usaha pencegahan plebitis (1)
TRANSCRIPT
TINDAKAN PENCEGAHAN PLEBITIS TERHADAP
PASIEN YANG TERPASANG INFUS
DI RSU MOKOPIDO TOLITOLI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
Diajukan Oleh :
F I T R I A
06/194937/EIK/00537
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
LEMBAR PENGESAHAN
TINDAKAN PENCEGAHAN PLEBITIS TERHADAP PASIEN YANG TERPASANG INFUS
DI RSU MOKOPIDO TOLITOLI
SKRIPSI
Diajukan oleh:
F I T R I A 06/194937/EIK/00537
Telah diseminarkan dan diujikan
Pada tanggal, 5 Januari 2008
Penguji I Penguji II Penguji III
Christantie Effendy, SKp.,M.Kes NIP. 140 310 081
Heny Suseani P.,SKp.,M.Kes NIP. 132 230 595
Sri Setyarini, SKp.,M.Kes NIP. 140 310 080
Mengetahui
Dekan
u.b. Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med. Sc., Ph.D. NIP. 131 860 994
TINDAKAN PENCEGAHAN PLEBITIS TERHADAP PASIEN YANG TERPASANG INFUS
DI RSU MOKOPIDO TOLITOLI
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan oleh:
F I T R I A 06/194937/EIK/00537
Telah diseminarkan dan diujikan
Pada tanggal, 5 Januari 2008
Penguji I Penguji II Penguji III
Christantie Effendy, SKp.,M.Kes NIP. 140 310 081
Heny Suseani P.,SKp.,M.Kes NIP. 132 230 595
Sri Setyarini, SKp.,M.Kes NIP. 140 310 080
Mengetahui
Dekan
u.b. Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med. Sc., Ph.D. NIP. 131 860 994
LEMBAR PERSETUJUAN
TINDAKAN PENCEGAHAN PLEBITIS TERHADAP PASIEN YANG TERPASANG INFUS
DI RSU MOKOPIDO TOLITOLI
SKRIPSI
Diajukan oleh:
F I T R I A 06/194937/EIK/00537
Disetujui untuk diujikan
Pada tanggal, 5 Januari 2008
Pembimbing I
Christantie Effendy, SKp.,M.Kes NIP. 140 310 081
Pembimbing II
Heny Suseani P.,SKp.,M.Kes NIP.132 230 595
Mengetahui
Pengelola Penelitian
Christantie Effendy, SKp.,M.Kes NIP. 140 310 081
KATA PENGANTAR
Bismillahir Rahmanir Rahim.
Segala puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINDAKAN PENCEGAHAN PLEBITIS
TERHADAP PASIEN YANG TERPASANG INFUS DI RSU MOKOPIDO
TOLITOLI”.
Skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
derajat Sarjana Keperawatan, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universiatas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis menyadari dengan
sepenuh hati bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan dan
kurangnya pengetahuan yang penulis miliki, namun penulis telah berusaha
semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik dan berharap semoga dapat
bermanfaat. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
limpahan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp. KK(K) selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
iii
2. Ibu Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes., selaku ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
3. Bapak dr. H Mansyur, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Mokopido
Tolitoli.
4. Ibu Chistantie Effendy S.Kp.,M.Kes selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Heny Suseani P, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan skripsi ini.
6. Ibu Sri Setyarini, S.Kp., M.Kes selaku penguji yang telah banyak
memberikan koreksi dan masukan.
7. Rekan-rekan perawat di RSU Mokopido Tolitoli yang telah membantu
jalannya penelitian, lebih khusus kepada asisten peneliti : Musdalifa, Sriwana,
Sriyanti, Afdhalia, Jumiati, Wilda, Yanti, Fadlia, Ilmy, dan Yuliana
8. Seluruh staff Dosen dan administrasi PSIK FK UGM yang telah memfasilitasi
kelancaran penelitian.
9. Ayah dan Ibu serta saudaraku tercinta, orang terdekat yang selalu
memberikan motivasi dan doa agar selalu sukses dalam menjalani studi.
10. Anakku tersayang Moh. Maulana Saputra, sebagai motivator dan sumber
kekuatan dalam hidupku.
11. Saudaraku Rahma Edy Pakaya, terima kasih atas bantuan, perhatian,
persahabatan dan supportnya selama ini dan semua teman-teman PSIK B 2006
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kasih sayang dan
persahabatan kita.
iv
12. Semua pihak yang turut membantu pelaksanaan pembuatan skripsi ini yang
mana tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga Allah memberikan kebaikan kepada kita semua.
Niscaya tiada suatu amal perbuatan yang akan sia-sia. Semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya Amin.
Yogyakarta, Desember 2007
Penulis
v
HALAMAN MOTTO
Jadikan hidup lebih bermaknadengan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain
jangan pernah takut menghadapi cobaan karena
sesungguhnya dibalik semua itu ada kebahagiaan
yang menanticobaan merupakan kunci untuk membuka
pintu kebahagiaandi dalamnya termuat teguran, pelajaran, dan
pengalaman berharga jika kita mampu mencari makna dan memahaminya
setiap tangisanakan berakhir dengan senyuman ketakutan
akan berakhir dengan rasa aman kegelisahan
akan sirna oleh kedamaian
warnai hidup dengan keceriaan, jalani hidup dengan keikhlasan, hadapi kenyataan dengan keberanian, damaikan hati dengan senyuman, tentramkan jiwa dengan keimanan, bahagiakan
diri dengan bersyukur.
x
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dengan bangga ku persembahkan kepada orang-orang yang ku
sayangi dan ku cintai yang dengan tulus mendampingiku dikala suka maupun
duka, tanpa kalian aku bukan siapa-siapa, tak ada yang bisa ku perbuat untuk
membalas semua jasamu, hanya doa dan harapan yang ku panjatkan semoga Allah
SWT senantiasa memberikan limpahan kasih sayang dan kebahagiaan.
Kepada rekan-rekanku PSIK B 2006, persahabatan yang luar biasa aku
dapatkan dari kalian semua, aku bangga dengan kekompakan dan persaudaraan
yang kita miliki, akan ku kenang slamanya dan semoga semuanya akan tetap
abadi walaupun kita tidak bersama lagi.
Teristimewa kepada teman-teman sejawat yang ada di RSU Mokopido
Tolitoli, aku berharap kita bisa bekerjasama menciptakan suatu perubahan yang
berarti demi kemajuan rumah sakit kita tercinta. Sukses untuk kalian semua,
bekerjalah dengan penuh keikhlasan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ix
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... x
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................xi
INTISARI..............................................................................................................xii
ABSTRACT.........................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
E. Keaslian Penelitian ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemasangan Infus ................................................................................ 7
1. Prosedur Pemasangan Infus ......................................................... 7
2. Komplikasi Pemasangan Infus ...................................................... 8
B. Plebitis
1. Tanda dan Gejala........................................................................... 11
2. Skala Plebitis ................................................................................. 11
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis .................. 11
4. Klasifikasi...................................................................................... 14
C. Pencegahan Plebitis .............................................................................. 15
D. Kerangka Konsep Penelitian................................................................. 27
E. Kerangka Penelitian .............................................................................. 28
F. Pertanyaan Penelitian............................................................................ 28
vi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancanagan Penelitian .......................................................... 29
B. Populasi dan Sampel ............................................................................. 29
C. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 30
D. Variabel Penelitian................................................................................ 30
E. Definisi Operasional ............................................................................. 30
F. Instrumen Penelitian ............................................................................. 31
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................ 33
H. Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 33
I. Jalannya Penelitian ............................................................................... 34
J. Analisis Data......................................................................................... 34
K. Keterbatasan penelitian......................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien yang Terpasang Infus .......................................... 38
B. Pelaksanaan Tindakan Pemasangan Infus ............................................ 39
C. Pelaksanaan tindakan pencegahan plebitis ........................................... 41
D. Insiden Plebitis ..................................................................................... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................................51
B. Saran..........................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian................................................................27
Gambar 2. Kerangka Penelitian.............................................................................28
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Angka Kejadian Plebitis tahun 2006.................................................. 2
Tabel 2. Karakteristik Pasien yang Terpasang Infus..............................................38
Tabel 3. Hasil observasi pelaksanaan tindakan pemasangan infus........................40
Tabel 4. Hasil observasi pelaksanaan tindakan cuci tangan pada
tindakan pemasangan Infus......................................................................42
Tabel 5. Hasil observasi pelaksanaan tindakan cuci tangan pada tindakan
Dressing...................................................................................................43
Tabel 6. Hasil observasi pelaksanaan Teknik Aseptik pada tindakan
pemasangan infus.....................................................................................44
Tabel 7. Hasil observasi pelaksanaan Teknik Aseptik pada tindakan
dressing.....................................................................................................45
Tabel 8. Hasil observasi pelaksanaan tindakan dressing........................................46
Tabel 9. Insiden Plebitis.........................................................................................48
ix
ABSTRACT
Background : Nosocomial infection is an indicator of hospital success in the provision of service for the community, therefore nurses have an important role in its prevention. Nosocomial infection can significantly increase cost of care, length of stay and medication and expenditure of the patient. One type of nosocomial infection which commonly occurs in hospitals is phlebitis. The prevalence of phlebitis at Mokopido Hospital of Tolitoli in 2006 was 42.4%. Therefore its prevention has significant financial effect which is essential in healthcare management.Objective : To identify the management of phlebitis prevention at Mokopido Hospital of Tolitoli which consisted of hand washing, aseptic technique, dressing, and change of intravenous feeding set.Method : This quantitative study used descriptive analytical design and prospective approach. Data were obtained through observation. The study was applied to 112 samples of intravenous feeding treatments carried out at the emergency unit, VIP, midwifery, pediatric, surgery, internal medicine, and ICU rooms of Mokopido Hospital from 3rd – 17th October 2007 with the help of 10 observers.Result : Out of 112 intravenous feeding treatments 55 (49.1%) of them did not wash hands, 21 (18.7%) washed hands improperly. Out of 12 dressing treatments 3 (25%) of them did not wash hands and 4 (33.3%) washed hands improperly. In the practice of aseptic technique, out of 112 intravenous feeding treatments 67 (59.8%) were done improperly; out 12 dressing treatments 11 (91.7%) were done improperly. In the practice of dressing, out of 112 intravenous feeding treatments 100 (89.3%) did not conduct dressing, and 8 (7%) dressing treatments were done improperly. Intravenous feeding set had never been changed unless there was phlebitis.Conclusion : Despite the implementation of intravenous feeding, the prevention from phlebitis either during intravenous feeding treatment or insertion incision care had not been carried out properly. Incidence of phlebitis still reached 46.6%.
Keywords : Phlebitis, Nosocomial Infection, Intravenous Feeding, Prevention
INTISARI
Latar belakang: Infeksi nosokomial merupakan salah satu indikator dari keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga peran perawat sangat penting dalam pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara signifikan, lamanya masa rawat di Institusi layanan kesehatan, dan masa penyembuhan yang memanjang akan menambah pengeluaran klien. Salah satu bentuk infeksi nosokomial yang sering ditemukan di rumah sakit adalah plebitis. Angka kejadian plebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada Tahun 2006 mencapai 42,4%. Oleh sebab itu pencegahan memiliki pengaruh finansial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan perawatan.Tujuan Penelitian: Mengetahui bagaimana pelaksanaan tindakan pencegahan plebitis yang meliputi tindakan cuci tangan, teknik aseptik, dressing dan penggantian set infus di RSU Mokopido Tolitoli.Metode: Jenis penelitian Kuantitatif dengan rancangan deskriptif analitik melalui pendekatan prospektif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi. Penelitian dilakukan terhadap 112 sampel tindakan pemasangan infus yang dilaksanakan di Ruang UGD, Ruang VIP, Ruang Kebidanan, Ruang Anak, Ruang Bedah, Ruang Penyakit Dalam dan Ruang ICU RSU Mokopido Tolitoli yang dilaksanakan pada tanggal 3 – 17 Oktober 2007 dengan bantuan 10 orang observer.Hasil: Dari 112 tindakan pemasangan infus 55 diantaranya (49,1%) cuci tangan tidak dilaksanakan, dan 21 tindakan cuci tangan (18,7%) berada dalam kategori kurang baik.Sedangkan pada 12 tindakan dressing 3 diantaranya (25%) tindakan cuci tangan tidak dilaksanakan, dan 4 tindakan cuci tangan (33,3%) berada dalam kategori kurang baik. Pelaksanaan teknik aseptik pada 112 pemasangan infus didapatkan 67 tindakan (59,8%) berada dalam kategori tidak baik, sedangkan pelaksanaan teknik aseptik pada 12 tindakan dressing didapatkan 11 tindakan (91,7% ) berada dalam kategori tidak baik. Pelaksanaan tindakan dressing terhadap 112 pemasangan infus 100 diantaranya (89,3%) dressing tidak dilaksanakan, dan 8 tindakan dressing (7%) berada dalam kategori tidak baik. Penggantian set infus tidak pernah dilaksanakan kecuali terjadi plebitis.Kesimpulan: Meskipun pelaksanaan tindakan pemasangan infus sudah cukup baik namun tindakan pencegahan plebitis baik pada tindakan pemasangan infus maupun pada perawatan luka insersi belum dilaksanakan dengan baik, dengan insiden plebitis mencapai 46,4%.
Kata kunci : Tindakan Pencegahan, Plebitis, Infus, infeksi nosokomial
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-
penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan
oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara
yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap
menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%
(Utama, 2006).
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit.
Kerugian yang ditimbulkan sangat membebani rumah sakit maupun pasien.
Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian
tetapi dapat menjadi penyebab pasien tinggal lebih lama di rumah sakit, ini berarti
pasien harus membayar lebih mahal dan dalam kondisi yang tidak produktif
(Depkes RI, 1993).
Pencegahan terhadap infeksi nosokomial merupakan salah satu bentuk
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial merupakan salah
satu indikator dari keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat, sehingga peran perawat sangat penting didalam
pengendalian infeksi nosokomial. Kegiatan pengendalian infeksi nosokomial di
rumah sakit merupakan satu keharusan untuk melindungi pasien dari infeksi
1
2
dalam bentuk upaya pencegahan, surveilence, dan pengobatan yang rasional
(Depkes RI, 1999).
Salah satu bentuk infeksi nosokomial yang sering ditemukan di rumah sakit
adalah plebitis. Plebitis dapat menimbulkan nyeri yang luar biasa dan tidak dapat
dilakukan validasi, oedema dengan kulit pucat, panas dan keras. Komplikasi lebih
lanjut akan mengakibatkan penjendalan darah yang lebih luas, emboli paru, dan
recidivasi. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur
intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan
tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan iv kateter yang
tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Smetltzer,
2002).
Dari hasil studi dokumentasi yang dilakukan di RSU Mokopido Tolitoli
didapatkan data tentang angka kejadian plebitis selama satu tahun pada tahun
2006 untuk masing-masing ruangan yang digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 1.Angka kejadian plebitis di RSU Mokopido Tolitoli tahun 2006
Ruangan Terpasang infus Plebitis PersentaseBedah Penyakit dalam Anak Kebidanan ICU
3281370506386105
181638176147
-
55,18%46,57%35,13%38,08%
-
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan melihat tingginya angka kejadian
plebitis di RSU Mokopido Tolitoli, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang terpasang infus di RSU
Mokopido Tolitoli.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah
pelaksanaan tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang terpasang infus di
RSU Mokopido Tolitoli?”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran pelaksanaan tindakan pencegahan plebitis yang
meliputi cuci tangan, pelaksanaan teknik aseptik, dressing dan jangka waktu
penggantian set infus di RSU Mokopido Tolitoli
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran pelaksanaan tindakan pemasangan infus yang
dilakukan di RSU Mokopido Tolitoli.
b. Mengetahui insiden plebitis yang terjadi di RSU Mokopido Tolitoli.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. RSU Mokopido Tolitoli
Sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan plebitis dan sebagai bahan kajian dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
2. Profesi Keperawatan
Sebagai masukan untuk peningkatan keterampilan demi terwujudnya
profesionalisme tenaga perawat yang dapat diterapkan pada pasien yang
mendapatkan tindakan pemasangan infus.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan pada program penelitian dan pengembangan,
khususnya tentang tindakan pencegahan plebitis
4. Peneliti
Menambah wawasan peneliti tentang plebitis serta tindakan pencegahannya
sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan keparawatan dalam
hal pemasangan infus.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang
terpasang infus di RSU Mokopido Tolitoli belum pernah dilakukan. Namun ada
beberapa penelitian yang terkait yang pernah dilakukan yakni:
1. Baticaca. 2001, Kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
plebitis di IRNA I RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, merupakan penelitian kuantitatif
dengan menggunakan metode crsoss sectional. Sampel yang diambil adalah
pasien yang dirawat inap di ruang IRNA I RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.
Kesimpulan penelitian: Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian plebitis adalah
perawatan kulit lokasi insersi kanula dan frekuensi penggantian penutup kanula.
Perbedaan dari penelitian ini adalah pada penelitian Batticaca mencari faktor
penyebab terjadinya plebitis sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti menekankan pada tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang
terpasang infus.
2. Widiyanto. 2002, Insiden Plebitis pada Pemasangan Infus di RSUD
Purwerejo, menggunakan metode deskrptif dengan pendekatan cross sectional.
Sampel yang diambil adalah penderita yang mendapat tindakan pemasangan infus
di ruang Cempaka, Bougenvile, Flamboyan, Dahlia, Teratai, Melati, IGD, IU,
IBS, dan ruang utama RSUD Purworejo. Kesimpulan penelitian: Insiden plebitis
di RSUD Purworejo adalah 18,8%. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan yang
akan diteliti peneliti adalah pada penelitian Widiyanto mencari angka kejadian
plebitis akibat pemasangan infus sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti menekankan pada tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang
terpasang infus.
3. Paschalia. 2004, Perbedaan Kejadian Plebitis antara infus yang didressing
setiap hari dengan yang didressing tidak teratur dan yang tidak pernah
didressing di RSUD Ende, menggunakan metode deskrptif dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada pasien yang mendapat terapi infus
di RSUD Ende selama dua bulan. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan kejadian plebitis antara infus yang didressing setiap hari dengan
infus yang didressing tidak teratur/tidak setiap hari, ada perbedaan kejadian
plebitis antara infus yang didressing setiap hari dengan yang tidak pernah
didressing, dan tidak ada perbedaan kejadian plebitis antara infus yang didressing
tidak teratur/tidak setiap hari dengan yang tidak pernah didressing. Perbedaan dari
penelitian ini adalah pada penelitian paschalia mencari perbedaan kejadian plebitis
antara infus yang didressing setiap hari dengan infus yang didressing tidak
teratur/tidak setiap hari dan yang tidak pernah didressing dengan menggunakan
pasien sebagai subyek penelitian sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti menekankan pada tindakan pencegahan plebitis terhadap pasien yang
terpasang infus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemasangan Infus
Menurut Luckman (1997) infus intravena adalah memasukkan jarum/kanula
ke dalam vena (pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus/pengobatan, dengan
tujuan agar sejumlah cairan atau obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena
dalam jangka waktu tertentu, mempertahankan atau mengganti cairan tubuh,
memperbaiki keseimbangan asam basa, memperbaiki volume komponen darah,
moitor tekanan darah sentral, serta memberikan cairan nutrisi.
1. Prosedur pemasangan infus
Standar praktek keperawatan profesional menyebutkan bahwa pemasangan
jarum infus akan berkualitas bila setiap melaksanakan tindakan keperawatan
selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Sehingga kejadian infeksi
klinis pemasangan infus dapat dikurangi atau bahkan tidak terjadi (Depkes RI,
1997).
Tindakan keperawatan memasang infus menurut standar Depkes RI (1997)
adalah sebagai berikut:
Persiapan yang meliputi: Standar infus; cairan yang akan diberikan; infus set;
abocath; kapas alkohol 70%; kasa steril; gunting; plester; pengalas; bengkok;
torniquet.
7
8
Pelaksanaan tindakan pemasangan infus meliputi: (1) Memberi penjelasan pada
klien; (2) Menyiapkan area yang akan dipasang infus; (3) Memeriksa program
terapi; (4) Memeriksa ulang cairan yang akan diberikan; (5) Memasang infus set
pada botol infus dan mengeluarkan udara dari selang infus; (6) Menentukan vena
yang akan ditusuk; (7) Memasang pengalas; (8) Memasang torniquet; (9)
Melakukan desinfeksi pada area yang akan ditusuk dengan kateter seluas 5 cm;
(10) Masukkan abocath pada vena yang telah ditentukan; (11) Memasang selang
cairan pada abocath; (12) Torniquet dilepas; (13) Melakukan fiksasi; (14)
Menutup lokasi yang ditusuk dengan kasa steril; (15) Menghitung jumlah tetesan
sesuai dengan kebutuhan; (16) Memperhatikan reaksi klien; (17) Catat waktu
pemasangan, jenis cairan dan jumlah tetesan; (18) Klien dirapikan; (19) Alat-alat
dibereskan; (20) Perawat cuci tangan (Depkes RI, 1997). Hal ini juga
diungkapkan oleh Nettina (1996).
2. Komplikasi pemasangan infus
Menurut Smetlzer (2002) terapi intravena memberikan resiko ancaman
kesehatan bagi pasien, dapat lokal ataupun sistemik. Komplikasi tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Komplikasi sistemik
Komplikasi sistemik sekalipun kejadiannya jarang namun apabila terjadi akan
memberikan masalah yang sangat serius dibandingkan dengan komplikasi lokal.
Komplikasi tersebut meliputi: (1) Overload / Kelebihan cairan, dalam sistem
sirkulasi akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan peningkatan tekanan
vena sentral. Tanda-tanda overload meliputi: ronkhi paru pada saat dilakukan
9
pemeriksaan auskultasi, edema, dispnea, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Kemungkinan lain dapat menyebabkan gangguan hepar, jantung dan penyakit
ginjal. Resiko yang paling sering dijumpai adalah edema paru, terlebih pada usia
lanjut dan pasien yang menderita penyakit jantung. Kondisi inilah yang disebut
kelebihan cairan sirkulasi.; (2) Emboli udara, resiko terjadinya emboli udara
adalah jarang namun dapatm pula terjadi. Hal ini sering berhubungan dengan
pemasangan canula sentral. Manifestasi dari emboli udara seperti: dypsnea, dan
cyanosis, hipertensi, kelemahan, takikardi, kehilangan kesadaran, kadang disertai
pula nyeri dada, bahu dan punggung. ; (3) Septikemia dan infeksi lainnya,
terdapatnya material-material pyrogenik dalam cairan infus dapat menimbulkan
reaksi febris dan septikemia. Tanda dan gejala meliputi peningkatan suhu tubuh
setelah cairan infus dimasukkan, sakit pinggang, sakit kepala, peningkatan
frekuensi nadi dan pernafasan, mual, muntah, diare, menggigil dan keletihan.
Septikemia berat memberikan gejala kolaps pembuluh darah, syok septik.
Penyebab septikemia meliputi kontaminasi pada peralatan set infus, kontaminasi
alat, khususnya penderita yang mengalami depresi sistem immun.
b. Komplikasi lokal
Komplikasi lokal dari pemasangan infus meliputi: (1) Infiltrasi dan
Ekstravasasi. Infiltrasi adalah kebocoran dinding pembuluh darah sehingga cairan
infus atau obat berada di sekitar jaringan. Infiltrasi dikenali dengan memberikan
tanda edema di sekitar penusukan, bocornya cairan infus yang bersumber dari
daerah penusukan, rasa tidak nyaman dan permukaan kulit dingin. Pengawasan
yang ketat pada daerah insersi sangat diperlukan untuk mendeteksi terjadinya
10
komplikasi seperti ini untuk menghindari infiltrasi yang lebih berat; (2) Plebitis,
adalah inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik,
yang dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang merah dan hangat di sekitar
daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di daerah penusukan
atau sepanjang vena dan pembengkakan; (3) Tromboplebitis, adanya keberadaan
pembekuan darah disertai dengan adanya peradangan di vena. Kejadian ini
ditandai dengan nyeri, kemerahan, hangat, dan bengkak di sekitar daerah
penusukan atau sepanjang vena, kehilangan kemampuan untuk gerak karena tidak
nyaman, panas, malaise dan leukositosis; (4) Hematoma, muncul saat terjadinya
kebocoran dari dinding pembuluh darah sehingga darah keluar dan berada di
sekitar daerah penusukan. Kebocoran bisa terjadi karena tertusuknya dinding
pembuluh darah dan terjadi perforasi. Tanda hematoma meliputi: echimosis,
bengkak secara tiba-tiba, keluarnya darah pada tempat penusukan; (5)
Penggumpalan darah dan obstruksi, penggumpalan darah mungkin terjadi pada IV
line sebagai akibat dari tertekuknya selang, aliran infus yang terlalu lambat atau
plabot infus sudah kosong. Tanda yang dapat muncul seperti penurunan aliran
darah dan adanya stosel darah pada selang.
B. Plebitis
Luckman (1997) mendefinisikan plebitis sebagai infeksi vena yang
disebabkan oleh iritasi zat cairan kimia intravena, pengobatan, iritasi zat kimia
dari jarum/kanula atau infeksi setempat, serta merupakan perkembangan dari
gejala tromboplebitis.
11
1. Tanda-tanda plebitis secara klinis
Tanda-tanda plebitis yaitu: nyeri, merah, bengkak, gatal, kerusakan pada
jaringan vena, peningkatan suhu > 38oC.
2. Skala Plebitis
Pembagian skala plebitis adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada tanda-tanda plebitis
+1 : Ada kemerahan dan edema pada lokasi penusukan jarum, nyeri pada
lokasi penusukan, tidak ada garis merah pada vena tempat penusukan,
tidak ada cord (pada vena teraba mengeras) yang jelas.
+2 : Ada kemerahan dan edema pada lokasi penusukan, nyeri pada lokasi
penusukan, ada garis merah pada vena tempat penusukan, tidak ada
cord yang jelas teraba
+3 : Ada kemerahan dan edema pada lokasi penusukan jarum, nyeri pada
lokasi penusukan, ada garis merah pada vena tempat penusukan, ada
cord yang jelas teraba
(Smeltzer, 2002)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis
Centers for Disease Control (2002) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya plebitis pada pasien yang mendapat kanula vena perifer
adalah:
a. Bahan pembuatan kateter
Terbuat dari polivynil klorida atau polyetelin resistensinya terhadap
mikroorganisme agak kurang bila dibandingkan dengan kateter yang terbuat dari
12
teflon, silicon, elastomer, atau polyuretan. Kateter dapat menjadi tempat
berkembangbiak bakteri seperti: cons, actinobacter, pseudomonas aeroginosa, dan
menimbulkan tromboplebitis. Kateter polyuretan mempunyai resiko terjadinya
plebitis lebih rendah(mendekati 30%) bila dibandingkan dengan pemakaian
kateter yang terbuat dari teflon.
b. Ukuran kateter
Seperti midline kateter mempunyai ukuran 3–8 inci, merupakan pilihan
alternatif karena dapat digunakan selama 2 minggu.
c. Tempat insersi kateter
Dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: (1) Pasien, kelainan bentuk
anatomi, perdarahan; (2) Resiko komlikasi mekanik, perdarahan, pneumothorax
dan resiko infeksi.
d. Pengalaman personal yang menginsersi kateter
Penusukan kanula sebaiknya dilakukan oleh orang yang sudah
berpengalaman, sebab bila dilakukan oleh orang yang belum berpengalaman akan
memperbesar resiko komplikasi.
e. Jangka waktu pemakaian kanula/kateter
Pemakaian lebih dari 3 hari dapat mempertinggi resiko infeksi. kanula vena
perifer dan selang infus sebaiknya diganti tiap 48–72 jam. Untuk pemakaian
pemberian darah/cairan lipid ganti selang infus tiap 24 jam.
13
f. Komposisi infus set
Terdiri dari selang infus, jarum infus, cairan infus. Penyimpanan yang kurang
baik dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi, sehingga perlu memperhatikan
kasterilan infus set.
g. Frekuensi penggantian penutup kateter
Penggantian dressing infus (kasa, plester, pembalut) diganti tiap mengganti
kateter, apabila basah, terlepas atau pada saat perawatan luka insersi.
h. Kateter yang berhubungan dengan infeksi yaitu: (1) Kateter hemodialisis
klavikula menyebabkan komplikasi endokarditis bakterial; (2) Pemakaian vena
kateter jugular pada hemodialisis; (3) Pemakaian kateter perifer pada orang
dewasa menyebabkan komplikasi seperti plebitis, kelebihan cairan dan kolonisasi
i.Perawatan kulit tempat insersi dan tangan perawat
Harus dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan dan memusnahkan
mikroorganisme dan flora yang menempel pada kulit. Antiseptik, seperti: alkohol,
povidin, yodium, betadin dan sebagainya, sering digunakan. Pemakaian yodium
dan chlorexidin pada etil alkohol akan lebih baik daripada povidon iodine.
Pemakaian salep anti mikroba pada tempat insersi tidak ada hubungannya dengan
menurunnya infeksi yang disebabkan oleh pemakaian vena kateter.
j.Faktor host
Harus diperhatikan, seperti daya tahan tubuh terhadap set infus, faktor gizi,
keadaan penyakit, dan faktor yang memperberat seperti DM, penyakit infeksi.
14
k. Ruang emergensi insersi
Tempat dilakukannya pemasangan infus harus dalam keadaan bersih, bebas
dari debu dan serangga, dapat menurunkan resiko infeksi.
4. Klasifikasi plebitis
Terry (1995) mengelompokkan plebitis berdasarkan faktor penyebabnya
sebagai berikut:
a. Plebitis karena kimiawi
Plebitis karena kimiawai dihubungkan dengan respon vena terhadap bahan
kimia. Reaksi peradangan dapat ditimbulkan oleh pemberian cairan dan atau
pengobatan atau reaksi terhadap bahan kanula yang digunakan. Cairan dengan pH
atau osmolalitas yang tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya plebitis, juga
cairan yang terlalu asam (pH rendah), emulsi lipid yang digunakan dalam
pemberian nutrisi parenteral.
b. Plebitis mekanik
Plebitis mekanik dihubungkan dengan lokasi kanula. Kanula mengiritasi vena
sehingga menimbulkan trauma dan terjadilah plebitis.
c. Plebitis bakterial
Plebitis bakterial adalah peradangan pada lokasi penusukan vena yang
disebabkan karena infeksi bateri, merupakan jenis plebitis yang paling jarang
terjadi. Jika terjadi, menjadi penyebab yang serius untuk terjadinya septikemia.
Faktor-faktor terjadinya plebitis bakterial antara lain disebabkan oleh tindakan
dressing yang tidak sesuai dengan prosedural, yaitu: teknik mencuci tangan yang
15
kurang baik, melupakan untuk memeriksa alat dari kemungkinan terkontaminasi,
kurang memperhatikan teknik aseptik dalam melaksanakan prosedur dressing.
C. Pencegahan plebitis
The Center For disease Control (CDC) dan HIPAC telah
merekomendasikan pencehagan infeksi yang berhubungan dengan intravaskuler
perifer secara umum ke dalam kategori-kategori berdasarkan pada data ilmiah
yang ada, rasional, aplikabilitas, sebagai berikut:
1. Kategori IA. Sangat direkomendasikan untuk diimplementasikan dan sangat
didukung oleh eksperimen atau penelitian epidemiologis yang didesain dengan
baik.
2. Kategori IB. Sangat direkomendasikan untuk diimplementasikan dan
didukung oleh beberapa studi eksperimental, klinis atau epidemiologis, rasional
yang kuat.
3. Kategori IC dibutuhkan oleh peraturan atau standar pemerintah.
4. Kategori II. Disarankan untuk pelaksanakan di banyak rumah sakit.
Rekomendasi kemungkinan didukung oleh usulan klinis atau penelitian
epidemiologis, alasan teoritis yang kuat, atau penelitian definitif yang dapat
diterapkan pada beberapa rumah sakit, tetapi tidak semua.
5. Persoalan tidak dapat diselesaikan. Praktek dimana keterangan yang tidak
cukup atau konsensus berkenaan dengan kemanjuran yang ada.
16
Berikut ini adalah beberapa ukuran kontrol infeksi yang tercakup dalam
rekomendasi umum CDC untuk alat-alat intravaskuler. Untuk panduan yang lebih
spesifik, praktisi kontrol infeksi seharusnya memeriksa draft panduan CDC.
1. Pendidikan dan Pelatihan Petugas Perawatan Kesehatan
a. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas
perawatan kesehatan berkenaan dengan indikasi untuk penggunaan dan prosedur
penusukan dan pemeliharaan alat-alat intravaskuler, dan ukuran kontrol infeksi
yang sesuai untuk mencegah infeksi yang berkaitan dengan peralatan
intravaskuler. (Kategori IA)
b. Mengkaji pengetahuan dan ketaatan perawat terhadap pedoman pemasangan
dan perawatan kateter intravaskuler. (Kategori IA)
c. Memastikan level staf keperawatan yang tepat untuk ditempatkan di ICU
untuk meminimalisasikan terjadinya CRBSIs. (Kategori IB)
2. Pengawasan
a. Monitor secara visual tempat cateter atau dengan meraba secara langsung
pada permukaan dressing, berdasarkan pada situasi klinis pasien tersebut. Jika
pasien merasa sakit pada tempat penusukan, demam tanpa sumber yang jelas, atau
gejala infeksi lokal atau infeksi pada aliran darah, dressing harus dilepas sehingga
lokasi pemasangan dapat dikaji. (Kategori IB)
b. Menganjurkan pasien untuk melaporkan kepada petugas kesehatan setiap
perubahan yang terjadi pada daerah insersi atau setiap ketidaknyamanan.
(Kategori II)
17
c. Mencatat orang yang melaksanan, tanggal dan waktu pemasangan kateter dan
pencabutannya serta perubahan dressing di formulir standar. (Kategori II)
d. Jangan secara rutin melakukan kultur pada ujung kateter (Kategori IA)
3. Cuci Tangan
a. Observasi prosedur cuci tangan yang tepat dengan menggunakan sabun yang
mengandung antiseptic serta air atau menggunakan jel yang mengandung alkohol
tanpa air. Mencuci tangan sebelum dan sesudah insersi, memindahkan,
mengakses, memperbaiki atau melakukan dressing kateter intravaskuler. Palpasi
daerah insersi tidak boleh dilakukan setelah menggunakan antiseptik kecuali tetap
menggunakan teknik aseptik. (Kategori IA)
b. Menggunakan sarung tangan tidak boleh mengabaikan cuci tangan. (Kategori
IA)
Larson (1995) merekomendasikan bahwa perawat mencuci tangan dalam
situasi seperti berikut ini : (1) Jika tampak kotor; (2) sebelum dan sesudah kontak
dengan klien; (3) setelah kontak dengan sumber mikroorganisme (darah atau
cairan tubuh, membran mukosa, kulit yang tidak utuh, atau objek yang mati yang
mungkin terkontaminasi); (4) Sebelum melakukan prosedur invasive seperti
pemasangan kateter intravascular atau kateter menetap (dianjurkan menggunakan
sabun anti mikroba); (5) Setelah melepas sarung tangan
Prosedur mencuci tangan menurut Perry, Potter (2000) adalah sebagai
berikut : (1) Dorong ke atas jam tangan dan lengan baju seragam yang panjang dia
atas pergelangan tangan. Lepaskan perhiasan; (2) Pertahankan kuku jari pendek
dan terkikir; (3) Perhatikan permukaan tangan dan jari-jari terhadap adanya luka
18
goresan atau terpotong pada kulit dan kutikula. Laporkan adanya lesi bila merawat
klien dengan kerentanan tinggi; (4) Berdiri di depan bak cuci, jaga agar tangan
dan seragam anda tidak menyentuh permukaan bak cuci (jika tangan menyentuh
permukaan bak cuci selama mencuci tangan, ulangi proses mencuci tangan dari
awal). Gunakan bak cuci dengan keran yang mudah terjangkau; (5) Alirkan air.
Tekan pedal kaki dengan kaki untuk untuk mengatur aliran dan suhu air. Tekan
tangkai pedal ke arah lateral untuk mengontrol aliran dan suhu air. Hidupkan
keran yang dioperasikan dengan tangan, tutupi bagian atas keran dengan handuk
kertas; (6) Hindari memercikkan air keseragam; (7) Atur aliran air sehingga
suhunya hangat; (8) Basahi tangan dan lengan bawah secara menyeluruh di bawah
air mengalir. Jaga agar tangan dan lengan bawah lebih rendah dari siku selama
mencuci; (9) Oleskan 1 ml sabun cair biasa atau 3 ml sabun cair antiseptik pada
tangan dan buat berbusa Bila menggunakan sabun batangan, pegang dan gosok
sampai berbusa. Dapat juga digunakan sabun berbentuk granula dan preparat
liflet; (10) Cuci tangan dengan menggunakan banyak busa dan menggosokkan
selama 10 – 15 menit. Jalin jari-jari dan gosok telapak dan punggung tangan
dengan gerakan memutar; (11) Bila area di bawah jari-jari kotor, bersihkan
dengan kuku jari tangan yang lain dan tambahkan sabun atau kayu orange bersih.
Jaga agar kulit dibawah (disekitar) kuku anda tidak luka atau terpotong; (12) Bilas
tangan dan pergelangan tangan secara menyeluruh, jaga agar tangan dibawah dan
siku diatas; (13) Ulangi langkah 9 sampai 11 tetapi perpanjang periode aktual
mencuci tangan selama 1, 2, dan 3 menit; (14) Keringkan tangan secara
menyeluruh, usap dari jari turun kepergelangan tangan dan lengan bawah; (15)
19
Buang handuk kertas dalam wadah yang telah disediakan; (16) Hentikan aliran air
dengan kaki dan gagang pedal. Untuk menghentikan aliran keran tangan, gunakan
handuk kertas bersih yang kering; (17) Pertahankan tangan dan kutikula cukup
terlumasi dengan losion tangan atau pelembab di antara waktu pencucian.
4. Teknik Aseptik selama insersi kateter dan perawatan
a. Pertahankan teknik aseptik selama insersi dan perawatan kateter
intravaskuler. (Kategori IA)
b. Gunakan sarung tangan bersih atau steril ketika menginsersi kateter
intravaskuler seperti yang disyaratkan oleh Standar Patogen Darah dari
Administrasi Kesehatan dan Keamanan Kerja (OSHA). (Kategori IC).
Menggunakan sarung tangan bersih lebih diterima daripada sarung tangan steril
untuk insersi cateter intravaskuler perifer jika tempat pemasangan tidak disentuh
setelah diberi antiseptic kulit. Sarung tangan steril harus dipakai untuk insersi
kateter arteri atau sentral. (Kategori IA)
c. Gunakan sarung tangan bersih atau steril ketika mengganti dressing kateter
intravaskuler. (Kategori IC)
5. Insersi Kateter
Jangan secara rutin menggunakan prosedur memotong vena atau arteri
sebagai metode insersi kateter. (Kategori IA)
6. Perawatan Tempat insersi Kateter
a. Antiseptik kulit
(1) Desinfeksi kulit dengan antiseptic yang tepat sebelum insersi kateter dan
selama merubah dressing. Walaupun preparasi chlorhexidin lebih utama, tincture
20
iodium, iodovor, alcohol 70% juga dapat digunakan. (Kategori IA); (2) Tidak ada
rekomemndasi terhadap pemakaian chlorhexidin pada bayi berumur kurang dari 2
bulan (persoalan yang tidak dapat dipecahkan); (3) biarkan antiseptik tetap pada
tempat insersi dan mongering sebelum insersi kateter. Biarkan povidone iodium
pada kulit selama minimal 2 menit atau lebih lama jika belum kering sebelum
insersi. (Kategori IB); (4) Jangan gunakan pelarut organik (Aseton dan Eter) pada
kulit sebelum insersi kateter tau selama perubahan dressing. (Kategori IA)
7. Dressing kateter
a. Menggunakan kasa steril atau dressing yang semi permiabel, transparan,
untuk menutupi tempat kateter. (Kategori IA)
b. Tempat CVC yang sembuh dengan baik tidak perlu dressing. (Kategori II)
c. Jika pasien berkeringat atau tempat insersi berdarah, kasa dressing yang
dipilih adalah dressing yang semi permeable dan transparan. (Kategori II)
d. Ganti dressing kateter bila lembab, longgar atau terlihat kotor. (Kategori IB)
e. Ganti dressing minimal 1 kali seminggu untuk pasien dewasa dan remaja
tergantung kondisi dari pasien. (Kategori II)
f. Jangan gunakan krim atau salep antibiotik topikal pada tempat insersi
(kecuali jika menggunakan kateter dialisa) karena potensial untuk infeksi jamur
dan resistensi antimikroba. (Kategori IA)
g. Kateter jangan sampai terkena air. Mandi dibolehkan bila sudah ada langkah
pencegahan untuk mengurangi kecenderungan masuknya mikroorganisme ke
dalam kateter (misalnya kateter dilindungi dengan penutup yang tahan air selama
mandi). (Kategori II)
21
Menurut Potter and Perry (1993) langkah-langkah dalam melakukan
penggantian dressing infus adalah sebagai berikut: (1) Tentukan kebutuhan untuk
penggantian dressing yakni dengan cara: Tentukan kapan dressing lama diganti,
banyak institusi mengharuskan perawat menulis tanggal dan waktu dressing,
Observasi dressing terhadap kelembaban, Observasi dressing apakah masih utuh
atau tidak, Observasi sistem IV untuk kecocokan fungsi atau komplikasi kekuatan
set infus atau kateter IV, infiltrasi dan inflamasi; (2) Siapkan peralatan berupa:
Kasa steril 2x2 cm atau dressing transparan, Povidone-yodium, Kasa alkohol,
Plester yang telah dipotong dan siap digunakan, Sarung tangan steril disposibel;
(3) Jelaskan prosedur kepada klien, jelaskan bahwa ekstremitas tempat
pemasangan infus harus tetap dipertahankan selama prosedur; (4) Cuci tangan; (5)
Pakai sarung tangan; (6) Lepas dressing transparan lama sesuai arah pertumbuhan
rambut dan lepaskan plester dan kasa dari dressing lama secara bersama. Plester
yang melindungi jarum infus atau kateter dibiarkan mempertahankan posisi jarum
infus; (7) Jika infiltrasi, plebitis atau terjadi gumpalan, infus tidak menetes,
pindahkan ke tempat yang lain. Tempatkan kasa alkohol di atas tempat vena
pungsi dan lepaskan kateter atau jarum. Tekan tempat tersebut selama 1-2 menit;
(8) Jika infus baik, lepas plester penutup jarum atau kateter. Stabilkan jarum atau
kateter dengan satu tangan; (9) Bersihkan kulit dari sisa plester yang melekat; (10)
Dengan gerakan sirkuler dari dalam keluar bersihkan tempat insersi; (11)
Tempatkan kembali potongan plester ½ inci di bawah kateter dengan sisi melekat
ke atas menyilang kateter atau jarum; (12) Tempatkan povidone pada tempat vena
pungsi, biarkan larutan mengering. Tempatkan plester kedua untuk fiksasi kateter;
22
(13) Tempatkan kasa 2x2 cm atau dressing transparan di atas vena pungsi. Jika
dressing transparan yang dipakai, gunakan itu sesuai arah pertumbuhan rambut;
(14) Fiksasi selang IV dengan plester (jangan menutup dressing transparan); (15)
Tuliskan tanggal dan waktu penggantian dressing langsung di atas dressing
(mengikuti kebijakan institusi); (16) Bahan yang dibuang masukkan ke dalam
tempatnya, lepaskan sarung tangan dan cuci tangan; (17) Evaluasi fungsi dan
kepatenan sistem IV dalam respon penggantian dressing; (18) Catat dalam catatan
keperawatan waktu ganti dressing, tipe dressing, tangggal diberikan, kepatenan
sistem IV dan observasi tempat vena pungsi
8. Pemilihan dan penggantian kateter intravaskuler
a. Pilih kateter, teknik insersi, dan tempat insersi dengan resiko terendah
terhadap komplikasi (infeksi dan non infeksi) untuk mengantisipasi tipe dan
durasi terapi intravena. (Kategori IA)
b. Lepas dengan tepat kateter intravaskuler yang tidak lagi diperlukan. (Kategori
IA)
c. Jangan memindahkan kateter vena sentral atau arteri secara rutin hanya
dengan tujuan mengurangi insiden infeksi. (Kategori IB)
d. Ganti kateter vena perifer minimal setiap 72 – 96 jam pada pasien dewasa
untuk mencegah phlebitis. Tinggalkan kateter vena perifer pada tempatnya pada
pasien anak-anak sampai terapi intravena selesai, kecuali bila ada komplikasi
(plebitis dan infiltrasi). (Kategori IB)
23
e. Jika ketaatan terhadap teknik aseptik tidak bisa dilakukan (jika kateter
diinsersi pada keadaan darurat), ganti semua kateter secepat mungkin dan tidak
boleh lebih dari 48 jam. (Kategori II)
f. Gunakan keputusan klinis intuk menentukan waktu mengganti kateter yang
mungkin sebagai sumber infeksi (jangan mengganti kateter secara rutin pada
pasien dengan indikasi infeksi hanya demam). Jangan mengganti kateter vena
secara rutin pada pasien yang bakteremia atau fungimia jika sumber infeksi
kemungkinan bukan kateter. (Kategori II)
g. Ganti CVC jangka pendek jika terlihat pus di tempat insersi, yang
mengindikasikan adanya infeksi. (Kategori IB)
h. Ganti semua CVC jika pasien secara hemodinamis tidak stabil dan CRBSI
dicurigai. (Kategori II)
i.Jangan gunakan teknik guidewire untuk mengganti kateter pada pasien yang
dicurigai mengalami infeksi yang berhubungan dengan kateter. (Kategori IB)
9. Penggantian set infus
a. Set infus, (1) Ganti set infus, termasuk alat-alat tambahan minimal dalam
interval 72 jam, kecuali jika dicurigai infeksi yang berhubungan dengan kateter.
(Kategori IA); (2) Ganti set infus untuk memasukkan darah atau lipid (kombinasi
asam amino dan glukosa dengan perbandingan 3:1 atau yang diinfus terpisah)
dalam 24 jam dimulai pemasangan infus. (Kategori IB) jika larutan hanya
mengandung dekstrosa dan asam amino, set infus tidak perlu diganti setiap 72
jam. (Kategori II); (3) Ganti set infus untuk memasukkan infus profopol setiap 6
atau 12 jam, tergantung penggunaannya dan rekomendasi pabrik. (Kategori IA)
24
b. Selang infus, (1) Ganti komponen selang infus sesering penggantian set infus.
(Kategori II); (2) Ganti caps minimal 72 jam atau tergantung rekomendasi pabrik.
(Kategori II); (3) Pastikan semua komponen dari system infus layak pakai untuk
mengurangi kebocoran dan pecahnya system. (Kategori II); (4) Minimalkan resiko
kontaminasi dengan membersihkan bolus dengan antiseptik yang tepat dan
menusuk dengan peralatan steril. (Kategori IB)
c. Cairan parenteral, (1) Selesaikan infus larutan yang mengandung lipid dalam
24 jam penggantungan cairan. (Kategori IB); (2) Selesaikan infus emulsi lipid
selama 12 jam. Jika perhitungan volume membutuhkan waktu lebih infus harus
diselesaikan dalam 24 jam. (Kategori IB); (3) Selesaikan infus darah atau produk
darah yang lain dalam 4 jam. (Kategori II); (4) Tidak ada rekomendasi untuk
waktu pemberian untuk cairan parenteral yang lain ( persoalan yang tidak dapat
diselesaikan)
10. IV- Injection ports
a. Bersihkan injection ports dengan alkohol 70% atau iodofor sebelum
melakukan injeksi. (Kategori IA)
b. Tutup injection ports jika tidak digunakan. (Kategori IB)
South Western Staffordshine (2007) menyusun pedoman klinis untuk
pencegahan plebitis secara khusus sesuai dengan klasifikasi phlebitis berdasarkan
penyebabnya sebagai berikut:
1. Plebitis mekanik
a. Hindari area lipatan ketika menempatkan cannula
25
b. Hindari penempatan pada kaki atau tangan bagian bawah karena
meningkatkan kemungkinan pada pembentukan plebitis
c. Gunakan ukuran cannula yang tepat: cannula seharusntya lebih kecil
daripada pembuluh darah dalam tempat peletakkannya
d. Plester cannula dengan tepat untuk mencegah cannula bergesar dalam
pembuluh darah
e. Gunakan profesional yang sangat ahli dalam menempatkan cannula dan
memonitor tempat kateter IV.
2. Plebitis kimia
a. Pertimbangkan kemungkinan larutan/obat terhadp iritasi dinding pembuluh
darah (menunjuk pada formulary [buku yang memuat resep untuk pengobatan]
lokal)
b. Pilih ukuran cannula terkecil dan pembuluh darah terbesar yang ada. Ini
memperkenankan volume aliran darah yang lebih besar sekitar ujung cannula,
sehingga mengurangi selang infus
c. Pastikan pengobatan dikurangi secara tepat dan dilakukan pada kecepatan
yang benar – menunjuk pada panduan pabrik dan formulary lokal
3. Plebitis bakterial
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menggunakan sistem intravena
b. Menggunakan sarung tangan ketika melakukan venipuncture; tangan dicuci
sebelum mengenakan sarung tangan untuk meminimalkan kemungkinan
kontaminasi dari sistem vaskuler yang terbawa melalui sarung tangannya
26
c. Mengecek semua peralatan/sistem IV terhadap celah, kebocoran, zat
partikulat, tanda-tanda kontaminasi (kekeruhan, perubahan warna yang tidak
diharapkan, tampilan yang tidak biasa) dan tanggal kadaluarsa
d. Jangan mencukur sekitar tempat penusukan berkenaan dengan kemungkinan
menyebabkan mikroabrasi yang mana dapat memperkenankan mikroorganisme
masuk ke dalam sistem vaskuler
e. Bersihkan tempat penusukan dengan pembersih antibakteri yang tepat,
menggunakan gerakan memutar dan mulai dari luar ke dalam tempat penusukan
f. Memberikan pembersih antimikroba untuk udara kering sama sekali. Jangan
mengeringkan atau menyeka kelebihan larutan
g. Atur teknik aseptik selama penusukan cannula. Jangan menggunakan ulang
cannula yang telah disentuhkan ke kulit. Jangan meletakkan cannula di atas kulit
selama penusukan, atau menyentuk cannula dengan jari
h. Gunakan plester steril dan dressing seluruh tempat penusukan cannula
i.Plester cannula secara aman untuk supaya tidak bergeser
j.Cegah tempat dari basah atau lembab; ganti dressing jika tempat penusukan
menjadi basah atau lembab.
Tindakan pemasangan infus
Pencegahan
Pendidikan dan pelatihanPengawasanCara insersi
Cuci tanganTeknik aseptikPerawatan tempat insersiDressingPenggantian set infus
Komplikasi
Sistemik
Lokal
Overload
Septikemia
Emboli
Infiltrasi
Hematoma
Tromboplebitis
Plebitis
Penggumpa- lan darah
27
D. Kerangka Konsep Penelitian
Faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Bahan pembuat kateter/kanula2. Ukuran kateter/ kanula3. Tempat insersi kateter4. Pengalaman personal yang
memasang kateter5. Jangka waktu pemakaian
kanula/kateter6. Perawatan kulit tempat insersi7. Faktor host
Keterangan :
: Yang diteliti
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
28
E. Kerangka Penelitian
Pasien dengan terapi infus
Tindakan pemasangan infus
1. Cuci tangan2. Teknik aseptik
Perawatan luka insersi
1. Cuci tangan2. Teknik aseptik3. Dressing
Penggantian set infus
Jangka waktu penggantian
Baik CukupKurang Baik Tidak Baik
Baik CukupKurang Baik Tidak Baik
Gambar 2. Kerangka penelitian
F. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan tindakan pencegahan plebitis di RSU Mokopido
Tolitoli?
2. Bagaimanakah pelaksanaan tindakan pemasangan infus di RSU Mokopido
Tolitoli?
3. Berapa besar insiden plebitis yang terjadi di RSU Mokopido Tolitoli selama
periode penelitian?
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif dengan rancangan
penelitian deskriptif analitik melalui pendekatan prospektif.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua tindakan pencegahan plebitis yang
meliputi tindakan cuci tangan, teknik aseptik, dressing dan penggantian set infus
selama berlangsungnya penelitian. Jumlah populasi diambil berdasarkan jumlah
rata-rata tindakan pemasangan infus per bulan yakni berkisar 225 tindakan.
2. Sampel
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Jumlah sampel diambil berdasarkan jumlah rata-rata tindakan
pemasangan infus per hari yakni sebanyak 8 tindakan sehingga sampel yang
diperoleh selama 14 hari berjumlah 112 sampel.
Adapun kriteria sampel dari penelitian ini adalah:
a. Kriteria inklusi
Tindakan yang dilakukan pada pasien yang mendapat terapi infus mulai dari
awal pemasangan infus sampai hari ketiga pemasangan infus.
29
30
b. Kriteria eksklusi:
1) Tindakan pemasangan infus yang dilakukan pada pasien sebelum
penelitian dilaksanakan.
2) Tindakan dressing yang dilakukan pada pasien yang sudah terpasang
infus sebelum dilakukan penelitian.
3) Penggantian set infus yang dilakukan dengan alasan plebitis.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu, mulai dari tanggal 3 sampai
tanggal 17 Oktober 2007 di RSU Mokopido Tolitoli pada tujuh ruangan yakni
ruangan UGD, ruangan bedah, ruang penyakit dalam, ruang kebidanan, ruang
anak, ruang ICU, dan VIP.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu tindakan
pencegahan plebitis terhadap pasien yang terpasang infus dengan sub variabel
teknik aseptik, cuci tangan, dressing, dan penggantian set infus.
E. Definisi Operasional
1. Pemasangan infus adalah tindakan yang dilakukan untuk memasukkan cairan
atau obat ke dalam pembuluh darah vena sesuai dengan jumlah yang ditentukan
dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set.
31
2. Set infus adalah peralatan pemasangan infus yang terdiri dari jarum infus dan
selang infus
3. Plebitis adalah infeksi yang terjadi di sekitar luka insersi yang disertai tanda-
tanda peradangan yaitu: merah, bengkak, dan nyeri tekan.
4. Pencegahan plebitis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya plebitis degan cara mencuci tangan, pelaksanaan teknik aseptik,
perawatan luka insersi atau dressing dan penggantian set infus.
5. Mencuci tangan adalah membasuh, menggosok dan membilas tangan sampai
batas pergelangan tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun atau
cairan anti septik, sekurang-kurangnya 10 detik sebelum dan sesudah melakukan
tindakan pemasangan infus dan dressing dengan tujuan untuk menurunkan jumlah
mikroorganisme di tangan.
6. Pelaksanaaan teknik aseptik adalah pelaksanaan tindakan dengan
memperhatikan cara aseptik yaitu pelaksanaan cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, penggunaan sarung tangan dan penggunaan alat-alat/bahan
steril.
7. Dressing adalah penggantian penutup kanula infus yang terdiri dari kasa dan
plester yang berfungsi untuk menutup luka insersi.
8. Penggantian set infus adalah melepaskan set infus yang lama dan memasang
kembali pada tempat yang berbeda dengan menggunakan set infus yang baru
setelah tiga hari pemasangan infus tanpa disertai adanya tanda-tanda plebitis.
9. Insiden plebitis adalah angka kejadian plebitis yang terjadi selama periode
penelitian.
32
F. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasi terstruktur dalam
pengumpulan data, yaitu instrumen dalam bentuk checklist atau lembar observasi
yang disusun peneliti berdasarkan protap Depkes RI(1997)dan disesuaikan dengan
teori yang ada. Lingkup penilaian dilakukan terhadap tindakan pemasangan infus,
perawatan luka insersi dan frekuensi penggantian dressing, jangka waktu
penggantian set infus, serta penilaian terhadap plebitis.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima
bagian yaitu:
1. Lembar observasi untuk tindakan pemasangan infus (format 1). Lembar
observasi ini digunakan untuk mengamati setiap tindakan pemasangan infus mulai
dari tahap persiapan sampai pada tahap pelaksanaan terdiri dar 18 item pernyataan
2. Lembar observasi untuk tindakan dressing (Format 2). Lembar observasi ini
digunakan setiap hari untuk mengamati cara perawatan luka insersi dan frekuensi
dressing selama pasien terpasang infus yang terdiri dari 11 item pernyataan
3. Lembar observasi untuk tindakan penggantian set infus (format 3). Lembar
observasi ini digunakan setiap hari untuk mengamati frekuensi penggantian set
infus.
4. Lembar observasi untuk menilai kejadian plebitis (format 4). Lembar
observasi ini digunakan setiap hari untuk mengamati tanda-tanda terjadinya
plebitis.
33
5. Lembar observasi khusus untuk cuci tangan. Lembar observasi ini hanya
digunakan bila cuci tangan dilakukan baik pada tindakan pemasangan infus
maupun dressing, terdiri dari 6 item pernyataan.
Pilihan jawaban pada lembar observasi adalah berbentuk “Ya” nilainya 1
dan “Tidak” nilainya 0. Lembar observasi akan diisi (diberi tanda checklist) pada
kolom “Ya” bila tindakan dilakukan, dan sebaliknya lembar observasi diisi (diberi
tanda checklist) pada kolom “Tidak” bila tindakan tidak dilakukan.
G. Uji Validitas dan Realibilitas
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tidak perlu
dilakukan uji validitas karena instrumen dalam penelitian ini merupakan standar
yang sudah baku. Penelitian ini perlu dilakukan uji realibitas pengamatan
(observasi), karena peneliti menggunakan 10 orang asisten peneliti (observer).
Teknik pengujian realibilitas pengamatan yang digunakan adalah “Koefisien
Kesepakatan” menurut Fernandes (1984) cit Arikunto (1998), Nilai koefisien
kesepakatan (KK) dinyatakan kurang baik bila nilai KK < 0,6. Dinyatakan
memadai bila nilai KK 0,6-0,8. Dinyatakan sangat baik bila nilai KK 0,8-1
(Sastroasmoro, 1995).
Peneliti telah melakukan uji reliabilitas pengamatan pada tanggal 1
Oktober 2007, peneliti membagi observer menjadi 2 kelompok dan masing-
masing kelompok terdiri dari 5 orang. Selanjutnya peneliti dan lima observer
lainnya melakukan pengamatan pada pasien yang sama secara bersamaan dengan
menggunakan lembar observasi yang telah tersedia, namun untuk perhitungan uji
34
KK tetap dilakukan pada masing-masing observer sesuai dengan rumus yang
digunakan oleh peneliti.
Hasil yang didapatkan pada uji reliabilitas pengamatan tersebut untuk
masing-masing lembar observasi adalah sebagai berikut: pengujian lembar
observasi pemasangan infus didapatkan nikai KK 0,9 ; pengujian lembar
observasi tindakan dressing didapatkan nilai KK 0,8 ; pengujian lembar observasi
penggantian set infus didapatkan nilai KK 1 ; pengujian lembar observasi
tindakan cuci tangan didapatkan nilai 0,9 dan penilaian lembar observasi kejadian
plebitis didapatkan nilai KK 1. Karena nilai KK untuk semua lembar observasi
adalah 0,8 – 1, maka semua observer tersebut memenuhi kriteria untuk dijadikan
sebagai asisten peneliti (observer)
H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi langsung
dalam bentuk observasi berstruktur dengan menggunakan lembar observasi
(checklist) terhadap semua tindakan pencegahan plebitis. Saat dilakukan tindakan
pemasangan infus, observer langsung mengisi lembar observasi pada format 1.
Setiap tindakan perawatan luka insersi dan dressing diisi pada format 2, dan setiap
penggantian set infus diisi pada lembar observasi format 3. Saat ditemukan
adanya tanda-tanda plebitis maka observer langsung mengisi pada lembar
observasi format 4. Saat tindakan cuci tangan dilakukan baik pada tindakan
pemasangan infus maupun dressing maka observer mengisi lembar observasi
khusus untuk cuci tangan.