unud 152 3958883 bab vi hasil dan pembahasan kenyung

48
  BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan ekspor jambu mete di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem selama Tahun 2009 mencapai volume sebanyak 57 ton biji gelondong kering dan diharapkan pada Tahun 2010 ekspor jambu mete bisa menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Namun ekspor jambu mete nasional Tahun 2010 diperkirakan akan mengalami penurunan, karena panen jambu mete pada Tahun 2010 mengalami penurunan hasil sekitar 15% atau sebesar 52.500 ton biji gelondong kering dibandingkan pada Tahun 2009 (http://nababanwordpress.com. Di akses 10 Maret 2010). Pemerintah dapat mengintervensi sektor pertanian dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian dengan menggunakan tiga bentuk kebijakan, yakni kebijakan harga, kebijakan investasi publik, dan kebijakan ekonomi makro. Secara khusus, dampak kebijakan harga, kebijakan investasi  pertanian dan kebijakan ekonomi makro dianalisis melalui pendekatan  Policy  Analysis Matrix (PAM). Analisis daya saing komoditas jambu mete di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali selengkapnya sebagai berikut. 6.1 Asumsi Ekonomi Makro Asumsi makro ekonomi yang digunakan pada analisis  Policy Analysis  Matrix (PAM) adalah tingkat suku bunga nominal (% per tahun), tingkat suku  bunga sosial (% per tahun), dan nilai tuka r (Rupiah per US Dollar) yang disajikan  pada Tabel 6.1.  90

Upload: amariliaharsantidameswary

Post on 18-Jul-2015

185 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

 

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan ekspor jambu mete di Kecamatan Kubu, Kabupaten

Karangasem selama Tahun 2009 mencapai volume sebanyak 57 ton biji

gelondong kering dan diharapkan pada Tahun 2010 ekspor jambu mete bisa

menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal

Perkebunan, 2010). Namun ekspor jambu mete nasional Tahun 2010 diperkirakan

akan mengalami penurunan, karena panen jambu mete pada Tahun 2010

mengalami penurunan hasil sekitar 15% atau sebesar 52.500 ton biji gelondong

kering dibandingkan pada Tahun 2009 (http://nababanwordpress.com. Di akses 10

Maret 2010). Pemerintah dapat mengintervensi sektor pertanian dalam upaya

meningkatkan produktivitas pertanian dengan menggunakan tiga bentuk 

kebijakan, yakni kebijakan harga, kebijakan investasi publik, dan kebijakan

ekonomi makro. Secara khusus, dampak kebijakan harga, kebijakan investasi

pertanian dan kebijakan ekonomi makro dianalisis melalui pendekatan Policy

 Analysis Matrix (PAM). Analisis daya saing komoditas jambu mete di Kabupaten

Karangasem, Provinsi Bali selengkapnya sebagai berikut.

6.1  Asumsi Ekonomi Makro

Asumsi makro ekonomi yang digunakan pada analisis Policy Analysis

 Matrix (PAM) adalah tingkat suku bunga nominal (% per tahun), tingkat suku

bunga sosial (% per tahun), dan nilai tukar (Rupiah per US Dollar) yang disajikan

pada Tabel 6.1.

90

Page 2: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

91

Tabel 6.1

Asumsi Ekonomi Makro

Asumsi ekonomi makro Jumlah

Tingkat suku bunga nominal (% per tahun) 21,60 %

Tingkat suku bunga sosial (% per tahun) 20,30 %

Nilai tukar rupiah (Rp/$) Asumsi APBN 2010 9.200,00

Sumber : Bank Indonesia (2010) dan Kementerian Keuangan RI (2010).

Tingkat suku bunga nominal (nominal interest rate) diperoleh dari

informasi tingkat bunga kredit formal (bank persero, bank pemerintah daerah,

bank swasta nasional, bank asing dan bank campuran, bank umum, dan lembaga

kredit lainnya). Dalam penelitian ini digunakan tingkat bunga nominal, bukan

tingkat bunga riil karena seluruh komponen biaya bukan modal dalam bujet PAM

telah mencerminkan dampak inflasi sehingga akan tidak konsisten seandainya

dampak inflasi dihilangkan hanya pada komponen modal dengan menggunakan

tingkat bunga riil. Tingkat suku bunga nominal yang digunakan adalah rata-rata

tingkat bunga privat untuk modal yang bersumber dari lembaga kredit formal

yang ada di lokasi penelitian, yakni sebesar 21,60% per tahun (BI, 2010).

Tingkat suku bunga sosial (social interest rate) merupakan penjumlahan

dari social opportunity cost of capital yang diasumsikan sebesar 15% per tahun

ditambah dengan laju inflasi nasional pada tahun penelitian. Hal ini sesuai dengan

pengalaman historis negara-negara di Asia Tenggara ketika berada pada tahap

pembangunan yang sama dengan Indonesia saat ini. Laju inflasi nasional Tahun

2010 yakni sebesar 5,3 % dengan demikian tingkat suku bunga sosial berada pada

besaran 20,30 % per tahun (Monke and Pearson, 1995 dan Kementerian Keuangan

RI, 2010).

Page 3: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

92

Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan asumsi

APBN, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp 9.200,00 per US Dollar (Kementerian

Keuangan RI, 2010).

6.2  Struktur Input Output Fisik

Struktur input-output fisik di tingkat petani terbagi menjadi empat bagian.

Pertama, input tradable (barang-barang input yang diperdagangkan) meliputi

benih, pupuk kimia seperti pupuk urea, TSP, KCl, NPK, pupuk kandang, pupuk 

cair Mitra Flora, pestisida, dan herbisida. Kedua, peralatan yang digunakan.

Ketiga, penggunaan tenaga kerja, modal kerja, dan sewa tanah. Keempat, produksi

(output) yang dihasilkan. Berikut ini kajian tentang struktur input-output fisik 

komoditas jambu mete organik di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem,

Provinsi Bali.

(1) Bibit

Bibit jambu mete berasal dari bantuan Dinas Perkebunan Provinsi Bali

pada Tahun 1993. Bibit jambu mete di tanam dengan jarak tanam 8 m x 8 m,

sehingga dalam satu hektarnya rata-rata petani di lokasi penelitian memperoleh

tanaman sebanyak 156 bibit. (Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan

Karangasem. 2010).

(2) Pupuk

Pemupukan tanaman jambu mete dengan pupuk organik dan anorganik 

dilakukan pada awal penanaman untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh

karena komoditas jambu mete di Kecamatan Kubu ini sebagai satu-satunya

Page 4: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

93

usahatani komoditas jambu mete organik di Provinsi Bali, maka pemeliharaan

pada tahun berikutnya tidak lagi menggunakan pupuk anorganik (kimia) tetapi

hanya menggunakan pupuk organik sebagai pupuk utama untuk mendukung

pertumbuhan pertanaman. Jenis pupuk yang digunakan pada awal penanaman

 jambu mete adalah urea dengan rata-rata dosis 312 kg/ha, TSP dengan dosis 156

kg/ha, KCl dengan dosis 78 kg/ha, NPK dengan dosis 78 kg/ha, pupuk kandang

dengan dosis 2.000 kg/ha, dan pupuk cair Mitra Flora dengan dosis 12 lt/ha.

Selanjutnya pada tahun kedua dan berikutnya tanaman jambu mete dipupuk oleh

petani dengan menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang dan pupuk cair

Mitra Flora masing-masing dengan rata-rata dosis 2.000 kg/ha dan 2 lt/ha.

(3) Pestisida dan herbisida

Petani juga menggunakan pestisida dan herbisida dalam pemeliharaan

tanaman jambu mete pada awal pertumbuhan. Herbisida polaris digunakan untuk 

membersihkan lahan dari tanaman gulma jenis alang-alang dan rumput-rumputan

dengan dosis 24 lt/ha. Sedangkan pestisida pounce digunakan untuk melindungi

tanaman terhadap serangan hama utama yang menyerang tanaman jambu mete

dengan dosis 6 lt/ha.

(4) Peralatan dan mesin pertanian

Petani dalam pengolahan lahan dengan maksud pembuatan lubang

tanaman menggunakan alat pertanian berupa cangkul dan linggis. Selain itu petani

 juga menggunakan peralatan pertanian lain seperti hand sprayer, gunting pangkas,

dan ember untuk pemeliharaan tanaman.

Page 5: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 5

94

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan peralatan

pertanian oleh petani di lokasi penelitian seperti cangkul rata-rata sebanyak empat

unit, gunting pangkas sebanyak dua unit, alat semprot (hand sprayer ) sebanyak 

dua unit, linggis sebanyak dua unit dan ember sebanyak dua unit. Rata-rata umur

ekonomis peralatan pertanian yang digunakan petani sekitar lima tahun.

(5) Tenaga kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani komoditas jambu mete

sebagian besar berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai

kepala keluarga, isteri dan anak-anak itu sendiri. Anak-anak berumur 15 tahun

misalnya sudah dapat merupakan tenaga kerja produktif bagi usahatani. Mereka

dapat membantu pembuatan lubang tanaman, mengangkut bibit atau pupuk ke

kebun, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen serta membantu

pemasaran hasil. Tenaga kerja berasal dari keluarga petani itu merupakan

sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan yang tidak 

pernah dinilai dalam uang.

Pada daerah-daerah dengan pertumbuhan perekonomian baik/maju,

keberadaan tenaga kerja sektor pertanian sebagai faktor produksi menjadi terbatas

 jumlahnya jika dibandingkan dengan tanah dan modal. Sehingga keefektifan

tenaga kerja diukur dengan tingginya produktivitas tenaga kerja. Dalam keadaan

seperti ini mulai ditemukan penggunaan mesin-mesin pertanian (sperti: traktor,

theresher dan mesin pemanen padi pada lahan sawah) dan berkembangnya tenaga

kerja upahan (seperti pada pertanian sawah atau perkebunan). Apabila permintaan

(demand ) atau kebutuhan akan tenaga kerja menjadi tinggi dalam waktu yang

Page 6: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 6

95

hampir bersamaan. Tak jarang diantara petani kerap terjadi persaingan dalam

memperoleh tenaga kerja. Hal ini cenderung berimplikasi terhadap upah/ongkos

tenaga kerja (buruh tani) menjadi meningkat, yang berujung pada peningkatan

biaya produksi.

Dalam kaitan ini, analisis tenaga kerja untuk hari orang kerja (HOK)

menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam proses usahatani komoditas

 jambu mete. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja

ini tersegmentasi berdasarkan jenis kegiatan, yakni: (1) persiapan lahan, (2)

penanaman, (3) pemeliharaan, (4) panen, (5) pasca panen, dan (6) pemasaran.

Pada usahatani jambu mete, rata-rata jumlah tenaga kerja yang terserap selama 18

tahun sebanyak 669,40 HOK/ha, dengan jumlah tenaga kerja terbanyak pada jenis

kegiatan pemeliharaan tanaman sebanyak 365,94 HOK/ha atau sebesar 54,67%

dari total kegiatan usahatani jambu mete di Karangasem. Rata-rata jumlah tenaga

kerja yang digunakan dalam usahatani jambu mete berdasarkan jenis kegiatannya

di Kabupaten Karangasem sampai Tahun 2010 seperti Table 6.2 berikut.

Tabel 6.2Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Jenis Kegiatan

pada Usahatani Jambu Mete di Kabupaten Karangasem Tahun 2010

Kegiatan Tenaga kerjaHOK/ha Share (%)

1.  Persiapan lahan 22,33 3,33

2.  Penanaman 16,67 2,49

3.  Pemeliharaan tanaman 365,94 54,67

4.  Panen 143,22 21,40

5.  Pasca panen 111,86 16,71

6.  Pemasaran 9,38 1,40

Total 669,40 100,00

Page 7: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 7

96

(6) Modal kerja, pajak, sewa lahan dan lain-lain keluaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar modal kerja (working

capital) yang digunakan oleh petani dalam usahatani jambu mete adalah modal

kerja sendiri melalui lembaga kredit formal yang ada di lokasi penelitian. Rata-

rata tingkat suku bunga privat (nominal interest rate) sebesar 21,60 % per tahun

atau 1,80 % per bulan. Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepemilikan

tanah yang digunakan petani pada usahatani jambu mete adalah milik sendiri dan

tidak menyewa, namun dalam analisis usahatani, nilai lahan tetap diperhitungkan

(Mubyarto, 1995).

(7) Produksi

Tanaman jambu mete mulai berproduksi setelah tanaman berumur empat

tahun. Pemanenan dilakukan secara selektif yaitu langsung dipilih dan dipetik dari

pohonnya, dengan ciri – ciri: (1) warna kulit buah semu menjadi kuning, orange

atau merah tergantung pada jenisnya, (2) ukuran buah semu lebih besar dari buah

sejati, (3) tekstur daging buah semu lunak, rasanya asam agak manis, berair dan

aroma buahnya mirip stroberi, dan (4) warna kulit bijinya menjadi putih ke abu-

abuan dan mengkilat.

Namun produksi jambu mete yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produksi (output ) berupa biji gelondongan kering yang telah dipisahkan dengan

buah semunya. Rata-rata produksi jambu mete pada tanaman menghasilkan tahun

ke-5 (TM 5) mencapai 505,99 kg/ha atau 3,24 kg/pohon/ha. Perkembangan

produksi cenderung bervariasi dari tahun ke tahun sesuai dengan umur pohon,

 jumlah pohon yang menghasilkan dan produksi biji gelondongan kering yang

Page 8: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 8

97

dihasilkannya. Produksi jambu mete juga dipengaruhi oleh iklim kemarau yang

ekstrim (kemarau panjang). Pada tanaman menghasilkan tahun ke-18 (TM 18)

diperkirakan rata-rata produksi yang dihasilkan meningkat menjadi 1.816,12

kg/ha (11,64 kg/pohon/ha). Dengan kata lain, selama periode TM 5 hingga TM

18, rata-rata produksi mencapai 1.816,12 kg/ha dengan laju pertumbuhan 18,49 %

pertahun. Data mengenai input-output fisik usahatani jambu mete organik di

Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 1.

6.3  Harga Privat dan Harga Sosial

6.3.1  Harga privat

Ukuran nilai dari suatu barang-barang dan jasa-jasa adalah harga. Harga

merupakan faktor ekonomi yang sangat penting karena berhubungan dengan

prilaku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Penetapan harga

dapat mempengaruhi pendapatan total dan biaya total, maka setiap keputusan dan

strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap usahatani.

Dalam konteks ini, harga privat didasarkan pada harga aktual yang didapat dari

usahatani petani sampel selaku responden di lokasi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit jambu mete yang ditanam oleh

petani di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, berasal dari bantuan (subsidi)

Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Bali dengan harga sebesar

Rp 2.500,00 per bibit.

Page 9: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 9

98

Harga pupuk Urea dilokasi penelitian sebesar Rp 1.600,00 /kg, TSP

sebesar Rp 2.000,00 /kg, KCl sebesar Rp 2.350,00 / kg, NPK phonska sebesar Rp

2.300,00 /kg dan pupuk organik sebesar Rp 1.500,00 / kg, pupuk kandang sebesar

Rp 75,00 /kg, dan pupuk pelengkap cair Mitra Flora sebesar Rp 45.000,00 /liter.

Untuk herbisida Polaris diperoleh dengan harga sebesar Rp 40.000,00 /liter,

sedangkan nilai pestisida (Pounce) yang digunakan dalam pemeliharaan tanaman

 jambu mete berkisar Rp 60.000,00 /liter.

Harga peralatan yang digunakan pada usahatani jambu mete ini merupakan

biaya pemulihan modal peralatan selama periode tertentu (annual capital recovery

cost ), setelah diperhitungkan dengan faktor umur ekonomis peralatan dan tingkat

suku bunga privat yang telah ditentukan. Perhitungan biaya pemulihan modal

peralatan secara privat dapat dilihat pada Lampiran 2.

Besarnya upah tenaga kerja untuk jenis kegiatan persiapan lahan,

penanaman, pemeliharaan tanaman, panen dan pasca panen serta pemasaran

sebesar Rp 35.000,00 /hari. Sedangkan nilai sewa lahan dalam satu tahun di lokasi

penelitian sebesar Rp 4.000.000,00.

Untuk modal kerja, sebagian besar dari petani sampel menggunakan modal

kerja (working capital) sendiri yang diperoleh melalui lembaga kredit formal yang

ada di lokasi penelitian. Rata-rata tingkat suku bunga privat (nominal interest 

rate) sebesar 1,80 % perbulan atau 21,60 % pertahun.

Harga mete gelondongan kering di tingkat petani berfluktuatif tergantung

musim dan harga mete dunia, harga mete gelondongan kering di tingkat petani

saat penelitian berlangsung adalah Rp 11.000 /kg.

Page 10: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

99

6.3.2  Harga sosial

Harga sosial atau harga bayangan adalah harga dunia atau harga

internasional yang sesuai (harga CIF untuk komoditas yang diimpor dan harga

FOB untuk komoditas yang diekspor) untuk mengestimasi harga efisiensi, baik 

untuk output maupun input yang tradabel. Menentukan harga dunia (output dan

input tradabel) yang komparabel dengan komoditas yang sedang dianalisis

merupakan hal yang paling rumit. Sebagian besar masalah terjadi akibat pemilihan

harga dunia (dalam US $) yang tidak tepat. Harga sosial harus ditentukan pada

waktu, bentuk/kualitas, dan lokasi yang sama. Proses memperoleh harga dunia

yang tepat akan senantiasa merupakan tantangan bagi keberhasilan analisis PAM.

Perhitungan harga paritas harus mempertimbangkan biaya pengiriman

barang dari pelabuhan ke pedagang besar terdekat (dari lokasi penelitian),

mengkonversi nilai barang dari barang olahan menjadi barang yang belum diolah.

Ini dilakukan kalau harga dunia yang diperoleh adalah harga barang olahan,

sedangkan komoditas yang diteliti adalah komoditas belum terolah. Biaya

penyimpanan juga perlu dipertimbangkan jika harga dunia yang diperoleh adalah

harga pada saat yang berbeda dengan harga pada saat komoditas yang diteliti itu

diperoleh.

Berdasarkan BPS (2008), disebutkan bahwa FOB adalah cara penilaian

barang yang dijual dalam perdagangan internasional, dimana biaya angkutan dan

biaya asuransi dari pelabuhan muat sampai gudang pembeli ditanggung oleh

pembeli. Sedangkan, CIF adalah cara penilaian barang yang dibeli dalam

perdagangan internasional, dimana semua ongkos dan biaya angkut serta premi

Page 11: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

100

asuransi di pelabuhan barang dan pelabuhan pembongkaran di tanggung oleh

penjual. Penjual harus mengantarkan barang sampai di pelabuhan pembeli.

Harga sosial bibit jambu mete dihitung dengan menggunakan harga aktual

(privat) di tingkat petani pada lokasi penelitian. Hal ini didasarkan pada fakta

bahwa data ekspor  –  impor bibit tersebut yang sesuai spesifikasi komoditas di

lokasi penelitian tidak tersedia. Demikian pula harga sosial untuk pupuk kandang

dihitung dengan menggunakan harga aktual (privat) di tingkat petani pada lokasi

penelitian. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa bibit jambu mete dan

pupuk kandang tidak diperdagangkan. Dengan kata lain, pengadaan bibit jambu

mete dan pupuk kandang hanya untuk konsumsi domestik.

Indonesia adalah negara net importir TSP, KCl dan NPK serta net

eksportir urea dan mete gelondongan kering, maka harga sosial untuk TSP, KCl,

dan NPK adalah harga paritas impor, sedangkan harga sosial urea dan mete

gelondongan kering adalah harga paritas ekspor.

Untuk harga sosial pupuk organik, pupuk pelengkap cair, pestisida dan

herbisida, bentuk cair maupun padat digunakan harga privat aktual di lokasi

penelitian, dikurangi tarif impor sebesar 10 % dan pajak pertambahan nilai 10 %.

Perhitungan efisiensi nasional sebuah negara, seperti Indonesia, ditentukan

oleh nilai opportunity cost of imports (atau opportunity cost of revenue from

exports) yang secara nyata terjadi, walaupun harga dunia mengalami distorsi.

Harga internasional (shadow prices) menunjukkan biaya yang dikeluarkan

Indonesia untuk mengimpor satu unit tambahan barang yang diimpor atau

Page 12: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

101

penerimaan yang diperoleh oleh Indonesia untuk setiap tambahan satu unit barang

yang diekspor.

Upaya untuk mengkoreksi harga aktual internasional karena adanya

anggapan bahwa harga tersebut telah terdistorsi (harga suatu komoditas lebih

rendah dari yang seharusnya akibat kebijakan perdagangan negara-negara kaya

yang memberi subsidi dan proteksi pada sektor pertanian mereka yang tidak 

efisien) adalah hal yang tidak benar. Koreksi tersebut dapat dilakukan bila sudah

diyakini (lewat perundingan) bahwa negara kaya akan mengubah kebijakan yang

distorsif tersebut.

Harga sosial tenaga kerja diasumsikan sama dengan harga privat (tingkat

upah aktual di lokasi penelitian) karena tidak ditemui distorsi kebijakan maupun

kegagalan pasar di pedesaan. Dengan kata lain, tidak ada divergensi di pasar

tenaga kerja yang tidak terampil di pedesaan.

Sedangkan harga sosial peralatan (cangkul, gunting pangkas, hand 

sprayer , linggis dan ember) diproksi dari biaya pemulihan modal peralatan selama

periode tertentu (annual capital recovery cost ), setelah diperhitungkan dengan

faktor umur ekonomis peralatan dan tingkat suku bunga sosial yang ditentukan.

Perhitungan biaya pemulihan modal peralatan secara sosial dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Tingkat bunga sosial (social interest rate) diasumsikan 20,30% per tahun

atau 1,69% per bulan. Asumsi ini didasarkan pada pengalaman historis negara-

negara di Asia Tenggara ketika mereka berada pada tahap pembangunan yang

Page 13: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

102

sama dengan Indonesia saat ini, yakni penjumlahan dari social opportunity cost of 

capital sebesar 15% ditambah inflasi nasional tahun 2010 sebesar 5,30%.

Harga sosial lahan (Social Opportunity Cost of Land) merupakan

keuntungan kotor sebelum dikurangi sewa lahan dari komoditas alternatif terbaik 

(the next best alternative commodity), yaitu komoditas jagung. Dari hasil

perhitungan diperoleh bahwa harga sosial lahan di Kabupaten Karangasem adalah

sebesar Rp 57.307.980,00 /ha per tahun. Sedangkan harga dunia kacang mete

gelondongan kering, berdasarkan perhitungan paritas ekspor adalah sebesar Rp

10.204,43/kg.

6.4  PAM Multi Period Jambu Mete di Kabupaten Karangasem

PAM multi-period adalah PAM yang digunakan untuk komoditas yang

masa tanam dan panennya (siklus produksi) berlangsung dalam waktu yang

panjang. Perhitungan PAM untuk komoditas dengan rentang waktu yang panjang

seperti itu memerlukan tabel PAM untuk setiap periode, kemudian menghitung

net present value (NPV) seluruh periode tersebut. Proses diskonto (discounting)

diperlukan dalam kasus ini karena nilai penerimaan (revenue, R) dan biaya

(cost , C) yang akan diterima/dikeluarkan di masa yang akan datang akan lebih

kecil nilainya bila dinilai pada saat ini. Fakta bahwa alternatif penerimaan dan

ekspektasi biaya (opportunity cost ) meningkat dengan cara bunga-berbunga

(compound rate) seperti tabungan di bank, perlu dipertimbangkan dalam PAM

multi-period ini (Monke dan Pearson, 1995).

Page 14: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

103

Rumus untuk menghitung NPV untuk penerimaan adalah sebagai berikut:

NPVR =n

i

 R

1 )1( 

Di mana i adalah tingkat suku bunga (interest rate); t adalah jumlah

periode; dan n adalah periode t terakhir dari nilai R yang diharapkan.

Baris kedua dari PAM multi-period (harga sosial) dihitung dengan

menggunakan cara yang sama. Nilai NPV penerimaan, biaya-biaya input dan

faktor domestik kemudian disusun kedalam format PAM yang biasa. Hasil PAM

multi-period menunjukkan total keuntungan serta total divergensi kebijakan dan

kegagalan pasar selama priode tersebut. Tingkat diskonto (discount rate) yang

digunakan dalam menghitung NPV PAM adalah tingkat bunga nominal privat

untuk baris privat dan tingkat bunga nominal sosial untuk baris sosial. Khusus

untuk faktor domestik tenaga kerja (labour ), tingkat diskonto dalam menghitung

NPV PAM menggunakan tingkat bunga nominal privat. Cara

menginterprestasikan PAM multi-period sama dengan PAM periode tunggal.

Analisis PAM Multi-Period juga memasukkan opportunity cost dari modal

tetap ( fixed capital) atau biaya pemulihan modal ke dalam biaya tahunan. Jika

tidak dilakukan akan menimbulkan “distorsi”, tidak hanya dalam keputusan

menyangkut barang modal jangka panjang, tetapi juga memilih tanaman atau

teknologi. Seperti yang diuraikan oleh Monke dan Pearson (1995), salah satu cara

sederhana menentukan biaya input tetap pertahun adalah dengan membagi biaya

investasi awal (initial cost ) dengan umur operasi input tersebut (useful life), dan

 jangan mengabaikan opportunity cost  dari modal yang terikat pada input tetap

tersebut. Petani dapat menyimpan uangnya di bank bila tidak diinvestasikan ke

Page 15: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

104

dalam input tetap. Oleh karena itu, biaya modal yang sebenarnya adalah biaya

 fixed cost pertahun plus yang seharusnya diperoleh dari modal tersebut.

Di dalam PAM multi-period, salah satu hal penting yang harus

diperhatikan adalah mengestimasi capital recovery cost . Langkah-langkah yang

harus dilakukan dalam mengestimasi capital recovery cost , yakni menggali

informasi yang berhubungan biaya pemulihan (cost of recovering) dari investasi.

Informasi ini mencakup biaya investasi awal (privat dan sosial), dugaan umur

teknis atau operasi dari investasi, nilai sisa (salvage value, s), dan total kapasitas

(misalnya dalam satuan horse power ) yang diharapkan dari investasi tersebut.

Biaya investasi awal dan umur operasi merupakan dua informasi terpenting dalam

proses perhitungan capital recovery cost . Setelah investasi habis masa operasinya,

investasi tersebut mungkin masih memiliki nilai sisa dalam bentuk besi tua atau

suku cadang yang masih bisa digunakan. Nilai sisa akan diterima ( present value of 

salvage value, PVs) beberapa tahun yang akan datang (t), sehingga harus di

diskonto dengan menggunakan data tingkat suku bunga nominal privat dan sosial

yang digunakan.

PVs = s/(1+i)t 

Kemudian dikurangkan dari nilai investasi awal (C0) untuk mendapatkan

biaya bersih saat ini ( present value net cost , PVCnet).

PVCnet = C0 - PVs

Barangkali yang paling rumit adalah menghitung recovery ratio, yang

memperhitungkan tingkat suku bunga dan umur investasi yang diharapkan.

Seperti dijelaskan dalam Monke dan Pearson, recovery ratio merupakan bagian

Page 16: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

105

dari biaya bersih (net cost, Cnet) yang harus diperoleh kembali (recovered ) setiap

tahunnya agar mampu membeli kembali investasi pada saat umur barang investasi

tersebut berakhir.

Rr = ((1 + i) t x i) / (((1+ i) t) -1)

Apabila recovery ratio sudah diperoleh, maka nilai aktualnya bisa

dihitung.

Krc = Rr x PVCnet

Selanjutnya, capital recovery cost dapat pula dihitung dalam satuan biaya

per jam atau satuan lainnya yang sesuai. Selain itu, ada dua ketegori hasil analisis

tabel PAM multi-period yang memerlukan interpretasi, yakni keuntungan dan

divergensi. Dalam hal keuntungan, yang menjadi perhatian adalah nilai

keuntungan privat dan sosial. Interpretasi hasil analisis PAM multi-period secara

umum mengikuti suatu pola dengan alur logika yang sangat sederhana, yakni: (a)

menjelaskan profitabilitas privat (serta nilai-nilai yang ada di baris pertama pada

tabel PAM); (b) mendiskusikan profitabilitas sosial (serta nilai-nilai yang ada

pada baris kedua tabel PAM); dan (c) menjelaskan perbedaan profitabilitas privat

dan profitabilitas sosial (nilai yang ada pada baris ketiga tabel PAM).

6.4.1  Bujet privat dan keuntungan finansial

Bujet privat diperoleh dengan mengalikan kuantitas input-output fisik /ha

(Lampiran 1) dengan tabel harga net present value privat (Lampiran 4) per unit

masing-masing komponen. Data bujet net present value privat jambu mete

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Page 17: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

106

Suatu usahatani yang menguntungkan secara finansial belum tentu

menguntungkan secara ekonomi. Hal tersebut dimungkinkan, misalnya karena

terdapat subsidi pada input produksi sehingga keuntungan finansial akan

meningkat, namun keuntungan ekonomi tetap atau mengalami penurunan. Apabila

tidak disertai peningkatan produktivitas dan atau harga output, maka secara

ekonomi kebijakan subsidi tersebut tidak akan meningkatkan keuntungan

ekonomi.

Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani maka cara yang paling

sederhana adalah mengetahui nilai keuntungan. Suatu usaha akan terus dijalankan

apabila keuntungan yang diperoleh lebih besar dari nul atau telah mencapai

keuntungan normal. Indikator efisiensi yang lebih tepat adalah nilai efisiensi

ekonomi (sosial) daripada efisiensi finansial (privat). Efisiensi finansial atau

keuntungan finansial merupakan ukuran daya saing dalam harga pasar aktual.

Hasil analisis PAM multi period jambu mete secara privat selama 18 tahun

di Kabupaten Karangasem yang sajikan pada Tabel 6.3 menunjukkan bahwa total

penerimaan (total revenue) yang diperoleh petani sampel jambu mete baru terlihat

pada TM 5 – TM 18, sedangkan pada TBM 0 – TBM 4 usahatani tersebut belum

menghasilkan atau belum berproduksi sehingga keuntungan bersih (net profit )

yang didapat masih negatif. Pada tahun kelima dari umur tanaman jambu mete

atau sebagai tahun pertama tanaman menghasilkan, rata-rata total penerimaan

petani sampel baru mencapai Rp 4.299.227,74 /ha, sedangkan total biaya yang

dikeluarkan petani pada saat itu sebesar Rp 1.514.765,15 /ha sehingga keuntungan

bersih (net profit ) yang diterima petani sampel baru mencapai sebesar Rp

2.784.462,59 /ha. Perkembangan keuntungan bersih cenderung mengalami

Page 18: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

107

peningkatan mengikuti total penerimaan usahatani jambu mete yang semakin

meningkat setelah dikurangi dengan total biaya (total cost ) usahatani.

Meningkatnya penerimaan petani jambu mete terebut disebabkan perkembangan

 jumlah produksi yang cenderung meningkat dengan asumsi bahwa harga produksi

tetap selama TM 1 hingga TM 14.

Pengeluaran biaya terbesar pada sistim usahatani jambu mete di

Kabupaten Karangasem diperuntukan tenaga kerja sekitar 49,45%, input tradabel

sekitar 19,94%, modal kerja sekitar 14,99%, lahan sekitar 12,83% dan peralatan

sekitar 2,79%.

Dari hasil analisis PAM multi period jambu mete secara privat selama 18

tahun, menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan (total revenue) petani

adalah sebesar Rp 105.108.724,11 /ha dengan total biaya (total cost ) yang

merupakan input tradabel sebesar Rp 5.906.986,66 dan faktor domestik sebesar

Rp 23.708.802,29 yang dikeluarkan petani sebesar Rp 29.615.806,95 /ha maka

keuntungan finansial petani dari usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem

adalah sebesar Rp 75.492.917,16 /ha.

Dari total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan petani dalam

usahatani jambu mete diperoleh nilai R/C atau PBCR ( private benefit-cost ratio)

sebesar 3,55. Dapat dikatakan bahwa usahatani jambu mete di Kabupaten

Karangasem secara finansial layak, karena rasio R/C atau PBCR ( private benefit-

cost ratio) lebih besar dari 1. Menurut Monke dan Pearson (1995) suatu aktivitas

ekonomi yang mempunyai keuntungan finansial diatas normal merupakan

indikator bahwa pengembangan aktivitas ekonomi tersebut masih dimungkinkan.

Page 19: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 1

 

Tabel 6.3

Privat Budget Multi Period Jambu Mete di Kabupaten Karangasem

Tahun Penerimaan InputTradabel

Faktor domestik KeuntunganbersihTK Modal Lahan Peralatan Total

1 0 3.394.017,09 1.972.032,29 1.159.066,67 3.798.670,47 291.900,66 7.221.670,08 -10.615.687,182 0 216.448,46 641.724,59 185.365,38 0 0 827.089,97 -1.043.538,43

3 0 205.554,09 609.425,06 176.035,50 0 0 785.460,56 -991.014,65

4 0 195.208,07 578.751,24 167.175,21 0 0 745.926,46 -941.134,52

5 4.299.227,74 185.382,78 1.060.312,25 269.070,13 0 0 1.329.382,37 2.784.462,58

6 5.394.665,66 176.052,02 1.006.944,20 255.527,18 0 225.472,31 1.487.943,70 3.730.669,95

7 6.290.017,10 167.190,90 956.262,30 242.665,89 0 0 1.198.928,19 4.923.898,01

8 7.006.620,97 158.775,79 908.131,34 230.451,94 0 0 1.138.583,28 5.709.261,90

9 7.563.975,08 150.784,22 862.422,93 218.852,74 0 0 1.081.275,67 6.331.915,19

10 7.979.877,41 143.194,89 819.015,12 207.837,36 0 0 1.026.852,49 6.809.830,04

11 8.270.557,46 135.987,55 777.792,14 197.376,41 0 174.161,18 1.149.329,74 6.985.240,18

12 8.450.798,08 129.142,98 738.644,01 187.441,99 0 0 926.086,00 7.395.569,10

13 8.534.048,62 122.642,90 701.466,29 178.007,59 0 0 879.473,88 7.531.931,84

14 8.532.529,88 116.469,99 666.159,82 169.048,04 0 0 835.207,86 7.580.852,03

15 8.457.331,53 110.607,78 632.630,41 160.539,45 0 0 793.169,86 7.553.553,89

16 8.318.502,35 105.040,63 600.788,62 152.459,12 0 134.527,01 887.774,75 7.325.686,97

17 8.125.133,94 99.753,68 570.549,49 144.785,49 0 0 715.334,98 7.310.045,28

18 7.885.438,29 94.732,84 541.832,38 137.498,09 0 0 679.330,46 7.111.374,98

NPV 105.108.724,11 5.906.986,66 14.644.884,50 4.439.204,17 3.798.670,47 826.061,16 23.708.820,29 75.492.917,16

108

Page 20: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

 

Page 21: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

109

6.4.2  Bujet sosial dan keuntungan ekonomi

Untuk bujet sosial diperoleh dengan mengalikan kuantitas input-output

fisik /ha (Lampiran 1) dengan tabel harga net present value sosial (Lampiran 6)

per unit masing-masing komponen. Data bujet net present value sosial jambu

mete selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Menurut Grey et al. (1985), menyebutkan bahwa analisis keuntungan

ekonomi merupakan analisis yang menilai suatu aktivitas ekonomi atas manfaat

bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang memberi dan siapa

yang menerima manfaat dari aktivitas tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka

pada analisis keuntungan ekonomi tidak dibedakan antara keuntungan ditingkat

petani dan keuntungan ditingkat pedagang. Dengan demikian analisis keuntungan

ekonomi baik output maupun input yang digunakan berdasarkan harga sosial atau

harga bayangan (shadow price).

Tanaman jambu mete baru mulai berproduksi pada saat tahun kelima atau

pada saat tanaman menghasilkan pertama ini biasa dikenal sebagai TM 1, namun

belum menunjukkan hasil yang tinggi sehingga belum memberikan keuntungan

ekonomis yang layak bagi petani. Rata-rata total penerimaan petani sampel secara

sosial pada TM 1 baru mencapai Rp 3.988.288,52 /ha, sedangkan total biaya yang

dikeluarkan petani secara sosial pada saat itu lebih besar yaitu sebesar Rp

5.731.403,64 /ha sehingga petani belum memperoleh keuntungan secara ekonomi,

dengan perkataan lain keuntungan bersih (net profit ) secara ekonomi masih

negatif. Hal ini terjadi hingga tahun keenam dari umur tanaman atau pada TM 2.

Selanjutnya usahatani jambu mete baru mulai menunjukkan keuntungan bersih

Page 22: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

110

pada TM 3 atau ketika tanaman berumur tujuh tahun, dimana rata-rata total

penerimaan petani telah mencapai sebesar Rp 5.835.095,15 /ha dengan total biaya

yang dikeluarkan petani pada usahatani jambu mete sebesar Rp 5.168.972,87 /ha,

sehingga keuntungan bersih yang diterima petani jambu mete sebesar Rp

666.122,28 /ha.

Seperti halnya keuntungan finansial, maka perkembangan keuntungan

bersih cenderung mengalami peningkatan mengikuti total penerimaan usahatani

 jambu mete yang semakin meningkat setelah dikurangi dengan total biaya (total

cost ) usahatani. Meningkatnya penerimaan petani jambu mete terebut disebabkan

perkembangan jumlah produksi yang cenderung meningkat dengan asumsi bahwa

harga produksi secara sosial adalah tetap. Hasil analisis PAM multi period jambu

mete secara sosial selama 18 tahun di Kabupaten Karangasem dapat dilihat pada

Tabel 6.4.

Dari hasil analisis PAM multi period jambu mete secara sosial selama 18

tahun, menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan (total revenue) petani

adalah sebesar Rp 97.506.794,88 /ha dengan total biaya ( total cost ) yang

merupakan input tradabel sebesar Rp 6.326.025,74 dan faktor domestik sebesar

Rp 82.546.493,38 yang dikeluarkan petani sebesar Rp 88.874.519,12 /ha maka

keuntungan ekonomi petani dari usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem

adalah sebesar Rp 8.632.275,76 /ha.

Ditinjau dari aspek biaya pengeluaran input secara sosial yang terbesar

adalah biaya sewa lahan sekitar 70,69%, penggunaan tenaga kerja sekitar 16,48%,

Page 23: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

111

tradabel input sekitar 7,12%, penggunaan modal kerja sekitar 4,79% dan

penggunaan peralatan pertanian sekitar 0,92%.

Berdasarkan perhitungan rasio total penerimaan terhadap total biaya di

atas, maka usahatani jambu mete menghasilkan nilai R/C atau SBCR (social

benefit-cost ratio) sebesar 1,10. Dapat dikatakan bahwa usahatani jambu mete di

Kabupaten Karangasem secara ekonomi (sosial) layak, karena rasio R/C atau

SBCR (social benefit-cost ratio) lebih besar dari 1.

Karena baik keuntungan finansial maupun keuntungan ekonomi usahatani

 jambu mete di atas adalah positif, maka usahatani jambu mete tersebut memiliki

keuntungan kompetitif dan keuntungan komparatif dalam menggunakan

sumberdaya ekonomi.

Keuntungan ekonomi merupakan hasil analisis PAM yang menarik. Untuk 

memahami arti keuntungan ekonomi, terlebih dahulu harus dipahami konsep

harga efisiensi.

Ketika penerimaan lebih besar dari biaya, di mana keduanya dihitung pada

tingkat harga efisiensi (disebut juga sebagai harga ekonomi/sosial), maka

keuntungan ekonomi/sosial menjadi positif. Harga efisiensi mencerminkan social

opportunity cost . Suatu output dinilai sebagai harga efisiensi dengan cara

mengukur berapa besar penerimaan yang diperoleh perekonomian secara

keseluruhan dengan memproduksi satu unit tambahan output (komoditas ekspor)

atau berapa besar penghematan yang akan dilakukan dengan tidak mengimpor

satu unit komoditas impor, sedangkan harga efisiensi semua input ( input tradable 

dan faktor domestik) dinilai dengan menduga berapa besar pendapatan nasional

akibat digunakannya sumberdaya untuk memproduksi komoditas yang sedang

diteliti.

Page 24: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

 

Tabel 6.4

Sosial Budget Multi Period Jambu Mete di Kabupaten Karangasem

Tahun Penerimaan InputTradabel

Faktor Domestik Keuntunganbersih TK Modal Lahan Peralatan Total

1 0 4.001.528,89 1.972.032,29 1.212.632,92 5.224.651,37 282.504,06 8.691.820,64 -12.693.349,532 0 200.214,83 641.724,59 170.913,70 4.961.682,21 0 5.774.320,50 -5.974.535,33

3 0 190.137,54 609.425,06 162.311,21 4.711.948,92 0 5.483.685,19 -5.673.822,73

4 0 180.567,46 578.751,24 154.141,70 4.474.785,30 0 5.207.678,24 -5.388.245,70

5 3.988.288,52 171.479,07 1.060.312,25 250.053,64 4.249.558,68 0 5.559.924,57 -1.743.115,12

6 5.004.499,50 162.848,12 1.006.944,20 237.467,84 4.035.668,27 225.472,31 5.505.552,62 -663.901,24

7 5.835.095,15 154.651,59 956.262,30 225.515,52 3.832.543,46 0 5.014.321,28 666.122,28

8 6.499.871,06 146.867,60 908.131,34 214.164,79 3.639.642,42 0 4.761.938,55 1.591.064,91

9 7.016.914,84 139.475,41 862.422,93 203.385,36 3.456.450,54 0 4.522.258,83 2.355.180,60

10 7.402.737,27 132.455,28 819.015,12 193.148,49 3.282.479,14 0 4.294.642,75 2.975.639,24

11 7.672.394,05 125.788,49 777.792,14 183.426,87 3.117.264,14 174.161,18 4.252.644,33 3.293.961,23

12 7.839.598,87 119.457,25 738.644,01 174.194,56 2.960.364,81 0 3.873.203,38 3.846.938,24

13 7.916.828,36 113.444,68 701.466,29 165.426,93 2.811.362,59 0 3.678.255,81 4.125.127,87

14 7.915.419,47 107.734,74 666.159,82 157.100,60 2.669.860,01 0 3.493.120,43 4.314.564,30

15 7.845.659,80 102.312,20 632.630,41 149.193,35 2.535.479,59 0 3.317.303,35 4.426.044,25

16 7.716.871,36 97.162,58 600.788,62 141.684,09 2.407.862,86 134.527,01 3.284.862,58 4.334.846,20

17 7.537.488,21 92.272,16 570.549,49 134.552,79 2.286.669,38 0 2.991.771,66 4.453.444,39

18 7.315.128,41 87.627,88 541.832,38 127.780,43 2.171.575,86 0 2.841.188,67 4.386.311,86

NPV 97.506.794,88 6.326.025,74 14.644.884,50 4.257.094,78 62.829.849,54 816.664,57 82.548.493,38 8.632.275,76

Sumber : Data Primer.112

Page 25: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

 

Page 26: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

113

6.5  Daya Saing Komoditas Jambu Mete di Kabupaten Karangasem

Analisis daya saing secara internasional adalah suatu analisis untuk 

menilai suatu aktifitas ekonomi (layak atau tidak layak) ditinjau dari segi

pemanfaatan sumberdaya domestik yang digunakan. Alat analisis yang digunakan

untuk mengukur daya saing secara internasional suatu komoditas adalah dengan

menggunakan rasio  Domestic Resourse Cost  (DRC), yaitu rasio antara biaya

domestik dengan nilai tambah output dari biaya input yang dapat diperdagangkan

pada harga sosial.

Usahatani suatu komoditas dikatakan mempunyai daya saing secara

internasional jika rasio DRC < 1, artinya komoditas tersebut lebih menguntungkan

 jika diusahakan didalam negeri dari pada diimpor. Sebaliknya jika rasio DRC > 1

berarti usahatani suatu komoditas tidak mempunyai daya saing internasional atau

secara ekonomi tidak layak untuk diusahakan karena terjadi pemborosan

sumberdaya domestik. Sehingga pada kondisi seperti ini akan lebih

menguntungkan jika komoditas tersebut diimpor daripada diusahakan di dalam

negeri.

Hasil analisis dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM)

menunjukkan bahwa nilai rasio sumberdaya domestik atau Domestic Resourse

Cost  (DRC) usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 0,91. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa untuk mendapatkan 1 unit nilai tambah diperlukan

biaya domestik sebesar 0,91 unit pada usahatani jambu mete. Dalam kaitan

perdagangan internasional maka nilai rasio DRC usahatani jambu mete sebesar

Page 27: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

114

0,91 artinya bahwa setiap 1 $ US devisa negara yang dikeluarkan untuk 

mengimpor mete gelondongan kering, jika diproduksi di dalam negeri hanya

dibutuhkan biaya sebesar 0,91 $ US.

Nilai ekspor mete gelondongan kering Indonesia sepuluh tahun terakhir

yaitu pada Tahun 2000 mencapai volume 27.619 ton dengan nilai 31.502.000 $

US, nilai ekspor cukup berfluktuatif namun memiliki kecenderungan yang terus

meningkat hingga Tahun 2009 yaitu mencapai volume 68.767 ton dengan nilai

82.650.000 $ US. Sejalan dengan nilai ekspor, Indonesia juga mengimpor kacang

mete gelondongan kering dengan volume lebih rendah dari nilai ekspornya. Pada

Tahun 2000 volume impor mete gelondongan kering sebesar 212 ton dengan nilai

353.000 $ US. Nilai impor mete gelondongan kering ini juga memiliki

kecenderungan yang sama dengan nilai ekspornya, yaitu terus mengalami

peningkatan sehingga pada Tahun 2009 volume impor mete mencapai 2.724 ton

dengan nilai 3.997.000 $ US. Dari uraian di atas, untuk meningkatkan dan

sekaligus menghemat devisa negara dari sektor perkebunan yang tiap tahun nilai

impornya semakin besar, maka Kabupaten Karangasem sangat cocok jika

dijadikan sebagai salah satu sentra pengembangan komoditas mete organik 

nasional.

Salah satu faktor yang menyebabkan suatu sistem usahatani jambu mete

memiliki daya saing internasional adalah dengan membandingkan alokasi biaya

penggunaan input tradable dan domestik. Hal ini berkaitan dengan alokasi biaya

input tradable pada usahatani jambu mete yang sebagian besar adalah pengadaan

pupuk anorganik, pupuk organik, bibit, herbisida dan pestisida (Lampiran 7).

Page 28: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

115

Meminimumkan biaya input tradable dengan penerapan prinsip pengendalian

hama terpadu, penggunaan bibit unggul dalam jumlah yang tepat, dan penggunaan

pupuk kandang, penggunaan organik lainnya sesuai rekomendasi (spesifik lokasi)

dalam sistem usahatani jambu mete dapat meminimumkan DRC. Meminimumkan

nilai DRC ekivalen dengan memaksimumkan keuntungan ekonomi (sosial).

Pada Tabel 6.5 diketahui bahwa usahatani jambu mete yang dianalisis

mempunyai rasio DRC < 1, hal ini berarti usahatani jambu mete di Kabupaten

Karangasem mempunyai daya saing secara internasional. Dengan kata lain, faktor

domestik digunakan secara efisien, sehingga usahatani jambu mete ini layak dan

masih dimungkinkan untuk dikembangkan.

Tabel 6.5Analisis Daya Saing Komoditas Jambu Mete

Di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.

Penerimaan(Rp/Ha)

Biaya-biaya (Rp/ha)Keuntungan

(Rp/ha)DRC PCR

 Input  tradable 

Faktordomestik

Privat

Sosial

Divergensi

105.108.724,11

97.506.794,88

7.601.929,23

5.906.986,66

6.326.025,74

-419.039,08

23.708.820,29

82.548.493,38

-58.839.673,09

75.492.917,15

8.632.275,76

66.860.641,39

0,91 0,24

Sumber : Data Primer.

Rasio biaya privat (Privat Cost Ratio atau PCR) adalah perbandingan

antara biaya faktor domestik dengan nilai tambah output dari biaya input  tradable 

pada harga privat (finansial). Rasio ini dapat digunakan sebagai indikator untuk 

mencapai tujuan dari kegiatan usahatani yaitu memperoleh keuntungan

maksimum. Supaya diperoleh nilai keuntungan maksimum maka petani selalu

Page 29: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 2

116

berusaha meminimumkan nilai PCR, misalnya dengan meminimumkan

pengeluaran biaya faktor domestik atau dengan cara memaksimumkan nilai

tambah, yaitu dengan cara meminimumkan input   tradable. PCR memainkan

fungsi yang sama seperti DRC, hanya berbeda dalam dasar penilaian harga. PCR

dinilai dalam harga privat (finansial) yang sudah dipengaruhi kebijakan

pemerintah. Nilai PCR merupakan ukuran daya saing atau efisiensi pada nilai

finansial atau keunggulan kompetitif. Itu berarti daya saing pada nilai finansial

dicapai jika nilai PCR lebih kecil dari satu (PCR < 1), sebaliknya tidak 

mempunyai daya saing pada nilai finansial jika PCR > 1. Penjelasan dan analisis

di atas maka usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem merupakan sistem

usahatani yang menguntungkan dan memiliki daya saing pada nilai finansial atau

keunggulan kompetitif, karena besarnya rasio biaya privat (PCR) untuk sistem

usahatani jambu mete adalah 0,24 (Tabel 6.5). Usahatani jambu mete di atas bisa

diusahakan, karena untuk menghasilkan satu unit nilai tambah memerlukan biaya

domestik yang lebih kecil dari satu unit.

Hasil analisis PCR dan DRC pada usahatani jambu mete di atas

menunjukkan bahwa nilai PCR < 1 dan DRC < 1, dengan demikian usahatani

 jambu mete di Kabupaten Karangasem mempunyai daya saing pada nilai finansial

dan daya saing pada nilai ekonomis (internasional) atau memiliki keunggulan

kompetitif dan keunggulan komparatif. Selain itu juga diketahui bahwa nilai PCR

pada usahatani jambu mete mempunyai nilai yang lebih rendah daripada nilai

DRC-nya, atau PCR < DRC. Keadaan ini memberi arti bahwa tanpa adanya

kebijakan pemerintah, untuk menghasilkan satu unit nilai tambah memerlukan

Page 30: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

117

faktor domestik yang lebih besar dibandingkan dengan adanya kebijakan. Dengan

kata lain masih diperlukan kebijakan pemerintah untuk menunjang daya saing

pada nilai ekonomis (internasional). Kebijakan pemerintah yang sesuai dengan

ketentuan WTO antara lain berupa tarifikasi dan akses pasar tanpa mengurangi

perlindungan terhadap petani.

6.6  Dampak Kebijakan Input Output

Suatu kebijakan pemerintah dalam suatu sistem komoditas akan

memberikan dampak baik kepada produsen, konsumen maupun pedagang

perantara. Dampak yang diberikan dapat saja positif atau negatif terhadap masing-

masing pelaku sistem tersebut. Dampak kebijakan juga bisa meningkatkan atau

menurunkan produksi atau produktivitas suatu usahatani.

Sebagai contoh, subsidi pupuk yang diberikan sejak masa pemerintahan

orde baru, yaitu sejak dimulainya rencana pembangunan lima tahun tahap I

(REPELITA I). Adanya subsidi tersebut harga pupuk yang dibayar petani menjadi

lebih rendah dari harga ekonomisnya. Kesuksesan subsidi pupuk mendorong

peningkatan penggunaan pupuk. Respon positif petani terhadap subsidi pupuk ini

membawa konsekuensi pembengkakan anggaran pemerintah untuk subsidi pupuk.

Dua dasa warsa terakhir, pemerintah mulai melakukan kebijakan

pengurangan subsidi atas input utama. Pada Tahun 1994 subsidi pupuk KCl telah

dihapus. Selanjutnya secara bertahap pengurangan subsidi atas input utama terus

dilakukan melalui penyesuaian harga pupuk. Berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian No. 17/Permentan/SR.130/5/2006 tanggal 16 Mei 2006, pemerintah

Page 31: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

118

melakukan kebijakan pengurangan subsidi atas pupuk lagi atau menaikkan harga

eceran tertinggi (HET) pupuk sehingga harga pupuk urea naik menjadi Rp

1.200,00/kg (14,29 %), SP-36 menjadi Rp 1.550,00/kg (10,71 %), ZA menjadi Rp

1.050,00/kg (10,53 %), NPK menjadi Rp 1.750,00/kg (9,30 %) dan PONSKA

menjadi Rp 1.750,00/kg.

Peraturan Menteri Pertanian di atas telah mengalami beberapa koreksi

diantaranya Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/SR.130/11/2009,

Peraturan Menteri Pertanian No. 22/Permentan/SR.130/2/2010 dan terakhir adalah

Peraturan Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 tanggal 8 April

2010, pemerintah melakukan penyesuaian kembali atas kebutuhan dan harga

eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian Tahun Anggaran

2010, sehingga harga pupuk urea naik menjadi Rp 1.600,00/kg, SP-36 menjadi Rp

2.000,00/kg, ZA menjadi Rp 1.400,00/kg, NPK Phonska menjadi Rp 2.300,00/kg

dan Pupuk Organik Rp 700/kg. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya biaya

produksi, dan semakin tidak kondusifnya bagi pengembangan usahatani beberapa

komoditas pertanian. Penghapusan subsidi pupuk tersebut dikhawatirkan akan

menurunkan kemampuan petani membeli pupuk yang disebabkan menurunnya

nilai tukar hasil petani terhadap harga sarana produksi (Sudaryanto et al., 1999;

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2006). Pada hal pupuk 

merupakan faktor pembatas bagi optimalisasi produksi komoditas pertanian

terutama yang berbasis lahan (land base agriculture).

Analisis dampak kebijakan pada penelitian ini dilakukan untuk melihat

sampai sejauh mana kebijakan pemerintah memberikan perlindungan terhadap

Page 32: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

119

petani domestik, baik kebijakan harga input maupun kebijakan harga output.

Besarnya dampak kebijakan dilihat dari tingkat proteksi yang diterima petani

domestik dalam menjalankan usahanya. Dengan menggunakan beberapa indikator

dari analisis dengan metoda Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix 

atau PAM) dapat diketahui berapa besar dampak kebijakan pemerintah tersebut.

6.6.1 Divergensi

Pada dasarnya, PAM dimaksudkan sebagai alat analisis kebijakan dan

dampak kebijakan tersebut, yang tersembunyi dalam divergensi. Setiap

divergensi, baik yang disebabkan oleh distorsi kebijakan atau kegagalan pasar,

seyogyanya dapat dijelaskan secara meyakinkan, kalau tidak ingin memunculnya

anggapan bahwa telah terjadi kesalahan data.

Adanya perbedaan nilai privat (output dan input) dibandingkan dengan

nilai-nilai sosialnya mungkin disebabkan oleh adanya kebijakan yang terdistorsi

(distorting policy) atau pasar berjalan tidak sempurna sehingga gagal menciptakan

pasar yang efisien (market failure) yang menyebabkan harga privat (harga pasar

aktual) berbeda dengan harga sosialnya (harga efisiensi atau social opportunity

cost ).

Kebijakan yang terdistorsi tersebut dapat berupa penerapan pajak atau

subsidi, hambatan perdagangan atau intervensi lain, sedangkan kegagalan pasar

berupa monopoli atau monopsoni, eksternalitas atau tidak berkembangnya pasar

sumberdaya domestik.

Page 33: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

120

Adanya kecurigaan bahwa divergensi disebabkan oleh distorsi kebijakan

atau kegagalan pasar, harus dapat dibuktikan secara meyakinkan. Apabila hal

tersebut tidak dapat dibuktikan secara meyakinkan maka dilakukan pemeriksaan

ulang terhadap asumsi yang digunakan atau data yang berkaitan dengan pasar

komoditas.

Di sektor pertanian, kegagalan pasar sangat jarang terjadi (di pasar output

maupun input tradabel) karena produsen mudah keluar masuk pasar (easy to

entry/exit ). Kegagalan pasar banyak terjadi di pasar sumberdaya domestik 

pedesaan negara-negara sedang berkembang, utamanya di pasar modal dan pasar

lahan.

Dari Tabel 6.5 menunjukkan bahwa divergensi dalam penerimaan

(revenue) pada usahatani komoditas jambu mete di Kabupaten Karangasem

sebesar Rp 7.601.929,23 /ha disebabkan oleh perbedaan harga privat yang

diterima petani dengan harga sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

transfer penerimaan dari konsumen kepada produsen (petani) atau konsumen

membeli dan produsen (petani) menerima dengan harga yang lebih tinggi dari

harga seharusnya. Dampak kebijakan pemerintah mengenai harga mete

gelondongan kering menguntungkan produsen (petani) atau terdapat subsidi yang

dapat meningkatkan pendapatan. Nilai divergensi dalam penerimaan (output 

transfer ) juga memberi implikasi dalam perdagangan internasional. Dalam hal ini

mete gelondongan kering sebagai komoditas ekspor dan impor, maka adanya

divergensi bernilai positif, seharusnya pemerintah dapat menetapkan salah satu

Page 34: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

121

pembatasan perdagangan internasional yaitu dengan cara pengenaan tarif atau

pembatasan jumlah (kuota) impor.

Divergensi input yang diperdagangkan (tradable) pada usahatani jambu

mete sebesar  –  Rp 419.039,08 /ha juga disebabkan oleh perbedaan harga privat

yang dikeluarkan petani dengan harga sosialnya. Dari hasil analisis tersebut

divergensi input tradabel bernilai negatif, itu berarti terdapat kebijakan yang

menghasilkan harga privat yang lebih rendah atau petani sebagai konsumen

membayar harga input secara keseluruhan lebih murah daripada harga sosialnya

(pasar internasional). Nilai negatif pada divergensi input tradabel menunjukkan

adanya kebijakan subsidi. Hal ini berarti bahwa usahatani jambu mete di

Kabupaten Karangasem menerima subsidi input. Subsidi input dari pemerintah

yang diterima petani pada usahatani jambu mete adalah pupuk Urea, TSP/SP-36,

KCl dan NPK. 

Input faktor domestik adalah input produksi yang harganya ditentukan

oleh pasar domestik. Perbedaan harga finansial dan harga ekonomi tidak semata-

mata disebabkan oleh kebijakan pajak atau subsidi, tetapi juga adanya unsur

perbedaan penilaian pada faktor domestik. Penilaian upah tenaga kerja, biaya

modal (kapital) pada nilai finansial, biaya pemulihan alat pertanian, dan sewa

lahan tidak dimasukkan dalam perhitungan nilai ekonomi. Dari Tabel 6.5 dapat

diketahui bahwa divergensi faktor domestik pada usahatani jambu mete di

Kabupaten Karangasem menunjukkan nilai negatif, sebesar  –  Rp 58.839.673,09

 /ha. Nilai divergensi faktor domestik yang negatif menunjukkan adanya kebijakan

subsidi dari pemerintah.

Page 35: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

122

Divergensi tenaga kerja pada usahatani jambu mete sama dengan nul,

karena tidak ada perbedaan biaya tenaga kerja privat dan sosial (Lampiran 10).

Dapat dikatakan bahwa tidak terjadi distorsi kebijakan atau kegagalan pasar

tenaga kerja.

Sedangkan divergensi pada biaya modal sebesar Rp 182.109,39 /ha

disebabkan oleh perbedaan harga privat yang diterima petani dengan harga

sosialnya. Divergensi ini timbul sebagai akibat dari tingkat bunga sosial lebih

rendah dari tingkat bunga privatnya (Lampiran 10).

Divergensi biaya lahan disebabkan oleh perbedaan nilai sewa lahan privat

(finansial) dengan nilai sosial lahan. Nilai sosial lahan merupakan nilai

keuntungan yang mungkin dicapai seandainya lahan tersebut digunakan untuk 

usahatani jagung. Divergensi biaya lahan yang negatif (  – Rp 59.031.179,08 /ha)

mencerminkan sebagai kurang berkembangnya sistem sewa lahan di Kabupaten

Karangasem (Lampiran 10).

Divergensi pada biaya pemulihan peralatan sebesar Rp 9.396,60 /ha

disebabkan oleh perbedaan harga privat yang diterima petani dengan harga

sosialnya. Divergensi ini juga timbul sebagai akibat dari tingkat bunga sosial lebih

rendah dari tingkat bunga privatnya (Lampiran 10).

Divergensi keuntungan bersih (net profit ) usahatani jambu mete sebesar

Rp 66.860.641,39 /ha. Nilai divergensi keuntungan bersih (net profit ) yang positif,

berarti bahwa terdapat kebijakan insentif pada usahatani jambu mete di Kabupaten

Karangasem, membuat surplus pada produsen (petani) bertambah atau kebijakan

insentif membuat usahatani jambu mete menjadi efisien.

Page 36: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

123

6.6.2 Tingkat proteksi

Analisis dampak kebijakan pemerintah dengan menggunakan metode

PAM, selain dapat dianalisis berdasarkan divergensi atas perbedaan harga privat

dengan harga sosialnya (transfer output, transfer input, transfer faktor dan transfer

bersih), juga dapat pula dilihat melalui rasio antara nilai pada baris pertama (harga

privat) dengan nilai pada baris kedua (harga sosial). Nilai rasio lebih sering

digunakan karena bisa digunakan untuk membandingkan berbagai sistem

usahatani dengan output yang berbeda.

Ada tujuh rasio yang digunakan untuk menduga distorsi kebijakan pada

usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem. Rasio-rasio ini diperoleh dari

nilai-nilai yang disajikan pada Lampiran 10. Dua rasio telah disebutkan di atas,

yaitu DRC dan PCR untuk menilai keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitif sistem komoditas, sedangkan yang berhubungan dengan tingkat

proteksi disajikan pada Tabel 6.6 berikut.

Tabel 6.6Rasio PAM Usahatani Jambu Mete di Kabupaten Karangasem Tahun 2010

No. Rasio Nilai

1. NPCO ( Nominal Protection Coefficient on Output ) 1,08

0,93

1,09

8,75

0,69

2. NPCI ( Nominal Protection Coefficient on Input )

3. EPC ( Effective Protection Coefficient )

4. PC (Profitability Coefficient )

5. SRP (Subsidy Ratio to Producers)

Sumber : Data Primer.

Page 37: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

124

6.6.2.1  Dampak kebijakan output

Rasio yang digunakan untuk mengukur divergensi dalam penerimaan

(output transfers) disebut  Nominal Protection Coefficient on Output  (NPCO).

Nilai NPCO usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 1,08 atau

petani menerima harga output (privat) lebih tinggi sebesar 8% dibanding harga

paritas impor. Dapat dikatakan bahwa petani jambu mete di Kabupaten

Karangasem dalam melakukan usahataninya telah menikmati proteksi atau

perlindungan output dari pemerintah.

Nilai NPCO yang lebih besar dari satu akan menghambat ekspor bahkan

 jambu mete sebagai komoditas yang diperdagangkan secara internasional tanpa

campur tangan pemerintah dapat menyebabkan arus masuknya komoditas

tersebut. Hal itu disebabkan harga mete gelondongan kering di pasar internasional

yang lebih rendah daripada harga mete gelondongan kering di dalam negeri, akan

menyebabkan tertekannya harga mete gelondongan kering di dalam negeri. Untuk 

melindungi produsen (petani) diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat

membatasi atau menghambat impor, misalnya dengan melakukan bea masuk 

impor mete gelondongan kering, sehingga petani semakin bergairah dalam

meningkatkan produksi.

Sedangkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada

usahatani jambu mete juga menyebabkan perbedaan harga output, antara harga

output finansial dengan harga output ekonomi. Dengan demikian kebijakan

pemerintah tentang harga output (privat) yang lebih tinggi dari harga paritas impor

Page 38: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

125

(harga dunia) tersebut memberi dampak melindungi (subsidi) kepada produsen

dalam negeri dan merangsang impor jika tidak terdapat pembatasan.

6.6.2.2  Dampak kebijakan input

Rasio yang digunakan untuk mengukur divergensi input tradabel (input 

transfers) disebut  Nominal Protection Coefficient on Input  (NPCI). Nilai NPCI

usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 0,93. Nilai NPCI yang

lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa terdapat proteksi terhadap produsen

input tradabel, dan sektor yang menggunakan input tersebut yaitu produsen

(petani) pelaku usahatani jambu mete diuntungkan dengan rendahnya harga input

tradabel. Itu berarti petani membayar 7% lebih murah dari harga sosialnya.

Murahnya input tradabel tersebut disebabkan oleh subsidi dari pemerintah berupa

pupuk, pestisida dan herbisida.

6.6.2.3 Transfer gabungan

Rasio yang digunakan untuk mengukur dampak gabungan  policy tranfers 

dari input dan output tradabel disebut Effective Protection Coefficient (EPC). EPC

adalah rasio nilai tambah dalam nilai finansial dengan nilai tambah dalam nilai

ekonomi. Nilai EPC menggambarkan sejauh mana seluruh kebijakan pemerintah

yang ada bersifat melindungi atau menghambat suatu sistem komoditas. Dengan

demikian besarnya proteksi efektif yang dinikmati petani sangat tergantung dari

kombinasi transfer output dan transfer input.

Pada Tabel 6.6 nilai EPC usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem

adalah 1,09. Nilai EPC menunjukkan rasio lebih besar dari satu, dengan perkataan

Page 39: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 3

126

lain nilai tambah privat lebih besar dari nilai tambah sosial, atau terdapat insentif 

positif dari pemerintah pada sistem komoditas tersebut. Besarnya proteksi yang

diterima petani dan sistem komoditas jambu mete di Kabupaten Karangasem

adalah sebesar 9%. Itu berarti adanya kebijakan terhadap output dan input secara

keseluruhan menguntungkan petani dan sistem komoditas. Tingginya proteksi

efektif yang diterima petani pada usahatani jambu mete tersebut dikarenakan

selain petani membayar input tradabel 7% lebih murah dari harga sosialnya, juga

petani menerima harga output (privat) sebesar 8% lebih tinggi dari harga yang

seharusnya (paritas impor atau harga internasional).

6.6.2.4  Transfer bersih

 Net tranfers merupakan inti dari hasil sebuah analisis PAM. Nilai ratio

yang berhubungan dengan net transfer adalah Profitability Coefficient  (PC). PC

mengukur dampak seluruh transfer terhadap keuntungan privat, dengan perkataan

lain nilai PC merupakan ukuran relatif transfer bersih yang mengakibatkan

keuntungan finansial lebih besar atau lebih kecil dari keuntungan ekonomi. PC

 juga merupakan pengembangan dari EPC dengan memasukkan biaya faktor

domestik. Nilai PC usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem adalah 8,75.

Nilai ini menunjukkan keuntungan privat (finansial) yang jauh lebih besar, yaitu

lebih dari 8,75 kali lipat dari keuntungan sosial (ekonomis). Berdasarkan nilai PC

ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan berbagai kebijakan pemerintah yang

diterapkan pada usahatani jambu mete mengakibatkan keuntungan bertambah.

Page 40: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

127

Subsidy Ratio to Producers (SRP) adalah ukuran dari gabungan seluruh

transfer effects yang terjadi. Ratio ini merupakan perbandingan antara nilai net 

transfer dengan nilai output (penerimaan) yang dihitung pada tingkat harga dunia

(penerimaan sosial atau social revenue). Dengan demikian SRP menunjukkan

sejauh mana penerimaan (revenue) meningkat atau menurun karena terjadinya

transfer. Nilai SRP usahatani jambu mete 0,69. Artinya, divergensi antara

keuntungan finansial dan ekonomi pada usahatani jambu mete sekitar 69% dari

pendapatan kotor (gross profit ). Besarnya transfer positif ( positive transfers) di

atas menunjukkan bahwa secara umum kebijakan pemerintah atau distorsi pasar

yang ada memberikan dampak yang menguntungkan bagi petani jambu mete,

karena petani jambu mete menerima subsidi positif dibandingkan jika tidak ada

kebijakan pemerintah.

6.7  Analisis Titik Impas Harga Ekonomi

Usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem akan mencapai titik 

impas, yaitu pada keuntungan ekonomi nul, ketika harga mete gelondongan kering

internasional pada usahatani jambu mete Rp 4.902,28 /kg. Sedangkan, harga mete

gelondongan kering internasional yang diterima petani pada periode penelitian

adalah sebesar Rp 10.204,43 /kg lebih tinggi dari titik impas. Tingginya harga

mete gelondongan kering internasional ini, mencerminkan risk premium yang

ditanggung oleh importir jauh di atas titik impas dan menunjukkan tingginya

keuntungan ekonomi yang diterima petani. Analisis titik impas selengkapnya

seperti pada Tabel 6.7 berikut.

Page 41: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

128

Tabel 6.7Analisis Titik Impas Harga Ekonomi Usahatani Jambu Mete

di Kabupaten Karangasem Tahun 2010

Uraian Kuantitas

Produksi (kg/ha)

Total biaya ekonomi (rp/ha)

Harga ekonomi (rp/kg)

18.129,21

88.874.519,12

4.902,28

Sumber : Data diolah dari Lampiran 1 dan 10.

6.8  Analisis Sensitivitas

Pada analisis ini diasumsikan usahatani jambu mete terjadi suatu kondisi

yang tidak menguntungkan seperti berikut.

(1) Terjadi penurunan harga bayangan output mete gelondongan kering sebesar

20 %.

(2) Meningkatnya biaya transportasi sebesar 25% sebagai dampak kebijakan

menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dapat menurunkan

margin petani.

(3) Turunnya produktivitas jambu mete sampai 20% akibat musim kemarau

yang berkepanjangan akan menurunkan keuntungan privat dan pada

akhirnya menurunkan daya saing komoditas jambu mete.

(4) Berubahnya nilai tukar yang berdampak terhadap keuntungan sosial. Untuk 

itu digunakan dua pilihan nilai tukar alternatif, yaitu nilai rupiah menguat

(apresiasi) menjadi Rp 8.500,00 per $ US dan nilai rupiah melemah

(depresiasi) menjadi Rp 10.000,00 per $ US.

Page 42: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

129

Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa penurunan harga bayangan

output sebesar 20 % sehingga harga bayangan menjadi Rp 8.103,54 /kg mete

gelondongan kering. Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan nilai NPCO, DRC,

EPC, dan SRP sedangkan nilai NPCI dan PCR tidak berubah (tetap) bahkan nilai

PC menjadi – 6,60 (negatif). Itu berarti bahwa usahatani jambu mete di Kabupaten

Karangasem masih tetap memiliki daya saing pada nilai finansial (keunggulan

kompetitif), namun sudah tidak lagi memiliki keunggulan komparatif (daya saing

pada nilai ekonomis), karena nilai DRC meningkat menjadi 1,16. Penurunan harga

bayangan output sebesar 20% memberi dampak pada semakin meningkatnya

manfaat (keuntungan) dari kebijakan subsidi output, proteksi efektif dan transfer 

effects bagi petani, karena petani masih menerima subsidi positif dibandingkan

 jika tidak ada kebijakan pemerintah. Tetapi menurunnya nilai PC hingga menjadi

 – 6,60 menunjukkan bahwa keuntungan privat (finansial) menurun atau berkurang

sebesar 6,60 kali lipat dari keuntungan ekonomis. Hasil analisis sensitivitas

usahatani jambu mete akibat penurunan harga bayangan output sebesar 20 % di

Kabupaten Karangasem disajikan pada Tabel 6.8.

Tabel 6.8

Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu mete Pada Harga Bayangan Output

Turun 20 % di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.

Rasio Nilai basisHarga Bayangan Output

Turun 20 %NPCONPCIPCRDRCEPCPC

SRP

1,080,930,240,911,098,75

0,69

1,360,930,241,161,40-6,60

1,12

Page 43: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

130

Jika biaya transportasi naik sebesar 25 % sebagai dampak kebijakan

kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menyebabkan usahatani jambu mete

menghasilkan nilai NPCO, DRC, EPC, PC dan SRP semakin meningkat,

sedangkan nilai NPCI dan PCR tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan

biaya transportasi sebesar 25 % justeru memberi dampak positif pada semakin

meningkatnya manfaat (keuntungan) yang diterima petani dan sistim komoditas

 jambu mete dari kebijakan subsidi output, proteksi efektif, tingkat keuntungan

privat atas tingkat keuntungan sosial dan transfer effects, karena petani masih

menerima subsidi positif dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah.

Bahkan petani sebagai konsumen input tradabel masih tetap menerima manfaat

dari kebijakan subsidi input.

Nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu, menunjukkan bahwa

usahatani jambu mete masih tetap memiliki daya saing pada nilai finansial

(keunggulan kompetitif) dan ekonomis (keunggulan komparatif). Namun tingkat

daya saing pada nilai ekonomis (keunggulan komparatif) semakin melemah

dibandingkan sebelumnya, karena nilai DRC meningkat menjadi 0,95. Dengan

perkataan lain kenaikan biaya transportasi sebesar 25 % akan membuat usahatani

 jambu mete semakin memperlemah tingkat daya saing pada nilai ekonomis

(keunggulan komparatif).

Hasil analisis sensitivitas usahatani jambu mete jika biaya transportasi naik 

sebesar 25 % sebagai akibat kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di

Kabupaten Karangasem disajikan pada Tabel 6.9.

Page 44: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

131

Tabel 6.9Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Mete Jika Biaya Transportasi

Naik 25 % di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.

Rasio Nilai basisBiaya transportasi

naik 25 %NPCONPCIPCRDRCEPCPCSRP

1,080,930,240,911,098,750,69

1,090,930,240,951,1015,320,73

Penurunan produktivitas mete gelondongan kering sebesar 20 % akan

meningkatkan nilai PCR, DRC dan SRP. Itu berarti bahwa usahatani jambu mete

masih tetap memiliki daya saing pada nilai finansial (keunggulan kompetitif)

karena nilai PCR masih < 1. Namun tingkat daya saing pada nilai finansial

(keunggulan kompetitif) tersebut semakin melemah dibandingkan sebelumnya,

karena nilai PCR meningkat menjadi 0,30. Sebaliknya penurunan produktivitas

mete gelondongan kering sebesar 20 % menyebabkan hilangnya tingkat daya

saing pada nilai ekonomi (keunggulan komparatif). Dengan perkataan lain

penurunan produktivitas mete gelondongan kering sebesar 20 % akan membuat

usahatani jambu mete kehilangan daya saing pada nilai ekonomi (keunggulan

komparatif) namun masih memiliki daya saing pada nilai finansial (keunggulan

kompetitif).

Penurunan produktivitas mete gelondongan kering sebesar 20 %, ternyata

tidak mempengaruhi nilai NPCO, NPCI dan EPC. Itu berarti penurunan

produktivitas tersebut masih tetap memberikan subsidi output dan input baik 

terhadap petani maupun sistim komoditas. Bahkan gabungan kebijakan subsidi

Page 45: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

132

output dan input di atas masih tetap memberikan tingkat proteksi efektif baik 

untuk petani maupun sistem komoditas, besaran proteksi efektif yang diterima

masih sebesar 9 %.

Tetapi penurunan produktivitas sebesar 20 % mengakibatkan menurunnya

nilai PC hingga menjadi – 5,01 (negatif), keadaan ini menunjukkan bahwa terjadi

penurunan keuntungan privat (finansial) sebesar 5,01 kali lipat dari keuntungan

ekonomisnya. Namun secara keseluruhan dari transfer effects yang terjadi, maka

dampak kebijakan pemerintah dan distorsi pasar yang ada memberikan dampak 

yang menguntungkan bagi petani, karena petani masih menerima subsidi positif 

dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah dimana nilai SRP meningkat

menjadi 0,84. Hasil analisis sensitivitas usahatani jambu mete jika produktivitas

turun sebesar 20 % di Kabupaten Karangasem disajikan pada Tabel 6.10.

Tabel 6.10Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Mete Jika Produktivitas

Turun 20 % di Kabupaten Karangasem Tahun 2010.

Rasio Nilai basisProduktivitasturun 20 %

NPCONPCIPCRDRC

EPCPCSRP

1,080,930,240,91

1,098,750,69

1,080,930,301,15

1,09-5,010,84

Menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi) menjadi Rp 8.500,00/$US

menyebabkan sistim usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem tetap

memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Bahkan sistim

Page 46: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

133

usahatani justeru cenderung semakin kuat daya saing pada nilai ekonomi

(keunggulan komparatif) dengan menguatnya nilai tukar rupiah.

Menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi), tetap memberikan dampak 

positif tehadap kebijakan subsidi output dan subsidi input. Ada kecenderungan

menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi) akan mengurangi manfaat dari kebijakan

subsidi input, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai NPCI menjadi 0,94.

Dari hasil analisis sensitivitas di atas tampak bahwa tingkat proteksi efektif yang

ditunjukkan dengan nilai EPC tetap sebesar 1,09. Artinya dengan semakin

menguatnya nilai tukar rupiah maka petani tetap memperoleh insentif (proteksi)

dari pemerintah.

Namun menguatnya nilai tukar rupiah menyebabkan menurunnya tingkat

keuntungan privat (finansial) terhadap keuntungan ekonomis, tetapi masih

memberikan tingkat keuntungan privat (finansial) sebesar 8,66 kali lipat dari

keuntungan ekonomis. Secara keseluruhan dari transfer effects yang terjadi, maka

dampak kebijakan pemerintah dan distorsi pasar yang ada masih memberikan

subsidi positif dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah, dimana nilai

SRP sebesar 0,68.

Hasil analisis sensitivitas usahatani jambu mete di Kabupaten Karangasem

pada nilai tukar Rp 8.500,00/$US dan Rp 10.000,00/$US selengkapnya disajikan

pada Tabel 6.11.

Page 47: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

134

Tabel 6.11Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Mete Pada Nilai Tukar Rp 8.500,00/$US

dan Rp 10.000,00/$US di Kabupaten Karangasem.

Rasio Nilai basisNilai tukar

Rp 8.500,00/$US Rp 10.000,00/$USNPCONPCIPCRDRCEPCPCSRP

1,080,930,240,911,098,750,69

1,080,940,240,901,098,660,68

1,080,920,240,911,098,850,69

Dari Tabel 6.11 menunjukkan bahwa hasil analisis sensitivitas terhadap

melemahnya nilai tukar rupiah (depresiasi) menjadi Rp 10.000,00/$US ternyata

tetap memiliki daya saing pada nilai privat (keunggulan kompetitif) dan daya

saing pada nilai ekonomi (keunggulan komparatif).

Sedangkan melemahnya nilai tukar rupiah (depresiasi), juga masih tetap

memberikan dampak positif tehadap kebijakan subsidi output dan subsidi input.

Tetapi ada kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah akan meningkatkan

manfaat dari kebijakan subsidi input, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya nilai

NPCI menjadi 0,92. Namun dari hasil analisis sensitivitas di atas tampak bahwa

tingkat proteksi efektif yang ditunjukkan dengan nilai EPC tetap sebesar 1,09.

Artinya dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah maka petani tetap

memperoleh insentif (proteksi) dari pemerintah.

Melemahnya nilai tukar rupiah ternyata menyebabkan meningkatnya

tingkat keuntungan privat (finansial), yaitu sebesar 8,85 kali lipat dari keuntungan

ekonomis. Secara keseluruhan dari transfer effects yang terjadi, maka dampak 

kebijakan pemerintah dan distorsi pasar yang ada masih memberikan subsidi

Page 48: Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung

5/15/2018 Unud 152 3958883 Bab Vi Hasil Dan Pembahasan Kenyung - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/unud-152-3958883-bab-vi-hasil-dan-pembahasan-kenyung 4

135

dibandingkan jika tidak ada kebijakan pemerintah, dimana nilai SRP tetap sebesar

0,69.