urgensi environmental...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan
dan kinerja keuangan dari suatu entitas (PSAK 1 Revisi 2009). Sedangkan tujuan dari
pelaporan keuangan adalah “provide financial information about reporting entity that
is useful to present and potential equity investors, lenders, and other creditors in
making decisions in their capacity as capital providers” (Kieso 2011, 7). Meskipun
banyak pihak yang menggunakan laporan keuangan, tujuan tersebut secara jelas
meletakan investor sebagai pihak utama dari pelaporan keuangan dan proses alokasi
modal sebagai fokus utama.
Efisiensi alokasi modal merupakan hal yang penting dalam mewujudkan
ekonomi yang sehat. Namun informasi keuangan yang tidak handal dan tidak relevan
menyebabkan alokasi modal yang buruk dan akhirnya mempengaruhi pasar sekuritas
(Kieso 2011, 6). Untuk itu diperlukan suatu standar pelaporan keuangan guna
menjamin kualitas dari suatu informasi keuangan.
Saat ini IFRS (International Financial Reporting Standard) bersama dengan
US GAAP (United States Generally Accepted Accounting Principles) adalah salah
satu dari dua standar pelaporan keuangan yang diakui secara global. Sebelum skandal
akuntansi yang terjadi di Amerika Serikat, standar akuntansi rinci yang mengarah
pada US GAAP dipandang sebagai bentuk paling efektif (Eaton, 2005). Menurunnya
popularitas US GAAP menyebabkan banyak negara beralih ke IFRS. Pada tahun
2012 lebih dari 100 negara yang menggunakan IFRS atau sedang dalam proses adopsi
2
IFRS (IFRS Foundation, 2012). IFRS berkembang sebagai jawaban atas pertanyaan
yang ada dalam pikiran akuntan, professional keuangan, institusi keuangan dan
regulator mengenai standar akuntansi manakah yang akan memecahkan keragaman
praktik akuntansi seluruh dunia (Ankarath 2012, 12).
Pada tanggal 23 Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
mendeklarasikan rencana Indonesia untuk melakukan konvergensi terhadap IFRS
dalam pengaturan standar akuntansi keuangan (IAI, 2008). IAI mengungkapkan
bahwa kepatuhan terhadap IFRS meningkatkan keterbandingan maupun transparansi
dari laporan keuangan. Di samping itu relevansi dan kehandalan merupakan kualitas
dasar dari informasi keuangan dalam kerangka konseptual IFRS. Sehingga perlu
dipertanyakan apakah proses konvergensi IFRS yang tidak murah tersebut
menghasilkan peningkatan kualitas akuntansi di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS
terhadap kualitas akuntansi di Indonesia. Kualitas akuntansi diukur dengan
manajemen laba dan relevansi nilai, seperti penelitian yang dilakukan Liu et al.
(2011). Manajemen laba Peningkatan kualitas akuntansi ditunjukkan dengan
menurunnya tingkat manajemen laba dan meningkatnya relevansi nilai dari laba dan
nilai buku ekuitas (Barth et al., 2008).
Penelitian mengenai pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas akuntansi di
berbagai negara memperoleh hasil yang berbeda-beda. Adopsi IFRS di China terbukti
meningkatkan kualitas akuntansi yang ditandai dengan peningkatan relevansi nilai
3
laba dan penurunan praktik perataan laba (Liu et al., 2011). Ames (2013)
menggunakan kualitas laba dalam mengukur kualitas akuntansi dan menemukan
bahwa tidak terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kualitas laba setelah adopsi
IFRS di Afrika Selatan. Sedangkan di Jerman, kualitas akuntansi mengalami
perbaikan baik pada masa IAS maupun pada masa adopsi IFRS secara sukarela,
namun terjadi penurunan kualitas akuntansi pada masa adopsi IFRS secara wajib
(Paananen dan Lin, 2009). Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengeta hui
pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas akuntansi di Indonesia.
Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk mengetahui pengaruh adopsi
IFRS terhadap kualitas akuntansi di Indonesia. Santy et al., (2012) menemukan
bahwa adopsi IFRS di Indonesia tidak mempengaruhi tingkat manajemen laba pada
perusahaan perbankan di Indonesia. Sedangkan Narendra (2013) berhasil menemukan
bahwa adopsi IFRS berpengaruh positif terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur di Indonesia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu,
kualitas akuntansi tidak hanya diukur dengan menggunakan manajemen laba, namun
juga relevansi nilai informasi akuntansi. Sampel yang digunakan tidak hanya berasal
dari satu sektor industri saja, namun berasal dari enam sektor industri, yaitu industri
dasar dan kimia; aneka industri; industri barang konsumsi; property dan real estat;
infrastruktur, utilitas dan transportasi; perdagangan, jasa dan investasi.
4
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca mengenai program konvergensi IFRS yang dilakukan di Indonesia serta
dampaknya terhadap kualitas akuntansi di Indonesia. Selain itu penelitian ini
bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi Ikatan Akuntan Indonesia dalam
menerapkan regulasi maupun strategi konvergensi IFRS lebih lanjut.
TINJAUAN TEORITIS
Manajemen Laba
Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai campur tangan yang disengaja
oleh pihak manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal, dengan maksud
memperoleh keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba terjadi ketika
manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penataan
transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa
stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan ataupun untuk mempengaruhi hasil
kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999).
Perilaku manajemen yang menguntungkan diri sendiri melalui manajemen laba dapat
dijelaskan dengan teori keagenan. Pemilik perusahaan merupakan principal yang
mendelegasikan tugas kepada agent yaitu manajemen. Agent akan bertindak
memuaskan kepentingannya sendiri dan selalu memiliki informasi lebih dari yang
dimiliki principal (Jensen dan Meckling, 1976).
5
Konvergensi IFRS di Indonesia
Standar akuntansi yang berlaku di Indonesia telah mengalami perkembangan
yang panjang sampai dengan saat ini. Pada tahun 1974, Ikatan Akuntan Indonesia
telah menyusun standar akuntansi dengan nama Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
dengan US GAAP sebagai referensi utama. Namun sepuluh tahun kemudian standar
akuntansi keuangan Indonesia beralih menggunakan standar milik International
Accounting Standard Committee (IASC) sebagai referensi utama (IAI, 2009).
Kemudian pada tahun 1994 IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan
standar akuntansi terbitan IASC yang disebut dengan International Accounting
Standard (IAS). Sehingga pada tanggal 1 Januari 2007 terdapat 28 PSAK yang
disusun dengan menggunakan IAS sebagai referensi, 20 PSAK yang mengacu pada
US GAAP, 8 PSAK yang dikembangkan sendiri oleh IAI dan sebuah PSAK bagi
Bank Syariah yang mengacu pada Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institution (AAOIFI) (Deloitte, 2007).
Meskipun sejak tahun 1994 IAI telah melakukan harmonisasi dengan
International Accounting Standards namun IAI baru menunjukan langkah serius pada
akhir tahun 2008. Pada tanggal 23 Desember 2008, IAI meresmikan program
konvergensi IFRS 2012 (Majalah Akuntan Indonesia, hal 20). Program konvergensi
IFRS bertujuan untuk mencapai adopsi penuh IFRS versi 2009 pada tahun 2012.
Sehingga laporan keuangan pada tahun 2011 telah menerapkan beberapa PSAK yang
mengadopsi IFRS.
6
Manajemen Laba dan Konvergensi International Financial Reporting Standard
(IFRS)
Penelitian mengenai pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba di
berbagai negara telah banyak dilakukan dan menemukan hasil yang berbeda
antarnegara. Penelitian yang dilakukan pada 15 negara anggota Uni Eropa
menunjukan penurunan tingkat manajemen laba, yang nampak pada penurunan
manajemen laba terhadap target, penurunan nilai absolut discretionary accrual dan
peningkatan kualitas akrual setelah adopsi IFRS (Chen, et al. 2010). Sama halnya
dengan penelitian terhadap adopsi IFRS di Australia yang menunjukkan penurunan
tingkat manajemen laba setelah adopsi IFRS (Elias, 2012). Namun, hal tersebut tidak
senada dengan adopsi IFRS di Jerman, perusahaan pengadopsi IFRS tidak
menunjukan perilaku manajemen laba yang berbeda dengan perusahaan pengguna
German GAAP (Tendeloo dan Vanstraelen, 2005). Sedangkan penelitian di China
menunjukan kesimpulan yang berbeda terhadap adopsi IFRS. Zhou et al. (2009),
menunjukan bahwa perusahaan pengadopsi IFRS memiliki kemungkinan yang lebih
kecil dalam meratakan labanya jika dibandingkan dengan perusahaan yang
menggunakan local GAAP. Namun Li dan Park (2012) menemukan bahwa terjadi
peningkatan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan China setelah adopsi
IFRS. Penelitian di India menunjukan bahwa perusahaan pengadopsi IFRS memiliki
kemungkinan yang lebih besar dalam melakukan perataan laba jika dibandingkan
dengan perusahaan non-adopsi IFRS (Rudra dan Bhattacharjee, 2012).
7
Adopsi IFRS oleh Uni Eropa dan Australia pada tahun 2005 memulai efek
domino yang menyebabkan IFRS digunakan lebih dari 120 negara di dunia pada saat
ini (Larson dan Street, 2011). Demikian juga Indonesia yang memulai program
konvergensi IFRS pada tahun 2009. Sebelum program konvergensi IFRS di
Indonesia, International Accounting Standard dan United States Generally
Accounting Principles merupakan dasar penyusunan utama standar akuntansi
keuangan Indonesia. Saat ini IFRS terdiri dari sekitar 2000 halaman peraturan
akuntansi, namun hal tersebut tidak sebanding dengan US GAAP yang dimuat dalam
lebih dari 2000 pernyataan terpisah, dan banyak dari pernyataan terpisah tersebut
yang memuat ratusan halaman. Perbedaan volume tersebut mencerminkan perbedaan
antara rule-based approach yang mendasari US GAAP dengan principle-based
approach yang mendasari IFRS (Gill, 2007). Principle-based accounting standards
biasanya ditandai dengan pernyataan yang jelas mengenai tujuan tetapi tidak
memiliki petunjuk pelaksanaan yang rinci, sehingga akuntan dituntut untuk
menggunakan pertimbangan profesional dalam penerapanya (Collins et al., 2012).
Pertimbangan profesional tersebut menyebabkan meningkatnya alternatif terkait
perlakuan akuntansi dari suatu transaksi. Pada akhirnya menyebabkan peluang
manajemen laba semakin besar. Sehingga hipotesis yang dirumuskan berdasarkan
uraian di atas adalah sebagai berikut:
H1 : Manajemen Laba di Indonesia setelah adopsi IFRS lebih besar daripada
periode sebelum adopsi IFRS.
8
Relevansi Nilai (Value of Relevance)
Relevansi nilai akuntansi didefinisikan sebagai kemampuan dari informasi
yang dikungkapakan oleh laporan keunagan untuk menjelaskan dan menyimpulkan
nilai perusahaan (Kargin, 2013). Dalam penelitian ini relevansi nilai dari suatu
informasi akuntansi diukur dengan menggunakan hubungan statistik dari informasi
dalam laporan keuangan dengan harga saham perusahaan tersebut (Silipo et al., 2011;
Chua et al., 2012; Bilgic dan Ibis, 2013).
Relevansi Nilai dan Adopsi International Financial Reporting Standard (IFRS)
Relevansi nilai telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian sebagai
salah satu dimensi dalam mengukur kualitas akuntansi. Sejalan dengan penelitian
terhadap manajamen laba setelah adopsi IFRS, penelitian terhadap relevansi nilai
setelah adopsi IFRS juga menunjukkan hasil yang beragam. Liu et al., 2011
menemukan peningkatan relevansi nilai setelah adopsi IFRS di China. Chua et al.,
2012 menemukan peningkatan relevansi nilai pada perusahaan tercatat di Australia
setelah peralihan Australian GAAP menjadi IFRS. Sedangkan penelitian terhadap
relevansi nilai informasi akuntansi pada masa sebelum dan setelah penerapan IFRS
oleh perusahaan tercatat di Turki menunjukkan bahwa terjadi peningkatan relevansi
nilai dari nilai buku aset perusahaan (Kargin, 2013). Namun hasil yang sebaliknya
diperoleh Khanagha (2011) yang menemukan penurunan relevansi nilai dari data
akuntansi setelah implementasi IFRS oleh Uni Emirat Arab.
9
Pada tahun 2011 Financial Accounting Standard Board melakukan
pembaruan Accounting Standard Codification Topic 820 tentang Fair Value
Measurement, sedangkan International Accounting Standard Board menerbitkan
IFRS 13 untuk mengatur Fair Value Measurement. Melalui ASC 820 dan IFRS 13,
saat ini FASB dan IASB telah memiliki definisi yang sama untuk fair value atau nilai
wajar, serta telah menyamakan berbagai aspek mengenai fair value. Meskipun
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa IFRS menggunakan akuntansi nilai wajar
dalam aspek yang lebih luas dibandingkan dengan US GAAP. Seiring berlakunya
PSAK adopsi IFRS bersamaan dengan pencabutan PSAK berbasis US GAAP,
akuntansi nilai wajar mulai populer di Indonesia. Nilai wajar merupakan pengukuran
berbasis pasar yang tidak terpengaruh oleh faktor spesifik dalam perusahaan sehingga
merupakan pengukuran yang tidak bias serta konsisten dari waktu ke waktu maupun
lintas perusahaan. Tidak seperti nilai wajar, seiring berjalanya waktu harga historis
akan menjadi tidak relevan dalam menilai posisi posisi keuangan perusahaan saat ini
(Penman, 2007). Sehingga hipotesis yang dirumuskan berdasarkan uraian di atas
adalah sebagai berikut:
H2 : Relevansi nilai akuntansi setelah adopsi IFRS lebih besar daripada periode
sebelum adopsi IFRS.
10
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Periode analisis diklasifikasikan ke dalam 2 bagian (2006-
2007 dan 2011-2012) untuk mencerminkan situasi sebelum dan setelah adopsi IFRS
di dalam PSAK.
Pemilihan sampel yang digunakan dengan purposive sampling, dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI sejak 2005 sampai dengan
2012.
2. Perusahaan yang tidak berpindah industri sejak 2005 sampai dengan 2012.
3. Perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham dan penggabungan
saham pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan keuangan
perusahaan yang di-download melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia,
www.idx.co.id serta ringkasan harga saham pada Indonesian Capital Market
Directory (ICMD). Data yang digunakan untuk mengukur kualitas akuntansi adalah
total aset, laba bersih, arus kas dari aktivitas operasi, piutang dagang, aset tetap kotor,
penjualan, rasio return on assets, laba per lembar saham dan nilai buku per lembar
saham.
11
Pengukuran Manajemen Laba
Manajemen laba diukur dengan menggunakan nilai absolut dari akrual
diskresioner. Healy (1985) membedakan antara akrual yang dimandatkan oleh badan
penyusun standar dengan akrual yang timbul karena kebijakan manajer. Akrual yang
timbul karena kebijakan manajer disebut dengan akrual diskresioner atau abnormal
akrual. Melalui pemikiran tersebut banyak penelitian yang mencoba menghitung
akrual diskresioner dengan mengurangkan total akrual dengan estimasi akrual
diskresioner (normal accrual). Sampai saat ini telah ditemukan beberapa model
dalam mengestimasi besarnya akrual diskresioner (Jones 1991, Dechow et al., 1995;
Lacker and Richardson, 2004; Kothari et al., 2005). Penelitian ini akan menggunakan
model milik Kothari et al. (2005) yaitu cross-sectional modified Jones model with
current-year ROA dalam mengukur besarnya akrual diskresioner. Model estimasi
akrual diskresioner ini diterapkan untuk setiap one digit code atau sektor industri
menutur Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA). Akrual diskresioner
diestimasi dengan persamaan berikut:
NDAi,t = (Assetsi ,t-1)REVi ,t - RECi ,t)PPEi ,t + ROAi ,t
Dengan NDAi ,t adalah estimasi akrual diskresioner dibagi dengan total aset
perusahaan i pada tahun t; Assetsi ,t-1 adalah total aset perusahaan i pada tahun t-1;
REVi ,t adalah perubahan penjualan dibagi dengan total aset perusahaan i pada tahun
t; RECi ,t adalah perubahan piutang dagang dibagi dengan total aset perusahaan i
pada tahun t; PPEi ,t merupakan jumlah kotor dari aset tetap yang dibagi dengan total
12
aset perusahaan i pada tahun t; ROAi ,t adalah rasio return on assets perusahaan i pada
periode t dan dan merupakan parameter industri yang diperoleh
menggunakan model regresi berikut untuk setiap jenis industri:
TAi ,t = (Assetsi ,t-1)REVi ,t - RECi ,t)PPEi ,t + ROAi ,t i,t
TAi ,t merupakan total akrual perusahaan i periode t yang diperoleh dengan
mengurangkan laba bersih dengan arus kas operasi (Net Income – Cash flow from
Operation).
Setelah memperoleh besarnya akrual diskresioner tiap tahun, dilakukan uji
beda untuk menguji hipotesis pertama. Dilakukan uji beda rata-rata absolute value of
discretionary accruals sebelum adopsi IFRS dengan setelah adopsi IFRS.
Pengukuran Relevansi Nilai
Penelitian ini menggunakan model yang digunakan oleh Kwong, 2010 yaitu
modified price model (Ohlson, 1995) dalam memeriksa hubungan antara nilai pasar
ekuitas dengan dua variabel utama dalam pelaporan keuangan, yaitu nilai buku
ekuitas dengan laba. Model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pit+1 = 0 + 1 BVPSit + 2 EPSit + it
Dengan Pit+1 adalah harga saham perusahaan i pada saat t+1 (akhir bulan Juni tahun
berikutnya); BVPSit adalah nilai buku ekuitas per lembar saham perusahaan i pada
13
tahun t dan EPSit adalah laba bersih per lembar saham perusahaan i pada tahun t.
Relevansi nilai diukur dengan besarnya koefisien korelasi (adjusted R2) antara
variabel bebas dengan variabel terikat pada model regresi tersebut.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan non keuangan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2005 sampai dengan 2012. Jumlah sampel
yang digunakan sebanyak 182 perusahaan dan meliputi 728 tahun perusahaan.
Sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Sampel Penelitian berdasarkan Sektor Industri
Sektor Industri Jumlah
Perusahaan Tahun
Perusahaan
Basic Industry and Chemicals 42 168
Miscellaneous Industry 31 124
Consumer Goods Industry 27 108
Property, Real Estate and Building Construction 24 96
Infrastructur, Utilitie and Transportation 13 52
Trade, Services and Investment 45 180
TOTAL 182 728
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
14
Statistik Deskriptif
Langkah awal analisis dimulai dengan mengidentifikasi tendensi sebaran dari
masing-masing variabel. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk melihat
kenderungan dari masing-masing variabel penelitian. Tabel 2 menyajikan ringkasan
statistik deskriptif dari masing-masing variabel.
Tabel 2
Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel Penelitian Sebelum Adopsi IFRS Setelah Adopsi IFRS
N Min Max Mean N Min Max Mean
Absolute DA 364 0.0019 4.5781 0.6304 364 0.0057 4.6870 0.6410
P (Share Price) 364 41 59000 2184.48 364 11 350000 6595.48
BVPS 364 -7355 28628 1219.32 364 -3221.04 37357.44 1877.52
EPS 364 -852 5095 154.91 364 17319.88 260474 1143.96
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
Pengujian Hipotesis
Adopsi IFRS dan Manajemen Laba
Berdasarkan Tabel 3, rata-rata absolute value of discretionary accruals
setelah adopsi IFRS lebih besar jika dibandingkan periode sebelum adopsi IFRS.
Namun, berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa perbedaan rata-rata absolute
value of discretionary accruals sebelum dan setelah adopsi IFRS tidak signifikan.
Sehingga H1 yang menyatakan bahwa manajemen laba di Indonesia setelah adopsi
IFRS lebih besar daripada periode sebelum adopsi IFRS tidak didukung secara
statistik. Hal ini terjadi karena dalam penelitian ini tidak memperhatikan kejadian-
kejadian yang berpotensi mempengaruhi praktik manajemen laba oleh perusahaan
15
seperti penawaran saham. Selain itu, penerapan principle based yang menyebabkan
meningkatnya fleksibilitas dalam pelaporan keuangan juga diimbangi dengan
batasan-batasan dalam IFRS yang mengurangi kesempatan untuk melakukan
earnings management.
Lestari, (2013) mengungkapkan bahwa salah satu upaya untuk mengurangi
praktik manajemen laba, IFRS melakukan pembatasan reklasifikasi antar surat
berharga. IFRS melalui IAS 39 melarang reklasifikasi surat berharga dari atau
menuju FVTPL (fair value through profit or loss) atau surat berharga yang diukur
dengan menggunakan nilai wajar. Ketika tidak dilakukan pembatasan, reklasifikasi
ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan earnings management. Sebagai
contoh, ketika suatu surat berharga yang diklasifikasikan sebagai held to maturity
mengalami peningkatan fair value, manajemen akan melakukan reklasifikasi surat
berharga tersebut ke dalam kelas FVTPL. Sehingga peningkatan fair value yang
semula tidak diakui sebagai keuntungan akan diakui sebagai keuntungan dalam
laporan laba rugi, maka besarnya laba bersih akan seolah-olah meningkat. Berlakunya
PSAK 55 yang merupakan adopsi IAS 39 secara langsung akan menghentikan
manuver manajemen laba tersebut.
Selain itu IFRS mensyaratkan pengungkapan yang lebih rinci dalam laporan
keuangan. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati pengungkapan penuh (full
disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan
informasi) ketidakseimbanagan informasi antara manajer dengan pihak pengguna
16
laporan keuangan (Cahyati, 2011). Kondisi asimetri informasi ini menyebabkan
penyusun laporan keuangan memiliki dominasi yang kuat atas informasi keuangan
perusahaan dan berpotensi melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri
seperti manajemen laba. Sehingga secara langsung peluang manajemen laba akan
berkurang karena syarat pengungkapan oleh IFRS.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Van
Tendeloo dan Vanstraelen (2005), Jeanjean dan Stolowy (2008), dan Santy et al.,
(2012). Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) tidak menemukan perbedaan per ilaku
manajemen laba antara perusahaan yang mengadopsi IFRS dengan pengguna German
GAAP. Sedangkan Jeanjean dan Stolowy (2008) membuktikan bahwa tidak terjadi
penurunan praktek manajemen laba di UK dan Australia. Begitu juga dengan Santy et
al., (2012) yang tidak menemukan perbedaan signifikan besarnya manajemen laba
sebelum dan setelah adopsi IFRS pada perusahaan perbankan di Indonesia.
Tabel 3
Uji Mann-Whitney
Adopsi IFRS N
Mean
Rank
Sum of
Ranks
Absolute DA Sebelum Adopsi IFRS 364 358.83 130614
Setelah Adopsi IFRS 364 370.17 134742
Total 728
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
17
Tabel 4
Test Statisticsa
Absolute DA
Mann-Whitney U 64184.000
Wilcoxon W 130614.000
Z -.728
Asymp. Sig. (2-tailed) .467
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Akuntansi
Berdasarkan Tabel 5, nilai Adjusted R2 periode setelah adopsi IFRS lebih
besar jika dibandingkan dengan periode sebelum adopsi IFRS. Secara khusus
peningkatan Adjusted R2 terjadi pada nilai buku ekuitas per lembar saham atau book
value per share. Sehingga H2 yang menyatakan relevansi nilai akuntansi setelah
adopsi IFRS lebih besar daripada periode sebelum adopsi IFRS didukung secara
statistik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ginting
(2013), yang membuktikan bahwa terjadi peningkatan Adjusted R2 pada tahun 2012
jika dibandingkan dengan tahun 2010 dimana pada tahun 2012 jumlah PSAK yang
mengadopsi IFRS lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun 2010.
18
Tabel 5
Adjusted R2
Year Adjusted R Square
Sebelum Adopsi IFRS
2006 0.592
2007 0.039
Setelah Adopsi IFRS 2011 0.632
2012 0.611
Sumber: Data sekunder yang diolah (2014)
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS
terhadap kualitas akuntansi di Indonesia, dalam hal ini kualitas akuntansi diukur
dengan besarnya manajemen laba dan relevansi nilai akuntansi. Berdasarkan uji beda
yang dilakukan dengan Mann-Whitney test setelah mengetahui bahwa distribusi data
tidak normal, besarnya manajemen laba sebelum dan seudah adopsi IFRS tidak
berbeda secara signifikan. Namun relevansi nilai dari informasi akuntansi setelah
adopsi IFRS mengalami peningkatan yang ditunjukan dari peningkatan nilai Adjusted
R2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kualitas akuntansi di
Indonesia setelah adopsi IFRS, secara khusus peningkatan relevansi nilai informasi
akuntansi.
Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa tingkat manajemen laba tidak
mengalami penurunan setelah adopsi IFRS. Hal ini diharapkan memacu Ikatan
Akuntan Indonesia sebagai Lembaga Penyusun Standar Akuntansi di Indonesia untuk
19
dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada IFRS, antara lain dengan
menetapkan aturan tambahan ataupun memperbaiki standar etika pro fesi bagi
penyusun laporan keuangan. Begitu juga dengan kantor akuntan publik yang
melakukan audit atas laporan keuangan, harus memperhatikan alternatif yang dipilih
oleh pihak manajemen dalam melakukan praktik akuntansi, agar fleksibilitas yang
ada tidak ditumpangi oleh kepentingan individu, namun dapat menggambarkan
kondisi ekonomi dengan lebih baik.
Keterbatasan dan Saran
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dan kekurangan. Adapun
keterbatasan dan kekurangannya adalah:
1. Sampel yang digunakan tidak meliputi perusahaan sektor pertanian dan
pertambangan, karena ketersediaan data yang terbatas. Sehingga untuk
penelitian selanjutnya dapat menambahkan perusahaan dalam sektor
tersebut.
2. Masih terdapat beberapa IFRS versi 2009 yang belum diadopsi hingga
tahun maupun 2012. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat
menggunakan periode 2013, di mana PSAK telah mengadopsi IFRS
versi berikutnya.
3. Manajemen laba hanya diukur dengan menggunakan satu dimensi, yaitu
besarnya absolute value of discretionary accruals. Sehingga untuk
penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan dimensi pengukuran
20
manajemen laba yang lain seperti managing earnings toward target,
income smoothing, dan accruals quality.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ames, Daniel. (2013). IFRS Adoption and Accounting Quality: The Case of South
Africa. Journal of Applied Economics and Business Research JAEBR, 3(3):
154-165.
Agostino, M., D. Drago, dan D. D. Silipo. (2011). The value relevance of IFRS in the
European banking industry. Rev Quant Finan Acc, 36: 437–457.
Barth, M., W. R. Landsman, dan M. H. Lang. (2008). International Accounting
Standards and Accounting Quality. Journal of Accounting Research, 46, 467-
498.
Bilgic, F. A., dan C. Ibis. (2013). Effects of New Financial Reporting Standards on
Value Relevance – A Study about Turkish Stock Markets. International
Journal of Economics and Finance, 5(10): 126-139.
Cahyati, Ari D. (2011). Peluang Manajemen Laba Pasca Adopsi IFRS: Sebuah
Tinjauan Teoritis dan Empiris. JRAK, 2(1): 3-7.
Cahyonowati, N., dan D. Ratmono. (2012). Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai
Informasi Akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 14(2): 105-115.
Chen, H., Q. Tang, dan Y. Jiang. (2010). The Role of International Financial
Reporting Standards in Accounting Quality: Evidence from the European
Union. Journal of International Financial Management and Accounting 21:3.
22
Chua, E. Y. L., C. S. Cheong, and G. Gould. 2012. The impact of mandatory IFRS
adoption on accounting quality: Evidence from Australia. Journal of
International Accounting Research, 11 (1): 119–146.
Collins, D. L., W. R. Pasewark, dan M. E. Riley. (2012). Financial Reporting
Outcomes under Rules-Based and Principles-Based Accounting Standards.
Accounting Horizons American Accounting Association, 26(4): 681–705.
Dechow, P. M R.G. Sloan, and A.P. Sweeney. 1995. Detecting Earnings
Management. The Accounting Review, 70(2): 193-225.
Deloitte. (2007). IFRS and Indonesian GAAP A Comparison. Jakarta.
Eaton, Sarah B (2005). Crisis and the Consolidation of International Accounting
Standards: Enron, The IASB, and America. Business and Politics, 7(3), Art. 4.
Gill, L.M. (2007). IFRS: Coming to America. Journal of Accountancy, June 2007: 70
–73.
Ginting, H. A. (2013). Pengaruh Penerapan IFRS terhadap Relevansi Nilai dari Nilai
Buku per Lembar Saham dan Laba per Lembar Saham pada Perusahaan
Manufaktur yang Listing di BEI. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
Healy, P.M. 1985. The Effect of of Bonus Schemes on Accounting Decisions.
Journal of Accounting and Economics, 7:85–107.
23
Healy, P.M. and J.M. Wahlen. (1999), A review of the earnings management
literature and its implications for standard setting, Accounting Horizons
December 1999: 365-383.
http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=19 diakses tanggal 17 Desember 2013
IFRS Foundation, “Report of the Trustees’ Strategy Review 2011, IFRSs as the
Global Standards: Setting a Strategy for the Foundation’s Second Decade”,
February 2012.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan (per 1 September
2007), Jakarta: Salemba Empat.
Jeanjean, T., Stolowy H. (2008). Do Accounting Standards Matter? An Exploratory
Analysis of Earnings Management Before and After IFRS Adoption. Journal
of Accounting and Public Policy, 27: 480–494.
Kieso, Donald E., J. J. Weygandt, dan T. D. Warfield. (2011).”Intermediate
Accounting”, Volume 1, IFRS Edition, New York : John Wiley & Sons. Inc.
Kothari, S.P., A.J. Leone and C. Wasley. (2005). Performance Matched Discretionary
Accrual Measures. Journal of Accounting and Economics, 39(1): 163–197.
Larson, R., D. Street. (2011). IFRS Teaching Resources: Available and Rapidly
Growing. Accounting Education: An International Journal, 20(4), 317-338.
Rudra, Titas. (2012). Does IFRs Influence Earnings Management? Evidence from
India. Journal of Management Research, 4(1): E7
24
Santy, P., Tawakal, dan G. T. Pontoh. (2012). Pengaruh Adopsi IFRS terhadap
Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanudin, Makasar.
Schipper, K. (1989). Commentary on earnings management. Accounting Horizons, 3:
91-102.
Kargin, Sibel. (2013). The Impact of IFRS on the Value Relevance of Accounting
Information: Evidence from Turkish Firms. International Journal of
Economics and Finance, 5(4): 71-80.
Khanagha, J. B. (2011). Value Relevance of Accounting Information in the United
Arab Emirates. International Journal of Economics and Financial Issues,
1(2), 33-45..
Kwong, L. C. (2010). The Value Relevance of Financial Reporting in Malaysia:
Evidence from Three Different Financial Reporting Periods. Malaysia
International Journal of Business and Accountancy, 1(1): 1-19.
Larcker, D.F. and S.A. Richardson. (2004). Fees Paid to Audit Firms, Accrual
Choices, and Corporate Governance. Journal of Accounting Research, 42(3):
625–656.
Lestari, Y. O. (2013). Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) dan Manajemen Laba di Indonesia. Skripsi. Fakultas Eko nomi,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang
25
Liu, Chunhui, L. J. Yao, N. Hu & L. Liu. (2011). The Impact of IFRS on Accounting
Quality in a Regulated Market: An Empirical Study of China. Journal of
Accounting, Auditing & Finance, 26 (4), 659 – 676.
Majalah AI. 2009. Bagaimana Dunia Pendidikan Mengantisipasi Pemberlakuan
IFRS 2012. No. 17, Tahun III. Halaman 20. Jakarta.
Nabil Elias. (2012). The Impact of Mandatory IFRS Adoption on Accounting
Quality: Evidence from Australia. Journal of International Accounting
Research 11(1): 147–154.
Nandakumar, A., R. Martin, K. J. Mehta, T. P. Ghosh, dan Y. A. Alkafaji. (2012).
“Memahami IFRS Standar Pelaporan Keuangan Internasional”, Jakarta
Barat: Indeks.
Narendra, Abhiyoga. (2013). Pengaruh Pengadopsian International Financial
Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba. Skripsi. Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang.
Ohlson, J.A. (1995). Earnings, book value and dividends in equity valuation.
Contemporary Accounting Research, 11(2): 661-687.
Paananen, M., dan Lin, H. (2009). The Development of Accounting Quality of IAS
and IFRS over time: The Case of Germany. Journal of International
Accounting Research, 8, 31-55.
26
Penman, Stephen H. (2007). Financial Reporting Quality: Is Fair Value a plus or a
minus? Accounting and Business Research, Special Issue: International
Accounting Policy Forum : 33-44.
Soderstrom, N. S., dan K. J. Sun. (2007). IFRS Adoption and Accounting Quality: A
Review. European Accounting Review, 16, 675-702.
Van Tendeloo, B., dan A. Vanstraelen. (2005). Earnings Management under German
GAAP versus IFRS. European Accounting Review 14(1): 155-180.
Zhou, H.,Y. Xiong, dan G, Ganguli. (2009). Does the Adoption of International
Financial Reporting Standards Restrain Earnings Management? Evidence
From An Emerging Market. Academy of Accounting and Financial Studies
Journal, 13, Special Issue: 43-55.
27
LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Perusahaan Sampel
No. Kode Perusahaan Nama Perusahaan 1 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
2 SMCB Holcim Indonesia Tbk
3 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk
4 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk
5 ARNA Arwana Citramulia Tbk
6 IKAI Intikeramik Alamasri Industri Tbk
7 MLIA Mulia Industrindo Tbk
8 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk
9 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk
10 BTON Betonjaya Manunggal Tbk
11 CTBN Citra Tubindo Tbk
12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk
13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk
14 JPRS Jaya Pari Steel Corp. Tbk
15 LION Lion Metal Works Tbk
16 LMSH Lionmesh Prima Tbk
17 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
18 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk
19 BUDI Budi Acid Jaya Tbk
20 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk
21 EKAD Ekadharma International Tbk
22 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
23 INTI Intanwijaya Internasional Tbk
24 SRSN Indo Acidatama Tbk
25 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk
26 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk
27 APLI Asiaplast Industries Tbk
28 BRNA Berlina Tbk
29 FPNI Fatrapolindo Nusa Industri Tbk
30 IGAR Kageo Igar Jaya Tbk
31 SIMA Siwani Makmur Tbk
32 TRST Trias Sentosa Tbk
33 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk
28
34 MAIN Malindo Feedmill Tbk
35 SIPD Sierad Produce Tbk
36 BRPT Barito Pacific Timber Tbk
37 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk
38 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk
39 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
40 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Corp Tbk
41 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk
42 SPMA Suparma Tbk
43 AUTO Astra Otoparts Tbk
44 BRAM Branta Mulia Tbk
45 GDYR Goodyear Indonesia Tbk
46 GJTL Gajah Tunggal Tbk
47 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
48 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
49 NIPS Nipress Tbk
50 PRAS Prima Alloy Steel Universal Tbk
51 SMSM Selamat Sempurna Tbk.
52 ADMG Polychem Indonesia Tbk
53 ARGO Argo Pantes Tbk
54 ERTX Eratex Djaja Tbk
55 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
56 HDTX Panasia Indosyntex Tbk
57 INDR Indo-Rama Synthetics Tbk
58 KARW Karwell Indonesia Tbk
59 MYRX Hanson International Tbk
60 MYTX APAC Citra Centertex Tbk
61 PBRX Pan Brothers Tbk
62 POLY Polysindo Eka Perkasa Tbk
63 RDTX Roda Vivatex Tbk
64 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk
65 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk
66 TFCO Teijin Indonesia Fiber Tbk
67 BATA Sepatu Bata Tbk
68 BIMA Primarindo Asia Infrastructur Tbk
69 JECC Jembo Cable Company Tbk
70 KBLI GT Kabel Indonesia Tbk
71 KBLM Kabelindo Murni Tbk
72 SCCO Sucaco Tbk
73 VOKS Voksel Electric Tbk
74 ADES Ades Waters Indonesia Tbk
29
75 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
76 CEKA Cahaya Kalbar Tbk
77 DLTA Delta Djakarta Tbk
78 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
79 MYOR Mayora Indah Tbk
80 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk
81 SKLT Sekar Laut Tbk
82 STTP Siantar Top Tbk
83 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk
84 ULTJ Ultra Jaya Milk Ind. Tbk
85 GGRM Gudang Garam Tbk
86 HMSP HM Sampoerna Tbk
87 RMBA Bentoel International Investama Tbk
88 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk
89 INAF Indofarma Tbk
90 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk
91 KLBF Kalbe Farma Tbk
92 MERK Merck Indonesia Tbk
93 PYFA Pyridam Farma Tbk
94 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk
95 SQBI Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk
96 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk
97 MRAT Mustika Ratu Tbk
98 TCID Mandom Indonesia Tbk
99 UNVR Unilever Indonesia Tbk
100 LMPI Langgeng Makmur Ind. Tbk
101 BIPP Bhuwanatala Indah Permai Tbk
102 BKSL Sentul City Tbk
103 BMSR Bintang Mitra Semestaraya Tbk
104 CTRA Ciputra Development Tbk
105 CTRS Ciputra Surya Tbk
106 DART Duta Anggada Realty Tbk
107 DILD Dharmala Intiland Tbk
108 DUTI Duta Pertiwi Tbk
109 ELTY Bakrieland Development Tbk
110 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk
111 GMTD Gowa Makassar Tourism Dev. Tbk
112 JRPT Jaya Real Property Tbk
113 KIJA Kawasan Industri Jababeka Tbk
114 KPIG Kridaperdana Indahgraha Tbk
115 LAMI Lamicitra Nusantara Tbk
30
116 LPCK Lippo Cikarang Tbk
117 LPKR Lippo Karawaci Tbk
118 MDLN Modernland Realty Ltd Tbk
119 OMRE Indonesia Prima Property Tbk
120 RBMS Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk
121 SMDM Suryamas Dutamakmur Tbk
122 ADHI Adhi Karya (Persero) Tbk
123 SSIA Surya Semesta Internusa Tbk
124 TRUB Truba Alam Manunggal E. Tbk
125 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
126 CMNP Citra Marga Nusaphala Persada Tbk
127 BTEL Bakrie Telecom Tbk
128 EXCL Excelcomindo Pratama Tbk
129 ISAT Indosat Tbk
130 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk
131 APOL Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
132 BLTA Berlian Laju Tanker Tbk
133 CMPP Centris Multi Persada Pratama Tbk
134 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Tbk
135 RIGS Rig Tenders Tbk
136 SMDR Samudera Indonesia Tbk
137 TMAS Pelayaran Tempuran Emas Tbk
138 AIMS Akbar Indomakmur Stimec Tbk
139 AKRA AKR Corporindo Tbk
140 EPMT Enseval Putra Megatrading Tbk
141 INTA Intraco Penta Tbk
142 INTD Inter-Delta Tbk
143 KONI Perdana Bangun Pusaka Tbk
144 LTLS Lautan Luas Tbk
145 MDRN Modern Photo Tbk
146 META Nusantara Infrastructure Tbk
147 MICE Multi Indocitra Tbk
148 SDPC Millennium Pharmacon Int’l Tbk
149 SUGI Sugi Sama Persada Tbk
150 TGKA Tigaraksa Satria Tbk
151 TIRA Tira Austenite Tbk
152 TMPI AGIS Tbk
153 TURI Tunas Ridean Tbk
154 UNTR United Tractors Tbk
155 WICO Wicaksana Overseas Int’l Tbk
156 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk
31
157 MPPA Matahari Putra Prima Tbk
158 RALS Ramayana Lestari Sentosa Tbk
159 RIMO Rimo Catur Lestari Tbk
160 BAYU Bayu Buana Tbk
161 FAST Fast Food Indonesia Tbk
162 JSPT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk
163 MAMI Mas Murni Indonesia Tbk
164 PANR Panorama Sentrawisata Tbk
165 PJAA Pembangunan Jaya Ancol Tbk
166 PNSE Pudjiadi & Sons Estates Ltd. Tbk
167 PTSP Pioneerindo Gourmet Int’l Tbk
168 ABBA Abdi Bangsa Tbk
169 FORU Fortune Indonesia Tbk
170 SCMA Surya Citra Media Tbk
171 TMPO Tempo Inti Media Tbk
172 ASGR Astra Graphia Tbk
173 CENT Centrin Online Tbk
174 DNET Dyviacom Intrabumi Tbk
175 LMAS Limas Centric Indonesia Tbk
176 MLPL Multipolar Corporation Tbk
177 MTDL Metrodata Electronics Tbk
178 ALKA Alakasa Industrindo Tbk
179 BMTR Bimantara Citra Tbk
180 BNBR Bakrie & Brothers Tbk
181 GEMA Gema Grahasarana Tbk
182 POOL Pool Advista Indonesia Tbk
32
Lampiran 2
Statitstik Deskriptif Variabel yang digunakan untuk menghitung absolute value
of discretionary accruals
Sebelum Adopsi IFRS Setelah Adopsi IFRS
N Min Max Mean Std.
Deviation N Min Max Mean
Std. Deviation
TA 364 1.504 0.594 0.022 0.173 364 1.104 2.841 0.015 0.224
1/Assets 364 0.000 0.000 0.000 0.000 364 0.000 0.000 0.000 0.000
D Revenue 364 2.197 2.099 0.186 0.457 364 5.530 3.997 0.160 0.463
D Receivable 364 0.332 0.652 0.045 0.108 364 1.066 2.231 0.032 0.200
GPPE 364 0.027 17.944 0.892 1.597 364 0.003 29.595 0.838 1.687
ROA 364 0.866 2.927 0.049 0.237 364 1.729 2.683 0.052 0.223
Sumber: Data sekunder yang diolah (2014)
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Penelitian
Sebelum Adopsi IFRS Setelah Adopsi IFRS
N Min Max Mean N Min Max Mean
Absolute DA 364 0.0019 4.5781 0.6304 364 0.0057 4.6870 0.6410
P (Share Price) 364 41 59000 2184.48 364 11 350000 6595.48
BVPS 364 -7355 28628 1219.32 364 -3221.04 37357.44 1877.52
EPS 364 -852 5095 154.91 364 17319.88 260474 1143.96
Sumber: Data sekunder yang diolah (2014)
Lampiran 3
Uji Normalitas Absolute Value of Discretionary Accruals
Periode
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Absolute Value of DA Sebelum Adopsi IFRS 0.17141 364 0.000 0.78290 364 0.000
Setelah Adopsi IFRS 0.16502 364 0.000 0.77301 364 0.000
Sumber: Data sekunder yang diolah (2014)
Hasil pengujian dengan uji Kolmogorov-Smirnov memiliki signifikansi
kurang dari 0,05 (α = 5%) sehingga dapat disimpulkan data tidak terdistribusi normal.
33
Lampiran 4
Uji Asumsi Klasik
1. Multikolinieritas
2006 2007 2011 2012
Tolerance VIF Tolerance VIF Tolerance VIF Tolerance VIF
BVS 0.3274 3.0546 0.9358 1.0685 0.9857 1.0145 0.9995 1.0005
EPS 0.3274 3.0546 0.9358 1.0685 0.9857 1.0145 0.9995 1.0005
Sumber: Data sekunder yang diolah (2014)
Nilai Variance Inflation Factor untuk masing-masing variabel independen
memiliki nilai kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen.
2. Heterokedastisitas (Uji Glejser)
2006
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta
1 (Constant) 565.226 56.555
9.994 0.000
BVS_2006 0.061 0.046 0.115 1.326 0.186
EPS_2006 -0.287 0.350 -0.071 -0.822 0.412
a. Dependent Variable: ABS_RES
2007
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error
Beta
1 (Constant) 277.965 23.612
12.699 0.000
BVS_2007 0.049 0.029 0.305 1.706 0.090
EPS_2007 -0.139 0.156 -0.159 -0.891 0.375
a. Dependent Variable: ABS_RES
34
2011
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B
Std.
Error
Beta
1 (Constant) 1395.271 162.874
11.772 0.000
BVS_2011 0.203 0.044 0.449 1.646 0.103
EPS_2011 -0.317 0.181 -0.170 1.031 0.305
a. Dependent Variable: ABS_RES 2012
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error
Beta
1 (Constant) -519.417 857.887
6.324 0.000
BVS_2012 2.667 0.219 0.680 0.193 0.847
EPS_2012 -0.005 0.011 -0.030 -0.434 0.665
a. Dependent Variable: ABS_RES
Nilai signifikansi pada masing-masing variabel independen memiliki nilai
lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan semua variabel bebas dari
heteroskedastisitas.