lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 e-fruit grow : meningkatkan...

86
Widya Edukasi Indralaya April 2016 ISSN: 2502-3721 No. 2 Hal. 85-168 Vol. 1

Upload: vuphuc

Post on 30-Mar-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

Widya Edukasi Indralaya

April 2016

ISSN: 2502-3721

No. 2

Hal. 85-168

Vol. 1

Page 2: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

85

E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA KELAS X

SMA NEGERI 3 UNGGULAN KAYUAGUNG) Oleh: Heriyadi

Guru SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung, OKI Abstrak. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan motivasi dalam penilaian elektronik portfolio bahasaInggris di kelas X SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung, sebuah usaha inovasi pengimplementasiaan penilaian elektronik portofolio kurikulum 2013 melalui teknik e-fruit grow. Penelitian ini menggunakan dua siklus pembelajaran yaitu (1) siswa mendaftar dan memilih bibit buah dengan mengumpulkan tugas pertama pembuatan riwayat hidup, (2) siswa mengumpulkan tugas kedua berupa cerita lucu komik bergambar. Hasil analisis data menunjukan bahwa teknik e-fruit grow mampu membangkitkan motivasi siswa dalam menyelesaikan penilaian elektronik portfolio pembelajaran bahasa Inggris. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sangat baik, keaktifan siswa dalam menggunakan website Edmodo sangat baik. Ketepatan mengumpulkan tugas baik, kreatifitas tugas baik, mendapat poin tambahan juga baik. Hasil angket juga menunjukkan ada peningkatan pada motivasi siswa. Kata kunci : e-fruit grow, elektronik portofolio, motivasi

PENDAHULUAN Suatu kumpulan bahan yang

menjadi penilaian kinerja yang objektif kini menjadi tren baru. Seberapa baik tugas yang diberikan telah dilaksanakan? Sesuaikah dengan tujuan pembelajaran-nya? Seberapa besar kreatifitas yang muncul? Adalah sebagian pertanyaan yang dapat dijawab oleh penilaian portofolio.

Portofolio menjadi salah satu komponen penilaian otentik dalam kurikulum 2013, portofolio berfungsi sebagai sarana belajar dan instrumen penilaian yang berorientasi pada proses belajar. Manakala portofolio digunakan untuk sebuah evaluasi, maka portofolio menjadi alternatif penilaian karena guru menilai kemajuan pembelajaran melalui kumpulan kerja siswa, bentuk penilaian ini di luar kelaziman sebagaimana mengukur kompetensi siswa hanya berdasarkan nilai yang didapat dari tes tertulis baik formatif maupun sumatif tes.

Apapun metode mengajarnya, termasuk penilaian berbasis portofolio, tidak akan optimal jika siswa tidak terlibat aktif di dalam prosesnya. Harapan akan terjadi pergeseran paradigma baru tentang belajar dan mengajar belum nampak secara signifikan pada penerapan kurikulum baru ini. Kebanyakan siswa

memandang pelajaran bahasa Inggris merupakan beban dan kurang memiliki relevansi. Mereka lebih konsen pada nilai kelulusan Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah daripada proses belajar. Hal ini tidaklah mengherankan kalau mereka bekerja kurang optimal. Seharusnya mereka memusatkan perhatian pada proses meningkakan kompetensi bahasa Inggrisnya.

Hal yang masih kurang positif ini bertolak belakang dengan fakta bahwa kemajuan kompetensi siswa diukur dengan berbagai cara: proses; tes; dan berdasarkan penilaian portofolio yang memungkinkan seorang siswa untuk memilih tugas dan materi berdasarkan akses diri sendiri dan tehnologi informasi sehingga mendorong mereka untuk merefleksikan hasil pembelajaran-nya. Sangat disayangkan, sering kali refleksi diri sendiri pada hasil pembelajaran belum memuaskan, dan portofolio dikumpulkan dalam keadaan tugas yang kurang lengkap atau seluruhnyamengkopi dari teman.Jelas, siswa kurang termotivasi dan penggunaan portofolio memiliki efek manfaat yang kurang mendukung dalam proses pembelajaran.

Inisiatif usaha yang ditempuh untuk memperbaiki situasi ini penulis

Page 3: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

86

memperkenalkan sebuah proyek penilaian elektronik portofolio (e-portfolio).Terintegrasinya internet ke dalam pembelajaran di kelas telah memungkinkan pengembangan e-portfolio, di mana materi dan tugas-tugas pembelajaran dapat diakses, diselesaikan, dievaluasi, dan disimpan dalam sebuah komputer atau website dan dapat dikomunikasikan dengan orang lain.

Tujuan dari penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah untuk mengoptimalkan penilaian elektronik portofolio (e-portfolio) pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung yang ditunjukkan dengan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sebagai tanda meningkatnya motivasi mereka. KAJIAN PUSTAKA Berdasarkan latar belakang dan untuk mempertajam kerangka teoristik, pada kajian pustaka ini, penulis menyajikan beberapa ulasan referensi di antaranya: (a) motivasi e-fruit grow; (b) evaluasi e-fruit grow dan (c) e-Portfolio dan implikasinya untuk pembelajaran. 1. Motivasi E-Fruit Grow

Di samping memiliki desain yang menarik, komitmen siswa-guru, profil pribadi, sebuah sistem umpan balik dan penghargaan, bahwa tujuan utama dari penilaian e-portfolio adalah refleksi hasil proses belajar yang tergambar dari performa kreatifitas kerja melalui pertumbuhan e-fruit grow. E-fruit grow adalah istilah yang dibuat penulis berdasarkan kecintaan untuk menanam dan menghasilkan, istilah tumbuh (grow) sudah tidak asing lagi bagi siswa melalui berbagai mata pelajaranya. Di dalam bentuk digitalnya, e-fruit grow adalah salah satu elemen penting dalam membangun motivasi dan ketertarikan tahap awal pada e-portfolio.

Saat siswa mendaftar pada program e-portfolio, mereka diberi sebuah pilihan lima bibit/biji buah imitasi. Kelima biji buah imitasi tersebut akan tumbuh menjadi sebuah pohon dan akan berbuah tergantung pada kerjanya pada e-portfolio. Siswa dapat memberi nama pohon buahnya berdasarkan buah kesukaannya seperti “durian”, “manggis”,

“pepaya”, “mangga”, “duku” dan sebagainya.

Setelah seorang siswa memilih nama buahnya, ia memasuki delapan tahap siklus hidup tanamannya yang bergantung pada performa kerjanya. Dengan masing-masing pengumpulan hasil kerja yang berkualitas pada website edmodo, bibit/biji akan mengalami pertumbuhan seperti berkecambah, bercabang, tumbuh menjadi sebuah tanaman yang subur dan berbuah lebat.

Dalam melengkapi e-portfolionya seorang siswa minimal harus mengumpulkan tiga lembar kerja yang merefleksikan hasil belajarnya. Semakin tinggi skor pada lembar kerja ke tiga, semakin berbuah tanamanya. Jika setelah mengumpulkan ke tiga lembar kerjanya. seorang siswa merasa sedih dengan pertumbuhan tanamanya, siswa yang bersangkutan dapat mengumpulkan lembar kerja tambahan untuk meningkatkan kesuburan tanamanya.

Petunjuk bagaimana bekerja dalam program e-portfolio diberikan melalui pesan tertulis yang tercantum di dalam edmodo. Selanjutnya, jika seorang siswa tidak log in dalame-portfolio selama sebulan, mereka akan mendapat email peringatan dari e-fruit grownya bahwa tanamannya meranggas “mendekati kematian” 2. Mengevaluasi E-Fruit Grow

Seberapa besar kemajuan yang diinginkan pada pertumbuhan e-fruit grow dan mencegah kematianya akibat dari kerja siswa yang kurang aktif pada e-portfolio-nya. Dalam menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan dua sumber data: (1) catatan jurnal (manual) yang dilakukan penulis dan dibantu tiga orang guru kolaborator setelah masing-masing siklus, dan (2) angket yang dijawab oleh 32 siswa kelas X IPS1 sebagai sampel penelitian. Angket dirancang untuk mengetahui enam (6) katagori yang terdiri dari beberapa pernyataan berhubungan dengan persepsi siswa tentang peran motivasi dalam program e-portfolio. 3. E-Portfolio dan Implikasinya untuk

Pembelajaran Salah satu website yang dapat

membantu bagi guru memperdayakan e-

Page 4: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

87

portfolio adalah ttp:/arts.kmutt.ac.th/eport/overview/charthtml) yang akan menjadi panduan dalam merancang e-portfolionya. Sebagai tambahan panduan dapat juga dicoba seperti yang ditemukan pada Ali (2005), Dubinsky (2003), Pullman 2002), Rogers dan Williams (2001). Sejak tahun 2012 SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung telah membuat nota kesepahaman dan guru-guru mendapat pelatihan in house training program edmodo dari SEAMOLEC. Edmodo merupakan sebuah jejaring sosial berbasis lingkungan sekolah yang diperuntukan khusus bagi guru, siswa dan orangtua siswa.

Pada hakikatnya platform ini adalah mudah dipelajari dan mudah digunakan terutama bagi para guru yang menganggap dirinya berada di luar basis pengetahuan teknologi yang berkembang saat ini. Edmodo menyediakan lingkungan di mana mengajar dan belajar dapat menghasilkan kegembiraan dan motivasi siswa, siswa menjadi lebih mandiri, tanpa melupakan standar pengukuran keberhasilan siswa, utamanya penilaian e-portfolio.

Tidak dapat dipungkiri bahwa siswa akan menyukai pembelajaran lewat platform ini, dan ketika siswa merasa senang, keinginan mereka untuk dapat mengatasi materi baru dan kesulitan akan meningkat. Edmodo adalah salah satu cara untuk membangun semangat siswa untuk belajar.

Edmodo dapat diintegrasikan ke dalam sebuah kelas dengan berbagai aplikasi di antaranya pemberian tugas-tugas. Saat ini telahberkembang mempostingkan tugas, membuat angket untuk dijawab siswa, embedding video clip, membuat kelompok belajar, mengeposkan quis, dan membuat kelender kegiatan dan tugas lainnya. Siswa juga dapat mengungah/mengunduh tugas-tugas kepada guru untuk dinilai. Sebaliknya, guru merespon tugas-tugas secara langsung di Edmodo untuk segera memberi umpan balik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan tiga kali pertemuan. Ada tiga teks dalam

semester genap tahun pelajaran 2013-2014 sesuai dengan silabus mata pelajaran bahasa Inggris pada SMA Negeri 3 Kayuagung. Ketiga teks itu adalah recount text 7x2 jam pelajaran, narratives text 6x2 jam pelajaran, dan lagu sederhana 2x2 jam pelajaran. Alokasi waktu untuk ketiga teks tersebut adalah 30 jam pelajaran dengan 15 kali pertemuan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siklus 1

Teks pertama dalam silabus semester genap tahun pelajaran 2013-2014 yakni recount text. Alokasi waktu untuk teks pertama 5x2 jp dengan 5 kali pertemuan. Dalam PTK ini, penulis memilih kumpulan karya siswa yang mendukung proses penulisan teks recount berupa: draft, revisi, editing sampai hasil terbaik untuk dipublikasikan sebagai penilaian portofolio, sedangkan tugas e-portfolio-nya adalah pembuatan sebuah time line (riwayat hidup pribadi) beserta rangkaian foto diri.

Tindakan pertama dilaksanakan tanggal 20 Januari s.d 17 Februari 2014. Adapun langkah-langkah tindakan pembelajaran yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1. Guru melakukan apersepsi, motivasi

siswa memasuki KD yang akan dibahas.

2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran recount text yang akan dicapai.

3. Guru melaksanakan lima pase pembelajaran recount text.

4. Guru menjelaskan tugas akhir (pertemuan ke 5 siklus I) pembelajaran recount text berupa pembuatan e-portfolio “time line” pribadi (outhobiography) siswa dengan menampilkan foto dan keterangannya pada website edmodo sebagai proyek pertama.

5. Dengan bantuan guru kolaborator, siswa bersama guru berlatih membuat website edmodo, mendiskusikan teknik bagaimana melengkapi dan mengirim hasil kerjanya, cara mendapat reward (poin), cara mempertahankan pertumbuhan tanamanya serta berdiskusi antarsiswa dan guru.

Page 5: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

88

6. Guru menjelaskan setelah pertemuan ke 5, siswa boleh mendaftar e-portfolionya ditandai dengan pemilihan bibit buah kesukaannya dan mengumpulkan portofolionya sampai tanggal 24 Februari 2014.

Pada siklus I, antusias siswa dalam mendaftar dan memilih bibit tanamannya cukup baik, demikian juga dengan keaktifan siswa. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dengan nilai 66,7%-70% yang mencapai 80%, cukup, keaktifan siswa dalam menggunakan website Edmodo mendapat nilai 72,5%-83,1% yang mencapai 65% baik. Ketepatan mengumpulkan tugas dengan nilai 35%-48,5% yang mencapai 75%, kurang, kreatifitas tugas dengan rentangan nilai 64,5%-66,7 cukup, mendapat poin tambahan dengan rentangan nilai 15%-46, kurang.

Hasil angket siswa setelah kegiatan pembelajaran terdapat 80% siswa merasa percaya diri dapat menyelesaikan tugas e-portfolio/edmodo secara mandiri (efeksi diri), 65% berusaha menyelesaikan tugas-tugas e-portfolio/edmodo pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan baik (strategi belajar), 65% siswa berpikir penilaian e-portfolio merupakan sebuah pengalaman belajar bermakna karena dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari (nilai belajar e-portfolio), 35% siswa berpartisipasi dalam program e-portfolio untuk mendapatkan nilai yang baik (tujuan performa), 85% siswa merasa yang paling terpenuhi ketika mencapai skor baik (tujuan prestasi), 75% siswa bersedia berpartisipasi dalam program e-portfolio karena mereka terlibat berkolaborasi dengan banyak orang (lingkungan belajar).

Hasil refleksi menunjukkan ada peningkatan motivasi siswa yang diperlihatkan oleh kinerjanya menyelesaikan tugas-tugas yang terjaring melalui checklist dan jurnal guru. Pada siklus I refleksi yang diperbaiki adalah memintah siswa memperhatikan ketepatan waktu mengumpulkan tugas. Siklus 2

Teks kedua dalam silabus semester genap tahun pelajaran 2013-2014 yakni narrative text. Alokasi waktu untuk teks

pertama 6x2 jp dengan 6 kali pertemuan. Pada siklus ke II, penulis memilih Kumpulan catatan kemajuan belajar berupa catatan atau rekaman monolog teks naratif dan Kumpulan karya siswa yang mendukung proses penulisan teks narative berupa: draft, revisi, editing sampai hasil terbaik untuk dipublikasikan sebagai penilaian portofolio, sedangkan tugas e-portfolio-nya adalah pembuatan berupa cerita lucu komik bergambar (spoof) atau anekdot yang disukainya.

Tindakan kedua dilaksanakan tanggal 24 Februari s.d 24 Maret 2014. Adapun langkah-langkah tindakan pembelajaran yang dilaksanakan di siklus II adalah sebagai berikut: 1. Guru melakukan apersepsi, motivasi

siswa memasuki KD yang akan dibahas.

2. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran narrative text yang akan dicapai.

3. Guru melaksanakan lima pase pembelajaran narrative text.

4. Guru menjelaskan tugas akhir pembelajaran (pertemuan ke 5) berupa cerita lucu komik bergambar (spoof) atau anekdot yang disukainya dan mengumpulkan portofolionya sampai tanggal 7 April 2014.

Observasi (kolaborasi) tetap dilakukan oleh tiga orang guru kolaborator. Bersama penulis ketiga guru kolaborator ini mengamati kegiatan siswa ke dua dalam menyelesaikan dan mengumpulkan e-portfolio-nya melalui interaksi di edmodo. Dengan lembar pengamatan yang telah disiapkan masing-masing guru kolaborator mengisi checklist dan menuliskan komentarnya.

Pada siklus ke II, siswa mulai antusias mengumpulkan tugas masing-masing. Terlihat di halaman web pagenya, ada siswa yang mengganti tugas yang telah dikumpulkan dengan versi baru atau merevisi dan menyempurnakan unsur-unsur kebahasaan setelah melihat karya temannya mendapat bonus pupuk dan menjadi model. Beberapa siswa belum mengumpulkan tugas. Juga ada beberapa siswa yang telah mencoba membuat rancangannya.

Setelah pelaksanaan siklus ke II dan semua siswa mengumpulkan tugas ke duanya, terlihat semua tumbuhan buah

Page 6: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

89

yang dipilih siswa telah cabang. 20 (dua puluh) siswa mendapat nilai rata-rata 5, 3 (tiga) siswa mendapat nilai rata-rata 6, dan 3 siswa di hari 2 dengan rata-rata nilai 5, menyusul 2 (dua) siswa di hari ke tiga setelah proyek e-portfolio diluncurkan, dengan perolehan nilai rata-rata 6. Di tanggal terakhir pengumpulan tugas hanya 4 (empat) siswa yang tersisa belum menyelesaikan tugasnya. Tercatat 2 (dua) siswa bekerja dengan baik mendapat nilai rata-rata 7 dan telah menjadi siswa model dengan mengumpulkan 2 badges.

Kecepatan, ketapan dan antusias siswa dalam menyelesaikan tugasnya menurut hemat penulis sangat mengagumkan, dan keadaan ini belum perna terjadi sebelumnya, siswa bekerja begitu cepat dan tepat waktu tidak seperti ketika mereka bekerja dengan sistem penilaian portofolio secara konvensional.

Hasil dari pengamatan adalah sebagai berikut. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dengan nilai 74,3%-84% yang mencapai 78%, baik, keaktifan siswa dalam menggunakan web site Edmodo mendapat nilai 78,%-85% yang mencapai 75%. baik. Ketepatan mengumpulkan tugas nilai 85,1%-88% yang mencapai 80%, sangat baik , Kreatifitas tugas dengan rentangan nilai 75%-84,5, baik, mendapat poin tambahan dengan rentangan nilai 73%-84,2%, baik.

Hasil angket siswa setelah kegiatan pembelajaran terdapat 75% siswa merasa percaya diri dapat menyelesaikan tugas e-portfolio/edmodo secara mandiri (efeksi diri), 75% berusaha menyelesaikan tugas-tugas e-portfolio/ edmodo pembelajaran bahasa Inggris yang diberikan oleh guru dengan baik (strategi belajar), 80% siswa berpikir penilaian e-portfolio merupakan sebuah pengalaman belajar bermakna karena dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari (nilai belajar e-portfolio), 20%. Siswa berpartisipasi dalam program e-portfolio untuk mendapatkan nilai yang baik (tujuan performa), 75% selama penilaian e-portfolio, saya merasa yang paling terpenuhi ketika saya mencapai skor baik (tujuan prestasi), 85% siswa bersedia berpartisipasi dalam program e-portfolio ini karena mereka terlibat berkolaborasi dengan banyak orang.

Sebagai catatan khusus pada siklus ke II yaitu mendapat poin tambahan dengan rentangan nilai 45%-66,7% baik, di mana pada siklus I tercatat hanya dua (2) siswa mendapat poin tambahan, karena mengejar pertumbuhan tanaman-nya. Siswa yang mendapat poin tambahan semakin meningkat (15) siswa. sebagai tanda kemajuanya, siswa menunjukan kemampuan pengetahuan kebahasaannya dan siswa bekerja semakin baik kontennya, meskipun masih kurang dalam ketepatan pengumpulan tugas.

Semua rangkaian aktivitas, kesan, sikap dan perilaku siswa per siklus dicatat dalam jurnal guru termasuk catatan dan kesan dari tiga orang guru kolaborator. Semuanya direfleksikan dalam jurnal catatan guru.

Kegiatan memilih sebuah biji dan memberinya nama buahan ternyata tidak semudah yang penulis duga. Siswa bertanya-jawab dan berbagi informasi diantara mereka. Ketika seorang siswa menemukan bahwa ia memilih bibit/biji yang sama seperti pilihan temanya, mereka kelihatan senang. Setelah mendaftar dan memilih bibit buahnya, terlihat semua siswa bersaing pada semua temannya untuk melihat tanaman siapa yang akan pertama kali tumbuh dan berkecambah. 12 (dua belas) siswa telah mengumpulkan tugas pertama dua hari setelah proyek e-portfolio diluncurkan mendapat nilai rata-rata 5, menyusul 7 (tujuh) siswa di hari ke tiga mendapat nilai rata-rata 5,5, kemudian 5 (lima) siswa lainnya mendapat nilai rata-rata 4. Di tanggal terakhir pengumpulan tugas ada 8 (delapan) siswa yang tersisa belum menyelesaikan tugasnya. Tercatat 1 (satu) siswa bekerja dengan baik mendapat nilai rata-rata 7 dan telah menjadi siswa model.

Dalam perolehan nilai 12 (dua belas) siswa telah mengumpulkan tugas pertama dua hari setelah proyek e-portfolio diluncurkan mendapat nilai rata-rata 5.Dari catatan harian guru memang ke12 (dua belas) siswa ini tercatat memiliki kompetensi bahasa Inggris yang cukup baik. Selanjutnya, menyusul 7 (tujuh) siswa di hari ke tiga mendapat nilai rata-rata 5,5. Perolehan nilai rata-rata 5,5 ke7

Page 7: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

90

(tujuh) siswa ini berkemungkinan besar karena mereka telah melihat pekerjaan teman sebelumnya di website edmodo, terbukti beberapa dari mereka mengirim ulang karyanya. Kemudian 5 (lima) siswa lainnya mendapat nilai rata-rata 4. Di tanggal terakhir pengumpulan tugas ada 8 (delapan) siswa yang tersisa belum menyelesaikan tugasnya.Tercatat 1 (satu) siswa bekerja dengan baik mendapat nilai rata-rata 7 dan telah menjadi siswa model.

Pada siklus II, tahap pengumpulan tugas pembuatan berupa ceritalucu komik bergambar (spoof) atau anekdot yang disukainya. Antusias siswa baik, siswa senang bekerja dengan pemanfaatan berbagai sumberbelajar : buku paket, perpustakaan, terutama sumber internet. Keaktifan siswa dalammenggunakan website Edmodomendapat nilai tercatat baik.Ketepatan mengumpulkan tugasbaik, setelah mereka mengetahui bahwa keterlambatan dalam mengumpulkan tugas secara otomatis mendapat peringatan dari edmodo. Kreatifitastugasjuga baik.Mendapat poin tambahanmendapat nilai baik.

Dalam perolehan nilai 20 (dua puluh) siswa telah mengumpulkan tugas terakhir di hari pertama setelah proyek e-portfolio diluncurkan dan mendapat nilai rata-rata 8.Dari catatan jurnal guru 20 tanaman buah yang dipilih siswa telah berbuah. Selanjutnya, 9 (sembilan) siswa di hari ke tigamendapat nilai rata-rata 6,5 yang berarti status tanamannya subur tapi belum berbuah.Kemudian 2 (enam) siswa lainnyamasih mendapat nilai rata-rata 5 setelah mengumpulkan tugas ke tiga yang berarti status tanamannya sakit. Di tanggal terakhir pengumpulan tugas 1 (satu) siswa yang tersisa berstatus meranggas karena tetap tidak log on selamatiga kali pengumpulan tugas. Tercatat 12 (dua belas) siswa bekerja dengan baik mendapat nilai rata-rata di atas 8 (delapan) dan telah menjadi siswa model.

Hal positif lain, terlihat pada meningkatnya prosentase kualitas performa dan tujuan prestasi belajar, siswa mengerjakan dan mengumpulkan tugas tidak lagi tertujuh pada pencapaian nilai semata sebaliknya mereka terlihat merasa senang dan bangga akan

kreatifitas karyanya terlebih lagi mendapat pengakuan dari banyak orang: teman-teman. Guru bahkan orangtua dirumah bisa mengakses hasil pembelajarannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penilaian elektronik portofolio melalui teknik (e-fruit grow/edmodo) ini benar-benar dapat meningkatkan motivasi siswa meskipun harus ada penelitian lebih lanjut dan mendalam agar penilaian elektronik portofolio dapat menjadi salah satu bentuk penilaian pembelajaran masa depan

KESIMPULAN 1. Karena SKL dan proses pembelajaran

dikembangkan menuju kompetensi, maka otomatis aspek penilaian peserta didik juga mencakup ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Penilaian hasil belajar peserta didik akan dikumpulkan melalui penilaian proses, tes, dan portofolio.

2. Self efficacy mengambil peran penting dalam mempengaruhi siswa membangun dan merekonstruksi konsepsi ilmu mereka. Dengan kata lain, ketika siswa merasa bahwa mereka mampu, dan mereka pikir tugas perubahan konseptual berharga untuk berpartisipasi dan tujuan belajar mereka adalah untuk meningkatkan kompetensi, maka siswa akan bersedia untuk membuat keberkelanjutan usaha dan terlibat dalam membuat perubahan konseptual.

3. Pemanfaatan teknologi dan informasi yang tepat guna sebagai sumber belajar danfasilitas belajar merupakan cerminan pembelajaran masa depan.

DAFTAR PUSTAKA Ali, S. Y. 2005. “An introduction to

electronic portfolios in the language classroom.” The internet TESL. Journal 11 (8). http://itslj. org/Techniques/Ali-Portfolios.html. Diakses 21 April 2014.

"Edmodo-traffic statistics". Alexa Internet,

Inc. diakses 21 Februari 2014. Kurikulum 2013. Kemendiknas RI.

Page 8: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

91

Jump up ^ {{cite journal|last=Dobler|first= E. |title=Flattening Classroom Walls: Edmodo Takes Teaching and Learning across the globe |journal=Reading Today| year=2012-2013 |volume=29},}. Diakses 21 Januari 2014.

Materi Pelatihan Edmodo 9-13.September

2013. Jakarta. Petunjuk Teknik Pengembangan RPP.

2010. Jakarta: Ditjen Pembinaan SMA, Ditjen Mandikdasmen, Kementrian Pendidikan nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

Rogers, G. M., and J. M. Wiliams. 2001.

Asynchooronus assessment: Using electronic portfolios to assess student ouutcoen. Paper presented at the annual meeting of the American society for Enineering Educationn, Albuqurque, New Mexico.

Sudarwati, Th.M. and Eudia Grace.

(2013). Patway to English. for Senior High School Grade X. Penerbit Erangga. Jakarta.

Page 9: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

92

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS MUSI PADA KELAS VIII MATERI CAHAYA DI SMP NEGERI 1 SUNGAI LILIN

Oleh: Sunardi

Guru IPA SMP Negeri 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin Email: [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran GI dengan LKPD berbasis MUSI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus dengan subjek penelitian siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Sungai Lilin, berjumlah 36 orang, yaitu 6 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Data tentang keaktifan diperoleh dari lembar observasi aktivitas individu. Data hasil belajar diperoleh dari ulangan harian pada akhir siklus 1 dan 2. Data tentang kegiatan guru dalam proses pembelajaran diperoleh dari lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dari siklus I dan II. Rata-rata aktivitas peserta didik meningkat sebesar 21,11%. Hasil belajar pada siklus 1 terdapat 22 orang (61,11%) dan pada siklus 2 terdapat 33 orang (91,67%) peserta didik yang tuntas belajar. Artinya terdapat peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas sebesar 30,56%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI dengan LKPD berbasis MUSI dapat meningkatkan hasil dan aktivitas belajar IPA peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin. Kata kunci: aktivitas belajar, hasil belajar, model pembelajaran kooperatif group investigation, LKPD berbasis MUSI.

PENDAHULUAN

Perubahan paradigma terhadap pembelajaran berdampak pada proses pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA bukan sekedar menyampaikan pengetahuan (produk-produk) IPA. IPA merupakan mata pelajaran yang banyak mengandung konsep-konsep abstrak yang sulit dipahami peserta didik, untuk itu diperlukan buku pedoman maupun bahan ajar pada mata pelajaran IPA sehingga pembelajaran bisa berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Menurut Waldrip (dalam Ismat, 2012) bahwa kemampuan penguasaan konsep IPA sangat berkaitan dengan bagaimana menggunakan berbagai bahasa sains, seperti kata (oral dan menulis), visual (gambar, grafik, simulasi), simbol dan persamaan, gerak-gerik tubuh, bermain peran, presentasi, dan lain-lain yang akan memungkinkan

peserta didik mempelajari IPA melalui pengembangan kemampuan mental berpikir dengan baik. Inilah yang dinamakan pendekatan multirepresentasi atau multimode.

Multirepresentasi berarti mempresentasi ulang konsep yang sama dengan format yang berbeda, termasuk verbal, gambar, grafik dan matematik. Multirepresentasi memliki tiga fungsi utama yaitu sebagai pelengkap, pembatas interprestasi, dan pembangun pemahaman. Guru perlu menggunakan cara mengajar yang beraneka ragam (multiple representasions) agar setiap anak merasa diperhatikan dan dibantu sesuai dengan intelegensi yang dimiliki.

Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan yang dimiliki peserta didik merupakan hasil konstruksi peserta didik sendiri. Dengan demikian, pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamatan, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksi dari pengalamannya sendiri

Page 10: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

93

(Pujiastuti, 2013). Penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan melalui penggunaan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dengan model pembelajaran Group Investigation (GI). Penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) dengan LKPD juga dapat menciptakan pembelajaran aktif (active learning). Jika aktivitas belajar peserta didik meningkat, maka hasil belajar pun juga diduga akan meningkat. Berdasarkan data dari hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 di Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, diperoleh data bahwa masih banyak peserta didik yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) saat dilaksanakan evaluasi pada mata pelajaran IPA khuusnya kelas VIII. Ini menunjukkan bahwa konsep-konsep IPA masih dirasakan sulit bagi peserta didik. Rendahnya hasil belajar peserta didik ini dapat terlihat saat proses pembelajaran berlangsung antara lain peserta didik bersifat pasif, hanya sebagai pendengar ceramah yang disampaikan oleh guru, terjadinya komunikasi satu arah dalam proses belajar mengajar, sedikitnya jumlah peserta didik yang bertanya dan mengemukakan pendapat, kerja sama antarpeserta didik hampir tidak ada, suasana belajar mengajar berlangsung monoton dan terlihat membosankan bagi peserta didik, kurangnya memanfaatkan media/sumber belajar yang mengakomodir berbagai kecerdasan peserta didik. Untuk itu, peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan memanfaatkan LKPD IPA berbasis multirepresentasi (MUSI) pada penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) sehingga pembelajaran IPA yang dilaksanakan lebih efektif dan efisien.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan LKPD berbasis MUSI dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin? 2) Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan LKPD berbasis MUSI dapat meningkatkan aktivitas

belajar IPA pada peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin?

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan LKPD IPA berbasis MUSI pada peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin, dan 2) mengetahui peningkatan aktivitas belajar IPA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan LKPD IPA berbasis MUSI pada peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut. Bagi peserta didik, tersedianya sumber belajar yang bervariasi bagi peserta didik yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai penguasaan kompetensi dan dapat membantu peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Bagi guru, memberikan motivasi bagi guru IPA untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran dengan mengembangkan dan menggunakan LKPD dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya dan sebagai panduan alternatif bagi guru dalam memanfaatkan media pembelajaran untuk peningkatan kompetensinya sebagai guru sehingga menjadi guru profesianal. Bagi sekolah, memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah dan menambah wawasan bagi warga sekolah tentang perlunya pemanfaatan LKPD berbasis MUSI dalam pembelajaran. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan PTK. Peneliti adalah guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan berkolaborasi dengan 2 teman guru IPA yang berperan sebagai pengamat. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII.1 SMPN 1 Sungai Lilin. Kelas VIII ada 7 kelas. Subjek penelitian kelas VIII.1 pada tahun pelajaran 2014/2015 berjumlah 36

Page 11: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

94

orang peserta didik, 6 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.

Prosedur pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakandan observasi, tahap analisis dan refleksi, perencanaan lanjutan. Untuk lebih jelasnya proses penelitian tindakan bisa dilihat dari gambar 1 berikut ini.

I

1

2

3

Keterangan Siklus 1 : 1. Perencanaan 2. Tindakan dan

observasi I 3. Analisis dan

refleksi II

4

5

6

Siklus 2 : 1. Revisi rencana I 2. Tindakan dan

observasi II 3. Analisis dan

refleksi

Gambar 1. Proses Dasar Penelitian Tindakan

Tahap perencanaan dimulai dari

penemuan masalah dan kemudian merancang tindakan yang akan dilakukan. Penelitian ini untuk setiap siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan. Penelitian difokuskan kepada kelas VIII.1 SMPN 1 Sungai Lilin dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi RPP, LKPD, dan instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas, mempersiapkan perangkat observasi untuk melihat proses pembelajaran di kelas ketika model pembelajaran GI dilaksanakan

Tahap pelaksanaan tindakan untuk siklus I dan II adalah sebagai berikut. Perencanaan (Planning)

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah 1) membuat perencanaan proses pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran kooperatif GI, 2) mempersiapkan materi ajar dan media LKPD, 3) membentuk peserta didik menjadi 4 kelompok, 4) mendesain alat evaluasi untuk melihat hasil belajar

peserta didik, dan 5) membuat lembar observasi. Pelaksanaan Tindakan (action)

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah 1) melaksanakan skenario proses pembelajaran, 2) mengamati setiap aktifitas yang dilakukan peserta didik dan guru oleh observer, 3) memberikan tes akhir/kuis di akhir pembelajaran, 4) menjelaskan tugas selanjutnya yang akan dilakukan peserta didik. Observasi (Observation).

Tahap ini menggunakan lembaran observasi untuk 1) pencatatan data aktivitas peserta didik bersamaan dengan tindakan yang berlangsung, yang dilakukan oleh pengamat (observer); 2) menginterpretasikan dan melihat kesesuaian data penelitian dengan teori yang diajukan. Refleksi (Reflection)

Pada tahap ini dilakukan 1) menganalisis data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi, 2) mengevaluasi kelemahan/kendala yang dicatat observer untuk diperbaiki pada siklus berikutnya, 3) menyusun kembali perencanaan untuk siklus berikutnya. Untuk menginterpretasikaan hasil observasi digunakan rata-rata skor hasil observasi dengan kategori sebagai berikut. Rata-rata 4,5 s.d. 5 sangat baik, rata-rata 3,5 s.d 4,4 baik, rata-rata 2,5 s.d. 3,4 cukup baik, rata-rata 1,5 s.d.2,4 kurang baik, dan rata-rata 0 s.d. 1,4 tidak melakukan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes, observasi, dan angket. Tes diperlukan untuk menjaring data tentang pencapaian hasil belajar peserta didik setiap siklus.

Aktivitas belajar diperoleh dengan menggunakan angket yang diberikan kepada peserta didik dan lembar observasi yang digunakan observer dalam melakukan pengamatan kegiatan pembelajaran, kemudian dianalisis sehingga diperoleh adanya peningkatan aktivitas belajar peserta didik terhadap mata pelajaran IPA.

Data hasil belajar dalam penelitian ini adalah data tes. Hasil belajar diperoleh

Page 12: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

95

dari nilai rata-rata yang dicapai peserta didik pada setiap akhir siklus penelitian. Selanjutnya, hasil belajar peserta didik diberi kode T0 (tes awal), T1 (tes siklus I), T2 (tes siklus II) dan seterusnya. Penelitian dinyatakan berhasil jika diperoleh data T0 < T1 < T2 dan seterusnya.

Selanjutnya, batas keberhasilan penelitian ini juga dilihat dari hasil tes akhir, dengan taraf keberhasilan tindakan yang diukur secara individual minimum 71% (sesuai KKM yang telah ditetapkan) dan secara klasikal 85% mendapat

nilai/skor 71. Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah bila terjadi peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang dihitung berdasarkan persentase pada setiap siklusnya.

Kriteria hasil belajar siswa menggunakan rata-rata tes ulangan harian. Sekurang-kurangnya siswa lulus secara klasikal sebanyak 75%. Untuk aktivitas siswa dikatakan berhasil jika mencapai persentase baik yaitu antara 61 s.d. 80% dan sangat baik jika melebihi 80% siswa yang aktif. Dengan kata lain, penelitian akan berhasil dan sangat baik jika ada peningkatan aktivitas belajar siswa mencapai > 80 % setelah proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan LKPD berbasis MUSI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pembelajaran dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama dilakukan selama dua kali pertemuan (enam jam pelajaran). Pertemuan pertama dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan LKPD berbasis MUSI.

Observer mengamati aktivitas peserta didik dan guru dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran group investigation dengan menggunakan lembar observasi. Kegiatan tes untuk mengukur hasil belajar dilakukan pada pertemuan kedua sekaligus melaksanakan pembahasan serta perencanaan kegiatan pada siklus kedua. Demikian juga pada siklus II.

Rekapitulasi aktivitas peserta didik pada penelitian ini ditampilkan pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Aktivitas Peserta Didik pada Siklus I, dan Siklus II

No. Aktivita

s

Jumlah Peserta Didik

Sklus I Sklus II

Jml % Jml %

A1 11 30.56

% 23

63.89%

A2 29 80.56

% 34

94.44%

A3 16 44.44

% 32

88.89%

A4 23 63.89

% 26

72.22%

A5 32 88.89

% 34

94.44%

Rata-rata

22 61.67

% 30

82.78%

Sumber: Data yang Diolah Keterangan: A1 = Menanggapi/mengajukan

pertanyaan dengan komunikasi verbal maupun representasi lain

A2 = Melakukan kegiatan pembelajaran sesuai prosedur pada LKPD dan arahan guru

A3 = Mengerjakan soal/pertanyaan pada LKPD

A4 = Membuat kesimpulan Berdasarkan data pada tabel 1 yang

diperoleh dari pelaksanaan observasi oleh pengamat terhadap aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan LKPD berbasis MUSI dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat diketahui adanya peningkatan aktivitas belajar. Data hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata aktivitas belajar peserta didik pada siklus I kategori baik (61,67%) dan rata-rata aktivitas belajar peserta didik pada siklus II sangat baik (82,78%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase rata-rata peserta didik yang aktif dalam belajar mengalami peningkatan.

Peningkatan aktifitas belajar lebih jelasnya dapat digambarkan melalui grafik berikut ini.

Page 13: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

96

Gambar 2. Grafik Peningkatan aktivitas belajar peserta didik pada siklus 1 dan 2

(Sumber: Data yang diolah)

Aktivitas 1 menanggapi atau

mengajukan pertanyaan dengan komunikasi verbal maupun representasi lain terjadi peningkatan sebesar 33,33% yakni dari 11 orang (30.56%) menjadi 23 orang (63,89%). Aktivitas 2 melakukan kegiatan pembelajaran sesuai prosedur pada LKPD dan arahan guru terjadi peningkatan sebesar 13,89% yakni meningkat dari 29 orang (80.56%) menjadi 34 orang (94,44%). Aktivitas 3 mengerjakan soal/pertanyaan pada LKPD terjadi peningkatan sebesar 44,44% yakni meningkat dari 16 orang (44,44%) menjadi 32 orang (88,89%). Aktivitas 4 membuat kesimpulan terjadi peningkatan sebesar 8,33% yakni meningkat dari 23 orang (63,89.56%) menjadi 26 orang (72,22%). Aktivitas 5 menyusun laporan terjadi peningkatan sebesar 5,56% yakni meningkat dari 32 orang (88.89%) menjadi 34 orang (94,44%). Dari hasil observasi, aktivitas peserta didik yang masih kurang adalah pada aktivitas 1 yaitu menanggapi atau mengajukan pertanyaan dengan komunikasi verbal maupun representasi lain dan aktivitas 3

yakni mengerjakan soal/pertanyaan pada LKPD.

Refleksi dilakukan oleh peneliti dan guru observer untuk membahas faktor penyebab utamanya. Dari diskusi antara peneliti dan guru observer (kolaborator) ditemukan bahwa diperlukan usaha untuk menumbuhkan motivasi untuk lebih aktif melalui pemberian reward/penghargaan bagi yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penyebab lainnya adalah bahwa peserta didik masih belum terbiasa menggunakan LKPD berbasis MUSI. Pada siklus kedua, peneliti melakukan perbaikan pembelajaran dengan menjelaskan kembali bagimana menggunakan LKPD berbasis MUSI dan menyiapkan pemberian reward bagi peserta didik yang aktif. Dari hasil observasi ditemukan bahwa pada siklus 2 kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKPD berbasis MUSI aktivitas peserta didik sudah meningkat secara signifikan. Berdasarkan indikator kinerja penelitian dikatakan bahwa penelitian berhasil yakni penggunaan LKPD berbasis MUSI dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA peserta didik.

Selain aktivitas peserta didik, aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan LKPD berbasis MUSI dengan model pembelajaran Group Investigation juga diamati oleh obsever. Hasil observasi kegiatan guru pada tiap siklus ditampilkan pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Pelaksanaan Pembelajaran oleh

Guru

No. Siklus Rata-rata Skor Pelaksanaan

1 Ke-1 4.11

2 Ke-2 4.89

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan LKPD berbasis MUSI dengan model pembelajaran Group Investigation pada siklus 1 baik dan pada siklus 2 sangat baik. Pada siklus 2 kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru mengalami peningkatan. Pada siklus 1, aktivitas guru dalam melaksanakan

0 5

10 15 20 25 30 35

Men

angg

api/

men

gaju

kan

p

erta

nya

an d

enga

n …

Mel

aku

kan

keg

iata

n

pem

bel

ajar

an s

esu

ai …

Men

gerj

akan

so

al/p

erta

nya

an p

ada …

Mem

bu

at k

esim

pu

lan

Men

yusu

n L

apo

ran

1 2 3 4 5

11

29

16

23

32

23

34 32

26

34

JUMLAH SISWA SKLUS I Jml

JUMLAH SISWA SKLUS II Jml

Page 14: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

97

pembelajaran masih belum optimal pada penggunaan LKPD berbasis MUSI. Kurangnya penjelasan guru dalam menggunakan LKPD menjadikan peserta didik terlihat masih bingung, sehingga aktivitas peserta didik juga belum optimal. Dari hasil observasi oleh observer (kolaborator) dan diskusi bersama peneliti diperoleh bahwa perlu memberikan penjelasan mengenai LKPD berbasis MUSI dan penggunaannya agar aktivitas peserta didik dapat meningkat sehingga diharapkan hasil belajar IPA juga dapat ditingkatkan. Hasil Belajar Peserta Didik

Kegiatan untuk memperoleh data tentang hasil belajar IPA dilakukan melalui tes. Pada siklus pertama, tes hasil belajar dilakukan pada akhir siklus pertama yaitu di akhir pembelajaran pada pertemuan kedua. Demikian juga pada siklus kedua dilakukan di akhir pembelajaran pada pertemuan kedua. Pembelajaran pada siklus 1 sudah baik jika dibandingkan dengan nilai ulangan harian sebelum dilakukan tindakan. Pada siklus 1 sudah terdapat 22 peserta didik yang tuntas dan hanya 14 peserta didik yang belum tuntas dari 36 peserta didik. Nilai terbesar ulangan harian pada siklus 1 adalah 84,4 dan terendah 55,56. Artinya, penerapan model pembelajaran Group Investigation dengan menggunakan LKPD berbasis MUSI baik untuk diterapkan pada pembelajaran IPA SMP. Refleksi oleh guru bersama kolaborator merupakan hal yang diperukan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Setelah guru memperbaiki pembelajaran, ternyata aktivitas peserta didik juga meningkat. Peningkatan aktivitas belajar peserta didik dari hasil penelitian terbukti berimplikasi terhadap hasil belajar IPA peserta didik. Hasil belajar IPA pada siklus 2. Pembelajaran yang dilakukan pada siklus 2 mengalami peningkatan keefektifan yakni ditandai dengan peningkatan hasil belajar pada siklus 2 jika dibandingkan dengan siklus 1. Pada siklus 2 mencapai 33 peserta didik yang tuntas dan hanya 3 peserta didik yang belum tuntas dari 36 peserta didik. Nilai terbesar ulangan harian pada siklus 2 adalah 100,00 sebanyak 2 orang dan nilai

terendah adalah 67,65. Perbandingan hasil belajar pada siklus 1 dan 2 dipaparkan pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rekapitulasi Ketuntasan Belajar

Siklus 1 dan Siklus 2

Ulangan/ Siklus

Tuntas Belum tuntas

Jml % Jml %

UH S1 22 61.11 14 38.89

UH S2 33 91.67 3 8.33

Pada tabel 3 di atas terlihat adanya peningkatan hasil belajar IPA peserta didik. Pada siklus I jumlah peserta didik yang tuntas (mencapai KKM) sebesar 61,11%, sedangkan pada siklus II terdapat 91,67%. Artinya, jumlah peserta didik yang tuntas hasil belajarnya pada siklus 2 mengalami peningkatan sebesar 30,56%. Peningkatan ini sangat signifikan dan dinyatakan bahwa tindakan yang dilakukan sangat efektif sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus 3. Peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas hasil belajar lebih jelas digambarkan pada grafik pada gambar 3 berikut.

Gambar 4. Grafik Hasil Belajar IPA

pada SIklus 1 dan Siklus 2

Sebagai data pendukung, peneliti

pada tahap akhir penelitian tindakan kelas ini membagikan angket kepada peserta didik. Angket ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan peserta didik terhadap penggunaan LKPD berbasis MUSI dengan model pembelajaran Group Investigation yang telah dilakukan. Dari analisis data angket diperoleh skor 4,88 dan dikonversikan ke skala 100 menjadi 97,5. Hasil analisis angket tersebut digunakan untuk memperoleh ketertarikan penggunaan LKPD IPA berbasis multirepresentasi dalam pembelajaran

0

20

40

Tuntas Belum tuntas

22 14

33

3 UH S1

UH S2

Page 15: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

98

kooperatif Group Investigation, kemudian dikonversikan pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kategori Tingkat Ketertarikan Peserta Didik

Nilai Angket Kategori 81 – 100 Sangat tertarik

61 – 80 Tertarik

41 – 60 Cukup Tertarik

21 – 40 Tidak Tertarik

00 – 20 Sangat Tidak Tertarik

Sumber: Modifikasi (Sugiyono, 2012)

Pada tabel 4 di atas dapat disimpulkan bahwa angka 97,5 berada pada rentang 81- 100 (sangat tertarik). Data ini menunjukkan bahwa ketertarikan penggunaan LKPD IPA berbasis multirepresentasi dalam pembelajaran kooperatif Group Investigation sangat tinggi. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation dengan menggunakan LKPD berbasis MUSI sangat efektif dan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan obesrvasi, serta analisis data yang telah diuraikan dapat disimpulkan dua hal. Pertama, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan LKPD berbasis MUSI dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada peserta didik kelas VIII di SMP N 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin. Terdapat peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas sebesar 30,56%. Kedua, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan LKPD berbasis MUSI dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA pada peserta didik kelas VIII di SMP N 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin. Aktivitas belajar peserta didik meningkat sebesar 21,11%.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan agar penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation untuk melatih peserta didik bekerjasama dalam kelompok untuk menyelidiki sesuatu kemudian mengemukakan pendapatnya melalui presentasi kelompok. LKPD berbasis multirepresentasi sangat baik digunakan karena dapat membangun konsep IPA peserta didik dan dapat memperkokoh konsep yang telah dimengertinya sehingga hasil belajar dan aktivitas IPA dapat ditingkatkan. Diharapkan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan menggunakan LKPD berbasis multirepresentasi dapat diterapkan dalam proses pembelajaran IPA. Guru dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat mengatur waktu seefisien mungkin dan menyiapkan bahan ajar berupa LKPD berbasis mutirepresentasi agar dapat membangun dan memperkokoh konsep IPA. DAFTAR PUSTAKA Ismet. 2012. Mengemas Pembelajaran

Fisika Berbasis Kecerdasan Majemuk. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan. Palembang: HIMAPFIS UNSRI.

Pujiastuti, P. 2013. Pembelajaran IPA

Bermakna bagi Peserta Didik melalui Pendekatan Kontrukstivisme, tersedia dalam http://staff.uny.ac.id/sites/ default/files/penelitian/Dr.%20Pratiwi%20Puji%20Astuti,%20%20M.Pd./PEMB%2 0IPA%20MELALUI%20PENDEKATAN%20KONSTRUKTIVISME.pdf diakses pada 28 Januari 2014.

Page 16: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

99

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI I TANJUNG BATU MELALUI PENGGUNAAN BAHAN AJAR

LEMBAR KERJA SISWA BENTUK POTONG TEMPEL GAMBAR

Oleh: Yuliani Guru SD Negeri 01 Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu telah dilakukan penelitian tindakan kelas di Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Juli s.d. Oktober tahun 2015. Metode dan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dan pendekatan penelitian tindakan kela. Instrumen pengumpulan data berupa lembar observasi dan alat tes berupa soal uraian yang diberikan kepada siswa di setiap ahir siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu. Hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu mengalami peningkatan secara signifikan dari siklus pertama ke siklus kedua. Perubahan ini menunjukkan bahwa minat dan semangat belajar siswa semakin meningkat yang diikuti pula dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu dari prasiklus ke siklus pertama dan siklus kedua merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan bahan ajar bentuk LKS bentuk potong tempel gambar. Kata kunci: bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar, hasil belajar

PENDAHULUAN

Pada hakikatnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mengunakan bahan ajar yang tepat, yaitu bahan ajar yang dapat menjadikan siswa belajar aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal itu dikarenakan Ilmu Pengetahuan Alam pelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Mata Pelajaran IPA diberikan di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain sebagai berikut. 1) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

2) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara ipa, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, dan 4) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Hasil pengamatan penulis selama ini menunjukkan bahwa mata pelajaran IPA yang seharusnya diajarkan dengan berbagai jenis bahan ajar, berbagai metode dan pendekatan yang mengacu kepada pembelajaran efektif, kreatif, dan menyenangkan, diajarkan oleh guru dengan bahan ajar dan metode konvensional seperti tanya jawab ceramah dan latihan soal tanpa disertai dengan bahan ajar yang yang bervariasi.

Proses pembelajaran yang seharusnya menggunakan bahan ajar yang bervariasi hampir tidak pernah terjadi, sehingga pelajaran dirasakan oleh siswa sebagai suatu hal yang jauh dari lingkungan keseharian mereka. Kegiatan

Page 17: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

100

belajar mengajar masih statis, yaitu masih didominasi oleh guru (teacher-centered). Siswa pasif, yang sering dikenal dengan istilah proses pengajaran duduk, dengar, catat, dan hafal (DDCH). Proses pembelajaran lebih menekankan pada hafalan sehingga siswa pasif dan kurang mampu bekerja sama. Kondisi proses pembelajaran yang demikian menyebabkan kurang terciptanya suasana yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar hal tersebut menyebabkan hasil belajar siswa rendah diikuti dengan rendahnya daya serap dan hasil belajar siswa.

Rendahnya hasil belajar IPA siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu dapat dilihat berdasarkan pada hasil analisis ulangan harian mata pelajaran IPA Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu, dengan nilai rata-rata 40,41 dan daya serap klasikal 18,18% dengan kriteria dengan ketuntasan minimal yang ditetapkan 60%.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu suatu upaya yang dapat mengaktifkan siswa belajar. penggunaan bahan ajar, apalagi bahan ajar yang menuntut rasa ingin tahu siswa, seperti lembar kerja siswa, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar mereka.

Salah satu pembelajaran yang diperkirakan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat menjadikan pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah penerapan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar.

LKS bentuk potong tempel gambar dalam penerapannya menuntut siswa untuk bekerja berdiskusi, menjawab berbagai pertanyaan dalam kelompok sehingga seluruh siswa dapat bekerja dan belajar secara aktif. Keaktifan seluruh anggota kelompok secara individual merupakan kunci keberhasilan pembelajaran menggunakan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar, sehingga pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan hal tersebut menyebabkan daya serap dan hasil belajar siswa meningkat.

Alasan peneliti memilih bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar untuk meningkatkan Hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPA dikarenakan model pembelajaran menggunakan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dapat membuat pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskanlah masalah dan tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut. Rumusan masalahnya adalah “Apakah bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu?”

Tujuan penelitian ini adlah untuk menyelidiki apakah bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut ilmu pendidikan, belajar adalah usaha untuk mewujudkan perubahan tingkah laku. Jadi, walaupun kita telah berusaha sekuat tenaga namun perubahan tingkah laku tidak terwujud maka kita tidak bisa mengklaim bahwa kita telah belajar. Tingkah laku akan berubah jika kita mempelajari sesuatu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, kemudian kita menjadi tahu, paham dan mampu menerapkannya.

Manusia telah belajar begitu banyak sejak mereka lahir, bahwa belajar dan perkembangan adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Banyak aktivitas-aktivitas yang oleh setiap orang dapat disetujui kalau disebut perbuatan belajar, seperti misalnya mendapatkan perbendaharaan kata-kata baru, menghafal syair, menghafal nyanyian dan sebagainya. Ada beberapa aktivitas yang tak begitu jelas apakah itu tergolong sebagai perbuatan (hal) belajar; seperti misalnya: mendapatkan bermacam-macam sikap sosial (misalnya prasangka), kegemaran, pilihan dan lain-lainnya.

Menurut Sagala (2008: 40), belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelas-jelasnya pada kesadaran individu. Tanggapan merupakan salah satu timbal balik dari apa yang telah diberikan guru dalam proses pembelajaran, dimana siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide atau pendapat.

Page 18: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

101

Sesuai dengan Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007, bahwa proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang dapat meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Oleh karena itu, di dalam proses pembelajaran guru dituntut menciptakan kondisi agar siswa dapat aktif belajar.

Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa Leraning is shown by a change in behaIVor as a result of experience (Cronbach, 1954:47) yaitu belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya. Gagne dalam Syaiful Sagala (2008:19) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Prinsip akhir dari belajar dikemukakan oleh Rogers dalam Sri Esti W.D. (2002:186) bahwa belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Melalui proses belajar guru dapat melihat perkembangan peserta didiknya seiring dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa belajar itu membawa perubahan dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial. Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru dan terjadi karena usaha (dengan sengaja).

Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dimyati (2006: 200) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan prilaku dari tidak tahu menjadi tahu hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (2006: 226) menyatakan “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar”. Menurut Hamalik (2008:27) “Dengan adanya evaluasi dapat

diketahui sejauh mana siswa dalam mengalami kemajuan dalam proses belajar setelah mengalami pembelajaran”. Jadi, evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui melalui kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar.

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Selanjutnya, August (2008) mengatakan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.

Bahan ajar berfungsi sebagai pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua hasil belajarnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua hasil belajarnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya. August (2008) mengatakan bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Simpulannya bahwa bahan ajar adalah merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.

Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan bahan ajar sendiri, yakni antara lain; pertama, diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa,

Page 19: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

102

kedua, tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh, ketiga, bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi, keempat, menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar, kelima, bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya. Di samping itu, guru juga dapat menambah angka kredit ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan (Depdiknas, 2008).

Bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu 1) bahan cetak (printed, 2) bahan ajar dengar (audio), 3) bahan ajar pandang dengar (audio visual), dan 4) bahan ajar multimedia interaktif (interactve teaching material). Bahan cetak (printed) seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, LKS Potong tempel Gambar, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. (Depdiknas, 2008).

LKS potong tempel gambar adalah bahan ajar berupa informasi yang terdiri dari gambar yang dilengkapi dengan informasi/keterangan tertulis mengenai suatu masalah atau objek. LKS ini disusun sedemikian rupa di mana tulisan/keterangan tersebut digunting menjadi lembaran- lembaran kecil dan dalam penggunaannya siswa secara kelompok/perorangan diminta menempelkan potongan potongan tulisan/keterangan tersebut pada gambar yang telah disiapkan (Depdiknas, 2008)

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah SD Negeri 01 Tanjung Batu dengan siswa kelas IV mata pelajaran IPA tahun pembelajaran 2015/2016. Waktu penelitian dari bulan Juli sampai bulan Oktober tahun 2015 bertempat di SD Negeri 01 Tanjung Batu. Penelitian berlangsung sebanyak 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan yang dilakukan pada hari Senin dan Kamis.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Banyaknya tindakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap

kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Metode dan instrumen pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi dengan instrumen lembar observasi. Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa. Pengumpulan data juga menggunakan tes dengan instrumen berupa perangkat tes dengan soal bentuk uraian. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa

Teknik analisis data menggunakan rumus teknik proporsi (Sudjana, 2010). Untuk hasil belajar siswa rumusnya adalah sebagai berikut.

D = [Y/N] Keterangan: D = Nilai rata rata hasil belajar siswa Y = jumlah nilai siswa keseluruhan N = jumlah total siswa. Kriteria keberhasilan belajar adalah sebagai berikut.

Rentang Skor Kategori

0 s.d. 20 Sangat kurang

21 s.d. 40 Kurang

41 s.d. 60 Cukup

61 s.d. 80 Baik

81 s.d. 100 Sangat baik

Sumber: Hasil analisis

Hasil analisis data disajikan dalam bentuk data, tabel, narasi dan grafik untuk lebih memudahkan dalam membaca data dan memprediksikan apa kesimpulan dari perlakuan yang diberikan HASIL PENELITIAN

Setelah dilaksanakan dua kali tatap muka di akhir siklus I diadakanlah ulangan harian. Ulangan harian ini dilaksanakan pada hari Kamis 6 Agustus 2015. Dari hasil ulangan harian, setelah dianalis diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil

Ulangan Harian IPA Siswa pada Siklus I

Interval f (%) Kategori

86 – 100 1 4,5% Sangat Baik

71 – 85 2 9,1% Baik

56 – 70 9 40,9% Cukup Baik

41 – 55 4 18,2% Kurang

40 6 27,3% Sangat Kurang

Jumlah 22 100% -

Page 20: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

103

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat 27,3% dari 22 siswa di kelas IV yang hasil belajarnya termasuk pada kategori sangat kurang, 18,2% Kategori kurang sedangkan siswa yang hasil belajarnya termasuk pada kategori cukup baik sebesar 40,9%, dan yang termasuk kategori baik sebesar 9,1%, serta yang termasuk kategori sangat baik sebesar 4,5%.

Untuk lebih jelasnya, perbandingan persentase hasil belajar siswa di atas disajikan diagram berikut.

Gambar 1. Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Setelah dilaksanakan dua kali tatap

muka di akhir siklus I diadakanlah Ulangan Harian pada hari Kamis 27

Agustus 2015. Dari hasil ulangan harian ini dilakukan analis .dan diperoleh data nilai Ulangan Harian siklus II yaitu terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil

belajar IPASiswa Siklus II

Interval f Persentase

(%) Kategori

86 – 100 5 22,7 % Sangat Baik

71 – 85 8 36,4 % Baik

56 – 70 9 40,9 % Cukup

41 – 55 0 0 % Kurang

40 0 0 % Sangat Kurang

Jumlah 22 100%

Berdasarkan tabel di atas selama

pada siklus II, diketahui dari 22 orang siswa tidak ada siswa yang hasil belajarnya dikategorikan kurang dan sangat kurang (0%) sedangkan siswa yang hasil belajarnya termasuk pada kategori cukup baik sebesar 40,9%, dan yang termasuk kategori baik sebesar 36,4%, dan yang termasuk kategori sangat baik sebesar 22,7%.

Berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II kemudian dibandingkan dengan data prasiklus diperoleh data seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

Interval (%)

Prasiklus (%)

Siklus I (%)

Siklus II Kategori

86 – 100 0% 4,5% 22,7 % Sangat Baik

71 – 85 4,5 % 9,1% 36,4 % Baik

56 – 70 13,6% 40,9% 40,9 % Cukup

41 – 55 31,8% 18,2% 0 % Kurang

40 50 % 27,3% 0 % Sangat Kurang

Jumlah 100%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan

bahwa pada prasiklus siswa yang hasil belajarnya sangat kurang sebesar 50,00 %, pada siklus satu 27,3%, pada siklus dua 0 %. Telah terjadi penurunan siswa yang hasil belajarnya dengan kategori sangat kurang dari prasiklus ke siklus satu

sebesar 22,7% sedangkan siswa yang hasil belajarnya dikategorikan sangat kurang dari siklus satu ke siklus dua telah terjadi pengurangan sebesar 100%. Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa siswa yang hasil belajarnya dikategorikan kurang pada pra siklus 31,8%, pada

1; 5% 2; 9%

9; 41% 4; 18%

6; 27%

Sangat Baik

Baik

Cukup Baik

Kurang

Sangat Kurang

Page 21: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

104

siklus satu 18,2% dan pada siklus dua sebesar 0% telah terjadi pengurangan siswa yang hasil belajarnya dikategorikan kurang dari prasiklus ke siklus 1 sebesar 13,6% dan dari siklus satu ke siklus dua terjadi penurunan siswa yang hasil belajarnya dikategorikan kurang sebesar 100%.

Selanjutnya, siswa yang hasil belajarnya dikategorikan cukup pada prasiklus 13,6%, pada siklus satu 40,9%, pada siklus dua 40,9% terjadi kenaikan siswa yang hasil belajarnya cukup sebesar 27,3%. Siswa yang hasil belajarnya dengan kategori baik pada prasiklus 4,5%, pada siklus satu 9,1% pada siklus dua 36,4% telah terjadi kenaikan hasil belajar siswa yang kategorinya baik dari prasiklus ke siklus satu sebesar 4,6% dan dari siklus satu ke siklus dua terjadi kenaikan siswa yang hasil belajarnya baik sebesar 27,3%. Untuk siswa yang hasil belajarnya dikategorikan sangat baik pada prasiklus 0%, pada siklus satu 4,5%, pada siklus dua 22,7%. Berarti terjadi peningkatan untuk hasil belajar siswa dengan kategori sangat baik sebesar 4,5% pada siklus satu dan 18,2% pada siklus dua.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa telah terjadi penurunan persentase hasil belajar siswa yang kategorinya kurang dan sangat kurang menjadi cukup dan baik. Selanjutnya telah terjadi kenaikan persentase siswa yang hasil belajarnya dikategorikan cukup, baik, dan sangat baik secara signifikan meniingkatnya hasil belajar siswa tersebut merupakan dampak dari penerapan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu.

Pembelajaran menggunakan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu. Selanjutnya, semua

anggota KKG SD Kelas IV Kecamatan Tanjung Batu mau menerapkan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dalam Pembelajaran IPA di sekolah masing masing.

Penelitian ini hanya terbatas pada variabel bebas pembelajaran menggunakan bahan ajar LKS bentuk potong tempel gambar dalam pembelajaran IPA dengan lokasi penelitian di SD Negeri 1 tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir. Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan dan kelemahan. Diharapkan ada peneliti lain yang mau mengadakan penelitian serupa dengan jumlah subjek penelitian yang lebih besar, pada mata pelajaran, dan kelas yang berbeda.

Beberapa saran perlu dikemukakan, mislanya perlu perancangan LKS secara lebih baik sebelum pembelajaran dilaksanakan. Di samping itu, agar hasil belajar siswa dapat lebih optimal, guru perlu juga mempertimbangkan penggunakaan metode pembelajaran yang dapat lebih mengaktifkan proses belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA August. 2008. Belajar dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya. Salatiga: Rineka Cipta.

Biehler, Robert F. 1982. Psychology

applied to teaching. New York: Houghton Mifflin.

Cronbach, 1954 Educational Psychology.

Calabasas CA: CEC Publ. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri

Pendidikan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi . Jakarta Depdiknas.

Depdiknas, 2008. Panduan

Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2007. Peranturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesia 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Pendidikan

Page 22: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

105

Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik. 2008. Psikologi belajar dan mengajar, Bandung: Sinar Baru.

Lie, Anita, 2003. Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya: Usaha Kita.

Sagala, Syaiful. 2001. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sujana., 2010. Metode Statistika.

Bandung:Transito. Sri Esti W.D, 2002 Belajar dan Faktor

yang Mempengaruhinya. Salatiga: Rineka Cipta

Page 23: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

106

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TOPI PINTAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMA NEGERI 15 PALEMBANG

Oleh: Nurhayati Guru SMA Negeri 15 Palembang Email: [email protected]

Abstrak. Model pembelajaran “Topi Pintar” adalah model pembelajaran kooperatif yang dimodifikasi dari Numbered Head Together (NHT). Perbedaannya adalah pada pemberian nomor topi yang berdasarkan tingkat kemampuan siswa. Untuk siswa yang paling pintar, kita beri nomor topi 1, begitu seterusnya. Setiap kelompok memberi nama kelompoknya, serta membuat yel-yel dan topi. Presentasi ataupun aktivitas menanya, menanggapi, ataupun memberikan solusi diberi skor sesuai nomor topi dikalikan seratus. Kelompok yang memperoleh skor tertinggi diberikan penghargaan untuk menampilkan yel-yel kelompoknya. Dari hasil kuesioner dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran “Topi Pintar” dapat memotivasi siswa. Model ini dapat dijadikan sarana untuk melatih kejujuran, keaktifan, sikap mandiri dan kreatif. Oleh sebab itu, disarankan kepada siswa dan guru serta sekolah untuk menjadikan model topi pintar sebagai alternatif pembelajaran baik pada mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya. Kata Kunci. model pembelajaran, topi pintar

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran merupakan proses yang kompleks. Setiap kata, pikiran, tindakan dan asosiasi sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses berlangsung. Proses pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh seorang guru, karena guru adalah planner, desainer, fasilitator, motivator dan eksekutor. Artinya pengaruh seorang guru sangatlah besar, guru harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlihat dan berpengaruh kuat terhadap proses belajarnya. (Bobbi DePotter: 2001).

Tugas utama seorang guru, selain mendidik adalah mengajar. Sebagai pengajar, guru dihadapkan pada tuntutan profesi untuk selalu melakukan perbaikan atas kekurangan dan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas profesional. Karena yang dihadapi seorang guru adalah siswa, yang mempunyai perasaan, minat dan ketertarikan terhadap sesuatu selalu berubah-ubah. Tidak dapat dipungkiri, seorang guru belum tentu dapat menerapkan metode ataupun model pembelajaran yang sama untuk setiap kelas yang dipandunya.

Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Palembang pada tahun pembelajaran 2014/2015 sempat menggunakan Kurikulum 2013 selama satu semester. Awal tahun 2015 kembali ke KTSP 2006, hal ini berakibat menurunnya motivasi pada diri siswa terutama pada penggunaan internet. Seiring dengan itu pula sarana dan prasarana yang menyangkut teknik komunikasi dan informatika (TIK) di sekolah menjadi kurang memadai, sehingga pembelajaran yang semula menggunakan media online “schoology” dan “quipperschool” tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Menyikapi permasalahan di atas, penulis berpendapat agar pembelajaran matematika tetap menarik, efektif dan efisien serta banyak disukai siswa, maka perlu menggunakan model pembelajaran yang sederhana tetapi menarik. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dalam kelompok kecil, yang memungkinkan siswa saling membantu dalam memahami suatu konsep, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman sebagai masukan serta kegiatan lain yang bertujuan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Aktivitas pembelajaran kooperatif disamping menekankan pada

Page 24: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

107

kesadaran siswa belajar, memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan, konsep serta keterampilan kepada teman lain, siswa akan merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada teman atau anggota lain dalam kelompoknya. Oleh karena itu belajar kooperatif adalah saling menguntungkan antar siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan siswa yang berkemampuan tinggi.

Struktur kooperatif dibandingkan dengan struktur kompetisi dan usaha individual, lebih menunjang komunikasi yang lebih efektif dan pertukaran informasi diantara siswa, saling membantu tercapainya hasil belajar yang baik, lebih banyak bimbingan perorangan, berbagi sumber diantara siswa, perasaan terlibat yang lebih besar, berkurangnya rasa takut akan gagal dan berkembangnya sikap saling mempercayai diantara para siswa. Trik dan teknik pembelajaran akan efektif bila disesuaikan dengan karakteristik siswa di kelas yang kita pandu.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengembangkan model pembelajaran yang bertujuan menciptakan suatu model pembelajaran baru sebagai ajang siswa bereksplorasi dalam berbagai kreatifitas dan menjadikan pembelajaran matematika menarik, aktif dan kreatif, sehingga tidak membosankan dan dapat memotivasi siswa mempermudah dalam memahami materi matematika. Serta bermanfaat bagi siswa sebagai ajang berkreasi dan inovasi, sehingga pembelajaran matematika tidak membosankan dan terasa menjadi mudah, merupakan alternatif dalam pembelajaran baik bagi guru matematika maupun guru mata pelajaran yang lain. KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.(Depdiknas, 2003). Sedangkan menurut Suprijono, Agus (2010) “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh

guru”. Ada empat unsur pentingyaitu: (l) adanya peserta dalam kelompok, (2) adanya aturan kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. (Slavin, 2015).

Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”. Ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Struktur Numbered-Head-Together (NHT) biasanya juga disebut berpikir secara berkelompok adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Russ Frank. Huda (2014). NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Menurut Suyatno(2009), langkah-langkah pembelajarannya adalah:1) mengarahkan; 2) membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu; 3) memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok; 4) mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas; 5) mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap siswa; 6) mengumumkan hasil kuis dan memberikan reward. Model Pembelajaran “Topi Pintar”

Ciri dari model pembelajaran kooperatif adalah tim belajar. Menurut Melvin (2014), strategi pembentukan kelompok sangat menentukan

Page 25: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

108

kesuksesan suatu tim. Seorang guru harus memberi kesempatan dan memfasilitasi siswa untuk membangun semangat tim dengan sebuah kelompok yang sudah kenal satu sama lain. Di jaman sekarang siswa sangat terbiasa dengan tayangan pembuka tertentu yang sudah populer sehingga hal itu tidak membuat mereka antusias. Cobalah untuk bereksperimen dengan strategi-strategi yang masih baru baik bagi guru maupun bagi siswa.

Berdasarkan pemikiran itu, penulis mencoba memodifikasi suatu model pembelajaran kooperatif yang baru, yang sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah penulis dan diberi nama model pembelajaran topi pintar. Model pembelajaran “topi pintar” merupakan modifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe number head together (NHT). Adapun langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut: 1) Guru membagi kelompok belajar yang heterogen terdiri dari 5-6 siswa; 2) Setiap siswa diberi nomor urut (sesuai tingkat kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika menurut guru matematika di kelas itu) yang dituliskan pada topi buatan kelompok masing-masing; 3) Setiap kelompok memberi nama kelompoknya dari unsur-unsur matematika dan membuat yel-yel yang akan ditampilkan bagi kelompok dengan skor tertinggi; 4) Guru menyampaikan tujuan, materi dan tugas berupa soal-soal dalam jumlah yang relatif banyak; 5) Setiap kelompok melaporkan jumlah soal yang telah diselesaikan; 6) Kelompok yang tampil presentasi sesuai urutan banyak soal yang dikerjakan; 7) Skor yang diberikan pada kelompok yang tampil sesuai dengan nomor topinya dikali 10; 8) Nomor soal yang dipresentasikan ditentukan oleh guru, misalnya menggunakan kalimat” selesaikan soal dengan nomor terbesar sesuai dengan hasil yang dilaporkan”; 9) Kelompok lain yang mengajukan pertanyaan atau menanggapi mendapat skor yang sama dengan kelompok penampil; 10) Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak untuk menampilkan yel-yelnya.

Model pembelajaran topi pintar adalah model pembelajaran kooperatif

yang dikembangkan berdasarkan karakteristik siswa di SMAN 15 Palembang, dimodifikasi dari model kooperatif Number Head Together (NHT). SMAN 15 Palembang adalah SMA reguler yang inputnya terdiri dari berbagai SMP Negeri atau Swasta baik di Kota Palembang maupun dari Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi Sumatera Selatan. Karena keberagaman itulah, karakteristik siswa SMAN 15 Palembang adalah siswa yang heterogen dari berbagai hal, baik kompetensi akademiknya maupun pola belajarnya. Model pembelajaran kooperatif banyak yang sudah dikenali oleh siswa SMAN 15 Palembang, kerena beberapa guru atau mahasiswa praktikan sering menggunakan model pembelajaran kooperatif. Oleh sebab itu, penulis mencoba memodifikasi model yang sudah ada dengan menambah beberapa hal, yaitu nomor topi yang berdasarkan tingkat kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika dan yel-yel kelompok sebagai penggembira. PEMBAHASAN

Model kooperatif Topi Pintar adalah model kooperatif terstruktur dimodifikasi dari model pembelajaran kooperatif Number Head Together (NHT). Langkah-langkahnya sebagai berikut:1) Guru membagi kelompok belajar yang heterogen terdiri dari 5-6 siswa; 2) Setiap siswa diberi nomor urut (sesuai tingkat kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika menurut guru matematika di kelas itu) yang dituliskan pada topi buatan kelompok masing-masing; 3) Setiap kelompok diberi nama dari unsur-unsur matematika dan membuat yel-yel yang akan ditampilkan bagi kelompok dengan skor tertinggi; 4) Guru menyampaikan tujuan, materi dan tugas berupa soal-soal dalam jumlah yang relatif banyak; 5) Setiap kelompok melaporkan jumlah soal yang telah diselesaikan; 6) Kelompok yang tampil presentasi sesuai urutan banyak soal yang dikerjakan; 7) Skor yang diberikan pada kelompok yang tampil sesuai dengan nomor topinya dikali seratus; 8) Nomor soal yang dipresentasikan ditentukan oleh guru, misalnya menggunakan kalimat” selesaikan soal dengan nomor terbesar

Page 26: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

109

sesuai dengan hasil yang dilaporkan”; 9) Kelompok lain yang mengajukan pertanyaan atau menanggapi mendapat skor yang sama dengan kelompok penampil; 10) Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak untuk menampilkan yel-yelnya.

Penerapan model kooperatif Topi Pintar diterapkan di SMAN 15 Palembang di kelas XI IPA Tahun Pelajaran 2014/2015 semester genap. Penulis mengambil kelas XI IPA.6 yang terdiri dari 34 orang, laki-laki 12 orang dan perempuan 22 orang. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengelompokkan siswa menjadi enam kelompok berdasarkan tingkat kemampuannya. Kelompok itulah yang menjadi dasar pemberian nomor topi. Selanjutnya penulis membuat potongan-potongan kertas yang terdiri dari enam macam bentuk dan enam warna yang berbeda. Kemudian siswa yang bernomor sama dipanggil untuk mengambil kertasnya dan menuliskan nama dibelakang kertas tersebut, lalu dikumpulkan kembali. Setelah semua kelompok selesai menuliskan namanya, siswa yang bernomor satu diminta kedepan untuk memilih nomor-nomor yang sudah diberi nama tadi sesuai dengan petunjuk dari guru. Dalam hal ini penulis meminta “ kumpulkan kertas dengan bentuk yang sama” atau bisa juga alternatif lainnya”kumpulkan kertas dengan warna yang sama”. Dengan demikian akan terkumpul kertas yang mempunyai nomor urut yang berbeda, yaitu 1 sampai 5 atau 1 sampai 6. Seperti diperlihatkan gambar berikut.

Gambar 1. Proses Pembentukan Kelompok

Berikutnya siswa berkelompok untuk mengerjakan tugas berikutnya, yaitu membuat yel-yel dan topi. Berikut

gambar yang menunjukkan proses pembuatan topi dan yel-yel.

Gambar 2. Kreativitas Membuat Topi dan

Yel-yel

Sebaiknya kelompok yang dibuat dalam bentuk permanen untuk jangka waktu yang agak panjang, karena pembentukan kelompok, pembuatan topi dan yel-yel tersebut membutuhkan waktu 45 menit. Karena pembelajaran matematika di kelas tersebut 2 jam pelajaran, jadi 1 jam berikutnya adalah untuk mengomunikasikan tujuan pembelajaran dan pemberian tugas berupa soal-soal limit fungsi sebanyak 150 soal.

Pada pertemuan kedua, masing-masing kelompok melaporkan banyak dan nomor soal yang telah diselesaikan. Kelompok yang mengerjakan soal paling banyak, mempresentasikan jawaban kelompoknya. ( Soal yang dipresentasikan sesuai dengan petunjuk guru, misalnya: presentasikan soal dengan nomor terbesar). Guru memberikan petunjuk dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya soal tersebut memerlukan pemahaman yang mendalam. Karena skor aktivitas diberikan sesuai dengan nomor topi dikali dengan 10, maka setiap kelompok berusaha agar siswa yang mempunyai nomor topi terbesar untuk maju ke depan. Namun pada pertemuan kedua ini, tanggapan ataupun pertanyaan masih sangat kurang. Kemungkinan karena siswa berharap nilai yang besar dari presentasinya. Kelompok terbaik tetap diperoleh, tetapi nilai kelompok masih belum maksimal. Yang membanggakan bagi kami adalah kejujuran dari siswa yang terlihat dari soal-soal yang dikerjakan, dengan nomor-nomor soal yang berbeda, bahkan untuk

Page 27: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

110

nomor yang sama mereka menggunakan cara yang berbeda. Hal ini juga memperlihatkan kreatifitas dari siswa.

Pada awal pembelajaran, setiap kelompok melaporkan banyak dan nomor soal yang telah diselesaikan ( masih dalam paket 150 soal yang sama). Satu kelompok mempresentasikan jawaban soal yang diminta oleh guru. Berdasarkan refleksi dari pertemuan kedua, maka disepakati untuk kelompok yang lain apabila menanya ataupun memberi tanggapan akan mendapat skor yang sama dengan penyaji. Trik yang cukup menggembirakan, ternyata banyak kelompok yang bertanya. Pembelajaran matematika menjadi semakin menyenangkan.

Berikut beberapa gambar yang menunjukkan proses pembelajaran menggunakan model topi pintar.

Gambar 3. Siswa berdiskusi dalam kelompoknya

Gambar di atas menunjukkan siswa yang sedang berdiskusi dalam kelompoknya, diskusi berjalan lancar karena siswa yang pintar selalu mendorong rekannya untuk tampil ke depan, sebaliknya siswa yang kurang akan banyak bertanya agar dapat menyelesaikan soal dengan baik untuk memberikan kontribusi kepada kelompoknya. Sebagaimana ditunjukkan gambar berikut.

Gambar.4. Siswa Presentasi Gambar di atas menunjukkan bahwa siswa yang presentasi adalah siswa yang bernomor topi 4, 5 atau 6. Hal tersebut dilakukan agar kelompoknya mendapat skor yang tinggi. Begitu juga untuk tanggapan dan pertanyaan sudah mulai tampak ramai. Secara keseluruhan pembelajaran matematika menggunakan topi pintar ini sangat menyenangkan, terlihat aktivitas siswa yang begitu antusias sebagaimana diperlihatkan gambar berikut.

Gambar. 5. Memperhatikan Rekan yang

sedang Presentasi

Dari dua pertemuan, diperoleh dua kelompok terbaik yang berhak untuk menampilkan yel-yelnya. Ternyata aktivitas inipun menjadi motivasi bagi siswa untuk dapat memberi yang terbaik bagi kelompoknya. Berikut adalah gambar yang menunjukkan kelompok yang sedang unjuk aksi menampilkan yel-yelnya walaupun belum maksimal, dikarenakan masih baru dan masih belum hafal.

Gambar.6. Kelompok terbaik

Yang paling menggembirakan dan paling membanggakan adalah ketika melihat hasil kuesioner yang diberikan kepada

Page 28: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

111

siswa setelah pertemuan yang ketiga, semuanya bersikap positif tentang topi

pintar. Berikut adalah hasil scan dari kuesioner tersebut.

Gambar 7. Refleksi Siswa 1

Gambar 8. Refleksi Siswa 2

Page 29: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

112

PENUTUP Dari pembahasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran “Topi Pintar” dapat memotivasi siswa. Model ini dapat dijadikan sarana untuk melatih kejujuran, keaktifan, sikap mandiri dan kreatif.

Disarankan beberapa hal berikut. Pertama, agar siswa mau mencoba dan berpikir positif tentang model pembelajaran yang baru, terutama model pembelajaran topi pintar. Kedua, agar guru selalu mencoba model pembelajaran yang baru dan mencoba berkreasi untuk memodifikasi yang sudah ada sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah kita masing-masing. Model pembelajaran topi pintar dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran baik dalam matematika, maupun mata pelajaran lainnya. Ketiga, agar sekolah dapat mereferensi model pembelajaran topi pintar untuk digunakan sebagai model pembelajaran alternatif untuk semua mata pelajaran di sekolah. DAFTAR PUSTAKA Bobbi De Porter dan Mike Hernacki. 2001.

Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan

Menyenangkan. Bandung: Penerbit Kaifa.

Depdiknas.2003. Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Huda, Miftahul. 2014. Cooperative

Learning, Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Melvin, L. Silberman.2014. Active

Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia.

Slavin, 2015. Cooperative Learning, Teori,

Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative

Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran

Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Page 30: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

113

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 12 TANJUNG BATU

Oleh: M. Riadi

Guru SD Negeri 12 Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu dengan tujuan meningkatkan hasil belajar matematika melalui model Realistic Mathematics Education. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama dua siklus. Setiap siklus diadakan tiga kali pertemuan. Setiap kali pertemuan proses pembelajaran menggunakan model Realistic Mathematics Education . Adapun alat pengumpul data berupa lembar observasi yang diisi oleh observer, dan alat tes berupa soal isian yang diberikan kepada siswa di setiap akhir siklus dengan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi untuk setiap siklus. Hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu mengalami peningkatan secara signifikan diikuti dengan meningkatnya keaktivan siswa pada semua indikator dari Prasiklus ke siklus pertama maupun dari siklus pertama ke siklus kedua. Perubahan ini menunjukkan bahwa minat dan semangat belajar siswa semakin meningkat yang diikuti dengan meningkatnya hasil belajar siswa. , Kata kunci: hasil belajar, realistic mathematics education

PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu ilmu

dasar perlu diberikan kepada semua peserta didik sejak sekolah dasar (SD). Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran matematika di jenjang SD berfungsi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup.

Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang meliputi masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat pendekatan matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah

kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.

Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Matematika adalah salah satu unsur yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia. Matematika dibutuhkan oleh siapa pun dan di mana pun. Matematika merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan pendekatan-pendekatan yang merupakan contoh sistem itu yang pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari (Muslim, 2015)

Tujuan utama kegiatan pembelajaran di sekolah menurut Depdiknas adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan

Page 31: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

114

antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian hasil belajar yang optimal. Menurut Hamalik (2015:159), hasil belajar menunjuk kepada prestasi belajar, dan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran.

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran yang dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa dalam suatu pelajaran. Menurut Zulkardi (2001:2), rendahnya prestasi siswa untuk mata pelajaran matematika terkait dengan komponen-komponen pembelajaran matematika di sekolah, di antaranya kurikulum, media pembelajaran yang digunakan, serta metode atau pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru. Karena itu, dalam pembelajaran matematika guru diharapkan dan mau menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih bervariasi yang dapat membangkitkan daya kreatifitas dan motivasi untuk belajar secara mandiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok-kelompok belajar siswa.

Sudah saatnya guru matematika membuka paradigma baru dalam pola pengajaran matematika di kelas. Matematika selama ini dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dan menakutkan berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan dan mengasyikkan. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika.

Selama ini mata pelajaran matematika dipandang sebagai pelajaran yang sukar dan menjemukan, sehingga siswa kurang berminat mempelajarinya. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika secara umum relatif rendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran lain. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika peserta didik, salah satunya

adalah ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini banyak guru menggunakan model pembelajaran konvensional yang didominasi oleh guru. Pola pembelajaran seperti ini perlu diubah dengan menggiring peserta didik mencari ilmunya sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik harus menemukan konsep-konsep secara mandiri.

Dari hasil analisis ulangan harian mata pelajaran matematika kelas V SD 12 Tanjung Batu nilai rata-rata hasil belajar siswa masih rendah yaitu hanya mencapai 5,68, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 65. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman materi pada siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu secara umum masih rendah.

Berdasarkan uraian dan data-data di atas perlu dicarikan suatu jalan keluar dengan cara melakukan perubahan mendasar dalam pembelajaran matematika, terutama dari segi strategi pembelajaran dan pendekatannya. Salah satu pendekatan yang dipandang dapat mengatasi permasalahan di kelas V ini yakni kurangnya sikap, minat, dan penguasaan materi yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa adalah pendekatan Realistic Mathematics Education, yaitu suatu pendekatan Matematika Realistik.

Berdasarkan masalah di atas penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education pada Siswa Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu ”.

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan “Apakah Pendekatan Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu?” Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan Realistic Mathematics Education dapat

Page 32: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

115

meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa V SD 12 Tanjung Batu.

KAJIAN PUSTAKA

Pelajaran matematika menurut Sriyono (1992:210) merupakan pelajaran yang sukar dan menjemukan, sehingga siswa kurang berminat untuk mempelajarinya. Oleh sebab itu matematika seharusnya diajarkan dengan berbagai metode dan pendekatan yang mengacu kepada pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan agar dalam pembelajaran muncul berbagai ide dan gagasan yang dapat memacu aktifitas dan kreatifitas siswa Untuk memperoleh gagasan-gagasan dalam pembelajaran matematika siswa perlu dilatih berpikir kreatif dan mampu menemukan masalah serta mengembangkan masalah tersebut menjadi gagasan penyelesaian.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya (Permendiknas No 22 Tahun 2006)

Mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: a. Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efesien dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memecahkan masalah, merancang pendekatan matematika, menyelesaikan pendekatan dan menafsirkan solusi yang diperoleh

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

Menurut ilmu pendidikan, belajar adalah usaha untuk mewujudkan perubahan tingkah laku. Jadi walaupun kita telah berusaha sekuat tenaga namun perubahan tingkah laku tidak terwujud maka kita tidak bisa mengklaim bahwa kita telah belajar. Tingkah laku akan berubah jika kita mempelajari sesuatu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, kemudian kita menjadi tahu, paham dan mampu menerapkannya. Oleh karena itu, di dalam proses pembelajaran siswa harus aktif. Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa Learning is shown by a change in behavior as a result of experience (Cronbach, 1954:42) yaitu belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya. Menurut R.M. Gagne dalam Sagala (2008:19) bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Prinsip akhir dari belajar dikemukakan oleh Hendarto ( 2001 ) bahwa belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Melalui proses belajar guru dapat melihat

Page 33: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

116

perkembangan peserta didiknya seiring dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar itu membawa perubahan dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial). Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

Menurut Fathurrohman & Sobry Sutikno (2009: 115) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Adapun faktor-faktor tersebut adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, dan evaluasi.

Selanjutnya, dalam Wina Sanjaya (2009: 234) faktor yang mempengaruhi daya serap hasil belajar siswa dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu: faktor dari dalam (internal) yaitu faktor yang berasal dari siswa saat mengalami proses pembelajaran, meliputi: jasmaniah, kondisi psikologi (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan). Faktor luar (eksternal) yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi proses belajar siswa, meliputi: keluarga, sekolah (kurikulum, relasi siswa, disiplin sekolah, metode, media pembelajaran), serta masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa daya serap hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun faktor yang utama adalah faktor guru dan siswa itu sendiri.

Menurut Fathurrohman & Sobry Sutikno (2009: 113) maka belajar dikatakan berhasil apabila: 1) Daya serap terhadap bahan

pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok;

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran khusus (TPK) telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok;

3) Terjadinya proses pemahaman materi yang secara sekuensial (sequential) mengantarkan materi tahap berikutnya.

Dari ketiga ciri keberhasilan belajar di atas, penulis dapat simpulkan bahwa keberhasilan bukanlah semata-mata keberhasilan dari segi kognitif, tetapi mesti

melumat aspek-aspek lain, seperti aspek aspek afektif dan aspek psikomotorik. Pengevaluasian salah satu aspek saja akan menyebabkan pengajaran kurang memiliki makna yang bersifat komprehensif.

Menurut Pupuh Fathurrohman & Sobry Sutikno (2009: 114), berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan pada beberapa jenis penilaian, yaitu: berupa tes formatif. Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh peningkatan tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Tes subsumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh peningkatan daya serap siswa agar meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Hasil tes subsumatif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport. Tes sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah. Dari pendapat di atas, penulis dapat simpulkan bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar, yaitu tes formatif, subsumatif, dan sumatif.

Pendekatan Realistic Matematics Education (RME) diharapkan dapat menjadi solusi alternatif yang tepat untuk mengembangkan pembelajaran matematik. Pendekatan yang bermula dikembangkan di Belanda sejak tahun 1971 ini menggabungkan pandangan apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dana bagaimana matematika itu harus diajarkan (Zulkardi, 2001).

Page 34: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

117

Dalam pembelajaran matematika di kelas. RME mempunyai lima ciri atau karakteristik dasar. Secara ringkas kelima karakteristik itu adalah 1) menggunakan masalah kontekstual, 2) menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal, 3) menggunakan kontribusi siswa, 4) interaktivitas, dan 5) terintergrasi dengan topik pembelajaran lain .

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah SD Negeri 12 Tanjung Batu dengan sampel siswa kelas V mata pelajaran matematikasemester ganjil tahun pembelajaran 2015/2016 Waktu penelitian dari bulan Juli sampai bulan September tahun 2015. Penelitian berlangsung sebanyak 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan yang dilakukan pada hari Senin dan Rabu

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu. Siswa kelas V ini diambil sebagai subjek penelitian karena hasil belajar siswa kelas ini setiap ulangan harian sangat rendah

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah berupa instrumen hasil belajar dan perangkat tes dengan soal soal bentuk uraian.

Teknik analisis data menggunakan rumus teknik proporsi ( Sudjana,2010) yaitu:

N nilai rata-rata

n = jumlah nilai seluruh siswa

n jumlah siswa

Kriteria Keberhasilan Belajar

00 s.d. 20 = Sangat Kurang

21 s.d. 40 = Kurang

41 s.d. 60 = Cukup

61 s.d. 80 = Baik

81 s.d. 100 = Sangat Baik

Hasil analisis data disajikan dalam bentuk data table dan grafik untuk lebih memudahkan dalam membaca dan memprediksikan kesimpulan dari perlakuan yang diberikan

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Banyaknya tindakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari dua tahap setiap tahap terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan hasil tindakan dan merefleksi tindakan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

Setelah dilaksanakan dua kali tatap muka pada siklus 1 lalu diadakan tes akhir berupa ulangan harian. Hasil ulangan harian tersebut merupakan data yang akan dibandingkan dengan data hasil belajar siswa pada prasiklus.

Tabel 1. Hasil Perolehan Nilai Ulangan Harian Prasiklus dan Siklus 1

No. Interval Kelas

Pra siklus

Ket Siklus

1 Ket

1 31-40 1 17 siswa (60,71%)

Tidak Tuntas

0 10 siswa (35,71%)

Tidak Tuntas

2 41-50 3 2

3 51-60 6 3

4 61-70 7 5

5 71-80 7 11 siswa (39,28%) Tuntas

11 18 siswa (64,28%) Tuntas

6 81-100 4 7

Jumlah 28 28

Tabel di atas menunjukkan bahwa

dari 28 siswa diperoleh nilai tes formatif berupa ulangan harian pada prasiklus

hanya 11 Orang (39,28%) siswa yang tuntas, sehingga masih ada 17 Orang (60,71%) siswa yang belum tuntas.

n

nN

Page 35: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

118

Setelah diadakan perbaikan siklus I terdapat 18 Orang (64,28%) yang tuntas

belajar, dan 10 siswa (35,71%) yang tidak tuntas.

Dari tabel 1 diperoleh data keberhasilan belajar siswa pada Prasiklus dan Siklus 1 seperti tabel 2

Tabel 2. Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Prasiklus dan Siklus 1

No. Interval Kelas Prasiklus Ket Siklus 1 Ket

1 00-20 0 Sangat Kurang 0 Sangat Kurang

2 21-40 1 Kurang 0 Kurang

3 41-60 9 Cukup 5 Cukup

4 61-80 14 Baik 16 Baik

5 81-100 4 Sangat Baik 7 Sangat Baik

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui

bahwa tidak ada siswa yang hasil belajarnya dengan kategori sangat kurang baik pada hasil belajar prasiklus maupun hasil belajar siklus 1. Tterjadi pengurangan siswa yang kategori hasil belajarnya kurang dari prasiklus ke siklus 1 sebanyak satu orang. Juga terjadi pengurangan siswa yang hasil belajar matematikanya dengan katagori cukup, dari prasiklus ke siklus 1, yaitu sebanyak 4 orang. Pengurangan siswa yang kategori hasil belajarnya kurang dan cukup dikarenakan hasil belajar siswa meningkat menjadi baik dan sangat baik. Hal tersebut merupakan dampak dari pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education.

Siswa yang hasil belajar matematikanya dengan katagori Baik pada prasiklus sebanyak 14 orang, sedangkan pada siklus 1 sebanyak 16 orang. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan siswa yang kategori belajar matematikanya baik dari prasiklus ke siklus 1, yakni sebanyak 2 orang.

Siswa yang hasil belajar matematikanya dengan katagori sangat baik pada prasiklus sebanyak 4 orang dan pada siklus 1 sebanyak 7 orang terjadi peningkatan siswa yang katagori hasil belajar matematikanya sangat baik sebanyak 3 orang. Dalam hal ini terjadi peningkatan hasil belajar siswa di semua kategori. Peningkatan hasil belajar dari prasiklus ke siklus 1 terjadi karena pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education.

Setelah dilaksanakan dua kali tatap muka pada siklus 2 lalu diadakan tes akhir berupa ulangan harian. Dari ulangan harian tersebut didapatlah data hasil belajar siswa siklus 2. Data itu kemudian dibandingkan dengan data hasil belajar siswa pada siklus .1 Berikut data hasil belajar siswa pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Siklus 1 dan Siklus 2

No. Interval Kelas Siklus 1 Ket Siklus 2 Ket

1 31-40 0 10 siswa (35,71%)

Tidak Tuntas

0 4 siswa

(14,28%) Tidak Tuntas

2 41-50 2 0

3 51-60 3 0

4 61-70 5 4

5 71-80 11 18 siswa (64,28%) Tuntas

13 24 siswa (85,71%) Tuntas

6 81-90 7 11

Jumlah 28 28

Tabel di atas menunjukkan bahwa

dari 28 siswa diperoleh nilai tes formatif berupa ulangan harian pada siklus 1 hanya 18 siswa (64,28%) yang tuntas, sehingga masih ada 10 siswa (35,71%) yang belum tuntas. Setelah diadakan

perbaikan siklus 2 terdapat 24 siswa (85,71%) yang tuntas belajar, dan 4 siswa (14,28%) yang tidak Tuntas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 2

Page 36: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

119

Tabel 4. Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Prasiklus dan Siklus 1

No. Interval Kelas Siklus 1 Keterangan Siklus 2 Keterangan

1 0-20 0 Sangat Kurang 0 Sangat Kurang

2 21-40 0 Kurang 0 Kurang

3 41-60 5 Cukup 0 Cukup

4 61-80 16 Baik 17 Baik

5 81-100 7 Sangat Baik 11 Sangat Baik

Berdasarkan tabel di atas dapat

dikatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa dari siklus 1 ke siklus 2. Peningkatan hasil belajar dari siklus 1 ke siklus 2 terjadi karena siswa sudah terbiasa dan merasa pembelajaran menggunakan pendekatan realistic mathematics education sangat menyenangkan. Pembelajaran menjsadi aktif, kreatif, dan menyenangkan. Pembelajaran yang aktif dan menyenangkan membuat motivasi siswa untuk belajar meningkat yang diikuti meningkatnya hasil belajar siswa

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data-data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education pada pembelajaran matematika di kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu.

Pendekatan Realistic Mathematics Education dapat diterapkan oleh semua guru matematika di Sekolah Dasar (SD). Semua anggota Kelompok Kerja Guru (KKG) guru SD kelas IV Kecamatan Tanjung Batu hendaknya dapat menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education dalam pembelajaran matematika di sekolah masing masing.

Penulis mengharapkan ada peneliti lain yang mau mengadakan penelitian serupa dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dalam pembelajaran matematika dengan jumlah

sampel yang lebih besar, pada kelas yang berbeda Pembelajaran.

. DAFTAR PUSTAKA . Cronbach, 1954 Educational Psychology.

Calabasas CA: CEC Publ. Fathurrohman, Pupuh, dan Sobri Sutikno.

2009. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Islami. Bandung: PT. Refika Aditama

Hamalik, Oemar. 2015. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara

Hendarto, 2008. Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Bealajar Dalam Pendidikan Matematika. Jakarta : Rineka Cipta

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 22 Tahun 200 tentang Standar Isi. Depdiknas: Jakarta.

Muslim, dkk. 2015. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Grafindo Persada

Sagala Syaiful, 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sriyono, dkk. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta : Rineka Cipta.

Sujana., 2010. Metode Statistik. Bandung :Transito.

Wina Sanjaya.2009. dalam https://suaidinmath.wordpress.com/2014/04/12/metode-inquiry- dan-ketuntasan-belajar/

Zulkardi. 2001. Realistic Mathematics Education. Makalah dalam Seminar Kenaikan jabataan pada tanggal 21 September 2001 di FKIP Universitas sriwijaya.

Page 37: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

120

PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERANAN ORGANISASI INTERNASIONAL

DI KELAS XI IPA2 SMA NEGERI 1 RAMBANG DANGKU

Oleh: Endang Indrawati Guru SMA Negeri 1 Rambang Dangku

Email: [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PPKn materi peranan organisasi internasional melalui penerapan model numbered head together (NHT) pada peserta didik kelas XI IPA.2 SMA Negeri 1 Rambang Dangku. Penelitian dilaksanakan di kelas XI IPA.2 pada tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 29 orang perempuan dan 9 orang laki-laki. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dan tes. Analisis data penelitian menggunakan analisis data kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang berlangsung dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model NHT dapat meningkatkan hasil belajar PPKn peserta didik. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah peserta didik yang mengalami ketuntasan belajar yaitu 71,05% (27 orang) pada siklus pertama, menjadi 89,47% (34 orang) pada siklus kedua. Selain itu, aktivitas peserta didik selama pembelajaran juga mengalami peningkatan dari 71,05 meningkat menjadi 89,49 dengan kriteria yang sama yaitu tinggi. Kata Kunci: aktivitas siswa, hasil belajar, model NHT

PENDAHULUAN

Mata pelajaran PKn mempunyai arti yang sangat strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan yang luhur dari PKn untuk diajarkan pada semua jenjang sekolah adalah: “menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara serta sadar untuk menjawab untuk apa ia dilahirkan”.

Melihat sedemikian pentingnya mata pelajaran PKn, maka seorang guru harus bisa mengembangkan dan melakukan inovatif terhadap pembelajaran, yang terkesan oleh peserta didik membosankan. Dalam pengajaran PKn, metode dan pendekatan serta model yang telah dipilih dan merupakan alat komunikasi yang baik antara pengajar dan siswa, sehingga setiap pengajaran dan setiap uraian materi pembelajatan PKn yang disajikan dapat memberikan motivasi belajar PKn

Berdasarkan dari pengamatan awal yang telah peneliti lakukan di sekolah diperoleh hasil bahwa sebagian besar siswa kelas XI IPA 2 hasil belajar PKn

rendah. Rendahnya hasil belajar siswa ini dapat dilihat dari hasil rata-rata ulangan harian dan ulangan semester siswa, yang mana hanya sekitar 75% yang memenuhi kkm mata pelajaran PKn.

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah melalui model pembelajaran kepala bernomor (Artikulasi) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA.2 di SMA Negeri 1 Rambang Dangku? Tujuan peneliktian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Rambang Dangku melalui model pembelajaran kepala bernomor.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Barlow (2012), belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Menurut Robbins dalam Trianto (2011:15) belajar adalah sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah di pahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.

Dalam penelitian tindakan kelas tidak hanya siswa yang belajar tetapi pada dasarnya guru juga sedang belajar. Guru ketika mengajar berusaha untuk

Page 38: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

121

mendeteksi dan mencari masalah dalam kegiatan belajar mengajar dan kemudian berusaha mencari pemecahan masalah atau memperbaiki situasi melalui sebuah tindakan kelas. Menurut Kusnandar (2010: 41) upaya penelitian tindakan kelas menciptakan budaya belajar (learning culture) dikalangan guru.

Menurut Weinstein dan Meyer, dalam Nur (2000: 5) mengajar yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Mengajar strategi belajar berdasarkan pada dalil bahwa keberhasilan untuk siswa sebagian besar tergantung pada kemahiran untuk belajar mandiri dan memonitor belajar mereka sendiri

“Di samping dari tinjauan dari segi proses, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil”. Proses pembelajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula, hal ini dikarenakan kolerasi antara proses pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran matematika, makin tinggi pula yang hasil dicapai dari pembelajaran tersebut (Sudjana, 2002:37).

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruction, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan instruction (Abdurahman, 2003:37).

Keller mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prestasi actual yang ditampilkan oleh anak sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar (Abdurahman, 2003,:39).

Berdasarkan pandangan-pandangan dari para ahli tersebut diatas maka yang dimaksud dengan hasil belajar PKn dalam penelitian ini adalah hasil dari seorang siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar PKn yang diukur dari

kemampuan siswa tersebut dalam menyelesaikan suatu permasalahan PKn.

Dalam Permendiknas Nomor 22 (2006: 232) Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Model Pembelajaran NHT

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000; 16), tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan semua bidang studi menunjukan bahwa kelas kooperatif menunjukan hasil belajar akademik yang signitifan lebih tinggi.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT. Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumya. Dibentuk kelompok heterogen setiap kelompok beranggotakan 5-6 orang. Setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjukan salah satu nomor untuk mewakili kelompok.

Menurut Lagan (2007) model pembelajara NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif.

METODE PENELITIAN

Waktu penyelenggaran penelitian adalah pada semester 2, bulan Februari s.d. April 2015. Penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Rambang Dangku yang berlokasi di Desa Tebat Agung, Kecamatan Rambang Dangku, Kabupatem Muara Enim, SUMSEL.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA.2 SMAN 1 Rambang Dangku, bejumlah 39 siswa, 20 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Subjek penelitian ini sangat heterogen dilihat dari kemampuannya.

Page 39: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

122

Penelitian tindakan kelas ini dapat berhasil jika sudah memenuhi beberapa syarat sebagai berikut. 1. Sebagian besar siswa atau 75% dari

sejumlah siswa sudah berani dan mampu menjawab pertanyaan dari guru.

2. Sebagian besar siswa atau 75% dari sejumlah siswa sudah berani mengemukakan pendapat tentang peranan organisasi internasional.

3. Sebagian besar siswa atau 75% siswa dari sejumlah siswa sudah berani dan mampu bertanya tentang materi pembelajaran pada guru.

4. Siswa telah dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Pengumpulan data didapatkan dari data sumber primer yang diperoleh dari subyek penelitian, berupa hasil-hasil ulangan harian yang dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali sesuai dengan jumlah siklus yang dilaksanakan. Sedangkan untuk aktivitas belajar siswa, data diambil dari hasil pengamatan observer.

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah berupa data kuantitatif mengenai tugas individu dan tugas kelompok. Selain itu diperlukan pula data kualitatif yang berasal dari hasil ulangan harian siswa. Untuk itu digunakan analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan nilai hasil ulangan harian pada siklus pertama dan hasil ulangan harian pada siklus kedua. Untuk menganalisis aktivitas belajar siswa data yang digunakan tabel perkembangan aktivitas siswa mulai dari prantindakan sampai pada siklus kedua.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif, yang diterapkan pada data 1 dan 2.

Hasil belajar siswa (tes akhir) dianalisis secara deskriftif komperatif untuk mengetahui hasil tes akhir, digunakan rumus : Nilai = Skor yang Diperoleh/Skor Maksimal X 100

Hasil yang didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus di atas kemudian dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sebelumnya. Siswa yang telah mendapat nilai sama atau di atas KMM,

secara perorangan berarti siswa tersebut dinyatakan berhasil dalam proses pembelajaran. Sebaliknya siswa yang belum dapat mencapai KMM dinyatakan belum berhasil dalam pembelajaran.

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dari pembelajaran sebelumnya (pembelajaran normal), dilakukan dengan cara membandingkan nilai rata-rata kelas hasil pembelajaran normal dengan nilai rata-rata kelas dalam pembelajaran yang menggunakan model NHT. Apabila nila rata-rata kelas pada pembelajaran menggunakan model NHT lebih besar, berarti terdapat peningkatan hasil belajar siswa.

Untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa secara klasikal selama proses pembelajaran, dilakukan perhitungan menggunakan rumus tingkat keaktifan = jumlah siswa yang aktif/jumlah siswa yang diamati X 100.

Untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran, dilakukan dengan cara membandingkan persentase keaktifan siswa antara pembelajaran normal dengan pembelajaran yang menggunkan model NHT. Keaktifan siswa dinyatakan meningkat apabila persentase keaktifan siswa pada pembelajaran dengan menggunakan model NHT lebih besar daripada pembelajaran normal.

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, keberhasilan tindakan dilihat dari dua aspek, yaitu dari aspek proses dan aspek hasil atau produk (nilai tes). Dari hasil nilai tes, tindakan dinyatakan berhasil apabila minimal 85% siswa sudah mencapai nilai ≥ dari 75.

Dari aspek proses, tindakan dikategorikan berhasil apabila minimal 85% siswa terlihat antusias yang ditandai oleh keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada materi peranan organisasi internasional dengan menggunakan NHT. Keaktifan siswa tersebut dapat ditandai dari keterlibatannya atau kecepatannya dalam menanggapi pertanyaan dari guru pada materi peranan organisasi internasional HASIL PENELITIAN

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2014, sebelum

Page 40: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

123

pelaksanaan siklus I. Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun rencana program pengajaran serta menyiapkan hal-hal yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran pada siklus I yaitu: a. Menyiapkan lembar pengamatan

kolaborator b. Menyiapkan media pembelajaran c. Menyiapkan lembar obsevasi d. Menyiapkan lembaran instrumen

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 2 siklus yaitu, tindakaan siklus I pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2015 dengan alokasi 2 x 45 menit. Dan pertemuan 2 pada siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2015,Pada proses pembelajaran pada siklus 1 peneliti menggunakan buku paket Mendikbud dan Erlangga kelas XI.

Kegiatan inti pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tentang peranan organisasi internasional.

Selanjutnya peneliti menjelaskan untuk memudahkan dalam pembelajara ini dilakukanlah diskusi kelompok dengan menggunakan Model NHT.

Agar siswa memahami tentang medel pembelajaran NHT, Peneliti menjelaskan tentang tugas dari masing-masing kelompok, selanjutnya peneliti dengan bantuan kabolator membagi siswa dalam delapan kelompok dimana masing-masing kelompok berjumlah 6 orang

Langkah berikutnya, setiap siswa dalam kelompok diberikesempatan untuk membaca buku paket dan makalah yang dibuat oleh masing-masing kelompok.Untuk menumbuhkan aktivitas sisswa dalam kelompok, sitiap siswa dalam kelompok diberi tugas`untuk menyampaikan hasil diskusinya.

Setelah seluruh kelompok selesai mengerjakan tugasnya, masing-masing kelompok maju kedepan untuk manyampaikan hasil diskusinya dalam kelompok. Selanjutnya dengan di pandu oleh peneliti mereka membahas sesuai dengan materi yang telah disampaikan dan apabila ada kekurangan dari kelompok tersebut kelompok yang lain bisa menyanggah guna penyempurnaan untuk kelompok berikutnya.

Pada akhir pembelajaran, peneliti memberikan informasi kepada siswa bahwa pada pertemuaan berikutnya akan

dilaksanakan tes akhir pada siklus 1 untuk melihat tingkat kemampuan siswa dalam mengkaji peranan organisasi inter nasional. Para siswa diharapkan untuk mempelajari kembali materi pelajaran yang baru dibahas agar hasil tes akhir nanti siswa mendapat hasil yang lebih baik. Selanjutnya peneliti menyampaikan kepada siswa bahwa tes yang akan dilaksanakan berupa materi dari diskusi kelompok.

Pertemuan berikutnya dilaksanakan tes. Tes akhir siklus 1 ini dilaksanakan pada tanggal 1 April 2015 pada pukul 12 45 s.d 14.00 WIB dengan alokasi 2x45 menit. Tes diberikan dalam bentuk uraian dengan jumlah soal 5 masing-masing soal mempunyai bobot penilaian yang berbeda.

Dari hasil belajar diatas, dapat dilihat bahwa hasil belajar peserta didik masih kurang memenuhi syarat ketuntasan belajar yaitu 85%. peserta didik mendapat nilai 73 hanya 27 siswa yang tuntas sedangkan 11 peserta didik yang belum berhasil dalam ketuntasan belajar

Observasi (pengamatan) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat, pengamatan dilakukan secara berstruktur. Pada saat pengamatan berlangsung, peneliti dibantu oleh kalobalator unuk mengamati aktivitas siswa ketika proses pembelajaran berlangsung..

Dari hasil observasi ini diketahui juga bahwa terdapat peningkatan pada aspek keaktifan siswa.Pada pembelajaran normal hanya 13 orang siswa yang aktif sedangkan 25 orang siswa yang tidak aktif. Dengan demikian, pada pembelajaran normal, hanya terdapat 34,21 %siswa yang aktif dan sebanyak 65,78% siswa yang tidak aktif selama pembelajaran.

Pada pelaksanaan tindakan siklus I, terdapat 27 orang siswa yang aktif dan hanya 11 0rang siswa yang tidak aktif. Hal ini berarti sebanyak.71,05%siswa yang aktif dan hanya 28,94% siswa yang tidak aktif. Hal ini menunjukan peningkatan keaktivan siswa yang cukup signifikan.

Page 41: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

124

Namun apabila dibandingkan dengan target ketuntasan minimal yaitu 85% siswa harus aktif , target tersebut belum dapat terpenuhi.

Setelah mendapatkan data tentang hasil tes dan data aktivitas sisswa, peneliti melakukan refleksi terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil refleksi akhir siklus I, untuk penyempurnaan pembelajaran pada siklus II, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: 1. Penyempurnaan RPP dengan

langkah-langkah pembelajaran tetap mengikuti langkah-langkah pembelajaran seperti siklus I

2. Pembelajaran lebih ditekankan pada materi yang akan disampaikan,Peneliti harus menyampaikan kepada siswa bahwa untuk pembelajaran siklus selanjutnya, materi yang harus dipahami oleh siswa yaitu mengenai peranan dari PBB, ASEAN dan KAA

3. Untuk meningkatkan aktivitas siswa, peneliti menjelaskan tugas dari masing-masing kelompok

4. Mengingat kreteria keberhasilan tindakan pada siklus I belum tercapai, Peneliti bersama kolaborator harus malakukan perbaikan dan tindakan pembelajaran pada siklus II. Sebelum melakukan tindakan pada

siklus II, peneliti terlebih dahulu menyiapkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelakasanaan tindakan yaitu: a. Membuat rencana perbaikan

pembelajaran b. Menyiapkan media pembelajaran c. Menyiapkan pedoman observasi d. Menyiapkan instrumen tes

Tindakan siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 April 2015 dengan alokasi waktu 2x45 menit. Pertemuan 1, Tindakan ini dimulai pada pukul 12.45 s.d. 14.00 WIB. Dan pertemuan 2 siklus II diadakan pada tanggal 15 April 2015 pada pukul 12.45 s.d. 14.00 WIB dengan alokasi selama 2x45 menit.

Pembelajaran yang diberikan pada tindakan siklus II adalah tentang peranan organisasi internasional yang diambil dalam buku paket PKn Erlangga dan buku paket PKn Mendikbud XI. Materi tersebut telah disampaikan pada kegiatan pembelajaran pada siklus I.

Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini pada dasarnya sama dengan langkah-langkah pembelajaran yang dilakuakn pada siklus I. Untuk meningkatkan aktivitas siswa secara perorangan peneliti menggulangi materi yang akan dibahas dan dikerjakan oleh siswa. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan siswa pada saat diskusi kelompok.

Pertemuan berikutnya dilakukan tes. Tes akhir siklus II diadakan pada tanggal 15 April pukul 12. 45 s.d. 14.00 WIB. Dengan alokasi waktu selama 2x45 menit. Tes diberikan dalam bentuk uraian, dengan masing masing soal mempunyai bobot penilaian yang berbeda.

Berdasarkan kriteria keberhasilan pada aspek kognitif setelah dilaksanakan tes akhir silkus II, dapat dikatakan bahwa pembelajaran pada siklus II sudah berhasil.

Dari 38 orang siswa yang mengikuti tes akhir siklus II sebanyak 34 orang siswa sudah mampu memperoleh nilai minimal 73 atau lebih. Hal ini berarti siswa yang telah mengalami ketuntasan belajar sebesar 89,47% dan nilai rata-rata siswa juga mencapai ketuntasan. Data ini menunjukan tingkat keberhasilan pada peserta didik.

Dari hasil belajar diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar peserta didik pada siklus II telah memenuhi syarat ketuntasan belajar yaitu 85% peserta didik mendapat nilai 73. Sebanyak 34 orang peserta didik telah berhasil dalam ketuntasan belajar di pertemuan pertama dan 4 orang pada pertemuan kedua. Melihat dari data tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran telah tuntas secara klasikal

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada siklus II dilakukan pengamatan terhadap keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik setelah diberikan tes akhir . Pengamatan dilakukan oleh kolaborator dengan menggunakan lembar obsevasi yang telah disediakan oleh peneliti. Peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan baik .

Selain terdapat peningkatan aspek kognitif yang berupa hasil tes akhir, juga

Page 42: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

125

terdapat peningkatan pada aspek keaktifan siswa pada siklus 1 terdapat 27 orang siswa yang aktif sedangkan 11 orang siswa yang tidak aktif. Dengan demikian, persentase keaktifan siswa pada siklus 1 sebesar 71,05%, sedangkan persentase yang tidak aktif sebesar 28,94%. Adapun pada pelaksanaan tindakan siklus II, terdapat 34 orang siswa yang aktif dan hnya 4 orang siswa yang tidak aktif. Dengan demikian, persentase keaktifan siswa pada siklus II sebesar 89,49%, sedangkan persentase siswa yang tidak aktif hanya 10,52%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siklus II ini cukup signifikan.

Berdasarkan data aktivitas siswa pada siklus II tersebut dapat diketahui bahwa target aktivitas siswa yang diharapkan yaitu minimal 85%, berarti target tersebut telah terpenuhi.

Setelah mendapatkan data tentang proses dan hasil belajar, peneliti melakukan refleksi terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil rifleksi akhir siklus II dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: 1. Langkah-langkah pembelajaran yang

dilakukan pada siklus II telah memperoleh hasil yang diharapkan, yaitu terjadinya hasil belajar dan aktivitas siswa selama mngikuti kegiatan pembelajaran.

2. Dalam pembelajaran siswa menunjukan sikap yang antusias. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil pembelajaran dan peningkatan aktivitas siswa selama berinteraksi dalam pembelajaran.

3. Mengingat kretria keberhasilan tindakan telah tercapai, dianggap tidak perlu diadakan tindakan siklus III.

Untuk melihat perkembangan hasil pembelajaran dari pembelajaran normal, tindakan siklus 1 dan tindakan siklus 2 dapat diamati pada tabel 1, 2 dan 3. Secara lebih jelas, peningkatan hasil tes aspek kognitif, mulai dari perkembangan normal, tindakan siklus 1, dan tindakan siklus 2 dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Gambar 1. Hasil Tes Akhir Pada Pembelajaran Normal, Siklus 1 dan Siklus 2

Berdasarkan bagan tersebut, dapat

dilihat peningkatan yabg signifikan padahasil tes belajar siswa. Dari aspek nilai rata-rata, pada pembelajaran normal, nilai rata-rata diperolehhanya sebesar 61,26. Nilai rata-rata tersebut meningkat pada tindakan siklus 1 menjadi 71,08 dan meningkat lagi pada tindakan siklus 2 menjadi 79,82. Begitu juga dengan persentase keberhasilan. Pada pembelajaran normal, persentase keberhasilan hanya sebesar 47,36%, persentase keberhasilan ini meningkat pada tindakan siklus 1 menjadi 71,05% dan lebih meningkat lagi pada tindakan siklus 2 yaitu sebesar 89,47%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran telah berhasil. Memang masih terdapat 4 orang siswa yang belum berhasil dalam pembelajaran. Namun, siswa yang belum berhasil tersebut dapat mengikuti program remedial untuk mencapai keberhasilannya.

Dari aspek aktivitas siswa, peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran normal, tindakan siklus I, dan tindakan siklus II, dan untuk jelasnyadapat dilihat pada grafik dibawah ini.

61,26

47,36

71,08 71,05

79,82

89,47

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Rata-rata Persentase

Normal Siklus 1 Siklus 2

Page 43: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

126

Gambar 2. Perbandingan Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Normal, Siklus I, dan Siklus II

Bila dihubungkan dengan rumusan masalah dalam peneliyian tindakan ini yang menyatakan bahwa: “ Apakah hasil belajar siswa kelas XI IPA 2 SMA N I Rambang Dangku dapat meningkat dengan menggunakan model NHT?”

Setelah dilaksanakan tindakan siklus 1 dan tindakan siklus 2, rumusan permasalahan tersebut dapat dijawab dengan ya atau dapat. Hal ini dapat di buktikan dengan adanya perolehan data pada siklus1 dan siklus 2 yang menunjukan peningkatan kemampuan siswa dalam mengkaji peranan organisasi intrnasional dengan menggunakan model NHT.

KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan tentang

hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

Model pembelajaran dengan menggunakan model NHT ternyata dapat meninggkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung terutama pada materi peranan oragnisasi internasional (PBB< ASEAN dan KAA) pada pembelajaran PKN

Hasil belajar peserta didik adalah 71,05 % pada siklus I dan 89,47 % tuntas pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan,

2006. Standar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kewarganegaraan untuk SMA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Barlow 1985 (Sumber: http://saefulhistory-

PKnsaefulhistory.blogspot. com/2012/02/ptk.html) diakses 26 Juni 2012,

Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar proses

belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran

terpadu dalam teori dan Praktek. Prestasi Pustaka: Jakarta.

34,21

65,78 71,05

28,94

89,49

10,52

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Aktif Tidak Aktif

Normal Siklus I Siklus II

Page 44: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

127

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TANJUNG BATU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION

Oleh: Fakhriani

Guru Sekolah Dasar Negeri 01 Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak.Tujuan penelitian intdkan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar belajar IPS melalui model pembelajaran direct instruction bagi siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu. Alat pengumpul data berupa lembar observasi yang diisi oleh observer dan alat tes berupa soal pilihan uraian yang diberikan kepada siswa di setiap akhir siklus. Hasil belajar belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu mengalami peningkatan secara signifikan diikuti dengan meningkatnya aktivitas positif siswa pada semua indikator dari siklus 1 ke siklus 2. Perubahan ini menunjukkan bahwa minat dan semangat belajar siswa semakin meningkat yang diikuti dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar IPS siswa dari prasiklus ke siklus 1 dan dari siklus 1ke siklus 2 merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan model pembelajaran direct instruction. Kata kunci: hasil belajar, pembelajaran direct instruction

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Proses pembelajaran yang seharusnya dilakukan dengan pemberian pengalaman nyata kepada siswa hampir tidak pernah terjadi, sehingga pelajaran dirasakan oleh siswa sebagai suatu hal yang jauh dari lingkungan keseharian mereka. Kegiatan belajar mengajar masih statis, yaitu masih didominasi oleh guru (teacher-centered). Siswa pasif, yang sering dikenal dengan istilah proses pengajaran duduk, dengar, catat dan hafal (DDCH).

Proses pembelajaran lebih menekankan pada hafalan sehingga siswa pasif dan kurang mampu bekerja sama. Kondisi proses pembelajaran yang demikian menyebabkan kurang terciptanya suasana yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar hal tersebut menyebabkan aktivitas belajar siswa rendah diikuti dengan rendahnya hasil dan daya serap belajar siswa. Seperti yang dikemukakan Slameto (2003) bahwa dalam mengajar yang dipentingkan adalah adanya partisipasi guru dan siswa. Guru merupakan koordinator yang melakukan hasil belajar yang sedemikian rupa, sehingga siswa belajar sesuai dengan yang diharapkan. Guru hanya menyusun dan mengatur siswa agar belajar bukan menentukan proses belajar.

Berdasarkan nilai rata-rata daya serap belajar IPS siswa pada ulangan harian pada kompentesi dasar

Page 45: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

128

Kenampakan Alam di Lingkungan Setempat diperoleh nilai rata rata siswa sebesar 40,0 dengan presentase daya serap klasikal sebesar 9,1%. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar berupa nilai rata rata dan daya serap belajar mata pelajaran IPS siswa siswa kelas IV di SD Negeri 01 Tanjung Batu masih rendah.

Model dan pendekatan pembelajaran yang diperkirakan mampu mengaktifkan siswa dalam belajar sehingga pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan hingga pada akhirnya dapat meningkatkan daya serap dan hasil belajar siswa adalah model direct instruction. Depdikbud (2006) menjelaskan bahwa pada pembelajaran dengan menggunakan model direct instruction, setiap siswa dituntut untuk aktif melakukan kegiatan mengamati kemudian bertanya dari apa yang diamati, dilanjutkan dengan mencari informasi atau menganalisis untuk mencari jawaban terhadap hal-hal atau masalah yang dipertanyakan. Alasan peneliti, karena model pembelajaran direct instruction merupakan model pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Penerapan model direct instruction dalam pembelajaran menuntut hasil belajar siswa secara perorangan maupun kelompok untuk melakukan kegiatan mengamati, menanya, mencari informasi, mencoba, dan mengkomunikasikan.

Berdasarkan Analisis masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, “Apakah penerapan model pembelajaran direct instruction dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu?”

Penelitian tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui apakah model penerapan pembelajaran Direct Instruction dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu

KAJIAN PUSTAKA

Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas

darIpada itu. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku (Hamalik, 2007:36). Menurut pendapat Djamarah (1994:21) bahwa belajar adalah suatu aktvitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah ilmu yang telah dipelajari.

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat (Wina Sanjaya, 2006 :112). Artinya, proses yang terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Seseorang dikatakan belajar bila terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya. Namun tidak semua perubahan yang terjadi pada diri seseorang akibat belajar. Perubahan hasil belajar ini diperoleh karena individu yang bersangkutan berusaha mendapatkan suatu kepandaian. Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan linglungannya yang menyangkut kognitif,afektif, dan psikomotor.

Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa Leerning is shown by a change in behavior as a result of experience (dalam Syaiful Sagala, 2008), yaitu belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan pancainderanya. Menurut R.M. Gagne dalam Syaiful Sagala (2008:19) dikemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.

Hasil belajar ialah perubahan tingkah laku individu secara keseluruhan setelah melewati proses pembelajaran. Individu akan memperoleh tingkah laku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dsb. Perubahan tingkah laku ini meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini sejalan dengan pendapat Fathurrohman (2009:113) yang mengemukakan definisi hasil dan daya serap belajar ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

Page 46: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

129

belajaranya. Hasil dan daya serap belajar merupakan perubahan yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Model Pembelajaran Direct Instruction Model pembelajaran direct instruction

ini dikemukakan oleh Dimyati (2006). Menurut Bandura belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dengan cara menerapkan apa yang dia lihat dan dia rasakan secara langsung atau dengan cara meniru perilaku dan pengalaman (permodelan) orang lain baik keberhasilan atau kegagalannya yang bertumpu pada prinsip psikologi perilaku. Model pembelajaran direct instruction diartikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pembelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik mampu mengorganisasi sendiri hasil belajarnya.

Dalam mengaplikasikan metode direct instruction guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif. Dalam hal ini bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, sehingga peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan, serta membuat simpulan.

Langkah-langkah pembelajaran model direct instruction meliputi pendahuluan, inti, penutup. Pendahuluan 1) Menuliskan judul materi pembelajaran 2) Memotivasi siswa 3) Mengemukakan prasarat ilmu

pengetahuan 4) Membagi kelompok Menyampaikan

SK dan Indikator Pembelajaran Kegiatan Inti 1) Mengamati

Melihat Gambar/video, persitiwa/kejadian, benda nyata, mendengar cerita, berita, membaca naskah, buku, berita, menyampaikan

informasi tahap demi tahap atau mendemonstrasikan pengetahuan / keterampilan

2) Bertanya Bertanya atau menanyakan sesuatu dari hasil pengamatan Berdialog saling tanya jawab atas hasil pengamatan

3) Mencari Informasi Mencari informasi dari berbagai sumber. Siswa melakukan eksperimen, mencari sebab akibat, menganalisis masalah, mencari perbedaan dan persamaan, mencari hubungan. Dalam hal ini guru keliling membimbing siswa untuk menemukan informasi sehubungan dengan hasil mengamati dan hasil tanya jawab.

4) Memberikan pelatihan ulang Penerapan pengetahuan/keterampilan yang baru dilatihkan atau mencari contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari untuk membuat kesimpulan.

5) Mengomunikasikan Memperagakan, memaparkan, melaporkan kesimpulan hasil diskusi.

Penutup 1) Mencatat rangkuman tertulis 2) Evaluasi

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu tahun pelajaran 2014/2015 semester genap. Subjek tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa aktivitas belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu masih rendah.

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah observasi langsung dan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi, dengan cara membandingkan hasil observasi aktivitas siswa pada kondisi awal (prasiklus), siklus pertama, dan siklus kedua dengan menggunakan rumus teknik proporsi (Sudjana, 2010) berupa persentase aktivitas rata-rata belajar siswa. A = [ Z / N ] x 100 % A = Prosentase Aktivitas Rata Rata belajar siswa Z = Jumlah siswa yang Aktif

Page 47: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

130

N = Jumlah total siswa Dengan kriteria aktivitas belajar

00 sd 25 = Sangat Kurang Aktif 26 sd 50 = Kurang Aktif 51 sd 75 = Cukup Aktif 76 sd 100 = Sangat Aktif Metode yang digunakan pada

penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Banyaknya tindakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan hasl tindakan, dan refleksi tindakan.

.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis tes formatif siklus I menunjukkan hasil yang kurang memuaskan karena nilai terendah 50 yang diperoleh siswa dan nilai tertinggi 90. Dari 28 siswa yang mencapai nilai ketuntasan hanya 18 siswa dan 10 siswa belum dapat mencapai nilai ketuntasan belajar 75. Nilai rata-rata kelas mencapai 71,30. Setelah diadakan siklus I terdapat 21 siswa yang tuntas dan 7 siswa yang belum tuntas.

Berikut ini disajikan data hasil analisa tes formatif nilai prasiklus dan siklus I.

Tabel 4.1 Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Prasiklus dan Siklus 1

No Interval Kelas Prasiklus Ket Siklus 1 Ket

1 31-40 1 18 siswa (8,82 %)

Tidak Tuntas

0 7 siswa

(25%) Tidak Tuntas

2 41-50 2 1

3 51-60 8 3

4 61-70 7 3

5 71-80 5 10 siswa (18,18%) Tuntas

12 21 siswa ( 75%) Tuntas

6 81-90 5 9

Jumlah 28 28

Pada kegiatan prasiklus, grafik pada rentang nilai 0-100 dengan jumlah 21 siswa, yang berarti bahwa 81,2 % siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Pada grafik perbaikan siklus 1, terjadi penurunan yang cukup signifikan pada jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar yang berada pada rentang nilai 0-100 dengan jumlah 7 siswa atau 25 %. Sebelum siklus 1 tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 18,18 %. Pada siklus 1 tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 81,82%. Berdasarkan hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus 1 terlihat adanya peningkatan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.

Observer telah melakukan pengamatan dan pengumpulan data tentang jalannya proses pembelajaran baik terhadap guru maupun terhadap siswa. Dari hasil pengamatan terhadap guru diperoleh data bahwa guru sudah menggunakan alat peraga dalam

pembelajaran, penggunaan metode direct instruction masih kurang dipahami siswa sehingga jalannya pembelajaran monoton. Guru tidak ikut aktif dalam diskusi kelompok sehingga banyak siswa yang antusias melakukan diskusi kelompok.

Dari hasil pengamatan terhadap siswa diperoleh data bahwa dalam diskusi kelompok siswa kurang aktif. Siswa terlihat ragu-ragu dalam menjawab/mengerjakan tugas. Hal ini disebabkan instruksi yang diberikan kurang dipahami siswa. Data hasil pengamatan selengkapnya ada pada lampiran.

Setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus 1 terdapat kelebihan dan kekurangan sebagai berikut. Kelebihannya, penggunaan metode dan media sudah baik sehingga menarik minat belajar siswa, siswa dalam berdiskusi kelompok sudah aktif. Kekurangannya, guru belum menjelaskan secara rinci/ detail langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan. Penggunaan metode direct

Page 48: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

131

instruction masih belum dipahami siswa dalam pembelajaran sehingga siswa kurang termotivasi. Antusias belajar siswa masih rendah karena guru kurang memberikan motivasi.

Dari data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran pada siklus 1 masih menunjukkan tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar yang rendah. Nilai yang diperoleh dari hasil tes formatif dari 28 siswa baru 18 siswa yang mencapai nilai ketuntasan belajar dan 10 siswa belum dapat mencapai nilai ketuntasan belajar. Ketidak berhasilan proses perbaikan pembelajaran siklus 1 disebabkan oleh faktor berikut. Penjelasan guru terhadap materi kurang dipahami siswa terutama dalam mempelajari materi sistem masyarakat. Siswa masih ragu-ragu dalam menjawab soal karena pemahaman

terhadap materi masih kurang. Guru tidak aktif dalam pembelajaran/diskusi kelompok sehingga antusias belajar siswa kurang.

Hasil tes formatif siklus 2 menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa baik dalam proses pembelajaran maupun dalam hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang dicapai oleh siswa di akhir siklus 2. Dari 28 orang siswa, ada 27 siswa (96,43%) yang tuntas, sedangkan sisanya 1 orang siswa (3,27%) tidak tuntas. Peningkatan hasil belajar ini merupakan dampak pembelajaran menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Untuk lebih jelasnya peningkatan nilai hasil evaluasi pembelajaran IPS siswa dari siklus I ke siklus 2 dapat digambarkan dalam tabel dan diagram batang di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Siklus 1 dan Siklus 2

No. Interval Siklus 1 Ket Siklus 2 Ket

1 31-40 0 7 siswa (25%)

Tidak Tuntas

0 1 siswa (3, 27%)

Tidak Tuntas

2 41-50 1 0

3 51-60 3 0

4 61-70 3 1

5 71-80 12 21 siswa ( 75%) Tuntas

16 27 siswa (96, 43 %)

Tuntas 6 81-90 9 11

Jumlah 28 28

Pelaksanaan perbaikan pembelajaran

mata pelajaran IPS pada siklus 2 terjadi peningkatan penguasaan materi pelajaran yang cukup memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes formatif yang dicapai siswa.

Sebelum siklus tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 18,18%. Pada siklus 1 tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 75%. Pada siklus 2 tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 96,43%. Hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus 2 terlihat adanya peningkatan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang sangat signifikan.

Berdasarkan tabel dan grafik di atas terlihat adanya peningkatan penguasaan terhadap materi pelajaran yang cukup.

Sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar sebanyak 10 siswa dari 28 siswa atau sekitar 18,18%, sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar ada 18 dari 28 siswa atau sekitar 81,82%. Pada siklus 1 siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar sebanyak 21 siswa dari 28 siswa atau sekitar 75%, sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar ada 7 siswa dari 28 siswa atau kurang lebih 25%. Pada siklus 2 siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar sebanyak 27 siswa darii 28 siswa atau sekitar 96,43%, sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar sebanyak 1 siswa dari 28 siswa atau sekitar 3,27%.

Pada tahap pengamatan pembelajaran siklus 2, observer memperoleh data bahwa dalam

Page 49: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

132

pembelajaran guru sudah menggunakan alat peraga dan menjelaskan penggunaannya secara jelas. Model pembelajaran direct instruction yang digunakan sudah dikombinasikan dengan metode yang bervariasi seperti metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, diskusi kelompok, dan tugas.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kegiatan siswa, observer menemukan kegiatan diskusi kelompok berjalan lancar. Siswa terlihat antusias karena mendapat bimbingan dari guru. Materi ajar menggunakan Keragaman Suku Bangsa dan Keragaman Budaya Bangsa sudah dapat dipahami siswa. Siswa tidak ragu-ragu lagi karena penjelasan uru sudah dipahami dengan jelas. Data-data dari hasil pengamatan dan pengumpulan data dapat dilihat pada bagian lampiran.

Peneliti melakukan refleksi atas kegagalan dan keberhasilan selama proses pembelajaran. Ternyata keberhasilan suatu proses pembelajaran tergantung pada persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II terdapat kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.

Kelebihannya adalah sebagai berikut. Penerapan model pembelajaran direct instruction diikuti dengan penggunaan alat peraga berupa Keragaman Suku Bangsa dan Keragaman Budaya Bangsa, secara benar dan efektif dengan petunjuk yang jelas.Peran serta guru dalam diskusi kelompok sangat baik. Guru membimbing siswa kerja kelompok secara aktif tahap demi tahap. Artinya, guru harus memberikan bimbingan kelompok ketika siswa melaksanakan diskusi. Kekurangannya, masih ada satu siswa yang belum melampaui KKM 75.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari sebelum perbaikan, perbaikan (prasiklus ) siklus 1 dan 2 terbukti bahwa pembelajaran memerlukan kompetensi yang tinggi dari seorang guru. Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan suatu pembelajaran.

Dari beberapa kajian teori mengenai pembelajaran, yang paling menentukan keberhasilan pembelajaran adalah kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran itu meliputi cara memilih model pembelajaran, strategi, metode dan media yang digunakan dalam pembelajaran.

Pembelajaran pada siklus 1 masih banyak hal yang belum dilaksanakan oleh guru secara optimal seperti penggunaan metode dan alat peraga sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar masih rendah. Pelaksanaan diskusi kelompok masih kurang menarik minat siswa. Hal ini disebabkan kurang jelasnya instruksi guru kepada siswa dalam menyelesaikan tugas sehingga siswa tampak ragu-ragu dalam menyelesaikan tugas.

Hasil analisis penilaian menunjukkan masih rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Dari 28 siswa yang mendapat nilai tuntas baru 21 siswa dan 7 siswa belum mencapai nilai tuntas. Nilai rata-rata kelas 71,30. Dengan demikian peneliti merencanakan perbaikan pembelajaran siklus 2.

Pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus 2 peneliti merancang pembelajaran dengan persiapan yang lebih matang. Alat peraga yang akan digunakan berupa Keragaman Suku Bangsa dan Keragaman Budaya Bangsa. Alat ini dipersiapkan untuk tiap kelompok kerja siswa. Hasil analisis penilaian menunjukkan hasil yang lebih baik daripada perbaikan pembelajaran siklus 1.

Pemilihan model pembelajaran direct instruction sangat tepat. Karena dengan tugas yang dirancang dengan jelas, setiap kelompok menghadapi lembar kerja maka semua siswa akan aktif dalam belajar. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas kelompok akan meningkatkan pemahaman. Dengan demikian seperti yang dikemukakan pada kajian teori bahwa pembelajaran akan menyenangkan dan bermakna apabila dalam prosesnya guru terampil dalam memilih dan menentukan model, metode dan media pembelajaran yang disesuaikan dengan materi ajar.

Sebagai bukti bahwa pembelajaran itu berhasil adalah adanya hasil evaluasi yang mencapai nilai ketuntasan belajar yang telah ditetapkan. Pada pembelajaran IPS ini siswa yang tuntas ada 27 dari 28 siswa. Ada 1 siswa yang tidak dapat

Page 50: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

133

mencapai nilai tuntas. Hal ini disebabkan karena faktor kelambanan belajar. Nilai rata-rata kelas mencapai 84,78. Ini terbukti bahwa hipotesis yang peneliti tetapkan dapat tercapai.

PENUTUP Dari berbagai data yang telah

dibahas dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran direct instruction dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu.

Berdasarkan temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, dikemukakan saran-saran sebagai berikut. 1. Pembelajaran dengan model

pembelajaran direct instruction cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu Para guru dapat menggunakan model pembelajaran direct instruction dalam pembelajaran IPS. Anggota KKG guru SD kelas IV Kecamatan Tanjung Batu bersedia memberikan informasi kepada para guru SD kelas IV di KKG kelompok lain bahwa direct instruction relevan untuk meningkatkan hasil belajar dan daya serap belajar IPS.

2. Agar dapat memperoleh data empirik dan pengetahuan yang lebih luas tentang penerapan model direct instruction dalam meningkatkan hasil belajar dan daya serap belajar siswa kelas IV di SD Negeri 01 Tanjung

Batu, diharapkan ada peneliti lain yang bersedia melakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar, pada mata pelajaran, dan kelas yang ber beda.

DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2006. Standar Isi Pendidikan

Dasar dan Menengah Mata Pelajaran IPS. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, 1994. Pendekatan

Pembelajaran Aktiv. Yogjakarta: CTSD IAIN.

Fathurrohman, Pupuh dan Sobri Sutikno.

2009. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Islami. Bandung: PT Refika Aditama.

Hamalik, O. 2007. Proses Belajar

Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Wina,Sanjaya 2006. Pendekatan

Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Slameto.2003. Belajar Dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 51: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

134

PENERAPAN MODEL JIGSAW PADA MATERI KELOMPOK SOSIAL DALAM

MASYARAKAT MULTIKULTURAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI IPS I SMA NEGERI 1 RAMBANG DANGKU

KABUPATEN MUARA ENIM

Oleh: Erneli Miarti Guru SMA Negeri 1 Rambang Dangku

email: [email protected]

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik agar memahami materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural melalui penerapan model Jigsaw. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) penggunaan model Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami Kelompok sosial dalam masyarakat multikultural (2) dapat membantu menumbuhkan kreatifitas peserta didik dalam belajar (3) memberikan masukan kepada guru Sosiologi yang lain sebagai bahan pertimbangan dalam menggunakan model Jigsaw. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Rambang Dangku yang berjumlah 39 peserta didik, yang teridiri dari 13 peserta didik laki-laki dan 26 peserta didik perempuan. Dari 39 peserta didik dalam kelas tersebut, kemampuan mereka dalam pembelajaran sosiologi, ada yang termasuk kelompok tinggi (pandai), sedang, dan rendah. Pada tindakan siklus I diperoleh hasil belajar sebesar 64,1% peserta didik yang berhasil dalam pembelajaran. Selanjutnya pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 84,61 %.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas XI IPS 1 SMA Rambang Dangku dalam mempelajari materi Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural. Kata Kunci: hasil belajar, kelompok sosial, model jigsaw

PENDAHULUAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, terdapat empat kompetensi guru profesional yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Seorang guru mempunyai kompetensi pedagogik di antaranya adalah memahami dengan baik ciri peserta didik yang tumbuh dan berkembang terus menerus, memahami potensi anak didik, memahami teori belajar termasuk didalamnya bagaimana proses belajar itu terjadi dan bagaimana setiap anak memiliki karaktersitik khusus yang tidak sama, menguasai berbagai model dan strategi pembelajaran sehingga peserta didik betul-betul belajar efektif dan kreatif, menguasai cara menerapkan ICT, menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar,

menguasai pendekatan pedagogik, menguasai merancang proses belajar mengajar komprehensif, menguasai bagaimana membimbing anak j. Menguasai bagaimana membimbing anak k. Menguasai prinsip dan prsoses bagaimana mengelola proses belajar mengajar.

Berpedoman pada poin 4 maka peneliti ingin menerapkan model- model pembelajaran untuk dapat menumbuhkan keaktifan peserta didik dalam belajar karena pada kenyataannya Peneliti menemukan peserta didik di SMA N 1 Rambang Dangku masih kurang mempunyai sikap yang aktif, kreatif, inisiatif dan inovatif dalam belajar . Tetapi peserta didik SMA N 1 Rambang Dangku masih menganggap belajar adalah hal yang membosankan atau tidak menyenangkan, sehingga masih terlihat siswa saat belajar dalam kelas masih diam dan tidak mau aktif atau

Page 52: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

135

berpartisifasi dalam belajar seperti tidak mau bertanya pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung bahkan tidak mau mengerjakan tugas dari guru mata pelajaran. Sebanyak 43,58% diantara peserta didik yang menganggap mengikuti pelajaran tidak lebih dari sekedar rutinitas untuk mengisi daftar absensi saja, kesadaran belajar untuk menambah wawasan dan mengasah keterampilan nampaknya masih kurang. Untuk mengatasi hal tersebut untuk mencapai hasil belajar yang optimal, peneliti mencoba melakukan penelitian tindakan kelas melalui metode pembelajaan kooperatif model jigsaw.

Masalah dalam penelitian ini dirukuskan sebagai berikut: Apakah hasil belajar pada materi Kelompok sosial dalam masyarakat multikultural dapat meningkat melalui pembelajaran model jigsaw di Kelas XI Ips 1 SMA Negeri 1 Rambang Dangku? Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas XI IPS 1 SMA N 1 Rambang Dangku pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural melalui penggunaan model Jigsaw KAJIAN PUSTAKA

Belajar mengajar dalam Sukartiningsih (2005: 13) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Sedangkan Nasution dalam Sukartiningsih (2005: 13) mengemukakan bahwa belajar adalah usaha untuk mencari dan menemukan makna atau pengertian. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan belajar adalah: Upaya untuk mempeoleh kemampuan kognitif, perubahan sikap maupun kemampuan keterampilan melalui latihan kegiatan belajar tidak lagi sekedar menyampaikan dan menerima informasi, tetapi mengolah informasi sebagai masukan pada usaha peningkatan kemampuan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh oleh peserta didik baik kemampuan

kognitif, psikomotor maupun adanya perubahan sikap perilaku peserta didik yang didapat melalui proses belajar.

Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, hubungan antarmanusia dalam himpunan itu bersifat saling mempengaruhi dan dengan kesadaran untuk saling menolong.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial merupakan kumpulan individu yang memiliki hubungan dan saling berinteraksi sehingga mengakibatkan tumbuhnya rasa dan kebersamaan dan rasa memiliki. Hubungan antarkelompok dalam masyarakat 1. Dimensi sejarah lebih diarahkan pada

masalah tumbuh dan berkembangnya antarkelompok

2. Dimensi sikap adalah hubungan antarkelompok sering muncul suatu prasangka dan stereotif

3. Dimensi Institusi dalam hubungan antarkelompok dapat berupa institusi politik dan ekonomi

4. Dimensi gerakan sosial yaitu hubungan antarkelompok sering melibatkan Gerakan sosial, baik yang diprakarsai

oleh pihak yang menginginkan perubahan maupun yang mempertahankan keadaan yang sudah ada. Sedangkan pola hubungan antarkelompok meliputi: a. Akulturasi yaitu terjadi ketika

kebudayaan kedua kelompok ras yang bertemu mulai berbaur dan berpadu. Contoh hilangnya kebudayaan asli daerah akibat interaksi paksa dengan pemerintahan kolonial Belanda

b. Dominasi yaitu terjadi bila suatu kelompok ras menguasai kelompok lain contonya kedatangan bangsa Eropa ke benua Afrika dan Asia untuk memperoleh sumber alam yang dilanjutkan dengan dominasi atas penduduk setempat

c. Paternalisme yaitu suatu bentuk dominasi kelompok ras pendatang atas kelompok ras pribumi

d. Integrasi yaitu suatu pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat tetapi tidak

Page 53: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

136

memberikan perhatian yang khusus pada perbedaan ras tersebut

e. Pluralisme yaitu suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan hak politik dan hak perdata masyarakat Menurut Clifford Geertz masyarakat

majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-subsistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing subsistem terikat oleh ikatan-ikatan primordial. Sedangkan menurut J. Nasikun masyarakat majemuk merupakan sejauh masyarakat tersebut secara structural memiliki sub-sub kebudayaan yang bersifat diverse yang ditandai oleh kurang berkembangnya system nilai dari kesatuan-kesatuan sosial , serta sering munculnya konflik-konflik sosial. Dari kedua pendapat tersebut masyarakat majemuk dapat disimpulkan pada keadaan sebuah masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok atau susku-suku bangsa yang berbeda kebudayaan, tetapi terikat oleh suatu kepentingan bersama yang bersifat formal dalam bentuk sebuah Negara. Masyarakat multikultural memiliki karakteristik (Van Den Berghe) adalah: 1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk

kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.

2. Memiliki struktur sosial yang terbagi –bagi ke dalam lembaga –lembaga yang bersifat nonkomplementer

3. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat mendasar

4. Relatif sering terjadi konflik di antara kelompok yang ada

5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di bidang ekonomi

6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain. Model pembelajaran Jigsaw adalah

adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan kepada kerja kelompok peserta didik dalam bentuk kelompok kecilseperti yang diungkapkan Lie (1993:73), bahwa pembelajaran model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara peserta didik

dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang secara heterogen dan peserta didik bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggungjawab secara mandiri.

Pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta didki dibagi menjadi 2 anggota kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli yang dapat diuraikan sebagai berikut. a. Peserta didik dibagi dalam kelompok

kecil yang disebut kelompok asal beranggotakan 4-5 orang, setiap peserta didik diberi nomor kepala misalnya: A,B.C,D.

b. Membagi wacana/tugas sesuai dengan materi yang diajarkan, masing-masing peserta didik dalam kelompok asal mendapat wacana /tugas yang berbeda, nomor kepala yang sama mendapat tugas yang sama pada masing-masing kelompok.

c. Kumpulkan masing-masing peserta didik yang memiliki wacana/tugas yang sama dalam satu kelompok, sehingga jumlah kelompok ahli sama dengan jumlah wacana atau tugas yang telah dipersiapkan oleh guru

d. Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar peserta didik bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana/tugas yang menjadi tanggungjawabnya

e. Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana /tugas yang telah dipahami kepada kelompok kooperatif ( kelompok asal) poin a dan b dilakukan dalam waktu 45 menit

f. Apabila tugas telah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing peserta didik kembali ke dalam kelompok asal

g. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing peserta didik untuk menyamoaikan hasil dari tugas di kelompok asli . poin c dan d dilakukan dalam waktu 20 menit

h. Bila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan , masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya dan guru memberikan klarifikasi. Dilakukan selama 10 menit. (ainamuryana.

Page 54: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

137

blogspot. com/…/model pembelajar-an).

METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan dalam

Kabupaten Muara Enim Kecamatan Rambang Dangku di Desa Tebat Agung pada SMA N 1 Rambang Dangku di kelas XI IPS 1. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu minggu ke 3 januari sampai minggu pertama bulan Mei 2015 dengan rincian , pertemuan pertama siklus I dilaksanakan pada 16 Maret 2015, pertemuan ke-2 siklus satu dilaksanakan pada 24 Maret 2015, pertemuan ke-3 dilaksanakan 30 Maret 2015 yakni melakukan tes, selanjutanya pada Siklus 2 pertemuan pertama dilakukan pada 06 April 2015 , pertemuan ke-2 dilakukan pada 14 April 2015 dan pertemuan ke-3 melaksanakan tes siklus II yaitu pada 21 April 2015. Subjek penelitian yaitu Peserta didik kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Rambang Dangku tahun pelajaran 2014/205 yang berjumlah 39 orang yang terdiri dari laki-laki 13 orang dan perempuan 26 orang dengan Karakteristik yang berbeda. Sasaran penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar peserta didik kelas XI IPS1 pada materi Kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.

Penelitian dilakukan melalui 2 siklus; tiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan dalam satu siklus dilaksanakan selama 2x45 menit. Pertemuan pertama siklus satu dilaksanakan pada 16 Maret 2015, pertemuan ke-2 pada 24 Maret 2015. Pertemuan ke-3 pada 30 Maret 2015 yakni melakukan tes siklus tahap I. Selanjutanya pada Siklus 2 pertemuan pertama dilakukan pada 06 April 2015, pertemuan ke-2 pada 14 April 2015 dan pertemuan ke tiga untuk tes siklus II yaitu 21April 2015.

Pelaksanaan tindakan diawali dengan guru menjelaskan materi yang akan didiskusikan dalam kelompok belajar. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian memulai kegiatan dengan membagi peserta didik ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Guru memberi nomor pada peserta didik sesuai dengan kelompok asalnya.

Guru membimbing peserta didk dalam pelaksanaan kerja kelompoknya. Guru membimbing peserta didik dalam penyampaian materi kepada temannya. Guru melakukan klarifikasi pada penyampaian materi oleh peserta didik. Kemudian, guru memberikan soal tes pada akhir siklus.

Pengamatan selama tindakan dilakukan oleh teman sejawat/kolaborator pada minggu ke 3 bulan Maret 2015. Pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data kegiatan pembelajaran, baik data pembelajaran guru maupun data pembelajaran peserta didik yaitu selama berlangsungnya kegiatan belajar secara berkelompok/diskusi

Setelah terkumpulnya data pembelajaran, peneliti melakukan refleksi. Kegiatan ini terkait dengan proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik.

Berdasarkan hasil refleksi pada pertemuan ke-1, peneliti melakukan pertemuan ke-2 dengan memperhatikan masukan dari teman sejawat. Pertemuan kedua memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan harapan pada pertemuan ini hasil yang diperoleh lebih baik sesuai yang diinginkan oleh peneliti.

Adapun langkah-langkah pembelajaran inti yang lakukan pada siklus II dan III adalah sebagai berikut. Guru menjelaskan materi yang akan didiskusikan dalam kelompok belajar. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru memulai kegiatan dengan membagi peserta didik ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Guru memberi nomor pada peserta didik sesuai dengan kelompok asalnya. Guru membagikan wacana/materi belajar hakikat kelompok sosial (materi siklus II), dan masyarakat multikultural (materi siklus III) kepada masing-masing kelompok. Guru membimbing peserta didk dalam pelaksanaan kerja kelompoknya. Guru membimbing peserta didik dalam penyampaian materi kepada temannya. Guru melakukan klarifikasi pada penyampain materi oleh peserta didik. Guru memberikan soal tes sebanyak 5 soal esay pada akhir siklus.

Page 55: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

138

Pada pertemuan ini peneliti melakukan evaluasi pembelajaran pada materi pertemuan ke-1 yaitu tentang hakikat kelompok sosial dan pada pertemuan ke-2 tipe-tipe kelompok sosial. Pada hasil evaluasi siklus 1 ini peneliti mendapat gambaran mengenai hasil belajar peserta didik, perkembangan belajarnya, ada tidaknya peningkatan hasil belajarnya. Apabila ditemukan kekurangan dalam pembelajaran, akan dilakukan perbaikan pada pembelajaran pada Siklus II.

Pada penelitian ini data akan dianalisis dengan analisis deskriptif komparatif yaitu dilakukan penilaian pada hasil belajar peserta didik dan penilaian keaktifan peserta didik dalam mengikuti diskusi kelompok pada waktu kegiantan belajar dilakukan. Untuk memperoleh hasil belajar pseserta didik pada akhir pembelajaran digunakan rumus berikut.

Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut di atas dibandingkan kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang telah ditentukan yaitu 74. Peserta didik yang telah mencapai nilai tersebut dinyatakan telah tuntas pada pembelajaran. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik dilakukan perbandingan hasil belajar prasiklus dengan hasil belajar pada tiap-tiap siklus. Apabila hasil yang diperoleh pada tiap siklus lebih besar dibandingkan dengan belajar prasiklus berarti terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik.

Untuk mengetahui hasil keaktifan peserta didik dalam mengikuti diskusi kelompoknya digunakan lembar observasi peserta didik yaitu berisi perhatian, minat, partisipasi saat mengikuti diskusi kelompok dan presentasi masing-masing diberi skor 1-4 adapun rumus yang digunakan untuk memperoleh hasil keaktifan peserta didik yaitu:

Untuk mengetahui peningkatan

keaktifan peserta didik akan dibandingkan keaktifan pembelajaran pra siklus dengan pembelajaran di tiap-tiap siklus, apbila keaktifan peserta didik lebih ditnggi ditiap

siklus berarti terjadi peningkatan keaktifan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, untuk mengukur ketercapaian tindakan digunakan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan selama perbaikan pembelajaran berlangsung pada siklus I hasil belajar peserta didik sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya di siklus I yaitu 64,10% persentase tersebut kurang dari standar ketuntasan minimal secara klasikal yaitu 85%. Akan tetapi, setelah dilakukan refleksi dan perbaikan serta pelaksanaan strategi-strategi penyelesaian sehingga hasil belajar peserta didik pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat signifikan ketuntasan hasil belajar telah mencapai 84,61%. Hal ini berarti bahwa pembelajaran pada siklus II secara klasikal telah tercapai ketuntasan belajar maksimun dari 39 peserta didik hanya 6 orang yang belum mencapai ketuntasan ,selanjutnya untuk mencapai ketuntasan maksimal 6 peserta didik tersebut akan dilakukan kegiatan remedial. Untuk lebih jelas dapat dilihat grafik perbandingan hasil belajar antar siklus berikut :

Gambar 1. Perbandingan Hasil belajar peserta didik antar siklus

Senada dengan hasil belajar kognitif peserta didik diatas juga terjadi peningkatan keaktifan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran . Setelah pembelajaran siklus dilakukan , motivasi, semangat,tanggung-jawab ,bertanya pada teman dan guru sudah terlihat lebih baik , rasa malu dan minder pada sesama sudah mulai berkurang hal ini ,dapat dibukti dari hasil penilaian observasi keaktifan peserta didik sudah meningkat. Pada prasiklus keaktifan hanya mencapai 40%, tetapi saat telah dilakukan tindakan

64,1 84,61

0

50

100

HASIL

Siklus I (%)

Siklus II (%)

Page 56: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

139

siklus I terjadi peningkatan keaktifan peserta didik dalam belajar yaitu telah mencapai 65,71%%. Pada siklus II keaktifan peserta didik terus meningkat yaitu mencapai 76,92%. Secara klasikal ketuntasan dalam belajar telah tercapai.

Untuk lebih jelas keaktifan peserta didik dalam belajar dapat dilihat pada grafik perbandingan keaktifan peserta didik dalam belajar di bawah ini.

Gambar 2. Perbandingan Hasil belajar

peserta didik antarsiklus I dan II Berdasarkan bagan di atas dapat

dilihat lebih jelas terjadi peningkatan yang signifikan pada tingkat keaktifan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat dikatakan bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan bagi peserta didik. Selanjutnya bila dihubungkan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa ”Apakah hasil belajar pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multicultural dapat meningkat melalui model jigsaw di kelas XI IPS I “? Setelah dilakukan tindakan siklus I dan tindakan siklus II rumusan malah tersebut dapat dijawab “ya” atau “dapat” karena melalui model jigsaw ini hasil belajar peserta didik dan keaktifan peserta didik dapat meningkat sesuai dengan harapan peneliti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada tingkat keaktifan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi kelompok sosial dalam masyarakat

multikultural di kelas XI IPS SMA Negeri I Rambang Dangku.

Data hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multicultural di kelas XI IPS I. Hal ini dapat dilihat pada hasil belajar peserta didik pra siklus hanya rata-rata 64,10 mencapai ketuntasan , sedangkan rata nilai tes akhir tindakan siklus I meningkat menjadi 70,64 dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar prasiklus dengan siklus I sebesar 6,54.dan pada hasil belajat tindakan siklus II meningkat lagi yaitu mencapai 81,53 selanjutnya kenaikan hasil belahjar dari pembelajaran siklusI ke pembelajaran siklus II sebesar 10,89.

Peningkatan hasil belajar juga terlihat dari persentase keberhasilan pembelajaran. Pada pembelajaran pra siklus hanya 17 orang saja atau 43,58% peserta didik yang dinyatakan berhasil dalam pembelajaran, selanjunya pada tindakan siklus I meningkat menjadi sebanyak 25 orang atau 64,10% yang berhasil dalam pembelajaran, dan pada tindakan siklus II meningkat lagi menjadi sebanyak 33 orang atau 84,61% peserta didik berhasil dalam pembelajaran.

Selanjutnya selain meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyerap materi kelompok sosial dalam masyarakat multicultural , melalui model jighsaw ini terjadi juga peningkatan keaktifan peserta didik dalam mngikuti proses pembelajaran.Peningkatan keaktifan peserta didik tersebut di peroleh dari hasil lembar pengamatan peserta didik dalam mengikuti diskusi kelompok, dari hasil tersebut menunjukkan keaktifan peserta didik pada pra siklus hanya mencapai 45% saja , tetapi setelah pelaksanaan tindakan siklus I diperoleh hasil keaktifan peserta didik mencapai 65,71% , Selanjutnya pada tindakan siklus II ada peningkatan lagi yang sangat signifikan yaitu telah mencapai 76,92%. Setelah dilakukannya penelitian tindakan kelas belajar bagi peserta didik yang tadi hal yang membosankan, tetapi sekarang belajar merupakan hal yang penting untuk menuju masa depan yang lebih baik hal

65,71

76,92

60

65

70

75

80

HASIL

Keaktifan siklus I (%)

Keaktifan siklus II (%)

Page 57: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

140

ini didasarkan pada keaktifan belajar mereka yang terus meningkat. Berdasarkan keberhasilan yang telah ditetapkan baik dari hasil tes peseta didik maupun keaktifan peserta didik dalam belajar dapat dikatakan bahwa penggunaan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multicultural di kelas XI IPS I, SMA Negeri I Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara enim.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural di kelas XI IPS SMA Negeri I Rambang Dangku. Data hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural di kelas XI IPS I. Peningkatan hasil belajar juga terlihat dari persentase keberhasilan pembelajaran.

Selanjutnya selain meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyerap materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural, melalui model jighsaw ini terjadi juga peningkatan keaktifan peserta didik dalam mngikuti proses pembelajaran. Peningkatan keaktifan peserta didik tersebut di peroleh dari hasil lembar pengamatan peserta didik dalam mengikuti diskusi kelompok

Setelah dilakukannya penelitian tindakan kelas belajar bagi peserta didik yang tadi hal yang membosankan, tetapi sekarang belajar merupakan hal yang penting untuk menuju masa depan yang

lebih baik hal ini didasarkan pada keaktifan belajar mereka yang terus meningkat.

Berdasarkan keberhasilan yang telah ditetapkan baik dari hasil tes peseta didik maupun keaktifan peserta didik dalam belajar dapat dikatakan bahwa penggunaan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi kelompok sosial dalam masyarakat multikultural di kelas XI IPS I, SMA Negeri I Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim.

DAFTAR PUSTAKA Model Pembelajaran Kooperatif.blogspot.

com/2012/08/Jigsaw. Html Mbegedut.blogspot.

Com/2011/02/Pengertian-Hasil Belajar-menurut-para-ahlihtml.

www.scribed.com/doc/27950433/pengertian-tujuan-dan prinsip-penilaian–hasil-belajar.

http:/Techonly 13.wordpress.com/ 2009/07/04/pengertian hasil Belajar

Hpni. Blogspot.Com/2011/02/Pengertian-Hasil-belajar- html.

Ismail. 2003. Model-Model Pembelajaran Jakarta: Dit Pendidikan Lanjutan Pertama.

Nasution Noehi, Suryanto Adi, (2008). Evaluasi Pengajaran Jakarta: Penerbit UT.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Page 58: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

141

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS PANTUN PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TANJUNG BATU

MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PAKEM

Oleh: Mariam Guru Sekolah Dasar Negeri 01 Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 01 Tanjung Batu. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan bulan November tahun 2013 terhadap siswa Kelas V semester ganjil SD Negri 01 Tanjung Batu tahun pembelajaran 2015/2016 mata pelajaran bahasa Indonesia. Alat pengumpul data berupa lembar observasi yang diisi oleh observer, dan alat tes berupa soal uraian yang diberikan kepada siswa di setiap akhir siklus dengan langkah-langkah perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi untuk setiap siklus. Hasil yang diperoleh yaitu pendekatan PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 01 Tanjung Batu. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan secara signifikan. Peningkatan hasil belajar dari prasiklus ke siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2 merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan pendekatan PAKEM. Kata kunci: hasil belajar, pendekatan PAKEM

PENDAHULUAN

Mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia

Selama ini mata pelajaran bahasa Indonesia di SD yang seharusnya diajarkan dengan berbagai metode dan pendekatan yang mengacu kepada pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan diajarkan oleh guru dengan metode konvensional seperti tanya jawab, ceramah, dan latihan soal

sehingga hasil belajar, kreativitas dan motivasi siswa untuk belajar rendah. Hal tersebut menyebabkan daya serap dan hasil belajar siswa rendah. Proses pembelajaran lebih menekankan pada hafalan sehingga siswa pasif dan kurang mampu bekerja sama.

Kondisi proses pembelajaran seperti d atas menyebabkan kurang terciptanya suasana yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar. Hal tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu. Berdasarkan data hasil ulangan harian pada bulan Juli dengan KKM sebesar 60% adalah nilai rata rata 32,34 dengan daya serap 3,12%.

Perlu upaya mengaktifkan siswa, antara lain dengan menerapkan model atau pendekatan pembelajaran tertentu. Salah satu model atau pendekatan pembelajaran yang diperkirakan mampu mengaktifkan siswa dalam belajar sehingga pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan daya serap dan hasil belajar siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan PAKEM. Pada pendekatan ini setiap siswa dituntut untuk bekerja baik secara individu maupun kelompok sehingga

Page 59: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

142

seluruh siswa dapat bekerja dan belajar secara aktif. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya hasil belajar siswa yang diikuti dengan meningkatnya daya serap dan hasil belajar siswa.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pendekatan PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar menulis pantun pada pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar menulis pantun pada pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu dengan menggunakan pendekatan PAKEM. KAJIAN PUSTAKA

Secara umum, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Arikunto (1999) mengatakan bahwa daya sserap belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh siswa dalam mengikuti pembelajaran. Daya serap belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, ataupun kata-kata.

Menurut Udin (2010), ada tiga ciri-ciri belajar. Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu yang meliputi perubahan kognitif, sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan baik interaksi fisik maupun interaksi psikis. Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Dapat dikatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku karena adanya usaha. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa melalui proses pembelajaran.

Menurut pendapat Rosita (2010: 191), tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah a) tes hasil belajar harus

dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruction yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku, b) tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari, c) bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan, d) tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

Menurut Sudjana (2005:22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya Dimyati (2006: 200) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran diperlukan suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar disebut tes.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui proses,dalam hal ini proses pembelajaran menggunakan Pendekatan PAKEM. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dilakukan tes berupa ulangan harian dilakukan di akhir siklus. Dari proses tersebut dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan pendekatan pembelajaran PAKEM.

Menurut Udin ( 2010 ), daya serap belajar adalah perubahan tingkah laku individu secara keseluruhan setelah melewati proses pembelajaran. Individu akan memperoleh tingkah laku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dsb. Perubahan tingkah laku ini meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2005) yang mengemukakan definisi daya serap belajar ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajaranya. Daya serap belajar merupakan perubahan yang diperoleh siswa setelah mengalami hasil belajar. Arikunto (1999) mengatakan bahwa daya serap belajar merupakan suatu hasil

Page 60: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

143

yang diperoleh siswa dalam mengikuti pembelajaran. Daya serap belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, ataupun kata-kata.

Merujuk pada hasil pemikiran Gagne dalam Wina Sanjaya (2009), daya serap belajar berupa. 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas

mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis, fakta, konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan hasil belajar kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan Hasil Belajar kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut, berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai dan merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Berdasarkan beberapa pendapat di

atas, dapat disimpulkan bahwa daya serap belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Selanjutnya, dalam Wina Sanjaya (2009) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi daya serap belajar siswa dikelompokkan menjadi dua faktor. Faktor dari dalam (internal) yaitu faktor yang berasal dari siswa saat mengalami proses pembelajaran, meliputi: jasmaniah, kondisi psikologi (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan). Faktor luar

(eksternal) yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi proses belajar siswa, meliputi: keluarga, sekolah (kurikulum, relasi siswa, disiplin sekolah, metode, media pembelajaran), serta masyarakat.

Menurut Sujana (2005) belajar dikatakan berhasil apabila daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok; perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran khusus (TPK) telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok; dan terjadinya proses pemahaman materi yang secara sekuensial (sequential) mengantarkan materi tahap berikutnya. Dari ketiga ciri keberhasilan belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan bukanlah semata-mata keberhasilan dari segi kognitif, tetapi mesti melumat aspek-aspek lain, seperti aspek aspek afektif dan aspek psikomotorik. Pengevaluasian salah satu aspek saja akan menyebabkan pengajaran kurang memiliki makna yang bersifat komprehensif.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa daya serap belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun faktor yang utama adalah faktor guru dan siswa itu sendiri, sedangkan faktor eksternal hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap daya serap belajar siswa karena interaksi antara siswa dan guru lebih sering terjalin yaitu dalam proses pembelajaran.

Dalam proses belajar mengajar, guru selalu berusaha meningkatkat aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Menurut Hamalik (2001) bahwa aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dalam kegiatan tersebut.

Aktivitas belajar itu banyak macamnya, sehingga para ahli mengadakan klasifikasi tentang aktivitas. Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

Page 61: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

144

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,afektif, dan psikomotor.

Pendekatan PAKEM Proses dalam pembelajaran

sangatlah penting. Dari proseslah kita bisa belajar dan tentunya belajar yang bermakna itu didapat melalui proses. Pembelajaran dengan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan anatara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (contruvtivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pendekatan lingkungan (pendekatanling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment) (Depdiknas, 2005). Karakteristik pembelajaran PAKEM 1) siswa secara aktiv terlibat dalam proses pembelajarn, 2) siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok,diskusi, saling mengoreksi, 3) keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman, 4) bahasa diajarkan dengan pendekatan komunitif,yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata 5) siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis,terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadi nya proses pembelajaran yang efektif. 6) hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman (Depdiknas,2005).

Menurut Wina Sanjaya (2009), pendekatan PAKEM memiliki karakteristik 1) kerja sama antarpeserta didik dan guru (Cooperative), 2) saling membantu antarpeserta didik dan guru (assist), 3) belajar dengan bergairah (enjoyfull learning), 4) pembelajaran terintegrasi secara kontektual, 5) mengunakan multimedia dan sumber belajar, 6) cara belajar siswa aktif (student

active learning), 7) sharing bersama teman (take and give), 8) siswa kritis dan guru kreatif, 9) di dinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya seni.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan PAKEM bahwa a) belajar tidak hanya menghafal, akan tetapi mengalami dan harus mengkontruksikan pengetahuan, b) ilmu pengetahuan merupakan fakta-fakta atau proprosi yang integral, dan sekaligus dapat dijadikan keterampilan yang dapat diaplikasikan, c) peserta didik memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi situasi baru dan dibiasakan belajar menemukan sesuatu bagi memecahkan masalah dalam kehidupannya, d) belajar secara kontinu membangun sruktur otak sejalan dengan perkembangan dan keterampilan yang terima (Wina Sanjaya 2009).

Menurut Fatmawati 2004 komponen pendekatan PAKEM terdiri dari: 1) Konstruktivisme (Construktivism)

Konstruktivisme (Contruvtivism) merupakan landasan berfikir (filosofis) pendekatan PAKEM yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

2) Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan PAKEM. Menemukan (inkuiri) dengan langka langkah: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan, dan membuat kesimpulan.

3) Bertanya (Questioning) Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan orang lain yang didatangkan di kelas, dan sebagainya. Hasil bertanya biasa terjadi ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep Learning Community hasil belajar diperoleh dari 'sharing' antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu dan yang belum tahu. Dalam

Page 62: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

145

bentuk kelompok, mendatangkan 'ahli' ke kelas, bekerja dengan masyarakat.

5) Pendekatan Lingkungan Maksud pendekatan lingkungan dalam pendekatan PAKEM pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada yang bisa ditiru, pendekatan yang dirancang melibatkan siswa, atau mendatangkan orang dari luar dan sebagainya.

6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, Hasil atau pengetahuan yang baru diterima, kunci dari semua adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap dibenak siswa.

7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment) Assesment adalah proses pengumpulan barbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 standar isi pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah sebagai berikut. Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) Berkomunikasi secara efektif dan

efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis

2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara

3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan

4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial

5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa

6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia

Indonesia.

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu, tahun pelajaran 2013/2014 semester genap. Subjek tersebut dipilih mempertimbangkan bahwa hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu masih rendah.

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah observasi langsung, artinya kegiatan pengamatan langsung dilakukan di tempat penelitian. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam peneliltian ini adalah instrumen aktivitas belajar dan tes bentuk uraian untuk mengukur hasil belajar siswa.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi, dengan cara membandingkan hasil observsi hasil belajar siswa pada kondisi awal (Prasiklus), siklus 1, dan siklus 2 menggunakan rumus teknik proporsi (Sudjana, 2010) berupa persentase rata-rata hasil belajar siswa.

A = [ Z / N ] x 100 % A = Prosentase Hasil Belajar Rata Rata belajar siswa Z = Jumlah siswa yang Aktiv

N = Jumlah total siswa Kriteria hasil belajarnya adalah

sebagai berikut. 00 sd 25 = Sangat Kurang, 26 sd 50 = Kurang, 51 sd 75 = Cukup, dan 76 sd 100 = Baik.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Banyaknya tindakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan hasl tindakan, dan merefleksi tindakan

. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus 1, berupa nilai atau hasil belajar siswa sebagai data utama penelitian yang diadakan setelah penelitian siklus I berakhir. Penelitian dilakukan setip hari Senin dari tanggal 5 Agustus 2013 dan 9 Agustus Agustust 2013.

Page 63: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

146

Data hasil belajar siswa merupakan data pendukung pada penelitian tindakan kelas yang mengacu pada hasil belajar siswa. Data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Data Hasil Belajar dan Daya Serap Siklus 1

Nilai Jumlah Siswa

Tuntas Tidak

Tuntas

49 2 2

50-59 15 15

60-69 10 10

70-79 2 2

80-89 2 2

90-100 1 1

Jumlah 32 15 17

Tabel 4.1 di atas menunjukkan daya

serap belajar siswa setelah siklus 1 belum mencapai ketuntasan secara klasikal. Daya serap hasil belajar pada siklus 1 mencapai 46,87 %. Nilai siswa tidak menyebar merata, sebab sebagian besar nilai siswa berada pada kisaran 50 - 59 dan nilai rata rata yang diperoleh mencapai 67. Dapat dikatakan bahwa siklus 1 ini belum optimal. Oleh karena itu, siklus 2 perlu ditingkatkan lagi.

Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran ditemukan hal hal berikut. 1) Sebagian besar siswa masih segan

atau malu bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang sulit dimengerti, siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran PAKEM

2) Minat dan motivasi belajar siswa meningkat walaupun guru kerepotan mengatur kelompok siswa dan dalam berdiskusi.

3) Pada saat penjelasan materi dan cara belajar menggunakan pendekatan PAKEM masih banyak siswa yang kurang mempersiapkan diri.

4) Masih banyak siswa yang belum mampu membuat pantun sesuai dengan syarat sebuah pantun.

Sama halnya dengan penelitian pada

siklus 1, hasil belajar yang diperoleh siswa, yang diadakan pada pertemuan kedua. Penelitian dilakukan setip hari Senin pada tanggal 24 Agustus dan 31 Agustus 2013.

Data hasil belajar siswa merupakan data pendukung pada penelitian tindakan kelas yang mengacu pada hasil belajar siswa. Bahwa persentase daya serap siswa mencapai 100% dengan nilai rata rata sebesar 81,7.Dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa sudah optimal.

Secara umum hasil belajar bahasa Indonesia siswa pada siklus 2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Pada siklus 2 siswa mengalami peningkatan pemahaman materi yang dipelajari tentang menulis pantun. Kemampuan siswa menulis pantun sudah sangat baik . Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami bagaimana belajar dengan model pendekatan PAKEM.

Berdasarkan pengamatan terhadap hasil belajar siswa dalam menulis pantun pada siklus 2 ini ditemukan hal-hal sebagai berikut. 1) Siswa merasa lebih leluasa berinteraksi

dalam kelompok sehingga keberanian bertanya dan menjawab pertanyaan guru sudah muncul dengan baik.

2) Siswa begitu bersemangat dalam membuat berbagai jenis pantun seperti pantun jenaka, pantun nasihat, maupun pantun agama.

3) Pemberian penghargaan kepada siswa atau kelompok yang mempunyai hasil belajar tertinggi menumbuhkan semangat siswa dalam penguasaan materi.

Pembahasan hasil belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2 berupa daya serap dan hasil belajar siswa serta persentase ketuntasan klasikal dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa pada Siklus

1 dan Siklus 2

Keterangan Daya Serap

Nilai Rata-rata

Ketun-tasan

Akhir siklus 1 46,87 %

67 78 %

Akhir siklus 2 78,5 % 81,7 100 %

Peningkatan 31,25 %

14,7 22 %

Berdasarkan tabel di atas dapat

dilihat hasil belajar siswa berupa nilai rata

Page 64: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

147

rata pada siklus pertama 67 pada siklus dua 81,7. Dengan demikian dapat dikatakan telah terjadi kenaikan hasil belajr siswa sebesar 14,7 point. Daya serap belajar siswa pada sikus 1 mencapai 46,87%, pada siklus 2 meningkat menjadi 78,5%, peningkatan daya serap sebesar 31,25%. Kenaikan hasil belajar dan daya serap belajar siswa diikuti dengan kenaikan ketuntasan belajar siswa yaitu siklus 1 sebesar 78% menjadi 83% pada siklus 2. Dengan demikian terjadi peningkatan siswa tuntas sebesar 22%.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab-bab terdahulu, disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas mengenai pembelajaran dengan pendekatan PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar menulis pantun pada mata pelaran bahasa Indonesia siswa kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu yaitu berupa peningkatan aktivitas dan daya serap belajar siswa.

Hendaknya guru kreatif dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran karena perbaikan pembelajaran yang dilakukan memerlukan dedikasi guru yang tinggi. Selain itu, pelaksanaan pendekatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran yang disampaikan. Kepala sekolah hendaknya memberi fasilitas kepada guru untuk melakukan inovasi pembelajaran, sehingga akan tercipta pembelajaran yang maksimal. Penerapan pendekatan pembelajaran PAKEM dalam mengajar bahasa Indonesia cukup efektif dalam meningkatkan hasil belajar bkhasa Indonesia siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tanjung Batu. Para guru dapat menerapkan pendekatan pembelajaran PAKEM di sekolah masing-masing atau secara bersama-sama dalam kegiatan KKG. Diharapkan ada peneliti lain yang

mau mengadakan penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar, pada mata pelajaran, dan kelas yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-Dasar

Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas. 2005. Pendekatan CTL

(Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik. 2001. Psikologi Belajar dan

Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Rosita. 2010. Belajar dan Pembelajaran.

Ciamis: FKIP Universitas Galuh Ciamis.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian hasil

Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Udin. 2010. Model Pembelajaran

Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Wina, Sanjaya. 2009. Kurikulum dan

Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 65: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

148

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF PERSUASIF MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND

COMPOSITION (CIRC) DENGAN MEDIA KEMASAN BEKAS SISWA KELAS X.B SMA NEGERI 1 BATANGHARI LEKO MUSI BANYUASIN

Oleh: Zulaiha, M.Pd.

Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Batanghari Leko, MUBA

Abstrak. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif melalui penggunaan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan media kemasan bekas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X.B SMA Negeri 1 Batanghari Leko Musi Banyuasin, berjumlah 15 orang. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Metode pengumpulan data adalah observasi, dokumentasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran cooperative integrated reading and composition (CIRC) dengan media pembelajaran kemasan bekas dapat meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif siswa kelas X.B SMA Negeri 1 Batanghari Leko Musi Banyuasin. Hal ini tampak dari perolehan hasil belajar siswa pada siklus akhir (kedua) yang indikator kinerjanya mencapai 84% melebihi indikator kinerja yang ditetapkan sebesar 75%. Kata kunci: kemasan bekas model pembelajaran cooperative integrated reading and composition (CIRC), paragraf persuasif

PENDAHULUAN

Salah satu bentuk kemampuan berkomunikasi yang perlu mendapat perhatian guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan menulis.Tarigan (2008:22) mengatakan bahwa menulis sangat penting bagi dunia pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir, menolong berpikir secara kritis, memudahkan merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah, menyusun urutan bagi pengalaman, serta menjelaskan pikiran-pikiran.

Dalam proses pembelajaran menulis di kelas, tidak sedikit siswa sekolah menengah atas yang mengalami kesulitan karena siswa langsung diberi tugas tanpa diberi kesempatan untuk berdiskusi, bertanya jawab serta bertukar pikiran kepada guru maupun kepada temannya. Selain itu, pembelajaran yang diterapkan selalu berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif. Guru yang mendominasi proses pembelajaran. Model atau pola pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional. Hal ini menyebabkan pembelajaran menulis belum mencapai hasil yang optimal.

Di SMAN 1 Batanghari Leko, siswa masih terlihat kurang terampil dalam menulis paragraf persuasif. Hal ini terlihat dari hasil pembelajaran menulis paragraf persuasif yang masih rendah. Tingkat ketercapaian hasil belajar siswa pada prasiklus masih berkisar 60%. Dari 25 siswa di kelas X.B, hanya 15 siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan 70.

. Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang mendorong siswa lebih kreatif membangun pengetahuan dengan suasana belajar yang menyenangkan serta variasi bahan ajar yang baru dan menarik. Untuk itu, peneliti memberikan alternatif model pembelajaran yang menuntut kerjasama saling membantu antara siswa yang memiliki keheterogenan akademik dalam struktur kerja sama yang teratur sehingga siswa akan terlibat secara aktif yaitu model pembelajaran Cooperative Integraed Reading and Composition (CIRC).

Penyebab lain rendahnya hasil pembelajaran menulis adalah bahan ajar yang terbatas, ketidakmampuan memilih topik tulisan, minimnya penguasaan kosakata siswa, ketidakmampuan

Page 66: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

149

menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, dan media pembelajaran yang kurang. Untuk itu, peneliti menggunakan media pembelajaran yaitu kemasan bekas yang berbahan dasar kertas.

Rumusan masalah dalam PTK ini adalah apakah penerapan model pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Compositon (CIRC) dengan media kemasan bekas ini dapat meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif siswa kelas X.B SMA Negeri 1 Batanghari Leko?

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif siswa kelas X.B SMA Negeri 1 Batanghari Leko melalui model pembelajaran CIRC dengan media pembelajaran kemasan bekas.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat turut mengembangkan ilmu pengetahuan. Para guru dapat menerapkan model ini dalam pembelajaran menulis di sekolah dan dapat mengelola pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran menulis pararaf persuasif. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk penelitian lebih lanjut yang relevan.

KAJIAN PUSTAKA

Semi (2007:14) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu proses yang kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Menulis memiliki tiga aspek utama. Pertama, adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai. Kedua, adanya gagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan. Ketiga. adanya sistem pemindahan gagasan itu yaitu berupa sistem bahasa.

Pembelajaran menulis adalah pembelajaran yang membimbing siswa mampu berkomunikasi lewat media tulisan. Artinya, sebuah pembelajaran yang menuntun siswa menuangkan idenya lewat tulisan. Dalam pembelajaran menulis, guru dapat mengaplikasikan model pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi yang ada dalam kurikulum sekolah yang sudah ditetapkan..Di samping itu, guru harus memperhatikan rambu-rambu pembelajaran menulis sehingga

pembelajaran menulis mencapai hasil yang maksimal.

Semi (2007:46) menyatakan tahapan atau proses penulisan secara garis besar dibagi atas tiga tahap, yaitu tahap pratulis, tahap penulisan, dan tahap pascatulis.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pratulis ini. Kegiatan pratulis terdiri atas: menentukan topik, menetapkan tujuan, merancang tulisan yang disusun dalam suatu susunan yang disebut dengan kerangka tulisan atau outline. Pada tahap penulisan diperlukan adanya konsentrasi penuh penulis terhadap terhadap gagasan pokok, tujuan tulisan, dan kriteria calon pembaca. Tahap selanjutnya adalah tahap pascatulis, yakni tahap penyelesaian akhir tulisa yang meliputi penyuntingan, yaitu kegiatan membaca kembali dengan teliti draft tulisan serta melihat ketepatan dan gaya penulisan, penambahan yang kurang, serta penghilangan yang berlebihan serta penulisan naskah jadi.

Slavin (2010:16—17) mengatakan bahwa model pembelajaran CIRC menggambarkan sebuah kegiatan mengarang dan membaca terintegrasi yang dilakukan secara kooperatif. Model pembelajaran ini mengintegrasikan suatu bahan bacaan secara menyeluruh kemudian mengomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim, belajar serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif, misalnya membacakan cerita satu sama lain, membuat prediksi bagaimana akhir sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita satu sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, melatih pengucapan, penerimaan dan kosakata.

Slavin (2010:201—209) mengatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran CIRC adalah a) membentuk kelompok kecil sekitar 4-5 orang secara heterogen, b) Guru memberikan wacana/bahan bacaan sesuai dengan topik pembelajaran, c) Guru membagikan wacana atau bahan bacaan sesuai dengan topik dan tujuan pembelajaran, d) Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/bahan bacaan dan ditulis pada selembar kertas, e) mempresentasikan/

Page 67: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

150

membacakan hasil kelompok, f) Guru membuat kesimpulan bersama, dan h) penutup.

Penggunaan media pembelajaran sangatlah penting. Ali (1992) berpendapat bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapar memberikan rangsangan untuk belajar (http://delodmangkalan.blogspot.co.id/2013/09/media-pembelajaran- menurut-ahli.html) diakses 26 Januari 2015.

Kemasan adalah benda pembungkus yang terbuat dari kertas, plastik, daun, dan sebagainya yang berfungsi untuk membalut atau menutupi suatu barang dengan tujuan untuk melindungi barang tersebut agar tidak rusak. Kemasan juga berfungsi sebagai wadah atau tempat suatu barang. Oleh karena itu, peneliti memanfaatkan kemasan bekas yang berbahan dasar kertas karena dalam kemasan terdapat banyak kata-kata yang dapat dimanfaatkan siswa untuk melatih keterampilan menulis, terutama menulis paragraf persuasif.

Paragraf persuasif adalah bentuk karangan atau paragraf yang memiliki tujuan untuk meyakinkan orang lain baik pendengar maupun pembacanya untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pembicara maupun penulis dengan cara memberikan alasan dan prospek yang baik.

Penelitian tentang model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) pernah dilakukan Arinal Imdadiyah NIM 3214113051 dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaraan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Tulungagung”. Hasil penelitian yang Arinal Imdadiyah menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran CIRC terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTsN Tulungagung. Besarnya pengaruh model pembelajaran CIRC terhadap hasil belajar matematika sebesar 7,06%. Hasil hitung pada taraf signifikansi 5% ternyata nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Jadi, H0 ditolak dan Ha diterima.

(http://repo.iain-tulungagung.ac.id/1842/ diakses 1 Maret 2016).

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan media kemasan bekas dapat meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif siswa kelas XB SMAN 1 Batanghari Leko. METODE PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas inidilakukan sebanyak dua siklus. Penelitian dilaksanakan di kelas X.B SMA Negeri 1 Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin. Penelitian ini dilaksanakan pada semester Genap tahun pelajaran 2014-2015, pada bulan Maret—April 2015. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X.B yang berjumlah 25 orang, laki-laki berjumlah 15 orang dan perempuan berjumlah 10 orang.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklusnya terdapat tahapan-tahapan :1) perencanaan/planning, 2) tindakan/action, 3)pengamatan/ observation, dan 4) refleksi/ reflecting.

Perencanaan dalam pelaksanaan PTK antara lain melakukan analisis kurikulum untk mengetahui SK dan KD yang akan disampaikan kepada peserta didik, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, membuat/menyiapkan media, dan menyiapkan format penilaian dan pengamatan.

Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar yang dipilih dalam mengaplikasikan model pembelajaran CIRC adalah Standar Kompetensi (SK) Menulis 12. Mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato, Kompetensi Dasar (KD) 12.2 Menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasif. Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah berupa berbagai kemasan bekas berbahan dasar kertas.

Pelaksanaan tindakan yaitu uraian yang berisi gambaran tindakan yang akan dilakukan, skenario kerja tindakan

Page 68: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

151

perbaikan yang akan dilakukan, dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

Pengamatan/observasi yaitu prosedur perekaman data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan yang dirancang. Penggunaan instrumen yang telah disiapkan sebelumnya. Analisis data dan refleksi berupa uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkaitan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang dilaksanakan serta rencana bagi tindakan siklus berikutnya.

Refleksi adalah kegiatan merenungkan kembali hasil yang sudah didapat dari siklus yang dilaksanakan dan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan pada siklus berikutnya. Melihat kembali apa saja kelemahan yang ditemukan dan menvari solusi untuk mengatasi kelemahan tersebut sehingga terdapat peningkatan kemampuan kompetensi yang ditetapkan sehingga akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Alat pengumpulan data penelitian ini adalah tes dan nontes/observasi. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan nontes/observasi dilakukan untuk kondisi sikap siswa dan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Analisis data berdasarkan indikator kinerja yang sudah ditetapkan. Indikator kinerja adalah kriteria yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan PTK .Standar KKM penelitian ini adalah 70. indikator keberhasilan sebesar 75%.

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data secara kuantitatif dilakukan terhadap hasil belajar siswa yang meliputi aspek kesesuaian topik, koherensi, dan diksi/pilihan kata. Teknik analisis data kualitatif dilakukan terhadap aktivitas/sikap siswa berdasarkan hasil observasi/pengamatan yang meliputi aspek aktivitas, kerjasama, dan antusiasme. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus pertama dilaksanakan pada hari Selasa,10 Maret 2015 di kelas X.B.

Siklus pertama terdiri dari empat tahapan, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi.

Perencanaan meliputi analisis kurikulum untuk menentukan SK dan KD, mnyusun RPP, menyiapkan media pembelajaran berupa kemasan bekas, dan membuat instrument observasi/alat evaluasi.

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini mengacu kepada langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditetapkan. Kegiatan inti pelaksanaan meliputi: a) membagi siswa ke dalam beberapa kelompok heterogen, b) membagikan media kemasan bekas kepada setiap kelompok, c) siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok yang terdapat dalam media kemasan bekas, d) siswa mendiskusikan hal-hal penting dalam media kemasan bekas, e) siswa memberi tanggapan terhadap media kemasan bekas dan menuliskannya pada selembar kertas, dan f) siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok

Pada awal siklus pertama sebagian kelompok belum dapat memahami langkah-langkah penerapan pembelajaran menulis dengan model pembelajaran CIRC dan media kemasan bekas. Untuk itu, peneliti melakukan upaya sebagai berikut. Pertama, dengan pendekatan komunikatif yakni memberi pengertian kepada peserta didik tentang kondisi ideal dalam belajar kelompok, kerja sama dalam kelompok, tanggung jawab sebagai anggota kelompok, keikutsertaan dalam setiap aktivitas kelompok. Kedua, memberi bimbingan secara intensif kepada setiap kelompok yang belum memahami langkah-langkah model pembelajaran CIRC.

Hasil penilaian sikap (afektif) siswa meliputi aktivitas, kerjasama, dan antusiasme selama siklus pertama berlangsung dapat diuraikan sebagai berikut. Dari 25 siswa kelas X.B yang menjadi subjek penelitian diperoleh hasil penilaian sikap sebanyak 3 (12%) siswa mendapat nilai A (Amat Baik), 8 (32%) siswa mendapat nilai B (Baik), 14 (56%)siswa mendapat nilai C (Cukup), dan tidak ada siswa yang mendapat nilai D (Kurang). Berdasarkan hasil penilaian

Page 69: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

152

sikap di atas, dapat dikatakan bahwa sikap/aspek apektif siswa masih berada pada rata-rata cukup.

Hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar pada Siklus 1 meliputi penilaian kesesuaian topik, koherensi, dan diksi/pilihan kata diperoleh skor rata-rata 1866,7/25=74,66. Hasil evaluasi tentang penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dalam siklus pertama sudah ada peningkatan walaupun belum terlalu signifikan.

Berdasarkan indikator kinerja yang sudah ditetapkan bahwa siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 18 siswa. Indikator keberhasilan (IK) = 18/25 x 100% = 72%. Dapat disimpulkan bahwa siswa yang sudah mencapai nilai KKM sebesar 72%. Hal ini masih belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan sebesar 75%.

Hasil pelaksanaan siklus 1 memberi informasi hasil belajar siswa. Sebagian peserta didik masih belum terbiasa dengan kondisi belajar menggunakan model pembelajaran CIRC dengan media kemasan bekas. Antusias siswa belum begitu kelihatan dalam penerapan model pembelajaran ini. Selain itu, sebagian besar kelompok belum bisa berkompetisi dengan waktu. Masih terdapat beberapa kelompok yang belum bisa menyelesaikan presentasi atau tanggapannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Telihat beberapa siswa masih terlihat kurang serius dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan hal ini, peneliti memandang perlu untuk melakukan siklus kedua.

Siklus kedua dilaksanakan tanggal 7 April 2015. Siklus diawali dengan perencanaan. Perencanaan pada siklus kedua ini berdasarkan pada perencanaan kembali pada siklus pertama, yaitu 1) memberi motivasi kepada setiap kelompok agar pada pembelajaran selanjutnya bisa lebih aktif lagi, 2) membimbing setiap kelompok dengan lebih intensif lagi terutama pada kelompok yang masih mengalami kesulitan dan 3) memberi penghargaan/reward.

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini mengacu kepada langkah-langkah

pembelajaran yang sudah ditetapkan sama halnya pada siklus 1.

Pada pelaksanaan siklus kedua, kegiatan pembelajaran sudah sesuai rencana. Siswa sudah terlihat antusias dalam belajar, kerja sama antaranggota kelompok sudah terjalin, keikutsertaan antaranggota kelompok sudah kelihatan. Selain itu, siswa sudah memahami aplikasi model pembelajaran CIRC dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil penilaian sikap siswa dalam proses belajar mengajar selama siklus kedua meliputi aktivitas, kerjasama, dan antusiasme. Dari 25 siswa kelas X.B yang menjadi subjek penelitian diperoleh hasil penilaian sikap sebanyak 7 (28%) siswa mendapat nilai A (Amat Baik), 16 (64%) siswa mendapat nilai B (Baik), 2 (8%)siswa mendapat nilai C (Cukup), dan tidak ada siswa yang mendapat nilai D (Kurang). Berdasarkan hasil penilaian sikap di atas, dapat dikatakan bahwa sikap/aspek apektif siswa telah berada pada rerata baik.

Hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar pada Siklus 2 meliputi penilaian kesesuaian topik, koherensi, dan diksi/pilihan kata diperoleh skor rata-rata 1908,3/25=76,33.

Berdasarkan indikator kinerja yang sudah ditetapkan bahwa siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 21 siswa. Indikator keberhasilan (IK) = 21/25 x 100% = 84%. Dapat disimpulkan bahwa siswa yang sudah mencapai nilai KKM sebesar 84%. Hal ini telah melampaui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebesar 75%

Hasil pelaksaan siklus 2 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat dari ketercapaian terhadap indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan sebesar 75%. Selain itu, berdasarkan pengamatan, siswa sudah tidak asing lagi dengan penggunaan model pembelajaran CIRC dengan media kemasan bekas. Antusias siswa sudah kelihatan dalam belajar, siswa terlihat aktif, kerjasama antar anggota kelompok sudah terjalin dengan lancar. Siswa terlihat sangat serius mengikuti KBM.

Berdasarkan hasil belajar yang di dapat siswa dari siklus 0/prasiklus ke

Page 70: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

153

siklus 1 dapat dideskripsikan dalam bentuk grafik berikut

Gambar 1. Hasil Hasil Belajar Siswa dalam PBM dari Prasiklus ke Siklus 1

Hasil belajar siswa pada prasiklus

baru mencapai 60%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa jauh dari harapan. Pada siklus 1 peneliti mulai menerapkan model pembelajaran cooperative inregrated reading and composition (CIRC) dengan media kemasan bekas terdapat peningkatan hasil belajar indikator ketercapaian mencapai 72%.

Berikut adalah grafik peningkatan hasil belajar siswa dari Siklus 1 ke Siklus 2.

Gambar 2. Hasil Belajar Siswa dalam

Pembelajaran dari Prasiklus, Siklus 1, dan Siklus 2

Berdasarkan grafik di atas dapat

dideskripsikan hasil belajar siswa dari siklus 1 ke siklus 2. Indikator ketercapaian mencapai 84% persen. Dari jumlah siswa 25 orang yang mencapai KKM 70 sebanyak 21 siswa. Berdasarkan data-data dari kedua grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran Cooperative Integrated reading and Composition (CIRC) dapat terus diaplikasikan dalam proses pembelajaran terutama pada kompetensi menulis paragraf persuasif. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil yang didapatkan selama penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik secara individu maupun kelompok khususnya dalam pembelajaran menulis paragraf persuasif.

Model pembelajaran ini membuat siswa menjadi percaya diri. Siswa yang kemampuannya kurang akan bertambah pengetahuannya ketika bergabung dengan siswa yang tergolong pandai karena dalam model pembelajaran ini dituntut kerjasama antaranggota kelompok.Penggunaan media kemasan bekas dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar..

Kepada rekan guru agar dapat menggunakan model pembelajaran CIRC ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.. Di samping itu, guru dapat menggunakan bahan ajar/media pembelajaran berbagai kemasan bekas sebagai alternatif dalam pembelajaran karena media ini mudah di dapat dan sesuai tujuan pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

http://delodmangkalan.blogspot.co.id/2013

/09/media-pembelajaran-menurut- ahli.html) diakses 26 Januari 2016.

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/

1842/diakses 1 Maret 2016. Nurhayati. 2000. Proses Membaca dan

Menulis dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis.

0

2

4

6

8

Siklus 0 (60%)

Siklus 1 (72%)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

siklus 0 (60%)

Siklus 1 (72%)

Siklus 2 (84%)

Page 71: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

154

Palembang: MLI Cabang Unsri. Balai Bahasa JPBS-FKIP.LB.PSPB-PPS.

Semi, M.A. 2007. Dasar-Dasar

Keterampilan Menulis.Bandung: Angkasa.

Slavin, R.E. 2010. Cooperative Learning:

teori, riset, dan praktik terjemahan

Yusron Narulita. Bandung: Nusa Indah

Tarigan, H.G. 2008. Menulis sebagai

Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Page 72: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

155

PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS MULTEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS

SISWA SMA PADA TOPIK HIDROLISIS GARAM

Oleh: Ikhsanuddin

Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) pada LPMP Provinsi Sumatera Selatan

Abstrak. Aktivitas siswa dalam pembelajaran belum menunjukkan penguasaan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep. Hidrolisis garam merupakan topik abstrak. Sekarang ini teknologi informasi telah banyak digunakan dalam proses pembelajaran. Bertitik tolak dari hal tersebut maka timbul permasalahan apakah pembelajaran inkuiri berbasis teknologi informasi pada topik hidrolisis garam dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model pembelajaran berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mengembangkan keterampilan generik sains siswa pada topik hidrolisis garam. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Dalam pelaksanaan penelitian, model pembelajaran diimplementasikan pada siswa salah satu SMA Negeri di kota Palembang kelas XI. Data pre-test dan post-test diolah dengan program SPSS untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran ini dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa. Peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada konsep tetapan hidrolisis dan terendah pada konsep pH larutan garam. Peningkatan keterampilan generik sains tertinggi pada indikator menggunakan bahasa simbolik dan terendah pada indikator hukum sebab akibat. Kata Kunci: hidrolisis garam, inkuiri, keterampilan generik sains, pemahaman konsep sains, dan teknologi informasi.

PENDAHULUAN

Perkembangan sains dan teknologi sekarang ini khususnya teknologi infromasi sangat pesat. Perkembangan teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video ini berdampak terhadap perubahan dalam masyarakat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Bidang pendidikan perlu merespon perkembangan teknologi informasi ini, terutama dalam kaitannya dengan penyiapan sumber daya manusia yang mampu berdaya saing dalam iklim global.

Teknologi informasi dalam pendidikan diaplikasikan dalam bentuk multimedia yang berfungsi sebagai perangkat lunak (software), yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi. Penggunaan aplikasi multimedia

dalam pembelajaran akan meningkatkan efisiensi,motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif, belajar eksperimental, konsisten dengan belajar yang berpusat pada siswa, dan memandu pebelajar untuk belajar lebih baik (Crowther dan Davies dalam Suyanto, 2003).

Proses pembelajaran dapat dikemas dalam suatu bentuk model pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil (1996) model pembelajaran dikelompokkan menjadi empat jenis, yang salah satunya adalah model pemrosesan informasi,. Salah satu model pembelajaran yang tergolong model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiri. Hofstein dan Wolberg dalam Hofstein et.al. (2005) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri melatih siswa untuk belajar sains mulai dari menemukan permasalahan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, menganalisa data dan

Page 73: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

156

menggambarkan kesimpulan tentang masalah-masalah ilmiah.

Aktivitas siswa dalam pembelajaran belum menunjukkan penguasaan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep. Dalam belajar sains keterampilan berpikir dapat dikembangkan melalui penguasaan 9 macam indikator keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2001). Keterampilan generik sains itu adalah sebagai berikut. 1. Pengamatan langsung 2. Pengamatan tak langsung 3. Kesadaran tentang skala besaran 4. Bahasa simbolik 5. Kerangka logika taat asas 6. Inferensia logika 7. Hukum sebab akibat 8. Pemodelan matematika 9. Membangun konsep.

Pada pembelajaran topik hidrolisis garam sebagian konsep abstrak dan abstrak dengan contoh konkrit, konsep abstrak dengan contoh konkrit dapat diamati di laboratorium misalnya menyelidiki sifat larutan garam dengan kertas lakmus dan pengukuran pH garam. Peristiwa terjadinya reaksi hidrolisis garam dalam larutannya merupakan konsep yang abstrak.

Untuk pembelajaran konsep-konsp abstrak diperlukan bantuan media pembelajaran yang dapat membantu siswa agar mereka dapat lebih mudah dalam pembelajaran. Pembelajaran berbasis multimedia potensial untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep pada topik hidrolisis. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran, misalnya media berbasis teknologi informasi, merupakan sesuatu yang perlu menjadi perhatian kita.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan menghasilkan model pembelajaran berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mengembangkan keterampilan generik sains siswa pada topik hidrolisis garam.

Teknologi Informasi dalam Dunia

Pendidikan

Teknologi informasi (information technology) biasa disebut TI, IT, atau infotech. Menurut William dan Sawyer

(2003) teknologi Informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Kadir dan Triwahyuni, 2003)

Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia pendidikan. Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi pelajaran yang lebih menarik, tidak monoton dan memudahkan penyampaian. Murid dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang dilengkapi dengan program berbasis multimedia. (Kadir dan Triwahyuni, 2003).

Menurut Arsyad (2006) multimedia diartikan sebagai lebih dari satu media. Ia bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu.

Gambar 1. Konsep Multimedia (Munir,

2001)

Keterampilan Generik Sains Menurut Brotosiswoyo (2001)

kemampuan generik sains dapat ditunjukkan melalui 9 indikator yaitu: 1. Pengamatan langsung 2. Pengamatan tak langsung 3. Kesadaran tentang skala besaran 4. Bahasa simbolik 5. Kerangka logika taat-asas 6. Inferensi logika 7. Hukum sebab akibat 8. Pemodelan matematika 9. Membangun konsep.

Page 74: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

157

Makna dari setiap keterampilan generik sains tersebut (Liliasari, 2005) adalah bahwa sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku alam sepanjang masih dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan manusia untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan sebab akibat dari pengamatan tersebut. Dalam melakukan pengamatan langsung, alat indera yang digunakan manusia memiliki keterabatasan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Misalnya untuk mengetahui sifat-sifat larutan diperlukan indicator. Cara ini dikenal sebagai pengamatan tak langsung.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan memiliki kesadaran akan skala besaran dari berbagai obyek yang dipelajarinya. Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang dipelajarinya itu tentang dari ukuran yang sangat besar seperti jagad raya sampai yang sangat kecil seperti keberadaan pasangan elektron.

Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu diperlukan bahasa simbolik, agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu tersebut. Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang unsur, perasamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi searah, reaksi kesetimbangan, resonansi dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut.

Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dari sifat taat assasnya secara logika. Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat assas, maka perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat assas. Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensia logika dari konsekuensi-konsekuensi logis hasil pemikiran dalam belajar sains.

Rangkaian hubungan antara berbagai faktor dari gejala yang diamati diyakini sains selalu membentuk hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati diperlukan bantuan pemodelan matematik agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam.

Tidak semua fenomena alam dapat difahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu diperlukan bahasa khusus ini yang dapat disebut konsep. Jadi belajar sains memerlukan kemampuan untuk membangun konsep, agar bisa ditelaah lebih lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-konsep inilah diuji keterterapannya.

Pada penelitian ini indikator keterampilan generik sains yang digunakan adalah: Pengamatan tak langsung, menggunakan bahasa simbolik, menggunakan hukum sebab akibat, pemodelan matematik, dan membangun konsep.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan design penelitian one group Pre-test Design. Penelitian dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di kota Palembang pada siswa kelas XI yang berjumlah 33 orang. Untuk pengumpulan data digunakan empat jenis instrumen yaitu: Soal tes, Kuisioner, pedoman wawancara dan pedoman obserbasi. Soal tes digunakan untuk mendapatkan data peningkatan penguasaan konsep dan peningkatan keterampilan generik sains siswa. Kuisoner, pedoman wawancara dan pedoman ovbservasi digunakan untuk menjaring data tentang tanggapan guru dan siswa terhadap model serta keunggulan dan kelemahan dari model. Sebelum implementasi model pembelajaran dilakukan tes awal (pre-tes) dan setelah implementasi model pembelajaran dilakukan tes akhir (pos-tes). Hasil pre-tes dan pos-tes diolah dan dianalisis untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa.

Page 75: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

158

0,7 0,67

0,82

0,57

0,87 0,89

0,51

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

N-Gain

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar antara sebelum dan sesudah pembelajaran dilakukan uji N-Gain, dihiting dengan rumus :

premaks

prepost

SS

SSg

Keterangan : SPre = Skor Pre-test

SPost = Skor Post-test

SMaks = Skor maksimum

Tingkat perolehan skor dikategorikan atas tiga kategori, yaitu : 1) Tinggi : g > 0,7 2) Sedang : 0,3 < g < 0,7 3) Rendah : g < 0,3 (Hake, 1998) HASIL PENELITIAN Peningkatan Penguasaan Konsep

Dari analisis data diketahui bahwa secara umum terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa setelah implementasi model pembelajaran dengan rata –rata N-Gain 0,71. Terhadap peningkatan tersebut dilakukan uji perbandingan dua rata-rata pre-tes dan pos-tes dengan menggunakan uji t Hasil uji t dengan menggunakan program SPSS menunjukkan nilat t hitung = 31,13 pada taraf kepercayaan 0,05 dan harga t tabel = 2,04. Karena nilai thitung > ttabel. Berarti rata-rata skor pre-test dan post-test berbeda secara signifikan.

Konsep hidrolisis garam terdiri dari 7 label konsep. Peningkatan penguasaan konsep terjadi pada semua label konsep. Pemahaman konsep tertinggi terjadi pada konsep tetapan hidrolisis dengan N-gain 0,89 dan pemahaman konsep terendah pada konsep pH larutan garam dengan N-gain 0,51.

Grafik 1. Peningkatan penguasaan konsep

Keterangan: K1 = Hidrolisis garam K2 = Hidrolisis anion K3 = Hidrolisis kation K4 = Hidrolisis total K5 = Reaksi hidrolisis K6 = Tetapan Hidrolisis K7 = pH laurutan garam yang terhidrolisis.

Peningkatan Keterampilan Generik Sains

Indikator keterampilan generic sains yang digunakan adalah: pengamatan tak menggunakan hukum sebab akibat, menerapkan pemodelan matematik, dan membangun konsep. Dari hasil analisis data diketahui terjadi peningkatan keterampilan generik sains pada semua indikator. Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator menggunakan bahasa simbolik dengan nilai rata-rata N-Gain 0,82 dan terendah pada indikator hukum sebab akibat dengan rata-rata N-Gain 0,47. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 2.

Page 76: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

159

0,79 0,82

0,47

0,6 0,65

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

K1 K2 K3 K4 K5

N-Gain

Grafik 2. N-Gain Keterampilan Generik Sains

Keterangan Grafik: K1 = Pengamatan tak langsung

K2 = mengunakan bahasa simbolik K3 = Hukum sebab akibat K4 = Menerapkan Pemodelan matematik K5 = Membangun konsep

Terhadap peningkatan keterampilan generik sains tersebut dilakukan uji perbedaan rata-rata. Sebelum uji perbedaan rata-rata dilakukan uji normalitas terhadap skor pre-tes dan pos-tes untuk masing-masing Keterampilan Generik Sains dengan kolmogorov smirnov test, dari hasil uji normalitas ternyata ada data pre-tes atau pos-tes yang berdistribusi normal dan ada yang tidak berdistribusi normal. Untuk data yang berdistribusi normal dilakukan uji t sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal dilakukan uji wilcoxon. Hasil uji normalitas dan uji wilcoxon dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas dan Uji Wilcoxon Keterampilan Generik Sains

No Indikataor

Ket. Generik Sains

Data Signifikansi Normalitas Zhitung Ztabel Keterangan

1. Melakukan

Pengamatan

tak langsung

Pretes 0.00 Tdk.Normal 4.710 1.96 signifikan

Postes 0.00 Tdk.Normal

2. Menggunakan

bahasa

simbolik

Pretes 0.50 Normal 5.03 1.96 signifikan

Postes 0.01 Tdk.Normal

3. Menerapkan

hukum sebab

akibat

Pretes 0.00 Tdk.Normal 3.50 1.96 signifikan

Postes 0.14 Normal

4. Menerapkan

pemodelan

matematik

Pretes 0.10 Normal t hitung

23.03

ttabel

2,04 signifikan Postes 0.12 Normal

5. Membangun

Konsep

Pretes 0.28 Normal 5.01 1.96 signifikan

Postes 0.01 Tdk.Normal

Dari uji rata-rata didapatkan bahwa semua indikator keterampilan generik sains mengalami peningkatan yang signifikan.

Dari hasil angket dan wawancara dengan siswa diperoleh gambaran mengenai tanggapan siswa terhadap model pembelajaran. Tanggapan siswa

Page 77: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

160

terhadap model pembelajaran sudah cukup baik, 90 % siswa tertarik dengan model pembelajaran yang diterapkan. 80 % dari siswa pemahaman konsepnya meningkat setelah proses pembelajaran. 65,62 % siswa senang dengan pembelajaran inkuiri. Untuk menambah masukan data telah dilakukan wawancara pada tiga orang siswa tentang tanggapan mereka terahadap model pembelajaran yang di terapkan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, lebih mudah difahami, siswa merasa lebih banyak berperan dalam pembelajaran, namun ada beberapa kelemahan dalam model ini yaitu keterbatasan program yang digunakan, dan memerlukan komputer yang cukup untuk setiap siwa.

Untuk mengetahui tanggapan guru terhadap model pembelajaran dilakukan wawancara. Dari hasil wawancara didapatkan data bahwa kesan guru terhadap model pembelajaran adalah: model pembelajaran menarik, siswa lebih kelihatan antusias dalam belajar, siswa dapat mengulangi kembali di rumah. Animasi lebih mudah digunakan untuk mengajarkan konsep yang abstrak seperti peristiwa hidrolisis garam. Keterbataan pada model ini adalah memerlukan komputer yang cukup untuk tiap siswa, dan pada multimedia tidak dapat menuliskan angka indeks pada rumus kimia suatu senyawa dalam persamaan reaksi.

Kesimpulan dan Saran

Model pembelajaran inkuiri berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan penguasaan konsep tertinggi pada konsep hidrolisis garam dan penguasaan terendah pada konsep pH larutan garam. Model pembelajaran Inkuiri berbasis tenologi informasi dapat meningkatkan keterampilan generik sains siswa dengan peningkatan tertinggi pada indikator menggunakan bahasa simbolik dan terendah pada indikator menggunakan hukum sebab akibat.

Guru dan siswa memberikan tanggapan positif terhadap model namun dalam model ini masih terdapat keterbatasan seperti memerlukan jumlah

komputer yang cukup banyak dan pada multimedia tidak dapat menuliskan angka indeks pada rumus kimia senyawa dalam persamaan reaksi.

Model pembelajaan yang disusun hanya melibatkan beberapa indikator keterampilan generik sains, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengembangan indikator keterampilan generik sains yang lainnya pada pada konsep-konsep yang lain.

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A. (2006). Media Pembelajaran.

Jakarta: Raja Grafindo Persada. Brotosiswoyo,B.S. (2001). Hakikat

Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas.

Hake, R.R. (1998). “Interactive-

engagement vs traditional methodsz; A six- thousand-student survey of mechanic test data for introductory physics courses”. American Journal of Physics. 66, 64-74

Hofstein et al. (2005). “Depeloving

students’ ability to ask more and better question resulting inquiry type chemistry laboratories”, Journal of Science Teaching. 42, (7), 791-806

Joyce, B & Weil. (1992). Models of

Teaching. Fourth ed. Massachussets. Allyn & Bacon Publ Co.

Kadir, A dan Triwahyuni. (2003).

Teknologi Informasi. Yogyakarta: Kanisius.

Liliasari, (2005). Membangun

Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Page 78: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

161

Munir (2001). Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Mimbar Pendidikan Nol 3 Tahun XX.

Suyanto, M. (2004). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Andi.

Page 79: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

162

KOLABORASI MODEL IN SERVICE LEARNING DENGAN PENDEKATAN BOTTOM-UP UNTUK MENGOPTIMALKAN KEMAMPUAN GURU MELAKSANAKAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh: Pirdaus

Widyaiswara LPMP Provinsi Sumatera Selatan e-mail: [email protected]

Abstrak. Pelaksanaan PTK umumnya masih sulit dilaksanakan oleh guru. Sebagian besar guru kurang memahami pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas yang benar. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya informasi dan bimbingan kepada guru bagaiman cara melaksanakan penelitian tindakan kelas yang tepat. Tujuan penulisan best practices ini adalah untuk mendeskripsikan upaya nyata yang telah dilakukan penulis selaku fasilitator dalam membimbing guru melaksanakan penelitian tindakan kelas berkaitan dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. Untuk itu, dalam karya tulis ini penulis memaparkan pengalaman terbaik (best practices) dalam membimbing guru melaksanakan PTK. Pembimbingan ini merupakan suatu alternatif untuk mengatasi permasalahan guru dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas sekaligus untuk membantu guru mengembangkan keprofesiannya. Kata kunci: model in service learning, pendekatan bottom-up, penelitian tindakan kelas

PENDAHULUAN

Pengembangan profesi guru merupakan bagian penting bagi peningkatan kualitas guru. Salah satu bentuk kegiatan pengembangan guru yang dapat dilakukan adalah pembuatan laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan salah peneltian yang dilakukan guru berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas. Permasalahan itu menjadi perhatian guru untuk dicarikan solusi pemecahan masalahnya. Untuk itu, guru dapat melakukan penelitian dengan melakukan suatu tindakan di kelasnya agar permasalahan dalam pembelajaran dapat diatasi.

Pelaksaan penelitian tindakan kelas dapat dilakukan guru secara individu maupun secara berkelompok. Secara individu, guru dapat meneliti permasalahan dan mengajukan alternatif solusinya. Secara berkelompok, misalnya dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), guru dapat berdiskusi dengan guru lain atau dengan narasumber mengenai alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi

dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Hasil pengamatan, wawancara, dan analisis penulis selama ini menunjukkan bahwa saat ini sebagian guru kita masih sering terkendala dalam upaya pengembangan keprofesiannya. Secara lebih khusus, guru-guru ini mengalami kesulitan dalam menyusun publikasi ilmiah (baca: karya tulis ilmiah, disingkat KTI). Kesulitan guru dalam menyusun KTI ini antara lain tampak pada sulitnya guru dalam menyusun KTI jenis tinjauan ilmiah yang mengembangkan gagasan-gagasan inovatif dalam bidang pendidikan/pembelajaran. Di samping itu, sebagian besar guru juga mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), menyusun laporan hasil PTK, dan mempresentasikannya dalam sebuah seminar di sekolah (Pirdaus, 2015). Oleh karena itu, melaksanakan PTK dapat menjadi sebuah upaya yang bermanfaat ganda. Pada satu sisi guru dapat mengatasi permasalahan nyata dalam pembelajaran yang dikelolanya di kelas. Pada sisi lain, guru dapat mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan.

Page 80: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

163

Pelaksanaan PTK umumnya masih sulit dilaksanakan oleh guru. Sebagian besar guru kurang memahami pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas yang benar. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya informasi dan bimbingan kepada guru bagaiman cara melaksanakan penelitian tindakan kelas yang tepat.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, penulis melakukan kegiatan bimbingan kepada guru dalam melaksanakan PTK. Penulis menerapkan suatu kolaborasi antara model bimbingan pelaksanaan dan penyusunan laporan PTK dengan pola in service learning dan pendekatan bottom-up; suatu pendekatan yang mengajak guru melaksanakan PTK-nya berbasis pengalaman nyata mereka selama mengelola pembelajaran, termasuk mengangkat permasalahan yang mereka temukan dalam pembelajaran. Dalam karya tulis ini penulis memaparkan pengalaman terbaik (best practice) dalam membimbing guru melaksanakan PTK. Pembimbingan ini merupakan suatu alternatif untuk mengatasi permasalahan guru dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas sekaligus untuk membantu guru mengembangkan keprofesiannya.

Tujuan penulisan best practise ini adalah untuk mendeskripsikan upaya nyata yang telah dilakukan penulis selaku fasilitator dalam membimbing guru melaksanakan penelitian tindakan kelas berkaitan dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi widyaiswara, pengawas sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah, guru, dan lembaga diklat.

KAJIAN PUSTAKA

Pertanyaan pertama yang perlu diajukan adalah, mengapa guru perlu melakukan PTK? Muslich (2009) mengatakan bahwa PTK memberikan peluang strategi pengembangan kinerja melalui pemecahan masalah-masalah pembelajaran (teaching-learning problems solving). Pendekatan dalam PTK

menempatkan guru sebagai peneliti sekaligus sebagai agen perubahan. Wiriaatmadja (2008) mengatakan bahwa jawaban paling utama terhadap pertanyaan mengapa guru harus melakukan PTK adalah untuk mengubah citra guru dan sekaligus meningkatkan keterampilan profesional guru. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa PTK merupakan sebuah pilihan solutif bagi guru untuk membantu memecahkan berbagai persoalan pembelajaran dan/atau pendidikan yang dikelolanya di samping untuk membantu mengembangkan keprofesian guru secara berkelanjutan. Publikasi ilmiah guru berupa publikasi hasil penelitian, misalnya hasil PTK, merupakan tantangan sekaligus harapan penting untuk dilakukan guru.

Ada beberapa prinsip PTK. Hopkins (1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar PTK. Prinsip pertama, bahwa tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Kedua, meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. Ketiga, kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Keempat, masalah yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran. Kelima, konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Keenam, cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya tataran sistem atau lembaga.

Mengapa melakukan penelitian tindakan kelas? Hal ini sangat dianjurkan antara lain karena PTK diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan guru dalam pengelolaan pembelajaran dan/atau pendidikan di kelas dengan suatu tindakan nyata. Melalui tindakan nyata itu diharapkan

Page 81: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

164

permasalahan tadi dapat diatasi, kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, dan pada gilirannya PTK memberikan hasil (output) dan juga dampak (outcome) yang positif terutama bagi siswa dan guru. Pelaksanaan PTK juga dapat memberi dampak positif ganda. Pertama, kemampuan guru dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran (learning problem) akan semakin meningkat. Kedua, penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah investigasi terkendali dapat meningkatkan kualitas isi (content quality), masukan, proses, sarana dan prasarana, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan kedua kemampuan tadi akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan dan kualitas luaran. Melalui PTK, masalah-masalah pembelajaran dapat dikaji dan dituntaskan secara konstruktivis oleh guru.

Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama dilaksanakan penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan, kata perbaikan disini harus dimaknai dalam konteks pembelajaran khususnya dan implementasi program pada umumnya. Upaya ini dapat dikembangkan secara inovatif dan dengan pola bottom-up.

Inovasi pembelajaran yang bersifat bottom up (tumbuh dari bawah) dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan yang dilakukan dari atas (top down). Hal ini karena pendekatan inovasi pembelajaran yang bersifat top down tidak jarang berangkat dari teori yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual bagi pemecahan permasalahan pembelajaran yang tengah dihadapinya di dalam kelas.

PEMBAHASAN

Kolaborasi model bimbingan pelaksanaan dan penyusunan laporan PTK dengan pola in service learning dan pendekatan bottom-up mengajak guru melaksanakan PTK-nya berbasis pengalaman nyata mereka selama mengelola pembelajaran, termasuk mengangkat permasalahan yang mereka temukan dalam pembelajaran. Dalam model pembimbingan ini penulis memfasilitasi para guru untuk bekerja dengan bantuan lembar-lembar kerja (LK)

PTK, baik dalam wadah MGMP maupun dalam pelatihan PTK di sekolah. Penggunaan LK-LK ini untuk lebih mengoptimalkan kemampuan guru melaksanakan penelitian tindakan kelas.

Kegiatan bimbingan itu disebut dengan kolaborasi model in service learning dengan pendekatan bottom-up dan penugasan berbantuan lembar kerja serta pelaksanaan siklus untuk mengoptimalkan kemampuan guru melaksanakan penelitian tindakan kelas. Kegiatan in service learning adalah model pendidikan dan pelatihan melalui tatap muka antara guru dan fasilitator dalam kegiatan musyawah guru mata pelajaran atau pelatihan PTK di sekolah. Kegiatan in service learning dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berulang, misalnya in service learning I, II, dst. Di antara satu in service learning dengan in service learning lainnya dilakukan kegiatan penelitian tindakan kelas oleh guru; dalam hal ini disebut pelaksanaan siklus. Dalam kegiatan in service learning guru dapat berkonsultasi dan berdiskusi dengan fasilitator mengenai permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran di kelas, untuk mencari solusi permasalahannya.

Langkah-langkah penyelesaian masalah dalam hal ini meliputi tiga hal, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Langkah-langkah ini disusun penulis agar bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat), bimbingan teknis (bimtek), atau workshop penelitian tindakan kelas bagi para guru lebih terarah dan optimal. Berikut salah satu contoh secara deskriptif struktur program bimbingan teknis atau pelatihan PTK yang digunakan penulis dalam melatih guru-guru di beberapa MGMP dan sekolah. In service learning I dengan materi umum (Kebijakan Pendidikan) 1 jam pelajaran (jp), materi pokok (Konsep Dasar PTK, Penyusunan Proposal PTK, dan Penyusunan Instrumen PTK) 10 jp. On the job learning I atau pelaksanaan siklus I/II sebanyak 20 jp. In service learning II dengan materi Pengolahan dan Penyajian Data Siklus I PTK dan Penyusunan Laporan Siklus I PTK sebanyak 11 jp. On the job learning II atau pelaksanaan siklus II/III sebanyak 20 jp. In service learning II

Page 82: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

165

dengan materi Pengolahan dan Penyajian Data Siklus II PTK, Penyusunan Laporan Siklus II/Laporan Akhir PTK, dan Penyusunan Media Presentasi Hasil PTK sebanyak 10 jp. Terakhir, pelaksanaan Seminar Hasil PTK sebanyak 10 jp. Total jumlahnya 82 jp (1 jp = 45 menit)

Perencanaan kegiatan bimbingan teknis (bimtek) atau pelatihan ini meliputi sebagai berikut. Koordinasi dengan pengurus MGMP atau pihak sekolah mengenai struktur program pelatihan, bimbingan teknis, atau workshop. Koordinasi dengan pengurus MGMP atau pihak sekolah mengenai jadwal kegiatan pelatihan, bimbingan teknis, atau workshop. Mengembangkan struktur program pelatihan, bimbingan teknis, atau workshop. Menyusun jadwal pelatihan, bimbingan teknis, atau workshop. Menyusun bahan pelatihan, bimbingan teknis, atau workshop (termasuk LK PTK).

Setelah kegiatan perencanaan selesai, dilakukan kegiatan pelaksanaan diklat, bimtek, atau workshop. Kegiatan itu meliputi: in service learning I, pelaksanaan siklus I dan/atau siklus II, in service learning II, pelaksanaan siklus II dan/atau siklus III, penulisan laporan penelitian tindakan kelas, dan seminar hasil penelitian tindakan kelas.

Dalam in service learning para guru diberikan lembar kerja penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai bentuk penugasan. Lembar kerja PTK ini berisi bagian-bagian dalam laporan penelitian tindakan kelas. Lembar kerja PTK 01 berupa penugasan sehubungan dengan bagian awal/pendahuluan laporan penelitian tindakan kelas dalam rangka membangun pola pikir. Lembar kerja PTK 02 berupa penugasan sehubungan dengan bagian kajian pustaka, yaitu upaya membangun kerangka teoritis dan/atau empiris dalam perencanaan tindakan yang tepat. Lembar kerja PTK 03 berupa penugasan sehubungan dengan bagian metode penelitian, dalam rangka rangka membangun kerangka kerja PTK.

Pelaksanaan siklus sebagai tindakan penelitian yang dilakukan guru dalam pembelajaran sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaannya, guru tetap melakukan pembelajaran seperti biasa, namun guru

pun mencatat dan merekam kegiatan pembelajaran tersebut sebagai bagian penelitian tindakan kelas melalui observasi, baik observasi secara mandiri maupun observasi dengan bantuan observer (guru lain).

Pelaksanaan siklus dilaksanakan minimal dalam tiga kali pertemuan pembelajaran untuk tiap siklusnya. Dalam tahap ini, guru mencatat jalannya pembelajaran dan mengamati perkembangan peserta didik dalam pembelajaran tersebut. Guru, sebagai peneliti, melakukan pengumpulan data melalui berbagai instrumen pengumpulan data. Selanjutnya, guru dapat belajar sendiri mengolah dan menyajikan data hasil PTK mereka atau belajar pada kegiatan in service learning II.

Penerapan model pembimbingan PTK dengan kegiatan in service learning dan pelaksanaan siklus ini agak berbeda antar-MGMP dan/atau sekolah yang pernah penulis bimbing/fasilitasi. Sebagai contoh, kegiatan MGMP di SMP Negeri 10 Sekayu pada tahun 2013 meliputi lima mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS. Mereka melaksanakan in service learning sebanyak 3 kali dan diselingi dengan kegiatan pelaksanaan siklus sebanyak 2 kali. In service learning I pada 1-2 Oktober 2013, pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning II pada 28 Oktober 2013, pelaksanaan siklus untuk siklus II dan/atau III, dan in service learning III pada 11 dan 12 November 2013. Kegiatan diakhiri dengan seminar hasil PTK pada 27 November 2013.

Pada kegiatan MGMP di SMP Negeri 10 Sekayu pada tahun 2014, hanya meliputi mata pelajaran IPA dan IPS. Mereka melaksanakan in service learning sebanyak 2 kali dan diselingi dengan kegiatan pelaksanaan siklus sebanyak 2 kali. In service learning I pada 15 Oktober 2014, pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning II pada 26 dan 27 November 2014 dan pelaksanaan siklus untuk siklus II dan/atau III. Kegiatan diakhiri dengan seminar hasil PTK pada 8 dan 9 November 2014.

Pada kegiatan MGMP PKn SMP Kabupaten Ogan Ilir di tahun 2013, mereka melaksanakan in service learning

Page 83: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

166

sebanyak 4 kali dan diselingi dengan kegiatan pelaksanaan siklus sebanyak 3 kali. In service learning I pada 23-24 Oktober 2013, pelaksanaan siklus untuk siklus I, in service learning II pada 30-31 Oktober 2013 dan pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning III pada 6-7 November dan pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning IV pada 23 November 2013. Kegiatan diakhiri dengan seminar hasil PTK pada 14 Desember 2013.

Pada kegiatan MGMP IPS SMP Kabupaten Ogan Ilir di tahun 2013, mereka melaksanakan in service learning sebanyak 4 kali dan diselingi dengan kegiatan pelaksanaan siklus sebanyak 3 kali. In service learning I pada 23-24 Oktober 2013, pelaksanaan siklus untuk siklus I, in service learning II pada 1-2 November 2013 dan pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning III pada 8-9 November 2013 dan pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning IV pada 23 November 2013. Kegiatan diakhiri dengan seminar hasil PTK pada 28 November 2013.

Kegiatan pelatihan PTK di SMK Negeri 1 Lais, kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2014, meliputi berbagai mata pelajaran, bahkan berbagai jenjang sekolah. Pesertanya beberapa orang dari guru SD dan SMP, serta SMK Negeri 1 Lais sendiri. Mereka melaksanakan in service learning sebanyak 3 kali dan diselingi dengan kegiatan pelaksanaan siklus sebanyak 3 kali. In service learning I pada 11 September 2014, pelaksanaan siklus untuk siklus I dan/atau II, in service learning II pada 16 Oktober 2014 dan pelaksanaan siklus untuk siklus II dan/atau III, in service learning III pada 16 Desember 2014 dan pelaksanaan siklus untuk siklus II dan/atau III. Kegiatan diakhiri dengan seminar hasil PTK pada 5 Februari 2015.

Setelah siklus penelitian selesai dilaksanakan, berdasarkan jadwal yang telah ditentukan, guru menuliskan laporan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dengan bimbingan fasilitator. Bimbingan dilakukan baik secara tatap muka (off-line) maupun

online melalui telepon, sms, dan/atau email. Dalam tahap ini, guru menuliskan proses penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan sesuai dengan format laporan penelitian tindakan kelas yang telah diberikan fasilitator pada tahap in service learning. Guru juga dibimbing untuk menulis laporan PTK sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Laporan PTK yang telah selesai dibuat atau disusun, selanjutnya diseminarkan dalam pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau kegiatan seminar di sekolah. Pelaksanaan seminar ini dijadwalkan sesuai kesepakatan guru mata pelajaran. Dalam pertemuan itu, guru menyampaikan hasil penelitiannya kepada guru lain dan fasilitator untuk mendapatkan saran dan masukan atas kegiatan dan hasil penelitian tindakan kelas mereka.

Langkah terakhir dalam penyelesaian masalah adalah evaluasi kegiatan. Evaluasi dilakukan fasilitator sepanjang pelaksanaan pembimbingan PTK. Pada langkah ini, fasilitator melakukan refleksi dan juga berdiskusi dengan peserta, pengurus MGMP, dan/atau pihak panitia pelatihan untuk mendapatkan masukan tentang pelaksanaan pembimingan PTK.

Hal-hal yang dibahas dalam evaluasi ini adalah mengenai hambatan atau permasalahan yang ditemukan guru dalam melakukan proses penelitian tindakan kelas. Selain itu, guru juga mengemukakan hal-hal yang ditemukan dalam proses penelitian tindakan kelas.

Secara umum hasil yang dicapai dalam pembimbingan atau pelatihan PTK dengan kolaborasi model in service learning dengan pendekatan bottom-up dan penugasan berbantuan lembar kerja serta pelaksanaan siklus ini antara lain: 1) sebagaian besar guru yang dilatih/dibimbing dapat memahami konsep PTK dengan baik, 2) sebagian besar guru yang dilatih/dibimbing dapat melaksanakan PTK secara optimal, dan 3) guru yang melaksanakan PTK dapat menyajikan hasil PTK mereka dalam seminar hasil PTK dengan baik dan lancar.

Page 84: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

167

Sebagai contoh, uraian mengenai banyak guru yang mengikuti pelatihan/pembimbingan PTK dan yang dapat menyelesaikan laporan PTK mereka serta mengikuti seminar hasil PTK disajikan dalam gambar berikut ini.

Gambar 1. Hasil MGMP di SMPN 10

Sekayu Tahun 2013 Berdasarkan data pada gambar 1 di

atas dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut. Persentase keberhasilan guru melaksanakan PTK, menyelesaikan laporan PTK, dan mengikuti seminar hasil PTK mereka adalah sebagai berikut. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, persentasenya sebesar 63,64%, Bahasa Inggris sebesar 75%, Matematika sebesar 50%, IPA sebesar 77,78%, dan IPS sebesar 72,73%. Persentase rata-ratanya dalah 67,83%. Berikut ini hasil kegiatan MGMP di SMP Negeri 10 Sekayu pada tahun 2014.

Gambar 2. Hasil MGMP di SMPN 10

Sekayu Tahun 2014 Berdasarkan data yang sudah diolah,

dapat dikemukakan bahwa persentase keberhasilan guru melaksanakan PTK

pada MGMP di SMPN 10 Sekayu pada tahun 2014 adalah sebagai berikut. Pada mata pelajaran IPA sebesar 47,06% dan IPS sebesar 56,25%. Persentase rata-ratanya dalah 51,65%.

Hasil kegiatan MGMP PKn dan IPS SMP Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013 disajikan pada gambar berikut ini. Persentase keberhasilan guru melaksanakan PTK, menyelesaikan laporan PTK, dan mengikuti seminar hasil PTK mereka adalah sebagai berikut. Pada mata pelajaran PKn sebesar 66,67% dan IPS sebesar 100%. Persentase rata-ratanya dalah 83,33%.

Pada kegiatan pelatihan PTK di SMKN 1 Lais, Kabupaten Musi Banyuasin, peserta yang ikut pada awalnya adalah SD sebanyak 8 orang, SMP 2 orang, MAN Model Sekayu sebanyak 1 orang, dan SMKN 1 Lais sebanyak 11 orang. Peserta yang secara aktif di tahun 2014 sebanyak 17 orang karena 5 orang guru SD tidak begitu aktif. Dari 17 orang itu, guru yang dapat menyelesaikan PTK dan laporan PTK mereka tepat waktu sebanyak 12 orang, yaitu guru SD 1 orang, SMP 2 orang, SMKN 1 Lais 9 orang. Ke-12 orang itu sudah mengikuti seminar hasil PTK. Khusus guru SMKN 1 Lais, seminarnya dilaksanakan pada 5 Februari 2015. Guru SD dan SMP melaksanakan seminar di sekolah mereka masing-masing. Sebanyak 2 orang guru SMKN 1 Lais akhirnya juga dapat menyelesaikanlaporan PTK mereka dan telah mengikuti seminar hasil PTK, begitu juga dengan 1 orang guru dari MAN Model Sekayu sehingga banyak guru yang dapat menyelesaikan laporan PTK mereka adalah 15 orang. Persentase keberhasilan guru melaksanakan PTK, menyelesaikan laporan PTK, dan mengikuti seminar hasil PTK mereka adalah sebagai berikut. Persentasenya adalah untuk Guru SD sebesar 33,33%, guru SMP sebesar 100%, guru MAN Model Sekayu sebesar 100%, dan guru SMKN 1 Lais sebesar 100%. Persentase rata-ratanya adalah 83,33%.

Berikut ini beberapa contoh judul PTK yang dibuat guru sebagai hasil kegiatan bimtek atau pelatihan. 1. Implementasi Permainan

“TEMPELENG” dengan Metode Mind

0 2 4 6 8

10 12

11 12

8 9 11

7 9

4

7 8

Aktif dalam MGMP

Selesai PTK dan Mengikuti Seminar

0

5

10

15

20

IPA IPS

17 16

8 9

Aktif dalam MGMP

Selesai PTK dan Mengikuti Seminar

Page 85: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

168

Mapping untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Text Deskriptive Siswa Kelas VII.3 SMPN 4 Sekayu (Ipronapsiah, S.Pd.)

2. Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Pengalaman Pribadi melalui Pendekatan Quantum Writing (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas VII SMPN 6 Sungai Keruh) Tahun 2013 (Marwiyah, S.Pd.)

3. Penerapan “Senjang” Matematika Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Peserta Didik pada Materi Operasi Hitung Aljabar di Kelas VII SMP N 10 Sekayu (DINA SUPRIANTI, S.Pd., M.Pd.)

4. Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dalam Pelajaran IPS melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Arisan di SMP N 9 Sekayu (Ahmad Siswoyo, S.Pd.)

5. Peningkatan Aktivitas dan Minat Belajar Siswa dengan Metode Diskusi Kelompok Terfokus di Kelas VIII. C SMPN 9 Sekayu (Rudie Hartoko, S.Pd.)

6. Model Budaya Berasanan dan Implementasinya dalam Pembelajaran PKn untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII.A SMPN 2 Indralaya Selatan (Sri Septiani, S.Pd.)

7. Penerapan Model Budaya Majang-majang dalam Pembelajaran IPS sebagai Upaya Meningkatkan Interaksi dan Pemahaman Konsep Siswa di Kelas VIII.1 SMP N 5 Sekayu (Emmy Rosmala, S.Pd.) Selama kegiatan pembimbingan atau

pelatihan PTK di atas juga ditemukan beberapa kendala. Kendala itu antara lain kendala transportasi, kurangnyan sarana penunjang kegiatan MGMP atau pelatihan PTK, seperti komputer/laptop, LCD projector, dan sarana listrik, kurangnya kemampuan sebagian guru dalam mengoperasikan program pengolah kata maupun program spreadsheet, serta kurangnya buku-buku penunjang untuk mendukung kajian teori/pustaka. Sebagian guru, terutama guru yang berusia agak lanjut, juga terkendala oleh faktor usia sehingga berakibat kurang

optimalnya proses pembimbingan atau pelatihan di MGMP atau sekolah.

PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembimbingan atau pelatihan PTK dengan kolaborasi model in service learning dengan pendekatan bottom-up dan penugasan berbantuan lembar kerja serta pelaksanaan siklus pada beberapa MGMP atau sekolah dapat meningkatkan pemahaman guru tentang PTK dan kemampuan guru melaksanakan PTK di sekolah. Pemahaman guru tentang PTK lebih mudah dilakukan dengan pendekatan bottom-up dan dengan bantuan lembar-lembar kerja PTK.

Untuk lebih optimalnya kegiatan pembimbingan atau pelatihan PTK, diberikan beberapa saran. Perlu diantisipasi sejak awal munculnya berbagai kendala teknis selama kegiatan pembimbingan atau pelatihan PTK. Kegiatan pembimbingan atau pelatihan PTK dengan kolaborasi model in service learning dengan pendekatan bottom-up dan penugasan berbantuan lembar kerja serta pelaksanaan siklus ini dapat dikembangkan di kelompok-kelompok kerja, juga dapat diadopsi atau diadaptasi oleh sekolah/madrasah untuk diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to

Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.

McNiff, J. 1992 Action Research for Professional Development. London: Sage Publications.

Pirdaus. 2015. Peluang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru Antara Penelitian dan Pengembangan Gagasan Kreatif/ Inovatif. Makalah Seminar Pendidikan dalam rangka HUT BPG/LPMP Provinsi Sumatera Selatan Ke-31, tanggal 21 Januari 2015 di LPMP Provinsi Sumatera Selatan.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Cet. Ke-7. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 86: lpmpsumsel.orglpmpsumsel.org/images/jurnal/jurnal v1_2.pdf · 85 E-FRUIT GROW : MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM E-PORTFOLIOS (MENGOPTIMALKAN PENILAIAN ELEKTRONIK PORTOFOLIO PADA SISWA

169

KRITERIA PEMUATAN ARTIKEL WIDYA EDUKASI

Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan 1. Materi tulisan harus relevan dengan bidang

pendidikan. 2. Naskah belum pernah dimuat pada jurnal

manapun. 3. Naskah diketik dalam bentuk artikel ilmiah

dengan spasi tunggal. 4. Naskah diketik dengan ukuran kertas A4

(210 mm X 297 mm), dengan batas (margin) masing-masing 2 cm untuk setiap tepi, dalam format file word.

5. Naskah diketik menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran huruf (font size) 11; ditulis dengan rata kanan-kiri (justified) dengan jumlah halaman 9 s.d. 11 halaman.

6. Judul ditulis dengan huruf kapital (maksimal 14 kata) menggunakan kalimat yang spesifik dan efektif.

7. Pada bagian bawah judul dicantumkan identitas penulis (nama penulis, asal lembaga/unit kerja, dan alamat email penulis).

8. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dengan maksimal 250 kata (dapat juga disertakan abstrak dalam bahasa Inggris dengan jumlah kata menyesuaikan)

9. Kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia, terdiri atas 3 s.d. 5 kata, mencerminkan konsep yang dikandung dalam naskah (dapat juga disertakan kata kunci dalam bahasa Inggris).

10. Naskah dikirim ke alamat redaksi dalam bentuk cetak (print out) dan disertai softcopy-nya dalam bentuk CD/DVD atau dikirim melalui email ke alamat berikut ini: [email protected]

11. Data pelengkap tulisan/artikel dapat disertakan dalam bentuk cetak (print out/hard copy).

12. Naskah yang diterima akan melalui proses peninjauan (review) oleh tim reviewer ahli yang sebidang; revisi dapat dilakukan apabila diperlukan.

13. Dewan Redaksi berhak melakukan editing tanpa mengurangi isi/maknanya dan berwenang mengambil keputusan menerima, menolak, ataupun menyarankan kepada penulis untuk memperbaiki naskah yang bersangkutan.

14. Naskah artikel/tulisan yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi hasil penelitian maupun tinjauan atau kajian ilmiah sesuai dengan bidang ilmu atau spesialisasi keahlian dan lingkup kediklatan.

15. Artikel hasil penelitian terdiri atas: a. Bagian Awal meliputi judul, nama dan

identitas penulis, abstrak, dan kata kunci (5%).

b. Pendahuluan (10%) meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian.

c. Kajian Literatur (10%) meliputi kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan.

d. Metode Penelitian (10%) e. Hasil dan Pembahasan (50%) f. Simpulan dan Saran (10%) g. Daftar Pustaka (5%)

16. Artikel tinjauan/kajian ilmiah terdiri atas: a. Bagian Awal meliputi judul, nama dan

identitas penulis, abstrak, dan kata kunci (5%)

b. Pendahuluan (10%) meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penulisan

c. Kajian Literatur dan Pembahasan (70%) d. Simpulan dan Saran (10%) e. Daftar Pustaka (5%)

17. Tabel dan gambar diberi nomor urut sesuai urutan munculnya. Tabel dan gambar harus jelas terbaca dan dapat dicetak dengan baik. Naskah akan dicetak dalam format warna hitam-putih atau grayscale sehingga untuk gambar grafik/diagram dan juga tabel/gambar dari aplikasi spreadsheet (excel) agar disertakan file aslinya.

18. Sumber pustaka yang dijadikan acuan hendaknya bersumber dari hasil penelitian, gagasan, teori/konsep yang telah diterbitkan alam bentuk buku, jurnal, atau majalah ilmiah. Acuan yang dirujuk minimal 80% hasil publikasi 10 tahun terakhir, kecuali sumber pustaka klasik (tua) yang memang dimanfaatkan sebagai kajian historis.

19. Format penulisan pustaka acuan adalah: Nama penulis. Tahun. Judul (italic). Kota penerbit: Nama penerbit. Publikasi dari penulis yang sama dan dalam tahun yang sama ditulis dengan menambahkan huruf a, b, atau c, dan seterusnya tepat di belakang tahun publikasi (baik penulisan dalam pustaka cuan maupun sitasi dalam naskah tulisan).

20. Penulisan pustaka acuan yang berasal dari internet agar ditulis secara berurutan sebagai berikut. Nama penulis. Tahun. Judul (italic) alamat web, dan tanggal akses/unduh (download

21. Isi naskah tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Dewan Redaksi

WIDYA EDUKASI Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan

LPMP Provinsi Sumatera Selatan