usaha budidaya ikan patin (pangasius pangasius) di keramba jaring apung (kja)

31
Makalah Ilmiah Budidaya Perairan USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Dosen Penanggung jawab Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S Oleh Tiur Natalia Manalu 120302028 BUDIDAYA PERAIRAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Upload: dinas-perikanan-dan-kelautan-provinsi-jawa-barat

Post on 29-May-2015

3.524 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Makalah Ilmiah Budidaya Perairan

USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Dosen Penanggung jawab

Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S

Oleh

Tiur Natalia Manalu

120302028

BUDIDAYA PERAIRAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

Page 2: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena dengan berkatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah budidaya

perairan. Makalah ilmiah ini berjudul ‘Usaha Budidaya Ikan Patin (Pangasius

pangasius) di Keramba Jaring Apung (KJA)’’. Makalah ilmiah ini dibuat

dalam rangka membuka wawasan pengetahuan mengenai cara umum

pembudidayaan ikan patin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S, selaku dosen pembimbing mata kuliah

Budidaya Perairan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang dan

kakak serta semua pihak yang telah membimbing penulis dalam pembuatan

makalah ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam mengerjakan makalah ilmiah ini masih

terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun demi perbaikan ke depan. Semoga makalah ini bisa

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis ucapkan terima

kasih.

Medan, Mei 2014

Penulis

Page 3: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................... 3

BAB II TAKSONOMI DAN MORFOLOGI IKAN PATIN

2.1 Taksonomi Ikan Patin………………………………………….….. 4

2.2 Morfologi Ikan Patin……………………………………………… 5

BAB III PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA

3.1 Faktor Teknis ................................................................................ 8

3.2 Aspek Sosial-Ekonomi .................................................................. 9

BAB IV PERSIAPAN BUDIDAYA

4.1 Penyiapan Keramba Jaring Apung................................................. 10

4.2 Penyediaan Benih.......................................................................... 13

4.3 Prasarana Budidaya ....................................................................... 15

BAB V PEMELIHARAAN

5.1 Penebaran Benih ........................................................................... 16

5.2 Pakan dan Pemberian Pakan .......................................................... 17

5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit .................................................. 18

BAB VI PANEN DAN PASCAPANEN

6.1 Panen ............................................................................................ 20

6.2 Pascapanen ................................................................................... 21

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan ................................................................................... 25

7.2 Saran ............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Patin lokal (Pangasius djambal)……………………………….. 4

Gambar 2. Morfologi Ikan Patin…………………………………………... 5

Gambar 3. Bagian-bagian Sirip Ikan Patin………………………………... 6

Gambar 4. Bagian Kepala Ikan Patin……………………………………… 7

Gambar 5. Keramba Jaring Apung………………………………………… 10

Gambar 6. Wadah Budidaya………………………...…………………….. 11

Gambar 7. Pelampung Rakit ………………………………………………. 12

Gambar 8. Teknik Streeping……………………………………………………… 15

Gambar 9. Bak Fiber, Hapa dan AKuarium……………………………….. 15

Gambar 10. Penebaran dan Penghitungan Benih…………………………... 16

Gambar 11. Penampungan atau Pengangkutan Ikan………………. ……… 20

Gambar 13. Packing………………………………………………………… 21

Gambar 14. Transportasi Ikan……….……………………………………... 21

Page 5: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar asli Indonesia yang

tersebar di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging ikan patin

memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas,

enak, lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih

aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan

daging hewan ternak. Selain itu ikan patin memilki beberapa kelebihan lain, yaitu

ukuran per individunya besar dan di alam panjangnya bisa mencapai 120 cm. Ikan

patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek menguntungkan karena memiliki

harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat

perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk dibudidayakan. Ikan ini cukup

responsif terhadap pemberian makanan tambahan (Lina, 2010).

Ikan patin (Pangasius sp) di Indonesia terdapat 14 spesies, namum

Pangasianodon hypopthalmus yang berasal dari Thailand merupakan satu-satunya

yang dibudidayakan di Indonesia. Dalam rangka memanfaatkan keanekaragaman

hayati ikan air tawar Indonesia, khususnya potensi spesies ikan patin lokal untuk

budidaya, sejak tahun 1996 telah dilakukan penelitian kerja sama dengan Uni

Eropa. Dimana spesies ikan patin Pangasius djambal bleker (1846) telah menjadi

calon komoditi budidaya baru karena potensi ukurannya yang besar (bisa

mencapai lebih dari 20 kg/ekor), penyebaran geografisnya yang luas serta

popularitasnya diantara konsumen jenis ini di Sumatera dan pulau-pulau lain di

Indonesia. Evaluasi budidaya secara teknis menunjukkan banyak keunggulan

yang bernilai lebih bagi akuakultur sedangkan sosialisasi pembudidayaan jenis ini

telah dilakukan pada tahun 1997 (Risna, 2011).

Dewasa ini apabila diperhatikan sudah banyak restoran yang menyajikan

menu makanan utama berupa ikan patin bakar/goreng. Untuk memenuhi

kebutuhan pasokan ikan tersebut tidak dapat hanya dipenuhi dari hasil tangkapan

diperairan umum, sehingga perlu adanya pembudidayaan secara intensif. Apabila

ditinjau dari aspek pembudidayaan, teknologi budidaya ikan patin relatif telah

Page 6: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

dikuasai. Ketersediaan benih yang semula dianggap sebagai kendala, namun

sekarang telah banyak pembenih baik perorangan maupun perusahaan yang

berhasil memproduksi benih ikan patin. Beberapa keunggulan komparatif

budidaya ikan patin adalah bahwa ikan patin ukuran individunya cukup besar,

pemakan segalanya dan dapat bertoleransi terhadap kondisi perairan yang kurang

menguntungkan seperti kondisi oksigen terlarut (02) rendah serta dapat

bertoleransi pada pH 3-4. Demikian juga ikan patin mau mengkonsumsi makanan

buatan atau pakan yang beredar di pasaran sebagai makanannya (Sudiyono, 2010).

Perawatan budidaya ikan patin terbilang lebih mudah dibandingkan

budidaya lele, bahkan pakan ikan patin dapat memanfaatkan limbah rumah tangga

yg tidak mengandung minyak. Disamping itu kemampuan ikan patin untuk

berproduksi juga cukup tinggi, seekor induk yg subur dapat bertelur 200.000 butir

telur setiap 6 bulan sekali. Dalam menjalankan usaha budidaya ikan patin, yang

sering menjadi kendala adalah munculnya jamur dan bakteri yg menyebabkan

turunnya kualitas ikan. Biasanya untuk mencegahnya para petani patin menjaga

sanitasi air, dan mengurangi pemberian pakan yg terlalu banyak. Selain itu suhu

yg terlalu dingin juga berpengaruh buruk bagi perkembangan telur patin, oleh

karena itu para petani memasang heater atau menyimpan akuarium inkubasi di

dalam ruangan agar terhindar dari suhu ekstrim. Sedangkan bagi ikan patin yg

sudah cukup besar, kendalanya adalah persediaan pakan cacing sutera yg masih

kurang (Marganof, 2005).

Usaha kearah pembudidayaan ikan di perairan umum sangat diperlukan,

hal ini disebabkan oleh lajunya pertambahan jumlah penduduk dan sempitnya

areal tanah yang sebagian besar digunakan warga sebagai wilayah pemukiman

perkebunan dan pertanian sehingga terjadi penyempitan lahan untuk budidaya

ikan. Untuk mengatasi masalah tersebut, budidaya ikan dalam keramba jaring

apung di perairan umum adalah alternatif yang sangat tepat dan lebih efektif.

Selain itu, upaya budidaya ikan juga sebagai penyeimbang dan membantu

pemenuhan produksi ikan yang selama ini diperoleh dari hasil penangkapan yang

cenderung semakin menurun. Hal ini tidak diimbangi dengan usaha budidaya dan

penebaran ikan (restocking) yang akan mengakibatkan terganggunya kelestarian

sumber daya perairan. Seiring dengan berkembangnya zaman dan meningkatnya

Page 7: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

pertambahan penduduk yang diiringi dengan semakin meningkatnya kebutuhan

protein hewani oleh manusia setiap tahunnya, maka perlu peningkatan produksi

ikan sebagai salah satu sumber pangan dan sumber protein (Harbowo, 2011)

Keramba jaring apung adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring

yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti

danau, waduk, laut, selat, sungai dan teluk. Berbagai komoditi perikanan dapat

dibudi dayakan pada media ini, terutama kegiatan pembesaran dan pendederan.

Sampai saat ini kegiatan pembesaran ikan patin secara komersial menggunakan

keramba jaring apung pada perairan umum masih tergolong sedikit. Sedangkan

potensi untuk kegiatan budidaya ikan air tawar di perairan umum peluangnya

masih terbuka lebar. Tingkat permintaan konsumen akan ikan ini juga tidak

pernah turun bahkan sebaliknya cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya

seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (Lina, 2010).

Kegiatan pembesaran ikan tujuan utamanya mengaharapkan hasil produksi

yang akan didapat bisa maksimal, namun berbagi faktor yang sering menjadi

hambatan bagi pembudidaya sehingga usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan

keinginan atau target produksi menurun. Usaha pembesaran tidak mengalami

perkembangan akibat masih kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan

informasi teknis pembudidaya seperti padat penebaran, teknik pemberian pakan,

perawatan dan pegontrolan keramba serta pegendalian hama penyakit. Faktor

lingkungan tempat dilangsungkannya usaha pembesaran terutama parameter

kualitas air juga sangat dipertimbangkan untuk menjaga kelangsungan hidup dan

pertumbuhan ikan. Perlu adanya informasi teknis pembesaran ikan patin dalam

keramba jaring apung sehingga produksi ikan dapat ditingkatkan (Anto, 2008).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui secara langsung kegiatan atau cara-cara pembesaran ikan

patin dalam keramba jaring apung.

2. Untuk mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan

patin, terutama parameter kualitas air.

3. Untuk mengetahui jenis-jenis pakan yang diperlukan bagi pertumbuhan ikan

patin.

Page 8: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB II

TAKSONOMI DAN MORFOLOGI IKAN PATIN

2.1 Taksonomi Ikan Patin

Menurut Arnelli (2010), di Indonesia, ada dua macam ikan patin yang

dikenal yaitu patin lokal (Pangasius pangasius) atau sering pula disebut jambal

(Pangasius djambal) dan patin Bangkok atau patin Siam (Pangasius

hypophtalamus sinonim P. sutchi). Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup

banyak diantaranya Pangasius polyuranodo (ikan juaro), Pangasius macronema

(ikan Rios, Riu, Lancang), Pangasius micronemus (ikan Wakal, Riuscaring),

Pangasius nasutus (ikan Padado), dan Pangasius nieuwenhuisii (ikan Lawang).

Klasifikasi ikan patin secara taksonomi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius.

Gambar 1. Patin lokal (Pangasius djambal)

Page 9: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

2.2 Morfologi Ikan Patin

Secara umum ikan patin memiliki tubuh licin, tidak bersisik, serta

memiliki bentuk tubuh agak memanjang dan pipih. Warna tubuh patin pada

bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan di bagian perut putih

keperak-perakan. Kepala ikan patin berbentuk simetris, lebar dan pipih, hampir

mirip seperti ikan lele. Matanya terletak agak ke bawah. Di perairan

umum,panjang ikan patin bisa mencapai 120 cm. Mulut ikan patin agak lebar dan

terletak di ujung kepal agak ke bawah (sub-terminal). Pada sudut mulutnya,

terdapat dua pasang sungut/kumis yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat

berenang ataupun mencari makan. Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan

golongan catfish (Yanto, 2012).

Gambar 2. Morfologi Ikan Patin

Tubuh ikan patin terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan

ekor. Bagian kepala mulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Bagian

badan mulai dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal. Sementara bagian

ekor dimulai dari sirip anal sampai ujung ekor. Sirip ekor ikan patin bentuknya

seperti gunting (bercagak) dan simetris. Ikan patin memiliki 5 sirip, yaitu

sepasang sirip dada (pectoral fin), sepasang sirip perut (ventral fin), sebuah sirip

Page 10: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

punggung (dorsal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), dan sebuah ekor (caudal fin).

Selain lima sirip tersebut, patin juga memiliki sirip yang tidak dimiliki ikan lain,

yaitu sirip tambahan (adipose fin) yang terletak diantara sirip punggung dan sirip

ekor. Pada sirip punggung terdapat 1 jari-jari keras (patil) dan 6-7 buah jari-jari

lunak. Sirip dubur patin cukup panjang, yakni mulai dari belakang dubur hingga

pangkal sirip ekor serta mempunyai 30-33 jari-jari lunak. Pada sirip perut terdapat

6 jari-jari lunak, sedangkan pada sirip dada terdapat 1 jari-jari keras (patil) dan 12-

13 jari-jari lunak (Maskuro, dkk., 2012).

Gambar 3. Bagian-bagian Sirip Ikan Patin

Page 11: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Gambar 4. Bagian Kepala Ikan Patin

Patin jambal memiliki sungut rahang atas jauh lebih panjang dari setengah

panjang kepala dan hidung sedikit menonjol kemuka serta mata agak ke bawah.

Patin siam merupakan ikan introduksi yang masuk ke Indonesia pada tahun 1972

dari Thailand. Ikan patin yang benar baru dan asli dari Indonesia adalah Patin

pasupati. Patin jenis ini dihasilkan dari persilangan antara patin siam betina dan

patin jambal jantan untuk pertama kalinya. Keunggulan dari patin ini adalah

memiliki daging yang berwarna putih, kadar lemak yang relatif rendah, laju

pertumbuhan badan yang relatif cepat dan jumlah telur yang relatif banyak.

Daging yang berwarna putih dan bobot tubuh yang besar diturunkan dari patin

jambal, sementara jumlah telur yang relatif banyak diturunkan dari patin siam

(Yuliartati, 2011).

Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal.

Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat

hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik memang

dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti ikan lele dan

ikan gabus. Ikan patin mempunyai sifat yang termasuk omnivora atau golongan

ikan pemakan segala. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari

makanan renik yang terdiri atas cacing, serangga, udang sungai, jenis–jenis siput

dan biji–bijian. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat

rakus karena jumlah makannya yang besar (Risna, 2011).

Page 12: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB III

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA

Menurut Arnelli (2010), pemilihan lokasi yang tepat dan benar memegang

peranan yang sangat penting dalam keberhasilan budidaya ikan patin. Persyaratan

yang harus dipenuhi dalam penentuan lokasi meliputi dua faktor yakni faktor

teknis dan faktor sosial-ekonomi.

3.1 Faktor Teknis

Faktor teknis merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung

keberhasilan atau kegagalan terhadap kegiatan teknis budidaya, misalnya lokasi

budidaya (kedalaman KJA), sumber air, limbah, dan kualitas air.

1. Arus Air

Arus air berguna untuk mensuplai oksigen ke dalam KJA dan membuang

kotoran keluar KJA. Di perairan yang bebas (tidak terlindung) arus air

mungkin lebih baik, tetapi tempat ini harus dihindari karena sewaktu terjadi

angin ribut, arus akan terlalu tinggi yang dapat berakibat rusaknya bangunan

KJA. Arus air yang baik adalah yang memungkinkan air didalam KJA berganti

selama 30-60 detik.

2. Pasang Surut dan kedalaman Perairan

Pasang surut dan kedalaman perairan perlu diperhitungkan, yakni sewaktu

surut, dasar perairan tidak kurang dari 0,5 m dari dasar jaring. Kedalaman air

lebih dari 6 m ideal bagi KJA (kedalaman > 3m saat surut terendah dari dasar

jaring).

4. Kualitas Air

Kualitas air atau mutu air yang akan digunakan untuk memelihara ikan di

KJA harus diperhatikan. Dengan kualitas air yang baik, maka ikan patin akan

hidup dan tumbuh dengan baik. Kualitas air disesuaikan komoditi yang

dibudidayakan.

5. Gelombang dan Arus Laut

KJA komoditi air laut lebih baik memilih lokasi pada daerah teluk untuk

menghindari gelombang dan arus besar. Selain itu juga dihindari jalur

Page 13: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

pelayaran dan dijauhkan dari muara sungai (gelombang < 1m dan arus 0,2-0,5

m/dtk).

5. Bukan daerah up-welling.

6. Bebas pencemaran (industri dan rumah tangga).

7. Curah hujan yang rendah.

3.2 Aspek Sosial-Ekonomi

Dalam memilih lokasi KJA perlu diperhatikan juga aspek sosial ekonomis,

karena dalam membudidayakan ikan di KJA secara komersil dibutuhkan dana

investasi yang tidak sedikit.

1. Mudah memperoleh sarana dan parasarana.

2. Tersedia SDM yang memadai.

3. Lokasi mudah dijangkau.

4. Tidak terlalu jauh dari sumber pakan, benih, sarana produksi dan daerah

pemasaran.

5. Selain itu lokasi KJA sebaiknya mempunyai sarana dan prasarana yang

memadai, seperti jalan darat, alat-alat komunikasi dan angkutan air.

6. Lokasi juga bukan merupakan lokasi perlindungan

Di beberapa perairan umum ada lokasi-lokasi tertentu yang tidak boleh

diganggu karena tempat itu digunakan ikan setempat untuk berkembang biak.

Karena adanya perkembangan budidaya ikan dan lingkungan sekitarnya,

mungkin didapatkan keadaan yang kurang baik pada lokasi yang ada.

Page 14: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB IV

PERSIAPAN BUDIDAYA

4.1 Penyiapan Keramba Jaring Apung

Gambar 5. Keramba Jaring Apung

Menurut Marganof (2005), susunan utama bangunan KJA adalah jaring,

pelampung rakit, kerangka atau titian serta jangkar dan pemberat jaring. Setelah

KJA digunakan dengan berkali-kali maka bangunan KJA tersebut akan

mengalami penurunan fungsi yang lebih lanjut dapat berakhir dengan kerusakan.

Demikian pula lokasi KJA bisa mengalami penurunan kualitas air yang

disebabkan penumpukan kotoran di dasar perairan. Dalam penyiapan bangunan

KJA dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa bagian KJA yang dilanjutkan

dengan perbaikan-perbaikan bila dijumpai penurunan fungsi, seperti berikut ini:

1. Jaring atau Wadah

Didasarkan atas fungsinya jaring ada 2 macam, yaitu jaring utama dan

jaring pengaman. Jaring utama digunakan sebagai tempat pemeliharaan ikan,

sedangkan jaring pengaman, yang ditempatkan di luar jaring utama, berfungsi

untuk mengamankan ikan agar tidak terlepas ke perairan bebas, ketika jaring

utama mengalami kerusakan (bocor atau jebol). Bahan jaring yang umum

Page 15: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

digunakan poliethylene. Bahan lain adalah kawat yang berbungkus plastik. Satu

jaring pengaman melindungi beberapa jaring utama, bergantung ukuran jaring

utama. Umumnya untuk panjang dan lebar masing-masing 7 m, satu jaring

pengaman dapat melindungi beberapa jaring utama, bergantung ukuran jaring

utama. Umumnya untuk masing-masing jaring utama yang berukutan panjang dan

lebar masing masing 7 m, satu jaring pengaman memuat 4 jaring utama.

Gambar 6. Wadah Budidaya

Setelah digunakan berkali-kali jaring akan mengalami penurunan fungsi.

Yang paling cepat terjadi adalah jaring menjadi kurang lancar dilalui air, padahal

kelancaran aliran air sangat penting bagi pasokan oksigen ke dalam wadah serta

pembuangan kotoran ikan. Penyebabnya adalah tumbuhnya lumut yang hidup

menempel pada jaring dan memperkecil lubang (mesh size) jaring. Penurunan

fungsi yang lain adalah jaring mengalami pelapukan, yang ditandai dengan

terlihatnya beberapa helai benang yang terputus. Keadaan ini jika dibiarkan suatu

saat akan diikuti dengan kebocoran, terutama ketika jaring mengalami tekanan

berat ikan, ketika berlangsung pemanenan. Untuk memperbaiki hal di atas, maka

sebelum jaring digunakan kembali dilakukan pembersihan jaring dengan sikat

yang diikuti dengan penjemuran.

2. Pelampung rakit

Pelampung rakit berfungsi sebagai pengapung kerangka rakit atau sebagai

tumpuan rakit dan jaring. Oleh karena itu pelampung rakit harus memiliki daya

apung yang tinggi dan tidak mudah rusak. Sedangkan pelampung yang biasanya

Page 16: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

digunakan antara lain berupa batang bambu, batang kayu, styrofoam dan drum.

Kerusakan tidak serentak terjadi pada seluruh pelampung yang ada pada bangunan

KJA tersebut. Pada pelampung yang rusak bagian yang mengapung lebih sedikit

dibanding dengan pelampung yang normal, sehingga bangunan KJA terlihat

menjadi miring. Jika diamati lebih lanjut maka dapat dilihat penyebabnya yaitu

adaya kebocoran pada drum atau keretakan pada bambu atau kayu. Jika tingkat

kerusakan itu masih rendah maka perbaikan bisa dilakukan dengan memutar

kedudukan bagian yang bocor/retak menjadi tidak lagi terendam air.

Gambar 7. Pelampung Rakit

3. Kerangka rakit atau titian

Kerangka rakit berfungsi sebagai tempat menggantungkan jaring dan

tumpuan jalan/titian pada saat penebaran benih, pemberian pakan dan kegiatan

lainnya. Kerangka ini juga yang merentangkan kantung jaring menjadi bentuk

persegi atau lingkaran. Sehingga kerangka rakit harus memiliki bahan dasar yang

kuat, yang mampu menahan beban berat orang dan yang lainnya. Bahan yang

biasa digunakan sebagai kerangka rakit antara lain adalah batang bambu, kayu,

besi siku dan pipa. Kerusakan yang terjadi umumnya karena bahannya melapuk

atau pecah-pecah (pada papan, kaso atau bambu) dan berkarat (pada besi).

Walaupun demikian masa pakainya bisa diperpanjang dengan perawatan,

misalnya mencat ulang. Jika kerusakan terlalu parah, maka bahan tersebut harus

diganti.

Page 17: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

4. Jangkar atau pemberat

Jangkar berfungsi untuk menahan rakit agar tidak mengalami perpindahan

dari lokasi budidaya yang diinginkan. Pemberat rakit yang digunakan adalah

jangkar besi, beton, batu atau dapat berupa pasak besi ataupun pasak kayu.

Pemberat jaring berfungsi untuk memberikan bentuk yang sempurna pada jaring

sehingga daya tampung jaring menjadi maksimal. Pemberat jaring yang biasa

digunakan adalah berupa beton, batu dan batang besi.

4.2 Penyediaan Benih Patin

Pembenihan adalah suatu kegiatan pemeliharaan ikan yang bertujuan

untuk menghasilkan larva atau benih berukuran 1 inci/ekor. Benih yang dihasilkan

dapat dipelihara lebih lanjut pada kegiatan pendederan atau dijual bila ada

permintaan. Satuan produksi pembenihan ikan patin adalah jumlah (ekor),

sedangkan ukuran benih patin dinyatakan dalam panjang (inci = 2.5 cm). Kegiatan

usaha pemeliharaan induk, pemilihan/seleksi induk, teknik pemijahan patin,

penetasan telur, pemeliharaan larva, hingga benih siap didederkan lebih lanjut.

Benih untuk kegiatan pendederan minimal berukuran 3/4 inci/ekor. Untuk

mencapai benih ukuran tersebut, dibutuhkan waktu pemeliharaan selama 21-30

hari. Namun, banyak juga petani pembenih yang khusus memproduksi larva patin

umur 1 hari dari telur menetas untuk selanjutnya dijual. Pembenihan patin

dilakukan dengan system kawin suntik dan pebuahannya dilakukan secara

buatan,yakni dengan menyuntikkan hormon perangsang (HCG dan ovaprim)

(Yuliartati, dkk., 2011).

Setelah induk patin disuntuk, telur dan sperma dikeluarkan dari induk

dengan cara distreeping atau diurut. Selanjutnya, telur dan sperma ditampung dan

dicampurkan dalam suatu wadah (mangkok) sampai terjadi pembuahan. Proses

penetasan telur dilakukan dalam wadah khusus berupa corong tetas, akuarium dan

hapa. Sedangkan pemeliharaan larva dilakukan di bak fiberglass, akuarium dan

bak terpal plastik. Wadah tersebut selanjutnya ditempatkan di dalam ruangan

tertutup, terlindung dan terkontrol seperti hatchery atau yang dirancang sendiri.

Intinya, tempat penetasan telur dan pemeliharaan larva harus terlindung

daripengaruh hujan, angin, perubahan suhu yang drastis, cuaca dan terhindar dari

Page 18: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

hama predator. Tingkat keberhasilan dalam pembenihan patin sangat tergantung

dari pemahaman pelaksanaan di lapangan dalam mengoptimalkan teknologi

pembenihan yang digunakan (Anto, 2008).

Pemberian pakan larva yang efektif adalah pada saat 30 jam setelah telur

menetas. Pemberian pakan pada larva patin dilakukan secara bertahap, yaitu

dimulai pada saat kuning telur (yolk) mulai habis, selanjutnya diberi pakan telur

Artemia sp. sampai larva berumur 7 hari. Larva berumur 7-15 hari kemudian

diberi pakan cacing sutera atau Tubifex sp. dan larva berumur 15-30 hari diberi

pakan pellet berbentuk tepung dengan kandungan protein minimal 40%. Kegiatan

usaha pembenihan mempunyai waktu perputaran modal lebih cepat dibandingkan

dengan usaha pembesaran karena biaya operasional dan invetasi yang dikeluarkan

dalam kegiatan pembenihan lebih murah dibandingkan biaya dalam pembesaran.

Masa pemeliharaannnya juga relatif singkat. Jika dibandingkan dengan usaha

pembesaran, usaha pembenihan lebih banyak membutuhkan ketekunan, kejelian

dan ketrampilan dari pembudidaya (Sudiyono, 2010).

Gambar 8. Teknik Streeping

Gambar 9. Bak Fiber, Hapa dan AKuarium

Page 19: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

4.3 Prasarana Budidaya

Menurut Harbowo (2011), adapun prasarana yang dibutuhkan dalam

kegiatan budidaya ikan patin adalah sebagai berikut:

1) Kolam pemeliharaan induk

Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya.

Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi

bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan

pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja.

Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau

kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan

air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air

sebaiknya berbentuk monik

2) Kolam pemijahan

Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok.

Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan

bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk

dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah

ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin

agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan

pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu

monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan

dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan.

3) Kolam pendederan

Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan

pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan

luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m

2 per petak. Pemasukan air

bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik.

Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran

dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen

dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring

ke arah pembuangan.

Page 20: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB V

PEMELIHARAAN

5.1 Penebaran Benih

Penebaran larva atau benih dilakukan pagi hari, saat suhu air rendah, yaitu

antara pukul 06.00 – 07.00. Tujuannya agar larva atau benih tidak stress akibat

suhu tinggi. Larva atau benih yang ditebar terlalu siang bisa strees akibat

kepanasan. Sebelum ditebar ke dalam kolam maka perlu dilakukan aklimatisasi

yaitu menyamakan suhu kantong dengan suhu kolam. Padat tebar pendederan

antara 100 – 200 ekor/m2, agar jumlahnya diketahui, sebelum ditebar larva atau

benih dihitung terlebih dahulu. Cara menghitungnya harus hati-hati, karena

kondisi tubuhnya masih lemah dan mudah terluka. Cara menghitung yang paling

baik dan risikonya paling kecil adalah secara volumetric (Risna, 2011).

Menurut Anto (2008), cara menghitung benih secara volumetrik : tangkap

benih dengan sekupnet halus atau ayakan kecil, biarkan selama 10 detik agar

airnya turun, masukan benih ke dalam gelas minum, mangkuk kecil, atau literan

sebagai takaran, hitung benih dalam wadah itu; masukan ke wadah lain, takar

seluruh benih. Untuk menghitung jumlah benih seluruhnya dapat digunakan

dengan rumus : A = B/C x D

A = Jumlah benih keseluruhan (ekor)

B = Jumlah benih dalam takaran kecil (ekor)

C = Volume gelas (cc)

D = Volume total (cc)

Gambar 10. Penebaran dan Penghitungan Benih

Page 21: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

5.2 Pakan dan Pemberian Pakan

Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari

biaya operasional dalam pembesaran ikan patin. Berdasarkan hasil penelitian para

ahli perikanan, untuk mempercepat pertumbuhan ikan selama pembesaran, setiap

hari ikan patin perlu diberikan makanan tambahan berupa pelet sebanyak 3 – 5%.

dari berat total tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak

empat kali yaitu, pagi, siang, sore dan malam hari. Porsi pemberian pakan pada

malam hari sebaiknya lebih banyak daripada pagi, siang dan sore hari, karena ikan

patin lebih aktif pada malam hari. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian

makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa

mencapai panjang 35 – 40 cm (Yanto, 2012).

Larva ikan patin dapat diberikan pakan berupa nauplius artemia setelah

berumur 30-35 jam setelah menetas hingga larva berumur 7 hari, frekuensi

pemberian pakan berupa nauplius artemia sebanyak 5 kali dengan interval waktu

4 jam sekali. Pada hari kedua dan ketiga sebaiknya frekuensi pemberian pakan

ditingkatkan menjadi 6 kali dengan interval waktu 4 jam sekali, hal ini

dikarenakan pada umur tersebut tingkat kanibalisme larva, sedangkan pada hari ke

4 hingga hari ke 7 frekuensi pemberian pakan kembali diturunkan menjadi 5 kali

dengan interval waktu 4 jam sekali (Sudiyono, 2010).

Pada hari ketiga larva mulai diberi makan. Makanan untuk larva yang

terbaik adalah Artemia. Sehari sebelum saatnya diberikan Artemia harus

ditetaskan terlebih dahulu dalam bak terpisah. Pemberian pakan dilakukan dengan

menciduk air yang berisi Anemia dan menumpahkannya ke dalam akuarium.

Larva akan sangat bergairah melihat makanan yang hidup/bergerak-gerak. Perlu

dicatat bahwa Artemia adalah hewan air laut. Untuk menjaga agar Artemia tidak

cepat mati maka air dalam akuarium tersebut juga harus bersifat agak asin. Untuk

itu bak penampungan sebaiknya diberi garam dapur lebih kurang setengah

kilogram permeter kubik. Artemia diberikan sampai larva berumur lima hari,

selanjutnya digantikan kutu air sampai larva berumur 10 hari. Pakan tambahan

dapat diberikan setelah 4 hari dari penebaran, karena pada awal penebaran, pakan

alami masih cukup tersedia, sedangkan setelah 4 hari pakan alami (Arnelli, 2010).

Page 22: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit

Selama masa pemeliharan setiap pagi harus dilakukan penyiponan yang

bertujuan untuk membuang feses ikan dan sisa-sisa pakan yang berlebih.

Penyiponan dilakukan menggunakan selang kecil sebelum pemberian pakan di

pagi hari, sekitar pukul 6:00 – 7:00 WIB. Air siponan ditampung dengan

menggunakan ember, hal ini untuk menampung larva yang mungkin ikut tersipon.

Perlakuan untuk mengambil larva yang ikut tersipon adalah dengan memutar air

pada ember agar kotoran mengumpul ditengah dan dapat dengan mudah sipon

kembali, larva akan berenang melawan arus putaran air sehingga dapat dengan

mudah diambil dengan menggunakan seser halus (Risna, 2011).

Penggantian air dilakukan pada hari ke 4 atau ke 5 masa pemeliharaan

larva atau tergantung kondisi air, selanjutnya dapat dilakukan 2 hari sekali.

Penggantian air dengan menggunakan selang yang telah diberi pengaman berupa

jaring halus agar larva tidak ikut tersedot, setelah air berkurang dinding wadah

bagian samping dan dasar dilap dengan menggunakan kain/spon bersih, setelah

dirasa cukup bersih baru dilakukan penambahan air media dengan menggunakan

air bersih yang telah diendapkan terlebih dahulu.Pengontrolan dilakukan setiap

hari untuk melihat keadaan kolam. Waktunya bisanbersamaan dengan pemberian

pakan tambahan. Saat pengontrolan keadaannya harus diamati dengan cermat,

agar setiap kejadian dapat segera ditangani. Bila ada bocoran pada pematang,

segera diperbaiki agar ketinggian air dapat dipertahankan dan larva atau benih

tidak terbawa arus air (Harbowo, 2011).

Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin

menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama

serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan

karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan

hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa

ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain

berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil

yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal

mencari makan dan memperoleh oksigen. Untuk menghindari serangan hama

pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai.

Page 23: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Biasanya pinggiran waduk atau danau merupakan markas tempat bersarangnya

hama, karena itu sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar

lokasi dibersihkan secara rutin (Arnelli, 2010).

Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu

penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit

non infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah

parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non

infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi. Parasit dapat dikendalikan dengan

metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc

air). Pengendalian jamur menggunakan malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m

air (1 liter) selama 30 menit. Sedangkan Penyakit bakteri dapat dibasmi dengan

merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60

menit, Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12–24 jam atau

merendam dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam (Sudiyono, 2010).

Pengontrolan dan perawatan wadah budi daya perlu diperhatikan secara

periodik. Setiap kali selesai panen, jaring harus diangkat dan bila ada bagian-

bagian jaring yang rusak atau sobek, sesegera mungkin diperbaiki atau diganti.

Apabila hal ini tidak dilakukan maka ikan akan lolos dari jaring atau hama dapat

masuk ke dalam jaring dan memangsa ikan peliharaan. Pengontrolan serupa juga

pelu dilakukan untuk peralatan lainnya seperti pelampung, kerangka keramba dan

tali temali. Kerusakan jaring biasanya lebih banyak disebabkan oleh jasad

penempel sehingga bila terlihat ada binatang tertentu yang menempel pada jarring

segera dibuang. Bagian yang berlumut atau tertutup lumpur harus dibersihkan.

Sampah-sampah yang menempel juga dibersihkan agar tidak mengganggu aliran

air yang masuk atau keluar (Anto, 2008).

Page 24: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB VI

PANEN DAN PASCAPANEN

6.2 Panen

Pemanenan benih dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir. Caranya

adalah dengan mengeringkan air kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan

membuka papan pintu air. Mula-mula saringan dipasang di depan pintu

pengeluaran, ambil papan yang paling atas dan biarkan airnya terbuang hingga

mencapai ketinggian papan di bawahnya. Sambil menunggu air kolam surut,

benih sedikit demi sedikit ditangkap dengan waring, dimasukan dalam ember,

kemudian ditampung dalam hapa yang dipasang tidak jauh dari tempat panen.

Benih yang sudah ditangkap sebaiknya dibiarkan dalam hapa tersebut selama 1

malam agar kondisinya tubuhnya pulih kembali. Air yang masuk ke kolam

penyimpanan hapa harus bersih agar tidak mengotori air dalam hapa. Bila kondisi

kurang aman sebaiknya benih dipindah ke dalam bak atau hapa lainnya yang

dipasang di tempat yang terjamin keamanannya, misalnya di dalam ruangan

(indoor hatchery) (Maskuro, dkk., 2012).

Menurut Anto (2008), berikut disajikan data pertumbuhan benih hasil

pendederan di kolam dalam setiap minggu. Ukuran benih yang dihasilkan

tergantung dari kesuburan kolam, dan cara pengelolaan. Namun pada umumnya

benih yang dihasilkan dari kegiatan pendederan adalah 10 – 12 cm (berat antara 9

– 11 gram).

Umur (Minggu) Panjang (cm Berat (gram)

2-3 1-3 0.1-0.5

3-4 3-5 0.5-2.5

4-6 5-8 2.5-10

6-9 8-12 10-20

9-12 12-20 100-100

Tabel Tingkat Pertumbuhan Benih

Page 25: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Pemanenan adalah saat yang ditunggu pada budi daya ikan patin. Meski

terlihat sederhana pemanenan juga perlu memperhatikan beberapa aspek agar ikan

tidak mengalami kerusakan,kematian, cacat saat dipanen. Untuk pemanenan ikan

di keramba, dilakukan dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.

Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena

dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung

menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka

terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari

sebelum dipanen biasanya pemberian pakan dihentikan (diberokan). Ikan patin

yang dipanen dimasukkan dalam wadah yang telah diisi dengan air jernih

sehingga ikan tetap hidup dan tidak stress (Risna, 2011).

Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah

6 – 12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang

dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan

waktu selama 6 – 8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan

dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam. Cara panen

ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.

Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena

dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung

menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka

terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari

sebelum dipanen pemberian pakan dihentikan (diberokan) (Arnelli, 2010).

6.2 Pascapanen

Menurut Yanto (2012), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan

benih adalah sebagai berikut:

a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak

cacat. Setelah itu benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem

tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

Page 26: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

b. Air yang dipakai media pengangkutan harus benih sehat, bebas hama dan

penyakit serta bahan organik lainnya, sebagai contoh dapat digunakan air

sumur yang telah di aerasi.

c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok (dipuasakan) dahulu selama

beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih

dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m

x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat

menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm.

Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.

d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi

menjadi dua bagian, yaitu:

1) Sistem Terbuka

Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak

memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa bak . Setiap keramba

dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih

ukuran 3-5 cm.

Gambar 11. Penampungan atau Pengangkutan Ikan

2) Sistem Tertutup

Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu

lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan

terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(HPO)4 H2O sebanyak 9 gram.

Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: 1) masukkan

air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih, 3) hilangkan udara dengan

Page 27: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

menekan kantong plastik ke permukaan air, 3) alirkan oksigen dari tabung

dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air :

oksigen = 1 : 2), 4) kantong plastik lalu diikat, 5) kantong plastik dimasukkan ke

dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang

0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.

Gambar 13. Packing

Gambar 14. Transportasi Ikan

Menurut Marganof (2005), berapa hal yang perlu diperhatikan setelah

benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut :

- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10

liter air bersih).

Page 28: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat

sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi

perlahan-lahan.

- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2

menit.

- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih

ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan

tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut..

- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya. Pengemasan

benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama pengangkutan.

Menurut Risna (2011), penanganan pascapanen ikan patin dapat juga

dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.

1) Penanganan ikan hidup

Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam

keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20oC.

b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

2) Penanganan ikan segar

a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat

(2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun

pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau

fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum

50 cm.

d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.

Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan

jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan

disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan

seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara

ikan dengan penutup kotak.

Page 29: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Pendederan ikan patin adalah kegiatan memelihara larva yang berasal dari

kolam penetasan hingga mencapai benih yang siap dipelihara di tempat

pembesaran. Benih ini disebut sangkal, yaitu benih yang berukuran 10 – 12 cm,

dan memiliki berat rata-rata 10 gram. Kegiatan ini dilakukan di kolam selama 14

sampai 30 hari. Persiapan kolam pada kegiatan pendederan terdiri dari

pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar, perbaikan kemalir,

pengapuran, pemupukan, serta pengairan.

Penebaran larva atau benih dilakukan pagi hari, saat suhu air rendah, yaitu

antara pukul 06.00 – 07.00. Tujuannya agar larva atau benih tidak stress akibat

suhu tinggi. Sebelum ditebar ke dalam kolam maka perlu dilakukan aklimatisasi

yaitu menyamakan suhu kantong dengan suhu kolam. Padat tebar pendederan

antara 100–200 ekor/m2, agar jumlahnya diketahui, sebelum ditebar larva atau

benih dihitung terlebih dahulu. Pakan tambahan diberikan setelah 4 hari dari

penebaran, Pemberiannya dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu pada pukul 09.00

dan pukul 15.00.

Selama masa pemeliharan setiap pagi harus dilakukan penyiponan yang

bertujuan untuk membuang feses ikan dan sisa-sisa pakan yang berlebih.

Penyiponan dilakukan menggunakan selang kecil sebelum pemberian pakan di

pagi hari, sekitar pukul 6:00 – 7:00 WIB. Air siponan ditampung dengan

menggunakan ember, hal ini untuk menampung larva yang mungkin ikut tersipon.

Perlakuan untuk mengambil larva yang ikut tersipon adalah dengan memutar air

pada ember agar kotoran mengumpul ditengah dan dapat dengan mudah sipon

kembali, larva akan berenang melawan arus putaran air sehingga dapat dengan

mudah diambil dengan menggunakan seser halus.

Pemanenan benih dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir. Caranya

adalah dengan mengeringkan air kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan

membuka papan pintu air. Benih yang sudah ditangkap sebaiknya dibiarkan dalam

hapa tersebut selama 1 malam agar kondisinya tubuhnya pulih kembali. Air yang

Page 30: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

masuk ke kolam penyimpanan hapa harus bersih agar tidak mengotori air dalam

hapa. Pengangkutan benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang

lama dapat menggunakan keramba.

Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin

menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama

serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan

karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan

hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa

Ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama

lain berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora)

Penangkapan langsung menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan

karena tangan bisa terluka terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu

ikan yang dipanen, sehari sebelum dipanen biasanya pemberian pakan dihentikan

(diberokan). Ikan patin yang dipanen dimasukkan dalam wadah yang telah diisi

dengan air jernih sehingga ikan tetap hidup dan tidak stress.

Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah

6 – 12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang

dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan

waktu selama 6 – 8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan

dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam. Cara panen

ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.

7.1 Saran

Dalam memulai kegiatan pembudidayaan ikan patin sebaiknya mengikuti

petunjuk atau penuntun yang telah ada sebelumnya agar hasil yang diperoleh lebih

maksimal dan resiko kegagalan usaha dapat diminimalisir sedini mungkin.

Page 31: USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

DAFTAR PUSTAKA

Arnelli. 2010. Pemberian pakan ikan Budidaya Air Tawar dan Pengaruhnya

Terhadap Lingkungan Perairan . Jurnal Kimia Sains. Volume. XIII, nomor

2. Laborarium Kimia Fisik. Jurusan Kimia Fakultas Mipa. Universitas

Diponegoro, Semarang.

Anto, K. 2008. Agribisnis Patin. Fakultas FMIPA. Jurusan Biologi. Universitas

Brawijaya, Malang.

Harbowo, D. G. 2011. Pengaruh Limbah Cair Perawatan Candi Borobudur

Terhadap Fisiologis Ikan Mas (Cyprinus Caprio). Program Studi Jurusan

Biologi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Lina, 2010. Teknik Budidaya Ikan Patin Dalam Skala terkontrol. [DISERTASI]

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program Studi Manajemen

Suberdaya Perairan. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Marganof, E. 2005. Pengaruh pembuangan limbah terhadap kualiatas Perairan

Danau Maninjau. [SKRIPSI] Fakultas FMIPA. Universitas Negeri

Semarang, Semarang.

Maskuro, A., Arizal, I. P., Ani, M. A., Corina, O., Nur, I. N. S dan Mega, W.

2012. Penyesuaian Hewan Poikilotermik terhadap Oksigen Lingkungan.

Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Mipa. Fakultas

Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah, Jember.

Risna. 2011. Budidaya Ikan Patin (Pangasius djambal) dengan memperhatikan

aspek lingkungan dan Ketersediaan Pakan Alami. Fakultas Pertanian,

jurusan Budidaya Universitas Setia Budi, Jakarta.

Sudiyono, M. 2010. Sistem Pernafasan Ikan Patin. [MODUL]. Fakultas

Pertanian. Program studi manajemen Sumberdya Perairan. Universitas

Sriwijaya, Palembang.

Yanto, H. 2012. Kinerja MS-222 dan Kepadatan Ikan Botia (Botia macracanthus)

yang Berbeda Selama Transportasi. Jurnal Penelitian Perikanan. Volume I,

nomor 1 : 43-51. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNMUH,

Pontianak.

Yuliartati, E. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius

Djambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan Di Kota Makassar. 2011.

[SKRIPSI] Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Program Studi Budidaya

Perairan. Jurusan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.