usaid lestari: cerita dari lapangan · nanas, bisa ditanami dengan tumbuhan lain yang me-merlukan...

3
SUMARJITO DAN LAHAN TANPA BAKAR USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Indra Nugraha Kebakaran hutan dan lahan adalah hantu lingkungan karena menurunkan kesuburan tanah, mengancam biodiversitas, mengurangi aset hutan hingga berkon- tribusi pada perubahan iklim. Menurut FAO, keba- karan hutan terjadi hampir di 95 negara dan men- cakup 500 juta hektar setiap tahunnya. Disamping faktor alam, hutan terbakar juga dipicu oleh aktivitas pertanian manusia. Pembakaran adalah teknik paling tua, berbiaya murah dan efektif dalam pembersihan lahan yang dipakai ribuan petani, peternak dan pemi- lik perkebunan. Imbasnya, aktivitas pembakaran lahan oleh petani harus ditiadakan. Di Propinsi Kaliman- tan Tengah misalnya, beberapa aturan yang semula membolehkan cara membakar dalam membuka la- han akhirnya dicabut. Sehingga membuat masyarakat resah dan beranggapan jika kegiatan berladang sama sekali tidak diperbolehkan. Sebagai koordinator pencegahan dan deteksi dini Manggala Agni Kabupaten Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, Sumarjito merasa tertantang untuk menca- ri pemecahan bagaimana upaya mengembangkan sistem Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). “Mela- rang saja tidak menyelesaikan masalah karena petani juga perlu penghidupan. Karena itu harus dicari jalan keluar bagaimana petani tidak lagi membakar wak- tu membuka lahan“. Demikian kata Sumarjito saat ditemui di kediamannya di Kuala Kapuas, Jumat (12/8/16). Pantang melarang tanpa solusi, itu prinsip saya (Sumarjito, Manggala Agni) USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Upload: haanh

Post on 10-Dec-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN · nanas, bisa ditanami dengan tumbuhan lain yang me-merlukan waktu tanam cukup lama, seperti karet. Se-cara ekonomis, menanam nanas dan jeruk

SUMARJITO DAN LAHAN TANPA BAKAR

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Indra Nugraha

Kebakaran hutan dan lahan adalah hantu lingkungan karena menurunkan kesuburan tanah, mengancam biodiversitas, mengurangi aset hutan hingga berkon-tribusi pada perubahan iklim. Menurut FAO, keba-karan hutan terjadi hampir di 95 negara dan men-cakup 500 juta hektar setiap tahunnya. Disamping faktor alam, hutan terbakar juga dipicu oleh aktivitas pertanian manusia. Pembakaran adalah teknik paling tua, berbiaya murah dan efektif dalam pembersihan lahan yang dipakai ribuan petani, peternak dan pemi-lik perkebunan. Imbasnya, aktivitas pembakaran lahan oleh petani harus ditiadakan. Di Propinsi Kaliman-tan Tengah misalnya, beberapa aturan yang semula membolehkan cara membakar dalam membuka la-han akhirnya dicabut. Sehingga membuat masyarakat resah dan beranggapan jika kegiatan berladang sama sekali tidak diperbolehkan.

Sebagai koordinator pencegahan dan deteksi dini Manggala Agni Kabupaten Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, Sumarjito merasa tertantang untuk menca- ri pemecahan bagaimana upaya mengembangkan sistem Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). “Mela-rang saja tidak menyelesaikan masalah karena petani juga perlu penghidupan. Karena itu harus dicari jalan keluar bagaimana petani tidak lagi membakar wak-tu membuka lahan“. Demikian kata Sumarjito saat ditemui di kediamannya di Kuala Kapuas, Jumat (12/8/16).

Pantang melarang tanpa solusi, itu prinsip saya (Sumarjito, Manggala Agni)

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Page 2: USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN · nanas, bisa ditanami dengan tumbuhan lain yang me-merlukan waktu tanam cukup lama, seperti karet. Se-cara ekonomis, menanam nanas dan jeruk

Untuk itu, sebidang lahan seluas 6 hektar di Desa Tahai dibeli dan kemudian diolah dengan cara tanpa bakar. Termasuk tidak menggunakan mesin eskavator dan hanya menggunakan cara manual (mencangkul) untuk mengolah lahan tanpa bakar (PLTB). Hal ini di-dasarkan pengalamannya selama puluhan tahun me-lihat kegiatan PLTB yang gagal karena memakai cara mekanik dengan eskavator. Mengingat penggunaan mesin mengakibatkan tanah yang digali terlalu dalam dan membuat kadar asam tinggi. Imbasnya, padi yang ditanam tak akan tumbuh. Disamping biayanya cukup besar yaitu Rp. 20 juta per hektar. Pengerukan dan pembersihan lahan dengan menggunakan eskavator juga menyebabkan kandungan asam dalam tanah akan naik dan berakibat pada benih tanaman yang ditanam akan mati, sisa-sisa pohon seringkali masih tertinggal di dalam tanah dan akan membutuhkan bi-aya lagi untuk pembersihan lahan secara tuntas.

Karenanya cara manual dipilih oleh Sumarjito untuk membuka lahannya, meskipun biayanya lebih ma-hal dibanding cara mekanis. Paling tidak dibutuhkan biaya sekitar Rp. 25 juta per hektar. Besarnya biaya ini karena lahan minimal perlu dibajak sebanyak 2-3 kali agar tanah menjadi rata dan padat, dengan bia- ya untuk setiap membajak sekitar Rp.1.440.000 per hektar. “Sejauh yang saya alami, kalau tanah gam- but ini digali, maka asamnya naik. Padi tidak akan hidup. Sehingga saya lebih menerapkan cara manual.Pohon-pohon yang ada dicabut kemudian diratakan. Setelah rata, kemudian baru kita bajak,” kata bapak empat orang anak tersebut.

Beliau menyadari bahwa menerapkan PLTB dengan cara manual membutuhkan waktu lama, biaya besar dan sedikit merepotkan dalam prakteknya. Terlebih masih banyak anggapan, PLTB dengan cara manual tidak praktis. Sumarjito sendiri sudah satu tahun men- coba mempraktekkan PLTB dengan cara manual. Namun hingga kini, lahannya belum dapat dikelola

dan dimanfaatkan dengan tanaman padi. Sementara ini di lahan seluas enam hektar miliknya baru ditana-mi dengan nanas dan jeruk. Kedepannya diharapkan dapat berfungsi sebagai laboratorium tanaman.

Beliau tergolong berani mengambil risiko dengan percobaan yang dilakukannya. Namun dengan keya-kinan yang kuat karena didasarkan atas pengalaman, maka PLTB tetap dilakukan. Beliau berprinsip bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Karena jika melakukan sesuatu de- ngan terlebih dahulu menghitung untung rugi, maka tidak pernah ada upaya inovatif dalam pengelolaan lahan gambut. Sekalipun hingga saat ini belum me-nguntungkan, namun beliau tidak surut mengelola lahan dalam rangka mencari solusi atas peristiwa ke-bakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berlangsung setiap tahun

“Kalau bicara rugi ya pasti rugi. Saya harus bayar untuk kegiatan bajak lahan. Tapi ini saya lakukan atas inisiatif pribadi dengan harapan suatu saat berhasil. Sehing-ga petani dapat hasil besar sekalipun lahannya kecil. Dengan demikian lahan yang dimiliki petani dapat di- usahakan secara optimal dan tidak menganggur. Kare-na jika lahan menganggur akan banyak gulma tumbuh dan rawan kebakaran”,katanya.

Tekadnya untuk mengembangkan model pembuka- an lahan tanpa bakar tidak terlepas dari profesinya sebagai petugas terdepan dalam memadamkan api. Pengalaman memadamkan api sangat meyakinkan dirinya betapa luas dan merugikan dampak dari ke-bakaran. Mengingat, efek karhutla selain mengganggu aktivitas manusia, juga berpengaruh pada kualitas air. Begitu kebakaran terjadi maka abu turun ke sungai dan membuat air tercemar. Jangankan untuk mandi dan memasak, sekedar untuk mencuci muka, langsung menimbulkan rasa pedih luar biasa dan menyebab-kan kematian ikan.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Foto: Sumarjito, koordinator pencegahan dan deteksi dini Manggala Agni Kabupaten Kuala Kapuas Kalimantan Tengah.

Page 3: USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN · nanas, bisa ditanami dengan tumbuhan lain yang me-merlukan waktu tanam cukup lama, seperti karet. Se-cara ekonomis, menanam nanas dan jeruk

Sesungguhnya sebelum dikembangkan dalam skala luas, konsep PLTB sudah berhasil diterapkan di kan-tor tempat Sumarjito mengabdi. Di lahan seluas 1,5 hektar beliau membuat program BIS (Buah, Ikan dan Sayur). Tanah yang semula rawa ditanami sayur mayur dan pohon jeruk. Di sekelilingnya dibuat lintasan lari (jogging track) sepanjang 400 meter untuk kegiatan olahraga. Disana, ia juga membuat kolam ikan. “Awal-nya banyak yang tidak yakin. Tapi prinsip saya tanah itu seperti pot. Bagaimana agar tanah ini subur, harus dike-lola dengan menggunakan pupuk. Pertama dulu kita pakai pupuk kandang untuk tanam jagung. Lama-lama karena sudah tercampur dengan pupuk, tanah menjadi subur, baru kita tanami jeruk,” ujarnya.

Sumarjito adalah anak seorang transmigran tahun 1962 yang lahir dan besar di tanah dayak. Menamat-kan pendidikannya di STM Negeri Palangkaraya ta-hun 1983 jurusan kelistrikan dan kemudian melan-jutkan kuliah di Universitas Terbuka Palangkaraya. Sayangnya tidak selesai. Sebagai orang yang hidup di wilayah gambut, Sumarjito tidak menampik adanya anggapan bahwa dengan membakar akan membuat tanah subur. Namun menurutnya, lahan yang dibakar pun kalau tak dibantu dengan pupuk ekstra, juga akan menurun produksinya. Padahal biaya yang dikeluar-kan juga sama mahalnya.

“Sekalipun dengan membakar, tetap saja kegiatan pertanian harus mengeluarkan biaya mulai dari me-nebas, membakar hingga menanam. Misal saja untuk menebas, dibutuhkan tenaga 10 orang untuk menebas lahan 1 hektar. Kemudian sewaktu membakar dengan mengerahkan orang. Kalau ongkos dan biaya lain sebe-sar Rp. 25 ribu perhektar/orang/hari maka dibutuhkan biaya bakar sebesar Rp. 500 ribu. Padahal biaya untuk pemadaman kebakaran ini bisa dialihkan untuk hal lain”. Begitu ucapnya.

“PLTB selain untuk tanaman padi juga dapat digu-nakan untuk nanas dan jeruk. Sembari menanam nanas, bisa ditanami dengan tumbuhan lain yang me-merlukan waktu tanam cukup lama, seperti karet. Se-cara ekonomis, menanam nanas dan jeruk jauh lebih menguntungkan. Untuk tanaman padi, paling banyak bisa menghasilkan Rp.6 juta per hektar. Sementara jika menanam nanas, di lahan 17 meter persegi bisa dita-nami 600 pohon. Harga per bibit Rp.800 rupiah, biaya tanam Rp.100 ribu rupiah, biaya perawatan juga relatif murah. Harga jual nanas paling murah Rp.3.500 per buah. Pemasaran komoditi ini nyaris tidak masalah. Ka-lau sudah jadi, itu lebih menguntungkan. Orang kadang menggarapnya terlalu banyak, niatnya untuk mengua-sai lahan, selesai itu jadi belukar lagi, begitu terus. Tapi kalau menetap di satu lahan, apa petani tak bisa beli traktor? Pasti bisa,” paparnya.

Menurutnya, kalau praktek membakar lahan masih terus dilakukan, akan membuat gambut habis. Pa-dahal gambut menyimpan stok karbon yang sangat tinggi. Sekali terbakar, ketebalan gambut akan turun signifikan. Sementara untuk memulihkan ke kondisi awal butuh waktu 50 tahun. Ia berharap ke depan, Indonesia aman dari bahaya karhutla dan masyarakat juga bisa meningkat taraf perekonomiannya dengan adanya solusi alternatif membuka lahan tanpa mem-bakar.

“Setelah pensiun saya akan fokus mengembangkan PLTB. Sudah terlanjur. Kalau berhasil akan saya pro-mosikan ke banyak orang. Sekarang yang penting ter-bukti dulu. Sejauh ini sudah ada tanggapan positif dari Pemkab Pulang Pisau yang juga tertarik mengembang-kan PLTB. Mudah-mudahan berhasil dan semua orang bisa menerapkan PLTB dan tak membakar lahan lagi,” tandasnya.

Foto: Bapak Sumarjito menerapkan sistem Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) menggunakan cara manual.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3