
terjadinya ruptura parut uterus, yang dapat mengancam kehidupan ibu dan bayinya(5).
Tahun 1916 Cragin menyatakan bahwa “once a Caesarean, always a
Caesarean”. Dogma ini dianut selama lebih dari 60 tahun dengan pertimbangan
adanya skar pada uterus akibat seksio sesaria akan menyebabkan jaringan tersebut
terlalu lemah untuk berkontraksi selama persalinan. Dahulu, dogma ini diterapkan
1
oleh Asosiasi Obstetri dan Ginekologi New York sehingga jumlah manajemen pasien
obstetri yang sebelumnya pernah diseksio sesaria kemudian diseksio ulang sangat
besar. Tahun 1988, jumlah seksio sesaria adalah 25%, meningkat sekitar 5%
dibandingkan tahun 1970. Hanya 3% bayi lahir hidup yang dilahirkan dengan cara per
vaginam oleh ibu yang sebelumnya pernah diseksio sesaria. Untuk membatasi
kenaikan jumlah seksio sesaria, maka Institusi Kesehatan Nasional US dan American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) mengeluarkan pernyataan untuk
spesialis obstetri agar mendukung TOL pada pasien yang sebelumnya pernah diseksio
sesaria.(5)
Wanita di US telah ditawarkan untuk melaksanakan VBAC sejak awal tahun
1980. Beberapa tahun kemudian dokter mulai lebih banyak menggunakan insisi
transversal segmen rendah (low-transverse incision) untuk seksio sesaria
dibandingkan insisi vertikal. Dogma “once a Caesarean, always a Caesarean” pun
mulai dipertanyakan kebenarannya. VBAC pun menjadi populer di US terutama pada
tahun 1996, dimana 3 dari 10 wanita yang sebelumnya diseksio sesaria memilih
VBAC.(6)
Pada tahun 2000, 23% persalinan di US adalah dengan cara seksio sesaria.
Sekitar 37%nya adalah persalinan seksio sesaria ulangan (pernah seksio sesaria
sebelumnya) dan sekitar 60%nya merupakan elective repeat caesarian delivery
(ERCD). Karena seksio sesaria berhubungan dengan tingkat kesakitan yang lebih
tinggi dibandingkan persalinan per vaginam, maka ditetapkan tujuan kesehatan
nasional tahun 2010 yaitu jumlah seksio sesaria dapat menurun, sekitar 15% pada
wanita yang baru pertama kali melahirkan dan 63% pada wanita yang sebelumnya
telah melakukan seksio sesaria. Strategi yang digunakan untuk menurunkan jumlah
seksio sesaria adalah dengan meningkatkan persalinan per vaginam setelah seksio
sesaria (VBAC) sebagai alternatif ERCD.(7)
Saat ini, VBAC semakin memegang peranan penting di bidang obstetri. Hal ini
disebabkan persalinan per vaginam dinilai lebih aman untuk ibu maupun bayinya,
karena memiliki tingkat morbiditas yang lebih rendah dan biaya yang lebih ringan
dibandingkan dengan cara operasi.(8,9)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Insidensi
Angka persalinan dengan cara seksio sesaria adalah sekitar 15-25%. Pada tahun
2000 dan 2001, angka seksio sesaria di kanada adalah 21,2%. Sebagian besar indikasi
seksio sesaria adalah riwayat persalinan dengan seksio sesaria, distosia, dan
malpresentasi. Di beberapa tempat, angka persalinan dengan cara seksio sesaria dan
VBAC berbanding terbalik.(10)
Walaupun VBAC telah diterima untuk dipraktekkan, namun tingkat
pelaksanaannya menurun selama 10 tahun terakhir. Pada tahun 1996, 40-50% wanita
dicoba untuk VBAC, tetapi pada tahun 2002 jumlah tersebut menurun menjadi 20%.(5)
Selama tahun 1996-2000, jumlah VBAC di California menurun dari 23% (tahun
1996) menjadi 15% (tahun 2000). Berdasarkan usia, didapatkan jumlah VBAC
terbanyak pada tahun 1996 adalah wanita berusia <19 tahun), pada tahun 2000 adalah
wanita berusia 20-29 tahun dan VBAC paling sedikit pada wanita berusia lebih dari
40 tahun (tahun 1996 dan 2000). Berdasarkan tingkat pendidikan, VBAC terbanyak
didapatkan pada wanita lulusan universitas, dan paling sedikit pada wanita dengan
pendidikan tidak sampai SMU.(7)
Di Amerika pada tahun 1990 angka kejadian persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea adalah 19,5%, di Norwegia 56,2% dan di Swedia 32,9%. Tahun 1996
persalinan pervaginam bekas seksio sesarea di USA adalah sebesar 28 % .
Dari data statistik kelahiran di USA tahun 1989-1996 didapatkan peningkatan
angka VBAC dan penurunan seksio sesaria sedangkan 1996-2003 jumlah VBAC
tersebut mengalami penurunan sebesar 63%. Pada tahun 2003, persalinan dengan
seksio sesaria ulang mengalami peningkatan hampir 90%. Data statistik tersebut dapat
dilihat pada grafik dan tabel di bawah ini : (11,12)
Gambar 1. Total and primary caesarean rate and VBAC
3
Data Statistik, USA 1999-2001
1999 2000 2001
Cesarean Rate 22.0% 22.9% 24.4%
Primary Cesarean Rate 15.5% 16% 16.9%
VBAC 23.4% 20.7% 16.5%
Dari data tahun 2003 mengindikasikan bahwa 27,6% dari seluruh kelahiran di
US berasal dari persalinan seksio sesaria, meningkat 6% dari tahun 2002 dan
merupakan angka tertinggi yang pernah dilaporkan di US. Setelah mengalami
penurunan selama tahun 1989-1996, total seksio sesaria dan seksio sesaria primer
meningkat setiap tahun. Angka VBAC yang mengalami peningkatan selama tahun
1989-1996 menurun dari 63% menjadi 10,6% pada tahun 2003.(11)
Di Rumah sakit Oregon didapatkan sekitar 12,9% wanita yang sebelumnya
diseksio sesaria melahirkan dengan cara per vaginam pada tahun 2004.(1)
Beberapa faktor diduga berperan terhadap terjadinya penurunan jumlah VBAC.
Dari pengalaman para praktisi, komplikasi yang timbul pada pasien VBAC
menyebabkan mereka tidak memperbolehkan pasien yang baru untuk melakukan
VBAC. Selain itu, pada tahun 1999 ACOG menyatakan bahwa untuk pasien yang
akan melaksanakan VBAC membutuhkan kehadiran dokter obstetri, anestesi, dan atau
staf yang cakap melakukan seksio sesaria emergensi. Walaupun beberapa senter
akademik dan rumah sakit besar memiliki tim ini, akan tetapi pada rumah sakit yang
lebih kecil tidak memiliki dokter anestesi yang diperlukan untuk pelaksanaan VBAC.
Lebih lanjut lagi, untuk memenuhi kebutuhan finansial, beberapa dokter obstetri
bekerja pada beberapa rumah sakit, sehingga lebih sulit dijumpai. Hal ini juga
menyebabkan pelaksanaan pedoman ACOG lebih sulit dan jumlah VBAC pun
menurun.(5)
Tabel 1. Data statistik USA caesarean, primary caesarean, VBAC rate 1999-2001
4
Menurut McMahon (1996) dan Sachs (1999) seiring dengan meningkatnya
VBAC maka meningkat pula angka kejadian ruptur uteri, hal ini menghentikan
kepopuleran VBAC. ACOG (1998) menyatakan VBAC harus dilakukan pada institusi
yang memiliki tenaga medis dan unit emergency yang memadai(40).
B. PERBEDAAN SEKSIO SESARIA dan VBAC
B.1 Seksio Sesaria
B.1.1 Manajemen pada Seksio Sesaria
Untuk melaksanakan seksio sesaria diperlukan ruang operasi dan beberapa
tindakan seperti :(6)
a.Pemberian obat anestesi
Anestesi yang diberikan dapat berupa anestesi epidural, blok spinal, atau
anestesi umum.
b. Insisi abdomen
Ketika dibuat insisi abdomen yang baru, bekas insisi yang lama biasanya
dibuang. Terdapat dua tipe insisi abdomen, yaitu : insisi transversal dan insisi
vertikal. Insisi transversal lebih cepat sembuh dan secara kosmetik hasilnya
Gambar 2. Perbandingan Total CS, primary CS dan VBAC tahun 1989 - 2011
5
lebih baik. Insisi vertikal dapat membantu pada kasus emergensi dan untuk
melahirkan bayi kembar.
c.Insisi melalui uterus
Insisi uterus dimaksudkan untuk membuka uterus agar bayi dapat dilahirkan.
Insisi uterus yang baru ini dapat melewati insisi yang sebelumnya telah ada, dan
kadang-kadang tumpang tindih. Insisi transversal paling banyak digunakan
dengan alasan perdarahannya lebih sedikit, skar yang terbentuk lebih kuat
sehingga resiko robek pada persalinan yang akan datang lebih kecil jika
dibandingkan insisi tipe lain.
B.1.2 Masa Perawatan
Masa perawatan di rumah sakit adalah sekitar 2-4 hari, dan masa penyembuhan
di rumah pun lebih lama. Aktivitas ibu pun dibatasi selama 4-6 minggu. Seksio sesaria
berulang menjadikan operasi ini lebih sulit, masa penyembuhan lebih lama karena
komplikasi yang timbul semakin besar.(6)
B.1.3 Indikasi Seksio Sesaria
Indikasi seksio sesaria adalah sebagai berikut :(6)
a. Skar uterus klasik
b. Skar uterus vertikal letak rendah yang luas
c. Skar uterus berbentuk T, T terbalik, atau J
d. Riwayat seksio sesaria multipel sebelumnya
e. Tipe skar tidak diketahui
f. Riwayat ruptur uterus sebelumnya
g. Kehamilan kembar tiga
h. Sumber daya rumah sakit terbatas untuk melaksanakan VBAC.
B.1.4 Keuntungan Seksio Sesaria
Keuntungan seksio sesaria adalah sebagai berikut :(6)
a. Pasien dapat menentukan waktu yang nyaman bagi dirinya untuk melaksanakan
seksio sesaria.
b. Waktu persalinan yang diperlukan lebih singkat dibandingkan VBAC
c. Pada beberapa keadaan, seksio sesaria lebih aman untuk ibu dan bayinya
d. Komplikasi jarang terjadi.
6
e. Resiko terjadinya prolaps uteri dan inkontinentia uri lebih kecil dibandingkan
VBAC.
f. Pasien tidak merasakan sakit selama persalinan.
B.1.5 Resiko Seksio Sesaria Berulang
Seksio sesaria berulang cukup aman untuk sebagian besar wanita. Tetapi karena
seksio sesaria merupakan suatu bentuk operasi mayor, dan sama seperti prosedur
operasi lainnya, maka terdapat resiko baik bagi ibu maupun bayinya.(6)
Resiko seksio sesaria untuk ibu adalah sebagai berikut :(6)
a. Infeksi
Misalnya infeksi uterus maupun organ terdekat seperti vesika urinaria atau
ginjal lebih sering terjadi dibandingkan dengan persalinan per vaginam.
Gambar 3. Komplikasi seksio sesaria berulang
7
b. Kehilangan darah.
Selama operasi, jumlah darah yang hilang bisa 2 kali lebih banyak
dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Sekitar 3% kasus memerlukan
transfusi.
c. Dinding uterus menjadi lemah
Setelah penyembuhan, insisi uterus akan meninggalkan skar pada dinding
uterus. Hal ini akan menimbulkan masalah untuk pelaksanaan persalinan per
vaginam di kemudian hari.
d. Histerektomi dan masalah plasenta
Resiko untuk dilakukannya histerektomi setelah seksio sesaria berulang
sama besar dengan resiko VBAC.
Plasenta akreta (plasenta menempel terlalu dalam pada dinding uterus)
merupakan alasan yang biasa digunakan untuk melaksanakan seksio sesaria. Hal
ini dapat menimbulkan perdarahan yang sangat banyak, dan terkadang hanya
dapat dihentikan dengan cara histerektomi.
e. Konstipasi sementara
Operasi dapat memperlambat fungsi usus besar selama beberapa hari. Hal ini
dapat menyebabkan bengkak dan rasa tidak nyaman.
Seksio sesaria biasanya kurang beresiko untuk bayi dibandingkan persalinan per
vaginam. Tetapi ada beberapa resiko yang cukup potensial untuk bayi, yaitu :(6)
a. Masalah pernapasan
Bayi yang dilahirkan dengan seksio sesaria lebih sering mengalami takipnea
transien. Hal ini terjadi karena paru-paru bayi yang terlalu basah. Normalnya,
cairan di dalam paru-paru-paru bayi keluar akibat tekanan selama pergerakan
melalui jalan lahir, tetapi pada seksio sesaria hal ini tidak terjadi.
b. Prematuritas
Hal yang penting dalam seksio sesaria adalah menentukan usia kehamilan
secara akurat atau memeriksa cairan amnion untuk menentukan maturitas paru-
paru bayi. Bayi yang dilahirkan prematur cenderung memiliki berat badan lahir
rendah dan kesulitan bernapas.
c. Efek anestesi
Biasanya obat anestesi menyebabkan tekanan darah ibu menjadi rendah.
Sebagai akibatnya, hantaran oksigen ke bayi menjadi menurun sehingga pH
darah bayi akan menurun pula (asiditas meningkat). Hal ini berlangsung
8
sementara.
Anestesi umum kadang-kadang dapat menyebabkan depresi pernapasan pada
bayi. Jika diperlukan, bayi diberikan medikasi untuk mengatasi efek obat
anestesi yang diberikan.
d. Luka operasi
Memberi kesempatan persalinan pervaginam pada pasien hamil pasca
bedah caesar telah banyak dianut, dan ini membawa konsekuensi pada
keadaan dinding perut dan rahim akibat pembedahan caesar dahulu. Masalah
utama suatu hasil pembedahan adalah mengenai penyembuhan luka. Sehingga
harus pula kita perhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi proses
penyembuhan luka.
Beberapa peneliti, menyatakan bahwa uterus sembuh dengan
regenerasi serabut-serabut otot, tidak dengan pembentukan jaringan parut.
Pendapat ini didasarkan hasil pemeriksaan histologik pada tempat insisi dan 2
pengamatan penting. Pertama, bahwa pada pemeriksaan pandang sebelum
uterus dibuka pada saat bedah caesar ulang biasanya tidak ditemukan bekas
irisan pertama, atau paling banyak hanya dijumpai suatu parut berbentuk garis
yang hampir tak terlihat. Kedua, bila uterus diangkat setelah melakukan fiksasi
seringkali tak dijumpai parut atau hanya terlihat suatu cekungan dangkal
vertikal pada permukaan dalam dan luar dinding depan uterus tanpa adanya
jaringan parut diantaranya. Penyembuhan luka pada uterus hamil terjadi
dengan cara pembentukan jaringan ikat. Proses ini berjalan sebagai berikut
yaitu setelah dilakukan sayatan maka antara kedua sisi luka timbul eksudat,
pembentukan dan deposit fibrin, proliferasi dan infilrasi fibroblast, kemudian
terbentuklah jaringan parut. Jaringan parut kemudian menarik kedua sisi otot
sehingga hampir tidak tampak lagi jaringan parutnya.
Penyembuhan luka pada uterus adalah unik. Sayatan yang dilakukan
adalah sayatan pada suatu dinding organ yang terdiri dari otot halus. Atau ada
pula sayatan pada tempat yang sebagian besar terdiri atas jaringan ikat. Di sini
ada faktor mekanik berupa kontraksi dan retraksi yang dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Badan uterus akan mengecil 1/4- 1/5 dari ukuran semula.
Suatu sayatan longitudinal sepanjang 10 cm akan cepat mengecil membentuk
parut sepanjang 2 cm. Sayatan pada segmen bawah rahim akan mengecil lebih
lambat. Pada kehamilan berikutnya serabut-serabut otot mengalami
9
pemanjangan dan perubahan konsistensi. Daerah jaringan parut relatif statis,
konsistensi jaringan parut mengalami perubahan menjadi lebih lunak mirip
dengan perubahan yang dialami jaringan fibromuskular servik dikala awal
persalinan. Perubahan tampak nyata pada miometrium tidak pada jaringan
fibrous parut.
Perlu diperhatikan juga resiko terjadinya perlengketan. Ini tampak
lebih nyata pada pasien yang dilakukan pengirisan dinding perut secara
membujur daripada yang melintang (pfanenstiel).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah
kebutuhan oksigen jaringan, suhu, adanya proses infeksi, kerusakan jaringan,
antiseptik, sirkulasi darah dan limfe, tempat yang bergerak. Tindakan aseptik
bukanlah jaminan untuk mencegah timbulnya infeksi, tetapi lebih dari itu
persiapan tindakan bedah yang baik, keadaan umum dan imunitas penderita,
pencegahan perdarahan dan syok, serta seleksi penderita yang memadai turut
memengaruhi keberhasilan.
Walaupun jarang terjadi, secara tidak sengaja bayi dapat terkena instrumen
selama operasi. Secara ringkas, keuntungan dan kerugian seksio sesaria berulang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :(6)
Keuntungan Kerugian
Dapat menentukan waktu operasi.Masa perawatan di rumah sakit satu hari
lebih lama.
Waktu persalinan lebih singkat.
Rasa sakit dan lelah setelah operasi lebih
lama dan membutuhkan beberapa hari
untuk kembali normal.
Pada beberapa keadaan, lebih aman untuk
ibu dan bayi.Biaya lebih mahal
Komplikasi jarang terjadi
Seksio sesaria berulang menjadikan
persalinan per vaginam yang akan datang
lebih beresiko.
Ibu tidak memiliki pengalaman selama
persalinan
Perlu menunggu lebih lama untuk
berdekatan dengan bayi dan mulai
menyusui.
10
Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian seksio sesaria
Resiko terjadinya prolaps uteri dan
inkontinentia uri lebih kecil walaupun
hanya sedikit bukti yang mendukung hal
ini.
Resiko untuk bayi jarang, tetapi resiko
yang potensial adalah masalah pernapasan
dan prematuritas.
Ibu tidak merasakan sakit selama operasi. Resiko histerektomi meningkat seiring
jumlah seksio sesaria yang telah dijalani..
B.2 VBAC
B.2.1 Manajemen VBAC
Dengan VBAC, kehamilan ditangani hampir sama seperti kehamilan lainnya.
Pasien dijadwal secara rutin untuk diperiksa oleh dokter. Beberapa rumah sakit
menyediakan kelas khusus untuk wanita yang memilih VBAC.(6)
Wanita yang memilih VBAC akan menjalani percobaan persalinan (TOL). Pada
dasarnya, wanita tersebut akan menjalani proses yang sama dengan wanita lain yang
menjalani persalinan per vaginam. Pasien menunggu tanda persalinan pertama di
rumah dan kemudian baru dibawa ke rumah sakit.(6)
Hal yang perlu dipastikan adalah tersedianya instrumen dan staf untuk
melaksanakan seksio sesaria emergensi jika diperlukan.(6)
B.2.2 Masa Perawatan VBAC
Umumnya masa perawatan wanita yang menjalani VBAC akan lebih singkat
dibandingkan dengan operasi. Masa perawatan di rumah sakit adalah selama 2-3 hari
termasuk saat persalinan. Selain itu masa pemulihan di rumah akan lebih singkat dan
menyusui dapat dilakukan lebih dini.(6)
B.2.3 Indikasi VBAC
Semua wanita yang sebelumnya pernah diseksio sesaria dapat memilih VBAC
kecuali jika didapatkan kontraindikasi.
B.2.4 Kontraindikasi VBAC
11
Kontraindikasi VBAC adalah sebagai berikut :(3,9,13)
Mutlak
a. Adanya skar uterus klasik atau T-shaped atau operasi transfundal uteri
sebelumnya
b. Pelvis sempit.
c. Histerotomi atau miomektomi sebelumnya yang masuk ke dalam kavum uteri
d. Riwayat ruptur uteri sebelumnya
e. Kehamilan post term (>42 minggu) dengan pelvic score rendah.
f. Terdapat adanya tanda-tanda hipoksia intrauterine ( dari frekuensi bunyi jantung
janin, NST ataupun CST ).
g. Adanya kontraindikasi persalinan, misalnya plasenta previa atau malpresentasi
(letak lintang)
h. Tidak ada dokter obstetri, anestesi, staf yang cakap, atau fasilitas
i. Wanita yang menolak VBAC dan memilih ERCD.
Relatif
a. Kehamilan kembar/Gemeli.
b. Hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeklamsia.
c. Seksio sesaria terdahulu pasien dirawat lebih dari kewajaran (> 7 hari)
d. Terdahulu adalah operasi miomektomi multiple.
B.2.5 Keuntungan VBAC
Jika VBAC berhasil maka akan diperoleh berbagai keuntungan seperti :
a. Aman, angka kesakitan akan lebih kecil jika dibandingkan dengan seksio sesaria
ulang. Selain itu, transfusi darah dan infeksi postpartum lebih sedikit(3,6,13)
b. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil lagi
maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.
c. Masa perawatan di rumah sakit lebih pendek, dan biasanya tidak terjadi
peningkatan morbiditas perinatal.(3,6,13)
d. Risiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.
e. Dari segi ekonomi, biaya VBAC lebih murah dibandingkan seksio sesaria.(3,6,13)
Akan tetapi biaya VBAC dapat menjadi lebih mahal karena persalinan yang
lama atau adanya komplikasi yang signifikan.(3,13)
f. Memberikan kepuasan emosional bagi ibu.(6)
g. Dapat lebih dini berdekatan dengan bayi dan memberikan ASI.(6)
12
B.2.6 Resiko VBAC
Resiko VBAC relatif rendah dibandingkan seksio sesaria berulang. Hal ini
didapatkan dari hasil studi komprehensif yang dilakukan oleh National Health
Institute of Child Health dan Human Development of the National Institutes of Health.(14)
Komplikasi serius selama VBAC jarang terjadi tetapi masalah dapat saja timbul
bahkan dapat menjadi fatal. Masalah yang mungkin dihadapi adalah sebagai berikut :
a. VBAC tidak berhasil(6)
Ini merupakan komplikasi yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 20-40%.
Jika VBAC tidak berhasil maka harus dilakukan seksio sesaria emergensi dan
tindakan ini meningkatkan resiko bagi ibu dan bayi. Komplikasi yang sering
timbul dari tindakan ini adalah infeksi uterus.
b. Skar yang telah ada meregang(6)
Kadang-kadang skar yang telah ada sebelumnya terbuka sebagian tanpa
menyebabkan perdarahan atau masalah untuk bayi. Biasanya akan menyembuh
sendiri dengan baik tanpa operasi.
c. Emosional(6)
VBAC yang gagal akan memberikan dampak emosional bagi ibu.
d. Masalah pada dasar pelvis(6)
Seperti persalinan per vaginam lainnya, VBAC dapat menyebabkan
regangan otot dasar pelvis yang menyokong uterus. Hal ini akan menyebabkan
uterus dan vesika urinaria turun. Beberapa tahun kemudian, hal ini dapat
menyebabkan inkontinentia uri atau prolaps uterus.
e. Endometritis(6,15)
Endometritis merupakan inflamasi dan infeksi pada endometrium yang
disebabkan karena bakteri yang normalnya terdapat pada vagina masuk ke
dalam uterus. Hal ini jarang terjadi pada VBAC yang berhasil dibandingkan
seksio sesaria. Tetapi resiko endometritis pada VBAC yang gagal lebih besar
dibandingkan seksio sesaria.
f. Hipoksik iskemi ensefalopati (HIE)(14,15)
g. Kematian bayi(14)
h. Ruptur uteri
13
Ruptur uterus secara anatomis dibedakan menjadi ruptura uteri komplit
(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptur uteri
komplit terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan
serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan dehisens terjadi robekan
jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus dan tidak terjadi
perdarahan. Ruptur uterus mengacu kepada pemisahan insisi uterus lama disertai
ruptur membran janin sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum
berhubungan. Seluruh atau sebagian dari janin atau plasenta menonjol ke dalam
rongga peritoneum. Pada dehisens uterus, membran janin utuh dan janin atau
plasenta, atau keduanya, tidak keluar ke dalam rongga peritoneum ibu.
Ruptur uterus umumnya bermanifestasi sebagai deselerasi memanjang
denyut jantung janin, bradikardi, atau dapat hilang sama sekali. Kurang dari 10
% wanita yang mengalami ruptur uterus mengalami nyeri dan perdarahan
sebagai temuan utama. Temuan klinis lain yang berkaitan dengan ruptur uterus
adalah iritasi diafragma akibat hemoperitoneum dan tidak diketahuinya tinggi
janin yang terdeteksi sewaktu pemeriksaan dalam. Beberapa wanita mengalami
penghentian kontraksi setelah ruptur. Penatalaksanaan ruptur uterus antara lain
adalah sesar darurat atas indikasi gawat janian, terapi pendarahan ibu, dan
perbaikan defek uterus atau histerektomi jika perbaikan dianggap tidak
mungkin.
Ruptur uteri dapat mengancam kehidupan ibu maupun bayinya. Insidensinya
sekitar 0,1%.(3) Wanita dengan VBAC memiliki resiko ruptur uteri 3 kali lipat
dibandingkan seksio sesaria kedua.(16) Wanita yang sebelumnya telah dua kali
diseksio sesaria memiliki resiko ruptur uteri 3 kali lipat dibandingkan wanita
yang hanya satu kali diseksio sesaria.(9) Resiko ruptur tertinggi adalah pada
VBAC yang diinduksi dengan prostaglandin E2, dimana angka ruptur uteri 5,2
per 1000 VBAC tanpa induksi prostaglandin menjadi 7,7 per 1000 jika
diinduksi dengan prostaglandin.(16)
Terjadinya ruptur uteri tergantung tipe, jumlah, dan lokasi insisi
sebelumnya, yaitu:(6)
14
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko ruptur uteri adalah
sebagai berikut :(6)
a. Incisi seksio sesaria yang hanya dilekatkan pada satu lapisan sehingga skar
yang terbentuk tidak kuat. Memang masih menjadi kontroversi tersendiri,
beberapa penelitian mengatakan tidak ada perbedaan risiko ruptur uteri pada
penjahitan secara single atau double layer, tetapi ada pula yang mengatakan
bahwa penjahitan single layer berisiko 4 kali lipat mengalami ruptur uteri
pada kehamilan berikutnya dibandingkan double layer.
Gambar 5. Tipe incisi uterus
Gambar 4. Tipe incisi sebelumnya
15
b. Interval waktu antara VBAC dengan seksio sesaria sebelumnya singkat.
Interval yang kurang dari 18-24 bulan dapat meningkatkan resiko terjadinya
skar uteri sebesar 2-3 kali.
c. Penggunaan prostaglandin seperti misoprostol (Arthrotec, Cytotec), atau gel
prostaglandin (Prepidil, Cervidil) meningkatkan resiko ruptur uteri. Induksi
persalinan dengan oksitosin tidak memperlihatkan peningkatan resiko secara
langsung. Tetapi, penggunaan oksitosin juga harus diwaspadai karena
memiliki efek yang sama dengan prostaglandin.
d. Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya.
Secara spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus
pada wanita yang mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali
sesar dibandingkan dengan riwayat satu kali sesar . American College of
Obstetricians and Gynecologists mengambil posisi bahwa wanita dengan
riwayat dua kali sesar transversal-rendah dapat dijadikan kandidat untuk
VBAC.
e. Suatu penelitian yang sangat besar menunjukkan efek protektif yang
signifikan dari riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea satu
kali, dan mungkin merupakan faktor protektif juga pada bekas seksio sesarea
dua kali. Penelitian kohort yang besar oleh Zelop dkk. menemukan bahwa
riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea menurunkan resiko
terjadinya ruptur uterus Ruptur 1,1% terjadi pada wanita tanpa riwayat
persalinan pervaginam dan hanya 0,2% pada wanita yang pernah mengalami
persalinan pervaginam setelah seksio sesarea.
f. Deman post partum SC merupakan suatu predisposisi penyembuhan luka
yang jelek dan pada beberapa tempat hal ini merupakan kontraindikasi untuk
dilakukannya VBAC.
Gambar 6. Tipe penjahitan uterus
16
g. Angka keberhasilan untuk percobaan persalinan sedikit banyak bergantung
pada indikasi sesar sebelumnya. Angka keberhasilan agak meningkat jika
sesar sebelumnya dilakukan atas indikasi presentasi bokong atau distress
janin dibandingkan jika indikasinya adalah distosia. Faktor prognostik yang
paling mendukung adalah riwayat pelahiran pervaginam.
Ruptur uteri menimbulkan komplikasi yang serius baik bagi ibu
maupun bayi. Ibu akan kehilangan darah, terkena infeksi, dan beberapa kasus
memerlukan histerektomi, bahkan meninggal. Sedangkan beberapa infant akan
meninggal atau hidup dengan gangguan neurologis akibat kerusakan otak. (3,6,13)
Faktor Ibu
a. Umur
Suatu studi oleh Shipp dkk menyatakan bahwa usia diatas 30 tahun
mungkin berhubungan dengan kejadian ruptur yang lebih tinggi.
b. Anomali uterus
Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali
uterus.
Karakteristik kehamilan saat ini
a. Makrosomia
Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan
janin karena terjadinya distensi uterus.
b. Kehamilan ganda
Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita,
tidak terjadi ruptura uteri.
c. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU)
17
Ketebalan SBU dapat diperiksa dengan USG. Risiko terjadinya ruptur
0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm; 0,6% bila 2,6-3,5 mm dan 9,8% bila
tebalnya < 2,5 mm
d. Malpresentasi
Flamm dkk. melaporkan tidak terjadi ruptur pada 56 pasien yang
dilakukan versi luar pada presentasi bokong saat hamil aterm, namun
karena tidak ada data yang definitif, prosedur ini mungkin bisa
berhubungan dengan terjadinya ruptur uterus.
Secara ringkas, keuntungan dan kerugian dari VBAC dapat dilihat pada tabel
berikut :(6)
Keuntungan Kerugian
Pada VBAC yang berhasil, lebih aman
dibandingkan seksio sesaria berulang,
resiko infeksi, kehilangan darah lebih
kecil, efek anestesi dapat dihindari.
VBAC dapat gagal, sekitar 20-40%
sehingga membutuhkan seksio sesaria
emergensi yang memiliki resiko sedikit
lebih tinggi dibandingkan seksio sesaria
yang telah direncanakan sebelumnya.
Penyembuhan lebih cepat, baik di rumah
sakit maupun di rumah. Rasa sakit setelah
melahirkan lebih ringan, energi dan daya
tahan tubuh lebih cepat pulih.
Uterus dapat ruptur walau jarang terjadi
(<1%). Kalau terjadi maka dapat
menimbulkan komplikasi yang serius.
Secara emosional, VBAC memberikan
kepuasan dibandingkan seksio sesaria.
Jadwal VBAC tidak dapat ditentukan
(berbeda dengan seksio sesaria)
VBAC dapat dijadikan pilihan jika ingin
memiliki keluarga besar.
Resiko ruptur uteri walaupun kecil tetapi
lebih tinggi dibandingkan seksio sesaria
Biaya yang dikeluarkan lebih sedikit
dibandingkan seksio sesaria.
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian VBAC
18
B.2.7 KEBERHASILAN VBAC
Sebagian besar pasien dengan low-transverse uterine incision akibat operasi
sebelumnya dan tidak memiliki kontraindikasi persalinan per vaginam dapat
melaksanakan TOL. Wanita dengan dua low-transverse uterine incision juga masih
dapat dipertimbangkan untuk melaksanakan TOL, tetapi resiko ruptur uteri meningkat
sejalan dengan jumlah insisi uterus sebelumnya.(3)
Berikut ini kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk memilih calon
VBAC :(3)
a. Wanita dengan satu atau dua low-transverse uterine incision
b. Secara klinis, pelvisnya cukup besar
c. Tidak terdapat skar uterus yang lain atau tidak ada riwayat ruptur sebelumnya
d. Terdapat dokter obstetri, anestesi, dan orang yang cakap melakukan seksio
sesaria emergensi.
Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 60 – 80 %, dengan komplikasi
yang dapat terjadi adalah ruptura uteri (rahim robek) sekitar 0,5 – 1,5 %, histerektomi
(operasi pengangkatan rahim), cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat
menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Angka
keberhasilan VBAC bergantung pada indikasi seksio sesarea sebelumnya. Jika
indikasi operasi sebelumnya karena faktor menetap seperti panggul sempit, jelas tidak
boleh melakukan VBAC. Tetapi VBAC sering berhasil jika indikasi operasi
sebelumnya adalah presentasi bokong, fetal distress, partus tak maju atau partus
macet. Pada partus tak maju, VBAC akan mempunyai keberhasilan lebih tinggi jika
operasi sebelumnya dilakukan pada pembukaan lebih dari 5 cm. Hoskins dan Gomez
(1997) menganalisis angka kejadian VBAC pada 1917 wanita dalam kaitannya
dengan besar pembukaan serviks yang dicapai sebelum dilakukan seksio sesarea
sebelumnya atas indikasi distosia. Angka keberhasilan VBAC adalah 67% untuk yang
seksio sesarea pada pembukaan servik 5 cm atau kurang, dan 73% untuk pembukaan
6-9 cm. Angka keberhasilan VBAC turun menjadi 13% apabila distosia didiagnosis
pada kala dua persalinan.
Untuk menentukan keberhasilan persalinan pervaginam setelah seksio sesaria
(VBAC) dalam suatu penelitian observasional yang melibatkan 5022 pasien, Bruce L.
Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD membuat Admission Scoring System berikut:
19
No. Kriteria Nilai
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan
persalinan1
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75% 2
- 25 – 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1
Interpretasi:
Nilai 0 – 2 : 49% kemungkinan persalinan pervaginam
Nilai 3 – 8 : 50 – 94% kemungkinan persalinan pervaginam
Nilai 8 – 10: 95% kemungkinan persalinan pervaginam.
(Dikutip dari: Klein GH. Commentary and review: vaginal birth after cesarean delivery: an admission scoring
system).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan VBAC
Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui
"potongan bikini" kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit
vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang
ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi
uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan kesamping (seperti potongan bikini).
Tabel 4. Admission Scoring System
20
Cara pemotongan uterus seperti ini disebut " Low Transverse Cesarean Section ".
Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus dapat juga
dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini
dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat
pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan
berikutnya. Depp R menganjurkan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea,
terkecuali ada tanda-tanda ruptura uteri mengancam, parut uterus yang sembuh
persekundum pada seksio sesarea sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain
ditemui.
Rosenberg (1996) menjelaskan bahwa dengan pemeriksaan Ultra sonografi
USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat diketahui ketebalan segmen
bawah rahim . Ketebalan SBR ³ 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah
petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika
ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37
minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio
sesarea.
Willams menyatakan bahwa penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu
generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik.
Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di
daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus
pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
Mason menyatakan bahwa kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan
luka yang baik adalah lebih kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah
dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan dengan penambahan
beban pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan). Ternyata pada regangan
maksimal terjadi ruptura bukan pada jaringan sikatriknya tetapi pada jaringan
miometrium dikedua sisi sikatrik.
21
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang
mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik yang
terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu sendiri.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga
menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan
kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak
beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Cooke menyatakan jahitan luka yang terlalu kencang dapat menyebabkan
nekrosis jaringan sehingga merupakan penyebab timbulnya gangguan kekuatan
sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada infeksi ataupun technical error sebagai
penyebab lemahnya sikatrik.
Alasan melakukan seksio sesarea ulangan secara rutin sebagai tindakan
profilaksis terhadap kemungkinan terjadinya ruptura uteri tidak benar lagi.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan sikatrik pada
penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang penyebab-penyebab
yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio sesarea, menjadi
panduan apakah persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dapat dilaksanakan
atau tidak.
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi
uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea sama dengan
multipara tanpa seksio sesarea yang menjalani persalinan pervaginam
Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta
previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan insisi
uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang
mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio sesarea klasik
22
B.2.8 Pedoman VBAC : 8 Pearls
Untuk mengetahui keberhasilan VBAC digunakan pedoman yang dikenal
dengan 8 pearls, yang terdiri dari :(21)
1. Tingkat keberhasilan VBAC bervariasi tergantung indikasi seksio sesaria
sebelumnya
2. Jumlah persalinan yang diinduksi lebih tinggi pada seksio sesaria berulang
dibandingkan persalinan spontan.
3. Ibu obesitas dan makrosomia pada fetus menurunkan tingkat keberhasilan.
4. Induksi dengan oksitosin berhubungan dengan peningkatan resiko ruptur uteri,
tetapi oksitosin dapat digunakan secara bijaksana untuk membantu persalinan.
5. Prostaglandin sebaiknya tidak digunakan untuk mendilatasikan serviks atau
induksi persalinan.
6. Seksio sesaria lebih dari 1 kali meningkatkan resiko ruptur uteri
7. Interval persalinan 18-24 bulan akan meningkatkan resiko ruptur uteri. Wanita
sebaiknya tidak hamil dalam waktu minimal 9 bulan, atau lebih baik lagi 15
bulan setelah seksio sesaria jika merencanakan VBAC untuk persalinan
selanjutnya.
8. Resiko ruptur uteri 5 kali lebih rendah jika memiliki riwayat persalinan per
vaginam sebelum maupun sesudah seksio sesaria.
B.2.9 Rekomendasi
Rekomendasi SOGC secara umum untuk pelaksanaan VBAC adalah sebagai
berikut:(13,20)
1. Pastikan tidak ada kontraindikasi, wanita dengan 1 transverse low-segment section
sebaiknya ditawarkan untuk melaksanakan TOL dengan diberikan penjelasan
mengenai resiko dan keuntungannya. Informed consent sebagai dokumentasi
merupakan bagian yang penting pada pelaksanaan VBAC.
2. Keinginan untuk melaksanakan VBAC sebaiknya dinyatakan dengan jelas, dan
dokumentasi skar uteri sebelumnya sebaiknya ditandai secara jelas dalam rekam
prenatal.
3. Untuk persalinan yang aman setelah seksio sesaria, wanita tersebut sebaiknya
melahirkan di rumah sakit dimana seksio sesaria dapat dilaksanakan sewaktu-
waktu jika diperlukan. Selain itu dokter obstetri, anestesi, pediatri, dan staf ruang
operasi juga tersedia di rumah sakit.
23
4. Setiap rumah sakit sebaiknya memiliki kebijakan tertulis untuk dokter yang
bertanggungjawab terhadap adanya kemungkinan seksio sesaria emergensi.
5. Pada kasus TOL setelah seksio sesaria yang memakan waktu sampai 30 menit
sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan laparotomi emergensi.
6. Monitoring fetal secara elektronik kontinyu pada wanita yang melaksanakan TOL
direkomendasikan.
7. Suspek ruptur uteri memerlukan perhatian dan laparotomi untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitasi ibu dan bayi.
8. Pemberian oksitosin bukan merupakan kontraindikasi
9. Induksi medis dengan oksitosin dapat dikaitkan dengan resiko ruptur uteri dan
sebaiknya digunakan dengan hati-hati setelah diberikan konseling yang memadai.
10. Induksi medis dengan prostaglandin E2(dinoprostone) dikaitkan dengan
peningkatan resiko ruptur uteri sebaiknya tidak digunakan kecuali pada kasus-
kasus tertentu dan setelah diberikan konseling.
11. Prostaglandin E1 (misoprostol) dikaitkan dengan resiko tinggi terjadinya ruptur
uteri dan sebaiknya tidak digunakan sebgai bagian TOL setelah seksio sesaria
12. Kateter foley dapat digunakan dengan aman untuk membuka servik pada wanita
yang melaksanakan TOL setelah seksio sesaria
13. Data yang tersedia menyatakan bahwa TOL pada wanita dengan lebih dari sekali
seksio sesaria dapat berhasil, tetapi terjadi peningkatan resiko terjadinya ruptur
uteri.
14. Kehamilan ganda bukan merupakan kontraindikasi TOL setelah seksio sesaria.
Tabel 5. Rekomendasi VBAC
24
B.2.10 Komplikasi(39,40)
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginam adalah ruptura uteri. Ruptura jaringan parut bekas seksio sesarea sering
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas. Dilaporkan bahwa kejadian
ruptura uteri pada bekas seksio sesarea insisi Segmen Bawah Rahim lebih kecil dari 1
% (0,2 – 0,8 % ). Kejadian ruptura uteri pada persalinan pervaginam dengan riwayat
insisi seksio sesarea korporal dilaporkan oleh Scott dan American College of
Obstetricans and Gynekologists adalah sebesar 4 – 9 %. Farmer melaporkan kejadian
ruptura uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan
dehisensi 0,7%.
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus
dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptura uteri ini lebih sering terjadi pada
seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim.
Ruptura uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea
pada segmen bawah rahim 0,5-1 %
Tanda yang sering dijumpai pada ruptura uteri adalah denyut jantung janin tak
normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi lambat,
bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah
perdarahan pervaginam, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi
hipovolemik pada ibu.
Tanda-tanda ruptura uteri adalah sebagai berikut :
Nyeri akut abdomen
Sensasi popping ( seperti akan pecah )
Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam
Perdarahan pervaginam
25
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginam karena risiko ruptura 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim.
B.2.11 Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu dengan
persalinan pervaginam. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea
lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah yang
banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan
masa nifas di Rumah Sakit. Juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan
persalinan pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah Sakit akan dua kali lebih
mahal.
Walaupun angka kejadian ruptura uteri pada persalinan pervaginam setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan
ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini.
Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada
waktu antenatal maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan ketat
melalui monitor kardiotokografi kontinu; denyut jantung janin dan tekanan intra
uterin dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptura uteri lebih dini sehingga
respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan apabila terjadi
ruptura uteri.
Gambar 7. CTG bradikardi pada rupture uteri
26
B.2.12 INDUKSI PERSALINAN
McDonagh MS et al dalam suatu sistematik review mengidentifikasi 14
penelitian dan belum ada suatu penelitian yang baik untuk mengetahui keuntungan
dan kerugian induksi persalinan pada pasien dengan persalinan sesar sebelumnya.
Mereka mendapatkan bahwa induksi lebih sering mengakibatkan persalinan secara
sesar dibandingkan dengan persalinan spontan, yang secara tak terduga konsisten
terlihat pada pasien tanpa parut uterus. Angka persalinan sesar pada pasien dengan
riwayat sesar yang mengalami persalinan spontan dan induksi dengan oksitosin kira-
kira 20% (11-35%) dan 32% (18-44%).
Dodd JM et al pada suatu sistematik review yang lain menduga risiko ruptura
parut uterus pada lebih dari 20 ribu pasien dengan riwayat sesar antara tahun 1987-
1996. Rata-rata terjadi ruptur 4,5 per 1000 (91 dari 20.095). Pada persalinan dengan
induksi perlu pertimbangan selanjutnya terhadap risiko yang berhubungan dengan
induksi prostaglandin dan non-prostaglandin (mis: infuse oksitosin).
Sedangkan McDonagh mengemukakan OR ruptur uteri adalah 6,15 (95% CI
0,74-51,4) untuk induksi persalinan dibanding dengan persalinan spontan.
a. Induksi persalinan dengan oksitosin
Suatu sistematik review secara retrospektif mengumpulkan data bahwa pada
pasien dengan riwayat persalinan sesar tidak didapatkan gangguan parut uterus yang
lebih besar pada pasien yang menggunakan oksitosin dalam persalinan dibandingkan
dengan persalinan spontan. (OR 2,1 95% CI 0,76-5,78). Hasil ini memberikan
pengertian yang serius karena tidak adanya data yang cukup dari percobaan random,
kualitas kontrol penelitian yang kurang baik dan pengamatan yang kebanyakan
rangkaian dilaporkan tentang peningkatan risiko ruptura uteri dengan induksi tetapi
dengan interval kepercayaan yang luas sehingga arti statistik tidak bisa ditunjukkan.
Penting juga dicatat bahwa maksimal dosis oksitosin yang digunakan jarang
dilaporkan dengan begitu ambang batas dosis yang dapat menyebabkan ruptura uteri
tidak dapat dipastikan dari data yang ada.
Suatu penelitian prospektif terbesar mengevaluasi risiko ruptura pada wanita
dengan satu atau lebih persalinan sesar (n=17.898 trials of labor dan 15.801 seksio
sesar ulangan) tidak tercakup dari analisis tersebut di atas. Dalam rangkaian ini wanita
yang di induksi dengan oksitosin secara signifikan mempunyai risiko tertinggi terjadi
27
ruptura uteri dibanding dengan persalinan spontan (OR 3.01, 95% CI 1,66-5,46).
Angka kategori kejadian ruptura uteri adalah:
Seksio sesar ulangan belum dalam persalinan adalah 0
Persalinan spontan adalah 4 dari 1000
Induksi persalinan dengan oksitosin adalah 11 dari 1000
Data ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti seperti pada penggunaan
oksitosin untuk induksi persalinan pada wanita yang mencoba vaginal birth after
caesarean (VBAC) yang berhubungan peningkatan risiko ruptura uteri. Yang pasti
pengambilan keputusan klinis seperti pada penggunaan oksitosin pada pasien dengan
riwayat sesar dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ada tidaknya aktivitas uterus
sebelumnya, kondisi pembukaan serviks, usia kehamilan saat induksi, riwayat
persalinan vaginal sebelumnya dan indikasi induksi. Tidak adanya data yang pasti
menunjukkan risiko tinggi ruptura, Wing et all menggunakan oksitosin untuk induksi
persalinan pada VBAC jika ada indikasi standar obstetrik.
b. Induksi persalinan dengan prostaglandin.
Sama halnya dengan oksitosin, pada penggunaan prostaglandin belum ada data
dari percobaan random yang besar dan kurangnya data dari kontrol penelitian yang
berkualitas sebagai dasar rekomendasi penggunaan prostaglandin atau agen lain untuk
induksi pada VBAC.
Perhatian tentang penggunaan prostaglandin muncul setelah adanya publikasi
penelitian cohort dari 20.095 primipara yang melahirkan bayi tunggal secara sesar dan
sesudahnya melahirkan bayi kedua. Angka kejadian rupture adalah:
Seksio sesar ulangan belum dalam persalinan adalah 1,6/1000
Persalinan spontan adalah 5,2/1000
Induksi bukan prostaglandin adalah 7,7/1000
Induksi prostaglandin adalah 24,5/1000
Kejadian ruptura pada persalinan spontan dan persalinan induksi bukan
dengan prostaglandin secara signifikan tidak berbeda, tetapi keduanya lebih tinggi
dibanding dengan seksio sesar ulangan belum dalam persalinan.. Risiko ruptura
tertinggi terjadi pada induksi persalinan dengan prostaglandin. Dibandingkan dengan
seksio sesar ulangan belum dalam persalinan risiko rupture pada persalinan spontan
28
adalah RR 3,3(95% CI 1,8-6,0) dan dengan prostaglandin RR 15,6 (95% CI 8,1-30,0).
Landon (2004) membandingkan risiko ruptura penggunaan prostaglandin
(140/10.000) dengan foley kateter (89/10.000) untuk dilatasi serviks. Suatu penelitian
retrospektif yang besar di skotlandia pada lebih 36.000 wanita dengan riwayat sesar,
4.600 diantaranya menggunakan prostaglandin menunjukkan peningkatan risiko
ruptura uteri sebagai penyebab utama kematian perinatal yang berhubungan dengan
penggunaan prostaglandin.
ACOG ( American College of Obstetricians and Gynecologists) menyarankan
adanya konseling seperti risk dan benefit terhadap induksi persalinan, seleksi wanita
yang akan menjalani VBAC dan menghindari penggunaan prostaglandin E1 dan
oxytosin. SOGC (Society of Obstericians and Gynaecologists of Canada) juga
merekomendasi hal yang sama.
c. Induksi persalinan dengan mekanik
Data metode mekanik untuk cervical ripening sangat terbatas.
Menggabungkan hasil dari dua penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian ruptura
pada induksi dengan transervikal foley kateter/oksitosin sama dengan persalinan
spontan pada VBAC yaitu 5 dari 384 (1,3%) atau 22 dari 2081 (1,1%).
B.2.13 PENDEKATAN MANAJEMEN PADA VBAC(4)
Kehamilan tanpa komplikasi
Pada umur kehamilan 38 minggu, dilakukan stripping of membrane untuk
mempercepat persalinan spontan, dengan demikian menurunkan kejadian postterm
pregnancy dan intervensi yang berhubungan dengan manajemen (grade 2C).
Kehamilan dengan komplikasi
Jika ada indikasi maternal dan fetal untuk mempercepat proses persalinan,
sebaiknya ada konseling terhadap risk dan benefit induksi persalinan dengan seksio
sesar ulangan. Pasien yang ingin meminimalkan risiko ruptura sebaiknya memilih
seksio sesar ulangan dibanding induksi.
Jika serviks sudah matang dan pasien menginginkan di induksi, sebaiknya
dilakukan amniotomi dan dilanjutkan infus oksitosin. Walaupun tidak ada literatur
yang mendukung secara klinis tekanan kateter intra uteri efektif untuk memprediksi
29
ruptura uteri tapi itu berguna untuk lebih berhati-hati selama induksi infus oksitosin.
Jika serviks belum matang kepada pasien diberikan pilihan, mengulang sesar atau
induksi persalinan. Sebaiknya menggunakan cervikal ripening secara mekanik yang
diikuti dengan amniotomi dan infus oksitosin. Karena kemungkinan peningkatan
risiko ruptura yang berhubungan dengan penggunaan misoprostol, sebaiknya tidak
digunakan pada induksi VBAC.
30
BAB III
KESIMPULAN
Setiap pelayanan obstetri di rumah sakit sebaiknya menawarkan persalinan per
vaginam untuk wanita yang sebelumnya pernah diseksio sesaria. VBAC sebaiknya
dipertimbangkan untuk wanita yang tidak memiliki kontraindikasi.
VBAC dapat dilaksanakan pada wanita dengan low-transverse cesarean section
sebelumnya, secara klinis pelvis cukup besar, Tidak ada skar uterus yang lain.
Sedangkan kontraindikasi VBAC adalah insisi uterus klasik atau T-shaped, insisi
uterus multipel, riwayat ruptur uterus sebelumnya, panggul sempit, adanya
kontraindikasi persalinan pervaginam seperti plasenta previa dan letak lintang.
Untuk pelaksanakan VBAC diperlukan berbagai komponen, yaitu dokter
obstetri, personil yang ahli menginterpretasikan letak fetus selama persalinan, dokter
anestesi, dokter yang dapat melakukan seksio sesaria emergensi, serta fasilitas lain
seperti alat untuk monitoring denyut jantung fetus secara kontiyu.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai dalam melaksanakan VBAC, yaitu
kemungkinan adanya skar uterus yang tidak diketahui, insisi uterus vertikal letak
rendah, malformasi uterus, interval waktu melahirkan terlalu dekat, memerlukan
induksi persalinan, belum pernah melakukan persalinan per vaginam sebelumnya,
kehamilan ganda, suspek makrosomia, ibu obesitas, bayi lewat bulan, umur ibu yang
telah lanjut, dan kemungkinan memerlukan versi luar.
31
TINJAUAN PUSTAKA
1. http://www.oregon.gov/DAS/OHPPR/RSCH/docs/ vbac _print. pdf 30 Dec 2005
2. Planning a Successful VBAC (vaginal birth after cesarean), Available at
http://www.justmommies.com/articles/vbac.shtml, retrieve on 1 Jan 2006
3. Vaginal Birth After Previous Caesarean Delivery, Available at
http://www.medem.com/search/article_display.cfm?path=\\TANQUERAY\
M_ContentItem&mstr=/M_ContentItem/
ZZZ3CTZ6FIC.html&soc=ACOG&srch_typ=NAV_SERCH, retrieve on 1 Jan
2006
4. M. Enkin, M.J.N.C. Keirse, J. Nielson, C. Crowther, L. Duley, E. Hodnett, and
J. Hofmeyr. Labor and birth after previous cesarean, Available at
http://www.vbac.com/birthtrends.html, retrieve on 1 Jan 2006
5. Vaginal Birth After Cesarean Delivery, Available at
http://www.emedicine.com/med/topic3434.htm, retrieve on 1 Jan 2006
6. Vaginal Birth After C-Section, Available at
http://www.mayoclinic.com/health/vbac/, retrieve on 30 Dec 2005
7. Vaginal Birth After Cesarean Birth --- California, 1996—2000, Available at
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5144a3.htm, retrieve on 1
Jan 2006
8. Definition of VBAC, Available at www.medterms.com/script/main/art.asp?
articlekey=5967, retrieve on 1 Jan 2006
9. A. Sinha, S. Arulkumaran. Vaginal Delivery Following 2CS, Available at
www.obgyn.net/firstcontroversies/ prague1999sinha-arulkumaran.doc, retrieve
on 30 Dec 2005
10. Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth. Available at
www.sogc.org/guidelines/pdf/JOGC-feb-05-martel-CPG.pdf, retrieve on 30
Dec 2005
11. Final US Birth Trends 1989-2003, Available at
http://www.vbac.com/hottopic/finalusbirthtrends2003.html, retrieve on 1 Jan
2006
32
12. Birth Trends, Available at http://www.vbac.com/birthtrends.html, retrieve on 1
Jan 2006
13. Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth, Available at
www.rnzcgp.org.nz/news/nzfp/Aug2003/Belgrave_Aug03.pdf, retrieve on 30
Dec 2005
14. Risks From Labor After Prior Caesarean Delivery Low, Study Reports,
Available at http://www.vbac.com/hottopic/vbacrisksarelow.html, retrieve on 1
Jan 2006
15. HON - News Vaginal Delivery After Caesarean Carries Danger, Available at
http://www.hon.ch/News/HSN/517314.html, retrieve on 30 Dec 2005
16. Deborah Josefson. Vaginal delivery after caesarean section triples risk of
uterine rupture, Available at
http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/323/7304/68, retrieve on 30 Dec
2005
17. Dystocia and VBAC, Available at http://www.vbac.com/dystocia.html, retrieve
on 1 Jan 2006
18. Scoring patients for VBAC, Available at
http://www.obgmanagement.com/article_pages.asp?AID=3002&UID=, retrieve
on 1 Jan 2006
19. VBAC Scoring, Available at
http://pregnancy.about.com/cs/vbac/a/aa070698.htm, retrieve on 1 Jan 2006
20. Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth, Available at
http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/323/7304/68, retrieve on 1 Jan 2006
21. Preserving the VBAC alternative:8 pearls, Available at
http://www.obgmanagement.com/article_pages.asp?AID=3307&UID, retrieve
on 1 Jan 2006
22. Husodo L, Pembedahan dengan Laparatomi. Dalam Buku Ilmu Kebidanan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999: 863 –75.
23. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum
Hysterectomy. In : Williams Obstetrics. 21st Ed.. The Mc Graw-Hill Companies.
New York : 2001 : 537 – 63.
33
24. Cunningham MD. Cesarean Section. In: Williams Obstetrics, 22nd Ed. Prentice
Hall Int. USA 2001.
25. Wing DA. Induction of labor in woman with prior cesarean delivery. Up ToDate
2007
26. Dodd JM, Crowther CA. Elective repeat caesarean section versus induction of
labour for woman with a previous caesarean birth. The Cochrane Library 2007,
Issue 4
27. Welischar J, Quirk JG. Vaginal birth after cesarean delivery.Up ToDate 2007
28. Rozenberg P, Goffinet F, Philippe HJ, Nisand I. Thickness of the lower uterine
segment: its influence in the management of patients with previous casarean
sections. European Journal of Obstetrics & Gynaecology and Reproductive
Biology 87(1999) 39-45
29. Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, Cohen A, Caughey AB, Lieberman E. Uterine
rupture during induced or augmented labor in gravid woman with one prior
cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol: 1999: 181; 882-886
30. Lin C, Raynor D. Risk of uterine rupture in labor induction of patients with prior
cesarean section: An inner city hospital experience. Am J Obstet Gynecol: 2004:
190; 1476-8
31. Mankuta DD, Leshno MM, Menasche MM, Brezis MM. Vaginal birth after
cesarean section: Trial of labor or repeat cesarean section? A decision analysis.
Am J Obstet Gynecol: 2003: 189; 714-719
32. McDonagh, MS, Osterweil, P, Guise, JM. The benefits and risks of inducing
labour in patients with prior caesarean delivery : a systematic review. BJOG
2005; 112:1007
33. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet
Gynecol 2004; 104:203.
34. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after
previous cesaean delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of
Obstetricians and Gynecologists, Washington DC.
35. Cunningham, Leveno, Bloom, et al.2005. Obstetry Williams. EGC : Jakarta.
34
36. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an
admission scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.
37. Macones, GA, Peipert, J, Nelson, DB, et al. Maternal complications with
vaginal birth after cesarean delivery: a multicenter study. Am J Obstet Gynecol
2005;193:1656.
38. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi.
EGC : Jakarta.
39. Winknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan : Ruptura Uteri pada Parut Uterus.
670-672. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
35