upaya peningkatan kompetensi guru untuk...
TRANSCRIPT
UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU UNTUK MENJADI GURU SEKOLAH DASAR YANG IDEAL
Dandi Dwi Prasetiyo
Fakuktas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta
e-mail: [email protected]
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk upaya meningkatkan kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang guru dalam tugasnya sebagai tenaga kependidikan di sekolah dasar. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode studi pustaka dengan
bersumber dari buku-buku dan jurnal yang relevan dengan pembahasan penelitian ini. Fokus
penelitian ini merujuk pada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu: 1)
kompetensi pedagogik; 2) kompetensi kepribadian; 3) kompetensi sosial; dan 4) kompetensi
profesional dan upaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut, karena terbukti dengan
temuan di sekolah dasar yang saya observasi terdapat temuan bahwa masih kurangnya
pemahaman guru mengenai tugasnya menjadi seorang guru, diharapkan dengan ini dapat
memberikan sebuah perubahan yang berpengaruh baik bagi kemajuan belajar siswa sekolah
dasar. Peningkatan kompetensi guru ini sangat penting dan perlu dilakukan untuk mendukung
keberhasilan peserta didik di sekolah maupun di masyarakat. Hal ini juga penting untuk
menjadikan seorang guru tersebut menjadi guru yang ideal dan contoh yang baik bagi peserta
didiknya. Kata Kunci: kompetensi, guru, peserta didik, sekolah dasar
EFFORTS TO IMPROVE TEACHER’S COMPETENCE TO BECOME IDEAL PRIMARY SCHOOL TEACHERS
Abstract:
This research is conducted in the effort to improve the teacher's competence in their
duty as educators in the elementary school. The method used in this study is a literature study
method that comes from books and journals relevant to the discussion of this research. The
focus of this research is on 4 competencies, there are 1) pedagogic competence, 2) personality
competence, 3) social competence, and 4) professional competence and the efforts to
improve competence, as proven in primary school that I observed there is a findings that lack
of understanding of teachers about their duty being a teacher, this expected to provide a
change can affect both primary school student’s progress. To improve the competency of
teacher is very important and must be done, it is caused to support the success of students in
school and in the community. It is important to build the teacher as an ideal teacher and a
good role model to the students. Keywords: competence, teacher, student, primary school
PENDAHULUAN
Pendidik adalah setiap orang yang
dengan sengaja mempengaruhi orang lain
untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang
lebih tinggi. (Sutari Iman Bernadib, 1994).
Pada lingkungan sekolah pendidik disebut
sebagai guru. Undang-Undang nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyebut guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Kompetensi adalah kumpulan
pengetahuan, perilaku, dan keterampilan
yang harus dimiliki guru untuk mencapai
tujuan pembelajaran dan pendidikan
(Echols dan Shadily, 2002; 132). Menurut
Mulyasa (2007), “Kompetensi guru
merupakan perpaduan antara kemampuan
personal, keilmuan, teknologi, social, dan
spiritual yang secara kafah membentuk
kompetensi standar profesi guru, yang
mencakup penguasaan materi, pemahaman
terhadap peserta didik, pembelajaran yang
mendidik, pengembangan pribadi dan
profesionalitas.”
Sudjana (1989: 18) membagi
kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu
“bidang kognitif, sikap, dan perilaku
(performance). Ketiga kompetensi ini
tidak berdiri sendiri, tetapi saling
berhubungan dan mempengaruhi satu sama
lain.” Pada dasarnya perubahan perilaku
yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik
harus dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan pengalaman yang dimiliki oleh
seorang guru. dengan perkataan lain,
mempunyai pengaruh terhadap perubahan
perilaku peserta didik Untuk itulah guru
harus dapat menjadi contoh (suri teladan)
bagi peserta didik, karena pada dasarnya
guru adalah representasi orang suatu
komunitas atau masyarakat yang
diharapkan dapat menjadi yang dapat
digugu dan ditiru Seorang guru sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar yang
dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya.
Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi
guru yang profesional maka sudah
seharusnya ia dapat selalu meningkatkan
empat kompetensi guru.
Kompetensi guru merupakan salah
satu aspek yang terpenting karena guru
dituntut mampu merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran,
menilai proses dan hasil pembelajaran,
serta melakukan pembimbingan dan
pelatihan kepada peserta didik.
Kompetensi guru dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling terkait satu
sama lain, yang pada hakikatnya dapat
dikelompokkan ke dalam faktor internal
dan faktor eksternal. Salah satu faktornya
yaitu pemahaman tentang kompetensi
guru itu sendiri, karena dinilai masing
kurangnya pemahaman guru tentang
kompetensi tersebut, yaitu: 1) kompetensi
pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3)
kompetensi sosial, dan 4) kompetensi
professional.
METODE Metode yang digunakan dalam
penulisan jurnal penelitian ini adalah
dengan studi pustaka melalui sumber-
sumber buku ataupun jurnal lain yang
isinya relevan dengan kompetensi guru
dan didasarkan juga pada hasil observasi di
salah satu sekolah dasar di daerah Sleman.
Langkah-langkah penelitian dilakukan
dengan : 1) menyiapkan instrument
observasi mengenai kinerja guru dan
kompetensi guru dalam pembelajaran, 2)
pelaksanaan observasi, dan 3) analisis hasil
observasi.
Pembahasan yang dalam tulisan ini
dilakukan dengan cara menganalisis data
hasil observasi dengan mendeskripsikan
penemuan-penemuan yang ada dalam
observasi yang sudah dilakukan. Pemilihan
dan penggunaan data-data yang relevan
dari berbagai pustaka buku atau media
elektronik berupa jurnal juga dilakukan
sehingga diharapkan mampu memberikan
hasil penelitian dan penulisan yang
obyektif serta sistematis sehingga berguna
bagi pembaca.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari observasi yang sudah
dilakukan yaitu adanya temuan bahwa
ketika guru mengajar, berkomunikasi
dengan siswa, memperlakukan siswa
dalam kelas tersebut masih kurang.
Kurangnya pemahaman tentang
kompetensi guru dengan hasil tersebut
berdampak pada siswa. Terbukti siswa
ketika ditanya kebanyakan siswa tidak
menyukai dengan pelajaran tersebut.
Namun walau demikian penguasaan materi
sudah baik dan cara penyampaiannya
kepada siswa bisa dipahami oleh siswa.
Dengan ini akan dibahas mengenai guru
yang ideal yang memahami kompetensi
guru.
KAJIAN PUSTAKA
Menjadi Guru yang Ideal
Menjadi guru yang ideal
mempunyai syarat-syarat. Syarat
kompetensi guru menurut Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen. Pada pasal 10 undang-undang
tersebut disebutkan bahwa kompetensi
guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
social, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
1. Kompetensi Pedagogis
Secara etimologis, kata pedagogi
berasal dari kata bahasa Yunani, paedos
dan agogos (paedos = anak dan agoge =
mengantar atau membimbing). Menurut
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:
88), yang dimaksud dengan kompetensi
pedagogis adalah:
Kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik yang meliputi: (a)
pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan; (b) pemahaman tentang
peserta didik; (c) pengembangan
kurikulum/silabus; (d) perancangan
pembelajaran; (e) pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
(f) evaluasi hasil belajar; dan (g)
pengembangan peserta didikuntuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
a. Pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan. Seorang
guru harus memahami hakikat
pendidikan dan konsep yang
terkait dengannya. Di antaranya
yaitu fungsi dan peran lembaga
pendidikan, konsep pendidikan
seumur hidup dan berbagai
implikasinya, peranan keluarga
dan masyarakat dalam pendidikan,
pengaruh timbal balik antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat,
system pendidikan nasional, dan
inovasi pendidikan.
b. Pemahaman tentang peserta
didik.”Guru harus mengenal dan
memahami siswa dengan baik,
memahami tahap perkembangan
yang telah dicapainnya,
kemampuannya, keunggulan, dan
kekurangannya, hambatan yang
dihadapi serta factor dominan
yang memengaruhinya.”
(Sukmadinata, 2006: 197). “ Siswa
berbeda dalam gaya belajar, usia,
kemampuan, ras, asal geografis,
jenis kelamin, pilihan seksual,
status ekonomi, pengaruh budaya,
pengaruh yang lain, dan modal
belajar.” (Lang dan Evans, 2006:
60). Guru harus memahami bahwa
semua siswa dalam seluruh
konteks pendidikan itu unik.
c. Pengembangan kurikulum/silabus.
Dalam mengembangkan
kurikulum guru harus
memperhatikan proses
pengembangan kurikulum, yang
menurut Miller dan Seller (1985:
12) mencakup tiga hal: (a)
menyusun tujuan umum (TU) dan
tujuan khusus (TK), (b)
mengidentifikasi materi yang
tepat, (c) memilih strategi belajar
mengajar. (Ali Mustadi: 2016)
Pembelajaran di sekolah oleh guru
harus dilaksanakan dengan baik
dan bermutu. Pembelajaran yang
bermutu berkorelasi dengan
persiapan yang baik. Persiapan
tersebut meliputi perencanaan dan
pemilihan strategi pembelajaran,
sebagaimana dikatakan oleh Jones
(2015:99) bahwa keberhasilan
dalam pembelajaran sangat
tergantung pada efektivitas
perencanaan serta seberapa baik
menempatkan rencana tersebut ke
dalam tindakan. Perencanaan
dianggap sebagai kunci
pembelajaran yang dapat membuat
siswa belajar secara efektif,
menarik, bervariasi, dan progresif.
Melalui perencanaan yang baik,
guru dapat mengidentifikasi
bagaimana siswa belajar dan
membuat kemajuan. (The
Qualifications and Curriculum
Authority, 2015:2)
d. Perancangan pembelajaran.
Menurut Naegie (2002: 8), “Guru
efektif mengatur kelas mereka
dengan prosedur dan mereka
menyiapkannya. Di hari pertama
masuk kelas, mereka telah
memikirkan apa yang mereka
ingin siswa lakukan dan
bagaimana hal itu harus
dilakukan.” Guru mengetahui apa
yang akan diajarkannya pada
siswa. Guru menyiapkan metode
dan media pembelajaran setiap
akan mengajar.
e. Pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis. Guru harus
mampu menyiapkan pembelajaran
yang bisa menarik rasa ingin tahu
siswa, yaitu pembelajaran yang
menarik, menantang, dan tidak
monoton, baik dari sisi kemasan
maupun isi isi atau materinya.
Menurut Geoff Petty (2003: 37),
”Belajar akan gagal, kecuali:
siswa dapat bertanya pada guru
untuk memecahkan ketidakjelasan
atau mengklarifikasi kesulitan;
guru memberikan beberapa umpan
balik tentang pemahaman siswa.”
f. Evaluasi hasil belajar.
Kesuksesan seorang guru sebagai
pendidik profesional tergantung
pada pemahamannya terhadap
penilaian pendidikan, dan
kemampuannya bekerja efektif
dalam penilaian. “Penilaian adalah
proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik.” (BSNP, 2006:4).
Penilaian hasil pembelajaran
mencakup aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif sesuai
karakteristik mata pelajaran.
g. Pengembangan peserta didikuntuk
mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Ini
sangat dipengaruhi oleh pola
pendidikan yang diterapkan dan
diperolehnya di sekolah.
Kemampuan potensial peserta
didik banyak dipengaruhi oleh
guru yang merupakan figur utama
yang mendidik, mengajar, dan
melatih peserta didik. Guru akan
mampu mendiagnosa potensi
peserta didik serta
mengembangkannya dengan baik
jika ia mampu memahami peserta
didik dengan baik.
2. Kompetensi Kepribadian
Menurut Permendiknas No. 16/2007,
kemampuan dalam standar kompetensi ini
mencakup lima kompetensi utama yakni:
1) bertindak sesuai dengan norma agama,
hukum, sosial, dan kebudayaaan nasional
Indonesia, 2) menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
3) menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, 4) menunjukkan etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan 5)
menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
a. Bertindak Sesuai Norma Agama,
Hukum, Sosial, dan Kebudayaaan
Nasional Indonesia. Guru tidak
hanya bekerja mentransfer ilmu
pengetahuan tetapi juga menjadi
pemberi teladan nilai-nilai moral
yang dianut oleh masyarakat.
Bertindak sesuai norma agama,
norma hukum dan norma social serta
kebudayaan Nasional Indonesia
mengharuskan guru untuk satu
dalam kata dan perbuatan. Apa yang
diajarkan kepada murid haruslah
menjadi sikap dan cara hidupnya
yang selalu diterapkan secara
konsisten.
Guru Indonesia adalah guru yang
Pancasilais. Artinya guru yang
senantiasa menjunjung tinggi nilai-
nilai religiositas melalui
penghayatan terhadap ajaran-ajaran
agama yang dianutnya; nilai-nilai
kemanusiaan yang menempatkan
martabat manusia dan keluhurannya
sebagai salah satu keutamaan; nilai
kebersamaan dalam persatuan dan
kesatuan bangsa dengan menjunjung
tinggi dan menghormati kedaulatan
NKRI; nilai demokrasi yang
mengedepankan musyawarah untuk
mencapai kesepakatan; dan nilai
keadilan sosial yang berpihak pada
seluruh bangsa Indonesia tanpa
membedakan latar belakang agama,
etnis, kebudayaan, jenis kelamin,
dan sebagainya. Guru hendaknya
menjadi sumber pencerahan bagi
terlaksananya norma-norma dalam
kehidupan disekolah dan
masyarakat. Ia haruslah berani untuk
menyuarakan kebenaran dan
keadilan yang bersumber dari nilai
dan norma-norma yag dianut.
Implikasi dari kemampuan ini adalah
bagaimana guru menjaga disiplin
dan aturan serta menerapkan secara
konsisten dalam interaksi
pembelajaran di sekolah.
Disiplin waktu misalnya
mengharuskan guru untuk tertib
waktu dan tidak boleh terlambat
masuk sekolah. Selanjutnya terkait
dengan disiplin dalam berpakaian,
guru hendaknya menunjukkan
teladan dengan mengenakan pakaian
yang rapi, bersih dan pantas. Dalam
menjaga kebersihan sekolah, guru
juga harus menunjukkan teladan
dengan membuang sampah pada
tempatnya, menjaga kelas selalu
bersih, rapih, dan bebas dari berbagai
macam sampah atau kotoran.
Disiplin berbicara juga
mengharuskan guru untuk berbicara
secara santun, ramah, dan baik
dengan siswa maupun dengan rekan
sejawat.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi
yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan
masyarakat. Menjadi pribadi yang
jujur berarti berani untuk mengakui
kekurangan dan kelemahannya serta
bersedia untuk memperbaiki diri.
Guru harus terbuka juga terhadap
masukan, kritik atau saran, serta
bersedia mendengarkannya dengan
hati yang lapang. Ia harus berani
untuk menolak atau baahkan
melawan kecurangan, kelicikan, atau
praktik-praktik kotor yang sering
dijumpai dalam tugasnya sebagai
pendidik. Berakhlak mulia berarti
guru harus menampilkan sikap dan
perilaku yang terpuji,
mengedepankan sopan santun dan
tata karma dan menjauhkan perilaku-
perilaku yang buruk. Hendaknya
sikap dan perilaku guru jangan
menjadi skandal bagi pembentukan
moralitas siswa. Karena itu ia
haruslah menjadi pribadi yang
bermoral atau memiliki keteladanan
moral (moral leadership), tahu
membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk serta selalu
memilih untuk bertindak sesuai
dengan nilai-nilai luhur yang tidak
bertentangan dengan harkat dan
martabatnya sebagai pendidik dan
pemberi terang kepada siswa dan
masyarakat sekitar.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi
yang mantap, stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa. Menjadi pribadi
yang matang secara emosional
berarti guru haruslah mampu
mengendalikan diri, hawa nafsu,
dan kecenderungan-
kecenderungan tertentu yang
dimilikinya. Berhadapan dengan
siswa yang berasal dari berbagai
macam latar belakang, watak dan
karakter, guru haruslah dapat
menempatkan diri, mengelola diri,
dan emosinya sehingga dapat
berinteraksi secara efektif dengan
siswa. Tidak jarang memang
ditemukan bahwa ada guru yang
tidak dapat menahan emosinya
berhadapan dengan siswa yang
nakal, bandel, tidak disiplin, bawa
siswa yang mungkin memiliki
keterbatasan kemampuan sehingga
lamban belajar.
Guru yang labil secara
emosional tidak jarang melakukan
kekerasan-kekerasan kepada
siswa. UNESCO dalam
publikasinya berjudul Stop-Ping
Violence in Schools: A Guide for
Teachers menulis, bahwa
meskipun setiap kultur mungkin
melihat secara berbeda setiap
perilaku mana yang dikategorikan
sebagai perilaku kekerasan dan
manakah yang tidak dianggap
sebagai perilaku kekerasan namun
setidak-tidaknya terdapat empat
bentuk kekerasan utama yang bisa
saja terjadi di sekolah, yang
diantaranya dilakukan oleh guru
yakni: 1) hukuman fisik dan
psikologis, 2) bullying, 3)
kekerasan berbasis gender dan
jenis kelamin, dan 4) kekerasan
eksternal akibat dari pengaruh
gang, situasi konflik, atau juga
penembakan. Dari beberapa jenis
kekerasan tersebut, hukuman fisik
dan psikologis adalah yang paling
sering dilakukan oleh guru
terhadap para siswa. Hukuman
fisik adalah setiap jenis hukuman
yang menggunakan kekuatan fisik
yang dimaksudkan untuk
menyebabkan rasa sakit atau tidak
menyenangkan.
Jenis hukuman semacam ini
yang sering ditemukan dalam latar
belakang pendidikan adalah:
menendang, memukul, menjambak
rambut, menjewer telinga,
memelintir tangan, mencekik, atau
memaksa siswa untuk berada
dalam posisi yang tidak nyaman (
misalnya berlutut, mengangkat
kaki sebelah, berjemur diterik
matahari, dsb). sementara itu
hukuman psikologis adalah bentuk
hukuman yang memberikan rasa
tidak nyaman dalam diri siswa
secara psikologis sehingga mereka
merasa tertekan, terancam, atau
bahkan mengalami ketakutan.
Jenis hukuman ini tidak
menggunakan kontak fisik secara
langsung tetapi melalui ungkapan-
ungkapan verbal atau non verbal
seperti cemoohan, gertakan,
ancaman, omelan, makian,
sinisme, atau juga penggunaan
kata-kata kasar sehingga
menyebabkan siswa merasa
terluka secara psikologis dan
menjadi tidak nyaman. Akibat dari
jenis-jenis hukuman seperti itu
maka dapat mengakibatkan reaksi
serius terhadap kesehatan mental
dan fisik siswa. Jenis hukuman
macam itu juga membawa dampak
pada rendahnya keterampilan
sosial siswa, timbulnya depresi,
kecemasan, perilaku agresif, dan
bahkan kurangnya rasa empati
kepada orang lain.
Hukuman fisik juga dapat
memperburuk hubungan guru
siswa sehingga dapat menjadi
halangan yang serius terhadap
proses pembelajaran di sekolah.
Guru juga harus menampilkan diri
sebagai pribadi yang berwibawa.
Wibawa adalah pengaruh tertentu
yang timbul dari dalam diri
seseorang pendidik atau orang
dewasa dan dirasakan oleh orang
lain sehingga menyebabkan orang
lain memberikan rasa hormat atau
penghargaan kepadanya. Dalam
pedagogik tradisional pendidikan
dalam arti sesungguhnya baru
dimulai ketika anak mengenal
adanya kewibawaan atau pengaruh
tertentu dalam diri pendidik
sehingga anak merasa taat atau
hormat terhadapnya. Dengan
demikian maka kewibawaan
(gezag) adalah keutamaan yang
dimiliki oleh pendidik yang
menyebabkan segala perkataannya
dituruti oleh anak. Menjadi pribadi
yang berwibawa tidak berarti guru
haruslah gila hormat tetapi
penghormatan atau penghargaan
yang diberikan siswa kepada guru
bersumber dari pancaran
kepribadiannya yang mulia..
d. Menunjukkan Etos Kerja,
Tanggung Jawab, Rasa Bangga
Menjadi Guru, dan Rasa Percaya
Diri. Guru profesional adalah guru
yang memiliki etos kerja yang
tinggi dan bertanggungjawab
terhadap tugas atau pekerjaannya.
Etos kerja tercermin dalam sikap
yang positif terhadap pekerjaan,
kesetiaan dan dedikasi dalam tugas
dan pelayanannya serta kesediaan
untuk melaksanakan tugas dengan
penuh rasa tanggung jawab. Guru
yang memiliki etos kerja yang
tinggi selalu menjunjung tinggi
semangat pengabdian tanpa
pamrih. Ia mengedepankan
kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi dan mengutamakan
pelayanan prima kepada siswa
atau pihak-pihak lain yang
membutuhkannya.
Etos kerja tercermin dalam
kedisiplinan dan ketaatannya
dalam bekerja, keberanian
mengambil tanggungjawab dan
kesediaan melakukan inovasi-
inovasi yang bermanfaat bagi
perkembangan siswa maupun bagi
peningkatan mutu pendidikan
secara ke- seluruhan. Guru yang
bertanggung jawab adalah guru
yang setia kepada tugas yang
diembannya yakni tugas dalam
mengajar, membimbing dan
mendampingi siswa. Ia tidak
hanya mengutamakan tuntutan-
tuntutan administratif birokrasi
tetapi lebih dari itu fokus
kesetiaannya adalah pada
bagaimana kebutuhan-kebutuhan
siswa terpenuhi melalui
pelayanannya yang tanpa pamrih
terhadap keputusan-keputusan
profesional yang dilakukannya
yang dilandasi pertimbangan-
pertimbangan etis dan rasional.
Guru profesional juga harus
memiliki kebanggaan terhadap
profesinya. Kebanggaan terhadap
profesi ini ditunjukkan dengan
tidak melakukan pekeriaan-
pekerjaan lain sebagai sarana
untuk mendapatkan penghasilan
tam bahan.Ketika seseorang
memilih untuk menjadi guru maka
profesi ini sudah menjadi
panggilan hidupnya.
Menjadi guru juga harus
ditunjukkan melalui kepercayaan
yang kokoh. Menurut Branden,
kepercayaan diri sebetulnya
bersumber dari harga diri (self
esteem). Harga diri memiliki dua
aspek yang saling ber kaitan yakni
rasa kemampuan diri (a sense of
personal efficacy) dan rasa keber
maknaan diri (a sense of personal
worth)." Rasa kemampuan diri
kemudian melahirkan kepercayaan
diri (self-confidence) sedangkan
rasa kebermaknaan diri
melahirkan penghargaan terhadap
diri sendiri (self respec).Seorang
yang memiliki kepercayaan diri
pertama-tama merasa bahwa
dirinya mampu melakukan tugas
atau pekeriaan yang diberikan
kepadanya. Ia memiliki optimisme
bahwa kemampuan potensial yang
dimiliki menjadikan dirinya dapat
melaksanakan tugas itu dengan
sebaik-baiknya. Guru harus
merasa diri kompeten dalam tugas
dan profesinya meskipun di sana-
sini terdapat kekurangan-
kekurangan. Menurut Branden,
rasa percaya diri tidak serta merta
menutupi kekurangan atau
ketidakmampuan yang
dimilikinya, tetapi justru dalam
kekurangan-kekurangan itu ia bisa
berharap dapat berbuat sesuatu
melalui pertimbangan-
pertimbangan rasionalnya.
Sementara itu rasa kebermaknaan
diri yang melahirkan penghargaan
terhadap diri sendiri (self-respect)
justru lahir dari kesadaran tentang
kemam dirinya. seseorang merasa
diri mampu dan kompeten dan
dapat berbuat sesuatu maka pada
saat yang sama ia merasa dirinya
bermakna sehingga kemudian
memberikan rasa penghargaan
terhadap dirinya.
Guru bisa menyadari bahwa
dirinya kompeten dan karena itu
dapat melaksanakan tugasnya
secara profesional. Pada saat yang
sama ia merasa dirinya berguna
karena kompetensi yang
dimilikinya dapat disumbangkan
untuk melak sanakan tugas-tugas
profesionalnya. Itulah sebabnya,
bagi Branden, antara self-
confidence dan self-respect
keduanya bisa dipilah-pilah secara
konseptual tetapi tidak dapat
dipisahkan secara praktis.
e. Menjunjung Tinggi Kode Etik
Profesi Guru. Guru sebagai
profesional yang diikat melalui
suatu persekutuan kese- jawatan
dalam sebuah organisasi profesi
guru tertentu harus memiliki kode
etik yang mengatur sikap dan
perilaku profesionalnya. Kode etik
merupakan pedoman sikap dan
perilaku bagi anggota profesi
dalam layanan profesional maupun
dalam hubungan dengan
masyarakat. Undang-undang No. 1
hun 2005 tentang Guru dan Dosen
pasal 43 menyatakan: (1) untuk
menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat guru
dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi
guru membentuk kode (2) kode
etik sebagaimana dimaksud pada
ayat berisi norma dan etika yang
mengikat perilaku guru dalam
pelaksanaan tugas
keprofesionalan. Guru
profesional hendaknya
menjunjung tinggi kode etik
profesinya sebagai pedoman sikap
dan perilaku, dengan tidak
melakukan pelanggaran kode etik.
3. Kompetensi Sosial
Menurut Permendiknas No 16/2007,
kemampuan dalam standar kompetensi ini
mencakup empat kompetensi utama yakni
1) bersikap inklusif dan dan bertindak
objektif serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik latar belakang keluarga, dan
status sosial ekonomi, 2) berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan
orang tua, dan masyarakat 3) beradaptasi
di tempat bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki
keraganaman social budaya; 4)
berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain secara tulisan atau
bentuk lain. Berikut akan dijelaskan secara
lebih spesifik keempat kompetensi utama
tersebut.
Bersikap Inklusif, Bertindak objektif
dan tidak Diskrimitatif. Bersikap inklusif
artinya bersikap terbuka terhadap berbagai
perbedaan yang dimiliki oleh orang lain
dalam berinteraksi. la harus bisa
berinteraksi dan dengan siswa atau rekan
ini Ini bahkan anggota masyarakat yang
berbeda latar belakang semacam
kemampuan bisa mengelola konflik.
Dalam latar pembelajaran, berhadapan
dengan siswa yang memiliki keragaman
semacam ini guru harus mampu mengelola
kelas dengan baik. Ia harus bisa
menempatkan dirinya di tengah-tengah
perbedaan itu. Dengan itu guru bertindak
non diskriminatif karena ia tidak
membeda-bedakan peserta didik
berdasarkan latar belakang mereka Guru
juga dituntut untuk bertindak objektif baik
dalam memberikan penilaian terhadap
hasil belajar siswa, maupun dalam
memberikan pandangan pandangan atau
pendapat terhadap suatu persoalan tertentu.
Meskipun dalam hal tertentu pandangan
atau sikap guru terpaksa berpihak, namun
keberpihakan guru harus dilandasi oleh
kebenaran ilmiah, rasional dan etis. Sikap
objektif guru tidak boleh dikalahkan oleh
desakan pragmatis atau tuntutan
kepentingan sesaat. Banyak guru yang
menjadi tidak objektif dan tidak kritis
terhadap persoalan tertentu atau
melacurkan profesinya hanya karena
kepentingan sesaat.
Berkomunikasi secara Efektit,
Empatik dan Santun. Pada prinsipnya,
komunikasi yang efektif teriadi apabila
baik oleh pengirim pesan (guru) dapat
diterima dengan baik oleh penerima (orang
tua, rekan sejawat atau masyarakat pada
umumnya), dipahami maksudnya dan bisa
menghasilkan efek yang diharapkan dalam
penerima pesan. Efektivitas komunikasi
tergantung pada beberapa faktor yakni:
penerima pesan (komunikan), pengirim
pesan (komunikator) dan situasi
Komunikasi yang efektif memprasyaratkan
guru dalam berkomunikasi dengan orang
lain haruslah memperhatikan kebutuhan
dasar, kecenderung an minat dan aspirasi
serta nilai nilai yang mereka anut.
Dipihak guru sendiri selaku
komunikator juga harus memperhatikan
kredibilitas dan dava tarik yang
dimilikinya Kredibilitas berkaitan dengan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki
guru sehingga apa yang disampaikan
kepada orang lain selaku penerima pesan
dapat diterima dengan baik karena
dianggap berasal dari sumber yang dapat
dipercaya atau diandalkan. Kredibilitas
yang dimiliki guru selaku komunikator
juga sekaligus berlaku sebagai daya tarik
tertentu bagi orang lain sehingga pesan-
pesan guru dapat memikat perhatian
mereka. Pesan juga memiliki pengaruh
tertentu bagi efektif tidaknya suatu
komunikasi. Komunikasi yang efektif
memprasyaratkan bahwa pesan dan
kemasannya harus menarik
membangkitkan minat dan dapat dipahami
oleh orang lain selaku penerima pesan
selain itu situasi juga ikut menentukan
efektif tidaknya suatu komunikasi. Situasi
yang dimaksud berkaitan dengan waktu
penyampaian pesan kondisi pada saat
penyampaian pesan dan ada tidaknya
gangguan pada saat penvampaian pesan.
Jika guru ingin agar komunikasi dengan
orang lain berlangsung efektif maka
hendaknya memperhatikan keempat faktor
tersebut secara baik.
Berkomunikasi secara empatik
berarti komunikasi yang memungkinkan
komunikator dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh penerima pesan lstilah
empati sendiri berasal dari kata bahasa
Jerman eufuhlung yang berarti merasakan.
Berempati dengan seseorang berarti
merasakan apa yang seorang itu rasakan,
mengalami apa yang itu alami, atau
melihat dari sudut pandang orang itu tetapi
tanpa kehilangan identitas atau jatidiri
sendiri.
Komunikasi juga harus dilakukan
secara santun, artinya harus disesuaikan
dengan kebiasaan, adat istiadat atau
kebudayaan setempat. Mengingat orang
lain yang dihadapi guru bisa berasal dari
latar kultur yang berbeda-beda, ada
kemungkinan makna santun dalam
berkomunikasi dapat bervariasi.
Penggunaan kata-kata dan dinamikanya,
ekspresi wajah, termasuk para (tekanan
keras dansebagainya harus diperhatikan
kesesuaian dengan kebiasaan
berkomunikasi setempat. Itulah sebabnya
pengetahuan tentang bagi guru sangatlah
penting karena menjadi dasar bagi guru
untuk memupuk kemampuan
komunikasinya dengan orang lain yang
berasal dari latar belakang yang berbeda-
beda.
Beradaptasi di Tempat Tugas di
seluruh Wilayah RI. Guru harus memiliki
cultural intelli- gence (CI) yakni
kemampuan untuk beradaptasi dengan
kondisi budaya yang beraneka ragam di
seluruh Indonesia. Kemampuan
beradaptasi ini antara lain ditunjukkan
dengan kemampuan untuk menempatkan
diri sebagai warga masyarakat di mana ia
bekeria, kemampuan untuk memahami dan
menggunakan bahasa setempat sebagai
bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk
menghargai keunikan, kekhasan dan nilai-
nilai budaya dan adat istiadat dari
masyarakat setempat.
Undang-undang No. 14 /2005
tentang Guru dan Dosen yang kemudian
dipertegas melalui Peraturan Pemerintah
No. 74/2008 tentang Guru membu ka
kemungkinan bagi guru untuk bekerja di
seluruh wilayah Indonesia. Dalam keadaan
darurat misalnya, pemerintah dapat
menerapkan wajib kerja bagi guru dan
ditempatkan di mana saja bila dibutuhkan.
Selain itu, dalam rangka distribusi
pemerataan guru di seluruh Indonesia
maka terdapat kemungkinan perpindahan
guru dan redistribusi guru antar kabupaten
mau pun antar provinsi di seluruh
Indonesia. Akibat dari kondisi-kondisi ini
keharusan untuk memupuk kecerdasan
kultural (cultural intelligence) adalah suatu
keharusan disamping pemahaman tentang
multikulturalisme di Indonesia.
Berkomunikasi dengan Komunitas
Profesi Sendiri dan Profesi Lain. Kemampuan komunikasi guru tidak hanya
sebatas berkomunikasi dalam konteks
pembelajaran yang melibatkan interaksi
guru siswa, tetapi juga kemampuan untuk
bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan
komunitas sepro fesi maupun komunitas
profesi lain dengan menggunakan berbagai
macam media dan forum. Berkaitan
dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Apa ratur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Menpan RB) No. 16/2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
tentang penilaian angka kredit pada pasal
11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur
yang dapat dinilai terkait dengan
pengembangan keprofesian berkelanjutan
adalah publikasi ilmiah berupa hasil
penelitian atau gagasan inovatif pada
bidang pendidikan formal, atau juga
publikasi buku teks pelajaran, buku
pengayaan, dan pedo man guru.
Melalui komunikasi semacam kepada
masyarakat melalui media seperti majalah,
surat kabar, bahkan melalui website-
website gratis yang sekarang banyak
tersedia di dunia maya. Saat ini memang
sudah banyak guru yang memanfaatkan
media online ini untuk pembelajaran,
bahkan penyampaian ide-idenya kepada
masyarakat luas. Berbeda dengan
komunikasi melalui media surat kabar,
majalah, atau jurnal ilmiah, komunikasi
melalui media online dikelola oleh guru
sendiri Karena itu selain kemampuan
berbahasa tulis yang baik, guru juga
dituntut untuk melek ICT seperti
bagaimana membuat konten-konten media
online dan menyebarluaskannya melalui
situs online. Karena itu kemampuan dasar
untuk kompetensi ini terkait erat dengan
kemampuan ICT yang telah dikemukakan
di depan.
Komunikasi dengan sejawat seprofesi
maupun profesi lain juga dapat dilakukan
melalui penyajian hasil atau pemikiran
dalam forum forum ilmiah penelitian
sebagainya pada seperti seminar,
lokakarya panel, dan lain berbagai level
(lokal, nasional maupun internasional).
4. Kompetensi Profesional
Tugas guru ialah mengajarkan
pengetahuan kepada murid. Guru tidak
sekadar mengetahui materi yang akan
diajarkannya, tetapi me mahaminya secara
luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid
harus selalu belajar untuk memperdalam
pengetahuannya terkait mata pelajaran
yang diampunya. Menurut Badan Standar
Nasional Pendidikan (2006: 88)
kompetensi profesional adalah
Kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam
yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan
metode keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar; (b)
materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
pelajaaranterkait; (d) penerapan konsep
keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan
(e) kompetisi secara profesional dalam
konteks global dengan tetap melestarikan
nilai dan budaya nasional. Seorang guru
harus menjadi orang yang spesial, namun
lebih baik lagi jika ia menjadi spesial bagi
semua siswanya.
Kesuksesan seseorang juga tidak
hanya dipengaruhi oleh kecerdasan
intelektual, tetapi pengaruhi oleh
kecerdasan emosional dan spiritual.
Bahkan pengaruh keduanya lebih besar
dibanding kecerdasan intelektual Boix-
Mansilla dan Gardner menjelaskan,
"Seorang guru harus memahami
pengetahuan tentang ilmu, tujuan, metode,
dan bentuk materi yang diajarkannya"
(Darling-Hammond dan Bransford 2005:
387). Menurut Sukmadinata (2006: 207),
"Pengembangan keteram pilan dan
karakter guru profesional bukan hanya
tahu banyak, tetapi juga bisa banyak.
Menjadi guru profesional bukan hal
mudah. Sebelum mencapai tingkat expert
(ahli), guru harus melalui beberapa tahap
seperti dije laskan Berliner, "Guru
berkembang menjadi ahli melalui beberapa
tingkatan-dari pendatang baru (novice) ke
pemula lanjut, kompeten pandai
(proficient), dan pada akhirnya ahli (expert
(Darling Hammond dan Bransford, 2005:
380) Hammerness, et al. (Darling-
Hammond dan Bransford, 2005: 361
dalam How Teachers Learn and Develop
menjelaskan tentang kemam puan guru
yang ahli, bahwa "Guru yang ahli mampu
melakukan beragam aktivitas tanpa harus
berhenti dan berpikir bagaimana mela
kukan hal itu
Demikianlah seyogyanya guru
selalu berkembang dalam setiap
dimensinya yang beragam melalui belajar
dari banyak hal setiap waktu dan di mana
pun. Menarik untuk disimak penjelasan
Hammerness et al, dalam How Teachers
Learn and Develop berikut ini, "Guru ber
kembang dalam beragam dimensi. Guru
berkembang sebagai pro fesional (Feiman-
Nemser); sebagai ilmuwan dan praktisi
dalam konteks mata pelajaran (Shulman;
Grossman dan stodolsky); sebagai agen
perubahan (Ayers; Darling Hammond,
French, dan Gar sebagai pengasuh dan
penyokong siswa (Cummin), dan sebagai
agen moral (Fullan (Darling Hammond
dan Bransford, 2005: 383).
Gardner (2000: 18) menyatakan,
"Kita membutuhkan pendidikan yang
benar-benar berakar pada dua hal yang
kelihatannya kontras namun sesungguhnya
saling melengkapi: apa yang diketahui
tentang kondisi kemanusiaan, dalam
aspek-aspek yang bersifat abadi dan apa
yang diketahui tentang tekanan, tantangan,
dan peluang pada kondisi saat ini (dan
masa depan). Tanpa dua hal ini, kita akan
mengalami pendidikan yang mati, parsial,
naif, dan tidak memuaskan.
Upaya Peningkatan Kompetensi
Profesional yang Dilakukan oleh Guru
a. Membaca buku-buku pendidikan
Seorang guru harus rajin membaca
buku-buku pendidikan karena dengan
banyak membaca buku-buku pendidikan
diharapkan guru dapat memiliki wawasan
yang luas sehingga dapat membantu dalam
penyampaian materi
pembelajaran.
b. Membaca dan menulis karya ilmiah
Menurut Udin Syaefudin Saud
(2010:108) “Dengan membaca dan
memahami isi jurnal atau makalah ilmiah
lainnya dalam bidang pendidikan guru
dapat mengembangkan
profesionalismenya”. Selain menambah
wawasan dan pengetahuan, membaca dan
menulis karya ilmiah juga dapat mengasah
keterampilan guru dalam menuangkan ide-
ide baru di bidang pendidikan.
c. Mengikuti pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu
upaya dalam meningkatkan kompetensi
profesional guru, yang mana dalam
pelatihan ini kemampuan guru diasah agar
lebih baik. Menurut Ermita (2009:25),
menyebutkan bahwa: Pelatihan yang perlu
diikuti dalam meningkatkan kemampuan
profesional adalah pelatihan yang
berhubungan dengan pelaksanaan tugas
guru terutama sekali dalam pelaksanaan
pembelajaran, sehingga setelah mengikuti
pelatihan tersebut diharapkan guru
memiliki pengalaman, keterampilan, dan
pengetahuan baru tentang berbagai
permasalahan pelaksanaan tugas guru baik
yang berhubungan dengan penguasaan
materi pelajaran, penguasaan metode,
kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pembelajaran termasuk upaya
penanggulangannya, dan permasalahan
yang berhubungan dengan pelaksanaan
evaluasi atau penilaian hasil pembelajaran
para siswa.
d. Melakukan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
adalah suatu penelitian yang bersifat
reflektif yang dilakukan oleh guru dalam
rangka meningkatkan kompetensi
profesionalnya. Manfaat dari PTK itu
sendiri menurut E. Mulyasa (2005:155-
156) adalah: (a) untuk mengembangkan
dan melakukan inovasi pembelajaran; (b)
merupakan upaya pengembangan
kurikulum di tingkat kelas; dan (c) untuk
meningkatkan profesionalisme guru,
melalui upaya penelitian yang
dilakukannya.
e. Melakukan pembinaan kepada guru‐
guru
Menurut Wijoyo (1989:132) pembinaan
adalah kegiatan untuk memberikan
bantuan terutama berupa bimbingan,
pengawasan dan dorongan kepada
bawahan. Menurut Nazari (1993:27)
pembinaan adalah suatu yang
mempertahankan, memperbaiki dan
menyempurnakan yang telah ada sehingga
sesuai dengan yang diharapkan.
f. Mengadakan penataran
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan dalam peningkatan kompetensi
profesional oleh kepala sekolah yaitu
dengan cara mengadakan penataran.
Penataran yang perlu diikuti oleh guru
menurut Ermita (2009:22) “adalah
penataran yang berhubungan dengan
pelaksanaan tugas guru terutama sekali
dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar, sehingga setelah mengikuti
penataran tersebut diharapkan mampu
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman baru tentang berbagai
permasalahan pelaksanaan tugas guru”.
Dengan adanya penataran, diharapkan
guru dapat mengasah kemampuan dan
keterampilan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Dengan
demikian guru dapat melaksanakan
pembelajaran yang lebih efektif.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
disimpilkan bahwa kompetensi adalah
kemampuan yang dimiliki seorang individu
dalam praktik pendidikan yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, sikap
sesuai dengan tujuan dan standard yang
sudah ditetapkan.
Seorang guru harus menguasai empat
kompetensi, yaitu: 1) kompetensi pedagogik,
2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi
social, dan 4) kompetensi professional.
Adapun upaya-upaya untuk meningkatkan
pemahaman guru tentang kompetensi
tersebut, yaitu: a) membaca buku-buku
pendidikan, b) membaca dan menulis karya
ilmiah, c) mengikuti pelatihan, d)
mengadakan penataran, e) melakukan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dan f)
melakukan pembinaan terhadap guru-guru.
SARAN
Guru dalam praktik pendidikan
harus meningkatkan pemahaman dan
menerapkan empat kompetensi guru, baik
kompetensi pedagogic, kompetensi
kepribadaian, kompetensi sosial, maupun
kompetensi professional. Adapun upaya
untuk meningkatkan kompetensi tersebut
bisa melalui membaca buku-buku
pendidikan, membaca dan menulis karya
ilmiah, mengikuti pelatihan, mengadakan
penataran, melakukan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), dan melakukan pembinaan
terhadap guru-guru.
DAFTAR PUSTAKA
MUSTADI, Ali; ZUBAIDAH, Enny;
SUMARDI, Sumardi. PERAN
KOMITE SEKOLAH DALAM
PENINGKATAN MUTU
PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH DASAR. Cakrawala
Pendidikan, [S.l.], n. 3, oct.
2016. ISSN 2442-8620. Available
at:<https://journal.uny.ac.id/index
.php/cp/article/view/10578>. Date
accessed: 23 oct. 2017.
doi:http://dx.doi.org/10.21831/cp.
v35i3.10578.
Asmarani, N. (2014). Peningkatan
Kompetensi Profesional Guru di
Sekolah Dasar. Jurnal Administrasi
Pendidikan, II (1), 508-831.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/
Judiani, S. (2009). Kreativitas dan
Kompetensi Guru Sekolah Dasar.
Jurnal Setditjen Pendidikan Dasar,
56-57.
http://jurnaldikbud.kemendikbud.g
o.id/index.php/ipnk/article/downlo
ad/7/5
Ridwan. (2014). Upaya-Upaya
Peningkatan Profesionalisme Guru
dalam Proses Belajar Mengajar.
Jurnal Pendidikan Ekonomi.
https://media.neliti.com/media/publ
ications/37075-ID-upaya-upaya-
peningkatan-profesionalisme-guru-
dalam-proses-belajar-mengajar.pdf
Musfah, J. (2011). Peningkatan
Kompetensi Guru: Melalui
Pelatihan dan Sumber Teori dan
Praktik. Jakarta: Kencana Predana
Media Group. (p. 27-58)
Dwi Siswoyo, dkk. (2013). Ilmu
Pendidikan . Yogyakarta : UNY
Press. (p.116-119)
Hamzah, H. (2010). Profesi Kependidikan:
Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Ngalim, M. (2011). Ilmu Pendidikan :
Teoritis dan Praktis. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Juni, Donni. (2014). Kinerja dan
Profesionalisme Guru: Fokus pada
Peningkatan Kualitas Pendidikan,
Sekolah, dan Pembelajaran.
Bandung: CV. Alfabeta.
Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi
dan Sertifikasi Guru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
R, Marselus. (2011). Sertifikasi Profesi
Guru: Konsep Dasar,
Problematika, dan
Implementasinya. Jakarta: PT
Indeks.