v.1 statistik dan probabilitas - perpustakaan digital · pdf filemanufaktur yang mempunyai...
TRANSCRIPT
Bab V Analisa Reliabilitas
V.1 Statistik dan Probabilitas
VV..11..11 Pendahuluan
Teori probabilitas merupakan dasar dari peninjauan kemungkinan munculnya
peristiwa tidak tentu sehingga memberikan masukan dalam analisa resiko dan
pengambilan keputusan. Bila dasar yang konsisten telah ditentukan untuk
menangani ketidak pastian perihal kemungkinan kejadian yang menyebabkan
suatu konsekuensi tersebut muncul, maka dimungkinkan untuk menentukan resiko
yang berhubungan dengan aktivitas tersebut dan menetapkan dasar yang rasional
untuk pengambilan keputusan.
Tingkat ketidak pastian yang berhubungan dengan aktivitas atau fenomena
tertentu dapat dinyatakan dengan pernyataan kualitatif seperti ”peluangnya besar”
atau ”kecenderungannya kecil”. Dan juga dapat dinyatakan secara kuantitatif
dalam bentuk angka maupun persentase. Bagaimanapun, perbedaan kata-kata
pada dasarnya mempunyai makna probabilitas.
VV..11..22 Probability Density Function
Pada Gambar V.1 di bawah dideskripsikan sebuah proses acak yang
direpresentasikan oleh catatan riwayat waktu. Probabilitas bahwa ( )ty akan
berada pada interval y dan yy Δ+ adalah sebagai berikut
( ) ( )[ ]T
tyytyy i∑=Δ+≤≤Prob (V.1)
Meskipun 0→Δy dan ∑ → 0/Tti tetapi nilai dari ( )∑ ΔyTti / , yang
merepresentasikan sejumlah waktu tiap unit size dari interval, akan konvergen
pada suatu nilai hingga (finite) yang biasanya disebut sebagai probability density
( )yp terhadap y dan luas daerah di bawah grafiknya sama dengan satu karena
69
luas tersebut merepresentasikan total probabilitas dari semua hasil atau output
yang mungkin terjadi.
Gambar V. 1 Perhitungan PDF Riwayat waktu
(sumber : Dynamic of Fixed Marine Structures, N.D.P Barltrop dan A.J. Adams, 1991)
( )⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Δ= ∑
→Δ Tt
yyp i
y
1lim0
(V.2)
Adapun luas di bawah kurva fungsi kerapatan probabilitas diantara y dan yy Δ+
adalah
( ) ( )[ ] ( )∫Δ+
=Δ+≤≤yy
y
dyypyytyyProb (V.3)
dan luas totalnya,
( )[ ] ( ) 1Prob ==∞≤≤∞− ∫∞−
dyypty (V.4)
VV..11..33 Cumulative Distribution Function (CDF)
Cumulative Distribution Function atau fungsi distribusi kumulatif adalah fungsi
yang menyatakan probabilitas dalam selang kejadian ( )y,∞− sehingga fungsi ini
memberikan nilai probabilitas dari ( )ty pada kondisi lebih kecil atau sama dengan
satu nilai y tertentu. CDF diberi notasi ( )yP sehingga,
( ) ( )[ ]ytyyP ≤= Prob
70
CDF merupakan hasil integrasi dari PDF yaitu
( ) ( )∫∞
∞−
= dyypyP
CDF mengikuti sifat-sifat berikut,
• ( ) 0=∞−P
• ( ) 1=∞+P
• ( ) 10 ≤≤ yP (V.5)
• ( ) ( )21 yPyP ≤ bila 21 yy ≤
• ( ) ( ) [ ]2112 Prob yyyyPyP ≤≤=−
Gambar V. 2 Hubungan antara PDF dan CDF
(sumber : Dynamic of Fixed Marine Structures, N.D.P Barltrop dan A.J. Adams, 1991)
VV..11..44 Properties Statistik Measure of Location
Mean
Dalam tinjauan terhadap variabel acak kontinu X yang memiliki PDF ( )xf , mean
atau nilai rata–rata secara matematis didefinisikan sebagai momen pertama dari
suatu variabel acak X . Persamaan umum momen ke-k suatu variabel acak X
dengan fungsi kerapatan probabilitas ( )xf adalah
71
( )∫∞
∞−
= dxxfxm kk (V.6)
Dengan mengambil nilai k = 1, akan diperoleh nilai mean yaitu
( )∫∞
∞−
= dxxxfμ (V.7)
Median
Median atau nilai tengah adalah suatu nilai sampel ix dari peubah acak X
sedemikian rupa sehingga nilai probabilitas kumulatif ix sama dengan 0.5. Secara
matematis nilai tengah dapat ditulis sebagai berikut :
( ) ( ) ( )∫∞−
===≤ix
ii dxxfxFxXP 5.0 (V.8)
Modus
Modus adalah nilai variabel acak yang paling sering muncul atau yang
mempunyai frekuensi terbesar, artinya variabel tersebut merupakan variabel acak
yang mempunyai nilai probabilitas yang paling besar sehingga modus
menentukan puncak fungsi distribusi probabilitas.
VV..11..55 Properties Statistik Measure of Spread
Standar deviasi
Standar deviasi dan varians menentukan seberapa besar sebaran atau simpangan
nilai variabel acak terhadap nilai mean-nya. Semakin besar nilai varians, akan
menyebabkan fungsi kerapatan probabilitasnya semakin tersebar, begitu pula
sebaliknya.
Secara matematis varians dari peubah acak X tidak lain adalah momen ke-2 dari
variabel acak X terhadap nilai mean, yang dinyatakan sebagai berikut :
[ ] ( )[ ]22 var μσ −== xEx
72
[ ] ( ) ( )∫∞
∞−
−== dxxfxx 22 var μσ (V.9)
Skewness
Skewness atau asimetri digunakan untuk menentukan kecondongan fungsi
distribusi probabilitas dari suatu variabel acak X terhadap mean-nya. Skewness
disajikan dalam bentuk bilangan tak berdimensi, yaitu coefficient of skewness
γ1 sebagai berikut :
33
1 σμ
γ = (V.10)
Kurtosis
Parameter kurtosis menunjukkan bentuk fungsi kerapatan yang lancip atau
tumpul. Kurtosis disajikan dalam bentuk bilangan tak berdimensi, melalui
coefficient of kurtosis, γ2, sebagai berikut :
44
2 σμ
γ = (V.11)
Suatu fungsi kerapatan dinyatakan sebagai fungsi kerapatan yang tumpul bila γ2 <
3 disebut juga sebagai Platy-Kurtic, sedangkan bila γ2 > 3 fungsi kerapatan
dinyatakan sebagai fungsi kerapatan yang lancip disebut juga Lepto-Kurtic.
VV..11..66 Momen Variabel Acak
Berbagai properties statistik dari suatu variabel acak dapat diperoleh melalui
pengevaluasian momen dari suatu distribusi probabilitas. Momen tidak hanya
memberikan informasi mengenai properties dari suatu variavel acak tetapi juga
memainkan peranan yang cukup signifikan pada proses penentuan distribusi
probabilitas suatu parameter dari satu proses acak/stokastik tertentu.
Tinjau satu variabel acak X dengan PDF ( )xf . Maka nilai ekspektasi dari sebuah
fungsi ( )xu didefinisikan sebagai berikut,
73
( )[ ] ( ) ( )dxxfxuxuES∫= (V.12)
Selanjutnya nilai ekspektasi suatu fungsi ( ) kxxu = , disebut sebagai momen ke k
dari variabel acak X . Pada kasus khusus dimana nilai dari k = 1 maka [ ]xE
disebut sebagai mean atau nilai rata-rata dari variabel acak X dan biasanya diberi
notasi dengan huruf μ atau [ ]xE
Nilai ekspektasi dari suatu fungsi ( ) ( )kxxu μ−= , dimana μ adalah nilai rata-
rata, maka hal itu disebut momen sentral ke k dari variabel acak X . Secara
khusus untuk k sama dengan dua, ( )2μ−xE disebut dengan istilah varians dari
variabel acak X dan biasanya diberi notasi 2σ atau [ ]xVar . Adapun hubungan
antara momen ke k ( km ) dan momen sentral ke k ( kμ ) dari variabel acak X
adalah sebagai berikut,
Momen
[ ] μ=== mean1 xEm
[ ] 22
22 μμ +== xEm
[ ] 323
33 3 μμμμ ++== xEm (V.13)
[ ] 42
234
44 64 μμμμμμ +++== xEm
Momen Sentral
( )[ ] 01 =−= μμ xE
( )[ ] 212
22 varians mmxE −==−= μμ
( )[ ] 31213
33 23 mmmmxE +−=−= μμ (V.14)
( )[ ] 412
21314
44 364 mmmmmmxE −+−=−= μμ
74
VV..11..77 Model Distribusi Variabel Acak
A. Distribusi Normal
Sebuah variabel acak X dikatakan mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-
rata μ dan varians 2σ apabila fungsi kerapatan probabilitasnya berbentuk
( ) ∞<<∞−= −− xexf x 22 2/)(
21 σμ
πσ (V.15)
Distribusi normal biasa disebut juga distribusi gaussian yang diberi notasi
( )2, σμN . Distribusi normal dengan nilai μ = 0 dan 2σ = 1 disebut dengan
istilah distribusi normal standar yang diberi notasi ( )1,0N . Apabila Z adalah
variabel acak yang mengikuti distribusi normal standar maka fungsi kerapatan
probabilitasnya berbentuk,
( ) ∞<<∞−= − zezf z 22 2/
21 σ
πσ (V.16)
Fungsi kerapatan probabilitas ( )zf dapat diperoleh dari fungsi kerapatan
probabilitas ( )xf dengan melakukan transformasi variabel acak sebagai berikut,
σμ−
=XZ
0
0.1
0.2
0.3
0.4
-4 -2 0 2 4x
f ( x
)
Gambar V. 3 PDF Normal Standar
(sumber : Applied Probability and Stochastic Processes, Ochi, Michel K., 1990)
75
B. Distribusi Log Normal
Sebuah variabel acak X dikatakan mengikuti distribusi log normal apabila fungsi
kerapatan probabilitasnya berbentuk
( ) ( )∞<<∞−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ −−= xx
xxf 22
lnexp21
σμ
πσ (V.17)
Distribusi log normal mempunyai dua parameter yaitu μ dan 2σ dengan notasi
( )2,σμLN . Perlu diperhatikan bahwa μ dan 2σ bukanlah nilai rata-rata dan
varians dari variabel acak X melainkan dari logaritma variabel acak X yang
mengikuti distribusi normal. Sehingga apabila xy ln= maka μ dan 2σ adalah
rata-rata dan varians dari variabel acak xy ln=
[ ]⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+=2
exp2σμxE
[ ] { } { }( )1exp.2expVar 22 −+= σσμx (V.18)
Gambar V. 4 PDF Log Normal
(sumber : Applied Probability and Stochastic Processes, Ochi, Michel K., 1990)
C. Distribusi Ekstrim Tipe I (Gumbel)
Engineer teknik sipil lebih memperhatikan kemunculan dari nilai terbesar atau
terkecil dari variabel acak dalam analisa dan desain struktur. Keselamatan dari
76
struktur tergantung dari nilai-nilai ekstrim elemen dasarnya. Engineer teknik sipil
juga tertarik pada nilai dan distribusi dari nilai ekstrim seperti kecepatan angin,
tinggi gelombang dan sebagainya. Salah satu jenis distribusi ekstrim adalah
distribusi ekstrim tipe I atau sering disebut dengan distribusi Gumbel.
Distribusi dari X , yang terbesar dari variabel acak independen lainnya dengan
jenis eksponensial pada distribusi ujung atasnya ( ) ( )( )( )yhyFY −−= exp1 ,
mempunyai bentuk distribusi ekstrim tipe I, yang diberikan dalam bentuk
( ) ( ) ( ){ }[ ]uxuxxfx −−−−−⋅= ααα expexp ∞≤≤∞− x (V.19)
( ) ( ){ }[ ]uxxFx −−−= αexpexp ∞≤≤∞− x (V.20)
Parameter u (lokasi, dalam hal ini median) dan α diberikan dengan
αμ 5772.0
+= ux (V.21)
2
22
6απσ =x (V.22)
Contoh distribusi Gumbel di bawah ini mempunyai kecondongan (skew) yang
positif. Koefisien kecondongan (skewness coefficient) adalah 1.1396. Model ini
digunakan untuk menjelaskan kecepatan arus maksimum tahunan, kecepatan
angin maksimum tahunan dan sebagainya.
Gambar V. 5 PDF Gumbel
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
77
V.2 Distribusi dan Parameter Ketahanan
VV..22..11 Pendahuluan
Langkah pertama dalam analisa reliabilitas dan desain struktur adalah untuk
mempelajari keberagaman dari kekuatan elemen struktur (beton bertulang, baja,
beton pra-tegang, pasangan batu-bata, dll) terhadap lentur, geser, tekan, tarik, torsi
dan sebagainya. Kekuatan dari elemen struktur dapat bervariasi dari nilai kekuatan
nominal yang ditentukan karena variasi dari kekuatan material dan dimensi
elemen, juga karena ketidak-tentuan yang melekat pada persamaan yang
digunakan untuk menentukan kekuatan elemen struktur. Dasar yang dibutuhkan
dalam kajian reliabilitas adalah kumpulan dari data tentang kekuatan, propertis
fisik lainnya dari material struktur, dan parameter geometris dari penampang, juga
analisa statistiknya.
Desainer struktur menentukan spesifikasi kekuatan karakteristik dari material dan
pelaksana pembangunan mencoba untuk mendapatkan material yang memenuhi
spesifikasi, dan mencoba memenuhi kekuatan yang sama seperti yang
diasumsikan oleh desainer. Bagaimanapun, jika kontrol kualitas rendah maka
kekuatan dari elemen struktur akan lebih kecil dari yang diasumsikan. Hal ini
dapat membahayakan keselamatan dari struktur. Sehingga untuk menyediakan
desain dengan tingkat reliabilitas yang meyakinkan maka identifikasi sistematik
dari ketidak-pastian kekuatan material dan parameter dimensi serta analisa
statistik dari data yang dikumpulkan adalah hal yang penting.
VV..22..22 Statistik dari Propertis Baja
Untuk struktur jacket, material yang digunakan adalah baja, dimana seperti yang
sudah dijelaskan di atas, terdapat ketidak pastian dari kekuatan material maupun
dimensinya. Ketidak-pastian dari baja yang digunakan untuk membangun struktur
jacket akan menyebabkan adanya ketidak-pastian dalam kekuatan struktur jacket
itu sendiri.
78
Kekuatan leleh yf , dan modulus elastisitas sE adalah dua propertis fisik yang
utama dari baja yang digunakan dalam desain baik untuk struktur beton bertulang
maupun struktur baja. Pada kasus struktur beton pra-tegang, kekuatan ultimate
dari kabel baja tarik mutu tinggi digunakan dalam desain. Variasi pada tegangan
leleh disebabkan oleh variasi pada beberapa hal berikut :
i. Kekuatan material
ii. Luas penampang
iii. Tingkat pembebanan selama pengujian
iv. Pengaruh dari regangan pada nilai tegangan leleh ditentukan
Besarnya variasi kekuatan pada batang baja yang dicor menerus sepanjang batang
dalam satu kali proses pengecoran akan sangat kecil dan bisa diabaikan seperti
pada Gambar V.6. Bagaimanapun, pada pengecoran satu kumpulan baja dalam
satu tingkatan panas yang diberikan akan terdapat variasi yang cukup besar.
Untuk pekerjaan konstruksi, baja bisa saja yang disuplai oleh perusahaan
manufaktur yang mempunyai beberapa pabrik pengecoran baja. Jika komposisi
kimia dari baja di kontrol dengan baik selama produksi, maka adalah rasional
untuk mengharapkan terjadinya variasi kekuatan yang kecil dari tiap proses
pengecoran, jika tidak maka variasi kekuatan akan menjadi signifikan. Dari
diskusi di atas maka diketahui bahwa beberapa sumber berbeda akan
berkontribusi terhadap keseluruhan variasi pada kekuatan baja.
Gambar V. 6 Variasi dari kekuatan ultimate dengan satu kali pengecoran sepanjang batang
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
79
Spesimen dapat dikumpulkan dari beberapa pabrik pengecoran milik suatu
perusahaan dan kemudian dapat diuji di laboratorium untuk menentukan kekuatan
leleh yf , dan modulus elastisitas sE . Hasil pengujian dari semua spesimen, tanpa
tergantung dari dimensinya, kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai kekuatan
karakteristiknya, dan nilai rata-rata (mean) serta standar deviasi dari suatu pabrik
pengecoran baja dapat ditentukan. Histogram dapat digambar untuk data tersebut.
Gambar V.7 menunjukkan histogram tipikal dari variasi tegangan leleh dari suatu
produk baja yang dihasilkan dari suatu pabrik pengecoran.
Gambar V. 7 Distribusi frekuensi dari tegangan leleh suatu grade baja pada suatu pabrik
pengecoran baja
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
Prosedur diatas kemudian diulang terhadap beberapa spesimen yang berasal dari
beberapa pabrik pengecoran atau pada beberapa tahapan pelaksanaan proyek
konstruksi. Untuk mengetahui statistik dari tegangan leleh baja, tanpa tergantung
dari dimensi dan sumbernya, maka semua spesimen dari semua pabrik pengecoran
dan dari lokasi proyek konstruksi dikelompokkan dan nilai rata-rata (mean),
standar deviasi dan koefisien variasi dari tegangan leleh yf , dan modulus
elastisitas sE untuk data tersebut dapat diperoleh. Histogram dapat dibuat untuk
data yang dihasilkan, seperti pada Gambar V.8 dan V.9. Distribusi probabilitas
80
yang cocok yang sesuai kemudian dapat ditentukan untuk data yang dikumpulkan
dengan menggunakan uji kecocokan.
Gambar V. 8 Distribusi frekuensi tegangan leleh
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
Gambar V. 9 Distribusi frekuensi modulus elastisitas
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
VV..22..33 Ketidak-pastian Model Ketahanan Jacket
Jadi ketidak-pastian dari ketahanan struktur platform lepas pantai disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, kode dari formula merupakan hasil empiris atau semi-
empiris, dimana parameter yang dinilai adalah berdasarkan pada hasil pengujian
81
laboratorium. Kedua, ketidak-sempurnaan fabrikasi secara umum tidak
diperbolehkan dalam formula, ketidak-sempurnaan bentuk dikendalikan dengan
mendefinisikan toleransi pada kode, dan faktor implisit yang ada dalam formula
telah ditentukan dengan telah membatasi ketidak-sempurnaan. Terakhir, terdapat
banyak hal yang mempengaruhi kekuatan dari komponen yang jarang diketahui,
hal tersebut mencakup tegangan sisa (residual stresses), kondisi batas, dan variasi
spasial dari ketebalan dan material struktur.
Secara keseluruhan untuk ketidak-pastian ketahanan struktur jacket, Efthymiou et
al (1996) merekomendasikan distribusi normal dengan nilai rata-rata (mean) 1.0
dan standar deviasi 0.1.
V.3 Distribusi dan Parameter Beban
Ketidak-pastian selain terdapat pada parameter ketahanan struktur juga terdapat
pada beban yang berlaku pada struktur. Ketidak-pastian bisa terdapat pada semua
jenis beban seperti beban gravitasi, beban hidup, maupun beban lingkungan.
Adalah penting untuk mengetahui parameter variasi dari beban yang berlaku pada
struktur untuk mendapatkan analisa probabilitas yang mendekati keadaan
sebenarnya dalam upaya untuk mendapatkan kapasitas struktur yang lebih
mendekati nilai aktual.
VV..33..11 Beban Gravitasi
Pendahuluan
Evaluasi yang akurat terhadap beban gravitasi dan penilaian yang tepat terhadap
beban maksimum yang harus dipikul struktur selama usia layannya adalah sangat
penting untuk menghasilkan desain struktur yang aman dan ekonomis. Setelah
datangnya komputer digital berkecepatan tinggi, teknik yang akurat dapat
dilakukan untuk menganalisa struktur yang kompleks untuk beban yang diberikan.
Bagaimanapun, tingkat pengetahuan tentang analisis beban tidak terlalu mudah
untuk ditentukan. Beban masih ditentukan berdasarkan pengalaman, penilaian,
tradisi, dan coba-coba. Perhatian yang lebih mendalam telah dilakukan pada
82
pengukuran, analisis, dan pemodelan beban karena meningkatnya pengetahuan
tentang probabilitas dan metode statistik yang diperlukan untuk memperlakukan
fenomena beban secara kuantitatif seperti yang diharapkan engineer.
Beban gravitasi dibagi menjadi beban mati dan beban hidup. Beban hidup
kemudian dibedakan menjadi sustained load dan transient load.
Beban Mati (Dead Load)
Beban permanen dianggap sebagai beban mati. Utamanya adalah berasal dari
berat sendiri sistem struktur. Beban mati dapat mengalami peningkatan karena
penambahan dari instrumen yang dipasang atau penambahan personil pada
platform. Tetapi hal ini tidak kerap terjadi, sehingga beban mati dapat
diasumsikan konstan selama usia layan struktur, seperti Gambar V.10.a.
Gambar V. 10 Jenis pembebanan geometri
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
83
Jumlah total beban mati yang diterima struktur biasanya merupakan penjumlahan
dari berat sendiri dari banyak komponennya. Sehingga beban mati kemudian
dimodelkan dengan distribusi probabilitas normal. Keberagaman dari beban mati
sangat dipengaruhi oleh berat dari benda non-struktural seperti mesin dan
instrumentasi lainnya. Sehingga terdapat kecenderungan untuk terjadi
underestimate dari beban mati total, dan diasumsikan oleh Ellingwood, Galambos,
McGregor dan Cornell (1980) bahwa rasio dari beban rata-rata terhadap beban
nominal adalah 1.05, dan koefisien variasi adalah 0.10 untuk kalibrasi kode.
Beban Hidup
Beban hidup secara umum dapat didefinisikan sebagai beban yang dihasilkan dari
pemakaian (occupancy) dari struktur. Beban gravitasi non-permanen pun
dianggap sebagai beban hidup. Berarti beban hidup termasuk personil yang
menempati struktur tersebut dan perlengkapan atau instrumentasi produksi. Beban
hidup total dari struktur dapat dibedakan menjadi dua komponen yaitu (i)
komponen sustained load , dan (ii) komponen transient load.
Sustained load adalah beban dari personil, perlengkapan dan instrumentasi yang
dibutuhkan untuk aktivitas normal. Sustained load seperti terlihat pada Gambar
V.10.b dapat berubah pada waktu diskrit, tetapi antar perubahan cenderung tetap.
Sementara transient load adalah terjadinya perubahan beban yang sering terjadi,
tidak bisa diperkirakan dan berlangsung dalam durasi yang singkat, seperti karena
instalasi beberapa komponen sementara. Durasi yang singkat dan sangat kecil
secara relatif terhadap beban permanen dan sustained load, sehingga
menimbulkan tambahan-tambahan pada riwayat waktu beban seperti pada
Gambar V.10.c.
VV..33..22 Beban Lingkungan
Beban lingkungan untuk struktur lepas pantai diberikan dari analisa survey
metocean yang telah dilakukan. Beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan survey
84
dan data yang didapatkan menyebabkan munculnya ketidak-pastian dalam beban
lingkungan yang akan diberikan pada struktur nantinya.
Beban lingkungan yang umum terjadi pada struktur lepas pantai adalah
gelombang, arus, angin dan gaya apung. Dalam penelitian tentang sensitifitas
parameter-parameter lingkungan terhadap struktur jacket (Rohayati, 1999) yang
menguji sensitifitas beberapa parameter desain sebagai berikut :
1. parameter-parameter oceanografis, seperti
• tinggi gelombang
• periode gelombang
• kedalaman laut
2. metodologi dan parameter beban fluida, seperti
• teori gelombang
• koefisien seret
• koefisien inersia
3. parameter struktural, seperti
• marine growth
mendapatkan bahwa perubahan pada tinggi gelombang menghasilkan perubahan
gaya geser yang paling besar diantara parameter desain lainnya.
Gelombang yang akan dipergunakan sebagai gelombang desain untuk struktur
jacket pada lokasi tertentu harus diramalkan (hindcasting) terlebih dahulu
menggunakan data angin yang ada. Data angin yang terbaik untuk meramalkan
gelombang adalah data angin yang diukur di lokasi yang akan diramalkan. Namun
umumnya anjungan-anjungan tidak menyimpan catatan data angin jangka panjang
sehingga peramalan gelombang jangka panjang tidak tersedia. Sehingga untuk
meramal gelombang jangka panjang, data angin harus diperoleh dari tempat lain
di onshore dimana merupakan tempat-tempat terdekat dengan karakteristik angin
(besar dan arah) mirip dengan lokasi dan data yang tersedia cukup lengkap.
Agar data angin di onshore dapat digunakan sebagai pengganti data angin di
lokasi platform maka data tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu terhadap
85
beberapa faktor koreksi seperti (i) koreksi terhadap elevasi, (ii) koreksi terhadap
stabilitas akibat pengaruh perbedaan suhu air laut dan udara, dan (iii) koreksi
terhadap faktor tekanan angin. Koreksi tersebut direkomendasikan oleh Shore
Protection Manual, SPM (1984).
Untuk peramalan gelombang akibat angin tersebut, prosedur pada Shore
Protection Manual, SPM (1984) juga digunakan. Ada dua kasus yang berlaku
dalam peramalan gelombang yaitu kasus terbatas fetch (fetch limited) dan terbatas
waktu (duration limited). Pada kondisi terbatas fetch, angin berhembus secara
konstan dan tersedia cukup waktu bagi gelombang untuk terbentuk penuh
sepanjang fetch. Untuk kondisi terbatas waktu, tinggi gelombang dibatasi oleh
lamanya waktu angin bertiup sehingga disebut juga kondisi gelombang penuh
(fully developed wave condition).
Gelombang yang digunakan dalam perencanaan platform lepas pantai adalah
gelombang untuk kondisi ekstrim dan operasional (normal). Kondisi gelombang
ekstrim adalah kondisi yang terjadi cukup jarang sepanjang usia layan struktur
sedangkan kondisi operasional adalah kondisi yang diharapkan terjadi sepanjang
usia layan struktur. Untuk kondisi ekstrim yang diambil adalah gelombang dengan
periode ulang 100 tahun sedangkan kondisi operasional adalah gelombang dengan
periode ulang 1 tahun.
Tinggi gelombang signifikan maksimum hasil peramalan akan ditentukan fungsi
distribusi probilitasnya dengan membandingkan terhadap beberapa fungsi
distribusi. Fungsi distribusi yang paling mendekati sebaran tinggi gelombang
kemudian akan digunakan dalam analisa reliabilitas untuk mendekati faktor beban
dari aspek probabilitas dan reliabilitasnya.
VV..33..33 Ketidak-pastian Model Beban Lingkungan
Sebuah model ketidak-pastian beban lingkungan telah dibuat untuk
memperhitungkan pengaruh dari ketidak-pastian tersebut. Asumsi dasar dari
model adalah bahwa komponen gaya yang berasal dari beban hidrodinamis
86
diasumsikan proporsional terhadap gaya geser dasar (base shear) dari struktur.
Model berdasarkan pada persamaan Morison dan dinyatakan dalam bentuk tinggi
gelombang, kecepatan arus, kedalaman perairan, koefisien seret dan koefisien
gaya inersia, dan beberapa parameter empiris regional yang spesifik. Model
statistik dari tinggi gelombang maksimum dan kecepatan arus dapat digabungkan
dan ketidak-pastian dari komponen gaya dapat diperhitungkan.
Model dasar dari pembebanan hidrodinamis adalah sebagai berikut (R.C. Turner
et al, 1994)
sm
rK
cdmdT HCKUgdKHCKFFF 231
4
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⋅+=+= (V.23)
Dimana
dF , mF adalah kontribusi seret (drag) dan inersia terhadap gaya
hidrodinamis
H adalah tinggi gelombang maksimum
cU adalah kecepatan arus pada kedalaman rata-rata
dC , mC adalah koefisien gaya seret struktur dan inersia
d adalah kedalaman perairan
g adalah percepatan gravitasi
4321 ,,, KKKK adalah parameter empiris regional
sr, adalah tergantung dari kinematik gelombang
Eksponen r dan s untuk gaya gelombang pada tiang vertikal dengan seret
dominan dan inersia dominan adalah sekitar 2.0 dan 1.0. Walaupun demikian,
untuk struktur jacket, r dapat melebihi 2.0 ketika orientasi elemen dan jaraknya
diperhitungkan. Koefisien 1K sampai dengan 4K adalah konstanta untuk
platform tertentu dan merupakan fungsi dari geometri platform dan kondisi
lingkungannya. Parameter tersebut diturunkan untuk wilayah tertentu dari
hubungan fungsi gaya geser dasar untuk beberapa representasi struktur terhadap
jenis geometri, kedalaman perairan dan tinggi gelombang.
87
Ersdal (2005) telah melakukan penelitian untuk menentukan hubungan yang
sederhana antara gaya total yang bekerja pada struktur dengan tinggi gelombang
dan arus yang ada. Gaya gelombang horisontal secara sederhana dapat
diformulasikan secara sederhana sebagai berikut (Heideman 1980)
( ) 321
CuCHCF ⋅+⋅= (V.24)
Dimana
H adalah tinggi gelombang
u adalah kecepatan arus
321 ,, CCC adalah parameter yang harus ditentukan agar sesuai dengan
beban yang dihitung
Formula dari Heideman (1980) diatas adalah bentuk lain yang lebih sederhana
dari formula yang diberikan oleh R.C. Turner (1994). Ersdal melakukan penelitian
dengan terhadap beberapa jenis Jacket di Laut Utara untuk menentukan parameter
dari 321 ,, CCC . Gaya geses dasar (base shear) dihubungkan dengan tinggi
gelombang dan arus yang berkaitan. Dengan curve fitting maka didapat bahwa
nilai yang paling sesuai dengan 3C adalah 2.2. 2C nilainya cenderung bervariasi
antara 3 sampai 3.5. Sedangkan 1C tergantung dari luas beban pada jacket.
Sebagai indikasi, luas beban dapat diperoleh dengan membagi berat jacket sub-
struktur dengan panjangnya. Sehingga faktor 1C dapat diperoleh dari
hubungannya dengan rasio berat dan panjang jacket.
V.4 Metoda Reliabilitas
VV..44..11 Pendahuluan
Komite gabungan yang menangani bidang keamanan struktur (Joint Committee on
Structural Safety, JCSS) mengklasifikasikan analisis reliabilitas dan pemeriksaan
keamanan struktur menjadi 3 kelompok. Ketiga kelompok tersebut dikenal dengan
istilah metoda analisis reliabilitas Level 1, Level 2, dan Level 3.
88
Adapun definisi singkat dari tiap-tiap metoda tersebut secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Level 1
Metoda perencanaan yang memberikan tingkat reliabilitas tertentu pada level
elemen struktur melalui penggunaan faktor keamanan parsial terhadap
variabel-variabel dasar yang telah didefinisikan karakteristik nilainya.
2. Level 2
Metoda perencanaan yang telah memasukkan proses pemeriksaan keamanan
pada satu atau beberapa titik tertentu dalam kerangka suatu skenario
kegagalan elemen struktur melalui pendefinisian persamaan keadaan batas
pada ruang yang dibentuk oleh variabel-variabel dasarnya.
3. Level 3
Metoda perencanaan yang didasarkan pada analisis probabilistik “eksak”,
untuk keseluruhan sistem atau elemen struktur melalui pengaplikasian full
distributional approach dengan mengacu pada probabilitas kegagalan yang
mungkin dilatarbelakangi karena studi optimasi atau karena kriteria
pendekatan lain.
Metoda standard perencanaan yang ada sekarang dimana secara eksplisit telah
mengakomodasi berbagai skenario keadaan batas (biasanya dikenal dengan istilah
limit state design), merupakan salah satu contoh dari analisis reliabilitas Level 1.
Adapun yang disebut keadan batas/limit state di sini adalah suatu kriteria yang
mendefinisikan satu kondisi batas skenario kegagalan tertentu. Pada metoda Level
2, sejumlah idealisasi dan asumsi digunakan. Metoda Level 2 ini, dalam
analisisnya, hanya memerlukan parameter statistik berupa mean value dan
variance. Pada metoda advanced Level 2, dimungkinkan untuk dilakukan metoda
aproksimasi terhadap distribusi variabel acaknya. Lebih jauh lagi metoda Level 2
ini, hanyalah merupakan sebuah pendekatan jika dibandingkan dengan Level 3
yang menggunakan deskripsi menyeluruh dari joint probability sehingga metoda
Level 3 benar-benar bersifat probabilistik murni yang memberikan perkiraan
eksak dari hasil analisis reliabilitas.
89
Metoda reliabilitas Level 2, cenderung lebih berorientasi praktis dan relatif cukup
sesuai untuk keperluan perencanaan, termasuk di dalamnya mengkalibrasi
peraturan perencanaan dalam kerangka dasar analisis reliabilitas. Pada tulisan
selanjutnya dari bab ini hanya akan membahas mengenai metoda reliabilitas Level
2 dan advanced Level 2.
VV..44..22 Variabel Dasar dan Permukaan Batas Kegagalan (Failure Surface)
Permasalahan engineering seringkali melibatkan lebih dari satu variabel acak.
Lebih khusus lagi pada permasalahan structural engineering, parameter geometris
penampang, properties fisik material dan beban-beban yang harus diperhitungkan,
bukanlah suatu angka yang fixed melainkan memiliki nilai variasi tertentu yang
bersifat acak. Jika koefisien variasi dari suatu variabel acak cukup kecil, maka
fenomena keacakannya bisa diabaikan dan dianggap sebagai kasus deterministik.
Dalam permasalahan engineering, parameter yang akan diperhitungkan sebagai
variabel acak dimana pada awalnya dianggap sebagai kasus deterministik disebut
dengan istilah variabel dasar. Tinjau variabel dasar X1, X2,...,Xn dimana variabel-
variabel dasar ini membentuk suatu persamaan yang merepresentasikan satu
kondisi batas tertentu dari suatu struktur, sehingga persamaan tersebut menjadi
suatu fungsi dari variabel-variabel acak di atas. Selanjutnya fungsi tersebut dapat
direpresentasikan sebagai berikut,
( )n21 X,...,X,Xg (V.25)
Persamaan (5.22) ini disebut juga sebagai fungsi kegagalan (Failure Function).
Fungsi ini bisa dianggap sebagai safety margin, M, yang dapat ditulis sebagai
berikut,
SRM −= (V.26)
Dimana R merepresentasikan tahanan sedangkan S merepresentasikan aksi luar.
Apabila keduanya dinyatakan melalui variabel dasar di atas maka didapat hasil
sebagai berikut,
( )n21 X,...,X,XgM = (V.27)
Pada saat fungsi kegagalan ini dibuat bernilai nol,
90
( ) 0X,...,X,Xg n21 =
maka kondisi ini disebut sebagai permukaan kegagalan (failure surface/limit state
surface). Tingkat keamanan yang tinggi dapat dilakukan melalui penentuan nilai
yang kecil dari probabilitas pencapaian suatu kondisi batas kegagalan tertentu.
Magnitudo dari nilai tersebut sangat erat kaitannya dengan skenario konsekuensi
yang akan terjadi ketika kondisi batas kegagalan tersebut tercapai. Apabila ( )xfX
adalah fungsi massa probabilitas gabungan (Jointly Probability Density Function)
dari variabel dasar X1, X2,...,Xn, maka probabilitas kegagalan (probabilitas
mencapai kondisi batas) adalah sebagai berikut,`
( )dxxf...p0g Xf ∫∫∫ ∫<
= (V.28)
dimana,
( )n321 X,...,X,X,XX =
( )n321 x,...,x,x,xx =
( )n321 dx,...,dx,dx,dxdx =
Multiple integral di atas di evaluasi pada daerah g < 0.
Persamaan permukaan kegagalan membagi daerah perencanaan menjadi dua
bagian atau region yaitu :
1. Region aman
2. Region tidak aman
Untuk kasus dua variabel, maka fungsi kegagalannya adalah ( )21 X,Xg seperti
terlihat pada Gambar V.11 di bawah. Salah satu catatan yang perlu diperhatikan
adalah bahwa suatu permukaan kegagalan (failure surface) yang sama dapat
direpresentasikan oleh fungsi kegagalan ekivalen yang berbeda.
91
Aman
Gagal
( ) 0X,Xg 21 >
( ) 0X,Xg 21 <
( ) 0X,Xg 21 =
( )2x,1x μμ
x2
x1
Gambar V. 11 Konsep daerah perencanaan
(sumber : Perencanaan Inspeksi Jacket Offshore Plarform Berdasarkan Pendekatan Reliabilitas
Fatigue, Cecep H, 2006)
Probabilitas kegagalan memberikan dasar bagi proses pengkuantifikasian
reliabilitas struktur. Namun untuk keperluan itu semua parameter ketidaktentuan
dari seluruh variabel dasar beserta probabilitas gabungannya harus diketahui
terlebih dahulu. Hal tersebut sangat sulit untuk dilakukan pada tataran praktis di
lapangan yang sebagian besar dikarenakan ketidaktersediaannya dukungan data
yang ada. Permasalahan di atas bertambah rumit apabila fungsi kegagalan
mempunyai tingkat kenonlinieran yang tinggi. Fakta-fakta di atas akhirnya
mendorong berkembangnya metoda aproksimasi pada proses evaluasi reliabilitas
struktur seperti halnya metoda FOSM (First Order Second Moment) yang akan
diuraikan pada bagian selanjutnya.
VV..44..33 First Order Second Moment (FOSM)
Konsep Dasar
Pada metoda ini, variabel acak dikarakterisasikan melalui parameter momennya,
dalam hal ini parameter momen yang ditinjau adalah momen pertama atau nilai
rata-rata dan momen kedua atau varians. Pada proses pengevaluasian nilai rata-
rata dan varians dari suatu kondisi batas yang merupakan fungsi non-linier dari
92
variabel-variabel bebasnya digunakan metoda aproksimasi orde pertama. Hal
inilah yang menyebabkan metoda tersebut dikenal dengan nama metoda FOSM
(First Order Second Moment). Proses aproksimasi orde pertama pada analisis
reliabilitas dilakukan melalui linierisasi fungsi keadaan batas dengan
menggunakan ekspansi Deret Taylor.
Tinjau kasus fundamental dimana fungsi keadaan batasnya terdiri dari 2 variabel
dasar yaitu R dan S.
( )SRPpf <=
( ) SRS,RgM −== (V.29)
Persamaan permukaan kegagalannya (surface failure) adalah
0SR =− (V.30)
Cornell [17], pertama-tama mendefinisikan indeks kehandalan, β , sebagai
M
M
σμ
β = (V.31)
dimana Mμ dan Mσ adalah nilai rata-rata dan standard deviasi dari M. Terlihat
bahwa formula untuk menentukan β merupakan kebalikan dari formula untuk
menentukan coefficient of variation dari M. Ilustrasi mengenai konsep β
disajikan pada Gambar V.11 yang menunjukan PDF dari M untuk permasalahan
dua variabel dasar. Kondisi aman didefinisikan sebagai keadaan M > 0, sehingga
kondisi gagal didefinisikan sebagai keadaan M < 0. Indeks kehandalan dapat
diinterpretasikan sebagai jarak dari titik origin (M=0) terhadap nilai rata-rata, Mμ
dengan menggunakan satuan standard deviasi. Terlihat bahwa β merupakan
ukuran probabilitas dari kondisi M akan lebih besar dari nol.
Jika
0MM ≥βσ=μ (V.32)
Maka reliabilitas dalam terminologi indeks keamanan sekurang-kurangnya adalah
β .
93
Gambar V. 12 Konsep indeks reliabilitas/indeks kehandalan
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
Apabila variabel R dan S kedua-duanya mengikuti distribusi normal dan saling
independent maka,
SRM μ−μ=μ
2S
2RM σ+σ=σ
2S
2R
SR
M
M
σ−σ
μ−μ=
σμ
=β (V.33)
Apabila variabel R dan S kedua-duanya mengikuti distribusi log normal dan
saling independent maka alternatif formulasi kondisi batas adalah sebagai berikut:
1SR
<⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
0SRln <⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
persamaan permukaan batas kegagalan menjadi
0SRlnM =⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
dengan menggunakan pendekatan nilai varians kecil didapat,
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛μμ
≅⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛μμ
=μS
R
S
RM lnlnE
94
( )2S
2R
2M S
RlnVar σ+σ≅⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=σ
2S
2R
S
R
M
M
ln
σ−σ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛μμ
=σμ
=β (V.34)
Apabila safety margin merupakan fungsi linier dari variabel-variabel dasar dan
semua variabel dasar mengikuti distribusi normal, maka safety margin, M, juga
akan mengikuti distribusi normal.
Tinjau,
nn22110 Xb...XbXbbM ++++= (V.35)
∑=
μ+=μn
1iii0M bb (V.36)
ji
n
1i
n
1ijjij1
n
1i
2i
2i
2M bb2b σσρ+σ=σ ∑ ∑∑
= +== (V.37)
Dengan 0b dan ib adalah konstanta dan j1ρ adalah koefisien korelasi antara iX
dan jX . Sedangkan ii xμ=μ dan ii xσ=σ . Adapun hubungan antara probabilitas
kegagalan dan indeks kehandalan adalah sebagai berikut,
( )β−Φ=fp (V.38)
( )f1 p−Φ−=β (V.39)
untuk problem kombinasi linier dari variabel dasar yang terdistribusi normal,
maka nilai reliabilitas sebenarnya dapat ditentukan.
Apabila fungsi batas kegagalan, M, bukan merupakan kombinasi linier dari
variabel-variabelnya maka nilai aproksimasi Mμ dan Mσ , didapat dengan
menggunakan safety margin M, yang sudah dilinierisasi melalui ekspansi Deret
Taylor. Tinjau,
( )n21 X,...,X,XgM =
Dengan menggunakan ekspansi Deret Taylor pada titik
( )*n
*2
*1
* X...,X,XX =
95
( ) ( )*ii
n
1i X
*n
*2
*1 XX
xg,X,...,X,XgM
*
−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂
+= ∑=
( )∑
=+
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
∂∂
+n
1i
2*ii
Xi2
2
.....2XX
Xg
*
(V.40)
Recall,
*XiXg
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂ berarti bahwa
iXg
∂∂ di evaluasi pada titik *X
Dengan mempertahankan suku liniernya saja didapat hasil sebagai berikut
( ) ( )∑=
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
∂∂
+≅n
1i
*ii
Xi
*n
*2
*1 XX
XgX...,X,XgM
*
(V.41)
pada kasus digunakannya metoda nilai rata-rata dimana ekspansi Deret Taylor
dilakukan disekitar titik rata-rata maka i*iX μ= , sehingga
( )[ ] ( )n21M ,....,gxgE μμμ≅=μ (V.42)
dimana ( )[ ] 0XE ii =μ−
μ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
iXg berarti bahwa
iXg
∂∂ dievaluasi pada titik n11 x,....,x,x μμμ
Karena Var ( )[ ] 0,....,g n21 =μμμ , dan mengasumsikan iX tidak saling berkorelasi
maka,
( )[ ] ( )2i
2
2M x
gxgVar σ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
∂∂
≅=σ ∑μ
Catatan penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan prosedur linierisasi
fungsi batas kegagalan dilakukan di sekitar nilai rata-ratanya adalah bahwa nilai
indeks kehandalan, β , yang dihasilkan tidak invariant terhadap bentuk fungsi
batas kegagalan yang dipilih, akibatnya pada dua bentuk fungsi kegagalan
ekivalen yang berbeda untuk merepresentasikan problem yang sama akan
menghasilkan dua nilai β yang berbeda dan pada gilirannya menghasilkan dua
nilai Pf yang berbeda pula, kecuali untuk kasus fungsi batas kegagalan yang linier.
96
Permasalahan di atas dapat dihindari dengan melakukan proses linierisasi fungsi
batas kegagalan, ( )nXXXg ,...,, 21 , di suatu titik pada daerah permukaan
kegagalan (failure surface).
Tinjau kembali permasalahan fundamental untuk kasus dua variabel bebas, yaitu
SRM −=
Persamaan permukaan batas kegagalan untuk satu set realisasi nilai R dan S
adalah
srM −= (V.43)
Selanjutnya dengan mendefinisikan
( )R
RRZ
σμ−
=1 ( )
S
SSZ
σμ−
=2
Untuk satu set realisasi R dan S, maka
( )R
Rrz
σμ−
=1 ( )
S
Ssz
σμ−
=2 (V.44)
Sehingga safety margin dari persamaan (V.43) menjadi,
021 =−−+ SSRR zz μσμσ (V.45)
021 =−+− SRSR zz μμσσ
Ilustrasi dari persamaan di atas dapat dilihat pada Gambar V.13 yang disajikan
pada sistem koordinat ternormalisasi karena R dan S telah dinormalisasikan
terhadap nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata 1Z dan 2Z sama dengan nol dan nilai
varians-nya sama dengan satu. Garis OD adalah garis yang tegak lurus terhadap
permukaan batas kegagalan. Selanjutnya dapat dibuktikan dengan mudah bahwa
OD sama dengan β , sehingga β merupakan panjang terpendek terhadap
permukaan batas kegagalan diukur dari titik origin pada sistem koordinat
ternormalisasi.
97
Gambar V. 13 Permukaan batas kegagalan linear
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
Metoda Hasofer dan Lind
Tinjau fungsi batas kegagalan, ( )nXXXg ,...,, 21 , merupakan fungsi yang dibentuk
oleh kombinasi variabel-variabel bebas nXXX ,...,, 21 yang saling independent.
Variabel-variabel dasar tersebut kemudian dinormalisasikan melalui hubungan
sebagai berikut,
( )ni
XZ
i
iii ,...,2,1=
−=
σμ
(V.46)
dimana ii xμμ = dan ii xσσ = . Pada sistem koordinat z, persamaan permukaan
kegagalan adalah fungsi dari iz . Dengan mensubstitusikan persamaan (V.46) pada
fungsi batas kegagalan kemudian menyamakannya dengan nol, maka persamaan
permukaan batas kegagalan dapat dituliskan dalam sistem koordinat
ternormalisasi yaitu sistem koodinat z. Permukaan batas kegagalan ini membagi
daerah rencana menjadi dua katagori region yaitu region aman dan region gagal.
Karena proses penormalisasian maka,
0=izμ dan 0=izσ (V.47)
Perlu juga dicatat bahwa sistem koordinat z, mempunyai rotational symetry
berkenaan dengan standard deviasinya, serta titik asal O pada umumnya akan
berada pada region aman. Hasofer dan Lind mendefinisikan indeks kehandalan β
98
sebagai jarak terdekat dari titik asal O, terhadap permukaan batas kegagalan pada
sistem koordinat yang sudah ternormalisasi. Titik D pada Gambar V.14 disebut
sebagai titik rencana (design point) dan titik tersebut berada pada permukaan batas
kegagalan. Titik ini biasa juga disebut dengan istilah check point yang
merepresentasikan parameter keamanan struktur. Akhirnya β , dihubungkan
terhadap permukaan batas kegagalan (dan bukan terhadap fungsi batas
kegagalan). Ukuran keamanan yang diperoleh bersifat invariant terhadap fungsi
batas kegagalan, hal ini karena fungsi batas kegagalan ekivalen akan
menghasilkan permukaan batas kegagalan yang sama.
Gambar V. 14 Forrmulasi Safety Analysis pada koordinat ternormalisasi
(sumber : Reliability Analysis and Design of Structures, R. Ranganathan, 1990)
Terlihat bahwa indeks kehandalan MM σμβ /= yang didefinisikan oleh Cornell
akan bersesuaian dengan nilai yang diperoleh oleh Hasofer dan Lind, ketika
fungsi batas kegagalannya berbentuk fungsi linier sebagai kombinasi variabel-
variabel dasarnya. Sehingga berdasarkan metoda yang diusulkan Hasofer dan
Lind di atas dapat ditarik satu hubungan yang cukup penting, untuk fungsi batas
kegagalan linier serta variabel-variabel dasarnya terdistribusi secara normal, yaitu:
( ) ( )ββ −Φ=⇔Φ−= −ff PP1 (V.48)
99
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, diketahui bahwa β dengan definisi
MM σμ / untuk fungsi non linier dapat diperoleh dengan melakukan ekspansi
fungsi tersebut di sekitar design point D. Hal ini merupakan suatu metoda
aproksimasi terhadap permukaan batas kegagalan non linier melalui bidang
tangensialnya pada design point D seperti ditunjukkan pada Gambar V.14. Untuk
permukaan batas kegagalan non linier jarak terpendek dari titik asal (pada sistem
koordinat ternormalisasi) terhadap permukaan batas kegagalan bukanlah satu nilai
yang unik seperti halnya pada kasus permukaan batas kegagalan linier. Untuk
tujuan praktis dapat dilakukan metoda pendekatan terhadap nilai eksaknya. Titik
D yang berada pada permukaan batas kegagalan dengan jarak minimum pada titik
asal (dalam koordinat yang sudah ternormalisasi) adalah titik yang paling
mungkin sebagai titik batas kegagalan. Bidang tangensial terhadap design point D
dapat digunakan untuk mengaproksimasi nilai dari β .
Permasalahan penentuan nilai β ini akhirnya meruncing pada penentuan nilai
minimum panjang OD pada Gambar V.14
Tinjau,
( ) 0,...,, 21 =nzzzg (V.49)
sebagai sebuah permukaan batas kegagalan non linier pada sistem koordinat
ternormalisasi dan bahwa,
( ) 0...,, **2
*1
* === nzzzzD (V.50)
sebagai design point pada permukaan batas kegagalan, sehingga
( ) 0z* =g
Jarak dari satu titik pada ( )nzzz ,...,, 21= pada permukaan batas kegagalan
terhadap titik asal adalah 2/1
1
2r ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡= ∑
=
n
iiz (V.52)
( ) 2/1zz t= (V.53)
100
sehingga permasalahannya adalah meminimalkan “ r ” berkenaan dengan batasan
( ) 0z =g .
Dengan menggunakan metoda multiplier lagrange, permasalahan di atas dapat
diselesaikan. Diketahui fungsi lagrange, L adalah
( )z1grL λ+=
( ) ( )zzz 12/1 gt λ+= (V.54)
Supaya nilainya minimum
( )ni
zgz
zL
it
i
i
...,2,10zz
12/1 ==
∂∂
+=∂∂ λ (V.55)
( ) 0,...,, 211 ==∂∂
nzzzgLλ
(V.56)
Sehingga terdapat (n+1) persamaan. Dalam notasi matriks, n persamaan (V.55)
dapat ditulis dalam bentuk,
( )ni
zt
i ...,2,10Gzz 2/1 ==+ λ (V.57)
dengan,
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
∂∂
=nz
gzg
zg 1
2
1
1
1t ,...,,G (V.58)
Solusi untuk *z dan *λ diperoleh sebagai berikut
**
*z Grλ−= (V.59)
( ) 2/1***
−= GGtλ (V.60)
Dengan mengalikan persamaan (V.59) dengan tG * pada kedua sisinya didapat
bahwa,
( ) 2/1t**
*t*
GG
Gz-r = (V.61)
Nilai r pada persamaan (V.58) di atas adalah nilai r dengan panjang minimum
sehingga β=r dan *G adalah gradient vektor pada design point ( )**2
*1 ...,, nzzz .
Dalam bentuk skalar persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut,
101
2/1
1
2
*
1
1 *
1*
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
−=
∑
∑
=
=
n
i i
n
i ii
zg
zg
zβ (V.62)
( )*1 / izg ∂∂ berarti bahwa proses diferensiasi dievaluasi pada design
point ( )**2
*1 ...,, nzzz . Dengan menyamakan nilai minimum r sama dengan β pada
persamaan (V.59) dan dengan menggunakan persamaan (V.60), ekspresi design
point pada permukaan batas kegagalan menjadi,
( ) 2/1*
t*
**
GG
G-z
β= (V.63)
Dalam bentuk skalar, komponen *z menjadi
niz ii ,...,2,1** == βα (V.64)
dimana,
( )
( )2/1
1
2*1
*1*
/
/
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂
∂∂−=
∑=
n
ii
ii
zg
zgα (V.65)
adalah arah kosinus sepanjang sumbu iz .
Tinjau fungsi permukaan batas kegagalan ( )zg1 yang diekspansikan dengan Deret
Taylor di sekitar titik D.
( ) ( )⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
= ∑∑=
∞
=
n
i
kii
k
ik
zzzg
kzg
1
*
*
1
01 !
1 (V.66)
Dengan menggunakan aproksimasi linier dan menghilangkan bagian dengan
2≥k pada persamaan di atas, dapat diperoleh
( ) ( )∑=
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
=n
iii
i
zzzg
zg1
*
*
11 (V.67)
Dengan mengasumsikan variabel-variabelnya terlepas secara statistik maka nilai
ekspektasi dan standar deviasi dari fungsi ( )zg1 di atas adalah
102
( )[ ] ∑=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
=n
i ii z
gzzgE
1 *
1*1 (V.68)
( )
2/1
1
2
*
11 ⎥
⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
= ∑=
n
i izg z
gσ (V.69)
sehingga
( )[ ]( )
2/1
1
2
*
1
1 *
1*
1
1
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
==
∑
∑
=
=
n
i i
n
i ii
zg
zg
zgz
zgEσ
β (V.70)
Terlihat bahwa persamaan (V.62) dan (V.70) memberikan nilai yang sama.
Perbandingan yang diberikan oleh persamaan (V.70) adalah jarak dari bidang
tangensial pada permukaan batas kegagalan di design point
( ) 0...,, **2
*1
* === nzzzzD terhadap titik asal pada sistem koordinat yang sudah
ternormalisasi.
Problem untuk menemukan nilai minimum dari β=r , pada kasus permukaan
batas kegagalan non linier dapat dilakukan secara iteratif. Salah satu metoda yang
bisa digunakan adalah dengan cara menyelesaikan solusi n persamaan .
( )ni
Kzg i
i ,...,2,1/ *1 =∂∂−
=α
dan persamaan ke (n+1) berikut
( ) 0...,, **2
*11 =nzzzg
dimana,
( )2/1
1
2*1 / ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂= ∑
=
n
iizgK (V.71)
niz ii ,...,2,1** == βα
Selanjutnya dapat ditentukan arah kosinus yang menyebabkan nilai β minimum.
103
Pada bagian bawah disajikan salah satu contoh prosedur untuk menentukan indeks
kehandalan struktur. Adapun prosedur yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Tulisan persamaan keadaan batas, ( ) 0,...,, 21 =nxxxg sebagai fungsi dari
variabel-variabel dasarnya.
2. Normalisasikan variabel-variabel dasar yang ada dengan mengacu pada
persamaan (V.46)
3. Tuliskan persamaan permukaan batas kegagalan pada koordinat sistem
yang ternormalisasi ( ) 0,...,, 211 =nzzzg
Selanjutnya tuliskan ekspresi untuk nizg i ,...,2,1,/1 =∂∂
Pada design point berlaku βα iiz = . Dengan menggunakan hubungan
tersebut ekspresi ( )zg1 dapat dibuat sebagai fungsi dari β dan
iα sehingga dihasilkan ekspresi berikut
( )ng αααββ ...,,, 211=
4. Pilih satu nilai β dan nilai-nilai untuk nααα ...,, 21 dengan batasan
12 =∑ iα . Ketika memilih iα , ambil nilai positif untuk variabel yang
merepresentasikan beban dan nilai negatif untuk variabel yang
merepresentasikan tahanan.
5. Lakukan iterasi dan hitung nilai β yang baru dengan menggunakan
persamaan
( )ng αααββ ...,,, 211=
6. Hitung
( )2/1
1
2*1 / ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂= ∑
=
n
iizgK
7. Tentukan nilai iα yang baru dengan menggunakan persamaan
( )ni
Kzg i
i ,...,2,1/ *1 =∂∂−
=α
8. Dengan menggunakan nilai β dan iα yang baru lakukan iterasi
selanjutnya dengan mengulangi dari langkah ke lima.
104
9. Hentikan proses iterasi sampai nilai β konvergen dalam batas-batas
toleransi yang diperbolehkan.
Distribusi Non-Normal
Sampai sejauh ini proses evaluasi indeks kehandalan yang telah dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa semua variabel dasarnya berdistribusi normal.
Berdasarkan pembahasan bagian sebelumnya diketahui bahwa apabila persamaan
safety margin berbentuk linier dan semua variabel dasarnya berdistribusi normal
maka evaluasi indeks kehandalan dapat dilakukan secara eksak, apabila
persamaan safety margin-nya berbentuk non linier dan semua variabel dasarnya
nasih berdistribusi normal maka evaluasi indeks kehandalan dapat dilakukan
dengan metoda aproksimasi, dan ketika pendekatan linier melalui ekspansi deret
taylor orde pertama digunakan, prosedur tersebut dikenal dengan istilah FOSM
(First Order Second Moment).
Pada bagian ini masih dalam kerangka pengaplikasian metoda FOSM, akan
diuraikan mengenai langkah evaluasi indeks kehandalan ketika ada variabel
bebasnya yang tidak berdistribusi normal. Prinsip dasar yang digunakan untuk
evaluasi ini berdasarkan pada penggunaan distribusi normal ekivalen yang didapat
melalui proses transformasi variabel non-normal menjadi variabel normal pada
design point. Adapun prosedur mengenai pembentukan distribusi normal ekivalen
adalah sebagai berikut
Pada titik kegagalan atau design point, *ix
1. Probability density ordinate dari variabel non-normal asal, iX , dibuat
sama dengan probability density ordinate dari distribusi normal ekivalen , 'iX , sehingga
( ) ( )**' xfxxfx ii = (V.72)
2. Cumulative probability dari variabel non normal asal iX dibuat sama
dengan cumulative probability dari distribusi normal ekivalen, 'iX ,
sehingga
105
( ) ( )**' xFxxFx ii = (V.73)
Apabila ix'μ dan ix'σ merupakan unknown nilai rata-rata dan standar deviasi dari
'iX maka persamaan (V.73) menjadi
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −Φ=
i
iii x
xxxFx '
'**
σμ (V.74)
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas didapat
( )[ ] **1''iiiii xxFxxx +Φ−= −σμ (V.75)
Tinjau persamaan (V.69), karena variabel 'iX mengikuti distribusi normal maka,
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
i
ii
ii x
xxx
xfx '
'*
'* 1
σμ
φσ
(V.76)
Karena variabel 'iX mengikuti distribusi normal.
( )[ ]{ }
( )*
*1'
xfxxFx
xi
iii
−Φ=
φσ (V.77)
Nilai iFx dan ifx sebagai variabel yang diketahui, maka nilai ix'μ dan ix'σ
dapat diperoleh melalui persamaan (V.75) dan (V.77). Prosedur untuk
menentukan β untuk permukaan kegagalan yang mempunyai variabel dasar non-
normal dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut :
1. tulis persamaan kondisi batas dalam bentuk variabel dasar, misalnya
( ) 0,...,, 21 =nXXXg
2. normalisasikan variabel dasar dengan menggunakan persamaan (V.46)
untuk variabel normal iX , i
iii x
xXZ
σμ−
=
untuk variabel non-normal jX , j
jjj x
xXZ
σμ
′
′−=
dimana jxμ ′ dan jxσ ′ adalah nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi
yang belum diketahui dari ekivalen normal jX ′ dari non-normal jX pada
titik kegagalan
106
3. tulis persamaan kondisi batas dalam bentuk variabel ternormalisasi dan
nilai yang belum diketahui dari jxμ ′ dan jxσ ′
4. pilih nilai untuk nαααβ ,...,,, 21 seperti yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya dan nilai dari jxμ ′ dan jxσ ′ .
5. mulai iterasi. Hitung nilai baru dari nαααβ ,...,,, 21 seperti yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
6. untuk variabel non-normal (misalkan jX ), maka titik desainnya adalah
jjjj xxx σβαμ ′+′=*
7. pada titik desain *jx , tentukan nilai dari jxμ ′ dan jxσ ′ menggunakan
persamaan (V.75) dan (V.77)
8. kembali ke langkah ke-5 dan ulangi prosedur sampai β konvergen pada
nilai minimum.
VV..44..44 Model Kemungkinan Kegagalan Struktur
Untuk menentukan hubungan antara cadangan kekuatan (Reserve Strength Ratio)
dengan tingkat kemungkinan kegagalan tahunan, maka sebuah model probabilistik
harus disusun untuk menentukan reliabilitas struktur. Model probabilistik yang
akan digunakan telah direkomendasikan oleh Ersdal (2005) dengan menggunakan
beberapa paramater yang ditentukan oleh Ersdal (2005).
Tinggi Gelombang (H)
Distribusi dari tinggi gelombang maksimum yang terjadi pada perairan di lokasi
platform akan dibutuhkan untuk menentukan statistik gaya geser yang terjadi pada
struktur. Distribusi tersebut didapat dari survey metocean yang telah dilakukan,
sehingga dengan menghitung kecocokan sebaran data tinggi gelombang terhadap
beberapa jenis distribusi. Distribusi yang akan dilihat adalah untuk tinggi
gelombang maksimum tahunannya untuk mengetahui nilai rata-rata (mean, μ )
dan standar deviasi (σ ) dari tinggi gelombang maksimum tahunan yang terjadi.
107
Beban Gelombang (W)
Pada tesis ini akan digunakan beban gelombang sebagai beban lingkungan
dominan yang paling berpengaruh terhadap gaya geser yang terjadi pada struktur.
Ersadal (2005) telah menyatakan gaya geser dasar (base shear) yang diakibatkan
oleh gelombang (W) menggunakan persamaan (V.78) dengan tidak menyertakan
pengaruh arus sehingga diperoleh persamaan berikut 3
11CHCW α= (V.78)
Dimana 1α merupakan faktor yang memperhitungkan ketidak-pastian dalam
pemodelan beban, Haver (1995) merekomendasikan distribusi normal dengan
nilai rata-rata (mean) 1.0 dan standar deviasi 0.15. H adalah tinggi gelombang
dengan parameter distribusi yang sudah disebutkan di atas. 1C dan 3C merupakan
koefisien beban yang dipergunakan untuk mengkalibrasi beban yang dikenakan
pada struktur, seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Koefisien 1C adalah merupakan pengaruh dari bentuk struktur, atau lebih
tepatnya luasan beban yang diterima pada struktur. Indikasi dari luasan beban
yaitu diberikan dengan berat dari substruktur terhadap panjang jacket. Walaupun
hal ini tidak begitu tepat untuk jacket dengan ketebalan baja yang yang lebih besar
dari biasanya, tetapi masih bisa untuk sebuah indikator. Koefisien 1C terdapat
pada ruas beban struktur, maupun pada ruas ketahanan struktur. Karena hal
tersebut maka koefisien 1C akan saling meniadakan dan selanjutnya dapat
dihilangkan dalam perhitungan reliabilitas, atau dengan memberikan nilai 1C =
1.0. Ersdal (2005) merekomendasikan nilai untuk koefisien beban yaitu 1C
sebesar 1.0.
Sementara itu koefisien 3C merupakan fungsi empiris dari pengaruh tinggi
gelombang terhadap gaya geser dasar (base shear) yang dihasilkannya pada
struktur. Ersdal (2005) telah melakukan penelitian dengan meninjau 4 (empat)
buah jacket dengan beberapa jenis kaki dan tinggi (panjang) jacket yang
bervariasi. Dengan melakukan analisis pengaruh variasi tinggi gelombang
108
terhadap gaya geser dasar yang dihasilkan maka dapat dibuat suatu grafik
hubungan tinggi gelombang dengan gaya geser dasar yang dihasilkannya pada
struktur. Ersdal (2005) kemudian melakukan curve-fitting untuk mendapatkan
parameter yang diperlukan.Dan Ersdal (2005) merekomendasikan nilai koefisien
3C sebesar 2.2.
Ketahanan Struktur (R)
Ketahanan dimodelkan sebagai kapasitas ultimate dari struktur berdasarkan sistem
struktur tersebut. Kapasitas ultimate diasumsikan sama dengan beban (base shear)
desain ( )31001
CHC dikalikan dengan cadangan kekuatan (Reserve Strength Ratio,
RSR). Beban desain adalah gaya geser untuk gelombang dengan periode ulang
100 tahun, dan cadangan kekuatan (Reserve Strength Ratio, RSR) adalah rasio dari
beban ultimate pada saat struktur runtuh terhadap beban desain. ξ adalah faktor
yang memperhitungkan model ketidak-pastian dalam model ketahanan, menurut
Efthymiou et al (1996), ξ terdistribusi normal dengan nilai rata-rata (mean) 1.0
dan standar deviasi 0.1. 3
1001CHCRSRR ⋅⋅⋅= ξ (V.79)
Persamaan Kondisi Batas
Fungsi permukaan kegagalan adalah peristiwa dimana gaya geser dari gelombang
yang terjadi sama dengan gaya geser desain untuk beban 100 tahunan yang sudah
dikalikan dengan rasio cadangan kekuatannya. Yang berarti beban yang terjadi
sama dengan kapasitas ultimate dari struktur.
Fungsi kegagalan untuk keruntuhan ultimate dari struktur dapat dimodelkan
dengan persamaan berikut
g = Ketahanan – Beban (V.80)
WRg −= (V.81)
33111001
CC HCHCRSRg ⋅⋅−⋅⋅⋅= αξ (V.82)
109
Kemungkinan kegagalan adalah peluang dimana gaya geser yang ditimbulkan
oleh gelombang lebih besar dari gaya geser desain 100 tahunan yang sudah
dikalikan RSRnya. Atau kemungkinan kegagalan adalah peluang dimana fungsi
kegagalan g lebih kecil dari nol ( )0<g .
( )WRPp f <=
( )0<= gPp f (V.83)
Dengan parameter distribusi yang sudah ditentukan, maka reliabilitas struktur
dapat dihitung dengan menggunakan metode First Order Second Moment
(FOSM).
110
Bab V Analisa Reliabilitas ............................................................................... 68
V.1 Statistik dan Probabilitas....................................................................... 68
VV..11..11 Pendahuluan .................................................................................. 68
VV..11..22 Probability Density Function ........................................................ 68
VV..11..33 Cumulative Distribution Function (CDF) ..................................... 69
VV..11..44 Properties Statistik Measure of Location ...................................... 70
VV..11..55 Properties Statistik Measure of Spread ......................................... 71
VV..11..66 Momen Variabel Acak .................................................................. 72
VV..11..77 Model Distribusi Variabel Acak ................................................... 74
V.2 Distribusi dan Parameter Ketahanan..................................................... 77
VV..22..11 Pendahuluan .................................................................................. 77
VV..22..22 Statistik dari Propertis Baja........................................................... 77
VV..22..33 Ketidak-pastian Model Ketahanan Jacket..................................... 80
V.3 Distribusi dan Parameter Beban............................................................ 81
VV..33..11 Beban Gravitasi............................................................................. 81
VV..33..22 Beban Lingkungan ........................................................................ 83
VV..33..33 Ketidak-pastian Model Beban Lingkungan .................................. 85
V.4 Metoda Reliabilitas ............................................................................... 87
VV..44..11 Pendahuluan .................................................................................. 87
VV..44..22 Variabel Dasar dan Permukaan Batas Kegagalan (Failure Surface)
89
VV..44..33 First Order Second Moment (FOSM) ........................................... 91
VV..44..44 Model Kemungkinan Kegagalan Struktur .................................. 106
Gambar V. 1 Perhitungan PDF Riwayat waktu .................................................... 69
Gambar V. 2 Hubungan antara PDF dan CDF...................................................... 70
Gambar V. 3 PDF Normal Standar ....................................................................... 74
Gambar V. 4 PDF Log Normal ............................................................................. 75
Gambar V. 5 PDF Gumbel.................................................................................... 76
111
Gambar V. 6 Variasi dari kekuatan ultimate dengan satu kali pengecoran
sepanjang batang ................................................................................................... 78
Gambar V. 7 Distribusi frekuensi dari tegangan leleh suatu grade baja pada suatu
pabrik pengecoran baja ......................................................................................... 79
Gambar V. 8 Distribusi frekuensi tegangan leleh ................................................. 80
Gambar V. 9 Distribusi frekuensi modulus elastisitas .......................................... 80
Gambar V. 10 Jenis pembebanan geometri .......................................................... 82
Gambar V. 11 Konsep daerah perencanaan .......................................................... 91
Gambar V. 12 Konsep indeks reliabilitas/indeks kehandalan............................... 93
Gambar V. 13 Permukaan batas kegagalan linear ................................................ 97
Gambar V. 14 Forrmulasi Safety Analysis pada koordinat ternormalisasi............ 98