v. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id v... · berdasarkan laporan pemantauan kualitas air...

30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) 5.1.1 Kondisi Morfoedafik Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang secara morfeodafik merupakan bagian dari daerah cekungan alluvial yang luas dan berawa-rawa (Priyono 1994). Kedua danau dipisahkan oleh batangan Sungai Melintang yang memiliki kedalaman 2 m-2,5 m. Bagian hilir Danau Semayang bersambung dengan Sungai Pela yang memiliki kedalaman 9 m 10 m. Bendera putih (Gambar 5) berfungsi sebagai pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang yang ditanamkan pada bentangan Sungai Melintang, sedangkan mercusuar akan menyala pada malam hari yang sering dimanfaatkan untuk penunjuk jalan. Gambar 5 Sungai Melintang yang menjadi pemba- tas antara Danau Semayang dan Danau Melintang. Sungai Mahakam dan sekitarnya termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang telah mengalami pendangkalan (Gambar 6a & 6b). Pendangkalan terjadi akibat adanya sedimentasi sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas perairan. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit adalah salah satu penyebab terjadinya pendangkalan. Menurut Harnadi (2005) pada tahun 1999, 60 cm/tahun lumpur mengendap sepanjang Sungai Mahakam. Seiring dengan semakin rusaknya areal hutan di bagian hulu Sungai Mahakam lumpur yang mengendap juga semakin tebal. Tahun 2000 lumpur yang mengendap lebih dari 100 cm/tahun.

Upload: trankiet

Post on 08-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)

5.1.1 Kondisi Morfoedafik

Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang secara morfeodafik

merupakan bagian dari daerah cekungan alluvial yang luas dan berawa-rawa

(Priyono 1994). Kedua danau dipisahkan oleh batangan Sungai Melintang yang

memiliki kedalaman 2 m-2,5 m. Bagian hilir Danau Semayang bersambung

dengan Sungai Pela yang memiliki kedalaman 9 m –10 m. Bendera putih (Gambar

5) berfungsi sebagai pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang

yang ditanamkan pada bentangan Sungai Melintang, sedangkan mercusuar akan

menyala pada malam hari yang sering dimanfaatkan untuk penunjuk jalan.

Gambar 5 Sungai Melintang yang menjadi pemba-

tas antara Danau Semayang dan Danau

Melintang.

Sungai Mahakam dan sekitarnya termasuk Danau Semayang dan Danau

Melintang telah mengalami pendangkalan (Gambar 6a & 6b). Pendangkalan

terjadi akibat adanya sedimentasi sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas

perairan. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit

adalah salah satu penyebab terjadinya pendangkalan. Menurut Harnadi (2005)

pada tahun 1999, 60 cm/tahun lumpur mengendap sepanjang Sungai Mahakam.

Seiring dengan semakin rusaknya areal hutan di bagian hulu Sungai Mahakam

lumpur yang mengendap juga semakin tebal. Tahun 2000 lumpur yang

mengendap lebih dari 100 cm/tahun.

Gambar 6(a) Orang bisa berjalan di Danau Semayang yang telah mengalami

pendangkalan; (b) Permukaan Danau yang telah mengering.

Pengendapan lumpur menyebabkan terjadinya pendangkalan di sepanjang

Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang. Sebelum

tahun 2000 Sungai Mahakam memiliki kedalaman sekitar 10 m–38 m, namun saat

ini semakin dangkal (Harnadi 2005). Pendangkalan mempersempit ruang gerak

pesut mahakam, terutama saat kemarau. Salah satu penyebab terjadinya

pendangkalan adalah adanya penebangan hutan. Pada tahun 2007 luas hutan di

Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar 3.470.518,01 ha sedangkan pada

tahun 2008 luas hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar 2.620.791

ha.

Pendangkalan di danau menyebabkan berkurangnya produktivitas ikan, hal

ini dikarenakan semakin dangkal permukaan air maka akan semakin tinggi suhu

air tersebut, apalagi saat ini hutan di sepanjang Sungai Mahakam dan sekitar

danau telah mengalami kegundulan/menjadi terbuka. Suhu air tinggi

menyebabkan banyak ikan yang mati. Sumberdaya ikan berkurang menyebabkan

pakan pesut mahakam berkurang, hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif

terhadap pesut mahakam.

5.1.2 Kualitas Perairan

Pesut mahakam merupakan mamalia yang hidup di lingkungan perairan.

Salah satu habitat pesut mahakam adalah di sepanjang Sungai Mahakam dari

Muara Kaman hingga perairan Batubunbun (Muara Muntai) termasuk Sungai

Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang.

a b

Menurut Priyono (1994) konsentrasi pesut mahakam didukung oleh

kualitas habitat yang baik dan memenuhi kebutuhan hidup pesut mahakam,

terutama dari aspek kedalaman (5.0 m-18.5 m), kualitas air dan potensi sumber

makanan yang tinggi. Saat penelitian kondisi habitat sangat buruk terutama pada

aspek kedalaman (Tabel 5). Penelitian dilakukan pada saat level air sedang-rendah

sehingga pesut mahakam tidak terlihat pada lokasi penelitian (Danau Semayang

dan Danau Melintang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yayasan

Konservasi RASI (2008) yaitu pada saat level air sedang-rendah pesut mahakam

menyebar pada sungai utama (Sungai Mahakam) sehingga tidak dapat dijumpai

pada daerah-daerah danau.

Tabel 5 Kualitas air pada Sungai Pela, Danau Semayang, Danau Melintang, dan

Sungai Rebaq Rinding Dalam Sungai/

Danau

Kedala-

man

Rata-rata

(meter)

Warna pH Kecera

han

(cm)

Kekeru-

han

NTU

TDS

mg/l

TSS

mg/l

COD

mg/l

Pela 16,50 Tidak

berwarna

7 16 5,50 36 9 17,17

Sema-

Yang

1,15–2,00 Agak

kecoklatan

6 33 150,00 18 254 <4,09

Melin-

Tang

0,75-1,50 Agak

Kecoklatan

6,5 22 51,00 22 200 31,61

Rebaq

Rindi-

ng

Dalam

0,67 Agak

kehitam-

hitaman

5,5 19 - - - -

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kedalaman Sungai Rebaq Rinding,

Danau Semayang dan Danau Melintang tidak memenuhi kriteria habitat pesut

mahakam. Pesut mahakam tidak ditemukan di perairan Sungai Mahakam dan

sekitarnya pada perairan yang mempunyai kedalaman di bawah 2,5 meter dan

tertutup vegetasi air. Menurunnya kedalaman perairan disebabkan oleh adanya

proses sedimentasi. Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika

air didiamkan tidak terganggu selama waktu tertentu. Sedimen yang mengendap

di dasar sungai dan danau dapat mengurangi populasi ikan dan hewan-hewan air

lainnya karena telur-telur ikan dan sumber-sumber makanan mungkin terendam di

dalam sedimen.

Berdasarkan hasil penelitian Sumardi di perairan Sungai Kedawang

Kalimantan Barat (1998) pesut mahakam hidup pada pH 6,9. Pada saat penelitian

Sungai Pela yang terhubung langsung dengan Sungai Mahakam memiliki pH 7,

dan pada daerah ini masih terlihat pesut mahakam yang hilir mudik. Air di Danau

Semayang dan Danau Melintang berwarna agak kecoklatan dengan pH 6 untuk

Danau Semayang dan 6,5 untuk Danau Melintang, pada kedua danau ini tidak

ditemukan pesut mahakam.

Semakin tinggi TSS/padatan tersuspensi maka akan semakin tinggi pula

tingkat kekeruhan air, tingginya kekeruhan akan menyebabkan menurunnya

tingkat kecerahan air. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya

ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis, hal

ini akan berdampak pada ikan, karena salah satu makanan ikan adalah tumbuhan

yang hidup di dalam air (Fardiaz 1992).

Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan

perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya

kurang dari 20 mg/l (Warlina 2004). Danau Melintang memiliki nilai COD yang

cukup tinggi yaitu sebesar 31,61 mg/l. Kondisi kualitas perairan Sungai Mahakam

dari tahun ke tahun mengalami penurunan (Tabel 6), hal ini diduga karena makin

banyaknya usaha penambangan dan HPH yang berada di sepanjang Sungai

Mahakam. Berdasarkan laporan pemantauan kualitas air Sungai Mahakam hasil

kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedalda Provinsi Kalimantan

Timur tahun 2004 bahwa status mutu air menunjukkan Sungai Mahakam dalam

keadaan tercemar berat (Harnadi 2005).

Tabel 6 Kualitas air Sungai Mahakam dalam pemantauan tahun 1999, 2000, dan

2005

No Parameter Satuan Hasil pemantauan

1999 2000 2005

1 pH - 5,31 – 7,20 5,80 – 7,70 5,87 – 7,00

2 TDS mg/l 19,0 – 59,70 24,00 – 39,00 16,00 – 29,80

3 TSS mg/l 8,00 – 197,00 23,00 – 532,00 40,00 – 241,80

4 COD mg/l 7,90 – 109,90 16,00 – 36,00 1,80 – 60,00

5 DO mg/l 1,70 – 5,50 2,40 – 6,40 5,18– 5,60

6 BOD mg/l 0,60 - 13,10 1,00 – 4,00 1,50 – 3,80

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Timur 2005

Tambang batubara, perubahan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan

banyak lagi penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

perairan Sungai Mahakam. Merkuri dan sianida telah mencemari sungai akibat

bocornya tanggul penahan limbah dari kegiatan penambangan emas berskala besar

dan kecil di hulu sungai. Batubara yang seringkali jatuh tanpa sengaja ke sungai

dan air limbah pencuciannya yang masuk ke anak-anak sungai besar dan danau-

danau saat air pasang, menyebabkan perubahan warna kulit pesut mahakam (Kreb

dan Susanti 2008). Kondisi perairan Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang

dan Danau Melintang mengalami penurunan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas. Hal ini berdampak negatif terhadap kelestarian pesut mahakam.

5.1.3 Potensi Ikan sebagai Pakan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)

Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan daerah yang memiliki

potensi produktifitas ikan yang cukup tinggi. Danau ini merupakan sumberdaya

alam yang penting yaitu sebagai sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat

setempat. Danau Semayang dan Danau Melintang dipengaruhi oleh pasang surut

Sungai Mahakam. Kedua danau ini memiliki nilai ekonomi dari segi perikanan

Perkiraan produktifitas relatif ikan (hasil tangkapan per jarring insang per

hari) dilakukan dengan cara memasang jaring insang sepanjang 50 meter pada

tempat yang diduga banyak ikan (berdasarkan informasi nelayan). Jaring ikan

dipasang pada sore hari (15.30 WITA) di Danau Semayang dan Danau Melintang

pada jam yang sama dan diperiksa pada pagi hari pada jam yang sama pula (07.30

WITA). Hasil tangkapan yang diperoleh bermacam-macam jenis ikan (Tabel 7),

hasil tangkapan tersebut ada yang menjadi makanan yang disukai pesut mahakam

dan ada pula yang tidak dimakan oleh pesut mahakam.

Tabel 7 Perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Semayang dan Danau

Melintang

No Nama lokal Nama latin

Perkiraan produktifitas

relatif

(hasil tangkapan per kg per

hari)

Danau Semayang

1 Baong* Macrones planiceps 0,15

2 Kelebere Macrones nigriceps 0,20

3 Lepok Synanceia spp 0,05

4 Biawan* Helostoma temmincki 0,05

5 Kendia Thynnichthys thynoides 0,20

6 Lalang - 0,25

7 Bentilap - 0,10

8 Lempam Puntius schwanefeldi 0,40

9 Puyau - 0,20

10 Rukong - 0,20

Total 1,80

Danau Melintang

1 Baong* Macrones planiceps 0,20

2 Biawan* Helostoma temmincki 0,20

3 Kendia Thynnichthys thynoides 0,10

4 Tempe - 0,05

5 Bentilap - 0,10

6 Lempam Puntius schwanefeldi 0,60

7 Puyau - 0,50

8 Rukong - 0,50

Total 2,25 Keterangan: * pakan pesut mahakam

Pesut mahakam tergolong pemakan segala, mengambil makanan dari

dalam sungai maupun dasar sungai. Sekalipun pesut mahakam pemakan segala,

namun ikan bertulang adalah favoritnya. Pesut mahakam juga memakan

crustacean, chiphalopoda dan telur ikan. Kebutuhan makanan bagi seekor pesut

dewasa mencapai 10-19 kg/hari atau sekitar 10% dari berat tubuhnya (Fauzi

2008). Berdasarkan jenis ikan yang diperoleh, hanya dua jenis ikan yang

teridentifikasi sebagai pakan pesut mahakam yaitu ikan baong (Macrones

planiceps) dan biawan (Helostoma temmincki).

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa perkiraan produktifitas relatif ikan di

Danau Melintang lebih besar dibandingkan dengan Danau Semayang, namun jenis

ikan yang diperoleh di Danau Semayang lebih banyak dibanding jenis ikan pada

Danau Melintang. Perkiraan produktifitas relatif ikan pada Danau Melintang

sebesar 2,25 kg per hari sedangkan Danau Semayang 1,80 kg per hari.

Berdasarkan data Kabupaten Kutai Kartanegara dalam angka, pada tahun

2006 total produksi ikan perairan umum sebanyak 21.409,9 ton per tahun dan naik

pada tahun 2007 yaitu jumlah total produksinya sebesar 25.477,7 ton per tahun.

Salah satu kawasan penghasil ikan terbanyak adalah Danau Semayang dan Danau

Melintang, jika setiap tahunnya ikan yang diambil terus meningkat maka dapat

menyebabkan sumberdaya ikan akan habis. Habisnya sumberdaya ikan akan

menyebabkan menurunnya kelestarian pesut mahakam

5.1.4 Penangkapan Ikan

Pengamatan dilakukan pada tiga lokasi yaitu sepanjang Sungai Pela,

Danau Semayang dan Danau Melintang pada jalur arus air (batangan) karena

perahu motor hanya bisa melewati arus air tersebut (karena daerah yang lainnya

dangkal). Pada saat pengamatan dicatat jumlah nelayan yang sedang mencari ikan

dan jenis alat tangkap yang digunakan (Tabel 8). Alat tangkap yang digunakan

tergantung jenis ikan yang hendak ditangkap.

Tabel 8 Jumlah nelayan yang mencari ikan di Sungai Pela, Danau Semayang dan

Danau Melintang

No Sungai/danau Jumlah

nelayan

Jenis alat tangkap Luas kawasan

1 Sungai Pela 21 - Jala

- Rengge/jaring

insang

- Raba baong

- Hempang kasa

Panjang = 10 km

Lebar = 8-15 m

2 Danau Semayang 82 - Hancau

- Jaring

insang/rengge

- Raba baong

- Trowl

- Rimpa

- Hampang

pagongan

- 13. 000 ha

3 Danau Melintang 69 - Hancau

- Jaring

insang/rengge

- Raba baong

- Trowl

- Rimpa

- Hampang

pagongan

- 11. 000 ha

Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa banyak nelayan yang mencari ikan di

Danau Semayang dibanding Danau Melintang dan Sungai Pela. Jumlah nelayan

yang mencari ikan di Danau Semayang sebanyak 82 orang, 69 orang yang

mencari ikan di Danau Melintang dan 21 orang yang mencari ikan di Sungai Pela.

Banyaknya jumlah nelayan pada suatu kawasan tergantung luasan kawasan

tersebut. Danau Semayang lebih luas dibanding Danau Melintang dan Sungai

Pela. Alat tangkap yang digunakan berbeda antar sungai dan danau, di danau alat

tangkap ikan yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan sungai.

Terdapat 6 jenis alat tangkap ikan yang digunakan di danau yaitu hancau, jarring

insang, raba baong, trawl, rimpa dan hampang pagongan (Gambar 7a). Trawl,

rimpa, hampang pagongan dan hampang kasa termasuk alat tangkap yang dilarang

berdasarkan Perdes (Peraturan Desa No 3 tahun 2009) dan Peraturan Daerah

Kabupaten Kutai Kartanegara. Alat-alat ini dilarang karena menangkap ikan yang

masih kecil sehingga akan mengganggu generasi ikan.

Gambar 7(a) Hampang pagongan alat tangkap yang dilarang dalam Perdes,

(b) Nelayan penarik trawl ikan sedang beristirahat.

Banyaknya jumlah nelayan pada suatu lokasi diduga ada hubungannya

dengan ketersediaan sumberdaya ikan pada lokasi tersebut dan adanya larangan

mencari ikan pada lokasi tersebut ataupun adanya larangan menggunakan alat

tangkap ikan.

a b

Gambar 8(a) Raba baong yang terdapat di Danau Semayang dan (b) Hancau yang

terdapat di Danau Melintang.

Penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan menggunakan jarring

insang, setrum, trawl (khususnya di danau-danau) dan racun (dupon/lamet, deses,

akar buah gadong) dapat menyebabkan pesut mahakam mengeluarkan energi lebih

banyak untuk mencari makan karena jumlah ikan semakin berkurang. Penebangan

hutan di tepi sungai juga mengurangi sumberdaya ikan akibat peningkatan suhu

air, sedimentasi dan berkurangnya sisa-sisa tanaman (seperti daun dan buah)

sebagai sumber makanan bagi ikan. Ketertarikan pesut mahakam terhadap jarring

insang diduga karena berkurangnya jumlah ikan.

5.1.5 Lalu Lintas Perairan Muara Sungai Pela

Lalu lintas perairan diketahui dengan cara menghitung langsung frekuensi

lalu lintas transportasi perairan di Muara Sungai Pela yang dilaksanakan pada hari

libur dan hari kerja (Tabel 9) yang dimulai pada jam efektif yaitu pada pukul

04.00 WITA hingga pukul 20.00 WITA. Perhitungan lalu lintas dilakukan pada

siang hari selain disesuaikan dengan kebanyakan aktivitas manusia yang

dilakukan pada siang hari dan disesuaikan pula dengan aktivitas pesut mahakam.

Pesut mahakam lebih banyak beraktivitas pada siang hari dibandingkan pada

malam hari.

a b

Tabel 9 Frekuensi lalu lintas perairan muara Sungai Pela No Jenis alat transportasi Jumlah frekuensi per jam

Hari Biasa

1. Ces/perahu motor 49,75 ≈ 50

2. Kapal 1,125 ≈ 2

3. Ponton batubara 0,313 ≈ 1

4. Speedboat 0,125 ≈ 1

Total 54

Hari Libur

1. Ces/perahu motor 51,813 ≈ 52

2. Kapal 1,187 ≈ 2

3. Ponton batubara 0,375 ≈ 1

Total 55

Perairan muara Sungai Pela terlihat lebih ramai pada hari libur yaitu

sebanyak 55 lintasan kendaraan per jam, sedangkan pada hari biasa sebanyak 54

lintasan kendaraan per jam. Peningkatan ini terjadi diduga karena para wisatawan

lebih senang berpergian/berwisata pada hari libur, sehingga tidak mengganggu

waktu kerja mereka.

Perairan muara Sungai Pela pada pukul 05.41-09.00 WITA sangat ramai

dilewati berbagai jenis transportasi, namun yang dominan adalah perahu motor

(ces), ramainya lalu lintas perairan pada pagi hari diduga pada pukul tersebut para

nelayan pergi mencari ikan ke Danau Semayang dan Danau Melintang, alasan

lainnya yaitu berpergian menggunakan perahu motor dipagi hari bisa menikmati

sunrise dan matahari pun tidak terlalu terik. Selain nelayan, yang melintasi Sungai

Pela adalah para wisatawan yang hendak berwisata ke Danau Semayang dan jalur

ini juga biasanya digunakan sebagai jalan pintas jika hendak ke Muara Muntai.

Pada pukul 15.00–17.00 WITA transportasi dari arah danau menuju ke

Sungai Mahakam mengalami peningkatan hal ini dikarenakan para nelayan pulang

dari mencari ikan.

Gambar 9(a) Ces/perahu motor yang sedang melintasi Sungai Pela, (b) kapal dan

ponton batubara sedang melintasi Sungai Mahakam.

Gambar 10 Muara Sungai Pela.

Lalu lintas di perairan Sungai Mahakam tergolong ramai, hal ini sangat

mengganggu kehidupan pesut mahakam, tidak sedik pesut mahakam yang mati

karena tertabrak kapal ataupun ces. Hasil monitoring Yayasan Konservasi RASI

antara tahun 1995 hingga 2000, rata-rata kematian pesut mahakam per tahun yang

diketahui adalah 5 (5,6) ekor, sedangkan antara tahun 2001 hingga 2007 rata-rata

kematian yang diketahui per tahun adalah 2 (2,4) ekor. Sebanyak 6% pesut

mahakam mati tertabrak kapal (Kreb dan Susanti 2008). Pada tanggal 1 November

2009 satu ekor pesut mahakam betina dengan panjang 224 cm mati karena

tertabrak ces di Muara Danau Semayang.

S. Pela

S.Mahakam

Mahakam

a b

Foto by : YK: RASI 2009 Foto by : YK: RASI 2009

Gambar 11 Pesut mati karena tertabrak ces (ketinting/perahu motor).

Kapal berkecepatan tinggi (40-200 pk) (rata-rata= 4,6 kapal/jam melewati

habitat pesut mahakam), yang menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih

lama mulai saat kapal berjarak 300 m–0 m dari posisi pesut mahakam. Selain itu,

banyaknya ces yang melaju dengan kecepatan tinggi di Sungai Pela juga

menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih lama. Setiap hari kapal penarik

ponton batubara melewati Sungai Kedang Pahu yang merupakan habitat utama

pesut mahakam (rata-rata = 8,4 kapal/hari). Selama musim kemarau, ukuran kapal

ini menyita lebih dari dua pertiga lebar sungai dan lebih dari setengah kedalaman

anak sungai. Pesut mahakam selalu mengubah arah berenang mereka (jika sedang

menuju ke hulu) saat bertemu kapal penarik ponton batubara (Kreb dan Rahadi

2004 dalam Kreb dan Susanti 2008).

Penyebab kematian lainnya dikarenakan polusi suara yang berasal dari

baling-baling kapal dan ponton batubara. Ukuran ponton batubara yang besar

menyebabkan kerusakan habitat, menimbulkan polusi suara, polusi bahan-bahan

kimia. Berkurangnya jumlah makanan pesut mahakam (sumber daya ikan) karena

teknik penangkapan ikan secara ilegal (menggunakan setrum, racun dan trawl).

Praktek budidaya ikan yang tidak berkelanjutan (beternak ikan yang memakan

ikan lain) juga merupakan penyebab lain kematian pesut mahakam. Hal ini akan

menyebabkan kelestarian pesut mahakam berkurang.

5.2 Perkembangan Populasi dan Penyebaran Pesut Mahakam (Orcaella

brevirostris)

Berdasarkan monitoring yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI pada

tahun 2001 jumlah pesut mahakam sebanyak 55 ekor, tahun 2005 terdapat 70 ekor

dan pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 89 ekor. Perbedaan yang terjadi

bukan disebabkan oleh peningkatan ukuran populasi tetapi oleh proses

pengambilan foto dan pengidentifikasian yang semakin baik, karena kamera

digital mulai digunakan pada survei tahun 2005 sehingga terjadi peningkatan pada

jumlah dan kualitas gambar yang diperoleh di lapangan. Jumlah pesut mahakam

yang dapat diidentifikasi jelas berpengaruh pada total ukuran populasi yang

diperkirakan. Selain itu, tingkat signifikan pada tahun 2005 dan 2007 lebih tepat

dan atau lebih kecil dibanding tingkat signifikan pada tahun 2001 (Kreb dan

Susanti 2008). Berdasarkan hasil monitoring BKSDA Kalimantan Timur, populasi

pesut telah menurun drastis dari tahun 1975 hingga tahun 2000 (Tabel 10).

Tabel 10 Populasi pesut (Orcaella brevirostris) dari tahun 1975- 2000 di Sungai

Mahakam

Tahun Populasi Penurunan Persentase

1975 1000 0 0,00

1980 800 200 21,05

1985 600 200 21,05

1990 400 200 21,05

1995 100 300 31,58

2000 50 50 5,26

Sumber: BKSDA Kaltim 2000

Dari data di atas dapat kita peroleh informasi bahwa setiap rentang tahun

terjadi penurunan yang sangat signifikan. Dari rentang waktu antara tahun 1975-

2000 penurunan pesut terjadi sangat besar yaitu 950 ekor. Dimana dari tahun

1975-1985 tiap terjadi pengurangan 200 ekor atau 21,05%. Pada tahun 1980-1985

terjadi penurunan 200 ekor atau 21,05%. Sama seperti rentang tahun sebelumnya,

pada rentang tahun 1985-1990 penurunan pesut mahakam sebanyak 200 ekor atau

21,05%. Sedangkan pada rentang tahun 1990-1995 penurunan pesut mahakam

yang sangat besar yaitu 300 ekor atau 31,58%. Tetapi pada rentang tahun 1995-

2000 penurunan pesut mahakam sedikit berkurang yaitu 50 ekor atau 5,26%.

Penurunan populasi pesut mahakam dikarenakan penurunan kuantitas dan

kualitas perairan, yang menyebabkan terjadinya penyempitan habitat pesut

mahakam. Perubahan kualitas air yang mengarah pada ekosistem rawa dengan

warna air coklat kehitaman akibat surutnya air selama musim kemarau sehingga

tidak ada input air baru yang dapat menetralisir perubahan tersebut. Perubahan

atau penyempitan habitat menyebabkan berkurangnya daerah penyebaran pesut

mahakam Pada tahun 1975 pesut mahakam tersebar di perairan Sungai Mahakam

sejauh 590 km2 (Tabel 11).

Tabel 11 Penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris) tahun 1975 – 2000

di Sungai Mahakam

Tahun Sebaran

(Km2)

Penurunan

(Km2) Persentase

1975 590 0 0,00

1980 460 130 13,68

1985 350 110 11,58

1990 250 100 10,53

1995 150 100 10,53

2000 110 40 4,21

Sumber: BKSDA 2000

Saat ini populasi pesut mahakam tersebar di sepanjang alur utama Sungai

Mahakam yang dimulai dari hilir Muara Kaman, hingga ke hulu Riam Udang di

dekat Long Bagun.

Gambar 12 Peta penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris).

Selain di alur utama Sungai Mahakam tersebut, sebaran pesut mahakam

juga meliputi anak-anak sungai dan danau-danau Mahakam. Anak-anak sungai

yang tercatat menjadi daerah sebaran pesut adalah Sungai Kedang Rantau, Sungai

Kedang Kepala, Sungai Belayan, Sungai Kedang Pahu, dan Sungai Ratah. Danau-

danau yang saat ini menjadi daerah persebaran pesut mahakam ialah Danau

Semayang dan Danau Melintang (Fawzi et.al 2008) Untuk Danau Jempang,

Yayasan Konservasi RASI (2005) memperkirakan bahwa sekarang tidak ada lagi

pesut mahakam yang hidup di perairan ini.

5.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)

Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang

terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan

tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Persepsi terhadap

perspektif kelestarian pesut mahakam dapat diketahui melalui teknik rentang

kriteria yang memiliki interval yang sama antar kategorinya namun kategori yang

satu dengan yang lainnya berkaitan, hal ini sering disebut dengan skala likert.

Persepsi terhadap perspektif kelestarian pesut diketahui melalui 10 variabel yang

dianalisis menggunakan rentang kriteria (Tabel 12)

Tabel 12 Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap perspektif

kelestarian pesut mahakam (Orcaella brevirostris)

No Persepsi Rentang kriteria

Skor Rata-

rata Kriteria

STS TS CS S SS

1 Jumlah populasi pesut

mahakam saat ini cukup baik.

22 76 138 56 - 292 2,43 TS

2 Kondisi perairan (pasang-surut

dan kejernihan air) sangat

mempengaruhi keberadaan

pesut mahakam.

- 58 165 92 65 380 3,17 CS

3 Menurunnya populasi pesut

mahakam karena aktivitas

manusia.

- 14 60 148 280 502 4,18 S

4 Menurunnya atau punahnya

pesut dapat memberikan

dampak negatif terhadap

kehidupan.

- 62 156 96 65 379 3,16 CS

5 Lestarinya pesut mahakam

dapat memberikan dampak

positif bagi lingkungan

(kehidupan nelayan).

- - 207 140 80 427 3,56 S

6 Pesut mahakam tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat dan

lingkungan.

- - 111 152 225 488 4,07 S

7 Pesut mahakam termasuk

satwa yang perlu dilindungi

(tidak diganggu).

- - 60 204 245 509 4,24 SS

8 Peraturan pemerintah sangat

berperan dalam usaha

pelestarian pesut mahakam.

- - 33 220 270 523 4,36 SS

9 Pesut mahakam perlu dijaga

kelestariannya.

- - 42 228 245 515 4,29 SS

10 Legenda pesut mahakam di

masyarakat dapat menunjang

kelestarian pesut mahakam.

- - 99 160 235 494 4,12 S

Keterangan: STS: Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

CS: Cukup Setuju

S : Setuju

SS: Sangat Setuju

Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa pernyataan atau persepsi pada

setiap variabel berbeda-beda, namun didominasi kriteria Setuju (S). Hal ini

menunjukkan bahwa masyarakat memberikan hal positif terhadap kelestarian

pesut mahakam. Berdasarkan variabel nomor 1 masyarakat Tidak Setuju (TS)

bahwa populasi pesut mahakam saat ini cukup baik jika dibandingkan dengan

populasi pesut mahakam pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menandakan

bahwa masyarakat mengetahui dengan baik bahwa telah terjadi penurunan jumlah

pesut mahakam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yayasan konservasi

RASI bahwa jumlah pesut mahakam setiap tahunnya mengalami penurunan

populasi rata-rata 5 ekor dan hasil analisis dari sebuah Population Viability

Analyisis (PVA) menyatakan bahwa populasi pesut mahakam dapat bertahan jika

dua hingga tiga individu dapat diselamatkan setiap tahunnya.

Masyarakat Setuju (S) bahwa penyebab menurunnya populasi pesut

mahakam karena aktivitas manusia. Berdasarkan hasil wawancara, mereka

menyebutkan bahwa salah satu aktivitas manusia tersebut adalah nelayan yang

menangkap ikan dengan cara menyetrum. Masyarakat juga Cukup Setuju (CS)

bahwa penyebab menurunnya populasi pesut mahakam dapat memberikan

dampak negatif terhadap kehidupan mereka, karena sebagian masyarakat

memanfaatkan pesut mahakam sebagai salah satu tanda bahwa pada lokasi

tersebut terdapat banyak ikan. Pernyataan ini juga didukung dengan pernyataan

Setuju (S) pada variabel 5 bahwa keberadaan pesut mahakam dapat memberikan

dampak positif bagi kehidupan nelayan walaupun secara tidak langsung.

Pernyataan Sangat Setuju (SS) masyarakat bahwa “Pesut mahakam perlu

dijaga kelestariannya” yang artinya masyarakat sangat menginginkan pesut

mahakam tetap ada. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 12 di

atas diketahui bahwa variabel persepsi “Peraturan pemerintah sangat berperan

dalam usaha pelestarian pesut mahakam” mempunyai nilai tertinggi dibandingkan

variabel yang lainnya. Skor yang diperoleh adalah 523 dengan rata-rata 4,36,

artinya responden menyadari bahwa campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan

agar pesut mahakam tetap lestari.

Persepsi terhadap kelestarian pesut mahakam ini merupakan bagian dari

persepsi terhadap lingkungan, sesuai respon terhadap kondisi pesut mahakam

setelah seseorang mengetahui kondisi pesut mahakam yang dimaksud. Penelitian

mengenai persepsi masyarakat terhadap pesut mahakam diperlukan dalam rangka

membangun kesadaran, sikap dan perilaku positif terhadap keberadaan pesut

mahakam. Persepsi merupakan landasan seseorang untuk bersikap dan

berperilaku.

5.4 Sikap Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)

Sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi

menyenangkan terhadap objek, orang, situasi dan mungkin aspek-aspek lain,

termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial (Hutabarat 2008). Sikap responden

terhadap kelestarian pesut mahakam diketahui dengan cara wawancara.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat, pesut mahakam sangat

bermanfaat bagi masyarakat khususnya nelayan. Kebanyakan masyarakat

memanfaatkan keberadaan pesut mahakam sebagai pertanda banyaknya ikan pada

daerah tersebut. Nelayan dan pesut mahakam mencari ikan pada tempat/lokasi

yang sama, sehingga tidak sedikit pesut mahakam yang mati akibat tersangkut

jaring insang milik nelayan. Menurut Yayasan Konservasi RASI (2008) 66%

pesut mahakam mati akibat terperangkap rengge/jaring dengan ukuran mata jaring

sekitar 10-17.5cm.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat,

masyarakat yang mengetahui pesut mahakam terjaring ataupun terdampar maka

dengan segera menolong atau melepaskannya, karena masyarakat merasa

memiliki/bertanggung jawab terhadap kelestarian pesut mahakam. Masyarakat

setuju jika diikutsertakan dalam pengelolaan pesut mahakam, hal ini menujukkan

rasa kepedulian masyarakat terhadap kelestarian pesut mahakam.

Sikap sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia, karena sikap

mampu mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan

termasuk lingkungan. Sikap sangat menentukan perilaku seseorang (Harihanto

2001). Masyarakat memperlakukan sungai masih buruk, hal ini terlihat dari

aktivitas masyarakat yang membuang sampah, mandi dan mencuci baju di sungai

serta kakus yang berada di sepanjang sungai.

Sampah atau buangan padat baik yang kasar maupun yang halus bila

dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan,

pengendapan ataupun pembentukan koloidal. Apabila sampah tersebut

menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-

kadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang

mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar

matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan

terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan

organisme dalam air juga terganggu. Terjadinya endapan di dasar perairan akan

sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena endapan akan

menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga

tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan

ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari. Pembentukan koloidal

terjadi bila sampah tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan

sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan

ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa

dan berkurangnya kadar oksigen dalam air.

Mandi dan mencuci baju di sungai menghasilkan bahan buangan berupa

sabun dan deterjen. Sabun dan deterjen di dalam air akan mengganggu lingkungan

karena larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu

kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat

akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11. Bahan antiseptik yang

ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan mikro

organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan. Ada sebagian bahan sabun atau

deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di

dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan merugikan lingkungan (Warlina 2004).

Amonia yang berasal dari limbah manusia yaitu urin yang dibuang ke

sungai akan bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrit dan nitrat yang

lebih stabil. Akibat pemanfaatan oksigen terlarut dalam air, maka terjadi

penurunan kadar oksigen terlarut tersebut. Pada proses penguraian bahan organik

ini memerlukan oksigen terlarut dan mikroorganisme. Oksigen terlarut tersebut

karena dimanfaatkan untuk menguraikan bahan organik, maka kadar oksigen

terlarut akan berkurang.

Limbah perusahaan kelapa sawit banyak ditemukan di sepanjang Sungai

Mahakam. Limbah tersebut berwarna kehitaman dan berbau tidak sedap. Limbah

ini berasal dari pestisida-pestisida perkebunan kelapa sawit.

Gambar 13 Limbah perusahaan kelapa sawit yang dibuang ke Sungai.

5.5 Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat

terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)

Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria/skala likert terhadap 4

karakteristik responden, ternyata hanya satu yang dominan mempengaruhi

persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam yaitu tingkat umur. Untuk

karakteristik responden pendidikan, jarak rumah terhadap Danau Semayang dan

Danau Melintang serta frekuensi seseorang melintasi Danau Semayang dan Danau

Melintang tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut

mahakam.

Umur dibagi kedalam 5 katagori, yaitu responden berumur ≤20 tahun,

umur 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan > 50 tahun (Gambar 14).

Menurut Nurohmah (2003) umur produktif untuk bekerja adalah pada kelompok

umur 16-50 tahun.

Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur.

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tingkat umur 31-40 tahun

merupakan tingkat umur yang memiliki persentasi paling banyak dibandingkan

dengan tingkat umur yang lainnya yaitu sebanyak 36 %. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa mayoritas nelayan berada pada umur produktif dan matang.

Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut

mahakam berdasarkan 5 tingkat umur (Tabel 13) diperoleh dengan merata-ratakan

skor dan rata-rata dengan cara membagi 10 (jumlah variabel persepsi pada

kuesioner).

Tabel 13 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat umur

No Umur Jumlah

responden

Total dari 10 katagori persepsi

Skor Rata-rata Kriteria

1 ≤20 8 23,1 2,88 CS

2 21 - 30 34 121,3 3,57 S

3 31 – 40 43 166,3 3,86 S

4 41 – 50 19 75,0 3,95 S

5 > 50 16 63,5 3,97 S

Tabel 13 menunjukkan semakin tinggi umur semakin tinggi pula nilai rata-

rata yang diberikan. Artinya semakin produktif dan matangnya umur maka akan

semakin menentukan positifnya persepsi dan sikap terhadap kelestarian pesut.

Pendidikan saat ini merupakan salah satu kebutuhan hidup yang cukup

mendasar karena pendidikan telah dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk

dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Berdasarkan hasil

7%

28%

36%

16%13%

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

≤ 20 21-30 31-40 41-50 > 50

Tingkat Umur

wawancara dan penyebaran kuesioner, responden terbagi kedalam 3 tingkat

pendidikan yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan

SMA (Sekolah Menengah Atas) serta katagori lainnya yang artinya responden

tidak pernah bersekolah (Gambar 15).

Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan formal.

Gambar di atas menunjukkan bahwa karakteristik responden pada tingkat

pendidikan SD yang telah mendominasi dengan jumlah 48 %. Berdasarkan data di

atas terlihat bahwa pendidikan di desa masih sangat rendah, hal ini dikarenakan

kurang kesadaran mengenai pentingnya pendidikan untuk anak bangsa.

Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut mahakam

berdasarkan 4 katagori tingkat pendidikan (Tabel 14).

Tabel 14 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat

pendidikan.

No Tingkat pendidikan Total dari 10 katagori persepsi

Skor Rata-rata Kriteria

1 Lain-lain 14,1 3,25 S

2 SD 205,7 3,61 S

3 SMP 168,2 3,91 S

4 SMA 62,9 3,93 S

Tingkat pendidikan formal seseorang berpengaruh pada pemilihan

kegiatan atau pekerjaan, ketertarikan pada suatu benda. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan dan

pengalamannya (Hutabarat 2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang

akan lebih mempunyai pengetahuan yang lebih banyak secara ilmiah dan

mempunyai kesempatan yang lebih besar juga untuk memperaktekkan ilmu-ilmu

yang telah dimilikinya ke dalam kehidupan seseorang tersebut.

48 %

36 %

13 %

3 %

0

10

20

30

40

50

60

70

SD SMP SMA lain-lain

Menurut Surata (1993) persepsi seseorang dibatasi oleh perbedaan tingkat

pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar pula

pengaruhnya pada persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam.

Namun, berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 14 menunjukkan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata tidak mempengaruhi persepsi

seseorang terhadap terhadap kelestarian pesut mahakam.

Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang

dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1 km-3 km, >3 km-5 km, >5 km-7 km, >7 km-

9 km, dan > 9 km.

Tabel 15 Jarak rumah responden ke Danau Semayang dan Danau Melintang Jarak rumah responden (km) Jumlah responden Keterangan

Ke Danau Semayang

1-3 30 Masyarakat Semayang

>3-5 30 Masyarakat Pela

>5-7 - -

>7-9 30 Masyarakat Melintang

>9 30 Masyarakat Rebaq Rinding

Ke Danau Melintang

1-3 30 Masyarakat Melintang

>3-5 - -

>5-7 30 Masyarakat Rebaq Rinding

>7-9 30 Mayarakat Semayang

>9 30 Masyarakat Pela

Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang

berbeda-beda. Jarak rumah/tempat tinggal masyarakat Semayang lebih dekat

terhadap Danau Semyang daripada ke Danau Melintang begitu pula masyarakat

Melintang tempat tinggal mereka lebih dekat terhadap Danau Melintang daripada

Danau Semayang. Jarak terjauh terhadap Danau Melintang adalah masyarakat

Desa Pela dan jarak terjauh terhadap Danau Semayang adalah masyarakat Desa

Rebaq Rinding Dalam.

Tabel 16 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan jarak rumah

responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang

No

Jarak rumah

responden

terhadap

Jumlah

Responden

Total dari 10 katagori persepsi

Skor Rata-rata Kriteria

D. Semayang

1 1-3 30 112,7 3,76 S

2 >3-5 30 116,3 3,87 S

3 >5-7 - - - -

4 >7-9 30 109,6 3,65 S

5 >9 30 112,3 3,74 S

No

Jarak rumah

responden

terhadap

Jumlah

Responden

Total dari 10 katagori persepsi

Skor Rata-rata Kriteria

D. Melintang

1 1-3 30 109,6 3,65 S

2 >3-5 -

3 >5-7 30 112,3 3,74 S

4 >7-9 30 112,7 3,76 S

5 >9 30 116,3 3,87 S

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, jarak rumah dengan

Danau Semayang dan Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi dan sikap

seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Berdasarkan analisis rentang

kriteria di atas diperoleh nilai rata-rata jarak rumah > 9 km memiliki nilai rata-rata

lebih besar daripada jarak rumah 1-3 km, dengan nilai masing-masing 3,87 dan

3,65. Desa Melintang berdekatan dengan Danau Melintang (Gambar 16), Desa

Semayang berdekatan dengan Danau Semayang.

Gambar 16 Rumah atau perkampungan yang berdekatan dengan Danau

Melintang.

Karakteristik responden melalui frekuensi melintasi Danau Semayang dan

Danau Melintang dibagi kedalam 4 kelompok yaitu setiap hari, setiap minggu,

sebulan 2 kali, dan setiap bulan. Frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau

Melintang setiap orangnya berbeda-beda, tergantung jarak rumah terhadap lokasi

pemasangan alat tangkap ikan.

Gambar 17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi melintasi

DanauSemayang dan Danau Melintang.

Gambar di atas menunjukkan bahwa sebanyak 59 % responden atau

masyarakat melintasi Danau Semayang, dan 53 % responden melewati Danau

Melintang.

Tabel 17 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan frekuensi

melintasi Danau Semayang dan Melintang

No Frekuensi

melintasi

Jumlah

Responden

Total dari 10 katagori persepsi

Skor Rata-rata Kriteria

D. Semayang

1 Setiap hari 71 271,1 3,82 S

2 Setiap minggu 27 88,5 3,28 CS

3 Sebulan 2 kali 11 45,0 4,04 S

4 Setiap bulan 11 39,6 3,60 S

D. Melintang

1 Setiap hari 64 237,2 3,71 S

2 Setiap minggu 26 99,7 3,83 S

3 Sebulan 2 kali 19 77,3 4,07 S

4 Setiap bulan 11 37,3 3,40 CS

Tabel di atas menunjukkan bahwa tingginya frekuensi seseorang

mendatangi atau melintasi Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi

terhadap pesut mahakam, yang dibuktikan dengan nilai rata-rata untik “sebulan 2

kali” lebih besar daripada “setiap hari”. Berdasarkan hasil wawancara, responden

melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang dengan tujuan untuk mencari

ikan. Para nelayan memasang alat tangkap ikan di dalam kawasan ini. Danau

Semayang dan Danau Melintang memilki potensi produktivitas ikan yang cukup

bagus yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Berdasarkan tabel 17 di atas, diduga frekuensi responden melintasi Danau

Semayang dan Danau Melintang dapat berpengaruh terhadap keberadaan pesut

mahakam secara tidak langsung. Pesut mahakam menyukai daerah atau kawasan

59 %

23 %

9 % 9 %

0

20

40

60

80

setiap hari

setiap minggu

sebulan 2 kali

setiap bulan

53 %

22 %16 %

9 %

010203040506070

Setiap hari

Setiap minggu

Sebulan 2 kali

Setiap bulan

perairan yang tenang, baik kawasan yang memiliki sedikit ombak dan kawasan

yang tidak ramai dari suara mesin kendaraan (perahu motor, kapal dan lainnya),

karena pesut mahakam memiliki pendengaran yang tajam. Jika pesut mahakam

mendengar sesuatu yang bisa memekakkan telinga maka pesut mahakam tersebut

akan segara menghindar karena pesut mahakam menganggap hal itu adalah

ancaman terhadapnya. Sehingga semakin banyak orang yang melintasi Danau

Semayang dan Danau Melintang maka akan semakin banyak suara dan ombak

yang ditimbulkan.

Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa dari keempat

karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan, jarak rumah responden

terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang, dan frekuensi melintasi Danau

Semayang dan Danau Melintang) yang dapat mempengaruhi persepsi dan sikap

seseorang terhadap pesut mahakam adalah umur.

5.6 Hubungan antara Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Kondisi

Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris).

Persepsi dan sikap masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau

Melintang terhadap pesut mahakam baik/positif yang artinya masyarakat sangat

peduli terhadap keberadaan pesut mahakam karena keberadaan pesut mahakam

memberikan dampak positif terhadap kehidupan mereka terutama masyarakat

yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Masyarakat tidak menangkap pesut

mahakam untuk dikomersilkan ataupun dimakan, karena masyarakat

mempercayai bahwa pesut mahakam berasal dari manusia. Legenda/cerita rakyat

ternyata dapat membantu dalam mengkonservasi pesut mahakam.

Namun, ada beberapa sikap masyarakat yang berdampak buruk terhadap

habitat pesut mahakam yang secara otomatis juga akan berpengaruh pada

populasi/kelestarian pesut mahakam. Beberapa sikap masyarakat tersebut yaitu

masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari di sungai seperti mandi, mencuci

pakaian dan membuang sampah ke sungai, serta adanya kakus di sepanjang

sungai. Sikap ini akan menyebabkan semakin memburuknya kualitas perairan.

Sampah yang dibuang ke sungai akan menyebabkan terjadinya pencemaran dan

akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal,

sedangkan deterjen yang dibuang ke sungai akan menaikkan pH air tersebut. Hal

ini akan mengganggu kehidupan organisme yang hidup di dalam air salah satunya

ikan, jika populasi ikan menurun menyebabkan berkurangnya pakan pesut

mahakam.

Habitat merupakan kawasan yang mendukung dan menjamin segala

kebutuhan hidupnya seperti makan, air, garam mineral, udara bersih, tempat

berlindung, berkembangbiak maupun tempat untuk mengasuh anaknya (Alikodra

2002). Habitat pesut mahakam adalah di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya

termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang

Masyarakat yang mencari ikan dengan cara yang ilegal seperti racun,

setrum, trawl dan penangkapan ikan untuk pakan ikan keramba masih terlihat di

sepanjang Sungai Mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang. Sikap ini

berdampak pada menurunnya sumberdaya ikan sebagai pakan pesut mahakam.

Sungai dan danau dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi ternyata

berdampak buruk pula terhadap kenyamanan dalam kehidupan pesut mahakam.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya

perekonomian masyarakat, sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat

pun semakin canggih. Awalnya masyarakat hanya menggunkan perahu yang

didayung, namun saat ini hampir semua masyarakat sekitar danau memiliki ces.

Kecepatan ces yang cukup tinggi membuat pesut mahakam sulit untuk

menghindar, tidak sedikit pesut mahakam mati karena tertabrak baling-baling ces.

Suara mesin dan ombak yang ditimbulkan ces juga mengganggu gerak pesut

mahakam karena pesut mahakam lebih menyukai perairan yang tenang.

5.7 Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau

Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang

berdasarkan Persepsi dan Sikap Masyarakat

Berdasarkan analisis rentang kriteria yang dilakukan terhadap persepsi

masyarakat mengenai kelestarian pesut mahakam maka dapat disimpulkan bahwa

keberadaan pesut mahakam akan tetap lestari. Namun ada beberapa sikap

masyarakat yang tidak sejalan dengan persepsi, sikap ini merupakan suatu

kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun, seperti mandi, mencuci

pakaian dan membuang sampah di sungai. Kebiasaan ini akan berpengarh

langsung pada perairan sebagai habitat pesut mahakam. Mandi, mencuci pakaian

dan membuang sampah akan menyebabkan pencemaran, yang menyebabkan

buruknya kualitas perairan, jika hal ini terjadi terus menerus akan mengancam

kelestarian pesut mahakam.

5.8 Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau

Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang

berdasarkan Kondisi Habitat

Menurut masyarakat sekitar beberapa tahun terakhir mereka telah jarang

melihat pesut mahakam masuk ke dalam Danau Semayang dan Danau Melintang.

Pada tahun 1990-an mereka masih melihat pesut mahakam bermain-main di

sungai sekitar pemukiman mereka. Menurut masyarakat setempat, mereka terakhir

kali melihat pesut mahakam masuk ke dalam kawasan Danau Semayang dan

Danau Melintang yaitu pada saat level air tinggi sekitar bulan Mei 2009, itu pun

hanya beberapa ekor saja. Pada saat penelitian pesut mahakam masih dapat

dijumpai pada perairan/muara Sungai Pela, namun tidak ditemukan pada Danau

Semayang dan Danau Melintang, hal ini diduga kondisi kedua danau tersebut

yang relatif dangkal, kedalamannya hanya 0,75 m–2 m. Ukuran tubuh pesut

mahakam yang besar dengan kondisi kedalaman air seperti ini tidak

memungkinkan pesut mahakam untuk tetap hidup di Danau Semayang dan Danau

Melintang. Pesut mahakam menyukai perairan yang memilki kedalaman lebih dari

2,5 m.

Sungai Mahakam dan sekitarnya setiap tahunnya mengalami pengendapan

lumpur sebanyak 100 cm, hal ini sedikit banyak berdampak pula pada kawasan

Danau Semayang dan Danau Melintang. Jika dilihat dari besarnya pengendapan

lumpur diduga dalam waktu beberapa tahun lagi kedua danau ini akan kering.

Apabila kedua danau ini kering maka pesut mahakam sudah pasti tidak bisa

ditemukan pada kedua danau tersebut.

Ancaman masa mendatang disamping kematian dan degradasi habitat yang

terus berlangsung (penebangan hutan serta polusi suara dan bahan kimia), adalah

penurunan sumber makanan akibat teknik penangkapan ikan ilegal (terutama

setrum, penangkapan ikan untuk pakan ikan keramba, dan kegiatan trawling). Jika

hal ini terus terjadi keberadaan pesut mahakam akan hilang/pindah ke tempat lain

bahkan bisa saja pesut mahakam tersebut punah jika sudah tidak ada lagi habitat

yang cocok.

5.9 Upaya-Upaya yang Diperlukan untuk Kelestarian Pesut Mahakam

(Orcaella brevirostris)

Pesut mahakam merupakan mamalia air tawar langka yang dilindungi oleh

pemerintah, namun saat ini statusnya telah hampir punah. Dalam setahun tidak

kurang dari 5 ekor pesut mahakam telah ditemukan mati oleh masyarakat. Salah

satu penyebabnya adalah habitat pesut mahakam yang telah terdegradasi.

Saat ini upaya pemerintah dalam pelestarian pesut mahakam yaitu

menetapkan kawasan Muara Kaman-Sedulang sebagai kawasan Cagar Alam (CA)

yang bertujuan melindungi perairan tawar yang merupakan habitat alami

khususnya pesut mahakam dan reservat bagi jenis-jenis ikan air tawar serta jenis-

jenis flora dan fauna lain yang ada di dalamnya. Namun sampai saat ini tidak ada

Rencana Kerja Lima Tahun (RKL) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Selain

CA Muara Kaman-Sedulang, perairan Muara Pahu di Kabupaten Kutai Barat telah

ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam, sampai saat

ini sosialisasi penetapan kawasan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut

mahakam telah disosialisasikan keberbagai pihak termasuk masyarakat.

Kawasan pelestarian di atas merupakan hanya sebagian dari habitat pesut

mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang juga merupakan habitat utama

pesut mahakam sebagai tempat mencari makan. Agar pesut mahakam yang

merupakan simbol/lambang Provinsi Kalimantan Timur tidak menjadi

legenda/cerita rakyat belaka di kedua danua ini maka diperlukan upaya-upaya

agar pesut mahakam tetap ada/lestari. Upaya-upaya tersebut yaitu dengan cara

mengelola habitatnya yang sekarang ini telah rusak, melakukan penangkaran dan

merubah sikap atau kebiasaan buruk masyarakat.

Mengelola habitat dengan cara menambah kawasan pelestarian pesut

mahakam yang sudah ada, dengan menetapkan Danau Semayang dan Danau

Melintang sebagai kawasan pelestarian alam, yaitu menjadikan kawasan tersebut

sebagai kawasan Taman Wisata Alam (TWA) dengan menimbang bahwa kawasan

Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini telah menjadi tempat wisata. Pada

kedua danau ini wisatawan dapat menikmati pemandangan hamparan air sungai

yang tenang dan juga kicauan burung. Keindahan alam ini mencapai puncaknya

pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Seolah- olah matahari terbit dan

tenggelam di tengah rimba Pulau Kalimantan.

Selain dapat melestarikan pesut mahakam kedua danau ini juga bisa

menjadi sumber pendapatan daerah. Agar pesut mahakam masih dapat terlihat di

Danau Semayang dan Danau Melintang pada level air sedang-rendah maka

sebaiknya dilakukan pengerukan agar tingkat kedalaman memenuhi kriteria

habitat pesut mahakam.

Mengingat kedua danau ini merupakan salah satu jalur lalu lintas

Kotabangun-Muara Muntai yang saat ini ramai, maka diperlukan alternatif jalur

lalu lintas. Peningkatan jaringan infrastruktur di darat untuk mengurangi

penggunaan sungai dalam kehidupan sehari-hari. Ramainya lalu lintas perairan

mengganggu pergerakan pesut mahakam. Pembuatan alternatif jalur lalu lintas ini

bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak salah satunya dinas

jalan dan perhubungan.

Kebutuhan makanan seekor pesut mahakam dewasa cukup besar yaitu

10% dari berat tubuhnya, agar kebutuhan pesut mahakam terus terpenuhi maka

perlu penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran mengenai pemakaian

alat tangkap ikan pada Perdes disetiap desa. Nelayan dilarang menangkap ikan

dengan cara yang illegal (racun, setrum, trowl dan lainnya seperti tercantum pada

Perdes No.3 tahun 2009), karena selain menguras habis ikan sebagai pakan pesut

mahakam, hal ini juga bisa menyebabkan kematian pada pesut mahakam yang

berada disana. Kematian pesut mahakam yang disebabkan tersangkut jaring

insang cukup besar yaitu sebanyak 66%, maka sebaiknya dibuat peraturan

mengenai lokasi pemasangan jarring insang. Jaring insang tidak dipasang pada

kawasan-kawasan yang menjadi habitat pesut mahakam. Mengganti sistem

budidaya ikan keramba dengan budidaya ikan tambak dengan jenis ikan yang

bukan predator

Selain upaya pengelolaan yang dilakukan terhadap habitat pesut mahakam

juga diperlukan upaya dalam merubah sikap masyarakat terhadap habitat pesut

mahakam (mandi, mencuci, membuang sampah dan membuat kakus di sungai).

Menurut Sarwono (1999), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses

belajar, karena itu sikap masyarakat dapat diubah melalui berbagai upaya seperti

pendidikan, pelatihan dan sebagainya. Selama ini belum pernah ada kegiatan

penyuluhan kepada masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang

berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan. Untuk merubah sikap

masyarakat harus diberi sebanyak mungkin pengetahuan mengenai manfaat dari

menjaga kesehatan lingkungan. Pengetahuan kesehatan lingkungan dianggap

penting karena dapat direkayasa untuk merubah sikap terhadap habitat pesut

mahakam. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria, bahwa semakin rendah

umur maka semakin negatif persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut

mahakam, maka pendidikan dan pelatihan ini sebaiknya ditujukan pada generasi

muda agar wawasan mengenai pesut mahakam dan habitatnya bertambah.

Menurut Slamet (1999), untuk merubah sikap diperlukan suatu motivasi,

salah satu cara untuk menimbulkan motivasi pada seseorang ialah dengan

melibatkannya ke dalam suatu aktivitas. Adapun aktivitas yang bisa dilakukan

yaitu, mengadakan lomba RT sehat, membuat suatu kegiatan pemberdayaan

masyarakat misalnya dengan membuat kelompok yang membuat suatu usaha

mendaur ulang sampah-sampah plastik.

Upaya dalam hal menjaga kesehatan lingkungan untuk kelestarian habitat

pesut mahakam diperlukan penyediaan MCK umum, penyediaan tempat sampah

dan petugas pengambil sampah.