uu pemerintahan daerah dan sejarah perkembangan peraturan tata ruang di indonesia

36
TUGAS REVIEW UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN SEJARAH PERKEMBANGAN PERATURAN PERENCANAAN KOTA DI INDONESIA TUGAS MATA KULIAH PEMERINTAHAN DAERAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh: I Wayan Yudiartana 1291861003 1

Upload: iwayanyudiartana

Post on 08-Dec-2014

144 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

UU Pemerintahan Daerah dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang di Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

TUGAS REVIEW

UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN

SEJARAH PERKEMBANGAN PERATURAN PERENCANAAN KOTA DI

INDONESIA

TUGAS MATA KULIAH

PEMERINTAHAN DAERAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Oleh:

I Wayan Yudiartana

1291861003

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2013

1

Page 2: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

TUGAS REVIEW UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH

I. Pengantar

Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu

pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai

landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada

masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi

sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan

digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah

dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi

yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program

pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik

dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

Mengacu pada Undang-Undang ini Pasal 1 Butir c, disebutkan Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Selanjutnya pada Pasal 1 Butir e, yang dimaksud dengan Daerah

Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem

hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:

a) Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau

Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah

tangganya (Pasal 1 Butir b);

b) Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala

Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-

pejabat di daerah (Pasal1 Butir f) dan

c) Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam

melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada

2

Page 3: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau

Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya (Pasal 1

Butir d).

Dalam UU No. 5 Tahun 1974 ini disebutkan dengan jelas bahwa titik berat

otonomi daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II (Pasal 11 Butir 1). Dalam

kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II

(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)

orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam

Negeri (Pasal 15 Butir 1 dan Pasal 16 Butir 1), untuk masa jabatan 5 (lima) tahun

dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya (Pasal 17

Butir 1), dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah

Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika

dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan (Pasal 22 Butir

3 dan Pasal 23 Butir 1).

Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti

hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran;

mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan;

mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan

penyelidikan (Pasal 29 Butir 1), dan kewajiban seperti a) mempertahankan,

mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945; b) menjunjung

tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara,

Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala

peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah

menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan

Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan

kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang

3

Page 4: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan

memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program

pembangunan Pemerintah (Pasal 30).

Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui

bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam

prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (kontrol dari pusat) yang dominan

dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu

fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No.5 Tahun 1974 ini adalah

ketergantungan pemerintah daerah yang relatif tinggi terhadap pemerintah

pusat.Hal ini pada akhirnya akan sangat membuat perencanaan di daerah (baik

kota maupun desa) menjadi sangat tergantung pada pusat baik dari segi kebijakan

dan anggaran biaya. Oleh karena itu kemudian dilakukan revisi dan

penyempurnaan terhadap UU No. 5 Tahun 1974.

Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa

reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan

dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih

demokratis). Pemerintahan B.J.Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim

Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional

dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu (Kuncoro, 2004: 35):

a) melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang

berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi

kepada daerah;

b) pembentukan negara federal; atau

c) membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.

Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum

desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974,

yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang

mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-

undang sebelumnya antara lain :

4

Page 5: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

a) Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi

daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban

daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.

b) Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-

sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena

kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan

bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan

pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang

berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping

itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip

demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.

c) Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi

daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, adalah pentingnya

pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas

mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan

Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini

otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih

dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan

sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut

Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

d) Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana

semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri,

hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang

tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh,

yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah (Pasal 7 Butir 1 dan 2).

e) Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk

membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi

masyarakat (Pasal 1 Butir i). Sedang yang selama ini disebut Daerah

5

Page 6: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan

kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi,

yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi

kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.

f) Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau

otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai

peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi

perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan

dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa.

Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya

diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman

yang ditetapkan oleh pemerintah.

g) Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil yang diukur

dari garis pantai kea rah laut lepas dan atau kea rah perairan kepulauan

(Pasal 3), sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan

wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi (Pasal 10 Butir 3).

h) Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah

lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD

mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala

daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku

kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.

i) Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan

DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu

disahkan oleh pejabat yang berwenang.

j) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi,

potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas

daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan

terselenggaranya otonomi daerah (Pasal 5 Butir 1). Daerah yang tidak

mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau

digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih

dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 6 Butir

1 dan 2).

6

Page 7: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

k) Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan

dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan

oleh DPRD.

l) Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan,

pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan

pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah,

berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.

m)Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada

propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi

adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni

serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau

diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota.

Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum,

kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan

tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan

yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.

n) Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan

dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern

oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar

daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki

kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala

Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf

Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan

pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha

milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu

sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur,

Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan

Kandep dihapus.

o) Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan

DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila

pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat

diterima oleh DPRD.

7

Page 8: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

p) UU No. 22 Tahun 1999 juga sudah mengatur secara rinci penetapan

Kawasan perkotaan yang terdiri atas Kawasan Perkotaan dan Kawasan

Perkotaan Baru (Pasal 90) dan Pembentukan, Penghapusan dan atau

Penggabungan Desa (Pasal 93-94) serta Pemerintahan Desa (Pasal 95).

q) UU No. 22 Tahun 1999 juga sudah mengatur tentang Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah yang bertugas memberikan

pertimbangan kepada Presiden mengenai Pembentukan, Penghapusan,

Penggabungan daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

(Pasal 115).

UU No. 22 Tahun 1999 dapat dikatakan memperbaiki kekurangan dan

kesalahan penafsiran pada UU No. 5 Tahun 1974. Namun dalam pelaksanaannya

sekarang ini juga perlu diawasi supaya pelaksanaan otonomi daerah ini tidak

menyimpang. Dalam pelaksanaan UU No 22 Tahun 1999 ini juga menemui

banyak kendala antara lain :

a) Kualitas dan kemampuan pemerintah daerah yang terbatas

b) Ketimpangan sumber daya antara daerah yang satu dengan daerah

lainnya

c) Birokrasi kegiatan lintas kota yang tidak praktis

d) Pelimpahan urusan yang tidak disertai dengan pelimpahan pembiayaan

e) Perbedaan kesiapan pemerintah daerah

f) Munculnya beragam aspirasi masyarakat yang dapat memecah

persatuan nasional.

g) High Cost Economic dalam bentuk pungutan-pungutan yang membabi

buta.

h) High Cost Economic dalam bentuk KKN

i) Orientasi Pemda pada Cash Inflow, bukan pendapatan

j) Pemda bisa menyedot sumbangan dari BUMD-BUMD yang berada

dibawah naungannya. Modusnya bisa jadi bukan melalui penjualan aset,

melainkan melalui kebijakan penguasa daerah yang sulit ditolak oleh

jajaran pimpinan BUMD

k) Karena terfokus pada penerimaan dana Pemda bisa melupakan kriteria

pembuktian berkelanjutan

8

Page 9: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

l) Munculnya hambatan bagi mobilitas sumber daya

m)Potensi konflik antar daerah menyangkut pembagian hasil pungutan

n) Bangkitnya egosentrisme

o) Karena derajat keberhasilan otonomi lebih dilandaskan pada aspek-

aspek finansial pemerintah daerah bisa melupakan misi dan visi

otonomi sebenarnya.

p) Munculnya bentuk hubungan kolutif antara eksekutif dan legislatif di

daerah.

Oleh karena itu UU. No. 22 Tahun 1999 direvisi kembali dan diganti

dengan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dengan

diundangkannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada

tanggal 15 Oktober 2004, UU No.22 tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Sebenarnya antara kedua undang-undang tersebut tidak ada perbedaan prinsipal

karena keduanya sama-sama menganut asas desentralisasi. Pemerintah Daerah

berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonnomi dan tugas pembantuan. Otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung

jawab.

UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang : pembentukan daerah

dan kawasan khusus,pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan

pemerintahan, kepegawaian daerah, perda dan peraturan kepala daerah,

perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerja sama dan penyelesaian

perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan pengawasan, pertimbangan

dalamkebijakan otonomi daerah.

Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui dan menghormati

satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan

dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya

beberapa bentuk pemerintahan yang lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI

Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua.

Bagi daerah-daerah ini secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan

daerah-daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan tertentu, kepada daerah-

daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus yang diatur dengan undang-

9

Page 10: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

undang. Jadi, bagi daerah yang bersifat khusus dan istimewa, secara umum

berlaku UU No.32 tahun 2004 dan dapat juga diatur dengan UU tersendiri.

Ada perubahan yang cukup signifikan untuk mewujudkan kedudukan

sebagai mitra sejajar antara kepala daerah dan DPRD yaitu kepala daerah dan

wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan DPRD hanya berwenang

meminta laporan keterangan pertanggung jawaban dari kepala daerah.

Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan terendah disebut “kelurahan”.

Desa yang ada di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan

statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa, bersama

Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan perda. Desa menjadi

kelurahan tidak seketika berubah dengan adanya pembentukan kota, begitu pula

desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan kabupaten.

UU No.32/2004 mengakui otonomi yang dimiliki desa ataupun dengan

sebutan lain. Otonomi desa dijalankan bersama-sama oleh pemerintah desa dan

badan pernusyawaratan desa sebagai perwujudan demokrasi.Namun dari semua

itu, hal terpenting tentang pelaksanaan Otonomi Daerah adalah kiprah serta peran

serta masyarakat yang bisa menjadikan sebuah daerah menjadi maju dengan

segala kekayaan alam serta potensi daerah yang dimilikinya. Dengan adanya

Otonomi Daerah, daerah yang sebelumnya dikenal sebagai daerah kaya namun

tidak mendapatkan kompensasi dari kekayaan yang dimilikinya tersebut bisa

berubah menjadi lebih maju dan mampu mengelola segala kekayaan alam serta

potensi yang ada di daerah itu sendiri.

Untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan otonomi daerah yang benar-

benar sehat atau untuk mewujudkan kesesuaian antara prinsip dan praktek

penyelenggaraan otonomi daerah, maka terdapat beberapa faktor yang perlu

diperhatikan. Faktor-faktor tersebut adalah : faktor manusia pelaksana (Kepala

Daerah dan DPRD, Aparatur Pemerintah Daerah, partisipasi masyarakat), faktor

keuangan daerah, faktor peralatan dan faktor organisasi dan manajemen.

10

Page 11: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

II. Perbedaan UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004

No Komponen Pembeda UU No. 5 Tahun 1974 UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 32 Tahun 20041 Dasar Filosofi Keseragaman Keanekaragaman dalam kesatuan

(NKRI)Keanekaragaman dalam kesatuan

(NKRI)2 Susunan Pemerintahan Pendekatan Tingkatan Daerah

(Level Approach)pendekatan besaran dan isi otonomi

(size and content approach), ada daerah yang besar dan ada daerah yang kecil berdasar kemandirian masingmasing,

ada daerah dengan isi otonomi terbatas dan ada daerah yang otonominya luas.

pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content approach), dengan

menekankan pada urusan yang berkeseimbangan dengan azas eksternalitas, akuntabilitas dan

efisiensi.

3 Kecenderungan Pemerintahan

Sentralistik (Terpusat) Desentralisasi (Daerah) Desentralisasi (Daerah) dengan menghormati daerah

khusus/istimewa seperti : DIY, Papua4 Penyelenggaraan Dilaksanakanya Asas

Desentralisasi,Dekonsentrasi,Dan Tugas Pembantuan Secara

Seimbang

desentralisasi terbatas pada daerah provinsi dan pada luas daerah

kabupaten/kota, dekonsentrasi terbatas pada kebupaten/kota dan luas pada provinsi, tugas pembantuan yang seimbang pada semua tingkatan pemerintahan sampai ke desa

desentralisasi diatur berkesimbangan antara daerah provinsi,

kabupaten/kota, desentralisasi terbatas pada kabupaten/kota dan

luas pada provinsi, tugas pembantuan berimbang pada semua tingkatan

pemerintahan.

5 Model OrganisasiPenyelenggara

Pemerintahan Daerah

Model Efisiensi Structural (Structural Efficiency Model)

Model Eklektik,(Perpaduan Antara  Structural Efficiency  Model Dengan 

Local Democracy Model)

Model Eklektik,(Perpaduan Antara  Structural Efficiency  Model Dengan 

Local Democracy Model)6 Mekanisme Transfer

Kewenangan Pemerintahan Dari Pemerintah Pusat

Kepada Daerah Otonom

Penyerahan UrusanPemerintahan Dengan Prinsip

Otonomi Yang Nyata

Paradigma  PembagianUrusan Pemerintahan

Paradigma  PembagianUrusan Pemerintahan

11

Page 12: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

7 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah

Pola “Fungsi Mengikuti Uang” (Function Follow Money)

Kebijakan Perimbangan Keuangan Yang Lebih Adil Bagi Daerah

Kebijakan Perimbangan Keuangan Yang Lebih Adil Bagi Daerah

8 Sistem Kepegawaian Sistem Terintegrasi (Integrated System)

Sistem Campuran (Mixed System) Sistem Campuran (Mixed System)

9 Sistem Pertanggungjawaban

Sistem Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah

Bersifat Vertikal Ke Atas

Tergantung Pada Model Pemilihan Kepala Daerah

Tergantung Pada Model Pemilihan Kepala Daerah

10 Sistem Pengelolaan Antar Asas Penyelenggaraan Pemerintahan

Pengelolaan Keuangan Antar Asas Dijadikan Satu Dalam APBN

Pengelolaan Keuangan Antar Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah Dipisahkan

Pengelolaan Keuangan Antar Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah Dipisahkan

11 Kedudukan Kecamatan Kecamatan Adalah Pelaksana Asas Dekonsentrasi, Sedangkan Camat Berkedudukan Sebagai Kepala Wilayah

Kecamatan Dijadikan Lingkungan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, Sedangkan Camat Berkedudukan Sebagai Pimpinan SKPD Yang Menjalankan Asas Desentralisasi

Kecamatan Dijadikan Lingkungan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, Sedangkan Camat Berkedudukan Sebagai Pimpinan SKPD Yang Menjalankan Asas Desentralisasi

12

Page 13: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

TUGAS REVIEW SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERATURAN

TENTANG PERENCANAAN KOTA DESA DI INDONESIA

Sejarah Peraturan Tentang Perencanaan Wilayah dan Kota di Indonesia

dapat dibagi menjadi 5 masa, yaitu masa VOC dan Penjajahan Belanda, Masa

Perang Dunia II - Tahun 1950an, Masa 1950 - 1960, Masa 1970 - 2000 dan masa

tahun 2000an. Untuk lebih jelasnya mengenai sejarah perkembangan Perencanaan

Wilayah dan Kota di Indonesia sebagai berikut (www. dokter-kota.blogspot.com):

1. Masa VOC dan Penjajahan Belanda

a) Secara teknis, perencanaan fisik di Indonesia sudah dimulai sejak masa

VOC di abad 17 yaitu dengan telah adanya De Statuten Van 1642, yaitu

ketentuan perencanaan jalan, jembatan, batas kapling, pertamanan, garis

sempadan, tanggul-tanggul, air bersih dan sanitasi kota;

b) Pada masa pemerintahan Hindia Belanda terjadi 2 hal yang dapat dikatakan

sebagai dasar perencanaan kota, yaitu: munculnya Regeringsregelement

1854 (RR 1854), berisi sistem pemerintahan dengan penguasa tunggal di

daerah residen; dan diundangkannya Staatsblad 1882 Nomor 40 yang

memberikan wewenang kepada residen untuk mengadakan pengaturan

lingkungan dan mendirikan bangunan di wilayah (gewent) kewenangannya;

c) Selain itu juga dikeluarkan Reglement op het Beleid der Regering van

Nederlandsch Indie (Stb 1855/2) mengenai sentralisasi dan dekonsentrasi.

Pada saat itu sudah dikenal wilayah administratif, misalnya di Jawa ada

Gewest (Residentie), Afdeeling, District dan Onder-district.(Josef Riwu

Kaho, 2007:23);

d) Lalu sesuai perkembangannya, pada tahun 1903 Pemerintah Belanda

menetapkan suatu Wethoudende Decentralisatie van het Bestuur in

Nederlandsch Indie (Stb 1903/329) yang lebih dikenal dengan sebutan

Decentralisatiewet 1903 (Undang-Undang Desentralisasi 1903) yang

memberi kemungkinan bagi pembentukan Gewest atau bagian Gewest yang

mempunyai keuangan sendiri (Josef Riwu Kaho, 2007:23-24);

13

Page 14: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

e) Sejak tahun 1905 yaitu sejak diundangkannya Decentralisatie Besluit

Indische Staatblad 1905/137 dan Locale Radenordonnantie (Stb 1905/181).

Menurut kedua peraturan ini, daerah yang diberi keuangan sendiri ini

disebut Locaal Ressort, sedangkan Raad-nya disebut Locale Raad. Locale

Raad dibedakan ke dalam Gewestelijke Raad bagi Gewest dan Plaatselijke

Raad bagi daerah –daerah yang merupakan bagian dari Gewest (Josef Riwu

Kaho, 2007:24). Maka perencanaan kota lebih eksplisit sehubungan dengan

pemberian kewenangan otonomi bagi stadsgemeente (kota praja) untuk

menyusun perencanaan kotanya;

f) Namun hal itu belum dirasakan memuaskan karena dirasakan sangat

terbatas. Maka dikeluarkanlah Wet op de Bestuurshervorming (Stb

1922/216). Titik berat Undang-Undang ini adalah pembentukan badan-

badan pemerintahan baru dengan mengikutsertakan penduduk asli dengan

pemberian hak untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembebanan

tanggung jawab sebagai akibat dari pemberian hak tadi (Josef Riwu Kaho,

2007:25);

g) Pelaksanaan lebih lanjut undang-undang tersebut diatur dengan Provincie-

ordonnantie (Stb 1924/78), Regentschap-ordonnantie (Stb 1924/79) dan

Stadsgemeente-ordonnantie (Stb 1926/365). Berdasarkan peraturan tersebut

dibentuklah berbagai propinsi, regentschap dan stadsgemeente yang berhak

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri di Jawa dan Madura.

Dengan demikian Locaal Resort yang dibentuk sebelumnya, dihapuskan.

(Josef Riwu Kaho, 2007:26);

h) Di luar Jawa dan Madura, keadaannya berbeda. Berdasarkan

Groepsgemeenschap-ordonanntie (Stb 1937/464) dan Stadsgemeente-

ordonantie Buitengewesten, sedangkan Locaal Ressort yang dibentuk

berdasarkan UU Decentralisasi 1903 tetap dipertahankan (Josef Riwu Kaho,

2007:26);

i) Di daerah yang dikuasai Belanda terdapat juga apa yang disebut Inlandsche

Gemeente seperti Desa, Huta, Kuria, Marga dan sebagainya. Untuk Jawa

dan Madura, Inlandsche Gemeente diatur dengan Inlandsche Gemeente

Ordonnantie (IGO) (Stb 1906/83), sedangkan untuk daerah di luar pulau

14

Page 15: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

Jawa dan Madura diatur dengan Inlandsche Gemeente Ordonnantie

Buitengewesten (IGOB) (Stb 1939/490), Byblad 9308, Stb 1931/507 dan

Desa ordonantie (Stb 1941/356). Karena pecah perang dunia II, maka Desa-

ordonanntie tidak/belum sempat dilaksanakan (Josef Riwu Kaho, 2007:27);

j) Di daerah yang tidak langsung dikuasai oleh Belanda, terdapat daerah

otonom yang disebut Zelf-besturende landschappen. Zelfbesturende

landschappen ini terdiri dari kerajaan-kerajaan asli Indonesia yang

mempunyai ikatan dengan Belanda melalui kontrak politik, baik kontrak

politik yang panjang (lange contracten) seperti Kasunanan Sala/Surakarta,

Kesultanan Yogyakarta, Deli dan sebagainya, maupun kontrak politik

pendek (korte verklaring) seperti Pakualaman, Mangkunegaran, Kesultanan

Goa, Bone dan sebagainya (Josef Riwu Kaho, 2007:27-28);

k) Kompleksitas permasalahan perencanaan kota dan desa yang dihadapi pada

masa ini masih sangat sederhana.

2. Masa Pendudukan Jepang

a) Pada masa Jepang menguasai wilayah Hindia Belanda, pemerintahan di

bekas wilayah jajahan ini dibagi menjadi tiga komando, yaitu (Josef Riwu

Kaho, 2007:28):

Sumatera di bawah Komando Panglima Angkatan Darat XXV yang

berkedudukan di Bukittinggi;

Jawa dan Madura berada di bawah Komando Panglima Angkatan Darat

XVI yang berkedudukan di Jakarta;

Daerah lainnya berada di bawah Komando Panglima Angkatan Laut

yang berkedudukan di Makasar.

b) Pada tanggal 11 September 1943, dikeluarkan peraturan yang bernama

Osamuseirei;

c) Osamuseirei No. 3 mengatur pemberian wewenang kepada Walikota yang

semula hanya berhak mengatur rumah tangga daerahnya saja, sekarang

diwajibkan juga untuk menjalankan urusan pemerintahan umum;

d) Selanjutnya, kedudukan Stadsgemeente dan Regentschap dengan

Osamuseirei No. 12 dan No. 13 diubah menjadi Si dan Ken yang otonom,

15

Page 16: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

tetapi sifat demokratisnya ditiadakan, karena hak-hak Raad dan College

dialihkan kepada Kepala Daerah;

e) Dengan Osamuseirei No. 21 dan No. 26 ditetapkan pula bahwa Provinsi,

Dewan Kabupaten dan Dewan Gemeente dihapuskan (Josef Riwu Kaho,

2007:29);

f) Selanjutnya dalam Osamuseirei No. 27 Tahun 1942 ditetapkan antara lain:

Jawa dan Madura, kecuali wilayah Kasunanan Surakarta dan Kesultanan

Yogyakarta dibagi atas beberapa Syuu (Karesidenan), Si

(Stadsgemeente), Ken (Regentschap), Gun (Distrik/Kawedanan), Son

(Onderdistrict) dan Ku (desa). Kepala-kepala pemerintahannya disebut :

Tyo; jadi berturut-turut terdapat Syuutyo, Sityo, Kentyo dan seterusnya;

Urusan yang semula dijalankan oleh para Bupati, Wedana, Asisten

Wedana, Kepala Desa, Kepala Kampung (Wijkmeester) yang berada di

Daerah Si (Kota) diambil alih oleh Sityo;

Di samping itu ada Daerah Istimewa yang ditentukan oleh Gunseikan,

yang disebut Tokubetsu Si;

g) Osamuseirei No. 28 tahun 1942 menetapkan pula bahwa Surakarta dan

Yogyakarta diubah menjadi Kooti. Syuu dan Kooti merupakan daerah yang

berdiri sendiri khusus mengurus bidang ekonomi/pangan (Josef Riwu Kaho,

2007:29).

3. Masa Perang Dunia (PD) II - Tahun 1950an

a) Diberlakukannya UU No. 1 Tahun 1945 yang mengatur tentang

Pembentukan Komite Nasional Daerah yang bertugas untuk mengatur

otonomi di daerah;

b) Tanggal 10 Juli 1948 diundangkanlah UU No. 22 Tahun 1948 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Unsur yang menonjol ialah sebutan

Propinsi bagi Daerah Tingkat I, Kabupaten dan Kota Besar bagi Daerah

Tingkat II, dan Desa (Kota kecil, Negeri, Marga dan sebagainya) bagi

Daerah Tingkat III (Josef Riwu Kaho, 2007:34-35);

16

Page 17: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

c) Pada tahun 1948 diterbitkan peraturan perencanaan pembangunan kota

sebagai peraturan pokok perencanaan fisik kota khususnya untuk kota

Batavia, wilayah Kebayoran dan Pasar Minggu, Tanggerang, Bekasi, Tegal,

Pekalongan, Cilacap, Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang,

Palembang dan Banjarmasin;

d) Peraturan ini dinamakan Stadsvorming Ordonantie/SVO;

e) Ordonansi Pembentukan Kota atau Stadsvorming Ordonantie/SVO

(Staatsblad 1948 no.168) adalah peraturan perundang-undangan yang

diterbitkan tahun 1948 oleh pemerintah pendudukan Belanda yang

digunakan untuk penataan ruang dalam periode 1950-1959;

f) SVO ini ditujukan untuk menanggapi perkembangan kota yang mendesak,

yaitu memperbaiki keadaan kota-kota yang hancur atau rusak semasa

terjadinya perang kemerdekaan, termasuk pembangunan perumahan yang

masih terus diperhatikan pemerintah. Namun SVO hanya berlaku bagi

limabelas dari limapuluh kotapraja yang ada. Dan pelaksanaannya juga

sebatas pemeliharaan kota, bukan pembangunan (www.

darasalsabilla.blogspot.com) ;

g) Peran serta masyarakat dalam SVO mengatur empat hal :

Kewajiban walikota mengumumkan draft rencana kota lewat surat

kabar lokal atau surat kabar yang banyak dibaca oleh masyarakat

lokal diwilayah objek perencanaan;

Hak setiap anggota masyarakat untuk mendapat informasi

penataan ruang dan dokumen tata ruang;

Hak mengajukan keberatan kepada Pemerintah Daerah dalam

waktu satu bulan setelah diumumkan;

Hak untuk mengajukan banding atas keputusan tentang keberatan

yang ditolak.

h) Diberlakukannya Staatblad Indonesia Timur (SIT) No. 44 Tahun 1950 bagi

wilayah Negara Indonesia Timur. Yang mana isi dan jiwa SIT No. 44 Tahun

1950 ini mendekati UU No. 22 Tahun 1948, tetapi disesuaikan dengan

struktur Negara bagian.SIT No. 44 Tahun 1950 ini menetapkan bahwa

17

Page 18: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

Negara Indonesia Timur ini tersusun atas dua atau tiga tingkatan Daerah

Otonom yaitu Daerah, Daerah Bagian dan Daerah Anak Bagian;

i) Muncul gagasan-gagasan tentang pembangunan kota baru, baik kota satelit

seperti wilayah Candi di Semarang maupun Kebayoran Baru di Jakarta,

serta kota baru mandiri seperti Palangkaraya di Kalimantan Tengah dan

Banjar Baru di Kalimantan Selatan;

j) Pembangunan nasional pada saat itu mendapat bantuan dari negara-negara

maju.

4. Masa 1950 - 1960 

a) Masih diberlakukannya Ordonansi Pembentukan Kota atau Stadsvorming

Ordonantie / SVO (Staatsblad 1948 no.168);

b) Pemberlakuan SIT No. 44 Tahun 1950 yang menjadi awal mula UU No. 44

Tahun 1950 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;

c) Pemberlakuan UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah Tahun 1956 akibat adanya perubahan ketatanegaraan waktu itu.Saat

itu terdapat dua jenis daerah otonom yaitu daerah Swatantra dan Daerah

Istimewa (Josef Riwu Kaho, 2007:40);

d) Diberlakukannya Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 tentang

Pemerintahan Daerah dan Penetapan presiden No. 5 Tahun 1960 tentang

DPRD Gotong Royong dan Sekretariat Daerah;

e) Diberlakukan UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah;

f) Diberlakukannya UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja;

g) Perkembangan penduduk kota-kota, khususnya di Jawa dan Sumatera

berdampak terhadap berbagai segi, baik fisik, budaya, sosial dan politik;

h) Pembangunan nasional semakin kompleks;

i) Peningkatan tenaga ahli perencanaan wilayah dan kota.

5. Masa 1970 - 2000      

a) RUU tentang Pokok-Pokok Bina Kota (1972);

18

Page 19: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

b) RUU ini disusun oleh Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Ditjen

Cipta Karya, Departemen PU. RUU ini dibuat sebagai pengganti SVV/

SVO yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia (www.

penataanruang.pu.go.id);

c) Pada bulan Agustus 1972, RUU tentang Pokok-Pokok Bina Kota selesai

disusun. Materi ini kemudian diajukan sebagai laporan kepada Presiden

Republik Indonesia (Soeharto) dengan surat Menteri Pekerjaan Umum

dan Tenaga Listrik (PUTL) Sutami nomor 9/15/2 tertanggal 26

September 1972;

d) Selanjutnya surat Menteri PUTL nomor Men.9/3/22 tanggal 14 Maret

1973 dilayangkan kepada Menteri Kehakiman untuk meminta saran

dan tanggapan RUU Pokok-pokok Bina Kota yang telah diajukan

kepada Presiden dan Menteri Sekretariat Kabinet dalam waktu yang tidak

terlalu lama;

e) Sementara itu, awal 1974 berlaku UU 5/1974 tentang “Pokok- pokok

Pemerintahan di Daerah”. Menteri Sekretariat Kabinet menyarankan agar

Departemen PUTL menyesuaikan materi RUU tentang Pokok-pokok

Bina Kota dengan undang-undang baru tersebut. Setelah mengadakan

evaluasi dan pengembangan pemikiran, dengan surat nomor Men.9/2/20

tanggal 15 Februari 1975, Menteri PUTL kembali menyampaikan laporan

kepada Sekretariat Kabinet yang menjelaskan Mengenai naskah RUU

tentang Pokok-Pokok Bina Kota yang telah disesuaikan disertai

tambahan RUU tentang Jalan serta tiga Rancangan Peraturan Pemerintah

(RPP), yakni RPP Teknik Penyehatan Bidang Air Minum, RPP Teknik

Penyehatan Bidang Air Buangan dan RPP tentang Kontraktor Umum di

Bidang Bangunan Umum dan Bangunan Sipil serta Konsultan di Bidang

Bangunan Umum dan Bangunan Sipil;

f) Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 17 April 1975, atas prakarsa

Sekretariat Kabinet diadakan pertemuan koordinasi wakil dari

Departemen PUTL, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman

dan Bappenas. Setelah pertemuan koordinasi, Sekretariat Kabinet

meminta Departemen PUTL mengadakan penyesuaian RUU tentang

19

Page 20: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

Pokok-pokok Bina Kota terhadap RUU tentang Tata Guna Tanah yang

diajukan Depdagri;

g) Hasil dari penyesuaian ini lalu menjadi awal RUU tentang tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pembinaan Kota (1975);

h) Selain itu juga ada RUU tentang Tata Ruang Kota (1978);

i) Pada masa ini juga berlaku RUU Tata Guna Tanah usulan Ditjen Agraria

Depdagri. Sehingga hal ini Pada saat itu pula sempat terjadi kebingungan

di lingkungan pemerintah daerah yang selama ini dibina Departemen

PUTL, terhadap Permendagri 4/1980 tentang “Pedoman Penyusunan

Rencana Kota”. Selanjutnya, sebagai aturan pelaksanaan diterbitkan

Permendagri 650/123/233-234. Semua Rencana Kota harus dijadikan

Peraturan Daerah. Sempat terjadi kebingungan di daerah karena harus

melaksanakan arahan Depdagri yang tidak selalu sama dengan

Departemen PUTL. Sementara itu, juga terjadi kericuhan ganti cover

dari rencana kota untuk digunakan kota lain sebagai jalan pintas

membuat rencana karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia,

sekaligus mengejar target sesuai dengan arahan Depdagri agar setiap kota

memiliki rencana kota;

j) Kondisi tersebut menyebabkan pada tahun 1985 ditetapkan SKB

Mendagri-Menteri PU nomor 650-1595 dan 503/KPTS/1985 tentang

Tugas-tugas dan Tanggung Jawab Perencanaan Kota. SKB tersebut

perlu melibatkan Menpan karena berbagai keluhan di pemerintah daerah,

akibat kerancuan kewenangan perencanaan kota. Pada SKB tersebut

diatur;

k) Tugas dan tanggung jawab Departemen PU adalah di bidang tata ruang

(teknik planologi) dalam perencanaan kota, yang meliputi penetapan

kriteria dan standar teknik penyusunan rencana-rencana tata ruang kota,

bantuan teknik, petunjuk dan saran dalam menyusun tata ruang

kota/wilayah;

l) Tugas dan tanggung jawab Depdagri adalah di bidang administrasi

perencanaan kota, yang meliputi pengesahan, pengaturan, koordinasi

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian administrasi tata ruang kota;

20

Page 21: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

m) Tindak lanjut kewenangan tersebut diatur dalam Kepmen PU nomor

640/KPTS/ 1986 dan Permendagri 2/1987 (mencabut Permendagri

4/1980). Dalam hal ini, terlihat pengaturan aspek administrasi

perencanaan yang diatur dalam SKB belum cukup terurai untuk

memenuhi hal-hal yang perlu dibina Depdagri. Pada saat itu, aspek

penatagunaan tanah pun belum cukup terkait dengan penataan ruang

(kota). Rencana kota kurang diterima karena lebih merupakan produk

prestise dan pajangan di rumah pejabat atau kantor pemerintah daerah.

Sementara itu, perencanaan tata guna tanah lebih memiliki civil effect

yang digunakan untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah;

n) Pada tanggal 17 Desember 1991, Dewan Pertimbangan Agung dengan

surat nomor 29/DPA/1991 menyampaikan kepada Presiden tentang

keserasian pengembangan Daerah Perkotaan dan Daerah Pedesaan yang

mengusulkan segera ditetapkan Rancangan Undang-Undang tentang Tata

Ruang, baik itu Rencana tata ruang pedesaan di sekitar kota dan pusat

Pertumbuhan;

o) Pada tanggal 21 Januari 1992, Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup memberi jawaban pemerintah terhadap pemandangan

umum atas RUU tentang Penataan Ruang. Sebelumnya, pada tanggal 27

September 1991, Presiden menyampaikan bahwa RUU tentang Penataan

Ruang layak dibicarakan dalam sidang DPR guna mendapat persetujuan

dan menugaskan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup

(Emil Salim) mewakili pemerintah untuk membahas RUU tentang

Penataan Ruang menjadi UU tentang Penataan Ruang. Dengan demikian,

RUU tentang Penataan Ruang telah memenuhi syarat untuk diproses

menjadi undang-undang. Jawaban pemerintah terhadap pemandangan

umum fraksi di DPR, menandai RUU tentang Penataan Ruang dibahas

menjadi Undang-Undang tentang Penataan Ruang nomor 24 tahun 1992

yang akhirnya disahkan dan ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 13

Oktober 1992;

21

Page 22: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

p) Pada masa ini juga mulai dikenalkan istilah otonomi daerah dengan

pemberlakuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah;

q) Pada masa ini kompleksitas pembangunan nasional, regional dan lokal

semakin meningkat disertai pengaruh metode-metode dan teknologi

negara maju;

r) Peningkatan program transmigrasi untuk membuka lahan-lahan pertanian

baru di luar Jawa;

s) Pembangunan yang lebih bersifat sentralistik;

t) Industrialisasi mulai digalakkan ditandai dengan munculnya kawasan-

kawasan industri;

u) Standarisasi hirarki perencanaan dari yang umum, detail dan terperinci

untuk tiap daerah tingkat I dan II.

6. Masa Tahun 2000an

a) Diberlakukannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai

pengganti UU No. 24 Tahun 1992 yang lebih menegaskan pentingnya

penataan ruang dalam perencanaan kota dan desa di Indonesia;

b) Berlakunya Otonomi Daerah secara benar dengan diberlakukannya UU

No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi

lagi dengan UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah;

c) Imbas dari otonomi daerah ini juga diberlakukan UU No. 5 Tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa yang mengatur otonomi desa;

d) Kabupaten dan Kota berlomba-lomba meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD);

e) Tingginya wacana partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat;

f) Tingginya wacana pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development).

22

Page 23: UU Pemerintahan Daerah Dan Sejarah Perkembangan Peraturan Tata Ruang Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, 2004 , Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan,

Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga

Riwu Kaho Josef, 2007, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,

Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo Persada

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di

Daerah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

http://dokter-kota.blogspot.com/2012/09/sejarah-perencanaan-wilayah-dan-kota-

di.html diakses 23 Maret 2013

http://penataanruang.pu.go.id/taru/sejarah/sejarah.htm diakses 23 Maret 2013

http://darasalsabilla.blogspot.com/2008/04/perbandingan-svo-uu-241992-dan-

uu.html diakses 23 Maret 2013

23