unsur-unsur retorika arab dalam dua puisi layla majnun

20
1 Universitas Indonesia, 2017 Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun Karya Qassim Haddad Dzia Fauziah, Maman Lesmana 1. Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia 2. Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia E-mail: [email protected], [email protected] Abstrak Layla Majnun adalah sebuah kisah klasik populer di Timur Tengah. Konon, kisah ini yang mengilhami Shakespeare menulis kisah Romeo and Juliet di Eropa. Kisah ini menyebar ke beberapa budaya di dunia dan ditulis ulang dalam genre puisi, roman, drama dan film. Makalah ini bertujuan meneliti kisah tersebut dari genre puisi modern yang ditulis oleh Qassim Haddad, seorang penyair Bahrain. Penelitian ini menggunakan data pustaka, baik cetak maupun elektronik, baik sebagai korpus penelitian maupun referensi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yang lebih mengutamakan kata daripada angka dan menekankan kualitas bukan kuantitas. Data tersebut dipaparkan dalam bentuk deskriptif analitis, dimulai dari pendeskripsian strukturnya, sampai pada analisis terhadap isinya. Dalam analisis, juga digunakan metode strukturalisme semiotik, yang menekankan pada teks dan unsur intrinsiknya. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa tidak banyak gambaran tentang kisah cinta Laila Majnun yang tidak terungkap dalam puisi tersebut, karena bentuknya monolog, bukan naratif dan banyak ungkapan yang kurang dapat dipahami, karena sarat dengan kata-kata majas dan konotatif yang tidak jelas. Makalah ini merekomendasikan agar cerita tersebut dapat diilhami dengan baik, harus ditulis dalam bentuk puisi diafan, yang mudah dicerna, bukan prismatis, yang sukar dicerna, dalam bentuk puisi bebas yang prosais, dengan tipografi sederhana, tidak perlu banyak menggunakan enjambemen. Elements Of Arabic Rhetoric In Two Poems About Majnun Layla By Qassim Haddad Abstract Layla Majnun is a popular classic story in the Middle East. It is said that this story inspired Shakespeare to write the story of Romeo and Juliet in Europe. The story spread to several cultures in the world and was rewritten in poetry, romance, drama and film genres. This paper aims to examine the story from the genre of modern poetry written by Qassim Haddad, a Bahrain poet. This research uses library data, both print and electronic, as research corpus and reference. The method used in this paper is the qualitative method, which prioritises words rather than numbers and emphasises quality over quantity. The data is presented in the form of analytical descriptive, starting from the description of its structure, until the analysis of its contents. In the analysis, semiotic structuralism is also used, which emphasises the text and its intrinsic elements. From the results of this study, it is found that there are not many images of the Laila Majnun’s love story revealed in the poem because of it is a monologue form and not a narrative, and there are many phrases that are less understandable because the poem is rich in figurative words and unclear connotations. This paper recommends the story to be inspired well, it should be written in the form of a diaphanous and easily digestible poem, rather than prismatic and complicated. It is expected to be written in the form of a free and prosaic poem, with simple typography and does not necessarily use too many enjambments. Keywords: Laila Majnun, love, Arab, poetry, Qassim Haddad Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

1  Universitas  Indonesia,  2017  

Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun Karya Qassim

Haddad

Dzia Fauziah, Maman Lesmana

1. Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

2. Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Layla Majnun adalah sebuah kisah klasik populer di Timur Tengah. Konon, kisah ini yang mengilhami Shakespeare menulis kisah Romeo and Juliet di Eropa. Kisah ini menyebar ke beberapa budaya di dunia dan ditulis ulang dalam genre puisi, roman, drama dan film. Makalah ini bertujuan meneliti kisah tersebut dari genre puisi modern yang ditulis oleh Qassim Haddad, seorang penyair Bahrain. Penelitian ini menggunakan data pustaka, baik cetak maupun elektronik, baik sebagai korpus penelitian maupun referensi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yang lebih mengutamakan kata daripada angka dan menekankan kualitas bukan kuantitas. Data tersebut dipaparkan dalam bentuk deskriptif analitis, dimulai dari pendeskripsian strukturnya, sampai pada analisis terhadap isinya. Dalam analisis, juga digunakan metode strukturalisme semiotik, yang menekankan pada teks dan unsur intrinsiknya. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa tidak banyak gambaran tentang kisah cinta Laila Majnun yang tidak terungkap dalam puisi tersebut, karena bentuknya monolog, bukan naratif dan banyak ungkapan yang kurang dapat dipahami, karena sarat dengan kata-kata majas dan konotatif yang tidak jelas. Makalah ini merekomendasikan agar cerita tersebut dapat diilhami dengan baik, harus ditulis dalam bentuk puisi diafan, yang mudah dicerna, bukan prismatis, yang sukar dicerna, dalam bentuk puisi bebas yang prosais, dengan tipografi sederhana, tidak perlu banyak menggunakan enjambemen.

Elements Of Arabic Rhetoric In Two Poems About Majnun Layla By Qassim Haddad

Abstract  

Layla Majnun is a popular classic story in the Middle East. It is said that this story inspired Shakespeare to write the story of Romeo and Juliet in Europe. The story spread to several cultures in the world and was rewritten in poetry, romance, drama and film genres. This paper aims to examine the story from the genre of modern poetry written by Qassim Haddad, a Bahrain poet. This research uses library data, both print and electronic, as research corpus and reference. The method used in this paper is the qualitative method, which prioritises words rather than numbers and emphasises quality over quantity. The data is presented in the form of analytical descriptive, starting from the description of its structure, until the analysis of its contents. In the analysis, semiotic structuralism is also used, which emphasises the text and its intrinsic elements. From the results of this study, it is found that there are not many images of the Laila Majnun’s love story revealed in the poem because of it is a monologue form and not a narrative, and there are many phrases that are less understandable because the poem is rich in figurative words and unclear connotations. This paper recommends the story to be inspired well, it should be written in the form of a diaphanous and easily digestible poem, rather than prismatic and complicated. It is expected to be written in the form of a free and prosaic poem, with simple typography and does not necessarily use too many enjambments. Keywords: Laila Majnun, love, Arab, poetry, Qassim Haddad

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 2: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

2  Universitas  Indonesia,  2017  

Pendahuluan

Penelitian tentang Layla Majnun telah banyak dilakukan para peneliti di berbagai belahan

dunia lainnya, baik dulu maupun sekarang, dari berbagai bidang ilmu, baik dari aspek sastra,

psikologi, agama dan lain-lain, dan juga dari berbagai sudut pandang. Penelitian ini akan

membahas tentang kisah tersebut, yaitu cerita tentang Layla Majnun yang ditulis dalam genre

puisi modern karya Qassim Haddad, seorang penyair dari Bahrain. Tujuan dari penelitian ini

untuk melihat sejauh mana Qassim Haddad dapat menggambarkan tentang kisah tersebut

dalam puisinya.

Sebelum masuk kepada pembahasan, ada baiknya kalau kita mengetahui terlebih dahulu

gambaran secara umum tentang kisah tersebut. Dalam Smith, disebutkan bahwa cerita Layla

Majnun merupakan cerita Arab Badui, yang Terjemahannya adalah “tergila-gila pada Layla”.

Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Qays, yang jatuh cinta pada seorang

gadis cantik bernama Layla. Dalam beberapa versi disebutkan bahwa Qays dan Layla kenal

sejak kecil, tetapi versi lain menyebutkan bahwa Qays kenal dengan Layla, ketika ia melihat

kecantikannya dan langsung jatuh cinta. (2007:110)

Schielke menambahkan bahwa ada beberapa variasi tentang cerita Layla Majnun, tetapi

intinya sama, yaitu Qays dan Layla kenal sejak kecil dan saling jatuh cinta, tapi Qays tidak

bisa menikahi Layla, karena ayah Layla akan mengawinkan dia dengan pria lain. Layla pergi

dengan suaminya ke kampung suaminya, hingga dia sakit dan meninggal dunia. Qays tinggal

sendirian dalam keadaan gila. Ia hidup di padang pasir yang banyak binatangnya sambil

melantunkan puisi tentang kerinduannya yang membara terhadap Layla. (2015)

Puisi-puisi tentang Layla Majnun, yang ditulis dalam genre puisi cinta, populer di Timur

Tengah sejak abad pertengahan, seperti halnya cerita Romeo and Juliet di Eropa. Pada abad

12, puisi itu ditulis ulang oleh penyair Persia, Nizami, dalam jiwa mistik Islam. Kemudian,

abad 20, Penyair Mesir Ahmad Syawqi, menulisnya dalam bentuk drama modern dan diikuti

oleh para penyair zaman modern sampai sekarang. (Schielke, 2015)

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 3: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

3  Universitas  Indonesia,  2017  

Salah satu penyair yang menulis tentang kisah Layla Majnun adalah Qassim Haddad, seorang

penyair dari Bahrain. Bahrain adalah sebuah negara pulau kecil di Teluk Arab, sebelah Timur

Arab Saudi (Haddad. 2014:1). Di Bahrain, puisi mempunyai sejarah yang amat panjang dan

para penyair mempunyai kedudukan yang amat dihormati. (Creative, 2004: 27)

Qassim Haddad merupakan penyair paling inovatif di Negara Teluk dan mungkin di Negara

Arab. Pada awal penciptaannya, ia menulis puisi dalam tema sosial dan politik dengan bentuk

sindiran. (Marhamah, 2015:8). Ia lahir di Muharraq, salah satu kota di Bahrain, tahun 1948. Ia

hidup di daerah tersebut, sebelum datangnya modernisasi. Muharraq yang terletak di antara

darat dan laut merupakan sebuah komunitas yang hubungan masyarakatnya sangat erat.

Dalam hal pendidikan, sebelum masuk ke sekolah formal, ia belajar di al-Kuttab, yaitu

prasekolah agama yang memberikan kepadanya ilmu pengetahuan tentang bagaimana ia

membaca dan menghapal Al-Quran. Kemudian ia melanjutkan ke sekolah formal untuk

menggali ilmu tentang dunia kontemporer. Namun, Haddad merasa tidak nyaman belajar di

sekolah yang formal, karena ia merasa tidak bebas, akhirnya ia berhenti ketika duduk di

sekolah menengah dan bekerja di perpustakaan nasional sebagai staf tahun 1968-1975.

Posisi ini memberikan peluang padanya lebih banyak membaca berbagai bahan bacaan untuk

dieksplor. (Haddad. 2014:2). Sejak kecil, Haddad hidup dalam masyarakat Arab Teluk yang

tradisional dan tumbuh secara otodidak. Karena hal itu, ia berhasil mengasimilasikan sebuah

pandangan kontemporer, yang mengadaptasi visi tradisionalnya ke dalam gaya modern, tanpa

mengorbankan latar lokalnya atau menghapus warisan masa lalu (Haddad. 2014:1).

Selain bekerja di perpustakaan, ia juga mengabdikan dirinya sebagai aktivis budaya, dengan

membuka sarana baru untuk seni dan budaya. Tahun 1969, ia berpartisipasi mendirikan

Bahrain Writers Association dan memegang peranan penting di dalamnya. Tahun 1970, ia

mendirikan teater di Bahrain. Tahun 1980, ia mulai terlibat dalam bidang jurnalistik dengan

menulis kolom dalam sebuah mingguan. Selain itu, ia juga menjadi editor dalam jurnal

Kalimat tahun 1987 dan sebuah situs puisi yang disebut Jihat al-Syi’r pada tahun 1990.

(Haddad. 2014:2).

Tahun 2001, Haddad menerima penghargaan puisi bergengsi dari Owais Foundation atas

prestasinya. Ia telah menerbitkan lebih dari satu lusin koleksi puisi, karya-karya prosa kritis,

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 4: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

4  Universitas  Indonesia,  2017  

wawancara dan tulisan ilmiah. Pada umumnya, dia menggunakan simbol-simbol yang

spekulatif dan sukar dipahami dalam puisinya, bahasanya ambigu dan lebih personal,

memberikan lintasan dari akar tradisional ke horizon yang global, sehingga tidak kaget kalau

dalam karyanya terdapat gabungan antara tema klasik dengan perspektif modern, motif lokal

dengan sastra dunia dan interpretasi baru dalam legenda masa lalu. (Haddad. 2014:5).

Salah satu karyanya adalah Majnun Layla, yang berisi gabungan puisi dan lukisan. Beberapa

buku puisimya dilengkapi dengan foto-foto yang dibuat oleh Saleh al-Azzaz, seorang

fotografer dari Saudi. (Paine, 2011:2). Haddad merupakan salah seorang penyair yang

termasuk dalam gerakan puisi bebas. Puisinya banyak berbicara tentang kebebasan, kemajuan,

cinta dan revolusi. Banyak puisinya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris. (Torstrick,

2009: 44)

Tinjauan Teoritis

Ada dua macam teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori struktur dan teori

makna. Teori struktur digunakan untuk membahas struktur teks dalam isi dari dua puisi /‘an

Layla/ dan /‘an Qays/. Dalam teori strutur, ada beberapa teori yang akan digunakan, yaitu

tipografi, bait, larik, dan enjabemen. Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi yang

menampilkan bentuk-bentuk tertentu sehingga dapat diamati secara visual (Aminuddin,

1987:146).

Menurut Atmazaki, dalam penulisan puisi, bait tidak harus ditulis hingga tepi sebelah kanan

kertas, namun tergantung dengan keinginan penyair (Atmazaki, 1990:64). Bait berfungsi

untuk membagikan sebuah teks dalam “bab-bab” pendek (Luxemburg, 1989:196). Kemudian

larik adalah pewadah, penyatu, dan pengemban ide penyair yang diawali dan ditumpahkan

dalam kata-kata (Aminuddin, 1987:1450). Terakhir enjambemen, yaitu pemenggalan kata

dalam baris (larik) yang kemudian dipindahkan ke baris (larik) berikutnya. Enjabemen ini

dilakukan untuk menekankan maksud penyair dalam penulisan puisi, memberikan efek

keindahan bentuk dan membangun suasana tertentu atau membangun image-image puitis

(Tirtawirya, 1983: 35).

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 5: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

5  Universitas  Indonesia,  2017  

Sementara itu, dalam pembahasan tentang isi, artikel ini menggunakan teori ‘ilmu al-balagah,

yaitu ‘Ilmu al-Ma’āni, ‘Ilmu al-Bayān, dan ‘Ilmu al-Badῑ’. Ilmu al-ma’ānῑ mempelajari

bagaimana cara menyampaikan pernyataan sesuai dengan situasi dan kondisi. Ilmu al-ma’ānῑ

membahas tentang asal usul pernyataan untuk tujuan tertentu dan aplikasinya sesuai dengan

yang dibutuhkan (Shaleh, 1989:17). ‘Ilmu al-Bayān adalah ilmu yang menjelaskan tentang

ungkapan yang indah, balῑg (sampai kepada pembaca karena sesuai dengan kondisi dan

situasi pembaca) dan berkesan, serta menggambarkan makna dengan gambaran yang jelas

dengan cara yang paling dekat. Sementara itu, ‘Ilmu al-Badῑ’ adalah ilmu yang mempelajari

cara memperindah kata atau ungkapan (Lesmana, 2010: 143).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang lebih mengutamakan data kata

dari pada angka dan menekankan kualitas bukan kuantitas. Data atau informasi harus

ditelusuri seluas-luasnya sesuai dengan variasi yang ada (Bungin, 2002:53). Penelitian ini

menggunakan data pustaka, baik cetak maupun elektronik, yang digunakan sebagai korpus

penelitian maupun referensi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan strukturalisme-

semiotik, yang menekankan pada teks. Pendekatan strukturalisme-semiotik adalah pendekatan

yang tidak hanya melihat teks dari sudut struktur instrinsiknya saja, akan tetapi juga melihat

teks sebagai suatu sistem tanda (dalam Lesmana, 2010:124). Data tersebut dipaparkan dalam

bentuk deskriptif analitis, dimulai dari pendeskripsian strukturnya, hingga analisis terhadap

isinya.

Hasil Penelitian

Puisi tentang kisah cinta Layla Majnun karya Qassim Haddad yang dibahas dalam artikel ini

adalah puisi tentang Qays dan tentang Layla. Qays dan Layla adalah tokoh utama dalam kisah

cinta Layla Majnun, yang Terjemahannya tergila-gila pada Layla. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan, ditemukan bahwa banyaknya penggunaan teori ilmu balāgah dalam

setiap larik puisi /‘an Layla/ dan /‘an Qays/. Kemudian banyak larik yang menggunakan

perumpamaan yang sukar dimengerti. Kisah Layla Majnun yang diceritakan dalam kedua

puisi tersebut diceritakan secara berurutan kronologi waktunya, yaitu bait pertama

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 6: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

6  Universitas  Indonesia,  2017  

menceritakan kisah cinta Layla dan Qays sejak kecil hingga remaja, bait kedua penolakan

cinta Qays oleh ayah Layla hingga membuat mereka menjadi terpisah, dan bait terakhir

menceritakan tentang pengembaraan Qays yang mencari Layla hingga membuatnya menjadi

majnun (gila) hingga akhir hayatnya.

Puisi ini dibagi menjadi 3 bait, yang masing-masing bait ditandai dengan kalimat “Aku akan

bercerita tentang”. Bait 1 terdiri dari 10 larik, bait 2 yang terdiri dari 7 larik dan dan bait 3

terdiri dari 20 larik. Puisi di atas tidak dimulai dari tepi kiri dan tidak pula diakhiri dengan

titik. Penggunaan pungtuasi dalam kalimat bahasa Arab, memang tidak sama dengan

penggunaan pungtuasi dalam bahasa Latin yang selalu diakhiri dengan titik dan dimulai

dengan huruf besar. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan aksara.

Dari hasil penelusuran bait per bait, larik per larik, tidak banyak perbedaan kedua puisi ini,

sehingga jika ingin dibandingkan dengan berbentuk prosa, teks yang menggambaran tentang

tokoh Layla hampir sama dengan teks yang terdapat dalam Qays, karena puisi ini hanya

membicarakan tentang tokoh, tidak dengan aspek yang lainnya, seperti latar dan lain-lain.

Demikian pula cara Haddad menggunakan retorikanya, hampir sama di kedua puisi ini,

banyak dalam penggambaran tokoh Layla dan Qays, tidak bervariasi dan tepat seperti yang

digunakan oleh para pengarang pada cerita prosa.

Pembahasan

Puisi pertama yang akan dibahas dalam artikel ini adalah puisi عن قیيس (tentang Qays), yaitu:

Bait Larik Teks Puisi

I 1 سأقولل عن قیيس

عن االھهوىى یيسكن االنارر 2

اغني في ھھھهوااهه 3 اعر ص عن ش

عن االلونن وواالإسم وواالراائحة 4

عن االختم وواالفاتحة 5

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 7: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

7  Universitas  Indonesia,  2017  

كنت مثل االسدیيم ٬، ااستوىى في یيدیيھه 6

ھھھهدااني إإلیيھه 7

برئت من االناسس لما بكاني إإلیيھهم 8

ھھھها بي ووغنواا االأغاني بأشعاررهه ذذ 9

فما كانن لي أأنن أأقدرر ھھھهل أأشعلني أأمم ططفاني 10

II 11 سأقولل عن قیيس

عت 12 یيني ضا یين ع عن جنة ب

ا ووااصطفانا 13 بن تخف عف االطیير ووااس أأس ااء عن ھھھهو

عن كلما ھھھهم بي تھهت فیيھه 14

ووباھھھهیيت كي نحتفي بالمزیيج 15

عن االعشق تلتاعع فیيھه االحجازز 16

وویيشغف في ضفتیيھه االخلیيج 17

III 18 سأقولل عن قیيس

عن حزنھه االقرمزيي 19

عن االلیيل یيتبع خطاهه االوئیيدهه 20

عن االماء لما یيقولل االقصیيدةة 21

بكى لي االبكاء٬، 22

ھھھهوددجا 23 یيأ لي ووھھھه

وواانتحى یيسألل االوحش عني 24

كأني بھه لا یيرىى في االقواافل غیير االخیيولل االشریيدةة 25

عن االعامريي االذيي أأنكرتھه االقبیيلة 26

عن ددمھه االمستباحح 27

عن االسیيف لما اانتضاهه من االقلب 28

لسلاحح 29 لیيھهزمم كل اا ووااجتازز بي أأررضض نجد

عن االلذةة االناددررةة 30

عن االوجد وواالشوقق وواالشھهقة االساھھھهرةة 31

عن االخیيل تصھهل بي في االلیيالي 32

وواالصھهد یيغسلني في االصباحح 33

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 8: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

8  Universitas  Indonesia,  2017  

وو یيا قیيس یيا قیيس 34

كلانا ددمم ساھھھهر في بقایيا االقصیيدةة 35

جننتني أأوو جننت ٬، 36

كلانا ددمم ساھھھهر في بقایيا االقصیيدةة 37

Haddad mengawali puisinya pada bait I larik 1 dengan ungkapan: /sa’aqūlu ‘an Qays/. Larik

ini berupa kalimat verbal berkala sekarang, yaitu Aku akan bercerita tentang Qays. Pada larik

ini, disebutkan bahwa yang menjadi subyek dalam larik ini adalah /a/ (aku). Lalu siapa

sebenarnya aku lirik dalam larik ini? Siapa yang akan bercerita? Untuk menjawab pertanyaan

di atas, maka perlu dicermati juga subyek “aku” pada larik 3, yang Terjemahannya tentang

seorang penyair yang membuat puisi cinta untukku. Pada larik ini, terdapat kata ganti obyek /-

nῑ/ (-ku) pada kalimat /ṣāganῑ fi hawāhu/ (membuat puisi cinta untukku). Jika dikaitkan

dengan subyek “aku” dalam larik 1: aku akan bercerita tentang Qays, dapat diasumsikan

bahwa subyek aku dalam larik ini adalah Layla, karena yang dimaksud subjek /syā‘irun/

(seorang penyair) pada larik ini adalah Qays.

Selanjutnya, disusul dengan larik 2, tentang cinta yang hidup dalam api juga diawali dengan

kata /‘an/. Digunakannya repetisi seperti ini dapat diasumsikan bahwa isi yang terdapat

setelah partikel tersebut masih berkaitan dengan isi dari larik yang ada sebelumnya. Jadi,

maksud dari larik ini adalah bahwa Layla akan bercerita tentang cinta Qays yang begitu

membara. Pada larik ini Haddad menggunakan dua aspek ilmu bayan, yaitu isti‘ārah

makniyyah dan majāz mursal yang ‘alāqah-nya musabbabiyyah.

Demikian juga larik 3, diawali dengan partikel /-‘an/: tentang seorang penyair yang

menjadikanku topik dalam puisi cintanya, yang tidak lain adalah Qays. Larik 4 juga diawali

dengan partikel /-‘an/: tentang warna, nama, dan aroma. Larik ini merupakan kelanjutan

larik 3 yang menjadikan Layla sebagai topik dalam puisinya. Larik 5 juga diawali partikel

/‘an/: Pada larik 5 ini, Layla ingin menceritakan tentang awal (al-fātiḥah) dan akhir (al-

khatam) dari kisah cinta mereka. Pada larik ini, Haddad sengaja mendahulukan kata /al-

khatam/ (akhir) dari pada /al-fātiḥah/ (awal), mungkin hal ini untuk menunjukkan bahwa inti

dari cerita ini terletak pada bagian akhirnya.

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 9: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

9  Universitas  Indonesia,  2017  

Setelah bercerita tentang Qays pada larik 1-5, lalu Layla bercerita tentang dirinya sendiri pada

larik 6, aku seperti awan di atas kedua tangannya. Maksudnya adalah, Layla berkata bahwa ia

seperti awan yang berada di kedua tangan Qays. Pada larik ini, Haddad menggunakan retorika

jenis tasybih. Cerita ini kemudian dilanjutkan pada larik 7, dia mengarahkanku kepadanya.

Maksudnya adalah Qays mengarahkan awan itu kepada dirinya. Di sini, Haddad

menggunakan isti’arah makniyah.

Selanjutnya, pada larik 8, Layla mengatakan bahwa aku bebas dari pandangan semua orang,

ketika Qays menangisi dirinya di hadapan orang-orang tersebut. Pada larik ini, Haddad

menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, fā’idah al-khabar. Apa yang ditangisi oleh Qays? Yaitu

kepergian Layla, seperti yang terdapat dalam larik 9. Kata /żahābῑ/ (kepergianku) pada

(kepergianku dan mereka menyanyikan puisi-puisinya sebagai lagu) sebenarnya lanjutan dari

larik sebelumnya, yaitu /Bari’tu min al-nās limā bakānῑ ilayhim żahābῑ/, tetapi dienjambemen

ke larik berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk menekankan kata /żahābῑ/ (kepergianku), agar

menjadi perhatian dari pembaca.

Terjemahan dari larik terakhir bait 1 adalah Aku tidak bisa memperkirakan apakah tangisan

Qays itu menyalakanku atau justru memadamkanku. Maksudnya adalah apakah tangisan Qais

itu membuatnya menjadi lebih bersalah atau tidak. Pada larik ini Haddad menggunakan ilmu

al-badi’, jenis al-ṭibāq ijābῑ.

Sebagaimana halnya bait 1, larik 11 bait 2 dimulai repetisi kata-kata /Sa’aqūlu ‘an qays/.

Larik ini sama dengan larik 1 bait 1, yaitu (Aku akan bercerita tentang Qays). Pada larik ini,

Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, jenis fā’idah al-khabar. Dilanjutkan dengan larik 12,

Layla akan bercerita tentang hilangnya sebuah surga yang ada di antara kedua mataku.

Haddad menggunakan ilmu bayān, isti’ārah tasrihiyah, Qays diumpamakan sebagai Surga.

Demikian juga, ungkapan /bayna ‘aynayya ḍā‘at/ (di antara kedua mataku), termasuk dalam

ilmu bayān, jenis majāz mursal, dengan ‘alāqah juz’iyyah.

Pada larik 13, Layla akan bercerita tentang segumpal udara yang mengikuti burung, yang

sebagian dari kita mencemoohnya dan sebagian lagi berkata baik tentangnya. Pada larik ini,

Haddad menggunakan ilmu bayān, yaitu isti’ārah taṣrihiyah. Pada larik 14, Layla akan

bercerita tentang setiap kali dia gelisah padaku, aku ada pada dirinya. Maksudnya, adalah

setiap kali Qays gelisah pada Layla, Layla ikut merasakannya. Pada larik ini, Haddad tidak

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 10: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

10  Universitas  Indonesia,  2017  

menggunakan kalimat-kalimat majas atau yang konotatif, ia hanya menggunakan aspek ilmu

al-ma’ānῑ, fā’idah al-khabar. Larik ini kemudian diikuti oleh larik 15, dan aku berusaha

sekuat tenaga, agar kami menikmati kebersamaan. Larik ini merupakan lanjutan dari larik di

atas, ditandai dengan partikel sambung /wa/. Dalam retorika Arab, kasus seperti ini dapat

dimasukkan ke dalam bagian ilmu al-ma’ānῑ, bagian al-waṣl.

Setelah itu, Laila akan bercerita pada larik 16, yang berarti tentang cinta dari Hijaz yang

bergelora. Pada larik ini, Haddad menggunakan aspek retorika ilmu al-ma’ānῑ, dengan tujuan

al-taḥassur (menyatakan kesedihan). Kemudian dilanjutkan dengan larik 17, dan terbang

mengudara di teluk bermuara. Maksudnya adalah Layla akan bercerita tentang cinta mereka

yang sangat besar membuatnya dapat terbang mengudara dari Hijaz hingga ke teluk yang

bermuara, artinya kisah cintanya diketahui oleh orang-orang sampai ke tempat yang jauh.

Larik ini didahului oleh partikel /wa/ yang menunjukkan bahwa larik ini merupakan

kelanjutan dari larik sebelumnya, menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, al-waṣl, yang

menggabungkan dua pernyataan yang sama dari aspek khabar-nya, berjenis al-taḥassur

(menyatakan kesedihan).

Bait 3 larik 19 juga diawali dengan kata-kata repetisi /sa’aqūlu ‘an qays/ (Aku akan bercerita

tentang Qays), yang berfungsi sebagai penanda dari awal bait. Dilanjutkan dengan larik 20,

tentang kesedihannya yang merah menyala. Kata /al-qurmuzῑ/ sebenarnya digunakan untuk

warna, yaitu merah tua atau merah menyala, namun di sini digunakan untuk kata “kesedihan”,

jadi maksudnya adalah kesedihan “yang mendalam”. Dalam retorika Arab gaya bahasa seperti

ini disebut kināyah ‘an ṣifah.

Pada larik 21, Layla akan bercerita tentang malam yang mengikuti langkahnya yang gontai.

Pada larik ini, Haddad menggunakan ‘ilmu bayan, `isti’arat makniyat. Pada larik 22, Layla

meneruskan ceritanya, tentang air yang disebut oleh puisi itu. Haddad memaknai air yang

dimaksud di sini adalah kehidupan, yaitu air sebagai sumber kehidupan yang mengalir dalam

puisinya. Di sini Haddad menggunakan aspek retorika ilmu bayān jenis majāz mursal yang

‘alāqah-nya musabbabiyyah.

Kemudian pada larik 23, yaitu orang yang menangis untukku, maksud kata /al-bakā’/ (orang

yang menangis) adalah Qays, ditandai dengan penggunaan kata /al-bakā’/ untuk jenis laki-

laki. Subjek “aku” /ῑ/ pada kata /lῑ/ menunjukkan pada Layla, karena yang sedang bercerita

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 11: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

11  Universitas  Indonesia,  2017  

adalah Layla. Diperkuat dengan kata /al-qasidah/ (puisi) pada larik sebelumnya, yang

merupakan kebiasaan Qays membuat dan membaca puisi.

Kemudian dilanjutkan dengan larik 24 yang diawali partikel /wa/ yang menunjukkan bahwa

larik ini masih merupakan kelanjutan dari larik sebelumnya. Subyek /-a/ pada larik itu adalah

Layla. Jadi, Layla akan bercerita bahwa /wa hayya’a lῑ hawdaja/ (Dia menyediakanku sebuah

tandu). Digunakannya kata /hawdaja/ (tandu), bukan sekedar tandu yang diartikan secara

harfiah, tetapi merupakan simbol tentang suatu yang amat berharga dan tidak semua orang

bisa memilikinya.

Larik 25 juga diawali dengan partikel konjungsi /wa/ yang menunjukkan larik ini kelanjutan

larik sebelumnya, dan berjalan di sampingku menemaniku. Kemudian, dilanjutkan dengan

larik 26, seakan-akan aku dan dia hanya kuda-kuda terlantar yang tidak masuk dalam

kafilah. Pada larik ini, Haddad menggunakan ilmu al-bayan, tasbih, dengan menggunakan

partikel tasbih /-ka’anna/ (seakan-akan), seperti /ka’ani bihi,(seakan-akan aku dan dia)

adalah Layla dan Qays.

Pada larik 27, Layla akan bercerita tentang warga Bani Amir yang disalahkan oleh sukunya.

Yang dimaksud dengan /al-‘āmirῑ/ (warga Bani Amir) adalah Qays, karena Qays adalah anak

penguasa Bani Amir. Dilanjutkan dengan larik 28, tentang darahnya yang diharamkan. Kata

ganti /hi/ (-nya) pada kata /dammihi/(darahnya) mengacu pada Qays. Pada larik ini, Haddad

menggunakan ilmu al-bayān, kināyah ‘an al-nisbah.

Pada larik 29, Layla akan bercerita tentang pedang yang dicabut dari hati. Yang dimaksud

pedang di sini adalah Qays. Bentuk retorika seperti ini disebut juga ilmu al-bayān, al-kināyah

‘an nisbah. Dilanjutkan dengan larik 30, dan bersamaku melewati tanah Nejd untuk

mengalahkan segala senjata. Kata ganti /-ῑ/ (aku) pada /bῑ/ menunjuk pada Layla.

Susahnya mendapatkan kesenangan akan diceritakan oleh Layla pada larik 31, tentang

kesenangan yang langka. Pada larik ini, Haddad menggunakan ilmu al-bayān, al-majaz al-

’aqli, dengan isnad al-maṣdariyah. Dilanjutkan kembali oleh Layla pada larik 32, ia akan

bercerita tentang gairah cinta, kerinduan dan rintihan yang selalu terjaga. Maksudnya,

meskipun mereka berdua jarang menikmati kesenangan, tetapi gairah cinta, kerinduan dan

rintihan mereka selalu terjaga.

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 12: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

12  Universitas  Indonesia,  2017  

Larik selanjutnya adalah larik 32, Layla akan bercerita tentang kuda yang meringkikiku pada

malam hari. Pada larik ini, Haddad menggunakan retorika ilmu al-bayān, isti’ārah

taṣrihiyyah, yaitu mengumpamakan Qays dengan /al-khayl/ (kuda), karena dianggap kuat,

berjalan ke sana ke mari seperti kuda. Sementara, /taṣhalu bῑ/ (meringkikiku), maksudnya

adalah mendatangi Layla setiap malam. Disambung dengan larik 33, dan nyala api yang

menerangiku di pagi hari. Kata ganti obyek /nῑ/ (ku) pada kata /yagsilunῑ/ (nyala api yang

menerangiku) menunjuk pada Layla. Pada larik ini, Haddad juga menggunakan ilmu al-

bayān, isti’ārah taṣrihiyyah.

Haddad mengakhiri puisinya dengan empat larik terakhir yang diawali dengan larik 34.

Diawali dengan menggunakan partikel /al-nidā/ (seruan): /wa yā qays yā qays/ (Wahai Qays,

wahai Qays). Dilanjutkan dengan larik 35 yang secara harfiah, larik ini dapat diterjemahkan,

kita berdua adalah segumpal darah yang selalu terjaga di akhir-akhir puisi. Namun, maksud

dari larik ini sebenarnya, bahwa akhir dari cerita ini Qais dan Laila yang sebenarnya tidak

mati, yang mati hanyalah raganya. Selanjutnya, larik 36: “Engkau yang menjadikanku gila

atau aku yang telah gila”. Adanya partikel /-aw/ (atau) pada larik ini menunjukkan adanya

sebuah pilihan. Gaya bahasa seperti ini termasuk dalam ilmu al-badi’, muqābalah. Lalu,

sebenarnya siapa yang gila? Pertanyaan ini dijawab pada larik 37, kata /kullānā/ (Kita berdua)

adalah jawaban dari pertanyaan di atas. Jadi, tidak ada pilihan mereka berdua akan saling

mencintai terus menerus (dammun sāhirun) sampai akhir hayat (/fῑ baqāyā al-qaṣῑdah/).

Puisi kedua yang akan dianslisis dalam artikel ini adalah puisi (tentang Layla), yaitu عن لیيلى

Bait Larik Teks Puisi

I 1 سأقولل عن لیيلى

االزند 2 على نج في غ یيرتاحح لذيي عن االعسل اا

عن االرمانة االكسلى 3

عن االفتوىى االتي سرتت لي االتشبیيھه بالقند 4

عن االبدوویية االعیينیين وواالنارریين وواالخد 5

لھها عنديي 6

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 13: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

13  Universitas  Indonesia,  2017  

مغامرةة تؤجج شھهوةة االشعرااء لو غنواا 7

نجد 8 ى قد ھھھهضت من مت صبا نجد

االنومم االشفیيف یيشي بناعن 9

عن ووجدنا ٬، عنھها 10

لئلا تعرفف االصحرااء غیير االعودد وواالرند 11

II 12 سأقولل عن لیيلى

عن االقتلى 13

ووعن ددمنا االذيي ھھھهدرروواا 14

عن االوحش االصدیيق 15

ووفتنة االعشاقق 16

ووااللیيل االذيي یيسعى لھه االسھهر 17

III 18 قیيانن في خفر یين یيلت عن االطفل

وولما یيزھھھهر االتفاحح یيختلجانن بالمیيزاانن 19

حتى یيخجل االخفر 20

إإذذاا ما لذةة تاھھھهت بنا 21

ووتناھھھهبت أأعضاءنا االنیيراانن 22

متنا أأوو حیيیينا 23

أأوو یيقولل االناسس أأخطأنا 24

ستبكي حسرةة فیينا إإذذاا غفروواا 25

III 26 سأقولل عن لیيلى

عن االمسافر عندما یيبكي ططویيلا 27

االلذیيذ إإذذاا تجلى في كلامم عیيونھهاعن االسحر 28

تفضي لأنن أأقضي ررحیيلا 29 مة نع عن

ا موززعة تخالج شھهوةة االفتیيانن 30 مراایياھھھه عن

اانھها مشبوقة 31 یيز عن م

عن عدلھها في االظلم 32

عن سفريي مع االھهذیيانن 33

في االأنس تنتـخب االقتیيلا 34 ن جنیية ع

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 14: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

14  Universitas  Indonesia,  2017  

لیيلايي لو یيدھھھها علي 35

منذووررةة تھهب االرسولاوولو یيديي 36

سأقولل عنھها ما یيقالل عن االجنونن إإذذاا جننت 37

وولي عذرر إإذذاا بالغت في موتي قلیيلا 38

Haddad mengawali puisinya pada bait 1 larik 1 diawali dengan kata-kata /sa’aqūlu ‘an layla/

(aku akan bercerita tentang Laila), seperti pada pembahasan puisi /’an Qays/, pada puisi ini,

yang akan dibahas terlebih dahulu adalah siapakah aku lirik dalam puisi ini. Kata ganti subyek

pada larik /sa’aqūlu ‘an layla/ (aku akan bercerita tentang Laila), tampaknya menunjuk pada

Qays. Hal ini diperkuat dengan larik 4 yang Terjemahannya tentang perempuan yang

diumpamakan seperti gula-gula untukku. Yang dimaksud kata ganti obyek /-ῑ/ (-ku/ pada larik

ini /-lῑ/ (untukku) adalah Qays.

Dilanjutkan dengan larik 2 tentang madu yang suka bermain mata dengan api. Pada larik ini,

Haddad menggunakan sarana retorika ilmu al-bayān, yaitu isti’ārah taṣriḥiyyah dan kinayah

‘an nisbah. Pada larik 3, Layla diumpamakan dengan /‘an al-rummānah al-kaslā/, (delima

yang malas). Dalam retorika Arab, majas seperti ini disebut isti’ārah taṣriḥiyyah, bagian ilmu

al-bayān. Pada larik 4 Qays akan bercerita tentang perempuan yang diumpamakan seperti

gula-gula untukku. Kata ganti /ῑ/ /-ku/ pada /lῑ/ (untukku) adalah Qays. Yang dimaksud

perempuan di sini adalah Layla. Haddad menggunakan gaya bahasa al-tasybih

(perumpamaan).

Pada larik 5, Qays akan bercerita tentang perempuan Badui yang kedua mata dan pipinya

yang bersinar. Perempuan Badui yang dimaksud adalah Layla. Gaya bahasa seperti ini

disebut juga kināyah ‘an al-mawṣūf, termasuk dalam ilmu al-bayān. Larik 5 ini belum selesai,

karena dienjambemen pada larik 6, yang dimilikinya adalah milikku. Pada larik ini, Haddad

menggunakan retorika muḥāsinah ma’nawiyah, jenis ṭibāq muqābalah. Larik 7 merupakan

penjelasan dari dua larik sebelumnya, sebuah petualangan yang membakar birahi para

penyair jika mereka menyanyikan. Pada larik ini, Haddad menggunakan isti‘ārah makniyyah.

Namun, larik ini belum selesai karena dienjambemen, sambungannya terletak pada larik 8,

yaitu kapan angin Timur bertiup dari Najd. Pada larik ini, Haddad menggunakan retorika

ilmu al-bayān, kategori kalam al-insyā’, jenis istifhām. (pertanyaan). Partikel tanya yang

digunakan di sini adalah /matā/ (kapan), maksudnya bukan bertanya, melainkan pengharapan.

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 15: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

15  Universitas  Indonesia,  2017  

Selanjutnya pada larik 9, Qays akan bercerita tentang mimpi nyata yang bercerita tentang

kita. Pada larik ini, Haddad menggunakan ilmu al-bayān, jenis isti‘ārah makniyyah. Demikian

juga, Qays juga akan bercerita tentang gairah cinta kita, tentang dia, yang tertulis dalam larik

10, yang dimaksud kata ganti /nā/ (kita) pada kata /wajadinā/ (gairah cinta kita) adalah Qays

dan Layla, sementara kata ganti /hā/ pada kata /’anhā/ (tentangnya) adalah Layla. Pada larik

ini Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, kalām al-khabar, dengan tujuan memberi informasi

(fā’idah al-khabar). Larik ini sebenarnya belum selesai, dilanjutkan dengan larik 11

setelahnya, yang dianggap sebagai padang pasir tanpa kayu dan korek api. Pada larik ini,

Haddad menggunakan ilmu al-bayān, jenis tasybih (perumpamaan).

Bait kedua diawali dengan larik 12 dimulai dengan repetisi dari larik 1 bait 1, yang

terjemahannya Aku akan bercerita tentang Layla. Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, jenis

kalām al-khabar, yang tujuannya fā’iidah al-khabar. Kemudian dilanjutkan larik 13, tentang

yang mati. Yang dimaksud dengan yang mati di sini adalah Layla, karena kata sifat yang

digunakan adalah kata sifat untuk perempuan. Jadi, frase lengkapnya adalah /layla al-qutla/,

Layla yang mati.

Pada larik 14, Qays akan bercerita tentang darah kami yang mereka ributkan. Yang dimaksud

kata /damminā/ (darah kami) di sini bukan darah dalam arti sebenarnya, mungkin dapat

diinterpretasikan sebagai diri, dalam retorika Arab disebut al-majaz al-mursal, juz’iyyah,

(pars prototo). Lanjut larik 15, Qays akan bercerita tentang kesendirian yang harus diterima.

Pada larik ini, Haddad menggunakan retorika ‘ilmu al-ma’ānῑ, kalām khabar, dengan tujuan

taḥassur (menyatakan kesedihan). Larik ini dilanjutkan larik 16, dan bala sang pecinta.

Partikel konjungsi /wa/ (dan) pada larik ini menunjukkan larik ini kelanjutan dari larik

sebelumnya, tetapi diberi enjambemen. Yang dimaksud /al-‘asyāq/ adalah Qays sendiri.

Dilanjutkan lagi dengan larik 17 yang diawali dengan partikel konjungsi /wa/, dan malam

yang berusaha tidak tidur untuknya. Pada larik ini, Haddad menggunakan retorika ilmu al-

bayān, jenis isti’ārah makniyyah.

Selanjutnya, kisah yang akan diceritakan oleh Qays adalah tentang bertemunya dua anak

yang selalu diawasi. Yang dimaksud dengan dua anak di sini adalah Qays dan Layla. Pada

larik 18 ini, Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, bagian kalām al-khabar, jenis istirḥām.

Kemudian, dilanjutkan dengan larik 19, dan ketika apel itu berkembang, mereka berdua

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 16: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

16  Universitas  Indonesia,  2017  

semakin keluar dari kewajaran. Larik ini diawali dengan partikel /wa/ (dan), yang

menunjukkan kalimat ini berhubungan dengan kalimat di atasnya, tetapi dienjambemen.

Bentuk seperti ini termasuk dalam ilmu al-ma’ānῑ, al-washl. Haddad juga menggunakan

aspek ilmu al-bayān, jenis kināyah ‘an al-nisbah. Setelah itu, dilanjutkan dengan larik 20,

hingga penjagaan itu menjadi malu. Larik ini juga merupakan lanjutan dari larik sebelumnya.

Pada larik ini Haddad menggunakan sarana retorika ilmu al-bayan, jenis isti’arah makniyyah.

Kemudian, disambung lagi dengan larik 21, ketika tak ada satu pun kesenangan yang hilang

dari kami. Larik ini juga merupakan sambungan dari larik sebelumnya. Pada larik ini, Haddad

menggunakan‚ ilmu al-ma’ānῑ, jenis kalām al-khabar, dengan tujuan membanggakan diri (al-

fakhr). Lanjut ke larik 22, dan saling berpegangannya anggota tubuh kami yang membara.

Maksudnya selain selalu senang meskipun selalu dijaga, anggota tubuh mereka selalu

berpegangan, tidak terpisahkan. Larik ini diawali dengan partikel /wa/ yang dalam retorika

Arab disebut al-wasl. Haddad juga menggunakan retorika ilmu al-bayān, jenis majaz mursal,

dengan ‘alāqah juz’iyyah.

Kemudian, dilanjutkan lagi dengan larik 23, kita mati atau kita hidup. Maksudnya, adalah

baik dalam keadaan mati atau hidup, Qays dan Layla akan selalu bersama-sama. Pada larik

ini, Haddad menggunakan aspek retorika ilmu al-badi’, yaitu ṭibāq. Setelah itu, dilanjutkan

dengan larik 24, atau orang-orang mengatakan bahwa kesalahan kita. Larik ini diawali

dengan partikel konjungsi /aw/ yang menunjukkan bahwa kalimat ini masih merupakan

bagian dari kalimat sebelumnya, tetapi diberi enjambemen untuk memberi penekanan pada

larik ini. Kemudian larik 25, kesedihan kita akan terus menangis sampai mereka

mengampuni. Pada larik ini Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, kalām al-khabar, dengan

tujuan menyatakan kelemahan (iẓhār al-ḍa’fi).

Bait 3 dimulai dengan larik 26 dengan kalimat yang merupakan repetisi dari larik 1 bait 1 dan

bait 2 larik 12, dan menunjukkan bahwa larik ini merupakan awal dari bait baru.

Terjemahannya sama dengan yang sebelumnya; aku akan bercerita tentang Layla. Kemudian,

dilanjutkan dengan larik 27, Qays akan bercerita tentang musafir yang selalu menangis. Kata

/al-musafir/ merujuk pada Qays. Pada larik ini, Haddad menggunakan retorika ilmu al-

ma’ānῑ, jenis kalām al-khabar, dengan tujuan tahassur (menyatakan kesedihan). Setelah itu,

dilanjutkan dengan larik 28, Qays akan bercerita tentang pesona yang memikat yang terlihat

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 17: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

17  Universitas  Indonesia,  2017  

dari kata-kata pada matanya. Pada larik ini, Haddad menggunakan gaya bahasa ilmu al-

bayān, jenis isti’ārah makniyyah.

Selanjutnya pada larik 29, Qays ingin bercerita tentang sebuah kenikmatan yang tak ada

gunanya karena kuhabiskan untuk mengembara. Kata ganti subyek /a/ pada kata /aqḍῑ/

(kuhabiskan) merupakan Qays. Pada larik ini, Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, jenis

kalām al-khabar dengan menyatakan kesedihan (tahassur). Pada larik 30, Qays akan bercerita

tentang cerminnya yang memancar memenuhi birahi para pemuda. Kata ganti /hā/(dia) pada

kata /marāyāhā/ (cerminnya) menunjuk pada Layla. Sementara itu, yang dimaksud dengan

kata /marāyā/ (cermin) adalah cahaya. Dalam retorika Arab, kasus seperti ini dapat

dimasukkan dalam ilmu al-bayān, jenis al-majāz al-mursal dengan ‘alāqah al-sababiyyah.

Setelah itu, pada larik 31, Qays akan bercerita tentang keistimewaannya yang menggairahkan.

Kata ganti /-ha/ (-nya) pada /mῑzānihā/ (keistimewaannya) juga menunjuk pada Layla. Pada

larik ini, Haddad menggunakan ilmu al-ma’ānῑ, jenis ijāz. Selanjutnya larik 32, Qays akan

bercerita tentang keadilannya yang zalim. Larik ini juga masih membicarakan tentang Layla.

Layla dikatakan zalim karena hanya memberikan cintanya kepada Qays, tidak kepada yang

lainnya. Secara harfiah, tampak Qays hanya menyampaikan informasi biasa bahwa Layla

tidak adil, tetapi jika melihat pada makna yang tersirat, pernyataan ini mengandung makna

membanggakan diri (al-fakhr) termasuk jenis kalām al-khabar, dalam ilmu al-ma’ānῑ.

Sementara itu, pada larik 33, Qays akan bercerita tentang perjalananku yang penuh dengan

ocehan. Kata ganti /i/ (ku) pada kata /safarῑ/ (perjalananku) menunjuk pada Qays. Pada larik

ini, Haddad menggunakan retorika ilmu al-ma’ānῑ, jenis kalām al-khabar, dengan tujuan

fāi’dat al-khabar. Pada larik 34, Qays akan bercerita tentang seorang perempuan yang gila

cinta yang memilih mati. Yang dimaksud dengan kata /jiniyyatin/ (seorang perempuan gila) di

sini adalah Layla. Pada larik ini, melalui mulut Qays, Haddad menggunakan retorika ilmu al-

ma’ānῑ, kalām al-khabar, dengan tujuan al-fakhr (membanggakan diri), karena ada seorang

perempuan yang sampai gila dan rela mati untuknya.

Kemudian, dilanjutkan dengan larik 35, untukku meskipun posisinya berada di atasku. Larik

ini merupakan sambungan dari larik sebelumnya, tetapi dienjambemen pada kata laylaya

(untukku). Yang dimaksud kata ganti /ha/ (-nya) pada kata /yadduha/ (posisinya) adalah

Layla. Kebalikan dari larik sebelumnya, pada larik ini, Haddad menggunakan retorika ilmu al-

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 18: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

18  Universitas  Indonesia,  2017  

ma’ānῑ, kalām al-khabar, dengan tujuan iẓhar al-ḍa’fi (menunjukkan kelemahan). Larik ini

kemudian dilanjutkan ke larik 36, yang diawali dengan partikel /wa/ (dan), dan meskipun

posisiku ditakdirkan sebagai pesuruh. Yang dimaksud kata ganti /ῑ/(-ku) pada kata /yaddῑ/

(posisiku) adalah Qays. Retorika yang digunakan dalam larik ini adalah ilmu al-ma’ānῑ, jenis

kalām al-khabar, tujuannya menunjukkan kelemahan (iẓhār al-ḍa‘fi).

Kemudian, dilanjukan pada larik 37, Aku akan bercerita tentang dia yang dikatakan gila

ketika aku gila. Kata ganti subyek /a/ pada kata /sa’aqūlu/ adalah Qays dan kata ganti /-ha/ (-

nya) pada kata /‘anhā/ (tentangnya) adalah Layla. Selanjutnya pada larik 38, Qays

menyampaikan dan aku minta maaf jika aku sampai pada kematianku sebentar lagi. Larik ini

diawali dengan partikel /wa/, menunjukkan kelanjutan dari larik sebelumnya.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa jika dilihat dari aspek tipografinya, hubungan

antara bentuk dan isi cukup berkaitan. Haddad membagi bait menjadi tiga bait yang masing-

masing baitnya terdiri atas larik-larik yang jumlahnya berbeda. Bait 1 terdiri dari 10 larik, bait

2 yang terdiri dari 7 larik, dan bait 3 terdiri dari 20 larik dan masing-masing bait ditandai

dengan kata yang sama yaitu /sa’aqūlu ‘an/. Ini menunjukkan bahwa Haddad ingin membagi

puisi ini menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, tengah dan akhir. Pembagian bab ini

tampaknya mengikuti alur cerita Layla Majnun yang sesungguhnya. Jumlah larik pada bagian

awal cerita memang lebih banyak dari pada bagian tengahnya, yaitu kisah cinta Qays dan

Layla semasa kecil dan remaja. Kemudian, diteruskan pada bagian tengah yang jumlah

lariknya lebih sedikit, yaitu tentang ditolaknya Qays oleh ayah Layla, sehingga membuat

mereka jadi terpisah. Barulah pada bagian akhir jumlah lariknya paling banyak, yaitu cerita

tentang pengembaraan Qays mencari Layla hingga menjadi majnun (gila) sampai akhir

hayatnya.

Jika dilihat dari isinya, tidak banyak gambaran tentang kisah cinta Layla Majnun yang

terungkap dalam puisi tersebut, karena bentuknya monolog, bukan naratif dan banyak

ungkapan yang kurang dapat dipahami, karena sarat dengan kata-kata majas dan konotatif

yang tidak sesuai dengan kisah yang sebenarnya.

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 19: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

19  Universitas  Indonesia,  2017  

Saran

Artikel ini merekomendasikan agar isi puisi ini sesuai dengan cerita yang sebenarnya, harus

ditulis dalam bentuk puisi diafan, yang mudah dicerna, bukan prismatis, yang sukar dicerna,

dalam bentuk puisi bebas yang prosais, dengan tipografi sederhana, tidak perlu banyak

menggunakan enjambemen.

Daftar Referensi

Books

Al-Jarim, Ali dan Musthafa Amin. (2013). Terjemahan Balāghatul Wādhihah. Bandung:

Sinar Baru Algensindo.

Al-Muroghi, Ahmad Mushthofa. (TT). ‘Ulūmu al Balāghoh; al-Bayān wa al-Ma’āni wa al-

Badῑ’. Darul Qalam: Berut .

Aminuddin. (1987). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: C.V. Sinar Baru.

Asrori, Imam. (2004). Sintaksis Bahasa Arab; Frasa, Klausa, Kalimat. Malang: Misykat.

Atmazaki. (1990). Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.

Fakhruroji, Moch. (2006). Kamus Cinta, Bandung: Dar Mizan.

Ganjavi, Nizami. (2012). Pengantin Surga, Jakarta: Dolphin.

Haddad, Qassim. (2014). Chronicles of Majnun Layla and Selected Poems, Diterjemahkan

dari Bahasa Arab oleh Ferial Ghazoul dan John Verlenden, New York: Syracuse

Hadi, Surya. (2013). Guru Para Pemimpi, Bandung: PT Mizan Pustaka.

Lesmana, Maman. (2010). Cinta dalam Dua Puisi Toeti Heraty. Depok: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

(2010). Kritik Sastra dan Islam. Depok: Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya,

Universitas Indonesia.

(2009). Kitab Bukhala Karya al-Jahiz; Analisis Struktur Teks dan Isi. Depok:

Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Luxemburg, Jan Van, dkk. (1989). Pengantar Ilmu Sastra terj. Jakarta: PT Gramedia.

Maṭar, Ilyas. (1990). Mu’jam Qawāid al-‘Arabiyyah al-‘Āmiyyah.

Nizami. (2014). Layla Majnun, Jakarta: Narasi.

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017

Page 20: Unsur-Unsur Retorika Arab dalam Dua Puisi Layla Majnun

20  Universitas  Indonesia,  2017  

Parera, J.D. (1991). Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Rahmat, Jalaluddin. The Road to Muhammad, Bandung: Penerbit Mizan. 2009.

Rahmat, Miftah Fauzi. The Propestic Wisdom, Bandung: Penerbit Mizania.

Santosa, Puji. (2013). Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung:

Angkasa.

Ṣaleh, Abdul Qudus dan Ahmad Taufiq Thayyib. ‘Ilmu al-ma’ānῑ. Saudi Arabia:

Universitas Imam Muhammad Ibn Sa’ud al-Islamiyah. 1989.

Syarifuddin, Bahruddin, M. S., Azizah, M., Muthohharoh, M., Qamariyah, N. L., & Ni'mah,

N. (2016). Kamus Istilah Ilmu Balaghah. Yogyakarta:AG Publisher.

Tirtawirya, Putu Arya. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Flores: Nusa Indah.

Utami, Nunik. (2010). Dongeng Negeri 1001 Malam, Jakarta: PT Niaga Swadaya.

Zoest, Aart Van dan Panuti Sudjiman. (1992). Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

(1990). Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa.

Journals

Erwani, Lela (2009), Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam Novel Laila

Majnun. Dalam /www. repository.usu.ac.id/ diunduh tanggal 15 Januari 2017.

Marwandi, Said. (2013), Analisis Gaya Bahasa dalam Novel Laila Majnun, Karya

Nizami dalam /www.jurnal.umrah.ac.id/ diunduh tanggal 15 Januari 2017.

Pahmi (2012), Analisis Kekuasaan Tokoh dalam Kisah Percintaan Novel Laila

Majnun Karya Nizami, https://core.ac.ukdiunduh tanggal 15 Januari 2017.

Rofikoh, Siti. (2015). Perilaku Tokoh Utama Dalam Novel Layla Majnun Karya

Nizami Ganjavi.dalam /www.atavisme.web.id/ diunduh tanggal 15 Januari 2017.

Syahur ( 2014), Analisis Strukturalisme Tokoh Utama Novel Laila Majnun karya

Nizami Ganjavi. dalam/www.jurnal.untan.ac.id/ diunduh tanggal 15 Januari 2017.

Websites

http://www.adab.com/modules.php?name=Sh3er&doWhat=shqas&qid=6288 diakses pada 13

Februari 2017.

http://www.adab.com/modules.php?name=Sh3er&doWhat=shqas&qid=6297 diakses pada 13

Februari 2017.

Unsur-Unsur ..., Dzia Fauziah, FIB UI, 2017