upaya masyarakat lampung saibatin dalam …digilib.unila.ac.id/56719/3/3. skripsi full tanpa bab...
TRANSCRIPT
UPAYA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DALAMMELESTARIKAN TRADISI NGARAK MAJU (TRADISI KEGIATAN
ARAK-ARAKAN MENGIRINGI PENGANTIN)(Studi di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat
Kota Bandar Lampung)
Skripsi
Oleh:
MUHAMMAD AMR ALFARIZI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
ABSTRAK
UPAYA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DALAM
MELESTARIKAN TRADISI NGARAK MAJU (TRADISI KEGIATAN
ARAK-ARAKAN MENGIRINGI PENGANTIN)
(Studi di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat
Kota Bandar Lampung)
Oleh
Muhammad Amr Alfarizi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya masyarakat Lampung Saibatin
dalam melestarikan tradisi ngarak maju. Tipe penelitian ini menggunakan tipe
penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 5
orang informan, Penentuan informan menggunakan metode purposive sampling.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara
dan dokumentasi penelitian. Dalam pengolahan data penulis menganalisis dengan
deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya
masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak maju adalah
suatu bentuk usaha yang dilakukan melalui ide dan gagasan pokok yang
dikembangkan oleh individu maupun kelompok untuk terus berupaya menjaga
dan melestarikan tradisi ngarak maju agar tradisi yang telah diwariskan dari
leluhur adat yang menjadi suatu kekayaan budaya yang dimiliki masyarakat
Lampung tidak hilang tergerus oleh zaman dan dapat diwariskan kepada generasi-
generasi selanjutnya sehingga tradisi ngarak maju ini tidak hilang dan dilupakan
oleh masyarakat Lampung Saibatin khususnya di kelurahan Negeri Olok Gading.
Kata kunci: upaya, pelestarian, tradisi ngarak maju
ABSTRACT
UPAYA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DALAM
MELESTARIKAN TRADISI NGARAK MAJU (TRADISI KEGIATAN
ARAK-ARAKAN MENGIRINGI PENGANTIN)
(Studi di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat
Kota Bandar Lampung)
Oleh
Muhammad Amr Alfarizi
This study aims to find out the efforts of the Saibatin Lampung community in
preserving the advanced tradition. This type of research uses a descriptive type of
qualitative research. Informants in this study consisted of 5 informants,
Determination of informants using purposive sampling method. The data source
in this study consists of primary data sources and secondary data. Data collection
techniques are carried out by observation, interviews and research documentation.
In processing data the author analyzes with qualitative descriptive. Based on the
results of the study it can be concluded that the efforts of the Saibatin Lampung
community in preserving the advanced tradition of tradition are a form of effort
carried out through key ideas and ideas developed by individuals and groups to
continuously strive to preserve and preserve the advanced tradition so that
traditions inherited from indigenous ancestors being a cultural property owned by
Lampung people is not lost eroded by the times and can be passed on to
subsequent generations so that the tradition of advanced marriages is not lost and
forgotten by the Saibatin Lampung community, especially in the District of Olok
Gading.
Key words: efforts, preservation, tradition of advancing
UPAYA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DALAMMELESTARIKAN TRADISI NGARAK MAJU (TRADISI KEGIATAN
ARAK-ARAKAN MENGIRINGI PENGANTIN)(Studi di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat
Kota Bandar Lampung))
Oleh
MUHAMMAD AMR ALFARIZI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarSARJANA SOSIOLOGI
Pada
Jurusan SosiologiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muhammad Amr Alfarizi,
dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1996 di Kota
Bandar Lampung. Penulis merupakan anak tunggal
dari pasangan Bapak Khairuddin, S.E. dan Ibu
Erniah. Alamat penulis di Kelurahan Kuripan,
Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar
Lampung.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis:
1. SD Negeri 1 Talang Kota Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun
2008.
2. SMP Negeri 6 Bandar Lampung Kota Bandar Lampung yang diselesaikan
pada tahun 2011
3. SMA Negeri 8 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2014. Penulis pernah mengkuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bertempat di Desa Air Kubang Kecamatan Air
Naningan Kabupaten Tanggamus dan melalui skripsi ini peneliti akan segera
menamatkan pendidikan jenjang S1.
MOTTO
“Melestarikan Warisan Budaya, Merupakan Upaya Menjaga IdentitasBangsa.
(Kihajar Dewantara)
“Usaha yang dilandasi keyakinan, maka itulah versi terbaik dari suatuproses”
(Muhammad Amr Alfarizi)
“Kesuksesan ada karena adanya suatu alasan, maka teruslah berjuang demialasan itu”
(Muhammad Amr Alfarizi)
PERSEMBAHAN
Allah SWT, Rabb semesta alam dengan harapan menjadi nilai ibadah di sisiNya.
Ayah dan Ibuku Tercinta
Khairuddin, S.E.Erniah
Seluruh Dosen Jurusan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
Kawan-kawan seperjuanganku
Sosiologi 2014
Almamaterku
Keluarga Besar SosiologiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
Dan semua orang-orang baik dan terkasih yang sudah membantu penulis hingga
sampai tahap sekarang ini.
Terima kasih atas dukungan, doa, saran, kritik yang telah diberikan kepadaku,semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik kepada kita semua. Aamiin.
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang mana dengan tanpa
henti melimpahkan nikmat dan karunia kepada makhluk-Nya. Dengan nikmat
yang terkadang Penulis sendiri tidak menyadarinya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “UPAYA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN
DALAM MELESTARIKAN TRADISI NGARAK MAJU (TRADISI
KEGIATAN ARAK-ARAKAN MENGIRINGI PENGANTIN)” yang diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Banyak bantuan, petunjuk, dan motivasi dari berbagai pihak untuk menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada :
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Ikram, M.Si Selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang sudah memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi
yang merupakan salah satu proses dalam penyelasaian gelar S1.
4. Bapak Damar Wibisono, S. Sos., M.A. Selaku sekretaris jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang sudah
sangat membantu penulis berproses dalam upaya penyelesaian gelar S1.
5. Ibu Yuni Ratnasari, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik saya yang
selalu memberikan saya arahan, saran, dan motivasi kepada saya agar saya
dapat dengan segera menyelesaikan pencapaian gelar S1.
6. Bapak Drs. Abdul Syani, M.IP selaku Pembimbing Dosen yang telah memberi
petunjuk, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Pairul Syah, MH selaku Pembahas Dosen yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi.
8. Seluruh DOSEN FISIP Unila yang telah membekali ilmu pengetahuan selama
masa perkuliahan.
9. Seluruh Staf Administrasi FISIP Unila yang telah membantu dan melayani
segala administrasi perkuliahan.
10. Seluruh informan yang telah meluangkan waktu dan memberikan informasi
untuk melengkapi materi skripsi ini.
11. Ayah dan Ibunda tercinta, tiada kata yang dapat kutulis untuk semua
pengorbanan, cucuran keringat, dan curahan kasih sayang yang selama ini
kurasakan serta doa yang selalu menyertai langkahku.
12. Sahabat-sahabat yang telah menemani masa-masa studiku di Sosiologi,
wahyu, Faris, Ferdi, Riko, Ferdinan, Faisal, Putri, Fika,dan bunga makasih ya
atas semangat dan kebersamaannya selama ini dalam suka maupun duka,
semoga persahabatan kita tetap abadi selamanya.
13. Teman-teman seperjuangan Sosiologi 2014, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, terima kasih untuk kerjasamana sejak awal perkuliahan dan
seterusnya.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
15. Almamater Tercinta.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua. Amiin.
Bandar Lampung, 02 April 2019Tertanda,
Muhammad Amr AlfariziNPM. 1416011056
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRACT
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL DALAM
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PEGESAHAN
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
MOTTO
PERSEMBAHAN
SANWACANA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................9
C. Tujuan Penelitian..................................................................................10
D. Manfaat Penelitian................................................................................10
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................11
A. Masyarakat Lampung Saibatin.............................................................11
B. Tinjauan Tentang Budaya....................................................................12
C. Tinjauan Tentang Tradisi.....................................................................19
D. Tinjauan Tentang Upaya Pelestarian Tradisi Ngarak Maju.................21
xv
III. METODE PENELITIAN..................................................................30
A. Jenis Penelitian.....................................................................................30
B. Lokasi Penelitian..................................................................................31
C. Fokus Penelitian...................................................................................31
D. Urgensi Penelitian................................................................................32
E. Teknik Penentuan Informan.................................................................33
F. Sumber Data.........................................................................................34
G. Teknik Pengumpulan Data...................................................................35
H. Pengolahan dan Analisis Data..............................................................38
I. Keabsahan Data atau Informasi............................................................43
J. Kerangka Berpikir................................................................................45
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN...........................49
A. Sejarah Kelurahan Negeri Olok Gading...............................................49
B. Keadaan Geografis...............................................................................52
C. Keadaan Demografis............................................................................54
D. Hirarhi Penyimbang Marga Balak Negeri Olok Gading......................59
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................61
A. Deskripsi Hasil Penelitian....................................................................61
B. Tabel Deskripsi Hasil Penelitian..........................................................82
C. Pembahasan..........................................................................................86
VI. KESIMPULAN DAN DARAN........................................................93
A. Kesimpulan..........................................................................................93
B. Saran....................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................96
LAMPIRAN........................................................................................................99
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Kependudukan Kelurahan Negeri Olok Gading.............................54
2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur..........................................55
3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.....................................56
4. Jumlah Penduduk Menurut Agama.........................................................56
5. Jumlah Penduduk Menurut Etnis............................................................57
6. Deskripsi Hasil Penelitian.......................................................................82
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Fikir...................................................................................................48
2. Rumah Adat Kebandaran Marga Balak Lampung Saibatin..............................52
3. Peta Wilayah Administratif Kelurahan Negeri Olok Gading...........................53
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lampung merupakan salah satu nama provinsi di negara Indonesia yang terletak
di pulau Sumatera. Letak provinsi Lampung berada di bagian paling selatan pulau
Sumatera dengan ibukota Bandar Lampung. Lampung memiliki potensi alam
yang sangat beragam. Selain sumber daya alam yang begitu melimpah, letaknya
yang berbatasan langsung dengan lautan membuat Lampung memiliki potensi
kekayaan laut yang sangat melimpah. Selain kekayaan alam yang melimpah,
Lampung juga memiliki kekayaan budaya yang tidak kalah tersohor bila
dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di pulau Sumatera.
Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan
Lampung Jurai Pepadun. Dapat dikatakan Jurai Saibatin dikarenakan orang yang
tetap menjaga kemurnian darah dalam kedudukan adat (kepunyimbangan).
Sedangkan ciri orang Lampung Jurai Pepadun yaitu masyarakatnya menggunakan
dialek bahasa “Nyo” atau berlogat “O” dan sebagian masyarakatnya
menggunakan dialek bahasa “Api” atau berlogat “A” dan juga orang Lampung
Pepadun merupakan suatu kelompok masyarakat yang ditandai dengan upacara
adat naik tahta dengan menggunakan adat upacara yang disebut “Pepadun”.
2
Ditinjau dari seni dan budayanya, Lampung memiliki kebudayaan dan adat
istiadat yang unik di negara Indonesia. Sebagaimana masyarakat lainnya,
Lampung juga memiliki kebudayaan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan
semata, tetapi juga menjadi jati dirinya sebagai suku bangsa. Etnis Lampung yang
biasa disebut Lampung-Ulun (Ulun Lampung/Orang Lampung) secara tradisional
geografis adalah suku yang menempati seluruh provinsi Lampung dan sebagian
provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah.
Orang Lampung yang dimaksud adalah penduduk asli yang sudah mendiami
daerah Provinsi Lampung jauh sebelum kedatangan kaum transmigran dan
berbagai pendatang dari suku bangsa lain. Jumlah populasi mereka sekarang
sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk pendatang yang
kebanyakan berasal dari Jawa. Karena jumlah penduduk yang berasal dari Jawa
jauh lebih banyak maka pengaruh kebudayaan Jawa pada pergaulan antar suku
bangsa di Lampung masa sekarang cukup besar.
Begitu beragam budaya yang ada di Indonesia, setiap daerah memiliki adat
istiadat sendiri yang khas. Ada banyak budaya daerah yang juga masih lestari
hingga kini. Salah satunya seperti yang ada di Lampung, yakni Ngarak Maju.
Ngarak maju merupakan suatu tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat
Lampung dalam acara perkawinan pada masyarakat Lampung khususnya pada
masyarakat Lampung Saibatin.
Pada masyarakat adat yang masih kuat memegang prinsip kekerabatannya,
perkawinan merupakan nilai untuk meneruskan keturunan mempertahankan
silsilah dan kedudukan sosial. Menurut Hilman Hadikusuma, (1990) pada
3
dasarnya menurut konsepsi hukum adat, perkawinan disamping bertujuan untuk
membangun dan memelihara serta membina hubungan kekerabatan yang rukun
dan damai yang juga menyangkut harga diri dan martabat dari keluarga/kerabat
yang mengatur proses pemilhan jodoh dan tata cara perkawinan .
Menurut Undang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-Undang
No.1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Bachtiar (2004), perkawinan adalah pintu bagi bertemunya dua hati
dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang
lama, yang didalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan hak yang layak,
bahagia, harmonis serta mendapatkan keturunan. Perkawinan itu merupakan
ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari
masing-masing untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan di bumi.
Di dalam perkawinan terdapat berbagai macam adat perkawinan seperti suku
Lampung. Perkawinan adat Lampung dibagi menjadi dua yaitu Lampung Saibatin
dan Lampung Pepadun.
Sistem perkawinan dalam masyarakat lampung Saibatin menurut ketentuan-
ketentuan adat sistem perkawian masyarakat Lampung Saibatin yang menganut
garis keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu :
4
1. Sistem Perkawinan Nyakak Atau Matudau.
Sistem ini disebut juga sistem perkawinan Jujur karena lelaki mengeluarkan
uang untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis
(calon istri). Sistem nyakak atau mantudau dapat di laksanakan dua cara yaitu
dengan cara sebambangan dan cara tekahang (sakicik-betik) yang dilakukan
dengan cara terang-terangan.
2. Sistem perkawinan Cambokh Sumbay atau Semanda
Sistem perkawinan Cambokh Sumbay disebut juga Perkawianan semanda,
yang sebenarnya adalah bentuk perkawinan yang calon suami tidak
mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak isteri, sang pria setelah
melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya terhadap
keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus dan
melaksankan tugas-tugas di pihak isteri.
Proses perkawinan dalam masyarakat Lampung Pepadun dapat didahului degan
dua cara yaitu dengan didahului lamaran dan tanpa didahului lamaran. Perkawinan
yang didahului dengan lamaran yaitu perkawinan jujogh (jujur), sedangkan
perkawinan yang tanpa didahului lamaran yaitu Setinjuk’an. Perkawinan jujogh
(jujur) adalah perkawinan yang dilakukan dengan pembayaran jujur dari pihak
pria kepada pihak wanita dengan tujuan memasukan wanita kedalam kerabat
suaminya. Sedangkan perkawinan secara Setinjuk’an (kawin lari) adalah
perkawinan dengan cara melarikan gadis yang akan di nikahi oleh bujang dengan
persetujuan si gadis, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang dianggap dapat
menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat serta sikap
orang tua yg belum merestui anaknya untuk berkeluarga, maka sebelum
5
melakukan setinjuk’an tersebut bujang dan gadis sudah sepakat melakukan kawin
lari tanpa diketahui kedua orang tua mereka.
Kebudayaan Lampung meliputi rumah adat, berbagai tarian tradisional, pakaian
adat, tradisi pernikahan, juga berbagai kuliner khas. Lampung memiliki banyak
kebudayaan atau tradisi antara lain Tradisi Budaya Ngarak Maju, Adat Manjau
Pedom, Cempala Khua Belas dan masih banyak lagi. Namun yang paling menarik
dari semua tradisi atau kebudayaan Lampung Saibatin ini adalah tradisi Ngarak
Maju.
Masyarakat Lampung Saibatin masih terus melestarikan budaya mereka dalam
setiap perhelatan pesta adat digelar. Budaya itu diwariskan secara turun temurun
dari generasi ke generasi berikutnya. Mereka berusaha menerjang arus globalisasi
yang kian merongrong warisan budaya leluhur. Nyatanya masyarakat Kelurahan
Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat bisa terus melestarikan
budaya daerahnya.
Sujarwo (2015) mengatakan bahwa Ngarak Maju sendiri adalah prosesi yang
harus dilakukan pengantin dalam upacara pernikahan. Ngarak Maju diikuti oleh
“Maju” dan “Bunnting”. Maju adalah sebutan untuk pengantin perempuan,
sementara Bunnting ialah sebutan untuk pengantin laki-laki. Untuk prosesinya
sendiri, diawali dengan mengarak dua pengantin dari rumah mempelai pria atau
yang disebut gedong dalom dalam istilah bahasa daerah, lalu menuju ke rumah
sesepuh adat yang ada di sana. Di rumah sesepuh adat mereka akan berganti
pakaian dan diarak menuju ke gedung dalom.
6
Tradisi Budaya Ngarak adalah tradisi dalam adat perkawinan pada masyarakat
Lampung dikenal dengan istilah Ngarak Maju. Ngarak menurut istilah arak -
arakan dan Maju adalah Pengantin. Maka dapat diartikan Ngarak Maju adalah
Adat arak - arakan pengantin Lampung yang dilakukan di tempat pihak pengantin
pria, guna memberi tanda bahwa si pria telah resmi menikahi pengantin wanita.
Dalam tradisi ngarak maju tersebut unsur Budaya Islam yang masuk kedalamnya
adalah penggunaan alat musik Rabana sebagai alat musik pengiring arak - arakan
dan dilantunkan solawatan serta Syair Arab yang dikenal oleh masyarakat dengan
istilah Dzikir Lama dan Dzikir Baru.
Begitu juga dengan pengantin yang telah tiba di rumah pihak pengantin pria maka
keluarga pengantin pria tersebut wajib menyambut rombongan arak-arakan
tersebut dengan melantunkan syair arab. Acara ini dilakukan sebelum proses
ngarak maju dikediaman pengantin pria.
Selama prosesi ngarak, dimana pengantin wanita diarak menggunakan Juli, Juli
ini merupakan semacam tandu khas Lampung yang ditutup menggunakan kebung
(kelambu) berwarna putih dan transparan. Juli ini tidak sembarangan bisa dipakai
oleh mempelai pengantin. Hanya keluarga keturunan saibatin lah yang bisa
menggunakan juli ini. Mempelai pria berjalan bersama panakauan di belakang
mempelai wanita. Panakauan merupakan muli (ramaja perempuan) yang masih
meliliki garis keturunan saibatin. Berbagai dendang dan syair-syair khas Lampung
pun didendangkan. Persis berada di depan pengantin wanita yang diarak ada
rombongan penabuh rebana dan pelantun lagu. Mereka bernyanyi penuh riang
gembira mengiringi maju dan bunnting (Sujarwo, 2015)
7
Sementara didepan penabuh rebana ada muli mekhanai (Remaja pria dan remaja
wanita) yang menarikan khudat. Khudat ini harus ditampilkan dalam perhelatan
adat keturunan Saibatin. Para mekhanai memakai sapu tangan yang mereka
gerakan sesuai irama tabuh rebana. Sedangkan para muli dilengkapi dengan
selendang yang juga digerakan sesuai irama. Mereka menari sangat kompak dan
penuh dengan suka cita. Gerakan mereka sangat sederhana namun begitu lincah
dan energik sehingga enak dilihat. Mereka terus menari sambil berjalan di depan
maju yang sedang diarak. Mereka berbaris rapih memanjang mengikuti alur jalan
yang mereka lalui.
Pengiring lain adalah Pitcak Khakot (penari pencak silat khas Lampung) berada di
barisan paling depan. Mereka memperagakan gerakan pitcak khakot yang begitu
khas menggunakan sebilah pedang. Pakaian yang dikenakan oleh para pesilat
Lampung ini yakni hinjang bulipat (kain sarung yang dilipat) dan iket pujuk
(Penutup kepala khas Lampung). Hinjang bulipat ini merupakan kain sarung yang
dilipat dan dikenakan hingga sebatas lutut. Mereka pun sangat sigap dan cekatan
mengikuti tabuh rebana yang terus ditabuh dengan penuh semangat. Para pesilat
Lampung ini baru akan berhenti saat mereka sampai di Gedung dalom (Sujarwo,
2015)
Sesampainya di depan gedong dalom, maju kemudian diturunkan dan mulai
berjalan diatas talam. Talam ini merupakan kuningan yang dibuat pipih dan lebar
dengan sedikit ornamen khas Lampung di bagian pinggirnya. Sebelum maju
berjalan diatas talam, tanah dilapisi menggunakan appai (tikar), kemudian
dipasangkan kain putih diatasnya dan talam diletakkan pada kain putih yang
dibentangkan hingga menuju depan pintu. Maju dan bunnting tidak diperkenankan
8
menginjak tanah selama prosesi ini berlangsung. Talam itu terus dipindahkan dari
satu langkah menuju langkah berikutnya hingga kedua mempelai sampai di depan
pintu. Prosesi ini merupakan bentuk kehormatan untuk kedua mempelai.
Ada tetua adat setempat yang menggunakan salam pembukaan sebelum kedua
mempelai memasuki gedong dalom. Nantinya akan ada yang membalas salam
pembuka yang dilantunkan oleh tetua adat setempat. Saat sudah dibalas, maka
keduanya langsung mengikuti proses selanjutnya. Itulah gambaran prosesi ngarak
maju (Sujarwo, 2015).
Tradisi Ngarak Maju merupakan warisan dari leluhur yang harus dilestarikan dan
dijaga keutuhanya agar kebudayaan tersebut tidak hilang dan bisa menjadi
warisan kedepan. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab para generasi muda dan
juga perlu dukungan dari berbagai pihak, karena ketahanan budaya merupakan
salah satu Identitas kearifan lokal. Pentingnya melestarikan tradisi ngarak maju
adalah karena tradisi ini merupakan salah satu wujud dari kekayaan budaya yang
dimiliki di Indonesia yang harus dijaga kemurnian dan keutuhannya agar generasi
kedepan dapat mengetahui dan mengambil peran dalam tradisi ngarak maju yang
merupakan warisan dari leluhur mereka khususnya masyarakat Lampung Saibatin.
Kebanggaan bangsa Indonesia akan budaya yang beraneka ragam sekaligus
mengundang tantangan bagi seluruh rakyat untuk mempertahankan budaya lokal
agar tidak hilang ataupun dicuri oleh bangsa lain.
Dari tata cara atau prosedur Ngarak Maju itu sudah banyak kasus bahwa budaya
lokal banyak yang dicuri karena ketidak pedulian paragenerasi penerus, dan ini
merupakan pelajaran berharga karena Kebudayaan Bangsa Indonesia adalah harta
9
yang mempunyai nilai yang cukup tinggi di mata masyarakat dunia. Dengan
melestarikan budaya lokal maka akan menjaga budaya bangsa dari pengaruh
budaya asing, dan menjaga agar budaya kita tidak diakui oleh Negara lain.
(khoiratun, 2015).
Seiring berkembangnya zaman menimbulkan perubahan pola hidup masyarakat
yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang
mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal. Begitu banyak
faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya
masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing adalah hal yang wajar
dikarenakan suatu negara tentu akan membutuhkan input-input berupa budaya
asing dengan syarat budaya itu sejalan dengan budaya kita ini (khoiratun, 2015).
Oleh karena itu, masyarakatLampung khususnya masyarakat kelurahan Negeri
Olok Gading harus berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan budaya lokal.
Hal ini bertujuan agar budaya tersebut tidak hilang tergerus zaman. Berdasarkan
kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang upaya masyarakat
Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi Ngarak Maju.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat di indentifikasi
beberapa permasalahan dalam penelitian ini:
1. Mengapa perlu dilakukan upaya pelestarian tradisi ngarak maju?
2. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk melestarikan tradisi ngarak maju?
10
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari perlunya dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pentingnya dilakukan upaya pelestarian tradisi ngarak maju.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam melestarikan tradisi ngarak maju.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis: Menambah wacana baru tentang studi masalah fenomenologi
khususnya tentang bagaimana upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam
melestarikan tradisi ngarak maju, sehingga dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan peneliti dalam melaksanakan peneliti dibidang
berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis; Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana
upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak maju.
b. Bagi Masyarakat; Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang upaya
masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak maju.
c. Bagi Pemerintah; Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan pertimbangan
dan acuan kepada pemerintah dalam merespon upaya masyarakat Lampung
Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak maju.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Masyarakat Lampung Saibatin
Suku Saibatin merupakan salah satu suku asli dari provinsi Lampung. Suku ini
mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang timur, selatan, sampai ke
barat. Wilayah persebaran suku Saibatin ini mencakup kabupaten Lampung
Timur, Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten
Pesawaran, Kabupaten Tanggamus, dan kabupaten Lampung Barat. Seperti juga
Suku Pepadun, Suku Saibatin atau Peminggir menganut sistem kekerabatan
patrilineal atau mengikuti garis keturunan ayah. Meski demikian, Suku Saibatin
memiliki “Saibatin” bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Hal ini
sesuai dengan kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi. Tatanan
sosial dalam Suku Saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi
kepemimpinan. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena
kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan. Tidak seperti
Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu yang dapat mengubah status sosial
seseorang dalam masyarakat. Ciri lain dari suku saibatin bisa dilihat dari
perangkat yang dipakai dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk dari siger
(sigekh), siger ini merupakan mahkota pengantin suku saibatin yang mempunyai
tujuh lekuk atau pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh lekuk pucuk itu melambangkan
12
tujuh adok (gelar) yaitu; suttan, raja jukuan atau depati, batin, radin, minak,
kimas, dan mas. (Arifki, 2017)
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lampung
Saibatin adalah masyarakat provinsi Lampung yang mendiami daerah pesisir
Lampung. Masyarakat Lampung Saibtain menganut sistem patrilinear yaitu garis
keturunan melalui orang tua laki-laki. Suku Saibatin memiliki “Saibatin”
bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Tatanan sosial dalam Suku
Saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi kepemimpinan. Budaya
Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya
dapat diwariskan melalui garis keturunan.
B. Tinjauan tentang budaya
1. Pengertian Budaya
Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak
dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan
akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi
budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.
Menurut Bungaran Antonius Simanjuntak dalam bukunya yang berjudul “Korelasi
Kebudayaan dan Pendidikan :Membangun Pendidikan Berbasis Budaya Lokal”
mengemukakan pendapatnya mengenai konsep kebudayaan sebagai berikut:
Secara umum sudah biasa disebutkan bahwa kebudayaan dipandang berasal dari
bahasa Sansekerta “buddhayah” yang diartikan sebagai bentuk jamak dari konsep
13
budhi dan dhaya (akal). Kebudayaan memiliki tiga unsur utama yang sama yang
kemudian dinamakan cipta, rasa, dan karsa.” (Antonius, 2014).
Pengertian kebudayaan diatas, dapat dikatakan bahwa kebudayaan yaitu adalah
suatu karya yang diciptakan melalui akal dan pikiran manusia yang kemudian
berlangsung secara terus-menerus sebagai suatu ciri khas dari akal yang telah
diimplementasikan dalam kehidupan sehingga menimbulkan cipta, rasa, dan
karsa.
Menurut Koentjaraningrat didalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu
Antropologi (1979) mengemukakan bahwa menurutnya muncul teori kebudayaan
yang wujudnya terbagi menjadi tiga. Koentjaraningrat merumuskan ketiga gejala
kebudayaan itu menjadi demikian :
a) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya.
b) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
c) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Dari konsep kebudayaan yang dikemukaan Koentjaraningrat diatas, dapat
dikatakan bahwa kebudayaan diciptakan dari hasil pemikiran, ide, gagasan,
peraturan, dan lain sebagainya. Kebudayaan merupakan suatu aktivitas dan telah
tertata dan terpola dari manusia kedalam kehidupan masyarakat dimana dari hasil
tersebut akan menciptakan suatu kebiasaan-kebiasaan dan hasil karya.
14
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-
Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, Taman religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi
ciri khas suatu masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Kebudayaan menurut Ellwood (dikutip: Abu Ahmadi, 2007) ini, dinyatakan
bahwa “kebudayaan ini mencakup benda-benda material dan spiritual, yang pada
kedua-duanya diperoleh dalam interaksi kelompok atau dipelajari dalam
kelompok. Juga kebudayaan itu menurut Ellwood mencakup kekuatan untuk
menguasi alam dan dirinya sendiri”.
Edward B Taylor (dikutip: Samuel Gunawan, 1999), budaya adalah “suatu
kebutuhan komplek yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan,
hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
15
Menurut Linton (1999) budaya adalah “keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan
pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh
anggota suatu masyarakat tertentu”.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu
karya yang diciptakan oleh manusia melalui akal dan pikiran yang berlangsung
terus menerus sehingga menjadi suatu ciri khas didalam kehidupan manusia yang
dapat menimbulkan cipta, rasa, dan karsa. dapat dikatakan bahwa kebudayaan
diciptakan dari hasil pemikiran, ide, gagasan, peraturan, dan lain sebagainya.
budaya merupakan kebiasaan yang terdapat pada suatu masyarakat tertentu.
Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial.
2. Unsur-unsur kebudayaan
Pendapat yang dikemukakan oleh Melville J. Herskovits bahwa unsur pokok
kebudayaan terbagi menjadi empat bagian yaitu: Alat-alat teknologi, Sistem
ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik.
Sedangkan Bronislaw Malinowski, menyebut unsur-unsur kebudayaan antara lain:
a) Sistem normal yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
b) Organisasi ekonomi.
c) Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang utama.
16
d) Organisasi kekuatan.
Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai culture universal, yaitu:
a) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor dan sebagainya.
b) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
c) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,
sistem perkawinan).
d) Bahasa (lisan maupun tertulis).
e) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya). f. Sistem
pengetahuan.
f) Religi (sistem kepercayaan).
Selain itu, beberapa unsur-unsur budaya atau kebudayaan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kebudayaan Material (Kebendaan), adalah wujud kebudayaan yang berupa
benda-benda konkret sebagai hasil karya manusia, seperti rumah, mobil,
candi, jam, benda-benda hasil teknologi dan sebagainya.
2. Kebudayaan nonmaterial (rohaniah) ialah wujud kebudayaan yang tidak
berupa benda-benda konkret, yang merupakan hasil cipta dan rasa manusia,
seperti:
17
a) Hasil cipta manusia, seperti filsafat serta ilmu pengetahuan, baik yang
berwujud teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam
kehidupan masyarakat (pure sciences dan applied sciences).
b) Hasil rasa manusia, berwujud nilai-nilai dan macam-macam norma
kemasyarakatan yang perlu diciptakan untuk mengatur masalah-masalah
sosial dalam arti luas, mencakup agama (religi, bukan wahyu), ideologi,
kebatinan, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia
sebagai anggota masyarakat.
3. Ciri-ciri Kebudayaan
Ada beberapa macam ciri-ciri budaya atau kebudayaan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Budaya bukan bawaan tapi dipelajari.
b. Budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok
dan dari generasi ke generasi.
c. Budaya berdasarkan simbol.
d. Budaya bersifat dinamis, suatu sistem yang terus berubah sepanjang waktu.
e. Budaya bersifat selektif, merepresentasikan pola-pola perilaku pengalaman
manusia yang jumlahnya terbatas.
f. Berbagai unsur budaya saling berkaitan.
g. Etnosentrik (menganggap budaya sendiri sebagai yang terbaik atau standar
untuk menilai budaya lain).
Selain penjelasan ciri-ciri budaya atau kebudayaan di atas, kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat Indonesia mempunyai ciri atau sifat yang sama. Dimana
18
sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri yang sama bagi semua kebudayaan
manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkungan alam, atau pendidikan. Yaitu
sifat hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya dimanapun. Sifat hakiki dari
kebudayaan tersebut antara lain :
1. Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2. Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-
tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan
tindakan-tindakan yang diizinkan.
4. Fungsi Budaya
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota- anggotanya
seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat
itu sendiri tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat
memerlukan pula kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-
kebutuhan masyarakat tersebut di atas untuk sebagian besar dipenuhi oleh
kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian
besar karena kemampuan manusia terbatas sehingga kemampuan kebudayaan
yang merupaka hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala
kebutuhan.
19
C. Tinjauan Tentang Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian
yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu
negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar
dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi kegenerasi baik
tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu teradisi dapat
punah.
Tradisi merupakan warisan atau norma adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta.
Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak dapat diubah. Tradisi justru diperpadukan
dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhnnya.
Manusia yang membuatkan ia yang menerima, ia pula yang menolaknya atau
mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita
perubahan-perubahan manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola
kebudayaan yang sudah ada (Van Reusen, 1992).
Tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa
lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak atau
dilupakan. Disini tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari
masa lalu. Seperti yang dikatakan Shils (1981:12), tradisi berarti segala sesuatu
yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini. Kriteria tradisi dapat
lebih dibatasi dengan mempersempit cakupannya. Dalam pengertian yang lebih
sempit ini tradisi hanya berarti bagian-bagian warisan sosial khusus yang
20
memenuhi syarat saja yakni yang tetap bertahan hidup di masa kini (Piotr
Sztompka, 2011).
Pengertian tradisi menurut Bastomi adalah roh dari sebuah kebudayaan, dengan
tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Jika tradisi dihilangkan maka ada
harapan suatu kebudayaan akan berakhir saat itu juga. Setiap sesuatu menjadi
tradisi seringkali sudah teruji tingkat efektifitasnya dan tingkat efisiensinya.
Efektifitas dan efisiensinya selalu mengikuti perjalanan perkembangan unsur
kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam mengatasi persoalan jika
tingkat efektifitas dan efisiennya rendah akan segera ditinggalkan oleh pelakunya
dan tidak akan menjadi sebuah tradisi. Tentu saja suatu tradisi akan pas dan cocok
sesuai situasi dan kondisi masyarakat yang mewarisinya. (Bastomi, 1984).
menurut Coomans, M. Tradisi adalah suatu gambaran sikap dan perilaku manusia
yang sudah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun
dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang sudah membudaya akan menjadi sumber
dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. (Coomans, M. 1987).
Pengertian tradisi menurut Soerjono Soekamto adalah kegiatan yang dilakukan
oleh sekelompok masyarakat dengan secara berulang-ulang. (Soerjono Soekamto,
1990).
Pengertian tradisi menurut WJS Poerwadaminto adalah segala sesuatu yang
menyangkut kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan secara terus menerus,
seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga kepercayaan. (Poerwadaminto, 1976)
21
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tradisi merupakan suatu
kebiasaan yang dilahirkan oleh masyarakat yang telah disepakati bersama dan
dilakukan secara terus-menerus yang menggambarkan sikap dan prilaku
masyarakat serta menjadi warisan bagi masyarakat sehingga perlu dilestarikan
sebagai bentuk dari kebudayaan.
D. Tinjauan Tentang Upaya Pelestarian Tradisi Ngarak Maju
1. Pengertian Upaya
Menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional (2008), “upaya adalah
usaha, akal atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan,
mencari jalan keluar, dan sebagainya”. Selanjutnya menurut Tim Penyusun
Departemen Pendidikan Nasional (2008), “mengupayakan adalah mengusahakan,
mengikhtiarkan, melakukan sesuatu untuk mencari akal (jalan keluar) dan
sebagainya”.
Upaya adalah suatu usaha untuk menyampaikan maksud, akal, dan ikhtisar.
Upaya merupakan segala sesuatu yang bersifat mengusahakan terhadap sesuatu
hal supaya dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan maksud,
tujuan, dan fungsi serta mandaat suatu hal tersebut dilaksanakan.
(Poerwadarminta, 1991).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upaya adalah suatu usaha
yang dilakukan dengan maksud tertentu agar semua permasalahan yang ada dapat
terselesaikan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. upaya
22
merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi suatu
permasalahan yang ada yang ditunjang dengan sarana dan prasarana serta ide dan
gagasan seseorang atau kelompok yang bertujan agar dapat menemukan
pemecahan permasalahan yang ada sehingga dapat diminimalisir dan diatasi.
2. Pengertian Pelestarian
Pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata lestari, yang artinya
adalah tetap selama-lamanya tidak berubah. Kemudian dalam penggunaan bahasa
Indonesia, penggunaan awalan pe- dan akhiran –an artinya digunakan untuk
menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja). (Endarmoko, 2006).
A.W. Widjaja (1986) mengartikan pelestarian sebagai kegiatan atau yang
dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan
tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat
dinamis, luwes, dan selektif (Ranjabar, 2006).
Lebih rinci J.M Dureau dan D.W.G. Clements, menyatakan bahwa istilah
pelestarian meliputi 3 ragam kegiatan, yaitu:
a) kegiatan-kegiatan yang ditunjukan untuk mengontrol lingkungan perpustakaan
agar dapat memenuhi syarat-syarat pelestarian bahan-bahan pustaka yang
tersimpan didalamnya;
b) berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperpanjang
umur bahan pustaka, misalnya dengan cara deasidifikasi, restorasi, atau
penjilidan ulang; dan
23
c) seluruh kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengalihkan isi
informasi dari satu bentuk format atau materi ke bentuk lain. Setiap kegiatan
menurut kategori-kategori tersebut itu tentu saja masih dapat dikembangkan
lagi ke dalam berbagai aktivitas lain yang lebih khusus dan rinci. (Gardjito,
1991).
Berdasarkan tiga ragam istilah di atas dapat disimpulkan bahwa, definisi
pelestarian adalah sebuah upaya yang berdasar dan dasar ini disebut juga faktor-
faktor yang mendukung, baik dari dalam maupun dari luar hal yang dilestarikan.
Oleh karena itu, sebuah proses atau tindakan pelestarian mengenal strategi
maupun teknik yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisinya masing-masing
(Alwasilah, 2006).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan pelestarian dan
kelestarian adalah upaya untuk membuat sesuatu tetap selama-lamanya tidak
berubah yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu, guna
mewujudkan tujuan tertentu di aspek stabilisasi manusia, serta kegiatan
pencerminan dinamika seseorang.
3. Pelestarian Budaya
Mengenai pelestarian budaya lokal, Jacobus Ranjabar (2006) mengemukakan
bahwa pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah mempertahankan
nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang
bersifat dinamis, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu
berubah dan berkembang.
24
Salah satu tujuan diadakannya pelestarian budaya adalah juga untuk melakukan
revitalisasi budaya (penguatan). Mengenai revitalisasi budaya Prof. A.Chaedar
Alwasilah adanya tiga langkah mengatakan, yaitu :
1. pemahaman untuk menimbulkan kesadaran,
2. perencanaan secara kolektif, dan
3. pembangkitan kreatifitas kebudayaan.
Pelestarian adalah sebuah upaya yang berdasar, dan dasar ini disebut juga faktor-
faktor yang mendukungnya baik itu dari dalam maupun dari luar dari hal yang
dilestarikan.
Maka dari itu, sebuah proses atau tindakan pelestarian mengenal strategi atapun
teknik yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisinya masing-masing ( Chaedar,
2006)
Menjadi sebuah ketentuan dalam pelestarian budaya akan adanya wujud budaya,
dimana artinya bahwa budaya yang dilestarikan memang masih ada dan diketahui,
walaupun pada perkembangannya semakin terkisis atau dilupakan. Pelestarian itu
hanya bisa dilakukan secara efektif manakala benda yang dilestarikan itu tetap
digunakan dan tetap ada dijalankan. Kapan budaya itu tak lagi digunakan maka
budaya itu akan hilang. Kapan alat-alat itu tak lagi digunakan oleh masyarakat,
alat-alat itu dengan sendirinya akan hilang (Prof. Dr. I Gede Pitana, Bali Post,
2003)
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelestarian budaya merupakan
suatu upaya yang berlandasan pada kebudayaan yang dilakukan oleh seseorang
25
atau kelompok dalam mempertahankan nilai-nilai seni budaya dan nilai
tradisional yang ada pada masyarakat agar tidak hilang dan berlangsung terus-
menerus dengan strategi ataupun teknik yang didasarkan pada kebutuhan dan
kondisi.
4. Upaya-upaya Pelestarian Kebudayaan Asli Bangsa Indonesia
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 52 tahun 2007 tentang
pedoman Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya
masyarakat pasal 3 yang berbunyi :
Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat
dilakukan dengan :
a. konsep dasar
b. program dasar; dan
c. strategi pelaksanaan.
Dan dalam pasal 4 yang berbunyi tentang :
Konsep dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi :
a. pengakomodasian keanekaragaman lokal untuk memperkokoh kebudayaan
nasional.
b. penciptaan stabilitas nasional, di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, agama maupun pertahanan dan keamanan nasional.
26
c. menjaga, melindungi dan membina adat istiadat dan nilai sosial budaya
masyarakat.
d. penumbuhkembangan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan
e. partisipasi, kreatifitas, dan kemandirian masyarakat
f. media menumbuhkembangkan modal sosial; dan
g. terbentuknya komitmen dan kepedulian masyarakat yang menjunjung tinggi
nilai sosial dan budaya.
5. Pengertian Tradisi Ngarak Maju
Menurut tokoh adat yang bernama Muhsinin Rapi, ngarak maju adalah suatu
kegiatan iring-iringan yang dilakukan oleh masyarakat pada acara perkawinan
orang Lampung yang bertujuan untuk memeriahkan acara yang menyimbolkan
bahwa pengantin pria telah sah menikahi pengantin wanita.
Ngarak menurut istilah adalah Arak-arakan, sedangkan Maju adalah Pengantin.
Maka “Ngarak Maju” adalah Adat arak-arakan pengantin Lampung yang
dilakukan di tempat pihak pengantin pria, sebagai pertanda bahwa si pria telah
resmi menikahi dengan si wanita (pengantin perempuan). (Andriansyah, 2012)
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ngarak maju merupakan suatu
kegiatan mengiringi pengantin pria dan wanita, berjalan dan bergerak bersama-
sama yang dilakukan oleh masyarakat pada acara perkawinan suku Lampung
sebagai pertanda bahwa kedua pengantin telah resmi menikah.
27
Prosesi ngarak maju diawali dengan mengarak kedua pengantin dari gedong
dalom menuju rumah sesepuh adat setempat. Gedong dalom merupakan rumah
mempelai pria yang akan melaksanakan nayuh. Sesampainya di rumah sesepuh
adat setempat maju dan bunnting langsung berganti pakaian adat Lampung
Saibatin. Begitu pun para panakauan akan berganti pakaian juga. Panakauan
merupakan muli (remaja perempuan) yang masih memiliki garis keturunan
saibatin. Merekalah yang turut dalam prosesi ngarak maju. Selepas berganti
pakaian mereka langsung diarak menuju gedung dalom. Ciri yang paling
menonjol yakni maju dan panakauan mengenakan sigoh dan bunnting
mengenakan iket pujuk. Sigoh merupakan mahkota khas Lampung yang dipakai
oleh mempelai wanita sedangkan iket pujuk merupakan kain penutup kepala
untuk bunnting dengan bagian yang lancip pada bagian atasnya.
Mempelai wanita diarak menggunakan juli. Juli ini merupakan semacam tandu
khas Lampung yang ditutup menggunakan kebung (kelambu) berwarna putih dan
transparan. Juli ini tidak sembarangan bisa dipakai oleh mempelai pengantin.
Hanya keluarga keturunan saibatin-lah yang bisa menggunakan juli ini. Pemilihan
warna putih juga bukan sembarangan. warna putih dalam setiap perhelatan adat
menunjukkan bahwa itu milik saibatin. Hanya keturunan saibatin yang bisa
menggunakan warna putih saat acara adat berlangsung. Masyarakat Lampung
pesisir memang memiliki simbol-simbol yang kuat dengan penggunaan warna-
warna tertentu dalm perhelatan adat. Selama prosesi ngarak, dimana pengantin
wanita diarak menggunakan juli, mempelai pria berjalan bersama panakauan di
belakang mempelai wanita. Berbagai dendang dan syair-syair khas Lampung pun
didendangkan. Persis berada di depan pengantin wanita yang diarak ada
28
rombongan penabuh rebana dan pelantun lagu. Mereka bernyanyi penuh riang
gembira mengiring maju dan bunnting. (Sujarwo, 2015)
Sementara didepan penabuh rebana ada muli mekhanai yang menarikan khudat.
Khudat ini harus ditampilkan dalam perhelatan adat keturunan saibatin. Para
mekhanai memakai sapu tangan yang mereka gerakan sesuai irama tabuh rebana.
Sementara para muli dilengkapi dengan selendang yang juga digerakan sesuai
irama. Mereka menari sangat kompak dan penuh dengan suka cita. Gerakan
mereka sangat sederhana namun begitu lincah dan energik sehingga enak dilihat.
Mereka terus menari sambil berjalan di kedua sisi maju yang sedang diarak.
Mereka berbaris rapih memanjang mengikuti alur jalan yang mereka lalui.
(Sujarwo, 2015)
Pincak Khakot berada di barisan paling depan. Mereka memperagakan gerakan
pincak khakot yang begitu khas menggunakan sebilah pedang. Pakaian yang
dikenakan oleh para pesilat Lampung ini yakni hinjang bulipat dan iket pujuk.
Hinjang bulipat ini merupakan kain sarung yang dilipat dan dikenakan hingga
sebatas lutut. Mereka pun sangat sigap dan cekatan mengikuti tabuh rebana yang
terus ditabuh dengan penuh semangat. Para pesilat Lampung ini baru akan
berhenti saat mereka sampai di Gedung dalom. Sesampainya di depan gedong
dalom, maju kemudian diturunkan dan mulai berjalan diatas talam. Talam ini
merupakan kuningan yang dibuat pipih dan lebar dengan sedikit ornamen khas
Lampung di bagian pinggirnya. Sebelum maju berjalan diatas talam, tanah dilapisi
menggunakan appai (tikar), kemudian dipasangkan kain putih diatasnya dan talam
diletakkan pada kain putih yang dibentangkan hingga menuju depan pintu.
29
Maju dan bunnting tidak diperkenankan menginjak tanah selama prosesi ini
berlangsung. Talam itu terus dipindahkan dari satu langkah menuju langkah
berikutnya hingga kedua mempelai sampai di depan pintu. Prosesi ini merupakan
bentuk kehormatan untuk kedua mempelai. Inilah saatnya pattun setimbalan
dilaksanakan. Ada tetua adat setempat yang menggunakan salam pembukaan
sebelum kedua mempelai memasuki gedong dalom. Nantinya akan ada yang
membalas salam pembuka yang dilantunkan oleh tetua adat setempat. Saat sudah
dibalas, maka keduanya langsung mengikuti proses selanjutnya. (Sujarwo, 2015)
Berdasarakan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ngarak maju
merupakan suatu tradisi yang ada pada masyarakat Lampung khususnya pada
acara perkawinan. Tradisi ngarak maju merupakan proses arak-arakan atau iring-
iringan yang dilakukan masyarakat Lampung kepada pengantin yang dilakukan di
pihak pengantin pria. Tradisi ngarak maju merupakan suatu simbol pertanda
bahwa pengantin pria telah sah menikahi pengantin wanita sehingga menjadi
pasangan yang sah.
Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa upaya melestarikan tradisi ngarak maju
adalah usaha atau tindakan yang dilakukan dalam menjaga dan mempertahankan
tradisi suatu kebudayaan terutama pada tradisi ngarak maju agar terus terjaga dan
tidak hilang tergerus zaman dan dapat menjadi suatu warisan budaya yang
dimiliki sebagai kearifan lokal dari suatu daerah.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang
memfokuskan pada upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan
tradisi ngarak maju sangat tidak mungkin diukur dengan angka-angka. Sehingga
data kualitatiflah yang selalu mewarnai dalam penelitian ini. Pendekatan kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan lain
sebagainya (Moleong, 2007). Oleh karenanya, data yang akan didapatkan adalah
berupa makna dibalik berbagai fenomena yang muncul di lapangan. Selain itu
desain penelitian dari pendekatan kualitatif cenderung umum dan fleksibel
mengikuti perkembangan dari proses penelitian.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengetahui upaya masyarakat Lampung
Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak maju. Pemilihan pendekatan kualitatif
dilakukan atas dasar spesifikasi objek penelitian dan untuk mendapat informasi
yang mendalam tentang sebuah fenomena sosial. semua itu dilakukan agar dapat
menjawab permasalahan yang dikaji. Selain itu pemilihan pendekatan kualitatif
digunakan karena melihat tujuan dari penelitian sendiri yang tidak membutuhkan
31
sampel minimal yang sangat banyak didalam masyarakat sehingga pendekatan
kualitatif dirasa penulis sangat tepat dalam penelitian ini.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk
Betung Barat Kota Bandar Lampung. Adapun alasan penulis mengambil lokasi ini
karena penulis menemukan objek penelitian yaitu para tokoh adat dan masyarakat
yang memiliki peran penting dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
peneliti.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian berfungsi untuk memberikan arahan selama proses penelitian,
khususnya pada proses pengumpulan data yang bertujuan untuk mendapatkan data
yang relevan dengan penelitian. Fokus penelitian dilakukan pada awal penelitian
karena memberikan batasan-batasan terhadap hal yang diteliti.
Pada penelitian ini, peneliti berfokus pada :
1) Pentingnya dilakukan pelestarian tradisi ngarak maju. Yaitu masyarakat
kelurahan Negeri Olok Gading kota Bandar Lampung.
2) Upaya dalam melestarikan tradisi ngarak maju. Yang dalam hal ini
masyarakat yang bertempat di kelurahan Negeri Olok Gading kota Bandar
Lampung.
32
D. Urgensi Penelitian
Penelitian sebagai suatu kegiatan ilmiah merupakan aspek penting bagi kehidupan
manusia. Dalam penelitian ini urgensi penelitian dilakukan untuk mengetahui
pentingnya tradisi ngarak maju dilestarikan khususnya pada masyarakat kelurahan
Negeri Olok gading. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan sebagai
berikut;
1. Secara sosiologis tradisi garak maju merupakan simbol pertanda bahwa kedua
pasangan telah sah menikah sehingga dapat mempermudah kehidupan
khususnya pada kehidupan mempelai wanita.
2. Tradisi ngarak maju merupkan salah satu budaya yang dimiliki oleh negara
sebagai suatu identitas kearifan lokal.
3. Agar generasi-generasi selanjutnya dapat mengetahui tradisi ngarak maju dan
ikut berperan dalam menjaga dan melestarikan tradisi ngarak maju sehingga
tidak tergerus oleh zaman.
4. Tradisi ngarak maju merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat Lampung sehingga perlu dilestarikan agar tradisi ini tidak hilang,
dapat berlangsung secara terus-menerus dan menjadi warisan budaya untuk
generasi kedepan.
33
E. Teknik Penentuan Informan
Sugiono (2008) mengatakan bahwa penentuan informan sebaiknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati
2) Mereka yang tergolong masih sedang bekecimpung atau terlibat pada kegiatan
yang diteliti
3) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk menjadi informan
4) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasanya”
sendiri.
5) Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga
lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
Berdasarkan kriteria tersebut maka informan penelitian ini adalah;
1) Tokoh adat
2) Tokoh masyarakat
3) Kepala keluarga yang pernah melaksanakan upacara adat tradisi ngarak maju
4) Penggiat pelestarian budaya
Penentuan informan menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan
informan secara sengaja, tentunya dengan melihat berbagai pertimbangan sesuai
dengan kriteria yang telah dibuat sebelum melakukan wawancara. Penetapan
informan didasarkan pada kebijakan peneliti (non probability).
34
F. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek darimana data diperoleh
(Arikunto, 2006 : 123). Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah
yang akan penulis teliti. Perlunya sumber data yang akan memeberikan informasi
diantaranya yaitu:
1) Sumber data primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli atau pihak pertama. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh
peneliti untuk menjawab pertanyaan riset atau penelitian. Data primer dapat
berupa pendapat subjek riset (orang) baik secara individu maupun kelompok,
hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian, atau kegiatan, dan hasil
pengujian.
Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari objek yang
diteliti, yaitu tokoh adat, tokoh masyarakat, keluarga yang pernah mengadakan
acara tradisi ngarak maju, dan penggiat pelestarian budaya. Data yang
diharapkan disini adalah upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam
melestarikan tradisi ngarak maju.. Peneliti akan mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin dan seakurat mungkin dalam rangka mencapai tujuan
penelitian.
2) Sumber data Skunder
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara. Data sekunder pada umumnya berupa bukti,
catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip, baik yang
35
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Sugiyono, 2012). Data yang
dapat diperoleh peneliti pada penelitian ini adalah yang menyangkut dengan
upaya-upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak
maju.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis
untuk mengumpulkan data. Untuk memperoleh data dilapangan yang sesuai
dengan masalah yang akan diteliti maka penulis menggunakan teknik sebagai
berikut:
1) Wawancara
Pada saat pengumpulan data selain menggunakan teknik observasi, penulis
juga menggunakan teknik wawancara. Wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi dari objek penelitian secara langsung, sehingga data
yang didapat akan lebih akurat. Beberapa informasi yang bisa didapat dari
wawancara adalah:
a) Informasi mengenai identitas informan, seperti nama, usia, dll.
b) Informasi mengenai argumen informan tentang mengapa perlu dilakukan
pelestarian tradisi ngarak maju dan bagaimana upaya dalam melestarikan
tradisi ngarak maju.
Peneliti akan menyiapkan panduan wawancara yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Selain itu data yang
didapatkan dari wawancara dapat digunakan untuk menguji hasil data yang
36
sebelumnya sudah terkumpul. Dengan demikian, data yang diperoleh benar-benar
sesuai dengan tujuan penelitian.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil menatap muka antara pewawancara dengan informasi
orang yang diwawancarai (Bungin, 2008).
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dilakukan di tempat yang sudah
disepakati antara peneliti dan informan. Pada saat wawancara, percakapan antara
informan dan peneliti direkam menggunakan alat perekam suara yang telah
disepakati oleh peneliti dan informan.
Nantinya peneliti akan melakukan interaksi sosial informal dengan para informan
dengan tujuan untuk mendalami informasi dari informan dengan cara berulang
kali menanyakan hal-hal yang berbeda kepada informan yang sama untuk tujuan
klarifikasi informasi yang sudah didapat dalam wawancara sebelumnya atau
mendalami hal-hal yang muncul dalam wawancara yang telah dilakuan
sebelumnya dengan seorang informan.
2) Observasi
Peneliti akan menggunakan metode observasi dalam mengumpulkan data.
Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang nyata dalam pengumpulan data
tentang upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak
maju. Observasi dapat memberikan gambaran yang lebih realistik tentang suatu
peristiwa atau perilaku yang berhubungan dengan objek penelitian. Hasil
observasi yang dibuat dapat dikomfirmasikan dengan hasil penelitian. Adapun
beberapa informasi yang akan diperoleh peneliti dari observasi adalah:
37
a) Pelaku, untuk menjelaskan siapa saja yang terlibat sebagai objek penelitian
ini. Dalam hal ini peneliti akan mengamati semua objek.
b) Kejadian atau peristiwa, menggambarkan peristiwa yang benar-benar real
karena peneliti sedang mengamati secara langsung peristiwa yang sedang
terjadi.
c) Ruang/Tempat, yang dapat memberikan gambaran dimana saja tempat yang
biasa dikunjungi atau dijadikan sebagai kediaman dan berkumpul.
d) Kegiatan dan perbuatan, dalam hal ini peneliti akan mengamati secara
langsung kegiatan apa saja yang dilakukan informan sebagai objek penelitian.
Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin,
2008). Nantinya peneliti akan mengamati secara langsung objek penelitian.
Dengan demikian data yang diperoleh benar-benar real dan sesuai dengan apa
yang diharapkan peneliti.
3) Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan memperoleh gambar temuan penelitian juga
mencatat hasil temuan lapangan. Tujuan dilakukan kegiatan dokumentasi yaitu
untuk mendapatkan keterangan dan pengetahuan serta bukti. Dengan demikian
dapat memperkuat argumen peneliti dan memperkuat bukti-bukti penelitian.
Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi adalah data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip nilai, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006). Dalam hal ini
dokumentasi pada penelitian ini dikhususkan pada upaya masyarakat Lampung
38
Saibatin dalam melestarikan tradisi ngarak maju yang berada di Kelurahan Negeri
Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.
H. Pengolahan dan Analisis Data
Dalam pengolahan data penulis akan memahami dan menganalisis dengan
deskriptif kualitatif yang memberikan prediket pada variabel yang diteliti sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya, hasil ini akan diperoleh dari pelaksanaan
observasi dan wawancara dianalisis dengan uraian dan penjelasan narasi
(Anggoro, 2007). Adapun tahap-tahap analisis data yang penulis gunakan terdiri
dari:
1. Reduksi Data
Menurut Miles & Huberman (dalam Afrizal 2014) reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi
penelitian kualitatif berlangsung.
Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi
data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga
kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi
data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, semakin
lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data yang diperoleh akan semakin
39
banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data.
Peneliti akan mereduksi data dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya apabila diperlukan. Dalam mereduksi data peneliti dapat dibantu
dengan peralatan, seperti komputer, notebook, dan lain sebagainya.
Dalam mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai yaitu
bagaimana upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam melestarikan tradisi
ngarak maju. Oleh karena itu, apabila peneliti dalam melakukan penelitian
menemukan segala sesuatu yang tidak dikenal dan belum memiliki pola, justru
itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
Mengutip pendapat Miles dan Huberman (dalam Afrizal 2014), berikut dijelaskan
beberapa langkah analisis selama pengumpulan data.
a) Meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di
lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini termasuk pula memilih dan
meringkas dokumen yang relevan.
b) Pengkodean. Pengkodean hendaknya memperhatikan setidak-tidaknya empat
hal yaitu digunakan simbul atau ringkasan, kode dibangun dalam suatu
struktur tertentu, kode dibangun dengan tingkat rinci tertentu, dan
keseluruhannya dibangun dalam suatu sistem yang integratif.
40
c) Dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan obyektif.
Peneliti akan mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban
atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau obyektif-deskriptif.
d) Membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang terangan dan terfikir oleh
peneliti dalam sangkut paut dengan catatan obyektif tersebut diatas. Harus
dipisahkan antara catatan obyektif dan catatan reflektif.
e) Membuat catatan marginal. Peneliti akan memisahkan komentar mengenai
subtansi dan metodologinya. Komentar subtansial merupakan catatan
marginal.
f) Penyimpanan data. Untuk menyimpan data setidak-tidaknya ada tiga hal yang
akan peneliti perhatikan, yaitu pemberian label, mempunyai format yang
uniform dan normalisasi tertentu, dan menggunakan angka indeks dengan
sistem terorganisasi baik.
g) Analisis data selama pengumpulan data merupakan pembuatan memo. Memo
yang dimaksud adalah teoritisasi ide atau konseptualisasi ide, dimulai dengan
pengembangan pendapat atau porposisi.
h) Analisis antarlokasi. Ada kemungkinan bahwa studi dilakukan pada lebih dari
satu lokasi atau dilakukan oleh lebih satu staf peneliti. Pertemuan antar
peneliti untuk menuliskan kembali catatan deskriptif, catatan reflektif, catatan
marginal dan memo masing-masing lokasi atau masing-masing peneliti
menjadi yang konform satu dengan lainnya, perlu dilakukan.
i) Pembuatan ringkasan sementara antar lokasi. Isinya lebih bersifat matriks
tentang ada tidaknya data yang dicari pada setiap lokasi.
41
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan,
keleluasaan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti dalam melakukan
reduksi data dapat mendiskusikan dengan teman atau orang lain yang dipandang
cukup menguasai permasalahan yang diteliti. Melalui diskusi itu, wawasan
peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki
nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan. Dalam hal ini reduksi data
dilakukan pada keterangan informasi yang telah dijelaskan oleh para informan
mengenai upaya-upaya apa saja yang dilakukan masyarakat Lampung Saibatin
dalam melestarikan tradisi ngarak maju.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga
memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data
kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik,
jaringan dan bagan (Miles dan Huberman dalam Afrizal 2014)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antarkategori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan
data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan
adanya penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut. Selanjutnya oleh Miles dan Huberman disarankan agar dalam melakukan
display data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik,
network (jaringan kerja), dan chart. Dalam hal ini, data atau informasi yang akan
disajikan adalah mengenai upaya-upaya masyarakat Lampung Saibatin dalam
melesratikan tradisi ngarak maju.
42
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data dalam penelitian ini adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan mengalami perubahan apabila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian ini dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak. Seperti
telah dikemukakan di atas bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di
lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau bahkan gelap, sehingga
setelah diteliti menjadi jelas.
Penarikan kesimpulan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesimpulan
tentang data atau informasi mengenai upaya-upaya masyarakat Lampung Saibatin
dalam melestarikan tradisi ngarak maju.
43
I. Keabsahan Data atau Informasi
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek
penilitian dengan daya yang dapat diperoleh oleh peneliti. Data yang valid adalah
data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Untuk itu penting adanya
keabsahan data. Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan pelaksanaan. Teknik pemeriksaaan didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu:
1) Triangulasi. Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode
yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide
dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik
sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut
pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda
akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu,
triangulasi digunakan sebagai usaha memeriksa kebenaran data atau informasi
yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan
analisis data.
2) Derajat kepercayaan (credibility). Pada dasarnya menggantikan konsep
validitas internal dari nonkualitatif. Hal ini berfungsi melaksanakan inkuiri
sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai
dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan
pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
44
3) Keteralihan (Transferability). Sebagai persoalan yanag empiris bergantung
pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan
pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan
kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti
bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia
ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu
peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha
memverifikasi tersebut.
4) Kebergantungan (dependability). Konsep kebergantungan lebih luas dari pada
realibilitas. hal tersebut disebabkan peninjauan yang dari segi bahwa konsep
itu diperthitungkan segala-galanya yaitu yang ada pada realibilitas itu sendiri
ditambah faktor-faktor lainya yang tersangkut.
5) Kriteria Kepastian (confirmability). Pada penelitian kualitatif kriteria
kepastian atau objektivitas hendaknya harus menekankan pada datanya bukan
pada orang atau banyak orang. Objektivitas-subjektivitasnya sesuatu hal
bergantung pada orang. Selain itu masih ada unsur kualitas yang melekat pada
konsep objektivitas itu. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu
objek, berarti dapat dipercaya, factual, dan dapat dipastikan, subjektif berarti
tidak dapat dipercaya, atau ada kekeliruan. Pengertian terakhir inilah yang
dijadikan tumpuan pengalihan pengertian objektivitas-subjektivitas menjadi
kepastian.
45
J. Kerangka Berpikir
Ngarak menurut istilah adalah Arak-arakan, sedangkan Maju adalah Pengantin.
Maka “Ngarak Maju” adalah Adat arak-arakan pengantin Lampung yang
dilakukan di tempat pihak pengantin pria, sebagai pertanda bahwa si pria telah
resmi menikahi dengan si wanita (pengantin perempuan). (Andriansyah, 2012)
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ngarak maju merupakan suatu
kegiatan mengiringi pengantin pria dan wanita, berjalan dan bergerak bersama-
sama yang dilakukan oleh masyarakat pada acara perkawinan suku Lampung
sebagai pertanda bahwa kedua pengantin telah resmi menikah.
Prosesi ngarak maju diawali dengan mengarak kedua pengantin dari gedong
dalom menuju rumah sesepuh adat setempat. Gedong dalom merupakan rumah
mempelai pria yang akan melaksanakan nayuh. Sesampainya di rumah sesepuh
adat setempat maju dan bunnting langsung berganti pakaian adat Lampung
Saibatin. Begitu pun para panakauan akan berganti pakaian juga. Panakauan
merupakan muli (remaja perempuan) yang masih memiliki garis keturunan
saibatin. Merekalah yang turut dalam prosesi ngarak maju. Selepas berganti
pakaian mereka langsung diarak menuju gedung dalom. Ciri yang paling
menonjol yakni maju dan panakauan mengenakan sigoh dan bunnting
mengenakan iket pujuk. Sigoh merupakan mahkota khas Lampung yang dipakai
oleh mempelai wanita sedangkan iket pujuk merupakan kain penutup kepala
untuk bunnting dengan bagian yang lancip pada bagian atasnya.
46
Mempelai wanita diarak menggunakan juli. Juli ini merupakan semacam tandu
khas Lampung yang ditutup menggunakan kebung (kelambu) berwarna putih dan
transparan. Juli ini tidak sembarangan bisa dipakai oleh mempelai pengantin.
Hanya keluarga keturunan saibatin-lah yang bisa menggunakan juli ini. Pemilihan
warna putih juga bukan sembarangan. warna putih dalam setiap perhelatan adat
menunjukkan bahwa itu milik saibatin. Hanya keturunan saibatin yang bisa
menggunakan warna putih saat acara adat berlangsung. Masyarakat Lampung
pesisir memang memiliki simbol-simbol yang kuat dengan penggunaan warna-
warna tertentu dalm perhelatan adat. Selama prosesi ngarak, dimana pengantin
wanita diarak menggunakan juli, mempelai pria berjalan bersama panakauan di
belakang mempelai wanita. Berbagai dendang dan syair-syair khas Lampung pun
didendangkan. Persis berada di depan pengantin wanita yang diarak ada
rombongan penabuh rebana dan pelantun lagu. Mereka bernyanyi penuh riang
gembira mengiring maju dan bunnting. (Sujarwo, 2015)
Sementara didepan penabuh rebana ada muli mekhanai yang menarikan khudat.
Khudat ini harus ditampilkan dalam perhelatan adat keturunan saibatin. Para
mekhanai memakai sapu tangan yang mereka gerakan sesuai irama tabuh rebana.
Sementara para muli dilengkapi dengan selendang yang juga digerakan sesuai
irama. Mereka menari sangat kompak dan penuh dengan suka cita. Gerakan
mereka sangat sederhana namun begitu lincah dan energik sehingga enak dilihat.
Mereka terus menari sambil berjalan di kedua sisi maju yang sedang diarak.
Mereka berbaris rapih memanjang mengikuti alur jalan yang mereka lalui.
(Sujarwo, 2015)
47
Pincak Khakot berada di barisan paling depan. Mereka memperagakan gerakan
pincak khakot yang begitu khas menggunakan sebilah pedang. Pakaian yang
dikenakan oleh para pesilat Lampung ini yakni hinjang bulipat dan iket pujuk.
Hinjang bulipat ini merupakan kain sarung yang dilipat dan dikenakan hingga
sebatas lutut. Mereka pun sangat sigap dan cekatan mengikuti tabuh rebana yang
terus ditabuh dengan penuh semangat. Para pesilat Lampung ini baru akan
berhenti saat mereka sampai di Gedung dalom. Sesampainya di depan gedong
dalom, maju kemudian diturunkan dan mulai berjalan diatas talam. Talam ini
merupakan kuningan yang dibuat pipih dan lebar dengan sedikit ornamen khas
Lampung di bagian pinggirnya. Sebelum maju berjalan diatas talam, tanah dilapisi
menggunakan appai (tikar), kemudian dipasangkan kain putih diatasnya dan talam
diletakkan pada kain putih yang dibentangkan hingga menuju depan pintu. Maju
dan bunnting tidak diperkenankan menginjak tanah selama prosesi ini
berlangsung. Talam itu terus dipindahkan dari satu langkah menuju langkah
berikutnya hingga kedua mempelai sampai di depan pintu. Prosesi ini merupakan
bentuk kehormatan untuk kedua mempelai. Inilah saatnya pattun setimbalan
dilaksanakan. Ada tetua adat setempat yang menggunakan salam pembukaan
sebelum kedua mempelai memasuki gedong dalom. Nantinya akan ada yang
membalas salam pembuka yang dilantunkan oleh tetua adat setempat. Saat sudah
dibalas, maka keduanya langsung mengikuti proses selanjutnya. (Sujarwo, 2015)
Berdasarakan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ngarak maju
merupakan suatu tradisi yang ada pada masyarakat Lampung khususnya pada
acara perkawinan. Tradisi ngarak maju merupakan proses arak-arakan atau iring-
iringan yang dilakukan masyarakat Lampung kepada pengantin yang dilakukan di
48
pihak pengantin pria. Tradisi ngarak maju merupakan suatu simbol pertanda
bahwa pengantin pria telah sah menikahi pengantin wanita sehingga menjadi
pasangan yang sah.
Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa upaya melestarikan tradisi ngarak maju
adalah usaha atau tindakan yang dilakukan dalam menjaga dan mempertahankan
tradisi suatu kebudayaan terutama pada tradisi ngarak maju agar terus terjaga dan
tidak hilang tergerus zaman dan dapat menjadi suatu warisan budaya yang
dimiliki sebagai kearifan lokal dari suatu daerah.
Skema kerangka Fikir :
Tradisi Ngarak Maju
Upaya Masyarakat LampungSaibatin Dalam Pelestarian
Tradisi Ngarak Maju
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Sejarah Kelurahan Negeri Olok Gading
Negeri Olok Gading merupakan kebandaran pertama yang ada di Bandar
Lampung. Mulanya daerah yang didirikan oleh Ibrahim Gelar Pangeran Pemuka
sekitar tahun 1618 Masehi ini bernama Kampung Negeri dengan lamban dalom
sebagai pusatnya. Adapun tujuan pendiriannya menurut naskah Tambo
Kebandaran Marga Balak adalah untuk memperluas wilayah kedudukan adat
Marga Balak di daerah Teluk Betung. Namun pada sekitar tahun 1883 Kampung
Negeri terpaksa ditinggalkan oleh penduduknya setelah porak-poranda diterjang
gelombang pasang sebagai dampak meletusnya Gunung Krakatau. Kondisi
Kampung Negeri berangsur pulih setelah setelah banyak orang datang dan
menetap, terutama di sekitar pelabuhan Teluk Lampung yang aktivitas
perekonomiannya cukup ramai. Di antara mereka ada sekolompok orang yang
berasal dari Olok Gading. Agar “statusnya” diakui, mereka mendatangi kepala
Marga Balak untuk meminta izin. Dan, mungkin karena komposisi orang Olok
Gading lumayan banyak, maka Kampung Negeri pun berubah nama menjadi
Kampung Negeri Olok Gading.
50
Oleh karena komposisi marga yang tinggal di Kampung Negeri Olok Gading
semakin beragam, pada tahun 1929 Pemerintah Belanda melalui Keresidenan
Teloek Betoeng mengeluarkan Staatsbald Nomor 362 yang menetapkan
penyatuan tiga marga (Lunik, Bumiwaras, dan Balak) menjadi Marga Teluk
Betung sebagai bagian terpadu dari struktur pemerintahan kolonial sekaligus
menjadi lembaga pemerintahan terendah Belanda. Agar tidak terjadi perebutan
kekuasaan, sebagai perwakilan dari Keresidenan Teloek Betong Mr Gele Harun
kemudian mengumpulkan para penyimbang paksi dan tiyuh untuk berembuk
membahas pemimpin serta batas teritorial Marga Teluk Betung. Dalam pertemuan
tersebut mereka bersepakat mengangkat Pangeran Pokok Ratu sebagai pemimpin
konfederasi penyimbang di daerah Teluk Betung dan Tanjung Karang yang terdiri
atas 4 Penyimbang Paksi dan 9 Penyimbang Tiuh. Sebagai pemimpin konfederasi
penyimbang, Pangeran Pokok Ratu memiliki hak dan wewenang dalam
menyelenggarakan pemerintahan adat. Oleh karena itu, dia diharapkan dapat
berpegang pada aturan adat, tidak memihak saat bertindak menjadi penengah
dalam suatu perkara, dan tidak berat sebelah dalam memuat suatu keputusan.
Selain itu, kepala adat juga harus mempu menjadi panutan bagi masyarakat dan
berperan aktif mengurusi masalah-masalah yang berkaitan dengan adat sehingga
mampu menjaga kelestarian adat Marga Teluk Betung. Bentuk kepemimpinan ini
terus bertahan walaupun Negeri Olok Gading sekarang telah menjadi sebuah
kelurahan dengan luas sekitar 109 ha. Konsekuensinya, peran-peran kepala
pemerintahan adat pun harus mengikuti aturan dari pemerintah setempat.
51
Aturan tersebut ditentukan oleh Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL)
sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 5 Tahun 2013 yaitu (a)
menggali dan mengembangkan serta mempromosikan adat istiadat Lampung; (b)
mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dan berhubungan dengan adat
istiadat Lampung; (c) menyelesaikan perselisihan atau perkara yang menyangkut
atau berkaitan dengan adat istiadat Lampung; (d) menginventarisasi,
mengamankan, memelihara, dan mengurus serta memanfaatkan sumber kekayaan
yang dimiliki oleh Lembaga Adat; dan (e) memberikan usulan atau saran kepada
pemerintah daerah dalam pembangunan di segala bidang, terutama pada bidang
sosial kemasyarakatan dan budaya. Adapun pusat pemerintahan adatnya sendiri
tetap di Lamban Dalom Kebandaran Marga Balak, sebuah bangunan tradisional
yang dibuat oleh Ibrahim Gelar Pemuka ketika dia mendirikan Kampung Negeri.
Bangunan ini terbuat dari kayu dengan siger besar berada di atasnya. Pada
halaman lamban dalom difungsikan sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat
(begawi, deduaian, perkawinan). Bagian terasnya berfungsi sebagai tempat
pertemuan para tokoh penyimbang adat. Sedangkan bagian bawah bangunan
(dahulu berbentuk panggung) saat ini difungsikan sebagai ruang serba guna
tempat penyelenggaraan kesenian tradisional (Tari Bedana, Tari Siger Penguten)
dan penyimpanan benda-benda budaya, di antaranya adalah: siger berusia ratusan
tahun, keris, payan (tombak), kain sarat khas Lampung Saibatin, terbangan, tala
(alat musik sejenis kulintang), busana adat pengantin Saibatin, pedang Ngusikh
Bajau, dan lain sebagainya.
52
B. Keadaan Geografis
Kelurahan Negeri Olok Gading yang terletak pada garis bujur : -5026’52.08” dan
garis lintang : 105014’51.4”, merupakan bagian wilayah administratif dari
Kecamatan Teluk Betung Barat. Kelurahan Negeri Olok Gading juga merupakan
salah satu Kelurahan Tua yang ada di Provinsi Lampung hal ini dibuktikan
dengan masih adanya Rumah Adat kebandaran Marga Balak seperti terlihat dalam
Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Rumah Adat Kebandaran Marga Balak Lampung SaibatinSumber : www.duniaindra.com
Kelurahan Negeri Olok Gading sudah diakui keistimewaannya dalam hal Sosial
Budaya oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung, hal ini dibuktikan dengan telah
ditetapkannya Kelurahan Negeri Olok Gading sebagai salah satu kawasan cagar
budaya berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2011-
2030. Sebagai kawasan cagar budaya Kelurahan Negeri Olok Gading dapat
53
dimanfaatkan dan dikelola serta dapat ditingkatkan fungsinya untuk dapat
menunjang kegiatan pariwisata, yang nantinya dapat memberikan kontribusi
pendapatan dari sektor pariwisata (Perda Kota Balam No. 10 2011).
Negeri Olok Gading berbatasan langsung dengan beberapa Kelurahan lain yang
ada di wilayah Kota Bandar Lampung dengan rincian sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kelurahan Sumur Putri Teluk Betung Utara
2. Sebelah Selatan : Kelurahan Bakung Teluk Betung Barat
3. Sebelah Timur : Kelurahan Kuripan Teluk Betung Barat
4. Sebelah Barat : Kelurahan Sukarame II Teluk Betung Barat
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut ini :
Sumber : Proposal Minat PLPBK Tahun 2013 Kelurahan Negeri Olok Gading
Gambar 2. Peta Wilayah Administratif Kelurahan Negeri Olok Gading
Negeri Olok Gading memiliki keunikan tersendiri dibanding wilayah lain di Kota
Bandar Lampung seperti kondisi geografis dan topografis yang berbukit-bukit,
dibatasi oleh sungai besar Way Kuripan namun juga memiliki hamparan tanah
54
datar untuk pertanian, hingga perikanan. Potensi Sosial Budaya yang relatif
homogen, Potensi Ekonomi dan Lingkungan banyak yang belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan dan perbaikan
kualitas hidup.
Berdasarkan Data Kependudukan pada Tabel 1 dibawah ini, Kelurahan Negeri
Olok Gading memiliki jumlah penduduk 6.905 Jiwa, 1.637 Kepala Keluarga yang
terdiri dari 3.726 jiwa laki-laki dan 3.179 jiwa perempuan.
Tabel 1. Data Kependudukan Kelurahan Negeri Olok Gading
No. Data Jumlah1. Jumlah Penduduk 6.905
2. Jumlah Kepala Keluarga 1.637
3. Laki-laki 3.726
4. Perempuan 3.179
Sumber : Monografi Kelurahan Negeri Olok Gading tahun 2015
C. Keadaan Demografis
1. Keadaan Penduduk
Kelurahan Negeri Olok Gading saat ini ditempati warga sebanyak 6.905 jiwa.
Masyarakat yang ada dikelurahan Negeri Olok Gading rata-rata hampir semua
bersuku Lampung Saibatin.
Untuk mengetahui keadaan penduduk di Kelurahan Negeri Olok Gading berikut
akan diuraikan keadaan penduduk berdasarkan komposisinya dengan demikian
akan memberikan gambaran-gambaran yang lebih jelas dan terperinci tentang
55
keadaan penduduk yang mendiami Kelurahan Negeri Olok Gading. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
No. Kelompok Umur Laki-laki Perempuan
Jumlah
(orang)
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.
0-45-910-1415-1920-2425-2930-3435-3940-4445-4950-5460 Tahun Keatas
347462444476391332310163157185115175
393404355450366282299163157175144160
740866799926757614609326314360259335
Jumlah 3.557 3.348 6.905Sumber : Monografi Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2015
Tabel di atas menunjukkan bahwa keadaan penduduk di kelurahan Negeri Olok
Gading sudah banyak penduduknya, baik yang usia muda maupun usia tua.
Walaupun mereka berbeda-beda usia tetapi mereka selalu saling hormat-
menghormati dan saling tolong-menolong, yang muda menghormati yang tua dan
yang tua menghargai yang muda dan mereka juga saling tolong-menolong tanpa
pamrih, dan mewujudkan suatu masyarakat yang harmonis.
56
2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Laki-laki PerempuanJumlah(orang)
1.2.3.4.5.6.
TKSD/MISMP/MTSSMA/MAPerguruan TinggiTidak bersekolah
1557361.2621.02685512
1556361.04681775400
3101.3722.3081.843160912
Jumlah 3.764 3.129 6.905Sumber : Monografi Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2015.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa daerah Kelurahan Negeri Olok Gading
rata-rata sudah banyak yang menempuh pendidikan yang lebih tinggi baik
Pendidikan umum maupun pendidikan khusus. Dapat disimpulkan bahwa wilayah
ini sudah begitu maju dalam pendidikannya.
3. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama
No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah(orang)1.2.3.4.5.
IslamKristenKatholikHinduBudha
3.714444-
3.165734-
6.8791178-
Jumlah 3.726 3.179 6.905Sumber : Monografi Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2015.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Kelurahan Negeri Olok
Gading hampir semuanya rata-rata memeluk agama Islam. Hanya terdapat
57
beberapa orang yang memiliki keyakinan diluar agama islam. Agama Islam
menjadi agama mayoritas penduduk di kelurahan Negeri Olok Gading.
Untuk kepentingan pelaksanaan kegiatan tersebut di Kelurahan Negeri Olok
Gading tersedia rumah ibadah yaitu masjid. Tempat ibadah tersebut merupakan
pusat kegiatan bagi pemeluk agama Islam. Dalam pelaksanaan kegiatan
keagamaan Kelurahan Negeri Olok Gading semakin ditingkatkan, dengan
memperhatikan kerukunan antar umat beragama, masyarakatnya saling tolong-
menolong dan saling menghormati.
4. Jumlah Penduduk menurut Etnis
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Etnis
No. Etnis Jiwa
1. Lampung 4.833
2. Batak 13
3. Sunda 50
4. Madura 15
5. Bali 8
6. Padang 35
7. Arab 10
8. Jawa 1941Jumlah 6.905
Sumber : Monografi Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2015.
Komposisi penduduk Kelurahan Negeri Olok Gading sangatlah beragam
kelompok suku bangsa, terbanyak kedua adalah Sukubangsa Jawa sebesar 1.941
jiwa, ketiga Suku Bangsa Sunda dengan 50 jiwa sementara Suku Bangsa Bali
menempati urutan terakhir sebesar 8 jiwa. Keunggulan dari sisi komposisi
penduduk yang relatif homogen menjadikan keunggulan tersendiri bagi Kelurahan
Negeri Olok Gading. Struktur marga yang masih berlaku, adat budaya juga masih
58
dilaksanakan pada even-even tertentu menjadi bukti bahwa masyarakat Negeri
Olok Gading dengan segala keterbatasan yang ada berupaya melestarikan
budayanya ditengah arus modernisasi. Berikut dijelaskan beberapa permasalahan
pelestarian adat budaya Lampung terkendala berbagai masalah diantaranya
sebagai berikut :
1. Terbatasnya sarana & prasarana untuk menunjang pelestarian adat budaya
Lampung. Seperti dikarenakan desakan faktor ekonomi banyak rumah-rumah
yang memiliki ornamen asli Lampung berpindah status kepemilikan dan
diubah menjadi rumah biasa dikarenakan mahalnya biaya perawatan dan
pemeliharaan rumah tradisional, sehingga dari beberapa rumah adat hanya
tersisa 1 rumah adat yang menjadi ikon dari Negeri Olok Gading.
2. Rendahnya minat generasi penerus untuk mempelajari seni budaya Lampung
asli. Hal ini dapat diakibatkan bersumber dari derasnya arus globalisasi dan
westernisasi dimana terdapat mindset pada para generasi muda tersebut bahwa
hal-hal yang berbau tradisional dianggap ketinggalan jaman dan kurang keren.
3. Belum adanya wadah/organisasi untuk mengkoordinir secara profesional seni
budaya tersebut, karena bukan tidak mungkin apabila dikelola dengan baik
akan memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi kemakmuran para
penggiat seni budaya yang notabene adalah masyarakat Kelurahan Negeri Olok
Gading itu sendiri.
59
D. Hirarhi Penyimbang Marga Balak Negeri Olok Gading
1. Susunan Hirarhi Penyimbang atau struktur adat
Adapun susunan hirarhi penyimbang atau struktur adat yang ada dikelurahan
Negeri Olok Gading adalah sebagai berikut;
1. Pengikhan (Pangeran)
2. Dalom
3. Keghia
4. Batin
5. Khaja (Raja)
6. Khadin (Raden)
7. Kemas
8. Layang
Susunan diatas merupakan susunan pemerintahan adat yang ada di Kelurahan
Negeri Olok Gading yang masih ada dan diwariskan secara turun temurun dari
generasi ke generasi hingga saat ini.
2. Perangkat Adat Dalam Tradisi Ngarak Maju
Adapun perangkat yang digunakan dalam melaksanakan tradisi ngarak maju di
Kelurahan Negeri Olok Gading adalah sebagai berikut;
1. Tabuhan (alat musik rebana).
2. Payung tiga warna: kuning, putih, dan merah.
Payung berwarna kuning dan putih merupakan payung yang dipakai oleh
Pengikhan (Pengeran), Dalom, dan Batin sedangkan payung yang merah
dipakai oleh Khaja (raja), Khadin (raden), Kemas, Keghiang, dan Layang.
60
3. Keghis (keris), tombak, dan perisai.
4. Gelang Cucuk Rebung dan Garuda Kalimaya.
5. Picung (penutup kepala laki-laki) dan Siger (penutup kepala perempuan).
6. Kalung Panjajah dan Kalung Tali Bukuk.
7. Sembika (kain tapis adat).
8. Umbul-umbul (bendera adat).
9. Seragam adat ngarak maju berwana putih dan merah.
92
individu maupun kelompok untuk terus berupaya menjaga dan melestarikan
tradisi ngarak maju agar tradisi yang telah diwariskan dari leluhur adat yang
menjadi suatu kekayaan budaya yang dimiliki masyarakat Lampung tidak hilang
tergerus oleh zaman dan dapat diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya
sehingga tradisi ngarak maju ini tidak hilang dan dilupakan oleh masyarakat
Lampung Saibatin khususnya di kelurahan Negeri Olok Gading.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tradisi ngarak maju merupakan suatu kebiasaan yang telah lama dilakukan
oleh masyarakat Lampung Saibatin khususnya di kelurahan Negeri Olok
Gading dari zaman leluhur adat Lampung yang telah lama ada sampai saat ini
masih terus dilakukan sehingga menjadi sebuah tradisi yang melekat pada
kebudayaan masyarakat Lampung terutama di keadatan Saibatin. Tradisi
ngarak maju ini dilakukan bukanlah tanpa sebab, karena tradisi ngarak maju
merupakan rangkaian kegiatan yang harus ada karena sudah menjadi ketentuan
yang telah ditetapkan oleh adat dalam prosesi pernikahan adat Lampung
Saibatin. Tradisi ini merupakan suatu kegiatan arak-arakan dengan berbagai
macam posisi yang dilakukan oleh masyarakat Lampung Saibatin terhadap
pengantin yang dilakukan dengan riang gembira. Kegiatan tradisi ngarak maju
merupakan suatu simbol yang bertujuan untuk memperkenalkan pengantin
kepada masyarakat dan ungkapan kegembiraan agar dikemudian hari dapat
mempermudah kehidupan pengantin dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat. Tradisi ngarak maju merupakan suatu tradisi rakyat Lampung
94
yang telah ada dari zaman dahulu yang telah diwariskan oleh leluhur
Lampung-Ulun (orang Lampung). Tradisi ngarak maju ini sangat penting untuk
dijaga dan dilestarikan karena tradisi ini merupakan simbol atau aturan yang
harus dilaksanakan dalam sebuah pernikahan pada masyarakat Lampung
Saibatin sebagai suatu ketetapan adat Lampung serta tradisi ngarak maju
merupakan tradisi turun temurun dalam adat Lampung yang wajib dilestarikan
karena tradisi ngarak maju ini merupakan salah satu bagian dari kekayaan adat
istiadat Lampung Saibatin khususnya dikeadatan Saibatin terutama di
kelurahan Negeri Olok Gading.
2. Upaya pelestarian tradisi ngarak maju merupakan suatu usaha atau kegiatan
yang dilakukan untuk mengatasi suatu permasalahan yang ada yang ditunjang
dengan sarana dan prasarana serta ide dan gagasan seseorang atau kelompok
yang bertujan agar tradisi ngarak maju yang merupakan warisan dari leluhur
adat tetap terjaga dan tidak hilang tergerus oleh zaman sehingga tradisi ngarak
maju ini dapat diketahui dan tidak dilupakan oleh generasi penerus sebagai
wujud dari kekayaan budaya Lampung khususnya di keadatan Saibatin di
kelurahan Negeri Olok Gading.
B. Saran
1. Kepada tokoh adat agar dapat terus melakukan upaya dan mensosialisasikan
kepada masyarakatnya untuk dapat terus mempertahankan tradisi ngarak maju
ini supaya tidak hilang tergerus oleh zaman dan dapat diketahui oleh generasi
penerus sehingga generasi muda dapat mengetahui kebudayaan yang mereka
miliki dari warisan yang telah diturunkan oleh leluhur adat sebagai wujud dari
95
kekayaan budaya Lampung sebagai kearifan lokal terutama di provinsi
Lampung.
2. Kepada masyarakat khususnya dikelurahan Negeri Olok Gading untuk tetap
terus semangat dalam upaya melestarikan tradisi ngarak maju ini, karena tradisi
ini merupakan suatu kebudayaan yang memiliki tingkat kesenian yang tinggi
didalamnya sehingga dapat menarik perhatian suku bangsa lain yang dapat
menjadi kebanggaan tersendiri dan tradisi ini merupakan warisan dari leluhur
yang harus dilestarikan dan dijaga keutuhannya agar kebudayaan tersebut tidak
hilang dan bisa menjadi warisan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulsyani. SOSIOLOGI Perubahan Masyarakat, Jakarta 1997: Penerbit,PT.Pustaka Jaya.
Ahmadi, Abu, 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Ardiwidjaja, Roby. 2018. Mengembangkan Daya Tarik Pelestarian WarisanBudaya. Yogyakarta : CV. BUDI UTAMA.
Koentjaraningrat, 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Soebadio, Haryati. 1981. Sejarah Daerah Lampung. Lampung: PN Balai Pustaka.
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Hadikusuma, Hilman. 1996. Adat Istiadat Daerah Lampung. Lampung: KANWILDEPDIKBUD PROVINSI LAMPUNG.
Makalah
Friscilia, fikha. (2015). Adat di Masyarakat Lampung Saibatin. Lampung:Universitas Malahayati Bandar Lampung.
Hasan, Zainudin. (2017). Prosesi Ngantak daw (Nguperadu Daw). Lampung:Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.
Hasan, Zainudin. (2017). Sebambangan, Perkawinan Masyarakat Adat Lampung.Lampung: Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.
............................ (2017). Kearifan Lokal yang Tergerus Zaman. Lampung:Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.
97
.............................(2017). Nemui Nyimah, Nilai Sosial Pergaulan. Lampung:Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.
Novia. 2016. Tradisi dan Upacara Adat Suku Lampung. Makalah Tentang Tradisidan Upcara Adat Suku Lampung. Lampung, 10 Januari 2016.
Syahra, Rusydi. (2017). Masyarakat dan Budaya. Jakarta: Pusat PenelitianKemasyarakatan dan Kedudayaan Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 52 Tahun 2007 Tentang PedomanPelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya.
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang RencanaTata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030.
Online
Abdulsyani. (2017). Profil Masyarakat Adat Saibatin dan Proses PembentukanPekon. Onlinehttp://staff.unila.ac.id/abdulsyani/2013/04/17/profil-masyarakat-adat-saibatin-dan-proses-pembentukan-pekon/ Diakses April 2018.
Andriansyah. (2012). Perbedaan Lampung Saibatin dan Pepadun. Onlinehttp://lampungzone.blogspot.co.id/2012/04/perbedaan-lampung-sai-batin-dan-pepadun.html Diakses April 2018.
Djola. (2017). Kelompok Masyarakat Adat Lampung Saibatin. Onlinehttp://belajarpendidikanpkn.blogspot.co.id/2017/07/kelompok-masyarakat-adat-lampung.html Diakses April 2018.
Hidayati. (2016). Tradisi dan Dakwah Iskam. Onlinehttp://eprints.walisongo.ac.id/6415/3/BAB%20II.pdf Diakses April 2018.
Komari, Siti. (2017). 13 Pengertian Budaya Menurut Para Ahli, Ciri Budaya danUnsurnya. Online
98
https://www.fatinia.com/pengertian-budaya/ Diakses April 2017.
Kristianto. (2010). Teori Budaya dan Kebudayaan. Onlinehttp://e-journal.uajy.ac.id/1601/3/2TA12254.pdf Diakses April 2018.
Pratama, R Bara. (2016). Ngarak Maju; Budaya Adat Saibatin Tetap Bertahan TakTermakan Zaman. Lampung: Universitas Malahayati Bandar Lampung.
Suheri. (2015). Pengaruh Budaya Islam Terhadap Adat Istiadat dan Tradisi PadaMasyarakat Lampung. Onlinehttp://suheri19.blogspot.co.id/2015/12/pengaruh-budaya-islam-terhadap-adat.html Diakses April 2018.
Sujarwo, Tri. (2014). Wisata Budaya: Ngarak Maju. Onlinehttp://lampungtraveller.blogspot.co.id/2014/06/budaya-ngarak-maju.htmlDiakses April 2018.
Suardi, Ismail. (2013). Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan AgamaDalam Masyarakat Bugis. Onlinehttps://www.researchgate.net/publication/273521430_Islam_dan_Adat_Tinjauan_Akulturasi_Budaya_dan_Agama_Dalam_Masyarakat_BugisDiakses April 2018.
Wati. (2014). upaya pelestarian buadaya adat istiadat. Onlinehttp://repository.uin-suska.ac.id/3991/3/BAB%20II.pdf Diakses April2018.