unud 152 3958883 bab vi hasil dan pembahasan kenyung
TRANSCRIPT
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan ekspor jambu mete di Kecamatan Kubu, Kabupaten
Karangasem selama Tahun 2009 mencapai volume sebanyak 57 ton biji
gelondong kering dan diharapkan pada Tahun 2010 ekspor jambu mete bisa
menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2010). Namun ekspor jambu mete nasional Tahun 2010 diperkirakan
akan mengalami penurunan, karena panen jambu mete pada Tahun 2010
mengalami penurunan hasil sekitar 15% atau sebesar 52.500 ton biji gelondong
kering dibandingkan pada Tahun 2009 (http://nababanwordpress.com. Di akses 10
Maret 2010). Pemerintah dapat mengintervensi sektor pertanian dalam upaya
meningkatkan produktivitas pertanian dengan menggunakan tiga bentuk
kebijakan, yakni kebijakan harga, kebijakan investasi publik, dan kebijakan
ekonomi makro. Secara khusus, dampak kebijakan harga, kebijakan investasi
pertanian dan kebijakan ekonomi makro dianalisis melalui pendekatan Policy
Analysis Matrix (PAM). Analisis daya saing komoditas jambu mete di Kabupaten
Karangasem, Provinsi Bali selengkapnya sebagai berikut.
6.1 Asumsi Ekonomi Makro
Asumsi makro ekonomi yang digunakan pada analisis Policy Analysis
Matrix (PAM) adalah tingkat suku bunga nominal (% per tahun), tingkat suku
bunga sosial (% per tahun), dan nilai tukar (Rupiah per US Dollar) yang disajikan
pada Tabel 6.1.
90
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
91
Tabel 6.1
Asumsi Ekonomi Makro
Asumsi ekonomi makro Jumlah
Tingkat suku bunga nominal (% per tahun) 21,60 %
Tingkat suku bunga sosial (% per tahun) 20,30 %
Nilai tukar rupiah (Rp/$) Asumsi APBN 2010 9.200,00
Sumber : Bank Indonesia (2010) dan Kementerian Keuangan RI (2010).
Tingkat suku bunga nominal (nominal interest rate) diperoleh dari
informasi tingkat bunga kredit formal (bank persero, bank pemerintah daerah,
bank swasta nasional, bank asing dan bank campuran, bank umum, dan lembaga
kredit lainnya). Dalam penelitian ini digunakan tingkat bunga nominal, bukan
tingkat bunga riil karena seluruh komponen biaya bukan modal dalam bujet PAM
telah mencerminkan dampak inflasi sehingga akan tidak konsisten seandainya
dampak inflasi dihilangkan hanya pada komponen modal dengan menggunakan
tingkat bunga riil. Tingkat suku bunga nominal yang digunakan adalah rata-rata
tingkat bunga privat untuk modal yang bersumber dari lembaga kredit formal
yang ada di lokasi penelitian, yakni sebesar 21,60% per tahun (BI, 2010).
Tingkat suku bunga sosial (social interest rate) merupakan penjumlahan
dari social opportunity cost of capital yang diasumsikan sebesar 15% per tahun
ditambah dengan laju inflasi nasional pada tahun penelitian. Hal ini sesuai dengan
pengalaman historis negara-negara di Asia Tenggara ketika berada pada tahap
pembangunan yang sama dengan Indonesia saat ini. Laju inflasi nasional Tahun
2010 yakni sebesar 5,3 % dengan demikian tingkat suku bunga sosial berada pada
besaran 20,30 % per tahun (Monke and Pearson, 1995 dan Kementerian Keuangan
RI, 2010).
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
92
Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan asumsi
APBN, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp 9.200,00 per US Dollar (Kementerian
Keuangan RI, 2010).
6.2 Struktur Input Output Fisik
Struktur input-output fisik di tingkat petani terbagi menjadi empat bagian.
Pertama, input tradable (barang-barang input yang diperdagangkan) meliputi
benih, pupuk kimia seperti pupuk urea, TSP, KCl, NPK, pupuk kandang, pupuk
cair Mitra Flora, pestisida, dan herbisida. Kedua, peralatan yang digunakan.
Ketiga, penggunaan tenaga kerja, modal kerja, dan sewa tanah. Keempat, produksi
(output) yang dihasilkan. Berikut ini kajian tentang struktur input-output fisik
komoditas jambu mete organik di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem,
Provinsi Bali.
(1) Bibit
Bibit jambu mete berasal dari bantuan Dinas Perkebunan Provinsi Bali
pada Tahun 1993. Bibit jambu mete di tanam dengan jarak tanam 8 m x 8 m,
sehingga dalam satu hektarnya rata-rata petani di lokasi penelitian memperoleh
tanaman sebanyak 156 bibit. (Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
Karangasem. 2010).
(2) Pupuk
Pemupukan tanaman jambu mete dengan pupuk organik dan anorganik
dilakukan pada awal penanaman untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh
karena komoditas jambu mete di Kecamatan Kubu ini sebagai satu-satunya
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
93
usahatani komoditas jambu mete organik di Provinsi Bali, maka pemeliharaan
pada tahun berikutnya tidak lagi menggunakan pupuk anorganik (kimia) tetapi
hanya menggunakan pupuk organik sebagai pupuk utama untuk mendukung
pertumbuhan pertanaman. Jenis pupuk yang digunakan pada awal penanaman
jambu mete adalah urea dengan rata-rata dosis 312 kg/ha, TSP dengan dosis 156
kg/ha, KCl dengan dosis 78 kg/ha, NPK dengan dosis 78 kg/ha, pupuk kandang
dengan dosis 2.000 kg/ha, dan pupuk cair Mitra Flora dengan dosis 12 lt/ha.
Selanjutnya pada tahun kedua dan berikutnya tanaman jambu mete dipupuk oleh
petani dengan menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang dan pupuk cair
Mitra Flora masing-masing dengan rata-rata dosis 2.000 kg/ha dan 2 lt/ha.
(3) Pestisida dan herbisida
Petani juga menggunakan pestisida dan herbisida dalam pemeliharaan
tanaman jambu mete pada awal pertumbuhan. Herbisida polaris digunakan untuk
membersihkan lahan dari tanaman gulma jenis alang-alang dan rumput-rumputan
dengan dosis 24 lt/ha. Sedangkan pestisida pounce digunakan untuk melindungi
tanaman terhadap serangan hama utama yang menyerang tanaman jambu mete
dengan dosis 6 lt/ha.
(4) Peralatan dan mesin pertanian
Petani dalam pengolahan lahan dengan maksud pembuatan lubang
tanaman menggunakan alat pertanian berupa cangkul dan linggis. Selain itu petani
juga menggunakan peralatan pertanian lain seperti hand sprayer, gunting pangkas,
dan ember untuk pemeliharaan tanaman.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 5
94
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan peralatan
pertanian oleh petani di lokasi penelitian seperti cangkul rata-rata sebanyak empat
unit, gunting pangkas sebanyak dua unit, alat semprot (hand sprayer ) sebanyak
dua unit, linggis sebanyak dua unit dan ember sebanyak dua unit. Rata-rata umur
ekonomis peralatan pertanian yang digunakan petani sekitar lima tahun.
(5) Tenaga kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani komoditas jambu mete
sebagian besar berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai
kepala keluarga, isteri dan anak-anak itu sendiri. Anak-anak berumur 15 tahun
misalnya sudah dapat merupakan tenaga kerja produktif bagi usahatani. Mereka
dapat membantu pembuatan lubang tanaman, mengangkut bibit atau pupuk ke
kebun, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen serta membantu
pemasaran hasil. Tenaga kerja berasal dari keluarga petani itu merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan yang tidak
pernah dinilai dalam uang.
Pada daerah-daerah dengan pertumbuhan perekonomian baik/maju,
keberadaan tenaga kerja sektor pertanian sebagai faktor produksi menjadi terbatas
jumlahnya jika dibandingkan dengan tanah dan modal. Sehingga keefektifan
tenaga kerja diukur dengan tingginya produktivitas tenaga kerja. Dalam keadaan
seperti ini mulai ditemukan penggunaan mesin-mesin pertanian (sperti: traktor,
theresher dan mesin pemanen padi pada lahan sawah) dan berkembangnya tenaga
kerja upahan (seperti pada pertanian sawah atau perkebunan). Apabila permintaan
(demand ) atau kebutuhan akan tenaga kerja menjadi tinggi dalam waktu yang
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 6
95
hampir bersamaan. Tak jarang diantara petani kerap terjadi persaingan dalam
memperoleh tenaga kerja. Hal ini cenderung berimplikasi terhadap upah/ongkos
tenaga kerja (buruh tani) menjadi meningkat, yang berujung pada peningkatan
biaya produksi.
Dalam kaitan ini, analisis tenaga kerja untuk hari orang kerja (HOK)
menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam proses usahatani komoditas
jambu mete. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja
ini tersegmentasi berdasarkan jenis kegiatan, yakni: (1) persiapan lahan, (2)
penanaman, (3) pemeliharaan, (4) panen, (5) pasca panen, dan (6) pemasaran.
Pada usahatani jambu mete, rata-rata jumlah tenaga kerja yang terserap selama 18
tahun sebanyak 669,40 HOK/ha, dengan jumlah tenaga kerja terbanyak pada jenis
kegiatan pemeliharaan tanaman sebanyak 365,94 HOK/ha atau sebesar 54,67%
dari total kegiatan usahatani jambu mete di Karangasem. Rata-rata jumlah tenaga
kerja yang digunakan dalam usahatani jambu mete berdasarkan jenis kegiatannya
di Kabupaten Karangasem sampai Tahun 2010 seperti Table 6.2 berikut.
Tabel 6.2Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Jenis Kegiatan
pada Usahatani Jambu Mete di Kabupaten Karangasem Tahun 2010
Kegiatan Tenaga kerjaHOK/ha Share (%)
1. Persiapan lahan 22,33 3,33
2. Penanaman 16,67 2,49
3. Pemeliharaan tanaman 365,94 54,67
4. Panen 143,22 21,40
5. Pasca panen 111,86 16,71
6. Pemasaran 9,38 1,40
Total 669,40 100,00
.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 7
96
(6) Modal kerja, pajak, sewa lahan dan lain-lain keluaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar modal kerja (working
capital) yang digunakan oleh petani dalam usahatani jambu mete adalah modal
kerja sendiri melalui lembaga kredit formal yang ada di lokasi penelitian. Rata-
rata tingkat suku bunga privat (nominal interest rate) sebesar 21,60 % per tahun
atau 1,80 % per bulan. Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepemilikan
tanah yang digunakan petani pada usahatani jambu mete adalah milik sendiri dan
tidak menyewa, namun dalam analisis usahatani, nilai lahan tetap diperhitungkan
(Mubyarto, 1995).
(7) Produksi
Tanaman jambu mete mulai berproduksi setelah tanaman berumur empat
tahun. Pemanenan dilakukan secara selektif yaitu langsung dipilih dan dipetik dari
pohonnya, dengan ciri – ciri: (1) warna kulit buah semu menjadi kuning, orange
atau merah tergantung pada jenisnya, (2) ukuran buah semu lebih besar dari buah
sejati, (3) tekstur daging buah semu lunak, rasanya asam agak manis, berair dan
aroma buahnya mirip stroberi, dan (4) warna kulit bijinya menjadi putih ke abu-
abuan dan mengkilat.
Namun produksi jambu mete yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produksi (output ) berupa biji gelondongan kering yang telah dipisahkan dengan
buah semunya. Rata-rata produksi jambu mete pada tanaman menghasilkan tahun
ke-5 (TM 5) mencapai 505,99 kg/ha atau 3,24 kg/pohon/ha. Perkembangan
produksi cenderung bervariasi dari tahun ke tahun sesuai dengan umur pohon,
jumlah pohon yang menghasilkan dan produksi biji gelondongan kering yang
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 8
97
dihasilkannya. Produksi jambu mete juga dipengaruhi oleh iklim kemarau yang
ekstrim (kemarau panjang). Pada tanaman menghasilkan tahun ke-18 (TM 18)
diperkirakan rata-rata produksi yang dihasilkan meningkat menjadi 1.816,12
kg/ha (11,64 kg/pohon/ha). Dengan kata lain, selama periode TM 5 hingga TM
18, rata-rata produksi mencapai 1.816,12 kg/ha dengan laju pertumbuhan 18,49 %
pertahun. Data mengenai input-output fisik usahatani jambu mete organik di
Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 1.
6.3 Harga Privat dan Harga Sosial
6.3.1 Harga privat
Ukuran nilai dari suatu barang-barang dan jasa-jasa adalah harga. Harga
merupakan faktor ekonomi yang sangat penting karena berhubungan dengan
prilaku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Penetapan harga
dapat mempengaruhi pendapatan total dan biaya total, maka setiap keputusan dan
strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap usahatani.
Dalam konteks ini, harga privat didasarkan pada harga aktual yang didapat dari
usahatani petani sampel selaku responden di lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit jambu mete yang ditanam oleh
petani di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, berasal dari bantuan (subsidi)
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Bali dengan harga sebesar
Rp 2.500,00 per bibit.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 9
98
Harga pupuk Urea dilokasi penelitian sebesar Rp 1.600,00 /kg, TSP
sebesar Rp 2.000,00 /kg, KCl sebesar Rp 2.350,00 / kg, NPK phonska sebesar Rp
2.300,00 /kg dan pupuk organik sebesar Rp 1.500,00 / kg, pupuk kandang sebesar
Rp 75,00 /kg, dan pupuk pelengkap cair Mitra Flora sebesar Rp 45.000,00 /liter.
Untuk herbisida Polaris diperoleh dengan harga sebesar Rp 40.000,00 /liter,
sedangkan nilai pestisida (Pounce) yang digunakan dalam pemeliharaan tanaman
jambu mete berkisar Rp 60.000,00 /liter.
Harga peralatan yang digunakan pada usahatani jambu mete ini merupakan
biaya pemulihan modal peralatan selama periode tertentu (annual capital recovery
cost ), setelah diperhitungkan dengan faktor umur ekonomis peralatan dan tingkat
suku bunga privat yang telah ditentukan. Perhitungan biaya pemulihan modal
peralatan secara privat dapat dilihat pada Lampiran 2.
Besarnya upah tenaga kerja untuk jenis kegiatan persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan tanaman, panen dan pasca panen serta pemasaran
sebesar Rp 35.000,00 /hari. Sedangkan nilai sewa lahan dalam satu tahun di lokasi
penelitian sebesar Rp 4.000.000,00.
Untuk modal kerja, sebagian besar dari petani sampel menggunakan modal
kerja (working capital) sendiri yang diperoleh melalui lembaga kredit formal yang
ada di lokasi penelitian. Rata-rata tingkat suku bunga privat (nominal interest
rate) sebesar 1,80 % perbulan atau 21,60 % pertahun.
Harga mete gelondongan kering di tingkat petani berfluktuatif tergantung
musim dan harga mete dunia, harga mete gelondongan kering di tingkat petani
saat penelitian berlangsung adalah Rp 11.000 /kg.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
99
6.3.2 Harga sosial
Harga sosial atau harga bayangan adalah harga dunia atau harga
internasional yang sesuai (harga CIF untuk komoditas yang diimpor dan harga
FOB untuk komoditas yang diekspor) untuk mengestimasi harga efisiensi, baik
untuk output maupun input yang tradabel. Menentukan harga dunia (output dan
input tradabel) yang komparabel dengan komoditas yang sedang dianalisis
merupakan hal yang paling rumit. Sebagian besar masalah terjadi akibat pemilihan
harga dunia (dalam US $) yang tidak tepat. Harga sosial harus ditentukan pada
waktu, bentuk/kualitas, dan lokasi yang sama. Proses memperoleh harga dunia
yang tepat akan senantiasa merupakan tantangan bagi keberhasilan analisis PAM.
Perhitungan harga paritas harus mempertimbangkan biaya pengiriman
barang dari pelabuhan ke pedagang besar terdekat (dari lokasi penelitian),
mengkonversi nilai barang dari barang olahan menjadi barang yang belum diolah.
Ini dilakukan kalau harga dunia yang diperoleh adalah harga barang olahan,
sedangkan komoditas yang diteliti adalah komoditas belum terolah. Biaya
penyimpanan juga perlu dipertimbangkan jika harga dunia yang diperoleh adalah
harga pada saat yang berbeda dengan harga pada saat komoditas yang diteliti itu
diperoleh.
Berdasarkan BPS (2008), disebutkan bahwa FOB adalah cara penilaian
barang yang dijual dalam perdagangan internasional, dimana biaya angkutan dan
biaya asuransi dari pelabuhan muat sampai gudang pembeli ditanggung oleh
pembeli. Sedangkan, CIF adalah cara penilaian barang yang dibeli dalam
perdagangan internasional, dimana semua ongkos dan biaya angkut serta premi
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
100
asuransi di pelabuhan barang dan pelabuhan pembongkaran di tanggung oleh
penjual. Penjual harus mengantarkan barang sampai di pelabuhan pembeli.
Harga sosial bibit jambu mete dihitung dengan menggunakan harga aktual
(privat) di tingkat petani pada lokasi penelitian. Hal ini didasarkan pada fakta
bahwa data ekspor – impor bibit tersebut yang sesuai spesifikasi komoditas di
lokasi penelitian tidak tersedia. Demikian pula harga sosial untuk pupuk kandang
dihitung dengan menggunakan harga aktual (privat) di tingkat petani pada lokasi
penelitian. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa bibit jambu mete dan
pupuk kandang tidak diperdagangkan. Dengan kata lain, pengadaan bibit jambu
mete dan pupuk kandang hanya untuk konsumsi domestik.
Indonesia adalah negara net importir TSP, KCl dan NPK serta net
eksportir urea dan mete gelondongan kering, maka harga sosial untuk TSP, KCl,
dan NPK adalah harga paritas impor, sedangkan harga sosial urea dan mete
gelondongan kering adalah harga paritas ekspor.
Untuk harga sosial pupuk organik, pupuk pelengkap cair, pestisida dan
herbisida, bentuk cair maupun padat digunakan harga privat aktual di lokasi
penelitian, dikurangi tarif impor sebesar 10 % dan pajak pertambahan nilai 10 %.
Perhitungan efisiensi nasional sebuah negara, seperti Indonesia, ditentukan
oleh nilai opportunity cost of imports (atau opportunity cost of revenue from
exports) yang secara nyata terjadi, walaupun harga dunia mengalami distorsi.
Harga internasional (shadow prices) menunjukkan biaya yang dikeluarkan
Indonesia untuk mengimpor satu unit tambahan barang yang diimpor atau
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
101
penerimaan yang diperoleh oleh Indonesia untuk setiap tambahan satu unit barang
yang diekspor.
Upaya untuk mengkoreksi harga aktual internasional karena adanya
anggapan bahwa harga tersebut telah terdistorsi (harga suatu komoditas lebih
rendah dari yang seharusnya akibat kebijakan perdagangan negara-negara kaya
yang memberi subsidi dan proteksi pada sektor pertanian mereka yang tidak
efisien) adalah hal yang tidak benar. Koreksi tersebut dapat dilakukan bila sudah
diyakini (lewat perundingan) bahwa negara kaya akan mengubah kebijakan yang
distorsif tersebut.
Harga sosial tenaga kerja diasumsikan sama dengan harga privat (tingkat
upah aktual di lokasi penelitian) karena tidak ditemui distorsi kebijakan maupun
kegagalan pasar di pedesaan. Dengan kata lain, tidak ada divergensi di pasar
tenaga kerja yang tidak terampil di pedesaan.
Sedangkan harga sosial peralatan (cangkul, gunting pangkas, hand
sprayer , linggis dan ember) diproksi dari biaya pemulihan modal peralatan selama
periode tertentu (annual capital recovery cost ), setelah diperhitungkan dengan
faktor umur ekonomis peralatan dan tingkat suku bunga sosial yang ditentukan.
Perhitungan biaya pemulihan modal peralatan secara sosial dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Tingkat bunga sosial (social interest rate) diasumsikan 20,30% per tahun
atau 1,69% per bulan. Asumsi ini didasarkan pada pengalaman historis negara-
negara di Asia Tenggara ketika mereka berada pada tahap pembangunan yang
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
102
sama dengan Indonesia saat ini, yakni penjumlahan dari social opportunity cost of
capital sebesar 15% ditambah inflasi nasional tahun 2010 sebesar 5,30%.
Harga sosial lahan (Social Opportunity Cost of Land) merupakan
keuntungan kotor sebelum dikurangi sewa lahan dari komoditas alternatif terbaik
(the next best alternative commodity), yaitu komoditas jagung. Dari hasil
perhitungan diperoleh bahwa harga sosial lahan di Kabupaten Karangasem adalah
sebesar Rp 57.307.980,00 /ha per tahun. Sedangkan harga dunia kacang mete
gelondongan kering, berdasarkan perhitungan paritas ekspor adalah sebesar Rp
10.204,43/kg.
6.4 PAM Multi Period Jambu Mete di Kabupaten Karangasem
PAM multi-period adalah PAM yang digunakan untuk komoditas yang
masa tanam dan panennya (siklus produksi) berlangsung dalam waktu yang
panjang. Perhitungan PAM untuk komoditas dengan rentang waktu yang panjang
seperti itu memerlukan tabel PAM untuk setiap periode, kemudian menghitung
net present value (NPV) seluruh periode tersebut. Proses diskonto (discounting)
diperlukan dalam kasus ini karena nilai penerimaan (revenue, R) dan biaya
(cost , C) yang akan diterima/dikeluarkan di masa yang akan datang akan lebih
kecil nilainya bila dinilai pada saat ini. Fakta bahwa alternatif penerimaan dan
ekspektasi biaya (opportunity cost ) meningkat dengan cara bunga-berbunga
(compound rate) seperti tabungan di bank, perlu dipertimbangkan dalam PAM
multi-period ini (Monke dan Pearson, 1995).
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
103
Rumus untuk menghitung NPV untuk penerimaan adalah sebagai berikut:
NPVR =n
t
t
t
i
R
1 )1(
Di mana i adalah tingkat suku bunga (interest rate); t adalah jumlah
periode; dan n adalah periode t terakhir dari nilai R yang diharapkan.
Baris kedua dari PAM multi-period (harga sosial) dihitung dengan
menggunakan cara yang sama. Nilai NPV penerimaan, biaya-biaya input dan
faktor domestik kemudian disusun kedalam format PAM yang biasa. Hasil PAM
multi-period menunjukkan total keuntungan serta total divergensi kebijakan dan
kegagalan pasar selama priode tersebut. Tingkat diskonto (discount rate) yang
digunakan dalam menghitung NPV PAM adalah tingkat bunga nominal privat
untuk baris privat dan tingkat bunga nominal sosial untuk baris sosial. Khusus
untuk faktor domestik tenaga kerja (labour ), tingkat diskonto dalam menghitung
NPV PAM menggunakan tingkat bunga nominal privat. Cara
menginterprestasikan PAM multi-period sama dengan PAM periode tunggal.
Analisis PAM Multi-Period juga memasukkan opportunity cost dari modal
tetap ( fixed capital) atau biaya pemulihan modal ke dalam biaya tahunan. Jika
tidak dilakukan akan menimbulkan “distorsi”, tidak hanya dalam keputusan
menyangkut barang modal jangka panjang, tetapi juga memilih tanaman atau
teknologi. Seperti yang diuraikan oleh Monke dan Pearson (1995), salah satu cara
sederhana menentukan biaya input tetap pertahun adalah dengan membagi biaya
investasi awal (initial cost ) dengan umur operasi input tersebut (useful life), dan
jangan mengabaikan opportunity cost dari modal yang terikat pada input tetap
tersebut. Petani dapat menyimpan uangnya di bank bila tidak diinvestasikan ke
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
104
dalam input tetap. Oleh karena itu, biaya modal yang sebenarnya adalah biaya
fixed cost pertahun plus yang seharusnya diperoleh dari modal tersebut.
Di dalam PAM multi-period, salah satu hal penting yang harus
diperhatikan adalah mengestimasi capital recovery cost . Langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam mengestimasi capital recovery cost , yakni menggali
informasi yang berhubungan biaya pemulihan (cost of recovering) dari investasi.
Informasi ini mencakup biaya investasi awal (privat dan sosial), dugaan umur
teknis atau operasi dari investasi, nilai sisa (salvage value, s), dan total kapasitas
(misalnya dalam satuan horse power ) yang diharapkan dari investasi tersebut.
Biaya investasi awal dan umur operasi merupakan dua informasi terpenting dalam
proses perhitungan capital recovery cost . Setelah investasi habis masa operasinya,
investasi tersebut mungkin masih memiliki nilai sisa dalam bentuk besi tua atau
suku cadang yang masih bisa digunakan. Nilai sisa akan diterima ( present value of
salvage value, PVs) beberapa tahun yang akan datang (t), sehingga harus di
diskonto dengan menggunakan data tingkat suku bunga nominal privat dan sosial
yang digunakan.
PVs = s/(1+i)t
Kemudian dikurangkan dari nilai investasi awal (C0) untuk mendapatkan
biaya bersih saat ini ( present value net cost , PVCnet).
PVCnet = C0 - PVs
Barangkali yang paling rumit adalah menghitung recovery ratio, yang
memperhitungkan tingkat suku bunga dan umur investasi yang diharapkan.
Seperti dijelaskan dalam Monke dan Pearson, recovery ratio merupakan bagian
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
105
dari biaya bersih (net cost, Cnet) yang harus diperoleh kembali (recovered ) setiap
tahunnya agar mampu membeli kembali investasi pada saat umur barang investasi
tersebut berakhir.
Rr = ((1 + i) t x i) / (((1+ i) t) -1)
Apabila recovery ratio sudah diperoleh, maka nilai aktualnya bisa
dihitung.
Krc = Rr x PVCnet
Selanjutnya, capital recovery cost dapat pula dihitung dalam satuan biaya
per jam atau satuan lainnya yang sesuai. Selain itu, ada dua ketegori hasil analisis
tabel PAM multi-period yang memerlukan interpretasi, yakni keuntungan dan
divergensi. Dalam hal keuntungan, yang menjadi perhatian adalah nilai
keuntungan privat dan sosial. Interpretasi hasil analisis PAM multi-period secara
umum mengikuti suatu pola dengan alur logika yang sangat sederhana, yakni: (a)
menjelaskan profitabilitas privat (serta nilai-nilai yang ada di baris pertama pada
tabel PAM); (b) mendiskusikan profitabilitas sosial (serta nilai-nilai yang ada
pada baris kedua tabel PAM); dan (c) menjelaskan perbedaan profitabilitas privat
dan profitabilitas sosial (nilai yang ada pada baris ketiga tabel PAM).
6.4.1 Bujet privat dan keuntungan finansial
Bujet privat diperoleh dengan mengalikan kuantitas input-output fisik /ha
(Lampiran 1) dengan tabel harga net present value privat (Lampiran 4) per unit
masing-masing komponen. Data bujet net present value privat jambu mete
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
106
Suatu usahatani yang menguntungkan secara finansial belum tentu
menguntungkan secara ekonomi. Hal tersebut dimungkinkan, misalnya karena
terdapat subsidi pada input produksi sehingga keuntungan finansial akan
meningkat, namun keuntungan ekonomi tetap atau mengalami penurunan. Apabila
tidak disertai peningkatan produktivitas dan atau harga output, maka secara
ekonomi kebijakan subsidi tersebut tidak akan meningkatkan keuntungan
ekonomi.
Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani maka cara yang paling
sederhana adalah mengetahui nilai keuntungan. Suatu usaha akan terus dijalankan
apabila keuntungan yang diperoleh lebih besar dari nul atau telah mencapai
keuntungan normal. Indikator efisiensi yang lebih tepat adalah nilai efisiensi
ekonomi (sosial) daripada efisiensi finansial (privat). Efisiensi finansial atau
keuntungan finansial merupakan ukuran daya saing dalam harga pasar aktual.
Hasil analisis PAM multi period jambu mete secara privat selama 18 tahun
di Kabupaten Karangasem yang sajikan pada Tabel 6.3 menunjukkan bahwa total
penerimaan (total revenue) yang diperoleh petani sampel jambu mete baru terlihat
pada TM 5 – TM 18, sedangkan pada TBM 0 – TBM 4 usahatani tersebut belum
menghasilkan atau belum berproduksi sehingga keuntungan bersih (net profit )
yang didapat masih negatif. Pada tahun kelima dari umur tanaman jambu mete
atau sebagai tahun pertama tanaman menghasilkan, rata-rata total penerimaan
petani sampel baru mencapai Rp 4.299.227,74 /ha, sedangkan total biaya yang
dikeluarkan petani pada saat itu sebesar Rp 1.514.765,15 /ha sehingga keuntungan
bersih (net profit ) yang diterima petani sampel baru mencapai sebesar Rp
2.784.462,59 /ha. Perkembangan keuntungan bersih cenderung mengalami
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
107
peningkatan mengikuti total penerimaan usahatani jambu mete yang semakin
meningkat setelah dikurangi dengan total biaya (total cost ) usahatani.
Meningkatnya penerimaan petani jambu mete terebut disebabkan perkembangan
jumlah produksi yang cenderung meningkat dengan asumsi bahwa harga produksi
tetap selama TM 1 hingga TM 14.
Pengeluaran biaya terbesar pada sistim usahatani jambu mete di
Kabupaten Karangasem diperuntukan tenaga kerja sekitar 49,45%, input tradabel
sekitar 19,94%, modal kerja sekitar 14,99%, lahan sekitar 12,83% dan peralatan
sekitar 2,79%.
Dari hasil analisis PAM multi period jambu mete secara privat selama 18
tahun, menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan (total revenue) petani
adalah sebesar Rp 105.108.724,11 /ha dengan total biaya (total cost ) yang
merupakan input tradabel sebesar Rp 5.906.986,66 dan faktor domestik sebesar
Rp 23.708.802,29 yang dikeluarkan petani sebesar Rp 29.615.806,95 /ha maka
keuntungan finansial petani dari usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem
adalah sebesar Rp 75.492.917,16 /ha.
Dari total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan petani dalam
usahatani jambu mete diperoleh nilai R/C atau PBCR ( private benefit-cost ratio)
sebesar 3,55. Dapat dikatakan bahwa usahatani jambu mete di Kabupaten
Karangasem secara finansial layak, karena rasio R/C atau PBCR ( private benefit-
cost ratio) lebih besar dari 1. Menurut Monke dan Pearson (1995) suatu aktivitas
ekonomi yang mempunyai keuntungan finansial diatas normal merupakan
indikator bahwa pengembangan aktivitas ekonomi tersebut masih dimungkinkan.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1
Tabel 6.3
Privat Budget Multi Period Jambu Mete di Kabupaten Karangasem
Tahun Penerimaan InputTradabel
Faktor domestik KeuntunganbersihTK Modal Lahan Peralatan Total
1 0 3.394.017,09 1.972.032,29 1.159.066,67 3.798.670,47 291.900,66 7.221.670,08 -10.615.687,182 0 216.448,46 641.724,59 185.365,38 0 0 827.089,97 -1.043.538,43
3 0 205.554,09 609.425,06 176.035,50 0 0 785.460,56 -991.014,65
4 0 195.208,07 578.751,24 167.175,21 0 0 745.926,46 -941.134,52
5 4.299.227,74 185.382,78 1.060.312,25 269.070,13 0 0 1.329.382,37 2.784.462,58
6 5.394.665,66 176.052,02 1.006.944,20 255.527,18 0 225.472,31 1.487.943,70 3.730.669,95
7 6.290.017,10 167.190,90 956.262,30 242.665,89 0 0 1.198.928,19 4.923.898,01
8 7.006.620,97 158.775,79 908.131,34 230.451,94 0 0 1.138.583,28 5.709.261,90
9 7.563.975,08 150.784,22 862.422,93 218.852,74 0 0 1.081.275,67 6.331.915,19
10 7.979.877,41 143.194,89 819.015,12 207.837,36 0 0 1.026.852,49 6.809.830,04
11 8.270.557,46 135.987,55 777.792,14 197.376,41 0 174.161,18 1.149.329,74 6.985.240,18
12 8.450.798,08 129.142,98 738.644,01 187.441,99 0 0 926.086,00 7.395.569,10
13 8.534.048,62 122.642,90 701.466,29 178.007,59 0 0 879.473,88 7.531.931,84
14 8.532.529,88 116.469,99 666.159,82 169.048,04 0 0 835.207,86 7.580.852,03
15 8.457.331,53 110.607,78 632.630,41 160.539,45 0 0 793.169,86 7.553.553,89
16 8.318.502,35 105.040,63 600.788,62 152.459,12 0 134.527,01 887.774,75 7.325.686,97
17 8.125.133,94 99.753,68 570.549,49 144.785,49 0 0 715.334,98 7.310.045,28
18 7.885.438,29 94.732,84 541.832,38 137.498,09 0 0 679.330,46 7.111.374,98
NPV 105.108.724,11 5.906.986,66 14.644.884,50 4.439.204,17 3.798.670,47 826.061,16 23.708.820,29 75.492.917,16
108
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
109
6.4.2 Bujet sosial dan keuntungan ekonomi
Untuk bujet sosial diperoleh dengan mengalikan kuantitas input-output
fisik /ha (Lampiran 1) dengan tabel harga net present value sosial (Lampiran 6)
per unit masing-masing komponen. Data bujet net present value sosial jambu
mete selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Menurut Grey et al. (1985), menyebutkan bahwa analisis keuntungan
ekonomi merupakan analisis yang menilai suatu aktivitas ekonomi atas manfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang memberi dan siapa
yang menerima manfaat dari aktivitas tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka
pada analisis keuntungan ekonomi tidak dibedakan antara keuntungan ditingkat
petani dan keuntungan ditingkat pedagang. Dengan demikian analisis keuntungan
ekonomi baik output maupun input yang digunakan berdasarkan harga sosial atau
harga bayangan (shadow price).
Tanaman jambu mete baru mulai berproduksi pada saat tahun kelima atau
pada saat tanaman menghasilkan pertama ini biasa dikenal sebagai TM 1, namun
belum menunjukkan hasil yang tinggi sehingga belum memberikan keuntungan
ekonomis yang layak bagi petani. Rata-rata total penerimaan petani sampel secara
sosial pada TM 1 baru mencapai Rp 3.988.288,52 /ha, sedangkan total biaya yang
dikeluarkan petani secara sosial pada saat itu lebih besar yaitu sebesar Rp
5.731.403,64 /ha sehingga petani belum memperoleh keuntungan secara ekonomi,
dengan perkataan lain keuntungan bersih (net profit ) secara ekonomi masih
negatif. Hal ini terjadi hingga tahun keenam dari umur tanaman atau pada TM 2.
Selanjutnya usahatani jambu mete baru mulai menunjukkan keuntungan bersih
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
110
pada TM 3 atau ketika tanaman berumur tujuh tahun, dimana rata-rata total
penerimaan petani telah mencapai sebesar Rp 5.835.095,15 /ha dengan total biaya
yang dikeluarkan petani pada usahatani jambu mete sebesar Rp 5.168.972,87 /ha,
sehingga keuntungan bersih yang diterima petani jambu mete sebesar Rp
666.122,28 /ha.
Seperti halnya keuntungan finansial, maka perkembangan keuntungan
bersih cenderung mengalami peningkatan mengikuti total penerimaan usahatani
jambu mete yang semakin meningkat setelah dikurangi dengan total biaya (total
cost ) usahatani. Meningkatnya penerimaan petani jambu mete terebut disebabkan
perkembangan jumlah produksi yang cenderung meningkat dengan asumsi bahwa
harga produksi secara sosial adalah tetap. Hasil analisis PAM multi period jambu
mete secara sosial selama 18 tahun di Kabupaten Karangasem dapat dilihat pada
Tabel 6.4.
Dari hasil analisis PAM multi period jambu mete secara sosial selama 18
tahun, menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan (total revenue) petani
adalah sebesar Rp 97.506.794,88 /ha dengan total biaya ( total cost ) yang
merupakan input tradabel sebesar Rp 6.326.025,74 dan faktor domestik sebesar
Rp 82.546.493,38 yang dikeluarkan petani sebesar Rp 88.874.519,12 /ha maka
keuntungan ekonomi petani dari usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem
adalah sebesar Rp 8.632.275,76 /ha.
Ditinjau dari aspek biaya pengeluaran input secara sosial yang terbesar
adalah biaya sewa lahan sekitar 70,69%, penggunaan tenaga kerja sekitar 16,48%,
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
111
tradabel input sekitar 7,12%, penggunaan modal kerja sekitar 4,79% dan
penggunaan peralatan pertanian sekitar 0,92%.
Berdasarkan perhitungan rasio total penerimaan terhadap total biaya di
atas, maka usahatani jambu mete menghasilkan nilai R/C atau SBCR (social
benefit-cost ratio) sebesar 1,10. Dapat dikatakan bahwa usahatani jambu mete di
Kabupaten Karangasem secara ekonomi (sosial) layak, karena rasio R/C atau
SBCR (social benefit-cost ratio) lebih besar dari 1.
Karena baik keuntungan finansial maupun keuntungan ekonomi usahatani
jambu mete di atas adalah positif, maka usahatani jambu mete tersebut memiliki
keuntungan kompetitif dan keuntungan komparatif dalam menggunakan
sumberdaya ekonomi.
Keuntungan ekonomi merupakan hasil analisis PAM yang menarik. Untuk
memahami arti keuntungan ekonomi, terlebih dahulu harus dipahami konsep
harga efisiensi.
Ketika penerimaan lebih besar dari biaya, di mana keduanya dihitung pada
tingkat harga efisiensi (disebut juga sebagai harga ekonomi/sosial), maka
keuntungan ekonomi/sosial menjadi positif. Harga efisiensi mencerminkan social
opportunity cost . Suatu output dinilai sebagai harga efisiensi dengan cara
mengukur berapa besar penerimaan yang diperoleh perekonomian secara
keseluruhan dengan memproduksi satu unit tambahan output (komoditas ekspor)
atau berapa besar penghematan yang akan dilakukan dengan tidak mengimpor
satu unit komoditas impor, sedangkan harga efisiensi semua input ( input tradable
dan faktor domestik) dinilai dengan menduga berapa besar pendapatan nasional
akibat digunakannya sumberdaya untuk memproduksi komoditas yang sedang
diteliti.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
Tabel 6.4
Sosial Budget Multi Period Jambu Mete di Kabupaten Karangasem
Tahun Penerimaan InputTradabel
Faktor Domestik Keuntunganbersih TK Modal Lahan Peralatan Total
1 0 4.001.528,89 1.972.032,29 1.212.632,92 5.224.651,37 282.504,06 8.691.820,64 -12.693.349,532 0 200.214,83 641.724,59 170.913,70 4.961.682,21 0 5.774.320,50 -5.974.535,33
3 0 190.137,54 609.425,06 162.311,21 4.711.948,92 0 5.483.685,19 -5.673.822,73
4 0 180.567,46 578.751,24 154.141,70 4.474.785,30 0 5.207.678,24 -5.388.245,70
5 3.988.288,52 171.479,07 1.060.312,25 250.053,64 4.249.558,68 0 5.559.924,57 -1.743.115,12
6 5.004.499,50 162.848,12 1.006.944,20 237.467,84 4.035.668,27 225.472,31 5.505.552,62 -663.901,24
7 5.835.095,15 154.651,59 956.262,30 225.515,52 3.832.543,46 0 5.014.321,28 666.122,28
8 6.499.871,06 146.867,60 908.131,34 214.164,79 3.639.642,42 0 4.761.938,55 1.591.064,91
9 7.016.914,84 139.475,41 862.422,93 203.385,36 3.456.450,54 0 4.522.258,83 2.355.180,60
10 7.402.737,27 132.455,28 819.015,12 193.148,49 3.282.479,14 0 4.294.642,75 2.975.639,24
11 7.672.394,05 125.788,49 777.792,14 183.426,87 3.117.264,14 174.161,18 4.252.644,33 3.293.961,23
12 7.839.598,87 119.457,25 738.644,01 174.194,56 2.960.364,81 0 3.873.203,38 3.846.938,24
13 7.916.828,36 113.444,68 701.466,29 165.426,93 2.811.362,59 0 3.678.255,81 4.125.127,87
14 7.915.419,47 107.734,74 666.159,82 157.100,60 2.669.860,01 0 3.493.120,43 4.314.564,30
15 7.845.659,80 102.312,20 632.630,41 149.193,35 2.535.479,59 0 3.317.303,35 4.426.044,25
16 7.716.871,36 97.162,58 600.788,62 141.684,09 2.407.862,86 134.527,01 3.284.862,58 4.334.846,20
17 7.537.488,21 92.272,16 570.549,49 134.552,79 2.286.669,38 0 2.991.771,66 4.453.444,39
18 7.315.128,41 87.627,88 541.832,38 127.780,43 2.171.575,86 0 2.841.188,67 4.386.311,86
NPV 97.506.794,88 6.326.025,74 14.644.884,50 4.257.094,78 62.829.849,54 816.664,57 82.548.493,38 8.632.275,76
Sumber : Data Primer.112
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
113
6.5 Daya Saing Komoditas Jambu Mete di Kabupaten Karangasem
Analisis daya saing secara internasional adalah suatu analisis untuk
menilai suatu aktifitas ekonomi (layak atau tidak layak) ditinjau dari segi
pemanfaatan sumberdaya domestik yang digunakan. Alat analisis yang digunakan
untuk mengukur daya saing secara internasional suatu komoditas adalah dengan
menggunakan rasio Domestic Resourse Cost (DRC), yaitu rasio antara biaya
domestik dengan nilai tambah output dari biaya input yang dapat diperdagangkan
pada harga sosial.
Usahatani suatu komoditas dikatakan mempunyai daya saing secara
internasional jika rasio DRC < 1, artinya komoditas tersebut lebih menguntungkan
jika diusahakan didalam negeri dari pada diimpor. Sebaliknya jika rasio DRC > 1
berarti usahatani suatu komoditas tidak mempunyai daya saing internasional atau
secara ekonomi tidak layak untuk diusahakan karena terjadi pemborosan
sumberdaya domestik. Sehingga pada kondisi seperti ini akan lebih
menguntungkan jika komoditas tersebut diimpor daripada diusahakan di dalam
negeri.
Hasil analisis dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM)
menunjukkan bahwa nilai rasio sumberdaya domestik atau Domestic Resourse
Cost (DRC) usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 0,91. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa untuk mendapatkan 1 unit nilai tambah diperlukan
biaya domestik sebesar 0,91 unit pada usahatani jambu mete. Dalam kaitan
perdagangan internasional maka nilai rasio DRC usahatani jambu mete sebesar
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
114
0,91 artinya bahwa setiap 1 $ US devisa negara yang dikeluarkan untuk
mengimpor mete gelondongan kering, jika diproduksi di dalam negeri hanya
dibutuhkan biaya sebesar 0,91 $ US.
Nilai ekspor mete gelondongan kering Indonesia sepuluh tahun terakhir
yaitu pada Tahun 2000 mencapai volume 27.619 ton dengan nilai 31.502.000 $
US, nilai ekspor cukup berfluktuatif namun memiliki kecenderungan yang terus
meningkat hingga Tahun 2009 yaitu mencapai volume 68.767 ton dengan nilai
82.650.000 $ US. Sejalan dengan nilai ekspor, Indonesia juga mengimpor kacang
mete gelondongan kering dengan volume lebih rendah dari nilai ekspornya. Pada
Tahun 2000 volume impor mete gelondongan kering sebesar 212 ton dengan nilai
353.000 $ US. Nilai impor mete gelondongan kering ini juga memiliki
kecenderungan yang sama dengan nilai ekspornya, yaitu terus mengalami
peningkatan sehingga pada Tahun 2009 volume impor mete mencapai 2.724 ton
dengan nilai 3.997.000 $ US. Dari uraian di atas, untuk meningkatkan dan
sekaligus menghemat devisa negara dari sektor perkebunan yang tiap tahun nilai
impornya semakin besar, maka Kabupaten Karangasem sangat cocok jika
dijadikan sebagai salah satu sentra pengembangan komoditas mete organik
nasional.
Salah satu faktor yang menyebabkan suatu sistem usahatani jambu mete
memiliki daya saing internasional adalah dengan membandingkan alokasi biaya
penggunaan input tradable dan domestik. Hal ini berkaitan dengan alokasi biaya
input tradable pada usahatani jambu mete yang sebagian besar adalah pengadaan
pupuk anorganik, pupuk organik, bibit, herbisida dan pestisida (Lampiran 7).
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
115
Meminimumkan biaya input tradable dengan penerapan prinsip pengendalian
hama terpadu, penggunaan bibit unggul dalam jumlah yang tepat, dan penggunaan
pupuk kandang, penggunaan organik lainnya sesuai rekomendasi (spesifik lokasi)
dalam sistem usahatani jambu mete dapat meminimumkan DRC. Meminimumkan
nilai DRC ekivalen dengan memaksimumkan keuntungan ekonomi (sosial).
Pada Tabel 6.5 diketahui bahwa usahatani jambu mete yang dianalisis
mempunyai rasio DRC < 1, hal ini berarti usahatani jambu mete di Kabupaten
Karangasem mempunyai daya saing secara internasional. Dengan kata lain, faktor
domestik digunakan secara efisien, sehingga usahatani jambu mete ini layak dan
masih dimungkinkan untuk dikembangkan.
Tabel 6.5Analisis Daya Saing Komoditas Jambu Mete
Di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.
Penerimaan(Rp/Ha)
Biaya-biaya (Rp/ha)Keuntungan
(Rp/ha)DRC PCR
Input tradable
Faktordomestik
Privat
Sosial
Divergensi
105.108.724,11
97.506.794,88
7.601.929,23
5.906.986,66
6.326.025,74
-419.039,08
23.708.820,29
82.548.493,38
-58.839.673,09
75.492.917,15
8.632.275,76
66.860.641,39
0,91 0,24
Sumber : Data Primer.
Rasio biaya privat (Privat Cost Ratio atau PCR) adalah perbandingan
antara biaya faktor domestik dengan nilai tambah output dari biaya input tradable
pada harga privat (finansial). Rasio ini dapat digunakan sebagai indikator untuk
mencapai tujuan dari kegiatan usahatani yaitu memperoleh keuntungan
maksimum. Supaya diperoleh nilai keuntungan maksimum maka petani selalu
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2
116
berusaha meminimumkan nilai PCR, misalnya dengan meminimumkan
pengeluaran biaya faktor domestik atau dengan cara memaksimumkan nilai
tambah, yaitu dengan cara meminimumkan input tradable. PCR memainkan
fungsi yang sama seperti DRC, hanya berbeda dalam dasar penilaian harga. PCR
dinilai dalam harga privat (finansial) yang sudah dipengaruhi kebijakan
pemerintah. Nilai PCR merupakan ukuran daya saing atau efisiensi pada nilai
finansial atau keunggulan kompetitif. Itu berarti daya saing pada nilai finansial
dicapai jika nilai PCR lebih kecil dari satu (PCR < 1), sebaliknya tidak
mempunyai daya saing pada nilai finansial jika PCR > 1. Penjelasan dan analisis
di atas maka usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem merupakan sistem
usahatani yang menguntungkan dan memiliki daya saing pada nilai finansial atau
keunggulan kompetitif, karena besarnya rasio biaya privat (PCR) untuk sistem
usahatani jambu mete adalah 0,24 (Tabel 6.5). Usahatani jambu mete di atas bisa
diusahakan, karena untuk menghasilkan satu unit nilai tambah memerlukan biaya
domestik yang lebih kecil dari satu unit.
Hasil analisis PCR dan DRC pada usahatani jambu mete di atas
menunjukkan bahwa nilai PCR < 1 dan DRC < 1, dengan demikian usahatani
jambu mete di Kabupaten Karangasem mempunyai daya saing pada nilai finansial
dan daya saing pada nilai ekonomis (internasional) atau memiliki keunggulan
kompetitif dan keunggulan komparatif. Selain itu juga diketahui bahwa nilai PCR
pada usahatani jambu mete mempunyai nilai yang lebih rendah daripada nilai
DRC-nya, atau PCR < DRC. Keadaan ini memberi arti bahwa tanpa adanya
kebijakan pemerintah, untuk menghasilkan satu unit nilai tambah memerlukan
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
117
faktor domestik yang lebih besar dibandingkan dengan adanya kebijakan. Dengan
kata lain masih diperlukan kebijakan pemerintah untuk menunjang daya saing
pada nilai ekonomis (internasional). Kebijakan pemerintah yang sesuai dengan
ketentuan WTO antara lain berupa tarifikasi dan akses pasar tanpa mengurangi
perlindungan terhadap petani.
6.6 Dampak Kebijakan Input Output
Suatu kebijakan pemerintah dalam suatu sistem komoditas akan
memberikan dampak baik kepada produsen, konsumen maupun pedagang
perantara. Dampak yang diberikan dapat saja positif atau negatif terhadap masing-
masing pelaku sistem tersebut. Dampak kebijakan juga bisa meningkatkan atau
menurunkan produksi atau produktivitas suatu usahatani.
Sebagai contoh, subsidi pupuk yang diberikan sejak masa pemerintahan
orde baru, yaitu sejak dimulainya rencana pembangunan lima tahun tahap I
(REPELITA I). Adanya subsidi tersebut harga pupuk yang dibayar petani menjadi
lebih rendah dari harga ekonomisnya. Kesuksesan subsidi pupuk mendorong
peningkatan penggunaan pupuk. Respon positif petani terhadap subsidi pupuk ini
membawa konsekuensi pembengkakan anggaran pemerintah untuk subsidi pupuk.
Dua dasa warsa terakhir, pemerintah mulai melakukan kebijakan
pengurangan subsidi atas input utama. Pada Tahun 1994 subsidi pupuk KCl telah
dihapus. Selanjutnya secara bertahap pengurangan subsidi atas input utama terus
dilakukan melalui penyesuaian harga pupuk. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian No. 17/Permentan/SR.130/5/2006 tanggal 16 Mei 2006, pemerintah
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
118
melakukan kebijakan pengurangan subsidi atas pupuk lagi atau menaikkan harga
eceran tertinggi (HET) pupuk sehingga harga pupuk urea naik menjadi Rp
1.200,00/kg (14,29 %), SP-36 menjadi Rp 1.550,00/kg (10,71 %), ZA menjadi Rp
1.050,00/kg (10,53 %), NPK menjadi Rp 1.750,00/kg (9,30 %) dan PONSKA
menjadi Rp 1.750,00/kg.
Peraturan Menteri Pertanian di atas telah mengalami beberapa koreksi
diantaranya Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/SR.130/11/2009,
Peraturan Menteri Pertanian No. 22/Permentan/SR.130/2/2010 dan terakhir adalah
Peraturan Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 tanggal 8 April
2010, pemerintah melakukan penyesuaian kembali atas kebutuhan dan harga
eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian Tahun Anggaran
2010, sehingga harga pupuk urea naik menjadi Rp 1.600,00/kg, SP-36 menjadi Rp
2.000,00/kg, ZA menjadi Rp 1.400,00/kg, NPK Phonska menjadi Rp 2.300,00/kg
dan Pupuk Organik Rp 700/kg. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya biaya
produksi, dan semakin tidak kondusifnya bagi pengembangan usahatani beberapa
komoditas pertanian. Penghapusan subsidi pupuk tersebut dikhawatirkan akan
menurunkan kemampuan petani membeli pupuk yang disebabkan menurunnya
nilai tukar hasil petani terhadap harga sarana produksi (Sudaryanto et al., 1999;
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2006). Pada hal pupuk
merupakan faktor pembatas bagi optimalisasi produksi komoditas pertanian
terutama yang berbasis lahan (land base agriculture).
Analisis dampak kebijakan pada penelitian ini dilakukan untuk melihat
sampai sejauh mana kebijakan pemerintah memberikan perlindungan terhadap
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
119
petani domestik, baik kebijakan harga input maupun kebijakan harga output.
Besarnya dampak kebijakan dilihat dari tingkat proteksi yang diterima petani
domestik dalam menjalankan usahanya. Dengan menggunakan beberapa indikator
dari analisis dengan metoda Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix
atau PAM) dapat diketahui berapa besar dampak kebijakan pemerintah tersebut.
6.6.1 Divergensi
Pada dasarnya, PAM dimaksudkan sebagai alat analisis kebijakan dan
dampak kebijakan tersebut, yang tersembunyi dalam divergensi. Setiap
divergensi, baik yang disebabkan oleh distorsi kebijakan atau kegagalan pasar,
seyogyanya dapat dijelaskan secara meyakinkan, kalau tidak ingin memunculnya
anggapan bahwa telah terjadi kesalahan data.
Adanya perbedaan nilai privat (output dan input) dibandingkan dengan
nilai-nilai sosialnya mungkin disebabkan oleh adanya kebijakan yang terdistorsi
(distorting policy) atau pasar berjalan tidak sempurna sehingga gagal menciptakan
pasar yang efisien (market failure) yang menyebabkan harga privat (harga pasar
aktual) berbeda dengan harga sosialnya (harga efisiensi atau social opportunity
cost ).
Kebijakan yang terdistorsi tersebut dapat berupa penerapan pajak atau
subsidi, hambatan perdagangan atau intervensi lain, sedangkan kegagalan pasar
berupa monopoli atau monopsoni, eksternalitas atau tidak berkembangnya pasar
sumberdaya domestik.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
120
Adanya kecurigaan bahwa divergensi disebabkan oleh distorsi kebijakan
atau kegagalan pasar, harus dapat dibuktikan secara meyakinkan. Apabila hal
tersebut tidak dapat dibuktikan secara meyakinkan maka dilakukan pemeriksaan
ulang terhadap asumsi yang digunakan atau data yang berkaitan dengan pasar
komoditas.
Di sektor pertanian, kegagalan pasar sangat jarang terjadi (di pasar output
maupun input tradabel) karena produsen mudah keluar masuk pasar (easy to
entry/exit ). Kegagalan pasar banyak terjadi di pasar sumberdaya domestik
pedesaan negara-negara sedang berkembang, utamanya di pasar modal dan pasar
lahan.
Dari Tabel 6.5 menunjukkan bahwa divergensi dalam penerimaan
(revenue) pada usahatani komoditas jambu mete di Kabupaten Karangasem
sebesar Rp 7.601.929,23 /ha disebabkan oleh perbedaan harga privat yang
diterima petani dengan harga sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
transfer penerimaan dari konsumen kepada produsen (petani) atau konsumen
membeli dan produsen (petani) menerima dengan harga yang lebih tinggi dari
harga seharusnya. Dampak kebijakan pemerintah mengenai harga mete
gelondongan kering menguntungkan produsen (petani) atau terdapat subsidi yang
dapat meningkatkan pendapatan. Nilai divergensi dalam penerimaan (output
transfer ) juga memberi implikasi dalam perdagangan internasional. Dalam hal ini
mete gelondongan kering sebagai komoditas ekspor dan impor, maka adanya
divergensi bernilai positif, seharusnya pemerintah dapat menetapkan salah satu
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
121
pembatasan perdagangan internasional yaitu dengan cara pengenaan tarif atau
pembatasan jumlah (kuota) impor.
Divergensi input yang diperdagangkan (tradable) pada usahatani jambu
mete sebesar – Rp 419.039,08 /ha juga disebabkan oleh perbedaan harga privat
yang dikeluarkan petani dengan harga sosialnya. Dari hasil analisis tersebut
divergensi input tradabel bernilai negatif, itu berarti terdapat kebijakan yang
menghasilkan harga privat yang lebih rendah atau petani sebagai konsumen
membayar harga input secara keseluruhan lebih murah daripada harga sosialnya
(pasar internasional). Nilai negatif pada divergensi input tradabel menunjukkan
adanya kebijakan subsidi. Hal ini berarti bahwa usahatani jambu mete di
Kabupaten Karangasem menerima subsidi input. Subsidi input dari pemerintah
yang diterima petani pada usahatani jambu mete adalah pupuk Urea, TSP/SP-36,
KCl dan NPK.
Input faktor domestik adalah input produksi yang harganya ditentukan
oleh pasar domestik. Perbedaan harga finansial dan harga ekonomi tidak semata-
mata disebabkan oleh kebijakan pajak atau subsidi, tetapi juga adanya unsur
perbedaan penilaian pada faktor domestik. Penilaian upah tenaga kerja, biaya
modal (kapital) pada nilai finansial, biaya pemulihan alat pertanian, dan sewa
lahan tidak dimasukkan dalam perhitungan nilai ekonomi. Dari Tabel 6.5 dapat
diketahui bahwa divergensi faktor domestik pada usahatani jambu mete di
Kabupaten Karangasem menunjukkan nilai negatif, sebesar – Rp 58.839.673,09
/ha. Nilai divergensi faktor domestik yang negatif menunjukkan adanya kebijakan
subsidi dari pemerintah.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
122
Divergensi tenaga kerja pada usahatani jambu mete sama dengan nul,
karena tidak ada perbedaan biaya tenaga kerja privat dan sosial (Lampiran 10).
Dapat dikatakan bahwa tidak terjadi distorsi kebijakan atau kegagalan pasar
tenaga kerja.
Sedangkan divergensi pada biaya modal sebesar Rp 182.109,39 /ha
disebabkan oleh perbedaan harga privat yang diterima petani dengan harga
sosialnya. Divergensi ini timbul sebagai akibat dari tingkat bunga sosial lebih
rendah dari tingkat bunga privatnya (Lampiran 10).
Divergensi biaya lahan disebabkan oleh perbedaan nilai sewa lahan privat
(finansial) dengan nilai sosial lahan. Nilai sosial lahan merupakan nilai
keuntungan yang mungkin dicapai seandainya lahan tersebut digunakan untuk
usahatani jagung. Divergensi biaya lahan yang negatif ( – Rp 59.031.179,08 /ha)
mencerminkan sebagai kurang berkembangnya sistem sewa lahan di Kabupaten
Karangasem (Lampiran 10).
Divergensi pada biaya pemulihan peralatan sebesar Rp 9.396,60 /ha
disebabkan oleh perbedaan harga privat yang diterima petani dengan harga
sosialnya. Divergensi ini juga timbul sebagai akibat dari tingkat bunga sosial lebih
rendah dari tingkat bunga privatnya (Lampiran 10).
Divergensi keuntungan bersih (net profit ) usahatani jambu mete sebesar
Rp 66.860.641,39 /ha. Nilai divergensi keuntungan bersih (net profit ) yang positif,
berarti bahwa terdapat kebijakan insentif pada usahatani jambu mete di Kabupaten
Karangasem, membuat surplus pada produsen (petani) bertambah atau kebijakan
insentif membuat usahatani jambu mete menjadi efisien.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
123
6.6.2 Tingkat proteksi
Analisis dampak kebijakan pemerintah dengan menggunakan metode
PAM, selain dapat dianalisis berdasarkan divergensi atas perbedaan harga privat
dengan harga sosialnya (transfer output, transfer input, transfer faktor dan transfer
bersih), juga dapat pula dilihat melalui rasio antara nilai pada baris pertama (harga
privat) dengan nilai pada baris kedua (harga sosial). Nilai rasio lebih sering
digunakan karena bisa digunakan untuk membandingkan berbagai sistem
usahatani dengan output yang berbeda.
Ada tujuh rasio yang digunakan untuk menduga distorsi kebijakan pada
usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem. Rasio-rasio ini diperoleh dari
nilai-nilai yang disajikan pada Lampiran 10. Dua rasio telah disebutkan di atas,
yaitu DRC dan PCR untuk menilai keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif sistem komoditas, sedangkan yang berhubungan dengan tingkat
proteksi disajikan pada Tabel 6.6 berikut.
Tabel 6.6Rasio PAM Usahatani Jambu Mete di Kabupaten Karangasem Tahun 2010
No. Rasio Nilai
1. NPCO ( Nominal Protection Coefficient on Output ) 1,08
0,93
1,09
8,75
0,69
2. NPCI ( Nominal Protection Coefficient on Input )
3. EPC ( Effective Protection Coefficient )
4. PC (Profitability Coefficient )
5. SRP (Subsidy Ratio to Producers)
Sumber : Data Primer.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
124
6.6.2.1 Dampak kebijakan output
Rasio yang digunakan untuk mengukur divergensi dalam penerimaan
(output transfers) disebut Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO).
Nilai NPCO usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 1,08 atau
petani menerima harga output (privat) lebih tinggi sebesar 8% dibanding harga
paritas impor. Dapat dikatakan bahwa petani jambu mete di Kabupaten
Karangasem dalam melakukan usahataninya telah menikmati proteksi atau
perlindungan output dari pemerintah.
Nilai NPCO yang lebih besar dari satu akan menghambat ekspor bahkan
jambu mete sebagai komoditas yang diperdagangkan secara internasional tanpa
campur tangan pemerintah dapat menyebabkan arus masuknya komoditas
tersebut. Hal itu disebabkan harga mete gelondongan kering di pasar internasional
yang lebih rendah daripada harga mete gelondongan kering di dalam negeri, akan
menyebabkan tertekannya harga mete gelondongan kering di dalam negeri. Untuk
melindungi produsen (petani) diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat
membatasi atau menghambat impor, misalnya dengan melakukan bea masuk
impor mete gelondongan kering, sehingga petani semakin bergairah dalam
meningkatkan produksi.
Sedangkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada
usahatani jambu mete juga menyebabkan perbedaan harga output, antara harga
output finansial dengan harga output ekonomi. Dengan demikian kebijakan
pemerintah tentang harga output (privat) yang lebih tinggi dari harga paritas impor
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
125
(harga dunia) tersebut memberi dampak melindungi (subsidi) kepada produsen
dalam negeri dan merangsang impor jika tidak terdapat pembatasan.
6.6.2.2 Dampak kebijakan input
Rasio yang digunakan untuk mengukur divergensi input tradabel (input
transfers) disebut Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI). Nilai NPCI
usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 0,93. Nilai NPCI yang
lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa terdapat proteksi terhadap produsen
input tradabel, dan sektor yang menggunakan input tersebut yaitu produsen
(petani) pelaku usahatani jambu mete diuntungkan dengan rendahnya harga input
tradabel. Itu berarti petani membayar 7% lebih murah dari harga sosialnya.
Murahnya input tradabel tersebut disebabkan oleh subsidi dari pemerintah berupa
pupuk, pestisida dan herbisida.
6.6.2.3 Transfer gabungan
Rasio yang digunakan untuk mengukur dampak gabungan policy tranfers
dari input dan output tradabel disebut Effective Protection Coefficient (EPC). EPC
adalah rasio nilai tambah dalam nilai finansial dengan nilai tambah dalam nilai
ekonomi. Nilai EPC menggambarkan sejauh mana seluruh kebijakan pemerintah
yang ada bersifat melindungi atau menghambat suatu sistem komoditas. Dengan
demikian besarnya proteksi efektif yang dinikmati petani sangat tergantung dari
kombinasi transfer output dan transfer input.
Pada Tabel 6.6 nilai EPC usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem
adalah 1,09. Nilai EPC menunjukkan rasio lebih besar dari satu, dengan perkataan
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3
126
lain nilai tambah privat lebih besar dari nilai tambah sosial, atau terdapat insentif
positif dari pemerintah pada sistem komoditas tersebut. Besarnya proteksi yang
diterima petani dan sistem komoditas jambu mete di Kabupaten Karangasem
adalah sebesar 9%. Itu berarti adanya kebijakan terhadap output dan input secara
keseluruhan menguntungkan petani dan sistem komoditas. Tingginya proteksi
efektif yang diterima petani pada usahatani jambu mete tersebut dikarenakan
selain petani membayar input tradabel 7% lebih murah dari harga sosialnya, juga
petani menerima harga output (privat) sebesar 8% lebih tinggi dari harga yang
seharusnya (paritas impor atau harga internasional).
6.6.2.4 Transfer bersih
Net tranfers merupakan inti dari hasil sebuah analisis PAM. Nilai ratio
yang berhubungan dengan net transfer adalah Profitability Coefficient (PC). PC
mengukur dampak seluruh transfer terhadap keuntungan privat, dengan perkataan
lain nilai PC merupakan ukuran relatif transfer bersih yang mengakibatkan
keuntungan finansial lebih besar atau lebih kecil dari keuntungan ekonomi. PC
juga merupakan pengembangan dari EPC dengan memasukkan biaya faktor
domestik. Nilai PC usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 8,75.
Nilai ini menunjukkan keuntungan privat (finansial) yang jauh lebih besar, yaitu
lebih dari 8,75 kali lipat dari keuntungan sosial (ekonomis). Berdasarkan nilai PC
ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan berbagai kebijakan pemerintah yang
diterapkan pada usahatani jambu mete mengakibatkan keuntungan bertambah.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
127
Subsidy Ratio to Producers (SRP) adalah ukuran dari gabungan seluruh
transfer effects yang terjadi. Ratio ini merupakan perbandingan antara nilai net
transfer dengan nilai output (penerimaan) yang dihitung pada tingkat harga dunia
(penerimaan sosial atau social revenue). Dengan demikian SRP menunjukkan
sejauh mana penerimaan (revenue) meningkat atau menurun karena terjadinya
transfer. Nilai SRP usahatani jambu mete 0,69. Artinya, divergensi antara
keuntungan finansial dan ekonomi pada usahatani jambu mete sekitar 69% dari
pendapatan kotor (gross profit ). Besarnya transfer positif ( positive transfers) di
atas menunjukkan bahwa secara umum kebijakan pemerintah atau distorsi pasar
yang ada memberikan dampak yang menguntungkan bagi petani jambu mete,
karena petani jambu mete menerima subsidi positif dibandingkan jika tidak ada
kebijakan pemerintah.
6.7 Analisis Titik Impas Harga Ekonomi
Usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem akan mencapai titik
impas, yaitu pada keuntungan ekonomi nul, ketika harga mete gelondongan kering
internasional pada usahatani jambu mete Rp 4.902,28 /kg. Sedangkan, harga mete
gelondongan kering internasional yang diterima petani pada periode penelitian
adalah sebesar Rp 10.204,43 /kg lebih tinggi dari titik impas. Tingginya harga
mete gelondongan kering internasional ini, mencerminkan risk premium yang
ditanggung oleh importir jauh di atas titik impas dan menunjukkan tingginya
keuntungan ekonomi yang diterima petani. Analisis titik impas selengkapnya
seperti pada Tabel 6.7 berikut.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
128
Tabel 6.7Analisis Titik Impas Harga Ekonomi Usahatani Jambu Mete
di Kabupaten Karangasem Tahun 2010
Uraian Kuantitas
Produksi (kg/ha)
Total biaya ekonomi (rp/ha)
Harga ekonomi (rp/kg)
18.129,21
88.874.519,12
4.902,28
Sumber : Data diolah dari Lampiran 1 dan 10.
6.8 Analisis Sensitivitas
Pada analisis ini diasumsikan usahatani jambu mete terjadi suatu kondisi
yang tidak menguntungkan seperti berikut.
(1) Terjadi penurunan harga bayangan output mete gelondongan kering sebesar
20 %.
(2) Meningkatnya biaya transportasi sebesar 25% sebagai dampak kebijakan
menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dapat menurunkan
margin petani.
(3) Turunnya produktivitas jambu mete sampai 20% akibat musim kemarau
yang berkepanjangan akan menurunkan keuntungan privat dan pada
akhirnya menurunkan daya saing komoditas jambu mete.
(4) Berubahnya nilai tukar yang berdampak terhadap keuntungan sosial. Untuk
itu digunakan dua pilihan nilai tukar alternatif, yaitu nilai rupiah menguat
(apresiasi) menjadi Rp 8.500,00 per $ US dan nilai rupiah melemah
(depresiasi) menjadi Rp 10.000,00 per $ US.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
129
Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa penurunan harga bayangan
output sebesar 20 % sehingga harga bayangan menjadi Rp 8.103,54 /kg mete
gelondongan kering. Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan nilai NPCO, DRC,
EPC, dan SRP sedangkan nilai NPCI dan PCR tidak berubah (tetap) bahkan nilai
PC menjadi – 6,60 (negatif). Itu berarti bahwa usahatani jambu mete di Kabupaten
Karangasem masih tetap memiliki daya saing pada nilai finansial (keunggulan
kompetitif), namun sudah tidak lagi memiliki keunggulan komparatif (daya saing
pada nilai ekonomis), karena nilai DRC meningkat menjadi 1,16. Penurunan harga
bayangan output sebesar 20% memberi dampak pada semakin meningkatnya
manfaat (keuntungan) dari kebijakan subsidi output, proteksi efektif dan transfer
effects bagi petani, karena petani masih menerima subsidi positif dibandingkan
jika tidak ada kebijakan pemerintah. Tetapi menurunnya nilai PC hingga menjadi
– 6,60 menunjukkan bahwa keuntungan privat (finansial) menurun atau berkurang
sebesar 6,60 kali lipat dari keuntungan ekonomis. Hasil analisis sensitivitas
usahatani jambu mete akibat penurunan harga bayangan output sebesar 20 % di
Kabupaten Karangasem disajikan pada Tabel 6.8.
Tabel 6.8
Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu mete Pada Harga Bayangan Output
Turun 20 % di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.
Rasio Nilai basisHarga Bayangan Output
Turun 20 %NPCONPCIPCRDRCEPCPC
SRP
1,080,930,240,911,098,75
0,69
1,360,930,241,161,40-6,60
1,12
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
130
Jika biaya transportasi naik sebesar 25 % sebagai dampak kebijakan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menyebabkan usahatani jambu mete
menghasilkan nilai NPCO, DRC, EPC, PC dan SRP semakin meningkat,
sedangkan nilai NPCI dan PCR tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan
biaya transportasi sebesar 25 % justeru memberi dampak positif pada semakin
meningkatnya manfaat (keuntungan) yang diterima petani dan sistim komoditas
jambu mete dari kebijakan subsidi output, proteksi efektif, tingkat keuntungan
privat atas tingkat keuntungan sosial dan transfer effects, karena petani masih
menerima subsidi positif dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah.
Bahkan petani sebagai konsumen input tradabel masih tetap menerima manfaat
dari kebijakan subsidi input.
Nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu, menunjukkan bahwa
usahatani jambu mete masih tetap memiliki daya saing pada nilai finansial
(keunggulan kompetitif) dan ekonomis (keunggulan komparatif). Namun tingkat
daya saing pada nilai ekonomis (keunggulan komparatif) semakin melemah
dibandingkan sebelumnya, karena nilai DRC meningkat menjadi 0,95. Dengan
perkataan lain kenaikan biaya transportasi sebesar 25 % akan membuat usahatani
jambu mete semakin memperlemah tingkat daya saing pada nilai ekonomis
(keunggulan komparatif).
Hasil analisis sensitivitas usahatani jambu mete jika biaya transportasi naik
sebesar 25 % sebagai akibat kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di
Kabupaten Karangasem disajikan pada Tabel 6.9.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
131
Tabel 6.9Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Mete Jika Biaya Transportasi
Naik 25 % di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.
Rasio Nilai basisBiaya transportasi
naik 25 %NPCONPCIPCRDRCEPCPCSRP
1,080,930,240,911,098,750,69
1,090,930,240,951,1015,320,73
Penurunan produktivitas mete gelondongan kering sebesar 20 % akan
meningkatkan nilai PCR, DRC dan SRP. Itu berarti bahwa usahatani jambu mete
masih tetap memiliki daya saing pada nilai finansial (keunggulan kompetitif)
karena nilai PCR masih < 1. Namun tingkat daya saing pada nilai finansial
(keunggulan kompetitif) tersebut semakin melemah dibandingkan sebelumnya,
karena nilai PCR meningkat menjadi 0,30. Sebaliknya penurunan produktivitas
mete gelondongan kering sebesar 20 % menyebabkan hilangnya tingkat daya
saing pada nilai ekonomi (keunggulan komparatif). Dengan perkataan lain
penurunan produktivitas mete gelondongan kering sebesar 20 % akan membuat
usahatani jambu mete kehilangan daya saing pada nilai ekonomi (keunggulan
komparatif) namun masih memiliki daya saing pada nilai finansial (keunggulan
kompetitif).
Penurunan produktivitas mete gelondongan kering sebesar 20 %, ternyata
tidak mempengaruhi nilai NPCO, NPCI dan EPC. Itu berarti penurunan
produktivitas tersebut masih tetap memberikan subsidi output dan input baik
terhadap petani maupun sistim komoditas. Bahkan gabungan kebijakan subsidi
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
132
output dan input di atas masih tetap memberikan tingkat proteksi efektif baik
untuk petani maupun sistem komoditas, besaran proteksi efektif yang diterima
masih sebesar 9 %.
Tetapi penurunan produktivitas sebesar 20 % mengakibatkan menurunnya
nilai PC hingga menjadi – 5,01 (negatif), keadaan ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan keuntungan privat (finansial) sebesar 5,01 kali lipat dari keuntungan
ekonomisnya. Namun secara keseluruhan dari transfer effects yang terjadi, maka
dampak kebijakan pemerintah dan distorsi pasar yang ada memberikan dampak
yang menguntungkan bagi petani, karena petani masih menerima subsidi positif
dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah dimana nilai SRP meningkat
menjadi 0,84. Hasil analisis sensitivitas usahatani jambu mete jika produktivitas
turun sebesar 20 % di Kabupaten Karangasem disajikan pada Tabel 6.10.
Tabel 6.10Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Mete Jika Produktivitas
Turun 20 % di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.
Rasio Nilai basisProduktivitasturun 20 %
NPCONPCIPCRDRC
EPCPCSRP
1,080,930,240,91
1,098,750,69
1,080,930,301,15
1,09-5,010,84
Menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi) menjadi Rp 8.500,00/$US
menyebabkan sistim usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem tetap
memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Bahkan sistim
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
133
usahatani justeru cenderung semakin kuat daya saing pada nilai ekonomi
(keunggulan komparatif) dengan menguatnya nilai tukar rupiah.
Menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi), tetap memberikan dampak
positif tehadap kebijakan subsidi output dan subsidi input. Ada kecenderungan
menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi) akan mengurangi manfaat dari kebijakan
subsidi input, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai NPCI menjadi 0,94.
Dari hasil analisis sensitivitas di atas tampak bahwa tingkat proteksi efektif yang
ditunjukkan dengan nilai EPC tetap sebesar 1,09. Artinya dengan semakin
menguatnya nilai tukar rupiah maka petani tetap memperoleh insentif (proteksi)
dari pemerintah.
Namun menguatnya nilai tukar rupiah menyebabkan menurunnya tingkat
keuntungan privat (finansial) terhadap keuntungan ekonomis, tetapi masih
memberikan tingkat keuntungan privat (finansial) sebesar 8,66 kali lipat dari
keuntungan ekonomis. Secara keseluruhan dari transfer effects yang terjadi, maka
dampak kebijakan pemerintah dan distorsi pasar yang ada masih memberikan
subsidi positif dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah, dimana nilai
SRP sebesar 0,68.
Hasil analisis sensitivitas usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem
pada nilai tukar Rp 8.500,00/$US dan Rp 10.000,00/$US selengkapnya disajikan
pada Tabel 6.11.
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
134
Tabel 6.11Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Mete Pada Nilai Tukar Rp 8.500,00/$US
dan Rp 10.000,00/$US di Kabupaten Karangasem.
Rasio Nilai basisNilai tukar
Rp 8.500,00/$US Rp 10.000,00/$USNPCONPCIPCRDRCEPCPCSRP
1,080,930,240,911,098,750,69
1,080,940,240,901,098,660,68
1,080,920,240,911,098,850,69
Dari Tabel 6.11 menunjukkan bahwa hasil analisis sensitivitas terhadap
melemahnya nilai tukar rupiah (depresiasi) menjadi Rp 10.000,00/$US ternyata
tetap memiliki daya saing pada nilai privat (keunggulan kompetitif) dan daya
saing pada nilai ekonomi (keunggulan komparatif).
Sedangkan melemahnya nilai tukar rupiah (depresiasi), juga masih tetap
memberikan dampak positif tehadap kebijakan subsidi output dan subsidi input.
Tetapi ada kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah akan meningkatkan
manfaat dari kebijakan subsidi input, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya nilai
NPCI menjadi 0,92. Namun dari hasil analisis sensitivitas di atas tampak bahwa
tingkat proteksi efektif yang ditunjukkan dengan nilai EPC tetap sebesar 1,09.
Artinya dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah maka petani tetap
memperoleh insentif (proteksi) dari pemerintah.
Melemahnya nilai tukar rupiah ternyata menyebabkan meningkatnya
tingkat keuntungan privat (finansial), yaitu sebesar 8,85 kali lipat dari keuntungan
ekonomis. Secara keseluruhan dari transfer effects yang terjadi, maka dampak
kebijakan pemerintah dan distorsi pasar yang ada masih memberikan subsidi
5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4
135
dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah, dimana nilai SRP tetap sebesar
0,69.