valuasi ekonomi ekosistem sumberdaya padang lamun di...
TRANSCRIPT
1
Valuasi Ekonomi Ekosistem Sumberdaya Padang Lamun
di Kawasan Konservasi Lamun Desa Teluk Bakau kabupaten
Bintan
Desy Selfiani
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Linda Waty Zen
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Diana azizah
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologi lamun yang terdiri dari
identifikasi jenis lamun, kerapatan jenis lamun dan luas area padang lamun serta nilai ekonomi
ekosistem sumberdaya padang lamun di Desa Teluk Bakau. Penelitian ini menggunakan metode
survey. Pengamatan ekologi padang lamun menggunakan metode petak contoh ukuran 1 m x 1 m
dengan jumlah 30 plot pada setiap stasiun pengamatan. Penilaian nilai valuasi ekonomi ekosistem
padang lamun dengan cara melakukan wawancara responden menggunakan kuisioner.
Hasil pengamatan struktur komunitas padang lamun di Desa Teluk Bakau ditemukan 8
jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea
rotundata, Cymodocea serrulata, Holudule pinifolia, Syringodium isoetifolium, dan Holudule
uninervis dengan kerapatan jenis lamun tertinggi yaitu pada stasiun I sebesar 63,7 idn/m2 dan
kerapatan jenis lamun terendah pada stasiun II sebesar 39,167 idn/m2. Jenis lamun tertinggi
didominasi oleh jenis Enhalus acoroides sebesar 33, 367 idn/ m2 dan terendah dari jenis
Halophila ovalis sebesar 0,7 idn/m2 . Kondisi ekosistem padang lamun merupakan kondisi
kerapatan jarang dengan persentase 25 – 75 %. Luas area padang lamun di Desa Teluk Bakau yaitu
1.870 Ha.
Nilai ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Teluk Bakau didapatkan nilai manfaat
langsung sebesar 90.375.084.800 /tahun atau (93,124 %), nilai manfaat tidak langsung sebesar
6.253.684.211 /tahun atau (6,444 %), nilai manfaat pilihan sebesar 379.495.755 / tahun atau (0,391
%), nilai manfaat keberadaan sebesar 20.343.860 /tahun atau (0,021 %), nilai manfaat warisan
sebesar 19.705.263 /tahundan nilai ekonomi total sebesar 97.048.313.889 /tahun.
Kata kunci : Lamun, Desa Teluk Bakau, Valuasi Ekonomi
2
Economic Valuation of Resource Ecosystem Seagress
in Regional Conservation Area Teluk Bakau Village Bintan
Regensi
Desy Selfiani
Student of Aquatic Resource Management, FIKP UMRAH, [email protected]
Linda Waty Zen
Lecture of Aquatic Resource Management, FIKP UMRAH, [email protected]
Diana Azizah
Lecture of Aquatic Resource Management, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
This research to purpose know condition ecology seagrass in regional conservation area
Teluk Bakau village, include of species identification, species density, and area of seagrass beds
with ecosystem economic valuation seagress in Teluk Bakau village. This Research using metode
survey. The observation seagrass ecology using sample plot size of 1 m x 1 m, with totaling 30
plot for every research station. Estimation economic valuation seagrass with approach respondent
interview using quesioner.
The observation result of condition ecology seagrass in Teluk Bakau village was found 8
species of seagrass Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea
rotundata, Cymodocea serrulata, Holudule pinifolia, Syringodium isoetifolium, dan Holudule
uninervis with species of density seagrass the highest at station I 63,7 idn/m2 and species of
density seagrass the lowest at station II 33,367 idn/m2. The highest species of seagrass domination
Enhalus acoroides 33,367 idn/m2 and lowest of species Halophila ovalis 0,7 idn/m2. Condition of
ecology seagrass form rare density with persentation 25 – 224 ind/m2. The area of seagrass beds in
Teluk Bakau village is 1.870 Ha.
Economic assessment seagrass in Teluk Bakau village obtain benefit of total economic
value as 97.048.313.889 /year or (93,124), with a direct benefit value as 90.375.084.800 /year,
indirect benefit value as 6.253.684.211 /year or (6,444 %), option benefit value as 379.495.755
/year or (0,391), existensi benefit value as 20.343.860 or (0,021 %) and bequest benefit value as
19.705.263/ year or (0,020%)
Keywords : Seagrass, Teluk Bakau Village, Economic Valuation
3
I. PENDAHULUAN
Sebagian besar kawasan di Desa Teluk
Bakau merupakan kawasan laut, yang
menyimpan potensi besar dalam sektor
kelautan berupa potensi sumberdaya hayati
yang bernilai ekonomis. Salah satu potensi
sumberdaya hayati tersebut berada di Desa
Teluk Bakau yaitu ekosistem lamun.
Berdasarkan SK No. 36/VIII/2007
Bappeda Kabupaten Bintan 2007, salah satu
kawasan konservasi padang lamun terdapat
di Desa Teluk Bakau yang merupakan
bagian dari Kawasan Pesisir Timur
Kecamatan Gunung Kijang yang dijadikan
sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah
Kabupaten Bintan. Teluk Bakau merupakan
salah satu kawasan di Kabupaten Bintan
yang memiliki keanekaragaman lamun yang
tinggi (BAPEDDA - TRIMADES 2010
dalam Arifah, 2013).
Padang Lamun memiliki fungsi
ekologis dan fungsi ekonomis yang sangat
penting bagi manusia. Adapun fungsi
ekologis lamun sebagai berikut : (1) sumber
utama produktivitas primer, (2) sumber
makanan penting bagi organisme dalam
bentuk detritus, menstabilkan dasar pantai
yang lunak, tempat berlindung berbagai
organisme, (3) tempat pertumbuhan bagi
beberapa spesies yang menghabiskan masa
dewasanya di lingkungan ini, misalnya
udang dan ikan, (4) sebagai predam arus,
sehingga perairan sekitarnya tenang dan, (5)
sebagai pelindung dari panas matahari yang
kuat bagi penghuninya (Kiswara,1999
Constanza et al,. 1997, Hemminga and
Duarte 2000, Green and Short 2003 dalam
Widiastuti, 2011). Sedangkan fungsi
ekonomis dari lamun adalah sebagai daerah
tangkapan ikan, karena keberadaan lamun
dapat meningkatkan produktivitas ikan.
Selain itu lamun juga lamun dimanfaatkan
sebagai bahan kerajianan dan obat.
Dengan adanya fungsi ekologis dari
lamun tersebut, diharapkan manfaat
ekonomi bagi nelayan dan masyarakat
sekitar dapat meningkatkan hasil tangkapan,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan
nelayan dan masyarakat setempat yang
memanfaatkan ekosistem yang ada di
dalamnya. Untuk mengetahui adanya
manfaat ekonomi tersebut, dapat diketahui
dari valuasi ekonomi. Tujuan penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui struktur komunitas yang di
lihat dari jenis lamun, kerapatan jenis dan
luas area padang lamun di Desa Teluk
Bakau.
2. Mengetahui struktur komunitas yang
dilihat dari jenis lamun, kerapatan jenis dan
luas area padang lamun di Desa Teluk
Bakau.
3. Mengetahui valuasi ekonomi ekosistem
padang lamun berdasarkan nilai manfaatan
langsung, manfaatan tak langsung,
manfaatan pilihan, manfaatan warisan, dan
manfaat keberadaan di Desa Teluk Bakau.
Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Adanya informasi mengenai kondisi
ekologis padang lamun di Desa Teluk
Bakau.
4
2. Adanya informasi valuasi ekonomi
pemanfaatan ekosistem sumberdaya padang
lamun di Desa Teluk Bakau
3. Sebagai acuan bagi pengelola sumberdaya
dan pemerintah dalam pengambilan
keputusan dalam pengelolaan dan
peningkatan terhadap pengelolaan kawasan
konservasi di Desa Teluk Bakau Kabupaten
Bintan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem padang lamun merupakan
habitat penting di daerah beriklim tropis.
Lamun merupakan satu-satunya
angiospermae atau tumbuhan berbunga yang
memiliki daun, batang dan akar sejati yang
telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya
didalam air laut (Tuwo, 2011). Ekosistem
Lamun (Seagrass ecosystem) adalah satu
sistem organisasi ekologi padang lamun
yang di dalamnya terjadi hubungan timbal
balik antara komponen abiotik (air dan
sedimen) dan biotik ( hewan dan tumbuhan).
Ekosistem lamun di Indonesia biasanya
terletak di antara ekosistem mangrove dan
karang, atau terletak di dekat pantai berpasir
dan hutan pantai. Dalam ekosistemnya,
padang lamun memiliki berbagai macam
fungsi, antara lain: (1) Sebagai media untuk
filtrasi atau menjernihkan perairan laut
dangkal, (2) Sebagai tempat tinggal berbagai
biota laut, termasuk biota laut yang bernilai
ekonomis, seperti ikan baronang/lingkis,
berbagai macam kerang, rajungan atau
kepiting, teripang dll. Keberadaan biota
tersebut bermanfaat bagi manusia sebagai
sumber bahan makanan, (3) Sebagai tempat
pemeliharaan anakan berbagai jenis biota
laut. Pada saat dewasa, anakan tersebut akan
bermigrasi, misalnya ke daerah karang, (4)
Sebagai tempat mencari makanan bagi
berbagai macam biota laut, terutama duyung
(Dugong dugon) dan penyu yang hampir
punah, (5) Mengurangi besarnya energi
gelombang di pantai dan berperan sebagai
penstabil sedimen sehingga mampu
mencegah erosi di pesisir pantai. 6. Berperan
dalam Berperan dalam mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim (Kennedy & Björk, 2009;
McKenzie, 2008; Dorenbosch et al., 2005;
Green & Short, 2003; Nagelkerken et al.,
2002; Nagelkerken et al., 2000) dalam
(Rahmawati et al., 2014).
Valuasi ekonomi adalah nilai ekonomi
untuk menduga total kontribusi ekonomi
dari sebuah ekosistem tertentu kepada
masyarakat (Bakosurtanal, 2005).Penilaian
ekonomi sumberdaya juga merupakan suatu
alat ekonomi (economic tool) yang
menggunakan teknik penilaian tertentu
untuk mengestimasi nilai uang dari barang
dan jasa yang diberikan oleh suatu
sumberdaya alam. Nilai ekonomi (economic
valuation) dari suatu barang dan jasa diukur
dengan menjumlahkan kehendak membayar
willingness to pay (WTP) dari banyak
individu terhadap barang dan jasa tersebut
Nilai ekonomi total merupakan
penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis
pemanfaatan atau penggunaan use value
yang terdiri dari penggunaan langsung,
penggunaan tidak langsung, nilai pilihan,
nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan,
yang terdiri dari nilai warisan, dan nilai
5
keberadaan (Adrianto et al., 2004 dalam
Agustina, 2014). moneter (Fauzi, 2004
dalam Wahyuningsih, 2015). Penilaian
berdasarkan harga non - pasar yakni
sumberdaya alam selain menghasilkan
barang dan jasa yang dapat di konsumsi baik
langsung maupun tidak langsung, juga
menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang
memberikan manfaat dalam bentuk lain,
seperti ketenangan, keindahan dan lain
sebagainya (Fauzi, 2004 dalam
Wahyuningsih, 2015).
Kawasan konservasi perairan (KKP)
didefinisikan oleh International Union for
Conservation of Nature (IUCN) sebagai
“Suatu kawasan di wilayah intertidal atau
subtidal berikut perairan serta flora, fauna,
sejarah, dan budaya yang berasosiasi, yang
telah dilindungi oleh hukum atau aturan lain,
untuk melindungi sebagian atau seluruh
lingkungan yang berada di dalamnya.”
Definisi itu dibangun dalam World
Wilderness Congress (Kongres Hidupan Liar
Dunia) ke - 4 dan secara formal diadopsi
oleh IUCN pada Sidang Umum ke - 17 di
tahun 1988; enam tahun kemudian World
Congress on National Parks (Kongres Dunia
tentang Taman Nasional) meminta kawasan
laut, pesisir dan perairan tawar diintegrasi ke
dalam jaringan dunia kawasan yang
dilindungi (Gubbay 1995 dalam Mulyoto,
2011).
III. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Agustus 2016 sampai Januari 2017, yang
berlokasi di Desa Teluk Bakau Kabupaten
Bintan.
Sumber : Shodiqurrasid (2015)
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Desa
Teluk Bakau.
Adapun alat dan bahan yang digunakan
sebagai berikut :
1. Pengambilan Data Lamun :
- - Transek kuadran 1 x 1 m
- Gps
- Roll Meter atau tali rafia
- Kamera
- Buku identifikasi lamun
- Kertas atau tabel isian data
- Alat tulis
2. Pengambilan Data Valuasi Ekonomi :
- Lembar Quisioner
- Alat Tulis
- Kamera
Penentuan titik stasiun di lakukan di
perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten
Bintan dengan menggunakan metode
Purposive Sampling , dimana penentuan
lokasi sampling yang di dasarkan pada
tujuan tertentu (Fachrul, 2007 dalam
Shodiqurrosid, 2015). Berdasarkan kriteria
tersebut ditetapkan 3 stasiun yang dianggap
6
mewakili dalam pengambilan sampling data
lamun di perairan Desa Teluk Bakau,
sebagai berikut (Shodiqurrosid, 2015) :
Stasiun I dengan koordinat 1o 1’40.87” U
dan 104o 39’31.40”T merupakan daerah
dengan lamun yang tinggi
Stasiun II dengan koordinat 1o 3’18.60” U
dan 104o 39’6.61”T merupakan daerah
dengan lamun yang rendah
Stasiun III dengan koordinat 1o 4’17. 84”
U dan 104o
38’35.09”T merupakan daerah
dengan lamun yang sedang
Penentuan responden menggunakan
Purposive Sampling, dengan pertimbangan
bahwa responden adalah nelayan dan
masyarakat setempat yang melakukan
aktivitas penangkapan di sekitar ekosistem
padang lamun.
Penentuan jumlah sampel responden, dan
jumlah plot lamun menggunakan rumus
slovin dengan taraf keyakinan 90 % (taraf
signifikan 10 % ) (Matondang dalam
Agustina, 2014) yakni :
n = N___
1 + Ne2
Dimana :
n = Sample
N = Jumlah Populasi (130)
e = Perkiraan tingkat kesalahan (0,1)
Pengamatan padang lamun dilakukan
dengan teknik garis transek (line transect
technicue) pada ekosistem lamun (Fachrul,
2007 dalam Shodiqurrosid, 2015).
Pengamatan di lakukan dengan panjang
garis transek 100 m, dimana jarak antar
transek 20 m dan jarak antar plot 10 m.
Sedangkan ukuran plot pengamatan adalah 1
x 1 m dengan jumlah 30 plot untuk setiap
stasiun. Data sampel lamun yang didapat
kemudian diidentifikasi dengan mengacu
kepada Kepmen LH No. 200 Tahun 2004,
tentang kriteria baku kerusakan dan
pedoman penentuan status padang lamun
serta dilakukan perhitungan masing –
masing jenis.
Penentuan luas area padang lamun
menggunakan metode digitasi yaitu
pemetaan menggunakan software Arcgis
10,3 Citra Spot Pulau Bintan 2014, dengan
melihat luasan padang lamun pada peta Desa
Teluk Bakau.
ANALISIS DATA
1. Analisis Data Lamun
a. Jenis Lamun
Identifikasi jenis lamun yang
ditemukan dilakukan dengan cara
mencocokkan jenis lamun yang dijumpai
dengan mengacu kepada KEPMEN LH
Nomor 200 tahun 2004.
b. Kerapatan Lamun
Kerapatan jenis (Ki) adalah total
individu jenis dalam suatu unit area yang
di ukur. Kerapatan masing - masing jenis
pada setiap stasiun di hitung dengan
menggunakan rumus (Fachrul, 2007) :
Ki = ni
A
Dimana :
Ki = Kerapatan jenis ke-i
7
ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan sampel
(m2)
Setelah di dapat nilai kerapatan
tersebut kemudian dilakukan analisis kondisi
padang lamun berdasarkan skala kerapatan
lamun pada tabel berikut :
Tabel 1. Skala kondisi padang lamun
berdasarkan kerapatan (Amran
dan Ambo Rappe, 2009 dalam
Nurhazraeni, 2014).
Skala Kerapatan
(Ind/m2)
Kondisi
5 > 625 Sangat rapat
4 425 - 624 Rapat
3 225 - 424 Agak rapat
2 25 - 224 Jarang
1 < 25 Sangat jarang
2. Analisis Data Valusi Ekonomi
Pemanfaatan Lamun
a. Nilai Manfaat langsung ( Direct Use
Value)
Nilai manfaat langsung adalah nilai
yang dihasilkan dari pemanfaatan secara
langsung dari suatu sumberdaya. Manfaat
langsung dapat juga diartikan sebagai
manfaat yang dapat dikonsumsi. Dari
informasi yang di dapatkan biota yang dapat
di manfaatkan antara lain ikan, kerang,
siput, sotong dan ketam dll . Maka nilai
manfaat langsung padang lamun dapat di
hitung dengan persamaan berikut ( Suzana,
et al., 2011 dalam Agustina, 2014):
n
DUV = ∑ DUVi
i=1
Dimana :
DUV = Direct use value (Nilai manfaat
langsung)
DUVi = Manfaat penangkapan (Ikan,
kerang, sotong, kepiting dll)
n = Jumlah jenis pemanfaatan
i = Jenis pemanfaatan ke – i
Nilai pemanfaatan langsung padang
lamun tersebut, diperoleh dari rumus sebagai
berikut (Widiastuti, 2011 dalam Agustina,
2014) :
Nilai Ekonomi Perikanan
= Rente ekonomi ( Ikan, sotong, ketam dll )
x Jumlah RTP
=( penerimaan – ( laba layak – laba kotor ))
x Jumlah RTP
Dimana :
Penerimaan = hasil tangkapan x harga
rata – rata tangkapan
Laba kotor = penerimaan – biaya
operasional
Laba layak = discount rate x biaya
operasional
Rente ekonomi = penerimaan - (laba
layak – laba kotor)
8
b. Nilai Manfaat Tidak Langsung (
Indirect Value )
Nilai manfaat tidak langsung meliputi
ekosistem padang lamun sebagai daerah
pemijahan (spawning ground), daerah
pengasuh (nursery ground) dan daerah
mencari makan ( feeding ground).
Penilaian ini menggunakan pendekatan
Contingent Valuation Method (CVM)
menggunakan teknik survei, yakni keinginan
untuk menerima (willingness to accept), jika
terjadi kerusakan atas sumberdaya (Fauzi,
2004 dalam Agustina, 2014). Dalam
melakukan pendekatan CVM di lakukan
tahapan berikut (Bakosurtanal, 2005) :
1. Membuat hipotesis pasar
2. Mendapatkan nilai lelang dilakukan
dengan melakukan survei baik melalui
survei langsung dengan kuesioner,
3. Menghitung rataan WTP dan WTA dari
setiap individu.
4. Memperkirakan kurva lelang (bid curve)
5. Mengagretkan data rataan lelang yang
diperoleh pada tahap ketiga.
c. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value)
Nilai Manfaat pilihan untuk
sumberdaya lamun biasanya menggunakan
metode benefit transfer, yaitu dengan cara
menilai perkiraan benefit dari tempat lain
(dimana sumberdaya yang tersedia) lalu
benefit tersebut di transfer untuk
memperoleh perkiraan yang kasar mengenai
manfaat lingkungan. Menurut Ruitenbeek
(1991) dan Kusumastanto dalam Widiastuti
(2011), besarnya nilai cadangan
keanekaragaman hayati adalah sebesar US$
15/ha/tahun. Nilai manfaat pilihan ini
peroleh dengan persamaan (Widiastuti, 2011
) :
Nilai keanekaragaman hayati
= Luas padang lamun (ha) x nilai
keanekaragaman hayati ( per ha )
d. Nilai Manfaat Keberadaan( Exsistence
Value )
Nilai manfaat keberadaan adalah
manfaat yang dirasakan langsung oleh
masyarakat dari keberadaan ekosistem
padang lamun. Metode yang di gunakan
adalah contingent valuation method (CVM)
yakni metode mengestimasi nilai yang di
berikan oleh individu terhadap suatu barang
atau jasa (Andrianto dan Wahyudin, 2007
dalam Agustina, 2014). Tahapan yang
dilakukan sebagai berikut (Fauzi, 2004
dalam Agustina, 2014 ) :
1. Membuat hipotesis pasar
2. Mendapatkan nilai lelang
3. Memperkirakan nilai lelang
4. Memperkiraan kurva lelang
5. Mengagregatkan data dengan
mengalikan rataan WTP dengan jumlah
RTP.
e. Manfaat Warisan (Beques Value)
Nilai manfaat warisan adalah nilai
ekonomi yang di dapatkan dari sumberdaya
ekosistem lamun yang nantinya dapat di
manfaatkan oleh generasi mendatang.
Metode yang digunakan adalah Contigent
Valuation Method (CVM), yakni metode
mengestimasi nilai yang di berikan oleh
9
individu terhadap suatu barang atau jasa
(Andrianto, dkk, 2007 dalam Wahyuningsih,
2015). Adapun tahapan yang dapat di
lakukan menggunakan pendekatan
Contigent Valuation Method (CVM) (Fauzi,
2004 dalam wahyuningsih, 2015) :
1. Membuat Hipotesis pasar
2. Mendapatkan nilai lelang
3. Menghitung rataan WTP dan WTA,
4. Memperkirakan kurva lelang
5. Mengagregatkan data
d. Nilai Total Ekonomi ( Total Economic
Value)
Nilai manfaat ekonomi total di hitung
menggunakan rumus berikut (Bakosurtanal,
2005) :
TEV = (DUV + IUV+ OV) + ( XV + BV )
Dimana :
TEV = Nilai ekonomi total
DUV = Nilai manfaaat langsung
IUV = Nilai manfaat tidak langsung
OV = Nilai manfaat pilihan
XB = Nilai manfaat keberadaan
BV = Nilai manfaat warisan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Komunitas Padang Lamun
1. Jenis Lamun yang di Temukan
Berdasarkan hasil dari penelitian
yang telah dilakukan oleh Shadiqurrasid,
(2015), ditemukan 8 spesies jenis lamun,
dari 13 spesies jenis lamun yang ada di
indonesia. Untuk lebih jelas tentang jenis
lamun yang ditemukan di Desa Teluk
Bakau, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Jenis lamun yang di temukan di
Desa Teluk Bakau
No Famili Jenis Lamun
1. Hydrocharitaceae
Thalassia
hemprichii
Enhalus acoroides
Halophila ovalis
2. Potamogetonaceae
Cymodocea
rotundata
Cymodocea
serrulata
Holudule pinifolia
Sryngodium
isoetifolium
Holudule uninervis
2. Kerapatan Jenis Lamun
Kerapatan jenis (Ki) merupakan
jumlah total individu jenis dalam suatu unit
area yang diukur (Fachrul, 2007). Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan
Shadiqurrasid (2015), di peroleh kerapatan
jenis lamun dari ketiga stasiun yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Kerapatan Jenis Lamun di Desa
Teluk Bakau
No Jenis
Lamun
Kerapatan Jenis/ stasiun
Ki (ind/m2)
I II III
1. Thalassia
hemprichii 9,967 10,167 3,667
2. Enhalus
acoroides 33,367 28,3 20,1
3. Halophila
ovalis - 0,7 -
4. Cymodocea 1,6 - 2,167
10
rotundata
5. Cymodocea
serrulata 0,833 - 6,367
6. Holudule
pinifolia 4,067 - -
7. Syringodium
isoetifolium 0,733 - 4,667
8. Holudule
uninervis 13,133 - 18,367
∑ Ki
(ind/m2) 63,7 39,167 55,33
Sumber : Shodiqurrosid (2015)
Berdasarkan tabel 4 kerapatan jenis
lamun tertinggi terdapat pada stasiun I
sebesar 63,7 ind/m2. Sedangkan kerapatan
lamun terendah terdapat pada stasiun II
sebesar 39,167 ind/m2. Jenis lamun tertinggi
di dominasi dari jenis Enhalus acoroides
pada stasiun I sebesar 33,367 ind/m2.
Sedangkan jenis lamun terendah yaitu dari
jenis Halophila ovalis pada stasiun II
sebesar 0,7 ind/m2. Tingkat kerapatan
lamun di Desa Teluk Bakau tergolong dalam
kondisi kerapatan jarang, yang berada pada
kerapatan 25 – 224 ind/m2. Perbedaan
kerapatan diantara ketiga stasiun di
karenakan adanya perbedaan kondisi dan
karakteristik dari lingkungan masing –
masing. Menurut Zieman (1986) dalam
Juraij (2016), mengemukakan bahwa
kerapatan lamun di suatu daerah dipengaruhi
oleh kondisi abiotik seperti kecerahan air,
sirkulasi, kedalaman air, substrat dan
kandungan zat hara. Menurut Terrasdos et
al. (1997) dalam Juraij (2016), menyatakan
umumnya peran jenis lamun (misalnya
kerapatan atau biomassa) cenderung
didominansi oleh satu atau beberapa jenis
saja dalam suatu komunitas. Hal ini terkait
kemampuan jenis lamun dalam beradaptasi
dengan lingkungan setempat.
3. Luas Area Padang Lamun
Dari hasil pengamatan luasan area
padang lamun yang telah dilakukan di
Desa Teluk Bakau dengan cara pemetaan
menggunakan software Arcgis 10,3 dan
Citra Spot Pulau Bintan 2014, didapatkan
bahwa luas padang lamun di Desa Teluk
Bakau sekitar 1.867 (ha) atau setara 18.
670.000 m2. Hal tersebut menggambarkan
bahwa potensi lamun yang di miliki Desa
Teluk Bakau sangat besar bagi biota yang
berasosiasi di dalam ekosistem padang
lamun yang memanfaatkannya sebagai
tempat memijah, mengasuhan, mencari
makan dan tentunya sebagai tempat
berlindung dari predator. Selain itu, dapat
menjamin bagi peningkatan ekonomi
nelayan dengan menambah hasil tangkapan
sehingga pendapatan ekonomi meningkat.
C. Nilai Ekonomi Ekosistem Padang
Lamun
1. Nilai Manfaat Langsung (DUV)
Nilai manfaat langsung (DUV), adalah
nilai yang dihasilkan dari adanya
pemanfaatan secara langsung dari suatu
sumberdaya yang berupa biota - biota yang
berasosiasi pada ekosistem padang lamun,
seperti ikan, kepiting dan, sotong.
Dari hasil penelitian di Desa Teluk Bakau
11
diperoleh beberapa biota padang lamun yang
biasa di tangkap oleh nelayan, diantaranya
yaitu kepiting, sotong, ikan dingkis, ikan
pinang – pinang dan ikan jenis lainnya.
Persentasi nilai manfaat langsung di Desa
Teluk Bakau dapat dilihat pada gambar
diagram dibawah ini.
Sumber : Data Primer (2016)
Gambar 10. Persentase Nilai Manfaat
Langsung (DUV)
a. Nilai Manfaat Langsung Kepiting
Penangkapan kepiting dilakukan dengan
menggunakan alat tangkap bubu (pento)..
Nilai manfaat langsung yang didapatkan dari
penangkapan kepiting yaitu sebesar Rp.
396.669.000 rupiah/bulan, untuk per
tahunnya sebesar Rp. 3.173.352.000, dengan
persentase sebesar 3,51 %.
b. Nilai Manfaat Langsung Sotong
Penangkapan sotong di Desa Teluk
Bakau menggunakan alat tangkap tondak,
tetapi sebagian nelayan ada yang melakukan
penangkapan sotong menggunakan jaring.
Nilai manfaat langsung yang di dapatkan
dari penangkapan sotong yaitu sebesar Rp.
2. 467. 155. 600 rupiah/bulan, Untuk
pertahunnya yaitu sebesar Rp. 19. 737. 244.
800 , dengan persentase sebesar 21,84 %.
c. Nilai Manfaat Langsung Ikan
Penagkapan ikan dilakukan dengan
menggunakan alat tangkap jaring. Jenis ikan
yang ditangkap menggunakan jaring di Desa
Teluk Bakau yaitu dari jenis ikan pinang -
pinang sampai jenis ikan tanda. Namun
untuk penangkapan ikan selar, nelayan
menggunakan pancing rawai sebagai alat
tangkapnya. Nilai manfaat langsung dari
penangkapan ikan dingkis Rp.7.444.964.
800 pertahun (8,24 %), ikan pinang Rp.
5.206.073.600 pertahun (5,76 %), ikan
jampung Rp.4.072.723.200 pertahun (4,51
%), ikan belanak Rp. 3.554.241.600
pertahun (3,93 %), ikan selar Rp. 11.655.
280. 000 pertahun (12,90 %), ikan lambai
Rp. 20.450.539. 200 pertahun (22,63%),
ikan tanda Rp. 2.644. 532. 800 pertahun
(2,93%), ikan puput Rp. 12.436. 132. 800
pertahun (13,76 %).
Dari keseluruhan nilai manfaat langsung
yang didapat dari setiap jenis biota
menunjukkan bahwa nilai manfaat langsung
tertinggi berasal dari ikan lambai dengan
nilai Rp. 20.450.539. 200 rupiah/tahun
dengan persentase sebesar 22,63 % .
Sedangkan untuk nilai manfaat langsung
terendah yaitu dari jenis ikan tanda dengan
nilai manfaat langsung sebesar Rp. 2.644.
532. 800 rupiah/tahun dengan persentase
sebesar 2,93 % dari total nilai manfaat
langsung.
2. Nilai Manfaat Tidak Langsung (IUV)
Nilai manfaat tidak langsung
merupakan peran ekosistem padang lamun
Kepitin
g
3,51% Sotong
21,84
% Ikan
Dingki
s
8,24% Ikan
Pinang2
5,76%
Ikan
Jampu
ng
4,51%
Ikan
Belana
k
3,93%
Ikan
Selar
12,90
%
Ikan
Lamba
i
22,63
%
Ikan
Tanda
2,93%
Ikan
Puput
13,76
%
12
sebagai daerah pemijahan (spawing
ground), daerah pengasuh (nursery ground)
dan daerah mencari makan (feeding ground)
(Fauzi, 2004 dalam Agustina, 2014).
Hasil penelitian didapat dari 57
responden dari 130 orang yang termasuk
nelayan perikanan dan buruh nelayan di
Desa Teluk Bakau, di dapatkan nilai manfaat
tidak langsung diperoleh rata – rata nilai
manfaat tidak langsung dari setiap nelayan
sebesar Rp. 6.013.158 rupiah/bulan atau Rp.
48. 105. 263 rupiah/tahun, dengan nilai total
manfaat tidak langsung sebesar Rp. 6. 253.
684. 211 rupiah/tahun.
2. Nilai Manfaat Keberadaan (EV)
Nilai manfaat keberadaan adalah
manfaat yang dirasakan langsung oleh
masyarakat dari keberadaan ekosistem
padang lamun (Fauzi, 2004). Nilai manfaat
ini di lihat dari apakah ada pengaruh dari ada
atau tidaknya ekosistem padang lamun yang
ada di kawasan tersebut.
Dari hasil penelitian ini diperoleh rata
– rata nilai keberadaan yaitu sebesar Rp. 19.
561 / bulan atau Rp. 156. 491 / tahun
kemudian dikalikan dengan jumlah rumah
tangga perikanan (RTP) sebanyak 130 orang
nelayan di Desa Teluk Bakau, sehingga di
dapatkan jumlah nilai manfaat keberadaan
dari adanya ekosistem padang lamun di Desa
Teluk Bakau sebesar Rp. 20. 343. 860 /
tahun.
3. Nilai Manfaat Warisan (BV)
Nilai manfaat warisan adalah nilai
ekonomi yang di dapatkan dari sumberdaya
ekosistem lamun yang nantinya dapat di
manfaatkan oleh generasi mendatang (Fauzi,
2004 dalam Wahyuningsih, 2015). Nilai
warisan juga merupakan nilai suatu aset baik
berupa barang maupun jasa yang telah
diberikan oleh suatu sumberdaya dan di
kelola secara berkelanjutan, agar tetap ada
untuk di berikan bagi generasi yang akan
datang atau generasi selanjutnya.
Hasil penelitian di dapat nilai manfaat
warisan diperoleh dari rata – rata nilai
warisan yaitu sebesar Rp. 18. 947 orang /
bulan atau Rp. 151. 579 orang / tahun,
kemudian dikalikan dengan jumlah rumah
tangga perikanan (RTP) sebanyak 130 orang
nelayan di Desa Teluk Bakau, sehingga
didapatkan jumlah nilai manfaat keberadaan
dari adanya ekosistem padang lamun di Desa
Teluk Bakau sebesar Rp. 19. 705. 263
rupiah/tahun.
4. Nilai Ekonomi Total Ekosistem
Padang Lamun
Nilai ekonomi total merupakan
penjumlahan dari nilai total manfaat yang di
dapatkan, seperti manfaat langsung, manfaat
tidak langsung, manfaat pilihan, manfaat
keberadaan dan manfaat warisan dari suatu
sumberdaya.
13
Sumber : Data Primer (2016)
Gambar 11. Diagram Persentase Nilai
Ekonomi Total
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, nilai ekonomi total di Desa Teluk
Bakau sebesar Rp. 97.048.313.889 rupiah
pertahun, yang merupakan total dari
beberapa nilai manfaat langsung yang
didapat. Persentase nilai manfaat langsung
yang didapat di Desa Teluk Bakau sebesar
Rp. 90.375.084.800 rupiah/tahun dengan
persentase sebesar 93,124 %. Nilai dari
pemanfaatan langsung, dihitung dari hasil
penangkapan oleh nelayan berupa biota –
biota yang hidup dikawasan ekosistem
padang lamun.
Besarnya nilai manfaat langsung ini,
sangat berdampak terhadap pendapatan
nelayan dalam melaut. Besarnya nilai
manfaat langsung yang didapat dikawasan
konservasi lamun Desa Teluk Bakau
merupakan salah satu tanda bahwa
ekosistem lamun dalam kawasan tersebut
masih dalam kondisi yang baik dan dapat
menunjang kehidupan bagi biota yang
berasosiasi didalamnya.
Selain itu juga dapat dijadikan
sebagai faktor yang membedakan suatu
kawasan yang sudah dikonservasi atau yang
belum dikonservasi. Suatu wilayah yang
dijadikan sebagai kawasan konservasi,
mendatangkan banyak manfaat. Dengan
adanya konservasi, tingkat kerusakan
terhadap ekosistem memiliki potensi yang
kecil, dikarenakan adanya perlindungan
langsung terhadap sumberdaya, sehingga
keanekaragaman sumberdaya yang beragam
dapat terjaga dengan baik sesuai dengan
fungsinya. Sedangkan nilai total ekonomi
terendah berasal dari nilai manfaat warisan
dari ekosistem padang lamun Desa Teluk
Bakau yaitu sebesar 19.705.263 rupiah
/tahun, dengan persentase sebesar 0,020 %.
Hal tersebut di karenakan pola fikir
masyarakat nelayan yang kurang
memahami pentingnya pelestarian
ekosistem lamun, dan berkaitan dengan
tingkat pendidikan yang ada di Desa Teluk
Bakau.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Teluk Bakau di temukan 8 jenis
lamun. Kerapatan jenis lamun tertinggi
terdapat pada stasiun I yang didominasi dari
lamun jenis Enhalus acoroides . Sedangkan
kerapatan jenis terendah terdapat pada
stasiun II dari lamun jenis Halophila ovalis.
Kerapatan jenis yang di dapat termasuk
dalam kondisi kerapatan jarang. Sedangkan
luas area padang lamun yang didapat di
Desa Teluk Bakau sekitar 1.867 ha atau
setara 18.670.000 m2.
Nilai ekonomi total dari ekosistem
padang lamun di Desa Teluk Bakau sebesar
Nilai
Manfaat
Langsung Total;
93,124
Nilai
Manfaat
Tidak Langsung
6,444
Nilai
Manfaat
Pilihan 0,391
Nilai
Manfaat
Keberadaan 0,021
Nilai
Manfaat
Pilihan 0,020
14
Rp. 97.048.313.889 rupiah/tahun. Dari hasil
tersebut, didapatkan nilai tertinggi dari nilai
manfaat langsung sebesar Rp.
90.375.084.800 rupiah/tahun atau 93,124 %
dan nilai terendah dari nilai manfaat
warisan sebesar Rp.19.705.263 rupiah/tahun
atau 0,020 %.
B. Saran
Pengelolaan ekosistem lamun di Desa
Teluk Bakau masih cukup baik bagi
kehidupan lamun. Hal ini di buktikan
dengan masih banyaknya jenis lamun yang
hidup di kawasan tersebut. Namun
pengelolaan lamun berbasis masyarakat
perlu ditingkatkan, agar pengelolaan lamun
di Desa Teluk Bakau bisa lebih baik dan
efektif, guna menunjang kelangsungan
ekositem lamun.
Kondisi ekosistem lamun yang masih
baik, menyebabkan nilai valuasi ekonomi di
Desa Teluk Bakau yang cukup tinggi,
sehingga dapat mendukung dalam
peningkatkan pendapatan masyarakat
nelayan. Dengan kondisi tersebut,
diharapkan dengan adanya kajian valuasi
ekonomi di Desa Teluk Bakau, dapat
memberikan kesadaran kepada nelayan
untuk terus menjaga dan melestarikan
ekosistem padang lamun, yang memiliki
peranan penting bagi biota maupun bagi
nelayan setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 2014. Struktur Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Padang Lamun
diPerairan Kawasan Konservasi Laut
Daerah Desa Berakit Bintan. Skripsi.
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Arifah, D. 2013. Biomassa Padang Lamun
di Perairan Desa Teluk Bakau
Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau. Skripsi.
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Asriyana et al,. 2012. Produktivitas
Perairan. Jakarta : Bumi Aksara
Bakosurtanal. 2005. Pedoman Penyusunan
Neraca dan valuasi Ekonomi
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Cibinong.Pusat Survey Sumberdaya
Alam Laut.
Bappeda Kabupaten Bintan, 2007.
Keputusan Bupati Bintan Nomor :
36/VIII/2007 Tentang Kawasan
Konservasi laut Daerah Kabupaten
Bintan. Kabupaten Bintan
Fachrul, F.M. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara
Fahmi et al,. 2012. Komunitas Padang
Lamun dan Ikan Pantai di Perairan
Kendari, Sulawesi Tenggara. Jurnal
Ilmu Kelautan. Pusat Penelitian
Oseanografi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Juraij. 2016. Hubungan Fungsional Sebaran
Jenis Lamun Dengan Kemunculan
Dugong Dugon Di Pulau
Bintan(Desa Pengudang & Desa
Busung) Kepulauan Riau
Mulyoto. 2011. Modul Pelatihan Berbasis
Kompetensi Dasar - Dasar
Pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan. Jakarta : Pusat Pelatihan
Kelautan dan Perikanan
Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial Dan
Pengelolaan Lamun (Seagrass) di
Teluk Bakau, Kepulauan Riau.
Skripsi. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Nurhazraeni. 2014. Keragaman Jenis dan
Kondisi Padang lamun di Perairan
Pulau Panjang Kepulauan
Derawan Kalimantan Timur.
15
Skripsi. Makassar : Universitas
Hasanuddin
Rahmawati, S, Irawan, A, Supriyadi, H.I dan
Azkab, H.M . 2014. Panduan
Monitoring Padang Lamun. Jakarta
: Pusat Penelitian Oseanografi
(LIPI)
Susanti, D. 2015. Struktur Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Ekosistem
Padang Lamun di Kawasan
Konservasi Daerah Desa
Pengudang Kecamatan Teluk
Sebong Kabupaten Bintan. Skripsi.
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Shodiqurrosid, D. 2015. Struktur Komunitas
Gastropoda Pada Padang Lamun
Desa Teluk Bakau Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
Skripsi. Universitas Maritim Raja
Ali Haji, Tanjungpinang.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata
Pesisir dan Laut. Surabaya : Brilian
Internasional
Wahyuningsih, S.D. 2015. Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Padang Lamun di
Kawasan Konservasi Perairan
Desa Malang Rapat Kabupaten
Bintan Kepulauan Riau. Skripsi.
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Widiastuti, A. 2011. Kajian Nilai Ekonomi
Produk dan Jasa Ekosistem Lamun
Sebagai Pertimbangan dalam
Pengelolaannya (Studi Kasus
Konservasi Padang Lamun di
Pesisir Timur Pulau Bintan. Tesis.
Universitas Indonesia, Jakarta.