urgensi penamaan pulau-pulau di indonesia beserta pembakuannya
TRANSCRIPT
Ratih Destarina (Juni 2011) Halaman 1
URGENSI PENAMAAN PULAU-PULAU DI INDONESIA
BESERTA PEMBAKUANNYA
I. PENDAHULUAN
Pulau adalah unsur rupa bumi yang berkontribusi terhadap struktur geografi suatu
wilayah negara. Bahkan pulau juga menentukan volume wilayah suatu negara kepulauan,
seperti Indonesia. Penamaan pulau amat penting dalam konteks pulau-pulau terluar (outermost
islands) sesuai dengan United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun
1982 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Selain itu untuk kepentingan
pengelolaan, dibutuhkan identitas yang jelas, sah dan diakui secara Nasional maupun
Internasional.
Penamaan unsur-unsur geografi Indonesia sangat tidak terorganisir. Pemerintah sendiri
belum sepakat tentang jumlah pulau di Indonesia hingga saat ini. Menurut data Departemen
Dalam Negeri Republik tahun 2004, Indonesia memiliki sebanyak 17.504 pulau. Dari jumlah
tersebut 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama
serta tidak ada dokumen resmi berkekuatan hukum yang mengukuhkan jumlah dan nama pulau
yang terpublikasi selama ini.
Kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan menyadarkan kita akan pentingnya nama dua
pulau tersebut dalam arsip nasional kita. Sejak Deklarasi Djuanda 1957 nama kedua pulau
tersebut tidak termasuk dalam daftar pulau-pulau terluar dan dalam arsip pemerintahan
Belanda sebelumnya pun, nama kedua pulau itu tidak masuk dalam administrasi pemerintahan
Belanda.
II. DEFINISI PULAU
Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi UNCLOS, maka hukum laut
Indonesia tunduk pada ketentuan UNCLOS. Definisi pulau yang digunakan sebagai acuan
adalah :
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 Article 121 : Regime of
Islands
1. An island is a land naturally formed, surrounded by water, which is above water at high
tide;
2. Except as provided for in paragraph 3, the territorial sea, the contiguous zone, and the
continental shelf of an island are determined in accordance with the provisions of this
Convention applicable to other land territory;
3. Rocks which cannot sustain human habitation or economic life of their own shall have
no exclusive economic zone or continental shelf.
Maka jika ditinjau dari segi hukum laut, terdapat dua unsur dalam rezim pulau, yaitu
pulau (island) itu sendiri dan bebatuan/karang (rocks) yang tidak dapat mendukung kehidupan
maupun ekonomi. Keduanya dapat digunakan sebagai acuan yang kuat untuk memiliki nama,
walaupun bebatuan tidak dapat digunakan untuk menentukan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
dan Landas Kontinen.
Ratih Destarina (Juni 2011) Halaman 2
Pulau dibentuk secara alami, yaitu pembentukannya harus secara endogenetik misalnya
oleh gerakan kerak bumi atau tektonik, bukan secara reklamasi/penimbunan/longsoran yang
terjadi sebagai buatan manusia.
III. PERMASALAHAN TERKAIT PENAMAAN PULAU DI INDONESIA
Bukan hal yang mudah untuk mengelola pulau-pulau Indonesia yang jumlahnya
mencapai 17.508 pulau. Banyaknya jumlah pulau juga memperbesar potensi terjadinya
permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang
terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/belum memiliki perjanjian
(agreement) dengan Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh permasalahan yang mungkin
terjadi di Indonesia :
1. Penjualan pulau ke pihak asing
Salah satu contohnya adalah di perbatasan Kepulauan Riau dengan Singapura, Vietnam, dan
Malaysia, dimana sebanyak 380 pulau-pulau kecil dijual kepada pihak asing.
2. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia
Hal ini menjadi penting jika terjadi di 92 pulau terluar dimana terdapat 183 titik dasar
untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga.
3. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat
pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum
Seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan
dari Indonesia ke Malaysia pada Tahun 2002
4. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di
pulau tersebut
Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain
Permasalahan di atas dapat diminimalisir dengan inventarisasi dan administrasi pulau-
pulau tersebut secara rinci, valid dan dibakukan dalam bentuk spasial dan dokumen resmi
sebagai bukti kepemilikan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah NKRI.
IV. ALASAN PENTINGNYA PENAMAAN PULAU
Badan Riset Kelautan dan Perikanan (2003) menyatakan bahwa data dasar penting
tentang Indonesia sebagai suatu wilayah Negara kepulauan yang belum didukung oleh
dokumen resmi adalah jumlah pulau. Jumlah pulau Indonesia dinyatakan dalam angka-angka
yang berbeda dari sumber yang berbeda pula.
Perbedaan data tentang jumlah pulau di Indonesia mungkin disebabkan oleh :
1. Pendataan pulau belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur baku
2. Pendataan pulau belum dilakukan secara sistematis
3. Kelembagaan belum optimal
4. Penerapan standar basisdata belum berjalan dengan baik
5. Sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam pendataan pulau belum memadai
Ratih Destarina (Juni 2011) Halaman 3
Seiring dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang mana didalamnya juga mengatur tentang hak dan
kewajiban daerah dalam pengelolaan wilayah, penamaan pulau menjadi semakin penting.
Terkait pengelolaan pulau sebagai sumberdaya wilayah, maka identifikasi dan inventarisasi
nama-nama pulau perlu dilakukan secara sistematik melalui pendekatan metode pemetaan yang
diintegrasikan dengan survei toponimi (penamaan geografis).
Kegiatan toponimi pulau mempunyai arti penting dan bernilai strategis secara nasional
maupun internasional. Setiap negara anggota PBB – termasuk Indonesia – harus melaporkan
jumlah dan penamaan pulaunya setiap 5 tahun sekali dalam bentuk National Report.
Kekalahan Indonesia mempertahankan Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah
Internasional, Den Haag, menyadarkan bangsa Indonesia bahwa administrasi dan pengelolaan
pulau-pulaunya selama ini terabaikan dengan banyaknya pulau-pulau tak bernama (kurang
lebih 60%) dan tidak tertibnya administrasi kewilayahan di daerah dan pusat. Keadaan ini
harus segera diperbaiki untuk menghindari kejadian yang sama terulang kembali dan
mempertahankan keutuhan NKRI.
V. PROSEDUR PENAMAAN PULAU
Prosedur penamaan nama-nama unsur geografis (dalam hal ini pulau) di Indonesia
mengikuti kaidah PBB melalui United Nations Group of Experts on Geographical Names
(UNGEGN) Resolusi No. 4 Tahun 1967 Rekomendasi B dan C.
Rekomendasi B
Pengumpulan Nama-nama Unsur Geografis (Collection of Geographical Names)
a) Pelaksanaan di lapangan (pengumpulan nama) dan di kantor (pemrosesan) hendaknya
dilakukan selengkap mungkin yang memberikan informasi berikut ini :
i) Bentuk tertulis dan bentuk ucapan dari nama dan artinya menurut penduduk setempat,
ii) Ejaan menurut dokumen-dokumen resmi, seperti dokumen kadaster, peta-peta lama,
laporan sensus, jasa-jasa administrasi lokal dan jasa teknis lainnya.
b) Bentuk ucapan lokal dari nama pulau direkam dalam tape dan ditulis fonetiknya, yang
disetujui oleh pejabat setempat dan otoritas nasional.
c) Sifat (geologis, ekologis), luas, posisi geografis, dan posisi dalam wilayah administratif
dari desa s/d provinsi, dari unsur (pulau) dicatat, bila perlu diidentifikasi dalam foto udara,
citra atau peta resmi, dan dicatat secara teliti nama generik dari unsur.
Catatan : Pulau adalah nama generik dalam bahasa Indonesia, sedangkan nama generik
dalam bahasa lokal adalah nusa, meos, towade, libuton, lihuto, kiye, togong,
dan sebagainya.
d) Bila mungkin sekurang-kurangnya 2 orang yang berbeda ditanya tentang nama pulau dan
semua dicatat dalam daftar pengumpulan data dan dikonsultasikan dengan kepala desa
atau kepala adat atau orang tertua setempat, pakar linguistic untuk masalah fonetik, dan
pakar tentang fenomena geografi/geologi dari pulau.
e) Yang tersebut dalam butir d) dapat dilakukan dalam tahap verifikasi nama di daerah yang
bersangkutan dan persetujuan semua pihak terkait yang dinamakan tahap validasi nama-
nama pulau, antara pimpinan daerah di mana pulau-pulau tersebut berada dan tim pakar
dari otoritas nama geografis nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Tim pakar tersebut
Ratih Destarina (Juni 2011) Halaman 4
sebaiknya terdiri dari pakar toponimi, pakar survey dan pemetaan, pakar bahasa, pakar
budaya, dan administrator pemerintahan pusat.
Rekomendasi C
Pemrosesan Data Nama Geografi di Kantor. Prinsip-prinsip dan praktek mencakup adopsi
nama yaitu :
1) Nama yang dipakai lokal dan hindari nama dalam bahasa asing
2) Mempunyai latar belakang historis
3) Hindari pengulangan nama atau nama yang sama dalam satu wilayah administrasi yang
terkecil, misalnya desa
4) Hindari nama lebih dari satu untuk satu unsur
5) Jika tidak dapat dihindari lebih dari satu nama, tetapkan nama resmi dan lainnya adalah
nama alternatif (allonym), berdasarkan bahasa yang berlaku di daerah tersebut
6) Pertahankan nama generik pulau dalam bahasa lokal yang berlaku di daerah tersebut,
sebagai nama yang hidup
7) Tata cara menulis dan mengeja nama dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar
8) Akhirnya bangun file nama-nama geografi berkomputer (toponymyc data file) dari nama-
nama pulau di daerah dan di pusat
9) Serahkan kepada Otoritas Nama Unsur Geografi Nasional untuk disetujui dan diterbitkan
Gasetir Nasional Nama-Nama Pulau Indonesia
VI. GASETIR DAN BASIS DATA NAMA PULAU DI INDONESIA
Sebagai Negara yang berdaulat, Indonesia harus segera menyelesaikan kewajibannya
melakukan inventarisasi pulau-pulau dalam wilayahnya sebagai dokumen resmi Negara dan
melaporkan kegiatan ini pada UNCSGN dengan lampiran dokumen berupa gasetir nasional.
Gasetir merupakan daftar yang memuat semua nama rupabumi yang baku atau dibakukan
lengkap dengan informasi penunjangnya. Gasetir dapat dibedakan menjadi :
1. Gasetir singkat (concise gazetteer)
Gasetir yang memuat informasi unsur rupabumi secara singkat seperti nama, kode/jenis
unsur, posisi/koordinat, informasi nama dan nomor peta.
2. Gasetir lengkap (complete gazetteer)
Gasetir yang memuat informasi unsur rupabumi secara lengkap seperti nama, kode/jenis
unsur, posisi/koordinat, informasi nama dan nomor peta, pengucapan, asal bahasa,
genealogi/sejarah/ aksesibilitas, potensi dan informasi relevan lain yang lebih detail.
Produk gasetir merupakan hasil himpunan nama rupabumi yang sudah tersimpan di
dalam basisdata nama rupabumi secara permanen. Lembaga otoritas nama geografis negara-
negara maju seperti Amerika, Kanada, Australia dan sebagainya sudah meng-upload gasetir
lengkap dalam bentuk digital (e-gazetteer) di web mereka.
Pada konferensi PBB tentang Standardisasi Nama-nama Geografis di Montreal Tahun
1987, Indonesia melaporkan bertambahnya jumlah pulau dari 13.766 pulau menjadi 17.508
pulau. PBB mengisyaratkan agar Indonesia segera menyampaikan gasetir nama-nama pulau
yang diterbitkan secara resmi oleh Otoritas Nama-nama Geografis di Indonesia, yang
mencerminkan klaim jumlah pulau yang berada di bawah kedaulatannya.
Ratih Destarina (Juni 2011) Halaman 5
Gasetir pulau-pulau di Indonesia masih dalam kondisi yang perlu disempurnakan. Salah
satu usaha pemerintah adalah suatu basisdata Toponimi Nama Pulau (Hasil Verifikasi Nama
Pulau di Indonesia) kerjasama Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK) –
Bakosurtanal dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Dalam Negeri serta
Dinas Hidro-Oceanografi TNI Angkatan Laut. Basisdata tersebut sudah dipublikasikan di
website dengan alamat http://pdkk.bakosurtanal.go.id/dbpulau/
Gambar 1. Tampilan web basisdata pulau Toponimi Nama Pulau
Basisdata tersebut masih banyak terdapat beberapa kekurangan dan perlu terus
dikembangkan di masa mendatang.
VII. PENUTUP
Data jumlah pulau di Indonesia masih beragam dan belum terintegrasi antar instansi
pemerintah. Administrasi di Indonesia masih belum terorganisir. Kondisi tersebut diperparah
dengan kenyataan bahwa sekitar 60% diantaranya belum memiliki nama. Ini menunjukkan
bahwa Indonesia belum mengenal dengan baik wilayah kedaulatannya sendiri. Tidak heran jika
Indonesia tidak mengetahui potensi besar yang dikandung wilayahnya, apalagi untuk
memanfaatkan kekayaan alam tersebut secara maksimal.
Pulau-pulau yang jumlahnya belasan ribu membuat pemerintah kesulitan untuk
mengelolanya, sehingga menyebabkan pembangunan tidak merata. Terutama daerah
perbatasan yang jauh dari pusat pemerintahan, kondisinya sangat memprihatinkan dan
terabaikan. Sungguh ironis, mengingat pulau-pulau tersebut memegang peranan penting
sebagai pintu masuk Indonesia dan rawan terjadi konflik dengan negara lain yang berbatasan.
Berbagai permasalahan diatas mengisyaratkan urgensi penamaan dan inventarisasi pulau
di Indonesia dengan memperbaiki sistem administrasi serta inventarisasi yang sistematis dan
terintegrasi. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah adalah penyusunan basisdata berbasis
web Toponimi Pulau Indonesia. Basisdata tersebut masih perlu diperbaiki dan dikembangkan
agar bisa dimanfaatkan secara optimal.
Ratih Destarina (Juni 2011) Halaman 6
DAFTAR PUSTAKA
Rais, Jacub. 2008. Toponimi Indonesia : Sejarah Budaya Bangsa yang Panjang dari Permukiman
Manusia & Tertib Administrasi. Jakarta : Pradnya Paramita.
Yulius. 2009. Identifikasi Pulau-pulau di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan
Kaidah Toponimi. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 1, No. 2, Hal
42-59, Desember 2009.
Antasari. Membangun Pulau Terluar. URL : http://antasari.net/membangun-pulau-terluar/.
dikunjungi pada 09 Juni 2011 pukul 13.49.
Bakosurtanal. Nama Pulau Demi Jumlah. URL : http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/nama-
pulau-demi-jumlah. dikunjungi pada 26 Mei 2011 pukul 8:21.
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Seminar Nasional “Manajemen Pulau-pulau Terluar
NKRI”. URL : http://geo.ugm.ac.id/archives/219. dikunjungi pada 09 Juni 2011 pukul
12:44.
Kurniawan, Tri. 180 Pulau Kecil di Kepri Diduga Dijual ke Asing. URL :
http://travel.okezone.com/read/2011/02/28/407/429696/180-pulau-kecil-di-kepri-
diduga-dijual-ke-asing. dikunjungi pada 24 Mei 2011 pukul 11:29.
Siahaan, Frans R. Proyek Toponimi dan Dugaan Korupsi. URL :
http://franssiahaan.blogspot.com/2008/01/proyek-toponimi-dan-dugaan-korupsi.html.
dikunjungi pada 25 Mei 2011 pukul 10:22.
Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Pulau-pulau Terluar dan Batas
NKRI. URL : http://www.geomatika.its.ac.id/lang/id/archives/774. dikunjungi pada
09 Juni 2011 pukul 13.39.
Zainal, Arifien. Sosialisasi Nama Pulau Terluar Indonesia di PBB. URL :
http://ipienz.multiply.com/journal/item/18/Sosialisasi_Nama_Pulau_Terluar_Indonesi
a_di_PBB. dikunjungi pada 09 Juni 2011 pukul 13.52.