unud-1269-222536571-bab v

31
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Pendahuluan 5.1.1 Ekstraksi spons genus Haliclona Grant, 1836 Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi dipilih karena merupakan metode yang paling sederhana dengan peralatan yang relatif mudah untuk didapatkan. Maserasi dilakukan tanpa adanya tahap pemanasan sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan komponen senyawa-senyawa pada spons yang tidak tahan panas. Maserasi dilakukan dengan sesekali pengadukan yang bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir sampel sehingga dengan perlakuan tersebut derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dengan di luar sel tetap terjaga. Hasil ekstraksi 100 gram spons Genus Haliclona Grant, 1836 masing- masing menggunakan etanol dan metanol memberikan perolehan ekstrak kasar etanol 4,24 gram dan ekstrak kasar metanol 3,87 gram. Kedua ekstrak kasar (etanol dan metanol) diuji toksisitasnya menggunakan larva Artemia salina Leach. 5.1.2 Uji toksisitas ekstrak etanol dan metanol terhadap larva Artemia salina Leach. Ekstrak pekat etanol dan metanol dari spons Haliclona Grant, 1836 diuji toksisitasnya terhadap larva Artemia salina L. menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan praskrining terhadap senyawa-senyawa 55

Upload: novi-plaikoil

Post on 12-Jul-2016

23 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

bab v

TRANSCRIPT

Page 1: unud-1269-222536571-bab v

55

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Uji Pendahuluan

5.1.1 Ekstraksi spons genus Haliclona Grant, 1836

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi.

Maserasi dipilih karena merupakan metode yang paling sederhana dengan

peralatan yang relatif mudah untuk didapatkan. Maserasi dilakukan tanpa adanya

tahap pemanasan sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan komponen

senyawa-senyawa pada spons yang tidak tahan panas.

Maserasi dilakukan dengan sesekali pengadukan yang bertujuan untuk

meratakan konsentrasi larutan di luar butir sampel sehingga dengan perlakuan

tersebut derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di

dalam dengan di luar sel tetap terjaga.

Hasil ekstraksi 100 gram spons Genus Haliclona Grant, 1836 masing-

masing menggunakan etanol dan metanol memberikan perolehan ekstrak kasar

etanol 4,24 gram dan ekstrak kasar metanol 3,87 gram. Kedua ekstrak kasar

(etanol dan metanol) diuji toksisitasnya menggunakan larva Artemia salina Leach.

5.1.2 Uji toksisitas ekstrak etanol dan metanol terhadap larva Artemia salina

Leach.

Ekstrak pekat etanol dan metanol dari spons Haliclona Grant, 1836 diuji

toksisitasnya terhadap larva Artemia salina L. menggunakan metode Brine Shrimp

Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan praskrining terhadap senyawa-senyawa

55

Page 2: unud-1269-222536571-bab v

56

yang diduga berkhasiat sebagai antikanker (Meyer, 1982). Dari pengujian ini

dihitung nilai LC50 dari setiap ekstrak.

LC50 merupakan konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50 %

pada larva Artemia salina L. Nilai ini digunakan untuk menentukan tingkat

toksisitas suatu zat. Semakin besar nilai LC50 menunjukkan toksisitas semakin

kecil. Hasil uji ekstrak etanol dan metanol spons genus Haliclona Grant, 1836

terhadap larva Artemia salina L. dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.

Hasil Uji Ekstrak Etanol dan Metanol Spons

Genus Haliclona Grant, 1836 terhadap Larva Artemia salina L.

Konsentrasi % Mortalitas

Ekstrak etanol Ekstrak metanol

0 0 0

10 20 23,33

100 70 83,33

1000 100 100

Log konsentrasi pada 50

% mortalitas 1,67 1,51

LC50 (ppm) 101,67

= 46,77 101,51

= 32,36

Keterangan : LC50 = konsentrasi yang menyebabkan 50 % kematian

0 ppm = kontrol

Berdasarkan hasil uji toksisitas yang dilakukan pada ekstrak etanol dan

ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836, diperoleh nilai LC50 ekstrak

etanol dan metanol berturut-turut sebesar 46,77 ppm dan 32,36 ppm. Perhitungan

pembuatan larutan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan perhitungan LC50 pada

Lampiran 3. Menurut Meyer (1982) suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai

LC50 < 1000 ppm untuk ekstrak dan < 20 ppm untuk senyawa. Dengan demikian,

dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol dan metanol bersifat toksik karena nilai

Page 3: unud-1269-222536571-bab v

57

LC50 < 1000 ppm. Akan tetapi dari kedua ekstrak ini yang bersifat lebih toksik

adalah ekstrak metanol. Setelah diperoleh hasil bahwa ekstrak metanol lebih

toksik, 3000 gram spons genus Haliclona Grant, 1836 dimaserasi dengan 5 L

metanol sehingga diperoleh 16,84 gram ekstrak kental metanol. Ekstrak kental ini

selanjutnya digunakan dalam penelitian.

5.2 Partisi Ekstrak Metanol Spons Genus Haliclona Grant, 1836

Partisi dilakukan dengan cara menambahkan pelarut pengekstrak yang

tidak saling bercampur kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi

distribusi zat terlarut di antara kedua pelarut (Khopkar, 2003). Pengocokan yang

dilakukan bertujuan untuk memperluas area permukaan kontak di antara kedua

pelarut. Pelarut yang digunakan dalam partisi ekstrak metanol yaitu n-heksana dan

kloroform. Sebelum dilakukan partisi menggunakan n-heksana dan kloroform,

ekstrak kental metanol dilarutkan terlebih dahulu dengan 250 mL air.

Partisi dari 16,84 gram ekstrak metanol menunjukkan perolehan ekstrak n-

heksana (EH) sebanyak 1,64 gram; 1,72 gram ekstrak kloroform (EK) dan ekstrak

air (EA) sebanyak 13,62 gram. Hasil partisi menunjukkan perbedaan daya larut

senyawa pada ekstrak metanol terhadap pelarut n-heksana, kloroform dan air.

Senyawa pada ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836 lebih banyak

terlarut pada pelarut air dibandingkan dalam n-heksana maupun kloroform. Hal

ini menunjukkan senyawa yang terkandung dalam spons genus Haliclona Grant,

1836 sebagian besar bersifat polar.

Page 4: unud-1269-222536571-bab v

58

5.3 Uji Toksisitas Masing-masing Ekstrak (n-Heksana, Kloroform dan Air)

terhadap Larva Artemia salina L.

Hasil pengujian toksisitas ekstrak n-heksana, kloroform dan air ekstrak

spons genus Haliclona Grant, 1836 ditunjukkan pada Tabel 5.2. Hasil uji

toksisitas menunjukkan ketiga ekstrak hasil partisi (n-heksana, kloroform dan air)

tergolong toksik. Perhitungan LC50 disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 5.2.

Hasil Uji Toksisitas Ekstrak n-Heksana, Kloroform dan Air

terhadap Larva Artemia salina L.

Konsentrasi % Mortalitas

Ekstrak n-Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak air

0 0 0 0

10 3,33 6,67 6,67

100 13,33 76,67 46,67

1000 70 90 90

Log konsentrasi

pada 50 %

mortalitas 2,63 1,81 2,05

LC50 (ppm) 102,63

= 426,58 101,81

= 64,57 102,05

= 112,20

Keterangan : LC50 = konsentrasi yang menyebabkan 50 % kematian

0 ppm = kontrol

Nilai LC50 ketiga ekstrak hasil partisi menunjukkan penurunan jika

dibandingkan dengan nilai LC50 ekstrak metanol sebelum dipartisi yaitu 32,36

ppm. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa toksik yang terkandung

dalam masing-masing ekstrak bekerja sinergis sehingga menyebabkan ekstrak

metanol yang belum dipartisi memiliki toksisitas lebih tinggi dibandingkan

toksisitas masing-masing ekstrak hasil partisi.

Berdasarkan data hasil uji toksisitas terhadap larva Artemia salina L.,

diperoleh bahwa ekstrak kloroform bersifat paling toksik yaitu memiliki nilai

LC50 sebesar 64,57 ppm sedangkan ekstrak air dan n-heksana masing-masing

Page 5: unud-1269-222536571-bab v

59

memiliki nilai LC50 sebesar 112,20 ppm dan 426,58 ppm. Hasil uji ini

mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa yang memiliki toksisitas tinggi dan

berpotensi sebagai antikanker pada spons genus Haliclona Grant, 1836 bersifat

semipolar. Selanjutnya terhadap ekstrak kloroform dilakukan pemisahan dengan

kromatografi kolom.

5.4 Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak Kloroform Spons Genus Haliclona

Grant, 1836

Pemisahan dan pemurnian ekstrak kloroform dilakukan dengan cara

kromatografi kolom. Untuk menentukan eluen yang paling baik pada proses

kromatografi kolom, dilakukan dengan cara kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Proses KLT bertujuan untuk melihat pola pemisahan senyawa pada

ekstrak dan untuk menentukan fase gerak yang paling sesuai pada kromatografi

kolom. Fase gerak yang digunakan adalah berbagai campuran pelarut dengan

polaritas yang berbeda. Fase gerak terbaik adalah yang menghasilkan jumlah noda

terbanyak dengan jarak pisah yang baik. KLT yang dilakukan menggunakan silika

gel GF254 (1 x 10 cm) sebagai fase diam. Hasil kromatografi lapis tipis dengan

beberapa jenis campuran eluen disajikan pada Tabel 5.3, kromatogram KLT dan

perhitungan harga Rf dicantumkan pada Lampiran 5 dan 6.

Pendeteksian noda pada KLT dilakukan menggunakan lampu UV 254 nm

dan 366 nm. Berdasarkan data pada Tabel 5.3 dapat diketahui eluen terbaik yang

memberikan jumlah noda yang terbanyak dengan pemisahan terbaik adalah etil

asetat : n-heksana (2 : 8) yaitu dengan jumlah noda 4 buah berbentuk bulat.

Menurut Still (1978), pemilihan sistem eluen dengan KLT sebaiknya harus

Page 6: unud-1269-222536571-bab v

60

memiliki ΔRf 0,15 – 0,20. Dengan demikian, etil asetat : n-heksana (2 : 8)

digunakan pada pemisahan menggunakan kromatografi kolom.

Tabel 5.3

Harga Rf Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Kloroform

Pengembang Jumlah noda Harga Rf (cm)

Etil asetat : n-heksana

1 : 9 4 0,035; 0,059; 0,094; 0,153

2 : 8 4 0,235; 0,447; 0,518; 0,576

3 : 7 4 0,047; 0,435; 0,565; 0,659

8 : 2 2 0,847; 0,953

9 : 1 2 0,894; 0,965

Etanol : etil asetat

7 : 3 1 0,941

8 : 2 1 0,906

Etil asetat : kloroform

2 : 8 3 0,176; 0,612; 0,671

3 : 7 2 0,176; 0,647

5 : 5 2 0,847; 0,965

6 : 4 2 0,624; 0,929

7 : 3 3 0,612; 0,729; 0,941

8 : 2 2 0,106; 0,946

9 : 1 2 0,765; 0,941

Kloroform : n-heksan

5 : 5 3 0,059; 0,188; 0,412

6 : 4 2 0,141; 0,353

7 : 3 3 0,024; 0,200; 0,329

8 : 2 4 0,047; 0,259; 0,318; 0,388

9 : 1 4 0,047; 0,200; 0,282; 0,353

Pada proses kromatografi kolom, fase diam yang digunakan adalah silika

gel 60 sebanyak 60 gram. Ekstrak kloroform yang digunakan sebanyak 1,5 gram.

Kecepatan alir fase gerak adalah 1 mL/menit. Senyawa yang terelusi terlebih

dahulu adalah senyawa yang bersifat kurang polar. Hal ini disebabkan senyawa

yang terelusi dengan silika gel (fase diam) memiliki interaksi yang lemah,

sedangkan senyawa yang terelusi terakhir memiliki sifat yang lebih polar karena

Page 7: unud-1269-222536571-bab v

61

memiliki interaksi yang kuat dengan silika gel dan tertahan lebih lama pada fase

diam. Eluat ditampung setiap 3 mL sehingga dihasilkan 126 botol eluat.

Setelah tertampung 126 botol masih terdapat ekstrak yang belum terpisah

dengan baik, hal ini terlihat dari masih adanya komponen berwarna coklat di

bagian atas kolom. Oleh karena itu, proses pemisahan dilanjutkan dengan cara

kromatografi kolom gradien. Eluen yang digunakan adalah etil asetat dan etanol.

Masing-masing eluat ditampung sebanyak 25 ml per botol, dengan total volum 75

ml, sehingga terdapat 3 botol untuk masing-masing eluen. Pemisahan tersebut

menghasilkan 6 botol, yaitu nomor 127 sampai 132 seperti tercantum pada Tabel

5.4.

Tabel 5.4

Hasil Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Gradien

Botol No. Fase Gerak Warna Fraksi

127, 128, 129 Etil asetat Coklat muda

130, 131, 132 Etanol Coklat tua

.

Seluruh eluat hasil kolom selanjutnya dilihat nodanya dengan cara KLT.

Dalam hal ini, KLT dilakukan dengan tujuan pengelompokan lebih lanjut

terhadap fraksi-fraksi yang diperoleh berdasarkan kesamaan profil kandungan

kimia dari bercak KLT yang terbentuk. Berdasarkan kesamaan pola nodanya

diperoleh lima fraksi yaitu F1 – F5. Terdapat beberapa botol eluat pada hasil

kromatografi kolom tidak dapat dimasukkan ke dalam fraksi karena eluat-eluat

tersebut tidak menampakkan noda pada KLT. Data lengkap kromatogram dan

perhitungan Rf dicantumkan pada Lampiran 7 dan 8.

Page 8: unud-1269-222536571-bab v

62

Tabel 5.5.

Harga Rf Eluat Hasil Kromatografi Kolom

Berdasarkan KLT Penggabungan

Fraksi (botol ke-) Jumlah Noda Rf Warna

Fraksi 1 (1 - 15) 1 0,506 Kuning pucat

Fraksi 2 (16 - 40) 1 0,447 Kuning pucat

Fraksi 3 (41 - 49) 1 0,294 Kuning pucat

Fraksi 4 (50 - 126) 2 0,176; 0,235 Kuning pucat

Fraksi 5 (127 + 128) 1 0,090 Coklat muda

Pemisahan dengan kromatografi kolom didasarkan pada perbedaan

interaksi analit terhadap fase diam dan fase gerak. Kromatografi kolom dengan

fase diam silika gel menggunakan fase gerak pelarut organik atau campuran

pelarut organik. Fase gerak berfungsi membawa komponen sampel lewat pada

silika gel dengan memindahkan analit dari partikel-partikel fase diam. Molekul

analit bebas untuk berpindah bersama pelarut, jika molekul analit tidak berikatan

dengan permukaan silika gel. Golongan polar pelarut dapat bersaing dengan analit

untuk menempatkan ikatan pada permukaan silika gel. Oleh karena itu, jika

pelarut yang digunakan terlalu polar akan berinteraksi kuat dengan permukaan

silika gel dan akan meninggalkan tempat fase diam dengan membebaskan ikatan

dengan analit tersebut. Kemudian analit bergerak cepat pada fase diam. Dengan

cara yang sama, gugus polar pelarut dapat mengikat kuat dengan gugus polar pada

analit dan menghalangi interaksi analit dengan permukaan silika gel.

Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun (fasa mobil) dan

pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun

zat terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju

penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada

Page 9: unud-1269-222536571-bab v

63

koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan

terpisahkan membentuk beberapa lapisan.

Fraksi kloroform ekstrak spons genus Haliclona Grant, 1836 setelah

dipisahkan dengan kromatografi kolom menghasilkan lima fraksi yang berbeda.

Masing-masing fraksi selanjutnya diuji toksisitasnya terhadap larva Artemia

salina L.

5.5 Uji Toksisitas Fraksi-fraksi Hasil Pemisahan Kromatografi Kolom

Ekstrak Kloroform terhadap Larva Artemia salina L.

Hasil uji toksisitas fraksi hasil kromatografi kolom terlihat pada Tabel 5.6

dan perhitungan LC50 dicantumkan pada Lampiran 9. Berdasarkan data pada

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua fraksi bersifat toksik. Diantara semua fraksi

yang diujikan, fraksi satu memiliki toksisitas paling tinggi terhadap larva Artemia

salina L. dengan nilai LC50 sebesar 70,79 ppm. Nilai LC50 dari ekstrak kasar

metanol, ekstrak partisi kloroform dan isolat toksik F1 berturut-turut sebesar 32,36

ppm; 64,57 ppm dan 70,79 ppm. Nilai LC50 ini menunjukkan kecenderungan yang

menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan senyawa-senyawa toksik yang

terkandung dalam ekstrak spons genus Haliclona Grant, 1836 bekerja sinergis

sehingga ketika dipartisi ataupun dimurnikan dengan kromatografi kolom,

toksisitasnya cenderung menurun.

Page 10: unud-1269-222536571-bab v

64

Tabel 5.6

Uji Toksisitas Fraksi Hasil Kromatografi Kolom

terhadap Larva Artemia salina L.

Fraksi Konsentrasi

(ppm)

%

Mortalitas

Log Konsentrasi pada

50 % Mortalitas

LC50 (ppm)

F1

0 0

1,85 101,85

= 70,79 10 20

100 63,33

1000 80

F2

0 0

2,11 102,11

= 128,82 10 6,67

100 43,33

1000 86,67

F3

0 0

2,33 102,33

= 213,79 10 6,67

100 36,67

1000 73,33

F4

0 0

2,51 102,51

= 323,59 10 6,67

100 46,67

1000 90

F5

0 0

2,76 102,76

= 575,44 10 13,33

100 16,67

1000 63,33

Fraksi satu (F1) menunjukkan satu spot dengan nilai Rf paling besar yaitu

sebesar 0,506 dibandingkan spot pada fraksi lainnya. Hal ini mengindikasikan

bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi satu sangat lemah teradsorpsi pada

silika gel sehingga muncul paling awal. Fraksi satu selanjutnya diuji aktifitasnya

sebagai antikanker terhadap sel HeLa dan diidentifikasi kandungan senyawanya

dengan KG-SM.

Page 11: unud-1269-222536571-bab v

65

5.6 Uji Kemurnian Isolat Toksik (F1)

Kemurnian isolat toksik F1 diuji dengan menggunakan metode KLT

dimana eluen yang digunakan adalah campuran pelarut dengan tingkat kepolaran

yang berbeda-beda. Hasil KLT kemurnian memperlihatkan bahwa dari semua

eluen yang digunakan memberikan noda tunggal. Jadi fraksi tersebut dapat

dikatakan sebagai fraksi yang relatif murni secara kromatografi lapis tipis. Hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Hasil Uji Kemurnian F1 dengan Metode KLT

Fase Gerak Penampak Noda Lampu UV Harga Rf (cm)

254 nm 366 nm

Etil asetat : n-heksana (7 : 3) Coklat Ungu 0,824

Etil asetat : n-heksana (1 : 9) Coklat Ungu 0,412

Kloroform : n-heksana (1 : 1) Coklat Ungu 0,353

Etanol : n-heksana (7 : 3) Coklat Ungu 0,918

5.7 Uji Antikanker secara in vitro terhadap Sel HeLa

Berdasarkan uji sitotoksisitas dengan MTT diperoleh nilai optical density

(OD), kemudian nilai rata-rata OD tersebut dikonversi menjadi % daya hambat.

Hasil pengamatan absorbansi dan perhitungan persen daya hambat pada sel HeLa

setelah diberi isolat toksik (F1) ekstrak kloroform spons genus Haliclona Grant,

1836 disajikan pada Tabel 5. 8.

Page 12: unud-1269-222536571-bab v

66

Tabel 5.8.

Data Optical Density (OD) Isolat Toksik (F1)

Ekstrak Spons Haliclona Grant, 1836 terhadap Sel HeLa

Sampel

µg/ml

Ulangan Rerata % Daya

hambat ODI ODII ODIII

1000 0,246 0,249 0,281 0,259 31,51

500 0,328 0,275 0,288 0,297 21,36

250 0,314 0,292 0,327 0,311 17,65

125 0,281 0,302 0,316 0,300 20,65

62,5 0,316 0,310 0,295 0,307 18,71

31,25 0,319 0,303 0,312 0,311 17,56

15,52 0,333 0,280 0,294 0,302 19,95

7,81 0,314 0,319 0,356 0,330 12.71

3,90 0,338 0,357 0,340 0,345 8,65

1,95 0,322 0,31 0,350 0,327 13.33

Kontrol Sel 0,376 0,378 0,379 0,378 0,00

Berdasarkan data pada Tabel 5.8 dapat dibuat grafik hubungan antara %

daya hambat vs konsentrasi fraksi yang digunakan untuk perhitungan IC50.

Adapun grafik penentuan IC50 digambarkan pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1.

Grafik % Daya Hambat Fraksi Satu Ekstrak Spons Genus Haliclona Grant, 1836

terhadap Sel HeLa

y = 0.016x + 15.00

R² = 0.703

0

5

10

15

20

25

30

35

0 200 400 600 800 1000 1200

% D

aya h

am

bat

Konsentrasi F1 (µg/ml)

Page 13: unud-1269-222536571-bab v

67

Mitokondrial reduktase

MTT (Kuning) Formazan

(Kristal biru keunguan)

Pengujian dengan menggunakan MTT didasarkan pada pemecahan garam

tetrazolium yang berwarna kuning dan larut dalam air menjadi kristal biru

keunguan (formazan) yang tidak larut dalam air. Pemecahan MTT terjadi pada

mitokondria sel yang hidup oleh suksinat hidrogenase. Reaksi menggunakan MTT

ini melibatkan piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya

dikatalisis oleh sel hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk proporsional

dengan jumlah sel yang hidup (Doyle dan Griffiths, 2000).

Warna ungu formazan dapat dibaca absorbansinya dengan microplate

reader pada panjang gelombang 595 nm. Intensitas warna ungu yang terbentuk

berbanding langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme,

sehingga absorbansi menggambarkan jumlah sel hidup. Semakin kuat intensitas

warna ungu yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan

bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup. MTT dipecah

melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria.

Gambar 5.2 memperlihatkan reaksi reduksi MTT menjadi formazan.

Gambar 5.2.

Reaksi Reduksi MTT Menjadi Formazan

N N

NN

S

N

CH3

CH3

Br

N

NH

NN

S

N

CH3

CH3

Page 14: unud-1269-222536571-bab v

68

Berdasarkan grafik pada Gambar 5.1 terlihat kecendrungan peningkatan

daya hambat sel HeLa dengan meningkatnya konsentrasi F1 yang diberikan. Daya

hambat tertinggi pada konsentrasi 1000 ppm dengan persen daya hambat 31,51

sedangkan daya hambat terendah pada konsentrasi 3,90 ppm dengan persen daya

hambat 8,65. Menurut Iradjajanegara dan Priyo Wahyudi (2010), kecenderungan

semakin tinggi konsentrasi ekstrak ceplukan (Physalis angulata) semakin banyak

kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak tersebut sehingga semakin tinggi

pula efek sitotoksik terhadap sel T47D. Perbedaan kadar sitotoksik pada setiap

konsentrasi juga disebabkan adanya faktor biochemical uncoupling yaitu zat-zat

yang terkandung di dalam ekstrak akan mempengaruhi sintesis molekul ATP

tanpa mempengaruhi transfor electron (normal) dapat menyebabkan liberasi

energy sehingga menghasilkan panas (Priyanto, 2007). Peningkatan dosis

konsentrasi akan meningkatkan jumlah zat yang terkandung di dalamnya, efek

biochemical uncoupling pun semakin banyak sehingga efek toksik akan semakin

besar.

Hubungan antara konsentrasi F1 dengan persen daya hambat mengikuti

model persamaan y = 0,016x + 15,00, dengan y adalah % daya hambat dan x

adalah konsentrasi F1 (ppm). Setelah nilai y disubstitusikan sama dengan 50,

maka diperoleh nilai IC50 adalah 2187,5 ppm. Perhitungan IC50 dapat dilihat pada

Lampiran 14.

Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan

proliferasi sel sebesar 50 % dari populasi. Klasifikasi aktivitas sitotoksik ekstrak

terhadap sel kanker dapat digolongkan kategori sangat aktif jika nilai IC50 < 10

Page 15: unud-1269-222536571-bab v

69

μg/mL, kategori aktif jika nilai IC50 10 – 100 μg/mL dan kategori cukup aktif jika

nilai IC50 100 - 500 μg/mL (Weerapreeyakul et al., 2012). Menurut Cao (1998),

senyawa murni digolongkan sangat aktif apabila memiliki nilai IC50 < 5 μg/mL,

aktif 5-10 μg/mL, sedang 11-30 μg/mL dan tidak aktif >30 μg/mL. Berdasarkan

klasifikasi tersebut, isolat F1 spons genus Haliclona Grant, 1836 mempunyai

aktivitas menghambat sel Hela dengan nilai IC50 2187,5 ppm (μg/mL), akan tetapi

tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antikanker.

Nilai LC50 ekstrak kasar, partisi dan isolat toksik dengan metode BSLT

tidak menunjukkan adanya hubungan positif dengan nilai IC50 terhadap sel kanker

serviks HeLa dengan metode MTT. Penelitian lain juga menunjukkan hal yang

serupa. Penelitian Carballo et al. (2002) dilaporkan senyawa isopropanol dari

ekstrak spesies invertebrata dan makroalga laut menunjukkan korelasi yang

rendah antara sitotoksisitas dengan BSLT dan sitotoksisitas terhadap sel kanker

paru-paru (A-549) serta sel kanker usus (HT-29).

5.8 Identifikasi Isolat Toksik (F1)

Identifikasi isolat toksik dilakukan dengan uji fitokimia dan Kromatografi

Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM).

5.8.1 Uji fitokimia

Fraksi (F1) spons genus Haliclona Grant, 1836 diuji kandungan

fitokimianya. Adapun prosedur pembuatan larutan dan pengujian fitokimia

masing-masing golongan disajikan pada Lampiran 12. Hasil skrining fitokimia

fraksi disajikan pada Tabel 5.9.

Page 16: unud-1269-222536571-bab v

70

Tabel 5.9.

Uji Fitokimia Fraksi Satu (F1) Hasil Kromatografi Kolom Ekstrak Kloroform

Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan Warna Kesimpulan

Alkaloid Mayer Tidak ada perubahan -

Dragendrof Tidak ada perubahan -

Flavonoid Bate-Smith Tidak ada perubahan -

Triterpenoid/Steroid Lieberman-

Burchard Biru +

Polifenol FeCl3 1 % Tidak ada perubahan -

Saponin Uji busa/Froth +

HCl 2 % Tidak ada perubahan -

Berdasarkan hasil uji di atas mengindikasikan bahwa fraksi toksik (F1)

spons genus Haliclona Grant, 1836 mengandung senyawa golongan steroid.

5.8.2 Identifikasi isolat toksik (F1) dengan kromatografi gas-spektroskopi

massa (KG-SM)

Fraksi F1 dianalisis komponen senyawa yang terkandung di dalamnya

dengan menggunakan GC-MS. Kromatogram hasil analisis fraksi tersebut

memperlihatkan 8 puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3. Masing-

masing puncak diidentifikasi lebih lanjut dengan spektrometer massa, dimana

setiap senyawa mempunyai pola fragmentasi massa yang spesifik.

Gambar 5.3.

Kromatogram Hasil Analisis Fraksi 1

1 2 3

4

Waktu Retensi (menit)

Intensitas

Page 17: unud-1269-222536571-bab v

71

Identifikasi dilakukan dengan membandingkan spektrum massa masing-

masing puncak dengan senyawa-senyawa yang telah diketahui dan terprogram

dalam database GC-MS, sehingga dapat diduga senyawa-senyawa penyusun

Fraksi F1. Jumlah puncak pada kromatogram GC adalah 8 puncak, namun hanya 4

puncak (puncak 1, 2, 3, dan 4) yang dapat dianalisis berdasarkan data base MS.

Sedangkan 4 puncak lainnya (puncak 5, 6, 7, dan 8) belum dapat dianalisis karena

memiliki nilai kemiripan rendah dengan data base library MS, sehingga

diperlukan beberapa identifikasi lanjutan seperti H-NMR dan C-NMR. Hasil

analisis spektrum massa dari kromatogram F1 spons genus Haliclona Grant, 1836

dan perkiraan senyawa berdasarkan data base dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10.

Senyawa-senyawa yang diduga dari Masing-masing Puncak pada Kromatogram

Fraksi 1 Spons Genus Haliclona Grant, 1836

Puncak M+

Waktu Retensi

(menit) % Area Senyawa yang diduga

1 214 11,901 3,91 Metil dodekanoat

2 270 16,414 2,60 Metil heksadekanoat

3 320 17,419 6,85 Dekil metil ptalat

4 278 21,929 26,67 Mono(2-etilheksil)-1,2-

Benzenadikarboksilat

Hasil spektrometer massa masing-masing puncak secara lengkap disajikan

pada Lampiran 16.

1) Identifikasi senyawa pada puncak 1 dengan tR = 11,901 menit (3,91%)

Spektrum massa senyawa pada puncak 1 dan spektrum massa senyawa

yang identik berdasarkan data base NIST08s. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Page 18: unud-1269-222536571-bab v

72

m/z

m/z

Kel

imp

ahan

rela

tif

Kel

imp

ahan

rela

tif

Gambar 5.4.

(a) Spektrum massa senyawa pada puncak 1, (b) Spektrum massa

senyawa metil dodekanoat

Berdasarkan data dari library NIST08s. LIB senyawa metil dodekanoat

mempunyai rumus molekul C13H26O2 dengan berat molekul 214. Oleh karena itu

ion molekul (M+) senyawa pada puncak 1 adalah m/z 214 dengan puncak dasar

pada m/z 74. Pola pemenggalan spektrum massa pada senyawa puncak 1

dinyatakan seperti pada Tabel 5.11.

a)

b)

Page 19: unud-1269-222536571-bab v

73

Tabel 5.11

Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa Metil Dodekanoat

m/z Pemenggalan Penggalan

214 M+ C13H26O2

+

183 M+ - OCH3 C12H23O

+

171 M+ - C3H7 C10H19O2

+

157 M+ - C3H7 – CH2 C9H17O2

+

143 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 C8H15O2

+

129 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 C7H13O2

+

115 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C6H11O2

+

101 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C5H9O2

+

87 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C4H7O2

+

74 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH C3H6O2

+

57 M+ - C9H17O2 C4H9

+

41 M+ - C9H17O2 – CH4 C3H5

+

27 M+ - C9H17O2 – CH4 - CH2 C2H3

+

Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan

NIST08s. LIB, maka diduga senyawa puncak 1 identik dengan senyawa metil

dodekanoat yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5.

Struktur senyawa metil dodekanoat

Fragmentasi yang terjadi pada senyawa metil dodekanoat sesuai dengan

spektrum massa di atas ditunjukkan pada Gambar 5.6.

O

O

Page 20: unud-1269-222536571-bab v

74

-OCH3 (-31)

-C3H7

(-43)

Chemical Formula: C10H19O2

+

m/z: 171

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C9H17O2+

m/z: 157

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C8H15O2+

m/z: 143

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C7H13O2+

m/z: 129

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C6H11O2+

m/z: 115

Chemical Formula: C5H9O2+

m/z: 101

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C4H7O2+

m/z: 87

-CH

(-13)

Chemical Formula: C3H6O2+

m/z: 74

Fragmentasi 1

O

O

Chemical Formula: C13H26O2+

m/z: 214

-e

O

O

O

Chemical Formula: C12H23O+

m/z: 183

H2C

O

O

H2C

O

O

H2C

O

O

H2C

O

O

H2C

O

O

H2C

O

O

H2C

O

O

H2C

O

O

HC

O

O

H

O

O

H

H

H

O

O

H

H

H

Page 21: unud-1269-222536571-bab v

75

-C9 H17O2

(-14)

-CH4

(-16)

-CH2

(-14)

m/z

m/z

Kel

imp

ahan

rela

tif

Kel

imp

ahan

rela

tif

Fragmentasi 2

Gambar 5.6.

Pola Fragmentasi Senyawa Metil Dodekanoat

2) Identifikasi senyawa pada puncak 2 dengan tR = 16,414 menit (2,60 %)

Spektrum massa senyawa pada puncak 2 dan spektrum massa senyawa

yang identik berdasarkan data base WILEY7. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7.

(a) Spektrum Massa Senyawa pada Puncak 2, (b) Spektrum Massa

Senyawa Metil Heksadekanoat

Berdasarkan data dari library WILEY7. LIB senyawa metil heksadekanoat

mempunyai rumus molekul C17H34O2 dengan berat molekul 270. Oleh karena itu

O

O

Chemical Formula: C13H26O2+

m/z: 214

CH2

Chemical Formula: C4H9+

m/z: 57

CH

Chemical Formula: C3H5+

m/z: 41

CHH2C

Chemical Formula: C2H3+

m/z: 27

a)

b)

Page 22: unud-1269-222536571-bab v

76

ion molekul (M+) senyawa pada puncak 2 adalah m/z 270 dengan puncak dasar

pada m/z 74. Pola pemenggalan spektrum massa pada senyawa puncak 1

dinyatakan seperti pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12

Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa Metil Heksadekanoat

m/z Pemenggalan Penggalan

270 M+ C17H34O2

+

239 M+ - OCH3 C16H31O

+

227 M+ - C3H7 C14H27O2

+

213 M+ - C3H7 – CH2 C13H25O2

+

199 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 C12H23O2

+

185 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 C11H21O2

+

171 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C10H19O2

+

157 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C9H17O2

+

143 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C8H15O2

+

129 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –

CH2

C7H13O2+

115 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –

CH2 – CH2

C6H11O2+

101 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –

CH2 – CH2 – CH2

C5H9O2+

87 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –

CH2 – CH2 – CH2 – CH2

C4H7O2+

74 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –

CH2 – CH2 – CH2 – CH2 - CH

C3H6O2 +

69 M+ - C12H25O2 C5H9

+

41 M+ - C12H25O2 – CH2 – CH2 C3H5

+

Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan

WILEY7.LIB, maka diduga senyawa puncak 2 identik dengan senyawa metil

heksadekanoat yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8.

Struktur Senyawa Metil Heksadekanoat

Fragmentasi yang terjadi pada senyawa metil heksadekanoat sesuai dengan

spektrum massa di atas ditunjukkan pada Gambar 5.9.

O

O

Page 23: unud-1269-222536571-bab v

77

-OCH3 (-31)

-C3H7

(-43)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C5H9O2

+

m/z: 101

-CH2

(-14)

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C4H7O2

+

m/z: 87

-CH

(-13)

Chemical Formula: C3H6O2+

m/z: 74

Fragmentasi 1

O

O

Chemical Formula: C17H34O2+

m/z: 270

-e

O

O

O

Chemical Formula: C16H31O+

m/z: 239

H2C

O

O

Chemical Formula: C14H27O2+

m/z: 227

H2C

O

O

Chemical Formula: C13H25O2+

m/z: 213

H2C

O

O

Chemical Formula: C12H23O2+

m/z: 199

H2C

O

O

Chemical Formula: C11H21O2+

m/z: 185

H2C

O

O

Chemical Formula: C10H19O2+

m/z: 171

Chemical Formula: C9H17O2+

m/z: 157

H2C

O

O

H2C

O

O

Chemical Formula: C8H15O2+

m/z: 143

H2C

O

O

Chemical Formula: C7H13O2+

m/z: 129

H2C

O

O

Chemical Formula: C6H11O2+

m/z: 115

H2C

O

O

H2C

O

O

HC

O

O

H

O

O

H

H

H

O

O

H

H

H

Page 24: unud-1269-222536571-bab v

78

-C9 H17O2

(-14)

-C2H4

(-28)

m/z

m/z

Kel

imp

ahan

rela

tif

Kel

imp

ahan

rela

tif

Fragmentasi 2

Gambar 5.9.

Pola Fragmentasi Senyawa Metil Heksadekanoat

3) Identifikasi senyawa pada puncak 3 dengan tR = 17,419 menit (6,85 %)

Spektrum massa senyawa pada puncak 3 dan spektrum massa senyawa

yang identik berdasarkan data base NIST08. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.10

.

Gambar 5.10.

(a) Spektrum Massa Senyawa pada Puncak 3, (b) Spektrum Massa

Senyawa Dekil Metil Ptalat

O

O

H

H

CHH2CH

Chemical Formula: C17H34O2+

m/z: 270

Chemical Formula: C5H9+

m/z: 69

CH2H2C

CH2H2C

Chemical Formula: C3H5+

m/z: 41

a)

b)

Page 25: unud-1269-222536571-bab v

79

O

O

O

O

Berdasarkan data dari library NIST08. LIB senyawa dekil metil ptalat

mempunyai rumus molekul C19H28O4 dengan berat molekul 320. Oleh karena itu

ion molekul (M+) senyawa pada puncak 3 adalah m/z 320 dengan puncak dasar

pada m/z 163. Tidak terlihatnya M+ pada m/z 320 kemungkinan disebabkan tidak

stabilnya M+ dan segera melepaskan C10H20. Pola pemenggalan spektrum massa

pada senyawa puncak 3 dinyatakan seperti pada tabel 5.13.

Tabel 5.13.

Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa Dekil Metil Ptalat

m/z Pemenggalan Penggalan

320 M+ C19H28O4

+

180 M+ - C10H20 C9H8O4

+

163 M+ - C10H20 - OH C9H7O3

+

149 M+ - C10H20 – OH - CH2 C8H5O3

+

121 M+ - C10H20 – OH - CH2 - CO C7H5O2

+

104 M+ - C10H20 – OH - CH2 – CO - OH C7H4O

+

57 M+ - C15H19O4 C4H9

+

41 M+ - C15H19O4 – CH4 C3H5

+

27 M+ - C15H19O4 – CH4 – CH2 C2H3

+

Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan NIST08.

LIB, maka diduga senyawa puncak 3 identik dengan senyawa dekil metil ptalat

yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.11.

Gambar 5.11.

Struktur Senyawa Dekil Metil Ptalat

Fragmentasi yang terjadi pada senyawa dekil metil ptalat sesuai dengan

spektrum massa di atas ditunjukkan pada Gambar 5.12.

Page 26: unud-1269-222536571-bab v

80

O

O

O

O

-C10H20

(-140)

O

O

O

O

CH2

H

-OH

(-17)

Chemical Formula: C19H28O4+

m/z: 320

-e

O

OH

O

O

Chemical Formula: C9H8O4+

m/z: 180

O

O

OGH2

H

Chemical Formula: C9H7O3+

m/z: 163

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C8H5O3+

m/z: 149

O

OH

O

Chemical Formula: C7H5O2+

m/z: 121

Chemical Formula: C7H4O+

m/z: 121

Chemical Formula: C19H28O4+

m/z: 320

-C15H19O4

(-263)

Chemical Formula: C4H9+

m/z: 57

-CH4

(-16)

Chemical Formula: C3H5+

m/z: 41

-CH2

(-14)

Fragmentasi I

Fragmentasi II

Gambar 5.12.

Pola Fragmentasi Senyawa Dekil Metil Ptalat

-CO

(-28)

OH

O

-OH

(-17)

C O

O

O

O

O

H2C

CH

CHH2C

Chemical Formula: C2H3+

m/z: 27

Page 27: unud-1269-222536571-bab v

81

m/z

m/z

Kel

imp

ahan

rela

tif

Kel

imp

ahan

rela

tif

4) Identifikasi senyawa pada puncak 4 dengan tR = 21,929 menit (26,67 %)

Spektrum massa senyawa pada puncak 4 dan spektrum massa senyawa

yang identik berdasarkan data base NIST08. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.13

Gambar 5.13.

(a) Spektrum Massa Senyawa pada Puncak 4, (b) Spektrum Massa

Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-Benzenadikarboksilat

Berdasarkan data dari library NIST08. LIB senyawa mono(2-etilheksil)-

1,2-Benzenadikarboksilat mempunyai rumus molekul C16H22O4 dengan berat

molekul 278. Oleh karena itu ion molekul (M+) senyawa pada puncak 4 adalah

m/z 278 dengan puncak dasar pada m/z 149. Puncak dasar dengan m/z 149

umumnya mengindikasi golongan senyawa turunan benzene 1,2-dikarboksilat

(Silverstein, et al. 1986). Pada kedua spektra massa di atas terlihat bahwa pada

NIST08. LIB dan spektra massa sampel puncak m/z 278 tidak muncul. Sedangkan

spektra puncak yang muncul adalah pada m/z 279. Puncak pada m/z 279

a)

b)

Page 28: unud-1269-222536571-bab v

82

kemungkinan merupakan puncak (M + H)+. Pola pemenggalan spektrum massa

pada senyawa puncak 4 dinyatakan seperti pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14.

Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-

Benzenadikarboksilat

m/z Pemenggalan Penggalan

278 M+ C16H22O4

+

167 M+ - C8H15 C8H7O4

+

149 M+ - C8H15 – H2O C8H5O3

+

71 M+ - C11H11O4 C5H11

+

57 M+ - C11H11O4 – CH2 C4H9

+

41 M+ - C11H11O4 – CH2 – CH4 C3H5

+

27 M+ - C11H11O4 – CH2 – CH4 – CH2 C2H3

+

Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan NIST08.

LIB, maka diduga senyawa puncak 4 identik dengan senyawa mono(2-etilheksil)-

1,2-Benzenadikarboksilat yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.14.

Gambar 5.14.

Struktur Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-Benzenadikarboksilat

Fragmentasi yang terjadi pada senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-

Benzenadikarboksilat sesuai dengan spektrum massa di atas ditunjukkan pada

Gambar 5.15.

O OH

O

O

Page 29: unud-1269-222536571-bab v

83

-e

Chemical Formula: C16H22O4+

m/z: 278

-C8H15

(-111)

Chemical Formula: C8H7O4+

m/z: 167 -H2O

(-18)

Chemical Formula: C8H5O3+

m/z: 149

Chemical Formula: C16H22O4+

m/z: 278

-C11H11O4

(-207)

Chemical Formula: C5H11+

m/z: 71

-CH2

(-14)

Chemical Formula: C4H9+

m/z: 57

-CH4

(-16)

Chemical Formula: C3H5+

m/z: 41

-CH2

(-14)

Fragmentasi 1

Fragmentasi 2

Gambar 5.15.

Pola Fragmentasi Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-Benzenadikarboksilat

O OH

O

O O OH

O

O

O OH

OC

O

CH2

H

H

O OH

OH

O

HO OH

OH

O

HO OH

OH

O

H

OH

O

O

O OH

OC

OH

H2CH2C

CH

CHH2C

Chemical Formula: C2H3+

m/z: 27

Page 30: unud-1269-222536571-bab v

84

Hasil identifikasi dengan kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS)

menunjukkan bahwa fraksi satu spons genus Haliclona Grant, 1836 mengandung

empat komponen senyawa yang diidentifikasi sebagai metil dodekanoat, metil

heksadekanoat, dekil metil ptalat, dan mono(2-etilheksil)-1,2-

benzenadikarboksilat.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui senyawa

metil heksadekanoat dan turunan asam benzenadikarboksilat memiliki sifat toksik.

Hasil penelitian Kumar et al. (2010) dan Maruthupandian dan Mohan (2011)

melaporkan bahwa metil heksadekanoat terbukti memiliki aktivitas sebagai

antioksidan. Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-benzenadikarboksilat merupakan

senyawa ester turunan asam karboksilat C16 – C18. Dalam penelitian Rizwan et

al. (2012) dilaporkan senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-benzenadikarboksilat yang

diisolasi dari Agave attenuate dikatakan memiliki aktivitas antimikroba.

Chairman et al. (2012) menyatakan senyawa bis(etil heksil) ptalat yang diisolasi

dari Streptomyces bangladeshiensis menunjukkan aktivitas antimikroba, selain itu

senyawa 2-etil heksil ptalat yang diisolasi dari Alchorneya cordifolia memiliki

aktivitas inflamasi.

Sudha dan Masilamani (2012) menyatakan bahwa senyawa bis-2-

metilpropilbenzendikarbosilat dan isooktil ptalat yang diisolasi dari Streptomyces

avidinii strain SU4 memiliki aktivitas antikanker. Yoke et al. (2012) mengisolasi

dinonil-1,2-benzenedikarboksilat dari Clinachantus nutans Lidau yang memiliki

efektivitas antioksidan dan antiproliferasi. Berdasarkan ulasan dari beberapa

Page 31: unud-1269-222536571-bab v

85

penelitian di atas, maka senyawa yang diisolasi dari spons genus Haliclona Grant,

1836 memiliki sifat toksik.