upt perpustakaan isi yogyakartadigilib.isi.ac.id/4696/1/bab 1.pdf · iii . pernyataan . saya...
TRANSCRIPT
i
ANDE-ANDE LUMUT:
ADAPTASI DARI FOLKLOR KE PERTUNJUKAN
TEATER EPIK
PERTANGGUNGJAWABAN TERTULIS
PENCIPTAAN SENI
Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat magister
dalam bidang Seni, minat utama Seni Teater
Philipus Nugroho Hari Wibowo
NIM 1020392411
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2012
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa karya seni dan pertanggung jawaban tertulis ini merupakan hasil
karya saya sendiri, belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan
tinggi manapun, dan belum pernah dipublikasikan.
Saya bertanggung jawab atas keaslian karya saya ini, dan saya bersedia menerima sanksi
apabila di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini.
Yogyakarta, 09 Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
Philipus Nugroho Hari Wibowo
NIM 1020392411
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
iv
“Bagaimanakah mengukur kesetiaan
Cukupkah dengan janji, atau dengan cinta,
tak ada yang pasti, Kesetiaan …….”
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
v
ANDE-ANDE LUMUT : ADAPTATION FROM FOLKLORE TO EPIC THEATRE PERFORMANCE
Written Project Report
Graduate Programme of Indonesia Institute of Art Yogyakarta, 2012
By Philipus Nugroho Hari Wibowo
ABSTRACT
This final work of adapting folklore "Ande-Ande Lumut" as the basic idea of creation. It
will be realized in a theater called "Kemuning". Folklore "Ande-Ande Lumut" "is a derivative of
the Panji story ("Panji Cycle "), which tells the odyssey of Raden Panji seek the wandering
Princess Candrakirana. Panji story is not only known in Indonesia, but more widely to Southeast
Asia (Thailand, Malaysia, Philippines, Vietnam, Cambodia), and even Japan. The development
is so rapid adaptation theory, any object can now be used as adaptations, poetry, novels, stage
drama, painting, dance, video games, and even anything. The selection of folklore is an effort to
find new ideas in theater performances.
Staging of “Kemuning” is packed with epic theater of Brecht's staging concept. This is
an effort to find a new form (reading) the story of “Ande-Ande Lumut”.. The epic theater of
rejecting one of the main elements of Aristotelian drama that has been developed by Stanislavsky
method, namely the existence of empathy should be (a sense of experience) in a play. According
to Brecht this process has led to a result which actually should be avoided, because it resulted in
a passive attitude in the audience. So he created a theory about destroying illusions, how to
interrupt, keep control of emotions. His favorite term is Verfremudungs Effekt or alienation.
Brecht synonymous with social themes in his work, particular themes that lift the fate of
the little people who have suffered because of the policy authority, usually the story around the
issue of worker and employer. Staging of “Kemuning” is lifting the lives of prostitutes, whores
life is still synonymous with negative things. Though, they are needed in society. But sometimes
they become the black sheep who must always be blamed. Implicitly staging aims to fight for the
lives of the prostitutes. Spectators are invited to see another point of view about the life of a
prostitute who had been considered bad by society. According to Brecht's theater is good and is
required in the modern era is a theater that can arouse the activity of critical thinking to yourself
crowd, the stage is expected to encourage the recipient to give birth to a full interpretation of the
social and environmental awareness can lead to a movement or change in society.
Key words: Folklore, Ande-Ande Lumut, Adaptation, and Brecht's Epic Theatre
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
vi
ANDE-ANDE LUMUT :
ADAPTASI DARI FOLKLOR KE PERTUNJUKAN TEATER EPIK Pertanggungjawaban Tertulis
Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2012
Oleh Philipus Nugroho Hari Wibowo
ABSTRAK
Karya Tugas Akhir ini mengadaptasi folklor “Ande-Ande Lumut” sebagai ide dasar
penciptaannya. Hal tersebut akan dituangkan dalam sebuah pementasan teater yang berjudul
“Kemuning”. Folklor “Ande-Ande Lumut” ” merupakan turunan dari cerita Panji (“Siklus
Panji”), yang menceritakan pengembaraan Raden Panji mencari Putri Candrakirana yang
mengembara. Cerita Panji tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi lebih luas hingga Asia
Tenggara (Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja), bahkan Jepang. Perkembangan
teori adaptasi begitu pesat, apapun kini bisa dijadikan obyek adaptasi, puisi, novel, drama
panggung, lukisan, tarian, video games, bahkan apapun. Pemilihan Folklor merupakan suatu
upaya mencari ide baru dalam pementasan teater.
Pementasan “Kemuning” ini dikemas dengan konsep pemanggungan teater epik Brecht.
Hal ini merupakan suatu upaya mencari bentuk baru (pembacaan) dalam cerita “Ande-Ande
Lumut”. Teater Epik menolak salah satu unsur utama dari drama Aristoteles yang telah
dikembangkan dengan metode Stanislavsky, yaitu harus adanya empati (rasa ikut mengalami)
dalam sebuah pementasan. Menurut Brecht proses ini telah menyebabkan suatu akibat yang
sebenarnya mestinya dihindari, karena mengakibatkan sikap pasif dalam diri penonton. Maka ia
membuat teori tentang menghancurkan ilusi, cara interupsi, tetap mengontrol emosi. Istilah
kesukaan nya adalah Verfremudungs Effekt atau alienasi.
Brecht identik dengan tema-tema sosial dalam karyanya. khususnya tema yang
mengangkat nasib orang kecil yang harus menderita karena kebijakan penguasa, biasanya
kisahnya seputar persoalan buruh dan majikan. Pementasan “Kemuning” ini mengangkat
kehidupan para pelacur, Kehidupan pelacur masih identik dengan hal-hal negatif. Padahal
mereka dibutuhkan dalam masyarakat. Tapi kadang kala mereka menjadi kambing hitam yang
harus selalu disalahkan. Secara tersirat pementasan ini bertujuan memperjuangkan kehidupan
para pelacur. Penonton diajak melihat sudut pandang yang lain tentang kehidupan pelacur yang
selama ini dianggap buruk oleh masyarakat. Menurut Brecht teater yang baik dan yang dituntut
dalam jaman moderen adalah teater yang dapat menggugah aktifitas berfikir yang kritis pada diri
penonton, maka pentas ini diharapkan mendorong para penikmat seni untuk melahirkan
penafsiran yang penuh dengan kesadaran terhadap lingkungan sosial dan bisa menimbulkan
suatu gerakan atau perubahan pada masyarakat.
Kata kunci: Folklor, Ande-Ande Lumut, Adaptasi, dan Teater Epik Brecht
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tak henti-hentinya kehadiran Allah Bapa dan Putranya yang tunggal
Jesus Kristus. Sehingga karya Tugas Akhir Pascasarjana yang berwujud pementasan teater
“Kemuning” beserta Laporan Pertanggungjawaban Tertulis Penciptaan Seni berjudul:
ANDE-ANDE LUMUT :
ADAPTASI DARI FOLKLOR KE PERTUNJUKAN TEATER EPIK
dapat terselesaikan dengan maksimal. Karya Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan S-2 Penciptaan Seni Teater Pascasarjana Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
Karya Tugas Akhir ini mengangkat folklor “Ande-Ande Lumut” sebagai ide dasar
dengan metode adaptasi dan mengaplikasikan konsep teater Epik Brecht dalam
pemanggungannya. Hal ini merupakan suatu upaya mencari bentuk baru (pembacaan) dalam
cerita “Ande-Ande Lumut”. Melalui Pementasan “Kemuning” yang ceritanya mengangkat
kehidupan para pelacur, diharapkan masyarakat mempunyai sudut pandang yang lain dalam
menilai pelacur.
Dengan segala kerendahan hati, penulis memberikan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya tugas akhir ini,
ucapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada:
1. Direktur Pascasarjana ISI Yogyakarta Prof. Dr. Johan Salim M.Si
2. Drs. Koes Yuliadi, M Hum selaku Dosen Pembimbing Utama Tugas akhir yang telah banyak
memberikan bimbingan dan bantuan terbaik dengan saran dan kritik yang sangat berguna
selama proses menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Dra. Hirwan Kuardhani, M.Hum, selaku Dosen Penguji Ahli, matur nuwun Mbak atas
masukan dan kritikannya yang membangun.
4. Ibu Dr. Ni Nyoman Sudewi, S.S.T. M.Hum, selaku ketua Tim Penguji Tugas Akhir. Terima
kasih untuk masukannya yang kritis terutama dalam teknik penulisan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
viii
5. Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, beserta Pembantu
Dekan I, II dan III, atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan studi lanjut.
6. Ketua Jurusan Teater, Sekjur Teater dan Bapak/ibu Dosen di Jurusan Teater Institut Seni
Indonesia Yogyakarta yang memberikan dukungan sehingga tugas akhir ini bisa tercapai
selama 2 tahun.
7. Istriku Nia Kurniati tercinta dan anakku tersayang Kinant Maheswara Wibowo yang tak
henti-hentinya memberikan kasih sayang, perhatian dan juga doa disaat keletihan dan
kejatuhanku. Terima kasih untuk Kesetiaan dan kesabarannya untukku.
8. Eyang Murito Harjono alm dan Eyang Suratinah alm, untuk kasih sayang yang tak kan
terbalas sampai kapanpun.
9. Kedua orang tua Antonius Bambang Kuntoro dan Chatarina Mursudarinah, untuk doa restu
dan kasih sayangnya. Kakakku Ekaresti Murdianti dan keluarga, Johanes Budi Kartika dan
keluarga, Twin Brotherku Alexander Nugroho Hari Widodo dan keluarga, adikku Wulandari
Martiningrum dan keluarga, serta Brigita Luna Anggia Putri, terima kasih untuk
dukungannya selama ini. I Luv u all..
10. Arinta Agutina S.Sn, rekan sejawat dosen dan sahabat terbaik yang menampung keluh
kesahku dalam pergumulan ide dan kretivitas. Thak mbak Arint, kutunggu wisudanya ya..
11. Pakde Mamuk, pakde Novi, bude Dina dan seluruh keluarga besar trah Moerito Hardjono,
terima kasih untuk dukungan dan doanya.
12. Ketua Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Pak Agung untuk peminjaman
gamelannya.
13. Sahabat seperjuangan: Kang Edi Sutardi, Wahid Nurcahyono, Silvia Purba, Aneng
Kiswantara, Budi Darma, Giri Mustika, Ipong Niaga, Erwin Surajudin, Prusdianto.
14. Para Aktor, Tim Produksi dan Crew Artistik pementasan “Kemuning” : Mami Susi,
Elyandra, Ilyas weda, Nurul, Crisna A, Husni, Nila, Indun, Titis, Pipin, Kukuh, Jona, Roci
Marciano, Didik Ariyadi, Dani Braind, Agus Ariyanto, Daus Inyong, Intan, Fandi, Eko
Sulkan, Ozzy, Indra, Juned, Lulu, Gajah Mada, Via, Kuncung, Pandu, Vito, Nanda, Dinda,
Irul, Day, Raka, Andra, Gevi, Hartadi, Rani, Agil Santoso, Dita. Thaks banget, tanpa kalian
aku tak berati apa-apa. Spesial untuk Nurul, terima kasih untuk jarak Klaten-Sewon yang
dilaju setiap latihan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
ix
15. Karyawan Jurusan Teater om Wandi, om Edi, om Jadun, om Sarono, om Margono dan juga
mas Yasir Pedalangan
16. Karyawan Pasca Institut Seni Indonesia Yogyakarta
17. Komunitas Blanggetak 2001, Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
18. Raden mas Paijo, komputerku yang selalu menemaniku disaat kebingunganku, tanpamu ini
semua tak ada.
19. Raden Roro Paijem, Printerku yang tak pernah lelah berbunyi setiap hari, tanpamu ini semua
tak ada.
20. Miss Loly, VW Kodok biruku yang selalu menemaniku kemana saja tanpa ngadat, tanpamu
ini semua tak ada.
21. Semua orang yang pernah terlibat berproses, yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
dengan rasa hormat Kreatif saya sampaikan rasa terima kasih yang mendalam.
Yogyakarta, Juli 2012
Pencipta
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
PERNYATAAN .............................................................................................. iii
MOTO ............................................................................................................. iv
ABSTRACT ..................................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR FOTO .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Penciptaan ........................................................................ 1
B. Rumusan Ide Kreatif Penciptaan ............................................................... 9
C. Orisinalitas ................................................................................................. 10
D. Tujuan dan Manfaat ................................................................................... 11
BAB II KONSEP PENCIPTAAN JOGED GUGAT ....................................... 12
A. Kajian Sumber Penciptaan ........................................................................ 12
1. Karya Terdahulu ................................................................................... 12
2. Kajian Pustaka ....................................................................................... 16
B. Landasan Penciptaan .................................................................................. 20
1. Teori Adaptasi/Transformasi ................................................................. 20
2. Teater Epik Brecht ................................................................................. 22
3. Teori Long Take .................................................................................... 26
C. Tema/Ide/Judul .......................................................................................... 27
D. Konsep Perwujudan/Penggarapan ............................................................. 33
BAB III METODE PENCIPTAAN ................................................................ 35
A. Penciptaan Naskah ..................................................................................... 35
1. Tahap Preparasi/Persiapan ..................................................................... 35
2. Tahap Inkubasi/Pengendapan ................................................................ 60
3. Tahap Iluminasi/Manefestasi ................................................................. 67
a. Sinopsis ............................................................................................ 67
b. Alur ............................................................................................... 69
c. Tokoh ............................................................................................ 71
d. Setting/Latar ..................................................................................... 78
e. Naskah .............................................................................................. 80
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xi
4. Tahap Vertivikasi .................................................................................. 81
B. Perwujudan Naskah .................................................................................. 81
1. Penyutradaraan Teater Epik .................................................................. 81
a. Pemanggungan .................................................................................. 82
b. Pemeranan ......................................................................................... 84
c. Tata Cahaya ....................................................................................... 85
d. Busana dan Kostum .......................................................................... 87
e. Tata Rias............................................................................................. 95
f. Koreografi ......................................................................................... 95
g. Musik dan Bunyi ............................................................................... 96
2. Proses Penyutradaraan .......................................................................... 97
a. Analiis Naskah .................................................................................. 97
b. Pemilihan Pemain (Casting) ............................................................. 98
c. Bedah Naskah dan Pemaparan Konsep Garapan Kepada Pemain ..... 99
d. Membaca Naskah (Reading Teks) .................................................... 99
e. Latihan Movement, Blocking dan penyesuaian properti, kostum
dan setting ........................................................................................... 100
f. Latihan dengan Musik ....................................................................... 100
g. Persiapan General Rehersial (GR) dan Pertunjukan ........................ 100
BAB IV ULASAN KARYA ........................................................................... 102
A. Deskripsi Bentuk Pementasan ................................................................... 102
1. Tema ............................................................................................... 104
2. Alur ............................................................................................... 105
3. Tokoh ............................................................................................... 105
4. Setting ............................................................................................... 107
B. Kendala-kendala ........................................................................................ 108
1. Kendala Teknis ..................................................................................... 108
2. Kendala dalam Keaktoran ..................................................................... 110
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 112
A. Kesimpulan ................................................................................................ 112
B. Saran .......................................................................................................... 113
KEPUSTAKAAN ............................................................................................ 115
LAMPIRAN ............................................................................................... 118
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xii
DAFTAR GAMBAR
Gb. 1. Sampul Buku “Ande-Ande Lumut” Karangan Arti Purbani ................ 39
Gb. 2. Sampul Buku “Ande-Ande Lumut”Karangan Tira Ikranegara Penerbit
Serba Jaya Surabaya ............................................................................. 49
Gb. 3. Sampul Buku “Ande-Ande Lumut”Karangan Tira Ikranegara Penerbit
CV Pustaka Agung Harapan Surabaya ............................................... 49
Gb. 4. Diagram Alir Pola Baku 1 cerita “Ande-Ande Lumut” ........................ 50
Gb. 5. Sampul Buku “Ande-Ande Lumut”Karangan Surasdi Penerbit Tiga
Serangkai Solo ...................................................................................... 52
Gb. 6. Sampul Buku “Ande-Ande Lumut”Karangan M. Syafii Masykur
Penerbit Alfamedia Yogyakarta .......................................................... 52
Gb. 7. Diagram alir pola baku 2 cerita “Ande-Ande Lumut” ........................ 56
Gbr 8. Diagram alir pola cerita “Ande-Ande Lumut” versi penulis ................ 65
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xiii
DAFTAR FOTO
Foto. 1. Adegan siluet dan screen pada pementasan “Kemuning #1 .......... 64
Foto. 2. Busana dan kostum Raden Panji ...................................................... 88
Foto. 3. Busana dan kostum Pencari Cinta ................................................... 89
Foto. 4. Busana dan kostum Putri CandraKirana .......................................... 89
Foto. 5. Busana dan kostum Kemuning ........................................................ 90
Foto. 6. Busana dan kostum Pentul ................................................................ 90
Foto. 7. Busana dan kostum Penunjuk Jalan ................................................. 91
Foto. 8. Busana dan kostum Dalang ............................................................. 91
Foto. 9. Busana dan kostum Lili .................................................................. 92
Foto. 10. Busana dan kostum Kecubung ........................................................ 92
Foto. 11. Busana dan kostum Melati .............................................................. 93
Foto. 12. Busana dan kostum Anggrek ........................................................... 93
Foto. 13. Busana dan kostum Mami Dapdap .................................................. 94
Foto. 14. Busana dan kostum Kucluk ............................................................. 94
Foto. 15. Gerakan sensual dan erotis pada pementasan “Kemuning” ............ 96
Foto. 16. Gerakan sensual dan erotis pada pementasan “Kemuning” ............ 96
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
01. Naskah “Kemuning” .................................................................................. 118
02. Rias Tokoh “Kemuning” ........................................................................... 159
03. Lighting Plot “Kemuning” ........................................................................ 162
04. Schedule Latihan ........................................................................................ 163
05. Pers Release “Kemuning” ......................................................................... 165
06. Setting Panggung“Kemuning”................................................................... 167
07. Poster “Kemuning” .................................................................................... 172
08. Booklet “Kemuning” ................................................................................ 173
09. Riview Surat Kabar ................................................................................... 174
10. Bloking “Kemuning” .................................................................................. 177
11. Foto-foto Pementasan “Kemuning” .......................................................... 193
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penciptaan
Banyak topik menarik yang bisa dimunculkan untuk sebuah ide dalam sebuah
pementasan teater, dari hal yang paling sederhana sampai hal yang paling luar biasa.
Ide cerita bisa lahir dari pengalaman dan pengamatan pencipta yang kemudian diramu
dengan imajinasi, baik dari kehidupan sehari-hari, melihat pertunjukan teater hingga
mengadaptasi dari berbagai bentuk naskah lainnya, seperti naskah panggung, novel,
cerpen, atau yang lainnya. Folklor bisa menjadi alternatif ide untuk diadaptasi di
tengah merosotnya rasa memiliki dan kecintaan pada budaya Nusantara.
Folklor adalah bentuk pengindonesiaan kata dalam bahasa Inggris Folklore.
Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari 2 kata yakni folk dan lore. Folk dapat
diartikan sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan
kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan
lore adalah tradisi folk, yakni sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun
temurun secara lisan atau melalui sesuatu contoh yang disertai gerakan isyarat atau
alat pembantu pengingat (mnemonic device). Jadi folklor adalah sebagian kebudayaan
suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam
apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan
maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device) (Danandjaya, 1986: 2). Folklor hanya merupakan sebagian
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
2
kebudayaan, yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan
(Danandjaya, 1986: 5).
Dongeng termasuk folklor, tepatnya folklor lisan (sastra lisan) yaitu folklor
yang bentuknya murni lisan. Folklor murni lisan ini terbagi dalam 6 kelompok besar
yaitu: prosa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita
prosa rakyat, nyanyian rakyat. Dongeng termasuk dalam cerita prosa rakyat.
(Danandjaya, 1986: 21-22).
Berbicara dongeng, menjadikan kita seperti kembali pada romantisme masa
kanak-kanak. Masa-masa yang penuh dengan imajinasi. Meskipun diceritakan
berulang-ulang tapi serasa tidak bosan mendengarnya. Menurut James Danandjaja
yang dimaksud dengan dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap
benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak
yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran
(Danandjaya, 1986: 83).
Dongeng “Ande-Ande Lumut” memiliki banyak versi, selain disebarkannya
melalui bahasa tutur/lisan, dongeng “Ande-Ande Lumut” ini bukan saja beredar di
Jawa Timur saja melainkan juga di Jawa Tengah (Soedarsono, 1986: 462). Dongeng
“Ande-Ande Lumut” yang awalnya diwariskan secara lisan, kini sudah banyak
didokumentasikan, baik lewat tulisan, (buku bacaan anak-anak), audio/rekaman kaset
(dibuat oleh sanggar Prativi), audiovisual (Film/Sinetron), komik, bahkan karena
kepopulerannya tersebut, Waljinah membuatkan lagu yang mengkisahkan tentang
cerita “Ande-Ande Lumut”. Dongeng “Ande-Ande Lumut” juga sudah banyak
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
3
dipentaskan dalam pemanggungan teater, baik modern maupun tradisional. Meskipun
demikian, tidak dipungkiri masih banyak juga masyarakat yang melestarikan dongeng
“Ande-Ande Lumut” dengan budaya tutur/budaya lisan/sastra lisan.
Dalam buku The Types Of The Folkore, Aarne dan Thompson membagi
dongeng menjadi 4 golongan, dongeng binatang, dongeng biasa, lelucon dan anekdot,
dan dongeng berumus (Aarne, 1964: 19-20). Dongeng “Ande-Ande Lumut” termasuk
dalam kategori dongeng biasa. Dongeng biasa adalah dongeng yang ditokohi oleh
manusia dan biasanya adalah kisah duka seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang
paling populer adalah yang bertipe “Cinderela” dan bermotif “unpromising heroin”
(tokoh wanita yang tak ada harapan dalam hidupnya). Dongeng biasa yang bertipe
“Cinderela” ini bersifat universal karena tersebar hampir di seluruh belahan dunia.
Dongeng “Ande-Ande Lumut”, merupakan turunan dari cerita Panji, seperti
halnya “Keong Emas”, “Golek Kencana”, ”Cinde Laras”, ”Timun Emas”, ”Uthak-
Uthak Ugel” juga yang lainnya. Oleh karena terdapat banyak cerita yang saling
berbeda namun saling berhubungan, cerita-cerita dalam berbagai versi ini
dimasukkan dalam satu kategori yang disebut "Daur Panji" atau "Siklus Panji". Cerita
Panji tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi lebih luas hingga Asia Tenggara
(Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja), bahkan Jepang.
Panji dipandang sebagai satu di antara legenda-legenda lokal yang paling
terkenal di Asia Tenggara. Di Jawa, Panji dianggap sebagai ksatria keturunan
Pandawa, pahlawan dari Mahabarata. Di daratan Asia Tenggara Panji lebih dikenal
sebagai Inao, kesatria Budhis yang akan datang kembali di akhir zaman (Brandon,
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
4
2003: 145). Lakon-lakon Panji masih banyak digunakan dalam berbagai pertunjukan
seperti wayang beber, wayang krucil, dan tari topeng. Saat ini Topeng Panji masih
bisa disaksikan di beberapa daerah, sedangkan pertunjukan wayang beber dan
wayang krucil kini sangat jarang ditemui.
Dalam Kepustakaan Jawi dinyatakan bahwa bentuk naskah yang tertua tidak
diketahui, tetapi turunan naskah tersebut terdapat di Palembang. Pangeran Adi
Manggala, seorang bangsawan di Istana Palembang menganjurkan “Serat Panji
Angreni” untuk disalin kembali dan akhirnya selesai pada tahun 1801
(Poerbatjaraka, 1985: 194).
Bila dilihat dari bahasa yang dipergunakan, yaitu dengan bahasa Jawa-
Tengahan, maka menurut Kapustakaan Jawi, cerita Panji telah ada sekitar abad ke-15.
Pada masa itu bahasa Jawa-Tengahan telah menjadi bahasa pergaulan sehari-hari di
wilayah Majapahit. Akan tetapi jika dilihat secara internal, cerita Panji lebih
mengetengahkan suatu kondisi masyarakat pada masa kejayaan Kediri. Ada suatu
anggapan bahwa tokoh Panji adalah sebuah manifestasi dari raja Kediri masa itu,
Kameswara II yang berkuasa sekitar abad ke-12 (Poerbatjaraka, 1985: 194). Cerita
Panji secara ringkas menceritakan tentang kisah percintaan antara putera mahkota
Kerajaan Koripan (Raden Panji) dengan Puteri Daha (Raden Galuh atau
Candrakirana). Sejak kecil keduanya telah ditunangkan, namun ketika Raden Panji
menginjak dewasa, ia tergoda dengan seorang perempuan yang ditemuinya ketika
sedang berburu. Raden Panji kemudian membawanya pulang. Mengetahui hal
tersebut ibunya sangat marah, apalagi ia teringat dengan pertunangan yang telah
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
5
disepakati dengan raja Daha. Ia kemudian berupaya untuk menyingkirkan perempuan
tersebut.
Terlanjur terikat janji pada masa lalu, maka pernikahan Raden Panji dan Putri
Candrakirana tetap harus dilangsungkan. Saat perkawinan akan direncanakan dan
kedua calon mempelai dipertemukan. Putri Candrakirana mendadak hilang bersama
para pengasuhnya. Kejadian inilah yang kemudian menghadirkan kisah demi kisah
pengembaraan yang kemudian berkembang pada penaklukan-penaklukan wilayah.
Raden Panji dan Putri Candrakirana dalam penggembaraannya, selalu berganti-ganti
nama. Keduanya melakukan penyamaran sebagai ksatria dan seringkali menjadi
pahlawan di daerah-daerah yang dilewatinya. Putri Candrakirana pada suatu waktu
bahkan berubah menjadi ksatria yang betul-betul seperti lelaki. Pada beberapa
kesempatan keduanya sebetulnya dipertemukan di suatu tempat, akan tetapi tidak
saling mengenali. Setelah sekian waktu mengalami cobaan dan ujian, Raden Panji
dan Putri Candrakirana akhirnya dipertemukan. Pesta pernikahanpun segera digelar,
selanjutnya keduanya menjadi raja dan permaisuri yang memerintah kerajaan dengan
arif dan bijaksana.
Begitu juga dengan dongeng “Ande-Ande Lumut”, tokoh Ande-Ande Lumut
yang merupakan penjelmaan Raden Panji dan merupakan anak angkat Randa
Dhadapan dikisahkan sedang mencari jodoh. Sedangkan Kleting Kuning adalah Putri
Candrakirana yang sedang menyamar. Ia diangkat anak oleh nyai Sambega yang
mempunyai empat orang anak, Kleting Merah, Hijau, Biru dan Ungu. Nyai sambega
mengijinkan Kleting Kuning untuk ikut melamar Ande-Ande Lumut. Pakaian dan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
6
penampilannya sangat buruk dan bau, tidak seperti saudara-saudara tirinya yang
berangkat dengan pakaian yang bagus, wangi dan dandanan yang cantik. Pada akhir
cerita, Ande-Ande Lumut justru memilih Kleting Kuning sebagai istri. Ia tidak peduli
meskipun penampilannya buruk dan aromanya tidak sedap. Ande-Ande Lumut tahu
Kleting Kuning tidak dicium oleh Yuyu Kangkang, seekor ketam raksasa yang
tinggal di sungai. Yuyu Kangkang selalu meminta upah kepada siapa saja yang
disebrangkannya, termasuk kepada suadara tiri Kleting Kuning. Upahnya adalah
ciuman. Yuyu Kangkang tidak mau menyeberangkan Kleting Kuning karena bau.
Kleting Kuning marah. Ia kemudian menghentakkan sapu lidi sakti (sodho lanang)
pemberian Bangau Tong-tong (seekor burung bangau yang merupakan penjelmaan
Dewa) ke sungai. Seketika air sungai menjadi kering. Kleting Kuning kemudian bisa
menyebrangi sungai.
Setelah dimandikan, akhirnya terbongkarlah penyamaran Putri Candrakirana.
Kleting Kuning adalah penjelmaan putri Candrakirana. Pada akhir ceritera Raden
Panji dipertemukan kembali dengan Putri Candrakirana. Keduanya kemudian hidup
bahagia.
Tema dongeng “Ande-Ande Lumut” ini sangat relevan dengan konsep Teater
epik Brecht yang akan digunakan dalam penggarapan nantinya. Kleting Kuning
disimbolkan sebagai buruh yang menuntut haknya, ia dieksploitasi oleh saudara
tirinya yang disimbolkan sebagai majikan.
Teater epik Brecht selalu mengangkat tema yang serupa yaitu nasib orang
kecil yang harus menderita karena kebijaksanaan penguasa, menampilkan persoalan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
7
buruh dan majikan. Tema sosial seperti inilah yang mencirikan teater epik Brecht.
Satu hal yang sangat esensial, teater epik Brecht bertujuan menggugah aktivitas
berfikir pada manusia, harapannya bisa menimbulkan suatu gerakan atau perubahan.
(Nugroho, 2011: 14)
Dalam bukunya yang berjudul Ikhtisiar Teater Barat, Jakob Soemardjo
menjelaskan, Epik secara sengaja dipakai untuk menamai teater Brecht sebab
teaternya lebih mirip cerita-cerita epos dari teater tradisional. Pada cerita epos jalinan
puisi dan prosa silih berganti secara bebas, seluruh cerita dilihat oleh si pencerita
bahkan pembatasan waktu dilakukan secara amat bebas. Si pencerita dapat meloncat
dari satu waktu ke waktu jauh sesudahnya hanya dalam satu ucapan saja. Pada
praktek pementasannya, teater epik memang sangat bebas menjelajahi waktu dan
tempat, dalam pentas yang itu-itu juga. Inilah sebabnya pengaruh slide projector dan
karikatur raksasa adalah wajar-wajar saja dalam teater mereka. (Sumardjo,1986: 99-
100).
Pendapat Jakob Soemardjo tersebut menggambarkan bagaimana Brecht
melakukan inovasi dalam teknik pemanggungan sebuah naskah. Dengan teknik
tersebut sebuah naskah dan pementasan di tangan Brecht akan menjadi sangat
dinamis. Secara estetis ia akan lebih menarik untuk dillihat, oleh karena itulah
penggabungan dengan multimedia yang berupa film menjadi sangat relevan dalam
penggarapan nantinya. Secara visual film akan lebih menarik dari pada pertunjukan
teater, jika disuguhkan pada satu buah pemanggungan bersama-sama, hal ini
dikarenakan karena film adalah merupakan cahaya. Adegan satu dengan adegan yang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
8
lain bisa menjadi terputus. Akan tetapi dengan konsep teater epik Brecht pemutusan
adegan ini tidak menjadi sebuah permasalahan.
Adapatasi merupakan sebuah langkah yang bisa dikatakan mudah, tetapi bisa
juga sebaliknya. Hal ini disebabkan karena proses adapatasi haruslah memiliki nilai
yang lebih dari sumber-sumbernya. Upaya adaptasi dari satu bentuk naskah menjadi
bentuk lain (naskah), sudah terjadi dan terus berlangsung. Linda Hutcheon,
mengatakan dalam bukunya yang berjudul Theory Of Adaptation, suatu kesalahan
yang besar jika kita berfikir bahwa Adaptasi hanya dapat dilakukan pada novel dan
film, apapun bisa kita adaptasi, puisi, novel, drama panggung, lukisan, tarian, bahkan
video games, apapun bisa kita jadikan obyek untuk diadaptasi (Hutcheon, 2006: 11).
Rihcard Krevolin mengatakan bahwa adaptasi adalah proses menangkap esensi
sebuah karya asli untuk dituangkan kedalam media lain. Memang tidak bisa
dihindari, beberapa elemen akan tetap digunakan dan beberapa lainnya akan
ditinggalkan, tapi jiwa cerita itu haruslah tetap sama (Krevolin 2003: 78).
Dongeng “Ande-Ande Lumut” diadaptasi secara bebas, melalui proses
adaptasi didapatkan jalan cerita sebagai berikut. Dikisahkan pelarian Candrakirana
sampailah di pantai Parangkusumo. Penyamaran kali ini dalam wujud pelacur yang
bernama Kemuning benar-benar menguji kesetiaan Raden Panji yang kemudian juga
melakukan penyamaran dan mengganti namanya menjadi Pencari Cinta. Putri
Candrakirana tidak menyakini bahwa pelacur identik dengan sesuatu yang buruk,
hitam, dan dikaitkan dengan penyakit sosial (penyakit masyarakat). Pilihannya
menjadi seorang pelacur bukan hanya semata-mata bentuk emansipasinya (bekerja
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
9
seperti halnya laki-laki), tetapi sebuah ideologi yang ingin disampaikan Candrakirana
bahwa pelacur adalah pekerjaan yang mulia (dari sisi ekonomi). Hal ini sejalan
dengan pandangan feminisme radikal yang mengatakan bahwa subordinasi
perempuan kini bersifat ideologis; ideologi ini direpoduksi dalam pikiran kita secara
terus menerus dari generasi ke generasi (Jackson, 2009: 38).
Raden Panji dan Putri Candrakirana dihadirkan sebagai sosok manusia
seutuhnya yang tidak lepas dari berbagai kekurangan, sehingga sangat manusiawi
sekali jika Raden Panji dan Putri Candrakirana melakukan kesalahan (dosa), dengan
begitu tokoh-tokohnya menjadi lebih menarik karena karakternya terus berkembang.
Sebagai manusia, Raden Panji tergoda dengan kecantikan wanita lain (pelacur-
pelacur Parangkusumo). Sangat realistis jika kemudian Putri Candrakirana patah hati
dan mempertanyakan arti kesetiaan, apalagi ia sudah sangat jenuh dengan rutinitas
yang berulang terus (siklus Panji). Konflik semakin berkembang dan menjadi
semakin menarik, meskipun diakhir cerita Putri Candrakirana lebih memilih jalannya
sendiri, yang sudah ia yakini.
B. Rumusan Ide Kreatif Penciptaan
Berdasarkan pemahaman tentang folklor “Ande-Ande Lumut”, teori adaptasi
dan konsep pemanggungan teater epik Brecht, maka pokok permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah: bagaimana menciptakan sebuah pertunjukan teater yang ceritanya
diadaptasi dari folklor Ande-Ande Lumut dengan menggunakan konsep
pemanggungan teater epik Brecht.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
10
C. Orisinalitas
Untuk mencapai karya yang orisinal, maka dibuat penggabungan (kolaborasi)
antara berbagai unsur di dalam teater maupun film yang dikemas dalam pertunjukan
dengan konsep teater epik. Sejauh ini sudah sering didengar istilah film teater dan
teater multimedia. Keduanya juga merupakan kolaborasi antara teater dan film. Film
teater adalah film yang mengangkat ceritanya dari naskah-naskah teater misalnya film
“Hamlet”, “Romeo dan Juliet”, “Othelo” atau ada juga yang menyebutkan bahwa
film teater adalah film yang jalan ceritanya menceritakan tentang kehidupan pekerja
panggung (aktor teater). Lords Van Trier seorang sineas dari Denmark mengemas
sebuah film teater dengan memanfaatkan panggung sebagai setting dalam filmnya
yang berjudul “Dogville”. Ia menggunakan konsep teater epik Brecht. Media yang
ditampilkan adalah film. Teater multimedia adalah teater yang menggunakan bantuan
multimedia dalam pementasannya, bisa berupa kamera video, film atau slide gambar
yang ditampilkan di panggung menggunakan LCD proyektor.
Keorisinalan Karya penciptaan Ande-Ande Lumut adaptasi dari folklor ke
pertunjukan teater epik dapat dilihat pada:
1. Cerita yang ditampilkan merupakan adaptasi dari folklor “Ande-Ande Lumut”.
2. Film yang ditayangkan pada screen, diambil langsung pada saat pertunjukan.
Pada beberapa adegan yang memang dipilih, setting dilapisi dengan plastik
buble pack yang tujuannya memberi kesan siluet, sehingga penonton hanya
bisa melihat bayangan para pemain dari depan. Sebuah kamera video
diletakkan di bagian atas (high angle), kamera video dioperasikan dengan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
11
teknik long take, dimana kamera berjalan terus tanpa ada cut, dan hasilnya
ditayangkan pada layar. Penonton dapat melihat dua sudut pandang. Pertama
dari depan, mereka dapat melihat bayang-bayang pemain dan properti dari
balik plastik buble pack, sedang sudut pandang yang kedua penonton dapat
melihat adegan yang lebih realistik yang diambil dari kamera yang
ditayangkan pada screen.
D.Tujuan dan Manfaat Penciptaan
Proses adaptasi dari suatu bentuk naskah menjadi bentuk lain (naskah
panggung), sudah terjadi dan terus berlangsung. Adaptasi tidak hanya dapat
dilakukan pada novel dan film. Apapun bisa kita jadikan objek untuk diadaptasi, baik
puisi, dongeng, novel, drama panggung, lukisan, komik, tarian, film bahkan video
games juga yang lainnya.
Penciptaan ini secara khusus bertujuan menciptakan pertunjukan teater yang
ceritanya diadaptasi dari folklor “Ande-Ande Lumut” dengan menggunakan konsep
pemanggungan teater epik.
Penciptaan ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan seni teater, untuk
menyikapi kemajuan zaman yang juga terus berkembang, dan mempengaruhi pekerja
seni yang lain untuk melahirkan seni kolaborasi yang baru, terutama mengangkat
folklor (kearifan lokal) sebagai dasar ceritanya.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta