upaya mengatasi kesulitan pembentukan bunyi bahasa …/upaya... · memberikan petunjuk dan...

72
UPAYA MENGATASI KESULITAN PEMBENTUKAN BUNYI BAHASA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AIR DAN MADU PADA PEMBELAJARAN BINA WICARA BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS D1 SLB-B GEMOLONG TAHUN 2008-2009 Skripsi Oleh : SRI MARTINI NIM. X5107613 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Upload: truongphuc

Post on 09-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UPAYA MENGATASI KESULITAN PEMBENTUKAN BUNYI BAHASA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AIR DAN MADU PADA

PEMBELAJARAN BINA WICARA BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS D1 SLB-B GEMOLONG

TAHUN 2008-2009

Skripsi Oleh :

SRI MARTINI NIM. X5107613

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

2

UPAYA MENGATASI KESULITAN PEMBENTUKAN BUNYI BAHASA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AIR DAN MADU PADA

PEMBELAJARAN BINA WICARA BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS D1 SLB-B GEMOLONG

TAHUN 2008-2009

Oleh : SRI MARTINI NIM. X5107613

Skripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

3

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univerasitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 30 Oktober 2009

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua :

Sekretaris :

Anggota I :

Anggota II :

Drs. A. Salim Choiri, M. Kes

Drs. Maryadi, M. Ag.

Drs. Hermawan, M. Si.

Drs. Sudakiem, M. Pd.

…………………………..

…………………………..

…………………………..

………………………......

Disahkan Oleh :

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

4

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I,

Drs. Hermawan, M.Si NIP. 19590818 198603 1 002

Pembimbing II,

Drs. Sudakiem, M.Pd. NIP. 19490717 197903 1 001

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang penulis hadapi dalam menyelesaian penulisan

skripsi ini, namum berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya hambatan tersebut

dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan terima

kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Drs, A. Salim Choiri, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar

Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNS Surakarta yang juga telah

memberikan ijin dalam penyusunan skripsi.

4. Drs. Hermawan, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi dapat

terselesaikan dengan lancar.

5. Drs. Sudakiem, M.Pd., selaku Pembimbing II yang dengan kesabarannya telah

memberikan petunjuk dan arahannya kepada penulis sehingga dapat

menambah bekal dalam penyusunan skripsi ini.

6. A. Zaini, S.Pd., M.Pd, selaku Kepala SLB-B YPSLB Gemolong yang telah

memberikan ijin untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan bantuan baik material maupun spiritual sehingga penyusunan

skripsi ini dapat selesai dengan lancar.

6

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari

Allah SWT.

Walaupun disadari dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan,

namun diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

dan dunia pendidikan.

Surakarta, 2009

Penulis

7

MOTTO

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan

hati, agar kamu bersyukur”

( Terjemah Q.S. An Nahl : 78)

“Bekalilah anak berkebutuhan khusus agar bisa hidup mandiri, jangan mencari

bekal hidup pada anak berkebutuhan khusus”

( Penulis)

8

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

· Ibu dan Ayah tercinta dengan penuh rasa

hormat atas ketulusan doa dan kasih

sayangnya

· Suami dan anak-anak tersayang yang

selalu mendampingi dan memberi

motivasi

· Sahabat dan handaitaulan atas bantuan

yang diberikan

· Murid-murid berkebutuhan khusus yang

mempunyai semangat luar biasa

· Almamater

9

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………..……

HALAMAN PENGAJUAN …………………………………………...

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………...………

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………

HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………

HALAMAN MOTTO ……………………………………………….....

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………….....

KATA PENGANTAR ………………………………………………....

DAFTAR ISI ………………………………………………………..….

DAFTAR TABEL …………………………………………………..….

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..……

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………..………

A. Latar Belakang Masalah .………………………..……….

B. Rumusan Masalah ……………………………..…………

C. Pembatasan Masalah ……………………………………..

D. Tujuan Penelitian ……………………………..………….

E. Manfaat Penelitian …………………………..…………...

BAB II. LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS .….

A. Tinjauan Pustaka ……………………………..….………

1. Anak Tunarungu ………………………..…………...

a. Pengertian Anak tunarungu ……………………..

b. Faktor Penyebab Ketunarunguan ……………….

c. Klasifikasi Ketunarunguan ……………………...

d. Pengaruh Pendengaran Terhadap Perkembangan

Bicara dan Bahasa Anak Tunarungu …………...

2. Media Pembelajaran …………………..…………….

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

x

xiii

xiv

1

1

4

4

4

4

6

6

6

6

7

9

10

11

10

3. Bina Wicara …………………………..……………..

a. Pengertian Bina Wicara …………………………

b. Tujuan Pengajaran Bina Wicara ………………...

4. Bunyi Bahasa ……………………………………..…

a. Pengelompokan Bunyi Bahasa ………………….

b. Pembentukan bunyi Bahasa /ng/ /k/ dan /g/ ……..

c. Kesalahan Yang Sering Terjadi Pada Anak Tuna

rungu …………………………………………….

5. Tehnik Penggunaan Air dan Madu Dalam Pengajaran

Bina Wicara …………………………..……………..

a. Penggunaan Media Air ………………………….

b. Penggunaan Media Madu ……………………….

B. Kerangka Berfikir ……………………………………….

C. Hipotesis Tindakan ………………………………………

BAB III. METODE PENELITIAN ..……………………….………….

A. Setting Penelitian ………………………………………...

B. Subyek Penelitian ………………………………………..

C. Data dan Sumber Data …………………………………...

D. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data …………………….

E. Validasi Data …………………………………………….

F. Analisis Data ………………………………………….....

G. Indikator Kinerja ………………………………………...

H. Prosedur Penelitian ……………………………………....

BAB IV. LAPORAN HASIL PENELITIAN …………………………

A. Deskripsi Kondisi Awal …………………………………

B. Deskripsi Hasil Siklus I …………………………………

C. Deskripsi Hasil Siklus II ………………………………...

D. Pembahasan ……………………………………………...

14

14

15

16

16

20

26

27

27

28

28

29

30

30

31

31

32

33

33

34

34

39

39

41

47

54

11

E. Hasil Penelitian ………………………………………….

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …………………..

A. Simpulan ………………………………………………...

B. Implikasi …………………………………………………

C. Saran-saran ………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….

LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………….

57

59

59

59

60

61

63

12

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1

Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4

Tabel 5

Tabel 6

Tabel 7

Tabel 8

Nilai Hasil Belajar Pada Kondisi Awal ……………….

Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I ………………

Hasil pengamatan Sikap Siswa Pada Siklus I ………...

Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II……………...

Hasil pengamatan Sikap Siswa Pada Siklus II ...……..

Daftar Nilai Prestasi Belajar Siswa Antar Siklus …….

Hasil pengamatan Sikap Siswa Pada Siklus I dan

Siklus II ………………………………………………

Rata-rata Nilai Belajar Siswa Pada Kondisi Awal,

Siklus I dan Siklus II …………………………………

39

44

45

51

53

55

56

58

13

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Kerucut Pengalaman Edgar Dale ………………………

Alur Kegiatan Dalam Penelitian Tindakan Kelas ……..

Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Kondisi awal ….

Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I …….….

Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II ……….

Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada

Kondisi Awal, siklus I dan Siklus II ...…………………

Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Belajar Siswa

Pada Kondisi Awal, siklus I dan Siklus II ...……………

14

35

40

45

52

56

58

14

ABSTRAK

Sri Martini. “UPAYA MENGATASI KESULITAN PEMBENTUKAN BUNYI BAHASA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AIR DAN MADU PADA PEMBELAJARAN BINA WICARA BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS D1 SLB-B GEMOLONG TAHUN 2008-2009”. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2009.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengatasi kesulitan pembentukan bunyi bahasa melalui penggunaan media air dan madu pada pembelajaran Bina Wicara bagi siswa tunarungu kelas D1 SLB-B Gemolong. Adapun lokasi penelitian ini yaitu Sekolah Luar Biasa Bagian Tunarungu (SLB-B) Gemolong Kabupaten Sragen.

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu kelas D1 Tahun

Akademik 2008-2009. Adapun dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah seluruh populasi, karena jumlah siswa yang dijadikan subyek penelitian hanya 4 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari dua Siklus yaitu Siklus I dan Siklus II. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik tes dan non tes, melalui tes lisan dan perbuatan. Adapun analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif dimana membandingkan hasil evaluasi kondisi awal, Siklus I dan Siklus II.

Dari hasil analisis data diperoleh nilai rata-rata kelas pada kondisi awal

37,5 sedangkan nilai rata-rata pada siklus I adalah 47,5 dan rata-rata pada siklus II sebesar 72,5. Dengan demikian dapat diketahui peningkatan nilai rata-rata prestasi belajar siswa dari kondisi awal (37,5) ke kondisi akhir siklus II (72,5) sebesar 35 poin atau 93,3 %. Kesimpulan bahwa melalui penggunaan media air dan madu dapat mengatasi kesulitan pembentukan bunyi bahasa pada pembelajaran Bina Wicara bagi siswa tunarungu Kelas D1 SLB-B Gemolong Sragen. Kata kunci : Kesulitan, bunyi bahasa, media air dan madu, bina wicara,

tunarungu

15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Bina Wicara dan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan

Irama merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting bagi anak tunarungu

dimana pelajaran ini telah tertuang dalam kurikulum Sekolah Luar Biasa untuk

siswa tunarungu wicara sejak tahun 1984.

Gagasan pemanfaatan sisa pendengaran melalui Bina Wicara ini dilandasi

oleh pandangan para ahli pendidikan luar biasa yang mengemukakan bahwa

“Penyelenggaraan pelayanan pendidikan untuk siswa berkelainan tidak boleh

menitik beratkan pada ketidakmampuannya, tetapi harus memperhitungkan

kompetensi yang masih mungkin dikembangkan” (Direktorat PSLB, 2007:1).

Maksudnya adalah kompetensi yang masih bisa dikembangkan dan dimanfaatkan

adalah kompetensi menghayati bunyi atau kompetensi memanfaatkan sisa

pendengaran yang masih dimilikinya, dengan menggunakan alat bantu mendengar

atau tanpa alat bantu jika siswa belum memilikinya.

Siswa tunarungu yang tergolong kurang dengar, indra pendengarannya

akan tetap memegang peranan penting, untuk membantu menangkap pembicaraan

di lingkungannya. Sedangkan siswa tunarungu yang tergolong berat hingga total,

bukan pendengarannya yang berperan penting, tetapi perasaan vibrasinya akan

mampu menangkap getaran-getaran didalam rongga tubuhnya dan kemudian

menghantarkannya ke pusat pendengaran di otak.

1

16

Dengan mengikuti program khusus Bina Wicara secara intensif,

terprogram dan berkesinambungan, siswa tunarungu yang tergolong berat dan

totalpun akan mampu berbicara dengan baik walaupun tidak sesempurna anak

normal. Hal ini besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa bagi

anak tunarungu. Disamping itu bahasa mempunyai peranan yang sangat penting

dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional anak didik, sehingga

merupakan unsur penunjang utama bagi keberhasilan dalam mempelajari ilmu

pengetahuan. Akhirnya kompetensi bahasa siswa akan membantu pula dalam

memperoleh pengetahuan umum lainnya.

Didalam melaksanakan tugasnya, guru sering menemukan kesulitan

dalam menjelaskan konsep-konsep bahasa terhadap anak tunarungu. Misalnya

dalam pengenalan bunyi bahasa /ng/ /k/ dan /g/. Begitu juga yang dialami siswa

kelas D1 SLB-B Gemolong Sragen, dimana siswa mengalami kesulitan atau

ketidakmampuan dalam pengucapan bunyi bahasa /ng/ /k/ dan /g/ pada posisi

awal, posisi tengah dan akhir. Sebagai contoh : /ng/ ngaji, bunga, buang; /k/ kado,

kaki, bapak; /g/ gula, gigi, bedug.

Ketidakmampuan mengucapkan kelompok bunyi bahasa /ng/ /k/ dan /g/

tersebut disebabkan karena kurang bisa memfungsikan alat ucap yang dimilikinya

terutama mengaktifkan gerakan pangkal lidah dan pengaturan udara yang keluar

dari paru-paru. Hal ini mendorong penulis untuk mengupayakan dan mencari

strategi baru dalam melaksanakan pembelajaran agar siswa dapat mencapai hasil

yang maksimal.

17

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab ketidakmampuan siswa dalam

mengucapkan kelompok bunyi bahasa seperti tersebut diatas diantaranya:

(1) Metode pembelajaran yang digunakan guru monoton, tidak

menggunakan media pembelajaran yang sesuai; (2) Guru kurang variatif dalam

melaksanakan pembelajaran; (3) Sarana dan prasarana sekolah yang kurang

memadahi baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Berdasarkan latar belakang masalah dan kemungkinan-kemungkinan

penyebab diatas, maka perlu dicari alternatif penyelesaian masalahnya, dimana

penyebab kesulitan siswa dalam mengucapkan bunyi bahasa /ng/ /k/ dan /g/

diantaranya adalah kurangnya variasi guru dalam mengajar serta kurangnya media

pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. Oleh karena itu sebagai guru,

penulis senantiasa berusaha untuk mencoba menggunakan cara baru dalam proses

belajar mengajar guna mengatasi hambatan yang dialami oleh siswa. Berbagai cara

telah diupayakan seperti senam lidah atau menekan ujung lidah dengan

spatel/gagang sendok atau jari tangan, namun metode ini masih belum bisa

mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa. Dalam hal ini penulis berusaha

menemukan metode dan media yang cocok dalam pembelajaran guna mengatasi

kesulitan tersebut yaitu dengan menggunakan media air dan madu. Upaya ini

bertujuan untuk membantu mengatasi kesulitan siswa khususnya dalam

pembentukan bunyi bahasa /ng/ /k/ dan /g/.

18

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut : “Apakah melalui penggunaan media air dan madu dapat

mengatasi kesulitan pembentukan bunyi bahasa pada pembelajaran Bina Wicara

bagi siswa tunarungu kelas D1 SLB-B Gemolong ?

C. Pembatasan masalah

Pada penelitian ini penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu

kesulitan siswa dalam pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dam /g/.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah untuk

meningkatkan kemampuan dalam mengatasi kesulitan pembentukan bunyi bahasa

pada pembelajaran Bina Wicara bagi siswa tunarungu kelas D1 SLB-B

Gemolong.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Siswa

Sebagai alternatif untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan

dalam pembentukan bunyi bahasa terutama /ng/, /k/ dan /g/, agar anak dapat lebih

mudah dalam mengucapkannya.

19

2. Manfaat Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan alternatif bagi guru SLB pada

umumnya, khususnya bagi penulis yaitu bagaimana cara mengatasi kesulitan

pembentukan bunyi bahasa dalam pembelajaran Bina Wicara dengan

menggunakan media air dan madu bagi siswa tunarungu.

3. Manfaat Bagi Sekolah

Hasil Penelitian ini dapat memberikan kontribusi referensi dalam

pembelajaran Bina Wicara khususnya dalam mengatasi kesulitan pembentukan

bunyi bahasa bagi siswa tunarungu.

20

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Anak Tunarungu

a. Pengertian Ketunarunguan

Banyak pakar memberikan pengertian tentang ketunarunguan. Menurut

Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjiati Soemantri (1996:74) mengemukakan

bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan

tunarungu. Sedangkan tunarungu dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf)

dan kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah mereka yang indera

pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya

tidak berfungsi lagi, Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera

pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk

mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing

aids).

Menurut Mufti Salim dalam Sutjihati Somantri (1996:74) mengemukakan

bahwa :

Anak tunarungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.

21

Menurut PMKS Dinas Sosial dalam http://www.humanitarianinfo.org

/sumatra/reliefrecovery/livelihood/docs/doc/inforesources/DefinisidanKriteriaPM

KS DINAS SOSIAL.pdf, mengemukakan bahwa : “Penyandang Cacat Tunarungu

Wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara dengan baik

sehingga menjadi hambatan dalam melakuka kegiatan sehari – hari secara layak

atau wajar”.

Sedangkan Menurut Tarsidi dalam http://d-tarsidi.blogspot.com/

2009/01/penyandang-ketunaan-istilah-pengganti.html mengemukakan istilah

hearing impairment diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi istilah

tunarungu, yang di dalamnnya terkandung dua katagori yaitu yang disebut dengan

deaf dan hard of hearing . Istilah deaf menggambarkan kondisi kehilangan

pendenganran yang berat, sementra istilah hard of hearing menggambarkan

keadaan individu yang bersangkutan masih memilki sisa pendengaran. Menurut

Early Education dalam http://gulit1.wordpress.com /2009/03/05/anak-

berkebutuhan-khusus/ dikemukakan bahwa “tunarungu adalah individu yang

memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen”.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tunarungu adalah

mereka yang mengalami kehilangan pendengaran baik sebagian maupun

seluruhnya yang menyebabkan pendengarannya kurang memiliki nilai fungsional

dalam kehidupan sehari-hari.

b. Faktor Penyebab Ketunarunguan

6

22

Terjadinya ketunarunguan dapat ditimbulkan karena beberapa faktor

sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutjihati Somantri (1996:75) diantaranya:

1) Pada saat sebelum dilahirkan (pre natal) a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu, atau

mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal. b) Karena penyakit yaitu sewaktu ibu sedang hamil terserang suatu penyakit,

terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan trisemester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Misalnya penyakit rubella, morbilli.

c) Karena keracunan obat-obatan, dimana pada saat kehamilan ibu minum obat-obatan terlalu banyak atau ibu seorang pecandu alcohol, atau ibu tidak menghendaki kelahiran sehingga minum obat untuk menggugurkan kandungan. Hal tersebut dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.

2) Pada saat kelahiran (natal) a) Sewaktu ibu melahirkan mengalami kesulitan sehingga persalinannya

harus dibantu dengan penyedotan (tang). b) Prematuritas yaitu bayi lahir sebelum waktunya.

3) Pada saat setelah kelahiran (post natal)

a) Ketunarunguan terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak

(meningitis). b) Pemakaian obat-obatan otoksi pada anak-anak. c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran

bagian dalam.

Sedangkan menurut Brown dalam Mulyono Abdurrahman (1994:71)

menyebutkan bahwa sebab-sebab terjadinya kerusakan pendengaran yaitu :

1) Materna Rubella (campak), pada waktu ibu mengandung muda terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.

23

2) Faktor keturunan, yang tampak dari adanya beberapa keluarga yang mengalami kerusakan pendengaran.

3) Adanya komplikasi pada saat dalam kandungan dan kelahiran premature, berat badan kurang, bayi lahir biru.

4) Meningitis (radang otak), sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak sensivitas alat dengar dibagian dalam telinga.

5) Kecelakaan/trauma atau penyakit.

c. Klasifikasi Ketunarunguan

Klasifikasi ketunarunguan Menurut Permanarian Somad dalam

http://permanarian16.blogspot.com/search/label/Definisi.html,dikemukakan bahwa

berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, ketunarunguan

dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:

1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment) yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.

2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment) yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).

3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment) yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.

4) Ketunarunguan parah (profound hearing impairment)

24

yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual.

Sedangkan menurut Empu Driyanto dkk dalam Edja Sadjaah (1995:46)

mengklasifikasikan anak tunarungu sebagai berikut :

1) Cacat dengar ringan ( Mild hearing loss) yaitu derajat cacat dengar dengan hitungan dalam dB antara 26 dB – 40 dB. Dalam kondisi demikian anak mengalami sedikit kerusakan untuk mendengar suara bisik.

2) Cacat dengar dengan derajat antara 41 dB – 55 dB Dalam kelompok ini anak mengalami kesulitan dalam penerimaan pembicaraan normal terutama suara nada-nada tingga. Disini perlu pemakaian alat bantu dengar.

3) Cacat dengar sedang berat (Moderat sever hearing loss) yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat antara 56 dB – 70 dB. Dengan kondisi ini anak sudah mulai kesulitan dalam menangkap pembicaraan keras. Pemakaian alat bantu dengar akan sangat membantu.

4) Cacat dengar berat ( Sever hearing loss) yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat antara 70 dB – 90 dB. Dalam kondisi ini anak hanya mengerti teriakan atau pembicaraan yang diperkeras pada jarak yang dekat sekali. Anak sangat membutuhkan pendidikan khusus dan alat bantu dengar tidak diperlukan.

5) Cacat dengar terberat (Profound earing loss) yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat diatas 91 dB. Dalam kondisi ini sama sekali tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain sekeras apapun.

d. Pengaruh Pendengaran Terhadap Perkembangan Bicara dan Bahasa Anak Tunarungu

25

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman

pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran anak tunarungu tidak

mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak

terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya

terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bahasa dan bicara

anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus sesuai dengan kemampuan

dan taraf ketunarunguannya.

Bahasa mempunyai fungsi dan peranan pokok sebagai media untuk

komunikasi. Dalam fungsinya dapat pula dibedakan berbagai peran bahasa

lainnya, diantaranya :

1) Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal balik antar anngota masyarakat.

2) Fungsi Ekspresi Diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap dan tekanan-tekanan dalam diri pembicara.

3) Fungsi Adaptasi dan Integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggota masyarakat sekitar.

4) Fungsi Kontrol Sosial, yaitu untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.

5) Fungsi Fatik, yaitu untuk membuka jalur komunikasi dan menjaga relasi social antar anggota masyarakat (Gorys Kerf, 1991 : 2)

Dengan demikian bila seorang anak memiliki kemampuan berbahasa,

mereka akan memiliki sarana untuk mengembangkan segi social, emosional,

maupun intelektualnya. Mereka akan memiliki kemampuan untuk mengungkapkan

perasaan dan keinginannya terhadap sesama, dapat memperoleh pengetahuan dan

saling bertukar pikiran.

26

2. Media Pembelajaran

Pengertian Media menurut Yosfan Azwandi, (2007 : 89) bahwa media

berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara

harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam proses komunikasi media

merupakan apa saja yang mengantarkan atau membawa informasi ke penerima

informasi. Sedangkan Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan

(Association of Education and Communication Technology / AECT) di Amerika,

membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk

menyalurkan pesan / informasi.

Menurut Gagne dan Bridge dalam Yosfan, (2007 : 89) berpendapat bahwa : Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk meyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain : buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun Dintje Borman Rumumpuk dalam Mulyani Sumantri, (2001:153)

mengemukakan bahwa “media pengajaran sebagai setiap alat baik hardware

maupun software yang dipergunakan sebagai media komunikasi dan yang

tujuannya untuk meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar”.

Lain halnya dengan National Education Association dalam Yosfan,

(2007:98) mendefinisikan bahwa media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik

tercetak maupun audio-visual dan peralatannya. Dengan demikian media dapat

dimanipulasi, dilihat, didengar atau dibaca.

27

Menurut Rohadi (2003:8) memberikan pengertian media meliputi alat

bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke

penerima pesan belajar (siswa) sehingga proses pembelajaran menjadi lebih jelas,

menarik, interaktif, efektif dan efisien serta dapat mengurangi pemahaman yang

abstrak pada diri siswa.

Senada dengan hal tersebut Mc. Luhan dalam Basuki Wibawa, (2001:11)

memberikan pengertian :

Media adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi. Menurutnya, media adalah semua saluran pesan yang dapat dipergunakan sebagai sarana komunikasi dari seseorang ke orang lain yang tidak ada dihadapannya, sedang menurut Romiszowski, media adalah pembawa pesan yang berasal dari sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses belajar mengajar penerima pesan itu adalah siswa. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

kedudukan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen

metodologi sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru. Oleh

karena itu, media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar

yang dicapainya dengan pertimbangan antara lain : pembelajaran akan lebih

menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar. Disamping

itu, bahan pembelajaran lebih mudah dikuasai, metode mengajar lebih variatif dan

siswa lebih aktif.

28

Dalam rangka memanfaatkan media sebagai alat bantu, kita perlu

memperhatikan apa yang telah dikemukakan oleh Edgar Dale dalam kerucut

pengalaman (Cone of Experience) dimana Edgar Dale mengklasifikasikan

pengalaman belajar menurut tingkat dari yang paling konkrit ke yang paling

abstrak, untuk memilih media apa yang cocok atau paling sesuai untuk

pengalaman belajar tertentu sebagaimana gambar berikut :

Pengalaman buatan

Demonstrasi

Dramatisasi

Wisata

Pameran

Film

Radio, Rekaman

Visual

Verbal

29

Gambar 1.

Kerucut Pengalaman Edgar Dale (dikutip dari http://akhmadsudrajat.file.wordpress.com)

3. Bina Wicara

a. Pengertian Bina Wicara

Bina wicara atau pengajaran wicara adalah suatu upaya yang sistemaatis

untuk melakukan tindakan belajar mengajar bicara, yang dalam prakteknya

merupakan serangkaian usaha untuk membawa anak didik (tunarungau) memeiliki

pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk mengekspresikan pikiran, gagasan,

dan perasaannya dengan cara berbicara (Depdiknas, 2006:20)

b. Tujuan Pengajaran Bina Wicara

1) Tujuan dibidang Pengetahuan adalah agar anak memiliki pengetahuan

tentang hal-hal sebagai berikut :

a) Mengucapkan seluruh bunyi bahasa

b) Mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat Bahasa Indonesia

30

c) Mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual,

auditif, kinestetis

d) Mengatur alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu

bicara

e) Pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat

2) Tujuan di bidang Keterampilan adalah agar anak mempunyai

keterampilan tentang hal-hal sebagai berikut :

a) Mengucapkan seluruh bunyi bahasa

b) Mengucapkan kata, kelompok kata, dan kalimat Bahasa Indonesia

c) Mengevaluasi bicaranya sendiri berdasarkan pengamatan visual,

auditif, kinestetis

d) Mengatur alat ucapnya demi perbaikan dan peningkatan mutu

bicara

e) Pemilihan kata dan kelompok kata yang tepat

3) Tujuan dibidang sikap adalah agar anak memiliki sikap sebagai

berikut:

a) Senang menggunakan cara bicaranya dalam mengadakan

komunikasi dengan orang lain

b) Senang mengadakan evaluasi dan memperbaiki kesalahan-

kesalahan serta berusaha meningkatkan kemampuan bicaranya

4. Bunyi Bahasa

31

a. Pengelompokan bunyi bahasa

Bunyi bahasa secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian

yaitu vokal dan konsonan. Seperti yang dikemukakan oleh Edja Sadjaah,

(1995:66) bahwa pengelompokan bunyi bahasa terdiri atas :

1. Vokal

Vokal terjadi dari getaran selaput suara, dengan nafas keluar mulut

mendapat halangan. Dalam fonem bahasa Indonesia, bahwa vocal itu

terdiri dari : A,I, U, E (benar), E ( merah), dan O.

Gorys Keraf, (1991:23) mengartikan vokal adalah bunyi ujaran yang

terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan.

2. Konsonan

Konsonan adalah bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari

paru-paru mendapat halangan, entah seluruhnya atau sebagian.

Konsonan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor berikut :

a) Menurut Dasar Artikulator dan Titik Artikulasi terdiri dari :

(1) Konsonan Bilabial

Yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua

belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai articulator dan

titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : p, b, m dan w

(2) Konsonan Labio-dental

32

Yaitu konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi

atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai articulator.

Bunyi yang dihasilkan adalah : f dan v

(3) Konsonan Apiko-dental

Yaitu konsonan yang dihasilkan dengan ujung lidah (apex) yang

bertindak sebagai articulator dan daerah anar gigi (dens) sebagai

titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : d, l, n, r, s, t , z.

(4) Konsonan Apiko-Alveolar

Yaitu konsonan yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai

articulator dan lengkung kaki gigi (alveolum) sebagai titik

artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : d, l. n, r, t

(5) Konsonan Palatal atau Lamino-palatal

Yaitu konsonan yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah

(lamina) sebagai articulator dan langit-langit keras (palatum)

sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : c, j, ny

dan sy

(6) Konsonan Velar atau dorso-velar

Yaitu konsonan yang dihasilkan oleh belakang lidah (dorsum)

sebagai articulator dan langit-langit lembut (velum) sebagai titik

artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : g, k, ng dan kh

(7) Konsonan Hamzah ( hambat glottal)

33

Yaitu konsonan yan dihasilkan dengan posisi pita suara sama

sekali merapat sehingga menutup glottis, udara sama sekali

dihalangi. Bunyi yang dihasilkan adalah hamzah ( ‘ )

(8) Konsonan Laringal

Yaitu konsonan yang dihasilkan dengan pita suara terbuka lebar

sehingga udara yang keluar digesekkan melalui glottis. Bunyi

yang dihasilkan adalah : h

b) Menurut Jenis Halangan Udara

Berdasarkan jenis halangan udara yang terjadi pada waktu udara

keluar dari rongga ujaran, konsonan dapat dibedakan atas :

(1) Konsonan Hambat (stop)

Konsonan yang dihasilkan dengan udara yang sama sekali

dihalangi pada daerah artikulasi. Konsonan yang dihasilkan

adalah : b, c, d, g, j, k, p dan hamzah

(2) Frikatif

Yaitu konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-

paru digesekkan sehingga terdengar bunyi geser atau frikatif.

Konsona yang dihasilkan adalah : f, h, kh, dan v

(3) Spiran atau sibilant

34

Yaitu konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-

paru mendapat halangan berupa pengadukan sehingga terdengar

bunyi desis. Konsonan yang dihasilkan adalah : s, z, sy.

(4) Likuida atau Lateral

Yaitu knsonan yang dihasilkan dengan menaikkan lidah ke

langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan keluar melalui

kedua sisi (latus) lidah. Konsonan yang dihasilkan adalah l

(5) Getar atau Trill

Yaitu konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan dan

menjauhkan lidah ke alveolum dengan cepat dan berulang-ulang

sehingga udara bergetar. Getaran udara yang terjadi disebut getar

apical ( apical Trill). Konsonan yang dihasilkan adalah : r

c) Menurut Bergetar dan Tidaknya Pita Suara.

(1) Konsonan Bersuara

Yaitu konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari rongga

ujaran turut menggetarkan pita suara. Konsonan yang terjadi

adalah b, d, j, g, m, n, r, v, ny, ng,

(2) Konsonan Tak Bersuara

35

Konsonan yang terjadia bila udara yang keluar dari rongga

ujaran tidak menggetarkan pita suara. Konsonan yang terjadi

adalah : c, f, h, k, p, s, t, kh, sy dan hamzah

d) Menurut Jalan Keluar Udara

a. Konsonan Oral, yaitu konsonan yang terjadi bila udara keluar

melalui rongga mulut atau oris. Konsonan yang dihasilkan

adalah b, c, d, f, g, h, j, k, l, p, r, s, t, v ,z, sy, kh, hamzah.

b. Konsonan Nasal, yaitu konsonan yang terjadi bila udara keluar

melalui rongga hidung (nasus). Konsonan yang dihasilkan adalah

: m, n, ny dan ng

b. Pembentukan Bunyi Bahasa /ng/, /k/ dan /g/

1) Pembentukan Bunyi Bahasa /ng/ (velar, sengau, bersuara)

a) Dasar Ucapan fonem /ng/ : lidah bagian belakang dan langit-langit

lembut

b) Pembentukannya :

(1) Ujung lidah terletak pada dasar mulut, rahang atas dan rahang

bawah terbuka, celah suara tebuka sehingga terjadi getaran suara.

(2) Aliran udara melalui hidung, tertutup oleh pangkal lidah

(3) Udara dalam rongga dada dan kepala beresonansi

c) Cara Melatihnya :

i. Titik Tolak

36

· Adakanlah percakapan kecil mengenai kejadian hangat hari

itu, atau gambar, ataupun apa saja yang dapat menjadikan

dari anak rileks dan menemukan fonem-fonem yang akan

dilatihkan, misalnya fonem /ng/ : ngaji, bunga, buang,

kemudian tuliskanlah kata-kata tersebut pada sehelai kertas,

lalu garis bawah suku kata yang mengandung fonem /ng/.

· Ucapkan secara global “ngaji” suruhlah anak menirukannya.

· Amatilah ucapan anak.

ii. Secara Visual

· Ajaklah anak memperhatikan posisi lidah dan gerakan

rahang pada saat pembentukan fonem /ng/. Suruhlah anak

menirukan dan mengamati gerakan rahang dan lidahnya

sendiri.

· Ucapkan “ngaji” kemudian anak menirukan.

· Ajaklah anak meraban :

Nga nganga nganganga nganganganga ngaaaaaaa nga

Ngo ngongo ngongongo ngongongongo ngoooooo ngo

Ngi ngingi ngingingi ngingingingi ngiiiiiiiii ngi

iii. Secara Auditoris

· Gunakan suara yang keras.

37

· Ajaklah anak meraban sambil mengamati ada tidaknya

bunyi rabaan itu.

· Bila sudah bereaksi adanya bunyi, maka tutuplah mulut

guru, lalu ucapkan secara global “bunga” dan anak

menirukannya.

· Berikan kesempatan anak meraban sendiri sambil

mengamati suaranya.

iv. Secara Haptik

· Ajaklah anak untuk merasakan getaran pada hidung dan

leher dengan cara silang.

· Ajaklah anak meraban bervariasi, sambil merasakan getaran

yang terjadi.

2) Pembentukan bunyi bahasa /k/ (velar, letup, tak bersuara)

a) Dasar Ucapan fonem /k/ : daun lidah bagian belakang dan langit-

langit lembut

b) Pembentukannya :

(1) Ujung lidah bagian belakang menekan langit-langit lembut

sehingga aliran udara terhambat pada pangkal lidah

(2) Ujung lidah terletak di dasar mulut dan menyentuh kaki gigi

bawah

(3) Pinggir lidah mengenai geraham, mulut terbuka, dan gigi atas

38

(4) Jika hambatan udara secara tiba-tiba ditiadakan, langit-langit

lembut terangkat, terjadilah letupan dan terbentuklah /k/

c) Cara Melatihnya :

(1) Titik Tolak

· Adakanlah percakapan kecil mengenai kejadian hangat hari

itu, atau gambar, ataupun apa saja yang dapat menjadikan

dari anak rileks dan menemukan fonem-fonem yang akan

dilatihkan, misalnya fonem /k/ : kado, kaki, bapak,

kemudian tuliskanlah kata-kata yang megandung fonem /k/.

· Ucapkan secara global “kaki” suruhlah anak untuk

menirukannya.

· Amatilah ucapan anak.

(2) Secara Fisual

· Ajaklah anak memperhatikan lidah dan bentuk bibir guru

pada cermin, kemudian suruh anak menirukannya.

· Ucapkan “katak” kemudian anak meniru.

· Tuliskan suku kata ka, ko, ki, ku, ke lalu ajaklah anak

meraban ka kaka kakaka kakakaka kaaaaaa ka kakaka

Ko koko kokoko kokokoko koooooo ko kokoko

Ki kiki kikiki kikikiki kiiiiiiii ki kiki dan seterusnya.

(3) Secara Auditoris

39

· Gunakan suara yang lebih keras, atau speech trainer, ABM

anak.

· Ajaklah anak mengamati ada tidaknya suara sambil

meraban.

· Bila sudah bereaksi ada bunyi maka tutuplah mulut guru lalu

ucapkan kata secara gelobal, anak menirukannya.

· Berikan kesempatan anak meraban sendiri sambil

merasakannya suaranya sendiri.

(4) Secara Haptik

· Ajaklah anak untuk merasakan udara meletup yang keluar

dari mulut dengan ujung jarinya.

· Berikan kesemparan anak untuk mencoba, guru melakukan

bersamaan dengan itu silanglah tangan guru ke mulut anak,

tangan anak ke mulut guru untuk mengontrol letupan.

· Lakukan latihan pernafasan dengan cara meniup lilin dan

seterusnya.

3) Pembentukan bunyi bahasa /g/ (palatal, alveolar, letup hambat bersuara)

a) Dasar Ucapan fonem /g/ : daun lidah dan langit-langit keras

b) Pembentukannya :

(1) Daun lidah menekan langit-langit keras sehingga udara yang

keluar lewat mulut terhambat.

40

(2) Pinggir lidah menempel pada gigi bawah

(3) Rongga mulut menyempit, pita suara terbuka, jika kita

hembuskan nafas, rongga mulut akan terbuka dan terjadi letupan

tak sempurna.

c) Cara Melatihnya :

(1) Titik Tolak

· Adakanlah percakapan kecil mengenai kejadian hangat hari

itu, atau gambar, ataupun apa saja yang dapat menjadikan

dari anak rileks dan menemukan fonem-fonem /g/ seperti :

gula, gigi, bedug

· Amatilah ucapan anak.

(2) Secara Visual

· Ajaklah anak mengamati posisi lidah dan bibir pada saat

megucapkan “gula” pada cermin.

· Berilah kesempatan kepada anak berlatih sebanyak-

banyaknya.

· Ajaklah anak meraban.

Ga ga ga gaga gagaga gagagaga gaaaaaa ga gaga

Gi gi gi gigi gigigi gigigigi giiiiiiii gi gigi

Go go go gogo gogogo gogogogo gooooo go gogo dan

seterusnya.

41

(3) Secara Auditoris

· Gunakan suara yang lebih keras atau speech trainer, ABM.

· Ajaklah anak untuk mengamati ada tidaknya suara sambil

meraban.

· Bila sudah bereaksi ada bunyi tutuplah mulut guru.

· Biarkan anak berlatih lebih banyak.

(4) Secara Haptik

· Ajaklah anak merasakan aliran udara pada telapak tangan

atau ujung jarinya pada saat mengucapkan fonem /g/.

· Getaran dapat dirasakan pada leher, bawalah meraban.

c. Kesalahan yang sering terjadi pada anak tunarungu

Menurut Edja Sudjaah, (1995:102) terdapat beberapa kesalahan yang

sering dilakukan oleh anak tunarungu dalam menghasilkan bunyi bahasa /ng/, /k/

dan /g/ diantaranya :

1) /ng/ belum terbentuk 2) /ng/ diucapkan /n/ 3) /ng/ diucapkan lemah 4) /k/ diucapkan tidak meletup 5) /k/ lidah terlalu ke belakang 6) /k/ diucapkan /c/ 7) /k/ diucapkan /kh/ 8) /k/ diucapkan /g/ 9) /g/ diucapkan belum terbentuk 10) /g/ diucapkan /k/

42

Berdasarkan beberapa uraian kemungkinan terjadinya kesalahan

pengucapan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh anak tunarungu seperti tersebut

diatas, maka penulis berusaha untuk memperbaiki dengan menggunakan media

madu dan air untuk merangsang mengaktifkan organ bicara terutama pangkal

lidah.

5. Tehnik Penggunaan Air dan Madu Dalam Pengajaran Bina Wicara

a. Penggunaan Media Air.

Melalui Penggunaan media air ini dimaksudkan untuk merangsang dan

melatih gerakan motorik kasar yang langkah-langkahnya sebagai berikut :

1) Menelan air dengan menggunakan selang/sedotan yang diletakkan di

ujung rongga mulut, sambil merasakan/meraba pangkal lidahnya dan

laring yang sedang aktif bergerak naik turun, dan posisi kepala

tengadah.

2) Dengan posisi kepala bertengadah, mulut terbuka, pangkal lidah

menutup untuk menahan air, udara dari paru-paru mendorong pangkal

lidah yang dalam keadaan tertutup sehingga terbuka dan mengeluarkan

gelembung udara, sehingga terjadilah gerakan membuka dan menutup

pada pangkal lidahnya.

43

b. Penggunaan Media Madu

Penggunaan media madu ini dimaksudkan untuk melatih gerakan otot

motorik halus (pelemasan) dengan cara memasukkan + 1 cc madu ke rongga

mulut, lidah mengecap dan pangkal lidah diaktifkan, dengan menggunakan sarung

tangan guru membimbing sambil menunjukkan letak pangkal lidah dan langit-

langit lunak, sebagai tempat menutupnya pangkal lidah. Hal ini dilakukan dengan

berulang-ulang sehingga anak terampil dan menguasai materi yang diberikan.

B. Kerangka Berfikir

Kondisi Awal

Guru belum menggunakan media Air dan

Madu

Penguasaan siswa terhadap pembentukan

bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/ masih rendah

Proses

Tindakan

Guru

Menggunakan Media

Pembelajaran Air dan Madu

Siklus I

Penggunaan Media Air

Siklus II

Penggunaan Media Madu

Kondisi Akhir

Diduga Dengan Melalui Penggunaan Media Air Dan Madu Dapat Mengatasi Kesulitan Pembentukan Bunyi Bahasa Pada Pembelajaran Bina Wicara Bagi Siswa Tunarungu Kelas D1 SLB-B Gemolong Tahun Pelajaran 2008-2009”

44

Keterangan kerangka berfikir : bahwa pada kondisi awal dimana dalam

pembelajaran guru tidak menggunakan media pembelajaran, ternyata siswa masih

mengalami kesulitan dalam hal pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/, dan /g/,

kemudian pada proses tindakan, guru mengupayakan dengan menggunakan media

air pada siklus I, dan pada pelaksanaan tindakan pada siklus II dilakukan

pembelajaran dengan menggunakan media madu. Dengan adanya tindakan pada

siklus I dan siklus II diduga dapat mengatasi kesulitan siswa pada pembentukan

bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/ sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir seperti yang telah

diuraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

”Dengan melalui penggunaan media air dan madu dapat mengatasi kesulitan

dalam pembentukan bunyi bahasa pada pembelajaran Bina Wicara bagi siswa

tunarungu kelas D1 SLB-B Gemolong tahun pelajaran 2008-2009”

45

BAB III METODE PENELITIAN

F. Setting Penelitian

1. Waktu Penelitian :

Pelaksanaan penelitian ini membutuhkan waktu selama 5 (lima) bulan yaitu dari bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2009. Adapun perincian urutan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut : (1) Bulan Februari 2009 untuk menyusun proposal, (2) Bulan Maret – Mei 2009 untuk mengumpulkan dan menganalisis data, (3) Bulan Juni 2008 untuk penyusunan laporan.

2. Tempat Penelitian.

Penulis mengambil tempat penelitian ini di SLB-B Gemolong dengan pertimbangan penulis adalah sebagai guru di sekolah ini. Dengan melaksanakan penelitian sesuai dengan tempat bertugas, penulis dapat melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tugas sehari-hari tanpa mengganggu proses pembelajaran sesuai dengan tugas pokok penulis. Disamping itu penulis sudah mengetahui situasi dan kondisi sekolah, baik kelebihan maupun kekurangan yang ada serta permasalahan pembelajaran yang dialami. Selain hal tersebut domisili penulis yang tidak jauh dari tempat penelitian sehingga mudah dijangkau dan tidak banyak memerlukan waktu maupun biaya yang lebih banyak.

G. Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah Siswa tunarungu kelas D1 SLB-B Gemolong semester II tahun pelajaran 2008-2009. Adapun jumlah siswa kelas D1 SLB-B Gemolong sebanyak 4 siswa terdiri atas 1 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan yang berusia antara 7 – 10 tahun, Guru disamping sebagai kolaborator juga sebagai peneliti.

H. Data dan Sumber Data

1. Data

Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini yaitu:

a. Data Kualitatif

30

46

Data kualitatif merupakan data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang

memberi gambaran tentang ekspresi siswa, misalnya tentang pemahaman

siswa terhadap materi pelajaran, peran aktif siswa dalam pembelajaran dan

minat siswa.

b. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu data yang diwujudkan dalam bentuk angka, yaitu daftar

nilai hasil evaluasi belajar siswa dan persentase antar siklus.

Adapun pelaksanaan penelitian ini tediri atas 2 (dua) siklus yaitu Siklus I dan Siklus II. Nilai yang diperoleh siswa pada tiap-tiap akhir siklus dianalisa dan dibandingkan dengan hasil nilai pada siklus sebelumnya yaitu :

1. Data nilai awal siswa tentang kemampuan mengucapkan bunyi bahasa

/ng/, /k/, dan /g/.

2. Data nilai hasil ulangan setelah diadakan perbaikan tiap siklus

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :

a. Siswa

Siswa memberikan data mengenai hasil belajar yang dicapai dan efektifitas

penggunaan media pembelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar siswa.

b. Guru lain

Guru lain terutama yang mengajar Bina Wicara, ketika siswa masih berada di

kelas persiapan dengan memberikan data mengenai kondisi siswa,

kemampuan siswa, maupun hasil karakteristik siswa.

c. Peneliti

47

Data diperoleh pada saat peneliti mengadakan penelitian terhadap siswa yang

mengalami kesulitan dalam pembentukan bunyi bahasa.

I. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua cara yaitu teknik tes dan teknis non tes. Pengumpulan data melalui teknik tes terdiri dari dua bentuk tes yaitu lisan dan perbuatan. Sedangkan teknik pengumpulan data dengan cara non tes dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya melalui wawancara dan observasi. Dalam pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini digunakan tes lisan dan perbuatan

2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada evaluasi berupa tes lisan yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu tes di akhir siklus I dan akhir siklus II karena penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 2 (dua) siklus.

J. Validasi Data

Validasi data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi waktu. Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan.

K. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data terkumpul, analisis data berupa nilai hasil tes belajar dengan cara mencari nilai tertinggi, nilai terendah, serta nilai reratanya. Analisis data meliputi analisis data nilai tes pada siklus I, analisis data pada nilai tes siklus II, analisis deskriptif komparatif antara hasil evaluasi pada kondisi awal dengan siklus I, kemudian antara hasil evaluasi siklus I dengan siklus II.

L. Indikator Kinerja

48

Indikator merupakan tolok ukur kinerja penelitian yang dilakukan sebagai acuan dalam menentukan berhasil tidaknya penelitian. Yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah: 1. Meningkatnya perhatian, minat dan peran aktif siswa dalam kegiatan

pembelajaran

2. Meningkatnya prestasi belajar siswa sesuai dengan KKM (60)

3. Sekurang- kurangnya 70 % siswa sudah memenuhi KKM

M. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu Perencanaan (planning), Tindakan (acting), Pengamatan (observing), dan Refleksi (reflecting).

Uraian tiap siklus meliputi: (a) Perencanaan tindakan (Skenario pembelajaran), (b) Pelaksanaan tindakan (deskripsi proses pembelajaran), (c) Pelaksanaan observasi (sajian hasil analisis data), dan (d) Refleksi (kajian terhadap indikator kinerja terhadap hasil dan proses pembelajaran dan analisis kritis hasil tiap siklus). Alur berpikir dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 2. Alur Kegiatan Dalam Penelitian Tindakan Kelas 1. Siklus I

Perencanaan

SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

Pelaksanaan Refleksi

Hasil Akhir

49

a. Perencanaan · Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

· Mengembangkan skenario pembelajaran

· Menyiapkan media pembelajaran

· Menyususn instrumen evaluasi pembelajaran

· Menyiapkan alat pengumpul data

b. Tindakan · Mengadakan apersepsi

· Menunjukkan gambar-gambar benda yang

mengandung unsur bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/

· Siswa mengucapkan nama-nama benda yang

ditunjukkan guru

· Memperbaikai ucapan siswa dengan cara

menirukan guru didepan cermin sambil meraba

organ wicara yang menghasilkan bunyi bahasa

/ng/, /k/ dan /g/ secara benar

· Pengaktifan pangkal lidah dengan menggunakan

rangsangan air

· Siswa diajak meraban bunyi bahasa /ng/, /k/ dan

/g/

c. Pengamatan · Pengamatan dilakukan bersamaan dengan

tindakan, dengan menggunakan instrument yang

50

telah tersedia

· Fokus pengamatan adalah pada kegiatan siswa

selama mengikuti pembelajan

d. Refleksi · Hasil observasi dianalisis untuk memperoleh

gambaran bagaimana dampak dari tindakan yang

dilakukan

· Mengevaluasi hasil observasi

· Membandingkan hasil evaluasi belajar pada akhir

siklus I dengan hasil belajar pada kondisi awal

siswa, untuk membuat revisi perbaikan pada

tindakan di siklus berikutnya

2. Siklus II

a. Perencanaan · Menyusun rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yaitu dengan melakukan perbaikan-

perbaikan berdasarkan hasil temuan dari siklus I.

· Menyiapkan sumber belajar, alat peraga, format

evaluasi, format observasi dan pedoman angket

(sama dengan siklus I)

b. Tindakan · Mengadakan apersepsi

· Menunjukkan gambar-gambar benda yang

51

mengandung unsur bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/

· Pengaktifan pangkal lidah dengan menggunakan

rangsangan madu

· Pembentukan kelompok bunyi /ng/, /k/ dan/g/

dengan menggunakan pias suku-kata / kata.

c. Pengamatan · Pengamatan dilakukan bersamaan dengan

tindakan, dengan menggunakan instrument yang

telah tersedia

· Fokus pengamatan adalah pada kegiatan siswa

selama mengikuti pembelajan

d. Refleksi · Hasil observasi dianalisis untuk memperoleh

gambaran bagaimana dampak dari tindakan yang

dilakukan

· Mengevaluasi hasil observasi

· Membandingkan hasil evaluasi belajar pada akhir

siklus II dengan siklus I

52

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang bahwa keadaan kondisi awal pada penelitian ini kemampuan siswa masih rendah dalam hal mengucapkan bunyi bahasa /ng, /k/ dan /g/. Melihat kenyataan tersebut peneliti melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa.

Rendahnya kemampuan pengucapan bunyi bahasa tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi awal yang diperoleh siswa kelas D1 SLB-B Gemolong, dimana nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 60. Adapun hasil evaluasi yang dilakukan adalah pada Kompetensi Dasar “ mengucapkan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/” pada pembelajaran Bina Wicara dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 37,5 dengan perolehan nilai tertinggi 50 dan nilai terendah 20 sebagaimana terlihat pada tabel sebagai berikut

Tabel 1. Nilai Hasil Belajar Pada Kondisi Awal

No Siswa Nilai KKM Ket. 1 R 40 60 Tidak tuntas 2 I 40 60 Tidak tuntas 3 A 20 60 Tidak tuntas 4 N 50 60 Tidak tuntas Jumlah 150 Rata-rata 37,5

39

53

Gambar 3. Grafik Nilai Hasil Belajar Pada Kondisi Awal

Perolehan hasil evaluasi yang masih dibawah KKM menggambarkan

belum maksimalnya proses pembelajaran, dimana cara penyampaian materi yang masih cenderung monoton dan kurang variatif. Hal ini disebabkan karena kurang bisa memanfaatkan metode maupun media yang sesuai dengan materi pelajaran, sehingga perlu adanya cara baru melalui teknik atau penggunaan bahan ajar dan media yang lebih menarik bagi siswa. Melalui pembelajaran dengan menggunakan media air dan madu, diharapkan dapat mendorong minat siswa sehingga dapat mengatasi kesulitan siswa dalam kemampuannya mengucapkan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/.

B. Deskripsi Hasil Siklus I

1. Perencanaan

Tindakan kelas pada Siklus I pelaksanaannya dilakukan pada Minggu IV Bulan April 2009 yaitu pada hari Rabu tanggal 22 dan 29 April 2009. Dalam Perencanaan tindakan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Guru menyususn Rencana Program Pembelajaran dengan Standar Kompetensi

Mengkomunikasikan berbagai jenis kata dan Kompetensi Dasar mengucapkan

bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/.

54

b. Menyiapkan media pembelajaran berupa :

1) Air

2) Gambar-gambar benda

3) Pias kata / suku kata

4) Spatel / sendok / cermin

5) Bulu / guntingan kertas

c. Menyiapkan instrumen evaluasi dan alat pengumpul data yang digunakan

untuk mengetahui kemajuan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 22 dan 29 April 2009. a. Apersepsi

1) Guru menyampaikan gambaran tentang materi yang akan diajarkan kepada

siswa.

2) Guru menunjukkan beberapa gambar yang sudah dikenal siswa untuk

disebutkan nama-nama benda tersebut.

3) Dengan bimbingan guru siswa menyebutkan nama-nama benda yang

ditunjukkan guru.

b. Inti.

1) Guru mengajak siswa untuk memperhatikan bagaimana cara mengucapkan

nama-nama benda dengan memperhatikan posisi organ wicara guru dan

meraba tempat keluarnya suara.

55

2) Siswa disuruh melakukan gerakan motorik kasar dengan cara minum air

seperti yang dicontohkan guru :

· Menelan air dengan menggunakan sedotan yang diletakkan di ujung

rongga mulut, sambil merasakan/meraba pangkal lidahnya dan laring

sedang aktif bergerak naik turun.

· Minum air yang ditahan di pangkal lidah lalu udara dikeluarkan

melalui rongga mulut sehingga muncul gelembung-gelembung udara

sebagai latihan pengaktifan pangkal lidah dan anak tekak.

3) Memberi contoh untuk dilakukan siswa cara meletakkan bulu / guntingan

kertas di depan mulut dan hidung untuk mengetahui kuat dan lemahnya

arus udara yang keluar.

4) Menyuruh siswa untuk melakukan pengucapan bunyi bahasa /ng/ :

· Siswa diajak memperhatikan posisi lidah dan gerakan rahang pada

saat pembentukan fonem /ng/ dan anak menirukan dan mengamati

gerakan rahang dan lidahnya sendiri.

· Ucapkan “ngaji” kemudian anak menirukan.

· Siswa diajak meraban :

KV : nga nga, ngi ngi ngi, ngo ngo ngo VK : ang, ang; ong, ong, ; ing ing ing, un gung ung KVK: ngang ngang, ngong ngong, ngeng ngeng

5) Menyuruh siswa untuk melakukan pengucapan bunyi bahasa /k/ :

· Siswa disuruh memperhatikan lidah dan bentuk bibir guru pada

cermin, kemudian suruh anak menirukannya.

56

· Ucapkan “katak” kemudian anak meniru.

· Siswa diajak meraban:

KV : ka ka ka, ki ki ki, ko ko ko, ku ku ku, ke ke ke VK : ok ok ok, ik ik ik, ak ak ak ak KVK :kuk kuk, kak kak kak, kok kok kok dan seterusnya.

6) Menyuruh siswa untuk melakukan pengucapan bunyi bahasa /g/ :

· Siswa diajak mengamati posisi lidah dan bibir pada saat megucapkan

“gula” pada cermin.

· Siswa diberi kesempatan untuk berlatih sebanyak-banyaknya.

· Siswa diajak meraban.

KV : ga ga, gi gi gi, go go go, ge ge ge VK : ig ig ig, ug ug ug, eg eg eg, ag ag ag KVK: gog gog, gug gug, gig gig dan seterusnya.

c. Penutup

Pada akhir kegiatan siklus I diadakan penilaian hasil pembelajaran atau evaluasi yang berupa tes lisan dimana siswa disuruh mengucapkan berbagai posisi bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/, baik di awal, tengah maupun akhir. Disamping itu peneliti juga mengadakan penilaian proses pembelajaran yang diadakan selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Penilaian proses ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran diantaranya perhatian siswa, minat siswa maupun keseriusan selama mengikuti pembelajaran.

3. Pengamatan

Pelaksanaan tes akhir siklus I diikuti oleh 4 siswa, masing-masing individu menjawab soal lisan yang diberikan oleh guru secara bergantian. Dari 4 siswa yang menjawab pertanyaan guru terdapat 1 orang siswa yang sudah memenuhi harapan sesuai dengan KKM yang telah ditentukan, sedangkan 3 orang siswa belum memenuhi KKM.

57

Setelah dilakukan penenilaian hasil belajar terhadap 4 orang siswa, diperoleh nilai tertinggi 60 dan nilai terendah 40 serta nilai rata-rata 47,5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel maupun grafik berikut :

Tabel 2. Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I

No Siswa Nilai KKM Ket.

1 R 40 60 Tidak tuntas

2 I 60 60 Tuntas

3 A 40 60 Tidak tuntas

4 N 50 60 Tidak tuntas

Jumlah 190

Rata-rata 47,5

Gambar 4. Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I

Dari tabel maupun grafik diatas dapat diketahui bahwa dari 4 orang siswa yang mengikuti evaluasi pembelajaran terdapat 1 siswa ( 25 % ) sudah memenuhi KKM dan sebanyak 3 siswa ( 75 % ) belum memenuhi KKM. Disamping itu nilai rata-rata pada Siklus I adalah 47,5.

58

Adapun hasil pengamatan pada penilaian proses pembelajaran yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 3.Hasil Pengamatan Terhadap Sikap Siswa Pada Siklus I

No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan Keterangan

1 Perhatian siswa terhadap materi pelajaran

Ada 2 siswa kurang aktif

Ditandai dengan sering menoleh kekanan-kekiri dan kurang memperhatikan

2 Tanggungjawab dalam melaksanakan tugas

Ada 3 siswa kurang serius

Melaksanakan tugas asal-asalan

3 Keberanian dalam menjawab pertanyaan

Ada 2 siswa yang kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan

Ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan guru.

4 Tanggapan siswa terhadap materi pelajaran

Semua mengatakan tidak senang

Sebagai umpan balik

Dari Tabel hasil pengamatan diatas diketahui bahwa : a. Terdapat 2 siswa (50%) yang kurang perhatian terhadap pelajaran.

b. Hanya 1 siswa (25%) yang serius, sementara 3 siswa (75%) kurang

serius, dimana sebagian besar siswa masih asal-asalan dalam

melaksanakan tugas.

c. Terdapat 2 siswa (50%) yang mempunyai keberanian dalam

menjawab pertanyaan guru.

d. Berdasarkan tabel pengamatan tersebut diatas juga diketahui bahwa

semua siswa mengatakan tidak senang terhadap materi pelajaran

yang diberikan. Hal ini dijadikan sebagai umpan balik bagi peneliti

untuk perbaikan tindakan pada proses pembelajaran selanjutnya atau

pada siklus II.

59

4. Refleksi

Kegiatan Proses Pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti pada siklus I dengan menggunakan cermin sebagai media dalam pembelajaran bina wicara sudah mampu meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa namun masih belum berhasil mengatasi kesulitan siswa dalam pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/ secara keseluruhan.

Jika dilihat dari nilai rata – rata pada kondisi awal (37,5) dibandingkan dengan nilai rata – rata pada akhir siklus I (47,5) maka sudah terdapat kenaikan sebesar 10 poin atau 26,7 %. Namun demikian hal ini masih dikatakan belum berhasil karena dari 4 siswa yang mengikuti evaluasi pembelajaran pada akhir siklus I hanya 1 siswa (25%) yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan 3 siswa (75%) masih dibawah KKM.

C. Deskripsi Hasil Siklus II

1. Perencanaan

Tindakan kelas pada Siklus II pelaksanaannya dilakukan pada Bulan Mei 2009 yaitu pada hari Rabu tanggal 6, 13, 20 dan 27 Mei 2009. Dalam Perencanaan tindakan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Guru menyusun Rencana Program Perbaikan Pembelajaran dengan

Kompetensi dengan Standar Kompetensi Mengkomunikasikan berbagai jenis

kata dan pada Kompetensi dasar Mengucapkan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/.

b. Menyiapkan media pembelajaran berupa :

1) Madu

2) Sedotan

3) Cermin

4) Gambar-gambar benda

5) Pias kata / suku kata

6) Sarung tangan medis

7) Bulu / guntingan kertas

60

c. Menyiapkan instrumen evaluasi dan alat pengumpul data yang digunakan

untuk mengetahui kemajuan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 6, 13, 20 dan 27 Mei 2009 a. Apersepsi

1) Guru menyampaikan gambaran tentang materi yang akan diajarkan kepada

siswa.

2) Guru menunjukkan beberapa gambar yang sudah dikenal siswa untuk

disebutkan nama-nama benda tersebut.

3) Dengan bimbingan guru siswa menyebutkan nama-nama benda yang

ditunjukkan guru.

b. Inti.

1) Siswa melakukan gerakan motorik halus atau pelemasan dengan

menggunakan media madu seperti yang dicontohkan guru :

· Siswa diberi madu kedalam rongga mulut, lidah mengecap dan

pangkal lidah diaktifkan.

· Dengan menggunakan sarung tangan medis, guru menunjukkan letak

langit-langit lunak sebagai tempat menutupnya pangkal lidah.

2) Pembentukan kelompok bunyi bahasa /ng/ dengan cara :

· Mulut dibuka + 1 cm, pangkal lidah aktif (menutup rongga mulut

bagian belakang), udara dikeluarkan melalui rongga hidung. Untuk

61

mengetahui benar-tidaknya langkah ini dapat dilihat dengan

meletakkan bulu pada depan lubang hidung, semakin kuat arus udara

yang keluar, semakin baik dalam ucapannya.

· Gerakan masih seperti di atas, tetapi pita suara bergetar. Untuk

mengetahui bahwa pita suara bergetar, salah satu tangan siswa

diletakkan di leher, yang satu lagi ke hidung guru, demikian secara

bergantian.

· Setelah anak dinyatakan mampu mengucapkan, siswa diberi pias-pias

suku kata yang berpola KV, VK dan KVK.

3) Pembentukan kelompok bunyi bahasa /k/ seperti yang dicontohkan guru:

· Semua siswa mengamati dengan cara meraba leher bagian atas dan

pemampatan udara atau pengeluaran udara dengan bulu.

· Semua siswa berlatih dengan mengaktifkan pangkal lidah dan anak

tekak untuk menahan udara, laring naik ke atas dan pita suara tertutup

dan udara dikeluarkan spontan, pita suara tidak bergetar.

4) Pembentukan kelompok bunyi bahasa /g/ :

· Guru Memberi contoh proses pembentukan bunyi bahasa “g”

· Semua siswa mengamati dengan cara meraba leher dan melihat

letupan udara yang keluar dari mulut dengan bulu.

· Semua siswa berlatih dengan mengaktifkan pangkal lidah dan anak

tekak, udara dikeluarkan dengan spontan dan pita suara bergetar.

62

· Pembiasaan dengan membaca pias-pias suku kata.

c. Penutup

Pada akhir kegiatan siklus II diadakan penilaian hasil pembelajaran atau evaluasi yang berupa tes lisan dimana siswa disuruh mengucapkan berbagai posisi bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/, dengan pola KV, VK dan KVK. Disamping itu peneliti juga mengadakan penilaian proses pembelajaran yang diadakan selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Penilaian proses ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran diantaranya perhatian siswa, minat siswa maupun keseriusan selama mengikuti pembelajaran.

3. Pengamatan

Pelaksanaan tes akhir siklus II diikuti oleh 4 siswa, masing-masing individu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara bergantian. Dari 4 siswa yang melaksanakan tugas, semua siswa sudah dapat memenuhi harapan sesuai dengan KKM. Setelah dilakukan penenilaian hasil belajar terhadap 4 orang siswa, diperoleh nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 60 serta nilai rata-rata 72,5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II

No Siswa Nilai KKM Ket

1 R 70 60 Tuntas 2 I 80 60 Tuntas 3 A 60 60 Tuntas 4 N 80 60 Tuntas Jumlah 290 Rata-rata 72,5

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 4 orang siswa yang

mengikuti evaluasi pembelajaran, semua siswa (100%) sudah memenuhi KKM. Sementara itu nilai rata-rata pada Siklus II adalah 72,5. Untuk lebih memperjelas gambaran tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini :

63

Gambar 5. Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II

Adapun hasil pengamatan pada penilaian proses pembelajaran yang

dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Pengamatan Terhadap Sikap Siswa Pada Siklus II

No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan Keterangan

1 Perhatian siswa terhadap materi pelajaran

Semua siswa aktif Semua aktif memperhatikan keterangan guru

2 Tanggungjawab dalam melaksanakan tugas

Semua siswa mau melaksanakan tugas

Melaksanakan tugas dengan serius

3 Keberanian dalam menjawab pertanyaan

Ada 3 siswa sudah berani menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

walaupun kadang-kadang jawabannya tidak tepat

4 Tanggapan siswa terhadap materi pelajaran

Semua mengatakan senang

Ada perubahan pendapat siswa yang tadinya tidak senang menjadi senang, karena ada rangsangan menggunakan air dan madu.

Dengan menganalisis hasil pengamatan diketahui bahwa : a. Semua siswa (100%) sudah aktif dan perhatian terhadap materi

pelajaran.

64

b. Semua siswa (100%) mau melaksanakan tugas dengan serius yang

diberikan guru

c. Terdapat 3 siswa (75%) mempunyai keberanian dalam menjawab

pertanyaan guru.

d. Semua siswa (100%) mengatakan senang terhadap materi pelajaran.

Perubahan sikap siswa ini dikarenakan adanya pengaruh penggunaan media air dan madu dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dimana siswa lebih mudah untuk memahami dan mempraktekkan materi pelajaran yang diberikan oleh guru, sehingga kesulitan yang dialami siswa dapat teratasi.

4. Refleksi

Kegiatan Proses Pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti pada siklus II dengan menggunaka air dan madu sebagai media dalam pembelajaran bina wicara sudah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembentukan bunyi bahasa ng/, /k/ dan /g/. Peneliti sudah berhasil membangkitkan keaktifan dan keberanian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Peningkatan prestasi belajar siswa ini dapat dilihat pada perbandingan hasil evaluasi siswa yang dilakukan pada kondisi awal, pada Siklus I dan Siklus II.

E. Pembahasan

Tindakan pada proses pembelajaran yang peneliti lakukan seperti yang

tercantum dalam kerangka berfikir adalah keadaan kondisi awal, kegiatan pada siklus I dan kegiatan pada siklus II.

Pada keadaan kondisi awal, pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas. Keadaan yang demikian mengakibatkan kurangnya perhatian siswa terhadap materi pelajaran dan siswa cenderung bosan. Proses pembelajaran yang hanya menggunakan metode monoton siswa cenderung jenuh dan siswa kurang tertarik, keaktifan siswa sangat kurang. Sehingga akibat yang timbul daya serap siswa terhadap materi pelajaran menjadi rendah. Rendahnya daya serap siswa dibuktikan dengan rendahnya nilai hasil belajar.

Dalam pembelajaran pada siklus I, peneliti masih menggunakan media konvensional yaitu cermin sebagai alat bantu dalam pembelajaran tentang pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/, dimana dalam mengenalkan materi kepada siswa peneliti mengajak siswa didepan cermin untuk menirukan peneliti bagaimana cara menghasilkan bunyi bahasa tersebut. Pada siklus ini terjadi

65

peningkatan prestasi belajar siswa walau tidak signifikan. Hal ini mendorong peneliti untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa pada siklus II dengan mencari media yang lebih sesuai.

Pada Siklus II peneliti menggunakan media air dan madu untuk mengatasi kesulitan siswa dalam pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/. Dengan penggunaan air dan madu sebagai media dalam pembelajaran berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa serta terjadi perubahan sikap, dimana siswa lebih aktif dan tertarik pada pelejaran serta tidak bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Untuk memperjelas gambaran tentang perkembangan prestasi siswa dari kondisi awal, Siklus I dan Siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Daftar Nilai Prestasi Belajar Siswa Antar Siklus Nilai

No Siswa Kondisi Awal Siklus I Siklus II KKM

1 R 40 40 70 60 2 I 40 60 80 60 3 A 20 40 60 60 4 N 50 50 80 60 Jumlah 150 190 290

Rata-rata

37,5 47,5 72,5

Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada kondisi awal

sampai kondisi akhir siklus II dapat dilihat pada grafik berikut ini :

66

Gambar 6.

Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Dari tabel 4 tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan kemapuan belajar siswa dari Siklus I di bandingkan dengan Siklus II, dimana nilai rata-rata pada Siklus I adalah 47,5 dan pada Siklus II nilai rata-rata menjadi 72,5 atau terdapat kenaikan sebesar 25 poin atau 52,6 %.

Sementara itu dari hasil pengamatan pada evaluasi proses pembelajaran diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 7. Hasil Pengamatan Terhadap Sikap Siswa Pada Siklus I dan Siklus II

No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan

Siklus I Siklus II

1 Perhatian siswa terhadap materi pelajaran

Ada 2 siswa kurang aktif

4 siswa aktif

2 Tanggungjawab dalam melaksanakan tugas

Ada 3 siswa kurang serius

4 siswa melaksanakan tugas dengan serius

3 Keberanian dalam menjawab pertanyaan

Ada 2 siswa yang kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru.

Ada 3 siswa mempunyai keberanian menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

4 Tanggapan siswa terhadap materi

Semua mengatakan tidak senang

4 siswa mengatakan senang

67

pelajaran

Dari hasil pengamatan sikap siswa seperti yang disajikan pada tabel 5

diatas dapat diketahui bahwa terjadi perubahan siswa yang sangat positif dimana semua siswa menjadi lebih aktif dan mempunyai perhaatian yang serius terhadap materi pelajaran serta mempunyai tanggung jawab dan keberanian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.

Peningkatan prestasi belajar siswa maupun peningkatan sikap siswa terhadap materi pelajaran menunjukkan adanya keberhasilan penggunaan media air dan madu dalam mengatasi kesulitan siswa pada pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/ pada pelajaran Bina Wicara.

Dengan demikian penggunaan media air dan madu dapat mengatasi kesulitan siswa tunarungu kelas D1 SLB-B Gemolong dalam pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/.

F. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti melalui evaluasi dalam bentuk tes dari kondisi awal, siklus I sampai siklus II terjadi peningkatan terhadap hasil belajar siswa, hasil tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut :

Tabel 8.

Rata-rata Nilai Belajar Siswa Pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

No. Keadaan Nilai Rata-rata

1 Kondisi awal 37,5

2 Siklus I 47,5

3 Siklus II 72.5

Dari hasil evaluasi belajar pada subjek penelitian dari kondisi awal

dengan rata-rata nilai 37,5 ke akhir siklus I mencapai rata-rata nilai 47,5 berarti mengalami kenaikan 10 poin atau 26,7 %. Dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan rata-rata nilai hasil belajar dari 47,5 menjadi 72,5 berarti terjadi peningkatan 25 poin atau 52,6 % . Dengan demikian dapat diketetahui peningkatan nilai rata-rata prestasi belajar siswa dari kondisi awal (37,5) ke kondisi akhir siklus II (72,5) berarti terjadi peningkatan sebesar 35 poin atau 93,3 %.

68

Gambar 7.

Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Belajar Siswa Pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

69

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah peneliti melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran, mulai dari

penyusunan dan pelaksanaan program, pengamatan dan penilaian serta refleksi

pada siklus I dan Siklus II, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa

dengan melalui penggunaan media air dan madu pada pembelajaran Bina Wicara,

dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta dapat mengatasi kesulitan

dalam pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/ bagi siswa tunarungu kelas D1

SLB-B Gemolong tahun pelajaran 2008-2009

B. Implikasi

Dengan terbuktinya hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu melalui

penggunaan media air dan madu dapat mengatasi kesulitan siswa dalam

pembentukan bunyi bahasa /ng/, /k/ dan /g/, bagi para guru khususnya guru SLB-

B sangatlah cocok untuk mempergunakan media air dan madu dalam proses

pembelajaran Bina Wicara agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat

tercapai secara optimal.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas penulis sampaikan saran sebagai berikut :

1. Hendaknya bagi guru SLB-B yang akan melaksanakan pembelajaran bina

59

70

wicara, maka air dan madu sangatlah cocok untuk dipergunakan sebagai

media belajar dalam mengatasi kesulitan pembentukan bunyi bahasa /ng/

/k/ dan /g/.

2. Hendaknya para siswa pada saat pembelajaran di kelas selalu mengikuti

petunjuk guru dalam menggunakan media air dan madu dalam

pembentukan bunyi bahasa pada pembelajaran Bina Wicara agar mencapai

hasil yang maksimal.

3. Untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran di kelas, hendaknya

sekolah menyediakan media pembelajaran yang sesuai dan memadahi.

71

DAFTAR PUSTAKA Basuki Wibawa, DR., Media Pengajaran, CV. Maulana, Bandung, 2001 Depdiknas, Pedoman Pembinaan Kegiatan Kesiswaan PK dan PLK, Depdiknas,

Jakarta, 2006 Didi Tarsidi, Istilah Pengganti Penyandang Cacat, online diakses 27 Maret 2009,

(http://d-tarsidi.blogspot.com/2009/01.penyandang-iketunaan-istilah-pengganti.html)

Diktat Pelatihan, Pemanfaatan Peralatan Audiometri, Bina Wicara, Bina Persepsi

Bunyi dan Irama, Fonetik Khusus, Yayasan Pangudi Luhur, Jakarta, 2002 Dinas Sosial, Definisi dan Kriteria PMKS, Online diakses 27 Maret 2009,

(http://www.humanitarianinfo.org/sumatra/relifrecovery/livelihood/does/doe/inforesources/DefinisidanKriteriaPMKSDINASSOSIAL.Pdf)

Dirjen PSLB, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar BKPBI, Depdiknas,

Jakarta, 2007 Early Education, Anak Berkebutuhan Khusus, Online diakses 5 Maret 2009,

(http://gulit1.wordpress.com/2009/03/05/anak-berkebutuhan-khusus/) Edja Sadjaah, Drs, dkk, Bina Wicara, Persepsi Bunyi dan Irama, Depdikbud,

Jakarta, 1995 Gorys Keraf, Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, Gramedia Widiasarana

Indonesia, Jakarta, 1991 http://www.ahmadsudrajat.files.wordpress.com , Online diakses 25 Juni 2009. Mulyani Sumantri, Dr. M.Ed, Strategi Belajar Mengajar, CV. Maulana, Bandung,

2001 Mulyono Abdurrahman, Dr, Pendidikan Luar Biasa Umum, Depdikbud, Jakarta,

1994 Murni Winarsih, Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu Dalam Pemerolehan

Bahasa, Depdiknas, Jakarta, 2007

72

Permanarian Somad, Definisai dan Klasifikasi Tunarungu, Online diakses 25 Maret 2009, (http://permanarian16.blogspot.com/search/label/Definisi.html)

Rohadi, Aristo dkk, Media Pendidikan, Depdikbud, Jakarta, 2003 Suharsimi Arikunto, Prof, Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Jakarta, 2007 Sutjihati Sumantri, HT, Dra, Psy Ch, Psykologi Anak Luar Biasa, Depdikbud,

Jakarta, 1996 Yosfan Afandi,Drs, Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Depdiknas,

2007