untitled

20
PENERAPAN KOLABORASI MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KEWIRAUSAHAAN (NOVI ILHAM MADHURI) A. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses pembangunan nasional. Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003, tiap warga negara Republik Indonesia memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan sesuai dengan kemajuan atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran dalam kelas. Dalam hal ini, para siswa diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, keahlian, daya kompetensi, atau potensi dirinya untuk menjadi suatu warga negara yang memiliki kecerdasan, akhlak mulia, dan kemampuan untuk mengembangkan keahliannya baik bagi kemajuan diri, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam proses pembelajaran, guru diharapkan mampu mengembangkan suatu kondisi kelas yang kondusif dalam arti bahwa guru mampu mengajak dan memotivasi para siswa untuk turut berpartisipasi dalam tiap kegiatan pembelajaran dalam kelas. Oleh karena itu, motivasi siswa merupakan salah satu faktor yang harus dikembangkan. Untuk mencapai tujuan ini, guru harus mampu menemukan suatu metode pembelajaran atau pendekatan yang sesuai untuk diterapkan dalam lingkungan kelas dan mampu mengajak para siswa untuk turut aktif atau berperan serta dalam kelas. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dinilai cukup efektif untuk mengatasi berbagai macam permasalahan dalam kelas. Hal ini disebabkan karena pembelajaran kooperatif berfokus pada pemanfaatan sekelompok kecil siswa untuk memaksimalkan kondisi belajar dengan melakukan kerja sama dalam kelas dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran dalam kelas. Salah satu model pembelajaran yang dapat 1

Upload: alim-sumarno

Post on 04-Aug-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Untitled

PENERAPAN KOLABORASI MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KEWIRAUSAHAAN(NOVI ILHAM MADHURI)

A. PENDAHULUANPendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses pembangunan nasional.

Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003, tiap warga negara Republik Indonesia memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan sesuai dengan kemajuan atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran dalam kelas. Dalam hal ini, para siswa diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, keahlian, daya kompetensi, atau potensi dirinya untuk menjadi suatu warga negara yang memiliki kecerdasan, akhlak mulia, dan kemampuan untuk mengembangkan keahliannya baik bagi kemajuan diri, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam proses pembelajaran, guru diharapkan mampu mengembangkan suatu kondisi kelas yang kondusif dalam arti bahwa guru mampu mengajak dan memotivasi para siswa untuk turut berpartisipasi dalam tiap kegiatan pembelajaran dalam kelas. Oleh karena itu, motivasi siswa merupakan salah satu faktor yang harus dikembangkan. Untuk mencapai tujuan ini, guru harus mampu menemukan suatu metode pembelajaran atau pendekatan yang sesuai untuk diterapkan dalam lingkungan kelas dan mampu mengajak para siswa untuk turut aktif atau berperan serta dalam kelas.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dinilai cukup efektif untuk mengatasi berbagai macam permasalahan dalam kelas. Hal ini disebabkan karena pembelajaran kooperatif berfokus pada pemanfaatan sekelompok kecil siswa untuk memaksimalkan kondisi belajar dengan melakukan kerja sama dalam kelas dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran dalam kelas. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT).

Model pembelajaran lain yang juga berkaitan dengan proses diskusi dalam kelas adalah Two Stay Two Stray (TSTS). Model TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Langkah-langkah dalam model TSTS, yaitu; (1) Siswa bekerja sama dalam satu kelompok yang berjumlah 4 orang, (2) setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kelompok lain, (3) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu mereka, (4) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri, (5) kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan di atas, penulis dalam hal ini mencoba menggabungkan model pembelajaran NHT dan Two Stay Two Stray dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, khususnya dalam bidang kewirausahaan. Masing-masing model yang digunakan memiliki keunggulan tersendiri. Keunggulan penggunaan NHT yaitu terjadi pemerataan kesempatan bagi tiap siswa untuk berpartisipasi dan saling membantu untuk memahami materi. Sedangkan keunggulan penggunaan Two Stay Two Stray yaitu siswa dituntut aktif bukan hanya dalam kelompok saja tetapi juga di luar

1

Page 2: Untitled

kelompok sehingga siswa diharapkan bisa menambah pengetahuan mereka melalui informasi yang diperoleh dari kelompok lain. Dengan adanya keunggulan tersebut, penulis berusaha mengoptimalkan penggunaan NHT dan Two Stay Two Stray dengan harapan dapat memaksimalkan potensi siswa khususnya dalam bidang kewirausahaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka pertanyaan penulisan dalam makalah ini adalah “Apakah penerapan pembelajaran kooperatif kolaborasi model NHT dan two stay to stray dapat meningkatkan hasil belajar kewirausahaan?”

B. PEMBAHASAN1. Belajar

a. Definisi BelajarMenurut Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:9) belajar adalah “suatu

perilaku dan pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik tetapi sebaliknya bila seseorang tidak belajar maka responsnya menurun”.

Menurut Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:10) belajar merupakan “kegiatan yang kompleks”. Hasil dari belajar yaitu kapabilitas. Dengan belajar membuat seseorang memiliki kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut disebabkan oleh dua hal yaitu stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian belajar bisa dikatakan merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Menurut Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:10) belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu “kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar”.

Menurut Harold Spears (dalam Sardiman, 2005:20) belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti arahan.

Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu tindakan, aktivitas, perilaku yang menyebabkan orang yang belajar menjadi lebih baik dari sebelumnya terutama tentang pengetahuannya ataupun hal lainnya.b. Tujuan Belajar

Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang lebih kondusif. Sistem lingkungan belajar terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peran serta dalam hubungan sosial tertentu.

Menurut Sardiman (2005:26) ada beberapa tujuan dalam belajar, yaitu:

1) Untuk mendapatkan pengetahuanHal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai tindakan yang tidak dapat dipisah. Dengan kata lain, tidak dapat mengambangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir memperkaya pengetahuan.

2) Penanaman konsep dan keterampilanPenanaman konsep atau merumuskan konsep, memerlukan suatu keterampilan baik keterampilan yang bersifat jasmani ataupun rohani. Keterampilan jasmani adalah

2

Page 3: Untitled

keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit karena lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.

3) Pembentukan sikapPembentukan sikap mental dan perilaku siswa, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai. Oleh karena itu dalam proses belajar harus ada transfer of value. Dengan dilandasi nilai-nilai tersebut siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajari.

c. Masalah-masalah BelajarProses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar.

Siswalah yang menentukan terjadinya atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya maka ia tidak belajar dengan baik. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:239) terdapat beberapa faktor intern yang berpengaruh pada proses belajar, yaitu:1) Sikap terhadap belajar

Merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu. Setiap siswa mempunyai kesempatan belajar. Dengan adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar.

2) Motivasi belajarMerupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi atau tidak adanya motivasi dapat menyebabkan lemahnya kegiatan belajar. Jadi, motivasi belajar harus selalu diperkuat, misalnya dengan menciptakan suasana belajar yang menggembirakan.

3) Konsentrasi belajarMerupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Untuk menjaga konsentrasi siswa, hendaknya guru memberikan istirahat karena tiap tiga puluh menit kemampuan konsentrasi siswa menurun.

4) Mengolah bahan belajarMerupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran.

5) Menyimpan perolehan hasil belajarMerupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jangka waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Sebaliknya kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa.

6) Menggali hasil belajar yang tersimpanMenggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima.

3

Page 4: Untitled

7) Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajarMerupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar dan mentransfer hasil belajar.

8) Rasa percaya diri siswaRasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dalam proses belajar terdapat unjuk prestasi yang merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan siswa lainnya. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, yang pada akhirnya dapat meningkatkan rasa percaya diri.

9) Intelegensi dan keberhasilan belajarIntelegensi merupakan suatu kecakapan global untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efektif.

10) Kebiasaan belajarKebiasaan belajar yang sering ditemukan pada siswa yaitu, belajar di akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin. Dengan adanya kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut, dapat mengganggu terjadinya proses belajar dalam kelas.

11) Cita-cita siswaCita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Oleh karena itu, pemilikan cita-cita harus di didikkan sejak dini. Didikkan pemilikan cita-cita dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal pada kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang hal yang semakin sulit.

Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar siswa yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar. Dimyati dan Mudjiono (2002:247) menyebutkan bahwa terdapat lima faktor ekstern yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar, yaitu:

1) Guru sebagai pembina siswa belajarGuru merupakan pengajar yang mendidik. Sebagai guru pengajar, guru bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah. Guru adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidan studi, dan juga menumbuhkan diri secara profesional.

2) Sarana dan prasarana pembelajaranSarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Dalam hal ini pihak sekolah harus bisa mengelola sarana dan prasarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik.

3) Kebijakan penilaianDalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar adalah guru. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut seorang siswa dapat dikatakan lulus atau tidak lulus.

4) Lingkungan sosial siswa di sekolahLingkungan sosial sekolah terbentuk dari suatu lingkungan pergaulan. Dalam lingkungan sosial sekolah, tiap siswa memiliki peran dan kedudukan yang diakui

4

Page 5: Untitled

oleh sesama. Jika seorang siswa terterima maka dengan mudah dapat menyesuaikan diri. tetapi apabila siswa tertolak, maka akan merasa tertekan. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa; (i) pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau melemahkan konsentrasi belajar siswa, (ii) lingkungan sosial mewujudkan suasana kejiwaan seperti akrab, gembira, rukun, dan sebaliknya mewujudkan suasana perselisihan, bersaing, cerai-berai, yang akan berpengaruh pada semangat belajar di kelas.

5) Kurikulum sekolahKurikulum yang diberlakukan di sekolah merupakan kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah. Kurikulum tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa.

d. Teori BelajarDalam Hamalik (2004:49) terdapat beberapa teori belajar, yaitu:

1) Conditioning Teori ini menekankan bahwa belajar terdiri atas pembangkitan respons dengan stimulus yang pada mulanya bersifat netral atau tidak memadai. Melalui persinggungan stimulus dengan respons, stimulus yang tidak memadai tadi akhirnya menimbulkan respons.

2) Connectionism Dasar dari teori ini yaitu reinforcement. Reinforcement menekankan bahwa belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan.

3) Field TheoryField Theory dirumuskan sebagai reaksi terhadap teori conditioning dan reinforcement yang dipandang bersifat atomistis. Field theory menekankan keseluruhan dari bagian-bagian, bahwa bagian-bagian itu erat sekali hubungannya dan saling bergantungan satu sama lain.

4) Psikologi Fenomenologis dan HumanistisFenomenologis merupakan pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada persepsi-persepsi pribadi yang unik. Persepsi-persepsi orang, tujuan-tujuannya, konsep dirinya, aspirasinya, pilihan, dan anggapan terhadap tanggung jawab pribadi untuk menjadi sesuatu adalah hal-hal yang sangat diperhatikan oleh psikologis humanistis.

2. Pembelajarana. Definisi Pembelajaran

Kata Pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction” dimana dalam “instruction” ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa (Sanjaya, 2008:78).

Menurut Sanjaya (2007:83) Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pembelajaran itu “menunjukkan usaha siswa mempelajari bahan ajar sebagai

5

Page 6: Untitled

akibat perlakuan guru”. Makna pembelajaran dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ditunjukkan oleh beberapa ciri sebagai berikut:

1) Pembelajaran adalah proses berpikir Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan pada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri.

2) Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otakDalam konteks KBK, pembelajaran merupakan pemanfaatan potensi otak secara maksimal. Karena kedua belahan otak perlu dikembangkan secara optimal dan seimbang.

3) Pembelajaran berlangsung sepanjang hayatDalam konteks KBK, belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Dengan demikian sekolah dalam konteks KBK harus berperan sebagai wahana untuk memberikan latihan bagaimana cara belajar, sehingga siswa dapat belajar memecahkan setiap rintangan yang dihadapi sampai akhir hayatnya.

b. Empat Pilar PembelajaranEmpat pilar pembelajaran merupakan suatu keutamaan dalam pembelajaran yang

mengacu pada prinsip belajar sepanjang hayat. Berdasarkan Unesco (dalam Sanjaya, 2007:97) keempat pilar pembelajaran, yaitu:1) Learning to know atau learning to learn

Mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari akan tetapi memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari. Selain itu konteks learning to know juga bermakna learning to think atau belajar berpikir, sebab setiap individu akan terus belajar manakala dalam dirinya tumbuh kemampuan dan kemauan untuk berpikir.

2) Learning to doMengandung pengertian bahwa belajar bukan hanya mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, akan tetapi untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi.

3) Learning to beMengandung pengertian bahwa belajar membentuk manusia menjadi dirinya sendiri, dengan kata lain belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.

4) learning to live togetherBelajar untuk bekerja sama. Hal ini sangat diperlukan sesuai tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global di mana manusia baik secara individual maupun kelompok tidak dapat hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.

6

Page 7: Untitled

3. Pembelajaran KooperatifMenurut Nurhadi dan Senduk (2003:60) pembelajaran kooperatif adalah

“pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menembangkan interaksi yang silih asuh (saling ketergantungan) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.

Slavin (2005:8) menyimpulkan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dimana para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang atau lebih dan saling bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama”.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi dan Senduk, 2003:60) ada tiga elemen, yaitu:a. Saling ketergantungan positif

Saling ketergantungan positif yaitu hubungan saling membutuhkan antar siswa. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap mukaInteraksi tatap muka menuntut para siswa antar kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.

c. Akuntabilitas individualAkuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut disampaikan oleh guru kepada semua anggota kelompok supaya diketahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang bisa memberi bantuan.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadiDalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, guru mempunyai peranan yang berbeda dengan pembelajaran tradisional. Nurhadi dan Senduk (2002:67) menyimpulkan bahwa peran guru adalah sebagai berikut:a. Merumuskan tujuan pembelajaran,b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar,c. Menentukan tempat duduk siswa, d. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif,e. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif,

7

Page 8: Untitled

f. Menjelaskan akademik siswa,g. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama,h. Menyusun akuntabilitas individual,i. Menyusun kerja sama antar kelompok,j. Menjelaskan kriteria keberhasilan,k. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan,l. Memantau perilaku siswa,m. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas,n. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan kerja,o. Menutup pelajaran,p. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa,q. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif lebih menekankan kerja sama antar peserta didik. Dalam pembelajaran tradisional juga terdapat kerja sama tetapi dalam pelaksanaannya berbeda dengan pembelajaran kooperatif. Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi dan Senduk, 2003:61) mengemukakah sejumlah perbedaan sebagai berikut:

Tabel 1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan TradisionalKelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelmpk, dan kelompok diberi umpan balik tntang hasl belajar para anggtanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok , sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” diatas keberhasilan temannya yang dianggap “pemborong”.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial sering tidak secara tidak langsung diajarkan.

8

Page 9: Untitled

Lanjutan Tabel 1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan TradisionalKelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional

diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antara anggota kelompok.

Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang menghargai).

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok-kelompok belajar.

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

4. Model Numbered Heads Together (NHT)Model Numbered Heads Together (NHT) atau Kepala Bernomor diperkenalkan

oleh Spencer Kagan pada tahun 1992 dengan melibatkan peserta didik dalam mereview bahan pelajaran dan memeriksa pemahaman siswa.

Dalam Nurhadi dan Senduk (2003:66) disebutkan bahwa model NHT terdiri dari empat langkah, yaitu:a. Langkah 1: penomoran (numbering)

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.

b. Langkah 2: pengajuan pertanyaan (questionig)Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “Di mana letak Kerajaan Tarumanegara?”. Sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat umum yaitu “Mengapa pangeran Diponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”.

c. Langkah 3: berpikir bersama (head together)Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

d. Langkah 4: pemberian jawaban (answering)Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

5. Model Two Stay Two Stray (TSTS)Model Two Stay Two Stary (TSTS) merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif yang dapat memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang berdiskusi untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain. Saat diskusi siswa diharapkan lebih aktif, baik sebagai penerima tamu yang menyampaikan hasil diskusi maupun sebagai tamu yang bertanya informasi kepada kelompok lain. Model TSTS

9

Page 10: Untitled

merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama siswa dalam kelompok berkaitan dengan kehidupan nyata bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lie (2002:60):

Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak boleh diperbolehkan melihat pekerjaan siswa lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan lainnya.

Berikut disajikan gambar skema diskusi metode two stay two stray:Kelompok Awal

Kelompok Two Stay Two Stray

Gambar 1 Skema Diskusi Model Two Stay Two StraySumber: Lie, 2002:62

10

1a 1b

Kelompok I1c 1d

4a 4b

Kelompok IV4c 4d

2a 2b

Kelompok II2c 2d

3a 3b

Kelompok III3c 3d

1a 1b

Kelompok I4c 4d

2a 2b

Kelompok II1c 1d

4a 4b

Kelompok IV3c 3d

3a 3b

Kelompok III2c 2d

Page 11: Untitled

6. Hasil BelajarHasil belajar sangat erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran dalam kelas.

Dalam pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi siswa. Ketepatan model pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar. Apabila hasil belajar tinggi maka metode yang digunakan sudah sesuai tetapi sebaliknya, apabila hasil belajar rendah ada kemungkinan metode yang digunakan belum sesuai.

Hamalik (2007:135) menyimpulkan bahwa “hasil belajar merupakan pernyataan kemampuan siswa yang diharapkan dalam menguasai sebagian atau seluruh kompetensi yang dimaksud”. Hasil belajar yang dimaksud Hamalik tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pembelajaran dan dampak pengiring. Yang dimaksud dengan dampak pembelajaran adalah suatu hasil yang tertuang dalam nilai rapor dan angka dalam ijazah yang dapat diukur. Sedangkan yang dimaksud dengan dampak pengiring yaitu terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain.

Dari hasil belajar yang diperoleh, perlu dilakukan suatu evaluasi yang disebut evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/ atau pengukuran hasil belajar. Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:200) tujuan dari evaluasi hasil belajar yaitu “untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol”.

Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:200) disebutkan hasil dari kegiatan evaluasi belajar pada akhirnya difungsikan dan ditujukan untuk keperluan berikut:

a. Untuk diagnostik dan pengembanganMengandung pengertian bahwa penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya, berdasarkan pendiagnosisan inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar.

b. Untuk seleksiHasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sering digunakan sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jabatan atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan untuk seleksi.

c. Untuk kenaikan kelasMenentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau tidak.

d. Untuk penempatanAgar siswa dapat berkembang sesuai tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai.

Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran

11

Page 12: Untitled

berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Adapun ranah yang dimaksud yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengetahuan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual. Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:202) menggolongkan tujuan ranah kognitif menjadi enam tingkat, yaitu:a. Pengetahuan. Merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif berupa pengenalan dan

pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta. Istilah dan prinsip-prinsip.b. Pemahaman. Merupakan kemampuan memahami/mengerti pelajaran yang telah

dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lain. c. Penggunaan/ penerapan. Merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau

abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi yang konkret dan/atau situasi baru. d. Analisis. Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang

menjadi unsur pokok.e. Sintesis. Merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam

struktur yang baru.f. Evaluasi. Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau

tujuan tertentu.Tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan,

nilai, perasaan, dan emosi. Krathwohl, Bloom, dan Masia (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:205) mengemukakan penggolongan tujuan ranah afektif, yaitu:a. Menerima. Merupakan perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat

secara lebih aktif.b. Merespons. Merupakan kesempatan untuk menanggapi stimulan dan merasa terikat

serta secara aktif memperhatikan.c. Menilai. Merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan

sengaja merespons lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.

d. Mengorganisasi. Merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.

e. Karakterisasi. Merupakan kemampuan untuk mengkonsep-tualisasikan masing-masing nilai pada waktu merespons, dengan jalan mengidentifikasikan karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.

Tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, memanipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan. Kibler, Baket, dan Miles (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:207) mengemukakan penggolongan tujuan ranah psikomotorik, yaitu:a. Gerakan tubuh yang mencolok. Merupakan kemampuan yang menekankan kepada

kekuatan, kecepatan, dan ketepatan gerakan tubuh.b. Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan. Merupakan keterampilan yang

berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan.

c. Perangkat komunikasi non verbal. Merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.

12

Page 13: Untitled

d. Kemampuan berbicara. Merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan.

C. SIMPULANBerdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya diharapkan penerapan

pembelajaran kooperatif kolaborasi model NHT dan two stay to stray dapat meningkatkan hasil belajar kewirausahaan.

D. DAFTAR PUSTAKADimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, O. 2004. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensinda.

Lie, A. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.

Nurhadi dan Senduk. 2003. Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.

Sanjaya, W. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sardiman. 2005. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Slavin, R E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Terjemahan oleh Nurulita. 2008. Bandung: Penerbit Nusa Media.

13